Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

111
MaPPI

Transcript of Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Page 1: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

MaPPI

Page 2: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

ztllzwT

U]NUNfifiU P]RUBAHAN

DAil BALIII ,Enu,lPemasyarakatan)(Studi Awal Penerapan Konsep

Page 3: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

MENUNGGU PERUBAHAN

DARI BALIK JERUJI(STUDI AWAL PENERAPAN KONSEP PEMASYARAKATANI

Oleh :

Tim Peneliti MaPPI FHUI, KRHN dan LBH JAKARTA

Penyunting:Topo Santoso

Hasril Hertanto

Tim Peneliti :

1. Asfinawati : Direktur LBH Jakarta2. Muhammad Gatot : Kepala Litbang LBH Jakarta3. Hasril Hertanto: Ketua Harian MaPPI FHUI4. M. Ali Aranoval : Kepala Monitoring MaPPI FHUI5. Fulthoni : Kepala Bidang Operasional KRHN6. Lolong Manting : Staf Program KRHN

Partnership For Governance Reform

Page 4: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Pustakawati: Riana EkawatiManajer Penerbitan: Ike BambangManajer Proyek Soffan LubisLay Out Isi : Ashep Ramdhan

Tak satu bagran pun dari buku ini yang dapat diproduksi ulang, disimpandalam bentuk sistem pengambilan, atau dialihkan dalam bentuk atausarana apa pun, termasuk elektronik, mekanik, foto kopi, rekaman, atauapa saja, tanpa sebelumnya memperoleh izin tertulis dari penerbit yangbersangkutan.

Izin dapat diperoleh secara langsung dari Kemitraan bagr Pembaruan TataPemerintahan di IndonesiaIND: telepon: l+621213902566, faks: (+62) 2L 2302933,e-mail: [email protected]. id

Katalog Dalam TerbitanMenunggu perubahan dari balik jeruji : Studi

awal penerapan konsep pemasyarakatan / olehtim peneliti MaPPI FHUI, KRHN dan LBH Jakarta: pen5runting, Topo Santoso, Hasril Hertanto ;

tim peneliti, Asfinawati ... [et a1.]. --Jakarta : Kemitraan, 2OO7110 hlm .;21,5 x 15,5 cm

1. Penjara. I. Topo Santoso II. Hasril HertantoIII. Asfinawati

Katalog Perpustakaan Kemitraan-Data dalam PublikasiCatatan katalog buku ini tersedia pada Perpustakaan Nasional Indonesia.

ISBN: 979-979-26-9616-5

Untuk keterangan mengenai semua publikasi Kemitraan, silakan kunjungisitus web kami di http: / /www.kemitraan.or.id lpage /publications /books/

Hak cipta @ 2OO7, Partnership. Hak cipta dilindungi.

Page 5: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

DAFTAR ISI

V

viiviii

Bab I PENDAHULUAN

Bab III ASPEK KELEMBAGAAN DALAM PROSES PEMASYARAKATAN

13

A. Struktur Organisasi 1,6

B. Sumber Daya Manusia................ 21,

C. Mekanisme Perencanaan, Monitoring dan Evaluasi 25

D. Pelaksana Konsep Pemasyarakatan ............ 26

E. Mekanisme Pengawasan 27

F. Koordinasi dan Kerjasama Kelembagaan............ 29

G. Akuntabilitas dan Transparansi................... 29

Bab TV SARANA DAN PRASARANA DALAM PROSES

PEMASYARAKATAN...... 31.

A. Instrumen Peraturan ...................... 31

B. Over Kapasitas.............. 32

C. Bangunan dan Letak Lapas 34

7

7

8

9

9

Page 6: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

D. Sistem Pengamanan ................. B6

E. Sarana Pembinaan dan Kerja 40F. Fasilitas Kesehatan 4gG. Sistem Informasi dan Komunikasi............. 46H. Anggaran................. 4g

Bab V IMPLEMENTASI KONSEP PEMASYARAKATAN 49

A. Administrasi dan Pengelompokan Warga Binaan 49B. Konsep dan Model Pembinaan 5j.

C. Partisipasi Warga Binaan dalam Proses Pembinaan. 56

E. Organisasi tidak Resmi Warga Binaan dalam Lapas !....!..r...;.....!.!.........! 6g

Bab VI PENUTUP 70

70

72

74

90

97

A. Kesimpulan

B. Rekomendasi

Sekilas tentang LBH ]akarta, KRHN, MaPPI,

UU No. l?Tahun L995

Daftar Pustaka

V1

Page 7: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

DAT"TAR SIITGI(ATAN

AKIP Akademi Ilmu pemasyarakatanBAPAS Balai pemasyarakatanBengker Bengkel KerjlCMB Cuti Menjelang BebasDPR Dewan perwakilan RakyatFGD Focus Group DiscussionHAM Hak Asasi ManusiaHaKI Hak atas Kekayaan IntelektualKalapas Kepala Lembaga pemasyarakatanKepmen Keputusan MenteriKPLP kesatuan pengamanan Lembaga pemasyarakatanKIMWASMAT Hakim pengawas dan pengamatKUHP Kitab Undang-Undang Hukum pidanaKUHAP Kitab Undang-Undang Hukum Acara pidanaLapassustik LembagapemasyarakatanKhususNarkotikaLP/ L,apas Lembaga pemasyarakatanLBH Lembaga Bantuan HukumLSM Lembaga Swadaya MasyarakatPB pembebasan BersyaratPP Peraturan pemerintahSDM Sumber Daya ManusiaSKB Surat Keputusan BersamaUU Undang-UndangWBP Warga Binaan Pemasyarakatan

Page 8: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

KATA PENGANTAR

Sistem peradilan pidana terdiri dari beberapa sub sistem yang saling

berkaitan antara satu dengan yang lainnya. sub sistem tersebut terdiri daripenyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian, penuntutan dilakukan oleh

Kejaksaan, pemeriksaan persidangan dilakukan oleh pengadilan, dan

terakhir pelaksanaan pidana yang dilakukan oleh lembaga

pemasyarakatan. Ketiga lembaga tersebut saling berkaitan dan memilikipengaruh yang besar dalam rangka penegakan hukum. Namun dalam

perkembangannya lembaga pemasyarakatan sebagai muara dari sistem

peradilan pidana jarang sekali mendapatkan perhatian. Maka takmengherankan apabila permasalahan yang ada di dalam lembaga tersebutjarang sekali diketahui. Pemberitaan media massa seringkali bernada

memojokan tanpa berupaya untuk mencari solusi atas permasalahan

tersebut.

Permasalahan yang sangat kompleks di tubuh lembaga

pemasyarakatan membutuhkan perhatian dan dukungan dari masyarakat.

Dukungan tersebut tidak perlu selalu diwujudkan dengan memberikan

bantuan dana atau apapun yang bersifat materi. Dalam rangka

memberikan dukungan tersebut maka sejumlah lembaga swadaya

masyarakat yang terdiri dari Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia

Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI), Konsorsium

Reformasi Hukum Nasional (KRHN), dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta(LBH Jakarta) didukung oleh Kemitraan (Partnerships for Gouerrlance

Reform) berupaya memberikan dukungan tersebut. Dukungan itudilakukan dengan membuat pemetaan atas permasalahan yang ada dilembaga pemasyarakatan.

Saat ini telah banyak kegiatan penelitian yang dilakukan oleh

Lembaga Pemasyarakatan maupun lembaga lain, namun belum dapat

memberikan perubahan yang berarti. Dalam rangka membantu proses

pembaruan tersebut maka pemetaan ini dilakukan sehingga hasil akhiryang diharapkan adalah sejumlah kegiatan yang dapat membantu proses

pembaruan itu sendiri.

Page 9: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Pemetaan yang dihasilkan dalam kegiatan tentunya belum dapat

dikatakan sebagai gambaran utuh atas segala permasalahan yang ada.

Namun tim peneliti berharap hasil pemetaan ini dapat menjadi awal proses

pembaruan L€mb"ga Pemasyarakatan. Pemetaan yang dilakukan tidakhanya tertuju pada pelaksanaan pemasyarakatan itu sendiri tetapi

mencakup pula organisasi pelaksana dan organ pendukung. Meskipun jauh

dari kesempurnaan, hal ini dapat dipandang sebagai wujud kepedulian

masyarakat pada proses pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan.

Kegiatan kajian dan penulisan buku ini tidak akan dapat berjalan

dengan baik apabila tidak ada dukugrgan dan bantuan dari berbagai pihak.

Oleh sebab itu kami ingin menyampaikan terima kasih khususnya kepada

Bapak Mohamad Sobary selaku Direktur Eksekutif Kemitraan beserta

manajemen Kemitraan. Ucapan terima kasih kami sampaikan pula kepada

jajaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak

Asasi Manusia yang telah memberi kemudahan dan informasi selama

pelaksanaan kajian. Kami juga menyampaikan terima kasih kepada Prof.Dr.

AdrianuS Meliala, Bp Soffan Lubis serta rekan-rekan Cluster Securitg and

Justice Gouernance di Kemitraan.

Jakarta, 18 Oktober 2OO7

Tim Peneliti.

Page 10: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji
Page 11: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

BAB IPENDAIIULUAN

Hukum pidana Indonesia mengenal pidana penjara sebagai salah satu

hukuman yang paling dominan dalam menerapkan sanksi pidana. Pasal 1O

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengenal dua macam pemidanaan

yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. 1 Pidana pokok terdiri daripidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana

tutupan. Sedangkan pidana tambahan terdiri dari pencabutan hak-hak

tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan

hakim. Pidana pokok maupun pidana tambahan hanya dapat diterapkan

berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dalam perkara

pidana hanya dapat terjadi setelah seorang tersangka diproses menurut

hukum acara pidana yang berlaku berdasarkan bukti-bukti yang kuat.

Ketentuan Pasal 6 Undang-Undang No. 4 Tahun 2OO4 tentang Kekuasaan

Kehakiman menyatakan bahwa seseorang tidak dapat dihadapkan ke

pengadilan selain berdasarkan undang-undang. Seseorang tidak dapat

d{jatuhi pidana kecuali pengadilan karena alat pembuktian yang sah

menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang y€rng

dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang

didakwakan terhadap dirinya.

Ketentuan Pasal 6 tersebut secara tegas menyatakan bahwa seseorang

hanya dapat dijatuhi pidana berdasarkan alat bukti yang sah dan adanya

keyakinan dari pengadilan, dalam hal ini majelis hakim, bahwa seseorang

telah bersalah. Untuk mendapatkan keyakinan tersebut maka diperlukan

sebuah hukum acara yang mengatur proses pengujian bukti-bukti untuk

llndonesia, Kitab Undang-Undang Hulo,tm Pidana, Pasal 1.0.

I

Page 12: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

menyatakan seseor€rng bersalah dan melanggar hukum. Ketentuan

mengenai hukum acara tersebut diatur di dalam Undang-Undang No. 8

Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana atau yang lebih dikenal dengan

sebutan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Undang-undang tersebut mengatur proses penyelidikan, penyidikan,

penuntutan, pemeriksaan di pengadilan, dan pelaksanaan pidana yang

terangkum dalam sebuah sistem peradilan pidana terpadu (integrated

criminal justice system). Dalam kerangka sistem peradilan pidand terpadu

tersebut setidaknya terdapat empat lembaga yang bertanggungjawab dalam

penegakan hukum yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dan Lembaga

Pemasyarakatan (Lapas).

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusipenegakan hukum merupakan muara dari peradilan pidana yang

menjatuhkan pidana penjara kepada para terpidana. Pelaksanaan

hukuman penjara bagi narapidana tidak dilakukan semata sebagai sebuah

upaya balas dendam dan menjauhkan narpidana dari masyarakat.

Pemenjaraan terhadap narapidana dilakukan berdasarkan sebuah sistem

Pemasyarakatan. Berdasarkan Ketentuan Pasal 1 angka (2) Undang-Undang

No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, dinyatakan bahwa:

Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah danbatas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatanberdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antarapembina, yang dibina, dan mdsyarakat untuk meningkatkan kualitasWarga Binaan Pemasyarakatan agff menyadari kesalahan,memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehinggadapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktifberperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagaiwarga yang baik dan bertanggung jawab.

Penghukuman melalui mekanisme pemenjaraan dinilai tidak

memberikan nilai tambah bagi seorang narapidana guna memperbaiki

hidupnya. Pemeqjaraan menurut sistem pemasyarakatan tidak ditujukan

untuk membuat seorang narapidana merasakan pembalasan akibat

perbuatan jahat yang telah dilakukannya. Sistem pemasyarakatan

dikembangkan dengan maksud aga-r terpidana menyadari kesalahan,

memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat

Page 13: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif dalam

pembangunan, dan dapat hidup wajar sebagai masyarakat yang baik dan

bertanggung jawab.

Menilik tujuan yang hendak dicapai maka pemenuhan hak dasar

para narapidana menjadi suatu yang tidak dapat dihindarkan. Hal tersebut

sangat penting untuk menjadi perhatian dalam melaksanakan sistem

pemasyarakatan yang mendasarkan pada asas-asas pemasyarakatan. Asas-

asas pemasyarakatan yang dimaksud adalahz:

a. Pengagoman. Yartg dimaksud dengan pengagoman adalah perlakuanterhadap Warga Binaan Pemasyarakatan dalam rangka melindungimasyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh WargaBinaan Pemasyarakatan, juga memberikan bekal hidup kepada WargaBinaan Pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna di dalammasyarakat.

b. Persamaan perlakuan dan pelayanan. Yang dimaksud denganpersamaqn perlakuan dan pelaganan adalah pemberian perlakuandan pelayanan yang sama kepada Warga Binaan Pemasyarakatantanpa membeda-bedakan orang.

c. Pendidikan dan Pembimbingan. Yang dimaksud dengan pendidikandan pembimbingan adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan danbimbingan dilaksanakan berdasarkan Pancasila,antara lainpenanaman jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikankerohanian,dan kesempatan untuk menunaikan ibadah.

d. Pengtnrmatan harkat dan martqbat manusia, Yang dimaksud denganpenghormatan harkat do:n martabat manusia adalah bahwa sebagaiorang yang tersesat Warga Binaan Pemasyarakatan harus tetapdiperlakukan sebagai manusia.

e. Kehilangan kemerdekaan merupqkan satu-sa.tunga pendeitaan Yangdimaksud dengan kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satungapenderitaan adalah Warga Binaan Pemasyarakatan harus beradadalam Lapas untuk jangka waktu tertentu, sehingga negaramempunyai kesempatan penuh untuk memperbaikinya. Selama diLapas, Warga Bihaan Pemasyarakatan tetap memperoleh hak-haknyayang lain seperti layaknya manusia, dengan kata lain hak perdatanyatetap di lindungi seperti hak memperoleh perawatan kesehatan,makan, minum, pakaian, tempat tidur, latihan keterampilan, olahraga, atau rekreasi

f. Terjaminnga hak unhtk tetap berhubungan dengan keluarga danorang-orang tertentu. Yang dimaksud dengan terjaminnga lwk untuktetap berlutbungan dengan lceluarga dan orang-orang ter-tentu adalahbahwa walaupun Warga Binaan Pemasyarakatan berada di Lapas,

Pasal 5.

2lndonesia, Undang-Undang Tentang Pemasgarakatan, LN No. 77 Tahun 1995; TLN No. 3614,

Page 14: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

tetapi harus tetap didekatkan dan dikenalkan dengan masyarakatdan tidak boleh diasingkan dari masyarakat, antara lainberhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburanke dalam Lapas dari anggota masyarakat yang bebas, dankesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga sepertiprogram cuti mengunjungr keluarga.

Sistem pemasyarakatan yang dijalankan berdasarkan undang-

undang tersebut menempatkan para narapidana sebagai seorang manusia

yang melakukan kesalahan dan harr.s dibina untuk kembali ke jalan yang

lurus. Hal itu ditunjukkan dengan penyebutan narapidana menjadi Warga

Binaan Pemasyarakatan (WBP). Pembinaan terhadap Warga Binaan

Pemasyarakatan di Lapas dilaksanakan secara intra mural (di dalam Lapas)

dan ekstra mural (di luar Lapas).

Pembinaan secara ekstra mural yang dilakukan di Lapas disebutasimilasi, yaitu proses pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatanyang telah memenuhi persyaratan tertentu dengan membaurkanmereka ke dalam kehidupan masyarakat. Pembinaan secara ekstramural juga dilakukan oleh BAPAS yang disebut integrasi, yaituproses pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan yang telahmemenuhi persyaratan tertentu untuk hidup dan berada kembali ditengah-tengah masyarakat dengan bimbingan dan pengawasanBAPAS.3

Namun upaya pembinaan yang dilakukan oleh I"apas maupun Bapas

tersebut nampaknya tidak sepenuhnya berjalan dengan baik. Pelaksanaan

sistem pemasyarakatan saat ini masih belum didukung dengan prasarana

dan sarana yang memadai sehingga menimbulkan berbagai permasalahan.

Pada umumnya permasalahan timbul karena adanya pengabaian terhadap

asas-asas pelaksanaan sistem pemasyarakatan.

Permasalahan yang sering kali mengemuka adalah tidak adanya

persamEran perlakuan kepada para warga binaan, seringkali terjadi pungli,

adanya kesulitan warga binaan untuk bertemu dengan pihak keluarga,

adanya kesan bahwa l,embaga Pemasyarakatan merupakan ajang sekolah

begi pengembangan kemampuan kriminalitas seseorarlg, minimnya standar

pelayanan kesehatan yang diberikan, dan masih banyak permasalahan lain

3lndonesia, Ibid, penjelasan Pasal 6 ayat (1)

4

Page 15: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

yang harus diperhatikan untuk segera dibenahi. Berbagai permasalahan

yang timbul merupakan imbas dari kurangnya perhatian masyarakat

terhadap lembaga pemasyarakatan.

Pemberitaan media massa menyebutkan bahwa di dalam Lembaga

Pemasyarakatan kerap terjadi tindak kekerasan terhadap narapidana.

Tindak kekerasan ini dilakukan oleh sesama WBP dan pejabat sipir penjara.

Hasil penelitian LBH Jakarta di 5 wilayah Jakarta menemukan, kekerasan

yang dilakukan oleh aparat penegak hukum selama 2003-2005, 25 o/o

diantarariya dilakukan di dalam lapas. Dalam Lembaga Pemasyarakatan

juga sering terdengar adanya pungutan liar yang dilakukan petugas kepada

para pengunjung. Bahkan tidak sedikit narapidana yang bertambah jahat

setelah keluar dari penjara.

Kasus-kasus tersebut di atas menunjukkan adanya persoalan yang

serius di dalam penyelenggaraan Lembaga Pemasyarakatan. Jikadikualifikasikan persoalan-persoalan tersebut adalah pertama, masih

minimnya jaminan perlindungan hak-hak narapidana. Kedua, tidak adanya

pengawasan yang efektif terhadap penyelenggaraan Lembaga

Pemasyarakatan. Ketiga, lemahnya regulasi (kebijakan) yang berimplikasipada penyelenggaraan Lembaga Pemasyarakatan. Keempat, terdapat

kelemahan dalam kerangka organisasi birokrasi yang menangani

pemasyarakatan. Beberapa kelemahan yang ditenggarai terjadi di dalam

penyelenggaraan pemasyarakatan harus dicarikan jalan keluar yang tidaksekadar tambal sulam antara satu kebijakan dengan kebijakan yang

lainnya. Untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di tubuh lembaga

pemasyarakatan dan untuk mencari jalan penyelesaian yang akan

ditempuh maka perlu dilakukan sejumlah penelitian, meskipun kelemahan

yang terjadi di dalam penyelenggaraan pemasyarakat seringkali diberitakan

oleh media massa. Gambaran yang diberikan oleh media massa belum

cukup memadai untuk melihat secara seksama permasalahan yang terjadi

di dalamnya.

Page 16: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Penelitian awal sangat dibutuhkan untuk memberikan gambaran yangjelas teltang peta permasalahan di lembaga pemasyarakatan. Hasilpenelitian ini akan dijadikan pijakan awal untuk men]rusun sejumlahkebijakan dalam rangka pembaruan lembaga pemasyarakatan.

Pembenahan dan pembaruan Lembaga Pemasyarakatan mesti dilakukanmengingat adanya perubahan-perubahan di tubuh kepolisian, kejaksaandan pengadilan sudah dilakukan dan tengah berjalan. Sebagai satukesatuan yang terintegrasi datam criminal justice sastem, tanpa dilakukanpembaruan dalam penyelenggaraan Lembaga Pemasyarakatan, tujuanuntuk memberikan keadilan hukum bisa tidak tercapai. oleh karena itupembaruan dalam sistem penyelenggaraan Lembaga Pemasyarakatan harus

segera dimulai

Page 17: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

BAB IIKONSEP DAN PERKEMBANGAN PEMASYARAKATAN

Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia dalam perjalanannya

mempunyai sejarah yang cukup panjang4. Dinamika lembaga ini tentunya

tidak terlepas dari bagaimana sistem hukum yang mensyaratkan adanya

sanksi pidana yang dapat diterapkan dalam suatu masyarakat terhadap

mereka yang melakukan kejahatan atau pelanggaran. Perkembangan

lembaga pemasyarakat ternyata berkaitan erat dengan kondisi politikhukum yang terjadi di Indonesia, untuk itu dalam penelitian ini sejarah

lembaga pemasyarakatan dapat diuraikan sebagai berikut.

A. Masa Pra Kemerdekaan

Lembaga pemasyarakatan di Indonesia dalam perjalanannya

mempunyai sejarah yang cukup panjang berdasarkan perkembangan

kenegaraan beserta kebijakan politik hukumnya. Pada masa pra

kemerdekaan penjara disebut gestrafien kwartier. Di Jawa dan Madura

gestraften kutartier adalah satu atau lebih bangunan tembok segi empat

atau melingkar yang berisi 10 sampai 15 orang narapidana. Diluar Jawa

dan Madura gestrafienkuqrtier ini terdiri dari bangunan-bangunan daruratyang dibuat dari kayu. Dalam penjara tidak ada tempat pekerjaan karena

semua pekerjaan dilakukan di luar tembok penjara.s Perlakuan terhadap

narapidana ketika itu sangat tidak manusiawi, kesehatan tidak terpelihara,

walaupun saat itu telah berlaku reglement op de orde en tucht dari tahun

1872, Staatsblad 1971 No. 78 yang ditujukan untuk mengatur tata tertib

terpidana dan juga mengatur sementara pekerjaan-pekerjaan terpidana.

aDisarikan dari situs Direktorat Jenderal Pemasyarakatan pada alamat websitehttp://www.ditjenpas.go.id/index.php . diakses pada tanggal 18 Maret 20O7.

s Pada saat itu belum dikenal pemisahan narapidana berdasarkan kategori perbuatan.Narapidana laki-laki dan perempuan ditempatkan menjadi satu dan tidak dipisah

Page 18: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Sejak tahun 1905 timbul kebijakan baru oleh kolonial yakni pidana kerja

paksa di mana terpidana ditempatkan di pusat-pusat penampungan besar

di wilayah yang di sebut gewestelijke centralen. Terpidana kemudian

dipekerjakan pada proyek-proyek besar untuk keperluan umum seperti

pembuatan jalan, tambang-tambang, proyek-proyek irigasi, dan lain.lain.

Oleh karena itu dibangunlah penjara pusat.

Penjara-penjara Pusat tersebut terdiri dari bangunan dengan ukuranyang sangat besar dan dengan kapasitas penampungan kurang lebih 700

sampai 27OO orang. pada saat itu telah dilakukan pemisahan terpidana

berdasarkan jenis kejahatannya sehingga di penjara pusat terdapat tembok-

tembok pemisah yang jumlahnya begitu banyak. Selain itu penjara pusat

juga menerapkan "sistem kamar bersama" yang berisi kurang lebih 25

orang terpidana. Sistem kamar bersama ini kemudian menjadi ciri khas

dari "Penjara-penjara Sentral" (Centrale Geuangenissen).6

B. Masa Berlakuaya KUHP

Sesudah berlakunya KUHP tahun 19i8 terjadi perubahan yang

mendasar mengenai penjara dan segala peraturannya. Perubahan tersebut

diantaranya adalah hukuman rampasan kemerdekaan yang bukan pidana

harus diadakan sarana Iisik atau bangunan tersendiri, oleh sebab itu selain

sistem Strafgeuangenissen diadakan pula sistem Huizen uan Beutaing (HvBl

atau yang disebut dengan "Rumah Tahanan" yang fungsi utamanya ialah

untuk menampung orang-orang yang belum dihukum atau belum tentu

dihukum, mereka yang ditahan atau mereka yang disandera sambil

menunggu keputusan tentang perkaranya. Selain itu dilakukan

penyempurnaan kebijakan dalam memperlakukan terpidana antara lain

berupa realisasi klasifikasi, penerapan Pasal 26, Wetboek uan Strafrecht

(KUHP) dan peluasannya Dalam periode ini dilaksanakan pemberian lepas

bersyarat yang pertama setelah 3 tahun setelah KUHP berlaku. Selain ituberkaitan dengan Pasal 20 KUHP maka bagi semua terpidana baik pidana

6 Organisasi Kepenjaraan saat itu sudah mulai tertib dengan adanya Kepala Umsan Kepenjaraan(Hoofd uan het Geuangeni,sutezen) yeng membawahi pejabat-pejabat seperti Inspektur, Direkhrr,Pegawai-pegawai telmik, Administrasi, dan bidang lain.

