MENGUBAH FREKUENSI KECEMATAN MOTOR DCrepository.usd.ac.id/27543/2/005114013_Full.pdf · ELECTRICAL...
Transcript of MENGUBAH FREKUENSI KECEMATAN MOTOR DCrepository.usd.ac.id/27543/2/005114013_Full.pdf · ELECTRICAL...
-
1
PENGUBAH KECEPATAN PUTAR MOTOR DC
MENJADI TEGANGAN DC PADA APLIKASI
PENGATUR KECEPATAN PUTAR MOTOR DC
TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Program Studi Teknik Elektro
Disusun Oleh:
A. WAHYU WIDODO NIM: 005114013
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
-
2
CONVERTER OF DC MOTOR ROTATION SPEED TO DC VOLTAGE
IN APPLICATION OF DC MOTOR ROTATION SPEED
CONTROLLER
FINAL PROJECT
Presented as a partial fulfillment of the requirements for the degree of SARJANA
TEKNIK of Electrical Engineering Study Program
By:
A. WAHYU WIDODO Student Number: 005114013
ELECTRICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM ELECTRICAL ENGINEERING DEPARTMENT
ENGINEERING FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA 2007
-
3
-
4
-
5
Pernyataan Keaslian Karya
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 31 Juli 2007
Penulis
A. Wahyu Widodo
-
6
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“ Kegagalan dalam hidupku akan
menjadikanku mengerti apa arti dari hidup
yang sesungguhnya”
“ Janganlah kamu melangkah dalam
keraguan, karena akan membawamu dalam
kegagalan”
“ Never give up, cause life is too
beautiful for that”
KUPERSEMBAHKAN UNTUK
BAPA DI SURGA, PUTERANYA YESUS, DAN BUNDA MARIA
Aku percaya Engkau akan memberikan apa yang aku
minta jika aku meminta kepadaMU.
Ayahku Alm. V. Wahyudi, aku percaya engkau
selalu menemaniku disetiap langkahku.
Ibuku M. Gunarti,terima kasih atas dorongan dan
doa yang selalu mengiringi setiap langkahku.
-
7
INTISARI
Motor dc merupakan komponen yang sering digunakan sebagai penggerak dalam alat industri maupun alat-alat lain yang membutuhkan penggerak. Untuk itu diperlukan alat pengukur kecepatan putaran motor dc sebagai pengontrol kinerja sistem penggerak tersebut. Selain itu dengan mengetahui besarnya kecepatan, pengaturan besarnya kecepatan dapat dilakukan dengan mudah.
Pengubah Kecepatan Putar Motor DC Menjadi Tegangan DC Pada Aplikasi Pengatur Kecepatan Putar Motor DC merupakan alat ukur yang terpasang pada motor DC yang dipakai untuk mengukur kecepatan putaran motor serta mengkonversi kecepatan putaran motor mnjadi tegangan dc. Alat ini menampilkan besaran kecepatan dalam rotation per minute (rpm), frekuensi putaran motor dalam HZ dengan 4 digit seven segment dan tegangan dc dalam volt dengan digital volt meter.
Alat ini terdiri dari beberapa bagian. Optocoupler sebagai sensor pendeteksi putaran motor, pencacah baik dekade maupun BCD, rangkaian pengunci, rangkaian konverter data digital menjadi data analog, rangkaian penguat, seven segment dan digital volt meter sebagai penampil.
Alat ini mampu mengubah kecepatan putar motor dc dengan jangkauan 1383 rpm sampai 2424 rpm menjadi tegangan keluaran dc 2.74 volt sampai 4.80 volt dengan kesalahan sebesar 2 %
Kata kunci: pengukur kecepatan putar, konversi frekuensi ke tegangan,
pengontrol kecepatan.
-
8
ABSTRACT
The DC motor represents the component which is often used as an activator in industrial appliance and others, dissimilar appliance requiring activator. For that needed by the measuring instrument of DC motor rotation as controller of the performance system activator. Beside, given the level of speed, arrangement of its level of speed can be done easily.
Converter of DC Motor Rotation Speed to DC Voltage in Application of DC Motor Rotation Speed Controller is a measuring instrument attached at DC motor applied to measure motor rotation speed and convert it to DC voltage. The instrument present the level of speed in rotation per minute (rpm), motor rotation frequency in Hz with 4 digits of seven segments and DC voltage in volt with digital volt meter.
This instrument consisted of some parts. Optocoupler as sensor of motor rotation speed detector, decade and BCD counter, latch circuit, digital to analog converter, amplifier circuit, seven segment and digital volt meter as display of the level of speed.
This instrument was able to measure the rotation speed of the DC motor within the range of 1383 rpm to 2424 rpm resulting output DC voltage 2.74 volt to 4.80 volt with level of error 2 percent.
Keywords: measurement of rotation speed, Frequency conversion to voltage, speed controller
-
9
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh
karena pemimpinan dan penyertaannya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Akhir yang berjudul” Pengubah Kecepatan Putar Motor DC Menjadi
Tegangan DC pada Aplikasi Pengatur Kecepatan Putar Motor DC”. Tugas Akhir
ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik
dalam penyusunannya, banyak pihak yang telah membantu dan memberikan
dukungan pada penulis, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Bapak Agustinus Bayu Primawaan, S.T, M.Eng, selaku Ketua Jurusan Teknik
Elektro Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Martanto, ST., MT., Selaku Pembimbing yang telah membimbing
dalam penulisa Tugas Akhir.
3. Pimpinan Fakultas Teknik, Dosen-dosen Teknik Elektro dan karyawan
laboratorium TE yang sangat membantu penulis selam kuliah dan juga
penelitian.
4. Alm. Bapak, Ibu tercinta, terimakasih atas segala doa, bimbingan dan
perhatian.
5. Kakak dan adikku, Mas Adit, Mbak Tami, Bowo dan Keponakanku Bintang,
Terimakasih atas dukungan kalian.
6. Mbah Jondit, Terimakasih untuk semua perlengkapannya.
7. Teman-temanku: Robert Iwan, M. Prima Sigit; Si Boss, Andre, Joko, terima
kasih telah membantuku.
-
10
8. Sahabat-sahabatku yang spesial: Rani, Reni, Lia, Frans, Cristy, Moko, kalian
telah memberikanku keceriaan dalam hidupku.
9. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih .
Penulis menyadari bahwa Tugas akhir ini masih jauh dari sempurna,
karena itu dengan segala kerendahan hati, kritikan dan saran yang membangun
dari semua pihak akan penulis terima dengan senang hati. Harapan penulis
semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi para pembacanya.
Yogyakarta, 31 Juli 2007
Penulis
A. Wahyu Widodo
-
11
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN.............................................. v
INTISARI......................................................................................................... vi
ABSTRACT..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL............................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xvi
BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
1.3. Batasan Masalah............................................................................ 2
1.4. Tujuan Masalah ............................................................................. 3
1.5. Manfaat Penelitian......................................................................... 3
1.6. Motodologi Penelitian ................................................................... 4
1.7. Sistematika Penulisan.................................................................... 4
BAB II. DASAR TEORI ................................................................................. 6
2.1. Pengertian Kecepatan .................................................................... 7
2.1.1. Kecepatan Linier Objek Berputar........................................ 7
2.1.2. Kecepatan Sudut Objek Berputar ........................................ 8
2.2. Sensor putaran motor..................................................................... 10
2.2.1. Kecepatan Putar Motor........................................................ 11
2.3. Pembagi Frekuensi ........................................................................ 11
2.4. Gerbang Logika Pasar ................................................................... 12
-
12
2.4.1. Gerbang AND...................................................................... 12
2.4.2. Gerbang NOT ...................................................................... 13
2.4.3. Gerbang NAND................................................................... 14
2.5. Rangkaian Generator Basis Waktu................................................ 15
2.6. Penggerbangan .............................................................................. 16
2.7. Pemicu Schmitt.............................................................................. 18
2.8. Pencacah Module 256 (8 bit)......................................................... 19
2.9. Pencacah BCD............................................................................... 20
2.10. Pengancing CD-LATCH ............................................................... 22
2.11. Pengendali LATCH dan RESET................................................... 23
2.12. Penyandi BCD to 7-segmen .......................................................... 24
2.13. Seven Segment .............................................................................. 25
2.14. Digital to Analog Converter (DAC).............................................. 27
2.15. Penguat .......................................................................................... 29
2.15.1. Penguat Penjumlah (summing Amplifier)........................ 29
2.15.2. Penguat Pembalik (Inverting)............................................ 30
2.16. Pengendali ..................................................................................... 31
2.16.1. Kendali Proporsional ......................................................... 32
2.16.2. Kendali Integral ................................................................. 33
2.16.3. Kendali Propersional Integral............................................ 34
2.17. Penggerak Motor ........................................................................... 36
2.18. Motor DC ...................................................................................... 37
BAB III. PERANCANGAN ALAT................................................................. 39
3.1. Sensor Putaran Motor.................................................................... 39
3.1.1. Keceptan Putaran Motor...................................................... 41
3.2. Perwaktu Stabil.............................................................................. 41
3.3. Rangkaian Basis Waktu dan Penggerbangan ................................ 42
3.4. Rangkaian Pengendali Lacth dan Reset ........................................ 43
3.5. Rangkaian Pencacah Biner ............................................................ 44
3.6. Rangkaian Pencacah BCD Hingga Penampil................................ 45
3.7. Konverter Digital ke Analog (DAC) ............................................. 48
3.8. Penguat Penjumlah (Summing Amplifier) .................................... 50
-
13
3.9. Penguat Proporsional..................................................................... 51
3.9.1. Penguat Integral................................................................... 52
3.9.2. Penguat Proporsional Integral ............................................. 54
BAB IV. DATA DAN PEMBAHASAN......................................................... 57
4.1. Hasil Akhir Perancangan............................................................... 57
4.2. Data Kecepatan Putar Motor DC................................................... 58
4.3. Perbandingan Pengukuran Kecepatan Menggunakan
Osiloskop Digital dengan Rancangan ........................................... 60
4.3.1. Perhitungan Kesalahan Pengukuran pada Tampilan
Digital.................................................................................. 63
4.4. Data Konversi Digital ke Analog .................................................. 65
4.4.1. Perbandingan DAC Pada Rancangan dengan
Hasil Perhitungan .............................................................. 69
4.5. Pengendali Proporsional Integral.................................................... 71
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 76
5.1. Kesimpulan ................................................................................... 76
5.2. Saran.............................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 77
LAMPIRAN..................................................................................................... LI
-
14
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Diagram kotak pengubah frekuensi kecepatan motor DC menjadi
tegangan DC pada aplikasi pengatur kecepatan motor DC secara
umum ........................................................................................6.
