Mengasah otak Mengolah Hati

71

description

Merupakan buku yang menceritakan rangkuman kegiatan Sekolah Lapangan Kedelai Hitam yang dilaksanakan oleh atas Kerjasama FIELD Indonesia dengan Yayasan Unilever.

Transcript of Mengasah otak Mengolah Hati

Page 1: Mengasah otak Mengolah Hati
Page 2: Mengasah otak Mengolah Hati

iii ivMengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Saya sudah mengikuti banyak kegiatan penyuluhan pertanian, tetapi yang paling terkesan adalah dengan Sekolah Petani. Petani yang tadinya tidak berani bicara menjadi berani mengemukakan pendapat.

““Pak Rustam, Ketua Kelompok Tani ”Maju Makmur”, Desa Pringkuku,

Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan

Mengasah Otak, Mengolah HatiSEKOLAH PETANI UNTUK PENGELOLAAN AGROEKOSISTEM KEDELAI HITAM

Ditulis olehTim Yayasan FIELD Indonesia

Page 3: Mengasah otak Mengolah Hati

v viMengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Tim Yayasan FIELD IndonesiaKoordinator : AditiajayaPenulis : Triyanto Purnama Adi

Kontributor – Yayasan FIELD Indonesia: Simon H. Tambunan, Widyastama Cahyana, Arief Lukman Hakim, Aditiajaya, John Pontius, Hilmi Alie, Engkus Kuswara, Dayat, Hartono, dan Gatot Rochmawan

Kontributor – Asisten Lapangan Program: Devi Wahyuningtyas Utami, Fembria Indriani Wulandari, Kartika Wulan, Agus Yoko, Hanisah Noormadani, Sutarno, Nurul Usmawati, Suhirman Eko, Nugraheny Setya, Muh Hisyam, Resti Lesmania, Wikis Danang, Rini Wulandari, Hanggamurti Putri Utami, dan Nurrudianto

Yayasan Unilever Indonesia:General Manager : Sinta KaniawatiProgram Manager : Maya TamimiAsistant Program Manager : Andre Setiawan

Graha UnileverJl.Jend. Gatot Subroto Kav.15, Jakarta 12390Tel.: +62-21-5262112 ; Fax : +62-21-5264053Email : [email protected]

Yayasan FIELD Indonesia:Kompleks TNI AL, Jln. Teluk Peleng 87 A, Rawabambu, Pasarminggu, Jakarta 12520 Tel.: +62-21-7820479, 33101515; Fax.: +62-21-7820479 Email: [email protected] Website: www.thefieldalliance.org; www.pedigrea.org; www.field.org

Publikasi ini diterbitkan atas kerjasama Yayasan Unilever Indonesia dan Yayasan FIELD IndonesiaOktober 2012

Halaman Penyusun

Page 4: Mengasah otak Mengolah Hati

vii viiiMengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

ISI BUKU

Kata PengantarUcapan Terima KasihSekapur Sirih

BAGIAN 1: Prolog

BAGIAN 2: Bersama Merancang Pendidikan yang Ideal bagi Petani

BAGIAN 3: Apa Itu Sekolah Petani? A. Sekilas Sejarah Sekolah LapanganB. Mengembangkan Pendidikan yang Tepat bagi PetaniC. Ciri-Ciri Nyata Sekolah Petani

BAGIAN 4: Bagaimana Sekolah Petani Kedelai Hitam Dilaksanakan?A. Proses Kegiatan Sekolah Petani di Desa Gunungsari: Sebuah KasusB. Memahami Proses Sekolah PetaniC. Menyiapkan Sekolah Petani

BAGIAN 5: Petani Menjadi Peneliti di Lahannya SendiriA. Mendorong Petani terus MenelitiB. Bagamana Petani Melaksanakan Studinya?

ixxi

xiii

1

10

2427 3034

40435057

666973

BAGIAN 6: Mempromosikan Proses dan Hasil BelajarA. Hari Temu Lapangan Di Desa Gunungsari: Sebuah KasusB. Pesta InformasiC. Aksi Komunikasi

BAGIAN 7: Petani Berkembang Karena Sekolah PetaniA. Perkembangan yang Terjadi di Tingkat Petani1. Sadar Pentingnya Pengamatan Rutin2. Tahu Hubungan Serangga Hama, Tanaman, dan Musuh Alami3. Paham Pentingnya Persiapan Lahan, Jarak Tanam, dan Perawatan Tanaman4. Sikap Kritis dan Berani Berpendapat5. Mampu Melakukan Penelitian di Lahannya6. Tumbuh Semangat Berorganisasi7. Menerapkan Proses dan Hasil Belajar Sekolah Petani8. Berinovasi untuk Mengoptimalkan Potensi9. Memperoleh Perhatian dan Dukungan Pihak LainB. Memaknai Perkembangan yang Terjadi

BAGIAN 8: EPILOG

Profil Yayasan Unilever IndonesiaProfil Yayasan FIELD IndonesiaRujukan

78808687

909494959698

100101102104107109

114

121123125

Page 5: Mengasah otak Mengolah Hati

ix xMengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Kata PengantarBuku Sekolah Petani

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas diterbitkannya Buku “Mengasah Otak, Mengolah Hati. Sekolah Petani Untuk Pengelolaan Agroekosistem Kedelai Hitam”, hasil kerja sama Yayasan Unilever Indonesia dan Yayasan FIELD Indonesia. Merupakan kebahagiaan bagi kami untuk dapat ikut berbagi pengalaman yang terjadi selama proses Sekolah Petani, melalui buku ini.

Unilever telah merintis Program Pemberdayaan Petani Kedelai Hitam, bersama Universitas Gadjah Mada, sejak tahun 2002. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak petani yang bergabung dengan program, hingga mencapai 9,000 petani berpartisipasi di 2012.

Kami mengamati bahwa di setiap tempat program dilaksanakan, ada banyak ilmu-ilmu yang telah secara alami diketahui oleh petani, berdasarkan temuannya di lapangan. Di tahun 2009, kami bertemu dengan Yayasan FIELD, yang merupakan penggiat proses belajar aktif bagi petani, dan kami pun bersepakat untuk menginisiasi Program Sekolah Petani, yang diawali dengan Pelatihan Petani Penggerak.

Melalui Sekolah Petani, para petani berkesempatan untuk saling berbagi ilmu, sehingga ilmu-ilmu tepat guna yang telah diketahui sebagian petani dapat terus dikembangkan, sedangkan ilmu-ilmu baru dapat dipelajari dan diujicobakan bersama.

Metode Sekolah Petani juga akan memperkaya proses memperoleh pengetahuan yang sebelumnya telah difasilitasi oleh Universitas Gadjah mada. Dengan adanya panduan ilmu bercocok

tanam kedelai hitam yang telah disusun oleh UGM dan proses Sekolah Petani yang difasilitasi oleh Yayasan Field Indonesia, maka diharapkan petani akan lebih mandiri “trengginas” untuk terus mengasah diri dan menggali potensi yang ada dalam menjawab tantangan masa depan di bidang pertanian.

Petani yang berdaya, merupakan kunci dari kesuksesan program kami. Metode pembelajaran yang dipilih di Sekolah Petani sejalan dengan visi kami untuk berkembang bersama masyarakat, To Earn Love and Respects from Indonesian, by touching the lives of Indonesian everyday.

Jakarta, Desember 2012

Sinta KaniawatiGeneral Manager Yayasan Unilever Indonesia

Page 6: Mengasah otak Mengolah Hati

xi xiiMengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

UCAPAN TERIMA KASIH

SEPERTI JUGA Sekolah Petani, buku ini juga merupakan kerja kreatif semua pihak yang terlibat aktif dalam pelaksanaan program pengembangan Sekolah Petani ini. Kalimat ‘sakti’ tidak ada guru tidak ada murid dalam Sekolah Petani mampu mengilhami proses penulisan narasi buku ini.

Layaknya petani yang panen kedelai hitam, melakukan sortasi adalah langkah untuk memisahkan kedelai hitam sesuai peruntukannya. Semua kedelai hitam yang dipanen memiliki kegunaan masing-masing. Demikian pula dengan informasi yang penulis ‘panen’ langsung dari para petani di lapangan melalui berbagi pengalaman, pengetahuan, informasi, dan gagasan. Seperti juga kecap “Bango”, buku ini merupakan sebuah kreasi, yang proses melahirkannya menghadirkan kontribusi banyak pihak.

dan Hanggamurti Putri Utami, yang telah menunjukkan bagaimana petani bekerja dalam program ini dan rela berbagi informasi, tulisan, dan foto-foto kegiatan yang berguna.

Di Yayasan FIELD Indonesia penulis memiliki rekan-rekan yang setiap saat antusias berdiskusi tentang pendidikan petani, hingga mampu menghadirkan cara bagaimana memaknai dinamika yang terjadi di tingkat petani. Terima kasih terutama kepada Simon Hate, Widyastama Cahyana, Arief Lukman Hakim, Aditiajaya, John Pontius, Hilmi Alie, Engkus Kuswara, Dayat, Hartono, dan Gatot Rochmawan. Mereka sesama pakar dan praktisi pengembangan Sekolah Lapangan yang tergabung dalam Tim Bantuan Teknis PHT-FAO dan terlibat langsung dalam pelaksanaan Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu sejak tahun 1990 hingga 2000-an.

Terima kasih pula tentunya kepada pihak-pihak dari Universitas Gajah Mada, koperasi kedelai hitam, aparat pemerintahan terkait, dan mereka yang pernah terlibat langsung dalam pengembangan Sekolah Petani ini yang penulis kenal dan banyak memberikan informasi berguna.

Namun pihak yang sejatinya paling menginspirasi isi buku ini adalah para petani yang terlibat aktif dalam program pengembangan Sekolah Petani Kedelai Hitam ini. Baik itu mereka yang menjadi peserta maupun pemandu Sekolah Petani.

Ucapan terima kasih dan salam hormat penulis kirimkan kepada mereka semua, terlebih mereka yang namanya tercantum dalam narasi buku ini, yang sebagian di antara mereka penulis pernah bertemu langsung ketika berkunjung ke lokasi-lokasi program dalam rangka melihat kemajuan program, yaitu Bu Sujini, Bu Mamik, Bu Siti Asiah, Bu Saniah, Bu Murtani, Pak Adi Sumarwan, Pak Jupriyanto, Pak Sarji, Pak Tugi, Pak Supri, dan Pak Waridi dari Kabupaten Trenggalek; Bu Hartati, Bu Nami, Bu Sumini, Bu Rupida, Pak Suwadi, Pak Hari, Pak Hartono, Pak Wakijan, Pak Tumijo, Pak Kiswo, Pak Tohari, dan Pak Slamet dari Kabupaten Nganjuk; Pak Subowo, Pak Noto Miharjo, Pak Agus, dan Pak Warjito dari Kabupaten Madiun; Bu Sriati, Pak Warimin, dan Pak Sumarsono dari Kabupaten Ngawi; Bu Suryati, Bu Suparti, Bu Muji Lestari, Bu Misratin, Bu Tri, Bu Yanik, Pak Bakri, Pak Peni, Pak Sardimin, Pak Rustam, Pak Hartono, Pak Tarmaji, dan Pak Boniran dari Kabupaten Pacitan; Pak Slamet, Pak Sugiyanto, dan Pak Bajuri dari Kabupaten Kulonprogo; dan Pak Suroso dari Kabupaten Bantul.

Pendapat yang dikemukakan dalam buku ini tidak mewakili kebijakan dan kedudukan lembaga Yayasan Unilever Indonesia dan Yayasan FIELD Indonesia, melainkan mewakili penulis sendiri. Demikian juga setiap kesalahan fakta, penulisan, penyebutan, ataupun penafsiran adalah tanggung jawab penulis sepenuhnya.

Terima kasih utamanya disampaikan kepada jajaran Yayasan Unilever Indonesia, khususnya Ibu Maya Tamimi (Enhance Livelihood Program Manager), Andre Setiawan (Assistant Manager Enhance Livelihood Program), dan Purwidyanto (Project Officer Enhance Livelihood Program), yang memunculkan gagasan penyusunan buku ini.

Sejumlah asisten lapangan yang bertugas di lokasi program telah mencurahkan segenap waktu untuk menjadi teman berdiskusi yang baik saat penulis berada di lapangan bersama. Terima kasih dilayangkan kepada Devi Wahyuningtyas Utami, Agus Yoko, Fembria Indriani Wulandari, Kartika Wulan Diani, Hanisah Noormadani, Sutarno, Nurul Usmawati, Suhirman Eko, Nugraheny Setya, Muh Hisyam, Resti Lesmania, Wikis Danang, Rini Wulandari, Nurrudianto,

Page 7: Mengasah otak Mengolah Hati

xiii xivMengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

SEKAPUR SIRIHWAJAHNYA bulat segar, kulitnya bersih, dan gaya berpakaiannya rapi. Lain dari petani perempuan yang lain yang saat itu sedang melakukan sortasi kedelai hitam di Desa Ronosentanan, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo. Benar saja, ia telah berpengalaman tak kurang dari delapan tahun di beberapa kota di Saudi Arabia. Qamariah, begitulah biasanya ia disapa. Saat ini Bu Qamariah, 40 tahun, memutuskan untuk tidak kembali menjadi TKW lagi. Ia ingin lebih dekat dengan keluarganya dan menjaga putri semata wayangnya.

Menjadi TKW menjadi pilihan banyak perempuan di Desa Ronosentanan ini. Melihat tetangganya yang ‘sukses’ di negara orang, Bu Qamariah pun bertekad meminta izin suami dan keluarganya untuk mencoba peruntungan bekerja di luar negeri -- seperti perempuan-perempuan di desanya -- untuk mewujudkan keinginannya memperbaiki ekonomi keluarganya. Selama delapan tahun bekerja dengan penghasilan satu setengah juta rupiah setiap bulannya, ia bisa membuat rumah dan sawah 2.100 meter persegi. Dengan modal sawah yang telah dimilikinya, ia beralih profesi menjadi seorang petani. “Ternyata menjadi petani itu nggak gampang, susah... Saya menanam gagal terus...” ungkapnya.

Kegagalan tak menyurutkan semangatnya menjadi petani. Biar bagaimanapun juga sawahnya harus tetap diusahakan agar dapurnya tetap ngebul. Dalam satu tahun, sawahnya ia tanami secara bergiliran yaitu padi, jagung, dan cabe atau kedelai. Sebagai seorang petani, ia tak ingin menjadi petani yang biasa-biasa saja. Ia ingin maju dan trampil dalam melakukan budidaya tanaman.

Tahun 2011 lalu, selama semusim ia bersama 24 petani lain di desanya mengikuti Sekolah Petani Kedelai Hitam yang diselenggarakan oleh Yayasan Unilever Indonesia. Ia merasakan ada kemajuan pada dirinya,

“Dulu saya menanam kedelai tidak pakai ukuran, sekarang kalau tanam jaraknya diukur. Di sekolah kami belajar cara tanam, ngrabuk (memupuk), matun (penyiangan)”.Sekarang ini kegiatan Sekolah Petani Bu Qamariyah dan kawan-kawannya sudah selesai. Ilmu-ilmu yang diperolehnya pun mulai diterapkan di lahan masing-masing. Semangat untuk terus berkumpul pun juga terus menyala. Mereka bersepakat membuat pertemuan rutin setiap bulan dan mengembangkan kegiatan arisan dan simpan pinjam. Bu Qamariah dan kawan-kawan bercita-cita mempunyai usaha yang dikelola secara bersama-sama untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka.

Cerita singkat yang ditulis salah satu asisten lapangan Kabupaten Ponorogo di atas mewakili gambaran yang terjadi di lapangan seputar pelaksanaan program Sekolah Petani. Sudah tiga tahun berjalan upaya pendidikan untuk memberdayakan petani kedelai hitam melalui Sekolah Petani dilaksanakan Yayasan Unilever Indonesia bersama Yayasan FIELD Indonesia.

Page 8: Mengasah otak Mengolah Hati

xv xviMengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Untuk mengawalinya program ini, pada tahun 2009 FIELD Indonesia mengadakan sebuah pertemuan bersama para petani “champion” yang terlibat langsung dalam program kemitraan PT Unilever. Pertemuan ini untuk melihat kembali apa saja yang sudah dilakukan petani dalam kemitraan ini. Dari perbincangan dengan mereka, banyak di antara petani champion tersebut yang mengenal dan pernah terlibat dalam program-program Sekolah Lapangan. Selanjutnya, pada tahun itu juga dikembangkan pula sebuah kegiatan Sekolah Petani sebagai rintisan.

Sekolah Petani yang dimaksud disini dikembangkan oleh Field Indonesia dari Sekolah Lapangan. Sekolah Lapangan adalah sebuah pendekatan pembelajaran berkelompok yang awalnya dikembangkan oleh Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu (PHT) untuk tanaman padi di Indonesia. Program yang sejak 1990 hingga saat ini populer dengan kegiatan SLPHT (Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu) itu dirintis pada akhir 1980-an untuk memerangi penggunaan pestisida yang berlebihan dan meningkatkan penghidupan petani. Hingga saat ini pendekatan Sekolah Lapangan masih terus digunakan dalam berbagai bidang.

Program Sekolah Petani mulai dikembangkan serentak di lokasi-lokasi program kemitraan sejak tahun 2010. Kegiatan Sekolah Petani dipandu oleh petani-petani setempat yang sebelumnya sudah dilatih.

Dari situ, berbagai perkembangan dan inovasi muncul sebagai hasil dan dampak dari diselenggarakannya Sekolah Petani.Buku ini disusun tidak bermaksud untuk menceritakan seluruh proses kegiatan Sekolah Petani Kedelai hitam beserta berbagai perkembangan dan inovasi yang muncul selama diselenggarakannya program ini, melainkan hanya ingin mengangkat sejumlah contoh yang diharapkan mampu menjelaskan dan menggambarkan efektifitas kegiatan Sekolah Petani.

Bagi FIELD Indonesia, buku tentang Sekolah Petani ini akan menjadi bagian dari upaya berbagi sekaligus mempercerahkan kembali pendekatan Sekolah Lapangan yang sejak 1990 dikembangkan oleh para personil senior Yayasan FIELD Indonesia saat mereka tergabung dalam Tim Bantuan Teknis FAO pada Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang diselenggarakan di 12 propinsi di Indonesia dan Program Masyarakat PHT di Asia hingga tahun 2002. Narasi dalam buku ini disusun berdasarkan informasi yang langsung disampaikan oleh para petani pelaksana program, melihat langsung kegiatan Sekolah Petani dan kegiatan lain, berbagai catatan dan laporan yang disusun para asisten lapangan, dan tulisan-tulisan tentang Sekolah Lapangan dari pemikiran dan pengalaman langsung para pakar pendidikan yang terlibat langsung dalam pengembangan program-program Sekolah Lapangan.

Jakarta, Oktober 2012Penulis

Page 9: Mengasah otak Mengolah Hati

1 2Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

BAGIAN 1 : PROLOG

Page 10: Mengasah otak Mengolah Hati

3 4Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Jadi, kita kumpul-kumpul hari ini itu akan belajar ilmu fasilitasi, to?

MASIH JERNIH teringat oleh penulis akan ungkapan di atas yang dilontarkan Pak Slamet, petani penggerak masyarakat dari Kabupaten Kulonprogo, dalam sebuah lokakarya evaluasi partisipatif bagi petani penggerak masyarakat yang diselenggarakan di Wisma Kagama UGM Yogyakarta, 25-26 Mei 2009. Ungkapan berlogat khas Jogja itu muncul setelah fasilitator dari FIELD Indonesia selesai memandu para petani penggerak masyarakat peserta lokakarya untuk melakukan refleksi kerja lapangan mereka selama ini.

Dalam lokakarya tersebut hadir sekitar 30 petani penggerak masyarakat yang datang dari 7 kabupaten, yaitu Ngawi, Madiun, Nganjuk, Pacitan, Trenggalek, Bantul, dan Kulonprogo. Saat itu mereka secara bersama-sama melakukan evaluasi terhadap kemitraan antara Unilever dengan petani kedelai hitam yang tengah berlangsung, dimana mereka berperan di dalamnya. Dalam lokakarya tersebut mereka juga belajar tentang evaluasi partisipatif, peranan fasilitator, prinsip dasar komunikasi, alat-alat analisa terkait situasi eksternal dan internal petani kedelai hitam, dan penyusunan rencana tindak lanjut di desa masing-masing.

“ “Setelah para petani penggerak masyarakat selesai mempraktekkan evaluasi partisipatif di desanya masing-masing, mereka pun kembali berkumpul kembali dalam forum yang sama, yang diselenggarakan di Joglo Tani Yogyakarta, 30-31 Juli 2009. Dalam kesempatan itu mereka membahas pengalaman selama mempraktekkan evaluasi partisipatif di desanya. Selama lokakarya mereka pun berkesempatan mengunjungi kelompok tani alumni Sekolah Petani Kedelai Hitam di Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, dimana di kelompok inilah kegiatan rintisan Sekolah Petani Kedelai Hitam dilaksanakan sebelumnya.

Di sela-sela periode pelaksanaan dua lokakarya tersebut, tim FIELD Indonesia berkesempatan mengunjungi lokasi-lokasi program kemitraan. Kunjungan ini untuk bertemu pihak-pihak yang terlibat langsung dalam program kemitraan ini, seperti para petani penggerak masyarakat itu sendiri, pengurus koperasi, dan para pendamping atau asisten lapangan, guna mendiskusikan berbagai kegiatan dan isu-isu yang berkembang di setiap wilayah. Satu hal yang penting dicatat adalah bahwa, saat itu para petani penggerak masyarakat telah secara bersungguh-sungguh melaksanakan kegiatan evaluasi partisipatif di desanya. Kegiatan evaluasi tersebut dilakukan bersama-sama dengan petani anggota kelompok tani, petani anggota gapoktan, maupun petani anggota koperasi. Dengan kegiatan tersebut mereka mulai membiasakan diri hadir di kelompok tani dengan pendekatan yang partisipatif. Beberapa dari mereka pun mengungkapkan pengalamannya. Pak Subowo, petani penggerak masyarakat di Kabupaten Madiun mengatakan, “Dengan model evaluasi seperti ini, saya belajar berkomunikasi di depan orang banyak. Sebelumnya saya takut, walaupun saya aktif di beberapa organisasi.” Ia juga menyatakan bahwa, ia merasa bangga ketika ia didengar, dihargai aktivitasnya, dan ajakan serta gagasannya diterima petani-petani lain. Ia juga merasa senang sekaligus bahagia ketika disambut akrab dalam pertemuan-pertemuan kelompok.

Petani penggerak masyarakat berlatih evaluasi partisipatif.

Page 11: Mengasah otak Mengolah Hati

5 Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati 6

Sedangkan Pak Kiswo, petani penggerak masyarakat di Kabupaten Nganjuk mengungkapkan bahwa, kegiatan evaluasi partisipatif yang dilaksanakannya bisa ia gunakan sebagai sarana untuk memantapkan para petani yang sudah menanam kedelai hitam dan ajakan bagi yang belum. Untuk itu ia memilih dan mengajak petani yang bisa diajak bicara dalam kegiatan evaluasi ini. Hal ini penting menurutnya, karena ia akan mengawali diskusi bersama mereka dengan menjelaskan program kemitraan Unilever.

Yang disampaikannya bukan sekedar soal harga, tetapi juga memperlihatkan bukti-bukti teknis tanaman kedelai hitam terkait pertumbuhan dan hasil panennya. Upayanya pun memperoleh tanggapan positif dari petani-petani baru, ”Oke, saya akan tanam!” kata Pak Kiswo menirukan petani-petani yang merasa mantap tersebut. Sementara itu, Pak Suwadi, petani penggerak masyarakat di Kabupaten Nganjuk juga, merasa bangga ketika ia berhasil mengupayakan lahan-lahan kedelai hitam milik petani anggota kelompoknya mendapatkan prioritas dalam memperoleh air irigasi.

Para petani penggerak masyarakat pun menjadi memiliki kemampuan menangkap isu-isu penting yang muncul dari petani

yang ditemuinya. Mereka pun menyadari bahwa mereka bukan lagi petani biasa. Mereka mempunyai tanggung jawab sosial di masyarakat, menjembatani atau membawa aspirasi petani, dan menjadi fasilitator dalam memecahkan permasalahan petani kedelai hitam. Oleh karenanya, mereka juga merasa perlu untuk senantiasa meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. Mau tidak mau mereka akan dijadikan contoh oleh petani anggotanya. Menurut Pak Warjito, petani penggerak masyarakat di Kabupaten Madiun, mengatakan bahwa, para petani penggerak masyarakat selain harus menguasai teknik budidaya kedelai hitam dan mempraktekkannya secara benar di lahan sendiri, juga perlu menguasai teknik berkomunikasi yang baik dan menguasai isu-isu ranah sosial.

Di kesempatan lain, FIELD Indonesia juga merancang kegiatan evaluasi partisipatif bagi anggota koperasi. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai pintu masuk untuk memperkuat peran dan fungsi koperasi kedelai hitam, meningkatkan kemampuan pengurus dan anggota koperasi dalam berorganisasi, dan mewujudkan kesamaan pemahaman di antara pengurus dan anggota koperasi tentang peran dan fungsi koperasi. Kegiatan ini baru dilaksanakan untuk koperasi KSU “Manunggal” di Kabupaten Bantul, yang diselenggarakan pada Oktober dan Nopember 2009 melalui forum lokakarya.

