METODOLOGI PENELITIAN

188
BUKU AJAR METODOLOGI PENELITIAN BUKU AJAR METODOLOGI PENELITIAN Tim Penyusun: Blacius Dedi, Dr.Kep.,SKM.,M.Kep

Transcript of METODOLOGI PENELITIAN

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Bapak yang maha kuasa atas berkat rahmat dan kasihnya buku ini dapat tersusun. Buku ini disusun supaya dapat memberikan panduan bagi para dosen dan mahasiswa dalam mempelajari dan memahami dan melakukan penelit ian dalam lingkup keilmuan keperawatan. Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu. Tentu saja penyusun menyadari buku ini t idaklah sempurna, oleh sebab itu masukan, saran dan usulan sangat diharapkan demi perbaikan konten buku ajar ini dimasa datang.
Semarang, Juni 2019
KATA PENGANTAR
PENDAHULUAN
Ilmu
PENGANTAR FILSAFAT ILMU KEPERAWATAN
ILMU KEPERAWATAN: TEORI ADAPTASI
Manusia
Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
PENELITIAN
MASALAH
(2016)
RUMUSAN MASALAH ATAU PERTANYAAN PENELITIAN
Faktor-faktor yang mendasari perumusan masalah penelitian
MENYUSUN RUMUSAN DAN TUJUAN PENELITIAN
LAMPIRAN :
Spider web
Keaslian penulisan
DAFTAR PUSTAKA
PENELITIAN
MENYUSUN KERANGKA KONSEP
MENYUSUN HIPOTESIS PENELITIAN
Self Care Agency.
menggunakan pendekatan Teori Self Care Model
DAFTAR PUSTAKA
Konsep Interaksi manusia Imogene M. King (Fadilah, 2009)
Sistem Interpersonal
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Kualitas hidup (quality of Life)
DAFTAR PUSTAKA
BEHAVIOR)
DAFTAR PUSTAKA
PENGEMBANGAN MUTU PELAYANAN / PRODUKTIVITAS
PROFESIONAL) DAN ATAU MPKP
(Woodruff & Gardial, 2002)
Theory of Servqual
MODEL
TRANSACTIONAL THEORY (LAZARUS & FOLKMAN, 1984)
DAFTAR PUSTAKA
(MERCER)
Becoming a Mother : Model Revisi
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
ILMU KEPERAWATAN DASAR DAN MANAJEMEN
KEPERAWATAN
DARURAT
GERONTIK
Komunitas
Keluarga
Gerontik
POPULASI
VARIABEL
Definisi
PENYUSUNAN INSTRUMEN
Karakteristik Metode Pengumpulan Data
Masalah-masalah pada Pengumpulan Data
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
PERAN STATISTIK DALAM TAHAPAN PENELITIAN
ANALISIS DATA
PENDAHULUAN
Penulisan Analisis Data
BAGIAN 5 PEDOMAN PENULISAN USULAN PENELITIAN DAN
SKRIPSI
PENDAHULUAN
PENULISAN DAFTAR PUSTAKA
dan Metode Ilmiah
Bab 1
Kajian ilmiah tentang ilmu keperawatan merupakan suatu keharusan bagi
para perawat Indonesia saat ini. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa belum
terdapat kejelasan tentang ilmu yang secara empiris dapat diterima secara ilmiah
oleh masyarakat nonkeperawatan. Realitasnya, suatu ilmu dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu: proses, produk, dan paradigma etis. Proses merupakan suatu
kegiatan untuk memahami alam semesta dan isinya didasarkan pada tuntutan
metode keilmuan (rasionalitas dan objektif).
Produk adalah segala proses keilmuan yang harus menjadi milik umum dan
selalu terbuka untuk dikaji oleh orang lain. Paradigma etis artinya ilmu harus
mengandung nilai-nilai moral dan etika yang tidak bertentangan dengan nilai-
nilai moral yang ada di masyarakat.
Pada bab ini, penulis hanya akan memfokuskan bahasan pada kajian ilmiah
ilmu keperawatan dengan penekanan dalam pembahasan berpikir logis dan
ilmiah. Berpikir logis adalah berpikir lurus dan teratur terhadap suatu hal yang
diyakini dari suatu objek atau fenomena. Objek atau fenomena tersebut berupa
suatu pokok permasalahan yang dikaji untuk membedakan antara benar dan
salah. Berpikir ilmiah adalah cara berpikir dengan didasarkan pada pendekatan
ilmiah, yaitu melalui metode ilmiah yang merupakan alat/sarana penjelasan
dalam mempelajari prosedur tertentu untuk mendapatkan ilmu. Metode ilmiah
mempelajari cara identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan, hipotesis,
metode, hasil, dan kesimpulan yang berdasarkan atas kaidah ilmiah.
BERPIKIR LOGIS
terhadap keyakinan-keyakinan yang didukung oleh argumen yang valid.
Pengertian lain dari berpikir logis adalah berpikir lurus, tepat, dan teratur sebagai
objek formal logika. Suatu pemikiran disebut lurus, tepat, dan teratur apabila
pemikiran itu sesuai dengan hukum, aturan, dan kaidah yang sudah ditetapkan
dalam logika. Mematuhi hukum, aturan, dan kaidah logika berguna untuk
menghindari pelbagai kesalahan dan penyimpangan (bias) dalam mencari
kebenaran ilmiah. Pada hakikatnya, pikiran manusia terdiri atas tiga unsur
berikut.
3. Kesimpulan (pembuktian-silogisme)
Dalam logika ilmiah, tiga unsur pikiran manusia tersebut harus dinyatakan
dalam kata (kalimat tulisan). Tiga pokok kegiatan akal budi manusia antara lain
sebagai berikut :
juga premis)
dengan pengertian yang lain atau memungkiri hubungan tersebut.
3. Merundingkan, yang berarti menghubungkan keputusan satu dengan
keputusan yang lain sehingga sampai pada satu kesimpulan (pernyataan
baru yang diturunkan).
ILMU
ilmiah. Makna ilmu menunjukkan sekurang-kurangnya tiga hal (Gambar 1.1).
1. Kumpulan pengetahuan (produk).
3. Metode ilmiah (metode).
Gambar 1.1 Makna Ilmu
1. Ilmu sebagai produk
kebenarannya dan dikembangkan berdasarkan metode imiah dan pemikiran
logis (Kemeny, 1961).
a. Paradigma
b. Teori
Ilmu sebagai proses, merupakan cara mempelajari suatu realitas (kejadian) dan
upaya memberi penjelasan tentang suatu mekanisme (jawaban terhadap
pertanyaan mengapa dan bagaimana) (Adib, 2011).
Karakteristik ilmu adalah sebagai berikut.
1) Dapat dibuktikan secara logika (logico-emperical-verifikatif)
2) Dapat dipahami secara umum/luas (generalized understanding)
3) Ditegakkan secara teoretis (theoritical construction)
ILMU
Proses
3. Ilmu sebagai metode
objektif dan dapat diuji kebenarannya (Adib, 2011). Metode adalah rangkaian
cara dan langkah yang tertib dan terpola untuk menegaskan bidang keilmuan,
sering kali disebut metode ilmiah. Metode Ilmiah berkaitan erat dengan logika,
metode penelitian, metode pengambilan sampel, pengukuran, analisis,
penulisan hasil, dan kesimpulan. Pendekatan adalah pemilihan area kajian.
PENGGOLONGAN ILMU
menjadi dua yaitu ilmu nomotetik dan ilmu idiografik (Putra, 2010).
1) Ilmu Nomotetik (Deduktif)
dijabarkan pada hal-hal yang khusus. Pendekatan penelitian dapat
digolongkan pada metode kuantitatif. Misalnya, semua klien yang masuk
rumah sakit akan mengalami stres hospitalisasi. Klien anak, klien remaja,
dan klien dewasa yang masuk rumah sakit akan mengalami stres.
2) Ilmu Idiografik (Induktif)
Ilmu Idiografik merupakan suatu kajian ilmu yang didasarkan pada hal-
hal yang mikro, unik, khusus, dan bersifat individual, kemudian ditarik
suatu kesimpulan secara umum. Pendekatan penelitian digolongkan pada
metode kualitatif. Contoh, penyanyi A berambut keriting, penyanyi B
rambutnya keriting, penyanyi C dan penyanyi lainnya juga berambut
keriting, semuanya pandai bernyanyi. Jadi dapat ditarik kesimpulan
bahwa orang yang memiliki rambut keriting pandai bernyanyi.
SYARAT ILMU
1) Memenuhi Syarat sebagai Ilmu Pengetahuan Ilmiah
a. Logis: Dapat dinalar dan masuk akal.
Misalnya, pada ilmu keperawatan. Klien yang masuk rumah sakit
mengalami stress di samping keadaan sakitnya, klien harus
beradaptasi terhadap lingkungan baru (orang perawat, peraturan-
peraturan, dan lain-lain).
Misalnya, data tentang respons klien yang mengalami stres, dapat
diamati dan diukur dari ketidakmampaan klien untuk beradaptasi
terhadap stresnya. Secara psikologis (kognator), klien stres
mengalami gangguan afek dan emosi (cemas, marah-marah depresi,
dan menolak peraturan baru). Hal ini karena klien tidak mampu
beradaptasi terhadap lingkungan baru. Secara fisik (regulator),
kondisi klien dapat diukur dengan terdinya peningkatan tanda-tanda
vital klien dan peningkatan hormon-hormon stres (kortisol dan
katekolamin)
Pendekatan yang diganakan berdasarkan langkah-langkah dalam
metode ilmiah penjelasam lehih luniut dagat dilihat dalam
pembahasan tentang metode sains).
TEORI ADAPTASI
Proposisi konsep : sakit
Gambar 1.2. Science building blocks pada ilmu keperawatan (Teori Adaptasi)
Keterangan :
beberapa konsep:
2) Konsep koping (regulator dan kognator)
3) Konsep manusia
4) Konsep keperawatan
5) Konsep sakit
6) Konsep lingkungan
pernyataan lain sehingga terbentuk suatu informasi tentang hubungan
antarpengetahuan. Minimal pada penelitian ini akan menghasilkan suatu
proposisi-proposisi.
HIPOTESIS FAKTA EMPIRIS :
Perawat belum menunjukkan kinerja yang optimal
Klien sering mengalami stress hospitalisasi
HUKUM, PRINSIP: HUMANISTIK
1. Stimulus
a) Masalah.
pengamatan yang cermat dan teliti.
b) Perumusan masalah penelitian
masalah penelitian, perumusan masalah. Di dalam penelitian
dituliskan sebagai pertanyaan penelitian.
oleh ketidakmampuan manusia untuk beradaptasi yang melibatkan
unsur fisik, psikis, dan sosial yang merupakan perwujudan
terimplikasi adanya integrasi satu dengan yang lain. Objek utama
dalam ilmu keperawatan, yaitu:
keperawatan),
keperawatan dalam meningkatkan respons adaptasi
berhubungan dengan empat mode respons adaptasi.
Kegiatan yang dilaksanakan meliputi:
dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis dan
ketergantungan.
c) Melaksanakan komunikasi terapeutik.
d) Mengembangkan hubungan terapeutik
pengalaman, kemampuan emosional, dan kepribadian) serta
proses pemicu stres biologis (sel maupun molekul) yang berasal
dari dalam tubuh individu. Lingkungan eksternal dapat berupa
keadaan/faktor fisik, kimiawi, ataupun psikologis yang diterima
individu dan dipersepsikan sebagai suatu ancaman.
3) Konsep sehat
menjadikan dirinya terintegrasi secara keseluruhan, fisik,
mental, dan sosial. Integritas adaptasi individu dimanifestasikan
oleh kemampuan individu untuk memenuhi tujuan dalam
mempertahankan pertumbuhan dan reproduksi. Sakit adalah
suatu keadaan ketidakmampuan individu untuk beradaptasi
terhadap rangsangan yang berasal dari dalam dan luar individu.
