Menuju Digitalisasi Siaran TV di Hal. 1 Hal. 3 Hal. 5

8
Vol 01, Ed 11, Juli, 2021 Menuju Digitalisasi Siaran TV di Indonesia Hal. 1 Catatan atas Pelayanan Publik Dalam Penyaluran Bansos Tahun 2020 serta Respon Yang Perlu Dilakukan Pemerintah Hal. 3 Perkembangan PNBP SKCK Kepolisian Hal. 5

Transcript of Menuju Digitalisasi Siaran TV di Hal. 1 Hal. 3 Hal. 5

Page 1: Menuju Digitalisasi Siaran TV di Hal. 1 Hal. 3 Hal. 5

Vol 01, Ed 11, Juli, 2021

Menuju Digitalisasi Siaran TV di

Indonesia

Hal. 1

Catatan atas Pelayanan Publik

Dalam Penyaluran Bansos Tahun

2020 serta Respon Yang Perlu

Dilakukan Pemerintah

Hal. 3

Perkembangan PNBP SKCK

Kepolisian

Hal. 5

Page 2: Menuju Digitalisasi Siaran TV di Hal. 1 Hal. 3 Hal. 5

Penanggung Jawab

Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.

Pemimpin Redaksi

Rendy Alvaro

Redaktur

Ratna Christianingrum * Ade Nurul Aida

Tio Riyono * Riza Aditya Syafri

Editor

Satrio Arga Effendi

Sekretariat

Husnul Latifah * Musbiyatun

Memed Sobari * Hilda Piska Randini

Budget Issue Brief Politik dan Keamanan ini diterbitkan oleh Pusat Kajian Anggaran, Badan

Keahlian DPR RI. Isi dan hasil penelitian dalam tulisan-tulisan di terbitan ini sepenuhnya

tanggung jawab para penulis dan bukan merupakan pandangan resmi Badan Keahlian DPR RI.

Menuju Digitalisasi Siaran TV di Indonesia………………………………………. 1

Catatan atas Pelayanan Publik Dalam Penyaluran Bansos Tahun

2020 serta Respon Yang Perlu Dilakukan Pemerintah …………………….. 3

Perkembangan PNBP SKCK Kepolisian…………………………………………….. 5

Page 3: Menuju Digitalisasi Siaran TV di Hal. 1 Hal. 3 Hal. 5

1 Politik dan Keamanan Budget Issue Brief Vol 01,Ed 11, Juli 2021

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

• Indonesia termasuk sebagai salah satu negara tertinggal dalam migrasi ke siaran TV digital atau Analog Switch Off (ASO).

• Rencananya siaran TV digital akan diselenggarakan dalam lima tahapan, yang berakhir paling lambat 2 November 2022.

• Penerapan siaran TV digital memiliki beragam keunggulan seperti efisiensi spektrum frekuensi, kualitas siaran lebih optimal, maupun efektivitas industri penyiaran.

• Dengan penerapan siaran TV digital, pemerintah berharap mendapatkan digital dividend.

• Menurut Boston Consulting Group (2017) manfaat atas digital dividend diantaranya potensi peningkatan PDB, potensi pajak dan PNBP, munculnya bisnis baru, serta terciptanya lapangan kerja.

• Tantangan dalam mendukung siaran migrasi TV digital yakni infrastruktur spektrum frekuensi, kesiapan masyarakat, serta ketersediaan STB.

HIGHLIGHT

PUSAT KAJIAN ANGGARAN

Badan Keahlian DPR RI

Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si. Redaktur: Rendy Alvaro · Ratna Christianingrum · Ade Nurul Aida · Tio Riyono · Satrio Arga Effendi · Riza Aditya Syafri Penulis: Ade Nurul Aida

Komisi I POLITIK DAN KEAMANAN

Salah satu agenda dalam pecepatan transformasi digital yang

berkesinambungan yakni dengan beralihnya siaran TV analog menjadi

siaran TV digital. Pasal 72 UU Cipta kerja juga mengamanatkan

migrasi penyiaran televisi terestrial dari teknologi analog ke digital

dan penghentian siaran TV analog paling lambat pada 2 November

2022. Indonesia termasuk salah satu negara yang tertinggal dalam

migrasi siaran TV analog ke siaran TV digital atau Analog Switch Off

(ASO). Hingga saat ini, sebanyak 90% negara di dunia sudah beralih

dari siaran TV analog ke siaran TV digital. Sementara negara tetangga

seperti Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, Vietnam dan

Myanmar sudah lebih dulu menerapkan siaran TV digital.

