MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT DARI … dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 23...
Transcript of MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT DARI … dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 23...
MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT DARI BUKU:
" 6 TEMPAYAN AIR POKOK-POKOK PEMBANGUNAN JEMAAT "
KARYA ROB VAN KESSEL
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Nyabang Sudaryanto
NIM: 101124037
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT DARI BUKU:
" 6 TEMPAYAN AIR POKOK-POKOK PEMBANGUNAN JEMAAT "
KARYA ROB VAN KESSEL
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Nyabang Sudaryanto
NIM: 101124037
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
SKRIPSI
MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT DARI BUKU :
" 6 TEMPAYAN AIR POKOK-POKOK PEMBANGUNAN JEMAAT ",
KARYA ROB VAN KESSEL
Oleh :
Nyabang Sudaryanto
Nim : 101124037
Telah disetujui oleh :
Dosen Pembimbing
Dr. C. Putranto, SJ. Tanggal 26 Agustus 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
SKRIPSI
MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT DARI BUKU :
" 6 TEMPAYAN AIR POKOK-POKOK PEMBANGUNAN JEMAAT ",
KARYA ROB VAN KESSEL
Dipersiapkan dan ditulis oleh
Nyabang Sudaryanto
Nim : 101124037
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
Pada tanggal 23 September 2016
dan dinyatakan memenuhi syarat
SUSUNAN PANITIA PENGUJI
Nama Tanda tangan
Ketua : Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung, SJ, M.Ed. . . . . . . . . . . . .
Sekretaris : Yoseph Kristianto, SFK, M.Pd. . . . . . . . . . . . .
Anggota : 1. Dr. C. Putranto, SJ. . . . . . . . . . . . .
2. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ. . . . . . . . . . . . .
3. Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung, SJ, M.Ed. . . . . . . . . . . . .
Yogyakarta, 23 September 2016
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
Rohandi., Ph.D
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
Tuhan Yesus Kristus, Sang Juru Selamatku
Kedua orang tuaku tercinta : Bapak Ambrosius Nyurung
dan Alm. Ibu Indah Ruminingsih S.Ag
Saudaraku : Agita Ajeng Puspa Ningrum
Tanteku : Dwi Conny Setya S.Ag
sahabatku : De'Kill dan Angkatan 2010
Kalian adalah alasanku untuk tetap bertahan dan terus berjuang sampai saai ini.
teman-teman seperjuanganku, para pewarta kabar gembira, dan semua pihak yang
telah ikut membantu, dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk
berkembang selama menjalani proses pendidikan hingga selesai di Program Studi
Pendidikan Agama Katolik
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
" Tidak perlu baik untuk sesuatu yang baik, karena sesuatu yang baik tidak harus
berasal dari sesuatu yang baik "
( Dheva )
" Kasih sayang tanpa kekuatan adalah kelemahan, kekuatan tanpa kasih sayang
adalah kezaliman "
( So Dosin )
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 24 Agustus 2016
Penulis
Nyabang Sudaryanto
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Sanata Dharma :
Nama : Nyabang sudaryanto
Nomor Mahasiswa : 101124037
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Unuversitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
“MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT DARI BUKU : 6 TEMPAYAN
AIR POKOK-POKOK PEMBANGUNAN JEMAAT KARYA ROB VAN
KESSEL”, beserta perangkat yang diperlukan.
Demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak
untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam
bentuk perangkat data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di
internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari
saya maupun memberikan royalti selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 24 Agustus 2016
Yang menyatakan
( Nyabang Sudaryanto )
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT
DARI BUKU : 6 TEMPAYAN AIR POKOK-POKOK PEMBANGUNAN
JEMAAT KARYA ROB VAN KESSEL”. Judul ini dipilih oleh penulis bertitik
tolak dari pantauan di lapangan bahwa masih banyak para pemuka jemaat kita
yang kurang memahami secara utuh dari alur organisasi, hak dan tugas dalam
melayani umat. Dengan kurangnya memahami hal tersebut maka pendampingan
dan pelayanan terhadap umat juga menjadi kurang maksimal.
Isi dari buku ini mau membantu kita para pemuka jemaat baik itu katekis,
prodiakon, serta perangkat pendukung lainnya untuk semakin memahami tugas
dalam pendampingan dan pelayanan terhadap umat, baik itu didalam komunitas,
kelompok kecil dan pribadi sekalipun. Di dalamnya disajikan enam butir pokok
bahasan tentang pembangunan jemaat. Dasarnya adalah mukjizat Yesus yang
pertama pada pesta perkawinan di Kana, ketika Ia mengubah air menjadi anggur
dalam enam tempayan. Kita sebagai jemaat Allah hanya mampu menyediakan
tempayan dan air, sementara yang mampu mengubah menjadi anggur adalah
rahmat Allah. Keenam butir berikut melambangkan keenam tempayan itu:
Keberadaan manusia dan identitas kristiani; Kehidupan dan kematian dengan
penekanan pada arti pelayanan kepada kehidupan; Pertemuan dengan Allah
sebagai dasar hidup manusia menjadi masalah bagi manusia dewasa ini; Tindak
komunikatif: semua orang terlibat secara bebas dan sederajat; Arti Gereja dan
hubungan Gereja dengan negara (Gereja orang miskin dan hak orang miskin);
Kegiatan pokok jemaat paroki sebagai perwujudan gereja universal.
Buku ini selain menjadi pegangan para pemuka jemaat dalam menjalankan
tugasnya, juga diperuntukkan bagi para mahasiswa dan dosen teologi pastoral.
Dengan harapan ini semua akan semakin memperkuat pemahaman dan menjadi
pegangan dalam menjalankan tugas pendampingan serta pelayanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
This thesis entitled “FATHOMING COMMUNITY BUILDING FROM
THE BOOK: 6 JARS OF WATER CORES OF COMMUNITY BUILDING BY
ROB VAN KESSEL”. This title is chosen by the author based on the
observation on the field that there are still many of our leaders who less
understand the purpose of organizing, also rights and duties in serving people.
With of the lack of understanding that the guidance and services to the people
become less maximum.
This book‟s contents is helping for the leaders, which are catechists,
prodeacons, and also any other leaders to be more understanding the duties in
guiding and serving people, which in a community, a small group, and
personally. This book contains six subject points of community building. It is
based on Jesus‟ first deed at wedding party in Cana, while He transforming
water into wine in 6 jars. We are, as the people of God only be able to provide
the jars and water, meanwhile Grace of God is the one which be able to change
it into wine. These six points symbolize those six jars: Human existance and
christian identity; Life and death with emphasis in the meaning of services for
life; Meeting with God as the life principal of human beings become problem on
this day; Communicative act: everyone involved equal and free; The meaning of
the Church and its relationship with the nations (The Church of the poor and the
rights of the poor); Main activity of the parishian as a manifestation of universal
church.
This book, beside being a guidance for the leaders in doing the duties, it
is also for the students and pastoral theological lecturer. After all, the author
hopes that the leaders streghten their understanding and be a guide in duties of
guidance and sevices.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah karena kasih karunia dan bimbingan-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun dalam
rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Program Studi Ilmu
Pendidikan Kekhusan Pendidikan Agama Katolik.
Adapun judul skripsi ini adalah MENDALAMI PEMBANGUNAN
JEMAAT DARI BUKU : 6 TEMPAYAN AIR POKOK-POKOK
PEMBANGUNAN JEMAAT KARYA ROB VAN KESSEL. Diwarnai dengan
berbagai macam hal baik itu yang menghambat maupun yang memperlancar, serta
dorongan dari berabagai pihak secara langsung maupun tidak, dengan semua
proses ini akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu atas kerjasama yang baik hingga terselesaikannya
penuisan skripsi ini, dengan rendah hati penulis menghaturkan terima kasih
kepada :
1. Segenap staf Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan PAK-USD,
yang telah mendidik dan mendampingi selama proses belajar, khususnya
dalam penyusunan skripsi ini.
2. Dr. C. Putranto, SJ sebagai Pembimbing Akademik dan Dosen
Pembimbing Skripsi yang telah mendampingi dan membimbing dengan
penuh kesabaran dan ketekunan dalam penuliusan skripsi ini.
3. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ, sebagai dosen penguji II yang telah
memberikan perhatian, dukungan dan bimbingan dalam penulisan skripsi
ini. Serta selalu membantu dalam berbagai kesulitan yang dihadapi oleh
penulis.
4. Drs. FX. Heryatno Wonowulung SJ,. M.Ed., sebagai dosen penguji III
yang telah memberikan perhatian, dukungan dan bimbingan selama
penulisan skripsi ini. Serta memberikan berbagai kemudahan dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
5. Bapak, Alm. Ibu, adikku yag setia dan penuh cinta mendampingi serta
memberikan semangat dalam menyelesaikan studi di PAK-USD ini.
6. Veronica Demitia Sandhy Parestu yang selalu mendampingi dan menjadi
penyemangat bagi penulis selama penyelesaian skripsi ini.
7. Anselma Fidelia Aji Susanti Windarwanti yang menjadi penyemangat dan
motovasi bagi penulis selama penyelesaian skripsi ini.
8. Teman-teman De‟Kill 2010 yang selalu menjadi motivasi bagi penulis
dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
9. Teman-teman 2010 yang menjadi keluarga besar bagi penulis dan selalu
menjadi penyemangat bagi penulis.
10. Teman-teman Club Petarung Bebas Yogyakarta yang selalu menjadi
motivasi dan penyemangat bagi penulis dalam menyelsaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih cukup jauh dari sempurna
sehingga masih memerlukan banyak kritik dan saran yang membangun dimasa
depan guna perbaikan yang lebih baik bagi skripsi ini. Akhirnya penulis berharap
agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pelayan umat dimana pun berada karena
kontribusinya sebagai pewarta kabar gembira dan menjadi teladan bagi umat
dalam kehidupan sehari-hari.
Yogyakarta, 24 Agustus 2016
Penulis
Nyabang Sudaryanto
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ............................................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... ii
PENGESAHAN .................................................................................................. iii
MOTTO ............................................................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............... vii
ABSTRAK ......................................................................................................... viii
ABSTRACT ....................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ....................................................................................... x
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang Penulisan ....................................................................... 1
B. Upaya Menanggulangi ............................................................................ 6
BAB II. PENGHAYATAN KENYATAAN, PENEBUSAN DAN
PEMBEBASAN ................................................................................................. 9
A. Penghayatan Kenyataan ......................................................................... 9
1. Cara Keberadaan Kita ...................................................................... 9
2. Proses Sekularisasi ........................................................................... 10
3. Teologi ............................................................................................. 12
a. Komponen yang Pertama adalah Teologi Dialektis .................... 12
b. Komponen yang Kedua adalah Personalitas yang berasal
dari Filsafat Eksistensi ............................................................... 13
c. Komponen yang Ketiga adalah Teologi Harapan ...................... 13
4. Etik ................................................................................................... 14
5. Pembangunan Jemaat ....................................................................... 18
B. Penebusan dan Pembebasan ................................................................... 19
1. Hidup dan Kematian ........................................................................ 19
2. Proses Penebusan ............................................................................. 21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
3. Ibadat Liturgi .................................................................................... 22
4. Pelayan Pemeliharaan, Perjuangan, Pengampunan .......................... 23
5. Pembangunan Jemaat ....................................................................... 25
BAB III. ALLAH, PEWAHYUAN DAN KOMUNIKASI IMAN ................... 27
A. ALLAH .................................................................................................. 27
1. Gambaran-gambaran Allah ............................................................... 27
2. Analisis Penelitian ............................................................................ 29
3. Dilema .............................................................................................. 29
4. Perjumpaan dengan Allah ................................................................ 31
5. Pembangunan Jemaat ....................................................................... 32
B. Pewahyuan dan Komunikasi Iman ......................................................... 33
1. Bertindak Strategis dan Bertindak Komunikatif .............................. 33
2. Tiga Alur Komunikasi ...................................................................... 34
3. Iman di Alur Kebenaran ................................................................... 37
4. Iman di Alur Etik ............................................................................. 37
5. Iman di Alur Kesungguhan .............................................................. 39
6. Pembangunan Jemaat ....................................................................... 43
BAB IV. GEREJA DAN MASYARAKAT, FUNGSI DAN JABATAN .......... 47
A. Gereja dan Masyarakat ........................................................................... 47
1. Eklesiologi ........................................................................................ 47
2. Kerajaan Allah dan Umat Allah ....................................................... 47
3. Gereja dalam Proses Sekularisasi ..................................................... 50
4. Gereja dan Masyarakat Pasar ........................................................... 52
5. Gereja Orang Miskin ........................................................................ 55
B. FUNGSI DAN JABATAN .................................................................... 56
1. Kehadiran Kristus ............................................................................. 56
2. Fungsi dan Jabatan ........................................................................... 58
3. Motif ................................................................................................. 62
BAB V. USULAN PROGRAM ......................................................................... 64
A. Pemikiran Dasar Pendampingan ............................................................ 64
1. Latar Belakang Situasi ..................................................................... 64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
2. Alasan diadakannya Pendampingan ................................................. 65
3. Tujuan Pendampingan ...................................................................... 66
4. Pemilihan Materi dan Pertimbangannya .......................................... 66
B. Program Pendampingan Prodiakon ....................................................... 67
1. Pemikiran Dasar Program ................................................................ 67
2. Program Pendampingan Prodiakon .................................................. 69
C. Kumpulan Satuan Pendampingan .......................................................... 73
1. Satuan Pendampingan I .................................................................... 73
2. Satuan Pendampingan II .................................................................. 86
3. Satuan Pendampingan III ................................................................. 94
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 109
A. Kesimpulan ........................................................................................... 109
B. Saran ...................................................................................................... 109
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 111
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Dalam kehidupan Gereja dan dalam Teologi Praktis istilah Pembangunan
Jemaat merupakan pengertian yang isinya padat. Isi itu sendiri berasal dari
harapan-harapan jemaat sendiri. Umat Kristiani dewasa ini ditantang serta
diancam oleh proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat, seperti
modrenisasi dan sekularisasi. Umat kristiani ditantang untuk berpartisipasi kreatif
dalam perkembangan zaman, tetapi umat juga mengalami efek-efek negatifnya.
Pembangunan Jemaat menawarkan berbagai macam-macam usaha yang
diharapkan dapat menanggani proses tersebut dengan tepat. Pembangunan Jemaat
ingin menyediakan program yang menginspirasikan sebuah harapan. Tujuan
sentral yang digambarkan dalam penjelasan tentang Pembangunan Jemaat disebut
vitalisasi karena fokusnya pada kehidupan yang baru, pemancaran yang baru, dan
daya tarik yang baru. Pembangunan Jemaat mau ikut membangun Gereja dimana
orang dengan semangat yang baru mau berdiam dan bekerja.
Harapan-harapan itu mempunyai dasar yang dalam. Banyak orang
mengalami transisi yang terjadi dalam Gereja dan masyarakat. Mereka merasa
gelisah dan kurang aman. Di satu pihak, semakin banyak orang beriman
menyadari kesulitan gereja-gereja yang berada dalam situasi di mana rupanya
politik lebih penting daripada iman. Dewasa ini sebagian orang mengatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
bahwa Gereja tidak perlu sebagai institusi, bahwa cukuplah apabila manusia
berpedoman pada iman, harapan dan cinta kasih sebagai anugrah dari Allah.
Tugas dari Pembanguan Jemaat tidak hanya dipegang oleh para klerus,
melainkan juga dipegang oleh semua warga Gereja. Warga Gereja merupakan
bagian tidak terpisahkan dari keanggotaan gereja. Dimana warga Gereja memiliki
ciri, sifat, perkembangan, dan mengalami langsung semua proses yang terjadi
sebagai anggota dari warga Gereja. Di mana ada keyakinan bahwa ke depan
Gereja dengan anugrah Allah yang terletak pada tangan kita, manusia, dan bahwa
Pembanguna Gereja tergantung pada tanggung jawab dan jerih payah kita.
Warga Gereja termasuk di Paroki Santa Perawan Maria diangkat ke Surga
Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi pada saat ini sedang masuk kedalam taraf
pembenahan dan pendewasaan. Di mana sebagai anggota Gereja yang luas
terkadang mengalami krisis atau persoalan-persoalan yang cukup berat. Krisis
yang seperti ini biasa terjadi karena adanya sebab akibat yang tentunya fatal bagi
warga Gereja itu sendiri.
