Mhmb Rft Enl Berulang
-
Upload
adma-febri-mudyandono -
Category
Documents
-
view
243 -
download
0
Transcript of Mhmb Rft Enl Berulang
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
1/25
1
LAPORAN KASUS
DM KULIT PERIODE 25 AGUSTUS 21 SEPTEMBER 2014
Morbus Hansen MultibasilerRelease From Treatment
Eritematous Nodusum Leprosum
Oleh :
Pembimbing :
dr. Santosa Basuki, Sp.KK
LABORATORIUM ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSUD DR. SAIFUL ANWAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2014
Adma Febri M 0910710027
Dedy Arifianto 0910710052
Ernst Randy N 0910714070
Nathan Aditya W 0910714044
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
2/25
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit Hansen atau Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit infeksi yang
bersifat kronis, dan disebabkan oleh Mycobacterium leprae,yang merupakan bakteri
tahan asam berbentuk batang dan bersifat intraselular obligat. Penyakit ini terutama
menyerang terutama menyerang syaraf tepi dan kulit serta organ tubuh lain kecuali
susunan syaraf pusat. 1
Penyebaran penyakit kusta dari suatu tempat ke tempat lain sampai tersebar
ke seluruh dunia, tampaknya disebabkan oleh perpindahan penduduk yang terinfeksitersebut. Data WHO menunjukkan bahwa hampir 182 000 orang, terutama di Asia
dan Afrika, terinfeksi pada awal tahun 2012, dengan sekitar 219 000 kasus baru
dilaporkan selama 2011. Penyakit kusta pada umumnya terdapat dinegara-negara
yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara tersebut
dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam bidang kesehatan, pendidikan
dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. Penyakit kusta sampai saat ini
masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini
disebabkan masih kurangnya pengetahuan dan pengertian disamping kepercayaan
yang keliru terhadap penyakit ini dan cacat yang ditimbulkannya.1,2
Perkembang biakan M. leprae sangat lambat dan masa inkubasi penyakit ini
sekitar lima tahun. Gejala membutuhkan waktu hingga 20 tahun untuk muncul.
Penularan utamanya melalui droplet, nasal dischargedari pasien yang tidak diobati.
MH yang tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan progresif dan permanen pada
kulit, saraf, anggota badan dan mata.2, 3
Ridley dan Jopling membagi MH dalam spektrum determinate yang terdiri dari
tipe TT, LL, BB, Ti, Li, BT dan BI. TT adalah tipe tuberkuloid polar, yaitu tuberkuloid
100%, merupakan tipe yang stabil atau tidak mungkin berubah tipe. LL adalah tipe
lepromatosa polar, yaitu lepromatosa 100% yang berarti tipe stabil yang tidak
mungkin berubah tipe. BB adalah tipe campuran yang terdiri atas 50% tuberkuloid
dan 50% lepromatosa. Tipe Ti dan Li disebut tipe campuran atau borderline yang
berarti campuran antara tuberkuloid dan lepromatosa. BT dan Ti lebih banyak
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
3/25
2
tuberkuloidnya sedang BL dan Li lebih banyak lepromatosanya. Tipe campuran ini
adalah tipe labil yang dapat beralih tipe baik kearah TT maupun LL.1
Klasifikasi MH menurut WHO dibagi menjadi 2 tipe yaitu pausibasiler (PB)
dan multibasiler (MB). Pembagian ini digunakan sebagai dasar pemberian MDT.
Perbedaan antara PB dan MB adalah pada jumlah lesi, hasil BTA, distribusi dan
syaraf yang terlibat. Pada MH tipe PB jumlah lesi adalah 2-5 lesi, hasil BTA negatif,
distribusi asimetris dan hanya melibatkan satu syaraf serta mati rasa yang jelas.
