Mendel 2 Fix

40
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Genetika merupakan cabang ilmu Biologi yang mengkaji materi genetik tentang strukturnya, reproduksinya, kerjanya (ekspresinya), perubahan dan rekombinasinya, keberadaan dalam populasi serta perekayasaannya (Corebima, 2003). Dalam mempelajari ilmu genetika perlu penelitian yang berupa proyek sederhana. Salah satu makhluk hidup yang sering digunakan dalam suatu penelitian genetika adalah Drosophila melanogaster. Drosophila melanogaster sangat sesuai untuk penelitian dalam ilmu genetika karena beberapa alasan. Alasan penggunaan Drosophila melanogaster sebagai bahan penelitian adalah karena lalat ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain mudah dipelihara pada media makanan yang sederhana, pada suhu kamar dan di dalam botol selai berukuran sedang, mudah untuk diperoleh sehingga tidak menghambat penelitian, mempunyai ukuran kecil dan mudah dikembangbiakkan di laboratorium, siklus hidup yang pendek (hanya kira-kira 2 minggu) sehingga dalam waktu satu tahun diperoleh 25 generasi, mempunyai tanda-tanda kelamin sekunder yang mudah dibedakan, hanya mempunyai delapan kromosom saja, tiga pasang kromosom autosom dan 1

description

khop

Transcript of Mendel 2 Fix

Page 1: Mendel 2 Fix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Genetika merupakan cabang ilmu Biologi yang mengkaji materi genetik

tentang strukturnya, reproduksinya, kerjanya (ekspresinya), perubahan dan

rekombinasinya, keberadaan dalam populasi serta perekayasaannya (Corebima,

2003). Dalam mempelajari ilmu genetika perlu penelitian yang berupa proyek

sederhana. Salah satu makhluk hidup yang sering digunakan dalam suatu

penelitian genetika adalah Drosophila melanogaster.

Drosophila melanogaster sangat sesuai untuk penelitian dalam ilmu

genetika karena beberapa alasan. Alasan penggunaan Drosophila melanogaster

sebagai bahan penelitian adalah karena lalat ini memiliki beberapa keuntungan,

antara lain mudah dipelihara pada media makanan yang sederhana, pada suhu

kamar dan di dalam botol selai berukuran sedang, mudah untuk diperoleh

sehingga tidak menghambat penelitian, mempunyai ukuran kecil dan mudah

dikembangbiakkan di laboratorium, siklus hidup yang pendek (hanya kira-kira 2

minggu) sehingga dalam waktu satu tahun diperoleh 25 generasi, mempunyai

tanda-tanda kelamin sekunder yang mudah dibedakan, hanya mempunyai delapan

kromosom saja, tiga pasang kromosom autosom dan satu pasang kromosom seks,

dan embrio berkembang di luar tubuh induknya, yang merupakan suatu aset untuk

studi perkembangan (Campbell, dkk, 2002).

J.G. Mendel melakukan percobaan persilangan yang dewasa ini dikenal

sebagai persilangan dihibrida. Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui apa

yang terjadi pada rangkai percobaan persilangan, dua ciri diperhatikan sekaligus

(Corebima, 2003). Dalam percobaan ini berlaku hukum pemilihan bebas Mendel

yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang menentukan karakter-karakter

berbeda diwariskan bebas satu sama lain. Pada persilangan yang dilakukan J.G.

Mendel apabila keturunan yang pertama (F1) dari individu masing-masing

disilangkan, maka rasio fenotif F2 adalah 9:3:3:1.

1

Page 2: Mendel 2 Fix

2

Untuk mengetahui fenomena hukum Mendel II, menggunakan Drosophila

melanogaster starin B , J dan L. Dalam penelitian ini pratikan melakukan

persilangan antara ♂L ><♀B dan ♂L><♀J beserta resiproknya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah :

1.2.1 bagaimana fenotip F1 pada persilangan Drosophila melanogaster strain♂L

><♀B dan ♂L><♀J beserta resiproknya?

1.2.2 bagaimana fenotip F2 pada persilangan Drosophila melanogaster strain♂L

><♀B dan ♂L><♀J beserta resiproknya?

1.2.3 bagaimana rasio fenotip F2 pada persilangan Drosophila melanogaster♂L

><♀B dan ♂L><♀J beserta resiproknya?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1.3.1 untuk mengetahui fenotip F1 pada persilangan Drosophila melanogaster

strain♂L ><♀B dan ♂L><♀J beserta resiproknya.

1.3.2 untuk mengetahui fenotip F2 pada persilangan Drosophila melanogaster

strain ♂L ><♀B dan ♂L><♀J beserta resiproknya.

1.3.3 untuk mengetahui rasio fenotip F2 pada persilangan Drosophila

melanogaster strain ♂L ><♀B dan ♂L><♀J beserta resiproknya

resiproknya.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini antara lain:

1.4.1 Untuk Peneliti

Memperluas wawasan mengenai fenomena hukum Mendel II yang terjadi

pada persilangan Drosophila melanogaster strain ♂L ><♀B dan ♂L><♀J

beserta resiproknya .

Page 3: Mendel 2 Fix

3

1.4.2 Untuk Mahasiswa

1.4.2.1 Memberikan informasi mengenai keturunan F1 dan F2 pada persilangan

Drosophila melanogaster strain ♂L ><♀B dan ♂L><♀J beserta

resiproknya

1.4.2.2 Menambah ketrampilan, kecakapan dan pengalaman dalam melakukan

penelitian.

1.5 Asumsi Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti berasumsi bahwa :

1.5.1 Umur Drosophila melanogaster pada setiap strain yang digunakan adalah

sama.

1.5.2 Faktor atau kondisi lingkungan eksternal, seperti suhu, dan kelembaban

tempat biakan selama penelitian adalah sama.

