mocaf

10
Stabilitas Bakso Daging Ayam Dalam Perendaman Larutan Chitosan Ditinjau Dari pH, WHC dan TPC Selama Penyimpanan Uswatun Chasanah, Djalal Rosyidi dan Aris Sri Widati RINGKASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi antara tingkat konsentrasi larutan chitosan dan lama penyimpanan bakso yang ditinjau dari pH, WHC dan jumlah mikroorganisme (TPC). Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakso yang dibuat dari daging ayam kemudian dilakukan perendaman dalam larutan chitosan. Metode yang digunakan adalah percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial (3x3) dengan 3 ulangan. Faktor perlakuan pertama adalah % konsentrasi larutan chitosan 0% (K0), 3% (K1), 6% (K2) dari air rendaman yang digunakan. Faktor perlakuan kedua adalah lama waktu penyimpanan bakso daging ayam pada suhu kamar (P) yang terdiri dari 3 tingkat yaitu 0 jam (P0), 24 jam (P1), 48 jam (P2). Data dianalisa dengan analisis ragam (ANAVA) dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan bila terdapat perbedaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi perlakuan tingkat konsentrasi larutan chitosan dan lama penyimpanan tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap pH, WHC, dan TPC bakso daging ayam, perlakuan tingkat konsentrasi larutan chitosan memberikan perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap pH dan tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap WHC dan TPC bakso daging ayam. Perlakuan lama penyimpanan memberikan perbedaan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap pH dan WHC akan tetapi memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap TPC bakso daging ayam. Perlakuan terbaik terdapat pada interaksi perlakuan perendaman bakso daging ayam dalam larutan chitosan 6%. Kata kunci: chitosan, bakso ayam, kualitas fisik Stability Chicken Meatballs in Soaking Chitosan Review of The power of Hydrogen, Water Holding Capacity and Total Plate Count During Storage Uswatun Chasanah, Djalal Rosyidi and Aris Sri Widati ABSTRACT The research was aimed to evaluate the effect of chitosan addition to the physical quality of chicken meatballs. The materials were chicken meat, chitosan, tapioca flour, eggs, salt, garlic, pepper, and water. The methode that used was factorial experiment with a Completely Randomized Designed (CRD). The first factor was soaking concentration chitosan 0% (K0), 3% (K1), 6% (K2). The second factor was the time of storage the chicken meatballs 0 hours (P0), 24 hours (P1), 48 hours (P2) and continued with Duncan’s Multiple Rang Test Method. Results showed that soaki ng treatment of chitosan give significant effect to (P<0.01) pH and didn’t give significant effect to (P>0.05) WHC and TPC chicken meatballs. The treatment of storage the time provide significant effect (P<0.05) against the pH and the WHC will however give very significant effect (P<0.01) against TPC chicken meatballs. The interaction between treatment give significant effect to (P>0.05) pH, WHC, and TPC chicken meatballs. The conclusion of this research was level of chitosan on soaking in the chicken meatballs product will decrease the pH, the TPC, and increases the WHC. While the treatment of the time storage will decrease the pH, the WHC, TPC chicken meatballs. Recommended in the preservation of chicken meatballs chitosan should use 6%. Keywords: chitosan, chicken meatballs, physical quality

description

mocaf

Transcript of mocaf

  • Stabilitas Bakso Daging Ayam Dalam Perendaman Larutan Chitosan Ditinjau Dari

    pH, WHC dan TPC Selama Penyimpanan

    Uswatun Chasanah, Djalal Rosyidi dan Aris Sri Widati

    RINGKASAN

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi antara tingkat konsentrasi

    larutan chitosan dan lama penyimpanan bakso yang ditinjau dari pH, WHC dan jumlah

    mikroorganisme (TPC). Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakso yang

    dibuat dari daging ayam kemudian dilakukan perendaman dalam larutan chitosan. Metode

    yang digunakan adalah percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial (3x3)

    dengan 3 ulangan. Faktor perlakuan pertama adalah % konsentrasi larutan chitosan 0%

