Menghisap Ibu Jari

14
Mengisap Ibu Jari/Jari Tangan (Thumb/Finger Sucking) Thumb/finger sucking adalah sebuah kebiasaan dimana anak menempatkan jari atau ibu jarinya di belakang gigi, kontak dengan bagian atas mulut, mengisap dengan bibir, dan gigi tertutup rapat. Aktivitas mengisap jari dan ibu jari sangat berkaitan dengan otot-otot sekitar rongga mulut (Palmer,2002). Gambar 1. Kebiasaan thumb and finger sucking Sumber : Palmer, B. The importance of breastfeeding as it relates to the total health section B Missouri J. 2002 Mengisap ibu jari merupakan sebuah perilaku, bukan sebuah gangguan. Seiring pertambahan usia, diharapkan kebiasaan buruk tersebut akan hilang dengan sendirinya. Kebiasaan ini sering ditemukan pada anak-anak usia muda dan bisa dianggap normal pada masa bayi dan akan menjadi tidak normal jika berlanjut sampai masa akhir anak-anak. Hal ini sering terjadi dalam masa pertumbuhan, sebanyak

description

orto

Transcript of Menghisap Ibu Jari

Mengisap Ibu Jari/Jari Tangan (Thumb/Finger Sucking)Thumb/finger sucking adalah sebuah kebiasaan dimana anak menempatkan jari atau ibu jarinya di belakang gigi, kontak dengan bagian atas mulut, mengisap dengan bibir, dan gigi tertutup rapat. Aktivitas mengisap jari dan ibu jari sangat berkaitan dengan otot-otot sekitar rongga mulut (Palmer,2002).

Gambar 1. Kebiasaan thumb and finger suckingSumber : Palmer, B. The importance of breastfeeding as it relates to the total health section B Missouri J. 2002Mengisap ibu jari merupakan sebuah perilaku, bukan sebuah gangguan. Seiring pertambahan usia, diharapkan kebiasaan buruk tersebut akan hilang dengan sendirinya. Kebiasaan ini sering ditemukan pada anak-anak usia muda dan bisa dianggap normal pada masa bayi dan akan menjadi tidak normal jika berlanjut sampai masa akhir anak-anak. Hal ini sering terjadi dalam masa pertumbuhan, sebanyak 25-50% pada anak-anak yang berusia 2 tahun dan hanya 15-20% pada anak-anak yang berusia 5-6 tahun (Palmer,2002).Sebagian anak mempunyai kebiasaan mengisap sesuatu (misalnya jari) yang tidak memberi nilai nutrisi (non-nutritive), sebagai suatu kebiasaan yang dapat dianggap wajar. Akan tetapi, kebiasaan mengisap yang berkepanjangan akan menghasilkan maloklusi. Keadaan ini dapat terjadi karena adanya tekanan langsung dari jari dan perubahan pola bibir dan pipi pada saat istirahat. Bila seorang anak menempatkan ibu jari di antara incisivus bawah dan atas, biasanya dengan sudut tertentu, maka akan terdapat dorongan incisivus bawah ke lingual sedangkan incisivus atas ke labial. Tekanan langsung ini dianggap menyebabkan perubahan letak incisivus (Palmer,2002).Ada beberapa variasi maloklusi tertentu tergantung jari yang diisap dan juga penempatan jari yang diisap. Sejauh mana gigi berpindah tempat berkorelasi dengan lamanya pengisapan per hari daripada oleh besarnya kekuatan pengisapan. Seorang anak yang mengisap kuat-kuat tetapi hanya sebentar tidak terlalu banyak berpengaruh pada letak giginya, sebaliknya seorang anak yang mengisap jari meskipun dilakukan tidak terlalu kuat tetapi dalam waktu yang lama (misalnya selama tidur malam masih menempatkan jari di dalam mulut) dapat menyebabkan maloklusi yang nyata (Palmer,2002).Anak-anak dengan kebiasaan mengisap jari cenderung untuk mempertahankan kebiasaan ini. Anak-anak dengan kebiasaan mengisap jari tangan memiliki prevalensi jauh lebih tinggi hubungan molar distal dan kaninus, overjet lebih besar, dan gigitan terbuka dibandingkan dengan anak tanpa kebiasaan mengisap (Palmer,2002).