Tabel 1. Negara yang Telah Menerapkan ASO

Tahun Negara

2006 Belanda

2007 Finlandia, Swedia, Norwegia

2008 Jerman, Swiss

2009 Amerika Serikat

2011 Jepang

2012 Korea Selatan

2017 Brunei Darussalam

2019 Singapura, Malaysia

2020 Vietnam, Thailand, Myanmar Sumber: Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2020

Siaran TV digital mulai diselenggarakan oleh pemerintah dalam

lima tahapan, tahap I paling lambat 17 Agustus 2021, tahap II paling

lambat 31 Desember 2021, tahap III paling lambat 31 Maret 2022,

tahap IV paling lambat 17 Agustus 2022, dan tahap V paling lambat 2

November 2022. Pada tahap pertama dilakukan pada 15 daerah,

yakni Aceh ( Kab. Aceh Besar dan Kota Banda Aceh). Kepulauan Riau

(Kab. Bintan, Kab. Karimun, Kota Batam, dan Kota Tanjung Pinang),

Banten (Kab. Serang, Kota Cilegon, Kota Serang), Kalimantan Timur

(Kab. Kutai Kartanegara, Kota Samarinda, Kota Bontang), serta

Kalimantan Utara (Kab. Bulungan, Kota Tarakan, Kab. Nunukan).

Potensi Manfaat Siaran TV Digital

Siaran TV analog menggunakan sepektrum frekuensi yang berada pada pita 700 MHz atau pita yang juga digunakan dalam layanan internet. Siaran TV analog membutuhkan pita frekuensi 700 MHz sebanyak 328 MHz, sementara siaran TV digital

Menuju Digitalisasi Siaran TV di Indonesia

Page 4: Menuju Digitalisasi Siaran TV di Hal. 1 Hal. 3 Hal. 5

@puskajianggaran puskajianggaran www.puskajianggaran.dpr.go.id

2 Politik dan Keamanan Budget Issue Brief Vol 01,Ed 11, Juli 2021

hanya membutuhkan 176 MHz. Dengan penerapan siaran TV digital, pemerintah berharap terdapat

frekuensi kosong sebesar 112 MHz atau disebut digital dividend. Dengan frekuensi hasil efisiensi ini

nantinya digunakan untuk dua rencana besar. Pertama, spektrum 700 MHz untuk komunikasi saat

terjadi bencana. Kedua, akan dimanfaatkan untuk menyelenggaran Internet nirkabel berkecepatan

tinggi. Secara sifat, spektrum rendah seperti 700 MHz memiliki jangkauan lebih luas. Selain efisiensi

spektrum frekuensi, penerapan siaran TV digital juga memiliki beragam keunggulan, yakni kualitas

siaran lebih optimal (Noise pada layar minim, kualitas gambar lebih jernih, pilihan program lebih

banyak, serta layanan interaktif live rating), dan efektivitas industri penyiaran. Menurut Boston

Consulting Group (BCG) (2017) manfaat atas digital dividend diantaranya potensi peningkatan PDB

USD39,9 miliar atau sekitar Rp443,8 triliun hingga 2026, penerimaan pajak dan PNBP USD6,8 miliar

atau sekitar Rp77 triliun, munculnya 118 ribu bisnis baru hingga 2026, serta terciptanya 232 ribu

lapangan kerja hingga 2026. Sementara berdasarkan laporan Global System for Mobile

Communications Association (GSMA) (2020), Indonesia berpotensi kehilangan peningkatan ekonomi

sebesar USD10,5 miliar atau sekitar Rp142,9 triliun jika tetap mengandalkan sistem siaran TV analog.

