Metodologi Penelitian Agama
Transcript of Metodologi Penelitian Agama
Metodologi Penelitian Agama
Disampaikan dalam Workshop Penelitian dan Observasi Lapangan bagi Mahasiswa
Universitas Islam Syarif Qosim, Pekanbaru, Riau, Jumat, 20 Desember 2013, pukul 13.30-
16.00, Diselenggarakan oleh LPPM UIN Suska Riau, di Hotel Pangeran, Jln. Jend.
Sudirman, Pekanbaru
Latar Belakang Masalah
Pada awal tahun 1970-an berbicara mengenai penelitian agama dianggap tabu.
Orang akan berkata : kenapa agama yang sudah begitu mapan mau diteliti ; agama
adalah wahyu Allah. Sikap serupa terjadi di Barat. Dalam pendahuluan buku Seven
Theories Of Religion dikatakan, dahulu orang Eropa menolak anggapan adanya
kemungkinan meniliti agama. Sebab, antara ilmu dan nilai, antara ilmu dan agama (
kepercayaan ), tidak bisa disinkronkan.1
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat
menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana
terdapat di dalam sumber ajarannya, AlQur’an dan Hadis, tampak amat ideal dan
agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal
pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang
dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan
kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi
pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik, mencintai kebersihan,
mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.
Pengertian Metode dan Metodologi
Menurut bahasa (etimologi), metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta
(sepanjang), hodos (jalan). Jadi, metode adalah suatu ilmu tentang cara atau
langkah-langkah yang ditempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk mencapai
tujuan tertentu. Metode berarti ilmu cara menyampaikan sesuatu kepada orang lain.
Metode juga disebut pengajaran atau penelitian.
Menurut istilah“metodologi” berasal dari bahasa yunani yakni metodhos dan
logos, methodos berarti cara, kiat dan seluk beluk yang berkaitan dengan
upaya menyelsaikan sesuatu, sementara logos berarti ilmu pengetahuan,
cakrawala dan wawasan. Dengan demikian metodologi adalah metode atau
cara-cara yang berlaku dalam kajian atau penelitian.2
1 Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam (Yogyakarta: pustaka pelajar, 2007 ) Hlm 11 2 Abdul Rozak. Metodologi Studi Islam. (Bandung :pusataka setia, 2008) Hlm 68
Kalau kita melakukan penelitian lapangan, maka hal-hal yang pada
hakekatnya dilakukan adalah mengumpulkan data, baik yang bersifat 'verbal'
maupun yang bersifat 'non-verbal'. Data yang dikumpulkan itu merupakan hasil
dari observasi atau pengamatan.
Cara yang digunakan untuk memperoleh data disebut 'tehnik', sedangkan
sarana yang merupakan pedoman dan arah terhadap cara atau tehnik memperoleh
data disebut 'metode'. Melalui wawancara dan penggunaan daftar pertanyaan
disebut tehnik penelitian, dan pendekatan 'kualitatif' atau 'kuantitatif' disebut
"metode". Baik tehnik maupun metode bersama-sama disebut "Metodologi". Dengan
kata lain, "metodologi" pada dasarnya adalah 'penjelasan' (explanation) yang
digunakan suatu cabang ilmu, termasuk ilmu sejarah.
Penelitian historis
Penelitian historis erat hubungannya dengan kejadian masa lalu yang ingin diteliti
oleh peneliti. Peneliti dapat melakukan rekontruksi terhadap gejala masa lampau
yaitu gejala keagamaan yang berkaitan dengan sosial, budaya, poltik dan ekonomi.
Penelitian ini sangat populer di lingkungan pemerintahan termasuk di lingkungan
Departemen Agama. Salah satu yang sering dilakukan obyek penelitian adalah
mengenai kesenjangan ekonomi dan sosial di Indonesia dihubungkan dengan
keadaan sejarah masa lampau di masa penjajahan Belanda. Contoh lainnya misalnya
keterbelakangan sosial dan ekonomi di beberapa daerah dihubungkan dengan
keyakinan beragama yang masih dipengaruhi oleh kepercayaan akan kekuatan
magis suatu benda atau roh.
Penelitian ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Memahami keberadaan masyarakat di masa lalu dengan upaya melakukan
rekontruksi terhadap fenomena masa lalu
2. Pengungkapan gejala keagamaan masa lalu dengan pendekatan terkait
dengan masalah politik, sosial ekonomi dan budaya.
3. Penelitian historis cenderung menggunakan data sekunder yang berasal dari
orang lain.
4. Analisis mendalam mengenai data apakah data tersebut asli sesuai denngan
standar yang telah ditetapkan. Selanjutnya harus diteliti pula apakah data
tersebut relevan / sesuai atau tidak dengan rumusan masalah yang akan
diteliti. Jangan lupa untuk memberikan batasan batasan serta kelemahan-
kelemahan penelitian.
5. Pada pengungkapan sejarah masa lalu maka pelaku atau saksi atas peristiwa
tersebut dapat dilakukan dengan cara wawancara lisan mendalam (deep
interview).
6. Bila saksi hidup sudah tidak ada maka pengambilan dan penelusuran data
dapat digali dari jurnal, perpustakaan, arsip-arsip di museum, informasi-
informasi tua di suatu tempat, majalah-majalah tua, koran lama, penggalian
bahan-bahan rujukan yang sudah tidak diterbitkan dan keturunan dari saksi
yang hidup di masa tersebut.
Informasi Sumber-Sumber Sejarah
Setelah mengenali klasifikasi tentang sumber sejarah, kita harus mengetahui
pula di mana kita dapat memperoleh dan menemukan pelbagai sumber itu.
Tempat-tempat untuk memperoleh informasi sumber sejarah, yakni perpustakaan.
arsip, dan museum.
