Metabolisme tulang dan otot

63
1 LEMBAR PENGESAHAN REFERAT Metabolisme Tulang dan Otot Diajukan untuk kegiatan belajar mandiri dan sebagai syarat mengikuti Ujian Akhir Blok di Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon Telah disetujui dan dipresentasikan Pada tanggal: 22 November 2012 Disusun Oleh : Nike Indah Permatasari NPM. 112170056 Noerlia NPM. 112170057 Novi Auliani NPM. 112170058 Nur Hayati NPM. 112170059 Permata Ayuning Tyas NPM. 112170060 Cirebon, 22 November 2011 Dosen Pembimbing, dr. Tissa Octavira P.

description

Referat metabolisme tulang dan otot

Transcript of Metabolisme tulang dan otot

Page 1: Metabolisme tulang dan otot

1

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

Metabolisme Tulang dan Otot

Diajukan untuk kegiatan belajar mandiri dan sebagai

syarat mengikuti Ujian Akhir Blok

di Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon

Telah disetujui dan dipresentasikan

Pada tanggal: 22 November 2012

Disusun Oleh :

Nike Indah Permatasari NPM. 112170056

Noerlia NPM. 112170057

Novi Auliani NPM. 112170058

Nur Hayati NPM. 112170059

Permata Ayuning Tyas NPM. 112170060

Cirebon, 22 November 2011

Dosen Pembimbing,

dr. Tissa Octavira P.

Page 2: Metabolisme tulang dan otot

2

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan..........................................................................................1

Daftar Isi...........................................................................................................2

Kata Pengantar .................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

I.1. latar Belakang ............................................................................................4

I.2. Tujuan dan Manfaat ...................................................................................5

BAB II TUJUAN PUSTAKA

II.1. Tulang ......................................................................................................6

II.1.1 klasifikasi.........................................................................................6

II.1.2 Jenis Jaringan Tulang ......................................................................7

II.1.3 Mikroskopis Struktur Tulang ..........................................................11

II.1.4 Matriks Tulang ................................................................................15

II.1.5 Mikroskopis Bangunan Tulang .......................................................16

II.1.6 Proses Pembentukan Tulang ...........................................................18

II.2. Jaringan Otot.............................................................................................21

II.2.1 Klasifikasi Jaringan Otot .................................................................21

II.2.2 Mekanisme Kontraksi Otot .............................................................28

II.3. Kalsium ....................................................................................................33

II.4. Vitamin D .................................................................................................35

II.4.1 Sumber Vitamin D ..........................................................................35

II.4.2 Fungsi Vitamin D ............................................................................36

II.4.3 Fisiologi Vitamin D ........................................................................37

II.4.4 Patofisiologi Vitamin D...................................................................38

II.4.5 Epidemiologi Vitamin D .................................................................38

II.4.6 Prognosa ..........................................................................................39

BAB III. PENUTUP

III.1. Kesimpulan .............................................................................................41

Daftar pustaka ..................................................................................................43

Page 3: Metabolisme tulang dan otot

3

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang

Maha Esa, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat ini dengan baik.

Tugas referat yang berjudul “Metabolisme Tulang dan Otot” ini kami ajukan

sebagai syarat mengikuti Ujian Tengah Blok 115 di Fakultas Kedokteran

Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon.

Berkat bimbingan dan pengawasan baik dalam perencanaan maupun

proses pembuatan serta berbagai pihak yang telah membantu baik secara langsung

maupun tidak langsung, maka penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada

dr. Tissa Octavira P selaku pembimbing, teman-teman seangkatan, dan tidak lupa

pula penulis ucapkan kepada keluarga karena telah memberikan do’a dan

dukungan semangat dalam pembuatan referat ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam referat ini, oleh

karena itu, penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran yang bersifat

membangun dalam judul yang diangkat dalam referat ini. Semoga referat ini

bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan

umumnya.

Cirebon, 22 November 2012

Penulis

Page 4: Metabolisme tulang dan otot

4

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Manusia memiliki kemampuan untuk bergerak dan melakukan

aktivitas, seperti berjalan, berlari, menari, dan lain-lain. Bagaimana manusia

dapat melakukan gerakan tersebut? Kemauan melakukan gerakan tubuh pada

manusia didukung adanya sistem gerak, yang merupakan hasil kerjasama yang

serasi antar organ sistem gerak, seperti rangka (tulang), persendian dan otot.

Sistem gerak tubuh manusia itu sangatlah kompleks. Contohnya saja, untuk

melakukan gerakan fleksi lengan bawah (menekuk lengan bawah mendekati

badan) di perlukan kerjasama antar tulang radius dan ulna dengan otot-otot

fleksor yang ada pada lengan bawah. Fungsi rangka (tulang) adalah sebagai

alat gerak pasif, yang hanya dapat bergerak bila dibantu oleh otot. Fungsi

persendian adalah menghubungkan antara tulang yang satu dengan tulang

yang lainnya . Sedangkan fungsi otot adalah sebagai alat gerak aktif, yang

dapat menggerakkan organ lain sehingga terjadi suatu gerakan.

Tulang dan otot manusia tersusun atas berbagai mineral, terklasifikasi

menjadi berbagai macam, dan mengalami pertumbuhan serta metabolisme

setiap hari. Ketika salah satu bagian terganggu, maka dampaknya akan sangat

berpengaruh pada sistem gerak manusia.(Afriyanto, 2010)

Tubuh manusia secara umum tersusun oleh jaringan keras dan jaringan

lunak. Tulang dan gigi termasuk jaringan keras yang merupakan organ biologi

dinamik yang tersusun oleh sel aktif metabiologi yang terintegrasi ke dalam

rangka yang kaku. Dalam pertumbuhannya, tulang memerlukan banyak

senyawa mineral. Senyawa mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan

banyak dikonsumsi dari luar tubuh seperti makanan dan susu. Senyawa

mineral yang berada di dalam tulang pada umumnya berbentuk senyawa

kalsium. Kalsium pada tulang berikatan dengan gugus-gugus diantaranya

fosfat, hidroksida, dan karbonat. Senyawa kalsium dalam tulang banyak

Page 5: Metabolisme tulang dan otot

5

berikatan dengan fosfat sehingga senyawanya dikenal dengan nama kalsium

fosfat. (Lesmana,2007)

I.2 Tujuan dan Manfaat

I.2.1 Tujuan Umum

Agar penulis dapat menjelaskan struktur metabolisme tulang

dan otot.

I.2.2 Tujuan Khusus

a. untuk menjelaskan mineral penyusun tulang dan otot

b. untuk menjelaskan siklus metabolisme tulang dan otot

c. untuk menjelaskan fungsi dan pembentukan vitamin D

I.2.3 Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari disusunnya referat ini adalah

mampu memberikan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas

mengenai tulang dan otot, khususnya proses metabolisme tulang dan

otot bagi penulis. Selain itu, diharapkan referat ini berguna untuk

dijadikan data pustaka.

Page 6: Metabolisme tulang dan otot

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tulang

II.1.1 Klasifikasi tulang

Tulang dapat diklasifikasikan berdasarkan posisi mereka, bentuk, ukuran,

dan struktur. (Premkumar,2011)

Berdasarkan lokasi, tulang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Axial skeleton (tulang tengkorak, tulang punggung, tulang dada, dan

tulang rusuk).

b. Apendikular skeleton (tulang dari pektoral korset, korset panggul, dan

badan).

c. Akral skeleton (bagian dari kerangka apendikular, termasuk tulang

tangan dan kaki).

Berdasarkan bentuk, tulang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Tulang pipih (tulang tengkorak, tulang dada, panggul, dan tulang rusuk

b. Tulang tabung:

- Tulang tabung panjang , termasuk tulang tungkai.