Kondisi sehat dan sakit dipersepsikan secara berbeda-beda oleh
individu. Kemampuan seseorang dalam beradaptasi (koping)
bergantung dari latar belakang individu tersebut dalam
mengartikan dan mempersepsikan sehat/sakit, misalnya tingkat
pendidikan, pekerjaan, usia, budaya, dan lain-lain.
4) Keperawatan
memenuhi kebutuhan dasar yang diberikan kepada individu
baik sehat maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis,
sosial agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Bentuk pemenuhan kebutuhan dasar dapat berupa
meningkatkan kemampuan yang ada pada individu, mencegah,
memperbaiki, dan melakukan rehabilitasi dari suatu keadaan
yang dipersepsikan sakit oleh individu.
b. Perumusan Hipotesis
pertanyaan atau tujuan penelitían. Syarat hipotesis yang baik adalah
sebagai berikut.
adaptasi dan kinerja).
Berikut ini merupakan contoh dalam penjelasan variabel dan definisi
operasional ilmu keperawatan (adaptasi).
Variabel Dimensi Indikator/Definisi Operasional
katekolamin.
dan laju pernapasan.
Learning (imitasi, reinforcement, dan pemahaman
diri).
dapat menggunakan koping yang konstruktif:
1) Menerima kenyataan sakitnya.
3) Kooperatif terhadap tindakan yang diberikan.
Tingkat efektor Fisiologis
istirahat dan tidur
kegagalan peran.
Tingkat ketergantungan
aktivitas sehari-hari; dan terpenuhi
dan peningkatan hormon-hormon stres
Sabar
Melaksanakan
komunikasi
terapeutik
kontrak)
kesempatan
Mengembangkan
Hubungan
terapeutik
eksperimental; quasi-eksperimentals; pre-eksperimental. Contoh
kinerja perawat.
a. Penyusunan instrumen penelitian (validitas dan reliabilitas).
b. Melakukan sampling (randomisasi) dan estimasi ukuran sampel.
c. Analisis data dan pengujian hipotesis (regresi).
d. Mengambil kesimpulan dan memberikan saran
DAFTAR PUSTAKA
kinerja (Pasca)
kinerja (Pasca)
Adib, M. 2011. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika limiu
Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Alligood, MR, & Tomey, AM, 2006, Nursing 'Theorists and Their Work, 7h ed.
Missouri: Mosby.
Babbie, E. 1999. The Basics of Social Research. Belmont: Wadsworth Pub. Co.
Nursalam. 2002. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan, Jakarta: Sagung
Seto.
HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Polit DF & Back, CT. 2012. Nursing Research. Generating and Assessing Evidence
for Nursing Practice. 9 ed. Philadelphia: JB. Lippincott.
Polit, D.E. dan B.P. Hungler. 1993. Essential of Nursing Research. Methods,
Appraisal, and Utilization. 3d ed. Philadelphia: J.B. Lippincott Co.
Putera, S.T. 2010. Filsafat Ilmu Kedokteran. Surabaya: Pusat Penerbitan dan
Percetakan Unair.
Sastroasmoro, S. dan S. Ismail. 1995. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Jakarta: Binarupa Aksara.
Soeparto, O., S.T. Putra, dan Haryanto. 2000. Filsafat Imu Kedokteran. Surabaya:
GRAMIK dan RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Bab 2
Filsafat ilmu merupakan telaah secara filsafat yang ingin menjawab pertanyaan
hakikat ilmu (Adib, 2011). Hakikat ilmu dapat dibedakan menjadi tiga; yaitu
ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Semua pengetahuan-ilmu (sains), seni,
atau pengetahuan apa saja- pada dasarnya mempunyai ketiga landasan tersebut.
Ketiga hakikat tersebut saling berkaitan, yang berbeda adalah materi
perwujudannya serta sejauh mana landasan-landasan ketiga hakikat ini
dikembangkan dan dilaksanakan.
membedakan ilmu (sains) dari pengetahuan-pengetahuan lain. Dapat dikatakan
bahwa ilmu hanya membatasi hal-hal yang berbeda dalam batas pengalaman
karena fungsi ilmu dalam kehidupan (seperti memerangi penyakit) dan
menyusun indikator kebenaran karena telah teruji secara empiris. Ilmu juga
perlu bimbingan moral (agama) karena kebutaan moral dari ilmu dapat
membawa manusia ke jurang malapetaka.
Pada praktiknya, harus ada kejelasan batas disiplin ilmu, misalnya batas
disiplin ilmu antara perawat dan dokter. Tanpa kejelasan batas, maka pendekatan
multidisiplin tidak akan bersifat konstruktif tetapi berubah menjadi sengketa
kapling (Alligood & Tomey, 2012). Ciri khas yang paling menyol yaitu manusia
yang dilihat bukan hanya sebagai benda jasmani saja tetapi manusia secara
keseluruhan. Sementara itu manusia sebagai subjek penyelidikan ilmu
kemanusiaan dilihat dalam dua arti. Pertama dalam arti bahwa secara hakiki
manusia melampaui status objek benda-benda sekitarnya, kedua dalam arti
bahwa si penyelidik subjek berada pada taraf yang sama dengan objeknya. Arti
pertama agak berbau filsafat. Arti kedua secara khas berasal dari suatu uraian
empiris mengenai ilmu-ilmu kemanusiaan, jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu
lainnya.
terutama terjadi di tatanan klinik yang objeknya adalah manusia. Fenomena-
fenomena klinik yang kita amati adalah aspek fisik berupa gejala-gejala penyakit
dengan tingkat biomolekuler yang mendasarinya; aspek psikis; dan aspek sosial.
Ketiga aspek tersebut merupakan fokus kajian objek ilmu keperawatan, yang
mempunyai empat komponen, yaitu manusia sebagai makhluk yang unik;
keperawatan; konsep sehat-sakit; dan lingkungan yang memengaruhi keadaan
manusia.
adalah"……..suatu ilmu yang mencakup ilmu-ilmu dasar, perilaku, biomedik,
sosial, dan ilmu keperawatan sendiri (dasar, anak, maternitas, medikal bedah,
jiwa, dan komunitas). Aplikasi ilmu keperawatan yang menggunakan
pendekatan dan metode penyelesaian masalah secara ilmiah ditujukan untuk
mempertahankan, menopang, memelihara, dan meningkatkan integritas seluruh
kebutuhan dasar manusia". Pengertian tersebut membawa dampak terhadap isi
kurikulum program pendidikan tinggi keperawatan. Institusi pendidikan tinggi
keperawatan sejauh ini belum mampu mengenalkan ilmu keperawatan secara
jelas kepada peserta didik. Dengan demikian, peserta didik mendapatkan
orientasi ilmu dasar yang hampir sama dengan yang diajarkan pada program
pendidikan kesehatan lain (kedokteran umum, dokter gigi, dan kesehatan
masyarakat). Hal ini mengakibatkan ketidakjelasan peran perawat dalam
memberikan asuhan kesehatan kepada klien. Pertanyaan yang muncul adalah
apakah isi kurikulum ilmu-ilmu dasar yang diajarkan kepada mahasiswa
keperawatan sama yang diajarkan kepada mahasiswa kedokteran, kedokteran
gigi, dan kesehatan masyarakat. Hal ini perlu dipertanyakan mengingat: 1)
belum jelasnya perbedaan ilmu keperawatan dan kedokteran dan 2) dosen sering
mengajarkan materi yang sama dengan kedokteran kepada mahasiswa
keperawatan. Dengan perkataan lain, tidak adanya focus penekanan kompetensi
wajib yang dimiliki lulusan keperawatan (Nursalam, 2008b).
Tujuan ilmu keperawatan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu: 1) sebaga
dasar dalam praktik keperawatan; 2) komitmen dalam praktik keperawatan
terhadap pengembangan ilmu keperawatan; 3) sebagai dasar penyelesaian
masalah keperawat yang kompleks agar kebutuhan dasar klien terpenuhi; dan 4)
dapat diterimanya intervensi keperawatan secara ilmiah dan rasional oleh profesi
kesehatan lain serta masyarakat. Tujuan yang terakhir disebutkan akan dapat
diterima oleh masyarakat jika perawat mampu menjelaskan objek ilmu
keperawatan (Chitty, 1997).
menerjemahkan ilmu keperawatan sebagai suatu ilmu yang aplikasinya dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah sesuai dengan kaidah dan nilai-nilai
keperawatan. Chitty (1997) menekankan nilai-nilai ilmu keperawatan pada tiga
unsur utama, yaitu: holistik, humanistik, dan care dengan menekankan pada
upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang sehat maupun sakit.
Pemenuhan kebutuhan manusia merupakan objek ilmu keperawatan yang
meliputi membantu meningkatkan, mencegah, dan mengembalikan fungsi
kesehatan yang terganggu akibat sakit yang diderita.
Peran utama professional perawat adalah memberikan asuhan keperawatan
kepada manusia (sebagai objek utama kajian filsafat ilmu keperawatan :
Ontologis) yang meliputi :
klien.
masalah keperawatan, mulai dari pemeriksaan fisik, psikis, sosial, dan
spiritual.
masyarakat) mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks.
Pelayanan yang diberikan oleh perawat harus dapat mengatasi masalah-masalah
fisik, psikis, dan sosial-spiritual pada klien dengan fokus utama mengubah
perilaku klien (pengetahuan, sikap, dan keterampilannya) dalam mengatasi
masalah kesehatan sehingga klien dapat mandiri.
Misalnya, jika klien anak dengan asma bronkial dirawat di rumah sakit
dengan kondisi sedang diberi infus dan tidak boleh bergerak ke mana-mana,
maka anak tersebut akan mengalami stres fisik akibat keluhan sakitnya dan
psikis akibat dari tindakan pemasangan infus serta larangan untuk bergerak.
Stres psikis yang terjadi akan berdampak terhadap koping anak tersebut sehingga
menurunkan imunitasnya. Keadaan tersebut justru akan memperlambat
kesembuhan klien. Ilmu keperawatan yang ada harus dapat memfasilitasi
bagaimana anak tersebut dapat merasa "at home" (tidak seperti di rumah sakit),
tidak merasa tertekan, dan merasa diperhatikan oleh orang terdekat. Bukan justru
menambah stres psikologis dengan suasana lingkungan yang menakutkan dan
petugas yang bersikap kurang ramah serta memaksakan setiap melakukan
tindakan keperawatan/medis (misalnya menyuntik). Keadaan yang demikian
akan berdampak dalam proses penyembuhan klien.
Hasil penelitian yang dilaksanakan di Amerika menyebutkan bahwa
memperlakukan anak anak yang dirawat di rumah sakit seperti di rumah sendiri,
memberi kebebasan bagi anak untuk bermain sebatas kemampuannya, dan
merasa diperhatikan menunjukkan angka yang signifikan dalam percepatan
penyembuhan klien dibandingkan dengan anak yang mengalami stres psikologis
akibat suasana/lingkungan yang tidak kondusif.
