MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN -...

282
MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN

Transcript of MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN -...

Page 1: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN

Page 2: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar
Page 3: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN

BAYONG TJASYONO HK.

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Page 4: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Bayong Tjasyono

Mikrofisika Awan Dan Hujan / Bayong Tjasyono- Jakarta: Badan Meteorologi

Klimatologi dan Geofisika

xxiv + 257 hlm: 16x21 cm

ISBN: 978-979-1241-02-1

1. Meteorologi 1. Judul

551.6

Penulis : Bayong Tjasyono HK.

Editor & Reviwer : Hadi Widiyatmoko

Ratna Satyaningsih

Welly Fitria

Penerbit : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

Jl. Angkasa 1 No.2 Kemayoran, Jakarta, Indonesia 10720

Telp. (6221) 4246321; Faks. (6221) 4246703

Cetakan I, Tahun 2007

Cetakan II, Tahun 2012

© Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012

Page 5: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Kata Pengantar PenerbitCetakan ke-2

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

hanya atas perkenanNya, buku Mikrofisika Awan dan Hujan dapat

diterbitkan kembali untuk cetakan ke-2. Buku ini diterbitkan kembali

atas dasar banyaknya permintaan dari para pengguna, yaitu peneliti,

mahasiswa, dan dari lingkungan BMKG sendiri.

Penerbitan kembali untuk cetakan ke-2 ini dilakukan setelah

proses penyempurnaan yaitu dengan mengkompilasi usulan

perubahan/koreksi dari pengguna dan Reviewer yang secara khusus

ditunjuk untuk memberikan masukan/koreksi baik dari segi penulisan

maupun substansinya. Reviewer untuk buku ini adalah Drs. Hadi

Widiatmoko, M.Si yang dianggap mempunyai kompetensi di bidang

ini. Usulan perubahan tersebut kemudian disampaikan kepada Penulis

untuk mendapat persetujuannya.

Besar harapan kami, buku ini dapat digunakan menjadi acuan

baik untuk pembelajaran maupun penelitian, sehingga dapat

mempunyai andil dalam pengembangan ilmu pengetahuan, utamanya di

bidang meteorologi.

Kepada Reviewer dan Penulis kami mengucapkan terima kasih,

mudah-mudahan usaha penyempurnaan buku ini bisa berlanjut,

sehingga menjadi buku yang semakin berbobot.

Jakarta, Agustus 2012

Kepala Pusat Penelitian dan PengembanganBadan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika

Dr. Masturyono, M.Sc

i

Page 6: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Prakata

Buku Mikrofisika Awan dan Hujan dapat dibaca dan

dimanfaatkan oleh para peneliti di bidang sains atmosfer dan

meteorologi, serta dapat dipakai sebagai buku ajar dalam kuliah-kuliah

program Sarjana, Magister dan Doktoral di bidang Sains Atmosfer,

Fisika Atmosfer, Meteorologi Fisis, Modifikasi Cuaca,

Agrometeorologi, Teknik Lingkungan, dan lain-lain. Konsentrasi buku

ini adalah pada aspek mikrofisis awan terutama yang melibatkan

proses-proses pembentukan tetes awan, kristal es dan tetes hujan. Di

Indonesia, presipitasi dimaksudkan sebagai hujan, karena faktanya

yang diukur adalah tetes-tetes air, meskipun kadang-kadang terjadi batu

es (hail) tetapi segera meleleh sehingga menjadi tetes air ketika diukur

oleh penakar hujan.

Buku Mikrofisika Awan dan Hujan, membahas sejarah

perkembangan mikrofisika awan dan hujan, proses fisis uap air yaitu

perubahan fasa uap yang memainkan peranan penting dalam

mikrofisika awan. Aerosol atmosferik sebagai inti kondensasi awan

sangat penting dalam proses pengintian heterogen. Formasi tetes awan

yaitu pertumbuhan tetes dengan kondensasi. Pertumbuhan tetes awan

melalui benturan–tangkapan menjadi tetes hujan. Pertumbuhan kristal

es dengan difusi dan “akresi”. Modifikasi cuaca, modifikasi awan dan

presipitasi, melenyapkan kabut, menindas batu es hujan dan mereda

siklon tropis.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika melalui Pusat

Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) BMKG yang telah

mensponsori dan mendanai penyusunan buku Mikrofisika Awan dan

ii

Page 7: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Hujan sampai selesai. Kepada Prof. Dr. Mezak A. Ratag yang

mengevaluasi naskah buku ini kami mengucapkan terima kasih. Kepada

Bapak Maman Sanukman yang telah membantu pengetikan dan Bapak

Otang yang membuat gambar-gambar naskah buku ini, serta kepada

semua pihak yang mendukung penyelesaian buku ini, kami

mengucapkan terima kasih. Tidak pernah ada waktu yang ideal untuk

menulis buku semacam ini. Karena itu kekurangan-kekurangan harap

dimaklumi dan kritik membangun akan kami terima dengan senang hati.

Akhirnya kami berharap semoga buku Mikrofisika Awan dan Hujan

mencapai sasaran dan bermanfaat bagi pembacanya.

� � � � � � � � � � � � � � � � � � Bandung, 17 Juli 2007

� � � � � � � � � � � � � � � � � � Bayong Tjasyono HK.

� � � � � � � � � � � � � � � � � � Kelompok Keahlian Sains Atmosfer

� � � � � � � � � � � � � � � � � � Institut Teknologi Bandung

iii

Page 8: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

PengantarMikrofisika Awan dan Hujan

Mikrofisika awan dan hujan adalah cabang dari disiplin ilmu

meteorologi fisis yang menekankan pada kajian proses-proses fisis

pembentukan partikel awan dan presipitasi (tetes hujan dan kristal es).

Penekanan dari mikrofisika awan dan hujan adalah pada kajian tentang

pembentukan awan dan pertumbuhan presipitasi. Pembentukan tetes

awan dan interaksinya dalam pembentukan partikel presipitasi

dikendalikan oleh proses-proses berskala sangat kecil (ukuran partikel

awan dan presipitasi) yang disebut mikrofisika awan. Meskipun

demikian makrofisika awan yaitu kendali proses berskala besar oleh

gerak atmosfer yang menyebabkan terjadinya awan juga perlu

diketahui. Kemajuan mikrofisika awan dan hujan masih terhambat oleh

pengertian yang miskin tentang interelasi antara fenomena pengintian

(nukleasi) pada skala molekuler dan dinamika sistem awan pada skala

ratusan atau ribuan kilometer.

Studi awan sangat penting bagi meteorologiwan dan ilmuwan

atmosfer. Observasi dan fotografi awan merupakan alat yang sangat

bernilai untuk menentukan karakteristik termodinamika dan dinamika

udara yang selanjutnya dipakai dalam peramalan cuaca jangka pendek.

Pentingnya studi awan karena awan adalah fasa yang penting dalam

siklus air di atmosfer. Awan bertindak sebagai pengubah uap air (fasa

gas) menjadi air (fasa cair) yang sangat dibutuhkan manusia, karena

tanpa air manusia dipastikan tidak dapat mempertahankan hidup di

bumi. Manusia dapat bertahan hidup tanpa makan sampai satu bulan,

tanpa air minum hanya sampai satu minggu karena manusia akan mati

iv

Page 9: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

jika kehilangan cairan tubuh lebih dari 1%, dan tanpa atmosfer hanya

dapat bertahan hidup beberapa menit saja.

Awan adalah kumpulan butiran air dan kristal es yang sangat

kecil atau campuran keduanya dengan konsentrasi berorde 100 per

centimeter kubik dan mempunyai radius sekitar 10 mikrometer. Awan

terbentuk jika volume udara lembap mengalami pendinginan sampai di

bawah temperatur titik embunnya. Dalam lapisan atmosfer di atas benua

maritim Indonesia, pendinginan sangat sering disebabkan oleh ekspansi

adiabatik udara yang naik melalui konveksi, orografi dan konvergensi.

Jenis awan yang terbentuk disebut awan konvektif, awan orografik dan

awan konvergensi. Pendinginan dapat juga disebabkan oleh proses

radiatif atau percampuran udara yang berbeda temperatur dan

kelembapannya.

Presipitasi (endapan) adalah bentuk air cair (hujan) atau bentuk

air padat (salju) yang jatuh sampai permukaan tanah. Jika sebelum

mencapai permukaan, partikel air atau kristal es menguap, disebut virga

atau stalaktit. Bentuk presipitasi adalah hujan, gerimis, salju, dan batu

es hujan. Hujan adalah bentuk presipitasi yang sering dijumpai di bumi

dan di Indonesia yang dimaksud dengan presipitasi adalah curah

hujan. Presipitasi berasal dari awan dan asal usul awan merupakan studi

khusus. Di atmosfer tidak terjadi pengintian homogen tetapi sebaliknya

terjadi pengintian heterogen, karena atmosfer bebas selalu mengandung

partikel aerosol yang bertindak sebagai inti kondensasi awan (IKA)

atau inti es (IES).

Kondensasi uap air terjadi dalam bentuk tetes air, tetapi jika

temperatur awan di bawah 0 C maka di dalam awan terdapat campuran

kristal es dan tetes awan kelewat dingin sampai temperatur awan

mencapai – 40 C. Di bawah temperatur ini (< -40 C), tetes awan

kelewat dingin spontan membeku menjadi kristal es. Awan dengan

temperatur > – 10 C, pada umumnya berisi tetes-tetes air, disebut

awan panas, sedangkan awan yang sebagian atau seluruhnya

v

Page 10: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

mempunyai temperatur < – 10 C berisi campuran tetes air kelewat

dingin dan kristal es, disebut awan dingin atau awan campuran.

Penggolongan ini didasarkan bahwa inti es mulai aktif pada temperatur

sekitar – 10 C. Bagian awan yang mempunyai temperatur di atas 0 C

seluruhnya berisi tetes-tetes air, bagian awan yang mempunyai

temperatur antara 0 C dan – 40 C berisi tetes air kelewat dingin dan

kristal es bagi yang menemukan inti es (IES), dan bagian awan dengan

temperatur di bawah – 40 C berisi seluruhnya kristal es.

� Partikel presipitasi (tetes hujan dan kristal es) akan tumbuh jika

populasi awan menjadi tidak stabil. Kelabilan mikrostruktur awan

panas disebabkan oleh perbedaan ukuran tetes awan atau perbedaan

kecepatan jatuh terminal tetes. Sedangkan mikrostruktur awan dingin

tidak stabil akibat beda tekanan uap di atas air kelewat dingin (e ) dan s

tekanan uap di atas es (e ), dimana e > e pada temperatur di bawah 0 C i s i

yang sama. Ada dua mekanisme pertumbuhan partikel presipitasi.

Pertama, mekanisme Bowen – Ludlam atau proses kolisi –

koalisensi. Dalam hal ini tetes (drop) membentur dan menangkap

butiran (droplet) awan, jadi tetes awan tumbuh menjadi tetes hujan

(raindrops), sedangkan butiran awan melenyap. Kedua, mekanisme

Bergeron – Findeisen atau proses kristal es. Karena tekanan uap di

atas air kelewat dingin (e ) lebih besar dari pada tekanan uap di atas es s

(e ), maka tetes air kelewat dingin berdifusi ke kristal es, sehingga kristal i

es akan tumbuh dengan mengorbankan tetes air kelewat dingin.

Pertumbuhan butiran awan melalui kondensasi sangat lambat

sehingga tidak dapat menjelaskan terbentuknya tetes hujan. Dari butiran

awan mula-mula yang terbentuk oleh pengintian heterogen melalui inti

kondensasi menjadi ukuran tetes dengan jari-jari 50 m diperlukan

waktu lebih dari 10 jam, sedangkan waktu hidup awan pada umumnya

berkisar dua jam. Dalam awan panas yang mengandung tetes

berukuran heterogen akan menjadi labil akibat beda kecepatan jatuh

vi

Page 11: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

terminal di antara tetes-tetes awan. Pertumbuhan awan panas

melibatkan fasa cair melalui mekanisme kolisi–koalisensi. Tetes yang

mempunyai kecepatan terminal lebih cepat, akan menumbuk dan

menangkap butiran (tetes kecil) yang mempunyai kecepatan terminal

lambat dalam proses koleksi sehingga tetes awan tumbuh menjadi tetes

hujan sedangkan butiran awan akan melenyap.

Jadi pertumbuhan tetes awan panas menjadi hujan adalah

pertumbuhan gabungan, pertama oleh kondensasi melalui difusi

molekul-molekul uap air, kemudian oleh koleksi butiran-butiran awan.

Untuk membentuk satu tetes hujan diperlukan puluhan ribu sampai satu

juta butiran awan melalui mekanisme kolisi–koalisensi. Pertumbuhan

tetes dalam awan panas bergantung pada ukuran tetes dan butiran awan,

kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar air

awan, dan efisiensi koleksi yaitu hasil kali efisiensi kolisi dan efisiensi

koalisensi.

Dalam awan dingin yang mengandung campuran tetes awan

kelewat dingin dan kristal es, maka pertumbuhan partikel presipitasi

melalui mekanisme kristal es dengan tiga cara : (i) melalui fasa uap air

yaitu pertumbuhan massa kristal es oleh deposisi uap air seperti

pertumbuhan butiran awan oleh kondensasi, (ii) melalui pembekuan

tetes yaitu pertumbuhan partikel es oleh pembekuan tetes awan kelewat

dingin ketika terjadi tumbukan antara partikel es dan tetes awan,

pertumbuhan dengan cara ini dapat menghasilkan batu es hujan (hail

stone) dengan diameter 1 cm atau lebih, (iii) Melalui penggabungan

yaitu partikel es tumbuh melalui tumbukan dan penggabungan satu

sama lain. Tumbukan terjadi karena ada beda kecepatan jatuh terminal

diantara partikel es dan pelekatan terjadi terutama pada temperatur

kristal es di atas – 5 C ketika permukaan es menjadi sangat lengket.

Curah hujan ekuatorial benua maritim Indonesia sangat

penting, di satu sisi sebagai sumber kehidupan tetapi pada sisi lain

vii

Page 12: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

sebagai sumber bencana alam banjir dan kekeringan. Curah hujan

Indonesia juga penting dalam cuaca dan iklim global. Dua pertiga

jumlah curah hujan global terjadi di daerah tropis. Energi panas laten

kondensasi yang dilepaskan ketika uap air berubah fasa menjadi tetes

awan sebagian dipakai sebagai energi sirkulasi atmosfer global. Setiap

gram uap air yang berkondensasi menjadi tetes awan melepaskan

energi panas laten sekitar 2450 joule. Karena itu studi distribusi curah

hujan secara geografis mencerminkan pemahaman distribusi sumber

panas global yang menggerakkan mesin atmosfer global. Di Indonesia,

curah hujan merupakan unsur peubah iklim ekuatorial sebagai indikator

kuantitatif yang sangat penting, misalnya jumlah hujan tahunan,

distribusi hujan musiman dan harian, intensitas hujan dan frekuensi hari

hujan yang menunjukkan variasi spasial dan temporal.

Modifikasi cuaca sudah dilakukan sejak lebih dari 60 tahun

yang lalu, yakni sejak percobaan pembenihan es kering yang dipimpin

oleh Vincent Schaefer dan Irving Langmuir pada tahun 1946. Kemudian

pada tahun 1947, Vonnegut menemukan AgI yang dapat bertindak

sebagai inti es. Sejarah modifikasi cuaca di Indonesia dimulai sejak

percobaan hujan buatan dilaksanakan untuk mengisi air hujan di Waduk

Jatiluhur pada tahun 1979. Dari jumlah curah hujan tahunan yang

secara rata-rata mencapai di atas 2000 mm, terutama di kawasan

Indonesia bagian barat, maka ketersediaan sumber daya air untuk

pertanian berlimpah. Tetapi mengingat variasi curah hujan temporal dan

spasial sangat besar, maka modifikasi cuaca terutama peningkatan

jumlah curah hujan sangat diperlukan. Dalam irigasi modifikasi cuaca

diperlukan untuk mengisi waduk ketika menjelang atau akhir musim

hujan, sehingga periode pengairan untuk persawahan menjadi lama.

Dalam pertanian, modifikasi cuaca diperlukan untuk memperpanjang

jumlah curah hujan yang dibutuhkan tanaman padi sehingga

meningkatkan jumlah dan hasil panenan.

viii

Page 13: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Modifikasi cuaca berdasarkan pada prinsip-prinsip

mikrofisika awan dan hujan dengan memodifikasi awan secara

buatan atas usaha manusia untuk tujuan peningkatan curah hujan,

menindas batu es hujan (hail stone), melenyapkan kabut atau awan

rendah dan melerai siklon tropis. Modifikasi cuaca di Indonesia

sebaiknya tidak dilakukan pada daerah bertekanan udara tinggi atau

pada lereng di bawah angin, karena pada kedua daerah ini terjadi gerak

turun udara (subsidensi) yang mengalami kompresi (lawan dari

ekspansi) sehingga udara menjadi panas dan awan akan buyar.

Modifikasi cuaca juga tidak dilakukan pada musim kemarau karena

kelembapan kritis garam sebagai inti kondensasi awan tidak tercapai

dan atmosfernya kurang labil. Modifikasi cuaca disarankan pada musim

pancaroba dengan tujuan memperpanjang musim hujan dan

memperpendek musim kemarau. Pada musim pancaroba atmosfernya

masih labil dan kelembapan kritis garam masih dapat tercapai.

ix

Page 14: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Daftar Gambar

Gambar 1.1. Bentuk utama awan : berserat, lapisan, dan g�������� umpalan.�

Gambar 1.2.����Awan stratus dan hubungannya dengan profil t��������emperatur��

Gambar 1.3.����Jenis cumulus dalam lapisan inversi. (a) Awan c�������� erobong, (b). Cumulus dempak��

Gambar 3.1.����Uap air dalam keseimbangan dengan permukaan c�������� air��

Gambar 3.2. Tephigram untuk mencari temperatur titik embun dan ��������temperatur kondensasi isentropik P.

Gambar 3.3. Ekspansi sampel udara lanjutan (Gambar 3.2) di l�������� u a r titik kondensasi isentropik P.

Gambar 3.4. Tephigram yang memuat pseudoadiabat dan garis��uap���

Gambar 4.1. Diagram skematik yang menggambarkan cara tetes berselaput dan tetes pancaran terbentuk j��������ika gelembung udara pecah pada permukaan laut����.

Gambar 4.2. Distribusi jumlah aerosol dalam pengukuran udara kontinental, udara laut, dan udara kota t��������ercemar.�����������������������

Gambar 4.3. Distribusi permukaan aerosol (a) dan volume aerosol (b), berdasarkan pengukuran ukuran aerosol di Denver, � � � � � � � �Colorado : udara kota tercemar, udara kontinental, dan udara kontinental dari abu gunung (Wallace, 1977).��

Gambar 4.4. Ketergantungan konsentrasi inti es (IES) pada � � � � � � � �

13

14

15

47

56

63

65

76

80

83

92

x

Page 15: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

temperatur�����������������������

Gambar 5.1a. Foto genus awan : 1. Cirrus, 2. Cirrocumulus, 3. Cirrostratus, 4. Altocumulus, 5. Altostratus, dan 6. Nimbostratus.�������������������

Gambar 5.1b. Lanjutan foto genus awan : 7. Stratocumulus, 8�������� . Stratus kabut gunung, 9. Cumulus humilis, 1�������� 0. Cumulus fraktus, 11. Cumulonimbus�kapilatus, 12. Cumulonimbus presipitasio�.

Gambar 5.2.����Rasio jenuh keseimbangan sebuah tetes larutan yang �������� terbentuk pada sebuah inti kondensasi ammonium sulfat�.

Gambar 5.3.����Prosentase pengamatan dengan kelewat jenuh (s) kurang dari nilai yang diberikan, untuk 338� sampel dari ketinggian 150 – 2100 m di atas d� asar awan dan u�������� ntuk 86 sampel diambil dalam�300 m dari dasar awan���.

Gambar 5.4.����Variasi frekuensi awan kelewat dingin dan awan yang ��������mengandung kristal es (Pruppacher and Klet, 1980).����

Gambar 5.5.����Penyajian skematik mikrostruktur awan campuran����

Gambar 6.1.����Pertumbuhan butiran awan dengan kondensasi dalam ��������lingkungan konstan.�

Gambar 6.2.����Ketergantungan parameter pertumbuhan pada � � � � � � � �temperatur dan tekanan.�

Gambar 6.3.����Geometri tumbukan��

Gambar 6.4.����Trajektori pertumbuhan tetes di dalam awan dengan j��������ari-jari awal R dan akhir R0

Gambar 6.5.����Trajektori Bowen yang dihitung dengan kecepatan arus udara keatas (Rogers and Yao, 1989)��������

Gambar 6.6.����Trajektori tetes yang dihitung dari efisiensi kolisi pada tabel 6.3 dengan menganggap efisiensi k�������� oalisensi satu.�

Gambar 6.7.����Diameter tetes untuk trajektori seperti gambar 6.6.���

107

108

114

117

119

120

132

134

138

144

145

146

147

154

xi

Page 16: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Gambar 7.1. Mekanisme pengintian es dan bagan cara-cara inti es ������� �atmosferik dalam pembekuan es (Rogers and Yau, 1�������� 989).�

Gambar 7.2.����Kelewat jenuh relatif terhadap es dalam atmosfer pada keseimbangan kejenuhan relatif t��������erhadap air.

Gambar 7.3.����Penyajian skematik bentuk utama kristal es (Rogers, 1976).�

Gambar 7.4.����Bagian tipis melalui pusat pertumbuhan batu es.�����

Gambar 8.1.����Waktu yang diperlukan sebuah kristal es dan butiran air untuk tumbuh dengan massa yang ditunjukkan pada � � � � � � � �absis

Gambar 8.2.��Spektra dimensional tetes-tetes hujan����������

Gambar 8.3.��Distribusi ukuran tetes yang diukur dibandingkan dengan �������� kurva eksponensial (Marshall and Palmer, 1948)����

Gambar 8.4.����Distribusi ukuran keping-keping salju dalam suku � � � � � � � �diameter tetes yang dihasilkan oleh peleburan keping salju (Gunn and Marshall, 1958)���������

Gambar 9.1.����Diagram skematik evolusi hujan panas dan hujan dingin yang berasal dari IKA dan IES.����������

Gambar 9.2.����Sebuah butiran air relatif besar jatuh di dalam awan yang mengandung banyak butiran lebih kecil (Moran and Morgan, 1947).�

Gambar 9.3.����Di dalam awan dingin, kristal es tumbuh dengan mengorbankan butiran air kelewat dingin (Moran and Morgan, 1997).�

Gambar 9.4.����Variasi kelembapan relatif terhadap waktu. Hasil pengamatan termohigrograf pada tanggal 3–6 Januari 2006, Kampus ITB, Bandung.����������

Gambar 9.5.����Kecepatan terminal sebuah partikel yang jatuh melalui udara sebagai fungsi ukuran partikel (Moran and Morgan, 1997).

161

164

166

176

179

180

182

198

203

206

210

212

221

xii

Page 17: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Gambar 10.1.��Kelembapan relatif kritis sebagai fungsi temperatur untuk garam NaCl�

Gambar 10.2.��Penyajian skematik modifikasi kabut panas oleh penyemaian partikel higroskopis.�

Gambar 10.3. Panas yang diperlukan untuk membuyarkan kabut sebagai fungsi temperatur udara dan kadar air awan.���

Gambar 10.4. Diagram skematik yang menunjukkan efek hipotesis pembenihan awan-awan cumulus dalam hurricane�.

233

233

239

xiii

Page 18: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Daftar Tabel

Tabel 1.1. Deskripsi jenis awan.�

Tabel 1.2. Arti sandi awan rendah, menengah dan tinggi

Tabel 3.1. Tekanan uap jenuh di atas air dan di atas es serta p���������� anas laten

kondensasi dan sublimasi

Tabel 5.1.����Ukuran, konsentrasi dan kecepatan jatuh terminal � � � � � � � � � �komparatif beberapa partikel dalam proses pembentukan ����������awan

Tabel 5.2.����Tinggi awan berdasarkan lintang geografis

Tabel 5.3.����Jenis presipitasi dari awan hujan

Tabel 5.4.����Nilai jejari kritis dan kelewat jenuh kritis untuk tetes yang

terbentuk pada inti NaCl

Tabel 6.1.����Nilai viskositas dinamik udara, koefisien konduktivitas

termal udara, dan koefisien difusi uapa� ir dalam udara, pada

p = 1000 mb (Houghton, 1985)

Tabel 6.2�����Kecepatan pertumbuhan butiran dengan kondensasi

(Mason, 1971)

Tabel 6.3.����Efisiensi kolisi untuk tetes R dan butiran r (Rogers and Yau,

1989)

Tabel 7.1.����Sifat pengintian partikel berbagai bahan (Houghton,1� 985)

10

20

54

99

100

101

116

133

133

139

157

xiv

Page 19: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Tabel 9.1.����Variasi tekanan uap jenuh dan perbandingan campuran

jenuh dengan temperatur pada tekanan 1000 mb (Moran and

Morgan, 1997)�

Tabel 9.2.����Kecepatan terminal tetes hujan sebagai fungsi ukuran tetes

(Gunn and Kinzer, 1949)

Tabel 10.1. Diameter tetes hujan dikaitkan dengan berbagai diameter

partikel aerosol (Rosinski, 1973).

208

215

221

xv

Page 20: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Padanan Kata

Indonesia – Inggris

air cair kelewat dingin� � supercooled liquid water

adiabatik gadungan� � pseudoadiabatic

aerosol garam laut� � sea salt aerosol

aerosol raksasa� � � giant aerosol

air cair� � � � liquid water

aliran� � � � flux

angin tenang� � � calm

antar muka� � � interfacial

awan dingin� � � cold cloud

awan panas� � � warm cloud

awan kembang kol� � cauliflower cloud

badai guruh� � � thunderstorm

bahan� � � � material

baku� � � � standard

basah� � � � moist

batu es� � � � hailstone

batu es hujan� � � hailstone

berdampingan, bersamaan� coexist

xvi

Page 21: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

bola basah� � � wetbulb

butiran� � � � droplet

cairan� � � � liquid

cekungan� � � basin

cuaca buruk (bengis)� � severe weather

cuaca lalu� � � past weather

cuaca sekarang� � � present weather

curah hujan� � � rainfall

daur, siklus� � � cycle

demikian juga� � � likewise

deposisi (endapan) basah� wet deposition

deposisi kering� � � dry deposition

endapan, presipitasi� � precipitation

embun� � � � dew

embun beku� � � frost

gadungan / palsu� � pseudo

garis badai guruh� � line of thunderstorm

garis awan badai� � � squall lines

gas perunut� � � trace gases

gaya gabung� � � affinity

gelembung air� � � water bubble

gerimis�� � � drizzle

geser angin� � � wind shear

golakan�� � � turbulent

halus� � � � fine

hujan� � � � rain

hujan amat lebat (torensial)� torrential rains

xvii

Page 22: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

hujan buatan� � � rain making

hujan campur salju� � sleet

hujan deras� � � shower

hujan lebat� � � heavy rains

hujan rangsangan� � stimulation of rain

idaman�� � � ideal

inti kondensasi awan (IKA)� cloud condensation nucleus

inti pembekuan, inti es (IES)� ice nucleus

jalur� � � � track

jambul, bulu� � � plume

jangka �� � � range

jelas, tidak samar� � unambiguous

jenis, golongan� � � genus, plural : genera

kabas� � � � smog

kabas (kabut – asap)� � smog (smoke – fog)

kajian� � � � study

kasar� � � � coarse

keadaan mantap�� � steady state

keanginan� � � wind blown

kebasahan� � � moisture

kebingungan, kekacauan� � confusion

kehancuran� � � disintegration

kelembapan� � � humidity

kelewat jenuh� � � supersaturation

kelistrikan, elektrisitas� � electricity

kilap, kemilau� � � sheen

kilat, halilintar� � � lightning

xviii

Page 23: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

kristal embun beku� � rimed crystal

kristal es� � � ice crystal

khas, unik� � � unique

kumpulan kristal� � crystal aggregate

landasan, paron�� � anvil

laut terbuka� � � open ocean

lempung, tanah liat� � clay

lengket�� � � sticky

lereng di atas angin� � windward side (slope)

lereng di bawah angin� � leeward side

limpasan� � � run off

lingkungan laut�� � marine environment

meringkas� � � summarize

mudah terbakar�� � combustible

mutlak� � � � absolute

nyata� � � � real

paras� � � � level

paras kondensasi terangkat� lifting condensation level (LCL)

paras kondensasi konvektif� convective condensation level (CCL)

paras peleburan�� � melting level

peleburan� � � melting

pelenyapan� � � dissipation

pembakaran� � � combusition

pembekuan� � � freezing

pengentalan� � � coagulation

pembekuan tetes� � riming

pembersihan, pemindahan� removal

xix

Page 24: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

pemuatan listrik, elektrifikasi� electrification

penakar hujan� � � raingage

penakar hujan pencatat� � recording raingage

penampakan, keterbukaan� exposure

pengembunan, kondensasi� condensation

pengendapan, deposisi� � deposition� �

penguapan, evaporasi� � evaporation

penggabungan� � � aggregation

penguapan� � � evaporation

pengubahan� � � conversion

penimbunan� � � accumulation

penting sekali, gawat� � crucial

per–awan–an � � � cloudiness

perkembangan, evolusi� � evolution

permulaan� � � initiation

perpindahan, pelenyapan� removal

pertambahan� � � accreation

peubah� � � � variable

proses terbalikan� � reversible process

proses tak terbalikan� � irrreversible process

puncak ombak putih� � whitecap

puting beliung� � � tornado

ruang, kamar� � � chamber

salju� � � � snow

samar, berarti dua� � ambiguous

sel konveksional� � convectional cell

semburan� � � ejection

xx

Page 25: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

serpih (keping) salju� � snowflake

sublimasi� � � sublimation

susut temperatur� � � lapse rate

tambalan, potongan� � patch

tanah beku� � � frozen soil

tanggap�� � � response

tangkapan� � � coalescence

terhadap� � � with respect to

tetes� � � � drop

tetes hujan� � � raindrop

titik beku� � � frost point

titik embun� � � dew point

tudung, selubung� � veil

tumbukan, benturan� � collision

udara basah� � � moist air

udara kering� � � dry air

ukuran tampak� � � visible size

unsur pokok� � � constituent

variasi ruang dan waktu�� spatial and temporal variations

zona konvergensi antar tropis� intertropical convergence zone (ICZ)

xxi

Page 26: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

i

ii

iv

x

xiv

xvi

xxii

1

2

5

8

12

15

21

23

23

Kata Pengantar Penerbit

Prakata�� � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � �����Pengantar� �Daftar Gambar� � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � �����Daftar Tabel�� � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � �����Padanan Kata�� � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � �����Daftar Isi�� � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � �����

Bab 1.�� Pendahuluan� � � � � � � � � � � � � � � � � � � ������� � � � � 1.1. Atmosfer Ekuatorial Indonesia �� � � � � � �� � � � � 1.2. Sejarah Mikrofisika Awan dan Hujan� � � �� ���������� � � � � 1.3. Klasifikasi� Awan� � � � � � � � � � � � � � ������ � � � � 1.4. Bentuk Utama Awan�� � � � � � � � � � � � ������ � � � � 1.5. Awan Dalam Berita Sinop � � � � � � � � � ������� � � � � 1.6. Resum� � � � � � � � � � � � � � � � � � � �����

Bab 2.�� Termodinamika Udara � � � � � � � � � � � � � ������� � � � � 2.1.� Termodinamika Udara Kering � � � � � � � �����

xxii

Daftar Isi

Page 27: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

29

31

33

37

42

45

46

50

55

60

66

70

73

74

78

84

87

89

94

97

98

102

109

� � � � � 2.2.� Persamaan Keadaan Udara Kering �� � � � ������ � � � � 2.3.� Bentuk Alternatif Persamaan Energi dan Entropi��� � � � � 2.4.� Persamaan Keadaan Udara Basah� � � � � ������ � � � � 2.5.� Peubah Kebasahan�� � � � � � � � � � � � � ������ � � � � 2.6.� Resumé�� � � � � � � � � � � � � � � � � � � �����Bab 3.�� Proses Fisis Uap Air� � � � � � � � � � � � � � � ������ � � � � 3.1.� Persamaan Clausius – Clapeyron�� � � � � ������ � � � � 3.2.� Aplikasi Persamaan Clausius – Clapeyron� ������ � � � � 3.3.� Kejenuhan Udara Basah � � � � � � � � � � ������� � � � � 3.4.� Proses Pseudoadiabatik� � � � � � � � � � � ������ � � � � 3.5.� Proses Adiabatik Udara Jenuh � � � � � � � ������ � � � � 3.6.� Resumé� � � � � � � � � � � � � � � � � � � � �����

Bab 4.�� Aerosol Atmosferik � � � � � � � � � � � � � � � ������� � � � � 4.1.� Sumber Aerosol� � � � � � � � � � � � � � � ������ � � � � 4.2.� Spektra Ukuran Aerosol �� � � � � � � � � � ������ � � � � 4.3.� Aerosol Garam Laut (AGL) � � � � � � � � ������� � � � � 4.4.� Mekanisme Pemindahan Partikel AGL dari

� � � � � � � � Atmosfer �� � � � � � � � � � � � � � � � � � ������ � � � � 4.5.� Inti Kondensasi dan Inti Es Atmosferik � � ������ � � � � 4.6.� Resumé �� � � � � � � � � � � � � � � � � � � �����

Bab 5.�� Pembentukan Awan � � � � � � � � � � � � � � � ������� � � � � 5.1. Aspek General Pembentukan Awan dan Hujan���� � � � � 5.2. Genus Awan �� � � � � � � � � � � � � � � � ������ � � � � 5.3. Pengintian Air Cair �� � � � � � � � � � � � �����

xxiii

Page 28: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

� � � � � 5.4. Pengaruh Zat Larut �� � � � � � � � � � � � ������ � � � � 5.5. Mikrostruktur Awan �� � � � � � � � � � � � ������ � � � � 5.6. Resumé � � � � � � � � � � � � � � � � � � � �������Bab 6.�� Pertumbuhan Tetes Hujan Dalam Awan Panas ������ � � � � 6.1. Pertumbuhan Difusional Butiran Awan � � ������� � � � � 6.2.� Persamaan Pertumbuhan Butiran Melalui� ������ � � � � � � � Kondensasi�� � � � � � � � � � � � � � � � � ������ � � � � 6.3.� Kolisi dan Koalisensi �� � � � � � � � � � � ������ � � � � 6.4.� Persamaan Pertumbuhan Tetes �� � � � � � ������ � � � � 6.5.� Trajektori Tetes�� � � � � � � � � � � � � � � ������ � � � � 6.6.� Resumé�� � � � � � � � � � � � � � � � � � � �����

Bab 7.�� Pertumbuhan Partikel Es Dalam Awan Dingin ������ � � � � 7.1.� Awan Dingin dan Awan Campuran � � � � ������� � � � � 7.2.� Inti Es Atmosferik� � � � � � � � � � � � � � ������ � � � � 7.3.� Pertumbuhan Partikel Es dari Fasa Uap �� ������ � � � � 7.4.� Pertumbuhan Partikel Es dari Pembekuan tetes ����� � � � � 7.5.� Pertumbuhan Partikel Es dari Penggabungan

� � � � � 7.6.� Resumé �� � � � � � � � � � � � � � � � � � � �����

Bab 8.�� Proses Presipitasi �� � � � � � � � � � � � � � �� � � � � 8.1.� Proses Kristal Es Lawan Koalisensi� � � � ������ � � � � 8.2.� Distribusi Ukuran Tetes �� � � � � � � � � � ������ � � � � 8.3.� Distribusi Ukuran Keping Salju � � � � � � ������� � � � � 8.4.� Teori Presipitasi� � � � � � � � � � � � � � � ������ � � � � 8.5.� Efisiensi Presipitasi �� � � � � � � � � � � � �����

111

116

120

123

123

128

135

140

143

147

149

150

155

160

165

169

171

173

174

177

181

184

188

xxiv

Page 29: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

� � � � � 8.6.� Resumé �� � � � � � � � � � � � � � � � � � � �����Bab 9.�� Modifikasi Cuaca : A. Prinsip Dasar Modifikasi

� � � � � Awan �� � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � ������ � � � � 9.1.� Latar Belakang Modifikasi Cuaca � � � � � ������ � � � � 9.2.� Proses Mikrofisis Presipitasi �� � � � � � � ������ � � � � 9.3.� Proses Pertumbuhan Partikel Presipitasi�� ������ � � � � 9.4.� Kecepatan Terminal Partikel Awan dan

� � � � � � � � Presipitasi � � � � � � � � � � � � � � � � � � ������� � � � � 9.5.� Resum� � � � � � � � � � � � � � � � � � � ������ � � � �Bab 10.�Modifikasi Cuaca : B. Modifikasi Awan dan

� � � � � Presipitasi� � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � ������ � � � � 10.1.�� Kelembapan Kritis Garam � � � � � � � � ������� � � � � 10.2.�� Teknologi Modifikasi Awan � � � � � � � ������� � � � � 10.3.�� Teknologi Modifikasi Cumulus�� � � � � ������ � � � � 10.4.�� Aplikasi Modifikasi Cuaca� � � � � � � � ������ � � � � 10.5.�� Resum� � � � � � � � � � � � � � � � � � �����

Daftar Pustaka �� � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � ��Lampiran :�� � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � ���� � � � � � � � 1.� Abjad Yunani�� � � � � � � � � � � � � � ����� � � � � � � � 2.� Tekanan Uap Jenuh di atas Air murni�� � � � � � � � � � dan Es�� � � � � � � � � � � � � � � � � � ����� � � � � � � � 3.� Daftar Simbol Huruf Latin dan Yunani����Biodata�� � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � ���

192

195

196

199

202

211

216

219

220

222

226

230

240

243

247

248

249

250

257

xxv

Page 30: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Bab 1

Pendahuluan

Mikrofisika Awan Dan Hujan 1

Sistem klasifikasi awan internasional diusulkan pada tahun 1803

oleh Luke Howard (1772 – 1864) seorang meteorologiwan Inggris yang

memakai empat nama Latin yaitu cumulus (artinya gumpalan atau

gundukan) yang dipakai untuk awan konvektif. Stratus (artinya lapisan)

yaitu awan yang berbentuk lapisan. Cirrus (artinya rambut) yaitu awan

yang berbentuk berserat atau berserabut. Dalam klasifikasi

internasional, kata Latin nimbus atau nimbo yang berarti awan hujan

juga dipakai misalnya nimbostratus (Ns), cumulonimbus (Cb). Ns

berarti awan lapisan yang menghasilkan hujan, dan Cb berarti awan

gumpalan yang memberikan hujan.

Penamaan awan juga memakai gabungan dua dari tiga kata dasar

cirrus, stratus, cumulus. Sebagai contoh cirrocumulus (Cc) gabungan

dari kata cirrus dan cumulus, cirrostratus (Cs) gabungan dari kata cirrus

dan stratus, dan stratocumulus (Sc) gabungan dari kata stratus dan

cumulus. Cirrocumulus adalah awan berbentuk gumpalan kecil-kecil

yang terdiri dari serat yang lembut. Cirrostratus adalah awan lapisan

yang tampak berserat. Stratocumulus (Sc) adalah awan lapisan yang

unsur-unsurnya berbentuk gumpalan dengan ukuran horisontal jauh

lebih besar dari pada ukuran vertikalnya.

Page 31: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan2

1.1. Atmosfer Ekuatorial Indonesia

Atmosfer bumi mempunyai ketebalan sekitar 1000 km (rumbai-

rumbai bumi) yang dibagi menjadi lapisan-lapisan troposfer, stratosfer,

mesosfer, termosfer, dan eksosfer. Dalam troposfer terjadi konveksi

akibat radiasi bumi dari penyerapan radiasi matahari terutama spektrum

tampak, karena itu proses konveksi lebih aktif di daerah ekuatorial.

Atmosfer tropis mencakup daerah antara 23,5 U (tropis Cancer) dan

23,5 S (tropis Capricorn), sedangkan atmosfer ekuatorial yang

dimaksud dalam diskusi ini dibatasi oleh lintang antara 10 U dan 10 S,

jadi benua maritim Indonesia dapat dikatakan daerah ekuatorial. Daerah

ekuatorial dilalui oleh garis ekuator geografis (lintang 0) yang tetap

dan pita ekuator meteorologis yang bergerak ke utara atau ke selatan

ekuator geografis mengikuti migrasi tahunan (gerak semu) matahari.

�Di daerah ekuatorial radiasi tampak merupakan komponen radiasi

matahari yang terbesar dan sangat kuat. Karenanya alih panas kearah

atas oleh konveksi adalah sangat aktif di ekuator dan sirkulasi global

dibangkitkan untuk mengalihkan panas dari ekuator ke daerah lintang

yang lebih tinggi. Pada waktu ekinoks (kedudukan matahari di ekuator,

terjadi pada 21 Maret dan 23 September) maka pemanasan daerah

ekuator mencapai maksimum. Dalam atmosfer di atas garis ekuator

terjadi osilasi tengah tahunan (Semiannual Oscillation). Pada tipe hujan

ekuatorial, distribusi curah hujan bulanan menampakan maksima

ganda, dengan curah hujan maksimum setelah ekinoks. Karena gaya

Coriolis menuju nol di sekitar ekuator, maka gelombang khusus dapat

terjadi dan menjalar kearah atas lebih mudah di daerah ekuatorial dari

pada di daerah-daerah lain.

Page 32: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Istilah “tropis” tidak mempunyai arti yang eksak. Ilmuwan

menemukan kata “tropis” dari tropis Cancer (23,5 U) dan tropis

Capricorn (23,5 S) yang menunjukkan batas jarak semu matahari yaitu

ketika matahari berada di lintang 23,5 U yang disebut garis balik utara

pada tanggal 22 Juni dan ketika berada di lintang 23,5 S yang disebut

garis balik selatan pada tanggal 22 Desember. Daerah Ekuatorial dapat

didefinisikan sebagai daerah yang dibatasi oleh lintang 10 U dan 10 S

atau daerah yang dibatasi oleh parameter Coriolis = 2 sin = 2 x 7,29 x -5 -5 -5 -1

10 x sin 10 = 14,58 x 10 x 0,174 = 2,5 x 10 s , dimana adalah

kecepatan sudut rotasi bumi dan adalah lintang tempat. Jelas bahwa

gaya Coriolis menuju nol di ekuator.

Meteorologiwan sering memakai batas lain untuk mendefinisikan

tropis dengan memakai sumbu sel tekanan tinggi subtropis yaitu batas

sirkulasi atmosfer yang didominasi oleh angin timuran di tropis dan oleh

angin baratan di daerah lintang tengah. Batas dari daerah tropis adalah

lintang 30 U dan 30 S yang disebut “lintang kuda” (horse latitude). Pada

daerah lintang kuda terjadi subsidensi (angin turun) sehingga cuaca

kebanyakan cerah dan jumlah curah hujan sedikit. Gurun dan padang

rumput (steppe) kebanyakan terjadi di daerah lintang kuda. Parameter

Coriolis pada lintang kuda hampir tiga kali lipat dibanding di lintang 10.

Besar parameter Coriolis pada lintang kuda adalah f = 2 sin 30 = 7,3 x -5 -1

10 s . Dari definisi daerah ekuatorial (10 U – 10 S) di atas, maka benua

maritim Indonesia termasuk dalam daerah ekuatorial.

Antara angin pasat yang konvergen di sekitar daerah tekanan

rendah ekuator terdapat daerah transisi dengan angin berubah-ubah

yang lemah, disebut zona konvergensi intertropis (ZKI) atau

Mikrofisika Awan Dan Hujan 3

Page 33: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Intertropical Convergence Zone (ICZ) atau doldrums (daerah angin

lemah). Daerah transisi kedua adalah daerah lintang kuda. Curah hujan

maksimum sekitar 70 – 80 inci (1 inci = 25,4 mm) terdapat pada sabuk

selebar 10 derajat di sekitar ekuator dimana terdapat ZKI dengan massa

udara yang panas dan lembap.

Daerah ekuatorial menerima energi matahari maksimum. Energi

panas ini dipakai untuk menggerakkan atmosfer secara global ke daerah

lintang menengah dan tinggi (kutub). Gerak atmosfer global tidak hanya

membawa panas tetapi juga membawa kelembapan (uap air) dan zat-zat

lain yang mengendalikan cuaca dan iklim harian, karena itu sangat

mempengaruhi kehidupan dalam planet bumi. Masukan energi panas

untuk menggerakkan atmosfer terjadi melalui awan-awan terutama

awan cumulus tinggi yang terbentuk di daerah ekuatorial.

Ada tiga daerah ekuatorial dimana konveksi dan formasi awan

cumulusnya menjadi penting, yaitu Indonesia, Afrika Ekuatorial (Afrika

Tengah), Amerika Ekuatorial (Amerika Selatan). Di antara ketiga daerah

ekuatorial maka Indonesia merupakan daerah konvektif yang sangat aktif,

pembentukan awannya berfluktuasi secara musiman ataupun tahunan.

Daerah Indonesia dikenal sebagai benua maritim (maritime continent)

dalam meteorologi troposfer. Pada tahun tertentu, awan konvektif kuat

(deep convection) bergeser ke arah Pasifik Tengah Ekuatorial, sehingga

iklim global menjadi tidak normal. Gejala ini dikenal sebagai ENSO (El

Niño – Southern Oscillation). Periode 30 – 60 hari juga terdeteksi dan

disebut variasi antar musiman (inter seasonal) atau osilasi Madden–Julian.

Daerah ekuatorial masih miskin dipahami sehingga observasi atmosfer di

atas Indonesia menjadi sangat penting dalam pemahaman hubungan antara

atmosfer ekuatorial dengan cuaca dan iklim global.

Mikrofisika Awan Dan Hujan4

Page 34: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

1.2. Sejarah Mikrofisika Awan dan Hujan

Proses awan kebanyakan pada skala jauh lebih kecil yaitu skala

yang sebanding dengan dimensi partikel awan dan presipitasi. Proses-

proses ini adalah pembentukan, pertumbuhan butiran awan, dan

interaksinya dengan lingkungan. Tujuan dari fisika awan adalah untuk

menjelaskan bagaimana sebuah butiran awan dapat terbentuk dari fasa

uap, tumbuh menjadi ukuran tampak, kemudian berinteraksi dengan

partikel-partikel awan lain membentuk presipitasi. Penggabungan aspek-

aspek fisika awan ini dinamakan mikrofisika awan dan presipitasi, tetapi

di Indonesia pada umumnya presipitasi (endapan) berbentuk cair atau

hujan, sehingga judul buku ini menjadi Mikrofisika Awan dan Hujan.

Mikrofisika awan adalah sains yang sangat muda, kebanyakan

informasi kuantitatif pada awan dan presipitasi, dan proses-proses yang

terlibat telah diperoleh sejak tahun 1940. Baik Lamarck (1744 – 1829)

maupun Howard (1772 – 1864) percaya bahwa awan yang mereka kaji

terdiri dari gelembung-gelembung air (water bubbles). Gagasan

gelembung dikemukakan pada tahun 1672 oleh von Guericke (1602 –

1686) disebut partikel awan kecil yang ia peroleh dalam ruang

ekspansi sederhana ‘‘bullulae’’ (artinya bubble = gelembung).

Meskipun secara tegas ia menamakan partikel-partikel besar dalam

ruang ekspansi ‘‘guttulae’’ (artinya drop = tetes), gagasan gelembung

berlaku lebih dari satu abad sampai Walker (1816 – 1870) melaporkan

pada tahun 1846 bahwa partikel-partikel kabut tidak pecah seperti pada

gelembung. Meskipun observasi ini diperkuat pada tahun 1880 oleh

Dines (1855 – 1927), tetapi kemudian dibantah oleh Assmann (1845 –

1918) berdasarkan kajian komprehensifnya mengenai butiran-butiran

awan dengan bantuan mikroskop (1984).

Mikrofisika Awan Dan Hujan 5

Page 35: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan6

Usaha untuk memberikan penjelasan kuantitatif proses

pembentukan partikel awan datang relatif lambat. Sebagai contoh, pada

tahun 1875 Coulier (1824 – 1890) melakukan eksperimen ruang

ekspansi sederhana pertama yang menunjukkan peranan penting

partikel-partikel debu dalam pembentukan tetes-tetes awan dari uap air.

Beberapa tahun kemudian, Aitken (1839 – 1919) memperkenalkan

konsep baru ini. Ia menyimpulkan dari eksperimennya dengan memakai

ruang ekspansi pada tahun 1881 bahwa tetes awan terbentuk dari uap air

hanya dengan bantuan partikel-partikel debu yang bertindak sebagai inti

untuk memprakarsai fasa (tahap) baru. Aitken menyatakan bahwa tanpa

partikel debu di atmosfer, tidak akan ada kabur (haze), tidak ada kabut,

tidak ada awan dan karenanya tidak ada hujan. Penemuan Coulier dan

Aitken dibentuk lebih kuantitatif oleh Wilson (1869 – 1959) yang

menunjukkan pada tahun 1897 bahwa udara lembap murni tanpa

partikel debu akan menahan kelewat jenuh beberapa ratus persen

sebelum tetes air terbentuk secara spontan.

Dalam tahun 1866, Renou (1815 – 1902) pertama kali

menunjukkan bahwa kristal-kristal es dapat memainkan peranan

penting dalam inisiasi (permulaan) hujan. Renou menyarankan bahwa

untuk pertumbuhan presipitasi, dua lapisan awan dibutuhkan : satu

terdiri dari tetes kelewat dingin dan yang lain pada ketinggian yang lebih

tinggi yang memberikan kristal-kristal es ke dalam lapisan awan di

bawah. Pemahaman yang lebih maju tentang pembentukan presipitasi

yang melibatkan kristal es dikemukakan oleh Wegener (1911) yang

menunjukkan melalui prinsip-prinsip termodinamika bahwa pada

temperatur di bawah 0 C tetes air kelewat dingin dan kristal es tidak

dapat berdampingan (bersamaan) dalam keseimbangan. Dengan

Page 36: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

memakai pernyataan ini Bergeron (1891–1977) pada tahun 1933

mengemukakan bahwa presipitasi terjadi akibat kelabilan awan yang

mengandung tetes kelewat dingin dan kristal es secara bersamaan.

Bergeron menggambarkan bahwa dalam awan campuran ini, kristal-

kristal es tumbuh oleh difusi tetes air kelewat dingin sampai semua tetes

dikonsumsi oleh kristal es atau semua kristal es jatuh keluar awan.

Observasi awan oleh Findeisen tahun 1938 mempertegas mekanisme

presipitasi Wegener – Bergeron.

Usaha untuk memahami sifat awan dan presipitasi mempunyai

sejarah yang panjang selama 70 tahun terakhir. Salah satu faktor utama

yang merangsang perkembangan fisika awan adalah meningkatnya

dunia penerbangan yang peka terhadap kejadian dan pertumbuhan awan,

bahkan awan cumulonimbus dianggap jalur maut dalam penerbangan.

Formulasi teori kondensasi uap air bersamaan dengan kajian awan di

laboratorium dan di udara memungkinkan untuk meletakkan fondasi

dalam cabang fisika awan. Mikrofisika awan kemudian didefinisikan

sebagai kajian kondisi pertumbuhan elemen-elemen awan dan presipitasi

yaitu butiran air dan kristal es. Keadaan sekarang, mikrofisika awan telah

dibahas dalam buku-buku baru misalnya Mason (1975), Pruppacher

(1980) dan lain-lain. Proses pada skala yang berjangka dari ratusan meter

sampai ratusan kilometer bahkan ribuan kilometer terletak dalam daerah

dinamika awan yang mulai dikembangkan 50 tahun yang lalu.

Agar awan terbentuk maka diperlukan volume udara besar yang

didinginkan di bawah temperatur titik embunnya. Di atmosfer

pendinginan dapat melalui ekspansi adiabatik udara yang naik,

pendinginan radiatif dan pencampuran massa udara yang beda temperatur

dan kelembapannya. Agar presipitasi tumbuh maka pendinginan harus

Mikrofisika Awan Dan Hujan 7

Page 37: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

berlanjut karena presipitasi masih memerlukan uap air yang berkondensasi.

Kecepatan pendinginan dan volume udara yang dipengaruhi akan

menentukan jumlah kondensasi dan karenanya mempengaruhi jumlah

presipitasi yang dapat diproduksi oleh sebuah awan.

Pembentukan tetes-tetes awan dan interaksinya dalam

pembentukan tetes hujan dan kristal es dikendalikan oleh proses-proses

skala sangat kecil (ukuran partikel awan dan presipitasi) yang disebut

mikrofisika awan dan hujan. Meskipun demikian kendali proses-proses

skala besar oleh gerak atmosfer yang menyebabkan awan perlu diketahui

yaitu makrofisika pembentukan awan. Sebagai contoh pembentukan tetes

dan pembekuan tetes awan dibarengi dengan pelepasan sejumlah panas

laten yang mempengaruhi gerak massa udara awan. Jadi mikrofisika

awan adalah kajian proses-proses skala kecil, sedangkan kajian proses-

proses skala besar disebut dinamika awan atau kinematika awan.

1.3. Klasifikasi Awan

a. Berdasarkan Pembentukan Awan

Sistem awan dikendalikan oleh gerak udara vertikal akibat

konveksi, efek orografik, konvergensi, dan front. Klasifikasi awan

berdasarkan pada mekanisme gerak vertikal adalah :

1. Stratiform

Awan ini menyebabkan hujan kontinu yang disebabkan oleh

kenaikan udara skala makro oleh front atau konvergensi atau

topografi. Daerah hujan cukup luas, intensitas hujan kecil dan

gerimis sampai hujan sedang, arus udara ke atas dalam awan ini

mencakup daerah yang luas tetapi lemah.

2. Cumuliform

Mikrofisika Awan Dan Hujan8

Page 38: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Awan ini menyebabkan hujan lokal yang disebabkan oleh

konveksi yang terletak dalam udara labil. Intensitas hujan besar

dari hujan normal sampai hujan lebat (shower). Arus udara ke atas

dalam awan ini mencakup daerah yang kecil tetapi kuat.

b. Berdasarkan Tinggi Dasar Awan

1. Awan rendah, mempunyai ketinggian dasar awan kurang dari 2

km, biasanya dipakai kata ’’strato’’, misalnya Nimbostratus (Ns),

Stratocumulus (Sc), dan Stratus (St).

2. Awan menengah, mempunyai ketinggian dasar awan antara 2

dan 6 km, biasanya dipakai awalan ’’alto’’, misalnya Altocumulus

(Ac) dan Altostratus (As).

