MI/ANGGA YUNIAR Ban Digembok hanya G - ftp.unpad.ac.id · kebijakan menggembok ban dan menderek...

1
U PAYA Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menertibkan kendaraan yang parkir di sembarang tempat dengan menggembok dan menderek kendaraan kini tak terdengar lagi pelak- sanaannya. Mengapa proyek ini gagal dan tidak efektif menyelesaikan masalah? Untuk mengupas hal itu, Muhammad Fauzi dari Media Indonesia mewawancarai Tulus Abadi, anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta. Berikut pe- tikannya. Sejauh ini bagaimana eva- luasi terhadap penertiban parkir liar dengan cara menggembok dan menderek kendaraan? Minimnya sosialisasi dan tingkat efektivitasnya yang rendah saat ini merupakan kendala yang paling dominan dipersoalkan. Inti permasalah- an sebenarnya tidak sebatas kurangnya sosialisasi atau ren- dahnya efektivitas, karena tin- dakan menggembok kendaraan tidak bisa dengan hanya dilihat dari kacamata teknis. Masalah timbul karena inti persoalannya tidak digarap. Tanpa menyen- tuh inti persoalan, tindakan menggembok kendaraan ini ibarat menegakkan benang basah saja. Jadi apa yang kurang dalam kebijakan menggembok ban dan menderek kendaraan yang parkir sembarangan? Pertama, lahan parkir tidak disediakan secara memadai. Jumlah kendaraan yang setiap tahun terus bertambah tidak dikelola dan diantisipasi de- ngan baik oleh Pemprov DKI Jakarta dengan menyediakan lahan parkir. Kedua, gedung-gedung di Jakarta harus diaudit apakah memiliki lahan parkir yang memadai atau tidak. Aturan itu ada saat pengajuan izin mendi- rikan bangunan. Kalaupun punya, apakah cukup memadai jika diban- dingkan dengan jumlah karya- wan atau konsumen yang me- nyambangi tempat publik tersebut. Contohlah Jepang, setiap warga yang ingin memiliki mobil harus memiliki garasi di rumahnya. Jika tidak ada, jangan ber- mimpi bisa memboyong mobil ke rumahnya. Bandingkan de- ngan perilaku warga Jakarta, yang gemar menjadikan jalan raya sebagai garasi. Bukankah Pemprov DKI Jakarta sudah menyiapkan gedung parkir agar kendaraan tidak diparkir sembarangan? Di mana gedung parkir itu? Baru ada beberapa saja, bisa dihitung dengan jari. Kalaupun ada, seperti yang di Pasar Baru, kondisinya kotor, tidak terurus seperti rumah hantu. Siapa yang mau memarkir kendara- annya di sana. Penggembokan dan pende- rekan kendaraan tanpa disertai penyiapan lahan parkir sama saja bohong. Itu bentuk pelarian atas kegagalan manajemen pe- ngelolaan perparkiran di Ja- karta. Idealnya, perparkiran merupakan bagian dari solusi dari sistem transportasi. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, perparkiran justru menjadi benalu (part of the problem) dari sistem transportasi itu sendiri. Bagaimana seharusnya? Seharusnya tidak ada yang boleh parkir di bahu jalan. Prin- sip pengelolaan perparkiran adalah off street parking, bukan on street parking. Konyolnya di Jakarta dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1999 tentang Per- parkiran di DKI Jakarta malah membolehkan parkir di bahu jalan. Pengelolaan perparkiran-- dalam konteks kota besar--se- harusnya menganut paradigma off street parking, yaitu parkir yang dilokalisasi pada sebuah gedung atau taman parkir, bu- kan di bahu jalan (apa pun jenis dan kelas jalan). Jalan dibuat bukan untuk parkir, melainkan untuk sarana mobilitas peng- guna jalan. Apalagi jumlah ruas jalan di Jakarta masih amat minim, ha- nya 8% dari total luas wilayah Jakarta. Lihatlah luas ruas jalan di Singapura, yang sudah menca- pai titik ideal, yaitu 15% dari 22 JUMAT, 4 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA F OKUS M E MENGGEMBOK BAN: Petugas Dinas Perhubungan Kota Jakarta