Warga Gereja di Paroki Santa Perawan Maria dingkat ke Surga juga
mengalami banyak krisis dalam pertumbuhan dan perkembangannya sebagai
anggota Gereja. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi, antara lain kurangnya
perhatian dari Gereja, Pastor Paroki, dan juga masyarakat sekitar. Sedangkan
persoalan yang menuntut perhatian lebih saat ini adalah pola berpikir yang masih
kaku, pembedaan perlakuan, keinginan untuk mendapatkan yang terbaik, yang
terbaik yang dimaksud misalnya, pendapat yang harus didengar, berusaha
mendapatkan peluang-peluang dan posisi-posisi yang strategis didalam
kepengurusan jemaat. Situasi seperti ini juga semakin berkembang dengan subur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
manakala anggota Gereja sendiri belum memiliki kesadaran untuk berperan secara
penuh dalam melaksanakan perannya seebagai anggota Gereja.
Berbagai kegiatan keagamaan yang ada di paroki dan diikuti hanya
sebagai tameng dan penunjang aktivitas yang tentunya menjadi kebutuhan
sekunder. Dalam berkegiatan juga tidak jarang orang berpikir untuk
mempertimbangkan jarak, waktu dan estimasi biaya yang dikeluarkan. hal ini
yang sering kali menjadi penghambat dari pembangunan jemaat itu sendiri.
Seperti di Paroki Santa Perawan Maria di Angkat ke Surga, masih sedikit
sekali pemahaman akan keanggotaanya dalam Gereja. Bisa dilihat dalam kegiatan
yang ada. Misalnya dalam koor, di mana ini menjadi tanggung jawab dari seluruh
jemaat stasi, wilayah, ataupun lingkungan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya
masih banyak jemaat yang tidak ambil bagian didalamnya. Contoh lainnya adalah
kegiatan doa lingkungan, dimana hanya sebagian kecil jemaat yang ambil bagian
didalamnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal ini, biasanya adalah
tempat dimana kegiatan doa ini dilaksanakan, konsumsi apa yang akan diberikan,
hal mendasar seperti ini yang bisanya terjadi.
Hal lain yang mungkin lebih serius adalah bagaimana perhatian dari pastor
di Paroki yang bersangkutan. Terkadang perhatian yang diberikan oleh para klerus
dirasakan kurang merasa terhadap seluruh anggota jemaatnya di tempat itu.
Membuat jemaat terkadang merasa malas dalam berperan dan ambil bagian dalam
berbagai kegiatan yang ada di paroki tersebut. Juga adanya berbagai kesibukan
yang dilakukan oleh jemaat membuat hubungan antara jemaat dan para klerus
semakin renggang. Ditambah dengan adanya sikap egois yang masih kental, serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
kebutuhan ekonomi yang cukup tinggi membuat sisi kehidupan rohani jemaat
terabaikan.
Dalam sebuah proses memang demikian adanya, hal yang harus diingat
dan harus selalu diingat adalah mereka harapan. Harapan Gereja di masa sekarang
dan masa depan. Mereka tulang punggung Gereja dan masyarakat, oleh karena itu
sangat diperlukan pendampingan terhadap mereka, siapa saja. Pendampingan juga
harus sungguh-sungguh agar tercapai suatu pendewasaan iman sehingga mampu
bertanggung jawab penuh dalam tugas-tugas dan perutusan Gereja. Salah satu
yang bisa ditempuh adalah dengan pendampingan iman yang nantinya akan
bermuara pada Pembangunan jemaat yang baik dan berhasil. Pendampingan iman
merupakan salah satu bentuk pelayanan bagi perkembangan iman Kristiani,
sebagai salah satu usaha untuk menemani orang lain atau kelompok agar iman
akan Kristus sungguh-sungguh akan tumbuh. Tidak hanya tumbuh tetapi juga
dapat berkembang guna wujud nyata perbuatan dalam rangka menyongsong masa
depan. Jemaat harus didampingi dengan cara peningkatan pendampingan,
misalnya melalui katekese. Dengan ketekese diharapkan dapat memberikan
pengaruh lebih besar kepada jemaat, juga melalui kegiatan katekese semua orang
beriman baik secara pribadi maupun bersama dapat menghayati iman dalam
situasi konkret. Dan jemaat bisa berkembang menajadi manusia kristiani.
Bertolak dari hal ini penulis ingin mengajukan suatu sumbangan
pemikiran bagi usaha peningkatan pendampingan jemaat, yang bertujuan untuk
Pembangunan Jemaat. Sebagai upaya menanggulagi saya meringkas sebuah buku
dengan maksud mecari inspirasi agar bisa melakukan pendampingan
Pembangunan jemaat dari sebuah buku “6 Tempayan Air Pokok-pokok
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Pembangunan Jemaat” karangan karya Rob Van Kessel, demikian buku ini
seterusnya menjadi acuan dalam penulisan skripsi ini.
Penulis mengambil dan menjadikan buku ini menjadi acuan penulis
dikarenakan Prof. Dr. Rob Van Kessel adalah orang yang ahli dibidangnya. Prof.
Dr. Rob Van Kessel lahir 1929 di Jakarta, menjadi profesor dalam teologi Praktis
di Universitas Utrecht. Beliau menuliskan refleksi teologis yang cukup
fundamental bagi Pembangunan Jemaat. Sudah ada banyak literatur mengenai
iman dan gereja yang juga mengenai problem-problem pastoral. Pembangunan
Jemaat pun lama-kelamaan tidak asing lagi sebagai vak yang membekali para
petugas pastoral, baik imam, pendeta, maupun awam.
Rob Van Kessel ingin bertolak dari teologi modern dan makin lama
mengkhususkan diri pada Pembangunan Jemaat. Beliau mencoba membangun
kader serta memberikan perspektif teologis normatif bagi Pembangunan Jemaat
dalam konteks masyarakat masa kini. Tidak disangkal lagi bahwa konteks
masyarakat di banyak negara dunia ketiga terkena oleh modernitas sebagai kultur
baru. Di Indonesia kesadaran akan hal itu semakin kuat.
Mungkin upaya Rob Van Kessel ini bagi kalangan pembaca tertentu
terkesan terlalu idealistis, terlalu radikal, atau terlalu abstrak. Namun, Rob Van
Kessel mengharapkan supaya buku ini dapat memberi inspirasi untuk bertolak
dari iman yang mendalam dan berkerja demi gereja yang vital dan yang betul-
betul bersifat kristiani. Demikian sedikit tentang biografi Prof. Dr. Rob Van
Kessel yang memang dalam hidupnya mendedikasikan diri untuk pembangunan
Jemaat. Oleh dasar itulah penulis menjadikan buku karya Rob Van Kessel ini
sebagai buku acuan utama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
B. Upaya Menanggulagi
Saya meringkas sebuah buku dengan maksud mecari inspirasi agar bisa
melakukan pendampingan pembangunan jemaat dari buku berjudul " 6 Tempayan
Air Pokok-pokok Pembangunan Jemaat ”.
Buku Rob Van Kessel menunjukkan kepada kita bahwa Pembangunan
Jemaat masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Buku ini ditulis khusus
bagi para Pembangun Jemaat. Dengan menunjukan dan menjelaskan butir yang
penting bagi pembangunan Jemaat.
Pembangunan Jemaat salah satu kunci sukses untuk bisa menyatukan
seluruh warga Gereja. Adanya pembanguan jemaat bisa membantu kinerja dari
semua pihak, ini juga akan berjalan dengan baik apabila ada dukungan dari semua
unsur Gereja yang ada. Pembangunan Jemaat adalah suatu proses dimana ini masa
yang menentukan perkembangan hidup manusia dalam berbagai aspek yaitu fisik,
intelektual, emosional, sosial dan juga spiritual. Aspek ini harus dikembangkan
dengan baik demi terwujudnya Pembangunan Jemaat yang baik.
Berkaitan dengan kehidupan Gereja yang kita bicarakan adalah
keberadaan manusia dan menanyakan dimanakah letak identitas kristiani kita
didalamnya. Apakah manusia mengalami kehadiran Allah dalam keadaan dunia
yang harus diterima saja atau dalam kebebasan yang tentunya bertanggung jawab
atas dunia ini. Apakah kita akan akan beranjak dari tanggung jawab itu dan
membiarkannya menjadi mati. Buku ini mengajak dan menunjukkan bahwa kita
bisa memilih untuk hidup dengan bertanggung jawab penuh atasnya.
Berbagai alasan sering muncul mengapa anggota gereja sekarang ini
jarang sekali yang berani ambil bagian di dalam kegiatan mengereja. Pada saat ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
saya melihat adanya budaya sungkan yang berlebihan dari semua anggota Gereja,
dimana orang menjadi tidak peduli karena alasan yang sangat mendasar yaitu
tidak enak. Di sisi lain juga ada yang bertabrakan dengan waktu, masih ada
pekerjaan, dan masih banyak yang lainnya. Padahal hidup sebagai anggota gereja
berarti bisa dan harus ambil bagian didalamnya. Maka dengan demikian baru akan
tampaklah iman di dalam kehidupan sehari-hari yang diwujudkan kepada sesama
yang berada di sekitar kita.
Melihat banyaknya masalah yang belum terpecahkan dan teratsi maka Rob
Van Kessel lewat buku ini berusaha memberikan solusi kepada jemaat dan
seluruh anggota Gereja, khususnya para Pembangun Jemaat untuk bisa melakukan
pendampingan kepada seluruh anggota Gereja guna terwujudnya Pembangunan
Jemaat yang baik. Secara khusus ini terlihat bagaimana maju dan mundurnya
Gereja tidak akan terlepas dari kreatifitas dan tanggung jawab warga Gereja
dimasa ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENGHAYATAN KENYATAAN, PENEBUSAN DAN PEMBEBASAN
A. Penghayatan Kenyataan
1. Cara Keberadaan Kita
Segala yang hidup ditempatkan dan menempatkan diri dalam ruang dan
waktu. Manusia di dalam menempatkan diri terjadi dengan kesadaran, secara
berbeda-beda dan dalam hubungan timbal-balik antara pengalaman dan pilihan;
antara pengamatan dan penentuan diri. Dengan pasti kita selalu akan ditempatkan,
berulang-ulang di tengah-tengah yang sudah ada dan yang tidak kita pilih. Fakta
tidak bisa kita lawan dengan berbagai macam cara. Lingkungan yang di dalamnya
terdapat fakta yang menentukan kita dan yang tidak kita pilih.
Kita dapat memilih sesuka hati kita, tetapi dengan kebebasan dan
kebebasan itu pun bersyarat karena kemungkinan untuk kita memilih juga terbatas
dan yang kita pilih itu tidaklah sempurna. Ada batasan yang kita kenal sebagai
ruang dan waktu. Ruang mempunyai bermacam-macam wujud. Contoh dari ruang
adalah alam, dunia, situasi. Ruang adalah kesatuan dalam keanekaragaman. Dan
ruang sendiri mempunyai mempunyai berbagai macam fakta yang saling
berkaitan. Semuanya itu kita kenal sebagai hukum dan struktur.
Dimensi ruang sendiri dilintasi oleh dimensi waktu. Waktu ialah aliran
perubahan yang terus-menerus terjadi dalam ruang, dari masa lalu melewati masa
kini dan akan berjalan menuju masa depan. Fakta selalu berulang di setiap waktu.
Keberadaan kita manusia ditentukan secara mendasar oleh perputaran waktu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
yaitu siang dan malam, musim hujan dan musim kering, dan yang paling utama
kelahiran, kedewasaan dan kematian. Meskipun demikian, struktur dalam ruang
dan siklus itu tidak bersifat mutlak dan memungkinkan untuk mempengaruhi,
dengan cara mengubahnya. Kalau manusia memperoleh pengertian mengenai
ruang dan waktu maka ia dapat mengendalikan proses tersebut ke arah tujuan
yang ditentukannya. Dengan kata lain manusia membuat dunia kita, situasi kita,
dan sejarah diri sendiri. Dan kita juga bertanggungjawab atas perbuatan kita yang
baik dan buruk.
Kenyataan oleh orang Kristiani disebut Allah. Dalam pengalaman dan
pendapat tentang pengalaman itu, orang beriman berkaitan juga dengan Gereja
dan dimotivasikan untuk berpartisipasi dalam kehidupan Gereja.
KEHARUSAN KEBEBASAN
RUANG Tata & tatanan (yang sudah
ada/ ditentukan)
Struktur (yang dapat diubah)
WAKTU Perputaran/ siklus (menurut tata
alam)
Proses (yang dapat
dikendalikan)
Dapat dikatakan bahwa orang yang mengalami bahwa keberadaan mereka
akhirnya dikendalikan oleh keharusan, oleh nasib, oleh fakta yang sudah
ditentukanterlebih dahulu akan mengalami ruang serta waktu sebagai peraturan/
tatanan dan perputaran/siklus. Sedangkan mereka akhirnya menyadari diri sebagai
manusia dalam kebebasan serta tanggungjawab akan memahami ruang serta
waktu tertutama sebagai struktur dan proses.
2. Proses Sekularisasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Dalam kesepakatan biblis kristiani menganai perjanjian, pembebasan, dan
harapan akan kedatangan Kerajaan Allah, maka dalam bidang pengalaman kedua
(pembebasan) secara tuntas menerangkan siapakah Allah Abraham, Ishak dan
Yakub. Di dalam Kitab Suci pengakuan Allah sebagai pencipta tidak primer.
Yang primer adalah pengalaman dengan Allah yang mengasihi manusia dan Allah
yang membebaskan dan menyelamatkan. Dalam misteri Kristus, kematian
dikalahkan. Jika demikian, makan bukan nasib, bukan pengalaman alamiah,
bukan pengalaman perbatasan, serta pengalaman tentang jalan hidup manusialah
yang terutama berbicara tentang Allah, melainkan pengalaman tentang harapan
dan kasih yang membebaskan.
Tidak mungkin meringkas refleksi dan argumentasi teologis di sini. Tetapi
yang mempunyai mata, telinga, dan hati terhadap apa yang dikatakan orang
tentang Keterakhiran, mereka akan memahami dan mengenali perbedaan antara
keharusan dan kebebasan di dalam banyak pendapat dan pengungkapan yang
kadang-kadang sangat nyata. Dalam iman banyak umat, pola keharusan sangat
menonjol, namum pola itu ternyata sering disilangkan oleh unsur-unsur dari pola
pembebasan. Keterkaitan Allah dengan hati dan suara batin, yaitu dengan
kebebasan manusia, sangat berakar dalam tradisi kristiani umat beriman. Menurut
Rob Van Kessel proses sekularisasi adalah proses dimana manusia semakin tepat
untuk memahami dunia ruang dan waktu mereka sebagai tempat yang ditentukan
terlebih dahulu untuk diciptakan kembali. Proses ini sudah dimulai jauh sebelum
perhitungan tahun masehi ketika manusia mulai menguasi dunia melalui
pertanian, pertukangan dan pembangunan kota. Juga beberapa abad sebelum
kristus ada dimana manusia belum berpikir akan dirinya sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Akan tetapi terdapat banyak ambiguitas (dua pengertian). Ambiguitas ini
terdapat dalam tradisi pewartaan gerejawi dan dalam teologi. Khususnya tampak
dalam pewartaan dan teologi mencari makna dan arah kebebasan dan tanggung
jawab dan juga sekaligus atas nama Allah untuk mencari makna kejahatan konkret
yang tidak dapat dikalahkan dan tidak dapat dihindari. Dalam proses sekularisasi,
manusia semakin tetap mulai memahami dunia ruang dan waktu mereka sebagai
tempat yang ditentukan terlebih dahulu untuk diciptakan kembali. Ini dapat
diartikan kembali, bumi ini sebagai tenpat yang kacau oleh manusia ditata
kembali untuk dijadikan alam semesta yang tertata. Maka manusia harus
mengubahnya menjadi dunia yang bermakna dan dapat dijadikan tempat tinggal.
Proses ini dimulai sejak zaman purba, manusia mulai menguasai dunia melalui
pertanian, pertukangan dan sekarang adalah pembangunan kota. Hal ini
diwariskan kepada kita, seperti yang terdapat di dalam Kitab Perjanjian
Lamatentang manusia sebagai Citra Allah yang dipanggil untuk menaklukkan
alam dan membawa kepada tujuan yang diimpikan manusia. Kesadaran ini terus
bertumbuh dalam teologi Kristiani abad pertengahan dan merambat ke Renaisans,
Humanisme, dan Pencerahan. Namun, manusia tidak mengambil peran utama
dalam penghayatan diri, sehingga ambiguitas tetap ada dalam sejarah. Proses
sekularisasi dalam arti positif seolah-olah menjadi barang mewah bagi kalangan
budayawan yang merupakan golongan orang atas. Tetapi bagi orang yang
tertawan oleh perjuangan demi mencari uang untuk hidup sehari-hari. Proses
sekularisasi ini membatasi diri pada orang yang mempunyai kuasa untuk
mewujudkan masyarakat lewat kepemimpinan, ekonomi, sosial dan politik.
Dalam Keterakhiran-Nya, Ia hanya dapat diimani dan dikasihi sebagai Yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
memanggil kita untuk mengembangkan diri sesuai dengan identitas kita, yaitu
sebagai manusia yang bebas dan bertanggungjawab atas hidup dalam ruang dan
waktu.
