Mkalah DM 2 Lengkap
Transcript of Mkalah DM 2 Lengkap
KARYA ILMIAH
DIABETES MELITUS TIPE 2
( GANGGUAN METABOLISME KARBOHIDRAT DAN LEMAK )
DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 8
MARDHIATI (K21111264)
IKA KAMAL (K21111009)
NURFADILLA (K21111253)
EKA SAFREANY MUSA (K21112607)
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PRODI ILMU GIZI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Banyak orang yang masih mengganggap penyakit diabetes merupakan penyakit
orang tua atau penyakit yang hanya timbul karena faktor keturunan. Padahal setiap orang
dapat mengidap diabetes, baik tua maupun muda. Diabetes adalah kondisi yang kronis,
dimana tubuh tidak dapat mengubah makanan menjadi energi sebagaimana harusnya.
Hal ini berasosiasi dengan komplikasi yang terjadi dalam jangka waktu yang cukup
lama yang kemudian mempengaruhi hampir seluruh bahagian tubuh.
Menurut Prof. Dr. Sidartawan Soegondo, Indonesia menjadi negara keempat di
dunia yang memiliki angka diabetes terbanyak. Diabetes secara keseluruhan di Indonesia
mengalami peningkatan hingga 14 juta orang (DetikNews, 15 April 2007). Hal ini
berdasarkan laporan dari WHO, dimana pada jumlah diabetes di Indonesia pada tahun
2000 adalah 8,4 juta orang setelah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta) dan Amerika
Serikat (17,7 juta). Diperkirakan jumlah tersebut akan meningkat pada tahun 2030, India
(79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat (30,3 juta) dan Indonesia (21,3 juta)
(Darmono, 2005).
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa
Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi
glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis
dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT
lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan
dengan tingkat pendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka penderita DM
paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan
kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal
yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral), hipertensi,
kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari.
Peningkatan jumlah diabetes disebabkan keterlambatan penegakan diagnosis
penyakit tersebut. Pasien sudah meninggal akibat kompikasi sebelum adanya penegakan
diagnosis (Sudoyo et al, 2006). Penyebab keterlambatan penegakan diagnosis tersebut
adalah banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada atau
beragamnya variabel.
Sangat disayangkan bahwa banyak penderita diabetes yang tidak menyadari
dirinya mengidap penyakit yang lebih sering disebut penyakit gula atau kencing manis.
Hal ini mungkin disebabkan minimnya informasi masyarakat tentang diabetes terutama
gejala-gejalanya.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang
tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat
berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama
pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1.
Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak
mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah
menderita kencing manis.
Dampak dramatis dari diabetes mellitus terhadap kesehatan seseorang sangatlah
kompleks. Diabetes mellitus dan penyakit turunannya telah menjadi ancaman serius.
Penyakit ini membunuh 3,8 juta orang per tahun dan dalam setiap 10 detik seorang
penderita akan meninggal karena sebab-sebab yang terkait dengan diabetes.
Pada makalah ini, penulis akan membahas lebih detail tentang penyakit diabetes
mellitus tipe 2 tentang faktor -faktor penyebabnya dan cara pencegahan dan
pengobatannya.
I.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penyakit diabetes mellitus tipe 2?
2. Apa kaitan antara defisiensi lemak dan karbohidrat dengan penyakit diabetes
mellitus tipe 2?
3. Bagaimana pencegahan dan pengobatan pada penderita penyakit diabetes mellitus
tipe 2?
I.3 TUJUAN
1. Dapat mengetahui dan memahami gejala dan faktor resiko penyakit diabetes
mellitus tipe 2.
2. Dapat mengidentifikasi kaitan defisiensi lemak dan karbohidrat terhadap penyakit
diabetes mellitus tipe 2.
3. Dapat melakukan pencegahan dan pengobatan pada penderita penyakit diabetes
mellitus tipe 2.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau
penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar
gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana
organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.
Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang bertanggung jawab
untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan insulin dibutuhkan untuk merubah
(memproses) karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia.
Hormon insulin berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah.Tanda awal yang dapat diketahui
bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan
kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL
dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine
sering dilebung atau dikerubuti semut.