menggembok ban mobil yang parkir sembarangan di Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (27/1). Banyaknya kegiatan parkir liar di wilayah Jakarta menjadi salah satu penyebab kemacetan jalan. Meski telah diimbau agar tidak parkir di sembarang tempat, masih banyak masyarakat yang tak memedulikan peraturan tersebut. MI/ANGGA YUNIAR Pengelola Tempat Publik Harus Menyediakan Lah Ban Digembok hanya G Berbagai kegiatan dilakukan Pemerintah Provinsi DKI untuk mengatasi kemacetan. Namun, hasilnya tak pernah maksimal. MATHIAS BRAHMANA M ASIH ingat aksi Timin? Staf Kelu- rahan Pasar Rebo, Jakarta Timur, itu menggergaji sling besi gembok milik Dinas Perhubungan DKI. Timin kesal karena baru 1 jam parkir di depan Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, ban mobilnya langsung digembok patroli Dinas Perhu- bungan (Dishub) DKI. Siang itu, Timin dan empat rekannya punya urusan di Biro Keuangan Pemprov DKI. Ia kesulitan mendapatkan tempat parkir dalam halaman gedung Balai Kota ataupun DPRD DKI. “Lalu saya diarahkan tukang parkir ke sini,” kata Timin. Saat Timin berada di ruangan biro keuangan, petugas patroli Dishub DKI membunyikan si- rene. Seluruh pegawai yang memarkirkan kendaraan di tempat parkir pinggir jalan seketika memindahkan ke parkir Taman Silang Monas. Ternyata Timin, pemilik Ford Laser warna biru muda B 2681 XQ, tak muncul-muncul. Ka- rena waktu selama 15 menit sebagai batas toleransi telah berakhir, petugas pun menggembok ban sedan terse- but. Bukan hanya menggembok, petugas Dishub DKI juga me- nempelkan surat segel di kaca depan sebelah kanan bawah. Timin tak gusar. Ia mengeluar- kan gergaji dan secara bergan- tian dengan temannya membe- lah sling gembok. Setelah sele- sai, mereka pergi. Jika aparatur sendiri melaku- kan perlawanan terhadap pera- turan yang diterbitkan pimpi- nannya, masyarakat pun akan mengikuti. Terbukti, larangan parkir di pinggir jalan tak lagi dipatuhi pengendara meskipun di bawah ancaman digembok atau diderek. Awalnya takut Pemerintah Provinsi DKI menerbitkan aturan akan menggembok atau menderek kendaraan yang parkir di jalan terhitung sejak 2 Mei 2008. Awal-awalnya, masyarakat memang takut. Belakangan, tak lagi menganggap aturan itu ada. Kawasan Jalan HOS Cokro- aminoto, Menteng, Jakarta Pusat, misalnya, langsung rapi dan tertib ketika aturan diber- lakukan. Pengendara memarkir mobil di gedung parkir yang sudah disiapkan. Pengusaha yang menanamkan investasi untuk membangun gedung parkir di kawasan elite itu pun lega. Begitu juga di sepanjang Jalan Hayam Wuruk hingga Glodok, Jakarta Barat. Awalnya kendaraan masuk ke parkir gedung, belakangan kembali lagi meramaikan pinggir jalan. Suku Dishub Jakbar meng- aku belum maksimal mena- ngani kendaraan yang parkir sembarangan. “Personel hanya 30 orang dan sekarang kami konsentrasi ke kawasan per- singgungan busway dengan angkutan umum,” ujar Murta, staf Penertiban Sudin Dishub Jakbar, Selasa (1/2). Dishub Jakbar mengagenda- kan operasi gabungan pada 7 Februari 2011. Semua kenda- raan yang parkir sembarangan mulai dari wilayah Grogol, Hayam Wuruk, hingga Glodok, akan ditindak. Jalan Raya Kemang, Bangka, Mampang, Jaksel, pada jam makan siang, kini luar biasa macet. Kendaraan berjubel di pinggir jalan membuat ruas Jalan Kemang Raya yang sudah sempit menjadi tertutup. Jalan yang bisa dilintasi hanya ting- gal satu ruas. Bajaj ikut pula menambah keruwetan lalu lintas di Ke- mang. Nono, sopir bajaj, meng- aku di tempat itulah dia sehari- PARKIR SEMBARANGAN: Kendaraan parkir di pinggir Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Barat, Selasa (1/2). Banyaknya kali menyebabkan kesemrawutan dan kemacetan.

