MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

55
MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU Artikel ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika Profesi Keguruan Disusun oleh kelompok 9: Antik Jamilatun Kh Iis Nurjanah Lilis Suryani Pipih Nofitasari Teguh Suprayogi Yayan Yeni Nurwahidah FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

description

Masalah yang ada dalam artikel ini adalah bagaimana menginternalisasikan etika islam dalam profesi guru, dimana dalam islam etika itu sangat penting esensinya untuk dipahami dan dilaksanakan oleh setiap orang. Nilai-nilai etika islam tidak berdasarkan oleh pikiran manusia, sebagaimana pendapat Aristoteles dan para pencetus teori-teori lainnya, akan tetapi dalam islam nilai-nilai etika adalah didasari oleh skala yang akurat yang tidak berubah karena waktu atau tempat. Kaitannya dengan profesi guru juga sangat erat karena untuk menjadi seorang guru yang profesional kita dituntut untuk menguasai, memahami dan menerapkan etika. Internalisasi itu sendiri berarti penghayatan seseorang dalam menerima dan menindak lanjuti segala sesuatu yang diterima sehingga tidak hanya merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat kognisi saja, akan tetapi pengetahuan yang lebih efektif dan mewujudkan dalam perbuatan dan mejadi sebuah pedoman hidup. Jadi, menginternalisasikan etika islam dalam profesi guru adalah bagaimana upaya seorang guru menghayati, memahami dan menerapkan etika guru dalam prespektif islam. Solusinya, seorang guru harus mampu mengkaitkan etika profesi guru dengan nilai-nilai etika islam.

Transcript of MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

Page 1: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM

KE DALAM PROFESI GURU

Artikel ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

Etika Profesi Keguruan

Disusun oleh kelompok 9:

Antik Jamilatun Kh

Iis Nurjanah

Lilis Suryani

Pipih Nofitasari

Teguh Suprayogi

Yayan

Yeni Nurwahidah

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

UNIVERSITAS GALUH CIAMIS

2012

Jln. RE Martadinata No. 150 Ciamis Tlp/Fax. (0265) 776787

Page 2: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

ABSTRAK

Masalah yang ada dalam artikel ini adalah bagaimana menginternalisasikan etika islam dalam profesi guru, dimana dalam islam etika itu sangat penting esensinya untuk dipahami dan dilaksanakan oleh setiap orang. Nilai-nilai etika islam tidak berdasarkan oleh pikiran manusia, sebagaimana pendapat Aristoteles dan para pencetus teori-teori lainnya, akan tetapi dalam islam nilai-nilai etika adalah didasari oleh skala yang akurat yang tidak berubah karena waktu atau tempat. Kaitannya dengan profesi guru juga sangat erat karena untuk menjadi seorang guru yang profesional kita dituntut untuk menguasai, memahami dan menerapkan etika. Internalisasi itu sendiri berarti penghayatan seseorang dalam menerima dan menindak lanjuti segala sesuatu yang diterima sehingga tidak hanya merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat kognisi saja, akan tetapi pengetahuan yang lebih efektif dan mewujudkan dalam perbuatan dan mejadi sebuah pedoman hidup. Jadi, menginternalisasikan etika islam dalam profesi guru adalah bagaimana upaya seorang guru menghayati, memahami dan menerapkan etika guru dalam prespektif islam. Solusinya, seorang guru harus mampu mengkaitkan etika profesi guru dengan nilai-nilai etika islam.

PENGERTIAN INTERNALISASI

a. Secara etimologis internalisasi berasal dari kata intern atau kata internal yang berarti

bagian dalam atau di dalam. Sedangkan internalisasi berarti penghayatan (Peter and Yeni,

1991: 576).

b. Internalisasi adalah penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai sehingga

merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan

dalam sikap dan perilaku ( Kamus Besar, 2002: 439).

c. Internalisasi adalah pengaturan kedalam fikiran atau kepribadian, perbuatan nilai-nilai,

patokan-patokan ide atau praktek-praktek dari orang-orang lain menjadi bagian dari diri

sendiri (Kartono, 2000: 236).

Dari pengertian diatas, maka dapat diuraikan bahwa internalisasi yang di maksud oleh

penulis disini adalah penghayatan para siswa dalam menerima dan menindak lanjuti pelajaran

Al-qur’an Hadits yang mereka terima di bangku sekolah, sehingga pelajaran tersebut tidak hanya

merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat kognisi saja, akan tetapi pengetahuan yang lebih

efektif dan mewujudkan dalam perbuatan dan mejadi sebuah pedoman hidup.

Page 3: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

KARAKTERISTIK ETIKA DALAM ISLAM.

Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat

tertentu. Moral adalah secara etimologis berarti adat kebiasaan,susila. Jadi moral adalah perilaku

yang sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum di terima, meliputi kesatuan

sosial/lingkungan tertentu. Sedangkan akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik

dan buruk tentang perkataan/perbuatan manusia lahir dan batin.

Didalam islam, etika yang diajarkan dalam islam berbeda dengan etika filsafat. Etika

Islam memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan

menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.

2. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik dan buruknya

perbuatan seseorang didasarkan kepada al-Qur’an dan al-Hadits yang shohih.

3. Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman

oleh seluruh umat manusia kapanpun dan dimanapun mereka berada.

4. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia kejenjang akhlak yang luhur dan

mulia serta meluruskan perbuatan manusia sebagai upaya memanusiakan manusia

5. Etika islam merupakan pedoman mengenai perilaku individu maupun masyarakat di

segala aspek kehidupan yang sesuai dengan ajaran islam.

Etika islam didasari oleh 2 prinsip berikut :

1. Fitrah manusia.

Yaitu insting alami (fitrah) yang diberikan kepada jiwa manusia oleh Allah waktu pertama

kali diciptakan (91:7-8). Dengan adanya insting ini, orang dapat membedakan tidak hanya antara

yang baik dan yang buruk, tetapi juga yang netral. Namun, kesadaran etika tidak cukup untuk

petunjuk pribadi. Karena kompleksitas hidup kesadaran etika saja tidak dapat mendefinisikan

attitude yang benar terhadap setiap masalah. Seseorang tidak hidup dalam vakum, tetapi

dipengaruhi oleh pengaruh luar yang dapat mengkorupsi kemampuan untuk memilih antara yang

Page 4: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

benar dan yang salah. Pengaruh luar ini termasuk kebiasaan, kepentingan pribadi, dan konsep-

konsep yang membentuk lingkungan.

2. Dasar hukum dan agama

Yang mendasari etika islam diperkenalkan oleh utusan-utusan Allah. Hukum dalam islam

tidaklah negatif dalam arti memaksa kesadaran kita untuk mematuhinya. Sebaliknya, instruksi

hukum telah disampaikan sedemikian rupa sehingga kesadaran dapat melihatnya sebagai

kebenaran. Dengan demikian hukum itu menjadi bagian dari kesadaran manusia. Hukum yang

asing tidak dapat bekerja karena, meskipun mungkin untuk membuatnya mengikat secara legal,

tetapi tidak dapat mengikat secara moral kepada muslim. Muslim dengan sukarela membayar

zakat karena tahu apabila tidak mengerjakannya mereka akan bertanggung-jawab secara hukum

dan etika.

Nilai-nilai etika islam tidak berdasarkan oleh pikiran manusia, sebagaimana pendapat

Aristoteles mengenai nilai, dan bukan juga apa yang diatur oleh masyarakat terhadap individu,

seperti pendapat Durkheim, dan bukan juga untuk kelas-kelas tertentu, seperti pendapat Marxist.

Dalam hal seperti ini nilai-nilai dipengaruhi oleh keadaan. Dalam islam, nilai-nilai etika adalah

didasari oleh skala yang akurat yang tidak berubah karena waktu atau tempat. Nilai-nilai islam

adalah sesuatu yang tanpa kehadirannya, manusia ataupun lingkungan tidak dapat dipertahankan.

ETIKA PROFESI GURU DARI SEGI PANDANGAN ISLAM

Dari segi pandangan Islam, maka agar seorang muslim itu berhasil menjalankan tugas

yang dipikulkan kepadanya oleh Allah S.W.T pertama sekali dalam masyarakat Islam dan

seterusnya di dalam masyarakat antarabangsa maka haruslah guru itu memiliki sifat-sifat yang

berikut:

a. Bahwa tujuan, tingkah laku dan pemikirannya mendapat bimbingan Tuhan (Rabbani),

seperti disebutkan oleh surah Al-imran, ayat 79, “Tetapi jadilah kamu Rabbani (mendapat

bimbingan Tuhan)”.

b. Bahwa ia mempunyai persiapan ilmiah, vokasional dan budaya menerusi ilmu-ilmu

pengkhususannya seperti geografi, ilmu-ilmu keIslaman dan kebudayaan dunia dalam

bidang pengkhususannya.

Page 5: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

c. Bahwa ia ikhlas dalam kerja-kerja kependidikan dan risalah Islamnya dengan tujuan

mencari keredhaan Allah S.W.T dan mencari kebenaran serta melaksanakannya.

d. Memiliki kebolehan untuk mendekatkan maklumat-maklumat kepada pemikiran murid-

murid dan ia bersabar untuk menghadapi masalah yang timbul.

e. Bahwa ia benar dalam hal yang didakwahkannya dan tanda kebenaran itu ialah tingkah

lakunya sendiri, supaya dapat mempengaruhi jiwa murid-muridnya dan anggota-anggota

masyarakat lainnya. Seperti makna sebuah hadith Nabi S.A.W, “Iman itu bukanlah

berharap dan berhias tetapi meyakinkan dengan hati dan membuktikan dengan amal”.

f. Bahwa ia fleksibel dalam mempelbagaikan kaedah-kaedah pengajaran dengan

menggunakan kaedah yang sesuai bagi suasana tertentu. Ini memerlukan bahawa guru

dipersiapkan dari segi professional dan psikologikal yang baik.

g. Bahwa ia memiliki sahsiah yang kuat dan sanggup membimbing murid-murid ke arah

yang dikehendaki.

h. Bahwa ia sedar akan pengaruh-pengaruh dan trend-trend global yang dapat

mempengaruhi generasi dan segi aqidah dan pemikiran mereka.

i. Bahawa ia bersifat adil terhadap murid-muridnya, tidak pilih kasih, ia mengutamakan

yang benar.

