Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

36
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997). Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga, dan sebagainya yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebra sehingga mengakibatkan defisit neurologi ( Sjamsuhidayat, 1997). Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center (NSCISC, 2000) angka kejadian cedera vertebra antara pria dan wanita adalah 7 : 4, dengan rata-rata cedera pada usia 31,8 tahun dengan 50% cedera pada usia 16-30 tahun. Data epidemiologi NSCISC dari tahun 1973-1997 tentang penyebab dari spinal cord injury diketahui bahwa sekitar 43% karena kecelakaan kendaraan bermotor, 22% karena jatuh atau pukulan benda keras, 19% karena kekerasaan dan 11% karena cedera olahraga dan 5% bukan karena trauma seperti spinal stenosis, tumor, ischemia, infeksi dan mielitis (Mc Kinley et al, 1999). Data NSCISC memperkirakan ada 10.000 kasus baru cedera medula spinalis setiap tahunnya. Angka insidensi paralisis 7

description

spinalis

Transcript of Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

Page 1: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal

yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Cedera tulang belakang

adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari

ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).

Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis

akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga, dan

sebagainya yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebra

sehingga mengakibatkan defisit neurologi ( Sjamsuhidayat, 1997).

Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center (NSCISC, 2000) angka

kejadian cedera vertebra antara pria dan wanita adalah 7 : 4, dengan rata-rata cedera pada

usia 31,8 tahun dengan 50% cedera pada usia 16-30 tahun. Data epidemiologi NSCISC dari

tahun 1973-1997 tentang penyebab dari spinal cord injury diketahui bahwa sekitar 43%

karena kecelakaan kendaraan bermotor, 22% karena jatuh atau pukulan benda keras, 19%

karena kekerasaan dan 11% karena cedera olahraga dan 5% bukan karena trauma seperti

spinal stenosis, tumor, ischemia, infeksi dan mielitis (Mc Kinley et al, 1999).

Data NSCISC memperkirakan ada 10.000 kasus baru cedera medula spinalis setiap

tahunnya. Angka insidensi paralisis komplet akibat kecelakaan diperkirakan 20 orang per

100.000 penduduk.

B. Rumusan masalah

a. Apa pengertian cedera tulang belakang (Vertebra)?

b. Bagaimana anatomi fisiologi Vertebra?

c. Bagaimana morfologi cedera tulang belakang (vertebra)?

d. Apa etiologi dari cedera tulang belakang (vertebra)?

e. Bagaimana patofisiologi cedera tulang belakang (vertebra)?

f. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien dengan cedera tulang belakang (vertebra)?

g. Apa saja komplikasi dari cedera tulang belakang (vertebra)?

h. Apa saja pemeriksaan penunjang cedera tulang belakang (vertebra)?

i. Bagaimana manifestasi klinik dari cedera tulang belakang (vertebra)?

j. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera tulang belakang?

7

Page 2: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

C. Tujuan penulisan

a. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menerapkan pola pikir ilmiah dalam melaksanakan Asuhan

Keperawatan Pada Pasien dengan Cedera Tulang Belakang (Vertebra) dan

mendapatkan gambaran epidemiologi, distribusi, frekuensi, determinan, isu dan

program penanganan pasien dengan cedera tulang belakang

b. Tujuan khusus

Makalah ditujukan agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang:

a. Pengertian cedera tulang belakang (Vertebra)

b. Anatomi fisiologi Vertebra

c. Morfologi cedera tulang belakang (vertebra)

d. Etiologi dari cedera tulang belakang (vertebra)

e. Patofisiologi cedera tulang belakang (vertebra)

f. Penatalaksanaan pada pasien dengan cedera tulang belakang (vertebra)

g. Komplikasi dari cedera tulang belakang (vertebra)

h. Pemeriksaan penunjang cedera tulang belakang (vertebra)

i. Manifestasi klinik dari cedera tulang belakang (vertebra)

j. Asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera tulang belakang (Vertebra)

D. Metode penulisan

Metode yang digunakan adalah metode studi pustaka yaitu mengumpulkan data dengan

berbagai sumber informasi seperti buku-buku perpustakaan,internet,dan lain-lain.