1.5.3 Kondisi medium yang digunakan selama penelitian adalah sama.

1.6 Batasan Masalah

1.6.1 Strain Drosophila melanogaster yang digunakan dalam penelitian ini

adalah strain L, B dan J dari persilangan ♂L><♀Bdan ♂L><♀J beserta

resiproknya yang diperoleh dari laboratorium Genetika jurusan Biologi

FMIPA UM.

1.6.2 Pengamatan fenotip hanya terbatas pada warna dan faset mata, warna

tubuh dan bentuk sayap.

1.6.3 Penelitian hanya mengamati fenotip F1 dan F2 pada persilangan strain

♂L><♀Bdan ♂L><♀J beserta resiproknya.

1.6.4 Penelitian ini hanya membahas tentang persilangan dihibrid (Hukum

Mendel II) antara warna tubuh dan sayap Drosophila melanogaster.

1.7 Definisi Istilah

1.7.1 Strain merupakan suatu kelompok intra spesifik yang memiliki hanya satu

atau jumlah kecil ciri berbeda, biasanya secara genetik dalam keadaan

homozigot untuk ciri-ciri tersebut atau gamet murni.

Page 4: Mendel 2 Fix

4

1.7.2 Hukum Mendel II yaitu perkawinan dihibrid, merupakan perkawinan antar

galur murni dengan dua sifat beda.

1.7.3 Fenotip menurut Ayala dalam Corebima (2003) merupakan karakter-

karakter yang dapat diamati pada suatu individu (yang merupakan

interaksi antara genotip dan lingkungan tempat hidup dan berkembang).

1.7.4 Genotip menurut Ayala dalam Corebima (2003)nmerupakan keseluruhan

jumlah informasi genetik yangt terkandung pada suatu makhluk dalam

hubungannya dengan satu atau berbeda lokus gen yang sedang menjadi

perhatian.

1.7.5 Dominan adalah suatu sifat yang dapat mengalahkan sifat yang lain

(Corebima, 2003).

1.7.6 Resesif adalah suatu sifat yang dikalahkan oleh sifat yang lain (Corebima,

2003).

1.7.7 Homozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) identik

(berlainan) (Corebima, 2003).

1.7.8 Heterozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) tidak

identik (berlainan) (Corebima, 2003).

1.7.9 Penulisan sifat dominan digunakan simbol (+) sedangkan penulis sifat

resesif yaitu tanpa simbol.

Page 5: Mendel 2 Fix

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Drosophila melanogaster

Menurut Storer dan Usinger (1975), Sistematika Drosophila melanogaster

adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animal

Phylum : Arthropoda

Class : Insecta

Subclass : Pterygota

Ordo : Diptera

Subordo : Cyclorihapha

Family : Drosophilidae

Subfamily : Drosophilinae

Marga : Drosophila

Spesies : Drosophila melanogaster

Drosophila melanogaster merupakan jenis lalat buah yang memiliki warna

tubuh kuning kecoklatan dengan lingkaran berwarna hitam di tubuh bagian

belakang. Pada lalat betina memiliki ukuran panjang sekitar 2,5 mm. Sedangkan

lalat jantan memiliki ukuran yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan lalat

betina. Di samping itu, lalat jantan juga ditandai dengan adanya tanada hitam yang

berada di ujung tubuh bagian belakang. Deskripsi mengenai keadaan tubuh yang

lain bergantung pada strain.

Pada genom Drosophila melanogaster terdiri atas 4 pasang kromosom,

pasangan X/Y dan tiga autosom yang berlabel 2,3,4. Kromosom yang keempat

berukuran sangat kecil. Genom terdiri atas 165 juta basa dan kira-kira 14.000 gen.

Drosophila melanogaster betina memiliki 4 pasang kromosom homolog dan dua

kromosom lainnya homolog, sedangkan yang jantan hanya memiliki 3 kromosom

homolog (Kimball,1991).

Telur pada Drosophila melanogaster tahap blastula kemudian akan

berkembang menjadi larva setelah 12 jam kemudian. Larva akan berubah menjdi

pupa yang menetas setelah 8-11hari kemudianyang dalam kondisi ini keadaan

Page 6: Mendel 2 Fix

6

internaldan eksternal sangat berpengaruh. Warna mata pada Drosophila

melanogaster dipengaruhi oleh komposisi pigmen-pigmen tertentu dan

merupakansifat yang ditentukan secara genetika. Fungsi dari gen pada suatu

individu adalah untuk mengaturdan mempengaruhi fenotip.

Pembagian strain Drosophila satu dengan lainnya menunjukkan adanya

perbedaan baik dari bentuk sayap, warna mata, warna tubuh, dan ukuran tubuh.

Drosophila melanogaster wild type bermata merah karena memiliki pigmen

pteridin dan ommochrome, warna tubuh kecoklat-coklatan dank eabu-abuan

(Suryo, 2005: 253). Macam-macam mutasi pada Drosophila melanogaster dapat

dibedakan pada tiga bagian, yaitu pada mata, sayap, dan warna tubuh.

Daftar mutan Drosophila melanogaster menurut Gardner, 1991: 168

adalah sebagai berikut:

1. Mutasi pada Mata

a. Mutan/ whitw apricot/ (wa). Mata merah muda akibat kerusakan pada

gen (pink) yang terletak pada kromosom ketiga

b. Mutan white (w); (I. 1.5). mata berwarna putih yang diakibatkan oleh

tidak adanya gen/ white/ yang terletak pada kromosom pertama lokus

1.5

c. Mutan Sepia (se). Warna mata coklat tua akibat kerusakan gen pada

kromosom ketiga, lokus 26,0

d. Mutan Bar3. Mutan bar tidak memeliki mata yang bulat tetapi

memiliki mata yang sipit. Bar3 juga memiliki bentuk mata bonggol atau

batang (sipit) yang diakibatkan kerusakan gen yang terletak pada

kromosom ke tiga.

e. Mutan scarlet (st). mata berwarna merah tua yang disebabkan oleh

dihasilkannya enzim yang tidak berfungsi.

f. Mutan Brown (bw). Mata berwarna coklat karena mata hanya memiliki

pigmen ommochrome dan tidak memiliki pigmen pteridin.

g. Mutan Cinnabar (cn); (II. 57, 5). Warna mata merah aagak oranye,

ocelli putih akibat kerusakan gen pada kromosom kedua, lokus 57,5.