3. Teologi
Kesadaran akan identitas ini menjadi ciri teologi modern, yaitu Allah mau
dipahami sebagai Yang imanen (berada dalam kesadaran atau dalam akal budi).
Allahlah yang mewajibkan kita secara mutlak dan tanpa syarat untuk memilihi
pembebasan dan tanggung jawab atas dunia dan sejarah. Di dalam teologi politis,
orang berpikir tentang Allah kita tetapi dengan berbagai macam tekanan. Orang
berbicara tentang Allah kita dalam berbagai macam bentuk teologi kemerdekaan.
Dalam hal ini pembangunan jemaat mau dilihat dalam konteks teologi yang
memerdekakan, dimana orang tidak lagi ingin merasa berada dalam tekanan tetapi
merasakan suatu kebebasan.
Komponen-komponen Historisnya ada dua, sebagai berikut:
a. Komponen yang pertama adalah teologi dialektis.
Disebut demikian karena mempertemukan antara religi dan agama yang
akan diolah. Di dalamnya mempertentangkan pendapat antara ilahi-sakral
mengenai fakta-fakta yang seakan-anak ditentukan terlebih dahulu secara alamiah,
dengan pengabdian kepada Allah, sebagaimana allah telah mewahyukan diri
dalam diri Yesus Kristus. Muncullah peperangan Allah yang benar yang
mengasihi manusia melawan ilah-ilah yang membelenggu manusia. Dalam
konteks ini, Gereja yang vital adalah Gereja yang dapat menemukan ilah-ilah di
zaman sekarang dan membasminya dengan sekuat tenaga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
b. Komponen yang kedua adalah personalitas yang berasal dari filsafat
eksistensi.
Ini merupakan jiwa pembaruan Gereja Katolik sebelum, selama, dan
sesudah konsili Vatikan II. Teologi ini lebih menekankan pada arti unik setiap
manusia sebagai subjek di hadapan Allah dan dalam relasinya dengan sesama
manusia. Menjadi manusia berarti mewujudkan diri sambil memilih yaitu memilih
orang yang mengajak dan menantang kita serta mengembalikan kita kepada diri
kita sendiri dalam paguyuban, perjanjian, dialog, pertanggungjawaban dan kasih.
Gereja yang vital dalam konteks ini adalah jemaat beriman yang terdapat orang,
berdasarkan hubungan yang sama dengan Allah yaitu saling memberi diri dan
saling menerima. Komunikasi itu terjadi dalam kesetimbalan yang terus-menerus
antara kata dan jawaban, antara pelayanan dan balasan.
c. Komponen yang ketiga adalah teologi harapan.
Teologi ini lahir di tahun enam puluhan, ketika orang sadar akan
ketidakhadiran Allah dalam kesenangan kesengsaraan di Dunia Ketiga yang
semakin bertambah, di dalam ancaman perang, dan pengrusakan lingkungan.
Teologi ini mencari jawaban atas hilangnya makna hidup di tengah-tengah
keadaan dunia moderan yang tidak jelas. Gereja yang vital adalah jemaat beriman
yang dalam masa yang gelap dewasa ini memelihara dan melestarikan makna
hidup serta impian kebebasan lewat usaha untuk mewujudkan kemanusiaan yang
benar di dunia ini sekarang.
Dapat dikatakan bahwa ketiga pembaruan spiritual yang terjadi dalam
penghayatan iman serta kenyataan kristiani menyatu dalam teologi politis dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
teologi pembebasan. Ketiganya merupakan aliran yang mengkritik kenyataan
moderen secara tajam, namun dalam prinsipnya menyetujui inti pokok proses
sekularisasi sebagai kristiani. Teologi masa kini cenderung mencoba mengolah
kritik itu di dalam pandangan-pandangan tindak-tanduk. Politik di sini berarti
bahwa ruang dan waktu, dunia serta sejarah dimengerti sebagai totalitas yang
terdiri atas struktur-struktur dan proses yang harus dan dapat diubah secara
berulang-ulang menuju janji Allah dan maksud Allah dengan manusia. Gereja
yang vital menurut konteks ini adalah, jemaat beriman yang melihat secara nyata,
dengan berani, dan dengan memahami kenyataan, tanpa pamrih mengikuti Yesus.
Kemudian secara nyata berusaha dan berjuang demi keadilan, demi perdamaian,
demi kehidupan manusia dan juga berguna bagi manusia yang lain. Gereja seperti
ini dalam berbagai hal dan secara berulang-ulang akan melihat dengan
membandingkan dengan slogan murahan dan dengan nilai serta norma yang
berlaku dalam bidang ekonomi, politik, dan ideologi masyarakat yang modren.
4. Etik
Yang dimaksud model etis adalah keseluruhan yang konsisten yang terdiri
dari norma-norma kelakuan yang oleh masyarakat dijadikan keharusan bagi
anggotanya agar mereka sebagai persekutuan bisa bertahan dan berkembang. Pada
kenyataannya pewartaan moral Gereja tidak pernah sama maka ada beberapa
model pendapat yang pernah diakui. Penyebanya adalah karena Gereja-gereja
merupakan bagian dari masyarakat tertentu dan juga selalu juga dalam
pewartaannya ikut mengungkapkan kesadaran moral yang berlaku. Dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
adanya beberapa model etis yang berlaku bersamaan, kita juga menemukan
kembali ambiguitas tentang Keterakhiran bagi manusia.
Model pertama, model ini yang paling tua. Alamlah yang dianggap
sebagai keseluruhan yang lebih besar. Dalam model ini, alam atau seluruh
kenyataan jagad raya ini yang terdiri dari makhluk hidup dan yang tidak hidup
dengan keteraturannya dalam ruang dan waktu dianggap sebagai hal yang diatur
dengan baik dan diciptakan serta dikehendaki oleh Allah. Dalam model ini, tugas
para penguasa dan pemimpin gerejawi ialah untuk menghormati hukum alam
sebagai Sabda Allah Pencipta dalam undang-undang.
Model ke dua, yang menjadi pokok adalah bangsa yang menjadi
keseluruhan yang besar dan kudus. Manusia hanya berarti sedikit saja.
Keseluruhan bangsa itu dianggap mempunyai asal usul ilahi. Lapisan-lapisan
masyarakat yang ada di dalamnya dianggap pula sebagai yang dikehendaki oleh
Allah. Sentral dalam model etis ini adalah norma. Manusia harus mengerti
tempatnya dan mengabdikan tenaganya kepada kepentingan keseluruhan. Gereja
yang menggunakan model ini termasuk Gereja Katolik yang diatur secara
Hierarkis. Ada juga Gereja nasional yang memberikan legitimasi religius kepada
raja dan perundangan dalam negara yang menggunakan model ini. Di dalam
sejarah hal ini dikenal sebagai persekutuan antara tahta dan mezbah.
Dapat diambil kesimpulan bahwa kedua model ini telah kehilangan
legitimasinya bagi manusia modern. Model pertama, karena semakin tidak
dimutlakkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan alam, medis, dan teknik yang
berusaha semakin mengalahkan penderitaan dan kemiskinan manusia melalui
penguasaan alam. Jadi secara etis respek terhadap alam dikalahkan oleh respek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
terhadap manusia serta penugasannya untuk berjuang demi keberadaan manusia
yang wajar. Untuk model yang ke dua, karena pengalaman yang berabad-abad
lamanya dengan peperangan antar bangsa, negara dan agama, dengan kediktatoran
dan penindasan bangsa, golongan, suku dan jenis kelamin.
Model ke tiga, ini berpola dua karena di satu pihak, bertolak dari hak dasar
bagi setiap individu untuk bertindak sebagai subjek dengan kebebasan penuh. Di
lain pihak model itu menekankan kesederajatan semua orang dalam satu
kemanusiaan yang universal. Untuk itu umat manusia diwakili oleh pemimpinnya
mempunyai kewajiban untuk memungkinkan kebebasan dan kesamaan bagi
semua orang lewat mewujudkan hidup manusiawi yang layak. Kekurangan model
ketiga yang sesungguhnya ialah ambiguitas mengenai cita-cita kebebasan karena
di satu pihak, kebebasan terlalu dimengerti sebagai ruang untuk mengejar
kepentingan individual, dan di pihak lain, kebebasan kurang bersifat pribadi dan
terlalu bergantung pada struktur sosial ekonomis.
Model keempat, yang menjadi pusat adalah hak orang lemah. Dalam
model ini manusia yang menderita mempunyai hak etis akan pembebasan oleh
orang lain. Di dalamnya juga ada kenyakinan bahwa dalam ketaatan kepada apel
yang datang dari manusia yang menderita terletak jalan kepada kebebasan dan
pembebasan yang benar. Ini memberikan bentuk bagi tradisi belas kasihan
manusiawi yang mengagumkan. Legitimitas model ini berulang kali dibantah
dengan berbagai argumen yaitu bahwa model ini melawan alam, bersifat
adikodrati, melarikan diri dari dunia, tidak efisien, tidak sehat, lemah, dan
berbahaya. Model ini juga merupakan batu sandungan karena pengakuan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Yang tersalib adalah Tuhan dunia ini memang merupakan batu sandungan bagi
yang kuat dan yang bijak.
Dibawah ini apakah yang termasuk dalam terang pertimbangan-
pertimbangan disebut Gereja yang vital? Pada model yang pertama dan ke dua,
Gereja vital ialah Gereja dalam nama para anggotanya harus berpegang teguh
pada ketentuan moral yang dirumuskan oleh kuasa ajaran Gereja tentang tindakan
alamiah dan tindakan yang melawan alam. Di dalamnya juga terdapat ketentuan
tentang apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh para anggota
gereja agar disebut Kristiani. Jika diperlukan kesalehan di mana orang mencari
kekuatan pada Allah untuk dapat menanggung nasibnya dan untuk memenuhi
kewajiban tugasnya seperti yang digariskan oleh moral tersebut.
Pada model ke tiga, Gereja adalah vital jika memperjuangkan hak-hak
asasi manusia di bidang ekonomi, sosial-politik, dan kultur. Perjuangan ini dapat
dilakukan lewat kegiatan-kegiatan yang sangat sekuler. Akan tetapi, diperlukan
kesalehan fundamental di mana hormat terhadap setiap manusia sebagai citra
Allah menjadi sentral.
Model ke empat, Gereja adalah vital dan mempunyai identitas kalau
anggota dan pemimpin membuka mata, telinga, dan hati terhadap penderitaan di
sekelilingnya, konkret dekat dan lebih jauh, dan kalau dalam keikutsertaan pada
Nabi mencurahkan kekuatannya untuk membebaskan manusia dari penderitaan.
Fokusnya pada pemeliharaan dan perjuangan demi orang yang tidak diberi tempat
dan waktu dalam tatanan yang ada. Kesalehan yang diperlukan adalah kesalehan
yang melihat, merasakan, dan mengerti kehadiran Allah dalam orang yang
mengalami penderitaan dan ketidakadilan; dalam mereka yang walaupun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
menderita mempunyai keberanian dan harga diri untuk tetap mau hidup secara
manusiawi. Itulah kesalehan yang mengabdikan dirinya kepada manusia yang
tersalib.
5. Pembangunan Jemaat
Pembangunan Jemaat menjalankan dan memprogramkan tindakan-
tindakan macam itu mengandaikan pengakuan iman yang tidak ambigu atau
mengandung makna lebih dari satu tentang kebebasan dan pembebasan.
Pembangunan jemaat bertitik tolak dari tanggung jawab semua orang yang
bersangkutan terhadap keberadaan dan pembentukan jemaat kristiani dalam
situasi ruang dan waktu mereka. Program ini muncul dari pandangan politis-
tologis atas Gereja di dunia masa kini. Dengan demikian, program itu
berpartisipasi dalam usaha kebebasan dan kesamaan yang merupakan inti proses
sekularisasi. Kiranya sikap berpegang pada cara berpikir teologis dan etis yang
tidak lagi dapat dipertahankan dalam Gereja terancam jatuh pada pinggiran dan di
luar ruang zaman modern. Mereka yang mengusahakan pembangunan jemaat
dapat terbentur pada ketidakpahaman dan penentangan di dalam Gereja-gereja.
Tujuan paling penting dari pembangunan jemaat adalah bagaimana
struktur, perubahan struktur, dan perwujudannya dilalui dengan berbagai macam
proses. Dimana tentu pembanguan jemaat bertitik tolak dari tanggung jawab
semua orang yang bersangkutan terhadap keberadaan dan pembentukan jemaat
kristiani dalam situasi ruang dan waktu mereka.
Pembangunan jemaat harus bekerja dengan nilai dan norma model ketiga,
maka pembangunan jemaat dengan tetap memperjuangkan demokrasi, dialog dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
hak untuk ikut berbicara, hak-hak sosial, kesederajatan laki-laki dan wanita,
ekumene, dan hormat bagi keyakinan masing-masing orang dalam kebebasan
yang pluriformuntuk memiliki pandangan hidupnya sendiri. Namun, legitimitas
model ketiga oleh banyak orang kristiani modern dianggap sebagai hal yang
begitu biasa sehingga pembangunan jemaat terlalu mudah mencari mitranya.
Betapa pun benarnya usaha pembangunan jemaat untuk memperkenalkan nilai-
nilai model ketiga, namun bagi pembangunan jemaat, spiritualitas kristiani
menurut model keempat perlu, karena merupakan dasar latar belakang. Kalau
terlalu mudah mengidentifikasikan dirinya dengan model ketiga maka
pembangunan Jemaat dapat terjerat dalam ketegangan antara cara berpikir
liberalistis dan sosialistis yang nyata, tanpa kemungkinan untuk
memprofilasikandi dalam identitas etis sendiri. Oleh karena itu, kiranya perlu
memberikan perhatian mendalam kepada model etis ke empat.
B. Penebusan Dan Pembebasan
1. Hidup dan Kematian
Kata penebusan berasal dari tradisi kristiani, kata ini dianggap sama saja
dengan dengan istilahseperti dosa dan rahmat, keselamatan, pertobatan,
pengampunan, perdamaian, dan kebangkitan dari antara orang yang mati. Dalam
riwayat terjadinya Alkitab, sedikit-sedikit berkembanglah pengertian ganda
tentang hidup. Ada paham hidup dalam arti biologis dan psikologis, yaitu hidup
alamiah di bumi dengan bentuk serta relasinya. Hidup itu akn berakhir pada
kematian, dalam religi dan filsafat, hidup dalam arti ini bermakna ilahi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
menentukan hidupnya di akhirat maka tidak ada yang lebih berharga dan suci bagi
manusia daripada keberadaannya sebagai makhluk hidup.
Arti hidup ini cocok dengan model etis pertama yaitu hidup ini keramat,
tidak boleh disentuh, manusia tidak boleh memperlakukannya dengan cara yang
bertentangan dengan alam. Maka kelestarian dan pertumbuhan hidup alamiah
merupakan nilai dasar dan persekutuan dasar dari setiap bangsa. Dalam kerangka
berpikir itu, kelahiran, kedewasaan, dalam mana perkawinan mengatur kesuburan
secara kodrati merupakan puncak. Kematian dianggap suci karena berbicara
tentang Allah yang memberikan dan mengambil hidup.
Dalam etik ini diteguhkan hakdasar setiap manusia atas hidup, atas
integritas fisik dan psikis, juga atas kesehatan dan pemeliharaan akan kesehatan.
Akan tetapi, titik tolaknya tidak lagi kesucian hidup itu sendiri, melainkan respek
atau rasa hormat terhadap syarat-syarat yang mutlak perlu bagi manusia agar
dapat mengembangkan diri sebagai pribadi bebas. Tanpa hati dan suara batin,
manusia bisa hidup namun dalam kenyataan ia mati dan membuat mati. Tanpa
hati dan suara hati manusia bisa berada, namun kenyataannya ia bukan manusia.
Manusia baru benar-benar menjadi manusia jika dalam dirinya telah berkembang
hidup yang lain.
Hidup menurut citra Yahwe yang melihat kesusahan manusia dan
mendengar keluhan mereka. Untuk benar-benar menjadi manusia diperlukan
kehidupan kembali akan hidup dimana mata benar-benar melihat, telinga benar-
benar mendengar, Kelahiran kembali yang mampu berbicara dan bertindak demi
pembebasan. Tradisi gerejawi kemudian mengisi paham hidup itu dengan kata
hidup dalam rahmat, hidup mamnusia baru, hidup adikodrati, hidup kekal, hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
dalam Roh. Dalam tradisi ini, kebangkitan berarti kelahiran kembali menjadi
manusia yang benar dan Paskah merupakan pesta besar yang merayakan keluaran
menuju kehidupan yang benar dalam kebebasan dan kasih.