7

Page 3: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal

yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Cedera tulang belakang

adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari

ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).

Tulang Belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher sampai ke

selangkangan. Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah

tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Diskus intervertebrale

merupakan penghubung antara dua korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum

membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan memungkinkan mobilitas

vertebrae. Di dalam susunan tulang tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-syaraf, yang

bila terjadi cedera di tulang belakang maka akan mempengaruhi syaraf-syaraf tersebut

(Mansjoer, Arif, et al. 2000)

Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis

akibat trauma : jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga, dan

sebagainya yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang

vertebra sehingga mengakibatkan defisit neurologi ( Sjamsuhidayat, 1997).

B. Anatomi fisiologi Vertebra

7

Page 4: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

Selain sebagai pendukung badan yang kokoh, vertebralis sekaligus bekerja

sebagai penyangga dengan perantaraan tulang rawan cakram intervertebralis yang

lengkungnya memberikan fleksibilitas dan memungkinkan membongkok tanpa patah.

Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan

berat badan seperti waktu berlari dan meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum

belakang terlindung terhadap goncangan. Disamping untuk memikul berat badan,

menyediakan permukaan untuk perlengketan otot dan membentuk tapal batas pasterior

yang kukuh untuk rongga- rongga badan dan memberi kaitan pada iga. (Eveltan. C.

Pearah, 1997 ; 56 ± 62).

Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :

a. Vertebrata Thoracalis (atlas)

Vertebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak memiliki corpus tetapi hanya

berupa cincin tulang. Vertebrata cervikalis kedua (axis) ini memiliki dens, yang mirip

dengan pasak. Veterbrata cervitalis ketujuh disebut prominan karena mempunyai

prosesus spinasus paling panjang.

b. Vertebrata Thoracalis

Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus berbentuk  jantung,

berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thorax.

c. Vertebrata Lumbalis

Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal, berjumlah 5 buah

yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus vertebra yang besar ukurnanya

sehingga pergerakannya lebih luas kearah fleksi.

d. Os. Sacrum

Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkang dimana ke 5

vertebral ini rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi.

e. Os. Coccygis

Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami rudimenter.

Lengkung koluma vertebralis.kalau dilihat dari samping maka kolumna  vertebralis

memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero-pesterior : lengkung vertikal pada

daerah leher melengkung kedepan daerah torakal melengkung kebelakang, daerah

lumbal kedepan dan daerah pelvis melengkung kebelakang. Kedua lengkung yang

menghadap pasterior, yaitu torakal dan pelvis, disebut promer karena mereka

mempertahankan lengkung aslinya kebelakang dari hidung tulang belakang, yaitu

7

Page 5: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

bentuk (sewaktu janin dengna kepala membengkak ke bawah sampai batas dada dan

gelang panggul dimiringkan keatas kearah depan badan.

C. Morfologi

Cedera tulang belakang dapat dibagi atas fraktur, fraktur dislokasi, cedera

medulla spinalis tanpa abnormalitas radiografik (SCIWORA), atau cedera penetrans.

Setiap pembagian diatas dapat lebih lanjut diuraikan sebagai stabil dan tidak

stabil.Walaupun demikian penentuan stabilitas tipe cedera tidak selalu seerhana dan

ahlipun kadang-kadang berbeda pendapat. Karena itu terutama pada penatalaksanaan

awal penderita, semua penderita dengan deficit neurologist,harus dianggap mempunyai

cedera tulang belakang yang tidak stabil. Karena itu penderita ini harus tetap

diimobolisasi sampai ada konsultasi dengan ahli bedah saraf/ ortofedi.

