MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan,...

96

Transcript of MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan,...

Page 1: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya
Page 2: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya
Page 3: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYU 18 JENIS TANAMAN PENGHASIL MINYAK LEMAK

Oleh:

TRIYONO PUSPITOJATI MOHAMAD SIARUDIN

ARY WIDIYANTO

Editor:

HARRY BUDI SANTOSO PUJO SETIO

Penerbit: FORDA PRESS

Bogor, 2017

Page 4: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYU: 18 JENIS TANAMAN PENGHASIL MINYAK LEMAK

Penulis:

Triyono Puspitojati, Mohamad Siarudin, dan Ary Widiyanto Editor: Harry Budi Santoso dan Pujo Setio Copyright © 2017, Penulis dan Penerbit Cetakan Pertama, Desember 2017 x + 82 halaman; 182 x 257 mm

ISBN 978-602-6961-26-6 Penerbit: FORDA PRESS (Anggota IKAPI No. 257/JB/2014) Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16610 Jawa Barat Telp/Fax. +62 251 7520093 Penerbitan/Pencetakan dibiayai oleh: Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry Jl. Raya Ciamis-Banjar km 4, Ciamis, Jawa Barat Telp +62 265 771352, Fax +62 265 775866

Perpustakaan Nasional RI., Data Katalog Dalam Terbitan (KDT) Puspitojati, et al.

Mengenal Hasil Hutan Bukan Kayu: 18 Jenis Tanaman Penghasil Minyak Lemak / Penulis, Triyono Puspitojati, Mohamad Siarudin, Ary Widiyanto ; Editor: Harry Budi Santoso, Pujo Setio. -- Cet. 1. -- Bogor : Forda Press, 2017.

x, 82 hlm. : ill. ; 25,7 cm.

ISBN: 978-602-6961-26-6

1. Hasil hutan bukan kayu, Minyak lemak, -- Sumber Daya Hutan. I. Puspitojati, T., M. Siarudin, A. Widiyanto II. Judul

333.75

Page 5: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | iii

KATA PENGANTAR

Sumber daya hutan menghasilkan tiga kelompok produk: kayu,

hasil hutan bukan kayu (HHBK), dan jasa lingkungan. Ketiga kelompok produk tersebut memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan. Namun demikian, pengelolaan hutan hingga saat ini masih difokuskan untuk kayu dan jasa lingkungan. Pengelolaan tersebut menghasilkan manfaat lingkungan dan ekonomi yang tinggi, namun manfaat sosialnya masih terbatas. Hal ini dapat memicu terjadinya berbagai gangguan yang

mengancam kelestarian hutan.

Pengelolaan hutan untuk HHBK dapat meningkatkan manfaat sosial hutan, sekaligus mengeliminasi gangguan hutan. Sayangnya, upaya pengelolaan hutan untuk HHBK masih terbatas. Salah satu penyebabnya adalah masyarakat belum mengenal dengan baik HHBK. Masih banyak

pihak yang belum mengetahui bahwa a) hutan memiliki beragam jenis HHBK yang mempunyai nilai komersial tinggi, b) terdapat kebijakan kehutanan yang mendorong pengembangan HHBK, dan c) salah satu kelompok HHBK adalah minyak lemak.

Buku ini diharapkan dapat memperkenalkan HHBK dari kelompok minyak lemak kepada masyarakat dan menunjang pengembangannya.

Terlepas dari kelemahan yang ada, buku ini diharapkan pula membawa manfaat bagi pembaca.

Ciamis, Desember 2017

Tim Penulis

Page 6: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya
Page 7: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | v

SAMBUTAN KEPALA BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

TEKNOLOGI AGROFORESTRI

Hutan merupakan sumber daya alam yang harus dikelola secara bijaksana dengan memerhatikan asas manfaat dan kelestarian. Salah satu manfaat hutan yang cukup potensial selain kayu adalah hasil hutan bukan kayu (HHBK). Pemerintah sangat mendukung pengembangan HHBK

sebagai bagian dari pembangunan hutan untuk kesejahteraan masyarakat.

Penerbitan buku ini dimaksudkan untuk memperkenalkan 18 jenis HHBK dari kelompok penghasil minyak lemak yang menjadi urusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor

P.35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu. Sebagian jenis di antaranya merupakan jenis yang sudah berkembang dalam dunia perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya memiliki manfaat minyak lemak yang potensial untuk dikembangkan sebagai biodiesel, bahan makanan, serta bahan suplemen dan obat-obatan. Oleh sebab itu, seiring

dengan semakin menurunnya sumber daya hutan, khususnya kayu yang berkontribusi pada pendapatan negara, pengenalan HHBK dari kelompok penghasil minyak lemak ini diharapkan dapat menjadi peluang bisnis bagi sektor kehutanan di kemudian hari. Hal ini tentunya turut mendukung pemerintah dalam program ketahanan energi, ketahanan pangan, dan

sumber bahan baku obat-obatan.

Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penulis dan editor atas sumbangsihnya sehingga buku “Mengenal Hasil Hutan Bukan Kayu; 18 Jenis Tanaman Penghasil Minyak Lemak” dapat diterbitkan. Kami berharap semoga buku ini bermanfaat bagi para pihak dan pembaca yang memerlukannya.

Ciamis, Desember 2017

Kepala Balai,

Bagus Novianto, S.Hut., MP.

Page 8: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya
Page 9: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | vii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. iii

SAMBUTAN KEPALA BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI AGROFORESTRI ................. v

DAFTAR ISI ............................................................................................. vii

DAFTAR TABEL .................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... x

I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1

II. MENGENAL HHBK ....................................................................... 5

A. Pengertian HHBK ....................................................................... 5

B. Kebijakan yang Mendorong Pengembangan HHBK ............... 6

C. Jenis-Jenis HHBK Penghasil Minyak Lemak .......................... 11

III. MENGENAL 18 JENIS TANAMAN PENGHASIL MINYAK LEMAK .............................................................................................. 14

A. Balam (Palaquium walsuraefolium Pierre ex Dubard), Famili Sapotaceae .................................................................................... 14

B. Bintaro (Cerbera manghas L.), Famili Apocynaceae ............... 16

C. Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.), Famili Pandanaceae ................................................................................. 19

D. Kelor (Moringa oleifera Lam.), Famili Moringaceae............... 23

E. Kemiri (Aleurites moluccanus Willd.), Famili Euphorbiaceae .............................................................................. 26

F. Kenari (Canarium spp.), Famili Burseraceae ............................ 28

G. Ketapang (Terminalia catappa L.), Famili Combretaceae ...... 32

H. Ketiau (Ganua motleyana Pieree ex Dubbard), Famili Sapotaceae .................................................................................... 35

I. Lena (Sesamum orientale L.), Famili Pedaliaceae ................... 37

J. Makadamia (Macadamia spp.), Famili Proteaceae ................... 40

K. Mimba (Azadirachta indica A.Juss.), Famili Meliaceae .......... 43

L. Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.), Famili Clusiaceae 46

M. Nyatoh (Palaquium javense Burck), Famili Sapotaceae ........... 48

Page 10: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

viii | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

N. Picung (Pangium edule Reinw.), Famili Achariaceae .............. 50

O. Saga Pohon (Adenanthera pavonina L.), Famili Leguminosae ................................................................................. 52

P. Seminai (Madhuca crassipes atau M. utilis H.J.Lam), Famili Sapotaceae ..................................................................................... 54

Q. Suntai (Palaquium burckii H.J.Lam), Famili Sapotaceae ........ 56

R. Tengkawang (Shorea spp.), Famili Dipterocarpaceae .............. 57

IV. PROSPEK PENGEMBANGAN HHBK MINYAK LEMAK .. 61

A. Areal Pengembangan ................................................................... 61

B. Prospek Pengembangan ............................................................... 62

V. PENUTUP .......................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 69

INDEKS ..................................................................................................... 77

BIODATA PENULIS .............................................................................. 81

Page 11: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pengelompokan HHBK nabati berdasarkan komoditas/produk

dan kelompok tumbuhan/tanaman ............................................. 6

Tabel 2. Sebaran jenis HHBK Unggulan ................................................. 8

Tabel 3. Gambaran hutan tanaman dan hasil hutan tanaman .................. 9

Tabel 4. Sembilan belas jenis tanaman penghasil minyak lemak .............. 11

Tabel 5. Tanaman penyusun hutan tanaman dan areal hutan tanaman yang dialokasikan untuk budi daya tanaman HHBK ................. 61

Page 12: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

x | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Herbarium tumbuhan balam (Palaquium walsuraefolium Pierre

ex Dubard) ............................................................................... 15

Gambar 2. Pohon dan buah bintaro (Cerbera manghas L.) ..................... 18

Gambar 3. Pohon dan buah merah (Pandanus conoideus Lam.) ............. 20

Gambar 4. Pohon, daun, bunga, dan buah/biji kelor (Moringa oleifera Lam.) ...................................................................................... 24

Gambar 5. Pohon, buah, dan biji kemiri (Aleurites moluccanus Willd.) . 27

Gambar 6. Pohon, buah, dan biji kenari (Canarium spp.) ....................... 29

Gambar 7. Pohon, buah, dan biji ketapang (Terminalia catappa L.) ....... 33

Gambar 8. Herbarium ketiau (Ganua motleyana Pierre ex Dubard) ....... 36

Gambar 9. Tanaman, buah, dan biji lena (Sesamum orientale L.)........... 38

Gambar 10. Pohon dan biji makadamia (Macadamia spp.) ....................... 41

Gambar 11. Pohon dan biji mimba (Azadirachta indica A.Juss.) .............. 45

Gambar 12. Pohon dan biji nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) ..... 47

Gambar 13. Pohon dan buah nyatoh (Palaquium javense Burck) .............. 49

Gambar 14. Pohon dan biji picung (Pangium edule Reinw.)..................... 51

Gambar 15. Buah dan biji saga pohon (Adenanthera pavonina L.) ........... 53

Gambar 16. Pohon dan buah seminai (Madhuca crassipes H.J.Lam) ....... 55

Gambar 17. Pohon dan herbarium suntai (Palaquium burckii H.J.Lam) .. 57

Gambar 18. Pohon dan buah tengkawang (Shorea spp.) ........................... 59

Page 13: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 1

I. PENDAHULUAN

Sumber daya hutan memiliki peran penting dalam menunjang

kehidupan manusia. Secara umum, hutan menghasilkan tiga kelompok produk: kayu, hasil hutan bukan kayu (HHBK), dan jasa lingkungan. Ketiga kelompok tersebut memberikan berbagai manfaat, yaitu ekologi atau lingkungan, sosial, dan ekonomi. Manfaat tertinggi sumber daya hutan adalah dalam bentuk jasa lingkungan. Sebagian manfaat ini bersifat tidak langsung dan sulit diukur nilainya, namun mudah dirasakan. Jasa

lingkungan yang penting antara lain hutan sebagai perlindungan eko-sistem, sekaligus sebagai sumber keanekaragaman hayati, terutama dalam kelompok besar tumbuhan dan satwa. Sebagian ragam tumbuhan dan satwa dari hutan telah dibudidayakan, dikembangkan, dan dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, dan kesehatan (obat-obatan). Namun, sebagian besar lainnya masih belum

dimanfaatkan. Bahkan, ada pula yang belum diketahui jenis dan digali informasi ilmiahnya.

Sumber daya hutan Indonesia tersebar pada berbagai tipologi kawasan hutan yang dibagi menurut fungsinya sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu hutan konservasi,

hutan lindung, dan hutan produksi (Pemerintah RI, 1999). Hutan kon-servasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa, serta

ekosistemnya. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah

intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Sementara itu, hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok

memproduksi hasil hutan.

Selain pembagian berdasarkan fungsi pokok, kawasan hutan juga dibagi lagi berdasarkan fungsi di dalam fungsi pokok. Hutan konservasi dibagi menjadi Kawasan Suaka Alam (KSA), Kawasan Pelestarian Alam

(KPA), dan Taman Buru (TB). Sementara itu, hutan produksi dibagi menjadi Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi Tetap (HP), dan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK). Berdasarkan “Statistik

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015”, luasan kawasan hutan sesuai tipologinya masing-masing adalah hutan konservasi

Page 14: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

2 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

[daratan saja] seluas 22.108.630,99 ha, Hutan Lindung (HL) seluas 29.673.382,37 ha, HPT seluas 26.798.382,01 ha, HP seluas 29.250.783,10 ha, dan HPK seluas 12.942.295,24 ha (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2016).

Hingga saat ini, pemanfaatan sumber daya hutan yang paling banyak dilakukan adalah yang berasal dari hutan produksi, baik secara ekonomi maupun sosial. Manfaat ekonomi hutan produksi dapat dihitung dari nilai produksi, nilai olahan dan atau nilai devisa kayu dan bukan kayu. Semen-tara itu, manfaat sosialnya dapat dihitung berdasarkan pendapatan dan

kesempatan kerja yang diperoleh masyarakat dari pengelolaan hutan, pengolahan hasil hutan, dan kegiatan perdagangannya. Menurut Kemen-terian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2016), usaha pemanfaatan hutan produksi dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu a) usaha peman-faatan hutan produksi yang terdiri dari usaha pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, serta hasil hutan kayu dan bukan kayu; dan b) usaha pe-

mungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Pemanfaatan hutan tersebut harus dilakukan secara optimal, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.

Kegiatan pemanfaatan hutan produksi yang menonjol saat ini dilakukan secara korporasi (perusahaan) pada hutan alam dan oleh per-orangan ataupun korporasi pada hutan tanaman. Mereka diberikan hak

pengelolaan tersebut melalui mekanisme Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA), Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHBK-HA), Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT), atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan

Tanaman (IUPHHBK-HT). Untuk meningkatkan manfaat sosial hutan

alam yang dikelola secara korporasi, masyarakat pun diberi keleluasaan untuk memungut HHBK di wilayah kerja perusahaan. Lebih lanjut, perusahaan juga wajib melakukan pemberdayaan masyarakat. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan dan partisipasi mereka dalam pengelolaan hutan.

Pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman dilakukan dengan membangun Hutan Tanaman Industri (HTI) dan hutan tanaman

kayu lainnya dengan sistem silvikultur “Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB)”. Areal HTI dibagi dalam beberapa blok sesuai dengan daur tebangnya. Sebagai contoh, HTI daur 10 tahun terdiri dari 10 blok tanaman

Page 15: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 3

yang masing-masing ditumbuhi tanaman dengan umur yang berbeda. Penebangan tahunan dan penanaman tahunan masing-masing dilakukan pada satu blok. Pengelolaan HTI menghasilkan manfaat lingkungan yang tinggi karena sebagian besar arealnya selalu dipenuhi oleh pepohonan.

Untuk meningkatkan manfaat HTI bagi masyarakat pedesaan maka perusahaan wajib melakukan pembinaan masyarakat atau berpartisipasi dalam pembangunan pedesaan. Selain itu, perusahaan juga wajib mengalo-kasikan seluas 20% arealnya untuk tanaman kehidupan, yaitu tanaman penghasil HHBK yang ditanam untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat pedesaan dan partisipasi mereka dalam pengelolaan hutan. Dengan demikian, tanaman HHBK mempunyai fungsi yang strategis dalam pembangunan kehutanan, yaitu sebagai sarana meningkatkan manfaat sosial dan ekonomi hutan bagi masyarakat pedesaan dan sekaligus sebagai sarana meningkatkan partisipasi mereka dalam pengelolaan hutan.

Saat ini, sebagian besar kawasan hutan (konservasi, lindung dan

produksi) dalam kondisi rusak. Penyebab kerusakan hutan sangat komplek dan beragam. Sebagian disebabkan oleh kebijakan yang memberi peluang kepada pengusaha dan oknum nakal melakukan penebangan liar dan perambahan hutan. Sebagian lainnya disebabkan gangguan hutan oleh masyarakat pedesaan yang memperoleh manfaat tidak memadai dari sumber daya hutan yang ada di sekitar tempat tinggalnya.

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa manfaat sosial , ekonomi dan lingkungan yang dihasilkan oleh hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi belum seimbang, atau manfaat sosial hutan masih belum seperti yang diharapkan masyarakat pedesaan. Oleh karena itu, manfaat

sosial hutan perlu ditingkatkan. Salah satunya adalah dengan membangun

hutan tanaman HHBK (HT-HHBK) pada areal yang berbatasan dengan areal hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi alam, serta menanam lebih banyak tanaman HHBK pada areal HTI dan hutan tanaman lainnya.

Buku ini disusun dalam rangka menunjang pengembangan HHBK, khususnya HHBK yang berupa minyak lemak. Hingga saat ini, belum ada

hutan produksi yang dibangun secara khusus untuk menghasilkan minyak

lemak. Tampaknya, masih banyak pihak yang belum mengetahui bahwa sebagian dari minyak lemak adalah hasil hutan dan sebagian tanaman kehutanan menghasilkan minyak lemak.

Page 16: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

4 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

Sebagaimana umumnya, buku ini dimulai dari Bab I tentang pendahuluan. Kemudian, Bab II buku ini mengenalkan HHBK secara ringkas, namun komprehensif, antara lain tentang pengertian HHBK dan jenis tanaman penghasil HHBK, kebijakan yang mendorong pengem-

bangan HHBK, dan jenis-jenis HHBK penghasil minyak lemak. Bab III mengenalkan 18 jenis tanaman penghasil minyak lemak. Bab ini juga menguraikan tentang nama dan penyebaran tanaman penghasil minyak lemak, sifat botani, kesesuaian tumbuh, budi daya, dan kegunaan minyak lemak. Sebenarnya, sebagian dari materi Bab ini telah dipublikasikan pada majalah ilmiah populer FORPRO Vol. 2, No. 1, Juni 2013 dengan judul “Hasil

Hutan Bukan Kayu Minyak Lemak, Potensi yang Perlu Dikembangkan”. Namun, bahasan pada bab ini telah disempurnakan agar mudah dipahami dan memberikan gambaran tentang hal-hal terkait pengembangan setiap jenis HHBK yang dimaksud. Sementara itu, Bab IV membahas prospek pengembangan HHBK minyak lemak. Terakhir, buku ini ditutup dengan Bab V yang mengulas kembali pentingnya pengembangan HHBK peng-

hasil minyak lemak, terutama dalam kegiatan hutan tanaman minyak lemak.

Page 17: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 5

II. MENGENAL HHBK

Pengusahaan HHBK pada hutan produksi alam ataupun hutan

tanaman masih terbatas hingga saat ini. Salah satu penyebabnya adalah masyarakat dan pengusaha belum mengenal dengan baik HHBK. Mereka belum mengetahui bahwa a) hutan memiliki ribuan jenis HHBK nabati yang dihasilkan oleh tanaman yang berupa pohon, palem, perdu dan tanaman semusim, serta beragam jenis HHBK hewani; b) kebijakan yang mendorong pembangunan hutan tanaman HHBK telah diterbitkan; c)

sebagian produk HHBK adalah minyak lemak.

A. Pengertian HHBK

Hasil Hutan Bukan Kayu atau dikenal dengan istilah HHBK adalah hasil hutan hayati, baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan

budi daya, kecuali kayu yang berasal dari hutan. Terdapat ribuan jenis HHBK di Indonesia, namun yang telah diidentifikasi baru 558 jenis, yaitu 494 jenis HHBK nabati dan 64 jenis HHBK hewani sebagaimana Peraturan Menteri Kehutanan Kehutanan (Permenhut) Nomor P.35/ Menhut-II/2007 (Kementerian Kehutanan, 2007). Hasil Hutan Bukan Kayu nabati (kelompok hasil tumbuhan dan tanaman) secara umum

dipilah menjadi delapan kelompok utama: 1) resin; 2) minyak atsiri; 3) minyak lemak, pati, dan buah-buahan; 4) tanin, bahan pewarna, dan getah; 5) tumbuhan obat dan tanaman hias; 6) palma dan bambu; 7) alkaloid; dan 8) kelompok lainnya. Selanjutnya, HHBK nabati tersebut secara terperinci dapat dipilah menjadi 15 subkelompok, satu di antaranya adalah minyak lemak (Tabel 1). Sementara itu, HHBK hewani (kelompok

hasil hewan) dikelompokkan mejadi tiga kelompok utama: 1) hewan buru, yaitu beberapa jenis dari kelompok mamalia, reptilia, amfibia, dan aves; 2) hewan hasil penangkaran, yaitu arwana irian, kupu-kupu, buaya, dan rusa; dan 3) hasil hewan, yaitu sarang burung walet, kutu lak, produk lebah (lilin dan madu), dan produk ulat sutera (ulat sutera dan kokon).

Page 18: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

6 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

Tabel 1. Pengelompokan HHBK nabati berdasarkan komoditas/produk dan kelompok tumbuhan/tanaman

Komoditas/Produk Kelompok Tumbuhan/Tanaman

Jumlah Pohon Perdu

Palem/ bambu

Lainnya

1. Resin 13 - 1 - 14

2. Minyak atsiri 18 - - 2 20

3. Minyak lemak, pati, dan buah-buahan:

a. Minyak lemak 18 - - 1 19

b. Pati (karbohidrat) - 4 4 1 9

c. Buah-buahan 35 - 1 - 36

4. Tanin, bahan pewarna, dan getah:

a. Tanin 10 1 - 1 12

b. Bahan pewarna 14 2 1 4 21

c. Getah 11 - - 11

5. Tumbuhan obat dan tanaman hias:

a. Tumbuhan obat 118 14 - 25 157

b. Tanaman hias 4 3 2 4 13

6. Kelompok palma dan bambu:

a. Rotan - - 126 - 126

b. Bambu - - 46 - 46

c. Palma lain - - 3 - 3

7. Alkaloid 1 - - - 1

8. Kelompok lainnya 1 - 3 2 6

Jumlah 243 24 188 39 494

Sumber: Permenhut Nomor P.35/Menhut-II/2007 (data diolah)

B. Kebijakan yang Mendorong Pengembangan HHBK

Pengembangan HHBK mendapat perhatian yang memadai dari Pemerintah. Hal ini ditunjukkan dengan diterbitkannya berbagai kebijakan

terkait dengan HHBK (Kementerian Kehutanan, 2007, 2008, 2009a, 2009b; Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2015), seperti a) Permenhut Nomor P.35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu; b) Permenhut

Page 19: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 7

Nomor P.36/Menhut-II/2008 tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Dalam Hutan Alam (IUPHHBK-HA) atau Dalam Hutan Tanaman (IUPHHBK-HT); c) Permenhut Nomor P.19/Menhut-II/2009 tentang Strategi Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu; d) Permenhut

Nomor P.21/Menhut-II/2009 tentang Kriteria dan Indikator Penetapan Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu Unggulan; dan e) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permenlhk) Nomor P.12/Menlhk-II/2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri. Uraian singkat beberapa peraturan tersebut sebagaimana dijelaskan berikut ini.

1. Permenhut Nomor P.35/Menhut-II/2007

Kebijakan ini mengidentifikasi ratusan jenis HHBK yang menjadi urusan atau kewenangan sektor kehutanan. Menurut Permenhut tersebut, HHBK bukan hanya dari hasil pemungutan di hutan alam, namun juga dapat berasal dari hasil budi daya di hutan alam atau hutan tanaman. Terdapatnya

kebijakan ini memungkinkan untuk dibangun hutan tanaman HHBK, termasuk HHBK yang dapat diolah menjadi minyak lemak, seperti maka-damia, buah merah, tengkawang, dan kemiri.

2. Permenhut Nomor P.36/Menhut-II/2008

Kebijakan ini memberi kesempatan yang luas kepada perorangan,

koperasi, dan perusahaan untuk berpartisipasi dalam pengembangan HHBK, baik di hutan alam (IUPHHBK-HA) maupun di hutan tanaman (IUPHHBK-HT). Areal IUPHHBK yang dapat dikelola maksimum seluas 10 ha untuk perorangan, seluas 30 ha untuk koperasi, dan belum ditetapkan luasnya untuk perusahaan.