    (K0), 3% (K1), 6% (K2) dari air rendaman yang digunakan. Faktor perlakuan kedua

    adalah lama waktu penyimpanan bakso daging ayam pada suhu kamar (P) yang terdiri

    dari 3 tingkat yaitu 0 jam (P0), 24 jam (P1), 48 jam (P2). Data dianalisa dengan analisis

    ragam (ANAVA) dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan bila terdapat

    perbedaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi perlakuan tingkat konsentrasi

    larutan chitosan dan lama penyimpanan tidak memberikan perbedaan pengaruh yang

    nyata (P>0,05) terhadap pH, WHC, dan TPC bakso daging ayam, perlakuan tingkat

    konsentrasi larutan chitosan memberikan perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P0,05) terhadap

    WHC dan TPC bakso daging ayam. Perlakuan lama penyimpanan memberikan perbedaan

    pengaruh yang nyata (P

  • Pendahuluan

    Daging sering diolah untuk

    meningkatkan nilai ekonomis, selera

    konsumsi masyarakat, dan masa simpan

    melalui penganekaragaman produk

    seperti bakso. Daging ayam sangat

    berpotensi untuk diolah karena

    mengandung protein yang tinggi dan

    termasuk daging putih yang memiliki

    kandungan kolesterol rendah,

    mempunyai marbling yang cukup dan

    jaringan lemak yang sedikit serta

    harganya relatif lebih murah

    dibandingkan daging sapi. Menurut

    Holland, Welch, Unwin, Buss, Paul, &

    Southgate (1997), daging ayam bagian

    dada tanpa kulit per 100 gram

    mengandung 74,2 gram air, 24,0 gram

    protein dan 1,1 gram lemak. Istilah

    bakso biasanya diikuti dengan nama

    jenis dagingnya, seperti bakso sapi atau

    bakso ayam.

    Bakso merupakan salah satu

    produk olahan yang sangat populer di

    masyarakat. Bakso adalah produk

    pangan yang terbuat dari bahan utama

    daging yang dihaluskan, dicampur

    dengan tepung tapioka, bawang putih,

    merica, dan garam dapur, setelah itu

    dibentuk bulat-bulat dengan manual atau

    alat dengan ukuran seperti kelereng

    yang dimasak dalam air panas. Kualitas

    bakso ditentukan oleh bahan mentahnya

    terutama jenis dan mutu daging, jenis

    tepung yang digunakan serta

    perbandingannya di dalam adonan.

    Tepung tapioka merupakan

    salah satu bahan yang digunakan dalam

    pembuatan bakso yang berguna untuk

    memperbaiki tekstur produk, karena

    memiliki tingkat elastisitas yang tinggi

    dan dapat mencegah agar bakso tidak

    berkeriput dan berlubang seperti pori-

    pori, tetapi tidak bisa cepat masak pada

    suhu rendah. Wibowo (2009)

    mengatakan bahwa penggunaan tepung

    tapioka dalam pembuatan bakso daging

    adalah 10 % dari berat daging sehingga

    dihasilkan bakso daging dengan mutu

    yang baik karena jumlah daging yang

    lebih dominan dibandingkan dengan

    jumlah tepung yang digunakan.

    Bakso merupakan produk

    makanan yang mengandung protein

    tinggi, memiliki kadar air yang

    tergolong tinggi yakni 52 % dan pH

    netral sehingga rentan terhadap

    kerusakan sehingga memiliki daya awet

    atau masa simpan bakso maksimal

    antara satu sampai dua hari pada suhu

    kamar (Kurniawati, 2008., Wardaniati

    dan Setyaningsih, 2009). Dibutuhkan

    suatu bahan pengawet yang tidak

    berbahaya bagi kesehatan konsumen

    serta dapat mempertahankan aspek gizi

    yang terkandung di dalamnya supaya

    mendapatkan bakso yang memiliki masa

    simpan lebih lama serta mutu yang dapat

    dipertahankan.