3. Awan tinggi, mempunyai ketinggian dasar awan lebih dari 6 km,

penamaannya ditandai dengan awalan ’’cirro’’, misalnya

Cirrostratus (Cs), Cirrocumulus (Cc) dan Cirrus (Ci). Kadang-

kadang Cirrostratus menyebabkan lingkaran optik d isekitar

matahari atau bulan yang disebut ’’halo’’. Peristiwa ini

disebabkan oleh refraksi dan refleksi oleh kristal-kristal es di

dalam awan Cirrostratus.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 9

Page 39: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Tabel 1.1. Deskripsi jenis awan

Jenis awan Dasar awan Komposisi Deskripsi

Cirrus(Ci)

> 7 Km es Pita putih atau serabut halus, atau tambalan (potongan-potongan kecil) dengan serat atau tampak kilap seperti sutera.

Cirrocumulus(Cc)

> 7 Km es Tambalan putih atau lapisan elemen-elemen kecil yang teratur dalam bentuk butir-butir (grains) , ombak, dan sebagainya

Cirrostratus(Cs)

> 7 Km es Tudung (veil) agak putih dengan bagian-bagian sedikit tersusun, meliputi langit secara luas dan merata.

Altocumulus(Ac)

2 – 7 Km air Lapisan putih atau abu-abu dari unsur-unsur awan kecil teratur dan halus, tambalan elemen-elemen kecil, tambalan halus dengan garis bentuk yang tegas atau tumpukan / berkas lapisan cumuliform.

Altostratus(As)

2 – 7 Km air Lapisan serabut agak abu-abu atau agak biru atau tampak seragam, meliputi langit secara luas.

Nimbostratus(Ns)

< 2 Km air Lapisan tebal abu-abu, seringkali gelap, biasanya disertai hujan atau salju.

Stratocumulus(Sc)

< 2 Km air Lapisan abu-abu atau agak putih dengan elemen-elemen yang gelap, seringkali tersusun teratur.

Stratus(St)

< 2 Km air Lapisan abu-abu dengan dasar serba sama yang cerah, kadang-kadang terjadi hujan gerimis (drizzle).

Cumulus(Cu)

Biasanya dasar awan

rendah. Pertumbuhan

vertikal beberapa km

air Awan berdiri sendiri, padat, dengan garis-garis tajam, tumbuh secara vertikal seperti “kembang kol” (cauliflower clouds), menyebabkan hujan tiba-tiba (shower).

Cumulonimbus(Cb)

Biasanya dasar awan rendah. Pertumbuhan

vertikal sampai tropopause

air dan es pada bagian

atasnya

Awan lebat dan padat. Bagian atas terdiri dari es, yang menunjukkan serat-serat dan biasanya menyebar horisontal dalam bentuk sebuah landasan (anvil) atau jambul (plume), sering terjadi hujan lebat, hujan batu es (hail), kilat dan guruh.

Mikrofisika Awan Dan Hujan10

Page 40: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

c. Berdasarkan partikel presipitasi

Awan adalah kumpulan tetes air atau kristal es atau kombinasi

keduanya. Berdasarkan jenis partikel presipitasi, awan dapat

diklasifikasikan menjadi :

1. Awan tetes

Awan tetes sering disebut awan panas, awan ini sebagian partikelnya

terdiri dari tetes air. Tetes air dalam awan berasal dari kondensasi uap

air melalui inti kondensasi awan (IKA) yang ada di atmosfer bawah.

Pertambahan kelembapan sampai ke suatu nilai yang diperlukan

terjadinya kondensasi di atmosfer terutama disebabkan oleh

pendingin adiabatik udara yang mengalami pengangkatan secara

termal atau secara mekanis. Selain oleh kelembapan, pertumbuhan

tetes hasil kondensasi ini ditentukan oleh sifat higroskopis yaitu

kemampuan inti kondensasi seperti garam dapur NaCl dan oleh jejari

tetes (r) atau kelengkungan tetes (1/r). Tetes-tetes awan kebanyakan

berjejari sekitar 10 m (10 mikron), tetapi dengan mekanisme

benturan – tangkapan tetes-tetes awan dapat menjadi tetes hujan

yang berjejari sekitar 1000 m atau 1 mm.

2. Awan es

Awan yang sebagian partikelnya terdiri dari kristal es disebut awan es,

sering disebut awan dingin atau awan campuran. Pada ketinggian

atmosfer tertentu, temperatur mulai lebih rendah dari titik beku, di

Indonesia temperatur titik beku dicapai pada ketinggian atmosfer

antara 4 dan 5 kilometer di atas permukaan laut (d.p.l). Pada ketinggian

atmosfer dengan temperatur di bawah titik beku, tetes awan kelewat

dingin tidak langsung membeku menjadi kristal es semuanya, hanya

Mikrofisika Awan Dan Hujan 11

Page 41: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan12

tetes awan yang menemukan inti es (IES) yang membeku menjadi

kristal es. Tetapi pada temperatur – 40 C atau lebih rendah, tetes air

kelewat dingin secara spontan membeku menjadi kristal es. Karena

pada temperatur yang sama di bawah titik beku, tekanan uap jenuh di

atas tetes kelewat dingin (e ) lebih tinggi dari pada tekanan uap jenuh di s

atas kristal es (e ), maka tetes berdifusi dan mendeposisi pada kristal es, i

sehingga kristal es tumbuh menjadi besar dan tetes melenyap. Kristal

es yang tumbuh bercabang ini, terpecah menjadi serpih-serpih es

ketika turun melayang di udara. Dengan cara seperti ini jumlah kristal

es menjadi berlipat ganda sehingga terbentuk awan es.

Karena sifat kristal es lebih lambat menguap dari tetes air, maka

dalam udara tak jenuh bagian luar awan tetes menguap lebih cepat

dari pada bagian luar awan es. Kondisi ini menyebabkan tepi awan

tetes tampak lebih tegas (jelas) dari pada awan es. Pencampuran

awan es dengan udara di sekelilingnya hanya menyebabkan

perluasan awan, sehingga tepi awan es tampak tidak tegas (kabur).

1.4. Bentuk Utama Awan

Awan mempunyai bentuk bermacam-macam dan setiap awan

dalam proses pertumbuhannya akan mengalami perubahan bentuk

secara terus menerus, sehingga di dalam atmosfer terdapat jenis awan

yang jumlahnya sangat banyak. Sejumlah awan yang banyak itu dapat

digolongkan menjadi tiga bentuk utama (dasar), yaitu bentuk berserat,

lapisan dan gumpalan; lihat gambar 1.1. Bentuk berserat disebabkan

oleh kristal es yang jatuh, bentuk lapisan adalah awan yang

pertumbuhannya dalam arah horisontal, dan bentuk gumpalan akibat

pertumbuhan vertikal yang sangat besar oleh konveksi lokal.

Page 42: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan 13

Gambar 1.1. Bentuk utama awan : berserat, lapisan, dan gumpalan.

Bentuk utama awan dapat dibagi menjadi sepuluh golongan yang

disebut jenis (genus). Kesepuluh jenis awan tersebut adalah: cirrus (Ci),

cirrocumulus (Cc), cirrostratus (Cs), altocumulus (Ac), alrostratus (As),

nimbostratus (Ns), stratocumulus (Sc), stratus (St), cumulus (Cu),

cumulonimbus (Cb). Tiap jenis awan dibagi menjadi subgenus

(subjenis) awan yang didasarkan pada keistimewaan bentuk, dimensi,

dan pada perbedaan struktur setiap jenis awan. Misalnya awan

lentikularis mempunyai bentuk keistimewaan lonjong seperti lensa.

Jenis awan yang dapat mempunyai subjenis lentikularis adalah

cirrocumulus, altocumulus dan stratocumulus.

Studi awan sangat penting bagi meteorologiwan dan fisikawan

atmosfer. Observasi dan fotografi awan merupakan alat yang bernilai

untuk menentukan karakteristik termodinamika dan dinamika udara

yang selanjutnya dipakai untuk peramalan cuaca jangka pendek,

misalnya:

I. Lapisan stratus atau stratocumulus di atas sebuah lembah,

menandakan adanya inversi temperatur pada paras atas lapisan

tersebut, lihat Gambar 1.2.

Page 43: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan14

Gambar 1.2. Awan stratus dan hubungannya dengan profil temperatur.

ii. Altocumulus jenis castellanus menandakan adanya ketidakstabilan

udara yang kuat pada parasnya yang merupakan isyarat suatu situasi

badai guruh.

iii. Perkembangan awan cumuliform memberi informasi

ketidakstabilan udara. Jika cumulus pertumbuhan vertikalnya

dibatasi oleh paras tertentu, maka paras tersebut merupakan

kedudukan inversi temperatur, jika tidak ada lapisan inversi maka

awan akan tumbuh vertikal ke atas sampai mendekati tropopause.

Ketika lapisan inversi lemah dan arus udara ke atas dalam awan

cumulus kuat, maka awan dapat tumbuh menjulang ke atas

menembus lapisan inversi yang stabil, biasanya disebut awan

cerobong (chimney cloud). Awan cerobong mempunyai ukuran

vertikal lebih besar dari pada ukuran horisontal Gambar 1.3a).

Ketika lapisan inversi cukup kuat maka awan cumulus tampak

seperti balok, karena dalam pertumbuhannya ujung awan ini patah

oleh adanya inversi yang kuat, sehingga puncak awan menjadi

dempak (Gambar 1.3b)

iv. Kemiringan awan cumuliform menandakan adanya geser angin v/

z yaitu gradien kecepatan angin terhadap ketinggian, faktor yang

penting untuk pertumbuhan tetes hujan dalam awan tersebut.

Page 44: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan 15

Pentingnya studi awan karena awan merupakan fasa yang

penting dalam daur (siklus) air di atmosfer. Awan sebagai pengubah uap

air menjadi air yang dapat dipakai oleh manusia, karena tanpa air

manusia tidak dapat mempertahankan hidup di bumi.

Gambar 1.3. Jenis cumulus dalam lapisan inversi. (a) Awan cerobong, (b) cumulus

dempak.

1.5.�Awan dalam Berita Sinop

Berita sinop awan menyajikan simbol (sandi) berikut :

N, Nh, C , h, C , C , Ns, C, hs hsL M H

Arti dari masing-masing simbol tersebut adalah :

N : jumlah semua awan yang menutupi langit, dinyatakan �dalam perdelapanan.

N = 4, setengah langit tertutup awan (simbol dalam petac� uaca)

N = 0, langit cerah ( simbol dalam peta cuaca)

N = 8, langit mendung (simbol dalam peta cuaca)

Page 45: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan16

Nh : jumlah awan dengan tinggi dasar awan h meter

yangmenutupi langit.

Nh = 2, seperempat langit tertutup awan yang mempunyai tinggi

dasar awan h meter.

h : tinggi dasar awan.

h = 3, tinggi dasar awan 200 – 300 m.

C : tipe awan rendah.

C = 5, stratus.

C = x, awan tak dikenal.

C : tipe awan menengah.M

C = 2, altostratus tebal.M

C : tipe awan tinggi.H

C = 1, cirrus.H

Kelompok 8Ns C hs hs ini dipakai ketika terjadi hal khusus dalam

pengamatan awan.

8 : angka pengenal.�Ns : jumlah perawanan (cloudiness) dari awan khusus C.

C : tipe awan khusus.

hs hs : tinggi dasar awan C.

hs hs = 00, tinggi dasar awan kurang dari 30 m.

= 01, tinggi dasar awan 30 m.

= 02, tinggi dasar awan 60 m.

Bentuk transmisi dan berita sinop bergantung pada regionalnya,

untuk Indonesia yang termasuk dalam regional V mempunyai berita

sinop sebagai berikut:

Iiiii Nddff VVwwW PPPTT N C hC C TdTd9RR (8NsChshs)h L M H

Page 46: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan 17

Lima digit terakhir yang terletak dalam tanda kurung biasanya

tidak penting dan dapat diabaikan. Sandi cuaca internasional dapat

dibaca pada setiap stasiun meteorologi sinoptik di Indonesia, misalnya

di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Jakarta.

Arti dari simbol dalam berita sinop yang terdiri dari lima digit

adalah sebagai berikut :

(1) Kelompok IIiii:

II = nomor blok, tiap negara mempunyai satu nomor blok atau������lebih. Indonesia mempunyai dua nomor blok yaitu Indonesia ������bagian barat = 96 dan Indonesia bagian timur = 97.

iii = nomor stasiun, contoh: 96743 = stasiun meteorologi Jakarta,

dan

97180 = stasiun meteorologi Ujung Pandang.

(2) Kelompok Nddff :

N : perawanan

dd : arah angin, contoh: dd�=�18 angin selatan,

dd�=�36 angin utara,

dd�=�00 angin tenang (calm),

dan seterusnya-1

ff���: kecepatan angin dalam knot (1 knot ~ 0,5 ms )

Contoh : ff = 22, berarti kecepatan angin 2 knot

ff��=��05, berarti kecepatan angin 5 knot

dan seterusnya.

Catatan : Jika kecepatan angin > 100 knot, maka ff diberi sandi

sebagai kecepatan angin yang dikurangi 100 knot, dan sebaliknya

dd ditambah 50.

Page 47: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan18

�Contoh: Angin datang dari barat (270) mempunyai kecepatan 110 �knot, maka kode yang diberikan ddff adalah 7710, angka 77 berasal

dari 27 + 50, dan angka 10 berasal dari 110 – 100.

(3) Kelompok VVwwW

VV : visibilitas

Contoh : VV = 93 berarti visibilitas antara 500 m sampai�� �����1000 m.

ww�: keadaan cuaca pada waktu observasi.

Contoh : ww = 90 berarti cuaca buruk, kode .

W : cuaca yang lalu (past weather).

Contoh : W = 0 berarti cerah, kode 0.

W = 4 berarti kabut, kode

(4) Kelompok PPPTT

PPP :��tekanan udara dalam milibar (mb)

PPP =��201 berarti 1021,1 mb

=�247 berarti 1024,7 mb

TT : temperatur dalam F atau C (bergantung pemakaian)

yangdibulatkan, misalnya 23,5 C dibulatkan menjadi 24 C

dan 23,3 C dibulatkan menjadi 23 C.

Contoh : TT = 30 berarti 30 C, Indonesia memakai C.

Catatan: Jika temperatur adalah negatif, maka dikodekan sebagai

berikut:

Nilai mutlak temperatur ditambah dengan 50.

Contoh : temperatur – 3 C dikodekan sebagai 53.

Page 48: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan 19

(5) Kelompok N C h C C , sudah dijelaskan dimuka.h L M H

(6) Kelompok Td Td 9 RR

Kelompok ini hanya berlaku untuk daerah tropis saja termasuk���Indonesia

Td Td : temperatur titik embun dalam F atau C.

9 : angka pengenal.

RR : jumlah hujan dalam 12 jam yang lalu.

Contoh : RR�=��00 berarti tidak ada hujan (0 mm).

=��01 berarti hujan 1 mm.

=��02 berarti hujan 2 mm, dan seterusnya.

(7) Kelompok 8Ns C hs hs

Kelompok ini dipakai untuk memberi kode sifat-sifat khusus pada

observasi awan, sudah dijelaskan dimuka.

Berita sinop dan sandi cuaca internasional yang lebih jelas dan

lengkap dapat dibaca pada setiap stasiun meteorologi utama, Badan

Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Indonesia, atau dapat dibaca

pada Bab 19, buku Klimatologi, (Bayong Tjasyono, 2004. Tabel 1.2,

menunjukkan sandi-sandi awan rendah (C ), menengah (C ) dan tinggi L M

(C ).H

Page 49: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan20

Tabel 1.2. Arti sandi awan rendah, menengah dan tinggi.

SandiAngka

Awan Rendah

(C )L

Awan Menengah

(C )M

Awan Tinggi

(C )H

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

X

Tidak ada awan

Cu kecil atau Frakto cumulus

Cu sedang atau Sc dengan tinggi dasar

sama

Cb tanpa landasan (anvil)

Sc yang terjadi dari bentangan Cu

Stratocumulus (Sc)

Stratus

Frakto stratus atau frakto cumulus

Cu dan Sc

Sb (cumulonimbus)

C tidak kelihatan L

karena kabut, badai debu, dan

sebagainya.

Tidak ada awan

As tipis

As tebal atau Ns

Ac tipis dalam satu lapisan

Ac tipis terpisah-pisah, terdapat pada satu tingkat

Ac yang menjadi padat

Ac yang terjadi dari bentangan Cu atau Cb

Ac dan As atau Ns

Ac castellatus (bertanduk atau berbentuk bayangan

bintik)

Ac kelihatan tak teratur

C tidak kelihatan karena M

kabut, debu, dan sebagainya.

Tidak ada awan

Ci tipis (halus)

Ci padat

Ci padat, dari landasan Cb

Ci halus yang menjadi padat

Ci dan Cs sendirian dalam keadaan

bertambah

Ci dan Cs, atau Cs sendirian menjadi padat,

tetapi langit tidak tertutup semua

Cs yang menutupi seluruh langit

Cs tidak menutupi seluruh langit

Cc (cirrocumulus)

C tidak kelihatan H

disebabkan oleh kabut, debu, atau tertutup C L

dan C .M

Page 50: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

1.6.�Resumé

Diantara tiga daerah ekuatorial di bumi, maka Indonesia

adalah daerah konvektif yang paling aktif ketimbang Afrika Ekuatorial

(Afrika Tengah) dan Amerika Ekuatorial (Amerika Selatan).

Pembentukan awan di Indonesia didominasi oleh awan konvektif jenis

cumulus dan cumulonimbus yang dapat menghasilkan hujan lebat

(shower), batu es hujan, guruh, dan kilat, bahkan tornado (puting

beliung) meskipun skala Fujita – Pearson baru mencapai F , atau 0

paling tinggi F . Hari petir di Indonesia berkisar antara 100 dan 150 per 1

tahun.

Mikrofisika awan dan hujan adalah cabang dari meteorologi

fisis yang mempelajari proses-proses fisis pembentukan partikel awan

dan hujan. Inti dari mikrofisika awan adalah studi tentang

pembentukan awan dan pertumbuhan hujan. Informasi kuantitatif

tentang awan dan proses fisis pembentukannya ditemukan sejak tahun

1940. Aitken (1839 – 1919) menyimpulkan eksperimennya (1881)

bahwa tetes awan terbentuk dari uap air hanya dengan bantuan partikel

debu yang bertindak sebagai inti kondensasi awan. Wilson (1869 -

1959) pada tahun 1897 menunjukkan bahwa udara lembap murni akan

bertahan pada kelewat jenuh beberapa ratus persen sebelum tetes-tetes

air terbentuk secara spontan. Wigand (1913 dan 1930) mengamati

bahwa sumber-sumber inti kondensasi awan (IKA) selain lautan juga

kontinen lebih banyak. Partikel-partikel debu ada juga yang bertindak

sebagai inti es (IES) dalam pembentukan kristal-kristal es.

Klasifikasi awan didasarkan, pertama pada arus udara vertikal

atau pembentukan awan: stratiform dan cumuliform, kedua pada

tinggi dasar awan: awan rendah (Ns, Sc, dan St), awan menengah (Ac

Mikrofisika Awan Dan Hujan 21

Page 51: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

dan As), dan awan tinggi (Cs, Cc, dan Ci), ketiga pada partikel

presipitasi: awan tetes dan awan es, dan keempat pada temperatur :

awan panas t > –10 C dan awan dingin < –10 C. Tepi awan tetes

tampak lebih tegas daripada awan es yang tepinya tampak kabur (tidak

tegas). Peristiwa kondensasi disebabkan oleh pendinginan adiabatik

udara yang mengalami kenaikan secara termal atau secara mekanis.

Studi awan sangat penting bagi meteorologiwan dan fisikawan

atmosfer dalam membantu peramalan cuaca jangka pendek.

Pentingnya studi awan karena awan merupakan fasa yang penting

dalam daur air di atmosfer. Awan sebagai pengubah uap menjadi air

yang dipakai manusia, hewan, tetumbuhan dalam mempertahankan

hidup di bumi. Ada tiga bentuk utama awan yaitu bentuk berserat,

lapisan, dan gumpalan. Bentuk utama (dasar) awan dapat dibagi

menjadi sepuluh golongan yang disebut jenis awan: Ci, Cc, Cs, Ac, As,

Ns, Sc, St, Cu dan Cb. Tiap jenis awan dibagi lagi menjadi subjenis

awan yang didasarkan pada keistimewaan bentuk, dimensi dan

struktur jenis awan, misalnya awan lentikularis mempunyai bentuk

keistimewaan lonjong seperti lensa.

Data awan dapat dibaca dari berita sinop dengan sandi-sandi

cuaca, misalnya N : jumlah semua awan yang menutupi langit, Ns:

jumlah perawanan dari awan khusus, h: tinggi dasar awan, C , C , C : L M H

masing-masing jenis awan rendah, menengah, dan tinggi. Berita sinop

untuk regional V terdiri dari 7 kelompok, masing-masing kelompok

terdiri 5 digit. Angka pada kelompok berita sinop menunjukkan angka

pengenal. Setiap stasiun meteorologi utama mempunyai sandi-sandi

cuaca untuk mentransmisikan berita sinop ke Kantor Cuaca Pusat di

Dalam Negeri (BMKG) atau Kantor Cuaca Pusat di Luar Negeri.

Mikrofisika Awan Dan Hujan22

Page 52: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Bab 2

Termodinamika Udara

Mikrofisika Awan Dan Hujan 23

Termodinamika mempelajari tentang transformasi panas ke

dalam bentuk energi lain dan sebaliknya. Dalam atmosfer transformasi ini

sangat penting dan perlu dtinjau secara rinci untuk memprediksi keadaan

atmosfer yang akan datang. Pada kenyataannya air di dalam atmosfer

dapat berbentuk padat, cair atau gas. Transformasi energi terjadi jika air

berubah keadaan (fasa) akibat pelepasan atau penyerapan panas laten.

Dalam termodinamika udara kering proses atmosfer ditinjau tanpa

transformasi energi seperti pelepasan panas laten. Dalam meteorologi,

udara diperlakukan sebagai campuran dua gas ideal: udara kering dan uap

air yang disebut udara basah. Termodinamika udara basah ditentukan oleh

kombinasi antara termodinamika udara kering dan uap air. Pengetahuan

termodinamika udara basah dipakai untuk memahami proses fisis yang

terjadi di atmosfer.

2.1.� Termodinamika Udara Kering

a. Ekspansi gas pada tekanan konstan

Jika gas berekspansi pada tekanan konstan, maka ia melakukan

kerja terhadap lingkungannya:

Page 53: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan24

dW = pdV (2.1)

dimana dV adalah perubahan kecil dalam volume gas.

Untuk satuan massa gas, persamaan (2.1) ditulis dengan

huruf kecil:

����(2.2)

Keterangan :

� w� : kerja spesifik yang dilakukan

� � : perubahan volume spesifik gas

� � : densitas udara

Jika sistem berekspansi dan melakukan kerja pada lingkungan,

maka dw positif. Sebaliknya jika sistem dikompresi oleh gaya dari luar,

maka kerja dilakukan pada sistem dan dw negatif. Dalam fisika energi

sistem didefinisikan sebagai kapasitas sistem untuk melakukan kerja.

Energi sama dengan kerja total yang dapat dilakukan dan diukur dalam

satuan yang sama. Satuan SI (Sistem Internasional) energi adalah joule

(J).

Dalam keadaan tidak ada reaksi nuklir dan untuk kecepatan

yang tidak mendekati kecepatan cahaya, maka hukum kekekalan energi

dapat diterapkan pada perubahan energi dari tipe yang satu ke tipe yang

lain. Hukum ini menyatakan bahwa dalam setiap sistem, energi tidak

dapat diciptakan atau tidak dapat dimusnahkan. Jadi, jika energi

ditambahkan pada sistem, maka energi akhir sama dengan energi inisial

ditambah sejumlah energi yang ditambahkan. Sebaliknya jika energi

dikurangi, maka energi akhir sama dengan energi awal dikurangi

sejumlah energi yang diambil.

Jumlah panas yang dibutuhkan bergantung pada cara panas itu

Page 54: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan 25

ditambahkan. Misalnya, jumlah panas yang dibutuhkan untuk

menaikkan temperatur satu derajat dengan volume sistem dijaga

konstan, disebut kapasitas panas pada volume konstan, diberi notasi

dengan simbol C . Sebaliknya, jika tekanan dijaga konstan, maka panas v

yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur satu derajat, disebut

kapasitas panas pada tekanan konstan, diberi notasi dengan C . Sebuah p

sistem pada tekanan konstan akan berekspansi bila dipanasi, jadi

melakukan kerja. Karena itu C lebih besar daripada C .p v

Kapasitas panas per satuan massa dinyatakan sebagai

kapasitas panas spesifik atau panas spesifik saja. Dalam hal ini diberi

notasi dengan huruf kecil, sehingga panas spesifik pada tekanan konstan

dan volume konstan ditulis sebagai c dan c . Konstanta gas spesifik (R) p v

dapat ditulis dengan ekspresi berikut:

R = c cp v

(2.3)

b. Hukum termodinamika pertama

Hukum pertama ini menyatakan dua faktor empirik:

I.� Panas adalah bentuk energi, disebut hukum Joule yang menyatakan

tara kalor mekanik sebagai:

1 kal = 4,1868J

ii.� Energi adalah kekal, dinyatakan oleh bentuk aljabar seperti

dijelaskan dalam uraian berikut ini

Jika sejumlah panas dQ ditambahkan pada sistem, maka

sebagian panasnya dipakai untuk meningkatkan temperatur atau

sebagian untuk mengatasi gaya atraksi antara molekul-molekul.

Keduanya merupakan penambahan energi internal sistem dU. Jika

Page 55: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan26

penambahan kerja yang dilakukan oleh sistem adalah dW, maka hukum

konservasi (kekekalan) menjadi:

dQ = dU dW (2.4)

Persamaan (2.4) adalah formulasi hukum pertama termodinamika. Jika

suku-suku dalam persamaan (2.4) dibagi dengan massa sistem, diperoleh:

�����dq = du����dw (2.5)

dq adalah panas yang ditambahkan per satuan massa. Jika gas per satuan

massa berekspansi pada tekanan konstan, maka dw dapat disubstitusi

dari persamaan (2.2), sehingga:

dq = du pd (2.6)

Persamaan (2.6) adalah bentuk lain dari hukum termodinamika

pertama, kadang-kadang dinyatakan sebagai persamaan energi.

Dalam diskusi di atas, dianggap bahwa gas berekspansi dan

melakukan kerja pada lingkungannya, karena itu dw dan d keduanya

positif. Sebaliknya, kerja dapat dilakukan kepada gas dengan

menekannya. Hal ini dapat dikatakan bahwa gas melakukan kerja negatif

atau dw negatif. Karena volume berkurang, maka d juga negatif.

c. Energi internal gas ideal dan gas nyata

Teori kinetik gas menganggap bahwa atom atau molekul gas

bergerak cepat secara acak. Dalam hal gas ideal, maka dimensi partikel-

partikel ini dipandang sangat kecil dan dapat diabaikan dibandingkan

jarak rata-rata di antara partikel-partikel tersebut. Dianggap pula bahwa

gaya atraktif satu sama lain sangat kecil yang dapat diabaikan, dan

bahwa tumbukan satu sama lain atau tumbukan dengan dinding

pembatasnya (container) adalah elastis sempurna. Sistem yang

Page 56: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan 27

demikian mengikuti aturan hukum gas ideal, sehingga energi internal

sistem demikian hanya fungsi temperatur. Panas yang ditambahkan

pada volume konstan hanya dipakai untuk meningkatkan gerak acak

molekul-molekul gas. Berbeda dengan gas nyata (real), sebagian energi

dipakai untuk mengatasi gaya-gaya interatomik atau intermolekuler.

Jadi dalam kasus gas ideal, maka berlaku:

du = c .dT (2.7)v

dimana c adalah konstanta yang disebut panas spesifik pada volume v

tetap.

Syarat perlu untuk gas ideal adalah:

I.� Persamaan keadaan gas ideal harus diterapkan, yaitu:

p = R . T (2.8)

ii.� Energi internal hanya fungsi temperatur, yaitu:

du = ��c .dTv

Tinjau kasus dimana panas ditambahkan pada gas dengan volume

dijaga tetap yaitu d = 0, maka persamaan (2.6) dapat direduksi menjadi:

dq = du (2.9)

Dalam kasus ini panas yang ditambahkan dipakai seluruhnya

untuk menaikkan energi internal gas. Atom atau molekul mulai bergerak

lebih cepat dan energi kinetiknya juga meningkat. Akibatnya temperatur

gas naik, karena temperatur sebanding dengan energi kinetik partikel.

Kenaikan temperatur juga terlihat dari persamaan (2.7).

Makin kecil tekanan (p) atau makin besar volume spesifik (),

maka gas nyata (real) makin mendekati hukum gas ideal.

Dalam hal gas ideal, maka c konstan, tetapi untuk gas nyata v

Page 57: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan28

maka c berubah dengan temperatur secara lambat.v

Udara adalah campuran gas dan mendekati gas ideal sepanjang

tidak terjadi kondensasi. Untuk daerah temperatur atmosfer yang diamati,

panas spesifik udara kering dapat dianggap konstan, diberi simbol c .vd

d. Proses adiabatik dalam gas ideal

Proses adiabatik didefinisikan bahwa gas tidak memperoleh

panas dari atau tidak kehilangan panas ke lingkungannya. Dalam hal ini,

dq = 0 dan persamaan (2.5) menjadi:

0 = du dw (2.10)

Sehingga perubahan energi internal gas ideal dapat dinyatakan

sebagai:

du = dw (2.11)

Jika gas berekspansi selama proses adiabatik, maka gas

melakukan kerja pada lingkungannya dan dw positif. Dari persamaan

(2.11) jelas bahwa du negatif yaitu kerja dilakukan dengan memakai

energi internal. Menunjuk pada persamaan (2.7), jika du negatif, maka

dT juga negatif. Jadi ekspansi adiabatik cenderung menurunkan

temperatur. Berbeda jika kerja dilakukan kepada gas dengan kompresi

secara adiabatik, maka kerja yang dilakukan oleh gas (dw) menjadi

negatif. Substitusi pada persamaan (2.11) menunjukkan du positif, yaitu

energi internal sampel gas meningkat. Energi yang diberikan kepada gas

akan meningkatkan energi kinetik atom atau molekul gas, karena itu

temperatur gas naik selama kompresi adiabatik. Hal ini dapat diperiksa

pada persamaan (2.7), baik du dan dT keduanya positif.

Bentuk alternatif hukum termodinamika pertama untuk gas

ideal dalam proses adiabatik dapat diperoleh dengan mengambil dq =0

Page 58: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan 29

pada persamaan (2.6), sehingga:

0 = du pd (2.12)

Selama ekspansi adiabatik, maka da positif dan du negatif. Dari

persamaan (2.7) terlihat dT negatif, karenanya terjadi penurunan

temperatur. Berbeda dengan kompresi adiabatik, d negatif. Jadi du dan

dT keduanya positif, karena itu temperatur naik, meskipun gas tidak

menerima panas dari lingkungannya. Sebenarnya energi mekanis

diubah menjadi energi internal yang cenderung meningkatkan energi

kinetik atom atau molekul gas.

2.2.� Persamaan Keadaan Udara Kering

Udara adalah campuran gas yang dapat diperlakukan sebagai

gas ideal selama tidak terjadi kondensasi. Dalam homosfer (yaitu

lapisan di bawah 80 km), berat molekuler rata-rata (M ) adalah d

-128,964 kg mol .

� Konstanta gas spesifik untuk udara kering (R ), adalah:d

(2.13)

* -1 -1dengan : R adalah konstanta gas universal = 8314 joule mol K .

Jika udara dipandang sebagai campuran gas-gas ideal, maka

persamaan keadaan untuk udara kering dapat ditulis:

p = R T (2.14)p

Panas spesifik gas adalah jumlah panas yang diperlukan untuk

menaikkan temperatur satu derajat dalam satuan massa. Untuk udara

kering terdapat panas spesifik udara kering pada tekanan konstan (c ) pd

dan pada volume konstan (c ). Nilai numerik kedua panas spesifik vd-1 -1 -1 -1

tersebut adalah: c = 1005 Jkg K dan c = 718 Jkg K , sehingga pd vd

Page 59: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan30

konstanta gas spesifik udara kering adalah:

(2.15)

Poisson menurunkan persamaan untuk proses adiabatik yang

berbentuk:

(2.16)

Keterangan :

� R = konstanta gas spesifik

� c = panas spesifik udara pada tekanan konstanp

Persamaan (2.16) dapat dipakai untuk menentukan temperatur

gas, selama tidak ada pertukaran panas dengan lingkungannya.

Konstanta bergantung pada tekanan dan temperatur awal dari gas dalam

proses adiabatik.

Misalnya, jika tekanan awal 1000 mb dan temperatur awal

adalah , maka persamaan (2.16) menjadi:�

atau :

(2.17)

Temperatur disebut temperatur potensial. Temperatur potensial dapat

didefinisikan sebagai temperatur gas yang dimiliki jika gas dikompresi

atau diekspansi secara adiabatik dari keadaan p dan T ke tekanan 1000 mb.

� Jelas bahwa temperatur potensial tidak berubah selama proses

adiabatik, dikatakan besaran ini mempunyai sifat konservatif. Untuk

Page 60: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan 31

udara kering nilai K adalah:

2.3. Bentuk Alternatif Persamaan Energi dan Entropi

Dalam pasal 2.1b, telah diturunkan persamaan energi (2.6) yang

merupakan bentuk khusus hukum termodinamika pertama. Untuk gas

ideal, persamaan (2.6) dan (2.7) menjadi:

(2.18)

Dengan menurunkan persamaan keadaan (p = RT), diperoleh:

(2.19)

sehingga persamaan (2.18) menjadi:�

Dari persamaan (2.3), maka:

(2.20)

Persamaan (2.18) dan (2.20) adalah bentuk persamaan energi yang

banyak dipakai dalam meteorologi.

Hukum termodinamika kedua, menyatakan secara tidak

langsung adanya peubah keadaan lain yang disebut entropi dan

didefinisikan dengan persamaan:

(2.21)

Tinjau persamaan energi (2.20) dan substitusi volume spesifik

dari persamaan keadaan, sehingga diperoleh:��

Page 61: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan32

Dibagi dengan temperatur T, menghasilkan:

(2.22)

adalah diferensial eksak, artinya jika diintegrasi sepanjang lintasan tertutup, misalnya pada diagram (, –p), maka hasilnya nol untuk

setiap lintasan tertutup yang dipilih, yaitu:

�������(2.23)

Entropi spesifik (s) atau entropi persatuan massa

menghubungkan besaran dq dan T atau . Diferensial dq

menyatakan jumlah panas yang ditambahkan pada satuan massa gas

dengan temperatur T. Entropi spesifik bertambah jika panas diserap oleh

gas dan berkurang jika panas dipindahkan.

� Dalam proses adiabatik, tidak ada panas ditambahkan kepada

atau diambil dari sistem, yaitu dq = 0, dan persamaan (2.21) menjadi :

�������(2.24)

artinya entropi spesifik (f) = konstan. Oleh karena itu proses adiabatik

kadang-kadang disebut proses isentropik (entropi sama).

Proses adiabatik kering adalah proses dimana tidak ada panas

ditambahkan kepada atau dikurangi dari udara kering. Karena itu tidak

ada perubahan entropi spesifik atau d = 0 dan karenanya disebut juga

proses isentropik.

Dengan memperlakukan udara kering sebagai campuran gas

ideal, maka dapat ditentukan persamaan (2.17) untuk temperatur

potensial (). Dapat ditunjukkan bahwa temperatur potensial udara

kering konstan selama proses adiabatik kering.

Menunjuk pada persamaan (2.17): � �

R

dq

T

dqd

Page 62: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan 33

Dengan mengambil logaritma natural, diperoleh:

Dalam bentuk diferensial, menjadi:� �

Kalikan dengan c menjadi:p

(2.25)

(2.26)

Dari persamaan (2.21) dan (2.22), menghasilkan:

(2.27)

Jadi perubahan entropi dikaitkan dengan perubahan temperatur

potensial. Karena proses adiabatik kering adalah proses isentropik (d =

0), maka persamaan (2.27) menghasilkan:�

atau

(2.28)

Karena itu temperatur potensial udara kering adalah konstan

selama proses adiabatik kering. Telah dibicarakan termodinamika udara

kering, tetapi atmosfer mengandung uap air dan panas laten yang

dilepaskan ketika terjadi perubahan keadaan (fasa). Proses fisis yang

berkaitan dengan termodinamika udara basah akan dibicarakan pada

subbab berikutnya.

2.4.� Persamaan Keadaan Udara Basah

Telah dibicarakan bahwa dalam kondisi atmosfer, udara kering

dan uap air secara terpisah memenuhi persamaan keadaan gas ideal

Page 63: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan34

(ideal) dengan cukup teliti. Karena itu dapat dimungkinkan untuk

menentukan bentuk persamaan keadaan udara basah yang merupakan

campuran antara udara kering dan uap air, sehingga:

�������(2.29)

dimana R adalah konstanta gas spesifik udara basah.m

Untuk mempelajari sifat campuran gas ideal, tinjau hukum

Dalton sebagai berikut:

Tekanan total yang dilakukan oleh campuran gas ideal sama dengan

jumlah tekanan parsial yang masing-masing bekerja jika gas itu sendiri

memenuhi seluruh volume pada temperatur campuran gas tersebut.

Jadi untuk campuran gas yang terdiri dari n komponen, maka :

���(2.30)

Keterangan :

� i� : 1, 2, ..., n

� p� : tekanan gas total

� p � : tekanan gas komponen ke–nn

Jika setiap gas secara terpisah mengikuti hukum gas ideal, yaitu :�

maka tekanan gas komponen ke–n, adalah :

Keterangan :

� � � � � V� � : volume campuran gas ideal

� � � � � m �� : massa komponen ke–nn

� � � � � M : berat molekuler gas komponen ke–n ��n

,� volume spesifik gas komponen ke–n

Page 64: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan 35

, �konstanta gas spesifik komponen ke–n

Dengan memakai hukum Dalton diperoleh:� �

� ���(2.31)

(2.32)

dengan atau

Berat molekuler rata-rata untuk campuran gas ideal

didefinisikan sebagai berikut :

�atau

������(2.33)

sehingga persamaan (2.32) menjadi :

�������(2.34)

Jadi campuran gas ideal mengikuti persamaan (2.34) yang analogi

dengan hukum gas ideal untuk komponen tunggal.

Hubungan konstanta gas spesifik udara basah (R ) dan udara m

Page 65: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan36

kering (R ) dapat dijelaskan sebagai berikut:d

Misalkan m dan m adalah massa uap air dan massa udara kering dalam v d

campuran gas, maka menurut persamaan (2.33) untuk dua jenis gas

adalah:

������(2.35)

dimana :

� � � � � M� :� berat molekuler rata-rata campuran gas (uap air dan udara

� � �� � � � � kering)

� � � � � M �:� berat molekuler udara keringd

� � � � � M �:� berat molekuler uap airv

Diketahui bahwa :

�� dan (2.36)

Dengan memasukkan ke persamaan (2.35), maka:

�atau

�����(2.37)

Dengan membagi numerator (pembilang) dan denominator (penyebut)

v

*

vM

RR

vd

vvdd*

vd

*v

v*d

d

mm

RmRmR

1

mmR

Rm

R

Rm

M

1

Page 66: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan 37

pada sisi kanan persamaan (2.37) oleh m , diperoleh:d

Keterangan :

� R � : konstanta gas spesifik udara basahm

� R � : konstanta gas spesifik uap airv

: perbandingan campuran�

karena r << 1, maka pangkat 2 dan lebih tinggi dari r diabaikan,

sehingga :

�Jadi, konstanta gas spesifik udara basah adalah:�

(2.38)

2.5.� Peubah Kebasahan

Udara basah (moist air) adalah campuran udara kering dengan

uap air. Ada beberapa cara untuk menyatakan kadar uap air, bergantung

pada aplikasinya. Parameter dalam udara basah dinyatakan dalam

besaran meteorologis tekanan uap, perbandingan campuran dan

kelembapan.

a. Tekanan uap

Karena air menguap ke dalam udara kering, maka uap

melakukan tekanan, sehingga didefinisikan, tekanan uap atau tekanan

parsial uap air (e) adalah bagian tekanan atmosfer yang dilakukan oleh

Page 67: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan38

uap air. Satuan praktis tekanan uap adalah milibar (mb), dimana 1 mb = -2

100 Nm = 1 hPa = 0,1 kPa.

Tekanan uap parsial yang dilakukan oleh uap air dalam ruang di

atas permukaan jenuh disebut tekanan uap jenuh (e ). Tekanan uap jenuh s

selalu dinyatakan terhadap ruang di atas permukaan air datar, nilainya

bertambah dengan kenaikan temperatur. Pada temperatur di bawah titik

beku, tekanan uap jenuh di atas permukaan es datar (e ) lebih kecil dari i

pada di atas air kelewat dingin (e ) pada temperatur yang sama (e < e ).s i s

b. Kelembapan mutlak

Densitas uap air (r ) disebut kelembapan mutlak (absolute) yang v

dihubungkan dengan persamaan keadaan uap air sebagai berikut:�

atau

(2.39)

Keterangan :

� � : volume spesifik uap airv

� R � : konstanta gas spesifik uap airv

� T� : temperatur

c. Perbandingan campuran

Perbandingan campuran kelembapan (the humidity mixing

ratio) udara basah biasanya disebut perbandingan campuran (r), yaitu

perbandingan massa uap air (m ) yang ada terhadap massa udara kering v

(m ) dalam sampel tersebut, diekspresikan sebagai:d

Page 68: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan 39

(2.40)

Jika V adalah volume sampel udara basah, maka:

dimana dan adalah densitas uap air dan udara kering pada v d

temperatur T dan tekanan p.

Dari persamaan keadaan uap air dan udara kering :

�, dengan p = p – ed

Keterangan :

� p � : tekanan udara keringd

� p� : tekanan udara basah

Karena tekanan uap (e) sangat kecil dibanding tekanan udara

basah (p), maka:

����(2.41)

dengan�:�

d. Kelembapan spesifik

Kelembapan spesifik (q) adalah perbandingan massa uap air

dengan massa udara lembap.

�(2.42)

� Perbandingan campuran dan kelembapan spesifik jenuh

p

eε~

ep

εe

ρ

ρr

v

v

0,622KkgJ461,5

KkgJ287

R

11

1-1

v

d

p

eε~

eε1p

ρρ

ρ

ρ

ρ

M

Mq

vd

vvv

Page 69: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan40

dinyatakan dengan r dan q , dan didefinisikan oleh persamaan (2.41) s s

dan (2.42) dengan mengganti e oleh e , yaitu :s

(2.43)

Karena tekanan uap jenuh e fungsi dari temperatur, maka r dan ss

q hanya fungsi dari temperatur dan tekanan, dan tidak bergantung pada s

kadar uap di udara.

e. Kelembapan relatif

Kelembapan relatif (relative humidity) adalah rasio

perbandingan campuran dengan nilai jenuhnya pada temperatur dan

tekanan yang sama:

(2.44)

Kelembapan relatif (RH) biasanya dinyatakan dalam persen.

f. Temperatur virtual

Tinjau dua sampel udara, satu basah dan yang lain kering pada

temperatur (T) dan tekanan (p) yang sama. Dengan memakai persamaan

keadaan udara basah dan udara kering secara terpisah, diperoleh:

,udara basah

� , udara kering

dm ρ0,61r1

p

eεqdan

p

eεr s

ss

s

Page 70: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Mikrofisika Awan Dan Hujan 41

dan dengan memakai persamaan (2.38), diperoleh:

(2.45)

Jadi densitas udara basah ( ) lebih kecil daripada densitas udara kering m

( ).d

Tetapi, persamaan keadaan udara kering menunjukkan bahwa

pada tekanan konstan densitas udara kering berkurang dengan kenaikan

temperatur. Karena itu untuk setiap sampel udara basah pada tekanan

dan temperatur tertentu, terdapat sebuah sampel udara kering yang

mempunyai tekanan sama tetapi temperaturnya lebih tinggi, ini dikenal

dengan temperatur virtual (T ).v

Temperatur virtual sebuah sampel udara basah didefinisikan

sebagai temperatur dimana udara kering pada tekanan total sama, akan

mempunyai densitas yang sama seperti sampel udara basah.

Dengan memakai persamaan keadaan udara basah dan udara

kering, diperoleh:

p = R T dan p = R Tm m m d d v

Karena dalam hal ini = , maka :m d

R T = R Tm d v

(2.46)

Jadi persamaan keadaan udara basah (2.29) dapat ditulis dalam bentuk :

p = R Td v

(2.47)

Persamaan (2.47) menunjukkan definisi alternatif temperatur virtual

yaitu temperatur yang akan dipunyai udara basah jika tekanan dan

volume spesifiknya sama dengan yang dipunyai sampel udara kering.

Page 71: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

� Hubungan pendekatan antara temperatur aktual dan temperatur

virtual dapat diturunkan dari persamaan (2.38) dan (2.46), yaitu:

T T(1 + 0,61r) (2.48)

Karena perbandingan campuran tidak pernah mencapai atau-2r < 4 x 10 ,maka beda antara temperatur aktual dan temperatur virtual

biasanya kurang dari 1 K (satu kelvin). Dalam persamaan (2.48), r

menyatakan jumlah kilogram uap air yang tercampur dalam satu

kilogram udara kering. Pada diagram termodinamika, garis

perbandingan campuran jenuh biasanya dinyatakan dalam gram uap air

per kilogram udara kering.

2.6.�Resumé

Udara kering terdiri dari gas utama (nitrogen, oksigen, argon

dan karbon dioksida) dan gas minor (neon, helium, ozon, kripton, dan

lain-lain). Udara basah terdiri dari udara kering dan uap air. Udara

natural terdiri dari udara basah dan aerosol. Udara basah ditentukan

oleh kombinasi antara termodinamika udara kering dan uap air.

Pengetahuan termodinamika udara basah dipakai untuk memahami

proses-proses fisis yang terjadi di atmosfer. Dalam meteorologi udara

kering dan uap air diperlakukan sebagai gas ideal. Panas spesifik pada

volume dan tekanan konstan dapat ditulis: �

Proses-proses khusus udara kering dapat dinyatakan dalam

persamaan berikut:

I.������Proses isobarik : dp = 0��

Mikrofisika Awan Dan Hujan42

Page 72: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

ii.�����Proses isotermal : dT = 0

dq = p d = dw

iii.����Proses isosterik : d = 0

dq = c dT = duv

iv.����Proses adiabatik : dq = 0

c dT = c dT = v pp datau dp

Proses adiabatik adalah proses khusus yang penting karena banyak

perubahan temperatur yang terjadi di atmosfer dapat didekati sebagai

adiabatik.

Hukum termodinamika pertama menyatakan dua fakta empirik

yaitu panas adalah bentuk energi disebut hukum Joule yang menyatakan

tara kalor mekanik : 1 kal = 4,1868 J, dan energi adalah kekal yang

dinyatakan oleh bentuk aljabar dalam satuan massa; panas yang

ditambahkan pada sistem (dq) dipakai untuk meningkatkan energi

internal (du) dan kerja yang dilakukan sistem (dw) atau dq = du + dw.

Hukum termodinamika pertama kadang-kadang disebut persamaan

energi. Hukum termodinamika kedua menyatakan adanya peubah

(variable) keadaan lain yang disebut entropi (s), didefinisikan oleh

ekspresi: , dimana d adalah penambahan entropi spesifik

(entropi per satuan massa), dan T adalah temperatur.

Jika udara kering dianggap sebagai campuran gas ideal, maka

persamaan keadaannya adalah p = R T, dimana p adalah tekanan, d

adalah volume spesifik (volume per satuan massa), R adalah konstanta d

gas spesifik udara kering, dan T adalah temperatur. Sedangkan

persamaan keadaan udara basah adalah p = R T dengan R = R (1 + m m d

0,61r), dimana R adalah konstanta gas spesifik udara basah, dan r m

Mikrofisika Awan Dan Hujan 43

Page 73: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Bab 3

Proses Fisis Uap Air

Mikrofisika Awan Dan Hujan 45

Meskipun uap air (H O) kadarnya sangat kecil di atmosfer, tetapi 2

gas ini sangat penting dalam proses cuaca, karena uap air mempunyai

sifat dapat berubah fasa (wujud) menjadi fasa cair disebut kondensasi

dan sebaliknya disebut evaporasi atau menjadi fasa padat (es) disebut

deposisi dan sebaliknya disebut sublimasi. Perubahan fasa yang lain

misalnya dari fasa cair menjadi fasa padat (es) disebut pembekuan dan

sebaliknya disebut peleburan. Atmosfer mengandung udara kering, uap

air dalam ketiga fasanya, dan aerosol, disebut udara natural. Jumlah uap

air di udara bergantung pada tempat dan waktu. Di atas gurun Sahara

kadar uap air sangat kecil, sedangkan benua maritim Indonesia sering

disebut daerah ekuatorial lembap.

Udara lembap adalah campuran dari udara kering dan uap air.

Dalam mikrofisika awan dan hujan, uap air sangat penting dengan

beberapa alasan. Pertama, uap air dapat menjadi partikel awan melalui

kondensasi, dan partikel awan dapat menjadi tetes hujan melalui

mekanisme benturan – tangkapan (awan tetes) atau menjadi kristal es

melalui difusi tetes kelewat dingin ke kristal es (awan es). Kedua, uap air

dapat menyerap radiasi gelombang pendek matahari maupun radiasi

gelombang panjang bumi. Ketiga, uap air mengandung panas laten

Page 74: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

(terselubung) yang dapat dilepaskan menjadi energi ketika uap air

mengondensasi. Panas laten ini merupakan sumber energi gangguan

atmosfer. Keempat, uap air dapat mempengaruhi kecepatan evaporasi

(penguapan) dan evapotranspirasi. Kelima, uap air di atmosfer dapat

berubah fasa. Keenam, kadar uap air dan distribusi vertikalnya

mempengaruhi kestabilan atmosfer.

3.1. Persamaan Clausius - Clapeyron

Uap air di atmosfer secara pendekatan mempunyai kelakuan

seperti gas ideal. Persamaan keadaannya adalah:

(3.1)

Keterangan:

e�����: tekanan uap

���: densitas uap airv

���: volume spesifik (per satuan massa) uap airv

�R ���: konstanta gas individu untuk uap airv

-1 -1 -1 -1 = 0,4615 J g K = 461,5 J kg K

Persamaan (3.1) kadang-kadang ditulis sebagai:

(3.2)

dimana:

R ��: konstanta gas individu untuk udara keringd

-1 -1 -1 -1 = 0,287 J g K = 287 J kg K

TReαatauTRρe vvvv

Rρe d

v

622,0R

v

d

Mikrofisika Awan Dan Hujan46

Page 75: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

A

-1Uap air mempunyai panas spesifik pada tekanan konstan (c ) = 1,81 J g pv

-1 -1 -1 -1 -1K = 1810 J kg K dan pada volume konstan (c ) = 1,35 J g K = vv

-1 -11350 J kg K .

Tinjau sebuah container (kotak) yang tertutup dan terisolasi terhadap

panas, diisi sebagian dengan air. Molekul-molekul lapisan permukaan air

berada dalam agitasi (gerakan tak teratur) dan sebagian melepaskan diri

sebagai molekul-molekul uap air. Sebaliknya beberapa molekul uap

bertumbukan dengan permukaan dan menempel. Karena itu kondensasi dan

evaporasi terjadi secara simultan (bersamaan), lihat gambar 3.1.

Gambar 3.1. Uap air dalam keseimbangan dengan permukaan cair.

Pada temperatur tertentu, kondisi keseimbangan akan tercapai

jika dua proses mempunyai kecepatan yang sama. Kemudian

temperatur udara dan uap sama dengan temperatur cair dan tidak ada

transfer neto molekul-molekul dari fasa satu ke fasa lain. Ruang di atas

cairan (liquid) kemudian disebut jenuh dengan uap air. Dalam keadaan

demikian, tekanan parsial uap air disebut tekanan uap jenuh yang hanya

bergantung pada temperatur.

Jika L adalah panas yang diperlukan untuk mengubah satu

satuan massa cair ke uap dengan tekanan dan temperatur dipegang tetap

(disebut panas laten penguapan), maka untuk transisi dari fasa 1 (cair)

ke fasa 2 (uap) diperoleh persamaan:

(3.3) 12s12

α

α

u

u

q

q

ααeuupdαdudqL2

1

2

1

2

1

Mikrofisika Awan Dan Hujan 47

Page 76: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

12

φ

φ

q

q

q

q

φφTdφTT

dqTdqL

2

1

2

1

2

1

dimana e menunjukkan tekanan uap jenuh yang konstan selama proses s

berlangsung. Karena temperatur juga konstan maka :

(3.4)

dimana: adalah penambahan entropi spesifik yang menyertai

penambahan panas dq untuk satu satuan massa gas pada temperatur T.

Dengan menyamakan persamaan (3.3) dan (3.4), diperoleh:

atau

(3.5)

Persamaan (3.5) menunjukkan bahwa kombinasi variabel

termodinamika dalam perubahan fasa isotermal dan isobarik adalah

konstan. Kombinasi variabel termodinamika ini disebut fungsi Gibbs

sistem dan diberi notasi G, jadi untuk fasa 1 diperoleh:

(3.6)

dan persamaan (3.5) dapat ditulis sebagai:

Meskipun besaran G konstan dalam transisi fasa, tetapi fungsi

Gibbs berubah dengan temperatur dan tekanan, dan ketergantungannya

pada variabel-variabel ini dapat ditentukan dengan bentuk diferensial:

(3.7)

121s2s12 TTαeαeuu

22s211s1 TαeuTαeu

TαeuGGG s21

dTTddeαdαedudG ss

T

dqd

11s11 TαeuG

Mikrofisika Awan Dan Hujan48

Page 77: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Tetapi, dari hukum termodinamika pertama:

�du + pd = dq,

dan untuk uap air menjadi,

du + e d = dq = Td,s

sehingga persamaan (3.7) dapat direduksi menjadi:

(3.8)

Karena fungsi Gibbs G sama untuk kedua fasa maka, dG = dG 1 2

dan persamaan (3.8) menjadi :

atau

atau

dari persamaan (3.4):

(3.9)

Persamaan (3.9) menyatakan perubahan tekanan uap jenuh

terhadap temperatur dan disebut persamaan Clausius–Clapeyron

(Clapeyron, 1834 and Clausius, 1850). Dalam keadaan atmosfer biasa

(ordiner) maka >> , dan uap air berkelakuan sebagai gas ideal, 2 1

sehingga persamaan (3.9) dapat direduksi menjadi:

(3.10)

dTTddeαdαedudG s

Td

s

dTdeαdG s

dTdeαdTdeα 2s21s1

1212s dTααde

12

12s

ααdT

de

T

L12

12

s

ααT

L

dt

de

Mikrofisika Awan Dan Hujan 49

Page 78: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

dengan memasukkan persamaan keadaan uap air, untuk sublimasi,

maka L harus diganti oleh L .s

Keterangan :

�L����: panas laten penguapan

�L ��: panas laten sublimasis

���: volume spesifik uap air2

�e ����: tekanan uap jenuhs

�R ���: konstanta gas uap airv

0Pada temperatur lebih dingin 0 C, persamaan (3.10)

menggambarkan tekanan uap jenuh dari air cair kelewat dingin. Es juga

dapat berada dalam keseimbangan dengan uap pada temperatur di bawah 0 0C (temperatur beku). Perubahan tekanan uap jenuh es terhadap

temperatur diberikan oleh persamaan Clausius – Clapeyron (3.10), dengan

L diganti oleh L yaitu panas laten sublimasi. Pada temperatur lebih panas s

00 C, hanya air cair yang berada dalam keseimbangan dengan uap air.

3.2. Aplikasi Persamaan Clausius – Clapeyron

Sebagai pendekatan pertama, persamaan Clausius–Clapeyron

dapat diintegrasi dengan meninjau panas laten konstan;

Dari persamaan (3.10):

0Bila diintegrasi dari temperatur T = 0 C = 273 K sampai pada 0

temperatur T :

T

T

2v

e

e s

s

0

Ts

s0T

dT

R

L

e

de

Mikrofisika Awan Dan Hujan50

Page 79: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

atau

(3.11)

dengan e adalah tekanan uap jenuh pada temperatur T , yaitu sebuah s0 0

konstanta yang harus ditentukan melalui eksperimen. Diperoleh bahwa 0

e = 611 Pa = 6,11 mb pada T = 0 C. Panas laten penguapan pada s0 0

0 6temperatur sekitar 0 C mendekati 2,50 x 10 J/kg.