Cedera servikal dapat disebabkan oleh satu atau kombinasi dari mekanisme

cedera : (1) pembebanan aksial (axial loading), (2) fleksi, (3) ekstensi, (4) rotasi, (5)

lateral bending, dan (6) distraksi. Cedera dibawah ini mengenai kolumna spinalis, dan

akan diuraikan dalam urutan anatomis, dari cranial mengarah keujung kaudal tulang

belakang.

a. Dislokasi atlanto – oksipita (atlanto – occipital dislokatiaon)

Cedera ini jarang terjadi dan timbul sebagai akibat dari trauma fleksi dan

distraksi yang hebat. Kebanyakan penderita meninggal  karena kerusakan batang otak.

Kerusakan neurologist yang berat ditemukan pada level saraf karanial bawah.

Kadang-kadang penderita selamat bila resusitasi segera dilakukan ditempat kejadian.

b. Fraktur atlas (C-1)

Atlas mempunyai korpus yang tipis dengan permukaan sendi yang lebar.

Fraktur C-1 yang paling umum terdiri dari burst fraktur  (fraktur

Jefferson).mekanisme terjadinya cedera adalah axial loading, seperti kepala tertimpa

secara vertical oleh benda berat atau penderita terjatu dengan puncak kepala terlebih

dahulu. Fraktur jefeferson berupa kerusakan pada cincin anterior maupun posterior

dari C-1, dengan pergeseran masa lateral. Fraktur akan terlihat jelas dengan proyeksi

open mouth dari daerah C-1 dan C-2 dan dapat dikomfirmasikan dengan CT Scan.

Fraktur ini harus ditangani secara awal dengan koral sevikal.

c. Rotary subluxation dari C-1

Cidera ini banyak ditemukan pada anak –anak. Dapat terjadi spontan setelah

terjadi cedera berat/ ringan, infeksi saluran napas atas atau penderita dengan rematoid

7

Page 6: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

arthritis. Penderita terlihat dengan rotasi kepala yang menetap. .pada cedera ini jarak

odontoid kedua lateral mass C-1 tidak sama, jangan dilakukan rotasi dengan paksa

untuk menaggulangi rotasi ini, sebaiknya dilakukan imobilisasi. Dan segera rujuk.

d. Fraktur aksis(C-2)

Aksis merupakan tulang vertebra terbesar dan mempunyai bentuk yang

istimewah karena itu mudah mengalami cedera.

1. Fraktur odontoid

Kurang 60% dari fraktur C-2 mengenai odontoid suatu tonjolan tulang berbentuk

pasak.  Fraktur ini daoat diidentifikasi dengan foto ronsen servikal lateral atau buka

mulut.

2. Fraktur dari elemen posterior dari C-2

Fraktur hangman mengenai elemen posterior  C-2, pars interartikularis 20 % dari

seluruh fraktur aksis fraktur disebabkan oleh fraktur ini. Disebabkan oleh trauma

tipe ekstensi, dan harus dipertahankan dalam imobilisasi eksternal.

e. Fraktur dislocation ( C-3 sampai C-7) 

Fraktur C-3 saangat jarang terjadi, hal ini mungkin disebabkan letaknya

berada diantara aksis yang mudah mengalami cedera dengan titik penunjang tulang

servikal yang mobile, seperti C-5 dan C-6, dimana terjadi fleksi dan ekstensi tulang

servikal terbesar.

f. Fraktur vertebra torakalis ( T-1 sampai T-10)

Fraktur vertebra Torakalis dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori : (1)

cedera baji karena kompresi bagian korpus anterior, (2) cedera bursi, (3) fraktur

Chance, (4) fraktur dislokasi.

Axial loading disertai dengan fleksi menghasilkan cedera kompresi  pada

bagian anterior. Tip kedua dari fraktur torakal adalah cedera burst disebabkan oleh

kompresi vertical aksial. Fraktur dislokasi relative jarang pada daerah T-1 sampai T-

10.

g. Fraktur daerah torakolumbal (T-11 sampai L-1)fraktur lumbal

Fraktur di daerah torakolumbal tidak seperti pada cedera tulang servikal, tetapi

dapat menyebabkan morbiditas yang jelas bila tidak  dikenali atau terlambat

mengidentifikasinya. Penderita yang jatuh dari ketinggian dan pengemudi mobil

memakai sabuk pengaman tetapi dalam kecepatan tinggi mempunyai resiko

mengalami cedera tipe ini. Karena medulla spinalis berakhir pada level ini , radiks

saraf yang membentuk kauda ekuina bermula pada daerah torakolumbal.