    Masa penyimpanan bahan

    pangan merupakan jangka waktu dimana

    bahan pangan tersebut dianggap tetap

    aman dan layak untuk dikonsumsi, dapat

    digunakan oleh konsumen sesuai dengan

    kebutuhannya. Park, Lee, dan Lee

    (2000) dan Singh (2000) mengatakan

    bahwa masa simpan ditentukan

    berdasarkan salah satu atau beberapa

    faktor kualitas dari bahan pangan yang

    dianggap paling penting yang akan

    berubah selama masa penyimpanan

    sampai batas terakhir yang masih dapat

    dianggap.

    Menurut Suseno (2006),

    alternatif untuk mengatasi permasalahan

    penggunaan bahan pengawet berbahaya

    salah satunya dengan penggunaan

    chitosan. Chitosan merupakan produk

    turunan dari polimer chitin yaitu produk

    samping (limbah) dari pengolahan

    industri perikanan, khususnya udang dan

    rajungan. Limbah kepala udang

  • mencapai 35 50 % dari total berat

    udang.

    Chitosan sangat berpotensi

    untuk dijadikan sebagai bahan

    antimikroba, karena mengandung enzim

    lysosim dan gugus aminopolysacharida

    yang dapat menghambat pertumbuhan

    mikroba dan efisiensi daya hambat

    chitosan terhadap bakteri tergantung dari

    konsentrasi pelarutan chitosan.

    Pemanfaatan chitosan ini telah dicoba

    pada berbagai bidang, diantaranya

    sebagai bahan pelapis dan anti kapang.

    Kemampuan dalam menekan

    pertumbuhan bakteri disebabkan

    chitosan memiliki polikation bermuatan

    positif yang mampu menghambat

    pertumbuhan bakteri dan kapang

    (Wardaniati dan Setyaningsih, 2009).

    Berdasarkan penelitian yang

    dilaksanakan oleh Wardaniati dan

    Setyaningsih (2009), bahwa serbuk

    chitosan 1,5 gram ditambah dengan 100

    ml larutan asam asetat 1 % dengan lama

    perendaman 60 menit bakso mampu

    bertahan selama 3 hari pada suhu kamar,

    semakin lama waktu perendaman bakso

    dalam chitosan, bakso semakin awet.

    Penggunaan chitosan tidak

    menyebabkan perubahan citarasa bakso

    dan membuat bakso terlihat lebih kesat.

    Penggunaan chitosan juga diaplikasikan

    dalam pengawetan ikan patin yang

    disimpan dalam suhu ruang. Konsentrasi

    chitosan 1,5 % dengan lama perendaman

    hanya 3 menit mampu memberikan hasil

    terbaik dilihat dari parameter

    penampakan daging, tekstur, bau, nilai

    pH dan nilai TVB (total volatile base)

    fillet, sedangkan konsentrasi chitosan 3

    % dengan lama perendaman yang sama

    mampu memberikan hasil terbaik dilihat

    dari parameter lendir dan nilai TPC fillet

    ikan. Penggunaan larutan chitosan

    mampu mempertahankan kesegaran

    fillet ikan 2 jam lebih lama

    dibandingkan dengan fillet tanpa

    perlakuan larutan chitosan (Suptijah,

    2008).

    Berdasarkan hal-hal tersebut,

    maka perlu dilakukan penelitian tentang

    pengaruh perendaman menggunakan

    chitosan dalam pembuatan bakso daging

    ayam ditinjau dari pH, WHC dan TPC

    selama penyimpanan suhu ruang selain

    sebagai bahan pengawet.

    Materi dan Metode

    Penelitian dilaksanakan di

    Laboratorium Mikrobiologi,

    Laboratorium Fisikokimia, dan

    Laboratorium Rekayasa Pengolahan

    Pangan di bagian Teknologi Hasil

    Ternak Fakultas Peternakan Universitas

    Brawijaya. Penelitian ini berlangsung

    pada tanggal 13 Pebruari sampai 29

    April 2012.

    Materi

    Bahan-bahan yang digunakan

    dalam penelitian ini adalah bakso yang

    dibuat dari daging broiler bagian dada,

    tepung tapioka, garam, bawang putih,

    gula, lada, telur, es batu yang direndam

    dalam chitosan 0 6 % dan lama simpan

    0 sampai 48 jam.