2. Proses Penebusan
Betapapun hidup dalam kebebasan dan kasih mempunyai nilai lebih yang
ilahi, namun hidup itu mengekpresikan diri dan membenarkan diri terhadap
kepribadian terhadap hidup alamiah dan wajar bagi semua orang secara bersama
dan perorangan. dalam keseluruhan proses pembebasan manusia memang dapat
dan harus dibeda-bedakan macam-macam dimensi, namun tidak boleh dipisahkan
yang satu dari yang lainnya.
Dalam proses pembebasan manusia, kelompok, bangsa dan seluruh umat
manusia, teologi pembebasan membedakan tiga dimensi. Pertama, pembebasan
dari kemiskinan menurut segala segi, ekonomis, sosial, politik, fisik, dan
psikologis. singkatnya pembebasan dari hal yang tidak pantas. Kedua,
pembebasan dalam arti eksistensial, pembebasan dari perbudakan batiniah,
penyadaran akan harkat manusia dan keberanian untuk menentukan nasibnya
sendiri. Ketiga, pembebasan manusia untuk saling berbagi hidup dalam hubungan
solider sambil mewujudkan persekutuan menurut hukum roh.
Bisa terjadi bahwa manusia mengembangkan arah pemikiran atau strategi
mulai dengan dimensi pertama (kemiskinan) melalui dimensi kedua (perbudakan
batiniah) ke dimensi ketiga (pembebasan yang satu untuk yang lain). Arah ini
terpengaruh oleh pengalaman bahwa kesejahteraan minimal merupakan syarat
bagi proses pembebasan manusia selanjutnya. Namun, arah pemikiran ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
cenderung menyepelekan dimensi pembebasan ketiga yaitu hidup berbagi dalam
pesekutuan yang solider. Kelompok basis itu kaya akan kelompok ketiga,
keterkaitan solider, sedangkan orang kaya justru miskin dalam dimensi ini.
Berhubungan dengan vitalitas gerejawi, pertimbangan di atas tampaknya
membenarkan tiga kesimpulan. Kesimpulan pertama, dimensi pembebasan serta
hidup yang wajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Berarti bahwa perpisahan
antara gereja dan masyarakat atau negara dunia tidak dapat dipikirkan dengan
sederhana. Gereja yang hidup tidak boleh menutup mata dan telinga serta matanya
akan penindasan sesama manusia. Karena orang miskin adalah orang yang
pertama masuk surga (Mat. 5:3). Kesimpulan ke dua, gereja tanpa kultur
pembebasan adalah gereja yang tidak memiliki kredibilitas. Dalam hal ini ada
ketergantungan dari dari orang yang tertindas terhadap sesuatu hal yang lebih
kuat, disini yang lebih kuat adalah gereja. Dalam pengertian sebagai umat Allah
ketergantungan adalah ketergantungan dalam kasih dimana yang kuat
mengulurkan tanggan kepada yang lemah. Kesimpulan ketiga, Gereja menjadi
sumber hidup dan pelayanan terhadap hidup. Setiap proses pembebasan dimulai
dengan pembentukan persekutuan yang solider, kelompok manusia yang saling
bertemu dalam arti yang benar, dan bersedia untuk berkorban demi kepentingan
bersama. Hal ini lahir dari kesadaran mistik akan kehadiran Allah dalam Yesus
yang tersalib demi penghapusan dosa.
3. Ibadat – Liturgi
Dalam gereja yang dimaksud dengan liturgi adalah perayaan dan kenangan
akan misteri Kristus, yaitu tentang Allah yang menyelamatkan manusia. Pesta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Paskah sebagai kenangan akan kematian dan kebangkitan Yesus secara kristiani
yang mengulang kembali kisah perpindahan dari hidup yang tidak benar berubah
menjadi umat Allah. Dimana peralihan akan hidup itu semuanya berarti hidup
yang lebih baik. Hari minggu bagi orang kristiani tidak hanya diartikan sebagai
hari istirahat, tetapi juga sebagai hari Sabat, pesta Taurat, hukum roh, dan pesta
yang merayakan hidup baru bersama-Nya. Dalam perayaan paham akan kenangan
kembali, dimana beriman berati tidak melupakan, tidak membiarkan hidup
mengalir kedalam dunia semu yang penuh dengan kepalsuan, melainkan kembali
mengenangkan kebaikan Allah yang berarti berani kehilangan hidup lama demi
hudup baru yang lebih baik.
Orang kristiani dalam pertemuannya untuk merayakan perjamuan
senantiasa mengadakan anamnese, yaitu kenangan akan hidup, kematian, dan
kebangkitan yang tersalib. Kenangan akan pembebasan itulah yang menjadi fokus
dalam pertemuan umat. Akan tetapi kenangan ini harus di olah dengan baik,
karena akan mengambil diri kita dari cara hidup yang mudah. Kenangan ini akan
menimbulkan konflik antara kita dan kuasa-kuasa yang memerintah dan dengan
pendapat serta tindakan murahan yang bisa kita lakukan di dalam maupun di luar
diri kita.
4. Pelayanan Pemeliharaan, Perjuangan, dan Pengampunan
Masih ada tuntutan lain terhadap liturgi, ibadat yang benar hanya mungkin
terjadi sebagai pangan dan ekspresi serta penegasan dari sebuah spiritualitas.
Dimana dalam arti fisik, kematian ada dimana saja manakala manusia tidak dapat
mengembangkan keberadaanya secara penuh karena penderitaan, kemiskinan, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
ketidakberdayaan. Di saat manusia mengalamai kesusahan seperti itu, disana
tumbuh iman, harapan dan kasih yang akan berbuah pada pelayanan. Pelayanan
itu disebut sebagai diakonia, pemberian pertolongan demi pemeliharaan manusia.
Pelayanan ini disebut inti vitalitas Gereja.
Kematian yang terus menerus ada juga yang dalam arti eksistensial,
dimana manusia tidak hanya menderita begitu saja, melainkan oleh karena
penderitaan itu yang disebabkan oleh kemiskinan, penyakit, serta
ketidakberdayaan yang membuat orang menjadi ragu akan makna hidupnya.
Dalam arti itu kematian ada sejak permulaan keberadaan kita. Kematian itu
dialami dimana saja kita terbentur pada ketidakmampuan, kemustahilan,
perpisahan. Dalam semua bentuk itu, kematian ditentukan terlebih dahulu dan kita
tidak dapat mengalahkannya. Saat ada kehidupan tentu akan ada masa peralihan
yang disebut dengan kematian. Disaat masa peralihan akan hidup ini kematian
menjadi syarat utama untuk hidup, sebagai syarat pertumbuhan dan
perkembangan menurut perumpamaan benih yang harus mati demi menghasilkan
buah.
Karenanya kita mengenal rahasia kasih yang juga mengenal kematian,
namun sebagai jalan menuju hidup dan dalam iklim kebebasan. Dalam kitab suci,
kasih lebih kuat daripada kematian maka kemudian kasih itu disebut hidup kekal.
Kekal karena dalam penderitaan yang tidak dapat kita kalahkan itu kita masih
tetap membuka hari depan yang positif, yaitu kemungkinan untuk hidup terus
secara bermakna. Menjadi bermakna apabila kita melakukan perjuangan untuk
tetap dapat melakukannya. Perjuangan itu pertama-tama mengenai kekurangan
akan kebutuhan yang paling penting bagi orang banyak. Kedua ialah perang dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
persenjataan yang semakin membunuh dan menghancurkan kesejahteraan. Ketiga
adalah pengrusakan lingkungan dan pengurasan yang memiskinkan dan
mengancam masa depan umat manusia. Ketiga hal ini menjadi perhatian dalam
proses konsilier demi keadilan, perdamaian, dan keutuhan cipta.
Ketidakbebasan dan ketidaksamaan yang dipertahankan kelompok
penguasa yang memiliki kepentingan tertentu sehingga orang lain dirugikan.
Pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang terjadi juga di sekeliling kita dalam
bentuk kemiskinan dan diskriminasi. Orang miskin bukanlah orang yang lemah,
tetapi orang yang selalu dibuat miskin, dimana ada orang yang kaya dan kuat yang
memanfaatkan itu semua. Dimana tugas gereja? Hal ini banyak dipertanyakan,
tugas gereja adalah terletak pada kehadiran gereja sebagai inti vitalitas yang
mengalahkan kematian, yaitu dengan pelayanaan kepada perjuangan demi
keadilan. Di kalangan Katolik, pelayanan kepada hidup ini mengalami impase.
Termasuk hidup gerejawi dulu yang praksis pengakuan dosa, dimana sekarang
praksis ini sedang menghilang.
5. Pembangunan Jemaat
Pelayanan tiga tahap dalam hidup yaitu pemeliharaan, perjuangan, dan
pengampunan yang bersifat esensial bagi gereja vital karena merupakan hakikat
identitas kristiani. Dalam liturgi jemaat beriman, ketiga aspek itu harus
diekspresikan sebagai jawaban akan sabda, sebagai penghayatan kenangan akan
yang tersalib dan telah bangkit, sebagai perayaan kehadirannya di tengah-tengah
jemaat. Yang menjadi masalah adalah tiga pelayanan tersebut tidak boleh
dicampuradukan. Dimana perjuangan diperlukan disitu, pemeliharaan tidak boleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
menyelimuti problemnya. Pada akhirnya semuanya itu bergantung pada
pertanyaan apakah program kristiani ini tentang hidup dan kemenangan akan
kematian?, dari situ kita akan masuk pada suatu tujuan bahwa semuanya tentang
Allah dan penghayatan kita tentang Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
ALLAH, PEWAHYUAN DAN KOMUNIKASI IMAN
A. Allah
1. Gambaran-gambaran Allah
Pertanyaannya adalah dengan pengalaman manakah, dan dengan
gambaran manakah orang beriman yang membicarakan tentang Allah. Dengan
berbagai macam cara orang memperoleh pengalaman berjumpa dengan Allah.
Dapat diartikan bahwa oleh seseorang pengalaman tersebut dianggap berharga
walaupun tanpa ada saksi dari orang lain. Faktor yang mempengaruhi orang
memperoleh pengalaman yang bermakna adalah bagaimana orang belajar untuk
menginterpretasikan pengalamannya menurut sudut pandang yang dalam.
Tantangan yang mendasar bagi gereja adalah bagaimana menginterpretasikan
pengalaman.
Yang menentukan pembentukan identitas kristiani bukanlah pengalaman-
pengalaman yang terjadi, melainkan pengalaman mengenai pembebasan dalam
kasih, keadilan dna perdamaian atau pengalaman yang terkait pelayanan kepada
hidup. Seperti yang diungkapkan dalam Kitab Suci di mana Allah disebut Allah
kasih dan keadilan, Allah murah hati dan perdamaian, Allahnya orang miskin dan
tertindas. Hanya gambaran yang sebagai gambaran Keterakhiran ini yang
membangkitkan hara pan dan kasih melawan kuasa-kuasa kejahatan yaitu
gambaran yang berbicara tentang hidup. Gambaran Allah yang paling nampak
adalah dalam Sabda yang telah menjadi Manusia yaitu Yesus Kristus. Pentinglah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
bagi pembangunan jemaat supaya memperhatikan aspek-aspek seperti di atas ini
dan memulai proses-proses perbaikan. Memperhatikan dan memperbaiki belum
cukup, karena gambaran, bayangan dan pengertian itu hanya menjelaskan
bagaimana orang berpikir tentang Allah.
2. Analisis Penelitian
Penelitian empiris yang banyak dipakai akhir-akhir ini menggolongkan
jawaban atas pertanyaan bagaimanakah Allah hadir pada manusia. Hasilnya ialah
4 macam jawaban atau pernyataan.
Ada Allah yang mempedulikan kita masing-masing secara pribadi
Pasti ada semacam kekuasaan yang lebih tinggi yang menguasai
kehidupan
Saya tidak tahu apakah ada Allah atau kekuasaan yang lebih tinggi
Tidak ada Allah dan tidak ada kekuasaan yang lebih tinggi
Penggolongan ini dapat dikritik karena bagi orang kristiani keempat
pernyataan tersebuat bisa berlaku sama. Namun jawaban atas pertanyaan itu bisa
relevan. Di dalam negara modren, semula orang setuju dengan pernyataan a, tetapi
semakin lama dapat berubah seiring dia mengenali diri sendiri sesuai dengan
ketiga pernyataan tersebut. Pergeseran pernyataan dari a ke b,c dan d terjadi pada
orang muda. Ada negara modren di mana persetujuan orang muda dengan
pernyataan a sudah minim sekali. Kebanyakan orang yang setuju dengan
pernyataan a adalah orang yang aktif dalam kegiatan gereja. Tetapi pendapat ini
tidaklah mutlak, karena bisa saja orang yang setuju dengan pernyataan b-d itu
orang yang aktif di kegiatan gereja. Akan tetapi gambaran menyeluruh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
menunjukkan bahwa keanggotaan Gereja telah mengalami jatuh bangun dengan
adanya pengalaman tentang Allah menurut pernyataan a. Persetujuan dengan
pernyataan a berkurang sebanding dengan umur orang yang semakin muda.
Dilihat dari teologis praktis, masalahnya tidak lagi hanya mengenai
gambaran-gambaran Allah. Jika kita membayangkan data secara proses maka
yang sesungguhnya terjadi adalah pergeseran dalam hal pengakuan akan Allah
sendiri dari relasional ke objektif, kemudian dari kebimbangan ke penyangkalan.
Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa ciri pernyataan a yang berlaku untuk
anggota Gereja yang aktif berlaku juga untuk orang beriman tradisional maupun
yang beriman modern. Jadi, keakifan dalam Gereja tidak bergantung pada
gambaran Allah yang berbeda dalam aliran tradisional dan modern.
Kesimpulannya bahwa setiap gereja mempunyai pola masing-masing yang
berbeda satu sama lain, sehingga ditemukan gambaran-gambaran Allah tertentu
menurut mereka. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keterlibatan. Yang
menentukan ialah apakah pergaulan dengan Allah dalam doa dianggap sebagai
praktek yang bermakna. Semua ini dapat diambil kesimpulan yaitu Gereja
kehilangan inti daya hidup karena proses sekularisasi, sehingga doa menjadi
hilang dari hidup orang. Krisis Gereja dewasa ini adalah krisis doa. Jadi, dalam
pembangunan jemaat sebagai prioritas utama perlu diusahakan budaya untuk
berdoa yang baru yang mempunyai kepercayaan yang besar dari umat.
3. Dilema
Hidup gerejawi menjadi asing bagi mereka yang tidak dapat melihat doa
sebagai peristiwa yang bermakna. Mengapa peristiwa doa itu bermakna?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Berbicara tetang Allah dianggap cocok bagi orang beriman yang fundamentalis,
tetapi tidak bagi manusia modern. Ada orang kristiani yang merasa lebih baik
kalau tidak berbicara tentang Allah dengan terus terang dan tidak berdoa kepada
Allah di muka umum. Situasi ini mengalami kerumitan di mana kaum kristiani
merupakan minoritas yang harus toleran dan harus menjaga kerukunan
antaragama. Dengan cara ini orang kristiani merahasiakan hubungan intim mereka
dengan Allah yang seakan-akan mereka hidupkan kembali. Dari proses perubahan
budaya yang disebut sekularisasi, ada dua jalan buntu yang bagi orang kristiani
menimbulkan kesulitan untuk berbicara tentang Allah. Kesulitan pertama
disebabkan oleh pengalaman penderitaan, ketidakadilan dan kematian. Jika Allah
itu mahakuasa, maka Allah yang menyebabkan semua itu. Dilema ini membawa
orang ke penyangkalan terhadap Allah. Dilema ini bisa membawa kepada praktek
magis. Dalam prakteknya di negara yang modern tidak bisa berjalan. Dalam
dilema ini, banyak orang merasa lebih baik tidak bicara tentang Allah atau dengan
Allah positivistis.
Yang ke dua, bagi banyak orang tidak mungkin lagi mengalami relasi
dengan Allah karena mereka mengalami kebebasan yang berbeda dengan hukum
yang ditetapkan oleh penguasa Gereja atau penguasa lain atas nama Allah.
Pengalaman akan Allah sebagai pesaing yang mengakibatkan revolusi dan evolusi
selama berabad-abad melawan struktur dan proses yang disanksikan dengan nama
Allah. Perjuangan demi pembebasan, maka iman akan Allah ditafsirkan sebagai
proyeksi orang dan kelompok orang yaitu sebagai kreasi manusia yang karena
alasan tertentu membutuhkan seorang Allah yang tidak membebaskan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Dilema-dilema di atas mempunyai hubungan dengan model etis. Manusia
menentang model etis pertama dan ke dua. Sebabnya adalah kedua model itu
dapat menampilkan diri dengan wajah seorang dewa dan dipakai untuk
menginterpretasikan pengalaman keharusan sebagai pengalaman tentang
Keterakhiran. Gereja mengambil reaksi terhadap proses sekularisasi, yaitu tetap
berpegang pada kedua model etis itu untuk menginterpretasikan Injil. Dengan
demikian, proses sekularisasi semakin ditampilkan sebagai proses ateistis yang
menyangkal Allah.
