Mengapa Aku Mencintai KAMMI

210
1 Jatuh Cinta Pada KAMMI yang Kedua Kalinya Masih ingat cerita saya tentang motivasi seorang kader yang menjadi seorang Pejabat KAMMI Daerah Purwokerto karena “disuruh murobbi”. Ini bukan karangan saya, tapi benar-benar terjadi dan ada di kota saya. Ia sendiri yang menyampaikan secara lesan ke saya. Meski term motivasi pada formulir pendaftaran KAMMI yang ia serahkan ke kaderisasi ternyata berbeda, penuh dengan kata-kata idealis dan indah. Kritik akh ipung tentang “pemimpin gerakan” memicu saya mengeluarkan sekelumit cerita itu. Ini cerita yang mirip dengan cerita awal, namun kali ini tentang diri saya sendiri. Di Unsoed, saya lebih di kenal sebagai KAMMI’ers daripada seorang ADK. Organisasi yang pertama kali saya geluti, yang membina saya, mengajari dan membuat besar saya. Keseriusan saya di KAMMI, mengantar saya menjadi Ketua Umum KAMMI Unsoed pada semester 3, menerima peralihan dari ketua sebelumnya yang sudah semester 11. Dengan umur muda di KAMMI, kami memulai gerakan muda, dengan ide dan ilmu yang masih muda, didukung kader muda, dikemas dengan semangat muda. Alhamdulillah, revolusi kecil-kecilan kami gelar

description

@hendraarief

Transcript of Mengapa Aku Mencintai KAMMI

  • 1

    Jatuh Cinta Pada KAMMI

    yang Kedua Kalinya

    Masih ingat cerita saya tentang motivasi seorang kader yang menjadi seorang Pejabat KAMMI Daerah Purwokerto karena disuruh murobbi. Ini bukan karangan saya, tapi benar-benar terjadi dan ada di kota saya. Ia sendiri yang menyampaikan secara lesan ke saya. Meski term motivasi pada formulir pendaftaran KAMMI yang ia serahkan ke kaderisasi ternyata berbeda, penuh dengan kata-kata idealis dan indah. Kritik akh ipung tentang pemimpin gerakan memicu saya mengeluarkan sekelumit cerita itu.

    Ini cerita yang mirip dengan cerita awal, namun kali ini tentang diri saya sendiri. Di Unsoed, saya lebih di kenal sebagai KAMMIers daripada seorang ADK. Organisasi yang pertama kali saya geluti, yang membina saya, mengajari dan membuat besar saya. Keseriusan saya di KAMMI, mengantar saya menjadi Ketua Umum KAMMI Unsoed pada semester 3, menerima peralihan dari ketua sebelumnya yang sudah semester 11.

    Dengan umur muda di KAMMI, kami memulai gerakan muda, dengan ide dan ilmu yang masih muda, didukung kader muda, dikemas dengan semangat muda. Alhamdulillah, revolusi kecil-kecilan kami gelar

  • 2

    di kampus. Banyak hal yang telah kami lakukan, banyak pula yang belum sempat di selesaikan.

    Entah apa yang telah saya buat di KAMMI. Begitu lengser, saya mendapat talimat dari murobbi untuk untuk mengurus LDK di kampus, sekalipun saya tidak pernah dibina dan dibesarkan oleh LDK. Saya terima talimat itu dengan berat hati untuk kepentingan dakwah. Ketua Umum Rohis Fak. MIPA, langsung di amanahkan. Jangan tanya kok bisa?. Soal skenario, bisa di atur jaringan di kampus.

    Yang kemudian terjadi, saya perlahan-lahan hilang dari KAMMI. Sedangkan para pemuda lainnya tetap di KAMMI melanjutkan cita-cita kami dulu. Saya sedih, seperti anak kecil yang kehilangan mainannya.

    Kelak di kemudian hari, saya menyesali keputusan untuk menerima amanah itu, setelah seorang teman bertanya tentang motivasi saya memimpin rohis. Pertanyaan yang menggugat karena kegagalan saya memegang amanah itu. Saya sadar, ternyata saya tidak punya semangat membangun LDK yang hebat. Semangat itu tidak ada, karena memang saya tak punya cita-cita sejati yang membuncah dalam hati dan darah ini. Yang saya punya adalah amanah. Hanya amanah, tak ada cita-cita!

    Saya membayar mahal kegagalan dan penyesalan itu. Futur selama 20 bulan, hampir saja hengkang dari dunia dakwah. Karena Patah hati.

  • 3

    Saya sangat mencintai KAMMI. Rasa cinta yang membuat tergila-gila terhadap KAMMI. Sudah tahu banyak jeleknya, masih saja di KAMMI. Bergabung di KAMMI bukanlah pilihan rasional, lebih kental sisi emosional saya. Ada banyak cita-cita tinggi yang hendak diwujudkan dan dipersembahkan kepada KAMMI. Maka cinta dan cita-cita tinggi itulah yang membangun semangat bergerak.

    Tanpa rasa cinta yang mendalam terhadap organisasi yang kita tekuni, kita tidak punya kemauan dan ketulusan untuk memberi dan berkorban. Pengorbanan bukanlah ritual kewajiban sebagai anggota organisasi. Pengorbanan di KAMMI haruslah menjadi ritual cinta. Layaknya cinta seorang gadis yang melepas kekasihnya pergi mencari ilmu di negeri jiran. Cinta yang hidup dan menghidupi sebuah gerakan untuk berkorban tanpa penyesalan dan keterpaksaan. Bukan kata-kata cinta yang lahir dari kewajiban ataupun sekedar amanah.

    Maka jika tidak ada apa-apa di KAMMI, tidak ada pemimpin yang lahir dari rahim KAMMI, tidak ada kontribusi KAMMI pada masyarakat, maka besar kemungkinan tak ada cinta di dalam KAMMI. Semuanya berjalan seperti zombie, kering. Sekedar menjalani ritual kewajiban keanggotaan organisasi. Jika ini terjadi pada jajaran pengurus, dampaknya akan menular pada kader baru yang punya semangat tinggi, kehilangan semangat aktif di KAMMI.

  • 4

    Tak perlu kader KAMMI di ajarkan tentang cinta. Tapi rasanya pantas cinta kepada KAMMI di gelorakan. Cinta bukan sebuah ajaran ataupun ilmu yang bisa di buat konsepnya oleh kaderisasi. Cinta terhadap KAMMI merupakan ungkapan perasaan. Perlu teladan dari senior.

    Cintalah yang membuat akh Imron menulis serial Mengapa Aku Mencintai KAMMI. Cintalah yang membatalkan rencana akh Yuli terbang ke London. Dan masih banyak kisah cinta lainnya. Saya percaya, banyak yang mencintai KAMMI di KAMMI, tapi ternyata lebih banyak yang menganggapnya sebagai amanah yang membebani.

    ***

    Mengapa kita tidak mulai belajar mencintai KAMMI. Memberi, membantu KAMMI dan berkorban untuk KAMMI agar mencapai cita-citanya. Mungkin bukan tugas kita mencetak kader pemimpin bangsa. Dan itu tugas mulia yang dibebankan kepada KAMMI. Tugas kita sebagai kekasih hanyalah membantu KAMMI menggapai cita-citanya menjadi Wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan kader-kader pemimpin bangsa masa depan yang tangguh dalam upaya mewujudkan masyarakat Islami di Indonesia.

    Saya sarankan anda untuk mulai mencintai KAMMI, agar peran apapun yang anda mainkan akan anda rasakan manfaatnya bagi anda, agar anda

  • 5

    merasakan keindahan cinta terhadap KAMMI dan agar anda enjoy aja. Setiap aktivitas dan kegiatan akan terasa menyenangkan. Bahkan tanpa amanah pun anda masih bisa berbuat untuk KAMMI.

    Saya sempat patah hati terhadap KAMMI, yang membuat saya berpisah dengan KAMMI selama 14 bulan, lalu membuat saya futur selama 20 bulan karena kehilangan semangat. Setelah keterpaksaan dan amanah itu, kini saya sedang jatuh cinta. Jatuh Cinta kepada KAMMI, untuk yang kedua kalinya. Tapi untungnya, saya tak perlu lagi meresmikan cinta saya ini dengan ikut DM 1 yang ketiga kalinya.

    Diambil dari www.kammisuka.multiply.com

    NAMAKU KAMMI

    an autobiographical sketch

    Namaku KAMMI. Orang-orang juga memanggilku demikian, lebih praktis dibanding melafalkan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia. Kalau engkau teringat sesuatu begitu memanggilku, tentulah sebuah akronim KAMMI yang mencatat prestasi besar (dan akhirnya kelam?) sebuah jaringan gerakan mahasiswa Indonesia dalam rentang sejarah Indonesia 66-an. Konon, atas alasan citra historis itulah founding fathers-ku mengambil nama

  • 6

    itu, dan atas alasan ideologis menambah tasydid pada mim hingga KAMMI-lah namaku.

    Aku lahir tanggal 29 Maret 1998 di Malang dalam rentang situasi yang teramat sangat enak dan perlu bagi lahirnya gerakan mahasiswa di negara dunia ketiga; tirani-otoriter, despotik, tidak adil, dan tidak demokratis. Gerakan mahasiswa begitulah aku disebut adalah bagian dari aktor muda yang selalu mencoba masuk dalam peta sejarah peradaban bangsa yang selalu saja terhegemoni oleh orang-orang tua yang bermentalitas stabilisme, klaim legitimasi dan otoritas, mapan dan status quo. Kami adalah anak muda secara biologis bahwa keniscayaan takdir membuat manusia harus mati dan berganti, maupun secara historis bahwa kami adalah generasi baru Indonesia yang setidaknya tersucikan dari kekotoran dan najis politik generasi lama yang memporakporandakan bangsa. Sebagai anak muda tentu saja kami bernilai istimewa; energik, kreatif, bening-moralis, dan tentu saja anti status quo. Wajar sajalah sehingga orang semacam Arnold Toyenbee dalam buku monumentalnya The Study of History, menyebut kami (yang spiritnya diilhami oleh Ibnn Khaldun) the creative minority, maupun Jack Newfield yang menggelari kami sebagai penghusung pesan-pesan kenabian.

    Tetapi aku tidak lahir begitu saja, benihku adalah benih yang tertanam dalam rahim Indonesia sejak 25-an tahun silam. Saat itu Soeharto dan para arsitek Orde Baru begitu ketakutan di usia politiknya

  • 7

    yang baru 12-an tahun terhadap mahasiswa yang mulai jenuh dan menentangnya. Daud Yusuf menerjemahkannya melalui proyek depolitisasi kampus melalui NKK-BKK. Tiarapnya gerakan mahasiswa secara politik dimanfaatkan secara kreatif dengan memanfaatkan peluang yang setidaknya dilihat Orde Baru sebagai sikap apolitis: kajian keislaman. Generasi baru Islam Indonesia tahun 80-an seolah menemukan cara yang berbeda dalam memahami Islam dan konteks politik Indonesia saat itu. Setidaknya itulah yang tergambarkan lewat seruan Nurcholis Madjid yang lumayan kontroversial secara ide Islam yes, Partai Islam no.

    Semangat baru generasi muda Islam terhimpun dalam usaha untuk meyakini Islam sebagai alternatif bacaan yang membawa pencerahan atas gelapnya dominasi wacana Barat (dan dalam konteks Indonesia adalah dominasi Orde Baru) dan kemudian usaha membaca Islam secara intelektual untuk merumuskannya dalam praksis agenda obyektif bangsa. Anak-anak muda Islam tersebut membaca Al Quran (dan sunnah Rasulullah) dengan sepenuh gairah kemudaan dan melakukan eksplorasi dan elaborasi secara intelektual dan gerakan.

    Lahan persemaianku, Lembaga Dakwah Kampus (LDK) adalah manifestasi dari gairah-gairah tersebut, hingga dari kampus-kampus besar ia menyebar ke seluruh Indonesia dengan polanya yang khas: kajian keislaman, dalam sel-sel kecil pembentukan kepribadian, dan wacana dengan dasar

  • 8

    Quran dan Sunnah. Fahri Hamzah masul pertamaku - menyebutnya sebagai anak-anak sekolah yang punya gagasan untuk berjamaah, berkumpul dalam suatu kesadaran akan pentingnya membina diri secara fisik, mental, dan spiritual di mana kesadaran ini berlanjut menjadi semacam gerakan purifikasi yang menjadikan sejarah nabi dan sahabat sebagai ingatan dasar . Orang menyebutnya sebagai gerakan purifikatif atau neo-revivalis atau menurut Hasan Hanafi adalah Islam reformis moderat, yang biasanya disandarkan sebagai sifat dan ideologi sebuah gerakan internasional yang tumbuh dari Mesir: Ikhwanul Muslimin.

    Tetapi, aktivitas purifikasi yang bergerak seolah secara bawah tanah pada awal 90-an muncul ke ranah publik (kampus) dengan melakukan menurut Qodari afirmasi terhadap politik kampus dengan masuk dalam lembaga politik kampus. Periode itulah yang menentukan arah dakwah kampus yang lebih terbuka dan menjelaskan masifnya mobilisasi yang luar biasa cepat pada tahun 1998 yang melahirkanku KAMMI sebagai sebuah jaringan kerja gerakan dakwah, sekaligus sebagai tapal batas antara dakwah kampus melalu LDK yang semula apolitis menjadi sebuah gerakan politik baru .