Sedangkan tipe MB terdapat lebih dari 5 lesi, hasil BTA positif, distribusi lesi
simetris, melibatkan lebih dari satu syaraf dan mati rasa yang tidak jelas.4
Diagnosa MH menurut WHO ditegakkan berdasar pada Cardinal Sign, yaitu
1.) hipopigmentasi atau kemerahan lesi kulit lokal yang mati rasa (anastesi)
2.) penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf
3.) BTA positif
Pasien dapat didiagnosis sebagai pasien MH yaitu jika pasien menunjukkan satu
atau lebih cardinal sign.4
Diperkirakan jumlah penderita baru MH didunia pada tahun 2006 adalah
sekitar 259017. Dari jumlah tersebut paling banyak terdapat diregional Asia
Tenggara (174118) diikuti regional Amerika (47612), regional Afrika (27902) dan
sisanya berada diregional lain didunia. Pada tahun 2009, tercatat 17.260 kasus baru
kusta di Indonesia dan jumlah kasus terdaftar sebanyak 21.026 orang dengan angka
prevalensi: 0,91 per 10.000 penduduk. Sedangkan tahun 2010, jumlah kasus baru
tercatat 10.706 dan jumlah kasus terdaftar sebanyak 20.329 orang dengan
prevalensi: 0.86 per 10.000 penduduk; dengan prevelensi di Daerah endemis kusta
tertinggi di Indonesia yakni di Provinsi Papua Barat dengan angka penemuan kasus
83,7, Maluku Utara 56,2, Papua 43,2, Maluku 17,6, dan Gorontalo 14,9 per seratus
ribu penduduk.5
Dasar diagnosis dari penyakit kusta ditentukan dari anamnesa, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa biasanya pasien mengeluh tiba-
tiba terasa gringgingan dan mati rasa pada salah satu atau beberapa bagian tubuh.Selain itu perlu juga ditanyakan riwayat kontak dengan penderita atau riwayat
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
4/25
3
bepergian ke daerah endemis lepra. Dari gejala klinis dapat terjadi kelemahan otot,
atrofi otot, nyeri neuritis, serta kontraktur tangan dan kaki. Tanda yang dapat
ditemukan antara lain adanya lesi seperti bercak kulit hipopigmetasi atau
eritematosa, dengan gangguan rasa (hipoaesthesi atau anaestesi), adanya
penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf berupa sensoris, motoris
dan autonom, dan yang terakhir ditemukannya bakteri basil tahan asam (BTA).
Selain itu dapat ditemukan tanda-tanda lain kusta seperti madarosis, penebalan
cuping telinga, hidung pelana, paralise dan deformitas tangan dan kaki serta ulkus
plantaris. Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus
ditemukan satu tanda kardinal seperti yang telah disebutkan diatas. Bila tidak atau
belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat mengatakan tersangka kusta dan
pasien perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sarnpai diagnosis kusta
dapat ditegakkan atau disingkirkan.1,3
Manajemen dari MH adalah berdasarkan prinsip mengeradikasi infeksi
dengan menggunakan teru antilepramatous, mencegah dan mengobati reaksi,
menurunkan resiko kerusakan saraf, mengedukasi pasien cara menangani neuropati
dan anestesi, mengobati komplikasi kerusakan saraf dan rehabilitasi pasien ke
dalam lingkungannya. Salah satu program penanggulangan penyakit kusta adalahmelalui program MDT (Multi Drug Therapy) yang secara resmi dikeluarkan oleh
WHO (regimen MDT-WHO).1 Regimen ini terdiri atas kombinasi obat dapson,
rifampisin, dan klofazimin. Usaha rehabilitasi medis yang dapat dilakukan antara lain
dengan operasi dan fisioterapi. Meskipun hasilnya tidak sempurna kembali seperti
semula, tatapi fungsi dan kosmetik dapat diperbaiki. Cara lain rehabilitasi adalah
dengan terapi psikologis dan rehabilitasi secara kekaryaan, yaitu memberi lapangan