Page 19: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

penjara maupun pidana kurungan yang lamanya tidak lebih dari satubulan diwajibkan bekerja dipenjara pada siang hari dan sehabisnya bebas

berada diluar penjara. z

C. Masa PenJaJahan Jepang

Di masa pendudukan Jepang pada tahun 1942 struktur organisasi

Kepenjaraan tidak berubah semuanya masih berdasarkan sistem

kepenjaraan yang telah dilaksanakan pada masa penjajahan Belanda, akan

tetapi semua posisi puncak seperti kepala kepenjaraan sepenuhnya

dipegang oleh orang Jepang. Keadaan kesehatan terpidana pada saat ituumumnya sangat menyedihkan. Pada tahun 1944 rata-rata setiap hari 25

orang terpidana meninggal dunia di rumah penjara Cipinang karena

mengidap penyakit disentri dan malaria. Obat-obatan tidak ada, yang ada

hanya tata kina yang langsung dibuat dari kulit pohon kina dimanapersediaannya sangat sedikit. Untuk pengobatan disentri dipergunakan

obat-obat tradisionil, keadaan makanan pun sangat menyedihkan.a

D. Masa Kemerdekaan

Setelah merdeka tahun 1945 semua penjara telah dikuasai oleh

Republik Indonesia. Menteri Kehakiman R.I yang ketika itu dijabat oleh

Prof. Mr. Dr Supomo mengeluarkan Surat Edaran No. G.8/ 58S tentang

Kepenjaraan yang memuat beberapa pokok aturan diantaranya: bahwayang pertama-tama harus diperhatikan dan diusahakan ialah kesehatan

orang-orang terpenjara, Pekerjaan bagr ora"ng-orang terpenjara harus

diperhatikan antara lain sebagai sarana memperbaiki tabiatnya, perhatian

khusus diminta untuk usaha-usaha dibidang pertanian guna mencukupimakanan orang-orang terpenjara, perlakuan terhadap orang-orang

terpenjara selalu mengingat perikemanusiaan dan keadilan, tanpa pandang

bulu apakah Indonesia, Eropa, Tionghoa, dan lain-lain.

7 Semula ketentuan ini hanya berlaku bagi terpidana kurungal dengan lama pidana tidak lebihdari 6hari. lStaatsblod 1925 No. 28)t Walaupun dalam teori Kepenjaraan Jepang, perlakuan terpidana harus berdasarkan"reformasi atau rehabilitasi" namun kenyataan lebih merupakan exploitasi atas manusia.

Page 20: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Saat itu Reglemen Penjara Staatsblad 1917 No.7O8 masih tetap berlaku

kecuali haf-hal yang bersangkutan dengan pengurusan dan pengawasan

atas penjara-penjara, terutama Pasal 15 s/ d 20 dan Pasal 22 s/ d 24. Pasal-

pasal tersebut diubah dengan Keputusan Menteri Kehakiman tanggal 25

Februari 1946 No.G.8l23O yang mengatur mengenai Struktur Organisasi

dan Ketatalaksanaan dari Jawatan Kepenjaraan. Aturan tersebut /pada

hakekatnya tidak berbeda dengan apa yang dilakukan oleh pelnerintah

tentara Jepang, dimana penyebutan nama jabatan diubah kedaldm bahasa

Indonesia. Sejak tahun 1946 kantor pusat kepenjaraan dikehal dengan

"Kantor Besar Jawatan Kepenjaraan, Pendidikan Paksa dan Penampungan"

(penampungan sebagai sebutan dari reclasseeirug.

Dalam sejarah Kepenjaraan Indonesia, periode Republik Indonesia

Serikat terkenal dengan adanya "Penjara-penjara Darurat". Ada beberapa

macarn penjara darurat yakni penjara darurat yang berisi beberapa orang

terpidana yang dibawa serta mengungsi oleh pimpinan penjaranya; Penjara

darurat yang khusus didirikan dalam tempat-tempat pengungsian sebagai

tempat untuk orang-orang yang dianggap sebagai mata-mata musuh;

penjara-penjara darurat yang merupakan komponen dari tata peradilan

pidana darurat yang diadakan dalam rangka mempertahankan eksistensi

dan konsistensi dari Negara Republik Indonesia. Penjara-penjara darurat

tersebut diadakan bersamaan dengan diadakannya Pengadilan-pengadilan

Darurat sebagai realisasi dari instruksi Menteri Kehakiman Republik

Indonesia yang pada waktu itu berada dalam pengungsian.

Pada saat sistem penjara darurat dilakukan, narapidana menjalankan

tugas pembersihan bangsal-bangsal tempat penampungan terpidana,

memasak, bercocok tanam dan diperbantukan kepada pemerintah setempat

untuk keperluan yang bermanfaat untuk umum. Pada saat itu penjagaan

dilakukan oleh sedikit pegawai kepenjaraan yang berada dalam

pengungsian tanpa senjata dengan penerangan sangat minim. Jumlah

terpidana berkisar antara 25 sampai 60 orang. Pada saat darurat

perkelahian antar para terpidana hampir tidak ada, tidak ada narapidana

yang melarikan diri baik ketika sedang dihukum maupun ketika diadakan

10

Page 21: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

pelatihan pengungsian bahkan ketika pengungsian sedang terjadiwalaupun pelaksanaanya dilakukan diwaktu malam.

Pada tanggal 19 Mei 1950 dicapai kata sepakat diantara negara

Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur

untuk mendirikan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

kelanjutan dari negara kesatuan yang diproklamasikan pada tanggal 17

Agustus 1945. Setelah dibentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia,

dikeluarkan Surat Putusan Kepala Jawatan Kepenjaraan, Pendidikan Paksa

dan "Reklassering" tanggal 14 Nopember 1950 No. J.H. 6/19/16 yang

mempersatukan urusan kepenjaraan di seluruh nusantara dalam satu

organisasi. Yang perlu diidentifikasikan mengenai periode kepenjaraan R.I

ialah adanya latar belakang falsafah yang baru dibidang kepenjaraan yakni

resosialisasi, yang pada waktu itu dinyatakan sebagai tujuan yang modern

di dunia kepenjaraan nasional. Adanya Konperensi Dinas Kepenjaraan diNusakambangan pada tahun 1951 dan adanya Konperensi Dinas

Kepenjaraan di Sarangan pada tahun 1956 merupakan tonggak-tonggak

sejarah dalam perkembangan sistem Koreksi di Indonesia.

Kemudian pada tanggal 26 Maret 1962 No. J.H. 8.6/71 tentang

Pendidikan Narapidana, yallg antara lain memuat arah pimpinan

kepenjaraan yang telah ditetapkan oleh Saharjo, SH, Menteri Kehakiman

pada waktu itu yakni pemasyarakatan narapidana dalam artimempersiapkan narapidana lahir/batin untuk kembali ke masyarakat.

Sistem Pemasyarakatan sebagai proses tidak sarna dengan sistem

klasifikasi sebagai proses, sebagai diartikan di Amerika Serikat karena

sistem klasifikasi sebagai proses tidak mengikutsertakan secara aktif dan

positif elemen masyarakat, sedang yang menjadi fokus pada sistem

klasifikasi adalah individu terpidana, berlainan dengan proses berdasarkan

Sistem Pemasyarakatan yang fokusnya ditujukan kepada kesatuan

hubungan yang terjalin antara individu dan masyarakat serta alamnya,

dibawah kekuasaan T\rhan Yang Maha Esa. Disini letaknya Pancasila dari

Konsepsi Pemasyarakatan

Selanjutnya diterbitkan juga surat edaran tanggal 23 April 1962 no.

J.H. 8.1./40 tentang Pedoman Pemasyarakatan Narapidana yang antara

11

Page 22: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

lain memberi petunjuk-petunjuk mengenai pendidikan, diantaranya

pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan yang khas darimasyarakat sekelilingnya. Dalam periode ini secara resmi dipergunakan

istilah-istilah "narapidana" untuk orang hukuman, "tindakan penertiban"

untuk hukuman disiplin, "pidana" dan istilah hukuman, "tahananpencegahan" untuk tahanan preventif dan "tahanan sandera" untukdigidzel. Istilah narapidana sebetulnya berasal dari pemikiran R.A. Kusnun,

S.H. dimana nara diartikan sebagai kaum dan pidana berarti hukuman.

Pada tanggal 2O s/d 22 Maret 1975 dilaksanakan Lokakarya Evaluasi

Sistem Pemasyarakatan. Iokakarya tersebut membahas tentang Peraturan

Perundang-undangan dan peraturan pelaksanaannya sebagai landasan

struktural yang dapat dijadikan dasar bagi segi-segi operasional

Pemasyarakatan, Sarana Personalia, Sarana Keuangan dan Sarana Fisik.

Dalam Lokakarya tersebut diambil kesimpulan, bahwa hal-hal tersebut

belum memadai. Lokakarya ini berhasil membuahkan kerangka dasar

manual pembinaan bagi terpidana, sebagai langkah untukmenyi:mpurnakan pelaksanaan sistem pemasyarakatan. Salah satu

langkah yang konkrit yang patut dicatat dan yang terjadi pada permulaan

periode ini ialah penrusunan manual-manual yang fliperlukan dalam

rangka realisasi perlakuan terpidana berdasarkan konsepsi

pemasyarakatan.

I2

Page 23: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

BAB IIIASPEK KELEMBAGAAN DALAM PROSES PEMASYARAKATAN

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

mengartikan pemasyarakatan sebagai kegiatan untuk melakukan

pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem,

kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari

sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Terkait dengan sistem

pemidanaan tersebut perlu dihubungkan dengan Standard Minimum Rules

for tlrc Treatment of Prisoner tahun 1957 dan Kovenan Sipil Politik pada

tahun 1966 yang menyatakan bahwa tujuan dari pemidanaan adalah untuk

merehabilitasi pelaku kej ahatan.

Konsep Sistem Pemasyarakatan dalam instrumen nasional

sebagaimana termaktub dalam 10 Prinsip Pemasyarakatan dari Dr.

Sahardjo, memperlihatkan kecenderungan nilai dan pendekatan yang

hampir sama dengan nilai dan pendekatan yang terdapat dalam Standard

Minimum Rules for th.e Treatment of Prisoner tahun 1957. Baik Konsep

Sistem Pemasyarakatan maupun Peraturan-peraturan Standar Minimum

Bagi Perlakuan terhadap Narapidana di Indonesia sedikitnya menganut

filosofi penghukuman yang diwarnai pendekatan rehabilitatif, namun

demikian ditingkat implementasi masih sangat lemah karena adanya

berbagai faktor diantaranya kesenjangan antara konsep pemasyarakatan

dengan realitas pelaksanaan di lapangan, kurangnya anggaran dan

rendahnya SDM serta kelemahan ditingkat organisasi kelembagaan dan

peraturan perundang-undangan.

Berkenaan dengan pola pemidanaan dan penentuan sanksi perlu

digali secara mendalam dan ditentukan secara tepat karena pemahaman

mengenai pemidanaan dapat memberikan arah dan pertimbangan untuk

menetapkan pemberian sanksi dalam suatu tindak pidana. Dalam konteks

13

Page 24: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

pembaharuan hukum pidana berkaitan dengan sistem sanksi harus

dilandasi dengan re-orientasi atas tujuan pemidanaan, hal ini penting

untuk melihat apa maksud dan capaian yang hendak diinginkan darisebuah proses pembaharuan dalam hukum pidana.

Oleh karena itu Barda Nawawi Arief dan Muladi menyatakan bahwa

hubungan antara penetapan sanksi pidana dan tujuan pemidanaan adalah

titik penting dalam menentukan strategi perencanaan politik kriminal.Tujuan pemidanaan dapat menjadi landasan untuk menentukan cara,

sarana atau tindakan yang akan digunakan.e Permasalahannya selama inibelum ada rumusan tentang tujuan pemidanaan dalam hukum positifIndonesia. 10 Akibat tidak adanya rumusan pemidanaan ini menyebabkan

banyak sekali rumusan jenis dan bentuk sanksi pidana yang ada dalam

KUHP saat ini tidak konsisten dan tumpang tindih.

Perkembangan teori tentang pemidanaan selalu mengalami pasang

surut. Dalam perkembangannya, teori pemidanaan yang bertujuanrehabilitasi telah dikritik karena didasarkan pada keyakinan bahwa tujuanrehabilitasi tidak dapat berjalan. Pada tahun t97O-an telah terdengar

tekanan-tekanan bahwa treatment terhadap rehabilitasi tidak berhasil serta

indeterminate sentence tidak diberikan dengan tepat tanpa garis-garis

pedoman. ll Terhadap tekanan atas tujuan rehabilitasi ini lahir "Model

Keadilan" yakni sebagai justifikasi modern untuk pemidanaan yang

dikemukakan oleh Sue Titus Reid. Model keadilan yang dikenal juga dengan

pendekatan keadilan atau model ganjaran setimpal (just desert modet) yang

didasarkan pada dua teori tentang tujuan pemidanaan, yaitu pencegahan

Qtreuention) dan retribusi (retibution). Dasar retribusi dalam just desert

model menganggap bahwa pelanggar akan dinilai dengan sanksi yang patutditerima oleh mereka mengingat kejahatan-kejahatan yang telah

dilakukannya, sanksi yang tepat akan mencegah para kriminal melakukan

tindakan-tindakan kejahatan lagr dan mencegah orang-orang lain

melakukan kejahatan. Di samping just desert modeljuga terdapat model

gM.rludi d- B*du Nawawi Arief, Teorileori dan Kebijakan Pidana,PT ALUMNI, Bandmg, 1998, hlm. 96loM.

Sol"hoddio, ,9o tem Sanlai dalam Hulum Pidana,PT Rajt CirafiidoPemada, 2003, hlrn. 131.

" solehuddin, op. cit., hlm. 61.

t4

Page 25: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

lain yaitu restoratiue justice model yang seringkali dihadapkan pada

r etributiu e ju stice mo del. 72

Fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa hampir seluruh tindak

kejahatan yang ditangani oleh Sistem Peradilan Pidana Indonesia selalu

berakhir di penjara, padahal penjara bukan solusi terbaik dalam

menyelesaikan masalah-masalah kejahatan. Saat ini dikenal suatu

paradigma penghukuman yang disebut sebagai restorattue justice, di mana

pelaku didorong untuk memperbaiki kerugian yang telah ditimbulkannya

kepada korban, keluarganya dan juga masyarakat. Secara lebih rinci Muladi

menyatakair bahwa restoratiue justice model mempunyai beberapa

karakteristik yaitu : 13

a. Kejahatan dirumuskan sebagai pelanggaran seorang terhadap orang lain

dan diakui sebagai konflik;

b. Titik perhatian pada pemecahan masalah pertanggungjawaban dan

kewajiban pada masa depan;

c. Sifat normatif dibangun atas dasar dialog dan negosiasi;

d. Restitusi sebagai sarana perbaikan para pihak, rekonsiliasi dan restorasi

sebagai tujuan utama;

e. Keadilan dirumuskan sebagai hubungan-hubungan hak, dinilai atas

dasar hasil;

f. Sasaran perhatian pada perbaikan kerugian sosial;

g. Masyarakat merupakan fasilitator di dalam proses restoratif;

h. Peran korban dan pelaku tindak pidana diakui, baik dalam masalah

maupun penyelesaian hak-hak dan kebutuhan korbal. Pelaku tindak

pidana didorong untuk bertanggung jawab;

i. Pertanggungjawaban si pelaku dirumuskan sebagai dampak pemahaman

terhadap perbuatan dan untuk membantu memutuskan yang terbaik;

j. Tindak pidana dipahami dalam konteks menyeluruh, moral, sosial dan

ekonomis; dan

k. Stigma dapat dihapus melalui tindakan restoratif.

plbid.t'M,rludi, Kapita Selekta Hulatm Pidana,Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang,l995,hlm. t27-129.

15

Page 26: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Dijelaskan dalam UU Pemasyarakatan bahwa yang dimaksud dengan

sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas

serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila

yang dilakukan secara terpadu antara Pembina yang dibina dan

masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan

agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindakpidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat

alrtif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai

warga binaan yang baik dan bertanggungjawab. Paradigma inisesungguhnya sesuai dengan model restoratiue justice jika dilihat dalam

konteks pembaruan sistem pembinaaan bagi narapidana di lembaga

pemasyarakatan.

Undang-undang pemasyarakatan menekankan adanya kesatuan

implementasi antara sistem, kelembagaan dan cara pembinaan fagi warga

binaan pemasyarakatan. Sistem dan cara pembinaan dalam konsep

pemasyarakatan tidak berdiri sendiri melainkan terikat erat dengan

kelembagaan pemasyarakatan sebagai instrumen yang akan menerapkan

sistem dan cara pembinaan. Kelembagaan dalam kenyataannya mempunyai

peran yang sangat penting bagi keberhasilan proses pembinaan warga

binaan pemasyarakatan. Dalam penelitian ini kelembagaan meliputibeberapa hal yakni mengenai organisasi, dan Sumber Daya Manusia

Struktur Organisasl

Pada dasarnya pengorganisasian lembaga pemasyarakatan diaturdalam berbagai peraturan perundang-undangan baik dalam Undang-

undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah

No. 32 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 28 tahun 2006

tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan

Pemasyarakatan, Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia

Nomor M.09-PR.07-10 Tahun 2OO7 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Departemen Hukum dan HAM, Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak

Asasi Manusia Nomor M.01-PR.07.10 Tahun 2005 tentang Organisasi dan

t6

Page 27: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Keputusan Menteri

Kehakiman Nomor M.01.PR.07.03 Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Lembaga Pemasyarakatan dan aturan teknis lainnya.

1. Struktur Organisasi Departemen Hukum dan HAM

Dalam struktur organisasi Departemen Hukum dan HAM Kepala

LAPAS bertanggungjawab secara administratif kepada Kepala Kantor

Wilayah (Kakanwil) Departemen Hukum dan HAM sedangkan Kakanwil

bertanggungjawab langsung kepada Menteri. Menteri membawahi

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sebagaimana Kakanwil membawahi

Koordinator Pemasyarakatan. Baik Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

maupun Kordinator Pemasyarakatan hanya mempunyai hubungan

teknis dengan Lembaga Pemasyarakatan tetapi tidak mempunyai

hubungan secara struktural.

Di sisi lain Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mempunyai fungsi

untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan mengenai

pemasyarakatan, demikian juga Koordinator Pemasyarakatan di Kantor

Wilayah mempunyai tugas melaksanakan pembinaan pengendalian dan

pengawasan serta pemeriksaan di bidang teknis pemasyarakatan.

Ironisnya, kedua sub organisasi ini tidak mempunyai hubungan

struktural dengan lembaga pemasyarakatan sebagai pelaksana. Menun1t

Keputusan Menteri tentang Organisasi dan Tata Ke{a Lapas, hubdngan

antara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dengan Lapas dilakukan

secara fungsional dalam rangka bimbingan teknis kemasyarakatan

melalui Kepala Kantor Wilayah Dephukham. Hal ini menjadi

permasalahan sebab pada dasarnya organisasi diarahkan untukmencapai tujuan secara efisien dan efektif melalui kegiatan yang

terpadu.14

Sebelum tahun 1984 pernah digunakan sistem lwlding menyangkut

struktur organisasi Pemasyarakatan. Mulai dari tingkat Direktorat

t+J. Winardi, Pemikiran Sistemik Dalam Bidang Organisasi dan Manajemery Jekarta, PT. RajaGra-findo: 2005, hal. 767-162.

l7

Page 28: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Jenderal hingga unit pelaksana teknis berada dalam satu kesatuan

struktural, dimana kepala Lapas bertanggungjawab kepada kepala

kantor direktorat, kepala kantor direktorat bertanggungjawab kepada

kepala kantor wilayah direktorat, kepala kantor wilayah direktorat

bertanggungjawab kepada direktur pemasyarakatan dan direktur

bertanggungj awab kepada menteri.

Dengan sistem ini, maka jalinan struktural, fungsi, tugas dan

wewenang sangat menunjang kine{a pemasyarakatan sehingga pada

saat itu kine{a organisasi begitu efektif dan efisien. Pada dasarnya

keinginan untuk kembali ke sistem holding sangat kuat ditingkat

pelaksana teknis.ls Sebaliknya sistem integrated yang ada saat inimempunyai banyak kelemahan diantaranya kurangnya jalinan

struktural, fungsi, tugas dan wewenarlg antara direktorat dengan divisi

pemasyarakatan di kantor wilayah dan unit pelaksana teknis

pemasyarakatan.

Selain itu posisi sebagai Direktur pada Direktorat Jenderal

Pemasyarakatan dapat diisi oleh pihak lain secara politis, bukan secara

karier. Sebagai contoh Departemen Hukum dan HAM membawahi juga

Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Direktorat Jenderal

Imigrasi, Direktorat Jenderal HaKI dan lain-lain, dimana bisa saja terjadi

orang yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur pada Direktorat HaKI

dapat menduduki jabatan sebagai Direktur pada Direktorat Jenderal

Pemasyarakatan. Yang lebih mengkhawatirkan apabila yang menjadi

Direktur adalah mereka yang berasal dari pihak luar Departemen

Hukum dan HAM1o.

Masalah yang mungkin timbul adalah menyangkut kualitas dan

pemahaman dari Direktur tersebut mengenai Konsep, Visi dan Misi

pemasyarakatan yang justru sanga! dibutuhkan dalam pemmusan dan

pelaksanaan kebijakan mengenai pemasyarakatan. Masalah yang sama

juga mencakup kedudukan Kakanwil, dimana Kakanwil juga diangkat

15 Wawancara dengan Pejabat LP dan Pegawai LP,2OO7

16 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01.KP.01.05 Tahun 1994Tanggal 8 Pebruari 1994 tentang PoIa Penjenjangan Karier Pejabat Pemasyarakatan DepartemenKehal<imal.

18

Page 29: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

langsung oleh Menteri, dan bisa diisi oleh mereka yang bukan daridirektorat pemasyarakatan akan tetapi berasal dari direktorat Imigrasi,

direktorat HAKI atau bagian lain.

Satu hal yang cukup mendapat perhatian adatah keberadaan Balai

Pertimbangan Pemasyarakatal,lT sebagai badan yang khususmemberikan nasehat dan pertimbangan kepada Menteri mengenai

pelaksanaan sistem pemasyarakatan di Indonesia. Kedudukannya yang

noq struktural seharusnya membuat badan ini terbuka kepada

masyarakat.

Susunan anggota Balai Pertimbangan Pemasyarakatan periode tahun

2006 adalah sebagai berikut:

ANGGOTA BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN (BPP)DILANTIK 5 SEPTEMBER 2006

NAMA BIDANG KEAHLIANProf. Dr. Mustofa, M.Si Spesialisasi KriminologiProf. Dr. Harkristuti Harkrisnowo, SH, MA Spesialisasi Hukum PidanaProf. Dr. Andi Hamzah, SH Spesialisasi Hukum Pidana dan HAMDrs. Agun Gunaqiar Sudarsa, Bc.IP Spesialisasi Tokoh Masyar akatDr. Seto Mulyadi, S.Psi, M.Si Spesialisasi Masalah AnakDrs. Hasanuddin, Bc. IP, SH Sp e sialisasi P emasy ar akatanDr. Rudy Satriyo M, SH, MH Spesialisasi Peradilan PidanaNursyahbani Katjasungkana, SH Spesialisasi Masalah WanitaDrs. R. Soegono, MM Spe sialias i P emasyarak atanDrs. Purniati Spesialisasi Lembaga Swa day a Masyarakat

Dr. Imam Prasodf o Spesialiasi Sosioloei

Akan tetapi sejauh ini kegiatan badan tersebut tidak pernah didengar atau

diketahui publik. Padahal kalau dilihat unsur yang duduk dalam badan

tersebut terdiri dari lembaga swadaya masyarakat, dan para tokoh

masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap pembinaan warga binaan

pemasyarakatan dan para ahli di bidang pemasyarakatan. Badan seperti iniseharusnya dipikirkan kembali untuk masalah pertanggungjawabanya

dalam arti tidak hanya bertanggungjawab kepada menteri akan tetapi

tzDibentuk berdasarkan KeputusanM.02.PR.08.03 Tahun L999 tentang BalaiPemasyarakatan

Menteri Hukum dan Perundang-undangan NomorPertimbangan Pemasyarakatan Dan Tim Pengamat

t9

Page 30: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

bertanggungjawab juga kepada masyarakat dengan cara memberikan

laporan kgpada masyarakat tentang kegiatan yang sudah dilakukan atau

bisa menjadi organ yang menjalankan fungsi pengawasan eksternal

terhadap kinerja Organisasi dan pembinaan di Lembaga pemasyarakatan

dan secara keseluruhan sebagai wakil masyarakat dalam rangka

mendukung pembinaan terhadap warga binaan.

2. Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan

Struktur organisasi LP sebagaimana diatur dalam M.01.PR.07.03

Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan

menyebutkan bahwa tugas keamanan dan ketertiban secara teknis dan

administratif dipisahkan. Secara teknis, pelaksanaan tugas keamanan dan

ketertiban berada di bawah kendali Kesatuan Pengamanan Lembaga

Pemasyarakatan (KPLPJ sedangkan secara administratif kendali tugas

berada dibawah Bidang Administrasi Keamanan dan Tata Tertib.

Permasalahan yang sering dijumpai adalah mengenai dua bidang yang

mengatur mengenai hal yang sama ini, dalam pelaksanaannya seringkali

tidak harmonis dan menjurus ke arah konflik horizontal antar petugas.

Akibatnya, efektifitas dan efisiensi kerja menjadi kurang sehingga tujuan

organisasi yang diharapkan dapat dicapai cenderung tidak maksimal. Di

samping itu, bidang Administrasi Keamanan dan Tata Tertib dinilai sebagai

bidang yang kurang sekali beban kerjanya jika dibandingkan dengan bidang

lain dalam organisasi LP18.

Saat ini koordinasi kerja antara sub organisasi Lapas yang

mempunyai kewenangan menjalankan fungsi pembinaan dan Bapas yang

mempunyai kewenangan menjalankan fungsi pembimbingan belum selaras.

Lapas memandang bagian kerja Bapas seharusnya ketika warga binaan

pemasyarakatan mendapatkan pembebasan bersyarat atau cuti menjelang

bebas. Tetapi, pada kenyataanya Bapas memang terlibat sejak awal ketika

warga binaan menjalani proses pembinaan di Lapas. Masalah timbul karena

lsWawancara dengan Pejabat LP dan Pegawai LP, 2OO7

20

Page 31: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

belum adanya aturan teknis yang mengatur deskripsi kerja masing-masing

bagian.

Sejauh ini berdasarkan analisis sementara sistem organisasi yang

meliputi pembinaan dan pembimbingan di LP tidak mempunyai perbedaan

sedangkan masing-masing penanganan warga binaan mempunyai

karakteristik tersendiri contoh, pembinaan dan pembimbingan bagt

pemasyarakatan anak, pemasyarakatan wanita, pemasyarakatan narkoba

seharusnya berbeda.