Dalam lokakarya tersebut, pengurus dan perwakilan anggota koperasi bersama-sama melihat kembali visi-misi dan peran-fungsi koperasi mereka. Ada beberapa materi belajar yang dibahas waktu itu, yaitu sejarah berdirinya koperasi mereka, membahas mandat koperasi dari aspek legalitas dan legitimasi, analisa stakeholder yang mengajak peserta menganalisa pihak-pihak yang berkepentingan dengan koperasi mereka, pokok-pokok program, struktur organisasi, dan aturan-aturan main yang di dalamnya termasuk AD dan ART.

Ada ungkapan menarik tentang pengertian koperasi yang disampaikan Pak Suroso, petani peserta lokakarya dari Desa Kepuh, Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, saat ia mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya tentang analisa stakeholder koperasi, ”Koperasi itu adalah organisasinya wong cilik dan lemah… ”

Serasa baru semusim tanam tumbuhnya kerjasama antara Yayasan FIELD Indonesia dan Yayasan Unilever Indonesia dalam mengembangkan pendidikan untuk memberdayakan petani kedelai hitam. Benih kerjasama ini ditanam pertama kali di ’lahan’ penguatan peran petani “champion” program kemitraan PT Unilver dalam

Para petani penggerak masyarakat peserta lokakarya mengunjungi kelompok tani alumni Sekolah Petani Kedelai Hitam di Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul. Peserta belajar bagaimana mengorganisir kegiatan Sekolah Petani Kedelai Hitam.

Page 12: Mengasah otak Mengolah Hati

7 8Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

melaksanakan kegiatan evaluasi partisipatif, yang dilanjutkan dengan pelatihan bagi petani champion untuk menjadi petani penggerak masyarakat. Itu dimulai sejak Mei 2009.

Ada satu hal menarik terjadi saat pertama kali tim FIELD Indonesia bertemu untuk memfasilitasi mereka dalam forum lokakarya evaluasi partisipatif waktu itu, yaitu ketika sebagian besar dari mereka ’curiga’ dengan metode yang digunakan saat menyampaikan materi dalam lokakarya. Sebagian besar dari mereka mengaku sudah akrab dengan metode yang partisipatif tersebut karena dulu mereka pernah menjadi peserta SLPHT (Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu). Bahkan di antara mereka ada yang dulu menjadi petani pemandu Sekolah Lapangan tersebut.

Petani anggota bersama pengurus Koperasi “Manunggal” mendiskusikan kembali vis, misi, peran, dan fungsi koperasi mereka…

“Dengan model evaluasi seperti ini, saya belajar berkomunikasi di depan orang banyak. Sebelumnya saya takut, walaupun saya aktif di beberapa organisasi.” Sejenak diskusi pun ’keluar jalur’ memperbincangkan pengalaman ber-Sekolah Lapangan kala itu. Ada kesamaan pengalaman di antara mereka dan tim fasilitator. Kebetulan saja tim fasilitator dalam lokakarya tersebut dulunya menjadi bagian dari tim bantuan teknis yang membantu pengembangan Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu tersebut.

Munculnya ’insiden’ kecil tersebut membuat mereka seketika paham ke mana kira-kira arah program kemitraan Unilever akan dikembangkan. Oleh karena itu ungkapan Pak Slamet -- yang dipakai sebagai judul bagian ini -- bisa jadi muncul karena keakraban petani penggerak masyarakat dan tim fasilitator terhadap pendekatan Sekolah Lapangan. Barangkali, hal itu pulalah mengapa Yayasan Unilever Indonesia menggandeng Yayasan FIELD Indonesia untuk mengembangkan sebuah rintisan ”Sekolah Petani Kedelai Hitam” yang diselenggarakan di Kabupaten Bantul, yaitu di Dusun Gulon, Desa Srihardono, Kecamatan Pundong, pada tahun 2009.

Sejak tahun 2010 hingga saat ini, kegiatan Sekolah Petani yang dipandu oleh petani-petani setempat yang terlatih tersebut terus dikembangkan di seluruh lokasi program kemitraan. Dari situ, berbagai perkembangan dan inovasi muncul sebagai hasil dan dampak dari diselenggarakannya Sekolah PetanI.

Page 13: Mengasah otak Mengolah Hati

BAGIAN 2 :BERSAMA MERANCANG PENDIDIKAN YANG IDEAL BAGI PETANI

9 10Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Page 14: Mengasah otak Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati11 12

“Mau jadi petani moderen, ya ikut Sekolah Petani...”Bu Saniah, peserta Sekolah Petani, Kabupaten Trenggalek

KETIKA BERKUNJUNG ke Desa Gandusari, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Trenggalek, 10 Oktober 2012 lalu, penulis sempat melihat dua orang ibu berpapasan dengan dua ibu lainnya yang nampaknya akan menghadiri sebuah pertemuan. Lalu mereka saling tegur-sapa lalu berbincang-bincang, yang lambat-laun terasa sedikit memanas. Dialog berbahasa Jawa Timuran itu bersahut-sahutan dan cukup keras terdengar. Kira-kira begini bila diterjemahkan ke Bahasa Indonesia...

Ibu A: “Ibu-ibu... Saya ini curiga, kenapa sampeyan setiap Hari Minggu selalu ke rumah Pak Wan? Sampeyan pada ngapelin Pak Wan, ya?”

Ibu B: “Wueee... Jangan berprasangka buruk dulu kamu. Kalau kami ngapelin Pak Wan, ya jelas dimarahi Bu Wan!”

Ibu C: “Jadi apa yang sampeyan lakukan kalau tidak ngapelin Pak Wan?”

Ibu B: “Dengarkan, ya? Kami ini setiap seminggu sekali ikut pertemuan Sekolah Petani. Kamu tahu Sekolah Petani, nggak?”

Ibu A: “Apa sih Sekolah Petani itu?”

Ibu D: “Sekolah Petani itu sekolahnya untuk petani-petani seperti kita ini!”

Ibu C: “Kenapa sih petani perlu sekolah?”

Ibu B: “Kalau petani yang mau ikut sekolah itu petani moderen namanya, kalau tidak mau, pasti itu petani kuno!”

Ibu D: “Yang kami ikuti itu Sekolah Petani Kedelai Hitam. Di sini para petani seperti kita belajar bersama menanam kedelai hitam secarabenar dan sehat!”

Dialog pun terus berlangsung semakin seru karena ibu-ibu yang tidak ikut Sekolah Petani meminta bukti apa hasilnya bila ikut kegiatan itu. Ibu-ibu yang ikut Sekolah Petani pun menjelaskan bahwa mereka menjadi tahu cara yang benar dan sehat dalam menanam kedelai hitam. Bukti berupa catatan hasil ubinan di lahan praktek Sekolah Petani pun ditunjukkannya. Kedelai hitam yang ditanam pada petak yang diberi mulsa jerami dan dipupuk pakai phonska dan pupuk organik, hasilnya sebanyak 0,5 kilogram per 1 meter perseginya. Sedangkan yang ditanam pada petak perbaikan dengan jarak tanam yang diperlebar dari biasanya dan dipupuk dengan kombinasi pupuk yang sama, hasilnya per 1 meter perseginya sebanyak 0,4 kilogram.

Ibu-ibu mempresentasikan proses dan hasil selama mengikuti kegiatan Sekolah Petani dalam bentuk drama yang menghibur...

Page 15: Mengasah otak Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati 14

Tidak berapa lama pun terdengarlah riuhnya tepuk tangan dari petani-petani lain yang menyaksikan dialognya Bu Sujini, Bu Mamik, Bu Siti Asiah, dan Bu Saniah. Itulah drama satu babak yang dimainkan dalam acara Hari temu Lapangan oleh ibu-ibu anggota Kelompok Tani Wanita “Kartini” sebagai cara kreatif dalam mempresentasikan hasil-hasil kegiatan Sekolah Petani Kedelai Hitam yang diikutinya. Kegiatan Sekolah Petani Kedelai Hitam di kelompok tani ini yang dimulai Juni 2012 lalu itu dipandu oleh petani pemandu setempat Pak Adi Sumarwan dan Pak Jupriyanto. Dalam melaksanakan Sekolah Petani, para petani pemandu didampingi oleh petani pendampung lapangan, Pak Sarji dan beberapa asisten lapangan. Acara hari temu lapangan tersebut merupakan puncak dari seluruh rangkaian kegiatan Sekolah Petani selama semusim.

***

Kelompok Tani Wanita “Kartini” hanyalah satu di antara limapuluhan kelompok tani pelaksana kegiatan Sekolah Petani Kedelai Hitam yang dikembangkan Yayasan Unilever Indonesia bekerja sama dengan Yayasan FIELD Indonesia sejak tahun 2009 hingga 2012 ini. Sekolah Petani yang dikembangkan dalam lingkup program kemitraan antara Unilever dengan petani kedelai hitam ini berawal dari satu Sekolah Petani Kedelai Hitam yang dirintis tahun 2009 di Dusun Gulon, Desa Srihardono, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul. Selanjutnya, Sekolah Petani ini terus dikembangkan di 8 kabupaten penghasil kedelai hitam potensial, yaitu Kabupaten Nganjuk, Madiun, Ngawi, Ponorogo, Trenggalek, Pacitan, Bantul, dan Kulonprogo.

Sekolah Petani Kedelai Hitam di Desa Pilangkenceng, Kabupaten Madiun.

Rintisan Sekolah Petani Kedelai Hitam di Dusun Gulon, Desa Srihardono, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul.

Sebagai gambaran, selama tahun 2010 berhasil diselenggarakan sebanyak 18 unit Sekolah Petani. Kemudian pada tahun 2011 dilaksanakan lagi sebanyak 16 unit Sekolah Petani dan dikembangkan beberapa kegiatan tindak lanjut Sekolah Petani. Pada tahun 2012, sebanyak 13 unit Sekolah Petani ditambah 18 unit kegiatan tindak lanjut dikembangkan di kabupaten-kabupaten tersebut. Kegiatan tindak lanjut adalah kegiatan lanjutan bagi kelompok tani alumni Sekolah Petani untuk memperdalam lagi pengetahuan dan ketrampilan terkait komoditas kedelai hitam.

Upaya pemberdayaan masyarakat, khususnya petani, di Indonesia tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata, melainkan juga merupakan tanggung jawab pihak swasta dan masyarakat. Oleh karenanya, Unilever melalui Yayasan Unilever Indonesia sudah sejak lama menjalin kemitraan dengan para petani, khususnya petani kedelai hitam. Perusahaan ini bermitra dengan petani tidak sekedar dalam kaitan bisnis semata, melainkan juga dalam hal pendidikan untuk memberdayakan petani. Unilever menyadari bahwa sebagai sebuah perusahaan tidak bisa berdiri sendiri di tengah masyarakat. Perusahaan membutuhkan bahan baku tertentu bagi keberlangsungan produksinya, yang itu hanya bisa disediakan oleh petani.

13

Page 16: Mengasah otak Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati 16

Sebagai organisasi masyarakat, Yayasan FIELD Indonesia memiliki misi membantu masyarakat marjinal agar mampu 'merebut' dan mengelola kembali ruang publik mereka untuk memperbaiki perikehidupannya, dan membangun kehidupan bermasyarakat yang selaras-adil terhadap lingkungan (ekologis) dan selaras-adil dengan sesama masyarakat (demokratis). Sekolah Lapangan adalah salah satu dari pendekatan-pendekatan belajar yang dirancang dan dikembangkan FIELD Indonesia dalam rangka memberikan ruang belajar bersama bagi masyarakat untuk memecahkan berbagai persoalan yang berkaitan dengan perikehidupannya.

Peserta Sekolah Petani di Desa Purworejo, Kabupaten Madiun, melakukan penelitian di lahan praktek Sekolah Petani untuk mengembangkan budidaya tanaman secara sehat, mendayagunakan serangga musuh alami (predator), dan melatih dirinya menjadi petani ahli...

Dalam mengembangkan Sekolah Petani, Yayasan FIELD Indonesia mengawalinya dengan melakukan kajian lapangan untuk memperoleh informasi tentang permasalahan teknis budidaya tanaman yang dihadapi petani, kondisi lahan dan alam, luasan lahan dan potensi lokal yang dapat dikembangkan menjadi materi belajar bagi petani pemandu dan peserta Sekolah Petani. Selanjutnya adalah merancang kurikulum yang berkaitan dengan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petani dalam bidang pertanian berwawasan lingkungan dan pengembangan perikehidupan petani kedelai hitam.

Proses merancang kurikulum Sekolah Petani melibatkan pakar dan praktisi pendidikan orang dewasa, narasumber bidang-bidang terkait, dan para asisten lapangan. Dalam proses merancang kurikulum dibangun juga pemahaman bersama tentang prinsip-prinsip Sekolah Petani yang akan dipakai sebagai landasan menyusun kurikulum Sekolah Petani dan pelatihan petani pemandu. Bahan-bahan untuk menyusun kurikulum sebagian berasal dari hasil kajian lapangan yang dilaksanakan sebelumnya. Dukungan teknis terkait benih kedelai hitam yang akan dikembangkan dalam Sekolah Petani dilakukan oleh Pusat Pengkajian Perbenihan dan Unit Pengembangan Teknologi dan Manajemen Agroindustri Universitas Gajah Mada.

Proses belajar dalam Sekolah Petani dipandu oleh 2 orang petani pemandu dari desa setempat, yang sebelumnya telah dilatih

sebagai petani pemandu. Sekolah Petani yang dipandu oleh petani pemandu dipercaya lebih menjawab tuntutan

akan sebuah proses pendidikan yang menjunjung tinggi kesetaraan dan komunikasi dua arah antara peserta dan pemandunya. Kelebihan petani pemandu dibandingkan

petugas yang bukan petani di antaranya adalah mereka memiliki permasalahan lahan dan hidup yang sama,

berasal dari kelas yang sama alias setara, dan memiliki cita-cita yang sama. Hal ini menjadi relevan karena Sekolah

Petani merupakan tempat saling belajar.

Program pendidikan untuk memberdayakan petani dalam kemitraan ini dikembangkan melalui bentuk Sekolah Petani. Sekolah Petani dirancang oleh Yayasan FIELD Indonesia dengan menggabungkan model pendidikan non-formal orang dewasa dengan analisis agroekosistem. Dalam Sekolah Petani terdapat serangkaian pertemuan rutin (mingguan) selama masa pelatihan satu musim tanam. Para petani melakukan observasi dan analisis lapangan dalam kelompok-kelompok kecil, sekaligus membuat keputusan tentang pengelolaan tanaman.

Program Sekolah Petani Kedelai Hitam mempromosikan tingkat kesejahteraan petani yang lebih baik dengan memperbaiki pengelolaan agroekosistem kedelai hitam yang lebih baik dan sehat, membangun kemandirian petani, mengembangkan budaya berorganisasi yang demokratis, dan membangun jaringan secara adil dan sehat. Program ini memakai pendekatan “pertanian berkelanjutan” dengan mengembangkan budidaya tanaman secara sehat, melakukan pengamatan rutin, mendayagunakan serangga musuh alami (predator), dan melatih petani menjadi ahli.

15

Page 17: Mengasah otak Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati17 18

Petani pemandu memandu Sekolah Petani di desanya sendiri. Bukan di desa lain. Selain persoalan totalitas dalam memandu, Sekolah Petani yang mereka selenggarakan dapat dikembangkan ke arah yang berkelanjutan, sesuai dengan kebutuhan warganya. Selanjutnya, peran petani pemandu bukan berhenti sebatas memandu, melainkan lebih dari itu adalah mengorganisir petani untuk melakukan gerakan-gerakan terkait perbaikan perikehidupannya. Ketrampilan memandu yang dimilikinya adalah modal utama sebagai seorang fasilitator sekaligus organisator.

Materi pelatihannya 75% tentang kepemanduan, selebihnya adalah materi teknis terkait budidaya tanaman kedelai hitam. Pada tiap-tiap materi latihan disertai dengan analisa proses kegiatan, dengan maksud agar calon petani pemandu mengerti bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan. Pelatihan berlangsung sekitar 5 hari efektif. Di akhir latihan diharapkan calon petani pemandu sudah mampu dan menguasai bagaimana cara mempersiapkan dan melaksanakan Sekolah Petani, bagaimana mengatasi setiap masalah yang mungkin timbul ketika menjalankan proses Sekolah Petani, dan bagaimana cara merangkum dan menarik kesimpulan, serta mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakannya. Calon petani pemandu yang telah selesai mengikuti pelatihan, selanjutnya menyusun rencana penyelenggaraan Sekolah Petani.1 Sebagai fasilitator dalam pelatihan ini adalah tim Yayasan FIELD Indonesia dan tim Pembina UGM.

Dalam memandu proses belajar, para petani pemandu didampingi oleh asisten lapangan. Tugas asisten lapangan dalam pendampingan ini adalah mendukung lancarnya pelaksanaan kegiatan Sekolah Petani di wilayah kerjanya. Ketika mereka berada di pertemuan Sekolah Petani, peran mereka adalah menjaga berjalannya proses belajar di antara para petani peserta sendiri maupun dengan petani pemandu, mendampingi kelompok, memberikan masukan kepada petani pemandu, dan memonitor perkembangan kegiatan Sekolah Petani.

Untuk itu, para asisten lapangan perlu menguasai metode pendampingan yang paritisipatif, termasuk filosofi pendidikan orang dewasa, daur belajar dari pengalaman,

Untuk melahirkan petani-petani pemandu Sekolah Petani yang handal, dirancang sebuah pelatihan bagi calon petani pemandu. Pelatihan tersebut untuk meningkatkan kemampuan calon petani pemandu dalam hal memfasilitasi proses belajar petani peserta Sekolah Petani menggunakan metode pendidikan orang dewasa dan belajar dari pengalaman. Selain itu juga melatih mereka untuk mengelola dan mengorganisir kegiatan Sekolah Petani di desa masing-masing, dari mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi kegiatannya.

Peserta Sekolah Petani di Desa Purworejo, Kabupaten Madiun, melakukan penelitian di lahan praktek Sekolah Petani untuk mengembangkan budidaya tanaman secara sehat, mendayagunakan serangga musuh alami (predator), dan melatih dirinya menjadi petani ahli...

dan prinsip-prinsip dan metodologi pemberdayaan. Selain itu mereka perlu juga menguasai kaidah-kaidah teknis budidaya tanaman kedelai hitam berbasis pertanian berkelanjutan.

Asisten lapangan juga didorong untuk tidak sekedar melaksanakan tugas sesuai deskripsi formal tugas mereka saja, melainkan juga melakukan aktivitas lain yang sifatnya informal, misalnya berkunjung ke rumah petani-petani peserta Sekolah Petani untuk melakukan hal-hal lain di luar konteks program atau sekedar berbincang-bincang tentang kehidupan mereka.

Selama periode berjalannya Sekolah Petani, secara berkala para petani pemandu dari semua lokasi program yang sedang memfasilitasi kegiatan Sekolah Petani, berkumpul untuk saling tukar pengalaman, mengkaji proses pelaksanaan Sekolah Petani, memperdalam materi belajar, dan menyusun rencana kerja bersama untuk melanjutkan Sekolah Petani di masing-masing wilayah.

Para petani pemandu dari berbagai kabupaten berkumpul dalam sebuah acara lokakarya petani pemandu untuk saling tukar pengalaman, memecahkan permasalahan yang mereka temui selama periode pelaksanaan Sekolah Petani, dan memperdalam pengetahuan dan ketrampilan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan Sekolah Petani.

Page 18: Mengasah otak Mengolah Hati

19 20Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Para petani pemandu dari berbagai kabupaten berkumpul dalam sebuah acara lokakarya petani pemandu untuk saling tukar pengalaman, memecahkan permasalahan yang mereka temui selama periode pelaksanaan Sekolah Petani, dan memperdalam pengetahuan dan ketrampilan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan Sekolah Petani.

Seiring berkembangnya jumlah dan variasi kegiatan Sekolah Petani di setiap kabupaten, diperlukan tim yang dapat mendukung pelaksanaan kegiatan lapangan selain asisten lapangan. Tim pendukung ini dibentuk dari petani-petani yang sudah memiliki pengalaman lebih dalam pelaksanaan program Sekolah Petani. Kebanyakan mereka adalah petani pemandu Sekolah Petani atau yang dulunya pernah menjadi petani penggerak masyarakat. Sama seperti asisten lapangan sebelumnya, tugas mereka adalah mendampingi pelaksanaan kegiatan Sekolah Petani di wilayah kerjanya.

Pada akhir rangkaian kegiatan Sekolah Petani diselenggarakan kegiatan hari temu lapangan. Kegiatan ini diselenggarakan untuk menyebarkan hasil-hasil belajar peserta Sekolah Petani kepada petani-petani lain di desanya dan pihak-pihak lain seperti aparat pemerintahan desa, kecamatan, atau kabupaten, dan juga untuk menarik minat petani-petani lain di desa menanam kedelai hitam. Agenda utamanya adalah penyampaian proses dan hasil-hasil belajar, penyampaian pengalaman, diskusi, pameran hasil belajar, dan acara lain yang dapat mendukung forum ini seperti acara kesenian, perlombaan, dan sebagainya.

Page 19: Mengasah otak Mengolah Hati

21 22Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Bagan Program Pendidikan bagi Petani

Sekolah PetaniKedelai HItam

Kajian LapanganTim FIELDdan Asisten Lapangan

Hasil

Petani Calon Pemandu

25-30 Petani Peserta

Petani- Petani Lain

LokakaryaKurikulum

PromosiProses dan Hasil

DESALOKASI

PROGRAM

PelatihanPetani Pemandu

ForumPetani Pemandu

MonitoringKegiatan

Page 20: Mengasah otak Mengolah Hati

23 24Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

BAGIAN 3 :APA ITU SEKOLAH PETANI?

Page 21: Mengasah otak Mengolah Hati

25 Mengasah Otak, Mengolah Hati 26Mengasah Otak, Mengolah Hati

“Sekolah Petani itu kegiatan belajar bersama bagi petani...”Bu Hartati, peserta Sekolah Petani, Kabupaten Nganjuk

SIANG ITU, 29 Agustus 2010, jam 13.00, kegiatan pertemuan mingguan Sekolah Petani Kedelai Hitam di Desa Sumberagung, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk,yang diselenggarakan di rumah Bu Hartati baru saja usai. Nampak beberapa petani laki-laki bergegas meninggalkan ruang tamu yang dijadikan sebagai tempat berdiskusi para peserta. Sementara beberapa ibu-ibu dan dan petani pemandu masih bertahan untuk membereskan kertas-kertas plano hasil belajar peserta, alat tulis, tikar, dan piring-gelas dan tempat makanan dan minuman lain. Ibu-ibu dan peserta laki-laki lain masih terus bercanda. Dan kesempatan itu penulis gunakan untuk mengajak berbincang-bincang mereka. Berikut ini sepenggal perbincangan dengan mereka:

Penulis: “Kenapa ibu-ibu ikut menjadi peserta Sekolah Petani?”

Bu Hartati: “Karena ibu-ibu di sini terlibat langsung dalam pekerjaan di sawah.”

Bu Nami: “Karena kami ingin mendapatkan ilmu …”

Penulis: “Apakah tidak repot, ibu-ibu kan punya pekerjaan rumah tangga yang lain?”

Bu Nami: “Tidak juga, sebelum berangkat ke Sekolah Petani semua pekerjaan rumah tangga seperti menyiapkan sarapan pagi dan anak sekolah sudah saya selesaikan dulu.”

Penulis: “Berarti repot juga jadinya, karena ada pekerjaan tambahan...”

Bu Hartati: “Memang, tapi itu tidak seberapa dibandingkan ilmu yang didapat …”

Penulis: “Apakah suami ibu tidak keberatan ibu ikut Sekolah Petani?”

Bu Hartati: “Justru suami saya mendukung dengan melakukan beberapa pekerjaan di rumah dan lahan yang biasa saya kerjakan.”

Penulis: “Pernahkah suami ibu bertanya tentang kegiatan yang ibu ikuti?”

Bu Nami: “Biasanya saya menceritakan apa yang saya pelajari di Sekolah Petani kepada suami saya.”

Penulis: “Apa yang ibu ceritakan?”

Bu Nami: “Cara budidaya tanaman, adanya hama dan musuh alami, nyanyi-nyanyi, dan hal-hal lucu lainnya…”

Penulis: “Kalau begitu, apa sih Sekolah Petani itu?”

Bu Hartatidan ibu-ibu lain: “Sekolah Petani itu kegiatan belajar bersama bagi petani …”

Bu Nami: “Di Sekolah Petani saya bisa bertanya, bisa mengungkapkan pendapat, boleh mendebat pemandunya, ha ha ha …”

Penulis: “Lho, apa tidak takut pemandunya marah?”

Pak Wakijan danPak Tumijo(Petani Pemandu): “Kami tidak marah karena di Sekolah Petani kami sama-sama saling belajar …”

Saat itu ibu-ibu tampak bersemangat dan tidak malu-malu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang penulis ajukan kepada mereka seputar pengalamannya mengikuti Sekolah Petani. Dari sepenggal perbincangan tersebut, setidaknya dapat diperoleh gambaran bagaimana suasana

Page 22: Mengasah otak Mengolah Hati

27 28Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Sekolah Petani yang biasa mereka selenggarakan sendiri.

