MENGUBAH FREKUENSI KECEMATAN MOTOR DCrepository.usd.ac.id/27543/2/005114013_Full.pdf · ELECTRICAL...

99
1 PENGUBAH KECEPATAN PUTAR MOTOR DC MENJADI TEGANGAN DC PADA APLIKASI PENGATUR KECEPATAN PUTAR MOTOR DC TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Elektro Disusun Oleh: A. WAHYU WIDODO NIM: 005114013 PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

Transcript of MENGUBAH FREKUENSI KECEMATAN MOTOR DCrepository.usd.ac.id/27543/2/005114013_Full.pdf · ELECTRICAL...

  • 1

    PENGUBAH KECEPATAN PUTAR MOTOR DC

    MENJADI TEGANGAN DC PADA APLIKASI

    PENGATUR KECEPATAN PUTAR MOTOR DC

    TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

    Program Studi Teknik Elektro

    Disusun Oleh:

    A. WAHYU WIDODO NIM: 005114013

    PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO

    FAKULTAS TEKNIK

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2007

  • 2

    CONVERTER OF DC MOTOR ROTATION SPEED TO DC VOLTAGE

    IN APPLICATION OF DC MOTOR ROTATION SPEED

    CONTROLLER

    FINAL PROJECT

    Presented as a partial fulfillment of the requirements for the degree of SARJANA

    TEKNIK of Electrical Engineering Study Program

    By:

    A. WAHYU WIDODO Student Number: 005114013

    ELECTRICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM ELECTRICAL ENGINEERING DEPARTMENT

    ENGINEERING FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY

    YOGYAKARTA 2007

  • 3

  • 4

  • 5

    Pernyataan Keaslian Karya

    Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini

    tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

    dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

    Yogyakarta, 31 Juli 2007

    Penulis

    A. Wahyu Widodo

  • 6

    HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

    “ Kegagalan dalam hidupku akan

    menjadikanku mengerti apa arti dari hidup

    yang sesungguhnya”

    “ Janganlah kamu melangkah dalam

    keraguan, karena akan membawamu dalam

    kegagalan”

    “ Never give up, cause life is too

    beautiful for that”

    KUPERSEMBAHKAN UNTUK

    BAPA DI SURGA, PUTERANYA YESUS, DAN BUNDA MARIA

    Aku percaya Engkau akan memberikan apa yang aku

    minta jika aku meminta kepadaMU.

    Ayahku Alm. V. Wahyudi, aku percaya engkau

    selalu menemaniku disetiap langkahku.

    Ibuku M. Gunarti,terima kasih atas dorongan dan

    doa yang selalu mengiringi setiap langkahku.

  • 7

    INTISARI

    Motor dc merupakan komponen yang sering digunakan sebagai penggerak dalam alat industri maupun alat-alat lain yang membutuhkan penggerak. Untuk itu diperlukan alat pengukur kecepatan putaran motor dc sebagai pengontrol kinerja sistem penggerak tersebut. Selain itu dengan mengetahui besarnya kecepatan, pengaturan besarnya kecepatan dapat dilakukan dengan mudah.

    Pengubah Kecepatan Putar Motor DC Menjadi Tegangan DC Pada Aplikasi Pengatur Kecepatan Putar Motor DC merupakan alat ukur yang terpasang pada motor DC yang dipakai untuk mengukur kecepatan putaran motor serta mengkonversi kecepatan putaran motor mnjadi tegangan dc. Alat ini menampilkan besaran kecepatan dalam rotation per minute (rpm), frekuensi putaran motor dalam HZ dengan 4 digit seven segment dan tegangan dc dalam volt dengan digital volt meter.

    Alat ini terdiri dari beberapa bagian. Optocoupler sebagai sensor pendeteksi putaran motor, pencacah baik dekade maupun BCD, rangkaian pengunci, rangkaian konverter data digital menjadi data analog, rangkaian penguat, seven segment dan digital volt meter sebagai penampil.

    Alat ini mampu mengubah kecepatan putar motor dc dengan jangkauan 1383 rpm sampai 2424 rpm menjadi tegangan keluaran dc 2.74 volt sampai 4.80 volt dengan kesalahan sebesar 2 %

    Kata kunci: pengukur kecepatan putar, konversi frekuensi ke tegangan,

    pengontrol kecepatan.

  • 8

    ABSTRACT

    The DC motor represents the component which is often used as an activator in industrial appliance and others, dissimilar appliance requiring activator. For that needed by the measuring instrument of DC motor rotation as controller of the performance system activator. Beside, given the level of speed, arrangement of its level of speed can be done easily.

    Converter of DC Motor Rotation Speed to DC Voltage in Application of DC Motor Rotation Speed Controller is a measuring instrument attached at DC motor applied to measure motor rotation speed and convert it to DC voltage. The instrument present the level of speed in rotation per minute (rpm), motor rotation frequency in Hz with 4 digits of seven segments and DC voltage in volt with digital volt meter.

    This instrument consisted of some parts. Optocoupler as sensor of motor rotation speed detector, decade and BCD counter, latch circuit, digital to analog converter, amplifier circuit, seven segment and digital volt meter as display of the level of speed.

    This instrument was able to measure the rotation speed of the DC motor within the range of 1383 rpm to 2424 rpm resulting output DC voltage 2.74 volt to 4.80 volt with level of error 2 percent.

    Keywords: measurement of rotation speed, Frequency conversion to voltage, speed controller

  • 9

    KATA PENGANTAR

    Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh

    karena pemimpinan dan penyertaannya sehingga penulis dapat menyelesaikan

    Tugas Akhir yang berjudul” Pengubah Kecepatan Putar Motor DC Menjadi

    Tegangan DC pada Aplikasi Pengatur Kecepatan Putar Motor DC”. Tugas Akhir

    ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik

    dalam penyusunannya, banyak pihak yang telah membantu dan memberikan

    dukungan pada penulis, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih

    kepada:

    1. Bapak Agustinus Bayu Primawaan, S.T, M.Eng, selaku Ketua Jurusan Teknik

    Elektro Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

    2. Bapak Martanto, ST., MT., Selaku Pembimbing yang telah membimbing

    dalam penulisa Tugas Akhir.

    3. Pimpinan Fakultas Teknik, Dosen-dosen Teknik Elektro dan karyawan

    laboratorium TE yang sangat membantu penulis selam kuliah dan juga

    penelitian.

    4. Alm. Bapak, Ibu tercinta, terimakasih atas segala doa, bimbingan dan

    perhatian.

    5. Kakak dan adikku, Mas Adit, Mbak Tami, Bowo dan Keponakanku Bintang,

    Terimakasih atas dukungan kalian.

    6. Mbah Jondit, Terimakasih untuk semua perlengkapannya.

    7. Teman-temanku: Robert Iwan, M. Prima Sigit; Si Boss, Andre, Joko, terima

    kasih telah membantuku.

  • 10

    8. Sahabat-sahabatku yang spesial: Rani, Reni, Lia, Frans, Cristy, Moko, kalian

    telah memberikanku keceriaan dalam hidupku.

    9. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih .

    Penulis menyadari bahwa Tugas akhir ini masih jauh dari sempurna,

    karena itu dengan segala kerendahan hati, kritikan dan saran yang membangun

    dari semua pihak akan penulis terima dengan senang hati. Harapan penulis

    semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi para pembacanya.

    Yogyakarta, 31 Juli 2007

    Penulis

    A. Wahyu Widodo

  • 11

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii

    HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................... iv

    HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN.............................................. v

    INTISARI......................................................................................................... vi

    ABSTRACT..................................................................................................... vii

    KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii

    DAFTAR ISI ................................................................................................... x

    DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii

    DAFTAR TABEL............................................................................................ xv

    DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xvi

    BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1

    1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1

    1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 2

    1.3. Batasan Masalah............................................................................ 2

    1.4. Tujuan Masalah ............................................................................. 3

    1.5. Manfaat Penelitian......................................................................... 3

    1.6. Motodologi Penelitian ................................................................... 4

    1.7. Sistematika Penulisan.................................................................... 4

    BAB II. DASAR TEORI ................................................................................. 6

    2.1. Pengertian Kecepatan .................................................................... 7

    2.1.1. Kecepatan Linier Objek Berputar........................................ 7

    2.1.2. Kecepatan Sudut Objek Berputar ........................................ 8

    2.2. Sensor putaran motor..................................................................... 10

    2.2.1. Kecepatan Putar Motor........................................................ 11

    2.3. Pembagi Frekuensi ........................................................................ 11

    2.4. Gerbang Logika Pasar ................................................................... 12

  • 12

    2.4.1. Gerbang AND...................................................................... 12

    2.4.2. Gerbang NOT ...................................................................... 13

    2.4.3. Gerbang NAND................................................................... 14

    2.5. Rangkaian Generator Basis Waktu................................................ 15

    2.6. Penggerbangan .............................................................................. 16

    2.7. Pemicu Schmitt.............................................................................. 18

    2.8. Pencacah Module 256 (8 bit)......................................................... 19

    2.9. Pencacah BCD............................................................................... 20

    2.10. Pengancing CD-LATCH ............................................................... 22

    2.11. Pengendali LATCH dan RESET................................................... 23

    2.12. Penyandi BCD to 7-segmen .......................................................... 24

    2.13. Seven Segment .............................................................................. 25

    2.14. Digital to Analog Converter (DAC).............................................. 27

    2.15. Penguat .......................................................................................... 29

    2.15.1. Penguat Penjumlah (summing Amplifier)........................ 29

    2.15.2. Penguat Pembalik (Inverting)............................................ 30

    2.16. Pengendali ..................................................................................... 31

    2.16.1. Kendali Proporsional ......................................................... 32

    2.16.2. Kendali Integral ................................................................. 33

    2.16.3. Kendali Propersional Integral............................................ 34

    2.17. Penggerak Motor ........................................................................... 36

    2.18. Motor DC ...................................................................................... 37

    BAB III. PERANCANGAN ALAT................................................................. 39

    3.1. Sensor Putaran Motor.................................................................... 39

    3.1.1. Keceptan Putaran Motor...................................................... 41

    3.2. Perwaktu Stabil.............................................................................. 41

    3.3. Rangkaian Basis Waktu dan Penggerbangan ................................ 42

    3.4. Rangkaian Pengendali Lacth dan Reset ........................................ 43

    3.5. Rangkaian Pencacah Biner ............................................................ 44

    3.6. Rangkaian Pencacah BCD Hingga Penampil................................ 45

    3.7. Konverter Digital ke Analog (DAC) ............................................. 48

    3.8. Penguat Penjumlah (Summing Amplifier) .................................... 50

  • 13

    3.9. Penguat Proporsional..................................................................... 51

    3.9.1. Penguat Integral................................................................... 52

    3.9.2. Penguat Proporsional Integral ............................................. 54

    BAB IV. DATA DAN PEMBAHASAN......................................................... 57

    4.1. Hasil Akhir Perancangan............................................................... 57

    4.2. Data Kecepatan Putar Motor DC................................................... 58

    4.3. Perbandingan Pengukuran Kecepatan Menggunakan

    Osiloskop Digital dengan Rancangan ........................................... 60

    4.3.1. Perhitungan Kesalahan Pengukuran pada Tampilan

    Digital.................................................................................. 63

    4.4. Data Konversi Digital ke Analog .................................................. 65

    4.4.1. Perbandingan DAC Pada Rancangan dengan

    Hasil Perhitungan .............................................................. 69

    4.5. Pengendali Proporsional Integral.................................................... 71

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 76

    5.1. Kesimpulan ................................................................................... 76

    5.2. Saran.............................................................................................. 76

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 77

    LAMPIRAN..................................................................................................... LI

  • 14

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1. Diagram kotak pengubah frekuensi kecepatan motor DC menjadi

    tegangan DC pada aplikasi pengatur kecepatan motor DC secara

    umum ........................................................................................6.