Tipe Penyakit Diabetes Mellitus :
1. Tipe 1 Diabetes Militus
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh
kekurangan hormon insulin, dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau
Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan
remaja.
Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat diobati dengan pemberian
terapi insulin yang dilakukan secara terus menerus berkesinambungan. Riwayat
keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes
tipe 1. Pada penderita diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor
kadar gula darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anak-
anak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah
dan mudah terserang berbagai penyakit.
2. Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi
dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi
insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sel dan
jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di
dalam darah.
Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin,
diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan
kadar gula darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat
badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal
respon penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan
untuk diberikan.
Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL {millimoles/liter
(satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit
United State)}, Dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl.
Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan
mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami
hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan
hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula
dalam darah dibawah normal.
BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Diabetes mellitus Tipe 2
Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan baik karena
reseptor insulin pada sel berkurang atau berubah struktur sehingga hanya sedikit glukosa
yang berhasil masuk sel. Akibatnya, sel mengalami kekurangan glukosa, di sisi lain
glukosa menumpuk dalam darah. Kondisi ini dalam jangka panjang akan merusak
pembuluh darah dan menimbulkan berbagai komplikasi. Bagi penderita Diabetes
Melitus yang sudah bertahun-tahun minum obat modern seringkali mengalami efek yang
negatif untuk organ tubuh lain. Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah
berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar
insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat
meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar,
namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi
dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab
pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai
faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan
pengeluaran dari adipokines (suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosa.
Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan
jenis 2 kencing manis. Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun
didekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja dan
anak-anak. Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis.
Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik
(olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat) dan lewat pengurangan
berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika
kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar 5 kg ( 10 sampai 15
lb), paling terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang
berikutnya, jika perlu, perawatan dengan lisan antidiabetik drugs. Produksi hormon
insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan (sering yang digunakan di
kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin (e.g.,
sulfonylureas) dan mengatur pelepasan yang tidak sesuai tentang glukosa oleh hati (dan
menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu (e.g.,metformin), dan pada
hakekatnya menipisnya pembalasan hormon insulin(e.g., thiazolidinediones). Jika ini
gagal, ilmu pengobatan hormon insulin diperlukan untuk memelihara tingkatan glukosa
yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan
dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan
pengobatan. Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin,
baru- baru ini diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes mellitus tipe
2. Seperti zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka
peluang bagi perkembangan sel tumor maupun kanker.
III.2 Kaitan antara Metabolisme Karbohidrat dan Diabetes Mellitus tipe 2
Metabolisme karbohidrat dan diabetes mellitus adalah dua mata rantai yang tidak
dapat dipisahkan. Keterkaitan antara metabolisme karbohidrat dan diabetes mellitus
dijelaskan oleh keberadaan hormon insulin. Diabetes mellitus adalah gangguan
metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan menifestasi
berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka
diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan post prandial, aterosklerotik
dan penyakit vascular microangiophaty dan neurophaty. Manifestasi klinis
hiperglikemia biasanya telah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari
penyakit vascularnya. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan ( gangguan
glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa ) dapat tetap berisiko mengalami
komplikasi diabetes mellitus.
Diabetes mellitus merupakan penyakit endokrin yang paling lazim. Frekuensi
sesungguhnya diperoleh karena perbedaan standar diagnosis tetapi mungkin antara 1-2%
jika hiperglikemia puasa merupakan kriteria diagnosis. Penyakit ini ditandai oleh
komplikasi metabolik dan komplikasi jangka panjang yang melibatkan mata, ginjal,
saraf dan pembuluh darah.
Penderita diabetes mellitus mengalami kerusakan dalam produksi maupun sistem
kerja insulin, sedangkan ia sangat dibutuhkan dalam melakukan regulasi metabolisme
karbohidrat. Akibatnya, penderita diabetes mellitus akan mengalami gangguan pada
metabolisme karbohidrat. Tubuh manusia membutuhkan energi agar dapat berfungsi
dengan baik. Energi tersebut diperoleh dari hasil pengolahan makanan melalui proses
pencernaan di usus. Di dalam saluran pencernaan itu, makanan dipecah menjadi bahan
dasar dari makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi menjadi
asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan tersebut akan diserap
oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan akan diedarkan ke seluruh
tubuh untuk dipergunakan sebagai bahan bakar. Dalam proses metabolisme, insulin
memegang peranan sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk
selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar. Pengeluaran insulin tergantung pada kadar
glukosa dalam darah. Kadar glukosa darah sebesar > 70 mg/dl akan menstimulasi sintesa
insulin. Insulin yang diterima oleh reseptor pada sel target, akan mengaktivasi tyrosin
kinase dimana akan terjadi aktivasi sintesa protein, glikogen, lipogenesis dan
meningkatkan transport glukosa ke dalam otot skelet dan jaringan adipose dengan
bantuan transporter glukosa (GLUT 4).