2. Mutasi pada Sayap

Page 7: Mendel 2 Fix

7

a. Mutan/ vestigial/ (vg): (II. 67,0). Sayap tereduksi sehingga tampak

sangat kecil akibat kerusakan kromosom kedua, lokus 67,0.

b. Mutan/ curly/ (cy): (III. 50,0). Sayap yang dimiliki melengkung keatas

saat terbang ataupun saat hinggap, akibat kerusakan pada kromosom

ketiga, lokus 50,0.

c. Mutasi/ miniature/ (m); (I. 36,1). Sayap yang dimiliki sepanjang tubuh

akibat kerusakan pada kromosom kesatu, lokus 36,1.

d. Mutan/ taxi/ (tx); (III. 91,0). Sayap selalu terentang akibat kerusakan

pada kromosom ketiga, lokus 91,0.

e. Mutan/ dumpy/ (dp); (II. 13,1). Sayap yang dimiliki 2/3 panjang sayap

normal akibat kerusakan kromosom kedua, lokus 13,1.

3. Mutasi pada warna tubuh

a. Mutan/ black/ (b); (II. 48,5). Seluruh tubuh berwarna hitam gelap

akibat terjadinya kerusakan gen yang terletak pada kromosom kedua,

lokus 48,5.

b. Mutan/ ebony/ (e); (III. 70,7). Memiliki warna tubuh coklat karena

kerusakan gen pada kromosom ketiga, lokus 70,7.

c. Mutan/ yellow/ (y); (I. 00). Seluruh tubuh berwarna kuning akibat

kerusakan pada gen/ yellow/ yang terletak pada kromosom pertama.

Pada praktikum kami menggunakan kode B , J , L yang mana kode tersebut bukan

nama strain yang sesungguhnya, dari strain-strain diatas yang ciri-cirinya

menunjukkan adanya kesamaan dengan kode L adalah strain Bar3 dimana kode L

memiliki mata sipit atau kecil seperti yang dimiliki oleh Bar3 . untuk lalat dengan

kode B dari strain-strain diatas yang ciri-cirinya menunjukkan adanya kesamaan

dengan kode B adalah strain vg. Sedangkan ntuk lalat dengan kode J dari strain-

strain diatas yang ciri-cirinya menunjukkan adanya kesamaan dengan kode J

adalah strain b(black)

2.2 Kajian Hukum Mendel II

Hukum Mendel pertama kali ditemukan oleh Gregor Johan Mendel.

ia menggunakan tanaman kacang ercis (Pisum Sativum) untuk

penelitiannya. Ia menggunakan kacang ercis karena tanaman tersebut

Page 8: Mendel 2 Fix

8

hidupnya tidak lama, memiliki bunga sempurna, dan memiliki tujuh sifat

yang jelas perbedaannya (Ardiawan, 2009). Prinsip-prinsip pewarisan sifat ini,

yang kemudian menjadi landasan utama bagi perkembangan genetika sebagai

suatu cabang ilmu pengetahuan. Berkat karyanya inilah, Mendel dikenal sebagai

Bapak Genetika.

Hukum ini berhubungan dengan Hukum Mendel I, dimana menurut Volpe

(1981) dala Corebima (2003), selama pembentukkan gamet, anggota-anggota

sutatu pasang gen akan memisah satu sama lainnya. Berkenaan dengan hukum

tersebut, Ayala, dkk (1984) dalam Corebima (2003) menyebutkan kesimpulan

mendel bahwa kedua faktor (gen) untuk tiap sifat tidak bergabung dengan cara

apapun, tetapi tetap berdiri sendiri selama hidupnya individu, dan memisah saat

pembentukkan gamet sehingga separuh gamet mengandung satu gen sedangkan

satu gen separuhnya lagi mengandung gen lainnya. Berkenaan dengan hokum

tersebut, ayala, dkk (1984) dalam Corebima (2003), menyatakan bahwa gen-gen

(untuk karakter-karakter yang berbeda) diwariskan secara bebas satu sama

lainnya.

2.3 Hukum Pemilihan Bebas

Selain persilangan monohybrid, mendel juga melakukan persilangan

dihibrid, yaitu persilangan yang melibatkan pola pewarisan dua macam sifat beda

pada induk yang merupakan ciri khas atau prinsip dari hukum Mendel II. Hasil F1

menunjukkan hasil dominan heterozigot, sedangkan hasil F2 muncul strain

dominan, strain induk dan juga beberapa strain resesif yang menampakan ciri dari

kedua induk yang disilangkan. Adapun untuk perbandingan antar strain mendekati

rasio 9:3:3:1. Fenomena tersebut dikenal dengan the law of independent

assortmen atau hukum Mendel II (Ardiawan, 2009).

Hukum Pemilihan Bebas:

Segregasi suatu pasangan gen tidak bergantung kepada segregasi pasangan gen

lainnya, sehingga di dalam gamet-gamet yang terbentuk akan terjadi pemilihan

kombinasi gen-gen secara bebas.

Berkenaan dengan faktor dominan dan resesif, munculnya dua faktor

tersebut dikontrol oleh dua gen sepasang. Faktor dominan bisa muncul dalam

Page 9: Mendel 2 Fix

9

keadaan homozigot atau heterozigot. Sedangkan faktor resesif selalu muncul

dalam keadaan homozigot (Ardiawan, 2009).

