Midline Granuloma

26
BAB I PENDAHULUAN Midline granuloma adalah penyakit dangan lesi limfoproliferatif atipik disertai nekrosis dengan gambaran klinis dan patologi tertentu. Lesi tersebut kebanyakan ditemukan dan dimulai pada rongga hidung dan sekitarnya, meskipun dapat juga mengenai organ lain. Karena lesi terdapat pada garis tengah muka dan kerap menyebabkan kematian, maka secara klinis dinamakan sebagai ‘Lethal midline granuloma’. 1 Penyakit ini merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Insidens di Indonesia belum diketahui dengan pasti, namun dari beberapa literatur dikatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan di negara-negara belahan Timur dibandingkan negara belahan Barat. Midline granuloma biasanya timbul pada dekade ke empat dan ke lima, namun pernah dilaporkan terjadi pada usia dibawah 20 tahun dan di atas 70 tahun. Penyakit ini lebih banyak terdapat pada laki-laki dibandingkan wanita dengan perbandingan 2:1 sampai 8:1. 2,3 Dilaporkan terdapat 36 kasus selama 20 tahun di RS Royal National London. Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dilaporkan 16 kasus pada tahun 1988-1992. 2 Midline granuloma merupakan penyakit dengan gejala inflamasi lokal disertai pembentukan granuloma yang bersifat ulseratif dan destruktif yang progresif, bermanifestasi ganas, 1

description

midline granuloma

Transcript of Midline Granuloma

Page 1: Midline Granuloma

BAB I

PENDAHULUAN

Midline granuloma adalah penyakit dangan lesi limfoproliferatif atipik disertai nekrosis

dengan gambaran klinis dan patologi tertentu. Lesi tersebut kebanyakan ditemukan dan dimulai

pada rongga hidung dan sekitarnya, meskipun dapat juga mengenai organ lain. Karena lesi

terdapat pada garis tengah muka dan kerap menyebabkan kematian, maka secara klinis

dinamakan sebagai ‘Lethal midline granuloma’.1

Penyakit ini merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Insidens di Indonesia belum

diketahui dengan pasti, namun dari beberapa literatur dikatakan bahwa penyakit ini lebih

sering ditemukan di negara-negara belahan Timur dibandingkan negara belahan Barat. Midline

granuloma biasanya timbul pada dekade ke empat dan ke lima, namun pernah dilaporkan

terjadi pada usia dibawah 20 tahun dan di atas 70 tahun. Penyakit ini lebih banyak terdapat

pada laki-laki dibandingkan wanita dengan perbandingan 2:1 sampai 8:1.2,3

Dilaporkan terdapat 36 kasus selama 20 tahun di RS Royal National London. Di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta dilaporkan 16 kasus pada tahun 1988-1992.2

Midline granuloma merupakan penyakit dengan gejala inflamasi lokal disertai

pembentukan granuloma yang bersifat ulseratif dan destruktif yang progresif, bermanifestasi

ganas, mengenai rongga hidung, sinus paranasal, palatum dan midfasiai yang dapat meluas ke

jaringan sekitarnya.2,4

Pada tahun 1897 Mc Bride menemukan kasus iethai midline granuloma sebagai suatu

kasus yang jarang terjadi dan menarik perhatian. Kemudian pada tahun 1933 Stewart

menemukan kasus ini dan dia menamakannya dengan ‘Progressive lethal granulomatous

ulceration’ pada hidung, dan juga memberikan nama lainnya yaitu malignant granuloma,

granuloma gangrenosa, midline malignant reticulosis, nonhealing granuloma dan polimorfik

retikulosis. Pada tahun 1966, Eichel memberikan nama retikulosis polimorfik dan

membedakannya dengan limfoma maligna pada hidung.4,5

Penelitian terakhir menunjukan bahwa lethal midline granuloma termasuk ke dalam

limfoma non Hodgkin's yang berasal dari sel - T atau sel Natural Killer (NK). 6

BAB II

1

Page 2: Midline Granuloma

MIDLINE GRANULOMA

DEFINISI

Nasal Sel NK/Sel T limfoma menyebabkan lesi destruktif secara eksklusif terlokalisir

utamanya pada cavum nasal dan sinus paranasal. Nekrosis jaringan yang luas dapat muncul.