ILMU KEPERAWATAN : TEORI ADAPTASI
Dalam disiplin biologi yang merupakan induk utama dari filsafat ilmu
kedokteran dan ilmu keperawatan, terdapat 4 doktrin biologi organisme yang
mencerminkan upaya para ahli biologi dalam mengatasi realitas biologi, yaitu
(1) doktrin pendekatan holistik; (2) doktrin teleologik; (3) doktrin kesejajaran
historis dalam perkembangan organisme; serta (4) doktrin otonomi (Soeparto
Putra, Haryanto, 2000). Doktrin pertama tampak pada pendekatan holistik
yang digunakan oleh ahli biologi dalam memersepsikan organisme. Artinya,
meskipun tubuh organisme tersusun dari komponen-komponen yang
mencerminkan tingkat agregasi bahan kimia pembentuknya dengan ciri-ciri
fisikokimia yang bervariasi, para ahli biologi memandang wujud organisme
sebagai yang terintegrasi. Doktrin kedua tampak pada sifat deskriptif
penjelasan biologi yang berorientasi tujuan. Penjelasan biologi yang
menekankan pentingnya hubungan antara struktur dengan fungsi dan penjelasan
pelestarian fungsi reproduksi, adaptasi, dan evolusi dalam organisme biologi
dipengaruhi oleh doktrin ini. Doktrin ketiga menegaskan
bahwa ciri-ciri perkembangan organisme menimbulkan permasalahan
metodologi khas dalam perkembangan teori biologi. Doktrin keempat
merupakan konsekuensi logis dari ketiga doktrin sebelumnya. Doktrin ini
menegaskan bahwa organisme harus diteliti tanpa prasangka, peranggapan, dan
bias yang tak disadari, sehingga informasi yang terhimpun memberikan realitas
apa adanya. Sistem biologi memperlihatkan ciri-ciri perwujudan dirinya sebagai
saatu totalitas (holistik). Dalam totalitas perwajudannya terimplikasi
adanya integrasi yaing engendalikan interelasi antara ciri satu dengan lainnya
(Soparmo,1984).
keperawatan, yaitu terjadinya suata sakit pada manusia karena adanya
ketidakmampuan beradaptasi antara unsur fisik, psikis dan sosial karena unsur –
unsur tersebut merupakan perwujudan terimplikasi integrasi satu dengan yang
lain. Misalnya jika manusia mengalami nyeri dada (pada kasus infark miokard
akut) maka akan berdampak terhadap stress psikis karena ketakutan tehadap
kematian, dan terjadi ganggaan sosialisasi dengan individu lainnya.
Salama individu mampu menjaga integrasi antara unsur- unsur tersebut, maka
gejala sakit tidak akan tormanifestasikan dan individu akan bertahan.
KOMPONEN ILMU KEPERAWATAN: TEORI ADAPTASI
Menurut Roy terdapat lima objek utama dalam ilma keperawatan, yaitu (1)
Manusia (individu yang medapatkan asuhan keparwatan) (2) Keperawatan: (3)
Konsep sehat: (4) konsep lingkungan; dan (5) Aplikasi : tindakan keparwatan.
(Nursalam & Kurniawan, 2007).
adaptasi Primer (mekanisme Koping)
Stimulus tingkat adaptasi
Gambar 2.1. Diagram model adaptasi dari Roy (dikutip oleh Nursalam, 2007)
MANUSIA
keluarga kelompok, komunitas, atau sosial. Masing-masing diperlakukan oleh
perawat sebagai system adaptasi yang holistik dan terbuka. Sistem terbuka
tersebut berdampak terhadap perubahan yang konstan terhadap informasi,
kejadian, dan energi antarsistem dan lingkungan.
Interaksi yang konstan antara individu dan lingkungan dicirikan oleh perubahan
internal dan eksternal. Dengan perubahan tersebut, individu harus
mempertahankan integritas dirinya yaitu beradaptasi secara kontinu
1. Input. Sistem adaptasi mempunyai input yang berasal dari internal
individu. Roy mengidentifikasi input sebagai suatu stimulus. Stimulus
merupakan suatu unit informasi, kejadian, atau energi yang berasal dari
lingkungan. Sejalan dengan adanya stimulus, tingkat adaptasi individu
direspons sebagai suatu input dalam sistem adaptasi. Tingkat adaptasi
tersebut bergantung dari stimulus yang didapat berdasarkan kemampuan
individu. Tingkat respons antara individu sangat unik dan bervariasi
Kognator (intelektual dan sebagainya)
Regulator (system saraf otonom)
kesehatan individu, dan stresor yang diberikan.
2. Proses.
Beberapa mekanisme koping dipengaruhi oleh faktor
kemampuan genetik, misalnya sel-sel darah putih masuk dalam
tubuh. Mekanisme lainnya adalah dengan penggunaan antiseptik
untuk mengobati luka. Roy menekankan ilmu keperawatan yang
unik untuk mengontrol mekanisme koping. Mekanisme tersebut
dinamakan regulator dan cognator.
internal, dan output.Stimulus input berasal dari dalam atau luar
individu. Perantara sistem regulator berupa kimiawi, saraf, atau
endokrin. Refleks otonomi sebagai respons neural berasal dari
batang otak dan korda spinalis, diartikan sebagai suatu perilaku
output dari sistem regulasi. Organ target (endoterin) dan jaringan
di bawah kontrol endokrin juga memproduksi perilaku output
regulator, yaitu terjadinya peningkatan Andreno Corticaltyroid
Hormone (ACTH) kemudian diikuti peningkatan kadar kortisol
darah.
subsistem regulator. Misalnya, regulator tentang respirasi. Pada
sistem respirasi akan terjadi peningkatan oksigen, yang
menginisiasi metabolisme agar dapat merangsang kemoreseptor
pada medula untuk meningkatkan laju pernapasan. Stimulasi
yang kuat pada pusat tersebut akan meningkatkan ventilasi lebih
dari 6-7 kali.
divisualisasikan dan ditransfer melalui saraf mata menuju pusat
saraf otak dan bagian bawah pusat saraf otonomi. Saraf
simpatetik dari bagian ini mempunyai dampak yang bervariasi
pada viseral, termasuk peningkatan tekanan darah dan denyut
jantung
internal dan eksternal. Perilaku output subsistem regulator dapat
menjadi umpan balik terhadap stimulus subsistem kognator.
Proses kontrol kognator berhubungan dengan fungsi otak yang
tinggi terhadap persepsi atau proses informasi, pengambilan
keputusan, dan emosi. Persepsi proses informasi juga
berhubungan dengan seleksi perhatian, kode, dan ingatan. Belajar
berhubungan dengan proses imitasi dan penguatan
(reinforcement). Penyelesaian masalah dan pengambilan
keputusan merupakan proses internal yang berhubungan dengan
keputusan dan khususnya emosi untuk mencari kesembuhan
dukungan yang efektif, dan kebersamaan.
e. Dalam mempertahankan integritas seseorang, kognator dan
regulator bekerja secara bersamaan. Sebagai suatu sistem
adaptasi, tingkat adaptasi seseorang dipengaruhi oleh
perkembangan individu dan penggunaan mekanisme koping.
Penggunaan mekanisme koping yang maksimal akan berdampak
baik terhadap tingkat adaptasi individu dan meningkatkan tingkat
rangsangan sehingga individu dapat merespons secara positif
3. Efector
Roy sebagai sistem efektor. Empat efektor atau model adaptasi tersebut
meliputi (1) fisiologis; (2) konsep diri; (3) fungsi peran; dan (4)
ketergantungan (interdepeden). Mekanisme regulator dan kognator
bekerja pada model adaptasi. Perilaku yang berhubungan dengan mode
adaptasi merupakan manifestasi dari tingkat adaptasi individu dan
mengakibatkan digunakannya mekanisme koping. Saat mengobservasi
perilaku seseorang dan menghubungkannya dengan model adaptasi,
perawat dapal mengidentifikasi adaptif atau ketidakefektifan respons
sehat dan sakit.
Oksigenasi: menggambarkan pola penggunaan oksigen yang
berhubungan dengan respirasi dan sirkulasi.
Nutrisi: menggambarkan pola penggunaan nutrisi untuk
memperbaiki kondisi dan perkembangan tubuh klien.
Eliminasi: menggambarkan pola eliminasi.
latihan, istirahat, dan tidur
berhubungan dengan pancaindra: penglihatan, penciuman,
perabaan, pengecapan, dan pendengaran.
penggunaan cairan dan elektrolit.
pengaturan, dan intelektual.
pengaturan, termasuk respons stres dan sistem reproduksi.
Masalah-masalah keperawatan yang dapat diidentifikasi pada
keempat mode dijabarkan pada Tabel 2.1.
b. Konsep Diri (Psikis)
yang berhubungan dengan ide diri sendiri. Perhatian ditujukan pada
kenyataan keadaan diri sendi tentang fisik, individual, dan moral-
etik.
Table 2.1. masalah gangguan adaptasi (George, 1990: 247 dikutif dari Roy, S.C.)
MASALAH
1. Oksigenisasi
seseorang yang berhubungan dengan orang lain akibat dar peran
ganda yang dijalankannya.
d. Ketergantungan (Independen)
kehangatan, cinta, dan memiliki Proses tersebut terjadi melalui
hubungan interpersonal terhadap individu maupun kelompok
2. Output
tidak efektif berdampak terhadap respons sakit (maladaptif). Jika klien
masuk pada zona maladaptif maka klien mempunyai masalah
keperawatan (adaptasi).
Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional berupa pemenuhan
kebutuhan dasar yang diberikan kepada individu yang sehat maupun sakit yang
mengalami gangguan fisik, psikis, dan sosial agar dapat mencapai derajat kesehatan
yang optimal. Bentuk pemenuhan kebutuhan dasar dapat berupa meningkatkan
kemampuan yang ada pada individu, mencegah, memperbaiki, dan melakukan
rehabilitasi dari suatu keadaan yang dipersepsikan sakit oleh individu (Alligood &
Tomey, 2006).
adaptasi yang berhubungan dengan empat model respons adaptasi. Perubahan internal,
eksternal, dan stimulus input bergantung dari kondisi koping individu. Kondisi koping
menggambarkan tingkat adaptasi seseorang. Tingkat adaptasi ditentukan oleh stimulus
fokal, kontekstual, dan residual. Stimulus fokal adalah suatu respons yang diberikan
secara langsung terhadap input yang masuk. Penggunaan fokal pada umumnya
bergantung pada tingkat perubahan yang berdampak terhadap seseorang. Stimulus
kontekstual adalah semua stimulus lain yang merangsang seseorang baik internal
maupun eksternal serta memengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur, dan secara
subjektif disampaikan oleh individu. Stimulus residual adalah karakteristik/riwayat
seseorang dan timbul secara relevan sesuai dengan situasi yang dihadapi tetapi sulit
diukur secara objektif.
Kasus: Klien Tn. Sigit mengalami nyeri dada. Stimulus yang secara langsung
pada klien dinamakan fokal, yaitu kekurangan oksigen pada otot jantungnya.
Stimulus kontekstual meliputi: suhu 40° C, sensasi nyeri, penurunan berat badan,
kadar gula darah, dan derajat kerusakan arteri. Stimulus residual meliputi
riwayat merokok dan stres yang dialaminya.
Tindakan keperawatan yang diberikan adalah meningkatkan respons adaptasi pada
situasi sehat dan sakit. Tindakan tersebut dilaksanakan oleh perawat dalan
memanipulasi stimulus fokal, kontekstual, atau residual pada individu. Dengan
memanipulasi semua stimulus tersebut, diharapkan individu akan berada pada zona
adaptasi. Jika memungkinkan, stimulus fokal yang dapat mewakili semua stimulus
harus dirangsang dengan baik. Misalnya klien dengan nyeri dada, stimulus fokalnya
adalah ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen tubuh dan persediaan oksigen
yang dapat disediakan oleh jantung. Untuk mengubah stimulus fokal, perawat perlu
memanipulai stimulus kebutuhan agar respons adaptif dapat terpenuhi. Jika stimulus
fokal tidak dapat diubah, perawat harus meningkatkan respons adaptif dengan
memanipulasi stimulus kontekstual dan residual.
Perawat perlu mengantisipasi bahwaklien mempunyai risiko adanya
ketidakefektifan respons pada situasi tertentu. Oleh karena itu perawat harus
mempersiapkan individu untuk mengantisipasi perubahan melalui penguatan
mekanisme kognator, regulator atau koping yang lainnya. Tindakan keperawatan yang
diberikan pada teori ini meliputi mempertahankan respons yang adaptif dengan
mendukung upaya klien secara kreatif menggunakan mekanisme koping yang sesuai.
KONSEP SEHAT-SAKIT
Roy mendefinisikan sehat sebagai suatu kontinum dari meninggal sampai dengan
tingkat tertinggi sehat. Dia menekankan bahwa sehat merupakan suatu keadaan dan
proses dalam upaya menjadikan dirinya terintegrasi secara keseluruhan, yaitu fisik,
mental, dan sosial.
memenuhi tujuan mempertahankan pertumbuhan dan reproduksi.