Seperti makna firman Allah S.W.T dalam surah al Maidah ayat ke 8,

“Janganlah kamu terpengaruh oleh keadaan suatu kaum sehinga kamu tidak adil. Berbuat

adillah, sebab itulah yang lebih dekat kepada taqwa. Bertaqwalah kepada Allah, sebab Allah

Maha Mengetahui apa yang kamu buat”.

Ada beberapa istilah yang harus diterangkan dahulu sebelum melanjutkan pembicaraan

kita mengenai etika, yaitu:

1. Etika adalah aturan-aturan yang disepakati bersama oleh ahli-ahli yang mengamalkan

kerjanya seperti keguruan, pengobatan dan sebagainya.

2.   Nilai-nilai adalah yang menyertai setiap kerjanya itu seperti memberi pengkhitmatan yang

sebaik-baiknya kepada pelanggan dan sebagainya.

Page 6: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

3.   Pengamalan semua kerjanya mementingkan amalan tetapi sebelum sampai kepada amalan,

nilai-nilai kerjanya itu harus di hayati (intemalized).

4.   Penghayatan yaitu penghayatan nilai-nilai maka nilai-nilai seperti ke ikhlasan, kejujuran,

dedikasi dan lain-lain itu di hayati.

Faktor terpenting bagi seorang guru adalah etikanya. Etika itulah yang akan menentukan

apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi

perusak aau penhacur bagi hari depan anak didik, terutama bagi anak didik yang masih kecil

(tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat

menengah).

Perasaan dan emosi guru yang mempunyai etika terpadu tampak stabil, optimis dan

menyenangkan. Dia dapat memikat hati anak didiknya, karena setiap anak merasa diterima dan

disayangi oleh guru, betapapun sikap dan tingkah lakunya.

Pada dasarnya perubahan prilaku yang dapat ditunjukan oleh peserta didik harus

dipengaruhi oleh latar belakang pendidkan dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang guru.

Atau dengan perkataan lain, guru mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku peserta

didik.

Seorang guru sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang dapat ditunjukan oleh

peserta didik.

Perubahan dalam cara mengajar guru dapat dilatihkan melalui peningkatan kemampuan

mengajar sehingga kebiasaan lama yang kurang efektif dapat segera terdeteksi dan perlahan-

lahan dihilangkan. Untuk itu, maka perlu adanya perubahan kebiasaan dalam cara mengajar guru

yang diharapkan akan berpengaruh pada cara belajar siswa, diantaranya sebagai berikut:

1. Memperkecil kebiasaan cara mengajar guru baru (calon guru) yang cepat merasa puas

dalam mengajar apabila banyak mengaji informasi (ceranah) dan terlalu mendominasi

kegiatan belajar peserta didik.

2. Guru hendaknya berperan sebagi pengarah, pembimbing, pemberi kemudahan dengan

menyajikan berbagai fasilitas belajar, pemberi bantuan bagi peserta yang mendapat

Page 7: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

kesulitan belajar, dan pencipta kondisi yang merangsang dan menantang peserta untuk

bepikir dan bekerja (melakukan).

3. Mangubah dari sekedar metode ceramah dengan berbagai variasi metode yang lebih

relevan dengan tujuan pembelajaran, memperkecil kebiasaan cara belajar peserta yang

baru merasa belajar dan puas kalau banyak mengajarkan dan menerima informasi

(diceramahi) guru, atau baru belajar kalu ada guru.

4. Guru hendaknya mampu menyiapkan berbagai jenis sumber belajar sehingga peserta

didik dapat belajar secara mandiri atah berkelompok, percaya diri, terbuka untuk saling

memberi dan menerima pendapat orang lain, serta membina kebiasaan mencari dan

mengolah sendiri informasi.

Seorang guru Muslim memiliki peranan bukan sahaja di dalam sekolah, tetapi juga

diluarnya. Oleh karena itu, menyiapkannya juga harus untuk sekolah dan untuk luar sekolah.

Maka haruslah penyiapan ini juga dipikul bersama oleh institusi-institusi penyiapan guru seperti

fakulti-fakulti pendidikan dan maktab-maktab perguruan bersama-sama dengan masyarakat

Islam sendiri, sehingga guru-guru yang dihasilkannya adalah guru yang soleh, membawa

perbaikan (muslih), memberi dan mendapat petunjuk untuk menyiarkan risalah pendidikan

Islam. Petunjuk (hidayah) Islam di dalam dan di luar adalah sebab tujuan pendidikan dalam

Islam untuk membentuk generasi-generasi umat Islam yang memahami dan menyedari

risalahnya dalam kehidupan dan melaksanakan risalah ini dengan sungguh-sungguh dan amanah

dan juga menyedari bahawa mereka mempunyai kewajipan kepada Allah S.W.T dan mereka

harus melaksanakan tugas itu dengan sungguh-sungguh dan ikhlas. Begitu juga mereka sedar

bahawa mereka mempunyai tanggung jawab, maka mereka menghadapinya dengan sabar, hati-

hati dan penuh prihatin. Begitu juga mereka sedar bahawa mereka mempunyai tanggungjawab

terhadap masyarakatnya, maka mereka melaksanakannya dengan penuh tanggungjawab, amanah,

professionalisme dan kecekalan. Dengan demikian umat Islam akan mencapai cita-citanya dalam

kehidupan dengan penuh kemuliaan, kekuatan, ketenteraman dan kebanggaan. Sebab Allah

S.W.T telah mewajibkan kepada diriNya sendiri dalam surah al-Nahl ayat ke 97,

“la tidak akan mensia-siakan pahala orang-orang yang berbuat baik”

Page 8: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

ETIKA GURU MENURUT ULAMA ISLAM

o Etika Guru Menurut K.H.M Hasyim Asy’ ari

Ada dua puluh etika guru terhadap dirinya sendiri yaitu :

1. Agar selalu istiqomah dalam muraqobah kepada Allah SWT.

2. Senantiasa berlaku Khauf (takut kepada Allah) dalam segala ucapan dan tindakan.

3. Senantiasa bersikap tenang.

4. Senantiasa bersikap wara’ (meninggalkan perkara syubhat dan meninggalkan perkara

yang tidak bermanfaat).

5. Selalu bersikaf tawadlu’ (merendahkan diri terhadap mahluk dan melembutkan diri

kepada mereka, atau patuh kepada kebenaran, dan tidak berpaling kepada hikmah, hukum

dan kebijaksanaan).

6. Selalu khusyu’ kepada Allah SWT.

7. Menjadikan Allah sebagai tempat meminta pertolongan dalam segala keadaan.

8. Tidak menjadikan ilmunya sebagai tangga untuk mencapai keuntungan duniawi.

9. Tidak diskriminatif terhadap murid.

10. Bersikap zuhud dalam urusan dunia sebatas apa yang ia butuhkan.

11. Menjauhkan diri dari tempat yang rendah dan hina menurut manusia.

12. Menjauhkan diri dari tempat-tempat kotor dan maksiat.

13. Agar selalu menjaga siar-siar islam dan zahir-zahir hukum, seperti shalat berjamaan di

masjid.

14. Menegakkan sunnah-sunnah dan menghapus segala hal yang mengandung unsur bid’ah.

15. Membiasakan melakukan hal sunnah yang bersifat syari’at.

16. Bergaul dengan ahlak yang baik.

17. Membersihkan hati dan tindakannya dari akhlak yang jelek dan dilanjutkan dengan

perbuatan yang baik.

18. Senantiasa bersemangat untuk mengembangkan ilmu dan bersungguh-sungguh dalam

setiap aktivitas ibadah.

19. Tidak boleh membeda-bedakan status, nasab, dan usia dalam mengambil hikmah dari

semua orang.

Page 9: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

20. Membiasakan diri untuk menyusun atau merangkum.

  K.H. Hasyim Asy’ari memberikan pedoman bagi guru yang hendak mengajar, yaitu

ketika akan berangkat ke ruangan (majlis ilm) :

1. Mensucikan dirinya dari hadas dan kotoran

2. Memakai harum-haruman

3. Memakai pakaian yang layak sesuai dengan mode zamannya dengan  maksud untuk

mengagungkan ilmu dan menghormati syariat.

4. Berniat menyebarkan ilmu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan menegakkan

agama Allah serta menyampaikan hukum-hukum Allah.

5. Berniat untuk menunjukkan kebenaran dan kembali kepada kebajikan.

6. Berkumpul bersama untuk berzikir kepada Allah SWT.

7. Menyebarkan kedamaian kepada kawan-kawan muslimin.

8. Mendo’akan ulama terdahulu.

  Saat masuk ruangan (majlis ilm)

1. Mengucapkan salam dengan tenang, tawadlu’ dan khusu’.

2. Duduk ditempat yang bisa dilihat oleh semua murid.

3. Bersikap lemah lembut kepada yang lain dengan menghormati dengan tutur kata yang

lembut, wajah berseri-seri dan hormat.

  Saat memulai mengajar

1. Memulai belajar dengan membaca ayat Al-Qur’an untuk mencari barokah.

2. Mendahulukan materi yang dianggap penting, dan tidak memperpanjang pelajaran

sehingga membosankan atau meringkasnya.

3. Jangan mengeraskan suara secara berlebihan atau memelankannya sehingga tidak

terdengar, namun sebaiknya suara itu tidak melebihi majelis.

4. Menjaga majelis dari kesalahan.

5. Menekankan agar tidak membahas secara berlebihan atau menunjukkan tata krama yang

jelek ketika membahas suatu pelajaran.

Page 10: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

6. Apabila ditanya tentang sesuatu yang belum diketahui, maka hendaknya dijawab “saya

tidak tahu, atau saya tidak mengerti, karena sebagian dari ilmu adalah menyatakan saya

tidak mengerti “.