    Gambar 2.2. Sensor putaran motor .......................................................................10

    Gambar 2.3. Diagram Kotak Pembagi Frekuensi .................................................11

    Gambar 2.4. Simbol logika gerbang AND...........................................................12

    Gambar 2.5. Simbol logika gerbang NOR............................................................13

    Gambar 2.6. Simbol logika gerbang NAND.........................................................14

    Gambar 2.7. Diagram basis waktu (Time base) ....................................................15

    Gambar 2.8. Penggerbangan .................................................................................16

    Gambar 2.9. Timing diagram penggerbangan ......................................................17

    Gambar 2.10. Karakteristik pemicu Schmitt........................................................18

    Gambar 2.11. Pencacah biner 8 bit .......................................................................19

    Gambar 2.12. Pencacah BCD................................................................................20

    Gambar 2.13. Bentuk gelombang keluaran pencacah BCD..................................22

    Gambar 2.14. Rangkaian D Latch.........................................................................22

    Gambar 2.15. Pulsa Latch dan Reset ....................................................................23

    Gambar 2.16. Rangkaian pengendali Latch dan Reset ........................................24

    Gambar 2.17. Untai penampil tujuh segmen.........................................................26

    Gambar 2.18. Penampil tujuh segmen ..................................................................26

    Gambar 2.19. Tujuh segmen dalam digit decimal ................................................26

    Gambar 2.20. Rangkaian LED..............................................................................27

    Gambar 2.21. Dasar rangkain DAC 8 bit..............................................................28

    Gambar 2.22. Rangkaian DAC dengan satu keping IC ........................................28

    Gambar 2.23. Penguat penjumlah .........................................................................29

    Gambar 2. 24. Penguat pembalik ..........................................................................31

    Gambar 2.25. Pangkalan pengendali. Proposional ...............................................32

    Gambar 2.26. Rangkaian Kendali Integral............................................................33

    Gambar 2.27Rangkaian kendali proposional Intergral .........................................35

  • 15

    Gambar 2.28.Rangkaian penguat arus ..................................................................37

    Gambar 2.29.Rangkaian ekiuvalen motor DC ......................................................38

    Gambar 3.1. Diagram blok rangkaian pengubah Frekuensi kecepatan motor DC

    menjadi tegangan DC pada aplikasi pengatur kecepatan motor

    DC .............................................................................................39

    Gambar 3.2.Gambar Sensor putaran motor DC....................................................40

    Gambar 3.3.Gambar rangkaian pewaktu stabil ....................................................42

    Gambar 3.4.Rangkaian baris waktu dan penggerbangan ......................................43

    Gambar 3.5.Rangkaian pengendali latch dan reset ...............................................43

    Gambar 3.6.Rangkaian IC 4040............................................................................44

    Gambar 3.7.Rangkaian percacah decade ..............................................................45

    Gambar 3.8.Rangkaian pengunci hingga penampil ..............................................47

    Gambar 3.9.Perancangan rangkaian DAC ...........................................................48

    Gambar 3.10.Gambar rangkaian penjumlah Beda ................................................51

    Gambar 3.11.Rangkaian penguat Proposional ......................................................52

    Gambar 3.12.Rangkaian penguat Integral ............................................................53

    Gambar 3.13.Hubungan antara input dan output pada kendali PI ........................55

    Gambar 3.14.Rangkaian penguat proposional Integral ........................................56

    Gambar 4.1.Hasil perancangan ...........................................................................57

    Gambar 4.2.Gambar Sinyal Keluaran Sensor Kecepatan Motor DC dengan Vi =

    3.5 V..........................................................................................58

    Gambar 4.3.Gambar Sinyal Keluaran Sensor Kecepatan Motor DC dengan Vi = 4

    V................................................................................................59

    Gambar 4.4.Grafik Perbandingan Pengukuran Osiloskop Digital Dengan

    Percobaan. .................................................................................62

    Gambar 4.5.Respon output kontrol PI, dengan KP=1, Ki=1, Vset = 0.5 V.........72

    Gambar 4.6.Respon output kontrol P1, dengan KP=1, Ki=1, Vset = 2 V. ..........73

    Gambar 4.7. Respon output kontrol PI, dengan KP=1, Ki=1, Vset = 3 V...........73

    Gambar 4.8. Respon output kontrol PI, dengan KP=1, Ki=1, Vset = 4 V...........74

  • 16

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 2.1.Tabel kebenaran gerbang AND 2 masukan ........................................12

    Tabel 2.2.Tabel kebenaran gerbang NOT............................................................13

    Tabel 2.3. Tabel kebenaran gerbang NAND........................................................15

    Tabel 2.4. Tabel kebenaran pencacah BCD.........................................................21

    Tabel 2.5.Tabel kebenaran penggrendel D ..........................................................23

    Tabel 2.6.Jalur segment yang Aktif .....................................................................25

    Tabel 3.1.Besarnya pengeluaran DAC menurut perhitungan .............................50

    Tabel 4.1.Perbandingan antara data percobaan pada tampilan digital dengan

    pengukuran menggunakan Osiloskop Digital. .............................61

    Tabel 4.2.Tabel Kesalahan Pengukuran Kecepatan Motor DC ...........................64

    Tabel 4.3.Data perhitungan dan pengukuran pada DAC .....................................66

    Tabel 4.4.Perubahan keluaran setiap tingkat pengukuran....................................68

    Tabel 4.5.Perbandingan output DAC perancangan dengan hasil perhitungan.....69

    Table 4.6.Data proposional Integral.....................................................................71

  • 17

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Ganbar keseluruhan rangkaian

    Lampiran 2. Data sheet optocoupler H21A2

    Lampiran 3. Data sheet IC 4040

    Lampiran 4 . Data sheet IC 4017

    Lampiran 5. Data sheet IC 74 LS 75

    Lampiran 6. Data sheet IC 74 LS 90

    Lampiran 7. Data sheet IC 74 LS 47

    Lampiran 8. Data sheet IC 74 LS 132

    Lampiran 9. Data sheet IC 74 LS 14

    Lampiran 10. Data sheet IC MC 1408

    Lampiran 11. Data sheet IC LM 741

    xvi

  • 18

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Dalam sistem kontrol kecepatan putar motor DC hal penting yang

    harus dilakukan adalah mendefisinikan struktur sistem tersebut secara tepat.

    Jika sebuah sistem kontrol adalah sistem yang stabil dan hanya memerlukan

    perbaikan respon baik mengurangi atau memperbesar kecepatan respon,

    maka yang dilakukan adalah membuat sistem kontrol dari jenis proporsional

    dan integral. Kontrol ini merupakan gabungan antara kontrol proporsional

    dan kontrol integral yang mampu melakukan perbaikan sistem kontrol.

    Dalam kontrol kecepatan motor DC dibutuhkan suatu umpan balik ( feed

    back ) agar sistem menjadi stabil. Pengubah kecepatan putar motor DC pada

    aplikasi pengatur kecepatan putar motor DC pada rancangan ini merupakan

    feed back dalam sistem kontrol kecepatan motor DC.

    Karena masukan sistem kontrol berupa tegangan DC maka frekuensi

    kecepatan motor DC diubah menjadi tegangan DC menggunakan rangkaian

    pengubah kecepatan putar motor DC menjadi tegangan DC. Pengubah

    kecepatan putar motor DC menjadi tegangan DC pada aplikasi pengatur

    kecepatan motor DC ini, merupakan rangkaian yang mampu mengubah

    frekuensi kecepatan motor DC menjadi tegangan DC. Rangkaian ini

    didasarkan pada sistem digital dan sistem analog. Pada rangkaian ini pulsa –

    pulsa digital dari keluaran sensor kecepatan motor DC akan diubah kedalam

    data analog (tegangan). Secara umum rangkaian ini terdiri dari motor DC,

    1

  • 19

    sensor kecepatan, pencacah frekuensi yang hasil cacahannya ditampilkan

    oleh unit penampil (display) serta sebuah pengontrol.

    1.2. Rumusan Masalah

    Sistem yang akan dirancang ini terdiri dari pengendali,motor DC,

    sensor kecepatan, pencacah frekuensi, penguat serta unit penampil. Pengubah

    kecepatan putar motor DC menjadi tegangan DC pada aplikasi pengatur

    kecepatan motor DC mempunyai beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

    1. Membuat pengontrol motor DC dengan menentukan sistem

    pengontrolan serta besar penguatan agar sistem menjadi stabil dan

    memiliki nilai error yang kecil.

    2. Membuat pengubah frekuensi putar motor menjadi tegangan DC

    (frequency to voltage) dengan sistem digital dengan masukan yang

    berupa frekuensi kecepatan motor DC.

    3. Menampilkan hasil dari pengubah frekuensi menjadi tegangan DC

    (frequency to voltage) dan nilai tegangan DC dengan menggunakan

    penampil digital.

    1.3. Batasan Masalah

    Sistem pengubah kecepatan putar motor DC menjadi tegangan DC

    pada aplikasi pengatur putaran motor DC dirancang memiliki spesifikasi

    sebagai berikut :

    1. Kecepatan maksimum putaran motor DC pada rancangan ini sebesar

    2550 rpm.

  • 20

    2. Frekuensi maksimum putaran motor DC pada rancangan ini sebesar

    42 Hz.

    3. Time base (waktu buka) yang digunakan pencacah untuk mencacah

    sebesar 1 detik.

    4. Tegangan DC keluaran pada rancangan ini antara 0 V saampai 5 V.

    5. Penampil yang digunakan yaitu penampil digital berupa seven segment

    dan DVM (Digital Volt Meter).

    1.4. Tujuan Penelitian

    1. Membuat pengubah kecepatan putar motor DC menjadi tegangan DC

    menggunakan rangkaian digital.

    2. Dapat mengetahui proses pengkonversian kecepatan putar motor DC

    menjadi tegangan DC.

    3. Dapat mengukur dan mengetahui kecepatan putar motor DC dengan

    menggunakan sensor kecepatan .

    4. Dapat mengetahui nilai rpm dan frekuensi putar motor dengan

    menggunakan seven segment dan nilai tegangan DC dan DVM (Digital

    Volt Meter).

    1.5. Manfaat Penelitian

    1. Merealisasikan salah satu bentuk teknik pengkonversian dari data digital

    menjadi data analog.

    2. Dapat memanfaatkan dan menerapkan sistem kontrol Proportional

    Integral pada pengendali kecepatan putar motor DC.

