Metabolisme Karbohidrat Dan Protein Pada Proses Perkecambahan Kedelai

34
ANALISIS BIOREAKSI KARBOHIDRAT DAN PROTEIN PADA PROSES PERKECAMBAHAN BIJI KEDELAI Oleh : Miranti Puspitasari (091810301002) Lia Afrianti (091810301008) Antin Martasari (091810301012) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2012

Transcript of Metabolisme Karbohidrat Dan Protein Pada Proses Perkecambahan Kedelai

ANALISIS BIOREAKSI KARBOHIDRAT DAN PROTEIN

PADA PROSES PERKECAMBAHAN BIJI KEDELAI

Oleh :

Miranti Puspitasari (091810301002)

Lia Afrianti (091810301008)

Antin Martasari (091810301012)

JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS JEMBER2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kedelai ( Glycine max (L). Merril ) merupakan salah satu sumber energi

protein nabati yang penting bagi kehidupan manusia karena kandungan protein.

Oleh karena itu kedelai sangat baik sebagai bahan makanan sumber protein.

Selain kandungan proteinnya yang tinggi, kedelai juga mengandung karbohidrat.

Kacang kedelai mengandung sekitar 9% air, 40 gr/100 gr protein, 18 gr/100 gr

lemak, 3,5 gr/100 gr serat, 7 gr/100 gr gula.

Kecambah adalah tumbuhan kecil yang baru tumbuh dari biji kacang-

kacangan yang disemaikan. Sedangkan perkecambahan adalah serangkaian

peristiwa penting yang terjadi sejak biji dorman  sampai menjadi bibit yang

sedang tumbuh (Copeland, 1976). Perkecambahan secara umum dapat

meningkatkan karakteristik fungsional dan nilai nutrisi dari kacang-kacangan

(Vanderstoep, 1981).

Kandungan zat gizi pada biji sebelum dikecambahkan berada dalam

bentuk tidak aktif (terikat), setelah perkecambahan bentuk tersebut diaktifkan

sehingga meningkatkan daya cerna bagi manusia. Germinasi atau perkecambahan

meningkatkan daya cerna karena berkecambah merupakan proses katabolis yang

menyediakan zat gizi penting untuk pertumbuhan tanaman melalui reaksi

hidrolisis dari zat gizi cadangan yang terdapat di dalam biji.

Pada proses perkecambahan kandungan karbohidrat dan protein akan

berkurang. Hal ini dikarenakan adanya bioreaksi pada proses perkecambahan

tersebut. Bioreaksi yang terjadi adalah metabolisme dari protein dan karbohidrat.

Guna untuk mempelajari proses katabolisme karbohidrat dan protein pada proses

perkecambahan biji kedelai, maka akan dilakukan percobaan (praktikum) tentang

analisis bioreaksi karbohidrat dan protein dalam proses perkecambahan biji

kacang kedelai.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana metabolisme karbohidrat dan protein pada proses

perkecambahan kedelai?

2. Apakah kadar air, amilum, gula reduksi, dan protein akan berubah selama

proses perkecambahan kedelai?

3. Bagaimana perbandingan kadar protein dan ksrbohidrat pada biji kedelai selama proses perkecambahan?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui metabolisme karbohidrat dan protein pada proses

perkecambahan kedelai.

2. Mengetahui kadar amilum, gula reduksi, air dan protein akan berubah atau

tidak selama proses perkecambahan kedelai.

3. Mengetahui perbandingan kadar protein dan karbohidrat pada biji kedelai selama proses perkecambahan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kedelai

2.1.1 Klasifikasi

Kedelai (Glycine max (L). Merril) dikenal dengan berbagai nama daerah,

antara lain : sojaboom, soja, bohne, kedele, kacang gimbol, kacang bulu, kacang

jepim, dele dan lain-lain. Dalam sistematik tumbuh-tumbuhan (taksonomi) kedelai

di klasifikasikan sebagi berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermathopyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicothyledonae

Ordo : Polypetaes

Famili : Leguminosae

Sub famili : Papilionoidae

Genus : Glycine

Spesies : (Glycine max (L). Merril). Sinonim dengan G. soya (L)

Sieb dan Zucc, atau Soya max atau s. Hispida (Pitojo,2003).

2.1.2 Kandungan Kedelai

Kedelai merupakan sumber protein yang penting bagi manusia, apabila

ditinjau dari segi harga merupakan sumber protein yang termurah sehingga

sebagian besar kebutuhan protein nabati dapat dipenuhi dari hasil olahan kedelai.