    Maka tatkala mereka (kaum itu) melupakan peringatan (dan ajaran) yang telah diberikan pada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang diberikan kepada

  • 9

    mereka, Kami siksa (dan timpakan bencana kepada) mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam (terpana) dan putus asa (tak tahu harus berbuat apa) (QS Al Anam 44).

    Namaku KAMMI. Aku lahir dan besar dengan teramat sangat cepat dengan prestasi politik yang dianggap terlalu hebat untuk gerakan seusiaku. Saat seluruh aksi demonstrasi 1998 masih berpusar di dalam kampus sebagai wilayah yang aman dan terlindungi oleh kebebasan akademis, aku hadir keluar kampus dengan massa besar (20.000!) tanggal 10 April di wilayah aman yang lain yaitu di mesjid (Al Azhar Jakarta). Aksi yang kemudian kugeliatkan secara masif bersama elemen bangsa yang lain berturut-turut di berbagai kota, dengan darah yang terkorbankan di Trisakti, dengan sisipan manuver-manuver politik yang undercover, yang berpuncak pada kegentingan Jakarta 20 Mei 1998 saat aku, Amin Rais dan jaring reformasi yang lain merencanakan Aksi Sejuta Ummat di Monas pada hari Kebangkitan Indonesia. Aksi yang gagal, tapi berbuah esoknya: Soeharto mundur. ShadaqaLlaah Maha Benar Allah dengan firman-Nya.

    Lima tahun pasca Soeharto tumbang ini, kurenungi jejak-jejak langkah politikku. Kulihat setidaknya ada empat fase langkah politikku yang (ternyata!) semua berjejak sama: isu kepemimpinan nasional. Sampai Soeharto lengser itulah fase pertamaku, dimana aku berhasil masuk dalam pusaran politik yang menentukan serta dimana interaksi antar elemen gerakan perubahan teramat sangat kuat.

  • 10

    Semua berada pada lafadz sama: Turunkan Soeharto. Setelah itu? Kegagalan membangun platform Indonesia secara bersama dan mendefinisikan agenda reformasi yang konkrit dan tidak sloganistis meruntuhkan bulan madu gerakan-gerakan 98. Sekat ideologis dan kepentingan menyeruak begitu pekat. Inilah fase keduaku: fase Habibie hingga Pemilu 99.

    Usahaku meyakinkan bahwa reformasi harus menyeluruh, dan ia butuh waktu dan butuh penumbuhan institusi demokratis harus berkelindan dengan situasi sosial politik Indonesia yang rumit. Isu Sidang Istimewa 99 merubuhkan bangunan konsolidasi gerakan yang memecah gerakan jadilah darah kembali menetes di Semanggi dan elemen masyarakat mengacungkan pedang dan tombaknya. Aku mencoba meredakannya dengan mengatakan bahwa menolak maupu menerima SI secara mutlak adalah salah, pilihan terbaiknya (menurutku) adalah memastikan bahwa SI menjamin reformasi total dan justru tidak meneguhkannya sebagai ruang baru bagi Orde Baru.

    Saat itulah kukenalkan enam visi reformasi yang kemudian menjadi jargon utama sekaligus parameteri evaluatif rezim bagi gerakan pro-reformasi pasca Orba yang meliputi: (1) penegakkan supremasi hukum dengan jalan pengadilan Soeharto (2) menghapus dwifungsi ABRI (3) mengamandemen UUD 45 (4) otonomi daerah yang luas (5) penegakkan tradisi demokrasi (6) pertanggung jawaban Orde Baru . Martin van Bruinessen mencatatkan fase Habibie sebagai situasi dikotomis antara pilihan politik kaum

  • 11

    muslimin (termasuk Amin Rais) yang menganggap Habibie adalah orang yang cukup untuk menjamin transisi demokratis sekaligus menjamin kepentingan umat Islam, dengan pilihan politik kaum sekular yang menempatkan Habibie adalah orang yang cacat karena ia adalah murid Soeharto sehingga mereka memunculkan tokoh semacam Gus Dur, Megawati, dan Sri Sultan HB X yang kata Bruinessen ironisnya karena alasan tertentu justru bukanlah orang yang secara tajam menyuarakan agenda reformasi saat Orde Baru masih tegar .

    Hiruk pikuk fase Habibie selesai dengan Pemilu 99 yang melejitkan PDIP, mengembalikan Golkar dan memastikan kubu pro-reformasi kembali terkubur oleh realitas politik. Gus Dur yang secara mengejutkan terpilih melalui gesekan-gesekan politik yang secara gamblang semakin menegaskan kekalahan agenda reformasi pada pragmatisme politik. Gus Dur pulalah yang selama ini disebut-sebut sebagai demokrat (setidaknya karena pada masa Soeharto ia pernah dirikan Forum Demokrasi) secara mengejutkan pula menjadi ademokratis, gagal membentuk negara yang kuat, terlebih berpikir tentang agenda reformasi. Inilah fase ketiga yang kembali mesti kulakoni: menurunkan Gus Dur! Agenda ini akhirnya mau tidak mau harus beririsan dengan pekatnya agenda politik di parlemen.

    Sungguh, aku selalu berpikir bahwa Gus Dur semestinya adalah aktor politik yang dengan seluruh kebesarannya mampu menunaikan tugasnya. Tetapi ia gagal, rakyat juga berkata begitu, aku pun turun

  • 12

    kembali dan berteriak agar ia pun turun. Sebuah pilihan baru yang kuambil secara lebih radikal karena kesabaran yang semakin habis - bahwa akhirnya siapa saja yang gagal ia harus berhenti. Resiko yang kuhadapi pun tidak main-main, yang paling mahal tentu saja adalah konflik horisontal yang kembali menjadi bagian pertempuran elit politik! Berhadapan dengan pilihan sebagian gerakan kiri yang menandaskan pembubaran Golkar dan pengadilan Orde Baru sebagai satu-satunya pilihan dengan menafikan kemungkinan Orde Baru menyusup di tubuh Gus Dur. Gus Dur pun dimundurkan parlemen, dan memunculkan Megawati dengan ironisme Indonesia yang selalu saja lupa pada sejarah - dengan problem yang sama!!

    Secara lebih reflektif, aku mencoba memahami kecenderunganku untuk selalu memilih isu khas kepemimpinan nasional. Pada satu sisi, ini meneguhkan posisiku yang selalu menjadi oposan abadi dan kelompok penekan (pressure group) bagi siapa saja yang berkuasa. Pada sisi lain, konsekuensi dari pilihan semacam ini adalah sifatnya yang pragmatis, dan pekat dengan kepentingan politik elit, karenanya menyebabkan konflik horisontal (akibat elit yang tidak pernah pede bertempur secara fair), sekaligus ia menutup pada agenda yang lebih substantif: agenda kultural dan agenda intelektual.

    Masalahnya adalah karena Indonesia belum cukup dewasa untuk bertanggung jawab menyelesaikan proses demokratisasi. Pada situasi

  • 13

    semacam itu, pilihan yang paling moderat (dan konservatif) adalah memang mewujudkan demokrasi model Schumpeterian yaitu dengan memastikan prosedur-prosedur dan koridor demokrasi dibangun dan dijalankan secara konsisten, sembari diimbangi dengan pilihan demokrasi partisipatif yang memastikan rakyat memungkinkan terlibat secara aktif dalam agenda politik yang biasanya diklaim sebagai wilayah elit politik. Inilah pilihan yang disodorkan oleh Eep Saefullah Fatah dengan istilah kesabaran revolusioner dengan mengkritik pilihan kedua yang ia sebut ketergesaan politik yaitu dengan secara radikal-revolusioner kembali meruntuhkan rezim yang - selalu saja - Orbaism.***

    Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak yang semuanya berdoa: Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang dzalim penduduknya, dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau (QS An Nisa 75)

    Namaku KAMMI. Tasydid pada mim dalam namaku adalah representasi ideologisku. Islam bagiku adalah energi yang amat dahsyat sekaligus samudera yang amat luas. Bagiku, Islam lahir untuk menentang dominasi dan hegemoni ide serta kekuasaan, ia menegaskan akan ketiadaan yang mutlak kecuali Allah swt. Islam juga agama yang sangat kenyal (pervasive) mengikuti zaman, hingga Islam akan sulit dilihat sebagai agama yang out of date sehingga menjadi

  • 14

    monumen ritual budaya semata, atau bahkan dipinggirkan dari peran-peran duniawi menjadi sekedar jalan spiritualitas. Bacaan terhadap Al Quran dan Sunnah dilengkapi dengan metodologi (seperti ushul fiqh, dan musthalah al hadits) yang memungkinkan untuk menjawab setiap pertanyaan zaman. Karena itulah, Islam selalu merupakan agama yang syamil wamutakammil (lengkap dan sempurna).

    Keyakinanku yang utuh semacam inilah sebenarnya yang telah melahirkan kader-kader dakwah yang kata Tempo sederhana, sopan, rendah hati (tawadlu), rajin ibadah, dan menegakkan sunnah atau dalam bahasa Eko Prasetyo berwajah teduh bermata sejuk lugu dan murni, tetapi tampil dengan gagah, berani dan mungkin sedikit angkuh. Terlebih dilambari dengan sejumput keistimewaan kalau tidak menurut Bachtiar Effendy kemewahan (luxury) bahwa mereka adalah generasi muda Islam terdidik yang terjalin dalam jaringan gerakan secara solid dan militan, barang berharga yang susah ditemukan oleh teman-temanku gerakan mahasiswa lain.

    Karena itulah, dengan seluruh kelengkapannya Islam sebenarnya selain ia telah menyediakan energi bagi ranah politik yang selama ini kupakai, ia juga memberikan energi gerakan dan menjadi samudera eleborasi bagi ranah lain yang sayangnya jarang kumasuki: ranah kultural dan ranah intelektual. Ranah politik memang memastikan tekanan yang besar terutama bagi agenda pragmatis, tetapi ia meninggalkan sebuah ruang kosong yang justru

  • 15

    berkontribusi dalam penunaian agenda perubahan bangsa. Kuamati bahwa realitas politik lima tahun pasca Soeharto adalah hiruk pikuk seolah-olah reformasi (alias reformasi palsu), kalau tidak justru adalah penggagahan reformasi oleh kepentingan nafsu kekuasaan dan kekayaan. Orde Baru telah berkembang jauh dari sekedar struktur politik menjadi mentalitas dan budaya, sehingga menumbangkan Orde Baru sesungguhnya bukanlah sekedar menggulung aktor-aktornya tapi justru merevolusi konstruksi mental yang ia bangun.

    Ironisnya, seringkali aku harus terkejut melihat fenomena-fenomena Islam di Indonesia yang telah menyelusup secara diam-diam dalam relung-relung batin dan ruang-ruang masyarakat padahal akulah (setidaknya benih yang menumbuhkanku) adalah salah satu yang dulu mengenalkannya. Telah banyak cendekiawan yang menawarkan proposal agenda kultural itu: Kuntowijoyo dengan ilmu sosial profetiknya, Amin Rais dengan tauhid sosialnya, Muslim Abdurrahman dengan Islam transformatifnya. Bahkan Yusuf Qaradhawi amat membantu dengan merumuskan seperangkat fiqih yang membuatnya terasa mudah: fiqh ikhtilaf, fiqh pertimbangan (muwazanat), fiqh prioritas (aulawiyat), fiqh nash dalam kerangka maqashidu syariat, fiqh realitas (waqi), dan fiqh perubahan. Yang mereka butuhkan adalah kemauanku mengelaborasinya secara intelektual, dan mengoperasikannya dalam lapangan gerakan. Itu saja

  • 16

    Diversifikasi agenda mungkin itulah yang mesti kulakukan saat mentas dari usia balita karena perang Badar di garis depan dimenangkan karena Ibnu Ummi Maktum telah menjaga Madinah. Agar potong generasi atau revolusi tidak sekedar menjadi slogan. Aku mahasiswa, Aku muslim, Aku orang Indonesia. Namaku KAMMI (imron)

  • 17

    Serial 1

    Komunitas Antik dari Yogya

    Entah mengapa komunitas antik ini mampu bertahan. Mereka adalah gerombolan 15-an orang ikhwan. Berganti-ganti tiap waktu tetapi tetap dengan keantikan yang sama. Dalam terminologi wayang, mereka adalah punakawan yang amat setia bagi KAMMI Daerah Yogyakarta. Mulai hadir di sebuah sekretariat kumuh seharga 5 jutaan dari tahun 1998 hingga 2001. Bergabung dan membesar di sekretariat KAMMI termegah di Indonesia, yang berlantai keramik-bertingkat dua-berkamar luas, seharga 15 jutaan tahun 2001-2003. Dan masih saja membersamai KAMMI Daerah ketika harus mengungsi ke sekretariat yang kumuh lagi tahun ini.

    Sebagian dari mereka adalah kader-kader yang

    'tak terpakai' dari dakwah kampus. Tentu karena mereka bengal, juga mungkin nakal. Mungkin karena 'terlalu kritis' terhadap manajemen dakwah kampus, atau karena 'tidak sopan' pada bos-bos kampus mereka yang berwibawa.