Peristiwa yang kejadiannya mengikuti hokum pemisahan Mendel dan

hukum pemilihan bebas Mendel berlangsung dikalangan makhluk hidup yang

berkembangbiak secara seksual. Akan tetapi tidak semua makhluk hidup yang

mengikuti hukum-hukum tersebut. Dalam hubungan ini dapat dikatakan bahwa

hanya makhluk hidup diploid yang berkembang secara aseksual yang mengalami

peristiwa-peristiwa tersebut. Dengan demikian seluruh makhluk hidup haploid

(prokariotik) tidak pernah mengalami peristiwa-peristiwa itu, sekalipun

berkembangbiak secara seksual (Corebima, 2003).

Pada makhluk hidup selular triploid, tetraploid, atau polyploid pada

umumnya yang berkembangbiak saceara seksual, peristiwa pemisahan dan pilihan

bebas tidak berlangsung tepat sebagaimana dinyatakan dalam rumusan hukum

pemisahan Mendel dan hukum pemilihan bebas Mendel. Pada jenis tumbuhan dan

hewan, peristiwa pemisahan dan pemilihan bebas berlangsung pada meiosis

pertama khususnya di saat metaphase I dan anaphase II terjadi peristiwa

pemisahan. Sedangkan pada tumbuhan berbiji, peristiwa pilihan bebas terjadi pada

metaphase II, sedangkan peristiwa pemisahan pada anaphase II (Corebima, 2003).

Page 10: Mendel 2 Fix

10

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka konseptual

Kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Sifat yang dimiliki oleh induk akan diwariskan pada keturunannya oleh adanya faktor gen-gen melalui gamet

3.2 Hipotesis

Data hasil penelitian menggunakan analisis data rekontruksi kromosom

tubuh dan Chi-square

Hasil persilangan L>< B tidak sesuai dengan Hukum Mendel II

Hasil persilangan L><J beserta resiproknya sesuai dengan Hukum Mendel

II

Hasil F2 dari persilangan L >< B dan L><J beserta resiproknya merupakan Hukum

Mendel II dengan rasio F2 9:3:3:1

Syarat Mendel II antara lain: dihibrid (memiliki 2 sifat berbeda) terletak

pada kromosom yang sama, serta perbandingan F2 yaitu 9:3:3:1. Mendel II

dicirikan dengan terjadinya pemisahan bebas dan pemilihan bebas antar

gen-gen yaitu pada waktu meiosis

Persilangan

♂L>< ♀J beserta resiproknya ♂L >< ♀B beserta resiproknya

Page 11: Mendel 2 Fix

11

3.2 Hipotesis

1. H0: Persilangan Drosophilla melanogaster strain ♂L>< ♀B beserta resiproknya

menghasilkan keturunan F2 fenotip A, L, B, dan LB dengan perbandingan

tidak menyimpang dari rasio 9:3:3:1

H1: Persilangan Drosophilla melanogaster strain ♂L< ♀B beserta resiproknya

menghasilkan keturunan F2 fenotip A, L, B, dan LB dengan perbandingan

menyimpang dari 9:3:3:1

2. H0: Persilangan Drosophilla melanogaster strain ♂L>< ♀J beserta resiproknya

menghasilkan keturunan F2 fenotip A, L, J, dan LJ dengan perbandingan tidak

menyimpang dari rasio 9:3:3:1

H1: Persilangan Drosophilla melanogaster strain ♂L>< ♀J beserta

resiproknya menghasilkan keturunan F2 fenotip A, L, B, dan LB dengan

perbandingan menyimpang dari 9:3:3:1

Page 12: Mendel 2 Fix

12

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, karena data yang didapat

merupakan jumlah fenotip yang muncul pada keturunan F2. Data yang diperoleh

dianalisis dengan rekonstruksi kromosom kelamin dan diuji dengan Chi Squre

Test. Berdasarkan Supangat (2007) dalam Muslim, A (2008), maksud dan tujuan

dengan menggunakan model Uji Chi Square adalah membandingkan antara fakta

yang diperoleh berdasarkan hasil observasi dan fakta yang didasarkan secara

teoretis (yang diharapkan). Hal ini sejalan dengan konsep kenyataan yang sering

terjadi, bahwa hasil observasi biasanya selalu tidak tepat dengan yang diharapkan

(tidak sesuai) dengan yang direncanakan berdasarkan konsep dari teorinya (sesuai

dengan aturan-aturan teori kemungkinan atau teori probabilitasnya). Sehingga

analisis yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 10 Februari 2012 hingga 2 Mei 2012.

4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakikan di Laboratorium Genetika (ruang Bio 310) jurusan

Biologi FMIPA UM.

4.3 Variabel Penelitian

Variabel bebas : strain L, B dan J

Variabel terikat : Fenomena yang terjadi pada persilangan

Drosophila melanogaster ♂L >< ♀J dan ♂L ><

♀B beserta resiproknya

4.4 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini yaitu Drosophilla melanogaster strain L, B

dan J, yang dibiakkan di laboratorium Genetika gedung Biologi FMIPA.

Sedangkan sampelnya adalah Drosophilla melanogaster kode strain L, B dan J

yang diambil dari biakan di Laboratorium Genetika dan dijadikan sebagai stok

dalam penelitian ini.

4.5 Alat dan Bahan

Page 13: Mendel 2 Fix

13

4.5.1 Alat

Alat-alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain, mikroskop

stereo, kertas pupasi, gunting, kuas, timbangan, kompor gas, botol selai,

pisau, kardus, selang ampul, selang kecil, cutter, blender, kain kasa, cotton

bud, panci, pengaduk, spons/Busa, plastik transparan, lap, spidol dan karet.

4.5..2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Drosophilla

melanogaster strain L, J dan B, pisang rajamala, tape singkong, gula merah,

yeast, air dan eter.

