Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

245
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula Membangun Kerangka Dasar Pemikiran 1.1. C ERITA G IGI O MPONG DI K AMPUNG N ELAYAN eorang pemuda sedang mengunjungi sebuah kampung nelayan di sebuah pulau yang cukup terpencil. Sebagai orang baru di kampung itu, dia pun mencoba untuk mengenal orang-orang kampung dan berusaha untuk akrab dengan masyarakat, terutama para pemuda dan pemimpin-pemimpin di kampung itu. Singkat cerita, sang pemuda kemudian bisa mencuri hati masyarakat karena sifat ramah-tamah dan lelucon yang sering ia ceritakan saat kumpul-kumpul di kedai kopi, depan rumah kepala desa maupun di depan masjid. S Suatu hari ia pun pergi beli sabun, dan bertanya kepada pemilik kedai yang seorang ibu-ibu muda. Sang pemuda pun bertanya kepada pemilik kedai tentang sabun yang akan dibelinya. Proses jual beli pun lancar, namun ketika sabun sudah di tangan, ucapan terimakasih dan senyum pun terlempar dari si pemuda dan ibu penjaga warung. Oppsss….barulah terlihat pemandangan yang kurang enak. Ternyata gigi ibu-ibu muda itu banyak yang hilang alias sudah ompong. Ketika beranjak dari kedai itu, si pemuda pun berfikir, sayang…masih muda, tetapi gigi sudah ompong. Esok hari si pemuda bersiap untuk ikut dengan seorang nelayan untuk menjaring ikan di tepi-tepi bakau. Persiapan pun sudah lengkap, siap menemui si teman. Tatkala berjumpa, ia pun menyapa (dan seperti biasa) ia pun tersenyum. Ketika temannya tersenyum, ia pun kembali melihat pemandangan yang familiar. Teman nya yang baru di kenalnya beberapa minggu itu ternyata juga giginya ompong. Tapi…ya, seperti biasa ia pun 1 Bab

description

Buku awal bagi mahasiswa yang ingin memahami penelitian sosial secara lebih muda. Introduction to understanding social research metod

Transcript of Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Page 1: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Membangun Kerangka Dasar

Pemikiran

1.1.CERITA GIGI OMPONG DI KAMPUNG NELAYAN

eorang pemuda sedang mengunjungi sebuah kampung nelayan di sebuah pulau yang cukup terpencil. Sebagai orang baru di kampung itu, dia pun mencoba untuk mengenal orang-orang kampung dan berusaha untuk akrab

dengan masyarakat, terutama para pemuda dan pemimpin-pemimpin di kampung itu. Singkat cerita, sang pemuda kemudian bisa mencuri hati masyarakat karena sifat ramah-tamah dan lelucon yang sering ia ceritakan saat kumpul-kumpul di kedai kopi, depan rumah kepala desa maupun di depan masjid.

SSuatu hari ia pun pergi beli sabun, dan bertanya kepada pemilik kedai yang

seorang ibu-ibu muda. Sang pemuda pun bertanya kepada pemilik kedai tentang sabun yang akan dibelinya. Proses jual beli pun lancar, namun ketika sabun sudah di tangan, ucapan terimakasih dan senyum pun terlempar dari si pemuda dan ibu penjaga warung. Oppsss….barulah terlihat pemandangan yang kurang enak. Ternyata gigi ibu-ibu muda itu banyak yang hilang alias sudah ompong. Ketika beranjak dari kedai itu, si pemuda pun berfikir, sayang…masih muda, tetapi gigi sudah ompong.

Esok hari si pemuda bersiap untuk ikut dengan seorang nelayan untuk menjaring ikan di tepi-tepi bakau. Persiapan pun sudah lengkap, siap menemui si teman. Tatkala berjumpa, ia pun menyapa (dan seperti biasa) ia pun tersenyum. Ketika temannya tersenyum, ia pun kembali melihat pemandangan yang familiar. Teman nya yang baru di kenalnya beberapa minggu itu ternyata juga giginya ompong. Tapi…ya, seperti biasa ia pun melupakan pemandangan tak sedap tadi. Mereka pun berangkat.

Beberapa hari kemudian si pemuda mengajak beberapa pemuda untuk ngobrol-ngobrol di kedai kopi. Ada kira-kira 8 orang yang berkumpul. Kopi dan teh pun disediakan pemilik warung. Sapa-menyapa, guyonan pun meluncur dari mulut mereka. Ketika semuanya tertawa, terlihatlah pemandangan seperti yang dilihatnya beberapa hari lalu, ternyata sebahagian besar dari mereka giginya ompong! Si pemuda pun mulai heran. Ia berfikir dalam hati, kenapa mereka banyak yang ompong? Sepulang dari kedai, si pemuda pun mulai berfikir. Kok banyak warga kampung ini yang giginya ompong? Padahal mereka masih muda, paling-paling berumur 23 sampai 35 tahun! Hm…cukup aneh!

Sudah 3 bulan si pemuda berada di kampung itu. Fikiran tentang gigi ompong pun terus mengikutinya di perjalanan dan sampai ke rumahnya. Baru beberapa hari ia sampai, tidak sabar si pemuda pun mencari beberapa informasi

1

Bab

Page 2: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

tentang penyebab gigi ompong. Dari beberapa buku dan tanya kesana kemari, ia dapat beberapa teori, katanya, gigi yang ompong itu karena rapuh. Rapuhnya gigi karena kekurangan zat kapur. Hm…fikir si pemuda.

Tidak lama ia pun kembali ke kampung nelayan. Seperti biasa, ia pun kumpul-kumpul dengan masyarakat. Setelah beberapa hari, ia pun mulai kembali dengan kebiasannya, kumpul-kumpul dengan warga. Ia bermaksud bertanya, kenapa banyak warga kampung yang ompong? Namun ia segan dan merasa tidak enak jika bertanya langsung…takut mereka tersinggung. Ia pun kemudian melupakan rencana untuk mencari tau mengapa banyak masyarakat yang giginya ompong.

Beberapa lama berselang, si pemuda pergi ke rumah warga yang sedikit jauh dari rumah pemondokannya. Setelah bincang-bincang, hujan pun datang. Waktu yang tepat untuk minum teh panas, fikir si pemuda. Setelah minum beberapa teguk, ia pun permisi ke sumur di belakang rumah. Hujan masih deras, sehingga ia harus cepat-cepat buang air kecil. Saat itulah ia melihat sesuatu yang cukup menarik. Sumur di rumah itu berada di luar, tidak memiliki atap sehingga air hujan langsung naik. Cepat-cepat ia mengintip ke dalam sumur, ternyata air sumur sudah sangat tinggi.

Si pemuda pun kemudian berfikir sepulangnya dari rumah warga kampung tadi. Tapi dia tidak tau apa hubungan gigi ompong dengan sumur tadi. Sesampainya di rumah pondokan, ia pun pergi ke sumur di belakang rumah untuk mencuci kaki yang kotor karena lumpur. Ternyata di sana ia menemukan pemandangan yang sama. Air hujan masuk langsung ke sumur.

Malam hari ia pun mulai berfikir. Apakah ada hubungan air sumur dengan gigi ompong? Dibukanya buku yang dibawanya. Dalam buku itu dia membaca, jika salah satu penyebab gigi menjadi rapuh adalah kekurangan zat kapur. Ia juga membaca bahwasannya air hujan adalah salah satu jenis air yang minim zat kapur. Jika terus-menerus dikonsumsi maka akan menyebabkan gigi orang yang mengkonsumsi akan kekurangan zat kapur, yang kemudian menyebabkan gigi rapuh, dan akhirnya…bisa dihubungkan dengan gigi gigi ompong di kampung itu.

Nah…ketemu sudah jawabannya. Esoknya ia pun bertemu dengan beberapa orang. Ia mulai diskusi dengan mereka dan secara sopan mulai bertanya kenapa banyak orang yang ompong. Ia pun permisi untuk melihat beberapa sumur warga. Ternyata hampir seluruh sumur warga tidak punya penutup, alias kalau hujan air akan langsung masuk ke sumur.

Tapi ada juga warga yang tidak ompong. Tanya sana-sini, ternyata warga yang tidak ompong itu adalah pendatang. Mereka paling lama baru 5 sampai 10 tahun tinggal di desa itu. Sedangkan yang penduduk asli rata-rata punya masalah dengan giginya. Perlahan ia pun mulai mendiskusikan hal itu dengan beberapa warga. Masyarakat sendiri tidak tau mengapa gigi mereka banyak ompong. Si pemuda pun mulai menjelaskan tentang hubungan antara gigi ompong dan sumur.

Sebelum ia pulang, si pemuda pun membuat beberapa kesimpulan. 1. rata-rata warga yang giginya ompong adalah masyarakat yang minim air hujan dari

2

Page 3: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

sumur; 2. warga yang tidak ompong adalah warga pendatang yang belum begitu lama mengkonsumsi air hujan dari sumur. Si pemuda pun melenggang pulang ke rumah nya yang jauh, dengan membawa catatan-catatannya tentang gigi ompong di kampung nelayan.

1.2. Apa itu Penelitian?

Cerita seorang pemuda di atas merupakan salah satu contoh tentang betapa mudahnya melakukan penelitian. Pertama, pemuda tersebut melihat sesuatu yang cukup unik dan berbeda dengan apa yang dilihatnya sehari-hari, yakni tentang gigi ompong. Ia kemudian bertanya. Mengapa bisa begitu? Saat ada kesempatan ia pun mencari beberapa pandangan, teori, penelitian orang lain dalam bentuk buku, tulisan, paper dan lain-lain yang menyinggung tentang penyebab gigi ompong. Salah satu buku itu menyebutkan gigi ompong karena konsumsi makanan dan air yang minim zat kapur. Di kampung kemudian ia mencari tau kira-kira apakah ada faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat kekurangan zat kapur? Walau tak sengaja, ia pun mendapati penyebabnya, yakni sumur yang terbuka. Si pemuda pun keliling kampung, melihat beberapa sumur warga yang giginya ompong. Hasilnya cukup membenarkan teori dan pemikirannya, bahwa air sumur yang bersumber dari air hujanlah yang menyebabkan banyak masyarakat yang ompong.

Apa yang dilakukan oleh seorang pemuda di kampung nelayan tersebut sebenarnya sudah dapat dikatakan sebagai sebuah penelitian. Memang bukan sebuah penelitian yang ilmiah versi dunia kampus, namun paling tidak si pemuda sudah bisa menjawab sebuah pertanyaan (masalah) yang selama beberapa waktu terus terfikir olehnya. Dengan metode yang sangat sederhana dan bantuan buku yang minim, ia pun bisa menjelaskan realitas di kampung nelayan.

Pada prinsipnya, penelitian adalah sebuah proses menjawab permasalahan (sosial dan ilmu alam) yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan metode tertentu. Ada juga yang menyatakan, penelitian adalah upaya mencari tahu suatu keadaan yang dilakukan secara ilmiah dengan teori-teori tertentu. Bahkan ada kalangan yang beranggapan, sebuah upaya dikatakan sebagai sebuah penelitian jika bertujuan mencari jawaban atas sebuah permasalahan dengan pendekatan ilmiah bagi pengembangan ilmu dan masyarakat.

1.3. Mencari Kebenaran

Tidak ada yang salah dari seluruh definisi tersebut. Bahkan penelitian juga tidak sekedar merupakan sebuah kegiatan sistematis menyelesaikan masalah dengan menggunakan metode-metode tertentu bagi kepentingan orang atau organisasi yang melakukan penelitian. Sama dengan hakikat ilmu, yakni dalam sebagai sarana mencari kebenaran, penelitian juga dilandasi filosofi mencari kebenaran melalui cara berfikir yang logis, sistematis, dan metodologis karena dengan melakukan penelitian, maka akan berkembang pula ilmu pengetahuan.

3

Page 4: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, maka tentunya akan berkontribusi terhadap kehidupan masyarakat.

Tentu saja kebenaran yang dimaksud dalam pengembangan ilmu pengetahuan lewat ikhtiar-ikhtiar penelitian adalah kebenaran yang paling diyakini berdasarkan nilai dan kepercayaan, sistem sosial yang berlaku, maupun aturan-aturan yang semuanya itu disebut dengan paradigma yang berlaku pada saat penelitian dilakukan. Misalnya saja ketika seorang peneliti sedang melakukan penelitian tentang fenomena atau realitas “menikah di usia dini”. Di masyarakat mungkin realitas ini sudah biasa dan tidak menimbulkan masalah. Namun seorang peneliti terkadang harus melihat aturan yang ada di atasnya, yakni aturan dari negara (pemerintah) dimana perkawinan di bawah usia 18 bagi perempuan merupakan hal yang dilarang. Dari aturan inilah kemudian si peneliti meletakkan landasan norma dari penelitiannya.

Ketika landasan, batasan atau standar pernikahan dari pemerintah harus di atas usia 18 tahun, sedangkan di masyarakat banyak terjadi pernikahan di bawah usia tersebut, maka hal itulah yang kemudian dianggap permasalahan oleh peneliti. Kemudian si peneliti akan mencari kebenaran tentang beberapa hal, antara lain tentang latar belakang mengapa masyarakat masih menikah di usia muda, bagaimana prosesnya, apa alasannya, masyarakat atau individu seperti apa yang masih melakukannya, apa motivasinya, kapan pernikahan itu sering berlangsung, dalam kondisi apa dan apa kira-kira dampak yang muncul akibat terjadinya pernikahan di usia dini.

Kebenaran yang sedang diupayakan oleh si peneliti tersebut dapat dikatakan merupakan kebenaran formal (terutama dari negara). Dengan melakukan penelitian seperti itu, maka dengan kata lain si peneliti menganggap apa yang berlaku di masyarakat merupakan masalah, terutama bermasalah dengan aturan, standar, hukum maupun budaya yang di syaratkan oleh masyarakatnya. Namun ada juga pandangan yang menyatakan, ilmu pengetahuan tidak boleh berlandaskan pada kebenaran. Seperti dalam ilmu Sosiologi. Ilmu Sosiologi memiliki prinsip value free, yang artinya bebas nilai. Karena berprinsip bebas nilai, maka Sosiologi tidak mengenal “apa yang benar dan apa yang salah”, atau “apa yang baik dan apa yang buruk”, ataupun “mana yang positif dan mana yang negatif”. Berdasarkan prinsip tersebut, Sosiologi beranggapan ilmu pengetahun tidak boleh melakukan penilaian terhadap sebuah fenomena, realitas ataupun fakta yang terjadi di masyarakat. Tugas Sosiologi hanya mengangkat realitas yang ada di masyarakat, terlepas fenomena atau realitas tersebut bersifat positif atau negatif, baik atau buruk dari sisi pemerintah, agama maupun budaya.

1.4. Secara Logis

Salah satu ciri sebuah penelitian dan ilmu pengetahuan adalah berlandaskan cara berfikir yang logis. Apa maksudnya? Sebuah pemikiran dikatakan logis jika si peneliti memiliki cara berfikir yang dapat diterima akal. Sama dengan 4 x 5 = 20. secara akal perkalian itu dapat diterima dengan akal. Begitu pula dengan melakukan penelitian. Berfikir logis artinya apa yang sedang

4

Page 5: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

diteliti harus dapat diterima secara akal. Bayangkan jika seorang peneliti sedang melakukan penelitian tentang “alam lain” yang bersifat mistis. Metode yang digunakan adalah kontemplasi, meditasi, bakar menyan dan sebagainya. Selain menjadi persoalan di masyarakat, cara-cara mencari kebenarannya pun tidak dianggap logis oleh masyarakat maupun ilmu pengetahuan. Ini artinya, yang dianggap tidak logis adalah sesuatu yang “belum bisa” diterima oleh akal manusia.

Logis atau tidak nya sebuah penelitian juga dapat ditilik dari teknik seorang peneliti dalam melakukan penelitian. Misalnya seorang peneliti sedang mengangkat permasalahan pola konsumsi masyarakat di Kota Mataram. Ia berencana melakukan penelitian pada seluruh masyarakat kota Mataram yang berjumlah puluhan ribu. Namun penelitian tersebut dilakukan dalam 2 minggu saja. Melihat keterbatasan waktu, besarnya jumlah masyarakat yang akan diteliti, maka dapat dikatakan penelitian tersebut tidak lah logis.

Penelitian juga dapat dikatakan tidak logis jika antara teknik pengambilan data dengan data yang akan diperoleh tidak sesuai. Misalnya saja, seorang penelitia akan mengangkat fenomena pelacuran terselubung di salon-salon yang ada di suatu kota. Si peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat pengambilan data. Berdasarkan pengalaman peneliti-peneliti dan karakteristik fenomena pelacuran yang sangat bersifat tertutup, maka kuesioner dapat dikatakan tidaklah logis.

1.5. Sistematis

Penelitian (khususnya penelitian sosial) juga harus bersifat sistematis. Bisa dibayangkan ketika seorang peneliti pemula langsung ke lapangan (masyarakat) tanpa membekali diri dengan alat atau instrumen pengambilan data seperti kuesioner, panduan wawancara, panduan observasi dan sebagainya. Ketika di lapangan, si peneliti bingung data apa yang akan diperolehnya. Akhirnya ia pun hanya ngobrol ngalor-ngidul tentang hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan penelitiannya.

Begitu juga ketika seorang peneliti tidak kemudian langsung mengambil data tanpa punya kerangka berfikir atau teknik analisis yang digunakannya. Ketika data sudah terkumpul, maka kemudian ia pun pulang dan membaca buku-buku yang terkait dengan penelitiannya. Ternyata ketika membaca buku tersebut, ia melihat beberapa pandangan bahwasannya berbeda dengan teori yang ada. Contohnya, peneliti akan mengangkat faktor-faktor pendorong warga Lombok Timur menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) ke luar negeri. Di lapangan ia mengumpulkan semua faktor-faktor yang ada sehingga begitu banyak yang ia peroleh. Setelah ia pulang dan membaca buku, beberapa hasil penelitian dan teori yang ada, hanya 10 faktor yang mendorong orang menjadi TKI, namun data yang diperoleh si peneliti sampai 20 faktor. Tentu saja si peneliti kemudian merasa bingung. Mana data yang dominan, mana yang tidak! Jika ia memaksakan diri untuk mendalami seluruh faktor, maka ia akan kehabisan waktu.

5

Page 6: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Untuk itulah diperlukannya sebuah proses yang sistematis. Sebelum ke lapangan, ia harus membaca beberapa tulisan atau teori tentang faktor-faktor pendorong menjadi TKI. Jika sebelumnya ia sudah membaca, maka ketika di lapangan ia hanya memfokuskan diri pada beberapa faktor tersebut, tidak pada seluruhnya. Dalam hal pengambilan data juga perlu seorang peneliti untuk melakukan proses yang sistematis. Harus ada alasan, kapan seorang peneliti melakukan wawancara terlebih dahulu di sebuah desa, kapan kuesioner akan disebar, kapan akan mengamati, dan sebagainya. Kesalahan menetapkan waktu yang tepat untuk menggunakan alat pengumpulan data, maka akan berdampak pada tidak efektifnya data yang terkumpul, bahkan bukan tidak mungkin ia akan mendapat penolakan atau perlawanan dari masyarakat yang sedang diteliti.

Secara umum, yang dikatakan penelitian yang sistematis tersebut harus memenuhi tahapan sebagai berikut:

Gambar BaganSistematika Penelitian

6

Rencana:Kerangka berfikirMetode

Cara analisis

Pengumpulan Data

Analisis dan Pembuatan

Laporan

Rencana:Pada saat ini peneliti membuat seluruh perencanaan yang diperlukan, terkait dengan kerangka berfikir/teori yang mendukung tema penelitiannya, metode/cara/teknik yang digunakan maupun teknik analisis yang akan digunakan

Peneliti mengumpulkan data berdasarkan alat yang telah disediakan

Peneliti kemudian merapikan data agar mudah dianalisis, kemudian menggunakan teori/teknik analisis yang telah digunakan, dan kemudian membuat laporan penelitian

Page 7: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Tentu saja apa yang disebut dengan sistematis tidak sekedar dalam tahapan proses penelitian. Peneliti juga harus sistematis dalam merumuskan kerangka pemikiran, tahapan pengumpulan data maupun sistematika penulisan laporan. Berdasarkan gambar di atas, antara pengumpulan data dan analisis terdapat tanda timbal balik. Ini artinya, ketika pengumpulan data telah dilakukan belum tentu proses pengumpulan data dapat dikatakan selesai. Pada saat melakukan analisis, ada beberapa data yang kemungkinan tidak diperoleh, kurang tajam, tidak tepat dan sebagainya. Untuk itu si pada saat menganalisis, si peneliti kadang harus ke lapangan kembali untuk memenuhi data/informasi yang penting dalam analisis dan pembuatan laporan.

1.6. Ilmiah (Empirik)

Di dalam dunia perguruan tinggi, salah satu syarat tentang apa yang disebut dengan ilmiah tentu saja berbeda dengan pandangan ilmiah seperti yang dianut oleh para ilmuan di luar kampus yang mencoba mengkritik ke-ilmiahan kalangan universitas. Salah satu kritik yang disampaikan adalah, empirisme yang dibangun di universitas bersifat terlalu formal sehingga meminggirkan kebenaran dan ke ilmiahan yang ada di luar kampus. Pada tulisan ini tentu saja kita tidak akan mendalami apa yang terjadi di masyarakat dan peng-kritik perguruan tinggi, karena bangunan ilmu pengetahuan universitas masih menjadi mainstream (arus utama) yang masih dijalankan.

Dalam melakukan sebuah penelitian, seorang mahasiswa sering dibuat bingung ketika seorang dosen, pembimbing skripsi ataupun dosen penguji yang menyatakan karya ilmiah sang mahasiswa tidak ilmiah, padahal mahasiswa tersebut sudah berusaha menjadikan penelitiannya se-ilmiah mungkin. Jika demikian, apa sebenarnya yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan atau penelitian yang memenuhi syarat ilmiah?

Sebuah penelitian tidak serta-merta dianggap ilmiah jika telah mengutip teori-teori besar yang mendasari pemikiran peneliti. Sesuatu juga belum tentu jika hanya menggunakan metode-metode penelitian yang digunakan oleh para profesor-profesor di perguruan tinggi atau pun mengikuti aturan penulisan laporan penelitian yang ditetapkan oleh fakultas maupun universitas.

Puluhan bahkan ratusan buku, jurnal, tulisan ilmiah yang dikutip dalam sebuah penelitian juga tidak menjamin sebuah penelitian bersifat ilmiah. Apalagi jika standar yang digunakan adalah sekedar mengutip atau menggunakan kata dan frase (ungkapan/susunan kata) dari kamus-kamus ilmu sosial. Semua yang dijabarkan di atas jelas bukan menjadi tanda ke-ilmiahan sebuah penelitian, baik itu dalam bentuk skripsi, tesis maupun desertasi doktoral. Dengan kata lain, sesuatu yang ilmiah bukanlah semua yang lahir dan berkembang di dunia perguruan tinggi. Malah kini banyak hal-hal yang tidak ilmiah keluar dari universitas-universitas.

7

Page 8: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Agar tidak salah kaprah tentang apa yang disebut dengan ilmiah, mudah-mudahan gambaran selintas seperti di bawah ini ini cukup membantu.

Misalkan ada 4 (empat) orang yang sedang duduk-duduk di sebuah teras rumah, memandang ke arah jalan. Mereka berdiskusi tentang seringnya kecelakaan di tikungan yang persis berada di depan rumah tersebut. Menurut pendapat si A, daerah tersebut sering terjadi kecelakaan karena dahulu di daerah ini pernah terjadi kecelakaan hebat, beberapa orang meninggal dalam satu kecelakaan. Roh mereka gentayangan dan penasaran, sehingga meminta korban lain. Berbeda dengan yang pertama, si B berpendapat kecelakaan di tikungan tersebut tidak ada alasan khusus, hanya kebetulan saja kecelakaan banyak terjadi di tempat tersebut. Sedangkan si C berpandangan, kecelakaan tersebu terjadi karena tikungan tersebut terlalu sempit dan adanya pepohonan yang menutupi jalur di depannya. Namun orang terakhir memiliki pandangan, kecelakaan terjadi selain karena jalanan sempit dan tertutupi pepohonan, juga dikarenakan permukaan jalan yang tidak rata. Ia malah pernah juga hampir jatuh karena sewaktu membelok, steer motor menjadi tidak stabil sehingga hampir saja membuatnya celaka.

Dari cerita di atas, mana dari ke empat orang yang memberi alasan paling ilmiah? Pendapat pertama jelas kurang dapat diterima akal dan tidak dapat dibuktikan bahwasannya da roh gentayangan yang membuat terjadinya kecelakaan. Pendapat kedua juga hampir sama, karena sebenarnya dalam dunia pengetahuan tidak ada sesuatu yang kebetulan. Pendapat ketiga lah cukup ilmiah karena ia memberikan beberapa alasan yang cukup dapat diterima akal. Memang jalan tersebut terlalu sempit/kecil sehingga menyulitkan pengemudi. Namun orang ketiga ini hanya punya pandangan ilmiah. Ia memiliki argumen yang bisa diterima akal. Namun pihak terakhir dapat disebut sebagai orang dengan pengalaman ilmiah, karena ia pernah mengalami secara langsung dan landasan pemikiran yang didasari oleh pengalamannya. Ditilik dari cerita itu, sejatinya, orang terakhirlah yang memiliki pemikiran ilmiah. Selain karena ia mengalami langsung, ia juga bisa menjelaskan alasan yang dapat diterima akal.

Berdasarkan cerita dan penjelasan di atas, maka ada dua prinsip dari sesuatu yang dianggap ilmiah. Pertama; dapat diterima akal, yang kedua, dialami secara langsung. Namun mengalami satu saja dari dua prinsip tersebut belum tentu memenuhi syarat keilmiahan. Pemikiran tanpa pengalaman akan melahirkan orang dengan pandangan ilmiah. Namun orang yang mengalami langsung tapi tidak dapat menjelaskan pengalaman tersebut sehingga dapat diterima akal, maka unsur ke-ilmiahannya tidak lengkap.

Prinsip lainnya adalah yang terkait dengan unsur obyektivitas dan subyektivitas. Sebahagian ilmuan sosial beranggapan, sesuatu yang ilmiah adalah yang sesuatu yang berada di luar diri/fikiran manusia, atau sesuatu yang dapat berwujud materi, dimana materi tersebut dapat disentuh, dilihat, dirasakan dengan indera manusia. Sebaliknya, pihak lain beranggapan, selain materi, ide/pemikiran/gagasan juga dianggap ilmiah. Pihak pertama adalah mereka yang menganut paham materialisme, sedangkan pihak kedua adalah berasal dari paham idealisme.

8

Page 9: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Semua yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera adalah sesuatu yang tidak ilmiah. Dua paham tersebut kemudian mengalami perkembangan. Ada yang menganut paham obyektivisme dan subyektivisme. Obyektivisme adalah sebuah paham yang menyatakan, sesuatu dianggap ilmiah jika berada di luar pemikiran manusia, berjarak dengan manusia dan dapat diamati, dirasakan dan sebagainya. Sedangkan paham subyektivisme menyatakan, manusia tidak bisa dipisahkan dengan materi atau obyeknya, sehingga pemikiran/pandangan yang berasal dari diri manusia tanpa kehadiran obyek atau benda juga memenuhi syarat ke-ilmiahan.

Pada perkembangan selanjutnya ilmu pengetahuan kemudian mengakomodir dua pandangan tersebut. Sesuatu yang ilmiah dapat lahir dari pemikiran subyektif, maupun obyektif asalkan muncul dari proses yang sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan melalui cara-cara tertentu. Namun realitanya, sesuatu yang dianggap ilmiah itu sering mengalami benturan. Satu pihak (terutama perguruan tinggi dan pemerintah) cenderung menggunakan pendekatan yang obyektif lebih ilmiah dibandingkan yang subyektif, dan di sisi lain (LSM, pekerja sosial) menganggap pandangan subyektif dari seorang peneliti dalam menganalisis informasi juga ilmiah.

Kalangan dunia pendidikan formal (terutama perguruan tinggi) menganggap sesuatu yang subyektif itu dapat merusak ke ilmiahan hasil penelitian, karena peneliti memasukkan pengalaman, pengetahuan dan kepentingannya dalam menganalisis data. Sebaliknya, menurut pekerja sosial, penelitian juga harus memiliki manfaat untuk masyarakat, salah satunya dengan cara memasukkan kepentingan si peneliti yang bersifat memihak terhadap suatu pandangan tertentu. Kini walaupun sering juga mendapatkan tentangan, penelitian yang bersifat subyektif sudah mulai mendapat tempat.

1.7. Mulailah dari Sebuah Permasalahan

Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu dihadapi dengan permasalahan, baik itu di dalam keluarga, kelompok permainan, lingkungan kerja atau lingkungan kampus maupun masalah yang tidak terkait secara langsung dengan seseorang namun cukup menarik perhatian kita. Bisa saja sebuah permasalahan muncul ketika kita sedang berada di sebuah gedung bioskop, dalam sebuah antrian Bank, di sebuah keramaian konser atau pasar, sebuah kantor pemerintah, di perjalanan, ataupun ketika kita berwisata di sebuah desa.

Ada sebahagian orang beranggapan, sesuatu menjadi permasalahan ketika antara harapan dengan kenyataan atau realitas terdapat kesenjangan (das sollen dan das sein). Segala sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan, menyimpang dari norma, nilai atau kebiasaan juga sering juga kita anggap permasalahan. Jika pandangan kita seperti itu, maka kita masuk pada kelompok orang yang berpandangan normatif terhadap sesuatu, karena kita selalu mempersoalkan penyimpangan terhadap norma-norma tertentu.

Namun ada juga orang yang beranggapan, permasalahan tidak harus berupa ketimpangan antara norma, nilai, kebiasaan, peraturan dan perundangan

9

Page 10: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

dengan realitasnya. Seseorang yang berfikir secara kritis tidak cukup hanya melihat norma dan realitas sebagai permasalahan. Seseorang yang berfikir kritis memandang sebuah permasalahan bukan hanya disebabkan oleh ketimpangan antara norma dengan realitasnya, namun lebih dari sekedar itu. Jika pelayanan di sebuah kantor lurah tidak sesuai dengan peraturan yang ada dan hal itu dianggap sebuah masalah, maka orang cenderung berfikiran normatif. Namun jika seseorang yang berfikir kritis, sesuatu yang sudah dianggap normal oleh orang lain dapat dianggap orang lain sebagai sebuah masalah.

Orang yang berfikir kritis tidak terlalu terikat dengan aturan-aturan dan norma, namun yang ia berfikir terlepas dari batasan-batasan aturan dan norma yang ada. Banyak orang berfikir proses belajar mengajar di sekolah berdasarkan kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah sudah mencukupi. Namun seorang yang berfikir kritis melihat dari sisi lain, antara lain, proses belajar mengajar yang berlangsung di sekolah-sekolah formal tidak menjadikan murid sebagai manusia yang kreatif. Untuk itulah peneliti yang berfikir kritis kemudian memandang hal itu sebagai sebuah masalah yang ingin diangkatnya dalam sebuah penelitian, yakni tentang proses belajar mengajar yang tidak membangun kreativitas anak didik.

1.8. Mengidentifikasi Variabel Penelitian

Dua pola fikir tersebutlah yang paling banyak digunakan mahasiswa atau peneliti untuk mengangkat sebuah permasalahan penelitian. Setelah seorang mahasiswa atau peneliti menentukan permasalahan yang akan diangkat menjadi tema penelitiannya, maka kemudian ia harus mengidentifikasi variabel-variabel penelitian berdasarkan tema yang telah ditentukan sebelumnya. Berdasarkan contoh di atas, setelah mahasiswa atau peneliti akan mengangkat tema proses belajar mengajar dalam membangun kreativitas siswa, maka ia harus menetapkan variabel dari penelitiannya.

Sekedar mengingatkan, variabel adalah Konsep yang Memiliki Variasi Nilai. Ini artinya, variabel sebenarnya adalah sebuah konsep. Namun konsep tersebut harus memiliki variasi makna, nilai dan lain-lain yang memungkinkan untuk di ukur, di boboti, ataupun di jabarkan menjadi beberapa indikator.

Sebagai contoh sederhana, anggaplah seseorang berencana ke suatu tempat, yakni dari kota A ke kota B. Namun ia belum begitu paham tentang dua hal, yakni jalur dari kota A ke kota B dan jalan di kota B. Dari contoh ini, ada variabel yang akan diketahui oleh orang tersebut, yakni jalur dari kota A ke kota B dan jalan-jalan di kota B. Berdasarkan contoh di atas, maka yang menjadi variabel adalah konsep utama yang akan dicari tau oleh si peneliti, yakni:

10

Page 11: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Gambar Identifikasi Variabel

Contoh di atas adalah contoh dengan dua variabel. Namun tidak semua penelitian berisi dua atau lebih variabel. Ada banyak penelitian yang hanya berisi satu variabel, yakni jenis penelitian deskriptif satu variabel. Sah-sah saja jika seorang peneliti hanya menggambarkan satu variabel yang akan diangkat dalam penelitiannya sepanjang tema yang dipilih benar-benar memenuhi syarat akademis yang ditentukan oleh masing-masing perguruan tinggi.

1.9. Menentukan Bentuk Hubungan Antar Variabel

Setelah peneliti menentukan variabel-variabel yang akan diteliti, kemudian langkah selanjutnya adalah menentukan atau memperjelas hubungan antar variabel tersebut. Ada beberapa cara yang bisa ditempuh oleh seorang peneliti untuk menentukan jenis atau bentuk hubungan antar variabel, antara lain:

Melakukan studi atau kajian teoritisMelalui kajian teoritis, maka peneliti melihat apakah ada literatur maupun wacana yang berhubungan dengan tema yang akan di angkat oleh peneliti, baik dalam bentuk hasil penelitian orang lain, dari teori, maupun pendapat atau pandangan ilmiah dari orang yang memiliki pemahaman terhadap tema ataupun variabel yang akan diteliti. Pada saat melakukan kajian teoritis, peneliti bisa saja menemukan beberapa kajian dari orang lain yang menyatakan ada hubungan saling pengaruh antar variabel yang akan diteliti. Hubungan saling pengaruh tersebut bisa saja berbentuk negatif maupun positif. Jika penelitian hanya mengandung satu variabel, maka peneliti tidak terlalu memusingkan diri untuk mencari hubungannya, karena variabel yang diteliti bersifat tunggal. Kajian teoritis yang dilakukan hanya bersifat menjabarkan indikator-indikator dari variabel tersebut berdasarkan penelitian-penelitian orang lain.

Melakukan pengamatan terhadap fakta/realitasAda dua alasan mengapa seorang peneliti harus melakukan pengamatan terhadap fakta untuk menentukan hubungan variabel yang akan diteliti,

Proses Belajar Mengajar

Kreativitas Siswa

Variabel A Variabel B

11

Page 12: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

yakni; dikarenakan ketiadaan literatur yang terkait dengan hubungan antar variabel yang sebelumnya telah dilakukan orang lain, ataupun yang kedua; ketika peneliti ingin melihat bagaimana pengaruh antar variabel tersebut berlangsung di lapangan. Metode yang digunakan cukup sederhana, yakni dengan melakukan observasi singkat ataupun melakukan wawancara secera sederhana kepada beberapa orang yang sedikit memahami tentang realitas yang akan diteliti.

Melakukan Konsultasi dengan ahliJika dua cara di atas cukup sulit dilakukan, maka ada cara lainnya, yakni dengan melakukan konsultasi dengan ahli. Jika di perguruan tinggi, adalah lebih baik jika melakukan diskusi dengan dosen pembimbing, atau pun staff pengajar lainnya yang memiliki pengalaman ataupun pengetahuan terkait dengan tema penelitian.

1.10.Merumuskan Latarbelakang Penelitian

Untuk seorang peneliti pemula, mahasiswa yang belum mendapatkan materi kuliah metodologi penelitian sosial secara mencukupi atau pun mahasiswa yang belum pernah melakukan penelitian, membuat latarbelakang penelitian atau latarbelakang permasalahan menjadi salah satu beban besar dalam menyusun rancangan sebuah penelitian.

Salah satu permasalahan klasik dalam menyusun latarbelakang permasalahan penelitian adalah dalam menyusun rangkaian kalimat, data, teori, fakta, literatur lainnya dengan permasalahan yang akan diangkat sebagai tema penelitian.

Secara garis besar, latarbelakang penelitian memuat beberapa hal, yakni;

a. Gambaran secara umum tentang fakta atau realitas yang terkait dengan permasalahan.

Gambaran tentang fakta atau realitas yang dimaksud adalah yang terkait secara langsung maupun tidak langsung, fakta atau realitas yang bersifat global atau pun hal-hal yang bersifat umum namun memiliki benang merah dengan masalah penelitian. Jika menggunakan contoh di atas, maka gambaran umum tentang realitas proses belajar mengajar dan kreativitas siswa adalah; situasi pendidikan di Indonesia, situasi yang terkait dengan kreativitas siswa di Indonesia maupun di tingkat lokal, sistem pengajaran yang berlaku, dan sebagainya. Untuk menggambarkan hal tersebut, peneliti bisa mengutip undang-undang atau peraturan tentang pendidikan, data statistik pendidikan, pernyataan-pernyataan penyelenggara negara tentang kondisi pendidikan maupun kreativitas siswa, pandangan ahli dan sebagainya.

b. Gambaran secara khusus tentang fakta atau realitas dalam konteks lokasi penelitian

12

Page 13: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Setelah adanya gambaran secara umum, maka kemudian peneliti memberi gambaran secara khusus terkait dengan fakta dan realitas yang terkait dengan permasalahan penelitian sesuai dengan konteks lokasi penelitian. Jika penelitian dilakukan di sebuah kabupaten, kecamatan, atau desa, maka peneliti sudah mulai memberi gambaran tentang permasalahan yang akan diteliti sesuai dengan konteks lokasi dimana penelitian dilakukan. Terkait dengan contoh di atas, jika penelitian dilakukan di sebuah kota, maka fakta atau realitas yang dijabarkan harus terkait dengan permasalahan yang ada di kota tersebut. Namun jika di sebuah kecamatan, maka dalam konteks kecamatan pula realitas dan fakta tersebut digambarkan. Namun tentu saja hal itu tergantung dari ketersediaan data awal. Jika data tentang fakta atau realitas yang sesuai dengan konteks lokasi tidak/sulit ditemukan, maka peneliti bisa menjabarkan fakta atau realitas yang lebih umum. Misalnya jika penelitian dilakukan di sebuah desa, maka gambaran bisa tentang kecamatan. Jika di kecamatan kekurangan referensi, maka fakta atau realitas di tingkat kabupaten bisa di ungkap, demikian seterusnya.

c. Pernyataan ketertarikan peneliti

Point ini salah satu yang paling penting, karena jika hanya memberi gambaran secara umum dan khusus namun tidak disertai dengan ungkapan atau pernyataan peneliti tentang mengapa ia tertarik mengangkat tema ini, maka latarbelakang permasalahan penelitian menjadi tidak menarik. Dalam banyak presentasi rancangan penelitian, seperti ujian atau seminar proposal, hal ini yang paling banyak ditanyakan oleh penguji atau audience. Jika peneliti tidak memberikan pernyataan yang menguatkan atau membuat orang lain tertarik atau menganggap penelitian ini penting dilakukan, maka rancangan penelitian atau proposal dianggap hambar, bahkan bisa saja dinilai tidak layak untuk dilakukan. Untuk itulah seorang peneliti harus mampu meyakinkan orang lain, melalui pernyataan-pernyataan yang membuat orang yakin dan tertarik, bahwasannya penelitian layak untuk dilakukan. Namun pernyataan peneliti tidak hanya bersifat retorika belaka, jika memungkinkan, harus juga disertai dengan data-data yang mendukung.

d. Identifikasi Permasalahan

Sebagai penutup dari latarbelakang masalah, peneliti harus bisa membuat pembaca ataupun pihak-pihak yang berkepentingan terhadap penelitian memahami mengapa peneliti mengambil tema yang akan diteliti. Pada poin ini, peneliti tinggal membuat sebuah proses berfikir melalui rangkaian kalimat yang mengarah pada permasalahan penelitian. Dengan kata lain, kalimat-kalimat yang dituliskan oleh peneliti berisi rangkaian pemikiran si peneliti sehingga bisa mengkerucutkan seluruh gambaran yang telah dijabarkan sebelumnya dalam beberapa kalimat yang berisi variabel penelitian maupun hubungan antar variabel yang membentuk permasalahan penelitian.

13

Page 14: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

1.11.Merumuskan Tujuan Penelitian

Perumusan tujuan penelitian adalah tahapan yang cenderung lebih mudah disusun oleh peneliti. Namun ternyata hal itu tidak menjamin tidak ditemukannya kesalahan dalam melakukannya. Dalam banyak kasus, peneliti sering menjadi tidak fokus dalam membuat tujuan. Di perguruan tinggi, aturan membuat tujuan penelitian sangat tegas. Jika ada satu permasalahan, maka tujuannya pun satu. Jika dua permasalahan, maka tujuannya pun dua, begitu seterusnya. Aturan seperti itu dibuat bukan sekedar dilandasi konsistensi, namun untuk membuat penelitian menjadi fokus. Bayangkan jika seorang peneliti membuat satu permasalahan, namun dengan dua tujuan. Ini artinya, peneliti melakukan satu hal, namun menghasilkan beberapa hal. Secara singkat, dalam penelitian tidak ada istilah “sambil menyelam minum air”. Tidak ada istilah sambilan dalam melakukan penelitian.

1.12.Manfaat Penelitian

Setiap penelitian tentu saja harus memiliki manfaat bagi pihak-pihak tertentu. Dalam penelitian-penelitian di perguruan tinggi hal ini sering menjadi persoalan. Manfaat penelitian sering kali diabaikan dan atau ditulis sekedar syarat formal dari proposal maupun laporan hasil penelitian. akibatnya, banyak hasil penelitian yang diproduksi oleh dunia kampus kemudian hanya menjadi barang penghias perpustakaan yang sesekali dibuka hanya ketika ada mahasiswa lain yang akan menyusun skripsi dan sebagainya.

Sudah sangat lama hasil-hasil penelitian di perguruan tinggi diabaikan dan tidak bermanfaat bagi pihak lain di luar perguruan tinggi, terutama bagi masyarakat. Salah satu faktor penyebabnya adalah, mahasiswa yang melakukan penelitian dalam bentuk skripsi, tesis maupun desertasi hanya berorientasi menjadikan hasil karya ilmiahnya sebagai syarat kelulusan. Sangatlah kerdil jika sebuah penelitian yang dilakukan dengan dana yang tidak sedikit, menghabiskan waktu berbulan-bulan bahkan tahunan kemudian hanya menjadi penghias perpustakaan kampus ataupun sekedar menjadi syarat menjadi seorang sarjana, master ataupun doktor. Untuk itu, seorang yang akan melakukan penelitian harus benar-benar membuat rancangan penelitian yang bermanfaat bagi pihak lain di luar kampus, terutama bagi masyarakat.

Perumusan manfaat penelitian diupayakan tidak asal-asalan atau pun sekedar menambah bobot dari proposal atau hasil penelitian. Harus ada di benak seorang peneliti, terutama mahasiswa, bahwasannya cepat atau lambat, langsung ataupun tidak langsung, penelitian yang dihasilkannya bisa berkontribusi terhadap pengembangan ilmu maupun dapat digunakan bagi perbaikan nasib masyarakat.

Bagi beberapa jenis penelitian, seperti penggunaan metode Participation Action Research (PAR), manfaat dari penelitian sangat memungkinkan untuk dirasakan masyarakat, karena proses penelitian dilakukan secara paralel dengan aksi-aksi pengembangan masyarakat, namun penelitian di perguruan tinggi hal

14

Page 15: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

seperti itu sulit dilakukan karena tujuan skripsi, tesis maupun disertasi adalah kelulusan itu sendiri tanpa harus menggaransi apakah hasil penelitian tersebut dapat digunakan oleh si peneliti maupun pihak lain bagi pengembangan masyarakat.

Atas dasar itulah, seorang peneliti di perguruan tinggi harus benar-benar memiliki nilai-nilai bahwasannya penelitian yang dilakukannya bukan sekedar konsisten dengan permasalahan dan tujuan, namun yang paling penting adalah bagaimana hasil penelitian tersebut, selain berkontribusi terhadap pengembangan ilmu, juga memungkinkan untuk dilaksanakan, oleh dirinya maupun oleh orang lain. Dengan demikian, manfaat penelitian yang dicantumkan dalam proposal maupun hasil penelitiannya memiliki bobot nilai dan moral yang tinggi.

1.13.Merumuskan Kerangka Pemikiran Penelitian

Salah satu faktor yang sangat menentukan berkualitasnya sebuah proposal ataupun hasil penelitian adalah adanya kerangka pemikiran yang jelas dari seorang peneliti. Kerangka pemikiran penelitian sebenarnya dapat juga disebut sebagai sebuah logika berfikir dari si peneliti terkait dengan variabel-variabel yang akan ditelitinya.

Kerangka pemikiran dalam sebuah proposal maupaun laporan penelitian sampai saat ini memang masih terus menjadi perdebatan bagi beberapa pihak. Di satu sisi, khususnya bagi para peneliti dan ahli-ahli metodologi penelitian, kerangka pemikiran atau yang juga sering mereka namakan sebagai kerangka teori maupun tinjuan pustaka adalah suatu keharusan. Mereka berpendapat demikian dikarenakan adanya sebuah prinsip bahwasannya ilmu pengetahuan harus bersifat kumulatif. Artinya, dalam setiap tahapan sejarah, ilmu akan selalu mengalami perkembangan dari masa-masa sebelumnya. Dengan kata lain, teori yang ada sekarang harus tumbuh dan berkembang dengan pijakan atau berbasis teori yang ada sebelumnya. Tanpa hal seperti itu, ilmu tidak akan mengarah kepada perkembangan yang sesuai dengan perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Untuk itulah menurut mereka suatu ilmu pengetahuan harus berdiri di atas bangunan ilmu pengetahuan yang sebelumnya, atau suatu teori harus muncul berlandaskan teori sebelumnya. Singkat kata, dalam sebuah penelitian, kerangka pemikiran atau kerangka teori dalam sebuah penelitian harus didasarkan pemikiran atau teori-teori yang telah ada sebalumnya dan terkait dengan variabel-variabel yang akan diteliti.

Sebagai contoh, jika seorang peneliti akan mengangkat pengaruh proses belajar mengajar terhadap kreativitas siswa, maka dalam kerangka pemikiran di dalam proposal atau hasil penelitian, peneliti tersebut harus mendasari teori atau pemikiran penelitiannya berdasarkan teori-teori maupun pemikiran-pemikiran tentang pengaruh proses belajar mengajar dan kreativitas siswa yang telah dilakukan atau dikembangkan oleh pihak lain.

Jika seorang peneliti tidak mengutip pandangan-pandangan, teori, hasil penelitian orang lain sebelumnya ataupun menjadikan teori-teori lain yang telah

15

Page 16: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

ada menjadi dasar pemikirannya, maka dianggap akan melakukan sebuah proses penelitian yang tanpa arah. Jelas pandangan seperti itu kemudian mendapat sanggahan dari beberapa pakar penelitian dan ilmu pengetahuan yang meyakini bahwasannya fakta, realitas dan informasi di masyarakat adalah yang utama, sedangkan teori dianggap sebagai bentuk obyektivisme yang dapat mengganggu dan mempengaruhi analisis. Realitas di masyarakat tidak bisa dipandang dengan kacamata teori karena setiap realitas adalah khas, sehingga masuknya teori akan membuat analisis data menjadi bias.

Perbedaan perspektif antara dua kubu tersebut sudah tidak menjadi persoalan lagi karena masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Perguruan tinggi sendiri sampai saat ini masih memegang prinsip perlunya kerangka teori atau kerangka pemikiran, sedangkan para pekerja sosial dan pakar penelitian yang menguatamakan pendekatan subyektif juga tetap melakukan riset sosial yang dikombinasikan dengan aksi-aksi pemberdayaan masyarakat.

1.14.Teknik Perumusan Kerangka Pemikiran/Teori

Pada umumnya penelitian yang menggunakan kerangka pemikiran atau kerangka teori lebih banyak dilakukan pada penelitian-penelitian dua atau lebih variabel, sedangkan penelitian yang hanya menggunakan satu variabel biasanya hanya memakai tinjauan pustaka sebagai acuan-acuan utama yang menjelaskan kerangka berfikir peneliti.

Kerangka teori pada prinsipnya merupakan logika berfikir yang terkait dengan hubungan-hubungan variabel yang akan diteliti. Logika berfikir yang dikandung di kerangka teori tersebut tujuannya adalah mempertegas hubungan antar variabel yang akan di uji keterhubungannya melalui teknik-teknik tertentu. Tentu saja dasar pencarian hubungan tersebut tidak dilakukan sembarangan. Seperti yang telah di jabarkan pada sub bab sebelumnya, ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh peneliti untuk mencari hubungan antar variabel yang akan diteliti.

Sebagai contoh, jika peneliti akan menangkat tema proses belajar mengajar dengan kreativitas siswa. Dari tema tersebut, dapat diidentifikasi ada dua variabel, yakni; proses belajar mengajar dan kreativitas siswa. Hal pertama yang dapat dilakukan peneliti adalah mencari literatur yang terkait dengan proses belajar mengajar, tentang kreativitas, bahkan jika ditemukan, lebih baik jika literatur pendukung tersebut berisi teori, hasil penelitian, maupun pandangan-pandangan ilmiah yang terkait dengan hubungan antara proses belajar mengajar terhadap kreativitas.

Dalam proses penelusuran literatur, seorang peneliti terkadang tidak menemukan referensi yang terkait dengan tema atau variabel penelitian. Hal itu terjadi bisa disebabkan masih minimnya teori, penelitian maupun pandangan-pandangan ilmiah yang terkait dengan tema atau variabel penelitian yang akan diteliti. Sesuai dengan apa yang telah di jabarkan dalam sub bab sebelumnya,

16

Page 17: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

maka penentuan hubungan variabel tersebut bisa saja diperoleh dengan melakukan konsultasi pada ahli, terutama kepada dosen pembimbing atau pihak-pihak yang capable di luar perguruan tinggi. Jika di universitas dimana penelitian dilakukan tidak terdapat ahli tentang proses belajar mengajar dan kreativitas, maka peneliti bisa melakukan observasi dan wawancara kepada institusi-institusi pendidikan di pemerintahan, maupun ahli psikologi pendidikan. Dua sumber itu tentu saja hanya contoh, realitas nya, ada banyak sumber yang bisa dijadikan acuan oleh peneliti untuk memperkuat atau mempertegas hubungan antar variabel di dalam kerangka teori.

Misalnya saja, peneliti mendapat sebuah literatur dalam bentuk buku. Dalam buku tersebut tertulis bahwasannya dari hasil penelitian seorang pakar pendidikan, proses belajar mengajar sangat berhubungan secara positif terhadap pengembangan kreativitas siswa. Tidak persoalan apakah penelitian yang dilakukan tersebut dilakukan dimanapun, yang penting dua variabel yang akan diteliti telah dilakukan sebelumnya dan dapat dijadikan acuan membangun hubungan variabel di kerangka teori.

Sering juga ditemukan bahwasannya ada beberapa teori atau pun hasil penelitian sekaligus dari hasil penelusuran literatur. Namun masing-masing teori atau hasil penelitian tersebut memiliki perbedaan pandangan. Dari penelitian A dinyatakan variabel proses belajar mengajar berpengaruh sangat kuat terhadap tumbuhnya kreativitas siswa, namun dari penelitian pihak lain dinyatakan bahwasannya antara proses belajar mengajar dengan kreativitas sama sekali tidak berhubungan.

Dua penelitian yang berbeda tersebut tentu saja tidak harus membuat bingung peneliti. Langkah selanjutnya peneliti hanya perlu mengambil sikap terhadap perbedaan tersebut berdasarkan pengamatannya di lokasi penelitian atau pun berdasarkan konsultasi dengan pembimbing penelitian. Namun yang perlu diperhatikan disini, peneliti tidak boleh ragu, karena keraguan akan hubungan variabel tersebut nantinya berpengaruh terhadap rencana analisis data.