B. Sumber Daya Manusla

1. Rekrutmen

Pada prinsipnya yang disebut dengan rekrutmen adalah proses untuk

mencari dan menarik para pelamar untuk menjadi pegawai pada dan oleh

organisasi tertentu. Selanjutnya, rekrutmen juga dapat didefinisikan

sebagai serangkaian aktifitas mencari dan memikat pelamar kerja dengan

motivasi, kemampuan, keahlian dan pengetahuan yang diperlukan guna

menutupi kekurangan yang teridentifikasi dalam perencanaar]

kepegawaianle.

Umumnya pegawai yang berkerja di LP, saat melamar pertama kali

harapannya adalah memang menjadi pegawai Departemen Hukum dan

HAM. Tidak terbayang dibenak mereka akan ditempatkan di Lembaga

Pemasyarakatan. Dari awal, motivasi pelamar sudah berbeda dengan ketika

mereka ditempatkan sebagai pegawai LP. Semangat kerja menurun dan

sebagian besar tidak bersemangat untuk bekerja dan ini sangat

mempengaruhi aktifitas organisasi secara keseluruhan.zo Selain motivasi,

masalah kemampuan, keahlian dan pengetahuan harus diperhitungkan

juga pada proses rekrutmen pegawai LP.

Kelemahan ini diakibatkan oleh sistem rekrutmen yang semuanya

dipusatkan di Sekretariat Jenderal Departemen sehingga standar yang

digunakan adatah standar Departemen bukan standar masing-masing

le Ambar Teguh Sulistiyani dan Rosidah, Manajem.en Sumber Daga Manusia (Konsep Teoidan Pengembangan d.alam Konteks Organisasi Publik),\ogeJ<atta: Graha Ilmu, 2003. Hal.134

20 Wawancara dengan Pejabat LP dan Pegawai LP,2OO7

2t

Page 32: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Direktorat Jenderal akibatnya kualitas pegawai yang te{aring sangat minimbaik dari segi motivasi, keahlian, kemampuan dan pengetahuannya.

2. Pengembangan SDM/Pendidikan dan LatihanPendidikan pada umumnya berkaitan dengan persiapan bagi calon

tenaga yang diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi sedangkanpelatihan diartikan seb"gai bagian dari pendidikan yang memiliki tduanuntuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan pegawai yang sudahmenduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu2l. Pendidikan dan latihanbaik pra jab atan (pre-seruice training) atatr dalam jabatan (in-service training)

fagi petugas dan pejabat LP kurang memadai. HaI ini mengakibatkankesenjangan antara konsep pemasyarakatan dengan implementasi proses

pembinaan di lapangan.

Pada kenyataannya pendidikan yang dilaksana-kan oleh Departemen

Hukum dan HAM masih bersifat umum seperti diklat struktural. (spada,

Spama, Diklat Pimpinan dan lain-lain). Sejauh ini mereka yang menjadipegawai LP sangat sedikit yang berasal dari lulusan akademi ilmupemasyarakatan (AKIP) , rata-rata mereka yang lulusan AKIp mempunyaipenguasaan dan pemahaman yang cukup baik dalammengimplementasikan tujuan pemasyarakatan kualitasnya berbeda denganyang bukan lulusan AKIP. Hai negatif dari penggunaan tenaga lulusan AKIpadalah diabaikannya mereka yang lulusan 51, 52 dan 53, tetapi bukanalumni AKIP akibatnya tenaga potensial tersebut tidak berkembang ketikamereka ditempatkan di LP.zz

Banyaknya pegawai yang tidak mengikuti pendidikan teknispemasyarakatan sejak awal bertugas, pada akhirnya menghasilkan pegawai

yang tidak memahami konsep dan tujuan pemasyarakatan. Hal inidiperburuk dengan kurangnya kesadaran sebagian petugas Lapas sehingga

terjadi persekongkolan antara pegawai dan narapidana. penyelenggaraan

diklat rata-rata satu (1) kali setiap tahun ditambah lagi masih ada pegawai

21 Soekidjo Notoatmodjo, Pengembangan Sumber Daga Manusia, Jakarta, Rineka Cipta, 2003,hal. 28.

rzRahardi Ramelan, disampaikan pada /ocus group discussion Penelitian LP, Jokartg- 22 Mei2007

22

Page 33: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Lapas yang masih berijasah SD dan SMp sehingga kualitas pemahamannya

mengenai konsep dan tujuan pemasyarakatan sangat terbatas23.

Pelatihan selama ini dilaksanakan oleh Kantor wilayah Departemen

Hukum dan HAM dengan metode pengajuan program berdasarkananggaran yang disetujui oleh Sekretariat Jenderal Departemen. pelatihan

tersebut meliputi materi teknis pemasyarakatan dan materi keahlian umumseperti komputer, manajemen dan lain-lain. Pelatihan ini tidak dilakukansecara rutin dan berkesinambungan sehingga peningkatan kualitas pegawai

tidak maksirnal2a. Padahal dengan kualitas pegawai yang dari awal tidakmemiliki keahlian, kemampuan dan pengetahuan tentang teknisPemasyarakatan, pelatihan ini menjadi sangat penting dan harus secara

rutin dilaksanakan sehingga pemahaman mengenai konsep dan tujuanpemasyarakatan dapat terlaksana.

Masalah lain adalah mengenai jumlah personil Lp yang tidaksebanding dengan jumlah penghuni. Tenaga-tenaga Lp yang ada belumsesuai dengan kebutuhan riil dalam proses pemasyarakatan baik dari segi

kuantitas maupun kualitas. Bukan hanya itu, seharusnya Lp ditunjangdengan tenaga-tenaga ahli kemasyarakatan seperti psikolog, psikiater,

sosiolog, guru, dan tenaga ahli di bidang produksi. Kenyataannya banyakpegawai LP yang juga merangkap sebagai psikolog, guru, dan tenaga ahlidibidang produksi. Masalahnya pegawai Lp tersebut secara personal tidakmempunyai kemampuan yang memadai untuk itu, antara lain bukanlulusan psikologi atau minimal pernah mengikuti pelatihan sebagai psikolog

atau sebagai guru bahkan sebagai ahli di bidang produksi, akibatnyatujuan pembimbingan dan pembinaan kurang tercapai.2s

3. Mutasi Promosi

Promosi diartikan sebagai kegiatan pemindahan pegawai dari suatujabatan kepada jabatan yang lebih tinggi. Promosi akan selalu diikuti oleh

tugas, tanggungjawa! dan wewenang yang lebih tinggi dari jabatan yang

23Wawancara dengan Pejabat LP dan Pegawai LP, 2OOT

2aWawancara dengan Pejabat LP dan Pegawai LP, 2OO7

2sWawancara dengan Pejabat LP dan Pegawai LP, 2OOT

23

Page 34: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

diduduki sebelumnya26 sedangkan mutasi secara gramatikal dapat

diartikan.sebagai perpindahan jabatan atau perubahan jabatan dari satu

posisi ke posisi lainnya, baik secara fungsional, struktural maupun

kewilayahanzz.

Alasan melakukan promosi dan mutasi diantaranya untuk menjamin

stabilitas kepegawaian, memajukan pegawai dan mempertinggi semangat

kerja pegawai serta menempatkan seseorang yang tepat di posisi yang tepat.

Secara empiris ditemukan bahwa pegawai LP banyak yang tidakmendapatkan kesempatan mutasi dan promosi secara merata. Di satu sisi

ada pegawai yang teratur promosi dan mutasinya sedangkan di sisi lain ada

yang tidak mendapat kesempatan untuk mendapatkan promosi dan mutasi

secara teratur.2s

Pola karier sebagai pola pembinaan pegawai negeri sipil yang

mehggambarkan alur pengembangan karier yang menunjukkan keterkaitan

dan keserasian antara jabatan, pangkat, pendidikan dan pelatihatr,

kompetensi serta masa jabatan seseorang sejak pengangkatan pertama

dalam jabatan tertentu sampai dengan pensiun seharusnya dilaksanakan

secara transparan dan bertanggungiawab. Kenyataan yang terjadi adalah,

seseorang yang diusulkan untuk promosi atau mutasi tidak tahu alasannya

bahkan pegawai tersebut tidak tahu kalau usulan itu ditolak atau tidakditindaklanjuti. Kenyataan lain, ada juga pegawai yang "mengawal" usulan

promosi itu hingga tingkat pusat sehingga membuka peluang kolusi dan

nepotisme.2e Sistem administrasi kepegawaian yang terpusat dan tertutupdi Kesekretariatan Jenderal Departemen Hukum dan HAM dianggap sebagai

salah satu penyebab mengapa pola karier bagi pegawai LP bermasalah.

zoAlex S. Nitisemito, Manajemen Personalia (Manajemen Sumber Daga Manusia), Jakarta:Ghalia Indonesia, 1996. Hal. I 1

27Tim Pen5rusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar BahasaIndonesia, ed. II, cet. 9, Jakarta: Pusat Pembinarn dan Pengembalgan Bahasa DepartemenPendidikan dan Kebudayaar, hal. 7 90

2sWawancara dengan Pejabat LP dan Pegawai LP,2OOT2eWawancara dengan Pejabat LP dan Pegawai LP,2OO7

Page 35: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

4. Kesejahteraan SDM

Mengenai kesejahteraan pegawai LP, secara umum dirasakan masihkurang akan tetapi diakui bahwa pemerintah telah memperhatikankekurangan tersebut dengan memberikan tunjangan-tunjangan dengan

harapan kekurangan tersebut dapat ditutupi.3o Mengenai pemberian

tunjangan bagi petugas pemasyarakatan sebelumnya telah dikeluarkanKeputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1996 tentang Thnjangan petugas

Pemasyarakatan dimana sebelumnya tunjangan ini berlaku bagi Golongan Isebesar Rp. 25.000, Golongan II sebesar Rp. 35.000, dan Golongan IIIsebesar Rp. 45.000. karena dianggap tidak sesuai dengan keadaan makaPemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 106 tahun 2000 telahmelakukan perubahan terhadap besarnya tunjangan yakni Golongan Isebesar Rp. 100.O00, Golongan II sebesar Rp. 110.000, dan Golongan IIIsebesar Rp. 120.000, aturan ini tidak berlaku bagi pegawai yang telahmenerima tunjangan struktural dan tunjangan fungsional

C. Mekanlsme Perencanaan, Monitoring dan EvaluasiMekanisme perencanaan, monitoring dan evaluasi di Lp pada

umumnya mengikuti mekanisme baku yang sudah ditetapkan dalamseluruh aturan normatif yang dikeluarkan oleh Departemen Hukum danHAM. secara teknis perencanaan dan monitoring serta evaluasi dilakukanoleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sedangkan secara administratifperencanaan, monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Kantor WilayahDepartemen Hukum dan HAM melalui divisi pemasyarakatan. Dengan

demikian LP sebagai unit pelaksana teknis sebenarnya tinggal menjalankan

semua program yang sudah digariskan baik secara teknis maupun secara

administratif.

Pada ranah implementasi terkadang ketentuan normatif tidak berlakuyang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya kelemahan

manajerial dan kualitas SDM. Hal yang pating mudah ditemui untukdijadikan contoh lemahnya perencanaan, monitoring dan evaluasi di Lp di

30 Wawancara dengan Pejabat LP dan Pegawai LP, 2OOT

25

Page 36: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

bidang bina kerja. Walaupun sudah ada kerjasama tertulis antara

Departemen Kehakiman, Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Sosial yang

dibuat tahun 198+ tetap saja tidak ada tindakan untukmengimplementasikan hal yang menjadi tanggungiawab masing-masing

instansi. HaI ini dapat kita lihat meskipun bidang bina kerja telah

mengeluarkan keluhan bahwa saat ini sulit untuk menjalin kerjasama

dengan Balai Latihan Ke{a sehingga praktis kegiatan yang bisa dilakukan

oleh bidang bina kerja adalah kegiatan yang lokal saja seperti menanam

saJruran di dalam lingkungan penjara. Pejabat struktural di LP tidakmelihat ini seb"gai masalah sehingga implementasi monitoring dan evaluasi

terhadap kegiatan bina kerja tersebut tidak berjalan dengan baik. Hal yang

sama juga terjadi di bidang pembinaan pendidikan dimana program paket

belajar yang selama ini berjalan masih menggunakan tenaga pengajar daripegawai LP meskipun sudah ada kerjasama dengan Dinas Pendidikan dan

Kebudayaaan. Dengan demikian dapat dilihat bahwa kegiatan perencanaan,

monitoring dan evaluasi di LP sangat lemah dan perlu ditinjau kembati.

D. Pelaksanaan Konsep Pemasyarakatan

Implementasi konsep pemasyarakatan sebagaimana dijabarkan UU

pemasyarakatan dititik beratkan dalam dua hal yakni pembinaan dan

pembimbingan. Pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan

disesuaikan dengan asas yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945. dan

standard minimum rules yang kemudian tercermin dalam sepuluh prinsippemasyarakatan. Salah satu kelemahan dalam sistem pembinaan adalah

tidak wajibnya semua warga binaan mengikuti kegiatan pembinaan di LP

seperti di Bina Kerja semua dikembalikan kepada warga binaan untuk aktifatau tidak, dengan demikian dalam proses tersebut kegiatan pembinaan

praktis hanya diikuti oleh mereka yang aktif sedangkan yang tidakmengikuti kegiatan tersebut tidak mendapatkan kegiatan lain yang wajib

diikuti. i

Kelemahan dalam sistem pemidanaan juga dapat dilihat dalam masa

orientasi atau pengenalan dalam LP dimana bercampurnya mereka yang

dihukum karena narkoba, pembunuhan, pencurian dengan tindak pidana

26

Page 37: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

ringan lainnya tidak membuat mereka menjadi baik tetapi justru membuat

mereka mendapatkan komunikasi dan transformasi pengetahuan dan

membina relasi yang cenderung mengindikasikan adanya pengulangan

perbuatan tindak pidana. Karakteristik hukuman berdasarkan masing-

masing perbuatan pidana justru tidak tertangani dengan baik sehingga

pelaksanaan konsep pemasyarakatan juga tidak berjalan dengan baik.

Pemenuhan pelaksanaan konsep pemasyarakatan sering tersandung

dengan kurangnya kemampuan profesional dan integritas moral. Sejatinya

Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02-PK.04.10

Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan telah mengatur

secara rinci bagaimana teknis pola pembinaan yang seharusnya

dilaksanakan. Namun aturan tersebut pada akhirnya menjadi sekedar teori

sebagai akibat lemahnya beberapa faktor utama dan faktor pendukung

yang mempengaruhi pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan yakni:

Pola dan tata letak bangunan, struktur organisasi, lemahnya

kepemimpinan, kualitas dan kuantitas petugas, manajemen, kesejahteraan

petugas, sarana dan fasilitas pembinaan, anggaran, sumber daya alam

serta kualitas dan ragam program pembinaan. hal ini diperburuk dengan

lemahnya koordinasi antara petugas, masyarakat dan warga binaan

sehingga terkesan pelaksanaan konsep pemasyarakatan seperti setengah

hati dan jalan di tempat.

E. Mekanisme Pengawasan

Banyak pendefinisian mengenai pengawasan, diantaranya

didefinisikan sebagai segala usaha dan kegiatan untuk mengetahui dan

menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau

kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak.3l Bentuk

pengawasan di organisasi pemerintah secara umum diatur dalam Lampiran

Inpres No. 15 tahun 1983 dan dalam Inpres No. 1 tahun 1989 yaitu:

1. Pengawasan Melekat

2. Pengawasan Fungsional

3tsujamto, Beberapa Pengertian di Bidang Pengautasan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986,hal.20

27

Page 38: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

3. Pengawasan Masyarakat

4. Pengawasan Legislatif

Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.0i.PR.07.03 Tahun 1985

tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan mengatur dua

bentuk pengawasan yakni pengawasan melekat dan pengawasan

fungsional. Pengawasan melekat yang dilakukan oleh setiap pimpinan

satuan organisasi sedangkan secara fungsional melalui Inspektorat

Jenderal Departemen Hukum dan HAM. Pengawasan masyarakat dan

pengawasan legislatif tidak ada mekanismenya dalam sistem organisasi

pemasyarakatan.

Terkait pengawasan melekat yang dilakukan oleh pimpinan satuan

organisasi di LP dalam tataran pelaksanaan terasa kurang efektif karena

masih ada semangat pimpinan untuk melindungi bawahan, di sisi lain demi

prestise organisasi dalam wilayah kerjanya pimpinan cenderung melakukan

pengawasan secara tertutup dan jarang mengambil pembinaan,

pendisiplinan hingga tindakan pada oknum petugas yang menyimpang.

Sebagai contoh saat ini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dapat

memberhentikan sementara Kepala Lapas karena adanya penyimpangan

atau pelanggaran yang dilakukan, akan tetapi dasar pemberhentian Kepala

l,apas tersebut menjadi tidak jelas karena didasarkan pada kebijakan

bukan berdasarkan pada peraturan. Artinya ada kebutuhan untuk melihat

kembali sistem dan regulasi pengawasan dan penjatuhan sanksi di

organisasi pemasyarakatan.

Instrumen pendisiplinan selain dalam Keputusan Menteri Hukum dan

HAM juga digunakan PP.30 tahun 1980 yang mengatur sanksi administratif

sedangkan untuk penyimpangan yang menjurus ke delik pidana digunakan

instrumen umum seperti KUHP. Sejauh ini masih ditemukan petugas yang

melanggar dan telah dijatuhkan hukuman iidana narnun statusnya tetap

menjadi pegawai aktif di LP32. Ini menunjukan lemahnya pengawasan baik

ditingkat pengawasan melekat maupun pengawasan fungsional.

ez Ahgan, disampaikan pada focus group discussion Penelitian LP, Jakarta - 22 Mei 2007

28

Page 39: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

F. Koordlnasl dan Kerjasama Kelembagaan

Koordinasi internal dalam organisasi LP pada umumnya masih

kurang. Sebut saja lemahnya koordinasi antara bidang registrasi dan

bidang bimbingan kemasyarakatan mengenai data warga binaan dan

tahanan. Yang sering terjadi adalah sulitnya bidang bimbingan

kemasyarakatan guna mengakses data yang dibuat oleh bidang registrasi.

Idealnya data yang dimiliki oleh bidang registrasi secara komputerisasi

dimiliki oleh setiap bidang teknis. Dalam penelitian ditemukan, masih ada

bidang lain yang mencatat secara manual data tahanan dan warga binaan

walaupun di bidang registrasi sudah dikomputerisasi.

Mengenai kerjasama antar lembaga telah dikeluarkan Surat Edaran

Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor E.UM.O6.07.127 Tahun 1988

tentang Tata Cara Pembuatan Kerja Sama Dengan Instansi Lain Dan Pihak

Swasta. Meskipun ada aturannya kondisi di lapangan menunjukan banyak

sekali kelemahan Kerjasama kelembagaan praktis kurang berjalan

diakibatkan kurangnya inisiatif masing-masing instansi untuk bekerja

sanna, hal yang dapat dijadikan contoh adalah lemahnya kerjasama antara

lembaga pemasyarakatan dengan departemen sosial, departemen tenaga

kerja, departemen pendidikan dan LSM yang peduli dengan pembinaan di

lembaga pemasyarakatan. HaI lain yang merupakan teknis hukum adalah

mengenai lemahnya pelaksanaan peran KIMWASMAT dan peran Jaksa

Pengawas sebagaimana diatur dalarn KUHAP, jalan keluar seperti

koordinasi dan konsolidasi justru tidak terlihat.

G. Akuntabilitas dan Transparansi

Prinsip tata pemerintahan yang baik (good gouentancel saat ini

banyak digunakan sebagai instrumen untuk mengukur kinerja instansi

pemerintah dan lembaga-lembaga negara yang mengabdi pada publik.

Diantara beberapa prinsip tata pemerintahan yang baik adalah prinsip

akuntabilitas atau pertanggungjawaban dan prinsip transparansi atau

keterbukaan. Dua prinsip ini belum terlihat dalam organisasi dan

manajemen Lembaga Pemasyarakatan. Akuntabilitas dapat digunakan

sebagai mekanisme untuk menilai atau mengevaluasi seluruh pelaksanaan

29

Page 40: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

fungsi, tugas dan wewenang dalam suatu lembaga. Keputusan Menteri

Kehakiman Nomor M.01.PR.07.03 Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata

Ke{a Lembaga Pemasyarakatan mengatur mengenai akuntabilitas namun

akuntabilitas tersebut bersifat internal tidak bersifat eksternal akibatnya

masyarakat tidak mengetahui apa yang akan, sedang dan sudah dilakukan

oleh lembaga pemasyarakatan sedangkan dalam prinsip pemasy.arakatan

tanggungjawab pembinaan tidak hanya di lembaga tetapi juga masyarakat.

Oleh sebab itu lembaga pemasyarakatan melalui Direktorat Jenderal

Pemasyarakatan harus membuat mekanisme akuntabilitas yang dapat

diakses oleh publik.

Sebangun dengan itu prinsip transparansi juga perlu ditingkatkan,

transparansi disini diartikan sebagai keterbukaan lembaga untuk

memberikan akses informasi mengenai kinerja lembaga pemasyarakatan

kepada masyarakat. Prinsip transparansi ini dapat dimulai dengan

membuat web site dan membuatpress release tentang segala kegiatan yang

dilakukan oleh lembaga sebagai bentuk keterbukaan kepada masyarakat,

dalam hal ini lembaga melihat publik sebagai mitra untuk bersama

melakukan pembinaan terhadap warga binaan dengan proses sosialisasi

program pembinaan, keterbukaan yang saat ini dilakukan oleh organisasi

pemasyarakatan dalam hal ini menteri hukum dan HAM adalah dengan

melakukan dengar pendapat dengan DPR. Lemahnya transparansi dapat

diukur dengan sulitnya masyarakat untuk mengakses informasi yang

terjadi dalam LP.

30

Page 41: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

BAB IV

SARANA DAN PRASARANA DALAM PROSES PEMASYARAKATAN

A. Instrumen Peraturan

Proses pemasyarakatan mengacu pada peraturan perundang-

undangan yang tersebar di berbagai peraturan dari undang-undang,

peraturan pemerintah, dan keputusan menteri. Secara umum, peraturan-

peraturan yang terkait dengan proses pemasyarakatan sudah cukup

memadai, dan jika diperbandingkan antara ketentuan yang ada dengan

Standard Minimam Rules for tLrc Treatment of Prisonerg diketahui tidak ada

gap yang besar. Banyak ketentuan dalam standar minimal tersebut

sebenarnya telah diadopsi dalam sistem pemasyarakatan dalam bentuk

peraturan perundang-undangan.

Meskipun demikian masih ada beberapa ketentuan yang perlu

dikritisi lebih lanjut, diantaranya terkait dengan proses pemenuhan hak

Asimilasi, Cuti Menjelang Bebas (CMB) dan Pembebasan Bersyarat (PB).

Untuk memperoleh hak-hak ini memerlukan prosedur yang panjang dan

sulit untuk dipenuhi oleh warga binaan. Karena rumitnya prosedur ini,

banyak warga binaan yang enggan untuk mengajukan permohonan.

Menurut pengakuan Rahardi Ramelan,33 proses memperoleh hak ini sangat

panjang. Untuk mengurusnya saja Rahardi Ramelan membutuhkan waktu

3 bulan dengan setumpuk dokumen yang diperlukan. Sayangnya, menurut

Rahardi, setelah semua persyaratan dipenuhi ternyata Menteri Hukum dan

HAM menolak permohonan itu tanpa alasan yang jelas.

Dasar hukum pokok penyelenggaraan pemasyarakatan adalah UU No.

12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Melalui undang-undang ini diatur

berbagai hal terkait dengan pemasyarakatan. Hanya saja, tidak semua hal

dapat diatur melalui undang-undang, sehingga undang-undang ini

33Ttanskrip FGD, Baseline gtrueg Pelaksanaan Sbtem Pemasgarakatan Di LembogaPemasAarakata4 MAPPI FH UI, KRHN, LBH Jakarta dan Partnership, 16 Mei 2007, di Jakarta.

31

Page 42: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

mengarnanatkan untuk diterbitkan setidaknya 12 peraturan pemerintah

guna mengatur lebih lanjut melengkapi undang-undang ini. Hanya sqja,sejak UU No. 12 Tahun 1995 disyahkan pemerintah barr menerbitkan'4buah PP yaitu PP 3r /1999 tentang pembinaan dan pembimbingan wargaBinaan Kemasyarakatan, PP 32/1999 tentang syarat dal Tata caraPelaksanaan Hak warga Binaan Kemasyarakatan, pp sz /lggg tentangKerjasama Penyelenggaraan Pembinaan dan pembimbingan warga BinaanPemasyarakatan, dan PP No. 58 Tahun 1999 tentang syarat-syarat danTata cara Pelaksanaan wewenang T\rgas dan Tanggungjawab perawatan

Tahanan.

Selain itu, empat PP yang ada juga mengamanatkan penerbitanKepmen. Sayangnya sampai saat ini, masih banyak Kepmen yang belumditerbitkan memenuhi perintah PP. wataupun ada beberapa Kepmen yangberlaku, tetapi Kepmen tersebut terbit sebelum pp dikeluarkan. Artinya pp

dibentuk dengan menyesuaikan Kepmen yang ada. padahal sehaiusnya,Kepmen yang mengikuti ketentuan Pp.

B. Over Kapasitas

Saat ini, problem yang dialami oleh hampir semua Lp adalah overkapasitas. Jumlah hunian tidak sebanding dengan jumlah warga binaan.saat ini, di LP cipinang jumlah penghuni 3800 orang, padahal kapasitashanya untuk 1500 orang, LP Tangerang jumlah penghuni 3.753 kapasitas800 orang, LP Bekasi penghuni I77O orang kapasitas 300 orang, LpPaledang 1639 kapasitas 500 orang, dan Lp Narkotika cirebon penghuni1143 kapasitas 362 orang. secara nasional, prosentase peningkatanpenghuni LP lebih tinggi dibanding perkembangan bangunan Lp. pada

tahun 2003 penghuni LP (Tahanan dan Narapidana) ZL.S8Z orangkapasitas 64.345 orang, tahun 2004 penghuni 86.450 orang kapasitasuntuk 66.891 orang, tahun 2005 penghuni97.67l orang kapasitas untuk68.L4L orang, dan tahun 2006 penghuni 118.453 orang kapasitas 76.550orang. Berarti terdapat kelebihan penghuni sekitar 54,73 persen darikapasitas yang semestinya.

