METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA...

131

Click here to load reader

Transcript of METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA...

Page 1: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS

ULAMA NUSANTARA

(PERBANDINGAN KITAB TANQĪḤ AL-QAUL DAN

AL-KHIL’AH AL-FIKRIYYAH)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Nasrulloh

NIM: 1113034000037

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/ 2019 M

Page 2: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS

ULAMA NUSANTARA

(PERBANDINGAN KITAB TANQĪḤ AL-QAUL DAN

AL-KHIL’AH AL-FIKRIYYAH)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Nasrulloh

NIM: 1113034000037

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/ 2019 M

Page 3: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN
Page 4: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN
Page 5: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

ii

ABSTRAK

Nasrulloh

Metodologi Pemahaman Hadis Ulama Nusantara (Perbandingan Kitab

Tanqīḥ Al-Qaul dan Al-Khilʻah al-Fikriyyah)

Tulisan ini ingin mengeksplorasi intelektualitas ulama Nusantara sekaligus

menolak pernyataan Atina Rahmawati yang menyatakan bahwa penulisan karya

hadis oleh Muslim Indonesia sangat kurang. Hadirnya kitab Tanqīḥ al-Qaul karya

Syaikh Syaikh Nawawi dan al-Khilʻah al-Fikriyyah karya Mahfudz al-Tarmasi

menjadi bukti berkembangnya kajian hadis di Indonesia. Kedua ulama ini sama-

sama menuntut ilmu di Timur Tengah dan mendapatkan izin mengajar di

Masjidilharam. Namun ada perbedaan antar keduanya, Syaikh Nawawi

mensyarahi kitab hadis ulama sebelumnya sedangkan Mahfudz al-Tarmasi

menulis kembali hadis-hadis dari kitab induk yang kemudian beliau syarahi.

Kitab Tanqīḥ al-Qaul ternyata lebih tenar dan banyak digunakan di

pesantren-pesantren Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Sedangkan kitab al-Khilʻah

al-Fikriyyah digunakan di pesantren Termas saja padahal jika dilihat dari

latarbelakang keilmuan yang dimiliki, al-Tarmasi menspesialisasikan di bidang

hadis dan satu-satunya ulama Nusantara yang diakui sebagai pemegang isnad dan

ulama yang mendapatkan hak untuk memberikan ijazah kepada muridnya. Hal

inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian atas kitab Tanqīḥ al-

Qaul dengan kitab al-Khilʻah al-Fikriyyah.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan

perbandingan metode pemahaman hadis Syaikh Nawawi dengan al-Tarmasi.

Dalam penelitian ini metode yang penulis gunakan ialah deskriptif, analisis,

komparatif. Sebagai pisau analisis pemahaman hadisnya penulis menggunakan

metode yang ditawarkan oleh Kiai Ali Mustafa Ya’qub dalam bukunya Cara

Benar memahami Hadis Nabi saw.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model penulisan syarah hadis

setiap penulis memiliki gaya masing-masing yang berbeda satu sama lainnya.

Seperti perbedaan yang ada antara Syaikh Nawawi dengan Mahfudz al-Tarmasi.

Dimana dalam menyuguhkan syarah hadisnya Syaikh Nawawi menggunakan

metode ijmali (disusun secara global). Sedangkan Mahfudz al-Tarmasi dalam

menyuguhkan syarah hadis lebih memilih dengan metode tahlili. Adapun corak

syarah dalam kitab tanqīḥ al-qaul memliki corak sufi dengan ditandai sering

mengutip pendapat ulama tasawuf. sedangkan dalam kitab al-Khil’ah al-Fikriyyah

bercorak bahasa. Hal itu ditandai dengan seringnya Mahfudz al-Tarmasi

menggunakan ilmu bahasa sebagai kajian yang dikedepankan.

Kata Kunci: Pemahaman Hadis, Syaikh Nawawi, Mahfudz al-Tarmasi, Tanqīḥ al-

Qaul, al-Khilʻah al-Fikriyyah

Page 6: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. yang mana

berkat hidayah dan ‘ināyah-Nya penulis mampu merampungkan penelitian ini.

Salawat serta salam penulis haturkan kepada Rasulullah Muhammad Saw.

keluarganya dan para sahabatnya serta semoga kita senantiasa mengikuti sunnah

sehingga mendapatkan syafa’at beliau di akhirat kelak. Amin.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak akan bisa

tuntas tanpa bantuan, bimbingan, arahan, dukungan dan kontribusi dari banyak

pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih dan

memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta;

2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA. selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an

dan Tafsir yang begitu banyak jasanya bagi penulis baik di bidang

akademik maupun non-akademik;

4. Ibu Banun Binaningrum, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Al-Qur’an

dan Tafsir dan Kak Hani Hilyati, S.Th.I. yang telah membantu dalam

administrasi selama kuliah dan hingga penelitian ini selesai;

5. Bapak Dr. Ahmad Fudhaili, M.Ag. selaku dosen pembimbing yang sudah

banyak meluangkan waktunya untuk memberi ilmu, arahan dan masukan

kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis memohon maaf jika selama masa bimbingan skripsi telah banyak

Page 7: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

iv

merepotkan dan melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun tidak

disengaja;

6. Seluruh dosen Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir maupun Ilmu Hadis atas

segala motivasi, ilmu pengetahuan, bimbingan, wawasan, dan pengalaman

yang mendorong penulis selama menempuh studi, terutama Bapak Dr.

Bustamin, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik, serta seluruh staff

Fakultas Ushuluddin;

7. Kepada almaghfurlah Prof. Dr. Ali Mustofa Ya’kub Pendiri Pondok

Pesantren Darussunnah yang telah mengajari dan menjadi bapak idiologis

penulis. Semoga Allah membalas apa yang telah engkau berikan dan

menempatkan di tempat yang mulia. Serta H. Zia ul-Haramain ketua

yayasan Darussunnah dan para dosen yang telah ikut serta dalam

memberikan ilmu khususnya di bidang hadis dan ilmu hadis;

8. Keluarga penulis, khususnya orang tua penulis Bapak Mustofa dan Ibu Siti

Khodijah, serta kakak-kakak penulis Nahnuddin, Nur Hidayati,

Miftahuddin, Ahmad Abdul Mujib dan adik penulis Mazidatul Khairiyyah

yang tak bosan mendoakan, memberi dukungan serta menjadi penggugah

bagi penulis dalam menyusun skripsi ini;

9. Dan orang yang selalu memberikan semangat, doa dan dorongan bagi

penulis entah siapa dia yang masih misterius;

10. Teman-teman Tafsir Hadis angkatan 2013 UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, khususnya teman-teman ATHA yang telah bersama-sama

berjuang selama kuliah. Sukses selalu dimanapun kalian berada;

Page 8: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

v

11. Teman-teman angkatan Avicena PONPES Darussunnah yang telah

menjadi teman belajar di bawah asuhan almagfurlah Prof. Dr. Ali Mustofa

Ya’qub MA.;

12. Kepada sahabat penulis Triowek-wek: Faris Maulana Akbar dan Iqbal

Firdaus yang telah mengajarkan pengetahuan, sudi memberikan masukan,

dorongan dan semangat hingga bosan. Dan juga iringan doa untuk alm.

Afif Hasan Naufal semoga tenang di alam sana;

13. Serta semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini

yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.

Skripsi ini adalah salah satu upaya penulis untuk menambah khazanah

keilmuan hadis di Indonesia. Penulis sadar bahwa ilmu yang dimiliki masih sangat

kurang sekali dan maaf apabila dalam penelitian ini dijumpai banyak kesalahan.

Dengan memohon ampunan kepada Allah Swt atas kesalahan-kesalahan yang ada

serta berharap akan taufiq dan hidayah-Nya, penulis berharap semoga hasil

penelitian ini bisa bermanfaat, khususnya bagi penulis pribadi dan pembaca.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Ciputat, 09 Januari 2019

Nasrulloh

Page 9: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

vi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman

pada hasil keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/U/1987.

1. Konsonan

Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat

dilihat pada halaman berikut:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا

B Be ب

T Te ت

Ṡ Es (dengan titik di atas) ث

J Je ج

Ḥ Ha (dengan titik di bawah) ح

Kh Ka dan Ha خ

D De د

Ż Zet (dengan titik di atas) ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy Es dan Ye ش

Ṣ Es (dengan titik di bawah) ص

Page 10: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

vii

Ḍ De (dengan titik di bawah) ض

Ṭ Te (dengan titik di bawah) ط

Ẓ Zet (dengan titik di bawah) ظ

koma terbalik di atas hadap kanan __‘ ع

G Ge غ

F Ef ف

Q Qi ق

K Ka ك

L El ل

M Em م

N En ن

W We و

H Ha ه

Apostrof ’____ ء

Y Ye ي

2. Vokal Tunggal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal

tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih

aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fatḥah

Page 11: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

viii

I Kasrah

U Ḍammah و

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

Ai A dan I ىي

و ى Au A dan U

Contoh:

و لح kaifa : كي ف : haula

3. Vokal panjang

Vocal panjang atau maddah transliterasinya yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

Ā a dengan garis di atas ئ

ئي Ī i dengan garis di atas

Ū u dengan garis di atas ئو

4. Kata Sandang

Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,

yaitu alif dan lam, dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf

syamsiyyah maupun qamariyyah. Contoh: al-kabīr dan al-rijāl bukan ar-rijāl.

5. Syaddah (Tasydīd)

Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda ( ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan

menggandengkan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak

berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang

Page 12: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

ix

yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata الضرورة tidak ditulis

dengan aḍ-ḍarūrah melainkan al-ḍarūrah, demikian seterusnya.

6. Ta marbūṭah

Transliterasi untuk ta marbūṭah ada dua, yaitu: ta marbūṭah yang hidup atau

mendapat harkat fatḥah, kasrah atau ḍammah maka transliterasinya adalah [t].

Sedangkan ta marbūṭah yang mati atau mendapat harkat sukūn, transliterasinya

adalah [h].

Jika pada kata yang berakhir dengan ta marbūṭah diikuti oleh kata yang

menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta

marbūṭah ditranslliterasikan dengan ha [h].

7. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof [’] hanya berlaku bagi

hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di

awal kata maka ia tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

Contohnya:

syai’un : شي ئ

umirtu : أمر ت

8. Huruf Kapital

Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Ejaan

Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang, maka

yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf

awal atau kata sandangnya, seperti البخاري = al-Bukhāri.

Page 13: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... i

ABSTRAK .......................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii

PEDOMAN TRANSLITERASI ....................................................................... vi

DAFTARA ISI .................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah .................................................................................. 7

C. Pembatasan Masalah ................................................................................. 9

D. Perumusan Masalah .................................................................................. 9

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 10

F. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 10

G. Metodologi Penelitian ............................................................................... 14

H. Sistematika Penulisan ............................................................................... 15

BAB II SEJARAH KAJIAN HADIS DI INDONESIA DAN PEMAHAMAN

HADIS NABI SAW ............................................................................................. 17

A. Hubungan Ulama Indonesia dengan Ulama Timur Tengah ...................... 17

1. Ibadah Haji .......................................................................................... 19

2. Koloni Jawa di Makkah ...................................................................... 21

3. Menuntut Ilmu di Makkah .................................................................. 24

B. Perkembangan Kajian Hadis di Indonesia ............................................... 27

C. Pemahaman Hadis Ulama Indonesia ......................................................... 31

D. Landasan dan Batasan Pemahaman Tekstual dan Kontekstual ................. 34

BAB III BIOGRAFI DAN KARYA-KARYA SYAIKH NAWAWI AL-

BANTANI DAN MAKHFUD AL-TARMASI ................................................... 38

A. Syaikh Nawawi al-Bantani ........................................................................ 38

1. Penjalanan Hidup ................................................................................ 38

a. Biografi ......................................................................................... 38

b. Rihlah Ilmiah ................................................................................. 40

c. Karya-Karya .................................................................................. 44

2. Tanqīḥ al-Qaul .................................................................................... 48

a. Judul Kitab dan Motivasi Penulisan .............................................. 48

b. Sistematika, Karakteristik dan Metode Penulisan ......................... 48

B. Makhfudz al-Tarmasi ................................................................................ 50

1. Penjalanan Hidup ................................................................................ 50

a. Biografi ......................................................................................... 50

b. Rihlah Ilmiah ................................................................................. 53

c. Karya-Karya .................................................................................. 57

2. Al-Minḥaḥ al-Khairiyyah dan al-Khil’ah al-Fikriyyah ...................... 61

Page 14: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

xi

a. Judul Kitab dan Motivasi Penulisan .............................................. 61

b. Sistematika, Karakteristik dan Metode Penulisan ......................... 62

BAB IV METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS SYAIKH NAWAWI AL-

BANTANI DAN MAKHFUDZ AL-TARMASI .............................................. 65

A. Perbandingan Karakteristik Penyusunan Kitab Hadis .............................. 66

B. Perbandingan Metode dan Corak Penyarahan Hadis ................................ 85

C. Pemahaman Hadis Mengucapkan Kalimat Tauhid dan Tasbih ................ 97

D. Analisis Komparatif Pemahaman Hadis Mengucapkan Kalimat Tauhid dan

Tasbih ...................................................................................................... 108

BAB V PENUTUP ............................................................................................. 111

A. Kesimpulan ............................................................................................. 111

B. Saran-saran .............................................................................................. 112

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 113

Page 15: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian kajian kitab hadis di Indonesia sudah dilakukan oleh beberapa

peneliti luar negeri ataupun dalam negeri. Mereka mengatakan bahwa kajian hadis di

Indonesia masih tertinggal dibanding kajian keislaman lainnya. Hal ini berdasarkan

penelitian Martin van Bruinessen yang mengklasifikasikan menjadi kajian fikih,

doktrin, tata bahasa arab, kumpulan hadis, tasawuf dan tarekat, akhlak, kumpulan

doa, wirid dan Qaṣaṣ al-Anbiyā.1 Van den Berg juga menyatakan bahwa kitab yang

dikaji di pesantren berkisar pada kitab fikih dan tafsir. Meskipun kitab Sahih Bukhari

dibaca oleh beberapa kiai saja dan tidak diajarkan kepada murid-muridnya.2 Adapun

peneliti dalam negeri Mahmud Yunus juga menyatakan bahwa di beberapa lembaga

pendidikan Islam (pesantren)3 di Indonesia masih dalam bentuk pengajian al-Qur‟an

dan pengajian kitab saja.4

1 Marteen van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren & Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam di

Indonesia (Bandung: Mizan, 1995) hal. 124. Dalam buku ini, Bruinessen menyuguhkan hasil

penelitian-penelitiannya terhadap karya ulama-ulama Nusantara dan lembaga yang menggunakannya

sebagai bahan ajar. Beliau melakukan penelitian ini sekitar 6 tahun. Dari tahun 1986-1990 dan 1991-

19993. Hal ini juga bisa dibaca di Karel Steenbrink, Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia abad

ke-19 (Jakarta: Bulan Bintang, 1984) hal. 154-8. 2 Marteen van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren & Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam di

Indonesia, hal. 29. 3 Pesantren merupakan pusat Islam terpenting setelah masjid yang berfungsi sebagai tempat

untuk mendalami ajaran agama islam. Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren & Tarekat: Tradisi-Tradisi

Islam di Indonesia, hal. 23 4 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1996)

hal. 49-53 dan 229.

Page 16: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

2

Secara historis kajian hadis di Indonesia sudah ada sejak abad ke-17. Hal itu

ditandai dengan ditulisnya beberapa kitab hadis oleh ulama-ulama Nusantara.

Dimulai dari Nūr al-Dīn al-Rānirī5 (Hidayat al-Ḥabīb fi al-Targhīb wa al-Tarhīb),

„Abd al-Rā‟ūf al-Sinkilī6 (al-Mawā‟iẓ al-Badī‟ah) sebagai wakil ulama Nusantara

abad 17 dan Yasin al-Fadani (Al-Arbaʻūn al-Buldāniyyah Arbaūn Ḥadīsan „an Arbīn

Syaikhan min Arbaʻīn Madīnatan li Arbaīn al-Ṣaḥābah dan Al-Arbaʻūn Ḥadītsan min

‟Arbaʻīn Kitāban ʻan ‟Arbaʻīn Syaikhan) sebagai ulama abad 20, kesemuanya adalah

sosok ulama dari tanah Sumatra.7

Kemudian ada Nawawi al-Bantani (Tanqīḥ al-Qaul), Mahfudz al-Tarmasi (al-

Minḥaḥ al-Khairiyyah dan al-Khil‟ah al-Fikriyyah), Hasyim Asy‟ari (Risālah Ahl al-

Sunnah wa al-Jamā‟ah), sebagai wakil ulama dari tanah Jawa ahir abad 19 awal abad

20. Muhammad Kasyful Anwar al-Banjari (Tabyīn al-Rāwi; Syarḥ ʻala Arbaʻīn al-

Nawawi), Muhammad Sya‟rani Arif (Hidāyat al-Zamā min Aḥādīs Ākhir al-Zamān 8

5 Nūr al-Dīn Muhammad ibn Ali ibn Ḥamid al-Ranirī, Gujarat. Meskipun kiprahnya hanya 7

tahun di Aceh membuatnya dikenal sebagai ulama Nusantara. Al-Ranirī wafat di Gujarat tahun 1658

M. lihat Rizem Aizid, Biografi Ulama Nusantarta (Yogyakarta: Diva Prees, 2016), h. 79 6 Abd al-Ra‟ūf bin „Ali al-Jāwī al-Fansūrī al-Sinkili. Adalah seorang Melayu dari Fansur

(Barus) wilayah pantai barat laut Aceh. Menurut D.A. Rinkes ia lahir sekitar 1024 H/ 1615 M. Dan

wafat pada tahun 1693 M. Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara

abad XVII dan XVIII ( Jakarta: Kencana, 2013), h. 238 7 Karya di bidang hadis dua ulama yang pertama tidak begitu populer di kalangan

masyarakat. Hal ini karena ulama generasi pertama yang belajar di Haramain hanya menyerap

keilmuan yang cocok dengan budaya yang dianut di daerahnya (khususnya keilmuan tasawuf, tarekat

dan fikih). Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam Indonesia, h. 33.

Lihat juga Saifuddin, Peta Kajian Hadis Ulama Banjar (Banjarmasin: IAIN Antasari Prees, 2014), h.

109 8 Saifudin, Dzikri dan Bashori, “Peta Kajian Hadis Ulama Banjar”, Tashwir Vol. 1 No.2, Juli-

Desember 2013. Hal, 19. Keduanya merupakan ulama hadis yang memiliki pengaruh besar dalam

kajian hadis di Kalimantan. Sejatinya ulama Banjar juga memiliki perhatian besar dalam tradisi pen-

syarah-an hadis, khusunya berbentuk kumpulan 40 hadis.

Page 17: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

3

kedunya berasal dari wilayah Kalimantan di abad ke-20. Pada abad ke-20 inilah

embrio kebangkitan kajian hadis di Indonesia yang sempat mengalami kemandekan.9

Menjelang ahir abad 19 dan memasuki abad 20 mulai muncul kembali karya

hadis ulama Nusantara. Diantaranya ialah kitab Tanqīḥ al-Qaul al-Ḥatsīs Syarḥ „alā

Lubāb al-Ḥadīs karangan Nawawi al-Bantani. Kitab ini merupakan penjelasan (baca:

syarah) atas karya Jalaluddin Suyuti yang memuat empat puluh tema hadis.10

Didalamnya mencakup hadis-hadis yang berkaitan dengan muamalah, ibadah dan

syariah. Oleh karenanya al-Suyuti menamainya dengan Lubāb yang artinya intisari.11

Hal ini seakan-akan ingin menyatakan bahwa hadis yang ada di kitab hadisnya telah

mewakili hadis-hadis lain untuk dijadikan sebagai pegangan hidup.

Karya al-Bantani ini (Tanqīḥ al-Qaul) masuk dalam bursa seratus karya

terpopuler dalam daftar kepustakaan Pesantren di Indonesia. Karyanya mampu

bersanding dengan karya-karya ulama Timur Tengah meskipun dirinya bukan asli

orang Timur Tengah.12

Hal itulah yang membawa nama al-Bantani menjadi terkenal

dengan memiliki banyak sebutan diantaranya “Sayyid Ulamā‟ al-Ḥijāz, min Aʻyān

Ulamā al-Qarn al-Rābi ʻAsyara li al-Hijrah.13

9 Muhajirin, Kebangkitan Hadis di Nusantara (Yogyakarta: IDEA, 2016) h.vi

10 Samsul Munir Amin, Sayid Ulama Hijaz Biografi Syaikh Nawawi al-Bantani (Yogyakarta:

LKis, 2011), h. 59 11

Nawawi al-Bantani, Tanqīḥ al-Qaul al-Ḥatsīts fi Syarh Lubāb al-Ḥadīts (Jakarta: Dar al-

Kutub al-Islamiyah, 2011) hal. 9 12

Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam Indonesia, h. 33. Ketenaran karya-karya al-Bantani tidak bisa dilepaskan lantaran kerja sama dengan percetakan di

Kairo dan Makkah. Jajat Burhanuddin, Ulama dan Kekuasaan; Pergumulan Elit Muslim dalam

Sejarah Indonesia (Jakarta: Mizan, 2012) hal. 127. 13

Gelar ini berarti : tokoh ulama abad ke-14 Hijrah. Gelar ini terdat dalam kitab Nihāyah al-

Zain fī Irsyād al-Mubtadi‟īn.

Page 18: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

4

Nama Muhammad bin Umar al-Bantani pun menjadi pengarang yang paling

dikenal dimana-mana.14

Karya-karyanya bahkan tidak hanya dikaji dan dipelajari di

pesantren Indonesia saja tapi di wilayah Asia Tenggara.15

Menurut Steenbrink karya

al-Bantani diajarkan di sekolah-sekolah agama di Mindanao (Filipina Selatan), dan

Thailand.16

Selain al-Bantani, ulama Nusantara yang terkenal intelektualitasnya di

Timur Tengah dan memiliki karya di bidang hadis ialah Mahfuz al-Tarmasi.

Reputasi al-Tarmasi tidak jauh berbeda dengan al-Bantani. Kitab-kitabnya

menjadi sumber pembelajaran Pesantren di Jawa, disamping karya al-Bantani.17

Diatara karyanya di bidang hadis yang berhasil beliau susun ada beberapa kitab.

Pertama, Tsulātsiyāt al-Bukhāri kedua, al-Minḥaḥ al-Khairiyyah fī Arbaʻīn Ḥadītsan

min Aḥādīts Khair al-Bariyyah ketiga, al-Khilʻah al-Fikriyyah Syarḥ al-Minḥah al-

Khairiyyah. Karya terahir yang disebutkan merupakan syarah dari karya yang

disebutkan sebelumnya.

Dalam dunia pesantren al-Tarmasi ternyata mendapatkan penghormatan dan

penghargaan lebih dari kiai-kiai pesantren di Jawa ketimbang al-Bantani.18

Karya-

karyanya memiliki daya tarik tersendiri di kalangan para santri.19

Perlu dicatata

14 Pada waktu yang bersamaan padahal ada pengarang terkenal seperti Abu Bakar bin

Muhammad Satta, Ibrahim al-Baijuri, Daud al-Pattani dan Sayyid Utsman. Bruinessen, Kitab Kuning

Pesantren dan Tarekat; Tradisi-Tradisi Islam Indonesia, h. 143 15

Arwansyah dan Fa isal Ahmad, “Peran Syaikh Nawawi al-Bantani dalam Penyebaran Islam

di Nusantara”, Kontekstualita, Vol. 30, No. 1, 2015 16

Karel A. Steenbrik, Beberapa Aspek Tentang Islma di Indonesia Abad 19 (Jakarta: bulan

bintang, 1984) hal. 48-49 17

Jajat Burhanuddin, Islam dalam Arus Sejarah Indonesia (Jakarta: Kencana, 2017) hal. 269 18

Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam Indonesia, h. 38 19

Abdurrahman Mas‟ud, Dari Haramain ke Nusantara; Jejak Intelektual Arsitek Pesantren

(Jakarta: Kencana, 2006) hal. 162

Page 19: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

5

bahwa beberapa karyanya telah dijadikan sebagai buku pegangan yang dipakai di

universitas-universitas Maroko dan Arab Saudi.20

Al-Tarmasi merupakan representasi ulama yang menspesialisasikan dirinya di

bidang hadis. Beliau lebih dikenal sebagai muhaddis karena faktor keilmuan dan

karyanya di bidang hadis telah mendunia.21

Beliau diakui sebagai pemegang isnad

(mata rantai) dalam pengajaran Sahih Bukhari. Beliau merupakan mata rantai terahir

ulama yang mendapatkan hak untuk memberikan ijazah kepada muridnya yang telah

menguasai Sahih Bukhari.22

Abdurrahman mengistilahkannya dengan the last link al-

Bukhari ahir abad ke-19.23

Al-Tarmasi pernah menjabat sebagai guru besar di

Masjidilharam yang mengikuti pemikiran al-Bantani dan Khatib Sambas.24

Meskipun

karyanya tidak masuk dalam daftar 100 kitab populer yang diajarkan di Pesantren

Indonesia, Bruinessen menyimpulakna bahwa al-Tarmasi menjadi figur paling

terkenal di kalangan para kiai dan dihormati oleh beberapa ulama pendiri NU.25

Selain kedua tokoh diatas, ada ulama Nusantara yang terkenal Ahmad Khatib

al-Minangkabawi. Beliau merupakann satu-satunya ulama Nusantara yang menjadi

imam di Masjidilharam, sekaligus sebagai Guru Besar mengajar di Masjidilharam.26

Beliau pernah menulis karangan di bidang fikih yang menyerang adat Minangkabau

20

Abdurrahman, Dari Haramain ke Nusantara; Jejak Intelektual Arsitek Pesantren, hal. 168 21

Hasan Su‟aidi, Jaringan Ulama Hadis Indonesia,hal. 13 22

Zamakhsyari Dzafir, Tradisi Pesantren; Studi Pandangan Hidup Kayi dan Visinya

Mengenai Masa Depan Indonesia (Jakarta: LPES, 2015), hal. 90 23

Abdurrahman, Dari Haramain ke Nusantara; Jejak Intelektual Arsitek Pesantren, hal. 163 24

Mochammad Samsukadi, “Paradigma Studi Hadis di Dunia Pesantren”. Religi: Jurnal Studi

Islam. V. 6, Nomor 1, April 2015. Hal 58 25

Abdurrahman, Dari Haramain ke Nusantara; Jejak Intelektual Arsitek Pesantren, hal. 177 26

Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad Ke-19 (Jakarta:

Bulan Bintang, 1984) hal. 141.

Page 20: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

6

dalam hal waris. Meskipun karyanya ini tidak berbeda dengan kitab fikih lainnya,

namun cara menulis dan mengajarkannya lebih keras, tajam dan polemis, sehingga

karyanya tidak diterima oleh masyarakat minang.27

Penerimaan atau penolakan masyarakat atas ajaran Islam tidak hanya dialami

oleh mereka saja tetapi dialami juga oleh generasi setelahnya. Apalagi setelah

munculnya gerakan pembaharuan dan purifikasi ke Indonesia yang menekankan

untuk kembali kepada al-Qur‟an dan Sunnah sebagai pegangan hidup.28

Diantara

kelompok yang mendapatkan penolakan dari masyarakat ialah kelompok Hizbut

Tahrir Indonesia (HTI) dan Jamaah Tabligh (JT).

Mengingat pentingnya memahami hadis Nabi saw. beberapa ulama Indonesia

memberikan tawaran metode dalam memahami hadis. Diantaranya ialah M. Syuhudi

Ismail dan Ali Mustofa Ya‟qub. Keduanya memberikan kerangka beserta contoh

kontekstualisasi pemahaman hadis. Metode pemahaman hadis yang mereka tawarkan

itu berbeda satu sama lain. Meskipun keduanya memiliki langkah-langkah yang

berbeda tidak menjadikan unggul antar satu dari lainnya untuk diterapkan.

Metode yang ditawarkan oleh keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan

masing-masing. Misalnya ketika dihadapkan dengan hadis Nabi yang berkaitan

27

Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad Ke-19, hal. 145. Dikalangan

pegawai pemerintah Hindia Belanda karangan ini masih polemik apakah karya ini dibolehkan atau

dilarang terbit. 28

Muhajirin dalam mengutip pendapat Steenbrink bahwa ada beberapa faktor pendorong bagi

pembaharuan di Indonesia pertama, sejak 1900 banyak pemikiran untuk kembali ke al-Quran dan

Hadis kedua, sifat perlawanan nasional terhadap penguasa kolonial Belanda ketiga, umat Islam

semakin kuat mempertahankan organisasi dibidang sosial ekonomi dan keempat, ketidakpuasan atas

tradisionalisme dalam mempelajari al-Qur;an dan Hadis. Kar el Steenbrink, Pesantren, Madrasah dan

Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun Modern (Jakarta: LP3ES, 1994), hal. 46-47.

Page 21: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

7

dengan kondisi wilayah bangsa Arab budaya ataupun letak geografisnya. Dalam

memahami hadis yang berbentuk seperti itu tidak bisa dipahami dengan

menggunakan metode yang ditawarkan oleh Syuhudi Ismail dalam bukunya “Hhadis

Nabi yang Tekstual dan Kontekstual”. begitupula sebaliknya ketika hendak

memahami hadis Nabi saw yang sekiranya tidak bisa diakomodir dengan

menggunakan metode yang ditawarkan oleh Kiai Ali Mustafa Ya‟qub, maka

janganlah menggunakan metodenya. Karena metode yang ditawarkan oleh merela

berdua memiliki tempat dan porsi masing-masing.

Fenomena atau peristiwa diatas sangat menarik untuk digali lebih mendalam.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut metodologi pemahaman

hadis Ulama Nusantara dengan mengambil objek kitab hadis karya al-Bantani dengan

al-Tarmasi. Alasan pengaambilan kedua tokoh ini ialah karena pertama, keduanya

sama-sama belajar di Timur Tengah yang menjadi pusat intelektual saat itu. Kedua,

keduanya sama-sama dari pulau jawa dan karyanya ditulis berbahasa arab. Ketiga,

kitab Tanqīḥ al-Qaul masuk dalam daftar 100 kitab yang populer sedangkan kitab al-

Khil‟ah al-Fikriyyah tidak. Padahal al-Tarmasi merupakan ulama yang

menspesialisasikan intelektualitasnya di bidang Hadis, bahkan beliaulah yang

mendapatkan ijazah pengajaran kitab hadis. Hal inilah yang mendasari penulis untuk

membahas penelitian ini dengan judul: “METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS

ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN KITAB TANQĪḤ AL-QAUL DAN

KITAB AL-KHILʻAH AL-FIKRIYYAH)”.

Page 22: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

8

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat diidentifikasi

beberapa persoalan antara lain:

1. Peta perkembangan kajian hadis di Indonesia masih menuai perdebatan.

Ada yang menyatakan muncul sejak Islam berkembang di Indonesia,

sebagian mengatakan seiring dengan munculnya gerakan pembaharuan

pada awal abad 20.

2. Belakangan ini banyak sekali kelompok atau golongan yang keliru dalam

menerapkan pemahaman terhadap hadis. Hadis yang dipahami secara

tekstual ia pahami secara kontekstual, sebaliknya hadis yang dipahami

secara kontekstual ia pahami secara tekstual. Hal ini karena tidak

mempertimbangakan serta memerhatikan konteks sosio-historis ketika

hadis itu muncul.

3. Banyak ulama Nusantara yang reputasinya dikenal di Timur Tengah dan

juga di Indonesia. Selain itu karya-karya mereka juga digunakan di di

Indonesia ataupun Timur Tengah. Diantaranaya ialah Syaikh Nawawi

(w.1897 M) dengan karyanya Tanqīḥ al-Qaul al-Ḥatsīts, Syarḥ „ala

Lubāb al-Ḥadīts, Makhfudz al-Tarmasi (w. 1919 M) dengan karyanya al-

Minḥaḥ al-Khairiyyah dan al Khil‟ah al-Fikriyyah Syarḥ al-Minḥaḥ al-

Khairiyyah.

C. Pembatasan Masalah

Page 23: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

9

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan pada identifikasi masalah di

atas, Penulis tidak akan membahas semua masalah yang telah disebutkan. Penelitian

ini akan difokuskan pada perbandingan metodologi pemahaman hadis Syaikh

Nawawi al-Bantani dan Mahfudz al-Tarmasi dimana keduanya sama-sama dari pulau

Jawa dan berbahasa arab.

Hadis yang akan diteliti ialah dua hadis yang memiliki kesamaan redaksi pada

kitab Tanqīḥ al-Qaul dan al-Khil„ah al-Fikriyyah Syarḥ al-Minḥaḥ al-Khairiyyah.

Hal itu diambil karena redaksi hadis yang ada di dua kitab tersebut hampir sama dan

masih dalam satu tema. Adapun tema kedua hadis ialah ucapan kalimat tauhid dan

keutamaan membaca tasbih. Selain itu penulis menambahkan 20 hadis lagi dari kitab

Tanqīḥ al-Qaul. Dalam skripsi ini penulis memulainya dengan mencantumkan

dinamika kajian hadis di Indonesia dan ragam pemahaman hadis secara tekstual dan

kontekstual, kemudian disusul dengan menjelaskan masing-masing biografi

pengarang, setelah itu melakukan analisis terhadap isi kitab. Sehingga dengan kajian

seperti ini akan diperoleh penjelasan tentang metodologi pemahaman hadis dua ulama

Indonesia diatas serta kecenderungan dalam penyusunannya.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah disebutkan diatas, garis besar masalah

yang akan penulis angkat dalam skripsi ini adalah: “Bagaimana Perbandingan

Page 24: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

10

Metodologi Pemahaman Hadis Nawawi al-Bantani dan Makhfudz al-Tarmasi

dalam Kitab Hadisnya?”