4. Perjumpaan dengan Allah
Secara nyata, dilema-dilema itu baru dapat diatasi setelah makna
perjumpaan dengan Allah dialami dengan jelas. Mengapa kita menganggap bahwa
menyambah Allah bermakna? Ini tidak dapat dibuktikan secara teori. Dapat
dijelaskan, bahwa manusia dan kelompok manusia dari dirinya sendiri tidak
pernah dapat mencapai Allah, apalagi membuat Allah atau mereka-reka Allah.
Iman akan Allah terletak di luar lingkup keharusan yang alamiah. Maka, iman
akan Allah mengatasi, mentransendensikan semua definisi makna yang dapat
diverifikasikan. Maka iman akan Allah seakan-akan hilang ditelan oleh
pandangan Keterakhiran yang tidak dapat diungkap.
Mereka menggambarkan pengalaman perjumpaan, melewati bentuk, ruang
dan waktu. Di dalam pengalaman perjumpaan itu, orang sampai pada penyerahan
diri yang utuh kepada Allah. Oleh karena itu, melalui pengalaman perjumpaan
terjadilah pembalikan dari yang semu menjadi yang nyata. Pengalaman yang
mistik itu secara etis membawa kepada pengakuan bahwa dalam kisah peyaliban
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
terletak kebenaran, yaitu hak penuh atas orang lemah atas yang kuat dan
pembalikan hukum alam secara radikal. Maka, dua hambatan bagi penyembahan
Allah menghilang, yaitu dilema Allah sebagai Penyaing manusia dan Alah
sebagai penyebab penderitaan. Betapa pun tidak logis dan tidak praktis, banyak
orang beriman mengalami pengalaman dan berpegang pada sejak masih muda.
Terkadang perjumpaan dengan Allah terulang dan terjadi di dalam situasi yang
biasa saja. Mereka yang belajar berdoa, selalu rindu kepada jemaat beriman yang
berdoa, seperti orang yang merindukan rumahnya.
5. Pembangunan Jemaat
Yang menjadi masalah dalam pengbangunan jemaat adalah bagaimana
orang dapat dan harus berdoa. Simbol serta semua sarana komunikasi lain dalam
mana bisa terjadi perjumpaan dengan Allah bagi orang beriman. Ada doa
permohonan, keluhan, kegembiraan, ucapan syukur, pujian dan penyembahan.
Semua bentuk doa mempunyai ciri masing-masing dalam hal berbicara dengan
Allah. Kelebihan doa permohonan yang sering disebabkan oleh karena manusia
tidak berdaya untuk mengungkapkan kebutuhan, kesediaan, dan kemarahan secara
terus terang.
Membentuk budaya doa merupakan kejadian yang menyeluruh dalam
semua aktivitas gereja. Pembentukan budaya ini tidak dapat dilakukan hanya
dalam liturgi dan dalam praktek doa jemaat saja, tetapi memerlukan belajar dan
perwujudan dalam pelayanan kepada kehidupan. Dan juga ditemukan metode baru
melalui workshop doa dan pelatihan doa untuk meditasi. Yang paling penting
adalah menolong anggota Gereja yang bertanya bagaimana mereka dapat berdoa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
dalam lingkup hidup mereka dalam berelasi di masyarakt dan keluarga. Di dalam
penelitian ini yang belum diberi perhatian adalah bahwa di dalam masyarakat
modern yang terpengaruh oleh proses sekularisasi, pengakuan akan Allah bisa
bergeser dari relasional ke objektif. Kemudian dari kebimbangan menuju ke
panyangkalan.
B. Pewahyuan dan Komunikasi Iman
1. Bertindak Strategis dan Bertindak Komunikatif
Tindakan strategis adalah segala macam praktek dalam nama manusia,
kelompok-kelompok yang mempunyai kepentingan tertentu dan lembaga-lembaga
masyarakat yang ingin mencapai tujuan dengan mengorbankan orang lain.
Tindakan strategis di sini berarti tindakan manipulasi dengan menggunakan
kekuasaan yang dimilikinya. Ini biasanya berlaku di dunia politik dan ekonomi.
Melalui manipulasi ideologis, sistem-sistem tersebut memiliki kebenarannya
sendiri dan memproduksi pengertian tentang kenyataan dan tentang cara bertindak
benar dan efektif dengan tidak tepat.
Tindakan strategis adalah tindakan komunikatif, yang dimaksud adalah
semua tindakan yang tujuan dan sarananya ditentukan dengan berunding dalam
kebebasan dan kesederajatan orang yang bersangkutan. Ciri-cirinya adalah
keterbukaan dan kesungguhan, hak berbicara yang sama untuk semua orang yang
bersangkutan, dialog, hubungan yang simetris, pengambilan keputusan yang
demokratis dan konsensus mengenai motif dan norma bertindak.
Kebenaran dalam tindakan komunikatif ini berlaku karena kebenaran itu
dibentuk sesuai dengan hak asasi manusia dengan memperhatikan harkat pribadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
manusia dan oleh karenanya sah dan efektif dalam proses pembebasan manusia.
Terutama pada sektor publik banyak ciri tindakan komunikatif hampir tidak ada
secara nyata. Semuanya dikuasi oleh objektifitas tanpa subjek. Syarat mutlak ialah
bahwa gereja-gereja memperbaharui di dalam diri mereka sesuai dengan ciri-ciri
bertindak komunikatif. Dapat dikatakan bertindak komunikatif merupakan sudut
pandang bagi pembangunan jemaat.
Pembangunan jemaat ini ingin mencapai tujuannya lewat cara/metode
yang efisien dan oleh karenanya pembangunan jemaat berpikir dan bertindak
secara rasional dan berpandangan luas. Jika tidak ada pertanyaan-pertanyaan yang
bersangkutan tentang pembangunan jemaat ini, tidak senantiasa ditanyakan maka
pembangunan jemaat akan menyimpang/menyeleweng menjadi kolonisasi dan
menjadi teknologi kuasa dari pemimpin gereja dan kelompok yang
berkepentingan.
2. Tiga Alur Komunikasi
Temanya adalah mengenai pemahaman bahwa kita dalam situasi budaya
masa kini tidak lagi dapat berbicara tentang kebenaran secara seragam. Muncul
perbedaan dialektis antara objektif dan subjektif. Istilah ini mengungkapkan
bahwa manusia menempatkan diri di hadapan fakta yang telah ditentukan terlebih
dahulu. Ini menunjukkan jarak kritis antara iklim keharusan dan iklim kebebasan
yang berkembang dalam kesadaran manusia.
Dapat dibedakan alur komunikasi menjadi tiga. Pertama, mencari
pengetian yang sah mengenai fakta yang ditentukan terlebih dahulu, yakni
mengenai objektifitas. Diskusi-diskusi yang diadakan di alur guna menetapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
keabsahan pengertian disebut discors teoritis. Ini mempunyai metode dan kriteria
sendiri yang dikembangkan dalam ilmu pengetahuan modern. Kedua, komunikasi
mengenai nilai dan norma bagi tindakan manusia dan mengenai kenyataan yang
harus diwujudkan secara sosial dan atarmanusiawi atau disebut discours praktis.
Cirinya adalah dilakukan secara kritis-rasional dan argumentatif. Agar diskusi ini
boleh disebut tindakan komunikatif, maka perlu dicapai konsensus melalui
argumen yang rasional mengenai struktur dan proses hidup bersama manusia serta
mengenai pilihan etis yang harus dibuat. Ketiga, pengertian yang sah mengenai
identitas itu berkembang dalam diskusi tersendiri yaitu discours identitas yang
terjadi lewat pertukaran ekspresi diri secara terus menerus serta lewat saling
mengajukan pertanyaan. Keabsahan ungkapan diuji secara kritis-reflektif. Di sini
terjadilah penyadaran manusia akan subjektivitasnya sendiri yang unik. Terjadi
juga pertumbuhan hati nurani pribadi sehingga orang mengerti akan kebebasan
dan tanggungjawabnya terhadp keberadaan serta pengembangan dirinya.
Paham kebenaran bagi orang modern hanya mengenai keabsahan
pernyataan tentang objektivitas yang terjadi dalam discours teoritis. Pada alur
kedua, berbicara tentang ketetapan atau nilai dan ketentuan norma. Sedangkan
pada alur ketiga, berbicara tentang kesungguhan untuk menyatakan bahwa
pemahaman diri serta ekspresi diri tertentu merupakan ungkapan yang sah dari
pertanyaan siapakah saya.
Pada alur ketiga, tadi ada pengertian yang dinodai oleh pemikiran dan
tindakan strategis. Dan terjadilah kebenaran semu, ketetapan semu, dan
kesungguhan semu. Kalau menggabungkan tema kedua dengan tema pertama
yaitu tentang tindakan strategis dan komunikatif, tampaklah pentingnya discours
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
praktis bagi kedua discours lainya. Di mana komunikasi, hak asasi manusia tidak
dihormati secara dasariah maka disitu baik usaha mencari kebenaran objektif
maupun usaha mewujudkan identitas pribadi dan kesungguhan akan keluar dari
jalurnya.
Perbedaan antara tindakan strategis dan tindakan komunikatif serta
pengertian kolonisasi oleh tindakan strategis itu menunjukan hubungan langsung
dengan perbedaan teologis-dialektis antara religi dan iman. Pada tema pertama,
dikenal kembali penolakan teologi modern terhadap model etis pertama dan
kedua. Juga diperoleh penegasan terhadap prioritas proses penebuasan dan
pembebasan. Di dalam paguyuban, melalui komunikasi yang terbuka dan
sederajat, ditemukan kebebasan yang eksistensial serta kesadaran diri dan dapat
dijalankan perang melawan kemiskinan dan ketidakadilan. Akan tetapi, dasar
utama bagi kedua tema ini adalah distingsi/ perbedaan antara objek dan subjek.
Distingsi merupakan ciri teologi modren dalam perhatiannya terhadap keunikan,
keutuhan, dan perwujudan diri setiap orang sebagai subjek di hadapan Allah yang
hidup.
Allah tidak memaksa siapapun. Dia bukan Allah yang objektif yang
merendahkan manusia. Karena perhatian di teologi modern ini maka dalam hidup
Gereja pentingnya discours-identitas, kejujuran, dan kesungguhan di dalamnya
sangat menonjol. Karena pertanyaan siapa saya dalam perjanjian dan perjumpaan
dengan Allah berhubungan langsung dengan nama yang dipakai Allah untuk
menyatakan diri-Nya, yaitu Yahwe, Aku adalah Aku, Aku adalah Yahwe.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
3. Iman di Alur Kebenaran
Di dalam Kiatab Suci, mengenal Allah yang benar berarti juga melakukan
kebenaran dalam kemanusiaan yang sungguh-sungguh. Kebenaran dalam Kitab
Suci merupakan pengertian menyeluruh yang tidak hanya berkaitan dengan
deskripsi objektif yang sah. Paham kebenaran itu sendiri berubah. Di dalam Kitab
Suci dan budaya kristiani hanyalah benar sebagaian saja menurut arti modern
sebagai ungkapan kenyataan yang objektif sah.
Sudah menjadi pengalaman sehari-hari dalam pewartaan dan katekese
bahwa demi pengertian yang benar tentang teks Kitab Suci yang diwahyukan dan
tentang tradisi kristiani, maka ketiga alur perlu dibeda-bedakan. Salah satu
penyebabnya yang penting adalah bahwa dengan perkembangan ilmu
pengatahuan alam yang modern selama berabad-abad akhir-akhir ini dan dengan
penaklukan alam yang semakin maju. Pengetahuan itu menjadi jiwa kemajuan
teknologi dan dengan demikian juga jiwa kemajuan sistem ekonomi.
Sistem pendidikan dewasa ini mempunyai arah untuk memperoleh
pengetahuan objektif. Perkembangan ilmu pengetahuan ini merupakan aspek yang
hakiki dari proses sekularisasi oleh karena melalui proses ini sudah dan sedang
diperoleh kemajuan yang pesat bagi kebebasan serta hidup manusiawi yang wajar.
4. Iman di Alur Etik
Kegagalan apologetika, hampir spontan namun dengan pengertian yang
mendalam, pembaharuan Gereja mengatakan ortopraksis. Adalah melakukan
kebenaran sebagai inti iman akan Allah yang sesungguhnya. Pada waktu itu
bangkilah perhatian baru terhadap sakramen. Gereja dalam pengakuannya akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Allah lebih menekankan alur keduak, yaitu discours-praktis yang berhubungan
dengan nilai dan norma. Yang menjadi pokok pertanyaan adalah “apa yang dapat
disumbangkan oleh tradisi kristiani secara khas kepada discours ini?”
Dengan terlalu mudah, ilmu pengetahuan dapat disalahgunakan oleh para
pemegang ekonomi, sosial, dan politik yang kemudian lebih dari sebelumnya bisa
membunuh kebebasan dan kehidupan. Teknologi modern dapat menjadi berkat
dan juga bisa menjadi bencana. Di dalam masyarakat yang selalu mengagungkan
dunia yang berharap akan kebebasan, keunggulan discours-teoritis sedang
bergeser kepada discours-praktis. Kesadaran akan Keterakhiran ikut bergeser.
Kemudian, di dalam Gereja arti iman akan Allah bergeser ke pada iklim etik.
Di dalam gereja pergeseran itu berakibat radikal. Pertama, perhatian
bergeser dari Allah sebagai pencipta kepada Allah yang menyatakan diri-Nya
dalam Israel dan dalam Yesus dari Nazaret sebagai Allah yang mengasihi
manusia. Terjadi pembelokan kristosentris, yaitu kepada Yesus dari Nazaret
sebagai model untuk hidup, menurut nabi-nabi yang besar. Kedua, tumbuh
perhatian bagi tanggung jawab sosial. Muncul juga kekawatiran etis terhadap
pewartaan moril Gereja yang didasarkan pada model etis pertama dan kedua.
Model-model ini semakin tidak mungkin untuk menggabungkan iman kristiani
dengan aspirasi kebebasan modren dalam discours-praktis betapapun objektif
tampaknya penentapan norma-normanya.
Orang beriman dan pemimpin Gereja yang karena tindak-tanduknya
memperoleh penghargaan etis yang besar dari lapisan yang luas mungkin
menimbulkan pengertian tertentu terhadap makna pergaulan dengan Allah itu.
Dengan pelayanannya kepada kehidupan, Gereja dapat memperoleh goodwill bagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
pengakuannya. Akan tetapi kedua hambatan yang berhubungan dengan
pengalaman akan Allah itu ternyata begitu besar sehingga pelayanan Gereja juga
di dalam Gereja sendiri, belum dapat menyakinkan orang bahwa berdoa
merupakan tindakan bermakna.
5. Iman di Alur Kesungguhan
Akhir-akhir ini orang berbicara tentang hipertrofit yaitu hati nurani dan
penekanan serta pembebanan kesadaran moril secara berlebihan. Manusia harus
sempurna. Dipandang dari model etis yang pertama dan kedua dikatakan bahwa
kesusilaan mulai longgar. Dalam perjuangan demi kebebasan dan otoritas,
memang bermacam-macam kode kelakuan dan pola peran dari zaman dulu
dibongkar. Tetapi, pihak lain didalam proses ini menaruh beban yang tinggi pada
hati nurai pribadi.
Pada umumnya harapan akan kualitas moril itu semakin tinggi, baik pada
sesama orang maupun pada diri sendiri. Hal itu tampak dalam fakta bahwa relasi
yang intim semakin jarang terjadi, seperti pernikahan, keluarga dan sahabat.
Discours-praktis pada akhirnya tidak dapat meniadakan ketegangan dan
pertentangan antara hukum dan kebebasan. Penderitaan dan ketidakadilan juga
tidak dapat diatasi, apalagi penderitaan yang ada karena pertanyaan tentang makna
kenyataan hidup.
Tema-tema yang sudah dikemukakan terlebih dahulu adalah politik dan
mistik. Tema-tema itu berkaitan dengan diskusi tentang dukungan dan tantangan
sebagai polaritas dalam pengembangan diri manusia. Tetapi dalam pengakuan
akan Allah sebagai Bapa Yesus Kristus maka kristianitas juga mengenal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
gambaran Allah sebagai ibu yang mengukir nama kita di telapak tangan-Nya,
Allah yang tidak melupakan pekerjaan tangan-Nya. Gambaran Allah sebagai ibu
juga terdapat dalam Kitab Suci, dalam Mazmur, dalam tulisan profetis.
