Mengupas Konsep Asas Cabotage Sebagai Analisis Kebijakan Publik

download Mengupas Konsep Asas Cabotage Sebagai Analisis Kebijakan Publik

of 16

Transcript of Mengupas Konsep Asas Cabotage Sebagai Analisis Kebijakan Publik

MENGUPAS ASAS CABOTAGE SEBAGAI SUATU KEBIJAKAN PUBLIK MARITIM

June 6, 2011

Bab 1 ....................................................................................................................................................... 2 Pendahuluan ........................................................................................................................................... 2 Latar Belakang..................................................................................................................................... 2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................... 3 Maksud dan Tujuan............................................................................................................................. 3 Bab 2 ....................................................................................................................................................... 4 Mengupas Konsep Asas Cabotage Sebagai Suatu Kebijakan Publik ....................................................... 4 Riwayat Singkat Kebijakan Pemerintah Terhadap Dunia Maritim 1983 2003 ................................. 4 Gambaran Umum................................................................................................................................ 5 Kebijakan Publik .............................................................................................................................. 5 Kerangka Analisis ........................................................................................................................ 6 Kerangka Filsafat Kebijakan ........................................................................................................ 6 Asas Cabotage ................................................................................................................................. 7 Bab 3 ....................................................................................................................................................... 9 Analisis Kebijakan Asas Cabotage ........................................................................................................... 9 Analisis Determinasi Kebijakan ........................................................................................................... 9 Cabotage ......................................................................................................................................... 9 The Players .................................................................................................................................... 10 Analisis Substansi Kebijakan ............................................................................................................. 11 Monitoring dan Evaluasi Kebijakan................................................................................................... 11 Informasi untuk Kebijakan ................................................................................................................ 14 Advokasi Kebijakan ........................................................................................................................... 15

Program Studi Transportasi Laut FTK - ITS

1

MENGUPAS ASAS CABOTAGE SEBAGAI SUATU KEBIJAKAN PUBLIK MARITIM

June 6, 2011

Bab 1 PendahuluanLatar BelakangNegara dapat menjadi kuat jika dapat menguasai lautan. Dan untuk menguasai lautan, kita harus menguasai armada yang seimbang Ir. Soekarno Transportasi adalah salah satu faktor yang proporsinya besar dalam pembangunan perekonomian. Ketika berbicara mengenai perekonomian suatu negara, tidak pernah lepas dari sektor industri dan perdagangan. Peranan transportasi dalam menunjang ekonomi suatu negara terbukti amat penting. Dalam berbagai sektor dalam industri dan perdagangan, transportasi digunakan dengan tujuan mendatangkan input dari pasar dan mendistribusikan output ke pasar. Lebih dari 80% volume perdagangan di dunia dilakukan via transportasi laut (Kathimerini 2008). Sesuai dengan ucapan dari presiden pertama Republik Indonesia, agar mendapatkan kekuatan ekonomi yang kuat, maka dibutuhkan suatu kekuasaan terhadap armada kapal dengan jumlah yang banyak. Teori dari Ir. Soekarno telah dibuktikan jauh sebelum Indonesia menjadi republik. Ketika masi pada era Majapahit, kekuatan armada laut Indonesia merupakan salah satu yang terkuat di dunia. Kebesaran Sriwijaya dan Majapahit adalah suatu bukti nyata bahwa kejayaan suatu negara di Nusantara hanya mampu dicapai melalui keunggulan dari sektor maritim. Maka dari itu, pembangunan industri pelayaran nasional sebagai sektor yang strategis, perlu diprioritaskan guna: Meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global, nyaris seluruh komoditi perdagangan internasional berpindah dengan menggunakan sarana dan prasarana transportasi maritime. Mendapatkan keseimbangan pembangunan kawasan (antara Kawasan Timur Indonesia dan Barat) demi kesatuan Indonesia, karena daerah terpencil dan kurang berkembang (yang mayoritas berada di Kawasan Timur Indonesia yang kaya sumberdaya alam) membutuhkan akses ke pasar dan mendapat layanan, yang seringkali hanya bisa dilakukan dengan transportasi maritime atau pelayaran. Guna mendapatkan kekuatan armada yang telah dijelaskan diatas, adapun suatu bentuk kebijakan yang dipilih oleh pemerintah yaitu Asas Cabotage. Secara umum, Asas Cabotage adalah suatu hukum atau suatu konsep dasar dimana armada yang beroperasi pada suatu daerah operasi suatu negara

