MENTERI NEGARA AGRARIA/ - Audit Board of Indonesia...3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak...

63
MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah; b. bahwa sehubungan dengan itu perlu menetapkan ketentuan lebih lanjut sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tersebut dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara 2043); 2. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317); 3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3632); 4. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3688); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3107); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3372); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3643); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis Dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3694); 9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3696); 10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 T1988 tentang Badan Pertanahan Nasional jo. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara;

Transcript of MENTERI NEGARA AGRARIA/ - Audit Board of Indonesia...3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak...

  • MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

    PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

    NOMOR 3 TAHUN 1997

    TENTANG

    KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997

    TENTANG PENDAFTARAN TANAH

    MENTERI NEGARA AGRARIA/

    KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

    Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah;

    b. bahwa sehubungan dengan itu perlu menetapkan ketentuan lebih lanjut sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tersebut dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional;

    Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara 2043);

    2. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317);

    3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3632);

    4. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3688);

    5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3107);

    6. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3372);

    7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3643);

    8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis Dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3694);

    9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3696);

    10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 T1988 tentang Badan Pertanahan Nasional jo. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara;

  • MEMUTUSKAN :

    Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEME-RINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PEN-DAFTARAN TANAH.

    BAB I

    KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Peta dasar teknik adalah peta yang memuat penyebaran titik-titik dasar teknik dalam cakupan wilayah

    tertentu. 2. Gambar ukur adalah dokumen tempat mencantumkan gambar suatu bidang tanah atau lebih dan situasi

    sekitarnya serta data hasil pengukuran bidang tanah baik berupa jarak, sudut, azimuth ataupun sudut jurusan.

    3. Pengukuran bidang tanah secara sistematik adalah proses pemastian letak batas bidang-bidang tanah yang terletak dalam satu atau beberapa desa/kelurahan atau bagian dari desa/kelurahan atau lebih dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah secara sistematik.

    4. Pengukuran bidang tanah secara sporadik adalah proses pemastian letak batas satu atau beberapa bidang tanah berdasarkan permohonan pemegang haknya atau calon pemegang hak baru yang letaknya saling berbatasan atau terpencar-pencar dalam satu desa/kelurahan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah secara sporadik.

    5. Pemetaan bidang tanah adalah kegiatan menggambarkan hasil pengukuran bidang tanah secara sistematik maupun sporadik dengan suatu metode tertentu pada media tertentu seperti lembaran kertas, drafting film atau media lainnya sehingga letak dan ukuran bidang tanahnya dapat diketahui dari media tempat pemetaan bidang tanah tersebut.

    6. Peta bidang tanah adalah hasil pemetaan 1 (satu) bidang tanah atau lebih pada lembaran kertas dengan suatu skala tertentu yang batas-batasnya telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan digunakan untuk pengumuman data fisik.

    7. Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) adalah tanda pengenal khusus yang diberikan untuk bidang tanah yang bersifat unik atau tunggal untuk setiap bidang tanah di seluruh Indonesia.

    8. Orde adalah peringkat titik-titik dasar teknik berdasarkan kerapatan dan ketelitian sehingga dapat dibedakan dalam 5 (lima) peringkat yaitu orde 0 sampai dengan 4 dan berfungsi sebagai titik ikat.

    9. Pemegang hak adalah orang atau badan hukum yang mempunyai hak atas tanah, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atau Hak Pengelolaan, atau nadzir dalam hal tanah wakaf, baik yang sudah terdaftar maupun yang belum terdaftar.

    10. Kuasa adalah orang atau badan hukum yang mendapat kuasa tertulis yang sah dari pemegang hak. 11. Pihak yang berkepentingan adalah pemegang hak dan pihak atau pihak-pihak lain yang mempunyai

    kepentingan mengenai bidang tanah. 12. Warkah adalah dokumen yang merupakan alat pembuktian data fisik dan data yuridis bidang tanah yang

    telah dipergunakan sebagai dasar pendaftaran bidang tanah tersebut. 13. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dibidang agraria/pertanahan. 14. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi. 15. Kantor Pertanahan adalah Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya.

  • BAB II

    PENGUKURAN DAN PEMETAAN

    Bagian Kesatu

    Pengukuran dan Pemetaan Titik Dasar Teknik.

    Pasal 2

    (1) Titik dasar teknik diklasifikasikan menurut tingkat kerapatannya yaitu titik dasar teknik orde 0, titik dasar teknik orde 1, titik dasar teknik orde 2, titik dasar teknik orde 3, titik dasar teknik orde 4 dan titik dasar teknik perapatan.

    (2) Pengukuran titik dasar teknik orde 2 dilaksanakan dengan kerapatan ± 10 kilometer.

    (3) Pengukuran titik dasar teknik orde 3 dilaksanakan dengan kerapatan ± 1 - 2 kilometer.

    (4) Titik dasar teknik orde 4 merupakan titik dasar teknik dengan kerapatan hingga 150 meter.

    (5) Titik dasar teknik perapatan merupakan hasil perapatan titik dasar teknik orde 4.

    Pasal 3

    (1) Sistem koordinat nasional menggunakan sistem koordinat proyeksi Transverse Mercator Nasional dengan lebar zone 3° (tiga derajat) dan selanjutnya dalam Peraturan ini disebut TM-3°.

    (2) Meridian sentral zone TM-3 ° terletak 1,5 ° (satu koma lima derajat) di timur dan barat meridian sentral zone UTM yang bersangkutan.

    (3) Besaran faktor skala di meridian sentral (k) yang digunakan adalah 0,9999.

    (4) Titik nol semu yang digunakan adalah timur (x) = 200.000 meter, dan utara (y) = 1.500.000 meter.

    (5) Model matematik bumi sebagai bidang referensi adalah spheroid pada datum WGS-1984 dengan parameter a = 6.378.137 meter dan f = 1/298,25722357.

    (6) Penggunaan sistem proyeksi lain hanya diperkenankan dengan persetujuan Menteri.

    Pasal 4

    (1) Pengukuran titik dasar teknik orde 2 dilaksanakan dalam sistem koordinat nasional dengan mengikatkan ke titik-titik dasar orde 0 dan orde 1 yang dibangun oleh Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan nasional.

    (2) Pengukuran titik dasar teknik orde 3 dilaksanakan dalam sistem koordinat nasional dengan mengikatkan ke titik-titik dasar teknik orde 2.

    (3) Pengukuran titik dasar teknik orde 4 pada prinsipnya dilaksanakan dalam sistem koordinat nasional dengan mengikatkan ke titik-titik dasar teknik orde 3.

    (4) Apabila tidak memungkinkan, pengukuran titik dasar teknik orde 4 dapat dilaksanakan dalam sistem koordinat lokal dimana dikemudian hari harus ditransformasi kedalam sitem koordinat nasional.

    (5) Titik dasar teknik yang dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) disebut titik dasar teknik nasional, sedangkan titik dasar teknik yang dimaksud pada ayat (4) apabila belum ditransformasi ke dalam koordinat sistem koordinat nasional disebut titik dasar teknik lokal.

    Pasal 5

    (1) Titik dasar teknik orde 2 dibuat dengan konstruksi beton dari campuran semen, pasir dan kerikil dengan perbandingan 1 : 2 : 3 dengan diameter tulang besi 12 mm, yang besarnya sekurang-kurangnya 0,35 m x 0,35 m dan tinggi sekurang-kurangnya 0,80 m, dan berdiri di atas beton dasar dengan ukuran 0,55 m x 0,55 m dan tinggi 0,2 m, diberi warna biru dan dilengkapi dengan marmer dan logam yang berbentuk tablet yang memuat sekurang-kurangnya nomor titik dasar teknik tersebut .

    (2) Titik dasar teknik orde 3 dibuat dengan konstruksi beton dari campuran semen, pasir dan kerikil dengan perbandingan 1 : 2 : 3 dengan diameter tulang besi 8 mm, yang besarnya sekurang-kurangnya 0,30 m x 0,30 m dan tinggi sekurang-kurangnya 0,60 m, dan berdiri di atas beton dasar dengan ukuran 0,40 m x 0,40 m dan tinggi 0,20 m, diberi warna biru dan dilengkapi dengan logam yang berbentuk tablet yang memuat sekurang-kurangnya nomor titik dasar teknik tersebut .

  • (3) Titik dasar teknik orde 4 dibuat dengan konstruksi yang dapat disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

    (4) Contoh gambar konstruksi titik dasar teknik adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran 1.

    Pasal 6

    (1) Titik dasar teknik orde 2 diberi nomor yang unik/tunggal sebanyak lima digit yang terdiri dari dua digit kode propinsi dan tiga digit nomor urut.

    (2) Titik dasar teknik orde 3 diberi nomor yang unik/tunggal sebanyak tujuh digit yang terdiri dari dua digit kode propinsi, dua digit kode kabupaten/ kotamadya dan tiga digit nomor urut.

    (3) Titik dasar teknik orde 4 diberi nomor yang unik/tunggal berdasarkan wilayah desa/kelurahan sebanyak tiga digit.

    (4) Kode propinsi dan kode kabupaten untuk nomor titik dasar teknik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran 2.

    Pasal 7

    Pengukuran titik dasar teknik orde 2, orde 3, dan orde 4 dilaksanakan dengan menggunakan metoda pengamatan satelit atau metoda lainnya.

    Pasal 8

    (1) Penyebaran titik-titik dasar teknik dipetakan pada peta topografi atau peta lain yang ada.

    (2) Untuk titik dasar teknik lokal, penyebarannya dipetakan dalam peta skala besar yang meliputi satu wilayah desa/kelurahan.

    (3) Peta yang menggambarkan penyebaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dinamakan peta dasar teknik.

    (4) Nomor lembar peta yang digunakan untuk peta dasar teknik mengikuti nomor lembar peta asalnya.

    Pasal 9

    (1) Titik-titik dasar teknik dipetakan dengan simbol berbeda, sesuai dengan klasifikasi titik dasar teknik tersebut.

    (2) Titik dasar teknik orde 0 dan orde 1 dipetakan dengan simbol segi empat dengan panjang sisi 3 mm, dan diberi warna hitam.

    (3) Titik dasar teknik orde 2 dipetakan dengan simbol segitiga dengan panjang sisi 3 mm, dan diberi warna hitam.

    (4) Titik dasar teknik orde 3 dipetakan dengan simbol segitiga dengan panjang sisi 3 mm.

    (5) Titik dasar teknik orde 4 nasional dipetakan dengan simbol lingkaran yang bergaris tengah 3 mm, sedangkan titik dasar teknik orde 4 lokal dipetakan dengan simbol lingkaran yang bergaris tengah 3 mm yang diberi warna hitam.

    (6) Titik dasar teknik perapatan dipetakan dengan simbol segi empat dengan panjang 3 mm.