3. Permenhut Nomor P.19/Menhut-II/2009

Kebijakan ini membahas strategi pengembangan HHBK, yang antara lain dilakukan melalui kegiatan pemetaan potensi dan penyebaran HHBK di dalam kawasan hutan. Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan menyediakan informasi tentang potensi dan penyebaran beragam jenis HHBK unggulan. Saat ini, telah tersedia informasi tentang beragam jenis HHBK unggulan di

seluruh provinsi, yang mana sebagian di antaranya adalah HHBK minyak

lemak, yaitu kemiri, tengkawang, dan buah merah (Tabel 2).

Page 20: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

8 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

Tabel 2. Sebaran jenis HHBK Unggulan

No. Provinsi Jenis HHBK unggulan

1. Aceh Gondorukem, arang, gaharu

2. Sumatera Utara Kemiri, gambir, gondorukem

3. Sumatera Barat Kemiri, gambir, kulit manis

4. Riau Getah jelutung, gaharu, arang

5. Jambi Getah jelutung

6. Sumatera Selatan Gaharu, kemiri

7. Lampung Kemiri

8. Bengkulu Gaharu, kemiri

9. DKI Jakarta -

10. Jawa Barat Gondorukem, kemiri, sutera alam, bambu

11. Jawa Tengah Sutera alam

12. DI Yogyakarta Bambu

13. Jawa Timur Empon-empon, gondorukem

14. Kalimantan Barat Gaharu, biji tengkawang, getah jelutung

15. Kalimantan Tengah Gaharu, biji tengkawang, getah jelutung

16. Kalimantan Selatan Kemiri, getah jelutung

17. Kalimantan Timur Biji tengkawang, getah jelutung

18. Sulawesi Utara Getah damar, gondorukem

19. Sulawesi Tengah Rotan, getah kopal, aren

20. Sulawesi Selatan Rotan, sutera, gondorukem, kopal, aren, sagu

21. Sulawesi Tenggara Aren, rotan, getah kopal

22. Nusa Tenggara Barat Gaharu, minyak cendana, gondorukem, madu

23. Nusa Tenggara Timur Lak, cendana, kemiri, bambu, kayu putih

24. Maluku Sagu, getah kopal, kayu putih

25. Maluku Utara Sagu, getah kopal, kayu putih

26. Papua Sagu, gambir, buah merah, gaharu, kemiri

27. Papua Barat Sagu, buah merah, gaharu

28. Banten Bambu, tanaman obat

29. Bangka-Belitung Gaharu

30. Gorontalo Sagu

31. Sulawesi Barat Kemiri

32. Kepulauan Riau Getah jelutung, gaharu, arang

33. Bali Gondorukem, bambu, sutera

Sumber: Suharisno (2009)

Page 21: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 9

4. Permenhut Nomor P.21/Menhut-II/2009

Kebijakan ini menjelaskan kriteria, indikator dan standar yang diguna-kan untuk mengukur dan menetapkan HHBK unggulan, yaitu HHBK yang

menguntungkan untuk dikembangkan. Kriteria yang digunakan adalah a) eko-nomi, b) biofisik dan lingkungan, c) kelembagaan, d) sosial, dan e) teknologi. Pengembangan HHBK unggulan dapat dilakukan melalui hutan tanaman.

5. Permenlhk Nomor P.12/Menlhk-II/2015

Kebijakan ini mengelompokkan tanaman hutan menjadi tiga kelompok,

yaitu a) tanaman hutan penghasil kayu, penghasil pangan, atau penghasil energi; b) tanaman budi daya tahunan berkayu penghasil kayu, penghasil pangan, atau penghasil energi; dan c) tanaman lainnya penghasil pangan atau penghasil energi. Dengan adanya kebijakan ini, tanaman minyak yang menghasilkan pangan atau energi dapat dibudidayakan di areal HTI pada khususnya dan areal hutan tanaman yang lain pada umumnya.

Berdasarkan lima kebijakan tersebut dan kebijakan lain yang terkait,

hutan tanaman yang menghasilkan beragam jenis hasil hutan dapat dibangun (Tabel 3). Berdasarkan tabel tersebut, tanaman kayu-kayuan dan tanaman HHBK dapat dibudidayakan melalui 1) hutan tanaman mono-

kultur, 2) hutan tanaman campuran, dan 3) hutan tanaman polikultur (agroforestri).

Tabel 3. Gambaran hutan tanaman dan hasil hutan tanaman

Item Uraian Landasan peraturan

A. Kategori Tanaman

Pohon, perdu, palem, bambu, tanaman semusim

UU Nomor 41 Tahun 1999; Permenhut Nomor P.35/Menhut-II/2007

B. Hutan Tanaman

1. Tegakan hutan yang dibangun melalui penanaman dan atau penyemaian dalam proses aforestasi dan reforestasi, luas >0,25 ha, penutupan tajuk ≥40% dan tinggi pohon >5 m.

FAO (1999); Permenhut Nomor P.03/Menhut-II/ 2004; Permenhut Nomor P.14/Menhut-II/2004

Page 22: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

10 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

Item Uraian Landasan peraturan

2. Maksimum jarak tanam: 4 m x 4 m untuk pohon lebar tajuk 3 m hingga 11 m x 11 m untuk pohon lebar tajuk 8 m.

1. Monokultur 1. Hutan tanaman penghasil satu jenis kayu

2. Hutan tanaman penghasil satu jenis HHBK

Permenhut Nomor P.23/Menhut-II/ 2007; Permenhut Nomor P.36/Menhut-II/2008

2. Campuran 1. Hutan tanaman penghasil dua atau lebih jenis kayu

2. Hutan tanaman penghasil dua atau lebih jenis HHBK (produk pohon selain kayu)

3. Hutan tanaman penghasil kayu dan HHBK

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2007 jo PP Nomor 8 Tahun 2008; Permenhut Nomor 614/Menhut-II/1999; Permenhut Nomor P.36/Menhut-II/ 2008; Permenhut Nomor P.23/Menhut-II/2007

3. Polikultur 1. Hutan tanaman polikultur adalah hutan tanaman yang mengombinasikan tanaman hutan yang berupa pohon dengan tanaman selain pohon.

2. Hutan tanaman yang menghasilkan produk dari pohon dan bukan pohon.

PP Nomor 6 Tahun 2007 jo PP Nomor 8 Tahun 2008; Permenhut Nomor P.7/Menhut-II/2007; Permenhut Nomor P.49/Menhut-II/ 2008; Permenhut Nomor P.28/Menhut-II/2011; Permenhut Nomor P.19/Menhut-II/2009;

C. Produk Hutan Tanaman

1. Hasil hutan flora dan fauna, dan turunannya, serta budi daya yang diperoleh dari hutan.

2. Hasil dari pohon (kayu dan HHBK), serta hasil dari tanam-an perdu, palem, bambu dan tanaman semusim (dan hewan).

UU Nomor 41 Tahun 1999; Permenhut Nomor P.35/Menhut-II/2007

Sumber: Puspitojati (2011)

Page 23: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 11

Lebih lanjut, tanaman minyak lemak yang berupa pohon dapat diusahakan secara monokultur, campuran, dan agroforestri; sedangkan tanaman minyak lemak selain pohon (tanaman semusim dan perdu), komoditas tersebut tidak dapat dibudidayakan secara monokultur karena

tidak sesuai dengan ketentuan bahwa hutan adalah areal yang ditumbuhi banyak pohon. Oleh karena itu, tanaman minyak lemak selain pohon tersebut harus diusahakan dengan pola agroforestri, yaitu kombinasi antara pepohonan dengan tanaman selain pohon (Puspitojati, 2011).

C. Jenis-Jenis HHBK Penghasil Minyak Lemak

Minyak dan lemak merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, berasal dari hewan dan tanaman yang mengandung senyawa ester asam lemak dan gliserol, atau trigliresida. Contoh minyak lemak dari hewan adalah lemak sapi, lemak susu, dan minyak ikan; sedangkan minyak lemak

nabati diperoleh dari tanaman penghasil minyak lemak, antara lain sebagaimana yang tercantum pada Tabel 4.

Tabel 4. Sembilan belas jenis tanaman penghasil minyak lemak

No. Nama lokal Nama ilmiah* Famili** Produk

1. Balam Palaquium walsuraefolium Pierre ex Dubard

Sapotaceae Minyak balam

2. Bintaro Cerbera manghas L.

Apocynaceae Minyak bintaro

3. Buah merah Pandanus conoideus Lam.

Pandanaceae Minyak buah merah

4. Croton*** Croton argyratus Blume

Euphorbiaceae Minyak croton

5. Kelor Moringa oleifera Lam.

Moringaceae Minyak kelor

6. Kemiri Aleurites mollucanus Willd.

Euphorbiaceae Minyak kemiri

7. Kenari Canarium spp. Burseraceae Minyak kenari

8. Ketapang Terminalia catappa L.

Combretaceae Minyak ketapang

9. Ketiau Ganua motleyana Pierre ex Dubbard

Sapotaceae Minyak ketiau

Page 24: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

12 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

No. Nama lokal Nama ilmiah* Famili** Produk

10. Lena Sesamum orientale L.

Pedaliaceae Minyak lena

11. Makadamia Macadamia spp. Proteaceae Minyak makadamia

12. Mimba Azadirachta indica A.Juss.

Meliaceae Minyak mimba

13. Nyamplung Calophyllum inophyllum L.

Clusiaceae Minyak nyamplung

14. Nyatoh Palaquium javense Burck

Sapotaceae Minyak nyatoh

15. Picung Pangium edule Reinw.

Achariaceae Minyak picung

16. Saga pohon Adenanthera pavonina L.

Leguminosae Minyak saga pohon

17. Seminai Madhuca crassipes H.J.Lam.

Sapotaceae Minyak seminai

18. Suntai Palaquium burckii H.J.Lam.

Sapotaceae Minyak suntai

19. Tengkawang Shorea spp. Dipterocarpaceae Minyak tengkawang

Sumber: Permenhut Nomor P.35/Menhut-II/2007 (penamaan ilmiah disesuaikan)

Keterangan: * dan ** penamaan ilmiah dan famili disesuaikan mengikuti The International Plant Names Index (IPNI) (www.ipni.org) (2017) dan The Plant List (www.theplantlist.org) (2017)

*** tidak dibahas dalam buku ini karena informasi yang tersedia terbatas

Berdasarkan jenis familinya, tanaman penghasil minyak lemak

tersebut termasuk ke dalam 14 famili yang berbeda. Famili Sapotaceae

adalah famili yang dominan dan mencakup lima jenis tanaman, yaitu balam, ketiau, nyatoh, seminai, dan suntai. Famili Euphorbiaceae mencakup dua jenis tanaman, yaitu croton dan kemiri. Famili lainnya hanya memiliki satu jenis tanaman, yaitu Apocynaceae (bintaro), Pandanaceae (buah merah), Moringaceae (kelor), Burseraceae (kenari), Combretaceae (ketapang), Padaliaceae (lena), Proteaceae (makadamia),

Meliaceae (mimba), Clusiaceae (nyamplung), Achariaceae (picung), dan Leguminosae (saga pohon). Sementara itu, famili Dipterocarpaceae memiliki beberapa jenis tumbuhan atau tanaman, yaitu tengkawang dari satu genus (Shorea spp).

Page 25: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 13

Bagian tanaman yang mengandung banyak minyak lemak umumnya adalah biji. Meskipun demikian, pada pohon bintaro dan buah merah, minyak lemak banyak terdapat pada bagian daging buah; sedangkan pada pohon kelor, minyak lemak banyak terdapat pada daun. Perbedaan antara

minyak dan lemak adalah wujudnya pada suhu kamar, yaitu minyak berwujud cair, sedangkan lemak berwujud padat. Selain itu, minyak banyak mengandung asam lemak tidak jenuh, sedangkan lemak banyak mengandung asam lemak jenuh. Minyak dan lemak mempunyai banyak manfaat, antara lain adalah sebagai berikut (Herlina & Ginting, 2002):

Menambah rasa gurih dan aroma pada makanan. Sebagai bahan penyusun dinding sel dan bahan-bahan biomolekul. Sumber energi yang efektif yang mana menghasilkan 9 kalori/ml. Sumber gizi esensial: asam oleat, asam linoleat, w3, EPA, dan DHA. Sumber vitamin A, D, E, dan K. Sebagai minyak goreng.

Memberi rasa empuk dan kalus pada roti. Memberi tekstur lembut pada es krim. Sebagai bahan baku industri obat-obatan, sabun, cat, vernis, kosmetik,

pelumas dan biodiesel.

Produk yang dihasilkan oleh tanaman minyak lemak dapat berupa

buah, biji, daun atau batang yang dimanfaatkan langsung tanpa diolah menjadi minyak lemak, atau terlebih dahulu diolah menjadi minyak lemak dan kemudian dimanfaatkan. Gambaran mengenai hal ini dan informasi mengenai penyebaran tanaman minyak lemak, sifat botani, kesesuaian tumbuh, budi daya, dan kegunaan minyak lemak akan diuraikan dalam Bab III.

Page 26: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

14 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

III. MENGENAL 18 JENIS TANAMAN PENGHASIL MINYAK LEMAK1

A. Balam (Palaquium walsuraefolium Pierre ex Dubard), Famili Sapotaceae

1. Nama dan Sebaran

Balam dikenal dengan banyak nama, antara lain balam, suntai, balam putih, balam serindit dan balam suntai. Tumbuhan ini juga dikenal sebagai beitis, margetahan, nyato, nyatoh, dan nyatoh jangkar di Pulau Kalimantan. Nama nyatoh juga dikenal untuk menyebut jenis ini di Malaysia. Balam adalah salah satu tumbuhan langka asli Indonesia yang tersebar di Semenanjung Malaysia, Sumatera, dan Kalimantan Timur (Heyne, 1987; Lim et al., 2001).

2. Sifat Botani

Balam adalah tanaman hutan yang dapat tumbuh hingga mencapai diameter batang 77 cm dan tinggi pohon 45 m. Batangnya lurus dan bulat dengan batang bebas cabang yang tinggi. Daunnya tersusun berselang-seling, helai berbentuk oval dengan pangkal yang meruncing dan ujung

membulat, serta tulang daun menyirip. Bunganya berukuran diameter 9 mm berwarna putih-hijau. Buahnya berukuran panjang 23 mm, berwarna hijau dan mengandung biji (Anonim, 2011a).

3. Kesesuaian Tumbuh

Jenis balam biasanya tumbuh pada tanah alluvial di daerah rawa

gambut dan sering ditemukan juga bercampur dengan Dipterocarpaceae. Balam dapat tumbuh juga pada daerah pegunungan dengan ketinggian mencapai 1.000 m dpl dengan tanah berpasir atau berkapur. Jenis ini dilaporkan sebagai Jenis yang banyak didapat pada areal hutan gambut di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

1 Sebagian dari materi Bab ini telah dipublikasikan pada majalah ilmiah populer FORPRO Vol. 2, No. 1, Juni 2013 dengan judul “Hasil Hutan Bukan Kayu Minyak Lemak, Potensi yang Perlu Dikembangkan” oleh Ary Widiyanto dan M. Siarudin.

Page 27: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 15

4. Budi Daya Tanaman

Balam adalah salah satu jenis langka yang dilindungi sejak tahun 1972 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 54/Kpts/

Um/2/1972 (Departemen Pertanian, 1972). Jenis yang memiliki kayu bernilai ekonomi tinggi ini belum dibudidayakan oleh masyarakat dan tidak termasuk dalam jenis yang dikembangkan melalui hutan tanaman.

5. Kegunaan

Bagian pohon balam yang mengandung minyak adalah bijinya.

Beberapa informasi menunjukkan bahwa biji balam dapat mengandung minyak sebanyak 30–45% yang ditentukan oleh teknik pengolahannya. Masyarakat tradisional di Bengkalis memanfaatkan minyak balam untuk bahan bakar obor. Minyak balam berwarna kekuning-kuningan dan memiliki rasa pahit sehingga masyarakat tidak menggunakan untuk minyak goreng atau bahan makanan (Heyne, 1987).

Selain minyak pada biji, pemanfaatan lain dari jenis balam adalah bagian batang pohon sebagai bahan baku kayu pertukangan. Kayu balam termasuk jenis komersil yang memiliki kualitas yang baik dengan Kelas Awet IV dan Kelas Kuat II (Seng, 1990; Heyne, 1987).

Sumber: http://www.asianplant.net/Sapotaceae/Palaquium_walsurifolium.htm

Gambar 1. Herbarium tumbuhan balam (Palaquium walsuraefolium Pierre ex Dubard)

Page 28: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

16 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

B. Bintaro (Cerbera manghas L.), Famili Apocynaceae

1. Nama dan Sebaran

Bintaro memiliki beberapa sinonim selain Cerbera manghas, yaitu Cerbera venenifera, Tanghinia venenifera, dan Odollamia manghas (L.) Raf. Sylva telluriana. Jenis ini di Indonesia dikenal dengan berbagai nama daerah, antara lain kanyeri putih (Bali), bilutasi (Timor), wabo (Ambon), goro-goro guwae (Ternate), madang-kapo (Minangkabau), bintan (Melayu), lambuto (Makassar), dan goro-goro (Manado) (Heyne, 1987).

Bintaro tersebar di berbagai daerah tropis Indo Pasifik, mulai dari Seychelles hingga Polinesia Perancis (Anonim, 2012d). Di Indonesia,

bintaro tersebar di berbagai daerah, mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, hingga Maluku.

2. Sifat Botani

Bintaro dapat mencapai ketinggian 20 m dengan percabangan yang banyak. Batang pohonnya bundar dan bercorak bintik-bintik. Daun bintaro termasuk jenis daun tunggal dan tersebar, berbentuk bulat lonjong, permukaannya licin, pertulangannya menyirip, tepi daun rata , serta ujung dan pangkalnya meruncing. Ukuran lebar daun bintaro sekitar 3–5 cm dengan panjang sekitar 15–20 cm, berwarna hijau tua, dan susunannya

berseling.

Tanaman yang memiliki akar tunggang berwarna cokelat ini memiliki bunga majemuk berkelamin dua yang terletak di ujung batang. Tangkai bunga berbentuk silindris sepanjang sekitar 10 cm, kelopak tidak jelas, tangkai putik memiliki panjang sekitar 2–2,5 cm yang berjumlah

empat tangkai, kepala sari berwarna cokelat, kepala putik berwarna hijau keputih-putihan, mahkota berbentuk terompet yang bertekstur halus dan berwarna putih. Bunga bintaro beraroma harum dengan ukuran diameter mahkota sekitar 3–5 cm.

Buah bintaro berbentuk bulat telur dengan diameter sekitar 5–10 cm. Buah berwarna hijau pada saat muda, merah cerah saat mulai masak,

dan kehitaman setelah tua. Buah bintaro terdiri atas tiga lapisan, yaitu kulit bagian terluar (epikarp atau eksokarp), lapisan tengah (mesokarp) yang berupa serat/serabut, serta biji pada bagian inti (endokarp) yang

dilapisi kulit biji. Biji bintaro berbentuk pipih, panjang, dan berwarna putih (Anonim, 2012d).

Page 29: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 17

3. Kesesuaian Tumbuh

Tanaman bintaro termasuk jenis yang berhabitat asli di daerah mangrove dan pantai, namun dapat beradaptasi di daerah yang lebih tinggi

hingga 800 m dpl (Purwanto et al., 2011). Pohon ini sudah banyak dikembangkan dalam rangka penghijauan di perkotaan.

4. Budi Daya Tanaman

Perbanyakan tanaman bintaro dapat dilakukan dengan mengguna-kan anakan alam atau stek batang. Namun demikian, perbanyakan dengan

biji juga dapat dilakukan dengan perlakuan untuk mempercepat perkecam-bahan mengingat benih bintaro mengalami dormansi mekanis. Hal ini disebabkan buah bintaro memiliki struktur yang berserabut dan berkulit tebal sehingga mempersulit peresapan air ke bagian embrio yang diper-lukan selama proses perkecambahan. Buah yang digunakan sebaiknya buah matang yang berwarna kekuningan atau kecokelatan. Perlakuan

pengupasan kulit cukup efektif dan menjadikan daya berkecambah hingga 100% dan mempercepat proses perkecambahan. Biji berkecambah pada umur 3 bulan dengan perlakuan, sedangkan tanpa perlakuan dapat berlangsung dalam waktu 4–6 bulan. Pada buah yang sudah membusuk kulitnya, perlakuan pengupasan kulit ini tidak diperlukan lagi. Media yang dapat digunakan untuk perkecambahan adalah pasir yang disterilkan

dengan disangrai.

Bibit yang sudah berkecambah dapat dipindah ke polybag berukuran besar atau sedang yang disesuaikan dengan ukuran buah bintaro. Media yang dapat digunakan adalah tanah berpasir dan kompos. Bibit perlu

diletakkan di dalam naungan dan dilakukan penyiraman secara rutin. Bibit akan siap tanam ketika mencapai ketinggian sekitar 40 cm dengan jumlah

daun minimal 5 lembar. Waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi siap tanam ini adalah sekitar 6 bulan di persemaian.

Penanaman bintaro sebaiknya dilakukan di tanah kering mengingat jenis ini tahan terhadap sinar matahari langsung, namun tidak tahan terhadap genangan air. Jarak tanam perlu diperhatikan, yaitu dapat 4 m x

4 m atau 5 m x 5 m. Hal ini mengingat tajuk tanaman bintaro dewasa

cukup lebar.

Page 30: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

18 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

Sumber: http://dracaenanursery.blogspot.com/2012/05/bintaro-cerbera-manghas.html

Gambar 2. Pohon dan buah bintaro (Cerbera manghas L.)

5. Kegunaan

Bagian pohon bintaro yang mengandung minyak lemak adalah bijinya. Biji bintaro mengandung minyak cukup tinggi yang mencapai 50–75% dari inti biji (Heyne, 1987; Purwanto et al., 2011). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), pohon bintaro dapat menghasilkan buah bintaro sebanyak 300 kg setiap tahunnya. Untuk menghasilkan 1 kg minyak

bintaro diperlukan 2,9 kg biji bintaro yang didapat dari 36,4 kg buah bintaro tua.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak bintaro cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber biodiesel . Asmani (2011)

Page 31: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 19

menyebutkan bahwa biodiesel dari minyak biji bintaro memiliki nilai kalor bersih 39,47 MJ/kg dan memenuhi Standar Biodiesel Indonesia yang mempersyaratkan kisaran 38,45–41,00 MJ/kg. Bintaro yang dibudidaya-kan sebagai tanaman komersial dapat menghasilkan sekitar 2,2 ton minyak

mentah atau sebesar 1,8 ton biodiesel, dengan perkiraan penghasilan senilai sekitar Rp10 juta/ha/tahun.

Berkaitan dengan pemanfaatannya sebagai sumber energi terbaru-kan, buah bintaro juga dapat dikembangkan sebagai bahan baku bioetanol dan arang. Hasil penelitian Iman dan Handoko (2011) menunjukkan

bahwa buah bintaro cukup potensial untuk dikembangkan sebagai sumber bioetanol dan arang aktif yang menghasilkan produk cukup berkualitas dengan bahan baku yang murah. Selain itu, hasil percobaan lainnya juga menunjukkan bahwa cangkang buah bintaro dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku briket arang.

Hampir semua bagian pohon bintaro beracun, termasuk minyak pada

bijinya. Oleh karena itu, minyak bintaro tidak dimanfaatkan sebagai bahan makanan, yang mana hal ini berkaitan dengan racun karena kandungan cerberine sebagai komponen aktif utama cardenolide (Gillard et al., 2004 dalam Zailani et al., 2015; Heyne, 1987). Beberapa kandungan kimia lainnya pada biji bintaro ini menunjukkan potensinya untuk dimanfaatkan sebagai bahan antikanker dan pestisida alami (Guswenrivoe et al., 2013).

C. Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.), Famili Pandanaceae

1. Nama dan Sebaran

Buah merah dikenal dengan nama daerah, seperti sauk eken, kuansu

(Wamena); tawi (Dani, Lembah Baliem); kleba (Pulau Buru); dan sipa-sipa, buku (Ternate). Jenis ini tersebar di wilayah Papua, antara lain di daerah Baliem-Wamena, Tolikora, Pegunungan Bintang, Yahukimo, Jayapura, Sorong, dan Manokwari; termasuk pula di Papua Nugini sampai Kepulauan Bismarck (Murningsih, 1992). Saat ini, jenis buah merah juga dikembangkan di wilayah Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Jawa, dan

Sumatera.