4.6 Prosedur Kerja

4.6.1 Pembuatan Medium

1. Menyiapkan pisang raja mala, tape singkong dan gula merah

2. Menimbang 700 gram pisang raja mala, 200 gram tape singkong dan

100 gram gula merah (perbandingan 7:2:1)

3. Menghaluskan bahan-bahan di atas dengan menggunakan blender

kecuali gula merah

4. Memanaskan gula merah hingga leleh seluruhnya

5. Setelah ketiga bahan halus, kemudian dipanaskan selama 45 menit

sambil diaduk

6. Memasukkan medium dalam botol selai (masih dalam keadaaan panas)

dan menutupnya dengan spons

7. Mendinginkan medium

8. Menambahkan 7 butir yeast ke dalam botol setelah medium dingin

9. Memasukkan kertas pupasi

4.6.2 Persiapan Stok

1. Memasukkan beberapa pasang Drosophilla melanogaster strain L, B

dan J dalam botol-botol berisi mediumyang telah disediakan

2. Memberi label sesuai strain dan tanggal pemasukan

3. Bila telah terdapat pupa berwarna hitam, masukkan pupa tersebut dalam

selang ampul dan menunggunya hingga menetas

4.6.3 Persiapan Persilangan ♂l >< ♀b dan ♂l >< ♀j beserta resiproknya

1. Melakukan pengamatan fenotip pada strain L, J dan B

Page 14: Mendel 2 Fix

14

2. Menyiapakan botol yang telah berisi medium sesuai dengan jumlah

persilangan dan ulangannya

3. Memasukkan sepasang lalat strain yang akan disilangkan dari selang

ampul ke dalam botol yang berisi medium (usia lalat yang digunakan

untuk persilangan lalat maksimal 3 hari)

4. Memeberi label sesuai jenis persilangan, ulangan dan tanggal

pelaksanaan

5. Setiap jenis persilangan dilakukan dalam minimal 7 kali ulangan

6. Melepas lalat jantan setelah 2 hari

7. Menunggu hingga muncul pupa, setelah muncul pupa berwarna hitam,

induk betina dipindahkan ke medium yang baru minimal sampai botol

C

8. Beberapa pupa dimasukkan ke dalam selang ampul untuk persilangan

generasi berikutnya

9. Mengamati fenotip yang muncul dan menghitung jumlah jantan dan

betina yang menetas. Penghitungan ini dilakukan selama 7 hari

4.6.4 Persilangan F2

1. Menyiapkan botol selai yang telah diisi medium (lengkap dengan yeast

dan kertas pupasi)

2. Menyilangkan strain N yang muncul dari persilangan F1 ♂L>< ♀B

beserta resiproknya dan ♂L>< ♀J beserta resiproknya di dalam botol

persilangan

3. Memberi label dan tanggal pada masing-masing botol persilangan

4. Melepas individu ♂ pada masing-masing persilangan setelah

persilangan berumur 2 hari

5. Memindahkan individu ♀ ke medium baru setelah muncul larva pada

botol persilangan (pemindahan dilakukan setiap muncul larva pada

medium lama dan sampai individu ♀ mati)

6. Mengamati fenotip F2 yang muncul dan menghitung selama 7 hari

7. Mencatat hasil pengamatan dan memasukkan ke dalam tabel

Page 15: Mendel 2 Fix

15

4.7 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menghitung keturunan jantan dan betina

hasil persilangan ♂L>< ♀J beserta resiproknya dan ♂L>< ♀J beserta

resiproknya. Penghitungan jumlah keturunan jantan dan betina ini dilakukan

selama 7 hari. Selain itu, pengumpulan data juga dilakukan dengan cara melihat

fenotip yang muncul pada keturunan F1 dan F2 masing-masing persilangan.

Tabel. Jumlah F1 pada persilangan P1

Persilangan Strain Ulangan Jumlah Rata-

rata1 2 3 4 5 6 7

♂L>< ♀B A

♂B>< ♀L A

♂L>< ♀J A

♂J>< ♀L A

Jumlah

Tabel. Jumlah F2: ♂A >< ♀A dari persilangan ♂L >< ♀B

Strain Sex ulangan Jumla

h

Total Rata-

rata1 2 3 4 5 6 7

A ♂

L ♂

B ♂

LB ♂

Tabel. Jumlah F2: ♂A >< ♀A dari persilangan ♂L >< ♀J

Strain Sex ulangan Jumla

h

Total Rata-

rata1 2 3 4 5 6 7

Page 16: Mendel 2 Fix

16

A ♂

L ♂

J ♂

LJ ♂

4.8 Teknik Analisis Data

Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rekonstruksi kromosom tubuh dan uji Chi Square untuk mengetahui rasio

perbandingan F1 dan F2 pada persilangan D melanogaster strain ♂L>< ♀B

beserta resiproknya dan ♂L>< ♀J beserta resiproknya, masing-masing

menyimpang dari Hukum Mnedel II atau tidak dengan perbandingan 9:3:3:1.

Page 17: Mendel 2 Fix

17

BAB V

DATA PENGAMATAN DAN ANALISIS DATA

5.1 Data Hasil Pengamatan Fenotif

Jenis D. melanogaster yang digunakan dalam penelitian ini adalah D.

melanogaster dengan strain L, B dan J . Untuk tiap strainnya mempunyai ciri- ciri

yang berbeda. Adapun ciri-ciri dari setiap strain adalah sebagai berikut:

Untuk strain L, ciri-cirinya :

Warna mata merah kecil

Faset mata polos

Warna tubuh kuning kecoklatan

Sayap sempurna

Untuk strain B , ciri-cirinya :

Warna mata merah

Faset mata halus

Warna tubuh hitam

Sayap tereduksi

Untuk strain J , ciri-cirinya :

