Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

28
AWASLU B Badan Pengawas Pemilihan Umum BULETIN EDISI 11, NOVEMBER 2014 Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu Elektronik Bangga Pada Kinerja Kasek, Sekjen Bawaslu Beri Apresiasi Mendambakan Bawaslu Sekuat KPK Pimpinan Bawaslu, Nasrullah Mengukur Efektifitas Keberadaan Sentra Gakkumdu

Transcript of Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

Page 1: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

AWASLUB Badan Pengawas Pemilihan Umum

BULETIN EDISI 11, NOVEMBER 2014

Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan

Pemilu ElektronikBangga Pada Kinerja Kasek, Sekjen Bawaslu Beri Apresiasi

Mendambakan Bawaslu Sekuat KPK

Pimpinan Bawaslu, Nasrullah Mengukur Efektifitas Keberadaan Sentra Gakkumdu

Page 2: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

Daftar isi:

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

2

Buletin BAWASLU ini diterbitkan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum, sebagai wahana informasi kepada khalayak serta ajang komunikasi keluarga besar pengawas Pemilu di seluruh tanah air. Terbit satu bulan sekali.

Dari Redaksi ................................................................................................... 2Laporan UtamaMenjawab Tantangan Pilkada Serentak dan Pemilu Elektronik 3OpiniMengukur Efektifitas Keberadaan Sentra Gakkumdu ................... 6Memilih Alternatif Paling Logis, E-Voting atau E-Counting .......... 8SorotanPimpinan Bawaslu Lakukan Supervisi Pemungutan dan Penghitungan Suara di Sejumlah Daerah ..................................... 8Fleksibilitas Anggaran “Kunci” Penyelenggaraan Pilkada Serentak .......................................................................................................... 9Pengadilan Khusus Pemilu untuk Penegakkan Hukum Pemilu .. 10InvestigasiE-Voting Hemat Biaya Pilkada Hingga 50 Persen .................... 11Profil Pimpinan Bawaslu NasrullahMendamba Bawaslu Sekuat KPK .............................................................. 14Bawaslu TerkiniBangga pada Kinerja Kasek, Sekjen Bawaslu Beri Apresiasi .......... 16

Divisi UpdateDivisi Hukum dan Penindakan PelanggaranRakornas Sentra Gakkumdu sebagai Upaya General Check Up .... 17Divisi PengawasanSosialisasi Hasil Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu Tahun 2014 .................................................................................. 18Divisi Sosialisasi, Humas dan Hubungan Antar LembagaBawaslu Lakukan Optimalisasi dalam Evaluasi Gugus Tugas Pengawasan Kampanye ........................................................................... 19Sudut PandangKoordinator JPPR, M AfifuddinPembengkakan Biaya Pilkada 2015 Perlu Dipertimbangkan .. 20Ekspose Daerah ............................................................................................ 22Bawaslu Sulut Gelar Rakor Stakeholders Persiapan Pengawasan Pilgub Tahun 2015 ..................................................... 24Anekdot ........................................................................................................... 27Galeri ................................................................................................................ 28

Salam Awas

Menyongsong pilkada serentak dan masa depan pe-milu elektronik

Lepas dari perhelatan pemilu presiden, pekerjaan be-rat selanjutnya telah menunggu Badan Pengawas Pemilu. Pelaksanaan pemilihan gubernur, bupati dan walikota se-cara serentak di delapan provinsi dan 196 kabupaten/kota telah menungggu. Untuk pertama kalinya, sesuai amanat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perp-pu) Nomor 1 Tahun 2014 pilkada dilakukan serentak pada hari, tanggal, dan bulan yang sama pada tahun 2015 nanti.

Tugas Bawaslu tidak bisa dibilang sederhana. Bagaimanapun juga, Perppu 1/2014 lahir dengan seman-gat untuk memperbaiki kualitas pemilihan kepala daerah. Salah satunya, menguatkan penegakan hukum dan men-gurangi ekses negatif melalui pencegahan pelanggaran dan penguatan pengawasan.

Meski beban kerja tidak ringan, Bawaslu juga mendapat-kan harapan baru. Perppu Pilkada mengamanatkan ke-beradaan pengawas di setiap tempat pemungutan suara (TPS). Serta dimungkinkannya pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara secara elektronik.

Kedua hal tersebut merupakan isu besar yang menjadi tantangan baru bagi Bawaslu. Pengawas TPS menjadi pen-

guat pengawasan yang dilaku-kan Bawaslu. Sekaligus upaya untuk membangun pemilu yang lebih bersih dan transpar-an. Karena dari setiap TPS semua aktivitas penyelengga-raan pilkada akan diawasi dan dipertanggungjawabkan ke-pada negara.

Begitu pula dengan di-mungkinkannya pilkada elek-tronik. Baik e-Voting maupun e-Counting. Jika memang dire-alisasikan, tugas pengawasan Bawaslu tidak sederhana. Ba-waslu harus mampu melakukan audit pelaksanaan pemilu elektronik.

Jika Perppu Pilkada disepakati DPR, dan pilkada digelar serentak secara langsung, maka Bawaslu harus siap. Untuk memastikan pilkada serentak bisa dipastikan berjalan lu-ber, transparan, dan akuntabel. Tantangan besar menung-gu Bawaslu. Namun tidak ada tantangan yang tidak bisa di-pecahkan. Dari Bawaslu kita selamatkan pemilu Indonesia.

BAD

AN P

ENGAWAS PEMILIHAN UMU

M

B A W A S L U - R

I

RE

P

U B L I K I N D O N E SI A

Penerbit: Bawaslu RI Pengarah: Dr. Muhammad, S.IP., MSi, Nasrullah, SH., Endang Wihdatiningtyas, SH., Daniel Zuchron, Ir. Nelson Simanjuntak ; Penanggung jawab: Gunawan Suswantoro, SH, M.Si Redaktur: Jajang Abdullah, S.Pd, M.Si, Tagor Fredy, SH, M.Si, Drs. Hengky Pramono, M.Si, Ferdinand ET Sirait, SH, MH, Pakerti Luhur, Ak, Nurmalawati Pulubuhu, S.IP, Raja Monang Silalahi, S.Sos, Hilton Tampubolon, SE, Redaktur Bahasa: Saparuddin, Ken Norton Pembuat Artikel: Falcao Silaban, Christina Kartikawati, Muhammad Zain, Ali Imron, Hendru, Irwan; Design Grafis dan Layout: Christina Kartikawati, Muhammad Zain, Muhtar Sekretariat: Tim Sekretariat Bawaslu

Alamat Redaksi: Jalan MH. Thamrin No. 14 Jakarta Pusat, 10350. Telp./Fax: (021) 3905889, 3907911. I www.bawaslu.go.id

AWASLUB Badan Pengawas Pemilihan Umum

BULETIN EDISI 11, NOVEMBER 2014

Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan

Pemilu ElektronikBangga Pada Kinerja Kasek, Sekjen Bawaslu Beri Apresiasi

Mendambakan Bawaslu Sekuat KPK

Pimpinan Bawaslu, Nasrullah Mengukur Efektifitas Keberadaan Sentra Gakkumdu

Page 3: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

3

Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan

Pemilu Elektronik

RUMAHPEMILU.ORG

Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah sepakat menin-daklanjuti Peraturan Pemerin-tah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Pilkada serentak akan digelar di 204 daerah tahun 2015 nanti.

Sama halnya dengan KPU, beban yang ditanggung Bawaslu dalam mengawasi pelaksanaan pilkada

serentak. Bagaimanapun juga, Perppu 1/2014 lahir dengan semangat untuk memperbaiki kualitas pemilihan kepala daerah. Salah satunya, menguatkan pen-egakan hukum dan mengurangi ekses negatif melalui pencegahan pelanggaran dan penguatan pengawasan.

“Sebagai pelaksana amanat Undang-Undang tentu saja kami (Bawaslu) harus siap. Melaksanakan aturan perppu, dan sebenarnya setelah pileg dan pilpres kami sudah mulai mempersiapkan diri,” ujar Ketua Bawaslu, Muhammad, medio Ok-tober 2014.

Menurut catatan KPU, pilkada akan digelar di delapan (8) provinsi dan 196 kabupaten/kota. Meski belum memas-tikan tanggal pemungutan suara, KPU telah membuat beberapa alternatif rang-kaian tahapan.

“Ada tiga simulasi hari pemungutan suara, tanggal 9 September, 7 Oktober, dan 11 November. Tapi paling memung-kinkan, hampir confirm minggu kedua

atau tanggal 11 November 2015,” kata Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyan-syah, di Jakarta, Rabu (12/11).

Bagi Bawaslu, menurut Muhammad, setidaknya terdapat dua isu besar pada pelaksanaan pilkada serentak tahun de-pan. Pertama, perintah perppu tentang pengadaan petugas pengawas di setiap tempat pemungutan suara (TPS). Kedua, kemungkinan dilakukannya pemilihan dan pemungutan suara secara elektronik.

Pada Pasal 89 ayat 6 Perppu 1/2014 menyebutkan keberadaan petugas pen-gawas di setiap TPS.Pilkada serentak akan diawasi oleh pengawas yang dilem-bagakan Bawaslu di setiap TPS. Lalu, pada Pasal 85 ayat 1 disebutkan, pembe-rian suara untuk pilkada dapat dilakukan dengan cara memberi tanda satu kali pada surat suara atau dengan memberi suara melalui peralatan pemilihan suara elek-tronik. Kemudian, dalam Pasal 98 ayat 3 dicantumkan dalam hal pemberian suara dilakukan dengan cara elektronik, peng-

hitungan suara dilakukan dengan cara manual/atau elektronik.

Peraturan Pemerintah Pengganti Un-dang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota pada Pasal 89 ayat 6 menye-butkan keberadaan petugas pengawas di setiap tempat pemungutan suara (TPS).Pilkada serentak akan diawasi oleh pen-gawas yang dilembagakan Bawaslu di setiap TPS.

Pengawas TPS Untuk Merintis Efekti-fitas Pengawasan

Pimpinan Bawasu Daniel Zuchron mengatakan, pada pelaksanaan pilkada sebelumnya, pengawasan dilakukan oleh panitia pengawas lapangan (PPL). Di se-tiap desa ditempatkan 1 hingga 5 orang PPL. Lalu, mereka akan bergerak me-mantau pemungutan dan penghitungan suara di setiap TPS. Namun tidak ada yang menetap di setiap TPS mulai dari TPS dibuka hingga penghitungan suara selesai dilakukan.

Pelaksanaan E-Voting di Bali

Page 4: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

4

Sambungan: Menjawab ....

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

“Memang ada hal-hal yang baru di dalam perppu terkait pengawasan. Dalam konteks pengawas TPS, ini kan bagaima-na mengembalikan pilkada tidak korup-tif,” kata Daniel.

Saat pileg 2014 lalu, menurut dia, Bawaslu telah mengajukan dibentuknya mitra PPL untuk setiap TPS. Dengan ha-rapan agar pengawasan di setiap TPS bisa optimal. Namun usulan Bawaslu ditolak DPR.

Keberadaan pengawas TPS dalam Perppu 1/2014, dinilai Daniel bisa mem-perkuat upaya Bawaslu untuk memban-gun pengawasan yang lebih efektif dari tingkat bawah. Penyimpangan dan upaya curang yang selama ini banyak terjadi di TPS bisa dicegah dengan keberadaan pen-gawas TPS.

“Nanti ketika masyarakat sudah cukup dewasa dan sadar tentang bagaimana har-usnya pemungutan yang jurdil, pengawas TPS bisa saja ditiadakan. Jadi ini bagian dari penguatan perbaikan di tingkat awal saja,” jelas Daniel.

Memang, lanjut dia, pembentukan pengawas TPS akan menyerap anggaran cukup besar. Namun sebagai pengawas yang sifatnya adhoc, menurutnya cukup sebanding dengan upaya untuk memban-gun dasar pengawasan yang lebih kuat.

“Itu kebijakan antara, kalau kondisi politik dan kesadaran masyarakat telah meningkat nanti mungkin pengawas han-ya di titik tertentu saja,” ujarnya.

Menurut Daniel, Bawaslu telah mem-bahas penyesuaian peraturan pengawasan Bawaslu dengan Perppu 1/2014. Hanya saja, untuk perturan teknis, Bawaslu ha-rus menjadikan peraturan KPU sebagai rujukan. KPU hingga saat ini masih me-matangkan penyusunan peraturan pelak-sanaan pilkada serentak 2015.

Deputi Koordinator Jaringan Pendi-dikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) Ma-sykurudin Hafidz mengatakan, semangat pembentukan pengawas TPS memang un-tuk menekan kecurangan dari tingkat pal-ing bawah. Jika direalisasikan pada pilka-da 2015, menurutnya merupakan pertama kali dalam sejarah pemilu di Indonesia yang mengadakan pengawas TPS.

Namun, jika pengawas TPS hanya bekerja satu hari saat pemungutan dan

penghitungan suara di TPS menurutnya sangat mubazir. Pengawas TPS, kata Ma-sykurudin, sebaiknya dimanfaatkan untuk setiap tahapan yang terkait dengan TPS. Misalnya pengawasan logistik sampai ke TPS hingga pengawasan hasil rekapitulasi suara ke tingkat kelurahan berjalan baik.

“Karena kecurangan di TPS tidak hanya terjadi saat pemungutan atau peng-hitungan suara saja. Tapi terjadi sebelum dan sesudah pemungutan dan penghitun-gan berlangsung,” kata dia.

E-Voting Menekan Anggaran PilkadaSementara terkait pelaksanaan pe-

mungutan (e-Voting) dan penghitungan suara (e-Counting) secara elektronik, Ba-waslu berpendapat, mekanisme tersebut merupakan tantangan baru yang perlu di-coba. Selama dari aspek penyelenggaraan telah siap dari unsur teknis, regulasi, dan sumber daya manusia.

Muhammad mengatakan pemung-utan suara secara elektronik atau e-voting dapat menekan anggaran pelaksanaan pe-milihan kepala daerah (Pilkada) sehingga lebih efisien.

“Pelaksanaan e-voting ini sangat baik karena bisa mengefisiensi anggaran pilka-da bukan hanya di Bantaeng, tetapi di daerah lain juga. Saya mendorong pelak-sanaan e-voting bisa dilakukan di tempat lain,” kata Muhammad di Bantaeng, Su-lawesi selatan.

Pilkada Bantaeng menjadi ajang penerapan e-voting untuk pertama kali dalam pemilu di Indonesia. E-voting tersebut disimulasikan secara riil di 42 tempat pemungutan suara (TPS) dari total 361 TPS.

Menurut Muhammad, e-voting sangat efisien dalam hal anggaran pilkada, teru-tama terkait logistik berupa surat suara. Selain juga dapat mengurangi terjadinya kecurangan terkait perolehan suara mas-ing-masing calon yang bertarung dalam pilkada.

“E-voting sangat baik bila itu diber-lakukan, tingkat kecurangan dimung-kinkan sangat kecil,” papar pria kelahiran Sulsel ini.

Meski demikian, ia mengakui bahwa seperti program yang lain, e-voting juga mempunyai kelemahan yang tentunya

harus menjadi perhatian dan mesti dilaku-kan perbaikan-perbaikan.

Ia mengakui e-voting yang diterap-kan di Pilkada Bantaeng baru pertama kali dilakukan di Indonesia. Sebelumnya simulasi e-voting tidak dilaksanakan pada saat berlangsungnya pilkada. Simulasi riil e-voting yang dilaksanakan KPU Kabu-paten Bantaeng dinilai berjalan maksimal. Kondisi pascapemilihan juga dinyatakan kondusif.

Electronic voting atau e-voting men-gacu pada suatu metode pemungutan su-ara dan penghitungan suara dalam suatu pemilihan dengan menggunakan perang-kat elektronik.

Teknologi ini memungkinkan peny-elenggaraan pemungutan suara menjadi lebih hemat dari segi biaya, penghitungan suara yang cepat dengan menggunakan sistem yang aman, mudah untuk dilaku-kan audit, serta memudahkan pemilih dalam menggunakan hak pilihnya

Pemilu Elektronik Perlu DicobaPimpinan Bawaslu Nasrullah men-

gatakan, meski banyak tantangan yang akan dihadapi, pemilu elektronik perlu dicoba.

“Kalau tidak mencoba, kita tidak akan tahu hasilnya sehingga perlu dicoba. Karena kita tidak bisa mengukur berhasil atau tidaknya sebelum mencoba,” kata Nasrulllah.