Page 32: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

20 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

Sumber: Wijaya & Pohan (2009); http://dakwahafkn.wordpress.com/

Gambar 3. Pohon dan buah merah (Pandanus conoideus Lam.)

2. Sifat Botani

Buah merah merupakan pohon dari famili pandan-pandanan dan dapat mencapai ketinggian 16 m. Jenis ini tumbuh berumpun dengan

jumlah 12–30 individu/rumpun. Batangnya dapat mencapai diameter 20–40 cm, berwarna cokelat berbercak putih dengan permukaan yang berduri, dan umumnya memiliki percabangan 2–4 batang. Daun buah merah tidak memiliki tangkai daun, berwarna hijau tua, dan memiliki kisaran lebar 9–15 cm dengan panjang 90–320 cm. Ujung daun runcing, pangkalnya merompong, serta tepi daun dan bagian bawah tulang daun berduri.

Komposisi daunnya tunggal yang tersusun berseling dan tulang daun sejajar (Limbongan & Malik, 2009).

Tanaman memiliki akar tunjang yang banyak dan panjang, mirip jenis pandan laut dan jenis akar tunjang pada tanaman bakau. Akar tun-jang dapat mencapai ketinggian >3 m dengan diameter 6–20 cm. Akar

berwarna cokelat berbercak putih dengan permukaan berduri dan jumlah-nya dapat mencapai >90 akar tunjang dalam satu rumpun pohon.

Bunga buah merah berwarna kemerahan dan berbentuk mirip bunga nangka. Buahnya berbentuk bulat lonjong dan menjantung pada bagian pangkal. Buah berukuran diameter sekitar 10–15 cm dan panjang sekitar

Page 33: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 21

60–110 cm. Warna buah merah pucat saat muda dan merah bata saat tua. Berat buah sekitar 5–10 kg dengan biji berwarna merah berbaris tidak beraturan (Lebang et al., 2004).

3. Kesesuaian Tumbuh

Tanaman buah merah dapat tumbuh dan berbuah dengan baik pada dataran rendah hingga dataran tinggi (ketinggian sekitar 10–2.500 m dpl). Jenis ini dapat bertahan pada tanah dengan kesuburan rendah, tanah berpasir, masam hingga agak masam, dan toleran pada naungan hingga 15%. Tanaman ini seringkali berkelompok di daerah aliran sungai, namun

dapat pula tumbuh pada daerah kering dengan pH rendah (4,30–5,30). Salah satu sentra pengembangan buah merah di Kelila, Papua, tanahnya didominasi oleh jenis podsolik dengan tekstur gelum (Ea & Octavia, 2006; Limbongan & Malik, 2009).

4. Budi Daya Tanaman

Masyarakat daerah Jayawijaya (Papua) melakukan budi daya buah merah secara tradisional. Bibit ditanam dengan cara menugal (membuat lubang tanam dengan menancapkan batang kayu pada tanah), tanpa olah tanah dan tanpa pemeliharaan. Bibit yang digunakan berasal dari stek akar atau batang dan sebagian kecil dari stek pucuk. Budi daya dengan meng-

gunakan benih belum banyak dilakukan karena tingkat perkecam-bahannya rendah.

Pengembangan budi daya buah merah telah dilakukan dengan jarak tanam yang teratur. Pada tahun 2000, penanaman buah merah secara terbatas dilakukan dengan jarak tanam 4 m x 3 m, 2 m x 2 m, dan 2 m x 3

m. Pemeliharaan dilakukan dengan penyiangan, tetapi tidak dilakukan

pemupukan, serta tanpa pengendalian hama dan penyakit. Namun demi-kian, tanaman tersebut berkembang dengan baik dan dipanen setiap 6 bulan (Ea & Octavia, 2006).

Teknik budi daya yang berkembang saat ini adalah melalui stek akar dan batang, sedangkan stek pucuk dan biji tidak dilakukan petani. Stek

dipangkas pada akar dan batang muda sepanjang 20–35 cm dengan jumlah daun 10–20 lembar. Stek dipelihara dalam polybag hingga mencapai

ketinggian 35–50 cm untuk siap ditanam di lapangan. Pada saat tanaman tumbuh di lapangan, percepatan tumbuhnya tunas cabang baru dapat dilakukan dengan memangkas pucuk pada ketinggian 30–50 cm. Banyak-

Page 34: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

22 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

nya cabang merupakan faktor yang menentukan produksi buah, yang mana satu cabang dapat tumbuh sebanyak 1–3 buah.

5. Kegunaan

Bagian pohon buah merah yang mengandung minyak adalah daging buahnya. Daging buah pohon buah merah dapat menghasilkan minyak lemak hingga 35–51% dari berat kering kernel, dengan kandungan asam oleic sebagai komponen yang mayoritas pada minyak tersebut (Murningsih, 1992). Produksi ekstrak minyak pada tiga jenis buah merah unggul (mbarugum, maler, dan magari) adalah 120 ml/kg buah (Lebang et al., 2004). Informasi lainnya menunjukkan bahwa kandungan buah merah asal Tolikora lebih tinggi dibandingkan asal Jayapura. Buah merah asal Toli-kora dapat menghasilkan 1 liter minyak yang hanya memerlukan 3–5 buah, sedangkan buah merah asal Jayapura memerlukan 9–10 buah untuk menghasilkan minyak dalam jumlah yang sama (Ea & Octavia, 2006).

Tiga jenis buah merah unggul (mbarugum, maler, dan magari) dapat memproduksi sekitar 5–10 butir buah/rumpun dengan ukuran buah cukup besar, yaitu diameter sekitar 10–15 cm dan panjang sekitar 60–110 cm. Tanaman buah merah dapat memproduksi buah mulai umur pohon 3–5 tahun dan dengan umur buah hingga panen sekitar 3–4 bulan (Lebang et al., 2004).

Masyarakat seringkali menjual buah merah di pasar dalam bentuk buah dan minyak. Masyarakat tradisional di Papua memanfaatkan minyak buah merah sebagai minyak makan, bumbu dan penyedap makanan, pewarna alami, dan obat tradisional (Limbongan & Malik, 2009). Ekstrak

minyak buah merah mengandung 94,20 mg lipida, 5,10 mg karbohidrat, 21,2 mg vitamin E, serta mengandung beta-karoten dan alfa-karoten

masing-masing 130 µg dan 1.980 µg pada setiap 100 g sampel (Surono et al., 2006). Hal ini menunjukkan bahwa minyak buah merah memiliki kandungan gizi tinggi dalam pemanfaatannya sebagai bahan makanan dan penyedap. Selain itu, ekstrak buah merah juga merupakan bahan pewarna alami yang aman karena tidak tidak mengandung logam berat dan mikro-organisme yang berbahaya.

Pemanfaatan tradisional yang beragam menjadi salah satu dasar penelitian lebih lanjut pada minyak buah merah ini. Hasil-hasil penelitian mengenai kandungan kimia ekstrak buah merah menunjukkan manfaat yang lebih beragam, antara lain berpotensi mengobati HIV/AIDS, diabetes

Page 35: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 23

melitus, asam urat, osteoporosis, kanker, dan malaria (Ea & Octavia, 2006; Lebang et al., 2004; Limbongan & Malik, 2009; Tjahjani & Khiong, 2010).

Masyarakat melakukan ekstraksi minyak buah merah dengan teknik yang sederhana. Daging buah dipisahkan dari empulurnya, kemudian dipotong-potong dan dicuci bersih. Potongan daging buah kemudian dikukus selama 1–1,5 jam, selanjutnya didinginkan dan ditambahkan air, serta diditekan atau diremas-remas, diperas, dan disaring. Pasta hasil saringan buah merah dimasak selama 4–5 jam, kemudian didiamkan sehari

dan didinginkan. Minyak akan terbentuk pada saat pemasakan hingga mendidih. Pada cara yang lain, ekstraksi dilakukan tanpa pengukusan, melainkan langsung dilakukan penumbukan daging buah atau penekanan. Selanjutnya, tumbukan daging buah disaring dan dimasak hingga men-didih. Setelah didinginkan, penyaringan dilakukan lagi sebanyak 3–4 kali hingga minyak menjadi bersih.

Limbah selama proses ekstraksi minyak buah merah juga dapat dimanfaatkan sebagai hasil ikutan. Ampas pada proses pemerasan daging buah merah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Menurut Limbangan dan Malik (2009), ampas pemerasan daging buah ini dapat mencapat 60% dari berat buah yang diolah. Di antara pemanfaatannya yang sudah diujicobakan adalah sebagai pakan unggas (ayam buras).

Sementara itu, ampas penyaringan pasta dapat dimanfaatkan untuk bahan pembuatan kue atau dodol.

D. Kelor (Moringa oleifera Lam.), Famili Moringaceae

1. Nama dan Sebaran

Nama lokal kelor dikenal oleh masyarakat Jawa, Sunda, dan Bali untuk menyebut jenis ini. Kelor juga dikenal dengan beberapa nama lokal lainnya, seperti murong (Aceh); marungga (Ambon, Timor); marunggai, munggai (Minangkabau); kilor (Lampung); marongghi (Madura); kelohe (Sangir); kelo, kero, wori (Sulawesi Utara); kerol (Ambon, Buru); dan kelo (Halmahera Utara, Ternate, Tidore) (Heyne, 1987). Jenis ini diketahui tersebar secara alami di bagian barat Himalaya, namun tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah-daerah panas di seluruh dunia, termasuk di ber-

bagai daerah di Indonesia.

Page 36: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

24 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

Sumber: http://zijaindonesia.weebly.com/moringa.html; http://flora-faunaindonesia. blogspot.com/2011/05/mitos-pohon-kelor.html

Gambar 4. Pohon, daun, bunga, dan buah/biji kelor (Moringa oleifera Lam.)

2. Sifat Botani

Kelor merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan dapat mencapai

tinggi 7–12 m dan diameter batang mencapai 30 cm. Kulit batangnya tipis berwarna putih kotor dengan permukaan yang kasar. Kayunya termasuk jenis kayu lunak dan berkualitas rendah. Daun kelor termasuk jenis daun majemuk, bertangkai panjang, dan tersusun berseling. Helai daun berben-tuk bulat telur, panjangnya sekitar 1–2 cm dan lebar sekitar 0,5–1 cm,

ujung dan pangkalnya tumpul, berwarna hijau muda pada pada saat muda

dan hijau tua saat dewasa. Pohon kelor memiliki percabangan simpodial dengan arah cabang tegak atau miring dan membentuk tajuk yang tidak terlalu lebat.

Tanaman yang berakar tunggang berwarna putih dan membesar ini memiliki bunga yang muncul di ketiak daun (axillaris). Bunganya memiliki

tangkai panjang dengan kelopak bunga berwarna putih agak krem dan beraroma khas. Kelor biasanya berbuah setelah umur 12–18 bulan. Buah

kelor berbentuk panjang bersegi tiga dengan panjang sekitar 20–60 cm dan berwarna hijau pada saat muda dan cokelat pada saat tua. Bijinya berben-tuk bulat dan berwarna cokelat kehitaman (Anonim, 2011b).

Page 37: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 25

3. Kesesuaian Tumbuh

Tanaman kelor dapat tumbuh dan berbuah dengan baik pada dataran rendah ataupun dataran tinggi hingga pada ketinggian ±1.000 m dpl,

namun optimum pada ketinggian 300–500 m dpl.

4. Budi Daya Tanaman

Kelor merupakan salah satu jenis tanaman yang mudah dalam teknik budi dayanya dan tidak memerlukan pemeliharaan yang ketat. Perba-nyakan dapat dilakukan, baik dengan biji maupun dengan stek. Kelor

termasuk jenis cepat tumbuh dan dapat menghasilkan buah pada umur 1 tahun. Kelor juga termasuk jenis yang tahan terhadap hama dan penyakit.

5. Kegunaan

Pohon kelor dapat memproduksi buah mulai umur 1 tahun hingga 2 tahun pertama, namun jumlahnya relatif rendah. Selanjutnya, pohon yang

berumur 3 tahun dapat menghasilkan 400–600 polong setiap tahunnya selama periode produksi 10–15 tahun (Siemonsma & Piluek, 1994). Pohon dewasa dapat menghasilkan sekitar 1.600 polong/tahun. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar minyak yang dihasilkan biji kelor mencapai 33–35% dari berat inti biji, yang mana berat inti biji adalah 2/3 dari berat biji (Heyne, 1987; Siemonsma & Piluek, 1994).

Minyak lemak kelor memiliki potensi sebagai bahan bakar nabati. Analisis pada minyak biji kelor ini menunjukkan berat jenis sebesar 0,89–0,91 g/ml, kandungan asam lemak bebas (persen FFA) 2,07–4,78%, nilai angka penyabunan 8,56–107,54 mgKOH/g, bilangan asam 0,040–0,095

mgKOH/g, dan viskositas 29,36–54,99 cst (Nasir et al., 2009).

Manfaat lain dari biji kelor adalah sebagai bahan penjernih air. Biji kelor yang ditumbuk menjadi serbuk dapat dimanfaatkan untuk koagulan alami dalam pengolahan air bersih. Hasil penelitian Pandia dan Husin (2005) menunjukkan bahwa penjernihan air optimum dapat dilakukan dengan biji kelor dengan dosis 0,4–0,5 g/l dan ukuran 300 mesh serta waktu tinggal 4–6 jam. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa biji kelor dapat

dimanfaatkan sebagai penjernih air dari logam berat air minum, koagulan

fosfat pada limbah air, penjernih dari air tercemar kapur, dan lain-lain.

Bagian akar, batang, buah, dan daun dari kelor dikenal memiliki nilai gizi tinggi dan menjadi sumber pangan alternatif. Daun kelor adalah salah satu bagian tanaman yang biasa dikonsumsi masyarakat sebagai lalapan.

Page 38: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

26 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

Daun kelor kaya dengan kandungan vitamin A dan kalsium. Setiap 100 g daun kelor mengandung sekitar 3.390 SI vitamin A (dua kali lebih tinggi dari kandungan vitamin A pada bayam dan 30 kali lebih tinggi dari buncis). Daun kelor juga mengandung kalsium sekitar 440 mg/100 g dan

fosfor sekitar 70 mg/100 g dengan total energi sekitar 385 kJ/100 g (Anonim, 2011c; Siemonsma & Piluek, 1994).

E. Kemiri (Aleurites moluccanus Willd.), Famili Euphorbiaceae

1. Nama dan Sebaran

Kemiri dikenal untuk menyebut tanaman ini secara nasional di Indonesia. Beberapa nama lokal untuk jenis ini antara lain miri, derekan, pidekan (Jawa); muncang (Sunda); kameri (Bali); kaleli (Bima); kawilu (Sumba); anoi (Papua); keminting (Kalimantan); hagi (Buru); kereh (Aceh); hambiri (Batak); kemling (Lampung); buah koreh (Minangkabau);

sapiri (Makassar); engas (Ambon); saketa (Halmahera Utara, Ternate, Tidore) (Heyne, 1987). Jenis kemiri tersebar secara alami di Asia Tenggara, Polinesia, Asia Selatan, dan Brazil. Jenis ini tersebar di berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara Timur, hingga Papua.

2. Sifat Botani

Kemiri merupakan tanaman hutan yang dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 20–40 m. Batangnya tegak berkayu, berwarna cokelat,

dan memilliki percabangan simpodial. Daun kemiri termasuk jenis daun tunggal yang tersusun berseling, berbentuk lonjong dengan ujung yang runcing dan pangkal yang tumpul, memiliki tepi rata, serta permukaannya

licin dan bergelombang. Pertulangan daun menyirip dan bertangkai

silindris. Daun berwarna hijau, berukuran panjang 18–25 cm dan lebar 7–11 cm (Anonim, 2012e).

Tanaman ini memiliki akar tunggang berwarna cokelat dan bunga majemuk berwarna putih yang berbentuk malai, berkelamin dua, dan ter-

letak di ujung cabang. Sementara itu, buahnya berbentuk bulat telur,

beruas-ruas, berwarna hijau saat muda dan cokelat saat tua, serta berkeri-put. Daging buahnya kaku dan mengandung 1–2 biji yang dilapisi kulit biji yang cukup keras dan beralur. Bijinya berbentuk bulat dengan dia-meter ±3 cm; daging bijinya berwarna putih kecokelatan (Anonim, 2012e).

Page 39: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 27

Sumber: http://www.tropicalplantbook.com/garden_plants/treesfruit/aleuritus-moluccana.htm; http://www.karokab.go.id/

Gambar 5. Pohon, buah, dan biji kemiri (Aleurites moluccanus Willd.)

3. Kesesuaian Tumbuh

Tanaman kemiri dapat tumbuh dan berbuah dengan baik pada daerah yang memiliki ketinggian 0–800 m dpl; baik di daerah yang datar,

bergelombang, maupun daerah dengan kemiringan curam. Jenis ini dapat tumbuh pada daerah tanah berkapur, berpasir, daerah pantai, serta pada tanah yang kurang subur hingga tanah subur (Rosman & Djauhariya, 2006).

4. Budi Daya Tanaman

Tanaman kemiri pada dasarnya tidak memerlukan perawatan khusus.

Kemiri dapat bertahan di lahan kritis tanpa pemberian pupuk. Namun demikian, perlakuan pemberian pupuk yang sudah dilakukan oleh para petani terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi bijinya.

5. Kegunaan

Bagian pohon kemiri yang mengandung minyak adalah bijinya. Inti

biji kemiri mengandung minyak dengan kandungan cukup tinggi, yaitu sekitar 55–66% dari berat bijinya (Arlene et al., 2010). Biji kemiri memi-liki berat sekitar 10–14 g dengan tebal kulit bijinya sekitar 3–5 mm atau 65–70% dari berat biji (Heyne, 1987).

Page 40: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

28 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

Minyak biji kemiri dikenal sebagai candlenut oil dalam perdagangan internasional. Minyak biji kemiri ini mengandung asam lemak tak jenuh sebagai komponen utamanya, namun juga mengandung lemak jenuh dengan persentase yang kecil. Pemanfaatan minyak biji kemiri yang selama

ini dikenal antara lain sebagai bumbu masak, bahan pembuat cat, vernis, sabun, obat, kosmetik, dan bahan bakar (Arlene et al., 2010).

Selain pemanfaatan pada bijinya, pohon kemiri juga memiliki kegu-naan yang beragam pada hampir semua bagian pohonnya. Kayu pohon kemiri yang cukup ringan, berserat halus, dan berwarna putih dapat

dimanfaatkan sebagai bahan bakar, bahan baku pembuatan plywood, peti kemas, korek api, dan pulp. Daunnya dapat digunakan untuk obat sakit kepala dan gonnorhea. Korteksnya [bagian tumbuhan yang terletak antara kulit luar dengan silinder pusat] dapat digunakan ssebagai obat antitumor, diare, sariawan, dan disentri (Arlene et al., 2010; Harini et al., 2000; Heyne, 1987).

F. Kenari (Canarium spp.), Famili Burseraceae

1. Nama dan Sebaran

Terdapat sekitar 100-an jenis dari genus Canarium. Heyne (1987)

menyebut tiga jenis kenari (Canarium amboinense Hochr., C. commune Linn., dan C. moluccanum Bl.) untuk yang dikenal dengan beberapa nama

lokal berikut: kanari (Sunda); kenari (Jawa, Bima); kanale, kenareh, konari (Madura); koja (Flores); ipai, hihi, upoi, kanai (Sulawesi Utara); kanare (Makassar); niha, nyiara (Halmahera Utara); nyiara (Ternate); dan nyiha (Ternate, Tidore). Jenis ini dikenal sebagai tanaman tropis, terutama di

Indonesia, Malaysia, dan Philippina. Persebaran di Indonesia antara lain di Maluku, Kangean, Bawean, Flores, Timor, Wetar, Tanimbar, dan Sulawesi.

Saat ini, kenari ditanam sebagai pohon peneduh pinggir jalan di beberapa kota, seperti Bogor, Medan, dan Mataram.

2. Sifat Botani

Pohon Kenari dapat mencapai tinggi 45 m dengan diameter batang

mencapai 70 cm. Pohon dewasa memiliki batang tegak dan lurus dengan kulit luar yang mengelupas berwarna kelabu. Tajuk pohon kenari rimbun dengan bentuk yang simetris. Daunnya majemuk dan menyirip ganjil yang

Page 41: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 29

terdiri atas 4–5 pasang anak daun. Daun kenari berbentuk jorong meman-jang dengan permukaan yang licin dan mengkilat (Anonim, 2012f).

Tanaman yang memiliki sistem akar tunggang ini memiliki bunga

berwarna kuning berbentuk malai yang terletak pada ujung ranting. Bunga kenari berkelamin tunggal sehingga terdapat pohon jantan dan pohon betina. Kelopak dan mahkota bunga berjumlah lima helai. Demikian pula halnya dengan daun kelopak dan daun mahkota. Benang sari berjumlah delapan yang tersusun dalam dua lingkaran yang tidak lengkap (Anonim, 2012g).

Buah kenari berbentuk bulat telur dengan ukuran panjang 4–7 cm dan diameter 2,3–3,8 cm, serta berat 15,7–45,7 g. Kulit luar buah kenari halus, tipis, mengkilat, dan berwarna hijau saat muda, serta berwarna hitam keunguan ketika matang. Kulit tengahnya berwarna kuning dan berserat, serta buahnya berdaging dan berwarna kehijauan. Bakal buahnya memiliki 2–3 ruang yang mana setiap ruang memiliki 1–2 bakal biji yang

apotorp atau epitorp. Satu buah kenari dapat berisi 2–3 biji yang berbentuk gepeng panjang dan memiliki tempurung yang keras (Anonim, 2012g).

Sumber: http://biologi-plh.blogspot.com/2012/03/persebaran-flora-dan-fauna-di-indonesia.html; http://www.kesehatan123.com/2738/buah-kenari/

Gambar 6. Pohon, buah, dan biji kenari (Canarium spp.)

Page 42: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

30 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

3. Kesesuaian Tumbuh

Kenari dapat tumbuh dari dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian 1.500 m dpl. Umumnya, jenis ini dapat beradaptasi

pada tanah berkapur, tanah liat, ataupun tanah berpasir.

4. Budi Daya Tanaman

Perbanyakan jenis kenari dapat dilakukan dengan menggunakan biji. Biji yang digunakan untuk pembibitan biasanya biji yang berasal dari buah yang matang dan jatuh dari pohon. Perbanyakan dengan biji memerlukan

teknik skarifikasi dengan pengikiran pada tempurung biji yang sangat keras agar memudahkan masuknya air dan mempercepat perkecambahan dari 6–12 minggu menjadi 3 minggu pada saat penyemaian. Bibit akan siap tanam ketika sudah mencapai ketinggian 50 cm (Anonim, 2012f).

Perbanyakan kenari juga dapat dilakukan secara vegetatif dengan pencangkokan. Teknik pencangkokan biasa dapat dilakukan pada pohon

kenari yang masih terjangkau percabangannya. Kelebihan tanaman kenari yang dihasilkan dari pencangkokan adalah waktu berbuah yang lebih cepat, yaitu sekitar 2–3 tahun setelah penanaman. Berbeda dengan tanaman kenari yang berasal dari perbanyakan generatif (biji), pohon hasil perbanyakan vegetatif ini akan mulai berbuah pada umur 7–10 tahun.

Jarak penanaman kenari ditentukan oleh tujuan penanaman. Pena-naman kenari untuk peneduh jalan dapat dilakukan dengan jarak 10 m antarpohon untuk mengantisipasi ruang tumbuh yang cukup bagi pohon kenari dewasa yang memiliki tajuk rimbun. Sementara itu, penanaman kenari untuk kebun penghasil kacang kenari dapat dilakukan lebih rapat,

yaitu sekitar 4–5 m dengan tajuk pohon yang dibuat rendah agar memu-

dahkan pemanenan.