Warna mata merah

Faset mata halus

Warna tubuh hitam

Sayap sempurna

5.2 Data Hasil Persilangan

Tabel. Jumlah F1 pada persilangan P1

No Persilangan Fenotip U1 U2 Rata-

rata

1. ♂L ><♀J ♂ A 4 20 12

♀ A 14 12 13

Page 18: Mendel 2 Fix

18

2. ♀L >< ♂J ♂ A 8 19 13,5

♀ A 14 36 25

3. ♂L >< ♀B ♂ A 24 42 33

♀ A 37 55 46

4. ♀L ><♂B ♂ A 12 22 17

♀ A 27 18 22,5

Jumlah 140 224 182

Data : F2

Tabel. Jumlah F2: ♂A >< ♀A dari persilangan ♂L >< ♀J

No Persilangan Fenotip U1 U2 Rata-

rata

1. ♂L >< ♀J ♂ A 10+14 11 7,5

♀ A 14+21 19 27

♂ J 3 2 2,5

♀J 2+6 3 5

Jumlah 70 35 52,5

5.3 Analisis Data

Pada proyek penelitian Drosophila melanogaster yang kami lakukan, kami

melakukan persilangan parental antara ♂ L >< ♀ J dan ♂ L >< ♀ B beserta

resiproknya. Proyek penelitian ini dilakukan untuk mengetahui fenotip F1 pada

persilangan Drosophila melanogaster, ♂ L >< ♀ J dan ♂ L >< ♀ B untuk

mengetahui fenotif F2 pada persilangan Drosophila melanogaster ♂ L >< ♀ J

Page 19: Mendel 2 Fix

19

dan ♂ L >< ♀ B dan untuk mengetahui fenomena yang terjadi pada persilangan

Drosophila melanogaster ♂ L >< ♀ J dan ♂ L >< ♀ B.

Berdasarkan data hasil penelitian yang dilakukan pada persilangan

Drosophila melanogaster ♂L >< ♀J ulangan 1 fenotif F1 yang diperoleh yaitu

♂A: 4 ♀A: 14. Pada ulangan 2 fenotif F1 yang diperoleh yaitu ♂A: 20 ♀A: 12.

Pada persilangan Drosophila melanogaster ♂J >< ♀L ulangan 1 fenotif F1 yang

diperoleh yaitu ♂A: 8 ♀A: 14. Pada ulangan 2 fenotif F1 yang diperoleh yaitu

♂A: 19 ♀A: 36. Pada persilangan Drosophila melanogaster ♂L >< B ulangan 1

fenotif F1 yang diperoleh yaitu ♂A: 24 ♀A: 42. Pada ulangan 2 fenotif F1 yang

diperoleh yaitu ♂A: 37 ♀A: 55. Pada persilangan Drosophila melanogaster ♂ B

>< ♀L ulangan 1 fenotif F1 yang diperoleh yaitu ♂A:12 ♀N: 22. Pada ulangan 2

fenotif F1 yang diperoleh yaitu ♂A: 27 ♀A: 18

Dari hasil persilangan P1 tersebut, kemudian dilakukan persilangan antara

♂A >< ♀A untuk mengetahui fenotif F2. Pada persilangan Drosophila

melanogaster ♂A >< ♀ A dari P1 ♂L >< ♀J ulangan 1 fenotif F2 yang

diperoleh yaitu ♂A : 24 dan ♀A : 35, ♂ J : 3, ♂J :8 . Pada ulangan 2 fenotif F2

yang yaitu ♂A : 11 dan ♀A : 19, ♂ J : 2, ♂J :3.

Rekontruksi kromosom untuk mengetahui strain pada F2

Rekontruksi kromosom tubuh pada persilangan ♂L >< ♀B

P1 : ♂l >< ♀ b

genotif : l + b+ >< l- b -

l+ b+ >< l - jb -

gamet : l+ b+ ; l- b -

f1 :

l+ b+ l- b -

l+ j+ l+ b+ ( a) l+ b+ ( a)

l- j - l+ b+ ( a) l+ b+ ( a)

Page 20: Mendel 2 Fix

20

rasio f1 : 100% normal

p2 : ♂a >< ♀ a

genotype : l + b+ >< l- b -

l+ b+ >< l - b -

gamet : l+ b+ l+ b+

l+ b - l+ b -

l - b+ l - b+

l- b - l- b -

f2 :

l+ b+ l+ b - l - b + l- b -

l+ b+ l+ b+ (a) l+ j+ (a) l+ j+ (a) l+ j+ (a)

l+ b - l+ b+ (a) l+ b – (l) l+ b+ (a) l+ b - (l)

l - b+ l+ b+ (a) l+ b+ (a) l- b+ (b) l - b+ (b)

l- b - l+ b+ (a) l+ b - (l) l - b+ (b) l- b – (l- b -)

Rasio F2: A: L: B: LB = 9: 3: 3:1

rekontruksi kromosom tubuh pada persilangan ♂l >< ♀j

p1 : ♂l >< ♀ j

genotif : l + j+ >< l- j -

l+ j+ >< l - j -

gamet : l+ j+ ; l- j -

f1 :

l+ j+ l- j -

Page 21: Mendel 2 Fix

21

l+ j+ l+ j+ ( a) l+ j+ ( a)

l- j - l+ j+ ( a) l+ j+ ( a)

rasio f1 : 100% normal

l+ j+

l- j -

p2 : ♂a >< ♀ a

genotype : l + j+ >< l- j -

l+ j+ >< l - j -

gamet : l+ j+ l+ j+

l+ j - l+ j -

l - j+ l - j+

l- j - l- j -

f2 :

l+ j+ l+ j - l - j + l- j -

l+ j+ l+ j+ (a) l+ j+ (a) l+ j+ (a) l+ j+ (a)

l+ j - l+ j+ (a) l+ j – (l) l+ j+ (a) l+ j - (l)

l - j+ l+ j+ (a) l+ j+ (a) l- j+ (j) l - j+ (j)

l- j - l+ j+ (a) l+ j - (l) l - j+ (j) l- j – (l- j -)

Rasio F2: A: L: J: LJ = 9: 3: 3:

Page 22: Mendel 2 Fix

22

BAB VI

Pembahasan

6.1 Fenotipe F1 dan F2 persilangan ♂L >< J beserta resiproknya

h. Melalui data dan analisis data yang kami dapatkan, dapat diketahui

bahwa semua keturunan F1 dari persilangan ♂L><♀J beserta

resiproknya adalah strain A (heterozigot) yang memiliki fenotipe mata

berwarna merah, faset mata halus, warna tubuh kuning kecoklatan dan

kedudukan sayapnya menutupi tubuh dengan sempurna.