Transcript of MI/ANGGA YUNIAR Ban Digembok hanya G - ftp.unpad.ac.id · kebijakan menggembok ban dan menderek...

Page 1: MI/ANGGA YUNIAR Ban Digembok hanya G - ftp.unpad.ac.id · kebijakan menggembok ban dan menderek kendaraan yang parkir sembarangan? Pertama, lahan parkir tidak disediakan secara memadai.

UPAYA P e m e r i n t a h Provinsi DKI Jakarta menertibkan kendaraan

yang parkir di sembarang tempat dengan menggembok dan menderek kendaraan kini tak terdengar lagi pelak-sanaannya. Mengapa proyek ini gagal dan tidak efektif menyelesaikan masalah? Untuk mengupas hal itu, Muhammad Fauzi dari Media Indonesia mewawancarai Tulus Abadi, anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta. Berikut pe-tikannya.

Sejauh ini bagaimana eva-luasi terhadap penertiban

parkir l iar dengan cara menggembok dan menderek kendaraan?

Minimnya sosialisasi dan tingkat efektivitasnya yang rendah saat ini merupakan kendala yang paling dominan dipersoalkan. Inti permasalah-an sebenarnya tidak sebatas kurangnya sosialisasi atau ren-dahnya efektivitas, karena tin-dakan menggembok kendaraan tidak bisa dengan hanya dilihat dari kacamata teknis. Masalah timbul karena inti persoalannya tidak digarap. Tanpa menyen-tuh inti persoalan, tindakan menggembok kendaraan ini

ibarat menegakkan benang basah saja.

Jadi apa yang kurang dalam kebijakan menggembok ban dan menderek kendaraan yang parkir sembarangan?

Pertama, lahan parkir tidak disediakan secara memadai. Jumlah kendaraan yang setiap tahun terus bertambah tidak dikelola dan diantisipasi de-ngan baik oleh Pemprov DKI Jakarta dengan menyediakan lahan parkir.

Kedua, gedung-gedung di Jakarta harus diaudit apakah memiliki lahan parkir yang

memadai atau tidak. Aturan itu ada saat pengajuan izin mendi-rikan bangunan.

Kalaupun punya, apakah cukup memadai jika diban-dingkan dengan jumlah karya-wan atau konsumen yang me-nyambangi tempat publik tersebut.

Contohlah Jepang, setiap warga yang ingin memiliki mobil harus memiliki garasi di rumahnya.

Jika tidak ada, jangan ber-mimpi bisa memboyong mobil ke rumahnya. Bandingkan de-ngan perilaku warga Jakarta, yang gemar menjadikan jalan raya sebagai garasi.

Bukankah Pemprov DKI Jakarta sudah menyiapkan gedung parkir agar kendaraan tidak diparkir sembarangan?

Di mana gedung parkir itu? Baru ada beberapa saja, bisa dihitung dengan jari. Kalaupun ada, seperti yang di Pasar Baru, kondisinya kotor, tidak terurus seperti rumah hantu. Siapa yang mau memarkir kendara-annya di sana.

Penggembokan dan pende-rekan kendaraan tanpa disertai penyiapan lahan parkir sama saja bohong. Itu bentuk pelarian atas kegagalan manajemen pe-ngelolaan perparkiran di Ja-

karta. Idealnya, perparkiran merupakan bagian dari solusi dari sistem transportasi. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, perparkiran justru menjadi benalu (part of the problem) dari sistem transportasi itu sendiri.

Bagaimana seharusnya?Seharusnya tidak ada yang

boleh parkir di bahu jalan. Prin-sip pengelolaan perparkiran adalah off street parking, bukan on street parking.

Konyolnya di Jakarta dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1999 tentang Per-parkiran di DKI Jakarta malah membolehkan parkir di bahu

jalan. Pengelolaan perparkiran--

dalam konteks kota besar--se-harusnya menganut paradigma off street parking, yaitu parkir yang dilokalisasi pada sebuah gedung atau taman parkir, bu-kan di bahu jalan (apa pun jenis dan kelas jalan). Jalan dibuat bukan untuk parkir, melainkan untuk sarana mobilitas peng-guna jalan.

Apalagi jumlah ruas jalan di Jakarta masih amat minim, ha-nya 8% dari total luas wilayah Jakarta.

Lihatlah luas ruas jalan di Singapura, yang sudah menca-pai titik ideal, yaitu 15% dari

22 JUMAT, 4 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA FOKUS ME

MENGGEMBOK BAN: Petugas Dinas Perhubungan Kota Jakarta menggembok ban mobil yang parkir sembarangan di Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (27/1). Banyaknya kegiatan parkir liar di wilayah Jakarta menjadi salah satu penyebab kemacetan jalan. Meski telah diimbau agar tidak parkir di sembarang tempat, masih banyak masyarakat yang tak memedulikan peraturan tersebut.