7

Page 7: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

h. Trauma penetrans

Tipe trauma penetrans yang paling umum dijumpai adalah yang disebabkan

karena luka tembak atau luka tusuk. Hal ini dapat dilakukan dengan

mengkombinasikan informasi dari anamnesis, pemeriksaan klinis, foto polos dan CT

scan. Luka penetrans pada tulang belakang umumnya merupakan cedera yang stabil

kecuali jika disebabkan karena peluru yang menghancurkan bagian yang luas dari

columna vertebralis.

D. Etiologi

a. Faktor patologis fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma

berupa yang disebabkan oleh suatu proses yaitu : Osteoporosis Imperfekta,

Osteoporosis dan Penyakit metabolik

b. Trauma

    Dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan

posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda

keras (jalanan).

2. Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan,

misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.

E. Patofisiologi

Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang Jatuh dari ketinggian,

kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga. Mengakibatkan patah tulang belakang;

paling banyak cervicalis dan lumbalis Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana,

kompresi, kominutif Dan dislokasi, sedangkan sumsum tulang belakang dapat berupa

memar, Kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan Peredaran

darah.

Blok syaraf pernapasan  respon nyeri hebat dan akut anestesi Iskemia dan

hipoksemia  syok spinal  gangguan fungsi rektum,kandung kemih, gangguan rasa

nyaman nyeri dan potensial komplikasi Hipotensi, bradikardia gangguan eliminasi.

7

Page 8: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

Patofisiologi WOC:

F. Manifestasi Klinik

Disfungsi neurologis akibat DAO bisa dibagi kedalam lesi yang mengenai batang

otak, saraf kranial, kord spinal atas, dan akar saraf spinal. Banyak pasien yang disertai

cedera kepala hingga memperrumit gambaran neurologis.

Cedera batang otak walau sering pada DAO, tidak selalu tampil lengkap. Postur

deserebrasi atau adanya kehilangan fungsi batang otak lengkap mungkin tampak, walau

sulit untuk memastikan apakah seluruhnya akibat DAO pada pasien yang disertai cedera

kepala. Kerusakan piramidal diskreta mungkin mengakibatkan paraparesis.

Ketidakstabilan kardiopulmoner berakibat bradikardia, respirasi yang irreguler, atau

7

Page 9: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

bahkan apnea dapat terjadi setelah kerusakan batang otak. Kerusakan batang otak berat

paling mungkin sebagai penyebab kematian yang tinggi. Dislokasi kranioservikal

mungkin berakibat avulsi atau peregangan saraf kranial bawah. Saraf kranial keenam,

sembilan hingga duabelas, adalah yang terutama berrisiko.

Etiologi sebenarnya disfungsi saraf keenam sulit dipastikan pada pasien yang

disertai cedera kepala. Hipertensi berat mungkin timbul bila kedua sinus karotid

mengalami denervasi setelah cedera saraf kesembilan. Gangguan fungsi kord spinal atas

berakibat kuadri- plegia, walaupun hemiparesis lebih sering terjadi pada pasien dengan

DAO (setiap disfungsi motori mungkin juga menunjukkan cedera batang otak).