1. Perpustakaan
Perpustakaan berasal dari kata ‘pustaka’ yang berarti buku. Awalan ‘per’
dan akhiran ‘an’ menunjukkan tempat atau hal ihwal. Jadi secara harfiah
perpustakaan berarti tempat buku atau, hal ihwal buku. Dari sini kemudian
berkembanglah pengertian perpustakaan dan didefinisikan, sebagai berikut :
a. Suatu gedung atau ruang yang di dalamnya tersusun buku-buku untuk
dipergunakan menurut tujuan-tujuan tertentu.
b. Koleksi buku yang disusun menurut sistem tertentu untuk tujuan-tujuan:
pemberian informasi, pendidikan, penelitian. rekreasi, pelestarian, dan lain-lain.
c. Suatu unit kerja yang menyelenggarakan pengumpulan penyimpanan dan
pemeliharaan koleksi buku yang dikelola secara sistematis untuk digunakan
sebagal sumber informasi.3
Para ahli telah mencoba mengelompokkan jenis-jenis perpustakaan. Yang
menentukan jenis suatu perpustakaan adalah tujuan didirikan koleksi yang dimiliki
dan masyarakat pemakai perpustakaan tersebut. International Federation of Library
Association (IFLA) telah mengelompokkan ke dalam jenis perpustakaan, yaitu :
a. Perpustakaan Nasional : Adalah perpustakaan yang diselenggarakan oleh
negara pada tingkat nasional sebagal tempat mendokumentasikan seluruh
penerbitan yang dilakukan di negara yang bersangkutan dan terbitan yang
mengenai negara itu. Perpustakaan Nasional merupakan tempat deposit
satu-satunya bagi karya-karya nasional dan melestarikan budaya nasional.
b. Perpustakaan Umum Perpustakaan Umum didirikan dan diselenggarakan atas
swadaya masyarakat dan untuk masyarakat umum yang meliputi seluruh
lapisan masyarakat dalam wilayah tertentu.
c. Perpustakaan Khusus
Diselenggarakan.untuk menunjang kegiatan program lembaga-lembaga yang
bersifat khusus, atau instana untuk memperlancar kegiatan kedinasan.
d. Perpustakaan Sekolah Adalah perpustakaan yang diselenggarakan pada suatu
sekolah guna menunjang program belajar mengajar dan mengadakan
penelitian sederhanal serta sarana rekreasi.
e. Perpustakaan Perguruan Tinggi
Merupakan perpustakaan yang tergabung dalam lingkungan lembaga
pendidikan tinggi, baik yang berupa perpustakaan universitas, perpustakaan
fakultas, akademi mau pun perpustakaan lembaga penelitian di lingkungan
perguruan tinggi. Perpustakaan perguruan tinggi diselenggarakan dengan
3 Batjo, Azis, Pedoman Perpustakaan Masjid, (Jakarta : UI-Press, 1985), h. 2-3
maksud untuk menunjang program Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu
program : belajar-mengajar di perguruan tinggi, penelitian, serta pengabdian
kepada masyarakat.4
Koleksi perpustakaan pada umumnya dapat dikelompokkan menurut
jenisnya sebagai buku, dan non-book materials atau sering disebut juga dengan
istilah lain: Reta-books.5 Koleksi perpustakaan menurutnya dapat dibagi lagi :
buku-buku, majalah, harian (surat kabar), brochour, komik, bahan-bahan audio
visual - terdiri antara lain gambar-gambar biasa, map, peta, film, slides. kaset.
piringan hitam, dan sebagainya.
Untuk mempermudah strategi pemilihan buku-buku diperlukan
pemahaman terhadap alat-alat pembantu sebagai sumber Informasi. Seperti :
a. Katalog
Katalog perpustakaan dapat dilacak terdiri dari kartu katalog buku, kartu katalog
pamflet (buku tipis), kartu indeks artikel dari kumpulan karangan dan majalah, dan
kartu katalog offprint (yakni artikel yang diterima dari pengarangnya yang terlepas
dari majalahnya atau bukunya).
Katalog terdiri dari kartu katalog yang disusun menurut abjad. Tiap kartu
katalog memuat keterangan tentang : pengarang, judul edisi (kalau ada), kota
penerbit, nama penerbit, tahun, kolasi (keterangan tentang jumlah halaman,
ilustrasi, tabel, indeks, bibliografi, dan lain-lain), dan anotasi - misalnya keterangan :
karangan ini disampaikan pada Seminar ...
b. Buku Referen (buku acuan)
Kata referen diambil dari bahasa Inggris : reference yang berasal dari kata
kerja to refer to yang berarti menunjuk kepada.6 Di perpustakaan, buku reference
dipakai untuk mendapatkan informasi tertentu, yaitu berupa suatu jawaban atau
uraian singkat. Menurut Irawati Singarimbun buku reference dapat dibagi menjadi
dua jenis : 1). Jenis yang memberikan informasi langsung, jenis ini meliputi kamus,
ensiklopedi, direktori, almanak, kamus, biografi, atlas, dan buku statistik ; 2). Jenis
yang memberikan petunjuk kepada sumber informasi, jenis ini meliputi bibliografi,
indeks, dan abstrak.7 Bibliografi berisi daftar buku-buku yang memuat keterangan
tentang pengarang, nama judul, tempat terbit, penerbit, tahun terbit, jilid, halaman
ukuran, dan sebagainya. Ada juga yang memuat isi ringkas dari buku-buku yang
disebut bibliografi beranotasi.8 Melalui bibliografi seseorang tidak menemukan
4 Ibid, h.5-6 ; Syahrial, Rusiana, dan Pamuntjak, Pedoman Penyelenggaraan
Perpustakaan, cetakan ke-3, (Djakarta : Djambatan, 1976),h. 1-4 5 Trimo, Soejono, Pengadaan dan Pemilihan Bahan Pustaka, (Bandung :Angkasa, 1985), h.
14-15 6 Singarimbun, Irawati, “Penggunaan Perpustakaan”, dalam Singarimbun, Masri,
dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survai, cet. Ke-4, (Jakarta : LP3ES, 1984), h. 52 7 Ibid, 1984: 47-53 8 Batjo, Azis, Op cit, 1985, h. 30
bukunya langsung tetapi memperoleh informasi tentang buku tersebut, yaitu data
publikasinya.9 Buku indeks menunjukkan di mana buku keterangan yang
diperlukan dapat diperoleh, misalnya indeks untuk artikel di dalam majalah
ilmiyah, baik yang terbit dalam negeri mau pun yang diterbitkan oleh negara-negara
lain. Buku abstrak susunannya sama dengan indeks, tetapi ditambah keterangan
mengenai intisari tiap karangan yang tercantum.
