menjawab syubhat (bagian 1)

33
Menjawab Syubhat Terhadap Ide- ide HIZBUT TAHRIR #1

Transcript of menjawab syubhat (bagian 1)

Menjawab Syubhat Terhadap Ide-ide

HIZBUT TAHRIR#1

SyubhatYang diwajibkan bukan khilafah tapi Imamah, yang artinya secara umum adalah kepemimpinan, jadi tidak harus bernama khilafah. Buktinya rasulullah saw tidak ber-istikhlaaf (tidak memerintahkan khilafah) sepeninggal beliau.

Imam An-Nawawi (Ulama Sunni): “Imamah, Khilafah, dan Imaratul Mukminin adalah SINONIM. Yang dimaksud dengannya adalah KEPEMIMPINAN UMUM DALAM URUSAN-URUSAN AGAMA DAN DUNIA.” Artinya negara sekular tidak termasuk kategori tersebut.

Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, juz 19, hlm 191

Data Original

Jawaban

Data Original

Imam Al-Ijiy (Ulama Sunni): “(Imamah adalah): penerus Rasulullah saw dalam menegakkan agama yang wajib ditaati oleh segenap umat Islam.” Negara sekular bukan Imamah.

Al-Mawaaqif fiy ‘Ilm Al-Kalaam, hlm 395

Data Original

Imam Al-Khatthabi (Ulama Sunni): “makna dari ‘Rasulullah saw tidak beristikhlaf’ adalah bahwa beliau tidak menunjuk seseorang menjadi khalifah, itu tidak berarti bahwa Beliau tidak memerintahkan hal tersebut (mengangkat Imam), tidak mengajarkannya, dan membiarkan urusan terbengkalai tanpa pengurus yang mengurusi. … “. Masih menurut Beliau: Penundaan pemakaman jenazah Rasulullah saw menunjukkan wajibnya KHILAFAH.(Tharh At-Tatsriyb fiy Syarh At-Taqriyb, juz 8, hlm 75)

Syubhat

Al-Hafizh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari (Ulama Sunni), menjelaskan dalam kitabnya, Muthabaqat al-Ikhtira’at al-’Ashriyyah limaa Akhbara bihi Sayyid al-Bariyyah, hal. 43, bahwa Nabi saw telah mengabarkan, “Umat Islam akan dipimpin oleh banyak penguasa (tanpa penguasa tunggal).”

Bukankah sudah diberitakan oleh Rasulullah saw bahwa umat Islam nantinya akan hidup tanpa Khilafah, jadi memperjuangkannya adalah kesia-siaan.

1. Menurut Jumhur ‘Ulama Sunni umat Islam dilarang mempunyai lebih dari satu pemimpin.

Imam Abu Zakariyya An-Nawawi:

“Para ulama bersepakat bahwa tidak boleh mengangkat dua khalifah dalam satu masa, baik wilayah Negara Islam luas maupun tidak.” (Syarh An-Nawawî ‘alâ Muslim, juz 12 hal 321)

Jawaban

Data Original

Imam Ibnu Katsir (w. 774 H):

“Dan sedangkan pengangkatan dua imam atau lebih di muka bumi, maka hal itu tidak boleh, berdasarkan Sabda Nabi saw: “Barang siapa yang mendatangi kalian sementara urusan kalian terkumpul (pada satu khalifah) dia ingin memecahbelah kalian maka bunuhlah dia seketika bagaimanapun dia.” Yang demikian ini adalah pendapat jumhur Ulama, dan yang mengatakan bahwa pendapat tersebut merupakan ijma’ tidak hanya satu orang, diantaranya adalah Imam Haramain (Al-Juwaini).” (Tafsîr Ibn Katsîr, surat al-baqarah ayat 31)

Data Original

Imam As-Sinqithi (w. 1393 H):

Menurut Jumhur ‘Ulama: Bahwasannya Imam yang agung (khalifah) tidak boleh berjumlah lebih dari satu, bahkan wajib berjumlah satu, dan hendaknya tidak berkuasa atas suatu wilayah di antara wilayah-wilayah bagian (kekuasaan kaum muslimin) kecuali umara’ yang diangkat olehnya, mereka (jumhur ‘ulama) berhujjah dengan hadits sahih dikeluarkan oleh Imam Muslim, dari Abu Sa’id Al-Khudri ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: “jika dibai’at dua khalifah maka bunuhlah yang terakhir (diba’at) di antara keduanya. …” Adhwâ’ Al-Bayân fî Îdhâh Al-Qur’ân bi Al-Qur’ân, juz 1 hlm 83

Data Original

Sementara hadits Rasulullah saw tentang akan berbilangnya pemimpin umat Islam adalah berbentuk ikhbaar (pemberitaan) bukan berbentuk tasyrii’ (penetapan hukum syara’), sama halnya dengan pemberitaan Beliau akan banyaknya di akhir zaman nanti perilaku Zina dan Riba, tidak kemudian dipahami bahwa kedua dosa besar tersebut di akhir zaman berubah hukumnya menjadi mubah, atau dimaklumi sebagai sesuatu yang boleh.

