Menhir

9
Menhir Menhir Kerloas, Brittany, Perancis. Menhir adalah batu tunggal (monolith ) yang berasal dari periode Neolitikum (6000/4000 SM-2000 SM) yang berdiri tegak di atas tanah. [1] Istilah menhir diambil dari bahasa Keltik dari kata men (batu ) dan hir (panjang). [1] Menhir biasanya didirikan secara tunggal atau berkelompok sejajar di atas tanah. [1] Diperkirakan benda prasejarah ini didirikan oleh manusia prasejarah untuk melambangkan phallus, yakni simbol kesuburan untuk bumi . [1] Menhir adalah batu yang serupa dengan dolmen dan cromlech , merupakan batuan dari periode Neolitikum yang umum ditemukan di Perancis , Inggris , Irlandia , Spanyol dan Italia . [1] [2] Batu-batu ini dinamakan juga megalith (batu besar) dikarenakan ukurannya. [1] Mega dalam bahasa Yunani artinya besar dan lith berarti batu. [1] Para arkeolog mempercayai bahwa situs ini digunakan untuk tujuan religius dan memiliki makna simbolis sebagai sarana penyembahan arwah nenek moyang . [1]

description

follow @fitry_SATja

Transcript of Menhir

Page 1: Menhir

Menhir

Menhir Kerloas, Brittany, Perancis.

Menhir adalah batu tunggal (monolith) yang berasal dari periode Neolitikum (6000/4000 SM-2000 SM) yang berdiri tegak di atas tanah.[1] Istilah menhir diambil dari bahasa Keltik dari kata men (batu) dan hir (panjang).[1] Menhir biasanya didirikan secara tunggal atau berkelompok sejajar di atas tanah.[1] Diperkirakan benda prasejarah ini didirikan oleh manusia prasejarah untuk melambangkan phallus, yakni simbol kesuburan untuk bumi.[1]

Menhir adalah batu yang serupa dengan dolmen dan cromlech, merupakan batuan dari periode Neolitikum yang umum ditemukan di Perancis, Inggris, Irlandia, Spanyol dan Italia.[1][2] Batu-batu ini dinamakan juga megalith (batu besar) dikarenakan ukurannya.[1] Mega dalam bahasa Yunani artinya besar dan lith berarti batu.[1] Para arkeolog mempercayai bahwa situs ini digunakan untuk tujuan religius dan memiliki makna simbolis sebagai sarana penyembahan arwah nenek moyang.[1]

Sarkofagus

Page 2: Menhir

Sarkofagus Firaun Merenptah.

Sarkofagus adalah suatu tempat untuk menyimpan jenazah. Sarkofagus umumnya dibuat dari batu. Kata "sarkofaus" berasal dari bahasa Yunani σάρξ (sarx, "daging") dan φαγεῖνειν (phagein,"memakan"), dengan demikian sarkofagus bermakna "memakan daging".

Sarkofagus sering disimpan di atas tanah oleh karena itu sarkofagus seringkali diukir, dihias dan dibuat dengan teliti. Beberapa dibuat untuk dapat berdiri sendiri, sebagai bagian dari sebuah makam atau beberapa makam sementara beberapa yang lain dimaksudkan untuk disimpan di ruang bawah tanah. Di Mesir kuno, sarkofagus merupakan lapisan perlindungan bagi mumi keluarga kerajaan dan kadang-kadang dipahat dengan alabaster

Sarkofagus - kadang-kadang dari logam atau batu kapur – juga digunakan oleh orang Romawi kuno sampai datangnya agama Kristen yang mengharuskan mayat untuk dikubur di dalam tanah.[1]

Punden Berundak Gunung Padang Setara Machu Pichu?  

TEMPO.CO , Jakarta: - Bangunan di lapisan atas Gunung Padang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, diperkirakan telah ada sejak 2800-4500 tahun sebelum Masehi. Ini adalah kesimpulan sementara Tim Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang. "Penentuan umur absolut itu didasarkan pada analisis ''carbon radiometric dating'' terhadap sampel serpihan karbon dari situs yang berada di kedalaman tiga hingga empat meter di lapisan atas Gunung Padang," kata perwakilan Tim Riset Gunung Padang, Boediarto Ontowirjo, dalam siaran pers, Jumat 29 Juni 2012.

Seperti dilansir kantor berita Antara, Tim Riset Gunung Padang juga menyatakan terdapat geometri-konsturksi bangunan berupa ruang-ruang besar sekitar 15 meter di bawah puncak Gunung Padang dengan metoda Geolistrik, Georadar, dan Geomagnet.