Dengan memasukkan nilai-nilai ini kedalam persamaan (3.11)

diperoleh persamaan Clausius – Clapeyron pendekatan tekanan uap

jenuh di atas air sebagai berikut:

(3.12)

8 3dengan A = 2,53 x 10 kPa dan B = 5,42 x 10 K.

Panas laten penguapan sedikit bergantung pada temperatur dan 0 0

bervariasi sekitar 6% pada jangka temperatur dari – 30 C sampai + 30 C.

Ketergantungan temperatur dapat dinyatakan dari persamaan (3.3) yaitu:

dengan menganggap >> dan e = R T, dimana = : volume 2 1 s 2 v 2 v

spesifik uap air, maka:

Jika dideferensiasi terhadap T, menghasilkan:

atau

(3.13)

T

1

T

1

R

L

e

Ten

0vs0

s

TBs eATe

12s12 ααeuuL

TRuuαeuuL v122s12

v12 R

dT

du

dT

du

dT

dL

ccRccdT

dLpvvvv

Mikrofisika Awan Dan Hujan 51

Page 80: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Keterangan:

: kapasitas panas spesifik uap air pada volume

konstan.

: kapasitas panas spesifik air cair

dan

�: panas spesifik uap air pada tekanan konstan.

Dengan menganggap panas spesifik sebagai konstanta, maka

persamaan (3.13) dapat diintegrasi :

atau

(3.14)

dengan L = L(T ) adalah konstanta integrasi.0 0

Kapasitas panas spesifik bergantung pada temperatur dan

tekanan, meskipun sangat kecil. Pada tekanan uap jenuh, misalnya, panas

spesifik pada tekanan konstan c bertambah dengan meningkatnya pv

0temperatur, sekitar 2% lebih besar pada temperatur 30 C dibandingkan

0pada –30 C. Untuk banyak tujuan, variasi ini dapat diabaikan dan nilai -1 -1c =1870 J kg K , secara pendekatan panas spesifik pada volume pv

-1 -1 -1konstan c = 1410 J kg K . Untuk air cair, panas spesifik sekitar 1 kal g vv

-1 -1 -1 0K = 4187 J kg K pada temperatur lebih panas 0 C dengan variasi 1%, 0tetapi jika temperatur di bawah 0 C, besaran ini perlahan-lahan naik

0sampai suatu nilai sekitar 8% lebih besar pada – 30 C.

dT

duc 2

vv

dT

duc 1

vvvpv Rcc

T

T

pv

L

L 00

dTccdL

0pv0 TTccLL

0pv0 TTccLTL

Mikrofisika Awan Dan Hujan52

Page 81: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Sebagai pendekatan pertama untuk tekanan uap jenuh di atas es

(e ) dipakai persamaan Clausius – Clapeyron (3.12), dengan konstanta i

9 3A = 3,41 x 10 k Pa dan B = 6,13 x 10 K. Pendekatan ini diperoleh dari

penggantian panas laten penguapan L (dalam persamaan 3.11) dengan 6 -1L yaitu panas laten sublimasi. Dengan memakai L = 2,83 x 10 J kg dan s s

0 0e pada 0 C = 611 Pa. Eksperimen menunjukkan bahwa e ~ e pada 0 C, i s i

lihat tabel 3.1.

Dengan membandingkan persamaan (3.11) untuk tekanan uap

jenuh di atas air (e ) dan di atas es (e ) menunjukkan bahwa pada s i

temperatur di bawah titik beku:

(3.15)

dimana L = L – L adalah panas laten peleburan (fusi) air. Secara f s

0numerik, pendekatan persamaan (3.15) disekitar 0 C, adalah

(3.16)

1

T

T

TR

Lexp

Te

Te 0

0v

f

i

s

C0TdanK,dalamTT

273~

Te

Te 00

2,66

i

s

Mikrofisika Awan Dan Hujan 53

Page 82: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

0T ( C) e (Pa)s e (Pa)i L (J/g) L (J/g)s

– 40

– 35

– 30

– 25

– 20

– 15

– 10

– 5

0

5

10

15

20

25

30

35

40

19,05

31,54

51,06

80,90

125,63

191,44

286,57

421,84

611,21

872,47

1227,94

1705,32

2338,54

3168,74

5245,20

5626,45

7381,27

12,85

22,36

38,02

63,30

103,28

165,32

259,92

401,78

611,15

2603

2575

2549

2525

2501

2489

2477

2466

2453

2442

2430

2418

2406

2839

2839

2838

2837

2834

Tabel 3.1. Tekanan uap jenuh di atas air dan di atas es serta panas laten *)

kondensasi (L) dan sublimasi (L ). s

*) Sumber: Rogers and Yau (1989)

Persamaan (3.16) menunjukkan bahwa tekanan uap jenuh di atas

air (e ) lebih besar daripada tekanan uap jenuh di atas es (e ) untuk semua s i

temperatur di bawah 273 K dan bahwa rasio e /e terus naik jika s i

temperatur berkurang. Atmosfer yang jenuh terhadap air adalah juga

kelewat jenuh relatif terhadap es, dan derajat kejenuhan bertambah

dengan kelewat dingin.

Bolton 1980 (dalam Rogers and Yau, 1989) menunjukkan bahwa

data yang ditabelkan pada e (T) untuk air mempunyai ketelitian 0,1% s

Mikrofisika Awan Dan Hujan54

Page 83: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

0 0pada jangka temperatur – 30 C < T < 35 C, dengan formula empiris

berikut:

(3.17)

0dimana e dalam mb dan T dalam C.s

3.3. Kejenuhan Udara Basah

Ada beberapa proses udara basah dapat mencapai kejenuhan

(saturation). Proses-proses ini misalnya dengan memasukan temperatur

baru yang merefleksikan kadar air di udara, seperti : temperatur titik

embun, temperatur bola basah, dan temperatur kondensasi isentropik.

a. Temperatur titik embun

Temperatur titik embun Td, didefinisikan sebagai temperatur

dimana udara basah harus didinginkan pada tekanan dan perbandingan

campuran konstan sehingga menjadi jenuh terhadap air. Temperatur

titik beku (the frost point temperature) T , didefinisikan serupa, agar f

udara menjadi jenuh relatif terhadap es. Jelas bahwa perbandingan

campuran pada temperatur titik embun sama dengan perbandingan

campuran udara basah: r (p, Td) = r. Pendekatan analitik dari temperatur s

titik embun Td adalah:

����(3.18)

Dianggap bahwa tidak ada uap air yang masuk maupun yang

meninggalkan udara basah, sehingga perbandingan campurannya r

konstan. Jika udara basah didinginkan secara isobarik (tekanan konstan)

maka suatu temperatur dimana udara menjadi jenuh akan tercapai, disebut

temperatur titik embun atau secara sederhana disebut titik embun (Td).

243,5T

T17,67exp112,6Tes

rpAεnBpr,TdTd

Mikrofisika Awan Dan Hujan 55

Page 84: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Kondensasi akan terjadi jika temperatur udara basah turun di bawah titik

embun. Secara grafik titik embun dilukiskan oleh tephigram pada gambar 0

3.2. Pada gambar ini, ditunjukkan sampel udara pada temperatur 10 C,

tekanan 900 mb, dan dianggap mempunyai perbandingan campuran 5

g/kg. Titik embun (Td) diperoleh dari perpotongan isobar 900 mb dengan 0

garis uap 5 g/kg, hasilnya Td = 2,2 C. Temperatur kondensasi isentropik

diperoleh dari perpotongan adiabat melalui (T, p) dengan garis uap 5 g/kg, 0hasilnya T = 0,7 C dan p ~ 800 mb.c c

Gambar 3.2. Tephigram untuk mencari temperatur titik embun (Td) dan temperatur kondensasi isentropik (Tc).

b. Temperatur bola basah

Temperatur sampel udara basah dapat didinginkan pada tekanan

konstan melalui penguapan air atau sublimasi es. Dalam hal ini

perbandingan campuran (r) udara meningkat. Panas laten untuk perubahan

fasa cair atau padat (es) menjadi uap air diberikan oleh udara itu sendiri.

Mikrofisika Awan Dan Hujan56

Page 85: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Akibatnya, udara basah menjadi dingin pada suatu temperatur dimana

udara menjadi jenuh, disebut temperatur bola basah (Tw)

Temperatur bola basah Tw, didefinisikan sebagai temperatur

dimana udara dapat didinginkan melalui penguapan air pada tekanan

konstan sampai tercapai kejenuhan (catatan : r tidak dipegang konstan,

sehingga Td T pada umumnya).w

Tinjau sampel udara basah yang terdiri dari 1 kg udara kering

dan r kg uap air, maka penambahan (perubahan) panasnya adalah :

Keterangan :

-1 -1c ���: panas spesifik udara kering tekanan konstan = 1005 J kg Kp

-1 -1c ���: panas spesifik udara kering pada volume konstan = 718 J kg Kv

-1 -1c ��: panas spesifik uap air pada volume konstan = 1410 J kg Kvv

Panas spesifik pada volume konstan untuk udara basah (moist

air) adalah :

dengan memasukkan nilai

Dan panas spesifik udara basah pada tekanan konstan adalah:

(3.19)

dTcrdTcdqr1 vvv

r1

r1,961c

r1

c

cr1

cr1

crc

dT

dqv

v

vv

vvvv

dTcdq:karena,r1c~dT

dqc vmvvm

96,1KkgJ718

KkgJ1410

c

c11

11

v

vv

r9,01cc ppm

Mikrofisika Awan Dan Hujan 57

Page 86: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Dalam proses isobarik (tekanan tetap), maka hukum

termodinamika untuk sampel udara basah adalah:

(3.20)

Berkaitan dengan massa penguapan air (dr) maka terjadi

kehilangan panas sebesar :

atau

Dari persamaan (3.20), diperoleh :

atau

faktor koreksi (1,9r) sering diabaikan terhadap 1, sehingga

(3.21)

Dengan menganggap L konstan terhadap temperatur maka persamaan

(3.21) dapat diintegrasi:

atau

(3.22)

0,9r1dTcdTcdq ppm

Ldrdqr1

r1

Ldrdq

0,9r1r1

Ldr

0,9r1

dqdTcp

1,9r1Ldr~dTcp

LdrdTcp

sw r

rp

T

T

drc

LdT

rrc

LTT s

p

w

ps

w

c

L

rTp,r

TT

Mikrofisika Awan Dan Hujan58

Page 87: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Dengan menggabung persamaan r (p, T) dan persamaan Clausius – s

Clapeyron untuk e (T) dan dengan pendekatan persanmaan (3.12) untuk s

e (T) diperoleh T sebagai berikut:s w

(3.23)

8yang dapat dipecahkan dengan iterasi. Konstanta A = 2,53 x 10 k Pa dan

3B = 5,42 x 10 K.�

c. Temperatur ekivalen

Proses isobarik lain dalam udara basah terjadi ketika uap airnya

mengondensasi pada tekanan tetap. Dalam kasus ini, panas laten yang

dilepaskan selama kondensasi uap air dipakai untuk memanasi udara.

Temperatur yang tercapai ketika semua uap air dalam sampel udara

telah mengondensasi disebut temperatur ekivalen. Secara praktis tidak

ada mekanisme dalam atmosfer yang mencapai pada temperatur

ekivalen. Tetapi dimungkinkan menentukan temperatur ekivalen

pseudo (T ) dari diagram skew T - np atau tephigram yang secara se

pendekatan T sama dengan temperatur ekivalen (T ).se e

Temperatur ekivalen didefinisikan sebagai temperatur sampel

udara basah yang akan tercapai jika semua kebasahan (moisture)

dikondensasikan pada tekanan konstan. Ekspresi T berasal dari e

persamaan (3.22) jika diambil r ~ 0 (perbandingan campuran akhir) dan s

T = T , jadi:w e

(3.24)

reA

p

ε

c

LTT wT

B

p

w

p

ec

LrTT

Mikrofisika Awan Dan Hujan 59

Page 88: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

d. Temperatur kondensasi isentropik

Temperatur kondensasi isentropik (T ) didefinisikan sebagai c

temperatur dimana kejenuhan tercapai bila udara basah didinginkan secara

adiabatik dengan perbandingan campuran r dipegang konstan. Pendekatan

analitik untuk T yang harus dipecahkan dengan iterasi, adalah:c

(3.25)

Persamaan ini diperoleh dengan mengambil T = T (r,p ) dan oleh c d c

substitusi persamaan (3.18) untuk T kedalam persamaan adiabatik d

, dan ditulis dalam bentuk :

(3.26)

Sebenarnya, hal itu tidak jelas bahwa kondensasi akan terjadi bila

ekspansi berlanjut di luar titik kejenuhan.

Temperatur kondensasi isentropik (T ) dapat dimengerti dengan c

bantuan peta termodinamik. Udara mula-mula mempunyai koordinat (T, p)

dengan perbandingan campuran r. Kemudian didinginkan secara adiabatik

sampai adiabatnya memotong garis uap yang didefinisikan oleh r = r. s

Tekanan pada interseksi (perpotongan) ini disebut tekanan kondensasi

isentropik (p ) dan temperaturnya T , lihat gambar 3.2. untuk acuan.c c

3.4. Proses Pseudoadiabatik

Jika ekspansi udara terus berlanjut setelah titik kondensasi

isentropik dicapai, maka kondensasi juga tercapai dan panas laten

k1

c

0

0

eT

T

rp

AεnBT

k

00 p

p

T

T

k

0

c

0

c

p

p

T

T

Mikrofisika Awan Dan Hujan60

Page 89: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

kondensasi yang dilepaskan cenderung memanasi udara. Akibatnya

susut temperatur (penurunan temperatur terhadap ketinggian) akan lebih

lambat setelah kondensasi ketimbang ketika sebelum terjadi kondensasi.

Dalam proses pseudoadiabatik dianggap air kondensasi (condensate)

segera menjadi tetes presipitasi (tetes hujan atau kristal es). Hal ini

merupakan kasus yang paling sederhana, karena kadar panas laten

kondensasi diabaikan dalam menghitung perubahan temperatur udara.

Dimungkinkan menurunkan ekspresi proses pseudoadiabatik

udara jenuh. Tinjau sebuah sampel udara jenuh yang terdiri dari 1 kg

udara kering dan r kg uap air. Keadaan awal sampel udara jenuh ini s

mempunyai tekanan p, temperatur T dan jumlah uap air r . Misalkan s

sampel berekspansi dan menjadi dingin di bawah kondisi

pseudoadiabatik. Produk-produk kondensasi jatuh keluar dari udara

segera setelah terbentuk, sehingga keadaan barunya menjadi p + dp, T +

dT, dan r + dr . Dengan demikian perubahan tekanannya sebesar dp, s s

temperaturnya dT yang sesuai dengan perubahan kadar airnya dr , dimana s

dp, dT dan dr semuanya negatif.s

Kondensasi dari – dr kg uap air akan melepaskan panas laten s

sebesar – Ldr dan dianggap bahwa panas ini dipakai untuk memanasi udara s

basah. Karena r < 1, maka jumlah panas yang diserap oleh uap air yang s

tersisa adalah kecil dibandingkan dengan yang diperoleh udara kering.

Karena itu dianggap bahwa semua panas laten yang dilepaskan akan

diserap oleh 1 kg udara kering yang melakukan tekanan parsial p = p – e , d s

dimana p adalah tekanan udara basah dan e adalah tekanan uap jenuh.s

Dengan memakai hukum termodinamika pertama, diperoleh

hubungan pendekatan dari persamaan (2.20) sebagai berikut:

Mikrofisika Awan Dan Hujan 61

Page 90: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

(3.27)

Persamaan (3.27) dapat disederhanakan dengan mengabaikan e s

terhadap p. Dan jika dibagi dengan T, diperoleh:

(3.28)

atau

(3.29)

Persamaan (3.28) merupakan basis pseudoadiabat (kurva

pseudoadiabatik) pada peta termodinamika. Dengan memakai

persamaan (2.26) untuk udara kering, diperoleh:

(3.30)

Karena dr negatif (kondensasi) selama ekspansi, maka s

temperatur potensial () tidak tetap, melainkan menjadi panas, akibat

pelepasan panas laten. Untuk kondensasi yang terjadi selama proses

pseudoadiabatik maka temperatur aktual (T) sampel terus turun, tetapi

kecepatan penurunan temperatur dengan ketinggian tempat (susut

temperatur) lebih kecil dibandingkan dengan udara tak jenuh.

Selama kenaikan sampel udara, biasanya dapat dibenarkan untuk

mengabaikan perbedaan kecil antara proses adiabatik jenuh dan

pseudoadiabatik. Dengan memakai diagram aerologi (tephigram atau

skew T - p) dianggap bahwa kecepatan menjadi dingin (penurunan n

temperatur) parsel udara jenuh yang naik dalam proses pseudoadiabatik

pada dasarnya sama dengan kecepatan pendinginan dalam proses

adiabatik jenuh yang sebenarnya.

θndcT

drL p

s

Mikrofisika Awan Dan Hujan62

Page 91: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

�Gambar 3.3, menunjukkan proses ekspansi pseudoadiabatik. Dalam

ekspansi adiabatik, temperatur berkurang sepanjang adiabatik kering

sampai titik kondensasi isentropik P tercapai. Ekspansi selanjutnya

dibarengi dengan pelepasan panas laten dan temperatur mengikuti

kurva pseudoadiabatik dari P.

Gambar 3.3. Ekspansi sampel udara lanjutan (gambar 3.2) di luar titik kondensasi isentropik P. Garis titik-titik adalah pseudoadiabat melalui P. Diagram ini menunjukkan penentuan beberapa temperatur teoritis penting (T , , sw w

dan sebagainya) yang mencirikan sampel udara.

Beberapa tambahan temperatur khusus yang dapat didefinisikan

oleh diagram termodinamika adalah :

a. Temperatur basah adiabatik T diperoleh dengan mengikuti sw

pseudoadiabat dari titik P ke bawah ke tekanan mula-mula. Hasilnya 0mempunyai ketelitian sekitar 0,5 C dari temperatur bola basah yang

dihitung dengan persamaan (3.22), lihat gambar 3.3.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 63

Page 92: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

b. Temperatur potensial bola basah didefinisikan sebagai w

perpotongan kurva pseudoadiabatik melalui P dengan isobar p =

1000 mb, lihat gambar 3.2.

c. Temperatur eqivalen T (definisi adiabatik) diperoleh dengan e

mengikuti pseudoadiabat ke atas dari titik P ke tekanan yang sangat

rendah, jadi semua uap air mengondensasi, kemudian kembali ke

tekanan semula sepanjang adiabatik kering. Temperatur ini dengan

mengintegrasi persamaan (3.28) dari temperatur mula T ke

temperatur final T , dan dapat didekati oleh persamaan berikut:e

(3.31)

d. Temperatur potensial ekivalen , didefinisikan sebagai temperatur e

parsel udara yang akan dimiliki jika diambil dari temperatur

ekivalennya ketekanan 1000 mb dalam proses adiabatik, lihat

gambar 3.3. Formula semi empiris dengan ketelitian 0,5 K adalah:

(3.32)

cp

se

Tc

rLexpTT

c

eT

2675rexp

Mikrofisika Awan Dan Hujan64

Page 93: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Gambar 3.4. Tephigram yang memuat pseudoadiabat dan garis uap.

Ada hubungan satu-satu antara dan , keduanya ditentukan e w

oleh proses pseudoadiabatik yang mencirikan sampel udara baik

konservatif (kekal) dalam proses adiabatik kering atau proses

pseudoadiabatik.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 65

Page 94: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Gambar 3.4, menunjukkan Tephigram dengan pseudoadiabat dan

garis uap. Pseudoadiabat adalah garis dengan konstan dan dinyatakan w

0dalam C pada posisi antara 500 – 600 mb. Garis uap adalah garis-garis

dengan r konstan dan dinyatakan dalam g/kg.s

Dalam proses pseudoadiabatik fasa terkondensasi tidak ditinjau

untuk menghitung perubahan temperatur udara. Jumlah bahan

terkondensasi ini dapat ditentukan sebagai berikut. Misalnya udara pada

titik kondensasi isentropik terdiri dari 1 kg udara kering dan r kg uap air. s

Ketika udara ini berekspansi secara pseudoadiabatik, maka

perbandingan campuran jenuh r berkurang sejumlah dr . Jika udara s s

tetap berada dalam keadaan jenuh, maka jumlah air yang sama harus

dikondensasikan yaitu sebesar dX, jadi berlaku:

(3.33)

Persamaan (3.33) menyatakan hubungan antara perbandingan

campuran jenuh dan jumlah bahan yang terkondensasi.

3.5. Proses Adiabatik Udara Jenuh

Jika udara jenuh berekspansi secara adiabatik, maka uap air akan

mengondensasi menjadi air cair atau es karena temperaturnya turun.

Proses kondensasi ini akan melepaskan panas laten yang akan

memberikan sebagian energi untuk melakukan ekspansi. Akibatnya

kecepatan penurunan temperatur dengan penurunan tekanan (kenaikan

ketinggian) lebih kecil dari pada dalam ekspansi adiabatik kering.

Dalam kasus ekspansi adiabatik kering, seluruh energi yang dipakai

untuk kerja ekspansi berasal dari energi internal gas.

Untuk sistem secara keseluruhan proses tersebut adalah

adiabatik. Tetapi, hal itu tidak adiabatik untuk unsur-unsur individu

srddX

Mikrofisika Awan Dan Hujan66

Page 95: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

(udara kering, uap air dan produk kondensasi) yang membentuk sistem.

Ada beberapa kemungkinan dalam mendefinisikan proses fisis ini,

tetapi hanya akan ditinjau dua kasus ekstrim di atmosfer, yaitu:

a. Proses terbalikan (reversible process) dimana semua produk-produk

kondensasi (tetes air atau kristal es) tersimpan dalam sampel udara.

b. Proses tak terbalikan (irreversible process) dimana produk-produk

kondensasi jatuh keluar dari sampel udara segera setelah partikel

presipitasi tersebut terbentuk.�

Situasi dalam atmosfer nyata (riil) sering terletak antara kedua

kasus ekstrim tersebut. Beberapa produk kondensasi dapat jatuh keluar,

sedang yang lain tetap mengapung sebagai partikel-partikel awan dalam

udara. Untungnya perbandingan campuran udara adalah kecil dan

produk-produk kondensasi yang jatuh keluar tidak banyak membawa

panas, sehingga kehilangan panas juga kecil.

a. Proses terbalikan

Jika semua produk-produk kondensasi (tetes air dan kristal es)

tetap mengapung di dalam udara, maka sampel udara selalu terdiri dari

material yang sama. Karena itu transformasi sampel udara adalah

reversible (terbalikan).

Panas laten kondensasi yang dilepaskan akan memanasi uap air

dan produk-produk kondensasi dari sampel udara. Proses demikian

adalah adiabatik dalam pengertian tidak ada panas ditambahkan dari

luar, meskipun panas laten tampak sebagian panas terasa (sensible) di

dalam sampel udara. Kasus ini disebut proses adiabatik basah atau

proses adiabatik jenuh.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 67

Page 96: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Dalam proses adiabatik jenuh terbalikan, air terkondensasi

berada bersama udara dan kapasitas panasnya diperhitungkan. Dari

persamaan (3.33), rasio campuran air total Q didefinisikan sebagai:

(3.34)

adalah kekal dalam parsel udara jenuh. X adalah perbandingan campuran

air cair adiabatik. Dengan asumsi bahwa parsel udara adalah sistem

termodinamika tertutup, maka perubahan temperatur akan terbalikan,

adiabatik dan isentropik.

Entropi spesifik udara berawan diberikan oleh ekspansi berikut:

(3.35)

Keterangan:

, , : entropi spesifik udara kering, uap, dan cair.d v w

Dari persamaan (3.4): atau ,

maka dan persamaan (3.35) dapat ditulis sebagai:

(3.36)

Karena itu dalam proses isentropik ( : konstan), maka

(3.37)

tetapi

dan

Keterangan:

c : panas spesifik air cairw

Q = x + r : rasio campuran air totals

-1 -1R = 287 J kg K : konstanta gas individu untuk udara kering.d

XrQ s

wvsd Xr

12TL

T

Lwv

wvTL

swd rT

LQ

T

rLdQdd0d s

wd

ddpd pndRTndcd

Tndcd ww

Mikrofisika Awan Dan Hujan68

Page 97: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Sehingga:

(3.38)

Beda utama antara persamaan (3.38) dan (3.28) adalah bahwa

panas laten yang diserap oleh zat (bahan) air diperhitungkan dalam proses

adiabatik jenuh terbalikan. Integrasi persamaan (3.38) memberikan:

(3.39)

b. Proses tak terbalikan

Dalam proses tak terbalikan produk-produk kondensasi jatuh

keluar dari sampel udara segera setelah terbentuk. Jadi perubahan massa

dan komposisi sampel udara serta transformasi adalah tidak terbalikan.

Tinjau sebuah sampel udara jenuh yang mula-mula naik dan

berekspansi akibat penurunan tekanan udara lingkungan. Panas laten

akan dilepaskan karena produk-produk kondensasi terbentuk dan jatuh

keluar. Kasus ini mengurangi kecepatan pendinginan sampai suatu nilai

yang lebih kecil dari pada susut temperatur (lapse rate) adiabatik kering.

Karena itu sampel menjadi dingin dari pada susut temperatur adiabatik

jenuh yang sesuai.

Misalkan arah gerak sekarang berubah kebawah dan sampel udara

mulai turun. Karena sampel turun ke paras yang lebih bawah dimana

tekanannya lebih besar maka sampel akan dikompresi. Energi internal

partikel akan meningkat dan temperatur akan naik. Pemanasan ini tidak

dapat diubah kembali menjadi panas laten, karena air (atau es) tidak lama

0T

rLdpndRTndcQc s

ddwp

konstanQccT

Lrexp

Qcc

Rp

T

wp

s

w

p

dd

Mikrofisika Awan Dan Hujan 69

Page 98: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

lagi akan menguap. Jadi sampel udara akan meningkat temperaturnya

pada susut temperatur adiabatik kering ketika sampel udara turun.

Karena itu, perubahan dimana sampel udara menjadi dingin pada

susut temperatur adiabatik jenuh ketika udara naik, tetapi menjadi panas

pada susut temperatur adiabatik kering ketika udara turun adalah tidak

terbalikkan. Sampel tidak dapat kembali pada keadaan asalnya tanpa

perubahan-perubahan pada lingkungannya. Karena air (atau es) yang

mengondensasi jatuh keluar akan membawa panas, maka proses ini tidak

benar-benar adiabatik. Hal ini dinyatakan sebagai proses pseudo

adiabatik. Pada waktu sampel mengalami penurunan, maka panas laten

yang dilepaskan selama dalam proses akan dipakai untuk memanasi

udara kering dan uap air yang tersisa, tetapi tidak memanasi produk-

produk kondensasi.

Akan ditinjau kemudian bahwa garis adiabatik jenuh pada

diagram skew T – n p menyatakan perubahan temperatur dalam sampel

udara jenuh yang naik secara pseudoadiabatik. Dianggap bahwa semua

uap air dikondensasikan menjadi air cair dan diendapkan (jatuh) segera

setelah terbentuk. Dalam hal ini, garis adiabatik jenuh pada diagram

aerologi kadang-kadang dinyatakan sebagai garis pseudoadiabatik.

Tetapi dalam praktek, perbandingan campuran udara adalah kecil dan air

kondensasi yang jatuh keluar tidak sanggup membawa banyak panas.

3.6. Resumé

Perubahan fasa uap air memainkan peranan penting dalam

mikrofisika awan dan hujan. Udara basah (udara kering dan uap air)

mengalami pendinginan sampai di bawah temperatur titik embunnya

Mikrofisika Awan Dan Hujan70

Page 99: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

melalui ekspansi adiabatik udara yang naik, pendinginan radiatif dan

percampuran udara yang berbeda sifat fisisnya (temperatur dan

kelembapan). Perubahan tekanan uap jenuh terhadap temperatur

dinyatakan oleh persamaan Clausius–Clapeyron. Persamaan

Clausius–Clapeyron dapat diaplikasikan secara pendekatan pada

tekanan uap jenuh di atas air (e ) dan di atas es (e ) dengan menyesuaikan s i

konstanta A dan B.

Parameter udara basah dinyatakan dalam berbagai besaran

meteorologis seperti tekanan uap (e), perbandingan campuran (r) dan

kelembapan : kelembapan mutlak atau densitas uap air ( ), kelembapan v

spesifik (q) dan kelembapan relatif (RH). Ada beberapa proses udara

basah dapat mencapai kejenuhan (saturation), misalnya dengan

memasukkan temperatur baru yang mencerminkan kadar air di udara

seperti temperatur titik embun (T ), temperatur bola basah (T ), d w

temperatur ekivalen (T ), temperatur kondensasi isentropik (T ) dan e c

lain-lain.

Jika ekspansi udara terus berlanjut maka terjadi kondensasi

yang melepaskan panas laten untuk memanasi udara, sehingga susut

temperatur lebih lambat setelah terjadi kondensasi dari pada sebelum

kondensasi. Kasus dimana air kondensasi (condensate) dianggap

sebagai air yang segera menjadi tetes-tetes hujan yang keluar dari awan

disebut proses pseudoadiabatik. Kasus ini sangat sederhana karena

kadar panas kondensasi tidak diperhatikan dalam perhitungan

perubahan temperatur udara. Dalam udara jenuh ada dua proses fisis

ekstrim di atmosfer yaitu proses terbalikan dimana produk kondensasi

(tetes air atau kristal es) berada dalam sampel udara, dan proses tak

terbalikan dimana produk kondensasi jatuh keluar dari sampel udara

segera setelah partikel presipitasi terbentuk.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 71

Page 100: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

BAB 4

Aeorosol Atmosferik

Mikrofisika Awan Dan Hujan 73

Untuk memahami proses pembentukan awan diperlukan

pengetahuan karakteristik fisis dan kimia aerosol atmosfer. Aerosol

adalah partikel padat atau cair dalam medium udara yang mempunyai

kecepatan jatuh sangat kecil. Dari perspektif seorang mikrofisikawan

awan, partikel awan terbentuk oleh aerosol dengan ukuran 0,01 m

melalui pengintian, dan untuk membentuk tetes-tetes hujan maka massa

partikel-partikel awan harus ditingkatkan satu juta kali atau lebih.

Sekarang mikrofisika awan ditandai oleh saling mempengaruhi antara

laboratorium, lapangan dan kajian teoritis.

Aerosol atmosferik tidak hanya penting dalam mikrofisika awan

tetapi juga pada polusi udara, karena visibilitas (jarak pandang)

ditentukan oleh distribusi massa dan ukuran aerosol atmosferik. Aerosol

mempunyai ukuran lebih besar dibandingkan ukuran molekul, tetapi

masih cukup kecil sehingga dapat melayang di dalam atmosfer. Aerosol

atmosferik dapat berasal dari sumber alami, misalnya letusan gunung api,

permukaan darat atau laut, dan dapat berasal dari sumber buatan manusia,

seperti pembakaran bahan fosil dari industri atau kendaraan bermotor.

Aerosol atmosferik dapat turun kepermukaan melalui gaya gravitasi

Page 101: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

untuk yang berukuran besar dan dibersihkan oleh curah hujan atau curah

salju terutama untuk aerosol yang berukuran kecil.

4.1. Sumber Aerosol

Partikel-partikel aerosol atmosferik diinjeksikan ke atmosfer dari

sumber alam (natural) dan sumber antropogenik atau sumber buatan

manusia. Partikel-partikel ini kebanyakan berasal dari permukaan bumi,

tetapi sebagian berasal dari dalam bumi melalui kegiatan vulkanik,

sedangkan partikel lainnya masuk ke atmosfer dari ruang angkasa.

Konsentrasi partikel aerosol atmosferik sangat bervariasi dengan waktu

dan lokasi yang sangat bergantung pada keterdekatan sumber, pada

kecepatan emisi, pada kekuatan konvektif dan kecepatan alih difusif

golakan, pada efisiensi berbagai mekanisme pembersihan atau

pemindahan partikel, dan pada parameter meteorologis yang

mempengaruhi distribusi vertikal dan horisontal juga mekanisme

pembersihan.

Observasi menunjukkan bahwa konsentrasi partikel aerosol

atmosferik berkurang dengan ketinggian dari permukaan bumi. Faktanya,

sekitar 80% massa partikel aerosol total berada pada troposfer paling

bawah. Konsentrasi partikel aerosol juga berkurang dengan

bertambahnya jarak horisontal dari pantai ke arah laut terbuka, karena

daratan sumber partikel-partikel aerosol lebih efisien dari pada osean

(lautan). Diperkirakan bahwa 61% partikel aerosol total berada di belahan

bumi utara (BBU) dibandingkan di belahan bumi selatan (BBS) yang

mencakup massa darat lebih kecil. Di BBU kebanyakan massa partikel

aerosol diinjeksikan ke dalam atmosfer yang terletak pada daerah lintang 0 0geografis antara 30 dan 60 U, karena pada daerah lintang ini terdapat

sekitar 88% sumber-sumber partikulat. Partikel aerosol yang berasal dari

Mikrofisika Awan Dan Hujan74

Page 102: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

bumi terbentuk oleh dua mekanisme utama yaitu konversi (pengubahan)

gas–ke–partikel, dan disintegrasi (kehancuran) mekanis atau kimia

permukaan bumi padat dan cair.

Aerosol usul dan komposisi partikel-partikel aerosol atmosferik

dapat diringkas sebagai berikut :

i. Proses pembakaran : kebakaran hutan, pembakaran dalam industri

yang menghasilkan partikel berbentuk garam, karbon dan jelaga.

ii. Reaksi fasa gas, termasuk fotokimia, misalnya pembentukan sulfat

dan nitrat. Jika SO dioksidasi menjadi SO dalam fasa gas, maka 2 3

beberapa transformasi akan terjadi dengan segera. SO menyerap 3

uap air dari udara dan membentuk sebuah tetes H SO dalam larutan. 2 4

Tetes ini dapat menyerap NH dan membentuk alumunium sulfat 3

(NH ) SO . Juga jika H SO muncul dalam tetes-tetes awan baik 4 2 4 2 4

dengan tangkapan atau dengan pembentukan dalam tetes itu sendiri,

dan jika tetes ini mengandung partikel garam NaCl maka reaksi

berikut dapat terjadi.

H SO + 2 NaCl Na SO + 2HCl (4.1)2 4 2 4

dimana HCl menguap dalam udara dan sodium sulfat tinggal sebagai

residu. Sulfat yang mengandung partikel juga dihasilkan secara

langsung dari percikan laut dan dari erosi tanah.

Nitrit dan nitrat dapat dihasilkan dan memberikan

kontribusi pada aerosol atmosferik. Reaksi yang terjadi dapat

ditunjukkan secara bagan berikut:

3NO

Mikrofisika Awan Dan Hujan 75

Page 103: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

iii. Dispersi partikel-partikel padat. Reaksi kimia di dalam tanah yang

diikuti oleh erosi air dan erosi angin dapat menyebabkan pemasukan

partikel-partikel dari batu-batuan mineral ke dalam udara : garam

sodium (Na), kalsium, potasium dan sebagainya.

iv. Dispersi larutan. Percikan gelembung kecil di laut menyebabkan

masuknya partikel ke dalam udara. Di atas lautan aerosol raksasa

(giant aerosol) terdiri dari garam laut yang berasal dari tetes-tetes

yang terpercik ke udara bila gelembung udara dalam gelombang

pecah di permukaan laut. Beberapa tetes ini menguap dan

meninggalkan partikel garam laut sebagai partikel raksasa, lihat

gambar 4.1. Kebanyakan tetes-tetes yang lebih kecil dihasilkan bila

bagian atas sebuah selaput gelombang udara pecah pada permukaan

laut. Jika gelembung dengan diameter lebih dari 2 mm pecah, maka

setiap pancaran (eject) kira-kira terjadi dua ratus tetes masuk ke

dalam udara. Setelah mengalami penguapan, tetes ini meninggalkan

partikel garam laut dengan diameter kurang dari 0,3 m. Kecepatan

produksi partikel garam di atas lautan secara rata-rata diperkirakan -2 -1

berorde 100 cm s .

Gambar 4.1. Diagram skematik yang menggambarkan cara tetes berselaput (film droplets) dan tetes pancaran (jet drops) terbentuk jika gelembung udara pecah pada permukaan laut. Beberapa tetes akan menguap dan meninggalkan partikel garam laut di dalam udara.

76 Mikrofisika Awan Dan Hujan

Page 104: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

v. Sumber lain dari aerosol atmosfer adalah dari gunung berapi

(vulkanik).

Berdasarkan konvensi, aerosol dapat digolongkan menurut

diameternya (D) sebagai berikut :

�D < 0,2 m, disebut partikel Aitken

0,2 m < D < 2 m, disebut partikel besar

�D > 2 m, disebut partikel raksasa

Nama partikel Aitken berasal dari fisikawan Scotlandia yaitu John

Aitken (1839–1919) yang mengembangkan instrumen untuk

mengamati partikel aerosol dua abad yang silam. Salah satu teknik yang

tertua dan tidak rumit dengan berbagai bentuk modifikasi dan masih

banyak dipakai untuk mengukur konsentrasi aerosol atmosferik adalah

penghitung inti Aitken.

Aerosol yang paling kecil (inti Aitken) terutama berasal dari

proses pembakaran yang kemungkinan berkaitan dengan aktivitas

manusia, meskipun kebakaran hutan dan aktivitas vulkanik juga turut

berkontribusi. Dengan demikian jumlah inti Aitken yang berlimpah

terdapat pada kota-kota besar dan konsentrasi aerosol yang tinggi

dengan diameter di bawah 0,2 m terdapat dalam udara tercemar di atas

kota. Kenyataannya inti Aitken juga berasal dari udara darat dan laut

yang menunjukkan bahwa adanya sumber lain ketimbang hanya dari

proses pembakaran. Salah satu sumber demikian adalah konversi gas

perunut dalam atmosfer kedalam aerosol, disebut konversi

gas–ke–partikel yang dapat terjadi melalui pengintian aerosol dari gas

kelewat jenuh dan oleh reaksi fotokimia yang dikaitkan dengan absorpsi

radiasi matahari oleh molekul-molekul.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 77

Page 105: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Jika konsentrasi tinggi bahan kimia berada dalam atmosfer, maka

reaksi fotokimia dapat membentuk kabas (smog), seperti yang terjadi di

Cekungan Los Angeles. Hidrokarbon, oksida nitrik, dan ozon memainkan

peranan sangat penting dalam pembentukan kabas. Konversi

gas–ke–partikel dapat ditingkatkan oleh kelembapan relatif tinggi dan

kehadiran air cair. Sebagai contoh, kecepatan oksidasi sulfur dioksida

menjadi sulfat meningkat dengan faktor sekitar delapan ketika

kelembapan relatif meningkat dari 70% menjadi 80%. Sulfat dapat juga

diproduksi oleh reaksi sulfur dioksida dan ammonia dalam butiran-

butiran awan (cloud droplets), kemudian ketika butiran-butiran menguap

maka partikel-partikel sulfat ditinggalkannya.

Aerosol mungkin juga berasal dari permukaan bumi ketika debu

keanginan (terutama pada daerah kering), oleh emisi tepung sari dan

spora dari tanaman, dan di atas laut oleh ledakan gelembung-gelembung

udara. Tetapi sumber-sumber ini menjadi penting untuk aerosol besar dan

raksasa dari pada sebagai sumber inti Aitken. Di atas laut aerosol raksasa

dipancarkan ke dalam udara ketika gelembung-gelembung pecah pada

permukaan laut, lihat gambar 4.1.

4.2. Spektra Ukuran Aerosol

Partikel aerosol atmosferik mempunyai jangka (range) ukuran -4

dari sekitar 10 m sampai 10 mikrometer, bergantung pada jangka

ukuran partikel yang ditinjau dan lokasi pengukuran. Jangka 7 -6 3konsentrasinya dari sekitar 10 sampai 10 per cm . Distribusi ukuran

aerosol di darat, di laut dan di daerah kota yang udaranya tercemar

ditunjukkan pada gambar 4.2, dimana ordinatnya adalah Dlogd

dN

78 Mikrofisika Awan Dan Hujan

Page 106: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

yang di plot dengan skala logaritma, dan sebagai absis adalah log D.

Notasi N menunjukkan konsentrasi aerosol dengan diameter lebih besar

D, untuk mudahnya dianggap aerosol berbentuk bola. Pada gambar 4.2

juga diplot persamaan (4.2) dengan = 3, tetapi garisnya digeser dari

kurva lainnya supaya menjadi jelas.

Beberapa konklusi menarik dapat ditarik dari gambar 4.2, yaitu:

i. Konsentrasi aerosol turun secara tajam dengan bertambahnya ukuran

aerosol. Karena itu, jumlah total konsentrasi didominasi oleh aerosol

yang lebih kecil, untuk aerosol dengan diameter kurang dari 0,2 m

disebut inti Aitken.

ii. Bagian kurva distribusi ukuran yang merupakan garis lurus

diekspresikan dalam bentuk:

atau dengan mengambil antilog diperoleh:

(4.2)

dimana C adalah konstanta yang dikaitkan dengan konsentrasi

aerosol dan – adalah nilai kemiringan (slope) kurva distribusi

ukuran, nilai biasanya terletak antara 2 dan 4. Aerosol kontinental

dengan diameter lebih dari sekitar 0,2 m mengikuti persamaan (4.2)

yang sangat dekat dengan nilai = 3.

Dlogβkonstanta

Dlogd

dNlog

βDC

Dlogd

dN

Mikrofisika Awan Dan Hujan 79

Page 107: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Gambar 4.2. Distribusi jumlah aerosol dalam pengukuran udara kontinental (–), udara laut (---), dan udara kota tercemar (…).

iii. Distribusi jumlah (ukuran) yang diamati menguatkan pengamatan

penghitung inti Aitken yang menunjukkan bahwa konsentrasi total

aerosol secara rata-rata, paling besar dalam udara kota yang

tercemar dan yang paling kecil dalam udara laut.

iv. Konsentrasi aerosol dengan diameter lebih dari sekitar 2 m (disebut

aerosol raksasa) secara rata-rata agak serupa baik di kontinental, laut

maupun di kota yang tercemar.

Pengertian lain dalam distribusi ukuran aerosol dapat diperoleh

dengan mengeplot distribusi luas permukaan atau volume aerosol.

Dalam distribusi luas permukaan, ordinat adalah dan absis

adalah log D, dimana S adalah luas permukaan total aerosol dengan

diameter lebih besar D. Dalam distribusi volume, ordinat adalah

dan absis log D, dimana V adalah volume total aerosol dengan diameter

lebih besar D.

Dlogd

dS

Dlogd

dV

80 Mikrofisika Awan Dan Hujan

Page 108: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Jika distribusi jumlah aerosol diberikan oleh persamaan (4.2),

dengan dN menyatakan konsentrasi jumlah aerosol dalam interval d (log

D), maka dapat diturunkan persamaan-persamaan berikut :

a. dN/dD

Persamaan (4.2) :

karena itu

atau

Jadi

(4.3)

Catatan

Jadi,

atau

CD

Dlogd

dN

,CD

Dlogd

dD

dD

dN

D

1.

10n

CD

dD

Dnd

10n

CD

dD

DlogdCD

dD

dN

1D10n

C

dD

dN

Dlog.10nDlog.10logDlog 10ee

Dlog.10nDn

10n

DnDlog

Mikrofisika Awan Dan Hujan 81

Page 109: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

b. dS/d(log D) : distribusi luas permukaan aerosol.

Luas permukaan aerosol total dengan diameter lebih besar D.

karena itu

jadi

(4,4)

c. dV/d(log D) : distribusi volume aerosol.

Volume aerosol total dengan diameter lebih besar D

karena itu

Jadi,

����(4.5)

aerosoljejari:D2

1r,Nr4S 2

NDND2

14S 2

2

dNDdS 2

CD.D

Dlogd

dND

Dlogd

dS 22

2CD

Dlogd

dS

ND6

N.D2

1

3

4Nr

3

4V 3

3

3

dND6

dV 3

CD.D

6Dlogd

dND

6Dlogd

dV 33

3CD

6Dlogd

dV

82 Mikrofisika Awan Dan Hujan

Page 110: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Dari persamaan yang diturunkan dalam persamaan (4.4), terlihat

bahwa dS/d (log D) adalah sebuah fungsi D yang menaik untuk < 2 dan

fungsi D yang menurun untuk > 2. Karena itu distribusi permukaan

aerosol akan mencapai nilai puncak jika lebih besar nilai 2. Distribusi

volume aerosol dalam persamaan (4.5) akan mencapai nilai puncak jika

lebih besar nilai 3, mirip dengan distribusi permukaan aerosol, lihat

Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Distribusi permukaan (a) dan volume aerosol (b) berdasarkan pengukuran ukuran aerosol di Denver, Colorado, ..... : udara kota tercemar, — : udara kontinental, dan --- : udara kontinental dari abu gunung (Wallace, 1977).

Kenyataan bahwa fluktuasi kecil dalam kemiringan (slope)

distribusi jumlah aerosol disekitar nilai – 2 dan – 3 (yaitu = 2 dan 3)

tampak sebagai maksima dan minima lokal masing-masing dalam

distribusi permukaan dan volume aerosol yang merupakan keistimewaan-

keistimewaan sehingga lebih bermanfaat dalam beberapa hal

dibandingkan kurva distribusi jumlah aerosol.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 83

Page 111: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

4.3. Aerosol Gara m Laut

Aerosol garam laut (AGL) mempunyai pengaruh besar pada

bidang geofisika secara luas. Dalam pembahasan buku ini, AGL sangat

mempengaruhi pada mikrofisika awan dan hujan, terutama karena AGL

dapat bertindak sebagai inti kondensasi awan (IKA). Partikel-partikel

aerosol garam laut berinteraksi dengan gas atmosferik dan unsur pokok

aerosol yang lain melalui perannya sebagai pencuci gas yang dapat

mengondensasi dan menindas pembentukan partikel baru, sehingga

mempengaruhi distribusi ukuran aerosol-aerosol lain tersebut. Perlu

dibedakan antara partikel AGL (yang berkaitan dengan bahan fasa cair,

padat atau fasa campuran) dan AGL yang terdiri dari partikel-partikel

tersebut yang mengapung dalam atmosfer.

Aerosol garam laut (AGL) didefinisikan sebagai komponen

aerosol yang terdiri dari tetes air laut dan partikel garam laut kering (dry

sea salt particles). Jejari partikel AGL berjangka dari kurang 0,1 m

sampai lebih besar 1000 m (1mm). AGL adalah sebuah komponen

penting dari aerosol laut (marine) yang tidak terganggu oleh lingkungan

laut, jauh dari sumber-sumber kontinental dan antropogenik. Lagipula,

garam laut adalah salah satu kontributor terbesar pada massa bahan

partikulat yang diinjeksikan kedalam atmosfer secara global dengan 12 12

perkiraan kontribusi tahunan dari 0,3 x 10 kg sampai 30 x 10 kg yang -6 -2 -1sebanding dengan fluks massa garam laut 0,03 x 10 g m s sampai 3 x

-6 -2 -110 g m s pada osean (lautan). Fluks massa garam ini setara dengan

perpindahan (pelenyapan) harian lapisan air setebal 0,07 m sampai -27 m, evaporasinya menghasilkan fluks panas laten sebesar 0,002 Wm

-2sampai 0,2 Wm . Sangat berbeda dengan evaporasi air global rata-rata

tahunan di atas lautan adalah 100 cm atau lebih besar yang sesuai

dengan perpindahan harian rata-rata lapisan air sekurang-kurangnya

84 Mikrofisika Awan Dan Hujan

Page 112: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

-2setebal 0,3 cm dengan disertai fluks panas laten sebesar 80 Wm atau

lebih. Jadi, produksi aerosol garam laut meskipun berkontribusi besar

pada massa bahan partikulat yang diinjeksikan kedalam atmosfer, tidak

berkontribusi cukup besar pada pertukaran air global atau panas laten

antara osean dan atmosfer.

Partikel aerosol garam laut sangat penting untuk berbagai alasan

: partikel AGL (aerosol garam laut) bertindak sebagai inti kondensasi

awan (IKA) untuk membentuk tetes awan, pertukaran gas dengan

atmosfer dan mengikutsertakan reaksi kimia, menghamburkan cahaya,

pertukaran kebasahan (moisture) dengan atmosfer, dan berpartisipasi

dalam daur geokimia unsur-unsur. Pentingnya partikel AGL dalam

proses-proses di atmosfer bergantung pada ukuran, konsentrasi dan

waktu tinggal partikel, dan bergantung pada sejauh mana partikel-

partikel ini dapat bercampur secara vertikal di atmosfer. Hal ini

dikendalikan oleh faktor-faktor meteorologis dan lingkungan yang

mempengaruhi pembentukan dan pemecahan gelombang-gelombang

laut; sifat dan cakupan areal puncak ombak putih; produksi, dinamika,

dan ledakan pecah gelembung-gelembung; pembentukan tetes,

kelakuan atmosfer, dan angkutan (transport); proses-proses yang

bertindak untuk memindahkan tetes-tetes ini.

Partikel aerosol garam laut sangat berpengaruh pada awan

dalam atmosfer laut karena bertindak sebagai inti kondensasi awan

dalam pembentukan tetes-tetes awan. Distribusi ukuran konsentrasi

jumlah aerosol garam laut (AGL) mempengaruhi distribusi ukuran

konsentrasi jumlah tetes awan-awan maritim yang mempengaruhi

pembentukan hujan dan kemungkinan memainkan peranan dalam

pencucian udara unsur-unsur antropogenik. Kemampuan partikel AGL

Mikrofisika Awan Dan Hujan 85

Page 113: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

untuk membentuk sebuah tetes awan ditentukan oleh ukurannya, oleh

kondisi meteorologis terutama kecepatan arus udara keatas yang

mempengaruhi kelewat jenuh lingkungan (kelembapan relatif lebih

besar dari 100%) serta oleh komposisi dan distribusi ukuran konsentrasi

kehadiran partikel aerosol lain.

Jika parsel udara (air parcel) naik dalam atmosfer, maka akan

menjadi dingin secara adiabatik yang bergantung pada kecepatan arus

udara keatas. Penurunan temperatur menyebabkan kenaikan kelembapan

relatif (RH) lingkungan yang diberikan oleh persamaan Clausius –

Clapeyron. Karena kelembapan lingkungan meningkat, maka uap air

mengondensasi pada partikel aerosol yang ada dan menjadi tetes dengan

kecepatan yang dikendalikan oleh temperatur lingkungan dan oleh beda

antara nilai RH lingkungan dan RH keseimbangan tetes. Kelembapan

relatif (RH) sebuah tetes tertentu sama dengan perbandingan tekanan uap

air keseimbangannya dengan tekanan uap jenuh massa air murni (pure

bulk water) pada temperatur lingkungan, dan bergantung pada komposisi

dan ukuran tetes. RH keseimbangan pada umumnya berbeda dari RH

massa air murni (yaitu 100%), karena adanya zat larut (efek larutan) yang

menurunkan RH keseimbangan dan kelengkungan tetes dalam

hubungannya dengan tegangan permukaan (efek kelengkungan) yang

meningkatkan RH keseimbangan ini. Kedua efek larutan dan

kelengkungan tetes dinyatakan dalam persamaan Köhler yang akan

dibahas pada bab 5.

Indonesia sebagai benua maritim yang mempunyai luas laut

sekitar 70% dan darat 30%, peranan aerosol garam laut sangat penting

dalam pembentukan tetes awan. Indonesia sebagai wilayah ekuatorial

yang konveksinya paling aktif dibandingkan wilayah ekuatorial Amerika

86 Mikrofisika Awan Dan Hujan

Page 114: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

dan Afrika sangat berperan dalam pembentukan awan dan hujan

konveksional. Awan konvektif jenis cumulus (Cu) terutama

cumulonimbus (Cb) merupakan jalur maut bagi penerbangan. Awan Cb

dapat menghasilkan hujan sangat lebat, batu es, bahkan dapat

menghasilkan petir (kilat dan guruh) dan puting beliung. Hari guruh di

Indonesia sekitar 100 atau lebih per tahun sedang di daerah subtropis

sekitar 50 per tahun.