Sakit adalah suatu kondisi ketidakmampuan individu untuk beradaptasi
terhadap rangsangan yang berasal dari dalam dan luar individu. Kondisi sehat dan sakit
sangat relatif dipersepsikan oleh individu. Kemampuan seseorang dalam beradaptasi
(koping) bergantung pada latar belakang individu tersebut dalam mengartikan dan
mempersepsikan sehat-sakit, misalnya tingkat pendidikan, pekerjaan, usia, budaya,
dan lain-lain.
KONSEP LINGKUNGAN
Stimulus dari individu dan stimulus sekitarnya merupakan unsur penting dalam
lingkungan. Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua kondisi yang berasal dari
internal dan eksternal, yang memengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan serta
perilaku seseorang dan kelompok. Lingkungan eksternal dapat berupa fisik, kimiawi,
ataupun psikologis yang diterima individu dan dipersepsikan sebagai suatu ancaman.
Sementara lingkungan internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh individu
(berupa pengalaman, kemampuan emosional, kepribadian) dan proses stressor (sel
maupun molekul) yang berasal dari dalam tubuh individu. Manifestasi yang tampak
akan tercermin dari perilaku individu sebagai suatu respons. Pemahaman klien yang
baik tentang lingkungan akan membantu perawat meningkatkan adaptasi klien tersebut
dalam mengubah dan mengurangi risiko akibat dari lingkungan sekitarnya.
APLIKASI PADA ASUHAN KEPERAWATAN:
Model ilmu keperawatan dari adaptasi Roy memberikan pedoman kepada perawat
dalam mengembangkan asuhan keperawatan melalui proses keperawatan. Unsur
proses keperawatan meliputi pengkajian, penetapan diagnosis keperawatan, intervensi,
dan evaluasi seperti yang digambarkan berikut ini (Nursalam, 2008a)
Pengkajian
Diagnosis
Intervensi
Gambar 2.2 Diagram hubungan antara tahap proses keperawatan (Nursalam, 2001).
1. Pengkajian
fisiologis, konsep diri fungsi peran, dan ketergantungan. Oleh karena itu,
pengkajian pertama diartikan sebagai pengkajian perilaku, yaitu pengkajian klien
terhadap masing-masing model adaptasi sistematis dan holistik. Pelaksanaan
pengkajian dan pencatatan pada empat model adaptif tersebut akan memberikan
gambaran keadaan klien kepada tim kesehatan lainnya.
Setelah pengkajian pertama, perawat menganalisis pola perubahan perilaku
klien tentang ketidakefektifan respons atau respons adaptif yang memerlukan
dukungan perawat. Jika ditemukan ketidakefektifan respons (maladaptif), perawat
melaksanakan pengkajian tahap kedua. Pada tahap ini, perawat mengumpulkan
data tentang stimulus fokal, kontekstual, dan residual yang berdampak terhadap
klien. Proses ini bertujuan untuk mengklarifikasi penyebab dari masalah dan
mengidentifikasi faktor kontekstual dan residual yang sesuai. Menurut Martinez,
faktor yang memengaruhi respons adaptif meliputi genetik; jenis kelamin, tahap
perkembangan, obat-obatan, alkohol, merokok konsep diri, fungsi peran,
ketergantungan, dan pola interaksi sosial; mekanisme koping dan gaya; stres fisik
dan emosi; budaya; serta secara lingkungan fisik.
2. Perumusan Diagnosis Keperawatan
dan diri sendiri maupun luar (lingkungan). Sifat diagnosis keperawatan adalah (1)
Perencanaan
Pelaksanaan
Evaluasi
berorientasi pada kebutuhan dasar manusia; (2) menggambarkan respons individu
terhadap proses kondisi dan situasi sakit; dan (3) berubah bila respons individu
juga berubah (Nursalam 2001). Unsur dalam diagnosis keperawatan meliputi
problem/respons (P); etiologi (E) dan signs/symptom (S), dengan rumus diagnosis
= P + E + S. Diagnosis keperawatan dan diagnosis medis mempunyai beberapa
perbedaan, sebagaimana tersebut pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.2 Perbedaan diagnosis medis dan keperawatan
DIAGNOSIS MEDIS DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Fokus: faktor-faktor pengobatan
medis, dan faktor lain
manusia (KDM)
sampai pulang
klien
perawat
a. Menggunakan tipologi diagnosis yang dikembangkan oleh Roy dan
berhubungan dengan 4 model adaptasi (tabel masalah gangguan adaptasi).
Dalam mengaplikasikan metode diagnosis ini, diagnosis pada kasus Tn.
Sigit adalah "hipoksia.
(Nursalam, 2002)
b. Menyiapkan humidifier berisi air
c. Menyiapkan slang nasal/masker
e. Mengatur posisi klien
f. Memasang slang nasal/masker
g. Memerhatikan reaksi klien
Kriteria:
b. Menyiapkan cairan infus/makanan/darah
e. Mengatur posisi klien
f. Melakukan pemasangan infus/darah/makanan
g. Mengobservasi reaksi klien
3. Memenuhi kebutuhan eliminasi
pemasangan kateter
c. Menutup pintu dan memasang selimut
d. Mengobservasi keadaan feses/urine
e. Mengobservasi reaksi klien
Kriteria:
b. Melakukan mobilisasi pada klien pascaoperasi
5. Memenuhi kebutuhan integritas kulit (kebersihan dan kenyamanan fisik)
Kriteria:
b. Mengganti alat-alat tenun sesuai kebutuhan/kotor
c. Merapikan alat-alat klien
Kriteria:
b. Melakukan tes alergi pada pemberian obat baru
c. Mengobservasi reaksi klien
terhadap stimulusnya. Dengan menggunakan metode diagnosis ini maka
diagnosisnya adalah "nyeri dada disebabkan oleh kekurangan oksigen pada
otot jantung berhubungan dengan lingkungan cuaca yang panas.
Tabel 2.3 Kriteria standar intervensi keperawatan menurut teori adaptasi
(Nursalam, 2002), (lanjutan).
Memenuhi kebutuhan emosional dan spiritual
Kriteria:
2. Memberikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
3. Memberikan penjelasan dengan bahasa sederhana
4. Memerhatikan setiap keluhan klien
5. Memotivasi klien untuk berdoa
6. Membantu klien beribadah
7. Memerhatikan pesan-pesan klien
STANDAR TINDAKAN PADA GANGGUAN PERAN (SOSIAL)
1. Meyakinkan klien bahwa dia adalah tetap sebagai individu yang berguna bagi
keluarga dan masyarakat
2. Mendukung upaya kegiatan atau kreativitas klien
3. Melibatkan klien dalam setiap kegiatan terutama dalam pengobatan pada oinn
4. Melibatkan klien dalam setiap mengambil keputusan menyangkut diri klien
5. Bersifat terbuka dan komunikatif kepada klien
6. Mengizinkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien
7. Perawat dan keluarga selalu memberikan pujian atas sikap klien yang positif dalam
perawatan
8. Perawat dan keluarga selalu bersikap halus dan menerima jika ada sikap klien yang
negatif
1. Membantu klien memenuhi kebutuhan makan dan minum
2. Membantu klien memenuhi kebutuhan eliminasi (urine dan alvi)
3. Membantu klien memenuhi kebutuhan kebersihan diri (mandi)
4. Membantu klien berhias atau berdandan
c. Berhubungan dengan stimulus yang sama. Misalnya jika seorang petani
mengalami nyeri dada saat ia bekerja di luar pada cuaca yang panas. Pada
kasus ini, diagnosis yang sesuai adalah "Kegagalan peran berhubungan
dengan keterbatasan fisik (miokardial) untuk bekerja saat cuaca yang
panas".
memanipulasi stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Pelaksanaannya juga
ditujukan kepada kemampuan klien dalam menggunakan koping secara luas, supaya
stimulus secara keseluruhan dapat terjadi pada klien.
Tujuan intervensi keperawatan adalah mencapai kondisi yang optimal dengan
menggunakan koping yang konstruktif. Tujuan jangka panjang harus dapat
menggambarkan penyelesaian masalah adaptif dan ketersediaan energi untuk
memenuhi kebutuhan tersebut (mempertahankan, pertumbuhan, dan reproduksi).
Tujuan jangka pendek mengidentifikasi harapan perilaku klien setelah manipulasi
stimulus fokal, kontekstual, dan residual.
Pengembangan kriteria standar intervensi keperawatan menurut adaptasi akan
digunakan oleh peneliti sebagai instrumen untuk mengukur kinerja perawat dalam
menerapkan teori adaptasi pada asuhan keperawatan anak.
4. Evaluasi
ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada
perubahan perilaku dari kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi
pada individu.
DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. 2011. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Alligood, MR, & Tomey. AM. 2006. Nursing Theorists and Their Work. 7h ed. St.
Louis, Missouri: Mosby
Philadelphia: W.B Saunders Company.
AIDS. Jakarta: Salemba Medika.
Profesional. Jakarta: Salemba Medika.
Edisi 2. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
____________.2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen. Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika.
Polit DF & Back, CT. 2012. Nursing Research. Generating and Assessing Evidence
for Nursing Practice. 9th ed. Philadelphia: JB. Lippincott.
Putera, S.T. 2010. Filsafat Ilmu Kedokteran. Surabaya: Pusat Penerbitan dan
Percetakan Unair.
Soeparmo HA. (1984) Struktur Keilmuan dan Teori Ilmu Pengetahuan Alam.
Surabaya: Airlangga University Press.
Tujuan Penelitian
keperawatan
Harapan
DAN TUJUAN PENELITIAN
Masalah penelitian merupakan langkah awal yang harus dipikirkan dan disusun
berdasarkan suatu fakta empiris di lapangan. Pada tahap awal pelaksanaan penelitian,
kegiatan yang perlu dilakukan adalah memahami konsep masalah berdasarkan kajian
kepustakaan yang dapat dipercaya. Kegiatan tersebut meliputi berpikir, membaca
teori, dan review dengan teman perlu memahami pelaksanaan deductive reasoning dan
memilih topik yang diminati dari hasil riset yang telah dilaksanakan orang lain.
Gambar 3.1. Bagan alur piker ilmiah sekonsep (Soeparto, Putra, Haryanto, 2000)
TOPIK
MASALAH
Konsep yang digunakan dalam paradigm penelitian/konsep paradigm penelitian/konsep paradigma (konsep I dan II) sebagai sumber variable untuk menjawab rumusan masalah.
Masalah penelitian adalah suatu kondisi yang memerlukan pemecahan atau alternatif
Pemecahan. Baik burukya suatu penelitian sangat ditentukan oleh masalah penelitian
(Research problem) (Polit & Hungler, 1999). Masalah penelitian biasanya didapat dari
topic yang secara luas berhubungan dengan keperawatan. Mengingat dalam topik
sudah terdapat suatu masalah, maka dalam melakukan identinkasi masalah hendaknya
tidak keluar dari area masalah yang telah dicantumkan dalam topik. Masalah penelitian
diupayakan yang orisin, mempunyai kontribusi terhadap perkembangan ilmu, urgensi
dan baru.
lingkap masalah dan konsep keperawatan. Gambar berikut ini menjelaskan alur pikir
tentanglangkah-langkah memilih masalah penelitian keperawatan.
Gambar 3.2. Penentuan masalah riset keperawatan (Nursalam, 2002 & Nursalam,
2008)
P : Problem E ; ? (factor independen) S: Sign/ Simptons
Proses keperawatan Diagnosis Keperawatan
Sumber : - Klinik/
komunitas - Literature/
buku/ jurnal
- Diskusi/ seminar
Syarat - F: Feasibility - I: Interseting - N: novel - E: Ethics - R: relevant
MASALAH DAN RUMUSAN MASALAH
Keterangan:
masalah keperawatan yang berasal dari diagnosis keperawatan, yang terdiri atas rumus
PES. P (problem adalah respons/masalah yang dirasakan oleh klien, baik fisik, psikis,
maupun sosio-spiritual. Dalam menentukan R merujuklah pada masalah keperawatan
yang dikemukakan oleh North American Nurses Diagnosis (NANDA), sebagai acuan
penentuan masalah keperawatan di dunia. E (Etiology) adalah penyebab dari masalah,
dapat berupa patofisiologi suatu penyakit, situasi lingkungan atau tempat tinggal. S
(Sign & Symptoms) adalah tanda dan gejala yang biasanya memberikan kontribusi
terhadap timbulnya masalah. Keterangan tersebut dapat dianalogikan, bahwa PES
dapat dipergunakan sebagai variabel dependen; E sebagai variabel independen; dan S
dapat berperan sebagai variabel independen, dependen, moderator, atau variabel
lainnya.