    (7) Simbol-simbol titik dasar teknik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (3), (4), (5) dan (6) dibuat seperti contoh sebagaimana tercantum dalam lampiran 3.

    Pasal 10

    (1) Untuk titik dasar teknik orde 2, orde 3 dan orde 4 dibuatkan deskripsi, sketsa lokasi, dan foto yang menggambarkan dan menjelaskan cara pencapaian lokasi titik tersebut serta daftar koordinat yang sekurang-kurangnya memuat nilai koordinat titik dasar teknik tersebut dalam sistem koordinat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

    (2) Deskripsi, sketsa lokasi, daftar koordinat dan foto titik dasar teknik dijilid menjadi satu dan disebut buku tugu.

    (3) Deskripsi, sketsa lokasi, daftar koordinat dan foto titik dasar teknik orde 2 dibuat dengan menggunakan daftar isian 100, 100A, 100B dan 100C.

  • (4) Deskripsi, sketsa lokasi, daftar koordinat dan foto titik dasar teknik orde 3 dibuat dengan menggunakan daftar isian 101, 101A, 101B dan 101C.

    (5) Deskripsi, sketsa lokasi, daftar koordinat dan foto titik dasar teknik orde 4 dibuat dengan menggunakan daftar isian 102 dan 102A.

    (6) Tiap titik dasar teknik orde 2 dan orde 3 dibuatkan buku tugunya sebanyak 3 (tiga) rangkap yang masing-masing disimpan di Badan Pertanahan Nasional, Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan, sedangkan buku tugu titik dasar teknik orde 4 dibuat 1 (satu) rangkap yang disimpan di Kantor Pertanahan.

    Pasal 11

    (1) Pemeliharaan titik-titik dasar teknik orde 2, orde 3 dan titik dasar teknik orde 4 merupakan tanggung jawab Kantor Pertanahan setempat.

    (2) Apabila titik dasar teknik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hilang atau berubah letaknya, harus dibuatkan titik dasar teknik yang baru sesuai ordenya di sekitar titik dimaksud dengan memberikan nomor urut yang baru.

    Bagian Kedua

    Pembuatan Peta Dasar Pendaftaran

    Paragraf 1

    Pengukuran dan Pemetaan untuk Pembuatan Peta Dasar Pendaftaran

    Pasal 12

    (1) Pengukuran dan pemetaan untuk pembuatan peta dasar pendaftaran diselenggarakan dengan cara terrestrial, fotogrametrik atau metode lain.

    (2) Pengukuran dan pemetaan secara terrestrial adalah pengukuran dan pemetaan yang dilaksanakan di permukaan bumi.

    (3) Pengukuran dan pemetaan secara fotogrametrik adalah pengukuran dan pemetaan dengan menggunakan sarana foto udara.

    (4) Foto udara adalah foto dari permukaan bumi yang diambil dari udara dengan mempergunakan kamera yang dipasang pada pesawat udara dan memenuhi persyaratan-persyaratan teknis tertentu untuk digunakan bagi pembuatan peta dasar pendaftaran.

    Pasal 13

    (1) Peta dasar pendaftaran dibuat dengan skala 1:1.000 atau lebih besar untuk daerah pemukiman, 1:2.500 atau lebih besar untuk daerah pertanian dan 1:10.000 untuk daerah perkebunan besar.

    (2) Peta dasar pendaftaran dapat berupa peta garis atau peta foto.

    (3) Pembuatan peta dasar pendaftaran dilaksanakan dengan mengikatkan ke titik dasar teknik nasional.

    (4) Peta dasar pendaftaran yang masih berada dalam sistem koordinat lokal harus ditransformasikan ke dalam sistem koordinat nasional.

    Pasal 14

    Detail yang diukur dalam pembuatan peta dasar pendaftaran meliputi semua atau sebagian unsur geografi seperti sungai, jalan, bangunan, batas fisik bidang tanah dan ketinggian.

    Pasal 15

    (1) Peta dasar pendaftaran yang berupa peta garis dibuat di atas drafting film, sedangkan peta dasar pendaftaran yang berupa peta foto dibuat di atas kertas bromide.

    (2) Peta dasar pendaftaran atau berupa peta garis dibuat dengan ketentuan : a. ukuran muka peta 50 cm x 50 cm dan ukuran bidang gambar 70 cm x 70 cm untuk peta skala 1:1.000. b. ukuran muka peta 60 cm x 60 cm dan ukuran bidang gambar 80 cm x 80 cm untuk peta skala 1:2.500. c. ukuran muka peta 60 cm x 60 cm dan ukuran bidang gambar 60 cm x 60 cm untuk peta skala 1:10.000.

  • (3) Peta dasar pendaftaran yang berupa peta foto dibuat dengan ketentuan : a. ukuran muka peta dan bidang gambar 50 cm x 50 cm untuk peta skala 1 : 1000; b. ukuran muka peta dan bidang gambar 60 cm x 60 cm untuk peta skala 1 : 2500 dan skala 1 : 10000;

    (4) Simbol-simbol kartografi yang digunakan untuk pembuatan peta dasar pendaftaran dibuat sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam lampiran 4.

    (5) Pada bagian kanan lembar peta, disediakan ruang untuk penulisan judul, skala peta, arah utara, petunjuk letak lembar peta, legenda kartografi, keterangan pembuatan peta, nama desa/kelurahan dan kecamatan, serta nama pihak ketiga yang melaksanakan jika ada.

    (6) Pada bagian kiri sebelah atas bidang gambar ditulis nama propinsi.

    (7) Pada bagian tengah sebelah atas bidang gambar ditulis nama kotamadya/ kabupaten.

    (8) Pada bagian kanan sebelah atas legenda ditulis nomor peta dasar pendaftaran.

    Pasal 16

    (1) Untuk peta dasar pendaftaran dalam sistem kerangka dasar nasional, penomoran peta terdiri dari nomor zone dan nomor lembar peta.

    (2) Penomoran zone mengacu pada nomor zone UTM, penomoran terdiri dari tiga digit dimana dua digit pertama berisi nomor zone UTM dan digit terakhir merupakan letak zone TM-3 ° sebagaimana tercantum dalam lampiran 5.

    (3) Satu zone TM-3° dibagi dalam wilayah-wilayah yang tercakup pada peta skala 1 : 10.000 dengan ukuran muka peta 60 cm x 60 cm.

    (4) Penomoran lembar peta skala 1 : 10.000 terdiri dari lima digit dimana dua digit pertama menunjukkan nomor kolom lembar (arah x) dan tiga digit berikutnya adalah nomor baris lembar (arah y) dimulai dari koordinat x = 32.000 m dan y = 282.000 m sebagaimana tercantum dalam lampiran 6.

    (5) Lembar peta skala 1 : 10.000 dibagi menjadi 16 lembar peta skala 1:2.500 dengan ukuran muka peta 60 cm x 60 cm.

    (6) Penomoran lembar peta skala 1 : 2.500 terdiri dari tujuh digit dimana lima digit pertama adalah nomor lembar peta skala 1:10.000-nya dan dua digit berikutnya adalah nomor urut lembar peta skala 1 : 2.500 di dalam lembar peta skala 1:10.000 yang dimulai dari nomor 1 (satu) di pojok kiri bawah selanjutnya ke arah kanan dan kemudian baris selanjutnya dari kiri ke kanan sebagaimana tercantum dalam lampiran 7.

    (7) Lembar peta skala 1:2.500 dibagi menjadi sembilan lembar peta skala 1:1.000 dengan ukuran muka peta 50 cm x 50 cm.

    (8) Penomoran lembar peta skala 1:1.000 terdiri dari delapan digit dimana tujuh digit pertama adalah nomor lembar peta skala 1:2.500-nya dan satu digit berikutnya adalah nomor urut lembar peta skala 1:1.000 di dalam lembar peta skala 1:2.500 yang dimulai dari nomor 1 (satu) di pojok kiri bawah selanjutnya ke sebagaimana tercantum dalam lampiran 7.

    (9) Untuk lembar-lembar peta skala yang lebih besar (1:500 dan 1:250) ukuran muka petanya sama dengan ukuran muka peta skala 1:1.000 dan pembagian serta penomoran lembar petanya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dengan menambahkan masing-masing satu digit terhadap nomor lembar peta skala yang lebih kecil.

    (10) Contoh pembagian dan penomoran lembar peta dalam sistem kerangka dasar nasional adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran 7.

    Paragraf 2

    Pembuatan Peta Dasar Pendaftaran Dari Peta Lain

    Pasal 17

    (1) Peta dasar pendaftaran dapat dibuat dengan menggunakan peta lain yang memenuhi syarat sebagai berikut: a. peta tersebut mempunyai skala 1 : 1.000 atau lebih besar untuk daerah perkotaan, 1 : 2.500 atau lebih

    besar untuk daerah pertanian dan 1 : 10.000 atau lebih kecil untuk daerah perkebunan besar; b. peta tersebut sebagaimana dimaksud pada huruf a mempunyai ketelitian planimetris lebih besar atau

    sama dengan 0,3 mm pada skala peta; c. untuk mengetahui ketelitian planimetris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan

  • dengan pengecekan jarak pada titik-titik yang mudah diidentifikasi di lapangan dan pada peta.

    (2) Apabila peta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berada dalam sistem koordinat nasional, maka dilakukan transformasi ke dalam sistem koordinat nasional.

    Paragraf 3

    Pembuatan Peta Dasar Pendaftaran Bersamaan Dengan Pengukuran Bidang Tanah

    Pasal 18

    (1) Pembuatan peta dasar pendaftaran dapat juga dilakukan bersamaan dengan pengukuran bidang atau bidang-bidang tanah yang termasuk di dalamnya.

    (2) Dalam hal pembuatan peta dasar pendaftaran bersamaan dengan pengukuran bidang atau bidang-bidang tanah, maka pengukuran bidang tanah tersebut didahului dengan pengukuran titik dasar teknik orde 4 nasional yang diikatkan ke titik-titik dasar teknik nasional orde 3 atau orde 2 terdekat di sekitar daerah tersebut.

    (3) Apabila di sekitar lokasi tanah yang bersangkutan tidak terdapat titik dasar teknik nasional orde 3 atau orde 2, maka pembuatan peta dasar pendaftaran harus dimulai dengan pembuatan titik dasar teknik dengan sistem koordinat lokal, yang dalam hal pendaftaran tanah secara sistematik harus mencakup minimal wilayah yang ditunjuk sebagai wilayah pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik tersebut.

    (4) Apabila dikemudian hari di wilayah tersebut tersedia titik dasar teknik nasional orde 4, peta pendaftaran pada wilayah tersebut ditransformasi menjadi peta pendaftaran dalam sistem koordinat nasional.