32

Page 43: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Kondisi ini bertolak belakang dengan ketentuan yang diatur dalamstandard Minimum Rules for Treatment of Prisoners. standar minimar yangharus dipenuhi oleh suatu lembaga terkait dengan akomodasi tahananadalah penyediaan ruang sel berupa kamar-kamar yang harus dihunisendiri oleh masing-masing tahanan. Pengecualian bagi ruangan yang besar

dapat ditempatkan lebih dari satu orang tahanan dengan cerrn-at memilihtahanan yang akan ditempatkan dalam satu kamar. Untuk nrangan yang

sempit dan ditempati lebih dari satu tahanan sifatnya harus sementara.

Selain tidak sesuai dengan standar minimal, menurut petugas Lp,

kelebihan kapasitas juga mempengaruhi proses pembinaan yang dilakukan.Proses pembinaan menjadi tidak optimal dan Balai Latihan kerja kurangberjalan. Konsentrasi lebih dititikberatkan pada pengamanan dari padapembinaan, sehingga banyak sumber daya LAPAS tersedot untukpengaman€rn dibandingkan dengan pembinaan.

Adanya tren peningkatan jumlah penghuni Lapas, tidak terlepas dariadanya peningkatan angka kejahatan, terutama kasus narkoba. penghuni

Lapas d.idominasi oleh mereka yang terkena kasus narkoba. Apabila

diprosentase, penghuni Lapas dengan kejahatan narkoba, baik pengedar

maupun pemakai, mencapai kurang lebih 23 persen dari total penghuni

Lapas.

Untuk mengatasi problem kelebihan kapasitas, ad.a beberapa langkah

bisa ditempuh. Pettama" perlu ada pemindahan warga binaan. perlu ada

keseimbangans+ kapasitas jumlah hunian antara Lapas satu dengan Lapas

yang lain dengan jalan melakukan pemindahan warga binaan.3s

Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari petugas di Direktorat Jenderal

Pemasyarakatan, penyebaran penghuni Lapas tidak merata. Ada Lapas

yang penghuninya masih dibawah kapasitas, tetapi ada beberapa Lapas

34LAPAS di Jawa Tengah, misalnya Kedung Pane Semarangpenghuninya.

3sMenurut petugas LP, pemindahan warga binaan bukanpemindahan warga binaan dapat mempengaruhi kemanan LAPAS.yang enggan dipindah dengan berbagai alasan.

masih memadai untuk ditambah

pekerjaan yang mudah. KarenaSelain itu, banyak warga binaan

33

Page 44: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

yang kelebihan warga binaan,eo bahkan hingga hampir 4OO o/o dari daya

tampung. "

Ked.ua, memperrnudah prosedur pemenuhan hak-hak warga binaan

meliputi Asimilasi, Cuti Menjelang Bebas (CMB) dan Pembebasan Bersyarat

(PB) secara konsisten dan transparan. Jika cuti menjelang bebas dan

pembebasan bersyarat diterapkan secara konsisten, dipastikan dapat

mengurangi secara signifikan penghuni Lapas. Menurut Rahardi Ramelan

yang pernah menghuni di Lapas Cipinang, prosedur memperoleh hak-hak

ini sangat sulit.

C. Bangunan dan Letak Lapas

Ada dua hal penting yang harus diperhatikan dalam bangunan Lapas

yaitu konsep bangunan dan letak bangunan. Kedua hat ini harus

disesuaikan dengan konsep dan gagasan pemasyarakatan. Konsep

bangunan Lapas terkait dengan desain bangunan apakah sesuai dengan

konsep pemasyarakatan dan ruang-ruartg penghuni memadai sebagai

tempat tinggal (sesuai standart kesehatan). Mengacu pada ketentuan

Standard Minimum Rrttes for Treatment of Prisoners, seluruh kelengkapan

dalam kamar harus memenuhi standar kesehatan yang meliputi volume

udara, luas lantai, penerangan, pemanasan dan ventilasi. Di seluruh ruang

pencahayaan alami dan masuknya udara segar harus dapat dirasakan oleh

seluruh tahanan. Bagian untuk membuang hajat dan mandi harus tersedia

dan tetap te{aga kebersihannya, sehingga dapat digunakan setiap saat oleh

tahanan.3T

Secara umum, kondisi bangunan Lapas belum sesuai dengan

standar minimal, bahkan dapat dikatakan tidak manusiawi. Ruang-ruang

sel sangat sempit, tidak disediakan tempat tidur, tidak ada sirkulasi udara

yang memadai, dan tidak ada kamar mandi dan toilet. Ketiadaan toilet ini

mengakibatkan warga binaan kesulitan jika harus buang air, terutama di

malam hari karena setiap warga binaan pada umumnya diwajibkan masuk

3t LAPAS Cipinang, Bekasi, Paledang, Tangerang, dan Narkotika Cirebon yang menjadi objekpenelitian ini, semuanya mengalami kelebihan warga binaan.

3z Pasal 10, 1 L, L2 dan L 3 Standard Minimum Rules for Treatment of Prisoners

34

Page 45: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

sel sejak pukul 17.00 - 06.00 wIB. Dalam kurun waktu tersebut semua

warga binaan harus berada di sel yang dikunci sehingga men5rulitkan

mereka untuk keluar. Untuk menyiasati masalah ini warga binaanmemanfaatkan plastik atau bahan yang lain sebagai tempat menampungkotoran, yang akan dilempar keluar l,apas atau dibuang pagt hari, setelah

sel dibuka.'

Bangunan-bangunan gedung Lapas yang ada saat ini, sebagian besar'merupakan warisan kolonial Belanda yang dibangun untuk tdrran pidanapenjara (penjeraan). Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi ManusiaHamid Awaluddin, infrastruktur Lapas hampir 60 persen merupakanpeninggalan Belanda, yang lokasinya tidak memenuhi syarat karena beradadi tengah permukiman.se Meskipun demikian menurut Rahardi Ramelan,3e

bangunan Lapas peninggalan Belanda secara konsep masih lebih baikdibandingkan dengan bangunan Lapas yang baru dibangun. Rahardimencontohkan, dalam fasilitas dan tempat tidur. Konsep Lapas peninggalan

Belanda ada lubang angin untuk sirkulasi udara di bawah tempat tidur.Fungsi lubang ini selain untuk sirkulasi udara, juga untuk mencegah

rematik karena tidur langsung bersentuhan dengan lantai/tanah.Sementara pada Lapas baru tidak tersedia lubang angrn. Selain itu, petugas

tidak menyediakan kasur, sehingga banyak penghuni yang terkena rematik.Kondisi ini diperkuat oleh Adi Sujatno, mantan Direktur JenderalPemasyarakatan Depkumham, bahwa bangunan Lp jaman peninggalan

Belanda masih bermanfaat seperti di LP Madiun, Sukamiskin, Madura.Bangunan-bangunan itu tahan hingga ratusan tahun dan masih alnanuntuk pembinaan.

Selain itu, bangunan Lapas juga belum menunjang proses

pembinaan, karena ruang yang tersedia banyak dipergunakan untuk ruangsel. Hampir semua Lapas, minim ruang publik atau ruang terbuka yang

dapat dimanfaatkan oleh warga binaan untuk berbagai aktivitas. Untukmenunjang proses pembinaan, diperlukan ruang d.engan luas yang

ssRepublika, Sabtu, 14 April 2OO7, 80 Persen Napi Meninggal karena Narlaba.3elYanskrip FGD, Baseline Surueg Pelaksanaan Sstem Pemasgarakatan D Lembaga

Pemasgarakata4 MAPPI FH UI, KRHN, LBHJakartadan Partnership, 16Mei2OO7, diJalarta.

35

Page 46: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

memadai terutama untuk keperluan program pembinaan. Secara umum,

kebutuhan fasilitas yang mendukung proses pembinaan adalah ruang serba

BU[a, ruang sekolah, taman, perpustakaan, rualtg kerja (pertaniaan,

perternakan, perikanan, bengkel, lapangan olahraga, dll.). Minimnya ruang

publik dalam Lapas, salah satunya disebabkan karena keberadaan Lapas

mayoritas berada di tengah kota sehingga sulit untuk memperoleh luas

tanah yang memadai.

D. Sistem Peugamanan

Hampir di semua Lapas, aspek pengamanan menjadi aspek utama.

dalam proses pemasyarakatan. Mereka beralasan, jika ada warga binaan

kabur dari Lapas atau terjadi keributan antar warga binaan dapat

berimplikasi jauh, bahkan berimbas pada sanksi disiplin. Beda halnya jika

terjadi kegagalan dalam proses pembinaan yalg tidak punya imbas apa-

apa, terutama bagi pegawai Lapas di bidang pembinaan. Untuk itu,

pengamanan lebih diutamakan .dibandingkan dengan pembinaan. Terkait

dengan pengamanan, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan yaitu

sistem pengamanan, SDM pengamanan dan sarana pengamanan. Ketiga hal

ini sangat mempengaruhi proses pemasyarakatan.

Secara umum, sistem pengamanan penjara diklasifikasi menjadi tiga

kategori yatf:. maximum securitg, super maximum seanritg, dan minimum

seanitg.ao Ciri-ciri penjara yang menggunakan maximum securitg adalah

narapidana diisolasi di dalam sel, human contact dilaksanakan seminimal

mungkin, narapidana tidak diperbolehkan untuk berinteraksi dengan

narapidana lain (atau dengan petugas peqjara), narapidana dilarang untuk

mendekorasi sel mereka, narapidana dikurung dalam sel selama 16 jam

sehari, dan apabila ia akan dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang

lain, maka ia harus dirantai baik tangan, pinggang, hingga kedua kakinya.

Adapun ciri-ciri penjara dengan sistem super maximrum securitg

adalah narapidana dikurung dalam sel selama 23 jam sehari, narapidana

tidak mendapatkan pelayanan kesehatan, tindakan yang dilakukan

+oWidiada Gunakaya S.A, SH, SeTarah dan Konsepsi Pemasgarakatan, Arrnico, Jakarta, 1988.

36

Page 47: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

terhadap mereka bersifat represif, tidak ada interaksi antar narapidana,

kebebasan berkreatifitas sangat terbatas, lingkungan yang dikontrol secara

penuh, sistem kunci yang permanen, dan kontrol psikologi dan fisik secara

total. Sementara, ciri-ciri dari sistem penjara dengan minimum securitg

adalah narapidana boleh berinteraksi dengan penjaga maupun narapidana

lainnya, narapidana dikurung dalam sel selama 11 jam sehari, narapidana

diperbolehkan untuk mendekorasi sel mereka dan apabila ia akan

dipindahkan ke tempat lain, ia tidak dirantai. Berdasarkan kategori di atas,

hampir semua Lapas di Indonesia menggunakan sistem pengaman€rn

minimum secuitg, walaupun ada beberapa l,apas yang menggunakan

maximum securitg. r

Melihat sarana pengamanan yang ada, dapat dianggap cukup

memadai. Pengamanan dibuat secara berlapis melalui beberapa pos

pengamanan. Dan, hampir semua sistem pengamanan sel di Lapas,

menggunakan sistem gembok.a2 Setiap pos bertanggungiawab untukmemeriksa orang-orang yang hendak berhubungan dengan warga binaan.

Selain sistem pengamanan dibuat secara berlapis, di beberapa Lapas seperti

Lapas Cipinang dan Narkotika Cirebon, juga sudah dibekali dengan fasilitas

sarana pengamarlan yang super ketat seperti X Ray, Metal Detector, serta

Jammer (a1at pemutus sambungan telepon selular dari luar maupun dalam

Lapas).

Meskipun prosedur pengamanan telah dibuat sedemikian rupa

nampaknya belum mampu membendung penyelundupan barang terlarang

atau transkasi illegal di Lapas. tembaga pemasyarakatan (LP) disinyalir

menjadi tempat transaksi narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba)

terbesar.a3 Selain lemahnya pengawasan di dalam LP, hat ini juga

4rDi Ir{I'AS Batu Nusakambangan, terdapat beberapa sel yang menggunakan sistempengamanan maximum security. Sel-sel ini terpisah dengan blok hunian dal warga binaan yangberada dalam sel ini terpisah satu sama lain dan tidak dapat berkomunikasi. Di LP NarkotikaCipinang juga menggunakan sistem pengamanan ini.

42Beberapa kalangan menilai, sistem ini sudah saatnya ditihjau, mengingat sistem ini sangatberbahaya bagi warga binaan, terutamajika terjadi kebakaran. Warga binaan akan sulit dievakuasi,jika terjadi kebakaran. Sudah saatnya dipikirkan menggunakan sistem pengamanan sel yang lebihbaik.

43 Temngkapnya pabrik narkoba di Rumah Tahanan Negara @utan) Kelas I Medaeng, Jawa Timurmenjadi salah satu bukti dari masalahhttp: / /txlmr.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/ 2OO7 / OS /28lbrk,2OO7O528-LOO766,id.html.

37

Lihat,

Page 48: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

disebabkan oleh kecilnya risiko yang dihadapi para pengedar narkoba

ketika bertransaksi di dalam LP. Sebab, jika diketahui mengedarkan

narkoba di dalam LP, para pengedar tidak mungkin ditembak seperti halnya

jika mereka diketahui bertransaksi di luar LP.aa Bahkan, ada warga binaan

yang dapat mengendalikan jaringan internasional pengedar narkoba melalui

telepon seluler. Hal ini bisa dilakukan karena dibantu dan memperoleh

berbagai kemudahan dari aparat setelah sebelumnya memberikan

kompensasi dalam bentuk uang.

Untuk menanggulangi masalah ini, beberapa upaya telah dilakukan,

diantaranya dengan melakukan penggeledahan setiap pengunjung yang

datang dan dilakukanya penggeledahan rutin (harian, mingguan, bulanan)

terhadap sel-sel warga binaan. Hanya saja setiap penggeledahan dilakukan,

jarang ditemukan barang-barang terlarang tersebut.as Selain itu upaya juga

dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas dan kemampuan bagian

keamanan dengan membekali petugas dengan berbagai ketrampilan khusus

seperti pengetahuan tentang narkoba, intelijen, sistem pengamanan Lapas,

dan deteksi dini terhadap penyelundupan narkoba ke dalam atau keluar

Lapas/rutan.

Persoalan lain yang juga penting terkait dengan pengarnanan adalah

masih bebasnya peredaran uang di dalam LAPAS.46 Pada masa

kepemimpinan Menteri Hukum & HAM Yuzril Ihza Mahendra, Depkumham

pernah mencanangkan Lapas bebas dari peredaran uang.aT Larangan

peredaran uang di Lapas/rutan dilatarbelakangi oleh adanya pemahaman

bahwa tidak semua penghuni Lapas/rutan disamakan dengan masyarakat

yang ada di alam bebas. Dalam praktek menunjukkan, peredaran uang di

Lapas/rutan sering menjadi masalah, tidak saja soal masalah keamanan

tetapi hubungan di antara sesarna penghuni Lapas/rutan dan hubungan

44 Kompas, 22 Maret 2OO3, Lembaga Pemasgarakatan Tempat Transaksi Narkoba Terbesar.4sMenurrt informasi, setiap ada renca$a penggeledahan selalu bocor ke warga binaan,

sehingga mereka membersihkan ruErng-ruang sel mereka, sehingga tidak ditemukan alat bulrti.46 Di LAPAS Narkoba Cipinang transaksi oleh warga binaan menggunakan buku kredit.

Caranya, seseorang menitipkan sejumlah uang ke petugas. Sebagai gantinya ia akan mendapat bukukredit. Dengan buku ini warga binaan dapat membeli barang-barang yang diinginkan di koperasi.Transaksi di Koperasi tidak menggunakan uang melainkan buku kredit.

a7 Ada 27 r apas/rutan yang dinyatakan bebas dari peredaran uang yang tersebar di ProvinsiLampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Yoryakarta, dal Jawa Timur sudah dinyatakan bebasperedaran uang, dan empat lagi sedang dalam proses ya-kni LP kelas II A Narkotika Jakarta, LP II BCianjur, LP II B Ciamis, dan Rumah Ta-hanan Demak,

38

Page 49: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

antara penghuni Lapas/rutan dengan petugas Lapas/rutan. Adanya

peredaran uang telah menimbulkan efek negatif seperti suap menJruap,

sogok menyogok, dan peras memeras.4s Beberapa warga binaan yang lolos

dari Lapas, ternyata memberikan sejumlah uang kepada penjaga kemanan.

Sampai saat ini, meskipun sudah diadakan pencanangan Lapas bebas

peredaran uang, masih banyak warga binaan yang memegang uang.

Persoalan keamanan yang lain terkait dengan kekerasan. Tindakan

kekerasan masih saja terjadi di Lapas meskipun intensitasnya berkurang.

Perkelahian yang menelan korban jiwa pada Februari dan Maret 2001.

Sedikitnya, lima orang kehilangan nyawa dan 22 orang luka parah. Bahkan,

dalam kerusuhan Maret 2OOl, para napi sempat membakar gedung lapas

yang didirikan sejak zarrrarl Belanda itu, dan menantang aparat dengan

segala macam senjata tajam. Pada Oktober 2001 juga terjadi kekerasan

yang melibatkan ratusan napi penghuni Blok I Lapas Cipinang. Dalam

kejadian itu dua orang meninggal dunia, dan tidak kurang empat orang

lainnya luka parah akibat perkelahian massal yang diduga melibatkan dua

kelompok besar napi di lapas kelas satu itu. Pada April 2006 lalu, terjadi

perkelahian massal antara narapidana (napi) yang tinggal di Blok A dengan

napi di Blok E. Pemicunya adalah perseteruan antara Sammy Key dan

Berti, dua pentolan pemuda Maluku yang punya pengaruh di Lapas.ae

Menurut Kriminolog Universitas Indonesia, Erlangga Masdiana,

tawuran seperti itu merupakan satu dari tiga jenis kekerasan yang terjadi di

Lapas. Secara umum ada tiga bentuk kekerasan di lapas. Pertama,

kekerasan individual; kedua, kekerasan kolektif; lwtiga, kekerasan yang

berhubungan dengan pengaturan. Kekerasan individual biasanya terjadi di

antara napi atau dengan salah seorang sipir penjara. Sedangkan kekerasan

kolektif sering terjadi dalam masalah riot (kerusuhan, huru hara dan

keributan). Kekerasan bentuk ini biasanya tidak secara spontan, tapi

merupakan akumulasi persoalan yang mereka hadapi di penjara. Khusus

mengenai kekerasan jenis ketiga, kekerasan itu timbul karena adanya

interaksi tidak sehat antara napi dan para petugas. Masalah utama yang

48 Kompas, 27 Lembaga Pemasgarakatan Bebas Peredaran Uang, Kamis, 19 Agustus 2004ae http : / / www. suarapembaruan. com/ News / 2 007 / 0 2 / 2 5 / Utama/ uto L . htm

39

Page 50: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

sering muncul di permukaan adalah soal penghukuman fisik. Para pgtugas

menganggapnya sebagai bagran hukuman, tetapi para napi memandangnya

sebagai bentuk penyiksaan. so

Perihal kekerasan sangat mungkin terjadi di Lapas mengingat jumlah

liunian yang melebihi kapasitas. Selain itu, potensi kekerasan juga dapat

terjadi mengingat latar belakang para warga binaan yang beragam, dan

seringkali pertengkaran melibatkan kelompok dalam jumlah yang cukup

besar.. Kekerasan juga dapat terjadi karena adanya perlakuan yang tidak

sama atau diskriminatif terhadap para warga binaan.sl Untuk itu, d.alam

rangka menjaga keamanan, petugas kemanan bekerjasama dengan Ketua

Kelompok yang ada di Lapas. Ketua kelompoklah yang akan "dipegang"

untuk mengamankan kelompok yang dipimpinnya.sz Terkait dengan

kekerasan yang dilakukan petugas, menunjukkan masih lemahnya

pemahaman petugas terhadap konsep dan implementasi pemasyarakatan.

Terkait dengan konsep pengamanan, Susanto Heru, Kalapas Cirebon,

menawarkan pendekatan konsep keamanan berbasis kemanusiaan. Dengan

jumlah pegawai 75 orang dan mengurusi 1162 warga binaan, sulit untukmenciptakan suasana kondusif jika pendekatan yang dilakukan adalah

murni pengamanan. Warga binaan harus disentuh alam bawah sadarnya,

salah satu caranya adalah dengan melakukan shaing, berbincang-bincang

dengan minimal 10 orang setiap hari. Dengan pendekatan kemanusiaan inidiharapkan, faktor keamanan tidak menjadi penghambat bagi proses

pemasyarakatan.

E. Sarana Pembinaan dan Kerja

Proses pemasyarakatan dapat berhasil apabila ditunjang dengan

berbagai sarana yang memadai dalam proses pembinaan dan kerja. Dalam

hal ini ada dua instrumen penting yaitu fasilitas dan SDM. Sarana fisikterkait dengan ketersediaan fasilitas pembinaan maupun mang yang

to tbid" di L"p"" Cipinang khususnya di Blok II, kondisinya sangat berbeda dibandingkan blok

lainnya. Blok II banyak dihuni mantan pejabat ataupun orang terkenal sehingga tidak ada persoalandengal kekerasan di sana

sz Hasil Wawancara dengan Petugas LAPAS

40

Page 51: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

memadai bagi proses pembinaan. Secara umum, fasilitas yang tersedia

sangat minim dan tidak layak bagi proses pembinaan. Ruang publik dan

ruang kerja sangat terbatas, karena ruang yang tersedia lebih banyak

dimanfaatkan untuk hunian. Selain itu, masih minimnya sarana olah raga,

kesenian, media massa, audio visual, perpustakaan, dan balai kerja,

sehingga proses pembinaan berjalan tidak optimal.

Konsep pembinaan drt?* rangka pemasyarakatan tidak didukung

dengan sarana dan prasarana yang memadai. Salah satu contohnya perihal

pelatihan kerja yang tidak didukung dengan instruktur yang cukup baikjumlah maupun keahliannya. Pernah dilakukan kerjasama dengan Balai

Latihan kerja, tapi saat ini proses kerjasama tersebut tidak berjalan.ss

Untuk membantu proses pembinaan, terutama dalam proses pelatihan,

telah dibuat Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri (Menaker, Mensos,

Menkum dan HAM) perihal kerjasama dalam rangka pemberian pelatihan

pada Warga Binaan. Namun kesepakatan ini implementasinya terhambat

karena era otonomi daerah. SKB ini tidak berjalan dengan baik karena

semua kembali kepada Kepala Daerah rnasing-masing. Tidak semua Lapas

memiliki kerjasama dengan Pemerintah Daerah. sa

Untuk memanfaatkan tenaga-tenaga di Lapas, sering dilakukan

kerjasama-kerjasama dengan dunia usaha untuk memproduksi sesuatri.

Hanya saja, implementasinya banyak menemui hambatan. Menurut

Rahardi Ramelan, perlu ada sinkronisasi proses pembinaan dengan dunia

bisnis. Penjara seringkali menyebabkan ertreme idleness (keberadaan yang

tidak berdaya guna). Hal ini terkait dengan lebih banyaknya kegiatan-

kegrata4 yang kurang bermanfaat di penjara. Padahal, warga binaan adalah

tenaga kerja potensial yang dapat menggerakkan kegiatan ekonomi,

misalnya industri. Dengan kerjasama antara penjara dengan dunia bisnis,

Lapas relatif akan mendapatkan manfaat dari keuntungan kegiatan

ekonomi tersebut. Hanya saja, menurut Anang,ss banyak hambatan dalam

melaksanakan kegiatan pelatihan dan kerja. Ruang yang dapat

s3 Wawancara dengan Petugas LAPASsa Wawancara dengan Petugas LAPASss Wawancara dengan Petugas LAPAS

4l

Page 52: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

dimanfaatkan untuk melakukan aktivitas sangat minim. Selain itu, kualitasproduk w-arga binaan masih dibawah standar, sehingga beberapa kerjasama

banyak ditinjau ulang.

Seperti telah diulas dalam pembahasan terdahulu, bahwa mayoritas

penghuni Lapas karena terlibat kasus narkoba. Ada penanganan yang

berbeda antara narapidana kasus narkoba dengan kasus pidana pada

umumnya. Sebagaimana diatur dalam undang-undang yang ada, yaitu UU

Narkolika No. 5 tahun 1997 dan UU No. 22 tahun 1997 tentang

Psikotropika mengatur tentang kewajiban menjalani perawatan dan

rehabilitasi bagi narapidana atau tahanan yang termasuk pecandu dan

pengguna narkoba. Untuk itu, Idealnya, Lapas narkotika berdiri sendiri

karena pola pembinaErannya berbeda dengan Lapas pada umum. Banyak

dampak negatif, jika narapidana narkotika dicampur dengan narapidana

umum. Pendekatan yang dilakukan di Lapas umum adalah mengenai

keamanan dan pembinaan, sementara Lapas khusus narkotika, selain

kemanan dan pembinaan, juga perawatan kesehatan dan rehabilitasi(khususnya pemakai). Konsep yang akan diimplementasikan dalam Lapas

khusus narkotika adalah menjadi Lapas terpadu yaitu selain pengamanan

dan pembinaan, juga menyediakan pengobatan yang lengkap dan proses

rehabilitasi.

Lapas Khusus Narkotika hingga saat ini masih kurang jumlahnya

dibandingkan dengan jumlah warga binaan yang membutuhkanpenanganan tersebut. Di seluruh Indonesia Lapas khusus narkotikaberjumlah 13 tempat, yaitu Lapas Khusus Narkotika Pematang Siantar,

Lapas Khusus Narkotika Lubuk Linggau, Lapas Khusus Narkotika Cipinang

Jakarta, Lapas Khusus Narkotika Bandar Lampung, Lapas Khusus

Narkotika Soekarno Hatta - Bandung, Lapas Khusus Narkotika Besi Nusa

Kambangan, Lapas Khusus Narkotika Madiun, Lapas Khusus NarkotikaPamekasan, Lapas Khusus Narkotika Krobokan - BaIi, Lapas Khusus

Narkotika Maros, Lapas Khusus Narkotika Abepura, Lapas Khusus

Narkotika Cirebon, dan Lapas Khusus Narkotika Martapura. Hanya saja,

dari 13 tempat tersebut yang berfungsi secara utuh sebagai Lapas

42

Page 53: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

narkotika baru empat tempat, yakni yang di Cipinang

Lampung, Besi - Nusakambangdfl, dan Cirebon.