Penerapan e-Voting tersebut harus di-lakukan dengan ujicoba yang melibatkan beberapa elemen. Menurut Nasrullah, ujicoba penerapan E-Voting perlu dilaku-kan untuk mengetahui apakah penerapan tersebut benar-benar lebih murah, efektif, dan aspek pengawasan bisa berlangsung baik.

“Lebih penting e-Voting harus lebih murah dari penyelenggaraan kemaren. Jadi Kalau e-Voting hadir seharusnya tak butuh lagi Panitian Pemungutan Suara dan Panitia Pemilihan Kecamatan,” kata Nasrulllah.

Dia menambahkan dalam ujicoba penerapan tersebut KPU harus tetap men-gandeng berbagai pihak termasuk Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

“Kalau bisa menjamin kenapa tidak

Page 5: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

5

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

dilakukan tahun 2015 tetapi tak musti dipaksakan kepada daerah-daerah yang belum siap,”kata Nasrullah.

Nasrullah menilai ada empat perma-salahan yang kerap terjadi dalam peny-elenggaraan pemilihan umum (pemilu). Jika e-Voting ingin diterapkan, ia men-gatakan harus bisa menyelesaikan perma-salahan-permasalahan pemilu ini.

Nasrullah menjelaskan, permasalahan yang pertama dihadapi dalam pemilu, yakni dana pemilu yang besar. Besarnya dana pemilu ini disebabkan oleh faktor logistik, seperti dana pembuatan tempat pemungutan suara (TPS) hingga kertas suara. “Termasuk, dana kampanye yang tidak ada batasan,” ujarnya.

Permasalahan kedua yang harus bisa diatasi oleh e-Voting, yaitu kecurangan yang kerap terjadi terjadi saat pemilu. Nasrullah menekankan, kecurangan yang terjadi saat pemilu tidak boleh dititikber-atkan pada penyelenggara pemilu saja, tetapi peserta pemilu juga berpotensi.

Permasalahan lainnya, yaitu perma-salahan struktur pada pemilu yang be-gitu berjenjang dan pemilu yang kerap berujung pada sengketa wilayah. Kerap ditemukan hasil perolehan yang berbeda antara jenjang bawah dan atas. Nasrul-lah menilai, kecurangan pada hasil rekap pungutan suara banyak terjadi di dua titik jenjang, yaitu pada Kelompok Penyeleng-gara Pemungutan Suara (KPPS) dan Pro-gram Pengembangan kecamatan (PPK).

Karenanya, jika ingin diberlakukan sistem yang baru dalam pemilu, sistem ini harus dapat mewujudkan pemilu yang lebih efisien dan lebih efektif prosesnya, mendapatkan kepercayaan masyarakat, serta memiliki progress yang kuat. “E-voting harus hadir lebih murah dan tidak perlu dengan struktur yang berjenjang,” ungkap Nasrullah.

Tidak Tergesa-gesaKPU sebagai penyelenggara pemilu

menyatakan, tidak akan tergesa-gesa me-mutuskan penggunaan sistem elektronik pada pemungutan dan penghitungan su-ara pilkada serentak. Sistem elektronik, menurut Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay memang mekanisme yang bisa saja disiapkan KPU. Sebab, sebelum pi-

leg dan pilpres 2014 KPU sudah pernah membahas penggunaan sistem elektronik.

Hanya saja, lanjut dia, penggunaan sistem elektronik membutuhkan peng-kajian lebih mendalam. Dibutuhkan per-siapan yang sangat kompleks untuk bisa mengaplikasikan sistem pemungutan dan penghitungan elektronik.

“Kalau rekapitulasi mungkin masih memungkinkan, tapi kalau e-votting per-siapan teknisnya terlalu kompleks. Kalau saat pemungutan kita harus pertimbang-kan kondisi teknis di TPS, aksesibilitas, dan jumlah pemilih,” jelas Hadar.

Jika menggunakan sistem pemung-utan elektronik, harus dipertimbangkan kondisi di TPS. Jika selama ini pemilih bisa mengetahui hasil pemungutan suara di TPS, dengan sistem e-votting kesem-patan memantau hilang.

Selain itu, di TPS selama ini jumlah pemilih dibatasai 800 pemilih. Jika digu-nakan e-votting, jumlah pemilih di TPS bisa ditingkatkan. Hanya saja, harus di-pertimbangkan aksesibilitas pemilih ke TPS.

Karena banyak yang harus diper-timbangkan, menurut Hadar, KPU akan membentuk tim kajian persiapan pilkada elektronik. KPU akan meninjau kesiapan daerah-daerah. Jika memungkinkan, bisa saja ada daerah yang bisa melakukan pe-mungutan dan penghitungan elektronik.

“Misalnya ada daerah yang infrastu-rukturnya sudah memadai. Seperti dae-rah-daerah perkotaan bisa dicoba dulu, tapi itu harus dikaji dulu,” kata dia.

Namun, Hadar melanjutkan, pertim-bangan utama KPU adalah kepercayaan masyarakat. Jika mekanisme elektronik dipaksakan, tetapi masyarakat belum sepenuhnya mempercayai mekanisme tersebut akan berpengaruh terhadap pelaksanaan pilkada.

“Jangan sampai kita paksakan, tapi orang pertanyakan sistem ini. Sehingga merusak pemilunya,” ujarnya.

Kementerian Dalam Negeri (Ke-mendagri) menyatakan diperlukan secara teknis dan kesiapan infrastruktur, peng-gunaan sistem pemungutan dan peng-hitungan elektronik pada pilkada tahun 2015 masih sulit dijangkau. Meski be-gitu, pemerintah tetap siap mendukung

dan jika KPU memutuskan menggunakan sistem pemungutan elektronik atau peng-hitungan elektronik.

“Terkait teknis kita perlu duduk ber-sama dulu untuk mencari alternatif ter-baik. Perlu kepercayaan masyarakat yang sangat tinggi apakah sistem e-voting atau e-counting bisa diterima,” kata Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman.

Meski sistem pemungutan dan peng-hitungan elektronik sudah mulai dikem-bangkan oleh beberapa pihak, menurut Irman, faktor kesiapan daerah jauh lebh penting. Yakni menyangkut kesiapan in-frastruktur, kondisi geografis, dan kondisi sosial masyarakat.

“Kalau sistemnya mungkin bisa di-siapkan, tapi apakah infrastruktur untuk semua daerah sudah siap. Daerah pedala-man gimana, listriknya gimana, daerah pegunungan gimana,” ujarnya.

Kemendagri, lanjut Irman, sebenarnya telah bekerja sama dengan BPPT. Bebera-pa simulasi e-voting dan e-counting telah dilakukan. Misalnya proyek percontohan di Kabupaten Jembrana, Bali.

“Tapi itu baru tingkat desa, untuk pe-milihan kepala desa. sangat sederhana, berbeda jauh dengan pilkada yang lingk-upnya lebih luas,” jelas Irman.

Karena itu, pemerintah menurutnya lebih menyarankan dilakukan simulasi setingkat pilkada di beberapa daerah per-contohan terlebih dahulu. Misalnya me-milih daerah perkotaan yang infrastruktur dan sumber daya manusianya bisa di-siapkan dengan cepat. Selain itu, daerah perkotaan juga tingkat kesadaran ma-syarakat terhadap teknologi lebih tinggi.

Dengan mengambil beberapa daerah sebagai pilot project, menurutnya, baru bisa dilakukan evaluasi apakah pemilu elektronik bisa diterapkan secara nasional

Direktur Eksekutif Perkumpulan Un-tuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, e-voting dapat dilakukan bertahap dan tidak harus di seluruh wilayah Indonesia. Dalam arti e-voting bisa dilakukan untuk pemilukada di daerah-daerah yang penyelenggara dan perangkat penyelenggaraannya telah siap secara keseluruhan. (IS)

Page 6: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

6

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014 Opini

Sentra Penanganan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) merupakan upaya un-tuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana pemilu di antara Badan Pengawas Pemilu Republik Indone-sia, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Sentra Gakkumdu dibentuk sesuai amanat Pasal 267 ayat (1) Undang-Undang Nomor 08 Tahun 2012. Berdasarkan ayat selanjut-nya, dari undang-undang yang sama din-yatakan, ketentuan lebih lanjut mengenai Sentra Gakkumdu ini diatur berdasarkan kesepakatan bersama antara Kepala Ke-polisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Ketua Badan Pengawas Pemilu.

Di satu sisi, keberadaan sentra ini meru-pakan kebutuhan. Hal ini dilihat dari re-alitas pelanggaran pidana yang terjadi dan bagaimana sistem hukum acara pidana kita bekerja di saat pemilu. Dari sisi realitas, pada masa kampanye Pemilu 2009 lalu saja tercatat ada 197 pelanggaran, dengan 159 di antaranya merupakan pelanggaran pidana pemilu.

Dari perspektif hukum acara pidana kita mengetahui proses dimulai dengan mengi-dentifikasi bilamana suatu tindakan terse-but termasuk suatu tindak pidana. Proses identifikasi ini kemudian berlanjut dengan mekanisme untuk menemukan pihak-pihak yang diduga menjadi pelaku atas tindak pidana yang terjadi, beserta alat-alat bukti untuk mendukung dugaan tersebut untuk kemudian dilimpahkan ke pengadilan yang berwenang.

Melihat pada proses yang ada, memang menjadi keniscayaan bagi keberadaan Sen-tra Gakkumdu ini. Hal ini dikarenakan, upaya untuk menentukan apakah suatu per-buatan tersebut termasuk ke dalam tindak pidana, hingga pada upaya untuk menemu-kan pelakunya tidak dilakukan oleh satu in-stitusi. Apalagi pada pemilu lalu, pada 2009 laporan pelanggaran tindak pidana yang diajukan Bawaslu sempat ditolak pihak Ke-polisian.[2] Bukan hanya itu saja, adanya batasan waktu, di mana upaya pengusutan juga memiliki pengaruh terhadap proses pe-

milihan yang dilakukan.Namun, apakah proses tersebut berjalan

sebagaimana mestinya. Apakah penegakan hukum pemilu sudah dilakukan secara ber-sinergi oleh Bawaslu, Kepolisian dan Ke-jaksaan.

Tantangan dalam menegakkan hukum di dalam penyelenggaraan pemilu tidak hanya bicara tentang bagaimana proses itu, secara administrasi mekanistis akan di-lakukan, tetapi juga terkait dengan substan-sinya. Upaya penegakkan hukum dilakukan sejak terjadinya suatu tindakan, yang di-duga merupakan tindak pidana dan dilan-jutkan dengan mengidentifikasi bilamana suatu tindakan tersebut termasuk suatu tindak pidana. Proses identifikasi ini ke-mudian berlanjut dengan mekanisme untuk menemukan pihak-pihak yang diduga men-jadi pelaku atas tindak pidana yang terjadi, beserta alat-alat bukti untuk mendukung dugaan tersebut untuk kemudian dilimpah-kan ke pengadilan yang berwenang.

Permasalahan mulai muncul ketika pada Pemilu 2009 lalu, laporan yang diaju-kan pihak Bawaslu RI justru ditolak pihak Kepolisian RI karena dianggap tidak memi-liki bukti-bukti yang kuat[3]. Bukan hanya itu saja, dari pilkada di 2011 hanya ada 228 laporan dari 582 laporan atas dugaan pelanggaran pidana yang dapat ditindak-lanjuti kepada pihak kepolisian. Realitas Pemilu 1999 malah lebih mengenaskan, di mana dari 236 dugaan pelanggaran pidana yang diterima dari Panwaslu, hanya ter-dapat 20 kasus yang kemudian diperiksa di Pengadilan.

Nota Kesepakatan dan SOPNota kesekapatan memuat pembentu-

kan Sentra Gakkumdu pada tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota, yang mana menunjuk Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran pada Bawaslu; Kabareskrim Polri dan Jampidum Keja-gung sebagai Ketua dalam struktur keang-gotaan Sentra Gakkumdu di tingkat pusat, sedangkan Ketua Bawaslu, Kapolri dan Jaksa Agung sebagai Pembina Sentra Gak-kumdu di tingkat pusat.

Sesuai Nota Kesepakatan, fungsi Sentra Gakkumdu adalah sebagai forum koordi-nasi dalam proses penanganan pelanggaran tindak pidana pemilu, pelaksanaan pola tin-dak pidana pemilu itu sendiri, pusat data, peningkatan kompetensi, monitoring-eval-uasi. Sementara mengenai pola penanga-nan tidak pidana pemilu telah dirinci dalam Standar Operasional dan Prosedur (SOP) tentang Polda Tindak Pidana Pemilu pada Sentra Gakkumdu.

Menurut SOP Sentra Gakkumdu, pen-anganan tindak pidana pemilu dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahap yaitu Penerimaan, pengkajian dan penyampaian laporan/temuan dugaan tindak pidana pemilu kepa-da Pengawas Pemilu; Pengawas Pemilu ber-wenang menerima laporan/temuan dugaan pelanggaran pemilu yang diduga mengand-ung unsur tindak pidana pemilu, dengan menuangkan dalam Formulir Pengaduan. Setelah menerima laporan/temuan adanya dugaan tindak pidana pemilu, Pengawas Pemilu segera berkoordinasi dengan Sen-tra Gakkumdu dan menyampaikan laporan/temuan tersebut kepada Sentra Gakkumdu dalam jangka waktu paling lama 24 Jam se-jak diterimanya laporan/temuan.

Tindak lanjut Sentra Gakkumdu terha-dap laporan/temuan dugaan tindak pidana pemilu; dalam tahap ini dilakukan pem-bahasan oleh Sentra Gakkumdu dengan dipimpin oleh anggota Sentra Gakkumdu yang berasal dari unsur Pengawas Pemilu. Peserta Rapat membahas dan memberikan saran dan pendapat terhadap syarat formil dan materiil, pasal yang diterapkan dan pemenuhan unsur tindak pidana pemilu.

Tindak lanjut Pengawas Pemilu terha-dap rekomendasi Sentra Gakkumdu, Dalam tahap ini disusun rekomendasi Sentra Gak-kumdu, yang menentukan apakah suatu laporan/temuan merupakan dugaan tindak pidana pemilu atau bukan, atau apakah laporan/temuan tersebut perlu dilengkapi dengan syarat formil/syarat materiil.

Penegakan Hukum PemiluSebagaimana diketahui, pihak Penga-

was Pemilu memiliki kewenangan untuk

Mengukur Efektifitas Keberadaan Sentra GakkumduOleh : NasrullahPimpinan Bawaslu RI

Page 7: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

7

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014 Opini

melakukan pengawasan. Dengan salah satu bentuk hasilnya adalah temuan dugaan pelanggaran tindak pidana dan kewenangan untuk menerima laporan dugaan atas tindak pidana pemilu, yang kemudian diserahkan kepada pihak Penyidik. Hal ini mengindi-kasikan bahwa proses mencari dan men-emukan suatu peristiwa yang diduga seb-agai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan, atau disebut sebagai proses Penyelidikan telah tuntas dilakukan oleh pihak Pengawas Pe-miliu.

Padahal, di sisi yang lain, berbeda den-gan penanganan tindak pidana pada umum-nya proses Penyelidikan dan Penyidikan diakukan oleh satu institusi, yakni Kepoli-sian Negara Republik Indonesia. Realitas inilah yang membuka kemungkinan ter-jadinya perbedaan untuk menentukan bila-mana suatu perbuatan tersebut termasuk ke dalam suatu tindak pidana atau tidak. Ter-jadinya perbedaan ini dapat dieliminir bila-mana di dalam Sentra Gakkumdu terdapat sebuah mekanisme, dimana para pihak dapat duduk bersama untuk melihat bila-mana sebuah kejadian tersebut merupakan tindak pidana atau bukan. Dan mekanisme itu adalah Pleno.

Mekanisme pleno direkomendasikan karena melalui mekanisme inilah pihak Pengawas Pemilu memutuskan bilamana suatu laporan, atau temuan akan ditindak lanjuti kepada pihak KPU, Kepolisian, dan/atau DKPP. Dengan menggunakan mekanisme ini, maka kesepahaman antar para pihak atas apakah suatu perbuatan memenuhi tindak pidana, atau tidak dapat tercapai. Dengan demikian, suatu tindak pidana dapat langsung diidentifikasi dan pihak Kepolisian pun dapat langsung me-nindaknya. Bukan hanya itu saja, walaupun tindakan tersebut tidak termasuk tindak pidana akan tetapi pihak Bawaslu pun dapat langsung menindak lanjutinya kepada KPU, atau bahkan kepada DKPP.