    Atau mungkin juga karena bacaan aneh-aneh

    yang tersimpan di kamar-kamar mereka. Di sana, jangan harap ada koleksi Majmu'atur Rasail, Manhaj

  • 18

    Haraki, atau Ma'alim fith Thariq, apalagi Kumpulan Materi Tarbiyah. Tapi percayalah, mereka jauh lebih punya buku-bukunya Marx, Gramsci, Hegel, Giddens, atau Huntington. Salah seorang dari mereka berkata, "biar nanti kalau nikah koleksinya lengkap. Akhwatnya buku haraki, kita buku 'kiri'".

    Atau mungkin karena diskusi mereka yang seru

    dan kadang 'saru' (saru = tidak pantas, Jawa) untuk ukuran tarbiyah saat itu. Mereka pernah punya kuliah filsafat Islam yang rutin, diskusi yang membongkar 'doktrin-doktrin' tarbiyah dan membuatnya membumi. Atau hobi diskusi angkringan mereka dulu yang suka ribut dengan topik aneh seperti "mengapa akhwat memilih memakai sepeda mini" atau topik "bolehkah orang tak tertarbiyah memakai jaket KAMMI".

    Atau juga karena 'kekurangajaran' mereka

    'memaksa' akhwat yang kebanyakan lugu-lugu dan jarang membaca itu untuk berdiskusi tentang feminisme, demokrasi, atau globalisasi.

    Sebagian lainnya dari mereka adalah pemikir

    yang serius. Yang hobi menghajar cara berpikir 'me-too' kader-kader KAMMI, membongkar cara berpikir KAMMI tentang diri dan gerakannya.

    Eh, tapi percayalah, sebagian selebihnya adalah

    'orang-orang langit'. Ada yang amat 'salaf' sekaligus 'sufi'. Amat 'wara'. Yang suka peduli dengan niat dan hati, lebih sering senyum daripada tertawa ngakak

  • 19

    seperti lainnya. Tentu saja pada kelompok ini hafalan Qurannya banyak. Plus dengan suara yang amat merdu. Alih-alih bengal, mereka adalah orang yang 'taat dan lurus'. Ada yang ahli beladiri bagi kepanduan sebuah partai, ada pula yang menjadi pejabat DePeRa sebuah partai pula.

    Tapi, mereka, buku-buku mereka, dan

    kehidupan mereka adalah referensi yang amat kaya. Yang telah mendidik hampir seluruh ketua KAMMI Daerah Yogya beserta seluruh pengurusnya. Mendidik agar lebih terbuka, lebih cerdas, dan lebih memahami tarbiyah secara alami - apa adanya.

    Tapi sebaiknya anda jangan pernah datang

    ketika mereka sedang rapat pekanan. Rapat mereka amat 'anarkis'!! Taujih pekanan tentang 'ghaddul bashar' bisa melompat menjadi debat tentang isu gender, atau nasihat tentang "kebersihan (kos) sebagian dari iman" bisa menjadi adu otak tentang sistem tata negara Islam.

    Meski demikian, di markas mereka itu (dulu),

    pada setiap ujung dini hari selalu terdengar bentakan keras yang membangkitkan mereka dari lelap panjang. Anak-anak bengal itu bakal terbangun, untuk kemudian berdiri berjajar. Qiyaamul Lail. (imron)

    Di Yogyakarta, di Cordova University, di Hasan Al Banna Institute.

  • 20

    Serial 2

    Tentang Fitri

    Saya sekalipun belum pernah berjumpa

    dengannya. Tapi, karena Allah dan juga karena teknologi informasi, kami merasa dekat. Pernah suatu saat ia meminta dianggap adik, untuk kemudian tergopoh-gopoh meralatnya. Takut menjadi fitnah katanya.

    Ia seorang akhwat KAMMI Daerah Solo, staf

    Departemen Pengabdian Masyarakat. Pada ujung Ramadhan lalu, di Solo, ia - hampir sendirian - mengurus jatah buka bersama untuk 100 orang dari Jami'aturrahmah untuk KAMMI Teritorial V. Hampir sendirian, kerena hampir seluruh pengurus KAMMI Daerah Solo telah mudik, sementara Ramadhan hampir usai.

    Ia selenggarakan itu di rumahnya. Dengan

    melanggar ketentuan Jami'aturrahmah yaitu harus diselenggarakan di masjid. Di rumah, karena tidak ada masjid yang layak di dekat rumahnya - sebuah daerah kristenisasi dengan seorang pastur misionaris yang amat kaya. Acaranya sukses, lebih dari seratus orang - kebanyakan anak-anak - yang menghadiri acaranya. Sebagian dari mereka adalah anak asuh Yayasan Al

  • 21

    Fithrah. Yayasan yang ia bangun untuk menghadapi kristenisasi di lingkungannya.

    Ia akhwat yang amat cerdas. Ia telah diminta

    oleh rektornya untuk mengikuti program pertukaran di Jepang selama dua tahun. Anugerah yang ia tolak, karena merasa berat untuk tinggalkan ibu dan yayasannya. Ia telah diminta jadi dosen di almamaternya - Pendidikan Luar Biasa UNS - bahkan sejak ia belum lulus kuliah. Kini, ia dikursuskan bahasa Jepang lagi, mungkin mau diminta ke Jepang lagi.

    Pekan-pekan ini ia punya problem besar. Pada

    awalnya, tiga anak asuhnya butuh duit besar untuk UAN, sementara kas yayasan kosong. Untunglah Allah memudahkan, meski belum tertutupi semua. Pekan terakhir, melalui sebuah SMS, ia menyalahkan dirinya berkali-kali: beberapa anak asuhnya memilih bersama orang tuanya , murtad, keluar dari agama Allah ini.

    Tapi ia tetap sosok yang tegar, secara rutin

    nasihat-nasihat Manajemen Qalbu AA Gym selalu saja ia kirimkan. Beberapa kali berbagi cerita, tentang rasa kecewanya karena belum mampu untuk menyelesaikan bukunya yang bertema "aksesibilitas politik bagi kaum difabel (different abilities)". Buku yang ia letupkan sebagai protes atas ketidakpedulian politisi Indonesia pada para difabel.

    Maka, tiap waktu dikala aku jenuh mengurus

    KAMMI, kecewa terhadap 'pragmatisme' kader-kader

  • 22

    KAMMI, dan frustasi dengan masa depan KAMMI, aku selalu menghadirkannya. Menghadirkan seseorang yang bahkan takkan pernah mampu membaca tulisan ini. (imron)

    Menghadirkan Fitri Nugrahaningrum. Seorang akhwat tuna netra.

  • 23

    Serial 3

    No Ikhwan No Cry

    Kalau ada seorang akhwat mengeluh karena tidak ada ikhwan yang membantunya, maka ceritakanlah padanya tentang KAMMI Daerah Madiun. Tidak ada pengurus berjenis ikhwan di sana. Semuanya - 4 orang - adalah akhwat.

    Bermula dari sang ketua yang selesai kuliah dan

    harus pulang ke kampung halaman. Menjadi guru. Dilanjutkan Kadep Kastratnya, yang harus kursus Bahasa Inggris di Kediri. Karena kuliah Inggrisnya mungkin belum cukup bagi dia untuk, menjadi guru. Terakhir, ketua baru hasil Musdalub mengikuti jejak keduanya, pulang kembali ke kampung halaman di Ngawi. Menjadi guru.

    Alhasil, pengurus yang tersisa - keempat

    akhwat itu - lah yang mengurus KAMMI Daerah, yang juga numpang di kontrakan para akhwat.

    Demikian sedikitkah? Tidak adakah kader

    'berkualitas' yang bersedia mengurus KAMMI? Ooo, jangan salah. Seorang mantan PP KAMMI - Achmad Fauzi Ichsan - adalah orang Madiun. Tiga dari lima orang staf ahli Ketua Teritorial V, sekaligus mantan elit

  • 24

    KAMMI Daerah Semarang - Harsono, Riyono, Suliana - adalah orang Madiun pula. Beberapa elit KAMMI Daerah Purwokerto - Suliani dan Irfan - pun orang Madiun. Bahkan juga Sugianto, Ketua KAMMI Daerah Kalimantan Tengah. Tapi ya itu, mereka adalah orang Madiun yang besar di daerah lain. Sehingga di Madiun, ya tetap saja kurang orang.

    Nah terpaksalah akhwat-akhwat itu yang

    menyelesaikan semuanya. Salah seorang di antaranya sama sekali tidak pernah ikut KAMMI sewaktu kuliah di Malang. Tapi, sejak ia lulus dan pulang ke Madiun hingga sekarang, waktunya justru habis untuk KAMMI. Padahal ia selama kuliah (ironisnya) justru tidak pernah ikut DM. Ia pulalah yang sekarang de facto menjadi mas'ul bagi KAMMI Daerah Madiun.

    Ya mujahidah itulah yang mengurus semuanya.

    Mengurus mulai DM-1, DM-2, MK-1, MK-2, demonstrasi, bakti sosial, hinga kesekretariatan. Harus ia yang hadir saat Lokakarya Kaderisasi Teritorial V, juga saat Mukernas Surabaya. Juga dipastikan, saat Loknas Kaderisasi besok di Banten, ia pulalah yang akan hadir.

    Karena ia ngurus pula sebuah partai Islam,

    maka ia harus berbagi. Berbagi dengan kebesaran hati. Karena di sana, mengurus KAMMI tidaklah cukup untuk disebut 'telah berdakwah'. Maka ia menjadi benteng bagi KAMMI saat KAMMI 'dipojokkan', menjadi pelindung bagi kader-kader KAMMI saat

  • 25

    mereka 'disalahkan'. Sendirian memperjuangkan tarbiyah mereka agar diakui, sementara terkadang harus sembunyi-sembunyi ketika harus mendahulukan aktivitas KAMMI.

    Sementara itu saat saya melihat seluruh keterbatasan itu, dan kemudian mengusulkan untuk membubarkan saja KAMMI Daerah Madiun, ia berkata: 'TIDAK!'.

    Pada merekalah saya merasa malu untuk

    mundur, dan malu untuk merasa udzur di KAMMI. Kepada mereka; mujahidah dari Madiun. (imron)

  • 26

    Serial 4

    KAMMI Merah

    Saya teringat pada sejarah Syarekat Islam (SI) pada awal abad ini ketika harus bercerita tentang KAMMI Daerah Semarang. SI mundur karena terpecah menjadi dua: SI Merah dan SI Putih. SI Merah muncul karena masuknya paham komunis di tubuh SI pada serikat pekerja kereta api di Semarang.

    Nah, KAMMI Merah itu pun muncul dari

    Semarang. KAMMI Merah? Ya karena saya pikir, satu-satunya KAMMI yang punya jaket kebesaran berwarna merah ya cuma KAMMI Daerah Semarang. Benar-benar jaket kebesaran, karena sepanjang sejarah, ya begitulah jaketnya. Dengan warna sama, dengan bentuk sama.

    Maka kalau KAMMI demonstrasi di jalanan

    panas Semarang, maka merahlah Semarang. Kalau ada rapat nasional KAMMI, maka yang merah adalah Semarang.

    Sekali waktu, ikutlah demonstrasi bersama

    mereka. Demonstrasi yang mengasyikkan. Dengan lagu-lagu 'merah' alias 'kiri' yang mereka akuisisi

  • 27

    secara semena-mena. Maka mengepallah tangan mereka dengan 'Darah Juang'.

    //di sini negeri kami tempat padi menguning// //o, bunda, relakan darah juang kami//

    Atau, bergerak dinamis dengan 'Topi Jerami';

    //di bawah topi jerami kususuri garis revolusi // //berkali-kali turun aksi//

    Atau, berbaris asyik menghadapi polisi dengan lagu 'Dorong-dorongan';

    //mas ayo mas kita main dorong-dorongan// //daripada dorong beneran pikiran pusing tidak karuan// //belum didorong, eh mas dorong duluan//

    Tentu juga diimbangi dengan lagu standar KAMMI yang lain.

    Tapi percayalah, mereka adalah apel-apel dakwah. Merah di luar tapi putih di dalam. Satu hal yang paling mengesankan adalah tradisi unik mereka. Apabila anda bersama mereka dalam forum teritorial atau nasional, lihatlah apa yang si merah itu lakukan ba'da maghrib atau ba'da subuh. Mereka akan melingkar, dalam lingkaran yang rapi, untuk kemudian membaca ma'tsurat bersama-sama - berjamaah. Merah yang menyejukkan, merah yang berhati putih.

  • 28

    Saya percaya, lingkaran merah seperti itulah yang akan membuat pusaran. Pusaran yang terus membesar, memusar Indonesia dalam pusaran yang dahsyat. Pusaran Islam. (imron)

  • 29

    Serial 5

    Kurang Anjar,

    Dasar Grendeng!!

    Kali ini dari kota Mendoan, markas KAMMI Daerah Purwokerto yang tepatnya berada persis di sebelah Kampus Unsoed, kampung Grendeng. Kota yang ramah bagi orang-orang yang 'cablakan': terus terang, terbuka, egaliter, dan apa adanya.