Sekolah Petani yang sampai saat ini sedang terus dikembangkan adalah merupakan kegiatan pendidikan untuk memberdayakan petani. Istilah “Sekolah Petani” digunakan Yayasan Unilever Indonesia untuk menyebut program “Sekolah Lapangan” yang sedang dikembangkannya. Sebagian petani yang terlibat langsung dalam program Sekolah Petani Kedelai Hitam pun juga mengenalnya sebagai kegiatan Sekolah Lapangan. Hal itu karena mereka pernah menjadi peserta atau petani pemandu Sekolah Lapangan yang pernah diselenggarakan sebelumnya oleh pemerintah melalui dinas atau instansi tertentu, ataupun hanya sekedar mendengar dari para petugas atau sesama petani temannya.

A. SEKILAS SEJARAH SEKOLAH LAPANGAN 1

Sekolah Lapangan adalah sebuah pendekatan pembelajaran berkelompok yang awalnya dikembangkan oleh Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu (PHT) untuk tanaman padi di Indonesia. Program yang sejak 1990 hingga saat ini populer dengan kegiatan SLPHT (Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu) itu dirintis pada akhir 1980-an dengan dukungan pendanaan dari USAID, untuk memerangi penggunaan pestisida yang berlebihan dan meningkatkan penghidupan petani.

Pendekatan Sekolah Lapangan menekankan pada pembelajaran melalui pengalaman -- melalui serangkaian kegiatan yang dilakukan selama satu musim tanam. Proses dan praktek yang dikembangkan oleh pendekatan Sekolah Lapangan terbilang nyaris sama sekali baru. Model ini menerapkan sekaligus konsep dan metoda agro-ekologi, pendidikan non-formal orang dewasa dan pengembangan masyarakat, untuk menghasilkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai permasalahan dan penyebabnya, serta mengembangkan kemampuan untuk menghasilkan, mengadaptasi, dan mengembangkan pengetahuan ini dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, Sekolah Lapangan menekankan prinsip-prinsip eksperimentasi, partisipasi, dan pendekatan holistik untuk mengatasi kondisi, kebutuhan, permasalahan dan kendala tertentu.

Tidak ada guru maupun murid di Sekolah Lapangan. Yang ada, adalah sekelompok orang dengan minat yang sama, untuk belajar ‘bagaimana dan mengapa’ tentang suatu topik tertentu. Kegiatan pokok mencakup eksperimen sederhana, observasi lapangan secara teratur, dan analisis kelompok. Dalam Sekolah Lapangan yang sebenarnya, lahan sawah itu sendirilah yang menjadi guru. Lahan sawah itulah yang menyediakan hampir semua materi pelatihan, seperti tanaman, serangga, dan permasalahan nyata.

Model Sekolah Lapangan berpijak pada keyakinan bahwa petani sesungguhnya

telah memiliki kekayaan pengetahuan dan pengalaman. Proses tersebut dipandu oleh seorang fasilitator, yang berpengalaman dalam teknik-teknik dasar mengenai pendidikan partisipatif, dinamika kelompok, dan mengelola proses. Hasil dari proses yang sederhana ini bisa sangat mencengangkan.

Sekolah Lapangan berakhir dengan kegiatan Hari Temu Lapangan, yang dirancang sendiri oleh para peserta. Pada hari itu, para peserta mempresentasikan apa yang telah mereka pelajari serta rencana-rencana kegiatan tindak lanjut yang akan dilakukan di hadapan warga, pemerintahan setempat, dan segenap pemangku kepentingan lainnya.

Sekolah Lapangan adalah “sekolah tanpa dinding” yang memadukan pendidikan non-formal orang dewasa dengan analisis agroekosistem. Sekolah Lapangan mewakili keterlepasan besar-besaran dari model-model penyuluhan pertanian sebelumnya dengan mendorong para petani untuk melakukan sendiri penelitian dan analisis mereka dan memutuskan sendiri cara pengelolaan tanaman mereka.

Bu Hartati dan kawan-kawan peserta Sekolah Petani di desanya.

Page 23: Mengasah otak Mengolah Hati

29 30Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Sekolah Lapangan berisikan pertemuan-pertemuan mingguan sehari penuh selama satu musim tanam, sekitar 12 hingga 14 minggu. Sekolah Lapangan menggunakan dua lahan percobaan, yaitu : petak lokal atau ‘non-PHT’ yang perlakuannya berdasarkan kebiasaan petani, yang disemprot dengan insektisida sesuai dengan petunjuk Dinas Pertanian. Satu lagi adalah petak PHT yang diolah berdasarkan keputusan yang diambil oleh kelompok berdasarkan pengamatan dan pengkajian selama pertemuan demi pertemuan mingguan mereka. Sekolah Lapangan ini memiliki sekitar 25 peserta, yang terbagi menjadi lima kelompok untuk melakukan observasi dan analisis lapangan.

B. MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN YANG TEPAT BAGI PETANI

Sekolah Petani Kedelai Hitam merupakan pendekatan belajar bagi petani penanam kedelai hitam yang dilaksanakan selama satu musim tanam. Sebanyak 25-30 orang petani laki-laki dan perempuan peserta Sekolah Petani ini bertemu secara rutin seminggu sekali untuk ”terjun ke lahan sawah” melakukan pengamatan tanaman, menganalisis dan mendiskusikan hasil pengamatan, dan mengambil keputusan apa yang harus dilakukannya berdasarkan kondisi tanaman, lahan, dan kondisi alamnya. Diskusi dan kerja-kerja lain dalam pertemuan rutin ini dipandu oleh petani pemandu yang berasal dari desa setempat.

Proses belajar dalam Sekolah Petani mengikuti daur belajar melalui pengalaman, yaitu: melakukan (mengalami), mengungkapkan, menganalisis, menyimpulkan, dan menerapkan (kembali melakukan). Dengan proses ini tidak ada orang yang mengajar orang lain. Setiap peserta adalah sekaligus murid dan guru. Bagi orang dewasa, proses ini paling tepat karena dia belajar dari dirinya sendiri. Pemandu lapangan hanya membantu agar proses tersebut berjalan

Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dirintis pada awal 1990 untuk memerangi penggunaan pestisida yang berlebihan dan meningkatkan penghidupan petani.

Page 24: Mengasah otak Mengolah Hati

31 32Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

dengan baik dan lancar.

Terdapat tiga bidang penting yang dikembangkan dalam Sekolah Petani, yaitu pertama, “bidang teknik” yang mencakup ketrampilan dan pengetahuan. Bidang ini dikembangkan agar petani mampu menjadi manajer di lahannya sendiri, melakukan pengamatan, analisa-analisa, dan kajian-kajian lapangan. Kedua, “bidang hubungan antar sesama” yang meliputi interaksi, komunikasi, dan kerjasama. Bidang ini dikembangkan agar petani mampu melakukan kerjasama, diskusi, menganalisis masalah secara bersama-sama, dan berkomunikasi. Ketiga adalah “bidang pengelolaan” yang menekankan petani menjadi manajer atas lahannya sendiri. Bidang ini dikembangkan agar petani mampu menganalisis masalah dan membuat keputusan tentang tindakan yang diperlukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

Sekolah Petani dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan petani kedelai hitam dalam hal: mengelola usaha tani kedelai hitamnya, sehingga mampu menjaga dan meningkatkan produktivitasnya; mengambil keputusan yang tepat dalam pengelolaan kedelai hitam di lahan usaha taninya; mengembangkan penelitian di lahan sendiri dalam rangka meningkatkan pengelolaan potensi lokal dan menumbuhkan kemampuan petani dalam menemukan teknis pemecahan masalah budidaya tanaman sesuai dengan karakteristik komponen lingkungan setempatnya; dan mengembangkan kegiatan Sekolah Petani sebagai bagian dari proses belajar yang berfungsi sebagai wadah belajar bagi masyarakat.

Para petani peserta Sekolah Petani berperan aktif sebagai subyek belajar untuk meningkatkan kesadaran akan masalah sesungguhnya yang sedang dihadapi, melalui: identifikasi dan analisis permasalahan utama yang dihadapi oleh petani dalam pengembangan kedelai hitam; perencanaan oleh petani dalam hal pemecahan masalah budidaya tanaman kedelai hitam;

prinsip-prinsip sains petani untuk meningkatkan pengetahuan pengelolaan potensi lokal; sikap kritis dan kerjasama petani dalam hal pengambilan keputusan untuk mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi oleh petani; dinamika kelompok dan nilai-nilai pengembangan kemandirian petani; dan metode pendidikan orang dewasa atau belajar dari pengalaman.

Sekolah Petani dirancang dan dikembangkan agar petani mampu menjadi subyek yang mampu mengambil keputusan secara bersama-sama dalam mengelola agroekosistem di lahan sawahnya secara sehat dan ekologis. Sekolah Petani dapat juga dimaknai sebagai wadah bagi petani untuk saling belajar. Bukan saja belajar hal-hal yang berlandaskan pada kerja ”otak” seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, maupun menggunakan bahasa, melainkan juga yang berkaitan dengan kerja ”hati”, seperti kemampuan menerima, menilai, mengelola, maupun mengontrol emosi.

DAUR BELAJARDARI PENGALAMAN

MengungkapkanMenerapkan

MenganalisisMenyimpulkan

Melakukanatau Mengalami

Semua peserta Sekolah Petani berperan aktif sebagai subyek belajar untuk meningkatkan kesadaran akan masalah sesungguhnya yang sedang dihadapi.

Sekolah Petani itu mengajak petani untuk berpikir. Kalau petani disuruh berpikir biasanya merasa berat. Tetapi dalam Sekolah Petani justru petani sangat menikmati. Itu karena petani diajak berpikir dengan cara yang menyenangkan...Pak Hartono, peserta Sekolah Petani di Desa Pringkuku, Kabupaten Pacitan

Page 25: Mengasah otak Mengolah Hati

33 34Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

C. CIRI-CIRI NYATA SEKOLAH PETANI 2

1. Sarana Belajar Ciptaan Sendiri

Sarana belajar dalam Sekolah Petani tidak berupa ‘buku pintar’ penuh jawaban maupun brosur atau poster yang berisi informasi baku yang tinggal disampaikan kepada peserta. Sarana belajar utamanya adalah sawah dan ekologi lahan pertanian setempat, yang hidup dan dinamis. Itulah ‘buku pelajaran’-nya. Sarana belajar pokok lain berbentuk bahan-bahan seperti krayon, kertas plano, plastik, pensil, buku catatan, tali, bambu, dan bahan-bahan lain yang tersedia di tempat. Dengan sarana itulah petani peserta menciptakan ‘buku pintar’-nya sendiri berdasarkan penemuan-penemuan mereka sendiri dan melalui gambar dan tulisan mereka sendiri. Peserta sendiri yang melakukan, menganalisis, dan mengartikan sendiri berbagai eksperimennya.

“Sawah adalah sarana belajar utama” dalam Sekolah Petani...

Bahan tertulis hanya berupa petunjuk lapangan, yaitu petunjuk langkah-langkah proses belajar. Itupun jika diperlukan. Proses belajar yang dipelajari merupakan suatu proses yang bisa diterapkan dan dikembangkan untuk berbagai hal dalam kehidupannya secara terus-menerus.

2. Peran Pemandu

Dalam Sekolah Petani tidak dikembangkan pola “guru-murid”. Sehingga peran pemandu lapangan adalah bukan mengajar peserta, melainkan “mengajak” peserta untuk melibatkan diri dalam proses belajar. ‘Masuk lumpur’ duluan ciri pemandu yang menonjol. Hal itu dilakukan agar sejak awal pemandu dapat menyatu dan menyetarakan diri dengan para petani peserta. Inilah prasyarat agar terjadi proses interaksi yang dialogis, seimbang, dan langsung di tengah sarana belajar utamanya.

Page 26: Mengasah otak Mengolah Hati

35 36Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Pada pertemuan-pertemuan mingguan, pemandu selalu memberikan kesempatan setiap peserta untuk memimpin kelompok, mempresentasikan hasil, memimpin diskusi, dan menyelenggarakan eksperimen. Hingga di pertengahan masa pelaksanaan Sekolah Petani, kadang mulai susah membedakan antara peserta dan pemandunya. Lalu pada akhir masa pelaksanaan Sekolah Petani, praktis kegiatan bisa berjalan secara mandiri dengan dukungan minimal dari pemandu. Proses seperti itu sengaja dilakukan untuk menuju pada kemandirian kelompok dan lahirnya calon-calon pemandu baru yang dapat menjadi ujung tombak penyebarluasan program.

Bila seorang pemandu Sekolah Petani terlalu mendominasi proses belajar, terlalu banyak omong dan memberi keterangan, terlalu aktif menjawab segala pertanyaan, maka pada dasarnya ia ‘mencuri’ kesempatan belajar dari peserta. Sehingga dalam Sekolah Petani yang aktif adalah peserta, bukan pemandu.

3. Analisis dan Pengambilan Keputusan

Kegiatan yang paling nampak dan pokok dalam setiap pertemuan Sekolah Petani adalah analisis agroekosistem. Bila setiap Sekolah Petani memiliki 5 kelompok kecil, maka dalam sekali pertemuan akan memunculkan 5 gambar hasil analisis. Bila dalam semusim Sekolah Petani ada 14 kali pertemuan, maka akan dihasilkan 70 gambar analisis agroekosistem oleh petani, yang digunakan untuk mengelola lahan mereka sendiri berdasarkan keadaan ekologi setempat. Metoda ini digunakan untuk menajamkan mata petani terhadap dinamika ekologi setempat, memudahkan proses pengambilan keputusan pengelolaan lahan yang benar, dan meningkatkan daya analisis petani. Upaya peningkatan daya analisis petani peserta merupakan materi pokok dalam Sekolah Petani.

Semua peserta Sekolah Petani berperan aktif sebagai subyek belajar untuk meningkatkan kesadaran akan masalah sesungguhnya yang sedang dihadapi.

Petani mempresentasikan hasil pengamatan tanaman di lahan belajar (petak kebiasaan dan perbaikan)

Rekapitulasi data hasil pengamatan mingguan selama semusim tanam.

Selain analisis agroekosistem, peserta juga belajar teknik-teknik analisa sosial dalam rangka pengembangan kemampuan kelompok. Salah satu yang paling sederhana dan dilakukan di Sekolah Petani adalah metoda “pasangan terperinci” atau itemized responses, yang di dalamnya melihat apa yang sudah baik dari suatu kegiatan atau keadaan kelompok, lalu melihat apa yang perlu diperbaiki, dan bagaimana cara memperbaikinya. Dalam Sekolah Petani biasanya sering digunakan untuk mengevaluasi sebuah kegiatan atau proses. Untuk memperkuat kelompok dan menjadi manajer di lahannya sendiri, petani memerlukan bekal-bekal ini.

4. Latihan Semusim

Sekolah Petani dirancang dan dikembangkan mengikuti siklus tanaman –- dalam hal ini kedelai hitam -- secara utuh. Dari tanam hingga panen. Sehingga, minggu demi minggu, petani peserta bertambah yakin akan kemampuan mereka untuk menganalisa keadaan dan mengambil keputusan manajemen lahan yang tepat. Maka Sekolah Petani selalu erat kaitannya dengan musim tanam.

Page 27: Mengasah otak Mengolah Hati

37 Mengasah Otak, Mengolah Hati 38Mengasah Otak, Mengolah Hati

Kegiatan-kegiatan belajar dalam Sekolah Petani disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan tanaman, agar peserta dapat meneliti dinamika yang berkembang pada setiap fase pertumbuhan tanaman secara langsung dan nyata. Dengan itu petani peserta bisa yakin akan “ungkapan alam” yang mereka lihat dengan mata sendiri. Bukan kata-kata orang lain. Jika timbul suatu masalah di lahan belajar, maka hal ini justru merupakan suatu kesempatan belajar yang baik dalam rangka pemecahan masalah. Ada ungkapan: “Tidak ada masalah di lapangan, yang ada hanya tantangan yang dapat dipelajari dan dipecahkan bersama”.

5. Dinamika Kelompok dan Pengembangan Wahana Petani

Tujuan Sekolah Petani adalah untuk menciptakan suatu organisasi belajar yang berkelanjutan. Baik petani pemandu maupun petani peserta Sekolah Petani dibekali metoda dan teknik untuk meningkatkan kekuatan organisasi petani. Para peserta berlatih kerjasama, komunikasi, pemecahan masalah, dan kepemimpinan melalui pola pengalaman berstruktur, dimana hal-hal ini dapat dialami secara langsung dan nyata. Dalam pola Sekolah Petani semua peserta diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk memimpin kegiatan kelompok, mempresentasikan analisisnya, melaksanakan eksperimen, dan memimpin diskusi.

Pada akhir kegiatan Sekolah Petani, para peserta diberi kesempatan menyelenggarakan kegiatan hari temu lapangan (farmer field day) di desanya, menjadi perencana program, dan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan komunikasi horisontal seperti penyebaran hasil-hasil belajar kepada masyarakat atau petani-petani lain melalui tulisan dan gambar, drama atau teater, lagu, dan sebagainya, dimana petani sendiri menjadi penulis dan penggambarnya, penulis skenario, penata musik, sutradara, dan sekaligus pemain. Semua aksi komunikatif tersebut diterapkan agar petani mampu ambil bagian dalam gerakan pembangunan kreatif.

Peserta berlatih kerjasama, komunikasi, pemecahan masalah, dan kepemimpinan melalui pola pengalaman berstruktur, dimana hal-hal ini dapat dialami secara langsung dan nyata.

6. Arti Partisipasi dalam Sekolah Lapangan

Yang dimaksud partisipasi dalam Sekolah Petani bukan masyarakat ikut menyukseskan program, melainkan peran serta semua pihak untuk menuju pada tujuan bersama.

Partisipasi untuk Menguasai Ilmu: Proses belajar dalam Sekolah Petani menuntut partisipasi aktif dalam pengumpulan data aktual lapangan, pengkajian data, dan pengambilan keputusan manajemen lahan. Tanpa itu ekologi lahan setempat akan sulit dibaca dengan cermat. Selain karena tidak tercantum atau tertulis dalam suatu buku, juga karena merupakan sesuatu yang hidup dan dinamis. Proses pengkajian temuan-temuan lapangan secara dialogis merupakan cara belajar yang paling tepat untuk materi seperti ini.

Partisipasi untuk Interaksi dan Pengembangan Kelompok: Dalam pelatihan di Sekolah Petani, bagian ini sering disebut dengan dinamika kelompok. Materi dinamika kelompok bertujuan untuk meningkatkan daya rekat kelompok, mengembangkan kerjasama yang efektif, membina ketrampilan kepemimpinan, menguasai cara-cara pengambilan keputusan yang baik, dan meningkatkan ketrampilan komunikasi dan pemecahan masalah. Di sisi lain, daya rekat kelompok sangat diperlukan karena sampai sekarang rejim pestisida masih menguasai praktek pertanian pada umumnya, tak terkecuali kedelai hitam.

Partisipasi untuk Kemandirian Sosial: Tujuan akhir dikembangkannya program Sekolah Petani Kedelai Hitam adalah pelembagaan di tingkat petani. Sekolah Petani hanyalah langkah awal dari suatu proses pengembangan lembaga petani yang dilakukan oleh masyarakat petani sendiri. Hal ini akan membantu petani dalam menghadapi pertanian yang berbasis agribisnis dan pertanian berkelanjutan. Dalam kerangka kemitraan ini, pembangunan pertanian bukanlah semata-mata peningkatan produksi atau adopsi teknologi, melainkan suatu proses pembaharuan dimana petani sendiri berperan aktif sebagai produsen yang menguasai proses budidaya tanaman kedelai hitam.

Kelompok ibu-ibu sortasi di Desa Sumberagung, Kabupaten Nganjuk.

Page 28: Mengasah otak Mengolah Hati

39 40Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

BAGIAN 4 :BAGAIMANA SEKOLAH PETANI KEDELAI HITAM DILAKSANAKAN?

Page 29: Mengasah otak Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati41 42

“Saya bilang pada suami kalau saya mau ikut Sekolah Petani dari Unilever...”Bu Muji Lestari, peserta Sekolah Petani, Kabupaten Pacitan

PUKUL 07.00 pagi itu, ruang sekretariat Gapoktan “Margo Makmur” Desa Gunungsari, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan, masih sepi dan hanya nampak deretan kursi dan meja tulis. Belum satu pun petani peserta Sekolah Petani Kedelai Hitam di desa ini nampak hadir. Dari halaman polindes yang bersebelahan dengan kantor sekretariat Gapoktan tadi muncullah Pak Bakri dan Pak Peni. Mereka adalah petani pemandu Sekolah Petani ini. ”Maaf, Pak, biasanya kegiatan Sekolah Petani dimulai pukul tujuh pagi. Tapi pada pertemuan kali ini mereka sepakat mulai pukul delapan pagi. Maklum karena Bulan Puasa,” kata Pak Bakri kepada penulis yang pagi itu berkunjung ke Sekolah Petani Kedelai Hitam di desa ini bersama asisten lapangan.

Menurut Pak Bakri dan Pak Peni, hari itu, Selasa, 23 Agustus 2011, kegiatan Sekolah Petani yang dipandunya saat itu sudah memasuki pertemuan minggu ke-8. Tanaman

kedelai hitamnya saat itu sudah berumur 55 hari setelah tanam dan sudah tahap berbunga dan mulai pembentukan polong. Tanaman kedelai hitam di petak belajar ditanam pada 30 Juni 2011. Petak belajar tersebut luas keseluruhannya 2500 meter persegi yang disewa sebesar Rp. 850.000,- semusim.

Ada 3 petak perlakuan sebagai sarana belajar bagi peserta di Sekolah Petani ini. Pertama adalah ”petak kebiasaan” yang perlakuannya sesuai dengan kebiasaan petani setempat dalam membudidayakan tanaman kedelai hitam.

Perlakuan pada petak ini di antaranya: memakai mulsa jerami dibakar, jarak tanamnya 20 cm x 20 cm, menggunakan pupuk kimia, tidak memakai pupuk cair, dan tidak disiangi.

Petak kedua adalah ”petak perbaikan”. Petak ini adalah petak yang diupayakan untuk memperbaiki proses budidaya tanaman kedelai agar hasilnya lebih optimal. Perlakuan pada petak ini di antaranya: memakai mulsa jerami, memakai pupuk organik cair, memakai sedikit pupuk kimia, dan jarak tanamnya 25 cm x 25 cm.

Petak ketiga adalah ”petak studi” untuk penelitian di lahan terkait topik-topik tertentu oleh petani peserta sendiri. Pada petak studi ini, petani peserta melakukan studi pupuk dasar dengan menggunakan bokasi dan jerami busuk, tidak menggunakan pupuk dasar (kimia), dan jarak tanamnya 30 cm x 35 cm.

Menjelang pukul 08.00, peserta mulai berdatangan. Suasana riuh-rendah mewarnai ruang sekretariat gapoktan yang tidak begitu luas. Mereka sebagian besar ibu-ibu petani yang saling menyapa di antara mereka, dengan asisten lapangan, dan dengan ibu PPL yang juga datang pagi itu. Seakan-akan mereka sudah lama tidak berjumpa. Ada 14 petani perempuan yang datang pagi itu. Berbeda dengan petani laki-laki yang hari itu cenderung diam dan jumlahnya hanya 3 orang.

Sebenarnya jumlah peserta Sekolah Lapangan ini adalah 25 orang yang terdiri 15 petani perempuan dan 10 petani laki-laki. Namun, menurut Pak Bakri dan Pak Peni, beberapa peserta minta izin tidak hadir, namun pagi-pagi tadi mereka sudah melakukan perawatan tanaman, seperti mengairi tanaman dan melakukan penyiangan. Para peserta Sekolah Lapangan datang dari 2 dusun di Desa Gunungsari, yaitu Dusun Ganang dan Krajan.

Lahan belajar seluas 2500 m2 milik salah satu petani peserta disewa seharga Rp. 850.000,- semusim.

Page 30: Mengasah otak Mengolah Hati

43 44Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

A. PROSES KEGIATAN SEKOLAH PETANI DI DESA GUNUNGSARI: CONTOH KASUS

Berikut ini adalah cerita singkat proses pelaksanaan Sekolah Petani Kedelai Hitam pada pertemuan ke-8, yang berlangsung dari pukul 08.00 hingga hampir jam 13.00.

08.00 – 08.15: Pengantar dari Pemandu

Waktu sudah menunjukkan pukul 08.00. Peserta sudah banyak yang hadir. Begitu peserta sudah masuk ruangan dan duduk di kursi, Pak Bakri sebagai pemandu memberikan pengantar singkat tentang status pertemuan mingguan dan umur tanaman. Pada pengantar tersebut, selain salam dan doa, Pak Bakri juga membuka dengan pertanyaan tentang fase tanaman pada minggu ke-8 tersebut. Para peserta menjawab bahwa saat itu tanamannya sudah berumur 55 hari dan masuk fase berbunga dan pembentukan polong.