- Tulang tabung pendek,  termasuk tulang tangan dan kaki, seperti

falang, metakarpals, dan metatarsal

- Irregular tulang , tulang wajah dan tulang punggung

- Tulang sesamoid, tulang yang berkembang pada tendon yang

spesifik, contoh yang terbesar adalah patela

- Tulang aksesori, tulang ekstra yang berkembang di pusat-pusat

osifikasi tambahan atau tulang yang gagal untuk menyatu dengan

bagian utama selama pengembangan (Tulang Aksesori yang umum

ada di kaki)

Page 7: Metabolisme tulang dan otot

7

Berdasarkan ukuran, tulang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Tulang panjang, bentuk tabung dengan poros berlubang. Contoh :

tulang tungkai

Tulang pendek, bentuk kubus, terletak hanya di (tulang tarsal) kaki dan

pergelangan tangan (tulang-tulang karpal)

II.1.2 Jenis Jaringan Tulang

Jaringan tulang dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara, termasuk

tekstur, susunan matriks, kedewasaan, dan asal-usul perkembangan.

(junquiera,1986)

Berdasarkan tekstur bagian lintas, jaringan tulang dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

a. Tulang kompak (tulang padat, tulang kortikal). Tekstur padat tanpa

rongga. Tersusun atas banyak sel tulang yang mengelilingi

trabekular di tengah. Tulang kompak terdiri dari sistem Haversian

atau osteons sekunder.

b. Tulang spons (tulang trabekuler). Tekstur seperti busa dengan

rongga banyak. Jenis tulang ini terletak dalam rongga meduler dan

terdiri dari tulang trabekula yang secara ekstensif terhubung dan

berorientasi sepanjang garis stres.

Page 8: Metabolisme tulang dan otot

8

Gambar II.1.1 Tulang trabekular, serta jaringan adiposa dalam rongga

meduler.(Sumber:Gustavo,emedicine)

Gambar II.1.2 Tulang trabekuler yang sudah tua dan osteosit antara

lamela. Osteosit aktif juga ada pada permukaan tulang dengan bentuk

pipih. (sumber:Gustavo,emedicine)

Berbeda dengan tulang kompak, osteon lengkap biasanya tidak ada

didalam tulang spons karena tipisnya trabekula tulang spons dan lebih

aktif secara metabolis dibandingkan tulang kompak karena luas

permukaan lebih yang lebih besar untuk renovasi. (Gustavo,2012)

Page 9: Metabolisme tulang dan otot

9

Gambar II.1.3 stuktur tulang kompak dan tulang spons. (Sumber:

Gustavo, emedicine)

Berdasarkan pengaturan matriks, jaringan tulang dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

a. Tulang pipih (jaringan tulang sekunder) merupakan tulang dewasa

dengan serat kolagen yang diatur dalam lamela. Berbeda dengan

tulang spons, di mana lamela disusun sejajar satu sama lain, didalam

tulang kompak, lamela konsentris yang diorganisir sekitar kanal

vaskular, disebut kanal Haversian.

b. Tulang Woven (jaringan tulang primer) merupakan tulang yang

belum dewasa, di mana serat kolagen tidak teratur dan mengandung

sejumlah kecil zat mineral(lihat gambar II.1.4). Tulang Woven

bersifat hanya sementara dan pada akhirnya akan diubah menjadi

tulang pipih dan tulang pada orang dewasa, kecuali di beberapa

tempat, seperti daerah dekat jahitan dari tulang datar dari soket

tengkorak gigi (lihat gambar II.1.5), dan tempat penyisipan

beberapa tendon(lihat gambar II.1.6).

Gambar II.1.4 Tulang woven dilihat menggunakan mikroskop

terpolarisasi. Serat kolagen tidak teratur. (sumber:Gustavo,emedicine)

Page 10: Metabolisme tulang dan otot

10

Gambar II.1.5 soket tengkorak gigi. (sumber:Gustavo,emedicine)

Gambar II.1.6 tempat penyisipan tendon pada orang dewasa.

(sumber:Gustavo,emedicine)

Berdasarkan umurnya, jaringan tulang dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

a. Tulang muda (jaringan tulang primer): merupakan tulang woven.

b. Tulang dewasa (jaringan tulang sekunder): tulang dewasa bersifat

pipih. Hampir semua tulang pada orang dewasa adalah tulang pipih.

Berdasarkan asal perkembangan, tulang dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

a. Intramembran tulang: tulang intramembran berkembang dari

transformasi langsung mesenkim terkondensasi. Contoh : tulang

pipih.

Page 11: Metabolisme tulang dan otot

11

b. Tulang Intracartilaginous (tulang rawan, tulang endokondral):

tulang Intracartilaginous terbentuk dengan mengganti model tulang

rawan yang telah direformasi. Contoh : tulang panjang

II.1.3 Mikroskopis Struktur Tulang

Sel – sel tulang terdiri dari :

a. Osteoblas

Osteoblas yang terletak di permukaan tulang atau osteoid, dan mereka

bertanggung jawab untuk sintesis komponen organik matriks tulang,

termasuk kolagen tipe I, proteoglikan, dan glikoprotein. Osteoblas juga

mensintesis enzim fosfatase alkali, yang diperlukan secara lokal untuk

mineralisasi osteoid. (Chauhan&Marriot, 2011)

Gambar II.1.7 Osteoblas dalam persiapan sitologi (Diff-Quik noda).

(sumber:Gustavo, emedicine)

Setiap osteoblas aktif telah jelas terletak pada inti dengan inti di tepi,

menyerupai sel plasma. Namun, osteoblas tidak menunjukkan pola seperti

roda pedati.

Meskipun osteoblas aktif (lihat gambar di bawah) memiliki bentuk

kuboid atau kolumnar dengan inti terletak di tepi, suatu osteoblas aktif

Page 12: Metabolisme tulang dan otot

12

memiliki bentuk pipih dengan aktivitas fosfatase alkali yang rendah.

Osteoblas berhubungan dengan osteoblas yang lainnya melalui sitoplasma.

Gambar II.1.8 Osteoblas aktif menyetorkan osteoid pada permukaan

tulang trabecula. (sumber:Gustavo, emedicine)

b. Osteosit

Sebuah osteoblas menjadi osteosit ketika sel yang terbungkus dengan

matriks osteoid dapat mensintesis sendiri. Osteosit yang terletak pada

lakuna dan antar osteosit berhubungan secara sitoplasma melalui

kanalikuli.(Watanabe&Ikeda,2010)

Page 13: Metabolisme tulang dan otot

13

Gambar II.1.9 Osteosit yang ada di lakuna, proses sitoplasma mereka

saling berhubungan satu sama lain melalui kanalikuli tersebut.

(sumber:Gustavo,emedicine)

Proses sel yang berdekatan melakukan kontak melalui gap junction

untuk menjaga vitalitas osteosit dengan melewatkan nutrisi dan metabolit

antara pembuluh darah dan osteosit jauh, mengatur homeostasis ion, dan

transmisi sinyal listrik dalam tulang.

Meskipun osteosit telah mengurangi aktivitas sintetik dan tidak

mampu melakukan pembelahan mitosis, mereka secara aktif terlibat

dengan pemeliharaan matriks tulang. Beberapa osteosit mati selama

renovasi, tapi kemungkinan besar kembali ke keadaan sel Osteoprogenitor

atau bertahan sebagai osteosit untuk waktu yang lama.

c. Osteoklas

Osteoklas (lihat gambar II.1.10) mungkin berasal dari sistem

monocytic-makrofag dan bertanggung jawab untuk resorpsi tulang.

Mereka adalah sel-sel berinti dengan baik dan kaya lisosom yang

mengandung tartrat tahan asam fosfatase (TRAP). (Kirby,2011)

Gambar II.1.10 Osteoklas dalam perparat. Gambar ini menunjukkan

beberapa inti dan proses sitoplasma.(sumber:Gustavo,emedicine)

Page 14: Metabolisme tulang dan otot

14

Osteoklas berada di kawah resorpsi dikenal sebagai Lakuna Howship

(lihat gambar II.1.11) pada permukaan tulang atau di rongga resorpsi

mendalam disebut kerucut pemotongan. Sel-sel tulang hanya dapat

mengisap matriks tulang termineralisasi.

Gambar II.1.11 beberapa osteoklas berada di lakuna Howship.