    Januari itu, kami Rapat Koordinasi Teritorial V

    di Purwokerto menjelang berangkat bersama-sama ke Bogor untuk mengikuti Rapat Kerja Nasional KAMMI. Sehari semalam kami rapat mengasyikkan, dan berhasil menyelesaikan konsep-konsep besar: draft usulan kaderisasi KAMMI, agenda-agenda politik, jaringan bisnis KAMMI, menghitung-hitung utang KAMMI Daerah, hingga usulan agar KAMMI Pusat mensubsidi KAMMI Daerah.

    Rapat itu ditutup dengan 'bantingan' bersama

    untuk membiayai keberangkatan ke Bogor. Ba'da Isya, bis datang, dan para Teritorial V-ers berbondong-bondong masuk. Semuanya, kecuali satu orang. Semua sabar menunggu, hingga sang supir habis kesabaran.

  • 30

    Lha wong jam keberangkatan sudah lewat. Dengan seluruh kemampuan lobby dan diplomasi jagoan-jagoan demo KAMMI, bis bisa bertahan beberapa saat. Tapi, satu orang itu - ia adalah Anjar, Kadep Kastrat KAMMI Daerah Purwokerto - belum muncul juga. Semua kebingungan, dan tidak habis pikir dengan alasan Anjar belum hadir juga: sedang cukur rambut!!

    Maka bis berangkatlah, untuk kemudian diminta berhenti mendadak. Sang Anjar tergopoh-gopoh lari mengejar bis. Begitu masuk, keluarlah 'sumpah serapah' baru model KAMMI Teritorial V: 'Kurang Anjar, Dasar Wong Grendeng' sebagai plesetan atas sumpah serapah khas Purwokerto: 'Kurang Ajar, Dasar Wong Gendeng' (Kurang ajar, dasar orang gila).

    Maka, apabila pada rakor Teritorial V, KAMMI

    Daerah Purwokerto datang terlambat, biasanya ada yang menyumpah: 'Kurang Anjar, Dasar Wong Grendeng'.

    Tapi sungguh, Anjar yang disebutkan tadi

    sangat baik. Kecuali masalah cukur rambut itu, dia orang yang amat sangat menyenangkan. Apabila rapat koordinasi Kastrat se-Teritorial, Anjarlah yang membuat Indonesia selalu tampak lucu dan menyenangkan. Termasuk, ketika di Bandung KAMMI se-Indonesia harus Loknas Kastrat mengusung isu revolusi, di kota yang sama - pada hari yang sama, Anjar memilih revolusi dengan caranya sendiri: menikah dengan seorang akhwat mojang priangan. Anjar, Indonesia memang menyenangkan. (imron)

  • 31

    Serial 6

    Lelaki

    yang Memilih Menikah

    dengan Pena dan Buku

    Kami pernah dengan sadar melanggar peraturan KAMMI sendiri. Pertama, ketika kami menerima sesorang yang diketahui bukan mahasiswa menjadi anggota sebuah gerakan mahasiswa, menjadi AB-1 bahkan AB-2. Kedua, ketika kami malah mengangkat orang tersebut menjadi salah seorang Ketua Departemen pada KAMMI Daerah, sementara aturan internal kami mempersyaratkan ketua departemen haruslah berstatus AB-3. Konsekuensi atas pelanggaran tersebut, akhirnya KAMMI terima pada waktu-waktu berikutnya.

    Ia memang memilih untuk tidak kuliah. Sesuai

    prosedur lulusan SMA ia pernah tercatat di sebuah akademi komputer, juga pada jurusan matematika sebuah IAIN. Tapi sungguh, ia hanya benar-benar tercatat. Mungkin, ia memang benar-benar penganut paham sekolah itu candu . Mungkin pula ia memang sedang amat tidak percaya pada sistem pendidikan

  • 32

    (tinggi) di Indonesia. Freire mungkin telah memberitahunya bahwa sistem itu gagal membebaskan manusia, mungkin juga Gramsci yang membisikinya bahwa sistem itu telah memilih untuk lebih menjerumuskan manusia Indonesia dalam kubangan kapitalisme daripada membuatnya organik . Maka ia menolak. Memilih tidak kuliah.

    Tapi baginya, menjadi manusia, menjadi intelektual memang tidak harus sekolah. Beberapa kali ia menyebut-nyebut Soedjatmoko sebagai jagoaannya. Seorang intelektual Indonesia yang mungkin tidak dikenal di Indonesia sendiri karena sibuk mendunia. Menjadi Rektor Universitas PBB. Tahukah anda gelar Soedjatmoko?

    Ia memutuskan menjadi intelektual yang bebas

    dan organik. Bebas dari SKS dan SPP. Bebas dari IP. Bebas dari ketakutan terhadap dosen dan tugas. Memilih belajar pada alam dan kehidupan. Karena baginya setiap tempat adalah sekolah, setiap orang dan pengalaman adalah guru, dan setiap waktu adalah belajar. Belajar kearifan pada kehidupan.

    Lelaki kurus berkacamata itu begitu percaya

    pada jalannya sendiri. Tidak tergoda, bahkan halus mencela ketika rapat PH kami menyinggung-nyinggung tentang kuliah kami atau masa depan kami pasca kuliah. Ia beberapa kali mengungkapkan rasa kecewa atas kenyataan kader-kader KAMMI yang mati dini meninggalkan KAMMI - karena terjerumus kubangan

  • 33

    fikroh kapitalistik: kuliah kerja. Aku tahu dan sadar, ia sedang menghabisi diriku.

    Maka, pasca KAMMI berbeda dengan orang-

    orang yang ia cela ia tetap bergerak. Berkeliling komisariat-komisariat untuk membesarkan adik-adiknya. Mengajarkan mereka Membaca. Membuat mereka mau Menulis. Membuat media komunitas, menjadi Jurnalis. Membuat mereka membaca dengan M besar, menulis dengan M besar, menjadi jurnalis dengan J besar. Tidak sekedarnya.

    Ia tidak merasa lelah. Tidak juga putus asa.

    Meski tidak cukup punya suatu apa. Kalau kau sangka bukunya bertumpuk-tumpuk maka engkau salah ia menumpang baca dan meminjam dari yang berpunya. Kalau kau sangka komputernya tersedia dan selalu menyala maka engkau pun salah tulisannya tersebar pada berpuluh komputer orang. Di kamda, di kontrakan saya, atau di ruangan takmir masjid. Tapi beberapa kali ia tidak cukup sabar. Saat ia tahu mejannya orang KAMMI untuk menulis, ia memilih menyindirnya dengan beberapa kali menyusun jurnal KAMMI yang tebal dengan tulisan bermutu dari banyak nama, yang belakangan kutahu, mereka cuma nama samaran semata, karena sesungguhnya semuanya itu adalah tulisan dia.

    Pada titik ini, - dengan seluruh

    penghormatanku pada mereka ia, jauh lebih hebat dari seluruh Ketua KAMMI Pusat yang pernah ada. Ia

  • 34

    menulis lebih banyak. Allah pun tahu orang-orang yang istimewa. Maka, koran lokal macam Bernas atau Kedaulatan adalah langganannya. Republika biasa menerima tulisannya. Dan dalam rentang sebelas hari Juni-Juli ini, Kompas telah memuat tulisannya dua kali!

    [Tapi maaf, ia hampir tidak pernah melabeli seluruh tulisannya dengan sebutan aktivis KAMMI, katanya malu, merasa tidak pantas jadi kader KAMMI]

    Kalau engkau pernah berulang melafalkan paradigma gerakan KAMMI bak mantera bertuah, atau membaca sebuah draft arah gerakan KAMMI, atau kelak sempat bertemu dengan verbalisasi ideologi yang bernama Manhaj Perjuangan Gerakan KAMMI, maka engkau harus berterimakasih kepadanya yang membuatnya layak untuk ada. Berterimakasih pada lelaki yang hidup setahun dengan beasiswa Mizan sebagai juara resensi. Berterimakasih kepada lelaki yang menua dalam sendiri. Lelaki yang memilih menikah dengan pena dan buku.

    Aku, pernah merasa begitu dendam padanya. Bagaimanapun, aku adalah masulnya, aku pun adalah anak sekolahan dengan gelar sarjana tersemat di nama. Tapi aku sadar bahwa aku kalah. Maka dengan tulus aku mencoba kembali menjadi pembelajar. Belajar kepada dia yang tidak bergelar. Kepada Yusuf Maulana. (imron)

  • 35

    Serial 7

    Yang Jatuh Yang Meneguh,

    Yang Jatuh Yang Meluruh

    KAMMI memberi kami ragam-ragam cerita indah, meski demikan kadangkala kami juga harus bertemu dengan debar-debar yang membuat adrenalin kami membuncah. KAMMI mengajarkan kami untuk menyukai tantangan, maka pada hari itu kami memutuskan untuk mengadakan sebuah Dauroh Marhalah I di sebuah daerah tinggi berbukit-bukit. Kalau anda pernah mendengar fiksi epik terpanjang di Indonesia [bayangkanlah sebuah serial cerita di Koran harian yang bertahan selaam 15 tahun hingga penulisnya wafat] karya S.H. Mintarja berjudul Api di Bukit Menoreh, di bukit itu pulalah DM I tersebut kami selenggarakan. Tepatnya di kompleks Gua Kiskendo, yang menurut legenda di situlah tempat kera putih epos Ramayana bernama Hanoman bertapa.

    Maka kami berbagi cerita tentang indahnya

    Islam, serunya dakwah, hebohnya KAMMI bersama-sama di bukit para kera bertahta itu. Kami menyukai tantangan. Maka pulangnya kami memilih melewati jalan yang lebih pendek yang berarti lebih terjal dengan pinggiran berjurang-jurang. Pada sebuah

  • 36

    tikungan tajam, Allah memutuskan untuk membuat mobil pengangkut kader sebuah mobil kijang tua kotak-kotak berwarna hijau yang sehari-hari untuk mengantar anak SDIT sekolah berguling-guling. Dua kali untuk kemudian tegak kembali pada posisi normal persis di bibir jurang. Allahu Akbar.

    Tapi hal itu berarti banyak bagi kami. Itu berarti

    kami harus memikirkan memperbaiki mobil yang ringsek itu, sementara utang kami bertumpuk. Itu berarti kami harus menormalkan mental salah seorang di antara kami bendahara kami sekaligus sang sopir mobil naas tersebut - yang hingga kini, hingga dia aktif di KAMMI Pusat pun masih trauma dan enggan menyopir kembali. Dan itu berarti pula memikirkan beberapa orang yang terluka, dan yang gegar otak!

    Kami berada di sebuah sudut kegamangan,

    ketika para kader harapan orang tua itu berada di ujung hidup karena perilaku kami. Kader itu seorang ikhwan dari Fakultas Filsafat muntah-muntah, dan amnesia. Tapi Allah Maha Kuasa, ia bisa kembali. Meneruskan dakwah KAMMI pada sebuah fakultas yang paling minus sedikit jumlah mahasiswanya dan mayoritas kiri haluannya.

    Ia teguh dalam lingkungan yang rapuh. Itulah

    yang membuat kami merasa sempurna, meski belakangan empat tahun kemudian - kalangkabut ketika para debitur itu menagih kami secara pribadi untuk melunasi utang-utang KAMMI untuk kontrakan

  • 37

    itu, mobil itu, dan biaya obat kader yang gegar otak itu.

    Tetapi KAMMI tetap mengajarkan kami menyukai tantangan. Satu setengah tahun kemudian kami mengadakan Dauroh Marhalah II, lagi-lagi di sebuah bukit. Kini giliran di daerah Magelang. Daerah yang bukit-bukitnya menjadi tempat militer kita bukan kera-kera - berlatih perang. Kami patuh pada konsep Dauroh Marhalah II yang (istilah akh Gian Ketua Kaderisasi KAMMI Lampung) askari alias militeristis.

    Sehingga, seperti para militer Indonesia yang

    jago-jago itu, kami pun meluangkan untuk berlatih perang-perangan di sela-sela DM II. Peperangan yang seru di malam hari. Tentu juga bagi akhwat-akhwat KAMMI yang pemberani itu. Melatih mereka siap untuk berjihad dengan harta dan jiwa mereka saat Allah membutuhkan pertolongan.

    Harta dan nyawa? Kami menyukai tantangan,

    tapi hari itu kami kembali berdebar-debar. Nyawa seorang akhwat harus terancam saat di medan latihan perang. Ia bersama-sama beberapa akhwat lain menemukan akhwat musuh yang sendirian. Beramai-ramai ia mengeroyok akhwat itu. Satu hal yang mereka tidak tahu, juga yang dilupakan oleh sang akhwat musuh itu: bahwa akhwat musuh itu punya kemampuan beladiri. Keterdesakan membuat sebuah jurus terlontar, dan sang akhwat pengeroyok itu terlontar. Kepalanya jatuh duluan.

  • 38

    Kami menyukai tantangan, tapi kami kembali

    sedang berada di sebuah sudut kegamangan, ketika kader harapan orang tua itu berada di ujung hidup karena perilaku kami. Kader itu seorang akhwat dari Fakultas Kedokteran muntah-muntah, dan amnesia. Tapi Allah Maha Kuasa, ia bisa kembali.