Program Studi Transportasi Laut FTK - ITS

2

MENGUPAS ASAS CABOTAGE SEBAGAI SUATU KEBIJAKAN PUBLIK MARITIM

June 6, 2011

adalah milik negara tersebut sendiri. Hal ini berguna untuk memperbaiki dan menjaga keseimbangan perkonomian negara tersebut. Maka dalam pembahasan kali ini akan dibahas mengenai asas cabotage sebagai suatu kebijakan serta dampak dan hubungan finansial sebagai faktor penumbuh perekonomian Indonesia.

Rumusan MasalahAdapun bentuk rumusan masalah dalam makalah ini antara lain : 1. What : Apakah yang disebut sebut sebagai Asas Cabotage, serta termasuk dalam taksonomi apa asas ini. Selain itu apa sajakah untung rugi (benefit and cost) dari kebijakan ini dari berbagai segi (finansial, ekonomi, dan politik). 2. Who : Siapa sajakah pemain pemain yang terlibat dalam perumusan serta yang terkena dampak berlakunya Asas Cabotage. Selain itu kekuatan wewenang serta hak hak yang didapat oleh tiap tiap stakeholder. 3. When : Kapan asas ini mulai diangkat menjadi isu serta timeframe berlakunya asas ini. 4. Why : Atas dasar alasan apa asas ini diberlakukan, apakah yang menyebabkan Issue atau problem ini muncul, mengapa diperlukan dan mengapa prosesnya tidak semudah yang dikira oleh masyarakat awam. 5. How : Bagaimana proses aplikatif dari Asas Cabotage agar dapat berfungsi sepenuhnya dengan beberapa upaya upaya solutif yang dapat dikembangkan.

Maksud dan TujuanMaksud dan tujuan dari pembahasan melalui analisa kebijakan kali ini adalah: 1. Mengetahui definisi dari Asas Cabotage serta sebab akibat dari aplikasi asas tersebut, yang notabene adalah suatu bentuk kebijakan publik maritim, terhadap dunia maritim khususnya transportasi laut. 2. Mengetahui siapa saja stakeholder yang memiliki peranan penting dan terkena imbas akan existensi dari Asas Cabotage. 3. Mengetahui timeline Asas Cabotage sejak awal mulai di kembangkan hingga kondisi terakhir. 4. Mendapatkan kejelasan atas dasar apa dan hal apa sajakah yang membelakangi Asas Cabotage ini serta problem apa saja yang menghalangi proses berlakunya asas ini. 5. Memperoleh upaya upaya solutif sebagai penegar berlakunya asas ini guna menumbuhkan perekonomian yang baik dari kacamata transportasi laut Indonesia.