F = Bisa dijalankan (Feasible)
I = Menarik (Interesting)
N = Hal baru (Novel)
Melengkapi dan mengembangkan hasil penelitian terdahulu
Menemukan sesuatu yang baru
R = Relevan (Relevant)
kebijakan kesehatan
Contoh lingkup riset keperawatan terlampir (diambil dari hasil riset peneliti dan
mahasiswa)
dikembangkan menjadi:
2. Pencegahan perilaku dan lingkungan yang berakibat buruk pada masalah
kesehatan.
4. Menentukan efektivitas intervensi keperawatan pada infeksi HIV-AIDS
5. Mengkaji pendekatan yang efektif pada gangguan perilaku.
6. Evaluasi intervensi keperawatan yang efektif pada penyakit kronis.
7. Identifikasi faktor-faktor bioperilaku yang berhubungan dengan kemampuan
koping.
9. Mengembangkan masalah dan metodologi riset pelayanan
kesehatan/keperawatan.
Kajian Masalah/Sumber Masalah Penelitian Keperawatan
Masalah riset bisa didapatkan dari berbagai sumber. Akan tetapi pemilihan sumber
harus selektif, aktif, dan imajinatif dalam penggunaannya.
Praktik Keperawatan
Praktik keperawatan harus berdasarkan pada ilmu yang diperoleh dari suatu hasil
penelitian, karenapraktik tersebut sangat penting untuk mengetahui sumber
permasalahan (Polit & Back, 2012). Pormasalahan atau topik riset dapat diperoleh
dari observasi klinik (perilaku klien dan keluarga dalam situasi krisis dan bagaimana
perawat mengatasi masalah tersebut; review status klien: proses keperawatan; dan
prosedur atau tindakan perawatan yang mungkin menimbalkan masalah atau
pertanyaan dalam pelaksanaannya). Misalnya, prosodur apakah yang bisa diberikan
dalam perawatan mulut pada klien kanker mulut atau klien dengan pemasangan
endotrakeal? Tindakan efektif apa yang dilakukan untuk mengobati luka? Tindakan
keperawatan apa yang berhubungan dengan komunikasi klien dengan stroke? Apakah
dampak kunjungan rumah dan pelaksanaannya setelah klien pulang dari rumah sakit?
Beherana mahasiswa perawat dan perawat mengumpulkan suatu jurnal atau data
mengenai permasalahan yang berhubungan dengan pengalaman praktiknya (Burns &
Grove 1999) mereka mencatat pengalaman, ide, dan observasinya dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Analisis dalam hal tersebut sering kali membantu
penyusunan suatu pola dalan memgidentifikasi peran perawat. Mengapa pemberian
asuhan keperawatan pada emosional dan spiritual klien lebih sedikit dibandingkan
dengan perawatan fisik? Apakah anggota keluarga perlu dilibatkan atau tidak dalam
pemberian asuhan keperawatan kepada klien?
RUMUSAN MASALAH ATAU PERTANYAAN PENELITIAN
Burns dan Grove (1999) mengemukakan lima pertanyaan yang perlu dijawab sebelum
merumuskan masalah penelitian: (1) Apa yang salah atau yang perlu diperhatikan pada
Situasi ini?; (2) Di mana letak kesenjangannya?: (3) Informasi apa yang dibutuhkan
untuk mencari masalah ini?; (4) Perlukah melakukan tindakan pelayanan di klinik?;
dan (5) Perubahan apa yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut?
Sementara menurut Polit dan Hungler (1993) pertanyaan yang perlu dijawab
sebelum merumuskan masalah penelitian: (1) Apakah pertanyaan penelitian ini
berhubungan dengan teori atau praktik? (Substansi); (2) Bagaimana pertanyaan akan
bisa dijawab? (Metodologis); (3) Apakah tersedia sarana dan prasarana yang memadai
(practical dimensions); dan (4) Dapatkah pertanyaan ini dijelaskan secara konsisten
yang berdasarkan pada isu etik? (Ethical Dimensions).
Riset keperawatan terutama ditujukan pada masalah-masalah keperawatan di
klinik dan komunitas atau keluarga (misalnya, sesuai 11 pola fungsi kesehatan dari
Gordon; 9 pola respons kesehatan dari NANDA; dan lain-lain); masalah keperawatan
pada bidang pendidikan; dan masalah pada sistem pelayanan kesehatan lain
(Nursalam, 2008).
Pertanyaan suatu penelitian adalah suatu pernyataan yang singkat, jelas, dan
interogatif, yang ditulis dalam bentuk saat sekarang dan melibatkan satu atau lebih
variabel. Pertanyaan penelitian berguna untuk menjelaskan suatu variabel, menguji
hubungan antarvariabel, dan menentukan perbedaan antara dua atau lebih kelompok
sehubungan dengan variabel tertentu.
Contoh:
1. Bagaimana peran orang tua dalam perawatan tali pusat pada bayi baru lahir?
(deskriptif)
2. Adakah hubungan antara variabel x dan variabel y? (crossectional ; asosiasi/
korelasi)
3. Adakah pengaruh pemberian terapi bermain pada anak prasekolah selama
masuk rumah sakit terhadap penerimaan selama tindakan invasif? (pengaruh
experiment)
Penyusunan rumusan masalah penelitian harus didasarkan pada pemahaman yang
dimiliki peneliti tentang masalah yang ada dan berkembang saat itu. Hal-hal yang
harus diperhatikan oleh peneliti meliputi faktor-faktor tersebut di bawah ini.
1. Mendefinisikan permasalahan/topik (fakta empiris-induktif)
Seorang peneliti biasanya memulai pencarian topik secara umum, misalnya
asuhan keperawatan (askep) klien dengan nyeri, pola komunikasi keluarga
pada perawatan Nien lanjut usia (lansia), atau asuhan keperawatan klien
dengan inkontinensia urine? Kemudian timbul suatu pertanyaan: Mengapa
perlu dilakukan tindakan? Apa yang akan teriadi seandainya diberikan
tindakan? atau, Ciri-ciri khas apakah yang ada hubungannya dengan masalah
tersebut?
mampu mengidentifikasi apa yang sudah diketahui dan belum diketahui pada
suatu topik. Perbedaan pendapat akan membantu penentuan permasalahan di
masa mendatang.
suatu permasalahan karena disusun berdasarkan ide atau dan bersifat nyata
serta telah dilakukan suatu pengujian mengenai kebenarannya.
Permasalahan/topik dapat disusun untuk menjelaskan tentang konsep,
misalnya topik yang diminati. Dengan melakukan kajian masalah, peneliti
gambaran situasi sekarang teori perawatan diri dari Orem.
Replikasi meliputi suatu prosedur atau pengulangan riset untuk
menentukan apakah hasil penemuan akan sama atau berbeda. Beberapa peneliti
melakukan replikasi pada penelitiannya karena mereka setuju dengan
penemuan tersebut dan ingin menguji apa yang akan terjadi jika penelitian
tersebut dilaksanakan pada desain, tempat, dan subjek yang berbeda. Berikut
ini adalah contoh penyusunan rumusan masalah berdasarkan kajían teori,
dimulai adanya suatu ide/pendapat yang ada pada pikiran peneliti.
3. Interaksi antarteman sejawat atau anggola tim Interaksi dengan peneliti atau
anggota tim sangat bermanfaat untuk menentukan permasalahan penelitian.
Seorang peneliti yang berpengalaman memberikan pengalamannya kepada
pemula ataupun seorang dosen memberikan pengalaman kepada
mahasiswanya dalam menyeleksi dan menyusun suatu permasalahan. Jika
memungkinkan, seorang mahasiswa melakukan penelitian pada topik yang
sama dengan dosennya. Dosen dapat memberikan keahliannya berhubungan
dengan program penelitian dan mahasiswa dapat mengembangkan
pengetahuannya pada topik tertentu (Polit & Back, 2012). Tipe hubungan ini
bisa dikembangkan antara ahli peneliti dengan perawat di rumah sakit ataupun
klinik.
4. Layak dijabarkan (feasibility) Kelayakan suatu penelitian untuk dilakukan
ditentukan oleh berbagai pertimbangan, yaitu (a) waktu; (b) dana; (c) keahlian
peneliti; (d) tersedianya responden; (e) fasilitas dan alat; (f) kerja sama dengan
tim lain; dan (g) pertimbangan etika (Nursalam, 4. 2008).
a. Waktu
Suatu penelitian sering kali memerlukan waktu yang lebih lama dari yang
telah ditentukan, sehingga menjadi kendala bagi semua peneliti terutama
peneliti pemula untuk memperkirakan waktu yang diperlukan.
Pertimbangan perkiraan penentuan waktu dapat ditentukan oleh berbagai
faktor:
2) Jumlah dan kompleksnya variabel yang akan digunakan
3) Metode pengukuran variabel (apakah instrumen sudah tersedia
ataukah harus mengembangkan sendiri)
4) Metode pengumpulan data
5) Proses analisis data
selesainya tahap proses penelitian.
b. Dana Perumusan masalah dan tujuan yang dipilih sangat dipengaruhi oleh
alokasi dana yang tersedia. Potensial sumber dana harus dipertimbangkan
pada saat penyusunan masalah atau tujuan. Untuk memperkirakan dana
yang diperlukan, beberapa pertanyaan berikut ini perlu dipertimbangkan:
1) Literatur: Apakah akan diperlukan komputer, fotokopi artikel, atau
pembelian buku?
partisipasinya?
tersedia, ataukah perlu membangun/membuat sendiri? Berapakah
biaya untuk pengukuran instrumen?
pengetikan dan analisis data? cara meminjam, menyewa, membeli,
5) Komputer: Apakah pemakaian komputer diperlukan saat
menganalisis data? Jika ya, berapa biaya yang diperlukan?
6) Transportasi: Berapa biaya transportasi untuk melakukan
penelitian dan menyajikan hasil?
prangko, pena, kertas, dan fotokopi? Apakah perlu biaya telepon
untuk jarak jauh (interlokal)?
kemampuan peneliti. Hal ini biasanya menuntut seorang peneliti untuk
memahami suatu proses penelitian baru kemudian melakukan penelitian
berdasarkan pengalamannya. Memilih permasalahan yang sulit dan
kompleks akan mengakibatkan frustrasi bagi peneliti pemula.
d. Ketersediaan responden
adalah tipe dan jumlah responden yang diperlukan. Sampel biasanya sulit
jika penelitian meliputi populasi yang unik dan jarang. Misalnya
quadriplegic yang hidup sendirian. Semakin spesifik suatu populasi,
semakin sulit mendapatkannya. Dana dan waktu yang tersedia akan
berakibat terhadap responden yang dipilih. Dengan keterbatasan waktu
dan dana, seorang peneliti perlu menentukan responden yang tersedia yang
tidak memerlukan biaya (upah).