B. Etiologi Thumb/Finger SuckingBila jari ditempatkan di antara gigi atas dan bawah, lidah terpaksa diturunkan yang menyebabkan turunnya tekanan lidah pada sisi palatal geligi posterior atas. Pada saat yang sama tekanan dari pipi meningkat dan muskulus buccinator berkontraksi pada saat mengisap. Tekanan pipi paling besar pada sudut mulut dan mungkin keadaan ini dapat menjelaskan mengapa lengkung maksila cenderung berbentuk huruf V dengan kontraksi pada regio kaninus daripada molar. Kebiasaan mengisap yang melebihi batas ambang keseimbangan tekanan dapat menimbulkan perubahan bentuk lengkung geligi, akan tetapi sedikit pengaruhnya terhadap bentuk rahang (Palmer,2002).Hampir 80% bayi mempunyai kebiasaan mengisap ibu jari atau jari lainnya. Biasanya keadaan ini terjadi sampai bayi berusia sekitar 18 bulan. Akan tetapi, kadang-kadang masih dijumpai pada anak usia prasekolah bahkan sampai berumur 4 tahun ke atas. Secara alami ia mulai menggunakan otot bibir dan mulut. Ketidakpuasan mengisap ASI dapat membuat anak suka mengisap jari tangannya sendiri. Jika kebiasaan ini berlanjut dapat berakibat pertumbuhan gigi berubah posisi. Adanya kebiasaan oral mempengaruhi kegagalan dalam menyusui dan konsekuensinya mungkin menyebabkan penyapihan dini (proses penghentian penyusuan ASI pada bayi) atau sebaliknya penyapihan dini menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan anak untuk mengisap dan akhirnya bayi mengisap yang tidak bergizi seperti mengisap ibu jari dan penggunaan botol yang dapat menghasilkan maloklusi.Selain untuk memuaskan insting mengisap, faktor lain yang dapat menyebabkan kebiasaan buruk adalah keinginan untuk menarik perhatian, rasa tidak aman, dan sehabis dimarahi atau dihukum. Beberapa psikiater percaya bahwa mengisap ibu jari untuk menarik perhatian ibu, ini disebabkan oleh kebutuhan anak untuk dekat pada ibunya. Mengisap jari merupakan perilaku naluriah yang menjadi kebiasaan. Selain itu, mengisap jari merupakan manifestasi dari rasa tidak aman, kebanyakan anak-anak terlihat mengisap dengan tekanan yang besar dan kecepatan saat tegang. Kurangnya cinta dan perhatian pada bayi dan anak-anak dapat meningkatkan resiko untuk mengisap jari. Mengisap memiliki efek menyenangkan, menenangkan, dan sering membantu anak untuk bisa tertidur. Namun, akan mengkhawatirkan bila gigi permanen mulai erupsi (sekitar usia 5 tahun) karena akan mengubah bentuk gigi, palatum, atau gigitan pada anak.

C. Akibat Thumb/Finger SuckingBeberapa masalah yang dapat timbul akibat kebiasaan mengisap ibu jari, seperti : a) Masalah gigi, bila kebiasaan ini bertahan sampai umur 4 tahun maka akan menyebabkan maloklusi gigi susu dan permanen, juga dapat menyebabkan masalah pada tulang-tulang di sekitar mulut. Resiko tinggi ditemukan pada anak yang mengisap ibu jari pada waktu siang dan malam.

Gambar 2. Kebiasaan mengisap ibu jari menyebabkan openbite anteriorSumber : Palmer, B. The importance of breastfeeding as it relates to the total health section B Missouri J. 2002b) Jari abnormal, dengan pengisapan yang terus menerus terjadi hiperekstensi jari, terbentuk callus, iritasi, eksema, dan paronikia (jamur kuku).c) Efek psikologis pada anak akan menimbulkan menurunnya kepercayaan diri anak karena anak sering diejek oleh saudara atau orangtuanya.d) Keracunan tidak disengaja, anak yang mengisap ibu jari terpapar tinggi terhadap keracunan yang tidak disengaja, misalnya keracunan Pb.e) Resiko infeksi saluran cerna meningkat.