2. A r s i p
Arsip adalah himpunan dari bahan-bahan tertulis, piagam, akta, dokumen,
register dan lain-lain yang disusun sistematis untuk sawaktu-waktu dapat
dipergunakan dalam administrasi.10 Di Indonesia, kumpulan/koleksi arsip dihimpun
di lembaga resmi negara, dikenal dengan nama Arsip Nasional RI. Tugas utama
Arsip Nasional ialah memperjuangkan organisasi kearsipan yang meliputi seluruh
wilajah RI secara horizontal (wilayah) serta vertikal ( susunan pemerintahan) agar
arsip-arsip lama, dapat dipusatkan Ibukota Negara, di Jakarta; Pemerintah Daerah
Tingkat I dan Tingkat II. Selain itu, menyediakan arsip-arsip lama yang ada dalam
tanggungannya secara ilmiyah sehingga terbuka-tersedia bagi penyelidikan sejarah
Indonesia sejak 1511.11 Arsip Nasional RI telah menyimpan bermacam-macam
dokumen berupa surat-surat laporan dan keterangan-keterangan yang dibuat oleh
pegawai-pegawai VOC abad XVII,12 hingga abad ke 19. Oleh karena pada abad ini
(abad ke-19) pemerintah kolonial lebih banyak terlibat langsung dalam masalah
pribumi daripada abad sebelumnya, maka bahan tentang abad ke-19 juga tidak
hanya memuat data ekonomi seperti sering terjadi dalam abad ke-17 dan ke-18
tetapi juga memuat data tentang para pemimpin agama.13 Bagian arsip yang paling
penting adalah arsip dari Algemene Secretarie (Sekretaris Umum dari Gubernur
Jenderal), yang memuat semua keputusan Gubernur Jenderal. laporan dari Raad
van Nederlandsch Indie, dan lain-lain yang penting dilaporkan juga ke menteri
koloni di Negeri Belanda, sehingga arsip di Indonesia dan arsip Negeri Belanda
saling melengkapi.14
Di samping itu arsip di Indonesia juga sering memberikan bahan lokal
dalam bahasa Melayu, Jawa, dan lain lain. Arsip Algemene Secretarie yang memuat
data sampai tahun 1890 berada di Jakarta; sedang, bahan dari tahun 1891 - 1942
dapat diperoleh pada depot arsip di Bogor15, dan kini sudah dapat diperoleh di
Arsip Nasional, di Jakarta.
9 Singarimbun, 1984, Op cit, h. 53 10 Gazalba,1966 : 92 11 Ali, R.Moh., Pengantar Ilmu Sedjarah Indonesia, (Djakarta : Bhratara, 1949), h.242 12 Ibid, 1949, h.16 13 Steenbrink, Karel Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke-19, ( Jakarta:
Bulan Bintang, 1984), h. : 9 14 Ibid 15 Ibid : 10 ; Frederick, W. and S. Soeroto, Pemahaman Sejarah Indonesia: Sebelum dan
Sesudah Revolusi. (Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan
Sosial, 1982), h.465
Sebenarnya masih banyak lagi arsip yang tersimpan baik di Arsip
Nasional RI mau pun di arsip-arsip Departemen serta kantor-kantor pemerintah
daerah termasuk juga pemerintah kota madya. Di antara arsip-arsip itu khususnya
yang berasal dari pemerintah VOC dan Hindia Belanda, ada yang sudah diterbitkan
sehingga lebih mudah didapat dan dibaca. Sebagai contoh dapat disebut
Daghregister (catatan harian VOC di Jakarta) 'Opkompt Memorie vat Overgave Belang,
Staatsbladen van Nederlandsch Indie, dan lain-lain.
Arsip sebagai dokumen pemerintahan, biasanya ditulis dalam bahasa
resmi yang berlaku. Karena itu, untuk membuat studi bahan arsip seseorang harus
pula memahami bahasa yang digunakan dalam arsip tersebut. Untuk bisa
menjelajahi arsip, selain melalui alat bahasa yang pokok ini peneliti juga harus
memiliki bekal pengetahuan yang cukup luas terutama yang menyangkut bidang
yang sedang diteliti. Pada dasarnya meskipun arsip penuh dengan informasi yang
berharga, tetapi arsip itu adalah benda mati. Orang bisa menghidupkan kembali
kenyataan-kenyataan masa lampau yang berupa informasi di dalam arsip bilamana
orang itu memiliki pengetahuan mengenai bidang-bidang yang sedang diteliti.
3. M u s e u m
Kata museum, berasal dari bahasa Yunani; Mouseum. Melalui Istilah ini
mula-mula merupakan tempat muharram Muzen di zaman Yunani Purba yang di
dalamnya dipelajari filsafat dan kesusasteraan.16Dalam perkembangannya kata itu
berarti kepustakaan dunia dengan sekolah yang tercakup di dalamnya. Semenjak
kira-kira 1800, kata ‘museum’ berarti tempat himpunan, karya-karya seni atau
barang-barang yang menyangkut kepentingan ilmu, tempat mana terbuka untuk
umum. Dengan kata lain, Museum selama ini dikenal sebagai tempat koleksi benda-
benda bernilai dan bersejarah. Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 19, tahun
1995 “Museum adalah lembaga tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan
pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan
lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan
budaya bangsa”.17 Kehadiran koleksi benda-benda bukti materiil hasil budaya
manusia, melalui museum masyarakat dapat mengetahui identitasnya, asal-usul
mereka, perubahan kebudayaannya, pengetahuan tentang hubungan masa lampau
dengan masa kini serta menjadikan pengetahuan itu untuk menyongsong
masadepan.
Di sepanjang abad XIX dan XX, di Indonesia terbentuk museum-museum
khusus. Berikut beberapa contoh museum yang memberikan pelayanan pameran
koleksinya, yakni :
16 Gazalba, 1966, Op cit, h.: 95 17 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, nomor 19, tahun 1995 tentang
Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum, bab I, pasal 1, ayat 1
a. Museum Nasional RI adalah organisasi tunggal untuk penyimpanan bahan
sejarah terutama bidang antropologi, archeologi dalam arti luas.18 Secara
keseluruhan jumlah koleksi Musem Nasional saat ini sekitar 141.000 buah.
Musem Nasional dikenal sebagai Gedung/Museum Gajah karena di halaman
depan terdapat patung gajah perunggu hadiah dari Raja Thailand Chulalongkom
yang pernah berkunjung ke Museum itu pada tahun 1873. Museum itu juga
disebut Gedung Arca karena di dalam gedung banyak tersimpan berbagai jenis
arca berasal dari berbagai periode historis. Selain memiliki koleksi benda-benda
kuno – sebelum adanya Perpustakaan Nasional, Museum ini juga menjadi
tempat koleksi naskah yang paling besar di Indonesia. Walau pun belum ada
inventarisasi yang lengkap memuat semua naskah, namun kebanyakan naskah
sudah diinventarisasikan. Macam-macam katalog yang agak lengkap tentang
naskah museum pusat telah tersedia, juga dapat ditemukan dalam buku
Seodjatmoko. Pada umumnya naskah itu tidak boleh dibawa ke luar sehingga
bagi peneliti harus mempelajarinya di tempat, atau membuat mikrofilmnya.