Jakarta, Bandar

F. Fasilltas Kesehatan

Problem umum yang hampir ada di setiap Lapas adalah minimnya

fasilitas kesehatan. Dalam beberapa waktu terakhir ini Lapas menjadi

sorotan publik men5rusul tingginya tingkat kematian di l,apas. Menurut

data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, penghuni Lembaga

Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan yang meninggal sepanjang 2006

mencapai 813 orang. Bahkan, medio Januari-Februari 2OO7 62 watga

binaan meninggal di berbagai LP di Indonesia. Angka kematian tertinggi ada

di lima provinsi, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sumatera Utara dan

Jawa Timur. Dari jumlah total tersebut, 70 hingga 75 persen adalah

narapidana kasus narkoba, sehingga dicurigai kasus kematian iniumumnya berlatarbelakang penyalahgunaan narkoba yang kerap

bergandengan dengan HIV/AIDS. Aspek kesehatan menjadi aspek yang

sangat vital di Lapas.

Standar minimal internasional telah mengatur tentang hak napi

untuk memperoleh perawatan dan pelayanan kesehatan jasmani dan

rohani. Standar pelayanan meliputi kesehatan jiwa, pengobatan yang tepat,

serta penyembuhan kelainan mental dan ketersediaan dokter spesialis.

Selain itu, sarana yang berhubungan dengan air dan benda-benda toilet

harus disediakan untuk menjaga kesehatan dan kebersihan tahanan.

Ruang untuk menjaga penampilan tahanan harus disediakan guna

perawatan rambut dan jenggot dan dimungkinkan untuk bercukur teratur.

Untuk melihat pelaksanaan pelayanan kesehatan di Lapas, setidaknya

dapat dilihat dari tiga aspek yaitu sistem pelayanan, sarana dan SDM.

Sistem pelayanan kesehatan belum dikelola secara maksimal. Sistem

yang ada di LP belum ideal khususnya terkait dengan bagran kesehatan.

Bagian kesehatan berada di bawah Kasubsie Bimkemaswat padahal

seharusnya klinik ini mandiri dan bertanggungjawab langsung kepada

Kalapas, agar tidak ada hambatan struktural dalam menjalankan tugas-

tugasnya. Hal ini juga diperlukan untuk mengefektifkan proses penanganan

43

Page 54: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

kesehatan. Bidang kesehatan adalah bidang fungsional, bukan strukturaljadi tidak tepat diletakkan di bawah Kasubsie Bimkemaswat. Jika inginoptimal dalam penanganan orang-orang yang sakit, tenaga medis harusdibebaskan dari belenggu struktural agar lebih konsentrasi dalammemberikan pelayanan kesehatan. selain itu, dalam memberikanpelayanan kesehatan belum ada mekanisme dan standar yang saina antarasatu Lapas dengan Lapas yang lain. Dalam bekerja di Lapas sebagai tenaga

medis sangat ditentukan kreativitas dan inisiasi dari dokter masing-masing,karena memang belum ada sistem yang mengarahkan atau menuntuntenaga kesehatan untuk bekerja.so

Pelayanan kesehatan diberikan pada setiap Lapas melalui fasilitasklinik kesehatan. Menurut Rahardi Ramelan, poliklinik di Lapas memang

ada, tetapi sangat terbatas fasilitasnya. Bahkan, poliklinik Lapas tidakdilengkapi dengan laboratorium yang memadai.sT pad.ahal, banyak penyakityang dialami oleh warga binaan perlu deteksi laboratorium. Klinikmemberikan pelayanan kesehatan kepada para warga binaan, dan apabilaada klinik tidak mampu mengatasi penyakit yang diderita warga binaan,biasanya dibawa ke rumah sakit yang telah disepakati. Menurut Rahardi,napi yang dibawa ke RS harus punya ain dan surat izin itu ada biayanya.

Bagi napi miskin sulit berharap bisa dirawat di RS karena tak sanggup

membayar ongkos agar surat izin ihtkeluar.Untuk mendetriksi berbagai penyakit yang dibawa oleh warga binaan,

setiap napi yang baru masuk selalu diperiksa dari aspek kesehatan. Apakahmereka sudah membawa penyakit-penyakit sebelum masuk Lp. Apabila ada

indikasi penyakit-penyakit yang cukup berat, maka akan dilakukanpemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan ini penting sehingga dapat dilakukanlangkah-langkah penanganan untuk kesehatannya. Hanya saja, tidaksemua Lapas melakukan hal ini. Banyak napi yang dijebloskan ke Lp

Tangerangs8 tidak diperiksa dulu kesehatannya sehingga ketika berbaur

s6 Wawancara dengan Dokter LApASsTKompas Cyber Media, lO April 2007, Napi Sr:lit Berharao Peneobatan, Ledakan Kematian

Bakal Terjadi.

ss Hasil wawancara dengan Petugas LAPAS

44

Page 55: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

dengan napi lain maka penyakit bawaan dari luar menyebar ke napi yang

lain.

Apabila klinik Lapas sudah tidak sanggup mengobati atau alat yang

kurang, biasanya warga binaan yang sakit dibawa ke Rumah Sakit Umum

dan biasanya menempati Kelas III. Namun seringkali pihak rumah sakit

sering melakukan penolakan perawatan dengan alasan tidak tersedianya

kamar perawatan di kelas III. Pihak Lapas tidak dapat berbuat banyak

karena memang anggaran yang tersedia hanya untuk biaya pengobatan

kelas III. Belum lagi anggaran untuk opnarne, dimana anggaran yang ada

tidak dapat menjangkau biaya RSU. Pasien bisa dibawa ke rumah sakit

swasta sepanjang ada kesanggupan dari keluarga. Untuk mengatasi

minimnya anggaran, penting untuk dipikirkan perlunya asuransi kesehatan

bagi kaum miskin (Askeskin), mengingat, banyak warga binaan yang tidak

mampu.

Lapas pada dasarnya adalah rumah sakit yalg kompleks. Tetapi

tenaga kesehatan di Lapas masih sangat terbatas. Belum ada pemerataan

distribusi bagi tenaga kesehatan dan belum ada system standarisasi dalam

penempatan tenaga kesehatan. Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin

menyatakan,se akan mengangkat seribu dokter dan paramedis yang

ditempatkan di lembaga-lembaga pemasyarakatan. Rencana ini sangat baik,

terutama untuk meningkatkan pelayanan terhadap warga binaan.

Pemenuhan tenaga kesehatan seharusnya disesuaikan dengan

kebutuhan Lapas yakni jumlah warga binaan dan spesialisasi penyakit

yang sering diaiami warga binaan. Saat ini, klinik Lapas masih minim

paramedis. Seharusnya tenaga kesehatan/dokter dibantu oleh paramedic

(perawat), sehingga tidak semua pekerjaan di pegang oleh dokter. Selain itu,

Lapas sangat memerlukan dokter-dokter ahli untuk menangani penyakit-

penyakit khusus, seperti kulit, penyakit dalam, dll. Banyak penyakit-

penyakit yang sebenarnya tidak bisa diserahkan kepada dokter umum.6o

ss Pidato Menteri Hukum dan HAM Hari Bakti Pemasyarakatan ke 43

oo Hasil wawancara dengan Dokter LAPAS di LP Pemuda Tangerang

45

Page 56: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Untuk menjadi tenaga kesehatan di Lapas dibutuhkan kemauan yang

kuat dan komitmen yang tinggi, karena memberikan layanan di Lapas

sangat berbeda dengan memberikan pelayanan kesehatan pada umumnya.

Hanya saja, tidak ada orientasi awal yang menjelaskan tentang bagaimana

bekerja di Lapas. Seharusnya sejak awal perlu ada pratugas yang

memberikan gambaran kepada mereka tentang bekerja di Lapas besertaproblem yang dihadapi, sehingga setidaknya seorang dokter akan bersiap-

siap. Setelah tenaga medis tersebut bertugas, mereka sangat membutuhkan

berbagai perkembangan baru dalam dunia kesehatan. Tetapi, tidak ada

pelatihan-pelatihan yang diikuti oleh tenaga kesehatan untukmeningkatkan kapasitasnya sehingga dapat menunjang kerja-kerja dalampelayanan kesehatan. Pendidikan yang berjalan, hanya pendidikan prajabatan, yang sebenarnya tidak terkait langsung dengan tugas-tugas

fungsional sebagai dokter yang akan bertugas di Lapas. Setelah dokter

bekerja, seharusnya ada pelatihan-pelatihan untuk memperbaharui

berbagai perkembangan dalam dunia kesehatan. 61

G. Sistem Informasi Dan Komunikasi

Sistem informasi menjadi bagian penting dalam proses

pemasyarakatan. Ada tiga hal yang dapat dilihat dari proses komunikasidalam proses pemasyarakatan yaitu komunikasi internal Lapas,

komunikasi Lapas dengan masyarakat dan komunikasi Lapas dengan

instansi-instansi terkait dalam proses pemasyarakatan.

Sistem komunikasi dan informasi internal, masih dikelola secara

manual. Belum ada sistem komunikasi yang bersifat onhne, yang dapat

menghubungkan petugas satu dengan yang lainnya. Lapas belum memilikidatabase yang bersifat online tentang kondisi dan perkembangan warga

binaan yang dapat diakses oleh semua petugas La.pas. Sistem teknologi

informasi sama sekali belum menyentuh lembaga pemasyarakatan. Di

Lapas masih ada masalah dalam transparansi data dan informasi. Saat inidata warga binaan berada di Kasubsie Registrasi dan ini sulit diakses oleh

0t Hasil Wawancara dengan Dokter LAPAS di LP Pemuda Tangerang dan Bekasi.

46

Page 57: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

seksi-seksi teknis. Proses pelayanan di seksi lain masih dilakukan secara

manual .sehingga jika membutuhkan data warga binaan membutuhkan

waktu yang cukup lama. Idealnya, ada database yang bisa on line darr

dapat diakses langsung oleh seksi lainnya. Selain itu, penggunaan teknologi

seperti komputer belum dimanfaatkan dengan maksimal. Saat ini banyak

petugas yang tidak bisa dan tidak mau menggunakan komputer sehingga

fasilitas tersebut justru banyak digunakan oleh warga binaan.62 Sudah

saatnya managemen Lapas menggunakan sistem berbasis IT.

Salah satu isu penting dalam penyelenggaraan pemerintahan yang

baik adatah menyangkut akuntabilitas dan transparansi. Adanya

akuntabilitas dan transparansi menjadi salah satu penilaian penting

terhadap kinerja pemerintahan. Sebagai bentuk pertanggungiawaban

publik, semua institusi publik berkewajiban melaporkan kinerjanya kepada

publik. Lapas merupakan institusi publik yang seharusnya juga

menjunjung tinggi akuntabilitas dan transparansi. Masyarakat harus

memperoleh akses yang mudah terhadap berbagai informasi yang terkait

dengan proses pemasyarakatan. Misalnya, database warga binaan. Lapas

harus membangun sistem komunikasi publik berbasis teknologi informasi,

dimana semua informasi seputar proses pemasyarakatan tersedia dan

dapat diakses dengan mudah.

Untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemasyarakatan, La"pas terkait

dengan instansi-instansi lain, terutama instansi pemerintah. Lapas dapat

berkoordinasi dengan berbagai pihak dalam rangka pemasyarakata,

misalanya departemen kesehatan, perguruan tinggi, Balai Latihan Kerja,

dan lain-lain. Koordinasi ini diperlukan, untuk lebih mengefektifkan proses

pemasyarakatan. Hanya saja, proses komunikasi yang dengan berbagai

instansi yang ada tidak berjalan dengan baik.

62 Wawancara dengan Petugas LAPAS

47

Page 58: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

H. Anggaran

Secara umum, anggaran yang tersedia untuk proses pemasyarakatan

masih minim. Semakin meningkatnya jumlah warga binaan' semakin

meningkatpulakebutuhanterhadapanggaran.Pen5rusunananggaranbagi

makanan narapidana, pembiayaan gedung, ruang kerja, perlengkapan

kantor, peralatan kesehatan, perlengkapan keamanan belum didasarkan

pada kebutuhan riil proses pemasyarakatan'

Realisasi terhadap kebutuhan anggaran tidak sesuai dengan

kebutuhan proses pembinaan di Lapas' Birokrasi dalam penJrusunan

anggaran mengakibatkan anggaran tidak sesuai dengan kebutuhan' Se1ain

itu, jumlah warga binaan kondisinya tidak tetap' dan kecenderungannya

selalu mengalami kenaikan' Padahal acuan anggaran yang dipergunakan

untuk memenuhi anggaran Lapas adalah data terakhir pada saat

mengajukan anggaran. Sehingga seringkali Lapas mengalami devisit

anggaran karena meningkatnya jumlah warga binaan secara signifikan'

Meskipun anggaran tidak memadai, Lapas harus tetap memenuhi

kebutuhan warga binaan sesuai dengan fakta yang ada'

48

Page 59: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

BAB VIMPLEMENTASI KONSEP PEMASYARAKATAN

A. Admlnistrasi dan Pengelompokan Warga Binaaa

Standar Internasional mengenai pencatatan dan pengelompokan

tahanan telah diatur dalam Standar Minimal Pembinaan Tahanan

(Standard Minimum Rules for Treatment of Prisoners). Standar ini telah

dibahas datam Kongres Pertama PBB di Jenewa pada tahun 1955 dan

disetqjui oleh Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial 663C (XXIV), pada

tanggal 31 Juli 1975 dan 2076 (lXll) pada tanggal 13 Mei 1977.63

Ketentuan ini menggariskan keharusan WBP yang dicatat dalam bukuinduk pendaftaran. Pencatatan harus terkait dengan identitas, pasal pidana

yang dikenakan, tanggal masuk dan bebas.

Standar Internasional dimaksud di atas telah ada pula dalam

ketentuan UU Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. MenurutUU Pemasyarakat tersebut tindakan pertama terhadap seorang tahanan

atau Warga Binaan Pemasyarakatan adalah adanya pendaftaran dan

pencatatan identitas. Pendaftaran meliputi pencatatan putusan pengadilan,

jati diri dan harta pribadi yang dibawah, pemeriksaan kesehatan,

pembuatan pas foto6a, pengambilan sidik jari6s, pembuatan berita acara

serah terima.66

Hasil survei di 5 (lima) Lapas tidak ditemui WBP yang terlewatkan

dalam pencatatan. Secara administrasi WBP pada saat datang langsung

dicatat pada bagian pencatatan di dalam Lapas. Petugas melakukan

es Adnan Buyung Nasution & Patra M Zen, Insfiumen Intennasional Pokok Hak Asasi Manusia,Penerbit Yayasan Obor Indonesia, YLBHI, Kelompok Kerja Ake Arif, Ja]<arta 2006, }:eJ. 429-430

6a Surat Direkhrr Jenderal Pemasyarakatan Nomor E-PK.02.0f-130 Tahun 1987 tentangPermintaan Pas Photo Tahanan dan Surat Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor E-PK.O2.O1-145Tahun 1987 tentang Permiutaan Pas Photo Tahanan

6s Surat Direktur Jenderal Pemasyerakatan Nomor E-PK.O3.O1-1O Tahun 1987 tentangAdministrasi Sidik Jari Napi/Tahanan Di Lapas/Rutan

66 Surat Direk:tur Jenderal pema'syarakatan Nomor E.PS.O1.O1-9 Tahun 1988 tenta-ng BeritaAcara Penerimaan Tahanan.

49

Page 60: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

pencatatan hal-hal yang berkaitan dengan identitas diri, dari nama, usia,

ciri-ciri, tjnggi badan, serta Pasal pidana yang dikenakan, pengambilan

sidik jari dan foto. Masalah administrasi muncul ketika putusan hakim

yang berkekuatan hukum tetap terlambat diterima oleh Lapas, sehingga

memperlambat eksekusi pembebasan WBP. Untuk mengatasi masalah inibelum ada upaya koordinasi yang intensifantara pihak Lapas dengan Jaksa

selaku pihak eksekutor. 6z

Selain itu, persoalan administrasi pada level pencatatan tidak

mencakup pemisa-han WBP berdasarkan berat ringannya tiirdak pidana

yang dilakukan. Kondisi seperti ini oleh beberapa kalangan dirasakan

sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk khususnya pada WBP

yang menjalankan masa pidana yang lebih ringan. Kondisi pengelompokan

masa pidana yang tidak berjalan dengan baik, sangat memungkinkan

pertukaran perilaku buruk dari WBP yang lebih berat masalah pidananya

ke yang lebih ringan. Temuan dilapangan, WBP hanya diklasifikasikan

berdasarkan baru dan lama, yang baru ditempatkan pada penampungan

hingga akhirnya mendapatkan penempatan pada kamar hunian. Tidak

ditemui pengelompokan ruang berdasarkan tindak pidana yang dilakukan

WBP. Begitupun dengan WBP yang telah berkali-kali keluar masuk Lapas,

dimana tidak ada penempdtan khusus bagr residivis di Lapas.

Pengelompokan ruang ta-hanan hanya menggunakan kategori penghuni

lama dan baru. Hal ini juga dianggap sebagai masalah, terutama dampak

pada pemulihan perilaku WBP selama di dalam Lapas.

Standar Internasional mengharuskan adanya pengelompokan WBP

berdasarkan umlrr, catatan kejahatan, jenis kelamin, pemisahan orang-

orang yang belum diadili, orang yang menjalani hukuman, serta tahanan

yang belum cukup umur dengan tahanan dewasa. (Pasal 8). Pengelompokan

ini dalam rangka menghindari pertukaran watak buruk antara WBP serta

memudahkan proses pembinaan WBP itu sendiri. (Pasal 67, 68 dan 69)

67 Pengakuan disampaikan oleh Pegawai Lapas dan Mantan Narapidala pada Focus GroupDiscussion di Partnership Govemment Reform pada tanggal 22 Mei 2007 dan pernyataan inimemperkuat pernyataan Kalapas serta staf lapas Pemuda II Tangerang.

50

Page 61: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

secara nasional pemisahan antara jenis kelamin dan usia telah dilakukan.Terdapa! Lapas Anak, Lapas Perempuan dan 13 Lapas Narkoba, narnunpermasalahan tidak berhenti pada pembagian tersebut, tetapi harus jugapada pengelompokan WBP berdasarkan catatan kejahatan dankejahatannya sendiri.

Secara yuridis, ketentuan perundang-undangan nasionalmenggariskan adanya penggolongan warga binaan didatam lembaga

pemasyarakatan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggolongan

adalah umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatandan kriteria lainnya untuk kepentingan pembinaan.6s Berdasarkan

ketentuan ini maka dapat terlihat antara standar minimal, sebagaimana

telah diadopsi oleh pemerintah dalam uu, dengan realitas yang terjadi tidaksejalan. Pencapaian penggolongan jenis kejahatan, lama pidana dan WBp

yang sering keluar masuk tidak terjadi dalam la.pas, yang imbasnya padapola pembinaan WBP. Penggolongan WBP di dalam Lapas justru lahirberdasarkan kultur dan kehidupan WBp di dalam Lapas. WBp

mengelompokkan diri berdasarkan etnis dan rasnya sendiri untukkepentingan mengamankan WBP dari bahaya kelompok lainnya. pola

seperti ini telah menjadi semacam sistem tidak tertulis yang jelas

berdampak pada konsep pemasyarakatan yang telah dicita-citakan.

B. Konsep dan Model Pembinaan

Konsep pemasyarakatan menginginkan adanya keterlibatanmasyarakat, instansi pemerintah dan swasta dalam proses pembinaan

wBP. Keterlibatan ini dimaksudkan untuk mendorong terjadinya jalinanhubungan antaran WBP dengan kehidupan di luar Lapas. WBp diharapkantidak dikucilkan dalam kehidupannya setelah selesai menjalankan

kehidupan di dalam Lapas serta secara maksimal dapat berinteraksiditengah-tengah masyarakat. Temuan terkait dengan konsep dan model

pembinaan pada 5 (lima) Lapas yang dikunjungi tidak memberikan

68 Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal 18 UU Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

51

Page 62: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

gambaran yang membahagiakan, dimana konsep dan model pembinaan

masih di atas kertas saja.

Pada prinsipnya konsep pemasyarakatan telah dipahami sebagai

paradigma yang ideal, tidak ada penolakan dari para pegawai maupun

birokrasi di Lapas sendiri atas konsep yang telah diusung 43 tahun yang

lalu. Namun pada kenyataannya konsep pemasyarakatan hanya menjadi

wacana, belum terlihat hasil dari konsep pemasyarakatan yang diterapkan

melalui pola pembinaan. Masalah terbesar tidak terimplementasikannya

konsep pemasyarakatan ini sangat dipengaruhi oleh komitmen dari para

pegawai tapasnya sendiri. Kesamaan visi dan misi di Lapas sangat

memperrnudah penerapan konsep pemasyarakatan di lapangan.6s Namun

demikian, dominasi model pembinaan dan berjalan atau tidaknya

pembinaan sepenuhnya berada di tangan Kalapas. Artinya, hanya Kalapas

yang memiliki visi dan misi serta komitmen tinggi, yang dapat menjalankan

konsep pemasyarakatan. 70

Keberhasilan pembinaan di Lapas pada akhirnya akan sepenuhnya

berada di tangan Kalapas. Sistem yang ada telah menjadikan individu

sebagai faktor penentu berjalannya sistem di dalam Lapas. Besarnya peran

individu Kalapas ini dapat diukur dari kelengkapan pengaturan mengenai

model atau program pembinaan di perundang-undangan. Pasal 15 (2) UU

L2/lggs, misalnya menjelaskan program pembinaan WBP diatur lebih

lanjut melalui Peraturan Pemerintah yang kemudian muncul PP 31/1999.

Pada Pasal 10 (6) PP 3LlL999 tidak d{jelaskan secara tegas soal jenis dan

bentuk kegiatan program pembinaan. Sebab pengaturan masalah program

pembinaan dinyatakan kemba-li diatur lebih lanjut dengan keputusan

menteri. Pendelegasian soal program pembinaan oleh Menteri hingga saat

sekarang belum ada. Pola pembinaan yang ada masih menggunakan

6ePernyataan ini disampaikari oleh Kalapas Sustik Cirebon da.lam sebuah wawancara danbeberapa pegawai lainnya, yang menyatakan bahwa keberhasilan pembinaan di Lapassustik Cirebontidak lepas dari peran seluruh pegawai Lapas. Komitmen serta kerjasama yang baik telah melahirkansuatu sistem pembinaan yang terstruktur dan sistematis.

ToPendapat diperoleh dari pengamatan peneliti dari l,apassustik Cirebon dm l,apas.Paledang -Bogor, dimana pada Lapassustik Cirebon model pembinaan be{alan sebagaimana yang telahdigariskan dalam UU Nomor 12 Tahun 1995, sedangkan Lapas Paledaag - Bogor mengalamiperubahan yang sigrrifikan pada saat mendapatkan Kalapas baru.

52

Page 63: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

pendekatan Keamanan. Hat ini tentu tidak sesuai dengan konsep

pemasyarakatan yang disusun dalam UU l2lL995 dan kemajuan teknologi

dan informasi yang pesat.

Masalah lain yang timbul pada Lapas adalah terkait dengan : (1)

kelebihan kapasitas, (2) minimnya anggaran, (3) tidak memiliki cukupnrangan dan fasilitas, dan (4) tidak memiliki tenaga ahli atau orang yang

berkompeten di bidangnya. Keempat masalah ini merupakan keadaan yang

sedang dihadapi oleh Lapas, namun tidak dapat dljadikan sebagai dasar

gagalnya penerapan konsep dan model pembinaan. Misalnya pada

Lapassustik Cirebon, meskipun menghadapi kondisi yang sama dengan

Lapas lainnyaTt, narnun perencanaan dan aplikasi program pembinaan

tetap berjalan dengan baik, begitupun yang terjadi pada Lapas Paledang -Bogor. Disini peran Kalapas menjadi sangat dominan untuk mengawal

proses pembinaan berjalan atau tidak di dalam Lapas serta secara cermat

mengatasi masalah-masalah yang timbul.

Pada Lapas-lapas yang perencanaan serta aplikasi pembinaanya tidakberjalan jelas mempengaruhi keadaan WBP. Rasa malas, jenuh, dan putus

asa mempengaruhi perilaku dan kejiwaan WBP. Para WBP tidak diwajibkan

mengikuti pembinaan rohani, pendidikan, menjaga kesehatan serta

meningkatan kualitas hidupnya didalam Lapas. Keadaan yang demikian

buruk justru sangat mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap

kondisi Lapas. Kondisi Lapas yang penuh dengan masalah karena

kegagalan penanganannya berpeluang menjadikan WBP tertekan secara

psikis (sfress) dan berpeluang besar mengulang perbuatannya pada saat

keluar dari Lapas. Pada akhirnya pandangan masyarakat tidak berubah

terhadap Lapas, dimana Lapas adalah tempat pemenjaraan penjahat dan

sebagai tempat penghukuman yang menimbulkan efek jera.

Oleh karena itu, untuk mengawal konsep dan model pembinaan

berjalan, maka keberadaan Kalapas sangat menentukan berhasil tidaknya

konsep pemasyarakatan. Kalapas juga sepenuhnya harus mendapatkan

71 Menurut Kapalas, masalah yang dihadapi di Lapassustik Cirebon antara lain kelebihankapasitas dengan perbandingan 1:3 serta anggaran pembinaan yang terbatas dimana pengajuananggaran di tahun 2006 1.000 WBP tetapi hanya disetujui anggaran untuk sekitar 600 WBP.

53

Page 64: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

dukungan dari staf yang mampu merencanakan, melaksanakan serta

membaca. kondisi di dalam Lapas. Apabila kondisi ini sebaliknya, dimana

Kalapas justru tidak memiliki komitmen, kreatifitas serta bahasa yang sama

dengan stafnya dalam melaksanakan pembinaan terhadap WBP maka

hasilnya sudah dapat diprediksikan, pembinaan pasti tidak berjalan dan

praktek yang menyimpang di Lapas akan semakin besar.