pekerjaan yang sesuai sehingga dapat meningkatkan rasa percaya diri pada
pasien.2
Pada penyakit kusta ini dapat terjadi reaksi dan relaps kusta. Reaksi kusta
adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya
sangat kronik. Timbulnya reaksi ini disebabkan oleh adanya reaksi imunologis,
proses inflamasi, dan kerusakan jaringan yang dapat mengakibatkan morbiditas dari
penyakit ini. Reaksi kusta ini dibagi menjadi 2, yaitu reaksi tipe 1 (delayed type
hypersensitivity reaction) dan tipe 2 (erythema nodusum leprosum). Relaps kusta
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
5/25
4
adalah timbulnya tanda dan gejala baru pada penderita yang sedang atau sudah
selesai menjalani pengobatan MDT.2,6
Selain masalah tersebut, masalah yang tidak kalah pentingnya adalah
munculnya luka akibat penyakit kusta dimana pengobatan berlangsung lama,
sehingga menyebabkan penderita berat untuk melanjutkan pengobatan maupun
perawatan. Perawatan luka kusta sendiri menjadi penting karena dengan adanya
perawatan luka yang adekuat dan berlanjut akan mempercepat proses
penyembuhan luka pada penderita kusta sebaliknya perawatan luka yang tidak
baik, akan mempengaruhi proses penyebuhan luka bahkan memperburuk kondisi
luka atau bahkan dapat menjadi sumber penularan bagi orang lain. Oleh sebab itu
pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menjaga hiegene sanitasi
lingkungan, maupun individual serta memperhatikan perawatan luka pada
penderita.1,2,3
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
6/25
5
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1. IDENTITAS
Nama : Tn. S S
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jabung, Tumpang
Pekerjaan : Penebang Tebu
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan : -
Suku bangsa : Jawa
No. Register : 11196251
Tanggal Pemeriksaan : 9 September 2014
2.2. ANAMNESIS (Autoanamnesis)
Keluhan utama: Benjolan di seluruh tubuh
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh benjolan sejak 2 hari yang lalu,benjolan berwarna
kemerahan, awalnya muncul di lengan, kemudian muncul ditungkai bawah,
dan badan. Pada saat benjolan muncul, pasien mengeluhkan demam dan
cekot-cekot pada pergelangan tangan dan kaki, pasien juga mengeluhkan
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
7/25
6
kesemutan di tangan dan kaki. Tangan dan kaki lemas (-), pasien berobat ke
puskesmas dan mendapatkan terapi prednison 2 tablet selama 2 minggu.
Kurang lebih 2 minggu ini pasien juga mengeluhkan sakit gigi akan tetapi
pasien tidak berobat.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mengaku pernah mendapatkan MDT dari puskesmas sejak
tahun 2010 dan selesai pengobatan pada tahun 2011 (12 bulan). Pasien
mengeluhkan bonjolan yang sama seperti ini kambuh-kambuhan, sejak tahun
2011 dan berobat ke puskesmas, mendapatkan pengobatan prednison 8
tablet selama 2 minggu 6 tablet selama 2 minggu 4 tablet selama 2
minggu 3 tablet selama 2 minggu 2 tablet selama 2 minggu 1 tablet
selama 2 minggu.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak terdapat anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama.
Riwayat Kontak:
Tetangga dan teman pasien memiliki penyakit yang sama dengan pasien.
Teman pasien sudah bekerja dengan pasien kira-kira 20 tahun.
Riwayat Alergi:
Disangkal pasien
Riwayat penyakit lain: HT (-), DM (-)
Riwayat kelahiran/ demografi:
Pasien lahir di Jawa, pasien tinggal di Jabung, Tumpang.
Riwayat sosial :
Pasien adalah seorang penebang tebu dengan satu orang anak.