7. Hendaknya menunjukkan kasih sayang kepada orang baru yang hadir di majelis.

8. Hendaknya memulai pelajaran dengan membaca basmalah.

9. Jika tidak menguasai materi, maka hendaknya jangan mengajar atau mengajarkan sesuatu

yang tidak tahu karena hal itu termasuk mempermainkan agama dan merendahkan diri

dihadapan manusia.

o Etika Guru Menurut K.H. Ahmad Dahlan

Syarat-syarat guru adalah sebagai berikut.

1. Muslim

2. Mempunyai kemampuan dan kecakapan yang diperlukan

3. Anggota/calon anggota/simpatisan organisasi (muhammadiyah atau aisyiyah).

4. Loyal terhadap persyarikatan dan perguruan.

5. Berjanji untuk memenuhi persyaratan khusus yang dimufakati bersama antara yang

bersangkutan dengan bagian pendidikan dan pengajaran.

Diantara kelima syarat tersebut, syarat kemampuan menjadi perhatian yang istimewa. Syarat

kemampuan dirinci sebagai berikut:

1. Menguasai bahan; a) menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah, b)

menguasai bahan pendalaman/aplikasi bidang studi.

2. Menguasai program belajar; a) merumuskan tujuan instruksional, b) mengenal dan dapat

menggunakan metode mengajar, c) memilih dan menyusun prosedur instruksional yang

tepat, d) melaksanakan program mengajar dan belajar, e) mengenal kemapuan anak didik,

f) merencakan dan melaksanakan pengajaran remedial.

3. Mengelola kelas; a) mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran, b) menciptakan iklim

belajar mengajar yang serasi.

4. Menggunakan media dan sumber; a)  mengenal dan memilih serta menggunakan sumber,

b) menggunakan alat-alat bantu pelajaran yang sederhana, c) menggunakan dan

Page 11: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

mengelola laboratorium dalam rangka proses belajar mengajar, d) mengembangkan

laboratorium, e) menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar.

5. Menguasai landasan-landasan kependidikan

6. Mengelola interaksi belajar mengajar.

7. Menilai prestasi siswa untuk kependidikan dan pengajaran.

8. Menguasai fungsi dan program dan bimbingan di sekolah; a) menguasai fungsi dan

layanan dan bimbingan di sekolah, b) menyelenggarakan program layanan dan

bimbingan di sekolah.

9. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah; a) mengenal penyelenggaraan

administrasi sekolah, b) menyelenggarakan administrasi sekolah.

10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna

keperluan pengajaran.

o Etika Guru menurut K.H. Imam Zarkasyi

Mengingat pentingnya tugas guru, maka guru harus memiliki sifat khusus yang

memungkinkan pelaksanaan tugasnya dengan cara sebaik mungkin, sifat itu bertalian dengan

fisik, intelektual dan moral, yaitu :

1. Mempunyai akhlak yang mulia dan bebas dari perbuatan buruk

2. Mempunyai niat dengan penuh keikhlasan dalam pekerjaannya dan bersungguh-sungguh

dalam tugasnya.

3. Sehat badan, kuat jasmani dan pikirannya.

4. Suci dari cacat badan yang merendahkan (martabat guru)

5. Mengetahui dasar pendidikan dan metode mengajar.

6. Mengetahui ilmu jiwa (psikologi)

7. Penuh bacaan dengan berbagai refrensi/literatur, sehingga menjadikannya orang yang

menguasai materi.

8. Cakap dalam memilih materi yang terpercaya kebenarannya, relevan dengan zaman dan

kemampuan murid.

9. Cakap dalam menyusun materi secara logis dan tertulis dalam buku persiapan mengajar.

Page 12: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

10. Mampu mentransformasi pengetahuan kepada pikiran murid dan sekaligus

pemahamannya.

11. Bersungguh-sungguh dalam pekerjaannya, senang dan giat dalam melaksanakan

tugasnya.

12. Berair muka yang jernih (tidak murung dan kerut) dengan penuh kasih sayang dan baik

dalam perlakuannya.

13. Mempunyai persiapan dan kesiapan dalam tugasnya dan cakap dalam membangkitkan

murid dengan penuh kasih sayang.

14. Mampu membangkitkan kreatifitas murid dengan berbagai ilmu dan seni.

15. Mampu memberikan kerinduan murid dalam pelajaran.

16. Mampu dalam menguasai kelas dan dapat menjalin jalinan rohani (psikolgis) antara

mudarris dan murid.

17. Bertindak bijaksana dan adil dalam melakukan hukuman/sanksi terhadap murid.

18. Matanya harus selalu awas, penuh perhatian dan cukup keberanian.

19. Bersifat sabar, penuh kasih sayang terhadap murid.

20. Suaranya harus jelas dan terang, berwibawa dan membekas dalam jiwa.

21. Mengerti tujuan masing-masing pelajaran dan mengetahui pokok-pokok penting dalam

pelajaran.

22. Mejaga kebersihan badan dan pakaiannya.

o Etika Guru menurut Al-Ghazali

            Al-Ghazali menyatakan sebagaimana yang dikutip Abudin Nata (2000:95) bahwa guru

yang diberi tugas mengajar adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga yang baik

akhlaknya dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal Ia dapat memiliki ilmu pengetahuan

secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia menjadi contoh dan teladsan bagi para

muridnya serta dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar dan mengarahkan

anak muridnya dengan baik dan sesuai target yang diharapkan.

Seorang pendidik  harus menghias dirinya dengan akhlak yang diharuskan sebagai orang yang

beragama atau sebagai mukmin. Selain itu ia juga harus bersikap zuhud dan Qona’ah. Oleh sebab

itu, bagi seorang guru harus memilki etika dan persyaratan yang sesuai dengan tingkatan lapisan

orang yang menuntut ilmu tersebut. Dalam hal ini, Al-Ghazali yang merupakan salah satu tokoh

Page 13: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

pemikir pendidikan islam memberi batasan-batasan tertentu tentang etika guru seperti yang

dikutip oleh Abudin Nata (2001:98) sebagai berikut :

a. Bersikap lembut dan kasih sayang kepada para pelajar

Dalam kaitan ini Al-Ghazali menilai bahwa seorang guru dibandingkan dengan orang tua

anak, maka guru lebih utama dari orang tua tersebut. Menurutnya orang tua berperan

sebagai penyebab adanya si anak di dunia yang sementara ini, sedangkan guru menjadi

penyebab bagi keberadaan kehidupan yang kekal di akhirat. Hal ini sesuai dengan sabda

Rasulullah SAW :

“sesungguhnya saya bagimu adalah seperti orang tua kepada anaknya” (Muahammad

Zuhri, 1990:171)

b.   Guru bertugas untuk mengikuti nabi sebagai pemilik syara

Al-Ghazali menjelaskan bahwa seorang guru tidak meminta imbalannya atas tugas

mengajarnya.  Hal yang demikian karena mengikuti apa yang dilakukan Allah dan Rasul-

Nya yang mengajar manusia tanpa meminta imbalan, tanpa meminta ucapan terima kasih

semata-mata karena Allah. Oleh sebab itu, seorang guru harus melaksanakan tugas

mengajarnya sebagaimana anugerah dan kasih sayang kepad orang yang membutuhkan

atau memintanya, tanpa disertai keinginan tanpa disertai keinginan untuk mendapatkan

upah.

c.   Jangan meninggalkan nasehat-nasehat guru

Guru diharapkan memperingatkan murid-muridnya bahwa tujuan mencari ilmu adalah

mendekatkan diri kepada allah, bukan kepemimpinan, kemegahan dan perlombaan. Ia juga

harus sungguh-sungguh tampil sebagai penasihat, pembimbing para pelajar  ketika para

pelajar itu membutuhkannya. Untuk itu di upayakan dan diberikan kesadaran kepada

seluruh murid agar jangan sampai mereka meninggalkan apa-apa yang pernah diberikan

dan di ajarkan oleh guru kepada muridnya.

d.  Menanamkan hal-hal yang halus

Dalam hal ini guru berkewajiban mencegah muridnya dari akhlak yang buruk dengan cara

menghindarinya sedapat mungkin. Seorang guru ketika memberikan pengajaran hendaknya

memakai cara-cara yang lembut dan halus agar apa-apa yang disampaikannya dapat

diserap dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Page 14: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

Untuk itu Al-Ghazali menyerukan agar menempuh cara m,engajar yang benar, seperti

cara mengulang bukan menjelaskan, kasih sayang bukan merendahkan, karena

menjelaskan akan menyebabkan tersumbatnya potensi anak dan menyebabkan timbulnya

rasa bosan dan mendorong hapalannya. Dengan demikian mengajar  memerlukan

keahlian yang khusus.

e.  Supaya diperhatikan tingkat akal fikiran anak-anak dan berbicara dengan mereka menurut

kadar akalnya.

Dalam hal ini Al-Ghazali melihat kebiasaan dari sebagian guru fiqih yang menjelekan

guru bahasa dan sebaliknya, sebagian ulama kalam memusuhi ulama fiqih demikian

seterusnya sehingga sikap saling menghina dan mencela guru lain di depan anak-anak

merupakan bagian yang harus dihindari dan di jauhi oleh seorang guru. Selain itu guru

juga dalam melaksanakan proses belajar mengajar hendaknya menyesuaikan dengan

perkembangan dan pentahapan psikologi dan jiwanya. Hal ini agar ketika menyampaikan

materi pelajaran, anak tidak merasa tidak terlalu berat dan terbebani.

f.  Jangan ditimbulkan rasa benci pada diri murid

Tugas ini memberikan pemahaman kepada murid agar tidak membenci cabang ilmu yang

lain, tetapi seyogyanya dibukakan jalan bagi mereka untuk belajar cabang ilmu tersebut

artinya simurid jangan terlalu fanatik. Hal ini juga bisa ditanamkan dan diberikan

kesadaran bahwa semua ilmu itu berasal dari allah, dan ketika kita mempelajari satu

cabang ilmu apapun itu, berarti kita sudah mempelajari hakikat kebenaran dari Allah.

g.  Guru harus kerja sama dengan murid dalam membahas dan menjelaskan

Dalam menyampaikan suatu ilmu pengetahuan, guru tidah usah menyebutkan dibalik

semua ini sesuatu yang detail karena hal itu menghilangkan kesenangannya,

mengacaukan hatinya dan menduga guru bersikap kikir. Hal ini didasarkan pada

pemikiran bahwa belajar sendiri memiliki pemahaman dan kecerdasannya lebih sempurna

dan mampu untuk mengungkapkan apa yang disanpaikan atau datang kepadanya. Al-

Ghazali mengatakan, bahwa mungkin saja terjadi seorang pelajar diberikan kecerdasan

dann kesempurnaan akal oleh allah SWT sehingga ia amat cerdas dan brilian, sehingga

keadaanya lebih beruntung.