Selanjutnya Pak Bakri bertanya kepada peserta tentang apa yang harus dilakukan pada saat tanaman memasuki fase tersebut. Jawaban peserta di antaranya adalah: pengairan, memupuk dengan pupuk cair untuk merangsang pembentukan buah, dan penyiangan. Ketika peserta ditanya apa ciri-ciri fase berbunga itu, salah satu jawaban mereka adalah warna bunganya ungu. Salah satu peserta perempuan pun menambahkan bahwa biasanya umur tanaman kedelai saat berbunga adalah 35 hingga 60 hari setelah tanam, setelah itu keluar polongnya.

Pertanyaan selanjutnya dari pemandu adalah apa yang harus diamati ketika nanti melakukan pengamatan tanaman. Jawaban peserta adalah: tinggi tanaman, jumlah tangkai, jumlah cabang, jumlah kepek (polong), hama dan penyakit, dan keadaan tanah. Semua jawaban peserta ditulis oleh pemandu di atas kertas plano. Sessi pengantar ini yang disampaikan pemandu selama 15 menit itu diakhiri dengan persiapan pengamatan tanaman di lahan belajar. Dan para peserta pun segera menuju lahan praktek.

08.15 – 09.15: Pengamatan Tanaman

Saat kegiatan pengamatan tanaman, peserta membagi diri ke dalam 4 kelompok kecil. Karena peserta yang hadir hanya 17 petani, maka setiap kelompok kecil beranggotakan 3 sampai 5 petani peserta. Biasanya, bila semua peserta hadir, mereka membagi diri dalam 5 kelompok kecil dengan jumlah anggotanya masing-masing sebanyak 5 orang. Pada kegiatan pengamatan saat itu, setiap kelompok kecil mengamati 10 rumpun, baik di petak kebiasaan maupun perbaikan. Rumpun-rumpun tanaman yang diamati diberi tanda dengan ajir (bilah bambu) untuk memudahkan menentukan tanaman mana yang harus diamati setiap minggunya.

Kelompok kecil beranggotakan sekitar 5 orang mengamati lahan untuk mengetahui perkembangan agroekosistem. Contoh permasalahan lapangan yang belum diketahui dibawa ke kelas untuk didiskusikan bersama…

Peralatan yang dibawa saat pengamatan adalah buku tulis, bolpoin, penggaris, dan meteran. Setiap anggota kelompok kecil nampak aktif melakukan pengamatan. Ada yang mengukur tinggi tanaman, mengamati tangkai, cabang, bunga/polong, mengamati serangga hama dan musuh alami, mengamati serangan penyakit, dan mengamati keadaan tanah. Semua data dicatat oleh anggota yang bertugas sebagai pencatat. Beberapa hal yang dianggapnya menarik untuk dibahas bersama, mereka ambil untuk dibawa ke kelas, seperti misalnya serangga dan tangkai tanaman yang terserang penyakit.

Page 31: Mengasah otak Mengolah Hati

46Mengasah Otak, Mengolah Hati45 Mengasah Otak, Mengolah Hati

09.15 – 10.15: Menggambar Analisa Agroekosistem

Setelah kurang lebih 60 menit melakukan pengamatan di lahan, peserta pun kembali ke kelas dan tetap berkumpul berdasarkan kelompok kecilnya. Mereka membuka kembali catatan di dalam buku tulisnya dan mendiskusikan perolehan-perlehan selama melakukan pengamatan tanaman.

Sambil berdiskusi mereka ada yang menyiapkan peralatan seperti kertas plano beserta spidol, krayon, penggaris, lakban dan gunting, menghitung-hitung angka menggunakan kalkulator, dan menulis sesuatu di buku. Sesekali, peserta khususnya ibu-ibu memanggil pemandu untuk menanyakan sesuatu. Pemandu pun melakukan pendampingan ke kelompok-kelompok kecil saat berdiskusi dan menggambar. Kadang pemandu juga terlibat dalam diskusi kelompok kecil, barangkali ada sesuatu yang perlu penjelasan tambahan dari pemandu.

Proses menggambar kebanyakan dilakukan oleh satu orang yang kelihatannya sudah biasa menggambar. Anggota yang lain memberikan informasi data apa yang perlu dicantumkan (digambar). Butuh waktu sekitar 1 jam untuk mereka menggambar dan mendiskusikan fakta yang diperoleh selama pengamatan. Setelah selesai, gambar analisa agroekosistem dipasang di depan kelas untuk selanjutnya didiskusikan.

10.15 – 11.15: Presentasi dan Diskusi

Penentuan kelompok mana yang akan mempresentasikan hasil kerjanya adalah berdasarkan kelompok yang selesai mengerjakan lebih dulu. Dalam proses presentasi, wakil kelompok yang maju ke depan bukan sekedar membacakan data dan informasi yang tercantum dalam kertas plano yang dipasang di depan kelas. Tetapi juga memberikan penjelasan rinci mengenai interaksi antar komponen ekosistem yang ada di lahan.

Setiap selesai presentasi dilanjutkan dengan tanya jawab dengan peserta lain. Contoh kasus menarik, saat Bu Muji Lestari yang mewakili kelompok I selesai mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, seorang peserta perempuan lain mengajukan pertanyaan: “Mengingat saat ini tanaman dalam fase berbunga, sementara di sekeliling tanaman terdapat rumput atau gulma, bagaimana cara melakukan penyiangan agar tidak mengganggu atau merusak bunga?”

Bu Muji Lestari pun berterus-terang kalau belum bisa kasih jawaban. Ia pun melemparkan kembali pertanyaan tersebut kepada sesama anggota kelompoknya untuk membantu menjawabnya. Rekan satu kelompok kecilnya pun mencoba membantu menjawab bahwa, penyiangan harus tetap dilakukan untuk gulma yang tumbuh bersaing dengan tanaman kedelai hitamnya. Namun perlu dilakukan secara hati-hati agar tanaman kedelai hitam yang sedang berbunga tidak terganggu hingga bunganya rontok saat melakukan pencabutan gulma.

Setelah keempat kelompok kecil selesai berpresentasi semua, Pak Bakri sebagai pemandu kemudian mencoba meringkas dan menggarisbawahi hasil presentasi setiap kelompok kecil, hingga kemudian diperoleh beberapa catatan yang perlu diperhatikan, yaitu: gulma tetap harus disiangi tetapi perlu teknik khusus dan hati-hati dan hasil studi pupuk bokasi menggunakan jerami busuk belum menampakkan hasil yang jelas, sehingga tetap perlu terus diamati dengan cermat. Diskusi dan presentasi ini berlangsung sekitar 1 jam.

Mengamati ekosistem lahan dan mengambil contoh permasalahan yang terjadi di lapangan untuk didiskusikan bersama…

Page 32: Mengasah otak Mengolah Hati

47 48Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

11.15 – 11.30: Dinamika Kelompok

Sesaat kemudian, Pak Peni maju ke depan menggantikan Pak Bakri untuk mengajak peserta bermain dinamika kelompok berupa games. Materi dinamika kelompok yang dibawakannya adalah “klinik desas-desus”. Prosesnya, Pak Peni terlebih dahulu mengajak peserta berdiri membuat 2 barisan. Selanjutnya, ia menghampiri peserta yang berada di paling belakang dalam barisan itu dan memberikan secarik kertas untuk dibaca dalam hati oleh peserta paling belakang tadi. Kalimat yang tertulis di kertas tersebut cukup panjang.

Setelah dirasa sudah hafal, peserta tadi diminta membisikkan ke telinga peserta di depannya kalimat yang dibacanya tadi. Demikian pula peserta yang dibisiki tadi membisikkan ke peserta di depannya. Begitu seterusnya sampai selesai. Selanjutnya peserta paling akhir diminta menyebutkan kalimat yang didengarnya tadi secara keras, dan pemandu meminta peserta lain untuk menilainya. Hasil dari ‘bisik-bisik’ tadi ternyata kalimatnya berbeda jauh dengan apa yang dikatakan oleh peserta paling belakang tadi.

11.30 – 12.30: Topik Khusus

Sessi berikutnya adalah pembahasan topik khusus. Materi topik khusus yang disampaikan pada pertemuan ke-8 tersebut adalah “mengenal bunga serumah dan tidak serumah”. Dijelaskan oleh pemandu materi ini, bunga serumah adalah bunga berkelamin dua, dimana bunga jantan (benang sari) dan bunga betina (putik) berada dalam satu rumah. Sedangkan bunga tidak serumah adalah benang sari dan putik terpisah, tidak satu rumah.

Pemandu yang dibantu asisten lapangan sudah mempersiapkan media belajarnya, yaitu bunga tanaman kedelai hitam untuk pengenalan bunga serumah dan tanaman jagung untuk bunga tidak serumah. Para peserta mencoba mengamati dan mengidentifikasi bunga di kedua jenis tanaman tadi, untuk kemudian mereka gambar dalam kertas plano.

Pak Peni sebagai pemandu kemudian bertanya kepada peserta apa maksud dari permainan tadi. Jawaban peserta pun beraneka, seperti: ngomongnya tidak jelas, kalimatnya panjang jadi sulit dihafal, apa yang didengar belum tentu bisa dipraktekkan, dan lain-lain. Pemandu pun kemudian mengajak peserta menyimpulkan bersama-sama dari jawaban-jawaban yang mereka lontarkan. Salah satu kesimpulannya adalah bila ada informasi baru yang kita terima, sebaiknya dicek atau diuji dulu kebenarannya. Dari mana dan siapa pun. Jangan begitu saja ditelan mentah-mentah. “Melalui Sekolah Petani ini sebenarnya kita sedang menguji kebenaran informasi yang kita terima,” lanjutnya. Permainan yang bikin segar peserta itu berlangsung 15 menit.

Diskusi dalam materi topik khusus ini di antaranya mencakup: apa itu bunga serumah dan tidak serumah; bagaimana ciri-ciri perkawinan kedua jenis bunga tersebut; dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi berhasil dan tidaknya perkawinan kedua jenis bunga tersebut. Pada umumnya peserta paham apa yang dimaksud bunga serumah dan tidak serumah beserta karakteristiknya. Tanaman kedelai, umumnya kedelai kuning dan jagung banyak ditanam para petani di Desa Gunungsari ini. Mereka paham bahwa tanaman dengan bunga tidak serumah (jagung) bisa terkawini oleh tanaman jagung berlainan varietas yang berada di tempat lain. Sehingga kualitas buahnya bisa tidak sama lagi dengan benih asalnya. Sedangkan bunga serumah bisa tetap.

Sessi selama 1 jam tersebut memberikan pencerahan kepada peserta bahwa persilangan dapat dilakukan oleh manusia untuk melestarikan varietas (induknya) maupun memperoleh varietas baru yang lebih baik.

Page 33: Mengasah otak Mengolah Hati

49 50Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

12.30 – 12.24: Kesimpulan dan Kesepakatan

Sebelum kegiatan Sekolah Petani berakhir, pemandu mengajak peserta untuk mengevaluasi proses pelaksanaan kegiatan selama sehari itu. Pemandu juga mengingatkan kembali hal-hal yang perlu diperhatikan yang muncul mulai dari proses pengamatan, diskusi kelompok dan menggambar agroekosistem, presentasi dan diskusi, dinamika kelompok, dan topik khusus. Pertemuan hari itu ditutup dengan menyepakati tindak lanjut pertemuan minggu depannya dan perawatan tanaman yang harus dilakukan selama seminggu ke depan sesuai dengan keputusan yang disepakati dalam sessi presentasi dan diskusi.

B. MEMAHAMI PROSES SEKOLAH PETANI 1

Sekolah Petani adalah sebuah kegiatan belajar bersama bagi petani untuk melahirkan dan mengembangkan pengetahuan yang terkait dengan pemecahan permasalahan perikehidupannya. Sehingga, Sekolah Petani sangat cocok dengan situasi dan kondisi petani, dimana para petani sendiri mempunyai pengalaman panjang dalam melakukan budidaya tanaman, memperoleh sarana yang pas dengan karakternya.

Proses belajar dalam Sekolah Petani berlangsung secara periodik (mingguan) sesuai dengan situasi dan kondisi tanaman di lahan, selama satu musim tanam penuh atau setidaknya 14 kali pertemuan. Guna menjaga mutu proses belajar, maka kegiatan Sekolah Petani Kedelai Hitam dilaksanakan mulai pagi hingga siang hari selama 5-6 jam efektif.

Berikut ini adalah pedoman umum atau jadwal pertemuan rutin Sekolah Petani setiap minggunya:

Kesepakatan Belajar (hasil yang ingin dicapai hari itu)

Kerja Lapangan dan Pengamatan Agroekosistem

Menggambar Keadaan Agroekosistem dan Diskusi Kelompok Kecil (proses analisis)

Diskusi Pleno (presentasi/pemaparan kesimpulan dan keputusan tiap kelompok kecil)

Istirahat

Dinamika Kelompok

Topik Khusus

Evaluasi Pencapaian Hasil Hari Itu

Jam/Waktu Kegiatan

07.00 - 07.15 15’

07.15 - 08.15 60’

08.15 - 09.15 60’

09.15 - 10.15 60’

10.15 - 10.30 15’

10.30 - 10.45 15’

10.45 - 11.45 60’

11.45 - 12.00 15’

Dalam setiap kali pertemuan mingguan Sekolah Petani, selalu dimulai dengan “kesepakatan belajar”, untuk mengajak peserta menyepakati hasil yang ingin dicapai hari itu. Kesepakatan belajar dilakukan agar peserta memahami apa saja yang akan dipelajari dan harus dilakukannya dalam pertemuan selama sehari tersebut.

Page 34: Mengasah otak Mengolah Hati

51 52Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Agar setiap kelompok kecil yang beranggotakan 5 orang memahami perkembangan agroekosistem, maka mereka melakukan pengamatan di kedua petak perlakuan yang ada, yaitu petak kebiasaan dan petak perbaikan, yang hasilnya nanti akan dibandingkan. Sedangkan pengamatan di petak studi dilakukan sesuai dengan topik yang sedang diteliti dan didiskusikan perkembangannya. Unsur-unsur yang diamati meliputi keadaan tanaman, serangga hama, serangga musuh alami, serangga air, serangga terbang, gejala kerusakan, keadaan tanah, keadaan air, keadaan cuaca, keadaan gulma, dan keadaan pertanaman sekitar yang dapat mempengaruhi kondisi agroekosistem lahan belajar. Contoh tanaman rusak, serangga hama dan musuh alami yang belum diketahui oleh petani dibawa ke tempat diskusi.

“Gambar agroekosistem” merupakan gambaran pertanaman, hama, musuh alami, dan organisme lain, kondisi lingkungan fisik pada saat pengamatan dan perlakuan petani yang pernah dilakukan sebelumnya.

Gambar tanaman lengkap dengan rata-rata jumlah batang/daun yang diperjelas dengan menggunakan warna yang mendekati keadaan sebenarnya, termasuk adanya kelainan-kelainan warna tanaman.

Gambar serangga hama dan populasinya di sebelah kiri tanaman. Bisa ditambahkan tulisan nama jenis dan jumlah serangga tersebut.

Gambar musuh alami dengan populasinya di sebelah kanan tanaman. Bisa dituliskan juga nama jenis dan jumlah musuh alaminya tersebut.

Gambar gejala serangan penyakit dan kekurangan unsur hara.

Gambar keadaan kelembaban tanah dan cuaca. Misalnya bila terang matahari digambar bersinar penuh, bila berawan matahari digambar sebagian tertutup awan, bila mendung digambar awan saja di samping kanan atas. Gambar lain adalah keadaan gulma.

Gambar perlakuan lokal yang pernah dilakukannya, seperti pemupukan, penyemprotan, penyiangan, dan sebagainya.

“Diskusi kelompok kecil” dimaksudkan untuk mengkaji agroekosistem secara sistematis dan mendalam. Sehingga dapat diambil suatu kesimpulan dari kondisi agroekosistem pada saat itu sebagai dasar untuk pengambilan keputusan pengelolaan agroekosistem berikutnya. Dalam diskusi kelompok kecil dapat dilakukan analisis perbandingan antara perlakuan di petak kebiasan dan perak perbaikan.

Sebelum melakukan “pengamatan agroekosistem”, tiap kelompok kecil melakukan “kerja lapangan” pada lahan praktek dan petak studi masing-masing, misalnya melakukan sanitasi, pengaturan air, penyiangan, dan sebagainya. Pada saat pengamatan agro-ekosistem, tiap kelompok kecil mengamati petak yang telah ditentukan. Ada 3 jenis petak masing-masing seluas minimal 500-1000 meter persegi yang harus diamati, yaitu: petak perlakuan lokal atau kebiasaan yang perlakuannya menyesuaikan kebiasaan petani setempat; petak perlakuan sekolah petani (petak perbaikan) yang perlakuannya dilandaskan pada keputusan bersama berdasarkan hasilpengamatan dan analisa bersama; dan petak studi sebagai lahan untuk melakukan percobaan-percobaan guna menjawab permasalahan yang dihadapi.

Sekolah Petani adalah sebuah kegiatan belajar bersama bagi petani untuk melahirkan dan mengembangkan pengetahuan yang terkait dengan pemecahan permasalahan perikehidupannya.

Tiap kelompok kecil membuat dua gambar keadaan agroekosistem -- bisa dalam satu kertas -- yaitu gambar keadaan agroekosistem di petak kebiasaan dan petak perbaikan. Perbedaan-perbedaan dari kedua petak belajar digambarkan dengan jelas. Adapun yang digambar meliputi:

Page 35: Mengasah otak Mengolah Hati

53 54Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Untuk menjaga mutu, maka diskusi kelompok kecil membutuhkan waktu khusus, terpisah dengan proses penggambaran. Dalam setiap kelompok kecil salah seorang anggotanya berperan sebagai penanya -- bergilir setiap minggunya -- dengan menggunakan gambar agroekosistem yang telah dibuat bersama. Anggota yang lain menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh penanya. Pertanyaan yang diajukan disesuaikan dengan fase tanaman pada saat itu. Secara umum diskusi kelompok kecil mencakup hal-hal sebagai berikut:

Apa: Apa yang ditemukan dalam pengamatan, baik berupa jenis dan jumlah serangga hama, musuh alami, organisme lain, kerusakan atau kelainan pertumbuhan tanaman, dan lain-lain.

Dimana: Dimana tempat ditemukan, atau di bagian mana saja hal-hal yang telah ditemukan dalam pengamatan tadi.

Mengapa: Mengapa ada aktivitas serangga hama, musuh alami, organisme lain saat ditemukan, mengapa jumlahnya sebanyak itu, mengapa kerusakan atau kelainan pertumbuhan tanaman itu terjadi, mengapa terdapat di bagian tanaman tertentu, dan lain-lain.

Bagaimana: Bagaimana hubungan hama, musuh alami, dan tanaman saat pengamatan, apa peran organisme lain, bagaimana cara pelaksanaan pengambilan keputusan, serta bagaimana prospeknya pada waktu mendatang.

“Diskusi pleno” merupakan tahapan kegiatan yang terpisah dengan diskusi kelompok kecil. Dilakukan dalam gabungan kelompok kecil. Dalam diskusi pleno ini setiap wakil dari kelompok kecil mengutarakan secara singkat hasil pengamatannya, kesimpulannya, dan keputusan kelompok kecilnya. Jika ada perbedaan kesimpulan dan keputusan antara kelompok-kelompok kecil, perlu didiskusikan bersama sehingga semua kelompok kecil memperoleh pemahaman dari perbedaan tersebut. Selanjutnya masing-masing kelompok kecil menindaklanjuti keputusannya. Setelah diskusi pleno, gambar disimpan sebagai bahan untuk melihat perkembangan pertemuan berikutnya.

“Topik khusus” yang dipelajari dalam setiap pertemuan dipilih berdasarkan permasalahan pokok setempat yang dihadapi oleh petani saat itu. Apabila pada waktu pertemuan tidak menghadapi masalah, maka diberikan topik khusus yang sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman. Untuk mendukung pemahaman peserta, maka pada setiap proses topik khusus perlu kejelasan judul, kejelasan tujuan dan kejelasan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh peserta. Topik khusus dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan petani.

“Dinamika kelompok” merupakan kegiatan untuk menumbuhkan kekompakan dan kegairahan peserta dalam belajar (suasana dinamis). Materi dinamika kelompok dipilih sesuai dengan kondisi kelompok pada saat itu.

Agar peserta Sekolah Petani memahami konsep, prinsip, dan teknologi budidaya kedelai hitam secara benar, maka perlu diberikan materi penunjang berupa “studi khusus” yang sifatnya praktis, sederhana (dilakukan beberapa rumpun), mudah dilaksanakan, waktu yang relatif singkat, dan dapat cepat menjawab permasalahan petani saat itu. Studi khusus dapat dilakukan sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh petani setempat

Page 36: Mengasah otak Mengolah Hati

55 56Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Contoh: Jadwal Sekolah Petani Kedelai Hitam di Desa Wonoanti Kabupaten Trenggalek, 2010

Pertemuan/Tanggal Kegiatan

Uji kecambah

Pengolahan tanah

Tanam, Analisa agroekosistem

Umur tanaman 4 HST: Perkecambahan, Pengamatan serangan lalat bibit

(- II)3 Jul

(-I) 8 Jul

I 14 Jul

II 18 Jul

III 22 Jul

IV 29 Jul

V 5 Ags

VI 12 Ags

VII 19 Ags

Umur tanaman 7 HST: Pertumbuhan awal daun tunggal pertama dan keping biji, Aplikasi bioinsektisida bagi petak perlakuan.

Umur tanaman 14 HST: Pemupukan dan aplikasi mikro organisme lokal (MOL), Vegetatif awal pengamatan pembentukan bintil akar

Umur tanaman 21 HST: Penyiangan, Aplikasi bioinsektisida,Pengamatan pembentukan warna pada bintil akar

Umur tanaman 28 HST: Penyiangan, Penyemprotan pestisida nabati,Pangkas pucuk, Aplikasi bioinsektisida, Pengamatan bunga

Umur tanaman 35 HST: Penyiangan, Aplikasi MOL, Aplikasi bioinsektisida,Pengamatan percabangan dan pembungaan

Umur tanaman 49 HST: Pengamatan pembentukan polong

Umur tanaman 56 HST: Pengamatan pemasakan polong, Pembiakan, Aplikasi MOL

Umur tanaman 63 HST: Pemasakan polong, Pembiakan, Aplikasi MOL

Umur tanaman 70 HST: Pemasakan polong

Umur tanaman 77 HST: Pembiakan kedelai yang roboh, Pengamatan warna polong

Umur tanaman 80 dan 84 HST: Kriteria panen dan panen dilakukan 2 tahap

Umur tanaman 91 HST: Analisis usaha tani

Hari temu lapangan

Umur tanaman 42 HST: Pengamatan, Aplikasi bioinsektisida,Pengamatan uceng (calon kepek/polong)VIII 26 Ags

IX 2 Sep

X 7 Sep

XI 16 Sep

XII 23 Sep

XIII 30 Sep

XIV 3 dan 7 Okt

XV 14 Okt

XVI 17 Okt

Catatan: Materi belajar dalam setiap pertemuan meliputi pengamatan agroekosistem, topik khusus, dan dinamika kelompok

Page 37: Mengasah otak Mengolah Hati

57 58Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

C. MENYIAPKAN SEKOLAH PETANI

Ada banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kualitas proses pelaksanaan Sekolah Petani seperti yang berlangsung di Desa Gunungsari, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan dan di desa-desa lainnya. Selain penguasaan materi dan kemampuan memfasilitasi proses kegiatan dari petani pemandu, juga ada faktor kelompok dan peserta. Untuk membentuk sebuah kelompok belajar dalam Sekolah Petani tidaklah sesederhana hanya dengan mengumpulkan petani.

Lemahnya dalam melakukan persiapan Sekolah Petani dapat berdampak pada tingkat kehadiran peserta, minat mengikuti kegiatan, dan lain-lain. Apabila proses pemilihan peserta dilakukan secara asal tunjuk, maka sangat mungkin diperoleh calon peserta yang tidak berminat sebagai peserta Sekolah Petani. Sehingga kemungkinan untuk drop out sangat tinggi. Dalam membahas siapa sebenarnya yang paling tepat untuk menjadi peserta Sekolah Petani, juga penting membahas posisi petani perempuan. Tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa peserta Sekolah Petani harus laki-laki. Oleh karena itu, dalam melakukan persiapan Sekolah Petani perlu menekankan bagaimana meningkatkan peranan petani perempuan dalam pelaksanaan Sekolah Petani.

1. Memilih Calon Lokasi dan Petani Peserta Sekolah Petani

Kegiatan lapangan pertama yang dilakukan oleh para petani pemandu Sekolah Petani yang dibantu para asisten lapangan adalah pengkajian calon lokasi Sekolah Petani Kedelai Hitam. Pengkajian dilakukan untuk mencari informasi tentang profil desa yang di antaranya meliputi: potensi wilayah, sumber daya alam, sumber daya manusia, teknis budidaya tanaman kedelai hitam oleh para petani setempat, dan peran laki-laki perempuan di bidang pertanian. Penggalian informasi dilakukan dengan cara observasi, wawancara dengan petani, dan diskusi kelompok terfokus atau focus group discussion dengan petani-petani setempat, serta pengumpulan data sekunder lain yang diperlukan. Dalam kegiatan pengkajian ini, selain petani juga dilibatkan para pemangku kepentingan di desa.

