Minggu

download Minggu

of 13

Transcript of Minggu

Minggu, 19 Juni 2011Konsep Dasar Surveilans Epidemiologi

Kepmenkes RI No. 1479/1116, 2003 : Surveilans atau surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan penyakit dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program. Surveilans berbasis masyarakat merupakan kegiatan pengamatan dan pemantauan secara terus menerus terhadap penyakit atau masalah kesehatan masyarakat dan faktor risikonya yang dilakukan oleh masyarakat dibantu petugas kesehatan yang membina desa tersebut. Informasi yang didapatkan dari hasil surveilans menjadi bahan pertimbangan untuk upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan oleh masyarakat itu sendiri. Prinsip dasar surveilans masyarakat adalah pemberdayaan dan kemandirian. Pemberdayaan berarti masyarakat diberdayakan untuk dapat melakukan kegiatan surveilans . Sedangkan prinsip kemandirian berarti masyarakat dimandirikan untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan suatu penyakit. Dalam pelaksanaannya masyarakat hanya dibatasi melakukan pengamatan dan pemantauan suatu penyakit dan faktor resikonya untuk kemudian melaporkannya dalam waktu yang singkat kepada kepala desa/lurah dan petugas kesehatan. Selain hal tersebut masyarakat diajarkan kemandirian untuk melakukan indakan pencegahan dan penanggulangan suatu penyakit secara`sederhana. Hasil pengamatan dan pemantauan penyakit dan faktor risikonya yang dilakukan oleh masyarakat untuk kemudian dikumpulkan, diolah, dianalisis secara sederhana dan di interpretasikan oleh petugas kesehatan yang ada di desa (petugas Poskesdes). Hasil laporan pengamatan dan pemantauan masyarakat yang perlu mendapat respon cepat, harus segera ditindak lanjuti oleh petugas Poskesdes dengan melakukan kunjungan lapangan untuk mendapatkan dan memastikan informasi tentang situasi penyakit dan masalah kesehatan yang dilaporkan. Dan jika laporan ini benar sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan strategi intervensi yang akan diambil dan diputuskan dlm musyawarah masyarakat desa.

Surveilans adalah suatu kegiatan pengamatan terus menerus terhadap kejadian kesakitan dan faktor lain yang memberikan kontribusi yang menyebabkan seseorang menjadi sakit dan upaya tindakan yang diperlukan, dengan kegiatan mencakup :

Mendiagnosis secara klinis atau laboratories Mengidentifikasi penyebab terjadinya sakit atau factor risiko terjadinya sakit Pencatatan hasil anamnese klinis dan identifikasi kasus menurut variable orang, tempat, dan waktu Analisis hasil identifikasi kasus Tindakan penanganan kasus (case management) Melakukan tindakan observasi di rumah kasus dan sekitar kasus dengan konsep wilayah satu kelompok Rukun Tetangga (RT) atau satu wilayah Posyandu. Analisis hasil identifikasi kasus dan hasil obeservasi lapangan di wilayah kasus Rencana tindak lanjut penaggulangan kasus penyakit di suatu wilayah dengan melibatkan aparat/pamong setempat dan ibu-ibu PKK (pembina kesejahteraan keluarga) atau kader.

LANGKAH PENGEMBANGAN MASYARAKAT

SURVEILANS PENYAKIT

BERBASIS

Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis besarnya langkahlangkah pokok yang perlu ditempuh adalah persiapan internal dan persiapan eksternal. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut: A. Persiapan 1. Persiapan Internal Hal-hal yang perlu disiapkan meliputi seluruh sumber daya termasuk petugas kesehatan, pedoman/petunjuk teknis, sarana dan prasarana pendukung dan biaya pelaksanaan. a. Petugas Surveilans Untuk kelancaran kegiatan surveilans di desa siaga sangat dibutuhkan tenaga kesehatan yang mengerti dan memahami kegiatan surveilans. Petugas seyogyanya disiapkan dari tingkat Kabupaten/ Kota, tingkat Puskesmas sampai di tingkat Desa/Kelurahan. Untuk menyamakan persepsi dan tingkat pemahaman tentang surveilans sangat diperlukan pelatihan surveilans bagi petugas. Untuk keperluan respon cepat terhadap kemungkinan ancaman adanya KLB, disetiap unit pelaksana (Puskesmas, Kabupaten dan Propinsi) perlu dibentuk Tim Gerak Cepat (TGC) KLB. Tim ini bertanggung jawab merespon secara cepat dan tepat terhadap adanya ancaman KLB yang dilaporkan oleh masyarakat. b. Pedoman/Petunjuk Teknis Sebagai panduan kegiatan maka petugas kesehatan sangat perlu dibekali buku-buku pedoman atau petunjuk teknis surveilans.