Museum Pusat juga memiliki koleksi besar mikrofilm naskah milik Universitas
Leiden yang sebagian besar ditulis dalam beberapa bahasa daerah di Indonesia
seperti bahasa Melayu, Jawa, Sunda, dan lain-lain. Kini koleksi naskah dan
mikrofilm naskah sudah dialihkan ke Perpustakaan Nasional, yang berlokasi di
Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat.
b. Museum Radya Pustaka,19 terdapat koleksi berbagai jenis wayang, mulai dari
wayang kulit, gedog, topeng, sampai wayang beber. Juga terdapat meriam Lela
berukuran kecil. Meriam ini dulunya berfungsi untuk upacara pelantikan raja,
pesta perkawinan, dan penyambutan tamu agung. Di bagian tengah ruang,
terdapat Kremun, yakni kotak persegi empat yang terbuat dari kayu dan rotan
lengkap dengan pintunya. Di dalam Kremun inilah puteri bangsawan duduk, lalu
diangkat oleh dua orang atau lebih untuk bepergian. Juga masih tersimpan piala
porselen hadiah dari Kaisar Napoleon Bonaparte yang dipersembahkan kepada
Raja Sri Susuhunan Paku Buwono IV (1811). Berbagai jenis mata uang kuno dari
berbagai negara seperti Cina, VOC, India, dan Amerika Serikat, juga menjadi
bagian dari koleksi museum. Koleksi keramiknya tersimpan dan tertata rapi
dalam sebuah ruangan tersendiri seperti guci, piring, gelas, cangkir, cawan,
mangkuk, tempat bunga, tempat buah. Di ruang koleksi keramik ini ditampilkan
pula piring sewon (piring peringatan seribu hari wafatnya seseorang), ditata pada
18 Ali, R.Moh., 1963, Op cit, h. 243 19 Nama resmi museum yang didirikan oleh KRA Sosrodiningrat IV Pepatih Dalem
Sinuhun PB IX dan PB X pada tanggal 28 Oktober 1890 itu adalah Paheman Radya Pustaka.
Secara terminologis, paheman berarti 'lembaga', radya artinya 'bangsa/negara', dan pustaka
memiliki makna 'hasil budaya', terutama tulisan tangan. Pemrakarsa museum ini, menurut
Kepala Museum Radya Pustaka, KRH Darmodipuro, adalah RTH Djojodiningrat II yang
memiliki nama kecil Walidi.
sebuah panel berbingkai dengan menggunakan pendekatan estetis yang diatur
dengan sistim garis-garis.20
c. Museum Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II yang terletak di samping
Benteng Kuto Besak dan Museum Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera) di
Jalan Merdeka, Palembang, masih menyimpan meriam, arca, dan alat-alat
musik, perlengkapan hidup masyarakat Palembang. Perlengkapan itu terkait
dengan daur hidup masyarakat, mulai kelahiran, sunatan, hingga perkawinan. 21
Menurut Louis Gottschalk, metode sejarah dinilai sebagai metode yang bersifat
ilmiah, apabila memenuhi dua syarat, pertama, metode itu mampu menentukan fakta
yang dapat dibuktikan; kedua, fakta itu berasal dari suatu unsur yang diperoleh dari
hasil pemeriksaan yang kritis terhadap dokumen sejarah. Dikatakan pula, bahwa
metode sejarah merupakan proses pengujian dan panganalisaan secara kritis
terhadap rekaman dan peninggalan masa lampau.
Menurut Carter V. Good dan Douglas E. Scates, metode sejarah berlangsung
melalui tiga langkah besar: (1) pengumpulan data; (2) penilaian (kritik) sumber; dan
(3) pengungkapan (pressentation) fakta dalam kerangka menarik. Menurut pendapat
ini, historiografi merupakan salah satu bagian dari metode sejarah.
Perbedaan kedua pendapat di atas sewajarnya dapat dikompromikan, dalam
arti khusus, pengertian metode sejarah adalah sebagaimana yang telah
dikemukakan oleh Good dan Scates tersebut. Walaupun kedua pengertian metode
sejarah di atas sama-sama mementingkan pentingnya dokumentasi, tetapi metode
sejarah yang ketentuan-ketentuannya digunakan untuk acuan pendekatan dalam
buku ini dibatasi pada pengertian metode sejarah dalam arti yang khusus. Yakni
sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Gottschalk di atas.
2. Bahan Dokumenter
Sartono Kartodirdjo menekankan, bahwa dalam penelitian yang
berprespektif atau berorientasi sejarah, maka bahan dokumentasi memiliki peranan
metodologis yang sangat penting. Pernyataan ini memberikan isyarat, bahwa baik
metode sejarah dalam arti khusus maupun dalam arti umum, sama-sama
mementingkan bahan dokumentasi. Bahan dokumen yang ada di Indonesia untuk
studi nomotetis (artinya melukiskan yang umum), menurut Kuntowidjojo, maka
dapat dibagi dalam beberapa macam :
a. Otobiografi
b. Surat- Surat pribadi, buku atau catatan harian, memoir;
c. Surat kabar
d. Dokumen pemerintah
e. Cerita-cerita roman dan cerita rakyat
20Harian Republika, Minggu, 19 Januari 2003 21 Harian Kompas, Jumat 15 Juli 2005
Sebelum dianalisa isi bahan dokumenter perlu dibicarakan dahulu beberapa
jenis yang penting beserta pengupasan ciri-ciri dari setiap bentuk bahan dokumenter
tersebut :
a. Otobiografi - ada tiga macam :
1). Otobiografi komprehensif : adalah otobiografi yang panjang dan
bersegi banyak ; misalnya otobiografi Achmad Djajadiningrat, di dalamnya tertera
masa kanak-kanaknya hidup di tengah-tengah masyarakat tradisional di Banten,
sebagai putra bangsawan ia mengalami pendidikan menurut adat dan agama Islam.
Digambarkan di dalamnya tentang ide-ide kolot di kalangan rakyat, kemudian
pengalaman pertamanya waktu masuk sekolah Belanda, konflik intern yang dialami
dalam perubahan itu, kepercayaan takhayul yang merajalela, serta menghambat
perbaikan kehidupan rakyat, dsb. Melalui otobiografinya dapat disaring data yang
menunjukkan kondisi sosial di Banten pada masanya, golongan sosialnya
(bangsawan, elite keagamaan, rakyat jelata).