MI/ANGGA YUNIAR

Pengelola Tempat Publik Harus Menyediakan Lah

Ban Digembok hanya GBerbagai kegiatan

dilakukan Pemerintah

Provinsi DKI untuk mengatasi

kemacetan. Namun, hasilnya

tak pernah maksimal.

MATHIAS BRAHMANA

MASIH ingat aksi Timin? Staf Kelu-rahan Pasar Rebo, Jakarta Timur, itu

menggergaji sling besi gembok milik Dinas Perhubungan DKI. Timin kesal karena baru 1 jam parkir di depan Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, ban mobilnya langsung digembok patroli Dinas Perhu-bungan (Dishub) DKI.

Siang itu, Timin dan empat rekannya punya urusan di Biro Keuangan Pemprov DKI. Ia kesulitan mendapatkan tempat parkir dalam halaman gedung Balai Kota ataupun DPRD DKI. “Lalu saya diarahkan tukang parkir ke sini,” kata Timin.

Saat Timin berada di ruangan biro keuangan, petugas patroli Dishub DKI membunyikan si-rene. Seluruh pegawai yang memarkirkan kendaraan di tempat parkir pinggir jalan seketika memindahkan ke parkir Taman Silang Monas.

Ternyata Timin, pemilik Ford Laser warna biru muda B 2681 XQ, tak muncul-muncul. Ka-rena waktu selama 15 menit sebagai batas toleransi telah b e r a k h i r, p e t u g a s p u n menggembok ban sedan terse-but.

Bukan hanya menggembok, petugas Dishub DKI juga me-nempelkan surat segel di kaca depan sebelah kanan bawah. Timin tak gusar. Ia mengeluar-kan gergaji dan secara bergan-tian dengan temannya membe-lah sling gembok. Setelah sele-sai, mereka pergi.

Jika aparatur sendiri melaku-kan perlawanan terhadap pera-turan yang diterbitkan pimpi-nannya, masyarakat pun akan mengikuti. Terbukti, larangan parkir di pinggir jalan tak lagi dipatuhi pengendara meskipun di bawah ancaman digembok atau diderek.

Awalnya takut Pemerintah Provinsi DKI

menerbitkan aturan akan menggembok atau menderek kendaraan yang parkir di jalan terhitung sejak 2 Mei 2008. Awal-awalnya, masyarakat memang takut. Belakangan, tak lagi menganggap aturan itu ada.

Kawasan Jalan HOS Cokro-aminoto, Menteng, Jakarta Pusat, misalnya, langsung rapi dan tertib ketika aturan diber-lakukan. Pengendara memarkir mobil di gedung parkir yang sudah disiapkan. Pengusaha yang menanamkan investasi untuk membangun gedung

parkir di kawasan elite itu pun lega.

Begitu juga di sepanjang Jalan Hayam Wuruk hingga Glodok, Jakarta Barat. Awalnya kendaraan masuk ke parkir gedung, belakangan kembali lagi meramaikan pinggir jalan.

Suku Dishub Jakbar meng-aku belum maksimal mena-ngani kendaraan yang parkir sembarangan. “Personel hanya 30 orang dan sekarang kami konsentrasi ke kawasan per-singgungan busway dengan angkutan umum,” ujar Murta, staf Penertiban Sudin Dishub Jakbar, Selasa (1/2).

Dishub Jakbar mengagenda-kan operasi gabungan pada 7 Februari 2011. Semua kenda-raan yang parkir sembarangan mulai dari wilayah Grogol, Hayam Wuruk, hingga Glodok, akan ditindak.

Jalan Raya Kemang, Bangka, Mampang, Jaksel, pada jam makan siang, kini luar biasa macet. Kendaraan berjubel di pinggir jalan membuat ruas Jalan Kemang Raya yang sudah sempit menjadi tertutup. Jalan yang bisa dilintasi hanya ting-gal satu ruas.

Bajaj ikut pula menambah keruwetan lalu lintas di Ke-mang. Nono, sopir bajaj, meng-aku di tempat itulah dia sehari-

PARKIR SEMBARANGAN: Kendaraan parkir di pinggir Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Barat, Selasa (1/2). Banyaknya kali menyebabkan kesemrawutan dan kemacetan.