(sumber:Gustavo, emedicine)

Ketika dalam keadaan aktif, osteoklas membuat efek yang selalu

mendominasi. Karena, osteoklas tiga kali lebih efisien dalam resorpsi

tulang dibandingkan osteoblas berada di deposisi tulang. Dalam keadaan

yang sama, osteoklas memiliki jangka hidup yang lebih pendek daripada

osteoblas.

Osteoklas jarang terlihat di bagian histologis tulang yang normal.

Sebuah peningkatan jumlah osteoklas adalah karakteristik dari penyakit

dengan meningkatnya turnover tulang.

Page 15: Metabolisme tulang dan otot

15

Gambar II.1.12 Struktur sel tulang. (sumber:Gustavo, emedicine)

II.1.4 Matriks tulang

Matriks tulang terdiri dari komponen organik dan anorganik.

Perpaduan zat organik dan anorganik membuat tulang menjadi kuat dan

keras. Komponen organik terdiri dari serat kolagen dengan didominasi tipe I

kolagen (90%) dan (10%) dari bahan amorf, termasuk glikosaminoglikan

yang berhubungan dengan protein. Materi anorganik mewakili sekitar 50%

dari berat kering matriks tulang, terdiri dari kalsium dan fosfor berlimpah,

serta jumlah yang lebih kecil dari bikarbonat, sitrat, magnesium, kalium, dan

natrium. Kalsium membentuk kristal hidroksiapatit dengan fosfor namun juga

hadir dalam bentuk amorf. (Snell, 2006)

Selama pembentukan tulang, osteoblas melapisi osteoid (tebal sekitar

10 pM) pada permukaan tulang yang sudah ada sebelumnya, yang kemudian

mulai dengan mineral dalam sekitar 20 hari. Interval ini dikenal sebagai jeda

waktu mineralisasi.

Osteoblast

OsteoclastOsteo

cyte

Mesenchyme Bone

Matrix

Newly formed matrix

Page 16: Metabolisme tulang dan otot

16

Dalam histologi tulang yang normal, sebagai akibat dari proses

renovasi normal, sampai dengan 20% dari permukaan tulang dapat ditutupi

oleh osteoid (tebal biasanya 10 pM). Sejumlah peningkatan osteoid terlihat

dalam kondisi patologis di mana tingkat renovasi dipercepat atau pada saat

jeda waktu mineralisasi meningkat.

II.1.5 Mikroskopis bangunan tulang

a. Sistem Haversian (Osteon Sekunder)

Unit struktural utama dari tulang kompak adalah sistem Haversian.

Bentuk sistem Haversian adalah panjang, biasanya bercabang, silinder, dan

berhubungan dengan sumbu panjang tulang, dibentuk oleh pengendapan

berurutan 4-20 (rata-rata 6) lapisan konsentris lamela.(Steenvoorden,2007)

Serat kolagen sejajar satu sama lain dalam setiap lamela, tetapi tegak

lurus terhadap serat dalam lamela lainnya. Pengaturan semacam itu dapat

dilihat sebagai lapisan terang dan gelap dalam mikroskop terpolarisasi.

Deposisi pipih dimulai dari pinggiran, sehingga lamela muda lebih

dekat ke pusat sistem, dan sistem yang lebih muda memiliki kanal yang

lebih besar. Antara lamela adalah kekosongan yang berisi badan sel dan

kanalikuli yang memegang proses sitoplasma dari osteosit.

Di tengah setiap sistem Haversian terdapat kanal Haversian, yang

dilapisi oleh endosteum dan berisi bundel neurovaskular dan jaringan ikat

longgar.

Kanal-kanal Haversian terhubung satu sama lain dengan kanal

Volkmann yang melintang atau miring yang berkomunikasi dengan rongga

sumsum dan periosteum untuk menyediakan saluran untuk sistem

neurovaskular. Kanal Volkmann tidak dikelilingi oleh lamela konsentris,

melainkan, mereka melubangi lamela.

Page 17: Metabolisme tulang dan otot

17

b. Lamela Interstitial.

Lamela interstisial adalah osteons lengkap atau terfragmentasi yang

terletak antara osteons sekunder. lamela ini mewakili osteons sisa dari

resorpsi sebagian osteons tua selama pembentukan tulang

(Steenvoorden,2007).

Campuran lamela interstisial dan osteons lengkap menghasilkan

pola mosaik. Dengan demikian, usia tulang dapat disimpulkan dari proporsi

lamela interstisial dan osteons utuh. Tulang muda memiliki osteons lebih

lengkap dan sedikit lamela interstisial di antara osteons.

Usia tulang juga mempengaruhi aktifitas osteoklas dalam resorpsi

tulang. Dalam sebuah studi oleh Henriksen et al, penulis menunjukkan

bahwa osteoklas istimewa membedakan dan menyerap tulang pada tulang

berusia daripada yang mereka lakukan pada tulang muda.

c. Lamela Circumferential

Lamela Circumferential adalah lamela melingkar yang melapisi

permukaan eksternal dari korteks berdekatan dengan periosteum dan

melapisi permukaan dalam dari korteks sebelah endosteum tersebut.

(Steenvoorden,2007)

Gambar II.1.13 tulang kompak. (sumber:Atlas Histologi diFiore)

Page 18: Metabolisme tulang dan otot

18

II.1.6 Proses pembentukan tulang

Tulang terdiri dari matriks ekstrasel dan sel tulang. Matriks

ekstrasel terdiri dari bagian organik dan inorganik. Sekitar 90%-95%

bagian organik matriks ekstrasel terdiri dari kolagen tipe I, proteoglikan,

protein non-kolagen, osteokalsin, osteonektin, osteopondin, trombospondin,

faktor pertumbuhan, dan sitokin. Bagian inorganik matriks ekstrasel

terutama terdiri dari kalsium hidroksiapatit sebagai tempat cadangan ion

kalsium dan fosfat. Sel tulang terdiri dari tiga jenis yaitu osteoblas, osteosit,

dan osteoklas. Osteoblas bertanggung jawab atas pembentukan tulang,

mineralisasi, dan ekspresi reseptor hormon paratiroid. (Eroschenko,2010)

Osteoklas adalah sel tulang multinuklear yang berasal dari prekursor

hematopoietik monosit makrofag yang merupakan fusi dari beberapa sel

mononuklear dengan tepi tidak rata dan mempunyai enzim lisosom dalam

sitoplasma. Sedangkan osteosit adalah sel tulang terbanyak, berbentuk pipih

kecil dan terdapat dalam matriks tulang. Antara osteosit satu dengan yang

lain saling berhubungan melalui jaringan kanalikuli. Osteosit akan

mengalami apoptosis atau fagositosis selama resorpsi osteoklas. Osteosit

juga merupakan reseptor mekanik yang mengubah stimulasi mekanik

menjadi sinyal yang menginduksi remodelling tulang agar searah stimulasi.

Kepadatan tulang ditentukan oleh keseimbangan dinamik antara proses

pembentukan dan resorpsi tulang. Bila pertumbuhan linear dan volume

masa tulang maksimal telah tercapai, proses remodelling bertujuan untuk

mempertahankan masa tulang. Remodelling tulang dipengaruhi oleh

estrogen, androgen, vitamin D, hormon paratiroid, tumor necrosis factor

(TNF), dan insulin like growth factor I dan II, nutrisi, konsumsi kalsium,

dan aktivitas fisik.

Proses pembentukan tulang terdiri atas dua cara, yaitu Osifikasi

Endokondral dan Osifikasi Intramembranosa. (Eroschenko,2010)

a. Osifikasi Endokondral

Page 19: Metabolisme tulang dan otot

19

Osifikasi Endokondral adalah suatu proses pembentukan tulang

yang didahului oleh suatu model tulang rawan hialin sementara. Model

tulang rawan ini akan terus tumbuh melalui cara interstitial dan

aposisional, dan terutama digunakan untuk membentuk tulang panjang,

dan tulang pendek. Seiring dengan pertumbuhannya, kondrosit

membelah, membesar, matur, dan model tulang rawan hialin mulai

mengalami kalsifikasi. Difusi nutrien dan gas melalui matriks

berkurang seiring dengan proses kalsifikasi. Akibatnya, kondrosit mati

dan matriks yang mengalami fragmentasi dan kalsifikasi berfungsi

sebagai kerangka struktural untuk pengendapan material tulang.