Gambar 1. Potensi Manfaat atas Digital Dividend

Sumber: Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2020

Tantangan Migrasi Siaran TV Digital

Tantangan utama dalam mendukung siaran migrasi TV digital di Indonesia, yaitu jumlah stasiun

TV mencapai 728 stasiun, sedangkan spektrum frekuensi yang tersedia masih terbatas. Jumlah

tersebut merupakan yang terbanyak di seluruh dunia sebab pada umumnya negara-negara di dunia

hanya memiliki sekitar 20 stasiun televisi. Untuk itu, perlunya upaya percepatan pembangunan

infrastruktur tersebut dalam mendorong siaran migrasi TV digital yang optimal. Kemudian kesiapan

masyarakat juga menjadi salah satu tantangan migrasi siaran tv digital, dimana kesuksesan

pelaksanaan ASO ditentukan oleh kesiapan masyarakat (KPI, 2021). Sosialisasi secara masif tentang

ASO pada masyarakat perlu diupayakan dengan melibatkan semua stakeholder penyiaran, sehingga

meminimalisir kekhawatiran akan gagalnya pelaksanaan ASO. Kemudian sosialisasi terkait

penggunaan Set Top Box (STB) juga perlu didorong agar dapat menerima layanan TV Digital

khususnya bagi TV yang masih analog. Disisi lain menurut Wakil Ketua I Asosiasi Televisi Swasta

Indonesia (ATVSI) Neil R. Tobing (2021), perlu juga dilakukan siaran simulcast yang bertujuan untuk

mengetahui kesiapan ataupun jumlah masyarakat yang dapat megakses siaran digital, metode ini

digunakan oleh negara lain sebelum penerapan ASO dilakukan. Selain itu tantangan lain terkait

ketersediaan STB, khususnya bagi masyarakat kurang mampu. Meskipun pemerintah rencananya

menyediakan 6,7 juta STB pada tahap pertama bagi masyarakat kurang mampu, namun menurut

Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi ( LPPMI) Kamilov

Sagala (2021) STB yang diperuntukkan bagi kalangan kurang mampu dipastikan harus berfungsi

dengan baik dan baru sehingga tidak ada pembebanan biaya kerusakan bagi penerima STB.

Page 5: Menuju Digitalisasi Siaran TV di Hal. 1 Hal. 3 Hal. 5

Politik dan Keamanan Budget Issue Brief Vol 01,Ed 11, Juli 2021 3

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

Komisi II POLITIK DAN KEAMANAN

• Berdasarkan laporan tahunan Ombudsman RI, terjadi kenaikkan laporan/pengaduan yang dilakukan masyarakat sepanjang tahun 2020.

• Dilihat dari pihak terlapornya, sebanyak 39,59% pengaduan masyarakat ditujukan untuk pemerintah daerah. Sementara dilihat dari maksud/tujuan laporan, sebanyak 1.621 laporan merupakan laporan terkait penanganan Covid-19.

• Dari seluruh laporan terkait penanganan Covid-19, sebanyak 83,04% ditujukan terkait penyaluran bantuan sosial.

• Dari Berbagai persoalan teknis, data, dan mal-administrasi terkait penyaluran bansos, berpotensi memengaruhi efektivitas bansos sebagai jaring pengaman sosial sehingga tidak efektif dalam menekan peningkatan angka kemiskinan.

• Beberapa langkah perlu dilakukan pemerintah diantaranya: (1) Pemutakhiran data DTKS dengan kolaborasi antara Kemensos dan Kemendagri; (2) Penguatan fungsi dan peranan Ombudsman RI untuk mengawasi pelayanan publik.

HIGHLIGHT

PUSAT KAJIAN ANGGARAN

Badan Keahlian DPR RI

Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si. Redaktur: Rendy Alvaro · Ratna Christianingrum · Ade Nurul Aida · Tio Riyono · Satrio Arga Effendi · Riza Aditya Syafri Penulis: Riza Aditya Syafri · Nova Aulia Bella

Berdasarkan laporan tahunan yang dikeluarkan oleh

Ombudsman RI atas kinerja pelayanan publik tahun 2020

menunjukkan bahwa terjadi kenaikkan laporan/pengaduan

masyarakat sepanjang tahun 2020 dari semula 10.748 aduan di tahun

2019, menjadi 12.742 aduan pada tahun 2020, atau meningkat

18,55% selama pandemi Covid-19 di tahun 2020. Sebelumnya, rata-

rata per tahun pertumbuhan pengaduan masyarakat atas layanan

publik selama tahun 2017-2019 sebesar 6,18%. Dari 12.742 laporan

tersebut, 7.204 berupa laporan, dan 5.538 berupa konsultasi non

laporan.