Selain itu, penguasaan model pembinaan menjadi sangat penting

untuk dipahami oleh para petugas di lapangan. Pembinaan yang terbqgt ke

dalam 4 (empat) tahap, yaitu : tahap awal, tahap lanjutan satu, talrap

lanjutan dua dan tahap akhir merupakan sistem yang harus diterapkan

secara efektif di lapangan. Pada Lapassustik Cirebon, sebagai sebuah

contoh, seluruh tahapan pembinaan berjalan dan mudah sekali

dioperasionalkan. Setiap adanya perpindahan tahapan, dari tahap awal ke

tahapan lanjutan hingga tahapan akhir, dibarengi pula dengan peningkatan

pola-pola pembinaan serta perpindahan kamar hunian WBP. Misalnya,

seorang WBP yang telah melewati tahap awal berupa pengenalan

lingkungan, latihan pernafasan dan hsik, maka WBP bersangkutan dapat

masuk ke tahap lanjutan dengan mengikuti program pembinaan

pendidikan dan lainnya. Kamar hunian pun secara otomatis berpindah

sesuai dengan pergantian tahap pembinaannya. WBP yang berada di blok A

akan berpindah ke kamar hunian di blok B, C dan seterusnya sesuai

dengan tahapan pembinaan hingga akhimya WBP bebas dari Lapas.

Hal merata terjadi dalam pembinaan yang telah berlangsung di La.pas,

khususnya Lapas yang masih menjalankan pola pembinaan, yaitu tidak

adanya kekhususan dalam program pembinaan berdasarkan

kemampuan llatar belakang akademis, minat, serta ketrampilan dan

keahlian. Hal ini pula yang menimbulkan kebosanan dan tidak berminatnya

WBP dalam mengikuti program pembinaan.T2

Selain itu keterlibatan masyarakat sangat penting untuk program

pembinaan WBP. Dalam konsep pemasyarakatan unsur masyarakat baik

secara perorangan maupun lembaga dan instansi pemerintah menjadi

72 Keterangan ini diperoleh dari WBP maupun petugas pada saat diwawancarai.

54

Page 65: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

pihak penting untuk membiasakan WBP dalam kehidupan nyata sehari-

hari dimasyarakat. Hal ini sebagaimana di atur dalam UU Pemasyarakatan,

yang secara tegas menyatakan peran dari kelompok masyarakat baikprofesional, tokoh agama, pengusaha dapat bekerjasama dalam pembinaan

WBP.73 Begitupun dengan pihak pemerintahan, dimana program

pembinaan dapat berupa peningkatan ketaqwaan terhadap Tuhan YME,

kesadaran bangsa dan bernegara, intelektual, sikap dan perilaku,

kesehatan jasmani dan rohani, kesadaran hukum, reintegrasi sehat dengan

masyarakat, ketrampilan kerja, latihan kerja dan produksi. 7+

Hanya sqja, kerjasama dengan masyarakat dan instansi pemerintah

tidak ditemukan dalam Lapas. Berdasarkan hasil temuan dilapangan,

Lapas sulit mengadakan kerjasama dengan pihak masyarakat maLrpun

instansi pemerintah dalam pelaksanaan kerjasama pembinaan. Pada aspek

kerohanian memang mendapatkan respon baik dari masyarakat maupun

instansi pemerintah, akan tetapi pada masalah lainnya, seperti tenaga

kerja, perindustrian, perdagangan dan lain-lainnya, pihak Lapas sulitmendapatkan akses kerjasama, begitupun pada masalah kesehatan.

Meskipun di beberapa l,apas terdapat kerjasama dengan pihak

masyarakat dalam hal perdagangan, masalah pengawasan atas kerjasama

yang dilakukan pada tingkat Lapas hanya dilakukan oleh Kalapas. Hal inimenimbulkan pertanyaan, bagaimana pola pengawasan yang dilakukan

oleh Kalapas, apakah hanya terkait dengan kualitas kerjasama atau juga

termasuk dengan penerimaan WBP atas upah kerja yang dilakukannya

didalam Lapas. dalam pertemuan dengan Lapas yang melakukan kerjasama

dengan perusahaan masalah pendapatan WBP atas kerjanya sangat kecil,

bahkan tidak diketahui besaran upahnya. Dengan demikian, sistem

73 ibid., Pasal 1O sampai dengan Pasal 12 PP Nomor 57 Tahun 1999 Tentang KeiasamaPenyelenggaraal Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan yang menjelaskanKeterlibatan masyarakat baik berupa organisasi maupun perorangan dengan lingkup kerja nasionalmaupun internasional. Bentuk organisasi masyarakat harrs bempa badan hukum yayasan,koperasi, lemboga swadaya masyarakat dan organisasi lainnya sedangkan untuk perorangan terkaitdengan keahlian seperti dokter, psikolog, pendidik, pemuka, agama, pengusaha dan tenaga ahlilainnya.

7a Pasal 2 sampai dengarr Pasal 7 PP Nomor 57 Tahun 1999 Tentang Kerjasama PenyelenggaraanPembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyard.katan

55

Page 66: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

pengawasan dalam kerjasama juga perlu diatur lebih rinci dalam

perundaqg-undangan.

C. Partislpasi Warga Blnaaa Dalam Proses Pembinaan

Walau Pasal 15 (1) UU l2ll995 menyatakan WBP wajib mengikuti

secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu, temuan di

lapangan menunjukkan tidak semua warga binaan mengikuti pola

pembinaan atau aktifitas yang sama. Sarana pra sarana dan fasilitas yang

tidak mendukung ditambah dengan berlebihnya penghuni Lapas

menjadikan penyebab rendahnya tingkat partisipasi warga binaan dalam

proses pembinaan. Namun Lapassustik Cirebon telah membuktikan, meski

Lapas mengalami kelebihan kapasitas namun hal itu tidak menjadi

halangan bagi proses pembinaan WBP. Seluruh WBP tidak ada satu pun

yang luput dari program pembinaan di sana. Kunci dari keberhasilan

Lapassustik menjalankan program yang efektif adalah (1) administrasi yang

baik, (2) sistem database WBP yang dapat dilihat pada setiap tahapan, (3)

pengukuran kualitas pembinaan yang dilakukan setiap hari, (4)

pengawasan ketat, (5) sistem perpindahan tahapan diikuti dengan

perpindahan ruang penahanan yang dilakukan secara berjenjang dan (6)

Partisipasi WBP.

Pada beberapa Lapas yang pembinaannya berjalan, partisipasi WBP

merupakan pihak yang ikut menginisiasi pembinaan. Hal ini berjalan efektif

dan berdampak positif bagi pelaksanaan pembinaan di Lapas. Terjadi

simbiosismuhtalisme, seperti kekurangan tenaga pengajar/pembina, dan

permasalahan dana yang minim dapat ditembus dengan keterllibatan WBP

sebagai tenaga pengajar dan peke{a di Bengkel Kerja (Bengker). Aktifitas inimenumbuhkan semangat dan motivasi baru seperti dinyatakan salah

seorang WBP terkait tetap terjaganya motivasi hidup di dalam Lapas.

Keberadaan seseorang di Lapas berdampak pada psikis oleh karena

pembatasan kebebasan, sehingga mempengafl.rhi keinginan beraktivitas.

Partisipasi yang tinggi dari warga binaan pada program pembinaan ternyata

membawa pengaruh pada disiplin dan keteraturan di datam Lapas.

56

Page 67: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

D. Pemenuhan Hak Warga Binaan

Pada saat WBP masuk kedalam Lapas, hak-hak yang fund.amental

tidak pernah diberitahukan. Pengarahan hanya tertuju pada sikap sopan,

disiplin dan tunduk patuh kepada senior atau petugas menjadi lebih

menonjol. Pengetahuan hak WBP mengalir begitu saja seiring dengan WBP

menjalani masa pidana di dalam Lapas. Lebih banyak hak-hak tersebut

diketahui setelah menjalani masa pidana, namun demikian WEIP tidak

berani menuntutnya. Temuan dilapangan ada beberapa Lapas yang peduli

dengan pemenuhan hak WBP tetapi pemenuhan tersebut tidak

disampaikan kepada WBP sebagai hak. Secara fundamental pemenuhan

hak telah diatur secara rinci dalam UU maupuan ketentuan pelaksananya.

Hak-hak yang telah diatur tersebut meliputi :

1. Pel,aksanaan ibadah sesuai deagan agama atau keperceyaarnya

Hak melaksanaan ibadah berdasarkan agama dan keyakinan para

WPB harus dipenuhi dengan cara menyediakan petugas untuk memberikan

pendidikan dan bimbingan agama. Selain itu kerjasama pendidikan dan

bimbingan agama dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan instansi,

badan masyarakat dan perorangan. Kegiatan keagamaan wajib diikuti oleh

seluruh WPB sesuai dengan keyakinan masing-masing.Ts

Temuan yang diperoleh dari lapangan, rumah ibadah yang paling

banyak ditemui adalah Masjid dan Gereja, sedangi<an untukkelenteng/vihara dan pura terbatas bahkan pada wilayah tertentu tidak

ada. Untuk pelaksanaan keyakinan masing-masing WBP tidak dihalangi

oleh petugas, bahkan meskipun tidak ada rumah ibadah WBP

dipersilahkan untuk mencari tempat yang layak untuk beribadah.

Kerjasama dengan pihak luar lebih banyak pada persoalan ibad.ah,

ceramah dari ustadz, pendeta dan pastur yang lebih banyak diisi dari

masyarakat. Fasilitas bagi penganut agama Islam seperti pesantren marak

7s Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syaratdan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan PemasyaJakatan dan silahkan baca pula SuratDirektur Jenderal Pemasyarakatan Nomor E.PP.O3.7O-224 Tahun 1984 tentang Penertiban DalamPenyuluhan fuama Di LPILPAN

57

Page 68: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

di Lapas, akan tetapi untuk mengikuti pendidikan di pesantren WBP harus

membayar kepada pegawai Lapas.To

2. Memperoleh perawatan rohani maupun jasmani

Hak ini hanya diterapkan pada Lapas dimana program pembinaannya

berjalan, seperti di Lapassustik Cirebon. Seluruh tahapan pembinaan dapat

berjalan sesuai dengan standar yang telah berlaku didalam Lapas.

Pendidikan budi pekerti, tata krama dan sopan santun dalam pergaulan

sehari-hari diajarkan pada tahap pengenalan lingkungan. Hal inidikarenakan adanya petugas yang secara teratur memantau pelaksanaan

kegiatan perawatan rohani. Sedangkan pada Lapas lainnya tidak didapati

pola perawatan hak ini dengan kata lain keseharian WBP sepenuhnya

diserahkan kepada WBP.

Begitupun dengan perawatan jasmani dimana kesempatan untuk olah

raga dan rekreasi diberikan seluas-luasnya kepada WBP. Akan tetapi yang

terjadi di lapangan adalah, kegiatan olahraga dan rekreasi terbatas oleh

karena sarana dan pra-sarana yang kurang memadai serta tenaga pelatih

yang terbatas. Sehingga WBP mengalami kesulitan untuk memperoleh

perawatan secara fisik.

Perawatan lainnya yaitu berupa perawatan jasmani yang meliputi

kebersihan diri, dimana terdapat sejumlah perlengkapan untuk menjaga

fisik tetap bersih dan sehat. Perlengkapan yang harus diberikan kepada

WBP pada saat masuk kedalam l,apas meliputi pakaian, perlengkapan tidurdan perlengkapan mandi.

Pakaian bagi WBP pria berupa :

1. 2 (dua) stel pakaian seragam;

2. 1 (satu) stel pakaian kerja;

3. 2 (dua) buah celana dalam;

4. 1 (satu) lembar kain sarung;

5. 1 (satu) pasang sandal jepit.

Bagi WBP perempuan meliputi :

1. 2 (dua) stel pakaian seragam;

76 Keterangan diperoleh dari WBP

58

Page 69: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

2. 1 (satu) stel pakaian kerja;

3. 1. (satu) stel mukena;

4. 2 (dua) buah BH;

5. 2 (dua) buah celana dalam;

6. 1 (satu) unit pembalut wanita;

7. 1 (satu) pasang sandal jepit. TT

Dari data yang yang diterima, perlengkapan ini harus dibeli oleh WBP

sendiri di koperasi Karyawan Lapas. Kalaupun diberikan terbatas pada

pakaian WBP saja sebanyak 1 (satu) buah satu tahun satu kali78.

3. Mendapatkan pendidikan dan pengaJaran

Setiap WBP berhak mendapatkan pendidikan baik di dalam maupun

pendidikan diluar Lapas yang meliputi sekolah negeri, tempat latihan kerja

yang dikelola Lapas atau tempat latihan milik pemerintah. Pada Lapas-

lapas yang kelebihan penghuni program ini relatif tidak berjalan sehingga

hak WBP pun tidak terpenuhi. Berbeda dengan Lapassustik, Bekasi dan

Paledang, program pendidikan berjalan dengan baik meskipun sebagian

besar hanya memiliki pendidikan informal. Kalaupun ada yang memiliki

pendidikan formal jumlahnya sangat sedikit.

Dalam ketentuan ditambahkan, pelaksanaan pendidikan dapat

bekerjasama dengan instansi'pemerintah dan organisasi kemasyarakatan

yang bergerak di bidang pendidikan dan pengajaran. Untuk kurikulum yang

diberlakukan di dalam Lapas harus disesuaikan dengan kurikulum yang

berlaku di tingkat pendidikan dasar maupun menengah, dan WBP pun

berhak atas surat tanda tamat belajar apabila telah mengikuti pendidikan

dan pengajaran hingga selesai. 7e

4. Pelayanan kesehatan dan makanan yang layak

Standarisasi pelayanan kesehatan dipenuhi dengan cara melibatkan

seorang dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang bekerja dalam poliklinik

zzPasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8 dan penjelasan dalam Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun1999 Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan

T8Keterangan berkaitan dengan ini diperoleh dari WBP pada Lapas yang dikunjungi

Tgibid.,PaseJ 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dan Penjelasan

s9

Page 70: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

beserta dengan fasilitas kesehatan lainnya8o. Standar ini ditemui dihampir

setiap Lapas, dimana terdapat tenaga medis, peralatan dan ruangperawatan. Akan tetapi mengenai tenaga ahli serta peralatan dapat

dikatakan sangat terbatas dan tidak layak. Hal ini diakibatkan kapasitas

WBP yang melebihi standar penampungan tidak diimbangi dengan

penambahan tenaga medis, peralatan dan perbaikan alat medisnya sendiri.

Masih ditemui WBP yang harus membayar biaya obat. Demikian pula

dengan rumah sakit rujukan, ada yang masih harus dibayar oleh WBP

sendiri. Biaya ini termasuk untuk membiayai penjaga dari instansi

beruvenang yang menunggui WBP di rumah sakit rujukan.

Pada prinsipnya setiap WBP dapat dengan mudah berobat di dalam

Lapas. Dalam beberapa kasus, terdapat WBP yang sakit tetapi dibiarkan

saja oleh petugas sehingga mengakibatkan kematian. Meski keluhan sakit

telah disampaikan tetapi perawatan infensif tetap tidak dilakukan oleh

pihak Lapas termasuk juga penyebaran penyakit menular. Kegagalan

dianogsa penyakit pada saat WBP masuk maupun terhadap WBP lama

menimbulkan penyebaran penyakit di lingkungan Lapas. Umumnya

penyakit menular yang muncul di Lapas adalah HIV/AIDS, dan penyakit

kulit.

Bagi WBP yang direkomendasikan untuk dirawat di rumah sakit

umum harus mendapatkan rekomendasi dokter dan diijinkan oleh Kalapas.

Terkadang untuk izin berobat keluar Lapas pun harus membayar ke

Kalapassl, dimana agar mendapatkan kemudahan untuk berobat keluar.

Meskipun sudah diizinkan untuk berobat keluar, biaya perawatan

sepenuhnya ditanggung oleh pihak keluarga, dengan alasan pihak rumah

sakit rujukan menolak pasien di kelas yang distandarkan oleh Lapas,

dengan alasan penuh atau tidak ada kamar. Pihak keluarga dalam hal inidapat mengusulkan tempat perawatan lainnya, asa-lkan menggunakan

aolbid., Pejelasan Pasal 14 ayat (2) menyatakal maksud "poliklinik beserta fasilitasnya" meliputiperlengkapan kesehatan, termasuk di dalamnya perlengkapan kefarmasian, misalnya alat-alatsuntik, rontgen, dan obat-obatan. Dan yang dimaksud dengan "tenaga kesehatan lainnya" antara lainperawat atau bidan.

8lPernyataan ini disampaikan mantan WIIP pada FGD yang diadakan oleh PartnershipGoverment Reform pada tan gg;d 22 Mei, 2OO7

60

Page 71: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

biaya sendiriez. Padahal berdasarkan ketentuan yang berlaku WBP yang

dirawat grada rumah sakit sepenuhnya ditanggung oleh Negars.as

Terkait dengan makanan, beberapa Lapas menyajikan makanan dan

minuman dengan kualitas baik. Pada hari-hari tertentu dihidangkan

makanan dan minuman sebagai penambah glzi Wgps+. Potret ini berbeda

dengan Lapas yang mengabaikan pemenuhan hak makanan dan minuman,

dimana penyajiannya dianggap tidak memadai oleh WBP. Dampaknya WBP

harus membuat dapur umum didepan kamar huniannya masing-masing

serta menanam sa5ruran di pekarangan blok hunian.es

s2Keterangan diperoleh dari pegawai t apasssibid., Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18 dan Penjelasannya84Di Lapas Paleda:rg - Bogor diberikan minuman tambahan berupa susu sebanyak dua kali

seminggu begitupun di lapassustik Cirebon yang memberikan makanan tambahan sebanyak satukali dalam seminggu

ssPemandangan ini dapat dilihat pada Lapas Pemuda II Tangerang, dimaoa kondisi blok-blokhunian sangat memprihatinkan, dimana pada halaman kamar banyak dapur-dapur umum milikWEIP dan tanaman sayur malrur yang dikonsumsi sendiri oleh WIIP.

6t

Page 72: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

5. Menyampalkan keluhan

Kotak-kotak untuk menyampaikan keluhan selama ini . telahdisediakan oleh pihak Lapas dan keluhan pun dapat disampaikan langsung

kepada Kalapas. Mengenai efektifitas penyampaian keluhan, meskipun

telah ada kotak khusus, belum diketahui seberapa efektif tindak lanjut(follou upl atas keluhan WBP. Secara obyektif sebenarnya dapat diukur darikondisi Lapas, sebab WBP sudah seharusnya menyampaikan keluhan atas

kondisi ruang tahanan yang sempit dan fasilitas yang tidak memadai, tetapi

WBP menganggap kondisi seperti itu adalah biasa.

Ketidakpedulian WBP untuk mengkritisi kondisi mang tahanan dan

minimnya sarana dipengaruhi oleh rasa takut WBP untuk memberikanpengaduan kepada pihak petugas Lapas. Artinya, meski dibolehkan oleh

ketentuan WBP menyampaikan keluhan, baik berupa pengaduan secara

tertulis maupun lisan86, WBP tetap enggan menyampaikannya.

6. Memperoleh bahan bacaan & me',glkuti siaran medla

Bahan bacaan dan media massa penyediaannya sangat terbatas

bahkan tidak ada. WBP sulit mendapatkan koran dan buku-buku sebagai

bahan bacaan yang menunjang program pembinaan kepribadian dan

kemandirian WBP. Menurut ketentuan, WBP dapat memperoleh informasi

melalui, setidak-tidaknya 1 (satu) buah televisi, radio dan media elektroniklain yang disediakan oleh Lapas, yang hanya untuk kepentingan bersama.8T

Pengamatan dilapangan ditemui alat elektronik untuk kepentingan pribadi,

dimana dapat dilihat pada kamar hunian di beberapa Lapas.

86ibid., Pasal 26 dan Penjelasannya

g7ibid., Pasal 27 dar:- Pasal 28

62

Page 73: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

7. Mendapatkan upah atau premi atas pekerJean yang dtlakukan

Setiap WBP yang bekerja berhak mendapatkan upah atau premi

sebagai bentuk imbalan jasa atau pekerjaan yang menghasilkan barang

atau jasa untuk memperoleh keuntungan. Besaran premi atau upah

disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Upah

atau premi yang diperoleh WBP dititipkan dan dicatat oleh Lapas dengan

maksud mengantisipasi yang bersangkutan pindah Lapas. Penghasilan

yang diperoleh bisa digunakan untuk keperluan dasar selama di Lapas atau

biaya pulang setelah selesai menjalani masa pidana.88

Standar dari ketentuan diatas tidak dapat memberikan gambaran

berapa besar WBP mendapatkan upahnya. Berdasarkan ketentuan undang-

undang berarti standar upah yang harus didapatkan WBP harus sesuai

dengan upa-h minimun atau provinsi. Meski ada yang menolak untukdisamakan dengan upah provinsi tetapi soal upah jelas tidak boleh dibeda-

bedakan. Belum lqgi masalah pemotongan, terdapat tiga potongan upahyang di WBP, yaitu : potongan pajak negara, premi Lapas, potongan untukbengkel kerja dan sisanya diserahkan kepada kepada WBP. Dapat

disimpulkan bahwa upah yang jatuh ketangan WBP sangat kecil oleh

karena adanya potongan serta ketidakjelasan besaran upah yang

sebenarnya.

8. Menerlma kunJungan keluarga, penaslhat hukum, atau orang

tertentu lalnnya

Kunjungan yang dilakukan oleh pihak keluarga, penasihat hukum

atau orang tertentu seperti rohaniawan merupakan hak dari WBP. 8e

Kunjungan diberikan sepenuhnya oleh Lapas kepada keluarga, penasehat

hukum atau pihak lainnya. Hat ini sepenuhnya terjadi diseluruh Lapas

*8ibid., Pasal 29 dan penjelasan

geibid., Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32 dan Pasal 33 penjelasan

63

Page 74: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

yang telah dikunjungi, narnun menjadi masalah pada saat kunjungan itu

ternyata dikenakan biaya kunjunganeo.

Mengenai ruang kunjungan yang tidak ramah terhadap pengunjung,

ditemui pad.a beberapa Lapas. Ruangan sangat terbuka, dimana antara

pengunjung dengan wBP tidak terdapat batas pertemuan. Dalam ketentuan

diharuskan adanya ruang yang arnan dan terjamin penjagaannya.

Faktanya, kondisi seperti itu tidak didapati pada beberapa Lapas yang telah

disurvei. Keramaian pengunjung dan wBP dengan pengamanall. minim

merupakan pemandangan yang terjadi di dalam Lapas.el

9. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remlsi)

Pengurangan masa pidana (remisi) banyak diberikan bagi wBP yang

berkelakuan baik dan membantu kerja-kerja petugas Lapas' Tahanan

Pendamping (Tamping) atau petugas lainnya yang berasal dari wBP akan

lebih mudah mendapatkan remisi karena dianggap tunduk pada

"keinginan" petugas atau dengan kata lain membantu tugas-tugas Negara di

dalam Lapas. umumnya remisi diberikan sepenuhnya kepada wBP setiap

hari kemerdekaan, hari raya dan momentum lainnya' e2

Alasan lain mendapatkan remisi tidak ditemukan dalam penelitian

lapangan, tetapi dalam kasus Tommy Soeharto yang banyak mendapatkan

remisi, dikarenakan sering melakukan tugas bela negara dan tugas

kemanusian berupa pemberian donor darah' Ttrgas negara berupa

memberikan bantuan pembangunan dan donor darah dianggap pihak

Lapas layak mendapatkan remisi.

eoFenomeoa ini terjadi diseluruh Lapas, ada yang secara diam-diam memungut biaya kunjungan,

dari pint, masuk hinlga duduk dalam ru",,g -k

tJut g"n ada pula yang telah menetapkan biaya

kunjungan agar tidak menjadi lia:. Uang diperolih dari penetapaa biaya ini dig,nakan unh:kr."pJ"ifig"" operasiona.l Lapk sedangkarr y""g ti., ada pula yang diterima secara pribadi

erpasal 4Z jo. pasal 23 ayat (4) Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor M.o1-pR.oi.oi i"fr',]" 2oo3 Tanggal ro April 2003 tentang Pola Bangunan Unit

Pelaksana Tekrris Pemasyarakatan

s2op.cit,, Pasal 34, Pasal 35 dan Penjelasan

64

Page 75: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

IO. Asimtlasieo termasuk cuti mengunJungi keluargaea

Urituk mendapatkan asimilasi ini tidak mudah, banyak persyaratan

yang harus dilalui agar hak ini dapat dinikmati. Hal ini dianggap

mempersulit pelaksanaan hak, yang dampaknya banyak WBp yang tidakdapat segera berinteraksi dengan keluarga maupun masyarakat.

Penghambat lainnya adalah pengurusan asimilasi dan cuti membutuhkanbiaya yang tidak sedikit sebagai salah satu syarat pengajuan kepada pihak

Lapas dan pihak lainnya.es

Beberapa Lapas memberikan asimilasi kepada WBP untuk bekerja diindustri pembuatan batu bata, tukang cukur dan tempat lainnya. Proses

asimilasi ini tetap dikontrol secara ketat oleh petugas Lapas termasuk juga

melibatkan pemeerintahan setempat. Meskipun ketentuan ini telah

menggariskan hakim pengawas dan pengamat terlibat narnun hal ini tidakpernah terjadi.

Pembinaan dan pembimbingan terhadap WBP yang sedang menjalani

asimilasi meliputi: pendidikan, latihan keterampilan, kegiatan sosial, danpembinaan lainnya di luar Lapas berada di bawah naungan Petugas La.pas

sedangkan kegiatan pada pihak ketiga, bekerja mandiri, dan penempatan diLapas Terbuka dibawah tanggungjawab petugas Lapas dan atau BAPAS.

Kegiatan ini diberitahukan secara tertulis kepada pemerintah daerah,

kepolisian, pengamat setempat dan hakim pengawas dan pengamat.