    Alat yang digunakan untuk penelitian ini

    antara lain blender khusus daging bakso

    kapasitas 0,5 kg, panci, kompor gas,

    telenan, pengaduk, termometer, baskom,

    sendok, peniris, pisau, timbangan

    digital, pipet tetes, seperangkat uji pH,

    kertas saring Whatman No.42, beban 35

    kg, dua plat kaca, plastik, kertas grafik,

    pipet volume, kawat ose, spirtus, cawan

    petri, gelas ukur, erlenmeyer, tabung

    reaksi, gelas pengaduk, beaker glass,

    mortar, autoclave. Bahan yang

    digunakan dalam penelitian ini meliputi

    chitosan cair, aquades, pepton, PCA

    (plate count agar) sebagai media isolasi,

  • alkohol 70%, spirtus, buffer pH 4 dan

    buffer pH 7.

    Metode

    Metode penelitian yang

    digunakan adalah percobaan faktorial

    (3x3) dengan Rancangan Acak Lengkap

    (RAL). Faktor perlakuan pertama adalah

    % konsentrasi chitosan adalah 0% (K0),

    3% (K1), 6% (K2) dari jumlah air

    rendaman yang digunakan. Faktor

    perlakuan kedua adalah lama waktu

    penyimpanan bakso daging ayam pada

    suhu kamar (P) yang terdiri dari 3

    tingkat yaitu 0 jam (P0), 24 jam (P1), 48

    jam (P2). Setiap perlakuan diulang

    sebanyak 3 kali

    Prosedur Pembuatan Bakso Daging

    Ayam

    1) Persiapan bahan meliputi

    pemilihan daging yang segar dan

    penyiapan bahan tambahan.

    2) Daging dipotong kecil-kecil dan

    dapat dicincang dengan alat

    percincangan (chopper) bersama

    garam 2,5 % dan es batu 15 %

    dari adonan, baru kemudian

    dicampur dengan bahan-bahan

    lain yaitu bawang putih 2,5 %,

    gula 2,5 %, lada 0,1 %, dan putih

    telur 3 % dari adonan dengan alat

    yang sama. Komposisi adonan

    bakso ayam dalam penelitian ini

    semua berat bahan berdasarkan

    atas berat adonan bakso ayam

    yang telah dikonversikan dari

    satuan persen ke gram.

    3) Tepung tapioka ditambahkan

    sebanyak 10% dari berat daging,

    kemudian di chopper.

    4) Adonan dicetak menggunakan

    tangan.

    5) Pemasakan adonan bakso

    dilakukan dalam dua tahap. Tahap

    pertama, bakso dipanaskan dalam

    panci berisi air hangat sekitar 60

    C sampai 80 C, sampai bakso

    mengeras dan mengembang di

    permukaan air. Pada tahap

    selanjutnya bakso dipindahkan ke

    dalam panci lainnya yang berisi

    air mendidih dengan suhu 100

    C, kemudian direbus sampai

    matang sekitar 10 menit. Tujuan

    dilakukan dalam dua tahap agar

    permukaan bakso yang dihasilkan

    tidak keriput dan tidak pecah

    akibat perubahan suhu yang

    terlalu cepat.

    6) Bakso yang sudah matang segera

    diangkat dan ditiriskan, kemudian

    diangin-anginkan sekitar 20

    menit.

    7) Bakso direndam selama 60 menit

    dalam larutan chitosan dengan

    konsentrasi dan lama

    penyimpanan sesuai dengan

    perlakuan.

    Variabel Penelitian

    Variabel yang diukur dalam

    penelitian ini adalah uji kualitas fisik

    (pH, WHC dan TPC)

    Analisis Data

    Data yang diperoleh dianalisis

    dengan metode analisis sidik ragam dan

    apabila ada perbedaan yang nyata

    dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda

    Duncan (UJBD) (Yitnosumarto,1993).