Selain mengkonkritkan upaya pemaha-man di antara para pihak, keberadaan alat-alat bukti juga menjadi kendala di dalam penanganan tindak pidana pemilu. Hal ini bisa terjadi karena adanya keterbatasan waktu bagi para pihak untuk melakukan pengusutan terhadap suatu dugaan tindak pidana.

Perbedaan Paradigma

Salah satu bentuk lemahnya kepercay-aan publik terhadap Bawaslu adalah le-mahnya penegakan hukum pidana pemilu. Banyak yang menilai keberadaan Sentra Gakkumdu tidak efektif sama sekali.

Keberadaan Sentra Gakkumdu masih memiliki paradigma berbeda-beda an-tara Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan. Dalam prakteknya, justru ketiga lembaga tersebut cenderung mengedepankan ego masing-masing.

Selama Sentra Gakkumdu berdiri, semua kegagalan pengawasan pemilu se-lalu dititik-beratkan pada Bawaslu. Pada-hal, kata Nasrullah, harusnya ditanggung bersama oleh ketiga lembaga itu. Padahal pekerjaan ketiga lembaga itu harus bersifat kolektif kolegial.

Ada kecenderungan Sentra Gakkumdu justru jadi penghambat. Karena ketiga lem-baga takut jika kasus yang dilaporkan tidak memiliki cukup bukti ketika dilimpahkan ke kepolisian atau ke pengadilan. Polri dan Kejaksaan Agung juga sangat berhati-hati dalam menerima laporan tindak pidana pe-milu. Karena dua lembaga tersebut mem-pertaruhkan kredibilitasnya jika kasus yang diselidiki ternyata tidak memenuhi unsur pidana karena kekurangan bukti.

Padahal sentra Gakkumdu dibentuk untuk memperkuat Bawaslu agar mampu menangani pelanggaran Pemilu secara maksimal. Praktiknya, harapan itu tidak terjadi karena setiap lembaga yang ada dalam Sentra Gakumdu punya standar sendiri-sendiri dalam menangani kasus. Ujungnya, tidak memuluskan penindakan terhadap pelanggaran pidana Pemilu.

Perlu Ditinjau Ulang Untuk pelaksanaan pemilu ke depan, ti-

dak ada salahnya mempertimbangkan agar Bawaslu mengelola sendiri penanganan pelanggaran pemilu sesuai kewenangan-nya. Lewat rekomendasi yang diterbitkan, Bawaslu meneruskan penanganan pelang-garan itu kepada lembaga terkait seperti KPU, Kepolisian atau DKPP.

Peran ketiga lembaga dikembalikan kepada institusi masing-masing. Sehingga tidak ada yang merasa dipersalahkan. Ke-tika penegakan hukum pemilu sulit diopti-malkan karena terhambat batas-batas dan aturan.

Dengan begitu, Bawaslu dapat leluasa menangani pelanggaran Pemilu kemudian

dipilah kasus mana yang masuk kategori administrasi atau pidana. Penegakan hu-kum saja tidak cukup untuk mengatasi pelanggaran Pemilu, tapi juga pencegahan. Penting disampaikan kepada seluruh ma-syarakat dan pemangku kepentingan bahwa kecurangan yang terjadi dalam Pemilu ber-dampak negatif. Untuk itu masyarakat har-us aktif mengawal penyelenggaraan Pemilu sampai tingkat TPS.

Pengawasan PartisipatifPelibatan masyarakat menunjukkan

satu kewajiban Bawaslu sebagai fungsi yang terlembaga dalam pengawasan pemi-lu, sedangkan partisipasi masyarakat lebih pada penggunaan hak warga negara untuk mengawal hak pilihnya.Pelembagaan pen-gawasan itu tidak serta-merta

mengambil hak warga negara untuk melakukan fungsi kontrolnya dalam men-jaga suara atau kedaulatan rakyat.

Beban pengawasan dan upaya men-dorong partisipasi masyarakat memang diletakkan pada Bawaslu.Hal ini disebab-kan oleh beberapa faktor,pertama Bawaslu telah diberikan mandat undang-undang untuk menjalankan fungsi pengawasan.Bawaslu juga telah dibekali struktur kelem-bagaan yang kuat, bahkan hingga tingkat paling bawah.Begitu juga dengan anggaran pengawasan, diberikan negara untuk

mengontrol secara berkala.Artinya, be-ban kontrol terhadap penyelenggaraan pe-milu lebih besar diberikan kepada Bawaslu.

Kedua, Bawaslu sebagai struktur yang terlembaga memiliki keterbatasan, khu-susnya personil dan struktur yang bertugas mengawasi. Bawaslu hanya diisi oleh lima orang di tingkat pusat dan tiga orang di tingkat provinsi yang bertu

gas lima tahun, sedangkan Panitia Pengawas Pemilu kabupaten/kota berang-gotakan tiga orang bersifat ad hoc, serta beberapa anggota di tingkat kecamatan dan lapangan yang jumlahnya sangat terbatas. Oleh karena itu, sebagai organ yang bertu-gas melakukan pengawasan perlu mendo-rong upaya partisipasi untuk menguatkan kontrol penyelenggaraan pemilu.

Ketiga, tantangan penyelenggaraan pemilu kedepan semakin kompleks, yakni kecenderungan hadirnya beragam pelang-garan. Pelanggaran pemilu tidak hanya

bersambung ke halaman 8

Page 8: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

8

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Memilih Alternatif Paling Logis, E-Voting Atau E-CountingKepala Program Sistem Pemilu Elek-

tronik BPPT, Andrari Grahitandaru men-gatakan, sistem elektronik yang paling memungkinkan untuk digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada pilkada serentak tahun 2015 adalah penghitungan atau rekapitulasi elektronik (e-Counting). Sementara untuk pemungutan suara ele-ktronik (e-Voting) menurutnya dibutuh-kan kematangan infrastruktur dari KPU daerah yang tidak bisa disiapkan dengan tergesa-gesa.

“Kalau pilkada serentak nasional kami tidak rekomendasi e-Voting, karena butuh investasi awal yang cukup mahal. Namun dengan persiapan pilkada 2015 yang ting-gal beberapa bulan, e-rekapitulasi sangat bisa untuk disiapkan,” kata Andrari saat dihubungi, Rabu (8/10).

Penghitungan elektronik menurut Andrari lebih sederhana dan lebih murah ketimbang menyiapkan e-voting. BPPT sudah melakukan kajian pelaksanaan rekapitulasi elektronik pada saat pemilu legislatif kemarin.

KPU, lanjut dia, hanya perlu menyiap-kan pusat data untuk melakukan tabulasi hasil penghitungan. Serta minimal satu orang petugas di TPS dan kabupaten/kota yang kapabel melakukan penghitungan elektronik yang terintegrasi dengan pusat data.

Andrari menggambarkan e-counting dilakukan oleh satu orang petugas kelom-pok panitia pemungutan suara (KPPS) di TPS. Dia bertugas mengirimkan hasil penghitungan di TPS ke pusat data KPU melalui telepon genggam.

Pusat data yang menurut Andrari su-dah dibangun KPU, langsung mengolah data tersebut. Melalui aplikasi yang cu-kup sederhana, hasil penghitungan dari setiap TPS akan terhimpun sehingga hasil penghitungan di tingkat desa, kecamatan, hingga kabupaten/kota akan terlihat di tabulasi.

“Jadi nanti di data center akan ditay-angkan langsung menjadi tabulasi. Ada angka real dari setiap TPS begitu pemun-gutan suara selesai dilakukan,” jelas An-drari.

Selain pengiriman data, KPU juga bisa melanjutkan pemindaian formulir C1 seperti yang telah diterapkan pada pi-leg dan pilpres 2014. Hasil pemindaian, menurut Andrari, akan menjadi data pen-guat sekaligus membangun transparansi kepada pemilih.

Sementara untuk menerapkan e-voting, Andrari memandang masih banyak yang perlu dibenahi. Dari aspek infrastruktur, menurutnya KPU harus menyiapkan per-angkat perekam untuk setiap TPS.

Perangkat tersebut menurutnya se-baiknya diproduksi oleh satu industri strategis dalam, bukan melalui tender. KPU bekerja sama dengan satu industri strategis itu bisa melakukan produksi, mengembangkan, dan mendistribusikan perangkat e-voting ke setiap daerah.

Sedangkan dari aspek kelembagaan dan sumber daya manusia, menurutnya banyak hal yang harus dikuatkan KPU. Seperti menyiapkan petugas KPPS di TPS yang melek sistem informasi teknologi.

Selain itu, KPU harus memperbaiki

daftar pemilih online. Selama ini, menu-rutnya terjadi kesalahan sistemik me-nyangkut daftar pemilih. Perubahan daf-tar pemilih akibat mobilitas penduduk yang tinggi, belum bisa diintegrasikan dengan baik oleh pemerintah dan peny-elenggara pemilu.

“Kalau mau (e-voting), lakukan per-baikan bertahap dari DPT Online. Pasti-kan tidak ada pemilih ganda, DPT terinte-grasi secara nasional, dan itu butuh waktu lagi untuk menyiapkannya,” kata Andrari.

KPU mengkaji kemungkinan penggu-naan sistem elektronik saat pemungutan dan penghitungan suara pada pelaksanaan pilkada serentak tahun 2015 nanti. Pasal-nya Perppu Nomor 1 tahun 2014 tentang pilkada langsung memberikan alternatif pemberian suara dan penghitungan suara pada Pilkada serentak mulai tahun 2015.

“Kami diberikan ruang untuk melaku-kan pemungutan suara dan penghitungan suara secara elektronik. Tapi detailnya belum diatur dalam perppu, dan diberi-kan ruang bagi KPU untuk mengaturnya dalam peraturan KPU,” kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay.

Dalam Pasal 85 ayat 1 Perppu 1/2014 disebutkan, pemberian suara untuk pilka-da dapat dilakukan dengan cara mem-beri tanda satu kali pada surat suara atau dengan memberi suara melalui peralatan pemilihan suara elektronik. Kemudian, dalam Pasal 98 ayat 3 dicantumkan dalam hal pemberian suara dilakukan dengan cara elektronik, penghitungan suara di-lakukan dengan cara manual/atau elek-tronik. (IS)

mengganggu kerja penyelenggara, tetapi juga hak politik warga negara.

Pelanggaran berupa manipulasi suara pemilih seakan-akan tidak bisa dihindar-kan. Ini dibuktikan dari maraknya pelang-garan sistematis-terstruktur dan masif dise-tiap pelaksanaan pemilu maupun pemilihan kepala daerah. Bentuk pelanggaran tersebut secara nyata telah mengkhianati kedaulatan rakyat, mengkhianati suara pemilih dengan

menjadikan suara pemilih menjadi tidak berarti. Bentuk-bentuk pelanggaran siste-matis-terstruktur dan massif, menjadi dasar empirik yang menjadikan penting pelibatan dan partisipasi masyarakat.

Pelibatan dan partisipasi yang cukup tinggi diharapkan mampu meminimalisir dan mencegah terjadinya manipulasi suara rakyat. Partisipasi ini diharapkan mampu meminimalisir dan mempersempit ruang gerak pelanggaran terhadap kedaulatan

rakyat.Pelanggaran pemilu khususnya yang bersifat sistematis-terstruktur, dan masif ti-dak lagi bisa dilakukan secara leluasa, kare-na pemilih turut-serta mengawasi, meman-tau, dan memastikan pilihannya. Mengingat kondisi itu, partisipasi masyarakat dalam pengawasan menemukan urgensinya.Pen-gawasan oleh masyarakat melengkapi fungsi dan tugas Bawaslu dalam mengon-trol penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil. ***

sambungan dari halaman 7

Page 9: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

9

Fleksibilitas Anggaran ‘Kunci’ Penyelenggaraan Pilkada SerentakPenyelenggaraan pilkada serentak tahun 2015 memang masih terganjal pembahasan Peraturan Pemerintah Peng-ganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 di DPR. Namun, KPU dan Bawaslu telah sepakat untuk mulai menyiap-kan tahapan pilkada.

Di tengah upaya penyiapan, persoalan anggaran menjadi salah satu aspek penting yang harus dipertimbangkan. Sebagian penyelenggara di daerah dan pemerintah daerah masih gamang menentukan postur anggaran yang pasti untuk penyelengga-raan pilkada sesuai perppu.

Namun, pemerintah pusat memberikan angin segar. Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Ke-mendagri) Reydonnyzar Moenek men-gatakan pemerintah daerah akan bersikap fleksibel untuk menyiapkan anggaran pelaksanaan pilkada serentak tahun 2015. Jika dalam APBD anggaran untuk pilkada belum disesuaikan dengan tahapan sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 tahun 2014, anggaran akan disediakan mendahului penetapan perubahan APBD 2015.

“Intinya dibuka slot sesuai PP 58 ta-hun 2005 dan Peraturan Mendagri nomor 13 tahun 2006. Jadi boleh dipenuhi dulu (jika anggaran kurang) dengan kewajiban kepala daerah memberitahukan kepada DPRD untuk ditampung dalam APBD-P 2015,” kata Reydonnyzar di kantor Ke-mendagri, Jakarta, Kamis (6/11).

Menurut catatan Kemendagri, terdapat 204 daerah yang akan menggelar pilkada pada tahun 2014. Reydonnyzar men-gatakan, jika dari daerah tersebut ada yang sudah diketok APBD-nya. Namun, besar anggaran kurang dibandingkan tahapan sesuai perppu, maka bisa dilakukan pe-

nyesuaian.Pemerintah daerah, lanjut dia, wajib

menyiapkan dan memenuhi kekurangan anggaran tersebut. Misalnya, dalam perp-pu, kampanye melalui iklan dan pemasan-gan atribut dibebankan kepada penyeleng-gara pemilu. Sementara anggaran yang sudah diketok masih berdasarkan tahapan yang mengacu pada aturan lama sebelum perppu.

“Sekiranya ada biaya tertentu yang be-lum maka kita siap merevisi Permendagri 44 dan Permendagri 57. Kami siap revisi, satu hari kita bisa revisi untuk menjamin berapa anggaran pilkada oleh KPU dae-rah,” jelasnya.

Anggaran yang kurang menurutnya akan dipenuhi dengan pengeluaran me-lalui biaya belanja tidak terduga. Sehingga tahapan pilkada yang sudah disusun KPU bisa berjalan tanpa hambatan biaya.

Sementara bagi daerah yang belum menetapkan APBD 2015, Reydonnyzar meminta agar segera melakukan pemba-hasan sebelum akhir tahun. Daerah yang alat kelengkapan DPRD-nya belum diben-tuk, didesak untuk melakukan percepatan.

“Sudah kami payungi dengan Surat Edaran Permendagri tanggal 19 Okto-ber, intinya harus ada percepatan tentang penetapan rangkaian dana APBD. Penda-naan pemilihan pilkada dianggarkan pada jenis belanja hibah dari kepala daerah kepada kpu provinsi, kabupaten/kota dan panwaslu kabupaten kota sesuai kebutu-han,” ujarnya.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pemerintah telah menyiap-kan dua alternatif terkait pilkada serentak tahun depan.

“Plan A kami berharap perppu dis-etujui DPR, saya yakin DPR setuju. Saya yakin DPR tidak akan mempermalukan SBY,” kata Tjahjo.

Sementara alternatif lain menunggu DPR membahas perppu tersebut. Tjahjo meminta pemda membantu KPU meny-iapkan pelaksanaan pilkada, khususnya koordinasi anggaran.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) hari ini menggelar rapat koordinasi dengan jajaran Direktorat Jenderal (Ditjen) Oto-nomi Daerah (Otda) Kemendagri. KPU membahas secara detail pelaksanaan perppu 1/2014 serta gambaran tahapan-tahapan yang akan dilaksanakan.

“Kami ingin membahas secara de-til pilkada seperti diatur dalam perppu. Bagaimana tahapan yang akan kami lak-sanakan, persiapan sampai pemungutan suara, dan anggarannya juga,” kata Ketua KPU Husni Kamil Manik.

Sebelumnya KPU melansir akan menggelar pilkada di 181 kabupaten/kota dan tujuh provinsi. Namun, setelah berkoordinasi dengan Kemendagri, dit-ambahkan beberapa daerah otonomi baru (DOB) yang juga harus menggelar pilkada. Pilkada serentak tahun 2015 akan dilaksanakan di 204 daerah. Terdiri atas delapan provinsi, 170 kabupaten, dan 26 kota. (IS)

Page 10: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

10

Komisi Yudisial (KY) mengusulkan pembentukan pengadilan khusus untuk menangani sengketa pemilu. KY men-dorong pengadilan pemilu adhoc ini bisa dibentuk untuk menangani sengketa pilkada serentak tahun 2015 nanti.