  • 21

    3. Hasil penelitian ini dapat dikembangkan untuk keperluan yang lainnya,

    misalnya untuk mengubah frekuensi kecepatan putar motor AC menjadi

    tegangan DC.

    1.6. Metodologi Penelitian

    1. Studi literatur yang ada serta mempelajari cara kerja dan cara

    merencanakan dalam pembuatan peralatan tersebut.

    2. Perancangan alat mennggunakan teori yang sudah ada untuk

    mendapatkan karakteristik yang sesuai dengan keinginan ke dalam

    rangkaian yang disusun menjadi kesatuan utuh.

    3. Melakukan pengamatan pada titik-titik uji penting melalui percobaan di

    laboratorium.

    1.7. Sistematika Penulisan

    Sistem penulisan digunakan dalam laporan tugas akhir ini disusun

    dalam bentuk sebagai berikut :

    BAB I. Pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang penulisan,

    perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat

    penelitian serta sistematika penulisan.

    BAB II. Dasar teori yang berisi mengenai dasar-dasar teori yang mendasari

    perangkat pengubah kecepatan putar motor DC menjadi tegangan

    DC pada aplikasi pengatur putaran motor DC

    BAB III. Perancangan pengubah kecepatan putar motor DC menjadi

    tegangan DC pada aplikasi pengatur putaran motor DC, yang berisi

  • 22

    perancangan tiap bagian dari pengubah kecepatan putar motor DC

    menjadi tegangan DC pada aplikasi pengatur putaran motor DC.

    BAB IV. Hasil dan pembahasan terisi data hasil percobaan alat yang telah

    dibuat beserta pembahasannya.

    BAB V. Kesimpulan dan saran berisi kesimpulan dan penelitian yang telah

    dilakukan serta saran yang dianggap perlu.

  • 23

    BAB II

    DASAR TEORI

    Pengubah kecepatan putar motor DC menjadi tegangan DC pada aplikasi

    pengatur kecepatan motor DC adalah suatu rangkaian yang digunakan untuk

    mengetahui nilai tegangan DC hasil dari konversi frekuensi masukan. Frekuensi

    kecepatan putar motor DC akan diketahui dengan menggunakan sensor (opto

    coupler). Dengan menggunakan pembagi frekuensi maka akan didapat frekuensi

    putar maksimal sebesar 42 Hz. Frekuensi tersebut yang akan menjadi masukan

    bagi frekuensi counter dan hasil cacahan akan ditampilkan oleh penampil

    (display). Setelah dicacah maka menjadi data digital yang kemudian oleh DAC

    akan dikonversi menjadi data analog (tegangan). Kemudian nilai tegangan

    tersebut dimasukkan ke summing amplifier bersama-sama tegangan set point.

    Tegangan error keluaran dari summing amplifier selanjutnya akan menjadi

    masukan pengontrol proportional integrator. Tegangan keluaran kontrol ini yang

    akan menjadi pengontrol kecepatan putar motor DC.

    Set point +

    -

    Gb. 2.1. Diagram kotak pengubah frekuensi kecepatan motor DC menjadi

    tegangan DC pada aplikasi pengatur kecepatan motor DC secara umum

    ∑ P I Penguat

    Motor

    SENSOR

    Freq to Voltage

    6

  • 24

    2.1 Pengertian Kecepatan

    Kecepatan adalah perpindahan oleh suatu objek tiap satu satuan

    waktu. Misalkan suatu objek mempunyai kecepatan 10 m/s, artinya tiap satu

    second objek mengalami perpindahan sebesar 10 m. Pengertian di atas

    merupakan pengertian secara umum. Pada kenyataanya terdapat bermacam-

    macam kecepatan. Berikut ini akan dijelaskan tentang kecepatan pada objek

    berputar.

    2.1.1 Kecepatan Linier (kecepatan Tangensial) Objek Berputar

    Kecepatan linier objek yang berputar didefinisikan sebagai

    panjang lintasan (busur) yang ditempuh oleh suatu objek oleh satu

    satuan waktu. Besarnya kecepatan tangensial adalah

    tSv = ................................................................................... (2.1)

    ketarangan:

    v : kecepatan linier objek berputar (m/s)

    S : panjang lintasan yang ditempuh oleh objek berputar (m)

    t : waktu tempuh lintasan

    untuk satu putaran, lintasan objek yang berputar sama dengan keliling

    lingkaran itu sendiri:

    RS ..2 π= ................................................................. (2.2)

    Dengan R adalah jari-jari lingkarang objek yang berputar (m)

  • 25

    Bila waktu yang dibutuhkan untuk satu kali putaran adalah T second,

    maka:

    fTdengan

    TRv 1:..2 == π

    Sehingga:

    Rfv ...2 π= ......................................................................... (2.3)

    ketarangan

    T = periode putaran 9s)

    f = frekuensi (Hz)

    Dari persamaan di atas diketahui hubungan antara kecepatan sudut

    dengan kecepatan liniernya:

    ωππ == fdenganRfv ..2...2

    Rv .ω= ............................................................................... (2.4)

    Artinya lininer sebading dengan kecepatan sudut dan sebanding

    dengan jari-jari putarannya.

    2.1.2 Kecepatan Sudut Objek Berputar

    Kecepatan sudut berputar atau disebut juga kecepatan anguler

    objek berputar, didefinisikan sebagai besar perubahan sudut yang

    terjadi tiap satau satuan waktu. Besarnya kecepatan sudut dapat

    diperoleh dengan persamaan:

    ∆θ

    ω = .......................................................................... (2.5)

    ∆t

  • 26

    Untuk satu kali putaran diperoleh perubahan sudut (∆θ ) sebesar 2π

    radian dalam waktu t = T second

    Sehingga:

    fTdengan

    TR 1;2 == πω

    maka:

    fv ..2 π= ............................................................................ (2.6a)

    Keterangan:

    ω = Kecepatan sudut objek yang berputar (rad/s)

    ∆θ = Perubahan sudut (rat)

    Untuk mendapatkan ω dalam satuan rpm (rotation per minute),

    maka:

    1 putaran/s = 2π.rad/s

    = 60 rpm

    sehingga 1 rad/s = 30/π rpm

    maka persamaan 2-6 dapat di ubah menjadi,

    ω (rpm) = 60 f .................................................................... (2.6b)

    keterangan:

    ω (rpm) = kecepatan objek berputar dalam rpm.

  • 27

    2.2 Sensor Putaran Motor

    Sensor putaran motor berupa perangkat yang terdiri dari piringan

    bercelah yang dipasang pada poros motor dan optocoupler yang dilewatkan

    padanya piringan tersebut, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.2.

    Gambar 2.2. Sensor putaran motor: (a) piringan bercelah, (b) rangkaian

    optocoupler

    Optocoupler berupa komponen yang terdiri dari dioda inframerah

    sebagai pemancar cahaya dan fototransistor sebagai penerima cahaya. Pada

    saat inframerah mengenai fototransistor, maka fototransistor jenuh. Hal ini

    mengakibatkan arus Ib mengalir ke arah ground, keluaran fototransistor

    tinggi sehingga keluaran pemicu Schmitt menjadi rendah (logika 0).

    Sedangkan pada saat sinar terhalang maka fototransistor dalam keadaan cut-

    off, keadaan ini membuat arus melalui resistor dan membuat keluaran

    transistor rendah, sehingga keluaran pemicu Schmitt menjadi tinggi (logika

    1). Putaran motor menyebabkan kombinasi tinggi rendah dengan periode

    tertentu tergantung kecepatan putaran motor.

  • 28

    2.1.1. Kecepatan Putar Motor

    Telah diketahui bahwa kecepatan putaran motor dibaca dari

    celah-celah pada piringan motor yang dilewatkan pada optocoupler.

    Kecepatan dinyatakan dengan :

    n = dalam satuan rotasi per menit ( rpm )

    bukawaktu detik 60

    celahjumlah nditampilka yang angkan •=

    2.3 Pembagi Frekuensi

    Pembagi frekuensi digunakan untuk mendapatkan frekuensi yang

    diinginkan. Frekuensi yang diinginkan tergantung pada pencacah yang

    digunakan, misalnya pencacah 6 berarti akan menurunkan frekuensi dan time

    base menjadi 1/6 dari frekuensi semula. Sama halnya untuk pencacah modulo

    10, 1/10 dari frekuensi semula.

    Penurunan frekuensi dilakukan dengan cara seperti pada gambar 2.3

    berikut:

    Frekuensi awal Pembagi frekuensi Frekuensi hasil

    Frekuensi dari Pewaktu dasar

    (X Hz)

    Pencacah dengan modulo Y

    Frekuensi akhir (X/Y Hz)

    Gambar 2.3. Gambar Diagram Kotak Pembagi Frekuensi

  • 29

    2.4 Gerbang Logika Dasar

    2.4.1 Gerbang AND

    Gerbang AND mempunyai dua atau lebih masukan dan satu

    keluaran. Keluaran dari gerbang AND akan bernilai logika 1 jika

    semua masukan bernilai juga logika 1. Oleh karena itu gerbang AND

    kadang-kadang juga disebut ”gerbang semua atau tidak”.

    Simbol logika gerbang AND dua masukan dapat dilihat pada gambar

    2.4 di bawah ini.

    Gambar 2.4. Simbol logika gerbang AND

    Dalam Aljabar Boolean, persamaan untuk gerbang AND dapat ditulis

    sebagai berikut :

    Y = A • B ..................................................................................... (2.7)

    AND2

    A

    BY

    Tabel 2.1

    Tabel kebenaran untuk gerbang AND dua masukan

    B A Y

    0

    0

    1

    1

    0

    1

    0

    1

    0

    0

    0

    1

  • 30

    2.4.2 Gerbang NOT

    Semua gerbang logika diatas mempunyai paling sedikit dua

    masukan dan satu keluaran. Akan tetapi gerbang NOT hanya

    mempunyai satu masukan dan satu keluaran. Gerbang NOT berfungsi

    untuk memberikan suatu keluaran yang tidak sama (terbalik) dengan

    masukan. Jika nilai masukan gerbang NOT bernilai logika 0, maka

    keluaran akan bernilai logika 1. Sebaliknya jika masukan gerbang

    bernilai logika 1, maka keluarannya akan bernilai logika 0. Oleh

    karena itu gerbang NOT sering kali disebut ”pembalik”.

    Gerbang NOT disimbolkan seperti pada gambar 2.5 di bawah ini :

    NOT

    YA

    Gambar 2.5. Simbol logika gerbang NOT

    Aljabar Boolean untuk gerbang NOT adalah sebagai berikut :

    AY = ………………………………………………...……… (2.8)

    Tabel 2.2

    Tabel kebenaran gerbang NOT

    A Y

    0

    1

    1

    0

  • 31

    2.4.3 Gerbang NAND

    Gerbang NAND terdiri dari dua buah atau lebih masukan dan

    sebuah keluaran.Gerbang NAND tersusun dari dua gerbang yaitu

    gerbang NOT dan gerbang AND sehingga keluaran akhir NAND adalah

    hasil operasi NOT-AND.

    Simbol gerbang NAND dapat dilihat digambar 2.6 berikut.