Biji kedelai tidak dapat dimakan langsung karena mengandung tripsine inhibitor.

Apabila biji kedelai sudah direbus pengaruh tripsin inhibitor dapat dinetralkan.

Kandungan asam amino penting yang terdapat dalam kedelai, yaitu isoleusin,

leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptopan, dan valin yang rata-rata

tinggi, kecuali metionin dan fenilalanin, di samping itu, kedelai mengandung

kalsium, fosfor, besi, vitamin A dan B yang berguna bagi pertumbuhan manusia.

Kandungan asam amino metionin dan sistein agak rendah jika dibandingkan

protein hewani. Kedelai dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, antara

lain untuk makanan manusia, makanan ternak, dan untuk bahan industri (Cahyadi,

2007).

Protein yang terdapat dalam kedelai sangat berguna untuk pertumbuhan ,

perbaikan jaringan yang rusak, penambah imunitas tubuh, dan lain-lain. Pada

produk pangan yang terbuat dari kedelai, misalnya susu kedelai tersusun oleh

sejumlah asam amino, seperti lesitin, arginin, lisin, glisi, niasin, leusin, isoleusin,

treonin, triptofa, dan fenilalanin. Asam amino ini sangat dibutuhkan untuk

pertumbuhan tubuh serta perkembangan , terutama lesitin. Kandungan asam

ammo esensial biji kedelai per 100 gram tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan asam amino esensial biji kedelai per 100 gram

Asam Amino Jumlah(mg/gN)

Isoleusin 340

Leusin 480

Lisin 400

Fenilalanin 310

Tirosin 200

Sistin 110

Treonin 250

Triptofan Valin 90 330

Metionin 80

Kedelai mengandung protein 35%, bahkan pada varietas unggul kadar

proteinnya dapat mencapai 40-43%. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung

singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai

kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim

kering. Kedelai dalam bentuk kering yang dikecambahkan mengalami

peningkatan kadar protein (Cahyadi, 2007). Kandungan komposisi kimia biji

kedelai kering dan kecambah tersaji pada Tabel. 2.

Tabel 2. Komposisi kimia biji kedelai kering dan kecambah kedelai per 100 gram

Komponen Biji kedelai Kecambah kedelai

Kalori (Kkal)

Protein (gram)

Lemak (gram)

Karbohidrat (gram)

Air (gram)

331,0

34,9

18,1

34,8

7,5

312,30

40,49

24,09

40,99

10,20

(Cayadi, 2007).

2.2 Perkecambahan

2.2.1 Pengertian Perkecambahan

Perkecambahan menurut Sastro-Utomo (1990), adalah sebagai awal dari

pertumbuhan suatu biji atau organ perbanyakan vegetatif. Menurut Copeleland

dalam (Abidin, 1987), perkecambahan adalah aktivitas pertumbuhan yang sangat

singkat suatu embrio di dalam perkecambahan dari biji menjadi tanaman muda.

Sedangkan menurut Kamil (1997), perkecambahan merupakan pengaktifan

kembali embrionik axis dalam biji yang terhenti untuk kemudian membentuk bibit

(Seedling).

Perkecambahan adalah pertumbuhan embrio yang dimulai kembali setelah

penyerapan air atau ambibisi, dalam hal ini biji tersebut akan berkecambah.

Setelah menjalani masa dorman yang dapat disebabkan oleh beberapa factor

internal seperti embrio masih berbentuk rudimen atau belum masak, kulit biji

yang impermiabel atau adanya penghambat tumbuh Hidayat (1995).

Perkecambahan dapat terjadi apabila substrat (karbohidrat, protein, lipid) berperan

sebagai penyediaan energi yang akan digunakan dalam proses morfologi

(pemunculan organ-organ tanaman seperti akar, daun dan batang). Dengan

demikian kandungan zat kimia dalam biji merupakan faktor dalam

perkecambahan biji (Ashari, 1995).

Tipe pertumbuhan awal kecambah kedelai adalah Epigeal (epygeour) di

mana munculnya radikel diikuti dengan memanjangnya hipokotil secara

keseluruhan dan membawa serta koltiledon dan plumula ke atas permukaan tanah

(Hidayat, 1995). Menurut Kamil (1997), metabolisme perkecambahan biji

merupakan suatu rangkain komplek dari morfologi, fisiologi dan biokimia. Secara

fisiologi, terjadi proses selama perkecambahan biji yaitu:

1) Perkecambahan biji dimulai penyerapan air oleh biji (ambibisi) melunakkan

kulit biji dari protoplasma

2) Pengaktifan enzim dan hormon karena terjadinya perkecambahan dengan

kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih.