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
8/25
7
2.3. PEMERIKSAAN FISIK (9 SEPTEMBER 2014)
2.3.1 Status Generalis
Kesadaran : Compos mentis, GCS 456
Keadaan umum : Baik
Higiene : Kesan baik
Gizi : Kesan cukup
Tanda-tanda vital : Tensi : tidak diperiksa
Nadi : tidak diperiksa
RR : tidak diperiksa
Tax : tidak diperiksa
Kepala & Leher :Anemis -/-, ikterik -/- ,madarosis (-), saddle nose (-),
penebalan cuping telinga kanan kiri (-),pembesaran KGB
cervical(-), KGB axilla (-), moon face (-), penebalan
n.auricularis magnus (+/+) , lagopthalmus (-/-)
Thoraks : tidak diperiksa
Abdomen : tidak diperiksa
Ekstremitas : akral hangat, pitting edema (-), penebalan n.ulnaris (-),
medianus(-), peroneus comunis (-), tibialis posterior (-)
2.3.2 Status Dermatologis
Lokasi : Lengan D/S
Distribusi : Menyebar
Ruam : nodulae erythematous, berbatas tegas, bentuk bulat ukuran
bervariasi
Gambar 1: lengan kanan
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
9/25
8
Gambar 2: lengan kiri
Lokasi : Tangan D/S
Distribusi : Menyebar
Ruam : nodulae erythematous, berbatas tegas, bentuk bulat ukuran
bervariasi
Gambar 3. Tangan kanan dan kiri
Lokasi : Dada dan Perut
Distribusi : Menyebar
Ruam : nodulae erythematous, berbatas tegas, bentuk bulat ukuran
bervariasi
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
10/25
9
Gambar 4. Dada dan perut
Lokasi : Kaki D/S
Distribusi : Menyebar
Ruam : nodulae erythematous, berbatas tegas, bentuk bulat ukuran
bervariasi
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
11/25
10
Gambar 5. Kaki kanan dan kiri
2.3.3 Pembesaran Saraf
Saraf D S Nyeri Tekan
nn. auricularis (+) (+) -/-
nn. ulnaris (-) (-) -/-
nn. perineous lateralis (-) (-) -/-
nn. tibialis posterior (-) (-) -/-
2.3.4 Pemeriksaan Sensoris (Rangsang Raba + Palpasi Saraf)
Gambar 6. Pemeriksaan sensoris (rangsang raba)
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
12/25
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
13/25
12
2.4 DIAGNOSIS BANDING
1. Eritema Nodusum Leprosum
2. Eritema Nodusum Non Leprosum
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
BTA : Ditemukan bakteri tahan asam bentuk fragmented denga BI +5
BTA cuping telinga kanan BTA cuping telinga kiri
2.6 DIAGNOSIS
Morbus Hansen Tipe Multibausiller (MB) RFT + ENL berulang
2.7 TERAPI
Lamprene 3 x 100 mg selama 2 bulantapering off
Prednison 10 mg/ hari selama 2 minggutapering off
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
14/25
13
2.8 KIE
1. Beristirahat selama sakit mengingat perjalanan penyakit yang dialami pasien
bisa mengarah ke kondisi yang lebih buruk.
2. Menjaga kebersihan pribadi dan lingkungan.
3. Makan makanan dengan gizi seimbang secara teratur.
4. Lindungi kaki dengan memakai sepatu/sandal yang wajar, karena telapak kaki
adalah tempat yang khas untuk penyakit leprosy.
5. Perlunya kontrol penyakit secara teratur di Puskesmas atau Poliklinik
Penyakit Kulit dan Kelamin.
6. Melakukan hidroterapi (tangan dan kaki direndam di dalam air selama minimal
20 menit 2X sehari setelah itu diolesi vaselin album)
2.9 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Sanam : Bonam
Quo ad Fuctionam : Dubia
Quo ad Kosmeticam: Dubia
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
15/25
14
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Diagnosis
Pasien Tn. SS, umur 41 tahun, pasien mengeluh benjolan sejak 2 hari yang
lalu,benjolan berwarna kemerahan, awalnya muncul di lengan, kemudian muncul
ditungkai bawah, dan badan. Pada saat benjolan muncul, pasien mengeluhkan
demam dan cekot-cekot pada pergelangan tangan dan kaki, pasien juga
mengeluhkan kesemutan di tangan dan kaki. Setelah dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis dengan Morbus Hansen Multibaciler (MHMB)
+ RFT dengan ENL.
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dengan benjolan sejak 2 hari yang
lalu,benjolan berwarna kemerahan, awalnya muncul di lengan, kemudian muncul
ditungkai bawah, dan badan. Pada saat benjolan muncul, pasien mengeluhkan
demam dan cekot-cekot pada pergelangan tangan dan kaki, pasien juga
mengeluhkan kesemutan di tangan dan kaki. Pasien mengaku pernah mendapatkan
MDT dari puskesmas sejak tahun 2010 dan selesai pengobatan pada tahun 2011
(12 bulan). Pasien mengeluhkan bonjolan yang sama seperti ini kambuh-kambuhan,
sejak tahun 2011 dan berobat ke puskesmas, mendapatkan pengobatan prednison
8 tablet selama 2 minggu6 tablet selama 2 minggu4 tablet selama 2 minggu
3 tablet selama 2 minggu2 tablet selama 2 minggu 1 tablet selama 2 minggu.