Page 15: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

h.   Guru harus mengamalkan ilmunya

Dalam hal ini guru dilarang mendustakan perkataanya karna ilmu itu diperoleh dengan

pandangan hati, sedangkan pengalaman diperoleh dengan pandangan mata. Allah

befirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 44 yang artinya “apakah kamu suruh orang

berbuat baik dan sedangkan kamu melupakan dirimu” (Depag RI, 992:16)

o Etika Guru menurut Al-Jarnuzi

Sebagai calon pendidik selayaknya kita mengetahui kriteri guru yang baik. Karena itu

merupakan salah satu poin yang dibahas dalam konsep penddikan al-Jarnuzi yalni memilih ilmu,

guru, teman dan ketahanan dalam belajar. Dalam pembahasan memilih guru ada beberapa kriteri

yang ditulis oleh al-Jarnuzi dalam kitabnya (Ta’lim Muta’alim)..

1.  Pedagogik merupakan ilmu yang mengkaji bagaimana membimbing anak, bagaimana

sebaiknya pendidik berhadapan dengan anak didik, apa tugas pendidik dan tujuan mendidik

anak. Dari kesimpulan tersebut bahwa guru harus paham dan mengerti betul-betul hal-hal yang

berhubungan dengan pendidikan.

2.  Seorang guru adalah figur yang berbicara didepan dan harus bisa menghidupkan

suasana dengan kemampuan socialnya.

3.  Profesional berarti seorang pendidik harus paham betul akan materi yang ia

sampaikan. Lebih detail lagi ia selalu akan tugas atau materi yang ia bawakan kemaren, sehingga

materi yang dibawakan itu akan terus nyambung bagaikan mata rantai yang seling membutuhkan

satu sama lain.

4.  Guru tidak hanya sebagai pentransfer ilmu, akan tetapi juga sebagai pengajar etika

yang berperan sebagai uri tauladan. Konsep orang jawa bahwa guru adalah orang yang di gugu

dan ditiru, artinya guru adalah orang yang dihormati dan menjadi tauladan bagi muridnya. Maka

guru harus mengisi kepribadiannya dengan akhlakul karimah.

Dari keempat kriteri diatas, bukan berarti salah satu atau salah dua yang harus dimiliki

oleh pendidik profesional, akan tetapi kesemua itu bagaikan mata rantai yang berurutan yang

memang satu sama lain harus berhubungan dan melengkapi. Sehingga hal itu akan menjadi

Page 16: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan pendidikan.(Ta’lim al-Muta’alim Thariq al-

Ta’allum).

PROFESI GURU DALAM PANDANGAN ISLAM

Manusia diberi kebebasan oleh Allah untuk memilih pekerjaan mana yang disukai dan paling

cocok bagi dirinya. Allah tidak pernah melarang manusia untuk mengerjakan apa saja, sepanjang

pekerjaan tersebut tidak bertentangan dengan syariat agama, dan syukur apabila pekerjaan

tersebut mendatangkan manfaat bagi sesama.

Satu hal yang diperintahkan Allah kepada manusia adalah bekerja dengan keras, karena

Allah sendiri yang akan memeriksa amal manusia. Hal tersebut tersurat dalam Q.S. At-Taubah

ayat 105 yang berbunyi:

“Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin

akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui

akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu

kerjakan”.

Diantara berbagai pekerjaan yang ada di muka bumi ini, guru adalah salah satu pekerjaan

yang sangat mulia. Pekerjaan yang akan membawa diri seseorang menikmati sadaqah jariyah

(melalui ilmu) yang tidak berkeputusan, bahkan hingga kelak orang (guru) tersebut

meninggalkan dunia yang fana ini.

Menjadi guru adalah pekerjaan yang sangat mulia, karena guru adalah pewaris pekerjaan

Rasulullah SAW. Hal ini disebutkan dalam salah satu hadist Nabi: “Sesungguhnya saya diutus ke

dunia ini untuk mengajar.”. Karena itulah para ulama’, para Kyai senantiasa menyempatkan

diri untuk mengajar dan mendidik para santrinya. Hal itu karena adanya dorongan untuk

mengikuti jejak Rasulullah, dan jauga meneruskan apa yang menjadi cita-cita Rasulullah SAW,

yakni: Innama buitsu liutammima makarimal akhlak, “Sesungguhnya aku diutus ke bumi ini

untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”.

Guru menjadi pekerjaan yang sangat mulia, karena apa yang dikerjakan guru memiliki

nilai sosial yang tinggi dalam membentuk masyarakat, dengan memberikan sumbangan ilmu

Page 17: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

melalui generasi penerus bangsa. Itu sebabnya ustad ditempatkan pada porsi yang luar biasa,

guru dalam pandangan orang Jawa dipandang sebagai sosok yang bisa digugu dan ditiru bahkan

sebutan “pahlawan tanpa tanda jasa”, disematkan kepada diri para guru. Begitu mulianya

pekerjaan seorang guru, hingga Sayyidina Ali R.A. menyampaikan pesan: “Hormatilah gurumu

walau ia hanya mengajarimu satu ayat.”

Kemuliaan profesi sebagai guru dalam pandangan Islam juga tidak terlepas dari

keberadaan Islam sebagai agama yang menjadikan menuntut ilmu dan mengajarkan sebagai

suatu kewajiban. Maka orang yang sengaja tidak menuntut ilmu atau mengajarkannya akan

diancam syara’ dengan siksaan, dan yang menyembunyikan ilmu yang bermanfaat akan

dikekang pada hari kiamat dengan kekang yang terbuat dari api neraka. Dengan begitu Islam

telah membebani kepada para guru dan orangtua dengan tanggungjawab yang besar dalam

pengajaran. Hal ini tersurat dalam beberapa ayat-ayat Allah di dalam Al-Qur’anul Karim.

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak

pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam

pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila

mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Q.S. At

Taubah:122)

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan

berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada

manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk)

yang dapat mela'nati. (Q.S. Al Baqarah:159)

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah,

yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak

memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api], dan Allah tidak akan berbicara

kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang

amat pedih. (Al Baqarah:174)

Menjadi guru dan telah mengajarkan sesuatu yang baik pun belum dapat dipastikan akan

mendapat pahala di sisi Allah manakala orang yang bersangkutan hanya bisa menyampaikan dan

tidak mau mengerjakan. Hal ini tersebut dalam ayat Allah:

Page 18: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu

kerjakan. (Q.S. Ash Shaff:3).

Akan tetapi jika seorang guru benar-benar mengerjakan tugas dan tanggungjawabnya

dengan baik dan benar, dan memberikan tauladan dari apa yang telah disampaikan kepada anak

didik, maka Allah menjanjikan pahala bagi guru yang bersangkutan. Rasulullah SAW

menyampaikan dalam salah satu Hadistnya:

“Sepatah perkataan yang baik yang didengar oleh seorang mukmin, lalu diajar dan

diamalkannya, lebih baik daripada ibadah setahun”. “Sesungguhnya Allah, para malaikat, isi

langit dan bumi, hinggakan semut di dlm lubang dan ikan dalam laut, semuanya berdoa

semuanya mendoakan kepada orang yang mengajar manusia” (H.R. At-Turmizi)

Kerja sebagai Ibadah

Saat ini profesi guru semakin dihargai oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-

Undang No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Melalui Undang-Undang tersebut tingkat

kesejahteraan guru dapat lebih terjamin, karena dengan adanya sertifikasi dapat meningkatkan

penghasilan guru dua kali lipat, bahkan lebih.

Akan tetapi jangan pernah menjadikan nilai gaji sebagai ukuran dalam bekerja.

Niatkanlah setiap pekerjaan sebagai ibadah. Sebab dengan begitu apa yang kita kerjakan akan

mendapat penilaian yang mulia di sisi Allah, dan akan dibalas dengan pahala yang setimpal.

“Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu, upahku tidak lain

hanya dari Tuhan semesta alam.” (Q.S. Asy-Syu’araa: 109)

Jika dalam bekerja seorang guru diniati dengan ibadah, maka apa yang dia lakukan akan

senantiasa dilandasi dengan keikhlasan, dan tidak akan menganggap diri penuh jasa dan penuh

kebaikan pada orang lain. Apalagi menginginkan orang lain tahu akan jasa dan kebaikan dirinya,

lalu berharap agar orang lain menghargai, memuji, dan membalasnya. Karena jika hal itu yang

terjadi maka berarti orang tersebut sedang membangun penjara bagi diri sendiri dan sedang

mempersiapkan diri mengarungi samudera kekecewaan dan sakit hati.

Page 19: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

Ketahuilah bahwa semakin banyak kita berharap sesuatu dari selain Allah SWT, maka

semakin banyak kita akan mengalami kekecewaan. Karena, tiada sesuatu apapun yang dapat

terjadi tanpa ijin Allah. Sesudah mati-matian berharap dihargai makhluk dan Allah tidak

menggerakkan orang untuk menghargai, maka hati ini akan terluka dan kecewa karena kita

terlalu banyak berharap kepada makhluk. Belum lagi kerugian di akhirat karena amal yang

dilakukan berarti tidak tulus dan tidak ikhlas, yaitu beramal bukan karena Allah.