4.4. Mekanisme Pemindahan Partikel AGL dari Atmosfer

Mekanisme yang bertindak untuk mengangkut partikel-partikel

AGL (aerosol garam laut) dari atmosfer ke permukaan bumi dalam

konteks lautan digolongkan menjadi deposisi (endapan) basah dan

deposisi kering.

a. Deposisi basah

Deposisi basah partikel berkenaan dengan alih partikel dari

atmosfer ke permukaan oleh presipitasi baik dalam–awan (in–cloud) atau

penyapuan bawah–awan (below–cloud). Di dalam awan, partikel

membentuk tetes awan yang kemudian dipindahkan oleh curah hujan

melalui deposisi gravitasional atau tangkapan dan penggabungan oleh

hidrometeor yang jatuh. Penyapuan bawah–awan terdiri dari partikel-

partikel yang tertangkap oleh tetes-tetes yang jatuh dan karenanya

partikel lepas dari atmosfer dan jatuh ke permukaan bumi. Faktor kunci

yang mempengaruhi kecepatan deposisi basah partikel adalah ukuran,

bentuk dan higroskopisitasnya; konsentrasi partikel-partikel lain,

ukurannya dan higroskopisitasnya; kelembapan atmosfer, kecepatan arus

keatas, dan temperatur; frekuensi curah hujan, distribusi ukuran tetes

hujan dan intensitas hujan.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 87

Page 115: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Karena partikel AGL (aerosol garam laut) mempunyai

konsentrasi rendah, higroskopisitas tinggi dan ukuran besar dibandingkan

partikel-partikel lain yang ada dalam atmosfer laut maka partikel AGL

sangat efektif sebagai (IKA). Penyapuan dalam–awan diduga sangat

penting untuk pemindahan partikel AGL kecil yang tercampur di seluruh

lapisan batas laut. Sedangkan tangkapan oleh tetes-tetes hujan yang jatuh

(penyapuan bawah–awan) diyakini merupakan mekanisme pemindahan

yang efisien untuk partikel AGL yang lebih besar. Deposisi basah

diharapkan memindahkan dari atmosfer partikel AGL berbagai ukuran

dalam jumlah besar selama peristiwa hujan dengan intensitas cukup besar

dan durasi cukup lama.

b. Deposisi kering

Deposisi kering bahan gas dan partikulat berkenaan dengan alih

bahan-bahan ini kepermukaan bumi (laut, darat, termasuk permukaan

tanaman) oleh mekanisme tanpa melibatkan presipitasi. Faktor kunci

yang mempengaruhi kecepatan deposisi kering partikel adalah ukuran,

bentuk, densitas, dan higroskopisitasnya; kelembapan, kecepatan angin,

turbulensi dan stabilitas atmosfer; dan sifat-sifat permukaan dimana gas

dan partikel terjadi. Di atas osean (lautan), mekanisme utama deposisi

kering partikel adalah sedimentasi gravitasional, alih turbulen, difusi

Brownian, tangkapan oleh gelombang dan penyapuan oleh percikan air

laut. Untuk partikel AGL, kecepatan deposisi kering sangat bergantung

pada ukuran partikel dan kecepatan angin.

�Deposisi kering disebabkan oleh aliran (flux) kebawah partikel-

partikel AGL. Fluks deposisi kering antar–muka–partikel AGL dengan r 80

didefinisikan sebagai fluks partikel yang diendapkan ke permukaan laut,

88 Mikrofisika Awan Dan Hujan

Page 116: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

yang sama dengan beda antara fluks produksi dan fluks vertikal neto

antar–muka partikel AGL melalui permukaan laut. Definisi ini tidak

samar, karena semburan tetes dari permukaan laut dan deposisinya ke

permukaan merupakan proses yang sangat berbeda. Massa larutan sebuah

partikel AGL dapat dinyatakan secara unik (khusus) oleh jejari partikel

dalam keseimbangan dengan atmosfer pada kelembapan relatif (RH)

tertentu. Dengan mengambil kelembapan relatif baku 80% maka jejari

partikel dinyatakan oleh r . Demikian juga, r menyatakan jejari sebuah 80 98

partikel AGL dalam keseimbangan dengan atmosfer pada RH = 98%.

4.5. Inti Kondensasi dan Inti Es Atmosferik

Cara menggambarkan kecenderungan populasi aerosol yang

membentuk awan ialah dengan spektrum aktivitasnya yaitu jumlah

partikel per satuan volume yang diaktifkan menjadi tetes-tetes awan,

dinyatakan sebagai fungsi kelewat jenuh (s). Spektra demikian diukur

dengan memakai ruang awan (cloud chamber) dimana kelewat jenuh

dapat dicapai dan dikendalikan secara teliti. Sampel udara dimasukkan ke

dalam ruang awan dan kelewat jenuh ditetapkan pada nilai rendah yang

berorde persepuluh persen (s = 0,1% = 0,001). Dengan bantuan optik

maka jumlah inti yang tumbuh pada ukuran pengaktifan (activation size)

dapat diamati dan dihitung. Perhitungan dilakukan pada langkah-langkah

kenaikan kelewat jenuh, biasanya pada jangka dari sekitar 0,3 sampai 1

persen. Inti yang diaktifkan dengan cara ini disebut inti kondensasi awan

(IKA). Ada sebagian kumpulan populasi aerosol total yang dapat

menyebabkan formasi awan-awan natural.

Penghitungan jumlah IKA sering didekati dengan hubungan

hukum pangkat (Rogers and Yau, 1989) :

Mikrofisika Awan Dan Hujan 89

Page 117: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

k�N = Cs , dengan s = (S – 1) x 100% (4.6)c

Keterangan :

�s�������: kelewat jenuh dalam persen

�S������: rasio jenuh

�Nc : jumlah inti per satuan volume yang diaktifkan pada

kelewat jenuh kurang dari s.

�C, k��: parameter yang bergantung pada tipe massa udara.

-3Nilai tipik untuk udara maritim : C = 30 – 300 cm dan k = 0,3 – 1,0. -3

Sedangkan untuk udara kontinental : C = 300 – 3000 cm dan k = 0,2 – 2,0.

Dengan menganggap spektrum aktivitas berbentuk seperti

persamaan (4.6), maka konsentrasi tetes N yang terbentuk dalam udara

ke atas (updraft) dengan kecepatan w dapat dinyatakan dalam suku-

suku w, C, dan k. Untuk k antara 0,4 dan 1,0 secara pendekatan dapat

diekspresikan dengan persamaan (Twomey, 1959 dalam Rogers and

Yau, 1989):

(4.7)

-3dengan N (jumlah tetes per satuan volume) dalam cm dan w (kecepatan

-1vertikal) dalam cm s . Twomey (1959) juga menemukan persamaan

untuk kelewat jenuh maksimum dalam udara ke atas yang dapat didekati

oleh persamaan:

(4.8)

Perbandingan spektra aktivitas dengan spektra tetes yang diamti

memberikan konfirmasi eksperimental hubungan erat antara populasi inti

dan tetes-tetes awan yang dihasilkan. Perkembangan awan setelah tingkat

2k

k

2

32k

2

w10x7C88,0~N 2

2kk

23

Cw10x6,16,3~S 3maks

90 Mikrofisika Awan Dan Hujan

Page 118: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

pembentukannya, terutama jumlah dan karakteristik presipitasi yang

dihasilkan lebih dikendalikan oleh fenomena skala besar seperti

kecepatan arus udara ke atas dan perbekalan uap air daripada oleh struktur

mikrofisika awannya. Tetapi mikrostruktur menentukan bagaimana

kemampuan sebuah awan untuk menghasilkan presipitasi, dan berapa

lama waktu yang diperlukan agar presipitasi terbentuk.

Dari pertimbangan beberapa faktor, termasuk deposisi kering,

waktu tinggal di atmosfer, konsentrasi dan gradien fluks dekat

permukaan laut, dan waktu tanggap terhadap kelembapan relatif dan

kecepatan angin maka partikel-partikel AGL diklasifikasikan menjadi

tiga jangka ukuran berdasarkan sifatnya di atmosfer dan pada fluks

antar–muka. Partikel dengan jejari r < 1 m dinyatakan sebagai 80

partikel AGL kecil, 1m < r < 25 m sebagai partikel AGL medium, 80

dan r > 25 m sebagai partikel AGL besar.80

Ada banyak nama telah dipakai untuk menggolongkan partikel

aerosol kedalam jangka ukuran, termasuk (IKA) seperti Aitken, halus,

kasar, sangat halus (ultrafine), sangat kecil, raksasa, sangat besar,

beberapa diantaranya dipakai pada jangka ukuran partikel-partikel

AGL. Sebagai contoh, partikel dengan ukuran 0,1 m < r < 1 m disebut

inti besar dan r > 1 m disebut inti raksasa. Partikel garam laut raksasa

di atmosfer mempunyai jejari r > 1 m, sedangkan partikel halus 80

mempunyai jejari r < 1 m dan partikel kasar r > 1 m. Agar terhindar

dari kekacauan maka untuk partikel AGL seharusnya memakai

klasifikasi kecil, medium, dan besar (Junge, 1956; Whitby, 1978

dalam Lewis and Schwartz, 2004)

Persamaan Clausius–Clapeyron memberikan keadaan

keseimbangan sistem termodinamika yang terdiri dari badan air dan

Mikrofisika Awan Dan Hujan 91

Page 119: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

uapnya. Saturasi (kejenuhan) didefinisikan sebagai situasi keseimbangan

dimana kecepatan penguapan dan kondensasi sama besar. Dalam

kenyataannya tetes-tetes air mulai mengondensasi dalam uap air murni

hanya jika kelembapan relatif mencapai beberapa ratus persen, kecuali

jika ada partikel-partikel berukuran kecil yang mempunyai gaya gabung

untuk air dan sebagai pusat-pusat kondensasi. Partikel-partikel ini disebut

inti kondensasi awan. Proses dimana fasa uap menjadi tetes-tetes air

melalui inti kondensasi disebut pengintian heterogen. Sedangkan

pembentukan tetes dari uap dalam lingkungan murni yang memerlukan

kelewat jenuh tinggi dan tidak penting di dalam atmosfer disebut

pengintian homogen.

Konsentrasi inti es (IES) sedikit berubah terhadap ruang dan

waktu, dan bahwa gambaran tipik (khusus) adalah satu inti per liter pada 0temperatur – 20 C. Konsentrasi itu biasanya sangat bergantung pada

temperatur. Ketergantungan temperatur rata-rata ditunjukkan pada

gambar 4.4. Pada gambar ini sebenarnya ada deviasi yang lebar terhadap

garis lurus (Rogers, 1977).

Gambar 4.4. Ketergantungan konsentrasi inti es (IES) pada temperatur.

100

10

1

0,1

0,01

– 10 – 20 – 30 0C

IES

per

lite

ru

dar

a

92 Mikrofisika Awan Dan Hujan

Page 120: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Konsentrasi inti es (IES) atmosfer dari metode deteksi ini

mengandung ketidakpastian karena banyak pengaruh seperti sejarah

aerosol, kelembapan ruang awan, dan peubah-peubah eksperimental

lainnya. Ketika kelewat dingin meningkat, maka konsentrasi inti

meningkat. Konsentrasi inti es juga meningkat dengan kenaikan

kelewat jenuh yang kuantitasnya tidak selalu terkendali atau terukur

dalam eksperimen. Selanjutnya ada kejelasan bahwa beberapa peristiwa

pengintian tidak terjadi dengan segera, tetapi penampakan inti

memerlukan waktu yang lama pada kondisi kelewat dingin. Akibatnya,

hanya sebagian inti yang berada dalam sampel udara dapat diaktifkan

selama waktu percobaan.

4 -3Dengan mengambil 10 cm sebagai konsentrasi partikel aerosol

0tipik, dapat dilihat bahwa satu inti per liter aktif pada temperatur – 20 C.

Meskipun masih ada ketidakpastian, tetapi ada kejelasan bahwa mineral

lempung terutama kaolinite (tanah lempung) sebagai komponen utama

inti es (IES) atmosferik, material yang banyak dijumpai dalam banyak 0

tipe tanah dengan ambang batas pengintian adalah – 9 C. Keping-

keping salju yang jatuh ke tanah biasanya dijumpai mengandung

partikel yang menjadi pusat pertumbuhan kristal. Partikel-partikel ini

didefinisikan oleh mikroskop elektron yang menunjukkan koalinite

dengan ukuran antara 0,1 dan 4 m. Bagaimana kaolinite dapat 0menerangkan kejadian es dalam awan lebih panas dari – 9 C yang

kadang-kadang diamati, jawabannya masih belum jelas.

Sumber lain dari inti es (IES) adalah bakteria dalam material daun

tanaman rusak yang dapat menjadi inti yang efektif pada temperatur

panas. Telah diketahui bahwa partikel tanah biasanya dapat menjadi aktif

pada temperatur lebih panas dari pada batas ambang untuk kaolinite yang

Mikrofisika Awan Dan Hujan 93

Page 121: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

mungkin dijelaskan dengan inti-inti berukuran submikron dari beberapa

bahan organik minor. Perak iodida (AgI) mempunyai temperatur 0pengintian relatif panas (– 4 C) adalah bahan IES yang banyak dipakai

dalam pembenihan awan buatan. Bahan perak iodida dapat dibuat dalam

bentuk partikel-partikel yang sangat halus oleh pembakaran senyawa

perak khusus.

Material meteor telah dipikirkan kemungkinannya sebagai

sumber inti es atmosferik, pada awalnya ketika Bowen menemukan

korelasi antara kejadian curah hujan ekstrim dengan hujan meteor, dan

yang lebih baru karena meteorit submikron yang diproduksi oleh

penguapan akan mengondensasi kembali menjadi material meteoritik

sebagai inti es (IES) yang agak efektif. Tetapi dari observasi selanjutnya

jelas tampak bahwa sumber bumi banyak mengandung inti-inti es.

Pengukuran pada situs pantai (coastal sites) menunjukkan lebih banyak

inti dalam udara di atas darat dari pada di atas osean (lautan). Konsentrasi

inti juga berkurang dengan ketinggian di atas tanah yang konsisten

dengan sumber pada permukaan. Bahkan pada Kutub Selatan, partikulat

dalam keping-keping salju yang dijumpai adalah mineral lempung.

4.6. Resumé

Aerosol adalah partikel padat atau cair yang mengapung di

udara. Beberapa partikel aerosol bersifat higroskopis dan bertindak

sebagai inti kondensasi awan (IKA). Aerosol terbentuk oleh pemadatan

gas atau oleh disintegrasi cairan atau material padat. Untuk

memudahkan, maka semua jenis aerosol digambarkan berbentuk sferis

(bola). Jangka (range) diameter partikel aerosol dari 10 nm untuk

94 Mikrofisika Awan Dan Hujan

Page 122: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

molekul-molekul sampai lebih dari 10 m untuk garam, debu dan

partikel-partikel pembakaran.

Partikel aerosol dalam atmosfer berasal dari sumber-sumber

primer natural dan antropogenik (aktivitas manusia) seperti debu angin

(20%), percikan laut (40%), kebakaran hutan (10%), serta operasi

pembakaran dan industrial lain (5%). Sisanya (25%) dikaitkan dengan

sumber-sumber sekunder yang melibatkan konversi gas–ke–partikel

melalui proses fotokimia dan kimia lain. Diantara gas, maka reaksi

pembentuk partikulat yang utama adalah SO , NO , dan NH . Tanpa 2 2 3

memandang mekanismenya, aerosol atmosferik secara kontinu

mengalami banyak transformasi kimia dan fisika, termasuk kongulasi

(pemadatan), kondensasi, awan, sedimentasi, dispersi, percampuran

dan mengalami deposisi kering di dalam–awan (in–cloud) yang

bertindak sebagai inti kondensasi atau deposisi basah di bawah–awan

(below–cloud) melalui penyapuan curah hujan.

Pertikel aerosol dapat dinyatakan sebagai distribusi jumlah

(ukuran) aerosol: , distribusi luas permukaan aerosol:

dan distribusi volume aerosol: .

Aerosol garam laut (AGL) dapat bertindak sebagai inti

kondensasi awan (IKA) sehingga mempengaruhi mikrofisika awan

dan hujan. AGL adalah komponen aerosol yang terdiri dari tetes air

laut dan partikel garam laut kering. Jejari partikel AGL berkisar dari

kurang 0,1 m sampai lebih besar 1 mm. Partikel AGL turun ke

permukaan bumi melalui deposisi basah atau deposisi kering.

Deposisi basah adalah alih partikel dari atmosfer ke permukaan oleh

CD

Dlogd

dN

2CD

Dlogd

dS

3CD

6Dlogd

dV

Mikrofisika Awan Dan Hujan 95

Page 123: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

presipitasi, baik sebagai IKA dalam–awan (in–cloud) atau melalui

penyapuan bawah–awan (below–cloud). Deposisi kering adalah alih

partikel ke permukaan bumi tanpa melibatkan presipitasi.

AGL sangat penting dalam interaksi udara – laut, dan

memainkan peranan dominan dalam banyak aspek kimia atmosfer,

radiasi atmosfer, geokimia (termasuk daur geokimia berbagai unsur),

meteorologi, klimatologi, mikrofisika awan, oseanografi dan ekologi

pantai. Peranan aerosol garam laut (AGL) dalam pembentukan awan di

atas Indonesia sangat penting, karena sebagai benua maritim

mempunyai luas perairan 70%. Sebagai wilayah ekuatorial yang

konveksinya paling aktif diantara wilayah ekuatorial lainnya, awan

konvektif jenis cumulus mendominasi tumbuh di atas wilayah

Indonesia. Awan cumulonimbus dapat menghasilkan hujan deras, batu

es dan petir.

Partikel dengan susunan molekuler dan kristalografik seperti

yang dimiliki es yang mempunyai struktur heksagonal cenderung

mempunyai kemampuan pengintian es yang baik. Kebanyakan inti es

(IES) yang baik sebenarnya tidak larut dalam air. Beberapa partikel

tanah inorganik (terutama tanah liat) dapat mengintikan es pada 0temperatur di atas – 15 C dan partikel ini kemungkinan memainkan

peranan penting pada pengintian es dalam awan. Dari kajian 87%

kristal salju yang dikumpulkan pada tanah mempunyai partikel-partikel

mineral lempung pada pusatnya dan lebih dari separo partikel-partikel

ini adalah jenis kaolinite. Baru-baru ini diamati bahwa daun-daun

tanaman yang rusak banyak yang bertindak sebagai inti es, beberapa 0

inti ini aktif pada temperatur – 4 C. Perak iodida (AgI) adalah inti es

yang banyak dipakai dalam pembenihan awan artifisial.

96 Mikrofisika Awan Dan Hujan

Page 124: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Bab 5

Pembentukan Awan

Mikrofisika Awan Dan Hujan 97

Faktanya uap air murni tidak dapat mengondensasi menjadi

tetes air di troposfer yaitu lapisan atmosfer bawah dimana proses cuaca

terjadi. Fakta juga menunjukkan bahwa atmosfer mengandung partikel

berukuran mikron yang mempunyai gaya gabung terhadap air dan

bertindak sebagai inti kondensasi awan (IKA). Di troposfer tidak terjadi

pengintian homogen, sebaliknya terjadi pengintian heterogen yaitu

proses pembentukan tetes awan melalui inti kondensasi awan.

Awan terbentuk jika udara menjadi kelewat jenuh terhadap air

cair atau dalam beberapa kasus terhadap es. Kebanyakan kelewat jenuh

terjadi di atmosfer akibat kenaikan parsel udara melalui konveksi,

konvergensi, orografi atau front yang menyebabkan ekspansi udara dan

pendinginan adiabatik. Di bawah kondisi ini, uap air mengondensasi

pada beberapa aerosol di udara untuk membentuk sebuah awan dengan

butiran-butiran air. Jika tekanan uap air di udara adalah e, maka e adalah s

tekanan uap jenuh di atas permukaan datar air cair dan e adalah tekanan i

0uap jenuh di atas es. Untuk temperatur di bawah 0 C, tekanan uap jenuh

di atas air kelewat dingin lebih besar dari pada tekanan uap jenuh di atas

es (e > e ).s i

Page 125: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

5.1. Aspek General Pembentukan Awan dan Hujan

Banyak ragam jenis inti kondensasi yang berada dalam atmosfer.

Beberapa menjadi berair (wetted) pada kelembapan relatif (RH) kurang

dari 100% dan memberikan haze (kabur) yang menghalangi visibilitas.

Inti kondensasi yang relatif besar, yang mungkin akan tumbuh menjadi

ukuran tetes awan. Karena udara menjadi dingin dalam kenaikan

adiabatik, maka kelembapan relatif mendekati 100%. Inti yang

higroskopis kemudian bertindak sebagai pusat kondensasi. Jika kenaikan

udara diteruskan, maka kelewat jenuh akan terjadi karena pendinginan.

Kelewat jenuh diartikan sebagai kelebihan kelembapan relatif di atas

nilai keseimbangannya (100%). Jadi udara dengan RH = 101,5%

mempunyai kelewat jenuh 1,5%. Karena awan terus naik, maka 0

puncaknya menjadi dingin di bawah temperatur 0 C. Tetes-tetes air yang

kelewat dingin di dalam awan mungkin membeku atau mungkin tidak,

bergantung pada ada atau tidaknya inti pembeku (inti es). Untuk tetes air

murni, pembekuan homogen tidak akan terjadi sampai temperatur sekitar 0

– 40 C tercapai. Tetapi jika inti yang sesuai terdapat, maka pembekuan 0dapat terjadi hanya pada beberapa derajat di bawah temperatur 0 C.

Awan adalah sekumpulan tetes yang mempunyai konsentrasi 3

berorde 100 per cm dan mempunyai jejari sekitar 10 m. Tetes hujan

akan tumbuh jika populasi awan menjadi tidak stabil. Pertama tumbukan

langsung dan penangkapan tetes-tetes air. Kedua interaksi antara tetes

air dan kristal es yang terbatas pada awan yang puncaknya di atas paras 0 0C. Jika sebuah kristal es berada bersama sejumlah tetes air kelewat

dingin, maka situasi menjadi tidak stabil. Keseimbangan tekanan uap di

atas es lebih kecil daripada di atas air pada temperatur yang sama,

karenanya kristal es tumbuh dengan difusi uap dan tetes menguap untuk

mengimbanginya.

Mikrofisika Awan Dan Hujan98

Page 126: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Partikel Jejari (r) Konsentrasi(n) per liter

Kecepatan jatuh

terminal (v)

Inti kondensasi khusus

Tetes awan khusus

Tetes awan besar

Batas tetes awan dan hujan

Tetes hujan khusus

0,1 m

10 m

50 m

100 m

1 mm

6 -110

6 -110

3 -110

-11

-10,001 mm s

-11 cm s

-127 cm s

-170 cm s

-16,5 m s

Alih uap bergantung pada perbedaan keseimbangan tekanan uap 0di atmosfer air dan es yang sangat efisien pada temperatur sekitar – 15 C.

Sekali kristal es tumbuh lebih besar daripada tetes air, maka kristal es

mulai jatuh relatif terhadap tetes air sehingga tumbukan mungkin terjadi.

Jika tumbukan terjadi antara kristal es dengan kristal es lain, maka

keping-keping salju (snowflakes) akan terjadi dan jika tetes-tetes air

terkumpul, maka batu es mungkin terbentuk. Jika partikel jatuh melalui 0

paras 0 C, maka terjadi peleburan dan keluar dari dasar awan sebagai

tetes hujan yang terbentuk dari koalisensi. Bila cuaca dingin, atau bila

batu-batu es besar terjadi, maka partikel tersebut yang dalam perjalannya

mencapai permukaan tanah mungkin tidak meleleh, dan akan tetap

menjadi batu es hujan.

Tabel 5.1. Ukuran, konsentrasi dan kecepatan jatuh terminal komparatif beberapa partikel dalam proses pembentukan awan.

Partikel-partikel yang menarik di dalam awan mempunyai jangka

(range) yang besar mengenai ukuran, konsentrasi dan kecepatan jatuh.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 99

Page 127: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Tabel 5.1, membandingkan sifat-sifat tersebut untuk beberapa partikel

awan dan presipitasi. Perlu diperhatikan bahwa ada perbedaan yang besar

antara ukuran inti kondensasi khusus dan sebuah tetes awan atau antara

tetes awan dan tetes hujan.

Tinggi awan (dasar dan puncak awan) adalah jarak vertikal dari

lokasi pengamatan sampai dengan ketinggian awan. Ketinggian awan

diukur dari daerah pegunungan atau dari permukaan laut. Ketinggian

awan adalah faktor penting untuk menentukan jenis awan. Pengamat

melaporkan ketinggian awan biasanya dari permukaan laut, sehingga

perlu adanya koreksi untuk data dari tempat-tempat lain.

Observasi menunjukkan bahwa tinggi awan bervariasi dari

dekat permukaan laut sampai ketinggian 8 km di daerah kutub, 14 km di

daerah lintang menengah dan 18 km di daerah tropis. Dengan perjanjian,

ketinggian troposfer dimana awan terbentuk dibagi menjadi tiga lapisan

yaitu lapisan tinggi, menengah, dan rendah. Lapisan-lapisan ini

mempunyai beda ketinggian bergantung pada lintang geografis. Tabel

5.2, menunjukkan tinggi awan menurut lintang geografis, dan tabel 5.3,

menunjukkan jenis presipitasi awan hujan.

Tabel 5.2. Tinggi awan berdasarkan lintang geografis.

Paras (level) Daerah Kutub Daerah Subtropis Daerah Tropis

Tinggi

Menengah

Rendah

2 – 8 km

2 – 4 km

5 – 14 km

2 – 7 km

6 – 18 km

2 – 8 km

dari permukaan sampai ketinggian 2 km

Mikrofisika Awan Dan Hujan100

Page 128: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Tabel 5.3. Jenis presipitasi dari awan hujan.

0Catatan: Salju terjadi di daerah yang mempunyai temperatur di bawah 0 C, misalnya

dalam musim dingin

Tinggi dasar awan dapat dihitung dari beda antara temperaur

permukaan dan temperatur titik embun. Jika udara dianggap bercampur

secara sempurna dari permukaan tanah sampai dasar awan (terutama

dalam hal Cumulus termal), maka tinggi dasar awan dapat ditentukan

dari pertimbangan termodinamik. Temperatur udara yang naik akan

menjadi dingin lebih cepat dari pada temperatur titik embunnya.

Ketinggian paras kondensasi di atas permukaan dapat ditulis dengan

ekspresi :

(5.1)

Keterangan :0�T����: temperatur permukaan ( F)0�Td : temperatur titik embun ( F)

�Z����: tinggi paras kondensasi (kaki)

T dan Td dapat diukur dengan psychrometer (termometer bola basah

Mikrofisika Awan Dan Hujan 101

Presipitasi Tipe Awan

As Ns Sc St Cu Cb

Hujan lebat

Hujan

Gerimis

Keping-keping salju

Salju

Batu es hujan

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

Page 129: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

dan bola kering). Tinggi dasar awan adalah 100 – 200 kaki lebih tinggi

daripada paras kondensasi yang dihitung.

Balon pandu (pilot) yang masuk ke awan dapat menentukan

tinggi dasar awan. Balon ini mempunyai massa 8 – 10 gram dan naik -1

dengan kecepatan antara 2,3 dan 2,5 ms (antara 460 dan 490 kaki per

menit). Waktu yang diperlukan balon dari permukaan sampai dasar awan

dicatat dan dikalikan dengan kecepatan naik balon menghasilkan

ketinggian dasar awan:

Z = v . t (5.2)

Keterangan :

�v��: kecepatan naik balon

�t���: waktu balon dari permukaan ke dasar awan

5.2. Genus Awan

Tiap genus (golongan utama) awan dibagi menjadi jenis awan,

dan tiap jenis awan dibagi lagi menjadi varitas awan. Awan dapat

digolongkan menjadi sepuluh genus yaitu Cirrus (Ci), Cirrocumulus (Cc),

Cirrostratus (Cs), Altocumulus (Ac), Altostratus (As), Nimbostratus (Ns),

Stratocumulus (Sc), Stratus (St), Cumulus (Cu), dan Cumulonimbus

(Cb), Cirrus (Ci) didefinisikan sebagai awan yang tampak tersusun dari

serat lembut dan halus, berwarna putih mengkilap seperti sutra. Di langit,

Ci tampak seperti kumpulan serat halus yang jaraknya relatif jarang atau

yang jaraknya rapat. Genus awan Ci mempunyai jenis awan : fibratus,

unsinus dan spisatus. Cirrus terdiri dari kristal-kristal es. Awan Ci

tumbuh berkembang dari kristal es yang jatuh dari Cirrocumulus, atau

dari bagian Cumulonimbus, atau dari penguapan bagian yang tipis dari

Cirrostratus, lihat foto 1.

Mikrofisika Awan Dan Hujan102

Page 130: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Cirrocumulus (Cc) adalah lapisan awan yang tampak terdiri dari

unsur sangat kecil menyerupai butir padi-padian yang berwarna putih.

Masing-masing unsur dapat saling bersambung atau terpisah. Genus

awan Cc mempunyai jenis awan : lentikularis dan undulatus. Cc hampir

seluruhnya terdiri dari kristal es. Mungkin ada tetes sangat kelewat dingin

tetapi biasanya segera menjadi kristal es. Cc dapat terbentuk dalam udara

cerah, atau dari Cirrus dan Cirrostratus. Jenis lentikularis (Cc berbentuk

lensa) dapat terbentuk karena pengangkatan orografik lokal dari udara

lembap; lihat foto 2.

Cirrostratus (Cs) adalah awan yang tampak seperti tirai kelembu

halus keputih-putihan yang menghasilkan gejala halo yaitu gejala optis

yang tampak seperti lingkaran yang mengelilingi matahari atau bulan.

Halo disebabkan oleh refraksi dan refleksi cahaya dari kristal es di

atmosfer. Genus awan Cs mempunyai jenis awan : fibratus dan

nebulosus. Cs terutama terdiri dari kristal es. Cs dapat terbentuk dari

Cirrus atau Cirrocumulus yang membentang, dapat juga Cs terbentuk dari

kristal es yang jatuh dari Cumulonimbus, lihat foto 3.

Altocumulus (Ac) adalah lapisan awan berwarna putih atau

kelabu, terdiri dari unsur-unsur berbentuk bulatan pipih. Jenis awan Ac

adalah Stratiformis dan lentikularis. Ac terutama terdiri dari tetes air,

tetapi pada temperatur sangat rendah dapat berbentuk kristal es. Ac

terbentuk karena adanya turbulensi atau konveksi di lapisan atmosfer

menengah. Dapat pula Ac terbentuk dari Cirrocumulus yang menebal dan

dari transformasi Stratocumulus, Altostratus dan Nimbostratus, atau

terbentuk dari pembentangan awan Cumulus dan Cumulonimbus. Dalam

bentuk lensa (lentikularis), Ac terbentuk karena efek orografik lokal udara

lembap, lihat foto 4.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 103

Page 131: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Altostratus (As) adalah lapisan awan yang tampak berserat,

berwarna keabu-abuan atau kebiru-biruan menutupi sebagian atau

seluruh langit. As menyerupai Cirrostratus yang tebal, tetapi tidak

menimbulkan halo. As tidak mempunyai jenis awan. As dapat

berbentuk awan tipis sehingga matahari dan bulan yang berada dibaliknya

kelihatan samar-samar seperti berada dibelakang kaca buram, dapat pula

berbentuk awan sangat tebal dan gelap, sehingga matahari dan bulan yang

berada dibaliknya tidak terlihat. As terdiri dari tetes air dan kristal es. As

mengandung tetes hujan yang dapat menimbulkan gejala virga yaitu

hujan yang tidak sampai ke permukaan bumi karena tetes-tetes hujan

yang jatuh menguap di atmosfer. As dapat terbentuk dari Cirrostratus

yang menebal, kadang-kadang dari Nimbostratus yang menipis. Dapat

pula As terbentuk dari lapisan Altocumulus yaitu dari kristal es yang jatuh

dari Altocumulus, oleh pembentangan bagian tengah atau atas

Cumulonimbus, lihat foto 5.

Ninbostratus (Ns) adalah lapisan awan yang luas berwarna

kelabu tua. Ns cukup tebal sehingga matahari yang berada dibaliknya

tidak terlihat. Ns tidak mempunyai jenis awan. Ns terdiri dari tetes awan

dan hujan. Curah hujan dapat mencapai permukaan atau berbentuk virga.

Curah hujan yang terjadi adalah hujan kontinu (terus menerus). Ns

terbentuk dari pembentangan Cumulus besar atau Cumulonimbus. Ns

dapat pula terbentuk dari Altostratus yang menebal, kadang-kadang dari

Stratocumulus atau Altocumulus, lihat foto 6.

Stratocumulus (Sc) adalah lapisan awan yang terdiri dari unsur

berbentuk bulatan pipih atau bulatan panjang pipih berwarna kelabu.

Langit yang seluruhnya tertutup Sc tampak berombak. Jenis awan Sc

Mikrofisika Awan Dan Hujan104

Page 132: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

adalah stratiformis, lentikularis dan undulatus. Sc dapat berbentuk

sangat tipis sehingga matahari yang berada dibaliknya dapat terlihat, dan

dapat berbentuk sangat tebal sehingga matahari yang berada dibaliknya

tidak terlihat sama sekali. Sc terdiri dari tetes awan, kadang-kadang tetes

hujan yang menghasilkan hujan dengan intensitas kecil. Sc dapat

dihasilkan dari Altocumulus yang bertambah besar ukuran unsurnya. Sc

dapat pula terbentuk dari pembentangan bagian tengah dan atas awan

Cumulus atau Cumulonimbus, lihat foto 7.

Stratus (St) adalah awan rendah tetapi tidak menyentuh

permukaan bumi dan umumnya berwarna kelabu. Jenis awan St adalah

nebulosus, fraktus. Dasar awan St sering sangat rendah sehingga

menutupi puncak lereng gunung disebut kabut gunung (atau kabut bukit)

atau menyentuh permukaan bumi disebut kabut. Matahari yang berada

dibaliknya tidak terlihat jika St tebal, tetapi matahari dapat terlihat jika St

tipis. St terdiri dari butiran awan atau tetes awan kecil dan tidak

menimbulkan halo. St yang tebal terdiri dari tetes hujan yang dapat

menghasilkan gerimis. St terbentuk oleh pendinginan atmosfer bawah

atau oleh tetes-tetes hujan yang jatuh dari awan Altostratus, Nimbostratus,

Cumulus atau Cumulonimbus. Gerimis adalah hujan yang terdiri dari

tetes air yang mempunyai diameter lebih kecil 0,5 mm, lihat foto 8.

Cumulus (Cu) adalah awan yang tampak mampat dan berbentuk

gumpalan yang menjulang. Bagian atasnya terdiri dari tonjolan-tonjolan

seperti bunga kol dengan garis batas tajam atau tegas. Dasar awannya

horisontal, biasanya berwarna kelabu. Bagian awan yang kena matahari

berwarna putih cemerlang. Jika matahari berada dibalik awan, maka awan

tampak gelap dengan pinggirnya bercahaya. Jenis awan Cu adalah

Mikrofisika Awan Dan Hujan 105

Page 133: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

humilis, congestus, mediokris, dan fraktus. Cu terutama terdiri dari

tetes air. Kristal es dapat terjadi pada bagian awan yang temperaturnya di 0bawah 0 C. Jika ukuran vertikal awan Cu besar, maka Cu dapat

menghasilkan hujan lebat tiba-tiba dengan durasi sekitar satu jam. Cu

tumbuh dalam arus konveksi akibat pemanasan permukaan bumi oleh

radiasi matahari, lihat foto 9 dan 10.

Cumulonimbus (Cb) adalah awan yang tampak mampat dan

berat, menjulang sangat tinggi berbentuk gumpalan besar. Dalam

pertumbuhannya yang berasal dari Cu, maka Cb mulai kehilangan

tonjolan dan ketajaman garis batas pada puncaknya. Cumulonimbus

mempunyai jenis awan kalvus, kapilatus dan bentuk tambahan

presipitasio. Cb terdiri dari tetes awan dan bagian atasnya terdapat kristal

es. Cb juga mengandung tetes hujan besar. Awan Cb dapat menghasilkan

hujan deras tiba-tiba yang disertai dengan batu es, kilat dan guruh. Nama

Cumulonimbus diberikan jika paling sedikit sebagian dari bagian atas

awan tampak tidak tegas atau tampak berserat. Jika ciri ini tidak terlihat,

maka ciri lain dari awan Cb adalah batu es dan petir, lihat foto 11 dan 12.

Mikrofisika Awan Dan Hujan106

Page 134: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Gambar 5.1a. Foto genus awan: 1. Cirrus, dan 2. Cirrocumulus, 3. Cirrostratus, 4. Altocumulus, 5. Altostratus, dan 6. Nimbostratus.

1

3

5

2

4

6

Mikrofisika Awan Dan Hujan 107

Page 135: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Gambar 5.1b. Lanjutan foto genus awan : 7. Stratocumulus, 8. Stratus kabut gunung, 9. Cumulus humilis, 10. Cumulus fraktus, 11. Cumulonimbus kapilatus, dan 12.Cumulonimbus presipitasio.

1

3

5

2

4

6

Mikrofisika Awan Dan Hujan108

Page 136: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

5.3. Pengintian Air Cair

Tetes akan stabil jika ukurannya melampaui nilai kritis tertentu.

Tetes yang lebih besar ukuran kritis akan tumbuh dan tetes yang lebih

kecil akan melenyap (meluruh). Ukuran kritis ditentukan oleh

keseimbangan antara kecepatan pertumbuhan dan peluruhan yang

berlawanan. Kecepatan ini bergantung pada apakah butiran terbentuk

dalam ruang bebas (pengintian homogen) atau bersentuhan dengan benda

lain (pengintian heterogen). Untuk pengintian homogen air murni,

kecepatan pertumbuhan bergantung pada tekanan parsial uap air

lingkungan yang menentukan kecepatan pada mana molekul-molekul air

yang mengenai butiran. Proses peluruhan, penguapan, sangat bergantung

pada temperatur butiran dan tegangan permukaannya. Molekul-molekul

pada permukaan tetes harus memperoleh energi cukup untuk mengatasi

gaya ikat agar tidak lepas.

Jika keseimbangan terjadi antara cair dan uapnya maka kecepatan

kondensasi dan penguapan seimbang dan tekanan uap sama dengan tekanan

uap jenuh atau tekanan uap keseimbangan. Tekanan uap jenuh di atas

permukaan tetes bergantung pada kelengkungannya dan ditulis sebagai:

(5.3)

Keterangan :

�e (r) : tekanan uap jenuh di atas permukaan tetes berbentuk bolas

�r��������: jari-jari tetes

� : tegangan permukaan tetes

������: densitas tetesL

�T�������: temperatur

�R ��: konstanta gas untuk uap airv

�e (~) : tekanan uap jenuh di atas air datar (bulk water)s

TRr

2exp~ere

Lv

ss

Mikrofisika Awan Dan Hujan 109

Page 137: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

0ree cs

Persamaan (5.3) pertama kali diturunkan pada tahun 1870 oleh

Baron pertama Lord Kelvin (William Thomson, 1824 – 1907) ahli fisika

dan matematika Scotlandia. Thomson masuk Universitas Glasgow pada

usia 11 tahun, dan pada usia 22 tahun menjadi Profesor Filosofi Natural di

Universitas yang sama.

Tegangan permukaan () adalah kerja per satuan luas yang

diperlukan untuk memperluas cairan pada temperatur tetap. Pada daerah -2temperatur meteorologis maka tegangan permukaan air sekitar 7,5 x 10

N/m = 75 dyne/cm. Jika ukuran tetes (r) berkurang maka tekanan uap

yang diperlukan untuk menjadi jenuh akan menjadi besar.

Jika tekanan uap lingkungan e > e (r) maka tetes dengan jari-jari r s

akan tumbuh, sebaliknya jika e < e (r) maka tetes akan lenyap. Ukuran s

kritis tetes (r ) dapat ditentukan dengan persamaan :c

atau

Substitusikan pada persamaan (5.3), maka diperoleh :

atau rasio jenuh S, adalah :

cs ree

TRr

2exp~ee

Lvc

s

TrR

2exp

~e

eS

cLvs

TrR

2Sn

cLv

Mikrofisika Awan Dan Hujan110

Page 138: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

SnTR

2r

Lv

c

atau

(5.4)

Agar tetes yang terbentuk menjadi stabil maka tetes harus tumbuh

pada jari-jari lebih besar r . Dalam atmosfer, tetes awan terbentuk pada c

aerosol yang disebut inti kondensasi. Menurut gaya gabungnya untuk air

maka aerosol diklasifikasikan menjadi higroskopis, netral atau hidrofobik.

Pengintian pada aerosol netral memerlukan kelewat jenuh kira-kira sama

seperti pengintian homogen. Pada aerosol hidrofobik yang tahan basah

(air) pengintian menjadi sulit karena memerlukan kelewat jenuh tinggi.

Tetapi pada aerosol higroskopis yang dapat larut dan mempunyai gaya

gabung untuk air maka pembentukan tetes hanya memerlukan kelewat

jenuh lebih rendah dari pada nilai pengintian homogen.

5.4. Pengaruh Zat Larut

Efek zat larut yang tidak mudah menguap menurunkan tekanan

uap keseimbangan di atas tetes, akibatnya tetes larutan dapat berada

dalam keseimbangan dengan lingkungan pada kelewat jenuh jauh lebih

rendah dari pada tetes air murni dengan ukuran sama. Untuk permukaan

air datar, penurunan tekanan uap karena adanya zat larut yang tidak

mudah menguap dapat diekspresikan menurut hukum Raoult:

(5.5)

dimana e adalah tekanan uap keseimbangan di atas larutan yang terdiri

dari n molekul air dan n molekul zat larut. Untuk larutan encer 0

dengan n >> n, maka persamaan (5.5), menjadi :0

0

0

s nn

n

~e

'e

Mikrofisika Awan Dan Hujan 111

Page 139: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Karena n << n , maka n dapat diabaikan terhadap n , sehingga:0 0

(5.6)

Untuk larutan dimana molekul-molekul terlarutnya dapat

diuraikan maka persamaan (5.6) harus dimodifikasi dengan mengalikan

n oleh faktor derajat disosiasi ionik i. Faktor i yang disebut faktor Van't

Hoff dapat ditentukan dari koefisien aktivitas ionik besaran

fundamental yang ditentukan oleh data eksperimental. Low, 1989

(dalam Rogers and Yau, 1989) membuat tabel nilai-nilai i untuk delapan

konsentrasi elektrolit (zat elektrolisa) termasuk klorida sodium (NaCl)

dan ammonium sulfat yang sangat penting sebagai inti kondensasi.

Untuk kedua zat ini, nilai i ~ 2 merupakan pendekatan yang pantas untuk

dipakai dalam perhitungan, sebelum ada informasi yang lebih persis.

Jumlah ion-ion efektif dalam zat larut dengan massa m adalah:s

(5.7)

dimana :

�N : bilangan Avogadro yaitu jumlah molekul per mol0

�M : berat molekuler zat laruts

�i : faktor Van't Hoff, untuk klorida sodium dan ammonium

sulfat i ~ 2

�m : massa zat laruts

�n : jumlah ion dalam zat larut

0

0

s nn

n1

~e

'e

0s n

n1

~e

'e

s

s0

M

mNin

Mikrofisika Awan Dan Hujan112

Page 140: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Jumlah molekul-molekul air dengan massa m dapat ditulis w

serupa dengan persamaan (5.7) yaitu:

(5.8)

Keterangan:

M ��: berat molekuler uap airv

m ��: massa airw

n ����: jumlah molekul-molekul air0

Dengan menulis massa air dimana r adalah jari-jari

tetes dan adalah densitas tetes air, maka persamaan (5.6) dapat L

diekspresikan menjadi:

(5.9)

Keterangan:

Jika persamaan Kelvin (5.3) dan efek larutan (5.9) digabung, memberikan

persamaan tekanan uap keseimbangan tetes larutan sebagi berikut:

(5.10)

dengan:

adalah densitas tetesL

v

w00

M

mNn

3s r

b1

~e

'e

sL

sv

M4

mmi3b

r/a

3s

's e

r

b1

~e

re

TR

2a

vL

L3

w r3

4m

re 's

Mikrofisika Awan Dan Hujan 113

Page 141: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

�Jika jari-jari tetes larutan r tidak terlalu kecil maka persamaan (5.10)

dapat didekati dengan baik oleh:

(5.11) 3

s

's

r

b

r

a1

~e

re

cmT

10x3,3a

5

3

s

s cmM

mi3,4b

Gambar 5.2. Rasio jenuh keseimbangan sebuah tetes larutan yang terbentuk pada -16sebuah inti kondensasi ammonium sulfat dengan massa 10 gram.

Dalam bentuk persamaan pendekatan ini, a/r dapat disebut suku

lengkungan yang menyatakan kenaikan rasio jenuh sebuah tetes 3

terhadap permukaan datar. Suku b/r disebut suku larutan yang

menunjukkan penurunan tekanan uap akibat adanya zat terlarut. Secara

numerik, nilai a dan b masing-masing adalah:

Mikrofisika Awan Dan Hujan114

Page 142: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Untuk nilai-nilai T, m dan M tertentu, maka persamaan (5.11) s s

menggambarkan ketergantungan rasio jenuh pada ukuran sebuah tetes

larutan. Kurva paduan persamaan Kelvin dan efek larutan disebut kurva

Köhler yang dilukiskan pada gambar 5.2.

Kurva dalam gambar 5.2, menunjukkan bahwa efek larutan

mendominasi untuk radius tetes kecil, sehingga sebuah tetes larutan yang

sangat kecil berada dalam keseimbangan dengan uap pada kelembapan

relatif kurang dari 100%. Jika kelembapan relatif meningkat, maka tetes

akan tumbuh sampai mencapai keseimbangan sekali lagi. Proses

kenaikan kelembapan lingkungan dan pertumbuhan tetes sampai pada

ukuran keseimbangan dapat dilanjutkan sampai pada kelembapan relatif *

100% dan sedikit diatasnya. Akhirnya rasio jenuh kritis S tercapai yaitu

pada puncak kurva Köhler. Dalam contoh ini (Gambar 5.2) pada kelewat *

jenuh (s) = 0,6% yang sesuai dengan jari-jari kritis r = 0,13 m. Sampai *

titik ini (S = 1,006 atau s = 0,006 = 0,6%), agar tetes menjadi tumbuh

maka kelembapan relatif harus dinaikan. Perlu dicatat bahwa sekali tetes *

tumbuh di atas radius kritis r maka rasio jenuh keseimbangannya turun di *

bawah nilai rasio jenuh kritis S . Sehingga uap akan berdifusi ke tetes dan

tetes akan tumbuh tanpa menaikan rasio jenuh lingkungan.

Inti kondensasi dikatakan aktif jika tetes yang terbentuk disekitar * *

inti mencapai ukuran kritis r . Sekali tetes melewati ukuran r maka tetes

terus tumbuh sampai pada ukuran tetes awan jika rasio jenuh lingkungan

pada sebuah nilai di atas kurva keseimbangan. Kenyataannya,

pertumbuhan terus menerus tidak akan terjadi karena banyak tetes yang

hadir untuk bersaing mendapatkan uap air yang ada dan cenderung

menurunkan rasio jenuh ketika kondensasi menjadi lebih cepat dari pada

produksi kelewat jenuh.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 115

Page 143: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

3r

b

r

a1Sdengan0

dr

dS

a

b3r*

b27

a41S

3*

* *Nilai jari-jari kritis r dan rasio jenuh kritis S dapat diturunkan

dari ekspresi pendekatan (5.11) dengan mendeferensir S terhadap r

kemudian disamadengankan nol;

diperoleh

dan

(5.10)

Tabel 5.4, memberikan contoh jejari dan kelewat jenuh kritis untuk tetes

yang terbentuk pada inti klorida sodium (NaCl).

* *Tabel 5.4. Nilai-nilai jejari kritis r dan kelewat jenuh (S – 1) sebagai fungsi jejari dan massa inti; dengan menganggap bola (butiran) NaCl pada temperatur 273 K (Rogers and Yau 1989).

5.5. Mikrostruktur Awan

Meskipun kelembapan relatif (RH) awan dan kabut mendekati

100%, tetapi dalam observasi banyak dijumpai penyimpangan

Massa garam terlarut (g)

Jejari butiran NaCl r s(m)

Jejari kritis tetes r* (m)

Kelewat jenuh*(S – 1) (%)

-1610

-1510-14

10-1310-1210

0,0223

0,0479

0,103

0,223

0,479

0,19

0,61

1,9

6,1

19,0

0,42

0,13

0,042

0,013

0,0042

Mikrofisika Awan Dan Hujan116

Page 144: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

kelembapan relatif dari nilai tersebut. Laporan dari berbagai lokasi

geografis berbeda menunjukkan bahwa kelembapan relatif kabut telah

ditemukan mempunyai jangka (range) dari 81 sampai 100%. Kadang-

kadang penyimpangan kecil kejenuhan biasanya diamati pada bagian

dalam awan.

Warner, 1968 (dalam Pruppacher and Klet, 1980) secara tidak

langsung mendeduksi nilai-nilai kelembapan relatif dalam awan

Cumulus kecil sampai moderat berdasarkan pengukuran kecepatan

vertikal dan ukuran tetes. Hasilnya ditunjukkan dalam gambar 5.3 yang

dapat disimpulkan bahwa dalam awan-awan tersebut, kelembapan

relatif jarang melewati 102% (atau kelewat jenuh 2%) dan jarang lebih

rendah 98% (atau kelewat jenuh – 2%). Kasus ini menunjukkan bahwa

perubahan fasa uap air menjadi tetes atau kristal es terjadi dalam

kelembapan relatif disekitar 100%.

Gambar 5.3. Prosentase pengamatan dengan kelewat jenuh (s) kurang dari nilai yang diberikan, untuk semua 338 sampel (garis tebal) dari ketinggian 150 – 2100 m di atas dasar awan dan untuk 86 sampel (garis tipis) diambil dalam 300 m dari dasar awan.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 117

Page 145: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Dari beberapa lintasan pesawat melalui awan-awan Cumulus,

diperoleh bahwa pada bagian luar awan, udara biasanya mempunyai

kelembapan relatif antara 95 dan 100 persen, kemudian menukik turun

serendah 70% dekat ujung-ujung awan dimana percampuran turbulen

bertanggung jawab masuknya udara kering dari luar awan. Pada bagian

awan yang lebih dalam dijumpai kelembapan relatif yang berjangka dari

100% sampai 107%.

Awan-awan cair dan kabut sering dijumpai dalam atmosfer pada 0

temperatur di bawah 0 C, karena air dengan segera menjadi kelewat

dingin, terutama partikel-partikel yang kecil. Kurva 1 dan 2 pada

gambar 5.4, menunjukkan kecenderungan ini. Kurva-kurva tersebut

didasarkan pada sejumlah pengamatan pesawat yang dilakukan oleh

Peppler (1940) di atas Jerman, dan oleh Borovikov et. al. (1963) di atas

teritori Eropa Uni Soviet. Kurva-kurva tersebut menunjukkan bahwa

awan-awan kelewat dingin sangat biasa terjadi di dalam atmosfer, 0

terutama jika temperatur puncak awan lebih panas dari – 10 C. Tetapi

dengan menurunnya tempartur, kemungkinan peningkatan es 0sedemikian sehingga pada – 20 C kurang dari 10% awan terdiri dari

tetes-tetes kelewat dingin. Hanya dalam kasus-kasus yang jarang terjadi 0awan kelewat dingin diamati pada temperatur serendah – 35 C di atas

0Jerman, dan serendah – 36 C di atas teritori Eropa Uni Soviet.

Mikrofisika Awan Dan Hujan118

Page 146: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Gambar 5.4. Variasi frekuensi awan kelewat dingin dan awan yang mengandung kristal es. Kurva 1 dan 2 memakai ordinat sebelah kiri. Kurva 3 dan 4 memakai ordinat sebelah kanan. Kurva 1 : Peppler (1940), Jerman, untuk awan-awan cair; kurva 2 : Borovikov et. al. (1963), Teritori Eropa Uni Sovjet, untuk awan-awan cair; kurva 3 : Moskop et. al. (1970), Tasmania, untuk awan-awan campuran; kurva 4 : Morris and Braham (1968), Minnesota, untuk awan-awan campuran.Sumber Pruppacher and Klet, 1980.

Jika sebuah awan tumbuh secara kontinu, maka puncak awan 0melewati isoterm 0 C. Meskipun begitu sebagian tetes-tetes awan

berbentuk cair dan disebut tetes awan kelewat dingin, dan sebagian lagi

berbentuk padat atau kristal es bila tetes bertemu inti pembeku. Tetes-

tetes kelewat dingin yang tidak menemukan inti pembeku (inti es) akan 0menjadi beku pada temperatur sekitar – 40 C atau lebih rendah. Di

0bawah ketinggian isoterm 0 C semua tetes awan berbentuk cair. Bagan

mikrostruktur awan dapat dilihat pada gambar 5.5.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 119

Page 147: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Gambar 5.5. Penyajian skematik mikrostruktur awan campuran.O : tetes awan, X : kristal es, : tetes kelewat dingin

5.6. Resumé

Fakta menunjukkan bahwa atmosfer mengandung aerosol

higroskopis yang bertindak sebagai inti kondensasi awan. Proses

dimana tetes air dari fasa uap air terbentuk pada inti kondensasi disebut

pengintian heterogen. Partikel-partikel yang membentuk awan (inti,

tetes awan dan tetes hujan) mempunyai jangka yang lebar mengenai

kecepatan jatuh terminal, konsentrasi dan ukurannya. Awan adalah

sekumpulan tetes yang berjejari sekitar 10 m dan mempunyai 3

konsentrasi berorde 100 per cm . Awan terbentuk jika udara menjadi

kelewat jenuh terhadap air cair atau terhadap es. Di atmosfer, kelewat

jenuh terjadi jika udara mengalami ekspansi dan pendinginan adiabatik

melalui kenaikan parsel udara, misalnya konveksi, orografi atau

konvergensi.

Awan dibagi menjadi sepuluh golongan utama (genus). Tiap

genus awan dibagi menjadi beberapa jenis awan dan setiap jenis awan

masih dapat dibagi lagi menjadi varitas awan. Pembagian jenis awan

didasarkan pada keistimewaan yang terdapat pada bentuk, dimensi dan

Mikrofisika Awan Dan Hujan120

Page 148: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

perbedaan struktur dalam setiap genus awan. Misalnya awan genus

tertentu berbentuk lonjong atau seperti lensa maka jenis awannya

lentikularis. Jenis lentikularis terdapat pada genus awan Cc, Ac, dan Sc.

Pembagian varitas awan didasarkan pada tata letak unsur makroskopik

awan dan pada sifat transparansi atau kejernihan. Misalnya unsur

makroskopik awan dapat tersusun dalam beberapa baris sejajar

menyerupai gulungan ombak pantai, maka varitas awan ini disebut

undulatus, yang berarti ombak. Kejernihan awan dapat dibedakan

antara yang tipis dan yang tebal. Jika melalui awan, posisi matahari

masih dapat ditentukan, maka varitas awan dinamakan translusidus,

yang berarti transparan dan jika tidak dapat ditentukan, maka varitas

awan disebut opakus, yang berarti rapat atau gelap (tidak tembus

cahaya).