2). Otobiografi topikal: Otobiografi yang isinya pendek dan sangat khusus
sifatnya; misalnya, otobiografi dari Sutadiningrat, bupati Serang. Pokok-pokok
uraiannya terutama pengalamannya sebagai bupati di Pandeglang terutama yang
bersangkutan dengan kedinasan, umpamanya uraian tentang perjalanan inspeksi ke
daerahnya dengan mencakup pembicaraan tentang keadaan pertanian, peternakan
dan ketata-prajaan pada umumnya.
3) Otobiografi yang diedisikan: adalah otobiografi yang telah disusun oleh
pihak lain.Nilai otobiografi sangat besar bagi ilmu psikologi karena banyak memuat
faktor subyektif seperti segi efektif, motivasi, harapan, pengalaman, serta
interpretasi, dan konseptualisasi dari individu yang bersangkutan terhadap faktor-
faktor itu. Gambaran tentang perkembangan pribadi seseorang mencerminkan
keadaan masyarakat yang mengelilinginya, ialah kelompok sosialnya, struktur dari
stratifikasi sosialnya, struktur kekuasaan, serta golongan elitenya, konflik sosial,
mobilitas sosial, dan sebagainya.
Pada umumnya pengarang otobiografi seringkali tampak kecondongan untuk
mengidealisasikan atau meromantikkan masa yang lampau. Oleh sebab itu,
otobiografi sebagai suatu karangan harus diseleksi menurut :
(a) pusat perhatian pengarang
(b) jenis bahan sumber yang dipergunakan
(c) alasan dari penulisnya : apakah bermaksud untuk membela sesuatu,
mencari keuntungan tertentu, menaruh perhatian kepada ilmiah, mempunyai
kesenangan mengarang, mengumpulkan keinginan supaya terkenal, dsb.
b. Surat Pribadi, Catatan dan Buku Harian, Memoir
Segi-segi penting dari surat pribadi sebagai bahan dokumen : (1) hubungan
dyadic; (2) pokok pembicaraan yang menyangkut hubungan dan lembaga sosial; (3)
tatasusila atau adat istiadat yang tercermin dalam bentuk serta bahasa surat itu.
Buku harian : dokumen yang sangat pribadi sifatnya. Di Indonesia dokumen serupa
ini jarang sekali kita dapati, malahan untuk masyarakat lampau boleh dikata tidak
ada sama sekali. Adapun Djakarta Diary dari Mochtar Lubis yang dimuat dalam
Harian Indonesia Raya merupakan salah satu contoh dari catatan harian yang jarang
didapati. Catatan harian itu memuat data yang relevan bagi keadaan masyarakat
Indonesia pada zaman memuncaknya sistem politik Demokrasi Terpimpin.
Memoirs: suatu jenis dokumen pribadi yang sangat mirip pada catatan
harian. Pada umumnya memoirs ini tidak menyinggung soal pribadi melainkan
merupakan uraian tentang soal-soal umum. Kebanyakan dari memoirs yang dibuat
oleh orang-2 Indonesia merupakan catatan perjalanan Banyak memoirs yang berasal
dari orang Barat abad ke-16 M, misalnya Tome Pires, Suma Oriental dengan cukup
jelas ia memberikan gambaran tentang struktur sosial dari masyarakat kerajaan dan
kota pantai di Semenanjung Melayu (Malaka) dan di pantai utara Jawa Timur
(Tuban).
Penggunaan bahan itu sudah barang tentu memerlukan pendekatan
dengan metode filologi dulu dengan kritik naskahnya. Disamping itu diperlukan
pula suatu pengetahuan tentang kesusateraan, arkeologi, dan sejarah kebudayaan
dari zaman itu. Lagi pula untuk dapat membuat suatu generalisasi tentang
keadaan sosial, pranata- pranata sosial, dan struktur sosialnya, harus ada studi
komparatif dengan menggunakan prasasasti-prasasasti dari zaman itu. Dari hasil
studi itu dapat dibuat suatu perincian tentang :
- golongan sosial
- struktur politik
- aspek-2 ekonomi
- keagamaan
- serta adat istiadat (dari orang- orang Jawa abad ke-14)
c.Surat Kabar
Untuk mempelajari masyarakat dalam modern sejak abad ke-19, surat kabar
merupakan bahan dokumen yang sangat berharga.
Ruag lingkupnya: lokal, nasional, internasional. Segi substantifnya: mencakup
pelbagai sektor kehidupan sosial meskipun pada umumnya sektor yang
diutamakan. Fokus perhatiannya: meliputi bidang perhatian dari pelbagai golongan
usia dan sebenarnyaharus melayani perhatian publik yang sangat heterogen.
Sebagai sumber informasi surat kabar tidak hanya memuat data yang
menunjukkan fakta, tetapi juga opini, interpretasi, dan fikiran spekulatif. Karena hal
yang terakhir itu, surat kabar tidak hanya berfungsi sebagai penyebar informasi,
tetapi juga menjadi medium yang baik untuk meletakkan pengaruh kepada publik.
Hal ini memberi warna tertentu kepada surat kabar yang dalam penelitian ilmiah
yang obyektif itu perlu di-identifikasikan lebih dahulu.
Sifat subyektif mudah diketahui dari surat kabar yang menjadicorong suatu
kelompok politik atau golongan sosial. surat kabar semacam itu tidak terlalu
membahayakan untuk digunakan sebagai bahan , oleh karena telah diketahui
dengan jelas simpati dan antipatinya, sikap pro dan kontranya serta kepentingan-
kepentingannya, misalnya Darmokondo dari BU, Indonesia Merdeka dari para
mahaiswa di Nederland, Sinar Djawa adalah corong dari SI.
Disamping perbedaan dalam opii serta interpretasi terhadap peristiwa-
peristiwa, pada umumnya perkabaran tentang fakta- faktanya sendiri sama. Suatu
keuntungan dari surat kabar adalah bahwa informasi tentang fakta- fakta itu sangat
pendek jarak waktunya dari peristiwanya sehinggga pada umumnya relatif tepat.
Walaupun demikian penggunaan fakta dalam surat kabar sering kurang teliti.
Hal ini disebabkan a.l. oleh karena singkatnya waktu yangbiasanya tersedia pada
para wartawan untuk mengolah informasi yang mereka dapat. Apalagi dalam
menghadapi tekanan untuksegera memberikan informasi epada publik, paada hal
para wartawannya belum sempat menyelami peristiwa yang bersangkutan serta
seluruh latar belakangnya.