Setelah pembelokan etis, terjadilah pembelokan-pembelokan yang lainnya
dimunculkan oleh pengertian bahwa keterjaminan tidak bertentangan dengan
kebebasan, melainkan merupakan unsur yang hakiki daripadanya bahwa mungkin
intinya. Dapat diambil kesimpulan, semua bentuk dasariah ketergantungan yang
menentukan model etis pertama dan kedua harus ditinggal. Tetapi dari perpisahan
itu, dari kematian itu tumbuh kedewasaan yang di samping bercirikan hati nurani
yang terbuka dan kemampuan untuk mengasihi, juga bercirikan kesadaran diri
yang fundamental.
Keterjaminan adalah kepastian dalam Keterakhiran. Tentang kepastian
itu,orang miskin menjadi saksi yang paling dapat dipercaya. Kepastian ini dan
kesadaran diri ini tidak bersifat politik, melainkan mistik. Kepastian itu tidak
diberikan secara alamiah kepada manusia.
Kesadaran diri dalam kebebasan ini adalah inti discours-identitas.
Fokusnya pengertian yang meneguhkan tentang subjektivitas manusia yang tidak
terasing. Pokoknya adalah mengerti secara subjektif mengenai kepribadiannya
sendiri. Padahal keabsahan pribadi itu secara objektif tidak dapat dibuktikan
dengan pasti dan juga tidak dapat dijadikan benar secara tuntas lewat tindakan.
Keberadaan kita sebagai subjek itu, kita terima pada kelahiran kita sebgai
manusia, tetapi keberadaan itu baru menjadi nyata dalam ekspresi diri kita kepada
orang lain. Dalam pernyataan diri tersebut di mana diri kita memberikan diri
kepada orang lain untuk dikenal. Singkatnya, manusia menjadi dirinya sendiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
sejauh ia utuh, yaitu keluar, tidak menyembunyikan apa-apa, dan ke dalam tidak
menekankan apa-apa, atau sejauh ia dengan kepastian batin sanggup menghadapi
segalanya yang ia jumpai, yaitu segala yang secara mendalam mengingatkan dia
akan kenyataan dirinya sendiri.
Pada alur kejujuran, kesungguhan, serta subjektifitas, dan dalam situasi
budaya dewasa ini, pertama-tama harus dimengerti pewahyuan Allah tentang diri-
Nya sendiri. Dialah Allah yang tidak dapat dibuktikan secara objektif, juga bukan
Allah yang menuntut, melainkan Allah yang sebagai Aku ada menanyakan kepada
saya. Perjumpaan itu adalah peristiwa yang maknanya tidak dapat dibuktikan
secara meyakinkan baik secara objektif maupun secara etis. Verifikasinya adalah
bahwadalam perjumpaan dengan Allah, manusia dengan lebih mendalam belajar
mengenal diri, bisa mengidentifikasikan diri, dan dikembalikan kepada dirinya
sendiri dengan lebih fundamental dari pada yang terjadi sebelumnya. Allah
sebagai Allah yang benar yang mengasihi manusia dan yang memberikan hidup.
Pengalaman itu senantiasa sepenuhnya subjektif, namun sekaligus juga
transenden terhadap subjek karena tiga alasan yang fundamental. Pertama, karena
orang beriman mengalami pergaulan dalam doa itu sebagai intersubjektif, sebagai
perjumpaan dengan Dia. Kedua, karena yang lain diketahui dan dikenali sebagai
Dia yang dibicarakan oleh kitab Suci dan oleh tradisi serta liturgi gereja. Ketiga,
karena Yang Lain itu subjektifitasnya yang absolut dipahami sebagai dasar dan
makna terakhir dari semuanya yang benar, baik, dan indah. Dalam pergaulannya
doa dipahami bahwa kata yang terakhir dalam kenyataan ini bukan berada tetapi
Aku Ada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Allah berdiam secara transenden dalam inti kebebasan kemanusiaan dan
nama-Nya berdiam dalam nama setiap orang, di sana di mana kita sebagai pribadi
yang hadir pada orang lain dan pada diri kita sendiri. Akhirnya, pengalaman
penderitaanhanya dapat dihayati secara bermakna dalam subjektifitas penemuan
serta penentuan diri yang bebas.
Komunikasi iman dialur kesungguhan ini berarti saling membagi
kepastian, kebimbangan, kecemasan, kesedihan, dan kegembiraan kita dan
pengalaman tentang bagaimana Allah beserta kita di dalamnya. Saling membagi
iman berarti sama-sama mengelilingi rahasia kehadiran Allah dalam diri kita
masing-masing. Inti komunikasi itu akan ikut berbicara dalam percakapan pribadi
dan bersama-sama dengan Dia.
Ditemukanlah tiga konklusi teologis praktis. Pertama, kebenaran objektif
maka pengalaman dengan Allah akan terbentur pada dilema-dilema pertanyaan
penderitaan dan pertanyaan kebebasan yang teoritis yang tidak dapat diatasi.
Sementara kepercayaan kepada kekuasaan yang lebih tinggi dapat bertahan.
Kedua, kalau iman akan Allah yang objektif ini dipertahankan maka jurang
dengan tradisi doa Yahudi-kristiani akan membuat orang beriman makin jauh dari
Gereja dan lambat laun juga akan membawa kebimbangan iman dan kehilangan
iman, karena disini pun dilema di sekitar penderitaan dan kebebasan tidak dapat
diatasi. Ketiga, kalau objektifitas iman terus ditekankan maka kebimbangan serta
kehilangan iman merupakan akibat yang pasti terjadi. Karena berdasarkan Kitab
Suci Allah mewahyukan diri-Nya, yaitu Abraham, Ishak, Yakob adalah Allah
Yang Lain, Allah yang hanya dapat dijumpai dalam kesungguhan yang subjektif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Demikianlah, pergeseran dari relasional kepada hilangnya iman sebgai
efek proses sekularisasi dapat secara teologis dan dalam iman dipahami sebagai
proses pemurnian identitas kristiani dan sebagai karya Roh Kudus sendiri yang
memurnikan. Secara teologis boleh dikatakan bahwa dalam pergeseran ini, Allah
sendiri ingin menyatakan diri-Nya tidak sebagai pesaing dengan kebebasan
manusia, juga tidak sebagai sebab yang objektif dari penderitaan dan kejahatan.
Kebenaran yang terakhir ini bersifat ternsenden, artinya mengatasi
objektivitas yang dapat dikenal secara teoritis. Kebenaran itu diperkenalkan
kepada kita melalui pewahyuan diri ilahi dalam nama :Aku ada.
6. Pembangunan Jemaat
Jika kita menghubungkan kedua tema yang sudah dibicarakan maka
pembangunan jemaat agaknya dapat dirumuskan tujuan sebagai berikut:
perubahan bentuk hidup gerejawi menjadi tindak-tanduk komunikatif dalam iman
melalui pengembangan budaya kesungguhan dan spiritualitas perjumpaan. Gereja
mulai berada di mana orang dari dirinya sendiri dengan jujur dan dalam
kesungguhan menceritakan kisah perjumpaannya dengan Allah dan bersama-sama
mengungkapkan diri dalam doa dengan menggunakan kata dan gambar yang
dipakai dalam kisah mereka tersebut. Iman itu diberikan melalui apa yang oleh
tradisi kristiani disebut pewahyuan. Perantaraan iman yang sesungguhnya dan
pengalaman iman bersama hanya mungkin terjadi melalui pernyataan diri yang
subjektif.
Lewat teologi masa lalu, pastor lebih dibentuk sebagai fungsionaris
kebenaran daripada manusia. Banyak pastor dan aktivis Gereja belajar bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
dalam karya gerejawi banyak tergantung pada pribadi serta iman mereka sendiri;
dan bahwa anggota Gereja secara kritis mendengarkan apa yang sesungguhnya
mereka pikirkan dan imani. Anggota Gereja berharap bahwa pastor dan para
aktivis adalah memanusiakan manusia, pergaulan yang nyata dengan Allah,
keakraban batiniah dengan saksi-saksi besar.
Kerahasiaan ini kadang-kadang melatarbelakangi kecenderungan orang
menganggap bahwa pekerjaan gerejawi terutama yang dilakukan oleh pejabat
gereja itu merupakan pekerjaan profesional dalam lingkup publik. Akan tetapi
banyak pekerja gerejawi mengalami bahwa mereka memperoleh kewibawaan dan
hak untuk berbicara justru kalau juga mengutarakan keringkihan, keterbatasan,
kebimbangan, dan kekurangan iman mereka. Yang penting bagi orang beriman
dalam Gereja ialah apa yang sudah mereka sendiri alami dari perjumpaan dengan
Allah, yaitu bahwa perjumpaan itu mengingatkan mereka akan apa yang
manusiawi dalam diri mereka. Tanda yang baik bagi Gereja yang vital ialah kalau
orang beriman secara intensif ingin diingatkan akan diri mereka sendiri.
Empat indikasi mengenai cara untuk mengadakan peringatan adalah,
pertama adalah makna cerita. Cerita sebagai modus bahasa bagi ekspresi diri
sebagai cara untuk mengungkapkan diri. Kitab Suci merupakan cerita dan Yesus
sendiri dalam Injil sebetulnya merupakan cerita mengenai Allah. Lewat cerita itu
dapat diberi perhatian yang lebih besar kepada bahasa non-verbal, gambar dan
simbol lebih membantu dalam pemahaman orang dalam membacanya.
Kedua, arti saksi dan kesaksian bagi vitalitas Gereja. Saksi adalah mereka
yang mempunyai cerita dan yang dapat berbicara dengan rendah hati dan
kesungguhan tntang perjumpaan mereka dengan Allah. Mereka adalah orang yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
dipercaya jika berbicara tentang pertobatan. Secara sakramental dihadirkan apa
yang mnjadi hambatan dalam pengakuan kristiani, adalah bahwa di dalam diri
Yesus Kristus yang Tersalib, telah dinyatakan rencana kepenuhan Allah.
Ketiga, disebut hospitalitas atau kesediaan menerima tamu. Ciri Gereja
yang Vital adalah bahwa semua orang dengan pengalaman, cerita serta
kesaksiannya boleh masuk; dan mereka didengar dengan sungguh-sungguh dan
dipandang dengan serius. Ini sangat berhubungan dengan kemampuan mendengar,
dengan kesediaan untuk bersama-sama menanggung perbedaan pendapat, dan
untuk tidak saling melepasnya dalam konflik. Gereja yang vital ialah
perumpamaan tetang perjamuan perkawinan di Kanna. Tidak ada situasi dalam
mana diskriminasi bagitu merusak kehidupan gerejawi selain situasi dalam mana
kita secara sakramental mengenangkan Putra Allah yang dibuang.
Keempat, ialah arti pesta. Pesta yang sesungguhnya merupakan
pengalaman yang mengelilingi Keterakhiran Allah. Pesta merupakan perayaan
kehadiran mereka yang kita cintai. Pesta ada di sana dimana orang dapat saling
mengeluarkan isi hatinya dengan aman dan di mana mereka dapat mengalami
bahwa sungguh indah untuk hidup dan mengasihi. Pada pesta itu dapat dan harus
ada tempat bagi orang yang tidak diperhitungkan dalam masyarakat dan yang
tidak diberikan ruang dan waktu. Oleh karena itu, perayaan Hari Tuhan yang
sungguh-sungguh, hari kebangkitan serta hari manusia baru merupakan peristiwa
sakramental yang paling utama di mana Gereja dapat dan harus menjadi Umat
Allah yang benar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Kesimpulannya, cerita, kesaksian, hospitalitas, pesta dimaksudkan untuk
menunjukkan persepektif sebagai sarana bagi umat kristiani untuk
ditransformasikan kepada tindakan komunikatif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
GEREJA DAN MASYARAKAT, FUNGSI DAN JABATAN
A. Gereja dan Masyarakat
1. Eklesiologi
Eklesiologi yaitu ajaran tentang Gereja, yang menjadi pusat penting dalam
pewartaan serta teologi pada abad terakhir ini. Namun, sampai sekarang kita tidak
mengikuti jalan pemikiran itu melainkan untuk membahas Gereja sebagai tema
terakhir sesuai dengan tradisi teologi yang besar. Alasannya ialah bahwa banyak
omongan yang sekarang terjadi tentang Gereja hampir tidak menjernihkan esensi-
esensi keberadaan kristiani, melainkan lebih menunjukkan ketegangan di dalam
Gereja daripada menyatakan iman, harapan, dan kasih.
Dari sudut ekumenis dan mondial sekarang ini, eklesiologi sedang
mengalami pergumulan ideologis raksasa untuk melegitimasi struktur-struktur
Gereja yang lama atau yang baru atau yang lain dalam tradisi gerejawi dan dalam
iman kristiani akan Allah. Gereja mengenal bermacam-macam struktur, namun itu
tidaklah netral dan juga tidak semua struktur itu dapat dibenarkan.
2. Kerajaan Allah dan Umat Allah
Yang pertama adalah gambaran Kerajaan Allah. Gambaran itu disukai
oleh Yesus sebagai gambaran bagi dunia yang lain dari pada dunia ini yaitu kasih,
keadilan, dan damai. Dunia itu hidup dalam idam-idaman umat manusia yang
paling dalam tentang masa depannya. Kerajaan Allah yang dilukiskan dalam Injil
merupakan gambar penguji yang sah bagi Gereja. Salah satu contoh ialah ajaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
tentang kedua kerajaan yang dipakai terutama oleh pihak reformasi untuk
menggambarkan hubungan antara Gereja dan Negara. Gereja dan Negara
keduanya memiliki segala sarana untuk mewujudkan tujuannya di dunia ini.
Gereja lalu dianggap sebagai Kerajaan Allah, sedangkan negara dan masyarakat
adalah kerajaan manusia. Gereja dan masyarakat tidak dapat dipertentangkan
dengan cara itu. Gereja hanya dapat berada sebagai paguyuban yang berada dalam
keseluruhan masyarakat.
Teologi modern memurnikan gambaran Gereja. Gereja dianggap sebagai
saksi Kerajaan Allah di mana Gereja membela mereka yang tidak mempunyai
kuasa. Gereja sendiri merupakan paguyuban orang yang tidak mempunyai kuasa,
namun mengenal kasih di antara mereka satu sama lain. Kerajaan Allah
merupakan pengertian berkontras. Artinya bahwa kehendak Allah memihak pada
hak orang KLMTD.
Dalam rangka proses sekularisasi, gambaran itu memperoleh dua
perluasan baru yang berbeda. Yang pertama, di mana pengertian bangsa diartikan
sebagai masyarakat demokratis yang berdaulat dalam mana pada perinsipnya
semua orang sama derajatnya. Model ini sesuai dengan deklarasi universal
mengenaihak-hak asasi manusia. Model demokratis ini berkontras dengan model
gerejawi yang hierarki sejauh hubungan-hubungan kuasa dalam model hierarkis
itu sering dicirikan oleh aspek feodal-absolutis, yang merupakan ciri model etis
kedua. Dalam negara-negara yang peka terhadap perkembangan demokratis dan
dalam Gereja-Gereja di mana kaum awam mulai menyadari diri sebagai Gereja,
gambaran tersebut menjadi program pembaharuan Gereja. Program ini berusaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
agar kaum awam berdampingan dengan para imam dan uskup ikut memikul
tanggung jawab dan mempunyai hak untuk ikut berbicara dalam perwujudan
hidup gerejawi.
Perluasan yang kedua, yaitu dalam kelompok basis gerejawi dunia ketiga.
Umat diartikan sebagai kelas bangsa tertentu, hampir mirip dengan proletariat
atau setingkat dengan buruh. Gereja Umat Allah berbarti Gereja orang miskin.
Dengan demikian paham Umat Allah mempunyai kaitan langsung dengan
gambaran Yesus tentang Kerajaan Allah. Ini dapat dibedakan menjadi tiga macam
aliran. Aliran pertama, mengisi gambaran Umat Allah secara tradisionalistis.
Aliran itu tetap bereaksi terhadap sekularisasi. Orang berpegang pada model etis
kedua tentang bangsa untuk Gereja dan masyarakat. Aliran kedua, adalah aliran
tengah yang lebar. Di situ, gambaran Umat Allah diisi dengan norma dan ideal
masyarakat kelas demokratis yang modern. Orang berpikir, Gereja dengan
menggunakan pengertian kedaulatan rakyat. Aliran ketiga, adalah aliran yang dari
sudut kritik masyarakat mempunyai kesamaan dengan kelompok-kelompok basis
Dunia Ketiga. Ketiga pengisian gambaran Gereja sebagai Umat Allah ini tidak
dapat sepenuhnya mengklaim keabsahan secara teologi.