    Itu berarti banyak bagi kami. Itu berarti kami

    harus kembali seperti biasa mengumpulkan uang munasharah juga mencari utangan untuk biaya, sementara utang kami masih saja menumpuk. Dan itu berarti pula kami berhadapan dengan masalah baru yang unik.

    Ia seorang akhwat dari sebuah daerah biasa-

    biasa saja di Tulungagung, Jawa Timur (satu asal dengan akh Teguh KT IV). Orangtuanya seorang guru SD, yang begitu bekerja keras untuk meraih harapan tertinggi mereka: punya anak seorang dokter. Masalah muncul ketika anaknya memilih nekad ikut KAMMI, dan kemudian berada dalam masalah karenanya. Lebih runyam lagi, ia tidak pernah cerita bahwa ia terlibat dalam KAMMI pada orang tuanya. Makanya, kami sadar kompleksnya masalah, ketika ia menolak dengan keras ketika kami ingin mendatangkan orangtuanya. Ia begitu mencintai KAMMI, tetapi masalah ini akan membuatnya putus cinta dengan KAMMI. Ia memilih untuk tetap mencintai KAMMI meski harus mengelabui orang tuanya.

  • 39

    Tapi, menutupi hal ini adalah tidak mungkin. Sang ibu kemudian hadir. Kami memang telah membantu secara finansial semampu kami. Tapi itu belum cukup, dalam sebuah lobi yang lebih mendebarkan daripada melobi polisi saat aksi, saya mendialogkan tentang KAMMI, tentang hal yang baik-baik dari kami, tentang alasan kenapa kami begitu mencintai KAMMI. Tentu saja, dengan sedikit menutupi hobi demonstrasi KAMMI.

    Belakangan, aku mengaku kalah. Kemampuan

    lobiku tidak cukup menembus benteng harapan orang tua. Kami sadari itu begitu sang akhwat makin lama makin hilang dari lingkungan KAMMI. Kami tahu ia begitu mencintai KAMMI, tapi kan cinta tidak harus memiliki. Ya kan?

    Tapi kami tenang, Allah tetap melindunginya

    dengan menjaganya bertahan dalam lingkungan tarbiyah. Kami yakin, tarbiyah akan membentuknya seperti yang diinginkan KAMMI sendiri. Ya, kami yakin. Seyakin bahwa kami masih menyukai tantangan. (imron)

  • 40

    Serial 8

    Cerita tentang Betis

    Adalah Ibn Katsir dalam tafsirnya yang meriwayatkan respon Rasulullah saw atas ejekan para sahabatnya terhadap seseorang yang ia muliakan. Rasulullah saw berkata Apakah kamu merasa heran dengan dua betis yang kecil? Demi yang jiwaku berada dalam gengaman-Nya, kedua betis itu dalam timbangan yang lebih berat daripada Gunung Uhud. Betis-betis yang mengecil itu adalah milik Abdullah ibn Masud r.a., salah satu dari tiga Abdullah mufasirin Quran yang terhandal (selainnya adalah Abdullah ibn Abbas r.a.dan Abdullah ibn Umar r.a.).

    Di KAMMI, saya menjumpai betis-betis semacam itu. Betis pertama milik seseorang yang berwajah tampan - mirip Rano Karno - yang bertubuh kuat dan gagah. Polio menyebabkan salah satu betisnya mengecil hingga ia pun harus berteman setia dengan sebuah kruk. Betis kedua milik seorang berwajah bayi, baby face, innocent, alias wajah tak berdosa. Keduanya betisnya memang kecil karena memang tubuhnya yang kecil. 110-an sentimenter. Betis ketiga milik seseorang yang memang bertubuh kecil sekaligus kedua kakinya mengecil karena polio.

    ***

  • 41

    Pemilik betis pertama akan mengawali pertemuan dengan anda dengan senyum. Meski tertatih, saya pastikan ia akan senantiasa hadir pada saat rapat pimpinan KAMMI. Ia menjadi pendiri KAMMI sekaligus menjadi Ketua Komisariat di STIS, sebuah kampus kecil di Yogya. Jarang akhwat dengan jilbab lebarnya melambai di sana, tapi ia telah membuat KAMMI begitu disukai oleh para putri yang berjilbab mini. Sehingga dengan caranya itu, Ospek di kampus kecil itu pun dapat dikuasai.

    Ia tertatih, tapi ialah sebagai ahli ekonomi Islamnya KAMMI Yogya - bersama Kastrat Kamda - yang pertama kali membumikan konsep lokus KAMMI, sebuah komunitas kader khusus dengan spesialisasi bidang tertentu. Lokus Ekonomi Islam KAMMI yang beranggotakan kader-kader dengan spesialisasi studi ekonomi untuk mengenalkan ketangguhan ekonomi Islam terhadap ekonomi konvensional. Lokus tersebut tidak bertahan lama, tapi kelak, pada Muktamar III Lampung, konsep itu ditegaskan dalam AD/ART KAMMI dengan nama Lembaga Semi Otonom. Insya Allah, pada Muktamar IV Kaltim kelak, konsep itulah yang akan menegaskan transformasi KAMMI dari gerakan massa menuju gerakan intelektual.

    ***

    Pemilik betis kedua pun akan mengawali pertemuannya dengan anda dengan senyum. Dalam pertemuan KAMMI, ia akan menonjol, justru karena ia tidak kelihatan menonjol. Ia pun dari kampus kecil

  • 42

    nun jauh dari Yogya di Magelang. Percayalah, ialah - karena keunikannya di kampus - yang membuat KAMMI begitu dikenal di kampus yang sedang belajar anti-KAMMI. Ya, karena di kampus UMM (Universitas Muhammadiyah Magelang, tempat ia kuliah), sebagaimana di kampus Muhammadiyah lainnya, KAMMI dianggap pengganggu yang akan membawa Muhammadiyah pada partai tertentu. Selain karena ada IMM yang enggan monopolinya di kampus Muhammadiyah dicabut.

    Maka rektor jadi baik kepada KAMMI, wakil rektor, juga dekan-dekan. Ruangan kampus dapat dengan mudah dipakai untuk acara KAMMI. Pun militer di Magelang yang sempat menyangkanya anak SD ketika ia meminta ijin menggunakan kompleks Akmil untuk acara KAMMI. Untuk tuduhan begitu, ia akan dengan gagah menunjukkan KTMnya: Saya Mahasiswa.

    Sembari berseloroh temen-temennya menganggap bahwa ia begitu menghemat biaya koordinasi KAMMI Magelang ke Yogya yang lumayan jauh. Kalaupun harus naik motor, teman-teman KAMMI cukup menyelipkannya di tengah-tengah pengemudi dan pemboncengnya. Kalaupun harus naik bis, tidak perlu bayar kursi tambahan. Toh ia bisa dipangku.

    Baru belakangan saya tahu ia bernama depan Antonius. Mualaf sejak ia kecil di SMP. Yang memilih lari dari keluarganya daripada menggadaikan

  • 43

    aqidahnya. Tinggal di masjid dan beruntung bertemu dengan seorang yang baik hati membiayainya. Ketika ia besar dan bisa kuliah, ia cuma terbebani satu cita besar: mengislamkan keluarganya. Allah memudahkan, ayahnya menerima hidayah-Nya saat-saat menjelang beliau wafat. Indah.

    ***

    Saya tidak terlalu mengenal pemilik betis yang ketiga, tapi saya pastikan dia pun akan mengawali pertemuannya dengan senyum. Saya bertemu sekali dua kali pada acara Dauroh Marhalah. Ia tidak bisa berjalan, mahasiswa sebuah kampus kecil bernama Unwama ini tentu harus dipapah atau digendong. Untuk ikut acara, untuk shalat, dan untuk berbagai perjalanan. Tapi ia tidak menyerah, ia akan lakukan sendiri apa yang ia bisa, meski dengan itu ia harus beringsut. Ia tentu tahu persis KAMMI adalah tukang demo yang sebagiannya adalah berjalan kaki jauh di tengah terik panas, tapi ia tetap tidak mundur untuk bergabung dengannya. Ia tetap saja gigih meski ia harus berada dalam acara yang lumayan kompleks semacam Dauroh Siyasi atau Dauroh Militansi.

    ***

    Saya pernah mengisi acara yang diikuti mereka. Memberi mereka taujih atau taushiyah. Atas taujih yang saya berikan, saya tahu persis, bahwa saya sedang beromongkosong belaka. Saya bagai seorang pengecer garam yang sedang menggarami air laut.

  • 44

    Menasihati mereka yang bernilai besar dalam kecilnya betis mereka. Menasihati para penerus Ibn Masud. Menasihati akh Heri, akh Antonius Budi, dan akh Ali Jagad Tanjung. Ah

    Untuk diri saya sendiri, dan seluruh teman KAMMI, saya sampaikan bait-bait berikut. Pertama dari H.S. Djurtatap. Kedua dari Fitri Nugrahaningrum yang profilnya telah anda lihat di Mengapa Aku Mencintai KAMMI [2].

    "Beringsut-ingsut ke Pangkuan-Mu"

    pekakkan telingaku, ya Allah, pekakkanlah

    bila segala yang akan kudengar

    akan menghilangkan suara bisik-bisikMu

    dalam hatiku

    dan butakan mataku, ya Allah, butakanlah

    bila segala yang akan kulihat

    akan menghalangi pandanganku

    ke wajahMu

    katupkan mulutku, ya Allah, katupkanlah

  • 45

    bila segala yang akan kuucapkan

    akan merusak suasana

    pertemuanku denganMu

    kulaikanlah tanganku, ya Allah, kulaikanlah

    bila segala yang akan kupegang

    tak sesuai dengan kehendakMu

    dan patahkanlah kakiku, ya Allah, patahkanlah

    bila setiap langkahku

    akan menyimpang jauh

    dari jalanMu

    dan setelah itu

    ya Allah, izinkanlah

    si pekak, si buta, si katup mulut

    si kulai tangan, dan si patah kaki ini

    beringsut-ingsut datang

    menuju ke pangkuanMu

  • 46

    amin.

    (H.S. Djurtatap, Leher dan Dasi, 2000)

    "Siapakah Yang Cacat?"

    Bila tak bisa melihat orangnya

    melainkan hanya kecacatannya,

    lalu, siapa yang buta?

    Bila engkau tak bisa mendengar

    teriakan saudara laki-lakimu

    tentang keadilan

    siapakah yang tuli?

    Bila engakau tidak bisa bercerita dengan

    saudara perempuan

    tetapi menjauhkannya darimu

    siapakah yang cacat mentalnya?

    Bila engkau tidak mau berdiri

  • 47

    untuk menegakkan hak-hak

    semua orang

    siapakah yang pincang?

    Sikapmu terhadap

    orang-orang yang cacat

    adalah hambatan terbesar bagi kami

    dan bagimu juga

    (Fitri Nugrahaningrum, 2004)

    (imron)

  • 48

    Serial 9

    Bersama Menggelar Sajadah Cinta Membangu Masjid bagi Indonesia

    Kesadaran adalah matahari//Kesabaran adalah bumi//Keberanian menjadi cakrawala//Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata (W.S. Rendra, Paman Doblang, 1984)

    Menikah.

    Rasa senyap begitu mengerjap saat kata itu harus tereja. Seolah melempar sukmaku ke ruang kosong tak bertepi. Yang mengajakku bertemu dengan kilasan-kilasan yang begitu menghentak dan mengharu biru.

    Bertemu dengan penghujung Maret 2004 dini hari saat berteriak dalam sepi: Insya Allah! Bismillah. Bertemu dengan sebuah dluha, sesudah air mata yang terderai, dengan selular menunjuk langit Purbalingga dan berkirim pesan pendek: Ya! Bismillah.

    Rasa itu semakin menghentak ketika harus bertemu kembali dengan episode hidup yang gegap gempita itu. Melihat sosok diri yang berdiri menjulang

  • 49

    gagah dengan megaphone tergantung. Meneriakkan takbir. Menyatakan sikap. Berteriak selantang Wiji Thukul: Hanya satu kata: Lawan! . Menyusuri jalanan panas Yogyakarta, Solo, Semarang, Bandung, dan Jakarta. Bersama puluhan, ratusan, ribuan, bahkan puluhan ribu manusia yang berbaris dengan aura yang sama. Dahsyat...

    Wawancara di radio, diskusi di televisi, tampil di koran, muncul di internet. Dan lantang berkata seperti kata Rendra.

    Karena kami dibungkam//dan kamu nyerocos

    bicara//Karena kami diancam//dan kamu memaksakan

    kekuasaan//maka kami bilang : TIDAK kepadamu

    Karena kami tidak boleh memilih//dan kamu bebas

    berencana//Karena kami semua bersandal//dan kamu

    bebas memakai senapan//Karena kami harus

    sopan//dan kamu punya penjara//maka TIDAK dan

    TIDAK kepadamu

    Karena kami arus kali//dan kamu batu tanpa

    hati//maka air akan mengikis batu

    (W.S. Rendra, Sajak Orang Kepanasan)

  • 50

    Maka senyap semakin menyayat saat menatap jaket biru lusuh bertulis KAMMI dipunggungnya, dengan bercak cat merah di lengan dan saku terbolong yang telah menemani hari-hari itu. Reslettingnya rusak. Dan mungkin itu berarti, aku sedang semakin menghilang dalam kehampaan.