Gambar 2.2. Sensor putaran motor .......................................................................10
Gambar 2.3. Diagram Kotak Pembagi Frekuensi .................................................11
Gambar 2.4. Simbol logika gerbang AND...........................................................12
Gambar 2.5. Simbol logika gerbang NOR............................................................13
Gambar 2.6. Simbol logika gerbang NAND.........................................................14
Gambar 2.7. Diagram basis waktu (Time base) ....................................................15
Gambar 2.8. Penggerbangan .................................................................................16
Gambar 2.9. Timing diagram penggerbangan ......................................................17
Gambar 2.10. Karakteristik pemicu Schmitt........................................................18
Gambar 2.11. Pencacah biner 8 bit .......................................................................19
Gambar 2.12. Pencacah BCD................................................................................20
Gambar 2.13. Bentuk gelombang keluaran pencacah BCD..................................22
Gambar 2.14. Rangkaian D Latch.........................................................................22
Gambar 2.15. Pulsa Latch dan Reset ....................................................................23
Gambar 2.16. Rangkaian pengendali Latch dan Reset ........................................24
Gambar 2.17. Untai penampil tujuh segmen.........................................................26
Gambar 2.18. Penampil tujuh segmen ..................................................................26
Gambar 2.19. Tujuh segmen dalam digit decimal ................................................26
Gambar 2.20. Rangkaian LED..............................................................................27
Gambar 2.21. Dasar rangkain DAC 8 bit..............................................................28
Gambar 2.22. Rangkaian DAC dengan satu keping IC ........................................28
Gambar 2.23. Penguat penjumlah .........................................................................29
Gambar 2. 24. Penguat pembalik ..........................................................................31
Gambar 2.25. Pangkalan pengendali. Proposional ...............................................32
Gambar 2.26. Rangkaian Kendali Integral............................................................33
Gambar 2.27Rangkaian kendali proposional Intergral .........................................35
-
15
Gambar 2.28.Rangkaian penguat arus ..................................................................37
Gambar 2.29.Rangkaian ekiuvalen motor DC ......................................................38
Gambar 3.1. Diagram blok rangkaian pengubah Frekuensi kecepatan motor DC
menjadi tegangan DC pada aplikasi pengatur kecepatan motor
DC .............................................................................................39
Gambar 3.2.Gambar Sensor putaran motor DC....................................................40
Gambar 3.3.Gambar rangkaian pewaktu stabil ....................................................42
Gambar 3.4.Rangkaian baris waktu dan penggerbangan ......................................43
Gambar 3.5.Rangkaian pengendali latch dan reset ...............................................43
Gambar 3.6.Rangkaian IC 4040............................................................................44
Gambar 3.7.Rangkaian percacah decade ..............................................................45
Gambar 3.8.Rangkaian pengunci hingga penampil ..............................................47
Gambar 3.9.Perancangan rangkaian DAC ...........................................................48
Gambar 3.10.Gambar rangkaian penjumlah Beda ................................................51
Gambar 3.11.Rangkaian penguat Proposional ......................................................52
Gambar 3.12.Rangkaian penguat Integral ............................................................53
Gambar 3.13.Hubungan antara input dan output pada kendali PI ........................55
Gambar 3.14.Rangkaian penguat proposional Integral ........................................56
Gambar 4.1.Hasil perancangan ...........................................................................57
Gambar 4.2.Gambar Sinyal Keluaran Sensor Kecepatan Motor DC dengan Vi =
3.5 V..........................................................................................58
Gambar 4.3.Gambar Sinyal Keluaran Sensor Kecepatan Motor DC dengan Vi = 4
V................................................................................................59
Gambar 4.4.Grafik Perbandingan Pengukuran Osiloskop Digital Dengan
Percobaan. .................................................................................62
Gambar 4.5.Respon output kontrol PI, dengan KP=1, Ki=1, Vset = 0.5 V.........72
Gambar 4.6.Respon output kontrol P1, dengan KP=1, Ki=1, Vset = 2 V. ..........73
Gambar 4.7. Respon output kontrol PI, dengan KP=1, Ki=1, Vset = 3 V...........73
Gambar 4.8. Respon output kontrol PI, dengan KP=1, Ki=1, Vset = 4 V...........74
-
16
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1.Tabel kebenaran gerbang AND 2 masukan ........................................12
Tabel 2.2.Tabel kebenaran gerbang NOT............................................................13
Tabel 2.3. Tabel kebenaran gerbang NAND........................................................15
Tabel 2.4. Tabel kebenaran pencacah BCD.........................................................21
Tabel 2.5.Tabel kebenaran penggrendel D ..........................................................23
Tabel 2.6.Jalur segment yang Aktif .....................................................................25
Tabel 3.1.Besarnya pengeluaran DAC menurut perhitungan .............................50
Tabel 4.1.Perbandingan antara data percobaan pada tampilan digital dengan
pengukuran menggunakan Osiloskop Digital. .............................61
Tabel 4.2.Tabel Kesalahan Pengukuran Kecepatan Motor DC ...........................64
Tabel 4.3.Data perhitungan dan pengukuran pada DAC .....................................66
Tabel 4.4.Perubahan keluaran setiap tingkat pengukuran....................................68
Tabel 4.5.Perbandingan output DAC perancangan dengan hasil perhitungan.....69
Table 4.6.Data proposional Integral.....................................................................71
-
17
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Ganbar keseluruhan rangkaian
Lampiran 2. Data sheet optocoupler H21A2
Lampiran 3. Data sheet IC 4040
Lampiran 4 . Data sheet IC 4017
Lampiran 5. Data sheet IC 74 LS 75
Lampiran 6. Data sheet IC 74 LS 90
Lampiran 7. Data sheet IC 74 LS 47
Lampiran 8. Data sheet IC 74 LS 132
Lampiran 9. Data sheet IC 74 LS 14
Lampiran 10. Data sheet IC MC 1408
Lampiran 11. Data sheet IC LM 741
xvi
-
18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam sistem kontrol kecepatan putar motor DC hal penting yang
harus dilakukan adalah mendefisinikan struktur sistem tersebut secara tepat.
Jika sebuah sistem kontrol adalah sistem yang stabil dan hanya memerlukan
perbaikan respon baik mengurangi atau memperbesar kecepatan respon,
maka yang dilakukan adalah membuat sistem kontrol dari jenis proporsional
dan integral. Kontrol ini merupakan gabungan antara kontrol proporsional
dan kontrol integral yang mampu melakukan perbaikan sistem kontrol.
Dalam kontrol kecepatan motor DC dibutuhkan suatu umpan balik ( feed
back ) agar sistem menjadi stabil. Pengubah kecepatan putar motor DC pada
aplikasi pengatur kecepatan putar motor DC pada rancangan ini merupakan
feed back dalam sistem kontrol kecepatan motor DC.
Karena masukan sistem kontrol berupa tegangan DC maka frekuensi
kecepatan motor DC diubah menjadi tegangan DC menggunakan rangkaian
pengubah kecepatan putar motor DC menjadi tegangan DC. Pengubah
kecepatan putar motor DC menjadi tegangan DC pada aplikasi pengatur
kecepatan motor DC ini, merupakan rangkaian yang mampu mengubah
frekuensi kecepatan motor DC menjadi tegangan DC. Rangkaian ini
didasarkan pada sistem digital dan sistem analog. Pada rangkaian ini pulsa –
pulsa digital dari keluaran sensor kecepatan motor DC akan diubah kedalam
data analog (tegangan). Secara umum rangkaian ini terdiri dari motor DC,
1
-
19
sensor kecepatan, pencacah frekuensi yang hasil cacahannya ditampilkan
oleh unit penampil (display) serta sebuah pengontrol.
1.2. Rumusan Masalah
Sistem yang akan dirancang ini terdiri dari pengendali,motor DC,
sensor kecepatan, pencacah frekuensi, penguat serta unit penampil. Pengubah
kecepatan putar motor DC menjadi tegangan DC pada aplikasi pengatur
kecepatan motor DC mempunyai beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Membuat pengontrol motor DC dengan menentukan sistem
pengontrolan serta besar penguatan agar sistem menjadi stabil dan
memiliki nilai error yang kecil.
2. Membuat pengubah frekuensi putar motor menjadi tegangan DC
(frequency to voltage) dengan sistem digital dengan masukan yang
berupa frekuensi kecepatan motor DC.
3. Menampilkan hasil dari pengubah frekuensi menjadi tegangan DC
(frequency to voltage) dan nilai tegangan DC dengan menggunakan
penampil digital.
1.3. Batasan Masalah
Sistem pengubah kecepatan putar motor DC menjadi tegangan DC
pada aplikasi pengatur putaran motor DC dirancang memiliki spesifikasi
sebagai berikut :
1. Kecepatan maksimum putaran motor DC pada rancangan ini sebesar
2550 rpm.
-
20
2. Frekuensi maksimum putaran motor DC pada rancangan ini sebesar
42 Hz.
3. Time base (waktu buka) yang digunakan pencacah untuk mencacah
sebesar 1 detik.
4. Tegangan DC keluaran pada rancangan ini antara 0 V saampai 5 V.
5. Penampil yang digunakan yaitu penampil digital berupa seven segment
dan DVM (Digital Volt Meter).
1.4. Tujuan Penelitian
1. Membuat pengubah kecepatan putar motor DC menjadi tegangan DC
menggunakan rangkaian digital.
2. Dapat mengetahui proses pengkonversian kecepatan putar motor DC
menjadi tegangan DC.
3. Dapat mengukur dan mengetahui kecepatan putar motor DC dengan
menggunakan sensor kecepatan .
4. Dapat mengetahui nilai rpm dan frekuensi putar motor dengan
menggunakan seven segment dan nilai tegangan DC dan DVM (Digital
Volt Meter).
1.5. Manfaat Penelitian
1. Merealisasikan salah satu bentuk teknik pengkonversian dari data digital
menjadi data analog.