E. Tujuan Penelitian

Subjek aktifitas yang ditulis oleh seseorang pasti memiliki tujuan tersendiri,

demikian pula halnya dalam pembahasan judul ini penulis mempunyai tujua tertentu

pula. Adapun tujuan penulisan skripsi ini ialah:

a. Mendeskripsikan dan menjelaskan perbandingan metodologi pemahaman

hadis antara al-Bantani dengan al-Tarmasi.

Setelah tujuan tersebut tercapai, maka skripsi ini dapat berguna untuk

1. Mengekplorasi kekayaan intelektual ulama Indonesia

2. Menghidupkan kembali kajian hadis di Indonesia yang pernah

mengalami ketertinggalan.

3. Menunjukkan pentingnya jaringan Intelektual keilmuan dalam

menjalankan syariat agama.

4. Sebagai bentuk sumbangan pemikiran kepada pembaca yang ingin

mengetahui varian pemahaman hadis ulama Indonesia.

F. Tinjauan Pustaka

Untuk membantu proses penulisan skripsi ini, penulis berupaya melakukan

penelusuran terhadap karya-karya seperti skripsi, tesis, disertasi dan jurnal yang

Page 25: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

11

terkait dengan pembahasan yang sedang dikaji. Kajian hadis ulama Nusantara sudah

banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Namun, kajian komparasi sulit

ditemukan. Untuk melihat posisi kajian yang dilakukan oleh penulis dengan peneliti

sebelumnya bisa dilihat melalui karya-karya tersebut antara lain:

M. Alfatih Suryadilaga menulis buku dengan judul Metodologi Syarah Hadis.29

Beliau menyajikan sejarah metodologi syarah hadis dalam perkembangan Islam dan

mengekplorasi dari beberapa kitab hadis klasik dan kontemporer dengan menganalisis

konten serta memetakan berbagai pendekatan yang dikandungnya.

Mahsun dalam skripsinya Hakikat Fadhailul A‟māl menurut Syaikh Nawawi al-

Bantani dalam Kitab Tanqīh al-Qaul al-Ḥatsīts fi Syarh Lubāb al-Ḥadīṡ.30

Dalam

skripsi ini penulis fokus pada pencarian makna fadhāilul a‟māl dalam kitab Tanqīh

al-Qaul sehingga al-Bantani tetap menggunakan dan mengutip hadis-hadis

berkualitas dhaif dalam memberikan syarah hadis. Berbeda dengan penulis yang

mengangkat pembahasan tentang perbandingan metodologi syarah hadis Nawawi al-

Bantani dengan Mahfudz al-Tarmasi.

Selanjutnya penelitian Hurin ien tentang Karakteristik Karya Hadis di

Indonesia abad XVII hingga awal abad XXI. Tesis ini menjelaskan karakteristik

karya ulama Indonesia di bidang hadis. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan

29

M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Syarah Hadis (Yogyakarta: UIN Suka Press, 2012) 30

Mahsun, “Hakikat fadhailul a‟māl menurut syaikh Nawawi al-Bantani dalam kitab Tanqīh

al-Qaul al-Ḥatsīts fi Syarh Lubāb al-Ḥadīs” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN

Sunan Kalijaga Jogjakarta, 2016)

Page 26: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

12

bahwa kareakteristik penulisan kitab hadis ulama Indonesia sama dengan

karakteristik penulisan karya hadis di Timur Tengah.

Selanjutnya penelitian Tubagus Zainuddin tentang kajian hadis “Peran Syaikh

Muhammad Muhajirin Amtsar Addary dalam Pengembangan Kajian Hadis melalui

karyanya”.31

skripsi ini membahas tentang peran Muhajirin Amtsar dalam

mengembangkan kajian hadis di Indonesia. Penelitian ini menyimpulkan bahwa

Syeikh Muhammad Muhajirin Amtsar memiliki peran penting dalam

mengembangakan khazanah keilmuan serta telah memberikan kontribusi dalam

menumbuhkan kajian hadis melalui karya-karya terutama melalui karyanya “Miṣbāḥ

al Ẓalām Syarḥ Bulūgh al Marām.

Penelitian yang dilakukan oleh Fakhri Tajuddin Mahdi32

“Metodologi Syarah

Hadis Nabi saw. (Telaah Kitab Tanqīḥ al-Qaul al-Ḥatsīts fi Syarḥ Lubāb al-Ḥadīs

Karya Imam Nawawi al-Bantani.” Tesis ini membahas metode yang digunakan oleh

al-Bantani dalam menjelaskan maksud dari hadis. Beliau mengambil enam belas

hadis untuk dijadikan objek kajian. Hal inilah menjadi pintu pembeda dengan

penelitian yang akan dilakuakan penulis. Selain itu penulis melakukannya dengan

membandingkan dengan karya hadis ulama yang lain.

Penelitian serupa juga dilakuakan oleh Muhajirin dalam disertasinya “Transmisi

Hadis di Nusantara: Peran Ulama Hadis Muhammad Maḥfūẓ al Tirmasi”. Sebelum

31

Tubagus Zainuddin, “Peran Syaikh Muhammad Muhajirin Amtsar Addary dalam

Pengembangan Kajian Hadis Melalui Karyanya” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2008) 32

Fakhri Tajuddin Mahdi, “Metodologi Syarah Hadis Nabi saw. (Telaah Kitab Tanqīḥ al-

Qaul al-Ḥatsīts fi Syarḥ Lubāb al-Ḥadīs Karya Imam Nawawi al-Bantani” (Tesis S2 Theologi Islam

UIN Alauddin Makasar, 2016)

Page 27: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

13

abad 20 ulama Nusantara yang mengenyam pendidikan ke Timur Tengah dan

menjadi pengajar di sana tidak ada yang terkenal dengan seorang muhaddis. Namun

setelah memasuki abad 20 muncullah Muhammad mahfuẓ al-Tarmasi yang

menyandang gelar Muhaddis dengan mendapatkan ijazah langsung dari gurunya

untuk mengajar kitab Ṣaḥīḥ al-Bukhāri dengan sanad yang nyambung sampai Imam

al-Bukhari. Beliau merupakan ulama yang terkenal sebagai pembangkit „ilm dirāyah,

sekaligus inspirator dan pelopor transmisi kitab hadis ke Nusantara melalui murid-

muridnya.33

Penelitian terahir ditulis oleh Hanafi34

“Jaringan Ulama Banjar dalam Kajian

Hadis, Kontribusi Mereka bagi Masyarakat Banjar” Tesis ini mengkaji biografi

ulama-ulama banjar yang memberikan kontribusinya bagi masyarakat banjar baik

melalui karya-karyanya ataupun melalui lembaga pengajaran yang mereka rintis dan

bina. Penelitian ini menemukan temuan baru bahwa selain pulau jawa, kalimantan

juga memiliki intelektual ulama-ulama yang ikut mengembangkan kajian keIslaman

di Indonesia khususnya bidang hadis. Hal ini terlihat melalui karya ulama-ulama

banjar yang begitu banyak dalam kajian hadis yang mereka hasilkan. Serta ulama

Nusantara yang yang aktif dalam pengkajian hadis merupakan representatif sekaligus

jawaban kajian hadis di Nusantara begitu dinamis dan berkembang.

G. Metodologi penelitian

33

Muhajirin, Transmisi Hadis di Nusantara; Peran Ulama Hadis Muhaamd Muchtar al

Tirmasi, (Disertasi S3 Sekolah Pascasarjana, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009) 34

Hanafi, Jaringan Ulama Bnajar Dalam Kajian Hadis: Kontribusi Mereka bagi Masyarakat

Bnajar, (Tesis S2 Sekolah Pascasarjana, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017)

Page 28: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

14

1. Jenis Penelitian dan Sumber Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian kepustakaan

(Library Reserch), yaitu meneliti sejumlah buku-buku kepustakaan dan sejumlah

literatur lainnya yang berkaitan dengan objek kajian. Selain itu dalam penelitian ini

penulis menggunakan metode deskriptif analitik komparatif dengan berusaha untuk

menuturkan permasalahan yang ada berdasarkan data-data. Jadi, penulis juga

menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi kemudian membandingkan

antara kedua data yang diperoleh.35

Sebagai data primer, penelitian ini akan merujuk langsung pada kitab hadis

karya Nawawi al-Bantani dan Makhfudz al-Tarmasi yakni Tanqīḥ al-Qaul al-Ḥatsīts

fī Syarḥ Lubāb al-Ḥadīts dan al-Khil„al al-Fikriyyah bi Syarḥ al-Minḥāḥ al-

Khairiyyah. Dalam hal ini hadis yang akan diteliti ialah dua hadis yang memiliki

tema yang sama dengan redaksi sedikit berbeda. Pertama hadis tentang keutamaan

kalimat Lāilāha illa al-Allah kedua, kandungan kalimat tasbih atau bacaan Subhā

allah wa biḥamdih subḥān allah al-Aẓīm. Selain itu penulis juga menggunakan data

sekunder sebagai pendukung seperti buku-buku, jurnal, artikel, tesis, disertasi dan

hasil penelitian yang terkait dengan objek kajian.

2. Metode Analisis

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis komparatif dengan

meneliti dan membandingkan bahan yang akan dikaji sebagai sumber informasi.

35

Mestika Zeid, Metodologi Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

2004) h. 25

Page 29: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

15

Adapun sumber informasi dalam penelitian ini yaitu kitab hadis karya Syaikh

Nawawi dengan Syaikh Makhfudz al-Tarmasi yakni Syarḥ Tanqīḥ al-Qaul al-Ḥatsīts

fī Syarḥ Lubāb al-Ḥadīts dan al-Khil„al al-Fikriyyah bi Syarḥ al-Minḥāḥ al-

Khairiyya. Setelah itu data-data primer dianalisis secara kualitatif dengan menilai dan

membahas data tersebut. Dari sini akan terlihat posisi setiap kitab hadis yang

dibangun dengan karakteristik masing-masing kitab hadis yang dilalui oleh penyusun

kitab hadis oleh ulama Indonesia. Sebagai penunjang pisau analisis penulis

menggunakan data sejarah dan metode pemahaman yang telah ditawarkan oleh Kiai

Ali Mustafa Ya‟qub.

3. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis merujuk pada Pedoman Penulisan Skripsi

yang terdapat dalam buku Pedoman Akademik Program Strata 1 2013/2014. Adapun

untuk transliterasi, penulis berpedoman pada transliterasi Arab-Latin Surat Keputusan

Bersama Mentri Agama Nomor:158 Tahun 1987-Nomor 0543 b/u/1987.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan sebuah upaya untuk menyusun langkah-

langkah penelitian agar memiliki keterkaitan yang harmonis antara satu pembahasan

dengan pembahasan yang lainnya. Untuk memudahkan penulisan ini, penulis

membagi pembahasan menjadi beberapa ban uang diuraikan dalam sistematika

sebagai berikut.

Page 30: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

16

Bab pertama berisi pendahuluan, yang didalamnya terdiri dari latar belakang

munculnya permasalahan penelitian ini. Setelah itu, permasalahan yang ada

diidentifikasi lalu dibatasi untuk kemudian dirumuskan dalam bentuk pertanyaan. Tak

hanya itu, bab ini juga menghadirkan beberapa pembahasan lain semisal tujuan

penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua dan ketiga berisikan tentang landasan teori dalam hal ini di bab dua

penulis mencantumkan teori pemahaman tekstual dan kontekstual selain itu juga

menyuguhkan metode-metode dalam memahami hadis yang ditawarkan oleh ulama

Indonesia. Hal ini untuk mengklasifikasikan pemahaman ulama Indonesia atas hadis

nabi saw. Selain itu penulis juga mencantumkan hubungan ulama Indonesia dengan

ulama Timur Tengah sebagai pusat Intelektual. Adapun bab tiga menyuguhkan

sejarah hidup Syaikh Nawawi al-Bantani dan Makhfudz al-Tarmasi.

Bab keempat, berisi tentang analisis pemahaman hadis Syaikh Nawawi al-

Bantani dan Syaikh Makhfudz al-Tirmasi.

Bab kelima ialah penutup, yang berisi kesimpulan dan saran-saran. Kesimpulan

ialah jawaban penulis terhadap rumusan masalah pada bab 1 yang memang menjadi

focus utama dalam penelitian ini. Sedagkan saran ialah rekomendasi dari penulis bagi

para peneliti setelahnya tentang kemungkinan adanya berbagai aspek tertentu yang

belum teruraikan secara utuh sehingga penting dilakukan penelitian lanjutan.

Page 31: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

17

BAB II

SEJARAH KAJIAN HADIS DI INDONESIA DAN PEMAHAMAN HADIS

NABI SAW

A. Hubungan Ulama Indonesia dengan Ulama Timur Tengah

Kawasan Muslim Indonesia (Nusantara)1 merupakan salah satu kawasan yang

mempresentasikan dunia Islam yang sedikit mengalami Islamisasi.2 Meminjam istilah

Azyumardi Azra yang menyebutkan kawasan ini sebagai daerah Periferal yang

sedikit mengalami Arabisasi.3 Para pengamat Islam di Asia Tenggara menilai bahwa

Muslim Nusantara memiliki watak atau karakteristik yang khas, yang berbeda dengan

watak Islam di daerah lain khususnya di Timur Tengah. Mereka terkenal dengan

wataknya yang lebih damai, ramah dan toleran dan didorong tidak adanya paksaan

untuk menghilangkan tradisi yang telah ada. Sehingga mereka menerima ajaran islam

yang disebarkan oleh para penyebar ajaran islam seperti dalam proses islamisasi di

Indonesia.4

1 Nusantara merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan sebagian besar wilayah di

Asia Tenggara secara umum termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand dan Bruneidarussalam. Lebih

lanjut Nusantara ialah sebutan untuk pulau-pulau yang teletak antara benua Asia dan benua Australia,

yang kemudian hari dikenal sebagai Indonesia. Ensiklopedi Nasional Indonesia (Jakarta: Delta

Pamungkas, 2004), jilid. 11, h. 224 lihat juga di jilid 7, h. 74. 2 Nor Huda, Islam Nusantara; Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, (Jakarta: Al

Ruzz Media, 2016), h. 179. 3 Daerah peripheral ialah daerah pinggiran yang sedikit mengalami arabisasi sebagai wujud

Islam yang jauh dari bentuk “asli” yang ada dan berkembang di Timur Tengah Azra, Renaisanse Islam

Asia Tenggara, Sejarah Wacana dan Kekuasaan (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999), h. 5. 4 Hubungan antara Timur Tengah dengan Nusantara menjadi lebih kuat ketika keduanya

menjalin hubungan keilmuan. Azyumardi Azra, Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal,

(Bandung: Mizan, 2002), h. 90.

Page 32: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

18

Sikap keterbukaan yang disertai sikap reseptif terhadap islamisasi menjadi

pemicu mulusnya islamisasi di Indonesia. Fenomen tersebut didukung oleh

strategisnya letak Geografis Indonesia yang menjadi tempat persilangan jalur lalu

lintas laut yang menghubungkan antara belahan Barat dan Timur.5 Dari sinilah

terjalin hubungan wilayah Indonesia dengan Timur Tengah. Hal itu menjadikan

dinamika Islam Timur Tengah memberikan pengaruh wacana Islam Melayu-

Indonesia khususnya setelah Islam berkembang di Asia Tenggara.

Hubungan Timur Tengah dengan Asia Tenggara telah tercipta sejak awal

kehadiran Islam di kawasan Melayu-Indonesia. Menurut Azra hubungan antara

keduanya hingga paruh kedua abad ke- ke-17 menempuh beberapa fase dan bentuk

yang berbeda. Fase pertama, sekitar abad ke- ke delapan hingga abad ke- ke-12,

hubungan antara kedua wilayah lebih bersifat ekonomi. Fase kedua, dari abad ke- ke-

12 hingga ahir abad ke- ke-15, pada masa ini hubungan lebih bercorak keagamaan.

Fase ketiga, dari abad ke- ke-16 sampai paruh kedua abad ke- ke-17, bercorak politis

disamping corak keagamaan.6

Hubungan keagamaan dengan wilayah Timur Tengah sudah tercipta sejak

berdirinya kerajaan Samudera Pasai sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia

pada abad ke- ke-13 M. Adapun wilayah Jawa menjalin hubungan dengan Timur

Tengah sejak muncul kerajaan Islam Demak dan Kesultanan Banten sekitar abad ke-

ke-16. Di antara faktor lahirnya hubungan ini ialah pelaksanaan ibadah haji yang

5 Sartono Kartodirjo, Pengantar Indonesia Baru 1500-1900: dari Emporium sampai

Imperium (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 1. 6 Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad ke- ke- XVII dan

XVIII, h. 17.

Page 33: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

19

berlangsung setiap tahun yang mengalami peningkatan. Selain itu juga para santri

yang menuntut ilmu di Haramain pada abad ke--abad ke- setelahnya.7

1. Ibadah Haji

Dinamika ibadah haji orang Indonesia mengalami beberapa pola. Pada abad ke-

ke-16 hingga abad ke- ke-17 orang-orang yang berangkat ke Makkah untuk

melaksanakan ibadah haji hanya terbatas para pedagang, utusan sultan dan penuntut

ilmu.8 Memasuki abad ke- ke-17 banyak orang pergi ke Makkah dan Madinah untuk

menuntut ilmu namun, hal itu bukan menjadi tujuan utama. Pola seperti ini telah

berlangsung sejak VOC menyetujui perdamaian dengan Raja Mataram tahun 1646.9

Pada saat itu VOC sepakat dengan pengangkutan para santri yang akan mendalami

pengetahuan keagamaanya di Makkah dengan menaiki kapal VOC.10

Memasuki abad ke- ke-18 tujuan utama pemberangkatan Muslim Indonesia ke

Haramain telah berubah. Pada masa ini tujuan utamanya ialah menuntut ilmu. Di sana

telah terbentuk masyarakat Nusantara yang menetap di Makkah. Di antara jamaah

haji Nusantara yang bermaksud mendalami ilmu agama ialah Abdussamad al-

7 Zamakhsyari Dzafir mengatakan bahwa pada abad ke- ke- ke-16 dan abad ke- ke- ke-17

ulama Indonesia sering mengdakan surat menyurat dengan ulama Saudi Arabia. Samsul Munir Amin,

Sayid Ulama Hijaz Biografi Syaikh Nawawi al Bantani, h. 34. 8 Sejak penyerangan armada perdagangan Portugis pada permulaan abad ke- ke- ke-16 arus

perdagangan dari Timur Tengah ke Nusantara mulai surut. Hal ini kemudian didominasi oleh

perdagangan Nusantara ke luar. Pusat pelayaran perdagangan yang semula di Malaka, kemudian

beralih ke Aceh. M. Saleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia (Yogyakarta: LKis Pelangi Aksara,

2007), h. 106-107. 9 Sejak paruh kedua abad ke- ke- 17 terjadi perubahan visi VOC terhadap Nusantara, dari

sebuah perusahaan dagang dengan politik perdagangannya beralih menjadi penguasa suatu wilayah

melaluidominasi politik. Kondisi seperti ini malah menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan

umat Islam serta menumbuhkan rasa nasionalisme yang tinggi. 10

M. Saleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesi, h. 119.

Page 34: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

20

Palimbani (1704-1789). Arsyad al-Banjari (1710-1812), Muhammad Nafis bin Idris

al-Banjari (w. 1735) dan lain sebagainya.11

Pada permulaan abad ke- ke-19 calon jamaah haji Nusantara mulai

meningkat.12

Hal ini membuat Pemerintah Belanda hawatir atas keberadaan “Sayid”

dan “Pastor Islam”. Mereka menilai agama Islam sebagai agama yang

membahayakan stabilitas pemerintahan Belanda.13

Oleh sebab itu Belanda membatasi

jumlah jamaah haji dengan mengeluarkan kebijakan untuk membendung peningkatan

jumlah jamaah yang akan berangkat haji. Namun, kebijakan tersebut tidak mampu

menahan arus gelombang jamaah haji Muslim Nusantara.

Pelonjakan arus perjalanan ibadah haji ke Makkah pada abad ke-19 dipengaruhi

oleh beberapa aspek. Pertama, meluasnya penyebaran agama Islam ke berbagai

wilayah di Indonesia. Kedua, meningkatnya alat transportasi antara Nusantara dengan

Hijaz. Ketiga, dibukanya terusan Suez. Keempat, pembangunan rel kereta api dan

pelayaran antar pulau di Nusantara. Kelima, meningkatnya pelayanan kesehatan dan

keamanan selama perjalanan.14

11

M. Saleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesi, h. 124. 12

Sejak abad ke-19 jumlah jamaah haji dari Indonesia menempati porsi tertinggi dari seluruh

jamaah haji selain jamaah haji dari luar Jazirah Arab. Kisaran 15 % hingga 20 % Umat Islam

Indonesia mendominasi jamaah haji di Makkah. Kareel A Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam

Indonesia Abad ke-19, h. 251. Tercatat pada tahun 1858 jumlah jamaah haji sebanyak 3.862 orang dari

tahun 1852 yang hanya 413 orang. Rentan waktu lima tahun ada sekitar 12.895 jamaah yang

menunaikan ibadah haji. M. Saleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesi, h. 127. 13

Sejak Rafles menjabat sebagai kepala pemerintahan Belanda atas Indonesia beliau

memandang negative terhadap jamaah haji. Setidaknya ada dua aspek yang beliau soroti. Pertama,

jamaah haji dianggap sebagai orang suci dan rakyat menilai mereka mempunyai kekuatan ghaib.

Kedua, jamaah haji memiliki pengaruh politik yang akan membakar semangat juang untuk melakukan

pemberontakan. Asep Muhammad Iqbal, Yahudi & Nasrani dalam al Qur’an: Hubungan Antar Agama

Menurut Syaikh Nawawi al Bantani (Jakarta: Teraju, 2004), h.5. 14

Jajat Burhanuddin, Ulama dan Kekuasaan; Pergumulan Elit Muslim dalam Sejarah

Indonesia (Jakarta: Mizan, 2012), h. 101. Baca juga Asep Muhammad Iqbal, Yahudi & Nasrani dalam

al Qur’an: Hubungan Antar Agama Menurut Syaikh Nawawi al Bantani, h. 20. M. saleh juga

Page 35: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

21

2. Koloni Jawa di Makkah

Pelonjakan jamaah haji merupakan cermin tingginya minat masyarakat untuk

menuju ke Makkah. Kebanyakan mereka tidak hanya ingin melaksanakan ibadah haji

saja melainkan memutuskan tinggal di Makkah lebih lama. Kalangan pemuda

umumnya ingin menuntut ilmu sedangkan orang yang sudah tua kebanyakan ingin

menetap di Makkah untuk selama-lamanya dan membentuk perkampungan orang-

orang Nusantara atau disebut dengan komunitas jawi.15

Komunitas Jawi sebenarnya sudah ada sejak abad ke-17 ketika orang Indonesia

pergi ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Setelah pelakanaan haji selesai,

sebagian dari mereka ada yang memutuskan kembali ke tanah airnya, ada juga yang

menetap di Haramain hingga ahir hayatnya. Selain berniat menunaikan rukun Islam

ke lima, mereka juga memanfaatkan waktu luangnya untuk belajar kepada ulama

Haramain untuk mendalami ilmu agama. Hal itu didorong dengan kemakmuran

kerajaan-kerajaan Muslim di Nusantara. Tatkala hubungan ekonomi, politik, sosial-

keagamaan antar kerajaan Muslim di Nusantara semakin meningkat sejak abad ke-14

dan 15, kian banyak penuntut ilmu dan jamaah haji yang berkesempatan mendatangi

Makkah dan Madinah. Hal ini mendorong munculnya komunitas yang disebut Aṣḥāb

menyertakan semakin meningkatnya keinginan untuk menuntut ilmu di Haramain, adanya sistem

perwakilannya di Indonesia serta para bupati yang dibolehkan untuk mempropagandakan biaya haji.

Baca juga M. Saleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesi, h. 131. 15

Samsul Munir Amin, Sayid Ulama Hijaz Biografi Syaikh Nawawi al-Bantani, h. 35.

Kebanyakan orang-orang yang memutuskan mukim di Makkah mendapatkann penghasilan dari

pengabdian mereka sebagai wakil haji dari orang yang telah meninggal dunia atau sering disebut

sebagai Syaikh Haji atau Mutawwif. Kareel A Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam Indonesia

Abad ke- ke- 19, h. 248.

Page 36: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

22

al-Jawiyyīn (Koloni Jawa) yang merujuk kepada setiap orang yang berasal dari

Nusantara.16

Koloni Jawa memberi magnet tersendiri bagi lulusan pelajar maupun santri

yang hendak mendalami ilmu agama di kota Makkah. Santri ataupun pelajar yang

telah bergabung dalam komunitas ini akan mendapatkan pembelajaran bahasa Arab

dan keagamaan Islam dalam bahasa melayu maupun bahasa jawa. Selanjutnya

mereka mendapatkan pengajaran dari ulama Makkah di Masjidilharam.17

Jauh

sebelum munculnya gerakan nasionalis pada awal abad ke-20 mereka sudah terlibat

dahulu dalam gerakan anti komunis dengan cara mengomunikasikan wacana politik

dalam sebuah kerangka keagamaan di kalangan Muslim.18

Selain terlibat dalam transmisi keagamaan dan spiritual, Koloni Jawa memiliki

pengaruh politik terhadap tanah kelahiran mereka. Pasalnya setiap Muslim yang pergi

ke Makkah mereka membawa ide politik dan keagamaan yang sedang melanda

negaranya. Menurut Snouck Hurgronje transmisi ide-ide keagamaan dan politik dari

Makkah ke dunia Melayu-Indonesia lebih banyak dilakukan oleh Koloni Jawa

dibanding para haji. Guru dan murid sebagai kelompok inti Koloni Jawa ini

memainkan peran penting bagi masyarakat dan tanah air mereka.19

Pada abad ke-19 pula Makkah berada di bawah kekuasaan pemerintah Turki

Utsmani. Pada waktu itulah pertukaran ide-ide politik Koloni Jawa dengan jamaah

16

Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad ke- ke- XVII dan

XVIII, h. 256. 17

Samsul Munir, Sayid Ulama Hijaz Biografi Syaikh Nawawi al Bantani, h. 36. 18

Asep Muhammad, Yahudi & Nasrani dalam al Qur’an: Hubungan Antar Agama Menurut

Syaikh Nawawi al Bantani, h. 28. 19

Asep Muhammad, Yahudi & Nasrani dalam al Qur’an: Hubungan Antar Agama Menurut

Syaikh Nawawi al Bantani, h. 25.

Page 37: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

23

haji dari Negara lain berlangsung. Komunikasi ini pada gilirannya menyadarkan akan

situasi politik yang terjadi di tanah kelahiran mereka. Karena itu muncullah ide-ide

anti kolonial, seperti ide persatuan Muslim Nusantara, ide pengusiran penjajah dan

pandangan bahwa membiarkan Muslim di bawah kekuasaan kafir tanpa perlawanan

merupakan sikap yang bertentangan dengan perintah Tuhan.20

Keberadaan Koloni Jawa di Makkah menjadi pusat perhatian setelah tampilnya

tokoh-tokoh yang menjadi pengajar di Makkah. Mereka itu ialah Muhammad Arsyad

al-Banjari, Syaikh Nawawi al-Bantani, Akhmad Khatib al-Minangkabawi. Selain

dikenal oleh Koloni Jawa reputasi mereka juga sejajar dengan ulama pengajar di

Masjidilharam. Lambat laun mereka pun diakui kapasitas keiilmuannya oleh dunia

internasional. Apalagi setelah karangan-karangan mereka di berbagai cabang

keilmuan tersebar. Pengaruh besar Koloni Jawa inilah membuat Snouck Hurgronje

menilai bahwa Koloni Jawa ini berfungsi sebagai jantung kehidupan keagamaan di

Nusantara yang memompa darah segar dengan cepat ke tubuh penduduk Muslim di

Indonesia.

Pada paruh kedua abad ke-19, ketika pemaknaan Makkah berubah yang

sebelumnya dimaknai sebagai pusat spiritual politik kekuasaan raja beralih sebagai

pusat pembelajaran Islam. Bersamaan dengan hal itu pula wilayah Nusantara

mengalami perkembangan di sektor ekonomi yang ditanamkan oleh pemerintah

Kolonial Belanda. Hal ini pada gilirannya menjadikan masyarakat pedesaan

menanam berbagai macam tanaman yang dapat mengubah kehidupan sosial

20

Asep Muhammad, Yahudi & Nasrani dalam al Qur’an: Hubungan Antar Agama Menurut

Syaikh Nawawi al Bantani, h. 27.

Page 38: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

24

berkecukupan bahkan menguntungkan perekonomian. Hal ini membuat sebagian

masyarakat mampu berangkat ke Makkah untuk melaksanakan ibadah Haji ataupun

menuntut ilmu.21

Fenomena ini terjadi pada dekade-dekade ahir abad ke-19 di Jawa

kemudian menyebar ke pulau-pulau di luar Jawa pada awal abad ke-20.

3. Menuntut Ilmu di Makkah

Makkah tidak hanya memberikan daya tarik dari segi ibadah Haji, namun juga

sebagai tempat menuntut ilmu. Menurut penelitian Burckhard mengatakan bahwa

pada perempatan awal abad ke-19 pembelajaran dan ilmu pengetahuan tidak bisa

diharapkan berkembang di Makkah. Hal ini disebabkan karena pada saat itu

kehidupan akademik dalam kondisi yang menyedihkan dan mandek.22

Secara umum model pembelajaran di Makkah pada abad ke-19 masih

mengajarkan ilmu keagamaan. Dalam memberikan pengajarannya ada beberapa

model lembaga pembelajaran keagamaan. Dimulai dari pembelajaran dasar-dasar

keagamaan yang dilaksanakan di Kuttāb. Didalamnya diajarkan keahlian dasar seperti

membaca, menulis, matematik, tatacara beribadah. Membaca Al-Qur‟an menjadi

pelajaran pokok yang diajarkan. Di Kuttāb tertentu diajarkan pula hadis, tafsir, fiqih,

kaidah bahasa arab dan sastra arab. Pendanaannya pun didanai dari uang masyarakat

dan sumber publik.23

Tingkat berikutnya ialah seorang murid bisa melanjutkan ke Rushdiy. Sekolah

yang didanai oleh pemerintah Turki Utsmani. Lembaga ini bisa di sebut sebagi

21

Jajat, Ulama dan Kekuasaan; Pergumulan Elit Muslim dalam Sejarah Indonesia, h. 99. 22

Asep Muhammad, Yahudi & Nasrani dalam al Qur’an: Hubungan Antar Agama Menurut

Syaikh Nawawi al Bantani, h. 30. 23

Badri Yatim, Sejarah Sosial Keagamaan Tanah Suci Hijaz; Makkah dan Madinah 1800-

1925, (Jakarta: Logos, 1999), h. 205.

Page 39: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

25

madrasah, bagi sekolah yang didanai oleh swadaya masyarakat. Materi yang

diajarkan ialah keagamaan, bahasa persi dan turki, aritmetika, geografi, sejarah

penulisan surat. Selain lembaga pendidika di atas beberapa madrasah juga dibuka

untuk perempuan seperti Madrasah al-Hazaziyah, al-Falah, Raudhatul Athfal. Pola ini

dipengaruhi oleh reformasi pendidikan yang terjadi di Mesir dan India.

Selain Rubāt dan Madrasah, tingkat pembelajaran yang lebih tinggi lagi ialah

pembelajaran yang dilaksanakan di Masjidilharam. Menurut Hurgronje kegiatan

pembelajaran di Masjidilharam ini ibarat pembelajaran di Universitas. Kegiatan

pembelajaran di Masjidilharam dilaksanakan membentuk halaqah (lingkaran kecil).

Para murid yang mengikuti pembelajaran model ini umurnya berkisar enam belas

hingga empat puluh tahun. Setiap halaqah terdiri dari sepuluh sampai enam puluh

orang yang mengelilingi satu professor. Perkuliahan benar-benar terbuka untuk

umum siapapun boleh menghadiri baik sebagai murid tetap atau hanya sebatas

mencari barakah tanpa ada pendaftaran dan uang bayaran sedikit pun. Menurut Badri

Yatim pada abad ke-19 halaqah yang ada di Masjidilharam berjumlah dua puluh lima

halaqah.24

Professor yang mengajar di Masjidilharam berasal dari berbagai negara dan

madzhab. Semua mufti dari empat madzah fikih mejadi pengajar disana. Karena

mayoritas penduduk Makkah kala itu bermadzhab Syafi‟iyah. Kebanyakan

pengajarnya merupakan penduduk asli Makkah diantaranya ialah Ahmad Zaini

24

Badri Yatim, Sejarah Sosial Keagamaan Tanah Suci Hijaz; Makkah dan Madinah 1800-

1925, h. 207

Page 40: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

26

Dahlan, Abdullah Zawawi, dan Sayid Abu Bakar Saṯṯa. Adapun Profesor dari

kepulauan Melayu-Indonesia ialah Zainuddin Sumbawa.

Untuk diterima menjadi professor di Masjidilharam, seseorang harus menjalani

ujian yang dipimpin oleh Syaikh al-Ulama, sebagai Rektor Universitas. Setelah

dinyatakan lulus mereka mendapatkan sertifikat ijazah untuk mengajar di

Masjidilharam.25

Dalam menyampaikan perkuliahannya kebanyakan Profesor mengunakan satu

dari tiga metode mengajar. Pertama, beliau membacakan komentar atau pejelasan

(Syarah atau Hasyiyah) ulama terdahulu mengenai teks yang sedang dibahas. Kedua,

membacakan penjelasan atau komentar ulama terdahulu yang disertai dengan

penjelasan lisan dari dirinya yang diambil dari penjelasan yang terbaik agar mudah

dipahami. Ketiga, menerbitkan kumpulan komentar-komentar. Kebanyakan Profesor

melakukan metode pertama sebagai bukti kerendahan hati dan penghormatannya

terhadap ulama terdahulu.

Setelah para santri merasa cukup dengan ilmu yang diperolehnya ada yang

memutuskan pulang ke Indonesia ada juga yang memutuskan untuk menetap di

Makkah dan Madinah. Mereka yang kembali ke Indonesia kemudian

mengembangkan kajian-kajian keislaman. Di antaranya ialah kajian hadis yang

dinilai penting dalam menjaga syariat agama.

25

Muhajirin, Kebangkitan Hadis di Nusantara (Yogyakarta: idea press, 2016), h. 45. Asep

Muhammad, Yahudi & Nasrani dalam al Qur’an: Hubungan Antar Agama Menurut Syaikh Nawawi al

Bantani, h. 38.

Page 41: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

27

B. Perkembangan Kajian Hadis di Indonesia

Kajian Hadis di Indonesia tidak bisa dilepaskan sejak terjalinnya hubungan

intelektual keagamaan Ulama Indonesia dengan wilayah Timur Tengah. Hal ini

bermula ketika santri-santri dari Indonesia memutuskan untuk belajar di Timur

Tengah khususnya Makkah dan Madinah. Mereka mempelajari berbagai keilmuan

dari al-Qur‟an, Tafsir, Tasawuf, Hadis, Fikih dan keilmuan lainnya.26

Hal ini sudah

dimulai sejak abad ke- 17.27

Secara historis materi hadis sudah diajarkan sejak periode Walisongo yang

telah menyebarkan ajaran agama Islam di Jawa. Hal itu mendorong dugaan bahwa

materi hadis sudah mulai masuk ke Indonesia bersamaan dengan keilmuan lainya

seperti tasawuf dan fikih namun, belum begitu familiar dibanding keilmuan tasawuf

dan fikih. Hal ini karena kecenderungan masyarakat pada saat itu yang mengamalkan

praktik tasawuf.28

Nurhidayah menyebutkan bahwa perkembangan kajian hadis di

Indonesia mulai ada sejak abad ke- ke-17 yang dipelopori oleh Nuruddin al-Raniri

(w. 1658)29

dan Abd Rauf al-Sinkili30

(w. 1693) dengan karya mereka di bidang

Hadis.31

26

Muhajirin, Kebangkitan Hadis di Nusantara. h. 36. 27

Muhammad Samsukadi, Jurnal Studi Islam, Vol. 6, No. 1. 2015. h. 47. 28

Muhammad Dede Rudliyana, Perkembangan Pemikiran Ulum al-Hadis dari Klasik sampai

Modern (Bandung: pustaka Setia, 2004), h. 134. H. serupa juga dikatakan oleh Atina yang

menyebutkan bahwa kajian hadis muncul di Indonesia sejak Islam masuk wilayah Nusantara namun

perkembangannya tidak begitu pesat karena para penyebar ajaran agama Islam merupakan seorang

pedagang bukan ulama ataupun syaikh. Atina Rahmawati “Literatur Hadis Qudsi di Indonesia” (UIN

Syarif Hidayatullah: Skripsi Fakultas Ushuluddin prodi Ilmu al-Quran dan Tafsir, 2017), h. 21. 29

Nur al-Din Muhammad bin „Ali bin. Al-Ḥamid al-Syāfi‟i al-Aydarusi al-Raniri dilahirkan

di Ranir (modern: Randir),, sebuah kota pelabuhan tua di pantai Gujarat. Meskipun beliau kelahiran

India beliau lebih besar kiprahnya di Aceh. Tahun kelahirannya tidak diketahui, namun kemungkinan

besar menjelang ahir abad ke-16. Konon ibunya adalah seorang Melayu dan ayahnya berasal dari

imigran Hadrami yang berpindah ke Asia Selatan dan Asia Tenggara. Ada kemungkinan beliau

keturunan keluarga Humaid yang sering dihubungkan dengan Abu Bakr „Abdullah bin Zubair al-Asadi

Page 42: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

28

Al-Raniri dan al-Sinkili merupakan gambaran awal pembelajaran ataupun

sejarah perkembangan Hadis di Nusantara. Dalam periode yang sama keduanya

berhasil mengarang kitab di bidang Hadis. Al-Raniri (w. 1658 M) mengarang kitab

Hidāyat al-Ḥabīb fi al-Targhīb wa al-Tarhīb..32

Begitu besar pengaruh Hadis dalam

penerapan syariat beliau menyatakan bahwa penerapan syariat tidak dapat

ditingkatkan tanpa pengetahuan mendalam mengenai hadis Nabi Muhammad saw.33

Kitab ini merupakan kumpulan hadis-hadis yang beliau terjemahkan dari bahasa Arab

kedalam bahasa Melayu agar penduduk Muslim mampu memahaminya secara benar.

Dalam karyanya ini beliau tidak hanya membahas hadis-hadis semata melainkan

menyertakan ayat-ayat suci al-Qur‟an guna memperkuat argumen yang melekat pada

hadis tersebut.34

Selain kitab tadi, beliau juga mengarang kitab hadis al-Fawāid al-

Bahiyyah yang merupakan kumpulan hadis-hadis Nabi saw.

al-Ḥumaidi (w. 219/834 H),. Beliau adalah murid al-Syafi‟i yang paling terkenal, ulama hadis

terkemuka di Hijaz dan menjabat mufti Makkah. Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan

Nusantara Abad ke- ke- XVII & XVIII, h. 210 30

Abd al-Ra‟uf bin „Ali al-Jawī al-Fansūrī al-Sinkili adalah seorang Melayu dari Fansur,

Singkil (modern: Singkel), wilayah pantai barat-Laut Aceh. Berdasarkan kalkulasi Rinkes beliau

dilahirkan sekitar tahun 1024/1615. Azra tidak yakin bahwa al-Singkili merupakan keponakan Hamzah

Fansuri, namun ada kemungkinan masih ada hubungan kekeluargaan. Perjalanan al-Singkili tidak

hanya ke Makkah dan Mainah saja melainkan ke wilayah-wilayah yang menjadi rute perjalanan haji

dari Doha (Teluk Persia),, Yaman dan Jeddah. Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan

Nusantara Abad ke- ke- XVII & XVIII, h. 239-343. 31

Nur Hidayah, “Meretas Kesarjanaan Hadis di Indonesia” (UIN Syarif Hidayatullah: Skripsi

Fakultas Ushuluddin prodi Ilmu al-Quran dan Tafsir, 2017), h. 14. 32

Perlu diketahui bahwa paham sufistik dan mistik masih cukup mengakar di masyarakat

Aceh kala itu. Sebagai seorang syaikh al-Islam bagi kesultanan Aceh beliau menerapkan beberapa

aturan khususnya yang berkaitan dengan sikap keberagamaan dan pemahaman masyarakat yang

cenderung lebih kearah hakikat dengan meninggalkan syariat. 33

Muhajirin, Kebangkitan Hadis di Nusantara. h. 51. 34

Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad ke- ke- XVII &

XVIII, h. 234.

Page 43: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

29

Sedangkan al-Sinkili (w. 1693 M) mengarang dua karya di bidang hadis.

Pertama syarah atas hadis arbai‟in karya Imam al-Nawawi (w. 676 H)35

yang

mengupas tentang kewajiban dasar kaum Muslimin yang beliau tulis atas permintaan

Sultanah Zakiyyat al-Din.36

Karyanya yang kedua ialah al-Mawāiẓ al-Badī‘ah, yang

merupakan koleksi hadis-hadis qudsi baik yang berkaitan dengan Tauhid, surga dan

neraka ataupun beberapa hadis terkait dengan menggapai rida Allah swt. Nampaknya,

dalam menyuguhan hadis beliau belum menyentuh aspek keautentisitasan hadis

melainkan disajikan dengan model yang sederhana dan diarahkan pada praktik-

praktik keagamaan saja.37

Misalnya beliau mencantumkan hadis larangan untuk

menuduh seseorang dengan kafir, sebagaiman sabda Rasulullah saw.

ار اا الاااكاال اذاكاااه اب ااح اصاان اك ااال اان اإ ااه اي الاعااد اتار اا الاإ اار اف اك ال اب ااه ام ار اا الاوااق او اس اف ال اب اال اج اراام

Kedua karyanya tersebut diperuntukkan untuk masyarakat awam dalam menuju

pemahaman terhadap ajaran Islam yang lebih baik. Beliau menekankan bagi siapa

saja yang membacanya agar hadis-hadisnya dijadikan pedoman hidup. Dengan kata

lain beliau telah bersungguh-sungguh mengajak kaum muslimin untuk berpegang

pada sumber hukum Islam al-Qur‟an dan Hadis dan beliau ingin mengembalikan atau

meminjam istilah Quraisy Syihab “membumikan” sumber hukum Islam di

35

Abu Zakariya Muḥy al-Dīn al-Nawawi al-Dimasyqi. Lahir di Nawa, Syiria tahun

631M/1233 H dan meninggal juga di sana tahun 676 M/1277 H. 36

Syamsul Huda, Perkembangan Penulisan Kitab Hadis Pada Pusat Kajian Islam Di

Nusantara Pada Abad ke- ke- XVII, Jurnal Penelitian UNIB, Vol. VII, No. 2, Juli 2001, h. 112 37

Muhajir, Kebangkitan Hadis Di Nusantara, h. 48.

Page 44: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

30

Nusantara.38

Kedua ulama ini telah menampilkan peran penting sebagai ulama dalam

pembelajaran dan penyebaran hadis fase awal di Indonesia.

Kajian hadis sempat mengalami penurunan setelah periode al-Raniri dan al-

Sinkili. Menjelang ahir abad ke- ke-19 kajian Hadis mulai mendapatkan ruang seiring

munculnya gerakan purifikasi yang menekankan kepada pemurnian ajaran agama

Islam dengan mengajak kembali kepada al-Qur‟an dan Hadis.39

Masuk abad ke-20

kitab-kitab hadis belum dijadikan sebagai sumber rujukan pengajaran dalam lembaga

pendidikan khususnya pesantren. Kepemilikannya masih terbatas hanya berkisar pada

seorang kiai saja sebagai bahan bacaan. Sebelum abad ke- ke-20 kajian hadis di

Nusantara baik yang berkaitan dengan ilmu hadis ataupun kitab-kitabnya belum

ditemukan di lembaga-lembaga pendidikan termasuk pesantren. Hal ini membuktikan

bahwa kajian hadis di Nusantara masih terbilang langka.

Mahmud Yunus menyebutkan bahwa pada dekade awal abad ke- ke-20 kitab-

kitab Hadis sudah diajarkan di surau-surau yang kemudian menjadi cikal bakal

Pesantren. Pada masa ini kitab-kitab hadis mulai dijadikan sebagai buku ajar di

Madrasah dan pesantren.40

Penelitian Bruinessen menyebutkan bahwa pemakaian

kitab-kitab hadis masih relatif baru di pesantren. Bahkan beliau menambahkan

minimnya perhatian ulama-ulama Indonesai terhadap kajian hadis yang pada

gilirannya santri-santri dari Indonesia meneruskan pembelajarannya ke Timur

38

Muhajir, Kebangkitan Hadis Di Nusantara, h. 50. 39

Agung Danarta, Perkembangan Pemikiran Hadis di Indonesia; Sebuah Upaya Pemetaan,

Jurnal Tarjih edisi 7, 2004, h. 4. 40

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Mutiara Sumber Widya,

1995), h. 53-61.

Page 45: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

31

Tengah.41

Mereka yang memutuskan untuk melanjutkan pembelajarannya ke Timur

Tengah tidak sedikit dari mereka yang memberikan kontribusi dalam memperkaya

khazanah keilmuan hadis. Diantaranya ialah Nawawi al-Bantani (1814-1897) yang

mendapatkan penghargaan Sayyid al-Ulamā al-Ḥijāz dan Makhfudz al-Tarmasi

(1842-1919) yang merupakan ulama Nusantara pertama yang dinilai sebagai

Muḥaddits dan seorang Musnid.

C. Pemahaman Hadis Ulama Indonesia

Kitab Tanqīḥ al-Qaul dan al-Khil‘ah al-Fikriyyah bi Syarḥ al-Minḥaḥ al-

Khairiyyah merupakan representasi pemahaman hadis ulama Nusantara. Sebagai

ulama Nusantara yang menghabiskan waktunya untuk mengabdikan diri untuk ilmu

agama di tanah suci tidak menyurutkan semangatnya untuk menghasilkan berbagai

karya. Dari kedua ulama inilah lahir ulama-ulama Nusantara yang berpengaruh,

menjadi panutan diberbagai lapisan masyarakat. Selain mereka mengilhami para

muridnya dengan mengikuti pengajiannya secara langsung melalui karyanya pun

mampu membentuk kepribadian seseorang.

Bagi seseorang yang hidup jauh dari masa kehidupan seorang pengarang, akan

menghadapi kesulitan dalam memahami karya seorang ulama secara utuh. Begitupula

dengan karya kedua ulama Nusantara diatas dalam bidang hadis. Mengingat Hadis

merupakan rujukan utama bagi umat Islam yang menempati posisi terpenting setelah

41

Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam di

Indonesia (Bandung: Mizan, 1995), h. 162.

Page 46: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

32

al-Qur‟an. Dari sinilah terlihat pentingnya Hadis menjadi penyokong dalam

menjelaskan kandungan al-Qur‟an.

Oleh sebab itu, pemahaman atas sebuah hadis menjadi diskursus yang sangat

penting guna menjaga dan mendapatkan keutuhan nilai-nilai yang dikandungnya.

Bahkan upaya memahami hadis menjadi keharusan guna mengaktualisasikan dan

dapat diamalkan. Hal itu berangkat dari adanya fenomena-fenomena sosial-budaya

yang tidak sesuai dengan era sebelumnya sehingga tidak hanya mencukupkan pada

paradigma lama. Apalagi, sekarang ini hadis telah menjadi tradisi tulis yang bersifat

kaku dan beku.42

Selain piranti-piranti yang dibutuhkan dalam memahami hadis

diatas, seseorang juga diharuskan mengetahui apakah sebuah hadis itu dapat

diamalkan atau tidak. Ahmad Ubaidi Hasbillah dalam kata pengantar editor buku

“Cara Cermat Mengamalkan Hadis” memberikan tips yang perlu dilakukan sebelum

mengamalkan hadis. Pertama ialah cermat memilah, cermat memilih dan cermat

memahami.43

Dalam memahami hadis ada beberapa hal yang harus dipenuhi. Pertama,

subyek atau orang yang melakukan kegiatan, kedua obyek, dan ketiga metode.

Komponen yang berperan penting dalam proses memahami hadis ada pada metode

yang digunakan. Karena, hal itulah yang akan mengantarkan kepada hasil dan sebagai

penentu apakah sebuah hadis dapat diamalkan atau tidak. Harun Nasution

menyebutkan bahwa dalam proses memahami sebuah teks baik berupa al-Qur‟an

42

Sri Purwaningsih, Kritik Terhadap Rekonstruksi Metode Pemahaman Hadis Muhammad

Al-Ghazali, Jurnal THEOLOGIA, Vol. 28, No. 1, Juni 2017 43

Tim Majalah Nabawi, Cara Cermat Mengamalkan Hadis (Tangerang Selatan: Maktabah

Dārussunnah, 2016), h. xiii-xvi

Page 47: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

33

ataupun Hadis tidak bisa meninggalkan suasana masyarakat yang ada dan zaman

yang mengitarinya.44

Karena sebuah metode menduduki peran penting dalam memahami hadis,

beberapa ulama modern-kontemporer memberikan tawaran metodologi. Diantaranya

ialah Ibnu „Atsur (1879-1973 M), Muhammad al-Ghazali (1917-1996 M),

Muhammmad Syahrur (1938), dan Muhammad Yusuf al-Qaradhawi (1926). Ulama

Indonesia pun ikut menawarkan metodologi pemahaman hadis Nabi saw. Pertama

ialah M. Syuhudi Ismail (w. 1996) dan Ali Mustafa Ya‟qub (w. 2016).

Dalam bukunya “Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual” Muhammad

Syuhudi Ismail menyuguhkan beberapa hal yang perlu dikaji dalam memahami

ujaran Nabi saw.45

Beliau membagi pembahasan dalam bukunya menjadi tiga tema

besar. Pertama, Memerhatikan Matan Hadis Nabi saw dan Penunjukannya. Dalam

sub bab ini terdiri dari ucapan Nabi yang bersifat Jawāmi‘ al-Kalim, menggunakan

bahasa Tamtsil, ungkapan Simbolik, bahasa Percakapan, dan Ungkapan Analogi.

Kedua, Memerhatikan Kandungan Hadis yang Dihubungkan Dengan Fungsi Nabi

Muhammad saw. Ketiga, Memerhatikan Petunjuk Hadis Nabi yang Berhubungan

dengan Asbāb al-Wurūd. Dan keempat, ialah Memerhatikan Petunjuk Hadis Nabi

yang Tampak Saling Bertentangan.

44

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: UI-Press, 2016), jilid. 2,

h. 114. 45

Buku ini awalnya merupakan pidato pengukuhan beliau yang dinobatkan sebagai Guru

Besar dalam ilmu hadis oleh IAIN Ujung Pandang tahun 1993. Judul awalnya ialah pemahaman hadis

nabi secara tekstual dan kontekstual (telaah ma„āni al-Ḥadīts tentang ajaran Islam yang universal,

temporal dan lokal),. M. syuhudi Ismail, (Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual; Telaah Ma‘Āni

al-Ḥadīts Tentang Ajaran Nabi yang Universal, Temporal dan Lokal (Jakarta: bulan bintang, 2009),

Page 48: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

34

Selain Syuhudi Ismail, ada juga ulama Indonesia yang memberikan tawaran

dalam memahami hadis, beliau ialah prof. Dr. Ali Mustafa Ya‟qub. Adanya

kekeliruan sebagian orang dalam memahami hadis dan juga ketidaktahuan mereka

bagaimana cara memahami hadis membangkitkan Ali Mustafa Ya‟qub menyusun

sebuah buku. Karena adanya ketidaktahuan hal ini akan berdampak pada pemahaman

hadis yang sesat dan menyesatkan. Masyarakat sekarang sangat memrlukan sekali

terhadap penjelasan bagaimana caranya memahami hadis sehingga tidak jatuh pada

pemahaman yang menyimpang.46

Beliau mengklasifikasikan metode pemahaman hadis kedalam tiga bagian.

Bagian pertama, pemilahan hadis yang dipahami secara tekstual dan kontekstual.

Dalam memahami hadis secara tekstual maupun kontekstual seseorang harus

memerhatikan hal-hal berikut ini.

1. Majaz dalam hadis

2. Takwil dalam hadis

3. Illat dalam hadis

4. Geografi dalam hadis

5. Budaya Arab dalam hadis

6. Kondisi sosial dalam hadis

7. Sabab wurūd al-Ḥadīts

Bagian kedua, Memahami Hadis Secara Tematis. Dan ketiga, Melihat

Kontradiksi Hadis, apakah hadis bertentangan dengan al-Qur‟an, hadis

bertentangan dengan hadis lain atau apakah hadis bertentangan dengan akal.

46

Ali Mustafa Ya‟qub, Cara Benar Memahami Hadis (Jakarta: pustaka Firdaus, 2016), h. xii

Page 49: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

35

Agar pemahaman seseorang tidak terjebak pada pemahaman yang tekstualis

atau kontekstualis, beberapa sarjana muslim juga memberikan barometernya.

D. Landasan dan Batasan Pemahaman Tekstual dan Kontekstual

Hadis Nabi saw yang sifatnya Ẓanni al Wurūd seringkali mendapatkan sorotan

tajam dalam dunia intelektual. Hal ini membawa pada pengingkaran keotentikan

hadis Nabi saw. Ignaz Goldziher dan Joseph Schacht menganggap bahwa Sunnah

merupakan kesinambungan adat pra-Islam yang dibentuk oleh kaum Muslimin

belakangan setelah wafatnya Rasulullah saw.47

Secara garis besar pemahaman hadis

ada yang bersifat tekstual dan kontekstual. Dalam memahaminya mengingat ucapan

Nabi saw. mengandung ungkapan yang bāligh, fāsih sehingga penuh dengan

ungkapan kiyas, majas, dan lain-lain.48

Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam memahami hadis secara tekstual

dan kontekstual.

1. Konteks historis, sosiologis dan antropologis

2. Kata-kata Metaforis (Majaz)

3. Tujuan atau maksud (Hadf) sebuah Hadis

4. Kata-kata asing (Gharīb)

Betapa pentingnya mengetahui hal-hal diatas sebagai piranti dalam memahami

tektualitas dan kontekstualitas sebuah hadis. Pada gilirannya hal tersebut akan

47

Jalaluddin Rahmat, Bunga Rampai Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta:

Paramadina, 2002), h. 224. 48

Yusuf al-Qardhawi, Kaifa Nata’ammal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah, terjemahan.

Muhammad al-Baqir (Bandung: Karisma, 1995), h. 167.

Page 50: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

36

mengantarkan pada proporsionalitas pemahaman hadis. Dalam penyampain hadisnya

Nabi saw sendiri sangat memerhatikan situasi social budaya dan psikologis para

sahabatnya, sudah semestinya memahami hadis secara kontekstualpun perlu

dikembangkan.49

Adanaya peralihan pemahaman tidak berarti menguarangi derajat

kemuliaan al-Qur‟an dan Hadis, melainkan suatu keniscayaan yang menjadi ajaran

Islam yang Ṣāliḥ Likulli Zamān wa Makān (sesuai dengan perkembangan zaman)

Dengan adanya perubahan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan

mengantarkan lahirnya pemahaman yang saling berbeda. Namun, agar pemahaman

tidak terjebak pada pemahaman tektual perlu memerhatikan batasan-batasan

kontekstual (historis) yang mencakup:

1. Menyangkut bentuk atau sarana

2. Menyangkut aturan yang berkaitan dengan manusia sebagai makhluk

sosial dan biologis

3. Terkait masalah sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara dimana

kondisi social, politik, ekonomi, budaya antar daerah berbeda.50

Secara umum M. Sa‟ad Ibrahim menjelaskan bahwa batasan kontekstual

meliputi:

1. Dalam ibadah maḥḍah tidak ada atau tidak perlu pemahaman kontekstual.

2. Di luar ibadah ghair maḥḍah, perlu pemahaman kontekstual dengan tetap

berpegang pada moral ideal nas. Selanjutnya diteruskan dengan

merumuskan legal spesifik baru sebagai pengganti spesifik lama.

49

Lilik Channa, Memahami Makna Hadis Secara Tekstual Dan Kontekstual, h. 406. 50

Suryadi, dari living sunnah ke living hadis

Page 51: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

37

Dalam hal ini Suryadi merumuskan batasan-batasan tekstual yang meliputi:

a. Makna tersirat atau tujuan dibalik teks yang sifatnya universal, lintas

ruang dan waktu

b. Bersifat absolut,prinsipil, universal

c. Mempunyai visi keadilan, kesetaraan, demokrasi

d. Terkait relasi manusia dengan tuhannya yang bersifat universal dengan

arti bahwa siapapun, kapanpun, dan dimanapun seseorang dapat

melakukannya tanpa melihat letak geografis, budaya dan historis

tertentu. Missal salat, dimensi tekstualnya terletak pada keharusan

(perintah) untuk menjalankan salatnya dalam kondisi apapun. Namun,

bagaimana cara melakukan salat seorang muslim sangat tergantung

pada konteks seorang muslim.

Menurut Sa‟ad Ibrahim, pemahaman kontekstual menjadi sebuh keniscayaan

karena beberapa alasan berikut ini:

1. Masyarakat yang dihadapi Rasulullah saw. berbeda dengan lingkungan

lainnya.

2. Keputusan Nabi saw sendiri memeberikan gambaran hokum yang berbeda

dengan alasan “situasi dan kondisi”

3. Pemahaman tekstualis yang berlebihan berarti mengingkari adanya hukum

perubahan dan keanekaragaman nas itu sendiri

4. Pemahaman kontekstual akan menemukan moral ideal nas dalam

mengatasi keterbatasan teks karena adanya kontinuitas perubahan

Page 52: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

38

5. Kontekstualisasi teks-teks keagamaan mengandung makna bahwa dimana

saja dan kapan saja masyarakat berada dipandang optimis oleh Islam

6. Keyakinan bahwa teks-teks Islam merupakan petunjuk yang berlaku

sepanjang masa, mengandung makna bahwa didalam teks yang terbatas

mengandung dinamika yang sangat kaya, yang perlu dilakukan

eksternalisasi melalui interpretasi yang tepat.51

51

M. Sa‟ad Ibrahim, Orisinalitas dan Perubahan Dalam Ajaran Islam, al-Tahrir, vol 4, no. 2,

juli 2004, h. 168-169

Page 53: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

38

BAB III

BIOGRAFI SYAIKH NAWAWI AL-BANTANI DAN MAKHFUDZ AL-

TARMASI

A. Syaikh Nawawi al-Bantani

1. Perjalanan Hidup

a. Biografi

Nama lengkapnya ialah Abu Abdul Mu‟thi Muhammad bin Umar bin Arabi

bin Nawawi al-Jawi. Beliau lahir di desa Tanara Kecamatan Tirtayasa pada tahun

1230 H, bertepatan dengan 1814 M.1 Beliau bukanlah Imam Nawawi seorang

ulama besar Syafi‟iyyah yang lahir dan wafat di Nawa tahun 676 H / 1255 M.

Syaikh Nawawi meninggal di Makkah pada tahun 1314 H/ 1897 M. Beliau

dimakamkan di pemakaman Ma‟la, berseberangan dengan makam Siti Khadijah

Istri Rasulullah saw, dekat dengan makam Asma binti Abi Bakar, dan Abdullah

bin Zubair Sahabat Rasulullah saw.2 Beliau menikah dua kali, dari pernikahan

pertamanya dengan Nasima dikaruniai tiga orang anak yaitu Ruqayyah, Nafisah

dan Maryam. Sedangkan dari istri keduanya Hamdana lahir seorang putri bernama

Zahro.3

Syaikh Nawawi merupakan kebanggaan masyarakat Indonesia karena

reputasi intelektualnya telah mendunia. Beliau dikenal sebagai salah seorang

ulama besar yang bertaraf internasional. Beliau mula-mula terkenal sebagai

1 Samsul Munir Amin, Sayid Ulama Hijaz Biografi Syaikh Nawawi al Bantani

(Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011),, h. 10. 2 Chaidar, Sejarah Pujangga Islam Syaikh Nawawi al Bantani IndonesIa, (Jakarta: Sarana

Utama, 1978),, h. 5. 3 Asep Muhammad Iqbal, Yahudi & Nasrani dalam al Qur‟an: Hubungan Antar Agama

Menurut Syaikh Nawawi al Bantani, h. 50

Page 54: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

39

pengajar di Masjidilharam kemudian mengarang berbagai macam kitab berbahasa

Arab. Hal inilah yang mengantarakan dirinya memperoleh julukan kehormatan

dari Arab Saudi, Mesir, dan Suriah. Diantara gelar yang beliau torehkan ialah

Sayid Ulama Hijaz, Mufti dan Fakih.4

Syaikh Nawawi lahir dan tumbuh di tengah keluarga taat beragama.

Ayahnya merupakan ulama dan penghulu desa setempat. Beliau mengajarkan

ilmu agama kepada masyarakat dan beberapa santrinya di masjid desa. tatkala itu

masyarakat Banten terkenal dengan spirit keagamma yang tinggi, nilai-nilai yang

ditanamkan oleh pihak keluargapun sangat membekas dalam kepribadiannya.5

Sejak usia 5 tahun beliau mulai belajar tauhid, tafsir al-Qur‟an dan bahasa

Arab bersama ayahnya. Tiga tahun kemudian beliau belajar kepada Haji Sahal

untuk mendalami ilmu agama, tidak lama kemudian berangkat ke Purwakarta

guna menuntut ilmu kepada Haji Yusuf.6

Ketika berumur 13 tahun ayahnya meninggal dunia, ahirnya Syaikh Nawawi

menggantikan kepemimpinan ayahnya. Sejak ini lah sosok Syaikh Nawawi mulai

terkenal. Pesantren sang ayah semakin berkembang sebagaimana ungkapan

Chaidar.

“maka berdatanganlah para santri baru sehingga pondok pesantren ayahnya

di Tanara tidak lagi dapat menampung mereka. Oleh karena itu Syaikh

Nawawi terpaksa mencari tempat lain yang memadai. Beliau memilih

Tanara pesisir”.7

4 Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ikhtiar Baru Van, 2005), h. 199.

5 Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Departemen Agama RI, 1988),

h. 666. 6 Asep Muhammad Iqbal, Yahudi & Nasrani dalam al-Qur‟an: Hubungan Antar Agama

Menurut Syaikh Nawawi al Bantani, h. 51. 7 Yuyun Rodiana, Syaikh Nawawi Al Bantani: Riwayat Hidup dan Sumbangannya

Terhadap Islam (Jakarta: tp, 1990), h. 19.

Page 55: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

40

Tiga tahun kemudian beliau memutuskan berangkat haji ke tanah suci

Makkah. Di Makah Syaikh Nawawi menghabiskan sebagian umurnya dan

memulai karir sebagai ulama dan pengarang berbagai kitab sampai ahir hayatnya.

Dan dari tanah suci ini pula nama Syaikh Nawawi melambung dan dikagumi oleh

banyak ulama.

Syaikh Nawawi dalam menghadapi pemerinth Kolonial tidak agresif atau

reaksioner. Beliau lebih suka mengarahkan perhatiannya dalam pengembangan

pendidikan ilmu agama, membekali murid-muridnya dengan ilmu agama dan

semangat menegakkan kebenaran.8 Meskipun demikian beliau sangat anti keras

kerjasama dengan pemerintahan Kolonial Belanda yang menjajah daerahnya.9

Adapun sikapnya terhadap orang kafir yang tidak menjajah, dibolehkan untuk

berinteraksi dalam hal keduniawian.10

b. Rihlah Ilmiyyah

Popularitas Syaikh Nawawi semakin tersebar dan dikenal setelah beliau

menuntut ilmu dari kiai tanah kelahirannya dan tanah suci Makkah. Fenomena

inilah yang menjadikan pemerintah Belanda melakukan pengawasan terhadap

Syaikh Nawawi karena dianggap membahayakan pemerintah Belanda. Ahirnya,

pada tahun 1855, beliau memutuskan untuk kembali ke Makkah dan menetap di

sana secara permanen hingga ahir hayatnya.11

8 Asep Muhammad, Yahudi & Nasrani dalam al Qur‟an: Hubungan Antar Agama

Menurut Syaikh Nawawi al Bantani, h. 57. 9 Ahmad Ibrahim dkk, Islam di AsIa Tenggara Perspektif Sejarah, h. 153.

10 Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam, h. 199.

11 Samsul Munir Amin, Sayid Ulama Hijaz: Biografi Syaikh Nawawi al Bantani, h. 24.

Page 56: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

41

Sekembalinya ke Makkah beliau terus menerus aktif menambah ilmu agama

semua disiplin ilmu yang beliau tempuh kurang lebih tiga puluh tahun.12

Pada

waktu itu, Syaikh Nawawi pertama kali belajar kepada beberapa ulama Indonesia

yang telah dahulu menetap di Makkah seperti Ahmad Khatib Sambas (Kalimantan

Barat), Abd al-Gani Bima, dan Ahmad bin Zaid Solo. Selain berguru kepada

ulama senior beliau juga berguru kepada Yusuf al-Sumbulaweni, Ahmad Dimyati,

Ahmad bin Abdurrahman al-Nahrawi, Ahmad Zaini Dahlan mufti Syafi‟iyyah

Makkah yang disbut oleh Snouck Hurgronje sebagai rektor universitas

Masjidilharam dan Abdul Hamid Daghastani.

Abdul Sattar al-Dihlawi salah seorang murid Syaikh Nawawi,

menginformasikan bahwa Syaikh Nawawi juga pernah pergi ke Madinah untuk

belajar Hadis kepada Muhammad Khatib Duma al-Hanbali. Beliau memberikan

ijazah kepada Syaikh Nawawi untuk mengajarkan Hadis. Chaidar juga

menyebutkan bahwa Syaikh Nawawi pergi ke Syiria dan Mesir. Menurut Chaidar,

selama di Makkah Syaikh Nawawi mengajar di Masjidilharam, dimana dua ratus

murid menghadiri perkuliahannya.

Beliau benar-benar orang yang memiliki sifat rendah hati, tidak sombong,

sederhana. Pengaruh kepribadiannya cukup mendalam dan sangat luas, namun

beliau tidak mau memainkan peranan yang penting. Hal ini terlihat ketika Snouck

Hurgronje bertanya kepada Syaikh Nawawi kenapa beliau tidak pernah

memberikan perkuliahan di Masjidilharam, dengan pelan beliau menjawab

“pakaian dan penampilannya yang buruk tidak sebanding dengan penampilan

12

Karel Stenbreenk, Beberapa Aspek Tentang Islam di IndonesIa abad ke-19 (Jakarta:

Bulan Bintang, 1984), h. 118.

Page 57: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

42

professor-profesor berbangsa Arab yang terhormat”. Kemudian Hurgronje

menyebutkan ada beberapa Koloni Jawa yang kurang terpelajar menjadi profesor

dan mengajar di Masjidilharam, beliau menjawab, “jika mereka memperoleh

kehormatan tinggi tersebut, pastilah mereka memang layak mendapatkannya”.13

Reputasi Syaikh Nawawi semakin meningkat setelah beliau menerima

kehormatan untuk mengajar di pelataran Masjidilharam. Kebanyakan muridnya

berasal dari Jawa, Sunda dan Melayu bahkan dari Negara Arab. Beliau

memberikan ide-ide agama dan politik. Secara pribadi beliau pernah menyatakan

tidak setuju dengan penyerahan kekuasaan tanah jawa kepada pemerintahan

bangsa eropa. Beliau sendiri tidak menghendaki peran politik seperti ayahnya dan

saudaranya Ahmad.14

Murid-murid yang pernah belajar kepadanya memiliki pengaruh besar

ketika mereka kembali ke negerinya. Ada yang menjadi tokoh agama terkemuka

ada juga yang terlibat dalam pemberontakan. menentang pemeritah Kolonial

Belanda.15

Seperti pemberontakan petani Banten yang terjadi di tahun 1888,

Pemberontakan Cilegon dan kejadian lainnya. Hal ini tidak lain karena pengaruh

Syaikh Nawawi.

Pernyataan Syaikh Nawawi atas perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial

lainnya ialah: “Diantara sifat buruk adalah lebih mementingkan kekayaan

daripada kepentingan bangsa, dan bekerja sama dengan kaum penjajah, diam

terhadap hal-hal ingkar (tidak peduli terhadap apapun yang dilakukan oleh

13

Ahmad Ibrahim dkk, Islam di Asia Tenggara Perspektif Sejarah, h. 152. 14

Karel Stenbreenk, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia abad ke-19, h. 120. 15

Abdurrahman Mas‟ud, Dari Haramaian ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek

Pesantren (Jakarta: Kencana, 2006), h. 126.

Page 58: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

43

penjajah) sementara mereka atau kaum muslimin mempunyai hak dan kekuatan

untuk melawan”.16

Diantara murid-murid Syaikh Nawawi yang memutuskan untuk kembali ke

Indonesia dan mengembangkan tradisi intelektualnya ialah

1. KH. Hasyim Asy‟ari, sebagai pendiri pesantren Tebuireng, Jombang di

Jawa Timur sekaligus father founding organisasi Nahdlatul Ulama

sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia

2. KH. Khalil Bangkalan Madura

3. KH. Ilyas Serang, Banten

4. KH. Tubagus Muhammad Asnawi Caringin, Jawa Barat.

Selain mendirikan pondok pesantren, masih banyak murid-murid Syaikh

Nawawi yang menjadi pemuka agama yang tersebar daerah di Indonesia.

Diantaranya ialah daerah Banten, seperti Haji Marzuki seorang kerabat Syaikh

Nawawi, Haji Arsyad bin Alwan, Haji Arsyad seorang pembimbing haji saat

musim haji tiba, H. Tubagus Muhammad Asnawi Caringin, H. Idrus Caringin ahli

hadis dan pengikut tarekat Qadiriyyah, Syaikh Abdul Karim Banten. Jawa Barat

KH. Hasan Mustafa Garut, H. Arsyad bin Kiai Condong Tasikmalaya, H. Hasan

Alami Bandung, Kiai Tubagus Muhammad Falak Bogor. Jawa Tengah Kiai Haji

Asnawi Kudus pendiri Pesantren Qudsiyyah sekitar tahun 1900.

c. Karya-Karyanya

16

Abdurrahman Mas‟ud, Dari Haramaian ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek

Pesantren, h. 128

Page 59: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

44

Selain mengajarkan orasi ataupun pidato kepada para murid-muridnya -

sebagaimana yang diterapkan dalam sistem pengajaran tradisi pesantren- Syaikh

Nawawi juga mencurahkan pengetahuannya dalam bentuk tulisan. Beliau lebih

berambisi mengajar ilmu agama dan mengarang sebuah karya. Beliau beralasan

bahwa manfaat ilmu pengetahuan akan abadi selamanya.17

Hal ini didukung oleh

Hadis, ketika seseorang meninggal dunia maka segala amalnya akan terputus

kecuali tiga hal: amal jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang selalu

mendoakan orang tuanya.18

Menurut Hurgronje dengan reputasi intelektual yang telah dikenal oleh

dunia mengantarkan karaya-karyanya diterbitkan di Kairo dan Makkah. Banyak

karya-karyanya dijumpai di lembaga-lembaga keislaman seperti pesantren sebagai

buku ajar di wilayah Melayu-Indonesia.19

Selain penerbit-penerbit Timur Tengah,

penerbit Indonesia juga ikut menerbitkan karya-karya Syaikh Nawawi yang

berbahasa Arab. Beliau telah memperoleh tempat terhormat di mata dunia dalam

menjaga tradisi intelektualnya yang diabadikan dalam bentuk karya.20

Informasi jumlah karya Syaikh Nawawi ada 40 karya yang meliputi tujuh

cabang keilmuan yakni Tafsir, Hadis, Usuluddin, Fiqh, Tata Bahasa Arab,

Tasawuf, Retorika dan Biografi Nabi. Ada juga yang mengatakan lebih dari 100

karya dalam berbagai keilmuan. Hal itu karena berbedanya jumlah penemuan

yang berhasil di koleksi oleh setiap peneliti. Diantara karyanya ialah

17

Abdurrahman Mas‟ud, Dari Haramaian ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek

Pesantren, h. 126. 18

Muslim bin Hajjaj, Ṣaḥīḥ Muslim (Beirut: Dār al-Āfāq), j. 5, h. 73. 19

Asep Muhammad, Yahudi & Nasrani dalam al Qur‟an: Hubungan Antar Agama

Menurut Syaikh Nawawi al Bantani, h. 23. 20

Asep Muhammad, Yahudi & Nasrani dalam al Qur‟an: Hubungan Antar Agama

Menurut Syaikh Nawawi al Bantani, h. 67.

Page 60: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

45

1. Al-Tafsīr al-Munīr li Maʻālim al-Tanzīl al-Muṣfir ʻan Wujūh Maḥāsin al-

Ta‟wīl atau Marāh Labīd li Kasyf Maʻnā Qur‟ān al-Majīd

2. Tanqīḥ al-Qaul al-Ḥatsīts Syarḥ Lubāb al-Ḥadīts

3. Bahjat al-Wasā‟il bi Syarḥ al-Masā‟il

4. Fatḥ al-Majīd Syarḥ al-Durral Farīd

5. Hilyat al-Sibyān Syarḥ Fath al-Raḥmān

6. Qatr al-Ghaits Syarḥ al-Masā‟il

7. Al-Tijān al-Ḏarāri

8. Ḏarī‟at al-Yaqīn

9. Al-Tsimār al-Yanīʻah Syarh al-Riyāḏ al-Badīʻah fi Uṣūl al-Dīn wa Baʻd

Furū al-Syarīʻah

10. Nūr al-Ẓalām Syarḥ al-ʻAqīdat al-„Awwām

11. Al-Naḥjat al-Jayyidah

12. Al-Futūhāt al-Madaniyyah

13. Fatḥ al-Mujīb Syarḥ al-Manāqib al-Ḥajj karya Muhammad bin

Muhammad al-Sirbini al-Khatib

14. Marāqi al-ʻUbūdiyyah Syarḥ Bidāyat al-Hidāyah karya al-Ghazali

15. Kāsyifāt al-Sajā komentar atas al-Safīnat al-Najā karya Salim bin Samir

16. Mirqat Suʻūd al-Taṣdīq komentar atas Sullām al-Taufīq Ilā Maḥabbatillah

ʻAla al-Taḥqīq karya Abdullah al-Baʻlawi

17. Al ʻIqd al-Tamīm

18. ʻUqūd al-Lujain fi Bayān al-Ḥuqūq al-Zaujain

19. Nihāyat al-Zain

Page 61: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

46

20. Sullām al-Munājat komentar atas al-Safīnat al-Salā karangan Abdullah

bin Yahya al-Hadrami

21. Sulūk al-Jadda

22. Qutʻal-Ḥabīb al-Gharīb

23. Al-Fuṣūṣ al-Yaqūtiyyah komentar atas al-Rauḏat al-Bahiyyah fi Abwāb al-

Taṣrīfiyyah

24. Kasyf al-Murūtiyyah

25. Fatḥ al-Ghāfir al-Kattiyyah ʻala al-Kawākib al-Jailaniyyah fi Naẓm al-

Jurūmiyyah karya Abdullah bin Muhammad bin Muhammad bin Daud al-

Sanhaji.

26. Al-Riyāḏ al-Fūliyyah

27. Qāmiʻ al-Tughyān

28. Salālim al-Fuḏalā komentar atas Manẓūmat Hidāyat al-Adzkiā ilā Tarīq

al-Auliā

29. Miṣbāḥ al-Ẓalām komentar atas al-Manhaj al-Atamm fi Tabwīb al-Ḥukm

karya ʻAli bin Husain al-Din

30. Ulasan singkat Syaikh Nawawi atas al-Naṣīḥat al-Anīqali al-

Mutalābbitsīn bi al-Ṯarīqah.

31. Naṣā‟iḥ al-ʻibād.

32. Lubāb al-Bayān komentar atas al-Risālat al-Istiʻārat karya Husain al-

Nawawi al-Maliki

33. Fatḥ al-Ṣamad al ʻᾹlim ʻala Maulid al-Syaikh Ahmad bin al-Qāsim wa

Bulūgh al-Fauzi li Bayān al Fāẓ Maulid ibn al Jauzi

Page 62: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

47

34. Targhīb al-Musytaqīn

35. Al-Durar al-Bahiyyah komentar atas al-Khaṣāiṣ al-Nabawiyyah karya al-

Barzanji

36. Al-Ibrīz al-Dānī fi Maulid Sayyidina Muhammad al-Sayyid al-Adnānī

37. Syarḥ ʻalā Manẓūmah fi al-Tawassul bi al-Asmā al-Ḥusnā

38. Al-Lumā al-Nūraniyyah

39. Al-Nafāḥāt

Dari sekian banyak karya Syaikh Nawawi, ada sebagian yang sudah tidak

naik percetakan sementara yang lain masih mengalami cetak ulang dan bahkan

dipergunakan di Pesantren-pesantren di Indonesia. Diantara karya Syaikh Nawawi

yang naik popularitasnya di kalangan penerbit ada lima karya. Pertama, Nūr al

Ẓalām (tentang dogma Islam), kedua, Tafsir Marāh Labīd, ketiga Qāmiʻal

Tughyān, keempat, Naṣāiḥ al ʻIbād dan kelima, Tanqīḥ al Qaul. Menurut

penelitian Van Bruinessen dalam studinya tentang penggunaan buku-buku

bertulisan Arab di pesantren di pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan selatan

menunjukkan bahwa karya yang luas digunakan dan diterima pada kurikulum

pesantren ialah karya Syaikh Nawawi Banten. Sekitar sepuluh karya muncul

dalam daftar yang meliputi bidang-bidang keilmuan tradisional Islam.

Kesemuanya ialah al-Tijān al-Darāri, Marāh Labīd, Fatḥ al-Majīd, Naṣāiḥ al-

ʻIbād, Tanqīḥ al-Qaul al Ḥatsīts, Sullām al-Munajat, Kasyifat al-Sijā, ʻUqūd al-

Lujain, Nūr al-Ẓalām dan Marāqiʻ al-ʻUbūdiyyah.21

2. Tanqīḥ al-Qaul al-Ḥatsīts

21

Asep Muhammad Iqbal, Yahudi & Nasrani dalam al Qur‟an: Hubungan Antar Agama

Menurut Syaikh Nawawi al Bantani, h. 64

Page 63: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

48

a. Judul Kitab dan Motivasi Penulisan

Karya-karya Syaikh Nawawi hampir ada di semua disiplin ilmu. Diantara

karyanya ialah di bidang hadis yang populer dan digunakan di lembaga

pendidikan di Indonesia. Nama karyanya ialah Tanqīḥ al-Qaul al-Ḥatsīts fi Syarḥ

Lubāb al-Ḥadīts. Kata naqaḥa memiliki arti meninjau kembali dan

menyedikitkan, sedangkan al-Ḥaṡīṡ berarti cepat, segera dan deras. Jadi arti dari

Tanqīḥ al-Qaul al-Ḥatsīts fi Syarḥ Lubāb al-Ḥadīts ialah meninjau kembali

ucapan nabi secara singkat dalam menjelaskan intisari hadis Nabi saw. Kitab

Tanqīḥ al-Qaul ini merupakan penjelasan atas kitab hadis ulama sebelumnya

yakni Lubāb al-Ḥadīts yang dikarang oleh Imam Suyuti.

Kitab Lubā al-Ḥadīts yang dikarang oleh Imam Suyuti menjadi kitab yang

banyak peminatnya. Dalam kitab ini memuat 40 bab pembahasan yang sudah

mencakup bidang akidah, ibadah dan muamalah. Setiap bab memuat Sembilan

sampai sepuluh hadis. Meskipun hadis yang terdapat dalam kitab Lubāb al-Ḥadīts

ada yang berkualitas dhaif, tidak mengurungkan niat Syaikh Nawawi

mengomentari kitab Imam Suyuti. Dalam mukadimah kitab Tanqīḥ al-Qaul

sendiri disebutkan bahwa pendorong penulisan syarah kitab Lubāb al-Ḥadīts ialah

karena permintaan Koloni Jawa yang butuh keberadaannya. Meskipun

sesungguhnya dengan rendah hati Syaikh Nawawi menyadari bahwa kitab yang

beliau tulis memiliki banyak kekurangan karena tidak disertai dengan penjelasan

yang mendalam.22

b. Sistematika, Karakteristik dan Metode Penulisan

22 Syaikh Nawawi, Tanqīḥ al-Qaul al-Ḥatsīts fi Syarḥ Lubāb al-Ḥadīts (Jakarta: Dār al-

Kutb al-Islāmiyyah, 2011), h. 7.

Page 64: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

49

Kitab Tanqīḥ al-Qaul memuat 40 bab yang berkaitan dengan berbagai

kajian agama berupa Aqidah, Syariah, dan Muamalah. Dari pembacaan setiap bab,

jumlah keseluruhan hadis yang ada ialah 404 hadis. Namun, dari 404 (empat ratus

empat) hadis ini hanya 360 (tiga ratus enam puluh) hadis yang diberi syarah.23

Dalam hal ini, peneliti menilai bahwa hadis-hadis yang tidak di-syarah-i sudah

jelas maksud dan arah tujuan hadis tersebut, sehingga tidak membutuhkan pa da

penjelasan.

Dalam mengiring-ngiringi setiap bab beliau terlebih memberikan komentar

global terkait bab yang dibahas. Adakalanya beliau menyebutkan firman Allah

Swt., hadis Nabi Saw., pendapat ulama ataupun definisi terkait pembahasan.

Begitupula ketika Imam al-Suyuti menyebutkan keseluruhan 40 bab hadis

sebelum menjabarkannya setiap bab, dengan lihai Syaikh Nawawi mengomentari

dengan menyebutkan al-Qur‟an, Hadis, dan pendapat ulama. Beliau tidak sering

memberikan penjelasan langsung terhadap hadis, melainkan menyandarkannya

pada pendapat ulama.

Dalam memberikan komentar Syaikh Nawawi lebih mendahulukan al-

Qur‟an dibanding Hadis Nabi saw. Hal ini mengingat bahwa al-Qur‟an merupakan

pijakan awal dalam menjalankan ajaran Islam kemudian disusul oleh Hadis.

Pengambilan al-Qur‟an dan Hadis sebagai sumber penjelas dalam menguraikan isi

23

Hadis-hadis yang beliau tidak syarahi terdapat pada bab keutamaan salawat atas Nabi

saw, keutamaan siwak, keutamaan adzan, keutamaan salat berjamaah, keutamaan

masjid,keutamaan bersurban, keutamaan zakat, keutamaan istighfar, keutamaan bertasbih,

keutamaan fakir, keutamaan nikah, larangn beraatnya liwath (homoseksual),, keutamaan

memanah, keutamaan berbakti kepada kedua orang tua, keutmaan mendidik anak, keutamaan

tawadu, keutamaan menyedikitkan makan, minum, dan menganggur, keutamaan mnegingat kubur,

dan larangan meratapi mayat.

Page 65: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

50

hadis, hal ini tidak terlepas dari pengaruh gerakan puritanisme yang mengajak

kembali kepada al-Qur‟an dan Hadis sebagai sumber hukum Islam.

Meskipun Nawawi lebih mendahulukan al-Qur‟an sebagai rujukan awal

dibanding hadis, tidak berarti beliau anti hadis. Bahkan, beliau lebih sering

mengutip hadis Nabi saw. sebagai sumber interpretasi dalam menjelaskan isi

kandungan hadis. Hal ini pula tidak menjadikan beliau meninggalkan penjelasan

untuk menguraikan isi kandungan hadisnya menurut pemahamannya sendiri.

Guna menambah kuatnya penjelasan beliau kemudian mencantumkan hadis -

hadis satu tema sebagai penguat syarah hadis terhadap hadis yang ada di kitab

Lubāb al-Ḥadīs.

B. Makhfudz Al-Tarmasi

1. Perjalanan Hidup

a. Biografi

Nama lengkap al-Tarmasi ialah Muhammad Mahfudz bin Abdullah bin

Abdul Mannan bin Diman Dipomenggolo al-Tarmasi al-Jawi. Beliau lahir pada

tangg al 31 Agustus 1868 M24

dan bertepatan dengan 1258 H di Termas, Pacitan,

Jawa Timur dan meninggal di Makkah tahun 1919.25

Al-Tarmasi adalah anak

tertua dari K.H. Abdullah. Adapun saudaranya yang lain ialah KH. Dahlan, Nyai

Tirib, KH. Dimyati ahli dalam bidang ilmu waris, Nyai Maryam, KH. Muhammad

24

Mahfudz al-Tarmasi, Manhaj Dzawi al-Naẓar (Makkah: Dār al-Fikr, 1981), h. 31. 25

Muhammad Mahfuz al-Tarmasi, Kifāyah al-Mustafīd (Beirut: Dār al-Basyā‟ir al-

Islāmiyyah, 1978), h. 41. Baca juga Amirul Ulum, Ulama-Ulama Aswaja Nusantara, h. 83.

Page 66: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

51

Bakri ahli qira‟ah, Sulaiman Kamal, Muhammad Ibrahim dan KH. Abdur Razaq

seorang ahli tariqah sekaligus mursyid tarekat.

Beliau belajar dasar agama pertama kali dengan ibu dan pamannya. Ibarat

pepatah “„al-Umm Madrasah al-„Ūla li al-Aulād” sangat melekat pada diri al-

Tarmasi.26

Selain mendapatkan pengajaran dari sang ibu dan pamannya, al-

Tarmasi juga belajar kepada ayahnya seperti ilmu tauhid, ilmu al-Qur‟an dan fiqh.

Ayahnya merupakan pimpinan pesantren Tremas yang didirikan oleh kakeknya

Abdul Mannan (w. 1282 H) pada tahun 1830 M. Hal ini mengingat faktor

keluarga dan lingkungan pesantren sangat memengaruhi terbentuknya pemikiran

praktik keagamaan al-Tarmasi yang sangat tradisionalis.

Keluarga al-Tarmasi merupakan keluarga terhormat, hal ini tercermin dari

pondok pesantren yang didirikan oleh kakeknya Abdul Mannan. Tidak heran

beberapa saudaranya menjadi ulama di daerah Jawa dengan keluasan dan

kedalaman ilmu yang mereka miliki di berbagai bidang tertentu. Beliau lebih

konsentrasi di bidang Hadis, Dimyati di bidang ilmu waris, Bakri di bidang ilmu

al-Qur‟an dan Abd al-Razzak dibidang tarekat.

Saat beliau berusia 6 tahun beliau berangkat ke Makkah bersama ayahnya.

Sebelum usia dewasa beliau sudah menghafal al-Qur‟an.27

Selama di Makkah

ayahnya mengenalkan berbagai kitab-kitab penting. Dipenghujung ahir tahun

1870-an beliau kembali lagi ke Indonesia untuk belajar di pesantren Darat yang

26

Muhajirin, Muhammad Makhfudz Al-Tarmasi; Ulama Hadis Nusantara Pertama

(Yogyakarta: IDEA Press, 2016), h. 29. 27

Abdurrahman menyebutkan bahwa al-Tarmasi mulai menghafal pada usia enam tahun

yang kemudian hafalannya disempurnakan ketika beliau nyantri di pesantren Saleh Darat. Hal ini

menjadi bekal keberangkatannya ke Makkah untuk kali kedua. Melalui hafalan al-Qur‟annya yang

dhabit pula menjadi embrio al-Tarmasi menguasai ilmu hadis.

Page 67: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

52

diasuh oleh Kiai Muhammad Saleh bin Umar al-Samaranji, atau lebih dikenal

dengan Syaikh Saleh Darat (1820-1903 M).28

Ayahnya meninggal dunia di

Makkah pada tahun 1314 H/1896 M dan dimakamkan di Ma‟la dekat makam

Sayidah Khadijah Istri Rasulullah saw.29

Pada tahun 1880 an beliau berangkat ke Makkah untuk kedua kalinya guna

mendalami ilmu agama.30

Berbeda dengan ulama lainnya yang memutuskan untuk

kembali lagi ke Indonesia, beliau memutuskan untuk menetap di Makkah hingga

ahir hayatnya. Ketika sudah menetap di Makkah beliau menikah dengan nyai

Muslimah, seorang putri asal Demak yang saat itu sedang berada di Makkah

melaksanakan ibadah haji permulaan abad XX.31

Dari pernikahanya beliau

dikaruniai tiga orang anak, satu laki-laki dua perempuan.

Satu-satunya anak Makhfudz yang mewariskan keturunan ialah

Muhammad. Dua anak perempuannya meninggal dunia ketika mereka masih

berumur 5 tahun. Sebagai seorang ayah beliau selalu mendorong anaknya

Muhammad untuk mendalami ilmu al-Qur‟an. Hingga ahirnya Muhammad

berhasil menjadi seorang guru di bidang al-Qur‟an hingga mendirikan pesantren

“Bustānul Ussyāqil al-Qur’an” di Betengan, Demak, Jawa Tengah.32

Setelah

28

Pesantren Darat tatkala itu merupakan pesantren besar yang dibanjiri oleh banyak santri

dari berbagai daerah dan menghasilkan tokoh-tokoh terkemuka seperti KH. Hasyim Asy‟ari, KH.

Ahmad Dahlan, KH. Munawwir Krapyak termasuk kedua saudaranya KH. Dimyati dan KH.

Dahlan. Lihat penelitian Dzafir tentang perkembangan pesantren abad IX dan XX. Zamakhsyari

Dzafir, Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai, (Jakarta: LP3ES, 1994), h. 3 29

Abdurrahman Mas‟ud, Dari Haramaian ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek

Pesantren, h. 161. 30

Tidak ada sumber secara pasti tahun berapa beliau berangkat lagi ke Makkah untuk

kedua kalinya. Beliau hanya menyebutkan keberangkatannya ketika berumur 23 tahun. Namun

kemungkina besar beliau kembali lagi ke Makkah pada tahun 1889. Hal ini dilihat dari tahun

kelahirannya pada tahun 1866. Al-Tarmasi, al-Khil‟ah al-Fikriyyah, h. 4. 31

Abdurrahman Mas‟ud, Dari Haramaian ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek

Pesantren, h. 162. 32

Muhajirin, Muhammad Makhfudz al-Tarmasi; Ulama Hadis Nusantara Pertama, h. 37.

Page 68: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

53

beliau wafat kepemimpinannya kemudian dipegang oleh KH. Harir bin Abdullah

bin Muhammad Makhfudz al-Tarmasi.

Dalam kehidupan santri Jawa, ternyata reputasi al-Tarmasi lebih besar dari

pada Syaikh Nawawi. Keduanya sama-sama belajar di Hijaz dan juga memiliki

karya yang sangat banyak. Keduanya merupakan guru intelektual tradisi

pesantren. Dari keduanyalah banyak ulama-ulama Indonesia lahir dan menjadi

ulama terkemuka dan berpengaruh.33

Bersama dengan Syaikh Nawawi beliau

telah berhasil membangaun solidaritas sosial sesama ulama di samping sebagai

peletak pertama bagi pertumbuhan pesantren.34

Karena itulah Abdurrahman

Mas‟ud menyebutnya sebagai Arsitek Pesantren. Dalam Desertasinya beliau juga

menilai bahwa al-Tarmasi merupakan the last link al-Bukhari di abad 19. Hal ini

bisa dilihat pada ahir isnad dimana beliau merupakan seorang musnid yang telah

memperoleh ijazah hingga pada kolektor hadis terkemuka Imam al-Bukhari yang

hanya melalui 23 generasi. Selain beliau belajar pada ulama-ulama Makkah beliau

juga mendatangi ulama-ulama terkemuka di Madinah dan Mesir, namun sebagian

besar waktunya beliau habiskan di Makkah untuk menuntut ilmu dan mengajar di

sana.35

b. Reputasi Intelektual

Al-Tarmasi merupakan satu-satunya ulama nusantara yang

menspesialisasikan dirinya dalam bidang hadis. Hal ini bisa dilihat dari kitab al-

33

Abdurrahman Mas‟ud, Dari Haramaian ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek

Pesantren, h. 162. 34

Mukani, Ulama Al-Jawi di Arab Saudi dan Kebangkitan Umat Islam di Indonesia, Al-

Murabbi, Vol. 2, No. 2, Januari 2016, hal. 219. 35 Abdurrahman Mas‟ud, Dari Haramaian ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek

Pesantren, h. 167.

Page 69: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

54

Musnid, yang merupakan kumpulan transmisi intelektual yang telah beliau

peroleh dari guru-gurunya hingga sampai kepada Rasulullah saw. Selama mukim

di Makkah, beliau mendalami berbagai disiplin ilmu agama. Keberangkatan al-

Tarmasi untuk kedua kalinya pada tahun 1308 H (1889) menumbuhkan semangat

baru guna mendalami ilmu agama di kota Makkah sebagai pusat peradaban ilmu

agama dan berkumpulnya intelektual dari berbagai wilayah.

Berkat kegigihan dan keseriusannya belajar hadis mengantarkan sikap

simpatik dari gurunya hingga diangkat menjadi bagian keluarganya. Pada saatnya

beliau memiliki posisi terhormat. Beliau diangkat menjadi staf pengajar di

Masjidilharam yang ketika itu tidak semua orang bisa mendapatkan ijazah untuk

mengajar di sana. Dari tahun ke tahun ada saja ulama Nusantara yang

mendapatkan ijazah mengajar di halaqah-halaqah yang tersebar di Masjid

Alharam yang kala itu cukup bergengsi. Diantaranya ialah Syaikh Nawawi,

Ahmad Khatib al-Minangkabawi dan Muhammad Yasin al-Fadani.36

Al-Tarmasi mulai mengajar di Masjidilharam sejak awal tahun 1890. Ketika

ayahnya meninggal beliau mengirim adiknya Dimyati ke Indonesia untuk

meneruskan estapet kepemimpinan pondok tremas. Sedangkan beliau sendiri

memutuskan berkarir di Makkah mengajarkan ilmu yang beliau miliki kepada

murid-muridnya. Dikatakan bahwa muridnya mencapai 4.000 orang dari berbagai

daerah di Indonesia maupun dunia. Seperti murid Syaikh Nawawi yang setiap

tahun bertambah 200 orang. Hal ini karena minat santri-santri Asia Tenggara

36

Azra, Historigrafi Islam Kontemporer, Wacana, Aktualitas, Dan Aktor Sejarah

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 135-138.

Page 70: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

55

untuk belajar di Haramaian pada ahir abad XX semakin meningkat.37

Meskipun

dalam proses belajarnya menggunakan bahasa Arab, sesekali beliau selingi

dengan menggunakan bahasa Jawa.

Keluasan ilmu al-Tarmasi menjadi daya tarik terhadap murid-muridnya.

Murid-muridnya tidak hanya berasal dari komunitas Jawi saja melainkan yang

bukan dari komunitas Jawi pun ikut belajar kepadanya. Diantaranya ialah Syaikh

Sa‟dullah al-Maimani seorang mufti Bombay India, Syaikh Umar bin Hamdan

seorang ahli hadis dari Haramain, al-Syihab Ahmad bin Abdullah seorang muqri

dari Syiria dan Syaikh Abi Ali Haasan bin Muhammad al-Makki.38

Begitu

hormatnya kepada ulama Nusantara ini Syaikh Sa‟dullah al-Maimani sering

memberikan pelayanan maksimal kepada Jamaah Haji asal Nusantara yang

berkunjung di Bombay sebagai wujud keihtiramannya kepada al-Tarmasi seperti

yang dialami oleh kiai Ilyas dan Zainuddin.39

Adapun murid-muridnya yang berasa dari Nusantara, ialah KH. Hasyim

Asy‟ari (1817-1947), KH. Wahab Hasbullah (1888-1971), Muhammad Bakir bin

Nur dari Yogyakarta (1887-1943), KH. R. Asnawi Kudus (1861-1959),

Mu‟ammar bin Kiai Baidhawi Lasem, Ma‟sum bin Muhammad Lasem (1870-

1972). Selain itu ada juga Bisyri Samsuri, Raden Maskumambang Surabaya, KH

Dahlar Watucongkol, KH. Wahid Hasyim, KH. Abas Buntet,40

termasuk adik

kandung al-Tarmasi KH Dimyati, KH Dahlan dan KH Abdurrazzak. Demikian

37

Abdurrahman Mas‟ud, Dari Haramain ke Nusantara; Jejak Intelektual Arsitek

Pesantren, h. 179. 38

Mastuki, Intelektualisme Pesantren, Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era

Perkembangan Pesantren (Jakarta: Diva Pustaka, 2006), h. 11. 39

Muhajirin, Muhammad Makhfudz Al-Tarmasi; Ulama Hadis Nusantara Pertama, h. 58.

Baca juga Abdurrahman Mas‟ud, Dari Haramain ke Nusantara; Jejak Intelektual Arsitek

Pesantren, h. 157-158. 40

Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat Tradisi Islam di

Indonesia, h. 38.

Page 71: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

56

pula dengan KH Ahmad Dahlan41

pendiri organisasi Muhammadiyah dan juga

KH Khalil Bangkalan.

Diantara gurunya yang memberikan pengaruh besar kepadanya ialah

a. KH. Abdullah (w. 1314 H/1896 M) yang merupakan ayah Mahfuz.

Dibawah arahannya beliau belajar Syarh al-Ghāyah li Ibn Qāsim al-Ghāzi,

al-Manhaj al-Qawim, Fatḥ al-Mu„īn, Syarḥ al-Syarqawi „ala al-Ḥikam,

Tafsir Jalalain dan banyak lagi yang lainnya seperti khlak dan logika.

b. Kiai Muhammad Saleh bin Umar atau Syaikh Saleh Darat (w.1903).

c. Muhammad al-Munsyawi (w.1314 H/1896 M)

d. Syaikh Umar bin Barakat asy-Syami (w. 1313 H/ 1895 M) yang

merupakan murid dari Syaikh Ibrahim al-Bajuri (w.1277H/1860 M).

beliau belajar Syarh Syudzūr al-Dzahab

e. Syaikh Mustafa bin Muhammad bin Sulaiman al-Afifi (w. 1308H/1890 M)

seorang yang ahli dalam ilmu qawaid dan ilmu ushul. Beliau belajar Syarh

al-Maḥalli „Ala Jam„ al-Jawāmi„ dan Mughn al-Labīb

f. Sayyid Husain bin Muhammad bin Husain al-Habsyi (w. 1330 H/1911 M).

seorang ulama ahli hadis. Darinya beliau belajar Ṣaḥīḥ al-Bukhārī dan

Muslim

g. Muhammad Sa„id bin Muhammad Babasil al-Hadrami (w. 1330H/1911

M). ahli dalam bidang ilmu fiqh dan seorang mufti Syafi‟iyyah Makkah.

Beliau belajar Sunan Abi Daud, Sunan al-Tirmidzi dan Sunan al-Nasa‟i

41

Muhammad Syamsu, Ulama Pembaharu Islam di Indonesia dan Sekitarnya (Jakarta:

lentera, 1999), h. 290.

Page 72: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

57

h. Sayid Ahmad Zawawi (w. 1330 H/1911 M). darinya, beliau belajar Syarh

„Uqūd al-Jumān

i. Syaikh Muhammad Syarbani al-Dimyati (w. 1321 H/1903 M). seorang

ulama fiqh dan ahli qira‟at. Beliau belajar kepadanya dan mendapatkan

ijazah Syarh ibn al-Qāsim „Ala al-Syāṭibiyyah dan Syarh al-Darar al-

Maḍīah

j. Sayid Muhammad Amin bin Ahmad Ridwan al-Madani (w. 1329 H/1911

M) guru besar ulama kota Madinah. Beliau mengambil ijazah kitab Dalā‟il

al-Khairāt, al-Ahzab, al-Burdah, al-Auliyāt al-Ajluni, al-Mutawalli, dan

Muwaṭṭa lil Mālik.

k. Sayid Abu Bakar bin Muhammad Syata (w. 1310 H/1892 M). Beliau ialah

guru yang paling berpengaruh yang telah membentuk kepribadian al-

Termasi masa depannya. Karena kedekatannya beliau dijadikan sebagai

anak angkat dan menjadi anggota keluarganya. Sebagian besar ilmu

pengetahuan yang beliau peroleh kebanyakan bersumber dari guru yang

satu ini dari ilmu Syariah, adab, ilmu Ushul dan yang lainnya. Selain itu

pula beliau menjadi musnid hadis karena gurunya memberikan ijazah di

berbagai cabang ilmu pengetahuan. Begitu besarnya keagungan gurunya

ini beliau menyebutnya sebagai “Syaikhhuna al-Ajal wa Qudwatuna al-

Akmal” guruku yang paling terhormat dan teladan yang sempurna.42

c. Karya Intelektual

42

Mahfūẓ al-Termasi, Manhaj Dzawi al-Naẓar, h. 33-34

Page 73: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

58

Guna mengakomodir dan menjaga seluruh jalur keilmuan yang telah

diperoleh al-Tarmasi dengan pemberian ijazah oleh gurunya, beliau menghimpun

jalur sanadnya dalam satu kitab khusus. Kitab tersebut beliau beri nama “Kifāyat

al-Mustafīd”. Kitab tersebut merupakan kumpulan sanad beliau dari berbagai

cabang keilmuan yang sebagian besar diijazahkan oleh gurunya Abu Bakar bin

Muhammad Syaṭā. Al-Tarmasi merupakan ulama yang produktif. Banyak kitab-

kitab yang beliau hasilkan dari goresan tinta tangannya. Keturunannya

mengibaratkan dirinya seperti sungai yang tidak pernah surut aliran sungainya.

Dalam menyusun karyanya beliau sering mengasingkan dirinya ke dalam

gua. Hal ini serupa dengan apa yang dilakukan oleh Nabi saw. ketika beliau

menerima wahyu. Sedemikian produktifnya ketika beliau mengomentari kitab al-

Manẓūmah „Ilm al-Ātsār karya Syaikh al-Islam Imam Suyuti (w. 911 H) hanya

menghabiskan waktu 4 bulan 14 hari dengan penjelasan yang cukup rinci.43

Diantara kitab-kitab al-Tarmasi yang berhasil ditemukan oleh pihak

keluarganya, yaitu:

1. Al-Siqāyah al-Marāḍiyah fī Asmā al-Kutub al-Fiqhiyyah asy-Syafi‟iyyah;

2. Al-Minḥaḥ al-Khairiyyah fī Arba„īn Ḥadītsan min Aḥādīts Khair al-

Bariyyah;

3. Al-Khil„ah al-Fikriyyah bi Syarh al-Minḥah al-Khairiyyah;

4. Muḥibbah Dzi al-Faḍl ala Syarḥ Muqaddimah Bafaḍl;

5. Kifāyah al-Mustafīd fīmā „Ala min Asānīd;

43

Kitab ini bernama Manhaj Dzawi al-Naẓar. Kitab ini masuk dalam disiplin ilmu hadis

dan memiliki 302 h.aman. Sebagian besarnya di tulis di Makkah pada tahun 1911 dan sebagian

kecilnya beliau selesaikan saat beliau di Mina dan Arafah pada saat menunaikan ibadah haji.

Mahfūẓ al-Termasi, Manhaj Dzawi al-Naẓar (Makkah: Dār al-Fikr, 1981), h. 301

Page 74: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

59

6. Al-Fawāid al-Tirmisiyyah fī Asānid al-Qirā‟at al-Asy„ariyyah;

7. Al-Budūr al-Munīr fī Qirā‟ah al-Imam Ibn Katsir

8. Tanwīr al-Ṣadr fī Qirā‟ah al-Imam Abi Amr

9. Insyirah al-Fu‟ad fī Qirā‟ah al-Imam Ḥamzah

10. Tamīm al-Manāfi fī Qirā‟ah al-Imam Nāfi„

11. Is„af al-Maṭāli„ bi Syarḥ Budūr al-Lāmi„ Naẓm Jam„ al-Jawāmi„

12. „Āniyah al-Ṭalabah bi Syarḥ Naẓm al-Ṭayyibah fī al-Qirā‟at al-Asyriyah

13. Ḥasyiyah Takmilah al-Manhaj al-Qawim ila al-Farāid

14. Manhaj Dzawi al-Naẓar bi Syarḥ Manẓumah „Ilmi al-Atsār

15. Nail al-Ma„mūl bi Ḥasyiyah Ghayah al-Wuṣūl fī „Ilm al-Uṣḥūl

16. „Ināyah al-Muftaqīr fīma Yata„allaq bi Sayyidina al-Ḥaḍar

17. Bughyah al-Adzkiya‟ fi al-Baḥts „an Karamah al-Auliya

18. Fatḥ al-Kabir bi Syarḥ Miftaḥ al-Sair

19. Tahayyu‟ah al-Fikr bi Syarḥ Alfiyah al-Sair

20. Tsulātsiyat al-Bukhāri.44

Berdasarkan daftar di atas, paling tidak ada 10 cabang keilmuan yang beliau

karang. Meskipun setiap ulama mengarang kitab berbagai disiplin ilmu, seorang

Ulama akan dikenal dengan salah satu disiplin ilmu yang dianggap lebih penting.

Begitu pula dengan al-Tarmasi, beliau menganggap bahwa kajian hadis sangat

penting untuk dipelajari oleh setiap orang secara mutlak. Menurutnya hadis

merupakan the most excellent science sebagai sentral kembalinya ilmu

44

Mahfūẓ al-Tarmasi, al-Minḥaḥ al-Khairiyyah fī Arbaīn Ḥadīṡan min Aḥādīṡ Khair al-

Bariyyah (Demak: ttp, 1415)

Page 75: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

60

pengetahuan.45

Selain karena dibutuhkan oleh disiplin ilmu lain contoh tafsir, fiqh

dan yang lainnya, ilmu ini juga sebagai penyambung antara dirinya dengan

makhluk termulia yakni Nabi Muhammad saw. 46

Bahkan al-Qur‟an sekalipun

masih harus merujuk pada hadis-hadis Rasulullah saw. untuk mengungkapkan apa

yang terkandung dalam al-Qur‟an. Oleh sebab itu muncul ungkapan “al-Qur‟an

lebih membutuhkan hadis/sunnah dari pada sebaliknya.47

itu semuanya

menunjukkan betapa vitalnya posisi hadis dalam agama Islam sehingga penting

untuk mempelajarinya.

Sebagai ulama yang konsen terhadap ilmu hadis, menguatkan dirinya untuk

memberikan perhatian penuh terhadap akan pentingnya sanad. Selain menjadi

kekhususan bagi umat Islam, adanya sanad juga akan terjaganya keautentikan

ajaran Islam. Beliau menyadari betul bahwa Allah swt akan memuliakan orang-

orang yang ahli dalam bidang ilmu sanad. Dalam banyak hal beliau mengutip

pendapat ulama terkenal yakni Abdullah bin Mubarak seraya berkata al-Isnād min

al-Dīn Laula al-Isnād Laqāla man Syā‟a ma Syā‟a. Imam al-Tsauri juga

mengatakan al-Isnād Ṣilāḥ al-Mu‟min. Secara tersirat al-Tarmasi seakan

menyatakan bahwa siapa yang tidak mengetahui isnad ia tidak akan mengetahui

agama. Dengan tanpa disadari mereka mengatakan ini ucapan nabi, perbuatan

nabi padahal pada dasarnya hal itu bukanlah hadis Nabi saw. Mereka yang tidak

mengetahui isnad akan terjebak pada pengamalan hadis daif bahkan maudhu.

45

Abdurrahman Mas‟ud, Dari Haramaian ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek

Pesantren, h. 171. 46

Abdurrahman Mas‟ud, Dari Haramaian ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek

Pesantren, h. 171. 47

Al-Auzā‟i pernah menyatakan hal ini dalam Subhi al-Sāliḥ, Ulūm al-Ḥadīts wa

Muṣṭalahuhu (Beirut: Dār al-„Ilm Lil Malāyīn, 1877), dialih bahasakan oleh Tim Pustaka Firdaus,

Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h. 257.

Page 76: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

61

Itulah hal-hal yang mendasari beliau untuk menspesialisasikan dirinya

terhadap hadis. Selain itu beliau teringat dengan sabda Nabi yang memberikan

peringatan agar tidak berbuat sembrono dengan menisbatkan ucapannya kepada

Nabi saw. Selain itu pula faktor kondisi sosial keagamaan di Haramain dan juga

Mesir yang mulai menerima dan mempraktikkan pemikiran modernis.48

Bukti

kegigihan beliau dalam belajar hadis, beliau curahkan pada 2 kitab yaitu al-

Minḥaḥ al-Khairiyyah fī Arba„īn Ḥadītsan min Aḥādīts Khair al-Bariyyah dan Al-

Khil„ah al-Fikriyyah bi Syarh al-Minḥah al-Khairiyyah.

2. Al- Khil„ah al-Fikriyyah bi Syarh al-Minḥah al-Khairiyyah

a. Judul dan Motivasi Penulisan Kitab

Al-Tarmasi menjadi ulama Nusantara pertama yang menspesialisasikan

keilmuannya di bidang hadis. Diantara karyanya ialah al-Khilʻah al-Fikriyyah bi

Syarḥ al-Minḥaḥ al-Khairiyyah. Kitab ini merupakan syarah atas karya

sebelumnya yaitu al-Minḥaḥ al-Khairiyyah.

Argument al-Tarmasi menghimpun 40 hadis ialah karena beliau ingin

menyampaikan mutiara-mutiara yang disampaikan Nabi saw. Hal ini sesuai

dengan riwayat al-Bukhari yang menyebutka hendaklah ada“ ليبلغ الشاىد على الغائب

diantara kalian yang menyampaikan atau mengabarkan kepada mereka yang tidak

hadir”.(HR. Bukhari). Selain itu beliau juga berpijak kepada pendapat ulama yang

menyatakan bahwa “barang siapa yang mengumpulkan 40 hadis berkenaan

dengan urusan agama, furu‟, jihad, adab, dan khutb kesemuanya merupakan

perbuatan baik.49

Beliau juga mengutip pendapat ulama perihal pentingnya

48

Muhajirin, Muhammad Makhfudz Al-Tarmasi; Ulama Hadis Nusantara Pertama, h. 44. 49

Al-Tarmasi, al-Khil‟ah al-Fikriyyah, h. 6.

Page 77: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

62

isnad.50

Hal ini dilakukan karena memang sanad merupakan komponen penting

dalam sebuah hadis.

b. Sistematika dan Karakteristik Penulisan

Hadis-hadis yang beliau kumpulkan sangat bervariasi dengan susuna yang

menarik. Dalam mengawali penyusunan kitab hadisnya beliau memulainya

dengan mencantumkan hadis musalsal bil Awwaliyyah. Kemudian beliau susul

dengan hadis pertama setiap kitab hadis Ummahāt al-Saba‟, lalu beliau

cantumkan 22 hadis dari Tsulātsiāt al-Bukhāri, disusul kemudian hadis terahir

dari setiap kitab hadis Kutub al-Sab‟ah. Untuk melengkapi menjadi 40 hadis, al-

Tarmasi menambahkan hadis yang berkaitan dengan halal, haram dan subhat,

ghirās al-Jannah, dan terahir ditutup dengan hadis Khatām al-Sa‟ādah.

Beliau mengawali penyusunan kitabnya dengan hadis tentang rahmat karena

mengikuti ulama-ulama sebelumnya yang menilai bahwa rahmat Allah lah yang

lebih dahulu dibanding murka-Nya selain itu juga karena diutusnya Rasulullah itu

sebagai rahmat untuk alam semesta. Hal ini Sesuai dengan hadis

أول شيء خطو هللا يف الكتاب األول أان هللا ال إلو إال أان. سبقت رمحيت غضيب فمن شهد أن ال إلو

إال هللا وأن دمحما عبده ورسولو فلو اجلنة.

Al-Tarmasi juga menyebutkan penamaan dari setiap bab. Dalam hal ini,

beliau menjadikan urutan bilangan hadis sebagai nama setiap bab dengan

50

Al-Tarmasi mengutip beberapa pendapat ulama diantaranya perkataan Ibn Mubārak

“kalau tanpa isnad orang akan seenaknya mengatakan ini dan itu”. Berkata Ibn Ma„īn “ kedudukan

isnad sangat tinggi, ia dekat dengan Allah dan juga Rasul-Nya”. Berkata Imam Muhammad bin

Idris al-Syāfi„i “orang yang mempelajari hadis tanpa sanad, bagaikan orang yang mencari kayu

bakar di malam hari yang tidak tau kalau didalam kayu itu terdapat ular berbisa”. (Al-Tarmasi, al-

Khil‟ah al-Fikriyyah), h. 7.

Page 78: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

63

menambahkan nama setiap kitab hadis51

kecuali hadis pertama yang diimbuhi

dengan judul Ḥadīts al-Raḥmah, hadis tsulatsiyāt al-Bukhāri dan tiga hadis terahir

yakni Ḥadis al-Ḥalāl wa al-Ḥarām wa al-Syubuhāt, Ḥadīs Ghirās al-Jannah, dan

hadīs Khātimat al-Sa‟ādah. Penamaan bab terahir dengan Khātimat al-Sa‟ādah

dalam kitabnya ini memberi makna pengharapan agar diberikan kebahagiaan di

ahir hidupnya bisa bertemu dengan Rasulullah saw dan orang-orang yang

mencintainya. Penyebutan urutan bilangan sebagai nama setiap bab, hal ini sama

seperti apa yang ada dalam kitab Lubāb al-Ḥadīs nya al-Suyuti, hanya saja beliau

mengiringinya dengan tema tertentu dalam setiap bab yang mencakup hadis-hadis

yang terkelompokkan secara tematik.

51

Untuk memudahkan pembaca al-Tarmasi memakai urutan bilangan sebagai nama setiap

bab yang disebutkan secara beruntun dari kitab hadis yang dinilai paling tinggi hingga kitab hadis

yang rendah. Contohnya احلديث الثاين من األربعني أول صحيح البخاري hingga kitab al-Muwatta imam

Malik. Begitu juga ketika beliau menyebutkan hadis terahir setiap kitab hadis dengan mengunakan

redaksi .احلديث احلادي والثالثون من األربعني آخر صحيح البخاري

Page 79: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

65

BAB IV

METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS SYAIKH NAWAWI SYAIKH

NAWAWI DAN MAKHFUDZ AL-TARMASI

Syaikh Nawawi dan al-Tarmasi memiliki sumbangsih dalam penyebaran

ajaran Islam di wilayah Melayu khususnya Indonesia. Guna menjaga keutuhan

ajaran agama Islam keduanya senantiasa memberikan pengajaran melalui karya

peninggalannya baik berupa karya tulis maupun melalui muridnya. Diantara karya

Syaikh Nawawi sendiri ialah kitab Tanqīḥ al-Qaul yang merupakan penjelasan

atas hadis-hadis yang di kumpulkan oleh Imam Suyuti dalam kitab Lubāb al-

Ḥadīts. Adapun karya al-Tarmasi ialah al-Khil„ah al-Fikriyyah yang menjadi

syarah kitab al-Minḥaḥ al-Khairiyyah di mana keduanya merupakan kitab

karangan al-Tarmasi.

Kedua kitab syarah ini sangat diminati dan digunakan di pesantren. Kitab

Tanqīḥ al-Qaul diajarkan di pesantren Jawa, Sumatera dan Kalimantan,

sedangkan kitab al-Minḥaḥ al-Khairiyyah hanya diajarkan di pesantren Jawa.

Meskipun hadis-hadis yang termuat dalam kitab Tanqīḥ al-Qaul ini berkualitas

daif, tidak berarti hadisnya layak diabaikan. Syaikh Nawawi mengatakan bahwa

hadis daif bisa dijadikan sebagai hujjah dalam perkara Fadāil al-A‟māl sesuai

kesepakatan ulama.1

1 Syaikh Nawawi al-Bantani, Tanqīḥ al-Qaul al-Ḥatsīts fi Syarḥ Lubāb al-Ḥadīṡ (Jakarta:

Dar al-Kutub al-Islamiyyah, 2011), h. 8.

Page 80: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

66

Syaikh Nawawi dan al-Tarmasi merupakan ulama Indonesia yang

mengenyam pendidikan di Timur Tengah. Keduanya menjadi ulama kenamaan

pada masanya masing-masing. Ketika al-Tarmasi berangkat ke Makkah saat itulah

dirinya bertemu dengan Syaikh Nawawi dan menimba ilmu kepadanya. Meskipun

al-Tarmasi pernah menimba ilmu kepada Syaikh Nawawi, tidak menutup

kemungkinan ada perbedaan dalam model pensyarahan hadis. Begitu pula dengan

corak dan sistematika penyusunannya.

Syaikh Nawawi sebagai pengarang kitab yang produktif lebih dikenal

dibanding al-Tarmasi. Melalui karya-karyanya Syaikh Nawawi lebih dikenal

sebagai ulama sufi sedangkan al-Tarmasi sebagai muhaddis. Meskipun demikian

penggunaan kitab Tanqīḥ al-Qaulnya lebih dominan dan dikenal oleh masyarakat

ketimbang al-Khilʻah al-Fikriyyah.

A. Perbandingan Karakteristik Penyusunan Kitab Hadis

Munculnya kitab Tanqīḥ al-Qaul menjadi kebangkitan kembali kajian hadis

di Indonesia setelah mengalami kemandekan di penghujung abad ke-17. Kitab ini

merupakan syarah atas kitab Lubāb al-Ḥadīṡ karya Imam Suyuti. Kemandekan ini

terjadi setelah tersusunnya kitab Ḥadīṡ Arba„īn al-Nawawi yang disusun oleh

Abdurrauf al-Sinkili. Syaikh Nawawi kemudian mencoba memunculkan kembali

dengan menguraikan hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Lubāb al-Ḥadīs

seperti yang telah dilakukan Abdurrauf al-Sinkili dalam menguraikan hadis

Arbaīn al-Nawawi.

Page 81: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

67

Sedangkan Al-Tarmasi lebih memilih menulis ulang hadis-hadis kemudian

beliau beri syarah. Kumpulan hadis - hadis yang beliau bukukan diberi nama al-

Minḥaḥ al-Khairiyyah fī Arba‟īn Ḥadīṡan min Aḥādīṡ Khair al-Bariyyah. Setelah

hadis dikumpulkan ke dalam satu kitab, kemudian beliau mensyarahinya. Kitab

syarah inilah kemudian beliau beri nama al-Khil‟ah al-Fikriyyah bi Syarḥ al-

Minḥaḥ al-Khairiyyah.

Kitab Tanqīḥ al-Qaul memuat 40 bab yang berkaitan dengan berbagai

kajian agama berupa Aqidah, Syariah, dan Muamalah. Dari pembacaan setiap bab,

jumlah keseluruhan hadis yang ada ialah 404 hadis. Namun, dari 404 (empat ratus

empat) hadis ini hanya 360 (tiga ratus enam puluh) hadis yang di-syarah-i.

selebihnya Syaikh Nawawi tidak memberikan syarah sama sekali.2 Dalam hal ini,

peneliti menilai bahwa hadis-hadis yang tidak di-syarah-i sudah jelas maksud dan

arah tujuan hadis tersebut, sehingga tidak membutuhkan pada penjelasan.

Dalam mengiring-ngiringi setiap bab beliau terlebih memberikan komentar

global terkait bab yang dibahas. Adakalanya beliau menyebutkan firman Allah

swt., hadis Nabi saw., pendapat ulama ataupun definisi terkait pembahasan.

Begitupula ketika Imam Suyuti menyebutkan 40 bab hadis sebelum

menjabarkannya setiap bab, dengan lihai Syaikh Nawawi mengomentari dengan

menyebutkan al-Qur’an, Hadis, dan pendapat ulama. Beliau tidak sering

2 Hadis-hadis yang beliau tidak syarahi terdapat pada bab keutamaan salawat atas Nabi

saw, keutamaan siwak, keutamaan adzan, keutamaan salat berjamaah, keutamaan

masjid,keutamaan bersurban, keutamaan zakat, keutamaan istighfar, keutamaan bertasbih,

keutamaan fakir, keutamaan nikah, larangn beraatnya liwath (homoseksual), keutamaan memanah,

keutamaan berbakti kepada kedua orang tua, keutmaan mendidik anak, keutamaan tawadu,

keutamaan menyedikitkan makan, minum, dan menganggur, keutamaan mnegingat kubur, dan

larangan meratapi mayat.

Page 82: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

68

memberikan penjelasan langsung terhadap hadis, melainkan menyandarkannya

pada pendapat ulama.

Dalam memberikan komentar Syaikh Nawawi lebih mendahulukan al-

Qur’an dibanding Hadis Nabi saw. Hal ini mengingat bahwa al-Qur’an merupakan

pijakan awal dalam menjalankan ajaran Islam kemudian disusul oleh Hadis.

Pengambilan al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber penjelas dalam menguraikan isi

hadis, hal ini tidak terlepas dari pengaruh gerakan puritanisme yang mengajak

kembali kepada al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber hukum Islam.

Meskipun Syaikh Nawawi lebih mendahulukan al-Qur’an sebagai rujukan

awal dibanding hadis, tidak berarti beliau anti hadis. Bahkan, beliau lebih sering

mengutip hadis Nabi saw. sebagai sumber interpretasi dalam menjelaskan isi

kandungan hadis. Hal ini beliau utarakan dengan mencantumkan hadis - hadis satu

tema sebagai penguat syarah hadis terhadap hadis yang ada di kitab Lubāb al-

Ḥadīṡ. Dari 30 bab yang ada di kitab Lubab al-Ḥadīṡ ada 145 hadis yang menjadi

penjelas (syarah) hadis. Dengan kata lain sumber yang digunakan dalam

menjelaskan kandungan hadis beliau lebih cenderung menggunakan al-Qur’an dan

Hadis atau sering disebut dengan bil ma’tsur.

Contohnya sebagai berikut

فاؿقو) )عاللعالضملسو هيلع هللا ىلص: بعلمو العامل أي الل( سلعردبالةليػلرمقاللضفكدابعى رائىكثرةالثوابالشاملدلايعطيوهللاللعبديفباكوكال اآلخرةمندرجاتاجلنةولذاهتا(ادلرادابلفضل

ومآكلهاومشارهباومناكحها،ومايعطيوهللاتعاىلللعبدمنمقاماتالقربولذةالنظرإليو،ومساعكالمورواهأبونعيمعنمعاذبنجبل.ويفروايةللحارثبنأيبأسامةعنأيبسعيداخلدريعنو

على»ملسو هيلع هللا ىلص: كفضليعلىأمتفضلالعال »ويفروايةللرتمذيعنأيبأمامة:«العابد فضلالعال

Page 83: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

69

كفضليعلىأدنكم كنسبةشرؼالنيبإىل«علىالعابد أينسبةشرؼالعالإىلشرؼالعابدالنبوة لدرجة مقارن العلم كيفجعل فانظر الغزايل: قاؿ وكيفحطرتبةأدىنشرؼالصحابة.

كافالعابدالخيلوعنعلمابلعبادةالتيواظبعليها،ولوالهلتكن العملاجملردعنالعلم،وإف .عبادة

Keutamaan ahli ibadah dibanding ahli ilmu tidak hanya diibaratkan seperti

malam hari saat bulam purnama saja. Untuk memperjelas hadis diatas, Syaikh

Nawawi memberikan penjelasan dengan menyebutkan dua riwayat lainnya.

Riwayat tersebut ialah riwayat Abi Said al-Khudri dan riwayat Abi Umamah yang

menjelaskan bahwa keutamaan ahli ibadah dibanding ahli ilmu agama ibarat

Rasulullah saw dengan umatnya. Hal ini terlihat jelas keutamaan yang dimiliki

oleh Rasulullah saw terhadap sahabat-sahabatnya. Contoh lain syarah bil

matsurnya dalam riwayat berikut;

كافأفضلمنأف يػعملبو يصليألفركعة)وقاؿالنيبملسو هيلع هللا ىلص:منتػعلمابابمنالعلميػعملبوأولتطوعا(وىذايدؿعلىأفالعلمأشرؼجوىرامنالعبادة،ولكنالبدللعبدمنالعبادةمعالعلم،

كافع كمارويعنأيبىريرةعنالنيبملسو هيلع هللا ىلصأنوقاؿ:وإال اليػعمل»لموىباءمنثورا مامنعالنػيا نػزعهللاروحوعلىغنالشهادة،ونداهمنادمنالسماءايفاجرخسرتالد «واآلخرةبعلموإال

لعنو»طابهنع هللا يضرقاؿ:مسعترسوؿهللاملسو هيلع هللا ىلصيقوؿ:وعنعمربناخل بعلمو ليػعمل العالإذا إفعلى ختما يػوـ كل احلفظة وتكتب الشمس، عليو طلعت شيء كل ويػلعنو جوفو، من العلم

ىاذا بعلموصحيفتو اليػعمل سيده،ايمن حقوؽ هللاايعبدهللاايمضيع رحة آيسمن عبدوتعلىاإلمياف

«عليكلعنةهللا،فإذاماتنػزعهللاروحوعلىغنالشهادة،ويرـادل

Hadis diatas menjelaskan keutamaan orang yang belajar satu ilmu itu lebih

utama dari pada salat sunah 1000 rakaat. Hal ini sebenarnya ingin menunjukkan

bahwasanya ibadah tidak bisa lepas dari ilmu. Maksudnya ialah segala ibadah

yang dilakukan oleh setiap hamba harus dilandaskan dengan ilmu.

Page 84: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

70

ذلا كلمةالتوحيد،والتوحيدالمياثلوشيء،وألف )وقاؿملسو هيلع هللا ىلصأفضلالذكرالإلوإالهللا(أيألناالإلو،ويثبتالوحدانيةهللتعاىلبقولوإالهللا. بقولو فيفيدالنفياآلذلة يفتطهنالباطن، أتثنا

أيمعدمحمرسوؿهللاويعودالذكرمنظاىرلسانوإىلابطنقلبو،وألف اإلميافاليصحإالهبافيماسواىامناألذكار.)وأفضلالدعاءاحلمدهلل(قيلإمناجعلاحلمدأفضل،ألف وليسىذاالدعاءعبارةعنذكروأفيطلبمنوحاجتو،واحلمدهلليشملها،فإفمنحدهللاإمنايمدعلى

أفادذلكالعزيزي.نعمو،واحلمدعلىالنعمةطلبادلزيد، ألزيدنكم((. شكرت قاؿتعاىل))لئنروىىذااحلديثالرتمذيوالنسائيوابنماجووابنحبافواحلاكمعنجابر.

Berbeda dengan Syaikh Nawawi, al-Tarmasi mencoba mengumpulkan hadis

– hadis dari kitab hadis primer atau yang dikenal dengan kutubussittah yang

kemudian beliau syarahi sendiri. Dalam hal ini beliau mengambil satu hadis di

awal dan ahir dari setiap kutubussittah al-Ṣaḥīḥ al-Bukhāri, Ṣaḥīḥ Muslim, Sunan

Abi Dāud, Sunan al-Turmudzi, Sunan al-Nasā‟i dan Sunan Ibn Majah. Selain itu,

beliau juga menambahkan hadis pertama dan terahir kitab Muwaṭṭa Mālik, karena

beliau menilai bahwa kitab ini juga termasuk kitab hadis yang cukup terkenal.

Oleh karenanya disebut dengan Ummahāt al-Sab‟ah.3

Tak ketinggalan beliau juga mencantumkan riwayat-riwayat yang memiliki

jalur periwayatan sangat singkat antara al-Bukhari dengan Rasulullah saw. yang

hanya melalui tiga orang rawi saja atau disebut sebagai tsulātsiāt al-Bukhārī. Hal

ini menjadi keunggulan tersendiri bagi al-Tarmasi. Pencantuman sanad inilah

yang membedakan beliau dengan Syaikh Nawawi ataupun kitab arbain yang

disusun ulama sebelumnya.

Setelah beliau selesai menyusun kitab al-Minḥaḥ al-Khairiyyahnya, beliau

kemudian memberikan komentar atas kitab hadis yang telah beliau susun. Adalah

3 Al-Tarmasi, al-Khil’ah al-Fikriyyah, h. 6.

Page 85: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

71

al-Khil‟ah al-Fikriyyah yang menjelaskan kandungan hadis-hadis yang terdapat di

kitab al-Minḥaḥ al-Khairiyyah.

Dalam mengawali penyusunan kitab hadisnya beliau memulainya dengan

mencantumkan hadis musalsal bi al-Awwaliyyah. Kemudian beliau susul dengan

hadis pertama setiap kitab hadis Ummahāt al-Saba‟, lalu beliau cantumkan 22

hadis dari Tsulātsiāt al-Bukhāri, disusul kemudian hadis terahir dari setiap kitab

hadis Kutub al-Sab‟ah. Untuk melengkapi menjadi 40 hadis, al-Tarmasi

menambahkan hadis yang berkaitan dengan halal, haram dan subhat, ghirās al-

Jannah, dan terahir ditutup dengan hadis Khatām al-Sa‟ādah.

Beliau mengawali penyusunan kitabnya dengan hadis tentang rahmat

karena mengikuti ulama-ulama sebelumnya yang menilai bahwa rahmat Allah lah

yang lebih dahulu dibanding murka-Nya selain itu juga karena diutusnya

Rasulullah saw. itu sebagai rahmat untuk alam semesta. Hal ini Sesuai dengan

hadis

أوؿشيءخطوهللايفالكتاباألوؿأنهللاالإلوإالأن.سبقترحتغضيبفمنشهدأفالإلودمحماعبدهورسولوفلواجلنة.إالهللاوأف

Al-Tarmasi juga menyebutkan penamaan dari setiap bab. Beliau menjadikan

urutan bilangan hadis sebagai nama setiap bab dengan menambahkan nama setiap

kitab hadis4 kecuali hadis pertama yang diimbuhi dengan judul Ḥadīts al-Raḥmah,

4 Untuk memudahkan pembaca al-Tarmasi memakai urutan bilangan sebagai nama setiap

bab yang disebutkan secara beruntun dari kitab hadis yang dinilai paling tinggi hingga kitab hadis

yang rendah. Contohnya احلديثالثاينمناألربعنأوؿصحيحالبخاري hingga kitab al-Muwatta imam

Malik. Begitu juga ketika beliau menyebutkan hadis terahir setiap kitab hadis dengan mengunakan

redaksi .صحيحالبخاريآخرمناألربعناديوالثالثوفاحلديثاحل

Page 86: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

72

hadis tsulatsiyāt al-Bukhāri dan tiga hadis terahir yakni Ḥadis al-Ḥalāl wa al-

Ḥarām wa al-Syubuhāt, Ḥadīs Ghirās al-Jannah, dan hadīs Khātimat al-Sa‟ādah.

Penamaan bab terahir dengan Khātimat al-Sa‟ādah dalam kitabnya ini memberi

makna pengharapan agar diberikan kebahagiaan di ahir hidupnya bisa bertemu

dengan Rasulullah saw dan orang-orang yang mencintainya.

Penyebutan urutan bilangan sebagai nama setiap bab, hal ini sama seperti

apa yang ada dalam kitab Lubāb al-Ḥadīs nya al-Suyuti, hanya saja beliau

mengiringinya dengan tema tertentu dalam setiap bab yang mencakup hadis-hadis

yang terkelompokkan secara tematik. Hal ini bisa dilihat dalam tabel berikut;

Tabel Tema Hadis

No Tanqih al-Qaul al-Minhah al-Khairiyyah

1 Fadilah ilmu dan ulama Fadilah berkasih saying

2 Fadilah Lā Ilāha Illa al-Allah Kedudukan Niat/Keikhlasan

3 Fadilah

Bismillahirrahmānirrahim Iman, Islam dan Ihsan

4 Fadilah Salawat Kepada Nabi

saw. Adab buang air besar

5 Fadilah Iman Syarat diterimanya salat dan sadaqah

6 Fadilah Wudhu Anjuran membasuh tangan setelah bangu

tidur

7 Fadilah Siwak Anjuran Mengikuti Sunah Rasulullah saw

8 Fadilah Adzan Waktu salat

9 Fadilah Salat Jamaah Larangan meriwayatkan hadis maudhu

10 Fadilah Salat Jum’at Anjuran memakai satrah ketika salat

11 Fadilah Masjid Kebolehan salat menghadap tiang masjid

12 Fadilah Sorban Waktu salat maghrib

13 Fadilah Puasa Anjuran puasa Asyura

14 Fadilah menjalankan kewajiban Anjuran puasa Asyura

15 Fadilah menjalankan kesunahan Mensalati mayit yang punya huang

16 Fadilah Zakat Mensalati mayit yang hutangnya telah

Page 87: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

73

dibayar

17 Fadilah Sadaqah Cara menyucikan barang yang terkena

barang haram

18 Fadilah mengucapkan salam Mendamaikan orang yang berselisih

19 Fadilah Do’a Ba’iat

20 Fadilah Istighfar Strategi ketika melihat musuh

21 Fadilah Dzikir Sifat Nabi saw.

22 Fadilah Tasbih Peristiwa Khaibar

23 Fadilah Taubat Pengutusan Usamah bin Zaid ke Huruqat

24 Fadilah kefakiran Hukum Qisas

25 Fadilah Nikah Pemakaian perabotan orang majusi

26 Larangan Zina Bolehnya makan daging kurban

27 Larangan berbuat Wathi

(Homoseksual)

Tidak ada denda bagi orang yang

membunuh tidak disengaja

28 Larangan meminum Khamr Hukum qisas

29 Fadilah memanah Tatacara bai’at

30 Fadilah berbuat baik kepada

orang tua Arsy Allah diatas air

31 Fadialh mendidik anak Fadilah Dzikir, setiap amal pasti

ditimbang

32 Fadilah Tawadhu Kemahiran sahabat dalam perang badar

33 Fadilah diam Larangan mencela waktu

34 Fadilah sedikit makan, tidur dan

istirahat Keutamaan Syam dan Yaman

35 Fadilah sedikit tertawa Minuman yang dibolehkan

36 Fadilah menjenguk orang sakit Sifat surga

37 Fadilah mengingat mati Nama-nama nabi saw.

38 Fadilah mengingat penduduk

kubur Halal, Haram dan Subhat

39 Larangan meratapi mayit Ghirasil jannah

40 Fadilah sabar tatkala tertimpa

musibah Husnul hatimah

Dalam penyuguhan hadis-hadis dari kedua kitab di atas ada empat puluh

lima hadis yang akan diteliti. Dua hadis karena memiliki kesamaan redaksinya.