    Tapi Islam mengajariku mengada dan menjadi. Ia telah mengajariku untuk mencintai Indonesia dengan benar. Meski kutahu tidak ada satu alasan rasionalpun yang memaksaku untuk mencintainya. Maka - karena itu - merasalah aku harus menjadi Elang bagi Indonesia. Mengajarinya jantan, mengenalkannya ketulusan dan harga diri, membuatnya berani terbang, dan memastikannya besar - menjadi jagoan - dalam keluasan angkasa.

    Menjadi Elang atas sebuah negeri bernama Indonesia. Sebuah negeri yang hiruk pikuknya justru berarti kegetiran. Negeri yang selalu menjadi anomali saat terjajar dengan negeri lain. Negeri yang menua dengan kelelahan dan tanpa masa depan. Di negeri yang kata Taufik Ismail

    //Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya

    di dunia nomor satu,//Di negeriku, sekongkol bisnis

    dan birokrasi berterang-terang//curang susah dicari

    tandingan,//Di negeriku anak lelaki anak perempuan,

  • 51

    kemenakan, sepupu//dan cucu dimanja kuasa ayah,

    paman dan kakek secara//hancur-hancuran seujung

    kuku tak perlu malu,//Di negeriku komisi pembelian

    alat-alat berat, alat-alat ringan,//senjata, pesawat

    tempur, kapal selam, kedele, terigu dan//peuyeum

    dipotong birokrasi lebih separuh masuk//kantung jas

    safari,////Di negeriku budi pekerti mulia di

    dalam kitab masih ada, tapi dalam//kehidupan sehari-

    hari bagai jarum hilang menyelam di//tumpukan

    jerami selepas menuai padi.//

    (Taufik Ismail, Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, 1998)

    Sungguh, sebagai Elang muda, telah kuteriakkan kegelisahan itu. Mengingatkan Indonesia bahwa ia telah rapuh dan kan terkeping-keping. Mengatakan padanya bahwa gemah ripah loh jinawi itu telah menjadi kosakata dongeng. Memintanya untuk taubat. Untuk bersujud. Untuk membumi bertemu dengan nurani ibu pertiwi. Untuk merendah bertemu dengan kuasa Allah. Indonesia - sungguh - telah kuminta untuk bersujud. Tapi mungkin ia butuh masjid.

  • 52

    Indonesia butuh masjid. Tempat ia bertafakur menemukan nurani. Menemukan Tuhan, menemukan akhlaq hidup bernama Islam. Kata Taufik Ismail lagi dalam Ketika Merpati Sore Melayang

    Langit akhlak telah roboh di atas negeri//Karena akhlak

    roboh, hukum tak tegak berdiri//Karena hukum tak

    tegak, semua jadi begini

    Bagaimanakah Elang membangun masjid untuk Indonesia? Kuatkah sayap-sayap itu menata butir demi butir menjadi pondasi, batang demi batang menjadi tiang, lembar demi lembar menjadi atapnya? Sementara angin masih saja kencang, di saat suara sang Elang serak untuk kemudian menghilang?

    Mungkin Elang butuh sarang. Butuh ruang istirah saat sayapnya lelah mengepak menghadang. Memerlukan diam saat suaranya memelan. Membutuhkan darah saat ia melemah kalah. Merindukan kawan saat dia harus kembali menyusuri awan. Elang tahu bahwa angin akan tetap menerjang, sementara ia akan menua. Dan Elang pun mengerti bahwa angin tetap membutuhkan lawan, yang kan menghadang saat ia harus istirahat panjang di sebuah liang. Harus ada elang segar yang tetap tegar

  • 53

    menyambut angin. Yang mesti terus ada, sampai angin kelelahan dan memutuskan untuk pulang.

    Angin itu, Muhammad Quthb sebut sebagai kenyataan yang membuat kehidupan manusia akan tersusun atas keresahan, keraguan, atau kegelisahan. Kenyataan terus menerus yang katanya harus diatasi dengan sarang yang kokoh bernama keluarga bersama teman bernama pasangan hidup. Maha Benar Allah yang berfirman:

    Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu menemukan rasa tenteram, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa cinta kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS Ar Ruum 21)

    Keluarga adalah dasar dari peradaban manusia. Ia merupakan ruang pertama tempat manusia belajar bagaimana hidup dengan damai, saling memahami (mutual understanding), dan saling memperhatikan (mutual concern). Keluarga adalah ruang manusia belajar menjadi manusia.

    Quthb melanjutkan bahwa kesadaran keberlanjutan perjuangan elang menghadang angin yang akan terus saja menerjang, adalah kesadaran instinktif siapa saja termasuk manusia. Ras ini harus tetap bertahan di saat-saat mesin dan teknologi yang ia ciptakan dengan sepenuh kerakusannya sendiri akan

  • 54

    mengancamnya suatu saat. Ras ini harus tetap terhormat saat modernisme telah merendahkannya menjadi lebih primitif - yang istilah Qurannya adalah seperti kera, anjing yang meleletkan lidahnya, atau binatang ternak bahkan lebih buruk.

    Maka masa depan Indonesia - bahkan umat manusia - adalah elang-elang muda itu. Elang muda yang tumbuh dalam lingkungan kebaikan dan cinta. Elang muda yang berhasil memenangkan kecenderungan kebaikannya (taqwa) atas ego kejahatannya (fujuur). Yang akan terus menerus tumbuh besar untuk menghadang angin. Terus menerus hingga angin kelelahan dan pulang.

    ..//Ya Allah//Kami dengan cemas

    menunggu//kedatangan burung dara//yang membawa

    ranting zaitun.//Di kaki bianglala//leluhur kami

    bersujud dan berdoa.//Isinya persis doaku

    ini.//Lindungilah anak cucuku.//Lindungilah daya hidup

    mereka.//Lindungilah daya cipta mereka.//Ya Allah,

    satu-satunya Tuhan kami.//Sumber dari hidup kami

    ini.//Kuasa Yang Tanpa Tandingan//Tempat tumpuan

    dan gantungan.//Tak ada samanya//di seluruh

    semesta raya.//Allah! Allah! Allah! Allah!

    (W.S. Rendra, Doa untuk Anak-cucuku, 1992)

  • 55

    Lalu, bagaimanakah Elang membangun masjid untuk Indonesia? Aku percaya bahwa ia kan mengawalinya dengan membangun sarang. Dengan butir-butir, dengan batang-batang, dan dengan lembar daun-daun. Meski itu hanyalah rerumputan. Sarang peradaban yang bermula shalat-sujud penyerahan dan pengorbanan. Sarang perjuangan dengan awal sajadah terhampar. Sajadah cinta.

    Sesungguhnya rasa kasih sayang itu datang dari Allah, dan kemarahan (kebencian) itu datang dari syaithan. Dia ingin membuat engkau membenci pada apa yang dihalalkan Allah kepadamu. Jika ia (isterimu) datang kepadamu, maka ajaklah ia shalat dua rakaat di belakangmu kemudian ucapkanlah doa Ya Allah, berikanlah keberkahan kepadaku dengan isteriku, dan berikanlah keberkahan kepada mereka (keluarga isteri) dengan keberadaanku. Ya Allah persatukanlah kami berdua selama persatuan itu mengandung kebajikan-Mu, dan pisahkanlah kami berdua jika peripisahan itu menuju kebaikan-Mu - Ibnu Masud

    *** (imron)

  • 56

    Serial 10

    Bunga-bunga Mekar

    di Sekeliling Tangan Kekar

    Kebiasaan jelek elit KAMMI yang suka melupakan hal-hal yang justru fundamental dalam gerakannya sering merepotkan. Kebiasaan yang sayangnya suka berulang hingga saat menjelang Muktamar IV besok. Pada setiap mengisi Dauroh Marhalah I sebelum Muktamar KAMMI III di Lampung, saya suka kerepotan. Karena menjadi spesialisasi pengisi materi terakhir Ke-KAMMI-an , saya mesti kehujanan dengan beragam pertanyaan. Termasuk pertanyaan dasar ini: Apa makna lambang KAMMI?

    Tahukah anda maknanya? Saat itu, saya suka menjawabnya dengan asal dan ngawur. Kan mumpung belum ada yang resmi. Teman-teman, KAMMI ingin mengangkat dunia yang (isinya Indonesia doang) dari peradaban bumi yang nir-wahyu menuju peradaban yang mulia, manusiawi, dan bertauhid. Mengangkatnya hingga membuatnya semakin menghijau. Lha tangan yang kekar itu (tangan saya tidak kekar sama sekali!!) menggambarkan tangan ikhwan-ikhwan KAMMI yang kokoh mengangkatnya,

  • 57

    yang diiringi dengan bunga mawar mewangi yang melambangkan dukungan bunga-bunga haraki (istilah Evi Fitria di serialnya) alias akhwat-akhwat KAMMI.

    Tentu guyonan itu bisa melebar kemana-mana. Termasuk mengapa bunganya begitu banyak sementara tangannya cuma satu? Empat ya? Dan termasuk pula dikritik habis karena sensitif jender. Untuk yang terakhir ini tentu saja saya harus mohon maaf. Maaf wong cuma guyon kok

    ***

    Belakangan, topik diskriminasi jender ikhwan terhadap akhwat meruyak. Saya pun kena batunya (lagi) dengan tulisan seri Mengapa Aku Mencintai KAMMI [1]. Karena paragraf ini: Atau juga karena \'kekurangajaran\' mereka \'memaksa\' akhwat yang kebanyakan lugu-lugu dan jarang membaca itu untuk berdiskusi tentang feminisme, demokrasi, atau globalisasi.

    Frase akhwat yang kebanyakan lugu dan jarang membaca itu menjadi peluru serangan bertubi-tubi. Ada yang berkomentar santun mungkin itu cuma sebagian saja yang menjadi sampel, agak keras tidak betul statemen itu, akhwat sekarang tidak begitu, sampai yang terkeras ketika sebuah SMS mampir hai Bung, sekarang bukan jaman Siti Nurbaya lagi dimana perempuan jadi orang kedua. Anda harus mencabut

  • 58

    statemen itu. Dan meminta maaf - Koalisi Akhwat Jogja

    Nah lo. Ketika saya menjawab, justru SMS antum meneguhkan stereotip itu, ketika kritik tidak dijawab dengan lapang. Banyak membaca membuat orang bijak. Ia menjawabnya dengan kutipan puisinya Rendra Kesadaran adalah matahari//Kesabaran adalah bumi//Keberanian menjadi cakrawala//Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata

    Entah apa maknanya, tapi sungguh saya tidaklah begitu.

    ***

    Kepada siapa saja, saya ingin berbagi dengan tiga bunga yang begitu besar bagi kader KAMMI Yogya. Menjelang Musda, kepada mereka bertigalah saya sempat tumpukan masa depan KAMMI Yogya, dengan mengambil resiko besar di lingkungan KAMMI terlebih di lingkungan tarbiyah: memilih salah seorang diantara mereka bertiga menjadi Ketua KAMMI Daerah. Tidak ada yang meragukan kualitas mereka bertiga, pun ketika diperbandingkan dengan seluruh ikhwan AB3 yang tersedia.

    Yang pertama, akhwat dengan bacaan begitu banyak dan dengan daya nalar kritis begitu tinggi. Padanyalah Kamda dan beberapa ikhwan yang dikenal cerdas meminjam buku-buku anehnya. Ia telah terlibat jauh dalam training berkelanjutan yang

  • 59

    membongkar doktrin-doktrin keislaman, jauh sebelum saya menjadi aktivis Kamda dan percaya diri dengan reliabilitas ilmiah doktrin tarbiyah. Ia menjelajah jauh berinteraksi dengan beragam gerakan dan beragam latar belakang orang, dari ujung kiri dan ujung kanan, di saat amat sedikit ikhwan KAMMI yang pernah berani melakukannya.

    Saya pernah secara spontan mengucapkan (dan itu artinya begitu berterus terang) pada akhwat, bahwa ialah satu-satunya akhwat yang paling saya takuti. Ialah orang yang paling mungkin membongkar habis dari akar filosofinya sekalipun, seluruh konsep ideologi, paradigma, visi, tahapan gerakan, atau kaderisasi yang pernah saya tawarkan dan bahkan sebagian diangkat menjadi keputusan KAMMI. Untunglah (belakangan) ia memilih lebih santun, lebih memilih bekerja dan membuktikan daripada mengkritisi habis. Selamatlah saya.

    Yang kedua, akhwat dengan jelajah pengalaman dan kecerdasannya juga tinggi. Dua orang pengurus KAMMI Pusat pernah dibekali secara khusus dari Jakarta untuk hati-hati kalau ketemu akhwat ini. Ucapan anda bisa ditanggapi balik dengan tajam. Mendengarnya, saya cuma tersenyum dan berkata, akhi, di Yogya, masih ada dua lagi yang seperti itu

    Saya pernah terkesan dengan debat panjang tak berujung saya dengannya pada sebuah diskusi di Partai Bunderan (partai kampus milik KAMMI). Topiknya adalah tentang disintegrasi bangsa dimana ia

  • 60

    begitu kokoh pada tesis perlunya integrasi bangsa, sementara saya ngeyel pada tesis tidak ada alasan satupun yang memaksa Indonesia harus tetap satu. Tampaknya, hingga sekarang kami pun masih berbeda soal itu.