    NAND2

    YA

    B

    Gambar 2.6. Simbol logika gerbang NAND

    Aljabar boolean untuk gerbang NAND

    BAY •= ................................................................... (2.9)

    Tabel 2.3

    Tabel kebenaran gerbang NAND

    B A BA •

    0

    0

    1

    1

    0

    1

    0

    1

    1

    1

    1

    0

    2.5 Rangkaian Generator Basis Waktu

    Rangkaian generator basis waktu adalah suatu rangkaian yang

    berfungsi untuk menghasilkan lamanya pengukuran dan sekaligus

    menentukan basis waktu pengukuran yang akan digunakan oleh pencacah.

  • 32

    Ketepatan perioda yang dihasilkan oleh basis waktu akan sangat berpengaruh

    pada pengukuran frekuensi. Rangkaian basis waktu dapat diperlihatkan

    seperti gambar 2.7. dari frekuensi kecepatan putaran motor DC

    T gate

    1 Hz

    Frekuensi referensi

    : X1

    : X2

    : Xn

    Pencacah

    Gambar 2.7. Diagram basis waktu (time base)

    Cara kerjanya: gelombang kotak (pulsa) dari sebuah pembangkit

    frekuensi dimasukkan ke pembagi atau disebut juga pencacah, sehingga

    menghasilkan basis waktu. Pulsa-pulsa yang dihasilkan osilator dibagi oleh

    pencacah X1 sampai Xn. Pembagi X1 sampai Xn membagi frekuensi dasar

    osilator hingga diperoleh basis waktu yang diinginkan.

    Untuk menghasilkan waktu pencacahan yang baik maka pulsa

    keluaran dari pembangkit frekuensi diharapkan mencapai 1 Hz. Hasil dari

    time base ini akan menjadi pulsa bagi penggerbangan.

    2.6 Penggerbangan

    Penggerbangan suatu pencacah berarti menghidupkan hanya selama

    satu periode dan dalam periode ini pencacah akan mencacah banyaknya

  • 33

    pulsa yang tibapadamasukannya.Gambar 8.memperlihatkan cara sederhana

    penggerbangan. Gerbang NAND melewatkan pulsa f-in. Pulsa F-in

    ditempatkan pada masukan NAND yang satu, sedang pada masukan satu lagi

    pulsa T-gate seperti terlihat dalam Gambar 2.8.

    f-in

    T-gate

    A B

    Gambar 2.8. Penggerbangan

    Gerbang NAND akan terbuka saat pulsa f-in dan T-gate pada logika

    tinggi. Bila pulsa masukan T-gate pada logika rendah maka keluaran pada

    outgate adalah kebalikan dari pulsa f-in.

    Waktu pulsa antara A dan B disebut gating time atau waktu buka.

    Selama waktu buka yang ditentukan, pencacah akan melakukan pencacahan.

    Waktu buka atau gating time sangat berpengaruh pada pengukuran. Bila

    gating time atau waktu buka pengukuran lebih lama maka keakuratan dari

    data yang akan diperoleh cukup baik.

    Banyaknya pulsa yang dapat dilewatkan oleh gerbang NAND adalah

    frekuensi yang terukur. Waktu buka yang dipilih akan menentukan

    banyaknya pulsa yang masuk ke pencacah. Misal gating time yang

    dipergunakan adalah 1 detik, gerbang NAND dapat melewatkan 50 pulsa,

    maka frekuensi terukur adalah 50 Hz. Jadi,

    (Hertz) bukawaktu

    ahyang dicacpulsaBanyaknyaFterukur =

    Out gate

  • 34

    Bentuk gelombang hasil penggerbangan dan rangkaian basis waktu

    diperlihatkan gambar 2.9 berikut :

    f-in

    T-gate 1 detik

    Out gate

    Gambar 2.9. Timing diagram penggerbangan

    F-in adalah sinyal dalam bentuk gelombang frekuensi dari media

    yang diukur, sesudah dibentuk oleh pemicu schmitt, T-gate adalah bentuk

    gelombang dari gating time yang digunakan dalam pengukuran yang berasal

    dari rangkaian basis waktu, dan out gate adalah bentuk gelombang keluaran

    selama waktu buka yang dipilih, selanjutnya menjadi input bagi pencacah

    dekade dan pencacah biner.

    2.7 Pemicu Schmitt

    Pemicu Schmitt merupakan komponen yang mampu mengubah sinyal

    sinus, segitiga dan gigi gergaji menjadi sinyal kotak dengan pinggiran naik

    dan turun yang tajam. Perpindahan antara keadaan tinggi (1) dan rendah (0)

    digambarkan seperti grafik karakteristik pemicu Schmitt pada gambar 2.10.

  • 35

    Vout Vout

    5 5

    1 1 1.2 1.7 Vin VT- VT+ Vin

    Gambar 2.10. Karakteristik pemicu schmitt

    Nilai Vin yang menyebabkan keluaran berubah dari keadaan rendah ke

    tinggi disebut tegangan ambang positip (VT+) dan, demikian sebaliknya Vin

    yang menyebabkan keluaran berubah dari keadaan tinggi ke rendah disebut

    tegangan ambang negatif (VT). Bila Vout berada pada keadaan rendah

    diperlukan untuk menaikkan Vin sedikit diatas 1,7 Volt guna menghasilkan

    suatu perpindahan. Setelah berada pada keadaan tinggi Vout tetap. Vout tetap

    berada pada tegangan 5 Volt sampai Vin menurun sedikit dibawah 1,2 Volt.

    Pada saat ini keluaran kembali berubah ke keadaan rendah. Garis putus-putus

    menandakan perubahan yang sangat cepat.

    2.8 Pencacah Modulo-256 (8 BIT)

    Pencacah digital merupakan suatu rangkaian digital yang penting.

    Pencacah digital merupakan rangkaian logika pengurut. Hal ini jelas, karena

    pencacah membutuhkan karakteristik memori dan pewaktu memegang

    peranan penting.Pencacah digital hanya akan menghitung dalam biner atau

    dalam kode biner.Rangkaian yang dirancang menghasilkan urutan bilangan

  • 36

    biner dari 00000000 sampai 11111111,seperti yang ditunjukkan gambar

    18,dapat disebut sebagai pencacah modulo 256. Modulus dari satu pencacah

    adalah jumlah hitungan yang dilaluinya.Istilah”modulo” kadang disingkat

    dengan ”mod”.

    Diagram logika dari pencacah modulo 256 yang menggunakan flip-

    flop JK dapat dilihat pada gambar 18. Mula-mula perhatikan bahwa masukan

    data J dan K dari flip-flop tersebut digabungkan ke logika 1. Hal ini berarti

    bahwa masing-masing flip-flop berada dalam mode togel. Kemudian,

    masing-masing pulsa clock akan menyebabkan flip-flop mentogel ke

    keadaan berlawanan. Perhatikan juga bahwa, keluaran Q dari FF1

    dihubungkan secara langsung ke masukan clock (CK) dari unit berikutnya

    (FF2),dan seterusnya. A merupakan indikator LSB (Least Significan Bit, bit

    yang paling kurang penting), sedangkan H merupakan MSB (Most Significan

    Bit), bit yang paling berbobot.

    Pada pencacah digital tak sinkron / asinkron perubahan output flip-

    flop yang terjadi secara serempak , karena pulsa yang akan dicacah hanya

    dimasukan pada flip-flop yang terdepan (LSB).Sedang sebagai pulsa clock

    dari flip-flop yang lain diperoleh dari output flip-flop di depannya.Dengan

    demikian perubahan dari output flip-flop akan terjadi secara berurutan dari

    depan ke belakang sehingga disebut ripple counter / free running counter.

    1

    JKFF

    J

    CLK

    K

    Q

    Q

    B

    1

    E

    1

    1

    JKFF

    J

    CLK

    K

    Q

    Q

    F

    1

    1 1

    JKFF

    J

    CLK

    K

    Q

    Q

    1 11

    1

    C

    1

    G

    1

    JKFF

    J

    CLK

    K

    Q

    Q

    JKFF

    J

    CLK

    K

    Q

    Q

    JKFF

    J

    CLK

    K

    Q

    Q

    masukandetak

    JKFF

    J

    CLK

    K

    Q

    Q

    H

    1

    A

    JKFF

    J

    CLK

    K

    Q

    Q1

    1

    D

    Gambar 2.11. Pencacah biner 8bit

  • 37

    2.9 Pencacah BCD

    Pencacah BCD merupakan pencacah dekade (mod-10) dengan

    keluaran 10 keadaan diskrit. Pencacah ini akan menghasilkan sandi BCD

    (8421) menurut urutan clock yang diberikan. Pada pencacah ini begitu

    mencapai clock ke 10, cacahan akan dimulai lagi dari nol. Diagram logika

    dari pencacah ini dapat dilihat pada gambar 2.12.

    Gambar 2.12. Pencacah BCD

    Pada awal keadaan, pencacah dalam keadaan reset atau 0000. Saat

    pulsa clock pertama tiba, flip-flop pertama (FF1) mengalami toggle (D=1)

    sehingga keluaran akhir 0001, pada saat clock kedua tiba maka FF1

    mengalami toggle (D0=0) dan menyebabkan FF2 mengalami toggle (D1=1),

    sehingga keluaran pada clock ke-dua adalah 0010. Demikian seterusnya

    hingga keluaran pencacah 1010 yang mengaktifkan gerbang AND sehingga

    pencacah direset ke keadaan awal atau 0000. Tabel kebenaran dari pencacah

    ini dapat dilihat pada Tabel 4.

    CK

    CLR

    JKFF

    J

    CLK

    K

    Q

    QCLR

    JK=1

    B D

    CLRCLR

    C

    JKFF

    J

    CLK

    K

    Q

    Q

    JKFF

    J

    CLK

    K

    Q

    Q

    A

    JKFF

    J

    CLK

    K

    Q

    Q

  • 38

    Tabel 2.4

    Kebenaran Pencacah BCD

    Clock ke- D C B A Cacahan

    0 0 0 0 0 0

    1 0 0 0 1 1

    2 0 0 1 0 2

    3 0 0 1 1 3

    4 0 1 0 0 4

    5 0 1 0 1 5

    6 0 1 1 0 6

    7 0 1 1 1 7

    8 1 0 0 0 8

    9 1 0 0 1 9

    10 0 0 0 0 0

    Dari tabel kebenaran tersebut dapat digambarkan bentuk keluaran

    sebagai mana diagram waktu pada Gambar 2.13.

    Gambar 2.13. Bentuk gelombang keluaran pencacah BCD

  • 39

    2.10 Pengancing (D-LATCH)

    Rangkaian ini adalah penggerendel D (D latch) yang keluarannya

    mengikuti masukan pada saat clock tinggi. Jika bit data berubah pada saat

    clock tinggi, nilai terakhir D sebelum clock berubah keadaan dari logika

    tinggi ke rendah merupakan nilai D yang tersimpan. D Latch dapat dibentuk

    dari SRFF dan gerbang logika AND dan NOT sebagaimana pada gambar 2.14

    C out

    D

    out

    S Q R Q

    Gambar 2.14 Rangkaian D Latch

    Saat clock rendah (0) keadaan maka keluaran Q tetap. Dan pada saat

    clock tinggi (1), keluaran Q mengikuti masukan. Tabel kebenaran bagi D

    Latch ini dapat dilihat pada tabel 5.