c. Sarana & Prasarana Dukungan sarana & prasarana sangat diperlukan untuk kegiatan surveilans seperti : kendaraan bermotor, alat pelindung diri (APD), surveilans KIT, dll. d. Biaya Sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan surveilans. Biaya diperlukan untuk bantuan transport petugas ke lapangan, pengadaan alat tulis untuk keperluan pengolahan dan analisa data, serta jika dianggap perlu untuk insentif bagi kader surveilans.

2. Persiapan Eksternal Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan masyarakat, terutama tokoh masyarakat, agar mereka tahu, mau dan mampu mendukung pengembangan kegiatan surveilans berbasis masyarakat. Pendekatan kepada para tokoh masyarakat diharapkan agar mereka memahami dan mendukung dalam pembentukan opini publik untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi kegiatan surveilans di desa siaga. Dukungan yang diharapkan dapat berupa moril, fi nansial dan material, seperti kesepakatan dan persetujuan masyarakat untuk kegiatan surveilans. Langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau memberikan dukungan. Jika di desa tersebut terdapat kelompok-kelompok sosial seperti karang taruna, pramuka dan LSM dapat diajak untuk menjadi kader bagi kegiatan surveilans di desa tersebut.

3. Membuat Perencanaan Kegiatan Surveilans Setelah kelompok kerja Surveilans terbentuk, maka tahap selanjutnya adalah membuat perencanaan kegiatan, meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Rencana Pelatihan Kelompok Kerja Surveilans oleh petugas kesehatan Penentuan jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang dipantau. Lokasi pengamatan dan pemantauan Frekuensi Pemantauan Pembagian tugas/penetapan penanggung jawab lokasi pemantauan Waktu pemantauan Rencana Sosialisasi kepada warga masyarakat dll.

B. TAHAP PELAKSANAAN 1. Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Desa

a. Pelaksanaan Surveilans oleh Kelompok Kerja Surveilans Desa. Surveilans penyakit di tingkat desa dilaksanakan oleh kelompok kerja surveilans tingkat desa, dengan melakukankegiatan pengamatan dan pemantauan situasi penyakit/kesehatan masyarakat desa dan kemungkinan ancaman terjadinya KLB secara terus menerus. Pemantauan tidak hanya sebatas penyakit tetapi juga dilakukan terhadap faktor risiko munculnya suatu penyakit. Pengamatan dan pemantauan suatu penyakit di suatu desa mungkin berbeda jenisnya dengan pemantauan dan pengamatan di desa lain. Hal ini sangat tergantung dari kondisi penyakit yang sering terjadi dan menjadi ancaman di masing-masing desa. Hasil pengamatan dan pemantauan dilaporkan secara berkala sesuai kesepakatan (per minggu/ per bulan/ bahkan setiap saat) ke petugas kesehatan di Poskesdes. Informasi yang disampaikan berupa informasi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Nama Penderita Alamat tinggal Umur Jenis Kelamin Tanda dan gejala tanda kesakitan yang di dapatkan pada penderita Kondisi lingkungan tempat tinggal penderita,dll. atau informasi tentang faktor-faktor risiko suatu penyakit (dapat dilihat pada lampiran). Apabila ditemukan faktor risiko/kondisi kesehatan lingkungan yang buruk, maka perlu dilakukan tindakan perbaikan oleh masyarakat dan apabila ditemukan kondisi diluar dari biasanya, misalnya ditemukan jumlah kasus penderita meningkat atau ditemukan kondisi lingkungan sumber air yang memburuk, cakupan imunisasi yang kurang, maka diharapkan masyarakat melapor kepada petugas untuk bersama-sama mengatasi masalah tersebut.