5. Kegunaan

Biji kenari mengandung 60–70% minyak, tergantung pada varietas, tempat tumbuh, dan pemeliharaan yang dilakukan. Pohon kenari dewasa dapat memproduksi buah hingga 50 kg/tahun, yang mana berat keping biji

(kotiledon) kenari sekitar 4–16% dari berat buah utuh (Anonim, 2012h;

Thomson & Evans, 2004).

Informasi mengenai pemanfaatan minyak kenari masih relatif terbatas. Heyne (1987) menyebutkan bahwa minyak kenari dimanfaatkan untuk minyak goreng oleh masyarakat daerah Maluku, yaitu pada daerah-

Page 43: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 31

daerah yang tidak banyak dijumpai pohon kelapa. Minyak kenari yang digunakan sebagai minyak goreng adalah minyak yang baru, sedangkan minyak yang sudah disimpan dalam waktu tertentu akan digunakan sebagai minyak lampu. Minyak kenari dikenal mudah basi yang disebab-

kan kandungan asam lemak tidak jenuh yang peka terhadap oksidasi. Penelitian yang dilakukan Djarkasi et al. (2008) menyebutkan bahwa minyak kenari dapat disimpan selama 35 hari pada suhu 30oC, namun lebih cepat teroksidasi pada suhu yang lebih tinggi.

Biji kenari juga dikenal pemanfaatannya sebagai bahan makanan

tanpa diekstrak. Masyarakat Maluku memakan biji kenari yang sudah tua/matang atau membuatnya sebagai campuran kue (Heyne, 1987). Berbagai sumber menyebutkan bahwa biji kenari mengandung asam alpha-linolenic (ALA) yang merupakan salah satu tipe asam lemak Omega 3. Kandungan ALA dalam kenari lebih tinggi dibandingkan dengan sumber lainnya, seperti kedelai, biji rami, ikan laut, dan beberapa sayuran

hijau. Selain itu, biji kenari juga mengandung zat antiradang (polifenol) yang lebih tinggi daripada anggur merah, serta kaya protein dbandingkan dengan protein yang dikandung daging ayam. Mengonsumsi biji kenari diyakini dapat mencegah kanker prostat, memperlambat dan meng-hentikan pertumbuhan tumor, meningkatkan kinerja arteri, mengurangi kolesterol buruk, meningkatkan pertumbuhan otot dan imunitas tubuh,

serta mengoptimalkan fungsi sel-sel otak.

Pohon kenari memiliki berbagai kegunaan. Kayunya memiliki berat jenis 0,4–0,7 dan termasuk dalam Kelas Kuat II–III dan Kelas Awet III–V (Seng, 1990). Berbagai informasi menyebutkan bahwa kayu kenari dapat digunakan untuk papan, bahan bangunan, kayu lapis, mebel, lantai, dan

papan dinding. Kulit batangnya mengeluarkan getah/resin seperti damar

jika diiris. Getah kulit batang kenari berwarna putih pada awalnya, kemudian seperti lilin yang berwarna kuning pucat dan bertekstur lunak. Minyak resin tersebut beraroma wangi dan dapat dimanfaatkan untuk industri parfum atau pewangi sabun, meskipun hingga saat ini belum dilakukan dalam skala luas. Minyak resin juga dapat dimanfaatkan untuk pembersih rambut, bahan pembuatan dupa, serta obat gosok untuk

mengobati gatal-gatal. Pemanfaatan getah/gum kenari yang lebih dikenal adalah untuk bahan plester farmasi dan salep, serta memberikan sifat mantap dalam vanish.

Page 44: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

32 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

G. Ketapang (Terminalia catappa L.), Famili Combretaceae

1. Nama dan Sebaran

Ketapang dikenal juga dengan beberapa nama lokal, antara lain katapang (Sunda, Madura, Bali); hatapang (Batak); katafa (Nias); katapieng (Minangkabau); lahapang (Simeulue); ketapas (Timor); atapan (Bugis); talisei, tarisei, dan salrise (Sulawesi Utara); tiliso, tiliho, dan ngusu (Maluku Utara); sarisa, sirisa, sirisal, dan sarisalo (Maluku); lisa (Rote); kalis dan kris (Papua) (Heyne, 1987). Ketapang dikenal sebagai jenis asli

Asia Tenggara, namun telah dikembangkan di berbagai wilayah lain, seperti di Australia Utara, Polinesia, Pakistan, India, Afrika Timur dan Barat, Madagaskar, serta dataran rendah Amerika Selatan dan Tengah. Di Indonesia, jenis ketapang tersebar hampir di seluruh wilayahnya, kecuali di beberapa daerah di Sumatera dan Kalimantan yang jarang ditemukan di alam.

2. Sifat Botani

Pohon ketapang dapat mencapai ketinggian 40 m dengan diameter batang mencapai >100 cm. Cabang muda ditutupi rambut yang kemudian rontok pada saat tua. Batang pohon berwarna cokelat abu-abu tua. Pangkal batang pohon tua kadang berbanir, bahkan banir dapat mencapai

ketinggian 3 m dari permukaan tanah. Tajuknya rindang dan lebar dengan cabang yang tumbuh mendatar dan bertingkat-tingkat seperti pagoda. Karakteristik tajuk seperti itu menyebabkan ketapang sesuai untuk dita-

nam sebagai pohon peneduh (Heyne, 1987; Thomson & Evans, 2006).

Daun ketapang tersebar dan sebagian berkumpul di ujung ranting

dengan tangkai daun yang pendek. Tangkai daun berbentuk silinder

dengan sisi agak pipih dan menebal pada pangkalnya. Helai daun

berbentuk bulat telur dengan panjang sekitar 8–25 cm dan lebar sekitar 5–14 cm, serta pertulangan yang menyirip. Ujung daun lebar dan pangkal menyempit, serta berbentuk jantung. Daun berwarna hijau dengan permu-kaan atas licin, berambut halus pada sisi bawah, dan berwarna kemerahan atau kuning pada saat akan rontok (Anonim, 2012i; Thomson & Evans,

2006).

Tanaman yang memiliki akar tunggang ini memiliki bunga yang

terkumpul pada bulir sepanjang 8–25 cm dan tumbuh pada ketiak daun dekat ujung ranting. Bunga berukuran kecil sekitar 4–8 mm, tidak

Page 45: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 33

bermahkota, dan berkelopak lima helai berbentuk piring atau lonceng yang berwarna putih atau krem. Benang sari tersusun lima-lima dalam dua lingkaran. Buah ketapang berbentuk bulat telur dan gepeng, berukuran sekitar 2,5–7,0 cm x 4,0–5,5 cm. Warna buah hijau-kekuningan saat muda

hingga matang dan cokelat kehitaman saat tua. Biji ada di dalam buah dan dibungkus kulit yang keras, serta dilapisi serabut hingga ke kulit terluar. Lapisan serabut tersebut ringan seperti gabus sehingga menyebabkan buah ketapang dapat terapung di perairan selama beberapa bulan sebelum tumbuh di tempat yang sesuai (Anonim, 2012i; Thomson & Evans, 2006).

Sumber: http://www.plantsystematics.org/imgs/robbin/r/Combretaceae_Terminalia_ catappa_39581.html; http://plants.usda.gov/java/profile?symbol=teca

Gambar 7. Pohon, buah, dan biji ketapang (Terminalia catappa L.)

3. Kesesuaian Tumbuh

Ketapang merupakan salah satu jenis yang habitat aslinya di pantai, namun dapat beradaptasi dengan baik hingga ketinggian 500 m dpl. Ketapang dapat tumbuh pada daerah dengan curah hujan antara 1.000–3.500 mm/tahun dan bulan kering hingga 6 bulan. Adaptasi yang

dilakukan ketapang dalam menjalani masa bulan kering adalah dengan menggugurkan daunnya, yang mana umumnya sebanyak dua kali meng-gugurkan daun dalam satu tahun.

Page 46: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

34 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

4. Budi Daya Tanaman

Perbanyakan jenis ketapang dengan menggunakan biji dapat dila-kukan dengan biji yang sudah matang (berwarna kekuningan). Sebelum

perkecambahan dilakukan, buah ketapang sebaiknya direndam dalam air selama 1–2 hari. Perkecambahan dapat dilakukan pada media perkecam-bahan berupa tanah berpasir dengan menimbun 2/3 bagian buah pada media, kemudian dipindahkan ke polybag pada saat sudah berkecambah. Perkecambahan dapat juga dilakukan langsung pada polybag dengan media yang sama.

Proses perkecambahan ketapang memerlukan kondisi yang teduh dan lembab. Oleh karena itu, proses ini memerlukan naungan yang cukup dan penyiraman secara rutin. Naungan mulai dapat dikurangi pada saat benih sudah berkecambah. Bibit akan siap tanam pada saat mencapai ketinggian sekitar 30–50 cm.

Seperti halnya jenis yang berhabitat asli pantai, ketapang dapat ditanam pada daerah terbuka dan tanah berpasir. Pemberian pupuk kandang pada lubang tanam akan membantu percepatan pertumbuhan awal ketapang di lapangan. Pengaturan jarak tanam yang lebar diperlukan mengingat tajuk jenis ketapang tumbuh melebar sehingga jenis ini sering dimanfaatkan sebagai pohon peneduh.

5. Kegunaan

Inti biji ketapang dapat dimakan mentah sebagaimana biji kenari. Biji ketapang memiliki rasa yang mirip dengan biji almond sehingga berpotensi sebagai pengganti biji almond untuk bahan makanan kue

(Heyne, 1987). Biji ketapang mengandung minyak sekitar 50% dari bobot

kering. Minyak dari biji ketapang berwarna kuning yang mengandung asam-asam lemak, seperti palmitat (55,5%), asam oleat (23,3%), asam linoleat, asam stearat, asam miristat, dan berbagai macam asam amino (Lemmens et al., 1995).

Bagian lain dari pohon ketapang juga memiliki manfaat yang beragam. Kayunya termasuk ke dalam Kelas Awet IV dan Kelas Kuat II–

III dengan berat jenis sekitar 0,46–0,8 (Seng, 1990). Kayu ketapang memiliki sifat yang ulet, ringan hingga sedang, dan sering dimanfaatkan sebagai bahan lantai atau veneer. Di Indonesia, kayu ketapang digunakan oleh masyarakat pesisir sebagai bahan pembuatan rumah atau perahu. Kulit batang dan daun ketapang dapat dimanfaatkan sebagai penyamak

Page 47: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 35

kulit dan pewarna alami. Daunnya dapat digunakan sebagai obat rematik. Kulit batang dan daun mengandung tanin yang dapat dimanfaatkan sebagai astringen pada disentri dan sariawan, sebagai diuretik dan kardiotonik, dan juga sebagai obat luar pada erupsi kulit (Heyne, 1987).

H. Ketiau (Ganua motleyana Pieree ex Dubbard), Famili Sapotaceae

1. Nama dan Sebaran

Jenis ini dikenal sebagai nyatoh katiau di Malaysia, sedangkan di Indonesia disebut ketiau. Beberapa nama lokal untuk menyebut jenis ini antara lain bengku (Sumatera); melali dan sangai (Kalimantan Timur); ketiau (Kalimantan Barat); dan nyatu bekas (Dayak Bawah) (Heyne, 1987). Jenis ini tumbuh secara alami di kedua negara tersebut. Di Indonesia, jenis ini dikenal tersebar di daerah gambut, terutama di Pulau

Sumatera dan Kalimantan.

2. Sifat Botani

Pohon ketiau dapat mencapai ketinggian 40 m dengan diameter batang 70 cm. Jenis ini memiliki batang yang bundar silindris dan lurus dengan banir yang tinggi (dapat mencapai 3 m). Kulit batang bewarna

cokelat, kelabu cokelat, merah cokelat, atau merah tua hingga agak hitam. Daun berbentuk oval dengan pangkal dan ujung daun yang meruncing. Tulang daun menyirip yang nyaris tidak terlihat dan permukaan daun tidak berbulu. Bunga berwarna putih dengan diameter sekitar 7 mm. Buahnya berukuran panjang sekitar 16 mm, berwarna kehijauan, dan mengandung biji (Anonim, 2010).

3. Kesesuaian Tumbuh

Ketiau diketahui sebagai salah satu jenis yang berhabitat asli di daerah rawa gambut dan juga daerah hutan submontana hingga pada ketinggian 1.000 m dpl. Di Taman Nasional Tanjung Puting (Provinsi

Kalimantan Tengah) yang didominasi daerah rawa gambut, jenis ini beradaptasi dengan baik dan memiliki basal area tertinggi dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya. Ketiau juga dapat tumbuh pada daerah berpasir yang miskin hara.

Page 48: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

36 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

Sumber: http://www.asianplant.net/Sapotaceae/Madhuca_motleyana.htm

Gambar 8. Herbarium ketiau (Ganua motleyana Pierre ex Dubard)

4. Budi Daya Tanaman

Jenis ini memiliki karakteristik tempat tumbuh alami yang hampir

sama dengan jenis balam, yaitu daerah rawa gambut. Jenis ini lebih banyak ditemukan tumbuh alami sehingga informasi mengenai budi dayanya sangat sulit ditemukan. Meskipun demikian, jenis ini di Thailand diguna-kan sebagai salah satu jenis dalam kegiatan rehabilitasi lahan gambut, namun tidak tersedia informasi budi dayanya.

5. Kegunaan

Biji ketiau dengan berat rerata 0,34 g terdiri atas 68% inti dan mengandung minyak lemak. Kandungan minyak lemak pada biji ketiau cukup tinggi hingga 51,3 %. Minyak ketiau ini memiliki aroma yang kuat dan memiliki rasa seperti mentega, yang mana telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Banjarmasin sebagai bahan makanan (Heyne, 1987).

Pemanfaatan produk selain minyaknya adalah getah dari batang pohon ketiau. Getah ketiau (dikenal pula dengan sebutan habuk) yang berasal dari Banjarmasin telah diperdagangkan dalam perdagangan inter-nasional sejak tahun 1910. Getah ketiau yang berasal dari Banjarmasin

Page 49: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 37

dilaporkan mengandung 16,27% gutta, 75,43% damar, dan 8,3% air. Pohon ketiau setinggi 20 m dengan diameter batang 55 cm dapat mengha-silkan getah sekitar 2 kg yang diambil dari bagian kulitnya. Di hutan-hutan pedalaman Kalimantan, khususnya Kalimantan Tengah, getah ini

dikenal dengan istilah “getah nyatu” yang merupakan bahan baku berbagai kerajinan (Heyne, 1987).

I. Lena (Sesamum orientale L.), Famili Pedaliaceae

1. Nama dan Sebaran

Jenis lena dikenal juga secara nasional dalam perdagangan sebagai wijen. Beberapa nama lokal untuk menyebut jenis ini, antara lain lengong (Aceh); longa (Toba, Nias); bijan, lenga (Maluku); langa, sikuai (Minang-kabau); watu, wijen (Jawa, Sunda); bhijan (Madura); lenga, wijen (Bali); ringa (Bima); wije (Halmahera Utara, Ternate) (Heyne, 1987). Jenis ini

tumbuh di daerah tropis dan daerah lainnya, seperti Lautan Tengah, negara-negara bagian Amerika Serikat sebelah selatan, dan Mansyuria. Jenis ini ditanam dan diperdagangkan di Indonesia , khususnya di daerah Jawa, Madura, dan Sulawesi Selatan.

2. Sifat Botani

Tanaman lena merupakan tanaman perdu yang tingginya hanya mencapai 1,5–2,0 m. Tanaman ini berdiri tegak, bentuknya tidak kokoh dengan batang yang sedikit berkayu, dan bagian atasnya beranting. Batang

berbentuk bulat atau segiempat, tergantung jenisnya. Daun berwarna hijau muda hingga tua yang tersusun berselang-seling hampir berhadapan. Daun berukuran panjang 15,5–30,0 cm dan lebar 1–7 cm. Bunga lena atau

wijen terletak di ketiak daun dengan warna yang bervariasi, antara lain

putih, merah jambu, atau ungu berbintik kuning.

Buah wijen merupakan polong berbentuk lonjong dengan panjang 2,5–3,0 cm dan lebar 0,5–1,0 cm. Setiap polong terdapat 4–8 kotak yang merupakan wadah biji. Biji wijen berbentuk bulat gepeng terletak dalam

polong dengan jumlah yang banyak. Biji wijen terdapat dalam berbagai

warna, mulai dari putih kekuningan, cokelat, hingga hitam. Biji yang berwarna putih dilaporkan memiliki harga tertinggi.

Page 50: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

38 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

Sumber: http://xn--heilkruter-v5a.biz/2011/04/sesam-sesamum-indicum-sesamum-orientale/; http://database.prota.org/PROTAhtml/Sesamum%20indicum_En.htm; http://gezondheidsweb.blogspot.com/2010/10/sesam.html

Gambar 9. Tanaman, buah, dan biji lena (Sesamum orientale L.)

3. Kesesuaian Tumbuh

Tanaman lena atau wijen dapat tumbuh dengan baik hingga keting-gian 1.000 m dpl, namun optimal pada dataran rendah <700 m dpl. Masyarakat sering menanam tanaman ini dengan tanaman musiman lainnya, seperti padi dan jagung. Jenis ini dapat tumbuh dengan baik pada tanah podsolik, alluvial, dan regosol dengan pH tanah optimum 5,5–6,0.

Tanaman lena menyukai sinar matahari langsung dengan suhu optimum 27–33oC. Namun, jenis ini peka terhadap curah hujan tinggi (optimum 369–8.800 mm/bulan) dan tidak tahan genangan (Sudarmadji et al., 2007).

4. Budi Daya Tanaman

Jenis lena atau wijen mampu tumbuh sepanjang tahun. Tanaman

wijen dapat ditanam pada lahan kering ataupun lahan sawah setelah tanaman

padi. Waktu penanaman pada lahan kering biasanya dilakukan pada awal musim hujan agar tanaman tidak mengalami gangguan ketersediaan air. Pada lahan sawah, penanaman dilakukan pada musim kemarau untuk menghindari genangan, yaitu segera setelah pemanenan tanaman padi.

Page 51: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 39

Jarak tanam diatur berdasarkan karakteristik percabangan yang ter-gantung pada varietasnya. Varietas yang bercabang (Sbr 1, Sbr 3, Sbr 4, Winas 1, Winas 2, dan Winas 3) dianjurkan menggunakan jarak tanam 60 cm x 25 cm, sedangkan varietas yang tidak bercabang (Sbr 2) dianjurkan

menggunakan jarak tanam 40 cm x 25 cm dengan dua tanaman per lubang.

Pemupukan dilakukan dengan cara ditugal pada jarak 5 cm dari lubang tanam dengan kedalaman 2,5–5,0 cm, kemudian ditutup dengan tanah. Jenis pupuk yang dapat digunakan pada lahan kering adalah N (urea sebanyak 100 kg/ha), P2O5 (SP-36 sebanyak 50 kg/ha), dan K2O (KCl

sebanyak 50 kg/ha). Sementara itu, jenis pupuk yang dapat digunakan di lahan sawah adalah urea sebanyak 150 kg/ha, atau dapat juga berbeda tergantung pada varietasnya. Pemberian pupuk P dan K, serta 1/3 dosis urea dilakukan pada waktu tanam, sedangkan 2/3 dosis urea diberikan pada saat tanaman berumur sekitar 1 bulan setelah tanam (Budi, 2007; Sharma, 1988 dalam Mardjono, 2007).

Salah satu tantangan dalam budi daya wijen adalah hama dan penya-kit. Penurunan produksi tanaman wijen yang diakibatkan hama dan penyakit diperkirakan mencapai 52,5%, bahkan kerugian akibat hama jenis tungau dapat mencapai 75%. Beberapa serangga hama yang sering dijum-pai pada tanaman wijen, antara lain jenis tungau (Polyphagotarsonemus latus), kepik (Nezara viridula), kutu (Aphis gossypii dan Myzus persicae), dan masih banyak hama lain, namun yang tidak mengakibatkan kerusakan yang berarti pada pertanaman wijen (Subiyakto & Harwanto, 1996). Upaya untuk mengurangi risiko serangan hama dan penyakit lena ini adalah melalui pengembangan varietas yang tahan hama penyakit. Salah satu varietas yang diluncurkan pada bulan Mei 2012 adalah Winas-3 yang

cukup tahan terhadap hama tungau (P. latus dan jenis Phytopthora).

5. Kegunaan

Biji tanaman lena atau wijen mengandung minyak sekitar 35–63%. (Suddiyam & Maneekhao, 1997). Produksi biji wijen di Indonesia dila-porkan beragam dengan rerata 400 kg/ha. Pengembangan varietas unggul jenis wijen terus dilakukan untuk meningkatkan produktivitasnya. Sebagai

gambaran, salah satu varietas unggul wijen (Sumberrejo I) memiliki

potensi produksi sekitar 1,0–1,6 ton/ha dengan kadar minyak sekitar 56,10% dan didapat pada umur panen 90–110 hari..

Page 52: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

40 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

Pemanfaatan minyak wijen sebagai bahan makanan merupakan pemanfaatan yang paling umum. Hal ini didukung dengan kandungan protein 20%, tujuh jenis asam amino, lemak jenuh 14%, lemak tak jenuh 85,8%, fosfor, kalium, kalsium, natrium, besi, vitamin B dan E, antioksidan,

dan alanin atau lignin (Suddiyam & Maneekhao, 1997). Kandungan lemak tak jenuh yang relatif tinggi menunjukkan minyak wijen aman dikonsumsi dan baik untuk kesehatan. Selain itu, minyak wijen dapat disimpan lebih dari satu tahun tanpa mengalami kerusakan (tengik) karena adanya kandungan antioksidan, sesamin, dan sesamolin (Tirtosuprobo, 2007). Beberapa bentuk pemanfaatan minyak wijen untuk makanan antara lain sebagai minyak

goreng, salada, dan margarin. Selain itu, wijen juga dikenal pemanfaatan-nya dalam bentuk biji untuk aneka pembuatan kue.

Selain sebagai bahan makanan, minyak wijen juga memiliki manfaat yang beragam. Beberapa pemanfaatan minyak wijen baik untuk rumah tangga maupun industri antara lain sebagai minyak urut, obat-obatan, bahan parfum,

kosmetik, bahan plastik, sabun, pestisida, dan minyak lampu (Alfauzi, 2008; Mardjono, 2007).

J. Makadamia (Macadamia spp.), Famili Proteaceae

1. Nama dan Sebaran

Makadamia (Macadamia spp.) dikenal sebagai “buah tahan api”. Di

Sulawesi, makadamia dikenal dengan banyak nama, yaitu perande, tinapu, kayu balomatoa, dan kanjole. Makadamia berasal dari Australia, Kaledonia Baru, dan Indonesia (Heyne, 1987). Di Australia, makadamia ditemukan

sebanyak lima spesies, yaitu M. hejana, M. whalani, M. ternifolia, M. tetraphylla, dan M. pracalta. Sementara itu, tiga spesies makadamia diketahui berasal dari Kaledonia Baru (M. rousellii, M. vinilardii, dan M. francii) dan

satu spesies dari Indonesia, yaitu M. hildebrandii. Di Indonesia, makadamia banya terdapat di daerah Sulawesi Tengah dan Sumatera Utara. (Ferdinandus et al., 1976).

2. Sifat Botani

Makadamia merupakan tanaman hutan yang dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 35 m. Pohon mulai berproduksi pada umur 3–8 tahun dan bisa berproduksi hingga 100 tahun. Berat buah rerata sekitar 6,58 g dan rerata

Page 53: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 41

berat biji sekitar 2,26 g. Rerata jumlah buah dalam 1 kg sekitar 152 buah (Kartosoewarno, 2011).

Sumber: http://www.macadamia.net.au/; http://www.naturallycurly.com

Gambar 10. Pohon dan biji makadamia (Macadamia spp.)