Proliferasi limfosit cenderung menjadi angiosentrik dan angiodestruktif. Sel asalnya sering sel

NK, tetapi pada beberapa kasus timbul dari sel T sitolitik (sel NK mirip sel T yang

mengekspresikan sel T intraseluler antigen-1 [TIA 1]), karenanya disebut nasal NK/Sel T

limfoma.5

ETIOLOGI

Penyebab pasti dari midline granuloma sampai saat ini belum diketahui. Diduga

penyakit ini berhubungan dengan infeksi virus Epstein-Barr yang ikut terlibat di dalam

mekanisme patogenesis terjadinya penyakit ini, dimana sel-sel limfoid pada retikulosis

polimorfik mengandung gen ataupun antigen virus Epstein-Barr.2

Dari beberapa penelitian dikatakan bahwa virus Epstein-Barr sering berhubungan

dengan lesi imunoproliferatif angiosentrik, khususnya di datam lesi derajat tinggi, dimana

virus itu kemungkinan berada di dalam sel-sel tumor. Dan dikatakan bahwa virus Epstein-

Barr mungkin ikut terlibat didalam transformasi lesi imunoproliferatif angiosentrik derajat

rendah.7

Dikatakan bahwa sel-T dan limfoma sel NK (Natural Killer) daerah sinonasal

mempunyai insidens yang tinggi untuk terinfeksi oleh virus Epstein-Barr. Virus itu dapat

diditeksi lebih kurang sebesar 1 % pada limfoma kulit, 13%-36% pada limfuma traktus

gastrointestinal dan 18% pada limfoma sel-T.8

Kim dkk dalam penelitian imunohistokimianya mendapatkan sel limfoid dalam

jumlah banyak, seperti sel plasma yang memperlihatkan aktivitas interleukin 6, dan mereka

menyimpulkan bahwa interleukin 6 ini kemungkinan berperan dalam proses pengrusakan

jaringan yang terjadi pada stadium dini.9

2

Page 3: Midline Granuloma

Pendapat lain mengatakan bahwa midline granuloma merupakan bentuk khusus dari

limfoma ekstranodal dengan manifestasi ulserasi dan destruksi, dan dapat mengalami

transformasi, menjadi limfoma pada 10% kasus.10,11

ANATOMI

Hidung luar : 12

Terdiri dari :

- Apeks, yaitu bagian dari puncak hidung.

- Dorsum nasi , adalah bagian ke atas dan belakang dari apeks.

- Kolumela, mulai dari apeks yaitu di posterior bagian tengah bibir dan terletak sebelah

distal dari kartilago septum.

- Nares anterior atau nostril, di sebelah latero superior dibatasi oleh ala nasi, dan di sebelah

inferior oleh dasar hidung.

Rangka hidung bagian luar terdiri dari : os nasal, prosesus frontal os maksila, kartilago

lateralis superior, kartilago lateralis inferior dan tepi ventral (anterior) kartilago septum nasi.

Septum nasi :

Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian posterior dibentuk oleh

lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum , premaksila dan

kolumela membranosa, bagian posterior dan inferior oleh os vomer, krista maksila, krista

palatina serta krista sfenoid. 12

Kavum nasi :

• Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus horisontal os palatum.

• Atap hidung terdiri dari : kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalis

os maksla, os etmoid dan os sfenoid. Sebagian besar di bentuk oleh lamina kribrosa.

• Dinding lateral, dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os lakrimalis,

konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior,

lamina perpendikularis os palatum dan lamina pterigoideus medial.

Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan nasofaring, terdapat di

kanan dan kiri septum. 12

3

Page 4: Midline Granuloma

Gambar 1. Kerangka luar hidung.12

GEJALA KLINIK

Berdasarkan perjalanan klinis dari midline granuloma, Stewart membagi gejala klinis dalam 3

fase, yaitu : 2,4,13

1. Fase awal atau fase prodromal : Adalah fase dimana terdapat keluhan sumbatan hidung,

ingus atau sekret yang encer. Berlangsung dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun.