Atau memberikan laporan informasi tentang faktor-faktor risiko suatu penyakit, seperti terlihat pada matriks berikut: Matriks. Jenis-jenis Faktor Risiko suatu Penyakit No 1 Diare Surveilans Jenis Faktor Risiko a. Masyarakat kesulitan memperoleh air bersih b. Masyarakat merasakan kekurangan jamban. c. Lingkungan tidak bersih (pengelolaan sampah yang tidak baik). d. Terlihat beberapa tetangga/famili terserang penyakit. a. Merasakan sebagian warganya masih kekurangan pangan. b. Anak balita banyak yang tidak naik berat badannya. c. Anak balita banyak yang belum mendapat Imunisasi dan Vitamin A. d. Terlihat beberapa anak yang terserang campak.

2

Campak

a. 3 DHF dan Malaria

Masyarakat melihat dan merasakan banyak nyamuk di wilayahnya. b. Masyarakat melihat dan merasakan banyak air yang tergenang. c. Banyak kaleng-kaleng bekas yang tidak dikubur. d. Banyak menemukan jentik pada tempat-tempat penampungan air. a. b. Melihat beberapa tetangga atau famili terserang demam. Masyarakat melihat dan merasakan timbulnya kasus batuk pilek yang menjurus pada sesak nafas terutama pada anakanak. c. Terjadinya kebakaran hutan yang mengakibatkan kabut asap dan mengganggu pernafasan. Masyarakat melihat munculnya kasus diare, muntah-muntah ataupun pingsan dari beberapa orang sehabis menyantap makanan secara bersama-sama.

4

ISPA/Pneumonia

5

Keracunan Makanan

6

Flu Burung

a.

Terdapat kematian unggas secara mendadak dalam jumlah banyak. b. Ditemukan warga yang menderita demam panas 38 C disertai dengan satu atau lebih gejala berikut : batuk, sakit tenggorokan, pilek dan sesak nafas/ nafas pendek yg sebelumnya pernah kontak dengan unggas yang mati mendadak.

Apabila ditemukan faktor risiko seperti tersebut diatas, maka perlu dilakukan tindakan perbaikan oleh masyarakat dan apabila ditemukan kondisi di luar dari biasanya, misalnya ditemukan jumlah kasus penderita meningkat atau ditemukan kondisi lingkungan sumber air yang memburuk maka diharapkan masyarakat melapor kepada petugas untuk bersama-sama mengatasi masalah tersebut.

b. Pelaksanaan Surveilans oleh Petugas Surveilans Poskesdes Kegiatan surveilans di tingkat desa tidak lepas dari peran aktif petugas petugas kesehatan/surveilans Poskesdes. Kegiatan surveilans yang dilakukan oleh petugas kesehatan di Poskesdes adalah: 1. Mendapatkan data awal mengenai penyakit dan faktor resiko di desanya berdasarkan data yang terdapat di puskesmas, sebagai modal dasar untuk pemetaan di desanya. 2. Melakukan pengumpulan data penyakit dari hasil kunjungan pasien dan dari laporan warga masyarakat.