Program Studi Transportasi Laut FTK - ITS

3

MENGUPAS ASAS CABOTAGE SEBAGAI SUATU KEBIJAKAN PUBLIK MARITIM

June 6, 2011

Bab 2 Mengupas Konsep Asas Cabotage Sebagai Suatu Kebijakan PublikRiwayat Singkat Kebijakan Pemerintah Terhadap Dunia Maritim 1983 2003Sejak tahun 1985 hingga akhir-akhir ini, berbagai kebijakan telah ditentukan oleh pemerintah meneganai perkembangan dunia maritim Indonesia. Macam macam kebijakan tersebut menghasilkan berbagai macam tanggapan pula dari masyarakat dan menimbulkan reaksi baik yang positif maupun yang negatif. Tahun 1985 diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 dengan tujuan guna mendapatkan peningkatan ekspor nonmigas dan penekanan biaya pelayaran dan pelabuhan. Pelabuhan yang melayani perdagangan luar negeri ditingkatkan jumlahnya secara drastis, dari hanya 4 menjadi 127. Pada saat ini lah perusahaan pelayaran Indonesia pertamakalinya harus berhadapan dengan pesaing seperti feeder operator yang mampu menawarkan biaya lebih rendah. Di tahun 1988, liberasi terus berlanjut. Sejak pemerintah melonggarkan proteksi pasar domestik, pendirian perusahaan pelayaran tidak lagi disyaratkan memiliki kapal berbendera Indonesia. Lima jenis ijin pelayaran dipangkas menjadi hanya dua. Perusahaan pelayaran memiliki fleksibilitas lebih besar dalam rute pelayaran dan penggunaan kapal termasuk penggunaan kapal berbendera asing untuk pelayaran domestik. Hal ini menjelaskan bahwa secara de facto, prinsip cabotage tidak lagi diberlakukan. Pada tahun itu pula diberlakukan keharusan men-scrap kapal tua dan pengadaan kapal dari galangan dalam negeri. Berdasarkan Undang Undang nomor 21 tahun 1992 perusahaan asing dapat melakukan usaha patungan dengan perusahaan pelayaran nasional untuk pelayaran domestik. Hal ini semakin melonggarkan perlindungan perlindungan tersebut. Pemerintah berusaha untuk mengubah kebijakan yang teralu longgar melalui Peraturan Presiden nomor 82 tahun 1999. Dengan berbagai kebijakan sebagai berikut: Perusahaan pelayaran nasional Indonesia harus memiliki minimal satu kapal berbendera

Program Studi Transportasi Laut FTK - ITS

4

MENGUPAS ASAS CABOTAGE SEBAGAI SUATU KEBIJAKAN PUBLIK MARITIM Indonesia, berukuran 175 GT

June 6, 2011

Kapal dengan bendera asing hanya diperbolehkan beroperasi di perairan domestik dalam kurun waktu terbatas. Rata rata hanya tiga bulan. Dalam perusahaan pelayaran patungan, perusahaan nasionalnya harus setidaknya memiliki satu kapal berbendera Indonesia dengan ukuran sebesar 5000 GT. Hal ini berlaku pula bagi agen agen perusahaan pelayaran kapal asing. (kebijakan ini ditentang keras oleh banyak pihak asing sehingga pemberlakuan ketentuan ini harus diundur hingga Oktober 2003) Jaringan pelayaran domestik dibagi menjadi 3 trayek yaitu ; (a) Utama atau main route, (b) Pengumpan atau feeder route, dan (c) Perintis atau pioneer route. Dari berbagai rangkaian regulasi dan deregulasi tersebut di atas menjadi salah satu faktor terhadap kondisi dan masalah yang dihadapi sektor transportasi maritim Indonesia, dari waktu ke waktu

Gambaran UmumKebijakan PublikKebijakan adalah proses mengatasi atau bentuk solusi akan suatu persoalan publik. Apabila persoalan tidak ada, maka tidak perlu adanya suatu kebijakan. Sebelum memasuki tahap analisis, adapun tahapan tahapan pembuatan kebijakan publik.Meta AnalisisKerangka Analisis Kerangka Filsafat Kebijakan

Meso Analisis

Analisis Keputusan

Analisa Delivery

Berikut ini adalah pembahasan mengenai analisis dan proses kebijakan dalam tahap meta analisis.

Program Studi Transportasi Laut FTK - ITS

5

MENGUPAS ASAS CABOTAGE SEBAGAI SUATU KEBIJAKAN PUBLIK MARITIM Kerangka Analisis Frame pemikiran pembuatan sebuah kebijakan (Bobi Row & Dryzak, 1997)