2.2.2 Reaksi Perkecambahan

Menurut Kamil (1997), metabolisme perkecambahan biji merupakan suatu

rangkaian komplek dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia.

Secara fisiologis, terjadi proses berurutan selama perkembangan biji yaitu:

(1) Perkecambahan biji dimulai dengan proses penyerapan air oleh biji (imbibisi),

melunakkan kulit biji dan hidrasi dari protoplasma, (2) Pengaktifan enzim dan

hormon yaitu terjadinya proses pencernaan dengan kegiatan-kegiatan sel dan

enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih, (3) Perombakan cadangan

makanan seperti karbohidrat, lemak, dan protein menjadi bentuk-bentuk yang

melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh, (4) Asimilasi dari bahan-bahan

yang telah diuraikan tadi di daerah meristematik untuk menghasilkan energi bagi

kegiatan pembentukan komponen dan penbentukan sel-sel baru, (5) Proses

pernafasan yaitu proses perombakan sebagian makanan cadangan menjadi

senyawa yang lebih sederhana seperti CO2 dan H2O, dan (6) Proses pertumbuhan

dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel

pada titik tumbuh.

Proses perkecambahan yang mencakup aspek kimiawi meliputi beberapa

tahapan yang runtut antara lain: imbibisi, sekresi hormon dan hormon, hidrolisis

cadangan makanan terutama karbohidrat dan protein dari bentuk tidak terlarut

(komplek) menjadi bentuk terlarut /sederhana Ashari (1995).

2.2.3 Perkecambahan Kedelai

Menurut Kamil (1997), biji yang berkecambah biasanya ditandai dengan

terlihatnya akar daun yang menonjol keluar biji. Sebenarnya proses

perkecambahan sudah mulai dan berlangsung sebelum penampakan ini. Pada

waktu permulaan perkecambahan, asam giberalik keluar dari embrionik axis lalu

masuk ke dalam Scutellum (cotyledon) dan aleuron, setelah kira-kira 12-18 jam

perkecambahan untuk mencerna amilase dan amilopektin. Hal serupa juga terjadi

pada proses pemecahan pati, dimana 12-18 jam perkecambahan pati dirombak

menjadi glukosa pada daerah endosperm dan masuk scutellum. Didalam scutellum

glukosa dirombak menjadi sukrosa dan fruktosa Kamil (1997).

2.3 Karbohidrat

Karbohidrat merupakan senyawa yang tersusun dari 3 jenis atom, yaitu

atom C, H, dan O. Karbohidrat merupakan polihidroksi aldehida atau keton atau

senyawa yang menghasilkan senyawa-senyawa aldehida atau keton bila

dihidrolisa. Nama karbohidrat diambil dari kata karbon dan hidrat. Rumus

molekul karbohidrat secara umum yaitu Cx(H2O)y. Semua jenis karbohidrat

memiliki gugus fungsi CO dan –OH (Fessenden dan Fessenden, 1990).

Karbohidrat diklasifikasikan menjadi 4 jenis berdasarkan banyaknya unit glukosa

pada rantai karbohidrat tersebut, yaitu monosakarida, disakarida, dan polisakarida.

a. Monosakarida

Monosakarida adalah satu unit gula sederhana yang mengandung 3, 4, 5,

6, dan 7 atom karbon yang berturut-turut dan dinamakan triosa, tetrosa, pentosa,

heksosa, dan heptosa. Akhiran –osa adalah tata nama yang digunakan dalam

penggolongan monosakarida.

Monosakarida dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan lokasi gugus C=O, yaitu

ketosa dan aldosa. Ketosa yaitu monosakarida yang memiliki gugus C=O berada

pada ujung rantai karbon. Misalnya D-Glukosa, suatu aldoheksosa. Ketosa yaitu

monosakarida yang gugus karbonilnya berada tidak pada ujung rantai karbon.

Misalnya D-Fruktosa, suatu ketoheksosa.

a. D-Glukosa, suatu aldosa

b. D-Fruktosa, suatu ketosa

b. Disakarida

Disakarida adalah karbohidrat yang tersusun dari 2 molekul monosakarida,

yang dihubungkan oleh ikatan glikosida. Ikatan glikosida terbentuk antara atom

C1 suatu monosakarida dengan atom O dari gugus OH monosakarida lain.

c. Polisakarida

Polisakarida merupakan polimer unit monosakarida. Unit monomer tersebut dibagi menjadi 2 jenis, yaitu homopolisakarida dan heteropolisakarida.