Setelah terjadi pengendapan lapisan material tulang di sekitar

tulang rawan yang terkalsifikasi, sel-sel perikondrialis bagian dalam

memperlihatkan potensi osteogeniknya, dan terbentuk suatu kerah

periosteal tipis di sekeliling bagian tengah batang tulang.

b. Osifikasi Intramembranosa

Osifikasi intramembranosa adalah proses pembentukan tulang

yang didahului oleh mesenkim jaringan ikat. Sebagian sel mesenkim

berdiferensiasi secara langsung menjadi osteoblas yang menghasilkan

matriks osteoid, yang cepat megalami kalsifikasi. Banyak pusat

osifikasi yang terbentuk, beranastomosis, dan menghasilkan suatu

anyaman tulang spongiosa yang terdiri dari batang, lempeng, dan duri

yang tipis disebut trabekula. Osteoblas di lakuna kemudian dikelilingi

oleh tulang dan menjadi osteosit. Seperti pada osifikasi endokondral,

saat osteosit berada dalam lakuna, osteosit membentuk suatu hubungan

antarsel yang kompleks disebut kanalikuli.

Page 20: Metabolisme tulang dan otot

20

Gambar 1I.1.14 Proses Pembentukan Tulang (Sumber:Atlas Histologi diFiore)

Page 21: Metabolisme tulang dan otot

21

II.2 Jaringan Otot

II.2.1 Klasifikasi Jaringan Otot.

Ada tiga jenis otot yaitu otot rangka, otot polos, dan otot jantung. Otot

rangka adalah otot yang menimbulkan pergerakan pada rangka; kadang-

kadang otot ini disebut otot volunter. Otot polos merupakan otot yang bekerja

dalam keadaan tidak sadar. Sedangkan otot jantung adalah otot yang

memiliki struktur seperti otot rangka namun bekerja dalam keadaan tidak

sadar seperti otot polos. (Snell, 2006)

a. Otot Rangka

Otot ini tersusun dari serabut-serabut otot lurik. Serat otot rangka

adalah sel multinukleus silindris panjang, dengan inti-inti tersebar di

perifer. Otot ini memiliki banyak nukleus karena penyatuan prekusor sel

otot mioblas selama perkembangan embrionik. Setiap serat otot terdiri dari

subunit-subunit yang disebut miofibril yang terentang di sepanjang serat.

Miofibril, selanjutnya terdiri dari banyak miofilamen yang dibentuk oleh

protein kontraktil tipis, aktin, dan protein kontraktil tebal, miosin. (Snell,

2006)

Otot rangka dikelilingi oleh jaringan ikat padat tidak teratur yang

dinamakan epimmisium. Dari epimisium, lapisan jaringan ikat kurang

padat tidak teratur namanya perimisium, masuk dan memisahkan bagian

dalam otot menjadi berkas-berkas yang lebih kecil yaitu fasikulus; setiap

fasikulus dikelilingi oleh perimisium. Selapis tipis serat jaringan ikat

retikular, endomisium, membungkus setiap serat otot. Diselubung jaringan

ikat terdapat pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe.

Page 22: Metabolisme tulang dan otot

22

Gambar II.2.1 Otot rangka. (Sumber: Atlas Histologi diFiore)

Otot rangka mempunyai dua pelekatan atau lebih. Pelekatan yang

gerakannya paling sedikit disebut origo, dan yang pergerakannya paling

banyak disebut insersio. Pergerakan otot dilakukan dengan mengaktifkan

sejumlah unit motorik dan pada waktu yang bersamaan mengurangi

keaktifan unit motorik dari otot-otot yang bekerja berlawanan atau

antagonis. Bila dibutuhkan kekuatan maksimum, seluruh unit motorik otot

itu akan bekerja.

Semua pergerakan merupakan hasil kerja koordinasi banyak otot.

Namun, untuk mengerti kerja otot diperlukan pengetahuan mengenai

masing-masing otot.

Page 23: Metabolisme tulang dan otot

23

Sebuah otot dapat bekerja melalui empat cara berikut:

1. Penggerak utama : sebuah otot adalah penggerak utama apabila otot

tersebut merupakan otot utama atau anggota kelompok otot utama

yang bertanggung jawab untuk pergerakan tertentu.

2. Antagonis : setiap otot yang kerjanya berlawanan dari penggerak

utama. Sebelum penggerak utama dapat berkontraksi, otot antagonis

harus dalam keadaan relaksasi yang seimbang; yang dihasilkan oleh

inhibisi refleks saraf.

3. Fiksator : otot ini merupakan otot yang berkontraksi secara isometric

(Contohnya, kontraksi yang meningkatkan tonus otot tetapi tidak

menimbulkan pergerakan) untuk menstabilkan origo otot penggerak

utama sehingga dapat bekerja secara efisien.

4. Sinergis : pada banyak tempat dalam tubuh, otot penggerak utama

melewati beberapa sendi sebelum otot itu mencapai sendi tempat

pergerakan utama terjadi. Untuk mencegah terjadinya pergerakan yang

tidak diinginkan pada sendi-sendi yang dilewati tersebut, sekelompok

otot yang disebut otot-otot sinergis berkontraksi dan menstabilkan

sendi-sendi tersebut.

Trunkus saraf yang menuju ke sebuah otot merupakan saraf

campuran, kira-kira 60% merupakan saraf motoris dan 40% saraf sensoris,

dan juga mengandung beberapa serabut saraf otonom simpatis. Saraf

masuk ke otot kurang lebih pada pertengahan kedalaman otot, dan sering

dekat pinggir; tempat masuk ini dikenal sebagai titik motoris. Susunan ini

memungkinkan otot bergerak dengan pengaruh minimum dar trunkus

saraf.

Saraf simpatis merupakan serabut tidak bermielin dan menuju ke

otot polos di dalam dinding pembuluh darah yang mendarahi otot.

Fungsinya adalah mengatur aliran darah ke otot.

Page 24: Metabolisme tulang dan otot

24

b. Otot Polos

Otot polos memiliki distribusi yang luas dan ditemukan di banyak

organ berongga. Terdiri atas sel-sel panjang berbentuk gelondong yang

tersusun dalam berkas atau lembaran. Serat ototnya mengandung filamen

kontraktil aktin dan miosin; namun, filamen-filamen ini tidak tersusun

dalam cross-striation teratur seperti pada otot rangka dan otot jantung.

Akibatnya, serat otot ini tampak tidak berserat/polos. Merupakan otot

involunter, oleh karena itu berada dibawah saraf otonom dan hormon.

Serat-seratnya kecil berbentuk fumiformis dan mengandung satu inti di

tengah. (snell,2006)

Gambar II.2.2 Otot polos. (Sumber: Atlas Histologi diFiore)

Page 25: Metabolisme tulang dan otot

25

Pada sistem pencernaan, otot polos juga menyebabkan makanan

dapat bercampur seluruhnya dengan enzim pencernaan. Kontraksi ritmik

dari serabut-serabut sirkular yang ada sepanjang saluran memeras isi

saluran ke luar. Kontraksi serabut-serabut longitudinal membawa dinding

saluran menjauhi isi saluran ke arah proksimal. Gerakan mendorong

dengan cara seperti ini disebut peristaltis.

a. Otot Jantung

Otot jantung terdiri dari atas serabut otot lurik yang bercabang-

cabang dan satu dengan yang lain saling berhubungan. Serat otot jantung

bentuknya silindris. Serat ini terutama terdapat di dinding dan sekat

jantung, dan dinding pembuluh darah besar yang melekat pada jantung.

Seperti otot rangka, serat otot jantung memperlihatkan cross-

striation yang jelas karena filamen aktin dan miosin tersusun teratur.