Perlu diingat bahwasannya dalam menentukan hubungan variabel tersebut, dalam penyusunan kerangka teori seorang peneliti harus mencantumkan nama peneliti yang teorinya dijadikan oleh acuan penetapan hubungan antar variabel. Tentu saja dalam penulisan kerangka teori, ada satu atau lebih teori yang dikutip. Semua nama penemu atau pengembang teori tersebut harus dicantumkan nama orangnya, dan jika memungkinkan harus diungkapkan juga alasan-alasan mengapa ia memberikan kesimpulan terkait dengan variabel yang ditelitinya. Walaupun peneliti mengutip beberapa teori, tetap saja harus ada bahasa yang tegas dari peneliti, mana teori yang dipilih dan dijadikan acuan utama kerangka teori dalam penelitiannya.

Ada juga kemungkinan bahwa peneliti tidak memilih salah satu teori yang dikutip, namun si peneliti menemukan sendiri berdasarkan analisisnya terhadap beberapa teori yang digabungkan dengan analisis peneliti terhadap konteks lokasi maupun kecenderungan faktual di lapangan penelitian. Pilihan seperti ini boleh-boleh saja dilakukan sepanjang si peneliti tidak menemukan referensi yang tepat. Misalnya saja, dalam kerangka teori disinggung tentang hasil penelitian beberapa

17

Page 18: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

pihak bahwasannya kreativitas siswa dapat berkembang melalui proses pengasuhan anak oleh orang tua mereka di rumah. Dari literatur lain peneliti membaca bahwasannya ada beberapa ahli atau peneliti yang menyimpulkan bahwasannya kreativitas siswa dipengaruhi oleh faktor lain yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan proses belajar di sekolah.

Bagaimana peneliti melihat kondisi seperti itu? Pada saat berhadapan dengan beberapa referensi yang saling berbeda satu sama lain tersebutlah dibutuhkan sikap tegas dari seorang peneliti. Ketegasan dalam memilih hubungan variabel yang tepat tersebut tentu saja harus beralasan. Ada dua teknik yang dapat dilakukan oleh peneliti, yakni; melakukan konsultasi dengan pembimbing atau ahli atau menyesuaikan dengan konteks sosial dan lokasi penelitian.

Begitu pentingnya kerangka teori penelitian, maka peneliti harus benar-benar membuat kerangka teori tersebut se sederhana mungkin, sehingga bisa benar-benar menjadi panduan bagi peneliti dalam proses penggambaran variabel maupun pengujian hubungan antar variabel tersebut. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh peneliti untuk membuat kerangka teori tersebut menjadi sederhana, salah satu yang paling banyak dilakukan adalah dengan membuat flow chart atau diagram hubungan antar variabel.

Seperti yang telah disebutkan pada awal-awal penjelasan tentang penyusunan kerangka teori, penelitian yang menggunakan kerangka teori biasanya lebih banyak atau lebih tepat jika dilakukan pada jenis penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk menguji atau menjelaskan hubungan antar variabel, atau dengan kata lain, akan tidak tepat jika digunakan pada penelitian yang hanya menggambarkan satu variabel atau pun penelitian yang bersifat menggali seperti yang banyak dilakukan pada jenis penelitian kualitatif.

Penelitian yang bersifat eksplanatif atau menjelaskan sebuah realitas yang mengandung hubungan antar variabel tersebut menggunakan logika berfikir deduktif, dimana seorang peneliti harus berfikir dari pandangan atau teori-teori yang umum untuk menjelaskan hal-hal yang khusus. Dalam membuat sebuah kerangka teori tersebutlah logika deduktif tersebut bisa diketahui, dimana peneliti menggunakan teori-teori yang bersifat umum, dimana teori-teori tersebut mengandung hubungan-hubungan antar variabel yang akan di uji dalam penelitiannya. Dikarenakan bertujuan menguji hubungan antar variabel, maka peneliti harus membuat sebuah logika berfikir yang sederhana, sehingga hubungan-hubungan antar variabel tersebut mudah untuk di uji atau dijelaskan.

Misalnya saja seorang peneliti akan mengangkat tema tentang faktor-faktor yang mempengaruhi sikap pemilih dalam Pemilu. Setelah melakukan beberapa penelusuran terhadap beberapa teori, kemudian peneliti menetapkan beberapa faktor yang mempengaruhi sikap pemilih dalam Pemilu, yakni tingkat pendidikan, pengetahuan tentang politik dan pengaruh keluarga (peer group) terhadap pilihan masyarakat. Dari hasil penelusuran, peneliti menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi. Untuk menyederhanakannya, tentu saja seorang peneliti harus memilih, mana faktor yang menurutnya paling tepat untuk di uji dalam penelitiannya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti bisa

18

Page 19: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

menentukan pilihan variabel tersebut berdasarkan pengamatannya di lokasi penelitian, maupun melalui konsultasi dengan ahli.

Setelah variabel ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah menyusun kerangka teori. Kerangka teori bisa disusun dengan membuat narasi yang menjabarkan hubungan antar variabel tersebut yang dengan mencantumkan beberapa sumber-sumber teori tersebut beserta nama penemu teori tersebut. Namun satu hal yang perlu diperhatikan adalah, mengutip teori yang terkait dengan variabel-variabel yang akan diteliti tanpa mempertegas bagian hubungan variabel mana yang akan diteliti dapat membuat kerangka teori menjadi kabur.

Misalkan saja seorang peneliti menuliskan di dalam kerangka teori, seorang peneliti atau sebuah teori menyatakan, faktor terbesar yang menentukan sikap pemilih adalah tingkat pengetahuannya tentang partai tertentu. Namun ada juga teori atau penelitian lain yang menyatakan, sikap pemilih ditentukan oleh tingkat pendidikannya. Jika seperti itu saja yang dijabarkan oleh peneliti, maka tidaklah jelas mana variabel yang akan di uji oleh peneliti. Untuk itu peneliti bisa membuat sebuah diagram hubungan yang mempermudah si peneliti maupun pihak lain yang coba memahami proposal penelitian tersebut.

Berikut digambarkan contoh diagram hubungan variabel yang bisa dimasukkan dalam kerangka teori.

BaganContoh Hubungan Variabel dalam Kerangka Teori

Berdasarkan diagram di atas dapat dilihat bahwasannya dari berbagai teori maupun hasil penelitin sejenis, peneliti kemudian memberanikan diri untuk menguji pengaruh variabel pendidikan dan pemahaman tentang partai terhadap sikap pemilih dalam Pemilu. Dengan demikian menjadi semakin jelas lah bagi siapapun yang membaca rancangan atau proposal penelitian ini, bahwasannya ada dua variabel pengaruh (Variabel Independen) yang dihubungkan dengan satu variabel dependen, yakni sikap pemilih.

Tentu saja dalam diagram hubungan ini belum tergambar bentuk hubungan seperti apa yang berusaha di uji oleh peneliti. Untuk itu diperlukan narasi tambahan agar hubungan tersebut semakin jelas. Misalnya saja apakah hubungan tersebut hanya mencari ada hubungan atau tidak, menguji kuatnya hubungan, bentuk hubungan (negatif atau positif) dan sebagainya.

Pendidikan

Pemahaman tentang Partai

Sikap Pemilih

19

Page 20: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Keberadaan diagram hubungan tersebut jelas sangat membantu peneliti maupun pihak-pihak yang membaca dan menilai maksud dan tujuan dari penelitian. Karena sifatnya membuat kerangka pemikiran menjadi lebih sederhana, tentu saja peneliti harus jelas dalam membuat narasi atau keterangan dari diagram hubungan tersebut. Jangan ada lagi disinggung variabel-variabel lain yang akan membuat logika pemikiran peneliti maupun pembaca rangcangan penelitian menjadi tidak fokus.

1.15.Menyusun Tinjauan Pustaka

Selain kerangka teori, penelitian-penelitian di perguruan tinggi juga mencantumkan tinjauan pustaka dalam rancangan atau proposal penelitiannya. Apa perbedaan tinjauan pustaka dan kerangka teori? Mengapa ada orang yang menggunakan kerangka teori saja, tinjauan pustaka saja, bahkan mengapa ada peneliti yang memasukkan kedua-duanya dalam rancangan penelitian atau proposal penelitian? Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang akan dijawab dalam penjabaran berikut ini.

Beberapa ahli penelitian atau pengajar-pengajar penelitian di perguruan tinggi menyatakan, kerangka teori digunakan dalam penelitian-penelitian yang bersifat kuantitatif yang menggunakan metode penelitian ber tipe eksplanatif. Alasannya, penelitian yang bersifat eksplanatif bertujuan mengkaji atau menguji hubungan antar variabel. Hubungan antar variabel memerlukan kerangka teori, karena logika berfikir yang digunakan dalam sebuah penelitian adalah logika deduktif, dimana peneliti menggunakan pandangan-pandangan atau teori yang bersifat umum untuk menjelaskan atau mengetahui yang bersifat khusus. Artinya, teori atau pandangan-pandangan yang bersifat umum (general) tersebut digunakan untuk mengungkap hubungan antar variabel yang akan diteliti (khusus).

Dalam filsafat ilmu, pendekatan atau logika berfikir deduktif tersebut dilandasi metodologi filsafat ilmu, yakni aposteori. Dalam filsafat ilmu, metodologi aposteori merupakan sebuah pandangan yang menyatakan, pengetahuan dikembangkan dengan menarik kesimpulan berdasarkan ide, definisi, maupun teori yang telah ada (Suriasumantri, 1978). Ini artinya, landasan seorang ilmuan (termasuk dalam melakukan penelitian) dalam mengembangkan ilmu pengetahuan adalah dengan memanfaatkan atau menggunakan pemikiran-pemikiran, ide, atau teori yang telah ada. Peneliti tidak harus mencari tahu dari awal, cukup dengan menggunakan teori-teori yang ada saja untuk digunakan dalam mengungkap sebuah permasalahan penelitian yang akan dilakukan.

Namun ada aliran lain yang menyatakan ilmu pengetahuan tidaklah harus menggunakan teori-teori atau ide-ide yang telah ada sebelumnya. Ilmu pengetahuan dapat dikembangkan dengan pendekatan induktif. Berbeda dengan logika berfikir deduktif yang menggunakan teori-teori umum, maka pendekatan induktif mendasarkan diri pada pengalaman-pengalaman empiris dalam mengembangkan ilmu pengetahuan (termasuk dalam melakukan penelitian). Dalam filsafat ilmu, logika berfikir induktif ini didasari oleh metodologi

20

Page 21: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

aposteriori, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman empiris di lapangan.

Menurut metodologi aposteriori yang kemudian diterjemahkan dalam logika berfikir induktif, ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui berbagai kegiatan ilmiah, seperti penelitian harus mendasarkan diri dari pengalaman empiris/ilmiah. Ini artinya, penelitian yang menggunakan cara berfikir induktif tidak perlu mendasarkan diri pada teori-teori atau ide-ide yang telah ada sebelumnya. Yang paling penting dan utama dalam pendekatan induktif adalah pengalaman lapangan, atau fakta lapangan.

Fakta, data, atau realitas yang diperoleh melalui kerja-kerja lapangan adalah yang paling penting untuk mengembangkan ilmu, teori, ataupun pemikiran-pemikiran ilmiah. Karena mendasari pada fakta yang diperoleh dari pengalaman lapangan, maka teori atau ide-ide sebelumnya tidak boleh mempengaruhi penelitian yang akan dilakukan.

Mengapa teori tidak perlu? Dalam logika berfikir deduktif, teori memang digunakan untuk memberi penjelasan tentang hal-hal khusus atau fakta-fakta khusus yang akan diteliti. Karena itu, teori sudah pasti akan mempengaruhi jalannya penelitian atau kesimpulan dari penelitian. Misalnya saja, anggaplah teori dalam pendekatan deduktif tersebut sebuah kacamata berwarna merah. Maka ketika seseorang melihat sesuatu dengan kacamata tersebut, maka segala sesuatu yang dilihat akan berwarna merah pula. Demikian juga dalam melakukan penelitian. Jika pada penelitian atau teori sebelumnya sikap memilih dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pengetahuan dan pengalaman tentang partai, maka dalam penelitian yang akan dilakukan, variabel-variabel tersebutlah yang akan digunakan.

Berbeda dengan pendekatan induktif yang mendasari pada pengalaman sebagai faktor penentu proses penelitian. Pengalaman atau fakta dan data dari lapanganlah yang menentukan arah penelitian, analisis terhadap data maupun dalam mengambil kesimpulan. Penggunaan teori dalam sebuah penelitian yang bersifat induktif dianggap membuyarkan fakta atau mempengaruhi data, sehingga dapat menghilangkan atau bahkan membelokkan hasil penelitian.

Pendekatan induktif pada kebanyakan kasus penelitian digunakan jika permasalahan, tema penelitian, ataupun variabel-variabel penelitian yang akan diteliti belum banyak diangkat oleh orang lain dalam penelitian, atau pun belum ada teori yang bisa menjelaskan tema atau permasalahan penelitian tersebut. Ibaratnya, seorang peneliti yang menggunakan logika berfikir induktif adalah seseorang yang memasuki sebuah hutan belantara yang belum pernah tersentuh atau sebuah gua alami yang belum pernah dimasuki oleh orang lain. Karena belum ada teori atau pemikiran yang bisa menuntunnya, maka peneliti harus memegang data/fakta atau informasi dari lapangan lah yang menuntunnya dalam melakukan analisis data maupun mengambil kesimpulan dari penelitiannya.

Logika berfikir induktif banyak dilakukan dalam penelitian-penelitian yang bersifat kualitatif. Sesuai dengan namanya, maka penelitian kualitatif bertujuan untuk melihat kualitas datanya, bukan data-data yang bersifat di

21

Page 22: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

permukaan. Untuk mengambil kesimpulan yang bersifat kualitatif tersebut, maka tugas peneliti adalah menggali informasi atau fakta dengan sebanyak mungkin mendasari penelitiannya dari fakta-fakta atau data-data lapangan.

Dalam rancangan atau proposal penelitian kualitatif, seorang peneliti tidak harus menggunakan kerangka teori, karena ia tidak membutuhkan teori-teori pendukung atau pemikiran-pemikiran ilmiah yang telah ada sebelumnya. Namun peneliti bisa mengganti kerangka teori dengan tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka artinya adalah; peneliti melakukan penelusuran dai berbagai literatur yang terkait dengan lapangan penelitiannya. Literatur yang dimuat oleh seorang peneliti dalam tinjauan pustaka berbeda dengan tipe literatur yang dikutip dalam penelitian kuantitatif. Literatur yang dimasukkan ke dalam tinjauan pustaka adalah terkait dengan hasil penelitian, data, informasi, pernyataan ilmiah, yang bersumber dari buku, majalah, jurnal, data badan statistik, pernyataan ahli, transkrip wawancara, dokumen dalam bentuk foto dan sebagainya yang berhubungan dengan tema penelitian.

Tidak seperti kerangka teori yang sebahagian besar mengumpulkan teori-teori yang mendukung penelitian, maka informasi yang dijabarkan oleh peneliti dalam tinjuan pustaka berisi hal-hal yang tidak harus terkait dengan teori. Namun dalam beberapa penelitian, seorang peneliti ada juga yang mencantumkan teori dalam tinjauan pustaka, namun teori yang dikutip tersebut tidak dijadikan sebagai panduan atau dasar pemikiran dalam melakukan penelitian, namun hanya dijadikan sebagai perbandingan, atau sekedar memperkaya pemikiran peneliti tentang tema yang diangkat dalam penelitian.

Jika seorang peneliti akan mengangkat tema penelitian tentang sumber kekuasaan atau sumber otoritas tradisional pemerintahan desa di sebuah kelompok etnis, maka dalam tinjauan pustaka, seorang peneliti bisa memasukkan referensi dari beberapa sumber tentang hasil penelitian orang lain tentang sumber otoritas tradisional di tempat lain. Bisa juga peneliti mengutip beberapa pandangan ahli dari sumber majalah, jurnal, surat kabar dan sebagainya tentang tema otoritas tradisional. Bisa juga peneliti memasukkan foto, transkrip wawancara, data skunder dari lembaga-lembaga pemerintah, LSM, dan sebagainya yang berhubungan dengan otoritas tradisional. Bisa saja memang peneliti memasukkan adanya teori-teori tertentu, atau hasil-hasil penelitian orang lain, namun tujuan memasukkan teori tersebut sekedar memberi gambaran bahwasannya otoritas tradisional pada sebuah kelompok masyarakat lain. Dalam kasus-kasus tertentu, seorang peneliti bisa juga mendapat data-data awal di lokasi dimana penelitian akan dilakukan. Namun jika data-data sementara tidak ditemukan tidak terlalu menjadi persoalan, karena yang terpenting peneliti bisa memberi gambaran selintas tentang informasi-informasi yang memiliki kemiripan dengan realitas di lokasi penelitian.

Berdasarkan terminologinya, tinjauan pustaka berarti berisi tentang pustaka-pustaka yang memiliki kemiripan dengan tema atau permasalahan yang akan diungkap dalam penelitian. Cara menuliskannya pun tidak terlalu sistematis seperti dalam menyusun kerangka teori. Peneliti memiliki kebebasan dalam menuliskan tinjauan pustaka, karena yang paling penting peneliti bisa

22

Page 23: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

menggambarkan bahwasannya ada data atau informasi yang memiliki kesamaan dengan tema yang akan diangkatnya dalam penelitiannya.

Hal yang perlu diperhatikan oleh peneliti dalam membuat tinjauan pustaka adalah bagaimana dalam membuat narasi tinjauan pustaka tersebut bisa dipahami oleh pembaca lainnya. Pada banyak kasus, peneliti sering sekali membuat tinjauan pustaka terkesan asal jadi. Kalimat-kalimat yang disusun oleh peneliti dalam tinjauan pustaka tidak teratur, sehingga orang lain yang membacanya tidak mengerti pemikiran yang ingin disampaikan oleh peneliti. Untuk itu penting bagi peneliti untuk mengatur alinea demi alinea yang ada di tinjauan pustaka agar tetap membentuk sebuah rangkaian yang dapat dimengerti oleh orang lain dan juga peneliti sendiri.

------------------------₪₪₪₪------------------------

23

Page 24: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Metode-Metode Penelitian

2.1.

Menyusun Metodologi Penelitian

agi sebahagian peneliti, aspek paling penting dalam sebuah penelitian adalah terkait dengan kerangka berfikir dari sebuah penelitian, dalam hal ini bagaimana peneliti bisa merumuskan permasalahan yang tepat dan

kerangka berfikir yang sistematis dalam latar belakang masalah, perumusan masalah maupun kerangka teori atau tinjauan pustaka. Ketika seorang peneliti sudah menentukan permasalahan penelitian secara tepat dan layak untuk diangkat sebagai permasalahan yang diangkat dalam penelitian dan menjabarkannya dalam sebuah kerangka pemikiran yang baik, maka sebahagian besar rencana, rancangan atau proposal penelitian sudah hampir selesai. Tentang metodologi dan metode yang digunakan maka peneliti tinggal memilih salah satu metode yang pernah ada.

B

Ada juga peneliti atau pun orang-orang di dunia pendidikan tinggi yang beranggapan, menentukan metodologi adalah persoalan mudah, karena sudah banyak tersedia metode-metode yang bisa digunakan oleh seorang peneliti untuk menjawab permasalahan penelitian. Bahkan ada juga yang beranggapan, semakin sulit metode yang digunakan, maka sebuah penelitian menjadi semakin baik. Apalagi jika menggunakan teknik-teknik statistik dengan hitung-hitungan yang kadang kala si peneliti sendiri tidak bisa memahaminya.

Sebelum kita menjelaskan tentang jenis-jenis metode penelitian, ada baiknya kita menjelaskan terlebih dahulu tentang apa yang dimaksud dengan metodologi dan metode. Sebahagian besar penelitian di perguruan tinggi memang lebih banyak menggunakan istilah Metode Penelitian. Ada juga kemudian yang menamakannya Metodologi Penelitian. Mana sebenarnya yang benar? Atau apakah kedua-duanya bisa dianggap benar? Tentu saja tidak!

Dalam ilmu filsafat kita banyak membaca istilah metodologi, dan cukup sedikit kita mendengarnya dari cabang-cabang ilmu sosial lainnya. Berdasarkan perspektif ilmu filsafat, apa yang dimaksud dengan metodologis menyangkut 3 (tiga) hal, yakni; Ontologis, Epistimologis dan Aksiologis. Secara sederhana, ontologis adalah sebuah terkait dengan bagaimana sebuah ilmu pengetahuan, cara berfikir, teori, konsep, atau sebuah cabang disiplin ilmu ditemukan atau muncul. Epistimologis adalah tentang bagaimana ilmu pengetahuan, cara berfikir, teori, konsep atau sebuah cabang ilmu pengetahuan mengalami perkembangan, kemajuan, perubahan dan sebagainya. Sedangkan Axiologis atau aksiologis adalah bagaimana sebuah ilmu pengetahuan, cara berfikir, teori, konsep atau sebuah cabang disiplin ilmu diaplikasikan atau diterapkan.

24

Bab

Page 25: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Tentu saja pendeskripsian di atas belumlah cukup dan sulit untuk dipahami bagi mahasiswa atau orang-orang yang tidak mendalami ilmu filsafat. Mari kita ambil contoh. Dalam ilmu Sosiologi ada beberapa aliran yang secara metodologis berbeda satu sama lain, salah satunya adalah aliran positivisme yang menggunakan metodologi positivisme dalam kajian-kajian sosialnya. Apa arti dari istilah metodologi positivisme atau metodologi positivistik tersebut? Berdasarkan definisi yang telah dijabar kan di atas, maka yang dimaksud dengan metodologi positivistik adalah terkait dengan bagaimana atau landasan seperti apa yang menyebabkan aliran positivisme muncul (aspek ontologis), kemudian bagaimana positivisme berkembang (aspek epistemologis) dan bagaimana implementasi aliran positivisme dalam mengembangkan ilmu Sosiologi ataupun berwacana tentang masyarakat (aspek aksiologis).

Dalam ilmu Sosiologi, masing-masing aliran, seperti aliran behavioris, positivis dan kritis memiliki metodologis tersendiri, khas dan konsisten. Jika menggunakan metodologi positivisme, maka segala sesuatunya bersumber dari pemahaman-pemahaman atau landasan-landasan teori positivisme, demikian juga dengan aliran atau paradigma kritis dan behavioris.

Berdasarkan contoh di atas, ada beberapa hal yang bisa kita tarik kesimpulan. Pertama, bicara tentang metodologi, maka terkait dengan tiga hal, yakni bagaimana suatu ilmu muncul, bagaimana ia berkembang dan bagaimana implementasinya. Kedua, ketika kita menyinggung metodologi, maka antara aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis haruslah konsisten atau ada kesesuaian dari ketiganya. Tidak boleh ada penyimpangan atau pun menukar makna maupun batas-batas ketiga aspek tersebut. Ketika kita yakin bagaimana ilmu tersebut muncul, maka kita akan mengembangkan ilmu tersebut dengan cara-cara khas ilmu tersebut. Demikian juga ketika kita melakukan penelitian ataupun pada tahapan menyusun rancangan/proposal penelitian.

Berdasarkan pemahaman di atas, yang dimaksud dengan metodologi penelitian adalah konsistensi dari latarbelakang permasalahan penelitian, teori-teori yang digunakan maupun teknik-teknik penelitian yang akan dilakukan. Walaupun posisi metodologi tidak di bagian-bagian awal dari proposal, namun ketika seorang peneliti mencantumkan metodologi, maka ia harus menyesuaikan seluruh latarbelakang, kerangka pemikiran dengan metodenya.

Tentu saja dalam menyusun metodologi penelitian, seorang peneliti tidak harus mengulang kembali secara keseluruhan tentang latarbelakang dari penelitian maupun kerangka pemikiran (kerangka teori dan tinjauan pustaka) yang telah ia susun sebelumnya. Yang paling penting adalah, metode dan teknik-teknik yang digunakan memang sesuai dan masalah yang akan diangkat dalam penelitian. Sebagai ilustrasi, bayangkan saja jika seorang peneliti akan menggali benda terpendam di dalam tanah. Ada benda terpendam yang harus diangkat, dan tujuannya adalah mengetahui apa yang ada di dalam tanah. Untuk menggali benda tersebut, tentu saja seseorang tidak mungkin menggunakan sendok atau periuk, dia harus memakai pacul/cangkul atau alat-alat lain yang bisa dipakai untuk menggali. Begitulah kira-kira logika berfikir seorang peneliti. Jika ia ingin sekedar menggambarkan realitas yang akan diteliti, maka metode penelitian,

25

Page 26: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

teknik pengumpulan data, analisis dan sebagainya haruslah yang sesuai dengan tujuan penelitian yang akan menggambarkan atau mendeskripsikan sebuah realitas.

Memang tidak semua peneliti mencantumkan metodologi penelitian dalam rancangan atau proposal penelitiannya. Ada juga yang menggunakan terminologi “metode penelitian”. Sah-sah saja jika peneliti hanya mencantumkan metode, namun kesannya peneliti terlalu menyederhanakan makna metodologi yang sebenarnya cukup luas dan tidak bisa hanya digantikan dengan metode.

Untuk tujuan praktis, dalam buku ini tidak terlalu mempersoalkan perbedaan atau sempit atau luasnya makna metodologi dan metode. Untuk mempermudah pemahaman mahasiswa, maka dalam buku ini disamakan pemahaman antara metodologi dengan metode.

Secara umum dalam metode atau metodologi penelitian mengandung beberapa hal, yakni;

1. Jenis atau tipe penelitian (sering juga dimaknai dengan metode penelitian)

2. Lokasi penelitian3. Unit penelitian4. Populasi dan atau sampel penelitian5. Hipotesis penelitian6. Teknik pengumpulan atau koleksi data7. Metode analisis data

2.2. Jenis atau Tipe Penelitian

Penentuan atau penetapan jenis/tipe atau metode penelitian dapat dikatakan merupakan tahapan paling krusial yang dihadapi oleh peneliti dalam merumuskan atau menyusun rancangan/proposal penelitian. Bayangkan saja jika seseorang ingin melihat mikroba namun menggunakan teropong atau sekedar mata telanjang, maka alat yang digunakan tidak akan mampu menggambarkan seperti apa kondisi mikroba tersebut. Begitu juga ketika seseorang ingin melihat sebuah lokasi dari jarak jauh, namun menggunakan mikroskop atau hanya sebuah kaca mata. Maka orang tersebut tidak akan atau sangat terbatas dalam menggambarkan lokasi tersebut.

Dalam konteks penelitian, alat yang digunakan sangatlah menentukan kemampuan dalam menjawab permasalahan penelitian. Untuk menggambarkan sebuah realitas, maka metode atau jenis penelitian yang digunakan haruslah handal (valid) atau mampu menggambarkan/mendeskripsikan realitas tersebut. Jika peneliti ingin menguji sebuah hubungan antara gejala-gejala yang ada di masyarakat, maka alat atau metode yang digunakan haruslah mampu menjawab keingintahuan peneliti tentang hubungan antar gejala tersebut. Demikian juga seterusnya, ketika ingin mengungkap sesuatu yang sama sekali baru dan belum pernah diteliti oleh orang lain, maka metode yang digunakan haruslah metode atau jenis penelitian yang efisien dan efektif mampu mengungkap sesuatu tersebut.

26

Page 27: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, jelaslah bahwasannya seorang peneliti tidak boleh sembarangan menentukan atau menetapkan metode penelitian yang akan dipakainya. Harus ada beberapa pertimbangan yang akan mempengaruhi pilihan metode atau jenis penelitian yang akan digunakan. Secara umum ada beberapa prinsip yang bisa dijadikan pertimbangan oleh peneliti dalam menentukan pilihan metode penelitian, yakni;

2.2.1. Kaitan dengan latarbelakang masalah.

Apakah tema atau realitas yang akan diteliti sudah banyak diteliti oleh pihak lain?Jika banyak diteliti, maka pilihannya adalah metode-metode yang hanya mengangkat realitas secara permukaan saja, atau tidak mendalam. Jika belum banyak atau sama sekali belum pernah diteliti, maka metode yang digunakan haruslah metode-metode penelitian yang sifatnya menggali (mendalam).

Apakah realitas yang akan diteliti banyak didukung oleh data-data?Jika memiliki banyak data pendukung, maka metode yang digunakan adalah jenis penelitian yang bertujuan mendeskripsikan atau melakukan pengujian. Jika tidak banyak didukung data, maka lebih baik menggunakan penelitian yang sifatnya menggali sebuah gejala masyarakat

Apakah tema atau realitas yang akan diteliti sensitif?Jika permasalahan bersifat sensitif, maka lebih tepat jika metode yang digunakan adalah metode yang sifatnya kasus dan mengungkap gejala/realitas secara mendalam dan khusus.

Apakah realitas tersebut berlangsung umum (oleh seluruh masyarakat) atau pun sekelompok masyarakat di lokasi-lokasi tertentu?Jika realitas/gejala sosial bersifat umum, maka jenis-jenis penelitian survey yang bertujuan menguji atau menggambarkan/deskriptif adalah lebih tepat. Jika bersifat khusus pada lokasi-lokasi tertentu, maka pendekatan studi kasus yang sifatnya mendalam perlu dipilih.

Apa yang menjadi landasan peneliti tertarik mengangkat tema penelitian tersebut?Jika peneliti tertarik dengan tema tersebut karena gejala atau realitas tersebut unik, maka lebih baik menggunakan metode-metode studi kasus yang sifatnya menggali/mendalam. Jika ketertarikan dikarenakan ingin menguji hubungan beberapa gejala ataupun dari penelitian orang lain, maka lebih baik penelitian yang bersifat eksplanatif atau menjelaskan, adalah pilihan paling tepat.

27

Page 28: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

2.2.2. Kaitan dengan Permasalahan dan tujuan penelitian

Berapa variabel dalam penelitian yang dirumuskan dalam permasalahan penelitian?Jika hanya satu variabel, maka penelitian hanya bersifat deskriptif atau penggambaran dari sebuah gejala. Jika lebih dari satu variabel, maka kemungkinan penelitian yang bersifat eksplanatif lebih tepat digunakan.

Bagaimana bentuk hubungan variabel tersebut? Apakah saling pengaruh? (searah atau timbal balik).

o Apakah menjabarkan saling hubungan yang telah terjadi?Jika hubungan antar gejala yang ada di masyarakat atau lokasi penelitian sudah berlangsung, dan tugas peneliti hanya bersifat menggambarkan hubungan yang telah terjadi, maka pilihannya adalah penelitian yang bersifat deskriptif

o Apakah menguji hubungan tersebut?Jika ingin menguji hubungan antar variabel dalam gejala-gejala sosial tersebut, maka pilihan paling sesuai adalah metode-metode penelitian eksplanatif, seperti korelasi dan sejenisnya.

o Apakah meramalkan?Jika sifatnya ingin meramalkan hubungan antar gejala atau variabel, maka ada baiknya peneliti menggunakan metode-metode penelitian yang bersifat eksplanatif dengan teknik analisa data regresif

Kaitannya dengan Kerangka Teori atau Tinjauan Pustaka

o Banyak, sedikit atau tidak adakah sama sekali teori pendukung?Biasanya, banyaknya teori-teori pendukung yang dimasukkan dalam kerangka teori, maka penelitian lebih mengarah pada jenis metode-metode eksplanatif, seperti pengujian atau peramalan. Jika sangat sedikit didukung teori, atau hanya beberapa hasil penelitian dan referensi yang tidak terlalu bisa menjelaskan gejala yang akan diteliti, maka arah metode penelitiannya adalah metode penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, seperti; studi kasus, etnografi, survey deskriptif yang berusaha menggali gejala sosial.

o Bagaimana kerangka pemikirannya? Deduktif atau induktif?Kerangka pemikiran yang bersifat deduktif mengarahkan pada bentuk metode-metode penelitian survey deskriptif, dan eksplanatif, dengan menggunakan teknik-teknik kuantitatif. Jika bersifat induktif, maka pendekatan/metode yang bersifat

28

Page 29: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

kualitatif atau studi kasus yang mendalam menjadi pilihan paling sesuai.

Cukup banyak memang pertimbangan yang harus dijadikan pertimbangan oleh peneliti dalam merumuskan metode penelitian. Namun semua prinsip tersebut bisa disederhanakan. Tidaklah sulit untuk menentukan metodologi penelitian yang tepat. Namun tentunya seorang peneliti setidaknya memiliki sedikit pemahaman tentang metode penelitian. Jika tidak, maka lebih baik lakukan konsultasi dengan pembimbing, ahli atau teman-teman (peer group discussion).

2.3. Jenis-Jenis Metode Penelitian

Seperti yang telah dijelaskan seperti di atas, metode penelitian adalah suatu cara atau pendekatan yang dilakukan oleh peneliti dalam menjawab keingintahuan peneliti yang telah dirumuskan dalam permasalahan dan tujuan penelitian. Untuk menjawab permasalahan penelitian sehingga diperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian, maka seorang peneliti harus menggunakan cara atau metode yang tepat. Mengapa harus menggunakan metode yang tepat? Jika tidak, maka bisa saja permasalahan penelitian tidak terjawab, dan juga tujuan dari penelitian tidak akan tercapai. Untuk itulah diperlukan cara-cara yang tepat dan sesuai sehingga maksud dan tujuan peneliti dapat tercapai. Selain perlunya kesesuaian penggunaan metode, tentu saja ada berbagai pertimbangan subyektif yang biasanya menentukan pilihan metode, seperti kecukupan waktu, biaya, maupun alasan-alasan akademis, seperti kesesuaian dengan pemahaman peneliti tentang teknis penelitian (misalnya pemahaman peneliti belum dalam tentang metode penelitian, atau pun instruksi atau petunjuk-petunjuk dari dosen pembimbing.

Dalam bagian ini akan dijabarkan tentang beberapa metode penelitian yang kerap dipilih oleh mahasiswa maupun peneliti. Tentu saja metode yang akan di jabarkan dalam buku ini hanya metode-metode yang bersifat umum, karena sebenarnya ada banyak variasi-variasi metode penelitian lain yang sudah sangat maju dan rumit. Namun untuk kepentingan praktis dan mempertimbangkan tingkat pemahaman mahasiswa tentang metodologi penelitian, maka cukuplah dengan mengangkat beberapa metode yang umum dipakai oleh peneliti, termasuk mahasiswa.

Pada banyak kasus penelitian, mahasiswa ataupun peneliti sering bingung dan salah dalam mencantumkan metode penelitian dalam rancangan atau proposal penelitian. Kebingungan dan kesalahan tersebut terjadi karena para penulis buku-buku metode penelitian tidak memberi gambaran yang jelas tentang bagaimana mencantumkan metode yang tepat dalam rancangan penelitian. Para penulis lebih banyak menyerahkan pemahaman tentang istilah-istilah metode penelitian kepada pembaca, hal itulah yang kemudian mendorong terjadinya kesalahan-kesalahan penggunaan.

29

Page 30: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Dalam buku ini diupayakan penggunaan istilah-istilah tersebut menjadi lebih tegas, sehingga mahasiswa bisa memahami atau mencantumkan metode yang dipilih dengan tepat.

Sebelum memasuki ranah tentang jenis-jenis metode penelitian, mungkin ada baiknya dijelaskan terlebih dahulu beberapa klasifikasi jenis penelitian. Walaupun kita sepakat bahwasannya dalam buku ini jenis penelitian kita samakan artinya dengan metode, namun agar tidak menyalahi kaidah-kaidah umum atau standar akademik tentang apa yang dimaksud dengan jenis dan metode penelitian, maka ada baiknya kita bicarakan yang lebih umum.

Menurut beberapa pihak, khususnya kalangan perguruan tinggi, jenis-jenis penelitian bisa dibedakan berdasarkan beberapa hal, yakni :

2.4. Penelitian berdasarkan tujuan

Penelitian berdasarkan tujuan dibagi atas dua jenis, yakni penelitian murni dan penelitian terapan. Penelitian yang bersifat murni adalah penelitian yang hanya bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, mengembangkan teori-teori maupun wacana-wacana ilmu (dalam hal ini ilmu-ilmu sosial). Dengan kata lain, penelitian murni tidak bertujuan agar hasilnya dapat diterapkan, digunakan, diimplementasikan ataupun memiliki tujuan-tujuan praktis. Basa sederhananya, penelitian murni hanya menerapkan ilmu pengetahuan untuk kepentingan ilmu pengetahuan semata. Tidak ada bicara tentang tindakan-tindakan praktis atau yang dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan pemecahan masalah di masyarakat.

Sebaliknya penelitian terapan adalah penelitian yang ditujukan untuk diimplementasikan atau diterapkan dengan tindakan-tindakan praktis yang berguna dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat. Penelitian terapan bukan hanya untuk pengembangan ilmu, tapi menurut pihak-pihak yang banyak menggunakan penelitian terapan, ilmu harus berguna, terutama berguna untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat. Dengan begitulah ilmu pengetahuan bisa berguna bagi lingkungannnya.

2.5. Penelitian berdasarkan Metode atau Pendekatan

Penelitian berdasarkan metode, artinya penelitian berdasarkan cara-cara/pendekatan yang dilakukan. Tidak seperti pada jenis penelitian berdasarkan tujuan, maka jenis penelitian berdasarkan metode menggunakan istilah-istilah yang sedikit kaku atau boleh dikatakan harus sesuai dengan terminologi-terminologi yang sudah baku. Jika penelitian berdasarkan tujuan peneliti bisa saja membuat alternatif baru, seperti mengatakan, “selain bersifat murni dan terapan, ada juga penelitian fungsional, teoritis” dan sebagainya. Namun dalam jenis penelitian berdasarkan metode atau pendekatan biasanya sudah strict atau saklek dalam istilah-istilahnya, sehingga kalau bisa, jangan

30

Page 31: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

menggunakan istilah-istilah lain yang akan membuat rancu atau bingung orang lain.

Ada beberapa jenis penelitian yang sering digunakan dan merupakan metode-metode yang umum dipakai dalam penelitian-penelitian skripsi, tesis maupun disertasi di perguruan-perguruan tinggi, yakni;

31

Page 32: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

2.5.1. Metode Penelitian Survey

Metode penelitian survey merupakan salah satu metode penelitian yang paling sering dan banyak dilakukan oleh perguruan-perguruan tinggi maupun pemerintahan. Jenis metode penelitian seperti ini banyak digunakan karena berupaya memberi gambaran dan penjelasan fakta atau realitas atau pun gejala sosial, politik, ekonomi, budaya yang didasarkan pada data-data yang bersifat di permukaan. Metode penelitian ini berkembang dari sebuah pandangan filosofis atau paradigma ilmu sosial positivis yang beranggapan sesuatu yang obyektif atau ilmiah adalah hal-hal yang berjarak dengan peneliti. Artinya, sesuatu yang bersifat ilmiah adalah hal-hal yang dianggap obyektif. Sedangkan yang disebut dengan obyektif adalah hal-hal yang tidak mendapat pengaruh, penilaian atau interpretasi dari seorang peneliti.

Misalnya saja ketika seorang peneliti akan mengangkat tema tentang tingkat kedisiplinan dalam sebuah kantor pemerintahan. Untuk meneliti hal tersebut, seorang peneliti yang menggunakan metode survey hanya mendasari pada data-data yang bersifat permukaan, seperti; frekuensi absensi di kantor, lama kerja seorang karyawan, umur, tingkat pendidikan, gaji yang diterima, dan sebagainya. Peneliti tidak akan mencari data-data yang bersifat mendalam dan membutuhkan interpretasi lebih dalam, karena jika ia melakukan interpretasi lebih dalam, maka peneliti dianggap mempengaruhi pandangan maupun sikap dari orang yang akan diteliti.

Untuk menjaga keobyektifan atau ke ilmiahan dari penelitiannya, seorang peneliti yang menggunakan metode survey mengutamakan cara-cara pengembilan data dengan alat-alat atau instrumen yang telah dipersiapkan sebelumnya, seperti kuesioner, daftar wawancara dan sebagainya. Dengan demikian, ketika seorang peneliti telah membuat instrumen atau alat pengambilan/pengumpulan data, maka fungsi peneliti akan beralih ke instrumen atau alat yang telah disusun sebelumnya.

Metode penelitian survey biasanya menggunakan populasi yang cukup besar karena salah satu tujuan dari penelitian survey adalah men-generalisasi atau mengambil kesimpulan dari realitas sosial atau gejala sosial yang dilakukan oleh banyak orang atau populasi yang besar. Namun populasi yang besar tersebut tidak diambil secara keseluruhan karena adanya beberapa keterbatasan. Untuk itu metode penelitian survey akan mengambil sampel. Sampel adalah sebahagian populasi yang dianggap mewakili (representative) populasi secara keseluruhan.

2.5.2. Metode Penelitian Eksperimen

Metode penelitian eksperimen adalah sebuah metode penelitian yang banyak digunakan pada penelitian-penelitian ilmu eksak, seperti Kedokteran, biologi, pertanian, fisika, kimia, farmasi dan sebagainya. Metode ini banyak dilakukan ilmu-ilmu eksak karena beberapa alasan. Alasan pertama, penggunaan metode penelitian eksperimen mengharuskan adanya manipulasi, kontrol atau rekayasa terhadap sampel. Misalnya saja seorang peneliti akan mengangkat tema

32

Page 33: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

tentang pengaruh sebuah jenis pupuk terhadap sebuah tanaman. Peneliti kemudian akan mencoba menggunakan pupuk A pada sebuah tanaman jenis B (tanaman pertama). Pada saat yang sama si peneliti kemudian tidak menggunakan apapun pada jenis tanaman B (tanaman kedua), atau memasukkan jenis pupuk C pada pada jenis tanaman B (tanaman kedua). Setelah beberapa lama, kemudian peneliti mengevaluasi atau menilai tingkat pertumbuhannya. Mana tanaman B (tanaman pertama atau kedua) yang lebih cepat tumbuh atau tumbuhnya lebih besar.

Demikian juga pada penelitian sosial, ekonomi, budaya atau politik. Namun metode ini tidak terlalu banyak digunakan pada penelitian sosial, budaya, ekonomi dan politik, karena sulit mengontrol, merekayasa atau memanipulasi sampel yang berupa manusia. Walaupun cukup banyak dilakukan pada penelitian-penelitian psikologi dan pendidikan, namun masih cukup minim.

Sampel pada penelitian eksperimen biasanya sangat kecil. Misalnya saja peneliti akan mengangkat pengaruh penggunaan sebuah metode pengajaran tertentu di sekolah terhadap peningkatan prestasi belajar. Untuk itu peneliti membutuhkan dua kelas, misalnya kelas A dan B pada semester yang sama di sebuah SMA. Satu kelas menggunakan metode pengajaran tersebut, satu kelas lagi tidak. Setelah satu semester, kemudian peneliti melakukan penilaian. Apakah di kelas A terjadi peningkatan prestasi belajar dibandingkan kelas B, atau sebaliknya? Begitulah kira-kira penelitian jenis eksperimen.

Penelitian eksperimen banyak menggunakan teknik-teknik analisis data secara statistik, karena semua hasil penelitian kebanyakan diukur menggunakan angka-angka, atau pernyataan yang kemudian dirubah (di konversi) menjadi angka yang kemudian dihitung dengan menggunakan teknik-teknik statistik manual maupun menggunakan software program komputer, seperti SPSS, MATLAB, AMOS, dan sebagainya.

2.5.3. Metode Penelitian Naturalistik/Kualitatif

Selain metode survey, salah satu metode penelitian yang juga banyak digunakan oleh banyak peneliti di perguruan tinggi maupun di dunia organisasi non pemerintah (LSM) adalah metode penelitian naturalistik atau kualitatif. Metode penelitian kualitatif atau naturalistik adalah metode yang digunakan untuk mengangkat kualitas dari sebuah realitas, gejala, maupun fenomena sosial. Karena ingin mengangkat sebuah kualitas, maka hal yang ingin di ungkap oleh seorang peneliti adalah substansi, inti atau esensi yang mendasari, atau menyebabkan, mengembangkan, merubah sebuah realitas, gejala, fakta maupun fenomena sosial, politik, budaya dan politik.

Berbeda dengan jenis penelitian kuantitatif, seperti survey, eksperimen dan penelitian non kualitatif lainnya, penelitian kualitatif atau naturalistik mencoba mengungkap sesuatu yang tidak dapat diamati secara kasat mata oleh manusia, termasuk seorang peneliti. Berdasarkan hal itulah jenis metode penelitian kualitatif memiliki karakter khusus yang membedakan dengan jenis penelitian

33

Page 34: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

lainnya, karena penelitian kualitatif berusaha mencari makna di sebalik data (Moehadjir, 2000).

Untuk mengungkap fakta, realitas, gejala dan fenomena tersebut, maka kemudian peneliti menggunakan teknik-teknik pengumpulan data yang bisa mengungkap kualitas-kualitas tersebut. Biasanya peneliti yang menggunakan metode penelitian kualitatif/naturalistik adalah teknik-teknik pengumpulan data, seperti; wawancara mendalam (indepth interview), oral history, partisipasi observasi, tinggal bersama dengan informan/responden (live in), dan sebagainya. Demikian juga dengan analisis data yang digunakan. Agar data-data yang diperoleh tersebut kemudian dapat menjawab permasalahan penelitian, kemudian peneliti akan menggunakan teknik-teknik analisis data kualitatif, dimana si peneliti (pemikiran, pengetahuan, nilai-nilai, pandangan, ideologi) yang dimiliki si peneliti lah yang kemudian menentukan proses analisisnya.

Berbeda dengan metode penelitian survey yang menggunakan analisis statistik atau hitungan-hitungan manual dalam menganalisis data, maka metode penelitian naturalistik/kualitatif lebih menggutamakan kemampuan personal peneliti. Kemampuan peneliti dalam hal ini adalah terkait dengan pengetahuan dan penguasaan data, pengalamannya dalam melakukan penelitian, khususnya pengalaman penelitian tentang tema penelitian terkait, pengetahuannya terhadap teori-teori atau pun referensi-referensi yang terkait dengan tema penelitian dan sebagainya.

Sebagai tambahan, seorang peneliti yang menggunakan metode penelietian kualitatif juga harus memiliki sikap empati terhadap situasi yang diteliti. Empati di sini bukan dalam artian kasihan, tapi juga seorang peneliti harus menganalisis dari perspektif informan, atau dalam bahasa penelitian disebut dengan pendekatan emic. Pendekatan emic mengharapkan dari si peneliti untuk melihat sesuatu dari sisi orang yang di teliti, bukan dari sisi si peneliti sebagai orang luar. Peneliti harus bisa mengidentifikasi diri sebagai informan atau responden, sehingga hasil analisisnya tidak memunculkan jarak atau gap antara si peneliti dengan yang di teliti.

Berbeda dengan penelitian yang menggunakan metode penelitian survey dimana peneliti harus mengambil jarak atau bersikap obyektif, maka peneliti yang menggunakan metode kualitatif/naturalistik harus melihat atau menganalisis sesuatu secara subyektif. Sah-sah saja dalam metode ini peneliti menggunakan perspektifnya dalam menganalisis data. Dalam perspektif ilmu Sosiologi, hal seperti inilah yang disebut dengan pendekatan atau analisis kritis.

Dalam penelitian kualitatif/naturalistik tidak membutuhkan sampel yang banyak. Malah sebutan yang tepat bagi orang yang akan diteliti bukanlah sampel, namun lebih tepat menggunakan istilah informan atau responden, karena yang diperoleh dari orang yang akan diteliti bukanlah data-data di permukaan, namun data dan informasi yang bersifat substantif atau menyangkut kualitas dari sebuah informasi atau data.

Karena ingin mengungkap kualitas dari sebuah gejala, fakta, realitas atau fenomena sosial, maka peneliti yang menggunakan metode penelitian naturalistik

34

Page 35: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

atau kualitatif tidak harus mencari banyak informan. Malah pada kasus-kasus penelitian tertentu, peneliti bisa saja mewawancarai atau mengobservasi secara langsung 2 atau 3 orang, dengan alasan dari 2 atau 3 orang tersebut peneliti sudah bisa mengungkap informasi tentang sebuah fenomena yang di telitinya.

Misalnya saja, seorang peneliti akan meneliti tentang kehidupan pemulung di kota Mataram. Untuk menggambarkan kehidupan pemulung, peneliti menganggap tidak perlu mencari sebanyak mungkin pemulung, karena hanya dengan mewawancarai kehidupan 3 keluarga pemulung saja ia merasa sudah bisa menggambarkan kehidupan sehari-hari pemulung, baik dari sisi ekonomi keluarganya, bagaimana gaya hidupnya, latarbelakangnya, bagaimana menjalani hidup dan sebagainya.

2.5.4. Metode Penelitian Sejarah (History Research)

Metode penelitian sejarah adalah sebuah metode yang banyak dilakukan oleh ilmu-ilmu sejarah. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan disiplin ilmu lain juga menggunakan metode penelitian sejarah dalam mengungkap realitas sejarah.

Secara umum metode penelitian sejarah digunakan untuk mengungkap atau merekonstruksi kejadian-kejadian masa lalu dengan teknik-teknik tertentu. Melalui penggunaan metode ini, peneliti berusaha membangun atau merekonstruksi kembali fakta-fakta, realitas yang pernah terjadi pada masa lalu sehingga bisa mendekati kebenaran sesuai dengan konteks dan setting (keadaan) sosial, politik, ekonomi dan budaya pada masa lalu.

Penelitian sejarah sebenarnya hampir sama dengan tujuan dari penelitian yang dilakukan untuk mengungkap realitas pada masa kini, namun yang membuatnya berbeda adalah, realitas, fakta dan gejala sosial yang akan diteliti tersebut sudah terjadi. Karena sudah terjadi dan lewat beberapa tahun, maka proses pengungkapan menjadi lebih sulit. Beberapa bukti atau sumber data yang membentuk gejala yang pernah terjadi pada masa lalu tersebut sangatlah terbatas, mengalami perubahan makna, ter-dekonstruksi akibat kepentingan-kepentingan kekuasaan, hilangnya sumber informasi (pelaku-pelaku sejarah), kerusakan data dan sebagainya. Semua persoalan-persoalan tersebut membuat penelitian sejarah menjadi lebih rumit dan cenderung mendapat banyak kritikan dan memunculkan perdebatan dari banyak pihak.

Berdasarkan sumber data, penelitian sejarah memiliki dua jenis sumber data, yakni sumber data primer (primary sources) dan sumber sekunder (secundary sources). Yang dimaksud dengan smber data primer adalah saksi mata atau pelaku sejarah dari suatu peristiwa. Bentuk sumber data primer dapat berbentuk orang atau benda (tape recorder, kamera) yang ada dan hadir pada peristiwa yang akan diteliti. Sedangkan sumber data primer dibedakan menjadi dua jenis pula, yakni; record dan relics. Records adalah kesaksian mata yang disengaja, dapat berbentuk dokumen, rekaman lisan, atau karya seni. Sedangkan relics adalah rekaman peristiwa yang tidak dimaksudkan atau tidak ditujukan

35

Page 36: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

untuk merekam peristiwa sejarah tertentu, seperti neraca keuangan, bahasa, tradisi masyarakat, artifak, dan sebagainya (Rahmat, 2007).

Seperti yang disebutkan di atas, pada hakekatnya penelitian sejarah hampir sama dengan penelitian non sejarah lainnya, yang membedakannya adalah, penelitian sejarah dilakukan untuk merekonstruksi kejadian atau peristiwa pada masa lalu. Untuk mengungkap atau merekonstruksi kejadikan pada masa lalu tersebut digunakan teknik-tekni seperti penelitian non sejarah lainnya. Ada penelitian sejarah yang tujuannya hanya ingin menggambarkan peristiwa tunggal yang terjadi pada masa lalu, misalnya penelitian tentang proses penyebaran Agama Islam di Lombok Timur, atau sistem penguasaan lahan di masa kerajaan di Pulau Lombok.

Dua contoh tema penelitian di atas hanya berusaha mengungkap sebuah variabel, yakni penyebaran agama Islam dan sistem penguasaan lahan. Tema penelitian seperti itu tidak berusaha membuktikan hubungan variabel-variabel tersebut dengan variabel lainnya, namun sekedar menggambarkan fakta atau realitas yang terkait dengan penyebaran agama dan sistem penguasaan lahan.