    Hasil dan Pembahasan

    Pengaruh tingkat konsentrasi larutan

    chitosan dan lama penyimpanan

    terhadap pH bakso daging ayam

    Hasil analisis ragam

    menunjukkan bahwa interaksi antara

    tingkat konsentrasi larutan chitosan dan

    lama penyimpanan pada pembuatan

    bakso daging ayam tidak memberikan

    perbedaan pengaruh yang nyata

    (P>0,05) terhadap pH bakso daging

    ayam, sedangkan pada penggunaan

  • larutan chitosan dengan tingkat

    konsentrasi yang berbeda memberikan

    perbedaan pengaruh yang sangat nyata

    (P

  • ion hidrogen diatas pH 6,5, tetapi

    chitosan dapat larut dalam asam

    hidroklorat dan asam nitrat pada

    konsentrasi 0,15 1,1 % dan tidak larut

    pada konsentrasi 10 %. Chitosan juga

    tidak larut dalam asam sulfur tetapi larut

    sebagian pada asam ortofosfat dengan

    konsentrasi 0,5 %. Knorr (1982)

    menambahkan bahwa pelarut chitosan

    yang baik dan umum digunakan adalah

    asam asetat dengan konsentrasi 1 2 %.

    Tabel 1. menunjukkan bahwa

    perlakuan lama simpan menyebabkan

    penurunan nilai pH bakso secara nyata

    yaitu dari pH 6,22 menjadi 6,13.

    Penurunan pH kemungkinan disebabkan

    oleh degradasi protein menjadi asam-

    asam amino yang disebabkan oleh

    adanya pertumbuhan mikroorganisme.

    Pada Tabel 3. ditunjukkan bahwa TPC

    bakso daging ayam semakin meningkat

    dengan bertambahnya lama simpan.

    Rahayu, Ninoek, dan Utomo (1990)

    menambahkan, mikroba dapat memecah

    protein menjadi senyawa-senyawa yang

    lebih sederhana, asam amino dan basa-

    basa yang mudah menguap.

    Pengaruh tingkat konsentrasi larutan

    chitosan dan lama penyimpanan

    terhadap nilai WHC (Water Holding

    capacity) (%) bakso daging ayam

    Hasil analisis ragam

    menunjukkan bahwa interaksi antara

    tingkat konsentrasi larutan chitosan dan

    lama penyimpanan pada pembuatan

    bakso daging ayam tidak memberikan

    perbedaan pengaruh yang nyata

    (P>0,05) terhadap WHC bakso daging

    ayam dan pada penggunaan larutan

    chitosan dengan tingkat konsentrasi

    yang berbeda juga tidak memberikan

    perbedaan pengaruh yang nyata

    (P>0,05) sedangkan pada lama

    penyimpanan yang berbeda memberikan

    perbedaan pengaruh yang nyata

    (P

  • bebas yang dikeluarkan dari bakso

    sangat kecil sehingga WHC yang

    terdapat dalam bakso daging ayam

    relatif tidak berubah. Nilai WHC bakso

    daging ayam dipengaruhi secara nyata

    oleh lamanya penyimpanan pada suhu

    kamar, sedangkan perlakuan tingkat

    konsentrasi chitosan serta interaksi

    keduanya tidak memberikan pengaruh

    yang nyata.

    Peningkatan konsentrasi larutan

    chitosan diduga menyebabkan muatan

    positif yang keluar semakin banyak dan

    muatan negatif semakin tinggi.

    Kelebihan muatan negatif akan

    memperbesar penolakan dari

    myofilamen dan akan memberikan

    ruang kosong yang lebih untuk molekul

    air. Kondisi ini menyebabkan WHC

    bakso daging ayam semakin meningkat.

    Ikatan positif yang terlepas tersebut

    mengakibatkan protein daging

    bermuatan negatif. Pelepasan kondisi

    pH yang asam dan bermuatan positif

    menyebabkan terjadinya ikatan antara

    protein daging dan molekul H, oleh

    karena itu, semakin tinggi konsentrasi

    chitosan yang digunakan akan

    meningkatkan WHC bakso daging

    ayam.