Peneliti perlu mempertimbangkan apakah riset memerlukan fasilitas
tertentu. Apakah ruangan khusus diperlukan untuk program pendidikan,
wawancara, atau observasi? Tika riset dilaksanakan di rumah sakit, klinik,
atau sekolah perawat, apakah diperlukan seorang agen? Tindakan atau tes
di laboratorium akan sangat mahal dan mungkin membutuhkan dana dari
sumber lain. Riset perawatan biasanya dilaksanakan di rumah sakit, klinik,
rumah klien, dan tempat lainnya.
f. Kerja sama dengan tim lain
Suatu penelitian tidak akan dapat berjalan dengan lancar tanpa kerja sama
dengan tim yang lain. Hampir semua riset keperawatan melibatkan subjek
manusia dan dilaksanakan di rumah sakit, klinik, sekolah perawat, kantor,
atau rumah. Adanya hubungan yang haik dengan individu di tempat
penelitian akan sangat membantu. Orang sering berharap dapat terlibat
dalam suatu penelitian jika permasalahan dan tujuan penelitian ada
hubungannya dengan permasalahan yang ada atau mereka tertarik secara
individu terhadap permasalahannya. Misalnya seorang perawat di rumah
sakit mungkin tertarik dengan penelitian yang ada hubungannya dengan
efeltivitas penggunaan biaya institusi terhadap program kesejahteraan
perawat.
penelitian harus etis, dalam arti hak responden dan yang lainnya
dilindungi. Jika suatu tujuan penelitian akan berakibat jelek terhadap hak
reponden, maka penelitian tersebut harus dievaluasi ulang dan mungkin
harus dihindari.
Tujuan penelitian diperoleh dari rumusan masalah penelitian yang telah
ditetapkan sebagai indikator terhadap hasil yang diharapkan. Tujuan dari
penelitian berguna untuk mengidentifikasi, menjelaskan, mempelajari,
membuktikan, mengkaji, dan memprediksi alternatif pemecahan masalah
terhadap masalah penelitian. Tujuan tersebut biasanya menandakan tipe dari
riset, misalnya deskriptif: studi kasus, cross sectional, kohort, dan case control;
serta eksperimen: trust-experiment, quasi-experiment, dan praexperiment.
Dengan adanya tujuan tersebut akan mempermudah untuk mencapai hasil yang
diharapkan.
penelitian yang masih abstrak. Kejelasan dari objektivitas biasanya difokuskan
pada kadang fokusnya untuk mengidentifikasi suatu hubungan diantara dua atau
lebih variable atau untuk menentukan perbedaan di antara dua kelompok dari
suatu variabel (Polit & Back, 2012).
Tujuan penelitian harus jelas, ringkas, dan berupa pernyataan yang
deklaratif, yang biasanya dituliskan dalam bentuk kalimat aktif. Agar tujuan
menjadi jelas, biasanya tujuan penelitian difokuskan pada satu atau dua variabel
dan mengidentifikasi apakah variable perlu dijabarkan lebih lanjut. Fokus
tersebut bisa dalam bentuk identifikasi hubungan atau asosiasi di antara variabel
atau untuk menentukan perbedaan di antara dua dengan variabel.
Agar lebih jelas, cermati contoh berikut ini.
Rumus Penulisan Tujuan Penelitian
3. Menentukan atau mengidentifikasi hubungan antara variabel X dengan
variabel Y (relational)
4. Menentukan perbedaan antara kelompok 1 dan kelompok 2 sehubungan
dengan variabel X (diffierences)
Masalah/Kajiian Masalah
Dari hasil studi yang dilakukan peneliti pada 15 orang mahasiswa reguler
Program Profesi Ners Fakultas Keperawatan pada tanggal 2-9 Maret 2013 dapat
diketahui bahwa dia dimensi kelelahan emosional: 26.7%% mahasiswa
mengalami kelelahan emosional ditingkat rendah: 40% menengah dan 33,3%
pada rentang berat. Dimensi yang kedua depersonalisasi S87% mahasiswa
mengalami depersonalisasi di tingkat rendah dan sekitar 13.3% di tingkat
menengah. Kemudian dimensi penurunan prestasi diri; 33,3% mengalami
penurunan prestasi diri di tingkat rendah; 46,7% menengah; dan 20% mengalami
penurunan prestasi diri tingkat berat. Hal ini didukung dengan data penelitian
sebelumnya oleh Irawati (2012) yang menyebutkan bahwa mahasiswa regular
angkatan genap 2011/2012 program profesi Ners Fakultas Keperawatan dari
jumlah 63 orang responden penelitian terdapat 61,9% mahasiswa mengalami
kelelahan emosional di level sedang. Sekitar 60,3% mengalami depersonalisasi
tingkat menengah dan 71,4 % mengalami penurunan prestasi level rendah.
Rumusan Masalah
1. Apakah ada hubungan antara sumber stres (stresor) personal terhadap
burnout syndrome yang dialami oleh mahasiswa regular program Profesi
Ners?
2. Apakah ada hubungan antara sumber stres (stresor) lingkungan terhadap
burnout sydrome yang dialami oleh mahasiswa regular program Profesi
Ners?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
pada mahasiswa regular Program Profesi Ners berdasarkan Transactional
Theory Lazarus & Folkman dan konsep Maslach Burnout Inventory
Tujuan Khusus
syndrome
berdasarkan Transactional Lararus & Folkman dan Konsep Maslach
Burnout Inventory.
mahasissa reguier Program Profesi Ners berdasarkan Transactional
Theory Lazarus & Folkmr dan Konsep Masiach Burnout Inventory.
LAMPIRAN
Keperawatan
Penelitian)
Maternitas
(Penelitian
dasar)
Pengaruh
Percepatan KALA I merupakan unsur utama
persalinan
Keterlambatan dalam pembukaan
berdampak juga terhadap psikologisnya.
Penyebab dari keterlambatan dipengaruhi
adalah kecemasan dan kurangnya rasa
nyaman klien (nyeri) karena tidak didampingi
oleh keluarganya khususnya suaminya.
kehadiran suami berpengaruh terhadap
pernah dilaksanakan penelitian bagaimana
pendampingan yang efektif dapat
mempercepat pembukaan persalinan pada
I?
Maternitas
pascasalin, tetapi ibu yang lain tetap
menyusui meskipun nyeri yang dirasakan
terasa berat. Nyeri saat
mendapatkan perhatian serius. Keadaan
tersebut akan berdampak terhadap
mengalami gangguan proses fisiologis
terhadap kesehatan bayinya. Bayi akan
menjadi mudah terkena penyakit karena
penurunan
pertumbuhan dan perkembangan.
signifikan dalam mendorong ibu-ibu untuk
tetap menyusui bayinya pada saat
"afterpain" pascasalin. Faktor paritas
pendorong utama, yaitu ibu-ibu yang baru
mempunyai anak pertama akan tetap
menyusui bayinya. Hal ini dilakukan sebagai
bukti kasih sayang ibu dan rasa tanggung
jawab wanita terhadap perkembangan
orang yang paling bertanggung jawab dan
disalahkan apabila tidak bisa menyusui
bayinya, di lain pihak mereka tidak tahan
terhadap nyeri yang dirasakan. Di satu sisi
masih ditemukan suami melarang istrinya
untuk menyusui karena alasan feminisme
dan kebutuhan seksual belaka. Sementara
faktor-faktor lain seperti pengetahuan, sikap,
social ekonomi, dan dukungan keluarga
belum pernah dikaji.
Rumusan masalah/pertanyaan penelitian
ibu untuk tetap menyusui saat afterpain?
2. Bagaimanakah dukungan keluarga dalam
meningkatkan motivasi untuk tetap
sindroma klimaktorium Sindroma yang
dialaminya berdampak terhadap gangguan-
gangguan psikis berupa ketidakharmonisan
sosial. Gangguan konsep diri, dan lain-lain.
Sementara gangguan fisik meliput gangguan
pada kulit, produksi hormone kewanitaan,
pencernaan, jantung, dan perkemihan.
(1) sosial budaya, (2) faktor keluarga persepsi
dan pengetahuan wanita atau suami yang
saiah. Tetapi, belum pernah dilakukan
penelitian mengenai taktor-faktor apakah
klimaktorium tersebut. Masalah tersebut
mendalam
sikap wanita tentang sindoma
berpengaruh tehadap sindroma
melakukan latihan yang dapat menyebabkan
penurunan tonus otot kandung kemih,
peningkatan stasis urine
diperbuat
juga di Indonesia. Hasil penelitian yang
dilaksanakan
mengurangi keluhan sakit pada
lansia?
dalam melakukan rehabililasi fisik pada klien
pascaserangan stroke di rumah. Peran
tersebut khususnya dalam memenuhi
berpakaian,
terjadinya "dekubitus karena imobilisasi yang
lama, pneumonia akibat penumpukan sekret,
dan gangguan gangguan organ tubuh lainnya
Keadaan tersebut akan berakibat terhadap
suatu kondisi yang sangal falal apabila
perawal dan khususnya keluarga tidak
borperan serta
rehabilitasi baik selama klien dirawal di
rumah sakit maupun di rumah. Menurut
Carpenito (2000 240) gangguan aktivitas
tersebut harus ditangani untuk pemulihan
atau pencegahan penurunan fungsi yang
berkelanjutan.
latilhan pasif dan aktif dengan bantuan vang
dimulai sejak klien dirawat di rumah sakit
sampai pulang. Roper (1996: 45)
menekankan bahwa keterlibatan keluarga
diperlukan, mengingat
dalam
pernah dilakukan pengkajian bagaimanakah
kebutuhan rehabilitasi fisik khususnya
setelah pulang.
Pertanyaan penelitian
terhadap peran serta keluarga dalam
melakukan rehabilitasi pada klien
pascaserangan stroke di rumah?
Contoh: Penelusuran Masalah/Topik Penelitian
2. Kasus: Activity Daily Living (ADL) Lansia
3. Kajian Masalah
F-1
a. Empat puluh lima (45 %) lansia (< 65 thn) mengalami kemunduran ADL seiring
pertambahan usia.
b. Kemunduran ADL dan ketergantungan lansia pada orang lain menjadi pemicu
adanya gangguan psikologis dan faktor pencetus terjadinya depresi pada lansia
(Hawar 2007).
c. Dengan kondisi yang sehat, para lansia dapat melakukan aktivitas apa saja tanpa
meminta bantuan orang lain, atau sedikit mungkin tergantung kepada orang
(Sahartini, 2004)
d. Dengan menjaga kesehatan fisik, mental, spiritual, ekonomi, dan sosial, seseorang
dapat memilih masa tua vang lebih membahagiakan, terhindar dari masalah
kesehatan (Astusti, 2007)
e. Apabila ketergantungan tidak segera diatasi, maka akan menimbulkan beberapa
akibat seperti gangguan sistem tubuh, timbulnya penyakit, menurunnya Activity
of Daily Living (ADL). Penurunan Activity of Daily Living (ADL) disebabkan
oleh persendian yang kaku, pergerakan yang terbatas, waktu bereaksi yang
lambat, keseimbangan tubuh yang jelek, gangguan peredaran darah, keadaan yang
tidak stabil bila berjalan, gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran
(Setiabud dan Hardywinoto, 1999).
f. Permasalahan yang berkaitan dengan lansia antara lain, pengaruh proses menua
dapat menimbulkan masalah secara fisik karena semakin lanjut usia seseorang,
maka akan mengalami kemunduran terutama di bidang kemampuan fisik. Selain
kemunduran kemampuan fisik juga mengakibatkan penurunan pada peranan-
peranan sosialnya (Nugroho, 2000).
F-2
a. Olahraga usia lanjut perlu diberikan dengan berbagai patokan, antara lain beban
kerja ringan atau sedang, waktu relatif lama, bersifat aerobik dan atau kalistenik
tidak kompetitif atau bertanding (Bandiyah, 2009).
b. Senam lansia adalah senam dengan gerakan ringan, dilakukan secara
berkesinambungan, dan lazimnya disarankan untuk usia 40 tahun ke atas
(Ismawati, 2010).
c. Prinsip olahraga usia lanjut sama dengan prinsip olahraga pada umumnya, yang
membedakan adalah berkaitan dengan reaksi tubuh yang relatif lebih lamban.