    Tabel 5.

    Tabel kebenaran Penggerendel D

    D C Q

    0 0 0

    0 1 Keadaan terakhir

    1 0 0

    1 1 1

  • 40

    2.11 Pengendali LATCH dan RESET

    Rangkaian pengendali Latch dan Reset diperlukan untuk

    mempertahankan nilai yang dibaca selama waktu buka dan mereset cacahan

    kembali ke awal sesaat sebelum masuk waktu buka berikutnya.

    Pengoperasian Latch dan Reset dilakukan pada saat pulsa B dalam keadaan

    rendah. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan diagram logika pada gambar

    2.15.

    B

    LATCH

    RESET

    Gambar 2.15 Pulsa Latch dan Reset

    Untuk menghasilkan pulsa sempit digunakan kombinasi C dan R

    sebagai diferensiator dengan tetapan waktu t = R.C, sebagaimana

    diperlihatkan pada Gambar 2.16.

    R

    LATCH

    C

    RESET

    C

    R

    B

    Gambar 2.16. Rangkaian pengendali Latch dan Reset

  • 41

    2.12 Penyandi BCD to 7-Segmen

    Sebelum segmen dinyalakan, keluaran system digital harus diubah ke

    dalam isyarat yang sesuai untuk menyalakan tampilan. Masukan dari sistem

    digital biasanya dalam bentuk sandi biner (BCD) harus diubah menjadi

    isyarat tujuh jalur untuk menyalakan masing-masing segmen. Perubahan ini

    dilakukan oleh penyandi BCD ke tujuh segmen. Sebagai contoh, jika

    karakter 2 akan ditampilkan, maka jalur keluaran S0, S1, S3, S4, S6 akan di-

    SET berlogika satu untuk menghidupkan transistor yang sesuai dengan

    segmen S0, S1, S3, S4, S6. Jalur yang lain tetap berlogika nol. Tabel 6

    menunjukkan jalur-jalur yang harus diaktifkan untuk membentuk karakter

    yang dimaksud.

    Tabel 6. Jalur Segmen yang aktif

  • 42

    2.13 Seven Segment

    Pada dasarnya penampil tujuh segmen terdiri dari tujuh buah LED

    (Light Emmitting Diode). Menurut cara pemberian tegangan, maka suatu

    tujuh segmen terdiri dari dua macam, yaitu : common anoda dan common

    katoda. Perbedaan antara keduanya hanya terletak pada penyambungan

    antara LED yang terdapat pada segmen yang satu dengan yang lain. Pada

    common anoda, anoda dari ketujuh LED terhubung menjadi satu (gambar

    2.17a) sedangkan pada common katoda, katoda dari ketujuh LED yang

    terhubung menjadi satu (gambar 2.17b) Pada umumnya ketujuh LED pada

    seven segment diberi label S0 sampai S6 seperti disajikan pada gambar 2-8.

    Ketujuh LED itu merupakan cacahan segmen minimum yang diperlukan

    untuk menampilkan angka 0 sampai 9 seperti diilustrasikan pada gambar

    2.17

    a) anoda bersama b) katoda bersama

    Gambar 2.17. Untai penampil tujuh segmen

  • 43

    Gambar 2.17.Penampil tujuh segmen

    Gambar 2.19.Tujuh segmen dalam digit desimal

    Kecerahan LED tergantung dari arusnya. Idealnya, cara terbaik untuk

    mengendalikan kecemerlangan ialah dengan menjalankan LED dengan

    sumber arus. Cara berikutnya yang terbaik setelah sumber arus adalah

    dengan tegangan catu yang besar dan resistansi seri yang besar. Dalam hal

    ini, arus LED diberikan oleh :

    s

    ledcc

    RVV

    I−

    = ................................ ........................................ (2.10)

  • 44

    Vcc

    RsI

    led

    D1

    LED

    Gambar 2.20. Rangkaian LED

    Makin besar tegangan sumber, makin kecil pengaruh Vled. Dengan kata lain

    Vcc yang besar menghilangkan pengaruh perubahan pada tegangan LED.

    2.14 Digital to Analog Converter (DAC)

    DAC adalah rangkaian yang mengubah tegangan biner digital menjadi

    log. Ada banyak bentuk rangkaian DAC ini, yang biasanya sudah terpaket

    pada satu keping IC. DAC terdiri dari rangkaian jaringan resistor dan

    penguat penjumlah atau disebut juga konveter arus ke tegangan (I to V

    Converter, IVC). Jaringan resistor yang dipakai biasanya jaringan R-2R

    sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.20. Pada saat saklar D1 dihubung

    singkat maka besarnya arus keluaran meningkat dua kali dari arus pada saat

    D0 dihubung singkat.

  • 45

    R R

    Vcc

    Vcc

    +

    -

    V+V

    -

    out

    I/V ConverterJaringan Resistor

    R

    2R

    R

    2R

    D3

    2R

    Vout

    2R

    R R

    D6

    R

    2R

    RfD2

    2R

    D0 D5

    2R -Vee2R

    D7

    2R

    D1 D4

    I0

    Gambar 2.21. Dasar rangkaian DAC 8 bit

    Dengan jaringan resistor R-2R akan didapatkan kenaikan yang sama

    setiap tingkatnya. Biasanya DAC sudah terpaket dalam satu keping IC

    sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 29.Do merupakan masukan LSB dan

    D7 sebagai masukan MSB. Dengan masukan sebanyak n bit didapatkan 2n

    tingkat keluaran. Sehingga dengan masukan sebanyak 8 bit akan didapatkan

    256 tingkat keluaran.

    Vref

    U10

    MC10116

    56789

    10

    14

    15

    2

    4

    313

    1112

    16

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .VE

    EV

    CC

    .

    .

    .

    D2

    R1

    6

    Rref

    D5

    I0

    2

    +

    -

    V+

    V-

    outC

    Rf

    Vee

    3

    D3

    Vout

    4

    7

    D7

    Vcc

    D1

    Vcc

    D0

    7

    D6

    D4

    Vee

    Gambar 2.22. Rangkaian DAC dengan satu keping IC

  • 46

    Besar atau kecilnya arus keluaran (Io) DAC tergantung atas keadaan

    masukan logika 1 dan 0. Arus dari IC DAC sebesar :

    )256128643216842

    ( 01234567DDDDDDDD

    RV

    Ioref

    ref +++++++=

    dengan:

    Io : Arus keluaran konverter DAC (dalam A)

    Rref : Resistor Referensi (dalam Ohm)

    Vref : Tegangan Referensi (dalam Volt)

    D0-D7 : sinyal-sinyal masukan biner

    Persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi:

    )256

    ( NRV

    Ioref

    ref= ............................................................................... (2.11)

    dengan N : bobot masukan desimal

    2.15 Penguat

    2.15.1 Penguat Penjumlah (Summing Amplifier)

    Penguat penjumlah dapat dibentuk dari penguat inverting,

    dimana bisa menjumlahkan dua atau lebih masukan-masukan bebas

    (independent). Rangkaian penguat penjumlah untuk dua masukan

    dapat diperlihatkan dalam Gambar 2.22

    R1

    R2

    VIN1

    VIN2

    Rf

    VOUT

    3

    2

    74

    6

    +

    -

    V+V-

    OUT

    Gambar 2.23 Penguat Penjumlah

  • Penguat penjumlah untuk masing-masing masukan berdasarkan

    persamaan:

    Penguat tegangan pertama

    11 R

    RVV

    A fi

    oV −== ............................................................... (2.12)

    Penguat tegangan kedua

    222 R

    RVVA foV −== ................................................................ (2.13)

    Sehingga tegangan keluarannya adalah penjumlahan dari persamaan

    (2.12) dan (2.13)

    ⎟⎟⎠

    ⎞⎜⎜⎝

    ⎛+= 2

    21

    1

    VRR

    VRR

    V ffo .......................................................... (2.14)

    Dengan harga (R) semua sama, maka persamaan (2.15) menjadi :

    Vo = - (V1 + V2) ................................................................... (2.15)

    2.15.2 Penguat Pembalik (Inverting)

    Sebuah penguat menerima arus atau tegangan kecil pada

    masukannya dan menbangkitkan arus atau tegangan yang lebih besar

    pada keluarannya, keluarannya dikendalikan sebagai fungsi daripada

    masukan.

    Penguat membalik op-amp dasar diperlihatkan dalam Gambar 2.24

    xlvii

  • VOUT

    3

    2

    74

    6

    +

    -

    V+V-

    OUT

    VIN

    Ri

    Rf

    Gambar 2.24 Penguat membalik

    Penguatan tegangan dalam rangkaian penguat membalik ditentukan

    menurut

    i

    o

    VV

    Av = ............................................................................... (2.16)

    Sementara faktor penguatan dalam modus loop tertutup untuk

    penguat membalik dinyatakan dalam

    RiRfAv −= ............................................................................. (2.17)

    Tegangan keluaran diperoleh dengan jalan mengalikan tegangan

    masukan yang diketahui dengan faktor penguatan, atau

    Vo = - (Av . Vi)

    ii

    f VRR

    Vo ⎟⎟⎠

    ⎞⎜⎜⎝

    ⎛−= ....................................................................... . (2.18)

    2.16 Pengendali

    Pengendali adalah elemen yang mendeteksi perbedaan antara keluaran

    yang dikehendaki dengan keluaran aktual.

    xlviii

  • 2.16.1 Kendali Proportional

    Apapun wujud mekanisme yang ada dan apapun bentuk daya

    penggeraknya, kendali proporsional pada dasarnya merupakan

    penguat dengan penguatan yang dapat diatur. Gambar 2.25

    merupakan rangkaian dari kendali proporsional.

    +

    -

    V+

    V-

    out Vout

    -12

    Vin

    R1

    +12

    R2

    Gambar 2.25 Rangkaian kendali proporsional

    Sehingga dari gambar 2.25 diperoleh persamaan sebagai berikut :

    ( ) inout VRRtV .

    1

    2−= (t) ............................................................... (2.19)

    inpout VRRVV .

    1

    2== (t)

    1

    2

    RR

    VV

    Kin

    outp −==

    atau dalam transformasi laplace,

    ( ) )(.1

    2 sVRRsV inout −=

    ( )( ) 1

    2

    RR

    sVsV

    in

    out −=

    xlix

  • Misal sinyal keluaran dari sistem kendali proporsional adalah m(t)

    dan sinyal kesalahan penggerak adalah e(t) maka :

    m(t) = Kp . et

    atau dalam transformasi Laplace,

    E(s) M(s)

    Kp

    M(s) = Kp . E(s)

    pKsEsM

    =)()(

    Kp merupakan konstanta pengendali proporsional atau penguatan.

    2.16.2 Kendali Integral

    Sedangkan rangkaian kendali integral ditunjukkan pada

    gambar 2.26 dibawah ini.