Insulin berupa polipeptida yang dihasilkan oleh sel-sel β pankreas. Insulin terdiri
atas dua rantai polipeptida. Struktu insulin manusia dan beberapa spesies mamalia kini
telah diketahui. Insulin manusia terdiri atas 21 residu asam amino pada rantai A dan 30
residu pada rantai B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh adanya dua buah rantai
disulfida (Granner, 2003). Insulin disekresi sebagai respon atsa meningkatnya
konsentrasi glukosa dalam plasma darah. Konsentrasi ambang untuk sekresi tersebut
adalah kadar glukosa pada saat puasa yaitu antara 80-100 mg/dL. Respon maksimal
diperoleh pada kadar glukosa yang berkisar dar 300-500 mg/dL. Insulin yang
disekresikan dialirkan melalui aliran darah ke seluruh tubuh. Umur insulin dalam aliran
darah sangat cepat. Waktu paruhnya kurang dari 3-5 menit.
Sel-sel tubuh menangkap insulin pada suatu reseptor glikoprotein spesifik yang
terdapat pada membran sel. Reseptor tersebut berupa heterodimer yang terdiri atas
subunit α dan subunit β dengan konfigurasi α2β2. Subunit α berada pada permukaan luar
membran sel dan berfungsi mengikat insulin. Subunit β berupa protein transmembran
yang melaksanakan fungsi tranduksi sinyal. Bagian sitoplasma subunit β mempunyai
aktivitas tirosin kinase dan tapak autofosforilasi (King, 2007).
Terikatnya insulin subunit α menyebabkan subunit β mengalami autofosforilasi pada
residu tirosin. Reseptor yang terfosforilasi akan mengalami perubahan bentuk,
membentuk agregat, internalisasi dan mnghasilkan lebih dari satu sinyal. Dalam kondisi
dengan kadar insuli tinggi, misalnya pada obesitas ataupun akromegali, jumlah reseptor
insulin berkurang dan terjadi resistansi terhadap insulin. Resistansi ini diakibatkan
terjadinya regulasi ke bawah. Reseptor insulin mengalami endositosis ke dalam vesikel
berbalut klatrin.
Insulin mengatur metabolisme glukosa dengan memfosforilasi substrat reseptor
insulin (IRS) melalui aktivitas tirosin kinase subunit β pada reseptor insulin. IRS
terfosforilasi memicu serangkaian rekasi kaskade yang efek nettonya adalah mengurangi
kadar glukosa dalam darah. Ada beberapa cara insulin bekerja yaitu
Pengaturan metabolisme glukosa oleh insulin melalui berbagai mekanisme
kompleks yang efek nettonya adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah. Oleh
karena itu, penderita diabetes mellitus yang jumlah insulinnya tidak mencukupi atau
bekerja tidak efektif akan mengalami hiperglikemia.
Penderita diabetes tipe I juga mengalami hipertrigliseridemia, yaitu kadar
trigliserida dan VLDL dalam darah yang tinggi. Hipertrigliseridemia terjadi karena
VLDL yang disintesis dan dilepaskan tidak mampu diimbangi oleh kerja enzim
lipoproteinlipase yang merombaknya. Jumlah enzim ini diransang oleh rasio insulin dan
glukagon yang tinggi. Efek pada produksi enzim ini juga mengakibatkan
hipersilomikronemia, karena enzim ini juga dibutuhkan dalam katabolisme silomikron
pada jaringan adiposa.
