Metodologi dalam Kaderisasi

33
Training For Trainer HMS-ITB 2014 MODUL 4 METODOLOGI DALAM KADERISASI Setelah diberikan materi ini, peserta diharapkan mampu untuk: 1. Dapat memahami metodologi secara umum 2. Dapat mengetahui teori-teori belajar dan instruksional 3. Dapat mensistesis sebuah metode berdasarkan metodologinya 4.1 UMUM Kaderisasi merupakan proses pemberian dan pemaknaan kembali nilai- nilai yang ada didalam suatu organisasi/kelompok. Apabila ditinjau pada kasus organisasi kemahasiswaan, yang merupakan alat untuk dapat mencapai tujuan perguruan tinggi dan tujuan pendidikan, maka kaderisasi di dalam organisasi kemahasiswaan akan sangat berkaitan dengan pendidikan. Dalam prosesnya, seorang pengkader akan menyampaikan nilai atau pengetahuan kepada kadernya. Dalam menyampaikan suatu hal dengan harapan objek yang dituju dapat memahami apa yang kita sampaikan bahkan sampai suatu kesepakatan hingga orang tersebut juga melakukan hal yang kita inginkan, terkadang kita terhambat dikarenakan hal yang kita maksud tidak dapat dipahami oleh sang objek. Hal ini dikarenakan ketidakmampuan seseorang dalam menyampaikan maksud sebenarnya dari apa yang ingin diberikan atau ditanamkan kepada orang lain. Maka dari itu, dibutuhkan ilmu yang jelas tentang bagaimana cara untuk menyampaikan sebuah pemahaman kepada seseorang hingga orang tersebut memiliki pemahaman yang memang diharapkan oleh penyampainya.

Transcript of Metodologi dalam Kaderisasi

Training For Trainer HMS-ITB 2014

MODUL 4METODOLOGI DALAM KADERISASISetelah diberikan materi ini, peserta diharapkan mampu untuk:1. Dapat memahami metodologi secara umum2. Dapat mengetahui teori-teori belajar dan instruksional3. Dapat mensistesis sebuah metode berdasarkan metodologinya

4.1 UMUMKaderisasi merupakan proses pemberian dan pemaknaan kembali nilai-nilai yang ada didalam suatu organisasi/kelompok. Apabila ditinjau pada kasus organisasi kemahasiswaan, yang merupakan alat untuk dapat mencapai tujuan perguruan tinggi dan tujuan pendidikan, maka kaderisasi di dalam organisasi kemahasiswaan akan sangat berkaitan dengan pendidikan. Dalam prosesnya, seorang pengkader akan menyampaikan nilai atau pengetahuan kepada kadernya.

Dalam menyampaikan suatu hal dengan harapan objek yang dituju dapat memahami apa yang kita sampaikan bahkan sampai suatu kesepakatan hingga orang tersebut juga melakukan hal yang kita inginkan, terkadang kita terhambat dikarenakan hal yang kita maksud tidak dapat dipahami oleh sang objek. Hal ini dikarenakan ketidakmampuan seseorang dalam menyampaikan maksud sebenarnya dari apa yang ingin diberikan atau ditanamkan kepada orang lain. Maka dari itu, dibutuhkan ilmu yang jelas tentang bagaimana cara untuk menyampaikan sebuah pemahaman kepada seseorang hingga orang tersebut memiliki pemahaman yang memang diharapkan oleh penyampainya.

Jika bicara tentang cara penyampaian, maka akan terbesit kata metode. Metode berasal dari Bahasa yunani methodos yang berarti cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan, dalam hal ini cara untuk menyampaikan sesuatu kepada seseorang, tanpa metode maka sesuatu tersebut tidak akan dapat tersampaikan. Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana cara memilih metode yang tepat untuk sebuah materi? Apa dasar untuk membuat alur serangkaian metode sehingga menghasilkan seseorang yang paham akan materi? Maka dari itu diperlukanlah yang namanya metodologi.

4.2 METODOLOGIMenurut KBBI, metodologi adalah:metodologi/mtodologi/nilmu tt metode; uraian tt metode:para penulis sejarah perlu menguasai -- penelitian sejarah

Metodologi secara bahasa berarti bentuk analisis secara sistematik dan teoretis yang diterapkan pada berbagai ilmu. Metodologi juga berarti analisis teoretis terhadap kumpulan metode. Metodologi biasanya mencakup konsep seperti paradigma, model teoretis, fase, maupun teknik secara kuantitatif dan kualitatif dalam suatu ilmu tertentu. Metodologi tidak digunakan untuk memberikan solusi melainkan menawarkan dasar teori atas metode mana yang akan digunakan.

Beberapa definisi lain dari metodologi: analsis atas prinsip-prinsip metode, aturan, dan postulat yang digunakan dalam disiplin ilmu tertentu, kajian sistematis atas metode yang, akan, atau telah diterapkan dalam disiplin ilmu tertentu, dan hasil kajian atau deskripsi dari metode.MetodeMetodologi Tujuan

4.3 METODOLOGI PEMBELAJARANJika bicara tentang organisasi kemahasiswaan dan pengembangan anggotanya yang berkenaan dengan pembelajaran tiap individu dalam organisasi, maka akan lebih baik apabila dilakukan pembahasan pada spesifik metodologi pembelajaran. Jika merujuk pada definisi mengenai metodologi di atas, maka metodologi pembelajaran adalah landasan teoritis dalam menciptakan dan memilih serangkaian metode pembelajaran sehingga objek yang sedang menjalani proses pembelajaran tersebut dapat memahami apa yang ia pelajari. Mungkin terkadang saat kita mengajari seseorang, secara tidak sadar kita telah memiliki sebuah metodologi yang mendasari cara kita mengajar. Tetapi apabila kita tidak memiliki acuan yang jelas mengenai metodologi yang kita anut, akan terjadi kebingungan saat output yang kita harapkan dari orang yang kita ajar tidak sesuai karena ketidakjelasan dasar yang kita gunakan saat memilih suatu metode pengajaran. Misal saat kita ingin mengajari seseorang cara berenang, apakah cukup hanya dengan memberikan sebuah seminar atau kelas tentang gaya-gaya berenang dan peraturan dalam lomba? Bagaimanakah agar orang tersebut bisa berenang dengan baik? Apa saja yang harus ia mengerti hingga ia bisa berenang?

Untuk dapat membuat seseorang memahami pembelajaran yang ia dapat, pertama-tama kita harus dapat memahami terlebih dahulu bagaimana seorang manusia belajar. Metodologi pembelajaran didasari pada teori-teori tentang bagaimana seseorang menyerap, memproses, dan mempertahankan informasi dalam proses belajar. Terdapat banyak faktor yang dapat memengaruhi bagaimana seseorang belajar, mulai dari faktor internal seperti pengalaman, kondisi fisiologis, dan kondisi psikologis serta faktor eksternal seperti kondisi ruangan, cara penyampaian, dan reaksi yang didapat dari luar. Metodologi pembelajaran adalah sebuah pendekatan secara sistemik terhadap proses belajar yang dapat diterapkan dalam pembentukan sistem untuk meningkatkan proses belajar.

Metodologi pembelajaran telah berevolusi dari tujuan awalnya terdahulu, yakni mengembangkan sistem penyampaian pelatihan militer (military training delivery systems). Sebuah perubahan paradigma telah terjadi di lapangan yang dihadapi oleh militer. Selama tiga puluh tahun terakhir terdapat perubahan besar di lingkungan dengan bertambahnya kompleksitas kondisi dan butuh adanya perkembangan. Pada awalnya, pendekatan penyelesaian masalah ini dilakukan dengan menggunakan perkembangan teknis dalam militer melalui pemodelan tingkat lanjut dan simulasi teknologi untuk meningkatkan proses pelatihan. Ternyata hasilnya tidak sesuai harapan. Yang perlu dilakukan ternyata adalah perubahan yang mendasar untuk dapat memenuhi kebutuhan. Pada akhirnya diterapkan metodologi pembelajaran untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Metodologi Pembelajaran

Teori InstruksionalTeori Belajar

Metodologi pembelajaran dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu teori belajar yang berfokus bagaimana seseorang belajar dan teori instruksional yang berfokus pada bagaimana cara membantu seseorang untuk belajar. Kedua teori tersebut saling mempengaruhi metodologi pembelajaran. Beragam teori terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan penambahan pengetahuan dari penelitian. Terlebih lagi, tiap orang tidak belajar dengan cara yang sama pada suatu situasi, tidak juga seseorang belajar dengan cara yang sama dalam tiap situasi. Jadi pada dasarnya, tidak ada metodologi pembelajaran yang saklek digunakan secara universal.

4.3.1 TEORI BELAJARMelihat banyaknya ragam teori belajar yang ada, ada beberapa konsep yang dimiliki secara umum oleh konsep-konsep tersebut. Tiga model dasar yang akan dibahas disini akan mengilustrasikan kesamaan dan juga perbedaan dari beberapa macam teori belajar yang akan dibahas, ketiga model tersebut adalah pendekatan behavioristik, pendekatan kognitivisme, dan pendekatan konstruktivisme.

4.3.1.1 Pendekatan BehavioristikTeori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil daripengalaman. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Teori behavioristikdengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Belajarmerupakan akibat adanyainteraksiantarastimulusdan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan olehguru(stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.

Koneksionisme(Connectionism) Merupakan rumpun yang paling awal dari teori beavioristik. Menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan stimulus-respons. Siapa yang menguasai stimulus-respons sebanyak-banyaknya ialah orang yang pandai dan berhasil dalam belajar. Pembentukan hubungan stimulus-respons dilakukan melalui ulangan-ulangan.

Tokoh yang terkenal mengembangkan teori ini adalah Thorndike (1874-1949), dengan eksperimentnya belajar pada binatang yang juga berlaku bagi manusia yang disebut Thorndike dengantrial and error. Thorndike menghasilkan belajar Connectionism karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan responsStimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indra. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atua gerakan/tindakan. Thorndike mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam belajar, yaitu: Law of readines, belajar akan berhasil apabila peserta didik memiliki kesiapan untuk melakukan kegiatan tersebut karenaindividu yang siap untuk merespon akan menghasilkan respon yang memuaskan Law of exercise, belajar akan berhasil apabila banyak latihan serta selalu mengulang apa yang telah didapat. Law of effect, belajar akan menjadi bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik.

Pengondisian(Conditioning)Merupakan perkembangan lanjut dari koneksionisme. Teori ini didasari percobaan Ivan Pavlov (1849-1936) menggunakan obyek yaitu anjing.Secara singkat adalah sebagai berikut: Seekor anjing yang telah dibedah sedemikian rupa, sehingga saluran kelenjar ludahnya tersembul melalui pipinya, dimasukan kedalam kamar gelap. Dikamar itu hanya ada sebuah lubang yang terletak di depan moncongnya, tempat menyodorkan makanan atau menyorotkan cahaya pada waktu diadakan percobaan. Pada moncongnya yang telah dibedah itu disambungkan sebuah pipa yang dihubungkan dengan sebuah tabung diluar kamar. Dengan demikian dapat diketahui keluar tidaknya air liur dari moncong anjing itu pada waktu diadakan percobaan, alat-alat yang digunakan dalam percobaan itu antara lain makanan, lampu senter, dan sebuah bunyi-bunyian.

Dari hasil percobaan yang dilakukan dengan anjing itu Pavlov mendapat kesimpulan bahwa gerakan-gerakan reflek itu dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat latihan latihan, sehingga dari hasil ini ia membedakan 2 macam refleks, yaitu refleks bawaan dan refleks hasil belajar.

Penguatan(Reinforcement)Merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori pengkondisian. Jika pada teori pengkondisian (conditioning) yang diberi kondisi adalah perangsangnya (stimulus), maka pada teori penguatan (reinforcement) yang dikondisikan atau diperkuat adalah responsnya. Contohnya, soerang anak yang belajar dengan giat dan dia dapat menjawab semua pertanyaan dalam ulangan atau ujian, maka guru memberikan penghargaan pada anak itu misal dengan nilai yang tinggi, pujian, atau hadiah. Berkat pemberian penghargaan ini,maka anak itu akan belajar lebih rajin dan lebih bersemangat lagi untuk mengulang agar mendapat penghargaan lagi.

Operant ConditioningTokoh utamanya adalah Skinner. Skinner memandang bahwa teori Pavlov tentang reflek berhasrat hanya tempat untuk menyatakan tingkah laku respon yang terjadi dari suatu rangsangan. Seperti Pavlov, Thorndike, dan Watson, Skinner juga menyakini adanya pola hubungan stimulus-respons. Tetapi berbeda dengan para pendahulunya, teori skinner lebih menekankan pada perubahan prilaku yang dapat diamati dengan mengabaikan kemungkinan yang terjadi dalam proses berfikir pada otak seseorang.

Menurut Skinner, hubungan stimulus dan respons yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Sebab, pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada sesorang akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang diberikan.Beberapa konsep yang berhubungan dengan operant conditioning: Penguatan positif(positive reinforcement),ialah penguatan yang menimbulkan kemungkinan untuk bertambah tingkah laku. Contohseorang siswa yang mencapai prestasi tinggi diberikan hadiah maka dia akan mengulangi prestasi itu dengan harapan dapat hadiah lagi. Penguatan bisa berupa benda, penguatan sosial (pujian, sanjungan) atau token (seperti nilai ujian). Penguatan negatif(negative reinforcement), ialah penguatan yang menimbulkan perasaanmenyakitkan atau yang menimbulkan keadaan tidak menyenangkan atau tidak mengenakkan perasaan sehingga dapat mengurangi terjadinya sesuatu tingkah laku.Contoh seorang siswa akan meninggalkan kebiasaan terlambat mengumpulkan tugas/PR karena tidak tahan selalu dicemooh oleh gurunya. Hukuman(punishment), respons yang diberi konsekuensi yang tidak menyenangkan atau menyakitkan akan membuat seseorang tertekan. Contoh seorang siswa yang tidak mengerjakan PR tidak dibolehkan bermain bersama teman-temannya saat jam istirahatsebagai bentuk hukuman.

4.3.1.2 Pendekatan KognitivismeMenurut perspektif psikologi kognitif, belajar pada asasnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah) meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hampir setiap peristiwa belajar siswa. Secara lahiriah, seorang anak yang sedang belajar membaca dan menulis, misalnya, tentu menggunakan perangkat jasmaniah (dalam hal ini mulut dan tangan) untuk mengucapkan kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi, perilaku mengucapkan kata-kata dan menggoreskan pena yang dilakukan anak tersebut bukan semata-mata respons atas stimulus (rangsangan) yang ada, melainkan yang lebih penting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya.

Pandangan kognitivisme ini membawa kepada sebuah pemahaman bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan, yakni belajar. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.Selain itu, proses pembelajaran juga sangat berkaitan erat dengan pembentukan dan penggunaan kemampuan berpikir. Peserta didik akan lebih mudah mencerna konsep dan ilmu pengetahuan apabila di dalam dirinya sudah ada struktur dan strata intelektual, sehingga ketika ia berhadapan dengan bahan atau materi pembelajaran, ia mudah menempatkan, merangkai dan menyusun alur logis, menguraikan dan mengobjeksinya. Teori dengan pendekatan kognitivisme yang paling populer adalah Taksonomi Bloom.

Taksonomi BloomTaksonomi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu tassein yang berarti mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Jadi Taksonomi berarti hierarkhi klasifikasi atas prinsip dasar atau aturan. Istilah ini kemudian digunakan oleh Benjamin Samuel Bloom, seorang psikolog bidang pendidikan yang melakukan penelitian dan pengembangan mengenai kemampuan berpikir dalam proses pembelajaran. Taksonomi Bloom adalah struktur hierarkhi yang mengidentifikasikan skills mulai dari tingkat yang rendah hingga yang tinggi. Tentunya untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, level yang rendah harus dipenuhi lebih dulu. Dalam kerangka konsep ini, tujuan pendidikan ini oleh Bloom dibagi menjadi tiga domain/ranah kemampuan intelektual (intellectual behaviors) yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah Kognitif berisi perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, dan keterampilan berpikir. Ranah afektif mencakup perilaku terkait dengan emosi, misalnya perasaan, nilai, minat, motivasi, dan sikap. Sedangkan ranah Psikomotorik berisi perilaku yang menekankan fungsi manipulatif dan keterampilan motorik/kemampuan fisik seperti berenang dan mengoperasikan mesin. Para trainer biasanya mengaitkan ketiga ranah ini dengan Knowledge, Skill, dan Attitude (KSA). Kognitif menekankan pada knowledge, afektif pada attitude, dan psikomotorik pada skill. Sebenarnya di Indonesia pun, kita memiliki tokoh pendidikan, Ki Hajar Dewantara yang terkenal dengan doktrinnya cipta, rasa dan karsa atau penalaran, penghayatan, dan pengamalan. Cipta dapat diidentikkan dengan ranah kognitif, rasa dengan ranah afektif dan karsa dengan ranah psikomotorik.

a. Ranah KognitifRanah kognitif mengurutkan keahlian berpikir sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Proses berpikir menggambarkan tahap berpikir yang harus dikuasai oleh siswa agar mampu mengaplikasikan teori kedalam perbuatan. Ranah kognitif ini terdiri atas enam level, yaitu: mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, menilai (mengevaluasi), mencipta.

Tiga level pertama (terbawah) merupakan Lower Order Thinking Skills, sedangkan tiga level berikutnya merupakan Higher Order Thinking Skill. Jadi, dalam menginterpretasikan piramida di atas, secara logika adalah sebagai berikut. Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus mengingatnya terlebih dahulu Sebelum kita menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih dahulu Sebelum kita menganalisa maka kita harus menerapkannya dulu Sebelum kita mengevaluasi maka kita harus menganalisa dulu Sebelum kita berkreasi atau menciptakan sesuatu, maka kita harus mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasiBeberapa kritik dilemparkan kepada penggambaran piramida ini. Ada yang beranggapan bahwa semua kegiatan tidak selalu harus melewati tahap yang berurutan. Proses pembelajaran dapat dimulai dari tahap mana saja tergantung kreasi tiap orang. Namun demikian, memang diakui bahwa pentahapan itu sebenarnya cocok untuk proses pembelajaran yang terintegrasi. Kritik lain mengatakan bahwa higher level (Menganalisa, mengevaluasi dan mencipta) sebenarnya bersifat setara sehingga bentuk segitiga menjadi seperti di bawah ini.

Berikut ini adalah penjelasan dan pilihan kata kerja kunci dari ranah kognitif.

RANAH KOGNITIF - PENGETAHUAN (KNOWLEDGE)

No.KategoriPenjelasanKata kerja kunci

1.MengingatKemampuan menyebutkan kembali informasi / pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan. Contoh: menyebutkan arti taksonomi.mendefinisikan, menyusun daftar, menjelaskan, mengingat, mengenali, menemukan kembali, menyatakan, mengulang, mengurutkan, menamai, menempatkan, menyebutkan

2.MemahamiKemampuan memahami instruksi dan menegaskan pengertian/makna ide atau konsep yang telah diajarkan baik dalam bentuk lisan, tertulis, maupun grafik/diagram. Contoh: merangkum materi yang telah diajarkan dengan kata-kata sendiri.menerangkan, menjelaskan,menterjemahkan, menguraikan, mengartikan, menyatakan kembali, menafsirkan, menginterpretasikan, mendiskusikan, menyeleksi, mendeteksi, melaporkan, menduga, mengelompokkan, memberi contoh, merangkum menganalogikan, mengubah, memperkirakan

3.MenerapkanKemampuan melakukan sesuatu dan mengaplikasikan konsep dalam situasi tetentu. Contoh: melakukan proses pembayaran gaji sesuai dengan sistem berlaku.memilih, menerapkan, melaksanakan, mengubah, menggunakan, mendemonstrasikan, memodifikasi, menginterpretasikan, menunjukkan, membuktikan, menggambarkan, mengoperasikan, menjalankan, memprogramkan, mempraktekkan, memulai

4.MenganalisisKemampuan memisahkan konsep kedalam beberapa komponen dan mnghubungkan satu sama lain untuk memperoleh pemahaman atas konsep tersebut secara utuh. Contoh: menganalisis penyebab meningkatnya harga pokok penjualan dalam laporan keuangan dengan memisahkan komponen- komponennya.mengkaji ulang, membedakan, membandingkan, mengkontraskan, memisahkan, menghubungkan, menunjukan hubungan antara variabel, memecah menjadi beberapa bagian, menyisihkan, menduga, mempertimbangkan mempertentangkan, menata ulang, mencirikan, mengubah struktur, melakukan pengetesan, mengintegrasikan, mengorganisir, mengkerangkakan

5.Mengevaluasi / menilaiKemampuan menetapkan derajat sesuatu berdasarkan norma, kriteria atau patokan tertentu. Contoh: membandingkan hasil ujian siswa dengan kunci jawaban.mengkaji ulang, mempertahankan, menyeleksi, mempertahankan, mengevaluasi, mendukung, menilai, menjustifikasi, mengecek, mengkritik, memprediksi, membenarkan, menyalahkan

6.MenciptaKemampuan memadukan unsur-unsur menjadi sesuatu bentuk baru yang utuh dan koheren, atau membuat sesuatu yang orisinil. Contoh: membuat kurikulum dengan mengintegrasikan pendapat dan materi dari beberapa sumber.merakit, merancang, menemukan, menciptakan, memperoleh, mengembangkan, memformulasikan, membangun, membentuk, melengkapi, membuat, menyempurnakan, melakukan inovasi, mendisain, menghasilkan karya

b. RANAH AFEKTIFRanah Afektif mencakup segala sesuatu yang terkait dengan emosi, misalnya perasaan, nilai, penghargaan, semangat, minat, motivasi, dan sikap. Lima kategori ranah ini diurutkan mulai dari perilaku yang sederhana hingga yang paling kompleks.

RANAH AFEKTIF SIKAP (ATTITUDE)

No.KategoriPenjelasanKata kerja kunci

1.PenerimaanKemampuan untuk menunjukkan atensi dan penghargaan terhadap orang lain. Contoh: mendengar pendapat orang lain, mengingat nama seseorang.menanyakan, mengikuti, memberi, menahan/mengendalikan diri, mengidentifikasi, memperhatikan, menjawab

2.ResponsifKemampuan berpartisipasi aktifdalam pembelajaran dan selalu termotivasi untuk segerabereaksi dan mengambiltindakan atas suatu kejadian. Contoh: berpartisipasi dalam diskusi kelas.menjawab, membantu, mentaati, memenuhi,menyetujui, mendiskusikan, melakukan, memilih, menyajikan, mempresentasikan, melaporkan, menceritakan, menulis, menginterpretasikan, menyelesaikan, mempraktekkan

3.Nilai yang dianut (nilai diri)Kemampuan menunjukkan nilai yang dianut untuk membedakan mana yang baik dan kurang baik terhadap suatu kejadian/obyek, dan nilai tersebut diekspresikan dalam perilaku. Contoh: mengusulkan kegiatan Corporate Social Responsibility sesuai dengan nilai yang berlaku dan komitmen perusahaan.menunjukkan, mendemonstrasikan, memilih,membedakan, mengikuti, meminta, memenuhi, menjelaskan, membentuk, berinisiatif, melaksanakan, memprakarsai, menjustifikasi, mengusulkan, melaporkan, menginterpretasikan, membenarkan, menolak, menyatakan/mempertahankan pendapat

4.OrganisasiKemampuan membentuk sistem nilai dan budaya organisasi dengan mengharmonisasikan perbedaan nilai. Contoh: menyepakati dan mentaati etika profesi, mengakui perlunya keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab.mentaati, mematuhi, merancang, mengatur, mengidentifikasikan, mengkombinasikan, mengorganisisr, merumuskan, menyamakan, mempertahankan, menghubungkan,mengintegrasikan, menjelaskan, mengaitkan,menggabungkan, memperbaiki, menyepakati,menyusun, menyempurnakan, menyatukanpendapat, menyesuaikan, melengkapi,membandingkan, memodifikasi

5.KarakterisasiKemampuan mengendalikanperilaku berdasarkan nilai yang dianut dan memperbaiki hubungan intrapersonal, interpersonal dan social. Contoh: menunjukkan rasa percaya diri ketika bekerja sendiri, kooperatif dalam aktivitas kelompok.melakukan, melaksanakan, memperlihatkan, membedakan, memisahkan, menunjukkan, mempengaruhi, mendengarkan, memodifikasi,mempraktekkan, mengusulkan, merevisi, memperbaiki, membatasi, mempertanyakan, mempersoalkan, menyatakan, bertindak, membuktikan, mempertimbangkan

c. Ranah PsikomotorikRanah Psikomotorik meliputi gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan motorik dan kemampuan fisik. Ketrampilan ini dapat diasah jika sering melakukannya. Perkembangan tersebut dpat diukur sudut kecepatan, ketepatan, jarak, cara/teknik pelaksanaan. Ada tujuh kategori dalam ranah psikomotorik mulai dari tingkat yang sederhana hingga tingkat yang rumit.

RANAH PSIKOMOTORIK KETRAMPILAN (SKILLS)

No.KategoriPenjelasanKata kerja kunci

1.PersepsiKemampuan menggunakan saraf sensori dalam menginterpretasikan nya dalam memperkirakan sesuatu. Contoh: menurunkan suhu AC saat merasa suhu ruangan panas.mendeteksi, mempersiapkan diri, memilih, menghubungkan, menggambarkan, mengidentifikasi, mengisolasi, membedakan, menyeleksi

2.KesiapanKemampuan untuk mempersiapkan diri, baik mental, fisik, dan emosi, dalam menghadapi sesuatu. Contoh: melakukan pekerjaan sesuai urutan, menerima kelebihan, dan kekurangan seseorang.memulai, mengawali, memprakarsai, membantu, memperlihatkan mempersiapkan diri, menunjukkan, mendemonstrasikaan

3.Reaksi yang diarahkanKemampuan untuk memulai ketrampilan yang kompleks dengan bantuan/bimbingan dengan meniru dan uji coba. Contoh: mengikuti arahan dari instruktur.meniru, mentrasir, mengikuti, mencoba, mempraktekkan, mengerjakan, membuat, memperlihatkan, memasang, bereaksi, menanggapi

4.Reaksi natural (mekanisme)Kemampuan untuk melakukan kegiatan pada tingkat ketrampilan tahap yang lebih sulit. Melalui tahap ini diharapkan siswa akan terbiasa melakukan tugas rutinnya. Contoh: menggunakan komputer.Mengoperasikan, membangun, memasang, membongkar, memperbaiki, melaksanakan sesuai standar, mengerjakan, menggunakan, merakit, mengendalikan, mempercepat, memperlancar, mempertajam, menangani

5.Reaksi yang KompleksKemampuan untuk melakukan kemahirannya dalam melakukansesuatu, dimana hal ini terlihat dari kecepatan, ketepatan, efisiensi dan efektivitasnya. Semua tindakan dilakukan secara spontan, lancar, cepat, tanpa ragu. Contoh: Keahlian bermain piano.mengoperasikan, membangun, memasang, membongkar, memperbaiki, melaksanakan sesuai standar, mengerjakan, menggunakan, merakit, mengendalikan, mempercepat, memperlancar, mencampur, mempertajam, menangani, mngorganisir, membuat draft/sketsa, mengukur

6.AdaptasiKemampuan mengembangkan keahlian, dan memodifikasi pola sesuai dengan yang dbutuhkan,Contoh: melakukan perubahan secara cepat dan tepat terhadap kejadian tak terduga tanpa merusak pola yang ada.mengubah, mengadaptasikan, memvariasikan,merevisi, mengatur kembali, merancang kembali, memodifikasi

7.KreativitasKemampuan untuk menciptakan pola baru yang sesuai dengan kondisi/situasi tertentu dan juga kemampuan mengatasi masalah dengan mengeksplorasi kreativitas diri. Contoh: membuat formula baru, inovasi, produk baru.merancang, membangun, menciptakan,mendisain, memprakarsai,mengkombinasikan, membuat, menjadipioneer