    Sudrajat (2007) menyatakan

    bahwa faktor yang menyebabkan

    chitosan tidak berpengaruh nyata adalah

    konsentrasi chitosan yang rendah.

    Chitosan sebenarnya memiliki sifat

    pengikat (binding agent) air, chitosan

    memiliki muatan positif yang

    disebabkan oleh kedua ligannya (OH+

    dan NH2) sehingga dapat berinteraksi

    dengan protein yang bermuatan negatif.

    Hal ini yang menyebabkan chitosan

    dapat meningkatkan daya ikat air karena

    dapat memperbaiki protein untuk

    mengikat air dan lemak.

    Tabel 2. menunjukkan bahwa

    perlakuan lama penyimpanan

    menyebabkan penurunan WHC bakso

    daging ayam yaitu dari 64,76 menjadi

    60,68. Daya ikat air bakso daging ayam

    juga dipengaruhi oleh pH. Penurunan

    pH (Tabel 1) diikuti dengan penurunan

    nilai WHC (Tabel 2). pH bakso daging

    ayam berkisar antara 5,97 6,43

    merupakan pH yang lebih tinggi dari pH

    titik isoelektrik protein-protein daging

    akan mempengaruhi daya ikat air.

    Soeparno (2005) menyatakan bahwa

    pada pH lebih tinggi atau lebih rendah

    dari pH titik isoelektrik protein-protein

    daging (5,0 5,1) daya ikat air akan

    meningkat, karena pada pH yang lebih

    tinggi atau rendah dari pH titik

    isoelektrik protein daging

    mengakibatkan molekul-molekul daging

    yang bermuatan akan saling tolak-

    menolak sehingga menimbulkan ruang-

    ruang kosong untuk molekul-molekul

    air.

    Pengaruh tingkat konsentrasi larutan

    chitosan dan lama penyimpanan

    terhadap TPC (Total Plate Count)

    bakso daging ayam

    Hasil analisis ragam

    menunjukkan bahwa interaksi antara

    tingkat konsentrasi larutan chitosan dan

    lama penyimpanan pada pembuatan

    bakso daging ayam tidak memberikan

    perbedaan pengaruh yang nyata

    (P>0,05) terhadap TPC bakso daging

    ayam dan pada penggunaan larutan

    chitosan dengan tingkat konsentrasi

    yang berbeda juga tidak memberikan

    perbedaan pengaruh yang nyata

    (P>0,05) sedangkan lama penyimpanan

    yang berbeda memberikan perbedaan

    pengaruh yang sangat nyata (P

  • Tabel 3. Rata-rata TPC bakso daging ayam dalam log cfu/g dengan perlakuan tingkat

    konsentrasi larutan chitosan dan lama penyimpanan

    Kons. Chitosan

    (%)

    Lama Penyimpanan (Jam) Rata-rataSD

    0 24 48

    0 5,220,65 7,410,66 7,810,51 6,801,54

    3 4,780,07 6,780,05 7,770,10 6,451,39

    6 4,790,27 6,670,11 7,650,04 6,311,45

    Rata-rata 4,93b0,25 6,95

    a0,98 7,69

    a0,76

    Keterangan: superskrip yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan lama penyimpanan

    memberikan perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P

  • keawetan bakso dengan penyimpanan

    pada suhu ruang, selain suhu

    penyimpanan kandungan nutrisi yang

    terdapat pada bakso sangat tinggi

    sehingga mikroba cepat berkembang.

    Menurut Frazier dan Westhoff (1988),

    jumlah populasi mikroba pada saat

    terbentuknya lendir adalah 3.0 x 106

    sampai 3.0 x 108

    koloni/gram sampel

    dan jumlah populasi mikroba saat

    terdeteksi bau kurang enak pada bakso

    adalah 1.2 x 106 sampai 1.2 x 10

    8. .