Sebagai contoh, dalam pemilihan calon lokasi di Kabupaten Kulonprogo, tepatnya di Desa Sidorejo,yang dilaksanakan pada 12 Mei 2010, para petani pemandu mengundang sekitar 50 petani calon penanam kedelai hitam, baik laki-laki maupun perempuan, petugas penyuluh lapangan pertanian, dan petugas koperasi. Dalam diskusi kelompok terfokus mereka membahas tentang budidaya tanaman kedelai yang biasa dilakukan petani setempat, menggambar peta wilayah, permasalahan teknis dan non teknis yang berkaitan dengan tanaman kedelai, dan mengembangkan harapan yang ingin diperoleh bila mereka mengikuti Sekolah PetaniKedelai Hitam.

Adapun kriteria umum yang dipakai dalam menentukan lokasi Sekolah Petani, adalah: luas panen atau luas sawah dengan irigasi teknis atau semi teknis, lokasi atau hamparan cukup strategis dan terjangkau oleh petani di desa, adanya kelompok-kelompok tani yang aktif, dan waktunya sesuai dengan musim tanam setempat

Pada saat memilih calon peserta Sekolah Petani, biasanya petani pemandu mendahuluinya dengan menjelaskan kemitraan yang akan dibangun antara para petani kedelai hitam dengan Unilever. Penjelasan berikutnya adalah tentang apa itu Sekolah Petani dan kriteria umum calon petani yang sesuai untuk menjadi peserta, seperti sanggup mengikuti kegiatan secara penuh dan memiliki lahan untuk ditanami kedelai hitam. Penjelasan yang tak kalah pentingnya adalah tentang gambaran apa yang akan diperoleh bila mengikuti Sekolah Petani.

Adapun pedoman umum dalam memilih kelompok tani dan peserta Sekolah Petani, adalah: kelompok tani yang dinamis dan memiliki lahan sawah yang cukup luas dengan irigasi teknis atau semi teknis, dalon peserta diutamakan petani penggarap atau pemilik penggarap, mengikutsertakan petani perempuan (minimal 30%), adanya kesanggupan peserta untuk mengikuti pertemuan mingguan selama satu musim tanam, dan kriteria lain yang ditentukan oleh program.

Sekolah Petani yang selama ini dilaksanakan memiliki beberapa tipe peserta bila dilihat dari tempat asalnya. Pertama adalah peserta yang seluruhnya berasal dari satu dusun. Mereka berasal dari satu kelompok tani yang biasanya memiliki jumlah anggota lebih banyak dari jumlah yang dibutuhkan dalam Sekolah Petani. Oleh karenanya, kelompok tani itu kemudian menambahkan kriteria atau syarat tertentu dalam menyeleksi anggotanya yang akan mengikuti Sekolah Petani. Hal itu seperti yang pernah terjadi di Dusun Seso, Desa Pringkuku, Kabupaten Pacitan, dimana anggota kelompok taninya mencapai 60 petani dan yang terpilih menjadi peserta Sekolah Petani sebanyak 32 petani.

Sekolah Petani mengikutsertakan petani perempuan minimal 30% karena mereka memiliki peran penting dalam proses budidaya tanaman kedelai...

Page 38: Mengasah otak Mengolah Hati

59 60Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Yang kedua adalah peserta yang merupakan perwakilan kelompok-kelompok tani se desa. Itu seperti yang terjadi di Desa Kembang, Kabupaten Trenggalek. Peserta Sekolah Petani di desa ini berasal dari 5 kelompok tani. Dalam pemilihan pesertanya, masing-masing kelompok tani diminta memilih 5 petani untuk mewakili kelompoknya menjadi peserta. Sedangkan yang ketiga adalah peserta yang berasal dari desa yang berlainan, seperti yang terjadi di Desa Pilangkenceng, Kabupaten Madiun. Peserta Sekolah Petani berasal dari kelompok-kelompok tani yang merupakan anggota koperasi kedelai hitam, yang kemudian mengirimkan petani anggotanya untuk mewakili menjadi peserta Sekolah Petani.

Dalam pemilihan peserta juga menekankan keikutsertaan petani perempuan, karena petani perempuan memiliki peran dalam proses budidaya kedelai hitam. Ada pekerjaan-pekerjaan dalam budidaya kedelai hitam yang biasa dilakukan oleh petani perempuan, utamanya pada proses penanaman dan pasca panen, menurut Pak Hartono dan Pak Hari, petani pemandu Sekolah Petani Desa Ketawang, Kabupaten Nganjuk. Bila itu dikaitkan dengan kemitraan dengan Unilever, pekerjaan sortasi lebih tepat bila dilakukan oleh petani perempuan.

25 75

25 75

70 30

50 50

50 50

50 50

30 70

50 50

70 30

50 50

Kegiatan Pria (%)Perempuan (%)

Persiapan benih

Pengolahan tanah

Tanam

Penyulaman

Penyiangan

Pemupukan

Pengairan

Pengendalian Hama dan Penyakit

Panen

Pasca Panen

2. Mempersiapkan Lahan Praktek Sekolah Petani

Lahan praktek yang dipakai sebagai sarana belajar bagi peserta Sekolah Petani Kedelai Hitam pada umumnya seluas 3.000 meter persegi. Lahan praktek dibagi menjadi 3 petak, yaitu petak kebiasaan, petak perbaikan, dan petak studi. Lahan praktek ini dipilih dari lahan sawah kosong yang dekat dengan tempat pertemuan untuk diskusi. Biasanya juga dipilih lahan sawah yang mudah dalam hal pengairannya. Kecuali lahan praktek yang merupakan sawah tadah hujan. Lahan-lahan praktek ini umumnya memakai sistem sewa. Seperti lahan praktek seluas 3.000 meter persegi di Desa Warujayeng, Kabupaten Nganjuk yang disewa sebesar Rp. 1.000.000,- semusim, atau lahan praktek seluas 2.500 meter persegi di Desa Gunungsari, Kecamatan Pacitan yang disewa seberar Rp. 850.000,- semusim. Pemilik lahan yang dipakai sebagai lahan praktek umumnya terlibat dalam kegiatan Sekolah Petani. Misalnya, lahan praktek di Sekolah Petani di Desa Wonoanti, Kabupaten Trenggalek yang disewa dari pemiliknya, Pak Tugi, Pak Supri, dan Bu Murtani, yang juga menjadi peserta Sekolah Petani. Lahan mereka dipilih karena letaknya berdampingan jadi satu. Namun, tidak semua lahan praktek diperoleh dengan sistem sewa. Seperti yang terjadi di Sekolah Petani Dusun Seso, Desa Pringkuku, Kabupaten Pacitan, hasil panen di lahan praktek tersebut menjadi milik si pemilik lahan. Sedangkan dana untuk sewa lahan praktek dimasukkan ke kas kelompok. Ada juga lahan praktek yang diperoleh dari bagi hasil panen sebesar 70% untuk kelompok dan 30% untuk pemilik lahan karena semua biaya ditanggung kelompok, seperti yang terjadi di Sekolah Petani di Desa Kedungbanteng, Kabupaten Madiun.

Matriks Pembagian Kerja Laki-laki dan Perempuan dalam Kegiatan Pertanian di Desa Sumberagung, Kabupaten Nganjuk Rancangan petak belajar: petak kebiasaan dengan perlakuan sesuai dengan kebiasaan petani setempat, petak perbaikan

dengan perlakuan yang mempertimbangkan unsur-unsur ekosistem, dan petak studi untuk melakukan studi-studi dan percobaan oleh petani peserta Sekolah Petani.

Page 39: Mengasah otak Mengolah Hati

62Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati61

Disain lahan praktek, khususnya pada petak perbaikan berbeda-beda di setiap Sekolah Petani. Sebagai contoh, lahan praktek Sekolah Petani di Desa Pelanglor, Kabupaten Ngawi, dibagi menjadi 3 petak. Petak kebiasaan ditanami kedelai hitam dengan jarak tanam dan jumlah biji per lubang yang asal. Pada petak perbaikan, petani menggunakan jarak tanam 30 cm x 30 cm, dengan jumlah biji perlubang antara 2-3. Pada petak studi peserta menggunakan jarak tanam 40 cm x 30 cm dan jumlah biji per lubang 2-3.

Pada petak studi, peserta Sekolah Petani melakukan beberapa macam studi. Studi-studi yang populer dilakukan antara lain: studi berbagai jarak tanam, studi pangkas pucuk dan tidak pangkas pucuk, studi pemberian pupuk kimia dan pupuk alami yang dibuat sendiri, studi sistem tanam sebar, studi mulsa memakai jerami dan pupuk kandang, dan studi jumlah biji per lubang.

Berikut adalah contoh disain lahan praktek Sekolah Petani di Dusun Gondang, Desa Pringkuku, Kabupaten Pacitan dan Desa Sumberagung, Kabupaten Nganjuk:

Disain Lahan Praktek Sekolah Petani di Dusun Gondang, Desa Pringkuku, Kabupaten Pacitan

PetakKebiasaan

Petak StudiPetakPerbaikan

Jarak Tanam:20x20 cm

Pupuk:Kandang

Jarak Tanam:20x20 cm

Pupuk:Kandang

Jarak Tanam:20x20 cm

Pupuk:Organik

Disiangi

PestisidaNabati

Jarak Tanam:20x40 cm

Pupuk:Phonskadan ZA

Disiangi

PestisidaKimia

Jarak Tanam:20x15 cm

Pupuk:Kandangtanpadiolah

Disiangi

TanpaPestisida

Jarak Tanam:30x15 cm

Tidakdipupuk

SetengahDisiangi

TanpaPestisida

Pada petak studi, peserta Sekolah Petani melakukan beberapa macam studi.

Sedangkan lahan praktek di Desa Jenggrik, Kabupaten Ngawi, petani membuat sendiri rancangan lahan belajar mereka dan melakukan apa yang ingin mereka pelajari. Pada petak kebiasaan, jarak tanam yang dipakai tidak beraturan. Sebelum tanam petani mencampur benih dengan pestisida seperti kebiasaan petani di desa ini. Pada petak perbaikan, petani menggunakan jarak tanam 15 cm x 30 cm dan benih kedelai hitam tidak dicampur dengan pestisida.

Page 40: Mengasah otak Mengolah Hati

63 64Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Disain Lahan Praktek Sekolah Petani di Desa Sumberagung, Kabupaten Nganjuk

Petak Studi

StudiTanpaPupuk

StudiPupukAlami

StudiJarakTanam25x25 cm

StudiPupukKimia +PupukAlami

StudiPupukKimia

StudiJarakTanamSebar

StudiPestisidaKimia

StudiJarakTanam20x25 cm

Studi Jarak TanamJajar LegowoStudi Jarak Tanam

20x15 cm

StudiObatAlami

StudiTanpaPestisida

StudiTanpaPotongPucuk

StudiPotongPucuk35 Hst

StudiPotongPucuk21 Hst

Petak KebiasaanJarak Tanam:20x20 cm

Petak PerbaikanJarak Tanam:20x40 cm

Page 41: Mengasah otak Mengolah Hati

65 66Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

BAGIAN 5PETANI MENJADI PENELITI DI LAHANNYA SENDIRI

Page 42: Mengasah otak Mengolah Hati

67 68Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

SORE ITU, 29 Agustus 2010, Pak Suwadi duduk-duduk di depan warungnya sambil menunggu buka puasa. Dengan kaos warna hijau bergambar logo “BANGO”, ia asyik mengamati kaleng yang berisikan beberapa helai daun kedelai dan ulat-ulat berwarna hitam dan hijau. Ulat-ulat itu dia kumpulkan dari lahan praktek Sekolah Petani di desanya yang terletak di seberang jalan tepat di depan warungnya.

Pak Suwadi: “Saya itu heran, kenapa ulat ini tiba-tiba ada di daun ini dan memakannya. Tahu-tahu pun sudah sebesar ini. Dari mana dia…”

Asisten Lap: “Di mana ulat-ulat ini ditemukan, pak?”

Pak Suwadi: “Saya temukan ini ketika mengamati tanaman kedelai hitam di lahan praktek. Saya penasaran kok tiba-tiba ada, padahal minggu lalu tidak ada.”

Asisten Lap: “Saat kapan bapak menemukannya? Pagi, siang, sore?”

Pak Suwadi: “Saya temukan ini pagi hari. Kalau siang ulat-ulat ini tidak kelihatan. Sorenya kelihatan lagi.” (Sejenak Pak Suwadi lari masuk lahan praktek yang tidak jauh dari tempat ngobrol dan memetik tangkai daun yang ada ulat yang dimaksudkan.)

Asisten Lap: “Bapak tahu nama ulat-ulat ini?”

Pak Suwadi: “Yang hijau agak kecil ini petani menyebutnya ulat grayak, sedang yang hitam agak besar ini ulat tanah.”

Asisten Lap: “Kira-kira ulat ini asalnya dari apa? Apakah selanjutnya akan berupa ulat terus?”

Pak Suwadi: “Yang saya tahu, ulat ini nanti akan menjadi kepompong, setelah itu berubah jadi kupu-kupu…”

Asisten Lap: “Setelah kupu-kupu?”

Pak Suwadi: “Saya belum tahu…”

Asisten Lap: “Biar tahu kapan ulat jadi kepompong terus kupu-kupu, bagaimana caranya?”

Pak Suwadi: “Oke lah kalau begitu. Saya harus pelihara ulat-ulat ini. Bisa kan kaleng ini saya kasih kain strimin untuk penutupnya?”

Asisten Lap: “Jangan lupa mencatat setiap perubahan yang terjadi, pak!”

Ketika salah seorang asisten lapangan datang, dia segera menggelarkan tikar di pinggir jalan dekat lahan. Tidak lupa kaleng yang berisikan ‘koleksi’ ulat tadi pun dibawanya. Dia ambil satu tangkai daun kedelai yang di sebaliknya ada ulatnya untuk ditanyakan kepada si asisten lapangan. Dengan Bahasa Jawa Timuran yang kental, petani Dusun Kujonmanis, Desa Wirojayeng tersebut mencoba bertanya kepada asisten lapangan.

Ulat ini nanti akan menjadi kepompong, setelah itu berubah jadi kupu-kupu …

““Pak Suwadi, peserta Sekolah

Petani, Kabupaten Nganjuk

Page 43: Mengasah otak Mengolah Hati

70Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati69

Model dialog seperti di atas dalam Sekolah Petani biasa disebut dengan proses ”APA INI?”, sebuah dialog yang memperhatikan fungsi, yang merupakan proses bertanya. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari petani peserta tidak dijawab langsung oleh pemandu, melainkan dibalas dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyelidik lebih jauh. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pemandu mengarah pada hubungan fungsional, misalnya, antara hama dan musuh alami atau antara hama dan tanaman, yang ada dalam agroekosistem.

Jawaban berupa pertanyaan seperti itu akan membantu petani peserta menemukan fungsi dan mendorong munculnya analisa kritis. Dengan demikian petani peserta akan menemukan sendiri jawaban atas pertanyaannya. Tandanya semisal mereka mampu menyebutkan hubungan fungsional dalam agroekosistem.

A. MENDORONG PETANI TERUS MENELITI 1

Petani meneliti sebenarnya bukanlah hal baru karena mereka sebenarnya setiap hari bergaul dengan tanaman dan alam. Pergaulan yang lama dan intensif menyebabkan petani mengenali sifat-sifat ekosistem sawah dan alam. Petani pun kemudian mampu menciptakan dan mengembangkan pengetahuan dan teknologi budidaya tanaman, seperti bagaimana mengolah tanah, memilih benih yang baik, menanam, memelihara, dan memanen. Pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan petani tradisional bersifat spesifik lokal dan lebih cocok diterapkan di lokasi dimana hal itu dikembangkan.

Melalui kegiatan pengamatan agroekosistem petani mengasah kemampuan menjadi peneliti…

Sekolah Petani Kedelai Hitam merupakan langkah awal pengembalian budaya meneliti bagi petani. Dalam Sekolah Petani, petani diajak memandang ekosistem secara kompleks dan menyeluruh. Caranya adalah dengan mengenali semua komponen ekosistem sawah dan melihat hubungan sebab-akibat yang berlangsung antar komponen. Rangkaian kegiatan tersebut di dalam Sekolah Petani dilaksanakan melalui proses pengamatan dan analisa

Pada dasarnya, petani mulai belajar melakukan penelitian pada saat melakukan pengamatan rutin pada tanaman kedelai hitam di petak kebiasaan dan perbaikan, yang keduanya menggunakan perlakukan tertentu, kemudian hasilnya dibandingkan. Sedangkan secara khusus peserta mempraktekkan studi dan percobaan-percobaan pada petak studi yang juga disediakan di Sekolah Petani. Dalam petak studi itulah petani peserta belajar menentukan topik apa yang perlu diteliti lebih dalam lagi, bagaimana merancang sebuah kegiatan studi, dan menentukan hal-hal penting yang harus diamati.

Sebagai contoh, peserta Sekolah Petani di Desa Ngujung, Kabupaten Nganjuk, merasa penasaran dan ingin membuktikan teori yang selama ini mereka dengar bahwa, melakukan pemotongan pucuk tanaman kedelai hitam akan menambah jumlah cabang yang nantinya akan mempengarui jumlah polong menjadi lebih banyak. Maka dipilihlah topik studi pangkas pucuk dengan 3 macam perlakuan. Perlakuan pertama adalah tanaman yang dipangkas pucuknya pada saat tanaman kedelai hitam berumur 21 hari setelah tanam (hst). Perlakuan kedua dipangkas pada umur 28 hst. Perlakuan ketiga tanaman tidak dipangkas. Kelompok Sekolah petani di Desa Pringkuku, Kabupaten Pacitan, studi pangkas pucuk dilakukan karena selama ini bila petani menanam kedelai hitam di tegalan yang banyak naungannya sering tumbuh meninggi dan

agroekosistem.

Kemampuan petani dalam melakukan observasi, analisa, dan menyimpulkan menjadi dasar pengembangan studi yang dilakukan petani sendiri, atau bisa disebut dengan istilah studi petani. Kegiatan studi dan percobaan-percobaan yang dilakukan oleh petani alumni Sekolah Petani selain dimaksudkan untuk mendapatkan jawaban berupa cara penyelesaian atas masalah budidaya tanaman kedelai hitam yang dihadapinya, juga untuk memperoleh informasi dasar yang mendukung pemahaman petani, yang bisa digunakan untuk menemukan cara atau teknik penyelesaian masalah yang tepat.

Sekolah Petani Kedelai Hitam merupakan langkah awal pengembalian budaya meneliti bagi petani.

Page 44: Mengasah otak Mengolah Hati

71 72Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

mudah rebah.

Contoh lain adalah studi jarak tanam yang pernah dilakukan peserta Sekolah Petani di Desa Jatigembol, Kabupaten Ngawi. Studi ini untuk mengetahui jarak tanam yang cocok diterapkan di desa agar tanaman kedelai hitamnya dapat optimal produksinya. Studi dirancang dengan 3 macam ukuran jarak tanam, yaitu 40 x 20 cm, 30 x 30 cm, dan 30 x 40 cm.

Tentunya masih banyak lagi topik yang dipilih untuk dijadikan sebagai judul studi di Sekolah Petani. Topik–topik tersebut di antaranya, adalah:

1. Studi pemupukan (membandingkan pupuk kimia dengan pupuk organik), untuk melihat efektivitas jenis-jenis pupuk dalam menyumbang terhadap hasil.

2. Studi pengendalian hama, untuk menekan penggunaan pestisida kimia dan biaya produksi.

3. Studi jarak tanam, untuk mengetahui jarak tanam yang sesuai dengan lahan milik petani, sehingga tanaman produksinya optimal.

4. Studi jumlah benih per lobang, untuk mengetahui pengaruh jumlah benih terhadap pertumbuhan tanamannya.

5. Studi mulsa, untuk mencari teknik yang efektif guna mengendalikan gulma .

6. Studi pangkas pucuk, untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan cabang dan pertumbuhan jumlah polong.

Studi Alasan

Ingin membuktikan teori yang selama ini mereka dengar bahwa, dengan memotong pucuk akan menambah jumlah cabang yang nantinya akan berpengaruh pada jumlah polong yang lebih banyak.

Ingin membandingan antara jarak tanam yang biasa mereka gunakan dengan jarak tanam yang berbeda.

Ingin mengetahui apakah dengan penggunaan pupuk organik maupun pupuk buatan sendiri dapat meningkatkan hasil secara ekonomi.

Untuk menekan penggunaan pestisida agar dapat pula menekan pengeluaran.

Khusus untuk wilayah Desa Sidorejo yang sudah hampir 10 tahun tidak ditanami kedelai, petani mengasumsikan tanah mereka kekurangan unsur N (nitrogen).

Untuk menekan penggunaan pestisida kimia dengan membuat sendiri pestisida dari bahan-bahan yang ada terdapat di sekitar.

Potong pucuk

Jarak tanam

Perlakuan pupuk

Pengendalian hama secara alami

Penggunaan legin, tanah bekas tanaman kedelai dan tanah tanpa perlakuan

Penggunaan pestisida hayati

Topik-topik studi yang dilakukan Kelompok Sekolah Petani di Desa Sidorejo, Kabupaten Kulonprogo.

Page 45: Mengasah otak Mengolah Hati

73 74Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

B. BAGAIMANA PETANI MELAKSANAKAN STUDINYA? 1

Semenjak Pak Agus dan kawan-kawannya sesama petani alumni Sekolah Petani selesai mengikuti Sekolah Petani tahun 2011, petani-petani dari Kelompok Tani “Angudi Warto” di Dusun Wungu, Desa Pilangkenceng, Kabupaten Madiun ini masih menyisakan rasa penasaran dengan tanaman kedelai hitam varietas Mallika yang biasa ditanamnya karena pertumbuhannya cepat tinggi namun cabangnya kurang. Menurut informasi yang pernah didengarnya, melakukan pemangkasan pucuk tanaman kedelai hitam akan menambah jumlah cabang yang nantinya akan mempengarui jumlah polong menjadi lebih banyak. Itulah hipotesa yang dimiliki oleh Pak Agus dan kawan-kawan. Ketika mengikuti Sekolah Petani, topik pangkas pucuk belum dipelajarinya.

Oleh karena itu, dalam pertemuan rutin kelompok yang masih terus dilakukannya, mereka sepakat menentukan studi pangkas pucuk untuk menguji hipotesanya. Kemudian mereka pun merancang perlakukan studinya dengan 3 perlakuan, yaitu: perlakuan pertama tanaman kedelai hitam dipangkas pucuknya saat berumur 28 hari setelah tanam (hst), perlakuan kedua dipangkas pada umur 21 hst, dan perlakuan ketiga tanaman dipangkas umur 14 hst.

Contoh Rancangan Studi Potong Pucuk

P2Pangkas pucuk 21 hst

P3Pangkas pucuk 14 hst

P1Pangkas pucuk 28 hst

P1Pangkas pucuk 28 hst

P2Pangkas pucuk 21 hst

P3Pangkas pucuk 14 hst

P3Pangkas pucuk 14 hst

P1Pangkas pucuk 28 hst

P2Pangkas pucuk 21 hst

Pelaksanaan studi dimulai dengan mempersiapkan lahan studi, pengolahan tanah, dan dilanjutkan penanaman pada 27 Juni 2012. Lahan studinya disiapkan tanpa memakai mulsa jerami. Jerami yang ada dibakar seperti kebanyakan dilakukan petani di desa ini.

Pengamatan tanaman dilakukan seminggu sekali. Masing-masing perlakuan diamati 3 tanaman. Hal-hal yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah tangkai daun, jumlah bunga, jumlah cabang, serangga hama, musuh alami, penyakit, keadaan tanah, cuaca, dan sebagainya. Hasil pengamatan dicatat.

Pak Agus dkk., petani Desa Pilangkenceng, melakukan penelitian untuk menjawab rasa ingin tahunya...

Pada saat penulis datang ke lahan studinya, 14 Agustus 2012, umur tanamannya 49 hst. Menurut Pak Agus saat itu, perlakuan yang bisa menghasilkan cabang paling banyak adalah pangkas pucuk 21 hst. Namun menurutnya perlakuan ini belum tentu menghasilkan polong paling banyak. Selama melakukan pengamatan tanaman, sempat ditemukanulat grayak yang makan pucuk daun dan ulat penggulung daun saat tanaman berumur 2 minggu

***

Page 46: Mengasah otak Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati75 76

Kegiatan studi yang dilaksanakan oleh Pak Agus dan kawan-kawan serta petani-petani pelaku studi yang lain, dalam program Sekolah Petani ini dimaknai sebagai kegiatan belajar petani untuk mendapatkan jawaban atau penjelasan atas pertanyaan tentang obyek yang dipelajarinya. Sehingga cara untuk mendapatkan jawaban bukanlah dengan bertanya pada orang lain, melainkan dengan cara mengamati, menganalisa, dan menyimpulkan (dikenal sebagai “daur belajar”). Proses pencarian jawaban ini disebut dengan “sains”.