3. Kesesuaian Tumbuh

Tanaman makadamia dapat tumbuh dan berbuah dengan baik hingga ketinggian 1.500 m dpl. Di Australia, makadamia tumbuh alami di daerah

subtropis basah yang memiliki hujan lebih, yaitu di negara bagian Queensland dan New South Wales dengan curah hujan >1.000 mm/tahun. Tanaman makadamia dapat tumbuh baik pada tanah andosol atau vulkanik dengan drainase yang baik. Tanah yang sesuai untuk tanaman makadamia adalah tanah yang bertekstur lempung ringan hingga sedang, sedalam tidak kurang dari 0,5 m dengan pH 5,5–6,0, dan curah hujan 150–300 cm/tahun. Hasil yang

optimal akan dicapai apabila dibudidayakan pada daerah yang memiliki suhu rerata maksimumnya <32oC dan minimumnya >13oC (Kartosoewarno, 2011).

Di daerah subtropis, makadamia cocok ditanam di dataran rendah pada ketinggian ±518 m dpl dan suhu rerata di malam hari sekitar 18oC. Namun pada dataran tinggi, produksi makadamia tergolong rendah. Di Hawai yang memiliki iklim tropis dengan suhu minimum 16–17oC, makadamia yang

dibudidayakan pada ketinggian tempat 200 m dpl dapat tumbuh dengan baik (Kartosoewarno, 2011).

Di Indonesia, makadamia tumbuh di Cibodas, Lembang, dan Belawan (kawasan Pegunungan Ijen) yang memiliki ketinggian ±1.000 m dpl. Tanaman makadamia dapat tumbuh dengan baik dan berbuah banyak. Tetapi, maka-

Page 54: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

42 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

damia yang ditanam di dataran rendah (±50 m dpl) dengan suhu yang tinggi dan musim kemarau yang panjang, seperti di Pasuruan (Jawa Timur), tanaman makadamia tidak berbuah (Anonim, 2011d).

4. Budi Daya Tanaman

Tanaman makadamia dapat diperbanyak secara generatif (benih) atau-pun vegetatif (okulasi, penyambungan, stek, dan cangkok). Budi daya secara generatif dilakukan dengan memilih benih yang masih segar, yaitu yang baru dibuka atau dilepas dari daging buahnya. Benih yang telah lama lepas dari daging buah dan mengering akan lambat berkecambah. Daya kecambah benih

makadamia cepat menurun setelah 3 bulan penyimpanan (Departemen Pertanian, 2006).

Secara vegetatif, batang yang digunakan untuk okulasi adalah batang yang mempunyai diameter pangkal minimal 10 mm. Cara okulasi mempunyai kelebihan dibandingkan dengan cara penyambungan, antara lain batang atas

yang lebih hemat, pertumbuhan yang cepat, penyatuan batang lebih kuat, pertumbuhan lebih lurus, dan jika mengalami kegagalan dapat diulang (Departemen Pertanian, 2006).

Budi daya dengan stek dan cangkok bisa dilakukan, namun tanaman memiliki akar yang sedikit sehingga mudah roboh apabila tertiup angin kencang. Kelemahan ini dapat diatasi dengan menggunakan tridolebutyric acid

(TBA), yaitu zat penumbuh akar. Keuntungan dari cangkokan adalah bibit dapat berbuah pada umur 2,5–3 tahun (Departemen Pertanian, 2006).

5. Kegunaan

Bagian utama yang mengandung minyak pada tanaman makadamia

adalah bagian biji,dengan kegunaan utama sebagai makanan. Dalam keadaan baik, pohon dewasa dapat menghasilkan biji sekitar 136,36 kg/tahun; namun dalam keadaan kurang baik, misalnya akibat cuaca berangin sehingga banyak bunga yang rusak, hanya dapat menghasilkan biji sekitar 22,73–90,91 kg/tahun (Departemen Pertanian, 2006).

Pemanfaatan utama minyak makadamia adalah sebagai bahan makanan

karena memiliki nilai gizi yang baik dengan kadar protein tinggi. Berkat

rasanya yang manis, lembut, dan berlemak; makadamia biasa dimanfaatkan sebagai campuran sajian penutup (dessert). Minyak makadamia banyak digunakan dalam industri makanan, meskipun dapat juga digunakan secara

Page 55: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 43

langsung dengan cara memercikannya di atas hidangan ikan atau sayuran (Ferdinandus et al., 1976).

Kacang makadamia mempunyai kandungan lemak sehat sekitar 70% dan

protein sekitar 8%. Kacang makadamia mengandung pati, kalsium, zat besi, fosfor, magnesium, dan tiamin. Minyak makadamia sering digunakan sebagai penunjang terapi alami pemulihan kecanduan alkohol, pemulihan gangguan hati/liver, mengatasi gangguan anemia, dan membersihkan saluran pembuluh nadi jantung. Hasil studi menunjukkan bahwa mengonsumsi sekitar 40 g kacang makadamia (setara 305 kalori) dapat menurunkan kolesterol jahat

(LDL) hingga 9% dalam waktu 5 minggu (Anonim, 2011d).

K. Mimba (Azadirachta indica A.Juss.), Famili Meliaceae

1. Nama dan Sebaran

Mimba (Azadirachta indica) memiliki beberapa nama daerah, yaitu mimba (Jawa); membha, mempheuh (Madura); mimba, intharan (Bali). Di Inggris dan Belanda, mimba dikenal dengan nama margosier atau margosa tree. Mimba tumbuh alami di berbagai daerah di Indonesia dan telah dibudi-dayakan, khususnya di Jawa dan Bali (Heyne, 1987).

2. Sifat Botani

Mimba merupakan tanaman hutan yang dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 20 m dan diameter pohon 100 cm. Kulit batangnya tebal, batang agak

kasar, daun menyirip genap dan berbentuk lonjong dengan tepi bergerigi dan runcing, sedangkan buahnya merupakan buah batu dengan panjang 1 cm. Buah mimba dihasilkan dalam waktu 1–2 kali setahun, berbentuk oval, bila

masak daging buahnya berwarna kuning, biji ditutupi kulit keras berwarna cokelat dan di dalamnya melekat kulit buah berwarna putih. Kayu mimba ter-

masuk kayu keras dengan gubal berwarna kelabu dan terasnya berwarna merah (Anonim, 2013b).

3. Kesesuaian Tumbuh

Tanaman mimba dapat tumbuh dan berbuah dengan baik pada tanah yang kering, bahkan cenderung gersang. Tanaman ini dapat beradaptasi secara

luas di daerah tropis. Di lndonesia, mimba tumbuh dengan baik di dataran rendah. Daerah yang cocok bagi tanaman mimba adalah daerah kering dengan suhu udara 22–25oC, curah hujan 300 mm/tahun, kelembaban udara (RH) 30–

Page 56: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

44 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

60%, dan tempat terbuka yang cukup mendapat cahaya matahari (Anonim, 2013b).

Tanaman ini masih toleran terhadap suhu yang lebih tinggi hingga 32oC

dan curah hujan yang lebih besar hingga 1.200 mm/tahun. Tanaman mimba dapat tumbuh pada semua jenis tanah, termasuk lahan kering yang kekurangan air. Di daerah padang pasir Arab Saudi, terdapat sekitar 50.000 pohon mimba yang dibudidayakan sebagai tanaman peneduh. Namun, tanah yang paling sesuai untuk mimba adalah tanah subur yang mengandung humus dan bahan organik, memiliki aerasi dan drainase yang baik, serta pH sekitar 5,5–6,5

(Anonim, 2013b).

4. Budi Daya Tanaman

Tanaman mimba umumnya dibudidayakan secara generatif dengan menggunakan biji. Biji yang dipilih adalah biji yang sudah tua atau masak di pohon. Sebelum disemai, biji mimba dikecambahkan dalam karung goni yang

basah dan lembab selama 5–7 hari di tempat yang teduh. Penyemaian dilaku-kan sesudah biji berkecambah.

Mimba biasanya ditanam di pinggir atau batas kebun. Penanaman umumnya dilakukan pada awal musim hujan. Namun, penanaman dapat dila-kukan setiap waktu di daerah yang memiliki ketersediaan air cukup sepanjang tahun. Pemeliharaan tanaman terutama dilakukan dengan pemberian pupuk

organik, misalnya kompos atau kotoran ternak, sebanyak 40 kg/pohon/tahun. Agar tanaman tumbuh subur dan produktif, pemberian pupuk dilakukan, yaitu urea, TSP, dan KCI dengan perbandingan 1:2:1 sebanyak 400–800 g/pohon. Pemberian pupuk tersebut dilakukan dua kali setahun. Waktu pemberian

pupuk yang paling baik adalah pada awal musim hujan.

5. Kegunaan

Bagian utama yang mengandung minyak pada tanaman mimba adalah bagian biji. Produksi pertama tanaman mimba menghasilkan sekitar 9 kg buah/pohon, kemudian tahun-tahun berikutnya meningkat menjadi 30–50 kg buah/pohon. Produk dari 30 kg buah mimba dapat diperoleh 6 kg minyak

mimba dan 24 kg bahan kering (Heyne, 1987).

Minyak dari biji mimba bisa digunakan sebagai obat penyakit kulit. Jumlah minyak dari biji mimba diperkirakan separuh dari berat bijinya. Minyak yang dihasilkan berupa cairan yang tidak mengering berwarna kuning tua, berbau kurang enak seperti bawang putih dan berasa pahit, yang mana di

Page 57: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 45

Eropa dikenal sebagai minyak margosa. Minyak ini jika didiamkan agak lama akan terpisah sedikit lemak padat (Heyne, 1987).

Kegunaan minyak ekstrak dari biji mimba adalah sebagai obat luar untuk

mengobati penyakit kulit. Selain itu, minyak mimba juga dapat digunakan sebagai salah satu bahan baku pembuatan sabun kesehatan karena mengan-dung kadar belerang sebesar 0,4%. Meskipun demikian, minayk ini jarang digunakan dalam industri sabun karena proses ekstraksinya yang cukup lama, selain bau yang ditimbulkan tidak enak sehingga dikhawatirkan akan menim-bulkan polusi udara (Heyne, 1987).

Pohon mimba mempunyai beragam kegunaan. Kayunya yang keras dapat diolah menjadi komponen bahan bangunan dan perabot rumah tangga. Rebusan kulit batangnya menjadii obat demam. Getah dari kulit mimba yang berbentuk gumpalan-gumpalan bening berwarna cokelat muda berfungsi sebagai obat penyakit lambung dan banyak digunakan sebagai perekat (Heyne, 1987).

Daun mimba sangat pahit, tetapi bisa digunakan sebagai pakan ternak. Selain itu, rebusan daun mimba ini dapat digunakan sebagai pembangkit selera makan dan obat malaria. Apabila dimasak bersama beras, bahan ini dapat diolah menjadi bubur yang menyehatkan. Ekstrak daun mimba juga biasa digunakan sebagai campuran pestisida alami untuk mengawetkan kayu

(Heyne, 1987).

Sumber: http://daliajayamakmur.wordpress.com/; http://gardenmaterial.blogspot.com/

Gambar 11. Pohon dan biji mimba (Azadirachta indica A.Juss.)

Page 58: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

46 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

L. Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.), Famili Clusiaceae

1. Nama dan Sebaran

Pohon ini memiliki banyak nama daerah, yaitu bintangur (Sumatera); nyamplung, soulatri (Jawa); bentangur (Kalimantan); bintula (Sulawesi); pataule, bitaur (Maluku); bentango, samplong (NTT) (Heyne, 1987). Di Indonesia, nyamplung dijumpai hampir di seluruh wilayah, terutama pada daerah pesisir pantai, seperti Taman Nasional (TN) Alas Purwo, TN Kepulauan Seribu, TN Baluran, TN Ujung Kulon, Cagar Alam (CA)

Pananjung Pangandaran, Kawasan Wisata (KW) Batu Karas, Pantai Carita Banten, wilayah Papua (Yapen, Jayapura, Biak, Nabire, Manokwari, Sorong, dan Fakfak), Maluku Utara (Halmahera dan Ternate), dan TN Berbak (Pantai Barat Sumatera). Pohon nyamplung juga tumbuh di Asia Tenggara, India, Afrika, Australia Utara, Queensland Utara, dan negara lainnya (Anonim, 2017).

2. Sifat Botani

Tanaman nyamplung merupakan pohon dengan tinggi dapat mencapai 25–35 m dengan panjang bebas cabang hingga 21 m dan diameter batang dapat mencapai sekitar 150 cm. Batang tidak berbanir dan lurus dengan percabangan mendatar. Kulit luar berwarna kelabu atau putih, beralur dangkal, dan

mengelupas besar-besar tipis. Daunnya tunggal, bersilang berhadapan, bulat memanjang atau bulat telur. Ujung daun tumpul, pangkal membulat, dan tepinya rata. Daun bertulang menyirip panjangnya 10–21 cm, lebar 6–11 cm

dengan tangkai 1,5–2,5 cm. Buah nyamplung muda berwarna hijau, namun jika sudah tua berwarna kekuningan atau seperti kayu jika sudah dipetik dan dibiarkan lama. Nyamplung berbiji besar dengan diameter mencapai 2,5 cm.

Biji kering berwarna cokelat tua, dan lengket berminyak (Heriyanto et al., 2011).

3. Kesesuaian Tumbuh

Nyamplung tumbuh pada tanah berawa dekat pantai hingga tanah kering di bukit-bukit hingga ketinggian 800 m dpl dengan tipe curah hujan tipe A

dan B. Tanaman ini cocok tumbuh pada tanah berpasir yang terdapat di tepian sungai atau pesisir laut. Di Pulau Jawa, tegakan nyamplung pada umumnya

tumbuh dan ditanam di daerah pantai berpasir (0 m dpl.), meskipun juga ditemukan pada tanah mineral pada ketinggian 150 m dpl. Tegakan nyam-plung pada umumnya tumbuh pada tipe hutan campuran; hutan alam dengan

Page 59: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 47

jenis ketapang, malapari, waru laut, keben, pandan laut, dan lain-lain; dan hutan tanaman dengan jenis akasia, mahoni, kayu putih, melinjo, nangka, duku, durian, dan lain-lain (Anonim, 2017).

Sebaran nyamplung dari enam populasi di Jawa pada umumnya berde-katan dengan pantai selatan dan pantai barat Pulau Jawa. Prasyarat tumbuh nyamplung adalah 1) tumbuh pada tanah mineral dan pantai berpasir marginal, serta tanah yang mengandung liat berdrainase baik dan toleran terhadap kadar garam; 2) tumbuh baik pada ketinggian 0–200 m dpl.; 3) tipe curah hujan A dan B (1.000–3.000 mm/tahun dengan 4–5 bulan kering); 4) suhu rerata 18–

33oC dan pH sekitar 4–7,4 (Anonim, 2017).

Sumber: http://www.agrikaindoraya.com/; http://kebumen.aribicara.com/

Gambar 12. Pohon dan biji nyamplung (Calophyllum inophyllum L.)

4. Budi Daya Tanaman

Pohon nyamplung dapat diperbanyak secara generatif (biji) dan vegetatif (stek). Namun, perbanyakan yang umum dilakukan adalah dengan mengguna-kan biji karena buah nyamplung mudah diperoleh dan tersedia sepanjang tahun. Perkecambahan benih nyamplung tergolong lama (±3 bulan), tetapi persentase kecambahnya tinggi yang mencapai ±90%. Pemeliharaan bibit nyamplung dilakukan di dalam bedeng yang diberi naungan dengan intensitas

cahaya 50%.

5. Kegunaan

Bagian utama yang mengandung minyak pada tanaman nyamplung adalah bagian biji dengan kegunaan utama adalah sebagai obat dan sumber

Page 60: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

48 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

energi. Biji nyamplung segar mengandung minyak sekitar 40–55 %, sedangkan biji kering memiliki kandungan minyak sekitar 70–73%. Bahan aktif yang terkandung pada biji nyamplung adalah inophylum A–E, calophylloide, dan calophynic acid. Kandungan unsur lain dalam jumlah kecil, antara lain 7-

beksahidro-1, 6 dimetil-4 (1-metilletil) naftalin, cubebene, selinene, calerene, farnesene, scadinene, bourbonene, zingiberene, copaene, murelene, sesquiphellandrene, octadecanal, heksadecane, dan farmesol. Berat jenisnya 0,941–0,945; angka iodium 82–98; angka penyabunan 192–202; titik leleh 8°C. Komposisi asam lemak (%-b), yaitu oleat 48–53, linoleat 15–24, palmitat 5–18, dan stearat 6–12 (Heyne, 1987).

Minyak nyamplung berwarna hijau gelap atau kuning kebiru-biruan. Biji inilah yang kemudian diekstrak menjadi minyak. Minyak nyamplung dinama-kan juga minyak tamanu (Tahiti), minyak undi (India), dan minyak domba (Afrika). Minyak nyamplung mentah mengandung komponen yang aktif mempercepat kesembuhan luka atau pertumbuhan kulit (cicatrization), dan

obat kurap. Selain itu, minyak sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan bakar alami atau biodiesel (Anonim, 2017).

Pemanfaatan lain dari pohon nyamplung adalah kayunya yang termasuk kayu komersial dan dapat digunakan untuk perkapalan, balok, tiang, papan lantai, dan papan pada bangunan perumahan, serta bahan konstruksi ringan (Heyne, 1987).

M. Nyatoh (Palaquium javense Burck), Famili Sapotaceae

1. Nama dan Sebaran

Nyatoh (Palaquium javense) memiliki beberapa nama daerah, yaitu

kawang, nyatu (Jawa); nyatoh (Madura); dan klesi (Bali). Pohon ini merupakan

tanaman yang tumbuh pada banyak tempat di Indonesia. Nyatoh ditanam oleh masyarakat di berbagai daerah, khususnya Jawa, Kalimantan, dan Bali (Heyne, 1987).

2. Sifat Botani

Nyatoh merupakan tanaman hutan yang dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 50 m dengan diameter batang dapat mencapai 3 m. Batangnya berben-tuk tugu dengan banir-banir yang sangat melecit. Nyatoh berdaun tunggal

dengan bentuk bundar telur sungsang hingga jorong yang tersusun berselang-

Page 61: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 49

seling, bergetah putih, dan tangkai daun spriral. Bunga mengelopak pada ketiak daun.

Sumber: http://serumpunlubai.blogspot.com/; http://www.flickr.com/

Gambar 13. Pohon dan buah nyatoh (Palaquium javense Burck)

3. Kesesuaian Tumbuh

Nyatoh banyak tumbuh secara alami di hutan tropis dengan ketinggian

500–100 m dpl. Pohon ini tumbuh dengan baik pada ketinggian 20–300 m dpl (Heyne, 1987).

4. Budi Daya Tanaman

Hingga saat ini, kegiatan budi daya nyatoh secara intensif belum diketahui. Hal ini dikarenakan nyatoh banyak dijumpai di hutan alam sehingga

tanaman ini berkembang biak secara alami. Jika nyatoh ditanam oleh masyarakat, bibitnya kemungkinan diambil dari terubusan atau anakan yang tumbuh alami.

5. Kegunaan

Bagian utama yang mengandung minyak pada tanaman nyatoh adalah

bagian biji dengan kegunaan utama adalah sebagai makanan dan sumber energi. Bijinya bisa menghasilkan minyak yang dapat diperoleh dengan cara memasak atau merebusnya. Minyak nyatoh bisa digunakan untuk berbagai keperluan, seperti memasak dan bahan bakar lampu minyak untuk penerangan.

Page 62: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

50 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

Pohon nyatoh juga mempunyai beragam kegunaan. Kayunya yang cukup keras banyak digunakan sebagai bahan pembuat gamelan dan perkakas rumah tangga yang cukup bagus. Kayu nyatoh memiliki Kelas Awet III–IV, berat jenis 0,56, dan biasanya dipakai untuk membuat perahu atau kano, papan lantai,

panel, dinding, dayung, roda gerobak, dan alat-alat rumah tangga lainnya (Suryawan et al., 2011).

N. Picung (Pangium edule Reinw.), Famili Achariaceae

1. Nama dan Sebaran

Picung (Pangium edule) ditanam oleh masyarakat di berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, hingga Maluku. Nama daerah untuk tanaman ini antara lain pangi, hapesong (Sumatera Utara); pucung (Jakarta); kapayang, kapeunceung, kapecong, simaung (Sumatera Barat); kayu tuba buah (Lampung); pacung, picung (Jawa Barat); pakem, pucung (Jawa Timur dan Jawa Tengah); pakem (Madura); pangi (Bali); dan kalowa (NTB dan Sulawesi Selatan). Picung adalah tanaman buah yang tumbuh di banyak negara tropis, khususnya Malaysia dan Indonesia. Nama lain picung adalah kepayang (Indonesia) dan pangi (Malaysia) (Heyne, 1987).

2. Sifat Botani

Picung merupakan tanaman hutan yang dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 40 m dan diameter batang bisa mencapai 2,5 m. Percabangannya tidak terlalu rapat. Daunnya berbentuk jantung dengan lebar 15 cm dan panjang 20

cm dengan warna hijau gelap dan mengkilap di bagian atas, sedangkan bagian bawahnya agak keputihan dan sedikit berbulu. Bunga tanaman ini tumbuh di pucuk ranting dan berwarna putih kehijauan yang mirip dengan bunga pepaya

(Heyne, 1987).

Buah picung berbentuk lonjong dengan bagian ujung dan pangkal meruncing, berukuran panjang 30 cm, dan lebar 20 cm. Warna kulit buah cokelat dengan permukaan agak berbulu. Daging buah putih dan lunak. Biji picung bertempurung dan berbentuk asimetris dengan ukuran 3–4 cm.

Tempurung biji bertekstur dengan warna cokelat kehitaman. Ketebalan

tempurung sekitar 3–4 mm dan sangat keras. Daging biji berwarna sangat putih.

Page 63: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 51

Sumber: http://floranegeriku.blogspot.com/; http://pelangi1ndonesia.blogspot.com/

Gambar 14. Pohon dan biji picung (Pangium edule Reinw.)

3. Kesesuaian Tumbuh

Pohon ini tumbuh liar di Pulau Jawa hingga ketinggian 1.000 m dpl. Di beberapa tempat, pohon ini sengaja ditanam, terutama di daerah bukit-bukit rendah. Picung dapat tumbuh baik pada ketinggian 10–1.000 m dpl dan umumnya tumbuh di tepi sungai, pinggir aliran sungai, tepi rawa, hutan primer, dan untuk beberapa lokasi ditanam di kebun masyarakat. Namun pada beberapa tempat, pohon picung dapat tumbuh pada derah yang lebih tinggi dengan

iklim kering dan jarang mendapatkan air (Anonim, 2013a).

4. Budi Daya Tanaman

Tanaman picung umumnya tumbuh secara alami dan belum dikembang-kan untuk tujuan komersial, meskipun sebagian masyarakat telah membudi-dayakannya. Budi daya tanaman picung dapat dilakukan secara generatif

(menggunakan biji) dan vegetatif (cangkok). Secara generatif, picung bisa ditanam seperti tanaman pada umumnya dengan memerhatikan pemupukan, ketersediaan air, dan kegiatan pemeliharaan lainnya. Meskipun demikian, masyarakat yang menanam picung secara intensif di lahan mereka masih sangat jarang (Partomihardjo & Rugayah, 1989).

5. Kegunaan

Bagian utama yang mengandung minyak pada tanaman picung adalah bagian biji dengan kegunaan utama adalah sebagai obat, makanan, dan sumber energi. Pohon picung baru berbuah setelah berumur 15 tahun dan jatuh pada awal musim hujan dengan jumlah rerata >300 buah/pohon (Heyne, 1987).

Page 64: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

52 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

Biji picung dapat mengeluarkan minyak dengan cara direbus dalam air selama 2–3 jam, kemudian dikupas dan dibuang noda-noda hitam yang ada di bagian inti biji. Inti biji yang sudah bersih lalu direndam dalam air selama 24 jam. Setelah itu, inti biji dijemur hingga mengeluarkan minyak jika dipijit. Jika

kondisi sudah seperti ini, minyak bisa diekstrak dengan cara dikempa/ditekan (Romlah, 1992).