Selebihnya mengambil hadis yang bernomor ganjil secara acak di sepuluh bab

Page 88: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

74

pertama dan pertengahan. Adapun hadis yang memiliki kesamaan redaksinya

ialah hadis Pertama, hadis tentang kriteria orang yang akan masuk surga dengan

mengucapkan kalimat tahlil atau ucapan Lāilāha illa al-Allah. Hadis ini ada pada

hadis ke-2 dalam kitab Lubāb al-Hadis sama dengan hadis ke-40 yang ada di

kitab al-Minḥaḥ al-Khairiyyah. Kedua, hadis ke 22 yang ada di kitab Lubāb al-

Hadis sama dengan hadis ke-31 yang ada di kitab al-Minhah al-Khairiyyah dan

masih satu tema dengan hadis ke-39 yang membicarakan tentang pahala yang

akan diperoleh bagi orang yang mengucapkan kalimat tasbih. Bunyi hadisnya

ialah

هللاخالص هللادخل" dan اسللصادخلاجلنة""منقاؿالالوإال كالموالالوإال كافآخر من.اجلنة"

اللسافثقيلتافيفالميزافحبيبػتافإىلالرحنسبحافهللاوبمدهسبحافكلمتافخفيفتافعلى" ."هللاالعظيم

Adapun hadis-hadis yang lainnya ialah;

hadis pertama,

)عاللعالضف"ملسو هيلع هللا ىلصاؿقو) بعلمو العامل أي ال( سلعردبالةليػلرمقاللضفكدابعلى رائىال"باكوكال مندرجاتاجلنة ( هللاللعبديفاآلخرة يعطيو الثوابالشاملدلا كثرة ابلفضل راد

النظر يعطيوهللاتعاىلللعبدمنمقاماتالقربولذة وما ومناكحها، ومشارهبا ومآكلها ولذاهتادعكالمورواهأبونعيمعنمعاذبنجبل.ويفروايةللحارثبنأيبأسامةعنأيبسعيإليو،ومسا

علىالع"اخلدريعنوملسو هيلع هللا ىلص العال كفضليعلىأمتفضل للرتمذيعنأيبأمامة:و"ابد يفروايةعلىالعا" كفضليعلىأدنفضلالعال كنسبةشرؼ"كمبد أينسبةشرؼالعالإىلشرؼالعابد

كيفجعلالعلممقارنلدرجةالنبوةوكيفحط النيبإىلأدىنشرؼالصحابة.قاؿالغزايل:فانظركافالعابدالخيلوعنعلمابلعبادةالتيواظبعليها،ولوالهل رتبةالعملاجملردعنالعلم،وإف

.تكنعبادةhadis ke dua,

Page 89: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

75

كافأفضلمنأفيصليألفركعة")وقاؿالنيبملسو هيلع هللا ىلص يػعملبو منتػعلمابابمنالعلميػعملبوأولمع"تطوعا العبادة من للعبد ولكنالبد العبادة، من أشرؼجوىرا العلم يدؿعلىأف وىذا )

عنالنالعلم،وإ رويعنأيبىريرة كما منثورا كافعلموىباء قاؿال ال"يبملسو هيلع هللا ىلصأنو عال من ماخسرتا منالسماءايفاجر مناد الشهادة،ونداه علىغن إالنػزعهللاروحو بعلمو نػيايػعمل لد

إذاليػعملبعلمو"هللاملسو هيلع هللا ىلصيقوؿمسعترسوؿربناخلطابهنع هللا يضرقاؿعموعن".رةواآلخ العال إفخ يػوـ كل الشمس،وتكتباحلفظة طلعتعليو شيء كل جوفو،ويػلعنو من العلم تماعلىلعنو

بعلموصحيفتو اليػعمل سيده،ايمن حقوؽ هللاايعبدهللاايمضيع رحة آيسمن عبد ىاذاوتعلىاإلميافعليكلعنةهللا،فإذاماتنػزعهللاروحوعلىغنالشهادة،

".ويرـادل

hadis ke tiga,

رسوؿأدوازكاةأبدانكمبقوؿالالوإالهللا(وأخرجابنعساكرعنابنعباسقاؿقاؿوقاؿملسو هيلع هللا ىلص)هللاتدفععنقائلهاتسعةوتسعنابابمنالبالءأدنىااذلم"هللاملسو هيلع هللا ىلص ".إفقػوؿالالوإال

ابلدر"ؿملسو هيلع هللا ىلصوقا مكلالف أبػيضاف جناحاف لو أخضر طائر فيو من إالهللاخرج الالو قاؿ منالنحل،فػيػقاؿلواسكنفػيػ كدوي قوؿالوالياقوتيصعدإىلالسماءفػيسمعلودويتتالعرشلص لسانتستػغفر عوف سبػ ذالكللطائر بػعد لقائلها،ثيعل تػغفرلصاحيبفػيػغفر إىلحت احبو

كافيػوـالقيامةجاءذالكالطائريكوفقائدهودليلوإىلاجل القيامة،فإذا "نةيػوـhadis ke empat,

كانت(أي"وقاؿملسو هيلع هللا ىلص) منقاؿالالوإالهللازلمدرسوؿهللامرةغفرلوذنوبو(أيالصغائر)وإفالبحر زبد وعيداف"تلكالذنوب)مثل منرغوة وجهو يعلو ما أو أيمائو بفتحالزايوالباء )

كنا كماقالوعطيةاألجهوريوضلومها،واألوؿأوىلألفادلراد .يةعنادلبالغةيفالكثرةhadis ke lima,

منقاؿبسمهللاالرحافالرحيممرةليػبقمنذنوبو(أيالصغائر)ذرة(وذكرأفبشراوقاؿملسو هيلع هللا ىلص(فيهابسمميحرلا نمحرلا هللا وكافمعوثالثةدراىمفأخذهباطيباوطيبها،فنودييفاحلايفرأىرقعة

كماطيبتامسنالنطينبامسك .سرهhadis ke enam,

Page 90: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

76

كلها(وعنعبدالعزيزوقاؿملسو هيلع هللا ىلص( جعةأربعنمرةزلاهللاذنوبو كل يف بنصهيبمنصلىعليبنيديرسنسبنمالكقاؿعنأ جعة"وؿهللاملسو هيلع هللا ىلصفقاؿكنتواقفا كل يف صلىعلي من

ةعليك قاؿملسو هيلع هللا ىلص،قلت:ايرسوؿهللاكيفالصال«ثاننمرةغفرهللاتػعاىللوذنوبثاننسنةعلىزلمدعبدؾورسولكالنيبتػقوؿا" وتػعقدواحدةللهمصل ي .ذكرذلكسيديالشيخ"األم

.عبدالقادراجليالينhadis ke tujuh,

الشكر"وقاؿملسو هيلع هللا ىلص( يف )ونصف احملاـر أيعن الصب( يف فنصف نصفاف العمل"اإلمياف أي ).ابلطاعاترواهالبيهقيعنأنس

hadis ke delapan,

علىطهر(أيجددوضوءه،وىوعلىطهرالوضوءالذيصلىبوفرضاأو"قاؿملسو هيلع هللا ىلصو( منتػوضأفعوؿنفال،فإفليصلابلوضوءاألوؿصالةما،فاليستحبجتديدالوضوء)كتبلو(ابلبناءللم

(أيابلوضوءاجملددرواهأبوداودوالرتمذيوابنماجوعنابنعمرقاؿالرتمذي:")عشرحسناتكتبهللابوعشر كتبلوعشرحسنات:قاؿبعضهم:يشبوأفيكوفادلراد إسنادهضعيفقولو

هللا وعد وقد أمثاذلا، بعشرة األضعاؼاحلسنة هللامن بو وعد ما أقل فإف ابلواحدوضوءات،كالتيمموىو سبعمائةووعدثوااببغنحساب،وقديؤخذمنقولوتوضأأفالغسلالجتديدفيو

.األصحhadis ke sembilan,

اليػقبلهللاصالةأحدكم(وادلرادابلقبوؿىنامايرادؼالصحة،وىواإلجزاءوحقيقة"وقاؿملسو هيلع هللا ىلص(وقوع الذيالقبوؿثرة اإلجزاء مظنة اإلتيافبشروطها كاف ودلا يفالذمة، دلا رافعة رلزئة الطاعة

لتقبللو القبوؿادلنفييفمثلقولوملسو هيلع هللا ىلص:منأتىعرافا القبوؿثرتوعبعنوابلقبوؿرلازا،وأماكذايفالسر اجادلنن،ويفلفظالصالة،فهياحلقيقيألنوقديصحالعمل،وخيتلفالقبوؿدلانع

يػتوضأ مقامورواهالبخاريومسلموأبو"تصحصالةأحدكم)إذاأحدثحت (أيابدلاءأومايقـو.داودوالرتمذي،وابنماجوعنأيبىريرة

hadis ke sepuluh,

Page 91: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

77

ملسو هيلع هللا ىلص( النيب م"قاؿ ر خيػ )بسواؾ ركعتن صالة أي سواؾركعتاف( بغن ركعة سبعن رواه"ن )الدارقطينعنأـالدرداءوإسنادهحسن،أيدلافيومنالفوائدالتمنهاطيبرائحةالفم،وتذكرالشهادةعندادلوت،قاؿادلناوي:الدليليفىذااحلديثعلىأفضليةالسواؾعلىاجلماعةالت

جةمتفاوتةادلقدارانتهىىيبسبعوعشريندرجة،ألفالدرhadis ke sebelas,

كتبهللا) تػعاىللووقاؿملسو هيلع هللا ىلص:منقاؿعنداألذافمرحباابلقائلنعدال،مرحباابلصلواتوأىال،عاألذافوليػقلمثلماألفحسنة،وزلاعنوألفسيئة،ورفعلوألف درجةوقاؿملسو هيلع هللا ىلص:منمس

ؤذنوفالقيامةإذاسجدادل ؤذففإنومينعمنالسجوديػوـ

عتم»ورويأنوملسو هيلع هللا ىلصقاؿ:"(.قاؿادل إذامس

ؤذفالنداءفػقولوامثرواهمالكوأحدوأبوداودوالرتمذيوالنسائيوابنماجو.قاؿ«لمايػقوؿادل

ادلناوي:إجابةادلؤذفمندوب.وقيلواجب.قولومايقوؿ،وليقلمثاؿماقاؿادلاضيليشعرأبنوكلمة،وليقلمثلماتسمعوفإمياءإىلأنوييبويفالرتجيع،أيو كل إفليسمع.قولوييبوبعد

يقوؿادلؤذفظاىرهأنويقوؿمثلقولويفجيعالكلمات،لكنوردتأحاديثابستثناء مثلماحيعلىالصالةوحيعلىالفالح،وأنويقوؿبينهماالحوؿوالقوةإالابهلل،وىذاىوادلشهور

ؿاألذرعي:وقديقاؿاألوىلأفعنداجلمهور،وعنداحلنابلةوجوأنويمعبناحليعلةواحلوقلة.وقاكذاقالوالعزيزينقالعنالعلقمي،ثقاؿالعزيزيقلت،وىواألوىلللخروجمنخالؼ يقوذلما

.منقاؿبومناحلنابلة،وأكثراألحاديثعلىاإلطالؽانتهى

سلممنهاأجابووقاؿالنووييفاألذكارإذامسعادلؤذفأوادلقيموىويصليليبويفالصالة،فإذاإذامسعووىوعلى كره،ولتبطلصالتو،وىكذا كماييبومناليصلي،فلوأجابويفالصالةكافيقرأالقرآفأويسبحأويقرأحديثاأوعلما اخلالءالييبويفاحلاؿ،فإذاخرجأجابوفأماإذا

كاففيو،ألفاإلجابةتفوت،آخرأوغنذلك،فإفيقطعجيعىذاوييبادلؤذف،ثيعود إىلماوماىوفيواليفوتغالبا،وحيثليتابعوحتفرغادلؤذفيستحبأفيتدارؾادلتابعةماليطل

الفصلاىػ.hadis ke dua belas,

كتبهللالوبػراءةمنا"وقاؿملسو هيلع هللا ىلص) (قاؿابن"لناروبػراءةمنالنفاؽمنأدرؾاجلماعةأربعنيػومااإلماـخلبمنقطع،وىوماسقطمنرواتو حجريففتحاجلواد:وتسناحملافظةعلىإدراؾتـر

Page 92: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

78

كتبهللالوبراءاتف:.واحدقبلالصحايب منصلىأربعنيومايفاجلماعةيدرؾالتكبنةاألوىل،.براءةمنالناروبراءةمنالنفاؽ

hadis ke tiga belas,

جاعة"وقاؿملسو هيلع هللا ىلص( أيلزـو رحة( واجلماعة فيها وما نػيا الد من ر خيػ وىي رحة اجلماعة صالةعذاب (أيمفارقتهم،واالنفرادعنهمسبب"ادلسلمنموصلإىلالرحةأوسببللرحة)والفرقة

.للعذابhadis ke empat belas,

ألف"وقاؿملسو هيلع هللا ىلص( ساعةمنهاستمائة كل لتػهاأربػعةوعشروفساعةيػعتقهللايف اجلمعةوليػ يػوـ إفالنار من إبسنادعن(قاؿسيديالشيخعبدالقادراجليالين،وأخبنأبونصرعنوالده"عتيق

إفهللاتػعاىليػعتقستمائةألفعتيق»اثبتالبناينعنأنسبنمالكهنع هللا يضرعنالنيبملسو هيلع هللا ىلصأنوقاؿ:أربعوعشروفساع لةاجلمعة،ويػوـاجلمعة لة،وليػ وليػ يػوـ كل ساعةستمائةمنالناريف كل ة،يف

كلهمقداستػوجبواالنار ويفلفظآخرعناثبتعنأنسهنع هللا يضرعنالنيبملسو هيلع هللا ىلص«ألفعتيقمنالنار،نػياستمائةألف»قاؿ: الد ـ لةمنأاي وليػ يػوـ كلهمقداستػوجبواإفهلليفكل عتيقمنالناريػعتقهم

إ وعشروفساعة،ليسفيهاساعة أربع اجلمعة لة وليػ اجلمعة القيامة،ويفيػوـ يػوـ النار الوهللعزساعةستمائةألفعتيقم كل كلهمقداستػوجبواالناروجليف وقاؿالغزايل:ويفاخلب«.نالنار،

»أفهللعزوجليفكلجعةستمائةألفعتيقمنالناروقاؿملسو هيلع هللا ىلص: يػوـ كل اجلحيمتسعريف إفالسما كبد الشمسيف استواء عند اجلمعة،فإنوقػبلالزواؿ يػوـ إال الساعة فالتصلوا،يفىاذه ء

كلووإفجهنمالتسعرفيو ".صالةhadis ke lima belas,

لتػهارفععنوعذابالقب"وقاؿملسو هيلع هللا ىلص( لغزايلقاؿصلىهللااإلحياءل(ويف"منماتيػوـاجلمعةأوليػكتبهللالو"عليووسلم لةاجلمعة أيوذلك"أجرشهيدووقيفتنةالقبمنماتيػوـاجلمعةأوليػ

.بشرطاإلميافhadis ke enam belas,

Page 93: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

79

ليسادلرادأ"وقاؿملسو هيلع هللا ىلص( واجب( اجلمعة يػوـ بلىومؤوؿ:أيواجبيفغسل نوواجبفرضاكما كماتقوؿالعربحقكواجبعليأيمتأكد، السنةأويفادلروءةأويفاألخالؽاجلميلة

زلتلم (أيابلغأرادحضورالصالةرواهمالكوأحدوأبو"أفادهالعزيزينقالعنبعضهم)علىكل .داخلدريداودوالنسائيوابنماجوعنأيبسعي

hadis ke tujuh belas,

(بكسرادليمللهيئة،ثبفتحالسنرواهالقضاعيعنأيب"الصدقةتنعميتةالسوء"قاؿالنيبملسو هيلع هللا ىلص(كاحلرؽوالغرؽ .ىريرة،وىوحديثضعيف،وادلرادابلسوءماالتمدعاقبتومناحلاالتالرديئة

hadis ke delapan belas,

(أيثالثمراتيفتلكاللحظة،"الصدقةشيءعظيمقاذلا(أيتلكالكلمة)ثالاث"وقاؿملسو هيلع هللا ىلص(ويفروايةللطباينوأيبنعيمعنأنسأبسانيدثقاتتصدقوا،فإفالصدقةفكاككممنالنار،أي

أفضلمنحجا والصدقة ادلناويعنخالصكممننرجهنم، نقلو كذا لتطوععندأيبحنيفةالعبادي

hadis ke sembilan belas,

(رواهالرتمذيعنجابر،وىوحديثصحيحقاؿالعزيزي"السالـقػبلالكالـ"ؿالنيبملسو هيلع هللا ىلصوقا (األمة ىذه تية ألنو الشروعيفالكالـ قبل ادلعىنيندبالسالـ شرعادلقبليفيتملأف فإذا ،.الكالـفاتزللو.وقاؿالنووي:والسنةأفادلسلميبدأابلسالـقبلكلكالـ

hadis ke dua puluh,

(قاؿالنووي:الرجلادلسلمالذيليس"وقاؿصلىهللاعليووسلم( رأسالتواضعاالبتداءابلسالـفيس عليو، ويسلم يسلم بفسقوالبدعة ادلبتدعومنمبشهور وأما عليو، السالـويبالرد نلو

كذاقالوالبخاري اقرتؼذنباعظيماوليتبمنو،فينبغيأفاليسلمعليو،واليردعليوالسالـوغنهمنالعلماءاىػ.وقاؿسيديالشيخعبدالقادر:واليهجرادلسلمأخاهفوؽالثالث،إالأف

عاصي،فمستحباستدامةاذلجرذلموابلسالـيتخلصمنإثيكوفمنأىلالبدعوالضالؿوادل.اذلجرللمسلم

hadis ke dua puluh satu,

Page 94: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

80

العبادة"وقاؿالنيبملسو هيلع هللا ىلص( مخ عاء (أيخالصهارواهالرتمذيعنأنس،وىوحديثصحيح"الدحيث تعاىل هللا أمر امتثاؿ أنو أحدمها ألمرين: سلها كاف العبادةوإمنا مخ فهو ػ ادعوين قاؿ

وخالصها،والثاينأنوإذارأىصلاحاألمورمنهللاتعاىلقطعأملوعمنسواه،ودعاهحلاجتووحده،وىذاىوأصلالعبادة،وألفالغرضمنالعبادةالثوابعليها،وىوادلطلوبابلدعاءوقاؿاحلكيم:

كلهالوتعاىل،وتسليمإليوقاؿسيديإمناصارسلاألنوتبأمناحلوؿوالقوة،واعرت ؼأبفاألشياءالشيخعبدالقادر:واألدبيفالدعاءأفميديديو،ويمدهللاتعاىل،ويصليعلىالنيبصلىهللاعليووسلم،ثيسأؿحاجتووالينظرإىلالسماءيفحاؿدعائو،وإذافرغمسحيديوعلىوجهو

".سلواهللاببطوفأكفكم"أنوقاؿ:يبملسو هيلع هللا ىلصدلارويعنالنhadis ke dua puluh dua,

(لداللتوعلىاعرتاؼ"ليسشيءأكرـ(ابلنصبخبليس)علىهللاتػعاىلمنالدعاء"وقاؿملسو هيلع هللا ىلصوالبخاريوالرتمذيوالنسائيعنأيبالداعيابلعجزواالفتقارإىلربووالذؿواإلنكاررواهأحد

أف»ويفاإلحياءقاؿملسو هيلع هللا ىلص:.ىريرةوأسانيدهصحيحة سلواهللاتػعاىلمنفضلو،فإنوتػعاىليب".يسأؿ،وأفضلالعبادةانتظارالفرج

hadis ke dua puluh tiga,

يدعهللاتػعاىليػغضبعليو"وقاؿملسو هيلع هللا ىلص) (قاؿسيديالشيخعبدالقادرقاؿالنيبملسو هيلع هللا ىلصيف"منل :وقاؿالشاعر«مناليسأؿهللايغضبعليو»حديثأيبىريرةهنع هللا يضر:

وبينآدـحنيسأؿيغضب #هللايغضبإفتركتسؤالوhadis ke dua puluh empat,

داءدواءودواءالذنوباالستغفار"قاؿالنيبملسو هيلع هللا ىلص( (أيادلقروفابلتوبةرواهالديلميعنعلي"لكل .بالسند

hadis ke dua puluh lima,

كثػرتذنوبأحدكمفػليستػغفرهللا(وقالت"وقاؿملسو هيلع هللا ىلص) عائشةاهنع هللا يضرقاؿيلرسوؿهللاصلىهللاإذا وسلم: ـ»عليو الند نب الذ من التػوبة فإف إليو وتويب هللا فاستػغفري بذنب ألممت كنت إف

Page 95: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

81

ئتوجهليوإسرايفيفأمري،ومااللهماغفريلخطي»،وكافملسو هيلع هللا ىلصيقوؿيفاالستغفار:«واالستغفاريلأنتأعلمبومين،اللهماغفريلىزيلوجديوخطئيوعمدي،وكلذالكعندي،اللهماغفر

متوماأخرت،وماأسررتوماأعلنتوماأنتأعلم ر،وأنتماقد ؤخـوأنتادل قد

بومينأنتادلشيءقدير .كذايفاإلحياء«علىكل

hadis ke dua puluh enam,

ذكرهللاعلماإلمياف(أيلواؤه)وبػراءةمنالنفاؽ(لداللةحاؿالذاكرعلىأنوإمنا"قاؿرسوؿهللا(الننافذكرهللاإميان وحرز(أياحرتاس)من يطاف الش من بو)وحصن (وقيلإذا"ابهللوتصديقا

الشيطاف منو دن إذا اإلنساف يصرع كما صرع الشيطاف منو دن فإذا القلب من الذكر تكن فيقولوف:ماذلذا فيقاؿ:قدمسواإلنسكذاأفادسيديالشيخعبدالقادر

hadis ke dua puluh tujuh,

ذكرين( ما رواية ويف ذكرين( )إذا بعلمي أي عبدي( مع أن تػعاىل هللا عن حكاية ملسو هيلع هللا ىلص: وقاؿ)وتركتيبشفتاه(قاؿابنحجرالعسقالينيفبلوغادلراـأخرجوابنماجووصححوابنحباف،

ذؼمنأوؿإسنادهقاؿاحلكيم:ىذاوماأشبهومناألحاديثوذكرهالبخاريتعليقاوادلعلقماحيفذكرعنيقظةالعنغفلة،ألفذلكىوحقيقةالذكر،فيكوفبيثاليبقىعليومعذكرهيفذلكالوقتذكرنفسو،والذكرسللوؽفذلكالذكرىوالصايف،ألنوقلبواحدفإذاشغلبشيء

خلوقاتلوأفرجالدخلعلىملكيفالدنياألخذهمنىيبتوذىلعماسواه،وىذاموجوديفادل.مااليذكريفذلكالوقتغنه،فكيفمبلكادللوؾ

hadis ke dua puluh delapan,

ي(ويفروايةالديلميعنأنسذكرهللاشفاءالقلوب،أ"أفضلالذكرالإلوإالهللا"وقاؿملسو هيلع هللا ىلص(.منأمراضها،أيىودواءذلاشلايلحقهامنظلمةالذنوبوالغفلة

hadis ke dua puluh sembilan,

اكروفهللاكثنا"وقاؿملسو هيلع هللا ىلص( (أيوالذاكرات،وليذكرىن"أفضلالعباددرجةعندهللايػوـالقيامةالذعلىادلؤنثرواهأحدوالرتمذيعنأيبسعيداخلدريإبسنادصحيح،معإرادهتنتغليباللمذكر

Page 96: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

82

واختلفيفالذاكرينهللاكثنافقاؿاإلماـأبواحلسنالواحديقاؿابنعباس:ادلراديذكروفهللايفأدابرالصلواتغدواوعشيا،ويفادلضاجعوكلمااستيقظمننومو،وكلماغداوراحمنمنزلوذكر

تعاىل وقاعداهللا قائما تعاىل هللا يذكر حت كثنا هللا الذاكرين من يكوف ال رلاىد: وقاؿ .اكرين((عاىلومضطجعا.وقاؿعطاء:منصلىالصلواتاخلمسبقوقها،فهوداخليفقولوت والذ

كثنا ويفاأل))5 هللا ومساء، صباحا ادلثبتة ادلأثورة واظبعلىاألذكار إذا وقاتواألحواؿفقاؿ:كذايفالسراجادلنن كافمنالذاكرينهللاكثنا، والليلة ادلختلفةليالونارا،وىيمثبتةيفعملاليـو

.للعزيزيhadis ke tiga puluh,

كفتادل( إحدى أيقوؿالعبدسبحافهللاميألثواهبا ادليزاف( هللانصف سبحاف يزافوقاؿملسو هيلع هللا ىلص:السمواتواألرض(أيلوقدر ملء ادليزاف(أيثواهباميألالكفتن)وهللاأكبػر هللملء )واحلمدثوابذلكجسمادلأله)والإلوإالهللاليسدوناسرتوالحجاب(جعبينهماللتأكيد،أيبال

ا تلصإىلرهب كنايةعنتصعدبلمانع)حت وجل(أيتصلإليوبالعائقوالحاجب،وىو عزسرعةقبوذلا،وكثرةثواهبارواهالسجزيعنابنعمربنالعاص،ورواهأيضاابنعساكرعنأيب

ىريرةإبسنادضعيفhadis ke tiga puluh satu,

كمنالذنب( نب نبقاؿملسو هيلع هللا ىلص:التائبمنالذ ستػغفرمنالذماقبلها)وادل لو(أيفإفالتوبةجتب

قيلاالستغفار البيهقيوابنعساكرعنابنعباس،وذلذا بربو(رواه ستػهزىءكادل عليو مقيم وىو

أوفعال ويسمىأثراابللسافتوبةالكذابن،وىذاحديثموقوؼ،وىوماقصرعلىالصحايبقوال .أيضا

hadis ke tiga puluh dua,

نوبالتوبة(.وقاؿأنسجاءرجلإىلرسوؿهللاملسو هيلع هللا ىلص( شيءدواءودواءالذ فقاؿ:وقاؿملسو هيلع هللا ىلص:لكلكلما»إينأتوبثأعود.قاؿملسو هيلع هللا ىلص:قاؿ:«استػغفرهللا»ايرسوؿهللاإينأذنبتذنبا.قاؿملسو هيلع هللا ىلص:

5 Q. S. Al-Ahzab: 53.

Page 97: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

83

يكوفالشيطافىواحلسن عفو»قاؿاينيبهللاإذفتكثرذنويب.فقاؿملسو هيلع هللا ىلص:«أذنػبتفػتبحت"هللاأكثػرمنذنوبك

hadis ke tiga puluh tiga,

مائةمرة(رواهالشيخافعنابنوقاؿعليوالصالةوالسالـ( كليػوـ :توبواإىلهللافإينأتوبإليونالللتحديد،وتوبةالعواـمنالذنوب،وتوبةاخلواصمنغفلةثعمربناخلطاب،وذكرادلائةللتك

كلعبدبسبو .القلوب،وخواصاخلواصشلاحوىاحملبوب،فتوبةhadis ke tiga puluh empat,

لواابلصالةقػبلالفوت(أيفوتوقتها وتوعجلواابلتػوبةقػبلادل .وقاؿملسو هيلع هللا ىلص:عج

قاؿسيديالشيخعبدالقادر:شروطالتوبةثالثة:أوذلاالندـعلىماعملمنادلخالفاتوالثاينوالث اقرتؼمنترؾالزالتيفجيعاحلاالتوالساعات. علىأفاليعودإىلمثلما الثالعـز

أفاليعودإىلمثلمااقرتؼمنادلعاصي فالعـز ادلعاصيواخلطيئات.فالندـيورثعزماوقصدالعلموأفادلعاصيحائلةبينوبنربو،ومعىنالندـتوجعالقلبعندعلموبفواتزلبوبو،فتطوؿ

علىأ ذلك،أجزانووانسكابعباتو،فيعـز فاليعودإىلمثلذلكدلاتققعندهمنالعلمبشـؤالقصدوىوإرادة وأنوأضرمنالسمالقاتل،والسبعالضاري،والناراحملرقةوالسيفالقاطع،وأماكلفرضىومتوجو كلزلظورىومالبسلو،وأداء التدارؾ،فلوتعلقابحلاؿ،وىوموجبترؾ

اضيوىوتدارؾمافرطوابدلستقبل،وىوادلداومةعلىالطاعة،وترؾعليويفاحلاؿ،ولوتعلقابدلادلعصيةإىلادلوت،فأماشرطصحتوفيمايتعلقابدلاضيفيفتشعمامضىمنعمرهسنةسنة،وشهراشهراويومايوما،وساعةساعةونفسانفسا،فينظرإىلالطاعاتماالذيقصرفيها،وإىل

نهاادلعاصيماالذيقارؼمhadis ke tiga puluh lima,

ؤمنمنالعذاراحلسنعل(ىقاؿالنيبملسو هيلع هللا ىلص:الفقر(الذياليؤديإىلاحتياجالناس)أزينعلىادل

خدالفرس(رواهالطباينعنشدادبنأوسوالبيهقيعنسعدبنمسعودإبسنادضعيفhadis ke tiga puluh enam,

Page 98: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

84

تعفف(أيادلنكفعناحلراـوالسؤاؿعن(ؤمنالفقنادل

عبدهادل وقاؿملسو هيلع هللا ىلص:إفهللاتػعاىليب

الناس،وقاؿادلناويأيادلبالغيفالعفةمعوجوداحلاجةلطموحبصنتوعناخللقإفاخلالق)أابرواهابنماجوعنعمرافبنحصن.قاؿادلناوي:ويفىذااحلديثالعياؿ(أيصاحبالعياؿ

.إشعارأبنويندبللفقنإظهارالتعفف،وعدـالشكوى

الفقرفقراف:فقرمثوبة،وفقرعقوبة،وعالمةاألوؿأفيسنخلقو،ويطيعربو،واليشكو،)تنبيو( ويعصيويشكو والثاينأفيسيءخلقو هللااألوؿويشكرهللاعلىفقره، والذييبو ويتسخط،

دوفالثاينكذاأفادالعزيزيhadis ke tiga puluh tujuh,

وقاؿعليوالصالةوالسالـ:التمسواالرزؽابلنكاح(أيالتزوج،فإنوجالبللبكةجارللرزؽإذا(ابألمواؿ،ويفلفظالرزؽصلحتالنيةرواهالديلميعنابنعباس،ويفروايةللبزارتزوجواأيتينكم

يزدادابلنكاحhadis ke tiga puluh delapan,

رواهالقضاعيوالبيهقيعنابنعمربن.قاؿالنيبملسو هيلع هللا ىلص:الزىنيورثالفقر(أييقلبركةالرزؽ( اخلطاب

hadis ke tiga puluh sembilan,

ىن(أييكثربركةالرزؽيورثالغىنوقاؿعليوالصالةوالسالـ:تػرؾالز(hadis ke empat puluh,

كافرةحرةأوأمة)فػتحهللاعليويفقبهوقاؿعليوالصالةوالسالـ( منزىنابمرأة(أيمسلمةأوخيرجمنتلكاألبوابعقاربوحياتإىليػ القيامة(وعنوملسو هيلع هللا ىلصأنوقاؿ:ثانيةأبوابمنالنار وـ

يفجسم» مسها فػيػغلي الصالة اترؾ تػلسع البعن رقػبة ثخن حية كل حيات فيو واد ويفجهنميػتهرىحلمووإفيفجهنموادايامسو هاسبعنسنةث كلعقربمنػ احلزففيوحياتوعقارب جب

تضربالزاينوتفرغمسهايفجسموي شوكةراويةسم كل عوفشوكةيف دمرارةبقدرالبػغلذلاسبػثيػتهرىحلموويس كذايفالزواجرقاؿهللاتعاىل«يلمنفػرجوالقيحوالصديدوجعهاألفسنة

Page 99: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

85

أربػعةمنكم(( واللذاف))وقاؿهللاتعاىل6،))والاليتأيتنالفاحشةمننسائكمفاستشهدواعليهنهماإفأيتيانامنكمفآذومهافإفاتابو كافتػواابرحيماأصلحافأعرضواعنػ قاؿأبوالليث7.((هللا

بن بسياطمننر يفاآلخرة أخذ يفالدنيا منهما احلد يؤخذ ل فإف السمرقندييفاجلواىر، اخلالئقيفادلوقف

B. Perbandingan Metode dan Corak Penyarahan Hadis

Dalam menguraikan kandungan setiap bab yang ada di kitab Tanqīḥ al-

Qaul, Syaikh Nawawi memakai metode ijmali atau beliau jelaskan secara global.