"Bagian kecil dari salah satu ruang yang berada di teras lima, bagian selatan situs, sudah dibuktikan dengan pemboran," ujar Boediarto.

Page 3: Menhir

Selain itu, tim juga menyatakan lapisan batuan tanah di kedalaman hingga 15 meter dari puncak Gunung Padang merupakan konstruksi bangunan buatan manusia dan bukan lapisan batuan alamiah dengan perkiraan umur maksimum 10.500 tahun sebelum Masehi.

"Gunung Padang adalah sebuah struktur punden-berundak raksasa yang menutup lereng bukit dan dibuat dengan desain arsitektur konstruksi canggih yang setara dengan konstruksi bangunan Machu-Pichu di Peru," tutur Boediarto lagi.

Punden Berundak, Budaya Megalitik yang Masih Eksis

REP | 02 January 2012 | 14:07 Dibaca: 2624   Komentar: 4   2 dari 2 Kompasianer menilai menarik

Punden berundak adalah salah satu hasil budaya Indonesia pada zaman megalitik (megalitikum) atau zaman batu besar. Punden berundak merupakan bangunan yang tersusun bertingkat dan berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang. Punden Berundak pada zaman megalitik selalu bertingkat tiga yang mempunyai makna tersendiri. Tingkat pertama melambangkan kehidupan saat masih dikandungan ibu, tingkat kedua melambangkan kehidupan didunia dan tingkat ketiga melambangkan kehidupan setelah meninggal.

punden berundak (sumber kaskus dengan sedikit editan)

Sebagai budaya asli buatan nenek moyang Indonesia, punden berundak tetap dipertahankan keberadaanya oleh nenek moyang kita. Meskipun saat agama Hindu-Budha datang membawa paham ke-Tuhanan yang berbeda, punden berundak masih tetap digunakan dalam pembangunan tempat ibadah berupa candi seperti Candi Borobudur. Hal inilah yang membuat candi-candi di Indonesia memilki ciri khas yang unik.

Page 4: Menhir

Candi Ijo dengan alas berupa unden berundak / candi borobudur yang berbentuk punden berundak (smber:google)

Waruga

Waruga

Waruga adalah kubur atau makam leluhur orang Minahasa yang terbuat dari batu dan terdiri dari dua bagian. Bagian atas berbentuk segitiga seperti bubungan rumah dan bagian bawah berbentuk kotak yang bagian tengahnya ada ruang.

Sejarah

Mula-mula Suku Minahasa jika mengubur orang meninggal sebelum ditanam terlebih dulu dibungkus dengan daun woka (sejenis janur). Lambat laun, terjadi perubahan dalam kebiasaan menggunakan daun woka. Kebiasaan dibungkus daun ini berubah dengan mengganti wadah rongga pohon kayu atau nibung kemudian orang meninggal dimasukkan ke dalam rongga pohon lalu ditanam dalam tanah. Baru sekitar abad IX Suku Minahasa mulai menggunakan waruga. Orang yang telah meninggal diletakkan pada posisi menghadap ke utara dan didudukkan dengan tumit kaki menempel pada pantat dan kepala mencium lutut. Tujuan dihadapkan ke bagian Utara yang menandakan bahwa nenek moyang Suku Minahasa berasal dari bagian Utara. Sekitar tahun 1860 mulai ada larangan dari Pemerintah Belanda menguburkan orang meninggal dalam waruga.

Page 5: Menhir

Kemudian di tahun 1870, Suku Minahasa mulai membuat peti mati sebagai pengganti waruga, karena waktu itu mulai berjangkit berbagai penyakit, di antaranya penyakit tipus dan kolera. Dikhawatirkan, si meninggal menularkan bibit penyakit tipus dan kolera melalui celah yang terdapat di antara badan waruga dan cungkup waruga. Bersamaan dengan itu pula, agama Kristen mengharuskan mayat dikubur di dalam tanah mulai menyebar di Minahasa. Waruga yang memiliki ukiran dan relief umumnya terdapat di Tonsea. Ukiran dan relief tersebut menggambarkan berapa jasad yang tersimpan di waruga yang bersangkutan sekaligus menggambarkan mata pencarian atau pekerjaan orang tersebut semasa hidup.

Di Minahasa bagian utara, pada awalnya waruga-waruga yang ada sekitar 370 unit tersebut, tersebar pada hampir semua desa di Minahasa Utara yang akhirnya dikumpulkan ke beberapa tempat seperti Kelurahan Rap-Rap sekitar 15 unit, Kelurahan Airmadidi Bawah 211 unit dan Desa Sawangan 144 unit. Kini lokasi waruga-waruga di tempat-tempat tersebut menjadi salah satu tujuan wisata sejarah di Sulawesi Utara.