Kecuali itu, pada surat kabar sering ada kecenderungan untuk menarik
perhatian dan membuat perhatian sensaional, dengan akibat bahwa terjadi
penggambaran suatu kejadian atau pemutar-balikan fakta, sesuai dengan azas
tujuan surat kabar itu. Sifat kedangkalan berita dalam surat kabar menyebabkan
bahwa dalam kenyataannya, banyak sumber sepertidokumen pemerintah menjadi
tertutup bagi para wartawan sedangkan pejabat sering segan atau tidak bersedia
untuk memberikan keterangannya. Untuk mempelajari suatu periode tertentu,
seperti zaman Jepang, atau tahun- tahun pertama dari Revolusi, surat kabar tidak
hanya berguna untuk melengkapi dokumen resmi, tetapi merupakan bahan
dokumenter yang pokok.
Secara singkat bahwa dalam hal penggunaan surat kabar sebagai sumber,
penelti perlu memperhatikan hal- hal sebagai berikut :
(a) Mengidentifikasi “warna”nya, terutama pengaruh dari “warna” itu dalam hal
menginterpretasikan peristiwa;
(b) Norma- Norma ketelitiannya;
(c) Sumber informasinya;
(d) Identifikasi dari kepribadian dari pengarang dan wartawan- wartawannya;
d.Dokumen Pemerintah
Pada umumnya dokumen pemerintah dibuat dengan ketelitian yang
sungguh-2, karena kesalahan atau pemalsuan akan memerosotkan wibawa
pemerintah dan akan membawa kepada banak kerugian. Mengingat hal itu, maka
dokumen pemerintah lazim diterima sebagaibahwan otenthik sehingga
penggunaannya tidak memerlukan kritik ekstern.
Dokumen yang belum diterbitkan dan masih tersimpan dalam bentuk aslinya atau
turunannya dalam arsiptidak kurang penting isinya, malahan untuk keperluan studi
dalam Ilmu-Ilmu Sosial, dokumen itu lebih penting. Dokumen itu memuat catatan
tentang pelbagai aktivitas :
- Pejabat Pemerintah
- Pemimpin militer
- Transaksi dalam bidang administrasi dari lembaga- lembaga pemerintah;
Di antara dokumen pemerintah ada beberapa kategori :
(a) missive, ialah surat resmi dari pra asisten residen, dan residen kepada
gubernur jenderal;
(b) keputusan pemerintah;
(c) memoranda, ialahlaporan yang diucapkan pada waktu upacara serah terima
jabatan;
(d) militair journaal, ialah catatan harian dari kesatuan militer yang melakukan
operasi;
(e) surat kawat;
(f) notulis rapat;
(g) process verbaal dari suatu persidangan pengadilan.
Dokumen pemerintah biasanya bersifat terlalu sepihak dan tidak
mencerminkan pikiran, ide, perasaan, kegiatan, serta hubungan sosial dalam
kalangan rakyat. Maka dari itu, kenyataan kehidupan rakyat di desa-desa atau di
kota-kota kecil pada umumnya tidak ada dalam dokumen pemerintah.
Apabila dibandingkan dengan surat kabar maka dokumen pemerintah pada
umumnya lebih mampu memberikan detail drisuatu peristiwa secra lebih eksak,
karena para pejabat pemerintah mempunyai fasilitas untuk mendapatkan volume
informasi yang lebih besar. Asal pendapat dan anggapan dari pejabat yang
menulisnya dapat diisolasikan, maka data informasi dalam dokumen pemerintah
lebih dapat dipercaya daripada data dalam surat kabar.
e.Cerita Roman
Karya kesusasteraan adalah ekpressi dan fantasi, imaginasi, serta
kemampuan stilistis dari seorang pengarang. Dalam menulisnya, si pengarang
secara tidak sengaja mengungkapkan data yang menyangkut keadaan sosial dari
masanya atau dari periode waktu cerita itu terjadi.
Dengan mengecualikan roman yang bersifat science fiction atau roman
utopis, pada umumnya keadaan sosial dalam cerita roman digambarkan secara lebih
realistis, artinya lebih mendekati kenyataan kehidupan konkret dari masyarakat dan
tidak dilukis oleh si pengarang menurut fantasi atau imajinasi yang bebas. Karena
itu, hasil kesusasteraan semacam itu sangat cocok untuk dipergunakan sebagai
bahan dokumen guna merekonstruksi kehidupan sosial dari masa tertentu. Ambil
contoh, serat Centhini, Serat Rijanta. Karang-karang itu mengungkap kehidupan
sosial dari periode awal, pertengahan Mataram dan akhir jaman Surakarta.
Pada umumnya data yang tercantum dalam pelbagai jenis dokumen itu
merupakan satu-satunya alat untuk mempelajari permasalahan- permasalahan
tertentu, a.l. karena tidak dapat diobservasi lagi dan tidak dapat diingat lagi.
Sebaliknya bahan itu seringkali tidak lengkap. Bentuknya yang demikian sehingga
belum siap untuk digunakan. Kecuali itu dokumen sering tidak memuat data yang
cocok bagi pemecahan masalah yang sedang diteliti…. Maksud dokumentasi di sini
ialah pengertian secara luas dari arti istilah dokumen. Yakni, setiap proses
pembuktian baik yang didasarkan atas ha-hal yang berbentuk tulisan, resmi
maupun tidak resmi, primer maupun bukan primer. Dengan demikian, sasaran
penelitian yang berorientasi sejarah semisal dengan sasaran penelitian hadis, yakni
sama-sama berupaya meneliti sumber dalam rangka memperoleh data yang otentik
dan dapat dipercaya.
Dilihat dari sifatnya, sumber data ada dua macam:
1. Sumber primer, merupakan kesaksian dengan mata kepala sendiri atau indera
lainnya, atau alat mekanis. Dengan demikian, sumber primer merupakan
sumber yang memberikan data langsung dari tangan pertama. Karenanya,
sumber primer biasa juga disebut dengan istilah saksi pandangan mata.
2. sumber sekunder, adalah kesaksian dari siapa pun yang bukan saksi
pandangan mata. Jadi sumber sekunder merupakan kesaksian dari orang
yang tidak hadir langsung pada peristiwa yang dikisahkan.