Hasil analisis terhadap 42 hadis diatas dinyatakan bahwa 85% metode yang

dipakai oleh Syaikh Nawawi ialah dengan menggunakan metode tahlili.8 Hal ini

menunjukkan bahwa dirinya mampu menyederhanakan kandungan setiap hadis

dengan bahasa yang mudah dimengerti, kandungan yang singkat dan tidak

mengyinggung hal-hal selain kandungan yang dikehendaki.9 Berbeda dengan

metode tahlili yang menguraikan isi kandungan hadis dari segala aspeknya sesuai

dengan kecenderungan dan keahlian pen-syarah. Uraian tersebut menyangkut

aspek seperti arti kata, konotasi kalimat, kaitannya dengan hadis lain, pendapat

ulama terkait hadis, dan ataupun dari latar belakang turunnya hadis.10

6 Q. S. Al-Nisa: 15

7 Q. S. Al-Nisa: 61

8 Diantara hadis-hadisnya ialah selain hadis ke lima, ke-13, ke-16, ke-27, ke-30, ke-35,

ke-38 dan ke-39. Selebihnya menggunakan metode Ijmali dalam mensyarah hadis.

9 Alfatih Suryadilaga, Metodologi Syarah Hadis dari Klasik hingga Kontemporer,

(Kalimedia: Jogjakarta, 2017), h. 28.

10 Fakhri Tajuddin Mahdi, “Metodologi Syarah Hadis Nabi saw”, h. 102.

Page 100: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

86

Penggunaan metode ijmali ini sudah diutarakan dalam muqaddimah

kitabnya yang menyebutkan bahwa beliau sendiri mengakui penjelasan yang ada

di kitab ini sangat sedikit. Hal ini karena permintaan orang-orang jawa yang

meminta. Selain itu beliau juga mengakui tidak mampu menjelasakan maksud

setiap hadis secara rinci.11

Bentuk penjelasan global dalam syarah hadisnya bisa

ditunjukkan dengan menggunakan ungkapan “yang dimaksud dengan hadis ini”

atau dengan redaksi “hadis ini menunjukkan” ataupun mengutip pendapat ulama

terdahulu dan kutipan dari hadis Nabi saw ataupun al-Qur’an. seperti bisa dilihat

pada beberapa contoh berikut ini;

)عاللعالضف"ملسو هيلع هللا ىلصاؿقو) بعلمو العامل أي الل( سلعردبالةليػلرمقاللضفكدابعى رائىدرجاتاجلنة"باكوكال من اآلخرة يف هللاللعبد يعطيو دلا الثوابالشامل كثرة ابلفضل ادلراد )

ومنا ومشارهبا ومآكلها النظرولذاهتا يعطيوهللاتعاىلللعبدمنمقاماتالقربولذة وما كحها،دإليو،ومساعكالمورواهأبونعيمعنمعاذبنجبل.ويفروايةللحارثبنأيبأسامةعنأيبسعي

علىالع"اخلدريعنوملسو هيلع هللا ىلص العال كفضليعلىأمتفضل للرتمذو"ابد يعنأيبأمامة:يفروايةعلىالعا" كفضليعلىأدنكمفضلالعال كنسبةشرؼ"بد أينسبةشرؼالعالإىلشرؼالعابد

.النيبإىلأدىنشرؼالصحابةHadis diatas menjelaskan keutamaan orang alim melebihi keutamaan

orang ahli ibadah. Maksudnya ialah orang yang melakukan sesuatu dengan

didasari oleh ilmunya ia akan mendapatkan imbalan yang begitu banyak di ahirat

nanti. Pentingnya ilmu dalam melaksanakan perintah Allah swt digambarkan oleh

Syaikh Nawawi seperti dalam riwayat Abu Said al-Khudri dan riwayat Abi

Umamah. keutamaan Rasulullah saw terhadap para sahabatnya. Hal ini sangat

jelas bahwa Rasulullah lebih mulia dibanding para sahabatnya. Selain hadis

11

Syaikh Nawawi, Tanqīḥ al-Qaul al-Ḥatsīts, h. 8.

Page 101: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

87

diatas, penjelasan global Syaikh Nawawi bisa dilihat dalam penjelasan hadis

berikut ini

كافأفضلمنأفيصليألفركعة")وقاؿالنيبملسو هيلع هللا ىلص يػعملبو منتػعلمابابمنالعلميػعملبوأولمع"تطوعا العبادة من للعبد ولكنالبد العبادة، من أشرؼجوىرا العلم يدؿعلىأف وىذا )

كاف عنالنالعلم،وإال رويعنأيبىريرة كما منثورا قاؿعلموىباء ال"يبملسو هيلع هللا ىلصأنو عال من ماخسرتا منالسماءايفاجر مناد الشهادة،ونداه علىغن إالنػزعهللاروحو بعلمو نػيايػعمل لد

إذاليػعملبعلمو"هللاملسو هيلع هللا ىلصيقوؿمسعترسوؿطابهنع هللا يضرقاؿعمربناخلوعن".رةواآلخ العال إفخ يػوـ كل الشمس،وتكتباحلفظة طلعتعليو شيء كل جوفو،ويػلعنو من العلم تماعلىلعنو

ىاذا بعلموصحيفتو اليػعمل سيده،ايمن حقوؽ هللاايعبدهللاايمضيع رحة آيسمن عبدوتعلىاإلميافعليكلعنةهللا،فإذاماتنػزعهللاروحوعلىغنالشهادة،

".ويرـادل

Hadis diatas menjelaskan tentang nilai ilmu yang begitu penting.

Disebutkan bahwa ilmu merupakan perhiasan yang paling berharga dari sebuah

ibadah. Oleh karena itu seorang hamba harus dibarengi dengan ilmu dalam

beribadahnya.

Selain menggunakan ungkapan diatas, ungkapan yang menunjuk pada

syarah hadis secara ijmali oleh Syaikh Nawawi juga bisa berupa “fi hādza al-

Ḥadīṡ ʻIsy‟ārun” seperti dalam hadis berikut ini;

تعفف(أيادلنكفعناحلراـوالسؤاؿعن(ؤمنالفقنادل

عبدهادل وقاؿملسو هيلع هللا ىلص:إفهللاتػعاىليب

لناس،وقاؿادلناويأيادلبالغيفالعفةمعوجوداحلاجةلطموحبصنتوعناخللقإفاخلالق)أاباالعياؿ(أيصاحبالعياؿرواهابنماجوعنعمرافبنحصن.قاؿادلناوي:ويفىذااحلديث

.إشعارأبنويندبللفقنإظهارالتعفف،وعدـالشكوى Syaikh Nawawi menjelaskan hadis kecintaan Allah swt terhadap hamba-

Nya yang mukmin lagi fakir yang menjaga dirinya dari melakukan hal-hal yang

tidak baik secara global (ijmali). Hal itu dilakukan oleh dirinya dengan mengutip

Page 102: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

88

pendapat Imam al-Munawi seraya berkata “dalam hadis ini terdapat pesan

(pemberitahuan) bahwasanya disunnahkan bagi seorang fakir untuk

menampakkan sikap menjauhkan dari hal yang tidak baik dan menerima tanpa

mengeluh akan kondisinya. Hal ini sudah terlihat jelas apa yang di tuju oleh hadis

tersebut.

Selain mengutip pendapat ulama ataupun hadis untuk menjelaskan

kandungan hadis secara global, syarah hadis juga terkadang menjelaskan dengan

merupakan hasil dari pemikirannya. Contohnya ialah

كليػوـ( اهالشيخافعنابنمائةمرة(رووقاؿعليوالصالةوالسالـ:توبواإىلهللافإينأتوبإليووتوبةالعواـمنالذنوب،وتوبةاخلواصمنغفلة.وذكرادلائةللتكبنالللتحديد.عمربناخلطاب

كلعبدبسبو .القلوب،وخواصاخلواصشلاحوىاحملبوب،فتوبة

.كةالرزؽىن(أييكثربريورثالغوقاؿعليوالصالةوالسالـ:تػرؾالزىن(

Hadis pertama, perintah taubat kepada Allah swt sehari seratus kali. Esensi

dari hadis tersebut bukanlah terdapat pada bilangannya melainkan tingkatan taubat

setiap hamba yang berbeda-beda. Bagi orang awam, taubatnya ialah dari dosa

yang telah dilakukan. Sedangkan taubatnya orang khusus ialah dari kelalaian hati.

Semuanya diperintahkan untuk selalu senantiasa bertaubat setiap saat. Sedangkan

hadis kedua tentang meninggalkan zina akan mendatangkan kekayaan. Hadis ini

kemudian dijelaskan oleh Syaikh Nawawi secara singkat padat dan jelas bahwa

meninggalkan zina akan memperbanyak keberkahan di dalam rizki. Begitupula

dengan kebalikan hadis di atas yang berbunyi

.قاؿالنيبملسو هيلع هللا ىلص:الزىنيورثالفقر(أييقلبركةالرزؽ(

Page 103: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

89

artinya: “zina mendatangkan kefakiran”. Maksudnya bahwa perbuatan zina akan

mengurangi keberkahan rizki.

Contoh lain terkait metode ijmali (global) dalam mensyarah hadis oleh

Syaikh Nawawi dengan mendatangkan hadis lain dan penjelasanya ialah sebagai

berikut;

هللا(ويفروايةالديلميعنأنس"ذكرهللاشفاءالقلوب"أيمن)قاؿملسو هيلع هللا ىلص "أفضلالذكرالالوإال أمراضها،أيىودواءذلاشلايلحقهامنالظلمةالذنوبوالغفلة

Hadis diatas berbicara tentang dzikir yang paling utama ialah

mengucapkan kalimat Lāilāha illa Allah. Meskipun hadisnya berbunyi seperti itu,

Syaikh Nawawi tidak membahas keutamaan dzikir dengan membaca Lāilāha illa

Allah melainkan lebih menekan pada aspek pentingnya dzikir. Hal itu dinyatakan

dalam riwayat al-Dailami yang menyebutkan bahwa dzikir kepada Allah

merupakan obat bagi penyakit hati.

وقاؿعليوالصالةوالسالـ:التمسواالرزؽابلنكاح(أيالتزوج،فإنوجالبللبكةجارللرزؽإذا(صلحتالنيةرواهالديلميعنابنعباس،ويفروايةللبزارتزوجواأيتينكمابألمواؿ،ويفلفظالرزؽ

.يزدادابلنكاحDalam menjelasakan maksud hadis diatas Syaikh Nawawi menyuguhkan

dengan hadis lain. Bahwa pernikahan menjadi sebab bertambahnya rizki.

Terkadang beliau juga mengambil pendapat kelompok untuk dijadikan penjelasan

global dalam sebuah hadis. Contohnya ialah hadis tentang dzikir khafi yang

berbunyi;

بعض قاؿ أي )قيل( منخفضا أي ابلالـ ث معجمة خباء خامال( ذكرا هللا ملسو هيلع هللا ىلصاذكروا )قاؿ ايرسوؿهللا اخلامل( الذكر ادلبارؾعن(الصحب)وما عبدهللابن رواه اخلفي"(. قاؿ"الذكر

أفضل أيفهو حبيب. بن منضمنة جع عند وىذ رايء. ضلو من لسالمتو جهرة الذكر من

Page 104: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

90

كل كافالنيبملسو هيلع هللا ىلصأيمر وقد فالذكراجلهريأنفع، يفابتداء أما السلوؾ، الصوفيةيفغنابتداءإنسافمباىواألصحاألنفعلو.

Dalam hadis di atas Syaikh Nawawi menyatakan bahwa dzikir secara khafi

itu lebih utama dibanding dzikir secara jahar agar tidak terjebak pada sifat riya.

Inilah yang dipegang oleh kelompok sufi di selain permulaan suluk, sedangkan

ketika memulai suluk lebih bermanfaat dzikir secara jahar.

Meskipun demikian beliau terkadang menjelaskan segi keilmuan yang

beliau kuasai. Contohnya seperti gramatika bahasa arab, ilmu hadis dan lainnya.

Beliau terkadang memaparkan cara baca sebuah lafadz sekaligus jabatan dalam

sebuah kalimat. Hal ini dalam rangka mengeksplorasi khazanah keilmuan yang

beliau miliki. Bahkan beliau juga sering mencantumkan istilah-istilah dalam ilmu

hadis seperti ṣaḥḥahahu, rajaḥahu, hādzā hadīs gharīb dan lain sebagainya.12

Dari sini juga terlihat kemampuan Syaikh Nawawi dalam bidang hadis.

Adapun kecenderungan beliau dalam memberikan syarah hadis-hadis yang

ada di kitab Lubāb al-Ḥadīs lebih banyak bercorak sufi. Salah satu indikasinya

yang paling menonjol ialah sering mengutip pendapat Imam al-Ghazali dan

Syaikh Abdul Qadir al-Jailani sebagai tokoh ulama tasawuf. Hal ini juga

12

Hal ini bisa dujumpai di kebanyakan halaman contoh di halaman 50, 53, 54, 126 dan

lain sebagainya. Selain istilah-istilah dalam ilmu hadis sejatinya beliau juga merupakan ahli dalam

bidang hadis. Selain beliau menyebutkan kualitas hadis serta keberadaannya pada kitab induk,

beliau juga mampu menilai kredibilitas perawinya yang mengantarkan penilain terhadap jalur

periwayatannya. Tidak mungkin seseorang mampu memberikan penilaian terhadap jalur

periwayatan, sebuah hadis kecuali ia ahli dan mengetahui seluk-beluk para perawi hadis. Hal inilah

yang mendorong dugaan kuat penulis bahwa sejatinya beliau juga ahli di bidang hadis. Hanya saja

keilmuan yang sedang naik kepermukaan tatkala itu ialah ilmu tasawuf, yang kemudian beliau

lebih cenderung terhadap keilmuan tasawuf. Contohnya bisa dilihat di halama 53-55 dan masih

banyak yang lainnya.

Page 105: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

91

berdasarkan hasil analisis terhadap 42 hadis di atas bahwa 70% corak yang ada di

kitab Tanqīḥ al-Qaul itu bercorak sufi.13

Contoh corak sufinya ialah hadis tentang keutamaan salat wajib. Beliau

menilai bahwa setiap gerak dan bacaan di dalam salat memiliki makna yang

sangat mendalam. Ketika seorang hamba mengangkat kedua tangan ketika takbir

ini memiliki arti bahwa hamba tersebut sedang tenggelam dalam samudera

kesalahan dan kemaksiatan. Oleh sebab itu dalam kondisi seperti ini atau

mengangkat kedua tangan seakan-akan ia berkata “wahai tuhanku, raihlah kedua

tanganku, tolonglah hambamu ini yang terjebak dalam kesalahan dan

kemaksiatan”. Bacaan al-Qur’an di dalam salat ibarat teguran dari Tuhan kepada

sang hamba. Arti ruku’ seakan ia tetap berusaha untuk mendapatkan pertolongan-

Nya dengan merendahkan diri di hadapan-Nya. Dan arti bacaan ketika bangun

dari ruku’ sejatinya ia meminta pembebasan dari dosa-dosa seakan-akan Allah

berfirman “apakah kamu telah berbuat dosa?” ia menjawab “ampuni dosa hamba-

Mu ini”. Allah membalas “Aku telah mengampuni dosa-dosamu”. Posisi sujud

seakan-akan hamba berkata “dari benda inilah Engkau telah menciptakanku”

ketika bangun dari sujud seakan dia berkata “Engkau telah mengeluarkanku”

ketika sujud kedua seakan ia berkata “menuju sinilah hamba kembali” dan saat

bangun kedua kalinya seakan berkata “dari sini pula hamba dikeluarkan kedua

kalinya. Dan arti salam ialah “ya Allah berikanlah kitabku dari arah kananku, dan

13

Hasil ini berdasarkan analisi penulis atas 40 hadis yang ada di kitab Tanqīḥ al-Qaul

selain hadis yang ke tiga, ke empat, ke lima, ke delapan, ke-12, ke-16, ke-17, ke-18, ke-19, ke-24,

ke-28, ke-31, ke-32, dan ke-35.

Page 106: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

92

janganlah Engkau berikan kitabku dari arah kiriku”.14

hadis ke-dua bab ke-lima

beliau menyebutkan bahwa taqwa ialah menyucikan hati dari dosa-dosa.15

Selain hadis di atas ada beberapa syarah hadis yang menandakan bahwa

corak syarah hadis Syaikh Nawawi itu bercorak sufi. corak kesufiannya bisa

didentikkan dengan dua hal. Pertama, Syaikh Nawawi sering mengutip pendapat

ulama tasawuf seperti Imam al-Ghazali, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, Syaikh al-

Munawi dan Abu Laits al-Samarqandi. Kedua, penjelasan Syaikh Nawawi yang

cenderung ke arah tasawuf. Berikut beberapa contohnya;

a. mengutip pendapat ulama tasawuf seperti Imam al-Ghazali, Syaikh

Abdul Qadir al-Jailani. Hal ini terdapat di hadis pertama dan ke empat

belas berikut ini;

)عاللعالضف"ملسو هيلع هللا ىلصاؿقو) بعلمو العامل أي الل( سلعردبالةليػلرمقاللضفكدابعى رائىادل"باكوكال درجاتاجلنة( من اآلخرة يف هللاللعبد يعطيو دلا الثوابالشامل كثرة ابلفضل راد

ي وما ومناكحها، ومشارهبا ومآكلها النظرولذاهتا عطيوهللاتعاىلللعبدمنمقاماتالقربولذةدإليو،ومساعكالمورواهأبونعيمعنمعاذبنجبل.ويفروايةللحارثبنأيبأسامةعنأيبسعي

علىالع"اخلدريعنوملسو هيلع هللا ىلص العال كفضليعلىأمتفضل للرتمذيعنأيبأمو"ابد امة:يفروايةعلىالعا" كفضليعلىأدنكمفضلالعال كنسبةشرؼ"بد أينسبةشرؼالعالإىلشرؼالعابد

كيفجعلالعلممقارنلدرجةالنبوةوكيفحط النيبإىلأدىنشرؼالصحابة.قاؿالغزايل:فانظركافالعابدالخيلوعنع لمابلعبادةالتيواظبعليها،ولوالهلرتبةالعملاجملردعنالعلم،وإف

.تكنعبادةHadis diatas menjelaskan keutamaan orang alim melebihi keutamaan

orang ahli ibadah. Maksudnya ialah orang yang melakukan sesuatu dengan

14

Syaikh Nawawi, Tanqīḥ al-Qaul al-Ḥatsīts, h. 12.

15 Syaikh Nawawi, Tanqīḥ al-Qaul al-Ḥatsīts, h. 34.

Page 107: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

93

didasari oleh ilmunya ia akan mendapatkan imbalan yang begitu banyak di ahirat

nanti. Ia akan memperoleh derajat yang tinggi diadapan Allah dengan

mendapatkan kelezatan makanan dan minuman yang dihidangkan kepadanya dan

kenikmatan memandang-Nya.16

Keutamaan seorang alim atas orang ahli ibadah

ibarat kemuliaan Rasulullah saw terhadap sahabat-sahabatnya. Imam al-Ghazali

berkata “perhatikanlah bagaimana ilmu disandingkan dengan derajat kenabian,

dan bagaimana tingkatan amal semata tanpa didasari dengan ilmu meskipun orang

ahli ibadah juga mengetahui tata cara beribadahnya. Dalam contoh lain;

ساعةمنهاستمائةألف“وقاؿملسو هيلع هللا ىلص( كل لتػهاأربػعةوعشروفساعةيػعتقهللايف يػوـاجلمعةوليػ إفالنار من إبسنادعن(قاؿسيديالشيخعبدالقادراجليالين،وأخبنأبونصرعنوالده"عتيق

»أنوقاؿ:اثبتالبناينعنأنسبنمالكهنع هللا يضرعنالنيبملسو هيلع هللا ىلص هللتػعاىليػعتقستمائةألفعتيقإفأربعوعشروفساع لةاجلمعة،ويػوـاجلمعة لة،وليػ وليػ يػوـ كل ساعةستمائةمنالناريف كل ة،يف

كلهمقداستػوجبواالنار ويفلفظآخرعناثبتعنأنسهنع هللا يضرعنالنيبملسو هيلع هللا ىلص«ألفعتيقمنالنار،نػياستمائةألف»قاؿ: الد ـ لةمنأاي وليػ يػوـ كلهمقداستػوجبواإفهلليفكل عتيقمنالناريػعتقهم

إ وعشروفساعة،ليسفيهاساعة أربع اجلمعة لة وليػ اجلمعة القيامة،ويفيػوـ يػوـ النار الوهللعزساعةستمائةألفعتيقم كل كلهمقداستػوجبواالناروجليف وقاؿالغزايل:ويفاخلب«.نالنار،

»أفهللعزوجليفكلجعةستمائةألفعتيقمنالناروقاؿملسو هيلع هللا ىلص: يػوـ كل اجلحيمتسعريف إفالسما كبد الشمسيف استواء عند الزواؿ تصلوا،يفىقػبل فال اجلمعة،فإنوء يػوـ إال الساعة ذه

كلووإفجهنمالتسعرفيو ".صالةSetelah penuturan hadis selesai Syaikh Nawawi langsung mengutip hadis

yang diriwayatkan oleh Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Riwayat tersebut

menyebutkan bahwa sesungguhnya Allah swt berhak memerdekakan enamratus

16

Syaikh Nawawi, Tanqīḥ al-Qaul al-Ḥatsīts, h. 20.

Page 108: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

94

ribu budak dari neraka sehari semalam. dan hari jum’at ada 24 jam, dan setiap jam

600 budak telah dibebaskan dari neraka.

b. Penjelasan ke arah tasawuf Contohnya hadis,

العبادة"وقاؿالنيبملسو هيلع هللا ىلص( مخ عاء (أيخالصهارواهالرتمذيعنأنس،وىوحديثصحيح"الدحيث تعاىل هللا أمر امتثاؿ أنو أحدمها ألمرين: سلها كاف العبادةوإمنا مخ فهو ػ ادعوين قاؿ

وخالصها،والثاينأنوإذارأىصلاحاألمورمنهللاتعاىلقطعأملوعمنسواه،ودعاهحلاجتووحده،وىذاىوأصلالعبادة،وألفالغرضمنالعبادةالثوابعليها،وىوادلطلوبابلدعاءوقاؿاحلكيم:

كلهالوتعاىل،وتسليمإليوقاؿسيديإمناصارسلاألنوتبأمناحلوؿوالقوة،واعرت ؼأبفاألشياءءأفميديديو،ويمدهللاتعاىل،ويصليعلىالنيبصلىهللاالشيخعبدالقادر:واألدبيفالدعا

عليووسلم،ثيسأؿحاجتووالينظرإىلالسماءيفحاؿدعائو،وإذافرغمسحيديوعلىوجهو ".سلواهللاببطوفأكفكم"أنوقاؿ:يبملسو هيلع هللا ىلصدلارويعنالن

“Do’a adalah saripati ibadah. Menurut Syaikh Nawawi doa menjadi intisari

ibadah karena dua hal. Pertama, melakukan perintah Allah swt sebagai

implementasi firman Allah swt "لكم"ادعوين أستجب . Kedua, ketika

mengalami kegagalan dalam meraih impian lalu berdo’a dengan sungguh-

sungguh dengan harapan kebutuhannya terkabul. Menurut Syaikh Abdul

Qadir dalam berdo’a harus memerhatikan adabnya. Diantaranya ialah

menengadahkan tangan, membaca hamdalah, salawat kepada Nabi saw. lalu

memohon hajatnya dengan tanpa mendongakkan ke atas ketika berdoa dan

mengusapkan kedua tangan ke permukaan wajah”. Dalam contoh lain

مائةمرة(رواهالشيخافعنابنوقاؿعليوالصالةوالسالـ( كليػوـ :توبواإىلهللافإينأتوبإليوعمربناخلطاب،وذكرادلائةللتكبنالللتحديد،وتوبةالعواـمنالذنوب،وتوبةاخلواصمنغفلة

كلعبدبسبوالقلوب،وخواصاخلواصشلا .حوىاحملبوب،فتوبة“Hadis diatas menjelaskan perintah taubat kepada Allah swt sehari seratus

kali. Esensi dari hadis tersebut bukanlah terdapat pada bilangannya

melainkan tingkatan taubat setiap hamba yang berbeda-beda. Bagi orang

awam, taubatnya ialah dari dosa yang telah dilakukan. Sedangkan taubatnya

orang khusus ialah dari kelalaian hati. Semuanya diperintahkan untuk selalu

senantiasa bertaubat setiap saat”.

Hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Tanqīḥ al-Qaul yang telah

disebutkan diatas ada yang dipahami secara tektual ada juga yang dipahami secara

Page 109: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

95

kontekstual. Hal itu jika dibaca dengan menggunakan metode pemahaman hadis

yang ditawarkan oleh Kiai Ali Mustofa Ya’qub. Namun, kebanyakan hadis

dipahami secara tekstual. Hal itu karena Syaikh Nawawi tidak membahas takwil

dalam hadis, illat, budaya dan kondisi bangsa arab ataupun yang lainnya yang

telah dirumuskan oleh Kiai Ali Mustafa Ya’qub. Meskipun pemahaman yang

diterapkan oleh Syaikh Nawawi dalam kitab Tanqīḥ al-Qaul secara tekstual

pemahaman atas hadis yang telah beliau upayakan tidak berbahaya.

Ada beberapa hadis yang dipahami oleh Syaikh Nawawi secara kontekstual

diantaranya hadis ke empat, ke sembilan, ke-16 dan ke-30.

كانت(أي"وقاؿملسو هيلع هللا ىلص) منقاؿالالوإالهللازلمدرسوؿهللامرةغفرلوذنوبو(أيالصغائر)وإفالبحر زبد وعيداف"تلكالذنوب)مثل منرغوة وجهو يعلو ما أو أيمائو بفتحالزايوالباء )

كنا كماقالوعطيةاألجهوريوضلومها،واألوؿأوىلألفادلراد .يةعنادلبالغةيفالكثرةPerlu dimengerti bahwa diantara metode pemahaman hadis yang

dirumuskan oleh Kiai Ali Mustafa Ya’qub apakah sebuah hadis mesti dipahami

secara tekstual atau kontekstual ialah dengan memerhatikan bahasa yang dipakai.

Dalam hal ini penggunaan lafadz البحر yang berarti buih di atas air laut. Oleh زبد

karena itu Syaikh Nawawi memberikan penjelasan bahwa itu merupakan bentuk

melebih-lebihkan penggunaan kata. Hal itu untuk menandakan betapa banyaknya

dosa yang telah diperbuat. Hadis berikutnya ialah hadis tentang tidak diterimanya

salat seseorang yang telah berhadas berikut ini;

اليػقبلهللاصالةأحدكم(وادلرادابلقبوؿىنامايرادؼالصحة،وىواإلجزاءوحقيقة"وقاؿملسو هيلع هللا ىلص(وقوع الذيالقبوؿثرة اإلجزاء مظنة اإلتيافبشروطها كاف ودلا يفالذمة، دلا رافعة رلزئة الطاعة

Page 110: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

96

لتقبللو القبوؿادلنفييفمثلقولوملسو هيلع هللا ىلص:منأتىعرافا القبوؿثرتوعبعنوابلقبوؿرلازا،وأماكذايفالسر اجادلنن،ويفلفظالصالة،فهياحلقيقيألنوقديصحالعمل،وخيتلفالقبوؿدلانع

يػتوضأ مقامورواهالبخاريومسلموأبو"تصحصالةأحدكم)إذاأحدثحت (أيابدلاءأومايقـو.داودوالرتمذي،وابنماجوعنأيبىريرة

Maksud hadis Allah swt. tidak menerima salat seseorang ialah tidak sah

salat seseorang yang berhadas sampai dia berwudhu. Karena wujud diterimanya

sebuah salat ialah menimbulakan ketaatan kepada Allah swt. Adapun salat yang

diterima yang dilakukan dengan memenuhi syarat dan rukun itu merupakan

bentuk majaz.

Adapun al-Tarmasi cenderung menggunakan metode tahlili dalam

mensyarahi hadis. Hal ini bisa dijumpai dari awal penyajian sebelum beliau

menjelaskan hadis. Ketika menjelaskan bismillah, beliau tidak hanya memberikan

penjelasan singkat makna kalimat bismillah beliau juga mengutip hadis nabi serta

mencantumkan periwayat hadis tersebut. Selain itu juga beliau menjelaskan faidah

membaca kalimat basmillah. Lebih lanjut bahwa basmalah yang terdiri dari empat

kalimat memiliki empat faidah yang akan menghapuskan empat dosa-dosa.

Pertama, menghapus dosa di malam hari kedua, menghapus dosa-dosa di siang

hari ketiga, menghapus dosa-dosa yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan

terahir menghapus dosa-dosa yang dilakukan secara terang-terangan.17

Sedangkan

Tabel Perbandingan

No Tanqih al-Qaul Al-Khilʻah al-Fikriyyah

Model penyusunan kitab

1 Memberikan syarah kitab hadis

Ulama sebelumnya

Menulis ulang hadis dan memberikan

syarah atas karyanya sendiri

17

Al-Tarmasi, al-Khil‟ah al-Fikriyyah (Kementrian Agama RI, 2008), h. 2.

Page 111: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

97

2 Jumlah keseluruhan ada 404

hadis

Memuat 40 hadis

Sumber

3 Bi al-Ma’tsūr Bi al-Ma’tsūr

Metode

4 Ijmali Tahlili

Corak

5 Sosial Sufistik Bahasa

C. Pemahaman Hadis Mengucapkan kalimat Tauhid dan Tasbih

Hadis-hadis yang termuat dalam kitab Tanqīḥ al-Qaul merupakan hadis

yang memotifasi agar diamalkan meskipun memiliki kualitas dhaif. Hal itulah

yang mendorong penulis mengasumsikan kenapa Syaikh Nawawi lebih memilih

untuk menyarahi kitab arbain Imam Suyuti dibanding yang lain. Selain itu pula

Syaikh Nawawi juga menguasai serta paham betul ilmu hadis. Buktinya beliau

mengetahui kriteria hadis sahih dan dhaif dalam pemaparan di muqaddimah

kitabnya. Meskipun beliau memiliki keilmuan dibidang hadis beliau lebih dikenal

dengan ulama sufi dengan kesufiannya.

Diantaranya ialah hadis keutamaan mengucapkan kalimat “tauhid” berupa

“Lāilāhaillāllāh”. Sebelum membedah komentar Syaikh Nawawi atas hadis-hadis

keutamaan membaca kalimat tauhid, penulis ingin memaparkan terlebih dahulu

gambaran hadis yang termuat dalam kitab Tanqīḥ al-Qaul. Dalam pembahasan ini

Imam Suyuti mencantumkan 10 hadis tentang keutamaan “Lāilāhaillāllāh” namun

redaksi hadis yang mendekati sama dengan redaksi hadis yang ada dalam kitab al-

Minḥaḥ al-Khairiyyah ialah hadis

Page 112: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

98

قاؿالالوإالهللاخالص سل"من اجلنة"ا دخل الالوإالهللاوآخر dan لصا كالمو أوؿ كاف منهللاوعملألفسيئةإفعاشألفسنةاليسألوهللاعنذنبواحد. كالموالالوإال

Menurut Syaikh Nawawi orang yang selalu membiasakan membaca kalimat

Lāilāhaillallah, disetiap kali masuk rumah akan dihilangkan dari sifat kefakiran.

Bahkan dalam sebuah hadis disebutkan bahwa siapa orangnya yang sering

mengucapkan Lāilāhaillallah akan dihilangkan empat ribu dari dosa besarnya.

Jika, ia tidak memiliki dosa besar, dengan perantara dirinya ia akan memintakan

ampunan bagi dosa-dosa keluarga dan tetangganya. Pendapat ini beliau kutip dari

pendapat imam al-Fākihāni.18

Seperti itulah model penjelasan Syaikh Nawawi

ketika beliau mengulas sedikit disetiap bab yakni dengan mengutip pendapat

ulama dan hadis Nabi saw.

Dalam menjelaskan hadis diatas Syaikh Nawawi hanya memberikan

pemahaman bahwa yang dimaksud dengan "اخالص" ialah terlepas dari sifat riya

sedangkan " "سللصا beliau maksudkan dari hal-hal yang dilarang. Meskipun

makna dasar dari خلص ialah murni, jernih dan أخلص memiliki arti mengambil

intisarinya (memurnikan)19

, beliau langsung menunjuk pada makna yang dituju.

18

Syaikh Nawawi, Tanqīḥ al-Qaul al-Ḥaṡīṡ, h. 26.

19 Ahmad Warson Munawir, al Munawwir (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997) cet 14, h.

359. Dalam Lisān al-Arab خلص disebutkan sebagai sesuatu yang sudah menancab kemudian

selamat. Sedangkan خلصأ ialah memurnikan agamanya hanya kepada Allah swt.

Dalam hal ini لصسل ialah orang yang menancapkan dan memurnikan ibadahnya hanya untuk Allah

swt. لصسل disebut juga sebagai orang yang mengesakan Allah swt secara murni. Oleh karenaya

ada surat yang disebut sebagai surat al-Ikhlas. Karena didalamnya mengandung unsur pemurnian

Page 113: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

99

Keduanya berasal dari akar kata yang sama20

, Syaikh Nawawi memberi

penjelasan yang seakan-akan keduanya berbeda dengan langsung memberikan

maksudnya. Yang satu menekankan pada sifat riya yang kedua lebih menekan

pada perilaku seseorang. Keduanya sama-sama menunjuk terhadap perbuatan

yang dilarang.