June 6, 2011

1. Ekonomi kesejahteraan (welfare) dan Pilihan Publik (public choices), kerangka ini didasari oleh ilmu ekonomi sebagai fondasi pertimbangan pertimbangan akan pilihan yang ada. 2. Struktur Sosial, berdasarkan ilmu sosial seperti strata dan hierarki sosial. 3. Pengolahan Informasi, kerangka ini didasari oleh pemikiran ilmu psikologi serta perilaku organisasi. 4. Filsafat Politik, dengan background berbagai macam pemikiran seperti sosialis, kapitalis, komunis dan sebagainya. Kerangka Filsafat Kebijakan Dalam penyusunan sebuah kebijakan publik adapun bentuk bentuk konseptual yang digunakan seperti: 1. Teori Pemerintahan dan Kekuasaan : Kekuasaan harus bertindak rasional berdasarkan pengetahuan. 2. Kontribusi Utilisasi : Suatu kebijakan akan semakin baik apabila bermanfaat bagi banyak pihak (Greatest Happiness for Greatest Number). 3. Pragmatisme Kebijakan Publik : Diatur berdasarkan ilmu pengetahuan untuk kebijakan yang tepat guna. 4. The Theory of Justice : Teori keadilan dimana keadilan harus mengandung unsure kesejahteraan dan tidak dapat dihitung berdasarkan teori teori aritmatik. Keadilan (fairness) merupakan suatu bentuk hubungan antara upaya untuk memperoleh (cost) dan apa yang diperoleh (benefit). 5. Rangkaian Cara Menganalisa : Proses pengambilan keputusan dengan pendekatan ilmiah (bersifat dapat diulang, transparan dan memiliki dasar hipotesa). Dilanjutkan dengan membentuk pengetahuan mengenai masyarakat yang tidak memadai dengan semakin rendah konsensus semakin komprehensif. 6. Pasar dan Pilihan Individu : Pemerintah tidak selalu memiliki kemampuan untuk memaksa jika berseberangan dengan pilihan individu kolektif. Pilihan atas individu mencerminkan pilihan pasar. 7. Komunitarian (a sense of solidarity) : Filosofi yang mengandung kebaikan untuk semua seperti sekolah gratis, jaminan hak hak mendapatkan pekerjaan, dsb. 8. Rasionalitas Komunikatif : Penekanan pola komunikasi anatr stakeholder.

Program Studi Transportasi Laut FTK - ITS

6

MENGUPAS ASAS CABOTAGE SEBAGAI SUATU KEBIJAKAN PUBLIK MARITIM

June 6, 2011

Dengan kerangka kerangka meta analisis diatas, didapat sebuah metode analisa sederhana yang akan dijelaskan dibawah ini.

Analisa Determinasi Kebijakan Analisis Substansi Kebijakan Monitoring dan Evaluasi Informasi untuk Kebijakan

Advokasi KebijakanBerdasarkan grafik diatas, maka analisa Asas Cabotage sebagai kebijakan publik akan dilakukan berdasarkan metode diatas pada bab selanjutnya.

Asas CabotageSecara umum Cabotage pada dasarnya memiliki artian tersendiri yaitu suatu proses angkutan dari satu daerah ke daerah lain dalam satu negara, namun alat transportasinya berbendera negara lain. Namun asas cabotage adalah masa dimana diberlakukan regulasi yang mewajibkan seluruh kapal yang beroperasi di perairan Indonesia berbendera Indonesia. Secara konseptual tujuan penerapan Asas Cabotage adalah: Mencegah atau mengurangi ketergantungan kepada pelayaran kapal kapal asing. Memperlancar arus barang atau jasa dan manusia ke seluruh wilayah nusantara secara luas dengan pelayanan maksimal akan tetapi dengan harga yang wajar, termasuk ke daerah daerah terpencil. Salah satu upaya penyedia kesempatan kerja bagi warga negara Sebagai andalan dan penunjang sistim Pertahanan dan Keamanan Nasional (Hankamnas)

Instruksi Presiden (Inpres) nomor 5 tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran menjadi gong didengungkannya asas cabotage. Pemberlakuan asas ini berarti memberi hak perusahaan

Program Studi Transportasi Laut FTK - ITS

7

MENGUPAS ASAS CABOTAGE SEBAGAI SUATU KEBIJAKAN PUBLIK MARITIM

June 6, 2011

angkutan dari Negara Indonesia beroperasi komersial secara ekslusif. Dalam implementasinya, asas cabotage seakan dianggap kewajiban menggunakan bendera Republik Indonesia. Namun sesungguhnya penggantian bendera dari asing jadi merah putih itu mengandung implikasi, saham mayoritas (minimal 51 persen) kepemilikan kapal harus berada di tangan perusahaan Indonesia. Asas Cabotage diharapkan akan menggairahkan industri galangan kapal milik pemerintah yang selama ini mati suri atau terpuruk juga sebagai bentuk protectionism bagi perekonomian Indonesia. Protectionisme adalah bentuk kebijakan ekonomi yang pada dasarnya membatasi pergerakan tariff import dan berbagai macam hal hal untuk mengurangi adiksi atau ketergantungan terhadap input input industri dari luar negeri.

Program Studi Transportasi Laut FTK - ITS

8

MENGUPAS ASAS CABOTAGE SEBAGAI SUATU KEBIJAKAN PUBLIK MARITIM

June 6, 2011

Bab 3 Analisis Kebijakan Asas CabotageAnalisis Determinasi KebijakanPada tahapan ini, dibahas mengenai landasan landasan kebijakan ketika akan disusun. Langkah awal ini memfokuskan pada bagaimana cara kebijakan ini dususun, alasan mengapa diususun, kapan dan untuk siapa dibuatnya kebijakan ini.

CabotagePada tahun 2005 kemarin berdasarkan Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2005 Asas Cabotage secara resmi menjadi suatu issue yang menggema dalam dunia maritim. Awal mula digagasnya Asas Cabotage disebabkan oleh penggunaan armada kapal laut di Indonesia masih cenderung bergantung kepada armada kapal laut asing. Berdasarkan data Kementrian perhubungan, sampai September 2010, jumlah kapal berbendera Indonesia tercatat sebanyak 9.835 unit Dengan kapasitas angkut 13,03 juta Gross Ton (GT) atau meningkat dari 6.041 unit dengan kapasitas angkut 5,67 juta GT pada Maret 2005. Terdiri dari 8.205 unit berkapasitas angkut 12,4 juta GT dimiliki oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional pemegang Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL). Sementara itu, 1.630 unit sisanya yang memiliki kapasitas angkut 591.337 GT dimiliki Perusahaan Angkutan Laut Khusus pemegang Surat Izin Operasi Perusahaan Angkutan Laut Khusus (SIOPSUS).

Source 1 Stramindo DGSC Database

Dari data data yang diperoleh dari F-PKS DPR RI, diketahui bahwa setiap tahun bisnis di sektor

Program Studi Transportasi Laut FTK - ITS

9

MENGUPAS ASAS CABOTAGE SEBAGAI SUATU KEBIJAKAN PUBLIK MARITIM angkutan kapal migas Indonesia mencapai US$ 45 miliar. Angka sebesar itu hampir

June 6, 2011

seluruhnya dinikmati oleh kapal asing. Diharapkan Asas Cabotage ini bisa memberikan kesempatan pelaku bisnis lokal untuk masuk. Berdasarkan laporan INSA yang dikeluarkan pada tahun 2009, peluang angkutan kapal disektor migas masih sangat terbuka. Angkutan oil dan gas di Indonesia saat ini masih dilayani 54 unit kapal dan seluruhnya berbendera asing.

The PlayersPemain pemain stakeholders dalam kasus ini ada dari berbagai macam pihak khususnya dalam bidang transportasi laut. Secara garis besar dijelaskan bahwa ada () pihak stakeholder yaitu : (a) Pemerintah (Govenrment), (b) Pelaku Industri (Galangan, Oil Company, Shipping Industri, Asuransi, dsb.), (c) Perusahaan Finasial (Financial Companies seperti Bank sebagai investor utama). Govenrment : Berdasarkan Instruksi Presiden nomor 5 Tahun 2005 tentang pemberdayaan Industri Pelayaran Indonesia tanggal 28 Maret, adapun stakeholder dari pihak pemerintah yang diinstruksikan untuk menerapkan Asas Cabotage, yaitu : 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian 2. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 3. Menteri Perhubungan 4. Menteri Keuangan 5. Menteri Dalam Negeri 6. Menteri Perindustrian 7. Menteri Perdagangan 8. Menteri Kehutanan 9. Menteri Pendidikan Nasional 10. Menteri Kelautan dan Perikanan 11. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 12. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara 13. Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 14. Para Gubernur/Bupati/Walikota Seluruh Indonesia Empat Belas pihak diatas adalah pihak pihak aktif yang berperan untuk merumuskan kebijakan serta mengambil langkah langkah yang diperlukan sesuai dengan prinsip utama Asas Cabotage. Pelaku Industri : Para pelaku industri kemaritiman pada hakekatnya akan mendapat banyak keuntungan (benefit) terutama para pemilik galangan kapal di Indonesia bila asas ini diberlakukan.

Program Studi Transportasi Laut FTK - ITS

10

MENGUPAS ASAS CABOTAGE SEBAGAI SUATU KEBIJAKAN PUBLIK MARITIM

June 6, 2011

Sebagai perushaan yang bergerak dibidang galangan, dengan berlakunya Asas Cabotage maka secara otomatis pesanan kapal akan meningkat drastis. Para pembeli kapal yang akan mengoperasikan kapalnya di perairan Indonesia tak akan memiliki pilihan lain selain memesan kapal di galangan berbendera Indonesia. Perusahaan Finansial : Dalam kacamata perusahaan finansial, permasalahan Asas Cabotage tidak sesederhana yang dikira. Ada berbagai faktor yang masih membuat para Investor ini skeptis terhadap penerapan Asas Cabotage salah satunya adalah Trust. Hal ini akan di bahas pada bab selanjutnya. Grafik sederhana dibawah ini menunjukkan kewenangan dan kekuatan tiap tiap stakeholder sebagai berikut:

Govenrment Sebagai penegak hukum dimana Asas Cabotage sebagai hukum yang berlaku

Pelaku Industri Perusahaan galangan dan industri maritim

Finansial Perushaan perusahaan investor seperti Bank berfungsi untuk membiayai kinerja galangan

Analisis Substansi KebijakanAnalisis tahap ini membahas mengenai deskripsi dari kebijakan tersebut serta bagaimana pembuatan kebijakan ini dan hubungannya dengan kebijakan kebijakan lain. Selain itu juga dikupas kerangka teoritis dari kebijakan ini

Monitoring dan Evaluasi KebijakanPada tahapan ini dipaparkan mengenai kinerja suatu kebijakan. Berdasarkan proses kinerja tersebut didapat hasil dan data untuk evaluasi

Program Studi Transportasi Laut FTK - ITS

11

MENGUPAS ASAS CABOTAGE SEBAGAI SUATU KEBIJAKAN PUBLIK MARITIM

June 6, 2011

Asas cabotage menemui beberapa kendala dalam proses ketegakanya. Dari segi finansial salah satu kendala pemenuhan asas cabotage di bidang pelayaran disebabkan tidak optimalnya dukungan lembaga keuangan (Financial Companies) untuk membiayai pengadaan kapal. Betapa sulitnya pelayaran mendapatkan pendanaan untuk pengadaan kapal baru atau bekas, apalagi sampai kepada tahap meminta bunga rendah. Pelaku usaha pelayaran Indonesia juga tidak bisa terlalu berharap mendapat sumber pendanaan dari lembaga pembiayaan asing karena negara ini belum menerapkan konvensi internasional tentang penahanan kapal atau arrest of ship. Alotnya sumber pendanaan ini, disebabkan oleh masih awamnya pengenalan perbankan dalam negeri terhadap industri perkapalan. Perbankan lebih memilih bidang lain yang telah dikenal dan dipercaya lebih menjanjikan, semisal properti. Selain itu adapun masalah finansial lainya yaitu di Indonesia terdapat dua kelompok besar penyelenggara transportasi maritim, yaitu oleh Pemerintah (termasuk BUMN) dan swasta. Masingmasing kelompok terbagi dua. Di pihak Pemerintah terbagi menjadi BUMN pelayaran yang menyelenggarakan transportasi umum dan BUMN non-pelayaran yang hanya menyelenggarakan pelayaran khusus untuk melayani kepentingan sendiri. Pihak swasta terbagi menjadi perusahaan besar dan perusahaan kecil (termasuk pelayaran rakyat). Ragam mekanisme penyaluran dana investasi pengadaan kapal ternyata sejalan dengan pembagian tersebut. Masing-masing pihak di tiap-tiap kelompok memiliki mekanisme pembiayaan tersendiri. Adapun banyak hambatan struktural dan sistematis pada bidang finansial di dunia pelayaran Indonesia. Hambatan hambatan ini terdiri atas: a. Keterbatasan lingkup dan skala sumber dana: Official Development Assitance (ODA) : terkonsentrasi untuk investasi publik di berbagai sektor pembangunan, kecuali pelayaran. Other Official Finance/Flow (OOF) : kredit ekspor yang tidak stabil. Foreign Direct Investment (FDI): sejauh ini tidak ada Anggaran Pemerintah: hanya dialokasikan untuk pengadaan kapal pelayaran perintis. Pinjaman Bank Asing: tersedia hanya untuk perusahaan pelayaran besar (credit worthy) Pinjaman Bank Swasta Nasional: hanya disediakan dalam jumlah sangat kecil (dalam kasus Bank Mandiri hanya 0.25% dari jumlah total kredit tersalur) b. Tingkat suku bunga pinjaman domestik 15-17% p.a. untuk jangka waktu pinjaman 5 tahun.

Program Studi Transportasi Laut FTK - ITS

12

MENGUPAS ASAS CABOTAGE SEBAGAI SUATU KEBIJAKAN PUBLIK MARITIM

June 6, 2011

c. Jangka waktu pinjaman yang hanya 5 tahun terlalu singkat untuk industri pelayaran d. Saat ini, kapal yang dibeli tidak bisa dijadikan sebagai kolateral. e. Tidak ada program kredit untuk kapal feeder termasuk pelayaran rakyat, kecuali pinjaman jangka pendek berjumlah sangat kecil dari bank nasional. Program kredit lunak untuk pelayaran rakyat akan dihentikan, program untuk dok dan galangan kapal sudah dihapus. f. Tidak ada kebijakan pendukung.

g. Prosedur peminjaman (appraisal, penyaluran, angsuran) kurang ringkas. Official Development Assistance Berdasarkan OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), Official Developent Assisstance adalah bantuan finansial guna untuk membantu negara negara yang sedang dalam tahap pembangunan. Dengan kata lain ODA terdiri atas 3 elemen dasar: Dilaksanakan dan ditanggung jawab oleh suatu Sektor Resmi Bertujuan utama untuk menunjang pembangunan ekonomi dan memberi bantuan logistik Perjanjian finansial terpegang teguh apabila ada peminjaman, akan diberi keringanan untuk membalikkan pinjaman kurang dari 25 persen.

*ODA yang terkumpul pada tahun2006. Sumber dari OECD.

Program Studi Transportasi Laut FTK - ITS

13

MENGUPAS ASAS CABOTAGE SEBAGAI SUATU KEBIJAKAN PUBLIK MARITIM

June 6, 2011

Informasi untuk KebijakanDalam langkah ini, hasil evaluasi digunakan sebagai input untuk membenahi ketegasan kebijakan. Upaya upaya solutif yang dapat dilakukan ada beberapa. Dari segi finansial diketahui bahwa lingkungan investasi perkapalan yang tidak kondusif. Perusahaan pelayaran yang ingin meremajakan armadanya, sulit memperoleh dukungan dana. Jika dibiarkan, kepelikan tersebut akan seperti spiral yang menyeret perusahaan pelayaran ke arah keterpurukan yang semakin dalam. Hanya ada satu prasyarat yang dibutuhkan, agar perusahaan pelayaran nasional dapat keluar dari spiral tersebut, yaitu iklim investasi yang kondusif. Kondusivitas tersebut diperlukan untuk memberdayakan perusahaan pelayaran, sehingga perusahaan pelayaran tersebut dapat memiliki beberapa karakteristik kemampuan dalam hal: mengakses sumber dana keuangan untuk pengadaan kapal yang dibutuhkan menikmati laba bisnis yang stabil menghindari pemerosotan asset kapal dalam jangka menengah dan panjang melakukan reinvestasi pada armada yang lebih berdaya saing

pelayaran akan dapat melakukan modernisasi manajemen dan memiliki karakterisitik tersebut di atas, hanya jika pemerintah mendorong penciptaan iklim investasi yang kondusif untuk industri pelayaran dengan melakukan: penerapan skema pendanaan strategis untuk beberapa area pembangunan armada pelayaran, menyediakan sarana dan prasarana penunjang pelayaran, seperti pelabuhan dan galangan kapal. Penggalian sumber dana dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti dipaparkan di bawah ini. a) Pemanfaatan ODA menjadi beberapa skema dan bidang, seperti untuk: pengadaan kapal berkualitas untuk dijadikan sebagai kapal tipe standard; pembangunan kapal berkualitas seperti di atas, di galangan kapal dalam negeri; skema Two-Step Loan (TSL) melalui bank (seperti Bank Mandiri) sebagai pinjaman bagi perusahaaan besar, untuk pembelian kapal baru, atau peningkatan mutu kapal, atau pembelian peralatan; skema TSL melalui bank (seperti BRI) sebagai pinjaman bagi perusahaan kecil atau pelayaran rakyat untuk pembelian kapal baru, atau peningkatan mutu kapal; pelayaran perintis, dalam bentuk pendanaan program terkait bagi daerah yang disinggahi kapal perintis, seperti konstruksi prasarana pedesaan, kredit usaha kecil, atau

Program Studi Transportasi Laut FTK - ITS

14

MENGUPAS ASAS CABOTAGE SEBAGAI SUATU KEBIJAKAN PUBLIK MARITIM pembangunan pedesaan.

June 6, 2011

b) Perluasan akses terhadap dana bank luar negeri bagi perusahaan pelayaran yang melayani angkutan luar negeri. Pembatasan ini perlu dilakukan karena pinjaman dalam bentuk mata uang asing terlalu beresiko bagi perusahaan pelayaran dengan angkutan domestik yang berpenghasilan rupiah. c) Pemanfaatan dana bank nasional dengan cara menekan suku bunga, menyederhanakan prosedur, dan memperbarui sistem penjaminan (untuk ini dibutuhkan peraturan perundangan tentang mortgage). d) Penetapan kebijakan pendanaan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan transparansi.

Pembaharuan kebijakan finansial untuk industri transportasi maritim Indonesia bukan hal yang berlebihan dibandingkan dengan kebijakan di beberapa negara Asean. Negara-negara tersebut telah menetapkan kebijakan di bidang registrasi kapal, pajak dan cukai, prinsip cabotage, dan dukungan fiscal untuk pengembangan kekuatan armada pelayaran nasional masing-masing. Sebagai contoh misalnya Filipina dan Singapura. 1. Di bidang registrasi kapal, Filipina dan Singapura memperluas skema registrasi kapal hingga mencakup bare-boat charter ship dengan opsi beli. 2. Di bidang pendanaan kapal, Filipina telah menerapkan sistem two-step-loan sejak 1995, dan menjalin kerjasama dengan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan Malaysia dalam pengelolaan shipping fund untuk meningkatkan nilai strategis dan meremajakan umur armada pelayaran domestiknya.

Advokasi KebijakanHasil analisis kebijakan digunakan sebagai pedoman advokasi kebijakan. Keberhasilan advokasi banyak ditentukan oleh analisis kebijakan. Sebagaimana disebutkan diatas bahwa analisis kebijakan itu perancangan strategi advokasi yang dapat dipedomani oleh pihak lain ketika ia akan melakukan advokasi terhadap kebijakan publik. Dengan demikian advokasi berpedoman pada rancangan strategi analisis kebijakan. Pengertian advokasi sendiri adalah suatu upaya mempengaruhi kebijakan publik melalui berbagai bentuk komunikasi persuasive (Young & Quinn, 2000). Selain itu, advokasi merupakan proses yang disengaja untuk memperngaruhi mereka yang membuat keputusan kebijakan.

Program Studi Transportasi Laut FTK - ITS

15

MENGUPAS ASAS CABOTAGE SEBAGAI SUATU KEBIJAKAN PUBLIK MARITIM Adapun Tujuan dari advokasi sendiri yaitu sebagai berikut:

June 6, 2011

1. Untuk mendapatkan komitmen dalam pendampingan untuk menjamin hak hak konstitusional masyarakat secara demokratis dan adil. 2. Mengadakan perbaikan substansi kebijkan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat, sesuai dengan perubahan tata nilai, ukuran dan kualitas kebijakan yang berpihak pada masyarakat. 3. Perbaikan proses penyusunan kebijakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara terbuka, mengadakan perubahan presepsi, masyarakat berhak tahu akan proses pembuatan kebijakan, reaksi tindakan masyarakat dalam melihat sebuah tindakan. 4. Peningkatan transaparansi dan akuntabilitas pemerintah, terkait dengan perumusan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan di mana masyarakat menuntut keterlibatan masyarakat dalam hal tersebut.

Program Studi Transportasi Laut FTK - ITS

16