Tekanan uap jenuh di atas permukaan tetes bergantung pada

kelengkungannya. Efek zat larut adalah menurunkan tekanan uap

keseimbangan di atas tetes, sehingga tetes larutan berada dalam

keseimbangan dengan lingkungan pada kelewat jenuh yang lebih

rendah dibandingkan dengan tetes air murni pada ukuran yang sama.

Tetes awan akan stabil jika ukurannya melampaui nilai kritis tertentu.

Tetes yang ukurannya lebih besar nilai kritis akan tumbuh dan yang

lebih kecil nilai kritis akan meluruh. Gabungan persamaan tekanan uap

jenuh karena efek kelengkungan dan efek larutan disebut kurva Köhler. 0Meskipun awan tumbuh melewati isoterm 0 C, tetapi sebagian partikel

awan berbentuk cair, disebut tetes awan kelewat dingin dan sebagian

lagi berbentuk padat atau kristal es. Tetes awan kelewat dingin yang

tidak menemukan inti es akan menjadi beku pada temperatur sekitar 0

– 40 C atau lebih rendah.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 121

Page 149: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Bab 6

Pertumbuhan Tetes HujanDalam Awan Panas

Mikrofisika Awan Dan Hujan 123

0Awan yang terletak di bawah isotherm – 10 C disebut awan

panas. Dalam awan panas hampir seluruhnya terdiri dari butiran-butiran 0

air cair (liquid water droplets) karena sampai temperatur – 10 C butiran

awan tidak spontan membeku. Butiran-butiran awan panas dapat tumbuh

melalui kondensasi dalam lingkungan kelewat jenuh, kemudian melalui

tumbukan – tangkapan dengan butiran-butiran awan lain. Pada bab 5

telah dijelaskan bagaimana butiran awan terbentuk. Jika butiran awan

telah melampaui puncak kurva Köhler atau melampaui jari-jari kritis r*,

maka butiran tersebut dapat terus tumbuh melalui kondensasi uap air

tanpa penambahan rasio jenuh S. Jadi agar sebuah butiran larutan tumbuh

menjadi tetes awan maka rasio jenuh S* dan jejari kritis butiran r* harus

dilampaui. Dalam bab ini akan dijelaskan bagaimana pertumbuhan

butiran awan selanjutnya sampai terbentuk tetes awan (cloud drop) dan

tetes hujan (raindrop).

6.1. Pertumbuhan Difusional Butiran Awan

�Sebelum dan sesudah butiran awan mencapai ukuran kritis, maka

butiran awan tumbuh melalui difusi molekul-molekul uap air di atas

permukaannya. Jika butiran terbentuk pada inti higroskopis, misalnya

NaCl, maka efek larutan terhadap rasio jenuh adalah penurunan tekanan

Page 150: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

uap. Untuk massa larutan yang konstan, makin kecil jari-jari tetes berarti 3

makin tinggi konsentrasi dengan faktor 1/r .

�Tinjau butiran mempunyai jari-jari r dan terletak dalam medan

uap air dengan konsentrasi molekul-molekul uap pada jarak R dari

pusat butiran yang dinyatakan dengan n(R). Medan uap dapat juga

digambarkan dalam suku-suku densitas (kerapatan) uap air atau

kelembapan mutlak (R), dimana:v

Keterangan:

�m �: massa satu molekul air0

�n�: onsentrasi molekul-molekul uap air

Bila dianggap difusi isotropi, sehingga n(R) atau (R) tidak bergantung v

pada arah keluar dari butiran. Pada setiap titik di dalam medan uap, maka

konsentrasi molekul dianggap memenuhi persamaan difusi berikut:

(6.1)

dimana D adalah koefisien difusi molekuler. Dalam kondisi mantap

(steady state) atau stasioner, dianggap bahwa n/t = 0, sehingga

persamaan (6.1) menjadi:

(6.2)

R adalah jarak n(R) dari pusat butiran. Solusi umum persamaan (6.2)

adalah:

(6.3)

nDt

n 2

R

nR

RR

10Rn 2

2

2

R

CCRn 2

1

Mikrofisika Awan Dan Hujan124

0v mnρ

Page 151: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Konstanta-konstanta C dan C diperoleh dengan menerapkan syarat 1 2

batas berikut:

Pada jarak R, maka nn : nilai konsentrasi uap lingkungan atau tak

terganggu

n = C – C /�atau�konstanta C = n1 2 1

Pada jarak Rr, maka nn : konsentrasi uap pada permukaan butiranr

n = n – C /r��atau�konstanta C = r(n – n )r 2 2 r

Dengan syarat batas di atas maka solusi persamaan (6.3) menjadi:

(6.4)

Fluks molekul pada permukaan butiran sama dengan ,

sehingga kecepatan pertambahan massa butiran adalah:

(6.5)

Keterangan :

�m���: massa butiran

�r�����: jari-jari butiran

�m ��: massa satu molekul air0

�D���: koefisien difusi molekuler

rnnR

rnRn

rRR

nD

rR0

2 mR

nDr4

dt

dm

r1 nnRrnRn

r2 nnRr

R

n

r2

rR

nnr.rR

n

r1 nnr

Mikrofisika Awan Dan Hujan 125

Page 152: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Dengan menggabung persamaan (6.4) dan (6.5), diperoleh:

atau

(6.6)

Jika dinyatakan dalam densitas uap, maka:

����(6.7)

Keterangan :

= n m �: densitas uap lingkunganv 0

= n m ��: densitas uap pada permukaan butiran dengan jari-vr r 0

jari r

�Persamaan (6.7) menyatakan pertumbuhan difusional untuk

sebuah butiran yang terisolasi di dalam medan uap. Terlihat bahwa tetes

akan tumbuh jika > dan menguap jika < . Biasanya v vr v vr v

ditentukan dari kondisi lingkungan tertentu. Sedangkan bergantung vr

pada ukuran butiran, komposisi kimia dan temperatur. Temperatur

butiran biasanya tidak sama dengan temperatur lingkungan, sehingga

harus ditentukan dengan meninjau alih (transfer) panas antara butiran

dan lingkungannya.

�Dalam proses kondensasi, dilepaskan panas laten yang

cenderung meningkatkan temperatur butiran di atas temperatur

lingkungan. Difusi panas keluar dari tetes diberikan oleh persamaan

analogi pada (6.7), yaitu:

(6.8)

0r2 mnn

r

1.Dr4

t

m

0r mnnDr4t

m

vrv ρρDr4t

m

TTKr4t

Qr

Mikrofisika Awan Dan Hujan126

Page 153: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Keterangan :

�T���: temperatur lingkungan

�T ��: temperatur pada permukaan butiranr

�K��: koefisien konduktivitas panas udara

�Dari persamaan (6.7) dan (6.8), maka kecepatan perubahan

temperatur pada permukaan butiran adalah:

(6.9)

Keterangan:

: massa butiran

� ����: densitas airL

�c������: kapasitas panas spesifik

�L�����: panas laten kondensasi

Jika dianggap proses pertumbuhan keadaan mantap (steady

state) maka dT /dt = 0, sehingga persamaan (6.9) menghasilkan:r

Dari persamaan (6.7) dan (6.8), diperoleh:

atau

(6.10)

dt

dQL

dt

dm

dt

dTmc r

dt

dQ

dt

dmL

dt

dTcρrπ

3

4 rL

3

L3 ρrπ34m

dt

dQ

dt

dmL

TTKrπ4ρρDrπ4L rvrv

LD

K

TT

ρρ

r

vrv

Mikrofisika Awan Dan Hujan 127

Page 154: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Dalam persamaan (6.10) perbandingan K/LD sedikit bergantung pada

temperatur dan tekanan, dan kondisi lingkungan dinyatakan oleh dan v

T. Biasanya temperatur tetes T dan densitas uap pada permukaan r

permukaan tetes tidak diketahui, tetapi dari persamaan (5.11) dan vr

persamaan keadaan uap air, biasanya T dan dapat dinyatakan dengan:r vr

(6.11)

dimana e (T ) adalah tekanan uap keseimbangan (jenuh) di atas sebuah s r

permukaan air datar pada temperatur T dan diberikan oleh persamaan r

Clausius – Clapeyron. Persamaan (6.10) dan (6.11) terdiri dari sebuah

sistem simultan yang dapat dipecahkan secara numerik untuk T dan r vr

sehingga diperoleh evaluasi kecepatan pertumbuhan tetes dengan

kondensasi.

6.2. Persamaan Pertumbuhan Butiran Melalui Kondensasi

�Sebagai sebuah alternatif pada metode solusi numerik, didekati

secara analitik untuk menghitung kecepatan pertumbuhan sebuah tetes

dengan kondensasi. Dalam sebuah medan uap jenuh, perubahan densitas

uap dihubungkan dengan perubahan temperatur oleh persamaan Mason

(1971):

(6.12)

dimana adalah densitas uap air, R adalah konstanta gas individu v v

untuk uap air, dan L adalah panas laten kondensasi.

�Jika persamaan ini diintegrasi dari temperatur T sampai r

temperatur T, dan menganggap T/T ~ 1, maka diperoleh:r

rv

rs3

rv

svr

TR

Te

r

b

r

a1

TR

reρ

T

dT

T

dT

R

L

ρ

dρ2

vv

v

Mikrofisika Awan Dan Hujan128

Page 155: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

(6.13)

Keterangan :

�: densitas uap jenuh lingkunganvs

�: densitas uap jenuh permukaan tetes dengan jari-jari rvrs

Subskrip ”s” menunjukkan densitas uap jenuh. Karena / ~ 1, maka vs vrs

persamaan (6.13) secara pendekatan menghubungkan:

T ~ T �(6.14)r

2Secara pendekatan juga dapat dilakukan bahwa TT ~ T . r

Substitusi dari persamaan (6.8) untuk (T – T ) dan persamaan (6.9) dalamr

proses pertumbuhan keadaan mantap , maka persamaan (6.14)

menjadi:

dengan (6.15)

Dari persamaan (6.7), diperoleh:

���(6.16)

rrv

r

vrs

vs

T

1

TTR

LTT

ρ

ρn

dengan1TR

L

T

TT

ρ

ρ

v

r

vrs

vrsvs

0

dT

dTr

dt

dm

TKrπ4

L

TR

L1

ρ

ρρ

vvrs

vrsvs

dt

dmL

dt

dQ

dt

dmρDrπ4

ρ

ρρ 1

vr

vr

vrv

Mikrofisika Awan Dan Hujan 129

Page 156: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

�Jika massa butiran , hubungan kecepatan

pertumbuhan massa tetes dan jejari tetes adalah .

Dengan mengurangi persamaan (6.15) dari (6.16) dan menganggap

bahwa = maka diperoleh persamaan pendekatan kecepatan vr vrs

pertumbuhan sebuah tetes melalui kondensasi sebagai berikut:

atau

(6.17)

dengan dan

dimana adalah rasio jenuh lingkungan, adalah densitasL

butiran, dan e = R T adalah tekanan uap air. Jika S < 1 maka dr/dr < 1 v v

dan butiran awan tidak akan tumbuh menjadi tetes, sebaliknya butiran

akan menguap. Bentuk pendekatan persamaan (6.17) mengabaikan efek

larutan dan kelengkungan pada tekanan uap keseimbangan (jenuh) tetes.

Jika efek larutan dan kelengkungan dimasukkan maka persamaan

pendekatan (6.17) menjadi:

(6.18)

Dalam penyebut persamaan (6.17), F menyatakan suku termodinamika k

yang berkaitan dengan konduksi panas, F adalah suku yang berkaitan d

dk FF

1S

dt

drr

KT

L1

TR

LF L

v

k

TDe

TRρF

s

vLd

Te

eS

s

dk

3

FFr

b

r

a1S

dt

drr

L3 ρrπ

3

4m

dt

drρrπ4

dt

dmL

2

TDe

TRρ

KT

Lρ1

TR

L

1S

dt

drr

s

vLL

v

Mikrofisika Awan Dan Hujan130

Page 157: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

dengan difusi uap. Dalam suku F , dapat ditunjukkan bahwa L/R T >> 1, k v

sehingga angka 1 dapat diabaikan secara pendekatan, atau

�Koefisien difusi dan koefisien konduktivitas termal berubah

dengan temperatur, lihat tabel 6.1. Panas laten L dan tekanan uapjenuh e sjuga bergantung pada temperatur, ditabelkan pada tabel 3.1. Secara

pendekatan K sebanding dengan viskositas dinamik udara () dan D

sebanding dengan viskositas kinematik ( = /) dengan adalah

densitas udara. Viskositas dinamik hanya bergantung pada temperatur

dan dapat dihitung dengan formula pendekatan sebagai berikut:

(6.19)

-1 -1dimana T dalam K dan dalam kg m s .

�Persamaan umum (6.18) tidak mungkin diintegrasi secara

analitik. Dengan data temperatur, tekanan, rasio jenuh, massa dan berat

molekuler inti kondensasi, persamaan (6.18) dapat dipecahkan secara

numerik atau grafik untuk menentukan ukuran butiran sebagai fungsi

waktu. Tabel 6.2, mendaftar hasil-hasil butiran awan yang tumbuh pada

inti khlorida sodium (NaCl) pada kelewat jenuh (s) = 0,05%, p = 90 kPa =

900 mb, dan T = 273 K.

Sebuah butiran yang terbentuk pada sebuah inti kondensasi besar

terlihat pada awalnya tumbuh lebih cepat dari pada butiran-butiran

dengan inti kecil, tetapi setelah mencapai jejari tertentu (sekitar 10 m),

kecepatan pertumbuhannya kira-kira sama tanpa memandang massa inti. 3Jika sebuah butiran menjadi cukup besar, maka suku a/r dan b/r diabaikan

terhadap (S – 1) dan persamaan (6.17) adalah pendekatan yang baik.

2v

L2

kTKR

ρLF

3/2

5

273

T

120T

39310x1,72Tμ

Mikrofisika Awan Dan Hujan 131

Page 158: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Dengan demikian:

(6.20)

disebut parameter pertumbuhan kondensasi normalisasi. Jika 1

persamaan ini diintegrasi dari jari-jari mula r pada saat t = 0 sampai jari-0

jari butiran r pada saat t, maka diperoleh jari-jari butiran bertambah

dengan waktu r(t) sebagai berikut:

(6.21)

dimana r adalah jejari butiran mula-mula. Grafik pertumbuhan butiran 0

awan menjadi tetes berbentuk parabola dengan pertumbuhan mula-mula

cepat kemudian menjadi lambat, lihat gambar 6.1. Bentuk parabolik

membatasi distribusi ukuran butiran sebagai hasil pertumbuhan.

Gambar 6.1. Pertumbuhan butiran awan dengan kondensasi dalam lingkungan

konstan. r : jejari awal dan t : waktu.0

FdF

1dan1Sdengan

dt

drr

k

11

ttpadarrdan0tpadarr,tdrr 0

t

0

r

r0

t2rrtr2

1 20

2t

0

r

r

2

0

t2rtr 20

0 t

r0

r

0

Mikrofisika Awan Dan Hujan132

Page 159: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Tabel 6.1. Nilai viskositas dinamik udara (), koefisien konduktivitas termal udara (K), dan koefisien difusi uap air dalam udara (D), pada p = 1000 mb (Houghton, 1985).

Catatan: Nilai D dalam tabel untuk tekanan 100 kPa (1000 mb). Karena D sebanding dengan /, maka D berbanding terbalik dengan tekanan untuk temperatur tertentu.

Tabel 6.2. Kecepatan pertumbuhan butiran dengan kondensasi (jejari awal= 0,75 m). Sumber Mason, 1971.

Jelas dari tabel 6.1., bahwa pertumbuhan butiran menjadi tetes awan

0T ( C) -1 -1 (kg m s )

-1 -1 -1K (J m s K ) 2 -1D (m s )

– 40

– 30

– 20

– 10

0

10

20

30

-51,512 x 10

-51,564 x 10-51,616 x 10-51,667 x 10-51,717 x 10-51,766 x 10-5

1,815 x 10-5

1,862 x 10

-22,07 x 10

-22,16 x 10-22,24 x 10-22,32 x 10-22,40 x 10-22,48 x 10-2

2,55 x 10-2

2,63 x 10

-51,62 x 10

-51,76 x 10-51,91 x 10-52,06 x 10-52,21 x 10-52,36 x 10-5

2,52 x 10-5

2,69 x 10

Mikrofisika Awan Dan Hujan 133

Massa inti(g)

-1410 -1310 -1210

Radius (m)r(t)

Waktu (sekon) untuk tumbuh dari radius mular = 0,75 m menjadi :0

1

2

4

10

20

30

50

2,4

130

1000

2700

8500

17500

44500 > 12 j

0,15

7,0

320

1800

7400

16000

43500 > 12 j

0,013

0,61

62

870

5900

14500

41500 ~ 12 jam

Page 160: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

melalui kondensasi tidak dapat menjelaskan terjadinya hujan. Untuk

jejari butiran mula 0,75 m menjadi tetes dengan jejari 50 m dibutuhkan

waktu sekitar 12 jam atau lebih, sedang tetes hujan paling kecil dalam

bentuk hujan gerimis mempunyai jari-jari 100 m.

Gambar 6.2. Ketergantungan parameter pertumbuhan = 1/(F + F ) pada temperatur 1 k d

dan tekanan. Kontur adalah besaran log yang diplot, dengan 10 1 12 -1dinyatakan dalam satuan m s . Garis titik-titik adalah pseudoadiabat

0 0dengan = 0 C dan 20 C. Sumber Rogers and Yau, 1989.w

�Parameter pertumbuhan kondensasi sebagai fungsi temperatur 1

2 -1dan tekanan, dan dalam sistem SI mempunyai satuan m s . Karena ukuran

tetes biasanya diukur dalam m, maka lebih baik dinyatakan dalam 1

2 -1m s . Gambar 6.2, menyatakan ketergantungan log pada temperatur 10 1

0dan tekanan. Misalnya, pada p = 80 kPa dan T = 0 C, interpolasi dari

1,834 2 -1gambar memberikan : log = 1,834, sehingga = 10 = 68,2 m s . 10 1 1

Garis titik-titik menyatakan temperatur dan tekanan sepanjang garis 0 0

pseudoadiabatik yang sesuai dengan = 0 C dan 20 C. Hal ini memberi w

indikasi adanya variasi paramater pertumbuhan kondensasi yang

dinormalisasikan ( ) sepanjang penyebaran vertikal awan.1

Mikrofisika Awan Dan Hujan134

Page 161: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

6.3. Kolisi dan Koalisensi

�Dalam seksi 6.3 ini, perlu dibedakan antara butiran (droplets) dan

tetes (drop). Kebanyakan presipitasi (endapan) yang jatuh ke permukaan

tanah adalah sebagai hujan yang diproduksi oleh awan-awan yang 0

puncaknya tidak tumbuh sampai temperatur jauh lebih dingin dari 0 C.

Mekanisme yang bertanggung jawab pada pembentukan presipitasi 0dalam awan panas (awan yang temperaturnya > – 10 C) ini adalah

koalisensi (coalescence) di antara butiran awan. Selain koalisensi

berpengaruh dalam proses pembentukan presipitasi di daerah tropis,

koalisensi juga efektif dalam awan-awan cumulus daerah lintang tengah

yang puncaknya tumbuh sampai temperatur di bawah titik beku.

�Tugas pokok dari mikrofisika awan dan hujan adalah

menjelaskan bagaimana tetes-tetes hujan (raindrops) dapat terbentuk

oleh kondensasi dan koalisensi (tangkapan) dalam waktu sependek 20

menit. Waktu ini merupakan interval yang diamati pada awan cumulus

antara pertumbuhan awan dan muncul pertama kali sebagai hujan.

Selama waktu ini populasi sebuah awan terdiri dari butiran-butiran 3berorde 100 butiran per cm dengan jejari rata-rata 10 m, berkembang

3menjadi populasi tetes hujan dengan 1000 tetes per m yang mempunyai

diameter tipik (khusus) 1 mm. Meskipun masih ada keraguan, tetapi

pada umumnya setuju bahwa kolisi (collision) dan koalisensi butiran-

butiran dapat meningkatkan jejari 50 kali lipat, syangnya peristiwa ini

tidak terjadi dalam jumlah yang signifikan sampai beberapa butiran

tumbuh mencapai jejari sekitar 20 m. Butiran-butiran yang lebih kecil

mempunyai penampang kolisi (tumbukan) kecil dan kecepatan jatuh

lambat, karenanya mempunyai kemungkinan kecil bertumbukan

dengan butiran lain.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 135

Page 162: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

�Koalisensi hanya dapat menjadi signifikan setelah spektrum

butiran tumbuh menjadi ukuran yang berbeda kecepatan jatuhnya,

dengan beberapa butiran dapat mencapai jejari 20 m atau lebih. Jika

dalam awan yang sedang tumbuh, butiran-butiran mencapai jejari 30

m maka koalisensi lebih dominan dalam proses pertumbuhan. 5

Diameter tetes hujan 1 mm mungkin hasil dari tumbukan berorde 10

butiran.

�Dari persamaan pendekatan (6.21), maka dapat ditentukan

bahwa sebuah butiran awan dapat tumbuh oleh kondensasi pada jejari

20 m dalam 10 menit di bawah kondisi rasio jenuh (S) lingkungan

konstan jika kelewat jenuh (s) sekitar 0,5%. Untuk konsentrasi butiran -1

tipik, kelewat jenuh ini akan memerlukan arus udara ke atas 5 ms atau

lebih. Kondisi khusus demikian hanya akan didekati dalam awan-awan

cumulus yang sedang tumbuh dengan penyebaran vertikal yang meluas.

Dalam awan ini kelihatannya kondensasi dalam kenaikan parsel

berawan secara adiabatik dapat menghasilkan butiran-butiran yang

diperlukan untuk memprakarsai koalisensi dalam waktu realistik.

�Pelebaran menuju ukuran-ukuran yang lebih besar akan

meningkatkan kesempatan koalisensi ketika ukuran butiran mendekati 20

m. Pelebaran pada ukuran-ukuran yang lebih kecil mempunyai peluang

kecil untuk berkoalisensi karena penampang kolisi efektif sangat kecil.

�Tumbukan terjadi akibat beda tanggap (response) butiran-

butiran terhadap gaya gravitasi, gaya listrik, atau gaya aerodinamik. Efek

gravitasi sangat dominan di dalam awan, butiran besar jatuh lebih cepat

dari pada butiran kecil. Sebuah tetes yang jatuh hanya akan menumbuk

sejumlah butiran yang terletak di dalam lintasan tetes, karena beberapa

Mikrofisika Awan Dan Hujan136

Page 163: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

butiran tersapu kesamping dalam arus udara disekitar tetes. Rasio jumlah

kolisi aktual dengan jumlah yang tersapu keluar disebut efisiensi kolisi

(E ) yang bergantung pada ukuran tetes kolektor dan ukuran butiran-1

butiran tertangkap.

�Kolisi (tumbukan) bukan jaminan terjadinya koalisensi. Jika

sepasang tetes bertumbukan maka beberapa tipe interaksi mungkin

terjadi:

a. sepasang tetes mungkin melambung terpisah,

b. sepasang tetes mungkin bergabung (coalesce) secara permanen dan

menjadi satu,

c. sepasang tetes mungkin bergabung secara temporer kemudian

berpisah dengan mempertahankan masing-masing identitas awalnya,

d. sepasang tetes mungkin bergabung secara temporer kemudian pecah

menjadi tetes-tetes kecil (small drops).

Tipe interaksi bergantung pada ukuran tetes dan trajektori

tumbukan, juga dipengaruhi oleh adanya gaya listrik dan faktor-faktor

lain. Untuk tetes dengan jari-jari lebih kecil 100 m, maka interaksi (a)

dan (b) sangat penting. Rasio jumlah koalisensi (tangkapan) dengan

jumlah kolisi (tumbukan) disebut efisiensi koalisensi (E ). 2

Pertumbuhan sebuah tetes oleh proses kolisi–koalisensi ditentukan oleh

efisiensi koleksi (E) yaitu hasil kali efisiensi kolisi (E ) dan efisiensi 1

koalisensi (E ). Studi laboratorium menunjukkan bahwa efisiensi 2

koalisensi mendekati satu (E ~ 1) jika tetes-tetes yang bertumbukan 2

bermuatan atau ada medan listrik. Karena di dalam awan natural medan

listrik lemah dan muatan-muatan jarang, maka studi teoritis

pertumbuhan tetes dengan kolisi – koalisensi biasanya diasumsikan

bahwa efisiensi koleksi sama dengan efisiensi kolisi (E = E ).1

Mikrofisika Awan Dan Hujan 137

Page 164: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Sebuah tetes dengan jari-jari R menyusul sebuah butiran dengan jari-jari

r. Jika inersia butiran nol maka butiran akan terhempas ke samping oleh

aliran arus disekitar tetes yang lebih besar sehingga tidak terjadi

tumbukan. Kolisi bergantung pada gaya inersial dan aerodinamik, dan

jarak antara pusat-pusat tetes dan butiran (x). Untuk nilai r dan R tertentu,

ada nilai kritis parameter dampak (x ) di dalam mana tumbukan pasti 0

terjadi dan di luar itu maka butiran akan disimpangkan keluar jalur tetes.

Hasilnya dinyatakan dalam bentuk efisiensi kolisi yang didefinisikan

sebagai:

(6.22)

Keterangan :

�R���: jari-jari tetes

�r����: jari-jari butiran

�x ��: parameter dampak (the impact parameter)0

Gambar 6.3. Geometri tumbukan.

�Efisiensi kolisi (E) sama dengan fraksi dari butiran-butiran

berjejari r dalam jalur yang terhempas keluar dari tetes kolektor yang

sebenarnya menumbuk butiran tersebut atau efisiensi kolisi dapat

ditafsirkan sebagai probabilitas bahwa tumbukan akan terjadi dengan

sebuah butiran yang terletak acak dalam volume sapuan (swept volume).

Tabel 6.3, menunjukkan efisiensi kolisi (E) untuk tetes R dan butiran r.

2

20

rR

xr,RE

Mikrofisika Awan Dan Hujan138

Page 165: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

R (m) r (m)

2 4 8 10 20 25

20

40

60

80

100

200

400

600

1000 (1 mm)

1800

3000 (3 mm)

x

x

0,039

0,098

0,17

0,15

0,08

0,02

0,027

0,020

0,13

0,23

0,32

0,46

0,51

0,54

0,52

0,45

0,33

0,12

0,40

0,57

0,68

0,73

0,81

0,83

0,83

0,82

0,80

0,71

0,17

0,55

0,68

0,76

0,81

0,87

0,88

0,88

0,88

0,86

0,81

0,75

0,86

0,92

0,94

0,95

0,96

0,98

0,98

0,94

0,94

0,75

0,91

0,95

0,96

0,96

0,97

~ 1,0

~ 1,0

~ 1,0

~ 1,0

Makin besar R dan r, makin besar niai E. Karena efisiensi koalisensi (E ) 2

mendekati satu mka koefisiensi kolisi (E ) sama dengan koefisiensi 1

koleksi (E) atau E = E . E = E . 1 = E .1 2 1 1

Tabel 6.3. Efisiensi kolisi (E) untuk tetes R dan butiran r.Sumber Rogers and Yau, 1989.

Catatan ; x : tidak dapat ditentukan secara teliti dari data. – : efisiensi kolisi < 0,01.

Menurut beberapa peneliti, besaran efisiensi kolisi (E) disebut

efisiensi kolisi linier yang didefinisikan sebagai:

(6.23)

Dari (6.22) dan (6.23), diperoleh:

(6.24)

dimana p = r/R. Kadang-kadang efisiensi kolisi didefinisikan oleh

R

xy 0

c

22c

p1

yE

22c p1Ey

Mikrofisika Awan Dan Hujan 139

Page 166: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

ekspresi berikut:

(6.25)

2Karena E = E (1 + p) , jelas bahwa E dapat bernilai lebih besar satu.

6.4. Persamaan Pertumbuhan Tetes

�Misalkan sebuah tetes berjejari R jatuh dengan kecepatan jatuh

terminal u(R) melalui sekumpulan butiran yang lebih kecil berjejari r

dengan kecepatan jatuh terminal u(r). Jelas bahwa u(R) > u(r). Akan

ditinjau posibilitas tetes besar membentur dan menangkap butiran kecil

sehingga ukuran tetes membesar. Dalam awan panas terdapat tetes dan

butiran yang berbeda ukurannya.

�Tetes yang jatuh mempunyai kecepatan relatif (u(R) – u(r))

terhadap butiran. Anggap terjadi tumbukan dan penggabungan dalam

satu detik dengan semua butiran yang memenuhi silinder dengan tinggi

(u(R) – u(r)) dan jari-jari (R + r). Gambar 6.4a, menunjukkan trajektori

yang tidak menyimpang sehingga setiap butiran yang pusatnya terletak

di dalam silinder dengan jari-jari (R + r) dan sumbunya melalui pusat

tetes, akan membentur tetes yang selanjutnya bergabung. Gambar 6.4b,

menunjukkan efek aerodinamik yang merubah situasi sehingga butiran

bergerak menjauhi sumbu silinder.

�Misalkan W adalah kadar air awan per satuan volume (berorde 1 3gram/m ) yaitu massa semua butiran yang terkandung dalam satuan

volume. Pertambahan massa tetes secara empiris dituliskan dengan

ekspresi berikut:

(6.26)

2

2

22c2

c2

20 p1E

p1

p1yy

R

x'E

ruRurRWπEdt

dm 2

Mikrofisika Awan Dan Hujan140

Page 167: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

dimana (R + r)�adalah jari-jari silinder dan u(R) – u(r) adalah kecepatan

jatuh tetes relatif terhadap butiran atau tinggi silinder dalam waktu satu

sekon. Dalam satu detik tetes menyapu volume silinder (R + r) . (u(R)

– u(r)).

E adalah nilai rata-rata efektif efisiensi koleksi atau faktor

koreksi untuk populasi butiran yaitu perkalian efisiensi kolisi (E ) dengan 1

efisiensi koalisensi (E ). Jika tetes-tetes semuanya lebih kecil sekitar 2

100 m maka efisiensi koalisensi (tangkapan) dianggap mendekati satu,

sehingga efisiensi koleksi identik dengan efisiensi kolisi, jadi E = E .1

�Jika massa tetes m dinyatakan dengan jejari tetes R, maka

persamaan (6.26) menjadi:

(6.27)

Catatan:

�Massa tetes:

Untuk R >> r maka (u(R) << u(r)) dan u(r) diabaikan terhadap u(R),

sehingga persamaan (6.27) dapat disederhanakan menjadi:

(6.28)

dimana adalah densitas air.L

�Nilai E (efisiensi koleksi) bergantung pada R dan r. Untuk R dan

r yang besar maka nilai E mendekati satu, sehingga pertumbuhan tetes

menjadi cepat.

ruRuR

r1

WE

dt

dR2

L

L3 ρ.πR

3

4m

L2L

2

ρ4ππ

dtdm

dt

dRatau

dt

dRρ4ππ

dt

dm

L4ρ

RuWE

dt

dR

Mikrofisika Awan Dan Hujan 141

Page 168: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

�Perubahan ukuran tetes dengan ketinggian (z) dapat diperoleh

dari persamaan:

(6.29)

Keterangan :

�w������: kecepatan arus udara keatas (updraft)

�u(R) �: kecepatan jatuh terminal tetes berjari-jari R

�dz/dt�: kecepatan vertikal = w – u(R), dan dt/dz = 1/(w – u(R))

�Dengan mengganti dR/dt dari persamaan (6.28) maka

persamaan (6.29) yang menyatakan perubahan radius tetes terhadap

ketinggian dapat ditulis sebagai:

(6.30)

Jika kecepatan udara keatas sangat kecil dan dapat diabaikan

maka persamaan (6.30) menjadi:

(6.31)

Persamaan (6.31) memerikan pertumbuhan tetes karena proses koleksi

kontinu dengan menganggap awan sebagai kontinum. Pertumbuhan

sebenarnya terjadi karena peristiwa diskrit dari penangkapan butiran.

Tetes membesar ketika tetes turun (–z).

�Fluktuasi turbulen akan meningkatkan tangkapan (koalisensi)

dengan meningkatnya kesempatan kolisi butiran-butiran. Meskipun

sangat sulit untuk mempredik efek turbulensi dengan pasti, tetapi dapat

dikenal dua mekanisme dimana turbulensi dapat mempengaruhi proses

koleksi.

Ruw

1

dt

dR

dz

dt

dt

dR

dz

dR

Ruw

Ru.

WE

dz

dR

L

L4ρ

WE

dz

dR

Mikrofisika Awan Dan Hujan142

Page 169: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Pertama, bahwa tetes-tetes dengan ukuran berbeda mempunyai

respon (reaksi) berbeda terhadap medan kecepatan yang berfluktuasi.

Untuk butiran kecil, waktu relaksasi (pengendoran) reaksi terhadap

fluktuasi kecepatan kira-kira sebanding dengan kuadrat jari-jari tetes.

�Mekanisme kedua yang dapat mempengaruhi koalisensi dalam

medium turbulen yang mungkin penting untuk tetes-tetes yang

mempunyai ukuran sama atau ukuran berbeda. Mekanisme ini dikaitkan

dengan struktur olakan (eddy) medan kecepatan turbulen. Olakan

turbulen menyokong pada proses koleksi dan efeknya meningkat dengan

peningkatan intensitas turbulensi, tetapi pengaruhnya pada tingkat

pertumbuhan tetes adalah kecil. Perlu dicatat bahwa efek turbulensi pada

koalisensi belum dimengerti dengan baik. Hasil sementara untuk medan

turbulensi homogen, menunjukkan bahwa koleksi butiran-butiran

ditingkatkan oleh reaksi diferensial pada turbulensi.

6.5. Trajektori Tetes

�Trajektori tetes secara sederhana mengikuti kurva seperti pada

gambar 6.4, dimana z = 0 sesuai dengan dasar awan. Jelas bahwa agar

proses ini memungkinkan maka awan harus mempunyai ketebalan tidak

lebih kecil dari z yang sesuai dengan puncak trajektori. Usaha untuk

mengembangkan model yang lebih realistik dari pada komputasi

sederhana (persamaan 6.30) menunjukkan tinjauan dinamika awan

termasuk faktor-faktor rumit seperti struktur arus udara keatas juga

kebawah dan percampuran turbulen dengan lingkungan.

�Gambar 6.4, menunjukkan trajektori sebuah tetes yang tumbuh

dalam awan. Tetes dengan jari-jari awal R berada pada tinggi referensi 0 0

(dasar awan) dibawa keatas oleh arus udara kemudian tumbuh

Mikrofisika Awan Dan Hujan 143

Page 170: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

bertambah besar. Ketika cukup besar untuk mengatasi arus udara keatas,

tetes akan jatuh kembali dan melintasi paras referensi dengan jari-jari R.

Agar proses ini memungkinkan maka puncak awan harus lebih tinggi

dari z.

�Model Bowen menggunakan persamaan (6.30) dalam penilaian

perkembangan hujan awan-awan panas. Bowen (1950) menganggap

bahwa sebuah awan dengan butiran-butiran berukuran uniform (serba

sama) naik dengan arus udara keatas konstan dan tumbuh melalui

kondensasi. Dia meninjau bahwa sebuah tetes dengan dua kali massa

tetes lain hadir sebagai akibat kesempatan koalisensi dan butiran. Tetes

ini dibawa keatas bersama butiran-butiran dan tumbuh melalui

kondensasi dan koalisensi mengikuti persamaan (6.30) dengan

memakai efisiensi kolisi Langmuir dan pendekatan kecepatan jatuh

terminal. Contoh dari peristiwa ini dilukiskan pada gambar (6.5).

Gambar 6.4. Trajektori pertumbuhan tetes di dalam awan dengan jari-jari awal R dan 0

akhir R.

Mikrofisika Awan Dan Hujan144

Page 171: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Gambar 6.5. Trajektori Bowen yang dihitung dengan kecepatan arus udara keatas -1 -3w = 1 ms , kadar air awan W = 1 g m . (a) : Udara, (b) : butiran-butiran

awan yang awalnya mempunyai jari-jari 10 m, (c) : tetes yang awalnya

mempunyai massa dua kali massa butiran awan (Rogers and Yau, 1989).

�Pada awalnya pertumbuhan tetes dengan koalisensi lambat dan

berorde sama magnitudonya seperti pertumbuhan dengan kondensasi.

Tetapi, u dan E bertambah secara cepat dengan ukuran tetes sehingga

koalisensi secara cepat melebihi kondensasi. Jika tetes tumbuh pada

sebuah ukuran yang segera akan diimbangi oleh arus udara keatas

(updraft), maka tetes tersebut mencapai puncak trajektorinya. Pada

pertumbuhan selanjutnya tetes mulai turun dan terus tumbuh pada

lintasannya kearah bawah yang akhirnya muncul sebagai sebuah tetes

hujan dari dasar awan.

�Parameter yang penting dalam model Bowen adalah kecepatan

arus udara keatas dan kadar air awan. Dengan meningkatnya kecepatan

arus udara keatas, tetes akan naik pada paras yang lebih tinggi sebelum

tetes itu mulai turun, dan muncul dari dasar awan dengan ukuran yang

lebih besar. Untuk kecepatan arus udara keatas tertentu, tetes-tetes akan

tumbuh lebih besar tetapi mempunyai trajektori lebih rendah karena

kadar air awan meningkat.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 145

Page 172: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

�Untuk mengilustrasikan efek arus udara keatas lihat gambar 6.6

dan 6.7 dengan memakai data efisiensi koleksi yang baru. Dalam -3

perhitungan, Bowen memakai r = 10 m dan W = 1 g m , tetapi untuk

menjamin pertumbuhan beberapa tetes kolektor mempunyai jari-jari

awan 20 m. Gambar 6.6, menunjukkan trajektori untuk kecepatan arus -1

udara keatas 0,5 dan 1,0 ms , dan gambar 6.6, menunjukkan diameter

tetes sebagai fungsi ketinggian. Pertumbuhan butiran oleh kondensasi

diabaikan.

Gambar 6.6. Trajektori tetes yang dihitung dari efisiensi kolisi pada tabel 6.3 dengan

menganggap efisiensi koalisensi satu. Jari-jari tetes awal 20 m. Kadar -3air awan 1 g m , semua tetes awan mempunyai jari-jari 10 m.

�Perhitungan gabungan antara arus udara keatas, tinggi awan,

waktu untuk produksi hujan, dan ukuran tetes yang dihasilkan secara

kualitatif sesuai dengan observasi. Ketidaksesuaian yang serius antara

prediksi dan observasi terletak pada waktu yang diperlukan.

Perhitungan menunjukkan bahwa sekitar satu jam diperlukan untuk

menghasilkan tetes berukuran milimeter, sedangkan observasi

menunjukkan bahwa tetes seperti itu dapat dibentuk dalam waktu

kurang dari setengahnya.

Mikrofisika Awan Dan Hujan146

Page 173: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Gambar 6.7. Diameter tetes untuk trajektori seperti gambar 6.6.

6.6. Resumé

�Pertumbuhan tetes melalui kondensasi pada awalnya cepat

tetapi kemudian menjadi lambat. Waktu hidup kebanyakan awan

berkisar satu jam. Pertumbuhan kondensasi dengan difusi molekul-

molekul uap air tidak dapat diharapkan penambahan jejari butiran-

butiran awan lebih dari 20 m. Dari jejari butiran awal 0,75 m

kemudian menjadi butiran dengan jejari 20 m diperlukan waktu

sekitar 2 jam, dan menjadi butiran dengan jejari 50 m diperlukan

waktu sekitar 12 jam.

�Di atmosfer, situasi menjadi rumit oleh banyak faktor,

populasi butiran bergantung pada : i). Distribusi ukuran, konsentrasi

dan sifat kimia IKA (inti kondensasi awan). ii). Kecepatan arus udara

keatas yang akan membentuk awan. iii). Percampuran udara berawan

dengan lingkungannya melalui gerak golakan (turbulent). Observasi

menunjukkan bahwa ukuran spektra butiran-butiran awan lebih besar

dari pada yang diperkirakan dari teori.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 147

Page 174: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

�Pertumbuhan tetes awan melalui kondensasi tidak dapat

menjelaskan terbentuknya tetes hujan. Di dalam awan panas tetes-

tetes berukuran heterogen sehingga awan menjadi labil akibat beda

kecepatan jatuh terminal diantara tetes. Pertumbuhan tetes dalam

awan panas melalui mekanisme Bowen–Ludlam atau mekanisme

kolisi–koalisensi yang melibatkan fasa cair. Tetes akan mempunyai

kecepatan jatuh lebih besar dari pada butiran awan sehingga terjadi

proses tumbukan–tangkapan atau proses koleksi, dan tetes tumbuh

menjadi ukuran tetes hujan (R > 100 m). Jadi pertumbuhan tetes

dalam awan panas adalah pertumbuhan gabungan, pertama oleh

kondensasi kemudian dengan koleksi. Dalam mekanisme kolisi –

koalisensi tetes tumbuh menjadi tetes hujan sedangkan butiran-

butiran awan terkoleksi oleh tetes. Untuk membentuk satu tetes hujan

diperlukan puluhan ribu sampai satu juta butiran awan melalui

mekanisme Bowen – Ludlam.

�Pertumbuhan tetes dalam awan panas bergantung pada ukuran

tetes dan butiran, kecepatan jatuh terminal tetes dan butiran, efsiensi

koleksi, dan kadar air awan. Efisiensi koleksi E adalah hasil kali efisiensi

kolisi E dan efisiensi koalisensi E atau E = E . E . Efisiensi koalisensi 1 2 1 2

mendekati satu sehingga efisiensi koleksi sama dengan efisiensi kolisi

atau E = E . Nilai efisiensi kolisi E bergantung pada ukuran tetes R dan 1 1

butiran r. Untuk R = 80 m dan r = 25 m, maka E ~ 0,90. 1

Mikrofisika Awan Dan Hujan148

Page 175: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Bab 7

Pertumbuhan Partikel Esdalam Awan Dingin

Mikrofisika Awan Dan Hujan 149

Pengintian spontan uap air menjadi tetes cair tidak akan terjadi di

atmosfer kecuali ada IKA (inti kondensasi awan). Demikian juga

pengintian spontan air di dalam awan tidak akan terjadi kecuali ada IES 0(inti es) atau temperatur awan mencapai temperatur – 40 C. Jadi, jika

sebuah parsel udara awan naik, maka awan akan menjadi es pada 0 0 0

temperatur sekitar – 40 C. Antara temperatur 0 C dan – 40 C tidak

terjadi pengintian spontan. Sejumlah partikel aerosol tertentu

mempunyai sifat memudahkan inisiasi fasa es dalam air, partikel-pertikel

inti disebut inti pembeku atau inti es (IES).

Faktor kendali pertumbuhan massa kristal es adalah deposisi

yaitu perubahan fasa uap air menjadi fasa es, mirip dengan faktor kendali

pertumbuhan massa tetes oleh kondensasi. Dalam awan campuran,

pertumbuhan massa partikel es disebabkan oleh tumbukan dengan tetes-

tetes kelewat dingin yang kemudian membeku pada partikel es

membentuk batu es hujan (hailstone). Partikel es dapat juga tumbuh

melalui mekanisme tumbukan dan gabungan (aggregation) satu sama

lain. Tumbukan partikel es satu sama lain terjadi jika kecepatan jatuh

terminalnya berbeda. Pelekatan kristal-kristal es yang bertumbukan

Page 176: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

0terjadi terutama pada temperatur sekitar – 5 C dimana permukaan es

menjadi sangat lengket (sticky).

7.1. Awan Dingin dan Awan Campuran0

Jika sebuah awan tumbuh di atas paras isoterm 0 C dan 0

temperatur mencapai – 10 C atau lebih rendah disebut awan dingin. 0Meskipun temperaturnya di bawah 0 C, tetapi butiran-butiran air masih

dapat berada dalam awan disebut butiran kelewat dingin, butiran yang

menemukan inti pembeku akan menjadi partikel es. Awan dingin yang

mengandung partikel es dan butiran kelewat dingin disebut awan

campuran, jika awan dingin terdiri seluruhnya es dikatakan awan es.

Dua fasa transisi dapat mengarah pada pembentukan es yaitu pembekuan

sebuah butiran cair atau deposisi langsung dari uap air menjadi fasa es.

Keduanya adalah proses pengintian yang pada dasarnya pengintian

homogen dan heterogen.

Kristal es yang terbentuk dalam awan bersamaan dengan butiran

cair adalah lingkungan yang menguntungkan untuk tumbuh secara cepat

melalui difusi. Uap air dalam awan pada dasarnya relatif jenuh terhadap

air cair dan karenanya relatif kelewat jenuh terhadap es. Dalam beberapa

menit, kristal es tersebut dapat tumbuh pada ukuran beberapa puluh

mikrometer. Sebuah kristal es dengan ukuran ini akan jatuh dengan

kecepatan beberapa puluh centimeter per sekon. Kristal es ini pada

akhirnya terbentuk sebagai kristal individu, atau bertumbukan dengan

butiran-butiran kelewat dingin membentuk kristal embun beku (a rimed

crystal) atau bertumbukan dengan kristal lain membentuk kumpulan

kristal (a crystal aggregate) atau serpih salju (snowflake). Jadi proses

pertumbuhan kristal es sama seperti butiran awan yaitu difusi yang

Mikrofisika Awan Dan Hujan150

Page 177: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

diikuti oleh pembekuan (coagulation). Tetapi untuk kristal es

pertumbuhan difusional lebih signifikan dari pada untuk butiran karena

beda tekanan uap jenuh di atas air dan es.

�Akan menguntungkan jika ditinjau transisi fasa homogen yang

menyebabkan pembentukan es. Pembekuan homogen tetes cair murni

terjadi bila fluktuasi statistik aransemen (susunan) molekuler air

menghasilkan struktur es yang stabil seperti yang terjadi dengan inti es.

Hal ini persis sama seperti pengintian homogen cairan dalam uap air. Dua

pertimbanan untuk menentukan kondisi pengintian pembekuan homogen

yaitu : (i) ukuran inti yang stabil dan (ii) probabilitas kejadian inti es

embionik (seperti janin) oleh penyusunan kembali secara acak (random)

molekul-molekul air. Besaran-besaran ini bergantung pada energi bebas

permukaan dari antarmuka sebuah kristal/cairan yang analogi dengan

tegangan permukaan pada antarmuka (interface) sebuah cairan/uap.

�Nilai numerik energi bebas permukaan tidak diketahui secara -2 -2 -2

akurat, tetapi berkisar 2 x 10 Jm atau 20 erg cm . Dengan energi

sebesar ini, maka diperkirakan butiran-butiran yang lebih kecil 5 m 0akan membeku secara spontan pada temperatur sekitar – 40 C.

Sedangkan butiran yang lebih besar diperkirakan membeku pada

temperatur sedikit lebih panas, beberapa tetes diperkirakan berada pada 0temperatur sedingin – 40 C, yang menyatakan bahwa pembekuan

0heterogen terjadi pada temperatur lebih panas dari – 40 C. Tetapi

kadang-kadang pesawat terbang melaporkan peng–es–an (icing) dalam 0awan terjadi pada temperatur sekitar – 40 C yang menyatakan bahwa

butiran awan kadang-kadang mungkin tidak membeku sampai batas

ambang homogen dicapai.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 151

Page 178: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Deposisi homogen terjadi bila molekul uap membentuk embrio

es yang stabil oleh kesempatan kolisi. Meskipun energi bebas permukaan

antarmuka kristal/uap sulit diketahui, teori memperkirakan bahwa

pengintian deposisi homogen hanya terjadi pada kondisi kelewat jenuh

ekstrim. Lebih dari dua puluh kali lipat kelewat jenuh terhadap es 0

diperlukan pada temperatur beberapa derajat di bawah 0 C, dan kelewat

jenuh tetap lebih tinggi pada temperatur yang lebih dingin. Konfirmasi

eksperimental teori deposisi homogen nampaknya mustahil (tidak

mungkin) karena butiran air cair selalu harus menginti (nucleate) secara

homogen sebelum kelewat jenuh mencapai nilai tingi yang diperlukan

untuk es. Butiran air cair akan membeku secara spontan pada temperatur 0

lebih dingin dari – 40 C yang membuat tidak mungkin untuk mengenali

kristal-kristal es yang mungkin terbentuk oleh deposisi. Meskipun tidak

ada kepastian eksperimental, tetapi jelas bahwa deposisi homogen tidak

dapat terjadi di atmosfer, dimana kelewat jenuh ekstrim yang diperlukan

tidak pernah ada.

Kristal-kristal es biasanya tampak dalam sebuah awan dalam

jumlah lumayan (appreciable) bila temperatur tetes-tetes di bawah 0

temperatur sekitar – 15 C yang menandakan pengintian heterogen. Air

jika kontak dengan bahan (material) asing akan membeku pada 0

temperatur lebih panas dari – 40 C, deposisi terjadi pada permukaan

dengan kelewat jenuh dan kelewat dingin lebih kecil dari nilai pengintian

homogen. Jadi nukleasi (pengintian) es dalam air kelewat dingin atau

lingkungan kelewat jenuh dibantu oleh kehadiran permukaan benda

asing atau partikel yang mengapung di udara (aerosol).

Bahan asing memberikan sebuah permukaan atau lapisan

(substrate) pada mana molekul air dapat bergeseran, melekat (stick),

Mikrofisika Awan Dan Hujan152

Page 179: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

atau mengikat bersama, dan membentuk gabungan (aggregate) dengan

struktur seperti es. Makin besar gabungan partikel es, makin mungkin

menjadi stabil dan kontinu untuk hidup. Probabilitas pengintian

pembekuan heterogen atau deposisi bergantung secara kuat pada sifat-

sifat bahan dasar juga pada kelewat dingin dan kelewat jenuh. Makin

batas itu lebih rapat maka molekul-molekul air akan berada pada

permukaan (lapisan) sehingga makin besar probabilitas pengintian es.

Bahkan jika struktur kristal bahan mirip sekali dengan bidang kristal es

maka akan meningkatkan kesempatan pengintian es. Bila ikatan dan

kesesuaian kisi-kisi kristal baik, maka kelewat jenuh dan kelewat dingin

yang diperlukan untuk mengintikan es pada bahan mungkin jauh lebih

rendah dari pada dalam pengintian es homogen.

Awan-awan kelewat dingin di atmosfer tumbuh dan hidup

(exist) dalam kehadiran sejumlah besar partikel aerosol yang sebagian

kecil bertindak sebagai inti es pada temperatur yang kebanyakan lebih 0

panas dari batas ambang – 40 C untuk pembekuan homogen. Beberapa

mekanisme pengintian adalah mungkin dan ditunjukkan secara bagan

dalam gambar 7.1. Es dapat terbentuk secara langsung dari fasa uap

pada inti deposisi yang sesuai. Ada tiga mode (cara) aktivasi yang

dikenal dalam inti pembekuan. Beberapa inti bertindak pertama sebagai

pusat-pusat kondensasi, kemudian sebagai inti-inti pembekuan.

Beberapa inti meningkatkan pembekuan pada saat bersentuhan dengan

butiran kelewat dingin. Dan inti-inti yang lain menyebabkan

pembekuan setelah melekat atau membenam dalam sebuah butiran.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 153

Page 180: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Gambar 7.1. Mekanisme pengintian es dan bagan cara-cara inti es atmosferik dalam

pembekuan es (Rogers and Yau, 1989).

�Sebuah partikel mungkin mengintikan es dalam cara-cara

berbeda, bergantung pada kondisi lingkungan dan sejarahnya di dalam

awan. Sulit membedakan antara penintian deposisi dan pengintian

pembekuan bila es menginti pada permukaan yang tidak mudah larut

dalam lingkungan yang relatif jenuh terhadap air cair. Bahkan dalam

kondisi di bawah kejenuhan air, pengintian tidak harus berarti deposisi,

karena inti tersebut mengandung komponen yang mudah larut. Bahan

yang mudah larut (soluble) mungkin mengintikan fasa cair di bawah

kejenuhan air dan bahan tidak mudah larut (insoluble) mungkin

mengintikan es melalui pembekuan. Karena ada keraguan di antara

mekanisme pembentukannya, maka pengintian es sering dikatakan

sebagai pengganti fenomena yang lebih spesifik yaitu pengintian

pembekuan atau pengintian deposisi.

Mikrofisika Awan Dan Hujan154

Page 181: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

7.2. Inti Es Atmosferik

�Jika butiran air tidak mengandung partikel asing, maka butiran

hanya membeku oleh proses pengintian homogen (atau spontan), dimana

sebuah embrio es dengan ukuran kritis terbentuk oleh gabungan

(aggregation) sejumlah molekul-molekul air dalam butiran. Pengintian 0homogen terjadi pada temperatur sekitar – 36 C untuk butiran-butiran

yang mempunyai jejari antara 20 dan 60 m dan pada temperatur sekitar 0

– 39 C untuk butiran-butiran yang mempunyai jejari beberapa

mikrometer. Karena itu hanya awan-awan tinggi yang dapat terjadi

pembekuan oleh pengintian homogen.

Jika butiran mengandung tipe khusus partikel asing, disebut inti

pembeku, maka butiran dapat membeku oleh proses pengintian

heterogen dimana molekul-molekul air dalam butiran terkumpul pada

permukaan partikel untuk membentuk struktur seperti es (icelike

structure) yang dapat meningkatkan ukuran dan menyebabkan butiran

membeku. Karena pembentukan struktur es dibantu oleh inti pembeku,

pengintian heterogen dapat terjadi pada temperatur jauh lebih tinggi dari

pada pengintian homogen.

Partikel yang mempunyai jarak (spasi) molekuler dan susunan

kristalografik serupa dengan es (yang mempunyai struktur heksagonal)

cenderung mempunyai kemampuan mengintikan es dengan baik.

Kebanyakan inti es yang baik sebenarnya tidak larut dalam air. Beberapa

partikel-partikel tanah anorganik (inorganic) terutama lempung dapat 0

mengintikan es pada temperatur agak tinggi yaitu di atas – 15 C, dan

partikel ini memainkan peranan penting mengintikan es dalam awan.

Banyak bahan (material) organik sebagai penginti (nucleator) es yang

Mikrofisika Awan Dan Hujan 155

Page 182: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

baik. Baru-baru ini diamati bahwa daun-daun tanaman yang busuk

banyak mengandung inti es, beberapa inti es aktif pada temperatur 0 0

setinggi – 4 C. Inti es yang aktif pada temperatur – 4 C juga ditemui

dalam air laut yang kaya plankton.

Konsentrasi inti es atmosferik dipengaruhi oleh banyak faktor

seperti sejarah aerosol, kelembapan, dan peubah-peubah lainnya.

Ketika kelewat dingin meningkat, maka konsentrasi inti es meningkat.

Konsentrasi inti es juga meningkat dengan kenaikan kelewat jenuh.