Dilihat dari sebarannya, laporan tertinggi ditujukkan kepada

pemerintah pusat dengan total laporan sebesar 1.641 laporan, disusul

oleh DKI Jakarta dengan 352 laporan, dan Sumatera Utara dengan 319

laporan. Sementara laporan terendah ada di Provinsi Gorontalo

dengan 49 laporan, dan Kalimantan Utara dengan 55 laporan.

Gambar 1. Sebaran Laporan/Pengaduan Masyarakat

Sumber: Ombudsman (2021), diolah

Sementara dilihat dari tujuan laporannya, 39,59% pengaduan

masyarakat ditujukan untuk pemerintah daerah, 11,34% kepada

Kepolisian, dan 10,01% ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Sementara sisanya tersebar ke instansi/organisasi pemerintahan

lainnya. Dari 7.204 laporan tahun 2020, sebanyak 1.621 laporan

(22,5%) merupakan laporan terkait penanganan Covid-19. Sebanyak

83,04% laporan terkait penanganan Covid-19 mengeluhkan perihal

bantuan sosial. Dilihat terhadap jenis laporannya, sebanyak 22,28%

mengeluhkan terkait penyaluran bantuan yang tidak merata antar

Catatan atas Pelayanan Publik Dalam Penyaluran Bansos Tahun 2020

serta Respon Yang Perlu Dilakukan Pemerintah

Page 6: Menuju Digitalisasi Siaran TV di Hal. 1 Hal. 3 Hal. 5

Politik dan Keamanan Budget Issue Brief Vol 01,Ed 11, Juli 2021 4

@puskajianggaran puskajianggaran www.puskajianggaran.dpr.go.id

masyarakat/wilayah sasaran. Sebanyak 21,4% melaporkan prosedur dan persyaratan untuk

menerima bantuan tidak jelas. Sedangkan 20,63% melaporkan bahwa masyarakat yang kondisinya

lebih darurat justru tidak terdaftar, dan sebaliknya. Sementara 18,95% melaporkan bahwa mereka

terdaftar sebagai penerima bantuan, namun tidak menerima bantuan. Sisanya, 7,24% melaporkan

tidak dapat menerima bantuan di tempat tinggal mereka karena KTP pendatang. Berbagai persoalan

teknis, data, dan mal-administrasi yang dilaporkan masyarakat terkait penyaluran bansos tersebut

berpotensi memengaruhi efektivitas bansos sebagai jaring pengaman sosial yang diharapkan dapat

menekan peningkatan angka kemiskinan.

Respon yang Perlu Dilakukan Pemerintah untuk Mengoptimalkan Penyaluran Bansos dalam

Penanggulangan Kemiskinan

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah pusat dan daerah untuk menekan angka kemiskinan

melalui program jaring pengaman sosial. Tidak kurang dari Rp220,4 triliun telah di realisasikan

dalam program perlindungan sosial (perlinsos) tahun 2020. Begitu juga pada pemerintah daerah,

kebijakan rasionalisasi belanja barang/jasa serta belanja modal minimal 50% atas kegiatan yang

dianggap tidak prioritas, juga rasionalisasi belanja pegawai telah dilakukan. Tidak hanya itu,

refocusing anggaran baik Dana Transfer Umum (DTU), maupun Dana Transfer Khusus (DTK) untuk

penanganan Covid-19 maupun penguatan jaring pengaman sosial di daerah juga telah diupayakan

untuk mencegah peningkatan angka kemiskinan selama pandemi Covid-19.

Namun, walaupun berbagai upaya yang telah

dilakukan pemerintah pusat maupun daerah telah

dilakukan, angka kemiskinan tetap meningkat sebesar

2,76 juta penduduk, dari semula 24,7 juta pada tahun

2019, menjadi 27,5 juta di tahun 2020. Dilihat secara

persentasenya (tabel 1), kenaikan angka kemiskinan

tertinggi justru terjadi di Pulau Jawa, yakni di Provinsi

Banten, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta. Mengingat

pandemi Covid-19 belum berakhir hingga tahun 2021 ini,

diperlukan berbagai upaya untuk mendorong

optimalisasi penyaluran bansos baik di tingkat pusat

maupun daerah sebagai jaring pengaman sosial untuk

menekan peningkatan angka kemiskinan. Beberapa upaya

yang perlu dilakukan pemerintah diantaranya:

Pertama, dan yang paling utama yaitu

Pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS)

yang terintegrasi baik pusat maupun daerah.