Namun ada juga penelitian sejarah yang tujuannya ingin mencari keterhubungan antar peristiwa (gejala sosial atau variabel) yang terjadi pada masa lalu. Misalnya saja, peneliti bisa mengangkat tema penelitian yang berusaha mengangkat hubungan antara masuknya sistem hukum dan aturan Islam terhadap perubahan sistem pemerintahan lokal di Pulau Lombok. Atau bisa juga penelitian yang berusaha mengungkap bagaimana pola komunikasi yang dibangun oleh Tuan Guru-Tuan Guru pada masa awal bangkitnya Agama Islam terhadap luasnya penyebaran Agama Islam di Pulau Lombok.

Karena tujuannya ingin mencari hubungan antara beberapa gejala sosial atau variabel, maka sangatlah memungkinkan penelitian historis/sejarah menggunakan hipotesis yang akan dibuktikan keterhubungannya. Namun penelitian yang sifatnya mencari hubungan gejala sosial tersebut cenderung lebih sulit. Selain karena keterbatasan bukti atau sumber data, juga memungkinkan terjadinya perdebatan yang hampir tidak pernah terselesaikan.

Untuk itulah untuk peneliti-peneliti pemula, seperti mahasiswa, dalam melakukan penelitian sejarah adalah lebih baik untuk menggunakan satu variabel. Selain kecil kemungkinan menimbulkan perdebatan, penelitian deskriptif dapat memperkaya aspek kesejarahan dari disiplin ilmu tertentu.

2.5.5. Metode Penelitian Tindakan (Action Research)

Metode penelitian tindakan atau action research method adalah sebuah metode penelitian yang cukup jarang dilakukan di perguruan-perguruan tinggi, terutama bagi mahasiswa. Hal ini dikarenakan jenis metode penelitian ini dalam banyak segi memiliki banyak perbedaan dengan jenis penelitian lainnya.

Salah satu pembeda paling besar dari penelitian tindakan dibandingan metode lainnya adalah adanya tindakan atau aksi dalam melaksanakan penelitian. Berbeda dengan penelitian lain dimana peneliti bersifat pasif atau hanya

36

Page 37: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

bertujuan mengungkap, mengangkat, menjelaskan atau menjabarkan sebuah gejala, realitas, fakta maupun fenomena sosial, maka penelitian tindakan harus mengandung unsur aksi atau tindakan.

Aksi yang dimaksud dalam metode penelitian ini adalah, seorang peneliti harus ikut serta menjadi bagian atau peran dalam menyelesaikan masalah, mengatasi sebuah persoalan, merubah atau membangun sebuah tatanan yang baru. Peneliti harus terlibat secara langsung dalam tindakan-tindakan penyelesaian masalah, bukan hanya duduk di belakang meja, menyusun instrumen atau alat pengumpulan data, melakukan koleksi atau pengumpulan data, menganalisis kembali di belakang meja dan membuat laporan. Peneliti ikut serta bersama masyarakat, atau bersama dengan informan maupun responden penelitian dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang diharapkan dapat menuntaskan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat maupun informan/responden.

Pertanyaannya, mengapa peneliti harus terlibat atau ikut serta dalam melakukan kegiatan-kegiatan atau tindakan penyelesaian masalah atau pun harus ikut serta dalam melakukan pengembangan dalam sebuah masyarakat? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka kita harus menelusuri akar teori dan filsafat ilmu sosial. Hampir mirip dengan penelitian kualitatif/naturalistik, metode penelitian aksi/tindakan juga berakar dari pemikiran bahwasannya ilmu pengetahuan tidak mungkin untuk berlaku obyektif terhadap realitas. Dalam kasus ilmu-ilmu sosial, obyektivisme ilmu sosial, secara khusus metode penelitian sosial telah dianggap menjauhkan ilmu sosial terhadap realitas. Obyektifisme telah melahirkan jarak sehingga ilmu sosial tidak berkontribusi terhadap pengembangan masyarakat.

Ilmu pengetahuan, khususnya ilmu sosial yang dikembangkan di perguruan tinggi kemudian menjelma menjadi sebuah menara gading yang eksklusif sehingga penelitian-penelitian yang dihasilkan hanya menjadi hiasan perpustakaan-perpustakaan dan bagi kepentingan syarat-syarat formal. Atas dasar itulah kemudian muncul pemikiran, ilmu sosial juga harus memiliki keberpihakan terhadap masyarakat. Pemikiran keberpihakan tersebut salah satunya lahir dari teori-teori kritis yang lahir dari kalangan ilmuan yang tergabung dalam mazhab Frankfurt. Para ahli pada mazhab itu menyatakan, rasio yang berkembang dalam ilmu pengetahuan kemudian menumbuhkembangkan obyektifisme di kalangan ilmuan sosial. Segala sesuatu yang dianggap ilmiah kemudian selalu terkait dengan pandangan obyektifisme, sehingga mematikan atau menghancurkan paham-paham alternatif.

Salah satu pandangan yang berkembang dari ilmuan yang tergabung dalam mazhab Frankfurt adalah pemikiran kritis dalam penelitian sosial. Dalam pemikiran kritis, selain menyodorkan analisis kritis terhadap realitas sosial, juga menawarkan pendekatan kritis dalam melakukan riset-riset sosial. Salah satu konsekuensi dari pendekatan kritis tersebut adalah dengan cara memadukan antara penelitian dengan keberpihakan terhadap masyarakat. Peneliti sosial jangan hanya menjadi pengamat terhadap masalah-masalah sosial yang ada, namun juga harus turut memecahkannya.

37

Page 38: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Paham kritis dalam penelitian sosial tersebut kemudian mengalami perkembangan sehingga melahirkan metode penelitian tindakan. Metode ini sebagai bentuk dari keberpihakan ilmu sosial, terutama ilmu sosial yang beraliran kritis untuk mengungkap sekaligus melakukan perubahan di masyarakat.

Menurut Tobias Denkus (2008; 10) dalam sebuah review tentang tulisan Ernest T Stringer mengenai penelitian tindakan, penelitian tindakan didasari pada sebuah pandangan bahwasannya solusi atau kesimpulan-kesimpulan umum yang dihasilkan dalam penelitian-penelitian konvensional sering sekali tidak cocok atau sesuai dengan konteks/situasi lokal sebuah masyarakat. Untuk mengatasi kelemahan dari penelitian-penelitian lainnya, maka diperlukan sebuah penelitian yang dapat melahirkan solusi atau yang mampu membantu penyelesaian masalah-masalah lokal dan sebuah penelitian yang dilandasi kemampuan komunitas/masyarakat lokal.

Ada beberapa perbedaan yang cukup besar antara menggunakan metode penelitian tindakan (action research) dengan metode lainnya. Selain mensyaratkan adanya tujuan dalam rangka melakukan perubahan melalui tindakan-tindakan praktis bagi masyarakat atau komunitas yang diteliti, action research juga harus menerapkan beberapa hal. Pertama, penelitian aksi harus dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang akan diteliti atau menggunakan teknik-teknik partisipatif seperti FGD, PRA (Participation Rural Appraisal) atau PAR (Participation Action Research), kedua; dilakukan dalam waktu yang cukup panjang dan berjalan secara berkesinambungan. Untuk yang disebut terakhir, penelitian tindakan dapat dikatakan hampir tidak memiliki batasan waktu dan berkelanjutan, karena sekaligus bertujuan untuk melakukan pemberdayaan masyarakat.

Penelitian aksi/tindakan ini memang cukup jarang dilakukan oleh mahasiswa, selain karena sering kali berbiaya sangat besar, juga memakan waktu yang panjang. Metode ini banyak dilakukan oleh kalangan LSM maupun lembaga-lembaga penelitian di perguruan tinggi dalam rangka menjalankan peran-peran pemberdayaan masyarakat.

Salah satu akar filsafat yang mendasari metode penelitian kaji tindak (research action) adalah seperti yang diungkap oleh filsuf Jerman Wilhelm Dilthey melalui filsafat Hermeneutika nya. Dalam filsafat Hermeneutik tersebut Wilhelm Dilthey beranggapan bahwasannya untuk menafsirkan legenda, artefak atau naskah kuno dalam penelitian sejarah, sejarawan harus didasarkan pada perspektif terkini. Demikian juga seorang tafsir agama yang harus berusaha menelaah makna kitab-kitab suci dan memberi makna berdasarkan kondisi yang berkembang (Eichelberger, 1989).

Pemahaman Hermeneutik tersebut kemudian mengalami perkembangan dalam kaitannya pada bidang penelitian. Dalam melakukan penelitian, seorang peneliti yang menganut paham Hermeneutik harus melakukan pendekatan sinkretik, yakni memadukan pendapat yang berlawanan (tesis dan antitesis). Juga harus dilakukan secara interpretatik, yakni melakukan penafsiran realitas berdasarkan keyakinan tertentu. Dan satu lagi yang terkait dengan metode penelitian kaji tindak (research action) adalah bersifat sinkretik, yakni

38

Page 39: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

memadukan pandangan/pemahaman dengan praktek. Untuk yang disebutkan terakhir, filsafat hermeneutik merekomendasikan seorang peneliti tidak menafsirkan sesuatu/realitas dari hal-hal legal atau menafsir realitas dari sisi pengamatan semata, namun harus memiliki pandangan empatik atau kepedulian terhadap kebenaran yang sedang diteliti.

Melalui pendekatan Hermeneutik, peneliti disarankan untuk memiliki keperdulian terhadap realitas atau fenomena yang sedang diteliti. Keperdulian atau empati tersebut tentu saja jangan disalahpahami, karena keperdulian belum berarti memihak. Yang dimaksud dengan empati adalah perduli terhadap kebenaran yang ada pada realitas. Untuk itu peneliti disarankan untuk memiliki prasangka sebelum meneliti. Sikap seperti itu sah-sah saja dalam penelitian research action. Dengan kata lain, peneliti jangan mengambil jarak dengan apa yang akan diteliti. Malah sebelum melakukan penelitian (tentu saja sebelum meneliti, peneliti harus memiliki pengetahuan dan pemahaman sedikit tentang yang akan diteliti), peneliti disarankan untuk memiliki penilaian awal yang bersifat empatik atas kebenaran yang ada dalam realitas yang diteliti.

2.6. Penelitian berdasarkan tingkat eksplanasi (penjelasan)

Secara sederhana, penelitian yang bersifat eksplanasi atau penjelasan adalah jenis penelitian yang bertujuan menjelaskan variabel-variabel atau gejala-gejala yang ada terjadi di dalam masyarakat. Jenis penelitian eksplanatif berusaha memberi penjelasan gejala-gejala atau variabel-variabel yang berlangsung dalam lingkungan sosial.

Penelitian penjelasan didasari oleh sebuah pandangan bahwasannya gejala, realitas, fenomena dan fakta sosial yang terjadi di masyarakat saling kait mengkait atau saling berhubungan satu dengan lainnya. Orang menjadi miskin disebabkan oleh beberapa hal, seperti tingkat pendidikannya, pola konsumsi, nilai-nilai yang di anutnya, dan sebagainya. Demikian juga tentang efektivitas pelayanan birokrasi di pemerintahan desa. Efektivitas pelayanan di pemerintahan desa dipengaruhi oleh satu atau beberapa variabel. Bisa saja dipengaruhi oleh tingkat kesejahteraan aparat desa, budaya yang ada di desa, perhatian pemerintahan di atasnya, dan sebagainya. Begitu juga dengan prestasi belajar mahasiswa. Ada banyak faktor atau variabel yang mempengaruhi. Pengaruh bisa berasal dari ketepatan silabus, metode mengajar staff pengajar, lingkungan ilmiah yang ada di perguruan tinggi, tingkat ekonomi mahasiswa dan sebagainya.

Berdasarkan contoh-contoh di atas, bisa dikatakan seluruh gejala, fenomena, realitas dan fakta yang terjadi di dalam masyarakat selalu berhubungan sebab akibat dengan variabel atau gejala sosial lainnya. Atau dengan kata lain, tidak ada variabel yang berdiri sendiri tanpa ada pengaruh dari variabel lainnya. Karena setiap variabel saling berhubungan satu sama lain, maka kemudian diperlukan sebuah metode yang bisa menjelaskan seperti apa hubungan yang terjadi antar variabel tersebut.

39

Page 40: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Metode-metode penelitian yang tergolong dalam jenis penelitian eksplanatif memiliki kesamaan pandangan dengan jenis penelitian survey dalam memandang realitas. Kedua jenis penelitian tersebut sama-sama memandang masyarakat atau sistem sosial layaknya berjalan sesuai dengan hukum alam. Artinya, proses, dinamika, perubahan dan struktur sosial berlangsung seperti berjalannya dinamika, perubahan maupun struktur yang ada di alam. Seperti pada umumnya hukum alam, maka segala sesuatu yang berlangsung di alam sangat dipengaruhi oleh paham materialisme, dimana alam mengalami perubahan dan berdinamika secara independen.

Segala sesuatu yang ada di alam akan mengalami perubahan (walau tanpa pengaruh manusia) yang berlangsung secara alamiah. Seperti hal nya sepotong kayu yang terletak di jalan. Dalam jangka waktu tertentu, potongan kayu tersebut akan mengalami pembusukan dan pada suatu saat akan hilang, melebur dengan tanah dan lingkungan di sekitarnya. Proses pembusukan dan hancurnya potongan kayu tersebut dapat diamati secara langsung oleh indera manusia. Manusia dapat mengamati bagaimana air, cuaca, mikro organisme dan faktor alam lainnya mempengaruhi hancurnya potongan kayu tersebut.

Sama hal nya dengan pandangan alamiah terhadap hancurnya potongan kayu tersebut, kejadian yang sama juga terjadi mana dunia sosial atau masyarakat. Untuk mengetahui masyarakat, maka cukup dilakukan proses pengamatan dan teknik penelitian yang hampir sama ketika kita ingin meneliti atau mengamati benda-benda fisik yang ada di alam. Seperti halnya pandangan alamiah terhadap benda bio fisik, manusia harus menganggap masyarakat sebagai sebuah obyek layaknya sebuah benda. Tanpa ada campur tangan manusia, maka dapat diketahui bagaimana perubahan yang terjadi pada masyarakat. Begitu juga dalam konteks penelitian. Seorang peneliti bidang fisika atau biologi harus berpandangan obyektif terhadap apa yang diteliti. Ketika meneliti pengaruh intensitas hujan di suatu daerah terhadap erosi lahan, maka peneliti akan kejadian-kejadian yang berlangsung (hujan dan erosi) harus dibiarkan berlangsung. Tugas peneliti adalah mencatat dan mengukur intensitas hujan dan tingkat erosi yang berlangsung.

Dalam perspektif alamiah, peneliti ilmu sosial juga harus menjalankan proses yang sama dengan seorang peneliti biofisik. Peneliti ilmu sosial yang menggunakan metode-metode yang tergolong jenis eksplanatif akan melakukan pencatatan dan perhitungan-perhitungan atas berlangsungnya gejala-gejala sosial yang terjadi di masyarakat. Misalnya saja seorang peneliti ingin meneliti tentang bagaimana pengaruh keefektifan pelayanan administrasi di kantor pajak terhadap peningkatan penerimaan pajak penghasilan. Dalam penelitian tersebut, peneliti akan menggunakan beberapa instrumen atau alat yang bisa mengukur dua hal, yakni pengukuran terhadap efektifitas pelayanan dan penerimaan pajak penghasilan dari masyarakat. Setelah masing-masing variabel di ukur (efektifitas pelayanan dan penerimaan pajak), kemudian peneliti akan menggunakan teknik analisis statistik yang membantu peneliti dalam membuktikan hubungan dua variabel tersebut.

40

Page 41: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Memang tidak semua metode penelitian yang bersifat menjelaskan (eksplanatif) selalu bertujuan untuk mengetahui hubungan antar dua atau lebih variabel (gejala sosial). Ada juga metode penelitian yang hanya bersifat menjelaskan satu variabel, yakni yang disebut dengan metode penelitian deskriptif. Seperti yang telah dijelaskan pada sub judul metode penelitian survey, metode penelitian deskriptif hanya berusaha menjabarkan sebuah realitas/gejala dan sebuah fakta atau pun variabel penelitian. Walaupun kemungkinan mengandung dua atau lebih variabel, namun metode penelitian deskriptif tidak berusaha membuktikan hubungan antar variabel tersebut. Peneliti hanya bermaksud untuk menjabarkan bagaimana kaitan-kaitan antar variabel tersebut.

Sebagai contoh, seorang peneliti akan mengangkat tema penelitian tentang bentuk-bentuk hubungan kelembagaan eksekutif dan legislatif dalam sistem politik lokal di sebuah kabupaten atau kota. Ada beberapa variabel yang bisa terkait dengan tema tersebut, antara lain; relasi/hubungan penetapan perundang-undangan, penetapan anggaran (APBD), relasi politik kedua lembaga dan sebagainya. Dengan mengangkat tema tersebut belum tentu seorang peneliti ingin menguji keeratan hubungan, positif atau negatifnya sebuah hubungan dan sebagainya. Berdasarkan tema tersebut, peneliti yang menggunakan pendekatan deskriptif hanya berupaya memberi gambaran bagaimana hubungan tersebut terjalin.

Berdasarkan sifat penjelasan (sisi eksplanatif) dari sebuah penelitian, terdapat beberapa metode penelitian, yakni;

2.6.1. Penelitian Deskriptif

Sudah cukup banyak metode penelitian deskriptif dijelaskan pada sub judul sebelumnya. Pada intinya, penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan sebuah realitas/fenomana, fakta, gejala sosial atau variabel. Dikarenakan hanya bersifat menggambarkan atau mendeskripsikan variabel, maka tidak ada proses pengujian atas variabel-variabel tersebut. Selain biasanya hanya meneliti satu variabel, pengujian tidak memungkinkan atau tidak perlu dilakukan (walaupun ada lebih dari satu variabel), karena hanya dengan memberi gambaran atau deskripsi saja permasalahan penelitian bisa dijawab. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diberikan beberapa contoh permasalahan dan tujuan permasalahan yang menggunakan metode penelitian deskriptif.

TabelContoh Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian

Dalam Metode Penelitian Deskriptif

Perumusan Masalah Penelitian Tujuan PenelitianApa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan pelayanan ke imigrasian di Kantor Imigrasi

Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjebabkan terjadinya penurunan pelayanan keimigrasian di Kantor Imigrasi Propinsi Nusa

41

Page 42: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Propinsi Nusa Tenggara Barat? Tenggara Barat.Bagaimana sikap masyarakat terhadap pemberlakuan retribusi parkir di Kota Mataram?

Untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap pemberlakukan Perda retribusi parkir di Kota Mataram?

Bagaimana pengaruh keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BumDes) di Desa Suele terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat?

Untuk mengetahui pengaruh keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Suele terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan contoh-contoh di atas dapat terlihat bahwasannya penelitian yang menggunakan metode penelitian deskriptif tidak hanya melakukan penelitian terhadap satu variabel, namun juga memungkinkan untuk melakukan lebih dari satu variabel. Namun dari bentuk kalimat perumusan masalah dan tujuan penelitian tidak ada makna bahwasannya pelitian bertujuan membuktikan hubungan beberapa variabel tersebut. Peneliti hanya bermaksud menggambarkan bagaimana hubungan variabel tersebut telah berlangsung dalam realitas masyarakat.

Salah satu karakteristik dari metode penelitian deskriptif adalah tidak mencantumkan hipotesis dalam rancangan/proposal penelitiannya. Hal itu dikarenakan penelitian tidak bermaksud melakukan pengujian terhadap sebuah hubungan antar variabel. Kesalahan seperti ini kerap terjadi dalam rancangan atau proposal penelitian. Beberapa pihak di perguruan tinggi menyatakan, sebuah penelitian dapat dikatakan bersifat ilmiah jika menggunakan hipotesis. Keharusan seperti itu jelas sangat keliru. Tidak ada hubungan antara hipotesis dengan ke ilmiahan sebuah penelitian. Hipotesis adalah anggapan atau pernyataan sementara terhadap sebuah realitas yang akan diteliti. Selain itu, ketika seorang peneliti mencantumkan hipotesis dalam rancangan penelitiannya, maka hipotesis tersebut harus dibuktikan, sedangkan dalam metode penelitian deskriptif, tidak ada hal yang harus dibuktikan, karena penelitian deskriptif hanya melakukan penggambaran atau pendeskripsian terhadap variabel penelitian.

Ada juga pihak yang menyatakan, hipotesis bukan sekedar untuk dibuktikan, namun dapat dijadikan sebagai panduan dalam melakukan penelitian. Pada satu sisi pernyataan tersebut benar, karena dalam sebuah penelitian dibutuhkan panduan dalam bentuk sebuah pernyataan. Namun panduan tersebut sebenarnya sudah tercantum dalam permasalahan dan tujuan penelitian. Jika peneliti memaksakan diri untuk menambah sebuah pernyataan panduan lagi, selain permasalahan dan tujuan penelitian, maka lebih baik mengganti hipotesis dengan asumsi penelitian. Pada dasarnya asumsi memiliki makna yang hampir sama dengan hipotesis. Namun dalam konteks penelitian ilmiah, yang disebut dengan hipotesis memang harus dibuktikan atau di uji, sehingga ada baiknya untuk menghindari kesalahan pemahaman orang lain yang membaca rancangan proposal penelitian, maka lebih baik hipotesis diganti dengan pernyataan asumsi.

42

Page 43: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Dengan mencantumkan asumsi dalam rancangan penelitian, maka tidak ada keharusan dari seorang peneliti untuk melakukan pengujian atau pembuktian. Asumsi hanya dijadikan panduan bagi peneliti, sehingga arah penelitian tetap fokus dalam menjawab permasalahan, dan tidak melebar pada variabel-variabel lain yang tidak berhubungan dengan tema penelitian. Berikut digambarkan di bawah, perbedaan antara hipotesis dengan asumsi.

TabelContoh Perbedaan Hipotesis dan Asumsi

Hipotesis AsumsiSemakin tinggi tingkat pendidikan seorang caleg mempengaruhi secara positif terhadap semakin rasionalnya strategi-strategi kampanye yang dijalankan dalam Pemilu legislatif

Tingkat pendidikan seorang caleg mempengaruhi strategi-strategi kampanye yang dijalankan dalam Pemilu legislatif

Berdasarkan contoh di atas dapat terlihat bahwasannya ada perbedaan yang jelas antara hipotesis dengan asumsi. Pada contoh hipotesis, peneliti nantinya akan melakukan pengujian atau pembuktian terhadap hubungan antara tingkat pendidikan seorang caleg terhadap rasional nya strategi-strategi yang dijalankan. Pada akhir penelitian, bisa saja kesimpulan peneliti menyatakan, bahwasannya “semakin tinggi tingkat pendidikan caleg maka strategi-strategi kampanye yang dijalankan akan semakin rasional”. Atau bisa saja pengujian hipotesis menyatakan, bahwa ternyata “tingkat pendidikan caleg tidak menentukan semakin rasionalnya strategi-strategi kampanye”.

Berbeda dengan asumsi. Berdasarkan pernyataan di atas, tidak ada maksud dari peneliti untuk melakukan hubungan terhadap tingkat pendidikan dengan strategi kampanye ataupun rasional nya strategi kampanye yang dijalankan oleh seorang caleg. Peneliti sudah memiliki pemahaman sebelumnya, bahwasannya tingkat pendidikan caleg berpengaruh terhadap strategi kampanye. Namun peneliti tidak membuat pernyataan yang tegas, apakah semakin rasional, efektif, dan sebagainya. Peneliti membuat pernyataan yang agak umum, sehingga membuka peluang untuk mencari bentuk-bentuk atau strategi kampanye yang dijalankan seorang caleg. Dalam hipotesis, peneliti sudah memiliki pemahaman yang lebih dalam dan jelas, bahwasannya dari penelusuran literur, baik itu berdasarkan teori, penelitian orang lain, dan sebagainya ada dinyatakan bahwasannya tingkat pendidikan berpengaruh terhadap rasionalnya cara-cara atau strategi kampanye. Tugas peneliti yang menggunakan hipotesis adalah menguji hubungan tersebut di lokasi penelitiannya.

Salah satu ciri khas lainnya dari penelitian deskriptif adalah tidak menggunakan sampel yang representatif dari populasi. Dalam bahasa statistik, representativeness adalah sebuah pernyataan yang artinya; secara statistik atau melalui hitungan matematis sampel mewakili populasi. Dalam bahasa awam tentu

43

Page 44: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

saja kita sulit untuk mengukur berapa jumlah yang disebut mewakili dan mana yang tidak. Untuk itu harus ada perhitungan-perhitungan tertentu, atau batasan-batasan tertentu tentang jumlah sampel yang dianggap mewakili populasi.

GambarHubungan Penarikan Kesimpulan dengan Populasi dan Sampel

Dalam penelitian deskriptif, representativeness atau keterwakilan sampel dari populasi tidak dianjurkan, malah tidak terlalu penting. Andaikan saja seorang peneliti ingin meneliti tentang sikap pemilih pemula dalam Pemilu legislatif di kota Mataram. Di kota Mataram sendiri (misalnya) terdapat 100 ribu pemilih pemula. Tidaklah mungkin seluruh populasi tersebut harus ditanya satu persatu, karena jika dilakukan, maka hal itu sudah dikategorikan sebagai sensus, bukan penelitian. Untuk meneliti sikap pemilih pemula, maka dalam penelitian deskriptif cukup mengambil sampel saja dari seluruh populasi tersebut. Namun jumlah sampel yang diambil tidak harus mewakili populasi. Dalam penelitian sosial dan eksak, biasanya ada standar yang digunakan jika tidak melakukan perhitungan dengan rumus-rumus tertentu. Agar mewakili/representatif, maka peneliti cukup mengambil kurang lebih 11% saja dari seluruh populasi. Dalam penelitian survey, sampel harus mewakili karena kesimpulan dari penelitian akan di generalisasi terhadap seluruh populasi. Ketika peneliti mengambil 11% dari 100 ribu (11 ribu), maka ketika penelitian berakhir peneliti dapat mengambil kesimpulan yang menyatakan 11 ribu pemilih pemula tersebut sudah mewakili 100 ribu orang. Namun dalam penelitian deskriptif tidak ada tujuan melakukan generalisasi terhadap populasi. Dari populasi sebanyak 100 ribu orang, peneliti bisa saja mengambil sampel sebanyak 500, 1000, 2000, bahkan lebih kecil dari itu.

Gambar di atas mungkin dapat membantu bagaimana perbedaan antara penelitian survey/eksplanatif dan deskriptif dalam mengambil sampel dari populasi. Dari seluruh populasi () kemudian diambil sejumlah sampel yang juga berisi . Kemudian dari sampel yang ada peneliti mengambil kesimpulan yang terkait dengan . Dalam proses pengambilan kesimpulan

44

Page 45: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

tentang , peneliti menyatakan bahwasannya kesimpulan tersebut sudah mewakili seluruh populasi tentang . Tidak demikian dengan penelitian deskriptif. Populasi yang terkait dengan kemudian diambil sebahagian untuk dijadikan sampel. Ketika mengambil kesimpulan yang terkait dengan , peneliti hanya mengambil kesimpulan tentang sampel yang telah diambil, bukan dari kesimpulan dari populasi. Walaupun sama-sama mengambil kesimpulan tentang , namun kesimpulan penelitian deskriptif hanya terkait dengan sampel, sedangkan penelitian survey, seperti penelitian eksplanatif, kesimpulan yang diambil adalah terkait dengan seluruh populasi.

Untuk menggambarkan realitas sosial yang diteliti, ada beberapa metode yang kerap digunakan dalam metode penelitian deskriptif. Dikarenakan hanya bersifat mendeskripsikan realitas atau variabel yang diteliti, maka metode-metode pengumpulan data yang digunakan juga cukup sederhana. Ada beberapa metode yang sering digunakan dan dianggap bisa menjawab permasalahan penelitian, antara lain; wawancara, kuesioner, observasi, studi dokumentasi, dan beberapa metode pengumpulan data lainnya.

Untuk menyusun teknik pengumpulan atau pengambilan data dalam metode penelitian deskriptif tentu saja harus memperhatikan beberapa hal, seperti level kedalaman data. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian deskriptif hanya bertujuan melakukan deskripsi atau gambaran realitas yang akan diteliti. Karena hanya ingin mendeskripsikan realitas, maka data-data yang dikumpulkan hanya berupa data dan informasi permukaan saja.

Sebagai ilustrasi anggaplah realitas, variabel atau fakta seperti sebuah pohon. Ada dua bagian besar dari pohon, yakni akar (yang tersembunyi di bawah tanah) dan bagian pohon yang muncul di permukaan tanah. Apa yang ada di permukaan tanah adalah obyek dari penelitian deskriptif, sehingga peneliti yang menggunakan metode penelitian deskriptif harus memusatkan diri untuk memperoleh data dan informasi yang ada di permukaan tanah.

Demikian juga dalam melakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian deskriptif. Peneliti tidak disarankan untuk melakukan penggalian terhadap informasi dan data yang tidak berada di permukaan. Dalam realitas sosial, bagian pohon yang berada di atas tanah tersebut adalah data dan informasi yang dapat dengan cepat diperoleh atau direspon oleh informan atau responden penelitian. Misalnya saja seorang peneliti akan melakukan wawancara dengan seorang petani terkait dengan kondisi sosial ekonominya. Informasi dan data yang berada di permukaan sekaligus menjadi pusat perhatian peneliti dalam mendeskripsikan realitas petani tersebut antara lain;

1. umur,

45

Page 46: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

2. jenis 3. kelamin, 4. tempat tinggal petani, 5. luas lahan yan dimiliki, 6. perlengkapan pertanian,7. penghasilan yang diperoleh,8. kelengkapan rumah tangga yang dimiliki9. jumlah anak10. jumlah pengeluaran petani11. sumber modal petani12. kondisi rumah/tempat tinggal13. dsb

Informasi dan jenis-jenis data yang dicontohkan di atas merupakan data dan informasi yang biasanya menjadi fokus perhatian peneliti yang menggunakan metode penelitian deskriptif. Tentu saja data dan informasi tersebut dapat diperluas dan diperdalam. Namun perluasan dan pendalaman data yang akan dikumpulkan oleh peneliti masih pada taraf data dan informasi yang ada di permukaan. Artinya, peneliti tidak disarankan untuk menggali data secara lebih mendalam, karena instrumen/teknik pengumpulan data yang digunakan tidak diperuntukkan menggali data dan informasi yang sifatnya tersembunyi.

Dalam menyusun panduan wawancara, kuesioner, panduan observasi dan teknik-teknik lainnya, peneliti harus memahami bahwasannya data dan informasi yang diperoleh nantinya merupakan data dan informasi yang memang dapat dipercaya. Dengan teknik yang ada, data yang terkumpul nantinya menjadi data yang akan di analisis dan menjadi bagian dari laporan penelitan. Peneliti tidak diharapkan untuk menganalisis apa makna yang ada di sebalik data dan informasi. Sebagai contoh, dalam quesioner peneliti mendapatkan fakta bahwasannya uang yang diperoleh petani dari 1 are lahan sawah adalah 1 juta dalam sekali panen. Mau tidak mau peneliti harus yakin memang seperti itulah data yang sebenarnya. Peneliti tidak harus dipusingkan apakah data tersebut benar atau hanya karangan petani. Untuk meneliti apakah data tersebut benar atau tidak, maka hal itu bukan menjadi bagian dari tugas-tugas peneliti yang menggunakan metode penelitian deskriptif.

2.6.2. Penelitian Asosiatif/Hubungan

Berbeda dengan penelitian deskriptif, metode penelitian asosiatif atau hubungan merupakan metode penelitian yang bertujuan mengangkat hubungan atau pengaruh gejala-gejala sosial atau variabel-variabel yang membentuk realitas sosial politik, ekonomi dan budaya. Pada bab sebelumnya juga sudah dijelaskan bahwasannya seperti halnya pada penelitian survey, metode-metode penelitian yang termasuk dalam jenis penelitian asosiatif atau hubungan didasari pada suatu pandangan atau paradigma penelitian positivisme. Menurut pandangan Taylor dan Bogdan (Taylor, 1984), ada dua paradigma yang membantu peneliti atau ilmuan sosial dalam memahami realitas atau fenomena sosial maupun dalam hal

46

Page 47: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

pengembangan ilmu pengetahuan, yakni paradigma positivisme dan fenomenologis. Paradigma positivis berisi pandangan bahwasannya pemahaman tentang permasalahan sosial didasari pada pengujian teori yang disusun dari berbagai variabel, pengukuran yang melibatkan angka-angka dan dianalisis dengan menggunakan prosedur statistik. Paradigma ini sejalan dengan salah satu jenis penelitian, yakni pendekatan kuantitatif yang bertujuan melakukan generalisasi sebuah teori.

Berdasarkan penjabaran di atas, jelaslah bahwasannya metode-metode penelitian yang tergolong dalam jenis penelitian asosiatif menjadi salah satu jenis penelitian yang didasari pada paradigma positivis. Seperti halnya pada penelitian survey, metode-metode penelitian asosiatif juga memandang realitas secara obyektif. Sesuai dengan paradigma positivis, ilmu pengetahuan harus dipandang sebagai sebuah jalan untuk mencapai kebenaran, untuk itu diperlukan cara-cara yang mampu memprediksi dan mengontrolnya. Dunia merupakan sebuah kenyataan yang bersifat deterministik dan berjalan melalui metode-metode ilmiah. Untuk itu diperlukan cara-cara penjelasan yang bersifat deduktif untuk merumuskan dan melakukan pengujian atas teori-teori (http://www. socialresearchmethods.net).

Basis paradigma positivistik dari metode-metode penelitian asosiatif tersebut kemudian membawa konsekuensi pada cara pandang peneliti terhadap realitas, fenomena, fakta dan gejala-gejala sosial. Seperti halnya ilmu-ilmu eksak, ilmu sosial memandang realitas secara obyektif. Artinya, lingkungan biofisik maupun lingkungan sosial, budaya, politik dan ekonomi memiliki jarak dengan individu atau manusia. Untuk memahami realitas sosial, maka manusia, termasuk peneliti harus mengambil jarak dengan realitas, karena dengan cara seperti itulah hasil-hasil penelitian atau teori-teori yang dihasilkan dapat dikatakan ilmiah.

Pada praktek-praktek penelitian di perguruan tinggi maupun di luar lembaga pendidikan, penelitian asosiatif banyak dilakukan pada penelitian-penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif, seperti ilmu ekonomi, pendidikan dan psikologi, sedangkan untuk ilmu-ilmu sosial lainnya cukup jarang digunakan. Beberapa disiplin ilmu yang banyak menggunakan pendekatan kuantitatif tersebut sering sekali meng-klaim sebagai disiplin ilmu paling ilmiah, karena teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan atau teknik analisis data yang digunakan lebih banyak memakai perhitungan-perhitungan statistik. Tentu saja anggapan seperti itu salah kaprah. Ke ilmiahan sebuah disiplin ilmu sangat tidak tergantung dari kecenderungannya menggunakan statistik. Teknik-teknik statistik hanya sebagai instrumen yang mendukung, bahkan mempermudah proses analisis, sehingga tidak menjamin keilmiahan sebuah penelitian.

Seperti apa sebenarnya yang disebut dengan penelitian asosiatif atau hubungan? Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian asosiatif adalah penelitian yang bertujuan menjalin hubungan-hubungan antar variabel yang membentuk sebuah realitas. Misalnya saja tentang tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik dengan golput (golongan putih) atau masyarsakat yang tidak menyalurkan suaranya pada proses pemilihan umu (Pemilu) atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Ada dua variabel dari contoh

47

Page 48: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

di atas. Seorang peneliti kemudian mengangkat dua variabel tersebut dan mencoba membuktikan hubungan atau asosiasi dari dua variabel tersebut. Berdasarkan tema dan dua variabel tersebut, kemudian peneliti mengajukan sebuah permasalahan penelitian, yakni; “Apakah ada hubungan antara tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik terhadap golput?” Berdasarkan permasalahan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwasannya tujuan dari penelitian tersebut adalah; “untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik terhadap golput”.

Langkah selanjutnya adalah, peneliti kemudian membuat hipotesis. Hipotesis dibuat karena tujuan dari penelitian asosiatif adalah melakukan pengujian atas hubungan antar variabel tersebut. Setelah hipotesis disusun, barulah kemudian peneliti merumuskan teknik-teknik pengambilan/pengumpulan data dan metode analisis data yang akan digunakan atas data dan informasi yang telah dikumpulkan.

Sama halnya dengan metode penelitian deskriptif, metode-metode penelitian eksplanatif juga berurusan dengan data dan informasi yang bersifat permukaan, bukan data dan informasi yang tersembunyi, bersifat mendalam atau pun yang bermakna ganda. Bicara tentang statistik, atau pendekatan kuantitatif, data yang dianalisis atau dihitung dengan teknik-teknik statistik adalah data dan informasi yang dengan cepat dapat terkumpul dari banyak sumber data (sampel, obyek maupun unit penelitian). Untuk itulah kerap kali penelitian sosial yang menggunakan metode asosiatif banyak menggunakan teknik kuesioner dalam mengumpulkan data dan atau informasi.

Terkadang juga penelitian asosiatif menggunakan observasi, wawancara ataupun studi dokumentasi. Namun teknik kuesioner tetap menjadi data utama, sedangkan data yang diperoleh dari observasi, wawancara dan dokumentasi hanya menjadi data tambahan yang berguna melengkapi atau memperkaya analisis hasil penelitian.

Sesuai dengan istilahnya, yakni penelitian asosiatif atau hubungan, maka tugas dari peneliti yang menggunakan metode asosiatif tidak sekedar mencari ada tidaknya hubungan antar variabel. Berikut digambarkan beberapa bentuk hubungan yang biasanya akan di uji oleh peneliti;

1. Ada tidaknya hubungan,2. Kuatnya hubungan3. Positif atau negatifnya sebuah hubungan4. Hubungan yang bersifat searah, atau5. Hubungan yang bersifat dua arah (timbal balik)6. Hubungan parsial dari beberapa variabel terhadap variabel lainnya7. Hubungan yang bersifat meramalkan atau prediksi, 8. dan sebagainya

Berdasarkan beberapa jenis hubungan yang dijabarkan di atas, dapat disimpulkan bahwasannya penelitian asosiatif cukup bervariasi, namun tetap dinamakan sebagai metode penelitian asosiatif. Dalam bahasa statistik jenis-jenis hubungan tersebut biasannya menggunakan istilah-istilah khusus. Untuk mencari

48

Page 49: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

hubungan biasanya menggunakan istilah korelasi, regreasi untuk prediksi (peramalan), korelasi parsial untuk hubungan sebahagian variabel dan sebagainya. Namun semua teknik tersebut pada prinsipnya adalah sebagai konsekuensi dari keterhubungan antar variabel. Dalam buku ini tentu saja penulis tidak bermaksud menjelaskan secara teknis metode-metode statistik yang digunakan untuk menguji hubungan antar variabel penelitian1. Adan begitu banyak buku dan panduan yang bisa dijadikan acuan untuk memahami statistik dalam penelitian, khususnya dalam penelitian-penelitian sosial.

Untuk memudahkan mahasiswa maupun peneliti dalam memahami jenis-jenis hubungan yang biasanya digunakan dalam penelitian asosiatif, berikut ini diberikan beberapa contoh penggunaannya berdasarkan tema penelitian bidang sosial.

TabelContoh Permasalahan dan Hipotesis Berdasarkan

Tema Penelitian

Bentuk Hubungan Contoh Permasalahan

Penelitian

Contoh Hipotesis Penelitian

Ada tidaknya hubungan

Apakah ada hubungan antara pemahaman UU Otonomi daerah terhadap efektivitas penggunaan anggaran di Kantor Dinas Pendidikan Kota Mataram?

Ada hubungan antara pemahaman UU Otonomi Daerah terhadap efektivitas penggunaan anggaran di Kantor Dinas Pendidikan Kota Mataram

Kuatnya hubungan Bagaimana pengaruh pemahaman UU Otda terhadap efektivitas penggunaan anggaran di Kantor Dikpora Kota Mataram?

Pemahaman UU Otda berpengaruh kuat terhadap efektivitas penggunaan anggara di Kantor Dikpora Kota Mataram

Positif atau negatifnya sebuah hubungan

Apakah peningkatan pemahaman UU Otda berkorelasi positif

Peningkatan pemahaman UU Otda berkorelasi positif

1 Untuk mendalami teknik-teknik penggunaan statistik dalam pengujian hubungan antar variabel, mahasiswa maupun peneliti pemula disarankan untuk mempelajari buku-buku atau panduan penggunaan statistik dalam penelitian ilmu sosial, baik dalam hal statistik non parametrik maupun statistik parametrik. Agar lebih mudah memahaminya, maka lebih baik membaca buku-buku statistik level pemula atau level dasar.

49

Page 50: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

terhadap penggunaan anggaran di Kantor Dikpora Kota Mataram?

terhadap efektivitas penggunaan anggaran di Kantor Dikpora Kota Mataram

Hubungan yang bersifat searah,

Apakah peningkatan pemahaman UU Otda mempengaruhi efektivitas penggunaan anggaran di Kantor Dikpora Kota Mataram?

Peningkatan pemahaman UU Otda mempengaruhi efektivitas penggunaan anggaran di Kantor Dikpora Kota Mataram

Hubungan yang bersifat dua arah (timbal balik)

Apakah terdapat saling pengaruh antara pemahaman UU Otda dengan efektivitas penggunaan anggaran di Kantor Dikpora Kota Mataram?

Terdapat saling pengaruh antara pemahaman UU Otda dengan efektivitas penggunaan anggaran di Kantor Dikpora Kota Mataram

Hubungan parsial dari beberapa variabel terhadap variabel lainnya

Apakah pemahaman tentang UU Otda berpengaruh lebih besar dibandingkan faktor-faktor lainnya terhadap efektivitas penggunaan anggaran di Kantor Dikpora Kota Mataram?

Pemahaman tentang UU Otda berpengaruh lebih besar dibandingkan faktor-faktor lainnya terhadap efektivitas penggunaan anggaran di Kantor Dikpora Kota Mataram

Hubungan yang bersifat meramalkan atau prediksi

Apakah semakin tinggi tingkat pemahaman tentang UU Otda akan meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran di Kantor Dikpora Kota Mataram?

Semakin tinggi tingkat pemahaman UU Otda akan meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran di Kantor Dikpora Kota Mataram.

Bentuk-bentuk hubungan seperti yang dicontohkan di atas adalah sebahagian dari hubungan saling pengaruh-mempengaruhi antar variabel. Hubungan-hubungan seperti itulah yang kemudian akan di uji oleh peneliti, dan dalam metode penelitian asosiatif atau eksplanatif, proses pengujian dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik statistik. Walaupun dalam penelitian ini

50

Page 51: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

proses pengujuan tidak akan dijelaskan secara teknis perhitungan statistik pengujiannya, namun bisa digambarkan logika pengujian statistik yang digunakan, sehingga mahasiswa maupun peneliti bisa mendapatkan bagaimana fungsi statistik menguji hubungan antar variabel.

Secara sederhana proses pengujian statistik didasari oleh pandangan bahwasannya berdasarkan tradisi positivistik, kalau sesuatu itu ada, maka sesuatu itu mengandung besaran yang dapat diukur (Eichelberger, 1989). Ini artinya, baik fakta-fakta dalam bentuk variabel-variabel sosial semuanya bisa diukur dan di hitung. Dalam proses penelitian asosiatif, semua variabel bisa diukur. Pengukuran itulah yang kemudian saling dihubungkan di uji berdasarkan rumus-rumus statistik.

Untuk lebih bisa menggambarkan bagaimana hubungan tersebut bisa di uji melalui proses perhitungan statistik, contoh sederhana akan ditampilkan di bawah ini.

Misalkan saja ada 10 orang mahasiswa yang mengikuti sebuah mata kuliah semester tertentu di sebuah perguruan tinggi. Peneliti ingin meneliti tentang bagaimana intensitas atau lama waktu membaca buku-buku yang terkait dengan perkuliahan dengan nilai akhir semester mata kuliah tersebut. Kemudian si peneliti membuat kerangka pemikiran yang menghubungkan dua variabel tersebut.

Gambar Hubungan Variabel Independen Dan Dependen

Dalam proses pengumpulan data kemudian peneliti membuat kuesioner tentang lama masing-masing mahasiswa dalam membaca dan nilai semester masing-masing mahasiswa. Lama membaca kemudian di ukur dengan berapa jam per hari atau per minggu, sedangkan nilai akhir semester diperoleh dari nilai score mahasiswa sebelum dirubah menjadi huruf.

Setelah melalui proses tabulasi dan editing data, muncullah data sebagai berikut:

TabelHubungan Lama Baca dengan Nilai Akhir

Lama waktu membaca buku-

buku teks kuliah

Nilai Akhir Semester

Variabel Pengaruh (Independen)

Variabel terpengaruh (Dependen)

51

Page 52: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

No Lama Baca

buku/jam

Nilai Akhir Semester/score

1 5 802 6 853 5 834 7 875 6 866 4 797 8 908 7 889 6 8410 7 87

Setelah dianalisis menggunakan rumus statistik tertentu, diperoleh hasil 0,963. Dalam standar statistik korelasi, angka tersebut sudah tergolong sangat tinggi bahkan menunjukkan hubungan yang hampir sempurna. Dengan demikian, peneliti kemudian mengambil kesimpulan, bahwasannya lama membaca buku memang berpengaruh terhadap nilai akhir semester, dan hubungan tersebut sangatlah kuat. Angka tersebut juga bisa dikuatkan dengan menampilkan grafik. Berdasarkan angka-angka lama waktu membaca dengan nilai akhir semester dari contoh di atas, grafik nya sebagai berikut;

GambarGrafik Scatter Hubungan Antara

Variabel Lama Membaca Dengan Nilai Akhir

52

Page 53: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

GambarGrafik Scatter Hubungan Eksponensial

A

121086420

B

30

28

26

24

22

20

18

16

14

12

10

8

6

4

20

Contoh di atas memperlihatkan bagaimana dua variabel saling berhubungan. Dalam ilmu statistik, hubungan yang sempurna salah satunya dapat diukur dari jenis grafik kedua yang bersifat eksponensial. Artinya, antara angka atau bobot di variabel independen dengan bobot di variabel dependen terjalin hubungan meningkat ataupun menurun. Contoh sederhana, jika seorang yang buruh lajang mendapatkan 30 kg beras per bulan. Jika buruh berkeluarga tanpa anak, mendapat 60 kg, ditambah anak satu menjadi 90 kg, anak dua, menjadi 120 kg dan seterusnya. Jika seperti itu hubungan bobotnya, maka dapat dikatakan hubungan antar variabel berlangsung sempurna atau bersifat eksponensial.

Hubungan antar variabel dalam penelitian eksplanatif asosiatif juga tidak selamanya simetris dan atau positif. Ada juga hubungan yang bersifat a simetris dan atau negatif. Misalnya saja, hubungan antara tingkat pendidikan seseorang terhadap agresivitas. Dalam hipotesis, peneliti membuat sebuah pernyatan bahwasannya semakin tinggi (positif) tingkat pendidikan seseorang, maka semakin rendah agresivitasnya. Pola hubungan yang asimetris dan negatif tersebut lumrah saja terjadi dalam penelitian eksplanatif asosiatif.

Hal yang perlu diperhatikan oleh peneliti yang menggunakan metode penelitian asosiatif/hubungan/korelasi adalah, keberhasilan sebuah penelitian tidak ditentukan oleh terbuktinya sebuah hipotesis. Seperti contoh tentang lama membaca buku dengan nilai akhir semester, dapat saja kemudian hasil penelitian menyatakan tidak ada hubungan antara lama membaca dengan nilai akhir semester. Bagaimanapun hasil yang diperoleh tersebut merupakan akhir dari proses penelitian yang ilmiah. Peneliti jangan memaksakan diri (atau bahkan merekayasa) data terjadi hubungan positif antar variabel tersebut. Jika memang hasilnya tidak menunjukkan adanya hubungan, maka itu lah yang menjadi hasil penelitian.

53

Page 54: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Pada beberapa penelitian, variabel yang akan diteliti bisa lebih dari dua. Misalnya saja penelitian tentang preferensi khalayak dalam memilih jenis tontonan televisi. Tentu saja untuk menentukan pilihan terhadap jenis tontonan televisi terdapat beberapa faktor pengaruh, mulai dari tingkat pendidikan, umur, jenis pekerjaan dan sebagainya. Pada kasus seperti itu, satu variabel (variabel dependen/terpengaruh) dipengaruhi oleh dua atau lebih variabel (variabel independen/pengaruh). Analisis penelitian seperti itu dalam ilmu statistik dikenal dengan istilah analisis statistik multivariat. Atau juga bisa sebaliknya. Seorang peneliti akan mencari hubungan satu variabel terhadap beberapa variabel lainnya.

Selain penelitian asosiatif, jenis penelitian eksplanatif juga mengenal metode penelitian komparatif. Prinsip paradigma penelitian komparatif hampir sama dengan penelitian eksplanatif pada umumnya, yakni didasari oleh paradigma positivis. Perbedaannya adalah, penelitian komparatif didasarkan pada dua atau lebih sampel yang akan di perbandingan. Dua sampel tersebut bisa berasal dari satu populasi maupun lebih dari satu populasi. Berdasarkan istilahnya, metode penelitian “komparatif”, artinya melakukan perbandingan. Perbandingan yang dimaksud adalah perbandingan dalam hal variabel maupun populasi atau sampel penelitiannya.

Apa sebenarnya kegunaan dari penelitian komparatif? Dibandingkan dengan penelitian eksplanatif yang bersifat asosiatif, penelitian komparatif memiliki kelebihan, antara lain dapat menggambarkan realitas atau gejala sosial yang sama dari beberapa masyarakat, juga membantu banyak pihak dalam menganalisis gejala-gejala sosial berbeda pada lokasi atau sampel penelitian yang sama. Salah satu contohnya dapat dijabarkan di bawah ini. Misalnya saja seorang peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang membuat adanya perbedaan tingkat kedisiplinan antar tiga kantor dinas, yakni Dinas Pendapatan Daerah, Dinas Pendidikan dan Olah raga dan Dinas Kesehatan di sebuah Kabupaten. Pada contoh ini, peneliti ingin membandingan tiga sampel atau unit penelitian tentang satu variabel (tingkat kedisiplinan).

Pada kasus lain, seorang peneliti ingin melakukan penelitian tentang penggunaan dua metode pengajaran terhadap peningkatan kreativitas siswa kelas VII di sebuah sekolah menengah atas. Pada penelitian ini, peneliti melakukan perbandingan variabel metode pengajaran dan pengaruhnya terhadap kreativitas siswa. Populasi dan sampel pada penelitian ini satu, yakni siswa kalas VII SMA, namun peneliti melakukan perbandingan terhadap penggunaan metode pengajaran tertentu terhadap peningkatan kreativitas siswa. Dari penelitian tersebut nantinya dapat menghasilkan kesimpulan bahwasannya salah satu dari dua metode tersebut ternyata lebih bisa meningkatkan kreativitas siswa dibandingkan metode pengajaran lainnya.

Hal yang perlu di perhatikan dalam penelitian komparatif ini adalah, penelitian harus dijalankan dalam situasi normal. Seperti pada contoh terakhir, penggunaan metode pengajaran dijalankan pada awal semester, dimana pada saat bersamaan peneliti mengukur kreativitas siswa di awal proses. Setelah 6 (enam) bulan, kemudian peneliti mengambil data kembali tentang kreativitas siswa. Data sebelum dan sesudah proses pembelajaran tersebutlah yang kemudian di uji

54

Page 55: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

dengan statistik, sehingga diperoleh kesimpulan tentang pengaruh dua metode tersebut terhadap kreativitas siswa.

Berbeda dengan penelitian eksperimental, penelitian komparatif tidak mengandung unsur pengkondisian sebuah realitas. Pada penelitian eksperimental, variabel atau sampel di manipulasi sedemikian rupa sehingga tercipta sebuah situasi atau realitas yang berbeda dengan kondisi alamiah atau normal. Seperti dalam contoh tadi, dalam metode eksperimental, metode pembelajaran secara sengaja digunakan walaupun sekolah tersebut tidak memiliki rencana menggunakannya. Jadi, peneliti menjadi aktor yang mempengaruhi realitas dan mendorong dimasukkannya sebuah variabel. Selain itu, dalam penelitian eksperimental biasanya menggunakan sampel yang dijadikan kontrol atau pembanding dari sampel yang diperlakukan secara khusus. Sampel yang digunakan sebagai kontrol tersebut dibiarkan berjalan secara alamiah, sehingga nantinya akan di uji apakah ada pengaruh masuknya sebuah variabel terhadap variabel lainnya. Sedangkan pada penelitian komparatif, peneliti sama sekali tidak melakukan perubahan atau merekayasa situasi. Kondisi atau realitas memang dibiarkan berjalan secara alamiah tanpa ada intervensi apapun dari peneliti.

2.7. Penelitian Berdasarkan Jenis Data dan Analisis

Pembagian metode penelitian yang juga paling banyak digunakan oleh ilmuan-ilmuan sosial di perguruan tinggi maupun lembaga-lembaga pendidikan adalah metode penelitian yang didasarkan jenis data dan jenis analisis yang digunakan. Bahkan, sebenarnya perdebatan yang paling sering muncul oleh ahli-ahli penelitian sosial adalah pembagian penelitian berdasarkan jenis data dan analisis, karena kedua penelitian tersebut memiliki ciri khas tersendiri dalam mengungkap realitas sosial.

Pada bagian-bagian sebelumnya sudah dijelaskan, bahwasannya metode penelitian terbagi-bagi dalam beberapa jenis. Jenis-jenis penelitian tersebut kemudian digolong-golongkan dalam beberapa kategori. Ada yang berdasarkan tujuannya, berdasarkan metode, berdasarkan tingkat penjelasannya dan yang terakhir adalah berdasarkan jenis analisis data dan jenis data nya. Penjabaran seperti di atas mungkin saja masih membingungkan para pembaca buku ini dan kemudian bertanya; “Apa-apa saja sebenarnya metode penelitian yang digunakan dalam penelitian sosial?”. Jawabannya adalah; semua yang telah dijabarkan pada bagian-bagian sebelumnya adalah metode penelitian. Namun yang harus dicermati oleh seorang peneliti adalah bagaimana menggunakan istilah-istilah metode penelitian tersebut secara tepat dan sesuai dengan posisinya.

Dalam menyusun rancangan atau proposal penelitian, peneliti harus bisa membedakan mana yang disebut dengan metode penelitian dalam artian pendekatan atau cara melakukan penelitian, tipe penelitian dan metode penelitian dalam artian landasan filosofisnya atau paradigma maupun metode dalam konteks analisis data. Seperti yang terlihat pada bagan di atas, yang disebut dengan

55

Page 56: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

metode penelitian dalam artian pendekatan atau cara dalam melakukan penelitian adalah jenis penelitian yang berada bagian baris, yakni; eksplanatif (asosiatif, komparatif), eksperimen, survey, sejarah, naturalistik dan research action (kaji tindak atau penelitian tindakan). Sedangkan yang berada di judul kolom yakni Kualitatif dan kuantitatif adalah metode penelitian dalam arti paradigma atau landasan filosofis. Pada bagian baris kanan, yakni eksplanatif dan deskriptif dapat dikatakan sebagai metode dalam artian tipe penelitian.

GambarPosisioning Metode-Metode Penelitian

Masing-masing metode yang disebutkan di atas jangan dipahami secara kaku. Artinya, beberapa metode yang disebutkan di atas pada prakteknya dapat bertukar-tukar posisi sesuai dengan peruntukkannya. Untuk itu diperlukan kemampuan dari seorang peneliti untuk memberi penjelasan di rancangan/proposal, maupun pada laporan penelitiannya. Tanpa ada penjelasan lebih dari peneliti, maka bisa saja kemudian pencantuman metode penelitian tersebut bisa membuat kebingungan dari para pembaca rancangan/proposal maupun laporan penelitian.

Agar tidak membuat bingung, mari kita beri beberapa contoh mencantumkan metode penelitian dalam rancangan/proposal penelitian.

Seorang peneliti berencana melakukan penelitian tentang peran pemimpin-pemimpin informal dalam mendorong kebijakan pembangunan di sebuah desa. Berdasarkan tema tersebut, kemudian peneliti menyusun latarbelakang yang mendasarinya mengangkat tema penelitian tersebut, kemudian peneliti membuat perumusan, tujuan dan manfaat penelitian, yakni;Perumusan Masalah:

56

Page 57: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Bagaimana peran pemimpin informal desa dalam mendorong kebijakan-kebijakan pembangunan di desa Lantan, Kecamatan Batukliang Utara, Kabupaten Lombok Tengah?Tujuan Penelitian:Mengetahui peran pemimpin informal desa dalam mendorong kebijakan-kebijakan pembangunan di Desa Lantan, Kecamatan Batukliang Utara, Kabupaten Lombok Tengah.Manfaat Penelitian:Menjadi landasan peningkatan peran pemimpin-pemimpin informal desa dalam pembangunan di wilayah perdesaan di Kabupaten Lombok TengahTinjauan Pustaka:Berisi tentang apa yang dimaksud dengan pemerintahan desa, pemimpin informal, hasil-hasil penelitian tentang kebijakan/aturan yang mendukung pembangunan desa, Undang-Undang Otonomi Desa, dan sebagainya.Metode Penelitian:Untuk mengungkap peran-peran pemimpin informal desa dalam mendorong kebijakan-kebijakan pembangunan desa, maka peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif. Tujuan dari metode penelitian deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah, peneliti hanya ingin menggambarkan keberadaan pemimpin-pemimpin informal dan peran mereka dalam mendorong keluarnya kebijakan-kebijakan pembangunan di Desa Lantan. Data-data utama adalah berupa pernyataan-pernyataan para pemimpin informal dan pemerintah desa, termasuk juga beberapa orang warga yang memiliki kapasitas memberikan informasi tentang tema penelitian. Data dan informasi yang bersifat kualitatif tersebut akan dijadikan bahan analisis untuk mendeskripsikan peran-peran yang dijalankan pemimpin informal desa Lantan.

Berdasarkan contoh-contoh di atas, dapat dilihat bahwasannya pencantuman metode penelitian saja tidaklah cukup. Peneliti harus bisa memberi gambaran tentang apa alasan menggunakan metode penelitian tertentu dalam hubungannya dengan permasalahan penelitian. Tanpa ada alasan tersebut, maka orang lain yang membaca rencana atau laporan penelitian tidak bisa memahami mengapa peneliti memilih menggunakan metode penelitian tertentu. Karena perlu diketahui oleh para mahasiswa dan para peneliti, ada banyak faktor yang mempengaruhi peneliti untuk menentukan pilihan pada salah satu metode penelitian. Satu tema penelitian bisa cocok dengan beberapa metode penelitian. Untuk itulah peneliti harus memberi alasan mengapa menggunakan sebuah metode penelitian.

Pada banyak kasus rancangan/proposal dan laporan penelitian, peneliti terlalu banyak mengutip pandangan atau definisi para ahli tentang metode penelitian. Boleh-boleh saja peneliti mengutip pandangan ahli tentang apa yang misalnya disebut dengan penelitian deskriptif, eksplanatif, dan sebagainya. Namun definisi yang dikutip dari ahli dan diperoleh dari literatur metode penelitian harus disesuaikan dengan konteks dimana penelitian dilakukan. Misalnya saja ketika peneliti memilih metode asosiatif/hubungan. Selain mendefinisikan apa yang dimaksud metode penelitian eksplanatif dari para ahli

57

Page 58: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

yang diperoleh dari literatur pendukung, peneliti harus juga memberi penjelasan mengapa penelitian tersebut dipilih berdasarkan kondisi lokasi penelitian, variabel yang digunakan dan lain sebagainya. Dengan demikian, orang-orang yang membaca rancangan/proposal atau laporan penelitian tersebut memahami maksud dan tujuan peneliti dalam menggunakan metode tertentu.

Seperti telah dijabarkan sebelumnya, metode penelitian juga dapat dibagi menjadi dua berdasarkan jenis analisis dan jenis data, yakni metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Pembagian metode penelitian seperti itu didasarkan oleh beberapa hal. Pertama, antara metode penelitian kualitatif dan kuantitatif memiliki dasar filosifis yang cukup ekstrim. Dengan landasan yang berbeda, maka antara kedua metode tersebut memiliki cara pandang yang berbeda terhadap realitas/fakta/fenomena/gejala sosial. Kedua, atas dasar perbedaan cara pandang terhadap realitas tersebut, maka jenis data yang diperoleh juga berbeda. Ketiga, dikarenakan cara pandang terhadap realitas saling berbeda yang menyebabkan berbedanya jenis data yang di angkat dalam penelitian, maka akhirnya berbeda pula cara menganalisisnya.

Secara sederhana berikut ini akan diberi penjelasan secara sederhana tentang perbedaan antara metode penelitian kuantiatif dan kualitatif. Metode penelitian kuantitatif muncul karena adanya pandangan tentang paradigma ilmu pengetahuan positivis. Paradigma positivis beranggapan bahwasannya realitas, fakta dan gejala sosial dipandang sebagai benda/materi atau sesuatu yang dijadikan seperti benda/materi. Sama seperti sebuah benda (misalnya meja atau kursi), maka pandangan positivis menganggap keluarga, lembaga pendidikan, kelompok sosial juga seperti sebuah benda. Sebuah benda/materi bisa di ukur tingginya, lebarnya, suhunya, besarnya, panjangnya, dan sebagainya. Demikian juga dengan masyarakat. Pandangan positivis bisa mengukur kriminalitas, mengukur kemiskinan, mengukur solidaritas, mengukur kerjasama, intelegensi dan sebagainya.

Untuk meneliti lebarnya tanah, maka bisa diukur dengan menggunakan beberapa alat pengukur sehingga diperoleh data tentang ukuran luas tanah. Demikian juga dalam pandangan positivis yang bisa mengukur kecemburuan, prasangka, kesetiaan, pengetahuan, kecerdasan dan sebagainya. Intinya, paradigma positivis menganggap semua realitas masyarakat bisa dihitung, diukur, diperkirakan kuantitasnya sama seperti mengukur dan menghitung kuantitas benda-benda yang bersifat fisik. Sedangkan metode penelitian kualitatif didasarkan pada paradigma interpretatif. Paradigma interpretatif beranggapan realitas berbeda dan tidak bisa disamakan dengan sebuah benda atau materi, karena realitas, fakta, gejala dan fenomena sosial tidak memiliki nilai tunggal. Realitas di masyarakat ada dalam bentuk-bentuk ide, pemikiran, nilai, norma berkembang dan berubah melalui proses yang tidak kompleks. Untuk memahami realitas, gejala, fenomena dan fakta sosial, manusia tidak dapat hanya mengandalkan indera yang ada.

Menurut pandangan paradigma interpretatif, seseorang tidak bisa memahami sebuah realitas hanya dengan melihat atau menyentuh. Untuk memahami realitas, maka seseorang harus mendalami pemikiran orang-orang

58

Page 59: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

yang ada dan membentuk realitas tersebut. Untuk itulah muncul metode penelitian kualitatif. Artinya, metode penelitian kualitatif tidak berurusan dengan data-data dalam bentuk angka-angka, namun ide-ide, pemikiran, dan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Pada umumnya, nilai, ide, dan pemikira-pemikiran yang ada dalam masyarakat tersebut bersifat tersembunyi atau tidak bisa diamati secara kasat mata dan menggunakan indra manusia. Untuk mengungkapnya, diperlukan cara-cara yang bersifat interpretatif (pemahaman).

Ada sebuah perumpamaan yang sering dikemukakan oleh pemikir-pemikir interpretatif yang merekomendasi metode penelitian kualitatif, yakni; “Things are not what they seems”. Secera sederhana, arti dari kalimat tersebut adalah, “Sesuatu yang tampak tidaklah menunjukkan apa sebenarnya”. Atau dengan kata lain, apa yang terlihat oleh indra manusia, dapat diamati oleh manusia belum tentu itulah yang sebenarnya. Begitu juga dalam metode penelitian kualitatif. Metode ini tidak yakin sesuatu hanya bisa diketahui hanya dengan mengamati, melihat atau menyentuhnya dengan indra manusia. Sesuatu (realitas) hanya dapat diketahui hanya melalui kegiatan-kegiatan yang bisa mengungkap secara pemahaman (interpretasi) secara mendalam.

Begitulah secara sederhana perbedaan antara metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Jika ditelusuri secara ilmiah, pemikiran yang mendasari metode penelitian kualitatif dan kuantitatif sudah berlangsung sejak 400 SM. Pada saat itu Plato beranggapan, sesuatu tidak dapat dipahami menggunakan indra manusia, karena indra manusia tidak dapat dipercaya (reliable) dalam mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Pandangan Plato ini menjadi dasar metode penelitian kualitatif. Berbeda dengan Plato adalah Aristoteles yang beranggapan bahwa dunia berjalan atas dasar hukum yang tetap, sehingga dapat dipahami melalui observasi dan pemikiran, sehingga wajar saja jika untuk mengungkap kebenaran dapat menggunakan logika formal dan operasi matematika atau statistik.

Pandangan Plato kemudian berkembang, salah satunya oleh Auguste Comte seorang ilmuan pendiri Ilmu Sosiologi. Menurutnya, ilmu sosial/Sosiologi harus meniru model hard sciences yang mempelajari social statics (statistik sosial atau struktur sosial) dan dinamika sosial (Ritzer, 2003). Sama dengan ditemukannya hukum alam, Comte berusaha mengembangkan ilmu sosial dengan cara menemukan atau merumuskan hukum-hukum alam yang bisa dipahami melalui teknik-teknik statistik sosial.

Paham positivistik yang dikembangkan oleh Auguste Comte dan kemudian menginspirasi lebih lanjut metode penelitian kuantitatif tersebut kemudian mendapat tandingan. Salah satunya adalah dengan kemunculan filsafat fenomenologi yang dikembangkan oleh Edmund Husserl (1850-1938). Seperti yang dikutip oleh John W. Cresswell (1998; 52), bahwa filsafat fenomenologik berupaya untuk memahami makna yang sesungguhnya atas suatu pengalaman dan menekankan pada kesadaran yang disengaja (intentionallity of conciousness) atas pengalaman, karena pengalaman mengandung penampilan ke luar dan kesadaran ke dalam, yang berbasis pada ingatan, gambaran dan makna. Dengan kata lain Husserl ingin mengatakan bahwasannya untuk memahami masyarakat,

59

Page 60: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

maka harus dilakukan melalui pemahaman terhadap pengalaman dari manusia-manusianya. Melalui pemahaman terhadap manusianya, maka akan diperoleh kesadaran yang ada pada manusia tersebut, karena kesadaran manusia diperoleh melalui pengalaman-pengalaman yang dialami. Untuk itu, cara mengungkap kesadaran manusia tersebut harus dengan cara memahami gambaran pengalaman yang ada pada manusia, makna yang dipahami oleh manusia dan ingatan-ingatan yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman hidup manusia.

Pernyataan tersebut jelas mendukung cara-cara atau teknik-teknik penelitian kualitatif, karena pandangan Husserl menekankan perlunya mengungkap kesadaran dan makna-makna yang ada pada manusia. Dalam mengungkapkannya maka diperlukan metode-metode yang bisa mengangkat dan memahami (interpretasi) realitas makna, kesadaran dan gambaran-gambaran pengalaman manusia, yakni yang sekarang dikenal dengan metode penelitian kualitatif.

Sudah sejak lama terjadi perdebatan antara ahli dan peneliti metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Walaupun pertentangan tersebut tidak dijabarkan dalam buku ini, namun perdebatan tersebut semakin tajam ketika banyak hasil-hasil penelitian kuantitatif mendominasi dunia pendidikan dan pemerintah. Ketika hasil-hasil penelitian tersebut menjadi dasar perumusan kebijakan-kebijakan negara, barulah pertentangan antara kedua metode tersebut semakin tinggi, karena penelitian-penelitian yang didasarkan paradigma positivis dianggap tidak mampu menjelaskan realitas-realitas dan mengungkap kebenaran-kebenaran yang berlangsung di masyarakat.

Agar pemahaman pembaca semakin jelas tentang kedua jenis penelitian tersebut, di bawah ini digambarkan ciri-ciri metode penelitian kuantitatif dan kualitatif.

TabelPerbedaan Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif

Penelitian Kuantitatif Penelitian Kualitatif1 Dilandasi kekuatan angka 1 Dilandasi oleh kekuatan

narasi2 Mengambil jarak dari situasi

alamiah2 Kajian dalam situasi

alamiah3 Menjaga jarak dari yang

diteliti3 Kontak langsung di

lapangan4 Cara berfikir deduktif 4 Cara berfikir induktif5 Perspektif reduktif 5 Perspektif holistik6 Perspektif keajegan 6 Perspektif perkembangan

dinamis7 Orientasi pada jumlah,

generalisasi dan universalitas7 Orientasi pada kasus unik

8 Perolehan data menjaga obyektivitas

8 Perolehan data netral empatis

60

Page 61: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

9 Desain tegas, ketat, ditetapkan sejak awal

9 Desain fleksibel/luwes

10 Linear 10 Sirkuler11 Peneliti: satu aspek diantara

yang lain11 Peneliti: Instrumen kunci

Ada beberapa hal yang kemungkinan perlu dijelaskan dari beberapa perbedaan di atas. Salah satunya adalah pada point 9, yakni dari sisi perolehan data. Pada penelitian kuantitatif, desain penelitian bersifat tegas, ketat dan telah disusun dari awal. Artinya, dalam penelitian kuantitatif rancangan atau proposal penelitian telah disusun dari awal secara tegas dan ketat. Baik dari sisi kerangka berfikir/teori dan metode penelitian sudah dirumuskan dan kemudian dijadikan panduan dalam melakukan penelitian. tidak ada kemungkinan untuk melakukan perubahan di tengah-tengah penelitian atau pada saat penelitian berjalan. Peneliti harus benar-benar menjalankan penelitian sesuai dengan rancangan yang telah disusun sebelumnya. Kalau pun terjadi perubahan, hanya pada sisi tertentu tanpa merubah kerangka besar penelitian. Dengan kata lain, dalam melakukan penelitian, peneliti harus konsisten dengan kerangka berfikir/teori, metode penelitian maupun tahapan-tahapan yang ada.

Berbeda dengan penelitian kualitatif yang fleksibel/luwes. Bagi penelitian kualitatif, rancangan atau proposal penelitian itu perlu, namun yang lebih utama adalah kondisi lapangan. Jika kondisi lapangan mengharuskan penyesuaian, maka bisa saja rancangan atau proposal penelitian yang telah disusun mengalami perubahan. Pada beberapa kasus bahkan penelitian kualitatif hanya berlandaskan pada rancangan penelitian sesederhana mungkin. Peneliti hanya memuat garis-garis besar yang dijadikan panduan penelitian tanpa harus disertai dengan panduan-panduan teknis yang kemungkinan bisa berubah. Namun tentu saja di perguruan tinggi hal itu tidak memungkinkan untuk dilakukan, karena mahasiswa harus membuat proposal lengkap sebagai bagian dari proses belajar. Hanya saja mahasiswa dan para pembimbing harus memahami, jika menggunakan penelitian kualitatif, maka penyesuaian-penyesuaian hal-hal yang tidak tepat berdasarkan fakta lapangan sangat diperlukan. Peneliti -termasuk mahasiswa- bisa memahami bahwasannya menggunakan metode yang ketat akan mengganggu pencapaian tujuan penelitian.

Karakter pembeda lainnya adalah pada point 11, yakni tentang posisi peneliti. Pada penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci. Artinya, peneliti (individu) atau orang yang meneliti adalah alat atau instrumen utama dalam proses penelitian. Peneliti adalah pihak yang punya otoritas utama untuk memutuskan dan melakukan kegiatan-kegiatan penelitian, mulai dari merancang penelitian, melakukan pengambilan data, menganalisis data dan menulis laporan. Sedangkan pada penelitian kuantitatif, posisi peneliti hanya menjadi salah satu bagian dari instrumen penelitian. Penelitian kuantitatif sangat tergantung dengan instrumen lainnya, seperti daftar wawancara atau kuesioner, panduan observasi, alat-alat dokumentasi (foto, recorder) maupun instrumen menganalisis data,

61

Page 62: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

seperti kalkulator sebagai alat hitung menganalisis data maupun program/software olah data (antara lain SPSS, Matlab, Amos, dan lainnya).

Dalam penelitian kualitatif, peneliti memiliki kebebasan melakukan analisis secara subyektif dan tidak tergantung dengan instrumen lain. Nilai, pengetahuan, pemahaman, pengalaman dari si peneliti secara leluasa bisa mempengaruhi proses penelitian maupun dalam menganalisis hasil penelitian. sedangkan pada penelitian kuantitatif hal tersebut tidak dapat terjadi. Untuk mengambil data, peneliti harus konsisten dengan kuesioner, daftar wawancara dan sebagainya. Demikian juga dalam menganalisis, peneliti harus menggunakan alat-alat atau instrumen yang ada. Tidak lah boleh peneliti memasukkan nilai, norma, pengalaman, pengetahuan subyektif dalam mengerjakan setiap proses penelitian.

Sisi lainnya adalah terkait dengan point 5 (lima). Penelitian kuantitatif cenderung memilih realitas yang akan diteliti secara spesifik, atau dengan kata lain mereduksi hal-hal lain yang dianggap terlalu luas. Misalnya saja jika peneliti akan kondisi kemiskinan di sebuah desa, maka peneliti harus mengambil beberapa variabel saja yang bisa diteliti. Ada banyak faktor yang membentuk kemiskinan masyarakat desa, seperti tingkat pendidikan, degradasi lahan pertanian, rendahnya teknologi pertanian, ketiadaan kebijakan desa yang dapat mendorong pembangunan, nilai dan norma lokal yang menjadi penghalang pembangunan desa dan sebagainya. Semua faktor-faktor tersebut menjadikan kemiskinan di sebuah desa sangatlah kompleks. Penelitian kuantitatif kemudian menggunakan sebahagian, bahkan hanya beberapa dari variabel-variabel tersebut yang akan diangkat dalam penelitiannya. Misalnya saja, peneliti hanya mengambil variabel tingkat pendidikan dan penggunaan teknologi pertanian terhadap kemiskinan desa. Hal inilah yang disebut ber perspektif reduktif.

Sebaliknya, penelitian kualitatif memandang realitas secara utuh atau holistik. Terhadap contoh di atas, penelitian kualitatif disarankan untuk melihat kemiskinan di desa secara secara utuh. Hal ini dilakukan karena dalam paradigma yang menjadi landasan penelitian kualitatif, realitas sosial (termasuk kemiskinan) dibentuk oleh secara kompleks oleh banyak faktor. Untuk melihatnya secara lengkap sekaligus menentukan faktor yang paling besar dan berpengaruh terhadap kemiskinan (tentunya tanpa mengecilkan faktor/variabel lain), maka penelitian kualitatif adalah metode yang cukup sesuai untuk diterapkan.

Aspek lain yang akan dijelaskan terakhir adalah pada point 7 (tujuh). Pada penelitian kualitatif penelitian lebih tepat dilakukan pada kasus-kasus unik dan spesifik. Mengapa demikian? Karena penelitian kualitatif menggunakan teknik-teknik pengumpulan data yang bertujuan menggali realitas-realitas yang tersembunyi, sehingga cara pengambilan data yang dipakai adalah metode yang mampu menggali informasi-informasi tersebut. Untuk melakukan penggalian informasi dan data yang tersembunyi dibutuhkan instrumen atau alat yang khusus pula, sehingga situasi-situasi yang tidak tampak di permukaan akan diperoleh peneliti.

Penelitian kuantitatif adalah kebalikannya. Sering digunakan pada realitas-realitas umum dan gejala-gejala sosial yang ada di permukaan. Untuk itulah

62

Page 63: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

penelitian kuantitatif menggunakan instrumen yang bisa mengangkat informasi dan data yang dapat diperoleh tanpa harus melakukan penggalian secara mendalam. Realitas yang diteliti oleh penelitian kualitatif lebih tepat digunakan pada komunitas, kelompok, lokasi penelitian yang mikro atau kecil. Misalnya saja penelitian tentang gaya hidup komunitas profesional muda di Kota Mataram, atau fenomena anak punk. Penelitian kualitatif tidak mempersoalkan berapa jumlah informan atau responden, karena yang dipentingkan adalah kedalaman dan bagaimana agar fenomena yang diteliti dapat digambarkan secara menyeluruh atau holistik. Nantinya, kesimpulan yang diambil dari hasil penelitian hanya terkait dengan komunitas atau kelompok responden/informan yang diteliti. Dengan kata lain, peneliti ayng menggunakan metode kualitatif tidak disarankan untuk mengambil kesimpulan terhadap informan lain yang tidak diteliti, meskipun antar informan tersebut memiliki kesamaan identitas. Misalnya saja peneliti mengangkat tema kusir Cidomo di Kota Mataram. Peneliti mengambil 5 kusir Cidomo dalam penelitiannya. Ketika penelitian selesai, maka kesimpulan atau garis-garis besar dari hasil penelitian yang akan dirumuskan peneliti hanya menyangkut lima informan tersebut, tidak terhadap kusir Cidomo lain yang tidak menjadi informannya.

Berbeda dengan penelitian kualitatif, penelitian kuantitatif cenderung mengutamakan jumlah responden. Jumlah sangat penting dalam penelitian kuantitatif, karena salah satu tujuan dari penelitian adalah mengambil kesimpulan secara umum dari sejumlah responden penelitian. Misalnya saja terkait dengan tema penelitian kusir Cidomo tadi. Misalnya saja di Kota Mataram terdapat 500 kusir Cidomo. Kemudian diambil lah 100 orang responden yang mewakili. Ketika penelitian selesai, maka dengan mengatasnamakan 100 orang responden tersebut peneliti mengambil kesimpulan (menggeneralisasi) untuk 500 orang kusir Cidomo yang ada di Kota Mataram.

2.8. Penyusunan Definisi Operasional Konsep (DOK)

Salah satu bagian dari langkah penelitian yang tidak kalah penting, baik dalam merencanakan penelitian maupun hubungannya dengan laporan penelitian adalah adanya definisi konsep dan atau definisi operasional. Perumusan definisi konsep dan atau definisi operasional dalam penelitian memang tidak menjadi kewajiban dalam setiap penelitian, karena lebih banyak dilakukan pada penelitian-penelitian di lingkungan perguruan tinggi. Istilah nya pun cukup berbeda. Pada satu universitas istilah ini dikenal dengan definisi konsep, di tempat lain disebut dengan definisi operasional, namun ada juga yang menyebutnya dengan batasan konsep atau batasan istilah. Namun untuk mempermudah, pada buku ini akan digunakan istilah definisi operasional konsep.

Pada prinsipnya definisi operasional konsep (DOK) berhubungan dengan variabel penelitian. Secara definitif, variabel adalah konsep yang memiliki variasi nilai. Dengan demikian, sesuatu dianggap variabel jika memiliki variasi nilai. Contohnya adalah pendidikan. Jika hanya pendidikan, maka belum bisa dikatakan

63

Page 64: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

sebagai variabel. Namun jika pemahaman orang yang menyebutkan pendidikan adalah adanya tingkatan Sekolah Dasar, SMP, SMA, Perguruan Tinggi, Lembaga pendidikan informal dan sebagainya, barulah dapat dikatakan sebagai sebuah variabel. Demikian juga dengan solidaritas atau kreativitas. Dua konsep tersebut tidak bisa dikatakan sebagai variabel jika tidak memiliki indikator. Seperti sebuah konsep kursi. Sebuah kursi dapat menjadi variabel jika dibuat beberapa indikatornya, seperti; memiliki sandaran, tinginya 40 cm, beratnya 20 Kg, warnanya coklat, terbuat dari kayu, dan sebagainya. Sama dengan konsep kursi tadi, solidaritas juga harus memiliki indikator, seperti; tingkat kepercayaan, kepatuhan, kolektivitas, saling berbagi, adanya tujuan bersama, dan sebagainya. Jika konsep tersebut memiliki indikator-indikator seperti itu, maka konsep solidaritas dan kreativitas sudah menjadi sebuah variabel.

Kemudian muncul pertanyaan lain. Darimana seorang peneliti membuat indikator dari variabel tersebut? Ada dua cara yang bisa digunakan. Jika memang ada referensi atau literatur yang mendukung, seperti teori, hasil penelitian, jurnal ilmiah, pernyataan ilmiah dan sebagainya, maka indikator variabel tersebut dapat di adopsi atau di tiru dari referensi tersebut. Jika tidak ada, maka peneliti bisa membuat indikator sendiri dengan melakukan pengamatan secara langsung ataupun bertanya kepada orang-orang yang memiliki pemahaman tentang variabel tersebut.

Setelah indikator dari variabel yang akan diteliti telah terjabarkan, barulah peneliti membuat definisi operasional konsep. Seperti contoh di atas tentang konsep/variabel solidaritas atau kreativitas. Setelah diperoleh indikator-indikatornya dari beberapa referensi dan atau pengamatan langsung maupun pandangan ahli, peneliti mulai membuat definisi operasional konsep. Langkah selanjutnya adalah, peneliti membuat indikator-indikator variabel/konsep yang sesuai dengan konteks/lokasi/masyarakat yang akan diteliti.

Misalnya saja tentang kreativitas. Dalam teori atau hasil penelitian yang dirujuk oleh peneliti, yang disebut dengan kreativitas adalah; kemampuan membuat alternatif solusi, inovasi dalam melakukan sebuah kegiatan, memiliki pemikiran-pemikiran yang maju, dan lain sebagainya. Karena indikator ini berasal dari teori hasil penelitian atau jurnal ilmiah orang lain dan di lokasi lain, tentu saja tidaklah cocok jika diterapkan untuk lokasi/masyarakat atau konteks yang akan diteliti. Untuk itulah peneliti membuat beberapa penyesuaian. Untuk membuat penyesuaian tersebut ada beberapa cara yang dilakukan oleh peneliti, yakni dengan mengamati atau melakukan studi lapangan secara singkat, melakukan studi literatur/referensi yang terkait dengan konteks/masyarakat/lokasi yang akan diteliti atau pun bertanya kepada para ahli atau orang bukan ahli yang memiliki pemahaman tentang kreativitas di lokasi/masyarakat atau konteks penelitian. Setelah informasi yang terkait dengan indikator konsep/variabel tersebut diperoleh, barulah peneliti menyusun definisi operasional konsepnya.Berikut ringkasan tahapan membuat definisi operasional konsep;

64

Page 65: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

1. Menentukan konsep/variabel yang akan diteliti. Misalnya saja konsep atau variabel kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kota Mataram.

2. Melakukan penelusuran (studi literatur) atau referensi-referensi umum yang terkait dengan variabel/konsep KDRT, baik dari teori, jurnal ilmiah, hasil penelitian, dan teks-teks ilmiah lainnya.

3. Setelah diperoleh indikator dari sumber literatur, kemudian peneliti melakukan;

4. Studi literatur/referensi bersumber dari teori, hasil penelitian, jurnal ilmiah, pandangan ahli, teks ilmiah dan lain sebagainya tentang KDRT di Kota Mataram. Jika tidak ditemui pada literatur, maka dilanjutkan dengan;

5. Mengamati secara langsung kejadian-kejadian KDRT yang ada di Kota Mataram, atau bertanya kepada pihak-pihak yang memahami peristiwa KDRT di Kota Mataram

6. Menyusun indikator-indikator definisi operasional konsep KDRT di kota Mataram. Misalnya saja, setelah dilakukan penelusuran (baik melalui literatur, pengamatan langsung atau wawancara), KDRT di Kota Mataram adalah:

a. Melakukan tindakan kekerasan fisik oleh suami kepada istri atau sebaliknya

b. Menghalang-halangi pendidikan istri, anak atau suamic. Tidak memberi nafkah hidupd. Berkata-kata kasar (membentak, memaki, menghina atau

ejekan-ejekan yang menyentuh nilai-nilai kepercayaan)e. Kecemburuan secara berlebihan f. Dan sebagainya.

Begitu pentingnya definisi operasional konsep, sehingga dalam penelitian-penelitian di perguruan tinggi, keberadaan definisi operasional konsep tersebut sangat menentukan hasil penelitian. jika salah mendeskripsikan indikator-indikator konsep atau variabel, maka akan salah atau menyimpang pula hasil penelitian. Dapat dibayangkan jika peneliti menetapkan indikator konsep atau variabel kreativitas pada sebuah penelitian yang akan dilakukan di Kota Mataram, namun sumber pembuatan indikator tersebut dikutip langsung dari indikator kreativitas hasil penelitian di Jepang. Jika yang dijadikan ukuran adalah Jepang, maka bisa saja hasil penelitian menyatakan, sama sekali tidak ada kreativitas (misalnya siswa) di Kota Mataram.

Definisi operasional konsep (DOK) inilah kemudian yang akan menjadi dasar penyusunan beberapa instrumen pengambilan data, seperti kuesioner, wawancara, pengamatan (observasi), maupun dalam menganalisis data. Untuk itu peneliti harus benar-benar menyusun indikator-indikator pada definisi operasional konsep secara baik dan sesuai dengan konteks lokal, kemudian menterjemahkannya dalam teknik pengumpulan data dan analisis, sehingga akan seluruh variabel yang diteliti dapat terkumpul dari proses pengumpulan data yang ada untuk kemudian di analisis.

65

Page 66: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

------------------------₪₪₪₪------------------------

66

Page 67: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Mengumpulkan Data dan Informasi

3.1.

Metode/Teknik Pengumpulan Data

etode atau teknik pengumpulan/pengambilan data merupakan tahapan paling melelahkan sekaligus sebenarnya paling menarik jika seorang

peneliti bisa benar-benar menikmatinya. Tahapan ini pula yang paling rentan dengan tindakan-tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh peneliti. Dikatakan paling rentan akan terjadinya penyimpangan, karena pada tahapan inilah para peneliti harus bisa memegang prinsip-prinsip sebagai peneliti yang baik. Pada tahapan ini juga lah sikap seorang peneliti di uji, karena minimnya kontrol atau pengawasan dari pihak lain terhadap proses pengumpulan data yang dijalankan oleh peneliti sosial.

M

Di lingkungan perguruan tinggi, tahap pengumpulan data sering dianggap paling berat, karena selain memerlukan waktu yang cukup panjang, juga mengeluarkan dana yang relatif cukup besar dibandingkan tahapan-tahapan lainnya. Karena dua alasan tersebutlah kemudian sering sekali mahasiswa mengambil jalan pintas untuk memotong proses pengambilan data yang pada beberapa mahasiswa dianggap melelahkan.

Pada tahapan ini jugalah sebenarnya mahasiswa benar-benar di uji kemampuannya dalam berinteraksi dengan masyarakat. Interaksi dan komunikasi dengan masyarakat merupakan satu sisi terpenting bagi seorang mahasiswa maupun peneliti lain, karena pada tahap ini kemampuan mengenali dan memahami masyarakat dapat dipraktekkan. Pada tahapan-tahapan sebelumnya, maupun tahapan setelahnya mahsiswa maupun peneliti banyak menghabiskan waktu di belakang meja, berhadapan dengan literatur-literatur guna merangkai kerangka berfikir dan menyusun rancangan/proposal penelitian. Selain kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan penelitian di belakang meja, mahasiswa dan peneliti harus juga memiliki kemampun-kemampuan teknis lapangan dalam rangka pengumpulan data.

Sebelum dijabarkan tentang jenis-jenis metode/teknik pengumpulan data, perlu juga dijelaskan dalam buku ini tentang kesulitan-kesulitan dan penyimpangan-penyimpangan yang sering terjadi dalam tahapan pengumpulan data.

Permasalahan-permasalahan dan penyimpangan yang kerap terjadi dalam proses pengumpulan data.

67

Bab

Page 68: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

TabelPermasalahan dan Penyimpangan dalam Pengumpulan Data

Permasalahan Penyimpangan1 Kurangnya pemahaman

tentang metode/teknik pengumpulan data

Peneliti/mahasiswa meniru teknik/metode yang telah dilakukan orang lain tanpa melihat apakah metode tersebut sesuai untuk konteks penelitiannyaPeneliti mengambil metode yang paling mudah dan sederhana untuk dilaksanakanPeneliti secara asal menentukan metode (sering kali memilih metode yang rumit namun ternyata tidak dipahami)

2 Antara permasalahan, kerangka berfikir, metode penelitian dan teknik pengumpulan data tidak konsisten

Salah menggunakan metode pengumpulan data

3 Tidak melakukan penjelasan secara teknis cara menggunakan metode pengumpulan data tertentu

Setelah di lapangan, peneliti/mahasiswa bingung mau memulai darimanaProses pengumpulan data tidak fokus, sehingga melebar ke hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan tujuanPeneliti terpengaruh pendapat-pendapat dari luar sehingga merubah teknis pengumpulan data (Perubahan diperbolehkan jika dipengaruhi oleh kondisi/temuan lapangan, khususnya untuk penelitian kualitatif)

4 Waktu pengumpulan data terlalu pendek

Data dan informasi yang diperoleh dari lapangan asal-asalanMengambil jalan pintas, dengan cara; mengarang data, meniru penelitian lain, atau data menjadi sangat umu

68

Page 69: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Agar cepat, peneliti memakai orang lain yang tidak paham tujuan penelitian

5 Frekuensi/intensitas ke lapangan

Minimnya intensitas ke lapangan membuat peneliti sering mengarang/mengembangkan sendiri data

Permasalahan-permasalahan yang dijabarkan di atas hanya sebahagian kecil saja dari bentuk-bentuk kesalahan peneliti dalam proses pengumpulan data. Untuk mengatasinya tentu saja diperlukan banyak faktor. Di lingkungan perguruan tinggi, perbaikan kemampuan pengumpulan data tentu saja dapat dilaksanakan melalui peningkatan kualitas perkuliahan metode penelitian sosial di kelas. Namun langkah itu tidak akan efektif jika mahasiswa tidak banyak melakukan latihan-latihan, baik didasarkan instruksi pengajar maupun yang dilakukan secara mandiri. Latihan-latihan secara langsung tersebut tidak harus dilakukan di luar kampus, namun bisa juga dilaksanakan dengan melakukan teknik-teknik pengambilan data di internal kampus sendiri.

Metode atau teknik pengumpulan data dalam penelitian sosial sangat bervariasi. Untuk menentukan metode atau teknik apa yang paling tepat, maka peneliti harus melihat beberapa pertimbangan, antara lain;

1. Jenis penelitian yang digunakan2

2. Besarnya sampel, informan atau responden3. Karakteristik unit penelitian (masyarakat atau lokasi dimana penelitian

dilakukan)4. Sensitifitas isu/tema yang diteliti5. Lamanya waktu penelitian6. Ketersediaan sumber dana penelitian7. Kemampuan/penguasaan teknik pengumpulan data oleh peneliti8. Faktor keamanan/keselamatan peneliti

Faktor utama dalam menentukan teknik pengumpulan data adalah jenis penelitian (terutama kualitatif dan kuantitatif), sedangkan faktor-faktor lainnya hanya menjadi pertimbangan tambahan bagi peneliti. Antara metode penelitian kuantitatif dan kualitatif terdapat perbedaan dalam penggunaan teknik pengumpulan data. Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, masing-masing dilandasi oleh akar filosofi yang berbeda. Metode penelitian kualitatif didasari

2 Terutama dipengaruhi oleh dua jenis penelitian, yakni kuantitatif dan kualitatif. Penggunaan salah satu jenis penelitian tersebut berhubungan dengan jenis variabel yang akan diteliti, jenis data yang akan diperoleh, hipotesis atau asumsi penelitian, kerangka teori, ciri khas metode pengumpulan data dari jenis penelitian kuantitatif dan kualitatif, dan rencana analisis data.

69

Page 70: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

filosofi dan paradigma interpretatif, fenomenologis dan hermeneutik, sedangkan metode penelitian kuantitatif berasal dari pemikiran dan paradigma positivistik.

Hal yang perlu dipahami oleh peneliti adalah, ketika memilih satu jenis penelitian (kualitatif atau kuantitatif), maka teknik pengumpulan data yang digunakan pun mengikuti jenis penelitian yang dipilih tersebut3. Tidak disarankan kepada peneliti ketika memilih metode penelitian kualitatif, namun menerapkan teknik-teknik pengumpulan data jenis penelitian kuantitatif dan juga sebaliknya. Konsistensi antara jenis penelitian (kuantitatif dan kualitatif) terutama harus dijalankan di lingkungan perguruan tinggi, karena penelitian-penelitian yang dijalankan di perguruan tinggi, terutama oleh mahasiswa tidak berorientasi hasil, namun harus mengutamakan proses penelitian. Agar proses belajar meneliti mencapai sasaran, diharapkan kepada mahasiswa untuk memilih metode pengumpulan data yang sesuai dengan jenis penelitiannya.

Terlepas dari jenis-jenis penelitian yang ada, secara umum ada 8 (delapan) jenis teknik/metode pengumpulan data/informasi. Penjabaran berikut adalah tentang jenis-jenis metode pengumpulan yang paling sering diterapkan dalam penelitian-penelitian ilmu sosial. Agar tidak membuat pembaca bingung maka penjelasan terhadap teknik-teknik pengumpulan di bawah tidak didasarkan pada jenis penelitian tertentu. Pada akhir penjelasan tiap-tiap teknik pengumpulan data nantinya akan dikaitkan posisi teknik pengumpulan data tersebut dalam kaitannya dengan jenis penelitian tertentu.

3.1.1. Metode/Teknik Wawancara

Ada beberapa definisi tentang wawancara. Salah satunya adalah menyatakan, wawacara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yng dilaksanakan dengan tanya jawab secara lisan, sepihak, berhadapan muka dan dengan arah tujuan yang telah ditentukan. Namun ada juga yang menyatakan, wawancara adalah teknik pengambilan data melalui pertanyaan yang diajukan secara lisan kepada responden atau informan.

Berdasarkan dua definisi tersebut dapat dirumuskan bahwasannya wawancara adalah sebuah teknik atau metode pengumpulan/pengambilan data atau informasi dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang dilaksanakan secara lisan, yang dilaksanakan secara terencana maupun tidak terencana, berlangsung secara langsung melalui tatap muka maupun secara tidak langsung melalui beberapa media wawancara, yang dilakukan oleh peneliti dari responden atau informan. Mengikuti definisi di atas, maka ada beberapa komponen yang terkait dengan wawancara, yakni;

Peneliti yang berfungsi sebagai pewawancara

3 Belakangan ini juga sudah banyak diterapkan penelitian campuran, yakni gabungan antara jenis penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian campuran ini muncul karena dianggap bisa melengkapi beberapa kelemahan dari metode penelitian kualitatif dan kuantitatif.

70

Page 71: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Responden atau informan sebagai sumber data atau infomasiProses dan teknik wawancara Data dalam bentuk pertanyaanRencana wawancara

Peneliti adalah aktor utama yang harus menjalankan wawancara karena

dialah yang memahami keseluruhan penelitian. Dalam penelitian kualitatif, peneliti ada instrumen terpenting dalam pengambilan data dan tidak dapat digantikan dengan instrumen-instrumen lain betapapun akuratnya alat atau instrumen lain tersebut. Untuk itu si peneliti harus memiliki penguasaan terhadap materi yang akan ditanyakan kepada informan atau responden.

Data atau informasi yang diperoleh dalam proses wawancara umumnya adalah dalam bentuk pernyataan atau kalimat-kalimat yang keluar dari informan atau responden. Kalimat atau pernyataan dari informan/responden bisa saja memuat data angka, waktu kejadian, tempat, latarbelakang sebuah peristiwa, cerita yang menyangkut proses sebuah peristiwa, dasar-dasar nilai atau norma yang mendasari sebuah peristiwa, gambaran tentang sesuatu, pandangan subyektif informan dan sebagainya. Walaupun informan/responden mengungkapkan data berupa angka-angka, tetap saja semua informasi tersebut tidak dapat dikatakan sebagai data statistik, karena tidak dihasilkan dari sebuah proses analisis. Data berupa angka tersebut tetap dianggap sebagai pernyataan-pernyataan.

Dalam proses wawancara, biasanya data dan informasi yang diperoleh sangatlah beragam, mulai dari informasi-informasi yang sangat umum sampai ke hal-hal yang sangat khusus, spesifik atau tersembunyi. Agar proses wawancara berjalan sesuai dengan tujuannya, adalah lebih baik jika wawancara digunakan untuk mengungkap informasi dan data-data yang sifatnya tersembunyi. Untuk itu, proses wawancara akan lebih bermanfaat jika dilakukan secara mendalam dalam rangka menggali informasi-informasi yang tidak dapat diperoleh melalui metode lainnya.

Misalnya saja seorang peneliti sedang mewawancarai seorang pegawai pemerintah. Peneliti ingin memperoleh data total penghasilan, baik dari gaji maupun pendapatan-pendapatan lain di luar gaji. Tentu saja data seperti itu tidak akan didapat jika menggunakan kuesioner atau dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak bersifat menggali. Sia-sia jika peneliti melakukan wawancara hanya ingin memperoleh gaji resmi, karena data tersebut bisa diperoleh dari kantor dimana informan tersebut bekerja. Agar wawancara mencapai tujuan, maka pertanyaan-pertanyaan yang diajukan lebih baik ditujukan pada hal-hal yang sifatnya tersembunyi.

Untuk sampai pada pertanyaan yang tujuannya menggali informasi-informasi yang tersembunyi tentu saja tidaklah mudah. Peneliti harus memulai dengan pertanyaan-pertanyaan umum untuk kemudian mengarahkan pada hal-hal yang bersifat tertutup atau berusaha ditutup-tutupi oleh informan.Berdasarkan jenisnya, wawancara dibagi dua, yakni;

71

Page 72: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

wawancara terpimpin (guided interview) atau disebut juga dengan wawancara terstruktur atau wawancara sistematiswawancara tidak terpimpin (un guided interview) atau disebut juga dengan wawancara sederhana atau wawancara bebas.

Wawancara terstruktur atau guided interview adalah wawancara yang dilakukan secara terencana, dimana peneliti membuat pedoman sebelum wawancara dilakukan. Ada beberapa alasan mengapa perlu melakukan wawancara secara terstruktur dan dipersiapkan terlebih dahulu. Pertama, dengan adanya pedoman, proses wawancara dapat berjalan secara teratur dan tetap dalam kerangka tujuan data yang ingin didapat oleh peneliti. Kedua, dengan adanya panduan wawancara, maka proses tanya jawab antara pewawancara (interviewer) dengan informan akan berjalan secara sistematis dan terfokus, sehingga mengurangi penyimpangan-penyimpangan yang dianggap tidak perlu.

Sedangkan wawancara tidak terstruktur adalah proses wawancara dimana peneliti tidak melakukan persiapan matang terhadap wawancara yang akan dilaksanakan. Ini artinya, cukup bagi peneliti untuk mengingat dan memahami secara utuh kerangka berfikir dan tujuan penelitian, tanpa harus membuat daftar pertanyaan. Teknik seperti ini tentu saja punya kelemahan. Salah satunya adalah kemungkinan terjadinya penyimpangan atau melebarnya proses wawancara sehingga keluar dari tema atau variabel penelitian. Namun kelemahan tersebut sekaligus menjadi kelebihan teknik wawancara yang tidak terstruktur. Bagi peneliti yang menggunakan teknik ini, seorang peneliti (khususnya yang meyakini jenis penelitian naturalistik dan atau kualitatif) harus membuka selebar mungkin masuknya informasi dan data, walaupun data dan informasi yang diperoleh dianggap tidak berhubungan dengan tema penelitian.4

Asumsi dari wawancara tidak terstruktur adalah, peneliti tidak mungkin memiliki pemahaman yang utuh terhadap kondisi lapangan, termasuk informasi apa yang kemungkinan akan diperoleh. Kedua, pewawancara atau peneliti tidak mungkin melakukan pengarahan (melalui pendoman wawancara), karena dengan adanya panduan data menjadi terlalu terfokus, padahal dalam penelitian kualitatif, seorang peneliti harus fleksibel atau luwes dengan kondisi lapangan, khususnya informasi dan data yang kemungkinan muncul pada saat wawancara berlangsung.

Sebaliknya, wawancara terstruktur didasari pada asumsi bahwasannya proses wawancara harus berjalan secara sistematis sehingga data dan informasi yang diperoleh benar-benar berhubungan atau relevan dengan tema penelitian. tanpa adanya panduan wawancara atau terstrukturnya proses wawancara, maka data yang diperoleh akan menyimpang dari tujuan semula. Kadangkala, ketika proses wawancara selesai dan pewawancara kembali dari lokasi wawancara,

4 Pada proses wawancara tidak terstruktur sering kali peneliti memperoleh data dan informasi yang pada awalnya dianggap tidak berhubungan dengan tema penelitian. Namun ketika wawancara selesai dan proses analisis data dilakukan, ternyata data yang informasi yang dianggap tidak berhubungan tersebut memiliki kaitan dengan tema penelitian.

72

Page 73: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

ternyata ada informasi-informasi yang dibutuhkan tidak tergali. Untuk itulah diperlukan pedoman dalam melakukan wawancara.Berdasarkan jenis pedomannya, wawancara juga dapat dibagi dua (Arikunto, 1987), yakni;

Pedoman wawancara tidak terstruktur.Pedoman wawancara tidak terstruktur adalah pedoman wawancara yang hanya berisi hal-hal penting, umum atau garis-garis besar pertanyaan. Dengan kata lain, peneliti atau pewawancara hanya memiliki pertanyaan-pertanyaan kunci yang kemudian nantinya akan dikembangkan ketika proses wawancara berjalan.

Pedoman wawancara terstruktur.Berbeda dengan pedoman wawancara tidak terstruktur, pedoman wawancara terstruktur dengan sengaja membuat pendoman pertanyaan secara rinci, sehingga dapat memandu proses wawancara agar berjalan secara efektif. Pedoman wawancara terstruktur dibuat dengan tujuan; memberikan panduan tentang apa yang akan ditanyakan; mengantisipasi kelupaan terhadap pokok-pokok persoalan yang akan ditanyakan dan agar proses wawancara berlangsung secara efektif dan efisien.

Dalam melakukan wawancara tentu saja sering sekali terjadi beberapa permasalahan yang kemungkinan dapat mengganggu jalannya proses wawancara. Agar gangguan dan kekeliruan proses wawancara dapat dihindari, peneliti/pewawancara harus mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi yang berlangsung dalam proses wawancara. Menurut Donald P Warwick (Dalam Singarimbun, 1989), ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi komunikasi dalam kegiatan wawancara, yakni;

73

Page 74: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

GambarFaktor-Faktor Pengaruh dalam Wawancara

Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan, ada empat faktor yang mempengaruhi proses wawancara, yakni situasi wawancara, responden, pewawancara, dan isi pertanyaan. Salah satunya adalah situasi wawancara. Dalam proses wawancara, situasi dapat mengganggu atau memuluskan jalannya komunikasi antara pewawancara dengan responden. Ketika wawancara dilakukan di lokasi keramaian tentu saja wawancara akan semakin sulit, karena biasanya pewawancara dan responden/informan menjadi kurang konsentrasi. Demikian juga dengan keberadaan orang ketiga. Ketika wawancara terjadi, orang ketiga bisa menjadi penghalang karena turut mempengaruhi jawaban-jawaban responden.

Faktor lainnya adalah dari sisi pewawancara. Salah satu yang terpenting adalah karakter pewawancara. Berdasarkan pengalaman banyak peneliti, seorang pewawancara yang terlalu agresif malah membuat informan/responden menjadi enggan memberikan informasi lebih dalam tentang apa yang dipertanyakan oleh pewawancara. Sama halnya dengan faktor ketrampilan pewawancara. Peneliti atau pewawancara yang tidak mahir dalam menggunakan teknik wawancara sering membuat proses komunikasi menjadi kaku, sehingga informan bersikap tertutup. Untuk mengatasi itu, sebelum melakukan wawancara, seorang peneliti harus lebih banyak melakukan latihan guna mengasah ketrampilan (khususnya ketrampilan dalam berkomunikasi).

Selain faktor pewawancara dan situasi wawancara, turut pula mempengaruhi isi pertanyaan. Pertanyaan yang terlalu peka atau sensitif dapat berpengaruh terhadap keterbukaan informan terhadap informasi atau data yang ingin diperoleh pewawancara. Hal yang sama juga dapat terjadi ketika pertanyaan

74

Page 75: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

yang diajukan terlalu sulit. Hal ini sering dijumpai pada penelitian-penelian yang dilakukan oleh mahasiswa. Agar pertanyaan dengan mudah dapat dijawab, maka pewawancara harus membuat pertanyaan se sederhana mungkin dan tidak disarankan untuk menggunakan istilah-istilah ilmiah dalam mengajukan pertanyaan. Apalagi yang di wawancarai adalah masyarakat awam seperti petani, nelayan dan responden yang dari sisi pendidikan masih rendah.

Ada juga kemungkinan wawancara menjadi terkendala diakibatkan faktor informan/responden. Peneliti atau pewawancara harus benar-benar memperhatikan faktor ini, karena informan/responden memiliki tingkat pemahaman dan pandangan yang berbeda terhadap tema yang diteliti, sehingga bisa menyulitkan penggalian data. Peneliti harus bisa menyelami fikiran informan, sehingga lemahnya daya tangkap dan daya jawab informan tidak mempengaruhi proses komunikasi. Demikian juga dengan karakter informan. Adakalanya pewawancara menemui informan yang bersikap acuh atau tidak merespon secara positif maksud dan tujuan peneliti dalam melakukan wawancara. Untuk mengatasinya, jika memang informan tersebut benar-benar vital dan menjadi sumber utama atau informan kunci (key informan) data dan informasi, maka mau tidak mau peneliti harus menggunakan pendekatan-pendekatan lain yang lebih bersifat personal. Bahkan jika mengalami kebuntuan, bukan tidak mungkin pewawancara harus menyesuaikan diri (untuk sementara) dengan karakter informan.

Aspek lain yang juga harus menjadi perhatian seorang peneliti dalam melakukan wawancara adalah style atau gaya dalam melakukan wawancara. Berdasarkan pengalaman dalam melakukan wawancara, gaya dari seorang pewawancara memang cukup berpengaruh dalam memperoleh informasi dan data yang dibutuhkan peneliti. Menurut Rob McBride dan John Schostak (http://www. Enquirylearning.net, 2008), terdapat 4 style atau gaya dalam melakukan wawancara, yakni;

The Provocative style atau gaya provokatif; yakni melakukan wawancara dengan menyerang (memprovokasi) informan melalui pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan yang memancing respon secara cepat dari seorang informan. Walaupun cukup efektif untuk mempercepat proses wawancara, namun gaya ini bisa menimbulkan penurunan tingkat kepercayaan antara responden dengan pewawancara dan akhirnya menutup respon dari informan/responden.

The I’m on your side style atau gaya berpihak; Gaya ini menyarankan pewawancara untuk menyesuaikan diri dengan citra dari orang yang diwawancarai. Dengan kata lain, pewawancara bersikap seakan-akan memihak atau berada di pihak orang yang diwawancarai. Walaupun cukup baik dalam membangun keterbukaan dari informan, namun sering sekali jika si pewawancara berlaku tidak meyakinkan orang yang diwawancari, maka hal sebaliknya akan timbul.

The Laid back style atau gaya santai; Gaya ini mensyaratkan seorang pewawancara untuk bersikap tenang, rileks atau santai dalam

75

Page 76: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

melakukan wawancara. Melalui gaya ini, pewawancara tidak diperbolehkan melakukan penilaian terhadap informan, tidak boleh menunjukkan rasa marah, namun terkesan tertarik5 dengan respon yang diungkapkan oleh informan tanpa sedikitpun menunjukkan raut muka bosan. Namun kelemahannya, gaya santai yang ditunjukkan oleh pewawancara bisa ditiru oleh informan, sehingga jawaban yang dikemukakan oleh informan terkesan asal-asalan.

The social worker/encounter therapy style atau gaya pekerja sosial; Gaya ini menuntut seorang pewawancara untuk memandang serius terhadap semua yang dikemukakan oleh informan. Pewawancara memiliki rasa ingin tau yang besar terhadap respon dari informan, sehingga informan bersedia membeberkan informasi secara terbuka kepada pewawancara. Gaya ini bisa membangun rasa saling percaya antara pewawancara dengan informan dan pada akhirnya informan akan secara sukarela menceritakan hal-hal yang terkait dengan informan.

Membuat Daftar Wawancara (Panduan Wawancara)

Sumber daftar pertanyaan yang diajukan dalam proses wawancara tentu saja permasalahan dan tujuan dari penelitian yang berisi variabel-variabel penelitian. Namun akan sangat sulit jika seorang peneliti langsung menjabarkan variabel penelitian tersebut menjadi bentuk pertanyaan wawancara. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, seorang peneliti harus terlebih dahulu membuat definisi operasional konsep (operasional variabel) dalam bentuk indikator-indikator variabel atau indikator-indikator konsep.

Misalnya saja peneliti akan mengangkat tema penelitian tentang “pembangunan ekonomi desa melalui usaha-usaha mandiri berbasis sumberdaya lokal”. Berdasarkan tema ini dapat disimpulkan ada beberapa variabel dalam penelitian tersebut, yakni; pembangunan ekonomi desa dan usaha-usaha mandiri berbasis sumberdaya lokal. Walaupun berisi lebih dari satu variabel, namun penelitian ini tidak berupaya melakukan pengujian, namun hanya mendeskripsikan bagaimana usaha-usaha mandiri berbasis sumberdaya lokal dapat meningkatkan pembangunan ekonomi desa.

Setelah menetapkan variabel penelitian, tugas peneliti adalah mendeskripsikan indikator-indikator masing-masing variabel. Dalam contoh ini akan dideskripsikan indikator usaha mandiri berbasis sumberdaya lokal. Adapun indikator dari usaha-usaha mandiri berbasis sumberdaya lokal adalah;

Kegiatan usaha yang dikembangkan masyarakat dan pemerintah desaUsaha ekonomi yang dilaksanakan secara kolektif

5 Bahkan pada kondisi-kondisi tertentu, pewawancara bisa saja bersikap pura-pura tertarik dengan apa yang dikemukakan oleh informan

76

Page 77: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Dilindungi oleh aturan pemerintahan desaDiperuntukkan bagi kepentingan pembangunan desaMemanfaatkan potensi sumberdaya alam desaModal bersumber dari keuangan pemerintahan desa dan masyarakatDijalankan dengan manajemen usaha campuran (profesional dan nilai-nilai lokal)Dll

Setelah peneliti merampungkan indikator-indikator variabel (definisi operasional konsep), barulah peneliti bisa membuat daftar pertanyaan wawancara6. Namun satu hal yang perlu diketahui oleh peneliti adalah, semakin rinci/detail sebuah definisi operasional konsep (indikator variabel) maka semakin baik, karena peneliti akan semakin mudah dalam membuat daftar pertanyaan. Untuk itu disarankan kepada peneliti untuk berusaha se optimal mungkin dengan beberapa cara (studi literatur, kunjungan lapangan maupun wawancara) agar indikator-indikator variabel/konsep tersebut semakin lengkap dan detail. Diharapkan indikator-indikator tersebut bukan hanya memuat indikator-indikator yang terlalu umum atau jauh di luar konteks lokasi penelitian7, namun akan lebih tepat jika indikator yang disusun memiliki keterkaitan atau kedekatan dengan konteks lokal dimana penelitian dilakukan.

Langkah selanjutnya, peneliti akan membuat daftar pertanyaan berdasarkan indikator-indikator tersebut. Misalnya saja terkait dengan indikator “diperuntukkan bagi kepentingan pembangunan desa”. Peneliti harus membuat dafatar pertanyaan yang dijadikan panduan dalam wawancara terkait dengan indikator tersebut. Misalnya saja dengan membuat sebuah pertanyaan; “Bagaimana proses pembagian hasil keuntungan dari usaha mandiri tersebut bagi kepentingan pembangunan desa?” atau juga bisa membuat pertanyaan; “Berapa dana yang diperoleh dari usaha mandiri desa bagi kepentingan pembangunan?”. Begitulah seterusnya. Peneliti membuat daftar pertanyaan-pertanyaan lain yang terkait dengan indikator-indikator yang telah dibuat.

6 Indikator-indikator tersebut bukan hanya menjadi sumber pembuatan daftar pertanyaan wawancara, juga menjadi dasar penyusunan instrumen pengumpulan data/informasi lainnya, seperti panduan observasi, kuesioner, oral history, dan sebagainya. 7 Adalah lebih baik jika indikator-indikator tersebut memiliki relevansi dengan konteks lokasi penelitian. Indikator yang di adopsi jauh dari konteks penelitian akan membuat hasil penelitian menjadi bias. Misalnya saja penelitian dilakukan di sebuah desa di Lombok Timur. Namun indikator-indikator tersebut diambil dari sebuah penelitian tentang tema yang sama di luar negeri atau di Pulau Sumatera. Mengukur tema yang sama namun dengan indikator yang diambil dari tempat yang sangat berjauhan akan membuat data dan informasi yang dihasilkan menjadi sangat bias.

77

Page 78: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Teknik Merekam Wawancara

Hal lain yang juga harus dipahami oleh peneliti dalam melakukan wawancara adalah dalam hal kemampuan merekam informasi dan data yang diperoleh dari proses wawancara. Arti merekam di sini bukan hanya dalam hal mendokumentasikan proses wawancara dengan menggunakan alat-alat seperti tape recorder maupun digital recorder, namun dalam artian yang lebih luas, yakni bagaimana seluruh informasi dan data yang muncul pada saat wawancara dapat terkumpul dengan baik.

Selama ini, ciri khas dari seorang peneliti dalam melakukan wawancara adalah mirip dengan seorang wartawan yang membawa buku kecil sebagai catatan, ataupun tape recorder. Bak seperti wartawan, peneliti mondar-mandir di sebuah tempat dan sibuk melakukan pencatatan pada saat proses wawancara berlangsung. Atau jika menggunakan tape recorder, peneliti meletakkan tape recorder tersebut di atas meja dan sibuk memperhatikan apakah kaset rekaman sudah habis atau belum dan sebagainya.

Penggunaan tape rekaman atau buku catatan memang diperbolehkan dalam melakukan wawancara. Namun penggunaan alat-alat tersebut tentu saja hanya bisa dipakai dalam wawancara-wawancara formal, dimana antara peneliti dengan orang yang diwawancarai memang sudah sama-sama memahami dan sepakat untuk tidak terganggu dengan keberadaan alat-alat tersebut. Namun pada jenis-jenis wawancara tertentu, pada tema-tema yang sangat sensitif, pada informan atau responden yang tidak terbiasa diwawancarai atau takut dengan simbol-simbol alat-alat tersebut sebaiknya tidak menggunakan instrumen-instrumen yang mengganggu wawancara.

Terganggunya proses wawancara akibat keberadaan/pemakaian alat-alat (buku catatan, tape rekaman, lembaran check list dan sebagainya) sangatlah awam terjadi. Salah satu penyebabnya adalah pemahaman luas di masyarakat, bahwasannya yang sering menggunakan alat-alat tersebut adalah wartawan. Sedangkan sosok wartawan dipahami oleh masyarakat sebagai sosok yang identik dengan masalah atau kasus. Akibatnya, seorang peneliti (walaupun bukan wartawan) juga terkena imbas dari pemahaman tersebut, sehingga pada saat mengeluarkan alat-alat tersebut, informan atau responden menjadi takut atau menyembunyikan informasi-informasi yang sebenarnya penting bagi peneliti.

Untuk itulah disarankan kepada para peneliti untuk sedapat mungkin tidak menggunakan alat-alat tersebut. Baik dalam proses wawancara secara formal maupun informal diupayakan pewawancara/peneliti menyembunyikan alat atau simbol-simbol yang dapat mengganggu proses keterbukaan informan dalam menyampaikan informasi dan data.

Tentu saja peneliti akan mengalami kesulitan jika tidak menggunakan alat-alat tersebut. Karena biasanya dalam proses wawancara, informasi keluar seperti air bah yang susah dibendung. Bayangkan saja jika proses wawancara berlangsung 1 (satu) jam. Begitu banyak kalimat yang keluar dari informan atau responden. Akan sulit bagi peneliti untuk mengingat semua informasi yang

78

Page 79: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

terungkap dalam proses wawancara. Namun begitulah memang situasi yang harus dihadapi oleh pewawancara. Jika menggunakan alat, maka informan akan tertutup, namun jika tidak memakai alat-alat tersebut, maka informasi cenderung melimpah. Berdasarkan pengalaman, pilihan kedua masih lebih baik daripada pilihan pertama, karena yang dipentingkan adalah bagaimana wawancara bisa menggali informasi-informasi yang tersembunyi. Sehingga adalah sia-sia jika wawancara yang menggunakan alat hanya bisa mengungkap informasi atau data yang bersifat umum atau di permukaan.

Cara mengatasi ketiadaan penggunaan alat tersebut adalah dengan mempertajam daya ingat seorang peneliti atau pewawancara. Tentu saja daya ingat masing-masing orang sangat berbeda-beda. Namun hal itu tidak menjadi masalah, yang penting peneliti berusaha semaksimal mungkin konsentrasi dalam proses wawancara, sehingga informasi-informasi yang penting dapat terekam dalam fikiran si pewawancara.

Cara lainnya adalah dengan melakukan pencatatan setelah wawancara berakhir. Dengan secepat mungkin melakukan pencatatan setelah wawancara berakhir, maka berbagai informasi yang diperoleh masih segar dalam ingkatan si pewawancara, sehingga dengan mudah dapat dituliskan kembali dalam sebuah buku catatan. Berdasarkan pengalaman, waktu jeda paling lama antara kegiatan wawancara dengan proses pencatatan kembali adalah 12 jam. Jika lewat dari 12 jam, maka tingkat kelupaan akan semakin besar, sehingga kehilangan informasi akan semakin tinggi pula.

Jika seorang peneliti melakukan wawancara pada pagi hari, siang atau sore hari, maka waktu yang paling tepat melakukan pencatatan adalah 1 (satu) jam setelah wawancara berakhir. Misalnya saja peneliti melakukan wawancara di kediaman bapak Lalu Agus di Dusun Cempaka, Desa Suele. Setelah wawancara berakhir, secepatnya pewawancara mencari sebuah tempat yang tenang sehingga proses mengingat kembali dapat berjalan lancar. Setelah pencatatan selesai, barulah pewawancara melakukan wawancara ke informan lain. Sangat tidak disarankan kepada pewawancara untuk melakukan wawancara sekaligus terhadap 2 atau lebih dari 3 orang dan melakukan pencatatan beberapa jam kemudian. Jika hal itu terjadi, berdasarkan pengalaman, akan terjadi ketidaksesuaian antara informasi dengan informan. Peneliti akan mengalami kesulitan untuk menempatkan informasi apa, dan siapa yang mengungkapkan. Bisa saja kemudian akhirnya informasi dan informan menjadi terbalik-balik. Dan hal ini tidaklah baik dalam proses analisis data pada tahapan selanjutnya.

Ketika seorang peneliti sudah menyempatkan waktu melakukan pencatatan kembali informasi dan data 1 jam setelah wawancara selesai, kemudian melakukan wawancara dan pencatatan kembali pada informan lainnya, maka hilangnya data akan semakin kecil. Namun adalah lebih baik kemudian peneliti melakukan review seluruh proses wawancara yang dilakukan pada satu hari tersebut. Waktu yang paling tepat adalah pada malam hari. Peneliti kemudian membuka catatan-catatan yang telah dibuatnya di siang hari, kemudian menambah hal-hal yang belum dicantumkan. Dipilih malam hari, karena pada saat itulah suasana mulai agak tenang. Disarankan kepada peneliti untuk tidak

79

Page 80: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

menunda pada keesokan harinya, karena biasanya setelah tidur malam hari, banyak informasi yang telah hilang.

Aspek terakhir adalah terkait dengan gaya bahasa dan gaya berpakaian peneliti. Ada baiknya peneliti melakukan penyesuaian bahasa dan penampilan pada saat melakukan wawancara. Berpakainlah yang sederhana ketika berhadapan dengan nelayan, petani, ibu-ibu pedagang di pasar dan masyarakat marginal. Namun ketika mewawancarai pejabat, pegawai pemerintah, pegawai swasta, kepala desa dan sebagainya, seorang pewawancara harus bisa berpenampilan yang sedikit rapi. Penyesuaian ini bukan persoalan penghormatan, namun yang lebih penting adalah bagaimana informan merasa dihormati (terutama pejabat) dan tidak memunculkan ke seganan (terutama bagi masyarakat marginal) terhadap informan. Begitu juga dengan gaya bahasa. Hindari penggunaan bahasa yang rumit, istilah-istilah yang ilmiah, bahasa Indonesia yang terlalu baku maupun ke inggris-inggrisan ketika melakukan wawancara kepada masyarakat marginal. Namun diperbolehkan ketika melakukan wawancara kepada orang yang berpendidikan.

3.1.2. Metode/Teknik Kuesioner

Kuesioner merupakan sebuah teknik pengambilan data yang paling banyak digunakan dalam jenis penelitian kuantitatif, khususnya dalam metode-metode penelitian survey, deskriptif, dan eksplanatif. Teknik ini dianggap paling tepat dalam penelitian kuantitatif, sebab bertujuan melakukan pengukuran atas variabel. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, jenis penelitian kuantitatif dilandasi paradigma ilmu pengetahuan yang beranggapan, realitas sosial adalah sama dengan realitas alam yang bisa diukur. Seperti mengukur sebuah lahan, begitu jugalah dalam mengukur realitas atau gejala sosial. Karena sifatnya mengukur (bukan menggali), maka data dan informasi yang diperoleh melalui teknik kuesioner adalah data dan informasi yang bersifat permukaan.

Sama dengan wawancara, teknik kuesioner disusun berlandaskan indikator-indikator yang ada dalam definisi operasional konsep atau indikator variabel. Berdasarkan indikator-indikator tersebutlah kemudian peneliti membuat daftar-daftar pertanyaan yang akan diisi oleh responden. Sebelum dijelaskan lebih lanjut tentang cara menyusun kuesioner, berikut dijabarkan beberapa jenis kuesioner.

Teknik kuesioner atau juga sering disebut dengan angket adalah salah satu metode pengambilan data yang cukup efektif, berlangsung cukup singkat dan tergolong formal. Dikatakan formal, karena teknik ini menggunakan alat-alat (lembaran kuesioner) yang diajukan kepada responden. Teknik ini juga dianggap salah satu teknik pengambilan data yang efektif dan berlangsung cepat, karena responden hanya mengisi jawaban atas daftar pertanyaan tanpa harus memberikan informasi-informasi yang mendalam kepada peneliti.

Secara umum teknik kuesioner/angket dibagi atas dua jenis, yakni;

80

Page 81: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Kuesioner/Angket TerbukaSebuah angket dikatakan terbuka jika tidak disediakan jawaban atas pertanyaan, sehingga responden yang harus mengisi sendiriContoh angket terbuka:Pihak mana saja yang selama ini dianggap menjadi penghambat keluarnya peraturan desa tentang pemeliharaan hutan di desa anda?

Kuesioner/Angket TertutupYakni alternatif jawaban atas pertanyaan telah disediakan, sehingga responden tinggal memilih diantara jawaban tersebut.Contoh angket tertutupJenis pekerjaan:a. Pegawai negeri sipilb. Karyawan/pegawai swastac. TNI/Polrid. Wiraswasta

Selain angket tertutup dan terbuka, juga terdapat varian/jenis lain dari kuesioner/angket, yakni:

Kuesioner/angket setengah tertutup.Yakni jenis kuesioner dimana terdapat pilihan jawaban, namun juga dibuka satu alternatif jawaban dimana responden harus mengisi sendiri.Contoh:Sebutkan pihak yang dianggap bertanggungjawab atas tidak optimalnya pelaksanaan Otonomi Daerah di propinsi NTB.a. Menteri Dalam Negerib. Gubernur Propinsi NTBc. Dinas-dinas di Propinsi NTBd. Kabupaten-kabupaten di Propinsi NTBe. Lain-lain,

sebutkan_________________________________________

Kuesioner tertutup dan setengah tertutup (jawaban “ya” dan “tidak”)Yakni jenis kuesioner tertutup/setengah tertutup dimana hanya tersedia dua jawaban, yakni “ya” dan “tidak” (untuk kuesioner tertutup) dan dua jawaban tersebut ditambah dengan pilihan yang harus diisi sendiri oleh responden.ContohApakah anggota DPRD di Kabupaten anda telah anda anggap berpihak kepada masyarakat?a. Ya

81

Page 82: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

b. Tidak, bila tidak berikan alasannya________________________

Kuesioner tertutup dengan jawaban bertingkat Yakni jenis kuesioner dengan pilihan tertutup dimana telah tersedia jawaban yang bersifat kesesuaian pilihan bertingkat.Contoh: Bagaimana pendapat saudara tentang perlunya pelayanan administrasi investasi di Kabupaten Lombok Barat dalam satu atap?1. Sangat tidak setuju2. Tidak setuju3. Kurang setuju4. Setuju5. Sangat setuju

Kuesioner dengan jawaban bertingkat dan berbobot (score)Yakni kuesioner yang memiliki jawaban tertutup, namun pada masing-masing jawaban diberi score sesuai dengan tingkat favorability atau unfavourability. Kuesioner seperti ini biasanya digunakan untuk pengkuran variabel nominal (kategorial). Seperti pada contoh di atas. Jika peneliti mengukur favourabilitas variabel, maka yang lebih fovourable diberi score lebih tinggi. Misalnya saja secara sederhana, sangat tidak setuju diberi score 1, tidak setuju (2), kurang setuju (3), setuju (4) dan sangat setuju (5).

Jenis-jenis kuesioner yang dicontohkan di atas hanyalah sebahagian dari begitu banyak jenis pertanyaan yang dapat disusun seorang peneliti. Salah satu penghambat yang sering dihadapi oleh peneliti dalam membuat kuesioner adalah ketiadaan keberanian membuat kuesioner. Peneliti, terutama para mahasiswa terlalu terpaku dengan standar penyusunan kuesioner yang ada di buku-buku. Padahal, kuesioner hanyalah salah satu alat/instrumen pengumpulan data. Sebagai sebuah instrumen, tentu saja haruslah memudahkan, dan bukan mempersulit seorang peneliti. Untuk itu dibutuhkan keberanian dari seorang peneliti (jangan takut salah), karena kreativitas juga sangat dibutuhkan dalam menyusun kuesioner.

Kreativitas yang dimaksud tentu saja bukan dalam artian melanggar batas-batas-batas atau prinsip-prinsip membuat pertanyaan-pertanyaan dalam sebuah kuesioner.

3.1.3. Metode/Teknik Observasi

Observasi merupakan salah satu metode penelitian yang cukup banyak dilakukan dalam penelitian-penelitian. sesuai dengan namanya, observasi adalah melakukan pengamatan dalam rangka memperoleh data dan informasi. Observasi bukan sekedar memandang dan melihat, namun lebih dari itu, yakni upaya dalam rangka menampilkan suasana (social scene) . ada juga pandangan yang

82

Page 83: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

menyatakan bahwasannya observasi adalah sebuah proses pencatatan terhadap gekala sosial yang diteliti sesuai dengan konteks atau setting sosialnya.

Berdasarkan pandangan tersebut, maka observasi menyangkut dua hal, yakni pencatatan dan gejala sosial berdasarkan konteksnya. Ini artinya, dengan melakukan pengamatan, maka seorang peneliti harus berada pada sebuah konteks/suasana/situasi sosial tertentu dan melakukan pencatatan atas apa yang terjadi dan berlangsung pada sebuah realitas/gejala tertentu. Melalui proses pengamatan, seorang peneliti sebenarnya berusaha untuk memahami berlangsungnya sebuah gejala. Gejala yang diamati atau di observasi tersebut bisa saja dalam keadaan statis maupun dinamis atau sedang berproses. Dengan menggunakan instrumen-instrumen tertentu, baik yang sebelumnya telah dipersiapkan maupun tidak, seorang peneliti berusaha menangkap realitas yang sedang terjadi untuk kemudian dijadikan data dalam rangka menjawab permasalahan penelitian.

Secara filosifis, melakukan pengamatan atau observasi mengandung arti usaha manusia dalam mengenali atau mengungkap alam, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Dengan melakukan pengenalan atau mengungkap realitas, maka manusia bisa mengerti bagaimana realitas bisa berlangsung maupun bagaimana realitas tersebut membentuk realitas atau gejala sosial lainnya. Dan yang tidak kalah penting adalah bagaimana realitas tersebut berpengaruh terhadap manusia.

Ada yang beranggapan, teknik observasi adalah teknik pengumpulan data paling valid dari seluruh teknik yang ada, karena peneliti secara langsung dapat menggali informasi yang sangat dalam terhadap perilaku tertentu yang sedang di observasi (Brown, 1999). Namun untuk melakukan observasi, ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh peneliti, yakni:

1. Apakah tema atau topik penelitian bersifat sensitif?Apakah responde/informan bersedia menjawab beberapa pertanyaan tentang topik-topik tertentu? Contohnya, banyak orang yang tidak nyaman jika menyangkut hal-hal yang bersifat prasangka. Jawaban yang bersifat prasangka dapat membuat jawaban informan menjadi bias. Pada kasus-kasus yang sensitif dan menyangkut prasangka, observasi merupakan teknik yang sesuai untuk digunakan.

2. Apakah peneliti mampu mengobservasi fenomena tersebut?Observasi dapat dilakukan jika berhubungan atau relevan dengan penelitian. Sangatlah tidak disarankan untuk melakukan observasi, namun informasi yang ditargetkan untuk diperoleh tidak mampu dikumpulkan. Jika kondisi seperti ini terjadi, lebih baik gunakan teknik lainnya.

3. Apakah peneliti memiliki cukup waktu untuk melakukan observasi?

83

Page 84: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Banyak peneliti yang tidak menyadari bahwasannya penelitian observasi menghabiskan banyak waktu. Agar data dan informasi yang diperoleh memenuhi syarat reabilitas, maka observasi harus dilakukan beberapa kali. Kadangkala juga kehadiran peneliti ketika melakukan observasi dapat merubah sikap/perilaku pihak yang di observasi. Adalah lebih baik agar pihak yang di observasi bersikap biasa/normal atas kehadiran peneliti. Agar hal ini terjadi, maka peneliti harus melakukan observasi dalam jangka panjang.

4. Apakah peneliti tidak yakin dengan yang dicari?Tidak terlalu masalah jika dalam penelitian deskriptif peneliti belum menentukan jenis informasi yang ingin diperolehnya, karena dengan melakukan observasi maka peneliti dapat mendapatkan hal-hal menarik yang bisa diangkat untuk diteliti.

Seperti yang dijabarkan pada point 4, peneliti dapat menggunakan observasi dalam menentukan tema yang akan diangkat dalam penelitian. Tentu saja hal itu bisa dijalankan sepanjang penelitian bersifat deskriptif, karena di tengah-tengah penelitian peneliti bisa melakukan perubahan berdasarkan temuan-temuan lapangan. Namun dalam jenis penelitian lainnya tentu saja hal itu sulit untuk dilakukan. Sebelum melakukan penelitian seorang peneliti sudah memiliki kejelasan tentang informasi dan data apa yang ingin diperolehnya ketika melakukan observasi. Namun keuntungannya, ketika melakukan observasi, peneliti tidak harus membuat panduan yang lengkap atua terstruktur seperti dalam melakukan wawancara atau kuesioner.

Berdasarkan tipe nya, observasi dibagi beberapa jenis, yakni:

1. Observasi langsung (direct or reactive observation)Pada observasi langsung, masyarakat mengetahui/sadar sedang diobservasi. Sisi negatif dari cara ini adalah, masyarakat bisa ber reaksi atas observasi yang dilakukan. Kondisi seperti ini kerap terjadi, karena seseorang yang sedang diamati biasanya tidak menunjukkan seperti apa sebenarnya orang tersebut. Agar dampak negatif tersebut bisa dikurangi, maka dibutuhkan observasi dalam jangka panjang, sehingga orang-orang yang sedang di observasi mulai terbiasa dan menunjukkan kebiasaan/tingkah mereka yang sesungguhnya. Masalah lain yang bisa muncul adalah terkait dengan generalisasi dari hasil observasi. Observasi yang dilakukan pada seseorang tentu saja tidak mewakili orang-orang lainnya. Untuk mengatasinya, maka lakukan observasi dalam waktu yang lebih lama, dengan begitu peneliti akan memperoleh informasi dari orang-orang lainnya, sehingga generalisasi hasil observasi dapat dicapai. Aspek negatif lain dari observasi secara langsung adalah terkait dengan masalah etika. Karena orang-orang yang di observasi dapat melihat si peneliti yang mengobservasi, maka dapat saja mereka memerintahkan peneliti untuk berhenti mengamati mereka.

84

Page 85: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Observasi langsung juga dibagi atas dua tipe, yakni:

Monitoring secara terus-menerus/Continuos Monitoring (CM).Continuos monitoring dilakukan untuk mengobservasi perilaku obyek atau subyek. Teknik ini banyak digunakan terhadap situasi organisasi dan juga evaluasi terhadap prestasi. Namun teknik ini punya kelemahan yang disebut Hawthorne Effect. Hawthorne Effect adalah kondisi dimana orang-orang yang diobservasi (dan sadar sedang di observasi) biasanya akan menunjukkan reaksi yang berlebihan, misalnya ketika observasi terhadap para pekerja. Ketika di observasi, produktivitas pekerja bisa meningkat. Teknik CM ini kerap menggunakan alat rekam elektonik, manual ataupun penggunaan kedua-duannya).

Alokasi Waktu (Time Allocation). Pada teknik ini, peneliti membuat rencana observasi pada waktu dan tempat tertentu untuk kemudian merekam apa yang dilakukan orang pada saat peneliti pertama kali bertemu dengan orang yang di observasi. Teknik ini berguna untuk mengetahui apa lama waktu orang melakukan sesuatu. Ada kalanya peneliti yang menggunakan teknik ini menentukan tempat observasi secara sengaja (non random), namun melakukan kunjungan dalam rangka observasi selama beberapa kali.

2. Observasi tersembunyi (Unobtrusive Observation)Pada teknik ini, yang di observasi tidak sadar/tahu kalau sedang diamati. Teknik ini digunakan agar orang yang di observasi tidak merubah perilakuknya pada saat di amati. Namun teknik ini punya beberapa kelemahan, antara lain terkait dengan eksternal validitas, informed consent dan pelanggaran hak privasi (invasion of privacy). Karena dilakukan tersembunyi maka orang lain yang menilai hasil observasi kita akan sulit percaya (eksternal validity). Demikian juga dengan perlunya pandangan pihak lain tentang informasi yang diperoleh (informed consent) dan kemungkinan terjadinya pelanggaran hak pribadi orang lain (privacy).Teknik observasi tersembunyi juga dapat dijalankan dengan dua metode, yakni:

Studi Jejak Perilaku (Behavior Trace Studies)Yakni teknik pengamatan dengan tujuan memahami apa yang pernah dilakukan oleh masyarakat/kelompok yang diamati pada waktu sebelumnya. Teknik ini pernah dilakukan oleh Universitas Arizona yang meneliti tentang perilaku makan dan

85

Page 86: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

jenis makanan yang dikonsumsi orang dengan mengamati sampah yang di buang oleh masyarakat tersebut.

Observasi Penyamaran (Distinguished Field Observation)Peneliti pada teknik ini berpura-pura bergabung dengan kelompok masyarakat yang sedang di observasi dan melakukan perekaman terhadap proses yang terjadi, dan kelompok yang di observasi tidak sadar sedang diamati.

3. Partisipasi Observasi (Pengamatan terlibat)Selain teknik-teknik di atas, ada juga teknik observasi yang kerap dilaksanakan oleh peneliti-peneliti ilmu antropologi atau peneliti-peneliti di kalangan organisasi non pemerintah (LSM), yakni yang disebut dengan Partisipasi Observasi. Pada teknik ini, peneliti secara sengaja dan terencana melakukan observasi pada sebuah kelompok masyarakat yang sedang di observasi dan turut dalam aktivitas yang berlangsung di dalam kelompok tersebut. Ada dua pilihan bagi seorang peneliti dalam melakukan teknik ini, pertama; kelompok masyarakat yang mengenal secara baik peneliti beserta maksud dan tujuan si peneliti, dan yang kedua; peneliti menyamarkan diri sehingga kelompok orang yang di observasi tidak menyadari maksud dan tujuan peneliti. Tujuan dari teknik ini bukan sekedar mendapatkan informasi, namun juga dalam rangka mengembangkan nilai-nilai tertentu dalam masyarakat, seperti dalam membangun solidaritas, integritas, dan kesatuan kelompok masyarakat dalam menyelesaikan sebuah masalah dan sebagainya.Ketika melaksanakan teknik ini, peneliti disarankan untuk bisa benar-benar bersikap dan berperilaku selayaknya sebagai kelompok masyarakat yang diamati, atau bisa mengidentifikasi diri menjadi bagian dari kelompok masyarakat tersebut, dan yang lebih penting, tidak bersikap seperti orang luar yang sedang mengamati perilaku masyarakat.

3.1.4. Focused Group Discussion (FGD)

Focused Group Discussion (FGD) atau diskusi kelompok terfokus adalah sebuah teknik pengumpulan data dan informasi yang sangat efektif dalam penelitian-penelitian kualitatif. Walaupun belum banyak diterapkan oleh perguruan tinggi, namun di kalangan LSM dan pekerja sosial lainnya, teknik ini cukup populer karena mampu menghasilkan data dan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.

Focused Group Discussion (FGD) adalah sebuah diskusi yang dilakukan oleh beberapa orang dengan latarbelakang yang sama untuk mendiskusikan sebuah tema yang tertentu yang disediakan oleh peneliti. Proses diskusi dilakukan

86

Page 87: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

oleh seorang fasilitator atau moderator yang memperkenalkan topik diskusi dan mendorong peserta diskusi untuk berpartisipasi dalam proses diskusi yang berjalan alamiah antar mereka. Sebuah FGD bukanlah sebuah kelompok orang yang diwawancarai oleh moderator dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Kesuksesan dari sebuah proses diskusi adalah jika seluruh orang yang berpartisipasi mampu mengeluarkan pendapatnya tentang topik tertentu. Dengan demikian, dalam proses diskusi tersebut, seluruh partisipan diperbolehkan untuk setuju atau tidak setuju atas tentang sebuah tema.

Dalam sebuah FGD, peserta diharapkan untuk memberikan pandangan atau pendapatnya tentang sebuah isu yang disodorkan peneliti melalui moderator atau pun oleh peneliti secara langsung. Melalui FGD para peserta memberikan variasi pendapat mereka masing-masing, terkait dengan pengalaman, kepercayaan dan praktek-praktek yang telah mereka lakukan. Biasanya FGD difokuskan pada sebuah tema penting (area of interest). Diharapkan tema yang di diskusikan tidaklah luas, sehingga peneliti bisa mengeksplorasi tema tersebut secara lebih mendalam.

Peserta yang terlibat dalam FGD biasanya tidaklah banyak, maksimal 8 orang. Diupayakan proses diskusi berjalan secara alamiah (tidak dibuat-buat). Dalam proses diskusi tersebut moderator atau fasilitator dapat menyusun beberapa pertanyaan-pertanyaan umum untuk dipertanyakan kepada peserta diskusi. Dengan adanya pertanyaan-pertanyaan umum tersebut, maka ketika tema diskusi berjalan menyimpang dan lari dari topik diskusi dapat di luruskan kembali.

Jenis data dan informasi yang ditargetkan untuk didapat dari proses FGD adalah; kepercayaan masyarakat (beliefs), sikap (attitudes) dan opini. Namun peneliti tidak bisa mengharapkan para peserta untuk memberikan informasi detail, karena bisa saja para peserta sekedar memberikan informasi-informasi umum yang kemudian bisa ditindaklanjuti oleh peneliti pada proses pengumpulan data lainnya. Adakalanya para peserta tidak memberikan informasi yang ditail atau rinci, namun opini atau pendapat yang diperoleh hanya berupa informasi-informasi dasar yang penting bagi kelanjutan penelitian.

Keuntungan Melakukan FGD:

Adapun keuntungan-keuntungan atau manfaat yang bisa diperoleh dengan melakukan FGD adalah,

1. Focused Group Discussion (FGD) dapat menghasilkan informasi dan data yang cukup banyak dan cepat, sehingga bisa menghemat biaya jika dilakukan dengan proses wawancara.

2. Cukup baik dalam mendapatkan informasi dari masyarakat atau orang-orang yang belum bisa menulis dan membaca (illeterate communities)

3. Dapat dikerjakan oleh peneliti-peneliti yang belum terlalu memahami metode penelitian kualitatif

4. Teknik FGD dapat digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi yang tidak dicantumkan dalam teknik pengumpulan lain, seperti kuesioner dan wawancara

87

Page 88: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

5. Dalam proses diskusi, peneliti bisa membuat rencana tindak lanjut bersama dengan para peserta FGD

6. Teknik FGD lebih mudah diterima oleh masyarakat karena merupakan media komunikasi yang awam dilaksanakan masyarakat

7. Merupakan teknik yang menyenangkan (http://www.unu.edu ).

Seperti yang diungkapkan di atas, teknik pengumpulan melalui FGD memiliki keuntungan dalam memperoleh data secara cepat dan dalam jumlah yang cukup besar. Dibandingkan dengan melakukan wawancara, maka teknik FGD cukup efektif dalam penelitian-penelitian kualitatif. Sayangnya metode penelitian ini belum banyak dilakukan dalam penelitian-penelitian di perguruan tinggi, sehingga patut direkomendasikan kepada para mahasiswa-mahasiswa dalam menyusun skripsi atau bagi peneliti lainnya.

Dalam pelaksanaannya juga cukup sederhana. Karena hanya melibatkan sedikit orang, FGD cukup mudah untuk dilaksanakan. Pertama yang harus dilakukan oleh peneliti adalah mempersiapkan tema diskusi yang akan didiskusikan kepada para peserta. Usahakan tema yang akan didiskusikan tidaklah banyak dan terlalu umum. Peneliti cukup membuat pertanyaan-pertanyaan dasar saja yang dapat memancing reaksi dari para peserta FGD.

Langkah selanjutnya adalah mempersiapkan para peserta diskusi. Peserta diskusi yang harus terlibat adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang topik diskusi. Untuk itu peneliti harus terlebih dahulu mengidentifikasi orang-orang tersebut. Setelah itu barulah mengundang mereka dan mempersiapkan tempat diskusi. Upayakan diskusi dilakukan di tempat-tempat yang tidak formal sehingga para peserta diskusi dapat secara terbuka mengemukakan pandangannya. Berdasarkan pengalaman, melakukan FGD dengan tema-tema yang sensitif dan serius sangat tidak efektif dilakukan di tempat-tempat formal (seperti kantor atau ruang pertemuan), sehingga lebih baik menggunakan tempat-tempat santai.

Dalam FGD seorang peneliti bisa sekaligus menjadi fasilitator atau moderator. Namun kelemahannya, peneliti akan sulit merekam seluruh pernyataan-pernyataan yang keluar dari peserta diskusi. Namun jika hanya menjadi peserta atau pengamat, maka peneliti tidak punya keleluasaan mengatur arah diskusi.

Akan lebih baik jika peneliti menggunakan alat rekam dalam diskusi. Namun bisa juga memanfaatkan seorang notulen yang mencatat seluruh informasi yang diperoleh. Namun seorang notulen harus benar-benar orang yang terlatih, sehingga tidak ada informasi penting yang hilang.

3.1.5. Oral History

Hampir sama dengan teknik FGD, teknik oral history juga cukup jarang digunakan di perguruan tinggi, khususnya dalam penelitian-penelitian ilmu sosial dan politik, kecuali ilmu sejarah. Padahal, berdasarkan pengalaman, teknik ini

88

Page 89: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

sangat perlu dilakukan, malah kerap menghasilkan penelitian-penelitian yang berkualitas.

Dalam buku kecil ini tampaknya teknik oral history perlu diperhatikan secara lebih serius, selain tidak terlalu sulit dilakukan, juga punya kontribusi besar terhadap pengembangan ilmu, khususnya dalam penelitian-penelitian yang mencoba merekonstruksi sejarah masa lalu.

Teknik oral history didasarkan pada sebuah pandangan bahwasannya setiap orang memiliki cerita tentang hal-hal unik yang pernah mereka alami. Banyak orang yang pernah terlibat pada momentum-momentum penting pada masa lalu, ada juga yang tidak. Pengalaman masa lalu tersebut sangatlah penting untuk dibagikan dan diceritakan kembali pada saat ini. Dan yang lebih penting lagi, dokumen-dokumen sejarah dan buku-buku tidak banyak memberikan informasi kepada kita tentang apa yang pernah terjadi pada masa lampau. Karena banyak sejarah yang hanya didasarkan pada kejadian-kejadian penting dan besar, namun melupakan atau meninggalkan kejadian-kejadian biasa (ordinary events) maupun cerita tentang komunitas-komunitas yang kurang diperhatikan, seperti para pengangguran dan sebagainya. Untuk itulah penelitian oral history dilakukan, yakni mengangkat peristiwa-peristiwa masa lalu, terlepas dari penting atau tidaknya masa lalu tersebut.

Setiap orang akan melupakan masa lalu selaras dengan berjalannya waktu, dan masing-masing orang punya kemampuan yang berbeda dalam mengingat sesuatu. Ada sebahagian orang yang memiliki ingatan yang lebih baik, sedangkan yang lain cenderung cepat melupakan. Untuk itulah teknik oral history dilakukan, karena semua memori atau ingatan dari seseorang adalah merupakan kumpulan fakta dan pandangan/opini yang keduanya sangatlah penting. Jadi, ketika penelitia mewawancarai seseorang, adalah lebih baik jika informasi yang kita dapatkan adalah pengalaman langsung dari orang yang diwawancarai, cerita dari seorang saksi mata, sedangkan cerita-cerita lain di luar dua jenis informasi tersebut tidak disarankan untuk dicatat, karena kemungkinan merupakan informasi yang didengar dari pihak lain (second hand information).

Persiapan melakukan Oral History

Sebelum melakukan wawancara, seorang peneliti harus terlebih dahulu memahami latarbelakang penelitiannya, dengan cara menelusuri literatur-literatur yang berhubungan, seperti buku-buku, peta, majalah atau surat kabar, dari perpustakaan lokal atau kantor arsip. Selanjutnya peneliti membuat daftar pertanyaan yang nantinya akan diajukan kepada informan. Namun dalam membuat pertanyaan tersebut haruslah hati-hati, jangan sampai terlalu kaku karena malah nantinya akan mempersempit perolehan informasi. Namun daftar pertanyaan tersebut haruslah runtut atau tidak melompat-lompat. Usahakan membuat format pertanyaan secara sistematis, sehingga proses wawancara berjalan sesuai dengan alur sejarah yang diteliti. Untuk menyusun format pertanyaan tersebut, seorang peneliti bisa membuatnya secara logis, malah jika memungkinkan harus sesuai dengan struktur kronologis sejarah.

89

Page 90: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Berbeda dengan dalam proses wawancara biasa, teknik oral history adalah wawancara yang dilakukan dengan sangat pribadi, karena apa yang akan diungkapkan oleh seorang informan adalah merupakan pengalaman langsung. Untuk itu, adalah lebih baik bagi seorang peneliti untuk terlebih dahulu membuat pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan informasi-informasi individu informan, seperti tentang; tempat dan tanggal lahir, sejarah keluarganya, masa muda mereka, pekerjaa-pekerjaan mereka masa lalu dan sebagainya. Setelah pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan, barulah peneliti bisa masuk pada pertanyaan-pertanyaan lain yang menyangkut pengalaman pelaku/informan terhadap tema yang sedang diteliti. Agar wawancara berlangsung lancar, peneliti harus mengkondisikan proses wawancara berjalan secara alamiah. Usahakan tidak terlalu berlebihan dalam mempersiapkan proses wawancara, minimalkan penggunaan catatan-catatan, dan usahakan gunakan tape recorder yang tersembunyi.

Dalam melakukan wawancara, sering kali seorang peneliti mendapatkan informasi-informasi yang tidak terduga sebelumnya. Jadi, adalah lebih baik bagi seorang peneliti untuk menyediakan banyak ruang kepada informan untuk menceritakan hal-hal lain di luar yang ditanyakan oleh peneliti. Namun tetap saja peneliti harus jeli dan memandu proses wawancara.

Cara yang paling baik dalam menemukan atau menentukan informan yang akan diwawancarai dalam teknik oral history adalah dengan pendekatan pribadi (personal contact). Hindari menggunakan surat atau telepon, karena dengan bertemu secara langsung, peneliti juga dapat sekaligus memperkenalkan diri kepada informan, sehingga bisa mencairkan suasana dan membangun kedekatan. Sebelum wawancara dilakukan, katakan ke informan bahwasannya peneliti ingin membicarakan masa lalu atau cerita tentang hidup si informan. Demikian juga dengan pada proses wawancara berlangsung. Adalah lebih baik melakukan wawancara tatap muka empat mata, dan buat suasana wawancara dimana terdapat kepercayaan dan kejujuran antara pewawancara dengan yang di wawancarai. Dan yang juga tidak kalah penting adalah, hindari kehadiran orang lain, karena akan mengganggu keleluasaan proses wawancara.

Pilih tempat yang sepi dalam melakukan wawancara. Hindari tempat-tempat yang ramai, seperti yang berada dekat dengan jalan umum. Jika mungkin juga jauh dari kebisingan alat elektronik seperti radio dan televisi. Demikian juga dalam hal sikap peneliti. Peneliti atau pewawancara harus tetap sadar bahwasannya mereka adalah tamu, sedangkan orang yang diwawancarai adalah orang yang lebih tua.

Hal terakhir adalah mengenai prinsi-prinsip dalam mengajukan pertanyaan. Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan (http://www.ohs.org.uk, 2008), yakni;

Jangan meng interupsi, jangan terlalu banyak bertanya. Tujuan peneliti adalah membuat informan bercerita, bukan si peneliti yang harus bercerita. Tunggu sampai ada jeda waktu barulah mengajukan pertanyaan lain. Dengar cerita informan

90

Page 91: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

dengan seksama dan juga dengan tetap berlangsung tatap mata dengan informan.Membuat bahasa tubuh yang positif. Bahasa tubuh seperti senyum dan anggukan adalah lebih baik daripada menggunakan suara seperti “ohh…”, “hmmm…” dan lainnya.Bersikaplah santai, tidak tergesa-gesa dan simpatikJangan membuat pernyataan-pernyataan kontradiktif atau membangun debat dengan informanJangan takut mengajukan pertanyaan selanjutnya, namun jangan membuat pertanyaan yang melompat-lompat. Untuk mengeksplorasi atau menggali lebih dalam, ajukan pertanyaan dengan kata awal seperti “mengapa?” atau “bagaimana perasaanmu pada saat itu?”

Setelah semua proses dan prinsip yang dijabarkan di atas dapat dijalankan, maka langkah selanjutnya adalah menjamin seluruh data dan informasi tersebut dapat terdokumentasi dengan baik, sehingga bisa dijadikan bahan dalam menganalisis tema/topik penelitian. Namun bagi peneliti pemula, teknik oral history ini bisa dilakukan kepada orang-orang terdekat, seperti orang tua, tokoh-tokoh tua di desa dan sebagainya. Dengan melakukan latihan kepada orang terdekat, maka akan semakin lancarlah peneliti dalam menggunakan teknik ini.

3.1.6. Live In

Live in atau tinggal bersama adalah sebuah teknik pengumpulan data yang berakar dari paradigma interpretatif yang kemudian mendasari jenis penelitian kualitatif. Inti dari teknik ini adalah upaya memahami atau mendalami sebuah realitas (hidup manusia atau masyarakat) berdasarkan kondisi alamiahnya.

Tidak seperti teknik kuesioner yang dengan sengaja membangun jarak dengan realitas/orang yang di teliti, maka teknik live ini diterapkan secara sangat dekat dengan pihak yang diteliti, bahkan seorang peneliti harus bisa juga mengidentifikasi sebagai orang yang diteliti. Teknik kuesioner atau wawancara memiliki kelemahan, dimana informasi dan data yang diperoleh hanya berada di permukaan, sehingga informasi yang tersembunyi dan mendalam tidak mungkin diperoleh dengan cara tersebut. Namun teknik live in memang disengaja dilaksanakan dalam rangka mengungkap realitas yang biasanya banyak ditutup-tutupi atau berada di balik kesadaran informan.

Misalnya saja jika seorang peneliti ingin mengungkap realitas kehidupan seorang sales promotion girl di sebuah plaza atau mall. Jika menggunakan teknik wawancara atau kuesioner, maka data yang diperoleh hanya tentang umur, lama bekerja, pendidikan, pengalaman kerja, upah yang diperoleh per bulan, pengeluaran dalam satu bulan, kondisi keluarga, dan sebagainya. Namun teknik itu tidak akan bisa mengungkap perasaan si SPG. Demikian juga ketika melakukan observasi. Peneliti hanya dapat menilai, seorang SPG adalah orang yang dituntut harus berpakaian rapi, bersih, cantik atau cakep dan sebagainya. Jika didasarkan pada data-data seperti itu, peneliti mungkin mengambil

91

Page 92: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

kesimpulan bahwasannya SPG tersebut merasa berkecukupan dan puas dengan jenis pekerjaannya.

Jika menggunakan teknik live in, maka peneliti bisa mengungkap hal-hal sangat tersembunyi dari seorang informan. Bukan hanya tentang kondisi keluarganya, namun juga tentang kesedihan-kesedihan, impian seorang SPG di masa depan, keluhan-keluhan yang tersimpan di hatinya, dan sebagainya.

Teknik live in memang banyak dilakukan kalangan penggerak LSM maupun pekerja sosial yang berkecimpung dalam bidang penguatan masyarakat. Teknik ini sangat tepat dilakukan, karena peneliti bisa membangun kedekatan yang sempurna dengan seorang informan, sehingga informasi-informasi paling tersembunyi pun bisa diperoleh.

Langkah pertama yang dilakukan seorang peneliti dalam menggunakan teknik ini adalah mempersiapkan point-point informasi yang ingin diperolehnya. Selanjutnya, peneliti mencari informan, mengidentifikasi calon informan dan membangun kedekatan. Dalam mengidentifikasi atau membangun kedekatan, peneliti bisa melakukan dua cara. Cara pertama adalah secara purposive, yakni menentukan kriteria informan untuk kemudian mendekati informan yang sesuai dengan kriteria-kriteria tersebut. Cara kedua adalah dengan teknik accidental, dimana peneliti secara tidak sengaja atau kebetulan bertemu dengan seorang informan dan mencoba membangun hubungan komunikasi yang intens.

Setelah hubungan komunikasi terjalin dengan baik, maka langkah selanjutnya adalah mulai membangun kedekatan personal. Kedekatan personal ini bisa dalam beberapa bentuk, seperti mengidentifikasi sebagai kakak, abang, adik, saudara atau pacar. Tentu saja dalam sebuah penelitian cara-cara itu sah untuk dilakukan. Namun peneliti juga harus mempertimbangkan aspek etika maupun resiko psikologis yang mungkin akan terjadi jika hubungan dengan informan terjalin secara sangat dekat.

Langkah selanjutnya setelah hubungan personal terjalin adalah mencoba untuk tinggal bersama dengan informan. Tentu saja jika harus tinggal dengan informan, maka pertimbangan jenis kelamin harus dipegang oleh peneliti. Aspek norma mungkin harus dipertimbangkan, sehingga adalah lebih tepat jika penili laki-laki tinggal dengan informan laki-laki dan juga bagi peneliti perempuan untuk informan perempuan.

Tinggal bersama yang direkomendasikan pada teknik ini tentu saja bukan tinggal dalam artian selamanya. Tinggal bersama ditujukan agar proses komunikasi bisa berlangsung sangat terbuka, sehingga tidak ada lagi informasi yang tersembunyi dari informan. Bisa saja proses tinggal bersama itu hanya berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu. Setelah informasi yang diperoleh dirasakan cukup, maka peneliti bisa mengambil keputusan untuk berhenti dan melanjutkan dengan informan lain atau langsung melakukan analisis.

Teknik ini cukup efektif untuk tema-tema penelitian yang sensitif, seperti perilaku sex remaja, kehidupan petani miskin, buruh kasar atau kisah buruh perempuan, pola hidup masyarakat miskin kota atau desa dan sebagainya. Ketika

92

Page 93: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

proses live in dijalankan, peneliti bisa memperoleh banyak sekali informasi. Informasi tersebut bisa diperoleh ketika peneliti dan informan makan bersama dengan keluarga informan, obrolan menjelang tidur, obrolan ketika bekerja di sawah dan sebagainya. Bahkan dari pengalaman, peneliti juga bisa ikut dalam pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh informan. Bahkan ada peneliti yang pernah menjadi penjual bakso bersama dengan informan.

Teknik ini biasanya tidak digunakan untuk jenis penelitian dengan banyak informan. Karena sifatnya menggali dan mendalami kehidupan seseorang, maka teknik ini cukup dilakukan pada 3 atau 5 informan saja. Namun data dan informasi yang diperoleh tidak bisa digeneralisir terhadap seluruh masyarakat yang memiliki karakter serupa dengan informan. Misalnya saja penelitian tentang kisah supir angkot. Peneliti mendalami kehidupan 3 orang supir angkot. Informasi tentang 3 keluarga supir angkot tersebut bukan merupakan representasi/keterwakilan dari seluruh sopir angkot di sebuah kota.

Hal yang patut diperhatikan juga adalah bagaimana peneliti bisa mengingat atau merekam seluruh proses yang dilakukan pada saat live in. peneliti harus bisa membuat gambaran lengkap tentang banyak hal yang terkait dengan kondisi informan. Misalnya saja, walaupun tidak menggunakan kamera, peneliti harus bisa menggambarkan bagaimana kondisi rumah informan, dengan begitu orang lain akan tau, seperti apa kehidupan para supir angkot.

3.1.7. Dokumentasi

Teknik dokumentasi dalam penelitian sosial adalah teknik yang kerap sekali tidak digunakan secara tunggal. Sesua dengan asal katanya, teknik dokumentasi adalah pengambilan data berupa barang-barang tertulis. Teknik ini cenderung lebih mudah dilakukan dibandingkan teknik pengumpulan data lainnya karena peneliti tidak diharuskan mengambil data secara langsung dari responden atau informan. Peneliti hanya melakukan pencatatan terhadap data yang sudah ada dalam dokumen-dokumen yang sudah ada untuk kemudian menyatukannya dalam sebuah format data dokumen yang mendukung proses analisis lebih lanjut.

Teknik pembuatan panduan pelaksanaan metode dokumentasi pun cukup sederhana, dimana peneliti membuat instrumen dalam bentuk panduan yang berisi variabel-variabel terpilih dan menyusunnya dalam sebuah daftar check list yang sesuai dengan kebutuhan penulis dan keperluan analisis data. Menurut Guba dan Lincoln (1985), dokumen dapat digunakan untuk keperluan penelitian karena memenuhi kriteria atau alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, seperti:

1. Dokumen merupakan sumber yang stabil2. Berguna sebagai bukti untuk pengujian3. Sesuai untuk penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah4. Tidak reaktif sehingga tidak sukar ditemukan dengan teknik kajian isi5. Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas

tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.

93

Page 94: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Lima point di atas perlu mendapat perhatian dari peneliti, karena sering sekali kemudian data-data dan informasi yang diperoleh melalui teknik dokumentasi kemudian tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga kemudian dapat mempengaruhi data lainnya. Seperti pada point satu, yakni kestabilan data dokumen. Ada banyak data-data dokumen yang sukar dipertanggungjawabkan karena sumbernya sangat tidak jelas. Untuk itu seorang peneliti harus hati-hati, jangan sampai sumber tersebut dibuat atau disusun oleh pihak-pihak yang dengan sengaja memanipulasi kejadian masa lalu atau disusun secara minimal.

Seorang peneliti sejarah mungkin sangat berkepentingan terhadap data-data dalam bentuk dokumen. Namun data-data tersebut harus terlebih dulu ditelusuri, apakah memang muncul sesuai dengan konteks lahirnya realitas atau pada realitas lainnya, kemudian dianggap (dimanipulasi) menjadi terkait dengan konteks tema penelitian. Untuk itu peneliti harus jeli dan melakukan pengujian, seperti bertanya kepada pihak yang paham tentang asal-usul dokumen tersebut. Demikian juga hal nya dengan data dalam bentuk dokumen statistik. Ada banyak data statistik yang sangat minimal bahkan mengalami perubahan terus-menerus, atau bisa juga data yang dibuat asal-asalan atau di rekayasa. Untuk dokumen jenis itu peneliti disarankan untuk tidak menggunakannya, sehingga nantinya tidak kontrakdiktif dengan data-data lainnya.

Pada point ke dua juga harus menjadi perhatian dari peneliti. Dalam banyak penelitian, seorang peneliti sering sekali tidak fokus dengan data yang ingin diperolehnya. Dikarenakan terlalu bersemangat atau menganggap semuanya penting, sehingga beberapa data dokumen yang tidak diperlukan dalam proses analisis juga dicatat oleh peneliti. Tentu saja tindakan ini tidaklah terlalu merugikan, namun dengan melakukan hal tersebut peneliti menghabiskan banyak waktu dan biaya yang tidak perlu. Salah satu cara yang bisa meminimalisasi mubazir nya data adalah dengan membuat check list. Namun check list tersebut juga kadang-kadang dilanggar ketika peneliti dihadapkan dengan banyaknya data, sehingga beberapa dokumen yang hanya sedikit memiliki keterkaitan atau tidak terkait secara langsung juga dicatat atau didokumentasi oleh peneliti.

Menurut Lexy Moleong, dokumen dapat dibagi atas dua jenis, yakni dokumen pribadi dan dokumen resmi. Dokumen pribadi adalah berisi catatan-catatan yang bersifat pribadi, seperti buku harian, catatan-catatan lepas, foto pribadi, film, dan sebagainya, sedangkan dokumen resmi adalah berisi catatan-catatan yang bersifat formal, seperti data statistik, dokumen aturan dan perundangan, resi-resi seperti kuitansi dan sebagainya, foto dan film yang dibuat secara resmi, peta yang disusun oleh lembaga-lembaga dan sebagainya.

Pembagian jenis dokumen seperti yang dijabarkan oleh Moleong tersebut tentu saja pada prakteknya agak sulit dipisahkan di lapangan. Agar tidak men sia-siakan waktu, apalagi jika data dan informasi dalam bentuk dokumen terlalu minim, disarankan kepada peneliti untuk tidak terlalu kaku dalam mengumpulkan data tersebut. Namun ketika data yang tersedia terlalu banyak, maka peneliti harus lebih selektif.

Pada sisi selektivitas memilih dokumen, peneliti juga harus memiliki kriteria yang harus dijalankan. Untuk jenis penelitian sosial yang non sejarah,

94

Page 95: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

adalah lebih baik menggunakan dokumen terbaru, karena yang ingin berguna dalam proses analisis data bukanlah informasi-informasi masa lalu yang sudah out of date. Misalnya saja dalam melakukan penelitian tentang kebijakan-kebijakan pemerintah kabupaten/kota dalam membangun kemandirian keuangan daerah. Peneliti harus mengutamakan dokumen-dokumen terbaru terkait dengan kebijakan-kebijakan maupun program-program pembangunan terbaru yang dikeluarkan dan dilaksanakan oleh kabupaten/kota. Kemudian jika data tersebut mencukupi, barulah peneliti mengkonsentrasikan diri untuk menelusuri dokumen-dokumen yang lebih lama. Tapi tetap dalam melakukan analisis, peneliti harus tetap fokus pada dokumen-dokumen terbaru yang pernah ada, sehingga derajad kekinian hasil penelitian tidak diragukan.

3.1.8. Test

Salah satu jenis pengumpulan data yang juga sering dilakukan di perguruan tinggi, terutama ilmu psikologi dan pendidikan adalah teknik test. Teknik ini pada hakekatnya bersumber dari paradigma penelitian behavioristik, dimana peneliti melakukan pengukuran terhadap variabel, terutama variabel-variabel sikap dan opini yang terkait dengan komponen kognitif, afektif dan perilaku manusia (Azwar, 1998). Teknik test banyak dimanfaatkan oleh ilmu psikologi dan pendidikan karena pada dua ilmu tersebut peneliti banyak melakukan studi perbandingan (komparasi) dan eksperimen terhadap variabel.

Teknik test sebenarnya hampir mirip dengan sebuah kuesioner, namun jawaban-jawaban yang ditentukan oleh peneliti (biasanya teknik kuesioner tertutup) kemudian diberi bobot nilai atau score oleh peneliti. Namun pada teknik ini peneliti sangat bersifat teoritik dan matematis, karena untuk menentukan score tersebut peneliti kemudian harus mengacu pada pola pemberian score yang telah dilakukan sebelumnya. Sangat jarang peneliti yang menggunakan teknik ini membuat pola score atau pembobotan yang sama sekali berbeda dengan yang telah dilakukan sebelumnya, karena variabel yang diteliti pun biasanya sudah banyak diteliti oleh orang lain.

Secara formal, teknik atau metode test digunakan untuk memperoleh informasi tentang berbagai aspek dalam tingkah laku dan kehidupan batin seseorang dengan menggunakan pengukuran yang menghasilkan deskripsi kuantitatif tentang aspek yang diteliti. Misalnya saja seorang peneliti menggunakan teknik test untuk mengukur kemampuan bersosialisasi seorang mahasiswa. Kemampuan bersosialisasi adalah sebuah variabel penelitian yang akan di ukur sehingga diperoleh gambaran secara kuantitatif (kemampuan sosialisasi berdasarkan angka atau nilai) pada beberapa orang mahasiswa yang dijadikan responden atau obyek penelitian. Dengan menggunakan teknik ini, peneliti tidak berurusan dengan pernyataan-pernyataan dari obyek tentang apa yang dimaksud dengan kemampuan sosialisasi. Peneliti secara obyektif membuat beberapa instrumen (dalam bentuk pertanyaan dengan jawaban tertutup yang telah diberi score) untuk direspon oleh obyek penelitian. Dalam penelitian ini responden atau obyek penelitian tidak memberikan respon yang panjang, namun

95

Page 96: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

biasanya diharuskan membuat respon singkat dalam bentuk pilihan-pilihan jawaban.

Misalnya saja ketika peneliti membuat sebuah pernyaan yang harus dijawab oleh obyek penelitian seperti di bawah ini:

96

Page 97: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Untuk meningkatkan keakraban di kampus, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan di luar kampus.

Setuju . . . . . . . Tidak setuju

Berdasarkan contoh di atas, tugas dari seorang responden atau obyek penelitian aralah membuat tanda tentang (check list) pada bagian-bagian kosong di dalam kotak-kotak tersebut. Tentu saja sepertinya respon tersebut sangat abstrak, karena hanya ada dua jenis jawaban, yakni setuju dan tidak setuju, dan responden diharapkan mengisi derajad kesetujuan dan ketidaksetujuan berdasarkan pandangan, penilaian, sikap dan perasaan dari obyek penelitian. Namun begitulah dalam melakukan test. Yang diutamakan dari seorang responden atau informan adalah memilih jawaban yang abstrak. Namun sebenarnya bagi peneliti atau orang yang membuat pernyataan dan sikap tersebut, di dalam kolom-kolom kosong tersebut sudah terdapat bobot atau score tertentu. Misalnya saja di kolong paling tengah ada nilai 0 (nol) atau pun 4 (empat), sedangkan di kolom lainnya terdapat score 1-7 (atau 7-1), sesuai dengan kepentingan peneliti.

Ketika responden telah mengisi kolom-kolom tersebut, barulah kemudian peneliti akan melakukan pengukuran. Pengukuran tersebut secara sederhana adalah menjumlahkan angka atau bobot yang ada dan telah di isi oleh masing-masing responden, untuk kemudian di analisis. Tentu saja contoh di atas adalah salah satu bentuk test yang sering digunakan oleh peneliti. Masih banyak pola lain yang kerap digunakan oleh peneliti, namun pada prinsipnya setiap jawaban dari seorang responden memiliki bobot tersendiri yang menggambarkan sikap seorang responden terhadap sebuah pernyataan.

Perlu dipahami juga, teknik test dibuat dengan tidak dalam bentuk pertanyaan, namun dibuat dalam bentuk pernyataan sikap (attitude statements). Bentuk pernyataan dibuat agar responden atau obyek penelitian memilih respon yang sesuai dengan aspek kognitif, afektif dan perilakunya, tanpa disertai dengan respon lanjutan. Namun pembuatan pernyataan sikap tersebut harus dilakukan hati-hati, karena harus menyangkut salah satu dari ketiga aspek (kognitif, afektif dan konatif). Seperti yang dicontoh kan di bawah ini.

Korupsi melanggar hak orang lain (aspek afektif) emosi dan perasaanKorupsi dapat merugikan negara dan menghancurkan ekonomi bangsa (aspek kognitif) atau pengetahuan/pengalamanAndai saya berwenang, saya akan mengeluarkan kebijakan hukuman mati bagi koruptor (aspek konatif) atau perilaku seseorang

Seperti halnya dalam membuat kuesioner, panduan wawancara, observasi maupun teknik pengambilan data lainnya, maka sumber utama pembuatan teknik test adalah variabel penelitian. Teknik test biasanya dilakukan pada penelitian ekspertimental maupun komparatif dimana peneliti akan melakukan pengukuran

97

Page 98: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

terhadap variabel. Misalnya saja peneliti mengangkat penelitian tentang kepemimpinan terhadap kepuasan kerja di sebuah instansi pemerintah. Ada dua variabel dalam penelitian tersebut, yakni kepemimpinan dan kepuasan kerja. Dalam melakukan penelitian tersebut, seorang peneliti ingin mengukur tingkat kepuasan kerja di sebuah unit kerja dengan sampel sebanyak 30 orang. Selama kurang lebih 3 bulan peneliti melakukan pengamatan terhadap pola kepemimpinan yang dijalankan oleh kepala unit kerja. Dengan teknik wawancara dan observasi peneliti bertanya kepada kepala unit tentang sistem kerja yang diterapkan oleh pemimpin tersebut. Selama 3 bulan pula peneliti tersebut melakukan pengamatan terhadap jalannya sistem kerja dan implementasi oleh para 30 orang karyawan.

Menjelang 3 bulan berakhir, kemudian peneliti membuat instrumen test yang didasarkan pada variabel penelitian (kepemimpinan dan kepuasan kerja) yang dikombinasikan dengan temuan-temuan pada saat melakukan observasi dan wawancara. Akhirnya peneliti pun merampungkan instrumen test tersebut. Kira-kira ada 30 pernyataan yang akan diajukan kepada para pewagai, antara lain;

1. Kedisiplinan pegawai sangat dipengaruhi oleh kedisiplinan pimpinan.Setuju ……. ……. ……. ……. ……. ……. Tidak setuju

2. Kepemimpinan yang arogan berdampak terhadap motivasi kerja pegawaiSetuju ……. ……. ……. ……. ……. ……. Tidak setuju

3. dan seterusnya

Disebalik titik-titik tersebut peneliti sudah memiliki score tertentu. Biasanya, yang favourable (positif/baik) memiliki score yang lebih tinggi, sedangkan yang un favorable (negatif/buruk) dinilai rendah atau negatif. Namun score tersebut tidak ditampilkan, karena hanya peneliti yang tau. Jika score ditampilkan, maka ada kemungkinan responden akan merekayasa isiannya. Bisa saja kerja takut dengan atasan, kemudian responden mengisi pada kolom-kolom yang favourable, sehingga tidak disalahkan oleh atasan. Hal seperti ini sekaligus menjadi kelemahan dari teknik test. Memang ada cara yang bisa digunakan untuk mengurangi kelemahan tersebut, salah satunya adalah dengan tidak mencantumkan nama responden, sehingga responden yakin bahwa apa yang di isinya tidak akan berdampak negatif terhadap dirinya.

Setelah semua terisi, langkah selanjutnya adalah melakukan cek data. Mungkin ada beberapa pernyataan yang tidak diisi oleh responden. Sebelum peneliti pulang, ada baiknya ia memeriksa terlebih dahulu isian tersebut. Jika ada yang masih kosong atau tidak terisi, maka menjadi tugas peneliti untuk mengembalikan lembaran isian test tersebut kepada responden yang bersangkutan. Setelah semua lembaran isian test selesai di isi dan di re check ulang, barulah kemudian peneliti malakukan perhitungan statistik untuk mengukur tingkat kepuasan kerja pegawai terhadap pola kepemimpinan tertentu.

Metode atau teknik test ini tidak dapat digunakan dalam metode penelitian kualitatif, seperti research action, atau deskriptif, karena dalam penelitian kualitatif tidak dimaksudkan melakukan pengukuran atas variabel. Tetap saja data

98

Page 99: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

yang diperoleh melalui teknik test ini merupakan data permukaan. Metode test tidak dapat menyentuh informasi yang bersifat mendalam atau tersembunyi dari seorang informan atau responden.

------------------------₪₪₪₪------------------------

99

Page 100: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Sampling dan Informan Penelitian

4.1.

Metode Penentuan Responden/Informan dan Metode Sampling

ecara umum, metode penentuan obyek atau subyek penelitian dibagi atas dua, yakni metode penentuan responden yang digunakan untuk penelitian kualitatif dan metode sampling yang digunakan untuk penelitian

kuantitatif. Dalam hal ini peneliti harus hati-hati dalam menggunakan beberapa istilah tersebut. Jika menyebut soal sampling, maka berhubungan dengan sampel. Sedangkan jika kita menyebut sampel, maka sudah pasti terkait dengan populasi, sedangkan populasi dan sampel hanya digunakan untuk penelitian yang bersifat kuantitatif. Demikian juga ketika peneliti menyebut istilah informan dan responden. Responden adalah orang (disebut juga subyek) yang memberikan respon secara ringkas kepada peneliti tentang data maupun informasi yang dibutuhkan. Sedangkan informan merupakan subyek yang memberikan informasi secara mendalam tentang sebuah informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Dengan demikian, peneliti diharapkan tidak menggunakan istilah informan pada penelitian kuantitatif, dan tidak menggunakan istilah sampel atau populasi dalam penelitian kualitatif. Berikut dijabarkan beberapa batasan penggunaan istilah yang kerap dipakai dalam penelitian kualitatif dan kuantitatif.

S

TabelPerbedaan Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif

dalam Pengumpulan Data

Karakteristik Kualitatif KuantitatifSiapa yang diteliti Kelompok masyarakat,

orang/individuPopulasi

Orang yang memberikan data/informasi

Responden dan informan sampel

Pendekatan Subyektif ObyektifJenis data kualitas kuantitasVariabel Nominal dan ordinal Ordinal, Interval

dan RasioPenentuan pihak Purposive Random sampling

100

Bagian

Page 101: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

yang ditelitiAnalisis Interpretatif/pemahaman statistik

Untuk itulah diharapkan peneliti bisa konsisten dalam menggunakan istilah-istilah tersebut. Hal ini penting agar peneliti bisa memahami bahwasannya perbedaan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif bukanlah sekedar perbedaan, namun sudah menyangkut persoalan filosofis dan paradigma penelitian. Perbedaan filosofis tersebut kemudian membuat dua metode tersebut memiliki dasar, karakter dan proses yang berbeda (Faisal, 1990). Ketika menggunakan penelitian kualitatif, maka akan banyak aspek yang harus mengikuti, demikian juga pada saat memilih penelitian kuantitatif.

Salah satu perbedaan yang cukup besar antara penelitian kualitatif dengan kuantitatif adalah dalam hal penentuan subyek atau obyek masyararakat/orang/kelompok yang diteliti. Penelitian kuantitatif cenderung melakukan penelitian pada jumlah orang yang banyak, atau dalam istilahnya melakukan penelitian pada jumlah sampel yang besar dari sebuah populasi. Besar kecilnya populasi tersebut tentu saja sangat relatif. Pada penelitian eksperimental (percobaan), jumlah 30 atau 100 orang sudah cukup banyak, namun dalam penelitian survey atau eksplanatif, jumlah tersebut tergolong sedikit, tergantung dari jumlah populasinya.

Salah satu alasan mengambil jumlah sampel yang besar tersebut juga adalah didasarkan pada tujuan dari penelitian kuantitatif yang ingin men-generalisir atau mengambil kesimpulan secara umum atas sampel yang diteliti. Misalnya saja peneliti meneliti 100 (sampel) dari 900 orang (populasi) pegawai pemerintah yang ada di Kabupaten Lombok Tengah. Ketika mengambil kesimpulan terhadap 100 orang tersebut, sebenarnya kesimpulan tersebut bukan hanya untuk yang 100 orang, namun untuk seluruh populasi (900 orang pegawai). Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dijabarkan teknik sampling yang kerap dilakukan dalam penelitian kuantitatif.

4.1.1. Teknik Sampling Metode Penelitian Kuantitatif

Apa yang disebut dengan Populasi dan Sampel?

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan (Sugiono, 2002), sedangkan sampel adalah sejumlah obyek atau orang-orang ataupun benda yang merupakan sebahagian dari populasi tersebut. Definisi seperti ini cukup mudah dipahami, namun pada prakteknya kadang-kadang sulit, bahkan dipersulit oleh peneliti sendiri.

Menggunakan sampel atau sebahagian dari populasi dalam penelitian dilatarbelakangi oleh adanya keterbatasan. Selain dikarenakan keterbatasan dana, waktu dan tenaga, pilihan menggunakan sampel dalam penelitian juga dimungkinkan karena adanya landasan teori maupun praktek yang mendukung.

101

Page 102: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Misalnya saja kita ingin mengetahui kandungan gizi dalam buah pisang. Tidaklah perlu mengambil seluruh pisang yang ada di pasar. Pisang adalah sebuah varietas tanaman buah yang jenisnya tidak terlalu banyak. Tidaklah efektif jika untuk meneliti kandungan gizi dalam pisang diketahui dengan cara mengambil seluruh pisang yang ada di pasar-pasar maupun di kebun warga. Cukup ambil beberapa jenis pisang, dimana setiap jenis di ambil satu atau dua buah saja. Dengan cara begitu kita bisa mengetahui kandungan gizi apa saja yang ada di dalamnya.

Begitu juga dengan penelitian sosial. Tidaklah harus bertanya kepada seluruh tukang yang ada di Kota Mataram untuk mengetahui tingkat kesejahteraan mereka. Cukup ambil sejumlah tukang ojek yang dianggap mewakili seluruh populasi tukang ojek di Kota Mataram. Tentu saja untuk menentukan representatif/keterwakilan populasi pada sampel ada hitung-hitungannya, terutam hitungan yang menggunakan statistik.

Sebelum dijelaskan tentang beberapa jenis penentuan dan atau teknik pemilihan sampel, ada baiknya dijelaskan terlebih dahulu tentang beberapa kriteria sampel yang baik, terutama dalam penelitian kuantitatif.Secara umum ada 4 kriteria dalam menentukan sampel, yakni;

a. Obyektif; sampel yang telah ditentukan atau dipilih sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, atau berdasarkan kondisi sebenarnya

b. Representatif; maksudnya bahwa sampel yang terkumpul harus dapat mewakili obyek yang diamati

c. Standar error yang kecil; yakni tingkat ketelitian dalam penetapan jumlah sampel harus tinggi atau tingkat kesalahan pengambilan sampel sangat kecil.

d. Relevan; dimana sampel yang terkumpul memiliki hubungan dengan masalah yang diselesaikan.

Ke empat kriteria tersebut dapat dikatakan sebagai standar penentuan sampel, jika keluar dari prinsip-prinsip tersebut, ada kemungkinan penelitian kuantitatif yang dilakukan akan mendapat kritikan bahkan penolakan dari banyak pihak.

Menurut Achmad Zanbar Soleh (2005; 256), teknik sampling dibagi ke dalam dua pendekatan, yakni probability sampling dan non probability sampling. Untuk menentukan jenis sampling yang akan digunakan oleh peneliti, maka ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Berikut uraian tentang hal tersebut.

102

Page 103: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

GambarBagan Perbedaan Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan diagram di atas, data yang akan dianalisis terbagi dua bentuk, yakni data kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif juga dapat dirubah menjadi data kuantitatif melalui proses kuantifikasi. Untuk menentukan apakah data tersebut tergolong data kuantitatif atau kualitatif, maka ditentukan oleh sifat datanya (skala nominal, ordinal, rasio dan interval). Data kuantitatif dan kualitatif tersebut bersumber dari data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data. Sedangkan teknik pengumpulan data hanya bisa dilakukan ketika peneliti sudah bisa melakukan penentuan jumlah sampel dan memilih sampel. Teknik penentuan jumlah sampel dan pemilihan sampel tersebutlah yang dikatakan sebagai teknik sampling yang digunakan terhadap sebuah populasi. Ada dua cara yang digunakan dalam menentukan jumlah sampel dan pemilihan sampel, yakni teknik probability dan nonprobability.

Ada beberapa penjelasan dari beberapa istilah di atas, antara lain;

Probability sampling; yakni suatu teknik menentukan jumlah sampel dan pemilihan sampel dengan memperkirakan kemungkinan atau peluang dari setiap anggota populasi yang terpilih menjadi anggota sampling. Ini artinya, setiap unit atau anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel penelitian.

Nonprobability sampling; yakni teknik menentukan jumlah sampel dan pemilihan anggota sampel tanpa melalui perhitungan nilai peluang atau kemungkinan terpilihnya setiap anggota populasi. Ini artinya, setiap unit atau anggota populasi belum tentu memiliki peluang yang sama.

103

Page 104: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Sampel yang terpilih menggunakan teknik probability sampling adalah sampel diteruskan dengan pengambilan data. Data yang diperoleh dari sampel tersebut kemudian dianalisis dengan teknik analisis data secara kuantitatif. Sedangkan data yang diperoleh dari sampel yang dipilih dengan menggunakan teknik nonprobability sampling nantinya akan dianalisis secara kualitatif. Namun data yang bersifat kualitatif tersebut dapat juga dianalisis dengan teknik kuantitatif setelah melalui proses kuantifikasi atau disebut juga dengan teknik scoring, yakni dengan melakukan perubahan data skala nominal menjadi ordinal atau interval.

Pengambilan Sampel Acak (Random Sampling)

Salah satu teknik penentuan jumlah sampel dan pemilihan sampel paling dasar adalah dengan menggunakan teknik sampel acak (random sampling). Secara sederhana, pengambilan sampel secara acak atau random sampling adalah teknik sampling yang memberikan peluang sama kepada setiap anggota populasi untuk terpilih menjadi anggota sampel. Misalnya saja jika banyaknya unit dalam populasi adalah N dan ukuran sampel adalah n, maka besarnya probabilitas setiap

unit untuk terpilih menjadi sampel adalah . Ini artinya, setiap unit atau anggota yang ada dalam populasi berkesempatan menjadi anggota sampel, namun dengan digunakannya teknik perhitungan matematis, maka hanya sebahagian sampel (yang mewakili) akan dijadikan sampel.Pengambilan sampel secara acak (random sampling) terbagi atas beberapa jenis, yakni:

Sampling Acak Sederhana (Simple Random Sampling).

Teknik sampling acak sederhana adalah yang paling sederhana, karena proses yang dilakukan juga tidaklah rumit. Sampling acak sederhana digunakan jika populasi yang akan diteliti bersifat homogen, atau karakteristiknya hampir sama satu sama lainnya. Misalnya masyarakat di sebuah desa (penelitian tentang pandangan masyarakat desa tentang partai politik). Peneliti memiliki asumsi bahwasannya yang disebut dengan masyarakat desa adalah homogen atau dianggap homogen. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara satu dusun dengan dusun lainnya.

Secara umum, teknik yang digunakan dalam menentukan jumlah sampel adalah menggunakan beberapa rumus statistik. Untuk tidak terlalu disibukkan dengan hitung-hitungan statistik, dengan memilih >12% (12 % lebih) dari populasi sudah dianggap memenuhi syarat. Jika peneliti ingin menggunakan rumus penentuan jumlah sampel, maka ada beberapa pilihan yang dapat dipakai, antara lain dengan menggunakan pendekatan proporsi populasi. Untuk menggunakan pendekatan tersebut peneliti harus menentukan tingkat kepercayaan, misalnya 99% atau 95%, Bound of error (BE), mencari nilai tabel Z

104

Page 105: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

berdasarkan nilai ά, menghitung n0 dengan rumus untuk

kemudian mencari hasil ukuran minimum sampel dengan rumus:

(jika nilai rasio 0.05) dan (jika nilai rasio

0.05.

Rumus di atas mungkin relatif rumit. Ada juga rumus lain yang bisa digunakan oleh peneliti, antara lain

n = ukuran sampelN = ukuran populasie = batas kesalahan

Misalnya saja peneliti akan mengambil sampel dari 1500 orang (populasi). Dengan jumlah populasi tersebut peneliti kemudian menetapkan derajat batas kesalahan sebesar 5%. Berdasarkan rumus tersebut kemudian dihitung jumlah sampel yang akan diambil oleh peneliti.

n = 316 orang. (dari 1500 orang populasi, peneliti menentukan jumlah sampel sebanyak 316 orang)

Demikian juga dengan teknik pemilihan sampel. Cara paling sederhana yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan teknik penarikan undian. Teknik ini dilakukan dengan memberikan nomor pada kertas sebanyak anggota populasi. Jika populasinya sebanyak 1000 orang, maka kertas yang disediakan juga 1000 buah. Kemudian peneliti melakukan pengundian satu per satu tanpa mengembalikan nomor yang telah diambil. Demikian proses tersebut berlangsung sehingga diperoleh jumlah yang telah ditentukan. Jika jumlah sampel yang ditentukan adalah 120 orang, maka lakukan proses tersebut sebanyak 120 kali sehingga diperoleh 120 anggota sampel. Namun ada syarat menggunakan teknik tersebut, yakni hanya jika peneliti memiliki kerangka sampling atau daftar sampling. Daftar sampling secara sederhana adalah nama semua populasi (pada penelitian sosial), nama semua benda yang ada pada populasi dan sebagainya. Tanpa daftar sampling maka teknik ini tidak akan dapat dilakukan.

Cara kedua yang bisa digunakan dalam melakukan pemilihan sampel adalah dengan teknik Sampling Sistematis. Cara ini digunakan populasi berjumlah sangat besar namun sudah tersusun secara sistematis atau tersusun menurut pola dan aturan tertentu dalam bentuk daftar dan sebagainya. Jika data

105

Page 106: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

tersusun sistematis dan dalam jumlah besar, maka cara simple random sampling tidaklah efektif untuk digunakan. Sistematik random sampling adalah metode pemilihan sampel dimana peneliti menentukan unsur pertama sebagai patokan pemilihan sampel selanjutnya. Setelah ditentukan sampel pertama, kemudian peneliti memilih sampel selanjutnya secara sistematik, tentunya dengan pola secara terpola.

Secara teoritis, teknik pemilihan sampel/pengambilan sampel secara sistematik random dapat dijelaskan sebagai berikut. Misalnya saja jumlah populasi adalah N dan ukuran sampel yang di inginkan adalah n. Maka peneliti membagi N dengan n, dan hasilnya disimbolkan dengan k. Misalnya saja seorang peneliti akan mengambil 100 sampel dari 980 orang (populasi). Hasil bagi antara

atau digenapkan menjadi 10. Dengan demikian, nilai k = 10.

Kemudian peneliti memilih nomor 1 sampai 10, dan misalnya saja dipilih nomor 7. Nomor 7 tersebut dijadikan sampel pertama. Untuk menentukan sampel selanjutnya, maka peneliti menggunakan rumus:

Sampel I = 7Sampel II = 7 + 10Sampel III = 7 + 2 x 10Sampel IV = 7 + 3 x 10Dan seterusnya sampai mendapatkan jumlah sampel sebanyak 100 orang.

Teknik lainnya adalah menggunakan cara Sampling Berstrata atau Straitified Sampling. Teknik ini dilakukan jika populasi bersifat tidak homogen, atau bertingkat-tingkat. Populasi seperti ini sangat tidak memungkinkan untuk dilakukan teknik simple random sampling atau sampling secara sistematis. Oleh karena itu, populasi kemudian diklasifikasi atau dibagi-bagi ke dalam sub-sub populasi atau kelompok-kelompok populasi, dengan asumsi bahwasannya pengkelasan atau pengelompokan tersebut sudah membuat sub populasi tersebut menjadi homogen. Setelah sub populasi atau kelompok populasi tersebut homogen, barulah peneliti melakukan pemilihan sampel secara random (seperti yang telah dijelaskan sebelumnya).

Untuk melakukan teknik tersebut, peneliti harus memperhatikan beberapa hal, yakni;

1. Terdapat kriteria yang jelas/tegas dalam membuat pengelompokan atau pengklasifikasian populasi menjadi beberapa sub populasi.

2. Kriteria atau dasar pengelompokan tersebut harus didasarkan pada data yang telah diambil (dicuplik) sebelumnya. Artinya, sebelum melakukan pengklasifikasian, peneliti disarankan untuk memahami karakter data (karakter perbedaan populasi).

106

Page 107: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

3. Peneliti harus mengetahui jumlah sub-sub atau kelompok-kelompok sampel yang diperoleh dari jumlah populasi sebelumnya.

Cara lain yang dapat digunakan oleh peneliti adalah menggunakan teknik sampling Sampling Klaster (Cluster Sampling). Ada salah satu keuntungan yang dalam menggunakan teknik ini, yakni peneliti tidak harus memiliki kerangka atau daftar sampling. Pada teknik-teknik sebelumnya, peneliti harus memiliki kerangka sampling atau daftar-daftar nama atau bisa juga disebut dengan daftar populasi secara jelas. Namun jika tidak memiliki daftar sampling, maka pilihan yang dapat digunakan adalah cluster sampling.

Cluser sampling dilakukan dengan mengelompokkan sampel ke dalam beberapa kelompok atau kategori. Tentu saja jumlah sampel yang dikelompok-kelompokkan dalam beberapa kategori tersebut belum diketahui jumlahnya karena populasi nya pun belum diperoleh peneliti. Secara sederhana, pengelompokan tersebut masih bersifat hayalan si peneliti. Misalnya saja peneliti akan meneliti tentang pandangan warga Kota Mataram berpendidikan tinggi terhadap tayangan-tayangan mistik di televisi. Jika peneliti sulit memperoleh data masyarakat Kota Mataram yang berpendidikan tinggi, maka cara cluster sampling dapat digunakan.

Langkah pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah membagi masyarakat Kota Mataram dalam beberapa wilayah, antara lain berdasarkan kecamatan. Misalnya saja ada 10 kecamatan. Dari 10 kecamatan tersebut peneliti mengundi (teknik random) dan diperoleh 2 kecamatan. Dari dua kecamatan tersebut kemudian peneliti membagi masing-masing kecamatan berdasarkan kelurahan. Misalnya saja dari 2 kecamatan tersebut terdapat 20 kelurahan. Setelah diperoleh 20 keluarahan tersebut, barulah peneliti melakukan teknik random kembali, sehingga diperoleh 10 kelurahan yang akan diteliti. Akhirnya peneliti mengambil kesimpulan akan mengambil sampel masyarakat berpendidikan tinggi dari 10 kelurahan yang telah ditentukan.

4.1.2. Teknik Penentuan Informan/Responden Penelitian Kualitatif.

Teknik penentuan atau pemilihan informan/responden dalam jenis penelitian kualitatif adalah menggunakan cara non probalilitas. Teknik non probabilitas adalah teknik dimana peneliti tidak harus menentukan jumlah informan (sampel) secara acak atau random, karena informan yang dipilih tidak harus representasi dari populasi atau masyarakat. Peneliti memiliki kebebasan untuk menentukan jumlah informan, karena kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari data dan informasi yang berasal dari informan tidak dimaksudkan untuk di generalisir (ditarik kesimpulan secara umum) atas seluruh populasi. Misalnya saja peneliti mengambil 10 orang informan atau responden 20 orang informan/responden pegawai negeri sipil yang ada di jajaran pemerintahan Kabupaten Lombok Barat. Ketika peneliti mengambil kesimpulan pada akhir penelitian, hasil kesimpulan tersebut tidak mewakili seluruh pegawai negeri sipil

107

Page 108: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

yang ada di Kabupaten Lombok Barat, namun kesimpulan tersebut terbatas untuk 10 orang informan tersebut.

Teknik pertama dalam kelompok penentuan informan secara non probabilitas adalah teknik Sampling Purposive (Purposive Sampling). Sesuai dengan namanya, penentuan jumlah maupun memilih informan/informan atau sampel didasarkan pada purposiveness atau sesuai dengan tujuan/kehendak/keinginan dan sebagainya. Berbeda dengan teknik probabilitas dimana peneliti hanya menetapkan kriteria-kriteria umum dalam memilih sampel, maka purposive sampling memiliki banyak syarat atau kriteria dalam menentukan dan memilih informan. Ini artinya, dalam penelitian kualitatif yang menggunakan teknik purposive sampling, peneliti memiliki beberapa syarat dalam memilih informan sesuai dengan kepentingannya. Peneliti tidak secara sembarangan dalam menentukan informan, namun melakukan penyaringan atas dasar tujuan penelitiannya.

Misalnya saja peneliti mengangkat tema tentang pemerintahan desa sebelum adanya Undang-Undang Pemerintahan Desa di beberapa desa di Lombok Timur. Tentu saja tidak mungkin untuk bertanya kepada semua orang tentang sejarah pemerintahan desa di masa lalu. Untuk itulah kemudian peneliti membuat beberapa kriteria, misalnya;

a. Berumur lebih dari 60 tahunb. Pernah menjabat sebagai elit atau tokoh desac. Dan sebagainya

Tiga kriteria tersebut dijadikan syarat oleh peneliti untuk menentukan informan atau responden yang akan dijadikan sumber informasi atau data. Mungkin saja peneliti pada suatu saat di lapangan bertemu dengan beberapa orang tua, namun jika orang tua tersebut tidak memiliki jabatan penting pada masa lalu atau bukan tokoh penting pada jamannya, maka orang tersebut tidak dapat dijadikan informan atau responden.

Saat peneliti menemui seseorang yang memenuhi kriteria tersebut, barulah dijadikan informan dan proses wawancara atau teknik pengambilan data lainnya dilakukan. Begitu juga selanjutnya dalam memilih informan lainnya. Peneliti memegang kriteria tersebut agar informan yang terpilih sesuai dengan kepentingan peneliti. Pada akhirnya tentu saja peneliti harus berhenti dalam mencari data/informasi. Memang tidak ada batasan jumlah dalam teknik penentuan informan ini. Untuk itu peneliti bisa menggunakan satu cara, yakni dengan mempertimbangkan kejenuhan (aspek rendundancy data).

Misalnya saja peneliti sudah melakukan wawancara pada 5 orang informan. Setelah dilakukan review terhadap kelima informan tersebut, peneliti memutuskan untuk menambah informan, karena informasi atau data yang diperoleh masih dirasakan kurang. Kemudian peneliti pun melakukan pengambilan data dari sumber lain. Setelah sampai pada informan ke 7, informan merasa informasi yang diperoleh sudah jenuh. Salah satu kriteria kejenuhan data adalah;

108

Page 109: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

a. Informasi yang diperoleh sudah mengalami pengulanganb. Tidak ada informasi baru yang diperoleh dari informanc. Informasi dan data yang diperoleh sudah dapat menjawab tujuan

penelitian

Teknik selanjutnya dikenal dengan teknik Sampling Kuota (Quota Sampling). Teknik ini pada dasarnya tidak terlalu jauh berbeda dengan teknik purposive, karena peneliti tetap memiliki kriteria-kriteria tertentu dalam memilih informan. Namun yang menjadi pembedanya adalah, peneliti mengelompokkan informan/responden berdasarkan beberapa kategori. Tentu saja kategori tersebut tidak di buat-buat, namun memang berdasarkan kondisi lapangan. Misalnya peneliti akan mengangkat tema penelitian tentang pandangan mahasiswi di sebuah perguruan tinggi terhadap kualitas belajar mengajar. Ada 4 fakultas di perguruan tinggi tersebut, dengan proporsi jumlah mahasiswi yang berbeda, misalnya di fakultas A, B, C dan D sebanyak 20%, 24%, 30% dan 45%. Untuk memilih informan, peneliti tetap menggunakan kriterita-kriteria tertentu. Tidak seluruh mahasiswi di satu fakultas yang dipilih, namun mahasiswi yang memenuhi syaratlah yang akan dijadikan sumber informasi/data. Namun peneliti bisa menentukan jumlah informan secara subyektif tanpa harus memikirkan apakah jumlah tersebut mewakili seluruh mahasiswi atau tidak. Misalnya saja peneliti berencana mengambil 10 orang saja. Berdasarkan komposisi yang di sebut di atas, peneliti mengambil informan di tiap-tiap fakultas. Tentu saja dalam memilih informan tersebut peneliti tetap berpegang pada kriteria-kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Teknik Snow Ball merupakan salah satu teknik yang banyak digunakan oleh peneliti-peneliti kualitatif. Teknik ini banyak digunakan karena disamping cukup mudah untuk diterapkan, juga cukup efektif dalam mendapatkan informan-informan yang qualified atau layak dan memiliki pemahaman, pengalaman dan pengetahuan yang cukup sebagai sumber informasi.

Dalam menerapkan teknik ini, peneliti tetap menggunakan beberapa kriteria yang dipakai untuk menyaring informan/responden. Langkah awal yang dilakukan oleh peneliti adalah mencari satu orang informan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Setelah diperoleh informan pertama, kemudian peneliti bertanya kepada informan pertama tentang siapa orang lain yang memiliki pemahaman atau pengetahuan yang diharapkan oleh peneliti. Pada saat bertanya bisa saja informan pertama tersebut menyatakan tidak mengenal atau tidak memberi rekomendasi nama yang akan diwawancarai oleh peneliti. Jika hal itu yang terjadi, terpaksa peneliti harus mencari sendiri informan lainnya. Namun jika informan pertama memberi rekomendasi informan lain, maka peneliti harus menindaklanjuti rekomendasi tersebut dan menemui informan yang direkomendasikan informan pertama. Namun peneliti tidak boleh serta-merta melakukan wawancara kepada informan tersebut. Peneliti harus tetap menggunakan kriteria yang telah ditentukannya. Setelah dirasakan sesuai dengan kriteria, maka barulah peneliti melakukan wawancara atau teknik pengambilan data lainnya.

109

Page 110: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Ada juga teknik Accidental Sampling atau bisa disebut penentuan informan/responden secara kebetulan dan penentuan informan berdasarkan kemudahan (Available sampling). Cara penentuan secara kebetulan adalah teknik penentuan atau pemilihan informan yang sangat sederhana namun sering sangat meragukan. Dalam teknik ini peneliti dapat memiliki kriteria ataupun tidak. Jika peneliti memiliki kriteria, maka informan yang ditemui secara sengaja atau pun tidak sengaja harus diseleksi lagi apakah sesuai atau tidak dengan kriteria yang telah ditentukan. Namun jika peneliti tidak memiliki kriteria, maka orang yang ditemui akan dijadikan informan.

Bisa juga peneliti dengan sengaja mengunjungi lokasi-lokasi potensial bertemunya peneliti dengan informan yang sesuai dengan kepentingannya. Misalnya saja peneliti mengangkat tema perilaku manfaat berorganisasi bagi terhadap peningkatan intelektualitas. Untuk mendapatkan informan, peneliti bisa berkunjung ke tempat-tempat mahasiswa berkumpul, atau dengan sengaja mengunjungi kampus-kampus, terutama pada saat dilaksanakannya kegiatan-kegiatan organisasi mahasiswa. Peneliti dapat berbaur dengan kumpulan orang dan mulai berkenalan. Pada saat berkenalan tersebutlah peneliti kemungkinan menemukan orang yang cocok dijadikan informan.

Sedangkan teknik pemilihan informan berdasarkan kemudahan (Available Sampling) adalah suatu teknik yang digunakan atas landasan kemudahan mencari informan. Langkah yang dilakukan oleh peneliti adalah berkunjung ke lokasi-lokasi dimana calon informan potensial berada atau mencari tempat dimana calon informan mudah ditemui. Peneliti tidak harus memiliki kriteria, karena dengan berkunjung ke lokasi-lokasi tertentu maka peneliti akan dengan mudah mendapatkan informan.

Catatan terakhir dari teknik pemilihan/penentuan informan dalam penelitian kualitatif yang menggunakan prinsip non probabilitas adalah tidak mengutamakan jumlah. Karena mengutamakan kualitas dari sebuah penelitian, maka jumlah informan yang sangat sedikit pun diperbolehkan. Peneliti tidak harus disibukkan dengan jumlah informan atau sampel yang besar karena peneliti tidak bermaksud mengambil kesimpulan atas informasi yang diperoleh dari sedikit informan. Yang dipentingkan adalah bagaimana informan/responden yang dipilih benar-benar cocok dan bisa mengungkap informasi yang dibutuhkan oleh peneliti dalam menjawab atau mengungkap masalah penelitian.

------------------------₪₪₪₪------------------------

110

Page 111: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Teknik Analisis Data

5.1.

Data

etelah data dan informasi diperoleh melalui tahapan pengumpulan data, maka langkah selanjutnya dalah melakukan analisis data. Dapat dikatakan tahapan ini adalah tahapan akhir (selain penulisan laporan) dalam sebuah

penelitian. Tahapan analisis data menjadi penentu dari seluru proses sebelumnya. Sebaik apapun tahapan yang sebelumnya dilaksanakan oleh peneliti namun tidak diikuti dengan proses analisis data yang benar/sesuai, maka seluruh proses lainnya akan sia-sia. Begitu pentingnya tahapan analisis data sehingga peneliti harus benar-benar memilih teknik yang digunakan, sehingga data dan informasi yang diperoleh bisa menjawab permasalahan penelitian, membuktikan hipotesis (jika penelitian memakai hipotesis) dan yang lebih penting dapat dipahami oleh orang lain yang membaca hasil penelitian.

S

Secara garis besar ada dua jenis paradigma dalam melakukan analisis data, yakni paradigma analisis data bersifat kualitatif dan kuantitatif. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian-bagian sebelumnya, dua paradigma penelitian tersebut didasari oleh dua paradigma ilmu sosial (khususnya Sosiologi), yakni paradigma ilmu positivistik dan interpretatif. Dalam hubungannya dengan teknik analisis data, dua paradigma tersebut memiliki perbedaan-perbedaan khas. Paradigma penelitian kuantitatif yang didasarkan paradigma positivistik menganggap realitas/fakta yang terwujud dalam variabel bisa diukur atau dikuantifikasi, sedangkan paradigma interpretatif (juga hermeneutik) menganggap realitas atau fakta tidak bisa diukur, namun harus dijelaskan melalui proses pemahaman secara subyektif oleh peneliti maupun oleh para pelaku-pelaku yang membentuk realitas tersebut.

Salah satu aspek yang harus dipahami oleh peneliti dalam rangka memilih atau menggunakan paradigma analisis data kuantitatif dan kualitatif adalah dengan memahami terlebih dahulu beberapa jenis atau tipe data.

Dalam penelitian sosial dikenal 4 type data, yakni:

1.Nominal atau kategorial2.Ordinal3.Interval4.Rasio

Data Nominal adalah jenis data yang paling tidak memungkinkan untuk diukur, atau data yang paling sulit untuk dikuantifikasi. Ada juga pihak yang menyatakan data nominal adalah data yang paling rendah tingkat pengukurannya, karena data nominal merupakan jenis data kategorial/kategoris. Andai saja dalam sebuah kumpulan orang terdapat 30 orang, dari 30 orang tersebut 25 di antaranya dalah

111

Bagian

Page 112: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

jenis kelamin perempuan dan 5 orang laki-laki. Begitu juga ketika kita melihat kumpulan benda di sebuah mini market. 100 item benda-benda tersebut adalah benda-benda pecah belah, 100 item elektronik, 150 item kosmetik dan sebagainya. Pembagian-pembagian tersebutlah yang disebut dengan pembagian berdasarkan kategorial/kategoris. Ciri utama dari pembagian atau pengelompokan maupun pembedaan kategoris adalah;

a. Hanya berfungsi sebagai pembedab. Tidak didasarkan pada urutan (tinggi-rendah, berat-ringan,

besar-kecil, dan sebagainya)

Berdasarkan dua prinsip tersebut, data nominal adalah data yang hanya didasarkan pada adanya perbedaan, dan perbedaan tersebut tidak menunjukkan adanya urutan atau tingkatan. Dengan kata lain, data dalam bentuk tinggi badan (160 cm, 156 sm, 175 sm dsb), luas lahan (10 m2, 50 m2, 1 Ha, dsb), pandangan (setuju-tidak setuju, suka-tidak suka, dsb) bukanlah data nominal, karena memiliki urutan.

Jenis data kedua adalah Data Ordinal. Data ordinal secara sederhana merupakan jenis data yang tidak didasarkan pada perbedaan, namun didasarkan pada adanya urutan atau tingkatan antar data tersebut. Namun urutan atau tingkatan yang dimaksud dalam data ordinal ini tidak memiliki jarak yang pasti. Misalnya saja antara suka dengan tidak suka; marah dengan senang, gembira dengan sedih, setuju dengan sangat setuju dan sebagainya. Antara setuju dengan tidak setuju memiliki makna tingkatan. Mungkin saja kita menganggap setuju lebih baik atau lebih tinggi dari tidak setuju, namun kita tidak akan bisa tau berapa jarak antara setuju dengan tidak setuju. Begitu juga sering-jarang-dan tidak pernah. Memang antara sering, jarang dan tidak pernah terdapat tingkatan, namun antara sering dengan jarang, antara jarang dengan tidak pernah ataupun antara sering dengan tidak pernah tidak diketahui berapa jaraknya. Data seperti itulah yang disebut dengan data ordinal.

Tipe data ketiga adalah Data Interval. Data tipe ordinal adalah jenis data yang memiliki tingkatan atau urutan, dapat diketahui berapa jarak antar data tersebut, namun tidak memiliki nilai mutlak atau nilai nol. Contohnya adalah tingkat pendidikan (SD, SMP, SMA, PT), golongan pada jabatan, tingkatan dalam sebuah organisasi, nilai mata kuliah, dan sebagainya. Data yang memiliki tingkatan dan terdapat jarak, namun jarak antar data tersebut tidak memiliki nilai mutlak nol adalah data jenis ordinal.

Data jenis terakhir adalah Data Rasio. Data rasio adalah data yang memiliki tingkatan atau urutan, memiliki jarak antar data yang pasti dan jarak tersebut dapat dihitung dari nilai nol mutlak. Contohnya berat badan, jarak, lama waktu, luas lahan, tinggi badan, panjang, lebar, dan sebagainya. Misalnya saja kita mengukur tinggi badan si A 160 cm dan si B 170 cm. Antara si A dan si B ada urutan/tingkatan, antara si A dan B memiliki jarak (si A lebih pendek 10 cm dibandingkan si B), tinggi badan si B lebih tinggi 0,0625 atau 6,25% dari si A (dihitung dari titik nol). Atau misalnya berat badan si A 50 kg, sedangkan si B 86 kg. Ada tingkatan dan jarak antar keduanya (35 kg). Namun juga jarak keduanya

112

Page 113: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

dihitung dari titik nol dapat dihitung, yakni berat si A hanya adalah 0,7 point atau 70% dari berat si B. Demikian pada contoh-contoh lainnya.