Selayaknya kita menyadari bahwa yang namanya jasa atau kebaikan kita terhadap orang

lain, sesungguhnya bukanlah kita berjasa melainkan Allah-lah yang berbuat, dan kita dipilih

menjadi jalan kebaikan Allah itu berwujud. Sesungguhnya terpilih menjadi jalan saja sudah lebih

dari cukup karena andaikata Allah menghendaki kebaikan itu terwujud melalui orang lain maka

kita tidak akan mendapat ganjarannya.

Seorang guru juga harus bisa menahan diri dari ujub dan merasa berjasa kepada murid-

muridnya. Karena memang kewajiban guru untuk mengajar dengan baik dan tulus. Dan memang

itulah rizki bagi seseorang yang ditakdirkan menjadi guru. Karena setiap kebaikan yang

dilakukan muridnya berkah dari tuntunan sang guru akan menjadi ganjaran tiada terputus dan

dapat menjadi bekal penting untuk akhirat. Kita boleh bercerita tentang suka duka dan

keutamaan mengajar dengan niat bersyukur bukan ujub dan takabur.

Seorang guru juga perlu lebih hati-hati menjaga lintasan hati dan lebih menahan diri

andaikata ada salah seorang murid kita yang sukses, menjadi orang besar. Para guru biasanya

akan sangat gatal untuk mengumumkan kepada siapapun tentang jasanya sebagai guru murid

yang sukses plus kadang dengan bumbu penyedap cerita yang kalau tidak pada tempatnya akan

menggelincirkan diri dalam riya dan dosa.

Mari kita bersungguh-sungguh untuk terus berbuat amal kebajikan sebanyak mungkin

dan sesegera mungkin. Setelah itu mari kita lupakan seakan kita tidak pernah melakukannya,

cukuplah Allah yang Maha Melihat saja yang mengetahuinya. Allah SWT pasti menyaksikannya

dengan sempurna dan membalasnya dengan balasan yang sangat tepat baik waktu, bentuk,

ataupun momentumnya. Salah satu ciri orang yang ikhlas menurut Imam Ali adalah senang

menyembunyikan amalannya bagai menyembunyikan aib-aibnya. Bagi para guru saya juga

berpesan agar senantiasa bekerja dengan professional, dan selalu menjaga mutu dari pekerjaanya.

Contohlah perbuatan Rasulullah SAW yang selalu terjaga mutunya. Begitu mempesona

Page 20: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

kualitasnya. Shalat beliau adalah shalat yang bermutu tinggi, shalat yang prestatif, khusyuk

namanya. Amal-amal beliau merupakan amal-amal yang terpelihara kualitasnya, bermutu tinggi,

ikhlas namanya.

Demikian juga keberaniannya, tafakurnya, dan aneka kiprah hidup keseharian lainnya.

Seluruhnya senantiasa dijaga untuk suatu mutu yang tertinggi.

“Tidak heran kalau Allah Azza wa Jalla menegaskan, "Sesungguhnya telah ada pada diri

Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap

rahmat Allah ..." (QS. Al Ahzab [33] : 21)

‘Ingatlah bahwa "Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh

yang ma’ruf dan mencegah yang munkar dan beriman kepada Allah ...!’ (QS. Ali Imran : 110).

Oleh karena itu, bagi Anda yang dikaruniai kesempatan menjadi guru dan mengharapkan

dicintai dan dihormati muridnya, jangan pernah membuat bosan murid ketika mengajar di kelas,

Laksanakan pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan, dan selalu dilandasi

dengan upaya untuk menciptakan murid-murid yang cerdas dan berpikiran maju. Contohlah

Rasul dalam mengajar. Bagaimana cara Rasul mengajar? Ternyata Rasulullah mengajar dengan

penuh kelembutan, kasih-sayang, dan sangat ingin para sahabatnya menjadi maju.

“Allah SWT menjelaskan dalam firman-Nya, "Dan sesungguhnya Rasul Allah itu

menjadi ikutan (tauladan) yang baik untuk kamu dan untuk orang yang mengharapkan menemui

Allah di hari kemudian dan yang mengingati Allah sebanyak-banyaknya." (Q.S. Al Ahzab: 21).

KEUTAMAAN PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Pendidik adalah bapak ruhani (spiritual father) bagi peserta didik, yang memberikan santapan

jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilaku yang buruk. Oleh karena

itu, pendidik mempunyai kedudukan tinggi dalam agam islam. Dalam ajaran islam pendidik

disamakan ulama yang sangatlah dihargai kedudukanya. Hal ini dijelaskan oleh Allah maupun

Rasul-Nya.

Page 21: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

Firman Allah swt

Artinya: "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-

orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa

yang kamu kerjakan". (QS. Al-Mujadalah: 11)

Dalam beberapa hadits disebutkan "jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar, atau

pendengar, atau pencinta, dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima, sehingga kamu

menjadi rusak. Dalam hadis Nabi yang lain: " Tinta para ulama lebih tinggi nilainya daripada

darah para shuhada". (H.R Abu Daud dan Turmizi) Dalam hadis Nabi yang lain: " Sebaik-baik

kamu adalah orang yang mepelajari al-Quran dan mengamalkanya". (H.R. Bukhari)

Firman Allah dan sabda Rasul tersebut menggambarkan tingginya kedudukan orang yang

mempunyai Ilmu Pengetahuan (pendidik). Hal ini beralasan bahwa dengan pengetahuan dapat

mengantarkan manusia untuk selalu berpikir dan menganalisa hakikat semua fenomena yang ada

pada alam, sehingga mampu membawa manusia semakin dekat dengan Allah. Dengan

kemampuan yang ada pada manusia terlahirlah teori-teori untuk kemaslahatan manusia.

Menurut al-Ghazali pendidik merupakan maslikhul kabir.[8] Bahkan dapat dikatakan

pada satu sisi, pendidik mempunyai jasa lebih dibandingkan kedua orang tuanya. Lantaran kedua

orang tuanya menyelamatkan anaknya dari sengatan api neraka dunia, sedangkan pendidik

menyelamatkan dari sengatan api neraka. Menurut Hasan Langgulung, kedudukan pendidik

dalam pendidikan islam ialah orang yang memikul tanggung jawab membimbing. Orang yang

bertanggung jawab dalam membimbing, mengarahkan dan mendidik peserta didik. Oleh karena

fungsinya sebagai pengarah dan pembimbing dalam pendidikan, maka keberadaan pendidik

sangat diperlukan dalam pendidikan islam. Selain sebagai pembimbing dan pemberi arah dalam

pendidikan, pendidik juga berfungsi sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar-

mengajar, yaitu berupa teraktualisasinya sifat-sifat ilahi dan mengaktualisasikan potensi-potensi

yang ada pada diri peserta didik guna mengimbangi kelemahan-kelemahan yang dimilikinya.[9]

Al-Ghazali menukil beberapa hadis Nabi tentang keutamaan seorang pendidik. Ia

berkesimpulan bahwa pendidik disebut sebagai orang-orang besar (great individual) yang

aktivitasnya lebih baik dari pada ibadah setahun (QS. At-Taubah (9): 122). Selanjutnya Al-

Ghazali menukil dari perkataan para ulama yang menyatakan bahwa pendidik merupakan pelita

Page 22: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

(siraj) segala zaman, orang yang hidup semasa denganya akan memperoleh pancaran cahaya

keilmiahannya. Andaikata dunia tidak ada pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab

mendidik adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan kepada sifat insaniyah dan

ilahiyah.

Al-Ghazali mengkhususkan guru dengan sifat-sifat kesucian dan kehormatan dan

menempatkan guru langsung sesudah kedudukan Nabi seperti contoh sebuah syair yang

diungkapkan oleh syauki yang berbunyi: "berdirilah dan hormatilah guru dan berilah ia

penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang Rasul".

Al-gazali juga menyatakan sebagai berikut: "seseorang yang berilmu dan kemudian

mengamalkan ilmunya itu dialah yang disebut dengan orang besar di semua kerajaan langit, dia

bagaikan matahari yang menerangi alam sedangkan ia mempunyai cahaya dalam dirinya seperti

minyak kasturi yang mengaharumi orang lain karena ia harum, seorang yang menyiukkan dirinya

dalam mengajar berarti dia telah memilih pekerjaan terhormat". Oleh karena itu hendaklah

seorang guru memprhatikan dan memelihara adab dan sopan santun dalam tugasnya seagai

seorang pendidik.

TUGAS PENDIDIK DALAM PANDANGAN ISLAM

Menurut al-Ghzali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan,

mensucikan serta membimbing hati manusia untuk mendekatkan diri (taqarrub) kapada Allah.

Hal tersebut karena tujuan pendidikan islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri

kepada-Nya. Jika pendidik belum mampu membiasakan peserta didik dalam peribadatan kepada-

Nya, berarti ia mengalami kegagalan dalam tugasnya, sekalipun peserta didik memiliki prestasi

akademis yang luar biasa. Hal tersebut mengandung arti akan keterkaitan ilmyu dengan amal

shaleh.

Dalam paradigma Jawa, pendidik diidentikkan dengan guru (gu dan ru) yang berarti

“digugu” dan “ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru memiliki seperangkat ilmu

yang memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat

kehidupan ini. Dikatakan ditiru (diikuti) karena guru memilki kepribadian yang utuh, yang

karenanya segala tindak-tanduknya patut dijadikan panutan dari suri teladan oleh peserta didik.

Pengertian ini di asumsikan bahwa tugas guru tidak sekadar transformasi ilmu, tetapi juga

Page 23: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

bagaimana ia mampu menginternalisasikan ilmunya kepada peserta didik. Pada tatanan ini terjadi

sinkronisasi antara apa yang diucapkan oleh guru (didengar oleh peserta didik) dan yang

dilakukanya (dilihat oleh pesearta didik).