    (5) Dalam pengukuran yang dilakukan untuk pembuatan peta dasar pendaftaran dimaksud pada ayat (1), selain batas-batas bidang tanahnya juga dimasukkan situasi/detail yang ada di sekitarnya dan jika diperlukan bangunan yang ada di atasnya.

    Bagian Ketiga

    Penetapan dan Pemasangan Tanda-tanda Batas Bidang Tanah

    Pasal 19

    (1) Untuk keperluan penetapan batas bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997: a. pemohon yang bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, atau b. pemegang hak atas bidang tanah yang belum terdaftar atau yang sudah terdaftar tetapi belum ada surat

    ukur/gambar situasinya atau yang surat ukur/gambar situasinya sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sebenarnya, dan pihak yang menguasai bidang tanah yang bersangkutan, dalam pendaftaran tanah secara sistematik, diwajibkan menunjukkan batas-batas bidang tanah yang bersangkutan dan, apabila sudah ada kesepakatan mengenai batas tersebut dengan pemegang hak atas bidang tanah yang berbatasan, memasang tanda-tanda batasnya.

    (2) Penetapan batas bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik, dan oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pegawai Kantor Pertanahan yang ditugaskannya dalam pendaftaran tanah secara sporadik.

    (3) Dalam hal pemohon pengukuran atau pemegang hak atas tanah tidak dapat hadir pada waktu yang ditentukan untuk menunjukkan batas-batas bidang tanahnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka penunjukan batas itu dapat dikuasakan dengan kuasa tertulis kepada orang lain.

    (4) Dalam hal tanda batas yang sudah terpasang ternyata tidak sesuai dengan hasil penetapan batas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon pengukuran dan pemegang hak yang bersangkutan memindahkan tanda batas tersebut sesuai dengan batas yang telah ditetapkan.

    (5) Penetapan batas dituangkan dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas (daftar isian 201).

    (6) Apabila dalam penetapan batas sekaligus dilakukan penataan batas, maka hasil penataan batas tersebut dituangkan dalam Berita Acara Penataan Batas (daftar isian 201A).

    (7) Penataan batas sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus disetujui oleh pemegang hak yang bersangkutan dan persetujuan tersebut dituangkan juga dalam Berita Acara Penataan Batas.

  • Pasal 20

    (1) Dalam hal terjadi sengketa mengenai batas bidang-bidang tanah yang berbatasan, Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan/petugas pengukuran yang ditunjuk dalam pendaftaran tanah secara sporadik berusaha menyelesaikannya secara damai melalui musyawarah antara pemegang hak dan pemegang hak atas tanah yang berbatasan, yang, apabila berhasil, penetapan batas yang dihasilkannya dituangkan dalam Risalah Penyelesaian Sengketa Batas (daftar isian 200).

    (2) Apabila sampai saat akan dilakukannya penetapan batas dan pengukuran bidang tanah usaha penyelesaian secara damai melalui musyawarah tidak berhasil, maka ditetapkan batas sementara berdasarkan batas-batas yang menurut kenyataannya merupakan batas-batas bidang tanah yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dan kepada pihak yang merasa berkeberatan, diberitahukan secara tertulis untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan.

    (3) Hal dilakukannya penetapan dan pengukuran batas sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicantumkan di dalam daftar isian 201 dan dicatat di gambar ukur.

    (4) Apabila sengketa yang bersangkutan diajukan ke pengadilan dan oleh pengadilan dikeluarkan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap mengenai tanah dimaksud yang dilengkapi Berita Acara Eksekusi atau apabila dicapai perdamaian antara para pihak sebelum jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 berakhir, maka catatan mengenai batas sementara pada daftar isian 201 dan gambar ukur dihapus dengan cara mencoret dengan tinta hitam.

    (5) Mengenai bidang-bidang tanah yang menurut bukti-bukti penguasaan dapat didaftar melalui pengakuan hak sesuai ketentuan dalam Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 atau dapat diberikan dengan sesuatu hak kepada perorangan atau badan hukum, penetapan batasnya dilakukan dengan mengecualikan bantaran sungai dan tanah yang direncanakan untuk jalan sesuai Rencana Detail Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan.

    (6) Dalam pendaftaran tanah secara sistematik tanah negara yang akan diberikan hak kepada perorangan atau badan hukum dan sudah diukur sebelum wilayah desa/kelurahan ditetapkan sebagai lokasi pendaftaran tanah secara sistematik akan tetapi belum dibuat surat ukurnya, ditetapkan kembali batasnya oleh Panitia Ajudikasi.

    Pasal 21

    (1) Tanda-tanda batas dipasang pada setiap sudut batas tanah dan, apabila dianggap perlu oleh petugas yang melaksanakan pengukuran juga pada titik-titik tertentu sepanjang garis batas bidang tanah tersebut.

    (2) Untuk sudut-sudut batas yang sudah jelas letaknya karena ditandai oleh benda-benda yang terpasang secara tetap seperti pagar beton, pagar tembok atau tugu/patok penguat pagar kawat, tidak harus dipasang tanda batas.

    Pasal 22

    (1) Untuk bidang tanah yang luasnya kurang dari 10 ha, dipergunakan tanda-tanda batas sebagai berikut: a. pipa besi atau batang besi, panjang sekurang-kurangnya 100 cm dan bergaris tengah sekurang-

    kurangnya 5 cm, dimasukkan ke dalam tanah sepanjang 80 cm, sedang selebihnya 20 cm diberi tutup dan dicat merah, atau

    b. pipa paralon yang diisi dengan beton (pasir campur kerikil dan semen) panjang sekurang-kurangnya 100 cm dan bergaris tengah sekurang-kurangnya 5 cm, dimasukkan ke dalam tanah sepanjang 80 cm, sedang selebihnya 20 cm dicat merah, atau

    c. kayu besi, bengkirai, jati dan kayu lainnya yang kuat dengan panjang sekurang-kurangnya 100 cm lebar kayu sekurang-kurangnya 7,5 cm, dimasukkan ke dalam tanah sepanjang 80 cm, sedang selebihnya 20 cm di permukaan tanah di cat merah, dengan ketentuan bahwa untuk di daerah rawa panjangnya kayu tersebut sekurang-kurangnya 1,5 m dan lebar sekurang-kurangnya 10 cm, yang 1 m dimasukkan ke dalam tanah, sedang yang muncul di permukaan tanah dicat merah. Pada kira-kira 0,2 m dari ujung bawah terlebih dulu dipasang dua potong kayu sejenis dengan ukuran sekurang-kurangnya 0,05 x 0,05 x 0,70 m yang merupakan salib; atau

    d. tugu dari batu bata atau batako yang dilapis dengan semen yang besarnya sekurang-kurangnya 0,20 m x 0,20 m dan tinggi sekurang-kurangnya 0,40 m, yang setengahnya dimasukkan ke dalam tanah, atau

    e. tugu dari beton, batu kali atau granit dipahat sekurang- kurangnya sebesar 0,10 m persegi dan panjang 0,50 m, yang 0,40 m dimasukkan ke dalam tanah, dengan ketentuan bahwa apabila tanda batas itu

  • terbuat dari beton di tengah-tengahnya dipasang paku atau besi.

    (2) Untuk bidang tanah yang luasnya 10 ha atau lebih dipergunakan tanda-tanda batas sebagai berikut : a. pipa besi panjang sekurang-kurangnya 1,5 m bergaris tengah sekurang-kurangnya 10 cm, dimasukkan

    ke dalam tanah sepanjang 1 m, sedang selebihnya diberi tutup besi dan dicat merah, atau b. besi balok dengan panjang sekurang-kurangnya 1,5 m dan lebar sekurang-kurangnya 10 cm,

    dimasukkan ke dalam tanah sepanjang 1 m, pada bagian yang muncul di atas tanah dicat merah, atau c. kayu besi, bengkirai, jati dan kayu lainnya yang kuat dengan panjang sekurang-kurangnya 1,5 m lebar

    kayu sekurang-kurangnya 10 cm, dimasukkan ke dalam tanah sepanjang 1 m, pada kira-kira 20 cm dari ujung bawah dipasang 2 potong kayu sejenis yang merupakan salib , dengan ukuran sekurang- kurangnya 0,05 x 0,05 x 0,7m;Pada bagian atas yang muncul di atas tanah dicat merah; atau

    d. tugu dari batu bata atau batako yang dilapis dengan semen atau beton yang besarnya sekurang-kurangnya 0,30 m x 0,30 m dari tinggi sekurang-kurangnya 0,60 m, dan berdiri di atas batu dasar yang dimasukkan ke dalam tanah sekurang-kurangnya berukuran 0,70 x 0,70 x 0,40m, atau

    e. pipa paralon yang diisi dengan beton dengan panjang sekurang-kurangnya 1,5 m dan diameter sekurang-kurangnya 10 cm, yang dimasukkan ke dalam tanah sepanjang 1 m, dan yang muncul di atas tanah dicat merah.

    (3) Penyimpangan dari bentuk dan ukuran tanda-tanda batas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menyesuaikan dengan keadaan setempat ditentukan dengan keputusan Kepala Kantor Pertanahan.

    Pasal 23

    (1) Setiap bidang tanah yang sudah ditetapkan batas-batasnya baik dalam pendaftaran tanah secara sistematik maupun sporadik diberi Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) yang dicantumkan dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas (daftar isian 201 ).

    (2) NIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 13 digit, yaitu 8 digit pertama merupakan kode propinsi, kabupaten, kecamatan dan kelurahan/desa tempat bidang tanah terletak, dan 5 digit terakhir merupakan nomor bidang tanah.

    (3) Nomor bidang tanah dalam pendaftaran tanah secara sistematik merupakan nomor urut per desa/kelurahan.

    (4) Nomor bidang tanah dalam pendaftaran tanah secara sporadik merupakan nomor yang diberikan secara berurutan sesuai dengan urutan penyelesaian penetapan batas.

    (5) Dalam hal bidang tanah terletak di lebih dari 1 (satu) desa, maka masing-masing bagian dari bidang tanah yang terletak di desa yang berbeda tersebut diberi NIB tersendiri.

    (6) NIB merupakan nomor referensi yang digunakan dalam setiap tahap kegiatan pendaftaran tanah.

    (7) Bidang tanah yang telah mempunyai NIB dibukukan dalam daftar tanah.

    Bagian Keempat

    Pengukuran Bidang Tanah

    Pasal 24

    (1) Pengukuran bidang tanah dilaksanakan dengan cara terrestrial, fotogrametrik, atau metoda lainnya.

    (2) Prinsip dasar pengukuran bidang tanah dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah adalah harus memenuhi kaidah-kaidah teknis pengukuran dan pemetaan sehingga bidang tanah yang diukur dapat dipetakan dan dapat diketahui letak dan batasnya di atas peta serta dapat direkonstruksi batas-batasnya di lapangan.