3. Membuat Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dengan menggunakan data laporan W2 (data mingguan penyakit). PWS dibuat untuk jenis penyakit Potensial KLB seperti DBD, Campak, Diare, Malaria, dll serta jenis penyakit lain yang sering terjadi dan potensial terjadi di masyarakat desa setempat. PWS merupakan bagian dari sistem kewaspadaan dini KLB yang dilaksanakan oleh Poskesdes. Sebaiknya laporan masyarakat tidak dimasukkan dalam data W2, karena dapat membingungkan saat analisis. Laporan masyarakat dapat dilakukan analisis terpisah. Setiap desa/kelurahan memiliki beberapa penyakit potensial KLB yang perlu diwaspadai dan dideteksi dini apabila terjadi. Sikap waspada terhadap penyakit potensial KLB ini juga diikuti dengan sikap siaga tim profesional, logistik dan tatacara penanggulangannya, termasuk sarana administrasi, transportasi dan komunikasi. Contoh PWS Penyakit Diare dari data mingguan 4. Melalui PWS akan terlihat kecenderungan peningkatan suatu penyakit. 5. Membuat peta penyebaran penyakit yang digabungkan dengan faktor resikonya melalui peta ini akan diketahui lokasi penyebaran suatu penyakit dan ancaman terjadinya penyakit yang dapat menjadi focus area intervensi serta penghilangan faktor resiko sehingga kemungkinan KLB tidak terjadi. Kasus diare yang dihunbungkan denganCakupan SAB & Jamban di Desa A 6. Menyampaikan laporan data penyakit secara berkala ke Puskesmas (mingguan/ bulanan). 7. Memberikan informasi/rekomendasi secara berkala kepada kepala desa tentang situasi penyakit desa./kesehatan warga desa atau pada saat pertemuan musyawarah masyarakat desa untuk mendapatkan solusi permasalah terhadap upaya-upaya pencegahan penyakit. 8. Memberikan respon cepat terhadap adanya KLB atau ancaman akan terjadinya KLB. 9. Bersama masyarakat secara berkala dan terjadwal melakukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit. 10. Bersama tim TGC KLB Puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi Surveilans penyakit di tingkat desa dilaksanakan oleh kelompok kerja surveilans tingkat desa, dengan melakukan kegiatan pengamatan dan pemantauan situasi penyakit/kesehatan masyarakat desa dan kemungkinan ancaman terjadinya KLB secara terus menerus. bila terjadi ada KLB/dugaan KLB. c. Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Puskesmas Kegiatan surveilans di tingkat Puskesmas dilaksanakan oleh petugas surveilans puskesmas dengan serangkaian kegiatan berupa pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interpretasi data penyakit, yang dikumpulkan dari setiap desa siaga. Petugas surveilans puskesmas diharuskan: 1. Membangun sistem kewaspadaan dini penyakit, diantaranya melakukan Pemantauan Wilayah Setempat dengan menggunakan data W2 (laporan mingguan). Melalui PWS ini diharapkan akan terlihat bagaimana perkembangan kasus penyakit setiap saat. 2. Membuat peta daerah rawan penyakit. Melalui peta ini akan terlihat daerah-daerah yang mempunyai risiko terhadap muncul dan berkembangnya suatu penyakit. Sehingga secara tajam intervensi program diarahkan ke lokasi-lokasi berisiko. 3. Membangun kerjasama dengan program dan sektor terkait untuk memecahkankan permasalah penyakit diwilayahnya.

4. Bersama Tim Gerak Cepat (TGC) KLB Puskesmas, melakukan respon cepat jika terdapat laporan adanya KLB/ancaman KLB penyakit di wilayahnya. 5. Melakukan pembinaan/asistensi teknis kegiatan surveilans secara berkala kepada petugas di Poskesdes. 6. Melaporkan kegiatan surveilans ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota secara berkala (mingguan/bulanan/tahunan).

d. Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Kabupaten Pelaksana surveilans di tingkat Kabupaten dilakukan oleh petugas surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Tugas dan tanggung jawab petugas surveilans ditingkat kabupaten/kota adalah : 1. Melakukan pengumpulan data rutin laporan penyakit dari puskesmas dan rumah sakit atau data dari hasil survei dan investigasi. 2. Melakukan pengolahan, analisis dan interpretasi data serta informasi tentang situasi penyakit dan rekomendasi untuk intervensi. 3. Membuat peta situasi penyakit dan daerah rentan KLB. 4. Melakukan respon cepat bersama Tim Gerak Cepat KLB Kabupaten/Kota jika terdapat KLB atau dugaan adanya KLB. 5. Melakukan pembinaan/asistensi teknis surveilans secara berkala kepada petugas surveilans Puskesmas atau petugas kesehatan di Poskesdes. 6. Membangun kerjasama dengan lintas program dan lintas sektoral yang termasuk dalam jejaring surveilans epidemiologi. 7. Memperkuat sumber daya surveilans di tingkat Kabupaten/Kota dengan melakukan pelatihan teknis dan manajerial. 8. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan surveilans yang dilaksanakan di tingkat kabupaten/kota. Untuk lebih memahami mekanisme surveilans berbasis masyarakat di desa siaga dapat dilihat bagan di bawah ini:

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) A. Pengertian Wabah/KLB serta Kriteria KLB 1. Wabah Wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan mala petaka (UU No.4, 1984). Menteri menetapkan jenis-jenis penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah. Menteri menetapkan dan mencabut penetapan daerah tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah.