Minyak dari biji picung mengandung asam sianida dengan dosis tinggi yang dapat berfungsi sebagai antiseptik, pemusnah hama, dan pencegah parasit yang baik. Minyak biji picung bisa dipakai sebagai pengganti minyak kelapa

untuk berbagai penggunaan, seperti menggoreng dan memasak. Minyak ini juga bisa dipakai penerangan untuk lampu minyak dan pengobatan beberapa penyakit, khususnya encok dan penyakit kulit. Penyimpanan yang baik pada botol tertutup rapat akan memperpanjang keawetan minyak dan mencegah minyak berbau tengik, seperti pada minyak kelapa (Anonim, 2013a).

Pohon picung juga mempunyai beragam kegunaan. Namun karena

kayunya yang kurang awet, penggunaan hanya untuk keperluan yang tidak memerlukan keawetan, seperti pembuatan korek api. Kulit kayu dan daun pohon picung juga bisa dipakai sebagai racun/tuba ikan yang dipakai dengan cara meremas dan menaburkannya. Daunnya bisa dipakai sebagai pestisida nabati yang cukup efektif dan tidak meninggalkan bau atau rasa apapun setelah dilakukan perlakuan. Daunnya juga berfungsi sebagai pengawet dan untuk

mencegah infeksi dari organisme-organisme dan bakteri dengan cara memba-lurkan ekstrak daun pada luka. Di beberapa daerah, daun picung digunakan untuk mengawetkan daging dengan cara membungkus daging dengan daun ini (Heyne, 1987).

O. Saga Pohon (Adenanthera pavonina L.), Famili Leguminosae

1. Nama dan Sebaran

Saga pohon (Adenanthera povinina) adalah tanaman yang tumbuh di berbagai daerah di Indonesia, India, dan beberapa negara koloni Perancis. Di Indonesia, tanaman ini banyak dijumpai di pantai utara Pulau Jawa dan

memiliki beberapa nama daerah, antara lain saga utan (Bangka), ki toke laut (Sunda), segawe sabrang (Jawa), ghak saghakan (Madura), sagha nal (Kangean), dan bibilaka (Alor). Di India dan beberapa negara koloni Perancis, saga pohon dikenal dengan nama koraalboom, bois de corail, condori commun, koral lenbaum, bead tree, dan coral pea tree (Heyne, 1987).

Page 65: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 53

Sumber: http://abangdani.wordpress.com; http://www.bebeja-agribisnis.com/

Gambar 15. Buah dan biji saga pohon (Adenanthera pavonina L.)

2. Sifat Botani

Saga pohon adalah pohon yang memiliki batang pohon dengan keting-gian mencapai 15 m dan diameter hingga 45 cm. Kulit pohon berwarna cokelat tua keabu-abuan dengan kulit bagian dalam memiliki tekstur lembut. Daun

berjumlah 2–6 helai dalam satu ranting dan arahnya berlawanan. Bunga terletak di ujung cabang berukuran 12–15 cm dengan warna krem kuning dan berbau harum (Heyne, 1987).

Buahnya menyerupai petai (tipe polong) dengan bijinya kecil berwarna merah. Saga pohon memiliki biji daun yang kecil dan menyirip ganda, seperti kebanyakan anggota suku polong-polongan lainnya.

3. Kesesuaian Tumbuh

Tumbuhan ini banyak tumbuh secara alami di hutan-hutan, ladang-ladang, atau sengaja dipelihara di pekarangan. Jenis ini tumbuh dengan baik pada daerah dataran rendah hingga ketinggian 1.000 m dpl (Anonim, 2012c).

4. Budi Daya Tanaman

Saga pohon bisa dibudidayakan secara generatif menggunakan biji dan secara vegetatif dengan menggunakan stek batang. Belum banyak informasi mengenai kegiatan budi daya tumbuhan ini oleh masyarakat. Hal ini dikarena-

Page 66: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

54 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

kan kebanyakan tumbuhan tumbuh secara alami dan tersebar melalui media angin ataupun bantuan binatang (Anonim, 2012b).

5. Kegunaan

Bagian utama yang mengandung minyak pada tanaman saga pohon adalah bagian biji dengan kegunaan utama sebagai makanan, kosmetik, dan material. Minyak biji saga pohon mengandung lemak yang cukup tinggi, yaitu sekitar 35%. Minyak yang dihasilkan bisa digunakan sebagai bahan makanan, yaitu untuk memasak dan menggoreng, atau dimakan sebagai lauk dengan cara mengambil daging bijinya. Sebagai lauk, daging bijinya dipanggang dan

ditumbuk, kemudian langsung dapat dimakan. Banyak orang yang mengata-kan bahwa rasa daging biji saga pohon seperti kedelai (Muchtadi et al., 1984). Biji saga pohon juga memiliki banyak manfaat lainnya, di antaranya sebagai pembersih/pemurni dalam proses mematri emas, yaitu dengan cara meng-hancurkannya hingga diperoleh tepung (aci) yang kemudian dicampur dengan

bahan patri (Sutandi, 2002).

Kayu saga pohon banyak digunakan sebagai bahan bangunan dan perkakas rumah tangga. Kulitnya (baik masih segar maupun sudah kering) bisa digunakan untuk membersihkan rambut dan mencuci pakaian. Hal ini dikarenakan kulit kayu saga pohon mengandung saponin, yaitu zat kimia yang banyak digunakan sebagai pembersih, meskipun tidak terlalu banyak buih/busa

(Heyne, 1987).

P. Seminai (Madhuca crassipes atau M. utilis H.J.Lam), Famili Sapotaceae

1. Nama dan Sebaran

Seminai (Madhuca utilis) merupakan tanaman yang tumbuh di banyak negara Asia Tenggara, khususnya Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia, seminai dapat dijumpai di Sumatera bagian timur, meliputi Kampar Kiri, Pelelawan, dan Tapung (Siak) (Heyne, 1987).

2. Sifat Botani

Seminai merupakan tanaman hutan yang dapat tumbuh hingga menca-pai tinggi pohon sekitar 50 m dan diameter batang sekitar 2 m. Daun bergerombol di ujung ranting dan bunga berwarna cokelat kekuningan dengan

Page 67: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 55

bagian dalam yang licin. Buah berbentuk elips dengan ukuran berkisar antara 3,5–5,5 cm x 1,5–3 cm (Heyne, 1987).

Ukuran biji seminai lebih besar dibandingkan dengan biji-biji Sapotaceae

yang lain. Bahkan, pernah diketahui terdapat biji dengan panjang 40 mm, lebar 25 mm, dan tebal 10 mm. Kulitnya berwarna cokelat dan cukup keras, serta memiliki dua corak warna, yaitu separuhnya berwarna suram dan separuh lagi berkilau.

Sumber: http://www.kcpremierroofing.com/; http://www.kcpremierroofing.com/

Gambar 16. Pohon dan buah seminai (Madhuca crassipes H.J.Lam)

3. Kesesuaian Tumbuh

Seminai umumnya tumbuh di hutan dataran rendah, baik di daerah kering maupun rawa. Namun, tumbuhan ini lebih cocok hidup di daerah yang tergenang. Pertumbuhan tanaman ini kurang baik pada daerah tinggi dan pegunungan.

4. Budi Daya Tanaman

Seminai umumnya tumbuh di hutan dengan bantuan monyet yang memakan buahnya dan menyebarkan bijinya. Belum ada budi daya tanaman seminai secara khusus, tetapi diketahui bahwa waktu benih untuk ber-

kecambah sekitar 3–16 minggu (Heyne, 1987).

5. Kegunaan

Bagian utama yang mengandung minyak pada tanaman seminai adalah bagian biji dengan kegunaan utama sebagai makanan. Minyak dari pohon ini

Page 68: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

56 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

dihasilkan dari bijinya yang banyak digunakan dalam kegiatan memasak seba-gai pengganti minyak kelapa. Biji seminai juga sangat potensial dikembangkan sebagai bahan pembuat biodiesel (Paryanto, 2009). Sementara itu, pohon seminai mempunyai beragam kegunaan, di antaranya kayunya yang banyak

digunakan sebagai perabotan rumah.

Q. Suntai (Palaquium burckii H.J.Lam), Famili Sapotaceae

1. Nama dan Sebaran

Suntai (Palaquium burckii) merupakan tanaman yang hanya dijumpai Indonesia, khususnya daerah Sumatera bagian timur yang meliputi daerah Bengkalis dan Pulau Karimun (Kepulauan Riau) (Heyne, 1987).

2. Sifat Botani

Suntai merupakan tanaman hutan yang dapat tumbuh hingga mencapai

tinggi 35 m dan banyak tumbuh di rawa-rawa (Gunawan et al., 2013). Pada umumnya, batang kayu ini lurus dan bulat dengan tajuk yang tumbuh tinggi. Kayu berwarna putih cokelat dengan kualitas yang cukup baik. Tanaman ini memiliki akar tunjang. Daging buahnya dapat dimakan dan buah umumnya dipanen pada bulan Maret–April (Heyne, 1987).

3. Kesesuaian Tumbuh

Suntai banyak tumbuh di rawa atau daerah yang sering tergenang air dan merupakan adalah satu tanaman khas rawa.

4. Budi Daya Tanaman

Tanaman suntai tidak banyak dibudidayakan oleh masyarakat, tetapi umumnya tumbuh secara alami khususnya melalui melalui biji. Apalagi

tanaman ini merupakan tanaman yang lebih cocok hidup di rawa atau daerah yang tergenang air sehingga masyarakat kurang tertarik untuk membudidaya-kannya. Meskipun demikian, peluang pengembangan tanaman ini sebenarnya masih terbuka, khusunya untuk daerah yang berada tidak jauh dari sungai

ataupun di sekitar lahan pertanian.

5. Kegunaan

Bagian utama yang mengandung minyak pada tanaman suntai adalah bagian biji dengan kegunaan utama sebagai makanan. Biji yang menghasilkan

Page 69: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 57

minyak diperoleh dengan dua cara. Biji dikupas dengan menggunakan pisau. Setelah kering, biji dibakar di atas api dan selanjutnya digiling. Tepung atau hasil gilingan kemudian disaring. Tepung suntai lalu direbus dan dituangkan ke dalam plat/cetakan besi dan diberi tekanan (pressing) hingga keluar cairan

lemak. Minyak lemak ini kemudian ditampung dalam cetakan/wadah kayu dan siap untuk digunakan atau dijual. Minyak dari biji ini bisa digunakan sebagai bahan memasak, yaitu sebagai pengganti minyak kelapa

Buah suntai juga bisa dimakan dan menjadi sumber persediaan pangan, khususnya pada masa lalu. Sementara itu, kayunya yang keras dan padat juga

banyak digunakan sebagai bahan pembuat perahu.

Sumber: http://fr.wikipedia.org; http://eol.org

Gambar 17. Pohon dan herbarium suntai (Palaquium burckii H.J.Lam)

R. Tengkawang (Shorea spp.), Famili Dipterocarpaceae

1. Nama dan Sebaran

Tengkawang (Shorea spp.) memiliki beberapa nama daerah, yaitu

melebekan (Palembang); maranti beras, maranti jawi (Minangkabau); teng-kawang majau, tengkawang salungsung, tengkawang sungkasuwu (Kalimantan Barat); kalang tanggui, kalapis danum, kalepek danum, kekawang, majau, mengkabang, tengkawang asu, tengkawang pasir, tengkawang tanggui (Kalimantan Selatan); dan kenuar, lampong meranti, menkabang, mesap

Page 70: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

58 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

(Kalimantan Timur). Tengkawang merupakan tanaman khas Indonesia dan tersebar di seluruh wilayah Kalimantan, serta di beberapa wilayah Sumatera, seperti Palembang (Sumatera Selatan) dan Minangkabau (Sumatera Barat) (Heyne, 1987).

2. Sifat Botani

Tengkawang merupakan tanaman hutan yang dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 35 m dan diameter batang dapat mencapai 1,5 m. Batang biasanya lurus dan bertajuk sangat tinggi. Kayunya kasar dan lunak dengan warna yang berbeda-beda sesuai dengan jenisnya. Tengkawang tidak berbuah

setiap tahun. Bunganya berukuran kecil dengan kelopak yang tidak begitu berkembang. Tajuknya sering menggantung di atas air sehingga sebagian buahnya sering jatuh ke air (Heyne, 1987).

Kayu teras bervariasi, mulai dari hampir putih, cokelat pucat, merah jambu, merah muda, merah kelabu, merah-cokelat muda dan merah, hingga

merah tua atau cokelat tua. Kayu gubal berwarna lebih muda dan dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras, yaitu berwarna putih, putih kotor, kekuning-kuningan, atau kecokelat-cokelatan sangat muda, biasanya kelabu, dan tebal sekitar 2–8 cm.

Buah tengkawang berbentuk bulat telur, yang mana kulit buah dan kulit biji tidak terpadu, serta di dalamnya terdapat dua belah biji lembaga. Buah

tengkawang biasanya memiliki lima sayap, tetapi ada juga jenis tengkawang yang agak gepeng. Tengkawang tungkul memiliki kelompok jurai-jurai pada sayap kecil dan tidak lebih panjang dari buah. Oleh karena itu, buah ini disebut juga bersayap sempit (S. stenoptera atau narrow wingged).

Jenis tengkawang lain memiliki sayap lebih panjang seperti bulu ayam

sehingga waktu jatuh berfungsi sebagai parasut. Beberapa jenis tengkawang memiliki dimensi (ukuran) biji yang berbeda-beda, yang mana dimensi biji dari jenis Shorea stenoptera Burk atau tengkawang tungkul lebih besar dibanding-kan jenis yang lain dengan panjang dapat mencapai 75 mm dan lebar 47 mm (keliling buah 140 mm), serta bentuk buah oval. Sementara itu, dimensi biji terkecil adalah dari jenis S. palembanica Miq. dengan panjang sekitar 35 mm

dan lebar 25 mm (Kementerian Kehutanan, 2014).

3. Kesesuaian Tumbuh

Tengkawang banyak tumbuh di hutan hujan tropis dengan tipe curah hujan A dan B. Jenis ini tumbuh pada tanah latosol, podsolik merah-kuning,

Page 71: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 59

dan podsolik kuning pada ketinggian hingga 1.000 m dpl. Meskipun demikian, tengkawang juga dapat tumbuh di daerah yang lebih tinggi. Tanaman ini umumya tumbuh di sepanjang pinggiran sungai, baik yang mengandung air gambut maupun tidak (Kementerian Kehutanan. 2014).

Sumber: http://en.wikipedia.org/; http://www.flickr.com/

Gambar 18. Pohon dan buah tengkawang (Shorea spp.)

4. Budi Daya Tanaman

Meskipun beberapa jenis telah banyak ditanam penduduk, sebagian besar produksi tengkawang berasal dari tumbuhan liar di hutan-hutan alam. Ketika musimnya tiba, buah-buah tengkawang yang berjatuhan di sekitar pohon segera dipunguti dan dikumpulkan oleh warga setempat, yaitu sebelum

buah-buah itu dimakan oleh babi hutan atau hewan-hewan liar lainnya. Biji tengkawang yang bergizi tinggi disukai oleh banyak binatang hutan. Pada sisi yang lain, buah-buah tengkawang ini lekas tumbuh karena tidak memiliki masa dormansi. Dalam beberapa hari saja, apabila tidak dipungut, buah-buah yang jatuh ke tanah lembab akan segera berkecambah (Heyne, 1987).

5. Kegunaan

Bagian utama yang mengandung minyak pada tanaman tengkawang adalah bagian biji dengan kegunaan utama sebagai obat, makanan, kosmetik, dan material lainnya. Pada masa berbuah pertama, pohon tengkawang akan menghasilkan sekitar 50–100 kg biji tengkawang kering. Hasil rerata pohon

Page 72: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

60 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

tengkawang pada panen raya sekitar 250–800 kg biji tengkawang kering. Di luar panen raya, pohon tengkawang hanya menghasilkan sekitar 50–100 kg biji (Heyne, 1987).

Minyak tengkawang diperoleh dari biji tengkawang yang telah dijemur hingga kering, yang kemudian ditumbuk dan dikempa. Secara tradisional, minyak tengkawang ini dimanfaatkan untuk memasak, sebagai penyedap makanan, dan untuk ramuan obat-obatan. Dalam dunia industri, minyak tengkawang digunakan sebagai bahan pengganti lemak cokelat, bahan farmasi, margarin, dan bahan kosmetik. Minyak tengkawang cocok digunakan pada

industri tersebut karena memiliki keistimewaan, yaitu titik lelehnya yang tinggi sekitar 34–39oC (Sumadiwangsa, 1977).

Sebagai bahan makanan, tengkawang dipakai dalam pembuatan mar-garin, atau dikenal sebagai green butter. Nilai gizi yang tinggi dan sifat titik cairnya yang juga tinggi bukan saja cocok sebagai pengganti minyak cokelat, tetapi juga sebagai penambah campuran minyak cokelat agar mutunya menjadi

lebih baik dan tahan disimpan pada suhu panas (Anonim, 2012a).

Pemanfaatan lemak tengkawang saat ini sebagian besar hanya dalam industri cokelat, yang mana ditujukan untuk meningkatkan titik leleh lemak cokelat, terutama lemak cokelat yang berasal dari Amerika Latin. Minyak tengkawang dalam industri makanan dikenal dengan nama cacao butter substitute, yang digunakan sebagai pengganti minyak cokelat (Anonim, 2011e).

Selain untuk pangan, prospek yang baik dari minyak tengkawang (yang dikenal dengan nama vegetable thallow atau illip nut) dapat dipakai sebagai minyak pelumas mesin, pembuatan sabun, dan bahan baku pembuatan lilin,

stearine, dan palmitat. Pada industri farmasi dan kosmetik, bahan ini dikenal

dengan nama oleum shorea yang dapat digunakan sebagai bahan baku kosmetik dan obat-obatan (Anonim, 2012a).

Kayunya juga termasuk jenis kayu keras dan cukup kuat sehingga sering digunakan sebagai bahan bangunan, perabot rumah tangga, veneer, dan bahan baku lantai kayu. Jenis meranti penghasil tengkawang merupakan pohon khas Kalimantan, yang mana buahnya juga dikenal enak dan bernilai komersial

tinggi, yaitu digunakan sebagai bahan baku nabati pengganti minyak cokelat,

bahan lipstik, minyak makan, dan juga dapat digunakan bahan obat-obatan. Damar yang dihasilkan dari getah Shorea dapat digunakan sebagai bahan campuran pembuatan obat dan kosmetik (Heyne, 1987).

Page 73: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 61

IV. PROSPEK PENGEMBANGAN HHBK MINYAK LEMAK

A. Areal Pengembangan

Kebijakan sektor lingkungan hidup dan kehutanan saat ini termasuk pula mendukung pengembangan HHBK di areal hutan tanaman. Tabel 5 menunjukkan areal hutan tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk budi daya

tanaman HHBK, yang mana luasnya bervariasi, mulai dari 20% di areal HTI (20% dari luas areal HTI) hingga 100% di areal hutan tanaman HHBK. Lebih lanjut, tanaman penghasil minyak lemak termasuk pula sebagai tanaman penyusun hutan tanaman penghasil pangan dan energi sehingga perlu dibudi-dayakan di hutan untuk mendukung peningkatan produksi pangan dan energi.

Tabel 5. Tanaman penyusun hutan tanaman dan areal hutan tanaman yang dialo-kasikan untuk budi daya tanaman HHBK

Jenis areal hutan tanaman

Persentase areal yang dialokasikan untuk HHBK*

Jenis tanaman penyusun hutan tanaman

Hutan Tanaman Industri

Minimum 20% a. Tanaman hutan berkayu penghasil kayu atau penghasil energi atau penghasil pangan;

b. Tanaman budi daya tahunan berkayu penghasil kayu atau penghasil energi atau penghasil pangan; dan

c. Tanaman lainnya penghasil energi atau pangan.

Hutan tanaman PHBM (dikelola oleh Perum Perhutani)

Tidak ditentukan a. Tanaman kayu-kayuan; b. Tanaman semusim, seperti padi,

jagung, kedelai, dan kacang tanah; c. Tanaman umbi-umbian, seperti

porang, ubi, ganyong, jahe, dan kunyit;

d. Tanaman perdu, seperti kopi dan cokelat; dan

e. Tanaman penghasil buah-buahan, seperti durian, nangka, melinjo, petai dan jengkol.

Page 74: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

62 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

Jenis areal hutan tanaman

Persentase areal yang dialokasikan untuk HHBK*

Jenis tanaman penyusun hutan tanaman

Hutan Tanaman Rakyat

Maksimum 40% a. Tanaman hutan berkayu penghasil kayu atau penghasil energi atau penghasil pangan;

b. Tanaman budi daya tahunan berkayu penghasil kayu atau penghasil energi atau penghasil pangan; dan

c. Tanaman semusim

Hutan Desa Tidak ditentukan a. Tanaman kayu-kayuan; b. Tanaman penghasil getah; c. Rotan dan gaharu; dan d. Tanaman penghasil pangan, seperti

sagu, buah-buahan, padi, jagung, dan kacang-kacangan.

Hutan Tanaman HHBK

100% Semua jenis tanaman HHBK penghasil minyak lemak

Sumber: Permenhut No. P.23/Menhut-II/2007, Permenhut No. P.49/Menhut-II/2008, Permenhut No. P.36/Menhut-II/2008, Permenhut No. P.19/Menhut-II/2009, Permenlhk No. P.12/Menlhk-II/2015, dan sumber lain terkait

Keterangan: * termasuk HHBK minyak lemak

B. Prospek Pengembangan

Tanaman minyak lemak mempunyai prospek yang baik untuk dikem-bangkan melalui hutan tanaman, paling tidak untuk tujuan semikomersial. Pengembangan minyak lemak dapat diusahakan untuk meningkatkan keun-tungan perusahaan dan pendapatan masyarakat yang berpartisipasi dalam

pengelolaan hutan. Contoh enam produk olahan minyak lemak berikut ini memberikan gambaran tentang prospek pengembangan minyak lemak.

1. Minyak Sehat Makadamia

Menurut Anonim (2011a) dan Kartosoewarno (2011), kacang makada-

mia adalah buah yang dihasilkan oleh pohon makadamia (Makadamia integrifolia Meiden & Betche). Kacang makadamia rasanya lezat dan manis, serta harganya paling mahal dibandingkan dengan harga kacang lain yang beredar di pasaran, seperti mete, almond, dan kacang tanah. Kacang dan minyak makadamia banyak dikonsumsi untuk menjaga kesehatan karena

Page 75: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 63

mengandung asam lemak tak jenuh yang tinggi dan beragam vitamin (E, B1, B2, B3, B5, dan B6).

Minyak makadamia mengandung delapan jenis asam lemak, yaitu empat

jenis asam lemak jenuh sebesar 16,3% dan empat jenis asam lemak tak jenuh sebesar 83,7%. Kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi tersebut mampu menurunkan kolesterol jahat, meningkatkan kolesterol baik, menu-runkan tekanan darah dan mencegah kanker (Anonim, 2011a; Kartosoewarno, 2011).

Asam lemak tak jenuh yang terkandung dalam minyak makadamia

adalah a) asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA–monounsaturated fatty acid) sebesar 79,9% dan b) asam lemak tak jenuh ganda (PUFA–poliunsaturated fatty acid) sebesar 3,8%. Monounsaturated fatty acid (MUFA), yang biasa disebut sebagai asam lemak omega 9, memiliki kemampuan menurunkan kolesterol jahat (LDL–low density lipoprotein) dan meningkatkan kolesterol baik (HDL–high density lipoprotein). Sementara itu, poliunsaturated fatty acid (PUFA) terdiri atas asam lemak omega 6 (berperan dalam menurunkan LDL yang terdapat dalam plasma darah) dan asam lemak omega 3 (berperan dalam menurunkan tekanan darah dan mencegah kanker). Kandungan MUFA minyak makadamia paling tinggi di antara minyak makan yang beredar di pasaran, seperti minyak kelapa, kelapa sawit, jagung, kacang tanah, canola, dan zaitun. Hal ini berarti minyak makadamia lebih menyehatkan dibandingkan

dengan minyak makan yang lain.