Jadi, apabila terjadi khalifah atau pemimpin umat Islam berjumlah lebih dari satu maka itu adalah kemungkaran, merubahnya dengan cara yang baik adalah kewajiban atas kaum muslim. Dan aktivitas izaalatu- l-munkaraat (menghilangkan kemungkaran) bukanlah amalan yang sia-sia.

Data Original

2. Selain memberitakan akan berakhirnya kepemimpinan tunggal umat Islam, Rasulullah saw juga memberitakan akan datangnya kembali kekhilafahan atau kepemimpinan tunggal umat Islam. Lihat Musnad Ahmad nomor hadits 18596

Al-Imam al-Hafizh Abu Bakar Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi, berkata dalam kitabnya, Dalail al-Nubuwwah wa Ma’rifat Ahwal Shahib al-Syari’ah, juz 6, hal. 491, bahwa maksud khilafah al-nubuwwah dalam hadits Hudzaifah adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Syubhat Asumsi bahwa Khilafah ‘Ala Minhaj An-Nubuwwah ke-2 belum datang adalah salah, karena menurut para ‘ulama yang dimaksud dalam hadits Ahmad adalah masa ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz ra.

Syaikh Yusuf bin Ismail al-Nabhani al-Asy’ari al-Syafi’i, ulama Sunni, kakek Syaikh Taqiyyudin al-Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir, menyebutkan dalam kitabnya, Hujjatullah ‘ala al-’Alamin fi Mu’jizat Sayyid al-Mursalin, hal. 527, bahwa yang dimaksud dengan khilafah al-nubuwwah dalam hadits Hudzaifah tersebut adalah khilafahnya Umar bin Abdul Aziz.

1. Anggapan bahwa khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah yang disebut hadits adalah masa khalifah Umar bin Abdil ‘Aziz merupakan asumsi perawi bernama Habib bin Salim rahimahullaah, sehingga memungkinkan untuk salah karena dia tidak termasuk sabda Rasulullah saw.

2. Habib bin Salim rahimahullaah sendiri tidak meyakini akan asumsinya tersebut, beliau hanya mengatakan “berharap”:

3. Kalaupun ada yang berpendapat demikian tentunya tidak berupa keyakinan yang kemudian menafikan kemungkinan-kemungkinan lainnya, karena ia sebatas asumsi seorang perawi yang beliau sendiri bahkan tidak sampai meyakininya.

Jawaban

4. Menurut hadits Muslim Nomor 2913: Akan ada kembali Khalifah, (a) Hadits menyebutkan

munculnya khalifah di akhir umat Nabi saw.,

(b)Keterangan Dua Perawinya (Abu Nadhrah dan Abu Al-’Alaa’),

jelas yang dimaksud bukan kalifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz,. Mengatakan tidak akan ada lagi khalifah berarti mengingkari hadits shahih ini.

Data Original

5. Masih dari sumber yang sama, yaitu hadits nomor 2914: akan muncul kembali Khalifah di Akhir Zaman. Tentunya bukan kalifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz, karena beliau hidup dekat dengan masa kenabian dan bukan di akhir zaman. Mengatakan tidak akan ada lagi khalifah berarti mengingkari hadits shahih ini.

Data Original

Al-Imam Hujjatul Islam al-Ghazali berkata dalam al-Iqtishad fi al-I’tiqad, hal. 200, “Kajian tentang khilafah tidak penting, dan lebih selamat tidak mengkajinya.”

Syubhat Kajian tentang Khilafah bukan perkara penting, sehingga tidak perlu disikapi secara Ekstrem.

Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani berkata dalam kitab al-Syakhshiyyat al-Islamiyyah, juz 2, hal. 19 bahwa “Bengpangku tangan dari menegakkan khilafah termasuk dosa terbesar, dan menghentikan eksistensi Islam dalam ranah kehidupan. Semua kaum Muslim dosa besar karenanya.”