    Ia adalah juru bicara kepentingan politik kami di kampus yang vokal. Kelugasannya dan kekuatan argumentasinya begitu bermakna. Waktu-waktu terakhir ini, ia memilih besar bersama sebuah LSM umum (bukan LSM kita), dimana ia dapat membuktikan eksistensi publiknya tanpa harus dukungan dan skenario internal.

    Sementara yang ketiga juga begitu mengesankan. Saya ingin bercerita banyak, tapi menjadi tidak percaya diri karena profilnya justru telah dimuat pada feature di halaman pertama Republika (nasional) tiga tahun lampau. Republika yang terbit bersamaan dengan Mukernas KAMMI Yogya 2001, sehingga mungkin saya pernah begitu bangga menunjukkan korannya di hadapan teman-teman peserta. Ia pernah memimpin partai Bunderan sendirian setelah para ikhwan hilang tak karuan. Ia pun begitu tenang mengatasi situasi keorganisasian Kamda yang berantakan.

    ***

    Saya ingin berkata bahwa saya begitu menghormati intelektualitas mereka. Mereka sama sekali bukanlah akhwat yang kebanyakan lugu dan

  • 61

    jarang membaca itu yang saya ceritakan. Saya merasa haru dengan ketetapsediaan mereka menemani KAMMI dalam dua tahun terakhir, sebelum akhirnya mereka satu persatu meninggalkannya. Yang terakhir, seorang dokter, memilih pulang kembali membesarkan dakwah di daerah asalnya di Aceh. Yang kedua, seorang ahli kimia, telah menemukan jodohnya di LSMnya, dan saya percaya akan memilih besar dan menjadi tokoh LSM. Yang pertama, seorang pakar geografi, masih di Yogya tapi kemungkinan besar pun akan pulang kembali ke kampung halamannya di Palembang.

    Saya dan KAMMI akan begitu kehilangan mereka. Kepada mereka saya titipkan kalimat indah ini:

    Friends are like puzzle pieces. If one goes

    away, that special piece cant be replaced or the puzzle

    will never be the same. Thanks for being our friend.

    Ohya, kalau demikian ceritanya, semestinya logo KAMMI diganti dan judul tulisan ini menjadi Bunga-bunga Kekar Mengelilingi Tangan (yang kagak mau) Mekar..

    Catatan tebal: Penulis telah menikah loo!! [biar kagak timbul fitnah ^_^ ]

    (imron)

  • 62

    Serial 11

    Kalau Ingin Perubahan, Tegakkanlah Malam dan Bangunlah Lebih Awal

    Seharusnyalah, tidak ada yang begitu mengenaskan bagi kita - aktivis dakwah - kecuali kalau kita dalam tidak sempat menegakkan malam (qiyaamul layl) dan mengisi awal pagi dengan kegiatan yang membawa perubahan. ***

    KAMMI adalah pembawa obor perubahan. Malam itu, tengah tahun 2001, KAMMI mengadakan muhasabah dan qiyaamul layl berjamaah. Beratus orang - ikhwan dan akhwat - hadir, diam, menangis, dan khusyu. Ya, ruh kami berkata bahwa reformasi Indonesia harus kami selamatkan. Indonesia berantakan, dan fatwa telah jelas tersampaikan. Strategi pun terancang, semuanya terkomunikasikan.

    Siang besoknya itu, sang presiden mau datang dan mengunjungi kampus kami. Kami tahu dia akan berbicara omong kosong, sementara ia enggan bertanggung jawab. Maka kami melawan. Kami enggan ia datang.

  • 63

    Pagi itu kami bergerak, berbondong dan berduyun. Menutup lima jalan masuk ke kampus. Kami tak tahu dari mana ia masuk. Sebagian barisan kami tebal dua tiga lapis. Sebagian barisan kami cuma satu baris memanjang. Tapi kami tetap bersemangat. Ikhwan maupun akhwat.

    Muka kami coreng moreng dengan pasta gigi. Pertahanan murah meriah untuk gas air mata. Lagu-lagu bersemangat terus kami lantunkan. Polisi dan panser berdatangan. Mereka sedikit kesiangan. Terkejut kami di ring satu.

    Presiden kan datang sementara kami masih bertahan. Maka air dari canon water pun tersembur menghantam. Polisi menerjang dan membongkar. Ikhwan dan akhwat. Kami tetap bertahan. Barisan ikhwan terbongkar. Akhwat bertahan. Polisi-polisi itu mengangkati mereka seperti mengangkat ayam tuk masuk penggorengan. Kami terus saja bertahan. Dan terus bertahan.

    Presiden batal datang. Ia sadar penolakan. Kami menang. Kampus tetap milik kami, ajang pencerdasan, bukan omong kosong politik. Sang presiden pun tumbang.

    Kami menang, karena malamnya kami tegakkan dan paginya kami bergerak sejak awal.

    ***

  • 64

    KAMMI adalah tetap harus menjadi pembawa obor perubahan. Malam itu, tengah tahun 2002, KAMMI mengadakan rapat aksi. Berpuluh orang - ikhwan dan akhwat - hadir, berbicara, dan berdiskusi strategi. Ya, mulut kami berkata bahwa reformasi Indonesia harus kami selamatkan. Indonesia berantakan, tapi memang tiada fatwa yang jelas tersampaikan. Strategi global pun tak jelas terancang, semuanya tidak pasti terkomunikasikan. Dan oh ya, kami tidak sempat adakan acara bangun malam.

    Siang besoknya itu, sang presiden mau datang dan mengunjungi kampus kami. Kali ini perempuan. Tapi kami tahu dia pun akan berbicara omong kosong, sementara ia enggan bertanggung jawab. Maka kami pun tetap melawan. Kami enggan ia datang.

    Pagi itu kami bergerak, tapi tak cukup berbondong dan apalagi berduyun. Menutup dua jalan masuk ke kampus. Kami tahu pasti dari mana ia masuk. Barisan kami tidak tebal, tapi cuma satu dua baris memanjang. Tapi kami tetap bersemangat. Ikhwan maupun akhwat.

    Kami tak cukup bersiap. Muka kami tiada coreng moreng dengan pasta gigi. Lagu-lagu bersemangat kami lantunkan. Tetapi sesungguhnya polisi dan panser telah lebih dulu berdatangan. Mereka sedikit pagi datang bahkan sejak malam, kami yang kesiangan. Mereka telah bersiap di ring satu juga ring dua.

  • 65

    Presiden kan datang sementara kami masih ingin bertahan. Tidak ada air yang tersembur menghantam, karena kami kesiangan. Polisi tidak menerjang dan tidak pula membongkar, karena kami tidak datang sejak awal. Ikhwan dan akhwat. Kami tetap bertahan. Presiden terus berbicara dan beromongkosong. Di kampus kami. Sementara itu kami terus saja bertahan. Hingga sang presiden pulang.

    Presiden tetap datang. Kami kalah. Kampus ia jajah semena-mena, dan tidak lagi milik kami. Kami gagal. Ia pun bertahan. Bahkan ingin terus tetap jadi presiden pada pemilu depan.

    Kami gagal, karena malamnya kami tidak tegakkan dan paginya kami bangun kesiangan.

    (imron)

  • 66

    Serial 12

    Maaf,

    Muktamar

    Tidak di Kaltim

    Mohon maaf, Muktamar tidak akan di Kaltim pada September besok ini. Tetapi memang betul Muktamar ada di Yogya pada tahun 2000. Muktamar pun memang ada di Lampung pada tahun 2002. Tetapi jangan harap ada Muktamar di Kaltim. Hanya keajaiban yang membuatnya mungkin.

    Menurut sebagian besar kader KAMMI Yogya, Muktamar selalu di Yogyakarta. Mungkin seperti kata gagah orang Madura kalau ditanya siapa Gubernur Jawa Timur sekarang. Mereka akan menjawab Gubernur Jawa Timur itu ya Moehammad Noer (yang asli Madura!). Lha kalau dijawab balik bahwa Gubernur Jawa Timur sekarang itu Imam Santoso, mereka akan menjawab, ah itu kan cuma penggantinya. Gubernurnya ya tetap Moehammad Noer.

  • 67

    Tidak perlu ngeyel dengan orang Madura tentang itu, sebagaimana pun anda tak perlu ngeyel dengan kader KAMMI Yogya tentang Muktamar. Bakal sia-sia. Dengarkan saja cerita mereka tentang Muktamar Yogya.

    Pada tahun 2000 Muktamar Yogya belum apa-apa, masih biasa saja. Tapi Muktamar di Lampung tahun 2002 telah menjadi elit dan sedikit terkenal. Maka Muktamar pun memimpin. Sidang di Lampung begitu serunya dengan debat yang tidak saling itsar, sehingga Muktamar pun meledak. Palu sidang terpukul bertalu-talu. Momen ledakan kecewanya sangat terkenal bagi banyak peserta di Lampung saat itu.

    Karena sekarang Muktamar bukan apa-apa dan siapa-siapa lagi, menjadi biasa saja, maka Muktamar tidak bakal ada di Kaltim. Selain itu tidak ada anggaran bagi Muktamar untuk di Kaltim. Lha kalau ada yang sudah bilang bahkan umumkan bahwa Muktamar akan di Kaltim besok? Pasti yang bilang itu tidak tahu soal Muktamar. Ia mungkin cuma ngarang, asbun, dan tak pernah tabayyun.

    Saya (sebagai KT maupun sebagai SC) insya Allah, adalah orang yang cukup tahu tentang Muktamar. Muktamar bagi saya selalu cerdas dan memberikan banyak inspirasi. Dari Muktamar, muncullah ide tentang lokus KAMMI, yang dirumuskan dalam AD/ART menjadi lembaga semi otonom. Dari Muktamar pula, keluar pemikiran tentang paradigma gerakan. Dari Muktamar pulalah muncul ide politik

  • 68

    sosial yang memperkuat penjelasan kaderisasi siyasi. Muktamar yang saya tahu selalu memberikan tawaran konsep yang kaya filosofi. Karenanya kuat dan mudah diterima. Muktamar membawa banyak kontribusi bagi KAMMI.

    Muktamar memang luar biasa. Tapi dia tidak di Kaltim. Dia ada di Yogya, masih harus ngajar matematika dan menyelesaikan kuliah S2-nya. Namanya memang Muktamar. Muktamar saja.(imron)

  • 69

    Serial 13 Ilayka yaa Amirunaa

    Sesungguhnya hanya bagi Allah-lah tempatsegala puji yang terus akansenantiasa terlantunkan oleh hamba-hamba-Nya pada setiap saat dalam segala ruang.

    Shalawat dan salam semoga senantiasa

    tercurah kepada Muhammad, Rasul akhir zaman, yang menunjuki manusia jalan kehidupan. Kepada keluarganya, kepada para sahabatnya, dan kepada para pengikutnya yang mengikuti jalannya dengan taat.

    Semoga limpahan barakah juga tercurah

    kepada mereka yang memilih melintasi jalan yang terjal dan membatu bernama jalan dakwah. Terlebih kepada mereka yang telah memilih pengorbanan lebih besar dengan memimpin manusia di jalan tersebut.

    Sekali lagi ya Allah, kumohonkan pula

    limpahkan rahmat-Mu secara khusus untuk seorang lelaki kurus tinggi menjulang. Yang senyumnya seolah enggan lepas dari wajah imutnya. Yang suara bas hangatnya telah berubah makna dari semata

  • 70

    kehangatan ukhuwwah menjadi kharisma seorang pemimpin.

    Wajah putihnya, kuyakini, hari ini dan hari-hari

    mendatang mungkin makin memucat kelelahan. Tapi kuyakini pula, senyum lucunya takkan pernah menghilang. Aku yakin.

    Sungguh, ia bukanlah orang yang luar biasa. Ia

    bukan orang yang kritis dan mampu mengungkap gagasannya dalam tulisan bernas. Bukan pula orator gagah yang kalimat-kalimatnya mampu memprovokasi ribuan massa. Bukan pula konseptor organisasi atau gerakan yang cerdas yang sanggup merancang detil masa depan organisasi dengan tajam terencana.

    Ia orang biasa-biasa saja. Tapi sungguh bagiku

    ia adalah orang yang paling tepat untuk saat ini. Dan untuk semua idealisme yang telah tertumpahkan tetapi mesti terkompromikan dengan realitas.

    Ia melewati masa dua tahun terakhir ini dengan berat. Muktamar III Lampung meletakannya dalam dilema yang kompleks. Tanpa sepemahamannya, KAMMI Daerah yang ia pimpin memilih walk out, bersama dua KAMMI Daerah lain. Situasi yang samasekali tak ia kehendaki saat ia harus terbaring sakit yang menghambatnya hadir dalam Muktamar. Ketua Teritorialnya yang terpilih memilih menyatakan tak bersedia. Cukup beralasan, karena merasa terpilih

  • 71

    saat tidur dan merasa tidak cukup legitimasi karena hanya dipilih oleh satu KAMMI Daerah, setelah ketiga lainnya walk out.