(Corebima,1997) ciri yang tampak pada F1 oleh J.G Mendel disebut

ciri dominan, sedangkan yang tidak tampak disebut sebagai ciri resesif.

Hal ini disebabkan sifat dominan yang dimiliki A menutupi sifat

resesif yang dimiliki oleh strain L dan J. Strain J merupakan mutan/

black/ (b) (II. 48,5) dengan seluruh tubuh berwarna hitam gelap akibat

terjadinya kerusakan gen yang terletak pada kromosom kedua, lokus

48,5 dan mutan/ taxi/ (tx) (III. 91,0) denagan sayap selalu terentang

akibat kerusakan pada kromosom ketiga, lokus 91,0, sedangkan strain

L merupakan mutan /Bar3 tidak memeliki mata yang bulat tetapi

memiliki mata yang sipit. yang diakibatkan kerusakan gen yang

terletak pada kromosom ke tiga.

Menurut Campbell (2002), jika kedua alel berbeda maka salah satu

alel adalah alel dominan diekspresikan sepenuhnya dalam penampakan

organisme. Sementara itu, alel satunya alel resesif yang tidak

mempunyai efek jelas pada penampakan organisme. Pada persilangan

♂L ><♀J beserta resiproknya, F1 yang muncul adalah Drosophila

melanogaster yang memiliki strain A karena alel untuk strain ini lebih

dominan daripada alel untuk strain L dan J. Hal tersebut dapat terlihat

pada data pengamatan bahwa fenotipe keturunan pertama (F1) pada

persilangan tersebut menghasilkan lalat yang kesemuanya A.

Sedangkan pada keturunan kedua (F2) diperoleh hasil keturunan yang

menunjukkan rasio keturunan 9: 3: 3: 1 . Dikarenakan kegagalan

dalam pengamatan persilangan strain L dan J, kelompok kami belum

memperoleh data keturunan kedua (F2), sehingga tidak dapat diketahui

Page 23: Mendel 2 Fix

23

fenomena yang terjadi dari persilangan lalat buah yang dilakukan.

Namun berdasarkan analisis berupa rekonstruksi kromosom,

persilangan lalat strain L dan J menunjukkan persilangan dihibrida,

yakni persilangan dengan memperhatikan dua ciri sekaligus yang

berbeda dari parental yang bersangkutan. Berdasarkan hasil

rekonstruksi kromosom diketahui bahwa persilangan tersebut

membuktikan terjadinya fenomena Hukum Pemilihan Bebas Mendel

(Hukum Mendel II) yang mengemukakan bahwa faktor-faktor yang

menentukan karakter-karakter yang berbeda diwariskan secara bebas

satu sama lain( Corebima, 1997)

Dalam penelitian ini kami belum memperoleh data keturunan

kedua (F2) dari persilangan lalat buah (Drosophilla melanogaster)

strain ♂L ><♀J sehingga belum dapat memmbuktikan fenomena apa

yang terjadi dari hasil persilangan strain tersebut. Dalam proses

penelitian, ditemukan beberapa kesulitan yang menghambat jalannya

pengambilan dan pengamatan data. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi

diantaranya karena banyaknya populasi kutu yang merusak telur-telur

lalat sehingga menghambat pertumbuhan lalat, terbukanya botol strain

lalat, serta kelalaian praktikan yang saat memindahkan ke botol lain

lalat terbang.

Pada persilangan strain L dan J ini tidak didapatkan hasil analisis

yang menggunakan uji statistik chi-square, karena data yang

didapatkan hanya satu ulangan. Sehingga pada persilangan strain ini

analisis data hanya menggunakan analisis deskriptif, berdasarkan

analisis deskriptif rasio F2 pada persilangan ini menyimpang dari

Hukum Mendel 1 dimana tidak sesuai dengan rasio 3:1. Berdasarkan

analisis rekonstruksi kromosom diketahui bahwa persilangan ini

merupakan peristiwa Mendel II atau pemilihan bebas dengan rasio

fenotif F2 9:3:3:1 . Namun belum dapat dibuktikan bahwa persilangan

ini termasuk Mendel II karena tidak ditemukan strain baru yakni LJ

yang merupakan strain homozigot resesif dari rekonstruksi kromosom

L >< J.

Page 24: Mendel 2 Fix

24

6.2 Fenotipe F1 dan F2 persilangan ♂L >< B beserta resiproknya

Berdasarkan data pengamatan dan analisis rekonstruksi kromosom

yang kami lakukan, dapat diketahui bahwa keturunan pertama (F1) yang

didapat dari hasil persilangan ♂L ><♀B beserta resiproknya

menghasilkan keturunan yang menunjukkan fenotip A (Normal). Hal ini

dikarenakan strain A pada persilangan tersebut memiliki sifat yang

dominan sehingga sifatnya akan menutupi fenotip strain L dan B yang

bersifat resesif. Hal ini disebabkan sifat dominan yang dimiliki A

menutupi sifat resesif yang dimiliki oleh strain L dan B. Strain B

merupakan mutan/ vestegial/ (Vg) Sayap tereduksi sehingga tampak sangat

kecil akibat kerusakan kromosom kedua, lokus 67,0, sedangkan strain L

merupakan mutan /Bar3 tidak memeliki mata yang bulat tetapi memiliki

mata yang sipit. yang diakibatkan kerusakan gen yang terletak pada

kromosom ke tiga. Hal ini menunjukkan bahwa kromosom penentu sifat

strain b dan tx merupakan kromosom tubuh (autosom) dan terletak pada

kromosom yang berbeda. Keadaan ini menunjukkan bahwa gen pengontrol

sifat kedua strain berada pada alel yang berbeda. Sehingga pada saat

terjadi gametogenesis, alel-alel dari P2 (normal heterozigot) berpisah

secara bebas akhirnya berbentuk empat macam gamet yang haploid yaitu:

b+ tx, b+ tx+, b tx+ dan b tx.