“Kami pernah diskusikan secara in-formal dengan Mahkamah Agung (MA), apa tidak lebih baik dibentuk pengadilan ad hoc untuk menangani sengketa pemi-lu. Kalau mau ideal, pengadilan pemilu itu harus spesifik memang,” kata Ketua KY Suparman Marzuki dalam diskusi bertema “Proyeksi Penegakan Hukum Pemilu dan Pilkada Ke Depan”, di Jakar-ta, Kamis (13/11).

Selama ini, menurut Marzuki, aparat penegak hukum yang menangani seng-keta hasil dan pidana pemilu tidak akrab dengan materi pemilu. Akibatnya, para-digma mereka tentang pemilu berbeda dengan paradigma penggiat atau ahli pe-milu.

Padahal, lanjut dia, menangani kasus pemilu membutuhkan hakim yang kom-peten. Hakim yang memiliki kompetensi tentang peraturan perundang-undangan tentang pemilu.

“Tidak bisa hakim-hakim pengadilan disulap menjadi hakim pemilu. Nah, kami membayangkan dengan pengadilan ad hoc pemilu itu hakimnya khusus, tempat-nya khusus, tidak dicampur di lingkungan pengadilan umum,” ungkapnya.

Menurut Suparman, pengadilan khu-sus pemilu tidak lagi dicampur dengan pengadilan umum. Aparat pendukung dan aspek administrasinya juga tidak disatu-kan dengan pengadilan umum.

Mahkamah Agung (MA), dia melan-jutkan, pada tahun 2013 memang telah mengeluarkan Surat edaran tentang pem-bentukan pengadilan pemilu di dalam lingkungan MA. Namun, hakim yang di-tunjuk serta panitera yang bekerja meru-pakan mereka yang juga bekerja menan-gani perkara lain.

“Mereka sudah sarat dengan beban perkara, pengetahun pemilu kurang, dan paradigma hakimnya tidak berbeda den-

gan pengalaman persidangan umum. Makanya kami nilai tepat membentuk pengadilan khusus pemilu, seperti penga-dilan tipikor,” kata dia.

Untuk merealisasikan terbentuknya pengadilan khusus pemilu pada pilkada serentak 2015, Marzuki menilai masih memungkinkan. Meski waktu yang ter-sisa tidak cukup panjang.

“Kalau MA mau, tinggal bikin surat ke Presiden terkait penambahan satu atau dua pasal dalam peraturan perundang-undangan pilkada. Tinggal ditambahkan soal pengadilan ad hoc pemilu, pasti bisa cepat,” ujarnya.

Sementara untuk rekrutmen hakim-nya, Suparman memperkirakan bisa di-lakukan dalam waktu tiga hingga empat bulan. Kriteria hakimnya tidak harus seluruhnya diisi oleh hakim karir. Bisa dikombinasikan dengan hakim karir yang memiliki latar belakang tata negara den-gan hakim yang memiliki pengetahuan tentang pemilu.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ida Budhiati mengatakan, untuk merancang pengadilan khsusus pemilu tidak cukup melihat dari sisi penanganan perkara pemilu. Tetapi harus melihat dari hulu, yakni kebijakan sistem pemilu.

“Jadi diperhatikan penataan sistem pemilunya, penanganan sengketanya. Baru penanganan kelembagaannya, kare-

na sistem dan lembaga belum tentu co-cok,” kata Ida.

Pimpinan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nelson Simajuntak men-gatakan, masalah penegakan hukum pe-milu paling mendasar adalah mengam-bangnya aturan dan mekanisme kerja lembaga penegak hukum. Nelson mengu-sulkan lembaga penegak hukum pemilu sebaiknya berada di bawah satu atap.

“Jadi ada penyidik, ada jaksa, ada hakim di bawah satu atap. Dia khusus menangani pidana dan sengketa pemilu,” ujarnya.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Topo Santoso me-ngatakan, penegakan hukum pemilu tidak mesti dilakukan dengan membentuk satu lembaga khusus. Karena sengketa pemilu terkait hukum materiil, hukum formil, dan kelembagaan.Menurut dia cukup dengan membuat satu rancangan besar tentang penanganan pelanggaran pemilu yang disosialisasikan kepada penyeleng-gara, pengawas, penegak hukum, dan peserta pemilu.

“Jadi tidak perlu disatukan menjadi lembaga khusus. Tapi di masing-masing lembaga, misalnya kepolisian, pengadilan ada pertemuan rutin dan pendalaman pe-ngetahun tentang pemilu,” kata Topo.(IS)

Pengadilan Khusus PemiluUntuk Penegakan Hukum Pemilu

Page 11: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

11

Badan Pengkajian dan Pengemban-gan Teknologi (BPPT) memperhitung-kan penghematan biaya pemilihan kepala daerah (pilkada) hingga 50 persen apabila menggunakan sistem pemungutan suara elektronik (e-voting).

“Mesin-mesin ini (alat e-voting) bisa bergantian digunakan di kabupaten. Bisa hemat biaya 50 persen, lumayan, berapa yang dihemat dari pilkada yang dilaksanakan lebih dari 400 kali,” kata Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (PTIK) BPPT Hamman Riza,Kamis(6/11).

Menurut dia, penggunaan e-voting jika dilihat secara tanjibel maka biaya pilkada menjadi lebih murah. Sedangkan secara intanjibel maka kepercayaan ma-syarakat tumbuh atas proses pilkada itu karena proses yang akuntabel, cepat dan akurat.

Harapannya, penggunaan alat e-vot-ing untuk pemilu akan mendorong penye-diaannya oleh industri nasional, sekaligus membuka kesempatan industri dalam negeri.

Ia mengatakan, investasi yang dibu-tuhkan per unit e-voting minimal men-capai Rp10 juta. Namun ia meyakini jika produksi alat tersebut telah dilakukan se-cara massal maka harga akan lebih ren-dah.

“Untuk pemilihan kepala desa (pilkades) biasanya digunakan dua mesin e-voting saja. Sedangkan untuk tingkat nasional atau Pemilu diperkirakan dibu-tuhkan 550.000 alat e-voting,” ujar dia.

Chief Engineer Reporting Program Pemilu Elektronik (e-voting) BPPT Fai-sol Ba’abdullah mengatakan, pemilihan jenis perangkat e-voting juga dapat mem-pengaruhi biaya investasi pelaksanaan pe-

mungutan suara elektronik.“Kalau India bisa tekan harga produk-

si alatnya jadi murah karena pakai per-angkat Embedded EVM yang ‘special request’, produksi massal alat ini bisa menekan harga produksi. Kalau sistem Direct Record E-Voting (DRE) yang mengarah ke open standard, memang bisa saja jatuh lebih mahal,” ujar dia.

Meski demikian, menurut dia, alat e-voting dengan sistem Embedded EVM tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain, sedangkan sistem DRE yang memanfaatkan perangkat dari ber-bagai vendor dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain.

Dengan memanfaatkan sistem Em-bedded EVM tersebut India mampu melaksanakan pemilu dengan biaya 0,6 dolar AS per pemilih. Brasil menghabis-kan dana sekitar lima dolar AS per pemil-

E-Voting Hemat Biaya Pilkada Hingga 50 Persen

Pelaksanaan e-voting yang sudah diterapkan di Indonesia, lebih tepatnya di Jembrana, Bali:http://aybloog.blogspot.com

Page 12: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

12

ih, sedangkan Swiss menghabiskan dana 0,38 dolar AS per pemilih.

“Sedang dalam simulasi penggunaan e-voting yang kita lakukan dana yang di-habiskan Rp12.000 hingga Rp16.000 per pemilih,” ujar dia

Wawancara KhususAndrari Grahitandaru menjabat seb-

agai Kepala Program Sistem Pemilu Ele-ktronik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sejak tahun 2010. Sela-ma empat tahun, wanita kelahiran Malang 11 April 1959 ini mengembangkan dan mematangkan kajian teknis pelaksanaan pemilu elektronik. Namun, realisasi pe-milu elektronik selalu tersandung aspek legalitas hukum. Perppu nomor 1/2014 tentang Pilkada Langsung memungkink-an KPU menyelenggarakan pemilu secara elektronik.

Bagi BPPT, aturan tersebut menjadi angin segar untuk melaksanakan pemilu elektronik di Indonesia. Namun, ban-yak tantangan menunggu di depan untuk merealisasikan pemilu elektronik. Berikut wawancara penulis dengan Andrari.

Sejak kapan dan bagaimana awalnya BPPT mengembangkan kajian pemilu elektronik?

Ini dimulai ketika Kabupaten Jem-brana Provinsi Bali melakukan uji materi Pasal 88 UU 32/2004 tentang penerapan e-Voting di Pilkada. Kemudian BPPT mulai menyiapkan program ini, dimulai dengan penyiapan pemilihan kepala du-sun (Pilkadus) di Jembrana. Setelah 65 kali Pilkadus dengan sistem elektronik, mereka ingin meningkatkan ke tahapan pilkada. BPPT ikut mendampingi sebagai tim saksi ahli teknis. Sampai akhirnya MK mengabulkan uji materi.

dengan syarat pemilu tetap mengede-pankan asas luber (langsung, umum, be-bas, rahasia) dan jurdil (jujur dan adil).Kemudian, harus memenuhi syarat kumu-latif yakni dari kesiapan penyelenggara, kesiapan teknologi, kesiapan legalitas, kesiapan pembiayaan, dan masyarakat. Sejak putusan MK keluar, ada beberapa daerah yang bekerja sama dengan BPPT untuk melaksanakan e-voting.

Daerah apa saja?Selain Jembrana, daerah lain yang

pertama meminta Kota Aceh. Kami cu-

kup optimis saat itu pilkada tahun 2012. Karena Aceh kan punya aturan sebagai daerah khusus. Kami pikir Komisi Inde-penden Pemilihan (KIP) Aceh bisa men-gakomodir e-voting.Tapi jadinya gagal juga. Ternyaa KIP merupakan bagian tak terpisahkan dari KPU pusat. KPU harus membuat peraturan berdasarkan UU. Se-mentara UU Pemilu tidak mengatur e-voting

Berarti putusan MK tidak berpenga-ruh?

Secara operasional tidak sama sekali. Setelah Aceh, Boyolali (Jawa Tengah) juga ingin melaksanakan evoting. Tapi mental juga. Lalu Bantaeng (Sulawesi Se-latan), gagal juga karena aturan hukum. Akhirnya daerah-daerah itu inisiatif mau mencoba melalui pemilihan kepala desa (Pilkades) secara e-voting. Jadi pilkades elektronik sudah dilakukan di Boyolali, Jembrana, dan ketiga Musi Rawas (Su-matera Selatan).

Kajian teknis dan teknologi yang su-dah disiapkan BPPT sendiri seperti apa?

Kami bertanggung jawab di peny-iapan teknologi. Kalau bicara teknologi pemilu, ada tiga aspek yang dibahas. Pertama, standar hukum, standar tek-nis, dan standar operasional. Kami bikin kajian teknis sesuai dengan standar hu-kum bahwa pemilu harus tetap luber dan jurdil. Meski menggunakan mekanisme elektronik. Kami juga mengacu pada UU nomor 11/2011 tentang ITE. Bahwa infor-masi elekronik atau dokumen elektronik merupakan bukti hukum juga.Secara tek-nis dan operasional, tetap luber dan jurdil landasan utamanya. Jadi sistem yang kami bangun harus diutamakan sisi keamanan dan transparansinya. Kami ikut meny-iapkan kelembagaan atau ekosistemnya. Bahwa e-voting ini penyelenggaranya KPU dan Bawaslu. Harus disiapkan lem-baga sertifikasinya, lalu lembaga audit. Serta industri strategis yang menyiapkan perangkatnya.

Jadi perangkat yang digunakan dibuat dan disiapkan satu industri yang ditunjuk khusus?

Dalam penelitian kami, dikonsepkan KPU harus bekerja sama dengan lembaga

sertifikasi. Dia lembaga yang memverifi-kasi dan memastikan sejak tahapan awal sistem dan perangkat yang digunakan sesuai dengan UU dan aturan pemilu. Lalu, kita pastikan sistem yang digunakan bisa diaudit. Dalam pelaksanaan pemilu, yang berperan sebagai pengawas itu kan Bawaslu. Nah, Bawaslu harus menyiap-kan lembaga yang bisa melakukan audit teknologi. Minimal melakukan audit ran-dom dari 10 sampai 15 persen TPS.

Untuk perangkatnya, disiapkan satu industri yang ditunjuk sejak awal. BPPT merekomendasikan industri ini menger-jakan sejak awal pembentukan perangkat, distribusi, penggunaan, perawatan. Bu-kan berdasarkan tender. Ini sudah pernah kami simulasikan di Pilkada Bantaeng di 42 TPS bekerja sama dengan Universitas Hassanudin.

Kajian ini sudah pernah dibahas den-gan penyelenggara pemilu?

Kalau untuk pilkada belum, baru seba-tas usulan. Tapi kajian lengkapnya sudah ada. Siapa yang menjadi industri strategis, siapa lembaga sertifikasinya, siapa yang megaudit. Kami melihat dari beberapa negara yang melakukan e-voting. Seperti Amerika Serikat, Filipina, Venezuela, dan India. Nah, India ini yang paling cantik penerapannya. Karena dia punya satu industri strategis yang kami harapkan bisa diterapkan juga di Indonesia.Lem-baga teknis yang mempunyai wewenang dari pemerintah untuk melakukan audit teknologi cuma BPPT. Jadi kalau BPPT mau posisikan sebagai lembaga audit be-rarti kerjasama dengan Bawaslu. Untuk lembaga sertifikasi, banyak yang bisa. Misalnya LIPI. Kalau industri strategis, kita punya PT INTI dan PT LEN (Lem-baga Elektronika Nasional). Catatannya, harus menggunakan konten lokal, jangan impor.

Bisa dideskripsikan bagaimana pener-apan pemilu elektronik di lapangan?

Rekomendasi BPPT sejauh mana KPU siap, karena penyiapan tak bisa buru-buru. Saya menyarankan KPU tidak buru-buru, tetapi melihat masalah pemilu itu sebenarnya di mana sih. Paling banyak kan di proses penghitungan. Pengiriman yang berjenjang dan proses yang lama.

Page 13: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

13

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Walaupun diunggah ke website kan tidak diakui sebagai hasil resmi. Jadi ada satu teknologi yang merupakan bagian dari pemungutan elektronik, yaitu e-rekapitu-lasi. Kalau e-voting itu dari pemungutan, penghitungan secara otomatis, pengiri-man, kemudian penayangan. Ada aplikasi langsung tabulasi. Jadi hasil yang dikirim dari tiap TPS tertabulasi di data center. Kalau pemilu elektroik ketika TPS tu-tup jam 1, dicetak hasilnya, ditempelkan modem, di aplikasi sekali klik langsung kirim ke data center.

Itu sudah kami siapkan sampai ke sana teknologi dan konsepnya. Nah,KPU nanti perlu membuat peraturan kpu tentang pe-nyelenggara pemilu elektronik. Tapi kami rekomendasi pemungutan jangan dulu, tapi di pengiriman saja.

Kenapa untuk e-voting belum direko-mendasikan?

Karena dibutuhkan kesiapan yang sangat kuat oleh setiap daerah. E-voting ini dimulai dari awal. Untuk menyiapkan perangkat, perlu membangun industri strategisnya dulu. Lalu sumber daya ma-nusia yang melaksanakannya. Dan ma-salah paling utama itu DPT (daftar pemil-ih tetap). DPT ini yang ikut menciderai e-voting. Kalau diterapkan, apa iya 100 persen pemilih sudah pegang e-KTP. Ka-lau kita terapkan dalam waktu dekat, bisa jutaan orang tak punya hak pilih. DPT On-line memang sudah diupayakan KPU, tapi kan masih harus dibenahi. Jangan harap DPT akurat karena tidak ada sistem yang otomatis memperbarui data penduduk.

Lalu harus menunggu berapa lama lagi kesiapan menggunakan e-voting?

Saya tidak mau berandai-andai. Kare-na dari 2009 kami pontang-panting selalu mentok di aspek hukum. Sebelum diter-apkan, kita harus mantapkan dulu bahwa hanya ada satu payung hukum pelaksa-naan pemilu. Jadi tidak dipisah-pisah lagi. Pilpres sendiri, pileg sendiri, pilkada ada lagi aturannya. Kalau sudah terintegrasi, nanti pelaksanaan e-voting bisa lebih mu-dah. Selain pembenahan sistem kepen-dudukan online.