2. KLB KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu (Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989). KLB penyakit menular merupakan indikasi ditetapkannya suatu daerah menjadi suatu wabah, atau dapat berkembang menjadi suatu wabah. 3. Kriteria Kerja KLB Kepala wilayah/daerah setempat yang mengetahui adanya tersangka wabah (KLB penyakit menular) di wilayahnya atau tersangka penderita penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, wajib segera melakukan tindakan-tindakan penanggulangan seperlunya, dengan bantuan unit kesehatan setempat, agar tidak berkembang menjadi wabah (UU 4, 1984 dan Permenkes 560/Menkes/Per/VIII/1989). Suatu kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria sbb:

Timbulnya suatu penyakit/ menular yang sebelumnya tidak ada/ tidak dikenal. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturutturut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu), seperti contoh berikut:

Peningkatan kejoadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, minggu, bulan, tahun). Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya. Case Fatality rate (CFR) suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya. Proportional Rate (PR) penderita dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua atau lebih diabnding periode, kurun waktu atau tahun sebelumnya.

Beberapa penyakit khusus menetapkan kriteria khusus : kholera dan demam berdarah dengue

1. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis). 2. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.

Beberapa penyakit seperti keracunan, menetapkan 1 (satu) kasus atau lebih sebagai KLB.

1. Keracunan makanan 2. Keracunan pestisida Kriteria-kriteria diatas dalam penggunaan sehari-hari harus didasarkan pada akal sehat atau common sense. Sebab belum tentu suatu kenaikan dua kali atau lebih merupakan KLB. Sebaliknya suatu kenaikan yang kecil dapat saja merupakan KLB yang perlu ditangani seperti penyakit : poliomyelitis dan tetanus neonatorum, kasus dianggap KLB dan perlu penanganan khusus.

B. Penyakit-penyakit Menular yang Berpotensi Wabah/KLB Penyakit-penyakit menular yang wajib dilaporkan adalah penyakit-penyakit yang memerlukan kewaspadaan ketat yang merupakan penyakit-penyakit wabah atau yang berpotensi wabah atau yang dapat menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Penyakit-penyakit menular dikelompokkan sebagai berikut: 1. Penyakit karantina atau penyakit wabah penting antara lain adalah:

DHF Campak Rabies Tetanus Neonatorum Diare Pertusis Poliomyelitis

2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat atau mempunyai mortalitas tinggi, dan penyakit yang telah masuk program eradikasi/eliminasi dan memerlukan tindakan segera:

Malaria Frambosia Influenza Anthrax Hepatitis

Typhus abdominalis Meningitis Keracunan Encephalitis Tetanus

3. Penyakit-penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting. 4. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi menimbulkan wabah dan KLB tetapi diprogramkan, ditingkat kecamatan dilaporkan secara bulanan melalui RR terpadu Puskesmas ke Kabupaten, dan seterusnya secara berjenjang sampai ke tingkat pusat. Penyakit-penyakit tersebut meliputi : Cacing, Lepra, Tuberculosa, Syphilis, Gonorhoe, Filariasis & AIDS, dll. Sehingga petugas Poskesdes diharapkan melaporkan kejadian-kejadian penyakit ini ke tingkat Kecamatan/Puskesmas. C. Laporan Kewaspadaan (dilaporkan dalam 24 jam) Laporan kewaspadaan adalah laporan adanya penderita, atau tersangka penderita penyakit yang dapat menimbulkan wabah. Yang diharuskan menyampaikan laporan kewaspadaan adalah:

Orang tua penderita atau tersangka penderita, orang dewasa yang tinggal serumah dengan penderita atau tersangka penderita, Kepala Keluarga, Ketua RT, RW, Kepala Desa. Dokter, petugas kesehatan yang memeriksa penderita, dokter hewan yang memeriksa hewan tersangka penderita.