Contoh polisakarida antara lain glikogen, selulosa, kitin, amilopektin, dan amilosa.

Amilum (pati) adalah homopolimer dari monosakarida yang tersusun dari

unsur C, H, dan O dengan rumus kimia (C6H10O5)n dan terdiri dari 2 komponen

yaitu amilosa dan amilopektin (Fessenden dan Fessenden, 1990). Jumlah kedua

poliskarida ini tergantung dari jenis pati. Pati yang ada dalam kentang, jagung dan

tumbuhan lain mengandung amilopektin sekitar 75 – 80% dan amilum sekitar 20-

25% (Winarno, 1989).

Amilosa memiliki struktur yang tidak bercabang (rantai lurus) dan larut

dalam air. Monomer pada amilosa membentuk polimer dengan ikatan (14) D-

glukosa. Amilopektin adalah suatu polisakarida yang mempunyai BM jauh lebih

besar dari amilosa, mengandung 1000 satuan glukosa atau lebih di tiap

molekulnya. Monomer pada amilopektin membentuk polimer dengan ikatan

(14) D-glukosa dan pada atom C nomor 6 terdapat ikatan cabang (16) D-

glukosa. Amilopektin tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik

seperti butanol (Sahlan, 2007).

Amilum tidak larut dalam air, sehingga banyak digunakan sebagai bentuk

simpanan karbohidrat/simpanan energi pada tanaman. Amilum banyak terdapat

pada bagian tanaman, terutama di tempat-tempat penyimpanan cadangan makanan

seperti di dalam akar, umbi, dan biji-bijian (Dwidjoseputro, 1994).

2.4 Protein

Protein merupakan senyawa polimer organik yang berasal dari monomer asam

amino yang mempunyai ikatan peptida. Istilah protein berasal dari bahasa

Yunani “protos” yang memiliki arti “yang paling utama”. Protein memiliki peran

yang sangat penting pada fungsi dan struktur seluruh sel makhluk hidup. Hal ini

dikarenakan molekul protein memiliki kandungan oksigen, karbon, nitrogen,

hydrogen, dan sulfur. Sebagian protein juga menagndung fosfor.

Struktur protein yaitu berupa struktur primer (tingkat satu), sekunder (tingkat

dua), tersier (tingkat tiga), dan kuartener (tingkat empat):

struktur primer protein merupakan urutan asam amino penyusun protein

yang dihubungkan melalui ikatan peptida (amida). Frederick

Sangermerupakan ilmuwan yang berjasa dengan temuan metode penentuan

deret asam amino pada protein, dengan penggunaan beberapa

enzimprotease yang mengiris ikatan antara asam amino tertentu, menjadi

fragmen peptida yang lebih pendek untuk dipisahkan lebih lanjut dengan

bantuan kertas kromatografik. Urutan asam amino menentukan fungsi

protein, pada tahun 1957, Vernon Ingram menemukan bahwa translokasi

asam amino akan mengubah fungsi protein, dan lebih lanjut

memicumutasi genetik.

struktur sekunder protein adalah struktur tiga dimensi lokal dari berbagai

rangkaian asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan hidrogen.

Berbagai bentuk struktur sekunder misalnya ialah sebagai berikut:

1. Alpha helix (α-helix, "puntiran-alfa"), berupa pilinan rantai asam-

asam amino berbentuk seperti spiral;

2. Beta-sheet (β-sheet, "lempeng-beta"), berupa lembaran-lembaran

lebar yang tersusun dari sejumlah rantai asam amino yang saling terikat

melalui ikatan hidrogen atau ikatan tiol (S-H);

3. Beta-turn, (β-turn, "lekukan-beta"); dan

4. Gamma-turn, (γ-turn, "lekukan-gamma").

struktur tersier yang merupakan gabungan dari aneka ragam dari struktur

sekunder. Struktur tersier biasanya berupa gumpalan. Beberapa molekul

protein dapat berinteraksi secara fisik tanpa ikatan kovalen membentuk

oligomer yang stabil (misalnya dimer, trimer, atau kuartomer) dan

membentuk struktur kuartener.

contoh struktur kuartener yang terkenal adalah enzim Rubisco dan insulin.