Tabel 7.1, meringkas temperatur ambang batas pembekuan

(pembentukan es) dari bahan murni dan bahan alam tertentu. Perak 0iodida (AgI) mempunyai temperatur pengintian relatif panas – 4 C. AgI

adalah bahan yang banyak dipakai dalam pembenihan awan buatan.

Bahan perak iodida dapat dibuat dalam bentuk partikel yang sangat

halus oleh pembakaran senyawa perak khusus.

Mikrofisika Awan Dan Hujan156

Page 183: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Tabel 7.1. Sifat pengintian partikel berbagai bahan (Houghton, 1985).

BahanAmbang nukleasi

0( C)

Komentar

1. Bahan murni

Es

AgI

Pb I2

Cu S

Cu O

Hg I2

Ag S2

Cd I2

I2

2. Mineral

Vaterite

Kaolinite (tanah liat)

Abu vulkanik

Halloysite

Vermiculite

Cinnabar

3. Organik

Testosteron

Chloresterol

Metaldehyde

– Naphthol

Phloroglucinol

Bactterium “Pseudomonas Syringae”

0

– 4

– 6

– 7

– 7

– 8

– 8

– 12

– 12

– 7

– 9

– 13

– 13

– 15

– 16

– 2

– 2

– 5

– 8,5

– 9,4

– 2,6

tidak larut

sedikit larut

tidak larut

tidak larut

tidak larut

tidak larut

larut

larut

Silikat

Bakteria dalam jamur daun

Mikrofisika Awan Dan Hujan 157

Page 184: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

�Meskipun masih ada ketidakpastian, tetapi ada kejelasan bahwa

mineral lempung (clay) terutama kaolinite (lihat tabel 7.1) sebagai

komponen utama inti es atmosferik, material yang banyak dijumpai

dalam banyak tipe tanah dengan temperatur ambang untuk pembekuan 0adalah – 9 C. Keping-keping salju yang jatuh ketanah biasanya dijumpai

mengandung partikel yang menjadi pusat pertumbuhan kristal es. Partikel

ini didefinisikan oleh mikroskop elektron yang menunjukkan kaolinete

dengan ukuran yang berjangka dari 0,1 sampai 4 m. Bagaimana

kaolinete dapat menerangkan kejadian es dalam awan lebih panas dari 0– 9 C yang kadang-kadang diamati, jawabannya masih belum jelas.

Sumber lain dari inti es adalah bakteria dalam material daun

tanaman busuk dapat menjadi inti yang efektif pada temperatur panas 0

(– 2,6 C). Telah diketahui bahwa partikel tanah biasa dapat menjadi aktif

pada temperatur lebih panas dari pada batas ambang untuk kaolinite yang

mungkin dijelaskan dengan inti berukuran submikron dari beberapa

bahan organik minor. Bakterium Pseudomonas syringae dapat bertindak 0sebagai inti es pada temperatur sepanas – 1,3 C, meskipun kemampuan

pengintiannya bersifat aneh dan mudah berubah. Tetapi signifikansi inti-

inti biogenik dalam atmosfer belum terbukti dan masih perlu penelitian

lebih lanjut.

Material meteor kemungkinan sebagai sumber inti es

atmosferik, pada awalnya karena ditemukan korelasi antara kejadian

curah hujan ekstrim dengan hujan meteor (meteor showers), dan yang

lebih baru karena meteorit submikron yang diproduksi oleh penguapan

dan mengondensasi kembali menjadi material meteoritik adalah inti es

yang agak efektif. Tetapi dari observasi selanjutnya jelas tampak bahwa

sumber bumi banyak mengandung inti-inti es. Pengukuran pada situs

Mikrofisika Awan Dan Hujan158

Page 185: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

pantai (coastal sites) menunjukkan lebih banyak inti dalam udara dari

trajektori di atas darat ketimbang di atas osean. Konsentrasi inti es

berkurang dengan ketinggian di atas tanah, konsisten dengan sumber inti

pada permukaan. Bahkan pada Kutub Selatan, partikulat dalam keping-

keping salju yang dijumpai adalah mineral lempung.

Kejadian kristal es dalam awan dikaitkan dengan tipe awan,

temperatur, dan umur awan. Pengamatan menegaskan bahwa temperatur

awan yang lebih dingin, mempunyai kemungkinan lebih besar kristal es

hadir bersama-sama dengan butiran air kelewat dingin. Konsentrasi

kristal es yang diukur di dalam awan berjangka sekitar 0,01 per liter

sampai 100 per liter. Konsentrasi yang tinggi terdapat pada awan cirus

dan masih cukup tinggi dalam kabut es yang terbentuk di bawah kondisi

daerah kutub utara (arctic) yang sangat dingin.

Kristal-kristal pertama yang tampak dalam sebuah awan harus

terbentuk pada inti es. Perkecualian dari generalisasi ini mungkin terjadi

pada awan-awan cirus yang terbentuk pada temperatur sedemikian

dingin sehingga pembekuan homogen dapat terjadi sesegera mungkin

ketika fasa air tampak. Kristal es tambahan kemudian diproduksi oleh

proses sekunder dimana kristal-kristal primer dimultiplikasikan

(dilipatgandakan).

Dua mekanisme dikenal sebagai pendukung produksi partikel es

sekunder : pecahan kristal-kristal es dan pemecahan atau penyerpihan

tetes-tetes yang membeku. Mekanisme produksi partikel sekunder

kadang-kadang disebut serpihan embun beku (rime–splintering) yang

menyebabkan konsentrasi kristal es tinggi. Peristiwa ini kadang-kadang

diamati dalam awan-awan cumulus maritim dengan temperatur tidak 0

lebih dingin dari pada – 10 C. Tidak ada keraguan bahwa kristal-kristal

Mikrofisika Awan Dan Hujan 159

Page 186: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

es diproduksi oleh proses sekunder, tetapi karena pemahaman tentang

proses ini sangat terbatas maka banyak observasi konsentrasi kristal es

tidak dapat dijelaskan secara kuantitatif.

7.3. Pertumbuhan Partikel Es dari Fasa Uap

Dalam awan campuran yang didominasi oleh tetes-tetes kelewat

dingin, udara mendekati jenuh terhadap air cair, karenanya kelewat

jenuh terhadap es. Misalnya, udara jenuh terhadap air cair pada 0

temperatur – 10 C menjadi kelewat jenuh terhadap es sebesar 10% dan 0pada temperatur – 20 C menjadi kelewat jenuh terhadap es sebesar

21%. Nilai-nilai ini jauh lebih tinggi dari pada kelewat jenuh udara

berawan terhadap air cair yang jarang melebihi 1%. Akibatnya, dalam

awan campuran kristal es tumbuh dari fasa uap lebih cepat dari pada

yang dilakukan oleh tetes awan.

�Sekali janin (embrio) es terbentuk baik oleh deposisi secara

langsung dari uap air atau oleh pembekuan sebuah butiran kelewat dingin

maka terjadi pertumbuhan difusional, karena janin es pada hakekatnya

berada dalam lingkungan yang jenuh terhadap air. Persamaan

pertumbuhannya analogi dengan pertumbuhan tetes awan tetapi dengan

perbedaan yang penting yaitu kristal es biasanya tidak sferis.

Bila kristal-kristal es pertama menginti dalam sebuah awan, maka

kristal-kristal tersebut menemukan lingkungan dimana tekanan uapnya

sama dengan atau sedikit lebih besar dari pada tekanan uap keseimbangan

di atas air cair (e ). Rasio jenuh relatif terhadap es dapat ditulis:�s

(7.1)

dengan S menunjukkan rasio jenuh terhadap air dan e adalah tekanan i

uap keseimbangan di atas es. Rasio kelewat jenuh yaitu [(e /e ) – 1] s i

i

s

i

s

si

ie

e.S

e

e.

e

e

e

eS

Mikrofisika Awan Dan Hujan160

Page 187: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

dirajah (diplot) dalam gambar 7.2 dari data dalam tabel 3.1. Ini

menunjukkan bahwa air jenuh di dalam sebuah awan mempunyai

kelewat jenuh tinggi relatif terhadap es dan merupakan lingkungan yang

menguntungkan untuk pertumbuhan cepat melalui difusi dan deposisi.

Lingkungan ini akan tetap menguntungkan untuk pertumbuhan kristal

selama butiran-butiran cair yang ada menguap dan menjaga tekanan uap

pada keseimbangan relatif terhadap air. Jika butiran-butiran pada

akhirnya melenyap oleh penguapan atau pembekuan, maka rasio jenuh

akan turun pada keseimbangan relatif terhadap es.

Gambar 7.2. Kelewat jenuh relatif terhadap es dalam atmosfer pada keseimbangan

kejenuhan relatif terhadap air.

Masalah yang menentukan pertumbuhan sebuah kristal melalui

difusi adalah analogi dengan masalah pertumbuhan sebuah butiran air

melalui kondensasi tetapi lebih rumit karena bentuk kristal nonsferis (tidak

bulat). Maxwell dalam teorinya termometer bola basah memecahkan

persamaan-persamaan alih panas dan massa dengan mengambil analogi

antara persamaan difusi dan persamaan elektrostatik yang menggambarkan

Mikrofisika Awan Dan Hujan 161

Page 188: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

distribusi potensial di sekitar sebuah konduktor bermuatan. Analogi

elektrostatik adalah titik awal dari teori pertumbuhan kristal es melalui

difusi. Dengan memakai persamaan elektrostatik Poisson dan teorema

Green, dapat ditunjukkan bahwa integral sekeliling permukaan sebuah

konduktor komponen normal –, (dimana adalah potensial

elektrostatik) adalah sama dengan 4C , dimana adalah potensial s s

konduktor dan C kapasitannya. Jika diidentifikasi – Dn yang adalah fluks

molekul-molekul air dengan – , maka aliran total air yang keluar dari

kristal es analogi dengan 4CD (n – n ), dimana n adalah densitas jumlah ~ ss

uap pada permukaan kristal dan n adalah nilainya pada jarak yang jauh dari ~

2permukaan kristal. Asumsi bahwa n = 0 dan bahwa n sama pada seluruh s

titik di permukaan adalah diperlukan agar melengkapi analogi tersebut.

Jadi persamaan pertumbuhan massa kristal es melalui difusi dapat ditulis

mengikuti analogi persamaan (6.7) sebagai berikut:

(7.2)

dimana C menunjukkan kapasitan elektrik dengan satuan panjang, yaitu

sebuah fungsi ukuan dan bentuk partikel. Untuk sebuah bulatan, maka C

= r sehingga persamaan (7.2) menjadi persamaan pertumbuhan sebuah

tetes. Untuk sebuah piringan lingkaran dengan jari-jari r, yang dapat

dipakai sebagai pendekatan bagi kristal es bentuk pelat (piringan), maka

C = 2r/. Pada persamaan 7.2, D adalah koefisien difusi molekuler, v

adalah densitas uap lingkungan, dan adalah densitas uap pada vr

permukaan kristal es. Kristal es bentuk jarum (ice needles) dapat didekati

dengan formula untuk sebuah sferoid prolate (prolate spheroid) dengan

setengah sumbu panjang dan setengah sumbu pendek masing-masing

adalah a dan b, sebagai berikut :

vrv ρρC4πdt

dm

Mikrofisika Awan Dan Hujan162

Page 189: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Untuk sferoid oblate (oblate spheroid) maka:

dengan

Kristal-kristal es yang sebenarnya mempunyai bentuk lebih

rumit dari pada bulatan, piringan, dan elipsoid yang memakai formula

teoritis di atas (persamaan 7.2). Tetapi tipe-tipe kristal es umum seperti

dendrite bidang dan pelat dapat didekati oleh piringan lingkaran dengan

luas yang sama. Demikian juga kristal berbentuk jarum dapat didekati

dengan prolate panjang.

Ketika kristal es tumbuh, permukaannya dipanasi oleh panas laten

sublinasi (L ) dan nilai akan naik. Di bawah kondisi pertumbuhan s vr

stasioner, nilai ditentukan oleh keseimbangan antara suku panas laten vr

dan alih panas menjauhi dari permukaan kristal es, dinyatakan oleh

ekspresi:

(7.3)

Menurut argumen termodinamika pada bab 6, maka persamaan

(7.2) dan (7.3) dapat digabung yang memberikan ekspresi analitik

pertumbuhan kristal es. Formula ini secara persis sama seperti yang

berlaku untuk tetes-tetes air jika r diganti dengan C, e (T) dengan e (T) s i

dan L dengan L panas laten sublimasi:s

(7.4)

22 baA

2

2

a

b1seliptisita

DL

K

TT

ρρ

sr

vrv

DTe

TR

KT

L1

TR

L

1SC4

dt

dM

i

vs

v

s

i

bAan

AC

εarcsin

aεC

dengan

Mikrofisika Awan Dan Hujan 163

Page 190: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Dalam persamaan (7.4) seperti pada persamaan (6.17) bahwa efek-efek

kinetik dan ventilasi diabaikan. Efek-efek ini belum dipahami baik untuk

kristal es maupun butiran air. Molekul-molekul uap tidak dapat menyatu

dengan sebuah kristal es dalam cara serampangan, melainkan harus

mengikat molekul per molekul sehingga dengan cara seperti itu pola

kristal dipertahankan. Akibatnya, mungkin tidak teliti untuk

mengidentifikasi dengan densitas uap keseimbangan es, dan dalam vr

kenyataannya mungkin tidak sama pada semua titik permukaan vr

kristal. Karena efek-efek ini maka kecepatan pertumbuhan sebuah kristal

es akan cenderung lebih lambat dari pada yang diberikan oleh persamaan

(7.4). Kerena pertumbuhan awal kristal-kristal es biasanya terjadi dalam

sebuah awan air, maka S = e /e dalam persamaan (7.4) sangat bergantung i s i

pada temperatur seperti ditunjukkan pada gambar (7.2).

Gambar 7.3. Penyajian skematik bentuk-bentuk utama kristal es: a). kolom, b). pelat,

c). dendrite (Rogers, 1976).

Kondisi lingkungan tidak hanya menentukan kecepatan

pertumbuhan, tetapi juga bentuk sebuah kristal yang sedang tumbuh.

Semua bentuk ini secara dasar merupakan struktur heksagonal, tetapi

dengan rasio sumbu berbeda lebar. Gambar 7.3, mengilustrasikan tipe-

tipe kristal utama, yaitu kolom, pelat, dan dendrite. Ketika sebuah kristal

Mikrofisika Awan Dan Hujan164

Page 191: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

yang sedang tumbuh bergerak melalui sebuah awan, bentuk kristalnya

akan berubah menurut kondisi lingkungan yang berubah.

7.4. Pertumbuhan Partikel Es dari Pembekuan Tetes

Dalam awan campuran, partikel es meningkat massanya ketika

bertumbukan dengan butiran air kelewat dingin yang kemudian

membeku padanya. Proses ini mengacu pada pertumbuhan melalui

pembekuan yang menghasilkan pembentukan berbagai struktur beku

misalnya jarum beku ringan, kolom beku padat uniform, pelat beku

padat, dan kristal bintang beku padat. Bila pembekuan berlanjut di luar

bentuk tertentu maka pembekuan menjadi sulit untuk melihat bentuk

kristal es aslinya. Partikel beku ini disebut graupel, misalnya graupel

bongkah dan graupel kerucut. Graupel adalah batu es lembek (soft hail)

atau tetes hujan beku (frozen raindrop).

Batu es hujan (hailstone) menyatakan kasus ekstrim

pertumbuhan partikel es dengan pembekuan. Batu es terbentuk dalam

awan konvektif yang kuat dengan kadar air cair tinggi. Di bawah kondisi

ekstrim telah diamati batu es dengan diameter sebesar 13 cm dan massa

lebih dari 0,5 kg. Tetapi batu es dengan diameter sekitar 1 cm lebih

banyak ditemukan. Jika sebuah batu es mengumpulkan butiran-butiran

air kelewat dingin dengan jumlah sangat besar maka temperatur 0permukaannya meningkat sampai 0 C dan beberapa air yang terkumpul

tidak akan membeku. Dengan demikian permukaan batu es menjadi

diliputi oleh lapisan air cair dan dikatakan batu es menjadi basah. Di

bawah kondisi semacam ini beberapa air cair dapat terlepas dalam jalur

olakan batu es, tetapi beberapa air cair dapat juga tergabung kedalam

tautan (hubungan) air – es untuk membentuk apa yang dikenal sebagai

batu es bunga karang (spongy hail).

Mikrofisika Awan Dan Hujan 165

Page 192: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Jika sebagian tipis batu es dipotong dan dilihat dalam cahaya,

maka sering terlihat lapisan-lapisan gelap dan terang secara bergantian,

lihat gambar 7.4. Lapisan gelap adalah es buram (opaque) yang terdiri

banyak gelembung-gelembung air kecil dan bagian terang adalah es

cerah (bebas gelembung air). Terlihat dari gambar 7.4 bahwa permukaan

sebuah batu es dapat mengandung cuping-cuping (lobes) besar.

Pertumbuhan cuping tampak lebih jelas bila butiran-butiran yang

terkumpul adalah kecil dan pertumbuhannya mendekati batas basah.

Pertumbuhan cuping-cuping dapat disebebkan oleh kenyataan bahwa

setiap jendol-jendol (bumps) kecil pada sebuah batu es adalah area

peningkatan efisiensi koleksi butiran-butiran air.

Gambar 7.4. Bagian tipis melalui pusat pertumbuhan batu es.

Pertumbuhan melalui pertambahan (accretion) terjadi bila setiap

partikel presipitasi besar menyusul dan menangkap sebuah partikel yang

lebih kecil. Tetapi dalam pemakaian yang umum, akresi (pertambahan)

kadang-kadang diartikan sebagai penangkapan butiran-butiran kelewat

dingin oleh sebuah partikel presipitasi fasa es. Sebuah kristal es yang jatuh

Mikrofisika Awan Dan Hujan166

Page 193: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

melalui awan dengan butiran-butiran air kelewat dingin dan kristal-kristal

es dapat tumbuh melalui pertambahan air atau melalui penggabungan

(aggregation) dengan kristal-kristal lain. Pertumbuhan akresional

mengarah pada struktur embun beku (rime) dan graupel sedangkan

agregasi mengarah pada keping-keping salju. Kristal-kristal yang jatuh

paling cepat adalah partikel-partikel graupel yaitu partikel yang bukan

kristal-kristal sebenarnya, melainkan gabungan dari butiran-butiran beku.

Dalam proses pertumbuhan melalui akresi (pertambahan) yang

muncul adalah efisiensi koleksi. Pertama, ada masalah aerodinamik

efisiensi kolisi, kemudian masalah apakah terjadi pelekatan pada waktu

tumbukan. Karena kristal es jatuh lebih lambat daripada butiran air

dengan massa sama, maka masuk akan jika efisiensi kolisi menjadi lebih

besar. Karena pembekuan terjadi akibat kontak dengan butiran-butiran

air kelewat dingin, maka efisiensi koalisensi dapat diperkirakan satu.

Dalam proses penggabungan (aggregation) kristal, efisiensi

koleksi kurang baik dipahami. Indikasinya adalah bahwa struktur

terbuka seperti dendrite lebih memungkinkan melekat pada waktu

tumbukan ketimbang kristal-kristal bentuk lain, dan bahwa dalam setiap

kasus pelekatan lebih memungkinkan pada temperatur relatif panas.

Dari pengamatan ukuran keping-keping salju sebagai fungsi

temperatur, dapat disimpulkan bahwa penggabungan hanya mungkin 0

signifikan terjadi pada temperatur lebih panas dari – 10 C. Dalam

pertumbuhan akresional (pertambahan) yang menghasilkan graupel,

maka pendekatan analogi pada persamaan (6.28) dapat dilakukan:

(7.5) RuRπWEdt

dm 2

Mikrofisika Awan Dan Hujan 167

Page 194: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Keterangan :

�m������: massa partikel

�W �: kadar air cair awan

�R�������: jari-jari partikel

�u(R) : kecepatan jatuh partikel yang jejarinya R�

E�������: efisiensi koleksi rata-rata

Pendekatan yang sama dapat dilakukan dalam menganalisa proses

penggabungan. Karena semua keping salju jatuh dengan kecepatan sekitar -1 -11 ms dan kristal-kristal es jatuh pada kecepatan sekitar 0,4–0,5 ms , maka

persamaan pertumbuhan untuk keping salju (snowflake) adalah:

(7.6)

dimana u adalah beda kecepatan jatuh antara keping salju dan kristal-

kristal es yang pada hakekatnya suatu konstanta. Kadang-kadang

populasi kristal es lebih mudah ditandai oleh jumlah densitas (the number

density) N dari pada oleh densitas air beku W, yang hubungannya adalah:

dimana adalah volume (rata-rata) kristal-kristal es dan adalah

densitasnya. Jika keping salju dianggap mempunyai densitas sama, maka

m = V dimana V menunjukkan volumenya. Persamaan pertumbuhan

yang dinyatakan oleh volume menjadi:

(7.7)

3dimana B = 9/16. Jelas bahwa persamaan (7.7) harus dipahami

sebagai pendekatan kasar pada proses pertumbuhan aktual. Perhitungan

uRπWEdt

dm 2

ρυNW

uυNVEBdt

dV 3/2

Mikrofisika Awan Dan Hujan168

Page 195: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

berdasarkan pada persamaan (7.7) menunjukkan hasil yang sesuai

dengan pengamatan graupel dan keping-keping sajlu (Fletcher, 1962).

7.5. Pertumbuhan Partikel Es dari Penggabungan

Mekanisme ketiga yang menyatakan pertumbuhan partikel-

partikel es di dalam awan adalah melalui tumbukan dan penggabungan

(aggregation) satu sama lain.Partikel-partikel es dapat bertumbukan satu

sama lain akibat beda kecepatan jatuh terminalnya. Kecepatan jatuh

terminal kristal es berbentuk prisma tanpa pembekuan butiran,

meningkat sesuai dengan peningkatan panjang kristal, misalnya

kecepatan jatuh kristal es berbentuk jarum (needles) dengan panjang 1 -1

dan 2 mm masing-masing adalah sekitar 0,5 dan 0,7 ms . Berbeda

dengan kristal es berbentuk pelat tanpa pembekuan butiran, mempunyai

kecepatan jatuh terminal yang tidak bergantung pada diameternya. Sifat

ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

Ketebalan sebuah kristal es berbentuk pelat pada dasarnya tidak

bergantung pada diameter, sehingga massanya bervariasi secara linier

dengan penampang luas. Karena gaya seret (drag force) yang bekerja

pada sebuah kristal pelat juga bervariasi dengan penampang luas kristal,

maka kecepatan jatuh terminal yang ditentukan oleh keseimbangan

antara gaya seret dan gravitasi yang bekerja pada kristal es, adalah tidak

bergantung pada diameter pelat. Akibatnya, kristal pelat tanpa

pembekuan butiran tidak mungkin (unlikely) bertumbukan satu sama lain

kecuali kristal-kristal es bergerak cukup dekat sehingga dipengaruhi oleh

efek jalur olakan. Kecepatan jatuh terminal kristal dan graupel tanpa

pembekuan butiran bergantung dengan kuat pada tingkat pembekuan dan

dimensinya. Misalnya partikel graupel dengan diameter 1 dan 4 mm

Mikrofisika Awan Dan Hujan 169

Page 196: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

mempunyai kecepatan jatuh terminal masing-masing sekitar 1,0 dan 2,5 -1ms . Dari diskusi ini terlihat bahwa kolisi partikel-partikel es di dalam

awan bertambah besar jika terjadi beberapa pembekuan butiran.

Faktor kedua yang mempengaruhi pertumbuhan dengan agregasi

(penggabungan) adalah apakah dua partikel es akan melekat bersama

(adhere together) ataukah tidak bilamana terjadi tumbukan. Probabilitas

pelekatan (adhesion) ditentukan terutama oleh dua faktor yaitu tipe

partikel es dan temperatur. Kristal-kristal es ruwet (berbelit-belit) seperti

dendrite, cenderung melakat bersama karena kristal-kristal menjadi

terlilit pada kolisi, sebaliknya dua kristal pelat padat cenderung

mengambul (rebound). Terlepas dari ketergantungan pada kebiasaan

(sifat), probabilitas pelekatan dua kristal yang brtumbukan meningkat

dengan meningkatnya temperatur pelekatan, terjadi terutama pada 0

temperatur di atas sekitar – 5 C dimana permukaan es menjadi sangat

lengket.

Tidak seperti pertumbuhan melalui deposisi, kecepatan

pertumbuhan sebuah partikel es melalui pembekuan butiran air dan

penggabungan dengan kristal es lain meningkat bila ukuran partikel es

meningkat. Perhitungan sederhana menunjukkan bahwa sebuah kristal

es berbentuk pelat dengan diameter 1 mm jatuh melalui sebuah awan -3yang mempunyai kadar air cair 0,5 gm , dapat tumbuh menjadi sebuah

partikel graupel sferis (berbentuk bola) dengan diameter sekitar 1 mm

dalam waktu sekitar 10 menit. Sebuah partikel graupel dari ukuran ini, -3dengan densitas 100 kgm , mempunyai kecepatan jatuh terminal sekitar

-11 ms dan akan meleleh menjadi sebuah tetes dengan diameter sekitar

460 m. Diameter sebuah keping salju dapat meningkat dari 1 mm

sampai 1 cm dalam waktu sekitar 30 menit oleh penggabungan

Mikrofisika Awan Dan Hujan170

Page 197: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

(aggregation) dengan kristal es yang memberikan kadar es awan adalah -3

sekitar 1 gm . Sebuah kristal salju gabungan dengan diameter 1 cm

mempunyai massa sekitar 3 mg dan kecepatan jatuh terminal sekitar 1 -1

ms . Dalam peleburan, sebuah kristal salju dengan massa ini (3 mg)

akan membentuk sebuah tetes dengan diameter sekitar 2 mm. Jadi,

pertumbuhan kristal-kristal es dalam awan campuran, pertama oleh

deposisi dari fasa uap, kemudian oleh pembekuan dan/atau oleh

penggabungan, dapat menghasilkan partikel-partikel berukuran

presipitasi dalam periode waktu yang layak (sekitar 40 menit).

7.6. Resumé

Sekali awan tumbuh mencapai ketinggian yang mempunyai 0

temperatur lebih dingin dari 0 C, maka kristal-kristal es mungkin

terbentuk. Dua fasa transisi dapat mengarah pada pembentukan es yaitu

pembekuan butiran air kelewat dingin atau deposisi langsung dari uap

air menjadi fasa es. Pengintian spontan dari uap air menjadi butiran-

butiran air tidak akan terjadi di atmosfer, demikian juga tidak akan

terjadi penginian spontan menjadi kristal es tanpa kehadiran partikel

asing yang disebut inti kondensasi awan (IKA) dan inti es (IES).

Pengintian spontan air menjadi es dapat terjadi jika butiran-0butiran awan mencapai temperatur sekitar – 40 C. Jadi, ketika parsel

awan naik, maka awan akan mengandung seluruhnya partikel es pada 0 0 0

temperatur – 40 C. Lapisan awan antara 0 C dan – 40 C tidak terjadi

pengintian spontan, sehingga pada lapisan awan ini terdapat campuran

kristal es dan tetes kelewat dingin, disebut awan campuran. Pada 0 0

lapisan awan antar 0 C dan – 40 C tetes dapat membeku jika

Mikrofisika Awan Dan Hujan 171

Page 198: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

menemukan IES atau inti pembeku yang mempunyai sifat

memudahkan inisiasi fasa es dalam air.

Pertumbuhan partikel es dalam awan dingin atau awan

campuran melalui tiga cara :

i). melalui fasa uap air. Faktor yang mengendalikan pertumbuhan

massa kristal es oleh deposisi uap air serupa dengan pertumbuhan

butiran awan oleh kondensasi. Tetapi masalah pertumbuhan

kristal es lebih rumit karena kristal es tidak berbentuk bola (bulat),

sehingga titik-titik dengan densitas uap air sama tidak terletak

pada pusat kristal es, sedangkan pada butiran awan (berbentuk

bola) terletak pada pusatnya.

ii). melalui pembekuan tetes. Dalam awan campuran, partikel es

tumbuh oleh pembekuan tetes kelewat dingin pada waktu terjadi

tumbukan antara partikel es dan tetes. Pertumbuhan partikel es

dengan pembekuan tetes dapat menghasilkan batu es hujan

(hailstone). Batu es dengan diameter 1 cm lebih sering dijumpai,

tetapi pernah diamati batu es yang mempunyai diameter sebesar

13 cm dengan massa lebih dari 0,5 kg.

iii). melalui penggabungan. Partikel es tumbuh melalui tumbukan

dan penggabungan satu sama lain. Tumbukan dapat terjadi jika

ada beda kecepatan jatuh terminal diantara partikel-partikel es.

Kemungkinan pelekatan ditentukan oleh dua faktor yaitu jenis

partikel dan temperatur es. Pelekatan terjadi terutama pada 0temperatur di atas sekitar – 5 C ketika permukaan es menjadi

sangat lengket. Pertumbuhan partikel es melalui pembekuan dan

penggabungan meningkat jika ukuran kristal es juga meningkat.

Mikrofisika Awan Dan Hujan172

Page 199: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Bab 8

Proses Presipitasi

Mikrofisika Awan Dan Hujan 173

Dalam meteorologi, presipitasi menyatakan endapan air

(aqueous) berbentuk cair atau padat (es) yang berasal dari atmosfer dan

jatuh ke permukaan bumi. Masalah utama dalam proses presipitasi adalah

penjelasan cara pertumbuhan tetes dari ukuran partikel awan (jejari

sekitar 10 m) menjadi bentuk-bentuk presipitasi melalui pertumbuhan

langsung kondensasi dan deposisi pada inti yang memerlukan waktu lama

atau sangat lambat. Ada dua mekanisme yang dapat menjelaskan

terjadinya presipitasi yaitu proses kolisi – koalisensi untuk awan panas

dan proses kristal es yang melibatkan awan dingin atau awan campuran.

Bentuk-bentuk presipitasi adalah : Gerimis, biasanya berasal dari

awan stratus yang terdiri dari tetes-tetes air kecil dengan diameter 0,2

sampai 0,5 mm dan intensitas hujannya kurang dari 1mm/jam. Hujan,

biasanya jatuh dari awan nimbostratus dan cumulonimbus, diameter

tetesnya lebih dari 0,5 mm dan intesitas hujannya lebih dari 1,25 mm/jam.

Salju, gumpalan kristal-kristal es dalam bentuk serpih-serpih. Ukuran

serpihan bergantung pada kadar air dan kelembapan disekitar kristal.

Pelet es (ice pellet), biasanya disebut sleet yaitu tetes hujan yang

membeku dengan diameter 5 mm atau kurang. Batu es (hail) terdiri dari

Page 200: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

bongkahan es bulat atau bergerigi, sering ditandai oleh lapisan konsentris

menyerupai struktur bawang, dan mempunyai diameter lebih dari 5 mm.

Di Indonesia yang dimaksud dengan presipitasi adalah hjan. Hujan

adalah bentuk presipitasi yang sering dijumpai di bumi, tetapi dalam bab 8

akan dibahas hujan dan salju.

8.1. Proses Kristal Es Lawan Koalisensi

Agar tetes hujan atau keping salju (partikel presipitasi) mencapai

ukuran yang cukup besar, maka diperlukan agregasi (penggabungan) dan

akresi (pertambahan) dalam kasus pertumbuhan fasa es atau koalisensi

dalam proses fasa air. Kondensasi – difusi sendiri tidak dapat

menjelaskan pembentukan tetes hujan dengan radius 2 dan 3 mm dalam

waktu selama pertumbuhan awan. Tetapi proses ini lebih efektif untuk

kristal es dari pada untuk butiran air, karena kenyataan bahwa lingkungan

berawan cenderung jenuh terhadap air dan kelewat jenuh terhadap es.

Pengalaman menunjukkan bahwa presipitasi ringan dapat terjadi dalam

bentuk kristal es individu yang menunjukkan bahwa agregasi atau akresi

tidak pernah terjadi. Dapat diduga bahwa beberapa presipitasi yang

mencapai permukaan dalam bentuk gerimis (drizzle) atau hujan sangat

ringan disebabkan oleh kristal es yang tidak teragregasi dan melebur

sebelum mencapai tanah. Sebaliknya dalam awan panas, pertumbuhan

difusional sangat lambat untuk menghasilkan tetes-tetes gerimis dalam

waktu yang memadai, sehingga koalisensi (tangkapan) selalu diperlukan

untuk menghasilkan hujan dari awan tersebut.

Banyak awan cumulus yang awalnya tumbuh pada temperatur 0lebih panas dari pada 0 C atau cukup panas sehingga butiran-butiran

tidak memungkinkan membeku, kemudian tumbuh secara vertikal

Mikrofisika Awan Dan Hujan174

Page 201: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

0sampai paras (level) yang cukup tinggi di atas isoterm 0 C dimana

pembentukan kristal es memungkinkan terjadi. Dalam awan-awan

demikian dapat terjadi kedua mekanisme presipitasi, mula-mula proses

koalisensi diantara butiran air, kemudian proses kristal es. Proses mana

yang dominan, bergantung terutama pada temperatur puncak awan,

kadar air cair awan, dan tingkat konsentrasi butiran. Proses koalisensi

cenderung akan menonjol dalam awan yang relatif panas dengan kadar

air cair tinggi dan konsentrasi butiran rendah.

Gambar 8.1, mengilustrasikan waktu yang diperlukan sebuah

kristal es yang tumbuh dengan difusi dan sebuah tetes yang tumbuh

dengan koalisensi untuk mencapai massa tertentu.Kristal es dalam

gambar 8.1 adalah sebuah dendrite berbentuk bintang yang tumbuh 0dalam lingkungan jenuh terhadap air pada temperatur – 15 C dan

-8tekanan 80 kPa dengan massa awal 10 gram. Kapasitan (capacitance)

bentuk ini diambil 2/r, dengan r jejari piringan lingkaran. Massa dan -3 2jari-jari dihubungkan dengan formula empiris, yaitu : m = 3,8 x 10 r ,

dengan m dalam gram dan r dalam cm (Houghton, 1985). Tetes air

berawal dengan jejari 25 m dan tumbuh oleh koleksi terus menerus

dalam awan yang mengandung butiran-butiran yang semuanya -3

mempunyai jejari 10 m, dengan kadar air cair 1 gm . Dalam hal ini

diambil efisiensi koleksi yang realistik.

Kristal tumbuh secara cepat oleh difusi melebihi ukuran awal

tetes yang lebih besar pada 75 sekon dan berlanjut untuk sementara

melebihi tetes tersebut yang pertumbuhan awalnya dihalangi oleh

efisiensi koleksi yang kecil. Kurva strip-strip menunjukkan kecepatan

fraksional penambahan massa (1/m . dm/dt) untuk tetes dan kristal es.

Besaran ini pada awalnya lebih besar untuk kristal, tetapi berkurang

Mikrofisika Awan Dan Hujan 175

Page 202: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

ketika kristal tumbuh mengikuti garis (hampir) lurus yang menyatakan

ketergantungan hukum pangkat dm/dt pada massa kristal. Untuk tetes,

penambahan massa fraksional mula-mula rendah dan meningkat secara

monoton sampai pada nilai asimptotik (asymptotic), dalam contoh ini 5 x -3

10 sekon. Sampai waktu 7 menit kristal es tumbuh relatif lebih cepat dari

pada tetes. Dengan waktu ini tetes akhirnya mengalami kolisi yang cukup

untuk mencapai sebuah ukuran dimana efisiensi koleksi tidak lagi kecil.

Tetes hanya mencapai massa kristal es pada waktu 30 menit bila jejarinya

160 m. Ukuran ini adalah tetes gerimis yang jatuh dengan kecepatan -1

sekitar 1,3 ms .

Gambar 8.1. Waktu yang diperlukan sebuah kristal es dan butiran air (kurva kontinu)

untuk tumbuh dengan massa yang ditunjukkan pada absis. Skala atas

menunjukkan jejari tetes. Kurva strip-strip adalah untuk kecepatan

pertambahan massa fraksional yang ditunjukkan pada skala sebelah

kanan.

Presipitasi dapat dikatakan dimulai jika terbentuk partikel-

partikel yang mempunyai massa sekitar 4 g. Untuk air ukuran ini sesuai

dengan jejari ambang 0,1 mm. Perhitungan menunjukkan bahwa dalam

Mikrofisika Awan Dan Hujan176

Page 203: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

kondisi yang baik presipitasi dapat dimulai oleh proses kristal es dalam

waktu sekitar 10 menit atau oleh koleksi air terus menerus dalam waktu

dua kalinya. Dalam awan-awan cumulus di lintang tengah, presipitasi

kemungkinan diawali oleh proses kristal es karena kelambatan

pertumbuhan koalisensi awal.

8.2. Distribusi Ukuran Tetes

Presipitasi dapat dimulai melalui proses koalisensi atau proses

kristal es. Koalisensi lebih didukung dalam awan-awan yang relatif panas

dengan kadar air cair tinggi. Setelah partikel-partikel presipitasi terbentuk,

kemudian partikel tumbuh terutama oleh penyapuan butiran-butiran awan

(akresi) atau oleh penggabungan satu sama lain. Pertumbuhan lanjutan

menghasilkan tetes hujan, keping salju, atau batu es hujan.

Tanpa memandang bagaimana awalnya presipitasi di sebagian

besar di dunia turun ke tanah sebagai hujan. Biasanya diukur pada

permukaan sebagai jumlah curah hujan dalam satuan mm atau intensitas

hujan dalam mm/jam. Deskripsi hujan yang lebih lengkap diberikan

dalam bentuk fungsi distribusi ukuran tetes yang menyatakan jumlah tetes

per satuan interval ukuran (biasanya diameter) per satuan volume ruang.

Distribusi demikian telah diukur dengan berbagai metode dikebanyakan

daerah iklim dunia. Meskipun distribusi ini berubah terhadap waktu dan

ruang, tetapi biasanya menunjukkan penurunan cepat konsentrasi tetes

dengan bertambahnya ukuran, sekurang-kurangnya untuk diameter

melampau sekitar 1 mm. Juga distribusi tersebut biasanya menunjukkan

variasi sistematik dengan intensitas hujan, jumlah relatif tetes besar

cenderung meningkat dengan intensitas hujan.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 177

Page 204: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Gambar 8.2, menunjukkan spektra dimensional tetes-tetes hujan

yang diperoleh pada waktu Campagne Front 77 pada bulan Oktober –

November 1977 dengan disdrometer. Data yang disajikan pada gambar

8.2 adalah salah satu contoh Campagne Front 77 dalam sistem

depresioner frontal tanggal 22 Oktober 1977 pukul 18.01.43 sampai

dengan 18.10.43 waktu lokal. Pada perkemahan (camp) ini, dilakukan

pengukuran granulometri hujan dengan alat disdrometer yang

dikembangkan oleh Joss and Waldvogel (1967) yang memberikan

spektra dimensional tetes-tetes dengan asumsi bahwa tetes hujan jatuh

dalam udara dengan kecepatan terminalnya.

Selama perkemahan (Campagne Front 77), disdrometer

ditempatkan di Houdan (50 km sebelah barat kota Paris) berdekatan

dengan radar milimetrik yang mempunyai panjang gelombang 8,6 mm

milik Institut et Observatoire de Physique du Globe du Puy de Dôme, ’

Clermont – Ferrand, Prancis. Disdrometer mempunyai luas tangkapan 50 2

cm , diameter tetes minimum dan maksimum yang dapat dianalisa

masing-masing adalah antara 0,3 mm dan 5,0 mm.

�Contoh gambar 8.2, menunjukkan bahwa distribusi ukuran tetes

mendekati bentuk eksponensial negatif, terutama dalam hujan yang

konstan (steady rain). Gambar 8.3 membandingkan spektra tetes pada

tiga nilai intensitas hujan dengan aproksimasi eksponensial yang sangat

baik, yaitu garis lurus pada koordinat semilogaritmik. Jadi distribusi

ukuran tetes (kecuali untuk ukuran yang sangat kecil), dapat didekati

oleh ekspresi berikut:

(8.1)D0 eNDN

Mikrofisika Awan Dan Hujan178

Page 205: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Gambar 8.2. Spektra dimensional tetes-tetes hujan. Ordinat adalah jumlah tetes per

satuan volume N(D), sedangkan absis adalah diameter tetes D.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 179

Page 206: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Gambar 8.3. Distribusi ukuran tetes yang diukur (garis titik-titik) dibandingkan

dengan kurva eksponensial (garis lurus) dan distribusi yang dilaporkan

oleh peneliti lain (garis strip-strip). Sumber Marshall and Palmer, 1948.

dimana N(D) dD adalah jumlah tetes per satuan volume dengan diameter

antara D dan D + dD. Marshall and Palmer (1948) mendapatkan bahwa

faktor kemiringan hanya bergantung pada intensitas hujan dan ditulis

sebagai:

(8.2)

-1dimana mempunyai satuan cm dan R (intensitas hujan) diukur dalam

mm/jam. Parameter perpotongan N adalah sebuah konstanta yang 0

besarnya sama dengan:

(8.3)

Tidak semua distribusi ukuran tetes mempunyai bentuk

eksponensial yang sederhana. Sekalipun begitu pengukuran dari banyak

21,0R41Rλ

40 cm08,0N

Mikrofisika Awan Dan Hujan180

Page 207: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

daerah berbeda menunjukkan bahwa sampel-sampel individual yang

dirata-ratakan cenderung membentuk eksponensial yang terbatas. Untuk

hujan konstan pada lintang tengah kontinental, nilai Marshall – Palmer

tentang dan N sering diperoleh dengan pendekatan yang memadai.0

8.3. Distribusi Ukuran Keping Salju

Karena keping-keping salju adalah agregasi (penggabungan)

kristal-kristal atau keping-keping salju yang lebih kecil, maka tidak

mudah untuk mengukur dimensi liniernya. Akibatnya, data ukuran

keping-keping salju pada umumnya dinyatakan dalam suku-suku massa

partikel atau diameter tetes air yang terbentuk jika keping salju meleleh.

Distribusi ukuran gabungan keping-keping salju diukur oleh

Gunn and Marshall (1958) dan diplot pada koordinat semilogaritmik

seperti pada tetes-tetes hujan, lihat gambar 8.4.

Data untuk intensitas presipitasi tertentu dapat disesuaikan

dengan memadai oleh sebuah fungsi eksponensial dalam bentuk

persamaan (8.1). Untuk salju, parameter-parameter tersebut

dihubungkan dengan intensitas presipitasi sebagai berikut:

(8.4)

dan

(8.5)

Dalam persamaan ini, intensitas presipitasi R (mm/jam) dinyatakan

dalam suku-suku ketebalan air ekivalen dari salju yang terakumulasi.

Kajian teoritis pertumbuhan presipitasi perlu menghitung

momen-momen distribusi ukuran tetes. Misalnya, fluks presipitasi

melalui bidang horisontal, massa presipitasi per satuan volume, dan

48,01 R5,25cmλ

87,0240 R10x8,3cmN

Mikrofisika Awan Dan Hujan 181

Page 208: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

refleksivitas radar presipitasi yang semuanya secara sederhana

dihubungkan dengan momen-momen tertentu N(D). Karena momen-

momen diketahui secara analitik maka hal ini menguntungkan dalam

karya teoritis, untuk momen ke n diberikan oleh:

(8.6)

dimana menunjukkan fungsi gamma. Untuk n bilanan bulat (integer)

maka (n + 1) = n!. Hasil analitik ini yang memerlukan batas atas

integrasi tak terhingga (infinite), pada uumnya pendekatan yang baik

untuk distribusi reel yang mempunyai batas atas diameter terhingga

(finite). Bentuk eksponensial N(D) turun secara cepat dengan D,

sehingga partikel-partikel besar tidak realistis dinyatakan oleh batas tak

terhingga yang memberi sedikit kontribusi pada integral.

1n0

~

0

n

λ

1nNdDDND

Gambar 8.4. Distribusi ukuran keping-keping salju dalam suku diameter tetes yang

dihasilkan oleh peleburan keping salju.

Sumber Gunn and Marshall, 1958.

�Analisa kembali data dari Gunn and Marshall (1958) dan peneliti lain.

Sekhan and Srivastava (1970) menentukan bahwa fungsi eksponensial

Mikrofisika Awan Dan Hujan182

Page 209: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

negatif persamaan (8.1) memberikan penyesuaian yang memadai untuk

semua observasi dengan hasil-hasil yang lebih konsisten jika nilai-nilai

parameter mengikuti ekspresi berikut:

(8.7)

dan

(8.8)

Karena ketidaktentuan dalam metode-metode pengukuran N(D)

untuk keping-keping salju maka ada beberapa perbedaan dalam hasil-

hasil yang diharapkan. Pengukuran yang diperoleh dari pengamatan

sejumlah keping-keping dengan ukuran tertentu yang jatuh pada sebuah

permukaan horisontal selama waktu eksposur (penampakan) tertentu.

Untuk menduga dari observasi konsentrasi N(D) keping-keping salju

dalam ruang, maka distribusi yang diamati dibagi dengan kecepatan

jatuh keping-keping salju dalam setiap interval ukuran. Kecepatan jatuh

ini tidak secara unik bergantung pada ukuran, tetapi bergantung juga

pada densitas dan kemungkinan bentuk kristal yang membentuk keping-

keping salju. Karena ada variabilitas dalam struktur keping salju maka

sangat mungkin ada variabilitas dalam ketergantungan N(D) pada

intensitas presipitasi.

Distribusi ukuran keping salju, seperti halnya tetes-tetes hujan

ditentukan oleh proses pertumbuhan dan patahan, pertumbuhan populasi

keping salju adalah lebih sulit untuk menganalisa secara teoritis. Bentuk

kristal adalah signifikan dalam menentukan kecepatan pertumbuhan

difusional, dan dapat mempengaruhi kecenderungan untuk menggumpal

(clumping). Patahan keping-keping salju (snowflakes) mungkin karena

induksi kolisi yang bergantung pada tipe dan temperatur kristal.

Persamaan umum untuk pertumbuhan kristal es oleh akresi dan agregasi

45,01 R9,22cmλ

94,0240 R10x5,2cmN

Mikrofisika Awan Dan Hujan 183

Page 210: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

telah diformulasikan pada persamaan (7.5), (7.6), dan (7.7), tetapi masih

banyak ketidakpastian tentang pembentukan kristal es dan interaksinya

yang tidak mungkin untuk segera mengembangkan model komprehensif

evolusi distribusi ukuran salju.

8.4. Teori Presipitasi

Intensitas presipitasi adalah fluks presipitasi melalui permukaan

horisontal, dinyatakan dalam fluks volume air. Dalam satuan SI 3 -2 -1 -1dinyatakan dalam m m s = ms , tetapi menurut konvensi (perjanjian)

biasanya dinyatakan dalam mm/jam.

Intensitas presipitasi dapat ditulis dalam suku fungsi distribusi

N(D) sebagai:

(8.9)

dimana u(D) adalah kecepatan jatuh partikel yang berukuran D, dengan

konvensi bahwa D menyatakan diameter leleh (melted diameter) dan R

ekivalen dengan intensitas hujan. Persamaan (8.9) dapat dipakai untuk

salju dan hujan.

Pada paras di atas tanah kemungkinan ada gerak udara vertikal

sehingga interpretasi intensitas presipitasi sebagai fluks menjadi kabur

(ambiguous). Dengan adanya arus udara keatas dengan kecepatan U,

maka fluks presipitasi menjadi:

(8.10)

Jelas besaran ini dapat menjadi negatif untuk U cukup besar. Sebuah

ukuran jumlah presipitasi yang tidak bergantung kecepatan arus udara

keatas adalah kadar air presipitasi L, yang didefinisikan sebagai:

~

0

3 dDDuDDN6

πR

~

0

3 dDUuDDN6

πR

Mikrofisika Awan Dan Hujan184

Page 211: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

(8.11)

Nilai-nilai R pada permukaan dapat bervariasi dari jumlah sedikit

sampai beberapa ratus mm/j. Intensitas presipitasi lebih dari sekitar 25

mm/j selalu dikaitkan dengan awan-awan konvektif. Pada kebanyakan

intensitas presipitasi berbagai tempat dalam bentuk curah hujan

(snowfall) cenderung mempunyai besaran lebih kecil dari pada dalam

bentuk curah hujan.

Presipitasi dari awan stratiform tumbuh melalui proses kristal es.

Awan ini mempunyai kadar air cair relatif rendah, sehingga koalisensi

sepertinya tidak efektif. Awan stratiform berakhir dalam waktu yang lama,

dan jika awan berlangsung pada ketinggian dimana temperaturnya sekitar 0– 15 C maka proses kristal es dapat menyebabkan presipitasi. Survei

pertumbuhan presipitasi menjelaskan bahwa setiap paras (level) dalam

awan stratiform mempunyai peran khusus untuk memainkan proses 0presipitasi. Paras-paras atas yang dingin (T ~ – 20 C) menyediakan

kristal-kristal es yang bertindak sebagai embrio-embrio untuk

pertumbuhan presipitasi pada paras-paras bawah. Awan pada paras-paras 0tengah (T ~ – 15 C) memberikan lingkungan yang tepat untuk

pertumbuhan difusional cepat. Kebanyakan pertumbuhan presipitasi

terjadi pada paras-paras paling bawah.

Dalam awan konvektif waktu pertumbuhan presipitasi lebih

pendek, tetapi kadar air cair lebih tinggi dari pada stratiform sehingga

koalisensi sangat berperan dalam menghasilkan hujan. Dari observasi

diperoleh bahwa waktu hidup sebuah unsur konvektif (sekitar 20 menit)

adalah juga waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan presipitasi. Proses

pembentukan presipitasi harus dimulai pada awal pertumbuhan awan

~

0

3L dDDDNρ

6

πL

Mikrofisika Awan Dan Hujan 185

Page 212: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

yaitu pada paras bawah. Sedangkan presipitasi dapat diawali oleh

koalisensi atau proses kristal es, bergantung terutama pada temperatur dan

kadar air awan, sebagian besar pertumbuhan presipitasi melalui akresi.

Jadi mekanisme pembentukan presipitasi sangat berbeda antara

awan stratiform dan awan konvektif. Sebagian pendekatan, hujan kontinu

sering dapat dipandang sebagai proses keadaan mantap (steady–state

process) dimana besaran awan dapat berubah dengan ketinggian tetapi

konstan terhadap waktu pada ketinggian tertentu. Sebaliknya, hujan deras

(shower) dapat didekati sebagai sistem dimana sifat-sifat awan berubah

dengan waktu tetapi konstan terhadap ketinggian pada waktu tertentu.

Sebagai contoh pemakaian pendekatan untuk hujan deras akan

dipecahkan (dicari jawabannya) untuk evolusi (perkembangan) distribusi

ukuran tetes hujan terhadap waktu dengan menganggap pertumbuhan

melalui akresi butiran-butiran awan. Dalam kasus ini, bentuk elementer

persamaan pertumbuhan kontinu diberikan oleh persamaan (6.28):

Untuk tetes-tetes yang jangka ukurannya menengah (intermediate)

hukum kecepatan jatuh linier (persamaan 9.12) dapat dipakai, dan jika

EW dapat dipandang sebagai konstanta maka solusi persamaan

pertumbuhan menjadi:

(8.12)

dengan

Misalkan n (R, t) dan n (R, 0) = n (R) menunjukkan, masing-0

masing spektrum ukuran tetes hujan pada waktu t dan pada waktu awal

(inisial). Karena hanya akresi yang dipandang sebagai mekanisme

pertumbuhan, maka jumlah tetes hujan dalam interval dR pada 0

L4ρ

RuWE

dt

dR

ate0RtR

L3 ρ4WEka

Mikrofisika Awan Dan Hujan186

Page 213: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

distribusi awal sama seperti jumlah tetes-tetes interval dR dalam

distribusi pada waktu t, yaitu:

(8.13)

Dari persamaan (8.12) diperoleh:

(8.14)

yang menyatakan distribusi pada setiap waktu t dalam suku distribusi

inisial (awal).

Dalam pendekatan hujan kontinu jumlah fluks tetes-tetes hujan

konstan dengan tinggi, selain itu distribusi ukuran tetes akan berubah

dengan waktu. Karena itu distribusi awan dan distribusi setelah jatuh

sejarak h dihubungkan dengan ekspresi:�

(8.15)

Dengan menganggap kecepatan arus keatas dapat diabaikan dan

memakai kecepatan jatuh pada persamaan (9.12), diperoleh:

(8.16)

dengan

Meskipun hanya pendekatan kasar, tetapi persamaan (8.14) dan

(8.16) memberikan indikasi perbedaan antara dua proses presipitasi

ideal. Sebenarnya, hasil-hasil ini menyatakan perluasan persamaan

akresi pertumbuhan kontinu pada populasi tetes.

Sebagai contoh kemanfaatan pendekatan ini, misalnya

menyelesaikan intensitas presipitasi yang diproduksi dalam hujan deras

yang sedang tumbuh. Kadar air hujan pada waktu t diberikan oleh

ekspresi:

000 dRRndRtR,n

at0

at RenetR,n

03

0

~

0

0 dRRRn34tL

0000 dRRuRndRRuhR,n

bhRnR

bh1hR,n 0

L4ρWEb

Mikrofisika Awan Dan Hujan 187

Page 214: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Dari persamaan (8.13), untuk proses hujan deras (shower), L dapat

dinyatakan dalam suku-suku distribusi ukuran tetes awal:

Jika sekarang dipakai asumsi kecepatan jatuh, R dan R dikaitkan 0

dengan persamaan (8.12) maka diperoleh:

dengan:

-3adalah kadar air hujan inisial. Jika misalnya EW = 1gm , kemudian

-3 -1a = 2,0 x 10 s , maka kadar air cair sebesar lipat dua (2 L ), memerlukan 0

waktu t = ( n 2)/3a = 116 sekon = 1,93 menit.

8.5. Efisiensi Presipitasi

Awan memberikan langkah lanjutan dalam mengubah uap air

atmosferik menjadi presipitasi. Tidak semua awan hujan sama

efektifnya dalam menyelesaikan konversi ini. Misalnya awan-awan

cumulus kecil sering tumbuh secara cepat tetapi mulai melenyap tepat

ketika presipitasi tumbuh. Akibatnya sebagian besar air awan tidak

diubah menjadi presipitasi tetapi tetap berada di atas yang pada akhirnya

akan menguap. Kebanyakan awan-awan stratiform juga tidak efektif

dalam memproduksi presipitasi. Meskipun waktu hidupnya berjam-

jam, tetapi awan-awan ini tidak mempunyai kadar air cair tinggi yang

memungkinkan proses koalisensi maupun proses temperatur dingin

yang diperlukan untuk memulai proses kristal es. Karena itu presipitasi

kecil terjadi sungguhpun awan mungkin kelewat dingin di bagian atas

akibat secara mikrofisis tidak stabil terhadap proses kristal es. Konsep

0300

~

0

00 dRRRn34L

Mikrofisika Awan Dan Hujan188

Page 215: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

efisiensi presipitasi dipakai untuk memerikan (describe) bagaimana

sebuah awan secara efektif dapat mengubah uap atau material

terkondensasi menjadi presipitasi.