Anamnesis tersebut memenuhi tanda-tanda kardinal yang dikeluarkan WHO untuk
morbus Hansen Cardinal Sign, yaitu
1.) hipopigmentasi atau kemerahan lesi kulit lokal yang mati rasa (anastesi)
2.) penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf
3.) BTA positif
Pasien dapat didiagnosis sebagai pasien MH yaitu jika pasien menunjukkan satu
atau lebih cardinal sign.4
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
16/25
15
Pasien mengaku pernah mendapatkan MDT dari puskesmas sejak tahun 2010 dan
selesai pengobatan pada tahun 2011 (12 bulan) hal ini sesuai dengan definisi dari
RFT yaitu penderita yang telah menyelesaikan regimen pengobatan disebut RFT
(release from treatment). Setelah RFT penderita tetap dilakukan pengamatan secara
pasif yaitu tipe kusta PB selama 2 tahun dan tipe kusta MB selama 5 tahun.
Penderita kusta yang telah melewati masa pengamatan setelah RFT disebut RFC
(release from control) ataubebas dari pengamatan.1,5
Penggolongan Morbus Hansen ke dalam jenis Multibacillary (MB) dilakukan
berdasarkan jumlah nodul yang mati rasa, yaitu lebih dari lima buah.
Cara transmisi M. leprae pada pasien ini kemungkinan akibat kontak yang
lama dengan tentangga dan teman pasien yang telah bekerja dengannya selama 20
tahun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nodulae erythematous, berbatas tegas,
bentuk bulat ukuran bervariasi di daerah lengan, dada, tungkai bawah dan perut.
Diagnosis MH ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pengecatan Ziehl-
Neelsen. MH dapat diklasifikasikan dengan klasifikasi dari WHO ,1982. Pada
klasifikasi ini seluruh penderita dibagi dalam 2 tipe yaitu tipe Paucibacillary (PB) dan
Multibacillary (MB). Namun pedoman utama untuk klasifikasi MH menurut WHO
adalah: bercak yang mati rasa: pada PB jumlah 1 sampai 5, manakala pada MB
lebih dari 5. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi: pada PB
hanya didapatkan satu, manakala pada MB lebih dari satu saraf. Pada sediaan
apusan dengan tes BTA: pada PB BTA negatif pada MB BTA positif.3,5 Pada
pengecatan Ziehl-Neelsen didapatkan bakteri tahan asam pada kerokan di cuping
telinga kanan dan cuping telinga kiri. Pada pasien didapatkan pembesaran saraf tepi
yaitu di n.aurikularis magnus kanan dan kiri.
3.2 Reaksi Kusta
Diagnosis reaksi kusta dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, meliputi
pemeriksaan pada lesi kulit, saraf tepi dan keadaan umum penderita.7Reaksi kusta
adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan suatu
reaksi kekebalan (cellular respons) atau reaksi antigen-antibodi (humoral respons)
dengan akibat yang merugikan penderita, terutama pada saraf tepi yang dapatmenyebabkan ganguan fungsi (cacat) yang ditandai dengan peradangan akut baik di
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
17/25
16
kulit maupun saraf tepi.8 Pemeriksaan untuk mendiagnosis reaksi kusta
menggunakan formulir pencegahan cacat atau preventions of disabillity (POD), yang
dilakukan setiap satu bulan sekali. Formulir POD digunakan untuk mencatat dan
memonitor fungsi saraf serta alat untuk mendeteksi dini adanya reaksi kusta. Fungsi
saraf utama yang diperiksa adalah saraf di muka (nervus facialis), tangan (nervus
medianus, nervus ulnaris dan nervus radialis) dan di kaki (nervus peroneus, nervus
tibialis posterior). Bila didapatkan tanda klinis seperti adanya nodul, nodul ulserasi,
bercak aktif atau bengkak di daerah saraf tepi, nyeri tekan saraf, berkurangnya rasa