Ada perbedaan pandangan mengenai relasi antara imam dan awam. Di
dalam model etis kedua, para imam dianggap sebagai kelas yang ditentukan
terlebih dahulu secara ilahi dan karena itu lebih tinggi dan lebih kudus daripada
kedudukan awam. Paham ordo yang yuridis teologis ini mendapat perhatian di
sini. Totalitas yang kudus itu dalam arti spesifik diterapkan pada Gereja sebagai
Umat Allah. Perbedaan antara imam dan awam di dalamnya dianggap secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
esensial sebagai ditentukan terlebih dahulu dan diadakan oleh Kristus. Kemudia
ordo rohani yang lebih tinggi ini dalam Gereja Katolik dilengkapi dengan simbol
status yang khas bahwa hanya laki-laki yang tidak kawin dapat diangkat ke dalam
ordo itu.
Oleh teologi, wanita ditunjukkan sebagai makhluk yang lebih rendah.
Dengan menghubungkan imamat dengan selibat oleh hukum Gereja maka status
tidak kawin demi Kerajaan Surga sebagai karisma pelayanan semakin kurang
jelas. Yang lebih penting daripada syarat penerimaan adalah penghayatan
kenyataan yang mendasarinya. Dalam penghayatan manusia modern, jabatan
dapat dipahami sebagai fungsi khusustetapi tidak sebagai keberadaan yang lebih
tinggi. Anggapan tradisional tentang perbedaan antara imam dan awam yang
digarisbawahi oleh syarat penerimaannya yang sah semakin berfungsi sebagai
penolakan simbolis terhadap proses sekularisasi sendiri dan terhadap
perjuangannya agar manusia bebas menjadi subjek.
3. Gereja dalam Proses Sekularisasi
Proses sekularisasi sering dipandang sebagai proses zaman kita karena
baru dalam abad ke -20 ini berpengaruh umum pada masyarakat walaupun
akarnya sudah sangat tua. Akarnya adalah dari lapisan bawah penduduk yang
agraris berkembanglah pertukangan dan perdagangan, dan terjadilah masyarakat
kota dengan berbagai macam profesi dan jabatan yang baru. Terbentuk bangsa-
bangsa yang saling memerangi untuk mempertahankan diri. Tradisi biblis dan
gereja perdana seolah-olah merupakan satu sejarah besar tentang penolakan dan
pembebasan dari mitologi berhala ini. Para martir menjadi saksi Allah yang hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
dan yang mengasihi manusia justru dalam perjuangan mereka melawan pendewa-
dewaan negara dan kekaisaran. Agaknya setelah peristiwa warga Gereja bisa
menjadi pejabat negara, Gereja kurang konsekuen mengenangkan kesaksian para
martirnya, apalagi kesaksian Yesus sendiri yang mati di bawah pemerintahan
Pontius Pilatus.
Sejajar dengan ekonomi pertukangan dan perdagangan yang semakin
meluas, berkembanglah perjuangan pembebasan dalam proses sekularisasi. Hal itu
harus terjadi pada pasaran politik di mana warga negara memilih penguasa mereka
dan melalui kontrak menentukan tugas dan wewenangnya. Kekuasaan politik
bergeser dari bawah ke atas. Dalam masyarakat modern, model pasaran bebas
menjadi sah baik bagi bidang ekonomis maupun bagi bidang politik yang meliputi
kuasa publik dan yuridis. Tidak heran kalau Gereja-gereja akibat ketertarikannya
dengan raja-raja dan bangsawan dahulu tidak berhenti menentang sekularisasi dan
demokratisasi.
Pada perinsipnya berlaku hak dasar politis atas kebebasan, yaitu kebebasan
untuk menjalankan ilmu pengetahuan, kebebasan untuk membentuk partai serta
hak suara terhadap pembentukan tatanan hukum publik, dan kebebasan untuk
membentuk relasi, mengungkapkan pendapat serta pandangan hidup pada level
subjektif. Kebebasan-kebebasan ini tidaklah tanpa masalah dan sebagaiannya juga
belum terealisasi. Namun, pembentukkan kuasa yang mengkolonisasikan itu juga
selalu membawa pemberontakan dan konflik.
Di zaman modern, kita menyadari arti positif dari konflik dalam tindakan
komunikatif sejauh konflik-konflik itu tidak membawa kepada penindasan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
baru. Kita juga dapat melihat ambiguitas prinsip pasaran bebas, yaitu di satu pihak
pasaran bebas mengandaikan dan memberikan kebebasan untuk memilih.
Permainan bebas antara kekuatan alam akan selalu berlaku dan juga
bertentangan dengan Injil. Dan kemenangan dimiliki oleh orang yang kuat. Di sini
muncul kompromi dalam abad terakhir, yaitu di mana kesamaan kekuatan tidak
ada maka dalam negara hukum modern diharapkan bahwa pemerintah
menciptakan kesamaan itu melalui peraturan hukum. Dalam perkembangan ini,
berangsur-angsur menonjol bahwa negara modern sebagai kuasa politik
diharapkan bisa mengamankan kebebasan dan kesamaan warga negara disemua
bidang kehidupan.
4. Gereja dan Masyarakat Pasar
Apakah yang menjadi ruang, fungsi, dan makna Gereja dalam konteks
pasar bebas dan negara hukum serta pemeliharaan yang demokratis? Ada
beberapa aspek, yang pertama, bahwa hubungan antara Gereja dan negara
berubah. Keduanya tidak lagi merupakan kesatuan yang dapat diperbandingkan.
Dalam tatanan hukum modern, Gereja dan negara dipisahkan. Gereja yang
memegang monopoli di negara dan negara yang menerima keabsahan serta
identitas kolektifnya dari Gereja sudah lenyap. Negara menjamin kebebasan
beragama bagi individu dan juga kebebasan untuk mengungkapkan pendapat
agama dan juga untuk berkumpul. Masyarakat sekarang tidak lagi diikat oleh
keyakinan religius, melainkan oleh tatanan hukum sekular dan prinsip pasar
bebas, pertukaran bebas secara ekonomis, politis, dan kultur. Ilmu pengetahuan
modern, negara modern pun tidak dapat mendasarkan pada proses sekularisasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
bahwa negara tidak boleh mengidentifikasikan diri dengan Gereja atau agama
tertentu.
Aspek yang kedua, ialah bahwa di dalam tatanan hukum negara modern
itu, Gereja-gereja berada dalam pasar bebas yang kultural ideologis. Artinya,
bahwa gereja-gereja tidak hanya satu sama lain berada dalam posisi persaingan,
tetapi bahwa mereka mengalami konsekuensi juga dari bermacam-macam aliran
dan pandangan hidup yang religius. Nyatanya bisa demikian tanpa peduli apakah
ia mengidentifikasikan diri dengan ajaran dan praktek Gereja Katolik. Orang
modern semakin menginginkan kebebasan untuk memilih. Muncul syarat sosial
dan gerejawi bagi penghayatan iman sebagai pilihan identitas yang bebas oleh
manusia sebagai pribadi dan subjek. Beriman sekarang menjadi masalah pilihan
pribadi, hati nurani, dan keyakinan. Pengalaman pastoral menunjukkan bahwa
dalam modernitas sekarang ini, ada banyak orang di dalam Gereja maupun di luar
Gereja, yang hidup dalam batin yang tertutup.
Aspek ke tiga, bahwa di pasar bebas, Gereja sangat ditentukan oleh
permainan permintaan dan penawaran, produksi dan konsumsi, serta harga yang
harus dibayar. Dalam perkembangan Gereja sekarang ini dapat dipahami sebagai
kehilangan partisipasi dalam pasaran karena kekurangan dalam hal penawaran
atau hambatan dalam produksi atau harga yang terlalu tinggi. Produksi terhambat
kalau bagian umat kristiani yang menawarkan kurang terampil untuk
melaksanakan tugasnya. Dan harga menjadi terlalu tinggi di mana orang dituntut
pengurbanan yang tidak bermakna dan masuk akal. Mereka memahami bahwa
mereka harus semakin menjadi pembangun jembatan, yitu instansi penghubung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Karena gereja-gereja berkembang sebagai jemaat komunikatif penuh dengan
pengertian dan harapan yang sangat pluriform pada anggotanya yang kritis dan
dewasa. Oleh karenanya, bagi penyadaran mengenai pembangunan jemaat, ada
fase lain yang amat penting. Banyak orang tidak suka mengaku diri sebagai orang
beriman dan orang Gereja karena mereka mengira bahwa partisipasi gerejawi
harus dibayar dengan rasa bersalah, yang bertentangan dengan hati nurani.
Aspek ke empat, bahwa pasaran bebas, pihak Gereja menawarkan
mengalami perubahan dalam ciri susunannya. Ada yang ingin menjadi produsen
dalam kehidupan gerejawi. Walupun perbedaan formal antara pejabat dan awam
tetap berlaku. Struktur hierarkis Gereja Katolik pun dalam hubungan ini
dipertanyakan sebagai masalah kuasa. Bagi pembangunan jemaat, refleksi atas
segi mistik ini tidak kalah pentingnya dengan segi politik. Gereja hanyalah
sungguh-sungguh gereja bila orang yang menderita, mereka dalam mana Kristus
hadir di tengah-tengah kita. Hal esensial bagi Pembangunan Jemaat ialah
pertanyaan apakah mereka yang aktif dalam Gereja sebagai pejabat ataupun
sebagai awam juga dilihat oleh jemaat sendiri sebagai saksi iman yang sungguh-
sungguh.
Aspek ke lima, yaitu distingsi antara anggota inti Gereja, anggota Gereja
biasa, anggota pinggiran, dan mereka yang di luar Gereja. Yang dimaksud dengan
anggota biasa ialah mereka yang dekat dengan hidup Gereja dan secara teratur
berpartisipasi di dalamnya, namun tidak menjadi produsen. Anggota gereja yang
aktif terutama mereka yang profesional sering memiliki begitu banyak kualitas,
wibawa, dan kepakaran sehingga hanya oleh karena itu saja mereka a-priori tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
menjadi saksi Injil yang paling meyakinkan. Mereka yang dapat memberikan hati
kepada Gereja yang vital tidak selalu berada di pusat. Andai kata, mereka
menginginkannya maka mungkin mereka akan mulai dengan mengusir pedagang
dan orang farisi dari Bait Allah. Injil memang tidak terutama milik mereka dan
bagi mereka yang memiliki uang dan kekuasaan lebih daripada orang lain.
5. Gereja Orang Miskin
Penghayatan Gereja modern dicirikan oleh pengandaian yang di atas
dibicarakan sehubungan dengan aspek politis dari proses sekularisasi, yaitu
pembelokan dalam hubungan antara individu dan masyarakat. Diantaranya
terletak perbatasan antara pendangan tentang bangsa yang tradisional dan
liberalitas hak-hak asasi manusia yaitu universal. Di dalam tatanan hukum
modern, Gereja merupakan perkumpulan sebagai perserikatan yang didirikan oleh
manusia. Merasa bertanggungjawab merupakan spiritualitas yang dominan dalam
pembaruan Gereja yang modern dan juga dalam pembangunan Jemaat.
Menurut pandangan tradisional, Gereja sudah ada sebelum orang beriman
ada atau dapat ada dalam pribadi Yesus Kristus yang terlebih dahulu diberikan
kepada kita. Bukan orang berimanlah yang membuat Gereja, melainkan Gereja
yang membuat manusia menjadi orang beriman, anak-anak Allah yang
dimasukkan dan ditata ke dalam Gereja sebagai tubuh mistik Kristus. Masa kini
dan masa depan Gereja, pada akhirnya berada di tangan Allah sedangkan
hubungan duniawinya ditangani secara primer oleh mereka yang menurut jabatan
apostolis dan imamatnya menghadirkan Kristus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Dari segi tradisi kristiani, berlaku dua premis. Pertama, bahwa Allah
mendahului manusia. Kedua, diantara manusia, orang miskin mendahului orang
kaya dan bahwa orang lemah mendahului orang kuat. Kedua hukum dasar kasih
ini saling berkaitan satu sama lain dalam pengakuan bahwa yang Tersalib adalah
Tuhan dunia dan sejarah.
Asal mula dan hari depan Gereja berasal dari Allah. Dalam tradisi umat
itu, Yesus dari Nazaret pada akhirnya menjadi nabi untuk semua bangsa dan
dengan itu dalam Dia terdapat permulaan Gereja. Namun, bersamaan dengan
kematian-Nya, oleh Yesus sendiri, pembentukan Gereja secara fundamental
digantungkan kepada jawaban yang diberikan oleh manusia kepada-Nya. Gereja
menjadi vital di mana hukum dasar ini berlangsung oleh kuasa Roh Kudus. Gereja
masih belum merupakan umat Allah dengan cara seperti yang menurut para teolog
pembebasan di Dunia Ketiga dimaksudkan dalam kelompok-kelompok basis.
B. Fungsi dan Jabatan
1. Kehadiran Kristus
Di samping gambaran Kerajaan Allah dan Umat Allah, eklesiologi
mengenal gambaran paulinis yang lama tentang Gereja sebagai Tubuh Kristus.
Gambaran Tubuh Kristus ini memperlihatkan hubungan dan kaitan satu sama lain.
Jiwa yang melatar belakangi gambaran ini ialah keyakinan Paskah bahwa Kristus
selalu hidup dalam Gereja melalui Roh yang satu dalam kita semua. Kiranya bagi
hidup Gereja, ada empat eksistensial yang memiliki makna yang mendasar adalah:
Kehadiran Kristus dalam praksis hidup yang disebut keikutsertaan pada
Kristus atau mengikuti Kristus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Kehadiran Kristus dalam penghimpunan orang beriman
Kehadiran Kristus dalam orang miskin
Kehadiran Kristus dalam Sabda (pewartaan) dan Tanda (sakramen)
Yang penting bagi tujuan bab ini adalah pengelolaan lebih rinci mengenai
hubungan antara eksistensial tersebut. Keikutsertaan berarti bahwa kita menjadi
murid, bahwa kita mendengarkan Sabda, bahwa kita mendengarkan dan melihat
orang miskin, dan bahwa kita dihimpun dalam jemaat beriman. Keikutsertaan
adalah praksis hidup kristiani akibat pertobatan yang selalu diperbarui. Pertobatan
ini merupakan akibat dari perjumpaan ganda yang terus menerus. Akhirnya, juga
akibat perjumpaan dengan orang kristiani dan dengan jemaat-jemaat beriman yang
mewujudnyatakan keikutsertaan. Praksis hidup keikutsertaan itu dapat dipahami
sebagai efek atau output dari ketiga eksistensial yang lain.
Kedua aspek ini yaitu Kristus dalam Sabda serta Tanda, dan Kristus dalam
orang miskin tidaklah saling berhadapan tanpa ketegangan. Sabda dan Tanda
adalah Injil, Kabar Gembira, Kerugma, harapan dalam dunia yang absurd. Maka,
ada kontras antara kedua aspek kehadiran Kristus ini, kontras antara harapan dan
penderitaan, seperti kontras antara siang dan malam dan antara langit dan bumi.
Senyatanya merupakan sumber rezeki bagi keikutsertaan dan bagi pelayanan
kepada kehidupan.
Dari perjumpaan dengan kedua cara presensi Kristus ini, lahirlah jemaat
beriman. Gereja bertumbuh di mana orang berhimpun atau dihimpunkanuntuk
ikut dalam perjumpaan ganda ini. Orang berhimpun menjadi gereja, Tubuh
Kristus, Umat Allah. Mereka dipanggil untuk keluar guna menjalankan kehidupan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
pelayanan dan untuk membawa dunia dan sejarah lebih dekat kepada tujuannya,
yaitu keadilan dan perdamaian Kerajaan Allah. Pertimbangan-pertimbangan ini
dapat diringkas dalam model jemaat beriman yang disebut dengan model yang
dimanis. Yang pokoknya ialah gerakan-gerakan Roh yang meskipun dijaminkan
kepada Gereja namun sering dengan bermacam-macam cara yang menakjubkan
dan tidak terduga menjiwai hidup jemaat beriman.
2. Fungsi dan Jabatan
Setiap jemaat memerlukan organisasi, begitu pula dengan Gereja. Demi
kesinambungan dan efektifitas perlu dibuat struktur lewat pembatasan fungsi,
tanggung jawab, dan tugas. Ada permasalahan di sekitar jabatan gerejawi,
terutama terletak di dua bidang. Yang pertama, terletak di bidang percakapan
ekumenis yang berbicara tentang bermacam-macam struktur jabatan yang
berbeda-beda. Gereja yang berbeda-beda, dan tentang mungkin tidaknya untuk
saling mengakui pelayanan jabatan itu. Yang kedua, terletak di sekitar pelayanan
mengenai persyaratan untuk masuk jabatan di dalam Gereja-gereja sendiri dan
tidak sedikit pula dalam Gereja Katolik.