Pembagian data nominal, ordinal, interval dan rasio seperti yang dijelaskan di atas tentu saja merupakan pembagian data dari sudut penelitian kuantitatif. Kepentingan penelitian kuantitatif adalah melakukan pengukuran atas data-data yang ada. Menurut penelitian kuantitatif, untuk mengkuantifikasi atau mengukur data-data penelitian tidaklah bisa digunakan metode karena tidak seluru data berjenis sama. Data nominal dan ordinal hanya bisa di deskripsikan atau dijabarkan. Misalnya saja 100 orang mahasiswa menyatakan tidak setuju dengan diberlakukannya UU Badan Hukum Pendidikan, dan 50 orang menyatakan setuju. Begitu pula ketika peneliti mendapatkan data bahwasannya 40% remaja usia 15 sampai 20 tahun sudah pernah berpacaran, dan 20% menyatakan tidak ingin pacaran 40% menyatakan tidak pernah berpacaran. Artinya, data seperti ini hanya bisa disajikan secara tunggal saja tanpa bisa di analisis lebih dalam secara kuantitatif atau statistik.

Lain halnya dengan data berjenis interval dan rasio. Dua jenis data ini bukan hanya bisa di deskripsikan, namun juga bisa dianalisis lebih jauh dengan menggunakan teknik-teknik statistik maupun teknik lainnya. Misalnya saja ketika peneliti memperoleh informasi seperi di bawah ini:

TabelContoh Data Interval dan Rasio

Tentang Lama kuliah dan Indeks Prestasi

Responden Lama kuliah Indeks PrestasiRidwan 3,5 thn 3,7Anto 4 thn 3,3Muklas 5 thn 3,02Pinto 4,5 thn 3,5Akhsan 5 thn 3,4Wyta 7 thn 3,3Sri 6 thn 2,85Rizka 5,4 thn 2,98Roy 3.7 thn 3,21Romlah 6 thn 3,22

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwasannya data kedua

variabel (lama kuliah dan indeks prestasi) tersebut adalah ber tipe rasio. Tentu saja data tersebut bisa dianalisis lebih jauh lagi, misalnya saja dengan mencari rata-data lama kuliah 10 mahasiswa tersebut, rata-rata indeks prestasi (mean = nilai rata-rata), mahasiswa yang paling lama tamat, paling cepat tamat, IP tertinggi dan terrendah, berapa rata-rata perbedaan IP atau lama kuliah 10 mahasiswa tersebut. Selain itu dengan data-data tersebut peneliti juga dapat menghubungkan kedua data-data dari variabel lama kuliah dan IP tersebut,

113

Page 114: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

ataupun jika memenuhi syarat, peneliti bisa melakukan prediksi. Jika ingin melakukan hubungan (korelasi), maka peneliti dapat mencari apakah semakin cepat mahasiswa tamat akan semakin tinggi IP mahasiswa (korelasi positif). Atau terbuka kemungkinan melakukan prediksi, yakni jika lama kuliah dipercepat akan meningkatkan sejumlah point pada nilai IP?

Selain untuk kepentingan mengkuantifikasi atau mengukur variabel berdasarkan data-data yang telah diperoleh dari hasil pengumpulan data, informasi atau data yang diperoleh oleh peneliti juga tidak keseluruhannya bersifat nominal, ordinal, interval maupun rasio. Ada juga data dan informasi yang berupa pernyataan-pernyataan (dari hasil wawancara), data berbentuk catatan sejarah, foto, peta, hasil observasi, film, kliping surat kabar, dokumen perjanjian dan sebagainya. Tentu saja data dan informasi seperti itu agak sulit untuk dikategorikan berjenis nominal, ordinal, interval atau rasio.

Misalnya saja dalam sebuah wawancara kepada seorang informan, peneliti mencatat sebuah pernyataan penting;“…saya merasa kebijakan-kebijakan pemerintah yang dijalankan di desa-desa selama ini kurang mendukung pembangunan desa. Pemerintah desa tidak diberi kewenangan untuk membuat peraturan-peraturan desa yang bisa membuat ekonomi desa menjadi mandiri. Semua-semuanya harus menurut pemerintah, bupati, kepala dinas dan sebagainya. Bagaimana desa mau maju kalau begitu caranya?...”

Jelas data dan informasi seperti ini akan sulit untuk di ukur atau dikuantifikasi. Tidaklah mungkin peneliti mengukur apakah pernyataan informan tersebut 20% lebih baik dari pernyataan informan lainnya, atau lebih jelek dari informan lainnya. Tidaklah mungkin juga peneliti bisa menyatakan bahwasannya pernyataan informan tersebut dua kali lebih negatif dari pernyataan informan lainnya. Jelas hal-hal tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan oleh peneliti.

Dalam penelitian yang bersifat kualitatif dan juga metode-metode penelitian lainnya yang didasarkan pada paradigma ilmu sosial interpretatif atau hermeneutik peneliti tidak melakukan pengukuran atas realitas atau variabel yang diteliti. Misalnya saja penelitian dilakukan terhadap variabel pelecehan seksual. Menurut mereka yang meyakini paradigma penelitian kualitatif, sangatlah sulit atau malah cenderung tidak memungkinkan seorang peneliti untuk mengukur seperti apa yang disebut dengan pelecehan seksual. Dalam persepektif penelitian kuantitatif, apapun bisa diukur, termasuk pelecehan seksual. Bisa saja setelah di kuantifikasi, maka peneliti yang menggunakan paradigma kuantitatif membagi apa yang disebut dengan pelecehan seksual dibagi atas tiga, yakni tinggi, sedang, rendah dan tidak. Namun dalam penelitian kualitatif hal itu tidaklah dimungkinkan. Mengapa demikian?

Dalam penelitian kualitatif yang dibutuhkan adalah melakukan pemahaman atau interpretasi terhadap variabel atau terhadap informasi data yang diperoleh dari informan atau responden, atau dalam istilah Stringer (2007; 279) menghasilan deskripsi yang bermakna melalui proses interpretasi/pemahaman terhadap realitas-realitas sosial. Senada dengan pandangan Stringer tersebut adalah seperti yang diungkapkan oleh Paul Atkinson (2005; 25), bahwasannya

114

Page 115: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

realitas sosial dan budaya tidak boleh di reduksi dengan hanya menggunakan satu teknik tunggal, namun harus dilandasi pada pemahaman dan fungsi-fungsi sosial budaya pada realitas tersebut.

Berdasarkan penjabaran Stringer dan Atkinson, realitas sosial harus dipahami dengan menggunakan cara-cara yang sesuai dengan konteks sosial budaya dimana realitas tersebut berlangsung. Realitas tidak bisa dijelaskan hanya dengan menggunakan teknik tunggal (terutama dengan menggunakan teknik pengukuran), namun dilandasi kondisi sosial budaya dan bagaimana realitas sosial dan budaya tersebut berfungsi sesuai dengan kondisinya.

Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan dijelaskan beberapa jenis teknik analisis data berdasarkan dua paradigma analisis data kualitatif dan kuantitatif.

5.2. Teknik-Teknik Analisis Data Kualitatif

Sederhananya, penelitian kualitatif atau pun paradigma analisis data secara kualitatif adalah mencari kualitas dari informasi atau realitas yang diteliti. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian-bagian sebelumnya, penelitian kualitatif bukan melihat fakta atau realitas yang ada di permukaan, namun menggali makna, kenyataan, nilai, motif, dan sebagainya yang tersembunyi, tertutup, tidak tampak secara jelas dalam sebuah realitas. Penelitian kuantitatif melihat hubungan antara pemberian insentif terhadap peningkatan produktivitas seorang karyawan. Namun penelitian kualitatif tidak cukup hanya melihat pemberian insentif semata, namun melihat lebih ke dalam lagi, setelah mendapatkan insentif, apa kemudian yang difikirkan atau dilakukan oleh seorang karyawan agar produktivitasnya meningkat.

Berbeda dengan penelitian kuantitatif, penelitian kualitatif juga membeda-bedakan teknik analisis yang ada di dalam paradigma analisis kualitatif. Paradigma ini menawarkan beberapa prinsip yang bisa diterapkan oleh seluruh jenis metode penelitian dalam menganalisis data yang telah diperoleh. Salah satu prinsip dalam menganalisis data dalam penelitian kualitatif adalah menggunakan pendekatan induktif.

Pendekatan induktif adalah sebuah cara analisis yang didasarkan pada cara berfikir dimana peneliti menggunakan data dan informasi yang bersifat mikro untuk kemudian mengambil kesimpulan atau penilaian. Contohnya, peneliti menemukan beberapa data dan informasi di suatu tempat bahwasannya perkawinan usia muda disebabkan oleh faktor ekonomi keluarga perempuan. Tanpa menggunakan teori apapun (pendekatan apriori) meneliti kemudian mengambil kesimpulan atau penilaian bahwasannya kemiskinan yang kemudian berdampak pada rendahnya pemahaman keluarga-keluarga mempelai perempuan (termasuk si anak perempuan) tentang resiko yang ditimbulkan akibat perkawinan muda, aspek-aspek hukum perkawinan usia muda, maupun dampak psikologis bagi si anak. Akhirnya kemudian peneliti mengambil kesimpulan atau penilaian bahwasannya pernikahan usia muda memiliki dampak psikologis dan biologis yang besar terhadap anak, walaupun secara ekonomi dapat sedikit mengangkat kondisi ekonomi keluarga.

115

Page 116: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Prinsip kedua adalah bersifat subyektif. Yang dimaksud pendekatan subyektif adalah, peneliti memiliki kebebasan dalam menganalisis data. Pemikiran, pengetahuan, ideologi, nilai dan norma, kepentingan dari si peneliti bisa dijadikan bahan dalam menganalisis data. Antara peneliti dengan yang di teliti (realitas) tidak ada jarak, bahkan peneliti diharapkan untuk terinternalisasi atau menyatu dengan realitasnya, sehingga si peneliti ber posisi sama dengan orang-orang atau masyarakat yang diteliti. Karena ia sudah dalam posisi yang sama dengan pelaku realitas tersebut, maka peneliti memiliki kebebasan melakukan penilaian terhadap realitas yang diteliti.

Misalnya saja dalam melakukan penelitian tentang pemberlakukan aturan-aturan yang lebih ketat dalam membangun kedisiplinan para pegawai negeri sipil di sebuah instansi pemerintah. Peneliti kebetulan adalah seorang pegawai negeri sipil di instansi tersebut. Ketika melakukan analisis terhadap data dan informasi yang diperoleh, maka peneliti memiliki hak dan kebebasan untuk menganalisis informasi tersebut. Contohnya, ada informan yang menyatakan bahwasannya aturan yang ketat tidak menjamin kedisiplinan seorang pegawai. Atas dasar informasi tersebut peneliti bisa memiliki pandangan yang berbeda dengan informan tersebut, ataupun mendukung pernyataan tersebut. Tentu saja proses mendukung atau menolak informasi tersebut harus memiliki dasar yang kuat. Sebagai salah satu pegawai di instansi tersebut, tentu saja peneliti memiliki pengalaman dan pengetahuan yang sama dengan informan, sehingga ia berhak memberi pandangan dalam menganalisis data.

Prinsip selanjutnya adalah, dalam penelitian kualitatif peneliti sebagai instrumen utama. Artinya, peneliti tidak tergantung dengan instrumen-instrumen pendukung seperti alat-alat analisis data, seperti program statistik dan sebagainya. Dalam penelitian kualitatif, peneliti berfungsi sebagai orang yang paling menentukan bagaimana data dan informasi dianalisis. Tidak seperti dalam penelitian kuantitatif dimana peneliti mengandalkan alat-alat pendukung analisis, penelitian kuantitatif tidak menggunakan alat-alat pendukung tersebut. Salah satu latarbelakang mengapa peneliti menjadi instrumen utama analisis data adalah terkait dengan aspek subyektifitas yang telah dijelaskan di atas. Antara peneliti dengan realitas yang diteliti (individu atau kelompok masyarakat yang diteliti) tidak berjarak, sehingga pola fikir, sistematika berfikir, pengetahuan, pengalaman, kepentingan dan ideologi/nilai-nilai penelitilah yang menjadi landasan melakukan analisis data.

Misalnya saja ketika peneliti mendapatkan informasi atau data dari sejumlah informan bahwasannya efektivitas pelayanan di sebuah kantor desa disebabkan oleh perilaku masyarakat, khususnya dalam hal kebiasaan masyarakat dalam mengambil jalan pintas pengurusan surat-surat di kantor desa. Untuk membuktikan hal tersebut peneliti tidak perlu melakukan pengujian dengan statistik. Peneliti bisa menggunakan data dan informasi yang diperolehnya melalui proses observasi dan juga wawancara kepada masyarakat, sehingga diperoleh fakta yang sebenarnya. Jika data observasi dan wawancara tidak cukup, maka peneliti dapat membuktikan secara langsung, misalnya saja dengan

116

Page 117: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

mencoba mengurus surat di kantor desa. Dengan begitu peneliti dapat mengetahui kebenaran dari informasi tersebut.

Prinsip lainnya yang bisa dilakukan dalam proses analisis data adalah Triangulasi. Selain berfungsi sebagai instrumen pengujian validitas data kualitatif, triangulasi juga dapat digunakan dalam melakukan analisis data. Triangulasi adalah sebuah proses analisis yang memanfaatkan, membandingkan, melengkapi maupun meng cross check data dari beberapa sumber data, terutama data dari hasil wawancara, observasi, studi kepustakaan atau dokumentasi dan data lainnya (Harris, 1993). Teknik ini digunakan dengan beberapa alasan.

Pertama, bisa saja data dan informasi yang diperoleh kurang jelas jika hanya berdasarkan dari satu jenis sumber data. Misalnya saja peneliti memperoleh sebuah informasi dari hasil wawancara bahwasannya salah satu faktor minimnya penghasilan petani tembakau di Pulau Lombok Adalah disebabkan oleh keberadaan perusahaan-perusahaan besar yang menanamkan modalnya kepada petani, sehingga petani mengalami kesulitan untuk mendapatkan keuntungan setelah dipotong dana yang di suntikkan oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Peneliti tidak langsung mempercayai, atau merasa informasi dari wawancara tersebut belum terlalu kuat. Untuk itu kemudian peneliti melakukan observasi bagaimana proses suntikkan dana dari perusahaan penampung tembakau kepada petani. Setelah mendapatkan informasi dari hasil observasi tersebut barulah peneliti mengambil kesimpulan. Begitu juga sebaliknya. Data dan informasi yang diperoleh dari hasil observasi maupun diskusi (FGD) masih meragukan untuk dijadikan landasan mengambil kesimpulan. Untuk memperkuat data observasi tersebut kemudian peneliti melakukan wawancara atau melakukan studi dokumentasi dari hasil-hasil penelitian sejenis tentang kebenaran dari informasi tersebut.

5.3. Langkah-Langkah Melakukan Analisis

Salah satu prinsip lain yang digunakan dalam menganalisis data dalam jenis penelitian kualitatif adalah terkait dengan pendekatan siklus. Dapat dikatakan tahapan-tahapan dalam penelitian kualitatif tidaklah linear, dimana ada tahapan awal dan akhir. Setiap tahapan dalam penelitian kualitatif adalah sebuah rangkaian yang sambung menyambung. Tidak ada tahapan dimana penyusunan rencana telah selesai, pengumpulan data telah selesai ataupun analisis data telah selesai. Dengan kata lain, tidak ada satu tahapan yang benar-benar tuntas untuk kemudian dilanjutkan dengan tahapan lainnya. Tahapan penyusunan rancangan penelitian berhubungan dengan tahap pengumpulan data. Namun juga sebaliknya, pada saat melakukan pengumpulan data, peneliti harus melihat kembali tahapan rancangan penelitian (proposal). Demikian juga pada saat melakukan analisis data. Dalam penelitian kualitatif analisis data tidak hanya dilakukan di belakang meja melakukan pengetikan pembuatan laporan dan sebagainya. Ketika melakukan analisis, peneliti juga kerap juga harus melakukan pengambilan data kembali. Demikian juga ketika melakukan pengumpulan data. Peneliti tidak sekedar mengumpulkan atau mengambil data melalui proses wawancara,

117

Page 118: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

observasi, dokumentasi dan sebagainya, namun pada saat itu juga peneliti bisa melakukan analisis terhadap data yang diperoleh.

Misalnya saja pada suatu saat peneliti baru saja melakukan wawancara. Dalam wawancara tersebut peneliti menemukan informas-informasi yang sangat penting. Selama di lapangan, peneliti kemudian melakukan pemilahan-pemilahan (kategorisasi) data dalam beberapa kelompok untuk memudahkan proses analisis. Pada saat pemilahan tersebut kemudian peneliti mendapati ada beberapa informasi yang kurang. Ketika itu terjadi, maka peneliti secepatnya melakukan pengumpulan data kembali.

Namun dalam dunia perguruan tinggi, khususnya dalam penelitian-penelitian skripsi, karena ada beberapa aturan yang mengharuskan mahasiswa untuk melaksanakan penelitian dengan tahapan yang baku. Dalam buku ini tentu saja akan dijelaskan tahapan analisis yang dilakukan di perguruan tinggi, untuk kemudian mahasiswa dan peneliti bisa mengembangkannya sesuai dengan prinsip penelitian kualitatif yang sebenarnya.

Menelaah/mempelajari seluruh data

Langkah pertama yang harus dikerjakan oleh peneliti setelah proses pengumpulan data dianggap tuntas adalah menelaah atau mempelajari kembali. Penelaahan data tersebut tentu saja akan sulit dilaksanakan jika peneliti tidak membuat dokumen-dokumen data, seperti; catatan-catatan atau transkrip wawancara, hard copy atau soft copy dokumen data skunder, catatan hasil observasi, notulensi hasil FGD dan lainnya secara baik. Untuk itulah dalam proses pengumpulan data peneliti harus membuat seluruh data yang diperoleh terdokumentasi dengan baik sehingga bisa ditelaah atau dipelajari kembali.

Reduksi Data

Langkah selanjutnya adalah melakukan reduksi data. Apa sebenarnya yang disebut mereduksi data? Reduksi data dilakukan dengan tujuan agar seluruh data dan informasi yang beraneka ragam tersebut bisa disederhanakan. Selain menyederhanakan, reduksi juga dilakukan untuk melihat mana data dan informasi yang memiliki kaitan dengan tema atau variabel penelitian dan mana data dan informasi tidak berhubungan atau pun memiliki kaitan tidak secara langsung bagi kepentingan analisis data. Hal itu dilakukan karena dalam proses pengambilan data dan informasi biasanya data sangat melimpah. Untuk mengantisipasi kekurangan data, peneliti sering melakukan pencatatatan atau mengumpulkan data yang diperoleh dari lapangan. Atau juga ketika di lapangan, peneliti merasa data dan informasi yang diperoleh adalah sangat penting dan berhubungan dengan variabel atau tema penelitian.

118

Page 119: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Namun kenyataannya tidak semua data dan informasi tersebut bisa dipakai untuk di analisis.

Selain itu, reduksi data juga dibuat dalam rangka membangun rangkuman dari seluruh data dan informasi yang ada sehingga peneliti bisa secara jelas mengetahui mana data dan informasi yang penting untuk proses analisis. Pembuatan rangkuman atau abstraksi tersebut harus juga disesuaikan dengan rancangan penelitian awal, seperti terhadap permasalahan, tujuan, maupun variabel penelitian. Dengan adanya rangkuman tersebut, peneliti juga bisa merancang-rancang seperti apa analisis yang akan dilakukan nantinya.

Kategorisasi/Pengelompokan Data

Setelah adanya rangkuman atau abstraksi, maka tahapan selanjutnya adalah membuat kategorisasi data dan informasi. Proses ini sama dengan pengelompokan barang-barang di sebuah supermarket. Barang-barang pecah belah diletakkan pada satu tempat, pakaian di satu tempat, barang elektronik di satu tempat dan sebagainya. Demikian juga dalam proses kategorisasi/pengelompokan data. Dari beberapa jenis data yang ada dan diperoleh melalui beberapa sumber, peneliti kemudian melakukan pengelompokkan berdasarkan kepentingan analisis.

Namun perlu diketahui bahwasannnya pengelompokkan atau kategorisasi data ini bukanlah pengelompokkan dalam artian membagi-bagi data berdasarkan sumber pengumpulannya, seperti menyatukan data observasi, wawancara, dokumentasi, catatan lapangan peneliti dan sebagainya. Yang dimaksud dengan kategorisasi adalah pengelompokan data berdasarkan indikator dari variabel yang diteliti.

Misalnya saja seorang peneliti mengangat tema penelitian tentang pandangan pasien miskindi rumah sakit umum tentang sistem pelayanan bagi keluarga miskin. Ada beberapa variabel dalam penelitian tersebut, yakni pandangan pasien miskin dan pelayanan bagi keluarga miskin (di rumah sakit). Setelah dilakukan wawancara, observasi, dokumentasi, FGD dan sebagainya, kemudian peneliti melakukan kategorisasi terhadap seluruh data tersebut. Kita contohkan untuk variabel pandangan pasien miskin. Dari wawancara, peneliti mendapat informasi bahwasannya pasien merasa kurang mendapat respon yang baik dari pihak rumah sakit, salah satunya terkait dengan kesulitan (berbelit-belit) untuk mengurus surat-surat yang dibutuhkan. Dalam proses observasi peneliti mendapatkan data pengamatan langsung bahwasannya untuk mengurus surat-surat dibutuhkan waktu satu hari. Dalam proses kategorisasi, data wawancara

119

Page 120: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

tentang pandangan bahwasannya sulit mengurus surat-surat dengan hasil observasi langsung tersebut dijadikan satu. Begitu juga untuk data-data lainnya.

Kategorisasi tersebut bertujuan untuk memudahkan proses analisis data. Jika data observasi dijadikan satu namun jenis informasinya berbeda, maka analisis tetap sulit untuk dilakukan, jadi kategorisasi dilakukan terhadap jenis data dan informasi yang sejenis (satu warna), memiliki makna yang sama itulah yang kelompokkan, sehingga ketika melakukan analisis akan lebih mudah dan terfokus.

Penafsiran/Pemaknaan data (tahap interpretasi)

Tahapan selanjutnya setelah kategorisasi dilakukan adalah melakukan penafsiran. Data dan informasi yang telah di kategorisasi tersebut tentu saja sudah cukup sederhana untuk di analisis. Secara sederhana, di depan peneliti sudah tersedia data dan informasi yang telah berkelompok. Ibaratnya data-data yang telah dikelompokkan tersebut adalah tumpukan kayu sesuai dengan ukuran dan jenisnya. Tugas peneliti adalah merangkai berbagai jenis kayu berdasarkan kualitas dan ukurannya tersebut untuk membuat sebuah benda (misalnya meja atau kursi). Data-data tersebut adalah bahan material utamanya, sedangkan paku, pasak, cat dan sebagainya adalah pemikiran, pengalaman, pengetahuan, nilai/ideologi maupun kepentingan si peneliti.

TabelInterpretasi dalam Penelitian Kualitatif

120

Page 121: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Berdasarkan bagan di atas, antara peneliti, proses interpretasi, data dan informasi maupun hasil interpretasi berada dalam satu ruang, yang artinya, seluruh elemen-elemen tersebut tidak dapat dipisahkan. Ini artinya interpretasi yang dilakukan peneliti terhadap informasi/data dan hasil interpretasi/analisis bukan sebuah proses yang terlepas. Peneliti tidak memiliki instrumen lain sebagai penengah antara si peneliti dengan data/informasi yang ditafsirkan atau dimaknai. Pemikiran, pengetahuan, pengalaman dan nilai-nilai yang dimiliki oleh peneliti dapat mempengaruhi bagaimana data dan informasi tersebut dianalisis.

Memang dari proses analisis di atas ada kemungkinan data yang di interpretasi oleh peneliti akan bias, namun begitulah dalam sebuah penelitian kualitatif. Peneliti memang tidak bebas nilai dalam melakukan analisis, sehingga hasil interpretasi atau hasil analisis data memang mengandung unsur nilai-nilai, pengetahuan bahkan pengalaman peneliti. Ibaratnya penggabungan warna, maka warna yang dari si peneliti mempengaruhi proses analisis data sehingga membentuk warna yang berbeda.

5.4. Bagaimana melakukan interpretasi data/informasi?

Seperti yang telah diungkapkan di atas, tugas dari seorang peneliti dalam menganalisis data dalam penelitian kualitatif adalah melakukan interpretasi data. Menurut Lexy Moleong (2001; 197), dan Noeng Muhadjir (2000; 187), proses penafsiran data terkait dengan 3 (tiga) hal, yakni; penerjemahan atau data translation; penafsiran atau interpretasi, ekstrapolasi dan; pemaknaan atau meaning.

Penerjemahan atau translasi data merupakan proses dimana peneliti menjabarkan data/informasi yang sama dalam media atau cara penjelasan yang berbeda. Misalnya saja beberapa informasi yang diperoleh dari sejumlah informan menyatakan bahwasannya peran masyarakat dalam proses penyusunan rencana pembangunan di tingkat desa (Musrenbangdes) melibatkan kalangan lembaga swadaya masyarakat. Mereka mengungkapkan beberapa alasan. Misalnya si A punya mengungkapkan alasan bahwasannya LSM tidak memahami kondisi masyarakat sehingga tidak perlu diikutsertakan. Namun pandangan si A tersebut berbeda dengan si B, C, D dan F. walaupun sama-sama memiliki sikap yang sama, tapi mereka memiliki alasan yang berbeda. Nah, informasi dan data yang bersifat narasi tersebut kemudian diterjemahkan dengan membuat sebuah tabel untuk menyederhanakan perbedaan alasan-alasan tersebut. Begitu juga sebaliknya, dimana data dan informasi dalam bentuk tabel kemudian bisa diterjemahkan dalam bentuk narasi atau pernyataan.

Cara kedua adalah melakukan penafsiran. Penafsiran pada hakekatnya adalah upaya dari peneliti untuk mencari latar belakang, konteks sosial yang melatarbelakangi informasi maupun data yang akan dianalisis. Misalnya saja peneliti ingin menafsirkan mengapa masyarakat menolak keterlibatan LSM dalam Musrenbangdes. Ternyata setelah dilihat latarbelakangnya, para informan melakukan penolakan karena sebelumnya punya pengalaman yang negatif terhadap keterlibatan LSM dalam kegiatan-kegiatan perencanaan pembangunan

121

Page 122: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

desa. Keberadaan LSM lebih banyak melakukan kritik tanpa memberikan masukan, sehingga masyarakat tidak setuju keterlibatan LSM. Dari contoh ini kita dapat melihat bahwasannya peneliti tidak merasa puas dengan informasi dan data yang diperoleh, namun berusaha melihat konteks yang tersembunyi atau tidak muncul di data untuk menjelaskan informasi tertentu.

Cara ketiga adalah melakukan ekstrapolasi. Ekstrapolasi adalah menggunakan kemampuan daya fikir manusia (peneliti) untuk menangkap apa yang ada di sebalik data yang disajikan. Misalnya saja peneliti mencoba menginterpretasi penolakan masyarakat terhadap keterlibatan komponen LSM. Selain karena pengalaman negatif masa lalu tentang keberadaan LSM, ternyata ada hal lain yang tidak terungkap. Dari ungkapan-ungkapan atau pernyataan informan yang menolak, peneliti mendapat kesan bahwasannya ada faktor sakit hati, khususnya pada beberapa orang informan terhadap beberapa personal dari LSM sehingga membuatnya berpandangan negatif.

Cara keempat adalah memberi makna. Memberi makna merupakan upaya peneliti dengan menggunakan kemampuan integratif manusia, yakni indera manusia, daya fikir dan akal budi. Sama halnya dengan yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya, dalam melakukan analisis, peneliti menggunakan unsur subyektifitasnya. Yang disebut subyektivitas adalah melibatkan akal/pengetahuan (aspek kognitif), perasaan/budi (afektif) dan indera manusia (konatif/perilaku). Ketika menganalisis sebuah informasi atau data, ketiga aspek pada peneliti tersebut dapat digunakan.

Misalnya tentang kasus penolakan masyarakat tersebut. Peneliti adalah orang yang pernah berkecimpung dalam dunia LSM dan pekerja sosial sehingga memahami bagaimana manfaat yang bisa diperoleh jika proses perencanaan pembangunan melibatkan komponen LSM. Keterlibatan LSM dapat membangun daya kritis masyarakat sehingga dapat berkontribusi terhadap penyusunan rencana pembangunan desa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Atas dasar pengalaman, pengetahuan dan emosi/budi, si peneliti bisa memberikan makna bahwasannya penolakan masyarakat tersebut tidak beralasan, bahkan mengada-ada, sehingga perlu diluruskan. Pandangan seperti ini sah-sah saja dalam penelitian kualitatif, terutama dalam menganalisis data yang bersifat kualitatif.

5.5. Menganalisis Data dalam Bentuk Angka

Perlu dipahami bahwasannya dalam penelitian kualitatif sering kali peneliti juga memperoleh data dalam bentuk angka-angka, baik yang diperoleh melalui wawancara, observasi maupun dokumen. Data dalam bentuk angka tersebut jangan disamakan dengan data kuantitas dalam penelitian kuantitatif, karena hakekat datanya sangat jauh berbeda. Secara sederhana, data angka dalam penelitian kuantitatif adalah data untuk kepentingan mengukur realitas. Realitas yang telah di ukur tersebut kemudian dijadikan dasar untuk menguji atau di komparasi dengan ukuran realitas lainnya. Sedangkan data angka dalam penelitian kualitatif bukanlah untuk mengukur realitas, namun sekedar data angka yang diungkapkan oleh informan, atau pun data angka yang tidak digunakan

122

Page 123: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

untuk menguji, membandingkan ataupun dibuktikan kebenarannya. Data angka dalam penelitian kualitatif hanya sekedar dijabarkan atau digambarkan semata tanpa ditindaklanjuti dengan pengujian atau pembandingan dengan data ukuran realitas lainnya.

Sebagai contoh, seorang peneliti melakukan penelitian dan mengajukan kuesioner sederhana ataupun mewawancarai kepada 30 orang responden (masyarakat desa). Dua puluh (20) orang atau 60% dari responden menyatakan menolak keterlibatan LSM, dan hanya 33.3% yang menyatakan setuju. Data dalam bentuk angka tersebut tidak dimaksudkan untuk di uji apakah benar atau tidak. Peneliti tidak menganalisis data tersebut untuk diambil kesimpulan bahwasannya secara statistik 66,6% sudah representasi dari seluruh pandangan masyarakat. Data angka tersebut hanyalah angka. Tidak boleh menggunakan angka tersebut untuk menggeneralisir atau mengambil kesimpulan secara umum.

Begitu juga ketika peneliti mendapat informasi dari beberapa informan bahwasannya penghasilan seorang petani adalah Rp. 600.000,- setelah dipotong dengan biaya produksi (beli pupuk, zat kimia, biaya penanaman dan sebagainya). Angka penghasilan petani tersebut sama sekali bukan data untuk mengukur seluruh realitas, namun data angka yang memang benar-benar terjadi pada petani. Data tersebut tidak untuk dibandingkan, ditarik kesimpulan secara umum dan sebagainya.

Penelitian kualitatif juga dapat menggunakan tabel dalam menganalisis data. Tapi tetap saja data angka yang dimasukkan dalam tabel tersebut tidak dimaksudkan untuk di uji atau ditarik kesimpulan. Berikut contohnya:

TabelContoh Hasil Translasi

Tabel di atas merupakan terjemahan atau translasi dari data yang diperoleh dari wawancara maupun kuesioner sederhana ke dalam bentuk tabel. Data dalam bentuk angka seperti yang dicantumkan dalam tabel tersebut tidak bermaksud untuk dilakukan pengujian. Peneliti hanya bermaksud memberi gambaran kepada para pembaca laporan penelitiannya tentang presentase informan tentang sikap terhadap keterlibatan komponen LSM dalam Musrenbangdes berdasarkan lama tinggal. Walaupun tidak untuk di uji, data tersebut disarankan untuk dianalisis secara lebih mendalam.

123

Page 124: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Cara menganalisis data tabel tersebut dapat digunakan cara interpolasi, penafsiran maupun pemaknaan seperti yang dicantumkan di atas. Peneliti jangan hanya menuliskan kembali data angka di atas dalam bentuk narasi. Hal seperti itu sering terjadi dalam penelitian kualitatif. Data yang telah tercantum dalam bentuk angka di dalam tabel kemudian dituliskan kembali dalam beberapa paragraf. Cara seperti itu jelas tidak berguna, bahkan mubazir. Yang diperlukan adalah bagaimana peneliti menganalisis secara lebih dalam tentang realitas/konteks sosial di sebalik data angka tersebut.

Misalnya saja terkait dengan angka responden yang menyatakan setuju adalah mereka yang sudah tinggal lebih dari 5 tahun. Bisa saja informan kemudian menganalisis (tentunya didasarkan pada data, maupun pengalaman, pengetahuan peneliti), bahwasannya masyarakat yang sudah lama tinggal di desa tersebut lebih memiliki pemahaman yang lebih luas dibandingkan yang baru tinggal 1 sampai 4 tahun. Masyarakat yang telah lebih 5 tahun adalah mereka yang punya pemahaman bahwasannya kegagalan perencanaan desa bukan hanya disebabkan oleh keterlibatan LSM, namun oleh faktor-faktor lain. Jika seperti ini analisis dari peneliti, maka data angka tersebut akan lebih bermakna lagi dibandingkan hanya diulang penulisannya.

5.6. Teknik Analisis Data Kuantitatif

Pada bagian-bagian sebelumnya sudah banyak dibahas tentang jenis penelitian kuantitatif yang berakar dari paradigma ilmu positivistik. Paradigma positivis adalah sebuah pandangan yang menyatakan bahwa realitas atau gejala sosial adalah fakta sosial yang bersifat eksternal terhadap manusia. Paradigma positivistik beranggapan bahwasannya yang mendorong dan membentuk sikap, tindakan, perilaku, nilai-nilai, aturan dan hukum dan sebagainya adalah struktur yang ada di luar manusia atau individu. Manusia atau individu dianggap sebagai agen yang pasrah dan dan dipaksa oleh kondisi/situasi eksternalnya.

Atas dasar pandangan seperti itu, untuk mengetahui atau menjelaskan sebuah realitas, maka bukan nilai-nilai, pemikiran, pandangan, pendapat, pernyataan manusia, namun berupa nilai, aturan, norma, dan realitas sosial lainnya yang terwujud dari tindakan, pendapat, pandangan, pengalaman, pengetahuan manusia/individu. Berikut ilustrasi yang bisa membantu penjelasan di atas.

124

Page 125: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

GambarKerangka Berfikir Positivis Terhadap Realitas

Gambar di atas memperlihatkan bahwasannya dalam paradigma positivis, individu dipengaruhi oleh budaya, politik, keluarga, pendidikan, hukum dan institusi-institusi (disebut juga dengan pranata) sosial. Bukan individu yang membentuk realitas sosial. Untuk mengangkat realitas dan gejala sosial, maka yang diteliti bukanlah nilai-nilai individu, namun budaya, politik, hukum, keluarga yang membentuk perilaku, tindakan, sikap, persepsi, dan lain-lain yang dijadikan dasar manusia dalam melakukan tindakan sosial. Jadi sebenarnya yang diteliti dalam paradigma positivis adalah realitas yang terwujud dari tindakan-tindakan sosial manusia/individu. Individu adalah sumber data/informasi, namun yang di ungkap atau di angkat adalah realitasnya.

Begitu juga dalam melakukan pengukuran terhadap realitas. Data yang diperoleh dari individu/manusia lah yang di ukur, bukan nilai-nilai, perilaku dari manusia yang terlepas dari realitasnya. Misalnya saja peneliti mengangkat pandangan masyarakat terhadap partai politik di Indonesia. Peneliti mengumpulkan kuesioner dari individu-individu. Setelah data diperoleh, barulah peneliti melakukan pengukuran terhadap informasi dan data yang diperoleh dari individu tersebut. Sedangkan nilai-nilai si individu tentang partai politik tidak dijadikan dasar melakukan analisis.

Dalam analisis data penelitian kuantitatif peneliti akan berurusan dengan dua tipe data, yakni data interval dan rasio. Mengapa demikian? Sebab data interval dan data rasio lah pengukuran dapat dilakukan. Berbeda dengan jenis data nominal yang hanya bersifat pembeda dan data ordinal yang hanya menunjukkan tinggi rendah, maka untuk mengukur sebuah variabel tidak mungkin menggunakan ukuran tinggi rendah saja. Misalnya tentang tinggi 50

125

Page 126: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

orang siswa di kelas. Tidaklah cukup hanya mengatakan tinggi siswa dan perempuan berbeda (nominal), atau tinggi laki-laki lebih dari tinggi perempuan (ordinal). Tinggi siswa laki-laki dan perempuan harus dapat benar-benar diukur, misalnya rata-rata tingginya, yang tertinggi dan yang terendah, selisih rata-rata tinggi dan sebagainya. Untuk bisa menjelaskan kondisi tersebut maka diperlukan data yang bersifat interval dan rasio.

Dalam penelitian kuantitatif, khususnya pada penelitian-penelitian sosial, instrumen pengumpulan data paling utama adalah kuesioner, walaupun ada juga beberapa penelitian yang menggunakan data sekunder, seperti dokumen-dokumen yang kemudian dianalisis oleh peneliti. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kuesioner merupakan bentuk pengambilan data dimana peneliti membuat beberapa pertanyaan maupun pertanyaan yang dijawab oleh peneliti. Jawaban atau pilihan jawaban tersebut ada yang bersifat tertutup, terbuka dan setengah tertutup. Jika data tersebut tidak dilakukan pengujian, maka pilihan jawaban tersebut tidak diberi bobot atau score, namun juka digunakan untuk melakukan pengujian, maka pilihan jawaban akan diberi bobot tertentu.

Data yang kuesioner yang tidak diberi bobot maupun yang diberi bobot tersebutlah yang kemudian dianalisis dalam penelitian kuantitatif. Namun untuk dapat dianalisis, maka sebelumnya kuesioner harus di rekapitulasi sehingga memudahkan untuk dianalisis. Misalnya saja peneliti menyebarkan kuesioner kepada 20 orang responden. Selain nama, ada 5 pertanyaan yang diajukan oleh peneliti, yakni:

1. Jenis Kelamin2. Umur3. Lama bekerja4. Gaji/upah dan5. Tingkat kedisiplinan

Setelah dilakukan rekapitulasi, diperoleh data sebagai berikut.

126

Page 127: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Dalam penelitian kuantitatif proses rekapitulasi kuesioner ke dalam tabel-tabel seperti di atas sangatlah penting dalam mempermudah proses analisis. Data dalam tabel-tabel di atas dapat dikatakan adalah data mentah yang dapat dianalisis sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan peneliti dalam menjawab permasalahan penelitian ataupun menguji hubungan antar variabel, sehingga pembuatannya harus dilakukan dengan teliti.

Sebelum dijelaskan beberapa teknik analisis penelitian kuantitatif, ada baiknya pembaca diberi pemaparan tentang bagaimana memilih teknik analisis data. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari bagan berikut ini:

GambarBagan Hubungan Data Dengan Teknik Analisis Data

Penjelasan:Faktor utama yang menentukan penentuan jenis analisis data (terutama teknik analisis statistik) adalah jenis atau tipe data penelitian. sebenarnya ada faktor lain yang mempengaruhi jenis analisis yang digunakan, seperti hipotesis penelitian, permasalahan penelitian, dan bentuk hubungan antar variabel. Namun pada bagian-bagian terdahulu telah dijelaskan hubungan faktor-faktor lain terhadap analisis data, sehingga kali ini difokuskan pada pengaruh data terhadap teknik analisis.

Jika data yang diperoleh oleh peneliti bersifat nominal atau paling maksimal ordinal, maka teknik statistik yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif. Dalam analisis statistik deskriptif peneliti hanya melakukan penjabaran atas data yang ada tanpa bermaksud meng –generalisir data. Data yang di deskripsikan

127

Page 128: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

(dijabarkan tersebut) juga bisa digunakan untuk keperluan inferensi, seperti uji normalitas, validitas dan reliabilitas, dan sebagainya. Namun jika data bersifat interval, terutama rasio, maka analisis data yang digunakan adalah statistik parametrik. Statistik parametrik digunakan jika distribusi datanya memenuhi standar normalitas data, jika tidak normal, maka teknik analisis yang digunakan adalah melakukan teknik analisis non parametrik. Dalam uji statistik juga dibagi atas beberapa jenis berdasarkan hubungan variabelnya. Jika bersifat tunggal, maka uji statistik yang digunakan dinamakan univariat, jika dua maka disebut dengan bi-variat, sedangkan lebih dari dua, maka disebut dengan uji multivariat. Berikut keterangan masing-masing uji statistik yang digambarkan di atas dalam penelitian kuantitatif.

5.7. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan satu jenis analisis statistik yang paling sering digunakan, terutama di perguruan tinggi. Selain prosesnya sederhana, juga tidak digunakan untuk menguji hipotesis atau pun menguji keterhubungan beberapa variabel. Keuntungan kedua, sampel yang dianalisis dalam penelitian kuantitatif tidak besar atau dengan kata lain, sampel yang di analisis bukan/tidak representasi atau mewakili secara statistik dari populasi. Dan yang ketiga, analisis deskriptif juga tidak direpotkan dengan pembobotan/scoring dalam rangka merubah data kualitatif (data nominal dan ordinal) menjadi data interval atau rasio. Jadi, data yang di analisis adalah data mentah (lihat tabel data di bagian sebelumnya).

Ada beberapa jenis analisis data secara deskriptif dalam penelitian kuantitatif, yakni:

Analisis Tabulasi (Tabel) Tunggal

Tahun FrekuensiPersen

(%)1 2 10.02 7 35.03 7 35.04 4 20.0

Total 20 100.0

Data di sebelah adalah hasil rekapitulasi data dari kuesioner terhadap 20 orang karyawan dalam sebuah perusahaan. Salah satu pertanyaan dari kuesioner tersebut adalah lama bekerja di perusahaan tersebut.

Setelah dilakukan rekapitulasi, diperoleh gambaran seperti di tabel tersebut. Sebanyak 2 orang karyawan bekerja selama 1 tahun, 7 orang sudah bekerja 2 tahun, 7 orang selama 4 tahun dan 4 orang selama 4 tahun.

128

Page 129: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Dalam analisis tabel tunggal, peneliti hanya menjabarkan atau mendeskripsikan satu variabel saja8 atau satu item pertanyaan/pernyataan yang ada dalam kuesioner. Dari contoh di atas, item pertanyaan yang dideskripsikan adalah tentang lama bekerja 20 orang karyawan perusahaan. Peneliti hanya menjabarkan dari 20 orang tersebut berapa banyak (berapa persen) yang bekerja 1 tahun sampai 4 tahun. Namun peneliti tidak boleh melakukan analisis lebih lanjut seperti yang dilakukan dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, peneliti diberi ruang untuk melakukan analisis secara subyektif maupun berdasarkan informasi-informasi lain yang diperoleh dari wawancara maupun observasi, namun dalam penelitian kuantitatif hal tersebut disarankan untuk tidak dilakukan, kecuali peneliti menggunakan metode penelitian campuran9.

5.7.1. Analisis Tabulasi (Tabel) Silang

Berbeda dengan analisis tabel tungal atau tabulasi tunggal, analisis tabulasi silang menggabungkan dua atau lebih variabel dalam sebuah tabel, sehingga analisis yang digunakan tidak sekedar menjabarkan saja, namun sudah dalam bentuk analisis gabungan. Contohnya seperti pada tabel di bawah ini yang menggabungkan antara lama bekerja dengan jenis kelamin karyawan.

8 Dalam penelitian sosial, penggunaan istilah variabel dapat bermakna berbeda sesuai dengan peruntukkannya. Variabel bisa bermakna satu konsep yang memiliki variasi nilai. Namun dalam konteks pertanyaan/kuesioner, variabel satu item pertanyaan atau pernyataan juga dapat disebut variabel, karena pilihan jawaban dari pernyataan/pernyataan kuesioner tersebut merupakan variasi nilai, sehingga satu pertanyaan bisa dianggap sebagai sebuah variabel (walaupun pertanyaan tersebut merupakan indikator dari variabel) 9 Selain penelitian kuantitatif dan kualitatif, saat ini sudah sangat banyak peneliti yang menggunakan metode campuran, yakni menggabungkan antara jenis penelitian kuantitatif dengan kualitatif. Konsekuensinya, peneliti juga menggunakan teknik analisis campuran, dimana analisis secara subjektif dan obyektif dilakukan terhadap data.

129

Page 130: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Tabel di sebelah adalah contoh analisis tabulasi silang 2 x 1, dimana variabel jenis kelamin dihubungkan dengan lama bekerja. Tabel tersebut dikatakan tabel 2 x 1 karena pada variabel jenis kelamin terdapat 2 kategori, yakni laki-laki dan perempuan, sedangkan lama bekerja berbentuk data diskrit (data dalam bentuk bilangan bulat).

Berdasarkan tabulasi silang tersebut peneliti bisa melakukan analisis bahwasannya 7 orang karyawan laki-laki dan 7 orang karyawan perempuan sudah bekerja antara 2 sampai 3 tahun di perusahaan tersebut. Namun dibandingkan perempuan, karyawan laki-laki yang bekerja 4 tahun lebih besar, yakni 3 orang, sedangkan perempuan hanya 1 orang. Begitulah seterusnya dalam melakukan analisis tabulasi silang. Dalam melakukan analisis tersebut peneliti harus teliti melihat data-data yang menonjol (sangat besar, sangat kecil, dan sebagainya). Bisa juga peneliti memperhatikan dari sisi kesamaan jumlah, ketimpangan jumlah, dan sebagainya. Namun yang harus diperhatikan adalah peneliti tidak boleh menganalisis keluar dari data dalam bentuk tabel tersebut. Hal itu hanya memungkinkan jika peneliti menggunakan teknik gabungan penelitian kualitatif dan kuantitatif secara bersamaan.

Selain itu tabulasi data juga bisa dilakukan dengan mengubungkan dua variabel dengan dua variabel lain, atau satu variabel (dengan dua ketegori) dan satu variabel dengan dua kategori lainnya. Namun peneliti harus hati-hati dalam menggabungkan variabel atau item pertanyaan tersebut. Pada contoh di atas, cukup logis jika menggabungkan jenis kelamin dengan masa kerja, misalnya saja ingin melihat apakah laki-laki atau perempuan yang lebih lama bekerja di perusahaan tersebut. Untuk menggabungkan dua variabel peneliti harus berpegangan pada permasalahan penelitian. Jika permasalahan ingin melihat bagaimana gambaran karyawan terhadap kedisiplinan, maka akan mubazir jika menghubungkan antara lama bekerja dengan umur. Dengan begitu peneliti harus hati-hati dalam menggabungkan beberapa item pertanyaan/pernyataan dalam kuesioner untuk di analisis.

5.7.2. Analisis Grafik dan Diagram

Selain menggunakan analisis tabulasi tabel tunggal dan atau tabulasi silang, analisis statistik secara deskriptif juga dapat dilakukan dengan dengan cara memakai teknik grafik dan atau diagram. Cara ini juga cukup mudah dilakukan, namun dengan syarat peneliti harus benar-benar memiliki data yang benar-benar terorganisir rapi yang diolah dari kuesioner maupun sumber data lainnya.

130

Page 131: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

GambarContoh Grafik Scatter

Salah satu grafik yang kerap digunakan adalah grafik scatter. Grafik model ini pada umumnya memang digunakan untuk analisis korelasi, namun bisa juga digunakan dalam statistik deskriptif (tentunya tidak untuk melakukan pengujian). Pada contoh di atas, peneliti menggabungkan antara tingkat kedisiplinan dengan upah/gaji yang diterima dalam satu bulan. Cara menganalisis dengan menggunakan diagram scatter ini adalah dengan membandingkannya dengan diagram scatter eksponensial, dimana kenaikan/peningkatan kedisiplinan akan diikuti dengan tingginya upah atau gaji.

Untuk memperkuat proses analisis, peneliti juga dapat menggunakan diagram “pie”. Namun hampir sama dengan grafik scatter maupun pie, sifatnya hanya meneguhkan atau menegaskan data yang disajikan dalam bentuk narasi maupun tabel. Dengan adanya tampilan seperti ini maka sangat membantu prose visualisasi data sehingga pihak-pihak yang membaca atau melakukan pengujian terhadap hasil penelitian lebih cepat memahami laporan hasil penelitian. Namun perlu diperhatikan bahwasannya penggunaan diagram atau pun grafik sifatnya hanya tambahan, bukan yang utama, apalagi dalam penelitian deskriptif. Untuk itu para peneliti harus benar-benar bisa menggunakan grafik dan diagram sesuai dengan kebutuhannya, sehingga tidak terkesan berlebihan.

131

Page 132: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

GambarContoh Diagram Pie

5.7.3. Analisis Menggunakan Tendensi Sentral

Salah satu teknik yang kerap digunakan (selain juga mudah dan sederhana) adalah menggunakan ukuran tendensi sentral. Landasan dari analisis berdasarkan ukuran tendensi sentral adalah mengikuti logika matematika kurva normal seperti yang digambarkan di bawah ini.

GambarKurva Normal

Teknik tendensi sentral kerap dilakukan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja seorang guru sedang mengevaluasi nilai akhir ujian siswa. Dari hasil penilaian pada semester sebelumnya guru tersebut melihat ada penurunan. Untuk melihat penurunan, guru tersebut menggunakan nilai rata-rata. Pada dua semester lalu nilai rata-rata mata pelajaran matematika adalah 6.3, namun pada semester terakhir hanya 6,03, ini artinya terjadi penurunan sebesar 0,27 point.

Karena teknik ini sangat mudah, namun banyak orang yang kemudian sudah jarang menggunakannya. Peneliti malah kerap mencari teknik-teknik yang lebih rumit padahal dengan menggunakan teknik rata-rata hitung saja sudah cukup baik dan menghasilkan penelitian yang menarik. Kecenderungan seperti ini

132

Page 133: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

adalah salah satu bentuk salah kaprah. Karena dalam sebuah penelitian, yang paling penting adalah bagaimana bisa mengangkat dan mengungkap realitas, bukan kecanggihan teknik yang digunakan namun gagal menjawab permasalahan penelitian.

Secara sederhana teknik rata-rata hitung (mean) adalah sebuah teknik yang digunakan untuk mencari titik sentral dari sebuah data. Seperti gambar kurva normal di atas, jika kurva berbentuk sempurna (seperti lonceng terbalik), maka antara mean (rata-rata hitung), median (nilai tengah) dan modus (nilai yang paling sering muncul) berada pada satu titik.

Berikut contoh yang bisa manjadi gambaran tentang penggunaan mean dalam proses analisis data.

No Upah/bulan

1 Rp. 1.200.0002 Rp.1.356.0003 Rp.1.436.8004 Rp.1.450.0005 Rp.1.567.5006 Rp.1.657.8007 Rp.1.687.9008 Rp.1.795.0009 Rp.1.950.00010 Rp.2.000.00011 Rp.2.134.00012 Rp.2.145.00013 Rp.2.315.00014 Rp.2.316.80015 Rp.2.324.50016 Rp.2.345.00017 Rp.2.435.60018 Rp.2.450.00019 Rp.2.645.00020 Rp.3.261.000

TotalRp. 40 472 900

Data pada tabel sebelah adalah data upah/gaji 20 orang karyawan sebuah perusahaan dalam satu bulan. Untuk mencari rata-rata hitung (mean)

secara kasar maka digunakan rumus ,

dimana = rata-rata, X= jumlah total data dan N= jumlah populasi/sampel. Berdasarkan rumus di atas, maka diperoleh = Rp. 2.023.645,-. Dengan hasil tersebut, peneliti bisa secara kasar menyatakan, bahwasannya rata-rata upah per bulan dari 20 orang karyawan berada di atas gaji 9 orang karyawan, atau dengan kata lain, 50 % dari karyawan memiliki upah di bawah rata-rata, sedangkan 50% lainnya sudah mendapat upah lebih dari rata-rata upah karyawan. Begitulah seterusnya, peneliti bisa mengambil beberapa analisis berdasarkan perhitungan nilai rata-rata, sehingga hasil penelitian menjadi lebih menarik dan berhubungan dengan menjawab permasalahan penelitian.Namun jenis perhitungan rata-rata tersebut sangatlah kasar, artinya peneliti tidak mempertimbangkan faktor-faktor lain yang sebenarnya berhubungan dengan jumlah upah seluruh karyawan.