    Lelaki tinggi menjulang ini akhirnya memenuhi

    prinsip dakwahnya, memilih bersedia menjadi Ketua Teritorial, memimpin dalam situasi yang sulit, mengatasi resistensi KAMMI-KAMMI Daerah itu terhadap KAMMI Pusat. Sesulit menumpuk kartu menjadi piramida. Sedikit demi sedikit terbangun, untuk kemudian runtuh tertiup angin. Ia perlahan mencoba memahami keinginan eksistensial, kebutuhan representasi, jerat realitas politik pragmatis pusat Indonesia, dan cengkeraman mentor-mentor. Ia juga mencoba mengingatkan semuanya atas nama logika ukhuwwah, kemestian qiyadah wal jundiyah, garis politik moral , kesehatan logika organisasi, dan kepentingan perasaan KAMMI Daerah pelosok.

    Tetapi ia memang memimpin dengan sulit.

    Mukernas Surabaya menjebaknya dalam situasi lebih kompleks. Saat kartu-kartunya belumlah tersusun sempurna, kartu lainnya terkoyak. Ketidakpercayaan kepada kemampuan politik dan keorganisasian KAMMI Pusat saat itu, memaksanya untuk muncul memimpin organ baru yang menulangpunggungi seluruh aktivitas politik KAMMI bernama Tim Back Up Organisasi (TBO) Politik. Menjadi ketua atas ketua.

  • 72

    Maka wajar, ia kelelahan. Ia mencoba memilih istirahat dan berganti haluan. Menjadi profesional. Dan ia telah menyiapkan segalanya.

    Tanggal 26, datang awal di Muktamar IV

    Kalimantan Timur. Tanggal 28 Laporan Pertanggungjawaban. Kemudian tanggal 30 ia pulang. Kembali ke Jakarta mengurus Visa. Inggris telah menantinya, untuk setahun kedepan. Belajar. Gratis.

    Semuanya sempurna. Bagi manusia. Tapi

    keputusan Rabb-nya berbeda. Maha suci Allah dengan seluruh keputusan-Nya. Muktamar KAMMI begitu tenang di permukaan dengan sidang-sidang yang mengasyikkan. Tetapi sesungguhnya begitu hiruk pikuk di dalam dan di belakang layar.

    Segalanya bergerak begitu cepat. Ia berada

    pada titik mendebarkan, ketika banyak orang elit KAMMI Pusat dan Daerah memintanya untuk memimpin gerakan mahasiswa terbesar di Indonesia. Ia telah katakan semuanya: tentang sekolah, tentang beasiswa, tentang Inggris, dan tentang visa. Tapi orang-orang berkata berbeda.

    Maka ia memilih memenuhi prinsip

    dakwahnya. Atas semuanya, ia berkata: Ya!

  • 73

    Sehingga, padanyalah terhampar masa depan gerakan, masa depan mahasiswa, masa depan Indonesia.

    Untuk itu, kepada akhuna al fadhil Yuli Widi

    Astono. Atas seluruh pengorbanan ini. Di tengah ribuan hunjaman kritik dan peringatan kami kepadamu. Saat ini dan di masa depan. Kami, siap mendengar dan taat.

    UahiduLlaaha alaa an amala maal harakatu

    lith thulaab al muslimuun. Linushratihi syariatihi, wadawati ilayhi. WaLlaahu alaa maa aquulu wakiila # Oleh Imron Rosyadi.

  • 74

    Bunga-bunga Haraki

    Oleh : evie fitria

  • 75

    Serial 1

    Ketika kupilih jalan ini untuk bergerak menyambung mimpi yang sempat tertunda

    Empat tahun silam adalah perkenalan kami dengan KAMMI. Tak banyak yang berubah, masih saja KAMMI dengan ciri khasnya yang heroik sekaligus "radikal".

    Kami sendiri tak banyak berkomentar ketika pertama kali mengenal KAMMI. Sebuah organisasi gerakan yang menurut kaca mata kami masih imut-imut alias masih bayi. Yang sewajarnya masih merangkak dan masih makan bubur yang pasti lebut sekali. Namun itu takkan pernah dialami oleh KAMMI. Suatu pergerakan yang lahir langsung besar. Yang diawal kelahirannya telah melesat berlari kencang dan langsung makan apel tidak bubur lembut lagi (istilah ini kami kutip dari Akh Nana Sudiana ketika Daurah Marhalah I di UMY).

    Memang sebuah peristiwa yang fenomenal, betapa tidak, berbagai sejarah pada awal '98 telah diukir, hingga menyusul sejarah-sejarah KAMMI yang lainnya. Tak berlebihan kiranya, ketika kami paparkan

  • 76

    tentang kekurangan disamping kelebihannya. Hanya saja kami tidak ingin kader terlalu termanjakan dalam euforia sejarah KAMMI yang "indah". Namun, tidak ada salahnya ketika kami menengok sejarah, yang dapat kami pelajari bersama tanpa timbul parasaan-perasaan asobiah.

    Kami tumbuh dan besar dalam asuhan sebuah komisariat diwilayah kota jogjakarta paling barat. Namun, walau demikian kami tidak ingin termanjakan dengan asuhan dan timangan "orang lain". Kami ingin mandiri. Maka pada tahun 2002, KAMMI benar-benar mandiri dan menjadi komirariat. Kami sadar hal ini bukan menjadikan kami berhenti karena KAMMI telah menjadi komisariat, namun ini merupakan lembaran baru sejarah yang akan kami ukir untuk senantiasa komitmen berjuang di KAMMI, sebagai konsekuensi logis dari sebuah pergerakan.

    Sebelum KAMMI menjadi komisariat, KAMMI dikampus kami telah cukup meggetarkan sasana PP KAMMI. Kami memandang hal ini cukup serius. Karena kawan kami "dilua" menginginkan pembentukan KAMMI DAERAH Kota. Artinya, dalam satu daerah ada dua KAMDA sekaligus. Bagi kami yang benar-benar telah mengasah sense of belong to KAMMI, tidak bisa menerima hal itu, karena secara AD/ART telah melanggar. Akhirnya para elit KAMMI di tingkatan Daerah melakukan sambung rasa dengan "orang" yang terkait dengan hal itu, tentu saja dengan kebersihan hati dan kejernihan pikiran. Dan kesepakatan bersama telah lahir, bahwa KAMMI tetap

  • 77

    mempunyai satu KAMDA saja dalam satu daerah. Bagi kami yang waktu itu masih tidak tahu banyak tentang persoalan tersebut, tetap bergerak dengan kemapuan dan semangat yang kami miliki, tanpa kami harus terhambat dengan berbagai rintangan yang menghadang.

    Kami banyak mendapat hal-hal baru tentang KAMMI. Tentang sebuah orientasi, komitmen, semangat yang selalu membara dihati kami, walau kamipun mengakui, terkadang kobaran itu hampir-hampir meredup, namun kami takkan membiarkannya mati. Yang kami tahu adalah bagaimana caranya agar KAMMI tetap meyala dengan semangat, bergerak dengan idiologi an fikroh Islam .

    Kami sadar tak mudah membuat dan melaksanakan komitmen. Butuh orientasi dan visi yang jelas untuk tetap bergerak. Kami tak ingin KAMMI menjadi gerakan yang prematur dalam gerakannya atau bahkan mati muda. Namun kami ingi KAMMI tetap eksis dalam dunia haroki sebagai contoh untuk haroki-haroki Islam yang lain.

    Kami punya banyak segudang mimpi dan idealita untuk akan kami gerakkan bersama KAMMI. Mustahil, ketika segudang mimpi dan idealita terwujud tanpa bergerak. Mustahil bergerak akan terwujud tanpa visi dan orientasi. Bagi bunga haraki, diam berarti mati. (evie_fitria)

  • 78

    Serial 2

    Episode

    Orientasi Akademia ICA

    Kami pikir, kami perlu untuk memberitakan sesuatu kepada kawan-kawan KAMMI di seluruh Indonesia. Tentang sekolah peradaban Islam yang sedang kami bangun yang bernama ICA [Islamic Civilization Academy], oleh KAMMI DIY.

    Kami merasa sangat bersyukur, atas kemudahan-kemudahan yang di berikan oleh Allah pada acara ICA (Islamic Civilization Academy). Persiapan yang kami lakukan memang tidak lama [hanya kurang dari 2 bulan] dan tidaklah mudah, seperti apa yang kami bayangkan sebelumnya. Untuk sebuah program pendidikan[yang menurut kami besar], kami membutuhkan pakar pendidikan untuk memberikan masukan-masukan yang berharaga tentang pola-pola dan sistem pendidikan yang kualified . Beruntung KAMMI mempunyai kader yang pakar pendidikan.

    Beberapa pekan sebelum acara untuk orientasi ICA, kami benar-benar harus bekerja keras untuk pesiapan perangakat yang dibutuhkan.

  • 79

    Dari pengelola ICA sendiri sangat terbatas SDM yang ada. Kita hanya ber-6, dibagi untuk: direktur ICA [dipegang oleh Sister Ana], kepala bidang kemahasiswaan [diampu oleh Brother Didik Wahyudi], kepala bidang Adminisrasi [dipegang oleh Sister Tri Mulyaningsih], kepala bidang keuangan [dipercayakan kepada saya sendiri], kepala bidang kurikulum [dikelola oleh Brother Rijalul Imam], kepala bidang perpustakaan [di kelola oleh Brother Iman Kurnia]. Kemudian kami dibantu oleh seorang fasilitator, dari pakar pendidikan yang banyak memberi masukan sangat berharga, yaitu Brother Mu'tamar.

    Namun dari kesemua SDM dan parangkat yang ada belumlah sempurna untuk sebuah pendidikan. Kami masih harus membuat format baru, mulai dari kurikulum, dosen-dosen yang kualified, daaaaaaaaan keuangan yang harus dipenuhi untuk berbagai fasilitas akademia [tentu saja harus ada pemasukan finansial dari para akademia].

    Saya sendiri, malam hari menjelang orientasi tidak bisa tidur nyaman, karena harus memikirkan persiapan orientasinya. Uniknya, hal inipun dialami oleh direktur kami, Sister Ana. Mungkin saja kami terlalu tegang ya, menghadapi acara besok pagi. Kami hanya bisa berdo'a, semoga acara besok diberi kelancaran oleh Allah.

    Jangan pernah anda bayangkan tentang jumlah akademia yang mengikuti program ICA ini. Kami menerima pendaftaran ICA sebanyak 24 calon

  • 80

    akademia. Yang kemudian lolos seleksi untuk mengikuti orientasi mahasiswa ICA hanya 14 akademia. Dari ke-14 akademia -pun, kami masih harus meng-eliminasinya.

    Jangan pernah anda bayangkan pula tentang tempat yang kami pakai untuk kuliah. Kami hanya akan memakai fasilitas alam dan sosiety, ruangan yang cukup nyaman [itupun kalau ada yang berbaik hati meminjamkannya], snack ala kadarnya [jika fii yang kami punyai cukup untuk membelinya]. Kami-pun memakai dosen-dosen dari kader KAMMI yang kami yakin tidak kalah dengan dosen kampus megah yang ada di jogja. Kami-pun akan memakai sisa waktu dari para akademia, hanya 2x dalam sepekan. Namun kami bertekad akan tetap optimal.

    Waktu yang kami lalui untuk orientasi, berlangsung dengan penuh kesan, sekaligus kekawatiran. Pasal dari kekawatiran itu karena kami beberapa kali di datangi oleh orang yang tak dikenal. Maklum, karena atas kebaikan para kader KAMMI UCY, kami dipinjami gedung kampus UCY [Universitas Cokro Aminito]. Mungkin hal itu mengundang kecurigaan dari mahasiswa yang lain, karena memang wajah-wajah kami asing dimata mereka, walaupun kami sudah mengaku bahwa kami adalah kader KAMMI UCY. Kami tak tahu apakah mereka sungguh-sungguh mencari orang KAMMI UCY atau hanya sekedar pura-pura atau iseng, ketika acara sedang berlangsung tiba-tiba ada orang yang mau mencari teman kami [kader KAMMI UCY], padahal kader KAMMI UCY tidak ada yang

  • 81

    mengikuti acara kami, mereka hanya berbaik hati meminjamkan gedung saja. Namun akhirnya orang itu pergi juga setelah bertanya sana-sini. Beberapa saat kemudian datang lagi seorang "ikhwit" tak dikenal [kali ini kurang sopan, karena melihat-lihat dokumen kami tanpa ijin], yang menanyakan hal yang sama, tentang acara yang kami selenggarakan. Alhamdulillah, mereka pergi juga. Mungkin dikira kami pinjam gegung tanpa ijin alias illegal, padahal kami legal [ada suratnya kok, tapi bukan kami yang pegang, melainkan kawan-kawan KAMMI UCY].

    Kami sangat menyayangkan sebagian para akademia yang kurang semangat dalam acara ini, padahal kami telah merancangnya dengan cukup menarik. Kami tidak menyalahkan pada agenda-agenda padat mereka, yang kami yakin hal itu lebih mereka priorit