Oleh karena itu, jangka waktu dan beban latihan harus disesuaikan (kusmana,
2002)
d. Faktor yang murni milik lanjut usia yang berperan besar terhadap terjadinya jatuh
adalah muskuloskeletal. Senam lansia ditujukan untuk penguatan, daya tahan, dan
kelenturan tulang dan sendi, sehingga sistem maskuloskeletal yang menurun dapat
diperbaiki. Selain itu senam lansia bermanfaat untulk memelihara kebugaran
jantung dan paru (Reuben, 1996).
SPIDER WEB
Keaslian Penulisan
berikut.
Sementara itu penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah tentang pengaruh
senam lansia (lama waktu pelaksanaan, intensitas, dan frekuensi) terhadap
peningkatan kemandirian ADL lansia. Variabel penelitian adalah lama waktu
pelaksanaan, intensitas senam lansia, frekuensi senam lansia dan ADL lansia. Jenis
penelitian yang akan senam lansia, dilakukan yaitu kuantitatif pra-eksperimental.
1. Masalah.
dijelaskan
kemandirian ADL lansia?
b. Apakah ada pengaruh intensitas senam lansia terhadap kemandirian ADL
lansia?
c. Apakah ada pengaruh frekuensi senam lansia terhadap kemandirian ADL
lansia?
ADL lansia.
4. Manfaat
b. Manfaat Praktis.
bertambahnya usia.
5. Judul
6. Kerangka konseptual
Burns & Grove. (1999). The Practice of Nursing Research. Philadelphia: W.B.
Saunders Co.
Sagung Seto.
2. Jakarta: Salemba Medika.
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Polit, D.E & Hungler, BP (1999). Nursing Research. Principle and Method.
Philadelphia: J.B Lippincott.
Polit DF & Back, CT (2012). Nursing Research. Generating and Assessing Evidence
for Nursing Practice 9th Philadelphia: JB. Lippincott.
Soeparto R Putra ST, Haryanto. (2000). Filsafat llmu Kedokteran. Surabaya:
GRAMIK & RSUD Dr. Soetomo Surabaya,
Sastroasmoro,S. dan S. Ismail. (1995). Dasar Dasar Metodologi Penelitian Klinis,
Jakarta: Binarupa Aksara
Tahap penting dalam satu penelitian adalah menyusun kerangka konsep. Konsep
adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu
teori yang menjelaskan keterkaitan antarvariabel (baik variabel yang diteliti maupun
yang tidak diteliti). Kerangka konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil
penemuan dengan teori.
Untuk memudahkan, suatu konsep dari suatu istilah dapat dicermati pada
batasan istilahnya. Misalnya, untuk memahami konsep keperawatan maka perlu
dicermati batasan keperawatan. Keperawatan merupakan ilmu yang mempelajari
sebab tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang menurut Maslow adalah
FAKHA: Fisiologis, Aman, Kasih sayang, Harga diri, dan Aktualiasasi diri serta upaya
untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar tersebut sebagai respons sakit yang
dialami oleh klien. Konsep ilmu keperawatan selalu didasarkan pada kajian paradigma
tentang empat hal, yaitu manusia, sehat/sakit, lingkungan, dan keperawatan.
Penyusunan Kerangka Konseptual dalam Penelitian
Dasar Penyusunan Kerangka Konsep
a. Kerangka konsep: konsep yang dipakai sebagai landasan berpikir dalam
kegiatan ilmu.
ilmiah, mulai dari penetapan populasi, sampel, dan seterusnya, yaitu kegiatan
sejak awal dilaksanakannya penelitian.
dipublikasikan, konsep, atau teori (melalui theoretical mapping).
3. Mengidentifikasi dan mendefinisikan semua variabel riset, mengategorikan ke
dalam kelompok (independent, dependent, intervening, confounding, control and
random variable).
Langkah Penyusunan
2. Identifikasikan teori yang digunakan sebagai dasar penelitian.
a. Peneliti ingin meneliti perilaku klien dalam perawatan, maka dapat dipilih
teori Lawrence W. Green, yang meliputi: predisposing, enabling, dan
reinforcing.
eliminasi, mandi, maka ditetapkan teori yang dipilih adalah teori Orem
tentang defisit perawatan diri (self care deficit).
3. Gambarkan hubungan antarvariabel dengan garis berarah
a. Arah (Direction). Dari kiri ke kanan atau dari atas ke bawah.
b. Tempat (Position)
c. Tanda dan simbol (Sign & Symbol). Digaris putus-putus untuk yang
diteliti ( ); digaris jelas untuk variabel dalam kotak yang diteliti
( ); dan digaris putus-putus untuk variabel yang tidak diteliti (
)
Hubungan/Hipotesis (A_ _ _B)
Pengaruh ( A B )
Anak dengan Asma Bronkial (Nursalam, 2003)
Peneliti perla menjelaskan tentang pengaruh penerapan teori adaptasi dalam
meningkatkan kinerja perawat anak dan meningkatkan sistem imunitas anak dengan
asma bronkial serta keterkaitan beberapa variable.
MENYUSUN HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian.
Menurut La Biondo-Wood dan Haber (2002) hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi
tentang hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu
pertanyaan dalam penelitian. Setiap hipotesis terdiri atas suatu unit atau bagian dari
permasalahan.
kemampuan dan enuresis pada anak usia sekolah (Walida, 2007)
Hipotesis disusun sebelum penelitian dilaksanakan karena hipotesis akan bisa
memberikan petunjuk pada tahap pengumpulan, analisis, dan interpretasi data. Uji
hipotesis artinya menyimpulkan suatu ilmu melalui suatu pengajuan dan pernyataan
secara ilmiah atau hubungan yang telah dilaksanakan penelitian sebelumnya.
Untuk mengetahui signifikansi (p) dari suatu hasil statistik (Hypothesis test),
maka kita dapat menentukan tingkat signifikansi: (p) 0,05 (1 kemungkinan untuk 20);
0,01 (1 untuk 100); dan 0,001 (1 untuk 1.000), Adapun yang sering digunakan adalah
signifikansi level 0,05. Dengan menentukan signifikansi ini maka kita dapat mentukan
apakah hipotesis akan diterima atau ditolak (ika p< 0.05) (Voelker & Orton, Adam
2011).
1. Relevance Hipotesis harus relevan dengan fakta yang akan diteliti.
2. Testability: Memungkinkan untuk dilakukannya observasi dan bisa diukur
3. Compatibility: Hipotesis baru harus konsisten dengan hipotesis di lapangan
yang sama dan telah teruji kebenarannya, sehingga setiap hipotesis akan
membentuk suatu system
4. Predictive Artinya hipotesis yang baik mengandung daya ramal tentang apa
yang akan terjadi atau apa yang akan ditemukan.
5. Simplicity: Harus dinyatakan secara sederhana, mudah dipahami, dan mudah
dicapai.
Tujuan Hipotesis
1. Untuk menghubungkan antara teori dan kenyataan, dalam hal ini hipotesis
menggabungkan dua domain.
2. Sebagai suatu alat yang ampuh untuk pengembangan ilmu selama hipotesis
bisa menghasilkan suatu penemuan (discovery).
3. Sebagai suatu petunjuk dalam mengidentifikasi dengan menginterpretasi suatu
hasil.
Hipotesis didapatkan dari suatu fenomena atau masalah yang nyata, analisis teori, d
mengulas literatur.
pengembangan hipotesis. Misal hubungan teoretis yang diidentifikasi Orem
tahun 1985 dalam Polit & Back (2012) tentang teori perawatan diri dan
kurangnya kebersihan dalam melakukan perawatan luka sehubungan dengan
adanya nyeri pada sendi dan keterbatasan pergerakan/mobilitas. Pertama, kita
dapat menguji tentang efektivitas dari tindakan dalam mengurangi nyeri sendi
dan meningkatkan mobilitas dan dampak perawatan individual. Contoh
penulisan hipotesis meliputi: Klien artritis yang menggunakan pengobatan
relaksasi akan mengalami penurunan rasa nyeri dan membutuhkan waktu yang
relatif lebih sedikit dalam pengobatannya dibandingkan dengan klien
yang tidak mendapatkan terapi relaksasi.
2. Teori.
Hubungan yang digunakan dalam suatu teori dapat menjadi dasar penyusunan
hipotesis. Jika seorang peneliti tertarik melakukan pengujian terhadap suatu
pernyataan dalam teori, akan membawa pengaruh yang besar terhadap
perkembangan praktik perawatan.
3. Kajian literature
Pada kajian literatur, peneliti menganalisis dan menyintesis hasil dari berbagai
penelitian. Hubungan yang diidentifikasi dari sintesis dalam suatu penemuan
sangat berguna untuk penyusunan hipotesis. Nursalam tahun 2007, meneliti
pengaruh pendakatan Asuhan keperawatan terhadap respons pasien terinfeksi
HIV and AIDS, hipotesis yang digunakan berdasarkan konsep teori
psikoneuroimunologi dan adaptasi.
Perbedaan tipe hubungan dan jumlah variabel didentifika dalam hipotesis Penelit
mungkin mempunyai satu, tiga, atau lebih hipotesis, bergantung pada kompleknya
suatu penelitian.
1. Hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang digunakan untuk pengakuran statistk
dan interpretasi hasil statistik. Hipotesia nol dapat sederhana atau kompleks
dan bersifat sebab atau akibat. Misal pengaruh tr adagtasi terhadap perbuikan
kinerja perawat anak. Maka dalam H0 tidak adanya pengaruh penrapn teori
adaptas dalam asuhan keperawatan terhadap perbaikan kinerja perawat anak
2. Hipotesis alternatif (Ha/H) adalah hipotesis penelitian. Hipotesia ini
menyatakan adanya suatu hubungan. pengaruh, dan perbedaan antars dua stau
lebih variable. Hubungan, perbedaan, dan pengaruh tersebut daput sederhana
atau kompleks, dan bersifat sebab akibat Misalnya, ada pengaruh antara senam
nifas dan proses involusi pada bu pascasalin. Ada perbedaan tingkat kecemasan
antars klien laki-laki dan perempuan pada infark miokard akut (IMA)
KONSEP SELP-CARE
Teori keperawatan perawatan mandiri (self-care) dikemukakan oleh Dorothea E. Orem
pada tahun 1971 dan dikenal dengan teori defisit perawatan diri (self-care deficit
nursing theory SCDNT) (Delaune & Ladner, 2002). Teori SCDNT sebagai teori besar
yang mempunyai komponen teori yaitu teori self-care, teori self-care deficit, dan teori
Nursing System (Alligood & Tomey, 2006). Orem (1985) dalam Richardson (1992)
menyebutkan bahwa :
“Self care is the production of actions directed to self or to the environment in order
to regulate one's functioning in the interest of ones life, integrated functioning and
well-being"
Dari pernyataan di atas, self-care diartikan sebagai wujud perilaku seseorang
dalam menjaga kehidupan, kesehatan, perkembangan, dan kehidupan di sekitarnya
(Baker & Denyes, 2008). Self-care merupakan perilaku yang dipelajari dan merupakan
suatu tindakan sebagai respons atas suatu kebutuhan (DeLaune & Ladner, 2002). Pada
konsep self care, Orem menitikberatkan bahwa seseorang harus dapat bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan self care untuk dirinya sendiri dan terlibat dalam
pengambilan keputusan untuk kesehatannya (Alligood & Tomey, 2006). Kebutuhan
seseorang untuk terlibat dalam perawatan diri dan mendapatkan perawatan disebut
sebagai therapeutic Self-Care Demand (Delaune & Ladner, 2002), Self-care
berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan individu, bergantung pada
kebiasaan seseorang, kepercayaan yang dimiliki dan budaya, termasuk biopsikososial-
spiritual (Becker, Gates, & Newsom, 2004; Larsen & Lubkin, 2009).
Self-care dalam konteks pasien dengan penyakit kronis merupakan hal yang
kompleks dan sangat dibutuhkan untuk keberhasilan manajemen serta kontrol dari
penyakit kronis tersebut (Larsen & Lubkin, 2009). Self-care dapat digunakan sebagai
teknik pemecahan masalah dalam kaitannya dengan kemampuan koping dan kondisi
tertekan akibat penyakit kanker. Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa
self-care meningkatkan kuailtas hidup dengan menurunkan nyeri, kecemasan, dan
keletihan; meningkatkan kepuasa pasien, serta menurunkan penggunaan tempat
pelayanan kesehatan dengan menurunkan jumlah kunjungan ke dokter, kunjungan
rumah, penggunaan obat, dan lama rawat inap di rumah sakit.