Pemeriksaan dengan mikroskop elektron memperlihatkan adanya stria A,

stria I, linea Z, dan unit sarkomer berulang. Namun, berbeda dari otot

rangka, otot jantung hanya memperlihatkan satu atau dua inti di tengah,

yang lebih pendek dan bercabang.

Ujung terminal otot yang berdekatan membentuk complexus

junctionalis end-to-end terpulas gelap yang disebut diskus interkalaris.

Diskus ini adalah tempat pelekatan khusus yang menyilang sel-sel jantung

pada interval yang tidak teratur dengan pola seperti tangga. Di diskus ini

terdapat nexus yang memungkinkan komunikasi ionik dan kontinuitas

antara serat-serat otot jantung yang berdekatan.

Page 26: Metabolisme tulang dan otot

26

Gambar II.2.3 Otot jantung. (Sumber: Atlas Histologi diFiore)

Otot ini membentuk miokardium jantung. Serabut-serabutnya

cenderung tersusun dalam bentuk ulir dan spiral, dan otot ini mempunyai

sifat kontraksi yang spontan dan berirama. Serabut otot jantung khusus

membentuk sistem konduksi jantung.

Otot jantung dipersarafi oleh serabut saraf otonom yang berakhir

pada nodus sistem konduksi jantung dan miokardium.

Page 27: Metabolisme tulang dan otot

27

Gambar II.2.4 klasifikasi otot (Sumber: Gunawan,2001)

Gambar II.2.5 struktur otot (Sumber:Atlas Histologi diFiore)

Page 28: Metabolisme tulang dan otot

28

II.2.2 Mekanisme Kontraksi Otot

II. Mekanism Otot

Setelah struktur otot dan komponen-komponen penyusunnya

ditinjau, mekanisme atau interaksi antar komponen-komponen itu akan

dapat menjelaskan proses kontraksi otot.

Timbul dan berakhirnya kontraksi otot terjadi dalam urutan-urutan

tahap tertentu(Guyton,2007). Berikut tahapannya:

1. Suatu potential aksi berjalan di sepanjang sebuah saraf motorik sampai

ke ujungnya pada serabut otot.

2. Di setiap ujung, saraf menyekresi substansi neurotransmitter, yaitu

asetilkolin, dalam jumlah sedikit.

3. Asetilkolin bekerja pada area setempat pada membran serabut otot

untuk membuka banyak kanal “bergerbang asetilkolin” melalui

molekul-molekul protein yang terapung pada membran.

4. Terbukanya kanal bergerbang asetilkolin memungkinkan sejumlah

besar ion natrium untuk berdifusi ke bagian dalam membran serabut

otot. Peristiwa ini akan menimbulkan suatu potensial aksi pada

membran.

5. Potensial aksi akan berjalan di sepanjang membran serabut otot dengan

cara yang sama seperti potensial aksi berjalan di sepanjang membran

serabut saraf.

6. Potensial aksi akan menimbulkan depolarisasi membran otot, dan

banyakaliran listrik potensial aksi mengalir melalui pusat serabut otot.

Di sini, potensial aksi menyebabkan retikulum sarkoplasma

melepaskan sejumlah besar ion kalsium, yang telah tersimpan di dalam

retikulum ini.

7. Ion-ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filamen aktin

dan miosin, yang menyebabkan kedua filamen tersebut bergeser satu

sama lain, dan menghasilkan proses kontraksi.

8. Setelah kurang dari satu detik, ion kalsium dipompa kembali ke dalam

retikulum sarkoplasma oleh pompa membran Ca++, dan ion-ion ini

Page 29: Metabolisme tulang dan otot

29

akan tetap disimpan dalam retikulum sampai potensial aksi otot yang

baru datang lagi; pengeluaran ion kalsium dari miofibril akan

menyebabkan kontraksi otot terhenti.

Menurut fakta, kita telah mengetahui bahwa panjang otot yang

terkontraksi akan lebih pendek daripada panjang awalnya saat otot sedang

rileks. Pemendekan ini rata-rata sekitar sepertiga panjang awal. Melalui

mikrograf elektron, pemendekan ini dapat dilihat sebagai konsekuensi dari

pemendekan sarkomer. Sebenarnya, pada saat pemendekan berlangsung,

panjang filamen tebal dan tipis tetap dan tak berubah (dengan melihat

tetapnya lebar lurik A dan jarak disk Z sampai ujung daerah H tetangga)

namun lurik I dan daerah H mengalami reduksi yang sama besarnya.

Model pergeseran filamen tadi hanya menjelaskan mekanika kontraksinya

dan bukan asal-usul gaya kontraktil. Pada tahun 1940, Szent- Gyorgi

kembali menunjukkan mekanisme kontraksi. Pencampuran larutan aktin

dan miosin untuk membentuk kom-pleks bernama Aktomiosin ternyata

disertai oleh peningkatan kekentalan larutan yang cukup besar. Kekentalan

ini dapat dikurangi dengan menambahkan ATP ke dalam larutan

aktomiosin. Maka dari itu, ATP mengurangi daya tarik atau afinitas miosin

terhadap aktin. Selanjutnya, untuk dapat mendapatkan penjelasan lebih

tentang peranan ATP dalam proses kontraksi itu, kita memerlukan studi

kinetika. (Gunawan, 2001)

Miosin, yang merupakan produk proses ini memiliki ikatan dengan

ATP. Selanjutnya, pada tahap kedua, ATP yang terikat dengan miosin tadi

terhidrolisis dengan cepat membentuk kompleks miosin- ADP-Pi.

Kompleks tersebut yang kemudian berikatan dengan Aktin pada tahap

ketiga. Pada tahap keempat yang merupakan tahap untuk relaksasi

konformasional, kompleks aktin-miosin-ADP-Pi tadi secara tahap demi

tahap melepaskan ikatan dengan Pi dan ADP sehingga kompleks yang

tersisa hanyalah kompleks Aktin- Miosin yang siap untuk siklus hidrolisis

ATP selanjutnya. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa proses terkait dan

Page 30: Metabolisme tulang dan otot

30

terlepasnya aktin yang diatur oleh ATP tersebut menghasilkan gaya

vektorial untuk kontraksi otot.

Hidrolisis ATP dapat dikaitkan dengan model pergeseran filamen.

Pada mulanya, kita mengasumsikan jika cross-bridges miosin memiliki

letak yang konstan tanpa berpindah-pindah, maka model ini tak dapat

dibenarkan. Sebaliknya, cross-bridges (jembatan silang) itu harus

berulangkali terputus dan terkait kembali pada posisi lain namun masih di

daerah sepanjang filamen dengan arah menuju disk Z. Melalui pengamatan

dengan sinar X terhadap struktur filamen dan kondisinya saat proses

hidrolisis terjadi, Rayment, Holden, dan Milligan mengeluarkan postulat

bahwa tertutupnya celah aktin akibat rangsangan (berupa ejeksi ADP) itu

berperan besar untuk sebuah perubahan konformasional (yang

menghasilkan hentakan daya miosin) dalam siklus kontraksi otot. Postulat

ini selanjutnya mengarah pada model “perahu dayung” untuk siklus

kontraktil yang telah banyak diterima berbagai pihak.

Pada mulanya, ATP muncul dan mengikatkan diri pada kepala

miosin S1 sehingga celah aktin terbuka. Sebagai akibatnya, kepala

melepaskan ikatannya pada aktin. Pada tahap kedua, celah aktin akan

menutup kembali bersamaan dengan proses hidrolisis ATP yang

menyebabkan tegaknya posisi kepala S1. Posisi tegak itu merupakan

keadaan molekul dengan energi tinggi (jelas-jelas memerlukan energi).

Untuk mengikatkan diri dengan lemah pada suatu monomer aktin yang

posisinya lebih dekat dengan disk Z dibandingkan dengan monomer aktin

sebelumnya. Pada tahap keempat, Kepala S1 melepaskan Pi yang

mengakibatkan tertutupnya celah aktin sehingga afinitas kepala S1

terhadap aktin membesar. Keadaan itu disebut keadaan transien.