1 1. Pembebasan Bersyarate6

Untuk mendapatkan pembebasan bersyarat bagi WBP sangatlah tidakmudah. Surat keterangan dari RT, RW dan Kelurahan serta suratketerangan dari instansi lainnya merupakan syarat mutlak yang harus

dipenuhi. Perlu pula mempunyai keluarga untuk menjamin, tidak sedang

gsibid., Pasal 36 sampai dengan Pasal 4O dan penjelasannya

gcibid.,Pasal 41, Pasal 42 dan penjelasannya

esKeterangan diperoleh dari FGD di Partnership Government Reform pada tanggal 22 Md,2OO7dan menguatkan hasil wawancara dengan WBP yang menyatakan biaya pengumsan tersebut ada.

e6ibid., Pasal 43, Pasal 48 dan penjelasan

65

Page 76: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

mempunyai perkara lain dan tidak sedang melanggar disiplin. Khusus

untuk kqterangan tidak sedang mempunyai perkara lain, pengurusan

dilakukan ke Kejaksaan. Belum lagi terkait dengan proses pemeriksaan di

tingkat TPP yang memakan waktu berbulan-bulan. Pemeriksaan juga

sampai pada tingkat Dirjen yang kemudian kembali lagi kepada Kanwil dan

akhirnya kepada Lapas.

Banyaknya WBP yang berhak mengurus Pembebasan Bersyarat di

satu sisi dan proses pengurusannya yang berbelit-belit di sisi lain,

menimbulkan peluang dimanfaatkannya posisi ini. Ada wBP yang dimintai

sejumlah uang untuk menyelesaikan seluruh prosesnya dan ada pula yang

memberikan sejumlah uang sebagai tanda terima kasih.

Kondisi ini menyebabkan WBP yang tidak memiliki uang menjadi

tidak berminat untuk mengurus pembebasan bersyarat. Saat ini realisasi

PB/CMB berjumlah kurang lebih 480 wBP per tahun. Bandingkan misalnya

dengan jumlah WBP yang dipidana dengan masa pidana 1 - 20 tahun

dengan jumlah 58.000 wElP per tahun. Bila dibandingkan kedua data

tersebut maka realisasi PB dari WBP yang berhak kurang dari 10%'

salah satu usulan untuk mengubah kondisi di atas adalah dengan

mengganti kewenangan Litmas Bapas dengan wali pendamping yang

merupakan petugas l"apas. Bila dilihat dari kewenangan Bapas men\mt uU

12/1995 yaitu memberikan bimbingan di Bapas, maka penggantian

kewenangan ini juga sesuai. sedangkan tentang keterangan tidak sedang

mempunyai perkara lain diusulkan agar putusan/vonis dilampiri surat

sedang mempunyai perkara lain sehingga bila tidak ada lampiran berarti

tidak sedang mempunyai perkara lain.

Persoalan minimnya pembebasan bersyarat terkait pula dengan cara

pandang Kalapas. Dikarenakan PB merupakan hak WBP maka hal ini tidak

dianggap menjadi tanggung jawab dan kinerja yang harus diulmr oleh

pejabat Lapas. Karena itu terdapat pula usulan agar target capaian PB

menjadi salah satu ukuran kinerja Kalapas.eT catatan penting mengenai

eTKeterangan ini diperoleh pada saat Konsinyasi hasil penelitian diHotel Cemara pada tanggal 14

Juni 2OO7 bersama dengan Direktur Pembinaan Diden Pemasyarakatan'

66

Page 77: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

hal ini adalah per4binaan harus berjalan optimal agar tujuan dari konsep

pemasyarakatan tidak menjadi sia-sia atau formalistis belaka.

Persoalan mendasar mengenai PB adalah WBP yang dipidana kurangdari 1 tahun tidak memenuhi kualifikasi untuk mendapatkannya. Salah

satu usulan untuk mengatasinya adalah melalui cuti menjelang bebas

(cMB).

12. Mendapatkan cuti menJelang bebases

Cuti menjelang bebas untuk pengurusannya satna persis dengan pola

Pembebasan Bersyarat. Pengurusan tidak lepas dari syarat administrasiyang berbelit dan membutuhkan biaya yang tidak kecil. Meskipun syarat-

syarat sudah dipenuhi, namun bila otoritas pemberi cuti tidak memberikan

rekomendasi maka hak ini tidak dapat dijalanfuasss.

13. Hak-hak Lainloo (Politik, Surat men5/urat, Izln Keluar)

Dari perbincangan dengan beberapa WBP yang menjalani masa

pidana pada tahun 2004, prinsipnya WBP mengikuti pemilu pada tahun

2004. Umumnya tidak ada yang menjadi anggota partai tetapi tetap dapat

memilih pada pemilu tersebut.

Bagi WBP yang ingin berkomunikasi dapat melakukan proses suratmen5rurat. Beberapa Ia.pas, penggunaarl komunikasi lewat telepon genggam

lebih sering digunakan oleh WRP. Berdasarkan temuan, hal ini sulitdikontrol oleh petugas Lapas, terutama mengenai isi dari komunikasiantara WBP dengan pihak luar. Begitupun dengan kebebasan untuk surat

men5rurat, isi surat tetap dikontrol oleh pihak Lapas.

e8ibid., Pasal 49 danpenjelasan

eeHal ini disampaikan oleh RahadiGovernment Reform, dimana beliaumenjelang bebas. Seluruh syarat telahmenjb.lankan hak cutinya.

Looibid., Pasal 44 dan penjelasan

Ramelan pada FGD pada tanggal 22 Mei 2OOT di Partnershipmenceritakan pengalaman pribadi dalam mengurus cuti

dipenuhi, namun pihak menteri tidak memberikan ijin untuk

67

Page 78: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

E. Organlsasi Tidak Resml Ddam Lapas

Orlanisasi tidak resmi merupakan media tidak resmi berkumpulnya

WBP di dalam Lapas. Keberadaannya secara hukum tidak diakui namun

keberadaannya nyata diketahui oleh petugas-petugas Lapas. Organisasi iniberbeda dengan organisasi WBP yang sengaja dibentuk dan diperbolehkan

oleh Lapas, misalnya saja tim sepak bola, musik dan perkumpulan

kreativitas lainnya.

Organisasi tidak resmi mengelompokan diri berdasarkan ideologi,

suku, dan asal kedatangan. Salah satu fungsi pengelompokan itu adalah

untuk memberikan perlindungan kepada anggotanya yang terancam oleh

anggota kelompok lainnya. Organisasi ini terkadang juga bekerja untuk

orang yang membayarnya untuk kepentingan pengamanan. Bukan saja

pengarnanan yang dilakukan di dalam narnun pengamanan keluar pun

dapat dilakukan oleh organisasi ini.

Kelompok yang paling menonjol berdasarkan etnis adalah WBP dari

Bugis, Arek Suroboyo, Ambon, Flores dan Madura. Sedangkan untuk

kelompok agama lebih dominan adalah kelompok Islam garis keras.

Kelompok-kelompok ini telah lama ada hingga saat sekarang.

Keberadaannya sangat mengkhawatirkan terutama pada kemungkinan

terjadinya konflik horisontal yang hanya menunggu w€tldu. 101

Jaringan organisasi tidak resmi seperti yang ada di Lapas Cipinang,

memiliki wilayah-wilayah kerja diluar Lapas, seperti di wilayah Tanjung

Priok, Cawang dan lain sebagainya. Wilayah-wilayah ini memiliki hubungan

dekat dengan organisasi tidak resmi di dalam Lapas, salah satunya untuk

kepentingan pengamanan diluar dan pemasaran Narkoba di dalam Lapas.

101 Orgardsasi tidak resmi disampaikan oleh Rahadi Ramelan di Foczrs Group DiscussionKemitraan Indonesia. Rahadi menyatakan organisasi ini tidak boleh ada tetapi keberadaannyadibiarkan oleh petugas. Perkumpulan ini umumnya ada karena berdasarkan agama, ras dan etnisdimana pengelompokannya mempengaruhi perlindungan bagi setiap WIIP yang menjadi anggota.Konflik horisontal hanya tinggal tunggu waktu saja.

68

Page 79: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Keberadaan organisasi tidak resmi diketahui oleh struktur resmi dan

hampir spluruh petugas berpendapat keberadaan organisasi tak resmi tidakmungkin dapat dihapuskan. Meskipun demikian, petugas Lapas tetap

memanfaatkan organisasi ini untuk kepentingan pengamanan Lapas.

Pemanfaatan lain juga untuk kepentingan pelestarian pungli yang

dilakukan petugas Lapas.

6i9

Page 80: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Bab VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Lembaga pemasyara,katan sebagai muara dalam sistem peradilan

pidana memiliki peran besar dalam melakukan tugas resosialisasi pelaku

tindak pidana. Lembaga pemasyarakatan memiliki sejarah yang sangat

panjang seiring dengan riwayat kolonialisme di Indonesia. Sejarah panjang

tersebut tentunya tidak berjalan mulus, namun banyak permasalahan yang

timbul hingga saat ini. Berdasarkan pemaparan pada bagran terdahulumaka dapat disimpulkan bahwa:

1. Permasalahan yang kerap kali terjadi di lembaga pemasyarakatal terkait

dengan proses pelaksanaan sistem pemasyarakatan di Indonesia antara

lain:

a. Tingkat hunian Lapas yang melebihi daya tampung khususnya Lapas

kelas IA di kota besar.

b. Kelebihan daya tampung tersebut memiliki dampak secara langsung

pada pemenuhan hak-hak WBP. Masih banyak hak-hak WBP yang

tidak dapat dipenuhi oleh Lembaga Pemasyarakatan. Para WBP harus

hidup dalam lingkungan yang serba minim, misalnya fasilitas

kesehatan, fasilitas praktik kerja, fasilitas mandi cuci kakus (MCK),

dan pendidikan.

c. Pada beberapa Lapas masih terdapat praktik kekerasan dan praktikpemerasan kepada WBP ataupun pembesuk yang dilakukan oleh

petugas maupun sesama WBP.

d. Terdapat permasalahan dalam kerangka organisasi birokrasi

Pemasyarakatan yang saat ini berada di bawah Departemen Hukum'dan Hak Asasi Manusia. Organisasi Lapas yang berlangsung saat ini

70

Page 81: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

memiliki konsep integrated. Konsep tersebut pada praktiknya

menimbulkan permasalahan dalam hal koordinasi antara DirektoratJenderal Pemasyarakatan, Kantor Wilayah Hukum dan HAM di setiap

provinsi dan Lembaga Pemasyarakatan di setiap daerah.

e. Petugas pembina masih perlu mendapatkan pemahaman yang

menyeluruh atas konsep pemasyarakatan dan metode pembinaan

bagi warga binaan. Petugas pembina pemasyarakatan masih perlu

ditingkatkan dari segi kualitas maupun kuantitas personal dan

kelembagaan.

2. Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dalam rangka mengatasi

masalah tersebut antara lain:

a. Membangun Lapas baru untuk mengatasi kelebihan penghuni pada

Lapas di daerah kota besar.

b. Anggaran yang direalisasikan bagi pembinaan di Lapas tidak sesuai

dengan jumlah yang d4jukan sehingga dibutuhkan kemampuan

kepala Lapas untuk mengatur pengeluaran. Oleh karena itumemimpin Lapas dibutuhkan seni tersendiri terlebih lagi dengan

anggaran yang sangat terbatas.

c. Untuk mengatasi penyimpangan yang dilakukan oleh petugas Lapas

telah dilakukan upaya pengawasan yang tegas, salah satunya adalah

pencopotan jabatan bagi mereka yang terbukti melanggar aturan.

Sedangkan bagi WBP akan dikenakan upaya tindakan.

d. Struktur organisasi yang berlaku saat ini belum mendapatkan

perhatian dari pemerintah untuk dievaluasi efektifitasnya meskipun

telah ada masukan untuk kembali ke sistem lwlding.

e. Dalam upaya meningkatkan kuantitas petugas Lapas, saat ini telah

direncanakan penambahan jumlah pegawai sebanyak 9000 orang

yang terbagi datam tiga tahap. Setiap tahap akan merekrut sebanyak

3000 orang. Namun dalam upaya peningkatan kualitas petugas

masih bertumpu pada kebijakan lama dengan pola pendidikan dan

latihan.

7l

Page 82: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

f. Konsep pemasyarakatan yang dianut dalam lembaga pemasyarakatan

pada saat ini belum sepenuhnya diterapkan secara benar. Berbagai

penyimpangan dan keterbatasan pemerintah dalam memenuhi

kebutuhan pembinaan wBP masih menjadi halangan utama dalam

upaya merealisasikan konsep pemasyarakatan secara utuh'

g. Prioritas yang harus dilakukan dalam upaya mengatasi permasalahan

adalah dengan mela-kukan restrukturisasi organisasi Lembaga

Pemasyarakatan dari tngkat pusat hingga daerah. Restrukhrrisasi itu

harus ditunjang juga dengan upaya peningkatan kualitas petugas

pembina dan pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana Lapas.

Selain itu pada tahap kebijakan perlu segera dibentuk peraturan

pelaksana sebagaimana telah diamanatkan oleh Undang-undang No.

12 Tahun 1995. Peraturan pelaksana masih menggunakan ketentuan

lama sebelum undang-undang tersebut berlaku, selain itu baru

terdapat empat peraturan pemerintah yang berhasil dibuat dari 12

peraturan pemerintah yang seharusnya dibentuk.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian tersebut maka tim Peneliti

merekomendasikan beberapa hal terkait dengan pelaksanaan sistem

pemasyarakatan:

1. Perlu dilakukan perubahan yang mendasar di Lembaga Pemasyarakatan

berkenaan dengan organisasi dan pemenuhan hak-hak wBP. Perubahan

tersebut harus direncanakan secara terarah melalui sebuah cetak biru

Lembaga Pemasyarakatan. cetak biru tersebut harus dapat merinci

prograrn pembaruan Lembaga Pemasyarakatan yang harus dicapai

dalam kurun waktu tertentu. Perlu komitmen yang kuat dan dukungan

dana yang besar untuk merealisasikan hal itu.

2. Untuk mengatasi ouer capaata yang dihadapi lembaga pemasyarakatan

maka perlu dilakukan langkah yang cepat dan tepat untuk

menguranginya. Langkah tersebut salah satunya adalah mempermudah

pemberian Pembebasan Bersyarat (PB) dan cuti Menjelang Bebas (cMB).

Kesulitan dalam memperoleh PB dan CMB tersebut ditenggarai menjadi

72

Page 83: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

3.

salah satu faktor penyebab ouer capacitg. Pada sisi lain, lancarnyapemberian PB dan CMB akan memudahkan proses asimilasi bagi WBp.

Pengawasan terhadap WBP dan petugas perlu diperketat sehingga

menghindari penyim'pangan yang mungkin atau akan dilakukan oleh

mereka. Pemberian sanksi harus dibarengi dengan pemberian

penghargaan bagi mereka yang berprestasi.

Petugas Lapas seharusnya diberi rumah tinggal yang layak dan letaknya

tidak jauh dari tempat mereka bertugas untuk memudahkan proses

pembinaan bagi WBP.

Dalam jangka pendek perlu dilakukan peningkatan fasilitas bagi WBp

sebagai upaya pemenuhan hak-haknya.

Perlu dilakukan peningkatan kesejahteraan bagr petugas dan pegawai

negeri lainnya yang bekerja di Lapas.

4.

5.

6.

73

Page 84: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 12 TAHUN 1995

TENTANG

PEMASYAMKATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBUK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia

harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam satu sistem pembinaan yang terpadu;

b. bahwa perlakuan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem kepenjaraan tidak

sesuai dengan sistem pemasyarakatan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan;

c. bahwa sistem pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, merupakan rangkaian

penegakan hukum yang bertujuan agar Warga Binaan Pemasyarakatan menyadari kesalahannya,

memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh

lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar

sebagai warga yang baik dan beftanggung jawab;

d. bahwa sistem kepenjaraan yang diatur dalam Ordonnantie op de Voorwaardelijke

Invrijheidstelling (Stb. 1917-749, 27 Desembet L9LT jo. Stb. 1926-488) sepanjang yang berkaitan

dengan pemasyarakatan, Gestichten Reglement (Stb. l9L7-708, 10 Desember 1917),

Dwangopvoeding Regeling (Stb. 1917-74L,24 Desember 1917) dan Uiwoeringsordonnantie op de

Voorwaardelijke Veroordeeling (Stb. 1926487, 6 November 1926) sepanjang yang berkaitan

dengan pemasyarakatan, tidak sesuai dengan sistem pemasyarakatan berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945;

e, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-

undang tentang Pemasyarakatan;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor I Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (Berita Negara Republik

Indonesia II Nomor 9) jo. Undang-undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan

Berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum

Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-undang Hukum

Pidana (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1660)

yang telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun

1976 tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal Dalam Kitab Undang-undang Hukum

Pidana Bertalian Dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan Perundang-undangan Pidana,

74

Page 85: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Kejahatan Penerbangan, dan Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan (Lembaran

Negara.Tahun 1975 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3080);

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKIISN MKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSIGN :

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMASYAMKATAN.

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal I

Dalam Undang-undang ini yang dimakud dengan:

1. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan

berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem

pemidanaan dalam tata peradilan pidana.

2. sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan

Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilakanakan secara terpadu antara

pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan

Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak

pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyaraka! dapat aktif berperan dalam

pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

3. Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan

pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.

4' Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS adalah pranata untuk melaksanakan

bimbingan Klien Pemasyarakatan.

5. Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik pemasyarakatan, dan Klien

Pemasyarakatan.

6. Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

7. Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di l-ApAS.

8. Anak Didik Pemasyarakatan adalah :

a. Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS

Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;

b. Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk

dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)

tahun;

75

Page 86: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

c. Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan

pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)

tahrun.

9. Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Klien adalah seseorang yang berada dalam

bimbingan BAPAS.

10. Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang

pemasyarakatan.

Pasal 2

Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan

agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi

tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyaraka! dapat aktif berperan

dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung

jawab.

Pasal 3

Sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga Binaan Pemasyrakatan agar dapat berintegrasi

secara sehat dengan masyarakat sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat

yang bebas dan bertanggung jawab.

Pasal 4

(1) LAPAS dan MPAS didirikan di setiap ibukoB kabupaten atau kotamadya.

(2) Dalam hal dianggap perlu, di tingkat kecamatan atau kota administratif dapat didirikan Cabang

LAPAS dan Cabang BAPAS.

BAB IIPEMBINAAN

Pasal 5

Sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas :

a. pengayoman;

b. persamaan perlakuan dan pelayanan;

c. pendidikan;

d. pembimbingan;

e. penghormatan harkat dan martabat manusia;

f. kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; dan

g. terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang teftentu.

76

Page 87: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Pasal 5

(1) Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan di TAPAS dan pembimbingan Warga Binaan

Pemasyarakatan dilakukan oleh BAPAS.

(2) Pembinaan di LAPAS dilakukan terhadap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan

sebagaimana diatur lebih lanjut dalam BAB III.

(3) Pembimbingan oleh BAPAS dilakukan terhadap:

a. Terpidana bersyaraU

b, Narapidana, Anak Pidana dan Anak Negara yang mendapat pembebasan bersyarat atau cuti

menjelang bebas;

c. Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaannya diserahkan kepada orang

tua asuh atau badan soSial;

d. Anak Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau pejabat di lingkungan Direktorat

Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk, bimbingannya diserahkan kepada orang tua asuh

atau badan sosial; dan

e. Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya dikembalikan kepada orang tua

atau walinya.

Pasal 7

1. Pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan diselenggarakan oleh Menteri dan

dilaksanakan oleh petugas pemasyarakatan.

2. Ketentuan mengenai pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan di LAPAS dan pembimbingan

Warga Binaan Pemasyarakatan oleh BAPAS diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 8

(1) Petugas Pemasyarakatan sebagaimana dimakud dalam Pasal 7 ayat (1) merupakan Pejabat

Fungsional Penegak Hukum yang melaksanakan tugas di bidang pembinaan, pengamanan, dan

pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

(2) Pejabat Fungsional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di angkat dan diberhentikan oleh

Menteri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 9

(1) Dalam rangka penyelenggaraan pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan,

Menteri dapat mengadakan kerjasama dengan instansi pemerintah terkait, badan-badan

kemasyarakatan lainnya, atau perorangan yang kegiatannya seiring dengan penyelenggaraan

sistem pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

77

Page 88: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

(2) Ketentuan mengenai ke{asama sebagaimana dimakud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah.

BAB IIIWARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Bagian Pertama

Narapidana

Pasal 10

(1) Terpidana yang diterima di IAPAS wajib didaftar.

(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengubah status Terpidana menjadi

Narapidana.

(3) Kepala LAPAS bertanggung jawab atas penerimaan Terpidana dan pembebasan Narapidana di

LAPAS.

Pasal 11

Pendaftaran sebagaimana dimakud dalam Pasal 10 ayat (1) meliputi :

a. pencatatan:

1. putusan pengadilan;

2. jati diri; dan

3. barang dan uang yang dibawa;

b. b. pemeriksaan kesehatan;

c. pembuatan pasfoto;

d. pengambilan sidik jari; dan

e. pembuatan berita acara serah terima Terpidana.

Pasal 12

(1) Dalam rangka pembinaan terhadap Narapidana di I-APAS dilakukan penggolongan atas dasar :

a. umur;

b. jenis kelamin;

c. lama pidana yang duatuhkan;

d. jenis kejahatan; dan

e. kiteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.

(2) Pembinaan Narapidana Wanita di IAPAS dilaksanakan di I-APAS Wanita.

78

Page 89: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Pasal 13

Ketentuan mengenai pendaftaran serta penggolongan Narapidana diatur leUh lanjut dengan

Keputusan Menteri.

Pasa! 14

(1) Narapidana berhak:

a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;

b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;

c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran;

d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;

e. menyampaikankeluhan;

f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang;

g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;

h. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya;

i. mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);

j. mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;

k. mendapatkan pembebasan bersyarat;

l. mendapatkan cuti menjelang bebas; dan

m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku'

(2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak Naiapidana sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih.lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15

(1) Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu.

(2) Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah,

Pasal 16

(1) Narapidana dapat dipindahkan dari satu LAPAS ke LAPAS lain untuk kepentingan :

a. pembinaan;

b. keamanan dan ketertiban;

c. proses peradilan; dan

d. lainnya yang dianggap perlu.

79

Page 90: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

(2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pemindahan Narapidana sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 17

(1) Penyidikan terhadap Narapidana yang terlibat perkara lain baik sebagai tersangka, tdrdakwa, atau

sebagai saki yang dilakukan di I-APAS tempat Narapidana yang bersangkutan menjalani pidana,

dilaksanakan setelah penyidik menunjukkan surat perintah penyidikan dari pejabat instansi yang

berwenang dan menyerahkan tembusannya kepada Kepala l-ApAS.

(2) Kepala LAPAS dalam keadaan tertentu dapat menolak pelaksanaan penyidikan di LApAS

sebagaimana dimakud dalam ayat (1).

(3) Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan di luar LApAS setelah

mendapat izin Kepala LAPAS.

(4) Narapidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibawa ke luar LAPAS untuk

kepentingan :

a. penyerahan berkas perkara;

b. rekonstruksi; atau

c. pemeriksaan di sidang pengadilan.

(5) Dalam hal terdapat keperluan lain di luar keperluan sebagaimana dimakud dalam ayat (4)

Narapidana hanya dapat dibawa ke luar I-APAS setelah mendapat izin tertulis dari Direktur, Jenderal Pemasyarakatan.

(6) Jangka waktu Narapidana dapat dibawa ke luar I-APAS sebagaimana dimakud dalam ayat (3)

dan ayat (5) setiap kali paling lama 1 (satu) hari.

(7) Apabila proses penyidikan, penuntutan, dan pemerikaan di sidang pengadilan terhadap

Narapidana sebagaimana dimakud dalam ayat (1) harus dilakukan di luar wilayah hukum

pengadilan negeri yang menjatuhkan putusan pidana yang sedang dijalani, Narapidana yang

bersangkutan dapat dipindahkan ke LAPAS tempat dilakukan pemerikaan sesuai dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16.

Bagian Kedua

Anak Didik Pemasyarakatan

Paragraf 1

Anak Pidana

Pasal 18

(1) Anak Pidana ditempatkan di LAPAS Anak.

(2) Anak Pidana yang ditempatkan di LAPAs Anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib

didaftar.

80

Page 91: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Pasal 19

Pendaftaran sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (2) meliputi :

I a. pencatatan :

1. putusan pengadilan;

2. jati diri; dan

3. barang dan uang yang dibawa;

b. pemeriksaan kesehatan;

c. pembuatan pasfoto;

d. pengambilan sidik jari; dan

e. pembuatan berita acara serah terima Anak Pidana.

Pasal 2O

Dalam rangka pembinaan terhadap Anak Pidana di LAPAS Anak dilakukan penggolongan atas dasar:

a. umur;

b. jenis kelamin;

c. lama pidana yang dijatuhkan id. jenis kejahatan; dan

e. kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.

Pasal 21

Ketentuan mengenai pendaftaran serta penggolongan Anak Pidana diatur lebih lanjut dengan

Keputusan Menteri.

Pasal 22

(1) Anak Pidana memperoleh hak-hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 kecuali huruf g.

(2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak Anak Pidana sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 23

(1) Anak Pidana wajib mengikuti secara teftib program pembinaan dan kegiatan t€rtentu.

(2) Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimakud dalam ayat (1) diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

81

Page 92: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Pasal 24

(1) Anak Pldana dapat dipindahkan dari satu I-APAS Anak ke LAPAS Anak lain untuk kepentingan :

a. pembinaan;

b. keamanan dan ketertiban;

c. pendidikan;

d. proses peradilan; dan

e. lainnya yang dianggap perlu.

(2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pemindahan Anak Pidana sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Paragraf 2

Anak Negara

Pasal 25

(1) Anak Negara ditempatkan di I-APAS Anak.

(2) Anak Negara yang ditempatlcn di LAPAS Anak sebagaimana dimakud dalam ayat (1) wajib

didaftar.

Pasal 26

Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) meliputi :

a. pencatatan :

1. putusan pengadilan;

2. jati diri; dan

3. barang dan uang yang dibawa;

b. pemeriksaan kesehatan;

c. pembuatan pasfoto;

d. pengambilan sidik jari; dan

e. pembuatan berita acara serah terima Anak Negara.

Pasal 27

Dalam rangka pembinaan terhadap Anak Negara di HPAS Anak dilakukan penggolongan atas dasar:

a, umur;

b. jenis kelamin; .

c. lamanya pembinaan; dan

d. kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.

82

Page 93: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Pasal 28

Ketentuan nnengenai pendaftaran dan penggolongan Anak Negara diatur lebih lanjut dengan

Keputusan Menteri.