Belum terdapat gejala klinis yang nyata.13

2. Fase kedua atau fase aktif : Fase dimana dijumpai sekret purulen yang berbau busuk atau

dapat bercampur darah dan disertai dengan keluhan hidung tersumhat. Adanya ulserasi

dapat menyebabkan perforasi septum dan palatum durum, yang biasanya terdapat di

bagian tengah. Muka menjadi bengkak dan baal. Pada kavum nasi terdapat krusta dan

sekuester dari tulang rawan dan tulang hidung. Dapat pula terjadi epistaksis masif jika lesi

mengenai dasar hidung dan septum. Kadang-kadang terjadi peningkatan suhu tubuh

seiring dengan pembentukan abses di daerah pipi. Gambaran khas fase ini adalah

terdapatnya destruksi masif pada daerah muka.13

4

Page 5: Midline Granuloma

3. Fase terminal :

Pasien masih mengalami demam dan mengeluh sering terjadi epistaksis berulang.

Destruksi dapat meluas dan menghancurkan hidung, pipi, mata dan bila perluasan ke

arah otak dapat menyebabkan kematian. Penderita akan meninggal disebabkan ofeh

terjadinya meningitis, sepsis dan perdarahan. 13

Gejala lainnya yang tidak spesifik adalah timbul keluhan demam, kelelahan, penurunan

berat badan dan keringat malam. Lesi dapat terjadi pada saluran napas atas saja atau

bersamaan dengan organ lain. Sebagian besar lesi terjadi di daerah hidung dan dapat

disertai dengan keluhan gangguan pada daerah sinus. Keterlibatan nasofaring bisa tanpa

gejala atau hanya berupa sakit ringan. Gejala di paru dapat menimbulkan keluhan

demam, batuk, nyeri dada dan hemoptisis. Sedangkan kerusakan pada kulit akan timbul

kemerahan yang berbentuk makulopapular sampai terjadi ulserasi terutama pada bagian

tubuh dan ekstremitas. Midline granuloma jarang sekali mengenai daerah traktus

gastrointestinal, sistim susunan saraf pusat dan ginjal. 13

Gambar 2. Lethal midline Granuloma Penyakit ini ditandai dengan gejala awal berupa hidung tersumbat

yang kronis dengan discharge purulen atau berdarah. 13

5

Page 6: Midline Granuloma

Gambar 3. Lethal midline Granuloma, kebanyakan limfoma ini dimulai di hidung, sinus, dan

langit-langit atau palatum. 13

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium rutin kurang mempunyai nilai di dalam menegakkan

diagnosis, namun dibutuhkan untuk menyingkirkan penyakit lainnya. Satu-satunya

pemeriksaan yang sangat membantu adalah nilai sedimentasi eritrosit. Adanya peningkatan

sedimentasi eritrosit lebih dari 60mm dalam 1 jam pertama terjadi pada 90% pasien-pasien

dengan retikulosis polimorfik.4

Pemeriksaan laboratorium urinalisa dibutuhkan untuk mengetahui fungsi ginjal. Secara

radiologis gambaran yang menonjol adalah adanya gambaran erosi tulang, terdapatnya

perforasi septum nasi dan adanya destruksi. Gambaran massa yang jelas jarang terlihat,

biasanya tampak bayangan keputihan/opak di daerah kavum nasi atau sinus paranasal. 5

Tomografi komputer dan MRI dapat membantu diagnosis dini, evaluasi perluasan

penyakit dan keterlibatan organ organ disekitarnya seperti sinus-sinus dan orbita, serta

perluasan ke intrakranial. MRI sangat baik untuk membedakan massa atau cairan di dalam

sinus paranasal. Penilaian yang tepat mengenai perluasan penyakit diperlukan untuk

perencanaan radioterapi.11,14

Secara radiologis tidak dapat membedakan antara midline granuloma dengan penyakit

granuloma lainnya seperti penyakit granulomatosis Wegener.11

HISTOPATOLOGI

6

Page 7: Midline Granuloma

Midline granuloma merupakan limfosit sel-T dimana tidak terdapat pertanda sel-B.