Berbeda dengan penderita diabetes tipe I, pada penderita diabetes tipe II,
ketoasidosis tidak terjadi karena penguraian lemak (lipolisis) tetap terkontrol. Namun,
pada terjadi hipertrigliseridemia yang menghasilkan peningkatan VLDL tanpa disertai
hipersilomikronemia. Hal ini terjadi karena peningkatan kecepatan sintesis de novo dari
asam lemak tidak diimbangi oleh kecepatan penyimpanannya pada jaringan lemak.
Asam lemak yang dihasilkan tidak semuanya mampu dikatabolisme, kelebihannya
diesterifikasi menjadi trigliserida dan VLDL. Hal ini diperparah oleh aktivitas fisik
penderita diabetes mellitus tipe II yang pada umumnya sangat kurang. Akibatnya kadar
lemak dalam darah akan meningkat. Pada penderita yang akut, akan terjadi penebalan
pada pembuluh darah terutama pada bagian mata, sehingga dapat menyebabkan rabun
atau bahkan kebutaan (Harris dan Crabb, 1992).
Kelainan tekanan darah akibat kadar glukosa yang tinggi menyebabkan kerja
jantung, ginjal dan organ dalam lain untuk mempertahankan kestabilan tubuh menjadi
lebih berat. Akibatnya pada penderita diabetes akan mudah dikenai berbagai komplikasi
diantaranya penurunan sistem imune tubuh, kerusakan sistem kardivaskular,kealinan
trombosis, inflamasi, dan kerusakan sel-sel endothelia serta kerusakan otak, yang
biasanya ditandai dengan penglihatan yang kabur (Clement et al, 2004).
III.3 Patofisiologis Diabetes Mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 adalah etiologi tidak diketahui (yaitu, asal). Melitus
diabetes dengan etiologi yang diketahui, seperti penyakit sekunder lainnya, cacat gen
yang dikenal, trauma atau pembedahan, atau efek obat, lebih tepat disebut melitus
diabetes sekunder atau diabetes akibat penyebab yang spesifik. Contohnya termasuk
diabetes mellitus seperti MODY atau yang disebabkan oleh hemochromatosis,
Kekurangan pankreas, atau jenis obat tertentu (misalnya, penggunaan jangka panjang
steroid).
Menurut CDC, sekitar 23.613.000 orang di Amerika Serikat, atau 8% dari populasi,
menderita diabetes. Prevalensi diabetes total meningkat 13,5% dari 2005-2007.
Diperkirakan bahwa hanya 24% dari diabetes sekarang tidak terdiagnosis, turun dari
30% diperkirakan pada tahun 2005 dan dari 50% yang sebelumnya diperkirakan pada
ca 1995.
Sekitar 90-95% dari semua kasus Amerika Utara diabetes tipe 2, dan sekitar 20%
dari populasi di atas usia 65 memiliki diabetes mellitus tipe 2. Fraksi penderita diabetes
tipe 2 di bagian lain dunia bervariasi secara substansial, hampir pasti untuk lingkungan
dan alasan gaya hidup, meskipun ini tidak diketahui secara rinci. Diabetes
mempengaruhi lebih dari 150 juta orang di seluruh dunia dan jumlah ini diharapkan dua
kali lipat pada tahun 2025 .. Sekitar 55 persen tipe 2 adalah obesitas-kronis obesitas
menyebabkan resistensi insulin meningkat yang dapat berkembang menjadi diabetes,
kemungkinan besar karena jaringan adiposa (terutama di perut sekitar organ internal)
merupakan sumber (baru ini diidentifikasi) dari sinyal kimia beberapa lainnya jaringan
(hormon dan sitokin). Penelitian lain menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 menyebabkan
obesitas sebagai akibat dari perubahan dalam metabolisme dan sel perilaku petugas lain
gila pada resistensi insulin. Namun, genetika memainkan peran yang relatif kecil dalam
terjadinya luas diabetes tipe 2. Hal ini dapat secara logis disimpulkan dari peningkatan
besar dalam terjadinya diabetes tipe 2 yang memiliki berkorelasi dengan perubahan
signifikan dalam gaya hidup barat.
Diabetes mellitus tipe 2 sering dikaitkan dengan obesitas, hipertensi, kolesterol
tinggi (hiperlipidemia gabungan), dan dengan kondisi sindrom metabolik sering disebut
(juga dikenal sebagai Sindrom X, sindrom Reavan, atau CHAOS). Penyebab sekunder
tipe 2 Diabetes mellitus adalah: acromegaly, sindrom Cushing, tirotoksikosis,
pheochromocytoma, pankreatitis kronis, kanker dan obat-obatan.