Artinya yang memungkinkan dalam waktu dekat baru penghitungan online?

Iya, penghitungan atau e-rekapitulasi.

Karena selama ini masalah paling banyak juga di proses ini. Pemilihan tetap meng-gunakan kertas dan sistem manual. Sele-sai dihitung, hasilnya langsung dikirim ke data center. Ada dua aplikasi yang paling memungkinkan. Pakai USSD (Unstruc-tured Supplementary Services Data) dan DMR (Digital Mark Reader).

USSD, aplikasi menggunakan SMS dengan menggunakan sim card khusus. Saat mengirimkan ke data center sudah ada pasangan kunci rahasianya. Jadi, satu TPS satu sim card, dan di data center sudah ada pasangannya. Jadi tidak bisa salah kirim dari TPS yang lain. Kalau handphonenya terserah, yang paling jadul sekalipun bisa. USSD ini tinggal kerja sama saja dengan operator seluler. Ini su-dah kami simulasikan di 564 TPS di Pe-kalongan (Jawa Tengah) saat pileg 2014 kemarin.

Kalau DMR pemakaiannya bagaima-na?

DMR beda lagi, ini merubah kertas su-ara menjadi bentuk angka. Nanti pemilih menandai nomor yang dipilih, langsung discan, dan otomatis masuk ke tabulasi di data center. Kalau untuk pilkada 2015 yang paling memungkinkan menggunak-an USSD.

Kenapa?

USSD paling memungkinkan. Seka-rang kalau pilkada dengan DMR, maka hasil kertas DMR dikirim dulu ke kabu-paten/kota untuk discan. Kami takut saat

perjalanan ada hal yang tidak diinginkan. Kalau USSD, mekanismenya sederhana. Masyarakat bisa memantau. Saat TPS ditutup, hasil pemungutan dihitung. Lalu ada petugas KPPS yang mengirimkan melalui SMS ke data center, sebelumnya saksi menandatangani berita acara. Nanti data center dalam hitungan detik mener-ima data tersebut, Dicocokkan dengan yang ada di TPS dan formulir C1. Kalau sudah cocok, tandatangani berita acara lagi. Nanti data center tinggal tabulasi data dari TPS-TPS lainnya.

Data center-nya bagaimana?Data center bisa di mana saja, yang

penting di Indonesia. Kan teknologi in-formasi menghilangkan jarak. KPU sudah punya data center yang baik. Yang kema-rin digunakan saat pileg dan pilpres. Yang menampung hasil pemindaian formulir C1. Itu harus tetap digunakan data cen-ternya. Tidak apa-apa di KPU pusat, jadi KPU pusat juga punya data lengkap. ga perlu minta-minta lagi ke daerah.

Tapi nanti kan menerapkan pilkada serentak, tetap bisa memungkinkan digu-nakan e-rekap?

Sangat memungkinkan, tak masalah. Data yang dikirimkan sangat kecil. Cuma satu data, kan cuma perolehan suara calon. Pileg saja kita pakai USSD, data dari em-pat kertas suara. Untuk pemilihan anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD. Satu partai ada berapa angka kan. Totalnya 392 data, langsung terkirim bisa hanya dengan 9 SMS. Kalau pileg saja bisa, kenapa pilkada yang lebih sederhana tidak bisa.

Anggarannya bagaimana? Selama ini kan banyak pihak menilai pemilu elek-tronik itu identik dengan anggaran yang besar dan mahal?

Konsep mahal itu ketika suatu produk dipakai hanya sekali saja. Industri strate-gis dipakai terus-menerus. Memang pada awalnya membutuhkan investasi dulu. Tapi ini akan terpakai terus. Untuk USSD, tinggal kita kontrak dengan provider.

Tergantung sekarang provider ter-apkan tarif berapa untuk USSD. Bentuk pelaksanaan, kerja sama dengan operator kita sudah punya kajian lengkap karena sudah diterapkan di pilkades. (IS)

Page 14: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

14

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dengan dibentuknya sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Dinamika kelembagaan pengawas Pemilu ternyata masih berja-lan dengan terbitnya Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Secara kelem-bagaan pengawas Pemilu dikuatkan kem-bali dengan dibentuknya lembaga tetap Pengawas Pemilu di tingkat provinsi dengan nama Badan Pengawas Pemilu Provinsi (Bawaslu Provinsi). Selain itu pada bagian kesekretariatan Bawaslu juga didukung oleh unit kesekretariatan eselon I dengan nomenklatur Sekre-tariat Jenderal Bawaslu. Selain itu pada konteks kewenangan, selain kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, Bawaslu berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 juga memiliki kewenangan untuk menangani sengketa Pemilu.

Meski sudah diperkuat melalui UU, pimpinan Bawaslu Nasrullah menyam-paikan keinginannya agar kewenangan

institusinya semaki diperkuat. Seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

PIMPINAN BAWASLU, NASRULLAH

Mendamba Bawaslu Sekuat KPK

PIMPINAN BAWASLU, NASRULLAH

Page 15: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

15

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

yang mempunyai kewenangan untuk menyidik dan menuntut para pelaku kecurangan pemilu.

“Soal kewenangan kami ingin seperti KPK. Punya kewenangan untuk melaku-kan fungsi penyidikan dan penuntutan. Dengan begitu Bawaslu akan punya kekuatan untuk menindak setiap ke-curangan pemilu,” ujar Nasrullah.

Ia mengakui kelemahan Bawaslu selama ini yang hampir tak punya taji dalam menindak kecurangan pemilu. Kedepannya Nasrullah meminta in-atitusinya dikuatkan dan bukan malah dilemahkan karena hadirnya Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

“Saat ini kewenangan kami me-mang terbatas hanya mengeluarkan rekomendasi, tapi tak bisa mengeksekusi. Rekomendasi pun kadang tak dijalankan. Kami juga berharap kami masuk dalam ranah etik,” ucapnya.

Nasrullah juga menegas-kan bahwa pengawasan mutlak ha-rus ada dalam penyeleng-garaan pemilu. “Bawaslu akan tetap melaku-kan apa yang menjadi ke-wenangannya yang diatur dalam undang-undang untuk mengawasi. Masing-masing kan punya wewenang sendiri. Kalau KPU sendiri tidak mengajak, ya kita tetap mengawasi dengan dasar apa yang sudah diberikan oleh undang-undang yang ada,”

Untuk menangani dugaan pelang-garan hukum selama penyelenggaraan pemilu legislatif dibentuk Sentra Pen-egakan Hukum Terpadu (Sentra Gakum-du). Sentra ini beranggotakan peny-elenggara dan pengawas pemilu beserta aparat penegak hukum (kepolisian dan

kejaksaan). Tujuannya, agar kasus-kasus pelanggaran pemilu diselesaikan dengan mudah dan cepat.

Kini, setelah pemilu legislatif usai, keberadaan Sentra Gakumdu menjadi tanda tanya. Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), misalnya, termasuk yang meminta perlunya evaluasi eksistensi Gakumdu. Nasrullah menyatakan selama ini Bawaslu kesulitan menindaklanjuti laporan pelanggaran pemilu gara-gara harus melibatkan lembaga lain.

Prakteknya, kata dia, Sentra Ga-kumdu tak berfungsi sesuai harapan. Dengan kata lain, penanganan dugaan pidana pemilu secara umum tidak efektif, meskipun ada beberapa pelaku yang dihukum.

Nasrullah berpendapat, penanganan pidana pemilu lintas lembaga lewat Sentra Gakumdu justru menghambat Ba-waslu. Misalnya, dalam menangani sebuah pelang-garan, Bawaslu menilai hal itu masuk kategori kampanye, tapi lembaga lainnya dalam Gakumdu menilai itu bukan kampanye.

Dalam benak Nasrullah, Sentra Gakumdu dibentuk untuk memperkuat Bawaslu agar mampu menan-gani pelanggaran

Pemilu secara maksimal. Praktiknya, harapan itu tidak terjadi karena setiap lembaga yang ada dalam Sentra Ga-kumdu punya standar sendiri-sendiri dalam menangani kasus. Ujungnya, tidak memuluskan penindakan terhadap pelanggaran pidana Pemilu.

Nasrullah berpendapat lebih baik Bawaslu mengelola sendiri penanganan pelanggaran pemilu sesuai kewenangan-nya. Lewat rekomendasi yang diterbit-kan, Bawaslu meneruskan penanganan pelanggaran itu kepada lembaga terkait

seperti KPU, Kepolisian atau DKPP.Nasrullah berharap peran Bawaslu

menangani pelanggaran diperkuat. Se-hingga Bawaslu dapat leluasa menangani pelanggaran Pemilu kemudian dipilah kasus mana yang masuk kategori admin-istrasi atau pidana.

Menurut dia, kewenangan yan-gan diberikan kepada Bawaslu jangan setengah-setengah kewenangannya. Ter-lalu banyaknya lembaga yang turut serta menangani pelanggaran pemilu menurut-nya cenderung menyebabkan mandulnya lembaga peradilan pemilu. [dey]

Profil

Nama : Nasrullah

Tempat Tanggal Lahir : Polewali Mamasa, 10 Juli 1971

Pendidikan Terakhir : S2 Universitas Islam Indonesia

Alamat : Jl. Sultan Agung No.18 Yogyakarta

Pengalaman Kerja dan Organisasi:

Pimpinan Bawaslu, Divisi Sosialisasi, Humas dan Hubungan Antar Lembaga, 2012-2017

Anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Divisi Hukum dan Pengawasan

Panitia Pelaksana Daerah Pemilihan tingkat II Kota Yogyakarta periode 2003-2008

Sekretaris Kerukunan Keluarga Mandar Sulawesi Barat (KKMSB)

Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

”Saat ini kewenangan kami memang terbatas hanya mengeluarkan rekomen-

dasi, tapi tak bisa mengek-sekusi. Rekomendasi pun

kadang tak dijalankan. Kami juga berharap kami masuk dalam ranah etik,

”NASRULLAH

Page 16: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

16

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Bangga pada Kinerja Kasek,Sekjen Bawaslu Beri Apresiasi

Sekretaris Jenderal Bawaslu, Gu-nawan Suswantoro merasa bangga terha-dap kinerja Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota. Berkat kinerja mereka juga, Bawaslu menjadi salah satu bagian yang men-gantarkan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 Indonesia menjadi pemilihan presiden terbaik di dunia den-gan persentase partisipasi tertinggi di du-nia yaitu 71 %. Karena kebanggaannya tersebut, Gunawan berjanji akan menulis surat kepada para Gubernur dan Bupati/Walikota Se-Indonesia untuk memberi-kan apresiasi dan penghargaan kepada seluruh kepala sekretariat yang telah mengabdikan diri pada pengawas pemilu dan segera kembali kepada instansi di daerah masing-masing.

Terkait dengan hambatan, kendala, dan tantangan terhadap proses penga-wasan Pemilu yang muncul di berbagai daerah, Gunawan mengemukakan rencananya untuk membuat selayang pandang proses pengawasan pemilu di daerah masing-masing. Ke depannya, dokumentasi proses pengawasan pemilu itu akan menjadi dokumen bersejarah bagi Indonesia Ketua Bawaslu RI, Mu-hammad juga menambahkan, meminta kepada seluruh Kasek, Panwas, dan PPL

diseluruh Indonesia agar tetap menjaga hubungan silaturahmi diantara jajaran pengawas pemilu.

“Walaupun pada bulan Desember nanti jasad kita sudah berpisah, namun ikatan silaturahmi di antara kita masih

tetap ada,” pinta Muhammad, dalam kesempatan yang sama di Rapat Kerja Pembinaan Kesekretariatan Evaluasi Pelaporan tahap II pada tanggal 24 s.d 26 November 2014 bertempat bertempat di hotel Grand Sahid Jaya. Hal senada disampaikan oleh Pimpinan Bawaslu RI Endang Wihdatingtyas.

Keberhasilan Bawaslu ditunjang oleh keberhasilan Panwas di daerah-daerah, mulai dari PPL, Panwascam, Panwaskab/Kota, dan Bawaslu Provinsi. merupakan satu kesatuan tubuh pengawasan pemilu yang tidak bisa dipisahkan. Jelas Endang. Muhammad menambahkan, Bawaslu tidak boleh menutup mata bahwa masih ada catatan-catatan pada proses penga-wasan pemilu yang belum maksimal. “Catatan dan koreksi proses pengawasan pemilu merupakan koreksi kita bersama, sebaliknya jika ada apresiasi menge-nai proses pengawasan pemilu itu juga merupakan apresiasi kita bersama,” ujar Muhammad. [MM]

Ketua Bawaslu, Muhammad (tengah), Pimpinan Bawaslu, Endang Wihdati-ningtyas dan Sekjen Bawaslu, Gunawan Suswantoro

Kasek Bawaslu Provinsi.

Page 17: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

17

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran

Dalam rangka evaluasi atas kinerja yang telah dilaksanakan Sentra Gak-kumdu dalam proses tahapan penyeleng-garaan Pemilu, Bawaslu RI bersama Polri dan Kejaksaan RI melaksanakan Rapat Koordinasi Nasional Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Acara ber-langsung di Mercure Convention Cen-ter Ancol, Jakarta (3/11). Rakor tersebut mengundang seluruh anggota Bawaslu Provinsi se-Indonesia. Hadir dalam rakor Pimpinan Bawaslu, Nasrullah dan Nelson Simanjuntak, Kabareskrim Mabes Polri Suhardi Alius, dan Warsa Susanta per-wakilan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum).

Dalam sambutannya, Suhardi men-gungkapkan banyaknya kendala dan permasalahan yang dihadapi Sentra Gak-kumdu. Ia mengatakan meskipun waktu penanganan tindak Pidana Pemilu sangat terbatas, melalui sinergi dan profesion-alisme unsur dalam Sentra Gakkumdu, pelaksanaan penegakan tindak pidana Pe-milu dapat memberikan kepastian hukum,

sehingga Pemilu tahun 2014 dapat berja-lan dengan aman, lancar dan demokratis. Suhardi menilai bahwa keberadaan Sen-tra Gakkumdu selama ini menjadi forum yang efektif bagi jajaran pengawas pe-milu, Polri dan Kejaksaan untuk bersiner-gi melakukan penegakan hukum tindak pidana Pemilu.

Sedangkan Warsa Susanta berharap agar Rakornas Sentra Gakkumdu mampu melakukan evaluasi terhadap semua taha-pan pemilu dan juga dapat memberikan masukan untuk perbaikan atau penyem-purnaan undang-undang pemilu. Sehing-ga pada pemilu mendatang, telah ada UU pemilu yang ideal dan semua pihak mu-dah memahami makna unsur-unsur pasal serta meminimalisir pembatasan waktu penyelesaiannya, baik pada tahap peneri-maan laporan/temuan, penyidikan, tuntu-tan sampai akhir. Acara dibuka langsung oleh pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah. Ia mengibaratkan evaluasi kinerja Sentra Gakkumdu (meminjam istilah medis) se-bagai upaya General check up.

“Rakor ini dilakukan sebagai upaya dan cara memeriksa dimana kira-kira

aliran-aliran itu mengalami kebuntuan agar tidak mengalami pembengkakan,” jelasnya. Pada Pemilukada serentak ta-hun 2015 mendatang, Sentra Gakkumdu pusat akan lebih banyak berfungsi moni-toring dan supervisi dengan cara terjun ke daerah. Hal ini juga sebagai upaya untuk melihat apakah fungsi Sentra Gakkumdu berjalan dengan baik atau tidak.

Nasrullah juga menghimbau Bawaslu Provinsi agar lebih mempersiapkan diri dalam menghadapi rencana Pemilukada serentak tahun depan. Bawaslu optimis ke depan Sentra Gakkumdu akan jauh lebih baik dari pemilu tahun 2014. Di akhir sambutannya Nasrullah berharap agar Rakornas benar-benar diefektifkan dan dioptimalkan. “Dengan forum ini, mari kita cari terobosan yang mampu membuat tiga institusi ini benar-benar bisa bekerja secara integratif dan kolek-tif” pungkasnya. Rakornas sentra Gak-kumdu berlangsung selama tiga hari, 3 - 5 Nopember 2014. Acara tersebut dibuka dengan pemukulan gong dan pemberian cinderamata oleh Bawaslu kepada Polri dan Kejaksaan. [AI]

Rakornas Sentra Gakkumdu Sebagai Upaya General Check Up

Pimpinan Bawaslu, Nasrullah (kanan) dan Kabareskrim Mabes Polri Suhardi Alius.