Muhaimin secarah utuh mengemukakan karesteristik tugas-tugas pendidik dalam pendidikan

islam. Dalam rumusanya, Muhaimin menggunakan istilah-istilah ustadz, mu’allim, murabbi,

mursyid, mudarris, dan mu’addib.[11] Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut:

Ustadz adalah orang yang berkomitmen dengan profesionalitas, yang melekat pada

dirinya sikap dedikatif, komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap

continuous improvement.

Mu’allim adalah orang yang mengusai ilmu dan mampu mengembangkannya serta

menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoretis praktisnya,

sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi, serta implementasi. (Q.S.

al-Baqarah:251)

Murabbi adalah orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu

berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak

menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat, dan alam sekitarnya. (Q.S. al- Isra':

24) dan (Q.S. al-Fatihah:2)

Mursyid adalah orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri atau

menjadi pusat panutan, teladan, dan konsultan bagi peserta didik.

Mudarris adalah orang yang memiliki kepekaan intelektual dan imformasi serta

memperbaharui pengetahuan dan keahlian secara berkelanjutan dan berusaha

mencerdaskan peserta didik, memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan

sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.

Mu’addib adalah orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggung jawab

dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.

Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa tugas-tugas pendidik amat sngat berat, yang tidak

saja melibatkan kemampuan kognitif, tetapi juga kemampuan efektif dan psikomotorik.

Profesionalisme pendidik sangat ditentukan oleh seberapa banyak tugas yang telah dilakukannya,

sekalipun terkadang profesionalismenya itu tidak berimplikasi yang signifikan tehadap

penghargaan yang diperolehnya.

Page 24: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

KODE ETIK PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Dalam melaksanakan tugasnya, pendidik perlu memahami dan mengikuti norma-norma

yang mengatur hubungan kemanusiaan (relationship) antara pendidik dan peserta didik, orangtua

peserta didik, kolega dan atasanya. Itulah yang disebut kode etik pendidik. Suatu jabatan yang

melayani orang lain selalu memerlukan kode etik. Demikian pula jabatan pendidik. Bentuk kode

etik suatu lembaga pendidikan tidak harus sama, tetapi secara intrinsik mempunyai kesamaan

konten yang berlaku umum. Pelanggaran terhadap kode etik akan mengurangi nilai dan

kewibawaan identitas pendidik.

Menurut Ibnu Jama'ah,[12] etika pendidik terbagi atas tiga macam, yaitu sebagai berikut:

1) Etika yang terkait dengan dirinya sendiri, yaitu

(a) Memiliki sifat keagamaan (diniyyah) yang baik, meliputi patuh dan tunduk terhadap syariat

Allah dalam bentuk ucapan dan tindakan.

(b) Memiliki sifa-sifat akhlak yang mulia (akhlaqiyyah).

2) Etika terhadap peserta didik, yaitu

(a) Sifat-sifat sopan santun (adabiyyah).

(b) Sifat-sifat memudahkan, menyenangkan, dan menyelmatkan (muhniyyah).

3) Etika dalam proses belajar mengajar, yaitu

(a) Sifat-sifat memudahkan, menyenangkan, dan menyelamatkan(muhniyyah);

(b) Sifat-sifat seni yaitu seni mengajar yang menyenangkan, sehingga peserta didik tidak merasa

bosan.

Dalam merumuskan kode etik, Al-Ghazali lebih menekankan betapa berat kode etik yang

diperankan seorang pendidik daripada peserta didiknya. Kode etik pendidik terumuskan

sebanyak 17 bagian, sementara kode etik peserta didik hanya 11 bagian. Hal itu terjadi karena

guru dalam konteks ini memegang banyak peran yang tidak hanya menyangkut keberhasilannya

Page 25: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

dalam menjalankan profesi keguruan, tetapi juga tanggung jawabnya dihadapan Allah kelak.

Adpun kode etik pendidik yang dimaksud adalah:

Menerima segala problem peserta didik dengan hati dan sikap yang terbuka.

Bersikap penyantung dan penyayang (QS. Ali Imran (3) :159)

Menghindari dan menghilangkan sikap angkuh terhadap sesama (QS. An-Najm (53): 32)

Bersifat rendah hati ketika menyatu dengan sekelompok masyarakat. (QS. Al-Hijr (15):

88)

Menjaga kewibawaan dan kehormatan dalam bertindak serta Menghilangkan sifat yang

tidak berguna dan sia-sia.

Bersifat lemah lembut dalam menghadapi peserta didik yang IQ-nya rendah, serta

membinanya sampai pada taraf maksimal dan Meninggalkan sifat marah dalam

mengahdapi problem peserta didik

Memperbaiki sikap peserta didik, dan lemah lembut terhadap peserta didik yang kurang

lancar bicara.

Meninggalkan sifat yang menakutkan bagi peserta didik, terutama pada peserta didik

yang belum mengerti atau mengetahui.

Berusaha memperhatikan pertanyaan-pertanyaan peserta didik, walaupun pertanyaanya

terkesan tidak bermutu atau tidak sesuai dengan masalah yang diajarkan.

Menjadikan kebenaran sebagai acuan dalam proses pendidikan, walaupun kebenaran itu

datangnya dari peserta didik.

Mencegah dan mengontol peserta didik mempelajari ilmu yang membahayakan. (QS. Al-

Baqarah (2): 195)

Menanamkan sifat ikhlas pada peserta didik, serta terus-menerus mencari imformasi guna

disampaikan pada pesertra didik yang pada akhirnya mencapai tingkat taqarrub kepada

Allah. (QS. Al-Bayyinah (98): 5)

Mencegah peserta didik mempelajari ilmu fardhu kifayah (kewajiban kolektif, seperti

ilmu kedokteran, psikologi, ekonomi, dan sebagainya) sebelum mempelajari ilmu fardhu

'ain (kewajibanindividual, seperti akidah, syariah, dan akhlak).

Mengaktualisasikan imformasi yang diajarkan kepada peserta didik. (QS. Al-Baqarah (2):

44, Ash-shaff (61): 2-3).

KOMPETENSI PROFESIONALISME GURU AGAMA ISLAM

Page 26: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

Sebagaimana layaknya makna profesional bagi guru umum, maka guru agama pun

mestilah seorang profesional. Seperti kesimpulan di atas bahwa guru profesional adalah guru

yang memiliki kemampuan khusus dalam bidang pendidikan. Kemampuan atau kompotensi

mempunyai kaitan yang erat dengan intraksi belajar mengajar dalam proses pembelajaran.

Dimana seseorang guru akan ragu-ragu menyampaikan meteri pelajaran jika tidak dibarengi

dengan kompetensi seperti penguasaan bahan, begitu juga dengan pemilihan dan penggunaan

metode yang tidak sesuai dengan materi akan menimbulkan kebosanan dan mempersulit

pemahaman belajar siswa. Dengan demikian profesionalitas seseorang guru sangat mendukung

dalam rangka merangsang motivasi belajar siswa dan sekaligus tercapainya intraksi belajar

mengajar sebagai mestinya.

“Proses intraksi belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian

perbuatan guru dan siswa atas timbal balik yang langsung dalam situasi pendidkan untuk

mencapai tujuan tertentu. Intraksi guru dengan siswa bukan hanya dalam penguasaan bahan

ajran, tetapi juga dalam penerimaan nilai-nilai, pengembangan sikap serta mengatasi kesulitaan-

kesulitan yang di hadapi oleh siswa. Dengan demikian di dalam intraksi belajar mengajar dalam

rangka menimbulkan motivasi belajar siswa, guru bukan hanya saja sebagai pelatih dan pengajar

tetapi juaga sebagai pendidik dan pembingbing”.

Kemampuan atau profesionalitas guru (termasuk guru agama) menurut Mohammad Uzer

Usman meliputi hal-hal berikut ini:

1. Menguasai landasan kependidikan

- Mengenal tujuan pendidikan nasinal untuk mencapai tujuan

- Mengenal fungsi sekolah dalam masyarakat

- Mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimamfaatkan dalam

proses belajar mengajar.

2. Menguasai bahan pengajaran

- Mengusai bahan pengajaran kurikulum pendidikan pendidikan dasar dan menegah

Page 27: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

- Mengusai bahan pengayaan

3. Menyusun program pengajaran

- Menetapkan tujuan pembelajaran

- Memiliki dan mengembangkan bahan pembelajaran

- Memiliki dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai

- Memilih dan memamfaatkan sumber belajar

4. Melaksanakan program pengajaran

- Menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat

- Mengatur ruangan belajar

- Mengelola intraksi belajar mengajar

5. Menilai hasil belajar mengajar yang telah dilaksanakan

- Menilai prestasi murid untuk kepentingan pengajaran

- Menilai proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.

Sesuai dengan kutipan di atas, maka seorang guru profesional adalah guru yang

mempunyai strategi mengajar, menguasai bahan, mampu menyusun program maupun membuat

penilaian hasil belajar yang tepat.

Selain hal di atas guru juga mesti memiliki kemampuan dalam membangkitkan motivasi

bagi belajar siswa. Mengenai hal ini menurut Ibrahim dan Syaodih ada beberapa kemampuan

yang mesti dimiliki oleh guru yaitu :

“Pertama, menggunakan cara atau metode dan media mengajar yang bervariasi. Dengan

metode dan media yang bervariasi kebosanan pun dapat dikurangi atau dihilangkan. Kedua,

Page 28: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

memilih bahan yang menarik minat dan dibutuhkan siswa. Sesuatu yang dibutuhkan akan

menarik perhatian, dengan demikian akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya.

Ketiga, Memberikan saran antara lain ujian semester, ujian tegah semester, ulangan harian dan

juga kuis. Keempat, memberikan kesempatan untuk sukses. Bahan atau soal yang sulit yang

hanya bisa dicapai siswa yang pandai. Agar siswa ysng kursng pandai juga bisa maka diberikan

soal yang sesuai dengan kepandainnya. Kelima, diciptakan suasana belajar yang menyenangkan.