2. Dapat memanfaatkan dan menerapkan sistem kontrol Proportional
Integral pada pengendali kecepatan putar motor DC.
-
21
3. Hasil penelitian ini dapat dikembangkan untuk keperluan yang lainnya,
misalnya untuk mengubah frekuensi kecepatan putar motor AC menjadi
tegangan DC.
1.6. Metodologi Penelitian
1. Studi literatur yang ada serta mempelajari cara kerja dan cara
merencanakan dalam pembuatan peralatan tersebut.
2. Perancangan alat mennggunakan teori yang sudah ada untuk
mendapatkan karakteristik yang sesuai dengan keinginan ke dalam
rangkaian yang disusun menjadi kesatuan utuh.
3. Melakukan pengamatan pada titik-titik uji penting melalui percobaan di
laboratorium.
1.7. Sistematika Penulisan
Sistem penulisan digunakan dalam laporan tugas akhir ini disusun
dalam bentuk sebagai berikut :
BAB I. Pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang penulisan,
perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II. Dasar teori yang berisi mengenai dasar-dasar teori yang mendasari
perangkat pengubah kecepatan putar motor DC menjadi tegangan
DC pada aplikasi pengatur putaran motor DC
BAB III. Perancangan pengubah kecepatan putar motor DC menjadi
tegangan DC pada aplikasi pengatur putaran motor DC, yang berisi
-
22
perancangan tiap bagian dari pengubah kecepatan putar motor DC
menjadi tegangan DC pada aplikasi pengatur putaran motor DC.
BAB IV. Hasil dan pembahasan terisi data hasil percobaan alat yang telah
dibuat beserta pembahasannya.
BAB V. Kesimpulan dan saran berisi kesimpulan dan penelitian yang telah
dilakukan serta saran yang dianggap perlu.
-
23
BAB II
DASAR TEORI
Pengubah kecepatan putar motor DC menjadi tegangan DC pada aplikasi
pengatur kecepatan motor DC adalah suatu rangkaian yang digunakan untuk
mengetahui nilai tegangan DC hasil dari konversi frekuensi masukan. Frekuensi
kecepatan putar motor DC akan diketahui dengan menggunakan sensor (opto
coupler). Dengan menggunakan pembagi frekuensi maka akan didapat frekuensi
putar maksimal sebesar 42 Hz. Frekuensi tersebut yang akan menjadi masukan
bagi frekuensi counter dan hasil cacahan akan ditampilkan oleh penampil
(display). Setelah dicacah maka menjadi data digital yang kemudian oleh DAC
akan dikonversi menjadi data analog (tegangan). Kemudian nilai tegangan
tersebut dimasukkan ke summing amplifier bersama-sama tegangan set point.
Tegangan error keluaran dari summing amplifier selanjutnya akan menjadi
masukan pengontrol proportional integrator. Tegangan keluaran kontrol ini yang
akan menjadi pengontrol kecepatan putar motor DC.
Set point +
-
Gb. 2.1. Diagram kotak pengubah frekuensi kecepatan motor DC menjadi
tegangan DC pada aplikasi pengatur kecepatan motor DC secara umum
∑ P I Penguat
Motor
SENSOR
Freq to Voltage
6
-
24
2.1 Pengertian Kecepatan
Kecepatan adalah perpindahan oleh suatu objek tiap satu satuan
waktu. Misalkan suatu objek mempunyai kecepatan 10 m/s, artinya tiap satu
second objek mengalami perpindahan sebesar 10 m. Pengertian di atas
merupakan pengertian secara umum. Pada kenyataanya terdapat bermacam-
macam kecepatan. Berikut ini akan dijelaskan tentang kecepatan pada objek
berputar.
2.1.1 Kecepatan Linier (kecepatan Tangensial) Objek Berputar
Kecepatan linier objek yang berputar didefinisikan sebagai
panjang lintasan (busur) yang ditempuh oleh suatu objek oleh satu
satuan waktu. Besarnya kecepatan tangensial adalah
tSv = ................................................................................... (2.1)
ketarangan:
v : kecepatan linier objek berputar (m/s)
S : panjang lintasan yang ditempuh oleh objek berputar (m)
t : waktu tempuh lintasan
untuk satu putaran, lintasan objek yang berputar sama dengan keliling
lingkaran itu sendiri:
RS ..2 π= ................................................................. (2.2)
Dengan R adalah jari-jari lingkarang objek yang berputar (m)
-
25
Bila waktu yang dibutuhkan untuk satu kali putaran adalah T second,
maka:
fTdengan
TRv 1:..2 == π
Sehingga:
Rfv ...2 π= ......................................................................... (2.3)
ketarangan
T = periode putaran 9s)
f = frekuensi (Hz)
Dari persamaan di atas diketahui hubungan antara kecepatan sudut
dengan kecepatan liniernya:
ωππ == fdenganRfv ..2...2
Rv .ω= ............................................................................... (2.4)
Artinya lininer sebading dengan kecepatan sudut dan sebanding
dengan jari-jari putarannya.
2.1.2 Kecepatan Sudut Objek Berputar
Kecepatan sudut berputar atau disebut juga kecepatan anguler
objek berputar, didefinisikan sebagai besar perubahan sudut yang
terjadi tiap satau satuan waktu. Besarnya kecepatan sudut dapat
diperoleh dengan persamaan:
∆θ
ω = .......................................................................... (2.5)
∆t
-
26
Untuk satu kali putaran diperoleh perubahan sudut (∆θ ) sebesar 2π
radian dalam waktu t = T second
Sehingga:
fTdengan
TR 1;2 == πω
maka:
fv ..2 π= ............................................................................ (2.6a)
Keterangan:
ω = Kecepatan sudut objek yang berputar (rad/s)
∆θ = Perubahan sudut (rat)
Untuk mendapatkan ω dalam satuan rpm (rotation per minute),
maka:
1 putaran/s = 2π.rad/s
= 60 rpm
sehingga 1 rad/s = 30/π rpm
maka persamaan 2-6 dapat di ubah menjadi,
ω (rpm) = 60 f .................................................................... (2.6b)
keterangan:
ω (rpm) = kecepatan objek berputar dalam rpm.
-
27
2.2 Sensor Putaran Motor
Sensor putaran motor berupa perangkat yang terdiri dari piringan
bercelah yang dipasang pada poros motor dan optocoupler yang dilewatkan
padanya piringan tersebut, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Sensor putaran motor: (a) piringan bercelah, (b) rangkaian
optocoupler
Optocoupler berupa komponen yang terdiri dari dioda inframerah
sebagai pemancar cahaya dan fototransistor sebagai penerima cahaya. Pada
saat inframerah mengenai fototransistor, maka fototransistor jenuh. Hal ini
mengakibatkan arus Ib mengalir ke arah ground, keluaran fototransistor
tinggi sehingga keluaran pemicu Schmitt menjadi rendah (logika 0).
Sedangkan pada saat sinar terhalang maka fototransistor dalam keadaan cut-
off, keadaan ini membuat arus melalui resistor dan membuat keluaran
transistor rendah, sehingga keluaran pemicu Schmitt menjadi tinggi (logika
1). Putaran motor menyebabkan kombinasi tinggi rendah dengan periode
tertentu tergantung kecepatan putaran motor.
-
28
2.1.1. Kecepatan Putar Motor
Telah diketahui bahwa kecepatan putaran motor dibaca dari
celah-celah pada piringan motor yang dilewatkan pada optocoupler.
Kecepatan dinyatakan dengan :
n = dalam satuan rotasi per menit ( rpm )
bukawaktu detik 60
celahjumlah nditampilka yang angkan •=
2.3 Pembagi Frekuensi
Pembagi frekuensi digunakan untuk mendapatkan frekuensi yang
diinginkan. Frekuensi yang diinginkan tergantung pada pencacah yang
digunakan, misalnya pencacah 6 berarti akan menurunkan frekuensi dan time
base menjadi 1/6 dari frekuensi semula. Sama halnya untuk pencacah modulo
10, 1/10 dari frekuensi semula.
Penurunan frekuensi dilakukan dengan cara seperti pada gambar 2.3
berikut:
Frekuensi awal Pembagi frekuensi Frekuensi hasil
Frekuensi dari Pewaktu dasar
(X Hz)
Pencacah dengan modulo Y
Frekuensi akhir (X/Y Hz)
Gambar 2.3. Gambar Diagram Kotak Pembagi Frekuensi
-
29
2.4 Gerbang Logika Dasar
2.4.1 Gerbang AND
Gerbang AND mempunyai dua atau lebih masukan dan satu
keluaran. Keluaran dari gerbang AND akan bernilai logika 1 jika
semua masukan bernilai juga logika 1. Oleh karena itu gerbang AND
kadang-kadang juga disebut ”gerbang semua atau tidak”.
Simbol logika gerbang AND dua masukan dapat dilihat pada gambar
2.4 di bawah ini.
Gambar 2.4. Simbol logika gerbang AND
Dalam Aljabar Boolean, persamaan untuk gerbang AND dapat ditulis
sebagai berikut :
Y = A • B ..................................................................................... (2.7)
AND2
A
BY
Tabel 2.1
Tabel kebenaran untuk gerbang AND dua masukan
B A Y
0
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
1
-
30
2.4.2 Gerbang NOT
Semua gerbang logika diatas mempunyai paling sedikit dua
masukan dan satu keluaran. Akan tetapi gerbang NOT hanya
mempunyai satu masukan dan satu keluaran. Gerbang NOT berfungsi
untuk memberikan suatu keluaran yang tidak sama (terbalik) dengan
masukan. Jika nilai masukan gerbang NOT bernilai logika 0, maka
keluaran akan bernilai logika 1. Sebaliknya jika masukan gerbang
bernilai logika 1, maka keluarannya akan bernilai logika 0. Oleh
karena itu gerbang NOT sering kali disebut ”pembalik”.
Gerbang NOT disimbolkan seperti pada gambar 2.5 di bawah ini :
NOT
YA
Gambar 2.5. Simbol logika gerbang NOT
Aljabar Boolean untuk gerbang NOT adalah sebagai berikut :
AY = ………………………………………………...……… (2.8)
Tabel 2.2
Tabel kebenaran gerbang NOT
A Y
0
1
1
0
-
31
2.4.3 Gerbang NAND
Gerbang NAND terdiri dari dua buah atau lebih masukan dan
sebuah keluaran.Gerbang NAND tersusun dari dua gerbang yaitu
gerbang NOT dan gerbang AND sehingga keluaran akhir NAND adalah
hasil operasi NOT-AND.