    Pasal 25

    (1) Pengukuran bidang tanah pada prinsipnya dilaksanakan dalam sistem koordinat nasional.

    (2) Apabila pengukuran bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mungkin dilaksanakan dalam sistem koordinat nasional, maka pengukuran tersebut dilaksanakan dengan menggunakan sistem koordinat lokal.

  • Pasal 26

    (1) Pengukuran bidang tanah di daerah yang telah tersedia peta dasar pendaftaran yang berupa peta foto dilaksanakan dengan cara identifikasi bidang tanah yang batasnya telah ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku.

    (2) Batas-batas bidang tanah yang diidentifikasi pada peta foto harus diukur di lapangan.

    (3) Apabila titik-titik batas tidak dapat diidentifikasi pada peta foto karena tumbuhan atau halangan pandangan lain, maka dilakukan pengukuran dari titik-titik batas yang berdekatan atau titik-titik lain yang dapat diidentifikasi pada peta foto, sehingga titik batas yang tidak terlihat tersebut dapat ditandai di peta foto dengan cara pemotongan kemuka.

    (4) Peta foto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar untuk memetakan letak batas bidang-bidang tanah dan mencatat data ukuran bidang-bidang tanah.

    Pasal 27

    Untuk daerah yang tersedia peta dasar pendaftaran yang berupa peta garis, pengukuran bidang tanah diikatkan pada titik dasar teknik nasional dan/atau detail-detail lainnya yang ada dan mudah diidentifikasi di lapangan dan di petanya.

    Pasal 28

    Pengukuran bidang tanah dalam pendaftaran tanah secara sistematik yang dilaksanakan bersamaan dengan pembuatan peta dasar pendaftaran dilakukan sesuai ketentuan dalam Pasal 18.

    Pasal 29

    (1) Pengukuran bidang tanah secara sporadik di daerah yang tidak tersedia peta dasar pendaftaran namun terdapat titik dasar teknik nasional dengan jarak kurang dari 2 (dua) kilometer dari bidang tanah tersebut, diikatkan ke titik dasar teknik nasional tersebut.

    (2) Untuk pengukuran bidang tanah secara sporadik di daerah yang tidak tersedia peta dasar pendaftaran dan titik dasar teknik nasional harus dibuat titik dasar teknik orde 4 lokal di sekitar bidang tanah yang akan diukur sebanyak 2 (dua) buah atau lebih yang berfungsi sebagai titik ikat pengukuran bidang tanah dalam sistem koordinat lokal.

    (3) Pengukuran bidang tanah lainnya yang terletak dalam lembar peta pendaftaran

    yang sama dengan bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diikatkan kepada titik dasar teknik lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

    Pasal 30

    (1) Setiap pengukuran bidang tanah harus dibuatkan gambar ukurnya.

    (2) Gambar ukur dapat menggambarkan satu bidang tanah atau lebih.

    (3) Gambar ukur dapat dibuat pada formulir daftar isian, peta foto/peta garis, blow-up foto udara atau citra lainnya.

    (4) Seluruh data hasil ukuran batas bidang tanah dicatat pada gambar ukur dan harus dapat digunakan untuk pengembalian batas bidang-bidang tanah yang bersangkutan apabila diperlukan.

    (5) Setiap gambar ukur dibuatkan nomor gambar ukurnya dengan nomor urut dalam daftar isian 302.

    (6) Bangunan yang terdapat pada suatu bidang tanah digambarkan pada gambar ukur.

    (7) Dalam gambar ukur dicantumkan Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) dan apabila diperlukan simbol-simbol kartografi.

  • Bagian Kelima

    Pemetaan Bidang Tanah untuk Pembuatan Peta Pendaftaran

    Paragraf 1

    Dalam Kegiatan Pendaftaran Tanah Secara Sistematik

    Pasal 31

    (1) Untuk keperluan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dibuat peta bidang-bidang tanah.

    (2) Peta bidang-bidang tanah dibuat dengan memetakan hasil pengukuran batas-batas bidang tanah pada lembaran peta bidang-bidang tanah, atau dengan mengutip batas-batas bidang tanah yang telah diidentifikasi dan ditetapkan batasnya oleh Panitia Ajudikasi, apabila peta dasar yang tersedia berupa peta foto.

    3) Lembaran peta bidang-bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa kertas HVS 80 mg dengan ukuran A3 (double kwarto) atau kertas lain yang ukurannya sejenis.

    (4) Peta bidang-bidang tanah ditandatangani oleh Ketua Panitia Ajudikasi.

    (5) Peta bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat informasi sebagai berikut : a. judul peta, yaitu “Peta bidang tanah”; b. nomor RT/RW, nama Kelurahan/desa, Kabupaten/kotamadya, dan Propinsi; c. skala peta; d. panah utara; e. batas bidang-bidang tanah; f. jalan, sungai atau benda-benda lain yang dapat dijadikan petunjuk lokasi; g. nomor identifikasi bidang tanah; h. tanggal dan tanda tangan Ketua Panitia Ajudikasi.

    Pasal 32

    (1) Pemetaan bidang tanah untuk suatu daerah yang peta dasar pendaftarannya berupa peta foto, dilaksanakan dengan mengutip batas-batas bidang tanah dari peta foto yang batas-batasnya sudah diidentifikasi dan ditetapkan oleh Panitia Ajudikasi, dan memetakannya pada lembaran peta pendaftaran.

    (2) Dalam hal untuk suatu daerah telah tersedia peta dasar pendaftaran yang berupa peta garis, maka hasil pengukuran bidang-bidang tanah dalam daerah itu dipetakan pada peta dasar pendaftaran.

    (3) Dalam hal pemetaan bidang tanah tidak dapat dipetakan langsung pada peta dasar karena alasan kartografi, pemetaan bidang tanah dapat dilaksanakan pada lembaran peta pendaftaran yang merupakan kutipan peta dasar pendaftaran.

    (4) Dalam hal wilayah atau bagian wilayah desa/kelurahan yang ditetapkan sebagai lokasi pendaftaran tanah secara sistematik belum termasuk dalam suatu peta dasar pendaftaran, maka pemetaan bidang tanah dilakukan bersamaan dengan pembuatan peta dasar pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.

    (5) Lembaran peta pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (3) dibuat dengan ketentuan sebagai berikut: a) peta pendaftaran dibuat di atas drafting film dengan ukuran dan format sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 15 ayat (2); b) pembagian lembar dan penomoran peta pendaftaran sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 16; c) setiap bidang tanah diberi nomor pendaftaran; d) simbol-simbol kartografi yang digunakan untuk pembuatan peta pendaftaran dibuat sesuai dengan

    contoh sebagaimana tercantum dalam lampiran 8; e) pada bagian kiri sebelah atas bidang gambar ditulis nama propinsi; f) pada bagian tengah sebelah atas bidang gambar ditulis nama kotamadya/ kabupaten; g) pada bagian kanan lembar, disediakan kotak legenda untuk penulisan judul peta, skala peta, arah utara,

    legenda kartografi, petunjuk letak lembar peta, keterangan pembuatan peta, nama desa/kelurahan dan kecamatan dan pengesahan penggunaan peta pendaftaran;

  • h) pada bagian kanan sebelah atas legenda ditulis nomor lembar peta.

    Pasal 33

    (1) Apabila terdapat sanggahan pada saat pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan berdasarkan penelitian Panitia Ajudikasi terdapat kekeliruan mengenai hasil ukuran bidang tanah yang tercantum pada peta bidang-bidang tanah, maka pada peta bidang-bidang tanah dan hasil pemetaan pada peta dasar atau lembaran peta pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan perubahan.

    (2) Hasil ukuran perbaikan bidang atau bidang-bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan gambar ukur baru dan hasil ukuran bidang tanah tersebut pada gambar ukur yang lama dinyatakan tidak berlaku.

    Pasal 34

    (1) Setelah pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dan perubahan-perubahan pada peta dasar atau lembaran peta pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) selesai, maka peta dasar atau lembaran peta pendaftaran disahkan penggunaannya sebagai peta pendaftaran oleh Ketua Panitia Ajudikasi.

    (2) Untuk wilayah yang sudah tersedia peta pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemetaan bidang tanah dilaksanakan pada peta pendaftaran tersebut.

    Paragraf 2

    Dalam Kegiatan Pendaftaran Tanah Secara Sporadik

    Pasal 35

    (1) Untuk keperluan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dibuat peta bidang atau bidang-bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk.

    (2) Apabila terdapat sanggahan pada saat pengumuman dan berdasarkan penelitian panitia yang berwenang terdapat kekeliruan mengenai hasil ukuran bidang tanah yang tergambar maka dilakukan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33.

    Pasal 36

    Pemetaan bidang tanah pada suatu daerah yang pendaftaran tanahnya diselenggarakan secara sporadik dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.

    Pasal 37

    (1) Peta pendaftaran yang dibuat berdasarkan peta garis disahkan penggunaannya oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan membubuhkan kata-kata " Untuk penggunaannya".

    (2) Untuk daerah yang tidak tersedia peta dasar pendaftaran yang berupa peta garis, peta pendaftaran dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (5) huruf a) sampai dengan huruf h) dan disahkan penggunaannya oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan membubuhkan kata-kata "Untuk peng-gunaannya".

    Pasal 38

    (1) Untuk pemetaan dalam pendaftaran tanah secara sporadik yang dilaksanakan dalam sistem koordinat nasional, pembagian dan penomoran lembar sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.

    (2) Untuk pemetaan dalam pendaftaran tanah secara sporadik yang dilaksanakan dalam sistem koordinat lokal, harus dibuat pembagian dan penomoran lembar peta pendaftaran dengan basis desa/kelurahan di atas salinan peta desa/kelurahan tersebut yang didapat dari instansi lain sesuai dengan ukuran muka peta dan skala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2).

    (3) Peta desa/kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibagi dalam wilayah-wilayah yang tercakup pada peta skala 1:2.500 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5).

    (4) Penomoran lembar peta dasar pendaftaran untuk peta skala 1:2.500 dilakukan berdasarkan kolom dan baris dimulai dari pojok kiri-bawah pada peta dasar tekniknya dan diberikan nomor sebanyak empat digit yang

  • terdiri dari dua digit nomor kolom lembar peta dan dua digit nomor baris lembar peta.

    (5) Selanjutnya lembar peta skala 1:2.500 dibagi menjadi sembilan lembar peta skala 1:1.000 dengan ukuran muka peta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7).

    (6) Penomoran lembar peta skala 1:1.000 terdiri dari lima digit dimana empat digit pertama adalah nomor lembar peta skala 1:2.500-nya dan satu digit berikutnya adalah nomor urut lembar peta skala 1:1.000 di dalam lembar peta skala 1:2.500 yang dimulai dari nomor 1 (satu) di pojok kiri bawah selanjutnya ke arah kanan dan kemudian baris selanjutnya dari kiri ke kanan sebagaimana tercantum dalam lampiran 9.

    (7) Contoh pembagian dan penomoran lembar peta pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), (5), dan (6) adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran 9.

    Pasal 39

    (1) Pemetaan bidang tanah yang luasnya 25 Ha atau lebih sedapat mungkin dilakukan dalam sistem koordinat nasional.

    (2) Bidang tanah dengan luas lebih kecil dari 10 Ha digambarkan pada peta pendaftaran skala 1 : 1000 atau 1 : 2.500, sedangkan yang luasnya 10 Ha atau lebih digambarkan dengan skala 1 : 2.500 atau 1 : 10.000.

    Untuk bidang tanah yang luasnya melebihi cakupan satu lembar peta pendaftaran, dapat dibuat dalam beberapa lembar peta pendaftaran dengan diberikan simbol kartografi tertentu, sedangkan untuk salinan atau kutipannya dapat dibuat dengan skala yang lebih kecil.

    Bagian Keenam

    Pemeliharaan dan Perbaikan Peta Dasar Pendaftaran, Peta Pendaftaran, dan Gambar Ukur

    Pasal 40

    (1) Untuk pemeliharaan dan keamanan setiap peta pendaftaran dibuatkan salinannya baik dalam bentuk kertas/drafting film ataupun data digital.

    (2) Apabila terdapat perubahan pada peta pendaftaran maka perubahan tersebut juga harus dilakukan pada salinannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

    Pasal 41

    (1) Pemeliharaan peta dasar pendaftaran, peta pendaftaran, gambar ukur dan data-data ukur terkait merupakan tanggung jawab Kepala Kantor Pertanahan.

    (2) Apabila terdapat peta dasar pendaftaran, peta pendaftaran, gambar ukur dan data-data ukur terkait yang rusak atau hilang, Kepala Kantor Pertanahan diwajibkan memperbaiki atau mengembalikan data informasi tersebut.

    (3) Apabila dalam pengukuran untuk pembuatan peta dasar pendaftaran, peta pendaftaran dan gambar ukur terdapat kesalahan teknis data ukuran, maka Kepala Kantor Pertanahan dapat memperbaiki kesalahan tersebut.

    (4) Apabila pembuatan peta pendaftaran yang dilaksanakan dengan menggunakan metoda fotogrametrik, terdapat kekeliruan yaitu bidang tanah yang dipetakan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapangan, maka berdasarkan pengukuran di lapangan Kepala Kantor Pertanahan dapat memperbaiki peta pendaftaran tersebut.

    (5) Apabila atas suatu bidang tanah yang diukur ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) sudah diterbitkan sertipikat, selain dilakukan perubahan pada gambar ukur dan peta pendaftaran juga dilakukan perubahan pada surat ukurnya.

    (6) Perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , (2), (3), (4) dan (5) harus dibuatkan berita acaranya.

    Pasal 42

    (1) Apabila terjadi penggabungan, pemisahan atau pemecahan bidang-bidang tanah yang telah terdaftar, maka dilakukan penetapan batas dan pengukuran kembali.

    (2) Untuk bidang-bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuatkan gambar ukur baru dan

  • dilakukan perubahan pada peta pendaftarannya.

    Pasal 43

    (1) Untuk bidang-bidang tanah yang telah terdaftar sebelum berlakunya peraturan ini dan belum dibuatkan peta pendaftarannya, maka dibuatkan peta pendaftaran.

    (2) Apabila di kemudian hari dilaksanakan pengukuran titik dasar teknik dalam sistem nasional, maka peta pendaftaran yang masih menggunakan sistem lokal harus ditransformasikan ke dalam peta pendaftaran dalam sistem nasional.

    (3) Tata cara pelaksanaan transformasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Menteri.

    Bagian Ketujuh

    Penyimpanan, Pengelolaan dan Penyebaran Informasi Hasil Pemotretan Udara

    Pasal 44

    (1) Penyimpanan dan pengelolaan film-film negatif dan foto udara sebagai dokumen negara hasil pemotretan udara yang dilakukan dalam rangka pengukuran dan pemetaan untuk pembuatan peta dasar pendaftaran secara fotogrametrik dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional.

    (2) Penggunaan film negatif dan foto udara yang dimaksud pada ayat (1) selain untuk keperluan Badan Pertanahan Nasional, memerlukan izin tertulis dari Menteri.

    (3) Pemberian informasi mengenai film negatif, foto udara, titik dasar teknik, peta dasar pendaftaran maupun peta pendaftaran dikenakan biaya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Bagian Kedelapan

    Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

    Pasal 45

    (1) Kegiatan pengukuran titik dasar teknik, pengukuran dan pemetaan untuk pembuatan peta dasar pendaftaran, serta pengukuran dan pemetaan untuk pembuatan peta pendaftaran dapat dilaksanakan oleh pihak swasta.

    (2) Persyaratan pihak swasta yang dapat ditugaskan melakukan pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

    BAB III

    PENDAFTARAN TANAH UNTUK PERTAMA KALI

    Bagian Kesatu

    Pendaftaran Tanah Secara Sistematik

    Paragraf 1

    Penetapan Lokasi

    Pasal 46

    (1) Menteri menetapkan lokasi pendaftaran tanah secara sistematik atas usul Kepala Kantor Wilayah.

    (2) Satuan lokasi pendaftaran tanah secara sistematik adalah seluruh atau sebagian wilayah satu desa/kelurahan.

  • (3) Usul penetapan lokasi pendaftaran tanah secara sistematik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas rencana kerja Kantor Pertanahan dengan mengutamakan wilayah desa/kelurahan yang : a. sebagian wilayahnya sudah didaftar secara sistematik; b. jumlah bidang tanah yang terdaftar relatif kecil, yaitu berkisar sampai dengan 30% (tiga puluh persen)

    dari perkiraan jumlah bidang tanah yang ada; c. merupakan daerah pengembangan perkotaan yang tingkat pembangunannya tinggi; d. merupakan daerah pertanian yang produktif; e. tersedia titik-titik kerangka dasar teknik nasional.

    (4) Pendaftaran tanah secara sistematik dibiayai dengan anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah, atau secara swadaya oleh masyarakat dengan persetujuan Menteri.

    Paragraf 2

    Persiapan

    Pasal 47

    (1) Setelah lokasi pendaftaran tanah secara sistematik ditetapkan, Kepala Kantor Pertanahan menyiapkan peta dasar pendaftaran, berupa peta dasar yang berbentuk peta garis atau peta foto.

    (2) Peta dasar pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah memuat pemetaan bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar haknya dalam bentuk peta indeks grafis.

    (3) Apabila karena alasan teknis pembuatan peta indeks grafis tersebuttidak dapat dilaksanakan sebelum dilakukan pendaftaran tanah secara sistematik, pemetaan bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar tersebut dilakukan bersamaan dengan pemetaan bidang-bidang tanah hasil pengukuran bidang tanah secara sistematik.

    (4) Dalam hal desa/kelurahan yang wilayah atau bagian wilayahnya ditetapkan sebagai lokasi pendaftaran tanah secara sistematik belum tersedia peta dasar pendaftaran, maka pembuatan peta dasar pendaftaran dapat dilakukan bersamaan dengan pengukuran dan pemetaan bidang tanah yang bersangkutan.

    Paragraf 3

    Pembentukan Panitia Ajudikasi dan Satuan Tugas (Satgas)

    Pasal 48

    (1) Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik yang dilaksanakan dalam rangka program Pemerintah dan Satgas yang membantunya dibentuk oleh Menteri untuk setiap desa/kelurahan yang sudah ditetapkan sebagai lokasi pendaftaran tanah secara sistematik.

    (2) Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik yang dilaksanakan dengan swadaya masyarakat dan Satgas yang membantunya dibentuk oleh Kepala Kantor Wilayah.

    Pasal 49

    (1) Sebelum melaksanakan tugasnya para anggota Panitia Ajudikasi dan Satgas wajib mengangkat sumpah dihadapan Kepala Kantor Pertanahan setempat.

    (2) Bentuk dan isi sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam lampiran 10.

    Paragraf 4

    Susunan, Tugas dan Wewenang Panitia Ajudikasi dan Satgas

    Pasal 50

    (1) Susunan Panitia Ajudikasi terdiri dari : a. seorang Ketua Panitia merangkap anggota, yang dijabat oleh pegawai Badan Pertanahan Nasional yang

    mempunyai kemampuan pengetahuan di bidang pendaftaran tanah dan atau hak-hak atas tanah, yang tertinggi pangkatnya di antara para anggota Panitia;

    b. seorang Wakil Ketua I merangkap anggota, yang dijabat oleh pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan dan pengetahuan di bidang pendaftaran tanah;

    c. seorang Wakil Ketua II merangkap anggota, yang dijabat oleh pegawai Badan Pertanahan Nasional

  • yang mempunyai kemampuan dan pengetahuan di bidang hak-hak atas tanah; d. Kepala Desa/Kepala Kelurahan yang bersangkutan atau Pamong Desa/Kelurahan yang ditunjuknya

    sebagai anggota.

    (2) Keanggotaan Panitia Ajudikasi dapat ditambah dengan seorang yang dianggap mengetahui data yuridis bidang-bidang tanah di lokasi pendaftaran tanah secara sistematik, misalnya anggota tetua adat, kepala dusun, atau kepala lingkungan setempat.

    Pasal 51

    (1) Satgas pengukuran dan pemetaan terdiri dari beberapa petugas ukur, dan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh beberapa orang pembantu petugas ukur.

    (2) Susunan satgas pengumpul data yuridis terdiri dari : a. seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai pengetahuan di bidang hak-hak atas

    tanah, b. seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai pengetahuan di bidang pendaftaran

    tanah, c. seorang anggota pemerintahan desa/kelurahan dari wilayah yang bersangkutan.

    (3) Satgas administrasi terdiri dari seorang atau beberapa orang petugas tata usaha dan dalam melaksanakan tugasnya dibantu beberapa orang pembantu tata usaha.

    (4) Jumlah keanggotaan Satgas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) disesuaikan menurut kebutuhan.

    (5) Ketua Satgas-satgas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) dijabat oleh pegawai Badan Pertanahan Nasional yang tertinggi pangkatnya.