Obat diinduksi hiperglikemia:
1) Antipsikotik atipikal - Alter karakteristik reseptor yang mengikat, yang
menyebabkan resistensi insulin meningkat.
2) Beta-blocker - Menghambat sekresi insulin.
3) Blocker Saluran Kalsium - Menghambat sekresi insulin oleh campur dengan
melepaskan kalsium sitosol.
4) Kortikosteroid - Penyebab resistensi insulin perifer dan gluconeogensis.
5) Fluoroquinolones - Menghambat sekresi insulin oleh memblokir saluran kalium
ATP sensitif.
6) Naicin - Mereka menyebabkan resistensi insulin meningkat karena mobilisasi asam
lemak bebas meningkat.
7) Fenotiazin - Menghambat sekresi insulin.
8) Protease Inhibitor - Menghambat konversi proinsulin terhadap insulin.
9) Diuretik thiazide - Menghambat sekresi insulin karena hipokalemia. Mereka juga
menyebabkan resistensi insulin meningkat karena mobilisasi asam lemak bebas
meningkat.
Faktor tambahan ditemukan meningkatkan risiko diabetes tipe 2 meliputi
penuaan, diet tinggi lemak dan gaya hidup kurang aktif .
III.4 Penyebab dan Gejala dari DM Tipe 2
1. Penyebab yang ditemukan pada Diabetes Melitus tipe 2
DM tipe 2 ditandai dengan 3 patofisiologi utama, meliputi gangguan sekresi
insulin, resistensi insulin perifer, dan produksi glukosa hepatik berlebih. Obesitas
sering ditemukan pada penderita DM tipe 2. Adiposit mensekresi sejumlah hormon
seperti leptin, TNF-alfa, asam lemak bebas, resistin, dan adiponektin yang
memodulasi sekresi insulin, kerja insulin, berat badan, dan berkontribusi terhadap
resistensi insulin. Awalnya, toleransi glukosa pada pasien DM tetap normal
meskipun terjadi resistensi insulin karena sel beta pankreas mengkompensasi
dengan meningkatkan produksi insulin. Seiring dengan meningkatnya resistensi
insulin, sel beta pankreas tidak dapat mempertahankan kondisi hiperinsulinemia.
IGT (Impaired Glucose Tolerance) ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
postprandial. Penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hepatik
menyebabkan pasien mengalami diabetes disertai peningkatan kadar glukosa darah
puasa. Penanda inflamasi seperti IL-6 dan CRP umumnya meningkat pada diabetes
tipe 2.
2. Resistensi Insulin
Penurunan kemampuan insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan target
terutama otot dan liver merupakan gambaran utama DM tipe 2 dan merupakan
kombinasi antara faktor genetik dan obesitas. Resistensi insulin bersifat relatif.
Tingginya jumlah insulin yang dibutuhkan untuk menormalkan kadar glukosa
plasma menandakan penurunan sensitivitas dan respon reseptor insulin.
Mekanisme pasti mengenai resistensi insulin pada DM tipe 2 belum diketahui
dengan pasti. Penurunan reseptor insulin dan aktivitas tirosin kinase pada otot
rangka merupakan efek sekunder hiperinsulinemia.
3. Gangguan Sekresi Insulin
Etiologi penurunan kapasitas sekresi insulin pada DM tipe 2 masih belum jelas.
Defek genetik sekunder diduga meningkatkan resistensi insulin yang memicu
kegagalan sel beta pankreas. Pulau polipeptida amiloid atau amylin yang
disekresikan oleh sel beta akan membentuk deposit amiloid fibrilar. Deposit ini
dapat ditemukan pada pasien yang telah lama menderita DM tipe 2.
4. Peningkatan Produksi Glukosa Hepatik
Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada liver merefleksikan kegagalan
hiperinsulinemia untuk menghambat glukoneogenesis sehingga terjadi
hiperglikemia pada keadaan puasa dan penurunan penyimpanan glikogen oleh liver
pada fase postprandial. Peningkatan produksi glukosa hepatik terjadi pada awal
sindrom diabetes.