Cara membuat nilai rata-rata yang lebih bisa cermat adalah menghitung rata-rata dari sebuah data yang sudah mempertimbangkan faktor-faktor pengaruh terhadap data.

133

Page 134: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Misalnya saja tentang upah di atas. Keberadaan nilai upah per bulan tentu saja tidak sama antar responden, karena bisa saja dipengaruhi oleh golongan/jabatan setiap karyawan, tunjangan dan atau insentif, prestasi kerja dan sebagainya. Dengan demikian diperlukan cara perhitungan mean yang lebih cermat dengan mempertimbangkan faktor-faktor pengaruh, salah satunya dalah dengan menggunakan teknik perhitungan rata-rata (mean) ditimbang. Berikut contohnya.

TabelVariabel Penghasilan Petani

Tabel di atas adalah menjabarkan tentang penghasilan 6 orang petani. Peneliti berusaha menghitung berapa sebenarnya rata-rata pengasilan petani dalam satu kali panen, karena rata-rata panen padi dalam setahun adalah 2 kali, berarti yang dihitung oleh peneliti adalah penghasilan 6 orang petani dalam satu tahun. Ada 5 kriteria yang digunakan oleh peneliti dalam menghitung penghasilan petani, yakn; luas lahan, produksi padi per Ha dalam hitungan kilogram, jenis padi, harga jual berdasarkan jenis padi, biaya produksi yang mempengaruhi jumlah penghasilan. Setelah dilakukan perhitungan, maka 6 orang petani tersebut rata-rata memperoleh penghasilan sebesar Rp. 24. 853.033,33 atau dibulatkan menjadi Rp. 24.850.000,-. Rata-rata dengan model perhitungan seperti ini lebih cermat dibandingkan dengan menggunakan rumus rata-rata sebelumnya yang cenderung kasar. Dalam perhitungan ini peneliti sudah menggunakan faktor-faktor lain, sehingga nilai rata-rata penghasilan petani memang benar-benar sudah mempertimbangkan faktor-faktor pengaruh penghasilan petani. Dengan teknik ini juga peneliti tidak sekedar bisa menghitung rata-rata penghasilan petani saja, namun bisa menghitung berapa rata-rata penghasilan yang bisa diperoleh petani berdasarkan luas lahannya. Berdasarkan perhitungan (pembagian antara total penghasilan 6 petani dibagi total luas lahan), maka diperoleh angka Rp. 18.570.114,57,-. Artinya, setiap hektar lahan bisa menghasilkan kurang lebih 18,5 juta rupiah.

Jika peneliti ingin memperkaya analisis, data tabel tersebut menawarkan beberapa hal yang bisa dihitung, terutama dengan rumus rata-rata. Antara lain bisa menghitung berapa rata-rata biaya produksi, rata-rata luas lahan, rata-rata

134

Page 135: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

produksi per ha (dalam kg) maupun rata-rata harga jual padi milik petani. Jadi, sebenarnya dengan data seperti itu saja peneliti bisa melakukan analisis bermacam-macam guna memperkaya penelitian. Jika data yang diperoleh peneliti hanya jumlah penghasilan per tahun, maka analisis hanya sampai disitu saja.

Dalam mencari nilai rata-rata, peneliti juga bisa menggunakan teknik lain, salah satunya dengan menggunakan teknik rata-rata hitung metode pendek. Misalnya saja dalam kasus di atas peneliti hanya memiliki data tentang luas lahan dan biaya produksi. Sedangkan produksi per Ha dan harga jual, peneliti hanya memiliki nilai rata-ratanya saja. Berdasarkan ketersediaan data tersebut, maka perhitungan penghasilan petani akan seperti ini:

TabelContoh Perhitungan Penghasilan Petani

Berdasarkan perhitungan di atas, maka kelihatan jumlah pengasilan total petani pun bertambah, sehingga ketika di hitung rata-rata penghasilan ke 6 petani, maka akan terjadi kenaikan menjadi Rp. 25.005.873.26,-. Angka seperti ini tentu saja lebih kasar dari perhitungan pertama di atas, karena peneliti tidak memiliki nilai produksi per Ha milik masing-masing petani dan nilai harga jual jenis padi, karena data tersebut hanya dalam bentuk rata-rata saja. Namun dengan melakukan analisis seperti ini peneliti bisa memperoleh temuan, walaupun terjadi kenaikan rata-rata keseluruhan penghasilan petani, namun jika di lihat satu persatu, nilai penghasilan petani ada yang lebih rendah dari perhitungan sebelumnya, ada juga yang tetap.

Penggunaan teknik perhitungan seperti ini kerap dilakukan oleh badan-badan milik pemerintah. Teknik perhitungan cara pendek seperti ini cukup memiliki banyak kelemahan, sehingga ketika di angkat menjadi tema penelitian, maka peneliti bisa memperoleh data yang lebih riil, sehingga bisa dijadikan bahan kritikan kepada pemerintah. Jelas berdasarkan contoh-contoh ini, penggunaan rata-rata hitung yang sederhana juga punya kemampuan analisis yang cukup tajam, sehingga patut untuk digunakan oleh para peneliti dalam melakukan analisis data kuantitatif.

Lalu bagaimana penempatan teknik perhitungan rata-rata dalam penelitian sosial, khususnya dalam penelitian kuantitatif? Satu hal yang perlu dicatat oleh para peneliti adalah, mean atau rata-rata hitung hanya bisa digunakan untuk jenis

135

Page 136: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

data yang bersifat rasio dan ber tipe continue10, sedangkan data yang bersifat nominal (kategorial), ordinal dan interval agak sulit dilakukan, bahkan cenderung tidak disarankan untuk dilaksanakan.

Dalam penelitian-penelitian sosial, teknik rata-rata hitung cenderung mulai ditinggalkan, bahkan di beberapa perguruan tinggi teknik rata-rata hitung atau mean (karena terlalu sederhana) jarang digunakan untuk melakukan menguji hipotesis atau menjawab permasalahan penelitian. Pandangan seperti itu jelas tidaklah benar. Penggunaan rata-rata hitung bisa digunakan untuk menguji hipotesis, walaupun tidak dilakukan secara tunggal. Misalnya saja peneliti mengangkat permasalahan tentang standar kebijakan pemerintah dalam pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT). Pemerintah menetapkan bahwasannya yang disebut keluarga miskin yang menerima BLT adalah yang punya rata-rata penghasilan di bawah Rp. 300.000,- (data fiktif). Peneliti kemudian melakukan peneliti untuk membuktikan kebenaran penerapan standar tersebut. Hipotesisnya, peneliti menyatakan standar yang digunakan pemerintah dalam menetapkan kalangan keluarga miskin sudah tepat. Dengan mengambil populasi di suatu desa kemudian peneliti menentukan beberapa sampel. Peneliti mengajukan pertanyaan, kuesioner kepada responden sehingga diperoleh data penghasilan berdasarkan faktor-faktor pengaruh penghasilan masyarakat desa. Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan teknik rata-rata hitung, peneliti bisa menguji hipotesis dan membuktikan kebijakan pemerintah (khususnya pemerintah desa) dalam menentukan warga yang memperoleh BLT.

Ada banyak permasalahan penelitian kuantitatif yang bisa dijawab, di angkat dan di ungkap dengan menggunakan teknik perhitungan rata-rata hitung. Tinggal bagaimana peneliti bisa lebih kreatif sehingga perhitungan mean bisa memperkaya analisis dan melihat data-data yang bisa dianalisis untuk kemudian dijadikan dasar pembuktian hipotesis.

Median (Nilai Tengah)

Sama dengan mean, perhitungan dengan nilai tengah atau median juga digunakan dalam rangka mencari titik pusat data dalam sebuah kurva normal. Secara sederhana, nilai tengah adalah sebuah ukuran kecenderungan sentral yang menggambarkan letak suatu nilai, dimana nilai atau frekuensi nilai ke atas dan ke bawah dari nilai tersebut adalah sama. Namun untuk menentukan median rangkaian data, maka peneliti harus terlebih dahulu mengurutkan data tersebut. Contohnya, ada 35 data, maka median data tersebut setelah di urutkan adalah data ke 18. Demikian juga dengan data genap, maka dua data yang berada di tengah lah yang kemudian dijumlahkan untuk dibagi dua sehingga diperoleh median.

Sama dengan mean, perhitungan median juga sangatlah sederhana. Kesederhanaan teknik ini tidak mencerminkan bahwasannya teknik ini tidak

10 Data yang berjenis rasio dan bertipe continue adalah data sinambung, yakni data yang satuannya dalam bentuk pecahan dan didapat dari proses pengukuran, seperti 0-0,01-2,3-2,35, dan sebagainya.

136

Page 137: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

efektif dalam penelitian-penelitian sosial. Misalnya saja seorang guru ingin meneliti siapa-siapa saja siswa yang nilainya tidak terlalu bagus namun juga tidak jelek. Sekolah ingin memperlakukan kursus khusus kepada siswa yang kemampuannya berada di tengah-tengah agar bisa ditingkatkan. Tentu saja peneliti/guru tersebut tidak boleh menentukan secara sembarangan. Ia kemudian meneliti siswa sebanyak 44 orang siswa di sebuah kelas. Untuk itu, kemudian ia melakukan pengumpulan nilai semester 44 siswa tersebut. Setelah di urutkan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi, menentukan batas nyata dari kelas interval yang mengandung median (Bb), menentukan kumulatif frenkuensi di bawa kelas interval yang mengandung median (Kfb), frekuensi kelas interval yang mengandung median (fmdn), lebar interval (i) dan jumlah frekuensi dalam

distribusi (N), maka peneliti menggunakan rumus: .

Setelah rumus tersebut digunakan, peneliti kemudian memperoleh hasil nilai mediannya. Setelah itu barulah guru tersebut membuat laporan, bahwasannya siswa yang nilainya berada di tengah-tengah, atau dengan kata lain siswa yang kemampuannya berada di tengah-tengah siswa lain adalah misalnya si A. Dengan demikian barulah guru tersebut merekomendasi siapa-siapa saja siswa yang kemampuannya berada di tengah siswa-siswa lain untuk kemudian ditingkatkan kemampuannya.

Demikian juga dengan perhitungan tendensi sentral lain, seperti halnya modus atau mode. Modus adalah satu ukuran kecenderungan sentral yang sering digunakan apabila waktu yang tersedia untuk mencari kecenderungan sentral sangat terbatas dan peneliti ingin melihat kecenderungan responden terhadap sesuatu (Yusuf, 1987). Namun dalam keseharian banyak orang yang sering salah menggunakan istilah modus dengan rata-rata. Misalnya saja ada orang yang mengungkapkan, rata-rata murid di sekolah sekarang ini lebih suka membaca komik daripada membaca buku pelajaran dan buku jenis lainnya. Dari 100 orang siswa yang diteliti 20 orang menyatakan suka membaca buku pelajaran, 20 orang buku self motivasi, 20 orang membaca buku agama dan 40 orang membaca komik. Dari data tersebut, adalah tidak tepat jika menyatakan rata-rata siswa suka membaca komik dibandingkan buku lainnya. Analisis yang lebih tepat adalah, siswa tersebut cenderung suka membaca komik dibandingkan buku lainnya. Dengan kata lain, modus 100 orang siswa tersebut adalah suka membaca komik.

Selain penggunaan tendensi sentral, analisis statistik juga dapat menggunakan teknik lain yang juga sederhana, seperti penggunaan range (rentang), yakni nilai tertinggi dari data dikurangi data terendah data lainnya, kuartil (quartile) yakni pembagian rangkaian data dalam empat bagian dengan frekuensi yang sama, desil, yakni pembagian distribusi data score atas puluhan dan persentil, yakni membagi data menjadi 100 bagian yang sama banyak frekuensinya. Namun beberapa teknik analisis data tersebut tidak akan dijelaskan dalam buku ini karena sangat minim digunakan dalam penelitian-penelitian sosial.

137

Page 138: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Deviasi Rata-rata

Ada baiknya penjabaran difokuskan pada beberapa teknik analisis yang memungkinkan untuk diterapkan, salah satunya adalah deviasi rata-rata atau Average Deviation. Misalnya saja akan melakukan analisis terhadap deviasi rata-rata upah 20 orang karyawan di sebuah perusahaan. Langkah pertama yang harus dilakukan untuk mencari rata-rata deviasi adalah menghitung rata-rata dari seluruh data (total nilai/score dibagi dengan jumlah responden atau n/N). Setelah itu peneliti mengurangkan setiap nilai (upah) dengan rata-rata score. Setelah itu total seluruh pengurangan tersebut sehingga menghasilan angka Rp. 8.270.900,-. Setelah itu bagi angka tersebut dengan jumlah responden sehingga diperoleh angka deviasi rata-rata sebesar Rp. 413.545,-. Ini artinya rata-rata deviasi atau penyimpangan setiap nilai/upah terhadap rata-rata total upah adalah Rp. 413.545.

TabelPerhitungan Deviasi Rata-Rata

Perhitungan seperti ini sangat berguna dalam penelitian sosial karena bisa digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya rata-rata serangkaian data terhadap rata-rata score data mentah. Berdasarkan data di atas, ada beberapa upah karyawan yang berada di atas maupun di bawah rata-rata upah keseluruhan karyawan. Misalnya pihak manajemen menyatakan bahwasannya perbedaan upah

138

Page 139: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

karyawan di perusahaan tersebut tidaklah besar, atau dengan kata lain perusahaan tidak membuat kebijakan upah/gaji yang timpang antar karyawan. Untuk membuktikan pernyataan tersebut, peneliti bisa menggunakan analisis deviasi rata-rata. Biasanya secara kasar orang menganalisis ketimpangan hanya dengan mengurangi data tertinggi dengan data terendah saja. Namun cara ini tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya, sehingga diperlukan analisis deviasi rata-rata sehingga dapat diperoleh angka yang lebih riil.

Dalam penelitian sosial, khususnya dalam penelitian-penelitian yang menggunakan jenis penelitian kuantitatif, teknik ini cukup bisa diandalkan, khususnya untuk melihat bagaimana rata-rata penyimpangan seluruh data terhadap rata-rata data asli nya. Jika rata-rata deviasi nya 0 (nol), maka dapat dikatakan bahwasannya semua nilai data sama dengan rata-ratanya. Jika rata-rate deviasi nya kecil, maka nilai data yang satu dengan lainnya juga kecil, sehingga data akan berada di sekitar rata-ratanya. Sedangkan jika deviasi rata-rata besar, maka pasti ada data yang nilai atau score nya berbeda jauh dengan data lainnya.

Penggunaan teknik ini juga dapat dilakukan pada disiplin ilmu politik, pemerintahan maupun komunikasi. Namun penggunaannya haruslah hati-hati, karena hanya data yang bersifat rasio yang bisa dianalisis dengan teknik ini. Misalnya saja seorang peneliti ingin mengangkat tema tentang hasil pilkada Pemilu di untuk tingkat Kabupaten Lombok Barat. Dari beberapa surat kabar dikabarkan bahwasannya perbedaan suara satu partai dengan partai lainnya tidak berbeda jauh satu dengan lainnya. Patokan dari pernyataan di surat kabar tersebut adalah angka-angka jumlah suara masing-masing partai. Seorang peneliti tertarik dan tidak langsung percaya dengan data-data tersebut, lagi pula pernyataan-pernyataan tersebut tidak didukung oleh data ilmiah, namun hanya logika sederhana semata.

Dengan latarbelakang pemikiran seperti itu kemudian peneliti melakukan pengujian. Ia mengajukan sebuah hipotesis, bahwasannya perbedaan perolehan suara seluruh partai sangatlah kecil. Kemudian ia mengumpulkan dokumen data peroleh suara dari KPU Lombok Barat. Untuk melakukan pengujian, kemudian ia menggunakan teknik rata-rata deviasi. Setelah di hitung, ternyata angka deviasi rata-ratanya besar. Ini membuktikan bahwasannya hipotesis ditolak. Artinya, pernyataan bahwasannya perbedaan jumlah suara partai sangat tipis atau kecil seperti yang disiarkan dalam surat kabar salah atau menyesatkan. Begitu juga pada penelitian lainnya.

Standar Deviasi

Berdasarkan pengamatan ilmuan statistik, penggunaan deviasi rata-rata memiliki kelemahan, dimana tidak mempertimbangkan nilai negatif dan positif akibat pengurangan data dengan rata-rata data. Untuk itu diperlukan cara yang lebih tepat, yakni disebut dengan standar deviasi. Standar deviasi memiliki fungsi yang sama dengan deviasi rata-rata. Secara manual perhitungan standar deviasi atau simpangan baku menggunakan rumus berikut ini.

139

Page 140: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

s = standar deviasiMisalnya saja seorang peneliti akan membuktikan hipotesis bahwasannya

score nilai 6 peserta tender pengadaan mobiler di Dinas Pendidikan jauh berbeda, sehingga cukup dilakukan satu kali untuk menentukan pemenang. Seorang peneliti kemudian ingin membuktikan pernyataan tersebut. Dari data yang dilansir pemerintah, PT. AAA mendapat score 20, PT. BBB mendapat score 30, PT CCC score 35, PT DDD score 25, PT EEE score 33 dan PT FFF score 29. Untuk membuktikan peneliti membuat hipotesis, bahwasannya “perbedaan score peserta tender tidak terlalu jauh berbeda satu dengan lainnya”. Kemudian dilakukanlah perhitungan secara manual dengan menggunakan rumus di atas:

TabelPerhitungan Standar Deviasi

s = 5,007

Berdasarkan hasil perhitungan di atas peneliti memperoleh standar deviasi sebesar 5,007. Berdasarkan angka ini peneliti mengambil kesimpulan, perbedaan masing-masing data tidak lah besar, hanya seputar kurang lebih 5 (belum mencapai dua kali lipat sebuah data). Akhirnya peneliti memutuskan bahwasannya hipotesis diterima. Artinya, pernyataan pihak pemerintah yang menyatakan perbedaan score 6 perusahaan tersebut jauh terpaut satu sama lainnya adalah salah.

5.8. Statistik Non Parametrik.

Statistik non parametrik adalah statistik yang banyak digunakan dalam penelitian sosial, karena data atau nilai yang digunakan ber tipe ordinal dan rasio. Kedua, teknik ini tidak mengharuskan adanya sampel yang besar dan atau

140

Page 141: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

berdistribusi normal, sehingga kesimpulan atau hasil analisis dari proses penelitian yang menggunakan teknik statistik non parametrik tidak di generalisir atau ditarik secara umum terhadap populasi.

Ada beberapa jenis teknik statistik non parametrik yang dapat digunakan dalam analisis data penelitian-penelitian sosial, seperti;

1. Uji Binomial2. Uji Chi Square (Khi Kuadrad)3. Uji Sign Test4. Friedmen Test5. Test Wilcoxon6. Kruskal-Wallis H Test7. dll

Dikarenakan tidak mencukupinya ruang dalam buku ini, maka penjabaran hanya difokuskan pada dua teknik saja, yakni sign test dan Chi Kuadrad (Chi Square test).

Sign Test

Secara praktis, Sign Test digunakan dengan beberapa landasan, antara lain;1. Data tidak berdistribusi normal2. Jumlah sampel sedikit3. Data ber tipe ordinal dan atau interval4. Digunakan untuk membuktikan adanya perbedaan sikap, pandangan,

penilaian, dan sebagainya dari sampel dan atau responden

Untuk lebih jelasnya akan diberi contoh seperti dijabarkan di bawah ini:

Seorang peneliti ingin melihat apakah dengan diberlakukannya peraturan baru tentang sanksi karyawan yang terlambat masuk kerja membawa perubahan terhadap ketepatan jam masuk kerja. Untuk membuktikan tersebut kemudian mengambil data dari absensi/daftar hadir dalam satu minggu, dan datanya seperti di bawah ini.

TabelContoh Perhitungan Signt Test

Karyawan Ketepatan waktu masuk kerja Perubahan1 Baik +2 Baik +3 Buruk -4 Buruk -5 Baik +6 Buruk -

141

Page 142: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

7 Buruk -8 Buruk -9 Baik +10 Baik +11 Buruk -12 Buruk -13 Buruk -14 buruk -15 baik +16 Baik +17 Buruk -18 Buruk -19 Buruk -20 baik +

Pada kolom paling kanan peneliti membuat tanda. Bagi yang mengalami perubahan (tepat waktu masuk kerja), maka diberi tanda positif (+)angkan yang tidak mengalami perubahan lebih baik diberi tanda negatif (-).

Langkah pertama adalah mencari nilai rata-rata dari data tersebut. Rumus yang digunakan adalah μ = n.p (μ: rata-rata; n: jumlah sampel dan; p: probabilitas kemunculan tanda positif dan negatif-1:2=0,5).

μ = n.pμ = 20 x 0,5μ = 10

Setelah itu peneliti mencari standar deviasi dengan rumus:

Peneliti membuat hipotesis bahwasannya tingkat kedisiplinan karyawan setelah diberlakukannya aturan sanksi bagi yang terlambat masuk kerja adalah sama saja. Atau dengan kata lain tidak ada perbedaan sebelum dan sesudah diberlakukannya saknksi. Dengan demikian jika begitu hipotesisnya, maka peneliti mengharapkan rata-rata nya adalah 10. Namun ternyata dari hasil analisis data dokumen daftar hadir, ada 12 tanda positif (yang mengalami perubahan).

Jika dilihat dari kurva normal, posisi standar deviasi dan nilai positif (X=8, dimana 8 adalah 20-120) nilainya positif, sehingga posisinya di sebelah kanan (7,5 adalah pengurangan 8-0,5).

Langkah selanjutnya adalah peneliti membuat hipotesis:

142

Page 143: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Ho : tidak ada perubahan tingkat kedisiplinan karyawan pasca diterapkannya sanksi

Ha : ada perbedaan tingkat kedisiplinan karyawan pasca diterapkannya sanksi.

Kemudian peneliti membuat test statistik dengan menggunakan rumus Z=

1,12Berdasarkan nilai kritis =5% (satu sisi pengujian), maka

Ho diterima bila ZHo ditolak bila Z>+1,64

Pengujian dilakukan pada 1 sisi sebelah kanan karena nilai X (8) dalam pengamatan lebih kecil dari nilai X harapannya. Karena nilai Z lebih kecil dari 1,64 dan berada di luar nilai kritis 5%, maka kesimpulannya hipotesis diterima. Dengan demikian, maka peneliti memutuskan bahwasannya tidak ada perubahan tingkat kedisiplinan karyawan masuk kerja setelah sanksi diberikan.

GambarPengujian Dengan Kurva Normal

Teknik analisis signt test ini cukup bermanfaat dalam penelitian-penelitian dengan jumlah sampel yang sedikit. Proses pengerjaannya pun cukup sederhana dimana peneliti hanya menghitung jumlah tanda perubahan yang ada, membandingkan dengan rata-rata atau harapan sebuah data dalam posisi normal (mean maupun median). Setelah itu peneliti mencari standar deviasi, menghitung nilai Z score, menetapkan titik kritisnya, membuat nilai kritis untuk pengujian hipotesis dan membandingkan nilai Z score dengan nilai kritisnya. Jika lebih

143

Page 144: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

kecil dari nilai kritis maka hipotesis diterima, sedangkan jika lebih besar, maka hipotesis ditolak.

Ada banyak realitas, gejala sosial maupun variabel yang bisa diteliti dengan menggunakan teknik analisis sign test. Namun yang lebih efektif adalah pada gejala-gejala sosial yang sederhana, seperti perubahan pandangan responden, dan sebagainya. Prinsipnya seperti ini. Peneliti membuat patokan tentang sesuatu. Misalnya saja sesuati dalam keadaan normal. Sesuai dengan kebutuhan, dalam keadaan seimbang dan sebagainya. Kenormalan, kesesuaian dan keseimbangan tersebut diukur berdasarkan kurva normal, dimana median, modus dan mean berada di tengah. Kita ambil contoh tentang seorang kepala dinas yang ingin menguji apakah pegawai di kantor tersebut menjadi lebih kreatif dalam bekerja setelah diberi pendidikan tentang motivasi kerja. Yang lebih kreatif diberi tanda negatif, dan yang tidak diberi tanda negatif. Lalu dilakukanlah perhitungan. Ketiadaan perubahan diukur mulai dari seluruh pegawai diberi tanda negatif sampai dengan taraf tertentu dimana tanda pegawai yang bernilai positif dan negatif menunjukkan adanya perubahan. Tentu saja membuktikan adanya perubahan tersebut akan sulit jika hanya menghitung berapa yang bertanda negatif dan berapa yang bertanda positif, namun harus dilakukan pengujian, sehingga yang menentukan apakah terjadi perubahan atau tidak adalah proses statistik.

Teknik Khi Kuadrad (Chi Square)

Teknik khi kuadrad cukup populer dalam penelitian-penelitian sosial, karena proses penyelesaiannya tidak terlalu rumit dibandingkan teknik korelasi dalam penelitian kuantitatif. Teknik ini tergolong dalam jenis analisis non parametrik, karena sampel penelitian tidak harus besar, sehingga otomatis penarikan kesimpulan penelitian tidak dapat di generalisir kepada seluruh populasi, namun hanya untuk sampel yang diteliti. Teknik analisis khi kuadrad digunakan jika data yang digunakan bukan data ber jenis rasio atau jenis data tipe continue.

Teknik analisis khi kuadrad ditujukan untuk melihat perbedaan antar data atau antar variabel. Misalnya saja peneliti ingin melakukan pengujian terhadap tingkat pendidikan responden dengan kedisiplinan. Peneliti mengangkat tema tersebut karena memiliki pemikiran, apakah tingkat pendidikan tertentu akan berbeda pula dalam hal tingkat kedisiplinan? Namun peneliti harus hati-hati, uji khi kuadrad bukanlah uji hubungan atau pengaruh. Peneliti tidak sedang mencari hubungan atau pengaruh antara tingkat pendidikan dengan kedisiplinan, namun hanya untuk melihat perbedaan. Berikut contoh sederhana untuk menggambarkan tujuan uji khi kuadrad.

Misalnya saja ada satu variabel kerja, yakni; Malas, Sedang dan Rajin. Variabel kedua adalah Kaya, Miskin dan Sederhana. Dalam kasus ini, uji beda atau khi kuadrad digunakan untuk melihat apakah orang yang malas, sedang dan rajin punya tingkat ekonomi yang berbeda, yakni miskin, sedang dan kaya? Apakah orang yang malas akan miskin? Apakah orang yang sedang akan sederhana? Apakah yang rajin akan kaya? Jawaban yang mungkin diperoleh juga

144

Page 145: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

kira-kira sebagai berikut. Jika hasil analisis signifikan (terbukti berdasarkan hipotesis), hasilnya adalah ada beda. Ada beda artinya; perbedaan orang yang malas, sedang dan rajin juga akan berbeda juga dalam hal ekonomi (kaya, sederhana dan miskin).

Berikut akan dijabarkan contoh perhitungan khi kuadrad. Contoh yang digunakan adalah contoh data sebelumnya.

Variabel kedisiplinan dibagi atas dua kategori, yakni rendah dan tinggi. Sedangkan jenis kelamin juga di bagi dua, yakni laki-laki dan perempuan. Berdasarkan data ini, peneliti akan melakukan pengujian, apakah dengan perbedaan jenis kelamin, maka akan berbeda juga tingkat kedisiplinannya?

Untuk menguji data tersebut, pertama yang dilakukan adalah membuat tabulasi silang antara dua variabel tersebut. Berikut hasil tabulasi silang kedua variabel:

TabelTabulasi Silang

Tingkat kedisiplinanTotalRendah tinggi

Jenis Kelamin

laki-laki 5 4 9Perempuan 7 4 11

Total 12 8 20

Berdasarkan hasil tabulasi silang, secara sederhana kita bisa menganalisis bahwasannya jumlah perempuan yang berdisiplin rendah lebih banyak dibandingkan yang laki-laki, yakni 7 orang, sedangkan jumlah perempuan dan laki-laki yang berfisiplin tinggi lebih besar, yakni masing-masing sebanyak 4 orang, padahal jumlah responden perempuan lebih banyak daripada responden lak-laki. Dengan data seperti itu tentu saja sulit bagi peneliti untuk memutuskan apakah dengan adanya perbedaan jenis kelamin akan perbeda juga tingkat kedisiplinannya? Jika jumlah respondennya sama tentu saja tidak akan sulit untuk membuat keputusan, namun karena jumlahnya berbeda, dibutuhkan analisis statistik, yakni dengan teknik Khi kuadrad.

Langkah selanjutnya adalah memasukkan data-data tersebut ke dalam rumus Chi Square atau Khi kuadrad, yakni;

145

Page 146: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Keterangan:= Chi Square/Khi Kuadrad

Fo = frekuensi hasil observasi pada sampelFh = frekuensi yang diharapkan dalam sampel sebagai pencerminan dari

frekuensi yang diharapkan dalam populasi. Dimana frekuensi yang diharapkan merupakan perkaian antara jumlah baris dengan lajur dibagi dengan jumlah total.

Namun untuk memasukkan data tersebut ke dalam rumus, dibutuhkan beberapa langkah. Yang pertama adalah menentukan derajad kebebasan yang disingkat dengan db. Db adalah perkalian antara baris dikurang 1 dengan kolom dikurang dengan 1. Berdasarkan data di atas, maka derajad kebebasannya adalah: Db = (2-1) (2-1)

= 1Langkah kedua adalah menentukan frekuensi yang diharapkan pada

sampel sebagai pencerminan dari frekuensi yang diharapkan dalam populasi atau fh. Caranya adalah dengan mengalikan jumlah frekuensi baris dengan jumlah frekuensi kolom, kemudian dibagi dengan jumlah total sampel:

Sel I :

Sel II :

Sel III :

Sel IV :

Setelah diperoleh data fh, maka selanjutnya peneliti membuat perhitungan. Namun perhitungan tersebut akan lebih mudah jika dilakukan melalui tabel, sehingga diperoleh angka khi kuadrad seperti dijabarkan di bawah:

TabelPerhitungan Khi Kuadrad

Sel fo fh (fo-fh)2

1 5 5,4 0,16 0,0232 4 3,6 0,16 0,0443 7 6,6 0,16 0,024

146

Page 147: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

4 4 4,4 0,16 0,0360,127

Berdasarkan nilai di atas (0,127), kemudian peneliti mengambil kesimpulan signifikansi perhitungan. Pengambilan keputusan diambil berdasarkan pertimbangan: Jika , maka Ho ditolak

Jika , maka Ho diterima

Dengan taraf signifikansi 5% dan derajad kebebasan (db=1) maka angka 0,127 lebih kecil dari 3,841 (diperoleh dari tabel chi square), sehingga Ho yang menyatakan tidak ada perbedaan antara jenis kelamin dengan tingkat kedisiplinan diterima.

Berdasarkan kesimpulan tersebut, nyatalah bahwasannya perbedaan jenis kelamin tidak diikuti dengan perbedaan tingkat kedisiplinan. Bisa juga (walaupun tidak disarankan), membahasakannya dengan kata “hubungan”, sehingga dapat dikatakan, perbedaan jenis kelamin tidak memiliki hubungan terhadap tingkat kedisiplinan. Dengan kata lain, jenis kelamin laki-laki dan perempuan tidak menentukan tingkat kedisiplinannya. Singkatnya, antara laki-laki dan perempuan cenderung sama-sama disiplin dan atau sama-sama tidak disiplin.

Ada banyak realitas atau variabel penelitian yang bisa dianalisis dengan teknik khi kuadrad, karena tipe data yang digunakan tidak harus dalam bentuk interval atau rasio. Misalnya saja tentang hubungan antara perbedaan tingkat pendidikan dengan preferensi memilih partai, tingkat pendidikan dengan pendapatan, golongan umur terhadap pilihan media informasi dan sebagainya. Namun yang harus dipahami oleh peneliti adalah, data yang digunakan untuk dianalisis dengan teknik khi kuadrad adalah seluruh jenis data (nominal, ordinal, interval dan rasio) yang telah dikelompokkan menjadi kategori. Artinya, data-data tersebut sudah dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori tertentu. Berikut dijelaskan di bawah tentang metode mengelompokkan atau meng kategorisasi data.

Misalnya saja seorang peneliti membuat 4 buah pertanyaan yang diajukan kepada 30 orang responden, yakni;

1. Pekerjaana. PNSb. Wiraswastac. Karyawan swasta

2. Perlunya Peraturan Daerah tentang penjualan minuman keras.

a. Tidak pentingb. Kurang pentingc. Pentingd. Sangat penting

3. Lama tinggal di Mataram.a. <1 thn

147

Page 148: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

b. 2-5 thnc. 6-10 thnd. > 10 thn

4. Penghasilan dalam 1 bulanRp. ………………………………………………………

Untuk menganalisis data kuesioner tersebut, peneliti membuat kategorisasi agar dapat dianalisis dengan teknik khi kuadrad. Untuk pertanyaan pertama mungkin tidaklah terlalu sulit, karena jawaban a, b dan c sudah dalam bentuk kategorisasi. Begitu juga dengan pertanyaan kedua dan ketiga. Namun pertanyaan ke empat tidak bisa digunakan langsung, karena harus terlebih dahulu di kategorisasi.

Misalnya saja untuk pertanyaan nomor 4, ada yang menjawab Rp. 500,-, Rp.1 jt, Rp. 1,5 jt, Rp. 1,6 jt, Rp. 1,87 jt, Rp. 3.560.000, dan sebagainya. Bisa saja dari 50 orang yang menjawab, ada 30 lebih angka yang berbeda. Tentu saja data seperti itu akan sulit untuk dianalisis dengan menggunakan teknik khi kuadrad. Untuk itu peneliti harus menggolongkan data penghasilan tersebut. Sebenarya untuk membuat penggolongan tersebut peneliti diberi kebebasan. Atau bisa saja membuat penggolongannya dengan menggunakan teknik kuartil, yakni membagi data dalam 4 kategori atau 4 golongan.

TabelPenentuan Dengan Teknik Kuartil

1 Rp.522.523

7 Rp.671.500

13

Rp.788.600

19

Rp.1.480.900

25

Rp.2.700.520

2 Rp.654.450

8 Rp.672.560

14

Rp.980.900

20

Rp.1.675.800

26

Rp.2.850.600

3 Rp.658.650

9 Rp.710.400

15

Rp.990.500

21

Rp.1.950.750

27

Rp.2.864.250

4 Rp.665.000

10

Rp.752.380

16

Rp.995.700

22

Rp.1.980.700

28

Rp.2.906.350

5 Rp.669.650

11

Rp.753.500

17

Rp.1.210.100

23

Rp.2.420.350

29

Rp.2.980.520

6 Rp.670.560

12

Rp.780.500

18

Rp.1.350.500

24

Rp.2.560.300

30

Rp.3.700.500

Langkah pertama untuk membuat penggolongan tersebut adalah mengurutkan data dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Setelah di urutkan,

barulah digunakan rumus: . Dimana adalah data ke 1, 2 dan 3; n adalah

jumlah sampel dan angka 4 adalah menunjukkan pembagian data menjadi 4. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh:

Data ke 1 = =7,75

148

Page 149: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Data ke 2 =15,5

Data ke 3 =23,25

Karena data 7,75; 15,5 dan 23,25 adalah bersifat pecahan, maka peneliti bisa menyederhanakan hasilnya, sebagai berikut: posisi ke 1 adalah, 7,75. karena lebih dekat ke urutan ke 8, maka yang diambil adalah Rp.672.560, ke 2 bisa menggunakan urutan ke 16=Rp.995.700 dan ke 3, 23, 25 menggunakan urutan ke 23=Rp.2.420.350

Berdasarkan proses penentuan tersebut, barulah peneliti membuat golongan sebagai berikut:

a. < Rp.672.560b. Rp. 672.560-Rp.995.700 c. Rp.995.700 - Rp.2.420.350d. Rp.2.420.350(,01)- Rp.3.700.500

Keterangan: agar proses perhitungan tidak tumpang tindih, maka gunakanlah angka pecahan, misalnya pada point b, yakni 672.560,01 sampai dengan 995.700. Demikian juga pada point c dan d, sehingga pengulangan perhitungan pun dapat dihindari.

Kategorisasi juga dapat dilakukan dengan didasarkan pada aturan atau standar non statistik. Melalui cara ini peneliti tidak harus membuat perhitungan, namun sekedar mengadopsi kategorisasi yang telah ada. Misalnya saja terkait dengan kasus di atas. Peneliti bisa membagi atau meng kategorisasi upah/penghasilan berdasarkan strata upah/gaji di perusahaan tersebut. Jika penelitian dilakukan terhadap pegawai pemerintah, maka kategorisasi dapat mengutip gaji berdasarkan golongan atau jabatan yang ditetapkan pemerintah. Begitu juga untuk data-data rasio lainnya.

5.9. Uji Asosiatif

Dalam penelitian kuantitatif, teknik analisis data yang cukup populer adalah menggunakan teknik-teknik asosiatif atau teknik analisis hubungan atau pengaruh. Teknik ini digunakan atas dasar, bahwasannya seluruh realitas (variabel) sosial saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lainnya. Misalnya saja, keadaan ekonomi sebuah keluarga mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anak. Pengalaman seorang pegawai/karyawan mempengaruhi tingkat kemampuannya beradaptasi terhadap lingkungan kerja baru. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap preferensi media informasi. Perilaku sex remaja berhubungan terhadap pengetahuan dan pemahamannya terhadap sex. Tingkat kesejahteraan pegawai berhubungan terhadap kedisiplinan di tempat kerja.

Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwasannya seluruh realitas atau variabel sosial tidak berdiri sendiri. Semuanya saling berhubungan. Namun hubungan tersebut ada yang saling mempengaruhi dan ada juga yang tidak. Jika memiliki pengaruh, namun tingkat pengaruhnya berbeda-beda. Ada yang sangat

149

Page 150: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

besar (signifikan), tidak terlalu berpengaruh atau pun pengaruhnya sangatlah kecil. Selain itu, pengaruh tersebut tidak hanya bersifat positif. Positif dalam artian, peningkatan, penguatan, kemajuan sebuah variabel selalu akan berdampak terhadap peningkatan, penguatan maupun kemajuan variabel lainnya. Ada juga hubungan yang bersifat negatif atau a simetris, dimana salah satu variabel berpengaruh secara kebalikan terhadap variabel lainnya. Hubungan antar variabel pada tipe pertama dapat dilihat dari contoh berikut; Semakin tinggi tingkat pendidikan pegawai, maka semakin tinggi pula tingkat kedisiplinannya. Atau, semakin besar atau ketat kontrol pengawasan orang tua, maka semakin besar pula tingkat kepatuhan anak.

Berdasarkan jenis hubungannya, penelitian asosiatif dibagi atas 3 jenis, yakni hubungan simetris, asimetris dan resiprokal. Hubungan simetris adalah suatu hubungan dimana antar variabel tidak menyebabkan variabel lainnya. Misalnya saja ketika peneliti melakukan penelitian tentang hubungan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin dengan efektivitas kerja pemimpin desa. Dalam jenis hubungan ini, tidak ada kejelasan apakah tingkat kepercayaan yang rendah menyebabkan efektivitas kerja yang rendah dari aparat desa atau kah efektivitas kerja yang rendah menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat menjadi rendah. Setelah dilakukan pengujian, peneliti hanya bisa mengambil kesimpulan bahwasannya dua variabel tersebut saling berhubungan. Seperti apa hubungannya, tidak dapat diketahui.

Tipe kedua adalah hubungan asimetris. Hubungan asimetris adalah jika salah satu atau lebih variabel menyebabkan perubahan pada satu atau lebih variabel lainnya. Atau dengan kata lain, variabel tertentu (variabel independen) menjadi penyebab perubahan pada variabel lainnya (variabel dependen). Tipe hubungan seperti ini dapat melihat mana dari salah satu variabel yang menyebabkan variabel lainnya. Misalnya saja terkait dengan contoh di atas. Peneliti sudah mendapatkan informasi atau teori bahwasannya tingkat kepercayaan masyarakat lah yang menyebabkan efektivitas kerja pemimpin desa. Dengan melakukan analisis data, maka akan dapat diketahui, apakah benar variabel kepercayaan berpengaruh terhadap efektifitas kerja? Bisa juga kemudian diketahui, berapa besar pengaruh tingkat kepercayaan terhadap efektivitas kerja?

Hubungan ketiga adalah resiprokal. Yakni hubungan dimana antara satu variabel dengan variabel lainnya saling memperkuat dan juga saling mempengaruhi. Misalnya saja pada contoh di atas. Tingkat kepercayaan masyarakat berpengaruh terhadap efektifitas kerja, namun juga sebaliknya, dimana efektifitas kerja pemimpin berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan masyarakat. Begitu juga dalam bentuk yang saling memperkuat. Sesuai dengan contoh di atas, efektifitas kerja pemimpin desa mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat. Kemudian, tingkat kepercayaan masyarakat tersebut berpengaruh terhadap semakin tingginya efektifitas kerja dari pemimpin. Ketika efektifitas kerja meningkat, maka terjadi pula kenaikan kepercayaan masyarakat. Demikian seterusnya.

Berdasarkan jenis data maupun kepentingan/permasalahan/tujuan penelitian, ada beberapa tipe analisis data dengan menggunakan teknik asosiatif.

150

Page 151: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Masing-masing teknik analisis memiliki ke khas-an masing-masing sehingga peneliti harus benar-benar hati-hati dalam menggunakannya. Namun untuk kepentingan penelitian sosial, dalam buku ini hanya akan dijelaskan beberapa teknik analisis asosiatif, sedangkan teknik analisis asosiatif lainnya hanya dijabarkan secara ringkas saja.

Teknik analisis statistik Korelasi Produk Moment cukup banyak digunakan dalam penelitian sosial, karena selain cukup sederhana, namun memadai dalam melakukan pengujian hubungan antar variabel. Namun harus dicatat, bahwasannya uji korelasi produk moment hanya dapat digunakan jika data ber tipe minimal interval. Peneliti tidak bisa menggunakan teknik ini jika data ber tipe nominal atau ordinal. Jenis kelamin, perbedaan warna, suku, agama, dan data-data yang hanya bersifat membedakan jelas tidak bisa menggunakan teknik ini. Demikian juga data ordinal, yakni data yang hanya menunjukkan tingkatan namun tidak memiliki jarak antara tingkatan tersebut, seperti tingkat pendidikan, urutan juara, dan sebagainya.

Walaupun begitu, data ber tipe nominal dan ordinal tersebut juga bisa dirubah menjadi data interval sehingga dapat dianalisis menggunakan teknik korelasi produk moment. Misalnya saja jika peneliti memiliki asumsi, bahwasannya dalam penelitiannya tentang peran perempuan dalam aktivitas politik perempuan ditempatkan dalam posisi lebih baik/tinggi dan sebagainya. Dengan alasan seperti itu, maka jawaban perempuan dalam kuesioner diberi skor atau bobot lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Dengan adanya pembobotan tersebut, maka jenis kelamin yang merupakan data ber tipe nominal akan berubah menjadi data ber tipe interval.

Ada satu prinsip yang harus diketahui oleh seorang peneliti ketika menggunakan teknik analisis korelasi produk moment, yakni bahwasannya hasil pengujian tidak menunjukkan pengaruh, namun sekedar membuktikan adanya hubungan antar variabel. Misalnya saja peneliti melakukan pengujian hubungan antara tingkat pengetahuan tentang partai politik terhadap penggunaan suara dalam Pemilu legislatif. Ketika perhitungan secara statistik menggunakan teknik korelasi produk moment dilakukan dan menunjukkan hasil yang signifikan, maka kesimpulannya, pengetahuan masyarakat tentang partai politik berhubungan dengan penggunaan suara dalam Pemilu. Namun hubungan tersebut bukanlah hubungan sebab-akibat. Pengetahuan partai politik belum tentu menjadi penyebab atau pengaruh penggunaan suara dalam Pemilu atau sebaliknya. Peneliti hanya bisa membuktikan bahwasannya dua variabel tersebut saling berhubungan, namun belum tentu saling menentukan. Ini artinya, kedua variabel tersebut memang berhubungan, namun kemungkinan bisa saja variabel tersebut yang menentukan pengaruh pada variabel lain, atau ada juga potensi bahwasannya ada variabel lain (di luar variabel yang di uji) yang berpengaruh terhadap variabel tersebut.

GambarBagan Hubungan Variabel Pengujian Korelasi Produk Moment

151

Page 152: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Berdasarkan bagan di atas dapat dilihat, bahwasannya dalam uji korelasi produk moment, peneliti hanya menguji apakah ada hubungan atau seberapa besar derajad hubungan antara variabel independen/variabel pengaruh terhadap variabel dependen atau variabel terpengaruh. Karena hanya melakukan pengujian ada tidaknya derajad hubungan, maka ada kemungkinan variabel lain lah yang berpengaruh besar terhadap variabel dependen. Jika hasil uji statistik menunjukkan angka sangat besar, maka ada dapat kemungkinannya variabel tersebutlah yang dominan berpengaruh. Namun jika tidak besar, maka variabel yang lebih berpengaruh dibandingkan variabel yang di uji.

Untuk melakukan uji hubungan dengan teknik korelasi produk moment, maka digunakan rumus sebagai berikut.

r = koefisien korelasi pearson’s product momentN = jumlah sampelX = angka pada variabel XY = angka pada variabel Y

Agar lebih jelas, berikut akan dijabarkan sebuah contoh beserta proses perhitungannya.

Misalnya saja peneliti melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat pengetahuan tentang tingkat pendidikan (Variabel X) terhadap harapan pada Pemilu (Variabel Y). Penelitian dilakukan terhadap 10 orang responden dengan mengajukan 4 pertanyaan. Masing-masing pertanyaan kemudian dibuat jawaban yang diberi score. Setelah data terkumpul, kemudian peneliti memasukkan data tersebut dalam tabel yang membantu proses perhitungan menggunakan rumus korelasi produk moment.

TabelPerhitungan Data Hasil Kuesioner

152

Page 153: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Resp    X 

 Pert

3

 Pert

4Y  

Pert 1

Pert 2

1 2 2 4 2 3 52 2 3 5 4 4 83 2 3 5 4 4 84 2 2 4 3 4 75 2 4 6 3 5 86 3 4 7 4 4 87 2 2 4 3 3 68 3 2 5 4 3 79 3 4 7 4 4 810 3 4 7 4 5 9

Masing-masing variabel memiliki 2 pertanyaan, sehingga total ada 4 pertanyaan. Setiap pertanyaan diberi jawaban yang telah diboboti. Setelah itu dibuatlah data seperti di atas, dimana ada 10 orang responden. Jawaban dari masing-masing responden kemudian dijumlahkan sehingga menjadi angka variabel X dan variabel Y. Setelah itu barulah dilakukan perhitungan sesuai dengan kebutuhan penggunaan rumus korelasi produk moment.

TabelPerhitungan Korelasi Produk Moment

Resp X Y X2 Y2 XY1 4 5 16 25 202 5 8 25 64 403 5 8 25 64 404 4 7 16 49 285 6 8 36 64 486 7 8 49 64 567 4 6 16 36 248 5 7 25 49 359 7 8 49 64 5610 7 9 49 81 63  54 74 306 560 410

∑X :54∑Y :74∑X2 :306∑Y2 :560∑XY :410

153

Page 154: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

Setelah itu angka-angka dalam tabel dimasukkan ke dalam rumus:

Berdasarkan perhitungan dengan rumus korelasi produk moment, maka diperoleh angka r sebesar 0,781. Angka tersebut positif, artinya hubungan bersifat positif (variabel X berdampak positif terhadap variabel Y) dengan derajat kekuatan 0,781 atau 78,1%. Berdasarkan angka tersebut dapat diketahui bahwa derajad kekuatan hubungan variabel cukup kuat sehingga dapat dikatakan bahwasannya variabel X (tingkat pendidikan) memang memiliki hubungan yang kuat terhadap variabel Y (harapan terhadap Pemilu legislatif). Setelah diperoleh angka r, maka selanjutnya adalah membandingkan angka r yang diperoleh dari perhitungan dengan r tabel dengan jumlah responden (sampel) sebanyak 10 orang. Berdasarkan data r tabel dengan taraf signifikansi 5% adalah 0,632 dan taraf signifikansi 1% adalah 0,765, ternyata r perhitungan (0,781) lebih besar, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwasannya terdapat hubungan yang sangat signifikan antara tingkat pendidikan responden terhadap harapan terhadap Pemilu legislatif.

Selain menggunakan teknik korelasi produk moment, ada juga teknik korelasi rank order. Berbeda dengan teknik produk moment, teknik rank order digunakan pada data dengan tipe ordinal maupun interval, sehingga dapat dikatakan peneliti tidak harus melakukan pembobotan atau skoring, sehingga hanya frekuensi dari data ordinallah yang dihitung. Adapun rumus yang digunakan adalah:

rho adalah koefisien korelasi rank order; angka 1 adalah bilangan konstan; 6 adalah bilangan konstan; ∑ adalah jumlah atau sigma; dan N adalah jumlah individu adalah sampel. Rumus ini lebih sederhana dibandingkan dengan product moment. Untuk mencari nilai d, maka peneliti cukup hanya mengurangi angka kumulatif dari tiap-tiap nilai yang ada pada masing-masing responden di masing-masing variabel terhadap nilai yang ada pada masing-masing responden pada variabel lainnya.

Selain teknik analisis statistik rank order, ada juga teknik korelasi contingensi C atau Pearson’s C. Teknik ini dapat digunakan terhadap data ber tipe nominal dengan nominal, atau nominal dengan ordinal. Dengan demikian, data yang di hitung tidak harus di skoring oleh peneliti, karena hanya frekuensi dari jawaban kuesioner lah yang dihitung untuk dimasukkan ke dalam rumus Pearson’s C. Rumus Pearson’s C sebenarnya hanya gabungan dari teknik Khi kuadrad, sehingga untuk mendapatkan koefisien korelasi kontingensi, maka

154

Page 155: Metode Penelitian Sosial, Sebuah Pengantar Bagi Mahasiswa

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi Peneliti Pemula

peneliti harus terlebih dahulu mencari nilai khi kuadrat. Adapun rumus Pearson’s C adalah:

C adalah koefisien kontingensi Pearson’s C; sedangkan adalah nilai khi kuadrad dan N adalah jumlah sampel.

Selain melakukan pengujian terhadap hubungan antar variabel, maka pengujian juga dapat dilakukan dalam rangka memprediksi pengaruh antar variabel terhadap variabel lainnya. Teknik yang digunakan adalah analisis regresi. Berbeda dengan teknik menguji hubungan variabel sebelumnya yang cenderung menggunakan data ber tipe nominal, ordinal dan interval, teknik regresi hanya sesuai untuk data ber tipe rasio. Untuk itulah teknik ini lebih banyak digunakan untuk penelitian-penelitian eksak dimana data yang dianalisis bersifat kontinue dan bertipe rasio.

Misalnya saja seorang peneliti bidang pertanian ingin meneliti hubungan dan pengaruh pupuk terhadap kecepatan tumbuh sebuah tanaman. Dengan menggunakan teknik ini, maka peneliti bisa mendapatkan kesimpulan bahwasannya pupuk memang berpengaruh terhadap kecepatan tumbuhnya tanaman. Atau bisa juga peneliti memprediksi pengaruh volume pupuk yang diberikan terhadap tinggi tanaman atau lebar daun, bahkan berat buah. Jika petani memasukkan sekian ouns pupuk, maka tinggi tanaman bertambah sekian senti meter, atau jika dikurangi sekian ouns, maka kecepatan penambahan tinggi tanaman akan berkurang sekian senti meter. Hal inilah yang membuat analisis regresi sangat minim digunakan dalam penelitian sosial, karena sangatlah sukar memprediksi pengaruh variabel sosial terhadap variabel sosial lainnya. Dengan kata lain, sangatlah sulit jika peneliti memprediksi, jika kesadaran masyarakat dinaikkan sekian persen, maka akan meningkatkan atau menurunkan sekian persen kedisiplinan. Untuk itulah peneliti ilmu sosial tidak terlalu disarankan untuk menggunakan teknik ini, kecuali penelitian-penelitian psikologis, ekonomi dan kesehatan masyarakat.

------------------------₪₪₪₪------------------------

155