DAO traumatika mungkin juga disertai cedera akar servikal. Cedera unilateral

multipel pada akar servikal bisa menyerupai lesi pleksus brakhial. Sebagai tambahan atas

kerusakan neural langsung, cedera arteria vertebral mungkin menyebabkan iskemia atau

disfungsi neural. DAO berhubungan dengan kompresi, robekan intimal, spasme, dan

trombosis pembuluh ini. Beberapa pasien dengan DAO bisa dengan defisit yang timbul

tidak sejak awal. Ini mungkin karena trauma tambahan terhadap sistema saraf (sekunder

terhadap pergerakan pada tulang belakang yang tak stabil) atau terhadap masalah lain

seperti iskemia akibat emboli atau trombosis pembuluh yang rusak. Pasien DAO sering

dengan cedera berganda dan karenanya harus dinilai secara lengkap atas cedera lainnya.

G. Komplikasi

a. Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan

yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.

b. Mal union, gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal

union, sebab-sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara

fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling beradaptasi dan membentuk

sendi palsu dengan sedikit gerakan (non union).

c. Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu. Hal ini

diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.

d. Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu

lama dari proses penyembuhan fraktur.

e. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID). Infeksi terjadi

karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat pembedahan

dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku pada fraktur.

f. Emboli lemak.

7

Page 10: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

g. Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang

lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit

dan membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang

memasok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.

h. Sindrom Kompartemen Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang

dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan fungsi

ekstermitas permanen jika tidak ditangani segera.

H. Pemeriksaan penunjang

Sinar x spinal                : Menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok)

CT scan                        : Menentukan tempat luka/jejas

MRI                              : Mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal

Foto rongent thorak      : Mengetahui keadaan paru

AGD                             : Menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi.

I. Penatalaksanaan

1. Faktur stabil (tanpa kelainan neorologis) maka dengan istirahat saja penderita akan

sembuh.

2. Fraktur dengan kelainan neorologis, Fase Akut (0-6 minggu)

a. Live saving dan kontrol vital sign

b. Perawatan trauma penyerta

1) Fraktur tulang panjang dan fiksasi interna.

2) Perawatan trauma lainnya.

c. Fraktur/Lesi pada vertebra

1) Konservatif (postural reduction) (reposisi sendiri)

Tidur telentang alas yang keras, posisi diubah tiap 2 jam mencegah dekubitus,

terutama simple kompressi.

2) Operatif

Pada fraktur tak stabil terdapat kontroversi antara konservatif dan operatif. Jika

dilakukan operasi harus dalam waktu 6-12 jam pertama dengan cara:

Laminektomi

Mengangkat lamina untuk memanjakan elemen neural pada kanalis spinalis,

menghilangkan kompresi medulla dan radiks.

Fiksasi interna dengan kawat atau plate

7

Page 11: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

Anterior fusion atau post spinal fusion

3) Perawatan status urologi

Pada status urologis dinilai tipe kerusakan sarafnya apakah supra nuldear

(reflek bladder) dan infra nuklear (paralitik bladder) atau campuran. Pada fase

akut dipasang keteter dan kemudian secepatnya dilakukan bladder training

dengan cara penderita disuruh minum segelas air tiap jam sehingga buli-buli

berisi tetapi masih kurang 400 cc. Diharapkan dengan cara ini tidak terjadi

pengkerutan buli-buli dan reflek detrusor dapat kembali.

BAB III

7

Page 12: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Menurut Carpenito (2000) dan Doenges at al (2000), pengkajian pada klien dengan

trauma tulang belakang meliputi :

1. Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal

2. Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, Hipotensi,

bradikardi, ekstremitas dingin atau pucat

3. Eliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut,

peristaltik hilang

4. Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan

menarik diri

5. Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang

6. Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL

7. Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid,

Hilangnya sensasi dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil,

ptosi

8. Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan

Mengalami deformitas pada daerah trauma

9. Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis

10. Keamanan : suhu yang naik turun

B. Diagnosa

Adapun diagnosa yang yang mungkin kita angkat dan menjadi perhatian pada fraktur

servikal, diantaranya :

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan diafragma

2. Mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan otot

3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera

4. Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada

usus dan rektum.

5. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.