raba dan kelemahan otot serta adanya lagophalmus dalam 6 bulan terakhir, berarti
penderita sedang mengalami reaksi kusta.9
Hal yang menjadi pencetus reaksi kusta diantaranya :8
1. Penderita dalam kondisi yang lemah
2. Kehamilan dan setelah melahirkan (masa nifas)
3. Sesudah mendapatkan imunisasi
4. Infeksi (seperti malaria, infeksi pada gigi, bisul, cacing, dll)
5. Stress fisik dan mental.
6. Kurang gizi
Pada pasien ini pada saat dilakukan anamesa di dapatkan bahwa mengeluhkan
adanya benjolan kemerahan di seluruh tubuh sejak 2 hari yang lalu, disertai demam
dan cekot-cekot pada peegelangan tangan dan kaki, dan pada saat di lakukan
pemeriksaan fisik dengan didapatkan pembesaran dari n.auricularis magnus dextra
dan sinistra, dan adanya rasa raba yang berkurang dalam 6 bulan terakhir, serta
adanya nodul disekitar saraf perifer,dan dari anamnesa di dapatkan bahwa pasien
juga mengeluhkan sakit gigi sejak 2 minggu ini dan tidak berobat.
Jenis reaksi sesuai dengan proses terjadinya dibedakan atas 2 tipe yaitu
reaksi tipe 1 dan reaksi tipe 2. Reaksi tipe 1 (RR =Reversal Reaction) dapat terjadi
pada penderita PB maupun MB, reaksi tipe 2 (ENL : Erythema Nodusum Leprosum)
hanya terjadi pada tipe MB. 8
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
18/25
17
Tabel 1. Perbedaan Reaksi Kusta Tipe 1 dan Tipe 210
Gejala Tipe 1 (RR) Tipe 2 (ENL) Pasien
Reaksi imunologi Delayed type
hypersensitivity
reaction
Antigen antibody
immune complex
reaction
(-)
Tipe pasien PB / MB ( BT, BB,
BL, jarang pada
subpolar LL)
MB (LL, jarang
pada BL)
MB
Gejala
konstitusional
(demam, nyeri
sendi, lemah, nyeri
otot)
Tidak ada atau
jarang
umumnya terjadi Demam, nyeri
sendi
Tipe dari lesi kulit Lesi yang telah ada(beberapa atau
semua) menjadi
lebih merah,
bengkak, hangat,
nyeri.
Merah, sangatsakit, nodul, plak.
Lesi sebelumnya
tidak berubah
Muncul nodul 2hari yang lalu,
kemerahan.
Saraf Membesar, terjadi
neuritis
Saraf bisa terlibat
tetapi tidak seperti
pada reaksi tipe 1
n. auricuaris
magnus
membesar, neuritis
(-)
Mata Anastesi dari
kornea,
lagopthalmos
Iritis, iridocliclytis,
glaucoma, cataract
(-)
Organ lain Tidak terlibat Lymphadenitis,
epididymo-orchitis,
painful dactylitis,
periosteal pain
(tibia), myositis,
arthritis dll
(-)
Reaksi tipe 2 berulang (ENL berulang), kriteria berulang adalah pada tapering
off prednison pada terapi yang ketiga.8 Pada pasien di dapatkan bahwa pasien
mengeluhkan bonjolan yang sama seperti ini kambuh-kambuhan, sejak tahun 2011
dan berobat ke puskesmas, mendapatkan pengobatan prednison 8 tablet selama 2
minggu6 tablet selama 2 minggu4 tablet selama 2 minggu 3 tablet selama 2
minggu 2 tablet selama 2 minggu 1 tablet selama 2 minggu. Saat ini pasien
mendapatkan pengobatan dari puskesmas prednison 2 tablet per hari selama 2minggu.