KONSEP SELP-CARE AGENCY
Self care agency adalah kemampuan atau kekuatan yang dimiliki oleh seorang individu
untuk mengidentifikasi, menetapkan, mengambil keputusan dan melaksanakan self
care (Alligood & Tomey, 2006; Taylor & Renpenning, 2011). Orem mengidentifikasi
sepuluh faktor dasar yang memengaruhi self care agency (basic conditioning factor)
yaitu usia, gender, tahap perkembangan, tingkat kesehatan, pola hidup, sistem
pelayanan kesehatan, sistem keluarga, dan lingkungan eksternal (Alligood & Tomey,
2006). Perawat harus bisa mengidentifikasi self-care therapeutic demand dan
perkembangan serta tingkat self care agency dari seorang individu karena self care
therapeutic demand dan self care agency berdampak self-care deficit pada seorang
individu (Gambar 2.3) (Richardson, 1992). Interaksi antara perawat dengan klien akan
dapat terjadi jika klien mengalami self-care deficit, di sinilah muncul suatu nursing
agency (DeLaune & Ladner, 2002).
Self-care agency perlu ditingkatkan oleh individu karena pelaksanaan self-care
membutuhkan pembelajaran, pengetahuan, motivasi, dan keterampilan atau skill
(Taylor & Renpenning, 2011). Self-care agency mengacu pada kemampuan kompleks
dalam melaksanakan self-care. Contoh dari self-care agency antara lain pengetahuan
tentang jenis makanan, pengetahuan tentang menjaga jalan napas tetap bebas, dan
penggunaan sistem bantuan untuk bersihan jalan napas (Baker & Denyes, 2008).
Kesadaran akan kebutuhan mendapatkan pengetahuan dan kemampuan untuk mencari
pengetahuan akan memengaruhi tindakan yang diambil oleh seorang individu (Taylor
& Renpenning.2011).
Struktur Self-care agency (Gambar 2.4) terdiri atas tiga karakteristik manusia
yang saling berhubungan, namun berbeda secara hierarki yaitu: (1) foundational
capabilities and dispositions (kemampuan dasar), (2) power components (komponen
kekuatan), dan (3) capabilities to perform self-care operation (kemampuan
melaksanakan self-care) (Baker & Denyes, 2008; Meleis, 2011; Taylor & Renpenning,
2011).
agency, sedangkan pengetahuan tentang conditioning factors serta komponen power
berasal dari berbagai keilmuan dan penelitian. Self-care operation merupakan proses
pelaksanaan self-care, terdiri atas 1) estimative operation yang merupakan kegiatan
identifikasi atau investigasi; 2) transitional operation yaitu proses penilaian dan
pengambilan keputusan dan 3) productive operation yaitu proses pelaksanaan self-
care, termasuk di dalamnya proses kognitif dan kemampuan psikomotor (Taylor &
Renpenning, 2011).
Contoh dari karakteristik kemampuan dasar yang dimaksud dalam struktur self-
care agency salah satunya adalah intelegensia seseorang, sedangkan contoh
karakteristik power adalah kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan dalam
melaksanakan self-care (Baker & Denyes, 2008). Orem menjelaskan bahwa tindakan
seseorang dipengaruhi oleh penilaian mereka tentang hal yang tepat untuk suatu situasi
dan keadaan. Seseorang yang melaksanakan tindakan harus mempunyai "sensory
knowledge" dan "awareness" tentang situasi tersebut sehingga mengacu pada
pengetahuan tersebut maka seseorang dapat mengambil keputusan untuk bertindak
(Meleis, 2011). Bagi orang yang menderita penyakit kronis, tindakan self-care
operation tercermin dalam aktivitas mereka dalam menaati terapi medis, dan gaya
hidup yang direkomendasikan, melaksanakan aktivitas sehari-hari yang disarankan,
melaksanakan tindakan pencegahan sesuai anjuran, menjalankan kegiatan ibadah yang
meningkatkan spiritualitas, serta melakukan kegiatan yang menyenangkan (Larsen &
Lubkin, 2009).
Pengukuran terhadap komponen dari Self-Care Deficit Nursing Theory
(SCDNT) telah berkembang lebih dari dua puluh tahun. Pengukuran self-care agency
yang valid dan terpercaya merupakan hal yang vital bagi perkembangan SCDNT
sebagai salah satu teori keperawatan (Parker, 2001). Berbagai penelitian tentang self-
care agency dilakukan oleh para ahli keperawatan dengan menggunakan berbagai
instrumen. Beberapa di antaranya adalah Appraisal of Self-Care Agency (ASA) Scale,
Self-as-Carer Inventory (SCI), Denyes self-care agency instrument (DSCAI)
(Alligood & Tomey, 2006), The Exercise of Self-Care Agency (ESCA), The Perception
of Self-Care Agency Questionnaire, The Appraisal of Self-Care Agency Scale (ASA-
S), dan The Mental Health Self-Care Agency Scale (MH-SCA) (Sousa, Zauszniewski,
Zeller, & Neese, 2008; Taylor & Renpenning, 2011).
Denyes self-care agency instrument (DSCAI) dirancang untuk individu agar
dapat mengukur kekuatan dan keterbatasan yang dimiliki sehingga mampu mengambil
keputusan tentang hal yang harus dilakukan untuk memenuhi self-care-nya (Waltz,
Strickland, & Lenz, 2010). Instrumen ini dikembangkan oleh Denyes pada tahun 1988
dan pada awalnya digunakan untuk mengukur self-care agency pada populasi remaja
(Campbell & Soeken, 1999). Pada perkembangannya DSCAI digunakan untuk
mengukur self-care agency pada populasi orang dewasa, baik perempuan maupun laki-
laki, serta pada beberapa penyakit kronis seperti diabetes dan penyakit jantung koroner
(Sousa dkk., 2008). DSCAI terdiri atas 34 pertanyaan yang mengukur enam faktor
Foundational Capabilities and Disposition (FCD) dan tujuh komponen power.
Partisipan akan diminta untuk memilih di antara skala 0 (tidak sama sekali) sampai
100 (seluruhnya) atau memberi jawaban dengan persentase (Anderson, 2001).
Terdapat 6 kategori skala dalam DSCAI yaitu: ego strength, valuing of health, health
knowledge and decision making capability, energy, feelings, dan attention to health
(Denyes, 1990).
(Kemandirian Orem) Penerapan pada Ibu Nifas dengan Menggunakan
Pendekatan Teori Self Care Model
Gambar 4.4. Kerangka konsep penelitian meningkatkan kemandirian ibu nifas dengan menggunakan pendekatan teor self care model Orem (Mardiatun, 2012).
Berdasarkan teori keperawatan Self Care yang dikemukakan oleh Dorothea Orem,
pada dasarnya mempunyai kemampuan dalam merawat dirinya sendiri yang disebut
Self Care Agemcy. Self Care Agency dapat berubah setiap waktu yang dipengaruhi
oleh faktor predisposisi (predisposinggfactor) yang terdiri atas pengetahuan, sikap,
keyakinan pendidikan dan pekerjaan. Kedua, yaitu faktor pemungkin (enabling factor)
yang terdiri atas sarana prasarana dan jarak dengan pelayanan kesehatan. Ketiga, yaitu
faktor pendorong (reingiorcing factor) yang berupa peran dukungan keluarga dan
adanya aturan-aturan. Ketika terjadi defisit perawatan diri, peran perawat sebagai
Nursing Agency membantu untuk memaksimalkan kemampuan pelaksanaan
perawatan diri ibu post-partum melalui tindakan asuhan keperawatan mandiri perawat
berupa bantuan Supportive-Educative System dengan memberikan Guidance (Booklet)
and Teaching, untuk meningkatkan kemampuan atau kemandirian pelaksanaan
perawatan diri ibu (Self-Care Agency) terhadap kebutuhan perawatan diri ibu (Self-
Care Demand), seperti kemampuan memenuhi nutisi dan cairan, ambulasi, kebersihan
diri, perawatan perineum, perawatan payudara, miksi, dan defekasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J. A. (2001). Understanding Homeless Adults by Testing the Theory of Self-
Care. Nursing Science Quarterly, 14(1), 59-67.
Alligood, M.R. and Tomey, A. M. (2006). Nursing Theorists and Their Work. 6th ed.
Missouri: Mosby.
Baker. L. K., & Denyes, M. J. (2008). Predictors of Self-Care in Adolescents with
Cystic Fibrosis: A Test of Orem's Theories of Self-Care and Self-Care Deficit.
Journal of Pediatric Nursing, 23(1), 37-48.
Becker G., Gates, R. J., & Newsom E. (2004). Self-Care among Chronically Ill African
Americans: Culture, Health Disparities, and Health Insurance Status. American
Journal of Public Health, 94(12), 2066-2073.
Campbell, J. C., & Soeken, K. (1999). Forced Sex and Intimate Partner Violence:
Effects on Women's Health. Violence Against Women, 5(9), 1017-1035
DeLaune, S. C., & Ladner, P. K. (2002). Fundamentals of nursing: Standards and
practice. 2nd Ed. New York: Thomson Delmar Learning.
Denyes, M.J. (1980). Development of An Instrument to Measure Self-Care Agency in
Adolescents. Doctoral Dissertation, Wayne State University.
Larsen, P. D., & Lubkin, I. M. (2009). Chronic Illness: Impact and Intervention. 7th
Ed Sudbury: Jones and Bartlett Publishers.
Meleis, A.I. (2011). Theoretical Nursing: Development and Progress. 5th Ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Parker, M. E. (2001). Nursing Theories and Nursing Practice. Philadelphia: Davis
Company
Sousa V. D., Zauszniewski J. A., Zeller R. A., & Neese J. B. (2008). Factor Analysis
of The Appraisal of Self Care Agency Scale in American Adults with Diabetes
Mellitus. The Diabetes Educators, 34, 98-108
Taylor, s., & Renpenning, k. (2011). Self Care Science, Nursing Theory and Evidence
Based practice. New York: Springer Publishing Company, LLC
Waltz, C. F., Strickland, O. L., and Lenz, E. R. (2010). Measurement in Nursing and
Health Research, 4th ed. New York: Springer Publishing Company
KONSEP MODEL INTERAKSI MANUSIA (IMOGENE M. KING)
King mengidentifikasi kerangka kerja konseptual (conceptual framework) sebagai
sebuah kerangka kerja sistem terbuka, dan teori ini sebagai suatu pencapaian tujuan.
King mempunyai asumsi dasar terhadap kerangka kerja konseptualnya, bahwa
manusia seutuhnya (human being) sebagai sistem terbuka yang secara konsisten
berinteraksi dengan lingkungannya. Asumsi yang lain bahwa keperawatan berfokus
pada interaksi manusia dengan lingkungannya dan tujuan keperawatan adalah untuk
membantu individu dan kelompok dalam memelihara kesehatannya. Kerangka kerja
konseptual terdiri atas tiga sistem interaksi yang dikenal dengan Dynamic Interacting
Systems, meliputi: personal systems (individual), interpersonal systems (grup), dan
social systems (keluarga, sekolah, industri, organisasi sosial, sistem pelayanan
kesehatan, dan lain-lain).
Konsep Human Interaction Model ini dikembangkan pertama kali oleh Imogene
M. King pada tahun 1971 yang diawali dengan mengembangkan teori pencapaian
tujuan (Gheory of coal attainment). Teori pencapaian tujuan merupakan teori yang
bersifat terbuka dan dinamis, dengan sembilan konsep utama yang meliputi interaksi,
persepsi, komunikasi, transaksi, peran, stres, tumbuh kembang, waktu, dan ruang
(Alligood dan Tomey, 2006),
Asumsi dasar King tentang