C. Intervensi

7

Page 13: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

No Dx Tujuan Intervensi Rasional

1 Pola nafas efektif

setelah diberikan

oksigen

Kriteria hasil :

Ventilasi adekuat

1)   Pertahankan jalan nafas;

posisi kepala tanpa gerak

1)   Pasien dengan cedera

cervicalis akan

membutuhkan bantuan

untuk mencegah aspirasi/

mempertahankan jalan

nafas.

2)   Lakukan penghisapan

lendir bila perlu, catat

jumlah, jenis dan

karakteristik sekret.

2)   Jika batuk tidak efektif,

penghisapan dibutuhkan

untuk mengeluarkan

sekret, dan mengurangi

resiko infeksi pernapasan.

3)   Kaji fungsi pernapasan 3)      trauma pada C5-6

menyebabkan hilangnya

fungsi pernapasan secara

partial, karena otot

pernapasan mengalami

kelumpuhan.

4)   Auskultasi suara napas 4)   Hipoventilasi biasanya

terjadi atau menyebabkan

akumulasi sekret yang

berakibat pnemonia.

5)   Observasi warna kulit. 5)   Menggambarkan adanya

kegagalan pernapasan

yang memerlukan

tindakan segera

6)   Kaji distensi perut dan

spasme otot.

6)   Kelainan penuh pada

perut disebabkan karena

kelumpuhan diafragma

7)   Anjurkan pasien untuk

minum minimal 2000

cc/hari.

7)   Membantu mengencerkan

sekret, meningkatkan

mobilisasi sekret sebagai

ekspektoran.

7

Page 14: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

8)    Lakukan pengukuran

kapasitas vital, volume

tidal dan kekuatan

pernapasan

8)   Menentukan fungsi otot-

otot pernapasan.

Pengkajian terus menerus

untuk mendeteksi adanya

kegagalan pernapasan.

9)    Pantau analisa gas

darah.

9)   Untuk mengetahui adanya

kelainan fungsi pertukaran

gas sebagai contoh :

hiperventilasi PaO2

rendah dan PaCO2

meningkat.

Berikan oksigen dengan

cara yang tepat : metode

dipilih sesuai dengan

keadaan isufisiensi

pernapasan.

Membentu pasien dalam

bernafas

Lakukan fisioterapi

nafas.

Mencegah sekret tertahan

No Dx Tujuan Intervensi Rasional

2 Selama perawatan

gangguan mobilisasi

bisa diminimalisasi

sampai cedera diatasi

dengan pembedahan.

Kriteria hasil : tidak

ada kontrakstur,

kekuatan otot

meningkat, pasien

mampu beraktifitas

kembali secara

bertahap.

1)   Kaji secara teratur fungsi

motorik.

1)   mengevaluasi keadaan

secara umum

2)   Lakukan log rolling 2)   membantu ROM secara

pasif

3)   Pertahankan sendi 90

derajad terhadap papan

kaki.

3)   mencegah footdrop

4)   Ukur tekanan darah

sebelum dan sesudah log

rolling.

4)   mengetahui adanya

hipotensi ortostatik

5)  Inspeksi kulit setiap hari. 5)   gangguan sirkulasi dan

hilangnya sensai resiko

tinggi kerusakan integritas

7

Page 15: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

kulit.

6)   Berikan relaksan otot

sesuai pesanan seperti

diazepam.

6)    berguna untuk membatasi

dan mengurangi nyeri

yang berhubungan dengan

spastisitas.

No Dx Tujuan Intervensi Rasional

3 rasa nyaman

terpenuhi setelah

diberikan perawatan

dan pengobatan

Kriteria hasil :

melaporkan rasa

nyerinya berkurang

1)   Kaji terhadap nyeri

dengan skala 0-5. Rasional

1)   pasien melaporkan nyeri

biasanya diatas tingkat

cedera.

2)  Bantu pasien dalam

identifikasi faktor

pencetus.

2)   nyeri dipengaruhi oleh;

kecemasan, ketegangan,

suhu, distensi kandung

kemih dan berbaring lama.

3)   Berikan tindakan

kenyamanan.