Braham (1952) menentukan anggaran air badai-badai guruh kecil

dengan menganalisa data awan di Florida dan Ohio. Untuk pemasukan 8uap air rata-rata kedalam badai-badai ini diperoleh 8,9 x 10 kg. Dari

8jumlah ini, maka sebesar 5,3 x 10 kg mengondensasi, dan sisanya 3,6 x

810 kg tinggal dalam badai tanpa kondensasi. Dari air yang

8mengondensasi, hanya sekitar 10 kg yang mencapai tanah sebagai hujan,

sisanya menguap dalam arus udara turun (downdraft) atau pada pinggir-

pinggir awan. Efisiensi presipitasi didefinisikan sebagai rasio massa

hujan yang mencapai tanah dengan massa uap yang masuk ke awan.

Dengan definisi ini maka efisiensi presipitasi hanya 11%. Jika efisiensi

presipitasi didefinisikan sebagai fraksi air terkondensasi yang akhirnya

mencapai tanah, maka nilai efisiensi menjadi 19% suatu nilai yang sering

dijumpai pada badai-badai guruh. Wexler (1960) mendefinisikan

efisiensi presipitasi agak berbeda, sebagai rasio jumlah presipitasi yang

jatuh dengan air yang terbentuk oleh kondensasi dalam kenaikan

pseudoadiabatik. Ia menemukan bahwa awan-awan yang sangat efisien

adalah cumulus yang tertanam dalam awan stratus yang menyebar luas.

�Hardy (1963) membuat perhitungan dengan bentuk distribusi

ukuran tetes hujan N(D) berbeda, untuk menentukan mana yang lebih

efektif dalam pengosongan atau penyapuan butiran-butiran awan.

Disimpulkan bahwa distribusi yang curam atau nilai besar dalam

formula eksponensial, persamaan (8.1) adalah paling efektif.

Berdasarkan pada pengamatan radar dalam hujan orografik Hawaii yang

mengandung banyak tetes-tetes kecil, Rogers (1967) mendukung

Mikrofisika Awan Dan Hujan 189

Page 216: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

gagasan Hardy, dengan mencatat bahwa penurunan reflektivitas radar

terhadap ketinggian yang cepat secara eksponensial menyatakan

penyapuan yang efisien.

Formasi presipitasi asam dapat dipahami melalui langkah-

langkah berikut :

i). Emisi ke lapisan atmosfer prekursor asam (acid precursors),

terutama sulfur dan nitrogen oksida yang terjadi secara alamiah,

juga oleh produk pembakaran bahan bakar dan aktivitas industri.

ii). Transport polutan (zat pencemar) oleh gerak atmosfer.

iii). Transformasi polutan oleh proses-proses fisis dan kemis, seperti

oksidasi, hidrolisis, dan koagulasi (pengentalan).

iv). Deposisi polutan pada permukaan bumi melalui presipitasi

sebagai larutan asam sulfurik dan nitrik yang encer.

Awan merupakan mata rantai yang penting dalam fenomena

hujan asam bukan hanya karena sebagai sumber presipitasi tetapi juga

karena sebagai perantara dimana terjadi reaksi-reaksi utama yang

mengarah pada formasi zat-zat asam.

Pengukuran keasaman (acidity) larutan yang biasa dilakukan

adalah konsentrasi ion hidrogen, biasanya dinyatakan dalam besaran pH + +

= log (1/[H ]) dimana [H ] adalah konsentrasi hidrogen dalam mole per

liter. Air murni mempunyai pH = 7. Jika asam ditambahkan, maka kadar

hidrogen akan naik dan pHnya akan turun. Air dan presipitasi awan

natural mencapai keseimbangan dengan karbon dioksida atmosferik

untuk membentuk asam karbonik lemah dengan pH = 5,6 pada paras laut.

Oleh konvensi (perjanjian), presipitasi dengan pH < 5,6 dinyatakan

Mikrofisika Awan Dan Hujan190

Page 217: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

asam. Sulfat (SO ) yang terjadi secara alamiah dapat bereaksi dengan gas 2

perunut, dan cenderung menurunkan pH sampai 5,0 yang lebih pantas

sebagai latar belakang (background) terhadap efek-efek polusi. Daerah

latar belakang natural sebenarnya bervariasi, bergantung pada hadirnya

sumber-sumber lokal material aktif secara kimia, seperti partikel-partikel

tanah yang dapat mempengaruhi asiditas (keasaman) presipitasi. Ada dua

daerah besar didunia, yaitu Eropa bagian barat dan Amerika Utara bagian

timur (keduanya daerah industri besar) yang mempunyai presipitasi

dengan nilai pH rata-rata kurang dari 5 dan nilai tengahnya sekitar 4.

ua senyawa kimia yaitu sulfur dioksida dan oksida nitrogen dapat

diubah menjadi presipitasi asam. Keduanya memerlukan oksidasi

sebagai suatu langkah dalam pembentukan asam yang dapat mudah larut.

Salah satu cara terdiri atas oksidasi fasa gas yang diikuti oleh

pengambilan dalam awan atau air hujan. Langkah lain adalah pertama

penguraian gas yang kemudian diikuti oleh oksidasi fasa cair. Reaksi-

reaksi ini sangat dipengaruhi oleh hadirnya gas perunut (trace gas) yang

mengoksidasi seperti ozone (O ) dan hidrogen peroksida (H O ). Amonia 3 2 2

atmosferik (NH ) cenderung agak menawarkan keasaman.3

eaksi fasa gas dapat mengarah pada pembentukan asam sulfurik

gas (H SO ) yang segera berubah menjadi bentuk aerosol oleh 2 4

penggabungan dengan aerosol yang ada atau oleh pengintian dengan uap

air. Oksida nitrik (NO) dengan cepat mengoksidasi menjadi nitrogen

dioksida (NO ) dalam kehadirannya sejumlah perunut O . Oksidasi fasa 2 3

gas NO cenderung mengarah pada gas asam nitrik HNO yang dengan 2 3

cepat diambil oleh air cair dalam awan untuk membentuk asam nitrik

cair.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 191

Page 218: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Lintasan fasa air secara potensial menjadi penting karena sebuah

awan dengan butiran-butiran cair merupakan medium yang

menguntungkan untuk reaksi air dengan gas. Studi laboratorium

menunjukkan bahwa reaksi fasa air (aqueous–phase) yang paling

signifikan adalah oksidasi SO oleh H O dan O . Kecepatan reaksi 2 2 2 3

dengan O membatasi sendiri dan menjadi tidak penting bila pH di bawah 3

sekitar 4,5. Karena itu reaksi dengan H O dapat menjelaskan produksi 2 2

awan dan air hujan yang mempunyai pH < 4,5.

Beberapa masalah yang belum terselesaikan dalam kimia

atmosfer adalah mengenai kecepatan produksi dan destruksi

(pembinasaan) gas-gas perunut. Misalnya hidrogen peroksida (H O ) 2 2

tampak menjadi perlu untuk oksidasi fasa air yang menuju pada

pembentukan H SO ) tetapi H O dipakai oleh proses ini. Jelas H O 2 4 2 2 2 2

diproduksi oleh reaksi fasa gas yang memerlukan hidroksil radikal (OH).

Model awan yang dikembangkan yaitu memasukkan gabungan kimia

gas perunut dengan proses-proses pertumbuhan butiran dan

perkembangan presipitasi.

8.6. Resumé

Partikel presipitasi dalam bentuk cair terbatas ukurannya

karena gangguan akan meningkat dngan ukuran tetes hujan. Ketika

diameter tetes mencapai sekitar 6 mm maka tegangan permukaan

tidak dapat lagi menahan tetes. Sebuah tetes dengan diameter sebesar

6 mm menjadi labil dan hanya hidup singkat sebelum mengawali

perpecahan. Pada waktu terjadi perpecahan maka dihasilkan sejumlah

tetes yang lebih kecil. Patahan keping-keping salju mungkin terjadi

oleh kolisi yang bergantung pada jenis dan temperatur kristal es.

Mikrofisika Awan Dan Hujan192

Page 219: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Dalam awan cumulus yang tumbuh secara vertikal sampai 0

paras yang cukup tinggi di atas isoterm 0 C, dapat terjadi kedua

mekanisme, pertama proses koalisensi dinatara butiran air dan kedua

proses kristal es. Proses mana yang lebih dominan, bergantung pada

temperatur puncak awan, kadar air cair awan, dan konsentrasi butiran

air. Presipitasi disebagian besar tempat-tempat di dunia turun

kepermukaan bumi sebagai hujan yang biasanya diukur sebagai jumlah

curah hujan dalam satuan mm atau intensitas hujan dalam mm/jam.

Deskripsi hujan dinyatakan dalam bentuk fungsi distribusi ukuran tetes

yang menyatakan jumlah tetes per satuan interval ukuran (biasanya

dalam diameter) per satuan volume.

Spektra tetes hujan mendekati bentuk eksponensial yaitu garis

lurus pada koordinat semilogaritmik yang dapat didekati oleh ekspresi : 0,21 -4

N(D) = N exp (– D), dimana (R) = 41 R dan N = 0,08 cm . 0 0

Distribusi ukuran gabungan keping-keping salju juga didekati oleh -1 -0,45eksprsi : N(D) = N exp (– D), dimana (cm ) = 22,9 R dan N 0 0

-1 -2 -0,94(cm ) = 2,5 x 10 R . Karena tidak ada ketentuan dalam metode

pengukuran N(D) untuk keping-keping salju maka ada beberapa

perbedaan hasil-hasil yang diharapkan.

�Tidak seperti pertumbuhan melalui deposisi, kecepatan

perumbuhan sebuah partikel oleh pengembunan beku (riming) dan

penggabungan sebuah partikel es meningkat jika ukuran partikel es

meningkat. Sebuah kristal es berbentuk pelat dengan diameter 1 mm -3

yang jatuh melalui awan dengan kadar air cair 0,5 gm dapat tumbuh

menjadi sebuah partikel graupel sferis dengan diameter sekitar 1 mm

dalam waktu sekitar 10 menit. Ukuran partikel graupel ini dengan

Mikrofisika Awan Dan Hujan 193

Page 220: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

-3 -1densitas 100 kg m mempunyai kecepatan jatuh terminal sekitar 1 ms

dan akan meleleh menjadi sebuah tetes dengan jejari sekitar 230 m.

Pertumbuhan kristal-kristal es dalam awan campuran pertama oleh

deposisi fasa uap, kemudian oleh pembekuan butiran kelewat dingin

(riming) dan/atau oleh penggabungan yang menghasilkan partikel

ukuran presipitasi dalam waktu sekitar 40 menit.

�Hujan asam adalah masalah lingkungan yang agak rumit.

Sejak tahun 1950, perkara hujan asam menjadi menarik perhatian

terutama ketika terjadi pengasaman danau di Scandinavia dan

Kanada. Hujan asam adalah istilah yang lebih populer dari pada

deposisi basah senyawa sulfur dan nitrogen. Pengukuran keasaman + +

larutan dinyatakan dalam besaran pH = log (1/[H ]), dimana [H ]

adalah konsentrasi hidrogen dalam mole per liter. Air murni

mempunyai pH = 7. Oleh konvensi, presipitasi dengan pH < 5,6

dinyatakan asam. Dua senyawa kimia yaitu sulfur dioksida dan oksida

nitrogen dapat diubah menjadi presipitasi asam.

Mikrofisika Awan Dan Hujan194

Page 221: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Bab 9

Modifikasi Cuaca

Mikrofisika Awan Dan Hujan 195

Bagian A : Prinsip Dasar Modifikasi Awan

Modifikasi cuaca dimaksudkan sebagai modifikasi awan dan

presipitasi secara buatan atas usaha manusia, dengan tujuan ;

meningkatkan jumlah curah hujan, melenyapkan awan, menindas batu es

dan mereda siklon tropis. Salah satu tujuan modifikasi cuaca di Indonesia

adalah hujan buatan yaitu usaha membantu proses yang ada di atmosfer

sehingga pembentukan butiran awan dan tetes hujan dipercepat.

Proses curah hujan bergantung pada uap air yang masuk

kedalam sistem awan dan bergantung pada efisiensi bagaimana uap air

dapat diubah menjadi tetes hujan. Secara fisis, setiap kondensasi dan

konversi tetes kelewat dingin menjadi partikel es akan meningkatkan

gaya apung awan akibat pelepasan panas laten ketika uap berubah fasa

menjadi tetes atau air menjadi partikel es awan. Teknologi modifikasi

cuaca (TMC) sangat diperlukan di Indonesia mengingat variasi curah

hujan secara temporal dan spasial sangat besar.

Manfaat teknologi modifikasi cuaca di Indonesia adalah

memperpanjang musim hujan atau memperpendek musim kemarau,

meningkatkan pembangkit listrik tenaga air untuk kelangsungan

Page 222: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

produksi listrik yang disalurkan ke masyarakat luas dan meningkatkan

suplai irigasi untuk persawahan. Dalam pertanian, teknologi modifikasi

cuaca diperlukan untuk memperpanjang periode jumlah curah hujan

sehinga jmlah panenan meningkat. Dalam irigasi, teknologi modifikasi

cuaca diperlukan untuk mengisi waduk ketika menjelang atau akhir

musim hujan sehingga periode pengairan untuk persawahan menjadi

lama, dengan demikian hasil panenan meningkat.

9.1. Latar Belakang Modifikasi Cuaca

Presipitasi adalah bentuk air cair (tetes hujan) atau air padat

(partikel es) yang jatuh dari awan ke permukaan bumi. Bentuk presipitasi

yang dikenal adalah hujan dan salju. Di Indonesia lebih dikenal dengan

curah hujan. Sering awan cumulonimbus menghasilkan batu es (hail),

tetapi batu es ini cepat melebur sehingga yang diukur oleh penakar adalah

air hujan. Hujan diukur dalam bentuk jumlah curah hujan dalam satuan

milimeter yaitu tinggi air hujan jika tidak menguap atau merembes

kedalam tanah atau intensitas hujan dalam satuan milimeter per jam yaitu

jumlah curah hujan per satuan waktu.

Sejarah modifikasi cuaca sudah mencapai 61 tahun sejak

percobaan pembenihan es kering yang dipimpin oleh Vincent Schaefer

dan Irving Langmuir pada tahun 1946. Satu tahun kemudian Vonnegut

menemukan perak iodida (AgI), suatu bahan yang dapat bertindak

sebagai inti es dan menyebabkan air kelewat dingin membeku pada 0temperatur – 40 C atau lebih rendah. Sejarah modifikasi cuaca di

Indonesia baru mencapai 28 tahun sejak percobaan hujan buatan

dilaksanakan di wilayah Perum Otorita Jatiluhur pada tahun 1979 oleh

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta.

Mikrofisika Awan Dan Hujan196

Page 223: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Karena jumlah penduduk bertambah maka pemakaian air

semakin bertambah. Distribusi hujan yang tidak merata secara temporal

dan spasial menyebabkan pada bulan-bulan atau area tertentu

dikhawatirkan terjadi kekurangan air yang menjurus pada kekeringan.

Pada musim kemarau beberapa daerah memerlukan alat pengangkut

(truk) air untuk menyuplai pasokan air pada area-area yang memerlukan

air. Untuk meningkatkan produksi pertanian, maka diperlukan hujan

buatan agar bercocok tanam padi dapat dilakukan 2 atau 3 kali setahun.

Untuk mengimbangi kebutuhan air yang terus meningkat, maka ahli

meteorologi (meteorologist) telah mencoba selama tiga dekade

meningkatkan jumlah curah hujan melalui modifikasi awan dan

presipitasi buatan.

Telah 30 tahun, teknologi modifikasi cuaca diterapkan dan dikaji

sejak uji coba hujan buatan di Bogor pada tahun 1977. Dahulu hujan

buatan dilakukan tanpa landasan ilmiah, tetapi sekarang hujan buatan

dilakukan dengan pengkajian mikrofisika awan dan hujan. Ada negara

yang meragukan kemampuan dan hasil teknologi modifikasi cuaca

dalam meningkatkan jumlah curah hujan, meskipun demikian sejumlah

negara masih meneruskan pengkajian, penerapan dan pengembangan

teknologi modifikasi awan dan presipitasi. Evaluasi keberhasilan dari

teknologi ini kebanyakan dilakukan dengan cara statistik, sedangkan

evaluasi proses mikrofisis awan dan presipitasi sampai sekarang masih

terus dikajikembangkan.

Proses presipitasi dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu hujan

panas dan hujan dingin. Pembentukan hujan panas adalah proses semua

uap dan air, sedangkan proses hujan dingin melibatkan partikel es.

Evolusi spektrum butiran, tetes atau partikel es di dalam awan, ditentukan

Mikrofisika Awan Dan Hujan 197

Page 224: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

oleh persamaan pertumbuhan partikel. Selama ukuran partikel kecil (jari-

jari < 10 m) maka kecepatan jatuhnya dapat diabaikan dan dianggap

bahwa pertumbuhan partikel awan berasal dari fasa uap yang

dikendalikan oleh proses difusi molekuler massa uap H O. Proses 2

kondensasi dan deposisi mengendalikan pertumbuhan butiran dari inti

kondensasi awan (IKA) atau kristal es dari inti es (IES), lihat gambar 9.1.

Gambar 9.1. Diagram skematik evolusi hujan panas dan hujan dingin yang berasal

dari inti kondensasi awan dan inti es. Graupel : batu es lunak (soft hail)

dengan diameter antara 2 dan 5 mm.

Dalam hujan panas, tetes awan tumbuh dengan kondensasi dan

setelah mencapai ukuran 20 – 40 m, kondensasi sangat tidak efisien

dalam pertumbuhan tetes selanjutnya, tetapi probabilitas tumbukan

dengan tetes-tetes lain meningkat. Beberapa tetes awan akan tumbuh

cepat dalam selang waktu pendek melalui koleksi dengan tetes-tetes

awan lain, sementara sebagian tetes mungkin tidak tumbuh sama sekali.

Mikrofisika Awan Dan Hujan198

Page 225: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Setelah proses koleksi (tangkapan) dengan tetes yang lebih kecil, maka

tetes memperoleh ukuran, kecepatan dan penampang koleksi yang lebih

besar, sehingga tetes mengalami kesempatan tumbukan selanjutnya jauh

lebih besar dari pada sebelumnya.

Langmuir (1948) menerangkan bahwa tetes hujan tumbuh

dengan batas. Dari pengamatannya ditetapkan 6 mm sebagai diameter

tetes hujan maksimum, ini berarti bahwa kelabilan aerodinamik dari

ukuran ini akan menuju ke perpecahan. Diketahui dari eksperimen

bahwa tumbukan merupakan faktor kunci yang mendukung perpecahan.

Hujan dingin juga terbentuk dalam awan yang terdiri terutama 0dari tetes-tetes. Pada bagian awan di atas paras 0 C, partikel cair ini

adalah kelewat dingin. Seperti halnya dalam hujan panas, ada juga

kemungkinan bahwa tetes awan tumbuh dengan kondensasi, koalisensi

dan perpecahan. Tetapi jika beberapa partikel aerosol bertindak sebagai

inti es, maka kristal es mungkin terbentuk dan tumbuh dengan

mengorbankan tetes-tetes air kelewat dingin yang menunjukkan tekanan

uap lebih besar dari pada tekanan uap di atas es pada temperatur di bawah 00 C yang sama. Jika tetes-tetes awan kecil (jari-jari < 10 m) maka

proses koalisensi adalah tidak mungkin, tetapi agregasi kristal-kristal es

mungkin menimbulkan formasi salju. Salju dapat jatuh ke permukaan 0tanah secara langsung atau meleleh pada waktu turun jika paras 0 C

berada di atas tanah.

9.2. Proses Mikrofisis Presipitasi

Awan dapat terbentuk jika sekurang-kurangnya syarat berikut

dipenuhi :

Mikrofisika Awan Dan Hujan 199

Page 226: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

i. Udara mengandung uap air cukup di atmosfer yang dapat

berubah fasa menjadi air dan es melalui kondensasi dan

deposisi atau sebaliknya, air menjadi uap melalui evaporasi

dan es menjadi uap air melalui sublimasi.

ii. Adanya aerosol yang bertindak sebagai inti kondensasi atau

inti pembeku.

iii. Adanya arus udara ke atas (updraft) akibat konveksi,

orografi, konvergensi atau front.

Sumber aerosol misalnya pembakaran dalam pabrik, percikan

gelembung laut, letusan gunung berapi dan sebagainya. Aerosol buatan

(NaCl, AgI) telah banyak dipakai pada pembenihan awan, dengan tujuan

mempercepat tumbuhnya tetes hujan.

Gerakan arus udara memainkan peranan penting dalam

pembentukan awan dan menentukan karakter serta kuantitas presipitasi

(endapan) yang dihasilkan awan. Dari fasa uap air yang tidak terlihat

menjadi bentuk partikel awan (tetes, kristal es) yang dapat dilihat

kemudian berinteraksi dengan partikel awan lain untuk membentuk

partikel presipitasi disebut proses mikrofisis presipitasi.

Proses dari fasa uap menjadi tetes air melalui inti kondensasi

disebut pengintian heterogen yang memerlukan kelewat jenuh rendah.

Sedangkan proses dari fasa uap menjadi tetes air dalam lingkungan

murni yang memerlukan kelewat jenuh tinggi disebut pengintian

homogen.

Jika awan terus tumbuh maka puncak awan melewati isoterm 00 C. Meskipun demikian, ada tetes-tetes awan yang berbentuk cair

disebut tetes awan kelewat dingin dan ada yang membeku jika tetes

Mikrofisika Awan Dan Hujan200

Page 227: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

tersebut menjumpai inti es. Tetes-tetes awan kelewat dingin yang tidak

menjumpai inti pembekuan akan membeku pada temperatur sekitar – 40 0 0C. Di bawah isoterm 0 C semua tetes terbentuk cair.

Efek larutan menurunkan tekanan uap keseimbangan di atas

sebuah tetes, sehingga tetes larutan dapat berada dalam keseimbangan

dengan lingkungan pada kelewat jenuh jauh lebih rendah dari pada

sebuah tetes air murni dengan ukuran yang sama.

Sebuah inti kondensasi dikatakan menjadi aktif bila tetes yang *

terbentuk pada inti, dapat tumbuh sampai jejari kritis r . Sekali tetes telah *

melewati jejari kritis (r ) maka menurut teori pertumbuhan tetes akan

berlanjut. Tetapi dalam awan pertumbuhan lanjutan ini tidak terjadi

karena banyak tetes yang bersaing untuk mendapatkan uap air yang ada

dan cenderung menurunkan rasio jenuh pada waktu kondensasi menjadi

lebih cepat daripada produksi kelewat jenuh oleh kenaikan adiabatik.

Masalah fisis pertumbuhan dengan kondensasi menganggap

bahwa tetes dalam keadaan diam di atmosfer yang mempunyai tekanan

uap air lebih besar daripada tekanan uap keseimbangan tetes. Selanjutnya

uap air akan berdifusi menuju tetes dan mengondensasi padanya. Karena

itu melepaskan panas laten (kondensasi) yang menyebabkan naiknya

temperatur tetes, hal ini mempengaruhi keseimbangan tekanan uap tetes.

Setelah waktu tertentu keadaan mantap semu (quasi – steady) akan

terjadi dimana uap berdifusi menuju tetes sehingga tetes tumbuh secara

lambat.

Ada hubungan erat antara skala dan intensitas gerak vertikal

dengan karakter presipitasi yang dihasilkan. Presipitasi dapat

dikategorikan menjadi dua jenis yaitu :

Mikrofisika Awan Dan Hujan 201

Page 228: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

a. Presipitasi kontinu, stratiform, skala luas yang dikaitkan dengan

kenaikan udara skala luas akibat front atau pengangkatan udara oleh

topografi atau akibat konvergensi horisontal udara skala luas.

b. Presipitasi hujan deras (shower precipitation), konvektif, terlokalisasi

yang dikaitkan dengan konveksi udara labil skala – cumulus.

Pola presipitasi stratiform berubah relatif lambat, sedangkan

presipitasi konvektif berubah secara cepat. Hujan stratiform dihasilkan oleh

awan nimbostratus (Ns), meskipun masa pelenyapan awan cumulus (Cu)

dan awan orografik dapat menghasilkan hujan dengan struktur stratiform.

Kebanyakan salju berasal dari awan Ns, tetapi hujan salju tiba-tiba (snow

flurries) dan hujan deras graupel dapat dihasilan oleh awan-awan

konvektif. Hujan deras adalah hujan yang tersusun rapat (compact) dengan

perluasan horisontal secara pendekatan sama seperti perluasan vertikal.

9.3. Proses Pertumbuhan Partikel Presipitasi

�Partikel awan harus tumbuh cukup besar untuk dapat melawan

arus udara keatas (updraft) sehingga partikel ini dapat bertahan hidup

(survive) pada waktu jatuh kepermukaan bumi sebagai tetes-tetes hujan

atau keping-keping salju tanpa menguap seluruhnya. Untuk membentuk

satu tetes hujan diperlukan ratusan ribu sampai satu juta butiran awan.

Pertumbuhan melalui kondensasi saja tidak memungkinkan butiran-

butiran awan tumbuh menjadi tetes hujan atau keping salju. Ada dua

proses penting yang menyebabkan partikel-partikel awan tumbuh

menjadi partikel presipitasi, yaitu proses kolisi – koalisensi dalam awan

panas dan proses kristal es dalam awan dingin.

Proses Kolisi - Koalisensi

�Dalam awan panas, butiran-butiran awan dapat tumbuh melalui

tumbukan kemudian tangkapan (gabungan) dengan butiran lainnya.

Mikrofisika Awan Dan Hujan202

Page 229: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Proses kolisi – koalisensi memerlukan beda ukuran butiran-butiran di

dalam awan. Butiran-butiran yang mempunyai diameter atau jejari serba

sama pada dasarnya mempunyai kecepatan jatuh terminal sama,

sehingga tumbukan (kolisi) antar butiran sangat jarang. Sebaliknya

butiran-butiran awan dengan diameter tidak sama akan mempunyai

kecepatan jatuh terminal juga berbeda, sehingga tumbukan antar butiran

lebih sering. Butiran-butiran awan besar biasanya berasal dari kehadiran

inti garam laut raksasa yang menghasilkan butiran relatif besar dengan

diameter lebih besar dari 40 mm.

Sebuah butiran yang lebih besar (lebih berat) akan turun lebih cepat

dari pada butiran yang lebih kecil (lebih ringan). Ketika turun, sebuah

butiran besar menumbuk dan bergabung dengan butiran-butiran yang lebih

kecil (kecepatan jatuh lebih lambat) dalam lintasannya, lihat gambar 9.2.

Dengan kolisi dan koalisensi berulang, maka sebuah butiran akan tumbuh,

kecepatan jatuh terminalnya meningkat, sehingga kolisi menjadi lebih

sering. Pada akhirnya, butiran-butiran menjadi cukup besar kemudian jatuh

dari awan dan mencapai permukaan bumi sebagai tetes-tetes hujan.

Gambar 9.2. Sebuah butiran air relatif besar jatuh di dalam awan yang mengandung

banyak butiran yang lebih kecil. Butiran besar menumbuk butiran-

butiran yang lebih kecil dalam lintasannya dan tumbuh melalui

koalisensi.

Sumber Moran and Morgan, 1997.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 203

Page 230: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

�Pada umumnya tetes awan mempunyai jejari yang berorde 10

sampai 100 m (1 m = 0,001 mm), dan tetes-tetes hujan normal

mempunyai radius 1 sampai 3 mm.

�Jika tetes dianggap berbentuk bola (spheric), maka volume

sebuah tetes awan adalah:

(9.1a)

dan volume sebuah tetes hujan adalah:

(9.1b)

dimana r dan R masing-masing adalah jejari tetes awan dan jejari tetes

hujan. Dari persamaan (9.1a) dan (9.1b) diperoleh:

(9.2)

Secara fisis persamaan (9.2) dapat diartikan bahwa :

i. Jika jejari tetes awan (r) = 100 m dan jejari tetes hujan (R) = 3

mm, maka:

ii. Jika jejari tetes awan (r) = 10 m dan jejari tetes hujan (R) = 1 mm.

3rπ3

4V h

a3Rπ

3

4V

Mikrofisika Awan Dan Hujan204

Page 231: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Dari contoh-contoh di atas jelas bahwa puluhan ribu sampai satu juta

tetes awan hanya akan terbentuk satu tetes hujan, melalui mekanisme

kolisi – koalisensi.

Proses Kristal Es

�Pertumbuhan butiran melalui kolisi – koalisensi penting

terutama di daerah tropis, tetapi di daerah lintang-lintang menengah dan

tinggi kebanyakan presipitasi yang jatuh ke permukaan bumi berasal dari

proses kristal es atau proses Bergeron. Proses ini dinamakan sesuai

dengan meteorologiwan Scandinavia Tor Bergeron yang pertama kali

membahas proses kristal es pada tahun 1933. Proses Bergeron 0

diterapkan pada awan dingin yang mempunyai temperatur di bawah 0 C 0

(biasanya < – 10 C). Proses kristal es memerlukan keberadaan bersama

(coexistence) uap air, butiran air kelewat dingin, dan kristal es.

Kebanyakan inti pembentuk es (IES) tidak aktif pada temperatur 0 0 0

lebih panas dari – 9 C (16 F). Awan pada temperatur antara 0 dan – 9 C 0(32 dan 16 F) semata-mata terdiri dari butiran-butiran air kelewat dingin,

0sedangkan pada temperatur antara sekitar – 10 dan – 20 C, awan

mengandung campuran sebagian besar butiran-butiran air kelewat dingin 0

dan beberapa kristal es. Di bawah temperatur – 20 C kebanyakan inti

deposisi menjadi aktif, awan biasanya terdiri dari kristal-kristal es. Dan 0

pada temperatur sekitar – 40 C atau lebih rendah terjadi pembekuan

spontan.

Distribusi butiran air kelewat dingin dan kristal es agak lebih

rumit dalam awan yang mempunyai pertumbuhan vertikal signifikan.

Sebagai contoh awan cumulonimbus (Cb) mempunyai komponen

berbeda pada ketinggian berbeda bergantung pada profil temperatur

Mikrofisika Awan Dan Hujan 205

Page 232: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

vertikal awan. Secara khusus, dibagian atas awan yang temperaturnya

sangat rendah terdiri dari kristal-kristal es, didekat dasar awan terdiri dari

butiran-butiran air, dan pada bagian antaranya terdapat campuran butiran

air kelewat dingin dan kristal es. Dalam awan Cb dengan arus konveksi

kuat terjadi transport butiran-butiran air cair ke bagian atas dimana

butiran-butiran tersebut membeku. Proses ini merupakan sumber kristal

es yang penting di dalam awan badai guruh.

Proses Bergeron terjadi dalam awan (atau bagian awan) yang

terdiri dari campuran kristal es dan butiran air kelewat dingin, lihat

gambar 9.3. Pada mulanya butiran-butiran air kelewat dingin jauh

melebihi jumlah kristal es karena inti kondensasi awan (IKA) jauh

melebihi inti pembentuk es (IES). Tetapi kristal es tumbuh secara cepat

dengan mengorbankan butiran-butiran air kelewat dingin terutama

disebabkan oleh tekanan uap jenuh di atas air lebih besar dari pada di atas 0

es pada temperatur di bawah 0 C yang sama.

��butiran kelewat dingin �kristal es

Gambar 9.3. Di dalam awan dingin, kristal es tumbuh dengan mengorbankan butiran-butiran air kelewat dingin. Ketika kristal es membesar, jatuh lebih cepat kemudian menumbuk butiran-butiran air dan kristal es lain dalam lintasannya. Pada akhirnya, kristal es tumbuh cukup besar kemudian jatuh keluar awan sebagai keping salju.Sumber Moran and Morgan, 1997.

Mikrofisika Awan Dan Hujan206

Page 233: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

�Pada temperatur di bawah titik beku, molekul-molekul air

menguap lebih segera dari permukaan air cair ketimbang dari es padat,

karena molekul-molekul air lebih terikat secara kuat dalam fasa padat

daripada dalam fasa cair. Akibatnya, tekanan uap jenuh lebih besar di atas

air kelewat dingin daripada di atas es. Jadi di dalam awan campuran,

tekanan uap yang jenuh untuk butiran-butiran air menjadi kelewat jenuh 0untuk kristal-kristal es. Misalkan di dalam awan pada temperatur – 10 C

tekanan uap adalah 2,86 mb. Menurut tabel 9.1, tekanan uap ini

diterjemahkan kedalam kelembapan relatif = 100% (jenuh) untuk udara

disekitar butiran-butiran air dan kelembapan relatif = 110% (kelewat

jenuh) untuk udara disekitar kristal-kristal es. Dalam kondisi kelewat

jenuh, uap air mengendap pada kristal es (proses deposisi) sehingga

kristal es tumbuh. Deposisi menyebabkan uap air awan berkurang,

dengan demikian kelembapan relatif udara lingkungan butiran-butiran

air turun di bawah 100%, dan butiran menguap. Jadi, dalam proses

Bergeron, kristal-kristal es tumbuh dengan mengorbankan butiran-

butiran air.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 207

Page 234: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Temperatur0( C)

Tekanan uap jenuh (mb) Perbandingan campuran jenuh

Di atas air Di atas es Di atas air Di atas es

4035302520151050

*)– 5 – 10– 15– 20– 25– 30– 35– 40– 45

73,7856,2442,4331,6723,3717,0412,278,726,114,212,861,911,250,800,510,310,190,11

6,114,022,601,651,030,630,380,220,130,07

49,8137,2527,6920,4414,9510,837,765,503,842,641,791,200,780,500,320,200,120,07

3,842,521,631,030,650,400,240,140,080,05

Tabel 9.1. Variasi Tekanan uap jenuh dan perbandingan campuran jenuh dengan temperatur pada tekanan 1000 mb (Moran and Morgan, 1997).

0*) Untuk temperatur di bawah 0 C, tekanan uap jenuh dan perbandingan campuran jenuh di atas air kelewat dingin lebih besar dari pada di atas es.

Kelembapan relatif (RH) dapat diekspresikan sebagai berikut:

(9.3)

atau

(9.4)

�Kelembapan relatif (RH) membandingkan konsentrasi uap air

aktual di udara dengan konsentrasi uap air dalam udara yang sama pada

%100xjenuhuaptekanan

uaptekananRH

%100xjenuhcampurananperbanding

campurananperbandingRH

Mikrofisika Awan Dan Hujan208

Page 235: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

keadaan jenuh. Jika konsentrasi uap air aktual di udara sama dengan

konsentrasi uap air pada keadaan jenuhnya, RH = 100% yaitu udara 0

jenuh terhadap uap air. Misalkan bahwa temperatur udara = 10 C dan

tekanan uap = 6,1 mb. Dari tabel 9.1, dapat ditentukan bahwa pada 0temperatur 10 C tekanan uap jenuh udara adalah 12,27 mb. Dengan

memakai formula (9.1) diperoleh:

Catatan bahwa kelembapan relatif (RH) berbanding lurus dengan

tekanan uap dan berbanding terbalik dengan tekanan uap jenuh. Karena

tekanan uap jenuh berbanding lurus dengan temperatur udara, maka RH

berbanding terbalik dengan temperatur udara. Ketergantungan

kelembapan relatif pada temperatur udara dapat membingungkan karena

meskipun konsentrasi uap air aktual di udara tidak berubah, RH naik atau

turun bergantung pada bagaimana temperatur udara berubah.

Pada suatu hari tenang dan cerah, temperatur udara biasanya naik

dari minimum sekitar matahari terbit menuju maksimum pada waktu

sekitar pukul 13.00 waktu lokal kemudian turun lagi. Jika tekanan uap

atau perbandingan campuran tidak berubah sepanjang hari, tetapi

kelembapan relatif (RH) berubah secara terbalik dengan temperatur udara

yaitu RH tinggi bila temperatur udara rendah atau sebaliknya. Gambar

9.4, menunjukkan pias termohigrograf pengamatan pada tanggal 3 – 6

Januari 2006, di Kampus ITB, Bandung. Setelah matahari terbit ketika

udara menjadi panas, kelembapan relatif turun, bukan karena udara

menjadi kering tetapi karena temperatur udara naik yang berarti tekanan

uap jenuh meningkat.

%7,49%100xmb27,12

mb1,6RH

Mikrofisika Awan Dan Hujan 209

Page 236: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Gambar 9.4. Variasi kelembapan relatif terhadap waktu. Kelembapan relatif

berbanding terbalik dengan temperatur udara. Hasil pengamatan

temohigrograf pada tanggal 3–6 Januari 2006, Kampus ITB, Bandung.

�Karena kristal es tumbuh lebih besar dan lebih berat, kecepatan

jatuh terminalnya meningkat kemudian menumbuk dan menangkap

butiran air kelewat dingin dan kristal-kristal es yang lebih kecil (lebih

lambat) dalam lintasannya. Pada akhirnya beberapa kristal es menjadi

begitu berat dan jatuh keluar dari dasar awan. Jika temperatur udara

sekurang-kurangnya pada lintasan ke tanah di bawah titik beku maka

kristal es mencapai permukaan bumi sebagai keping salju. Tetapi jika

temperatur udara di bawah awan di atas titik beku maka keping salju

meleleh dan jatuh sebagai tetes hujan.

Mikrofisika Awan Dan Hujan210

Page 237: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

9.4. Kecepatan Terminal Partikel Awan dan Presipitasi

Butiran air atau kristal es awan sedemikian kecilnya sehingga

dapat terus mengapung, kecuali partikel menguap atau mengalami

pertumbuhan besar. Arus udara keatas (updraft) di dalam awan biasanya

cukup kuat untuk menahan partikel-partikel awan sehingga tidak

meninggalkan dasar awan dan tidak jatuh ke permukaan bumi. Bahkan

jika partikel (butiran dan kristal es) turun dari awan, hanyutan (drift)

kearah bawah demikian lambat sehingga partikel hanya menempuh jarak

yang pendek sebelum menguap kedalam udara tak jenuh di bawah awan.

Kecepatan sebuah partikel awan (butiran atau kristal es) atau

partikel lain dalam udara tenang (calm air) diatur oleh dua gaya : (i) gaya

gravitas yang mempercepat partikel jatuh ke bawah, dan (ii) gaya lawan

yang disebabkan oleh hambatan udara melalui mana partikel turun.

Ketika partikel dipercepat kebawah, hambatan (gesekan) udara

meningkat, sementara gaya gravitas pada dasarnya dijaga konstan. Pada

akhirnya gaya gesekan (seret) udara diimbangi oleh gaya gravitas dan

partikel hanyut kebawah pada sebuah kecepatan konstan dikenal sebagai

kecepatan jatuh terminal atau kecepatan terminal.

Agar partikel tetap mengapung di udara, arus udara keatas harus

cukup kuat untuk melawan kecepatan terminal partikel. Pada umumnya

kecepatan terminal meningkat dengan ukuran partikel, lihat gambar 9.5.

Karenanya, makin besar partikel, kecepatan arus udara keatas harus

makin kuat agar partikel tetap mengapung. Partikel awan (butiran dan

kristal es) sedemikian kecil (kebanyakan mempunyai diameter 10

sampai 20 m) sehingga partikel mempunyai kecepatan terminal sangat -1rendah, nilai tipiknya 0,3 sampai 1,2 cm s .

Mikrofisika Awan Dan Hujan 211

Page 238: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Gambar 9.5. Kecepatan terminal sebuah partikel yang jatuh melalui udara sebagai

fungsi ukuran partikel. Sumber Moran and Morgan, 1997.

Gaya seret (drag force) fluida viskus yang bekerja pada sebuah

bola dengan jejari r dapat diekspresikan sebagai:

(9.5)

Keterangan :

�F ��: gaya seret fluida viskusR

�r����: jejari bola

u����: kecepatan bola relatif terhadap fluida

���: densitas fluida

C �: koefisiensi seret (drag coefficient) yang memberi sifat aliranD

atau

(9.6)

dimana adalah viskositas dinamis fluida dan R adalah bilangan e

Reynolds yang didefinisikan sebagai:

D22

R Cρur2

πF

24

RCruμπ6F eD

R

ur2

μRρatauμurρ2R e

e

Mikrofisika Awan Dan Hujan212

Page 239: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Gaya gravitasional pada bola adalah:

(9.7)

Keterangan :

�: densitas air berbentuk bolaL

���: densitas udara

�g��: percepatan gravitasi

Dalam hal tetes air yang jatuh melalui udara maka:

(9.8)

suatu pendekatan yang baik, karena >> .L

Jika F = F maka tetes akan jatuh terhadap udara pada kecepatan G R

terminalnya.

Sehingga kecepatan terminal butiran adalah:

(9.9)

Untuk bilangan R yang sangat kecil, maka (C Re/24) = 1, sehingga:e D

, untuk tetes awan : r ~ 40 m��(9.10)

6 -1 -1k ~ 1,19 x 10 cm s .1

ρρgμr3

4F L

3G

L3

G ρgrμ3

4F

seretgaya

D

gravitasigaya

L3

24

ReCruμ6ρgrπ

3

4

μ24ReC

ρgr

9

2u

D

L2

21

L2

rkμ

ρgr

9

2u

Mikrofisika Awan Dan Hujan 213

Page 240: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Persamaan (9.10) disebut hukum Stokes dimana kecepatan jatuh

terminal tetes awan bergantung pada kuadrat jari-jarinya. Hukum Stokes

dipakai untuk tetes-tetes awan dengan jejari sampai sekitar 40 m.

Untuk bilangan Re cukup tinggi maka berlaku hukum akar

kuadrat sebagai berikut:

atau

, untuk tetes hujan : 0,6 mm < r < 2 mm(�9.11)

Keterangan:

�k ���: 2

�����: densitas udara-3 3 -3� ���: densitas udara referensi = 1,2 x 10 g/cm = 1,2 kg m 0

sesuai dengan udara kering pada tekanan 1013 mb dan 0temperatur 20 C.

Hukum akar kuadrat berlaku untuk tetes hujan dengan jejari 0,6 3 1/2 -1

mm < r < 2 mm dengan k ~ 2,01 x 10 cm s , karena secara pendekatan 2

/ ~ 1.0

Pada jangka (range) ukuran tetes menengah yaitu antara daerah

hukum Stokes dan hukum akar kuadrat, maka formulas pendekatan

yang berlaku:

, untuk tetes awan 40 m < r < 0,6 mm�����������(9.12)3 -1dengan k = 8 x 10 s .3

Tetes hujan mempunyai bilangan Reynolds tinggi tetapi tidak bulat benar

sehingga hukum akar kuadrat hanya menggambarkan kecepatan terminal

rku 2

2/12 rku

11/2

1/2

03 scmρ

ρ10x2,2

rku 3

Mikrofisika Awan Dan Hujan214

Page 241: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

tetes hujan dengan baik dalam jangka ukuran terbatas. Kecepatan

terminal tetes hujan telah dihitung oleh Gunn and Kinzer (1949) dengan 0

data pada permukaan laut dengan tekanan 1013 mb dan temperatur 20 C,

hasilnya dicantumkan pada tabel 9.2. Tetes hujan dengan diameter 6,0

mm atau lebih akan pecah menjadi tetes-tetes yang lebih kecil.

Kecepatan jatuh terminal tetes hujan dapat dinyatakan dengan

persamaan empiris berikut:

(9.13)

Keterangan :-1�u : kecepatan terminal tetes (ms )

�D : diameter tetes hujan (mm)

Tabel 9.2. Kecepatan terminal tetes hujan sebagai fungsi ukuran tetes(Gunn and Kinzer, 1949)

D6,0e3,1065,9u

Diameter(mm)

Kecepatan jatuh-1(ms )

Diameter(mm)

Kecepatan jatuh-1(ms )

0,10,20,30,40,50,60,70,80,91,01,21,41,61,82,02,2

2,4

0,270,721,171,622,062,472,873,273,674,034,645,175,656,096,496,907,27

2,62,83,03,23,43,63,84,04,24,44,64,85,05,25,45,6

5,8

7,577,828,068,268,448,608,728,838,928,989,039,079,099,129,149,169,17

Mikrofisika Awan Dan Hujan 215

Page 242: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

9.5. Resumé

�Modifikasi cuaca dimulai pada tahun 1946 oleh Vincent

Schaefer dan Irving Langmuir dengan pembenihan es kering.

Kemudian Vonnegut pada tahun 1947 menemukan perak iodida AgI

sebagai inti es (IES) buatan. Modifikasi cuaca di Indonesia baru dimulai

pada tahun 1977 dengan status uji coba hujan buatan di wilayah Bogor,

Jawa Barat. Operasi percobaan hujan buatan dilakukan pada tahun 1979

oleh instansi BPPT. Modifikasi awan buatan dilaksanakan dengan

penyemaian partikel aerosol higroskopis yang bertindak sebagai inti

kondensasi awan (IKA).

�Dari jumlah curah hujan tahunan yang secara rata-rata sekitar

2000 mm atau lebih, terutama dikawasan Indonesia bagian barat, maka

kesediaan sumber daya air berlimpah. Tetapi mengingat variasi curah

hujan secara temporal dan spasial sangat besar, maka teknologi

modifikasi cuaca di Indonesia sangat dibutuhkan untuk meningkatkan

jumlah curah hujan sehingga sumber daya air yang dipakai pertanian

mencukupi. Dalam pembangkit listrik tenaga air dan irigasi teknologi

modifikasi cuaca diperlukan untuk mengisi waduk.

�Awan konvektif jenis cumulus (Cu) dan cumulonimbus (Cb)

banyak dijumpai di Indonesia. Awan jenis ini mempunyai pertumbuhan

vertikal mencapai paras yang tinggi. Di bagian atas awan Cb yang

temperaturnya sangat rendah terdiri dari kristal-kristal es, didekat dasar

awan terdiri dari butiran-butiran air, sedangkan dibagian diantaranya

terdiri dari campuran butiran-butiran air kelewat dingin dengan kristal-

kristal es. Akibat tekanan uap jenuh di atas air lebih besar dari pada di

atas es, maka kristal-kristal es akan tumbuh dengan mengorbankan

butiran-butiran air kelewat dingin.

Mikrofisika Awan Dan Hujan216

Page 243: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

�Jika kristal es tumbuh lebih besar, kecepatan terminalnya

meningkat, kemudian menumbuk butiran air kelewat dingin dan kristal

es yang lebih kecil (lebih lambat) dalam lintasannya. Beberapa kristal es

menjadi begitu besar dan berat, sehingga jatuh keluar dari dasar awan.

Jika temperaur udara di bawah awan sampai ketanah di bawah titik beku

maka kristal es mencapai permukaan tanah sebagai serpih salju,

sebaliknya jika temperatur di bawah awan di atas titik beku maka serpih

salju meleleh dan jatuh sebagai hujan.

�Kecepatan jatuh terminal tetes bergantung pada ukuran tetes

awan. Untuk tetes awan dengan jejari sampai sekitar 40 m, kecepatan

jatuh terminalnya mengikuti hukum Stokes. Untuk tetes hujan berjejari

antara 0,6 dan 2 mm, kecepatan jatuh terminalnya mengikuti hukum

akar kuadrat. Untuk tetes berukuran menengah antara 40 m dan 0,6

mm, kecepatan jatuh terminalnya berbanding lurus dengan jejarinya.

Gun and Kinzer (1949) telah menghitung kecepatan jatuh terminal tetes -0,6Dhujan (u) sebagai fungsi diameter tetes (D) yaitu u = 9,65 – 10,3 e .

Mikrofisika Awan Dan Hujan 217

Page 244: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Bab 10

Modifikasi Cuaca

Mikrofisika Awan Dan Hujan 219

Bagian B : Modifikasi Awan dan Presipitasi

Modifikasi cuaca dimaksudkan sebagai modifikasi awan secara

buatan atas usaha manusia, dengan tujuan :

i. meningkatkan jumlah curah hujan. Dilakukan oleh banyak negara

untuk mengatasi masalah air hujan yang distribusinya secara

temporal dan local tidak merata, terutama dalam sistem monsun

benua maritim Indonesia.

ii. melenyapkan awan. Awan rendah seperti stratus dan kabut

mengandung resiko di lingkungan bandara. Konsep menghilangkan

awan atau kabut yaitu dengan menginjeksikan inti kondensasi atau

inti es. Kabut panas lebih sulit dihilangkan.

iii. menindas batu es hujan. Tetes kelewat dingin dalam awan

cumulonimbus (Cb) dibekukan dengan partikel AgI, sehingga

pembentukan batu es yang besar dapat dihindari. Dalam awan 0

campuran di bawah 0 C, maka tekanan uap di atas air e lebih besar s

dari pada di atas es e .i

Page 245: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

iv. melerai siklon tropis. Projek modifikasi siklon untuk mereda banjir

dan angin belum menunjukkan hasil yang signifikan. Prinsipnya

adalah menurunkan gradien temperatur dengan demikian gradien

tekanan dan angin melemah.

10.1. Kelembapan Kritis Garam

�Pembentukan awan memerlukan inti kondensasi dimana uap air

mengondensasi padanya dan membentuk tetes awan. Partikel yang

higroskopis hanya menangkap uap air pada temperatur tertentu, mulai

dari kelembapan relatif tertentu yang disebut kelembapan relatif kritis.

Untuk sodium khlorida, RH = 75% dipandang sebagai kelembapan

relatif kritis (RH ). Gambar 10.1, menunjukkan grafik kelembapan c

relatif kritis sebagai fungsi temperatur.

�Secara alamiah inti kondensasi berada di atmosfer dengan jari-

jari antara 0,1 dan 10m. Dalam percobaan hujan buatan di Indonesia

diinjeksikan partikel garam NaCl dengan diameter 40 – 50 m. Partikel

dengan ukuran ini berpeluang membentuk tetes hujan besar. Partikel

akan memperbesar tetes awan selama kecepatan arus udara keatas di

dalam awan masih dapat menopangnya. Partikel garam yang

berdiameter di atas 100 m kurang berpeluang membentuk tetes hujan,

karena waktu tinggal partikel besar di dalam awan relatif singkat

sehingga menghasilkan tetes hujan yang lebih kecil. Partikel yang

mempunyai diameter lebih besar 40 m yang membentuk tetes hujan

dengan diameter lebih besar 1 mm telah dihitung sekitar 2000 tetes

hujan, dan hasilnya ditunjukkan pada tabel 10.1.

Mikrofisika Awan Dan Hujan220

Page 246: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Eksperimental D (mm) dihitung

d (m) D (mm) d (m)a

(4 m/s)b

(5 m/s)c

(6 m/s)d

(7,5 m/s)e

(10 m/s)

40 – 50

50 – 60

60 – 75

75 – 100

100 – 250

4 – 6

4 – 5

3,5 – 5

2,5 – 4

1,0 – 3

40

50

60

70

90

120

200

4,9

5,0

4,5

4,3

4,2

3,5

2,7

5,0

3,3

2,6

2,0

1,4

< 1

< 1

5,7

4,8

3,7

2,9

2,2

1,4

< 1

pecah

5,7

4,9

3,5

2,5

1,0

pecah

5,4

2,5

Gambar 10.1. Kelembapan relatif kritis sebagai fungsi temperatur untuk garam NaCl.

Tabel 10.1. Diameter tetes hujan (D, mm) dikaitkan dengan berbagai diameter partikel aerosol (d) dalam mikron. (Rosinski, 1973).

Catatan :

a : masuk melalui muka awan pada ujung utama awan pada kecepatan 4 3m/s, kadar air cair 0,3 g/m .

b, c, d, dan e: masuk melalui dasar awan sel badai guruh pada kecepatan 5; 6; 7,5; dan 310 m/s, kadar air cair 2 sampai 4 g/m .

Mikrofisika Awan Dan Hujan 221

Page 247: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

�Partikel garam dapur (NaCl) bertindak sebagai inti kondensasi

dan jika ditaburkan di dalam awan partikel ini bertindak sebagai tetes

larutan yang dapat menggiatkan mekanisme benturan dan

penggabungan. Jika diameter butir garam 40 m (atau jejarinya 20 m)

maka volume 1 butir garam adalah :3 -2 3 3�V = 4/3 r = 4/3 x 3,14 x (2.10 ) mm

-6 3 -9 3� ~ 32 x 10 mm = 32 x 10 cm

3misalkan massa jenis garam, = 1,2 gram/cm , maka massa 1 butir garam:

-9 3 3�m = V . = 32 x 10 cm x 1,2 gr/cm-9� ~ 38,4 x 10 gram

Jadi dalam 1 kg terdapat butir

9��� ~ 26 x 10 butir

Jika pesawat mampu mengangkut 1 ton garam yang setara dengan 26 x 1210 butir garam, biasanya disebar dalam tempo, t = 45 menit = 45 x 60

detik = 2.700 detik, maka setiap detik disebarkan = butir

garam NaCl. Hasil ini sesuai dengan percobaan hujan buatan di India, 10yaitu 10 butir garam tiap detik disebar dari bawah dengan memakai

generator dan menambah hujan 40% dengan asumsi semua butir garam

masuk melalui dasar awan.

10.2. Teknologi Modifikasi Awan

Mikrostruktur awan dipengaruhi oleh konsentrasi inti kondensasi

dan inti es, sedangkan pertumbuhan partikel presipitasi dipengaruhi oleh

kelabilan di dalam mikrostruktur awan. Ada dua jenis kelabilan :

910x38,4

1000

1012

10~2700

10x26

Mikrofisika Awan Dan Hujan222

Page 248: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

i. Dalam awan panas, tetes besar tumbuh dengan menangkap tetes

kecil oleh mekanisme benturan–tangkapan. Kelabilan awan

disebabkan oleh heterogenitas ukuran tetes.

ii. Jika ada partikel es dalam awan campuran, maka partikel es akan

tumbuh oleh deposisi dengan mengorbankan tetes air kelewat

dingin, kemudian dengan pembekuan (riming) dan koleksi

(aggregation). Kelabilan awan disebabkan tekanan uap di atas air

kelewat dingin lebih besar ketimbang di atas es pada temperatur di 0

bawah 0 C yang sama.

Dari gagasan di atas, disarankan teknik modifikasi awan dan

presipitasi sebagai berikut :

i. Dengan menginjeksikan (membenih) partikel higroskopis besar

atau tetes air kedalam awan panas, agar dapat merangsang

pertumbuhan tetes hujan oleh mekanisme benturan – tangkapan.

ii. Dengan membenih inti-inti es buatan kedalam awan dingin (yang

mungkin kekurangan inti es alam) dalam konsentrasi sekitar satu

per liter, agar dapat merangsang produksi presipitasi oleh

mekanisme kristal es.

iii. Dengan menginjeksikan konsentrasi yang tinggi dari inti es

buatan kedalam awan dingin agar dapat mengurangi secara drastis

konsentrasi tetes kelewat dingin, karenanya menghalangi

pertumbuhan partikel es oleh deposisi dari embun beku (riming).