Ada dua hal penting dalam proses sains, yaitu sikap dan metoda sains. Sikap sains adalah sikap ingin mencari tahu atau mencari jawaban melalui proses daur belajar. Metoda sains adalah metoda atau teknik-teknik untuk mencari jawaban, bukti-bukti, kesimpulan, dan pemahaman. Ada beberapa macam teknik mencari jawaban yang biasa disebut dengan istilah ”studi” atau ”penelitian”. Hasilnya adalah berupa pengetahuan dan teknologi oleh petani.

Adapun tahapan-tahapan dalam kegiatan studi petani, yaitu:

1. Menentukan Topik Studi.Studi petani mempelajari masalah yang dialami dan dirasakan oleh para petani. Untuk studi yang dilakukan secara individual, hal apa yang akan dipelajarinya diputuskan sendiri petani alumni yang akan melakukan studi, tanpa mempertimbangkan pendapat petani lain. Sedangkan studi yang dilakukan kelompok, seperti yang dilakukan Pak Agus dan kawan-kawan, topik studi ditentukan dengan melibatkan dan mempertimbangkan

Mengembangkan mikro-organisme lokal dan membuat pupuk organik memanfaatkan bahan-bahan yang ada di sekitar mereka, bisa menjadi langkah awal membebaskan diri dari ketergantungan teknologi dan input dari luar…

pendapat dan pemikiran selurung anggota kelompok. Dengan kata lain, penentuan topik studi dilakukan secara partisipatoris.

2. Membangun Hipotesa.Pak Agus dan kawan-kawan, juga petani-petani pelaku studi yang lain, memiliki dugaan atau hipotesa atas suatu permasalahan atau isu yang perlu mereka uji benar-salahnya. Itu mengartikan bahwa para petani pelaku studi pikirannya tidak kosong, tetapi ada perkiraan jawaban atau sesuatu untuk dibuktikan. Hipotesa merekalah yang akan mengarahkan mereka dalam merancang studi.

3. Merancang Studi.Rancangan studi yang baik dan benar akan meminimalisir kemungkinan salah. Karena jawaban yang diharapkan akan diperoleh ketika melakukan studi adalah sebenar mungkin. Merancang studi perlu memperhatikan prinsip-prinsip penting, yaitu soal keragaman atau variasi alami, pembandingan perlakuan, dan bias.

4. Melaksanakan Studi. Meliputi pengamatan, analisa, dan penarikan kesimpulan. Ketika para petani pelaku studi melaksanakan studi, pada dasarnya mereka sedang menjalankan rancangan yang mereka buat sebelumnya. Hal yang penting dalam pelaksanaan studi adalah melakukan pengamatan untuk mengumpulkan data, menganalisa data yang diperoleh, dan menarik kesimpulan dari hasil analisa, dengan memperhitungkan sebanyak mungkin faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap hal yang dipelajari.

Studi petani memberikan kesempatan bagi petani untuk kembali mendekati, mempelajari, mengenali, dan memahami ekosistem pertaniannya, hingga kemudian dapat menguasai cara pengelolaan ekosistem pertaniannya tersebut secara lebih kritis, lebih holistik, dan tentu saja secara mandiri. Melalui proses studi, petani mendapatkan kesempatan untuk menyalurkan sifat-sifat ilmiah yang ada pada dirinya, yaitu keinginan dan kemauan untuk mendapatkan jawaban secara kritis dan holistik, dan melakukannya dengan metoda-metoda yang ilmiah.

Hal penting lainnya, yang diharapkan berkembang dengan adanya studi petani, adalah kemandirian petani. Kemandirian ini sangat penting karena selama petani masih menggantungkan diri pada teknologi dan input yang diciptakan oleh pihak lain yang jauh dari ekosistem pertanian dan memiliki kepentingan yang belum tentu mewakili kepentingan petani, maka sifat kritis dan holistik tersebut tidak akan ada artinya, karena petani tidak dapat menjadi manajer di lahannya sendiri.

Page 47: Mengasah otak Mengolah Hati

77 78Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

BAGIAN 6 :MEMPROMOSIKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR

Page 48: Mengasah otak Mengolah Hati

79 80Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Kemitraan itu harus bisa seperti ‘Manunggaling Kawula-Gusti’...

SEORANG PETANI yang diundang dalam acara hari temu lapangan Sekolah Petani Kedelai Hitam di Desa Gunungsari, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan, memberanikan diri berdiri di hadapan para tamu undangan untuk memberikan tanggapannya dalam acara tanya-jawab. Ia menyatakan sangat senang dengan adanya kemitraan antara Unilever dengan petani di desanya. Sehingga kalau petani menanam kedelai hitam, sudah ada pasarnya yang jelas. Ia juga menyatakan ketertarikannya untuk menanam kedelai hitam setelah dalam acara ini ia mendengarkan presentasi dan melihat pameran hasil-hasil kegiatan Sekolah Petani.

A. HARI TEMU LAPANGAN DI DESA GUNUNGSARI: SEBUAH KASUS

“ “

Syair tembang Caping Gunung terdengar sayup-sayup dari kejauhan, ketika kami hampir sampai di tempat hari temu lapangan Sekolah Petani Kedelai Hitam diselenggarakan, Selasa, 27 September 2011. Ketika sampai, sekelompok orang penabuh gamelan Jawa terlihat sedang asyik mengiringi tembang-tembang Jawa campursari. Mereka adalah kelompok karawitan dari Dusun Grunggung yang ikut berpartisipasi dalam perayaan ”pesta rakyat” tersebut. Beberapa orang dari mereka adalah peserta Sekolah Petani.

Hari masih pagi dan belum ada satu pun undangan yang hadir. Para peserta Sekolah Petani masih kelihatan sibuk membenahi materi-materi pamerannya. Ada yang dipindah tempatnya, dibenarkan letaknya karena jatuh tertiup angin, ada pula yang masih memasang sejumlah banner berisi informasi program. Beberapa ibu petani nampak membicarakan acara yang akan dibawakannya. Sebagian lagi mulai menjaga stan pameran dan sebagian lainnya bersiap di pintu masuk sebagai penerima tamu. Sementara itu, beberapa pemuda masih menyelesaikan pemasangan huruf-huruf dari kertas di backdrop panggung.

Dalam ungkapannya tersebut, ia juga memberikan pandangan pribadinya tentang kemitraan yang baik, ”Kemitraan itu harus bisa seperti ’Manunggaling Kawula-Gusti’...” Ia pun lalu menjelaskan apa yang dimaksudkannya dengan Manunggaling Kawula-Gusti, yang menurutnya adalah bersatunya cara pandang antara pihak ‘yang di atas’ dan ‘yang di bawah’. Bisa juga dimaknai bersatunya antara pemerintah dan rakyatnya. Jadi, dalam kemitraan ini tentunya adalah bersatunya cara pandang antara Unilever dengan para petani kedelai hitam. Kerjasama keduanya harus saling diuntungkan, bertanggung jawab, dan menjunjung tinggi komitmen.

Dhek jaman berjuang, njur kelingan anak lanang. Mbiyen tak openi, ning saiki ana ngendi. Jarene wis menang, keturutan sing digadhang. Mbiyen ninggal janji, ning saiki apa lali...

Page 49: Mengasah otak Mengolah Hati

81 82Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Menjelang pukul 09.00, para undangan dan para petani dari dusun-dusun sekitar mulai berdatangan. Satu per satu mereka diminta untuk mengisi buku tamu dan setelah itu menerima makanan kecil dalam kardus. Mereka dipersilakan untuk duduk di kursi yang sudah disediakan. Sambil menunggu undangan lain dan dimulainya acara, para tamu disuguhi tembang-tembang campursari yang sudah akrab di telinga mereka dengan iringan gamelan. Para undangan pun nampak begitu menikmati. Sekitar 100-an petani hadir dalam acara ini. Para aparat yang hadir adalah kepala desa, kepala-kepala dusun, camat, muspika, dan aparat dari dinas pertanian dan jajarannya.

Acara panen kedelai hitam secara simbolik dilakukan oleh para pejabat dan perwakilan petani undangan. Para tamu undangan pun menuju ke lahan yang dipandu oleh beberapa ibu petani yang juga membawakan peralatan untuk memanen, seperti sabit dan caping. Acara berlangsung singkat, penuhi canda-ria dari para undangan yang ikut ke lahan. Kemudian mereka pun kembali menuju ke tempat pertemuan untuk melihat pameran.

Pameran Hasil-hasil Belajar

Materi pameran yang disajikan berupa foto-foto kegiatan, poster-poster kegiatan dan slogan, data hasil pengamatan selama mengikuti kegiatan Sekolah Petani, hasil panenan kedelai hitam di petak-petak belajar Sekolah Petani, produk makanan olahan dari kedelai hitam dan bahan-bahan pangan lokal lainnya, dan materi-materi belajar dalam Sekolah Petani. Materi pameran tersebut dipersiapkan dan dibuat sendiri oleh para petani peserta Sekolah Petani.

Display pameran yang menyajikan berbagai informasi proses dan hasil belajar…

Melihat pameran dan saling bertanya-jawab…

Acara hari temu lapangan pun resmi dimulai pukul 09.30. Pembawa acara yang juga peserta Sekolah Petani mengucapkan terima kasih atas kehadiran para undangan dan langsung membacakan susunan acaranya, yaitu: sambutan ketua panitia, panen kedelai hitam secara simbolik, kunjungan ke stan pameran, kesenian oleh Ibu-ibu peserta Sekolah Petani, presentasi hasil-hasil kegiatan Sekolah Petani, presentasi rencana kegiatan tindak lanjut Sekolah Petani, dan tanya jawab dan tanggapan dari para undangan.

Dalam sambutannya, Pak Bakri, salah satu petani pemandu Sekolah Petani di desa ini, melaporkan pelaksanaan kegiatan Sekolah Petani Kedelai Hitam di desanya yang diselenggarakan mulai 30 juni hingga 20 September 2011. Dalam uraiannya tentang Sekolah Petani, ia juga menjelaskan tentang apa itu Sekolah Petani dan apa saja yang dilakukannya dalam kegiatan ini. Dilaporkan juga tingkat kehadiran peserta yang mencapai rata-rata 80%. Ia berharap setelah acara ini mulai banyak petani di desanya yang menanam kedelai hitam.

Page 50: Mengasah otak Mengolah Hati

83 84Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Di pojok lain, beberapa petani undangan kelihatan asyik mengamati kedelai hitam yang sudah dipanen. Ada yang sudah disortir dan disimpan dalam karung, ada yang masih seperti keadaan baru dipanen, ada yang dalam bentuk kecambah yang ditampilkan dalam baki-baki plastik layaknya persemaian.

Menyampaikan Pesan Lewat Seni

Pesan-pesan bernada kegembiraan, percaya diri, maupun kebanggaan, mewarnai sajian kesenian yang ditampilkan para peserta Sekolah Petani. Lagu-lagu berbahasa Jawa gubahan sendiri dibawakan dalam bentuk koor oleh Ibu-ibu petani. Dengan diiringi oleh gamelan, ‘girl band’ ibu-ibu tadi membawakan tembang-tembang Jawa yang berisikan ajakan menanam kedelai hitam, ajakan mengupayakan kesejahteraan keluarga, tentang keuntungan menanam kedelai hitam yang bermitra dengan Unilever, dan pesan-pesan sosial lainnya. Tembang-tembang tersebut mampu membuat para undangan gembira, bahkan menari.

Bentuk kesenian lain adalah drama tradisional yang dimainkan oleh para petani peserta Sekolah Petani. Menyaksikan drama ini seperti menikmati ’ketoprak humor’. Ada parikan, tembang, dan tari-tarian. Melalui drama ini disampaikan contoh kasus yang terjadi di desa ini, yaitu bagaimana seorang petani perempuan harus menjelaskan kepada suaminya tentang kegiatan Sekolah Petani Kedelai Hitam yang diikutinya. Sehingga drama ini mirip dengan presentasi kreatif dari para petani peserta Sekolah Petani.

Dialognya menjelaskan apa itu Sekolah Petani, kemudian bagaimana menanam kedelai hitam agar sehat dan hasilnya banyak, tentang jarak tanamnya, pentingnya tanaman diamati dan apa saja yang harus diamati secara rutin: berapa daunnya, berapa cabangnya, berapa tinggi tanamannya, apakah ada hama dan dimana ditemukannya, wanti-wanti pentingnya tidak menyemprot dengan pestisida kimia secara sembarangan karena musuh alami akan ikut mati, cara panen kedelai hitam, dan akan digunakan untuk apa kedelai hitam oleh Unilever. Drama ini mampu memaksa gelak-tawa segar para undangan. Di antara pemainnya adalah Bu Suryati dan Pak Sardimin.

Dalam pameran tersebut proses kegiatan Sekolah Petani diceritakan melalui foto-foto yang disusun berdasarkan urutan proses dan dalam bentuk poster-poster yang digambar oleh petani sendiri. Hasil-hasil kegiatan belajar disajikan lewat gambar-gambar agroekosistem dan dokumentasi hasil pengamatan yang dilakukan setiap minggunya.

Agar para undangan dapat memperoleh informasi yang jelas, para peserta Sekolah Petani membagi diri ke pojok-pojok pameran untuk membantu memberikan penjelasan. Para undangan pun nampak antusias melihat semua hal yang dipamerkan. Di salah satu pojok pameran, seorang petani peserta Sekolah Petani yang dikerumuni para undangan mencoba mempraktekkan salah satu materi belajar dalam Sekolah Petani, yaitu materi dinamika kelompok. Sementara itu di pojok lain ada yang sedang mencoba menjelaskan sebuah gambar analisa agroekosistem.

Di pojok pameran yang menampilkan produk makanan olahan dipamerkan beberapa contoh produk makanan olahan yang terbuat dari kedelai hitam, seperti tempe, rempeyek, sari kedelai hitam, dan bubuk kedelai hitam, serta makanan olahan lain. Para pengunjung pun dipersilakan untuk mencicipinya. Beberapa pengunjung yang tertarik lalu membelinya.

Kesenian bukan sekedar hiburan semata, melainkan juga berisi pesan program...

Kemitraan adalah bersatunya cara pandang antara Unilever dengan para petani kedelai hitam. Harus saling diuntungkan, bertanggung jawab, dan menjunjung tinggi komitmen.Suasana pameran diwarnai dengan dialog dan tanya-jawab yang akrab antara petani peserta Sekolah Petani dengan para undangan, khususnya sesama petani. Beberapa petani yang masih penasaran pun tetap melanjutkan melihat pameran dan bincang-bincangnya, meskipun acaranya sudah selesai.

Page 51: Mengasah otak Mengolah Hati

85 86Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Kegiatan Kelompok Tani ke Depan

Presentasi rencana kegiatan tindak pasca Sekolah Petani disampaikan oleh Bu Muji Lestari. Rencan tersebut disusun bersama pada saat pertemuan terakhir kegiatan Sekolah Petani. Secara umum, rencana ke depan dari kelompok ini akan mengajak lebih banyak lagi petani di Desa Gunungsari untuk menanam kedelai hitam. Sehingga kelompok ini juga meminta semua pihak, baik aparat maupun petani di desanya untuk turut memotivasi dan mendukung program kemitraan petani dengan Unilever yang sudah berjalan di desanya. Kelompok ini juga akan mengusulkan kepada Unilever agar Gapoktan di Desa Gunungsari bisa langsung bermitra dengan Unilever, karena sudah berbadan hukum dan sudah bisa membuat benih sendiri.

Tanggapan pun muncul dari aparat pemerintahan dan para petani undangan yang hadir. Tanggapan yang diberikan para aparat pemerintahan adalah tentang kesiapan memberikan dukungan kepada kelompok, pesan agar petani belajar profesional dalam melaksanakan kemitraan yang sudah dijalin. Di samping itu meminta petani peserta Sekolah Petani untuk menyebarkan ilmu yang sudah diperolehnya kepada petani lain, baik di desa sendiri maupun di desa lain, agar semakin banyak lagi petani yang menanam kedelai hitam. Sedangkan kepala desa sangat menghargai para petani perempuan yang aktif mengikuti kegiatan Sekolah Petani dan memberi apresiasi para suami yang sudah mengijinkan istrinya mengikuti kegiatan. Wakil dari camat menekankan pada pentingnya

Dari wakil petani undangan ada yang mengajukan gagasan untuk kemitraan ini. Bila nantinya harga yang sudah ditentukan Unilever ternyata lebih rendah dari harga pasar, maka Unilever perlu memberikan kompensasi kepada petani, misalnya saja soal pepecahan masalah pengadaan air. Karena petani di desa ini memiliki kendala dalam melakukan pengairan tanaman di sawah pada musim kemarau.

B. PESTA INFORMASI

Sekolah Petani Kedelai Hitam diselenggarakan dengan melibatkan 25 orang petani sebagai pesertanya. Peserta Sekolah Petani dalam program ini, kalau tidak berasal dari satu kelompok tani, mereka bisa petani yang berasal dari dusun-dusun yang ada di satu sebuah desa. Darimana pun asalnya, dalam konteks Sekolah Petani mereka tetap merupakan ”perwakilan” dari petani-petani lainnya. Baik itu wakil dari organisasi kelompoknya, maupun wakil dari komunitas petani di desanya.

Kurikulum Sekolah Petani dirancang untuk mendorong petani peserta aktif mengalami dan menemukan sendiri dalam setiap materi yang dipelajarinya. Sehingga petani peserta harus aktif selama mengikuti kegiatan yang dilaksanakan selama semusim itu. Sesuatu yang tidak mudah bagi petani yang sehari-harinya bekerja di sawah dalam mencari nafkah. Terlebih bagi petani perempuan. Sehingga, bila kehadiran peserta Sekolah Petani selama semusim rata-rata mencapai 80% seperti yang terjadi di Kelompok tani di Desa Gunungsari tersebut, maka petani yang menjadi peserta tersebut memiliki komitmen tinggi untuk belajar, dengan meninggalkan sejenak kegiatan rutin sehari-harinya.

Kegiatan hari temu lapangan dirancang untuk mengakomodir komitmen petani peserta Sekolah Petani untuk berbagi ilmu kepada petani lain, yang tidak berkesempatan atau memiliki cukup waktu untuk mengikuti Sekolah Petani. Hari temu lapangan dirancang dengan menyesuaikan budaya dan karakter masyarakat setempat. Oleh karenanya tidak ada petunjuk yang rinci dan baku. Yang ada hanyalah penekanan pada prinsip ”komunikasi dua arah” dan “pesta informasi” untuk semua petani. Selanjutnya, bentuk kegiatan dan susunan agendanya sepenuhnya diserahkan kepada petani. Dari sini kemudian muncullah kreativitas-kreativitas petani dalam penyelenggaraan hari temu lapangan. Terutama dalam hal penyajian informasi yang ingin disebarkan kepada khalayak petani.

Page 52: Mengasah otak Mengolah Hati

87 88Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

C. AKSI KOMUNIKASI

Di banyak tempat, hari temu lapangan merupakan ajang untuk menyebarkan dan mempromosikan hasil-hasil kegiatan Sekolah Petani yang dimanifestasikan dalam pesta rakyat atau syukuran dari para peserta Sekolah Petani. Setiap kelompok Sekolah Petani yang menyelenggarakan hari temu lapangan senantiasa menggabungkan dua aspek, yaitu aspek penyebaran informasi dan seni atau hiburan. Keduanya dirancang sedemikian rupa oleh petani sendiri agar bersinergi. Sehingga informasi yang akan disebarkan menjadi lebih indah dan menghibur sehingga mudah diterima dan diingat oleh pihak-pihak yang hadir dalam forum itu.

Bisa dibayangkan, betapa ’keringnya’ informasi tentang teknik budidaya tanaman atau data berupa angka-angka hasil pengamatan mingguan yang disajikan begitu saja, tanpa dikemas dalam bentuk yang indah dan menarik. Apalagi targetnya informasi tersebut harus dimengerti oleh para petani yang masih awam.

Penyelenggaraan hari temu lapangan yang baik, di banyak tempat, mampu menghadirkan proses komunikasi dan interaksi yang akrab di antara para petani di desa, layaknya mereka kumpul-kumpul di sawah, di pos ronda, atau di kegiatan Sekolah Petani. Tidak tumbuh jarak antara petani yang pernah mengikuti Sekolah Petani dengan yang belum.

Kreativitas petani dalam penyajian informasi secara visual…

Justru pengalaman yang diperoleh melalui Sekolah Petani itulah yang meningkatkan kualitas keakraban mereka. Banyak petani yang hadir dalam acara hari temu lapangan merasa mendapat kehormatan. Bukan sekedar karena diundang saja, melainkan lebih dari itu, yaitu akan memperoleh pengetahuan baru dari teman mereka sendiri.

Hal yang menarik dipahami adalah bahwa hari temu lapangan selalu diupayakan berlangsung dalam suasana yang akrab, cair, dan tidak formal atau kaku. Namun dalam beberapa kasus sering mendadak berubah sebaliknya, hanya karena hadirnya para aparat pemerintahan. Beberapa petani menyatakan terpaksa harus mengubah susunan acaranya, misalnya, sambutan oleh aparat dimajukan dari yang semula berada diurutan bawah dalam susunan acaranya. Yang menjadi alasan adalah karena petani merasa tidak enak atau tidak menghormati aparat tersebut, atau aparat tersebut waktu hadirnya terbatas karena ada tugas-tugas lain. Perubahan susunan acara yang mendadak tersebut kemudian mempengaruhi proses berjalannya acara. Sering terjadi kemudian acara kesenian –- yang mungkin syarat dengan pesan-pesan penting –- menjadi acara pengiring makan siang atau peneman waktu istirahat.

Kurikulum Sekolah Petani dirancang untuk mendorong petani peserta aktif mengalami dan menemukan sendiri dalam setiap materi yang dipelajarinya. Satu hal lagi yang menarik diperhatikan adalah pemilihan tempat untuk perhelatan hari temu lapangan. Banyak kelompok Sekolah Petani yang memilih tempat umum seperti balai desa, tanah lapang, dan tempat-tempat lain dimana masyarakat merasa nyaman dan bebas untuk hadir atau sekedar menonton. Namun ada beberapa kelompok yang menyelenggarakannya di rumah petani peserta atau petani pemandu. Keduanya berpengaruh terhadap hasil yang ingin dicapai dalam hal penyebaran informasi.

Page 53: Mengasah otak Mengolah Hati

89 90Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

BAGIAN 7 :PETANI BERKEMBANG KARENA SEKOLAH PETANI

Page 54: Mengasah otak Mengolah Hati

92Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati91

Ulat Daun Jatuh Jadi Rebutan Laba-Laba...“ “

SUATU KETIKA, saat melakukan pengamatan tanaman dalam pertemuan rutin mingguan Sekolah Petani, Mbah Waridi tertarik dengan fenomena ulat daun yang ada di tanamannya. Peristiwa itu kemudian ia ceritakan kepada pemandu Sekolah Petani dan asisten lapangan.

“Ketika saya memungut ulat daun yang akan digunakan untuk kebun serangga, tidak sengaja ulat tadi jatuh ke tanah. Seketika itu juga ulat tadi jadi rebutan laba-laba yang ada di sekitarnya…”

Saat mempresentasikan hasil analisa agro-ekosistem yang dibahasnya bersama kelompok kecilnya, tidak lupa ia mengilustrasikan bagaimana perilaku laba-laba saat menyerang ulat daun tadi. Selanjutnya, ia pun menyimpulkan bahwa ulat daun tadi merupakan makanannya laba-laba. Menurut pendapatnya, sebenarnya tanpa disemprot pestisida pun, ulat daun tidak terlalu berbahaya bagi tanaman kedelai hitam, asalkan di sekitarnya ada banyak laba-laba.

“Nah, yang harus kita pikirkan sekarang bagaimana caranya biar laba-laba bisa membantu petani mengurangi ulat yang makan daun kedelai hitam. Karena kalau disemprot pestisida laba-laba itu pasti ikut mati juga.”

Mbah Waridi adalah salah satu peserta Sekolah Petani Kedelai Hitam di Kabupaten Trenggalek yang usianya sudah 60 tahun lebih. Kakek ini begitu bersemangat dalam mengikuti setiap tahapan kegiatan dalam Sekolah Petani. Ia juga tidak sungkan dan takut berpendapat dan mengungkapkan pemikiran berbeda dengan peserta lain. Selalu semangat dan aktif dalam berdiskusi adalah karakter Mbah Waridi.

Page 55: Mengasah otak Mengolah Hati

93 94Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

A. PERKEMBANGAN YANG TERJADI DI TINGKAT PETANI

1. Sadar Pentingnya Pengamatan Rutin

Petani menyadari pentingnya pengamatan mingguan sebagai jalan terbaik memonitor perkembangan tanaman dan dinamika ekosistem di lahannya. Hampir setiap petani alumni mengatakan bahwa, sebelumnya mereka tidak terbiasa melakukan pengamatan. Kalaupun melakukan pengamatan, hanya sepintas dan seperlunya saja. Yang penting tanamannya terlihat tumbuh dengan baik. Setelah mengikuti Sekolah Petani, muncul kesadaran pentingnya melakukan pengamatan secara cermat dalam hubungannya dengan pembuatan keputusan dalam rangka pengendalian hama dan penyakit.