2.5 Metode Percobaan

2.5.1 Uji Iod

Larutan pati akan bereaksi dengan Iod mmembentuk warna biru, karena Iod

masuk ke dalam kumparan molekul pati. Senyawa ini hanya stabil dalam larutan

dingin. Pemanasan menyebabkan warna biru menghilang karena molekul pati

meregang, sehingga Iod terlepas dari kumparan pati, tetapi akan kembali menjadi

biru bila didinginkan. Amilosa akan memberikan warna yang lebih biru bila

dibandingkan dengan amilopektin (Bintang, 2007).

2.5.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan

kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya air dan

yang lainnya pelarut organik. Ekstraksi dibedakan menjadi 2 macam yaitu

ekstraksi sederhana dan ekstraksi pelarut. Ekstraksi sederhana dilakukan dengan

merendam bahan dalam pelarut dimana zat yang diinginkan dapat melarut

kemudian setelah beberapa waktu larutan dipisahkan dari ampasnya. Cara ini

dimanfaatkan untuk memperoleh zat-zat yang ada dalam tumbuhan. Sedangkan

ekstraksi pelarut digunakan untuk memisahkan dua jenis campuran yang

berbentuk cairan dan tidak saling melarutkan. Campuran ini dapat dipisahkan

dengan corong pisah, misalnya air dengan minyak (Day dan Underwood,

1986:16)

2..5.3 Metode Nelson-Somogyi

Metode Nelson-Somogyi dapat digunakan untuk mengukur kadar gula

reduksi dengan menggunakan pereaksi tembaga arsenomolibdat. Kupri mula-mula

direduksi menjadi bentuk kupro dengan pemanasan larutan gula. Kupro yang

terbentuk selanjutnya dilarutkan dengan arsenomolibdat menjadi molybdenum

berwarna biru yang menunjukkan ukuran konsentrasi gula dengan

membandingkannya dengan larutan standar sehingga konsentrasi gula dalam

sampel dapat ditentukan. Reaksi warna yang terbentuk dapat menentukan

konsentrasi gula dalam sampel dengan mengukur absorbansinya (Sudarmadji,

1984).

2.5.4 Sentrifugasi

Sentrifugasi merupakan proses pemisahan organel berdasarkan ukuran dan

densitasnya. Prinsip dasar dari proses sentrifugasi yaitu partikel-partikel yang

berat jenisnya lebih besar dari berat jenis sekelilingnya akan mengendap.

Percepatan yang tercapai melalui sentrifugasi dinyatakan sebagai kelipatan

percepatan gaya tarik bumi (g = 9,81 ms-2). Sentrifuge yang mempunyai

kemampuan tinggi tersedia dua jenis rotor; rotor dengan sudut tetap/tak bergerak

dan rotor yang dapat berayun. Kecepatan reaksi pengendapan partikel selama

sentrifugasi tergantung pada kecepatan sudut dari rotor, jari-jari efektif rotor

(jaraknya ke titik putaran) dan sifat-sifat partikel (Day dan Underwood, 1986:73).

2.5.5 Spektrometer UV-Vis

Analisis spektrofotometri adalah salah satu metode analisis dalam ilmu

kimia yang didasarkan pada identifikasi dan kuantifikasi spesies analit

berdasarkan sifat optisnya. Gelombang cahaya (foton) dimanfaatkan sebagai

entitas perantara untuk analisis kualitatif dan kuantitatif ketika berinteraksi dengan

spesies analit yang dapat melalui proses absorpsi, emisi, fluoresensi, atau proses

lainnya (Siswoyo dan Asnawati, 2007).

Spektroskopi adalah cabang ilmu yang mempelajari interaksi antara radiasi

elektromagnetik dengan materi, sedangkan spektrofotometri merupakan aplikasi

spektroskopi dalam bidang pengukuran, khususnya dalam interaksi gelombang

cahaya (foton) dengan materi. (Siswoyo dan Asnawati, 2007).

Suatu berkas radiasi bila dilewatkan melalui sampel kimia sebagian akan

terabsorbsi. Energi elektromagnetik ditransfer ke atom atau molekul dalam sampel

yang menyebabkan partikel dipromosikan dari tingkat energi yang lebih rendah ke

tingkat yang lebih tinggi, yaitu tereksitasi. Penelaahan frekwensi spesies yang

terabsorbsi merupakan cara untuk mengidentifikasi dan analisis sampel, yaitu

spektra absorbsi yang berupa hubungan antara absorbsi dan panjang gelombang.

