MENGEMBARA DI SELATAN PAPUA: SUARA MEREKA, … · Tetapi dalam hati berkata, ... Suara-suara itu...

3
MENGEMBARA DI SELATAN PAPUA: SUARA MEREKA, KEKUATAN BAGI KAMI USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN Oleh: Deddy Rickson Luanmasar Malam itu, 30 Maret 2016 saya dan enam teman yang tergabung dalam tim pemetaan partisipatif terpaksa harus bersandar beberapa saat di Muara Jita. Ombak dan angin kencang membuat kami harus menghentikan sebentar perjalanan. Sudah 7 jam perjalanan kami melintasi sungai yang berliku- liku menggunakan speedboat berkekuatan 85 PK 3 unit. Berkali-kali kami harus memastikan kondisi air sungai hingga laut aman untuk dilewati. Keunikan alam di Selatan Papua yang masih alami beserta tantangan lautnya memang tidak mudah diprediksi. Salah-salah menghitung dapat membuat celaka. Meskipun air laut surut, namun terkadang kami bertemu dengan kondisi laut yang berombak. Speedboat tak henti dihantam ombak. Badan speedboat serasa hampir terbelah karenanya. Memang tidak dapat dipungkiri ada rasa ngeri dialami oleh semua anggota tim menghadapi kondisi alam. Tetapi dalam hati berkata, “ini adalah tantangan alam yang harus dihadapi, jika kita beker- ja dengan hati dan tujuan yang baik, alampun akan membantu. Ayo ombak, sedikit bersahabatlah.” Setelah berjam-jam perjalanan yang menguras fisik dan mental, kami tiba di Kampung Ipam, Distrik Jita, Kabupaten Mimika. Ini pertama kalinya kami “Anak, kakak, cucu, tolong lindungi dusun/ kebun, tempat berburu, tempat meramu untuk saudara, adik, keponakan kalian yang akan melanjutkan hidup mereka di kampung kami….”, kata tetua adat sambil berurai air mata. USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1

Transcript of MENGEMBARA DI SELATAN PAPUA: SUARA MEREKA, … · Tetapi dalam hati berkata, ... Suara-suara itu...

Page 1: MENGEMBARA DI SELATAN PAPUA: SUARA MEREKA, … · Tetapi dalam hati berkata, ... Suara-suara itu yang membuat kami tetap ... sifat pasif dan hanya berfungsi memberikan per-tanyaan

MENGEMBARA DI SELATAN PAPUA: SUARA MEREKA, KEKUATAN BAGI KAMI

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN

Oleh: Deddy Rickson Luanmasar

Malam itu, 30 Maret 2016 saya dan enam teman yang tergabung dalam tim pemetaan partisipatif terpaksa harus bersandar beberapa saat di Muara Jita. Ombak dan angin kencang membuat kami harus menghentikan sebentar perjalanan. Sudah 7 jam perjalanan kami melintasi sungai yang berliku- liku menggunakan speedboat berkekuatan 85 PK 3 unit. Berkali-kali kami harus memastikan kondisi air sungai hingga laut aman untuk dilewati. Keunikan alam di Selatan Papua yang masih alami beserta tantangan lautnya memang tidak mudah diprediksi. Salah-salah menghitung dapat membuat celaka.

Meskipun air laut surut, namun terkadang kami bertemu dengan kondisi laut yang berombak. Speedboat tak henti dihantam ombak. Badan speedboat serasa hampir terbelah karenanya. Memang tidak dapat dipungkiri ada rasa ngeri dialami oleh semua anggota tim menghadapi kondisi alam. Tetapi dalam hati berkata, “ini adalah tantangan alam yang harus dihadapi, jika kita beker-ja dengan hati dan tujuan yang baik, alampun akan membantu. Ayo ombak, sedikit bersahabatlah.”

Setelah berjam-jam perjalanan yang menguras fisik dan mental, kami tiba di Kampung Ipam, Distrik Jita, Kabupaten Mimika. Ini pertama kalinya kami

“Anak, kakak, cucu, tolong lindungi dusun/ kebun, tempat berburu, tempat meramu untuk saudara, adik, keponakan kalian yang akan melanjutkan hidup mereka di kampung kami….”, kata tetua adat sambil berurai air mata.

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1

Page 2: MENGEMBARA DI SELATAN PAPUA: SUARA MEREKA, … · Tetapi dalam hati berkata, ... Suara-suara itu yang membuat kami tetap ... sifat pasif dan hanya berfungsi memberikan per-tanyaan

menginjakkan kaki di Jita. Ternyata ujian mental belum usai. Bukannya disambut dengan ramah, melainkan justru masyarakat yang berada di Jembatan Jita menghadang sambil membawa parang dan menanyakan maksud dan tujuan kedatangan kami. Diiringi rasa takut dan khawatir, kami mencoba menjelaskan tujuan kami untuk membantu masyarakat melakukan kegiatan pe-metaan partisipatif yang akan membawa manfaat bagi masyarakat di masa depan dalam pengelo-laan sumberdaya alam yang berkelanjutan. Akhirnya, masyarakat mengerti dan menerima kedatangan kami di Jita.

Sesudah berada di lokasi, muncul sedikit keraguan dengan kegiatan pemetaan ini. Masih segar dalam ingatan dengan kasus pekerjaan pemetaan partisi-patif sebelumnya dimana masyarakat menolak dan mencurigai tim kami sebagai calon pelaku eksploi- tasi sumber daya alam. Namun kami pantang untuk menyerah mengingat kegiatan pemetaan ini penting bagi masyarakat, seperti yang pernah disampaikan oleh salah satu tetua adat di Kampung Sumapro sambil berurai air mata “Anak, kakak, cucu, tolong lindungi dusun/kebun, tem-pat berburu, tempat meramu untuk saudara, adik, keponakan kalian yang akan melanjutkan hidup mereka di kampung kami….”. Yang lainnya berkata, “kami tidak mau anak cucu kami kedepan mencari makan di kampung lain”. Bagi masyarakat adat di Papua, hutan, laut dan sungai adalah segalanya. Suara-suara itu yang membuat kami tetap bertekad menyelesaikan pekerjaan pemetaan dengan baik, meski akan membutuhkan waktu lama. Kami tidak terpaku dengan batasan waktu karena menyadari

proses lebih utama dibanding hasil. Ini sekaligus sebagai bagian dalam rencana program LESTARI yang akan menempatkan masyarakat sebagai pusat pengembangan.

Kami sadar bahwa kesediaan masyarakat adalah hal yang utama yang harus kami peroleh di awal pro- ses pemetaan. Sebab tidak ada artinya pemetaan ini manakala masyarakat merasa terpaksa. Syukurlah tantangan ini dapat dilalui dan diluar dugaan, antusi-asme masyarakat di Kampung Ipam begitu tinggi.

Sebagaimana wilayah kampung yang jauh dari akses sumber daya informasi dan pengetahuan, kampung- kampung di Distrik Jita nampaknya belum juga memiliki peta wilayah yang tertulis. Meskipun han-ya untuk sekedar peta administrasi kampung dengan informasi yang minimal seperti; batas wilayah, letak pemukiman dan lainnya. Terkait dengan pengelolaan sumber daya alam, sebenarnya masyarakat sudah memiliki peta pemanfaatan SDA secara tidak ter-tulis. Peta tersebut berada dalam imajinasi mereka yang dikenal sebagai peta mental. Melalui program pemetaan ini kami mencoba menuangkan peta men-tal kedalam bentuk peta tertulis.

Pemetaan partisipatif atau pemetaan berbasis masyarakat pada intinya adalah kegiatan yang meli-batkan masyarakat dan komunitas adat di kampung untuk menggambarkan kondisi wilayah dimana mereka bertempat tinggal dan mencari sumber nafkahnya. Masyarakat diyakini memiliki pengetahuan mendalam mengenai apa saja yang ada di wilayah- nya sebagai dasar membuat peta secara detil dan akurat mengenai sejarah, tata guna lahan, pan- dangan hidup atau harapan untuk masa depan.

Foto: Tim Pemetaan Partisipatif USAID LESTARI bersama

warga kampung Jita

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 2

Page 3: MENGEMBARA DI SELATAN PAPUA: SUARA MEREKA, … · Tetapi dalam hati berkata, ... Suara-suara itu yang membuat kami tetap ... sifat pasif dan hanya berfungsi memberikan per-tanyaan

Peran kami tidak lebih sebagai fasilitator yang ber- sifat pasif dan hanya berfungsi memberikan per-tanyaan untuk pendalaman dan klarifikasi berkena- an dengan informasi yang terlihat kurang relevan. Informasi dan pengetahuan yang terkumpul, kemu-dian dituangkan kedalam selembar peta. Peta-peta yang dihasilkan menjadi penting artinya karena mer-upakan bukti pengakuan atas hak dan keberadaan masyarakat adat, alat bernegosiasi dengan pemerin- tah ataupun pihak lain, dan dapat meminimalkan poten-si konflik antar kampung. Selain itu peta juga dianggap sebagai aset, identitas budaya dan sejarah mereka.

Pemetaan partisipatif biasanya dilakukan di Jae atau Rumah Adat. Masyarakat baik kaum laki-laki dan per-empuan, serta pemuda berkumpul bersama kami untuk membahas berbagai aspek sumber daya yang penting untuk digambarkan. Menggunakan peta citra, masyarakat mengidentifikasi nama dan letak tem-pat penting seperti kampung lama, tempat sakral, sumber air, dusun sagu, tempat berburu, perjalanan leluhur, persinggahan leluhur, kuburan leluhur yang saat ini dikelola dan dilindungi secara adat setempat. Pengetahuan ini penting untuk didokumentasikan, sebagai warisan bagi anak-cucu mereka bukan ha- nya untuk mengenali dan menghormati bumi dimana mereka berpijak, tetapi juga untuk menjaganya dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.

Sesudah beberapa hari berjalan, akhirnya Kampung Ipam yang merupakan satu dari 10 kampung di Kabupaten Mimika yang difasilitasi oleh Tim USAID LESTARI di Lanskap Lorentz Lowland, per-wakilan staf Balai Taman Nasional Lorentz, dan per-wakilan Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (LEMASKO), menyelesaikan kegiatan pemetaan parti- sipatif. Kampung-kampung lainnya yaitu Kampung Omawita, Fanamo dan Ohotya di Distrik Mimi- ka Timur Jauh dan Kampung Pece/Sempan Timur,

Wenin, Kanmapri, Waituku, Sumapro dan Wapu di Distrik Jita. Selain menunjang proses revisi zonasi taman nasional, peta partisipatif juga digunakan se-bagai data pendukung Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Mimika.

Susah payah perjalanan kami terbayar. Penolakan ber-balik menjadi penerimaan. Masyarakat pun menyebut kami dengan sebutan ‘dokter dan mantri hutan’. Tapi sungguh, bukan sebutan itu yang kami mau. Senyum di bibir mereka-lah yang membayar lunas semua jerih payah kami.

Foto: Warga kampung Jita berpar- tisipasi memetakan sumber- daya alam di wilayah mereka

Foto: Bersama ketua adat kampung Sumapro

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 3