Simbol gerbang NAND dapat dilihat digambar 2.6 berikut.
NAND2
YA
B
Gambar 2.6. Simbol logika gerbang NAND
Aljabar boolean untuk gerbang NAND
BAY •= ................................................................... (2.9)
Tabel 2.3
Tabel kebenaran gerbang NAND
B A BA •
0
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
0
2.5 Rangkaian Generator Basis Waktu
Rangkaian generator basis waktu adalah suatu rangkaian yang
berfungsi untuk menghasilkan lamanya pengukuran dan sekaligus
menentukan basis waktu pengukuran yang akan digunakan oleh pencacah.
-
32
Ketepatan perioda yang dihasilkan oleh basis waktu akan sangat berpengaruh
pada pengukuran frekuensi. Rangkaian basis waktu dapat diperlihatkan
seperti gambar 2.7. dari frekuensi kecepatan putaran motor DC
T gate
1 Hz
Frekuensi referensi
: X1
: X2
: Xn
Pencacah
Gambar 2.7. Diagram basis waktu (time base)
Cara kerjanya: gelombang kotak (pulsa) dari sebuah pembangkit
frekuensi dimasukkan ke pembagi atau disebut juga pencacah, sehingga
menghasilkan basis waktu. Pulsa-pulsa yang dihasilkan osilator dibagi oleh
pencacah X1 sampai Xn. Pembagi X1 sampai Xn membagi frekuensi dasar
osilator hingga diperoleh basis waktu yang diinginkan.
Untuk menghasilkan waktu pencacahan yang baik maka pulsa
keluaran dari pembangkit frekuensi diharapkan mencapai 1 Hz. Hasil dari
time base ini akan menjadi pulsa bagi penggerbangan.
2.6 Penggerbangan
Penggerbangan suatu pencacah berarti menghidupkan hanya selama
satu periode dan dalam periode ini pencacah akan mencacah banyaknya
-
33
pulsa yang tibapadamasukannya.Gambar 8.memperlihatkan cara sederhana
penggerbangan. Gerbang NAND melewatkan pulsa f-in. Pulsa F-in
ditempatkan pada masukan NAND yang satu, sedang pada masukan satu lagi
pulsa T-gate seperti terlihat dalam Gambar 2.8.
f-in
T-gate
A B
Gambar 2.8. Penggerbangan
Gerbang NAND akan terbuka saat pulsa f-in dan T-gate pada logika
tinggi. Bila pulsa masukan T-gate pada logika rendah maka keluaran pada
outgate adalah kebalikan dari pulsa f-in.
Waktu pulsa antara A dan B disebut gating time atau waktu buka.
Selama waktu buka yang ditentukan, pencacah akan melakukan pencacahan.
Waktu buka atau gating time sangat berpengaruh pada pengukuran. Bila
gating time atau waktu buka pengukuran lebih lama maka keakuratan dari
data yang akan diperoleh cukup baik.
Banyaknya pulsa yang dapat dilewatkan oleh gerbang NAND adalah
frekuensi yang terukur. Waktu buka yang dipilih akan menentukan
banyaknya pulsa yang masuk ke pencacah. Misal gating time yang
dipergunakan adalah 1 detik, gerbang NAND dapat melewatkan 50 pulsa,
maka frekuensi terukur adalah 50 Hz. Jadi,
(Hertz) bukawaktu
ahyang dicacpulsaBanyaknyaFterukur =
Out gate
-
34
Bentuk gelombang hasil penggerbangan dan rangkaian basis waktu
diperlihatkan gambar 2.9 berikut :
f-in
T-gate 1 detik
Out gate
Gambar 2.9. Timing diagram penggerbangan
F-in adalah sinyal dalam bentuk gelombang frekuensi dari media
yang diukur, sesudah dibentuk oleh pemicu schmitt, T-gate adalah bentuk
gelombang dari gating time yang digunakan dalam pengukuran yang berasal
dari rangkaian basis waktu, dan out gate adalah bentuk gelombang keluaran
selama waktu buka yang dipilih, selanjutnya menjadi input bagi pencacah
dekade dan pencacah biner.
2.7 Pemicu Schmitt
Pemicu Schmitt merupakan komponen yang mampu mengubah sinyal
sinus, segitiga dan gigi gergaji menjadi sinyal kotak dengan pinggiran naik
dan turun yang tajam. Perpindahan antara keadaan tinggi (1) dan rendah (0)
digambarkan seperti grafik karakteristik pemicu Schmitt pada gambar 2.10.
-
35
Vout Vout
5 5
1 1 1.2 1.7 Vin VT- VT+ Vin
Gambar 2.10. Karakteristik pemicu schmitt
Nilai Vin yang menyebabkan keluaran berubah dari keadaan rendah ke
tinggi disebut tegangan ambang positip (VT+) dan, demikian sebaliknya Vin
yang menyebabkan keluaran berubah dari keadaan tinggi ke rendah disebut
tegangan ambang negatif (VT). Bila Vout berada pada keadaan rendah
diperlukan untuk menaikkan Vin sedikit diatas 1,7 Volt guna menghasilkan
suatu perpindahan. Setelah berada pada keadaan tinggi Vout tetap. Vout tetap
berada pada tegangan 5 Volt sampai Vin menurun sedikit dibawah 1,2 Volt.
Pada saat ini keluaran kembali berubah ke keadaan rendah. Garis putus-putus
menandakan perubahan yang sangat cepat.
2.8 Pencacah Modulo-256 (8 BIT)
Pencacah digital merupakan suatu rangkaian digital yang penting.
Pencacah digital merupakan rangkaian logika pengurut. Hal ini jelas, karena
pencacah membutuhkan karakteristik memori dan pewaktu memegang
peranan penting.Pencacah digital hanya akan menghitung dalam biner atau
dalam kode biner.Rangkaian yang dirancang menghasilkan urutan bilangan
-
36
biner dari 00000000 sampai 11111111,seperti yang ditunjukkan gambar
18,dapat disebut sebagai pencacah modulo 256. Modulus dari satu pencacah
adalah jumlah hitungan yang dilaluinya.Istilah”modulo” kadang disingkat
dengan ”mod”.
Diagram logika dari pencacah modulo 256 yang menggunakan flip-
flop JK dapat dilihat pada gambar 18. Mula-mula perhatikan bahwa masukan
data J dan K dari flip-flop tersebut digabungkan ke logika 1. Hal ini berarti
bahwa masing-masing flip-flop berada dalam mode togel. Kemudian,
masing-masing pulsa clock akan menyebabkan flip-flop mentogel ke
keadaan berlawanan. Perhatikan juga bahwa, keluaran Q dari FF1
dihubungkan secara langsung ke masukan clock (CK) dari unit berikutnya
(FF2),dan seterusnya. A merupakan indikator LSB (Least Significan Bit, bit
yang paling kurang penting), sedangkan H merupakan MSB (Most Significan
Bit), bit yang paling berbobot.
Pada pencacah digital tak sinkron / asinkron perubahan output flip-
flop yang terjadi secara serempak , karena pulsa yang akan dicacah hanya
dimasukan pada flip-flop yang terdepan (LSB).Sedang sebagai pulsa clock
dari flip-flop yang lain diperoleh dari output flip-flop di depannya.Dengan
demikian perubahan dari output flip-flop akan terjadi secara berurutan dari
depan ke belakang sehingga disebut ripple counter / free running counter.
1
JKFF
J
CLK
K
Q
Q
B
1
E
1
1
JKFF
J
CLK
K
Q
Q
F
1
1 1
JKFF
J
CLK
K
Q
Q
1 11
1
C
1
G
1
JKFF
J
CLK
K
Q
Q
JKFF
J
CLK
K
Q
Q
JKFF
J
CLK
K
Q
Q
masukandetak
JKFF
J
CLK
K
Q
Q
H
1
A
JKFF
J
CLK
K
Q
Q1
1
D
Gambar 2.11. Pencacah biner 8bit
-
37
2.9 Pencacah BCD
Pencacah BCD merupakan pencacah dekade (mod-10) dengan
keluaran 10 keadaan diskrit. Pencacah ini akan menghasilkan sandi BCD
(8421) menurut urutan clock yang diberikan. Pada pencacah ini begitu
mencapai clock ke 10, cacahan akan dimulai lagi dari nol. Diagram logika
dari pencacah ini dapat dilihat pada gambar 2.12.
Gambar 2.12. Pencacah BCD
Pada awal keadaan, pencacah dalam keadaan reset atau 0000. Saat
pulsa clock pertama tiba, flip-flop pertama (FF1) mengalami toggle (D=1)
sehingga keluaran akhir 0001, pada saat clock kedua tiba maka FF1
mengalami toggle (D0=0) dan menyebabkan FF2 mengalami toggle (D1=1),
sehingga keluaran pada clock ke-dua adalah 0010. Demikian seterusnya
hingga keluaran pencacah 1010 yang mengaktifkan gerbang AND sehingga
pencacah direset ke keadaan awal atau 0000. Tabel kebenaran dari pencacah
ini dapat dilihat pada Tabel 4.
CK
CLR
JKFF
J
CLK
K
Q
QCLR
JK=1
B D
CLRCLR
C
JKFF
J
CLK
K
Q
Q
JKFF
J
CLK
K
Q
Q
A
JKFF
J
CLK
K
Q
Q
-
38
Tabel 2.4
Kebenaran Pencacah BCD
Clock ke- D C B A Cacahan
0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 1 1
2 0 0 1 0 2
3 0 0 1 1 3
4 0 1 0 0 4
5 0 1 0 1 5
6 0 1 1 0 6
7 0 1 1 1 7
8 1 0 0 0 8
9 1 0 0 1 9
10 0 0 0 0 0
Dari tabel kebenaran tersebut dapat digambarkan bentuk keluaran
sebagai mana diagram waktu pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13. Bentuk gelombang keluaran pencacah BCD
-
39
2.10 Pengancing (D-LATCH)
Rangkaian ini adalah penggerendel D (D latch) yang keluarannya
mengikuti masukan pada saat clock tinggi. Jika bit data berubah pada saat
clock tinggi, nilai terakhir D sebelum clock berubah keadaan dari logika
tinggi ke rendah merupakan nilai D yang tersimpan. D Latch dapat dibentuk
dari SRFF dan gerbang logika AND dan NOT sebagaimana pada gambar 2.14
C out
D
out
S Q R Q
Gambar 2.14 Rangkaian D Latch
Saat clock rendah (0) keadaan maka keluaran Q tetap. Dan pada saat
clock tinggi (1), keluaran Q mengikuti masukan. Tabel kebenaran bagi D
Latch ini dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5.