    -12

    C

    R

    Vin +

    -

    V+

    V-

    out

    +12

    Vout

    Gambar 2.26 Rangkaian kendali integral

    Dari gambar 2.26 diperoleh persamaan seperti berikut ini :

    ∫−= dttVRCtV inout )(1)( ........................................................ (2.20)

    l

  • dtVRc

    VV iniout ∫== (t)1

    ii T

    K 1−=

    Ti = RC

    Dalam transformasi Laplace,

    )( .1..1)( sV

    sCRsV inout −=

    sCRsVsV

    in

    out 1..1

    )()(

    −=

    Pada kendali dengan aksi kendali integral, nilai keluaran kendali m(t)

    diubah dengan laju yang sebanding dengan sinyal kesalahan

    penggerak e(t) sehingga:

    m(t) = Ki ∫ e(t)dt

    atau dalam transformasi Laplace,

    E(s) M(s)

    Ki

    s1

    M(s) = Ki . s1 E(s)

    sK

    sEsM i=)()(

    Ki merupakan konstanta integrasi yang dapat diatur. Jika nilai sinyal

    kesalahan penggerak e(t) diduakalikan, maka nilai sinyal keluaran

    m(t) berubah dengan laju perubahan menjadi dua kali semula. Jika

    li

  • kesalahan penggerak e(t) nol, maka nilai keluaran m(t) tetap

    stasioner.

    2.16.3 Kendali Proportional Integrator

    Sedangkan gabungan dari kendali proporsional dan kendali

    integral disebut kendali proporsional integral.

    V1

    Vin

    Vi Vout

    P

    I

    (a)

    +

    -

    V+V-

    out

    R7

    A2

    -12

    +

    -

    V+

    V-

    out

    Vout

    A1

    R3

    Vin

    R2

    +

    -

    V+V-

    out

    -12Cf

    -12

    +12Vi

    +12

    R1

    +12Vp

    R6

    A3

    (b) Gambar 2.27. a) Diagram kotak kendali proporsional integral

    b) Rangkaian kendali proporsional integral

    Dari gambar 2.27 diperoleh suatu persamaan :

    lii

  • ( ) ( )⎟⎟⎠

    ⎞⎜⎜⎝

    ⎛+= tV

    RR

    tVRR

    tV ipout6

    7

    3

    7)( …………………………....

    (2.21).

    ⎟⎟⎠

    ⎞⎜⎜⎝

    ⎛−+−= ))(.1).(

    .1.())(..()(

    6

    7

    1

    2

    3

    7 sVsCRR

    RsV

    RR

    RR

    sV ininout

    ( )( ) ⎟

    ⎟⎠

    ⎞⎜⎜⎝

    ⎛−+−−= )1.

    .1.().(

    6

    7

    1

    2

    3

    7

    sCRRR

    RR

    RR

    sVsV

    in

    out

    Aksi kendali dari kendali proporsional integral dapat didefinisikan

    sebagai berikut :

    M(t) = Kp . e(t) + i

    p

    TK

    ∫ Vin(t)dt

    Atau dalam besaran transformasi Laplace,

    E(s) s

    KK ip + M(s)

    ⎟⎟⎠

    ⎞⎜⎜⎝

    ⎛+=

    sTK

    sEsM

    ip

    11)()(

    Dimana : m(t) : keluaran kontroler

    Kp : konstanta proporsional

    Ti : waktu integral = R.C

    e(t) : sinyal kesalahan penggerak

    Waktu integral Ti mengatur aksi kendali integral, sedangkan

    penguat Kp mempengaruhi baik bagian proporsional maupun bagian

    integral dari sistem kendali.

    liii

  • 2.17 Penggerak Motor

    Penggerak motor diperlukan untuk menggerakkan motor adalah

    penguat arus karena arus yang keluar dari penguat pembalik hanya kecil

    kurang kuat untuk memutar motor dc.

    Gambar rangkaian penguat arus yang digunakan dapat dilihat pada

    Gambar 2.27

    Q1

    BD239C

    MOTOR DC

    -

    +

    -

    V+

    V-

    out

    Vcc +15V

    +

    Gambar 2.28 Rangkaian Penguat Arus

    Dari rangkaian pada gambar 2.28 dapat diperoleh dari persamaan

    Vcc – Vce – Ie.Re = 0 .............................................................. (2.22)

    Dengan

    Vout = Vin ............................................................................. (2.23)

    Maka

    IRE = Ie = ReVout

    ..................................................................... (2.24)

    liv

  • 2.18 Motor DC

    Rangkaian ekivalen motor dc dapat dilihat pada gambar 2.28.

    R

    EsEo

    I

    V1

    Gambar 2.29. Rangkaian ekivalen motor DC

    Arus I yang mengalir pada rangkaian tersebut adalah:

    RE E

    I 0s−

    = ............................................................................ (2.25)

    Eo adalah tegangan induksi yang disebut sebagai counter-

    electromotive force (cemf), yang senantiasa berlawanan dengan tegangan

    sumber Es. Pada saat motor tidak berputar (the motor is rest), maka besarnya

    Eo = 0, sehingga arus yang dibutuhkan untuk starting sebesar

    RE

    I s= ..... ................................................................................ (2.26)

    lv

  • Pada saat putaran motor meningkat, tegangan Eo juga akan meningkat

    sehingga menghasilkan tegangan selisih (Es – Eo).

    lvi

  • BAB III

    PERANCANGAN ALAT

    Pada dasarnya alat yang dirancang mempunyai sistem seperti yang

    digambarkan pada diagram blok gambar 3.1. yang terdapat 2 blok yaitu

    rangkaian utama dan rangkaian tambahan.

    PENCACAHBCD

    PENAMPILPENGUBAHBCD KE7-SEGMEN

    E+

    -

    PENGONTROL

    PENCACAHBINER

    PENGUNCI

    RANGKAIAN TAMBAHAN

    Set Point

    SENSOR

    PENGUNCI

    MOTOR DC

    DAC

    KENDALILATCH DANRESET

    RANGKAIAN UTAMA

    TIME BASE1 DETIK

    Gambar 3.1. Diagram blok rangkaian pengubah frekuensi kecepatan motor DC

    menjadi tegangan DC pada aplikasi pengatur kecepatan motor DC

    3.1. Sensor Putaran Motor

    Dalam perancangan sensor putaran motor ini dibuat piringan dengan

    60 celah sebagai penghalang sinar inframerah. Dengan demikian sekali motor

    berputar akan dibaca sebanyak 60 pulsa. Sedangkan untuk optocoupler

    lvii

    39

  • digunakan divais H21A2 spesifikasi dari komponen ini adalah sebagai

    berikut:

    a. Arus maju maksimum Dioda Inframerah (Id) 60 mA

    b. Tegangan maksimum Dioda Inframerah (Vdioda) 1,7 V

    c. Arus maksimum CE fototransistor 100mA

    Foto transistor akan aktif jika terkena sinar dari dioda inframerah,

    sehingga keluaran pemicu menjadi rendah, sebaliknya jika sinar terhalang

    keluaran pemicu Schmitt akan tinggi.

    Rd

    330

    74LS14H21A2

    5V

    Rc

    1K

    Vo

    Gambar 3.2 Gambar Sensor Putaran Motor

    Untuk menentukan besarnya hambatan pada dioda inframerah

    digunakan hubungan :

    d

    diodaccd I

    VVR

    −=

    Dengan mengambil Vcc = 5 V, Vdioda = 1,7 V dan Id = 10 mA, maka

    besarnya Resistor R1 sebesar:

    lviii

  • Ω 33010.10

    1,75R 3d

    =

    −= −

    Sedangkan untuk menentukan besarnya hambatan Rc, diketahui bahwa

    arus maksimum adalah 100 mA, diambil arus 5 mA. Dengan menganggap

    arus Ic = Ie maka kondisi keluaran maksimal ketika VCE = 0, didapatkan :

    ( ) KΩ 1Ω1.105.10

    V05R 33c ==−

    = −−

    Pemicu Schmitt menggunakan gerbang NOT IC 74LS14 dengan

    menghubungkan masukannya pada keluaran transistor. Pada saat keluaran

    transistor tinggi maka keluaran pemicu ini rendah begitu sebaliknya. Gambar

    rangkaian diperlihatkan pada Gambar 3.2

    3.1.1 Kecepatan Putaran Motor

    Pada perancangan dalam membaca kecepatan putaran motor,

    digunakan celah sebanyak 60 buah, sehingga dalam satu putaran

    didapatkan 60 pulsa. Kecepatan yang dihasilkan sebesar untuk waktu

    buka selama 1 detik adalah :

    rpm 1 .n ditampilka yang angka

    .6060

    nditampilka yang angkan

    bukawaktu detik 60.

    celahjumlah nditampilka yang angkan

    =

    =

    =

    Sehingga besarnya kecepatan putaran sebesar tampilan tujuh

    segmen lama dengan nilai kecepatan motor.

    lix

  • 3.2 Pewaktu Stabil

    Frekuensi yang diinginkan pada pewaktu ini adalah 1 Hz sehingga

    akan menghasilkan periode sebesar 1 detik. Dengan memanfaatkan frekuensi

    jala-jala PLN yang terdapat pada transformator maka didapatkan frekuensi

    stabil yang besarnya 50 Hz.

    Frekuensi stabil 50 Hz agar didapatkan frekuensi sebesar 1 Hz maka

    harus dibagi 10 kemudian dibagi 5 dengan menggunakan 2 buah IC 4017.

    Agar pulsa keluaran 1 Hz berbentuk pulsa kotak maka dilewatkan sebuah

    Schmitt triger 74LS14.

    OUT

    D2T10V 6V

    CT

    0

    4017

    1413

    15

    324710156911

    12

    168

    CLKENA

    RST

    Q0Q1Q2Q3Q4Q5Q6Q7Q8Q9

    CO

    VDD

    VS

    S

    VCC 5V

    R1

    10K

    4017

    1413

    15

    324710156911

    12

    168

    CLKENA

    RST

    Q0Q1Q2Q3Q4Q5Q6Q7Q8Q9

    CO

    VDD

    VS

    S

    1 HZ

    74LS14

    Gambar 3.3 Gambar Rangkaian Pewaktu Stabil

    3.3 Rangkaian Basis Waktu dan Penggerbangan

    Pewaktu stabil mempunyai frekuensi keluaran 1 Hz, ini berarti

    mempunyai waktu periode sebesar 1 detik. Penggerbangan suatu pencacah

    berarti menghidupkan hanya selama 1 periode. Dan dalam periode ini

    pencacah akan mencacah banyaknya pulsa yang masuk (tiba pada masuknya)

    pulsa ini akan dilewatkan selama waktu buka (gating time). Penggerbangan

    lx

  • yang dilakukan menggunakan IC TTL 74LS132 yaitu gerbang NAND dengan

    2 masukan. Satu masukan berasal dari frekuensi kecepatan motor yang lain

    sebagai pengontrol lamanya penggerbangan. Pada perancangan ini memilih

    waktu buka selama 1 detik.

    Gambar 3.4 Rangkaian Basis Waktu dan Penggerbangan

    ke pencacah

    FIN

    FIN

    74LS132

    1

    23

    147

    -

    OUT

    1 detik

    +

    T GATE

    3.4 Rangkaian Pengendali Latch dan Reset

    Latch dan reset bekerja setelah pencacah mencacah selama waktu

    yang ditentukan, ini berarti terjadi ketika pulsa rendah dari pembagi frekuensi.

    Pada perancangan kali ini digunakan gerbang logika NAND 4011 untuk

    menghasilkan kedua keluaran tersebut. Agar keduanya bisa bekerja dengan

    cepat diperlukan kombinasi R dan C, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar

    3.5.

    1/4 4011

    R11K

    C1

    R2

    1K

    B

    10uF

    1/4 4011

    C2

    1/4 4011

    10uF

    RESET

    LATCH

    Gambar 3.5 Rangkaian Pengendali Latch dan Reset

    lxi

  • Waktu tinggi yang diperlukan sebesar 0,01dt dengan mengambil C =

    10 µF maka didapatkan nilai R :

    KΩ 131.10-610.10

    0,01R ===

    3.5 Rangkaian Pencacah Biner

    Pada rancangan ini digunakan pencacah biner 8 bit up Counter

    Asyncron Modulo 256 yang bekerja untuk mengurutkan data dari 0000 0000

    sampai 1111 1111 (desimal 0 sampai 255). Karena keluaran dari frekuensi

    kecepatan motor setelah dilakukan pengukuran sebesar 2700 rpm. Maka

    angka tersebut dibagi 10 menggunakan IC 4017 agar pencacah mampu

    bekerja dengan baik.

    Pada rancangan ini digunakan IC 4040 yang merupakan pencacah

    asinkron. Ini berarti pulsa masukan hanya diberikan pada flip-flop pertama

    dan flip-flop berikutnya hanya menerima output flip-flop sebelumnya.

    IC 4040 tersusun dari 12 master-slave flip-flop. Dalam rancangan ini

    IC hanya digunakan sampai modulus 256 (8 bit) sehingga pada Qg

    dihubungkan ke reset, hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.6

    lxii

    A2

    A0

    A3A4

    CLKA1

    A5

    10

    11

    9765324131214151

    CLK

    RST

    Q1Q2Q3Q4Q5Q6Q7Q8Q9

    Q10Q11Q12

    A7A6

  • Gambar 3.6 Rangkaian IC 4040

    3.6 Rangkaian Pencacah BDC Hingga Penampil

    Pencacah yang digunakan dalam perancangan ini adalah pencacah

    modulo-10 atau yang disebut juga pencacah decade. Pencacah ini digunakan

    adalah pencacah modulo-10 tak serempak. Pencacah jenis ini merupakan

    pencacah yang paling banyak digunakan. Pencacah modulo-10 dibangun atas

    4 buah J – K flip-flop. Pencacah dekade yang digunakan IC TTL 74LS90

    yang mencacah dalam sandi 8421 atau dalam biner dari 0000 sampai 1001.

    Untuk mencacah frekuensi sampai 2700 hertz maka setidaknya

    dibutuhkan 4 buah pencacah dekade. Pada perancangan ini pencacah dekade

    yang dipakai adalah pencacah serial yang berarti keluaran dari IC TTL

    74LS90 sebelumnya menjadi masukan (pulsa lonceng) pada IC TTL 74LS90

    selanjutnya. Rangkaian pencacah ditunjukkan oleh Gambar 3.7

    lxiii

  • Qc

    Qa

    ke penguncike pengunci

    Clk

    Qc

    Qd

    Qd

    74LS90

    141

    2367

    129811

    AB

    R0(1)R0(2)R9(1)R9(2)

    QAQBQCQD

    Reset

    Qc

    ke pengunci

    74LS90

    141

    2367

    129811

    AB

    R0(1)R0(2)R9(1)R9(2)

    QAQBQCQD

    Qb

    Qb

    Qd

    Qa

    ke pengunci

    Qc

    Qb

    Qd

    Qb

    74LS90

    141

    2367

    129811

    AB

    R0(1)R0(2)R9(1)R9(2)

    QAQBQCQD

    74LS90

    141

    2367

    129811

    AB

    R0(1)R0(2)R9(1)R9(2)

    QAQBQCQD

    Qa

    Qa

    Gambar 3.7 Rangkaian Pencacah Dekade

    Sebelum data hasil pencacah ditampilkan, data hasil pencacahan

    tersebut terlebih dahulu dikirimkan ke pengunci yang direpresentasikan oleh

    IC TTL 74LS75. Data hasil pencacahan pada IC ini akan disimpan sementara

    rangkaian penampil digital yang dibangun dalam perancangan ini dengan

    menggunakan 4 buah penampil dengan kapasitas jangkauan 9.999 Hz.

    Penampil tersebut dihubungkan dengan penggerak dekoder to seven segment

    seperti terlihat dalam gambar 3.8

    Masukan pencacah bereaksi terhadap periode yang negatif. Apabila

    pencacah pertama telah mencapai cacahan ke sepuluh (1001) maka pencacah

    akan kembali ke kondisi semula (0000). Pada saat transisi denyut tersebut

    pencacah kedua berubah keadaan. Jalan masuk data pada pencacah dibumikan

    lxiv

  • atau diberi logika rendah (pin 6, 7) dan jalan masuk beban (pin 3) diberi

    masukan tinggi untuk fungsi pencacahan dengan cacahan awal (0000). Jalan

    masuk reset pencacah aktif pada logika high (1) dengan denyut reset yang

    diberikan oleh rangkaian kendali seperti terlihat dalam Gambar 3.5.

    Denyut reset akan me-reset pencacah untuk memulai proses

    penghitungan jumlah denyut yang masuk dari pintu penggerbangan. Denyut

    latch dari rangkaian kendali digunakan untuk mengambil dan menyimpan data

    hasil cacahan dari rangkaian pencacah 74LS90. Rangkaian latch direalisasikan

    dengan IC TTL 74LS75 yang menerapkan flip-flop D, pada saat denyut latch

    berada logika tinggi, maka data pada jalan masuk akan diteruskan ke jalan

    keluar, dan apabila latch pada logika rendah, maka data akan disimpan

    sementara.

    R1...R7

    VCC

    Qb

    74LS47

    7126453

    1312111091514

    1248BI_RBORBILT

    ABCDEFG

    300 ohm

    Qd

    74LS47

    10912467

    3

    8

    5

    gfedcba

    VCC

    VCC

    dp

    7 segment

    74LS47

    10912467

    3

    8

    5

    gfedcba

    VCC

    VCC

    dp

    Dari

    pen

    caca

    h

    74LS47

    10912467

    3

    8

    5

    gfedcba

    VCC

    VCC

    dp

    74LS75

    2

    3

    6

    7

    134

    1611514101198

    D1

    D2

    D3

    D4

    C12C34

    Q1Q1Q2Q2Q3Q3Q4Q4

    Qa

    Qd

    Latch

    R1...R7

    300 ohm

    74LS75

    2

    3

    6

    7

    134

    1611514101198

    D1

    D2

    D3

    D4

    C12C34

    Q1Q1Q2Q2Q3Q3Q4Q4

    Qa

    Qc

    VCC

    Dari

    pen

    caca

    h

    7 segment

    VCC

    74LS75

    2

    3

    6

    7

    134

    1611514101198

    D1

    D2

    D3

    D4

    C12C34

    Q1Q1Q2Q2Q3Q3Q4Q4

    7 segment

    Dari

    pen

    caca

    h

    74LS47

    7126453

    1312111091514

    1248BI_RBORBILT

    ABCDEFG

    R1...R7

    VCC

    74LS75

    2

    3

    6

    7

    134

    1611514101198

    D1

    D2

    D3

    D4

    C12C34

    Q1Q1Q2Q2Q3Q3Q4Q4

    300 ohm

    74LS47

    10912467

    3

    8

    5

    gfedcba

    VCC

    VCC

    dp

    Dari

    pen

    caca

    h

    Qc

    Qd

    Qa

    Qb

    R1...R7

    Qa

    300 ohm

    Qc

    Qd

    Qb

    74LS47

    7126453

    1312111091514

    1248BI_RBORBILT

    ABCDEFG

    74LS47

    7126453

    1312111091514

    1248BI_RBORBILT

    ABCDEFG

    Qc

    7 segment

    Qb

    Gambar 3.8.Rangkaian Pengunci Hingga Penampil

    lxv

  • Denyut latch dan reset tersebut dikendalikan oleh rangkaian kendali

    sesuai dengan waktu buka yang diberikan generator basis waktu. IC 74LS347

    berfungsi untuk men-dekoder data biner 4 bit dari keluaran register penyangga

    74LS75 ke dalam bentuk desimal yang kemudian ditampilkan dalam penampil

    seven segment. Seven segment yang digunakan dalam perancangan ini adalah

    common anode karena keluaran IC 74LS347 aktif rendah.

    Dari gambar 3.8. dapat dilihat antatara 74LS347 denganseven segment

    terpasang resistor. Hal itu dimaksudkan agar arus yang masuk pada seven

    segment tidak melebihi ambang diperbolehkan yaitu sebesar 20 mA. Dengan

    tegangan 5 Volt dan arus maksimum, maka nilai resistor diperoleh dari :

    Ω 165mA 20

    V 1,7V 5I∆VR

    max

    =−

    ==

    Dengan : R = hambatan (Ω)

    ∆V = selisih tegangan (Volt)

    Imax = arus maksimum LED (amper)

    Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa dengan nilai R yang kecil

    akan menyebabkan nilai I menjadi besar , maka perancangan ini digunakan

    nilai R sebesar 300 Ω.

    3.7 Konverter Digital ke Analog (DAC)

    Pada blok rangkaian ini dibuat dengan konfigurasi yang umum

    digunakan dengan IC MC 1408, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.9

    lxvi

  • D4

    +

    -

    V+V-

    out

    D3

    12V

    4K7R2

    D7

    LF 351

    MC

    1408

    56789

    10

    14

    15

    2

    4

    313

    1112

    16

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .VEE

    VCC

    .

    .

    .

    C

    Rref

    5K1

    D2

    5K

    R1

    D0

    -12V

    I0Vout

    7

    -12V

    7

    5V

    6

    4

    0,01uF

    3

    D6D5

    2

    D1

    Gambar 3.9. Perancangan Rangkaian DAC

    Tegangan referensi adalah +5 Volt, maka pin 15 harus dihubungkan

    ke ground. Untuk menekan osilasi tegangan yang timbul pada Vee (-12 V)

    maka diperlukan kapasitor yang dihubungkan dengan pin kompensasi (pin

    16).

    Pada perancangan DAC ini diharapkan tegangan keluaran mempunyai

    jangkauan 0 V sampai 5 V. Dengan menerapkan persamaan 2.20.

    fo .RIVI = ......................................................................................... (3.1)

    dengan mengambil Rf = 4,7.103Ω, maka dapat diketahui besarnya arus-arus

    yang mengalir dari keluaran pin 4 IC MC 1408 pada saat keluaran maksimum

    5 V yaitu :

    A1,064.104,7.10

    5I

    .4,7.10I5

    33o

    3o

    −==

    =

    Menurut persamaan 2.20 besarnya arus keluaran dari IC MC 1408 adalah :

    ⎟⎠⎞

    ⎜⎝⎛=

    256N

    RV

    Iref

    refo ................................................................................ (3.2)

    lxvii

  • Tegangan referensi (Vref) yang digunakan sebesar 5 V, maka

    Ω 4680,89.2561,064.10

    5.255R

    256255

    R510.064,1

    3ref

    ref

    3

    ==

    ⎟⎠⎞

    ⎜⎝⎛=

    Sehingga didapatkan tahanan referensi (Rref) sebesar 4680,89 Ω atau

    4,68 KΩ. Digunakan potensiometer sebesar 5 KΩ.