Pemutakhiran data tersebut harus dilakukan dari tingkat paling bawah yakni RT/RW sampai ke

tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi, dan terakhir nasional. Untuk itu, Kementerian Sosial perlu

melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri dalam mendukung

pemutakhiran data DTKS yang terintegrasi tersebut.

Kedua, perlunya penguatan dan pemberdayaan peranan Ombudsman RI secara lebih intensif

untuk menjalankan fungsi pengawasan dan monitoring terhadap pelayanan publik, sehingga dapat

menelusuri dan menindaklanjuti laporan/pengaduan masyarakat, yang berujung terhadap perbaikan

pelayanan publik ke depan. Ketiga, pemberian sanksi bagi petugas pelayanan publik yang tidak

berkomitmen dalam pemberian layanan, sesuai dengan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 25 tahun

2009 tentang pelayanan publik.

Page 7: Menuju Digitalisasi Siaran TV di Hal. 1 Hal. 3 Hal. 5

Politik dan Keamanan Budget Issue Brief Vol 01,Ed 11, Juli 2021 5

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

• Perkembangan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kepolisian RI selama 11 tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan.

• Pada tahun 2017 realisasi PNBP kepolisian mengalami lonjakan penerimaan sebagai dampak reformasi birokrasi di tubuh Kepolisian.

• Perkembangan penerimaan PNBP Kepolisian dari pelayanan SKCK menunjukkan peningkatan signifikan dari Rp19,34 miliar (2010) menjadi Rp264,84 miliar (2017). Kemudian terus meningkat hingga tahun 2019. Proporsi Penerimaan SKCK juga terus mengalami peningkatan. Namun pada 2020 mengalami penurunan sebagai dampak Covid-19

• Penerimaan PNBP dari pelayanan SKCK sesudah diterapkan SKCK online lebih tinggi dibandingkan sebelum diterapkannya pelayanan SKCK online.

• Pelayanan SKCK masih terdapat banyak kekurangan: 1) Belum ada standar pelayanan publik; 2) Belum optimalnya pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan; 3) Rendahnya integritas; 4) Belum muncul efek jera.

HIGHLIGHT

PUSAT KAJIAN ANGGARAN

Badan Keahlian DPR RI

Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si. Redaktur: Rendy Alvaro · Ratna Christianingrum · Ade Nurul Aida · Tio Riyono · Satrio Arga Effendi · Riza Aditya Syafri Penulis: Ratna Christianingrum · Tio Riyono · Azizah Ulfa

Komisi III POLITIK DAN KEAMANAN

Perkembangan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Kepolisian RI selama 11 tahun terakhir cenderung mengalami

peningkatan. Pada tahun 2017 realisasi PNBP kepolisian mengalami

lonjakan penerimaan, mencapai Rp9,5 triliun, dimana tahun-tahun

sebelumnya hanya sekitar Rp3 triliun. Peningkatan ini merupakan

dampak reformasi birokrasi di tubuh Kepolisian. Sedangkan dilihat

dari proporsi PNBP Kepolisian RI terhadap PNBP Nasional mengalami

peningkatan dari 0,97 persen (2010) menjadi 2,23 persen (2019).

Kemudian pada 2020 menurun sedikit menjadi 2,22 persen sebagai

dampak Covid-19 dan pada anggaran APBN TA 2021 mencapai 3,59

persen. Kepolisian RI termasuk ke dalam 3 terbesar PNBP diantara

Kementerian/Lembaga lainnya.

Gambar 1 Perkembangan PNBP Kepolisian

*) APBN TA 2021

Sumber: LKPP, diolah

Dari 31 Jenis PNBP Kepolisian menurut Peraturan Pemerintah

(PP) No. 76 Tahun 2020 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang

Berlaku pada Kepolisian Negara RI, salah satu jenis PNBP Kepolisian

yang menarik dibahas ialah SKCK. Perkembangan penerimaan PNBP

Kepolisian dari pelayanan SKCK menunjukkan peningkatan signifikan

dari Rp19,34 miliar (2010) menjadi Rp264,84 miliar (2017).

Kemudian terus meningkat hingga tahun 2019. Proporsi Penerimaan

SKCK juga terus mengalami peningkatan. Kemudian pada 2020

menurun sebagai dampak Covid-19.