Page 18: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

18

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Divisi Sosialisasi, Humas dan Antar Lembaga

Badan Pengawas Pemilu menggelar Sosialisasi hasil Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu

Tahun 2014, Serta Persiapan Pengawasan Pemilukada Tahap Pertama di Denpasar, Jumat (21/11). Kegiatan tersebut digelar bertujuan untuk meningkatkan kuali-tas pengawasan bagi penyelenggara dan partisipasi masyarakat dalam kesiapan menghadapi Pemilu Kepala Daerah tahun 2015.

Kegiatan yang turut mengundang un-sur Pemerintahan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, Kepolisian Daerah, Kejaksaan Tinggi, Partai Politik, Pemer-hati Pemilu, Organisasi Kepemudaan, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Media Massa dan unsur Mahasiswa dan Siswa Se-Provinsi Bali itu, merupakan sasaran di setiap level serta menjadi faktor pen-dukung oleh stakeholders dan masyarakat Indonesia yang dihadiri kurang lebih 450 peserta.

Dalam sambutan pembukaan ke-giatan, Ketua Bawaslu Muhammad mengatakan bahwa kegiatan sosialisasi Pengawasan dan Penanganan Pelang-garan Pemilu Tahun 2014, serta Persia-pan Pengawasan Pemilukada merupakan usaha untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dalam pengawasan Pemilu Kepala Daerah, Bupati dan Walikota serta meningkatkan kualitas Pemilihan pengawasan melalui partisipatif aktif ma-syarakat dalam pengawasan Pemilukada. “Tersosialisasinya hasil pengawasan dan penanganan pelanggaran yang dilakukan oleh Bawaslu dalam Pemilihan Umum tahun 2014 ,” ujarnya. Muhammad ber-harap kegiatan sosialisasi dan penangan pelanggaran yang dilakukan oleh Bawas-lu dapat disebarkan di berbagai tingka-tan, baik dari segi pemahaman maupun tentang proses kerja pengawas pemilu dalam melakukan pegawasan di tiap-tiap tingkatan.

“Pelaksanaan tugas dan kewenangan Bawaslu dan jajaran Pengawasan Pemilu tersebut juga tidak lepas dari koordinasi, sinkronisasi dan integrasi yang baik de-ngan KPU beserta jajarannya di daerah,”

ujarnya. Di samping itu, Muhammad menjelaskan tugas dan fungsi Penyeleng-gara Pemilihan Umum mengatur antara lain tugas pengawasan Pemilu di semua tingkatan adalah mengawasi tahapan Pemilu dalam rangka pencegahan dan penanganan pelanggaran serta menerima laporan dugaan pelanggaran, mengkaji laporan dan temuan, merekomendasikan-nya kepada yang berwenang, dan meny-elesaikan sengketa Pemilu.

Ia juga mengajak pemilih pemula agar berperan aktif dalam menggunakan hak suara dalam kegiatan pemilu. “Pemilu adalah hajatan bersama, untuk itu bagi pe-milih permula khusunya adik – adik siswa dan siswi jangan memiliki sikap apatis, sebab apatis adalah penyakit demokrasi,” ujarnya. Sementara itu Pimpinan Bawaslu Nasrullah dalam sambutanya mengatakan setelah melaksanakan pengawasan Pe-milu Umum Anggota DPR, DPRD, DPD dan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014, Bawaslu juga ber-siap untuk mengawasi Pemilihan Kepala Daerah tahun 2015 berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gu-bernur, Bupati, dan Walikota, yang akan dilaksanakan secara serentak. Nasrullah menekankan, agar Bawaslu dan KPU menyatakan kesiapannya dalam peny-elenggaraan Pemilu Kepala Daerah di provinsi dan Kabupaten dan Kota. Hal

ini membuat kedua lembaga penyeleng-gara Pemilu ini harus mempersiapkan diri menyusun langkah-langkah strategis dan taktis sesuai tugas dan kewenangannya. “Dalam hal ini, Bawaslu telah melakukan berbagai kajian untuk mendalami isu-isu strategis dalam rangka menyusun regu-lasi dan strategi pengawasan Pemilukada tahun 2015,” ujarnya. Hadirnya Perppu tersebut, tambahnya, tentu saja mempen-garuhi berbagai perubahan dalam pelak-sanaan Pemilukada. Ia mengungkapkan ada beberapa pengaturan pelaksanaan tahapan yang sebelumya tidak diatur. “Sejumlah aturan tersebut antara lain berlakunya prinsip keserentakan dalam pelaksanaan Pemilukada, sistem penyu-sunan daftar pemilih yang hanya terdiri dari DPS, DPT dan pemilih yang meng-gunakan KTP atau identitas,” ujarnya.

Nasrullah mengatakan, Bawaslu melakukan sosialisasi hasil pengawasan dan penanganan pelanggaran serta per-siapan pengawasan Pemilukada bertu-juan untuk mensosialisasikan hasil kerja Bawaslu selama Pemilu Umum Anggota DPR, DPRD, DPD dan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014. Selain itu, menurut Nasrullah Kegiatan ini juga dalam rangka menghimpun ide-ide segar terkait Perppu tersebut dari pemangku kepentingan dan masyarakat. [HW/FS]

Sosialisasi Hasil Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu Tahun 2014

Page 19: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

19

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Divisi Sosialisasi, Humas dan Antar Lembaga

Badan Pengawas Pemilu melakukan Optimalisasi dalam Evaluasi Gugus Tugas Pengawasan Kampanye di Media Penyiaran antara Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Komisi Informasi Pusat (KIP), pada Rabu (12/11). Rapat evaluasi gugus tugas yang melibatkan empat institusi tersebut digelar sebagai penguatan antara empat lembaga sebagai upaya memaksimalkan sinergisi-tas dan koordinasi kerja sama pengawasan kampanye Pemilu 2014.

Dalam Rapat Evaluasi Gugus Tugas Pengawasan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 tersebut yang dihadiri Ketua Bawaslu Muhammad, Pimpinan Ba-waslu Nasrullah, Endang Wihdatiningtyas, Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkian-syah, Ketua KPI Judhariksawan, Wakil Ket-ua KPI Iddy Muzayyad, dan Wakil Ketua KIP Jhony Fresly dan Anggota KIP Yhannu Setyawan. Pada Kesempatanya Pimpinan Bawaslu Nasrullah mengatakan, dilakukan-ya evaluasi gugus tugas yang melibatkan empat lembaga yaitu Bawaslu, KPU, KPI

dan KIP pada fokus pengawasan kampa-nye di lembaga penyiaran dan media massa adalah sebagai wadah dan ruang koordinasi didalam melakukan pengawasan pemilu se-cara terpadu.

Ia mengatakan dengan adanya pelibatan partisipasi pengawasan pemilu termasuk lembaga Negara yang mempunyai fungsi pengawasan merupakan terobosan yang nantinya menjadi lebih efektif. “Gugus Tugas dibentuk dalam rangka mengawasi pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampa-nye di media massa dan lembaga penyiaran, adapun lembaga- lembaga yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang –undan-gan mempunyai tugas dan wewenang untuk memberikan sanksi terhadap berbagai ben-tuk pelanggaran kampanye khususnya iklan kampanye di media penyiaran dan media massa,” ujarnya.

Lanjut Narullah menuturkan selain perlu adanya upaya maksimal dalam pengawasan kampanye, Ia berharap gugus tugas akan lebih produktif jika bisa ditransformasikan di tingkatan daerah, mengingat akan dilaku-kanya Pemilihan Kepala Daerah di tahun

2015 mendatang. “Dalam rangka mempros-es berbagai persoalan terkait kampanye, Gugus Tugas akan menularkan apa yang sudah dilakukan di dalam pola pengawasan yang lebih efektif dan diterapkan di tingka-tan provinsi,” ujarnya Sementara itu, Ketua KPI Judhariksawan mengatakan evaluasi Gugus Tugas selama pemilihan legislatif dan Pemilu Presiden serta Wakil Presiden di tahun 2014 memberikan suatu dampak yang luar biasa kepada peserta pemilu yang telah melakukan kegiatan di dalam kampa-nye. Ia menilai Gugus Tugas yang terben-tuk atas komitmen bersama yang perlu di-pertahankan. “Saya berharap Gugus Tugas tidak berhenti sampai disini. Saya melihat menjadi penting apabila gugus tugas diberi payung hukum yang kuat dan jelas di dalam pengawasan kampanye di lembaga dan me-dia penyiaran,” ujarnya

Dia berharap, Rapat Evaluasi Gugus Tugas Pengawasan Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye tahun 2014 adalah bentuk komitmen bersama di dalam ter-wujudnya koordinasi pengawasan dan pe-mantauan terhadap lembaga penyiaran dan

Bawaslu Lakukan Optimalisasi dalam Evaluasi Gugus Tugas Pengawasan Kampaye

Page 20: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

20

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) M Afiffudin

Pembengkakan Biaya Pilkada 2015 Perlu DipertimbangkanKomisi Pemilihan Umum (KPU) di-

minta untuk mengakali pembengkakan biaya penyelenggaraan pilkada sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 ta-hun 2014. Lantaran semangat penyeleng-garaan pilkada langsung yang diharapkan saat RUU Pilkada disusun adalah untuk menekan borosnya biaya pemilihan gu-bernur dan bupati/walikota.

Koordinator Nasional Jaringan Pen-didikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) M Afiffudin menilai Perppu 1/2014 lahir dalam situasi yang tergesa-gesa. Masih ada celah dalam aturan tersebut yang jika didalami justru tidak sesuai dengan se-mangat efisiensi pelaksanaan pilkada.

“Banyak celah dalam aturan perppu dari segi pembiayaan. Misalnya biaya penyelenggaraan, biaya rekapitulasi yang tetap panjang, biaya penyelenggara dari tingkat TPS, hingga biaya pengawas TPS,” kata Afif, di Jakarta, Selasa (18/11).

Harusnya, Afif melanjutkan, perppu bisa memotong mata rantai dalam proses rekapitulasi penghitungan suara. Penghi-tungan suara langsung dilakukan dari TPS ke KPU Kabupaten/Kota.

Dengan begitu, tahapan menjadi lebih efisien. Jumlah kelompok petugas pemun-gutan suara (KPPS) juga bisa dipangkas. Pengurangan petugas secara otomatis juga mengurangi biaya yang dikeluarkan KPU.

“Banyak usulan yang tidak terakomo-

dir dalam penyusunan perppu ini. KPU masih bisa mengakali, atau mungkin saat pembahasan perppu ada kebijakan dari DPR,” ungkapnya.

Meski begitu, menurut Afif, ang-garan kontestasi yang dikeluarkan peserta pilkada akan berkurang. Karena banyak pembiayaan yang dibebankan kepada pe-nyelenggara. Kebijakan ini bisa menekan politik transaksional yang selama ini membuat pilkada cenderung mahal dan boros.

Sebelumnya, Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, peningkatan biaya

penyelenggaraan pilkada tidak signifikan.Peningkatan pembiayaan, menurut

Husni lantaran dalam perppu terdapat beberapa tahapan yang pembiayannya sepenuhnya dibebankan kepada penye-lenggara pemilu. Kampanye dalam bentuk rapat umum, iklan kampanye, dan pema-sangan atribut yang sebelumnya ditang-gung peserta. Berdasarkan aturan perppu akan dibebankan kepada KPU.

Selain itu, KPU juga harus menyiap-kan tahapan uji publik yang sebelumnya tidak pernah dilakukan. Uji publik dan verifikasi bakal calon kepala daerah. [IS]

media massa agar bisa memastikan proses penegakan hukum sesuai dengan ranah hu-kum di masing masing institusi pada Gugus Tugas. “Oleh karena itu diperlukan persa-maan persepsi. Kalau perlu, kita lakukan definisi secara oprasional terkait kendala persolan Pengawasan Kampanye,” ujarnya

Hal senada disampaikan Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiansyah. Ia men-gatakan, terbentuknya Gugus Tugas adalah semangat empat lembaga yaitu Bawaslu, KPU, KPI, dan KIP sebagai bentuk langkah yang lebih progresif di dalam melakukan pengawasan kampanye. Menurutnya, Gu-gus tugas bentuk dari repersentasi lembaga yang dilakukan secara terkoordinatif. “Ada

semangat yang kita lakukan bersama. Hal ini menjadi perlu dikoordinasi yang intensif di antar lembaga yaitu Bawaslu, KPU, KPI dan KIP guna mencari solusi dan terus kita desain yang lebih baik ke depan terkait pen-gawasan kampanye,” ujarnya

Di sela-sela penutupan acara, Ketua Ba-waslu Muhammad mengatakan peserta Pe-milu atau partai politik yang menggunakan sarana dalam berkampanye memiliki tujuan pendidikan politik masyarakat. “Kampaye sejatinya adalah merupakan bagian pendi-dikan politik bagi masyarakat atau calon pe-milih dalam rangka partisipasi politik yang sehat dan mandiri,” ujarnya.

Menanggapi akan dilaksanakanya pe-

milihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang akan dilaksanakan pada 2015, Muhammad menghimbau kepada calon kandidat peser-ta politik memberi informasi kepada ma-syarakat dengan memberikan visi dan misi program secara bertanggung jawab yang memberikan informasi yang mencerahkan kepada masyarakat. Ia mengatakan, had-irnya gugus tugas bukan dalam rangka men-cari kesalahan peserta pemilu atau kandidat Pemilu seperti calon Gubernur, Bupati dan Wali kota tapi dalam rangka menghadirkan pendidikan politik yang baik dan kampanye politik dengan cara yang sehat khusunya di media massa demi partisipasi politik yang lebih mandiri dan otonom. [HW/FS]

Page 21: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

21

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Topo Santoso, menilai persoalan penegakan hukum dalam Pe-milu 2014 lalu sama seperti Pemilu peri-ode sebelumnya. Misalnya, sikap aparat penegak hukum yang tidak menganggap pelanggaran Pemilu sebagai kasus yang serius. Serta perdebatan definisi kampa-nye. Ujungnya, penegakan hukum terha-dap pelanggaran Pemilu tidak maksimal.

Padahal dalam UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD banyak pasal tentang tindak pidana Pemilu. Undang-Undang ini memuat 19 pasal pelanggaran dan 29 pasal kejahatan. Begitu pula dengan UU sebelumnya yaitu UU No. 10 Tahun 2008 yang memuat 54 tindak pidana Pemilu. Banyaknya pidana Pemilu, kata Topo, tidak menjamin pen-egakan hukum Pemilu dengan baik.

Penggunaan pidana dalam proses Pe-milu menurut Topo tidak mudah. Pen-gawas Pemilu, penyidik Polri, Jaksa dan hakim masih berdebat beberapa bentuk kasus pidana Pemilu. Terutama ketentuan yang definisinya kabur, bisa diartikan sempit atau luas. “Perdebatan definisi kampanye itu sudah terjadi dari dulu,” katanya dalam diskusi yang digelar Perlu-dem di Jakarta, Kamis (13/11).

Atas dasar itu Topo mengusulkan agar berbagai ketentuan pidana Pemilu dibahas lebih mendalam. Sehingga dapat menghasilkan ketentuan yang lebih jelas, tidak ambigu dan mudah dipahami semua pihak. Ahli pidana berperan penting bagi pembuat kebijakan dalam merumuskan tindak pidana pemilu.

Menurut Topo ada sejumlah hal yang harus diperhatikan dalam menegakan hu-kum Pemilu. Diantaranya, harus dilihat secara materil mana pelanggaran yang perlu dikenakan pidana, administratif atau etik. Unsur-unsurnya harus dibahas lebih lanjut. Kemudian, penjatuhan sank-sinya apakah penjara, denda atau alter-natif (penjara dan denda). Selain itu bisa saja diperkuat dengan pidana tambahan. Misalnya, mencabut hak dipilih atau me-milih dalam 10 tahun ke depan.

Untuk kelembagaan, Topo men-

Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Topo Santoso

Penegakan Hukum Pemilu Perlu Dibenahi

gatakan masing-masing lembaga harus konsisten dengan kewenangannya. Baik itu Bawaslu, DKPP atau penyidik Polri. Semua lembaga yang menangani pelang-garan Pemilu itu harus punya visi dan misi yang sama sehingga tidak ada per-sepsi yang berbeda dalam menangani ka-sus.

Penguatan kapasitas setiap lembaga itu menurut Topo juga penting. Misalnya, petugas kepolisian, jaksa dan hakim yang menangani harus paham soal Pemilu. Ia menyebut di sejumlah negara, terdapat unit khusus di Kepolisian yang menan-gani pidana Pemilu. Begitu pula dengan kejaksaan dan kehakiman.