Akibat Thumb/Finger SuckingKebiasaan mengisap jari atau benda-benda lain dalam waktu yang berkepanjangan dapat menyebabkan maloklusi. Kebiasaan mengisap jari pada fase geligi sulung tidak mempunyai dampak pada gigi permanen bila kebiasaan tersebut telah berhenti sebelum gigi permanen erupsi. Bila kebiasaan ini terus berlanjut sampai gigi permanen erupsi akan terdapat maloklusi dengan tanda-tanda berupa incisivus atas proklinasi dan terdapat diastema, lengkung atas sempit, protrusi gigi anterior rahang atas, incisivus rahang bawah retrusi atau sedikit berdesakan, prognatik segmen premaksila, retrognatik mandibula, overjet besar, gigitan terbuka anterior, palatum tinggi, dan gigitan silang posterior bilateral. Maloklusi yang terjadi ditentukan oleh jari mana yang diisap dan bagaimana pasien meletakkan jarinya pada waktu mengisap (Machfoedz, 2008).

Gambar : Ilustrasi anak yang memiliki kebiasaan menghisap jempol. Perhatikan jempol yang menghadap ke langit-langit, saat anak melakukan gerakan menghisap jempol tersebut akan memberi tekanan ke arah atas dan gigi depan, dan bagian bawah jempol akan menekan lidah sehingga mendoron gigi bawah dan bibir sedangkan dagu terdesak ke dalam. Akibatnya anak dapat memiliki profil muka yang cembung akibat gigi depan yang maju

Parah tidaknya kelainan sebagai akibat dari kebiasaan jelek terhadap pertumbuhan tulang rahang dan gigi geligi tergantung dari 3 faktor, yaitu: lamanya, seringnya, dan kuatnya kegiatan kebiasaan itu dilakukan. Selain itu masih banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya kelainan, yaitu cara menghisap ibu jari, kesehatan umum anak, ada tidaknya kebiasaan lain dan sebagainya.Gambar : Ilustrasi anak yang memiliki kebiasaan menghisap jempol. Perhatikan jempol yang menghadap ke langit-langit, saat anak melakukan gerakan menghisap jempol tersebut akan memberi tekanan ke arah atas dan gigi depan, dan bagian bawah jempol akan menekan lidah sehingga mendoron gigi bawah dan bibir sedangkan dagu terdesak ke dalam. Akibatnya anak dapat memiliki profil muka yang cembung akibat gigi depan yang maju