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
19/25
18
Pengobatan reaksi kusta tipe II berulang selain prednison, perlu ditambahkan
clofazimin dengan dosis dewasa sebagai berikut : 5,9
Selama 2 bulan : 3 X 100 mg / hari
Selama 2 bulan : 2 X 100 mg / hari
Selama 2 bulan : 1 X 100 mg / hari
Pada pasien di berikan obat lanjutan prednison 2 tablet/ hari dari puskesmas
dan ditambahkan lamprene (clofazimin) dengan dosis 3 x 100 mg/hari selama 2
bulan.
3.3 Relaps Kusta
Beberapa definisi dari relaps pada kusta diantaranya11:
1. Guide to Leprosy Control (WHO1988) : pasien yang sudah menyelesaikan
pengobatan MDT yang adekuat, tetapi timbul tanda dan gejala baru, pada
saat masa pengawasan ( 2 tahun untuk PB dan 5 tahun untuk MB) atau
setelahnya
2. Becx-Bluemink kriteria untuk relaps12:
a. Lesi kulit yang baru
b. Aktifitas yng baru di lesi yang lamac. BI 2+ atau lebih di 2 kali pemeriksaan hapusan lesi
d. Adanya gangguan fungsi saraf yang baru
e. Secara histologis terbukti relaps dari biopsi kulit
f. Aktifitas lepromatous di salah satu atau kedua mata
3. Relaps di pasien tipe PB :
a. Beorigter et al13munculnya lesi baru atau bertambahnya ukuran dari lesi
yang sebelumnya, didukung dengan klinis yang kuat atau histoPA dari
lesi (baik salah satu atau keduanya).
b. Pandian et al 14 lesi yang semakin luas, eritema, infiltrasi,terjadinya lesi
baru, nyeri , dan neuritis, paralisis saraf yang baru dan bakteriologis yang
positif.
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
20/25
19
Faktor predisposisi dari relaps 15:
1. Persisterskuman yang mampu bertahan meskipun mendapat
kemoterapi adekuat
2. Terapi Inadekuatkesalahan kategorisasi PB dengan MB
3. Terapi yang irregular
4. Monoterapihanya mendapatkan dapson
5. BI yang tinggiBI yang tinggi merupakan faktor timbulnya relaps
6. Banyaknya lesi kulit dan saraf
7. Uji Lepromin yang negative
8. HIV
Tabel 2. Gejala Klinis Relaps15
Klinis PB MB Pasien
Usia Dengan lesi
tunggal lebih
banyak pada usia
muda
Lebih banyak pada
usia yang lebih tua
Usia 41 tahun
Jenis Kelamin Laki -laki Laki-laki Laki-lakiLesi Kulit Lesi yang
sebelumnya mulai
sembuh, menjadi
aktif kembali
dengan ditandai
adanya eritema,
infiltrasi, dan
adanya lesi satelit,
lesi juga bertambah
Relaps biasanya
terlokalisir, dahi,
punggung bawah,
punggung tangan
dan kaki, dan
pantat bagian atas,
papul atau nodul
yang soft dan
berwarna merah
jambu ditemukan di
daerah ini, dengan
atau tanpa tanda
dari infiltrasi, papul
bisa menjadi plak,
nodul subkutan
nodulae
erythematous,
berbatas tegas,
bentuk bulat ukuran
bervariasi. Terletak
pada lengan, dada,
perut, dan tungkai
bawah
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
21/25
20
bisa muncul di
lengan bagian
posterior dan
tungkai
anterolateral.
Saraf Ada penebalan
saraf perifer yang
baru, adanya
gangguan fungsi
saraf, baik sensoris
maupun motoris,
adanya keluhan
nyeri disepanjang
saraf perifer
dengan adanya
tanda atau tanpa
tanda kerusakan
saraf.
Bengkak yang
noduler di saraf
kutaneus dan saraf
tepi di badan,dan
adanya saraf yang
baru menebal dan
kehilangan
fungsinya.
Penebalan saraf
auricularis magnus
kanan dan kiri,
penurunan fungsi
saraf tibialis
posterior, ulnaris
medianus
Lesi di mata - Iris pearls atau
lepromata
-
Lesi mukosa - Papul atau nodul di
palatum durum,
bibir dalam atau di
glands penis
-
Tabel 3. Perbedaan ENL dan Relaps 15
ENL Relaps Pasien
Riwayat terapi Terjadi selama
terapi di LL, LLs
dan jarang pada
BL
Setelah menjalani
pengobatan dan
masi dalam
pengawasan pada
tipe BB, BB, LLs,
LL dan jarang pada
Telah selesai MDT
dan dalam masa
pengawasan
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
22/25
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
23/25
22
BAB 4
RINGKASAN
Telah dilaporkan kasus dengan diagnosis Morbus Hansen Tipe Multibasiler
RFT dan ENL berulang pada pasien laki-laki berusia 41 tahun dengan keluhan
utama benjolan di seluruh tubuh terutama pada lengan, tungkai bawah, dada, dan
perut. Pada pemeriksaan didapatkan lesi nodulae erythematous berbatas tegas,
bentuk bulat, ukuran bervariasi, pembesaran saraf pada n auricularis magnus kanan
dan kiri. Pada pemeriksaan bakterioskopik didapatkan BTA positif. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pasien dilakukan rawat jalan dan diberikan terapi lamprene 3x100 mg selama 2
bulan, dan prednison 1x10mg selama 2 minggu (tapering off). Selain itu juga
diberikan KIE agar pasien memperhatikan perawatan diri supaya tidak terjadi luka
pada daerah yang dirasakan tebal atau mati rasa. Pasien diberitahu rutin kontrol.
Prognosis pada pasien dubia ad bonam, namun bisa kambuh kembali tergantung
tingkat kepatuhan pasien.
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
24/25
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Kosasih. A, Wisnu. I M, Daili. E S, Menaldi. S L. 2008. ILMU PENYAKIT KULIT
DAN KELAMIN, Edisi Kelima. Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI. Jakarta :
73-88.
2. Wolff. K, Johnson. R A. 2009. FITZPATRICKS COLOR ATLAS AND SYNOPSIS
OF CLINICAL DERMATOLOGY, SIXTH EDITION page 665-671. United States :
Mc Graw Hill.
3. Rea. T H, Modlin. R L. 2008. LEPROSY, FITZPATRICKS DERMATOLOGY IN
GENERAL MEDICINE SEVENTH EDITION Chapter 186 Page 1786-1796.
United States : Mc Graw Hill.
4. World Health Organization. 2012. Leprosy
http://www.who.int/lep/leprosy/en/index.html
5. BUKU PEDOMAN PEMBERANTASAN PENYAKIT KUSTA, Cetakan XVIII,
Ditjen PPM dan PLP. 2006.
6. Kaimal. S, Thappa. M. 2009. RELAPS IN LEPROSY. INDIAN JOURNAL OF
DERMATOVENEREOLOGY LEPROSY. India: 1267. Van Brakel W.H, Khawas I.B, Lucas S.B, Reactions in Leprosy : An
Epidemiological Study of Patients in Nepal, Lepr. Rev, 65, 1994 ; 190-3.
8. Modul Pelatihan Program P2 Kusta. Subdirektorat kusta dan farmnbusia. 2011
9. PLKN, Modul Reaksi dan Pencegahan Cacat, Makassar, 2002 ; 1-18.
10. Kumar, Hemanta. 2010. IAL Textbook of Leprosy. Chapter 22 page 285 India :
Jaypee
11. The Leprosy Unit, WHO. Risk of relapse in leprosy. Indian J Lepr 1995;67:13-26.
12. Becx-Bleumink M. Relapses among leprosy patients treated with multidrug
therapy: Experience in the leprosy control programme of the All Africa Leprosy
and Rehabilitation and Training Centre (ALERT) in Ethiopia; Practical difficulties
with diagnosing relapses, operational procedures and criteria for diagnosing
relapses. Int J Lepr 1992;60:421-35.
13. Boerrigter G, Ponnighaus JM, Fine PE, Wilson RJ. Four-year follow up results of
a WHO-recommended multiple-drug regimen in paucibacillary leprosy patients in
Malawi. Int J Lepr 1991;59:255-61.
-
8/11/2019 Mhmb Rft Enl Berulang
25/25