    Arus yang masuk melalui masukan biner (Ii) ditentukan minimum

    sebesar 1 mA, maka digunakan tahanan masukan (Ra-h) sebesar

    KΩ 51.10

    5IVR

    3

    iha

    ==

    =

    Pada penerapannya diambil tahanan sebesar 4,7 KΩ, sehingga arus

    yang masuk sebesar

    A1,93.104,7.10

    5I 33i−==

    Dengan menyusun ulang persamaan 3.1. dan persamaam 3.2 serta

    memasukkan nilai-nilai komponen yang diperoleh didapatkan

    Dengan memasukkan nilai N yang berbeda maka akan didapatkan

    besarnya V1 sesuai dengan besarnya bobot masukan. Sebagai contoh pada

    masukan 01111111 mempunyai bobot desimal N = 127, maka besarnya VI

    adalah

    V1 = 0,0196 (127) = 2,4892 V

    Tabel 3.1. menunjukkan besarnya keluaran DAC menurut perhitungan

    pada persamaan 3.3 dan arah putaran yang diharapkan.

    lxviii

  • Tabel 3.1. Keluaran DAC

    Masukan ∆/V V1(Volt)

    00000000

    01111111

    1

    127

    0

    2,4892

    10000000 128 2,5089

    10000001

    11111111

    129

    255

    2,5284

    4.998

    3.8 Penguat Penjumlah (Summing Amplifier)

    Pada rancangan ini penguat penjumlah digunakan untuk

    menjumlahkan 2 masukan tegangan yaitu tegangan yang satu berasal dari set

    point dan yang lain berasal dari keluaran DAC.

    Di rancangan ini tegangan set point (V1) dirancang dari 0 sampai 5 V,

    sehingga digunakan potensiometer yang berfungsi sebagai pengatur tegangan

    yang diinginkan. Dengan membuat masukan V2 beda tegangannya dan nilai R

    dianggap semua sama maka dihasilkan sebuah penjumlah beda.

    lxix

  • Rf 1K

    V2+

    Rpot 10KR1 1K

    +

    - LM741

    3

    26

    7 14 5

    VCC 5V

    Vo

    -

    R2 1K

    Gambar 3.10 Gambar Rangkaian Penjumlah Beda

    Maka bisa diketahui nilai V0 akan sama dengan V0 = - (Vset point-V2)

    3.9 Penguat Proporsional

    Karena penguat proporsional integral merupakan gabungan dari

    penguat proporsional dan penguat integral (integrator) maka penguat ini

    mempunyai dua mode yaitu mode P dan mode I.

    Diinginkan nilai penguatan dari kendali proporsional (Kp) adalah 1 kali.

    Kp = 1

    Dari persamaan (2-7) :

    1RR

    RR

    K

    V x RR

    V

    1

    2

    1

    2p

    in1

    2p

    =

    =

    =

    Jika R2 = 100 KΩ

    lxx

  • Ω=

    Ω=

    =

    K 100

    1K 100

    1R

    R maka, 21

    Karena R2 merupakan hambatan yang besarnya sama dengan R1 sehingga nilai

    penguatan/konstanta pengendali proporsional juga dapat diketahui 1 kali.

    Rancangan dari rangkaian kendali proporsional dapat dilihat pada Gambar

    3.15.

    +

    -

    V+

    V-

    out Vout

    100K

    R2

    100K

    -12

    +12

    Vin

    R1

    Gambar 3.11. Rangkaian Penguat Proporsional

    3.9.1 Penguat Integral

    Sedangkan pada rangkaian penguat integral diinginkan

    mempunyai penguatan sampai 1 kali, sehingga nilai dari hambatan R4

    dan capasitor Cf dapat diketahui.

    Jika konstanta pengendali integral = 1 kali maka dari persamaan

    (2-8):

    1R.C

    R.C

    11

    .dtVR.C

    1V

    f

    f

    in(t)f

    out

    =

    =

    = ∫

    lxxi

  • Ditentukan nilai dari hambatan R = 100 KΩ

    µF 10

    KΩ 100

    1R1C maka, f

    =

    =

    =

    sehingga,

    fi

    ii

    R.CTT1K

    =

    =

    karena Ti = 1 maka Ki = 1

    Besar kecilnya waktu Ti berpengaruh pada kecepatan tanggapan sistem

    terhadap masukan. Hal ini ditunjukkan dalam gambar berikut ini.

    E(t)

    RC

    t

    Untuk mengubah nilai penguatan kendali integral sampai 1 kali maka

    nilai dari hambatan R diambil nilai 0,1 MΩ. Semakin besar nilai

    hambatan R maka nilai penguatannya akan semakin kecil.

    Saat R = 0,1MΩ, maka konstanta pengendali integral = 1 kali

    Sehingga rangkaian penguat integralnya adalah sebagai berikut :

    lxxii

  • Vin+

    -

    V+

    V-

    out

    10uFCf

    R=0,1M

    -12

    Vout

    +12

    Gambar 3.12. Rangkaian Penguat Integral

    3.9.2 Penguat Proporsional Integral

    Pada perancangan rangkaian penguat proporsional integral

    dengan penguat penjumlah ini diinginkan penguatan untuk keluaran

    kendali proporsional (Vp) adalah besar 1 kali dan untuk penguatan

    keluaran kendali integral (Vi) adalah sebesar 1 kali. Keluaran dari

    kendali proporsional dikalikan dengan 1 dan keluaran dari kendali

    integral dikalikan dengan 1 baru kemudian dijumlahkan sehingga akan

    diperoleh penguatan maximal sebesar 2.

    Untuk kendali proporsional : - 1RR

    3

    7 =

    Jika R7 = 10 KΩ

    KΩ 101KΩ 10

    1R

    R 73

    =

    =

    =

    Sehingga tegangan keluaran dari kendali proporsional adalah :

    ⎥⎦

    ⎤⎢⎣

    ⎡−−= in

    1

    2

    3

    7out .VR

    RRR

    V

    lxxiii

  • Karena tegangan masukan adalah antara –5 sampai 5 volt maka

    tegangan keluarannya antara –5 sampai 5 volt.

    Sehingga besar penguatan dari kendali proporsional adalah 1.

    Untuk kendali integral :

    1RR

    6

    7 =

    Jika R7 = 10 KΩ

    KΩ 101KΩ 10

    1R

    R 76

    =

    =

    =

    maka nilai hambatan R6 = 10 KΩ

    fi

    ii

    R.CTT1K

    =

    =

    karena dalam perancangan nilai Ti sampai 1 maka nilai dari konstanta

    pengendali integral berkisar 1.

    M(t)

    a

    b a : output integral

    b : output proporsional

    E(t)

    Gambar 3.13. Hubungan antara input dan output pada kendali PI

    Semakin besar nilai dari Kp dan Ki maka nilai tegangan

    keluarannya juga akan semakin besar. Hambatan R2 pada rangkaian

    lxxiv

  • proporsional digunakan untuk mengatur besar kecilnya penguatan pada

    kendali proporsional dan hambatan R pada rangkaian integral digunakan

    untuk mengatur besar kecilnya penguatan pada kendali integral.

    A2

    Vin

    10uF

    Vout

    10K

    0,1M

    -12

    -12

    R4

    A1100K

    10K

    R3

    Cf

    +12Vp

    A3

    +

    -

    V+

    V-

    out

    -12

    R2

    +

    -

    V+

    V-

    out

    +12

    R1

    R7

    10K

    +12

    Vi

    R6

    100K

    +

    -

    V+

    V-

    out

    Gambar 3.14. Rangkaian Penguat Proporsional Integral

    lxxv

  • BAB IV

    DATA DAN PEMBAHASAN

    Pada bab ini akan dibuktikan hasil perancangan dengan menampilkan

    beberapa data hasil percobaan beserta analisa dengan membandingkan antar data

    percobaan alat dan pengukuran.

    4.1 Hasil akhir perancangan

    Pada gambar 4.1 tampak sebuah alat pengubah kecepatan putar motor

    dc dan pencacah frekuensi serta pengontrol kecepatan motor DC. Roda cacah

    yang terpasang pada motor dibuat dari piringan CD yang diberi celah

    kemudian dipasang sensor untuk mendeteksi putaran motor.

    Gambar 4.1 Hasil akhir rancangan

    lxxvi

  • Pada tampilan terlihat sebuah digital voltmeter dan 4 digit seven

    segment untuk tampilan digital.

    Untuk mendapatkan hasil perhitungan putaran motor yang

    sesungguhnya maka perlu diketahui besarnya frekuensi putaran motor DC.

    Maka gunakan sebuah osiloskop digital untuk mengetahui besarnya kecepatan

    motor sesungguhnya. Pengukuran dengan osiloskop digital inilah yang

    dijadiakan acuan dalam pengambilan data.

    57

    4.2 Data Kecepatan Putar Motor DC

    Percobaan 1

    Gambar 4.2. Gambar Sinyal Output Sensor Kecepatan Motor DC

    Dengan Vi = 3,5 V.

    lxxvii

  • Dari gambar 4.2.

    Diketahui perioda ( T2) = 594,6 uS.

    Maka frekuensi kecepatan motor dc = 1 : 594,5 uS.

    = 1681,8 Hz.

    Rpm = Fin

    = 1681,8 rpm.

    Percobaan 2

    Gambar 4.3.Gambar Sinyal Output Sensor Kecepatan Motor DC Dengan Vi=4 V.

    Diketahui Perioda ( T2 ) = 466,8 uS.

    Frekuensi kecepatan motor dc = 1 : 466,8 uS.

    = 2142,2 Hz.

    lxxviii

  • Rpm = Fin.

    = 2142,2 rpm.

    4.3 Perbandingan Pengukuran Kecepatan dengan Osiloskop Digital dan

    Hasil Perancangan Sistem

    Sesuai dengan perancangan, tegangan masukan 0 sampai 5 volt akan

    dikalibrasi dalam skala kecepatan putaran motor DC rotation per minute

    (rpm).

    Persamaan yang dipakai untuk memperoleh kecepatan putarannya

    adalah:

    Rpm = ikxhjumlahcela

    Fin det60

    Karena jumlah celahnya 60 buah, maka persamaannya dapat

    disederhanakan menjadi:

    Rpm = Fin ……………………………………………………...…(4-1)

    Dari percobaan diketahui bahwa pada putaran rendah terjadi ripple

    rpm yang lebih besar atau dengan kata lain peritungan kecepatan motor oleh

    sensor kecepatan ini lebih stabil pada putaran tinggi. Hal ini juga dikarenakan

    motor kurang stabil pada putaran rendah.

    lxxix

  • Tabel. 4.1 Perbandingan antara data percobaan pada tampilan digital

    dengan pengukuran menggunakan Osiloskop Digital.

    No Vi (volt) Pengukuran dengan Osiloskop Digital (rpm) Pengukuran

    Hasil Rancangan (rpm)

    Frekuensi putar motor

    ( Hz )