    Pasal 52

    Tugas dan wewenang Panitia Ajudikasi, yaitu :

    a. menyiapkan rencana kerja ajudikasi secara terperinci; b. mengumpulkan data fisik dan dokumen asli data yuridis semua bidang tanah yang ada di wilayah yang

    bersangkutan serta memberikan tanda penerimaan dokumen kepada pemegang hak atau kuasanya; c. menyelidiki riwayat tanah dan menilai kebenaran alat bukti pemilikan atau penguasaan tanah; d. mengumumkan data fisik dan data yuridis yang sudah dikumpulkan; e. membantu menyelesaikan ketidaksepakatan atau sengketa antara pihak-pihak yang bersangkutan mengenai

    data yang diumumkan; f. mengesahkan hasil pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf d yang akan digunakan sebagai dasar

    pembukuan hak atau pengusulan pemberian hak; g. menerima uang pembayaran, mengumpulkan dan memelihara setiap kwitansi bukti pembayaran dan

    penerimaan uang yang dibayarkan oleh mereka yang berkepentingan sesuai ketentuan yang berlaku; h. menyampaikan laporan secara periodik dan menyerahkan hasil kegiatan Panitia Ajudikasi kepada Kepala

    Kantor Pertanahan; i. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan secara khusus kepadanya, yang berhubungan dengan

    pendaftaran tanah secara sistematik di lokasi yang bersangkutan.

    Pasal 53

    (1) Tugas dan wewenang Ketua Panitia Ajudikasi, yaitu : a. memimpin dan bertanggung jawab terhadap seluruh pelaksanaan program kegiatan ajudikasi; b. mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan dengan Kantor Pertanahan dan instansi terkait; c. memberikan pengarahan pelaksanaan kegiatan termasuk penyuluhan awal di RT; d. berdasarkan berita acara pengesahan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Peraturan

    Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997: 1) menegaskan konversi hak atas tanah; 2) menandatangani penetapan pengakuan hak; 3) mengusulkan pemberian hak atas tanah negara;

    e. atas nama Kepala Kantor Pertanahan menandatangani buku tanah dan sertipikat serta mengesahkan peta pendaftaran;

    f. atas nama Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah menandatangani surat ukur;

  • g. atas nama Kepala Kantor Pertanahan mendaftar peralihan dan pembebanan hak atas tanah yang telah didaftar dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik sebelum warkah-warkah hak yang bersangkutan diserahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan;

    h. menandatangani dokumen penyerahan hasil kegiatan Panitia Ajudikasi kepada Kepala Kantor.

    (2) Tugas Wakil Ketua I adalah membantu Ketua Panitia Ajudikasi dalam : a. mengkoordinasikan pelaksanaan tugas pengumpulan data fisik dan penatausahaan pendaftaran tanah; b. membantu Ketua Panitia Ajudikasi dalam pemeriksaan data fisik bidang-bidang tanah; c. membuat kesimpulan hasil pengukuran dan pemetaan; d. memeriksa sengketa mengenai batas dan luas tanah; e. meneliti daftar tanah dan memeriksa luas; f. menyiapkan buku tanah, surat ukur dan peta-peta tanah setempat; g. memeriksa peta dan surat ukur; h. menginventarisir permasalahan khususnya mengenai data fisik bidang-bidang tanah; i. membuat laporan hasil kegiatan secara berkala; j. mengontrol pengukuran batas tanah; k. bersama Wakil Ketua II menyiapkan pelaksanaan pengumuman (penerbitan dan penempelan di papan

    pengumuman); l. menyiapkan konsep penetapan konversi dan pengakuan hak atas tanah; m. menyiapkan peta pendaftaran; n. memeriksa surat ukur; o. memeriksa buku tanah, sertipikat, daftar nama dan peta pendaftaran; p. menyiapkan daftar tanah negara.

    (3) Tugas Wakil Ketua II adalah membantu Ketua Panitia Ajudikasi dalam : a. mengkoordinasikan pelaksanaan tugas pengumpulan data yuridis; b. supervisi pengumpulan dokumen asli mengenai kepemilikan atau penguasaan tanah; c. membantu Ketua Panitia Ajudikasi dalam pemeriksaan data yuridis bidang-bidang tanah; d. membuat kesimpulan hasil pengumpulan data yuridis; e. membantu menyelesaikan sanggahan mengenai data yuridis, membuat kesimpulan dan membuat

    laporan setelah pengumuman; f. bersama Wakil Ketua I menyiapkan pelaksanaan pengumuman (penerbitan dan penempelan di papan

    pengumuman); g. menginventarisir permasalahan umum hak atas tanah; h. supervisi nama pemilik pada buku tanah; i. menyiapkan usul pemberian hak atas tanah negara; j. menyiapkan konsep keputusan pemberian hak atas tanah.

    Pasal 54

    (1) Tugas Satgas pengukuran dan pemetaan, yaitu : a. menetapkan batas bidang tanah dalam hal satgas pengukuran dan pemetaan adalah pegawai Badan

    Pertanahan Nasional; b. melaksanakan pengukuran batas bidang tanah; c. membuat gambar ukur; d. membuat peta bidang tanah; e. membuat daftar tanah; f. membuat peta pendaftaran; g. membuat surat ukur.

    (2) Tugas Satgas pengumpul data yuridis, yaitu : a. melakukan pemeriksaan bidang-bidang tanah dan menetapkan batas-batasnya; b. membuat sket (gambar kasar) bidang-bidang tanah jika belum tersedia peta bidang tanah tersebut; c. melakukan penyelidikan riwayat tanah dan menarik surat-surat bukti pemilikan atau penguasaan tanah

    yang asli dan memberikan tanda terima; d. membuat daftar bidang-bidang tanah yang telah diajudikasi; e. membuat laporan pelaksanaan pekerjaan setiap minggu; f. menyiapkan pengumuman mengenai data yuridis; g. menginvetarisasi sanggahan/keberatan dan penye-lesaiannya; h. menyiapkan data untuk pembuatan daftar isian 201, 204, 205, 207 dan pemeriksaan sertipikat.

    (3) Tugas Satgas Administrasi, yaitu : a. melaksanakan tugas pengetikan, penggandaan dokumen, penerimaan surat-surat umum dan pemberian

  • tanda terimanya dan pekerjaan administratif lainnya; b. menyiapkan laporan ke Kantor Pertanahan, Kantor Wilayah dan unit kerja lain yang dianggap perlu; c. mengelola alat-alat tulis kantor; d. menyiapkan daftar hadir; e. mengatur rumah tangga Panitia Ajudikasi; f. membuat laporan hasil rapat Panitia Ajudikasi. g. menyiapkan laporan hasil kegiatan secara berkala; h. membuat evaluasi untuk laporan hasil kegiatan secara berkala.

    Paragraf 5

    Penyelesaian Permohonan Yang Ada Pada Saat Mulainya Pendaftaran Tanah Secara Sistematik

    Pasal 55

    (1) Penyelesaian permohonan hak dan pendaftaran hak yang berasal dari konversi mengenai bidang tanah dalam lokasi pendaftaran tanah secara sistematik yang pada saat Panitia Ajudikasi diambil sumpahnya belum selesai pengurusannya, diatur sebagai berikut : a. permohonan hak yang sudah diperiksa oleh Panitia Pemeriksaan Tanah, penyelesaiannya dilakukan

    oleh Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah dan/atau Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional sesuai ketentuan yang berlaku;

    b. permohonan pendaftaran hak yang berasal dari konversi yang sudah selesai diumumkan, penyelesaiannya dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan dan/atau Kepala Kantor Wilayah sesuai ketentuan yang berlaku;

    c. permohonan yang tidak termasuk huruf a dan b berkasnya disampaikan oleh Kepala Kantor Pertanahan kepada Panitia Ajudikasi untuk diselesaikan menurut peraturan ini.

    (2) Proses permohonan hak dan pendaftaran asal konversi hak-hak lama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan c, wajib diberitahukan oleh Kepala Kantor Pertanahan kepada Panitia Ajudikasi dan sesuai keperluannya diserahkan warkah-warkahnya.

    Paragraf 6

    Penyuluhan

    Pasal 56

    (1) Sebelum dimulainya ajudikasi, diadakan penyuluhan di wilayah atau bagian wilayah desa/kelurahan yang bersangkutan mengenai pendaftaran tanah secara sistematik oleh Kepala Kantor Pertanahan dibantu Panitia Ajudikasi berkoordinasi dengan instansi yang terkait, yaitu : a. Pemerintah Daerah Tingkat II; b. Kantor Departemen Penerangan Kabupaten/ Kotamadya; c. Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; d. Kantor Kecamatan; e. Instansi lain yang dianggap perlu.

    (2) Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan memberitahukan kepada pemegang hak atau kuasanya atau pihak lain yang berkepentingan bahwa di desa/kelurahan tersebut akan diselenggarakan pendaftaran tanah secara sistematik dan tujuan serta manfaat yang akan diperoleh dari hasil pendaftaran tanah tersebut.

    (3) Pemegang hak atas tanah atau kuasanya atau pihak lain yang berkepentingan sebagaimana dimaksud pada

    ayat (2) diberitahukan mengenai kewajiban dan tanggung jawabnya untuk : a. memasang tanda-tanda batas pada bidang tanahnya sesuai ketentuan yang berlaku; b. berada dilokasi pada saat Panitia Ajudikasi melakukan pengumpulan data fisik dan data yuridis; c. menunjukkan batas-batas bidang tanahnya kepada Panitia Ajudikasi; d. menunjukkan bukti pemilikan atau penguasaan tanahnya kepada Panitia Ajudikasi; e. memenuhi persyaratan yang ditentukan bagi pemegang hak atau kuasanya atau selaku pihak lain yang

    berkepentingan.

    (4) Kepada pemegang hak atau kuasanya atau pihak lain yang berkepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan : a. jadwal pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik, termasuk a.l.:

    1) saat dimulai dan selesainya pendaftaran tanah secara sistematik; 2) saat akan dilakukan penetapan batas dan pengukuran bidang tanah.

  • b. akibat hukum yang terjadi apabila kewajiban dan tanggungjawab dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi;

    c. hak-haknya untuk mengajukan keberatan atas hasil ajudikasi yang diumumkan selama jangka waktu pengumuman.

    Paragraf 7

    Pengumpulan Data Fisik Pasal 57

    (1) Sebelum pelaksanaan pengukuran bidang-bidang tanah, terlebih dahulu dilakukan penetapan batas-batas bidang tanah dan pemasangan tanda-tanda batas sesuai ketentuan dalam Pasal 19, 20, 21, 22, dan 23.

    (2) Apabila pengukuran bidang-bidang tanah dilaksanakan oleh pegawai Badan Pertanahan Nasional, penetapan batas dilakukan oleh Satgas pengukuran dan pemetaan atas nama Ketua Panitia Ajudikasi.

    (3) Apabila pengukuran bidang-bidang tanah dilaksanakan oleh pihak ketiga, penetapan batas bidang tanah dilaksanakan oleh Satgas Pengumpul Data Yuridis atas nama Panitia Ajudikasi.

    (4) Penetapan batas bidang tanah dilakukan setelah dilakukan sesuai dengan jadwal yang disampaikan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (4).