    Kesimpulan

    Interaksi perlakuan tingkat

    konsentrasi larutan chitosan dan lama

    penyimpanan dapat meningkatkan WHC

    dan menurunkan pH dan TPC. Lama

    penyimpanan dapat menurunkan pH,

    WHC dan TPC bakso daging

    ayam.Perlakuan terbaik terdapat pada

    interaksi perlakuan perendaman bakso

    daging ayam dalam larutan chitosan 6%

    dengan lama penyimpanan 0 jam

    ditinjau dari pH, WHC, dan TPC bakso

    daging ayam.

    DAFTAR PUSTAKA

    Frazier, W. C dan D. C. Westhoff. 1988.

    Food Microbiology 4th ed. Mc-

    Graw Hill, Inc. New York.

    Holland, A., A.A. Welch, I.D. Unwin,

    D.H. Buss, A.A. Paul, &

    D.A.T. Southgate. 1997. The

    Compostion of Foods. Fifth

    Revised and Extended Edition.

    The Royal Society of

    Chemistry and Ministry of

    Agriculture, Fisheries and

    Food. London: Oxford

    University Press.

    Knorr, D. 1982. Functional Properties

    Of Chitin and Chitosan.

    Journal of Food Science

    48:36-41.

    Kurniawati. 2008. Peran Chitosan

    Sebagai Pengawet Alami dan

    Pengaruhnya Terhadap Protein

    Serta Organoleptik Pada Bakso

    Daging Sapi. Skripsi. Fakultas

    Keguruan dan Ilmu

    Pendidikan. Universitas

    Muhammadiyah. Surakarta.

    Ornum, JV. 1992. Shrimp Waste Must It

    Be Waste?. Info Fish 6: 48-52

    Park, M. H., D. S. Lee and K. H. Lee.

    2000. Food Packaging.

    Hyeoyongseol Publising.

    Daegu.

    Rahayu, S., N. Indriati dan B. S. B.

    Utomo. 1990. Kemunduran

    Mutu Kamaboko Ikan Selama

    Penyimpanan Pada Suhu

    Kamar. Agritech. 9 (4): 2-9.

    Shank, J.L., Silliker, J. H., and Harper,

    R. H., 1999. The Effect of

    Nitric Oxide on Bacteria.

    Research Laboratories, Swift

    and Company, Chicago,

    Illinois.

    Singh, R. P. 2000. Scientific Principles

    of Food Deterioration. Book of

    Shelf Life Evaluation of Food.

    Aspen Publishers.

    Gaithersburg.

    Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi

    Daging. Cetakan Kelima.

    Gadjah Mada University Press.

    Yogyakarta.

    Sudrajat, G. 2007. Sifat Fisik dan

    Organoleptik Bakso Daging

    Sapi dan Daging Kerbau

    Dengan Penambahan

    Karagenan dan Chitosan.

    Skripsi. Fakultas Peternakan.

    Institut Pertanian Bogor,

    Bogor.

  • Suptijah P. 2008. Kajian Efek Daya

    Hambat Chitosan Terhadap

    Kemunduran Mutu Fillet Ikan

    Patin (Pangasius

    hypopthalmus) Pada

    Penyimpanan Suhu Ruang.

    Departemen Hasil Perairan.

    Fakultas Perikanan dan Ilmu

    Kelautan. Institut Pertanian

    Bogor. Bogor.

    Suseno, S.H. 2006. Kitosan Pengawet

    Alami Alternatif Pengganti

    Formalin dalam Semiloka

    Temu Bisnis : Teknologi dan

    Peningkatan untuk Daya Saing

    Wilayah Menuju Kehidupan

    yang Lebih Baik. Jeparatech

    Expo. Jepara.

    Wardaniati dan Setyaningsih. 2009.

    Pembuatan Chitosan dari Kulit

    Udang dan Aplikasinya Untuk

    Pembuatan Bakso. Makalah

    Penelitian, (online),

    (http://eprints.undip.ac.id/1718

    /1/makalah_penelitian_fix.pdf)

    Wibowo, S. 2009. Pembuatan Bakso

    Ikan dan Bakso Daging.

    Penebar Swadaya. Jakarta.

    Yitnosumarto. 1993. Percobaan

    Perancangan, Analisis, dan

    Interpretasinya. PT Gramedia

    Pustaka Utama. Jakarta