3)   memberikan rasa nyaman

dengan cara membantu

mengontrol nyeri.

4)   Dorong pasien

menggunakan tehnik

relaksasi.

4)   memfokuskan kembali

perhatian, meningkatkan

rasa kontrol.

5)   Berikan obat antinyeri

sesuai pesanan.

5)  untuk menghilangkan nyeri

otot atau untuk

menghilangkan kecemasan

dan meningkatkan

istirahat.

No Dx Tujuan Intervensi Rasional

4 pasien tidak

menunjukkan adanya

gangguan eliminasi

alvi/konstipasi

Kriteria hasil :

pasien bisa b.a.b

1)   Auskultasi bising usus,

catat lokasi dan

karakteristiknya.

1)   bising usus mungkin tidak

ada selama syok spinal.

2)   Catat adanya keluhan

mual dan ingin muntah,

pasang NGT.

2)   pendarahan

gastrointestinal dan

lambung mungkin terjadi

7

Page 16: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

secara teratur sehari

1 kali

akibat trauma dan stress.

3)   Berikan diet seimbang

TKTP cair

3)   meningkatkan konsistensi

feces

4)   Berikan obat pencahar

sesuai pesanan.

4)   merangsang kerja usus

No Dx Tujuan Intervensi Rasional

5 pola eliminasi

kembali normal

selama perawatan

Kriteria hasil :

produksi urine 50

cc/jam, keluhan

eliminasi uirine tidak

ada

1)   Kaji pola berkemih, dan catat

produksi urine tiap jam.

2)

1)   mengetahui fungsi

ginjal

2)   

3)    Anjurkan pasien untuk minum

2000 cc/hari.

3)   membantu

mempertahankan

fungsi ginjal.

4)   Pasang dower kateter. 4)    membantu proses

pengeluaran urine

D. Implementasi dan Evaluasi

No Dx Intervensi Implementasi Evaluasi

1 Pertahankan jalan nafas;

posisi kepala tanpa gerak

Rasional

Mempertahankan jalan

nafas; posisi kepala

tanpa gerak

Rasional

Ventilasi adekuat

2 Kaji secara teratur fungsi

motorik.

Mengkaji secara teratur

fungsi motorik.

Tidak ada kontraktur,

kekuatan otot

meningkat, pasien

mampu beraktifitas

kembali secara

bertahap.

3 Kaji terhadap nyeri dengan

skala 0-5.

Mengkaji terhadap

nyeri dengan skala 0-5.

Klien melaporkan

rasa nyerinya

berkurang

4 Auskultasi bising usus, catat Mengauskultasi bising Pasien bisa BAB

7

Page 17: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

lokasi dan karakteristiknya. usus, catat lokasi dan

karakteristiknya

secara teratur sehari

1 kali

5 Kaji pola berkemih, dan

catat produksi urine tiap

jam.

Mengkaji pola

berkemih, dan catat

produksi urine tiap jam.

Produksi urine 50

cc/jam, keluhan

eliminasi uirine tidak

ada

BAB III

PENUTUP

7

Page 18: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

A. Kesimpulan

Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis

akibat trauma : jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga, dan

sebagainya yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang

vertebra sehingga mengakibatkan defisit neurologi ( Sjamsuhidayat, 1997)

Cedera tulang belakang dapat dibagi atas fraktur, fraktur dislokasi, cedera

medulla spinalis tanpa abnormalitas radiografik (SCIWORA), atau cedera penetrans.

Setiap pembagian diatas dapat lebih lanjut diuraikan sebagai stabil dan tidak

stabil.Walaupun demikian penentuan stabilitas tipe cedera tidak selalu seerhana dan

ahlipun kadang-kadang berbeda pendapat. Karena itu terutama pada penatalaksanaan

awal penderita, semua penderita dengan deficit neurologist,harus dianggap mempunyai

cedera tulang belakang yang tidak stabil. Karena itu penderita ini harus tetap

diimobolisasi sampai ada konsultasi dengan ahli bedah saraf/ ortofedi.