Selanjutnya, pada tahap kelima, hentakan daya terjadi dan suatu geseran

yang turut menarik ekor kepala S1 tadi terjadi sepanjang 60 Angstrom

menuju disk Z. Lalu, pada tahap akhir, ADP dilepaskan oleh lengkap.

Gerakan otot lurik tentu dibawah komando atau suatu kontrol yang

disebut impuls saraf motor. Sejak tahun 1940, ion Kalsium diyakini turut

Page 31: Metabolisme tulang dan otot

31

berperan serta dalam pengaturan konraksi otot. Kemudian, sebelum 1960,

Setsuro Ebashi menunjukkan bahwa pengaruh Ca2+ ditengahi oleh

Troponin dan Tropomiosin. Ia menunjukkan aktomiosin yang diekstrak

langsung dari otot (sehingga mengandung ikatan dengan troponin dan

tropomiosin) berkontraksi karena ATP hanya jika Ca2+ ada pula.

Kehadiran troponin dan tropomiosin pada sistem aktomiosin tersebut

meningkatkan sensitivitas sistem terhadap Ca2+ . Di samping itu, subunit

dari troponin, TnC, merupakan satu-satunya komponen pengikat Ca2+.

Sebuah impuls saraf yang tiba pada sebuah persambungan

neuromuskular (sambungan antara neuron dan otot) akan dihantar

langsung kepada tiap-tiap sarkomer oleh sebuah sistem tubula transversal /

T. Tubula tersebut merupakan pembungkus-pembungkus semacam saraf

pada membran plasma fiber. Tubula tersebut mengelilingi tiap miofibril

pada disk Z masing-masing. maka semua sarkomer pada sebuah otot akan

menerima sinyal untuk berkontraksi sehingga otot dapat berkontraksi

sebagai satu kesatuan utuh. Sinyal elektrik itu dihantar (dengan proses

yang belum begitu dimengerti) menuju retikulum sarkoplasmik (SR). SR

merupakan suatu sistem dari vesikel (saluran yang mengandung air di

dalamnya) yang pipih, bersifat membran, dan berasal dari retikulum

endoplasma. Sistem tersebut membungkus tiap-tiap miofibril hamper

seperti rajutan kain. Membran SR yang secara normal non-permeabel

terhadap Ca2+ itu mengandung sebuah transmembran Ca2+ -ATPase

yang memompa Ca2+ kedalam SR untuk mempertahankan konsentrasi

[Ca2+] bagi otot rileks. Kemampuan SR untuk dapat menyimpan Ca2+

ditingkatkan lagi oleh adanya protein yang bersifat amat asam yaitu

kalsequestrin (memiliki situs lebih dari 40 untuk berikatan dengan Ca2+ ).

Kedatangan impuls saraf membuat SR menjadi permeable terhadap

Ca2+ .Akibatnya, Ca2+ berdifusi melalui saluran-saluran Ca2+ khusus

menuju interior miofibril, dan konsentrasi internal [Ca2+] akan bertambah.

Peningkatan konsentrasi Ca2+ ini cukup untuk memicu perubahan

konformasional dalam troponin dan tropomiosin. Akhirnya, kontraksi otot

Page 32: Metabolisme tulang dan otot

32

terjadi dengan mekanisme “perahu dayung” tadi. Saat rangsangan saraf

berakhir, membran SR kembali menjadi impermeabel terhadap Ca2+

sehingga Ca2+ dalam miofibril akan terpompa keluar menuju SR.

Kemudian otot menjadi rileks seperti sediakala.

Gambar II.2.6 mekanisme kontraksi otot (Sumber:Gunawan,2001)

Page 33: Metabolisme tulang dan otot

33

II.3 Kalsium

Kalsium adalah kation ekstrasel utama. Peran utama kalsium adalah

untuk kontraksi dan eksitasi otot jantung dan otot lainnya, transmisi sinap

sistem saraf, koagulasi, dan sekresi hormon dan regulator lain yang

memerlukan eksositosis. Kadar kalsium normal dalam plasma 8,5-10,4

mg/dL, 45% terikat protein plasma terutama albumin, 10% terikat dengan

dapar anion seperti sitrat dan fosfat. Empat puluh lima persen sisanya ada

dalam bentuk ion dan merupakan bentuk aktif. Kadar kalsium dalam cairan

ekstrasel 1% dari keseluruhan total kalsium tubuh sementara kadarnya dalam

sel dijaga sekitar 1/10.000 dari kadar ekstrasel. Fungsi utama kalsium intrasel

adalah second messenger intraselular untuk mengatur pembelahan sel,

kontraktilitas otot, pergerakan sel, dan sekresi. Sumber kalsium utama dan

satu-satunya adalah diet antara lain susu dan produknya seperti keju dan

yogurt, sayur-sayuran berwarna hijau, ikan dalam kaleng yang lengkap

dengan tulangnya seperti sardin, kacang-kacangan, dan makanan jadi yang

difortifikasi dengan kalsium seperti jus, dan sereal. (Setyorini, 2009)

Absorbsi kalsium di saluran cerna terjadi di proksimal duodenum

yang tergantung pada vitamin D aktif dan bersifat difusi aktif yang

memerlukan calsium binding protein (CaBP) atau kalbindin. Efektivitas

absorbsi kalsium di usus dipengaruhi oleh asupan kalsium. Semakin rendah

kadar kalsium dalam makanan yang dikonsumsi, semakin aktif pula usus

melakukan absorbsi. Sembilan puluh sembilan persen kalsium ekstrasel

terdapat dalam tulang dalam bentuk hidroksiapatit yang mencerminkan

keseimbangan antara proses pembentukan dan resorpsi tulang. Keseimbangan

metabolisme kalsium diatur oleh tiga faktor, hormon paratiroid, vitamin D,

dan kalsitonin yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Membran sel kelenjar

paratiroid mengandung sensor kalsium yang dapat mendeteksi kadar kalsium

darah. Aktivasi reseptor kalsium terjadi bila kadar kalsium darah tinggi,

menyebabkan pelepasan fosfolipase A2, asam arakidonat, dan leukotrien.

Leukotrien menginhibisi sekresi hormon paratiroid melalui degradasi 90%

granul sekretori yang mengandung bentuk preformed hormon paratiroid.

Page 34: Metabolisme tulang dan otot

34

Aktivasi reseptor kalsium tidak akan terjadi bila kadar kalsium darah rendah.

Hormon paratiroid bekerja dengan berikatan dengan reseptor membran sel

organ target, yaitu reseptor hormon paratiroid 1 di ginjal dan tulang. Hormon

paratiroid meningkatkan reabsorbsi kalsium dengan mempermudah pori

kalsium di tubulus distal ginjal terbuka. Hormon paratiroid meningkatkan

degradasi tulang dengan bekerja pada osteoblas melalui RANKL di tulang.

Hormon paratiroid juga menstimulasi hidroksilasi 25-OH-vitamin D3

menjadi bentuk aktifnya (kalsitriol). Efek kalsitonin terhadap kalsium

bertentangan dengan efek hormon paratiroid. Kalsitonin menginhibisi

aktivitas osteoklas, mengurangi resorpsi tulang, dan meningkatkan ekskresi

kalsium melalui ginjal, jadi fungsi kalsitonin menurunkan kadar kalsium

darah. (Setyorini, 2009)

Page 35: Metabolisme tulang dan otot

35

II.4 Vitamin D

II.4.1 Sumber Vitamin D

Sumber vitamin D utama manusia adalah sinar matahari dan diet.

Sinar ultraviolet B (290-315 nm) yang diabsorbsi kulit mengubah 7-

dehidrokolesterol menjadi previtamin D3 yang tidak stabil dan cepatdiubah

menjadi vitamin D3 ( kolekalsiferol). Vitamin D3 kemudian keluar dari sel

kulit, masuk ke pembuluh kapiler kulit, dan diikat oleh vitamin D binding

protein (DBP). Vitamin D dalam makanan diabsorbsi di usus halus dan

dengan bantuan asam empedu, diubah menjadi vitamin D2 (ergokalsiferol).