Penerapan Taksonomi BloomLangkah-langkah yang digunakan dalam menerapkan Taksonomi Bloom adalah sebagai berikut.1. Tentukan tujuan pembelajaran.2. Tentukan kompetensi pembelajaran yang ingin dicapai apakah peningkatan knowledge, skills atau attitude. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan karakteristik mata diklat, dan peserta didik.3. Tentukan ranah kemampuan intelektual sesuai dengan kompetensi pembelajaran.a. Ranah kognitif: Tentukan tingkatan taksonomi, apakah pada tingkatan Mengingat, Memahami, Menerapkan, Menganalisis, Menilai, Membuat. b. Ranah Psikomotorik: Kategorikan ranah tersebut, apakah termasuk Persepi, Kesiapan, Reaksi yang diarahkan, Reaksi natural (mekanisme), Reaksi yang kompleks, Adaptasi, Kreativitas.c. Ranah Afektif: Kategorikan ranah tersebut, apakah termasuk penerimaan, Responsif, Nilai yang dianut (Nilai diri), Organisasi dan Karakterisasi. 4. Gunakan kata kerja kunci yang sesuai, untuk menjelaskan instruksi kedalaman materi, baik pada tujuan program diklat, kompetensi dasar dan indikator pencapaian.4.3.1.3 Pendekatan KonstruktivismeTeori Konstruktivisme didefinisikan sebagaipembelajaranyangbersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya.Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.

Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa mengkonstruksi atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.

Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil pemberian dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari pemberian tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.

4.3.2 TEORI INSTRUKSIONALTeori instruksional adalah "teori yang menawarkan bimbingan eksplisit tentang cara untuk lebih membantu seseorang untuk belajar dan berkembang." Teori instruksional berfokus pada bagaimana membuat suatu proses yang tersistem untuk mendukung pendidikan manusia. Teori instruksional berbeda dari teori belajar. Teori belajar menjelaskan bagaimana pembelajaran terjadi sedangkan teori instruksional menentukan bagaimana untuk membantu orang dalam belajar.

Tinjauan TeoretisProses perubahan perilaku menurut Kurt Lewin:Unfreezing(Menggoyahkan Keyakinan lama)Moving(Menunjukan model ideal)Refreezing(Menerapkan dan penguatan)

Unfreezing Asumsi, persepsi, keyakinan dan perilaku lama digoyangkan Harus menyentuh sisi afektif Dengan structured experience dan student centered

Moving Memperlihatkan perilaku yang diharapkan (model ideal) Mengajak trainee / kuya untuk mengimplementasikan perilaku yang diharapkan (model ideal)

Refreezing Mengimplementasikan pengetahuan, pemahaman, dan ketrampilan dalam situasi nyata Memberikan reinforcement atas perilaku yang sesuai

4.3.2.1 Pendidikan Manusia DewasaProses ini lebih dikenal dengan sistem pendidikan egaliter atau andragogi. Proses ini memiliki sistem dimana sikap proaktif sangat mendominasi. Proaktif disini maksudnya bukan hanya sekedar memiliki inisiatif dalam segala tindakan. Terdapat beberapa pengertian yang membedakan sikap Proaktif dan reaktif. Orang yang reaktif cenderung dipengaruhi oleh lingkungan fisik mereka, sikap mereka sangat tergantung pada keadan fisik yang akan mempengaruhi psikis mereka, sementara orang yang proaktif cenderung dapat mengontrol kondisi emosianal mereka dalam penentuan sikap. Orang reaktif juga dipengaruhi Faktor lingkungan mereka, sikap mereka sangat dipengaruhi oleh perilaku orang ataupun lingkungan yang ada disekitar mereka, sementara orang yang proaktif juga dipengaruhi oleh stimulus dari luar entah sosial, atau psikologis. Namun respon terhadap stimulus tersebut, entah sadar atau tidak sadar, didasarkan pada pilihan atau berdasarkan nilai tertentu. Hal-hal tersebut lah yang menjadi modal dasar untuk penerapan metoda andragogi secara ideal.

Dengan kata lain sistem pendidikan egaliter yang ideal ini memiliki fungsi self-motivation dalam pengembangan dan perubahan perilaku trainer dan traineenya. Sistem ini muncul dari sistem training dan pelatihan perusahaan dan industri.

Ciri umum dari proses ini: Proses belajarnya tidak terlalu tergantung pada orang lain Berharap mendapat jawaban dari orang lain atas pertanyaan yang muncul di benaknya Mampu mandiri dalam belajar tanpa dan tidak ingin dipaksa

Secara umum proses belajar orang dewasa dapat dianalogikan seperti pada gambar berikut.

Stimulus

ResponsKebebasan untuk MemilihKesadaran DiriImajinasiSuara HatiKehendak Bebas

Sementara pada tataran pelaksanaan real sikap proaktif yang melandasi keterlaksanaanya proses pengkaderan dengan metodologi egaliter / andragogi sangat sulit untuk kita dapatkan pada diri traner maupun tranee. Pada pelaksanaan sistem pengkaderan ini sangat tidak efektif diterapkan pada sistem pengkaderan yang bersifat masif. Efektiftas akan sangat besar dimana intensitas interaksi antara trainee dan traner cukup besar sehingga antara trainer dan trainee timbul suatu kepercayaan.

Hambatan belajar orang dewasa: Pengalaman masa lalu setiap individu sangat mempengaruhi pola pikir mereka ketika melihat suatu permasalahan Rasa tidak percaya diri yang akan menghambat munculnya sikap proaktif Kadang-kadang sangat sulit untuk menumbuhkan motivasi dalam proses belajar Rasa ketakutan terhadap kegagalan dapat mengakibatkan penurunan inisiatif Cukup sulit untuk menumbuhkan ketertarikan terhadap materi pembelajaran yang ingin di berikan trainer Sikap takut akan perubahan yang terjadi Salah pendekatan trainer terhadap trainee

Hal-hal yang dapat memotivasi belajar orang dewasa adalah jika: Merasa butuh terhadap materi yang ingin kita berikan pada proses pengkaderan Memiliki kontrol atas proses belajar yang mereka jalani, mereka dapat secara proaktif menentukan proses belajar yang ingin mereka jalani Adanya pengharagaan terhadap pengalaman yang mereka alami Seimbang antara teori dan praktek Contoh yang digunakan realistis Tidak ada ketakutan untuk dikritik dan dicela pada trainer ataupun trainee Karakteristik umum andragogi: Lebih bersifat problem centered daripada content centered Memberikan kebebasan peserta untuk berpartisipasi aktif dalam proses kaderisasi Mendorong pesertanya untuk untuk mengemukakan pengalamannya dalam proses untuk mengujinya dengan informasi atau masalah lain.\situasi belajar harus klaboratif (saling mengisi antara trainer dengan trainee),,bukan monoton dikendalikan oleh trainer Kegiatan pengkaderan / pembelajaran dilakukan secara experiencial learning, tidak semata-mata transfer pengetahuan

Dalam sistem pengkaderan dengan menggunakan metodologi ini, trainer hanya bertindak sebagai fasilitator. Di sini trainer bertugas memfasilitasi peserta-peserta untuk mendapatkan pemahaman melalui pengalaman. Jadi disini trainer hanya mendampingi peserta dalam experiencial learning dalam memahami suatu masalah.

4.3.2.2 Pendidikan Indoktrinasi Sistem ini lebih banyak bersifat memberikan materi dengan cara memperlihatkan antitesis materi yang ingin ditanamkan pada trainee. Misal untuk menyadarkan pentingnya nilai-nilai kebebasan pada seseorang adalah dengan cara mengambil kebebasan tersebut darinya. Pada sistem ini kesadaran yang akan dibentuk adalah kesadaran komunitas. Disini trainee dilihat sebagai satu kesatuan komunitas yang arah perubahan perilaku merupakan kesadaran kolektif dari komunitas itu sendiri. Sistem ini mendobrak hambatan belajar dalam suatu kelompok ataupun komunitas sehingga terdapat persamaan kearah kesadaran kolektif. Pada proses kaderisasi dengan menggunakan metodologi pendidikan kekerasan, trainer yang memfasilitasi dan memberikan pemahaman untuk peserta.Hambatan belajar dalam kelompok atau Tim: Motivasi Berbeda Pengalaman berbeda Perbedaan ketertarikan Teknik pendekatan yang berbeda Daya terima yang berbeda

KekerasanPersamaan motivasi, pengalaman, ketertarikan, dan daya terima

Secara umum, karakteristik proses pendidikan dengan menggunakan pendidikan indoktrinasi: Lebih bersifat Content centered daripada problem centerd Monoton dan satu arah tanpa kebebasan berpartisipasi aktif dalam proses kaderisasi Memaksa trainee untuk menerima informasi dan pengalaman belajar untuk memecahkan informasi atau masalah baru Kegiatan kaderisasi dilakukan dengan cara transfer pengetahuan dengan menambahkan eksperiencial learning sebagai pemaksaan pembelajaran

4.3.2.3 KesimpulanPerbedaan antara metodologi anarkis dengan pendidikan andragogi:NoPendidikan IndoktrinasiPendidikan Manusia Dewasa

1Komponen pengkaderanTertindas dan penindasRekanan Partner

2Sistem kontrol motivasiPunishmentReward

3AturanBaku / ditentukan oleh trainerDitentukan bersama

4Tujuan / goalsPerlawanan terhadap penindasanPengembangan wawasan dan kemampuan

5Proses masuknya MateriDipaksakan untuk memahami sesuatuKesadaran mandiri untuk memahami sesuatu

Proses Eklektik Teori InstruksionalPelaksanaan kedua teori instruksional tersebut secara ideal dalam proses kaderisasi sangat sulit untuk diterapkan. Maka proses eklektik sangat mendominasi suatu tataran metodologi pelaksanaan kaderisasi. Proses eklektik tersebut menghasilkan suatu tatanan metodologi yang biasa disebut metodologi pendidikan disiplin. Metodologi pendidkan disiplin dapat memiliki karakteristik kedua tatanan metodologi yang berupa grafik kesimbangan. Jadi metodologi tersebut dapat bersifat lebih mendekati Indoktrinasi ataupun egaliter tergantung sistem penerapannya.Pendidikan IndoktrinasiPendidikan Manusia DewasaPendidikan disiplin