    Pasal 58

    Setelah penetapan batas dan pemasangan tanda-tanda batas selesai dilaksanakan, maka dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah sesuai ketentuan dalam BAB II Bagian Keempat dan Bagian Kelima Peraturan ini.

    Paragraf 8

    Pengumpulan dan Penelitian Data Yuridis

    Pasal 59

    Untuk keperluan penelitian data yuridis bidang-bidang tanah dikumpulkan alat-alat bukti mengenai kepemilikan atau penguasaan tanah, baik bukti tertulis maupun bukti tidak tertulis berupa keterangan saksi dan atau keterangan yang bersangkutan, yang ditunjukkan oleh pemegang hak atas tanah atau kuasanya atau pihak lain yang berkepentingan kepada Panitia Ajudikasi.

    Pasal 60

    (1) Alat bukti tertulis mengenai kepemilikan tanah berupa alat bukti untuk pendaftaran hak baru dan pendaftaran hak-hak lama sebagaimana dimaksud masing-masing dalam Pasal 23 dan Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

    (2) Alat bukti tertulis yang digunakan untuk pendaftaran hak-hak lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dinyatakan lengkap apabila dapat ditunjukkan kepada Panitia Ajudikasi dokumen-dokumen sebagai berikut: a. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (S.1834-27), yang

    telah dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik, atau b. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (S.1834-27) sejak

    berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan; atau

    c. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang ber-sangkutan, atau d. sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959, atau e. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak

    berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya, atau

    f. petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, atau

    g. akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau

    h. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau

    i. akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan

  • Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan, atau j. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan

    dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau k. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau

    Pemerintah Daerah, atau l. surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan

    dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau m. lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal

    II, VI dan VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.

    (3) Apabila bukti kepemilikan sebidang tanah sebagaimana dimakud pada ayat (2) tidak lengkap atau tidak ada, pembuktian hak atas bidang tanah itu dapat dilakukan dengan bukti lain yang dilengkapi dengan pernyataan yang bersangkutan dan keterangan yang dapat dipercaya dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dari lingkungan masyarakat setempat yang tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal, yang menyatakan bahwa yang bersangkutan adalah benar pemilik bidang tanah tersebut.

    (4) Untuk menilai kebenaran keterangan saksi-saksi atau keterangan yang bersangkutan, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Panitia Ajudikasi dapat : a. mencari keterangan tambahan dari masyarakat yang berada di sekitar bidang tanah tersebut yang dapat

    digunakan untuk memperkuat kesaksian atau keterangan mengenai pembuktian kepemilikan tanah tersebut;

    b. meminta keterangan tambahan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada huruf a yang diperkirakan dapat mengetahui riwayat kepemilikan bidang tanah tersebut dengan melihat usia dan lamanya bertempat tinggal pada daerah tersebut.

    c. melihat keadaan bidang tanah di lokasinya untuk mengetahui apakah yang bersangkutan secara fisik menguasai tanah tersebut atau digunakan pihak lain dengan seizin yang bersangkutan, dan selain itu dapat menilai bangunan dan tanaman yang ada di atas bidang tanah yang mungkin dapat digunakan sebagai petunjuk untuk pembuktian kepemilikan seseorang atas bidang tanah tersebut;

    (5) Bukti tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diserahkan oleh pemegang hak atau kuasanya atau pihak lain yang berkepentingan kepada Panitia Ajudikasi dan diberikan tanda terima.

    (6) Pemegang hak atau kuasanya atau pihak lain yang berkepentingan yang menyerahkan bukti tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5), bertanggung jawab secara hukum pidana maupun perdata mengenai kebenaran bukti tertulis yang diserahkan dan Panitia Ajudikasi bertanggung jawab untuk menyimpan dan mengamankan sebagai bahan penelitian dan pengumuman data yuridis bidang tanah yang bersangkutan dan untuk selanjutnya disimpan sebagai warkah di Kantor Pertanahan.

    (7) Apabila pemegang hak berhalangan, penyerahan bukti tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh kuasanya dengan menyerahkan surat kuasa yang sah.

    Pasal 61

    (1) Dalam hal kepemilikan atas sebidang tanah tidak dapat dibuktikan dengan alat pembuktian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, maka penguasaan secara fisik atas bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh yang bersangkutan dan para pendahulu-pendahulunya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dapat digunakan sebagai dasar untuk pembukuan tanah tersebut sebagai milik yang bersangkutan.

    (2) Kenyataan penguasaan secara fisik dan pembuktiannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk surat pernyataan, yang bila diperlukan pihak yang bersangkutan dapat mengangkat sumpah di hadapan Satgas Pengumpul Data Yuridis tentang kebenaran dirinya sebagai yang menguasai tanah tersebut, dengan dilengkapi : a. keterangan dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang kesaksiannya dapat dipercaya, karena

    fungsinya sebagai tetua adat setempat dan/atau penduduk yang sudah lama bertempat tinggal di Desa/Kelurahan letak tanah yang bersangkutan dan tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal.

    b. kesaksian dari Kepala Desa/Lurah selaku anggota Panitia Ajudikasi yang dituangkan dalam daftar isian 201;

    (3) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain berisi : a. bahwa fisik tanahnya secara nyata dikuasai dan digunakan sendiri oleh pihak yang mengaku atau secara

    nyata tidak dikuasai tetapi digunakan pihak lain secara sewa atau bagi hasil, atau dengan bentuk

  • hubungan perdata lainnya; b. bahwa tanahnya sedang/tidak dalam keadaan sengketa; c. bahwa apabila penandatangan memalsukan isi surat pernyataan, bersedia dituntut di muka Hakim

    secara pidana maupun perdata karena memberikanketerangan palsu.

    (4) Selain surat pernyataan dan kesaksian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3), untuk menilai kebenaran penguasaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Panitia Ajudikasi dapat melihat keadaan bangunan atau tanaman yang terdapat di atas tanah tersebut maupun keadaan lainnya berupa kolam, kuburan keluarga, yang dapat dijadikan petunjuk kebenaran penguasaan fisik tersebut.

    (5) Surat pernyataan, sumpah/janji beserta kesaksian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4), dituangkan dalam dokumen tertulis sebagaimana tercantum dalam lampiran 11.

    Pasal 62

    (1) Hasil pengumpulan dan penelitian data yuridis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan atau 61 dituangkan di dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas (daftar isian 201) yang juga memuat penetapan batas-batas bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57.

    (2) Dalam menuangkan hasil pengumpulan data yuridis di dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bidang tanah yang oleh masyarakat setempat dikenal ada pemegang haknya akan tetapi Panitia Ajudikasi tidak berhasil menghubunginya dicatat sebagai tanah yang tidak dikenal pemegang haknya dengan mengosongkan kolom nama pemegang hak.

    Paragraf 9

    Pengumuman Data Fisik dan Data Yuridis dan Pengesahannya

    Pasal 63

    (1) Rekapitulasi data yuridis yang sudah dituangkan di dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang mengenai bidang-bidang tanah yang sudah dipetakan dalam peta bidang-bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 jo. Pasal 31 dimasukkan di dalam Daftar Data Yuridis dan Data Fisik Bidang Tanah (daftar isian 201C), yang merupakan daftar isian yang dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

    (2) Untuk memberi kesempatan bagi yang ber-kepentingan mengajukan keberatan mengenai data fisik dan data yuridis yang sudah dikumpulkan oleh Panitia Ajudikasi, maka Daftar Data Yuridis dan Data Fisik Bidang Tanah (daftar isian 201C) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan peta bidang-bidang tanah diumumkan dengan menggunakan daftar isian 201B selama 30 (tiga puluh) hari di Kantor Panitia Ajudikasi dan Kantor Kepala Desa/ Kelurahan.

    (1) Setelah masa pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 berakhir, maka data fisik dan data yuridis tersebut disahkan oleh Panitia ajudikasi dengan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis (daftar isian 202).

    (2) Apabila pada waktu pengesahan data fisik dan data yuridis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih ada kekuranglengkapan data atau masih ada keberatan yang belum diselesaikan, maka pengesahan tersebut dilakukan dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap dan atau keberatan yang belum diselesaikan.

    (3) Kepada pihak yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan pemberitahuan tertulis agar segera mengajukan gugatan ke Pengadilan dengan surat menurut contoh sebagaimana tercantum dalam lampiran 12.

    (4) Keberatan-keberatan tersebut didaftar dengan menggunakan daftar isian 309.

    Paragraf 10

    Penegasan Konversi, Pengakuan Hak, dan Pemberian Hak

    Pasal 65

    (1) Berdasarkan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dilaksanakan kegiatan sebagai berikut :

  • a. hak atas bidang tanah yang alat bukti terlulisnya lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) dan yang alat bukti tertulisnya tidak lengkap tetapi ada keterangan saksi maupun pernyataan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) oleh Ketua Panitia Ajudikasi ditegaskan konversinya menjadi Hak Milik atas nama pemegang hak yang terakhir dengan memberi catatan pada daftar isian 201 sebagai berikut :

    "Berdasarkan data fisik dan data yuridis yang disahkan dengan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis tanggal ……………….., hak atas tanah ini ditegaskan konversinya menjadi Hak Milik dengan pemegang hak ……..….…........... tanpa/dengan catatan ada keberatan (tidak ke pengadilan/sedang diproses di pengadilan dengan/tanpa sita jaminan)*)

    KETUA PANITIA AJUDIKASI

    ( ...........................)”

    *) Coret yang tidak perlu.

    b. hak atas tanah yang alat bukti kepemilikannya tidak ada tetapi telah dibuktikan kenyataan penguasaan fisiknya selama 20 tahun sebagaimana dimaksud Pasal 61 oleh Ketua Panitia Ajudikasi diakui sebagai Hak Milik dengan memberi catatan pada daftar isian 201 sebagai berikut :

    "Berdasarkan data fisik dan data yuridis yang disahkan dengan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis tanggal ……………….., hak atas tanah ini diakui sebagai Hak Milik dengan pemegang hak ………............ tanpa/dengan catatan ada keberatan (tidak ke pengadilan/ sedang diproses di pengadilan dengan/tanpa sita jaminan)*)

    KETUA PANITIA AJUDIKASI

    ( ...........................)”

    *) Coret yang tidak perlu.

    (2) Untuk pengakuan hak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b tidak diperlukan penerbitan surat keputusan pengakuan hak.

    Pasal 66

    (1) Berdasarkan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1), Ketua Panitia Ajudikasi mengusulkan secara kolektif kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat pemberian hak atas tanah-tanah Negara termasuk tanah Negara yang menjadi obyek landreform dengan menggunakan daftar isian 310 dengan dilampiri daftar isian 201, 201B dan 201C.