Penelusuran Situs Sejarah
Dalam konteks situs sejarah Islam seringkali kita hanya mencermati situs
yang seringkali diwacanakan, dilihat. Bagaimana dengan situs-situs sejarah Islam
yang kurang mendapat perhatian. Faktor penyebabnya antara lain lokasi, nama
lokasi tidak dikenal atau sudah berubah baik nama maupun fungsinya. Luapan
informasinya akan diperoleh apabila dihubungkan dengan pernyataan-pernyataan
yang terkandung dalam data tekstual. Dengan kata lain, ribuan data tekstual
sebagaimana diungkap dalam kitab-kitab tamaddun Melayu, akan dapat diraih
antara lain : menyebut nama-nama tokoh dan tempat yang mengisyaratkan
hubungan dengan penyebaran Islam di suatu wilayah.
Andai saja dalam naskah terdapat sejumlah nama tempat, adakah di antara
nama tempat terdapat dalam peta-peta topografi ? Dari sinilah kita dipicu untuk
menelusuri koleksi peta. Melalui peta setidaknya akan diketahui letak
sesungguhnya. Melalui tempat yang kita kunjungi untuk menjajagi kemungkinan
sejumlah toponim yang dapat dikenali tersebut mengandung data arkeologi masa
penyebaran Islam, masa kesultanan Islam, masa penjajahan Kolonial, masa
Kemerdekaan.
Melalui data sejarah tersebut setidaknya telah memberikan wawasan minimal
bagaimana eksistensi jalinan di antara para tokoh tersebut, sehingga telah pula
memudahkan upaya terciptanya suatu kekuatan untuk menyelenggarakan
pemerintahan, dan berhasil. Keberhasilan tersebut ditandai dengan berdirinya
antara lain Kerajaan Islam / Kesultanan Islam. Pada tahap berikutnya dibangunlah
sebuah masjid, kini tetap dikenal dengan sebutan Masjid Agung/Gede. Dengan masjid
itu, mereka membuktikan dirinya mengikuti (ittiba') sunnah Rasulullah SAW dalam
pembinaan Masjid Quba'. Bentuk bangunannya kemudian dijadikan model
bangunan masjid-masjid yang ada di wilayah pengaruhnya. Kenyataan tersebut
dapat diamati pada sejumlah masjid di lokasi penelitian. Indikator yang dapat
diamati pada masjid-masjid di lokasi penelitian, antara lain adalah : mihrab,
mustaka, atap tumpang, berdenah bujur sangkar, tanpa menara.Atas jasa baik secara
moral maupun material bagi masyarakatnya, para Wali, Ustadz, Tuan Guru, Syeikh,
para bangsawan Ki Ageng serta Adipati dalam bentangan kultural menjadi faktor
penting. Indikator yang dapat ditangkap adalah makam peristirahatan terakhirnya
ramai dikunjungi oleh para peziarah. Selain menunjukkan penghormatan atas karier
sejarahnya, di antara para peziarah, menurut penuturan juru kunci, ada yang datang
untuk memuja bahkan datang meminta berkah, dengan harapan agar memudahkan
dalam usaha mencari rezeki, jodoh, dan sebagainya. Jadi, makam mereka jadikan
tempat mengadu, mengeluh di saat kesulitan, dan sebagainya. Menurut penuturan
juru kunci ada hari-hari khusus yang banyak mengundang kehadiran para peziarah,
ambil contoh di Jawa yakni : setiap malam Jum'at Wage dan Selasa Kliwon, untuk
Selo, Pengging, dan Jatinom. Sedangkan pada Jum'at Wage dan Jum'at Kliwon di
Tembayat, Butuh. Sedangkan di Kotagede sering ramai dikunjungi peziarah adalah
pada hari-hari Besar Islam,misalnya Maulud, Muharram. Bahkan di Jatinom, hingga
saat ini masih terselenggara perayaan 'Ongkowiyyu'. Perayaan tersebut
diselenggarakan oleh masyarakat Jatinom maupun masyarakat dari luar. Perayaan
yang diselenggarakan setiap bulan Muharram tersebut selalu diresmikan oleh
Pemda setempat.
Kenyataan tersebut di atas membuktikan bahwa aktivitas dan tindakan para
peziarah dalam melaksanakan maksud dan niatnya di komplek makam keramat -
antara lain di lokasi penelitian, nampak berlangsung berulang-ulang, baik setiap
hari, setiap musim, atau kadang-kadang saja. Dalam aktivitas yang berbentuk
upacara keagamaan atau ritus oleh masyarakat pendukungnya dilakukan dengan
cara berdo'a, sesaji (menabur bunga, membakar kemenyan), bersujud, bertapa.
Bahkan di Jatinom, dan Tembayat, serta di Pengging (komplek makam
P.Andayaningrat) ditemukan pula sisa-sisa pembakaran hio.
Dengan demikian, melalui sejumlah nama lokasi tersebut yang dikategorikan
sebagai situs masa Islam dapat terjawab, antara lain adanya masjid, dan komplek
makam. Data arkeologi tersebut hingga kini masih berfungsi dan difungsikan oleh
masyarakat pendukungnya, melalui beberapa tindakan22.
Selain kunjungan para peziarah, makam-makam di lokasi penelitian juga
mendapat perhatian dari para peneliti baik dari dalam negeri maupun dari luar
negeri. Gejala tersebut menunjukkan betapa besar pengaruh dan penghargaan
masyarakat atas para wali tersebut
Metode Penelitian
1. Pengumpulan Data
22 Berpijak dari 'tindakan' yang berjalan secara berkesinambungan dengan masa lalu hingga
kini, dapat diartikan sebagai 'tradisi'. Dengan kata lain, tradisi merupakan sesuatu yang diwariskan
dari masa lalu ke masa kini, dan sesuatu tersebut adalah non-materi yang bisa berupa kebiasaan,
kepercayaan atau tindakan-tindakan.