Laporan kewaspadaan disampaikan kepada Lurah atau Kepala Desa dan atau Poskesdes/unit pelayanan kesehatan terdekat selambat-lambatnya 24 jam sejak mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita atau tersangka penderita (KLB), baik dengan cara lisan maupun tertulis. Kemudian laporan kewaspadaan tersebut harus diteruskan kepada Poskesdes untuk diteruskan ke Puskesmas setempat. Isi laporan kewaspadaan antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. Nama atau nama-nama penderita atau yang meninggal Golongan Umur Tempat dan alamat kejadian Waktu kejadian Jumlah yang sakit dan meninggal Alur laporan kewaspadaan

Diharapkan setelah adanya laporan kewaspadaan dari desa ke Puskesmas maka pihak Puskesmas dapat segera merespon dengan melaporkan ke Dinkes Kabupaten/Kota dengan menggunakan format W1 (laporan KLB) selama kurang dari 24 jam dan ditindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan epidemiologi. Penyelidikan Epidemiologi dapat dilakukan oleh Tim Gerak Cepat (TGC) Puskesmas bekerjasama TGC Desa dan TGC Kabupaten. Bersamaan Penyelidikan Epidemiologi dilakukan juga upaya-upaya penanggulangan dengan melibatkan masyarakat setempat. Suatu desa dikatakan mempunyai sistem pengamatan penyakit dan faktor risiko bila minimal : 1. Adanya kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan di tingkat masyarakat yang mencakup 80% kegiatan, dilaporkan secara lengkap, tepat waktu (kurang dari 24 jam atau rutin/bulan) 2. Adanya data pemantauan wilayah setempat dan kantong-kantong risiko yang disajikan dalam bentuk pemetaan Kedua hal di atas dikemas dalam Sistem Waspada yang mencakup : 1. Wawar tentang tanda-tanda bahaya kesehatan, faktor risiko lingkungan dan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan atau berpotensi menimbulkan masalah kesehatan dan bencana serta kegawat-daruratan, dilakukan dengan cara kampanye dan promosi melalui forum masayarakat desa dan jejaring promosi kesehatan di desa 2. Sistem Notifikasi Ibu Hamil dan keluarga rentan serta lingkungan dan perilaku berisiko dilaksanakan formulir Waspada 3. Paparkan dan pampangkan cara pelaporannya, dibuat Stiker Waspada untuk setiap Kepala Keluarga dan dipampangkan di Peta Waspada 4. Dasa Wisma menjadi motor penggerak dan pelaksananya.

INDIKATOR KEBERHASILAN SURVEILANS BERBASIS MASYARAKAT Guna mengukur keberhasilan pelaksanaan surveilans berbasis masyarakat di Desa Siaga, maka hal-hal berikut dapat dipakai sebagai indikator : A. Input (Masukan) : Keberhasilan/kesiapan pada fase ini ditandai dengan ketersediaan : 1. Sumber Daya Manusia (SDM) : Masyarakat tahu, mau dan mampu menjadi bagian tak terpisahkan dari operasionalisasi surveilan berbasis masyarakat. 2. Sarana-Prasarana : alat komunikasi yang telah lazim dipakai oleh masyarakat dapat digerakkan dalam upaya mendukung penggerakan surveilan berbasis masyarakat. B. Proses : Keberhasilan pada fase proses dapat ditandai dengan berlangsungnya : 1. Terlaporkannya masalah kesehatan di Desa. Salah satunya, terselenggaranya forum rutin masyarakat desa yang membahas perihal kesehatan di Desa. 2. Terdapatnya pemetaan kasus kasus penyakit menular dan faktor resikonya di Poskesdes / desa siaga 3. Tertanganinya masalah kesehatan dengan respon cepat (waktu/time), dengan melakukan penanganan awal (initial act) terhadap faktor risiko dan masalah-masalah yang terjadi. C. Keluaran / Output : Keberhasilan pada fase ini dapat ditandai dengan berlangsungnya : 1. Terbentuknya Petugas Surveilans Epidemiologi. 2. Akurasi data penyakit dan faktor resikonya. 3. Peningkatan Pemahaman masyarakat