Tabel kebenaran Penggerendel D
D C Q
0 0 0
0 1 Keadaan terakhir
1 0 0
1 1 1
-
40
2.11 Pengendali LATCH dan RESET
Rangkaian pengendali Latch dan Reset diperlukan untuk
mempertahankan nilai yang dibaca selama waktu buka dan mereset cacahan
kembali ke awal sesaat sebelum masuk waktu buka berikutnya.
Pengoperasian Latch dan Reset dilakukan pada saat pulsa B dalam keadaan
rendah. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan diagram logika pada gambar
2.15.
B
LATCH
RESET
Gambar 2.15 Pulsa Latch dan Reset
Untuk menghasilkan pulsa sempit digunakan kombinasi C dan R
sebagai diferensiator dengan tetapan waktu t = R.C, sebagaimana
diperlihatkan pada Gambar 2.16.
R
LATCH
C
RESET
C
R
B
Gambar 2.16. Rangkaian pengendali Latch dan Reset
-
41
2.12 Penyandi BCD to 7-Segmen
Sebelum segmen dinyalakan, keluaran system digital harus diubah ke
dalam isyarat yang sesuai untuk menyalakan tampilan. Masukan dari sistem
digital biasanya dalam bentuk sandi biner (BCD) harus diubah menjadi
isyarat tujuh jalur untuk menyalakan masing-masing segmen. Perubahan ini
dilakukan oleh penyandi BCD ke tujuh segmen. Sebagai contoh, jika
karakter 2 akan ditampilkan, maka jalur keluaran S0, S1, S3, S4, S6 akan di-
SET berlogika satu untuk menghidupkan transistor yang sesuai dengan
segmen S0, S1, S3, S4, S6. Jalur yang lain tetap berlogika nol. Tabel 6
menunjukkan jalur-jalur yang harus diaktifkan untuk membentuk karakter
yang dimaksud.
Tabel 6. Jalur Segmen yang aktif
-
42
2.13 Seven Segment
Pada dasarnya penampil tujuh segmen terdiri dari tujuh buah LED
(Light Emmitting Diode). Menurut cara pemberian tegangan, maka suatu
tujuh segmen terdiri dari dua macam, yaitu : common anoda dan common
katoda. Perbedaan antara keduanya hanya terletak pada penyambungan
antara LED yang terdapat pada segmen yang satu dengan yang lain. Pada
common anoda, anoda dari ketujuh LED terhubung menjadi satu (gambar
2.17a) sedangkan pada common katoda, katoda dari ketujuh LED yang
terhubung menjadi satu (gambar 2.17b) Pada umumnya ketujuh LED pada
seven segment diberi label S0 sampai S6 seperti disajikan pada gambar 2-8.
Ketujuh LED itu merupakan cacahan segmen minimum yang diperlukan
untuk menampilkan angka 0 sampai 9 seperti diilustrasikan pada gambar
2.17
a) anoda bersama b) katoda bersama
Gambar 2.17. Untai penampil tujuh segmen
-
43
Gambar 2.17.Penampil tujuh segmen
Gambar 2.19.Tujuh segmen dalam digit desimal
Kecerahan LED tergantung dari arusnya. Idealnya, cara terbaik untuk
mengendalikan kecemerlangan ialah dengan menjalankan LED dengan
sumber arus. Cara berikutnya yang terbaik setelah sumber arus adalah
dengan tegangan catu yang besar dan resistansi seri yang besar. Dalam hal
ini, arus LED diberikan oleh :
s
ledcc
RVV
I−
= ................................ ........................................ (2.10)
-
44
Vcc
RsI
led
D1
LED
Gambar 2.20. Rangkaian LED
Makin besar tegangan sumber, makin kecil pengaruh Vled. Dengan kata lain
Vcc yang besar menghilangkan pengaruh perubahan pada tegangan LED.
2.14 Digital to Analog Converter (DAC)
DAC adalah rangkaian yang mengubah tegangan biner digital menjadi
log. Ada banyak bentuk rangkaian DAC ini, yang biasanya sudah terpaket
pada satu keping IC. DAC terdiri dari rangkaian jaringan resistor dan
penguat penjumlah atau disebut juga konveter arus ke tegangan (I to V
Converter, IVC). Jaringan resistor yang dipakai biasanya jaringan R-2R
sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.20. Pada saat saklar D1 dihubung
singkat maka besarnya arus keluaran meningkat dua kali dari arus pada saat
D0 dihubung singkat.
-
45
R R
Vcc
Vcc
+
-
V+V
-
out
I/V ConverterJaringan Resistor
R
2R
R
2R
D3
2R
Vout
2R
R R
D6
R
2R
RfD2
2R
D0 D5
2R -Vee2R
D7
2R
D1 D4
I0
Gambar 2.21. Dasar rangkaian DAC 8 bit
Dengan jaringan resistor R-2R akan didapatkan kenaikan yang sama
setiap tingkatnya. Biasanya DAC sudah terpaket dalam satu keping IC
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 29.Do merupakan masukan LSB dan
D7 sebagai masukan MSB. Dengan masukan sebanyak n bit didapatkan 2n
tingkat keluaran. Sehingga dengan masukan sebanyak 8 bit akan didapatkan
256 tingkat keluaran.
Vref
U10
MC10116
56789
10
14
15
2
4
313
1112
16
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.VE
EV
CC
.
.
.
D2
R1
6
Rref
D5
I0
2
+
-
V+
V-
outC
Rf
Vee
3
D3
Vout
4
7
D7
Vcc
D1
Vcc
D0
7
D6
D4
Vee
Gambar 2.22. Rangkaian DAC dengan satu keping IC
-
46
Besar atau kecilnya arus keluaran (Io) DAC tergantung atas keadaan
masukan logika 1 dan 0. Arus dari IC DAC sebesar :
)256128643216842
( 01234567DDDDDDDD
RV
Ioref
ref +++++++=
dengan:
Io : Arus keluaran konverter DAC (dalam A)
Rref : Resistor Referensi (dalam Ohm)
Vref : Tegangan Referensi (dalam Volt)
D0-D7 : sinyal-sinyal masukan biner
Persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi:
)256
( NRV
Ioref
ref= ............................................................................... (2.11)
dengan N : bobot masukan desimal
2.15 Penguat
2.15.1 Penguat Penjumlah (Summing Amplifier)
Penguat penjumlah dapat dibentuk dari penguat inverting,
dimana bisa menjumlahkan dua atau lebih masukan-masukan bebas
(independent). Rangkaian penguat penjumlah untuk dua masukan
dapat diperlihatkan dalam Gambar 2.22
R1
R2
VIN1
VIN2
Rf
VOUT
3
2
74
6
+
-
V+V-
OUT
Gambar 2.23 Penguat Penjumlah
-
Penguat penjumlah untuk masing-masing masukan berdasarkan
persamaan:
Penguat tegangan pertama
11 R
RVV
A fi
oV −== ............................................................... (2.12)
Penguat tegangan kedua
222 R
RVVA foV −== ................................................................ (2.13)
Sehingga tegangan keluarannya adalah penjumlahan dari persamaan
(2.12) dan (2.13)
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+= 2
21
1
VRR
VRR
V ffo .......................................................... (2.14)
Dengan harga (R) semua sama, maka persamaan (2.15) menjadi :
Vo = - (V1 + V2) ................................................................... (2.15)
2.15.2 Penguat Pembalik (Inverting)
Sebuah penguat menerima arus atau tegangan kecil pada
masukannya dan menbangkitkan arus atau tegangan yang lebih besar
pada keluarannya, keluarannya dikendalikan sebagai fungsi daripada
masukan.
Penguat membalik op-amp dasar diperlihatkan dalam Gambar 2.24
xlvii
-
VOUT
3
2
74
6
+
-
V+V-
OUT
VIN
Ri
Rf
Gambar 2.24 Penguat membalik
Penguatan tegangan dalam rangkaian penguat membalik ditentukan
menurut
i
o
VV
Av = ............................................................................... (2.16)
Sementara faktor penguatan dalam modus loop tertutup untuk
penguat membalik dinyatakan dalam
RiRfAv −= ............................................................................. (2.17)
Tegangan keluaran diperoleh dengan jalan mengalikan tegangan
masukan yang diketahui dengan faktor penguatan, atau
Vo = - (Av . Vi)
ii
f VRR
Vo ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−= ....................................................................... . (2.18)
2.16 Pengendali
Pengendali adalah elemen yang mendeteksi perbedaan antara keluaran
yang dikehendaki dengan keluaran aktual.
xlviii
-
2.16.1 Kendali Proportional
Apapun wujud mekanisme yang ada dan apapun bentuk daya
penggeraknya, kendali proporsional pada dasarnya merupakan
penguat dengan penguatan yang dapat diatur. Gambar 2.25
merupakan rangkaian dari kendali proporsional.
+
-
V+
V-
out Vout
-12
Vin
R1
+12
R2
Gambar 2.25 Rangkaian kendali proporsional
Sehingga dari gambar 2.25 diperoleh persamaan sebagai berikut :
( ) inout VRRtV .
1
2−= (t) ............................................................... (2.19)
inpout VRRVV .
1
2== (t)
1
2
RR
VV
Kin
outp −==
atau dalam transformasi laplace,
( ) )(.1
2 sVRRsV inout −=
( )( ) 1
2
RR
sVsV
in
out −=
xlix
-
Misal sinyal keluaran dari sistem kendali proporsional adalah m(t)
dan sinyal kesalahan penggerak adalah e(t) maka :
m(t) = Kp . et
atau dalam transformasi Laplace,
E(s) M(s)
Kp
M(s) = Kp . E(s)
pKsEsM
=)()(
Kp merupakan konstanta pengendali proporsional atau penguatan.