    (2) Dalam pendaftaran tanah secara sistematik Kepala Kantor Pertanahan diberi wewenang untuk menetapkan pemberian Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

    (3) Dalam penyelesaian pemberian hak atas tanah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dilakukan pemeriksaan ulang oleh Panitia Pemeriksa Tanah A.

    (4) Penetapan pemberian hak dikeluarkan secara kolektif dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya usul pemberian hak tersebut dari Ketua Panitia Ajudikasi.

    (5) Penetapan pemberian hak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan cara memberikan catatan pada halaman terakhir Daftar Usulan Pemberian Hak atas tanah Negara oleh Ketua Panitia Ajudikasi (daftar isian 310) sebagai berikut :

    “Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tanggal 1 Oktober 1997 Pasal 66 ayat (2) dan memperhatikan daftar isian 310 nomor ........... tanggal ………............., dengan ini saya selaku Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya/Kabupaten ...………… ………........, memutuskan :

    1. Memberikan Hak Milik/Hak Guna Bangunan/Hak Pakai dengan jangka waktu …….. tahun *) kepada sdr …….……............. dkk atas bidang-bidang tanah yang mempunyai NIB sebagaimana yang tercantum pada daftar isian 310 nomor ...... tanggal .....………………….. nomor urut ............ s/d

  • ............ 2. Hak Milik/Hak Guna Bangunan/Hak Pakai *) sebagaimana dimaksud pada angka 1 berlaku sejak hak

    tersebut didaftar pada buku tanah. 3. Masing masing penerima hak diwajibkan membayar biaya administrasi dan biaya pelaksanaan

    Landrefom sebesar Rp ................ KEPALA KANTOR PERTANAHAN

    KABUPATEN/KOTAMADYA ...................................................

    ( ............................... ) *) Coret yang tidak perlu

    (6) Setelah penetapan pemberian hak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan, daftar isian 310 yang di halaman terakhir memuat keputusan pemberian hak tersebut, diserahkan kembali kepada Ketua Panitia Ajudikasi untuk dijadikan dasar pendaftaran hak atas tanah tersebut.

    Paragraf 11

    Pembukuan Hak

    Pasal 67

    Berdasarkan alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, penegasan konversi dan pengakuan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65, dan penetapan pemberian hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 hak-hak atas tanah, Hak Pengelolaan dan tanah wakaf yang bersangkutan dibukukan dalam buku tanah.

    Pasal 68

    (1) Hak-hak atas tanah, Hak Pengelolaan dan tanah wakaf yang data fisik dan atau data yuridisnya tidak lengkap atau masih disengketakan dibukukan dengan catatan dalam buku tanah mengenai hal-hal yang kurang lengkap atau disengketakan sesuai ketentuan dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b, c, d dan e Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

    (2) Dalam pembukuan hak pembatasan-pembatasan yang bersangkutan dengan hak tersebut, termasuk pembatasan dalam pemindahan hak, pembatasan dalam penggunaan tanah menyangkut garis sempadan pantai dan pembatasan penggunaan tanah hak dalam kawasan lindung, juga dicatat.

    (3) Penandatanganan buku tanah dilakukan oleh Ketua Panitia Ajudikasi atas nama Kepala Kantor Pertanahan.

    (4) Bentuk, isi dan cara pengisian buku tanah diatur dalam BAB V peraturan ini.

    Paragraf 12

    Penerbitan Sertipikat

    Pasal 69

    (1) Untuk hak-hak atas tanah, Hak Pengelolaan dan tanah wakaf yang sudah didaftar dalam buku tanah dan memenuhi syarat untuk diberikan tanda bukti haknya menurut ketentuan dalam Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 diterbitkan sertipikat.

    (2) Data yuridis yang dicantumkan dalam sertipikat meliputi juga pambatasan-pembatasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2).

    (3) Dokumen alat bukti hak lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) yang menjadi dasar pembukuan di coret silang dengan tinta dengan tidak menyebabkan tidak terbacanya tulisan/tanda yang ada atau diberi teraan berupa cap atau tulisan yang menyatakan bahwa dokumen itu sudah dipergunakan untuk pembukuan hak, sebelum disimpan sebagai warkah .

    Pasal 70

    (1) Penandatanganan sertipikat dilakukan oleh Ketua Panitia Ajudikasi atas nama Kepala Kantor Pertanahan.

    (2) Bentuk, isi dan cara pengisian sertipikat diatur dalam BAB V peraturan ini.

  • Pasal 71

    Sertipikat diserahkan kepada pemegang hak atau kuasanya, atau, dalam hal tanah wakaf, kepada nadzirnya.

    Paragraf 13

    Penyerahan Hasil Kegiatan

    Pasal 72

    (1) Setelah berakhirnya penyelenggaraan pendaftaran tanah secara sistematik, Ketua Panitia Ajudikasi menyerahkan hasil kegiatannya kepada Kepala Kantor Pertanahan yang berupa semua dokumen mengenai bidang-bidang tanah di lokasi pendaftaran tanah secara sistematik, meliputi : a. peta pendaftaran; b. daftar tanah; c. surat ukur d. buku tanah; e. daftar nama; f. sertipikat hak atas tanah yang belum diserahkan kepada pemegang hak; g. daftar hak atas tanah; h. warkah-warkah; i. daftar isian lainnya.

    (2) Penyerahan hasil kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan berita acara serah terima.

    (3) Dalam pendaftaran tanah secara sistematik Ketua Panitia Ajudikasi menyelenggarakan administrasi pendaftaran tanah tersendiri untuk bidang-bidang tanah yang sudah didaftar secara sistematik termasuk pendaftaran peralihan hak, pembebanan hak termasuk pembuatan sertipikatnya dan perbuatan hukum lainnya selama waktu penyelenggaraan pendaftaran tanah secara sistematik berlangsung hingga saat penyerahan hasil kegiatan kepada Kepala Kantor Pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

    (4) Dalam hal kegiatan pembukuan hak, penerbitan sertipikat dan pencatatan-pencatatan dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilaksanakan sampai saat penyerahan hasil kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik, penyelesaiannya diserahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan.

    (5) Hal-hal yang tidak dapat diselesaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dirinci secara jelas dalam berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

    Bagian Kedua

    Pendaftaran Tanah Secara Sporadik

    Paragraf 1

    Permohonan Pendaftaran Tanah Secara Sporadik

    Pasal 73

    (1) Kegiatan pendaftaran tanah secara sporadik dilakukan atas permohonan yang bersangkutan dengan surat sesuai bentuk sebagaimana tercantum dalam lampiran 13.

    (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi permohonan untuk: a. melakukan pengukuran bidang tanah untuk keperluan tertentu; b. mendaftar hak baru berdasarkan alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah

    Nomor 24 Tahun 1997; c. mendaftar hak lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

    1997.

    Pasal 74

    Permohonan pengukuran bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) huruf a diajukan oleh yang berkepentingan untuk keperluan : a. persiapan permohonan hak baru; b. pemecahan, pemisahan, dan penggabungan bidang tanah;

  • c. pengembalian batas; d. penataan batas dalam rangka konsolidasi tanah; e. inventarisasi pemilikan dan penguasaan tanah dalam rangka pengadaan tanah sesuai ketentuan yang berlaku. f. lain-lain dengan persetujuan pemegang hak.

    Pasal 75

    Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) huruf b harus disertai dengan dokumen asli untuk membuktikan hak atas bidang tanah yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

    Pasal 76

    (1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) huruf c harus disertai dengan dokumen asli yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu : a. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (S.1834-27), yang

    telah dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik, atau b. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (S.1834-27) sejak

    berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan; atau

    c. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan, atau d. sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959, atau e. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak

    berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya, atau

    f. petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, atau

    g. akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau

    h. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau

    i. akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan, atau

    j. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau

    k. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, atau

    l. surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau

    m. lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, VI dan VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.

    (2) Apabila bukti kepemilikan sebidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap atau tidak ada, pembuktian kepemilikan atas bidang tanah itu dapat dilakukan dengan bukti lain yang dilengkapi dengan pernyataan yang bersangkutan dan keterangan yang dapat dipercaya dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dari lingkungan masyarakat setempat yang tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal, yang manyatakan bahwa yang bersangkutan adalah benar pemilik bidang tanah tersebut.

    (3) Dalam hal bukti-bukti mengenai kepemilikan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak ada maka permohonan tersebut harus disertai dengan:

    a. surat pernyataan dari pemohon yang menyatakan hal-hal sebagai berikut: 1) bahwa pemohon telah menguasai secara nyata tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih

    secara berturut-turut, atau telah memperoleh penguasaan itu dari pihak atau pihak-pihak lain yang telah menguasainya, sehingga waktu penguasaan pemohon dan pendahulunya tersebut berjumlah 20 tahun atau lebih;

    2) bahwa penguasaan tanah itu telah dilakukan dengan itikad baik; 3) bahwa penguasaan itu tidak pernah diganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan

    oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan; 4) bahwa tanah tersebut sekarang tidak dalam sengketa;

  • 5) bahwa apabila pernyataan tersebut memuat hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan, penandatangan bersedia dituntut di muka Hakim secara pidana maupun perdata karena memberikan keterangan palsu.

    b. keterangan dari Kepala Desa/Lurah dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang kesaksiannya dapat dipercaya, karena fungsinya sebagai tetua adat setempat dan/atau penduduk yang sudah lama bertempat tinggal di desa/kelurahan letak tanah yang bersangkutan dan tidak mempunyai hubungan keluarga pemohon sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal, yang membenarkan apa yang dinyatakan oleh pemohon dalam surat pernyataan di atas, sesuai bentuk sebagaimana tercantum dalam lampiran 14.

    Paragraf 2

    Pengukuran

    Pasal 77

    (1) Pengukuran bidang tanah secara sporadik pada dasarnya merupakan tanggung jawab Kepala Kantor Pertanahan.

    (2) Untuk keperluan optimasi tenaga dan peralatan pengukuran, serta dengan mempertimbangkan kemampuan teknologi petugas-petugas pengukuran, maka :

    a. pengukuran suatu bidang tanah yang luasnya 10 Ha. sampai dengan 1000 Ha. dilaksanakan oleh Kantor Wilayah;

    b. pengukuran suatu bidang tanah yang luasnya lebih dari pada 1000 Ha. dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional,

    dan hasilnya disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan.

    (3) Permohonan pengukuran sebagaimana dimaksud ayat (2) diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan. (4) Berdasarkan penunjukan Deputi bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah pengukuran bidang tanah yang

    luas atau yang banyak jumlah bidangnya dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga.

    (5) Pelaksanaan pengukuran bidang tanah oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disupervisi dan hasilnya disahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah atau Deputi Bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah sesuai kewenangan sebagaimana dimaksud pad