Limfoma sel-T mengandung pertanda sel-T berupa CD3, CD45RO dan CD43. Gambaran

histologis dari retikulosis polimorfik adalah reaksi radang akut atau kronis yang tidak khas

dengan histiosit atipik, disertai penyebaran jaringan nekrotik yang tanipak jeias dan menonjol. 2

Midline granuloma menunjukan serbukan berbagai macam sel atipik dalam lamina

propria di sekitar kelenjar mukosa disertai nekrosis koagulativa. Serbukan sel atipik terdiri dari

sel limfosit kecil, sel limfosit matur, imunoblas, sel plasma, eosinofil dan histiosit. Ciri lainnya

adalah infiltrasi sel atipik ke sekitar pembuluh darah (angiosentrik) dan ke dalam dinding

pembuluh darah (angioinvasif). Infiltrasi sel atipik ke dalam dinding pembuluh darah. akan

menyebabkan destruksi dinding pembuluh darah. Nekrosis dapat terjadi di sekitar pembuluh

darah atau dapat mengenai epitel permukaan sehingga menimbulkan ulserasi mukosa dan dapat

pula mengenai jaringan yang lebih dalam hingga mencapai tulang rawan atau tulang. Ulserasi

dapat pula mengenai kulit muka dan dapat bersifat progresif. 1,15,16

Semula dikenal 2 jenis corak histologi yang utama, yaitu tipe Wegener atau disebut

sebagai granuloma sel datia dengan atau tanpa arteritis, dan tipe Stewart atau disebut sebagai

granuloma pleomorfik dan histiositik. 17,18

Pada semua limfoma sel-T telah terbukti adanya virus Epstein-Barr. Pada limfoma sel-

T tidak terdapat peningkatan titer serum Ig A viral capsid antigen virus Epstein-Barr, dimana

hal ini ditemukan pada virus Epstein-Barr yang terdapat pada karsinoma nasofaring. 7,19,20

Harabuchi dkk dan Arber dkk sebagaimana dikutip oleh Mishima dkk, dengan

menggunakan pemeriksaan kombinasi Southern blot dan in situ hybridization analyses,

mendapatkan gen virus Epstein-Barr selalu ditemukan pada sel limfoma sef-T yang

berproliferasi.15,21

7

Page 8: Midline Granuloma

Gambar 4. Histologi midline granuloma nasofaring.3

DIAGNOSIS

Diagnosis midline granuloma ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Diagnosis ditegakan selain dari gejala klinis, juga oleh berbagai pemeriksaan penunjang,

diantaranya :

Endoskopi

o Endoskopi hidung ditemukan ulserasi 2-5 cm di pertengahan palatum anterior

disertai sekret kotor-berbau. 14

Pada biopsi

o Biopsi sumsum tulang bilateral biasanya tidak ada bukti infiltrasi dari limfoma.

o Biopsi superfisial ulangan pada ulkus akan di temukan jaringan nekrotik saja

tanpa organisme yang infeksius atau neoplasia.

o Biopsi terbuka pada lesi akan ditemukan ulserasi disertai infiltrasi campuran sel-

sel limfoid berbagai ukuran (sel-sel pleomorfik atipikal) dan juga jaringan

nekrosis koagulatif.14

Pemeriksaan laboratorium darah

8

Page 9: Midline Granuloma

o Pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar darah rutin (mungkin ditemukan

anemia,limfositopenia), tes fungsi hati termasuk kadar laktat dehidrogenase

(LDH) dimana bila ditemukan peningkatan LDH berhubungan dengan prognosis

yang jelek, tes fungsi ginjal, kadar asam urat dan kalsium, dan titer EBV

Hibridisasi in situ Epstein Barr yang telah dikode tampak pewarnaan inti

pada sebagian dari sel-sel limfoid berukuran sedang dan besar.

Analisa darah lengkap biasanya Normal

Ureum darah, kreatinin, bilirubin dan transaminase normal

Laktatdehidrogenase ↑↑ ( N : 200-400 U/L).

Hipoalbuminemia (N : 42-54 g/L). 14

Pemeriksaan imunohistokimia dan flow-sitometri

o Pemeriksaan imunohistokimia dan flow-sitometri akan didapatkan

petanda/marker yang berhubungan dengan sel T, seperti CD2, CD3, CD7,

CD45RO, dan CD43. 

o Pada tumor ini juga sering didapatkan marker sel NK yaitu CD56. 

o Pemeriksaan imunohistokimia ini juga menegaskan asal tumor dari sel T atau sel

NK, dan tidak ditemukan marker dari sel B. Secara genotip, limfoma sel T/NK di

traktus aerodigestivus atas kebanyakan berasal NK, dan hanya sedikit yang

berasal dari sel T. Kira-kira 80% berasal dari sel NK, dan 10-30% berasal dari sel

T. 14

Pencitraan

o Pada pemeriksaan radiologis foto tampak destruksi tulang midfacial disertai

relatif sedikit penebalan jaringan lunak yang berhubungan dengannya. 14

CT scan dan MRI

9

Page 10: Midline Granuloma

o Pemeriksaan ini CT-Scan digunakan untuk mengetahui perluasan lesi dan

menentukan staging dari lethal midline Granuloma. Bila lethal midline

Granuloma dicurigai meluas ke intrakranial, MRI mungkin berguna untuk

mendeteksi perluasan tersebut. 14

Diagnosis pasti midline granuloma ditegakkan berdasarkan pemeriksaan patologi

anatomi melalui biopsi yang diambil pada daerah lesi. Biopsi jaringan merupakan pemeriksaan

yang sangat menentukan di dalam menegakkan diagnosis midline granuloma. Biopsi yang

berulang-ulang seringkali diperlukan dalam usaha untuk menegakkan diagnosis midline

granuloma. Biopsi yang terlalu superfisial dari ulkus seringkali menunjukan diagnostik reaksi

inflamasi akut dan kronis dengan nekrosis. Perhatian utama adalah kesulitan dalam

membedakan midline granuloma dengan tumor traktus respiratoris bagian atas yang

disebabkan oleh nekrosis atau inflamasi, sehingga biopsi gagal menunjukan adanya suatu

keganasan yang mendasarinya.4

Pada dasarnya sulit sekali untuk membuktikan diagnosis secara histologik karena

granuloma tersebut dikelilingi oleh banyaknya jaringan inflamasi dalam area yang

mengalami ulseratif masif. Sehingga untuk mendapatkan jaringan yang representatif

diperlukan pengambilan biopsi yang dalam dan mengambil sedikit jaringan yang sehat. 14

Akhir-akhir ini terdapat pemeriksaan imunohistokimia dengan menggunakan tehnik

imunofluoresensi dan analisis DNA untuk menemukan human perifer T-cell. Pemeriksaan

kultur jaringan dapat dilakukan untuk menyingkirkan kelainan granulomatosis karena proses

spesifik.22

DIAGNOSIS BANDING

Terdapat empat penyakit yang sulit dibedakan, walaupun sudah diperoleh gambaran

histopatologinya, yang disebut dengan istilah "Lethal Midline Granuloma Syndrome".

Penyakit-penyakit tersebut adalah Idiopathic Midline Destrucfive Diseases, Polimorfic

Reticulosis, Non Hodgkin's Lymphoma dan Wegener's Granulomatosis. Gambaran

histopatologis Idiopathic midline destructive disease adalah terlihatnya infiltrat; sel-sel

radang dan tidak terdapatnya sel-sel atipik. Gambaran histopatologis midline granuloma

adalah terlihatnya infiltrasi selsel radang dan sel-sel atipik limfoproliferatif dengan susunan

10

Page 11: Midline Granuloma

angiosentrik. Sel-sel atipik cenderung menyerupai histiosit dengan sitoplasma dan inti selnya

pleomorfik. Gambaran histopatologis Non Hodgkin's lymphoma adalah hampir sama dengan

midline granuloma, hanya saja susunan sel-sel yang terinfiltrasi tidak angiosentrik.

Gambaran histopatologis Wegeners granulomatosis adalah terlihat gambaran yang berbeda

dengan lainnya yaitu adanya vaskulitis. 22,23

Dengan melihat gambaran histopatologis penyakit-penyakit tersebut maka dapatlah

diketahui bahwa ada perbedaan yang jelas antara Wegener granulomatosis dengan ketiga

penyakit lainnya, yang selanjutnya ketiga penyakit tersebut disebut sebagai "Lethal midline

graruloma syndrome non Wegener granulomatosis". 22

Ketiga penyakit ini sulit dibedakan, namun hal ini tidak perlu dirisaukan oleh karena

ketiga penyakit ini memberikan respons terapi yang baik dengan radiasi. 2

PENATALAKSANAAN

Seperti limfoma yang lain, reseksi bedah dari limfoma sinonasal tidak dianjurkan. Pada

awalnya sebagian besar kasus lethal midline granuloma diterapi dengan radioterapi lokal dosis

rendah yang bervariasi dalam usaha untuk menghentikan atau mengurangi progresivitas

penyakit ini. Banyak pasien yang diterapi dengan cara ini menjadi bebas dari penyakit, namun

tidak mengobati penyakit dalam jangka panjang, setelah dilakukan pen -leriksaan lanjutan

dalam jangka panjang. Penelitian terakhir menyelidiki efektivitas dari radioterapi itu sendiri di

dalam mengobati limfoma non Hodgkin's di traktus sinonasal dan ternyata mempunyai risiko

yang tinggi di dalam terjadinya rekurensi, baik lokal maupun di tempat lain. 23

Hasil dan angka bertahan hidup yang terbaik adalah dengan penggunaan kombinasi

kemoterapi dangan radioterapi lokoregional. Pendekatan ini lebih baik bila dibandingkan

dengan kemoterapi saja.15

Harrison (1974) dan Fauci (1976) berpendapat bahwa sampai sekarang pengobatan

midline granuloma yang disetujui dan memberikan hasil lebih baik adalah dengan pemberian

radiasi dengan dosis tumor 5000-6000 cG. Berdasarkan Clinicopathological Conference (1963)

pengobatan dengan operasi tidak akan menghentikan proses penyakit ini. 2,23,24

Midline granuloma yang terlokalisasi pada satu daerah di traktus respiratorius bagian

atas, terapi radiasi merupakan terapi pilihan. Midline granuloma merupakan tumor yang

bersifat radiosensitif. Terapi radiasi lapangan luas termasuk hidung, palatum dan seluruh

11

Page 12: Midline Granuloma

sinus paranasal digunakan dengan sinar supervoltage. Pengobatan dengan kemoterapi

diberikan pada kasus-kasus dimana kelainan sudah menyebar ke daerah lainnya. 4 , 1 1 , 2 5

Pasien-pasien yang mendapatkan terapi radiasi, menyebabkan kulit menjadi

kemerahan dan terjadinya mukositis pada daerah lapangan penyinaran. Beberapa pasien akan

mengalami alopesia. Bila rongga orbita terkena dalam lapangan penyinaran maka akan

menyebabkan pandangan menjadi kabur. 23

Terapi penunjang untuk pasien ini adalah dengan mencegah timbulnya infeksi

sekunder pada daerah sinus paranasal. Irigasi dengan larutan saline dan pembersihan jaringan

yang rusak secara rutin akan efektif untuk mencegah timbulnya infeksi sekunder sinus

paranasal. Bila terjadi infeksi biasanya disebabkan oleh kuman stafilokokus aureus yang

mendapatkan respon dengan terapi medikamentosa.4

KOMPLIKASI

Komplikasi tidak dapat dipisahkan dengan perluasan intrakranial (penyakit stadium

terminal), perdarahan yang tak terkontrol dan kematian, iatrogenic injury terhadap struktur vital,

dan transfusi perioperative. 13

Komplikasi lainnya meliputi: perdarahan yang banyak (excessive bleeding). Transformasi

keganasan (malignant transformation). Kebutaan sementara (transient blindness) sebagai hasil

embolisasi, namun ini jarang terjadi. Osteoradionecrosis dan atau kebutaan karena kerusakan

saraf mata dapat terjadi dengan radioterapi. 14

PROGNOSIS

Secara umum prognosis midline granuloma adalah buruk. Kekambuhan atau

perluasan akan lebih memperburuk prognosis.14

12

Page 13: Midline Granuloma

BAB III

KESIMPULAN

Midline Granuloma merupakan penyakit yang jarang ditemukan di Negara belahan barat

dibandingkan di Negara belahan timur. Biasanya timbul di dekade ke empat dan ke lima dan

lebih banyak ditemukan pada laki-laki.

Penyebab dari midline granuloma sampai saat ini belum diketahui tetapi diduga

berhubungan dengan infeksi virus Epstein-Barr yang ikut terlibat dalam mekanisme pathogenesis

penyakit ini, dimana sel-sel limfoid pada retikulosis polimorfik mengandung gen ataupun antigen

virus Epstein-Barr. Pendapat lain mengatakan midline granuloma merupakan bentuk khusus dari

limfoma ekstranodal dengan manifestasi ulserasi dan destruksi, dan dapat mengalami

transformasi, menjadi limfoma pada 10% kasus.

Diagnosis midline granuloma ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari gejala klinis bias dilihat dalam fase

prodromal dengan keluhan sumbatan hidung, ingus atau secret yang encer; fase aktif dijumpai

secret purulen berbau busuk dapat bercampur darah dan khas pada fase ini adalah terdapatnya

destruksi massif pada daerah muka; fase terminal terdapat demam,sering epistaksis dan destruksi

dapat meluas dan menghancurkan hidung, pipi, mata dan jika ke otak dapat menyebabkan

kematian. Pemeriksaan penunjang yang sangat membantu adalah peningkatan sedimen eritrosit

lebih dari 60 mm dalam 1 jam pertama terjadi pada 90% pasien dengan retikulosis polimorfik.

Secara radiologis tidak dapat membedakan antara midline granuloma dengan penyakit

granuloma lainnya seperti granulomatosis Wegener. Gambaran histopatologi Midline granuloma

menunjukkan serbukan berbagai macam sel atipik dalam lamina propia disekitar kelenjar

mukosa disertai nekrosis koagulativa.

13

Page 14: Midline Granuloma

Pada awalnya sebagian besar kasus lethal midline granuloma diterapi dengan radioterapi

lokal dosis rendah, namun tidak mengobati jangka panjang bahkan mempunyai resiko terjadinya

rekurensi pada limfoma non Hodgkin’s ditraktus sinonasal. Sampai sekarang pengobatan yang

disetujui adalah dengan radiasi dosis tumor 5000-6000 cG. Irigasi saline dan pembersihan

jaringan yang rusak secara rutin akan efektif mencegah timbulnya infeksi sekunder.

Prognosis secara umum adalah buruk diperberat dengan kekambuhan dan perluasan.

14

Page 15: Midline Granuloma

DAFTAR PUSTAKA

1. Kurniawan A.N. Retikulosis Polimorfik Telaah Retrospektif. Majalah Patologi Vol. 9, No.

1-2, Jan - April 2000 : 37 - 40.

2. Kwardinawati M, Wiratno. Hasil Pengobatan Lethal Midline Granuloma di Bagian THT

RSUP Dr. Kariadi, Semarang. Makalah Bebas Onkologi Konas Semarang : 1251 - 62.

3. Ballenger J.J. Wegener's Granulomatosis. In Ballenger J.J, Snow J. B. Otorhi-

nolayngology Head and Neck Surgery 15 ed. William & Wilkins. A Lea & Febiger

Book. Baltimore Philadelphia, Hongkong, London, Munich, Sydney, Tokyo A Waveriy

Company, 1996 :131 - 2.

4. Thawley S.E. Lethal Midline Granuloma - Polymorphic Reticulosis. In Thawley S.E,

Panje W.R. Comprehensive Management of Head and Neck Tumors. W.B. Saunders

Company. Philadelphia, London, Toronto, Mexico City, Rio de Janeiro, Sydney, Tokyo,

Hongkong, 1987 : 1871 - 3.

5. Ishii Y, Yamanaka N, Ogawa K et al. Nasal T-Cell Lymphoma as a Type of so called

"Lethal Midline Granuloma" Cancer, SO : 1982 : 2336 - 44.

6. Yamaguchi M, Kita K, Miwa H et al. Frequent Expression of P-Glycoprotein / MDRI by

Nasal T-Cell Lymphoma Cells. Cancer, December 1., 1995, Vol. 76, No. 11 .2351 - 6.

7. Vidal R.W, Devaney K, Feriito A et al. Sinonasal Malignant Lymphomas : A Distinct

Clinicopathological Category. Ann Otol Rhinol Laryngol 108:1999 : 411-9.

8. Medeiror L.J, Jaffe E.S, Yuan Chen Y, Weiss L.M. Localization of Epstein-Barr Viral

Genomas in Angiocentric Immunopioliferative Lessions. Am. J. Surg. Pathol. Vol. 16,

No.S, 1992 : 439-47.

15

Page 16: Midline Granuloma

9. Wenig B.M. Sinonasal Tract Malignant Lymphoma. In Harrison L.B, SPSSions R.B, Hong

1N.K. Head & Neck Cancer. A Multidisciplinay Approach. LippincottRaven. Philadelphia

1999 : 328 - 30.