Topo menilai pembuat undang-un-dang kerap gamang menentukan norma mana yang perlu diberikan sanksi pidana dan mana yang hanya perlu dikenakan sanksi administratif. “Tidak sedikit nor-ma yang sebetulnya cukup dengan sank-si adminitratif, tetapi diberikan sanksi pidana juga,” ujarnya.

Dengan begitu, Topo khawatir bila penggunaan sanksi pidana dalam Un-dang-Undang Pemilu hanya mengikuti kecenderungan yang digunakan oleh un-dang-undang lainnya, yakni banyak me-masukan sanksi pidana. “Padahal tujuan

atau filosofi ancaman pidana untuk men-gurangi disparitas pidana dan umumnya ditunjukan pada tindak pidana dengan sanksi pidana yang berat. Hal ini berto-lak belakang dengan harapan untuk men-gurangi beban system peradilan pidana, mengurangi kelebihan penghuni LP, serta mengurangi dampak stigmatisasi dari proses pidana,” jelasnya.

Topo mengatakan bagi pihak- pihak yang mengikuti proses pemilu, khususnya kandidat, sanksi yang sangat berat adalah sanksi administratif seperti pembatalan kandidat. “Kalaupun diancam sanksi pidana, harus bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu (teori tujuan), seperti de-terrence (penyangkalan),” jelasnya.

“Sebagai contoh, sanksi tambahan berupa pencabuan hak pilih (hak memilih atau hak dipilih) untuk kurun waktu 5 atau 10 tahun,” tambah Topo.

Dengan penggunaan sanksi pidana yang tepat, maka Topo menilai bahwa hu-kum pidana dapat berperan dalam melind-ung proses demokrasi, khususnya pemilu dari berbagai penyimpangan. “Meski be-gitu penggunaan sanksi pidana harus hati- hati. Penggunaan hukum pidana dalam proses pemilu kadang tidak semudah dalam proses lainnya,” ujarnya. (IS)

hukumonline.com

Page 22: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

22

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Kepala Program Sistem Pemi-lu Elektronik Badan Pengka-jian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Andrari Grahitandaru mengatakan, selama ini kerap kali kesiapan masyarakat dija-dikan alasan saat pemilu elek-tronik hendak diterapkan.

Masyarakat memang menjadi pemangku kepentingan pal-ing menentukan dari realisasi

sistem pemilu apapun yang digunakan. Namun, menurutnya ketidaksiapan ma-syarakat juga tidak bisa serta-merta dija-dikan alasan pemilu elektronik tidak bisa digunakan.

“Selama ini masalah yang paling men-tok itu aspek legalitas, masalah teknis ti-dak serumit nontenis. Namun, jangan per-nah mengatakan masyarakat belum siap,” kata Andrari.

Dari pelaksanaan pemilihan kepala dusun dan pemilihan kepala desa di Jem-brana, Boyolali, dan Mayoritas yang telah berlangsung sejak 2011 menurutnya ma-syarakat ternyata bukan penghambat. Begitu pula saat BPPT mensimulasikan pilkada Bantaeng, dan sistem e-rekapitu-lasi di Pekalongan saat pileg 2014.

“Masyarakat dikasih apapun nurut, yang masalah itu yang ngomong. Apa lagi masyarakat kecil, yang di desa, bu-patinya, kepala desanya ngomong milih elektronik mereka ikut dan ternyata bisa,” jelasnya.

Lulusan Fisika ITB tersebut menceri-takan, masyarakat justru merasa lebih tertarik dan antusias saat pemilihan ke-pala desa menggunakan mekanisme ele-ktronik. Padahal, saat ditanyakan sistem elektronik hampir semua masyarakat mengaku awam.

BPPT, Andrari melanjutkan, mengem-bangkan sistem pemilihan yang ramah dengan kondisi masyarakat. Masyara-

kat tidak disulitkan saat memilih. Justru dimudahkan saat memasuki bilik suara. Mereka hanya tinggal meng-klik wa-jah calon kepala desa yang dipilih. Dan mengonfirmasi pilihan tersebut dengan menekan tombol yang sudah disediakan pada perangkat.

“Yang menolak itu selalu para politi-

si, mereka bilang masyarakat belum siap, masyarakat gaptek, ga ngerti komputer. Emang pemilih harus kenal komputer, enggak, kan cuma tinggal pilih dan sentuh saja,” ujar Andrari.

Justru, menurutnya sistem pemilihan elektronik membuat masyarakat menjadi lebih percaya dengan pemilihan yang ber-langsung. Lantaran selama ini, seringkali masyarakat tidak mengetahui apa yang terjadi setelah mereka meninggalkan bilik suara.

Dengan sistem pemilihan elektronik, masyarakat bisa melakukan pemantauan. Peserta pemilu juga lebih mudah melaku-kan pengawasan dan memastikan tidak ada yang curang atau dicurangi saat pe-milihan hingga penghitungan suara.

Andrari mengatakan, kepercayaan masyarakat merupakan kunci dari pelak-sanaan dan legalitas pemilu. Pemilu ele-ktronik yang dibangun juga harus me-mastikan semua tahapan dan proses yang berlangsung transparan dan bisa diper-caya oleh masyarakat.

Karena itu, BPPT mengkaji perlunya diadakan lembaga sertifikasi independen yang bekerja dengan KPU. Lembaga sert-ifikasi bertugas memverifikasi dan me-mastikan tahapan dari awal menggunakan prosedur sesuai dengan aturan hukum yang ada.

Lalu, teknologi yang digunakan ha-rus bisa diaudit oleh lembaga pengawas pemilu. Dengan begitu, sistem elektronik yang digunakan tidak hanya berjalan di bawah kendali satu lembaga saja. Tetapi bisa diawasi dan dipastikan validitasnya oleh Bawaslu bekerja sama dengan lem-baga independen untuk melakukan audit.

UU Keterbukaan Informasi Publik, lanjut dia, juga menjadi jaminan bagi ma-syarakat. Bahwa dokumen dan informasi apapun menyangkut pelaksanaan pemilu merupakan informasi publik yang berhak diketahui masyarakat. Karena itu, menu-rut Andrari, pemilu elektronik bisa dilak-sanakan di Indonesia. Karena masyarakat sendiri sudah siap dengan sistem tersebut. (IS)

Kepala Program Sistem Pemilu Elektronik BPPT Andrari Grahitandaru

Masyarakat Gagap Teknologi (Gaptek) Bukan Hambatan Pelaksanaan Pemilu Elektronik

”Selama ini masalah yang paling mentok itu aspek legalitas, masalah teknis

tidak serumit nontenis. Na-mun, jangan pernah men-

gatakan masyarakat belum siap,

”Andrari

SRIPOKU.COM/AHMAD FAROZI

Page 23: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

23

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU) Husni Kamil Manik menggagas penera-pan entrepreneur government yang telah diterapkan dalam ins-titusi penyelenggara Pemilu. Hal ini disampaikannya saat menjadi pembicara pada seminar nasio-nal Forum Manajemen Indonesia (FMI) ke-6 di Medan, Sumatera Utara.

“Kami berusaha menemukan dan menerapkan cara-cara baru dalam men-gelola tahapan Pemilu. Kami menerap-kan asas transparansi, akuntabilitas dan partisipasi dengan mengadopsi kemajuan teknologi informasi,” ujar Husni.

Husni memaparkan dalam praktik entrepreneur government kunci utama adalah perencanaan yang baik. Dia men-contohkan, di KPU perencanaan tahapan, program dan kegiatan disusun untuk ke-butuhan 28 bulan. Melampaui tahun ang-garan.

Tahapan, program dan kegiatan yang disusun harus keluar dengan tanggal. Lengkap dengan jenis kegiatan dan pi-hak-pihak yang terlibat di dalamnya. Satu hari saja waktunya molor akan menjadi masalah besar.

Karena itu, kata Husni, mengelola tahapan Pemilu jauh berbeda dengan mengelola program dan kegiatan pada institusi pemerintahan lainnya dan dunia swasta.

“Dalam mengelola tahapan Pemilu, kita tidak hanya mempertimbangkan as-pek-aspek teknis saja, tetapi aspek poli-tis juga tidak dapat dikesampingkan,” ujarnya.

Dalam menetapkan hari pemungutan suara Pemilu DPR, DPD dan DPRD pada 9 April 2014 saja, kata Husni, KPU ha-rus mengkonfirmasi dulu dengan berbagai kegiatan adat dan keagamaan di berbagai wilayah di Indonesia. KPU misalnya ha-rus mengonfirmasi ke Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur dan sejumlah daerah di Indonesia untuk memastikan hari pemun-gutan suara itu tidak bersamaan dengan kegiatan keagamaan dan adat di sana.

Selain perencanaan yang baik, lan-jut, Husni, pengorganisasian dan distri-busi peran setiap personel sangat penting. Menurutnya KPU menggerakkan 4,5 juta orang penyelenggara Pemilu dalam waktu yang bersamaan untuk menyelenggarakan pemungutan suara di TPS.

“Dengan jumlah sebesar itu, maka manajemen pengorganisasian personel yang dilakukan KPU sudah lebih besar dari manajemen perang,” ungkap Husni.

KPU, kata, Husni juga mampu meng-gerakkan 133,5 juta warga yang terdaftar sebagai pemilih untuk menggunakan hak pilihnya ke tempat pemungutan suara (TPS) pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Jumlah itu melam-paui capaian Amerika Serikat (AS) pada Pemilu Presiden Tahun 2012. Partisipasi warga untuk menggunakan hak pilih ke TPS di Amerika Serikat hanya 131 juta orang. Padahal jumlah pemilih di sana lebih besar dibanding Indonesia.

Untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses dan hasil Pemilu, KPU menerapkan asas transparansi dan akuntabilitas. Pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara misalnya, KPU menggunakan aplikasi sistem informasi penghitungan suara (situng) untuk mer-ekam, mendokumentasikan dan mempub-likasikan hasil Pemilu dengan basis for-mulir C1 dan lampirannya. (IS)

Ketua KPU Husni Kamil Manik

Enterpreneur GovernmentUntuk Mengelola Pemilu

http://kpud-baritokuala.blogspot.com

Page 24: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

24

Perjalanan pemilihan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota di provinsi Sulawesi Utara berjalan

dengan penuh dinamika dan baik. Tonggak bersejarah dimana untuk pertama kalinya Pilgub menampilkan gubernur pertama di Indonesia, yang dipilih langsung oleh raky-at, lewat sistem pemilukada langsung pada tanggal 20 Juni 2005. Suksesnya pileg dan pilpres bukan kesuksesan bagi penyeleng-gara pemilu yang melaksanakan, tetapi ini juga didukung oleh Gubernur Provinsi Sulut yang berperan aktif bersama dengan bupati dan walikota se-provinsi Sulut yang merupakan stakeholders pemilu bersama dengan pemantau dan masyarakat di Sulut.

Demikian disampaikan Pimpinan Ba-waslu Provinsi Sulawesi Utara, Johny AA Suak dalam sambutannya pada Rapat Koordinasi Stakeholders Persiapan Pen-gawasan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota di provinsi Sulawesi Utara Ta-hun 2015, Rabu (19/11) di Manado. Hadir dalam Rakor ini antara lain Ketua Bawaslu RI, Muhammad, Pimpinan Bawaslu RI, Daniel Zuchron, Pimpinan Bawaslu RI Endang Wihdatiningtyas, Gubernur Sulut, Sinyo Harry Sarundajang, Ketua Bawaslu Provinsi Sulut, Herwyn Malonda, Pimpi-nan Bawaslu Provinsi Sulut, Syamsurijal AJ Musa, Kepala Sekretariat Bawaslu Su-lut, Herry Z Mawuntu, DPRD Sulut, KPU/Bawaslu, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/

wakil walikota , ketua DPRD se-Sulut, KPU se Sulut, Pengawas Pemilu, tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Ormas, Pe-mantau Pemilu, Akademisi dan pemerhati politik di Sulut.

“Pada pemilu gubernur, bupati/wa-likota secara langsung tanpa melalui perwakilan merupakan esensi dari im-plemantasi sistem demokrasi yang kita harapkan bersama sehingga menghasilkan pemimpin-pemimpin yang terpilih melalui pemilihan secara langsung yang mempun-yai legitimasi yang kuat sebagai pemimpin pemerintahan dan juga sebagai repesentasi wakil rakyat dalam menjalankan amanat sesuai UUD 1945,” jelas Johny.

Ia menjelaskan bahwa berkenaan den-gan itu, Bawaslu melalui kegiatan Rakor stakeholders dalam rangka persiapan pen-gawasan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2015 mengajak seluruh stakholders pe-milihan gubernur, bupati dan walikota dan seluruh elemen masyarakat di Provinsi Sulut untuk saling bekerja sama menga-wasi penyelenggaraan pemilu melalui pengawasan partisipatif masyarakat. “Ra-kor persiapan, apapun yang terjadi ke de-pan Bawaslu Sulut siap sedia mengawasi pemilihan gubernur, bupati/walikota di Provinsi Sulut tahun 2015,” tegasnya.

Selain itu, kata Johny, kegiatan ini merupakan upaya Bawaslu untuk meya-

kinkan masyarakat dan stakeholders un-tuk melakukan koordinasi hubungan antar kelembagaan dalam rangka pengawasan pemilihan gubernur, bupati dan walikota dan kegiatan serupa yang akan digelar provinsi provinsi lain. Ada beberapa aspek yang akan dicapai dalam penyelengga-raan rakor stakeholder ini. Pertama adalah melakukan koordinasi dan sosialisasi den-gan para stakeholder provinsi Sulut dan kabupaten/kota, pemerintah daerah, ormas dan tokoh adat, tokoh masyarakat dan me-dia dalam rangka persiapan pengawasan pemilihan gubernur, bupati dan walikota tahun 2015. Kedua kami melakukan talk-show dalam rakor ini dimana kegiatan talkshow itu kita akan mendapatkan ma-sukan, bertukar pengalaman, dan menjalin hubungan dengan para stakeholder dalam rangka pengawasan penyelenggaraan pe-milihan gubernur lebih baik lagi dari pileg dan pilpres.

Ketiga, menggali masukan dari ber-bagai pihak dalam aspek sosial dan poli-tik sehingga mendapatkan suatu metode pengawasan pemilihan gubernur, bupati dan walikota. Keempat rakor ini kiranya dapat menjadi acuan bagi Bawaslu untuk menyusun agenda kerja Bawaslu provinsi ke depan terkait pengawasan pelaksanaan pemilihan gubernur, bupati dan walikota di tahun 2015.

[CK]

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Bawaslu Sulut Gelar Rakor Stakeholder Persiapan Pengawasan Pilgub Tahun 2015

Page 25: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

25

BULETIN BAWASLU, EDISI 03, MARET 2014 BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Utara Herwyn Malonda mengatakan, Sulut meru-pakan daerah pertama yang akan melak-sanakan pelaksanaan Pilkada di Indonesia. Dia memastikan Bawaslu Sulut siap men-gawasi pelaksanaan pilkada yang akan di-gelar serentak tahun 2015.

“Provinsi Sulawesi Utara merupakan Pilot Project dimana Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota akan dilaksanakan se-cara serentak oleh rakyat Sulawesi Utara,” ujar Malonda dalam rapat evaluasi Pileg di Hotel Novotel Grand Kawanua Rabu (19/11).

Menurut Malonda, pelaksanaan pilkada merupakan implementasi peraturan pemer-intah pengganti Undang-Undang Republik Indonesia No I Tahun 2014.“Sulut telah siap laksanakan pemilu serentak, ini dik-arenakan Undang-Undang 22 tahun 2014 pada Desember lalu telah dilakukan peno-lakan bersama,” ujarnya.

Di Sulut sendiri, menurut dia ada lima kabupaten/kota yang akan melaksanakan pemilu serentak ditambah dengan Provin-si Sulut sendiri. Lima kabupaten/kota itu adalah Minahasa Utara (Minut), Minahasa Selatan (Minsel), Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Bolaang Mongondow Timur (Boltim) serta Kota Manado.

Untuk tahapan persiapan awal, Ba-waslu Sulut melaksanakan kegiatan Rapat Koordinasi Stakeholders dalam rangka persiapan pengawasan pemilihan Guber-nur, Bupati dan Wali kota pada tahun 2015 nanti.”Rakor ini bertujuan melakukan koordinasi dengan para tokoh masyarakat,

tokoh adat, ormas, lembaga pemantau pe-milu, media massa, serta Pemerintah se-bagai satu kesatuan stakeholders pemilu dalam rangka Pemilihan Gubernur Sulut dan Bupati/Walikota di lima daerah yang ada di Sulawesi Utara tahun 2015 nanti”, ungkap Malonda.