Hal ini cenderung melenyapkan awan dan menindas pertumbuhan

partikel presipitasi.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 223

Page 249: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

a. Teknologi Modifikasi Awan Panas

Teknik yang lebih baik adalah menginjeksikan tetes-tetes air

kecil (r ~ 30 m) atau partikel-partikel higroskopis (misalnya partikel

garam) kedalam dasar awan; partikel ini mungkin tumbuh oleh

kondensasi, kemudian oleh benturan–tangkapan, karena tetes ini

pertama dibawa keatas, kemudian jatuh melalui awan.

�Awan cumulus dapat digolongkan sebagai awan panas, jika 0

temperatur awan lebih besar – 10 C, dapat juga digolongkan sebagai

awan dingin, jika awan ini tumbuh jauh ke lapisan beku, sehingga 0temperatur awan sebagian atau seluruhnya di bawah – 10 C. Paras (level)

00 C disebut paras beku, atau paras peleburan.

�Dalam awan panas, jika tetes-tetes awan mempunyai ukuran

serba sama maka kecepatan terminalnya sama, sehingga kemungkinan

benturan dan tangkapan sangat kecil. Dari persamaan (6.26) dan (6.27)

terlihat bahwa jika R = r, maka u(R) = u(r) sehingga u(R) – u(r) = 0 dan

dm/dt = dR/dt = 0, jadi tidak terdapat pertumbuhan ukuran tetes. Secara

alamiah awan ini sulit atau tidak dapat menghasilkan hujan.

�Modifikasi awan dapat dilakukan dengan menginjeksikan tetes-

tetes besar kedalam awan sehingga mekanisme benturan dan tangkapan

menjadi lebih aktif. Akibat proses benturan, tetes bertambah besar dan

jatuh lebih cepat yang berarti efisiensi koleksi bertambah besar, dengan

demikian tetes awan makin cepat tumbuh menjadi tetes hujan. Untuk

membentuk satu tetes hujan diperlukan puluhan ribu sampai satu juta

tetes-tetes awan.

b. Teknologi Modifikasi Awan Dingin

�Cumulus yang tumbuh menjulang tinggi jauh ke lapisan atmosfer 0

dengan temperatur di bawah – 10 C, dapat digolongkan sebagai awan

Mikrofisika Awan Dan Hujan224

Page 250: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

0 0dingin. Pada lapisan awan antara 0 C dan – 40 C tidak terjadi pengintian

air secara spontan, kecuali jika tetes menjumpai inti pembeku atau inti es.

Aerosol buatan yang banyak dipakai untuk merangsang presipitasi

adalah perak iodida (AgI). Tetapi di Indonesia dimana banyak radiasi

matahari maka AgI tidak efektif dipakai sebagai inti pembeku, karena itu

sebagai gantinya dapat dipakai es kering (CO padat) yang ditaburkan 2

dari puncak awan. Temperatur keseimbangan sublimasi es kering adalah 0

– 78 C, jauh lebih dingin dari pada temperatur pembekuan homogen air.

Jika diinjeksikan kedalam awan kelewat dingin maka pelet es kering

akan turun dan dalam lintasannya es kering akan membekukan tetes-tetes

yang dilaluinya.

Seperti dibicarakan dimuka, teknologi modifikasi awan dingin

bergantung pada koeksistensi tetes kelewat dingin dan partikel es.

Konsentrasi inti es di dalam udara agak kecil bahkan kadang-kadang

kurang pada temperatur lebih panas. Karena itu perlu menginjeksikan

inti es buatan atau bahan kimia lain kedalam awan agar pertumbuhan

kristal es dapat menghasilkan presipitasi. Ini merupakan dasar ilmiah

untuk kebanyakan uji coba modifikasi awan dan presipitasi yang telah

dilakukan pada awan dingin.

�Bernard Vonnegut mulai mencari inti es buatan. Ia menunjukkan

bahwa inti es efektif sebaiknya mempunyai struktur kristalografik yang

serupa dengan struktur es. Pemeriksaan tabel-tabel kristalografik

mengungkapkan bahwa perak iodida (AgI) memenuhi. Uji

laboratorium menunjukkan bahwa perak iodida dapat bertindak sebagai 0

inti es pada temperatur setinggi – 4 C. Banyak bahan pengintian es

buatan yang diketahui misalnya, timah iodida (lead iodide), kuningan

sulfida (cupric sulfide) dan beberapa bahan-bahan organik misalnya,

Mikrofisika Awan Dan Hujan 225

Page 251: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

phloroglucinol, metaldehyde lebih efektif sebagai inti es dari pada

peark iodida. Tetapi kebanyakan uji coba modifikasi awan buatan sampai

sekarang masih memakai perak iodida.

10.3. Teknologi Modifikasi Cumulus

�Peningkatan jumlah curah hujan dalam awan cumulus dapat

dilakukan dalam dua cara yaitu meningkatkan proses koalisensi dan

meningkatkan pertumbuhan partikel es yang memanfaatkan

keberadaan butiran air kelewat dingin. Puncak awan cumulus di

Indonesia menembus jauh dari paras beku (sekitar 4,5 km), dan

puncaknya mencapai ketinggian 17 km dengan temperatur sekitar – 85 0C, sering disebut awan campuran.

a. Meningkatkan Proses Koalisensi

Pertumbuhan tetes awan menjadi ukuran presipitasi melalui

koalisensi dalam awan cumulus dikaitkan dengan kecepatan arus udara

keatas (updraft), dimensi awan, kadar air awan, waktu hidup awan, dan

distribusi ukuran tetes awal yang dikendalikan oleh spektrum ukuran inti

kondensasi awan (IKA). Pertumbuhan melalui koalisensi lebih mudah

jika dalam awan ada tetes-tetes diantara banyak butiran-butiran awan

sehingga tetes mampu menumbuk dan mengoleksi butiran-butiran awan.

Di atas lautan (osean) inti garam laut raksasa (jari-jari 1 sampai 10 m)

merupakan faktor utama untuk memulai koalisensi sehingga hujan

cumulus marin lebih segera daripada hujan cumulus di atas darat.

Diduga bahwa dengan memasukkan embrio presipitasi buatan

dapat memperpendek waktu yang diperlukan terjadinya hujan dan dapat

meningkatkan efisiensi presipitasi dalam awan yang waktu hidupnya

Mikrofisika Awan Dan Hujan226

Page 252: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

singkat. Embrio presipitasi buatan yang dimaksud yaitu dengan

menyemprotkan air, dan tepung atau larutan bahan higroskopis.

Kesulitan dalam pendekatan penyemprotan air untuk memodifikasi

koalisensi karena jumlah air yang diinjeksikan kedalam awan cukup

besar agar dihasilkan efek yang nyata. Untuk mengatasi masalah ini,

diganti dengan material higroskopis sebagai agen semai. Dari 1 kg agen

semai yang diinjeksikan kedalam sebuah awan dapat menghasilkan 5

sampai 10 kg air awan menjadi embrio-embrio tetes hujan buatan.

Salah satu bahan utama yang dipakai dalam modifikasi cumulus

adalah tepung halus garam (NaCl). Masalahnya adalah sulit untuk

menggiling garam sesuai dengan spektrum ukuran yang diinginkan dan

sulit mencegah agar partikel garam tidak menggumpal sebelum disebar.

Injeksi inti-inti kondensasi yang terlalu kecil ke dalam awan dapat

menyebabkan efek berlawanan pada pertumbuhan koalisensi. Inti yang

terlalu kecil kemungkinan keluar dari awan oleh arus udara keatas.

Metode lain adalah menyemprotkan material higroskopis seperti

ammonium nitrate dan urea. Teknik ini mempunyai keuntungan karena

partikel yang disemprotkan dengan diameter sekitar 10 m, disebarkan

oleh turbulensi skala kecil dan dibawa sampai kedasar awan oleh

konveksi. Kemanjuran (afficacy) memakai generator permukaan tanah

(ground–based generator) untuk memperoleh jumlah bahan semai

kedalam cumulus masih merupakan persoalan yang belum terpecahkan.

Cara lain adalah larutan urea disemprotkan di atas dasar awan dengan

pesawat. Partikel-partikel ini diharapkan terbawa oleh arus udara keatas,

kemudian menangkap butiran-butiran awan lain ketika partikel turun

mencapai dasar awan.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 227

Page 253: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

b. Meningkatkan Proses Kristal Es

�Jika awan cumulus tumbuh jauh di atas paras beku, sebagian

besar partikel awan tetap berbentuk cair, disebut tetes air kelewat dingin. 0Di bawah temperatur sekitar – 40 C, tetes cair akan membeku secara

homogen artinya membeku tanpa bantuan material asing. Vincent

Schaefer dalam tahun 1946 menginjeksikan es kering (CO padat) 2

kedalam awan cumulus. Es kering berbentuk pelet kecil (small pellet) 0yang mempunyai temperatur sekitar – 78 C. Jika pelet es kering

dimasukkan kedalam awan kelewat dingin, udara disekelilingnya

menjadi kelewat jenuh tinggi dan juga menjadi dingin di bawah 0temperatur ambang kritis – 40 C, sehingga banyak tetes cair terbentuk,

kemudian tetes-tetes ini dan tetes-tetes kelewat dingin yang sebelumnya

sudah terbentuk diubah menjadi kristal-kristal es. Pengukuran

laboratorium menunjukkan bahwa 1 gram es kering dapat menghasilkan 12

sekitar 10 kristal-kristal es dalam sebuah awan kelewat dingin dengan 0

jangka temperatur – 2 sampai – 12 C.

Untuk menyebarkan es kering kedalam menara cumulus kelewat

dingin yaitu dengan menjatuhkannya pada puncak awan dari pesawat

yang tentunya memerlukan biaya mahal. Keuntungan es kering relatif

terhadap metode kristal es buatan adalah bahwa es kering dapat bekerja

pada temperatur yang lebih panas dan menguap di atas tanah tanpa

meninggalkan bekas (residue) yang mungkin dapat berbahaya bagi

manusia maupun merusak lingkungan. Cara lain untuk meningkatkan

proses kristal es dalam awan kelewat dingin, memakai inti pembeku

(IES) buatan, dan yang pertama ditemukan adalah perak iodida (AgI).

Perak iodida pertama dipakai oleh Vonnegut karena strktur kristalnya

sangat menyerupai kristal es. Bahan lain yang jauh lebih murah adalah

Mikrofisika Awan Dan Hujan228

Page 254: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

timah iodida, tetapi struktur kristalnya sedikit kurang sesuai dengan

kristal es. Timah iodida telah banyak dipakai dalam eksperimen

penindasan batu es (hail) di Uni Soviet.

Bagaimana perak iodida dapat bertindak sebagai inti es dalam

awan kelewat dingin. Dapat dijelaskan bahwa karena struktur kristal AgI

mirip dengan kristal es, maka butiran-butiran awan bereaksi seolah-olah

partikel-partikel AgI adalah kristal es, sehingga es terbentuk dan tumbuh

pada partikel AgI sementara tetes awan menguap, kecuali tetes

bersentuhan langsung dengan AgI, akan membeku.

Inti es artifisial (buatan) mempunyai dua kelas efek modifikasi

pada awan cumulus kelewat dingin. Pertama, adalah meningkatkan

efisiensi presipitasi. Partikel es yang bertindak sebagai embrio

presipitasi, tumbuh dengan mengorbankan butiran-butiran air. Embrio-

embrio ini dapat tumbuh cukup besar dan jatuh keluar awan sebagai

hujan atau salju. Konsep pembenihan berdasarkan hanya peningkatan

efisiensi presipitasi disebut pendekatan statik, yaitu pendekatan yang

mengabaikan efek dinamik. Kelas kedua, yang mungkin adalah efek

dinamik. Pembekuan melepaskan panas laten. Karena sumber arus udara

keatas, sebuah awan cumulus adalah gaya apung atau defisiensi

(penurunan) densitas relatif terhadap lingkungannya, kemungkinan

pemanasan udara berawan dapat menurunkan densitasnya sehingga

mempengaruhi geraknya yaitu merubah dinamikanya. Eksperimen

pembenihan dengan memakai konsep ini dikatakan memakai

pendekatan dinamik.

Pembenihan inti es buatan awan konvektif dengan konsentrasi

sekitar 1 per liter dalam usaha meningkatkan efisiensi mekanisme kristal

es untuk menghasilkan presipitasi, tampaknya lebih efektif dalam

Mikrofisika Awan Dan Hujan 229

Page 255: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

memodifikasi awan-awan cumulus jenis kontinental dari pada cumulus

jenis marin. Terbatasnya sebaran ukuran tetes dalam awan cumulus

kontinental menyebabkan mekanisme benturan – tangkapan agar

menghasilkan hujan tidak efisien, karena itu formasi presipitasi dalam

awan ini sering bergantung pada mekanisme kristal es. Lagi pula, karena

kurangnya jumlah tetes-tetes besar (radius > 25 m) dalam awan

kontinental, maka mekanisme multiplikasi es mungkin tidak beroperasi.

Akibatnya produksi presipitasi dalam awan cumulus kontinental kadang-

kadang dihalangi oleh kekurangan inti-inti es alam, terutama inti-inti 0

yang efektif pada temperatur di atas sekitar – 16 C.

Uji coba di Israel melalui pembenihan secara acak awan cumulus

musim dingin jenis kontinental dengan perak iodida dari pesawat terbang

menghasilkan peningkatan curah hujan yang berarti. Selama periode

1961–1967 presipitasi (endapan) pada daerah uji coba dalam projek

Israel lebih besar 15% pada hari-hari pembenihan dibandingkan dengan

pada hari-hari tanpa pembenihan. Sebaliknya uji coba di Missouri

dimana awan cumulus musim panas dibenih dengan perak iodida dari

pesawat terbang secara acak, gagal menunjukkan peningkatan curah

hujan yang berarti pada hari-hari pembenihan. Studi fisis menyatakan

bahwa awan-awan di atas Missouri adalah bersifat awan marin.

10.4. Aplikasi Modifikasi Cuaca

Kabut dapat mengurangi visibilitas sehingga mengganggu lalu

lintas darat, laut dan udara bahkan dapat menyebabkan kecelakaan akibat

tabrakan antar kendaraan. Pesawat terbang tertunda mendarat atau

tinggal landas jika di atas bandara terjadi kabut. Batu es besar dapat

menimbulkan kerusakan dalam pertanian maupun dalam komunikasi

Mikrofisika Awan Dan Hujan230

Page 256: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

dan pemadaman listrik akibat putusnya saluran (kawat) telekomunikasi

dan listrik. Siklon tropis menyebabkan kerusakan terutama yang

disebabkan oleh angin kencang, hujan lebat dan gelombang badai.

Gelombang badai adalah meningkatnya permukaan laut sepanjang

pantai secara cepat karena angin siklon menggerakannya kepantai.

Meskipun belum sepenuhnya berhasil, tetapi usaha memodifikasi kabut

agar buyar, memodifikasi batu es agar tidak menjadi besar, dan

memodifikasi siklon tropis agar energinya melemah telah dilakukan oleh

para meteorologiwan.

a. Pembuyaran Kabut

1. Kabut Panas

Ada 3 teknik, semuanya dirancang untuk meningkatkan

penguapan butiran-butiran air dan secara efektif telah berhasil untuk

meningkatkan visibilitas dalam kabut panas : (i) percampuran mekanis

kabut dengan udara kering dan panas dari atas, (ii) pengeringan udara

dengan bahan kimia higroskopis, dan (iii) pemanasan udara.

Dasar fisis pencerahan kabut panas (warm fog) dengan helikopter

terutama terletak pada prinsip percampuran pencucian ke bawah

(downwash mixing). Selama operasi pencerahan, helikopter melayang-

layang atau bergerak lambat di muka udara cerah di atas lapisan kabut.

Aksi pencucian kebawah helikopter memaksa udara cerah relatif kering

ini kebawah kedalam kabut. Udara berombak pada penurunan

bercampur dengan kabut. Jika kelembapan relatif udara di atas kabut

mendekati 90% atau kurang, maka campuran udara ini menjadi kurang

jenuh (subsaturated), sehingga butiran-butiran kabut akan menguap.

Dimensi pencerahan yang ditimbulkan oleh olakan helikopter jauh lebih

Mikrofisika Awan Dan Hujan 231

Page 257: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

besar daripada helikopter itu sendiri, biasanya dengan faktor 10 sampai

20 kali. Pada kabut dangkal, olakan helikopter besar dapat cukup kuat

untuk mendorong secara fisis udara berkabut kesamping dan diganti oleh

udara cerah dari atas.

�Jika bahan higroskopis dalam bentuk partikel kering atau tetes-

tetes larutan dilepaskan kedalam kabut, maka partikel-partikel ini akan

menyerap uap air dan udara menjadi kering, menyebabkan butiran-

butiran kabut menguap. Selama fasa penyemaian partikel-partikel

higroskopis dimasukkan kedalam kabut di atas zona sasaran yang

dimaksud, biasanya landasan kapal terbang. Jika partikel semai

dimasukkan dari tanah, partikel ini harus dihembuskan keatas sampai

ketinggian dimana pencerahan kabut diinginkan. Karena gaya gabung

untuk uap air cukup besar, partikel higroskopis tumbuh secara cepat

melalui kondensasi, kemudian jatuh oleh gravitas. Kebanyakan partikel

higroskopis tumbuh sekitar tiga kali lebih besar sebelum jatuh keluar

lapisan kabut dalam waktu sekitar 5 menit. Visibilitas meningkat karena

butiran-butiran kabut menguap akibat defisit uap yang ditimbulkan

partikel semai. Pencerahan pertama tampak pada paras (level)

penyemaian kemudian meluas ketanah. Peningkatan visibilitas

maksimum pada tanah terjadi dalam waktu sekitar 10 menit setelah

penyemaian. Akhirnya terjadi pengisian kabut kembali oleh

percampuran turbulen (golakan). Jika pencerahan lanjutan zona sasaran

dikehendaki maka diperlukan penambahan material semai. Gambar

10.2 mengilustrasikan empat fasa yang menandai proses pencerahan

kabut buatan.

Mikrofisika Awan Dan Hujan232

Page 258: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Gambar 10.2. Penyajian skematik modifikasi kabut panas oleh penyemaian partikel

higroskopis.

�Salah satu metode tertua yang sangat berhasil membuyarkan

kabut panas adalah dengan pemanasan dari permukaan tanah melalui

pembakaran bahan bakar hidrokarbon. Energi panas yang cukup harus

diberikan untuk menguapkan butiran-butiran kabut dan untuk menaikan

temperatur udara. Besaran panas ini dihitung dari hukum fisika. Gambar

10.3, menunjukkan beberapa jumlah panas yang diperlukan sebagai

fungsi dari temperatur udara dan kadar air cair kabut.

Gambar 10.3. Panas yang diperlukan untuk membuyarkan kabut sebagai fungsi

temperatur udara dan kadar air awan.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 233

Page 259: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Energi yang ditunjukkan pada gambar 10.3 adalah nilai

minimum teoritis yang diperlukan untuk pembuyaran kabut secara

sempurna. Dalam praktek, energi panas perlu ditambah untuk

menguapkan secara cepat tetes-tetes kabut, uap air tambahan yang

dimasukkan ke udara oleh pembakaran bahan bakar, dan

memperhitungkan distribusi panas spasial yang tidak rata. Agar

menjamin energi panas yang diperlukan memadai dan untuk

memperhitungkan semua ketidakpastian maka nilai-nilai yang

diberikan pada gambar 10.2 pada umumnya dikalikan dengan faktor dua

atau lebih dalam perancangan operasional sistem pembuyaran kabut

panas.

2. Kabut Kelewat Dingin

Modifikasi fenomena cuaca yang paling mudah adalah kabut

atau awan stratus kelewat dingin. Hanya dibutuhkan tambahan jumlah

energi sedikit untuk merangsang transisi butiran-butiran air kelewat

dingin menjadi fasa es yang lebih stabil sehingga terjadi pembuyaran

kabut kelewat dingin (supercooled fog). Proses disipasi buatan

berdasarkan pada fakta fisis bahwa tekanan uap keseimbangan di atas es

lebih kecil dari pada di atas air pada temperatur yang sama. Jika kristal

es berada dalam kabut air jenuh kelewat dingin, maka kristal es tumbuh

oleh deposisi uap sehingga butiran-butiran air menguap. Ketika kristal-

kristal es tumbuh kemudian dijalarkan ke seluruh kabut oleh aksi

percampuran golakan (turbulen) yang menjadi intensif oleh panas laten

pembekuan yang dilepaskan karena perubahan volume akibat

perubahan fasa air menjadi es. Kristal-kristal es disebarkan secara -1lateral pada kecepatan sekitar 1 ms , dan hanya berhenti jika konsentrasi

kristal es berkurang secara nyata oleh kristal-kristal yang jatuh. Setelah

Mikrofisika Awan Dan Hujan234

Page 260: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

10 sampai 20 menit, kristal mulai mencapai tanah. Jatuhan kristal terus

berlangsung sampai 1 jam atau lebih setelah awal memasukkan kristal-

kristal es. Waktu yang diperlukan untuk pencerahan kabut berkisar 30

sampai 60 menit bergantung pada tebal dan temperatur kabut, serta

kondisi angin.

Dua teknik dapat dipakai agar terbentuk kristal-kristal es yang

diperlukan untuk mengawali proses pembuyaran kabut buatan. Teknik

pertama, didasarkan pada penyemaian partikel sangat kecil berdiameter

sekitar 1 mikrometer yang mempunyai struktur kristal sangat mirip

dengan kristal es. Partikel-partikel ini bertindak sebagai embrio pada

mana es dapat tumbuh, disebut inti pembeku atau inti es (IES) dan

inisiasi proses pertumbuhan es disebut pengintian heterogen. Perak

iodida (AgI) sangat sering dipakai sebagai IES buatan. Timah iodida dan

beberapa bahan organik juga agen pengintian efektif, partikel ini aktif 0

pada temperatur lebih dingin – 5 C. Teknik kedua, dengan memasukkan

kristal-kristal es kedalam kabut kelewat dingin yang melibatkan

pengintian homogen. Kristal es dibentuk oleh pendinginan udara lokal 0sampai di bawah – 40 C, temperatur kritis dimana terjadi pengintian es

secara spontan tanpa bantuan IES. Pendinginan yang diperlukan untuk

mengawali pengintian homogen dihasilkan oleh penyemaian dengan es

kering yaitu karbon dioksida (CO ) padat yang berada pada temperatur 2

0serendah – 78 C atau oleh penguapan dan ekspansi pendinginan

(refrigerant) seketika, seperti propane (semacam methane) cair yang

disemprotkan kedalam kabut. Teknik ini efektif dalam pembentukan 0

kristal-kristal es pada temperatur sepanas – 1 C.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 235

Page 261: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

b. Penindasan Batu Es

�Dua alasan telah dikemukakan untuk mereda batu es hujan (hail)

oleh pembenihan awan dengan inti es. Pertama, melibatkan pembekuan

semua tetes kelewat dingin pada bagian atas Cumulonimbus yang

menghasilkan batu es hujan. Efeknya ialah membasmi proses

pertumbuhan akresional (pertambahan), menghilangkan kemungkinan

pembentukan batu es besar. Meskipun efisiensi dari AgI diduga tinggi, 14 0

dengan perkiraan sekitar 10 inti per gram AgI pada temperatur – 20 C,

tetapi jumlah bahan yang diperlukan untuk peng–es–an awan berlebihan

dan pada waktu sekarang di luar kemampuan sistem pembenihan.

�Kedua, adalah lebih sederhana dalam pemakaian bahan

pembenihan dan melibatkan penambahan inti es hanya terbatas dalam

daerah awan dimana batu es diperkirakan mempunyai kecepatan

pertumbuhan maksimum. Ilmuwan Soviet menduga bahwa daerah ini

adalah bagian atas awan dimana reflektivitas maksimum dari radar

teramati. Daerah dengan reflektivitas maksimum kemudian dibenih

dengan ledakan meriam yang bermuatan AgI dan dilaporkan berhasil

melenyapkan batu es hujan. Tetapi penalaran keefektifan teknik ini belum

jelas. Berbagai pendekatan dilakukan dengan menambah inti es dalam

daerah bawah yang diduga merupakan area arus vertikal (updraft) utama.

Daerah ini mengandung inti es alam atau partikel presipitasi yaitu embrio

batu es hujan. Diragukan bahwa dengan memasukkan inti buatan akan

menyebabkan kompetisi yang cukup untuk persediaan air kelewat dingin

yang ada, sehingga tidak ada kemungkinan batu es hujan tumbuh menjadi

besar. Semua usaha pendekatan ini dimaksudkan untuk merubah batu es

besar menjadi sejumlah batu es yang kecil-kecil. Batu es kecil ini

mempunyai kesempatan melebur dengan sempurna pada waktu melewati 0

isoterm 0 C, sehingga sebelum mencapai tanah batu es mencair atau

Mikrofisika Awan Dan Hujan236

Page 262: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

paling tidak akan mengurangi kerusakan dan kerugian yang disebabkan

oleh batu es besar.

c. Melerai Siklon Tropis

Salah satu projek modifikasi cuaca yang sangat ambisius

(berambisi) dan yang pernah dicoba adalah modifikasi siklon tropis.

Meskipun biaya mahal, secara saintifik dan logistik sulit dan diancam

oleh masalah hukum yang menyeramkan tentang keberhasilan

eksperimen modifikasi cuaca, meskipun demikian usaha untuk melerai

atau mengurangi kekuatan angin siklon tropis yang mengerikan itu tetap

diuji cobakan. Sekitar 60 tahun yang lalu, pada tanggal 13 Oktober 1947,

sebuah siklon tropis disemai dengan perak iodida dalam usaha untuk

mengurangi intensitas badai.

Teknologi modifikasi cuaca untuk mereda banjir perlu kajian

pendahuluan (hipotesis dan teoritis) apakah teknologi ini layak (visible)

dan berarti (significant) untuk diterapkan. Projek modifikasi siklon tropis

untuk mereda banjir dan kecepatan angin, belum menunjukkan hasil

yang signifikan. Dalam percobaan, siklon tropis dibenih dengan perak

iodida sehingga terjadi pelepasan panas laten pada waktu terjadi

perubahan fasa dari uap air menjadi partikel-partikel awan. Pelepasan

panas laten ini akan menaikan temperatur sehingga terjadi penurunan

gradien temperatur dalam radius pembenihan. Pelemahan gradien

temperatur akan memproduksi gradien tekanan lemah pada paras rendah

dan menghasilkan angin lemah. Kelemahan teori ini menimbulkan

keraguan apakah tetes awan kelewat dingin berjumlah cukup untuk

menghasilkan jumlah pelepasan panas laten yang signifikan.

Hipotesis yang mengkaitkan siklon tropis dengan hubungan

antara jejari pemanasan maksimum (JPM) dan jejari angin maksimum

Mikrofisika Awan Dan Hujan 237

Page 263: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

(JAM). Jika JPM < JAM alasan fisis menunjukkan penurunan jejari

angin maksimum dan peningkatan kecepatan angin maksimum.

Sebaliknya, jika JPM > JAM, bagian udara yang masuk akan dialihkan

keatas dalam awan pada JPM, JAM meningkat dan dengan kekekalan

momentum sudut, kecepatan angin maksimum melemah. Menurut

Anthes (1982) pengalihan sebagian udara keatas pada jejari yang lebih

besar dengan merangsang pertumbuhan awan juga akan merubah

anggaran uap air (moisture). Jika terjadi kenaikan fluks uap air vertikal

atas pengorbanan uap air yang mengalir kedalam dinding mata, panas

laten pada jejari dinding mata akan berkurang secara signifikan.

Gambar 10.4, melukiskan penampang vertikal melalui siklon

tropis. Teori bersandar pada asumsi yang sangat penting bahwa awan-

awan berada pada jejari lebih besar dari pada jejari dinding mata (R 2

dalam gambar 10.4a) dan bahwa awan-awan ini mengandung air kelewat

dingin. Menurut hipotesis, penyemaian berulang dan besar-besaran

daerah awan kelewat dingin pada jarak R akan memicu pertumbuhan 2

vertikal awan-awan ini melalui gaya apung yang ditambahkan. Meskipun

energi fusi (fusion) itu sendiri kecil, tetapi peningkatan gaya apung akan

menyebabkan pertumbuhan signifikan awan-awan ini yang kemudian

mendapat tambahan massa dan uap air dari lapisan batas. Perubahan ini

menghasilkan redistribusi (pembagian kembali) massa dan energi.

Dinding mata tua, menghilangkan masukan uap air, memperlemah,

karena subsidensi dalam mata yang dipertahankan oleh energi dalam

dinding mata siklon. Karena panas laten dalam dinding mata dan

subsidensi dalam mata berkurang, maka temperatur dan gradien tekanan

berkurang. Dalam gradien tekanan yang lemah, udara yang mengalir

masuk tidak mampu menembus jejari sedemikian kecil, dan kebanyakan

terjadi kenaikan udara pada jejari (jarak) R , sehingga terjadi dinding mata 2

Mikrofisika Awan Dan Hujan238

Page 264: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

baru pada jejari R yang berkaitan dengan pelemahan angin maksimum 2

(Gambar 10.4b).

Jelas bahwa hipotesis STORMFURY (projek modifikasi

hurricane – AS) memakai banyak asumsi. Masalah penting yang harus

dijawab sebelum menerima hipotesis ini antara lain : Apakah ada air

kelewat dingin yang signifikan dalam awan-awan di luar jejari

pemanasan maksimum? Apakah pertumbuhan awan-awan cukup

mengganggu dinding mata dalam arti merusak ? Apakah selama periode

modifikasi awan, medan angin menyesuaikan pada keadaan

keseimbangan mantap semu (quasi steady) baru yang berlangsung cukup

lama agar berdampak positif ?

Gambar 10.4. Diagram skematik yang menunjukkan efek hipotesis pembenihan

awan-awan cumulus dalam hurricane (siklon tropis). Penyemaian air

kelewat dingin (titik-titik) pada jejari R dalam gambar 10.4a 2

menyebabkan pertumbuhan awan pada R dan peluruhan dinding mata 2

tua awan pada R .1

Mikrofisika Awan Dan Hujan 239

Page 265: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

10.5. Resumé

Jika awan panas mempunyai tetes-tetes berukuran sama maka

sulit menghasilkan hujan secara alamiah, karena peluang mekanisme

tumbukan – tangkapan sangat kecil. Modifikasi awan dapat dilakukan

dengan menginjeksikan tetes yang lebih besar, sehingga mekanisme

tumbukan–tangkapan menjadi aktif. Untuk membentuk sebuah tetes

melalui mekanisme tumbukan – tangkapan diperlukan puluhan ribu

sampai satu juta tetes awan. Kebanyakan modifikasi awan dingin

sampai sekarang masih memakai inti es buatan AgI yang aktif pada 0temperatur sekitar – 4 C.

Ada dua cara untuk memodifikasi awan cumulus yaitu

meningkatkan proses koalisensi dan meningkatkan proses kristal es.

Untuk meningkatkan proses koalisensi dipakai embrio presipitasi

buatan, misalnya dengan menyemprotkan air dan tepung atau larutan

bahan higroskopis. Salah satu bahan utama yang dipakai dalam awan

cumulus adalah tepung garam NaCl. Untuk awan cumulus yang

tumbuh jauh di atas paras beku dipakai cara meningkatkan proses

kristal es. Es kering atau CO padat diinjeksikan dari puncak awan. 2

Cara lain untuk meningkatkan proses kristal es pada cumulus dingin

adalah dengan menginjeksikan inti es buatan, biasanya perak iodida.

Ada 3 teknik untuk membuyarkan kabut panas yaitu: (i)

percampuran mekanis antara kabut dengan udara kering dan panas dari

atas kabut, (ii) pengeringan udara dengan bahan kimia higroskopis, dan

(iii) pemanasan udara. Cara tertua untuk membuyarkan kabut panas

adalah melalui pembakaran bahan bakar dari permukaan tanah.

Modifikasi cuaca yang paling mudah adalah membuyarkan kabut

Mikrofisika Awan Dan Hujan240

Page 266: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

kelewat dingin. Perak iodida dan es kering telah banyak dipakai dengan

berhasil untuk mencerahkan mendung dan membuyarkan kabut

kelewat dingin.

Aplikasi modifikasi cuaca yang lain, yaitu :

i. Menindas batu es, prinsipnya adalah mencegah pembentukan

batu es agar tidak tumbuh menjadi besar melalui pembekuan

semua tetes awan kelewat dingin, sehingga batu es tidak

mempunyai kesempatan tumbuh membesar.

ii. Mereda siklon tropis, prinsipnya melemahkan gaya gradien

tekanan melalui pembenihan perak iodida sehingga terjadi

pelepasan panas laten perubahan fasa air yang akan menaikan

temperatur dengan demikian menurunkan gradien temperatur

dalam radius pembenihan.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 241

Page 267: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Daftar Pustaka

Mikrofisika Awan Dan Hujan 243

Anthes, R. A., 1982. Tropical Cyclones : Their Evolution, Structure and Effects,

American Meteorological Society.

Battan, L. J., 1973. Radar Observation of the Atmosphere, The University of Chicago

Press, Chicago.

Bayong Tjasyono HK.,1985. Tropical Storm Effect With Respect to Weather Over The

Indonesian Region, Proc. ITB, Vol. 18, No. 2, Bandung.

Bayong Tjasyono HK., 1997. Kaji Awan Konvektif Berdasarkan Pengukuran

Radiosonde, J. IPTEK Iklim dan Cuaca, No. 1, BPPT, Jakarta.

Bayong Tjasyono HK., 2000. Awan Konvektif di atas Benua Maritim Indonesoa, J.

Meteorologi dan Geofisika, Vol. 1, No. 4, Jakarta.

Bayong Tjasyono HK., 1995. Peramalan Badai Guruh Berdasarkan Indeks Ancaman

Cuaca Buruk, Prosiding Seminar Nasional Sains Atmosfer dan

Meteorologi, ITB, Bandung.

Bayong Tjasyono HK., and Zadrach L. Dupe, 1996. Same Aspect of Convective

Thunderstorm Deduced from Stability Index, Porc. of

International Symposium on Equatorial Atmospheric Observation

Over Indonesia, RASC – ITB – LAPAN, Bandung

Bayong Tjasyono HK., 1997. Pola Pembentukan Awan Petir di Indonesia, Prosiding

Seminar Nasional Teknologi Petir, ITENAS, Bandung.

Bayong Tjasyono HK., Atika L., and Hadi T. W., 1993. The structure of Convecture

Clouds based on the Analysis of Upper Air Sounding, Proc. of

International Symposium on Equatorial Atmospheric Observation

Over Indonesia, RASC – BPPT – LAPAN, Jakarta.

Page 268: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Bayong Tjasyono HK., 1979. Comparaison des données du Radar millimetrique et des

données Spectropluviométriques. Document de Travail, 'Institut

de Physique di Glôbe, No. 20, Clermont Ferrand, France.

Bayong Tjasyono HK., 2007. Proses Fisis – Dinamis Awan dan Modifikasinya, Seminar

Monitoring dan Evaluasi Teknologi Modifikasi Cuaca untuk

Pencapaian Peningkatan Produksi Beras 2 Juta ton, BMG, MHI,

Puslitbang SDA, BPPT, Jakarta.

Bayong Tjasyono HK., 1987. Tinjauan Teoritis Modifikasi Awan Konvektif dan

Terapannya di Indonesia, Publikasi Khusus Hasil Penelitian,

Lembaga Penelitian ITB, Bandung.

Bayong Tjasyono HK., 1986. Hubungan Atenuasi Gelombang Mikro dan Curah Hujan,

Majalah LAPAN, No. 41, Jakarta.

Bayong Tjasyono HK., 2007. Mikrofisika Awan dan Modifikasi Cuaca, Seminar

Teknologi Modifikasi Cuaca, BPPT, Jakarta.

Bayong Tjasyono HK., 2000. Peluang Curah Hujan di Jawa Barat, JTM, Vol. 7, No. 2,

ITB, Bandung.

Bayong Tjasyono HK., 1991. Penyemaian Awan Sebagai Salah Satu Teknologi

Alternatif dalam Penanggulangan Kemarau panjang, Seminar

Nasional Antisipasi Iklim 1992 dan Dampaknya Terhadap

Pertanian Tanaman Pangan, PERHIMPI, Bogor.

Bayong Tjasyono HK., dan Saryono, 1994. Penentuan Parameter Meteorologis Yang

Tak Terukur Radiosonde Untuk Peramalan Badai Guruh, Lap.

Riset P4M, DPPM, DIKTI, Dep. Pendidikan dan Kebudayaan,

Jakarta.

Bayong Tjasyono HK., and A. M. Mustofa, 2000. Seasonal Rainfall Variation over

Monsoonal Areas, JTM, Vol. VIII, No. 4.

Biltoft, C. A., 1974. Thunderstorm Potential Cold Air Cumulonimbi, J. App. Meteo.,

Vol. 13.

Blith, A., M., and J. Lathan, 1991. A Climatological Parameterization for Cumulus

Clouds, Bul. American Meteor. Soc., Vol. 48.

Bowen, E. G., 1950. The formation of rain by coalesence, Australian J. Sci. Res.

244 Mikrofisika Awan Dan Hujan

Page 269: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Carlson, T. N., R. A., Anthes, M. Sckwartz, S. G. Benjamin, and D. G. Baldwin, 1980.

Analysis and Predictions of Severe Storms Environment, Bul.

American. Meteor, Soc., Vol. 61.

Douglas V. H., and Kenneth H. S., 1997. The Role of the Sun in Climate Change, Oxford

University Press, Oxford.

Fletcher, N. H., 1962. The Physics of Rainclouds, Cambridge University Press.

Gunn, K. L. S., and Kinzer, G. D., 1949. The Terminal Velocity of Fall for Water Drops

in Stagnant Air. J. Meteor. 6, 243 – 248.

Hess, W. N., Editor, 1974. Weather and Climate Modification John Wiley & Sons, New

York.

Houghton, J. T., 1977. The Physics of Atmosphere, Cambridge University Press,

Cambridge.

Houghton, H. G., 1985. Physical Meteorology, MIT Press, Cambridge, Mass

Massassuset.

Iribarne, J. V., and H. R. Cho, 1980. Atmospheric Physics, D. Reidell Publishing

Company, Dordrecht.

Levin, L. M., and Litvinov, I. V., 1977. Cloud Physics and Weather Modification,

Amerind Publishing Co. PVT. LTD., New York.

Lewis, E. R., and Schwartz, S. E., 2004. Sea Salt Production : Mechanisms, Methods,

Measurements and Model – A Critical Review, Geophysical

Monograph 152, American Geophysical Union Washington, DC.

Moran, J. M., and M. D. Morgan, 1994. Meteorology : The Atmosphere and The

Science of Weather, Prentice Hall, London.

Marshall, J.S., and Palmer, W. McK., 1948. The distribution of raindrops with size. J.

Meteor., Vol. 5.

Mason, B. J., 1971. The Physics of Clouds, Clarendon Press, Oxford.

Mason, B. J., 1975. Clouds, Rain and Rainmaking, Oxford Univ. Press, London.

Matveev, L. T., 1984. Cloud Dynamics, D. Reidel Publishing Company, Dordrecht.

Pruppacher, H. R., and Klet, J. D., 1980. Microphysics of Clouds and Precipitation, D.

Reidel Publishing Company, Boston.

Retallack, H. J., 1981. Physical Meteorology, WMO, NO. 364, Geneva.

Mikrofisika Awan Dan Hujan 245

Page 270: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Rogers, R. R., 1976. A Short Course in Cloud Physics, Pergamon Press, New York.

Rogers, R. R., and Yau, M. K., 1989. A Short Course in Cloud Physics, Pergamon Press,

New York.

Rosinski, J., 1973. Formation of Raindrops on Large Aerosol Particles. J. Rech. Atmos.,

Vol. 7.

Susilo P., 1996. Meteorologi, Penerbit ITB, Bandung.

Wallace, J. M., and P. V. Hobbs, 1977. Atmospheric Science, Academic Press, Inc,

London.

World Meteorological Oragnization, 1979. Weather Modification Programme :

Precipitation Enhancement Project, Report No. 13, WMO,

Geneva.

246 Mikrofisika Awan Dan Hujan

Page 271: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Lampiran

1. Abjad Yunani2. Tekanan Uap Jenuh3. Daftar Simbol dan Kejelasan

Mikrofisika Awan Dan Hujan 247

Page 272: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Huruf Kecil Huruf Besar

Nama Huruf Kecil

Huruf Besar

Nama

(A)

(B)

(E)

(Z)

(H)

(I)

(K)

(M)

alfa

beta

gama

delta

epsilon

zeta

eta

theta

iota

kappa

lambda

mu

()

()

()

()

(X)

nu

xi

omikron

pi

rho

sigma

tau

upsilon

phi

chi

psi

omega

LAMPIRAN 1Abjad Yunani

� Dalam buku Mikrofisika Awan dan Hujan, dipakai abjad Latin dan

abjad Yunani untuk mengekspresikan sebuah persamaan fisis. Dalam

Lampiran 1, dicantumkan huruf kecil dan huruf besar Yunani. Huruf besar

Yunani yang sama dengan huruf Latin ditandai oleh tanda kurung ( ).

248 Mikrofisika Awan Dan Hujan

Page 273: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

LAMPIRAN 2Tekanan Uap Jenuh di atas Air murni dan Es

0t ( C)c

Di atas ese (mb)i

Di atas aire (mb)s

0t ( C)c

Di atas aire (mb)s

– 40

– 38

– 36

– 34

– 32

– 30

– 28

– 26

– 24

– 22

– 20

– 18

– 16

– 14

– 12

– 10

– 8

– 6

– 4

– 2

0

0,128

0,161

0,200

0,249

0,308

0,380

0,467

0,572

0,698

0,850

1,03

1,25

1,51

1,81

2,17

2,60

3,10

3,68

4,37

5,17

6,11

0,189

0,232

0,284

0,346

0,420

0,509

0,613

0,737

0,883

1,05

1,25

1,49

1,76

2,08

2,44

2,86

3,35

3,91

4,54

5,27

6,11

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

22

24

26

28

30

32

34

36

38

40

6,11

7,05

8,13

9,35

10,72

12,27

14,02

15,97

18,17

20,63

23,37

26,43

29,83

33,61

37,79

42,43

47,55

53,20

59,42

66,26

73,77

Mikrofisika Awan Dan Hujan 249

Page 274: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

LAMPIRAN 3Daftar Simbol Huruf Latin dan Yunani

Simbol�� � Kejelasan

B�� � � � � � � Suku apung, B = T/T – 1

C�� � � � � � � Suku kondensasi

C � � � � � � � Koefisien seret yang memberi sifat aliranD

8 -1c�� � � � � � � � Kecepatan penjalaran gelombang elektromagnetik = 3 x 10 ms

c�� � � � � � � � Panas spesifik air cair

c �� � � � � � � Panas spesifik udara kering pada tekanan konstanp

c �� � � � � � Panas spesifik udara basah pada tekanan konstanpm

c �� � � � � � � Panas spesifik uap air pada tekanan konstanpv

c �� � � � � � � Panas spesifik udara kering pada volume konstanv

c �� � � � � � Panas spesifik udara basah pada volume konstanvm

c �� � � � � � � Panas spesifik uap air pada volume konstanvv

D�� � � � � � � Diameter leleh (melted diameter) keping salju

D�� � � � � � � Diameter aerosol, tetes awan, tetes hujan

D�� � � � � � � Koefisien difusi molekuler

d� � � � � � � � Diameter bulatan yang membatasi kristal es

E�� � � � � � � Efisiensi koleksi efektif

E Efisiensi koleksi rata-rata

E �� � � � � � � Koefisien (efisiensi) kolisi1

E �� � � � � � � Efisiensi Koalisensi2

e�� � � � � � � � Tekanan uap air

e�� � � � � � � Tekanan uap keseimbangan di atas larutan

e �� � � � � � � Tekanan uap jenuh di atas esi

e �� � � � � � � Tekanan uap jenuh di atas airs

250 Mikrofisika Awan Dan Hujan

Page 275: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

e (r)�� � � � � Tekanan uap jenuh di atas permukaan tetes sferiks

e (~)�� � � � � Tekanan uap jenuh di atas air datar (bulk water)s

F �� � � � � � � Gaya apung per satuan massaB

F �� � � � � � � Suku termodinamika yang berkaitan dengan difusi uapd

F �� � � � � � � Gaya gravitasional tetesG

F �� � � � � � � Suku termodinamika yang berkaitan dengan konduksi panasK

F �� � � � � � � Gaya seret fluida viskusR

f�� � � � � � � � Parameter Coriolis

G � � � � � � � Fungsi Gibbs untuk fasa 1, G = u + e - T1 1 1 s 1 1

g� � � � � � � � Percepatan gravitas

i�� � � � � � � � Faktor Van't Hoff

K�� � � � � � � Koefisien konduktivitas panas udara

L�� � � � � � � Panas laten penguapan

L �� � � � � � � Panas laten peleburanf

L �� � � � � � � Panas laten sumblimasis

M�� � � � � � � Massa udara lembap

M �� � � � � � Massa udara keringd

M �� � � � � � Massa zat laruts

M �� � � � � � Massa uap airv

M �� � � � � � Massa airw

m�� � � � � � � Massa tetes

m�� � � � � � � Massa kristal es

m � � � � � � � Berat molekuler zat laruts

m � � � � � � � Berat molekuler uap airv

m � � � � � � � Massa satu molekul0

N(D)�� � � � Distribusi kumulatif diameter partikel

N(D)�� � � � Distribusi ukuran tetes

Mikrofisika Awan Dan Hujan 251

Page 276: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

N�� � � � � � � Konsentrasi tetes yang terbentuk dalam updraft dengan

kecepatan w

N �� � � � � � � Jumlah inti per satuan volume yang diaktifkan pada kelewat c

jenuh kurang dari s.

N � � � � � � � Bilangan Avogadro yaitu jumlah molekul per mol0

n� � � � � � � � Jumlah molekul zat larut atau jumlah ion dalam zat larut

n� � � � � � � � Jumlah partikel per satuan volume udara

n� � � � � � � � Konsentrasi molekul-molekul uap air

n �� � � � � � � Jumlah molekul air0

p� � � � � � � � Tekanan atmosfer

p �� � � � � � � Tekanan udara keringd

Q�� � � � � � � Perbandingan campuran air total, Q = r + Xs

Q � � � � � � � Panas akibat akresi butiran cair kelewat dinginL

Q �� � � � � � � Panas yang hilang keudara melalui konduksis

Q � � � � � � � Panas yang diperoleh melalui sublimasiv

q� � � � � � � � Jumlah panas

q� � � � � � � � Kelembapan spesifik

q �� � � � � � � Kelembapan spesifik jenuhs

R�� � � � � � � Intensitas hujan (atau presipitasi)

R�� � � � � � � Jari-jari batu es

R�� � � � � � � Jari-jari tetes (drop) awan

RH�� � � � � � Kelembapan relatif

R �� � � � � � � Konstanta gas individu untuk udara keringd

R �� � � � � � � Bilangan Reynolde

R �� � � � � � � Konstanta gas individu untuk uap airv

r�� � � � � � � � Perbandingan campuran

r�� � � � � � � � Jari-jari butiran awan

252 Mikrofisika Awan Dan Hujan

Page 277: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

r � � � � � � � � Jari-jari kritis tetesc

r � � � � � � � � Perbandingan campuran jenuhs

r*�� � � � � � � Jari-jari kritis tetes larutan

S� � � � � � � � Rasio jenuh

S� � � � � � � � Efisiensi sapuan*S �� � � � � � � Rasio jenuh kritis*S – 1 �� � � � Kelewat jenuh kritis (s*)

S(D)� � � � � Distribusi kumulatif luas permukaan aerosol

s�� � � � � � � � Kelewat jenuh dalam persen

s � � � � � � Kelewat jenuh maksimummaks

T�� � � � � � � Temperatur parsel udara

T�� � � � � � � Temperatur udara permukaan

T�� � � � � � � Temperatur udara lingkungan

T �� � � � � � � Temperatur titik embund

T �� � � � � � � Temperatur kondensasi isentropikc

T �� � � � � � � Temperatur ekivalene

T �� � � � � � � Temperatur pada permukaan tetesr

T �� � � � � � � Temperatur batu ess

T �� � � � � � Temperatur bola basah adiabatiksw

T �� � � � � � � Temperatur virtualv

T � � � � � � � Temperatur bola basahw

u� � � � � � � � Kecepatan jatuh keping salju

u� � � � � � � � Energi dalam

u� � � � � � � � Komponen kecepatan horisontal arah x

u(R)�� � � � � Kecepatan terminal tetes

u(R)�� � � � � Kecepatan jatuh batu es dengan radius R

u(r)� � � � � � Kecepatan terminal butiran

Mikrofisika Awan Dan Hujan 253

Page 278: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

V�� � � � � � � Volume udara

V(D)�� � � � Distribusi kumulatif volume partikel

v� � � � � � � � Komponen kecepatan horisontal arah y

W�� � � � � � � Kadar air awan

w�� � � � � � � Kecepatan udara vertikal (updraft)

X�� � � � � � � Massa air cair

x �� � � � � � � Parameter dampak (the impact parameter)0

y �� � � � � � � Efisiensi kolisi linierc

Z�� � � � � � � Tinggi paras kondensasi

�� � � � � � � Volume spesifik, volume per satuan massa

� � � � � � � � Kemiringan garis dalam distribusi ukuran aerosol

= Rd/Rv Konstanta yang besarnya sama dengan 0,622

Entropi spesifik (per satuan massa)

, , �� � Entropi spesifik udara kering, uap air, dan air caird v w

�� � � � � � � Fungsi gamma

�� � � � � � � Viskositas kinematik udara

� � � � � � � � Perbandingan campuran kondensat dalam parsel udara

� � � � � � � � Viskositas dinamik udara

�� � � � � � � Perbandingan campuran kondensat dalam udara lingkungan

� � � � � � � � Temperatur potensial udara

�� � � � � � � Temperatur potensial ekivalene

�� � � � � � � Temperatur potensial ekivalen basahq

�� � � � � � � Temperatur potensial bola basahw

� � � � � � � � Densitas kristal es

� � � � � � � � Densitas parsel udara

� � � � � � � � Densitas udara lingkungan

�� � � � � � � Densitas udara keringd

254 Mikrofisika Awan Dan Hujan

Page 279: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

�� � � � � � � Densitas tetesL

�� � � � � � � Densitas uap lingkunganv

�� � � � � � Densitas uap pada permukaan batu esvR

� � � � � � � Densitas uap pada permukaan tetes dengan radius rvr

�� � � � � � Densitas uap jenuh permukaan tetes dengan radius rvrs

� � � � � � � Densitas uap jenuh lingkunganvs

�� � � � � � � Tegangan permukaan tetes

� � � � � � � � Parameter pertumbuhan

�� � � � � � � Parameter pertumbuhan kondensasi normalisasi1

Mikrofisika Awan Dan Hujan 255

Page 280: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar
Page 281: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

Biodata

Prof. Dr. Bayong Tjasyono HK., DEA., adalah

dosen tetap pada Program Sarjana Meteorologi,

Magister dan Doktoral Sains Kebumian, ITB dan

sebagai dosen luar biasa pada Program Pascasarjana

IPA, UPI, Bandung. Sekarang (2005 - 2007)

menjabat Ketua Kelompok Keahlian Sains

Atmosfer, ITB. Menyelesaikan studinya di ITB dan

memperoleh Sarjana Muda Geofisika dan

Meteorologi (1970), Sarjana Satu Geofisika dan Meteorologi (1971)

danSarjana Geofisika dan Meteorologi (1972). Diplome d’Etudes

Approfondies (DEA), Meteorologi, diraih dari Universite’ de Clermont,

Perancis (1976 - 1977) dan Doktor Meteorologi, dari Uiversitas yang

sama pada tahun (1977 - 1979). Dalam pengajaran, beliau memberi

kuliah di ITB, UPI Program Sarjana, Magister dan Doktoral dalam mata

kuliah Meteorologi, Klimatologi, Geosains, Georiksa (IPBA), Sains

Atmosfer, Meteorologi Monsun, Meteorologi Fisis dan Dinamis,

Modifikasi Cuaca, Mikrofisika Awan dan Hujan, dan Atmosfer

Ekuatorial. Membimbing Skripsi S1, Tesis S2, dan Promotor Disertasi

S3 dibidang Meteorologi dan Sains Atmosfer. Penelitian dalam bidang

Meteorologi dan Sains Atmosfer dibiayai oleh ITB, DPPM - P & K,

Bank Dunia, RUT, BMG, LAPAN, BPPT dan lain-lain. Beliau juga

Mikrofisika Awan Dan Hujan 257

Page 282: MIKROFISIKA AWAN DAN HUJAN - puslitbang.bmkg.go.idpuslitbang.bmkg.go.id/litbang/wp-content/uploads/2018/01/... · kecepatan jatuh terminal tetes relatif terhadap butiran awan, kadar

melakukan percobaan dan eksperimen bersama instansi riset lain seperti:

- � Peluncuran balon stratosfer di Watukosek, Jawa Timur, LAPAN

- � Percobaan Hujan Buatan di Waduk Jatiluhur (Jawa Barat), Waduk

Riam Kanan (Kalimantan Selatan), Gunung Kidul (Yogyakarta),

Soroako (Sulawesi Selatan), BPPT

- � Percobaan petir di Ciater, Bandung dan Kebun Teh Gunung Mas,

Bogor, kerjasama Universitas Jepang dan Indonesia (ITB,

LAPAN, PLN).

- � Monsoon Experiment, World Meteorological Organization

(WMO).

Hasil-hasil risetnya didesiminasikan melalui Prosiding seminar

nasional dan internasional, Jurnal Ilmiah, Buku Referensi, Buku Ajar

dan Laporan Riset. Pengabdian Pada Masyarakat, misalnya memberi

kursus, lokakarya dibidang meteorologi untuk media massa, instansi

riset dan lain-lain, seperti BMG, LAPAN, BPPT, Pusat Studi

Lingkungan Hidup, dan instansi lain yang terkait (penyiar radio,

Wartawan, Penyiar TV). Kunjunga Kerja (1996) ke Universitas Kyoto,

Universitas Nagoya, Institut Riset Meteorologi dan Badan Meteorologi

Jepang, serta memberi short course (kuliah singkat) di Universitas

Tokyo, tentang Iklim Benua Maritim Indonesia. Pengajar pada

International Summer Course, kerjasama ITB - Universitas

Kyoto,2004.

258 Mikrofisika Awan Dan Hujan