2.16.2 Kendali Integral
Sedangkan rangkaian kendali integral ditunjukkan pada
gambar 2.26 dibawah ini.
-12
C
R
Vin +
-
V+
V-
out
+12
Vout
Gambar 2.26 Rangkaian kendali integral
Dari gambar 2.26 diperoleh persamaan seperti berikut ini :
∫−= dttVRCtV inout )(1)( ........................................................ (2.20)
l
-
dtVRc
VV iniout ∫== (t)1
ii T
K 1−=
Ti = RC
Dalam transformasi Laplace,
)( .1..1)( sV
sCRsV inout −=
sCRsVsV
in
out 1..1
)()(
−=
Pada kendali dengan aksi kendali integral, nilai keluaran kendali m(t)
diubah dengan laju yang sebanding dengan sinyal kesalahan
penggerak e(t) sehingga:
m(t) = Ki ∫ e(t)dt
atau dalam transformasi Laplace,
E(s) M(s)
Ki
s1
M(s) = Ki . s1 E(s)
sK
sEsM i=)()(
Ki merupakan konstanta integrasi yang dapat diatur. Jika nilai sinyal
kesalahan penggerak e(t) diduakalikan, maka nilai sinyal keluaran
m(t) berubah dengan laju perubahan menjadi dua kali semula. Jika
li
-
kesalahan penggerak e(t) nol, maka nilai keluaran m(t) tetap
stasioner.
2.16.3 Kendali Proportional Integrator
Sedangkan gabungan dari kendali proporsional dan kendali
integral disebut kendali proporsional integral.
V1
Vin
Vi Vout
P
I
(a)
+
-
V+V-
out
R7
A2
-12
+
-
V+
V-
out
Vout
A1
R3
Vin
R2
+
-
V+V-
out
-12Cf
-12
+12Vi
+12
R1
+12Vp
R6
A3
(b) Gambar 2.27. a) Diagram kotak kendali proporsional integral
b) Rangkaian kendali proporsional integral
Dari gambar 2.27 diperoleh suatu persamaan :
lii
-
( ) ( )⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+= tV
RR
tVRR
tV ipout6
7
3
7)( …………………………....
(2.21).
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−+−= ))(.1).(
.1.())(..()(
6
7
1
2
3
7 sVsCRR
RsV
RR
RR
sV ininout
( )( ) ⎟
⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−+−−= )1.
.1.().(
6
7
1
2
3
7
sCRRR
RR
RR
sVsV
in
out
Aksi kendali dari kendali proporsional integral dapat didefinisikan
sebagai berikut :
M(t) = Kp . e(t) + i
p
TK
∫ Vin(t)dt
Atau dalam besaran transformasi Laplace,
E(s) s
KK ip + M(s)
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+=
sTK
sEsM
ip
11)()(
Dimana : m(t) : keluaran kontroler
Kp : konstanta proporsional
Ti : waktu integral = R.C
e(t) : sinyal kesalahan penggerak
Waktu integral Ti mengatur aksi kendali integral, sedangkan
penguat Kp mempengaruhi baik bagian proporsional maupun bagian
integral dari sistem kendali.
liii
-
2.17 Penggerak Motor
Penggerak motor diperlukan untuk menggerakkan motor adalah
penguat arus karena arus yang keluar dari penguat pembalik hanya kecil
kurang kuat untuk memutar motor dc.
Gambar rangkaian penguat arus yang digunakan dapat dilihat pada
Gambar 2.27
Q1
BD239C
MOTOR DC
-
+
-
V+
V-
out
Vcc +15V
+
Gambar 2.28 Rangkaian Penguat Arus
Dari rangkaian pada gambar 2.28 dapat diperoleh dari persamaan
Vcc – Vce – Ie.Re = 0 .............................................................. (2.22)
Dengan
Vout = Vin ............................................................................. (2.23)
Maka
IRE = Ie = ReVout
..................................................................... (2.24)
liv
-
2.18 Motor DC
Rangkaian ekivalen motor dc dapat dilihat pada gambar 2.28.
R
EsEo
I
V1
Gambar 2.29. Rangkaian ekivalen motor DC
Arus I yang mengalir pada rangkaian tersebut adalah:
RE E
I 0s−
= ............................................................................ (2.25)
Eo adalah tegangan induksi yang disebut sebagai counter-
electromotive force (cemf), yang senantiasa berlawanan dengan tegangan
sumber Es. Pada saat motor tidak berputar (the motor is rest), maka besarnya
Eo = 0, sehingga arus yang dibutuhkan untuk starting sebesar
RE
I s= ..... ................................................................................ (2.26)
lv
-
Pada saat putaran motor meningkat, tegangan Eo juga akan meningkat
sehingga menghasilkan tegangan selisih (Es – Eo).
lvi
-
BAB III
PERANCANGAN ALAT
Pada dasarnya alat yang dirancang mempunyai sistem seperti yang
digambarkan pada diagram blok gambar 3.1. yang terdapat 2 blok yaitu
rangkaian utama dan rangkaian tambahan.
PENCACAHBCD
PENAMPILPENGUBAHBCD KE7-SEGMEN
E+
-
PENGONTROL
PENCACAHBINER
PENGUNCI
RANGKAIAN TAMBAHAN
Set Point
SENSOR
PENGUNCI
MOTOR DC
DAC
KENDALILATCH DANRESET
RANGKAIAN UTAMA
TIME BASE1 DETIK
Gambar 3.1. Diagram blok rangkaian pengubah frekuensi kecepatan motor DC
menjadi tegangan DC pada aplikasi pengatur kecepatan motor DC
3.1. Sensor Putaran Motor
Dalam perancangan sensor putaran motor ini dibuat piringan dengan
60 celah sebagai penghalang sinar inframerah. Dengan demikian sekali motor
berputar akan dibaca sebanyak 60 pulsa. Sedangkan untuk optocoupler
lvii
39
-
digunakan divais H21A2 spesifikasi dari komponen ini adalah sebagai
berikut:
a. Arus maju maksimum Dioda Inframerah (Id) 60 mA
b. Tegangan maksimum Dioda Inframerah (Vdioda) 1,7 V
c. Arus maksimum CE fototransistor 100mA
Foto transistor akan aktif jika terkena sinar dari dioda inframerah,
sehingga keluaran pemicu menjadi rendah, sebaliknya jika sinar terhalang
keluaran pemicu Schmitt akan tinggi.
Rd
330
74LS14H21A2
5V
Rc
1K
Vo
Gambar 3.2 Gambar Sensor Putaran Motor
Untuk menentukan besarnya hambatan pada dioda inframerah
digunakan hubungan :
d
diodaccd I
VVR
−=
Dengan mengambil Vcc = 5 V, Vdioda = 1,7 V dan Id = 10 mA, maka
besarnya Resistor R1 sebesar:
lviii
-
Ω 33010.10
1,75R 3d
=
−= −
Sedangkan untuk menentukan besarnya hambatan Rc, diketahui bahwa
arus maksimum adalah 100 mA, diambil arus 5 mA. Dengan menganggap
arus Ic = Ie maka kondisi keluaran maksimal ketika VCE = 0, didapatkan :
( ) KΩ 1Ω1.105.10
V05R 33c ==−
= −−
Pemicu Schmitt menggunakan gerbang NOT IC 74LS14 dengan
menghubungkan masukannya pada keluaran transistor. Pada saat keluaran
transistor tinggi maka keluaran pemicu ini rendah begitu sebaliknya. Gambar
rangkaian diperlihatkan pada Gambar 3.2
3.1.1 Kecepatan Putaran Motor
Pada perancangan dalam membaca kecepatan putaran motor,
digunakan celah sebanyak 60 buah, sehingga dalam satu putaran
didapatkan 60 pulsa. Kecepatan yang dihasilkan sebesar untuk waktu
buka selama 1 detik adalah :
rpm 1 .n ditampilka yang angka
.6060
nditampilka yang angkan
bukawaktu detik 60.
celahjumlah nditampilka yang angkan
=
=
=
Sehingga besarnya kecepatan putaran sebesar tampilan tujuh
segmen lama dengan nilai kecepatan motor.
lix
-
3.2 Pewaktu Stabil
Frekuensi yang diinginkan pada pewaktu ini adalah 1 Hz sehingga
akan menghasilkan periode sebesar 1 detik. Dengan memanfaatkan frekuensi
jala-jala PLN yang terdapat pada transformator maka didapatkan frekuensi
stabil yang besarnya 50 Hz.
Frekuensi stabil 50 Hz agar didapatkan frekuensi sebesar 1 Hz maka
harus dibagi 10 kemudian dibagi 5 dengan menggunakan 2 buah IC 4017.
Agar pulsa keluaran 1 Hz berbentuk pulsa kotak maka dilewatkan sebuah
Schmitt triger 74LS14.
OUT
D2T10V 6V
CT
0
4017
1413
15
324710156911
12
168
CLKENA
RST
Q0Q1Q2Q3Q4Q5Q6Q7Q8Q9
CO
VDD
VS
S
VCC 5V
R1
10K
4017
1413
15
324710156911
12
168
CLKENA
RST
Q0Q1Q2Q3Q4Q5Q6Q7Q8Q9
CO
VDD
VS
S
1 HZ
74LS14
Gambar 3.3 Gambar Rangkaian Pewaktu Stabil
3.3 Rangkaian Basis Waktu dan Penggerbangan
Pewaktu stabil mempunyai frekuensi keluaran 1 Hz, ini berarti
mempunyai waktu periode sebesar 1 detik. Penggerbangan suatu pencacah
berarti menghidupkan hanya selama 1 periode. Dan dalam periode ini
pencacah akan mencacah banyaknya pulsa yang masuk (tiba pada masuknya)
pulsa ini akan dilewatkan selama waktu buka (gating time). Penggerbangan
lx
-
yang dilakukan menggunakan IC TTL 74LS132 yaitu gerbang NAND dengan
2 masukan. Satu masukan berasal dari frekuensi kecepatan motor yang lain
sebagai pengontrol lamanya penggerbangan. Pada perancangan ini memilih
waktu buka selama 1 detik.
Gambar 3.4 Rangkaian Basis Waktu dan Penggerbangan
ke pencacah
FIN
FIN
74LS132
1
23
147
-
OUT
1 detik
+
T GATE
3.4 Rangkaian Pengendali Latch dan Reset
Latch dan reset bekerja setelah pencacah mencacah selama waktu
yang ditentukan, ini berarti terjadi ketika pulsa rendah dari pembagi frekuensi.