Syaikh Nawawi juga menambahkan riwayat dalam menjelaskan hadis

sebagai penguat argumen beliau yang beliau kutip. Dalam riwayat ini

menyebutkan bahwa orang yang membaca kalimat tauhid secara ikhlas ialah

mengucapkan kalimat tauhid yang dibarengi dengan sikap menjauhkan

(mencegah) diri dari melakukan hal-hal yang dilarang. dari al-hakim melalui jalur

Zaid bin al-Arqam bahwa Rasulullah saw bersabda.

اسللصادخلاجلنة"قيلايرسوؿهللا،وماإخالصها قاؿ:أفتجزه"منقاؿالالوإالهللاخالص" عناحملاـر

Dari penyebutan diatas pula menunjukkan bahwa metodologi yang

digunakan Syaikh Nawawi dalam menyarahi hadis beliau suguhkan secara global

atau ijmali. Sedangkan al-Tarmasi lebih cenderung menggunakan metode tahlili

sebagaimana yang akan diungkapkan dalam menjelaskan hadis yang berbunyi

كافآخر هللادخلاجلنةكالموال عنمعاذبنجبلهنع هللا يضرأنوقاؿ:قاؿرسوؿهللاملسو هيلع هللا ىلصمن .الوإال dan pensucian terhadap siafat-sifat Allah swt. Ibn Manzur, Lisān al-„Arab (Dār Sādr: Beirut, t.th)

J. 7, h. 26.

20 yang memiliki arti murni. Namun, dengan خلص berasal dari kara سللص dan خالص

pemahaman yang singkat Syaikh Nawawi langsung mengartikannya dengan sifat riya dan

meninggalkan dari hal-hal yang dilarang. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya maksud dari

sebuah teks, sehingga Syaikh Nawawi tidak menyinggung atau menyantumkan terlebih dahulu arti

secara bahasa atauoun menyinggung aspek lainnya. Hal inilah penggabaran penjelasan beliau

secara global terhadap hadis Nabi saw.

Page 114: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

100

Dari Muadz bin Jabal ra. Beliau berkata: bahwasanya Rasulullah saw.

bersabda: siapa orangnya yang ucapan terahirnya lāilāha illa al-Allah ia

akan masuk surga.

Diantara keunikan al-Tarmasi yang bisa dijumpai dalam kitab al-Khil‟ahnya

ialah penjelasan terkait gramatikal bahasa arab. Beliau sering menjelaskan

kandungan hadisnya dengan menjabarkan jabatan lafadz dalam sebuah kalimat.

Tidak sedikit ulasan yang beliau tampilkan terkait dengan ilmu nahwu, saraf

hingga balaghah. Hal ini menjadi dugaan kuat bahwa al-Tarmasi pun mahir dalam

bidang ilmu nahwu. Hal ini mengantarkan kesimpulan penulis bahwa corak yang

ada dalam karyanya itu bercorak nahwu. Hal ini bisa dilihat dalam penjelasan

berikut ini.

كالمو آخر كاف maksudnya ialah ucapan terahir ketika ia akan berpisah من

meninggalkan dunia. آخر bisa dibaca rafa sebagai isimnya kana, bisa juga dibaca

nasab karena menjadi khabar kana. الوإالهللاال , lā )ال( berbentuk la nafi liljinsi,21

ilāha (الو) menjadi isimnya. Adapun khabarnya ialah mengira-kirakan lafad موجود

yang dibuang. huruf istitsna. Maksudnya ialah tidak ada Dzat yang berhak إال

disembah kecuali Dzat satu ini yang benar-benar nyata adanya, yang mencakup

seluruh sifat-sifat ketuhanan. Menurutnya tauhid tidak akan tercapai kecuali

memaknai tuhan sebagai Dzat yang mesti disembah secara hak dan melekatkan

21

La nafi lil jinsi ialah salah satu diantara huruf nafi yang masuk pada kalimat isim. Ia

memiliki karakter yang sama dengan inna yang menasabkan isim setelahnya dan merafa’kan

khabar.

Page 115: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

101

pengetahuan bagi Dzat-Nya, bukan sebatas nama yang wajib adanya. Dalam

masalah ini beliau mengutip pendapatnya imam al-Rāzi yang mengatakan bahwa

tidak ada tuhan sejak azali dan selamanya kecuali Allah swt. karena Ia sudah ada

sejak azali dan selamanya.22

Menurut ulama ahli di bidang ilmu ma’āni, susunan kalimat الوإالهللاال itu

menunjuk adanya peringkasan, yang masuk pada pembahasan meringkas sifat atas

yang disifati, tidak sebaliknya.

ia (orang-orang yang mengucapkan kalimat lāilāha illa al-Allah) دخلاجلنة

akan masuk surga bersama orang-orang yang beruntung. Hal ini berlaku bagi

setiap muslim meskipun ia menyandang sebagai orang fasik. Namun, sebelumnya

ia harus merasakan siksa terlebih dahulu meskipun lama di siksa. Hal ini berbeda

jauh dengan pendapat kelompok sesat seperti muktazilah dan khawarij. Al-

Tarmasi juga sering mengutip pendapat ulama terdahulunya. Menurut Ibn Hajar

setiap orang yang ditalkin hendaknya di imbuhi juga dengan ucapan دمحمرسوؿهللا

karena hal yang hendak dicapai dan dituju ialah meninggal dalam beragama

Islam, dan seorang tidak disebut muslim kecuali telah mengucapkan dua kalimat

diatas. Begitu pula dengan apa yang dikehendaki dalam hadis bahwa orang akan

mendapatkan balasan masuk surga dengan ucapan هللاال الوإال .

22

Al-Tarmasi, al-Minḥaḥ al-Khairiyyah, h. 298.

Page 116: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

102

Al-Subki berkata dalam kitab Tabaqāt nya bahwa kelompok ahlussunnah

berpendapat bahwa orang yang meninggal dalam keadaan mukmin sudah tentu ia

akan masuk surga namun bagi orang yang belum diampuni oleh Allah swt. akan

masuk kedalam neraka, yang kemudian ia akan dikeluarkan berkat pembacaan

talkin kalimat tauhid ketika sakaratul maut. Bagi orang mukmin sendiri manfaat

pengucapan kalimat الوإالهللاال di ahir hayatnya ia termasuk orang yang diampuni

oleh Allah atas kejahatan-kejahatannya yang menyebabkan ia tidak akan masuk

neraka sama sekali.

Adapun hadis yang kedua ialah hadis yang berbunyi

دهسبحافكلمتافخفيفتافعلىاللسافثقيلتافيفالميزافحبيبػتافإىلالرحنسبحافهللاوبم" ."هللاالعظيم

Seperti biasa, sebelum menguraikan hadis Syaikh Nawawi memberikan

penjelasan umum tentang kalimat tasbih. Dalam menjelaskan keutamaan

membaca kalimat tasbih, Syaikh Nawawi mengutip hadis Nabi saw yang

diriwayatakan melalui sayidina Hasan bahwa Rasulullah saw bersabda

كافلو حاجةعندسللوؽفػليقفعلىميينووليػقلىذهالكلماتوىي"سبحافهللاواحلمدهللمنم ريب العظيم"فػوحق قضىاقوالإلوإالهللاوهللاأكبػروالحوؿوالقػوةإالابهللالعلي اذلاعبدإال

يػرىمق نػياواآلخرة،والميوتحت كافمنأمورالد كائناما عدهيفاجلنة.هللاحاجتوالتيطلبػها“Siapa orangnya yang sedang terhimpit kebutuhan, maka menengadahlah

dengan kedua tangan seraya berdoa dengan mengucapkan kalimat سبحاف"العظيم العلي ابهلل إال قػوة وال حوؿ وال إالهللاوهللاأكبػر إلو "هللاواحلمدهللوال demi

kebenaran Tuhanku, tidak ada hamba yang mengucapkannya kecuali Allah

memenuhi kebutuhannya yang ia minta baik kebutuhan dunia ataupun

ahirat, dan tidaklah meninggal hingga diperlihatkan tempatnya di surga”.

Page 117: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

103

Setelah itu, beliau kemudian menjelaskan hadis yang dimaksud. Dalam hal

ini Syaikh Nawawi menberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan ""كلمتاف

ialah kalam. Meskipun lafadz tersebut merupakan bentuk isim tatsniah dari lafadz

خفيفتافعلىاللسافثقيلتافيف" .tapi yang dimaksud dalam hadis bukan hal itu كلمة

ialah karakter sifat yang dimiliki kedua kalimat tersebut ialah ringan dan الميزاف"

berat keduanya untuk menjelaskan banyaknya pahala orang yang

mengucapkannya namun sedikit orang yang mengetahui hal itu. Dengan kata lain,

mengucapkan kalimat tasbih itu sangatlah ringan dan mudah dan memiliki balasan

yang sangat berat sekali bagi yang mengucapkannya, namun sayang sedikit orang

yang mengetahui hal itu.

keduanya menjadi sesuatu yang dicintai. Maksud dari lafad ini "حبيبػتاف"

ialah menunjuk kepada orang yang mengucapkannya.23

Orang yang mengucapkan

kalimat tasbih akan dicintai oleh Allah swt. ""الرحن إىل orang yang membacanya

akan dicintai oleh Allah swt. Maksudnya ialah Allah akan memberikan kebaikan

serta memuliakan kepada orang yang mengucapkannya. "هللا atau disebut "سبحاف

dengan kalimat tasbih maksudnya ialah mensucikan Allah swt dari hal-hal yang

tidak pantas ada pada-Nya dari sifat kekurangan. ""وبمده menjadi pelengkap dan

23

Nawawi Syaikh Nawawi, Tanqīḥ al-Qaul, h. 95.

Page 118: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

104

penyelaras dari kalimat sebelumnya dengan mengira-ngira أسبحهللاملتبسابمدهلو

أجل .توفيقومن Ataupun “ba” yang berada dalam kalimat “بمده” memiliki

hubungan dengan kalimat sebelumnya yang dibuang dengan mengkira-kirakan

berdiri sendiri "وبمده" dengan "سبحافهللا" oleh karenanya kalimat وأثينعليوبمده

bukan satu kesatuan. العظيمسبحا هللا ف menurut al-Kirmani sifat-sifat Allah yang

menunjuk pada adanya Allah seperti sifat ilm, qudrat semuanya itu tergolong

kedalam sifat-sifat yang menunjuk pada kemuliaan. Adapun, sifat-sifat yang

menunjuka pada ketidak adanya sekutu bagi-Nya dan tidak ada yang sama

dengan-Nya ialah sifat-sifat keagungan. Dari semua itu, tasbih merupakan bentuk

isyarat terhadap keagungan dan tahmid menunjuk pada sifat kemuliaan-Nya.

Dengan kata lain, maksud dari hadis diatas ialah mensucikan-Nya (membebaskan)

dari seluruh kekurangan dan memuji dengan maha kesempurnaan-Nya.24

كلمتاف"" maksudnya ialah kalam. Ini merupakan pengungkapan kalimat

atas kalam. Ungkapan ini seperti ungkapan kalimat syahadat padahal yang

dimaksud ialah kalam. "حبيبػتاف" dua-duanya disukai. ""الرحن إىل al-Tarmasi

menjelaskan adanya pengkhususan penggunaan lafadz ini, tidak memakai lafadz

asmaul husna yang lain. Beliau menilai bahwa setiap asmaul husna memiliki

posisi penyebutan pada suatu tempat yang serasi dengan lafadznya. Misalnya

24

Nawawi Syaikh Nawawi, Tanqīḥ al-Qaul, h. 95-96.

Page 119: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

105

firman Allah غفارا كاف إنو ربكم Ayat ini diawali dengan perintah untuk .استػغفروا

meminta ampunan kepada Allah swt, diahir ayat kemudian Allah menyebutkan

bahwa diri-Nya sebagai Dzat yang maha pengampun.

ىاللسافثقيلتافيفالميزاف"خفيفتافعل" kedua kalimat ini memiliki sifat huruf

yang lembut dan mudah untuk pengucapannya. Karena keduanya tidak

mengandung huruf-huruf syiddah dan isti’la selain huruf ba dan ẓa dan juga tidak

ada fi’il (bukan berbentuk kata kerja). ""الميزاف يف ثقيلتاف (dua kalimat ini berat

dalam timbangan). Maksudnya ialah bahwa pada hakikatnya didalam dua kalimat

ini mengandung balasan yang sangat agung sekali. Dalam sebuah riwayat nabi Isa

as. pernah ditanya tentang beratnya kebaikan dan ringanya keburukan seseorang.

Kemudian beliau menjawab bahwa dalam melakukan kebaikan akan diliputi

kegetiran dan hilangnya rasa manis maka dari itu berat untuk melakukannya.

Begitu pula sebaliknya, pernuatan buruk akan diliputi oleh rasa manis dan hilang

rasa getirnya, maka dari itu sangat mudah untuk melakukannya.

Seperti biasa beliau memberikan komentar ragam jabatan sebuah lafadz,

kemudian di susul arti dan penjelasan kalimat tersebut. Dalam kalimat "سبحافهللا"

ada empat ragam jabatan. Pertama, masdar taukid25

, seperti contoh ضراب .ضربت

25

Masdar Taukid ialah masdar yang berada setelah kalimat fi’il untuk menguatkan fi’il

tersebut. Contohnya ضراب اللص Mustafa al-Ghalayaini, Jāmiʻ al-Durūs al-Arabiyyah .ضربت

(Lubnān: Dār al-Fikr, 2007), h. 111.

Page 120: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

106

Dalam hal ini berarti أسبحهللاتسبيحا yang artinya saya mengontrol diriku sendiri

seperti apa yang dilakukan oleh orang-orang yang yakin atas kesucian-Nya dari

seluruh apa-apa yang tidak pantas melekat pada Allah swt. Allah juga

sesungguhnya telah mengkultuskan Dirinya sendiri sejak sebelum diciptakannya

makhluk dan akan berlangsung selamanya, meskipun tidak ada satupun orang

yang mensucikannya. Kedua, menjadi masdar nau’26

yang bila diterapkan seperti

بو أسبحو خيتص تسبيحا dimana fungsinya untuk mengkhususkan. Ketiga, menjadi

masdar nau yang menandakan bahwa penyucian yang diungkapkan oleh seorang

hamba sama dengan penyucian-Nya terhadap diri-Nya. Hal ini sama dengan

ungkapan تسبيح مثل هللا لنفسوأسبح هللا . Keempat, menjadi masdar padahal yang

dimaksud ialah perbuatannya.

وبمده"" huruf “wawu” yang ada pada lafad ini menjadi wawu hal (kondisi

atau keadaan) atau sebagai huruf ataf. Maksud dari yang pertama ialah saya

menyucikan-Nya yang disertai dengan pujian kepada-Nya karena mengharap

limpahan karunia-Nya. Kalau huruf wawu menjadi ataf maka, maksud dari ""بمده

ialah saya bertasbih dan memakaikan (menyelimutinya) dengan pujian kepada-

Nya. Adapun hurif “ba” yang ada pada lafadz ""بمده itu untuk ""االستعانة atau

26

Masdar nau’ ialah masdar yang menunjukkan jenis dan sifat pekerjaan saat pekerjaan

itu terjadi. Contohnya جلستجلسةالعلماءةفقػوتفقػو، . al-Ghalayaini, Jāmiʻ al-Durūs, h. 112.

Page 121: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

107

menunjuk pada minta pertolongan. Pujian yang diucapkan atau disebutkan setelah

ugkapan penyucian - dari setiap apapun yang tidak pantas bagi-Nya-, mengandung

permintaan kepastian adanya penetapan kesempurnaan yang telah siap dan pantas

melekat bagi-Nya yang mengarah pada penyucian atas segala sesuatu yang tidak

pantas ada bagi diri-Nya baik dari hal-hal yang menentang ataupun yang sejalan

dengan-Nya.

العظيم هللا lafadz ini sangat indah sekali sebagai pungkasan dalam سبحاف

hadis ini. Al-Tarmasi menilai bahwa penggunaan lafadz diatas sebagai ahir hadis

sangat tepat, dimana Nabi saw. lewat sabdanya ingin memadukan antara

pengharapan dan kegelisahan. Pengharapannya ada pada lafadz الرحن (al-Rahmān)

sebagai Dzat yang memberi kenikmatan dan kebaikan. Sedangkan kegelisahannya

ada pada العظيم yang artinya Dzat yang maha Agung. Dari sini lahir rasa takut

karena kemuliaan dan rasa kagum kepada-Nya. Dalam hadis ini juga terdapat

contoh penerapan ilmu al-badī‟ berupa muqābalah, munāsabah, dan

muwazanah.27

27

Muqabalah ialah menyebutkan dua lafadz atau lebih kemudian disusul dengan

menyebutkan kebalikan lafadz tersebut. Contohnya lafadz اخلفة dan الثقل. sedangkan munasabah

ialah berkumpulnya dua lafadz yang tidak saling menafikan dan berlawanan. Contohnya pemilihan

penggunaan lafadz الرحن bukan yang lain. Adapun muwazanah ialah dua qarinah yang sama dalam

sebuah wazan. Contoh dalam kalimat ا إىل لرحنحبيبتاف tidak memakai للرحن hal ini untuk

menyesuaikan dengan lidah. خفيفتاف merupakan bentuk isti’arah menunjuk pada perbuatan ini

yang ringan untuk dilakukan oleh lisan, sedangkan الثقل itu menunjuka pada makna sesungguhnya,

karena perbuatan manusia kelak akan berbentuk. Al-Tarmasi, al-Khil’ah al-Fikriyyah, h. 221.

Page 122: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

108

D. Analisis Komparatif Pemahaman Hadis Mengucapkan Kalimat

Tauhid dan Tasbih

Penjelasan hadis balasan akan masuk surga bagi orang yang mengucapkan

kalimat Lāilāhaillāllāh, oleh Syaikh Nawawi dan al-Tarmasi ada perbedaan.

Syaikh Nawawi meniali bahwa balasan surga bagi orang mengucapkan

Lāilāhaillāllāh ialah diperuntukkan bagi mereka yang mengucapkannya dengan

ikhlas, tidak riya dan benar-benar memurnikan bahwa tidak ada tuhan selain Allah

swt. Selain itu balasan juga diperuntukkan bagi mereka yang mengucapkannya

dengan dibarengi sikap menjauhkan (mencegah) diri dari melakukan hal-hal yang

dilarang Allah swt.

Sedangkan al-Tarmasi lebih menekankan pada status kelompok orang yang

masuk surga. Dimana orang yang diahir hayatnya mengucapkan kalimat

Lāilāhaillāllāh ia akan masuk surga dan tergolong menjadi orang-orang yang

beruntung. Ataupun mereka yang masuk surga ialah setiap muslim yang fasik

(melakukan dosa) meski mendapatkan siksa terlebih dahulu. Pendapat ini

sekaligus menentang pendapat aqidah kelompok Khawarij dan Mu’tazilah. Hal itu

tidak dinilai penting, yang terpenting ialah ketika ia meninggal dunia dalam

kondisi muslim. Dan diharapkan dengan membaca Lāilāhaillāllāh menjadi

balasan surga baginya. Karena pada dasarnya setiap muslim akan mendapatkan

balasan seadil-adilnya.

Perbedaan penekanan dalam memahami hadis diatas tidak membuat maksud

sebuah hadis kabur, justru saling melengkapi dan dapat digabungkan. Hal ini

menunjukkan bahwa salah satu amal yang mengantarkan seseorang masuk surga

Page 123: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

109

ialah mengucapkan kalimat Lāilāhaillāllāh terlepas ia pernah melakukan dosa

atau tidak. Selain itu bahwa baik atau buruk seseorang dilihat dari ahir hayatnya.

Oleh karena itu Ahlussunnah wal Jamaah mengajarkan talqin bagi setiap muslim

yang sedang menjalani sakaratul maut.

Sedangkan penjelasan hadis dalam kalimat tasbih ada sedikit perbedaan

antara Syaikh Nawawi dengan al-Tarmasi. Syaikh Nawawi memberikan

penjelasan bahwa yang dicintai oleh Allah itu ialah orang yang mengucapkan

kalimat tasbih itu sendiri, dengan harapan akan mengalir kebaikan dan kemuliaan

kepadanya. Adapun menurut al-Tarmasi yang dicintai oleh Allah ialah kalimat

tasbih. Perbedaan ini penulis nilai karena adanya perbedaan letak sebuah lafadz

dalam hadis. Redaksi dalam kitab Tanqīḥ al-Qaul berupa على خفيفتاف "كلمتاف

الرحن" إىل حبيبػتاف الميزاف يف ثقيلتاف -sedangkan dalam kitab al-Minḥaḥ al اللساف

Khairiyyah berupa "كلمتافحبيبػتافإىلالرحنخفيفتافعلىاللسافثقيلتافيفالميزاف".

oleh karena itu penuils menyimpulkan bahwa diantara poin penting dalam hadis

ialah mengetahui letak posisi sebuah lafadz.

Perbedaan berikutnya ialah dalam mensyarahi kalimat "العظيم هللا "سبحاف .

Kalimat ini menurut Syaikh Nawawi menunjukkan pada sifat kemuliaan dan

keagungan Allah swt. Sedangkan menurut al-Tarmasi menunjukkan hukum yang

tidak bisa digabungkan. Ada hukum (putusan) yang nampak ada hukum yang

tidak tidak nampak. Hadis ini –sebagai hadis terahir di kitab Sahih Bukhari- masih

Page 124: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

110

ada hubungan dengan hadis pertamanya tentang niat. Dimana kadar timbangan

sebuah amal dan diterima atau ditolak itu dinilai dari niatnya.

Meskipun pemahaman hadis Syaikh Nawawi dan al-Tarmasi berbeda, hal

itu bisa digabungkan. Dilihat secara sekilas hadis di atas membicarakan keadilan

timbangan sebuah amal. Syaikh Nawawi memahaminya dengan orang yang

disukai oleh Allah namun, al-Tarmasi menilai bahwa yang dicintai ialah

kalimatnya. Perlu dipahami bahwa setiap amal perbuatan ada balasan masing-

masing. Dan di ahirat kelak setiap orang akan mendapatkan putusan atas amal

perbuatan dengan seadil-adilnya. Kesimpulan pemahaman hadis di atas ialah

bahwa orang yang mengucapkan kalimat tasbih dicintai oleh Allah swt lantaran

kalimat tersebut dicintai oleh Allah swt. Ungkapan ini sama dengan ungkapan

saya mencintai kampung ini, maksudnya ialah mencintai penduduk kampungnya.

Page 125: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

111

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian tentang metodologi pemahaman hadis dalam

kitab Tanqīḥ al-Qaul karya Nawawi al-Bantani dan al-Khilʻah al-Fikriyyah karya

Mahfudz al-Tarmasi, penulis menemukan beberapa poin diantaranya adalah:

1. Model penyusunan kitab yang dilakukan oleh al-Bantani ialah dengan

memberikan syarah atau komentar terhadap karya ulama sebelumnya.

Sedangkan al-Tarmasi menulis ulang hadis dan memberikannya syarah,

2. Metode syarah hadis yang digunakan oleh Syaikh Nawawi al-Bantani ialah

secara ijmali atau dijelskan secara global. Sedangkan metode yang

digunakan oleh Mahfudz al-Tarmasi ialah secara tahlili. Adapun corak

yang melekat dalam kitab Tanqīḥ al-Qaul ialah bercorak sufi, sedangkan

dalam kitab al-Khilʻah al-Fikriyyah ialah bercorak bahasa,

3. Al-Bantani lebih dikenal daripada al-Tarmasi karena Jiwa sosialisme yang

besar dan karya-karyanya yang fenomenal dengan menulis karya baru

yang dipelajari di pesantren

4. Metode pemahaman hadis al-Bantani lebih mudah dipahami karena

langsung mengarah pada makna yang dituju. beliau mengutip pendapat

ulama, hadis dan al-Qur’an. Sedangkan al-Tarmasi menjadikan ilmu

Page 126: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

112

bahasa sebagai pondasi dalam memahami hadis. Meskipun beliau juga

mengutip pendapat ulama, hadis dan al-Quran.

B. Saran

Metode pemahaman atau pensyarahan hadis setiap ulama sangat menarik

untuk diteliti. Hal itu karena penjelasan setiap ulama terkait suatu hal pasti

mengalami perbedaan. Begitupula dengan metode pemahaman hadis Nawawi al-

Bantani dengan Mahfudz al-Tarmasi. Penelitian ini hanya mengambil dua hadis

yang secara redaksi hampir sama dan 42 hadis dari kitab Tanqīḥ al-Qaul.

Sedangkan hadis yang ada di kitab Tanqīḥ al-Qaul dan al-Khil’ah al-Fikriyyah

sangatlah banyak. Oleh karena itu penelitian ini masih butuh penelitian lanjutan

dengan meneliti hadis-hadis yang belum diteliti oleh penulis.

Page 127: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

113

DAFTAR PUSTAKA

Aizid, Rizem. Biografi Ulama Nusantarta. Yogyakarta: Diva Prees,

2016.

Amin, Samsul Munir. Sayid Ulama Hijaz Biografi Syaikh Nawawi al-Bantani.

Yogyakarta: LKis, 2011.

Arwansyah dan Faisal, Ahmad. “Peran Syaikh Nawawi al-Bantani dalam

Penyebaran Islam di Nusantara.” Kontekstualita, Vol. 30, No. 1, 2015

Azra, Azyumardi. Historigrafi Islam Kontemporer, Wacana, Aktualitas, Dan

Aktor Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.

--------. Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal. Bandung: Mizan, 2002.

--------. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad XVII dan

XVIII. Jakarta: Kencana, 2013.

--------. Renaisanse Islam Asia Tenggara, Sejarah Wacana dan Kekuasaan.

Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999.

Bantani, Nawawi. Tanqīḥ al-Qaul al-Ḥatsīts Fi Syarḥ Lubāb al-

Ḥadīṡ. Jakarta: Dār al-Kutb al-Islāmiyyah, 2011.

Bruinessen, Martin Van. Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi

Islam di Indonesia. Bandung: Mizan, 1995.

Burhanuddin, Jajat. Ulama dan Kekuasaan; Pergumulan Elit Muslim dalam

Sejarah Indonesia. Jakarta: Mizan, 2012.

Chaidar. Sejarah Pujangga Islam Syaikh Nawawi al-Bantani Indonesia. Jakarta:

Sarana Utama, 1978.

Page 128: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

114

Danarta, Agung. Perkembangan Pemikiran Hadis di Indonesia; Sebuah Upaya

Pemetaan.” Jurnal Tarjih, edisi 7, 2004, hal. 4.

Dzafir, Zamakhsyari. Tradisi Pesantre, Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai.

Jakarta: LP3ES, 1994.

Dzikri, Saifuddin. Peta Kajian Hadis Ulama Banjar. Banjarmasin: IAIN Antasari

Prees, 2014.

Dzikri, Saifudin. dan Bashori. “Peta Kajian Hadis Ulama Banjar.” Tashwir, Vol. 1

No.2, Juli-Desember 2013.

Ghalayaini, Mustafa. Jāmiʻ al-Durūs al-Arabiyyah. Lubnān: Dār al-Fikr, 2007.

Hanafi. “Jaringan Ulama Banjar dalam Kajian Hadis: Kontribusi Mereka bagi

Masyarakat Banjar.” Tesis S2 Sekolah Pascasarjana, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2017.

Hidayah, Nur. “Meretas Kesarjanaan Hadis di Indonesia.” Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah, 2017.

Huda, Nor. Islam Nusantara; Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia.

.Jakarta: Al Ruzz Media, 2016.

Huda, Syamsul. “Perkembangan Penulisan Kitab Hadis pada Pusat Kajian Islam

di Nusantara pada Abad XVII.” Jurnal Penelitian UNIB, Vol. VII, No. 2,

Juli 2001, Hal. 112

Ibrahim, M. Sa‟ad. “Orisinalitas dan Perubahan dalam Ajaran Islam.” al-Tahrir,

vol 4, No. 2, juli 2004

Kartodirjo, Sartono. Pengantar Indonesia Baru 1500-1900: dari Emporium

sampai Imperium. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992.

Page 129: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

115

Mahdi, Fakhri Tajuddin. “Metodologi Syarah Hadis Nabi saw.; Telaah Kitab

Tanqīḥ al-Qaul al-Ḥatsīts fi Syarḥ Lubāb al-Ḥadīs Karya Imam Nawawi al-

Bantani.” Tesis S2 Theologi Islam, UIN Alauddin Makasar, 2016.

Mahsun. “Hakikat Fadhailul A‟māl menurut Syaikh Nawawi al-Bantani dalam

Kitab Tanqīh al-Qaul al-Ḥatsīts Fi Syarh Lubāb al-Ḥadīs.” Skripsi S1

Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta,

2016.

Manzur, Muhammad bin Mukram Ibn. Lisān al-‘Arab. Dār Sādr: Beirut, t.th.

Mas‟ud, Abdurrahman. Dari Haramain ke Nusantara; Jejak Intelektual Arsitek

Pesantren. Jakarta: Kencana, 2006.

Mastuki, Intelektualisme Pesantren, Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di

Era Perkembangan Pesantren. Jakarta: Diva Pustaka, 2006.

Mestika. Zeid, Metodologi Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2004.

Mochamad Samsukadi, Jurnal Studi Islam, Vol. 6, No. 1. 2015

Muhajirin. Kebangkitan Hadis di Nusantara. Yogyakarta: IDEA, 2016.

--------. Muhammad Makhfudz Al-Tarmasi; Ulama Hadis Nusantara Pertama.

Yogyakarta: IDEA Press, 2016.

Muhajirin. “Transmisi Hadis di Nusantara; Peran Ulama Hadis Muhaamd

Mahfudz al-Tirmasi.” Disertasi S3 Sekolah Pascasarjana, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2009.

Muhammad, Iqbal Asep. Yahudi & Nasrani dalam al Qur’an: Hubungan Antar

Agama Menurut Syaikh Nawawi al Bantani. Jakarta: Teraju, 2004.

Mukani. “Ulama Al-Jawi di Arab Saudi dan Kebangkitan Umat Islam di

Indonesia.” Al-Murabbi, Vol. 2, No. 2, Januari 2016, Hal. 219.

Page 130: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

116

Munawir, Ahmad Warson. al Munawwir. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.

Nasution, Harun. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Departemen Agama RI,

1988.

Purwaningsih, Sri. “Kritik Terhadap Rekonstruksi Metode Pemahaman Hadis

Muhammad Al-Ghazali.” Jurnal THEOLOGIA, Vol. 28, No. 1, Juni 2017.

Qardhawi, Yusuf. Kaifa Nata’ammal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah, terj.

Muhammad al-Baqir. Bandung: Karisma, 1995.

Rahmat, Jalaluddin. Bunga Rampai Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam

Sejarah. Jakarta: Paramadina, 2002.

Rahmawati, Atina. “Literatur Hadis Qudsi di Indonesia.” Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah, 2017.

Rodiana, Yuyun. Syaikh Nawawi al-Bantani: Riwayat Hidup dan Sumbangannya

Terhadap Islam. Jakarta: tp, 1990.

Rudiyana, Muhammad Dede. Perkembangan Pemikiran Ulum al-Hadis dari

Klasik sampai Modern. Bandung: pustaka Setia, 2004.

Sāliḥ, Subhi. Ulūm al-Ḥadīts wa Muṣṭalaḥuhu. Beirut: Dār al-„Ilm Lil Malāyīn,

1877. Terj, Tim Pustaka Firdaus, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis. Jakarta:

Pustaka Firdaus, 2000.

Saleh, Putuhena M. Historiografi Haji Indonesia. Yogyakarta: LKis Pelangi

aksara, 2007.

Samsukadi, Mochammad. “Paradigma Studi Hadis di Dunia Pesantren. Religi”:

Jurnal Studi Islam, V. 6, Nomor 1, April 2015.

Steenbrink, Karel. Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia abad ke-19.

Jakarta: Bulan Bintang, 1984.

Page 131: METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS ULAMA NUSANTARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44044/2/NASRULLOH-FU.pdf · METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS . ULAMA NUSANTARA (PERBANDINGAN

117

--------. Pesantren, Madrasah dan Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun

Modern. Jakarta: LP3ES, 1994.

Suryadilaga, Alfatih. Metodologi Syarah Hadis dari Klasik hingga Kontemporer.

Kalimedia: Jogjakarta, 2017.

Syamsu, Muhammad. Ulama Pembaharu Islam di Indonesia dan Sekitarnya.

Jakarta: lentera, 1999.

Syuhudi, Ismail, M. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual; Telaah Ma‘āni

al-Ḥadīts Tentang Ajaran Nabi yang Universal, Temporal dan Lokal.

Jakarta: Bulan Bintang, 2009.

Tarmasi, Mahfūẓ. Al-Khil’ah al-Fikriyyah. Kementrian Agama RI, 2008.

--------. Manhaj Dzawi al-Naẓar. Makkah: Dār al-Fikr, 1981.

Tim Majalah Nabawi. Cara Cermat Mengamalkan Hadis. Tangerang Selatan:

Maktabah Darussunnah, 2016.

Tim Penulis, Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: Delta Pamungkas, 2004.

Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ikhtiar Baru Van, 2005.

Wulandari, “Analisis Pungtuasi dalam Terjemahan Buku Naṣāiḥ al-Ibād karya

Syaikh Nawawi al-Bantani.” Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Ya‟qub, Ali Mustafa. Cara Benar Memahami Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus,

2016.

Yatim, Badri. Sejarah Sosial Keagamaan Tanah Suci Hijaz; Makkah dan

Madinah 1800-1925. Jakarta: Logos, 1999.

Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya

Agung, 1996.