MI/ BARY FATHAHILAH TANPA PALANG PINTU: Jakarta masih...

1
Media Indonesia, 07 Agustus 2017

Transcript of MI/ BARY FATHAHILAH TANPA PALANG PINTU: Jakarta masih...

SENIN, 7 AGUSTUS 2017 PERKOTAAN12

RENTAN PENYAKIT LEPTOSPIROSIS: Anak-anak bermain di antara tumpukan sampah di tepi Waduk Pluit, Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (12/5). Penumpukan sampah yang tidak terkendali di pemukiman warga Jakarta menjadi salah satu penyebab cepatnya perkembangbiakan tikus yang rentanpenyakit leptospirosis.

NICKY AULIA [email protected]

SEEKOR tikus mengintip dari lubang air di sebuah jalan di kawasan Sukabumi Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat,

tepat ketika sebuah taksi menepi di dekatnya. Ketika pintu taksi ter-buka, si tikus tengah siap meloncat dari lubang, disusul pekik seorang perempuan, lantang. Nadia Rizka, 24, si sumber pekikan itu, secararefl eks membanting kembali pintu

mobil yang baru terbuka sedikit.“Terpaksa keluar mobil lewat

pintu yang satunya lagi. Tikus itusalah satu hewan yang paling saya takuti,” tuturnya. Sialnya, tikus-tikus yang berseliweran telah menjadibagian dari keseharian Nadia sejak menetap di Ibu Kota 1,5 tahun lalu.

Padahal tempat indekosnya ber-ada di kawasan yang tidak tergolong kumuh. Jalannya lebar, cukup dilaluidua mobil berselisih, dengan salurangot di kedua sisinya. “Setiap kali jalan kaki, apalagi kalau ada got dan

saluran air, selalu insecure ketemu tikus,” katanya.

Apalagi tikus-tikus itu kerap ter-gilas mobil hingga mati di tengah jalan dengan isi perut terburai. Hal itu membuatnya jijik. Bau busukdari bangkai tikus pun bersaing he-bat dengan bau yang menguar dari selokan jalanan.

“Ada got-got kecil yang baunya kayak bau bangkai tikus, belum lagi tercampur sama bau-bau lainnyakayak limbah industri rumahan.Kalau jalan kaki harus siap-siap tahan napas, atau pakai masker,”tuturnya.

Aulia, 25, warga Jalan Salam, Suka-bumi Utara, kerap melihat got-got ituberisi sampah makanan. “Karena di situ ada rumah makan Padang buang

limbah ke got. Lalu ada warteg sama juga begitu,” ungkapnya.

Begitulah wajah lain Jakarta yang beberapa hari lalu baru memboyong berbagai penghargaan Adipura dari Kementerian Lingkungan Hidupdan Kehutanan (LHK)--penghargaanyang seharusnya diberikan kepada kota yang berhasil dalam bidangkebersihan serta pengelolaan ling-kungan.

Ancaman kematianWakil Kepala Dinas Lingkungan

Hidup DKI Jakarta Ali Maulana Hakim mengatakan perkembangan tikus got di Jakarta berpotensi terjadi di kawasan padat penduduk. Pola hidup masyarakat yang membuang sampah sembarangan menyumbang

peran dalam pesatnya perkembang-biakan tikus got.

Padahal banyak penyakit yang dapat ditularkan melalui tikus, baik melalui urine, gigitan, atau bahkan lewat gigitan kutu yang menempel di tubuh tikus. Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi Priharto men-jelaskan penyakit yang disebabkan tikus, di antaranya penyakit lep-tospirosis, pes, salmonella enterica sarovar typhimurium, penyakit rat bite fever (RBF), dan hantavirus pul-monary syndrome.

Dua yang paling banyak berkem-bang di antara sederet penyakit itu ialah pes dan leptospirosis. Berbeda dengan kasus pes yang menurut catatan dinas kesehatan sudah tak terdengar lagi, leptospirosis justru

masih membayangi warga Jakarta. Penyakit itu, ujar Koesmedi, menye-babkan panas tinggi secara men-dadak, disertai luka nyeri di daerah betis serta mata yang menguning.

Sepanjang tahun ini hingga Juli, Dinas Kesehatan DKI mencatat ada 19 pasien leptospirosis. Selama dua tahun ke belakang, jumlahnya kian meningkat. Tahun sebelumnya ter-dapat 34 pasien, sedangkan pada 2016 ada 48 pasien mengidap pe-nyakit yang dikenal sebagai penyakitkencing tikus itu.

“Gejalanya mereka tidak bisabuang air kecil, gagal ginjal, lalumeninggal, kalau tiga hari tidak terdeteksi. Bahkan, 55% kasus pada saat datang tidak terdapat demam,” kata dia. (Aya/J-4)

Hingga tengah tahun, 19 pasien menderita penyakit leptospirosis yang bisa menyebabkan kematian. Tak berubah jauh dari tahun lalu.

TANPA PALANG PINTU: Warga menyeberang di pelintasan kereta api yang tidak memiliki palang pintu di Jalan Arief Rahman Hakim, Kompleks PJKA, Depok, Jawa Barat, kemarin. Pelintasan kereta tanpa palang pintu itu membahayakan perjalanan kereta dan keselamatan pengguna jalan.

Jakarta masih jadi Kota Tikus

MESKI perkembangbiakan tikus su-dah menjadi ancaman serius bagi kesehatan warga, Dinas LingkunganHidup DKI Jakarta mengaku pihak pemprov tidak memiliki kebijakan untuk membasmi tikus.