Spektra ini dapat disebabkan absorbsi atom atau molekul. Absorbsi tergantung

pada keadaan fisik, lingkungan spesies pengabsorbsi dan faktor-faktor lain

(Siswoyo dan Asnawati, 2007).

Hubungan besarnya energi cahaya yang diserap oleh suatu medium

dirumuskan oleh Lambert (Bouguer) dan Beer sehingga sering disebut sebagai

hukum Beer-Lambert.

Gambar Serapan cahaya oleh sampel

Keterangan : Io = sinar yang datang

Ia = sinar yang diserap

It = sinar yang diteruskan

Menurut Lambert (Bouger) hubungan antara ketebalan medium penyerap dengan

besarnya penyerapan energi cahaya adalah sebagai berikut :

Log ItIo

= k1 b

Beer menemukan hubungan antara konsentrasi materi dengan besarnya

penyerapan yaitu :

Log ItIo

= k2c

k1 dan k2 = tetapan, b = tebal medium, c = konsentrasi materi

Gabungan kedua hukum ini akan menghasilkan :

Log ItIo

= Kbc

Istilah log (Io/It) dikenal sebagai absorbans dan sering disimbolkan sebagai A,

sedangkan b adalah panjang jalan (tebal) medium penyerap yang dilalui cahaya

dan dapat dinyatakan dalam centimeter, kemudian c menyatakan konsentrasi

solut yang menyerap cahaya dan dinyatakan dalam mol/L atau g/L. Sehingga

harga K tergantung dari satuan b dan yang digunakan apabila c dinyatakan g/L,

maka tetapan K disebut sebagai absortivitas dengan simbol a, sedangkan jika c

dinyatakan mol/L, maka tetapan tersebut biasa disebut absortivitas molar dengan

simbol ε (Siswoyo dan Asnawati, 2007).

Pengukuran cahaya secara langsung cukup sulit, sehingga cahaya yang

diserap dapat diukur berdasarkan cahaya yang diteruskan oleh sampel dan

dinyatakan sebagai Transmitant (T), dimana T = It/Io. Besaran transmitant ini

sering diukur sebagai persen Transmitant sehingga %T = It/Io x 100%. Hubungan

antara Tranmsitant dengan Absorbans dapat diketahui :

A = log (Io/It)

T = It/Io

maka, A = log (I/T)

(Siswoyo dan Asnawati, 2007).

Gelombang cahaya yang diserap atau yang ditransmisikan oleh suatu

media diukur dengan alat yang dapat berupa kolorimeter yang sederhana atau

dengan suatu spektrofotometer (Siswoyo dan Asnawati, 2007).

BAB III METODOLOGI

3.1 Alat Dan Bahan

3.1.1 Bahan

1. Biji kedelai

2. Kapas

3. Alkohol 98%

4. Pb-asetat 10%

5. Etanol absolute:air (80:20)

6. Na-oksalat 5%

7. Larutan standart glukosa

8. Larutan Nelson

9. Arsenomolibdat

10. Kertas saring

11. Etanol

12. Petroleum eter

13. Larutan iod 2%

14. Ammonium sulfat

15. NaCl 10%

16. Aquades

17. K-oksalat

18. Indicator pp

19. NaOH 0,1 N

20. Formaldehid 40%

3.1.2 Alat

1. Pisau

2. Neraca Analitik

3. Mortar

4. Pastle

5. Spatula

6. Gelas piala 50 mL

7. Gelas piala 100 mL

8. Gelas piala 150 mL

9. Penangas air

10. Tabung reaksi

11. Pipet tetes

12. Ball pipet

13. Pipet Mohr

14. Tabung sentrifuse

15. Sentrifuse otomatis

16. Labu ukur 10 mL

17. Labu ukur 25 mL

18. Labu ukur 100 mL

19. Corong kaca

20. Termometer

21. Botol Kecil + tutup

22. Aluminium Foil

23. Spektrofotometer UV-Vis

24. Kuvet

25. Rak tabung reaksi

26. Oven

27. Hot plate

28. Buret

29. Kuvet

30. Cawan porselen

31. Desikator

32. Kain kasa

Dihaluskan/direndam dehidrasi

Filtrasi

Analisis

3.2 Diagram Alir

Sampel 1: Biji kedelai

Sampel 3: kedelai bertunas

Sampel 4: Kecambah kedelai

direndam

Inkubas

Inkubas

Sampel 2: Biji Kedelai

(rendaman)

1.Uji kadar air

Sampel halus

Residu Filtrat/Ekstrak sampel

2. Kadar serat 3. Uji kadar amilum

4. Uji kadar gula reduksi

5. Uji kadar protein

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Preparasi Sampel

a. Pembuatan sampel 2 (Biji Kedelai Rendaman)

1) Biji kedelai dicuci bersih.