Tempat ini pun telah dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 1995.

Nekara

Nekara adalah gendang perunggu berbentuk seperti dandang berpinggang pada bagian tengahnya dengan selaput suara berupa logam atau perunggu.[1] Nekara diberi bermacam-macam hiasan dengan motif binatang, seperti katak, gajah, kuda, rusa, harimau, burung, dan merak.[1] Benda budaya ini berasal dari jaman perunggu atau jaman logam.[1] Pada jamannya nekara dianggap benda suci yang berfungsi sebagai benda upacara, mas kawin, dll.[1]

Tempat penemuan nekara Jawa, Bali, Sumatera, Roti, Selayar, Kepulauan Kei. Nekara yang kecil diberi nama Moko (Ditemukan di Alor).

Penemuan Bejana Perunggu

Page 6: Menhir

Bejana Perunggu, ditemukan di Indonesia hanya dua buah , yaitu di Sumatra dan Madura. Bejana perunggu berbentuk bulat panjang seperti kepisi atau keranjang untuk tempat ikan yang diikatkan di pinggang ketika orang sedang mencari ikan. Bejana ini dibuat dari dua lempengan perunggu yang cembung, yang diletakan dengan pacuk besi pada sisi-sisinya. Pola hias pada bejana ini tidak tidak sama susunannya. Bejana yang ditemukan di Kerinci (Sumatra) berukuran panjang 50,8 cm dengan lebar 37 cm. Sebagian lehernya sudah hilang. Bagian leher ini dihias dengan huruf J dan pola anyaman. Pola huruf S terdapat di bagian tengah badan. Di bagian leher tampak logam berlekuk yang mungkin dipergunakan untuk menggantungkan bejana pada tali.

 

Bejana perunggu dari Asemjaran, Madura Jawa Timur

Bejana yang ditemukan di Asemjarang, Sampang (Madura) mempunyai ukuran tinggi 90 cm dan lebar 54 cm. Hiasan pada bagian leher terbagi atas tiga ruangan, yaitu ruang pertama berisi lima buah tumpal berderet dan di dalam pola ini terdapat gambar burung merak; ruang kedua berisi huruf J yang disusun berselang-seling tegak dan terbalik; dan ruang ketiga juga berisi pola tumpal sederet sebanyak empat buah. Di dalam pola tumpal terdapat gambar seekor kijang. Bagian badan bejana dihias dengan pola hias spiral yang utuh dan terpotong, dan sepajang tepinya dihias dengan tumpal. Sepasang pegangan dihias dengan pola tali. Latar belakang hiasan dan pola tumpal ialah dengan titik-titik dan di dalam ruang-ruang dengan pola spiral diisi dengan pola anyaman halus. Bejana ini mirip dengan bejana yang ditemukan di Phnom Penh (Khamer).

Page 7: Menhir

Bejana Perunggu dari Kerinci (Sumatera)

Kapak Makassar yang sangat besar dapat juga dianggap sebagai bejana. Bidang lehernya dihias dengan pola geometris berupa garis-garis spiral yang mengapit pola hias topeng dan pola hias tumpal. Bidang lainnya dileher memperlihatkan pola sepasang mata yang bersusun sebagai pola hias utama. Bagian badannya dihias, hanya bagian tepinya terdapat hiasan pola duri ikan. Bagian bawah menonjol, yang sebenarnya merupakan sisa (lidah) tuangan, sebagai penyangga kalau benda ini diletakan berdiri. Panjang benda ini 70,5 cm lebar badan 45 cm dan lebar leher 28,8 cm. tempat penemuannya adalah Ujung Pandang (Makassar) di Sulawesi Selatan.

Pada tahun 1987, Mujiono dari desa Sri Monosari, kabupaten Lampung Tengah, menemukan sebuah bejana perunggu di samping rumahnya. Menurut cerita seorang pegawai Museum Negeri Lampung yang pernah melihatnya, bejana ini baik bentuk, ukuran, maupun pola hiasnya sama dengan pola dari Phnom Penh. Sayang benda ini diambil oleh orang yang tidak bertanggung jawab, atau tidak diketahui keberadaannya untuk sekarang ini.

Tahun berikutnya Mujiono menemukan lagi sebuah bejana yang ukurannya lebih kecil. Bejana ini sekarang disimpan di Museum Negeri Lampung. Bejana ini

Page 8: Menhir

berukuran panjang 63 cm dan lebar bagian mulut 16,5 cm. Pola hiasan berupa pola tumpal dan pola huruf J, pilin, dan jaring.