Tahun lalu, Pemprov DKI sempat mencanangkan Gerakan BasmiTikus (GBT) karena kasus penya-kit leptospirosis terus meningkat. Untuk setiap tikus yang ditangkap, warga diming-imingi hadiah sebesar Rp20 ribu.

Tikus yang ditangkap rencananya dikumpulkan di kantor kelurahan. Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat yang saat itu menjabatwakil gubernur menyebut bangkai-bangkai tikus yang terkumpul akan diolah menjadi pupuk.

Namun, nyatanya program itubatal dilakukan. Pemprov khawatir nantinya warga malah membudi-dayakan tikus demi imbalan yangdijanjikan.

Kebijakan yang ideal untuk mem-basmi tikus di Jakarta belum ditemu-kan. Di berbagai kota besar di dunia,upaya membasmi tikus diseriusi.

Mengintip langkah Pemerintah KotaParis tahun ini, anggaran sebesarRp21 miliar siap digelontorkan un-tuk membasmi tikus.

Dinas Lingkungan Hidup DKI memilih langkah antisipasi perkem-bangbiakan tikus dengan cara me-ngurangi jumlah sampah teru-tama di selokan. Setiap hari, DKI Jakarta memproduksi 6.500-7.000 ton sampah. Salah satu yang terba-nyak ialah limbah rumah tangga.

Tak jarang sampah berupa bekas sayuran dan makanan dibuang kesaluran air di depan rumah. Alha-sil, selokan penuh dengan endapan sampah dan menjadi tempat ber-cokol tikus.

Pemprov mengimbau warga di lima wilayah kota, terutama parapemilik rumah makan, agar meng-ubah perilaku tersebut.

“Kita sekarang menyosialisasikan rumah makan restoran kaki lima,rumah tinggal, untuk membuang bekas cucian piring setelah sampah disaring. Lemak-lemak minyak itu sudah dibersihkan PPSU, tapi tikus tinggal di sana,” kata Ali. (Aya/J-4)

MI/ BARY FATHAHILAH

Belum Ada Kebijakan Pembasmian Tikus

Mayoritas Pakai Sumur BorDepok Terancam Kekeringan

MI/RAMDANI

PERUSAHAAN Daerah AirMinum (PDAM) Kota Depok menargetkan jumlah pelang-gan air bersih akan mening-kat menjadi 35% dari total warga dalam jangka waktu empat tahun ke depan. Saat ini sebagian besar warga De-pok masih mengandalkan air sumur bor untuk kebutuhan mereka sehari-hari.

Berdasarkan catatan PDAM,baru 16% penduduk Kota De-pok yang mengakses air ber-sih. “Sisanya, 84%, pakai air sumur bor untuk memasak dan minum. Karena itu, kami menargetkan 35% pengguna air bersih 2016-2021,” kata Direktur Utama PDAM Tirta Asasta Kota Depok Olik Mu-hamad Holik, kemarin.

Menurutnya, banyak warga Depok--baik kelompok ekono-mi rendah maupun yang ber-pendapatan tinggi--memohon pemasangan instalasi air ber-sih. Penyebabnya, air sumur bor rentan terhadap pence-maran bakteri E coli. Bakteri dari kotoran manusia itu sering kali merembes ke air

karena jarak penampungankotoran terlalu dekat dengan sumur.

Permukiman padat di Kota Depok selama ini menyulit-kan untuk membuat tangki septik dengan jarak ideal darisumur bor, yaitu 10 meter. “Air sumur dinilai kurang baik untuk dikonsumsi se-hingga sebagian masyarakat memilih air minum dalam kemasan yang dianggap lebihhigienis untuk memasak dan minum,” kata Holik.

Untuk mencapai target pe-langgan sebesar 35% warga itu, menurutnya, diperlukan penggalangan bantuan dana pembangunan infrastrukturPDAM. Saat ini PDAM De-pok memiliki lima instalasi pengolahan air (IPA) dengan kapasitas 1.095 liter per detik. Target 2021 mencapai 2.285 liter per detik.

TantanganMenurut Holik, perma-

salahan umum PDAM saatini begitu kompleks. Mulaicakupan pelayanan masih

rendah, kehilangan air masih tinggi, keterbatasan sumberair baku untuk air minum, hingga besarnya biaya in-vestasi yang diperlukan un-tuk peningkatan pelayanandi tengah kemampuan ke-uangan sangat terbatas.

“Kebutuhan pendanaan in-vestasi dalam rencana bisnis PDAM sebesar Rp1,7 triliundengan skema pendanaandirencanakan terdiri atas APBN Cipta Karya Rp619 miliar, APBD Provinsi Jawa Barat Rp246 miliar, APBDKota Depok Rp542 miliar, daninternal PDAM Rp276 miliar,”paparnya.

Wali Kota Depok Idris Abdul Shomad mengaku telah me-ngucurkan dana Rp499 miliar, dalam bentuk penyertaanmodal secara bertahap. “Ta-hun lalu PDAM dapat bantuandana alokasi khusus dari Pe-merintah Pusat dan Pemprov Jabar. Sebab penggunaan air tanah bisa menyebabkankekeringan di Kota Depok jikatidak segera dialihkan ke air PDAM,” ujarnya. (KG/J-4)

Media Indonesia, 07 Agustus 2017