PERKEMBANGAN PNBP SKCK KEPOLISIAN

Page 8: Menuju Digitalisasi Siaran TV di Hal. 1 Hal. 3 Hal. 5

Politik dan Keamanan Budget Issue Brief Vol 01,Ed 11 , Juli 2021 6

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

Gambar 2. Perkembangan Penerimaan SKCK

*) Setelah dikurangi forecast Pendapatan Penerbitan Surat ijin senjata

api dan peledak. Pada LKPP 2018-2020, jenis PNBP tersebut disatukan

dengan SKCK.

Sumber: LKPP 2012-2019

SKCK Online

Penerapan pelayanan SKCK online sudah

dimulai sejak diterbitkannya Peraturan Kapolri

No. 18 tahun 2014 tentang Tata Cara

Penerbitan Surat Keterangan Catatan

Kepolisian. Dalam pelaksanaannya, kebijakan

SKCK online pertama kali diluncurkan pada 1

September 2016. Dampaknya langsung

dirasakan masyarakat. Proses pengurusan

SKCK yang sebelumnya bisa mencapai satu

minggu, maka dengan terobosan SKCK online

ini, masyarakat bisa mendapatkan SKCK dalam

waktu paling lama 30 menit. Selain itu, SKCK

online juga dapat mengurangi mal-administrasi

yang terjadi. Dalam konteks pandemi saat ini,

pelayanan SKCK online diharapkan dapat

memberikan kemudahan kepada masyarakat

tanpa melanggar protokol kesehatan yang berlaku.

Dampak SKCK online terlihat dalam

perkembangan penerimaan sebelum dan

sesudah diterapkan SKCK online. Tabel 1

memperlihatkan bahwa penerimaan PNBP dari

pelayanan SKCK lebih tinggi dibandingkan

periode sebelum diterapkannya pelayanan

SKCK online.

Tabel 1. Perkembangan Penerimaan Pelayanan SKCK Sebelum dan Sesudah SKCK Online

Waktu Rata-Rata Penerimaan

pertahun (miliar rupiah)

Rata-Rata Pertumbuhan

Pertahun (%)

Sebelum (2010-2015) 50,73 27,93

Sesudah (2016-2019) 236,36 58,11

Selisih +185,64 +30,18

Sumber: LKPP, diolah

Kebijakan baru SKCK: PNBP Rp0

Berdasarkan PP No. 76 tahun 2020

menyatakan bahwa pelayanan SKCK

mendapatkan prioritas untuk dikenakan tarif

sampai dengan Rp0 rupiah atau 0 persen

berdasarkan pertimbangan tertentu antara lain

penyelenggaraan kegiatan sosial, kegiatan

keagamaan, kegiatan kenegaraan, dan

pertimbangan karena keadaan di luar

kemampuan wajib bayar atau kondisi kahar,

serta bagi masyarakat tidak mampu,

mahasiswa/pelajar, dan usaha mikro, kecil, dan

menengah. Kebijakan ini akan diatur lebih

lanjut dalam peraturan Kapolri dan harus

terlebih dahulu mendapat persetujuan dari

Menteri Keuangan. Kebijakan ini akan

berpotensi mengurangi penerimaan PNBP

Kepolisian.

Temuan Ombudsman

Dalam perjalanannya, pelayanan SKCK

masih terdapat banyak kekurangan.

Ombudsman pada 2017 menemukan: 1)

Belum ada standar pelayanan publik. Masih

ditemukan terkait pelayanan buka tutup loket

layanan tidak sesuai dengan ketentuan. Ada

pula temuan pembayaran SKCK tidak disertai

tanda terima atau kuitansi dari petugas

Kepolisian; 2) Belum optimalnya pengawasan

terhadap penyelenggaraan pelayanan, baik dari

atasan langsung maupun dari Pengawas

Internal; 3) Rendahnya integritas

penyelenggara layanan di lapangan sehingga

masih ditemukan pungutan selain pungutan

resmi sesuai PNBP; 4) Belum muncul efek jera

terkait dengan pelanggaran pelayanan pada

SKCK sehingga terhadap pelanggaran tersebut

perlu diproses lebih lanjut sesuai ketentuan.

Dengan adanya penerapan SKCK online

diharapkan dapat meminimalisir temuan

Ombudsman dalam rangka memberikan

pelayanan SKCK yang lebih baik.