Pada perancangan kali ini digunakan gerbang logika NAND 4011 untuk
menghasilkan kedua keluaran tersebut. Agar keduanya bisa bekerja dengan
cepat diperlukan kombinasi R dan C, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar
3.5.
1/4 4011
R11K
C1
R2
1K
B
10uF
1/4 4011
C2
1/4 4011
10uF
RESET
LATCH
Gambar 3.5 Rangkaian Pengendali Latch dan Reset
lxi
-
Waktu tinggi yang diperlukan sebesar 0,01dt dengan mengambil C =
10 µF maka didapatkan nilai R :
KΩ 131.10-610.10
0,01R ===
3.5 Rangkaian Pencacah Biner
Pada rancangan ini digunakan pencacah biner 8 bit up Counter
Asyncron Modulo 256 yang bekerja untuk mengurutkan data dari 0000 0000
sampai 1111 1111 (desimal 0 sampai 255). Karena keluaran dari frekuensi
kecepatan motor setelah dilakukan pengukuran sebesar 2700 rpm. Maka
angka tersebut dibagi 10 menggunakan IC 4017 agar pencacah mampu
bekerja dengan baik.
Pada rancangan ini digunakan IC 4040 yang merupakan pencacah
asinkron. Ini berarti pulsa masukan hanya diberikan pada flip-flop pertama
dan flip-flop berikutnya hanya menerima output flip-flop sebelumnya.
IC 4040 tersusun dari 12 master-slave flip-flop. Dalam rancangan ini
IC hanya digunakan sampai modulus 256 (8 bit) sehingga pada Qg
dihubungkan ke reset, hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.6
lxii
A2
A0
A3A4
CLKA1
A5
10
11
9765324131214151
CLK
RST
Q1Q2Q3Q4Q5Q6Q7Q8Q9
Q10Q11Q12
A7A6
-
Gambar 3.6 Rangkaian IC 4040
3.6 Rangkaian Pencacah BDC Hingga Penampil
Pencacah yang digunakan dalam perancangan ini adalah pencacah
modulo-10 atau yang disebut juga pencacah decade. Pencacah ini digunakan
adalah pencacah modulo-10 tak serempak. Pencacah jenis ini merupakan
pencacah yang paling banyak digunakan. Pencacah modulo-10 dibangun atas
4 buah J – K flip-flop. Pencacah dekade yang digunakan IC TTL 74LS90
yang mencacah dalam sandi 8421 atau dalam biner dari 0000 sampai 1001.
Untuk mencacah frekuensi sampai 2700 hertz maka setidaknya
dibutuhkan 4 buah pencacah dekade. Pada perancangan ini pencacah dekade
yang dipakai adalah pencacah serial yang berarti keluaran dari IC TTL
74LS90 sebelumnya menjadi masukan (pulsa lonceng) pada IC TTL 74LS90
selanjutnya. Rangkaian pencacah ditunjukkan oleh Gambar 3.7
lxiii
-
Qc
Qa
ke penguncike pengunci
Clk
Qc
Qd
Qd
74LS90
141
2367
129811
AB
R0(1)R0(2)R9(1)R9(2)
QAQBQCQD
Reset
Qc
ke pengunci
74LS90
141
2367
129811
AB
R0(1)R0(2)R9(1)R9(2)
QAQBQCQD
Qb
Qb
Qd
Qa
ke pengunci
Qc
Qb
Qd
Qb
74LS90
141
2367
129811
AB
R0(1)R0(2)R9(1)R9(2)
QAQBQCQD
74LS90
141
2367
129811
AB
R0(1)R0(2)R9(1)R9(2)
QAQBQCQD
Qa
Qa
Gambar 3.7 Rangkaian Pencacah Dekade
Sebelum data hasil pencacah ditampilkan, data hasil pencacahan
tersebut terlebih dahulu dikirimkan ke pengunci yang direpresentasikan oleh
IC TTL 74LS75. Data hasil pencacahan pada IC ini akan disimpan sementara
rangkaian penampil digital yang dibangun dalam perancangan ini dengan
menggunakan 4 buah penampil dengan kapasitas jangkauan 9.999 Hz.
Penampil tersebut dihubungkan dengan penggerak dekoder to seven segment
seperti terlihat dalam gambar 3.8
Masukan pencacah bereaksi terhadap periode yang negatif. Apabila
pencacah pertama telah mencapai cacahan ke sepuluh (1001) maka pencacah
akan kembali ke kondisi semula (0000). Pada saat transisi denyut tersebut
pencacah kedua berubah keadaan. Jalan masuk data pada pencacah dibumikan
lxiv
-
atau diberi logika rendah (pin 6, 7) dan jalan masuk beban (pin 3) diberi
masukan tinggi untuk fungsi pencacahan dengan cacahan awal (0000). Jalan
masuk reset pencacah aktif pada logika high (1) dengan denyut reset yang
diberikan oleh rangkaian kendali seperti terlihat dalam Gambar 3.5.
Denyut reset akan me-reset pencacah untuk memulai proses
penghitungan jumlah denyut yang masuk dari pintu penggerbangan. Denyut
latch dari rangkaian kendali digunakan untuk mengambil dan menyimpan data
hasil cacahan dari rangkaian pencacah 74LS90. Rangkaian latch direalisasikan
dengan IC TTL 74LS75 yang menerapkan flip-flop D, pada saat denyut latch
berada logika tinggi, maka data pada jalan masuk akan diteruskan ke jalan
keluar, dan apabila latch pada logika rendah, maka data akan disimpan
sementara.
R1...R7
VCC
Qb
74LS47
7126453
1312111091514
1248BI_RBORBILT
ABCDEFG
300 ohm
Qd
74LS47
10912467
3
8
5
gfedcba
VCC
VCC
dp
7 segment
74LS47
10912467
3
8
5
gfedcba
VCC
VCC
dp
Dari
pen
caca
h
74LS47
10912467
3
8
5
gfedcba
VCC
VCC
dp
74LS75
2
3
6
7
134
1611514101198
D1
D2
D3
D4
C12C34
Q1Q1Q2Q2Q3Q3Q4Q4
Qa
Qd
Latch
R1...R7
300 ohm
74LS75
2
3
6
7
134
1611514101198
D1
D2
D3
D4
C12C34
Q1Q1Q2Q2Q3Q3Q4Q4
Qa
Qc
VCC
Dari
pen
caca
h
7 segment
VCC
74LS75
2
3
6
7
134
1611514101198
D1
D2
D3
D4
C12C34
Q1Q1Q2Q2Q3Q3Q4Q4
7 segment
Dari
pen
caca
h
74LS47
7126453
1312111091514
1248BI_RBORBILT
ABCDEFG
R1...R7
VCC
74LS75
2
3
6
7
134
1611514101198
D1
D2
D3
D4
C12C34
Q1Q1Q2Q2Q3Q3Q4Q4
300 ohm
74LS47
10912467
3
8
5
gfedcba
VCC
VCC
dp
Dari
pen
caca
h
Qc
Qd
Qa
Qb
R1...R7
Qa
300 ohm
Qc
Qd
Qb
74LS47
7126453
1312111091514
1248BI_RBORBILT
ABCDEFG
74LS47
7126453
1312111091514
1248BI_RBORBILT
ABCDEFG
Qc
7 segment
Qb
Gambar 3.8.Rangkaian Pengunci Hingga Penampil
lxv
-
Denyut latch dan reset tersebut dikendalikan oleh rangkaian kendali
sesuai dengan waktu buka yang diberikan generator basis waktu. IC 74LS347
berfungsi untuk men-dekoder data biner 4 bit dari keluaran register penyangga
74LS75 ke dalam bentuk desimal yang kemudian ditampilkan dalam penampil
seven segment. Seven segment yang digunakan dalam perancangan ini adalah
common anode karena keluaran IC 74LS347 aktif rendah.
Dari gambar 3.8. dapat dilihat antatara 74LS347 denganseven segment
terpasang resistor. Hal itu dimaksudkan agar arus yang masuk pada seven
segment tidak melebihi ambang diperbolehkan yaitu sebesar 20 mA. Dengan
tegangan 5 Volt dan arus maksimum, maka nilai resistor diperoleh dari :
Ω 165mA 20
V 1,7V 5I∆VR
max
=−
==
Dengan : R = hambatan (Ω)
∆V = selisih tegangan (Volt)
Imax = arus maksimum LED (amper)
Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa dengan nilai R yang kecil
akan menyebabkan nilai I menjadi besar , maka perancangan ini digunakan
nilai R sebesar 300 Ω.
3.7 Konverter Digital ke Analog (DAC)
Pada blok rangkaian ini dibuat dengan konfigurasi yang umum
digunakan dengan IC MC 1408, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.9
lxvi
-
D4
+
-
V+V-
out
D3
12V
4K7R2
D7
LF 351
MC
1408
56789
10
14
15
2
4
313
1112
16
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.VEE
VCC
.
.
.
C
Rref
5K1
D2
5K
R1
D0
-12V
I0Vout
7
-12V
7
5V
6
4
0,01uF
3
D6D5
2
D1
Gambar 3.9. Perancangan Rangkaian DAC
Tegangan referensi adalah +5 Volt, maka pin 15 harus dihubungkan
ke ground. Untuk menekan osilasi tegangan yang timbul pada Vee (-12 V)
maka diperlukan kapasitor yang dihubungkan dengan pin kompensasi (pin
16).
Pada perancangan DAC ini diharapkan tegangan keluaran mempunyai
jangkauan 0 V sampai 5 V. Dengan menerapkan persamaan 2.20.
fo .RIVI = ......................................................................................... (3.1)
dengan mengambil Rf = 4,7.103Ω, maka dapat diketahui besarnya arus-arus
yang mengalir dari keluaran pin 4 IC MC 1408 pada saat keluaran maksimum
5 V yaitu :
A1,064.104,7.10
5I
.4,7.10I5
33o
3o
−==
=
Menurut persamaan 2.20 besarnya arus keluaran dari IC MC 1408 adalah :
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=
256N
RV
Iref
refo ................................................................................ (3.2)
lxvii
-
Tegangan referensi (Vref) yang digunakan sebesar 5 V, maka
Ω 4680,89.2561,064.10
5.255R
256255
R510.064,1
3ref
ref
3
==
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=
−
−
Sehingga didapatkan tahanan referensi (Rref) sebesar 4680,89 Ω atau
4,68 KΩ. Digunakan potensiometer sebesar 5 KΩ.