1. Imamah memang bukan pembahasan akidah, namun mengkajinya menjadi penting karena adanya penyimpangan-penyimpangan di dalamnya. Yaitu anggapan bahwa Imamah tidak wajib (seperti menurut al-Ashamm dan al-Fuuthiy dari kalangan Mu’tazilah dan An-Najdaat dari kalangan Khawarij), dan ta’ashshub Syi’ah Rafidhah yang mengingkari kepemimpinan para Imam (baca: khalifah) sebelum Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu’anhu, mensyaratkan ‘ishmah bagi Imam, dan memasukkannya dalam ushul keimanan mereka. Dua pendapat di atas adalah pendapat-pendapat keliru di mata ‘Ulama Sunni. Sehingga, meskipun kajian Imamah termasuk wilayah syari’at namun para ulama merasa perlu memasukkannya juga ke dalam kajian akidah, untuk membantah anggapan mereka-mereka yang mengingkari wajibnya Imamah, serta membantah keyakinan sesat Syi’ah Rafidhah, sebagaimana dilakukan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab beliau Al-Iqtishad fi-l-I’tiqaad.

Jawaban

Berikut keterangan Imam Hasan Al-’Aththar (Ulama Sunni) dalam Hasyiyah beliau atas Jam’u-l-jawaami’, juz 2 hlm 487:

Data Original

2. Yang menyatakan Imamah adalah kewajiban yang Sangat Besar bukan hanya Hizbut Tahrir.

Muhammad bin Ahmad As-Safarini Al-Hambali (Ulama Sunni), dalam Lawâmi’ Al-Anwâr, juz 2 hlm 419:

Data Original

Ibnu Hajar Al-Haitamiy (w. 974 H), dalam Ash-Shawâ’iq Al-Muhriqah, hlm 10:

Data Original

Syamsuddin Ar-Ramli (w. 1004 H), dalam Ghâyah Al-Bayân Syarhu Zubad Ibn Ruslân, hlm 23:

Data Original

Muhammad Al-Hashkifi Al-Hanafi (Ulama Sunni), dalam Ad-Durr Al-Mukhtaar syarh Tanwiyr Al-Abshaar, hlm 75:

Data Original

Ekstrem: Hanzhalah bin Ar-Rabiy’ ra. (Sahabat + juru tulis Rasulullah saw) menyebutkan bahwa dengan tanpa Khilafah Umat Islam bisa sesat seperti umat Yahudi dan Nasrani!

Taariykhu-th-Thabariy, hlm 776

Data Original

Ekstrem: Sahabat Umar bin Khaththab ra. menyebutkan bahwa dengan meninggalkan Had Rajam saja umat bisa sesat! Dan tanpa Khilafah banyak hudud ditinggalkan.

Shahih Al-Bukhariy, hadits nomor 6829

Data Original

Ekstrem: Imam Taqyuddin Abu Bakr Al-Hishniy (Ulama Sunni) menyebutkan bahwa menurut para ulama istighfar yang disertai dengan diantaranya keridhaan tidak menerapkan hudud adalah terhitung sebagai dosa!

Kifayatu-l-Akhyaar, hlm 242

Data Original

SyubhatBahwa penguasa yang zalim dan sistem yang rusak adalah akibat kezaliman dan kerusakan masyarakat, sehingga merubahnya hedaknya dengan merubah masyarakat, bukan dengan meraih kekuasaan.

Al-Imam Fakhruddin al-Razi, berkata dalam tafsirnya, al-Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib, juz 13, hal. 204, bahwa tampilnya seorang pemimpin yang zalim adalah akibat kezaliman yang dilakukan oleh rakyat.

Hizbut Tahrir merubah sistem dengan berdakwah di tengah-tengah dan bersama masyarakat sampai mereka menjadikan Islam sebagai pandangan hidupnya, sehingga akhirnya mereka sendirilah yang menuntut penerapan Syari’at dan Khilafah.

Jawaban

Data Original

Syubhat Menurut Ulama Sunni Tidak Boleh Menggulingkan Pemerintahan.

Al-Imam Abu Ja’far al-Thahawi (Ulama Sunni) berkata dalam al-’Aqidah al-Thahawiyyah, “bahwa Ahlussunnah Wal-Jama’ah tidak memiliki konsep menggulingkan pemerintahan yang sah, meskipun mereka telah berbuat kezaliman.”

Pemerintah yang haram digulingkan adalah pemerintah Islam yang menerapkan syari’at Islam. Jika pemerintah Islam mengganti atau mencampur syari’at Islam dengan syari’at lain, maka wajib untuk dilengserkan. Perhatikan Tafsir Ibn Katsir untuk Al-Maidah ayat 50:

Jawaban

Data Original

Adapun merubah pemerintahan yang tidak Islami, maka dengan mencontoh perjalanan dakwah Rasulullah saw saat periode Mekah, yaitu dengan dakwah tanpa kekerasan.

Data Original

Alhamdulillah…

bersambung