Pengamatan mingguan untuk monitor perkembangan tanaman dan dinamika ekosistem di lahan…

Hal yang menonjol terjadi pada diri petani peserta Sekolah Petani adalah berkembangnya pola pikir dan cara pandang baru terhadap fenomena yang terjadi di lahan prakteknya. Misalnya, dulu semua serangga di sawah dianggap hama, setelah mengikuti Sekolah Petani menjadi tahu mana serangga hama, mana serangga musuh alami atau predator. Ungkapan seperti itulah kira-kira yang sering muncul dari petani peserta setiap kali ditanya pelajaran apa yang diperolehnya selama mengikuti Sekolah Petani. Mbah Waridi adalah satu contoh petani yang memperoleh pengalaman itu.

Tahu hama dan musuh alami sepertinya menjadi titik-tolak munculnya berbagai pemahaman dan kesadaran petani pada hal-hal lebih luas yang terjadi pada ekosistem di lahannya, yang selama ini tidak diketahuinya karena pendekatan dan cara belajar yang keliru. Dalam Sekolah Petani pengetahuan diperoleh petani melalui mengalami langsung. Bukan katanya. Sekolah Petani bukanlah kegiatan “transfer teknologi”, bukan pula kegiatan “demplot” yang menunjukkan kehebatan teknis dan rumus-rumus baku secara visual. Sehingga, menjadi peserta Sekolah Petani tidak akan memperoleh apa-apa bila tidak aktif dan terlibat langsung dalam proses belajar.

Apa yang dihasilkan dari proses Sekolah Petani dapat dilihat dari dinamika ketika petani terlibat mengikuti proses pertemuan mingguan. Bagaimana saat petani peserta melakukan pengamatan, apa saja yang diamati, bagaimana mereka menganalisis data, mendiskusikannya, mempresentasikannya, hingga mengambil keputusan secara bersama. Perubahan-perubahan terjadi setiap minggunya. Itu bisa juga dilihat dari data dan informasi yang terdokumentasikan, seperti gambar analisa agro-ekosistem, catatan dan rangkuman hasil pengamatan mingguan, dan foto-foto.

Pentingnya pengamatan tanaman di lahan secara rutin pun diungkapkan oleh Bu Sumini, peserta Sekolah Petani di Desa Sumberagung, Kabupaten Nganjuk,

“Sebelumnya, tanaman di lahan tidak pernah saya amati, sekarang saya melakukan pengamatan tanaman setiap kali ke lahan.” Begitu pula yang disampaikan oleh Pak Warimin, peserta Sekolah Petani, Desa Jenggrik, Kabupaten Ngawi yang dulunya tidak menganggap tanaman kedelai itu penting, “Setelah mengikuti sekolah petani saya jadi lebih sering pengamatan di lahan milik sendiri. Kalau dulu setelah tanam biasanya terus ditinggal.” Sedangkan Bu Sriati, peserta Sekolah Petani di desa yang sama lebih lanjut mengatakan, “Setelah ikut Sekolah Petani saya jadi tahu menanam kedelai hitam itu perlu pengamatan, bolong sedikit tidak langsung disemprot, tapi dihitung dulu sudah berbahaya apa belum.”

Page 56: Mengasah otak Mengolah Hati

96Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati95

2. Tahu Hubungan Serangga Hama, Tanaman, dan Musuh Alami

Sebelumnya, hampir semua petani peserta Sekolah Petani menganggap bahwa semua serangga yang ada di sawah adalah hama. Mereka tidak bisa membedakan hama dan musuh alami. Mereka mengaku sangat tergantung dengan pestisida kimia. Setiap makhluk yang ditemukan pada tanaman langsung dianggap sebagai pengganggu tanaman sehingga harus dibasmi dengan cara disemprot. Hal itu seperti yang diakui oleh Pak Tarmaji, peserta Sekolah Petani di Desa Pringkuku, Kabupaten Pacitan,

“Ternyata hama dan penyakit itu pengendaliannya ada perhitungannya. Tidak asal semprot saja. Sebelumnya begitu ada serangan, saya langsung ambil tindakan semprot. Sekarang saya sering melakukan pengamatan”

Pak Sugiyanto, peserta Sekolah Petani di Desa Sidorejo, Kabupaten Kulonprogo mengungkapkan bahwa, sebelum belajar di Sekolah Petani ia tidak tahu kapan serangga hama itu muncul di tanaman. Sekarang, ia tahu siklus hidup serangga hama seperti ulat, misalnya. Menurutnya, kalau petani tahu siklus hidup serangga hama, mereka dapat melakukan pencegahan secara bijak. Pengendalian secara manual pun bisa menjadi pilihan yang bijak dan ekonomis bagi petani.

Hal serupa juga ditegaskan oleh Pak Sumarsono, peserta Sekolah Petani di Desa Jenggrik, Kabupaten Ngawi, “Sebelum ikut Sekolah Petani saya tidak paham serangga. Sekarang saya jadi tahu macam-macam hama tanaman kedelai dan tahu siklus ulat karena ada percobaan melihara ulat...”

3. Paham Pentingnya Persiapan Lahan, Jarak Tanam, dan Perawatan Tanaman

Di beberapa wilayah, peserta Sekolah Petani mengungkapkan bahwa ketika membudidayakan tanaman kedelai tidak dilakukan secara intensif. Pemupukan hanya dilakukan sekali saja. Bahkan ada yang begitu kedelai ditanam langsung dibiarkan atau ditinggal begitu saja hingga panen. Menurut beberapa peserta Sekolah Petani di Kabupaten Kulonprogo, hasil tanaman kedelai (kuning), dari 1 kilogram benih menghasilkan 20 kilogram. Setelah mengikuti Sekolah Petani, mereka paham bahwa tanaman yang dirawat secara intensif akan menghasilkan panen yang lebih baik.

Beberapa peserta Sekolah Petani juga menyatakan bahwa dulu kedelai hitam adalah kedelai yang tidak diminati karena kurang produktif, sehingga petani tidak suka menanamnya. Namun sekarang, dengan adanya lahan belajar ini, mereka mengakui keunggulan kedelai hitam yang lebih tahan terhadap musim rendengan dibandingkan dengan kedelai kuning.

Karena ada anggapan dari petani bahwa kedelai bukan tanaman yang menguntungkan, maka lahan untuk menanamnya pun tidak dipersiapkan dengan baik. Petani menganggap pembuatan parit tidak terlalu penting. Adanya curah hujan yang tinggi memberikan kesadaran peserta untuk melakukan persiapan lahan terlebih dahulu sebelum melakukan penanaman kedelai hitam. Termasuk membuat parit-parit di lahan untuk membuang air yang menggenang.

Pengamatan mingguan untuk monitor perkembangan tanaman dan dinamika ekosistem di lahan…

Petani menyadari bahwa tanaman kedelai hitam yang dirawat secara intensif akan menghasilkan panen yang lebih baik.

Setelah belajar di Sekolah Petani mereka tahu bahwa ada serangga yang tidak memakan tanaman, tetapi memakan serangga. Mereka menyebutnya musuh alami yang membantu petani. Sebagai contoh, petani peserta Sekolah Petani di Desa Ketawang, Kabupaten Nganjuk melalui pengamatan yang cermat menemukan bahwa perkembangan hama aphis (mimek, nama setempat) di alam dapat ditekan oleh serangga yang mereka sebut dengan undur-undur. Hal ini membuat mereka berhati-hati dalam melakukan pengendalian hama. Tidak asal semprot lagi.

Page 57: Mengasah otak Mengolah Hati

97 98Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Sebelumnya, petani tidak pernah peduli dengan dengan jarak tanam yang rapat, misalnya 20 x 20 cm. Setelah mengikuti Sekolah Petani, mereka menentukan jarak tanam yang lebih renggang, misalnya 20 x 40 cm. Alasan mereka adalah bahwa, jarak tanam yang lebih renggang akan berdampak positif terhadap pertumbuhan kedelai hitam. Pengaruh faktor ketersediaan nutrisi, kebutuhan sinar matahari akan berdampak positif terutama terhadap jumlah cabang, bunga, dan polong. Bu Tri, peserta Sekolah Petani di Desa Pringkuku, Kabupaten Pacitan mengaku, “Sebelum ikut Sekolah Petani, saya tanam kedelai hitam asal-asalan saja. Tapi sekarang saya jadi tahu kalau ternyata jarak tanam dan naungan juga mempengaruhi hasil panen. Saya akan mencoba praktek tanam diatur.”

4. Sikap Kritis dan Berani Berpendapat

Pada setiap pertemuan rutin awal kegiatan Sekolah Petani dilaksanakan, hampir selalu ditemukan petani peserta yang tidak berani berbicara atau berpendapat. Mereka juga belum terbiasa beradu argumentasi. Apalagi harus tampil di depan untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di hadapan peserta lain. Mereka mengaku bahwa cara seperti itu tidak pernah dilakukan selama ini. Biasanya hanya melaksanakan instruksi atau anjuran dari petugas atau orang lain saja.

Setelah mengikuti Sekolah Petani, mereka merasa tumbuh dan bertambah kepercayaan dirinya. Mereka lebih berani berbicara di depan orang banyak. Bahkan tidak hanya dalam kegiatan Sekolah Petani saja, tetapi juga di lingkungan masyarakat. Dengan munculnya keberanian ini, mereka menjadi aktif dalam bermasyarakat dan merasa dihargai.

Bu Rupida adalah salah satunya, peserta Sekolah Petani di Desa Sumberagung, Kabupaten Nganjuk ini mengatakan, “Setelah belajar di Sekolah Petani saya tambah berani mengeluarkan pendapat, tanpa takut salah dan kena marah…” Pengakuan lain disampaikan Bu Lestari, peserta Sekolah Petani di Desa Jenggrik, Kabupaten Ngawi, “Walaupun masih gemetar, tapi saya jadi berani maju untuk menjelaskan pengamatan...”

Hal senada juga terjadi pada diri Bu Heni, peserta Sekolah Petani di Desa Pringkuku, Kabupaten Pacitan, “Awalnya saya pemalu dan orangnya tertutup, tapi sekarang saya tidak malu lagi dan bahkan berani untuk presentasi.”

“Setelah belajar di Sekolah Petani saya tambah berani mengeluarkan pendapat, tanpa takut salah dan kena marah…”

Kisah lain, Pak Totok, petani di Kabupaten Trenggalek, pada awalnya tidak begitu antusias mengikuti kegiatan Sekolah Petani. Ia sering mengikuti pertemuan hanya karena sudah terlanjur tercatat sebagai peserta. Semangatnya timbul ketika ia terpaksa harus maju di hadapan peserta lain untuk mempresentasikan diskusi kelompok yang diikutinya. Sungguh di luar dugaannya. Ia sendiri juga heran. Saat itu ia mampu menjelaskan secara rinci hasil pengamatan tanaman yang dilakukan kelompoknya, termasuk menjelaskan interaksi di antara unsur-unsur agroekosistem yang ada lahan.

Petani menyadari bahwa tanaman kedelai hitam yang dirawat secara intensif akan menghasilkan panen yang lebih baik.

Pengurangan daun tua bagian bawah, menurut Mbah Waridi, peserta Sekolah Petani di Kabupaten Trenggalek juga bisa memperlancar angin yang masuk dan sinar matahari dapat menyinari seluruh bagian tanaman. Kalau daun tidak dikurangi, maka tanah akan menjadi lembab yang disebabkan sinar matahari tidak dapat langsung mencapai tanah. Akibatnya, kalau terlalu lembab tidak baik bagi pertumbuhan tanaman dan umurnya bisa semakin panjang.

Page 58: Mengasah otak Mengolah Hati

99 100Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Dalam presentasinya, ia juga menjelaskan fungsi matahari sebagai salah satu komponen yang membantu proses fotosintesis. “Matahari ini sangat penting bagi tanaman, karena panasnya dapat membantu memasak makanan yang dibutuhkan oleh tanaman. Ini bisa dibuktikan, ketika cuaca selalu mendung atau matahari tidak cerah, pertumbuhan tanaman menjadi lambat. Ketika matahari cerah pertumbuhannya bagus,” jelasnya.

Soal pupuk, menurutnya, unsur-unsur yang terkandung dalam pupuk kimia dan organik cair yang berasal dari sayuran dan sisa-sisa makanan itu sama. Bila dibuktikan dengan aliran listrik, keduanya mampu menghantarkan arus listrik hingga lampu bisa menyala sama kuatnya. Ia pun menyimpulkan bahwa bahan-bahan organik tadi bisa dibuat sebagai pupuk yang bagus. Tidak kalah dengan pupuk kimia buatan pabrik.

Petani mempunyai ”cara ilmiah” untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan budidaya tanaman kedelai hitam yang dihadapinya.

Ketika ia melihat tanaman kedelai hitam yang dipupuk dengan pupuk organik cair dan yang dipupuk ponska buatan pabrik pertumbuhannya tidak kalah bagus, maka ia menyimpulkan bahwa pupuk yang bagus dapat dibuat sendiri. Lebih hemat biaya dan ramah lingkungan. Meskipun ia paham bahwa tanah yang dipupuk organik tidak bisa serta-merta subur. Perlu waktu bagi tanah untuk memperbaiki dirinya.

Dalam hal pengamatan, ia berpendapat bahwa setelah tanaman kedelai hitam berumur 49 hari setelah tanam, kalau petani melakukan pengamatan dengan benar akan lebih sedikit dalam penggunaan pestisida. Dengan mengamati secara teliti, petani menjadi tidak gegabah menyemprot, yang hasilnya bukan hama saja yang mati tetapi musuh alami yang membantu petani juga mati. Buktinya, dalam petak studi Sekolah Petani tanamannya tetap tumbuh bagus meskipun belum pernah disemprot pestisida.Sikap kritis lain juga ditunjukkan oleh Pak Bajuri, peserta Sekolah Petani di Desa Sidorejo, Kabupaten Kulonprogo. Ia mengajukan beberapa pertanyaan terkait kemitraan dengan Unilever, seperti: bagaimana dengan hasil panen kedelai hitam yang nantinya tidak diterima oleh Unilever? Sejauhmana petani nantinya akan mengelola hasil panennya? Bagaimana caranya agar petani bisa mengolah kedelai hitam yang tersortir, misalnya membuat kecap sendiri?

5. Mampu Melakukan Penelitian di Lahannya

Kegiatan studi dilakukan petani sejak mereka mengikuti Sekolah Petani. Kegiatan ini dilakukan secara bersama-sama untuk mencari jawaban dari permasalahan yang muncul di lahannya. Banyak di antara peserta yang sebelumnya tidak mengerti mengapa harus melakukan percobaan atau studi. Setelah mengikuti Sekolah Petani, petani alumni pun melanjutkan melakukan berbagai studi dan percobaan di lahannya. Kebanyakan topik studi yang diangkat petani terkait hal-hal yang belum terpecahkan saat mengikuti Sekolah Petani. Mereka mampu membuat sendiri rancangan studinya untuk menguji atau meneliti secara benar dan ilmiah.

Sebagai contoh, studi potong pucuk yang dilakukan oleh Pak Agus dan kawan-kawan, petani alumni dari Desa Pilangkenceng, Kabupaten Madiun, adalah untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai hitamnya. Hipotesanya adalah tanaman kedelai hitam yang dipotong pucuknya akan menambah jumlah cabang (tangkai). Sehingga buahnya pun akan lebih banyak. Menurutnya, ciri khas tanaman kedelai hitam varietas Mallika yang biasa ditanam petani pertumbuhannya cepat namun cabangnya kurang. Pak Agus dan anggota kelompok yang lain mampu menangkap isu yang perlu diteliti, menentukan topik studinya, merancang studinya, dan melaksanakan studinya.

Page 59: Mengasah otak Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati101 102

6. Tumbuh Semangat Berorganisasi

Proses belajar dalam Sekolah Petani menyediakan pelajaran praktis tentang dasar-dasar berorganisasi bagi pesertanya. Setiap minggunya, peserta melakukan pengamatan agroekosistem yang melatih petani untuk senantiasa melihat permasalahan secara holistik, menggambar keadaan agroekosistem yang membiasakan mereka menganalisi situasi dan kondisi yang mereka lihat dan alami, berdiskusi kelompok kecil dan pleno yang melatih petani berani mengeluarkan pendapat, berargumentasi, dan mengambil keputusan yang tepat.

Semenjak mengikuti Sekolah Petani, terlihat tumbuhnya pemahaman pentingnya membangun kelompok. Sebelumnya, para petani tidak menganggap penting untuk berkelompok. Tidak jarang kelompok tani mereka hanya sekedar papan nama saja. Tidak ada pertemuan. Kalaupun ada pertemuan, itu karena dikumpulkan oleh petugas penyuluh pertanian atau aparat desa. Saat ini, petani alumni menganggap bahwa berkelompok adalah cara yang harus dilakukan agar mereka semakin kuat. Banyak kelompok tani ketika selesai mengikuti Sekolah Petani merencanakan untuk meneruskan pertemuan rutinnya, yang diisi dengan berbagai kegiatan, dari

7. Menerapkan Proses dan Hasil Belajar Sekolah Petani

Bu Misratin, salah satu petani alumni Sekolah Petani di Desa Pringkuku pernah mengungkapkan, “Sampai saat ini kami mempraktekkan ilmu yang diperoleh dari Sekolah Petani. Salah satu contohnya, di Sekolah Petani kami belajar menanam kedelai hitam dengan menggunakan larikan pakai benang agar tanaman lurus dan dengan jarak tanam tertentu. Cara itu juga kami lakukan ketika kami menanam padi dan jagung.”

Demikian pula Bu Yanik yang juga sesama petani alumni di desa ini mengatakan bahwa, karena harus menunggu musim tanam, ia belum bisa menerapkan hasil belajar kedelai hitam di lahan sawahnya. Namun sebagai petani alumni Sekolah Petani, ia tidak mau berpangku tangan menunggu musim tanam kedelai hitam tiba. Pengetahuan yang ia peroleh selama mengiktu Sekolah Petani diterapkannya pada tanaman padi di sawahnya.

Ia pun lalu melakukan pengamatan rutin pada tanaman padinya. Ketika tanaman padinya daunnya kekuningan dan tinggi tanamannya tidak sama seperti tanaman yang subur, maka ia putuskan untuk melakukan penyemprotan dengan zat perangsang tumbuh yang dibuatnya sendiri dari bahan-bahan alami yang ada di sekitar rumahnya. Ada perubahan baik pada tanaman padinya.

Bu Yanik menunjukkan dirinya bahwa, sebagai petani alumni harus mempunyai keberanian untuk melakukan percobaan dan menanggalkan pola pikir “selalu” pestisida kimia.Masih di Desa Pringkuku, kelompok tani alumni suatu ketika mengadakan evaluasi kegiatan, termasuk kegiatan Sekolah Petani yang baru selesai dilaksanakan. Dalam diskusi saat itu muncul isu pemanfaatan pekarangan. Banyak warga desa yang memiliki pekarangan di sekitar rumahnya belum dimanfaatkan secara optimal. Hanya untuk kandang ternak dan sedikit tanaman. Sementara pendapatan mereka terbatas. Selain sebagai petani dengan kepemilikan lahan yang sempit, warga desa ini juga memiliki pekerjaan lain sebagai buruh bangunan dan membuat arang.

Dari pekerjaan tersebut penghasilan mereka berkisar Rp. 15.000,- sampai Rp. 20.000,- per hari. Sementara itu, kebutuhan belanja sayuran mereka mencapai Rp. 5.000,- sampai Rp. 7.000,- per hari. Sayuran yang biasa mereka butuhkan antara lain bayam, kangkung, tomat, kacang panjang, terong, cabai, sawi, bawang daun, seledri, gambas, dan daun singkong.

mulai arisan hingga kegiatan yang mengarah pada peningkatan pendapatan keluarga. Sikap individualistik petani pun berubah menjadi sikap bersama. Sikap ini tumbuh lantaran seringnya bertemu dalam kegiatan bersama. Kekompakan ini –- dalam tingkatan sederhana –- dapat dilihat dari adanya kesepakatan membuat pakaian seragam kegiatan. Beberapa kelompok tani juga menyepakati perlunya pengumpulan modal (kas) melalui iuran rutin anggota.

Bu Sujini, peserta Sekolah Petani di Kabupaten Trenggalek tersipu-sipu ketika teman-teman di kelompok tani wanitanya mengungkapkan bahwa ia dulu tidak suka kumpul-kumpul. Tapi setelah mengikuti Sekolah Petani, ia menjadi aktif mengikuti kegiatan bersama kelompoknya. Demikian pula dengan Bu Nami yang sebelumnya juga tidak suka kumpul-kumpul. Peserta Sekolah Petani di Desa Sumberagung, Kabupaten Nganjuk ini mengatakan, “Di sekolah petani permasalahan pertanian didiskusikan dengan seru. Saya jadi tambah semangat untuk aktif di kegiatan kelompok dan menanam kedelai hitam…” .Hal senada juga disampaikan teman Bu Nami, yaitu Pak Tohari, “Dengan ikut Sekolah Petani saya menjadi senang karena bisa kumpul-kumpul dengan petani lain membicarakan pertanian. Sebelumnya tidak pernah.”

Page 60: Mengasah otak Mengolah Hati

103 104Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Pemanfaatan lahan pekarangan dengan menanam sayuran diharapkan dapat mengurangi biaya belanja sayuran. Rencana kerja dan ide-ide kreatif pun muncul dari diskusi mereka. Untuk mengatasi lahan yang kurang subur dan sempit akan ditempuh cara dengan memanfaatkan kotoran ternak yang dicampur dengan tanah sebagai media tanam dalam ember, pot, atau polibag.

Penanaman dilakukan di pekarangan milik anggota dan di lahan kosong milik anggota. Penanaman dilakukan secara bersama-sama dalam satu tempat. Masing-masing anggota menanam 5 jenis sayuran. Perkembangan tanaman dilaporkan pada setiap pertemuan rutin bulanan. Hasil dari kegiatan ini sudah dirasakan beberapa petani yang sudah memanen bayam dan sawi. Pak Tarmaji mengungkapkan,

“Lumayan, kalau mau sayur bayam atau bikin mie pakai sawi, tidak perlu membeli lagi ke tukang sayur. Sekarang tomatnya mulai berbuah, dan terongnya mulai berbunga,” katanya saat itu

Pak Slamet hasil panen kedelai hitamnya meningkat…

Hal serupa terjadi pula di Desa Ketawang, Kabupaten Nganjuk. Sejak kelompoknya melakukan studi menanam kedelai hitam dengan cara “jajar legowo”, pada musim tanam gadu 2012 ini semua anggotanya menerapkan jajar legowo di lahannya. Bahkan cara ini diikuti pula oleh petani-petani lain. Dari 225 petani yang menanam kedelai hitam di desa ini, sepertiganya menerapkan jajar legowo, kata Pak Hari, petani pemandu Sekolah Petani.

Pak Slamet, salah satu petani alumni yang menerapkan jajar legowo pada musim gadu 2012 mengatakan bahwa, dari 1/6 hektar lahan yang ditanami kedelai hitam cara jajar

legowo, hasilnya sebanyak 800 kilogram (atau 2,4 ton per hektar, pen). Dengan cara tanam kebiasaan petani di desa ini, 1 hektar hanya menghasilkan sekitar 1,8 ton, kata Pak Hartono, petani pemandu Sekolah Petani di desa ini di sela-sela tugasnya menimbang hasil petani anggota kelompoknya.

8. Berinovasi untuk Mengoptimalkan Potensi

Selain menyediakan kedelai hitam yang berkualitas untuk pasar Unilever, kelompok tani di Desa Sumberagung dan Ketawang, Kabupaten Nganjuk juga membuat produk olahan dari kedelai hitam yang tidak lolos sortasi. Tujuannya adalah mengoptimalkan potensi yang dimiliki untuk meningkatkan pendapatan keluarga petani.

Khusus produk olahan, yang akan dibuat adalah bubuk kedelai hitam, susu kedelai hitam, dan tempe kedelai hitam. Produk-produk olahan tersebut di pasaran belum ada. Kalaupun ada adalah susu kedelai kuning. Strategi pemasaran produk olehan mereka adalah dengan cara menjual langsung ke konsumen di desanya, memanfaatkan acara-acara yang diselenggarakan oleh pemerintah desa, kecamatan, dan kabupaten, atau pihak swasta.

Bubuk Kedelai Hitam

Bahan:

Proses:

Alat:

Kedelai hitam sortiran, jahe dan gulasecukupnya. Kedelai hitam dipili yang masih bagus, kemudian dicuci bersih. Selanjutnya kedelai hitam digoreng sangrai selama 10–20 menit, sampai pecah. Setelah disangrai lalu didinginkan dan kemudian diblender hingga halus dan disaring. Wajan penggorengan, kompor, blender, saringan, tampah, baskom, dan plastik untuk mengemas

Page 61: Mengasah otak Mengolah Hati

105 106Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Tempe Kedelai Hitam

Bahan:

Proses:

Alat:

Kedelai hitam sortiran sebanyak 2 kg, ragi tempe 2 bungkus, dan daun jati atau daun pisang secukupnya.Kedelai hitam dicuci bersih lalu direbus. Setelah matang dimasukkan ke dalam air dingin dan diremas- remas untuk menghilangkan kulitnya. Setelah bersih kemudian ditiriskan hingga kering. Kemudian dicampur dengan ragi tempe secukupnya lalu dihamparkan. Kedelai hitam yang sudah dicampur ragi tempe dibungkus dengan daun jati atau daun pisang dan didiamkan selama 24 jam. panci, tampah, dan kayu.

Susu Kedelai Hitam

Bahan:

Proses:

Alat:

Kedelai hitam sortiran sebanyak 0,5 kg, gula 0,5 kg, daun pandan 10 lembar. Kedelai hitam direndam selama 10–16 jam lalu kulitnya dibersihkan dan dibilas kembali. Biji yang sudah direndam dipanaskan (bisa memakai microwave atau dikukus). Selanjutnya diblender sampai halus dan ditambah air. Setelah diblender lalu disaring untuk memisahkan ampas dari sari susu kedelainya. Setelah itu sari susu kedelai direbus hingga mendidih. Selama mendidih ditambahkan gula dan daun pandan, dan terus direbus selama 5–10 menit lagi. Setelah selesai kemudian didiamkan sampai dingin. Blender, panci, alat pengaduk, kain saringan, dan kompor.

Membuat produk olahan, baik itu menggunakan bahan baku kedelai hitam maupun bahan-bahan yang tersedia di desa, banyak dilakukan oleh kelompok-kelompok alumni Sekolah Petani. Hal ini bisa ditemui bila kelompok-kelompok alumni tersebut mengikuti ajang pameran atau saat menyelenggarakan hari temu lapangan. Selain bubuk kedelai hitam, susu kedelai hitam, dan tempe kedelai hitam, produk olahan lain yang unik seperti kripik bonggol pisang, kripik bayam, kripik ketela, dan sejenisnya juga diproduksi oleh kelompok-kelompok alumni.

Selain makanan, produk lain yang diproduksi kelompok alumni adalah pupuk organik. Biasanya ini dilakukan oleh kelompok-kelompok di desa-desa yang banyak petaninya memiliki ternak sapi dan kambing, seperti di Desa Sidorejo di Kulonprogo, Desa Ketawang dan Sumberagung di Nganjuk, dan desa-desa di Kabupaten Pacitan seperti Desa Pringkuku.

Pembuatan pupuk organik oleh para petani alumni di Desa Pringkuku, Kabupaten Pacitan, memanfaatkan bahan-bahan yang ada di lingkungan sekitar. Hampir semua warga desa ini memiliki hewan ternak sapi maupun kambing. Petani di desa ini biasa memanfaatkan kotoran ternaknya sebagai pupuk tanpa diolah lebih dahulu. Kemudian muncul anggapan dari petani kalau menggunakan pupuk dari kotoran ternak dapat menyebabkan gulma tumbuh semakin banyak. Berawal dari itu, muncullah ide dari para anggota kelompok untuk berlatih membuat pupuk organik yang baik. Pertama kali belajar, sebanyak 1 ton pupuk organik berhasil dibuat. Hasil dibagi rata untuk mereka. Pupuk organik mereka produksi untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota kelompok. Ke depannya, apabila kebutuhan kelompok sudah terpenuhi, pupuk yang dibuat akan dijual kepada petani lain dengan harga terjangkau.

Page 62: Mengasah otak Mengolah Hati

108Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati107

9. Memperoleh Perhatian dan Dukungan Pihak Lain

Tidak sedikit kelompok tani yang setelah selesai melaksanakan Sekolah Petani kemudian memperoleh program dari pemerintah daerah melalui dinas-dinas terkait. Pak Boniran, salah satu petani pemandu Sekolah Petani di Desa Pringkuku mengatakan bahwa, setelah selesai melaksanakan Sekolah Petani Kedelai Hitam, kelompok taninya dipercaya oleh pemerintah daerah melaksanakan beberapa kegiatan Sekolah Lapangan yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanian, seperti Sekolah Lapangan terkait perubahan iklim, pengelolaan tanaman terpadu, dan kegiatan perkumpulan petani pemakai air (P3A). Bersamaan dengan itu, kelompok tani ini juga sedang melakukan kegiatan pembuatan pupuk organik secara mandiri. Pak Boniran pun mengemukakan gagasan lain,

“Di desa ini tanaman kedelai hitam hanya ditanam sekali setahun. Saya mempunyai gagasan bagaimana petani di desa ini mau menanam kedelai dua kali setahun, yaitu pada musim kemarau dan gadu. Karena hal itu menurut saya bisa dan lebih menguntungkan bagi petani.”

Sejumlah petani alumni maupun petani pemandu juga memperoleh kesempatan untuk terlibat dalam rapat desa dan rapat di instansi pemerintah yang lebih tinggi. Seperti juga Bu Suparti, petani pemandu Sekolah Petani di Desa Pringkuku. Ia kerap diundang rapat sebagai narasumber untuk pengembangan program yang akan dilaksanakan di desanya semenjak selesai mengikuti Sekolah Petani. Salah satu program pemberdayaan dari pemerintah yang ditanganinya adalah kegiatan percetapat penganekaragaman konsumsi pangan (P2KP).

Bu Suparti bersama kelompok ibu-ibu di desanya mampu mengakses program lain dari pemerintah.

Page 63: Mengasah otak Mengolah Hati

109 Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati 110

B. MEMAKNAI PERKEMBANGAN YANG TERJADI 1

Banyak hal berkembang di tingkat petani setelah adanya Sekolah Petani. Baik itu perkembangan yang terjadi dalam diri pribadi petani alumni maupun di tingkat kelompok. Banyak keuntungan diperoleh para petani alumni setelah mengikuti Sekolah Petani. Namun dari perkembangan-perkembangan yang ada, yang menonjol adalah keuntungan sosial(social gains), yaitu:

1. Petani mempunyai peluang atau kesempatan (acces)

Setelah mengikuti Sekolah Petani, petani lebih banyak mempunyai peluang atau kesempatan kepada lahan sawahnya, sumber-sumber daya lain, dan segala sesuatu yang lebih luas lagi. Tidak sedikit kelompok tani yang setelah selesai melaksanakan Sekolah Petani kemudian mempunyai peluang atau kesempatan mengajukan usulan program bagi kelompoknya atau desanya kepada pemerintah daerah melalui dinas-dinas terkait. Demikian pula sejumlah petani alumni maupun petani pemandu memperoleh kesempatan untuk terlibat dalam rapat desa dan rapat di instansi pemerintah yang lebih tinggi untuk merancang program-program yang akan dilaksanakan di desanya. Sebagian lagi juga mempunyai kesempatan untuk menjadi narasumber dalam lokakarya, seminar, ataupun pelatihan. Baik yang diselenggarakan dalam kaitannya program kemitraan Unilever dengan petani kedelai hitam maupun oleh pemerintah.

2. Petani Punya Daya Dongkrak (Leverage)

Dengan berbagai ketrampilan dan kemampuan yang diperoleh saat mengikuti kegiatan Sekolah Petani, seperti teknik budidaya tanaman, pengendalian hama, perencanaan, rancangan dan pelaksanaan kegiatan, dan lain-lain, sejumlah petani dan kelompok alumni di berbagai lokasi program mampu menggugah dukungan nyata dari aparat pemerintahan ataupun pihak lain. Sehingga muncullah perhatian berupa program-program baru di desanya dari aparat tersebut.

Dalam beberapa kesempatan, petani mempunyai kekuatan dalam hal tawar-menawar atau negosiasi kepada pihak lain untuk mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Contoh paling sederhana dan mudah ditemukan adalah hampir semua kelompok Sekolah Petani berhasil menghadirkan aparat pemerintahan untuk mengetahui hasil-hasil kegiatannya dalam kegiatan hari temu lapangan yang diselenggarakan oleh petani sendiri. Beberapa kelompok alumni juga berhasil mendapatkan dana hibah dari progam pemerintah.

Banyak petani alumni juga berhasil dalam menggerakkan petani dalam sebuah kegiatan massal tertentu yang berkaitan dengan kegiatan budidaya kedelai hitam, seperti: penerapan hasil studi, seperti yang terjadi di kelompok alumni Sekolah Petani di Desa Ketawang, Kabupaten Nganjuk, yang berhasil mengajak banyak petani untuk menanam kedelai hitam dengan sistem jajar legowo. Kegiatan lain adalah sortasi yang dilakukan oleh petani perempuan.

Page 64: Mengasah otak Mengolah Hati

111 112Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

3. Petani Punya Banyak Pilihan (Choices)

Petani menjadi mempunyai banyak pilihan tentang apa yang akan dilakukannya, baik dalam hal budidaya tanaman, sumber daya, maupun informasi setelah mengikuti Sekolah Petani. Banyak desa di lokasi program merupakan wilayah yang menghasilkan berbagai jenis tanaman pangan, seperti padi, jagung, dan kedelai kuning. Dengan adanya program Sekolah Petani Kedelai Hitam ini, petani menjadi memiliki banyak pilihan tentang teknik budidaya, pengendalian hama, pemupukan, perawatan tanaman, dan lain-lainnya. Misalnya, setelah kelompok melakukan studi tertentu, kemudian mereka menjadi tahu dan bisa menentukan jenis pengendalian atau pemupukan yang tepat.Pilihan-pilihan yang mereka punyai tidak terbatas soal budidaya saja, melainkan juga tentang pengembangan usaha pengolahan pasca panen. Banyak produk makanan olahan, baik dari kedelai hitam maupun bahan pangan lokal lain, yang diproduksi oleh petani alumni.

4. Petani Punya Kualitas Diri (Status)

Setelah mengikuti Sekolah Petani, petani memperoleh peningkatan kualitas diri bila dibandingkan dengan sebelumnya saat menjadi ‘petani biasa’. Banyak petani alumni yang dulunya tidak berani tampil dan berbicara di depan umum, kemudian memiliki keberanian tersebut. Sebelumnya tidak tahu, setelah itu menjadi tahu. Petani alumni juga merasa lebih percaya diri dalam mengembangkan usaha pertaniannya. Tidak mudah dipengaruhi oleh pihak lain, terutama yang akan merugikan dirinya. Seperti yang banyak terjadi di berbagai wilayah program, saat musim panen tiba, banyak tengkulak yang mencoba untuk mempengaruhi petani agar maun menjual panenannya kepada mereka. Tetapi para petani tidak terpengaruh, bahkan berani menolak dengan mengemukakan argumentasi yang masuk akal.

Ketrampilan-ketrampilan teknis maupun non teknis yang dimiliki petani, seperti mahir dalam perencanaan, pengendalian hama, budidaya tanaman, maupun pengolahan pasca panen, mampu membentuk karakter petani yang berkualitas tinggi.

5. Petani Punya Kemampuan Berfikir Kritis (Critical Thinking Capacity)

Kemampuan berpikir kritis yang dimaksud adalah petani mempunyai kemampuan melihat, menangkap, menganalisa, dan memecahkan masalahnya sendiri tanpa bergantung pada pihak lain.

Petani alumni dapat menentukan keputusan yang berlandaskan pertimbangan-pertimbangan logis. Misalnya, petani melakukan studi pemupukan bukan untuk sekedar menjawab seberapa banyak pupuk yang pas untuk dipakai di sawahnya, melainkan juga ingin mengetahui masalah-masalah lain, seperti kondisi tanah di sawahnya, misalnya. Bila di daerah tertentu ada kegiatan yang dilakukan petani alumni untuk memasyarakatkan kedelai hitam lewat kesenian, maka itu bukan sekedar ingin cara “aneh” saja. Melainkan mempunyai pertimbangan-pertimbangan khusus untuk itu, seperti misalnya masyarakat di desanya suka akan kesenian tertentu, suka jenis kesenian tertentu, dan lain-lain. Oleh karenanya tidak mengherankan kalau hampir di setiap kelompok Sekolah Petani muncul gubahan lagu-lagu tentang ajakan dan keuntungan menanam kedelai hitam.

Petani alumni yang kritis selalu mempertanyakan dan mempertanyakan terus pada diri sendiri tentang sesuatu masalah, hingga mendapatkan jawaban yang sebenarnya. Penelitian dan percobaan baik yang dilakukan secara bersama maupun sendiri adalah perwujudan dari rasa tidak puas terhadap satu jawaban untuk mencari pemecahan masalah.

Page 65: Mengasah otak Mengolah Hati

113 114Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

BAGIAN 8 : EPILOG

Page 66: Mengasah otak Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati115 116

“ Mengolah Pikir, Mengasah Hati “

SELASA PAGI, 14 Agustus 2012, pukul 08.00, para peserta Sekolah Petani Kedelai Hitam di Dusun Krapyak, Desa Purworejo, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun sudah “terjun ke sawah” melakukan pengamatan rutin di lahan praktek. Setelah beberapa saat melakukan pengamatan, petani peserta yang terdiri laki-laki dan perempuan menuju ke ruang pertemuan yang tidak jauh dari lahan praktek, untuk melakukan mendiskusikan dan menggambar keadaan agroekosistem di lahan yang baru saja diamati. Ruang itu berada di kompleks unit pengembangan dan pengolahan pupuk organik, yang di areal itu terdapat kandang yang memuat belasan ekor sapi, penampungan limbah kotoran sapi, penyimpanan jerami pakan ternak, lahan praktek, sumur, dan sebagainya.

Di dalam bangunan kandang yang cukup besar dan berisi belasan ekor sapi itu, Pak Noto pun bercerita panjang-lebar tentang dirinya. Ia mengatakan kalau ia hanyalah seorang petani utun (lugu) yang kebetulan pernah menjadi peserta Sekolah Lapangan seperti yang pagi itu sedang berlangsung di dusun tersebut. Ia mengikuti Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang diselenggarakan tahun 1995. Ia bersama 24 petani lain di desa ini belajar SLPHT Padi yang merupakan Program Nasional yang diselenggarakan melalui Dinas Pertanian setempat saat itu. Setelah itu ia pun melanjutkan mengikuti SLPHT Kedelai pada tahun yang sama.

Pada tahun itu pula Pak Noto terpilih dalam seleksi untuk menjadi “petani pemandu” SLPHT. Ia mengikuti pelatihan petani pemandu tingkat Kabupaten Madiun selama satu minggu bersama petani-petani alumni SLPHT yang lain. Setelah itu, ia dan rekan sesama petani pemandu kembali ke desanya untuk mengorganisir kegiatan Sekolah Lapangan. Sejak tahun 1995 hingga 1997 ia memandu sebanyak 3 unit kegiatan Sekolah Lapangan. Baik di desanya sendiri maupun di desa tetangga.

Ketika penulis bertanya sejauh mana Pak Noto mengetahui tentang kegiatan Sekolah Petani Kedelai Hitam di desanya, ia pun menjawab bahwa ia tahu dan mendukung adanya kegiatan sekolah bagi petani di desanya itu.

Selagi para peserta tekun melakukan kerja kelompok dan berdiskusi, nampak seorang laki-laki berkaos hijau yang sejak pagi giat memeriksa kandang dan sapi-sapi yang ada di situ. Sekedar iseng, penulis mencoba menghampiri laki-laki tersebut. Setelah berkenalan dan sedikit membuka perbincangan, penulis jadi tahu petani tersebut bernama Pak Noto Miharjo yang sudah berusia 67 tahun. Pak Noto yang ramah dan murah senyum itu pun melanjutkan perbincangan dengan menjelaskan seluk-beluk kegiatan pengolahan pupuk organik yang ada di desanya itu. Rasa penasaran pun muncul karena kefasihan dan kemampuannya dalam memberikan penjelasan yang runtut. Penulis pun menelisiknya lebih jauh siapakah ia sejatinya.

Ia juga menerangkan bahwa ia lebih memilih memberikan kesempatan kepada petani-petani yang lebih muda untuk terlibat dalam kegiatan Sekolah Petani Kedelai Hitam ini. Biar banyak petani yang pintar dalam membudidayakan tanaman secara sehat, katanya.

“Saya pilih memberi kesempatan kepada petani-petani yang lebih muda untuk belajar di Sekolah Petani...”

Page 67: Mengasah otak Mengolah Hati

117 118Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

Salah satu bentuk dukungan nyata Pak Noto pada Sekolah Petani ini adalah ia juga menanam kedelai hitam di lahannya sendiri. Salah satu lahan yang ditanaminya terletak persis di sebelah lahan praktek Sekolah Petani tadi. Ia pun mengatakan bahwa tanaman kedelainya musim ini tidak pernah disemprot pestisida hingga sampai pada fase berbunga. Kira-kira umur 50 hari setelah tanam.

Memang, saat penulis mengikuti para petani peserta Sekolah Petani mengamati tanaman kedelai hitam di lahan praktek, salah satu petani pemandu Sekolah Petani ini, Pak Purwadi, mengatakan tentang hal yang sama

”Tanaman kedelai hitam di lahan ini ditanam oleh seorang petani yang dulu pernah menjadi petani pemandu SLPHT. Sampai saat ini tidak pernah disemprot...”

Selama ini, Pak Noto berusaha keras menanam tanaman padi dan palawija terutama kedelai secara “sehat” tanpa bahan kimia. Kebiasaan ini senantiasa dipraktekkannya sejak 1995. Jadi, hampir 20 tahun terakhir ini ia sebagai alumnus Sekolah Lapangan sekaligus petani pemandu berusaha konsisten dengan apa yang disampaikannya kepada petani lain. Baik itu melalui Sekolah Lapangan maupun forum lain. Di usianya yang sudah tidak muda lagi, ia masih tetap bersemangat dan aktif terlibat dalam kegiatan pengolahan pupuk organik di desanya bersama anggota Kelompok Tani Margomulyo lainnya.

Pak Noto Miharjo memang bukan peserta Sekolah Petani Kedelai Hitam yang sedang berlangsung di desanya saat ini. Namun, ia adalah salah satu alumnus kegiatan serupa. Lalu pertanyaannya adalah apa yang harus dilakukan agar banyak petani alumni Sekolah Petani Kedelai Hitam bisa seperti Pak Noto Miharjo nantinya?

Page 68: Mengasah otak Mengolah Hati

119 120Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

No Desa Kecamatan Kabupaten TahunJumlahPetani

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

KRANGGAN

KRANGGAN

JIWAN

JIWAN

PURWOREJO

MUNENG

PURWOREJO

MUNENG

KRAMAT

PUTREN

PUTREN

KARANG TENGAH

KARANG TENGAH

KRAMAT

JATIGEMBOL

JENGGRIK

JENGGRIK

BANGUNREJO KIDUL

JATIGEMBOL

BANGUNREJO KIDUL

KEMBANG

PRAJEGAN

PRAJEGAN

GANDUSARI

KARANGANYAR

KALIAGUNG

DONOMULYO

NGALE

PILANGKENCENG

SUMBERSARI

GALUR

GALUR

JIWAN

JIWAN

PILANGKENCENG

PILANGKENCENG

PILANGKENCENG

PILANGKENCENG

NGANJUK

SUKOMORO

SUKOMORO

BAGOR

BAGOR

NGANJUK

KEDUNGGALAR

KEDUNGGALAR

KEDUNGGALAR

KEDUNGGALAR

KEDUNGGALAR

KEDUNGGALAR

PACITAN

SUKOREJO

SUKOREJO

GANDUSARI

GANDUSARI

SENTOLO

NANGGULAN

PILANGKENCENG

PILANGKENCENG

SARADAN

KULONPROGO

KULONPROGO

MADIUN

MADIUN

MADIUN

MADIUN

MADIUN

MADIUN

NGANJUK

NGANJUK

NGANJUK

NGANJUK

NGANJUK

NGANJUK

NGAWI

NGAWI

NGAWI

NGAWI

NGAWI

NGAWI

PACITAN

PONOROGO

PONOROGO

TRENGGALEK

TRENGGALEK

KULONPROGO

KULONPROGO

MADIUN

MADIUN

MADIUN

2012

2012

2012

2012

2012

2012

2012

2012

2012

2012

2012

2012

2012

2012

2012

2012

2012

2012

2012

2012

2012

2012

2012

2012

2012

2011

2011

2011

2011

2011

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

No Desa Kecamatan Kabupaten TahunJumlahPetani

31

32

33

34

35

36

37

38

39

40

41

42

43

44

45

46

47

48

49

50

51

52

53

54

55

KUWU

SUMBERAGUNG

KETAWANG

NGUJUNG

SEKAR PUTIH (DARES)

JATIGEMBOL

BANGUNREJO

GUNUNG SARI

RONOSENTANAN

JATIREJO

SIDOREJO

KEDUNGBANTENG

KENONGOREJO

WARUJAYENG

KETAWANG

SUMBERAGUNG

PLOSO LOR

PELANG LOR

JATIGEMBOL

JENGGRIK

PRINGKUKU

PRINGKUKU

KEMBANG

WONOANTI

SRIHARDONO

BALEREJO

GONDANG

GONDANG

GONDANG

WIDODAREN

KEDUNGGALAR

KEDUNGGALAR

ARJOSARI

SIMAN

LENDAH

LENDAH

PILANGKENCENG

PILANGKENCENG

TJ. ANOM

KETAWANG

GONDANG

KARANGJATI

KEDUNGGALAR

KEDUNGGALAR

KEDUNGGALAR

PRINGKUKU

PRINGKUKU

KEMBANG

GANDUSARI

PUNDONG

MADIUN

NGANJUK

NGANJUK

NGANJUK

NGAWI

NGAWI

NGAWI

PACITAN

PONOROGO

KULONPROGO

KULONPROGO

MADIUN

MADIUN

NGANJUK

NGANJUK

NGANJUK

NGAWI

NGAWI

NGAWI

NGAWI

PACITAN

PACITAN

PACITAN

TRENGGALEK

BANTUL

2011

2011

2011

2011

2011

2011

2011

2011

2011

2010

2010

2010

2010

2010

2010

2010

2010

2010

2010

2010

2010

2010

2010

2010

2009

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

25

Page 69: Mengasah otak Mengolah Hati

121 122Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

YAYASAN UNILEVER INDONESIA

Page 70: Mengasah otak Mengolah Hati

123 124Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

FIELD Indonesia juga bekerja dalam program-program, antara lain sekolah lapangan konservasi keanekaragaman hayati dan penghidupan masyarakat, sekolah lapangan pengembangan sumber daya genetik petani di tanaman padi, sayuran dan ternak, sistem pangan lokal dan keanekaragaman hayati pertanian, riset aksi masyarakat untuk advokasi dan perubahan kebijakan lokal, pertanian ekologis-organis pada padi dan sayuran. FIELD Indonesia merupakan anggota jaringan FIELD Alliance.

YAYASAN FIELD INDONESIAFIELD Indonesia (Farmers’ Initiatives for Ecological Livelihoods and Democracy - Prakarsa Petani untuk Perikehidupan yang Ekologis dan Demokratis) adalah sebuah organisasi yang mendukung kelompok masyarakat marginal melalui pola pendidikan pemberdayaan.

FIELD Indonesia membantu Yayasan Unilever Indonesia dalam pengembangan metodologi dan pelaksanaan Sekolah Petani Kedelai Hitam, yang terkait dengan pengelolaan agroekosistem pada tanaman kedelai hitam, pertanian berkelanjutan, dan komponen program lainnya

FIELD Indonesia didirikan pada 1 Juni 2001. Staf senior FIELD Indonesia adalah alumni dari tim bantuan teknis FAO pada Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang diselenggarakan selama tahun 1990-an dan Program Masyarakat PHT di Asia di tahun 1998-2002.Pola kegiatan FIELD Indonesia meliputi berbagai pendekatan belajar, termasuk Sekolah Lapangan, Studi Petani, Riset Aksi, Masyarakat, Perikehidupan Berkelanjutan (Sustainable Livelihoods Framework), dan Advokasi Masyarakat.

Menganalisis dan memahami keadaan ekosistem yang merupakan basis perikehidupannya secara teknis, sosial dan politis.

Mengorganisir diri dalam melakukan aksi untuk memperbaiki kondisi kehidupannya yang selaras dan adil dengan alam dan lingkungannya (ekologis) dan adil dengan orang lain (demokratis).

Visi FIELD Indonesia adalah masyarakat marginal di Indonesia mampu 'merebut' dan mengelola kembali ruang publik mereka dan memperbaiki perikehidupannya. Misinya adalah memfasilitasi masyarakat marginal agar mampu untuk:

Page 71: Mengasah otak Mengolah Hati

125 126Mengasah Otak, Mengolah HatiMengasah Otak, Mengolah Hati

RUJUKANCahyana, Wisyastama, dkk. “Sains Petani”. Jakarta. Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu-FAO. 1997

Dilts, Russell. “Sekolah Lapangan: Suatu Upaya Pembaharuan Penyuluhan Pertanian”. Jakarta. Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu-FAO. 1995

___________. “Menyekolahkan Kembali Masyarakat”. Jakarta. Prisma. 1995

Padmanagara, Salmon. “Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT): Pengembangan Sumber Daya Manusia di Lapangan”. Jakarta. Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu-FAO. 1995

Pontius, John. “Petunjuk Lapangan Analisa Dampak”. Jakarta. Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu-FAO. 1996

Pontius, John. dan Simon HT. “Bagaimana Melaksanakan Pelatihan Petani Pemandu SLPHT?”. Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu. Jakarta. Departemen Pertanian. 1996

Thorburn, Craig. “Kami Bisa!: Sekolah Lapangan untuk Ketahanan Daerah Aliran Sungai dan Kesehatan”. Jakarta. FIELD Indonesia. 2010

Tim Pemandu Lapangan I Nasional. “Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT)”. Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu. Jakarta. Departemen Pertanian. 1995