Pasal 29

(1) Anak Negara memperoleh hak-hak sebagaimana dimakud dalam Pasal 14, kecuali huruf g dan i.

(2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak Anak Negara sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 3O

(1) Anak Negara wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan teftentu.

(2) Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 31

(1) Anak Negara dapat dipindahkan dari satu LAPAS Anak ke LAPAS Anak lain untuk kepentingan :

a, pembinaan;

b. keamanan dan ketertiban;

c. pendidikan; dan

d. lainnya yang dianggap perlu.

(2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pemindahan Anak Negara sebagaimana

dimakud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Paragraf 3

Anak Sipil

Pasal 32

(1) Anak Sipil ditempatkan di LAPAS Anak.

(2) Anak Sipil yang ditempatkan di LAPAS Anak sebagaimana dimakud dalam ayat (1) wajib didaftar.

(3) Penempatan Anak Sipil di LAPAS Anak paling lama 6 (enam) bulan bagi mereka yang belum

berumur 14 (empat belas) tahun, dan paling lama 1 (satu) tahun bagi mereka yang pada saat

penetapan pengadilan berumur 14 (empat belas) tahun dan setiap kali dapat diperpanjang 1

(satu) tahun dengan ketentuan paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

83

Page 94: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Pasal 33i

Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) meliputi :

a. pencatatan :

1. penetapan pengadilan;

2. jati diri; dan

3. barang dan uang yang dibawa;

b. pemeriksaan kesehatan;

c. pembuatan pasfoto;

d. pengambilan sidik jari; dan

e. pembuatan berita acara serah terima Anak Sipil.

Pasal 34

Dalam rangka pembinaan terhadap Anak Sipil di LAPAS Anak dilakukan penggolongan atas dasar :

a. umur;

b. jenis kelamin;

c. lamanya pembinaan; dan

d. kiteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.

Pasal 35

Ketentuan mengenai pendaftaran dan penggolongan Anak Sipil diatur tebih lanjut dengan Keputusan

Menteri.

Pasal 35

(1) Anak Sipil memperoleh hak-hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, kecuali huruf g, i, ( dan

huruf l.

(2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelakanaan hak-hak Anak Sipil sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 37

(1) Anak Sipil wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu'

(2) Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

84

Page 95: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Pasal 38

(1) Anak Sipil dapat dipindahkan dari satu LAPAS Anak ke IAPAS Anak lain untuk kepentingan :

a. pembinaan;

b. keamanan dan ketertiban;

c. pendidikan; dan

d. lainnya yang dianggap perlu.

(2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pemindahan Anak Sipil sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga

Klien

Pasal 39

(1) Setiap Klien wajib mengikuti secara tertib program bimbingan yang diadakan oleh BAPAS.

(2) Setiap Klien yang dibimbing oleh BAPAS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftar.

Pasal 4O

Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) meliputi :

a. pencatatan:

1. putusan atau penetapan pengadilan, atau Keputusan Menteri;

2. jati diri;

b. pembuatan pasfoto;

c. pengambilan sidik jari; dan

d. pembuatan berita acara serah terima Klien.

Pasal 4t

Ketentuan mengenai pendaftaran Klien diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 42

(1) Klien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 terdiri dari :

a. Terpidana bersyaraU

b. Narapidana, Anak Pidana, dan Anak Negara yang mendapatkan pembebasan bersyarat atau

cuti menjelang bebas;

c. Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaannya diserahkan kepada orang

tua asuh atau badan sosial;

85

Page 96: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

d. Anak Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau pejabat di lingkungan Direkorat

Jenderal Pemasyarakatan yang ditunju( bimbingannya diserahkan kepada orang tua asuh

atar-r badan sosial; dan

e. Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya dikembalikan kepada orang tua

atau walinya.

(2) Dalam hal bimbingan Anak Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dilakukan oleh

orang tua asuh atau badan sosial, maka orang tua asuh atau badan sosial tersebut wajib

mengikuti secara tertib pedoman pembimbingan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

(3) Dalam hal bimbingan Anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dilakukan oleh orang

tua atau walinya, maka orang tua atau walinya tersebut wajib mengikuti secara tertib pedoman

pembimbingan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 43

Dalam hal bimbingan Anak Negara diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial dan Anak

yang diserahkan kepada orang tua atau walinya sebagaimana dimakud dalam Pasal 42 ayat (1)

huruf c, d, dan e, maka BAPAS melakanakan :

a. pengawasan terhadap orang tua asuh atau badan sosial dan orang tua atau wali agar kewajiban

sebagai pengasuh dapat dipenuhi;

b. pemantapan terhadap perkembangan Anak Negara dan Anak Sipil yang diasuh.

Pasal 44

Ketentuan mengenai program bimbingan Klien diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV

BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN

DAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN

Pasa! 45

(1) Menteri membentuk Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan.

(2) Balai Pertimbangan Pemasyarakatan bertugas memberi saran dan atau peftimbangan kepada

Menteri.

(3) Balai Pertimbangan Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri dari para ahli

di bidang pemasyarakatan yang merupakan wakil instansi pemerintah terkait, badan non

pemerintah dan perorangan lainnya.

(4) Tim Pengamat Pemasyarakatan yang terdiri dari pejabat-pejabat LAPAS, BAPAS atau pejabat

terkait lainnya beftugas :

a. memberi saran mengenai bentuk dan program pembinaan dan pembimbingan dalam

melaksanakan sistem pemasyarakatan;

86

Page 97: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

b. membuat penilaian atas pelakanaan program pembinaan dan pembimbingan; atau

c. menerima keluhan dan pengaduan dari Warga Binaan Pemasyarakatan.

(5) Pemberitukan, susunan, dan tata kerja Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat

Pemasya rakatan ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

BAB V

KEAMANAN DAN KETERTIBAN

Pasal 46

Kepala LAPAS bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban di LAPAS yang dipimpinnya.

Pasal 47

(1) Kepala 1APAS berwenang memberikan tindakan disiplin atau menjatuhkan hukuman disiplin

terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan yang melanggar peraturan keamanan dan ketertiban di

lingkungan I-APAS yang dipimpinnya.

(2) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimakud dalam ayat (1) dapat berupa :

a. tutupan sunyi paling lama 6 (enam) hari bagi Narapidana atau Anak Pidana; dan atau

b. menunda atau meniadakan hak tertentu untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Petugas pemasyarakatan dalam memberikan tindakan disiplin atau menjatuhkan hukuman disiplin

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib :

c, memperlakukan Warga Binaan Pemasyarakatan secara adil dan tidak bertindak sewenang-

wenang; dan

d. mendasarkan tindakannya pada peraturan tata tertib LAPAS.

(4) Bagi Narapidana atau Anak Pidana yang pernah dijatuhi hukuman tutupan sunyi sebagaimana

dimakud dalam ayat (2) huruf a, apabila mengulangi pelanggaran atau berusaha melarikan diri

dapat duatuhi lagi hukuman tutupan sunyi paling lama 2 (dua ) kali 6 (enam) hari.

Pasal 48

Pada saat menjalankan tugasnya, petugas LAPAS diperlengkapi dengan senjata api dan sarana

keamanan yang lain.

Pasa! 49

Pegawai Pemasyarakatan diperlengkapi dengan sarana dan prasarana lain sesuai dengan kebutuhan

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

87

Page 98: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Pasal 50

Ketentuan mengenai keamanan dan ketertiban I-APAS diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

BAB VI

KETENTUAN LAII{

Pasal 51

(1) Wewenang, tugas, dan tanggung jawab perawatan tahanan ada pada Menteri.

(2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan wewenang, tugas, dan tanggung

jawab perawatan tahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah,

BAB VXI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 52

Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan

pemasyarakatan tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau belum dikeluarkan peraturan

pelaksanaan baru berdasarkan Undang-undang ini.

BAB VIIIKETENTUAN PENUTUP

Pasa! 53

Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini:

1. Ordonnantie op de Voorwaardelijke Invrijheidstelling (Stb. L9l7-749, 27 Desember 1917 jo. Stb.

1926-488) sepanjang yang berkaitan dengan pemasyarakatan;

2. Gestichtenreglement (Stb. L9LT -708, 10 Desember 1917);

3. Dwangopvoedingsregeling (Sls. l9L7-74L,24 Desember 1917); dan

4. Uitvoeringsordonnantie op de Voorwaardelijke Veroordeeling (Stb. L926-487,5 November 1926)

sepanjang yang berkaitan dengan pemasyarakatan; dinyatakan tidak berlaku.

88

Page 99: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Pasal 54a

Undangrundang ini mulal berlaku pada tdnggEl diundangkan.

Agar setiap orang mengetahulnla, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di lakarta

pada tanggal 30 Desember 1995

PRESIDEI{ REPUBLIK INDONESIA

ttd

SOEHARTO

Diundangkan di Jakafta

pada tanggal 30 Desember 1995

MENTERI NEGAM SEKRETARIS NEGAM

REPUBLIK INDONESIA

ttd

MOERDIONO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA flNUru 1995 NOMOR 77

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36L4

89

Page 100: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

STKII,ASI TTNTANG LBH JAKAR'TA

L,embaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta didirikan atas gagasan yangdisampaikan pada Kongres Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) ke IIItahun 1969. Gagasan tersebut mendapat persetujuan dari Dewan PimpinanFusat Peradin melalui Surat Keputusan Nomor OO1/Kep/IO/1970 tanggal26 Oktober 197O yang isi penetapan pendirian l,embaga Bantuan HukumJakarta dan Lembaga Pembela Umum yang mulai berlaku tanggal 28Oktober I97O.

Pendirian LBH Jakarta yang didukung pula oleh Pemerintah Daerah(Pemda) DKI Jakarta ini, pada awalnya dimaksudkan untuk memberikanbantuan hukum bagi orang-orang yang Udak mampu dalammemperJuanglran hak-haknya, terutama ralryat miskin yang digusur'dipinggirkan, di PHK, dan pelanggaran atas hak-hak asasi manusia padalrmwnnya.

Lambat laun LBH Jakarta menjadi organisasi penting bagi gerakan pro-demokrasi. Hal ini disebabkan upaya LBH Jakarta membangun danmenjadikan nilai-nilai hak asasi manusia dan demokrasi sebagaipilar gerakan bantuan hukum di Indonesia. Cita-cita ini ditandai dengansemangat perlawanan terhadap rezim orde baru yang dipimpin olehSoeharto yang berakhir dengan adarrya pergeserankepemimpinan pada tahun 1998. Bukan hanya itu, semangat melawanketidakadilan terhadap seluruh penguasa menjadi bentuk advokasi yangdilakukan sekarang. Semangat ini merupakan bentuk peng-kritisanterhadap perlindungan, pemenuhan dan penghormatan Hak Asasi Manusiadi Indonesia.

Hingga saat ini, LBH Jakarta telah menerima ribuan pengaduandari masyarakat. Terhitung mulai tahun 2OO2 hirrgga 2006 tercatat 5.7L8kasus masuk, dengan jumlah 96.68f orang terbantu. Banyaknyapengaduan yang masuk, mengindikasikan kebutuhan masyarakat akanbantuan hukum. Oleh karen€rnya, semoga situs ini dapat memberikaninformasi lebih tentang kinerja LBH Jakarta serta membantu penyelesaianpermasalahan yang terjadi dimasyarakat. Kepercayaan Anda semua yangdapat memberikan komitmen kepada kami untuk senantiasa membela parapencari keadilan.

90

Page 101: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

SEKTLAS KONSORSIUM REFORMASI HUKUM NASTONTTL (KRrrN)

Reformasi hukum mempunyai arti penting guna membangun desainkelembagaan legi pembentukan negara hukum yang dicita-citakan. Untukkepentingan itu dalam sistem politik yang demokratis, hukum harusmemberi kerangka struktur organisasi formal bagi bekerjanya lembaga-lembaga negara, menumbuhkan akuntabilitas normatif dan akuntabilitaspublik dalam proses pengambilan keputusan politik, serta dapatmeningkatkan kapasitasnya sebagai sarana penyelesaian konflik politik.

Dalam konsteks perubahan sosial politik yang tengah terjadi di Indonesia,upaya:upaya reformasi hukum perlu diartikan tidak saja sebagaipenggantian atau pembaruan perundang-undangan, akan tetapi jugaperubahan asumsi dasar dari sebuah tata hukum yang berlandaskan ide-ide diskriminatif dan kesenjangan sosial menjadi ide-ide persamaan didepan hukum dan keadilan sosial. Reformasi hukum juga harusmengandung makna dipilihnya strategi adaptasi atas perkembangan nilai-nilai hukum --dalam hal ini nilai-nilai hak asasi manusia (HAM)- yangsecara internasional telah disepakati.

Seperti pada umuurnya di negara-negara yang tengah mengalamiperubahan sosial politik, terdapat p.rla tuntutan keras untukmenundukkan otoritas politik dan proses sosial ekonomi kepadapembatasan yang ditentukan oleh sekumpulan aturan yang otpnomsecara konseptual dan diterapkan oleh suatu sistem hukumotonom. Tuntutan itu dimaksudkan untuk memunculkan danmerealisasikan gagasan negara hukum . yang secara formal,ideologis, dan simbolis tidak mungkin ditumbuhkan pada nilai-nilaikekuasaan yang lain. Dengan kata lain, terwujudnya hukum yangadil dan berpihak kepada kepentingan ralryat dalam rangkapenguatan dan pembentukan' masyarakat sipil (civil society),menginginkan selalu agar hukum dapat otonom, Udak menjadiinstrumen politik kekuasaan dan kepentingan politik ekonomiglobal. Sehingga di datam proses perubahan, pergantian,pembuatan, dan pembentukan hukum yang diinginkan di atas,mutlak diperlukan ruang publik yang demokratis. Proses yangsecara transparan dapat melibatkan partisipasi masyarakat seluas-luasnya sebagai subjek perubahan, mendorong menumbuhkan danmengembangkan ide/gagasan alternatif serta turut menentukandiakomodir dan dijaminnya hak dan kepentingan ralryat yang lebihluas

9l

Page 102: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) sebagai organisasimasyarakat sipil, memandang perlu untuk secara langsung dan kontinSrumenyikapi perubahan-perubahan hukum yang tengah terjadi. Sejakkelahirannya pascareformasi Mei 1998, organisasi yang didirikan olehpraktisi hukum dan akademisi yang ahli di bidang hukum, berupaya untukturut serta mendorong dan menentukan landasan serta arah perubahanhukum yang lebih demokratis, menghargai HAM, menjamin hak-hak rak5rat,dan menggunakannya untuk kepentingan rakyat.Visi:Terwujudnya hukum yang berkeadilan dan dihormati oleh semua pihakdengan berpijak pada prinsip demokrasi dan nilai-nilai hak asasi manusia(HAM).

Misi:1. Mempromosikan dan memperjuangkan hukum yang demokratis dan

menghargai HAM.2. Mendorong partisipasi publik dalam merumuskan, melakukan, dan

menentukan hukum yang demokratis.3. Memperkuat pembentukan institusi dan proses penegakan hukum yang

melindungi dan menjamin prinsip demokrasi dan nilai-nilai HAM.

92

Page 103: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

SEKILAS MAPPI

Latar Belakang

Reformasi hukum mempunyai arti yang sangat penting untuk membangundan menciptakan kapasitas kelembagaan suatu bangsa yang didasarkanpada hukum sebagai landasan. Untuk alasan itulah, dalam sistem politikdan demokrasi, hukum seharusnya memberikan gambaran formal sebuahstruktur organisasi sebagai pelaksanaan institusi nasional, penguatanakuntabilitas kelembagaan serta pertanggungjawaban kepada masyarakat.Dimana dalam pengambilan keputusan, terkait dengan proses politik,hukum harus sesuai dengan peningkatan kapasitasnya sebagai mediapenengah dalam rekonsiliasi konflik politik.

Dalam konteks perubahan sosial politik yang terjadi di Indonesia saat ini,usaha-usaha reformasi hukum seharusnya dapat diinterpretasikan, tidakhanya mengubah atau memperbaharui aksi-aksi, tetapi juga mengubahasumsi dasar dari rancangan hukum yang didasarkan pada ide-idediskriminatif dan ketidaksesuaian sosial menjadi ide yang mengedepankanpersamaan hukum dan keadilan sosial. Reformasi hukum seharusnyadiartikan sebagai strategi adaptasi bagi nilai-nilai pengembangan hukum,dalam hal ini nilai-nilai hak asasi manusia yang disahkan secarainternasional.

Seperti di beberapa negara yang memiliki perubahan sosial politik, disanaterdapat pula permintaan kuat untuk menggerakan kekuatan politik danproses sosial ekonomi menjadi batasan yang diatur oleh beberapa aturantersendiri yang secara konseptual diimplementasikan oleh sistem hukumprivat. Permintaan itu bertujuan untuk membuat danmengimplementasikan ide-ide langsa yang didasarkan pada hukum secaraformal. secara ideologi dan secara simbolik, yang dalam hal ini tidakmungkin diciptakan oleh kekuatan yang lain. Dengan kata lain, eksistensikeadilan hukum berdiri di belakang manusia yang bertujuan untukmemperkuat dan menciptakan masyarakat madani yang selalu mendukungtegaknya hukum bukan hanya sebagai instrumen politik dan agendaekonomi politik global. Dalam proses perubahan, pembaharuan danpenciptaan pola hukum yang diharapkan, adalah suatu keharusan bagisuatu bangsa untuk memiliki ruang demokrasi publik. Proses tranparansiakan melibatkan partisipasi masyarakat dalam suatu subjek perubahanyang akan membangun dan mengembangkan ide atau opini yang sejalandengan hak-hak manusia yang terlindungi dan terakomodasi oleh hukum.

93

Page 104: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia sebagai sebuah organisasimasyarakat melihat pentingnya tindakan secara langsung danberkelanjutan terhadap reformasi hukum yang saat ini sedang berjalan.Organisasi ini didirikan oleh para praktisi hukum dan akademisi yang ahlidi bidang hukum dan tetap menjaga serta mendukung arah kebijakanreformasi hukum yang lebih demokratis, menghargai hak asasi manusia,adanya jaminan terhadap kehidupan manusia dan tegaknya hukum.

Visi dan Misl

A. VisiVisi dari Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia adalahmenciptakan supremasi hukum sebagai penyangga utama prosesdemokratisasi dan keadilan di Indonesia.

B. Misi(l) Membangun suatu sistem peradilan yang ideal baik secara

institusional yaitu lembaga dan aparatnya maupunsubstansialnya yaitu peraturannya dalam rangka menciptakansupremasi hukum di Indonesia

(2) Menumbuhkembangkan budaya hukum di masyarakat Indonesia(3) Membangun kembali kepercayaan masyarakat kepada lembaga

peradilan yang bersih dan berwibawa sebagai benteng terakhirkeadilan.

(4) Memfasilitasi masyarakat agar dapat menjalankan fungsi sebagaielemen pengawas terhadap kinerja lembaga peradilan.

94

Page 105: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

SEK!LAS

.sEcuRrw AND JUSTTCE GOVERNANCE (SJG) CLUSTER

PARTNERSHTP FOR GOVERNANCE REFORM lN INDONESIA (KEMITRAAN)

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di lndonesia adil€th lembagamulti-pihak yang dibentuk untuk memacu pembaruan tata pemerintahan dilndonesia. Kemitraan merupakan badan hukum lndonesia yang berbentukperkumpulan perdata nirlaba, yang secara teknis beroperasi sebagai proyekProgram Pembangunan Persatuan Bangsa-Bangsa (United Nations DevelopfientProgramme - UNDP). Lembaga pelaksana proyek ini adalah Direktorat Fungsionarisdi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).

Kemitraan bekerja dengan instansi pemerintah dan organisasi-organisasimasyarakat sipil (civil society organizations atau CSOs) untuk melaksanakanagenda pembaruan nasional. Dengan dukungan masyarakat internasional,Kemitraan melibatkan secara bersama-sama pemerintah lndonesia, lembagalegislatif, lembaga yudikatif dan masyarakat sipil untuk mengupayakan pelaksanaantata pemerintahan yang baik dan berkelanjutan di lndonesia. Masyarakatinternasional menyediakan dukungan teknis dan pendanaan, tetapi kepemimpinandan tanggungjawab keberhasilannya tetap berada pada para pemangkukepentingan nasional.

Kemitraan telah merumuskan rencana strategis yang baru berdasarkanpencapaian di tahun - tahun sebelumnya. Berdasarkan evaluasi tata pemerintahandan hasil dari pencapaian sebelumnya, Kemitraan memutuskan untuk memfokuskanpada 3 kelompok program, yaitu Tata Pemerintahan dalam Pelayanan Publik (PublicService Govemane - PSG), Tata Pemerintahan Demokratis (DemocraticGovemance - DEG), dan Tata Pemerintahan dalam sector Keamanan dan Peradilan(Security and Justice Governance - SJG).

Tujuan utama SJG adalah mengembangkan demokrasi, hak asasi manusia,kemudahan mengakses dan keberlanjutan dalam sektdr keamanan dan peradilanmelalui penguatan lembaga yang menerapkan prinsip transparansi, partisipatorisdan akuntabilitas.

95

Page 106: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Pembaruan sektor keamanan dan peradilan adalah salah satu agendapembaruan tata pemerintahan terpenting dan sangat sensitif bagi lndonesia.Prakarsa Kemitraan dalam mendukung tata pemerintahan keamanan dan peradilanuntuk periode 2007-2011 akan dilaksanakan oleh . kelompok program TataPemerintahan dalam Sektor Keamanan dan Peradilan. Program ini dilaksanakandalam kerjasama erat lintas pidang dengan bidang anti korupsi dan desentralisasi.Kelompok program ini memfokuskan pada lima bidang prioritas:

1. Tata pemerintahan dalam sistem peradilan pidana2. Tala pemerintahan dalam kepolisian3. Tata pemerintahan dalam kebijakan pertahanan dan penggunaan rniliter4. Tala pemerintahan dalam memerangi kejahatan lintas negara5. Tata pemerintahan dalam kebijakan dan tindakan Negara yang be/sifat

campur tangan dan mengontrol

96

Page 107: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

DAFTAR PUSTAI(A

Gunakaya Widiada. Sejarah dan Konsepsi Pemasgarakatan. Armico.Jakarta. f988.

http: / /www.ditjenpas.go.id/index.php?option=com content&task=view&id=86&Itemid= I &limit= 1 &limitstart=28

Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Indonesia. Peratttran Pemerintah Tentang Kerjasama Peng eleng g araanPembinaan dan Pembimbingan Warga BinaanPemasgarakatan. PP No 57 Tahun f 999.

Indonesla. Peraturan Pemerintah Tentang Sgarat dan Tata CaraPelaksantnan Hok W arg o Btwan Pernasg arakatatt. PP Nomor32 Tahun 1999.

Indonesia. Undang-Undang Tentang Pemasyarakatan. LN No. 77Tahun 1995.TLN No. 3614.

Indonesia. Undang-Undang Tentang Pemasgarakatan. UU No. 12 LNNo. 1O8. Tahun 1995. TLN No. 4234.

Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan NomorM.O2.PR.O8.O3 Tahun 1999 tentang Balai PertimbanganPemasyarakatan Dan Tim Pengamat Pemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RepublikIndonesia Nomor M.OI-PR.OI.Ol Tahun 2OO3 Tanggal 1O April2OO3 tentang Pola Bangunan Unit Pelaksana TeknisPemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia NomorM.Ol.KP.O1.O5 Tahun 1994 Tanggal 8 Pebruari 1994 tentangPola Penjenjangan Karier Pejabat PemasyarakatanDepartemen Kehakiman.

Kertanegara. Satochid. HukumPtrtana Kumpulan Kuiiah Bagian Satu.Balai Lektur Mahasiswa.

97

Page 108: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

Kompas Cyber Media. Napi Sullt Bertwrap Pengobatan, LednkanKematian Bakal Terjadi. 1O April 2OO7.

Kompas. 27 Lembaga Pemnsgarakatan Bebas Perednran Uqrg, Kamis.19 Agustus 2OO4

Kompas. Lembag a Pemasg arakatan Tempat T}ansaks i. N arkobaTerbesar. 22 Maret 2OOB

Nasution. Adnan Buyung dan Patra M 7-en, htstrumen lntemnsi.onal PokokHak AsasiMam.rs,ir-. Penerbit Yayasan Obor Indonesia. YLBHI.Kelompok Kerja Ake Arif. Jakarta 20O6.

Nitisemito. Alex S. Monajemen Personalia (Manqjemen Sumber DagaManusia). Jakarta : Ghalia Indonesia. 1996.

Notoatmodjo. Soekidjo. Pengetnbangan Sumber Daga Mamsin. Jakarta.Rineka Cipta. 2003.

Republika, 80 Persen N api Meninggql karena N arkoba. 1 4 April 2OO7 .

Standard Minimum RulesJor Treatment oJ Prisoners

Sujamto. Beberapa Pengeitian di Bidang PerEanoasan. Jakarta: GhaliaIndonesia. 1986.

Sulistiyani. Ambar Teguh dan Rosidah. Man4jetnen Sumber Daga Mqnusia(Konsep Teoi dnn Pengembangan dalam Konteks OrganlsasiPubLk). Yograkarta: Graha Ilmu. 2003.

Surat Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor B. pS. O /. O I -9 Tahun I 988Itentang Berita Acara Penerimaan Tahanan.

Surat Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor E-PK.O2.O1-13O Tahun1987 tentang Permintaan Pas Photo Tahanan

Surat Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor E-PK.O2.OL-145 Tahun1987 tentang Permintaan Pas Photo Tahanan

Surat Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor E-PK.OS.O1-10 Tahun1987 tentang Administrasi Sidik Jari Napi/Tahanan Di Lapas/Rutan

98

Page 109: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji

\

Surat Direktur Jenderal Pemasyarakatan tentang Penertiban Dalam, PenyuluhanAgama Di LPILPAN Nomor E.PP.O3.lO-224 Tahun1984

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.Kamus Besar Balusa Indaresia. ed. II. cet. 9. Jakarta: PusatPembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikandan Kebudayaan.

Winardi. J . Pemikiran Sistemik Dalam Bidang Org anis asi dan Man4j efftenJakarta. PT. Raja Grafindo: 2OO5

Wiriaatmadja.Tenne R. Pokok-Pokok usutan Penetitinn. Bandung: Unpad1991.

99

Page 110: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji
Page 111: Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji