Metode Survey

2
praktiknya tidak hanya memerlukan kompetensi profesional dari seorang pengawas. Melainkan juga berkaitan dengan manajemen pengelolaan pembinaan guru, kebijakan beban kerja pengawas, unsur budaya dan iklim sekolah, serta faktor psikologis da ri guru dan pengawas sekolah. Oleh sebab itu diperlukan kajian fenomenologis unt uk memotret realitas pembinaan guru di kabupaten Probolinggo. Hasil penelitian Arifiatun di kabupaten Jember (2009) menemukan bahwa supervisi yang dilakukan pengawas sekolah tidak mempunyai hubungan signifikan terhadap kin erja profesional guru. Penelitian lain yang dilakukan oleh Suliadi di kabupaten Malang (2009) juga mendapatkan hasil bahwa supervisi yang dilakukan oleh pengawa s termasuk dalam kategori rendah. Pandangan tentang kinerja pengawas yang tidak efektif dalam melakukan pembinaan guru, menjadikan peneliti berkeinginan untuk merekontruksi program pembinaan gu ru berdasarkan pengalaman pembinaan guru oleh pengawas sekolah. Dimana dalam pan dangan peneliti, pengalaman dan pemaknaan para pengawas sekolah dalam melakukan pembinaan guru belum tersuarakan. Padahal sebagaimana hasil penelitian Sinaga di kabupaten Simalungun (2006) bahwa pembinaan profesional guru telah terlaksana sesuai kode etik para pengawas. Tet api terdapat hambatan dalam pelaksanaanya, antara lain menyangkut informasi terb aru, dana, geografis, dan juga yang bersumber segi guru yaitu status sosial, buk u dan alat pembelajaran, serta temuan dalam pembelajaran yang tidak ditindaklanj uti. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai beriku t: 1. Jumlah pengawas sekolah Dikmen di kabupaten Probolinggo adalah 11 orang dengan sekolah binaan sejumlah 244 sekolah setingkat SMP, SMA, dan SMK se-kab Pr obolinggo. 2. Pembagian tugas pengawas berdasarkan letak geografis sekolah. Yakni satu hingga dua orang pengawas membina SMP, SMA, dan SMK di tiga kecamatan. 3. Dalam satu kecamatan terdiri dari 5 hingga 20 sekolah setingkat SMP, SMA , dan SMK. 4. Asumsi penghitungan kasar rasio pengawas dan sekolah adalah 1:20 dan ras io pengawas dengan guru adalah 1:400 (dengan catatan masing-masing sekolah mempu nyai 20 orang guru). 5. Pembinaan guru dengan jumlah besar tidak hanya membutuhkan kompetensi pr ofesional pengawas tetapi juga manajemen pengelolaan, kebijakan beban kerja peng awas, unsur budaya dan iklim sekolah, serta faktor psikologis dari guru dan peng awas sekolah. Rumusan Masalah Fokus penelitian pada program pembinaan guru oleh pengawas sekolah Dikmen di kab upaten Probolinggo dari tinjauan fenomenologis, kemudian dijabarkan dalam tiga p ertanyaan penelitian berikut: 1. Bagaimana tahapan program pembinaan guru oleh pengawas SMA di kabupaten Probolinggo? 2. Bagaimana pengalaman pengawas SMA dalam melakukan pembinaan guru di kabu paten Probolinggo? 3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi program pembinaan guru oleh pen gawas SMA di kabupaten Probolinggo? Daftar Pustaka Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negar a No. 01/III/PB/2011. Sudjana, Nana. 2012a. Pengawas dan Kepengawasan: Memahami Tugas Pokok, Fungsi, P eran dan Tanggung Jawab Sekolah. Bekasi: Binamitra Publishing. Sudjana, Nana. 2012b. Supervisi Pendidikan: Konsep dan Aplikasinya bagi Pengawas Sekolah. Bekasi: Binamitra Publishing. Supriadi, Oding. Kemampuan Profesional Pengawas SMA di Kabupaten Pandeglang. Art ikel. (Online, digilib.unimed.ac.id/UNIMED-Article-000572/23765?). (c) Metode Riset Dan Pengembangan Judul Pengembangan Model Perencanaan Pengelolaan Pendidik Sma Di Kota Semarang

description

metode survey sangat penting dalam penelitian

Transcript of Metode Survey

praktiknya tidak hanya memerlukan kompetensi profesional dari seorang pengawas. Melainkan juga berkaitan dengan manajemen pengelolaan pembinaan guru, kebijakan beban kerja pengawas, unsur budaya dan iklim sekolah, serta faktor psikologis dari guru dan pengawas sekolah. Oleh sebab itu diperlukan kajian fenomenologis untuk memotret realitas pembinaan guru di kabupaten Probolinggo. Hasil penelitian Arifiatun di kabupaten Jember (2009) menemukan bahwa supervisi yang dilakukan pengawas sekolah tidak mempunyai hubungan signifikan terhadap kinerja profesional guru. Penelitian lain yang dilakukan oleh Suliadi di kabupaten Malang (2009) juga mendapatkan hasil bahwa supervisi yang dilakukan oleh pengawas termasuk dalam kategori rendah. Pandangan tentang kinerja pengawas yang tidak efektif dalam melakukan pembinaan guru, menjadikan peneliti berkeinginan untuk merekontruksi program pembinaan guru berdasarkan pengalaman pembinaan guru oleh pengawas sekolah. Dimana dalam pandangan peneliti, pengalaman dan pemaknaan para pengawas sekolah dalam melakukan pembinaan guru belum tersuarakan.Padahal sebagaimana hasil penelitian Sinaga di kabupaten Simalungun (2006) bahwa pembinaan profesional guru telah terlaksana sesuai kode etik para pengawas. Tetapi terdapat hambatan dalam pelaksanaanya, antara lain menyangkut informasi terbaru, dana, geografis, dan juga yang bersumber segi guru yaitu status sosial, buku dan alat pembelajaran, serta temuan dalam pembelajaran yang tidak ditindaklanjuti.� Identifikasi MasalahBerdasarkan latar belakang, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:1. Jumlah pengawas sekolah Dikmen di kabupaten Probolinggo adalah 11 orang dengan sekolah binaan sejumlah 244 sekolah setingkat SMP, SMA, dan SMK se-kab Probolinggo. 2. Pembagian tugas pengawas berdasarkan letak geografis sekolah. Yakni satu hingga dua orang pengawas membina SMP, SMA, dan SMK di tiga kecamatan. 3. Dalam satu kecamatan terdiri dari 5 hingga 20 sekolah setingkat SMP, SMA, dan SMK.4. Asumsi penghitungan kasar rasio pengawas dan sekolah adalah 1:20 dan rasio pengawas dengan guru adalah 1:400 (dengan catatan masing-masing sekolah mempunyai 20 orang guru).5. Pembinaan guru dengan jumlah besar tidak hanya membutuhkan kompetensi profesional pengawas tetapi juga manajemen pengelolaan, kebijakan beban kerja pengawas, unsur budaya dan iklim sekolah, serta faktor psikologis dari guru dan pengawas sekolah.� Rumusan MasalahFokus penelitian pada program pembinaan guru oleh pengawas sekolah Dikmen di kabupaten Probolinggo dari tinjauan fenomenologis, kemudian dijabarkan dalam tiga pertanyaan penelitian berikut:1. Bagaimana tahapan program pembinaan guru oleh pengawas SMA di kabupaten Probolinggo?2. Bagaimana pengalaman pengawas SMA dalam melakukan pembinaan guru di kabupaten Probolinggo? 3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi program pembinaan guru oleh pengawas SMA di kabupaten Probolinggo?Daftar Pustaka� Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 01/III/PB/2011. � Sudjana, Nana. 2012a. Pengawas dan Kepengawasan: Memahami Tugas Pokok, Fungsi, Peran dan Tanggung Jawab Sekolah. Bekasi: Binamitra Publishing.� Sudjana, Nana. 2012b. Supervisi Pendidikan: Konsep dan Aplikasinya bagi Pengawas Sekolah. Bekasi: Binamitra Publishing.� Supriadi, Oding. Kemampuan Profesional Pengawas SMA di Kabupaten Pandeglang. Artikel. (Online, digilib.unimed.ac.id/UNIMED-Article-000572/23765?).(c) Metode Riset Dan Pengembangan� Judul�Pengembangan Model Perencanaan Pengelolaan Pendidik Sma Di Kota Semarang�

� Latar BelakangPendidikan di sebuah satuan pendidikan sangat ditentukan oleh keberhasilan guru. Guru merupakan unsur sumber daya yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan di sekolah, karena guru merupakan unsur manusiawi yang sangat dekat hubungannya dengan siswa dalam upaya pendidikan sehari-hari di sekolah (Bafadal, 2003:31). Selebihnya menurut Mantja (2007:5), penanggung jawab keterlaksanaan proses pembelajaran di kelas adalah guru. Penguasaan kompetensi, penerapan pengetahuan, dan keterampilan guru sangat menentukan tercapainya kualitas proses pembelajaran atau pembimbingan peserta didik, dan pelaksanaan tugas tambahan yang relevan bagi sekolah/madrasah. Pemberdayaan terhadap mutu guru perlu dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan pada setiap organisasi pendidikan. Menurut Tilaar (2002:6) kemajuan dalam globalisasi menuntut setiap organisasi pendidikan harus selalu dinamis mengikuti perkembangan, yang tujuannya supaya output yang dihasilkan berkualitas tinggi serta mampu menghadapi era persaingan. Timpe (2000:75) menyatakan bahwa jika sebuah organisasi menciptakan suatu lingkungan di mana para karyawan dapat mencapai sasaran perusahaan dan sasaran pribadi secara serentak, efisiensi, loyalitas, dan antusiasme kerja pastilah tinggi.Lebih lanjut menurut Anoraga (2001:56) ada faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yang mendukung produktivitas kerja, diantaranya pekerjaan yang menarik, upah yang baik, keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan, penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan, lingkungan atau suasana kerja yang baik, promosi dan perkembangan diri mereka sejalan dengan perkembangan perusahaan, merasa terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi, pengertian dan simpati atas persoalan-persoalan pribadi, kesetiaan dan motivasi pimpinan kepada pekerja, dan disiplin kerja.Dalam hal inilah seharusnya kepala sekolah memperhatikan perkembangan kinerja guru/pendidik yang merupakan ujung tombak pelaksanaan proses pendidikan dalam menciptakan insan yang cerdas, komprehensif, dan berdaya saing tinggi. Menurut Myers (Timpe, 2000:76), prestasi kerja yang efektif tergantung pada pemenuhan motivasi karyawan dan kebutuhan perawatan. Faktor-faktor motivasi tertuju pada pencapaian sasaran perusahaan dan pribadi.Ada beberapa hal yang mempengaruhi kinerja pendidik di sebuah sekolah. Fattah (2001:11) mengemukakan bahwa teori manajemen mempunyai peran atau menjelaskan perilaku organisasi yang berkaitan dengan motivasi, produktivitas, dan kepuasan (satisfaction). Kepuasan kerja guru dalam kaitannya dengan manajemen pendidikan adalah merupakan tujuan akhir yang diinginkan oleh semua guru. Pada hakekatnya manajemen pendidikan adalah aktivitas mendayagunakan sumber daya pendidikan di sekolah secara optimal untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah secara efektif dan efisien. Mengenai kepuasan kerja yang diteliti oleh Nor (2004:7) menyatakan sebagai berikut.Walau bagaimanapun, menurut Tan Sri Musa Mohamad (Menteri Pendidikan), kenaikan pangkat dan gaji hanya dorongan seketika tetapi tidak sepanjang masa bagi sesetengah individu. Apa yang lebih penting ialah memberikan mereka kepuasan kerja. Menurut beliau, kepuasan kerja hendaklah dipupuk melalui aspek pendidikan dan latihan guru dan sikap mereka bekerja. Latihan dan kenaikan pangkat hanyalah merupakan satu aspek pembaikan diri. Beliau juga berharap bahwa guru tetap mendapat kepuasan kerja meskipun tidak mendapat kenaikan pangkat. Penelitian yang dilakukan Nor yang pernyataannya dikutip di atas menjelaskan bahwa faktor pemberian gaji dengan cara menaikkan gaji hanya memberi efek sementara bagi kepuasan kerja. Padahal untuk kasus di Indonesia, pemerintah selalu mengupayakan kenaikan gaji tanpa mengukur kinerja. Kecuali itu, hasil survei yang dilakukan terhadap guru yang tersertifikasi menunjukkan kinerja yang sama sebelum dan sesudah bersertifikasi. Hal ini diungkapkan oleh Anief, Ketua Pelaksana PSG Rayon 141 Panitia (Solo Pos, 31 Desember 2010) bahwa berdasarkan survei yang dilakukan secara nasional, kinerja guru yang telah lolos sertifikasi ternyata menurun 34%.Hasil penelitian Ma�sum (2008:1) menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan guru di antaranya perilaku kepemimpinan, iklim organisasi, dan motivasi kerja. Hasil penelitiannya menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara iklim organisasi terhadap kepuasan kerja pegawai, ada hubungan yang signifikan