Rakor tersebut dihadiri oleh beberapa tokoh nasional yang nantinya akan menjadi keynotes speaker Talk Show, seperti Ketua dan Pimpinan Bawaslu RI, Ketua KPU RI, Ketua Komisi II DPR RI, DPRD Sulut, KPU/Bawaslu Sulut dan akan dibuka oleh Bapak Gubernur Sulut Dr SH Sarundajang. Untuk itu diundang seluruh Bupati/Wakil Bupati, Walikota/wakil walikota, ketua DPRD se-Sulut, KPU se Sulut, Pengawas Pemilu, tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Ormas, Pemantau Pemilu, Akademisi dan pemerhati politik di Sulut agar bisa bers-ama-sama memberi kontribusi dalam he-latan yang dimaksud.

“Ada sejumlah harapan dari kami se-laku Pengawas Pemilu untuk dapat mener-ima masukan-masukan dan menggali pengalaman baik dari aspek politik, sosial kemasyarakatan dan kebudayaan, serta tentunya berharap mendapat dukungan dari seluruh stakeholders yang ada guna suksesnya pemilihan kepala daerah di Su-lawesi Utara,” ucap Malonda.

Pada penyelenggaraan pilkada nanti, menurutnya Bawaslu akan mengedepank-an pengawasan partisipatif. Yang melibat-kan seluruh instansi dan masyarakat, dan pokja sejuta relawan pemilu. Sebagai upa-ya Bawaslu untuk meyakinkan masyarakat dan stakeholders untuk melakukan koordi-

nasi hubungan antar kelembagaan dalam rangka pengawasan pemilihan gubernur, bupati dan walikota dan kegiatan serupa yang akan digelar provinsi provinsi lain.

Bawaslu Sulut juga membuka pendaf-taran calon pengawas (panwas) pemilihan kepala daerah (pilkada), gubernur, bupati dan wali kota dibuka pada 18 hingga 24 November 2014, di Kantor Bawaslu Sulut, Manado.

Bawaslu Sulut menyiapkan tim seleksi yang tugasnya melakukan fit and properties dan menjaring enam besar. Selanjutnya ke-wenangan menetapkan tiga calon anggota adalah Bawaslu Sulut. Legitimasi untuk melakukan rekrutmen panwas mengacu pada surat edaran Bawaslu RI belum lama ini.

Malonda mengakui, panwaslu kab/kota yang bertugas di Pileg dan Pilres berpoten-si direkrut kembali dengan memperhatikan trakc record dalam tugas pengawasan Pileg dan Pilpres. “Hanya saja tetap melewati mekanisme pendaftaran kembali,” ujarnya.

Pimpinan Bawaslu Sulut Johnny Suak menambahkan, mekanisme melakukan rek-rutmen ini dilakukan karena tugas Panwas-lu kabupaten/kota sifatnya ad hoc. Panwas Pileg telah berakhir Juni 2014 dan kembali dilakukan seleksi evaluasi dan panwas Pil-pres kembali diangkat pada Juli 2014 dan berakhir Desember 2014 mendatang.

“Memang peluang panwas ini diangkat kembali menjadi panwas pilkada sangat besar, karena pengalaman dan pengeta-huannya tentang pemilu masih segar. Ini juga kata Suak.

(IS)

Sulut Daerah Pertama Laksanakan Pilkada Serentak di Indonesia

Ketua Bawaslu Sulut, Herwyn Malonda(Kiri-kanan): Pimpinan Bawaslu Provinsi Sulut, Syamsurijal AJ Musa dan Johny Suak, Pimpinan Bawaslu RI Daniel Zuchron, dan Gubernur Sulut, Sinyo H. Sarundajang

Page 26: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

26

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

YOGYAKARTA -- Badan Penga-was Pemilu (Bawaslu) Daerah Istimewa Yogyakarta melaku-kan pemetaan kendala dan solusi pengawasan pemilu. Pemetaan tersebut merupakan bagian dari evaluasi pelaksa-naan pengawasan pemilu di DIY mengingat dalam prakteknya masih ditemui sejumlah kendala di lapangan.

Pemetaan difokuskan pada tiga hal. Yakni pengawasan pendaftaran pemilih, pencalonan dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu 2014. Kedua, evaluasi pelaksanaan pengawasan kam-panye. Berupa pengawasan pertemuan terbatas dan tatap muka, kampanye di media cetak, elektronik dan media sosial, money politik dan pelaporan dana kampanye. Ketiga, evaluasi pelaksanaan pengawasan pemungutan suara, peng-hitungan suara dan rekapitulasi suara hasil pemilu dalam Pemilu 2014 serta rekomendasi untuk perbaikan kinerja pengawasan pada Pemilihan Bupati tahun 2015.

“Pilkada mempunyai karakter yang berbeda dengan Pileg dan Pilpres, lebih panas, lebih pendek, posisinya strategis dan rentan dengan kepentingan publik. Kita perlu strategi pengawasan yang berbeda, sehingga kita adakan forum ini untuk memperoleh masukan dari internal dan eksternal”, ucap Najib pada acara Monitoring dan Evaluasi,di Grand Quality Hotel Yogyakarta, 22 November 2014.

Untuk membuat peta kendala pen-gawasan Pemilu 2014 yang obyektif, komprehensif dan bervaliditas, Bawaslu melibatkan internal pengawas pemilu, LOD, ORI, KPID, Ormas dan Perguruan Tinggi. Harapannya kehadiran stakehold-er tersebut akan menghasilkan output pertemuan yang sangat produktif untuk

input perbaikan kinerja pada pengawasan Pemilihan Bupati di Bantul, Gunung-kidul dan Sleman pada 2015.

Bawaslu DIY, lanjut Najib, juga melakukan evaluasi dan supervisi lapo-ran Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu). Selama Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden berlangsung, Panwaslu Kabu-paten/Kota mengidentifikasi kasus-kasus yang pernah dibahas dalam forum Sentra Gakkumdu dalam bentuk laporan.

Bawaslu DIY lakukan review dan pembahasan laporan Sentra Gakkumdu yang dibuat Panwaslu Kota Yogyakarta di Kantor Panwaslu Kota Yogyakarta Jalan Balirejo I No. 22B Umbulharjo. Dalam menangani kasus-kasus dugaan tindak pidana Pemilu Legislatif serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 Panwaslu Kota Yogyakarta telah menyusun Laporan Pelaksanaan Sentra Gakkumdu Tahun 2014.

Dasar hukum pembuatan Laporan Pelaksanaan Sentra Gakkumdu adalah Nota Kesepahaman Bersama Ketua Bawaslu RI, Kepolisian Negara RI dan Kejaksaan RI Nomor 01/NKB/BAWASLU/I/2013, Nomor B/02/I/2013 dan Nomor KEP-005/JA/01/2013 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu, Sentra Gakkumdu Provinsi dan Sentra Gakkumdu Kabupaten/Kota.

Supervisi telah diselenggarakan di Gunung Kidul dan Sleman. Supervisi dari Bawaslu DIY dilakukan oleh Ketua dan Anggota Bawaslu DIY, didampingi Tim Asistensi beserta Staf.

Supervisi dilakukan agar Laporan Pengawasan maupun Laporan Sentra Gakkumdu dibuat dengan baik sehingga dapat merepresentasikan dan mencer-minkan penanganan pelanggaran tindak pidana Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 oleh Sentra Gakkumdu.

Sesuai dengan Pasal 267 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Sentra Gakkumdu dibentuk sebagai upaya untuk menyamakan pemahaman dan pola pen-anganan tindak pidana pemilu di antara

pihak Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung Re-publik Indonesia. Pembentukan Sentra Gakkumdu ini juga dilakukan di tingkat Provinsi dan tingkat Kabupaten/Kota. Untuk tingkat Kabupaten Gunungkidul telah dibentuk Sentra Gakkumdu den-gan SK Panwaslu Kabupaten Gunung-kidul Nomor 73/KPTS/Panwaslu-GK/XI/2013 pada Tanggal 20 November 2013 yang terdiri dari Panwaslu Gu-nungkidul, Kejari Kabupaten Bantul dan Polres Kabupaten Gunungkidul.

Di Sleman, terdapat beberapa dugaan pelanggaran tetapi tidak masuk Sentra Gakkumdu, diregister, dirapatkan dengan Kepolisian dan Kejaksaan, bahkan sem-pat diklarifikasi, tetapi tidak memenuhi syarat sehingga tidak dimasukkan ke dalam catatan Sentra Gakkumdu.

Menanggapi hal tersebut, Bawaslu DIY menyarankan bahwa setiap dugaan pelanggaran yang ditangani harus tetap diregister dan dimasukkan ke dalam Sen-tra Gakkumdu, meskipun tidak masuk pidana karena tidak memenuhi syarat, maka diberi keterangan tidak diteruskan atau dihentikan. Apalagi kalau sudah dibahas dengan kepolisian dan kejak-saan, itu sudah bisa dikatakan masuk Sentra Gakkumdu.

Terkait urgensi dari supervisi yaitu Sentra Gakkumdu kali ini, Anggota Bawaslu DIY sekaligus Koordina-tor Sentra Gakkumdu DIY Sri Rahayu Werdiningsih mereview laporan Sentra Gakkumdu yang telah disusun oleh Pan-waslu Kabupaten Sleman. Dalam review tersebut. Terdapat beberapa bagian yang mendapat koreksi, antara lain mengenai tata letak penulisan, isi dari sub bagian, pasal-pasal dan dasar hukum lain yang dapat dijadikan rujukan dalam penulisan laporan. Cici, begitu Sri Rahayu biasa di-panggil juga meminta kepada Panwaslu Kabupaten Sleman supaya menghapus beberapa dasar hukum yang tidak berkai-tan dengan Sentra Gakkumdu.

(IS)

Bawaslu Yogyakarta Petakan Kendala dan Solusi Pengawasan Pemilu

Page 27: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

27

Cerimor (Cerita Humor)

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Pidato Kampanye Calon Presiden di Suku Pedalaman

Ada seorang calon presiden yang mem-berikan pidato kampanye di pemuki-man suku pedalaman, mencoba untuk mengumpulkan suara dari orang asli pedalaman.

“Jika terpilih, saya berjanji memberikan fasilitas pendidikan yang lebih baik bagi penduduk asli di sini,” katanya.

Kerumunan berjalan liar, berteriak “Hoya! Hoya!”

Calon presiden itu tidak tahu apa arti kata itu, tapi dia mendapati bahwa massa terlihat bersemangat, sehingga ia melanjutkan. “Saya berjanji untuk mengusulkan undang-undang yang memungkinkan sebuah pabrik dan lapangan kerja yang akan dibangun di lokasi ini,” katanya.

Kerumunan mendapatkan bahkan semakin menggila, dan terus berteriak “Hoya!” berulang-ulang. Didorong oleh sorak-sorai, ia menyelesaikan pida-tonya: “Dan jika terpilih, saya berjanji untuk menjamin perawatan kesehatan dan pekerjaan pilihan yang lebih baik untuk penduduk asli di sini!”

Kerumunan di puncaknya, menghen-tak-hentakkan kaki mereka dan berte-riak “Hoya Hoya! Hoya!”

Pidatonya selesai, orang itu berjabat tangan dengan beberapa warga asli, mencium beberapa bayi, dan me-mutuskan untuk pergi melanjutkan kampanye ke tempat yang lain. Dalam perjalanannya masih di sekitar wilayah yang sama, calon presiden ini kemu-

dian melewati kawanan besar ternak, dan berkata kepada pemandunya, “Aku dibesarkan di sebuah peternakan, dan aku selalu mencintai ternak. Keberatan kalau aku pergi dan melihat lebih dekat?”

“Tentu,” kata pemandu, “tapi harap hati-hati agar tidak menginjak hoya.”

Sumber: e-ketawa

Kemampuan Hebat Indonesia di Bidang Konstruksi

Ada 3 pejabat, 1 orang Jepang ber-nama Nakamura, 1 orang AS bernama George, 1 orang Indonesia bernama Yoga.

Orang Jepang ini menyombongkan diri. “Negara saya bisa membuat robot yang sangat canggih” kata Nakamura.

Orang AS tak mau kalah. “Negara saya bisa membuat gedung pencakar lan-git!” kata George.

Orang Indonesia juga tak mau kalah. “Negara saya bisa membuat gunung” kata Yoga.

“Oh ya?” tanya George.

“Ya benar” jawab Yoga.

“Gimana caranya?” Tanya Nakamura.

“Caranya gampang. Tinggal menen-dang perahu saja.” jawab Yoga.

“Menendang perahu!?” Nakamura dan

George bingung.

“Ya. Dengan cara menendang perahu saja.” jawab Yoga.

“Mana Buktinya?” tanya George.

“Ada. Tuh gunung Tangkuban Perahu. Waktu itu ada Orang Indonesia yang menendang perahu. Tiba-tiba jadilah gunung yang bernama Tangkuban Perahu itu.”

Sumber: http://www.ketawa.

Cara Menjadi Politikus

Pada suatu hari, ada orang menanya Perdana Menteri Inggeris: “Apa syarat-syaratnya untuk menjadi seorang politikus.?”

Perdana Menteri menjawab: “Politikus harus bisa meramalkan hari besok, bulan depan, tahun yang akan datang, dan beberapa hal ikhwal yang mungkin akan terjadi kelak.”

Orang itu menanya lebih lanjut: “Kalau sampai waktunya, hal yang diramalkan tersebut tidak juga terwujud, bagaima-na? Apa yang harus kita perbuat?”

Perdana Menteri berkata: “Nah, saat itu sudah sewajarnya kita perlu men-cari dan membuat suatu alasan yang rasional.”

Sumber: http://www.ketawa.

Anekdot

Page 28: Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu ...

28

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

BAD

AN

PENGAWAS

PEMILIHAN

UMU

M

B

A

W

A

S

L

U

-

R

IR

EP

U B L I K

I N D O N E SI A

Bawaslu RI menyelenggarakan Workshop Manajemen Resiko Sistem Pe-ngendalian Intern Pemerintah (SPIP) dilingkungan Bawaslu Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 17-19 November 2014 di Hotel Aston Solo. Work-shop ini di hadiri Pimpinan Bawaslu RI, Endang Wihdatiningtyas, Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Tengah, Abhan, Kepala Biro H2PI Bawaslu RI, Jajang Abdullah , Kepala Biro Administrasi DKPP RI, Ahmad Khumaidi, Kepala Ba-gian Pengawasan Internal Bawaslu RI, Pakerti Luhur.

HENDRU

Bagian Humas dan Hubal Bawaslu RI pada hari Minggu, 9 Nopem-ber 2014 mampu mengajak sekitar hampir dua ratusan warga yang tengah melaksanakan kegiatan jalan pagi sehat dan bersepeda un-tuk mampir di stand Bawaslu guna mengenal lebih dekat keberadaan lembaga Bawaslu dalam kiprah dan perannya melaksanakan penga-wasan Pemilu.

Bawaslu RI yang menggelar stand di acara Pasar Seni ITB 2014 cukup mengundang keheranan pengunjung dikarenakan sebuah instansi atau lembaga formal pemerintah berani hadir pada sebuah pergelaran karya seni yang bernafaskan non- formal. Namun keheranan dan kepenasaran ini justru berujung dengan melimpahnya pengunjung yang antri men-datangi stand Bawaslu RI.

IRWAN

KARTIKA HUMAS

Bawaslu menggelar Rapat Evaluasi Gugus Tugas Pengawasan Kampa-nye Pemilu DPR, DPD, dan DPRD dan Pemilu Presiden dan Wakil Presi-den Tahun 2014 di Media Penyiaran di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

IRWAN

Pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah, Nelson Simanjuntak, Sekretaris Jenderal Bawaslu, Gunawan Suswantoro, dan narasumber Andi Kasman dari Deputi Bidang Pembinaan Kearsipan, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). hadir pada kegiatan Bimbingan Teknis dan Serah Terima Aplikasi Sistem Informasi Kearsipan Dinamis berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (SIKD-TIK)

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menggelar penyu-sunan Modul Bimbingan Teknis (Bimtek) dalam rangka Pemilihan Umum Gubernur, Kamis (6/11) di Jakarta. Hadir dalam pembahasan modul Bimtek ini antara lain, Pimpinan Bawaslu Nasrullah, Nelson Si-manjuntak, Tenaga Ahli Bawaslu, Tim Asistensi serta narasumber.

HUMAS