Adapun etiologi dari cedera tulang belakang adalah fraktur patologis fraktur dan

trauma (trauma langsund dan tidak langsung)

Perjalan penyakit dimulai ketika suatu trauma mengenai tulang belakang Jatuh

dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga. Mengakibatkan patah

tulang belakang; paling banyak cervicalis dan lumbalis Fraktur dapat berupa patah tulang

sederhana, kompresi, kominutif Dan dislokasi, sedangkan sumsum tulang belakang dapat

berupa memar, Kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan

Peredaran darah.

Beberapa tanda dan gejala yang timbul pada cedera tulang belakang diantaranya

disfungsi neurologis akibat DAO bisa dibagi kedalam lesi yang mengenai batang otak,

saraf kranial, kord spinal atas, dan akar saraf spinal. Banyak pasien yang disertai cedera

kepala hingga memperumit gambaran neurologis.

Komplikasi dari cedera tulang belakang diantaranya : Syok hipovolemik Mal

union, Non union, Delayed union, Tromboemboli, dan Emboli lemak.

Adapun diagnosa yang dapat diangkat pada kasus cedera tulang belakang yaitu :

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan diafragma

2. Mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan otot

3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera

7

Page 19: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

4. Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada

usus dan rektum.

5. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.

B. Saran

Dengan makalah ini, diharapkan kepada mahasiswa khususnya mahasiswa

keperawatan dan mengetahui dan memahami mengenai asuhan keperawatan pada klien

dengan cedera tulang belakang (vertebra), sehingga nanti dapat diaplikasikan dalam

dunia keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

7

Page 20: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott

company, Philadelpia.

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan,

pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.

Reksoprodjo Soelarto, (1995),  Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah,  Binarupa Aksara, Jakarta.

Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB

Lippincott Company, Philadelphia.

Sjamsuhidajat. R (1997), Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta

http://www.news-medical.net/health/What-is-a-Spinal-Cord-Injury-%28Indonesian%29.aspx

(Diakses melalui internet 11 Desember 2012)

MAKALAH SEMINAR

7

Page 21: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

CEDERA TULANG BELAKANG (VERTEBRA)

Dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Sistem Muskuloskeletal

 

Disusun oleh:

1. Afrolis Youvana (1080200007)

2. Emilia Suzita (1080200042)

3. Khatamanisa Suyuthie (1080200066)

4. Noprizan Sahendra (1080200101)

5. Yeni Rahmaningsih (1080200106)

6. Septian Marzoni (0980200109)

Dosen Pembimbing:

Ns. H. Panzilion, S.Kep, MM

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU

T.A 2012-2013

DAFTAR ISI

7

Page 22: Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center

HALAMAN JUDUL..................................................................................................................

KATA PENGANTAR................................................................................................................

DAFTAR ISI...............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang.....................................................................................................................1

B. Rumusan masalah................................................................................................................1

C. Tujuan penulisan.................................................................................................................2

D. Metode penulisan................................................................................................................2

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian cedera tulang belakang (vertebra).....................................................................3

B. Anatomi fisiologi tulang belakang (vertebra).....................................................................3

C. Morfologi cedera tulang belakang (vertebra)......................................................................5

D. Etiologi dari cedera tulang belakang (vertebra)..................................................................6

E. Patofisiologi cedera tulang belakang (vertebra)..................................................................6

F. Manifestasi klinik dari cedera tulang belakang (vertebra)..................................................8

G. Komplikasi dari cedera tulang belakang (vertebra)............................................................9

H. Pemeriksaan penunjang cedera tulang belakang (vertebra)..............................................10

I. Penatalaksanaan pada pasien dengan cedera tulang belakang (vertebra).........................10

BAB III ASKEP

A. Pengkajian.........................................................................................................................12

B. Diagnosa............................................................................................................................12

C. Intervensi...........................................................................................................................13

D. Implementasi dan evaluasi................................................................................................16

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................................................18

B. Saran .................................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

7