2. Lipstik Tengkawang

Menurut Anonim (2011b, 2012a), tengkawang adalah nama buah dan

pohon dari beberapa jenis Shorea (famili Dipterocarpaceae). Lemak tengka-wang, yang diperoleh dengan cara mengekstrasi buah tengkawang, mempunyai

banyak kegunaan. Secara tradisional, lemak tengkawang digunakan untuk menggoreng makanan, sebagai penyedap masakan, dan ramuan obat-obatan. Dalam dunia industri, lemak tengkawang digunakan sebagai pengganti lemak cokelat, bahan farmasi, dan kosmetik.

Pemanfaatan lemak tengkawang yang mulai mendapat perhatian adalah

sebagai bahan substitusi lemak cokelat dalam pembuatan lipstik. Lemak

tengkawang merupakan salah satu bahan pembentuk batang lipstik, yang mana sifatnya memengaruhi kekerasan dan titik leleh lipstik. Penggunaan lemak tengkawang dalam pembuatan lipstik lebih menguntungkan karena harga lemak tengkawang hanya 25% dari harga lemak cokelat.

Page 76: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

64 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

3. Biodiesel Nyamplung

Menurut Anonim (2008a, 2013c), nyamplung (Callophyllum inophyllum L) adalah tanaman pantai yang tumbuh pada ketinggian 0–400 m dpl dan

tersebar di seluruh kepulauan Indonesia, serta beberapa negara berpantai lain-nya. Produksi biji nyamplung sekitar 10–20 ton/ha/tahun dan biji nyamplung mengandung kadar minyak 40–45%.

Pengolahan biji nyamplung menjadi biodiesel dilakukan melalui tahapan a) pemisahan daging biji dari tempurungnya, b) pengukusan daging biji (atau pengeringan daging biji), c) pengepresan untuk mendapatkan minyak, d)

degumming atau pemisahan minyak dari getah dan lendir, dan d) pengolahan minyak nyamplung menjadi biodiesel. Dalam skala laboratorium, kualitas biodiesel nyamplung yang diolah oleh Puslitbang Gas dan Minyak Bumi dan Puslitbang Hasil Hutan telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Penggunaan biodiesel nyamplung sebagai substitusi solar telah dicoba di berbagai daerah dan hasilnya cukup menjanjikan. Apabila secara ekonomi

menguntungkan, biodiesel nyamplung dapat menggantikan solar.

4. Tempe Saga Pohon

Menurut Haryoko dan Kurnianto (2009), saga pohon (Adenanthera pavonina) adalah pohon yang memiliki buah polong dengan biji berwarna merah. Biji saga pohon dapat diolah menjadi minyak lemak yang digunakan

untuk memasak, namun yang lebih umum biji saga pohon diolah menjadi tempe.

Pengolahan biji saga pohon menjadi tempe dilakukan dengan cara a) merendam biji saga pohon selama 24–36 jam, b) melepas kulit ari dengan cara

meremas-remas biji saga pohon, c) merebus biji saga pohon selama 30 menit,

d) mendinginkan dan meniriskan biji saga pohon, dan e) memberi ragi dan memasukkan biji saga pohon dalam pembungkus. Setelah 48 jam terfer-mentasi, biji saga pohon telah menjadi tempe yang siap diolah.

Tempe biji saga pohon mengandung protein yang lebih tinggi dan biaya produksi yang lebih rendah dibandingkan dengan tempe kedelai. Namun, tempe kedelai lebih disukai oleh masyarakat karena tempe biji saga pohon

beraroma menyengat. Oleh sebab itu, penelitian untuk menghilangkan aroma yang menyengat diperlukan agar tempe biji saga pohon disukai oleh masya-rakat.

Page 77: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 65

5. Minyak Wijen

Menurut Kusumawati (2015), terdapat dua jenis minyak wijen, yaitu minyak wijen mentah yang diekstrak dari biji wijen mentah dan minyak wijen

matang yang diekstrak dari biji wijen sangrai. Minyak wijen mentah berwarna bening kekuningan, sedangkan minyak wijen matang berwarna lebih keruh.

Minyak wijen memiliki beragam manfaat, antara lain di bidang kesehatan/kecantikan dan kuliner. Minyak wijen mengandung a) antioksidan penangkal radikal bebas yang dapat dimanfaatkan untuk mencegah terjadinya penuaan dini; b) vitamin A, E, dan B yang dapat dimanfaatkan untuk

menutrisi dan melembabkan kulit; dan c) antibakteri alami yang dapat diman-faatkan untuk mengempeskan dan mencegah timbulnya jerawat. Lebih lanjut, minyak wijen juga digunakan sebagai sun screen karena mampu melindungi dan mengembalikan kecerahan kulit yang kusam akibat paparan sinar mata-hari.

Dalam bidang kuliner, minyak wijen digunakan untuk beragam jenis masakan, namun jarang digunakan untuk menggoreng karena harganya cukup mahal. Penggunaaan minyak wijen yang umum adalah untuk menumis, sebagai saus salad, dan penambah rasa dalam memasak. Sebagai contoh, penambahan minyak wijen pada saat perebusan mi dan pasta akan mencegah bahan mi dan pasta lengket, serta meningkatkan kekenyalan dan rasa gurih mi

dan pasta.

6. Tepung Daun Kelor

Dewi et al. (2016), dengan merujuk berbagai sumber, menyampaikan bahwa pohon kelor memiliki beragam julukan, antara lain the miracle of tree, tree for life, dan amazing tree. Julukan tersebut diberikan karena bagian pohon

kelor (mulai dari daun, buah, biji, bunga, kulit batang, hingga akar) memiliki manfaat yang luar biasa (melebihi tanaman lain pada umumnya). Lebih jelasnya, kandungan gizi protein pada 100 g daun kelor setara dengan zat gizi protein dalam satu butir telur. Penelitian lain menyebutkan bahwa hasil perbandingan daun kelor dengan bahan pangan lain dalam jumlah yang sama (satuan gram) menunjukkan bahwa daun kelor mengandung vitamin C yang

setara dengan vitamin C dalam 7 buah jeruk, vitamin A yang setara dengan

vitamin A pada 4 buah wortel, kalsium yang setara dengan kalsium dalam 4 gelas susu, potasium yang setara dengan potasium yang terkandung dalam 3 buah pisang, dan protein yang setara dengan protein dalam 2 gelas yoghurt.

Page 78: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

66 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

Oleh karena itu, tepung daun kelor sangat potensial dimanfaatkan sebagai bahan pangan untuk mengatasi kekurangan gizi.

Tepung daun kelor dibuat melalui tahapan sebagai berikut (Rudianto et al., 2014): a) pemanenan daun kelor dari tangkai daun pertama (di bawah pucuk) hingga tangkai daun ketujuh, yaitu daun yang masih hijau; b) pencucian daun kelor dengan air bersih; c) perunutan daun kelor dari tangkainya yang ditebarkan di atas jaring kawat (rak jemuran oven) dan diatur ketebalannya; d) daun dikeringkan dalam oven dengan suhu ±45oC selama ±24 jam; dan e) daun kering di-blender dan diayak dengan ayakan 100 mash untuk mendapatkan

tepung daun kelor yang halus. Selanjutnya, tepung disimpan dalam wadah plastik yang kedap udara.

Tepung daun kelor umumnya digunakan sebagai fortifikasi bahan pangan, yaitu penambahan gizi makro dan mikro ke dalam bahan pangan (seperti tepung, mi, dan roti) yang tidak memiliki kandungan protein, vitamin, dan mineral yang cukup atau seimbang. Sebagai contoh, fortifikasi tepung

daun kelor pada nugget ayam dilakukan untuk meningkatkan kualitas nugget ayam yang semula tanpa serat sayuran dan antioksidan menjadi nugget ayam yang memiliki serat sayuran dan antioksidan, serta kandungan protein yang lebih tinggi (Hastuti et al., 2015). Fortifikasi tepung daun kelor juga telah dilakukan untuk memenuhi nutrisi pada berbagai produk pangan olahan, seperti puding, aneka kue, biskuit, dan kerupuk (Aminah et al., 2015).

Secara umum, penggunaan tepung daun kelor sebagai fortifikasi bahan pangan dapat dikatakan masih terbatas karena produk olahan fortifikasi tepung daun kelor yang memenuhi selera konsumen masih dalam taraf penelitian. Apabila masalah tersebut dapat diatasi, tepung daun kelor akan digunakan

dalam skala luas.

Page 79: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 67

V. PENUTUP

Peran penting sumber daya hutan dalam menunjang kehidupan

manusia dapat diwujudkan dengan mengelola hutan tanaman minyak lemak. Hal ini dikarenakan hutan tanaman tersebut dapat menghasilkan manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan secara berkelanjutan. Hutan tanaman minyak lemak menyediakan bahan baku yang dapat diolah menjadi tiga kelompok produk, yaitu biodiesel, bahan makanan, dan suplemen makanan (bahan baku obat-obatan).

Pembangunan hutan tanaman minyak lemak untuk biodiesel dapat dilakukan antara lain dengan menanam nyamplung dan kemiri sunan. Nyamplung potensial dikembangkan untuk biodiesel karena hutan tanaman nyamplung menghasilkan biji nyamplung yang cukup tinggi (produksi sekitar 10–20 ton/ha/tahun dengan kandungan minyak biji

nyamplung sekitar 40–45%) minyak dan mutu biodiesel nyamplung memenuhi SNI (Anonim, 2008a, 2013c). Sementara itu, kemiri sunan juga potensial dikembangkan untuk biodiesel karena hutan tanaman kemiri sunan menghasilkan biji kemiri sekitar 25 ton/ha/tahun; biji kemiri sunan mengandung 45–50% minyak, yang mana mutu biodiesel kemiri sunan juga telah memenuhi SNI (Pranowo et al., 2014).

Pembangunan hutan tanaman minyak lemak untuk bahan makanan antara lain dapat dilakukan dengan menanam saga pohon dan kelor. Saga

pohon potensial dikembangkan sebagai bahan makanan karena biji saga pohon mengandung nutrisi yang tinggi. Dalam setiap 100 g biji saga pohon terdapat protein sekitar 2,44 g, lemak sekitar 17, 99 g, gula sekitar

8,2 g, tajin sekitar 41,95 g, serta mineral dan karbohidrat (Haryoko &

Kurnianto, 2009). Sementara itu, kelor potensial dikembangkan sebagai

bahan makanan karena memiliki nutrisi yang tinggi. Seratus gram daun kelor, sebagai contoh, mengandung protein setara protein satu butir telur . Lebih lanjut, hasil perbandingan daun kelor dengan bahan pangan lain (seperti wortel, jeruk, susu, dan pisang) dalam jumlah yang sama (gram) menunjukkan daun kelor memiliki kesetaraan kandungan vitamin A dan

C, kalsium, dan potasium sebagaimana telah disebutkan pada Bab IV.

Pembangunan hutan tanaman minyak lemak untuk suplemen

makanan (bahan baku obat-obatan) dapat dilakukan antara lain dengan menanam makadamia dan buah merah. Makadamia layak dikembangkan

Page 80: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

68 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

sebagai suplemen makanan karena mengandung delapan jenis asam lemak (empat jenis asam lemak jenuh dan empat jenis asam lemak tak jenuh [lihat Bab IV]). Kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi tersebut mampu menetralisir pengaruh negatif asam lemak jenuh yang ditakuti, yaitu

sebagai penyebab penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah. Sementara itu, buah merah layak dikembangkan sebagai suplemen makanan karena ekstrak minyak buah merah mengandung lipida, karbohidrat, vitamin E, beta-karoten, dan alfa-karoten (Surono et al., 2006). Manfaat ekstrak buah merah juga beragam yang berpotensi mengobati berbagai penyakit.

Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya, secara kese-luruhan dapat dikatakan bahwa tanaman minyak lemak mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan melalui hutan tanaman. Pengembangan hutan tanaman minyak lemak ini juga memperkaya jenis-jenis HHBK unggulan yang sebelumnya telah ditetapkan oleh pemerintah di seluruh provinsi di Indonesia. Perwujudan hal ini tentunya akan

meningkatkan kontribusi sektor lingkungan hidup dan kehutanan dalam penyediaan pangan, biodiesel, dan bahan baku obat-obatan.

Page 81: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 69

DAFTAR PUSTAKA

Alfauzi, A.S. (2008). Mesin pengolah biji wijen menjadi minyak wijen dengan tenaga penggerak motor bensin 5,5 HP. Orbith., 4(3), 502–504.

Aminah, S., Ramdhan, T. & Yanis, M. (2015). Kandungan nutrisi dan sifat fungsional tanaman kelor (Moringa oleifera). Buletin Pertanian Perkota-an, 5(2).

Anonim. (2008a). Tanaman nyamplung berpotensi sebagai sumber energi biofuel. www.dephut.go.id. Diakses pada tanggal 28 Februari 2013.

_______. (2010). Jenis kayu komersial Indonesia: Nyatoh. http:// informasikehutanan.blogspot.co.id/2010/10/jenis-kayu-komersial-indonesia-nyatoh.html. Diakses pada tanggal 4 November 2017.

_______. (2011a). Tumbuhan Langka di Indonesia. http://rendi-

rendisetiawan.blogspot.co.id/2011/12/tumbuhan-langka-di-indonesia-indonesia.html. Diakses pada tanggal 28 Februari 2012.

_______. (2011b). Kelor (Moringa oleifera). http://plantamor.com/index. php?plant=866. Diakses pada tanggal 28 Februari 2012

_______. (2011c). Daun Kelor untuk Kesehatan. http://daunkelor.com/

tag/biji-kelor. Diakses pada tanggal 28 Februari 2012.

_______. (2011d). Minyak makadamia: Minyak Sehat. www.litbang. deptan.go.id. Diakses pada tanggal 31 Januari 2013.

_______. (2011e). Pemanfaatan Lemak Tengkawang Sebagai Substituen Malam Pada Pembuatan Lipstik. lemaktengkawang.innov.ipb.ac.id.

Diakses pada tanggal 31 Januari 2013.

_______. (2012a). Asam Lemak Tengkawang. repository.ipb.ac.id/bitstream/ handle/.../F98lin1_abstract.pdf?...2

_______. (2012b). Saga pohon (Adenanthera povinina). http://matoa.org/ saga-pohon-adenanthera-pavonina/. Diakses pada tanggal 31 Januari

2013.

_______. (2012c). Tinjauan Pustaka Saga pohon (Adenanthera povinina). repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33603/.../Chapter%20II.pdf. Diakses pada tanggal 12 Desember 2012.

Page 82: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

70 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

_______. (2012d). Bintaro (Cerbera manghas). http://tnalaspurwo.org/ media/pdf/kea_bintaro_cerbera_manghas.pdf. Diakses pada tanggal 28 Februari 2012.

_______. (2012e). Kemiri (Aleuritas moluccana (L.)Willd.) http:// tnalaspurwo.org/media/pdf/kea_aleurites_moluccana_(l.)_willd._(kemiri).pdf . Diakses pada tanggal 7 Maret 2012.

_______. (2012f). Kenari. http://www.jakarta.go.id /jakv1/encyclopedia/ detail/1455. Diakses pada tanggal 7 Maret 2012

_______. (2012g). Tanaman kenari dan manfaatnya. http://buahku.

wordpress.com/2011/10/13/tanaman-kenari-dan-manfaatnya. Diakses pada tanggal 7 Maret 2012

_______. (2012h). Kenari. http://id.wikipedia.org/wiki/Kenari. Diakses pada tanggal 7 Maret 2012.

_______. (2012i). Terminalia catappa Lin. (Ketapang). http://tnalaspurwo.

org/media/pdf/kea_terminalia_catappa_linn._(ketapang).pdf. Diakses pada tanggal 7 Maret 2012.

_______. (2013a). http://alamendah.wordpress.com/2011/11/05/pohon-kepayang-kluwek-atau-picung-bikin-mabuk-kepayang/

_______. (2013b). http://makalahkuada.blogspot.com/2012/07/jenis-

tumbuhan-ciri-dan-fungsinya.html

_______. (2013c). Nyamplung, potensi baru biofuel. http://sains. kompas.com/read/2008/09/23/14552488.

_______. (2017). Sekilas Tentang Nyamplung (Calophyllum Inophyllum).

http://www.forda-mof.org//files/Info_singkat_Nyamplung_sebagai

_Bahan_Baku_Biofuel.pdf.

Arlene, A., Suharto, I., & Jessica, N.R. (2010). Pengaruh Temperatur dan Ukuran Biji Terhadap Perolehan Minyak Kemiri pada Ekstraksi Biji Kemiri dengan Penekanan Mekanis. Prosiding, Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia. Yogyakarta.

Asmani, N. (2011). Membangun Perhutanan Sosial Berbasis Energi Terbarukan Tanaman Bintaro di Sentra Produksi Pangan. Prosiding, Seminar Nasional AVoER ke-3. Palembang, 33–39.

Page 83: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 71

Budi, L.S. (2007). Pengaruh Cara Tanam dan Penggunaan Varietas terhadap Produktivitas Wijen (Sesamum indicum L.). Buletin Agron., 35(2), 135–141.

Departemen Pertanian. (2006). Pedoman Budidaya Makademia (Macademia integrifolia). Direktorat Budidaya Tanaman Tahunan. Direktorat Jendral Perkebunan.

Departemen Pertanian. (1972). Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 54/Kpts/Um/2/1972 tentang Pohon-Pohon Di Dalam Kawasan Hutan Yang Dilindungi.

Dewi, F., Suliasih, N.K., & Garnida, Y. (2016). Pembuatan Cookies dengan penambahan tepung daun kelor (Moringa oliefera) pada berbagai suhu pemanggangan. www.repository.unpas.ac.id. Diunduh tanggal 26 Setember 2017.

Djarkasi, S., Raharjo, S., Noor, Z., & Sudarmaji, S. (2008). Stabilitas

Oksidatif Minyak Biji Kenari (Canarium indicum dan Canarium vulgare) Selama Penyimpanan pada Suhu 30 dan 40 oC. Jurnal Teknologi Industri Pangan, XIX(2), 113–120.

Ea, M.H. & Octavia, T. (2006). Eksplorasi dan Konservasi Tanaman Buah Merah (Pandanus conideus) dalam Upaya Pengelolaan Sumber daya Genetik yang Berkelanjutan. Makalah, Lokakarya nasional Pengelolaan

dan Perlindungan Sumber daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional.

Ferdinandus, E., Sihombing, D.T.H., & Simamora, S. (1976). Penjajagan Penggunaan Biji Macadamia (Macadamia hildebrandii) dalam Ransum

Tikus. Skripsi, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Tidak

Dipublikasikan.

Gunawan, H., Muhammad, A., & Qomar, N. (2013). Konservasi Indigenous Species Ekosistem Hutan Rawa Gambut Riau. Prosiding, Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013.

Guswenrivoe, I., Tarmadi, D., & Yusuf, S. (2013). Aktivitas Insektisida

Ekstrak Buah Bintaro (Cerbera manghas) terhadap Kutu Beras Sitophilus oryzae (Coleoptera: Curculionidae) (Insecticide Activity of Cerbera manghas Fruit Exstract to Sitophilus oryzae (Coleoptera: Curculionidae)). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis, 11(1), 82–89.

Page 84: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

72 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

Harini, M., Zuhud, E.A.M., Sangat, Damayanti, & Ellyn, K. (2000). Kamus Penyakit dan Tumbuhan Obat Indonesia (Etnofitomedika I). Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Haryoko, M. & Kurnianto, N. (2009). Pembuatan Tempe Saga (Adenanthera pavonia L) dengan menggunakan ragi tepung tempe dan ragi instan. Makalah, Seminar Penelitian. http://eprint.undip.ac.id. Diakses 15 September 2012.

Hastuti, S., Suryawati, S., & Maflahah, I. (2015). Pengujian sensoris naget ayam fortifikasi daun kelor. Agrotek, 9(1).

Heriyanto, H., Rahman, M.N., & Andi, A. (2011). Penerapan Konsep "Hutanku Lestrai, Energiku Terpenuhi" Melalui Intensifikasi Penanaman Nyamplung (Callophyllum inophylum L,). Program Kreatifitas Mahasiswa. Institut Pertanian Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Herlina, N. & Ginting, M.H. (2002). Lemak dan Minyak. repository.

usu.ac.id. Diakses 31 Januari 2013.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia (Jilid I, II, III, & IV). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan, Jakarta.

Iman, G. & Handoko, T. (2011). Pengolahan buah bintaro sebagai sumber bioetanol dan karbon aktif. http://repository.upnyk. ac.id/349/1/ Pengolahan Buah Bintaro sebagai Sumber Bioetanol dan Karbon Aktif.pdf. Diakses pada 6 Maret 2011.

Kartosoewarno, S. (2011). Sekilas Makadamia di Australia dan Hawai. Makadamianusantara.wordpress.com. Diakses 12 Desember 2012.

Kementerian Kehutanan. (2007). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu.

_____________________. (2008). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.36/Menhut-II/2008 tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Dalam Hutan Alam (IUPHHBK-HA) atau Dalam Hutan Tanaman (IUPHHBK-HT).

_____________________. (2009a). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor

P.19/Menhut-II/2009 tentang Strategi Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Nasional.

Page 85: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 73

_____________________. (2009b). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.21/Menhut-II/2009 tentang Kriteria dan Indikator Penetapan Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu Unggulan.

_____________________. (2014). Budidaya Tengkawang untuk kayu pertukangan, bahan makanan dan kerajinan. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan dengan Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2015). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.12/Menlhk-II/2015

tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri.

________________________________________. (2016). Statistik Kemen-terian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta.

Kusumawati, M. (2015). Minyak Wijen. www.kerjanya.net/faq. Diakses

tanggal 26 September 2017.

Lebang, A., Amiruddin, Limbongan, J., Kore, G.I., Pambunan, S., & Budi, I.M. (2004). Laporan Usulan Pelepasan Varietas Buah Merah Mbarugum. Kerja Sama Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Papua dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Papua.

Lemmens, R.H.M.J., Soerianegara, I., & Wong, W.C. (Editor). (1995). Timber Trees: Minor commercial timbers. Plant Resources of South East Asia, 5(2). Prosea Foundation, Bogor, Indonesia, 655 pp.

Lim, S.C., Gan, K.S., & Choo, K.T. (2001). Malaysian and Indonesian

Timbers Equivalent Names. Timber Technologi Bulletin, (18). Forest

Research Institute Malaysia.

Limbongan, J. & Malik, A. (2009). Peluang Pengembangan Buah Merah (Pandanus conoideus Lamk.) di Provinsi Papua. Jurnal Litbang Pertanian, 28(4), 134–136.

Mardjono, R. (2007). Varietas Unggul Wijen Sumberrejo 1 dan 4 untuk

Pengembangan di Lahan Sawah sesudah Padi. Perspektif, 6(1), 1–9.

Muchtadi, D., Besancon, P., & Possompes, B. (1984). Studi Mengenai Biji Saga (Adenanthera povinina). II. Pengaruh Ekstraksi Lemak Terhadap Nilai Gizi Tepung Saga. Forum Pascasarjana, 7(1), 1–15.

Page 86: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

74 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

Murningsih, T. (1992). Kandungan Minyak dan Komposisi Asam Lemak pada Pandanus conoidus L. dan P. julianettii M. Prosiding Hasil Litbang Sumber Daya Hutan, 373–378.

Nasir, S., Pratiwi, D., & Soraya, D.F. (2009). Pemanfaatan Ekstrak Biji Kelor sebagai Bahan Bakar Nabati. Prosiding Seminar Avoer 2009. Fakultas Teknik Unsri, Palembang. ISBN 979-587-340-7.

Pandia, S., & Husin, A. (2005). Pengaruh Massa dan Ukuran Biji Kelor pada Proses Penjernihan Air. Jurnal Teknologi Proses, 4(2), 26–33.

Partomihardjo, T. & Rugayah. (1989). Pangi (Pangium edule Reinw.) dan

Potensinya Yang Mulai Terlupakan. Media Konservasi, II(2), 45–50.

Paryanto, I. (2009). Biofuel Sebagai Sumber Energi Masa Depan. Makalah, Seminar “Geothermal dan Biofuel sebagai Sumber Energi Masa Depan, Terbarukan, dan Ramah Lingkungan” 2009.

Pemerintah R.I. (1999). Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan.

Pranowo, D., Syakir, M., Prastowo, B., Herman, M., Aunillah, A., & Sumanto. (2014). Pembuatan Biodiesel dari Kemiri Sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) dan Pemanfaatan Hasil Samping. Jakarta: IAARD Press, 100 pp.

Purwanto, Y.A., Setiawan, B.I., & Sunandar, K. (2011). Pengembangan Tanaman Bintaro untuk Pemenuhan Bioenergi sebagai Kegiatan Tanaman Kehidupan HTI. Makalah, Seminar dan Lokakarya Nasional HTI sebagai Kegiatan Ekonomi Hijau Kerjasama Unsri, Sinar Mas Forestry dan BP2HP Wilayah V Palembang Tanggal 12 April 2011 di

Palembang.

Puspitojati, T. (2011). Agroforestry Forest Estate: Whole Rotation of Social Forestry. Makalah Poster, Seminar INAFOR tanggal 5–7 Desember 2011 di Bogor.

Romlah, E. (1992). Mempelajari Perubahan Aktivitas Antioksidan dan Lemak Selama Fermentasi Daging Biji Picung (Pangium edule Rein W.).

Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tidak

Dipublikasikan.

Rosman, R. & Djauhariya, E. (2006). Status Teknologi Budidaya Kemiri. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, (2), 55–66.

Page 87: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 75

Rudianto, Syam, A., & Alharini, S. (2014). Studi Pembuatan dan Analisis Zat Gizi Pada Biskuit Moringa Oleifera Dengan Substitusi Tepung Daun Kelor. Diunduh dari www.repositori.unhas pada tanggal 29 September 2017.

Seng, O.D. (1990). Berat Jenis dari Jenis-Jenis Kayu Indonesia dan Pengertian Beratnya Kayu untuk Keperluan Praktek. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Bogor.

Siemonsma, J.S. & Piluek, K. (Eds.). (1994). Vegetables. Plant Resources of South East Asia (8), Prosea Foundation, Bogor, Indonesia, 412 pp.

Subiyakto & Harwanto. (1996). Hama Tanaman Wijen dan Pengendaliannya. Monograf Balittas, (2), 31–37.

Sudarmadji, Mardjono, R., & Sudarmo, H. (2007). Variasi Genetik, Heritabilitas, dan Korelasi Genotik Sifat-sifat Penting Tanamn Winen (Sesamum indicum L.). Jurnal Littri, 13(3), 88–92.

Suddiyam, P. & Maneekhao, S. (1997). Sesame (Sesame indicum L): A guide Book for Field Crops Production in Thailand. Field Crops Research Institute. Departement of Agriculture.

Suharisno. (2009). Grand Strategi Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu. Prosiding, Workshop Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu.

Yogyakarta 13 Januari 2009.

Sumadiwangsa, S. (1977). Biji Tengkawang Sebagai Bahan Baku Lemak Nabati. Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor.

Surono, I.S., Nishigaki, T., Endaryanto, A., & Waspodo, P. (2006).

Indonesian biodiversities from microbes to herbal plants as potential

functional food. J. Fac. Agric. Shinshu Univ., 44(1−2), 23−27.

Suryawan, A., Kinho, J., & Mayasari, A. (2011). Potensi dan Sebaran Nyatoh Palaquium obtusifolium Burck.di Sulawesi Bagian Utara. Prosiding, Ekspose Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Manado 2011. Manado.

Sutandi, A. (2002). Karakteristik Isolat Saga Pohon (Adenanthera povinina)

Tanpa Kulit. Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian

Bogor. Tidak Dipublikasikan.

The International Plant Names Index. (2017). Published on the Internet http://www.ipni.org [accessed 1 November 2017].

Page 88: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

76 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

The Plant List. (2013). Version 1.1. Published on the Internet; http://www.theplantlist.org/ [accessed 1 November 2017].

Thomson, L.A.J., & Evans, B. (2004). Canarium indicum var. Indicum and

C. harveyi (canarium nut). Species Profiles for Pacific Island Agroforestry. Versi 1.1.

Thomson, L.A.J., & Evans, B. (2006). Terminalia catappa (tropical almond) ver. 2.2. In: Elevitch, C.R. (ed.). Species Profles for Pacific Island Agroforestry. Permanent Agriculture Resources (PAR), Holuala, Hawaii.

Tirtosuprobo, S. (2007). Pengembangan Tanaman Wijen (Sesamum Indicum L.) Di Kabupaten Sukoharjo. Prosiding, Seminar Memacu Pengembangan Wijen untuk Mendukung Agroindustri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 54–59.

Tjahjani, S. & Khiong, K. (2010). Potensi Buah Merah Sebagai Antioksidan

Dalam Mengatasi Malaria Berghei Pada Mencit Strain Balb/C. Majalah Kedokteran Indonesia, 60, 12.

Widiyanto, A. & Siarudin, M. (2013). Hasil Hutan Bukan Kayu Minyak Lemak, Potensi yang Perlu Dikembangkan. FORPRO, 2(1).

Zailani, H.F, Sutjipto, & Prastowo. S. (2015). Uji Efektivitas Rodentisida

Nabati Ekstrak Buah Bintaro (Cerbera manghas Boiteau, Pierre L.) Terhadap Hama Tikus. Berkala Ilmiah Pertanian, 1(1).

Page 89: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 77

INDEKS

A Aceh, 8, 23, 26, 37 Achariaceae, vii, 12, 50 Adenanthera pavonina, vii, x,

12, 52, 53, 64 aforestasi, 9 agroforestri, 9, 11 alanin, 40 Alas Purwo, 46 Aleurites mollucanus, 11 alfa-karoten, 22, 68 alkaloid, 6 almond, 34, 62, 76 Alor, 52 alpha-linolenic, 31 amazing tree, 65 Ambon, 16, 23, 26 anemia, 43 anoi, 26 antikanker, 19 antioksidan, 40, 65, 66 antiradang, 31 antiseptik, 52 antitumor, 28 Aphis gossypii, 39 Apocynaceae, vii, 11, 12, 16 apotorp, 29 asam amino, 34, 40 asam lemak, 11, 13, 25, 28, 31,

34, 48, 63, 68 asam linoleat, 13, 34 asam miristat, 34 asam oleat, 13, 34 asam sianida, 52 asam stearat, 34 atapan, 32 Azadirachta indica, vii, x, 12,

43, 45

B bahan bakar, 15, 25, 28, 48, 49 balam, vii, x, 11, 12, 14, 15, 36 Bali, 8, 16, 23, 26, 32, 37, 43,

48, 50 Baliem, 19 balomatoa, 40 Baluran, 46

Bangka, 8, 52 Banjarmasin, 36 Banten, 8, 46 Batak, 26, 32 Batu Karas, 46 Bawean, 28 bead tree, 52 beitis, 14 beksahidro, 48 Belawan, 41 Bengkalis, 15, 56 bengku, 35 Bengkulu, 8 bentango, 46 bentangur, 46 Berbak, 46 beta-karoten, 22, 68 bhijan, 37 Biak, 46 bibilaka, 52 bijan, 37 bilutasi, 16 Bima, 26, 28, 37 bintangur, 46 bintaro, vii, x, 11, 12, 13, 16,

17, 18, 19, 70, 71, 72, 74, 76 bintula, 46 biodiesel, v, 13, 18, 19, 48, 56,

64, 67, 68, 74 bioetanol, 19, 72 bitaur, 46 Bogor, i, ii, 18, 28, 71, 72, 73,

74, 75, 91 bois de corail, 52 bourbonene, 48 buah merah, x, 7, 8, 11, 12, 13,

19, 20, 21, 22, 23, 67 Bugis, 32 buku, iii, v, 4, 12, 19 Burseraceae, vii, 11, 12, 28 Buru, 1, 23, 26

C cacao butter substitute, 60 calerene, 48 calophylloide, 48 Calophyllum inophyllum, vii,

x, 12, 46, 47

calophynic acid, 48 campuran, 9, 10, 11, 31, 42,

45, 46, 60 Canarium, vii, x, 11, 28, 29,

71, 76 cangkok, 42, 51 canola, 63 cardenolide, 19 Carita, 46 Cerbera manghas, vii, x, 11,

16, 18, 70, 71, 76 Cerbera venenifera, 16 cerberine, 19 Cibodas, 41 cicatrization, 48 Clusiaceae, vii, 12, 46 Combretaceae, vii, 11, 12, 32,

33 condori commun, 52 copaene, 48 coral pea tree, 52 croton, 11, 12 cubebene, 48

D damar, 60 Dani, 19 Dayak, 35 derekan, 26 DHA, 13 DI Yogyakarta, 8 diabetes melitus, 23 diare, 28 dimetil, 48 Dipterocarpaceae, viii, 12, 14,

57, 63 disentri, 28, 35 diuretik, 35 DKI Jakarta, 8 dormansi, 17, 59

E eksokarp, 16 ekstrak, 22, 45, 52, 68, 71, 74,

76 encok, 52 endokarp, 16

Page 90: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

78 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

energi, v, 9, 13, 19, 26, 48, 49, 51, 61, 62, 69

engas, 26 epikarp, 16 epitorp, 29 Euphorbiaceae, vii, 11, 12, 26

F Fakfak, 46 farmasi, 31, 60, 63 farmesol, 48 farnesene, 48 fauna, 10, 29 flora, 10, 24, 29 Flores, 28 fortifikasi, 66, 72 fosfor, 26, 40, 43

G gaharu, 8, 62 gambir, 8 gambut, 14, 35, 36, 59 Ganua motleyana, vii, x, 11,

35, 36 gelum, 21 generatif, 30, 42, 44, 47, 51, 53 getah, 5, 6, 8, 31, 36, 45, 60, 62,

64 ghak saghakan, 52 gizi, 13, 22, 25, 42, 60, 65, 66 gliserol, 11 gondorukem, 8 gonnorhea, 28 goro-goro, 16 green butter, 60

H habuk, 36 hagi, 26 Halmahera, 23, 26, 28, 37, 46 hama, 21, 25, 39, 52 hambiri, 26 hapesong, 50 hasil hutan, iii, v, ix, 1, 2, 3, 5,

9, 92 Hasil Hutan Bukan Kayu, v, 2, 4,

5, 6, 14, 72, 73, 75, 76 hatapang, 32 hayati, 5 HDL, 63 heksadecane, 48 hewan, 5, 10, 11, 59

HHBK, iii, v, vii, viii, ix, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 61, 62, 68

hihi, 28 hutan alam, 2, 7, 46, 49, 59, 72 hutan konservasi, 1, 3 hutan lindung, 1, 3 hutan produksi, 1, 2, 3, 5 hutan tanaman, ix, 2, 3, 4, 5, 7,

9, 10, 15, 47, 61, 62, 67, 68, 72, 73

I illip nut, 60 imunitas, 31 infeksi, 52 inophylum A–E, 48 intharan, 43 iodium, 48 ipai, 28

J jagung, 38, 61, 62, 63 Jakarta, 50, 72, 73, 74 Jambi, 8 Jawa, ii, 8, 16, 19, 23, 26, 28,

37, 42, 43, 46, 47, 48, 50, 51, 52

Jayapura, 19, 22, 46

K kalang tanggui, 57 kalapis danum, 57 kaleli, 26 kalepek danum, 57 Kalimantan, 8, 14, 19, 26, 32,

35, 37, 46, 48, 50, 57, 58, 60 kalis, 32 kalium, 40 kalori, 13, 43 kalowa, 50 kalsium, 26, 40, 43, 65, 67 kameri, 26 Kampar, 54 kanai, 28 kanale, 28 kanare, 28 kanari, 28 Kangean, 28, 52 kanjole, 40 kanker, 23, 31, 63 kanyeri putih, 16

kapayang, 50 kapecong, 50 kapeunceung, 50 karbohidrat, 6, 22, 67, 68 kardiotonik, 35 Karimun, 56 katafa, 32 katapang, 32 katapieng, 32 katiau, 35 kawang, 48, 57 kawilu, 26 keben, 47 kedelai, 31, 54, 61, 64 kekawang, 57 Kelila, 21 kelo, 23 kelohe, 23 kelor, vii, x, 11, 12, 13, 23, 24,

25, 65, 66, 67, 69, 71, 72, 74, 75

keminting, 26 kemiri, v, vii, x, 7, 8, 11, 12, 26,

27, 28, 67, 70, 74 kemling, 26 kenareh, 28 kenari, vii, x, 11, 12, 28, 29, 30,

31, 34, 70, 71 kenuar, 57 Kepulauan Riau, 8 Kepulauan Seribu, 46 kereh, 26 kernel, 22 kero, 23 kerol, 23 kesehatan, 1, 40, 45, 62, 65 ketapang, vii, x, 11, 12, 32, 33,

34, 47, 70 ketapas, 32 ketiau, vii, x, 11, 12, 35, 36 ki toke laut, 52 kilor, 23 kleba, 19 klesi, 48 koja, 28 kolesterol, 31, 43, 63 konari, 28 koraalboom, 52 koral lenbaum, 52 koreh, 26 kosmetik, 13, 28, 40, 54, 59,

60, 63 kris, 32 kuansu, 19

Page 91: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 79

L lahapang, 32 lambuto, 16 lampong meranti, 57 Lampung, 8, 23, 26, 50, 71 langa, 37 LDL, 43, 63 Leguminosae, vii, 12, 52 lemak jenuh, 28, 68 lemak tak jenuh, 40, 63, 68 Lembah Baliem, 19 Lembang, 41 lena, vii, x, 12, 37, 38, 39 lenga, 37 lengong, 37 lignin, 40 linoleat, 48 lipida, 22, 68 lisa, 32 longa, 37 lubang tanam, 21, 34, 39

M M. francii, 40 M. hejana, 40 M. hildebrandii, 40 M. pracalta, 40 M. rousellii, 40 M. ternifolia, 40 M. tetraphylla, 40 M. vinilardii, 40 M. whalani, 40 Macadamia spp, vii, x, 12, 40,

41 madang-kapo, 16 Madhuca crassipes, viii, x, 12,

54, 55 Madhuca utilis, 54 Madura, 23, 28, 32, 37, 48, 50,

52 magari, 22 magnesium, 43 majau, 57 makadamia, vii, x, 12, 40, 41,

42, 43, 62, 63, 67, 69, 72 Makadamia integrifolia, 62 Makassar, 16, 26, 28 malaria, 23, 45 maler, 22 Maluku, 8, 16, 19, 26, 28, 30,

31, 32, 37, 46, 50 Manado, 16, 75 Manokwari, 19, 46

maranti beras, 57 maranti jawi, 57 margetahan, 14 margosa, 43, 45 margosier, 43 marongghi, 23 marungga, 23 marunggai, 23 Mataram, 28 mbarugum, 22 Medan, 28 melali, 35 melebekan, 57 Meliaceae, vii, 12, 43 membha, 43 mempheuh, 43 mengkabang, 57 menkabang, 57 mesap, 57 mesokarp, 16 mete, 62 metilletil, 48 mimba, vii, x, 12, 43, 44, 45 Minangkabau, 16, 23, 26, 32, 57 minyak lemak, iii, v, ix, 3, 4, 5,

6, 7, 11, 12, 13, 18, 22, 25, 36, 57, 61, 62, 64, 67, 68

miri, 26 monokultur, 10, 11 Moringa oleifera, vii, x, 11, 23,

24, 69 Moringaceae, vii, 11, 12, 23 MUFA, 63 muncang, 26 munggai, 23 murelene, 48 murong, 23 Myzus persicae, 39

N nabati, ix, 5, 6, 11, 25, 52, 60 Nabire, 46 naftalin, 48 narrow wingged, 58 natrium, 40 Nezara viridula, 39 ngusu, 32 Nias, 32, 37 niha, 28 Nusa Tenggara, 8, 16, 26 nutrisi, 66, 67, 69 nyamplung, vii, x, 12, 46, 47,

48, 64, 67, 69, 70, 72

nyato, 14 nyatoh, vii, x, 12, 14, 35, 48,

49, 50, 69, 75 nyatoh jangkar, 14 nyatu, 35, 37, 48 nyiara, 28 nyiha, 28

O obat, v, 1, 5, 6, 8, 13, 22, 28,

31, 35, 40, 44, 45, 47, 48, 51, 59, 60, 63, 67, 68

octadecanal, 48 Odollamia manghas, 16 oleat, 48 oleic, 22 oleum shorea, 60 omega, 63 osteoporosis, 23

P pacung, 50 Padaliaceae, 12 pakem, 50 Palaquium burckii, viii, x, 12,

56, 57 Palaquium javense, vii, x, 12,

48, 49 Palaquium walsuraefolium,

vii, x, 11, 14, 15 palem, 5, 9, 10 Palembang, 57, 70, 74 palmitat, 34, 48, 60 Pananjung, 46 pandan, 20, 47 Pandanaceae, vii, 11, 12, 19 pangan, v, 1, 9, 25, 57, 60, 61,

62, 65, 66, 67, 68 Pangandaran, 46 pangi, 50 Pangium edule, vii, x, 12, 50,

51, 74 Papua, 8, 19, 21, 22, 26, 32, 46,

73 Pasuruan, 42 pataule, 46 pati, 5, 6, 43 Pedaliaceae, vii, 12, 37 Pegunungan Bintang, 19 Pegunungan Ijen, 41 Pelelawan, 54 penyakit, 21, 25, 39, 44, 45, 52,

68

Page 92: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

80 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

perande, 40 pestisida, 19, 40, 45, 52 Phytopthora, 39 picung, vii, x, 12, 50, 51, 52,

70, 74 pidekan, 26 polifenol, 31 polikultur, 10 Polyphagotarsonemus latus,

39 Proteaceae, vii, 12, 40 protein, 31, 40, 42, 43, 64, 65,

66, 67 pucung, 50 PUFA, 63 pupuk, 27, 34, 39, 44

R racun, 19, 52 rawa, 14, 35, 36, 51, 55, 56 reforestasi, 9 rematik, 35 resin, 5, 6, 31 Riau, 8, 56, 71 ringa, 37 rotan, 6, 8, 62 Rote, 32

S S. palembanica, 58 S. stenoptera, 58 saga, x, 12, 52, 53, 54, 64, 67,

69, 72, 73, 75 sagha nal, 52 saketa, 26 salrise, 32 salungsung, 57 samplong, 46 sangai, 35 Sangir, 23 sapiri, 26 saponin, 54 Sapotaceae, vii, viii, 11, 12, 14,

15, 35, 36, 48, 54, 55, 56 sariawan, 28, 35 sarisa, 32 sarisalo, 32 sauk eken, 19 scadinene, 48 segawe sabrang, 52 selinene, 48

seminai, viii, x, 12, 54, 55 Sesamum orientale, vii, x, 12,

37, 38 sesquiphellandrene, 48 Shorea, viii, x, 12, 57, 58, 59,

60, 63 Shorea stenoptera, 58 Siak, 54 sikuai, 37 simaung, 50 Simeulue, 32 sipa-sipa, 19 sirisa, 32 sirisal, 32 SNI, 64, 67 Sorong, 19, 46 soulatri, 46 stearat, 48 stearine, 60 stek, 17, 21, 25, 42, 47, 53 Sulawesi, 8, 14, 16, 19, 23, 28,

32, 37, 40, 46, 50, 75 Sumatera, 8, 14, 16, 19, 26, 32,

35, 40, 46, 50, 54, 58 Sumba, 26 Sunda, 23, 26, 28, 32, 37, 52 suntai, viii, x, 12, 14, 56, 57 suplemen, v, 67 Sylva telluriana, 16

T talisei, 32 tamanu, 48 Tanghinia venenifera, 16 Tanimbar, 28 tanin, 5, 6, 35 Tanjung Puting, 35 Tapung, 54 tarisei, 32 tawi, 19 tempe, 64, 72 tengkawang, v, viii, x, 7, 8, 12,

57, 58, 59, 60, 63, 69, 73, 75 tengkawang asu, 57 tengkawang majau, 57 tengkawang pasir, 57 tengkawang sungkasuwu, 57 tengkawang tanggui, 57 Terminalia catappa, vii, x, 11,

32, 33, 70, 76

Ternate, 16, 19, 23, 26, 28, 37, 46

the miracle of tree, 65 tiamin, 43 Tidore, 23, 26, 28 tiliho, 32 tiliso, 32 Timor, 16, 23, 28, 32 tinapu, 40 Toba, 37 Tolikora, 19, 22 tradisional, 15, 21, 22, 60, 63 tree for life, 65 tridolebutyric acid, 42 trigliresida, 11 tumor, 31

U Ujung Kulon, 46 undi, 48 unggulan, ix, 7, 8, 9, 68, 73 upoi, 28 urea, 39, 44 utan, 52

V varietas, 30, 39, 71, 73 vegetable thallow, 60 vegetatif, 30, 42, 47, 51, 53 vitamin, 13, 22, 26, 40, 63, 65,

66, 67, 68

W wabo, 16 Wamena, 19 waru laut, 47 watu, 37 Wetar, 28 wijen, v, 37, 38, 39, 40, 65, 69 Winas, 39 wori, 23

Y Yahukimo, 19 Yapen, 46

Z zaitun, 63 zingiberene, 48

Page 93: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

Mengenal Hasi l Hutan Bukan Kayu | 81

BIODATA PENULIS

Dr. Ir. Triyono Puspitojati, M.Sc.

Penulis lahir di Blitar pada tanggal 26 Oktober 1958. Penulis menyelesaikan pendidikan Strata 1 pada Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1983, pendidikan Strata 2 (Master of Science) bidang Natural Resources Management dari Faculty of Agriculture University of Western Australia tahun 1994, dan pendidikan Strata 3 (Doktor) bidang Ilmu Pengetahuan Kehutanan dari Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2008. Pada tahun 1985–2008, penulis

bekerja sebagai peneliti pada Pusat Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Bogor dan tahun 2008–2015 bekerja sebagai peneliti pada Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Ciamis. Pada tahun 2015–sekarang, penulis bekerja sebagai peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim. Penulis menaruh minat pada masalah sosial, ekonomi, dan kebijakan kehutanan.

M. Siarudin, S.Hut., MT, MMG

Penulis lahir di Tegal pada tanggal 16 November 1976. Penulis menyelesaikan pendidikan Strata 1 dari Fakultas Kehutanan UGM tahun 2001, pendidikan master di Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 2010, dan Graduate School of Media and Governance di Keio University, Fujisawa, Jepang pada tahun 2011. Pada tahun 2001–2003, penulis bekerja pada beberapa peru-sahaan swasta di wilayah Jabotabek. Sejak 2003 hingga

saat ini, penulis bekerja sebagai peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry, Ciamis. Penulis menaruh minat pada social forestry dan perencanaan hutan.

Email: [email protected]

Page 94: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya

82 | 18 Jenis Tanaman Penghasi l Minyak Lemak

Ary Widiyanto, S.Hut., M.Eng., MPP

Penulis lahir di Banjarnegara pada tanggal 30 Oktober 1980. Penulis menyelesaikan pendidikan Strata 1 dari Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB tahun 2003. Pendidikan master ditempuh di Program Magister Perencanaan Kota dan Daerah (MPKD) UGM dan Economic Planning and Public Policy program di National Graduate Institute for Policy Studies (GRIPS), Tokyo, Jepang pada tahun 2017. Pada tahun 2003–2010, penulis

bekerja pada beberapa perusahaan swasta yang bergerak di bidang perkayuan dan pengolahan hasil hutan di wilayah Jabodetabek. Sejak tahun 2010 hingga saat ini, penulis bekerja sebagai peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry Ciamis. Penulis menaruh minat pada pemanfaatan hasil hutan dan public policy.

Email: [email protected]

Page 95: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya
Page 96: MENGENAL HASIL HUTAN BUKAN KAYUbalitek-agroforestry.org/.../Digital-Buku_Minyak...perdagangan, seperti jenis minyak tengkawang, minyak kemiri, dan minyak wijen. Beberapa jenis di antaranya