Vitamin D3 masuk ke pembuluh limfe setelah diabsorbsi untuk kemudian

masuk ke sirkulasi dan berikatan dengan DBP dan lipoprotein. Vitamin D3

kemudian dimetabolisme di hati oleh calciol-25-hydroxylase menjadi pre-

hormon 25-OH D3 (kalsidiol) yang masuk ke dalam darah dan di sirkulasi

berikatan dengan DBP. Bentuk 25-OH D3 memiliki waktu paruh dua minggu

dan kadarnya mencerminkan kadar vitamin D secara keseluruhan, kadar

normal 15-50 ng/mL. Konsentrasi kurang dari 25 ng/mL menyebabkan

peningkatan hormon paratiroid dan resorpsi tulang. Pre-hormon 25-OH D3

dilepas dari ikatannya dengan DBP di ginjal, berikatan dengan megalin sel

tubulus, masuk ke dalam sel tubulus dan mengalami hidroksilase di

mitokondria. Calcidiol-1- hydroxylase menghasilkan bentuk aktif vitamin D

yaitu 1,25-dihidroksi D3 (kalsitriol) sedangkan calcidiol- 24-hydroxylase

menghasilkan bentuk tidak aktif yaitu 24,25-dihidroksi vitamin D (24-

hidroksikalsidiol). Kalsitriol menjalankan fungsinya dengan berikatan dengan

vitamin D receptor (VDR) di usus halus. Kompleks kalsitriol-VDR berikatan

lagi dengan retinoic acid X receptor (RXR) di nukleus dan kompleks

kalsitriol- VDR-RXR ini kemudian berikatan dengan vitamin D responsive

element (VDRE) kalsium epitel. (Setyorini, 2009)

Page 36: Metabolisme tulang dan otot

36

II.4.2 Fungsi Vitamin D

Fungsi utama vitamin D adalah sebagai pengatur keseimbangan kadar

kalsium dengan mengatur absorbsi kalsium di usus halus, interaksi dengan

hormon paratiroid sehingga mobilisasi kalsium dari tulang meningkat, dan

mengurangi ekskresi kalsium melalui ginjal. Bukti nyata efektivitas vitamin

D meningkatkan mineralisasi belum terbukti walaupun defisiensi vitamin D

sering menyebabkan defisit nyata mineral tulang. Deposisi mineral tulang

normal memerlukan konsentrasi kalsium dan fosfat optimal yang tergantung

keadekuatan absorbsi kalsium. Osteoblas adalah satu-satunya komponen sel

tulang yang mengandung reseptor kalsitriol. Ikatan kalsitriol dengan

osteoblas menginduksi pelepasan osteokalsin, protein yang mengandung

residu asam-karboksiglutamat dan IL-1 yang meningkatkan proses resorpsi.

Efek vitamin D pada metabolisme kalsium di ginjal adalah sebaliknya, yaitu

meningkatkan reabsorbsi kalsium oleh sel tubulus. Defisiensi vitamin D

menyebabkan absorbsi dan reabsorbsi kalsium dan fosfat tidak adekuat

sehingga terjadi penurunan konsentrasi kalsium plasma. Penurunan

konsentrasi kalsium plasma menyebabkan peningkatan sekresi hormon

paratiroid yang bertujuan mengembalikan konsentrasi kalsium plasma tetapi

dengan resorpsi dari tulang. Kadar fosfat sendiri akan tetap di bawah normal

karena hormon paratiroid justru akan menyebabkan ekskresi fosfat melalui

urin sehingga tidak terjadi mineralisasi tulang baru dan matriks kartilago

yang menyebabkan tulang menjadi rapuh. (Setyorino,2009)

Kekurangan Vitamin D pada anak-anak dapat bermanifestasi sebagai

rakhitis (itu adalah penyebab paling umum dari rakhitis gizi), yang

menyajikan sebagai membungkuk dari kaki. Kekurangan vitamin D dalam

hasil orang dewasa dalam osteomalacia, yang menyajikan sebagai matriks

tulang termineralisasi buruk. Ini orang dewasa dapat mengalami nyeri otot

kronis dan nyeri.

Vitamin D juga meningkatkan penyerapan fosfor dari distal usus

kecil. Kalsium dan fosfor dari penyerapan usus juga penting untuk

Page 37: Metabolisme tulang dan otot

37

mineralisasi yang tepat dari tulang. Fungsi utama kedua dari vitamin D

adalah keterlibatan dalam pematangan osteoklas, yang mengisap kalsium dari

tulang.

Istilah vitamin D mengacu kepada vitamin D2 atau D3 vitamin.

Vitamin D3, juga dikenal sebagai cholecalciferol, yang baik dibuat di kulit

atau diperoleh dalam makanan dari lemak ikan. Vitamin D2, juga dikenal

sebagai ergocalciferol, diperoleh dari jamur iradiasi, seperti ragi. Vitamin D2

dan vitamin D3 yang digunakan untuk melengkapi produk makanan atau

terkandung dalam multivitamin. (Setyorini, 2009)

II.4.3 Fisiologi Vitamin D

Produksi vitamin D3 di kulit melibatkan serangkaian reaksi memulai

dengan 7-dehydrocholesterol. Setelah paparan ultraviolet (UVB) radiasi B

antara panjang gelombang 290-315 nm, 7-dehydrocholesterol diubah menjadi

previtamin D3, yang kemudian diubah menjadi vitamin D3 setelah reaksi

isomerisasi termal diinduksi dalam kulit. Dari kulit, baru dibentuk vitamin

D3 memasuki sirkulasi dengan cara mengikat protein yang mengikat vitamin

D (DBP). Untuk menjadi aktif, vitamin D membutuhkan 2 hydroxylations

berurutan untuk membentuk 1,25-dihydroxy vitamin D (1,25 [OH] 2 D).

Vitamin D awalnya dihidroksilasi dalam posisi 25 dengan mikrosoma

hati dan / atau mitokondria enzim vitamin D 25-hidroksilase. Hidroksilasi

kedua terjadi di ginjal dan dilakukan oleh enzim P450 25-hydroxy vitamin D-

1 alpha-hidroksilase.

Setelah memasuki sel, 1,25 (OH) 2 D hormon berikatan dengan

reseptor vitamin D (VDR). Reseptor vitamin D terikat kemudian membentuk

heterodimer dengan reseptor asam retinoat X (RXR). Heterodimer ini

kemudian pergi ke inti untuk mengikat asam deoksiribonukleat (DNA) dan

meningkatkan transkripsi vitamin D-gen terkait. (Tangpricha,2012)

Page 38: Metabolisme tulang dan otot

38

II.4.4 Patofisiologi

Kekurangan vitamin D dapat mengakibatkan berbagai hal.

(Tangpricha,2012). Misalnya:

1. Kurangnya paparan sinar matahari : ini menyebabkan kekurangan vitamin

D disintesis cutaneously, orang dewasa di panti jompo atau lembaga

perawatan kesehatan berada pada resiko yang sangat tinggi.

2. Vitamin D mersorbpsi masalah : Orang-orang yang telah menjalani

reseksi dari usus kecil beresiko untuk kondisi ini, penyakit yang

berhubungan dengan vitamin D malabsorpsi termasuk sariawan, sindrom

usus pendek, dan cystic fibrosis.

3. Jumlah minimal vitamin D dalam ASI manusia : The American Academy

of Pediatrics merekomendasikan suplemen vitamin D dimulai pada usia 2

bulan untuk bayi menyusui secara eksklusif dengan ASI.

4. Obat : Beberapa obat yang berhubungan dengan kekurangan vitamin D,

obat-obatan seperti Dilantin, fenobarbital, dan rifampisin dapat

menginduksi enzim hepatik p450 untuk mempercepat katabolisme

vitamin D.

II.4.5 Epidemiologi

Angka Mortalitas / Morbiditas di Amerika Serikat yang disebabkan

oleh kekurangan vitamin D paling tinggi diantara orang-orang yang sudah

berusia lanjut, dilembagakan, atau dirawat di rumah sakit. Di Amerika

Serikat, 60% dari penghuni panti jompo dan 57% dari pasien rawat inap

ditemukan menjadi vitamin D kekurangan.