2) Biji direndam selama 24 jam

3) Dianalisis

b. Pembuatan sampel 3 (Kedelai Bertunas)

1) Biji kedelai dicuci bersih.

2) Disiapkan media tanam seperti baskom atau gelas bekas air mineral

yang didalamnya diisi media kapas.

3) Media tanam diberi air bersih secukupnya.

4) Tempatkan biji kedelai secukupnya di atas media tanam.

5) Dibiarkan dalam tempat lembab sampai bertunas.

6) Dianalisis

c. Pembuatan sampel 4 (kecambah kedelai)

1) Biji kedelai dicuci bersih.

2) Disiapkan media tanam seperti baskom atau gelas bekas air mineral

yang didalamnya diisi media kapas.

3) Media tanam diberi air bersih secukupnya.

4) Tempatkan biji kedelai secukupnya di atas media tanam.

5) Dibiarkan dalam tempat lembab sampai menjadi kecambah.

6) Kecambah dibiarkan tumbuh sesuai waktu yang ditentukan.

d. Preparasi sampel kedelai dan kecambah kedelai

1) 10 gr biji kedelai yang sudah dicuci bersih dihaluskan dengan mortar

ditambah serbuk kaca atau dengan blender.

2) Dilakukan perlakuan yang sama untuk sampel 2, 3, dan 4.

3.3.2 Uji Kadar Air

1. Bersihkan cawan porselen, keringkan dengan oven, dinginkan dalam

eksikator, dan timbang beratnya.

2. Timbang sampel yang sudah dihaluskan sebanyak 1 – 2 gram dalam

cawan porselen.

3. Masukkan cawan porselen yang berisi sampel ke dalam oven bersuhu 100

– 105°C selama 1 - 2 jam tergantung sampelnya.

4. Setelah 1-2 jam, dinginkan sampel tadi dalam deksikator, kemudian

timbang.

5. Masukkan lagi sampel dan cawannya tersebut dalam oven selama 30

menit, dinginkan dalam eksikator dan timbang.

6. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan (selisih penimbangan

berturut-turut kurang dari 0,2 mg).

7. Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan.

3.3.3 Penentuan kadar karbohidrat

a) Penentuan kadar serat

1. Sampel halus (hasil blender) diperas dan disaring dengan kain kasa.

2. Residu sisa hasil penyaringan dikeringkan dalam oven.

3. Residu yang sudah kering ditambahkan pelarut non-polar (Petrolium Eter)

lalu diperas dan disaring kembali dengan kain kasa.

4. Keringkan kembali residunya ke dalam oven.

5. Residu yang sudah kering ditimbang.

6. Ditentukan kadar seratnya.

b) Penentuan kadar amilum

Isolasi dan ekstraksi amilum

1) Filtrat pada langkah sebelumnya (a) ditambah alkohol 98% sebanyak

10 mL.

2) Selanjutnya dipindahkan ke dalam beaker gelas dan tambah etanol

sampai 25 ml.

3) Dipanaskan dalam penangas dengan suhu 70 derajat selama 10 menit

4) Kemudian sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dengan

kecepatan minimum 2000 rpm selama 10 menit

5) Hasil sentrifus ada tiga bagian yaitu bagian mengendap, bagian cair

dan bagian yang terapung

6) Bagian yang terapung di buang.

7) Endapan atau pelet berisi amilum sedangkan cairan berisi protein dan

gula reduksi.

8) Pelet amilum dipisahkan.

9) Endapan yang didapat ditambah 20 ml campuran etanol absolute : air

(80:20) dan disentrifus

10) Endapan dicuci sampai 3 kali dengan etanol.

11) Hasil pencucian dikeringkan dalam oven selama 2 jam

12) Timbang dan hitung berat sampel amilum kering.

13) Pindahkan endapan ke dalam botol sampel.

14) Supernatannya digabung dengan supernatan yang didapat sebelumnya

15) Bagian yang cair ditambahkan larutan Pb-asetat 10% sebanyak 2 ml.

16) Disentrifus lagi dan dipisahkan supernatannya

17) Gabungan supernatan diuapkan dengan penangas air sampai volume

10 ml.