Dalam hal ini di lakukan guru dengan cara belajar yang punya rasa persahabatan, punya humor,

pengakuan keberadaan siswa dan menghindari celaan dan makian. Keenam, Mengadakan

persaingan sehat melalui hasil belajar siswa. Dalam persaingan ini dapat diberikan pujian,

ganjaran ataupun hadiah.”

Sejalan dengan kutipan di atas, maka profesionalitas guru adalah rangka motivasi siswa

untuk sukses dalam belajar akan terlihat dengan kemampuan di dalam intraksi belajar mengajar

yang muncul indikator penggunaan metode dan media yang bervariasi, pemilihan bahan yang

menarik minat, pemberian kesempatan untuk sukses, penyajian suasana belajar mengajar yang

menyenangkan dan juga pengadaan persaingan sehat.

Beberapa pendapat menjelaskan tentang kompotensi guru agama dalam rangka motivasi

siswa antara yaitu:

1. Penggunaan metode dan media yang bervariasi.

Didalam intraksi belajar mengajar tidaklah kita temui selamanya berjalan dengan

sukses, tetapi pasti ada jal-hal yang menyenangkan siswa merasa bosan mengikuti

pelajaran sehingga materi yang disampaikan oleh guru dapat dipahami dan dikuasainya

secara obtimal. Salah satu yang menyebabkan timbulnya kebosanan siswa dalam belajar

adalah penggunaan metode dan media yang menoton. Jadi jika terdapat di antara siswa

menentang pelajaran yang diberikan maka salah satu sebabnya adalah masalah metode

dan media yang di pergunakan guru tidak sesuai dengan materi yang disampaikan.

Misalnya seorang guru hanya menggunakan satu macam metode dan media dalam

berbagai materi pelajaran, siswapun akan merasa bosan dan tidak mengikuti pelajaran

sebaimana yang diiginkan. Oleh sebab itu suksesnya intraksi belajar mengajar harus

Page 29: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

dibarengi dengan metode dan media yang bervariasi agar menghasilkan pembeljaran

sebagaimana harusnya. Dengan demikian penggunaan metode dan media yang bervariasi

adalah salah satu pendorong bagi siswa.

Dari kutipan di atas, dapat dipahami bahwa variasi metode dan media dalam intraksi belajar

mengajar adalah hal yang penting dalam rangka membangkitkan motivasi belajar siswa

mengikuti pelajaran.

2. Memilih bahan yang menarik minat belajar siswa

Kondisi belajar mengajar yang efektif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam

belajar. Minat merupakan suatu sifat yang relatif menatap pada diri seseorang. Minat

besar sekali pengaruhnya terhadap belajar sebab dengan minat seseorang akan melakukan

suatu yang diminatinya. Sebaliknya tampa minat seseorang tidak mungkin melakukan

sesuatu.

Sejalan dengan kutipan di atas sepatutnya seorang guru berusaha untuk menarik

minat belajar siswa, walaupun pada kenyataannya tidak semua materi yang di sampaikan oleh

guru disukai siswa. Tetapi disinilah tugas guru memahami sifat, mental, minat dan kebutuhan

siswa agar dia bisa memberikan bimbingan dan pelajaran dengan sebaik-baiknya untuk menarik

minat siswa. Beberapa cara membangkitkan minat belajar siswa, yaitu :

a. Mengajar dengan cara menarik.

b. Mengadakan selingan yang sehat.

c. Menggunakan alat peraga

d. Sedapat mungkin mengurangi / menghilangkan sesuatu yang menyebabkan

perhatian yang tak perlu.

e. Dapat menunjukkan kegunaan bahan pelajaran yang di berikan

Page 30: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

f. Berusaha mengadakan hubungan antara apa yang sudah ada diketahui murid

dengan yang akan diketahuinya

3. Memberikan sasaran antara, seperti ujian semester, ujian tegah semester, ulangan

harian dan kuis.

Pengetuan yang dak ulang-ulang atau tidak adanya pengujian akan mudah hilang dan

tidak akan menetap dalam ingatan. Tetapi pengetahuan yang sering di ulang-ulang akan menjadi

pengetahuan dan dapat digunakan. Maka pada waktu intraksi belajar mengajar guru hendaknya

sering mengadakan ulangan yang teratur, agar bahan pelajaran yang di ajarkan itu benar-benar

dimiliki murid dan siap digunakan.

Ulangan harian atau kuis diadakan apabila :

a. Sebagian besar murid-murid tidak mengerjakan tugas yang diberikan

b. Pelajaran yang lampau telah dilupakan

c. Jika mungkin sebelum pelajaran dimulai. Sedangkan ulangan tengah semester dan

semester diadakan pada waktu sebelum libur.

Ulangan harian dan kuis diadakan oleh guru saat berlangsungnya proses belajar

mengajar dengan tujuan sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui keberhasilan dan kegagalan proses belajar mengajar.

b. Untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya dan proses belajar mengajar dengan

baik.

Oleh sebab itu, tujuan ulangan harian atau kuis untuk perbaikan proses belajar

mengajar, maka sebagian guru hendaknya memiliki kebesaran hati mencari kekurangannya

dalam proses belajar mengajar seperti metopdologi, didaktik, motivasi dan penguasaan

terhadap bahan yangt diajarkan. Dengan demikian termasuk juga tujuan ulangan harian atau

kuis untuk merangsang siswa agar lebih rajin belajar dan sekal;igus mengetahui bagian-

Page 31: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

bagian materi yang belum dikuasainya. Sedangkan ujian semester untuk mengukur

keberhasilan belajar siswa ataupun kelulusan naik klelas atau tidak.

4. Pemberian kesempatan untuk sukses

Pemberian kesempatan untuk sukses adalah pemberian soal kepada siswa sesuai

dengan kemampuannya. Sebagai guru hendaknya memahami bahwa murid / siswa tidaklah

semua punya kesamaan tingkat pengetahuannya, dimana sebagian ada yang pintar, ada yang

sedang dan ada pula yang bodoh. Mengenai pemberian soal kepada siswa Chabib Thoha

mengatakan:

“Pemberian soal haruslah tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah, karena bilamana

soal memiliki tingkat kesukaran yang maksimal maka murid / siswa yang punya

intlegensi dibawah sedang mungkin kesukaran dan tidak mampu menjawab secara

optimal yang akhirnya tidak pernah merasa sukses dalam belajar, artinya tidak ada

kesempatan untuk sukses.

Jadi dengan berpedoman kepada kutipan di atas dapat dipahami bahwa soal yang

diberikan guru mestinya jangan terlalu mudah, karena tidak ada nantinya pembeda yang pandai,

yang sedang yang bodoh. Dan jangan pula terlalu payah, karena ada nantinya siswa yang tidak

pernah mendapatkan kesempatan untuk sukses, yang memungkinkan motivasi belajar tidak

timbul. Akhirnya tidak mampu memahami pelajaran, dan malas untuk mengikuti intraksi

belajara mengajar.

5. Penyajian suasana belajar mengajar yang menyenangkan.

Siswa lebih senang melanjukan belajarnya jika kondisi pengajaran menyenangkan.

Jadi dengan guru harus berusaha semaksimal mungkin didalam intraksi belajar mengajar

dalam rangka memberikan motivasi bagi siswa agar mereka bergiat terus belajar dan

mencapai tujuan. Cara untuk menyenangkan siswa dalam belajar adalah:

a. Usahakan jangan mengulangi hal-hal yang mereka ketahui, sebab mereka jenuh.

b. Suasana fisik kelas jangan membosankan

Page 32: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

c. Hindarkan dari prustasi, seperti pertanyaan yang tak masuk akal.

d. Hindarkan suasan kelas yang bersifat emosional sebagai akibat adanya kontak

personal.

e. Siapkan tugas-tugas yang menantang selama diselenggarakan intraksi belajar

mengajar.

f. Berikan siswa pengetahuan tentang hasil-hasil yang telah di capai masing-masing

siswa.

g. Berikan ganjaran yang pantas terhadap usaha-usaha yang dilakukan oleh siswa.

6. Mengadakan persaigan sehat

Persaingan, sebenarnya adalah berdasarkan kepada dorongan untuk kedudukan

dan penghargaan. Kebutuhan akan kedudukan dan penghargaan adalah merupakan

kebutuhan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karena itu

persaingan dapat menjadi tenaga pendorong yang sangat besar bagi perkembagan belajar

siswa. Persaingan dalam rangka memotivasi belajar siswa dapat dilakukan guru dalam

bentuk bermacam mata pelajaran. Dan pada biasanya persaingan secara sehat yang

diadakan guru selalu diikuti dengan ganjaran seperti pemberian hadiah ataupun pujian,

sesuai dengan bentuk dan tingkat persaingan sehat itu ada hal-hal yang perlu diperhatikan

sebagaimana berikut ini :

a. Persaingan jalan terlalu intensif, sebab akan mengakibatkan hal-hal negatif,

seperti anak yang lemah akan merasa dirinya tidak mampu dan putus asa.

b. Persaingan harus diadakan dalam suasana yang jujur, yang sportif.

c. Semua anak ikut bersaing hendaknya mendapat penghargaan, baik yang menang

maupun yang kalah.

d. Hendaknya persaingan itu berjenis-jenis, agar yang menang tidak itu-itu saja.

Dengan demikian jika persaingan tersebut dilaksanakan dengan adanya aturan-aturan

sebagauimana yang di atas, maka persaingan itu akan jadi persaingan sehat yang merupakan

motivasi yang berperan untuk belajar siswa. Di mana dengan motivasi tersebut siswa-siswa

Page 33: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

berlomba memahami dan menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan belajar sehingga

mencapai secara optimal.

Bila profesionalitas guru yang memiliki indikator seperti diatas direalisasikan di

dalam intraksi belajar mengajar maka siswa akan aktif mengikuti intraksi belajar mengajar,

menyelesaikan tugas –tugas dengan penuh kesadaran, mudah memahami materi yang diajarkan

oleh guru. Pada kondisi yang seperti itu maka kesuksesan belajar dapat tercapai secara maksimal.