III.4 Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2
1. Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus (orang tua atau saudara kandung dengan
DM tipe 2)
2. Obesitas (BMI ³ 25 kg/m2)
3. Memiliki kebiasaan fisik yang tidak aktif
4. Ras/etnis (African American, latin, native American, asian american, pacific
islander)
5. Sebelumnya telah diidentifikasikan IGT atau IFG
6. Riwayat Gestational Diabetes Mellitus (GDM) atau melahirkan bayi dengan berat
>4 kg
7. Hipertensi (140/90 mmHg)
8. Level kolesterol HDL <35 mg/dL (0.90 mmol/L) dan atau level trigliserida >250
mg/dL (2.82 mmol/L)
9. Sindrom polikistik ovarium atau nigrikan akantotik
10. Riwayat penyakit vaskuler
(* jurnal American Diabetes Association, 2007)
Komplikasi Diabetes Mellitus
1. Koma Diabetikum :
a) Ketoasidosis (KAD) – koma KAD
b) Koma Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)
c) Koma Asidosis Laktat
2. Hipoglikemia (koma)
3. Komplikasi Menahun
a) Khas : retinopati, neuripati, nefropati, diabetik foot, diabetik skin
b) Tidak khas, tetapi timbul pada usia lebih muda & lebih berat : penyakit
pembuluh darah perifer, penyakit jantung koroner, infeksi, katarak
III.5 Orang-orang yang paling beresiko terkena Diabetes Melitus type 2
Orang-orang yang paling beresiko terkena DM 2 adalah:
1) Kelebihan berat badan
2) Berumur diatas 45 tahun
3) Glukosa darah puasa atau sesudah makan melebihi batas normal
4) Tekanan darah > 130 / 85 mm Hg
5) Kolesterol tinggi ( kolesterol LDL > 130 mg/dl atau kolesterol total > 200 mg/dl)
6) Pernah mengalami DM gestasional (glukosa darah tinggi selama hamil)
7) Melahirkan bayi dengan berat badan > 4 kg
Gejala klinis apa yang ditemukan pada Diabetes Melitus type 2:
1. Gejala awalnya ditemukan : Poliuria (sering kencing), polidipsi (sering haus),
polifagi (sering makan), berat badan menurun, badan sering terasa lemah dan
mudah capai.
2. Gejala lanjutannya ditemukan : Luka yang tidak dirasakan, sering kesemutan,
sering merasakan gatal tanpa sebab, kulit kering, mudah terkena infeksi, dan gairah
sex menurun.
3. Gejala setelah terjadi komplikasi : Gangguan pembuluh darah otak (stroke),
pembuluh darah mata (gangguan penglihatan), pembuluh darah jantung (penyakit
jantung koroner), pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta pembuluh darah kaki
(luka yang sukar sembuh/gangren).
III.6 Cara memastikan seseorang terkena Diabetes Melitus type 2
1. Dilakukan wawancara oleh dokter untuk pola hidup dan gejala klinis.
2. Pemeriksaan fisik oleh dokter (berat badan dan tekanan darah).
3. Pemeriksaan laboratorium, dengan tiga cara :
a. Pemeriksaan gula darah sewaktu (tanpa puasa)
b. Pemeriksaan kadar gula darah puasa (puasa 8 jam) dan gula darah 2 jam
setelah makan.
c. Pemeriksaan HbA1c digunakan untuk mengevaluasi pengendalian glukosa
jangka panjang (dapat mendeteksi pengendalian glukosa darah 100 hari
kebelakang).
III.7 Penanggulangan atau pengobatan DM tipe 2
Ada 8 langkah yang sebaiknya dilakukan penderita Diabetes Melitus type 2 yaitu :
1. Edukasi: Edukasi diri sendiri (self learning) Penyakit DM relatif tidak bisa
sembuh, tetapi komplikasi yang mungkin terjadi dapat dihindari. Kunci dalam
keberhasilan pengendalian penyakit DM adalah disiplin terhadap diri sendiri.
2. Kontrol kadar glukosa darah: Dengan pengecekan glukosa darah secara rutin di
laboratorium.
3. Olah raga teratur: Olah raga sangat penting bagi penderita DM. Olah raga dapat
menurunkan kadar gula darah dengan cara meningkatkan pembakaran glukosa dan
peningkatan kadar insulin.