10. Davison S.P, Habermann T.M, Stricler J.C et al. Nasal and Nasopharyngeal Angiocentric

T-Cell Lymphomas. Laryngoscope 106 : February 1996 : 139 - 43.

11. Duorrch K.M Cabane J Raveao V Arnm N Tubiana J.M. Lethal Midline Granuloma:

Impact of Imaging Studies on the Investigation and Management of Destructive Midfacial

Disease in 13 Patients. Head and Neck Radiology. Neuroradiology (1992) 34 : 155 - 61.

12. Ballenger J.J. Hidung dan Sinus Paranasal. Aplikasi Klinis Anatomi dan Fisiologi Hidung

dan Sinus Paranasal. In Ballenger J.J. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan

Leher, Edisi 13, Jilid satu, 1987 :1-27. 13. Knudsen S.J, Bailey B.J. Midline Nasal

Masses in Bailey B.J. Head and Neck Surgery - Otolaryngology Lippincott Company.

Philadelphia 1993 : 329 - 41.

14. Graboyes J.H. T-Cell Lymphoma. in Thawley S.E, Panje W.R, Batsakis J.G,

Lindberg R.D. Comprehensive Management of Head and NeckTumors. Vol. 2. W.B.

Saunders Company. Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo, 1999 :

1970-6.

15. Sheahan P, Donnelly M, Reilly S.O, Murphy M. T / NK Cell Non-Hodgkin's Lymphoma

of the Sinonasal Tract. Pathology in Focus. J. Laryngol & Otol. December 2001 : Vol.

115 : 1032-5.

16. Myers E.N, Suen J.Y. Non Healing Granuloma of the Upper Respiratory Tract. In Myers

E.N, Suen J.Y. Cancer of the Head and Neck. Second ed. Churchill Livingstone New

York, Edinburg, London, Melbourne : 1989 : 844 - 9.

17. Calcatera T.C, Wang M.B, Sercanz J.A. Unusual Tumor. In Myers E.N, Suen J.Y.

Cancer of the Head and Neck Third ed. W.B. Saunders Company. Philadelphia, London,

Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo : 1996 : 665 - 6.

18. Mishima K, Horiuchi K, Kojya S et al. Epstein-Barr Virus in Patients with Pofymorphic

Reticulosis (Lethal Midline Granuloma) from China and Japan. Cancer. June 15, 1994,

Vol. 73, No. 12 : 3041 - 6.

16

Page 17: Midline Granuloma

19. Cleary K. R, Batsakis J. B. Pathology Consultation. Sinonasal 'Lyrnphomas. Ann

Otol Rhinol Laryngol 103 : 1994 : 911 -4.

20. Harabuchi Y, Yamanaka N, Kataura A et al Ebstein-Barr Virus in Nasal T-Cell

Lymphomas in Patients with Lethal Midline Granulorna. The Lancet. Jan. 20. 1999 : 128

-30.

21. Munir M, Roezin A, Wardani R.S, Kurniawan A.N. Lethal Midline Granuloma. Asean

Otorhinolaryngol - Head & Neck Surg. J. Vol. 1, No. 1, Jan - Maret 1997 : 40 - 5.

22. Gaulard P, Henni T, Marollean J.P et al. Lethal Midline Granuloma (Polymorphic

Reticulosis) and Lymphomatoid Granulomatosis. Cancer, 62 : 1988 : 705 - 10.

23. Asmara S, Soenarto : Pengobatan Lethal Midline Granulorna dengan Radiasi Dosis

Tumor. Kumpulan Naskah Kongres Nasional XI, Yogyakarta, 4-7 Oktober 1995, 896 -

902.

24. Ho P.S, Choy D, Loke S.L. Polymorphic Reticulosis and Conventional Lymphomas of

the Nose and Upper Aerodigestic Tract. Human Pathology Vol. 21, No.10 (October

1990) : 1041 - 50.

25. Wenig B.M. General Principles of Head and Neck Pathology. In Harrison L.B, Sessions

R.B, Hong W.K. Head and Neck Cancer. A Multidisciplinary Approach. LippincottRaven.

Philadelphia-New York : 1999 : 253 -333.

17

Page 18: Midline Granuloma

18