URGENSI KETELADANAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Keberhasilan dari suatu pelaksanaan pendidikan itu akan sangat ditentukan oleh beberapa

faktor. Salah satu faktor tersebut adalah metode pendidikan. Apabila kita perhatikan dalam

proses perkembangan pendidikan Agama Islam di Indonesia, bahwa salah satu gejala negatif

sebagai penghalang yang paling menonjol dalam pelaksanaan pendidikan agama ialah masalah

metode mengajar agama. Meskipun metode tidak akan berarti apa-apa bila dipandang terpisah

dari komponen-komponen pendidikan yang lain.

Dalam kaitannya dengan metode sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan Islam,

dimana tujuan umum pendidikan Islam adalah membimbing anak agar menjadi orang muslim

sejati, beriman teguh, beramal shaleh dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama

dan negara. Maka diperlukan usaha dalam mencapai tujuan tersebut, pendidikan merupakan

suatu usaha sedangkan metode merupakan cara untuk mempermudah dalam mencapai tujuan.

Dalam hal ini keteladanan berperan penting sebagai sebuah metode dalam mencapai tujuan dari

pendidikan Islam.

Kehidupan seorang manusia tidak jauh berbeda dengan kehidupan manusia lainnya.

Sifat-sifat yang ada pada manusia cenderung ada suatu kesamaan, hal ini bisa diketahui

bahwasanya seseorang berbuat sesuatu karena terobsesi oleh perbuatan orang lain. Wajarlah bila

sifat-sifat yang ada pada manusia punya kecenderungan untuk meniru. Perbuatan meniru untuk

hal yang positif dan terpuji disebut meneladani, yang biasanya banyak ditemui dalam kehidupan

umat. Dalam hal ini seorang pemimpin mempunyai pengaruh yang kuat terhadap masyarakatnya.

Page 34: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

Dalam agama Islam dicontohkan sosok yang patut kita teladani yaitu Nabi Muhammad

SAW, dimana dijelaskan dalam firman Allah SWT. Dalam surat Al-Ahzab ayat 21 :

Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan datangnya hari kiamat dan dia

banyak menyebut Allah.

Rasulullah sebagai pendidik dan pengajar agung telah diberi anugerah predikat oleh

Allah SWT sebagai “uswatun hasanah”. Keteladanan Rasulullah telah terlihat sebelum beliau

diangkat menjadi Rasul, dimana keteladanan beliau tercermin dari perkatannya, perbuatannya,

sifat dan sikap beliau. Telah banyak musuh beliau dengan mudah mengikuti ajaran Agama Islam

hanya karena kepribadian beliau. Dari hal tersebut dapat ditarik suatu pernyataan bahwasanya

orang lebih mudah melakukan sesuatu dengan melihat atau menyaksikan daripada

mendengarkan. Sebagaimana dalam sebuah keluarga kecenderungan anak bertingkah laku adalah

tidak jauh dari apa-apa yang diperbuat oleh orang tuanya.

Kebiasaan-kebiasaan orang yang lebih tua di lingkungan tertentu menjadi sasaran tiruan

bagi anak-anak sekitarnya. Meniru adalah suatu faktor yang penting dalam periode pertama

dalam pembentukan kebiasaan seorang anak. Umpamanya melihat sesuatu yang terjadi di

hadapan matanya, maka ia akan meniru dan kemudian mengulang-ulangi perbuatan tersebut

hingga menjadi kebiasaan pula baginya. Oleh karena itu kehati-hatian para pendidikan / guru

juga orang tua dalam bersikap dan berkata harus diperhatikan mengingat bahwa anak-anak lebih

mudah meniru apa yang mereka saksikan. Di dalam pendidikan Islam sendiri menekankan

adanya pendidikan budi pekerti untuk mendidik akhlak manusia sesuai dengan ajaran agama

Islam.

Pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam, dan Islam telah

menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak sebagai jiwa pendidikan Islam.

Dengan demikian patut disadari bahwa di lembaga pendidikan formal dan non-formal maupun

informal seorang pendidik dianjurkan untuk bisa bersikap yang sebaik-baiknya, karena hal

tersebut berpengaruh bagi anak didiknya.

Page 35: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

Pendidik adalah merupakan salah satu faktor pendidikan yang sangat penting pula karena

pendidik itulah yang akan bertanggung jawab dalam pembentukan pribadi anak didiknya. Guru

atau pendidik merupakan orang tua kedua setelah orang tua di rumah bagi anak didik, maka guru

harus menjadi figur bagi anak-anak didiknya.

Upaya guru bersikap dan berprilaku sebaik-baiknya terhadap siswa merupakan nilai

positif bagi peningkatan mutu dan kualitas proses belajar – mengajar. Terutama pada pendidikan

agama, ia mempunyai tanggung jawab yang lebih berat dibandingkan dengan pendidikan pada

umunya, karena selain bertanggung jawab terhadap pembentukan pribadi anak yang sesuai

dengan tuntunan agama Islam, juga bertanggung jawab terhadap Allah di akhirat nanti.

Sikap, prilaku dan perkataan guru yang sesuati dengan ajaran Islam perlu diaplikasikan

dalam kehidupan sehari-hari sebagai teladan bagi anak didiknya. Untuk menerapkan pendidikan

moral agama tersebut terdapat beberapa metode diantaranya adalah dengan pendidikan secara

langsung, dengan cara menggunakan petunjuk, tuntunan, nasehat, menjelaskan manfaat dan

bahaya-bahaya sesuatu, memberikan contoh yang baik (teladan), sehingga mendorong anak

untuk berbudi pekerti luhur dan menghindari segala hal yang tercela. Hal ini tentunya tidak

terlepas dari sikap guru dan perilaku guru sebagai contohnya serta teladan bagi siswanya.

Karena adanya kecenderungan anak untuk meniru apa yang dilihatnya, maka dengan

keteladanan pribadi seorang guru tanpa disadari telah terpengaruh dan tertanam pada diri anak.

Dari sikap tersebut akhirnya tertanamlah suatu akhlak yang baik dan diharapkan pada diri anak,

sehingga pembentukan akhlkul karimah dapat terealisasikan.

Menyadari pernyataan di atas dapat diambil pengertian bahwa kebutuhan manusia akan

keteladanan lahir dari suatu gharizah (naluri) yang bersemayam di dalam jiwa manusia yaitu jiwa

taqlid (peniruan). Sebagai contoh bahwa mansuai suka menitu adalah sekelompok anak remaja

yuang sedang mengalami perkembangan, ia mulai mencari orang lain yang dapat mereka jadikan

teladan (pahlawan) atau hero sebagai ganti orang tua dan orang-orang yang bisa menasehati

mereka.

Page 36: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

Maka hero atau manusia teladan yang dijadikan contoh di kalangan remaja itu, biasanya

membawa remaja kepada meniru dan mengagungkan heronya tersebut, apa saja yang dilakukan

atau dibuat heronya itu, akan dipuji dan ditiru oleh remaja-remaja tersebut.

Hero-hero tersebut sangat berpengaruh pada remaja, seandainya yang menjadi hero itu

baik, maka pengaruhnya juga baik, tapi kalau ia tidak baik maka pengaruhnya juga tidak baik.

Oleh sebab itu, pendidikan keteladanan merupakan suatu metode dalam pendidikan

Islam, mengingat begitu kuat dan besar pengaruhnya terhadap anak. Orang tua sebagai teladan di

rumah tangganya, hendaknya tidak merasa cukup bila anak sudah beranjak dewasa, sudah

mampu membedakan mana hal baik dan mana yang buruk, tetapi si orang tua masih mempunyai

kewajiban dan tanggung jawab untuk senantiasa membimbingnya di dalam gerak-gerik anak.

Al-Ghazali mengatakan bahwa pujian terhadap hal-hal baik, serta celaan terhadap

perbuatan kurang baik yang dilakukan di depan anak bisa merupakan sarana yang membantu

dalam mendidik.

Di dalam pelajaran agama Islam juga menyajikan suatu keteladanan khususnya dalam

pendidikan Islam bukan hanya sekedar untuk dikagumi atau direnungi, akan tetapi supaya

ditanamkan di dalam diri dan diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagaimana diterangkan, bahwasanya metode pemberian contoh teladan yang baik

(uswatun hasanah) terhadap manusia didik, terutama anak-anak yang mampu berpikir kritis, akan

banyak mempengaruhi pola tingkah laku mereka dalam aktivitas sehari-hari atau dalam

mengerjakan suatu tugas yang sulit.

Begitu besarnya pengaruh dan pentingnya keteladanan ini, maka sudah sewajarnya bila

pendidikan Islam memasukkan metode keteladanan ini dalam upaya mencapai tujuan. Guru

agama sebagai pembawa dan pengamal nilai-nilai agama, kultural dan ilmu pengetahuan akan

memperoleh kedayagunaan mengajar atau mendidik anak, sehingga metode keteladanan dapat

diterapkan terutama dalam pendidikan akhlakul karimah dan agama serta sikap mental anak

didik.

Page 37: MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM KE DALAM PROFESI GURU

Dalam hal ini kita kembali lagi pada hakekat pendidikan Islam yaitu usaha orang dewasa

muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta

perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik tolak

maksimal pertumbuhan perkembangannya.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

DAFTAR PUSTAKA

blogspot 2008 pelanggaran kode etik profesi guru

http://sertifikasiprofesi.blogspot.com/2008/05/pelanggaran-kode-etik-profesi-guru-by_26.html

18.10.2012

Nurman 2010 rumusan etika guru menurut para ulama islam http://nurmanspd.wordpress.com/2010/06/11/rumusan-etika-guru-menurut-ulama-islam/ 18.10.2012

Sopwahandi 2010 etika guru http://sopwanhadi.wordpress.com/2010/05/08/etika-guru/

18.10.2012

Syukronsahara blog 2011 etika profesi guru http://syukronsahara.blogspot.com/2011/04/etika-

profesi-guru.html 18.10.2012