Arus yang masuk melalui masukan biner (Ii) ditentukan minimum
sebesar 1 mA, maka digunakan tahanan masukan (Ra-h) sebesar
KΩ 51.10
5IVR
3
iha
==
=
−
−
Pada penerapannya diambil tahanan sebesar 4,7 KΩ, sehingga arus
yang masuk sebesar
A1,93.104,7.10
5I 33i−==
Dengan menyusun ulang persamaan 3.1. dan persamaam 3.2 serta
memasukkan nilai-nilai komponen yang diperoleh didapatkan
Dengan memasukkan nilai N yang berbeda maka akan didapatkan
besarnya V1 sesuai dengan besarnya bobot masukan. Sebagai contoh pada
masukan 01111111 mempunyai bobot desimal N = 127, maka besarnya VI
adalah
V1 = 0,0196 (127) = 2,4892 V
Tabel 3.1. menunjukkan besarnya keluaran DAC menurut perhitungan
pada persamaan 3.3 dan arah putaran yang diharapkan.
lxviii
-
Tabel 3.1. Keluaran DAC
Masukan ∆/V V1(Volt)
00000000
01111111
1
127
0
2,4892
10000000 128 2,5089
10000001
11111111
129
255
2,5284
4.998
3.8 Penguat Penjumlah (Summing Amplifier)
Pada rancangan ini penguat penjumlah digunakan untuk
menjumlahkan 2 masukan tegangan yaitu tegangan yang satu berasal dari set
point dan yang lain berasal dari keluaran DAC.
Di rancangan ini tegangan set point (V1) dirancang dari 0 sampai 5 V,
sehingga digunakan potensiometer yang berfungsi sebagai pengatur tegangan
yang diinginkan. Dengan membuat masukan V2 beda tegangannya dan nilai R
dianggap semua sama maka dihasilkan sebuah penjumlah beda.
lxix
-
Rf 1K
V2+
Rpot 10KR1 1K
+
- LM741
3
26
7 14 5
VCC 5V
Vo
-
R2 1K
Gambar 3.10 Gambar Rangkaian Penjumlah Beda
Maka bisa diketahui nilai V0 akan sama dengan V0 = - (Vset point-V2)
3.9 Penguat Proporsional
Karena penguat proporsional integral merupakan gabungan dari
penguat proporsional dan penguat integral (integrator) maka penguat ini
mempunyai dua mode yaitu mode P dan mode I.
Diinginkan nilai penguatan dari kendali proporsional (Kp) adalah 1 kali.
Kp = 1
Dari persamaan (2-7) :
1RR
RR
K
V x RR
V
1
2
1
2p
in1
2p
=
=
=
Jika R2 = 100 KΩ
lxx
-
Ω=
Ω=
=
K 100
1K 100
1R
R maka, 21
Karena R2 merupakan hambatan yang besarnya sama dengan R1 sehingga nilai
penguatan/konstanta pengendali proporsional juga dapat diketahui 1 kali.
Rancangan dari rangkaian kendali proporsional dapat dilihat pada Gambar
3.15.
+
-
V+
V-
out Vout
100K
R2
100K
-12
+12
Vin
R1
Gambar 3.11. Rangkaian Penguat Proporsional
3.9.1 Penguat Integral
Sedangkan pada rangkaian penguat integral diinginkan
mempunyai penguatan sampai 1 kali, sehingga nilai dari hambatan R4
dan capasitor Cf dapat diketahui.
Jika konstanta pengendali integral = 1 kali maka dari persamaan
(2-8):
1R.C
R.C
11
.dtVR.C
1V
f
f
in(t)f
out
=
=
= ∫
lxxi
-
Ditentukan nilai dari hambatan R = 100 KΩ
µF 10
KΩ 100
1R1C maka, f
=
=
=
sehingga,
fi
ii
R.CTT1K
=
=
karena Ti = 1 maka Ki = 1
Besar kecilnya waktu Ti berpengaruh pada kecepatan tanggapan sistem
terhadap masukan. Hal ini ditunjukkan dalam gambar berikut ini.
E(t)
RC
t
Untuk mengubah nilai penguatan kendali integral sampai 1 kali maka
nilai dari hambatan R diambil nilai 0,1 MΩ. Semakin besar nilai
hambatan R maka nilai penguatannya akan semakin kecil.
Saat R = 0,1MΩ, maka konstanta pengendali integral = 1 kali
Sehingga rangkaian penguat integralnya adalah sebagai berikut :
lxxii
-
Vin+
-
V+
V-
out
10uFCf
R=0,1M
-12
Vout
+12
Gambar 3.12. Rangkaian Penguat Integral
3.9.2 Penguat Proporsional Integral
Pada perancangan rangkaian penguat proporsional integral
dengan penguat penjumlah ini diinginkan penguatan untuk keluaran
kendali proporsional (Vp) adalah besar 1 kali dan untuk penguatan
keluaran kendali integral (Vi) adalah sebesar 1 kali. Keluaran dari
kendali proporsional dikalikan dengan 1 dan keluaran dari kendali
integral dikalikan dengan 1 baru kemudian dijumlahkan sehingga akan
diperoleh penguatan maximal sebesar 2.
Untuk kendali proporsional : - 1RR
3
7 =
Jika R7 = 10 KΩ
KΩ 101KΩ 10
1R
R 73
=
=
=
Sehingga tegangan keluaran dari kendali proporsional adalah :
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−−= in
1
2
3
7out .VR
RRR
V
lxxiii
-
Karena tegangan masukan adalah antara –5 sampai 5 volt maka
tegangan keluarannya antara –5 sampai 5 volt.
Sehingga besar penguatan dari kendali proporsional adalah 1.
Untuk kendali integral :
1RR
6
7 =
Jika R7 = 10 KΩ
KΩ 101KΩ 10
1R
R 76
=
=
=
maka nilai hambatan R6 = 10 KΩ
fi
ii
R.CTT1K
=
=
karena dalam perancangan nilai Ti sampai 1 maka nilai dari konstanta
pengendali integral berkisar 1.
M(t)
a
b a : output integral
b : output proporsional
E(t)
Gambar 3.13. Hubungan antara input dan output pada kendali PI
Semakin besar nilai dari Kp dan Ki maka nilai tegangan
keluarannya juga akan semakin besar. Hambatan R2 pada rangkaian
lxxiv
-
proporsional digunakan untuk mengatur besar kecilnya penguatan pada
kendali proporsional dan hambatan R pada rangkaian integral digunakan
untuk mengatur besar kecilnya penguatan pada kendali integral.
A2
Vin
10uF
Vout
10K
0,1M
-12
-12
R4
A1100K
10K
R3
Cf
+12Vp
A3
+
-
V+
V-
out
-12
R2
+
-
V+
V-
out
+12
R1
R7
10K
+12
Vi
R6
100K
+
-
V+
V-
out
Gambar 3.14. Rangkaian Penguat Proporsional Integral
lxxv
-
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibuktikan hasil perancangan dengan menampilkan
beberapa data hasil percobaan beserta analisa dengan membandingkan antar data
percobaan alat dan pengukuran.
4.1 Hasil akhir perancangan
Pada gambar 4.1 tampak sebuah alat pengubah kecepatan putar motor
dc dan pencacah frekuensi serta pengontrol kecepatan motor DC. Roda cacah
yang terpasang pada motor dibuat dari piringan CD yang diberi celah
kemudian dipasang sensor untuk mendeteksi putaran motor.
Gambar 4.1 Hasil akhir rancangan
lxxvi
-
Pada tampilan terlihat sebuah digital voltmeter dan 4 digit seven
segment untuk tampilan digital.
Untuk mendapatkan hasil perhitungan putaran motor yang
sesungguhnya maka perlu diketahui besarnya frekuensi putaran motor DC.
Maka gunakan sebuah osiloskop digital untuk mengetahui besarnya kecepatan
motor sesungguhnya. Pengukuran dengan osiloskop digital inilah yang
dijadiakan acuan dalam pengambilan data.
57
4.2 Data Kecepatan Putar Motor DC
Percobaan 1
Gambar 4.2. Gambar Sinyal Output Sensor Kecepatan Motor DC
Dengan Vi = 3,5 V.
lxxvii
-
Dari gambar 4.2.
Diketahui perioda ( T2) = 594,6 uS.
Maka frekuensi kecepatan motor dc = 1 : 594,5 uS.
= 1681,8 Hz.
Rpm = Fin
= 1681,8 rpm.
Percobaan 2
Gambar 4.3.Gambar Sinyal Output Sensor Kecepatan Motor DC Dengan Vi=4 V.
Diketahui Perioda ( T2 ) = 466,8 uS.
Frekuensi kecepatan motor dc = 1 : 466,8 uS.
= 2142,2 Hz.
lxxviii
-
Rpm = Fin.
= 2142,2 rpm.
4.3 Perbandingan Pengukuran Kecepatan dengan Osiloskop Digital dan
Hasil Perancangan Sistem
Sesuai dengan perancangan, tegangan masukan 0 sampai 5 volt akan
dikalibrasi dalam skala kecepatan putaran motor DC rotation per minute
(rpm).
Persamaan yang dipakai untuk memperoleh kecepatan putarannya
adalah:
Rpm = ikxhjumlahcela
Fin det60
Karena jumlah celahnya 60 buah, maka persamaannya dapat
disederhanakan menjadi:
Rpm = Fin ……………………………………………………...…(4-1)
Dari percobaan diketahui bahwa pada putaran rendah terjadi ripple
rpm yang lebih besar atau dengan kata lain peritungan kecepatan motor oleh
sensor kecepatan ini lebih stabil pada putaran tinggi. Hal ini juga dikarenakan
motor kurang stabil pada putaran rendah.
lxxix
-
Tabel. 4.1 Perbandingan antara data percobaan pada tampilan digital
dengan pengukuran menggunakan Osiloskop Digital.
No Vi (volt) Pengukuran dengan Osiloskop Digital (rpm) Pengukuran
Hasil Rancangan (rpm)
Frekuensi putar motor
( Hz )