18) Kelebihan Pb-asetat dihilangkan dengan menambahkan Na-oksalat 5%

sampai tidak terjadi endapan

19) Larutan dimasukkan kedalam labu takar 25 ml lalu ditambahkan etanol

absolut : air (80:20) sampai tanda batas

20) Dikocok sampai homogen dan disaring

21) Siap dianalisis dengan metoda Nelson (untuk penentuan kadar gula

reduksi)

Analisa kualitatif amilum

1) Dimasukkan sedikit (±0,1 mg) amilum sampel dalam tabung reaksi.

2) Ditambahkan 2 tetes larutan iod 2%.

3) Warna biru menunjukkan hasil positif adanya amilum.

c) Penentuan kadar gula reduksi

Pembuatan kurva standar

1) Siapkan larutan standar glukosa ( 1 mg glukosa anhidrat/ml).

2) Encerkan larutan standar dalam labu ukur 100 ml sehingga diperoleh

larutan standar dengan kadar glukosa 2, 4, 6, 8 dan 10 mg/100 ml.

3) Siapkan 6 tabung reaksi yang bersih, 5 tabung diisi dengan 2 ml larut

standar tersebut dan satu tabung reaksi yang diisi dengan 2 ml aquades

sebagai blangko.

4) Masing-masing larutan standar ditambahkan larutan Nelson 1 mL dan

panaskan 7 menit

5) Didinginkan sampai suhu larutan mencapai suhu kamar

6) Masing-masing larutan standar ditambah 1 mL arsenomolibdat

7) Masing-masing di ukur intensitas cahaya serapnya dengan

spektrofotometer

Penentuan kadar gula reduksi dalam sampel

1) Siapkan larutan sampel yang dihasilkan dari supernatan pemisahan

amilum.

2) Larutan sampel harus jernih, bila keruh atau berwarna dapat

dijernihkan dengan Pb asetat atau bubur aluminum hidroksida.

3) Pipetlah 2 ml larut sampel yang jernih tersebut ke dalam tabung

reaksi.

4) Ditambahkan larutan Nelson 1 mL dan panaskan 7 menit

5) Didinginkan sampai suhu larutan mencapai suhu kamar

6) Masing-masing larutan standar ditambah 1 mL arsenomolibdat

7) Masing-masing di ukur intensitas cahaya serapnya dengan

spektrofotometer.

3..3.4 Penentuan kadar protein terlarut

a) Isolasi dan ekstraksi protein

1. Sisa supernatan hasil sentrifugasi pada isolasi amilum ditambahkan

amonium sulfat sebanyak 25% (w/w) lalu diaduk.

2. Didiamkan pada suhu 0-4oC.

3. Disentrifugasi 8000 rpm selama 30 menit.

4. Dipisahkan supernatan dan peletnya dengan teknik dekantasi.

5. Pelet dicuci dengan sedikit NaCl 10% (± 2 mL).

6. Dimasukkan pelet dalam labu ukurr 10 mL.

7. Diencerkan sampai 10 mL, dimasukkan pelet dalam botol pelet protein .

8. Disimpan pelet dalam lemari pendingin.

b) Analisis kadar protein terlarut dengan metode titrasi formol

1. Dibuat titrasi blanko yang terdiri dari 20 ml aquades + 0,4 ml larutan K-

oksalat jenuh + 1 ml indikator pp 1 % + 2 ml larutan formaldehid 40 %.

2. Titrasilah dengan larutan NaOH 0,1 N sampai berwarna merah jambu

(pink).

3. Ambil 10 ml larutan sampel (larutan protein) dan masukkan ke dalam

erlenmeyer.

4. Tambahkan 20 ml aquades, 0,4 ml larutan K-oksalat jenuh dan 1 ml

indikator pp 1 %.

5. Dikocok, lalu diamkan 2 menit.

6. Titrasi larutan sampel tersebut dengan larutan NaOH 0,1 N sampai

berwarna merah jambu (pink).

7. Catat banyaknya larutan NaOH 0,1 N yang digunakan untuk titrasi

(titrasi pertama).

8. Setelah warna tercapai, tambahkan 2 ml larutan formaldehid 40 % dan

titrasilah kembali dengan larutan NaOH 0,1 N sampai berwarna merah

jambu (pink) lagi.

9. Catat banyaknya larutan NaOH 0,1 N yang digunakan untuk titrasi

(titrasi kedua).

10. Larutan terkoreksi adalah titrasi kedua dikurangi titrasi blanko

merupakan titrasi formol.

11. Untuk mengetahui % protein, harus dibuat percobaan serupa dengan

menggunakan larutan yang telah diketahui kadar proteinnya.