Misalnya pada waktu menghisap ibu jari dilakukan dengan cara memasukkan seluruh ibu jari ke mulut dengan kuku menghadap ke bawah, akibatnya rahang atas dan gigi seri atas tumbuhnya akan maju dan karena pangkal ibu jari menekan bibir bawah dan dagu, maka pertumbuhan rahang bawah ke depan akan terhambat, akibatnya gigi anak menjadi maju.Jika yang dihisap hanya ujung ibu jari dengan kedudukan kuku menghadap keatas dapat berakibat terjadinya gigitan terbuka yaitu waktu gigi-gigi atas dan bawah dikatupkan, gigi seri dan bawah tidak berkontak. Bias tampak lubang atau ada ruang antara deretan gigi depan atas dan bawah.hal itu disebut open bite (Machfoedz, 2008)..Selain itu, menghisap ibu jari juga dapat menyebabkan maloklusi (gigi dan rahang dalam posisi yang tidak normal) (Maulani, 2009).,yaitu:a. Maloklusi Kelas IMaloklusi kelas I merupakan kelainan yang bersumber pada gigi, karena rahangnyasudah cukup lurus, contohnya kelainan gigi pada maloklusi kelas I adalah gigi berjejal atau sebaalikny gigi yang renggang. Gigi berjejal artinya gigi yang berdesak-desakan. Tempatnya tidak cukup untuk menampung gigi-gigi tersebut. Letak gigi berjejal bisa dimana saja, misalnya pada gigi seri atas depan, pada gigi seri bawah depan, atau gingsul. Gigi gingsul terjadi karena gigi taring yang muncul belakangan, tidak dapat tempat untuk berbaris pada lengkung gigi yang sudah ada. Klau gigi renggang adalah sebaliknya. Tempat gigi berada, yakni lengkung rahang, cukup luas sehingga gigi terletak salinh berjauhan. Perbaikan gigi saja pada maloklusi I umumnya sudah bisa mendapatkan wajah yang ideal dan cantik (Maulani, 2009).Maloklusi I seperti anterior cross-bite dapat dirawat oleh dokter gigi umum dengan memperhatikan beberapa faktor di bawah ini: Tidak lebih dari dua gigi insisivus atas yang terlibat dalam cross-bite Lakukan observasi untuk melihat bahwa mandibula dapat dibawa kedepan pada penutupan penuh Adanya ruangan yang cukup pada lengkung maksila untuk menggerakkan gigi yang terkunci ke posisi normal.Dalam merawat maloklusi dental anterior cross-bite, dokter gigi umum dapat melakukan cara yang tapat setelah melakukan diagnose dengan baik. Salah satu contoh yaitu dengan mengintruksikan pasien apakah dpat melakukan edge to edge atau mendekati pada gigi insisivus. Bila ini dapat dilakukan maka hal ini menunjukkan bahwa kasus itu dapat di rawat oleh dokter gigi umum.Bila maloklusi itu tidak dirawat, dalam jangka lama akan terjadi kerusakan pada gigi geligi, seperti facet pada permukaan labial enamel dari gigi insisivus atas yang terkunci. Abrasi yang berlebihan dapat juga terjadi pada gigi insisivus maksila dan mandibula. Disamping itu inflamasi dan kerusakan jaringan periodontium pada daerah labial dari insisivus mandibula dapat terjadi. Masalah periodontal ini cenderung menjadi lebih berat pada anak-anak yang lebih tua karena adanya overbite yang dalam dan otot-otot pengunyahan menjadi lebih kuat. Dalam periode yang lama dapat terjadi gangguan pada persendian temporomandibular.Perlu diperhatikan bahwa anterior cross-bite yang komplit menunjukkan adanya masalah pertumbuhan skeletal dan dapat berkembang menjadi maloklusi kelas III. Oleh karena itu perawatan anterior cross-bite ini perlu dilakukan sedini mungkin bila telah dijumpai pada anak-anak (Nasruddin, 2001). Perawatan maloklusi kelas I pada masa pertumbuhan dikenal dengan metode serial extraction. Metode ini berdasar pemikiran bahwa pengambialn salah satu gigi permanen akan mengakibatkan pengaturan gigi yang tinggal ke dalam lengkung gigi yang baik. Pengurangan gigi ini dimulai sejak awal, yaitu gigi susu yang masih di mulut yang diikuti dengan pencabutan gigi pengganti gigi susu yang telah dicabut. Itu sebabnya dikenal nama serial extraction atau ekstrasi seri atau pencabutan berturut (Mokhtar, 1995).

b. Maloklusi Kelas IIMaloklusi Kelas II merupakan kelas yang sudah melibatkan kelainan rahang. Meski gigi-gigi yang terletak di rahang atas terletak pada lengkungnya dengan baik, demikian pula pada gigi di rahang bawah, terletak normal pada lengkungnya, tetap belum memenuhi criteria ideal. Kelainan gigi pada maloklusi kelas dua ini misalnya gigi berjejal atau gigitan dalam. Pada kelainan rahang kelas II yang disertai kelainan gigi, maka perbaikan gigi terkadang cukup untuk menyamarkan kelainan rahang, sehingga sering disebut dengan perawatan kamuflase. Terkadang pula dengan bervariasinya kasus,perawatan kamuflase saja tidak cukup untuk memperbaiki kelainan. Bila ingin mencapai profil yang sempurna maka perawatan ortodonsi pada giginya dikombinasikan dengan perawatan pda rahangnya (Maulani, 2009). Perawatan kelas II skeletal yang genetic berhasil dirawat dengan mengubah arah pertumbuhan, yaitu member stimulasi pada pertumbuhan mandibula dan menghentikan pertumbuhan maksila. Dengan perhatian perawatan kelas II akan lebih berhasil jika dilaksanakan di masa pertumbuhan. Metode yang paling cocok untuk perawatan kelas II adalah ortodontik-ortopedik. Ortodontik untuk perubahan dentoalveolar, sedang ortopedik untuk perubahan hubungan rahang (Mokhtar, 1995).

c. Maloklusi kelas IIISama dengan maloklusi kelas II, tipe maloklusi kelas III meelibatkan kelainan rahang. Kelainan gigi pada MO kelas III misalnya gigi seri atas dan bawah yang saling gigit ujung dengan ujung, atau gigi seri bawah terletak lebih ke arah bibir daripada gigi seri atas. Gigitan ini disebut gigitan silang. Pada MO kelas III, mesti giginya terletak normal dalam lengkungnya, profil wajah masih belum memenuhi kriteria ideal. Perawatan maloklusi kelas II dan kelas III, merupakan kasus yang tergolong sulit. Perawatan gigi saja pada maloklusi kelas II dan III bisa memberikan efek kamuflase (sepertinya menjadi normal). Namun pada kelainan berat tidak jarang perbaikan gigi saja tidak membawa hasil sehingga perlu digabung dengan perawatan lainnya (Maulani, 2009). Pada kasus kelas III perawatan sebaiknya dilaksanakan sejak dini gejala itu Nampak, pada periode gigi susu atau pada permulaan periode gigi bercampur. Terdapat beberapa macam kelas III , yaitu: kelas III dentoalveolar, kelas III dengan mandibula yang panjang, kelas III dengan maksila yang tidak berkembang, kelas III yang merupakan kombinasi dari maksila kecil dan mandibula panjang, dan kelas III skeletal dengan keadaan gigi tidak gigitan terbalik. Terapi yang dikerjakan bergantung macam kelas III yang dihadapi. Selama masih dalam pertumbuhan diperhitungkan pemasangan piranti untuk menstimulasi maksila atau mandibula tumbuh. Perawatan akan lebih efektif jika dilaksanakan saat gigi depan atas tumbuh dimana pertumbuhan maksila dan mandibula dapat diarahkan. Pada kasus yang disebabkan karena kedua rahang yang abnormal, maksila kecil sedang mandibula panjang, biasanya koreksi akan melanjut dengan cara bedah (Mokhtar, 1995).

DAFTAR PUSTAKA1. Sri,RL.Pemakaian lip bumper pada anak-anak dengan kebiasaan jelek menggigit bibir bawah dan menghisap ibu jari.Denta jurnal kedokteran gigi 2007;1(2):90-4.2. Nasruddin.Perawatan dental anterior cross-bite dengan hubungan rahang kelas 1 angle.Denta dental journal 2001;6(2):295-301.3. Mozartha M.Kebiasaan hisap jempol si buah hati dan dampaknya terhadap gigi.21 Juli 2009.http://seputarduniaanak.blogspot.com.2 Oktober 2009.4. Maulani C.Seluk-beluk kawat.1.Jakarta.PT Elex Media Komputindo,2009:24-74.5. Machfoedz I.Menjaga kesehatan gigi dan mulut anak-anak dan ibu hamil.4.Yogyakarta:Fitramaya,2008:87-93.6. Mokhtar M.Perawatan ortodontik dan problema penampilan wajah Dalam:Abidin T,Zulkarnaen,Nazruddin,Harahap N.Makalah ilmiah dalam rangka peringatan hari ulang tahun ke-34 fakultas kedokteran gigi USU,1995:132-49.