Pengumpulan Data Kepustakaan. Strategi dan langkah teknis yang
berkaitan dengan pengumpulan data yang diperoleh melalui kepustakaan, serta
sejumlah peta, hingga mendapatkan toponim, dapat dirinci sebagai berikut :
1). mendaftar sejumlah toponim yang termaktub dalam Babad Tanah Jawi yang
dimaksud;
2). daftar toponim yang diperoleh kemudian ditelaah dan diperbandingkan
melalui sejumlah kepustakaan melalui sumber-sumber sejarah yang semisal;
3). usai memperbandingkan toponim dengan sejumlah sumber sejarah yang lain,
kemudian diupayakan melacak ulang melalui sejumlah peta topografi yang berhasil
dikumpulkan dan dipilih dari berbagai tahun penerbitan dan instansi penerbit yang
berbeda. Seringkali terjadi bahwa toponim yang termaktub dalam Babad Tanah Jawi
tidak dapat dikenal, diperkirakan namanya sudah berubah, bertambah, atau
berbeda sama sekali;
4). mengumpulkan peta-peta administrasi masa sekarang dari berbagai sumber
pustaka dan kantor-kantor pemerintah. Strategi awal untuk melakukan pelacakan
dan pengumpulan sejumlah peta dalam rangka toponim, diperoleh melalui :
Perpustakaan Nasional, di Jakarta; Arsip Nasional, di Jakarta; Biro Pusat Statistik, di
Jakarta; Bakosurtanal, di Cibinong, Jawa Barat; dan beberapa kantor instansi di
daerah lokasi penelitian, terutama melalui Kantor Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan di Tingkat II (Purwodadi, Sragen, Surakarta, Klaten, Boyolali, dan
daerah Istimewa Yogyakarta);
5). membuat daftar baru berdasarkan hasil pencarian toponim-toponim pada
peta-peta topografi dan sumber-sumber tertulis lainnya, untuk memudahkan
pencarian toponim dan kemungkinan informasi tentang kandungan arkeologi di
dalamnya.Pengumpulan Data Lapangan. Langkah-langkah untuk pengumpulan data
arkeologi di lapangan, secara berurutan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1). pencarian dan/atau mencek kebenaran adanya nama lokasi/toponim melalui
nama-nama administrasi dan nama-ama geografi yang telah dihimpun dalam daftar
baru. Pencarian ini telah menunjukkan hasilnya, di antaranya didapatkan sejumlah
toponim, untuk kemudian dilakukan pendataan sejumlah temuan arkeologi yang
terdapat pada toponim;
2). membuat daftar baru berdasarkan hasil pencarian dari peta topografi dan
kandungan data arkeologi. Melalui langkah ini dapat membantu dalam rangka
sampling yang kemudian dijadikan daerah sasaran (lokasi) penelitian;
3). membuat peta situasi dari toponim-toponim yang dikunjungi; peta situasi
yang dimaksud lebih memfokuskan pada keletakkan data arkeologi;
4). menempatkan lokasi/toponim yang telah dikunjungi tersebut pada peta
topografi skala 1: 50.000 untuk mengetahui posisi lokasi koordinatnya.
Langkah-langkah tersebut telah memungkinkan dilakukan setelah mencoba
mengintegrasikan sejumlah peta topografi dan sejumlah informasi yang diperoleh
melalui sumber-sumber tertulis tentang toponim-toponim yang tersebut dalam
Babad Tanah Jawi yang dimaksud.
2.Pengolahan Data
Langkah-langkah yang berkaitan dengan tahap pengolahan data
tekstual dan data artefaktual, baik yang diperoleh melalui kepustakaan maupun dari
lapangan dimaksudkan untuk dijadikan bahan utama bagi analisis selanjutnya .
Dalam rangka mengkaji data tekstual yang diangkat dari Babad Tanah Jawi
dilakukan perbandingan (data sejarah) dari sejumlah sumber tekstual yang lain,
berkenaan dengan toponim, kronologi toponim, peristiwa-peristiwa sejarah yang
terkait, dan para tokoh.
Dalam rangka upaya memahami kesejajaran penyebaran
toponim/lokasi-lokasi awal pengembangan Islam sebgaimana disebut-sebut dalam
data tekstual dan penyebaran data artefaktual, akan diupayakan penelitiannya
dengan pendekatan arkeologi dan pendekatan sejarah. Melalui kedua pendekatan
tersebut, dapat dirinci dan diurut sebagai berikut :
1). Observasi terhadap kepustakaan, survey dan wawancara yang diharapkan
akan diperoleh toponim dari Babad Tanah Jawi untuk kemudian dimungkinan
dapat dipetakan,dikenal pada topografi/geografi masa kini. Melalui observasi ini
akan diperoleh data arkeologi pada toponim yang dimaksud, untuk kemudian akan
diidentifikasikan isi budaya dan kronologi;
2). Deskripsi dan analisis (formal, spasial, dan temporal), yang diharapkan akan
diperoleh topologi isi budaya dan situs sebagai daerah penelitian ; pola-pola sebaran
isi budaya dan situs; serta kronologi situs;
3). Interpretasi/eksplanasi terhadap struktur data arkeologi antar situs;
hubungan antar data pada situs dan antar situs. Pada tingkatan interpretasi ini akan
diupayakan rekonstruksi alur penyebaran Islam di pedalaman Jawa Tengah, dapat
dicapai ;
Oleh sebab itu, penelitian yang dilakukan dengan beberapa tingkat penelitian
tersebut secara operasional akan diupayakan melalui beberapa tahapan
penelitiannya, yakni :
1). Pra-analisis, akan dimanfaatkan sebagai tahap membandingkan sumber
tertulis - dengan sasaran utama Naskah …. dengan sumber-sumber tertulis lainnya;
2). Analisis:
2).a.Ruang : tempat di mana sesuatu peristiwa/ aktivitas / peran penyebaran Islam
dilakukan;
2).b.Waktu : bentang/dimensi temporal fase-fase penyebaran Islam dilakukan;
2).c.Budaya : aspek-aspek isi budaya yang memberi ciri khusus/ umum pada lokasi
penelitian pada awal penyebaran Islam;
Belajar dari bentangan sejarah sebagaimana dibuktikan peninggalan sebagai
wujud nyata pengalaman dari para tokoh, nama lokasi, peristiwa, angka tahun di
atas penting dicatat, antara lain :
a. pendirian masjid, selain menciptakan suasana membangun kebersamaan,
pada era dakwah Islam, setidaknya mendidik karakter individu hingga
terwujudnya bangsa, bernama “Indonesia”.
b. Pendirian kota, istana, dsb secara estafet setidaknya dapat dipandang
memiliki pandangan dan sumbangan yang cukup besar kegigihannya dalam
perjuangan memberikan inspirasi, dan mampu menyesuaikan diri di antara
multietnis Nusantara dengan cara membangun jaringan nasional, hingga
internasional.
Keteladanan jejak langkah aktif para tokoh terdahulu melalui sejumlah
keteladanan hingga berwujud karakter, kita diajak untuk membangun integritas.
Suasana integritas akan menjadi modal kemajuan, untuk meraih segala aspek
kedaulatan dalam bernegara, menuju kesejahteraan bagi semua.