4. Periksa kaki setiap hari: Penderita diabetes harus memeriksa tanda-tanda
kerusakan kulit, bisul, atau lecet pada kaki. Area kulit diantara jari kaki juga harus
diperhatikan. Penderita diabetes sebaiknya menghindari kegiatan yang bisa
merusak kaki.
5. Pengaturan pola makan: Makanan bagi penderita DM harus mengandung unsur
yang lengkap seperti; karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral serta
kecukupan air. Agar kebutuhan diet terpenuhi tanpa harus memberikan
pembebanan glukosa secara berlebihan disarankan Anda untuk mengunjungi ahli
gizi.
6. Melakukan pemeriksaan mata: Penderita diabetes harus memeriksakan mata secara
teratur untuk mendeteksi lebih dini adanya retinopati diabetes.
7. Melakukan pemeriksaan urin: Penderita diabetes harus melakukan pemeriksaan
urin secara rutin untuk memeriksa apakah kadar protein (albumin) dalam urin
masih normal atau tidak sebagai deteksi dini nefropati diabetes.
8. Terapi pengobatan DM: Sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter Anda.
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Arti penyakit diabetes mellitus ini di ambil dari bahasa yunani diabaínein,yang
artinya tembus atau pancuran air, mellitus diambil dari bahasa latin yang artinya rasa
manis. Penyakit ini di kenal di indonesia dengan nama kencing manis atau kencing
gula.
Pengertian diabetes mellitus adalah kelainan metabolisme yang disebabkan oleh
banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein, sebagai akibat dari defisiensi sekresi hormon insulin,
aktivitas insulin, atau keduanya, defisiensi transporter glukosa atau keduanya.
Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar
gula darah dalam kisaran yang normal. Namun, kadar gula darah yang benar-benar
normal sulit untuk dipertahankan.
Meskipun demikian, semakin mendekati kisaran yang normal, maka
kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang menjadi
semakin berkurang. Untuk itu diperlukan pemantauan kadar gula darah secara teratur
baik dilakukan secara mandiri dengan alat tes kadar gula darah sendiri di rumah atau
dilakukan di laboratorium terdekat.
Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga dan diet.
Seseorang yang obesitas dan menderita diabetes tipe 2 tidak akan memerlukan
pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur.
Namun, sebagian besar penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan dan
melakukan olahraga yang teratur.
IV.2 Saran
Jika ingin mengurangi resiko terkena diabetes, maka kita harus menjaga pola
makan kita sehari-hari dan juga rajin berolahraga. Banyak penyakit dapat dicegah
dengan gaya hidup dan pola makan yang sehat. Di antaranya adalah diabetes, yang juga
salah satu penyebab utama kematian di banyak negara, termasuk di Indonesia. Ada
banyak hal yang diduga menjadi pemicu munculnya penyakit diabetes, dan salah satu di
antaranya adalah pola makan yang tidak baik. Di samping itu, pola makan sehat juga
terbukti bermanfaat mencegah terjadinya penyakit jantung koroner, kanker, hipertensi,
dan kerusakan ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
A.Kusumawardhani.2006. Food Addiction in Obesity. Buku kedokteran Indonesia. Volume:56,
hal.205-208
Yanovski, susan Z.,dan Yanovski, Jack A. 2002. Obesity. NEJM. Volume: 346 hal.591-602
JOP. Journal of the Pancreas – http://www.joplink.net – Vol. 6, No. 4 – July 2005. [ISSN 1590-
8577]
Diabetes Spectrum (journal) Volume 13 Number 2, 2000, Page 95 Volume 13 Nomor 2, 2000,
halaman 95
Mistra. 2004. Jurus melawan Diabetes Melliyus Type 2. Jakarta. Puspa Swara
Fitri Nurmanili S. 2010. Gambaran pengetahuan tentang penderita DM tipe 2 Terhadap penyakit
dan Pengelolaan DM tipe 2 di RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN. Fakultas Kedokteran
Sumatera Utara Medan.
Sumber lain:
file:// Diabetes Mellitus tipe 2 Patofisiologi.htm. Diakses pada hari sabtu, 6 oktober 2012.