Namun, kekurangan vitamin D tidak terbatas pada populasi lanjut usia

dan dirawat di rumah sakit, beberapa penelitian telah menemukan prevalensi

tinggi kekurangan vitamin D di antara yang sehat, dewasa muda. Sebuah

studi menetapkan bahwa hampir dua pertiga dari yang sehat, orang dewasa di

Boston adalah vitamin D yang cukup pada akhir musim dingin.

Page 39: Metabolisme tulang dan otot

39

Produksi vitamin D menurun dengan bertambahnya umur, membuat

populasi lansia lebih bergantung pada vitamin D. Asupan makanan tinggi

bervitamin D mungkin diperlukan untuk mencapai tingkat serum yang

optimal dari 25 (OH) D. (Tangpricha,2012)

II.4.6 Prognosa

Pengobatan kekurangan vitamin D dapat mengurangi resiko patah

tulang pinggul dan nonvertebral. Sebuah meta-analisis oleh Boonen et al dari

wanita menopause dan pria berusia 50 tahun atau lebih tua melaporkan resiko

patah tulang pinggul menemukan bahwa vitamin lisan suplementasi D

mengurangi resiko patah tulang pinggul sebesar 18% saat vitamin D dan

kalsium yang diambil bersama-sama. Sebagian besar percobaan yang

menunjukkan efikasi antifraktur vitamin D yang digunakan sekitar 800 IU

vitamin D3. The 25 minimum (OH) D di mana tingkat efikasi antifraktur

diamati adalah 30 ng / ml (74 nmol / L), menunjukkan ambang batas untuk

tingkat yang optimal dari 25 (OH) D untuk perlindungan fraktur.

Dalam studi ini, dosis lebih dari 400 IU / hari ditemukan untuk

mengurangi patah tulang oleh setidaknya 20% pada individu berusia 65 tahun

atau lebih. Berbeda dengan studi Boonen, para peneliti menyatakan bahwa

efek ini adalah independen dari suplemen kalsium.

Kekurangan vitamin D berkontribusi terhadap osteoporosis dengan

mengurangi penyerapan kalsium. Pengobatan kekurangan vitamin D telah

terbukti meningkatkan kepadatan mineral tulang. Suplementasi vitamin D

telah dikaitkan dengan penurunan dan kekuatan otot ditingkatkan pada orang

tua. Sebuah meta-analisis menunjukkan bahwa suplemen vitamin D

mengakibatkan penurunan jatuh dari sekitar 22% pada subyek lansia rawat

jalan dan dilembagakan, dibandingkan dengan kontrol. Meta-analisis

memeriksa kekuatan otot yang berhubungan dengan suplementasi vitamin D

ditemukan signifikan peningkatan bergoyang postural berkurang, waktunya

up and go hasil tes, dan bawah ekstremitas kekuatan dalam analisis

Page 40: Metabolisme tulang dan otot

40

dikumpulkan dari 13 studi. Data epidemiologi menunjukkan bahwa vitamin

D kekurangan tempat dewasa beresiko untuk mengembangkan kanker, ini

rupanya termasuk payudara, usus, dan kanker prostat. Beberapa penelitian

menggunakan sel-sel kanker pada tikus berbudaya. Model juga telah

mendukung gagasan bahwa vitamin D mencegah pertumbuhan kanker. lebih

besar, uji klinis acak yang dilakukan pada manusia untuk membangun peran

vitamin D dalam pencegahan kanker (Tangpricha,2012).

Kekurangan vitamin D dapat meningkatkan resiko tipe I dan tipe II

diabetes mellitus. Sebuah meta-analisis mengevaluasi efek suplementasi

vitamin D (menggunakan dosis suplemen rata-rata sekitar 500 IU per hari)

pada semua penyebab kematian di 18 uji coba terkontrol secara acak dan

menemukan pengurangan resiko 7% relatif untuk kematian.

Page 41: Metabolisme tulang dan otot

41

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Sistem pergerakan manusia terdiri dari tulang, otot, dan sendi.

Tulang terklasifikasi menjadi beberapa macam. Menurut lokasi dibagi

menjadi tulang axial, apendikular, dan acral. Menurur bentuknya dibagi

menjadi tulang pipih dan tabung. Sedangkan menurut ukuran di bagi

menjadi tulang piph, tulang panjang dan tulang pendek. Berdasarkan jenis

jaringan tulang dapat di klasifikasikan menjadi tulang spongiosa, tulang

kompakta. Dan menurut umur tulang di bagi menjadi tulang muda (imatur)

dan tulang dewasa (matur). Serta menurut perkembangan tulang dibagi

menjadi Intramembran tulang dan Intracartilaginous.

Sel-sel penyusun tulang adalah osteoblas, osteosit, dan osteoklas.

Senyawa matriks tulang tersususn atas anorganik dan organik. Anorganik

berupa kalsium dan fosfor. Sedangkan organik berupa kolagen tipe I

sebanyak 90% dan 10% dari bahan amorf termasuk glikosaminoglikan.

Mikroskopis bangunan tulang tersusun atas sistem haversian, Lamela

Interstitial, dan Lamela Circumferential. Pembentukan tulang itu bisa

dengan cara osifikasi endokondral dan osifikasi intramembranosa. Osifikasi

endokondral adalah proses pembentukan tulang yang berasal dari tulang

rawan hialin yang terkalsifikasi. Sedangkan osifikasi intramembranosa

adalah pembentukan tulang yang bersal dari jaringan ikat mesenkim yang

berdiferensiasi.

Page 42: Metabolisme tulang dan otot

42

Otot terbagi menjadi tiga jenis, yaitu otot serat lintang (otot lurik),

otot polos, dan otot jantung. Otot serat lintang (otot lurik) bekerja secara

sadar. Sedangkan otot polos dan otot jantung bekerja secara tidak sadar.

Kalsium adalah salah satu mineral yang sangat penting untuk proses

pembentukan matriks tulang. Peran utama kalsium adalah untuk kontraksi

dan eksitasi otot jantung dan otot lainnya.

\

Page 43: Metabolisme tulang dan otot

43

DAFTAR PUSTAKA

Bahri, S., Sigit, J I., Ditia Y. 2009. Kadar Asam Laktat Hasil Metabolisme

Anaerob pada Atlet. Jurnal IPTEK Olahraga, Vol 11 No 1. Bogor.

Eroschenko, V P. 2010. Atlas Histologi diFiore. Penerbit Buku Kedokteran

EGC: Jakarta.

Guyton, A C, 1990, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Penerbit Buku

Kedokteran EGC: Jakarta.

Guyton, A C, dan Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi

11. EGC: Jakarta.

Gunawan A. 2001. Mekanisme dan Mekanika Pergerakan Otot.

INTEGRAL,Vol.6, No.2.

Snell, R E. 2006. Anatomi Klinik Dasar ed.6. EGC: Jakarta

Setyorini, A. 2009. Pencegahan Osteoporosis dengan Suplementasi Kalsium

dan Vitamin D pada Penggunaan Korti Kosteroid Jangka Panjang. Sari

Pediatri, Vol.11, No.1. Bali

Kirby, B J. 2011. Skeletal Recovery After Weaning Does Not Require PTHrP.

Journal of Bone and Mineral Research, Vol.26, No.6, pp 1242-1251.

Rosenzweig, H L. 2011. NOD2 Deficiency Results in Increased Susceptibility to

Peptidoglycan-Induced Uveitis in Mice. IOVS, Vol.52, No.7.

Hirose, S. 2007. A Histological Assessment on the Distribution of the Osteocytic

Lakunar Canalicular System Using Silver Staining. J Bone Miner Metab

25:374-380.

Pounds, J G. 1991. Cellular and Molecular Toxicity of Lead in Bone.

Enviromental Health Perspective, Vol.91, pp 17-32.

Steenvoorden. 2007. RAGE and Activation of Chondrocytes and Finroblast-Like

Synoviocytes in Joint Disease.Doctoral Thesis Verden University.

Premkumar, S. 2011. Textbook of Craniofacial Growth. Jitendar P Vij.