Menurut Rondonuwu (1989), persilangan dihibrid (persilangan dengan

dua sifat beda) telah terjadi pula pemisahan gen yang sealela dan

selanjutnya alela-alela tersebut bergabung secara bebas satu dengan yang

lainnya pada satu gamet. Sehingga pada persilangan antara F1><F1 akan

dihasilkan 4 strain yang berbeda.

Sedangkan pada keturunan kedua (F2) menurut rekontruksi

menunjukkan rasio keturunan 9: 3: 3: 1 tetapi dikarenakan kegagalan

dalam pengamatan persilangan strain L dan J, kelompok kami belum

memperoleh data keturunan kedua (F2), sehingga tidak dapat diketahui

fenomena yang terjadi dari persilangan lalat buah yang dilakukan. Namun

berdasarkan analisis berupa rekonstruksi kromosom, persilangan lalat

strain L dan J menunjukkan persilangan dihibrida, yakni persilangan

Page 25: Mendel 2 Fix

25

dengan memperhatikan dua ciri sekaligus yang berbeda dari parental yang

bersangkutan. Berdasarkan hasil rekonstruksi kromosom diketahui bahwa

persilangan tersebut membuktikan terjadinya fenomena Hukum Pemilihan

Bebas Mendel (Hukum Mendel II) yang mengemukakan bahwa faktor-

faktor yang menentukan karakter-karakter yang berbeda diwariskan secara

bebas satu sama lain( Corebima, 1997)

Dalam penelitian ini kami belum memperoleh data keturunan kedua

(F2) dari persilangan lalat buah (Drosophilla melanogaster) strain ♂L

><♀B sehingga belum dapat memmbuktikan fenomena apa yang terjadi

dari hasil persilangan strain tersebut. Hal tersebut dkarenakan karena

banyaknya populasi kutu yang merusak telur-telur lalat sehingga

menghambat pertumbuhan lalat, terbukanya botol strain lalat, sayap strain

B yang tereduksi sehungga lalat mudah mati, serta karena kelalaian

praktikan yang saat memindahkan ke botol lain lalat terbang.

Page 26: Mendel 2 Fix

26

BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

1. Fenotipe Filial 1 pada persilangan Drosophila melanogaster strain

♂L>< ♀J beserta resiproknya dan ♂L >< ♀B beserta resiproknya

diperoleh strain A 100%

2. Fenotipe Filial 2 pada persilangan Drosophila melanogaster strain ♂L

>< ♀ J beserta resiproknya dan diperoleh strain A, L, J, dan LJ

sedangkan ♂L>< ♀B beserta resiproknya diperoleh strain A, L, B dan

LB berdasarkan hasil rekonstruksi kromosom.

3. Rasio Filial 2 pada persilangan Drosophila melanogaster strain ♂L ><

♀J, ♀L >< ♂J menurut rekonstuksi kromosom yaitu dengan rasio

9:3:3:1 dimana sesuai dengan hukum mendel II, sedangkan pada

persilangan ♂L >< ♀B, dan ♀L >< ♂B ialah rekonstuksi kromosom

dengan rasio 9:3:3:1 yang sesuai dengan hukum mendel II

7.2 Saran

1. Pengamatan fenotip sebaiknya selalu menggunakan mikroskop untuk

menghindari kesalahan dalam pengamatan

2. Penelitian ini hendaknya dilakukan dengan ketelitian dan kesabaran

yang tinggi dalam hal pengamatan perbedaan warna mata, sayap dan

penghitungan jumlah keturunan dari F1 dan F2 sehingga didapatkan

hasil yang maksimal

3. Penelitian hendaknya memiliki sumber literatur yang cukup untuk

mendukung penelitian yang dilakukan

4. Pada saat pengambilan anakan dari medium, hendaknya peneliti harus

hati-hati agar tidak banyak lalat yang lepas.

Page 27: Mendel 2 Fix

27

DAFTAR PUSTAKA

Ardiawan. 2009. Interaksi Gen (Penyimpangan Hukum Mendel). (online), (http://images.ardiawan1990.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/TYolMgooCIkAAAf7K2M1/Interaksi%20Gen%20(Penyimpangan%20Hukum%20Mendel).pdf?key=ardiawan1990:journal:19&nmid=427571064), diakses tanggal 23 maret 2015

Campbell, Neil.1999. Biology Fifth Edition. Diterjemahkan oleh Rahayu Lestari. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid I. Jakarta:Airlangga

Corebima, AD.2003.Genetika Mendel.Surabaya: Airlangga University PressGardner, dkk. 1991. Principle of Genetics. Kanada: John Wiley & Sons, Inc.Henuhili, Victoria dan Surasih. 2003. Genetika (Common Textbook). Yogyakarta:

Universitas Negeri YogyakartaKimball, 1991. Biology Fith Edition. Diterjemahkan oleh siti Sutarmi. 1992.

Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Bandung: PT. Gelora Aksara PratamaMuslim, azhar. 2008. Respon Petani terhadap Pemanfaatan Lahan Pertanian Pasca

Tsunami di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jurnal Sosio Ekonomika. (online), 14(2): 193-206, (http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/14208193206_0853-1293.pdf), diakses tanggal 23 maret 2015

Rondonuwu, Suleman. 1989. Dasar-dasar Genetika. Jakarta: Departemen dan KebudayDirektorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan

Stansfield, William D. 1983.Genetics 2/ed scaum’s outline series. California: McGRAW-HILL.INC.

Storer, T.L dan Usinger, R.L.1975. General Zoologi. New Delhi: Mc. Graw-Hall Publishing Compang LTD

Suryo. 2005. Genetika, DEKDIKBUD Derektoral Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru