Meningitis Gwen

58
LAPORAN KASUS MENINGITIS NAMA PEMBIMBING : Dr. Edi Prasetyo, Sp.S DISUSUN OLEH Gwendry Ramadhany 1102010115 BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD SUBANG

description

ok

Transcript of Meningitis Gwen

Page 1: Meningitis Gwen

LAPORAN KASUS

MENINGITIS

NAMA PEMBIMBING :

Dr. Edi Prasetyo, Sp.S

DISUSUN OLEH

Gwendry Ramadhany

1102010115

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

RSUD SUBANG

PERIODE OKTOBER-NOVEMBER

2014

Page 2: Meningitis Gwen

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Meningitis”. Tinjauan pustaka ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan dalam kepaniteraan Fakultas Kedokteran Universitas YARSI pada bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Subang.

Penyusun menyadari bahwa tinjauan pustaka ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan tinjauan pustaka ini.

Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing atas segala bimbingan, motivasi, serta ilmu yang diberikan sehingga penyususn dapat menyelesaiakan tugas pustaka ini. Besar harapan penyusun semoga tinjauan pustaka ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Subang, November 2014

Penyusun

2

Page 3: Meningitis Gwen

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Meningitis adalah sebuah inflamasi dari membran pelindung yang menutupi otak dan medula spinalis yang dikenal sebagai meningens. Inflamasi dari meningens dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau mikroorganisme lain dan penyebab paling jarang adalah karena obat-obatan. Meningitis dapat mengancam jiwa dan merupakan sebuah kondisi kegawatdaruratan.

Klasifikasi meningitis dibuat berdasarkan agen penyebabnya, yaitu meningitis bakterial, meningitis viral, meningitis jamur, meningitis parasitik dan meningitis non infeksius. Meningitis dapat juga dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.

Berdasarkan penelitian epidemiologi mengenai infeksi sistem saraf pusat di Asia, pada daerah Asia Tenggara, meningitis yang paling sering dijumpai adalah meningitis tuberkulosis. Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok penderita. Saluran nafas merupakan port d’entree utama pada penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak.

1.2. Tujuan

Memaparkan epidemiologi, etiologi, patogenesis, patofisiologis, manifestasi klinis, pemeriksaan, diagnosis, diagnosis banding, komplikasi, penatalaksanaan, prognosis dan pencegahan mengenai meningitis.

3

Page 4: Meningitis Gwen

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial1. Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges, lapisan yang tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis1.

2.2. Epidemiologia. Orang/ Manusia

Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis. Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan distribusi terlihat lebih nyata pada bayi. Meningitis purulenta lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak karena sistem kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna2.

Puncak insidensi kasus meningitis karena Haemophilus influenzae di negara berkembang adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan, sedangkan di Amerika Serikat terjadi pada anak usia 6-12 bulan3.

Meningitis yang disebabkan oleh Pneumococcus paling sering menyerang bayi di bawah usia dua tahun. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri Pneumokokus 3,4 kali lebih besar pada anak kulit hitam dibandingkan yang berkulit putih. Meningitis Tuberkulosa dapat terjadi pada setiap kelompok umur tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 5 tahun dan jarang pada usia di bawah 6 bulan kecuali bila angka kejadian Tuberkulosa paru sangat tinggi. Diagnosa pada anak-anak ditandai dengan test Mantoux positif dan terjadinya gejala meningitis setelah beberapa hari mendapat suntikan BCG. Meningitis serosa dengan penyebab virus terutama menyerang anak-anak dan dewasa muda (12-18 tahun). Meningitis virus dapat terjadi waktu orang menderita campak, Gondongan (Mumps) atau penyakit infeksi virus lainnya. Meningitis Mumpsvirus sering terjadi pada kelompok umur 5-15 tahun dan lebih banyak menyerang laki-laki daripada perempuan3.

b. Tempat

Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-ekonomi rendah, lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan jemaah haji), dan penyakit ISPA. Penyakit meningitis banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang dibandingkan pada negara maju3.

Faktor Lingkungan (Environment) yang mempengaruhi terjadinya meningitis bakteri yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae tipe b adalah lingkungan dengan kebersihan yang buruk dan padat dimana terjadi kontak atau hidup serumah dengan penderita infeksi saluran pernafasan.Risiko penularan meningitis Meningococcus juga meningkat pada

4

Page 5: Meningitis Gwen

lingkungan yang padat seperti asrama, kampkamp tentara dan jemaah haji. Pada umumnya frekuensi Mycobacterium tuberculosa selalu sebanding dengan frekuensi infeksi Tuberculosa paru. Jadi dipengaruhi keadaan sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat. Penyakit ini kebanyakan terdapat pada penduduk dengan keadaan sosial ekonomi rendah, lingkungan kumuh dan padat, serta tidak mendapat imunisasi3.

c. Waktu

Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana kasus-kasus infeksi saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan Amerika utara insidensi infeksi Meningococcus lebih tinggi pada musim dingin dan musim semi sedangkan di daerah Sub-Sahara puncaknya terjadi pada musim kering. Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering terjadi selama musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus3.

2.3. Etiologi

Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit dan jamur. Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan likuor serebrospinal. Meningitis juga dapat disebabkan oleh penyebab non-infeksi, seperti pada penyakit AIDS, keganasan, diabetes mellitus, cedera fisik atau obat – obatan tertentu yang dapat melemahkan sistem imun (imunosupresif)4. Meningitis dapat terjadi karena terinfeksi oleh virus, bakteri, jamur maupun parasit :

a. Virus :Meningitis virus umumnya tidak terlalu berat dan dapat sembuh secara alami tanpa

pengobatan spesifik. Kasus meningitis virus di Amerika serikat terutama selama musim panas disebabkan oleh enterovirus; walaupun hanya beberapa kasus saja yang berkembang menjadi meningitis. Infeksi virus lain yang dapat menyebabkan meningitis, yakni :

Virus Mumps Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplexs, varicella-zoster,

Measles, and Influenza Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya (Arboviruses) Kasus lain yang agak jarang yakni LCMV (lymphocytic choriomeningitis virus),

disebarkan melalui tikus.4

b. Bakteri :Salah satu penyebab utama meningitis bakteri pada anak-anak dan orang dewasa

muda di Amerika Serikat adalah bakteri Neisseria meningitidis.  Meningitis disebabkan oleh bakteri ini dikenal sebagai penyakit meningokokus. Bakteri penyebab meningitis juga bervariasi menurut kelompok umur.4 Selama usia bulan pertama, bakteri yang menyebabkan meningitis pada bayi normal merefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu, Streptococcus group B, basili enterik gram negatif, dan Listeria monocytogenes). Meningitis pada kelompok ini kadang-kadang dapat karena Haemophilus influenza dan patogen lain ditemukan pada penderita yang lebih tua.

5

Page 6: Meningitis Gwen

Meningitis bakteri pada anak usia 2 bulan – 12 tahun biasanya karena H. influenzae tipe B, Streptococcus pneumoniae, atau Neisseria meningitidis. Penyakit yang disebabkan oleh H.influenzae tipe B dapat terjadi segala umur namun seringkali terjadi sebelum usia 2 tahun.

Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, Treponema pallidum, dan Mycobacterium tuberculosis dapat juga mengakibatkan meningitis. Citrobacter diversus merupakan penyebab abses otak yang penting.

Tabel 1. Bakteri Penyebab Tersering Menurut Umur dan Faktor Predisposisi

Risk and/or Predisposing Factor Bacterial Pathogen

Age 0-4 weeks

Streptococcus agalactiae (group B

streptococci)

E coli K1

Listeria monocytogenes

Age 4-12 weeks

S agalactiae

E coli

H influenzae

S pneumoniae

N meningitides

Age 3 months to 18 years

N meningitidis

S pneumoniae

H influenza

Age 18-50 years

S pneumoniae

N meningitidis

H influenza

Age older than 50 years

S pneumoniae

N meningitidis

L monocytogenes

Aerobic gram-negative bacilli

Immunocompromised state

S pneumoniae

N meningitidis

L monocytogenes

Aerobic gram-negative bacilli

Intracranial manipulation, Staphylococcus aureus

6

Page 7: Meningitis Gwen

including neurosurgery

Coagulase-negative staphylococci

Aerobic gram-negative bacilli, including

P aeruginosa

Basilar skull fracture

S pneumoniae

H influenzae

Group A streptococci

CSF shunts

Coagulase-negative staphylococci

S aureus

Aerobic gram-negative bacilli

Propionibacterium acnes

c. Jamur :

Jamur yang menginfeksi manusia terdieri dari 2 kelompok yaitu, jamur patogenik dan

opportunistik. Jamur patogenik adalah beberapa jenis spesies yang dapat menginfeksi

manusia normal setelah inhalasi atau inflantasi spora. Secara alamiah, manusia dengan

penyakit kronis atau keadaan gangguan imunitas lainnya lebih rentan terserang infeksi jamur

dibandingkan manusia normal. Jamur patogenik menyebabkan histiplasmosis, blastomycosis,

coccidiodomycosis dan paracoccidiodomycosis. Kelompok kedua adalah kelompok jamur

apportunistik. Kelompok ini tidak menginfeksi orang normal. Penyakit yang termasuk disini

adalah aspergilosis, candidiasis, cryptococcosis, mucormycosis (phycomycosis) dan

nocardiosis.

Infeksi jamur pada susunan saraf pusat dapat menyebabkan meningitis akut, subakut

dan kronik. Biasanya sering pada anak dengan imunosupresif terutama anak dengan leukemia

dan asidosis. Dapat juga pada anak yang imunokompeten. Cryptococcus neoformans dan

Coccidioides immitis adalah penyebab utama meningitis jamur pada anak imunokompeten.

Candida sering pada anak dengan imunosupresi dengan penggunaan antibiotik multiple,

penyakit yang melemahkan, resipien transplant dan neonatus kritis yang menggunakan

kateter vaskular dalam waktu lama. Berikut beberapa patogen jamur :4

Tabel 2. Patogen Jamur yang Sering

Common Fungal Pathogens

Yeast forms

Candica Albicans

7

Page 8: Meningitis Gwen

Crytococcus neoformans

Dimorphic Forms

Blastomyces dermatidis

Coccidioides immitis

Histoplasma capsulatum

Mold forms

Aspergillus

Mikroorganisme yang sering menyebabkan meningitis berdasarkan usia :5

a. 0 – 3 bulan :Pada grup usia ini meningitis dapat disebabkan oleh semua agen termasuk bakteri, virus, jamur, Mycoplasma, dan Ureaplasma. Bakteri penyebab yang tersering seperti Streptococcus grup B, E.Coli, Listeria, bakteri usus selain E.Coli ( Klebsiella, Serratia spesies, Enterobacter), streptococcus lain, jamur, nontypeable H.influenza, dan bakteri anaerob. Virus yang sering seperti Herpes simplekx virus (HSV), enterovirus dan Cytomegalovirus.

b. 3 bulan – 5 tahunSejak vaksin conjugate HIB menjadi vaksinasi rutin di Amerika Serikat, penyakit yang disebabkan oleh H.influenza tipe B telah menurun. Bakteri penyebab tersering meningitis pada grup usia ini belakangan seperti N.meningitidis dan S.Pneumoniae. H. influenza tipe B masih dapat dipertimbangkan pada meningitis yang terjadi pada anak kurang dari 2 tahun yang belum mendapat imunisasi atau imunisasi yang tidak lengkap. Meningitis oleh karena Mycobacterium Tuberculosis jarang, namun harus dipertimbangkan pada daerah dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi dan jika didapatkan anamnesis, gejala klinis, LCS dan laboratorium yang mendukung diagnosis Tuberkulosis. Virus yang sering pada grup usia ini seperti enterovirus, HSV, Human Herpesvirus-6 (HHV-6).

c. 5 tahun – dewasa Bakteri yang tersering menyebabkan meningitis pada grup usia ini seperti N.meningitidis dan S.pneumoniae. Mycoplasma pneumonia juga dapat menyebabkan meningitis yang berat dan meningoencephalitis pada grup usia ini. Meningitis virus pada grup ini tersering disebabkan oleh enterovirus, herpes virus, dan arbovirus. Virus lain yang lebih jarang seperti virus Epstein-Barr , virus lymphocytic choriomeningitis, HHV-6, virus rabies, dan virus influenza A dan B.

Pada host yang immunocompromised, meningitis yang terjadi selain dapat disebabkan oleh pathogen seperti di atas, harus juga dipertimbangkan oleh pathogen lain seperti Cryptococcus, Toxoplasma, jamur, tuberculosis dan HIV.

2.4. Patogenesis

Meningitis Bakterial 6

Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui :

8

Page 9: Meningitis Gwen

1. Alian darah (hematogen) oleh karena infeksi di tempat lain seperti faringitis, tonsillitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering didapatkan biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman yang ada dalam cairan otak.

2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus.

3. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi lumbal dan mielokel.

4. Meningitis pada neonatus dapat terjadi oleh karena: Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau oleh kuman-

kuman yang normal ada pada jalan lahir Infeksi bakteri secara transplacental terutama Listeria.

Gambar 1. Patogenesis Meningitis BakterialSebagian besar infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat penyebaran hematogen.

Saluran napas merupakan port of entry utama bagi banyak penyebab meningitis purulenta. Proses terjadinya meningitis bakterial melalui jalur hematogen mempunyai tahap-tahap sebagai berikut :

1. Bakteri melekat pada sel epitel mukosa nasofaring (kolonisasi)2. Bakteri menembus rintangan mukosa3. Bakteri memperbanyak diri dalam aliran darah (menghindar dari sel fagosit dan

aktivitas bakteriolitik) dan menimbulkan bakteriemia.4. Bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal5. Bakteri memperbanyak diri dalam cairan serebrospinal6. Bakteri menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.

Bakteri yang menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu melampaui semua tahap dan masing-masing bakteri mempunyai mekanisme virulensi yang berbeda-beda, dan masing-masing mekanisme mempunyai peranan yang khusus pada satu atau lebih dari tahap-tahap tersebut. Terjadinya meningitis bacterial dipengaruhi oleh interaksi beberapa faktor, yaitu host yang rentan, bakteri penyebab dan lingkungan yang menunjang.

9

Page 10: Meningitis Gwen

Meningitis Tuberkulosis 7

Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya dari paru. Terjadinya meningitis bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke dalam rongga arachnoid (rich dan McCordeck). Kadang-kadang dapat juga terjadi per-kontinuitatum dari mastoiditis atau spondilitis.

Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningo-ensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama batang otak (brain stem) tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis dan mengakibatkan hidrocephalus serta kelainan saraf pusat. Tampak juga kelainan pembuluh darah seperti Arteritis dan Phlebitis yang menimbulkan penyumbatan. Akibat penyumbatan ini terjadi infark otak yang kemudian mengakibatkan perlunakan otak.

Meningitis Viral Virus masuk tubuh manusia melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya

virus dapat melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh virus tersebut akan menyebar keseluruh tubuh dengan beberapa cara:6

Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.

Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut.

Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak di daerah pertama kali masuk (permukaan selaput lender) kemudian menyebar ke organ lain.

Penyebaran melalui saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput lendir dan menyebar melalui system saraf.

Berikut contoh cara transmisi virus :8

Enterovirus : biasanya melalui rute oral-fekal, namun dapat juga melalui rute saluran respirasi

Arbovirus : melalui artropoda menghisap darah, biasanya nyamuk Virus limfositik koriomeningitis – melalui kontak dengan tikus dan sejenisnya

ataupun bahan eksresinya. Pada umumnya, virus masuk ke sistem limfatik, melalui penelanan enterovirus;

pemasukan membran mukosa oleh campak, rubela, VVZ atau HSV; atau dengan penyebaran hematogen dari nyamuk atau gigitan serangga lain. Ditempat tersebut, mulai terjadi multiplikasi dan masuk aliran darah menyebabkan infeksi beberapa organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural) ada sakit demam, sistemik, tetapi tidak terjadi multiplikasi virus lebih lanjut pada organ yang ditempati, penyebaran sekunder sejumlah virus dapat terjadi. Invasi SSP disertai dengan bukti klinis penyakit neurologis. HSV-1 mungkin mencapai otak dengan penyebaran langsung sepanjang akson saraf.

Kerusakan neurologis disebabkan (1) oleh invasi langsung dan penghancuran jaringan saraf oleh pembelahan virus secara aktif dan atau (2) oleh reaksi hospes terhadap antigen

10

Page 11: Meningitis Gwen

virus. Kebanyakan penghancuran saraf mungkin karena invasi virus secara langsung, sedangkan respon jaringan hospes yang hebat mengakibatkan demielinasi dan penghancuran vaskuler serta perivaskuler dan (3) oleh reaksi aktivitas virus neurotropik yang bersifat laten.

Meningitis Jamur

Infeksi pertama terbanyak terjadi akibat inhalasi yeast dari lingkungan sekitar. Pada saat dalam tubuh host Cryptococcus membentuk kapsul polisakarida yang besar yang resisten terhadap fagositosis. Produksi kapsul distimulasi oleh konsentrasi fisiologis karbondioksida dalam paru. Keadaan ini meyebabkan jamur ini beradaptasi sangat baik dalam host mamalia. Reaksi inflamasi ini menghasilkan reaksi kompleks primer paru kelenjar limfe (primary lung lymp node complex) yang biasanya membatasi penyebaran organisme.

Kebanyakan infeksi paru ini tanpa gejala, tetapi secara klinis dapat terjadi seperti gejala pneumonia pada infeksi pertama dengan gejala yang bervariasi beratnya. Keadaan ini biasanya membaik perlahan dalam beberapa minggu atau bulan dengan atau tanpa pengobatan. Pada pasien lainnya dapat terbentuk lesi pulmonar fokal atau nodular. Cryptococcus dapat dorman dalam paru atau limfenodus sampai pertahanan host melemah. Cryptococcus neofarmans dapat menyebar dari paru dan limfenodus torakal ke aliran darah terutama pada host yang sistem kekebalannya terganggu. Keadaan ini dapat terjadi selama infeksi primer atau selama masa reaktivasi bertahun-tahun kemudian. Jika terjadi infeksi jauh, maka tempat yang paling sering terkena adalah susunan saraf pusat. Keadaan dimana predileksi infeksi ini terutama pada ruang subarakhnoid, belum dapat diterangkan.

Ada beberapa faktor yang berperanan dalam patogenesis infeksi Cryptococcus neofarmans pada susunan saraf pusat. Jamur ini mempunyai beberapa fenotif karakteristik yang dikatakan berhubungan dengan invasi pada susunan saraf pusat seperti, produksi phenoloxidase, adanya kapsul polisakarida,dan kemampuan untuk berkembang dengan cepat pada suhu tubuh host. Informasi terakhir mengatakan bahwa melanin bertindak sebagai antioksidan yang melindungi organisme ini dari mekanisme pertahanan tubuh host. Faktor karakteristik lainnya yaitu kemampuan kapsul untuk melindungi jamur dari pertahanan tubuh terutama fagositosis dan kemampuan jamur untuk hidup dan berkembang pada suhu tubuh manusia.

11

Page 12: Meningitis Gwen

2.5. Patofisiologi

Meningitis Bakterial6

Akhir – akhir ini ditemukan konsep baru mengenai patofisiologi meningitis bakterial, yaitu suatu proses yang kompleks, komponen – komponen bakteri dan mediator inflamasi berperan menimbulkan respons peradangan pada selaput otak (meningen) serta menyebabkan perubahan fisiologis dalam otak berupa peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan aliran darah otak, yang dapat mengakibatkan timbulnya gejala sisa. Proses ini dimulai setelah ada bakteriemia atau embolus septik, yang diikuti dengan masuknya bakteri ke dalam susunan saraf pusat dengan jalan menembus rintangan darah otak melalui tempat – tempat yang lemah, yaitu di mikrovaskular otak atau pleksus koroid yang merupakan media pertumbuhan yang baik bagi bakteri karena mengandung kadar glukosa yang tinggi. Segera setelah bakteri berada dalam cairan serebrospinal, maka bakteri tersebut memperbanyak diri dengan mudah dan cepat oleh karena kurangnya pertahanan humoral dan aktivitas fagositosis dalam cairan serebrospinal melalui sistem ventrikel ke seluruh ruang subaraknoid.

Bakteri pada waktu berkembang biak atau pada waktu mati (lisis) akan melepaskan dinding sel atau komponen – komponen membran sel (endotoksin, teichoic acid) yang menyebabkan kerusakan jaringan otak serta menimbulkan peradangan di selaput otak (meningen) melalui beberapa mekanisme seperti dalam skema tersebut di bawah, sehingga timbul meningitis. Bakteri Gram negative pada waktu lisis akan melepaskan lipopolisakarida/endotoksin, dan kuman Gram positif akan melepaskan teichoic acid (asam teikoat).

Gambar 2. Patofisiologi Molekuler Meningitis Bakterial

12

Page 13: Meningitis Gwen

Produk – produk aktif dari bakteri tersebut merangsang sel endotel dan makrofag di susunan saraf pusat (sel astrosit dan microglia) memproduksi mediator inflamasi seperti Interleukin – 1 (IL-1) dan tumor necrosis factor (TNF). Mediator inflamasi berperan dalam proses awal dari beberapa mekanisme yang menyebabkan peningkatan tekanan intracranial, yang selanjutnya mengakibatkan menurunnya aliran darah otak. Pada meningitis bacterial dapat juga terjadi syndrome inappropriate antidiuretic hormone (SIADH) diduga disebabkan oleh karena proses peradangan akan meningkatkan pelepasan atau menyebabkan kebocoran vasopressin endogen sistem supraoptikohipofise meskipun dalam keadaan hipoosmolar, dan SIADH ini menyebabkan hipovolemia, oliguria dan peningkatan osmolaritas urine meskipun osmolaritas serum menurun, sehingga timbul gejala-gejala water intoxication yaitu mengantuk, iritabel dan kejang.

Edema otak yang berat juga menghasilkan pergeseran midline kearah kaudal dan terjepit pada tentorial notch atau foramen magnum. Pergeseran ke kaudal ini menyebabkan herniasi dari gyri parahippocampal, cerebellum, atau keduanya. Perubahan intrakranial ini secara klinis menyebabkan terjadinya gangguan kesadaran dan refleks postural. Pergeseran ke kaudal dari batang otak menyebabkan lumpuhnya saraf kranial ketiga dan keenam. Jika tidak diobati, perubahan ini akan menyebabkan dekortikasi atau deserebrasi dan dengan cepat dan progresif menyebabkan henti nafas dan jantung.

Akibat peningkatan tekanan intrakranial adalah penurunan aliran darah otak yang juga disebabkan karena penyumbatan pembuluh darah otak oleh trombus dan adanya penurunan autoregulasi, terutama pada pasien yang mengalami kejang. Akibat lain adalah penurunan tekanan perfusi serebral yang juga dapat disebabkan oleh karena penurunan tekanan darah sistemik 60 mmHg sistole. Dalam keadaan ini otak mudah mengalami iskemia, penurunan autoregulasi serebral dan vaskulopati. Kelainan – kelainan inilah yang menyebabkan kerusakan pada sel saraf sehingga menimbulkan gejala sisa. Adanya gangguan aliran darah otak, peningkatan tekanan intrakranial dan kandungan air di otak akan menyebabkan gangguan fungsi metabolik yang menimbulkan ensefalopati toksik yaitu peningkatan kadar asam laktat dan penurunan pH cairan srebrospinal dan asidosis jaringan yang disebabkan metabolisme anaerob, keadaan ini menyebabkan penggunaan glukosa meningkat dan berakibat timbulnya hipoglikorakia.

Ensefalopati pada meningitis bakterial dapat juga terjadii akibat hipoksia sistemik dan demam. Kelainan utama yang terjadi pada meningitis bakterial adalah peradangan pada selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bahan – bahan toksis bakteri. Peradangan selaput otak akan menimbulkan rangsangan pada saraf sensoris, akibatnya terjadi refleks kontraksi otot – otot tertentu untuk mengurangi rasa sakit, sehingga timbul tanda Kernig dan Brudzinksi serta kaku kuduk. Manifestasi klinis lain yang timbul akibat peradangan selaput otak adalah mual, muntah, iritabel, nafsu makan menurun dan sakit kepala. Gejala – gejala tersebut dapat juga disebabkan karena peningkatan tekanan intracranial, dan bila disertai dnegan distorsi dari nerve roots, makan timbul hiperestasi dan fotofobia.

Pada fase akut, bahan – bahan toksis bakteri mula – mula menimbulkan hiperemia pembuluh darah selaput otak disertai migrasi neutrofil ke ruang subaraknoid, dan selanjutnya merangsang timbulnya kongesti dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah hingga mempermudah adesi sel fagosit dan sel polimorfonuklear, serta merangsang sel

13

Page 14: Meningitis Gwen

polimorfonuklear untuk menembus endotel pembuluh darah melalui tight junction dan selanjutnya memfagosit bakteri, sehingga terbentuk debris sel dan eksudat dalam ruang subaraknoid yang cepat meluas dan cenderung terkumpul didaerah konveks otak tempat CSS diabsorpsi oleh vili araknoid, di dasar sulkus dan fisura Sylvii serta sisterna basalis dan sekitar serebelum.

Pada awal infeksi, eksudat hampir seluruhnya terisi sel PMN yang memfagosit bakteri, secara berangsur-angsur sel PMN digantikan oleh sel limfosit, monosit dan histiosit yang jumlahnya akan bertambah banyak dan pada saat ini terjadi eksudasi fibrinogen. Dalam minggu ke-2 infeksi, mulai muncul sel fibroblas yang berperan dalam proses organisasi eksudat, sehingga terbentuk jaringan fibrosis pada selaput otak yang menyebabkan perlekatan – perlekatan. Bila perlekatan terjadi didaerah sisterna basalis, maka akan menimbulkan hidrosefalus komunikan dan bila terjadi di aquaductus Sylvii, foramen Luschka dan Magendi maka terjadi hidrosefalus obstruktif. Dalam waktu 48-72 jam pertama arteri subaraknoid juga mengalami pembengkakan, proliferasi sel endotel dan infiltrasi neutrofil ke dalam lapisan adventisia, sehingga timbul fokus nekrosis pada dinding arteri yang kadang-kadang menyebabkan trombosis arteri. Proses yang sama terjadi di vena. Fokus nekrosis dan trombus dapat menyebabkan oklusi total atau parsial pada lumen pembuluh darah, sehingga keadaan tersebut menyebabkan aliran darah otak menurun, dan dapat menyebabkan terjadinya infark.

Infark vena dan arteri luas akan menyebabkan hemiplegia, dekortikasi atau deserebrasi, buta kortikal, kejang dan koma. Kejang yang timbul selama beberapa hari pertama dirawat tidak mempengaruhi prognosis, tetapi kejang yang sulit dikontrol, kejang menetap lebih dari 4 hari dirawat dan kejang yang timbul pada hari pertama dirawat dengan penyakit yang sudah berlangsung lama, serta kejang fokal akan menyebakan manifestasi sisa yang menetap. Kejang fokal dan kejang yang berkepanjangan merupakan petunjuk adanya gangguan pembuluh darah otak yang serius dan infark serebri, sedangkan kejang yang timbul sebelum dirawat sering menyebakan gangguan pendengaran atau tuli yang menetap.

Trombosis vena kecil di korteks akan menimbulkan nekrosis iskemik korteks serebri. Kerusakan korteks serebri akibat oklusi pembuluh darah atau karena hipoksia, invasi kuman akan mengakibatkan penurunan kesadaran, kejang fokal dan gangguan fungsi motorik berupa paresis yang sering timbul pada hari ke 3-4, dan jarang timbul setelah minggu I-II; selain itu juga menimbulkan gangguan sensorik dan fungsi intelek berupa retardasi mental dan gangguan tingkah laku; gangguan fungsi intelek merupakan akibat kerusakan otak karena proses infeksinya, syok dan hipoksia. Kerusakan langsung pada selaput otak dan vena di duramater atau arakhnoid yang berupa trombophlebitis, robekan-robekan kecil dan perluasan infeksi araknoid menyebabkan transudasi protein dengan berat molekul kecil ke dalam ruang subaraknoid dan subdural sehingga timbul efusi subdural yang menimbulkan manifestasi neurologis fokal, demam yang lama, kejang dan muntah.

Karena adanya vaskulitis maka permeabilitas sawar darah otak (blood brain barrier) menyebabkan terjadinya edema sitotoksik, dan arena aliran CSS terganggu atau hidrosefalus akan menyebabkan terjadinya edema interstitial.

Meskipun kuman jarang dapat dibiakkan dari jaringan otak, tetapi absorpsi dan penetrasi toksin kuman dapat terjadi, sehingga menyebabkan edema otak dan vaskulitis; kelainan saraf kranial pada meningitis bakterial disebabkan karena adanya peradangan lokal pada perineurium dan menurunnya persediaan vaskular ke saraf cranial, terutama saraf VI, III

14

Page 15: Meningitis Gwen

dan IV, sedang ataksia yang ringan, paralisis saraf kranial VI dan VII merupakan akibat infiltasi kuman ke selaput otak di basal otak, sehingga menimbulkan kelainan batang otak.

Gangguan pendengaran yang timbul akibat perluasan peradangan ke mastoid, sehingga timbul mastoiditis yang menyebabkan gangguan pendengaran tipe konduktif. Kelain saraf kranial II yang berupa papilitis dapat menyebabkan kebutaan tetapi dapat juga disebabkan karena infark yang luas di korteks serebri, sehingga terjadi buta kortikal. Manifestasi neurologis fokal yang timbul disebabkan oleh trombosis arteri dan vena di korteks serebri akibat edema dan peradangan yang menyebabkan infark serebri, dan adanya manifestasi ini merupakan petunjuk prognosis buruk, karena meninggalkan manifestasi sisa dan retardasi mental.

Meningitis Tuberkulosis 6

Meningitis tuberculosis pada umumnya sebagai penyebaran tuberculosis primer, dengan focus infeksi di tempat lain. Biasanya fokud infeksi primer di paru, namun Blockloch menemukan 22,8% dengan focus infeksi primer di abdomen, 2,1% di kelenja limfe leher dan 1,2% tidak ditemukan adanya fokus infeksi primer. Dari focus infeksi primer, basil masuk ke sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi berat berupa tuberculosis milier atau hanya menimbulkan beberapa focus metastase yang biasanya tenang.

Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich pada tahun 1951, yakni bahwa terjadinya meningitis tuberculosis adalah mula-mula terbentuk tuberkel di otak, selaput otak atau medulla spinalis, akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi primer atau selama perjalanan tuberculosis kronik (walaupun jarang). Kemudian timbul meningitis akibat terlepasnya basil dan antigennya dari tuberkel yang pecah karena rangsangan mungkin berupa trauma atau faktor imunologis. Basil kemudian langsung masuk ke ruang subarachnoid atau ventrikel. Hal ini mungkin terjadi segera setelah dibentuknya lesi atau setelah periode laten beberapa bulan atau beberapa tahun. Bila hal ini terjadi pada pasien yang sudah tersensitisasi, maka masuknya basil ke ruang subarachnoid menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan perubahan pada cairan cerebrospinal. Reaksi peradangan ini mula-mula timbul di sekitar tuberkel yang pecah, tetapi kemudian tampak jelas di selaput otak pada dasar otak dan ependim. Meningitis basalis yang terjadi akan menimbulkan komplikasi neurologis, berupa paralisis saraf kranialis, infark karena penyumbatan arteria dan vena, serta hidrosefalus karena tersumbatnya aliran cairan cerebrospinal.. perlengketan yang sama dalam kanalis sentralis medulla spinalis akan menyebabkan spinal block dan paraplegia.

Meningitis VirusPatogen virus dapat mencapai akses SSP melalui 2 jalur utama: hematogen atau

neural. Hematogen merupakan jalur tersering dari patogen viral yang diketahui. Penetrasi neural menunjukkan penyebaran disepanjang saraf dan biasanya terbatas pada virus Herpes (HSV-1, HSV-2, dan varicella zoster virus [VZV] B virus), dan kemungkinan beberapa enterovirus. Pertahanan tubuh mencegah inokulum virus dari penyebab infeksi yang signifikan secara klinis. Hal ini termasuk respon imun sistemik dan lokal, barier mukosa dan kulit, dan blood-brain barrier (BBB). Virus bereplikasi pada sistem organ awal (seperti mukosa sistem respiratorius atau gastrointestinal) dan mencapai akses ke pembuluh darah.

15

Page 16: Meningitis Gwen

Viremia primer memperkenalkan virus ke organ retikuloendotelial (hati, spleen dan kelenjar limfe / limfonodus) jika replikasinya timbul disamping pertahanan imunologis, viremia sekunder dapat timbul, dimana dipikirkan untuk bertanggung jawab dalam SSP. Replikasi viral cepat tampaknya memainkan peranan dalam melawan pertahanan host.

Mekanisme sebenarnya dari penetrasi viral kedalam SSP tidak sepenuhnya dimengerti. Virus dapat melewati BBB secara langsung pada level endotel kapiler atau melalui defek natural (area post trauma dan tempat lain yang kurang BBB). Respon inflamasi terlihat dalam bentuk pleositosis; leukosit polimorfonuklear (PMN) menyebabkan perbedaan jumlah sel pada 24-48 jam pertama, diikuti kemudian dengan penambahan jumlah monosit dan limfosit. Limfosit CSS telah dikenali sebagai sel T, meskipun imunitas sel B juga merupakan pertahanan dalam melawan beberapa virus.

Bukti menunjukkan bahwa beberapa virus dapat mencapai akses ke SSP dengan transport retrograde sepanjang akar saraf. Sebagai contoh, jalur ensefalitis HSV-1 adalah melalui akar saraf olfaktori atau trigeminal, dengan virus dibawa oleh serat olfaktori ke basal frontal dan lobus temporal anterior.

2.6. Manifestasi Klinis

Meningitis mempunyai karakteristik yakni onset yang mendadak dari demam, sakit kepala dan kaku leher (stiff neck). Biasanya juga disertai beberapa gejala lain, seperti :

Mual Muntah Fotofobia (sensitif terhadap cahaya) Perubahan atau penurunan kesadaran

Meningitis BakterialTidak ada satupun gambaran klinis yang patognomonik untuk meningitis bakterial.

Tanda dan manifestasi klinis meningitis bakterial begitu luas sehingga sering didapatkan pada anak-anak baik yang terkena meningitis ataupun tidak. Tanda dan gambaran klinis sangat bervariasi tergantung umur pasien, lama sakit di rumah sebelum diagnosis dan respon tubuh terhadap infeksi.

Meningitis pada bayi baru lahir dan prematur sangat sulit didiagnosis, gambaran klinis sangat kabur dan tidak khas. Demam pada meningitis bayi baru lahir hanya terjadi pada ½ dari jumlah kasus. Biasanya pasien tampak lemas dan malas, tidak mau makan, muntah-muntah, kesadaran menurun, ubun-ubun besar tegang dan membonjol, leher lemas, respirasi tidak teratur, kadang-kadang disertai ikterus kalau sepsis. Secara umum apabila didapatkan sepsis pada bayi baru lahir kita harus mencurigai adanya meningitis.

Bayi berumur 3 bulan – 2 tahun jarang memberi gambaran klasik meningitis. Biasanya manifestasi yang timbul hanya berupa demam, muntah, gelisah, kejang berulang, kadang-kadang didapatkan pula high pitch cry (pada bayi). Tanda fisik yang tampak jelas adalah ubun-ubun tegang dan membonjol, sedangkan tanda Kernig dan Brudzinsky sulit di evaluasi. Oleh karena insidens meningitis pada umur ini sangat tinggi, maka adanya infeksi susuan saraf pusat perlu dicurigai pada anak dengan demam terus menerus yang tidak dapat diterangkan penyebabnya.

16

Page 17: Meningitis Gwen

Pada anak besar dan dewasa meningitis kadang-kadang memberikan gambaran klasik. Gejala biasanya dimulai dengan demam, menggigil, muntah dan nyeri kepala. Kadang-kadang gejala pertama adalah kejang, gelisah, gangguan tingkah laku. Penurunan kesadaran seperti delirium, stupor, koma dapat juga terjadi. Tanda klinis yang biasa didapatkan adalah kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig. Nyeri kepala timbul akibat inflamasi pembuluh darah meningen, sering disertai fotofobia dan hiperestesi, kaku kuduk disertai rigiditas spinal disebabkan karena iritasi meningen serta radiks spinalis.

Kelainan saraf otak disebabkan oleh inflamasi lokal pada perineurium, juga karena terganggunya suplai vaskular ke saraf. Saraf – saraf kranial VI, VII, dan IV adalah yang paling sering terkena. Tanda serebri fokal biasanya sekunder karena nekrosis kortikal atau vaskulitis oklusif, paling sering karena trombosis vena kortikal. Vaskulitis serebral menyebabkan kejang dan hemiparesis.

Manifestasi Klinis yang dapat timbul adalah:7

1. Gejala infeksi akuta. Lethargy.b. Irritabilitas.c. Demam ringan.d. Muntah.e. Anoreksia.f. Sakit kepala (pada anak yang lebih besar).g. Petechia dan Herpes Labialis (untuk infeksi Pneumococcus).

2. Gejala tekanan intrakranial yang meninggi.a. Muntah.b. Nyeri kepala (pada anak yang lebih besar).c. Moaning cry /Tangisan merintih (pada neonatus)d. Penurunan kesadaran, dari apatis sampai koma.e. Kejang, dapat terjadi secara umum, fokal atau twitching.f. Bulging fontanel /ubun-ubun besar yang menonjol dan tegang.g. Gejala kelainan serebral yang lain, mis. Hemiparesis, Paralisis, Strabismus.h. Crack pot sign.i. Pernafasan Cheyne Stokes.j. Hipertensi dan Choked disc papila N. optikus (pada anak yang lebih besar).

3. Gejala ransangan meningeal.a. Kaku kuduk positif.b. Kernig, Brudzinsky I dan II positif. Pada anak besar sebelum gejala di atas

terjadi, sering terdapat keluhan sakit di daerah leher dan punggung.

Pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun, gejala meningeal tidak dapat diandalkan sebagai diagnosis. Bila terdapat gejala-gejala tersebut diatas, perlu dilakukan pungsi lumbal untuk mendapatkan cairan serebrospinal (CSS).

17

Page 18: Meningitis Gwen

Gambar 3. Tanda Brudzinski Gambar 4. Tanda Kernig

Gambar 5. Manifestasi klinis pada bayi / neonatus

18

Page 19: Meningitis Gwen

Gambar 6. Manifestasi klinis pada anak dan dewasa

Gambar 7. Opisthotonus dan Blank starring pada M.Meningococcus

Meningitis Tuberkulosis 7

Secara klinis kadang-kadang belum terdapat gejala meningitis nyata walaupun selaput otak sudah terkena. Hal demikian terdapat pada tuberlukosis miliaris sehingga pada penyebaran miliar sebaiknya dilakukan pungsi lumbal walaupun gejala meningitis belum tampak.

1. Stadium prodromalGejala biasanya didahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otal.

Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya terdapat kenaikan suhu ringan, jarang terjadi akut dengan panas tinggi. Sering di jumpai anak mudah terangsang (iritabel) atau anak menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala. Malaise, snoreksia, obstipasi, mual dan muntah juga sering ditemukan. Belum tampak manifestasi kelainan neurologis.2. Stadium transisi

Stadium prodromal disusul dengan stadium transisi dengan adanya kejang. Gejala diatas menjadi lebih berat dan muncul gejala meningeal, kaku kuduk dimana seluruh tubuh mulai menjadi kaku dan opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus. Sering tuberkel terdapat di koroid. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor. Kejang, defisit neurologis fokal, paresis nervus kranial dan gerakan involunter (tremor, koreoatetosis, hemibalismus).

3. Stadium terminalStadium terminal berupa kelumpuhan kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil

melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur, kadang-kadang menjadi pernafasan Cheyne-Stokes (cepat dan dalam). Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali

Tiga stadium diatas biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan yang lainnya, namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3 minggu sebelum anak meninggal.

Meningitis Viral 7

19

Page 20: Meningitis Gwen

Biasanya gejala dari meningitis viral tidak seberat meningitis dan dapat sembuh alami tanpa pengobatan yang spesifik. Umumnya permulaan penyakit berlangsung mendadak, walaupun kadang-kadang didahului dengan panas selama beberapa hari. Gejala yang ditemukan pada anak besar ialah panas dan nyeri kepala mendadak yang disertai dengan kaku kuduk. Gejala lain yang dapat timbul ialah nyeri tenggorok, nausea, muntah, penurunan kesadaran, nyeri pada kuduk dan punggung, fotophobia, parestesia, myalgia. Gejala pada bayi tidak khas. Bayi mudah terangsang dan menjadi gelisah. Mual dan muntah sering dijumpai tetapi gejala kejang jarang didapati. Bila penyebabnya Echovirus atau Coxsackie, maka dapat disertai ruam dengan panas yang akan menghilang setelah 4-5 hari. Pada pemeriksaan ditemukan kaku kuduk, tanda Kernig dan Brudzinski kadang-kadang positif. Variasi lain dari infeksi viral dapat membantu diagnosis, seperti : Gastroenteritis, rash, faringitis dan pleurodynia pada infeksi enterovirus Manifestasi kulit, seperti erupsi zoster dari VZV, makulopapular rash dari campak dan

enterovirus, erupsi vesikular dari herpes simpleks dan herpangina dari infeksi coxsackie virus A

Faringitis, limfadenopati dan splenomegali mengarah ke infeksi EBV Immunodefisiensi dan pneumonia, mengarah ke infeksi adenovirus, CMV atau HIV Parotitis dan orchitis ke arah virus Mumps

Meningitis JamurGejala klinis dari meningitis jamur sama seperti meningitis jenis lainnya; namun,

gejalanya sering timbul bertahap. Sebagai tambahan dari gejala klasik meningitis seperti sakit kepala, demam, mual dan kekakuan leher, orang dengan meningitis jamur juga mengalami fotofobia, perubahan status mental, halusinasi dan perubahan personaliti.

2.7. Pemeriksaana. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.

Pemeriksaan Tanda KernigPasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.

Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.

20

Page 21: Meningitis Gwen

Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

b. Pemeriksaan Penunjang Pungsi Lumbal 6

Pungsi lumbal adalah cara memperoleh cairan serebrospimal yang paling sering dilakukan pada segala umur, dan relatif amanIndikasi1. Kejang atau twitching2. Paresis atau paralisis termasuk paresis N.VI3. Koma4. Ubun-ubun besar membonjol5. Kaku kuduk dengan kesadaran menurun6. TBC milier7. Leukemia8. Mastoiditis kronik yang divurigai meningitis9. Sepsis

Pungsi lumbal juga dilakukan pada demam yang tidak diketahui sebabnya dan pada pasien dengan proses degeneratif. Pungsi lumbal sebagai pengobatan dilakukan pada meningitis kronis yang disebabkan oleh limfoma dan sarkoidosis. Cairan serebrospinal dikeluarkan perlahan-lahan untuk mengurangi rasa sakit kepala dan sakit pinggang. Pungsi lumbal berulang-ulang juga dilakukan pada tekanan intrakranial meninggi jinak (beningn intracranial hypertension), pungsi lumbal juga dilakukan untuk memasukkan obat-obat tertentu.

KontraindikasiKontraindikasi mutlak pungsi lumbal adalah pada syok, infeksi di daerah sekitar tempat pungsi, tekanan intrakranial meninggi yang disebabkan oleh adanya proses desak ruang dalam otak (space occupaying lesion) dan pada kelainan pembekuan yang belum diobati. Pada tekanan intrakranial meninggi yang diduga karena infeksi (meningitis) bukan kontraindikasi tetapi harus dilakukan dnegan hati-hati.

KomplikasiSakit kepala, infeksi, iritasi zat kimia terhadap selaput otak, bila penggunaan jarum pungsi tidak kering, jarum patah, herniasi dan tertusuknya saraf oleh jarum pungsi karena penusukan tidak tepat yaitu kearah lateral dan menembus saraf di ruang ekstradural.

Alat dan Bahan1. Sarung tangan steril2. Duk berlubang3. Kassa steril, kapas, dan plester

21

Page 22: Meningitis Gwen

4. Jarum pungsi lumbal no. 20 dan 22 beserta stylet5. Antiseptik: povidon iodine dan alkohol 70%6. Tabung reaksi untuk menampung cairan serebrospinal

Prosedur1. Pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi tubuh. Leher fleksi maksimal (dahi ditarik

ke arah lutut), ektremitas bawah fleksi maksimum (lutut ditarik ke arah dahi), dan sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) sejajar dengan tempat tidur.

2. Tentukan daerah pungsi lumbal di antara vertebra L4 dan L5 yaitu dengan menemukan garis potong sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) dan garis antara kedua spina iskhiadika anterior superior (SIAS) kiri dan kanan. Pungsi dapat pula dilakukan antara L4 dan L5 atau antara L2 dan L3 namun tidak boleh pada bayi.

Gambar 8. Lumbal Pungsi

3. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm dengan larutan povidon iodin diikuti dengan larutan alkohol 70% dan tutup dengan duk steril di mana daerah pungsi lumbal dibiarkan terbuka.

4. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah memakai sarung tangan steril selama 15-30 detik yang akan menandai titik pungsi tersebut selama 1 menit.

5. Tusukkan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah ditentukan. Masukkan jarum perlahan-lahan menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan mulut jarum terbuka ke atas sampai menembus duramater. Jarak antara kulit dan ruang subarakhnoid berbeda pada tiap anak tergantung umur dan keadaan gizi. Umumnya 1,5-2,5 cm pada bayi dan meningkat menjadi 5 cm pada umur 3-5 tahun. Pada remaja jaraknya 6-8 cm. (gambar di bawah ini.)

6. Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran cairan yang lebih baik, jarum diputar hingga mulut jarum mengarah ke kranial. Ambil cairan untuk pemeriksaan.

7. Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester

22

Page 23: Meningitis Gwen

Pengukuran Tekanan Cairan SerebrospinalBila tusukan jarum pungsi lumbal tepat dan LCS mengalir keluar, manometer

pengukur tekanan LCS dihubungkan dengan pangkal jarum pungsi lumbal tersebut. LCS dibiarkan mengalir mengisi manometer, dan tingginya cairan yang mengisi manometer diukur dalam milimeter air. Nilai normal tekanan LCS 50-200 mm pada keadaan tenang. Pada anak yang berontak, menangis atau batuk tekanan akan meningkat.

Pemeriksaan LCSBiasanya pada LP yang berhasil LCS yang keluar ditampung dalam botol steril untuk

pemeriksaan lengkap. Cairan yang keluar diperhatikan kejernihan dan warnanya, kemudian ditentukan adanya protein yang meninggi dengan menggunakan uji Pandy dan Nonne.

Pada uji Pandy 1-2 tetes LCS diteteskan ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya telah diisi dengan 1 ml larutan fenol jenuh (carbolic acid). Bila kadar protein meninggi akan didapatkan warna putih keruh atau endapan putih dalam tabung reaksi tersebut.

Pada uji Nonne, 0,5 ml LCS dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya telah diisi dengan 1 ml larutan amonium-sulfat jenuh. Bila kadar protein LCS meningkat didapati cincin putih pada perbatasan kedua cairan tersebut.

Pada kesempatan selanjutnya ditentukan jumlah dan diferensiasi sel, kadar protein, glukosa dan kuman dengan preparat langsung maupun kultur. Pada keadaan normal LCS berwarna jernih seperti akuadest, tetapi pada neonatus bisa xantokrom.

SelUntuk menghitung jumlah sel LCS harus segar, harus sudah dihitung dalam waktu 1

jam sesduah pungsi, karena jika terlalu lama sebagia sel menempel di dinding tabung/botol, sebagian sudah lisis sehingga mempengaruhi perhitungan. Jumlah sel leukosit normal pada bayi sampai umur 1 tahun adalah 10 sel/ µl, 1-4 tahun 8 sel/ µl, reamaj dan dewasa 2,59 ± 1,73 leukosit /µl. Eritrosit biasanya tidak terdapat pada anak dan orang dewasa, kecuali pada pungsi traumatik. Adanya sel neoplastik, plasmasit, sel stem dan eosinofil dalam LCS selalu abnormal.

Sel eritrosit berlebihan dalam LCS menunjukkan adanya perdarahan atau pungsi traumatik, untuk membedakannya segera lakukan pemutaran (centrifuge) dan perhatikan supernatanya. Apabila supernatan berwarna xantokrom berarti perdarah lama, jika jernih berarti pungsi traumatik.

Apabila terdapat peninggian jumlah sel dan terutama PMN, maka kemungkinan pasien menderita meningitis bakterial, atau pada meningitis virus dini atau neoplasma.di Bagian ilmu kesehatan anak FKUI dipakai patokan jumlah sel LCS normal pada anak 20/3 per µl dan pada neonatus minggu pertama 100/3 per µl, tetapi tergantung juga pada keadaan klinis pasien dan diferensiasi sel.

ProteinKadar protein normal 20-40 mg/dl. Kadar ini meningkat pada sindrom Guillain Barre,

tumor intrakranial atau intraspinal, perdarah intrakranial, penyakit degeneratif dan meningitis. Pada neonatus kadar protein agak lebih tinggi, yaitu 40-80 mg/dl pada umur 0-2 minggu, dan

23

Page 24: Meningitis Gwen

30-50 mg/dl pada umur 2-4 minggu. Pada neonatus dengan berat badan lahir rendah kadar protein lebih tinggi lagi rata-rata 100 mg/dl. Kadar protein yang tinggi pada neonatus mungkin disebabkan oleh fungsi sawar darah otak yang belum matang dan adanya perdarahan-perdarahan kecil saat partus.

GlukosaKadar normal glukosa dalam LCS antara ½ - 2/3 kadar glukosa plasma, biasanya 50-

90 mg/dl. Bila memeriksa kadar glukosa LCS perlu pula ditentukan kadar glukosa plasma dan kedua nilai ini dibandingkan. Bila kadar glukosa LCS kurang dari 50% kadar glukosa plasma, maka dapat dikatakan bahwa kadar glukosa dalam LCS merendah. Penurunan kadar glukosa dalam LCS didapati pada pasien dengan meningitis bakterial, karsinomatosis selaput otak dan lain-lain.

MikroorganismePemeriksaan mikroorganisme perlu dilakukan yang pertama-tama dengan pewarnaan

gram. Dengan melihat bentuk kuman dan gram dapat diduga diagnosisnya secara cepat. Biakan LCS dalam media dan uji sensitivitas terhadap obat dapat menentukan kuman penyebab yang sebenarnya dan obat yang serasi.

Meningitis bakterial 9

- Darah perifer lengkap dan kultur darah. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit jika ada indikasi.

- Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan menentukan etiologi : Didapatkan cairan keruh atau opalesens dengan Nonne (-)/(+) dan Pandy (+)/(++). Jumlah sel 100-10.000/m3 dengan hitung jenis predominan polimorfonuklear,

protein 200-500 mg/dl, glukosa <40 mg/dl. Pada stadium dini jumlah sel dapat normal dengan predominan limfosit.

Apabila telah mendapat antibiotik sebelumnya, gambaran LCS dapat tidak spesifik.- Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda dan tetap diberikan pemberian

antibiotik empirik (penundaan 2-3 hari tidak mengubah nilai diagnostik kecuali identifikasi kuman, itupun jika antibiotiknya senstitif)

- Jika memang kuat dugaan kearah meningitis, meskipun terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial, pungsi lumbal masih dapat dilakukan asalkan berhati-hati. Pemakaian jarum spinal dapat meminimalkan komplikasi terjadinya herniasi.

- Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal hanya jika ditemukan tanda dan gejala peningkatan tekanan intracranial oleh karena lesi desak ruang.

- Pemeriksaan CT-Scan dengan kontras atau MRI kepala (pada kasus berat atau curiga ada komplikasi seperti empiema subdural, hidrosefalus dan abses otak)

- Pada pemeriksaan elektroensefalografi dapat ditemukan perlambatan umum.

Meningitis Tuberkulosis 9

- Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah, dan gula darah. Leukosit darah tepi sering meningkat (10.000-20.000 sel/mm3). Sering ditemukan hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi antidiuretik hormon yang tidak adekuat.

24

Page 25: Meningitis Gwen

- Pungsi lumbal : Liquor serebrospinal (LCS) jernih, cloudy atau xantokrom Jumlah sel meningkat antara 10-250 sel/mm3 dan jarang melebihi 500 sel/mm3.

Hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pada stadium awal dapat dominan polimorfonuklear.

Protein meningkat di atas 100 mg/dl sedangkan glukosa menurun dibawah 35 mg/dl, rasio glukosa LCS dan darah dibawah normal

Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M.Tbc tetap dilakukan. Jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi lumbal ulangan dapat

memperkuat diagnosis dengan interval 2 minggu.- Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), enzyme-linked immunosorbent assay

(ELISA) dan Latex particle agglutination dapat mendeteksi kuman Mycobacterium di cairan serebrospinal (bila memungkinkan).

- Pemeriksaan pencitraan CT-Scan atau MRI kepala dengan kontras dapat menunjukkan lesi parenkim pada daerah basal otak, infark, tuberkuloma, maupun hidrosefalus.

- Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran penyakit Tuberkulosis.- Uji Tuberkulin dapat mendukung diagnosis- Elektroensefalografi (EEG) dikerjakan jika memungkinkan dapat menunjukkan

perlambatan gelombang irama dasar.

Meningitis Viral

- Pemeriksaan hematologi dan kimia harus dilakukan- Pemeriksaan LCS merupakan pemeriksaan yang penting dalam pemeriksaan penyebab

meningitis. CT Scan harus dilakukan pada kasus yang berkaitan dengan tanda neurologis abnormal untuk menyingkirkanlesi intrakranial atau hidrosefalus obstruktif sebelum pungsi lumbal (LP). Kultur LCSD tetap kriteria standar pada pemeriksaan bakteri atau piogendari meningitis aseptic. Lagi-lagi, pasien yang tertangani sebagian dari meningitis bakteri dapat timbul dengan pewarnaan gram negative dan maka timbul aseptic. Hal berikut ini merupakan karakteristik LCS yangdigunakan untuk mendukung diagnosis meningitis viral: Sel: Pleocytosis dengan hitung WBC pada kisaran 50 hingga >1000x 109/L darah

telah dilaporkan pada meningitis virus, Sel mononuclear predominan merupakan aturannya, tetapi PMN dapat merupakan sel utama pada 12-24 jam pertama; hitung sel biasanya kemudian didominasi oleh limfosit pada pola LCS klasik meningitisviral. Hal ini menolong untuk membedakan meningitis bakterial dari viral, dimana mempunyai lebih tinggi hitung sel dan predominan PMN pada sel pada perbedaan sel; hal ini merupakan bukan merupakan aturan yang absolute bagaimanapun.

Protein: Kadar protein LCS biasanya sedikit meningkat, tetapi dapat bervariasi dari normal hingga setinggi 200 mg/dL.

- Studi Pencitraan : Pencitraan untuk kecurigaan meningitis viral dan ensefalitis dapat termasuk CT Scan kepala dengan dan tanpa kontras, atau MRI otak dengan gadolinium. CT scan dengan contrast menolong dalam menyingkirkan patologi intrakranial. Scan contrast harus didapatkan untuk mengevaluasi untuk penambahan sepanjang mening dan untuk menyingkirkan cerebritis, abses intrakranial, empyema

25

Page 26: Meningitis Gwen

subdural, atau lesi lain. Secara alternative, dan jika tersedia, MRI otak dengan gadolinium dapat dilakukan. MRI dengan contrast merupakan standar kriteria pada memvisualisasikan patologi intrakranial pada encephalitis viral. HSV-1 lebih sering mempengaruhi basal frontal dan lobus temporal dengan gambaran sering lesi bilateral yang difus.

- Tes Lain : Semua pasien yang kondisinya tidak membaik secara klinis dalam24-48 jam harus dilakukan rencana kerja untuk mengetahui penyebab meningitis. Dalam kasus ensefalitis yang dicurigai, MRI dengan penambahan kontras dan visualisasi yang adekuat dari frontal basal dan area temporal adalah diperlukan. EEG dapat dilakukan jika ensefalitis atau kejang subklinis dicurigai pada pasien yang terganggu, Periodic lateralized epileptiform discharge (PLEDs) seringkali terlihat pada ensefalitis herpetic.

- Prosedur : Pungsi Lumbal merupakan prosedur penting yang digunakan dalam mendiagnosis meningitis viral. Prosedur potensial lain, tergantung pada indikasi individu dan keparahan penyakit, termasuk monitoring tekanan intrakranial, biopsi otak, dan drainase ventricular atau shunting.

Meningitis Jamur

Selain gejala klinis, sangat penting dilakukan pemeriksaan radiologis paru-paru dan organ lainnya, skin test,antibodi serum dan pemeriksaan cairan serebrospinal. Isolasi kuman dari lesi dan cairan serebrospinal merupakan pembantu diagnostik yang penting. Pada meningitis, perlu dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI. Perubahan cairan serebrospinal pada meningitis jamur seperti pada meningitis tuberkulosis. Tekanan meningikat bervariasi, pleiositosis moderat, biasanya kurang adri 1000 sel/mm3, dengan predominan limfosit. Kecuali pada kasus yang akut, sel dapat meningkat lebih dari 1000/mm3 dengan predominan polimorfonuklear. Glukosa bisanya agak menurun (subnormal) dan protein meningkat kadang-kadang sampai pada kadar yang sangat tinggi.

2.8. Diagnosis

Meningitis BakterialDiagnosis meningitis bakterial tidak dapat dibuat hanya dengan melihat gejala dan

tanda saja. Manifestasi klinis seperti demam, sakit kepala, muntah, kaku kuduk dan adanya tanda rangsang meningeal kemungkinan dapat pula terjadi pada meningismus, meningitis TBC dan meningitis aseptic. Hamper semua penulis mengatakan bahwa diagnosis pasti meningitis hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan cairan serebrospinalis melalui pungsi lumbal. Oleh Karena itu setiap pasien dengan kecurigaan meningitis harus dilakukan pungsi lumbal.9

Umumnya cairan serebrospinal berwarna opalesen sampai keruh, tetapi pada stadium dini dapat diperoleh cairan yang jernih. Reaksi Nonne dan Pandy umumnya didapatkan positif kuat. Jumlah sel umumnya ribuan per milimeter kubik cairan yang sebagian besar terdiri dari sel polimorphonuclear (PMN). Pada stadium dini didapatkan jumlah sel hanya ratusan permilimeter kubik dengan hitung jenis lebih banyak limfosit daripada segmen. Oleh karena itu pada keadaan sedemikian, pungsi lumbal perlu diulangi keesokan harinya untuk

26

Page 27: Meningitis Gwen

menegakkan diagnosis yang pasti. Keadaan seperti ini juga ditemukan pada stadium penyembuhan meningitis purulenta. Kadar protein dalam CSS meninggi. Kadar gula menurun tetapi tidak serendah pada meningitis tuberkulosa. Kadar klorida kadang-kadang merendah.7

Dari pemeriksaan sediaan langsung dibawah mikroskop mungkin dapat ditemukan kuman penyebab, walaupun hal tersebut jarang terjadi. Diferensiasi kuman yang dapat dipercaya hanya ditentukan secara pembiakan (kultur) dan percobaan binatang. Tidak ditemukan kuman pada sediaan langsung bukanlah kontra-indikasi terhadap diagnosis. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri (Shift to the left). Umumnya terdapat anemia megaloblastik.7

Meningitis TuberkulosisDiagnosis dapat ditentukan atas dasar gambaran klinis serta yang terpenting ialah

gambaran CSS. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat bila ditemukan kuman tuberkulosis dalam CSS. Uji tuberkulin yang positif, kelainan radiologis yang tampak pada foto roentgen thorak dan terdapatnya sumber infeksi dalam keluarga hanya dapat menyokong diagnosis. Uji tuberkulin pada Meningitis tuberkulosis sering negatif karena reaksi anergi (false-negative), terutama dalam stadium terminalis.9

Meningitis ViralDiagnosis etiologis hanya dapat dibuat dengan isolasi virus. Dalam prakteknya,

pemeriksaan serologis tidak dikerjakan berhubung dengan banyaknya jenis virus yang dapat menyebabkan penyakit ini.

Diagnosis biasanya dapat dibuat berdasarkan gejala klinis, kelainan CSS dan perjalanan penyakit yang self-limited. Biakan CSS terhadap kemungkinan penyebab mikroorganisme lain harus dikerjakan (fungus, leptospira, mikobakterium) agar kemungkinan mikroorganisme penyebab lain dapat disingkirkan. Selain biakan CSS, pemeriksaan lain seperti uji tuberkulin, foto Roentgen thorak, mencari sumber tuberkulosis harus dikerjakan agar dapat menyingkirkan kemungkinan meningitis tuberkulosa.

Meningitis Jamur

Diagnosis spesifik dapat dibuat dari hapusan cairan serebrospinal dan dari kultur dan juga dengan menemukan antigen spesifik dengan immunodifusion latex particle aggregation atau perbandingan antigen recognition test. Pemeriksaan cairan serebrospinal harus termasuk pemeriksaan tubercle basilli dan leukosit abnormal oleh karena banyak terjadi infeksi bersama jamur dengan tuberkulosa dan leukemia atau limfoma

2.9. Diagnosis Banding

Abses otak Encephalitis Herpes Simplex Herpes Simplex Encephalitis Neoplasma Kejang demam

27

Page 28: Meningitis Gwen

Subarachnoid Hemorrhage

Tabel. 3 Analisis Cairan Serebrospinal

2.10. Komplikasi

Komplikasi dini : Syok septik, termasuk DIC Koma Kejang (30-40% pada anak) Edema serebri Septic arthritis Efusi pericardial Anemia hemolitik

Komplikasi lanjut : Gangguan pendengaran samapi tuli Disfungsi saraf kranial

Kejang multipel Paralisis fokal Efusi subdural Hidrocephalus Defisit intelektual Ataksia Buta Waterhouse-Friderichsen

syndrome Gangren periferal

28

Page 29: Meningitis Gwen

2.11. Penatalaksanaan

Meningitis Bakterial10

Dewasa

Anak

29

Page 30: Meningitis Gwen

Tabel. 4 Terapi Antimikroba Empiris untuk Meningitis Purulen berdasarkan Usia

Tabel. 5 Dosis Antimikroba pada Meningitis Bakterial

30

Page 31: Meningitis Gwen

Tabel 6. Durasi Terapi Antimikroba untuk Meningitis Bakterial

Terapi ajuvan deksametason

Deksametason sebaiknya diberikan 10-20 menit sebelum atau bersamaan dengan dosis pertama antimikroba, dengan dosis 0,15mg/kgBB setiap 6 jam selama 2-4 hari. Terapi ini direkomendasikan terutama pada pasien meningitis dewasa akibat pneumococcus, atau pada pasien dengan tingkat keparahan sedang-berat (GCS ≤11). Pemberian dilanjutkan lebih dari 4 hari hanya jika pewarnaan gram CSS menunjukkan hasil diplococcus gram-negatif,atau jika kultur darah atau CSS positif untuk S.pneumoniae.

Pemeriksaan CSS ulang

Pemeriksaan CSS ulang harus dilakukan pada setiap pasien yang tidak berespon secara klinis setelah pemberian terapi antimikroba selama 48 jam.

31

Page 32: Meningitis Gwen

Terapi Rawat Jalan

Kriteria terapi rawat jalan untuk meningitis bakterialis antara lain :

- Telah mendapat terapi antimikroba di RS ≥ 6 hari- Tidak ada demam minimal selama 24-48 jam- Tidak ada disfungsi neurologik, kelainan fokal, atau aktivitas bangkitan yang

bermakna- Kondisi klinis stabil atau membaik- Mampu makan peroral- Kondisi kesehatan rumah yang layak

Tabel. 7 Terapi Antibiotik Meningitis Akut11

Mikroorganisme Antibiotika Dosis/cara pemberian

PneumokokusMeningokokusStreptokokusStafilokokus

Penicilin G

Dewasa : 1 jt unit/1-2 jam, i.m atau i.vAnak : 1 jt unit i.m/i.v, selanjutnya 500rb unit i.m/2 jamNeonatus : 50-100 ribu unit/Kg/BB/hari

H. influenzaE. coliKuman yang tidak dikenal

Ampicilindikombinasi dengan

Dewasa : 1 gr i.m, sebagai suntikan I,selanjutnya 1 gr i.m/3 jamAnak : 300-400mg/Kg/BB/hari i.m,dibagi dalam dosis angsuran 3 jam sekaliNeonatus : ½ dosis anak

Chloramphenicol

Dewasa : 1 gr i.m/6 jamAnak : 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam angsuran suntikan i.m/6 jamNeonatus : ½ dosis anak

Meningitis Tuberkulosa10

The British Thoracic Society (BTS) merekomendasikan pengobatan MT mengikuti model kemoterapi TB paru fase intensif dengan pemberian 4 obat diikuti dengan 2 obat pada fase lanjutan. Jika diagnosis MT meragukan, dapat diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya seftriakson 2x2 gr).

Pungsi lumbal sebaiknya dilakukan sebelum atau dalam waktu 2 jam setelah pemberian antibiotik. Evaluasi klinis dilakukan selama 48 jam dan sebaiknya dilakukan

32

Page 33: Meningitis Gwen

pungsi lumbal kedua. Setelah pemberian antibiotik spektrum luas dalam 48 jam, lakukan evaluasi untuk kemungkinan diagnosis MT. Pasien kemungkinan didiagnosis MT jika, riwayat nyeri > 7 hari, neutrofil darah < 80%, neutrofil CSS < 80% dan peningkatan perbandingan glukosa di CSS/darah < 100%.

Tabel 8. Panduan Terapi Meningitis Tuberkulosa

Penggunaan Steroid pada MT

Penggunaan steroid masih kontroversi namun beberapa penelitian terakhir menunjukkan peranan yang positif. Pemberian deksametason pada MT derajad 2 dan 3 tanpa infeksi HIV mengurangi risiko kematian namun tidak mengurangi disabilitas berat pada pasien yang masih bertahan hidup. Cara pemberian deksametason : minggu 1 : 0,4 mg/kg/hari, minggu 2 : 0,3 mg/kg/hari, minggu 3 : 0,2 mg/kg/hari, minggu 4 : 0,1mg/kg/hari, dilanjutkan dengan terapi deksametason oral selama 4 minggu, dimulai dengan dosis 4 mg/hari dan kemudian diturunkan 1 mg/minggu.

Meningitis Virus11

Sedangkan pada meningitis karena virus pengobatan bersifat simptomatik, oleh karena belum ada antibiotika yang dapat digunakan secara efektif. Obat yang biasanya dipakai pada meningitis karena virus biasanya menggunakan vidarabine (9-beta-D-arabinosyladenine monohydrate) dengan nama dagang Vira-A. Penggunaannya dengan melarutkan obat dalam air dan diberikan secara intravena selama 12-24 jam. Dosisnya ialah 15mg/Kg/BB/sehari selama 10 hari berturut-turut. Efek samping yang timbul yaitu mual, muntah, diare dan anoreksia tetapi efek samping ini tidak merupakan indikasi untuk menghentikan obat, bila efek samping berupa tremor,halusinasi, delirium dan psikosis maka pemakaian obat ini harus dihentikan. Tetapi obat ini tergolong mahal. Obat antiviral yang lain yaitu isoprinosine yang mengandung methisoprinol dalam bentuk tablet. Untuk anak-anak

33

Page 34: Meningitis Gwen

dapat diberikan sebanyak 50-100 mg/Kg/BB/hari dan untuk orang dewasa 100 mg/Kg/BB/hari. Efek samping dari penggunaan obat ini adalah konvulsi, muntah, singultus dan delirium.

Meningitis Jamur 12.13

Candida Terapi awal pilihan untuk meningitis Candida adalah amfoterisin B (0,7 mg /

kg / hari). Flusitosin (25 mg / kg qid) biasanya ditambahkan dan disesuaikan untuk mempertahankan tingkat serum 40-60 mcg / mL, di berikan selama 6-12 minggu, bergantung dari efektivitas terapi dan adanya efek samping. Terapi Azole dapat digunakan untuk follow-up terapi atau pengobatan supresi. Peniadaan material prostetik (misalnya, shunts ventriculoperitoneal) adalah komponen penting dalam terapi meningitis Candida yang berkaitan dengan prosedur bedah saraf.

Coccidioides immitisAmfoterisin B merupakan drug of choice meningitis oleh coccidioides,

diberikan secara intravena dan intratekal. Dosis inisial intratekal 0,1 mg untuk 3 kali suntikan pertama. Selanjutnya dosis ditingkatkan 0,25 – 0,5 mg 3-4 kali setiap minggu. Efek samping pemberian secara intratekal seperti meningitis aseptic, nyeri punggung dan tungkai. Mikonazol dapat diberikan secara intravena dan intratekal pada pasien yang tidak dapat mentorelansi dosis tinggi dari Amfoterisin B.Regerensi lain menyebutkan flukonazol oral (400 mg / hari) sebagai terapi untuk C

immitis ataupun dengan dosis yang lebih besar flukonazol (1000 mg / hari) atau dengan kombinasi flukonazol dan amfoterisin B.

Histoplasma capsulatumRekomendasi terapi meningitis capsulatum H adalah amfoterisin B liposomal

di IV 5-mg/kg/hari untuk total 175 mg / kg diberikan selama 4-6 minggu, diikuti oleh itraconazole oral 200-300 mg dua kali untuk tiga kali sehari minimal 1 tahun atau sampai resolusi kelainan CSS dan antigen Histoplasma.

Meningitis cryptococcalDengan AIDS

Untuk terapi awal, amfoterisin B (0,7-1 mg / kg / hari, IV) selama paling sedikit 2 minggu, dengan atau tanpa flusitosin (100 mg / kg PO) terbagi dalam 4 dosis . preparat Liposomal amfoterisin B dapat digunakan pada pasien dengan atau yang cenderung akan berkembang menjadi disfungsi ginjal (amfoterisin B 3-4 liposom mg / kg / hari atau lipid amfoterisin B kompleks 5 mg / kg / hari).

Untuk terapi konsolidasi, flukonazol (400 mg / d selama 8 minggu).Itrakonazol adalah alternatif jika flukonazol tidak ditolerir. Untuk terapi pemeliharaan, terapi antifungi jangka panjang dengan flukonazol (200 mg / d) yang paling efektif (disbanding itraconazole dan amfoterisin B 1 mg / kg / minggu) untuk mencegah kambuh. Risiko relaps tinggi pada pasien dengan AIDS. Dalam banyak kasus, meningitis kriptokokus menyebabkan TIK meningkat. Mengukur tekanan pembukaan selama pungsi lumbar sangat dianjurkan. Buatlah upaya untuk

34

Page 35: Meningitis Gwen

mengurangi tekanan tersebut dengan pungsi lumbal berulang, menguras lumbal, atau shunt atau pemberian manitol, juga telah digunakan.Peran agen baru, seperti vorikonazol dan posaconazole, belum diselidiki. Echinocandins tidak memiliki aktivitas terhadap kriptokokus. Untuk pengobatan optimal untuk terkait HIV kriptokokal meningitis akut di wilayah terbatas sumber daya, agen-agen yang digunakan adalah amfoterisin B dan flukonazol. Go to HIV-1 SSP Kondisi Asosiasi - Meningitis untuk informasi lengkap tentang topik ini.

Tanpa AIDSUntuk terapi induksi dan konsolidasi, amfoterisin B (0,7-1 mg / kg / hari) plus flusitosin (100 mg / kg / hari) selama paling sedikit 4 minggu. Ini dapat diperpanjang sampai 6 minggu komplikasi neurologis.  Kemudian, flukonazol (400 mg / d) untuk minimal 8 minggu.Pungsi lumbar dianjurkan setelah 2 minggu untuk mendokumentasikan sterilisasi dari CSS. Jika infeksi berlanjut, terapi induksi lagi dianjurkan (6 minggu).

2.12. PrognosisMeningitis bakterial 9

Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara lain:1. Umur pasien2. Jenis mikroorganisme3. Berat ringannya infeksi4. Lamanya sakit sebelum mendapat pengobatan5. Kepekaan bakteri terhadap antibiotic yang diberikan

Makin muda umur pasien makin jelek prognosisnya; pada bayi baru lahir yang menderita meningitis angka kematian masih tinggi. Infeksi berat disertai DIC mempunyai prognosis yang kurang baik. Apabila pengobatan terlambat ataupun kurang adekuat dapat menyebabkan kematian atau cacat yang permanen. Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik bersifat fatal.

Dengan deteksi bakteri penyebab yang baik pengobatan antibiotik yang adekuat dan pengobatan suportif yang baik angka kematian dan kecacatan dapat diturunkan. Walaupun kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh bakteri gram negatif masih sulit diturunkan, tetapi meningitis yang disebabkan oleh bakteri-bakteri seperti H.influenzae, pneumokok dan meningokok angka kematian dapat diturunkan dari 50-60% menjadi 20-25%. Insidens sequele Meningitis bakterialis 9-38%, karena itu pemeriksaan uji pendengaran harus segera dikerjakan setelah pulang, selain pemeriksaan klinis neurologis. Pemeriksaan penunjang lain disesuaikan dengan temuan klinis pada saat itu.

Meningitis Tuberkulosis 7

Sebelum ditemukannya obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas meningitis tuberkulosis hampir 100%. Dengan obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas dapat diturunkan walaupun masih tinggi yaitu berkisar antara 10-20% kasus. Penyembuhan sempurna dapat juga terlihat. Gejala sisa masih tinggi pada anak yang selamat dari penyakit ini, terutama bila datang berobat dalam stadium lanjut. Gejala sisa yang sering didapati adalah gangguan fungsi mata dan pendengaran. Dapat pula dijumpai hemiparesis, retardasi mental dan kejang. Keterlibatan

35

Page 36: Meningitis Gwen

hipothalamus dan sisterna basalis dapat menyebabkan gejala endokrin. Saat permulaan pengobatan umumnya menentukan hasil pengobatan.

Meningitis Viral 9

Penyakit ini self-limited dan penyembuhan sempurna dijumpai setelah 3-4 hari pada kasus ringan dan setelah 7-14 hari pada keadaan berat.Meningitis Jamur

Pada pasien yang tidak diobati, biasanya fatal dalam beberapa bulan tetapi kadang-kadang menetap sampai beberapa tahun dengan rekuren,remisi dan eksaserbasi. Kadang-kadang jamur pada cairan serebrospinal ditemukan selama tiga tahun atau lebih. Telah dilaporkan beberapa kasus yang sembuh spontan.

2.13. Pencegahana. Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine (MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella). Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb-OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR. Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum dapat membentuk antibodi3.

Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah dengan penderita. Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y. Meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2 /orang), ventilasi 10 – 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet3.

b. Pencegahan Sekunder

36

Page 37: Meningitis Gwen

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga untuk mengenali gejala awal meningitis. Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru3.

Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan penderita secara dini. Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis penyebab meningitis yaitu :3

Meningitis Purulenta

Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol, setofaksim, seftriakson Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim, penisilin, seftriakson Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim dan seftriakson.

Meningitis Tuberkulosa (Meningitis Serosa)Kombinasi INH, rifampisin, dan pyrazinamide dan pada kasus yang berat

dapat ditambahkan etambutol atau streptomisin. Kortikosteroid berupa prednison digunakan sebagai anti inflamasi yang dapat menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema otak.

c. Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisikondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.3

37

Page 38: Meningitis Gwen

DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono. 2003. Kapita Selekta Neurologi, Edisi Kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press

2. Nelson. 1996. Ilmu Kesehatan Anak, Bagian 2. Jakarta : Kedokteran EGC

3. Maria mesranti. 2011. Menignitis. Available at http://repository.usu.ac.id/bitstream (last

update 2014, August 30)

4. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention. Available at

http://www.cdc.gov/meningitis/about/causes.html (Last update 2009, August 6)

5. Tan TQ. 2003. Meningitis. In : Perkin RM, Swift JD, Newton DA, penyunting. Pediatric

Hospital Medicine, textbook of inpatient management. Philadelphia : Lippincott

Williams & Wilkins; h. 443-6

6. Saharso D, dkk. 1999. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael

S, penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; h. 40-6, 339-71

7. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta:

Bagian Kesehatan Anak FKUI; h.558-65, 628-9.

8. Cordia W,dkk. Meningitis Viral. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1168529-overview (Last update 2011, Mar 29)

9. Pudjiadi AH,dkk. 2010. Ed. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Jilid 1. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia; h. 189-96.

10. Dewanto G,dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf.

Jakarta : EGC

11. Sidharta P. 2009. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta : Dian Rakyat

12. Razonable RR, dkk. Meningitis. Available at http://emedicine.medscape.com/article/

232915-overview (Last update 2011, Mar 29)

13. Fenichel GM. 2005. Clinical Pediatric Neurology. 5th ed. Philadelphia : Elvesier

saunders; h. 106-13

38