Keikutsertaan pada Kristus, pelayanan kepada kehidupan dalam
pemeliharaan, perjuangan, dan pengampunan merupakan penugasan dan sekaligus
identitas dari cara hidup kristiani sendiri. Maka tugas yang lebih cocok bagi
jemaat beriman ialah pelayanan pemeliharaan, perjuangan, dan pengampunan,
intern dan extern, mempunyai intensitas dan efektifitas yang maksimal, sesuai
dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam jemaat. Bahwa banyak
pemeliharaan serta perjuangan pastoral dan diakonal yang disediakan bagi jemaat-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
jemaat oleh pemimpin dan aktivis, jika dilihat dari sudut teologis bersifat laikal
sebagai perwujudnyataan keikutsertaan pada Kristus.
Sabda dalam Kitab Suci serta tradisi adalah norma identitas kristiani, dan
Tanda-tanda (sakramen) adalah peristiwa mistik-ritual dalam orang beriman
berulang-ulang mengaitkan diri dengan Yang Tersalib Yang Bangkit beserta misi-
Nya. Karena Dialah tujuan akhir yang ilahi berkehidupan bagi Gereja. Kehadiran
Kristus dalam orang miskin sejak zaman para rasul menerima bentuk pelayanan
tersendiri dalam jabatan diakon. Tugas diakon ialah membawa keluhan dan
tuduhan orang yang berada dalam kesusahan dan ketidakadilan ke tengah-tengah
jemaat. Di tengah-tengah jemaat, diakon menjadi wakil, pembela, dan saksi orang
miskin.
Bagi pembangunan jemaat kiranya penting menghindari dua macam salah
paham. Salah paham yang pertama, ialah mengenai kecenderungan untuk melihat
diakon terutama sebagai orang yang melaksanakan bermacam-macam pelayanan
pemeliharaan dan perjuangan atas nama jemaat. Diakon bukannya pertama-tama
ada untuk melaksanakan diakonia, melainkan untuk menginspirasi seluruh jemaat
untuk berdiakonia. Salah paham yang kedua, mengenai kecenderungan yang
sudah sangat tua dalam Gereja Katolik untuk memandang tugas diakon sebagai
pembantu imam dalam perayaan Sabda dan Sakramen. Tugas diakon ialah untuk
menghadirkan orang miskin dalam penghimpunan anggota jemaat, termasuk
dalam ibadat liturgis. Dia kemudian harus dan jika perlu memperlengkapi jemaat
dan memberikan wujud organisatoris bagi jawaban yang oleh umat akan
dilaksanakan dalam rangka keikutsertaan. Ini berarti bahwa dalam setiap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
penghimpunan liturgis, diakon harus diberi kesempatan untuk berbicara.
Maksudnya ialah bahwa diakon dalam interaksinya dengan pelayanan imam.
Diakon adalah orang yang seperti diutus dari lapisan bawah masyarakat dan dari
pojok-pojok kesusahan manusia, berulang-ulang memasuki jemaat lokal supaya
jemaat itu tidak kehilangan hubungan dengan kenyataan yang merupakan
kenyataan Allah.
Pengertian sakramentalitas tidak boleh dipandang sebagai pengangkatan
ke dalam tatanan yang lebih tinggi. Yang hakiki adalah pengertian pengutusan.
Pengutusan juga dimaksudkan dengan pengertian hierarki. Hierarki berarti bahwa
jabatan-jabatan tersebut berasal dari apa yang suci bagi gereja, yaitu presensi
Kristus yang historis yang dikaruniakan kepada kita dalam Roh melalui Sabda dan
Tanda dan dalam wajah orang miskin. Karena sama seperti Baptisan dan
Perjamuan Malam, bagi Gereja dalam Roh Kudus merupakan representasi dan
kenangan simbolis dari Yang Tersalib Yang Bangkit. Inilah makna inti semua
sakramen.
Fungsi seperti mengantar orang masuk ke dalam jemaat melalui katekese
dan pelayanan pembaptisan sebagai inisiasi kristiani. Fungsi itu juga adalah
mempertemukan anggota gereja satu dengan yang lain di dalam jemaat, yaitu
membuka mereka yang satu terhadap yang lain dan membangkitkan komunikasi
iman satu dengan yang lain. Usaha mempertemukan itu terwujud lewat
bermacam-macam kegiatan kelompok dan pembinaan, dan dalam bermacam-
macam kegiatan organisasi dan pembangunan masyarakat. Esensi dalam
penghimpunan ini adalah doa bersama, maka kebaktian doa tertentu juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
termasuk fungsi ini. Singkatnya, semua usaha di atas secara bersama dapat disebut
fungsi koinonia. Fungsi koinonia itu dilaksanakan lewat tugas-tugas yang
bertujuan untuk membentuk jemaat beriman yang sungguh-sungguh.
Fungsi ini merupakan fungsi khusus lain, yang melaksanakan fungsi ini di
Gereja-gereja setempat dapat disebut pator menurut gambaran Injil seorang
gembala yang menggembalakan dan mengumpulkan kawanan domba. Perebutan
para pastor dan pendeta menunjukkan betapa pentingnya fungsi koinonial ini bagi
umat kristiani. Yang menonjol ialah bahwa Hukum Gereja Katolik tidak melihat
pembangunan jemaat sebagai tugas imam. Namun, orang profesional koinonial ini
tidak perlu menjadi imam atau pendeta atau diakon. Ada kemungkinan struktural
yang lain. Di pihak Katolik sedang berkembang jabatan laikal, yaitu petugas
pastoral.
Jenis kepemimpinan gerejawi diharapkan terarah kepada pengembangan
komunikasi. Perlu mengembangkan bahasa iman dan lapangan bahasa di mana
anggota Gereja secara pribadi dapat mengenali diri sebagai orang kristiani.
Memberi dan menerima motivasi dan pembinaan untuk keikutsertaan pada
Kristus. Maka, perlu secara dialogal, memajukan kisah, kesaksian, pelayanan, dan
perayaan sehingga dengan itu akan terjadi keterbukaan terhadap apa yang
terdengar, seperti dari luar melalui perantaraan jabatan imam dan diakon. Di
banyak tempat sedang dikembangkan tim pastoral yang terdiri atas imam, diakon,
dan petugas pastoral.
Fungsi dan jabatan ini perlu dibagi-bagi maka perlu juga pembagian
bentuk-bentuk kerja dan bentuk-bentuk penghayatan yang tradisional, yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
merayakan, belajar dan melayani. Orang belajar tidak hanya dari Sabda dan Tanda
tetapi juga dari apel orang miskin yang diantarai oelh fungsi diakonal. Dan juga
kurang diperhatikan bahwa di dalamnya terjadi pembentukan persekutuan, yaitu
fungsi koinonial.
Kotbah dapat berfungsi ganda karena dapat merupakan penjelasan tentang
Kitab Suci, tentang Sabda dan tradisi (keimanan). Dapat juga merupakan
penjelasan mengenai kebutuhan dan masalah tertentu (diakonal), atau juga dapat
dimaksudkan untuk mempertemukan anggota Gereja dalam iman mereka. Atau
untuk memotivasi mereka melakukan aktivitas bersama-sama (koinonial).
Melayani tidak hanya menunjukkan sikap yang harus meresapi semua tugas
jabatan dan juga tidak dikhususkan untuk fungsi diakon, melainkan menunjukkan
sifat khas keberadaan kristiani yang dalam seluruh keikutsertaan pada Yesus
dalam menjalankan pelayanan terhadap kehidupan.
Maka, melayani tidak merupakan salah satu tugas jabatan gerejawi,
melainkan sikap hidup yang harus dimiliki oleh semua anggota Gereja sebagai
orang yang dibaptis tanpa membeda-bedakan jabatan. Pada poros yang satu, kita
mencantumkan, imami, diakonal, dan koinonial dan pada poros yang lain:
merayakan, belajar, dan melayani sebagai sarana untuk menggambarkan vitalitas
dan untuk mengidentifikasi segi-segi kuat dan lemah dalam umat kristiani yang
konkret.
3. Motif
Kebebasan hanya bisa terlaksana dalam tanggung jawab. Dalam hatinya,
manusia modern mencurigai dan menolak segala otoritas yang memakai kuasanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
untuk membatasi kebebasan dan tanggung jawab sampai di bawah ukuran hati
nurani sendiri. Dalam perjuangan demokratis sesuai dengan hak-hak asasi
manusia, hanya ada satu bentuk otoritas yang diakui di bidang-bidang ini, yaitu
otoritas yang berdasarkan pengetahuan rasional dan profesional, serta kemampuan
dan kompetensi. Tipe otoritas ini sebetulnya juga diharapkan dari pejabat
gerejawi, walupun bagi kepemimpinan gerejawi tidak mencukupi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
USULAN PROGRAM DAN SARAN
A. Pemikiran Dasar Pendampingan
1. Latar Belakang Situasi
Dalam merencanakan program pendampingan, sasaran tujuan saya adalah
pendampingan prodiakon di Paroki St. Perawan Maria diangkat ke Surga, Nanga
Pinoh, Melawi. Para prodiakon Paroki St. Perawan Maria diangkat ke Surga
begitu aktif. Rata – rata yang menjadi prodiakon adalah pensiunan. Paroki
senantiasa membuka kaderisasi dan pada kesempatan ini terdapat prodiakon-
prodiakon baru. Prodiakon lama memiliki kebiasaan mengadakan katekese namun
dianggap terlalu monoton, kurang mengena namun sebenarnya apa yang ingin
disampaikan begitu dalam. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu pembaharuan, berupa
pemahaman yang lebih mendalam dan penguatan akan kedudukan sebagai
prodiakon awam. Juga semakin mendorong sisi kreatif dari para prodiakon,
sehingga acara yang dibawa tidak membosankan.
Para Prodiakon diharapkan mampu menjadi Pembawa Warta Gembira,
hendaknya senantiasa membawa kegembiraan itu dalam setiap langkah hidupnya
dan dalam pewartaan terhadap umat baik dalam pendalamaan iman maupun
kegiatan-kegiatan rohani yang ada di lingkungan umat. Kegembiraan itu
bersumber dari Yesus Kristus sendiri sebagai teladan hidup mereka. Seluruh
hidupnya hendaknya dipersatukan dengan Yesus sehingga hidup Yesus sungguh
nyata dalam diri seorang prodiakon baik dari kisah pelayanannya maupun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
pewartaannya. Pewartaan Kabar Gembira tak lepas juga dari beberapa hal
berkaitan dengan penyadaran dan pemantaban diri seorang prodiakon sebagai
pewarta sehingga ia mampu membawakan pewartaan itu sendiri dengan sepenuh
hati, pikiran dan tindakannya. Selain itu para prodiakon juga diharapkan
memperhatikan hal-hal praktis mengenai model-model katekese, hal dasar
katekese umat, dan penerapan beberapa model katekese yang ada di tengah umat
menyesuaikan situasi dan kondisi umat setempat.
Oleh karena itu, saya menentukan tema yang sekiranya cocok untuk
menanggapi kebutuhan di lapangan. Saya memilih tema pokok “ Pembangunan
Jemaat Melalui Prodiakon Pembawa Warta Gembira” Dari tema ini saya
mengembangkan dalam beberapa sesi (3 sesi) yakni : hal – hal dasar katekese
umat, persiapan dan pengembangan katekese biblis dan spiritualitas prodiakon
sebagai pewarta. Tema yang saya pilih ini berkaitan dengan topik kehadiran
Kristus tang terdapat pada halaman 99. Melalui kegiatan ini diharapkan para
prodiakon semakin mampu mempersiapkan serta memandu pertemuan pertemuan
katekese dengan baik sesuai kondisi serta kebutuhan umat di Paroki St. Perawan
Maria diangkat ke Surga.
2. Alasan diadakannya pendampingan
Dalam banyak kegiatan pembinaan dan pendampingan iman umat, umat
sangat mengharapkan prodiakon mendampingi umat karena mungkin adanya
kemampuan yang jauh lebih unggul dalam hal hidup menggereja, dalam
memimpin kegiatan umat dan mempunyai keahlian dalam
mewartakan/berkatekese. Sebenarnya setiap umat beriman perlu membangun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
kesadaran bersama tentang pentingnya keterlibatan setiap pribadi dalam
mengembangkan penghayatan hidup beriman umat.Melalui kegiatan ini
diharapkan para prodiakon semakin mampu mempersiapkan serta memandu
pertemuan pertemuan katekese dengan baik sesuai kondisi serta kebutuhan umat
di Paroki St. Perawan Maria diangkat ke Surga. Sehingga dengan pendampingan
ini, mereka juga dapat semakin yakin, berani dan percaya diri dalam memberikan
pewartaan sesuai dengan harapan Gereja.
3. Tujuan Pendampingan
Agar dapat membantu para prodiakon dilapangan untuk semakin
memahami hal-hal dasar katekese umat, persiapan dan pengembangan katekese
biblis dan spiritualitas prodiakon sebagai pewarta sehingga paham dan semakin
mampu dalam mempersiapkan serta memandu pertemuan-pertemuan katekese di
Paroki St. Perawan Maraia diangkat ke Surga.
4. Pemilihan Materi dan Pertimbangannya
Dalam usaha mempersiapkan sebuah kegiatan pendampingan, perlu
mengetahui keadaan awal, situasi konkret serta kebutuhan dan keprihatinan
peserta yang hendak didampingi. Dari keadaan awal, melihat situasi konkret serta
kebutuhan dan keprihatinan tersebut, saya berusaha merancang suatu kegiatan
pendampingan untuk menjawab kebutuhan sesuai dengan situasi konkret hidup
peserta, tidak hanya para peserta namun juga para mendamping. Oleh sebab itu,
materi yang hendak diberikan benar-benar sesuai dengan kebutuhan peserta yang
berkenaan dengan pewartaan sebagai tugas prodiakon.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Pemilihan materi-materi ini saya sesuaikan dengan alokasi waktu yang
tersedia selama proses kegiatan pendampingan. Melihat alokasi waktu yang ada,
saya berusaha memilih materi yang kiranya sungguh dibutuhkan oleh peserta,
materi-materi yang kami tempatkan dalam sesi-sesi yang sesuai dengan
perhitungan situasi dan keadaan peserta.
B. Program Pendampingan
1. Pemikiran Dasar Program
Pada umumnya para prodiakon dipercayai oleh umat untuk mendampingi
umat yang ada di lingkungan. Biasanya mereka dipilih karena mampu dan aktif
dalam hidup menggereja serta memiliki kemampuan untuk membawakan
pendalaman iman. Dengan kepercayaan umat ini mereka pun berusaha
mendampingi umat tetapi sebatas pengalaman dan kemauan saja sementara umat
sangat mengharapkan prodiakon mampu melayani secara kreatif agar umat
semakin aktif dalam kegiatan doa-doa lingkungan. Untuk menanggapi hal ini
maka sangat perlu diadakan pendampingan agar prodiakon, pengurus lingkungan
dan tim kerja bidang pewartaan mempunyai pengetahuan dan bekal dalam
mendampingi umat.
Demikian pula halnya di paroki, mereka diharapkan mampu terlibat secara
aktif dalam berbagai bentuk kegiatan pendampingan iman umat, khususnya
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan bidang pewartaan sabda Allah
(katekese). Oleh karena itu, para prodiakon sangat perlu menerima pendampingan
sebagai bekal bagi mereka untuk mampu menjadi pemimpin dan pendamping
umat dalam pewartaan. Sehingga dengan pendampingan ini, mereka dapat
semakin yakin, berani dan percaya diri dalam memberikan pendampingan sesuai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
dengan harapan umat maupun Gereja.Harapannya adalah agar melalui kegiatan
pendampingan ini sungguh mereka siap diutus menjadi pewarta Kabar Gembira
bagi setiap orang yang mereka jumpai baik ditingkat lingkungan, stasi maupun
paroki.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
2. Program Pendampingan Prodiakon
PROGRAM PENDAMPINGAN BAGI PARA PRODIAKON
DI PAROKI SANTA PERAWAN MARIA DI ANGKAT KE SURGA NANGA PINOH, MELAWI
Tema : Pembangunan Jemaat Melalui Prodiakon Pembawa Warta Gembira
Tujuan : Agar dapat membantu para prodiakon untuk semakin memahami sejarah dan tugas sebagai prodiakon, , hal – hal dasar
katekese umat, model – model katekese, katekese biblis, persiapan dan pengembangan katekese biblis dan spiritualitas prodiakon
sebagai pewarta sehingga semakin mampu mempersiapkan serta memandu pertemuan pertemuan katekese di Paroki St. Perawan
Maria di Angkat ke Surga Nanga Pinoh, Melawi.
No Pelaksana Judul
Pertemuan
Tujuan
Pertemuan
Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan Waktu
1 Nyabang
Sudaryanto
Kegiatan
awal
Agar pendamping
dan peserta saling
mengenal satu
sama lain dan
membangun
keakraban dalam
proses pertemuan,
dengan harapan
proses ini berjalan
dengan baik sesuai
dengan rencana dan
kehendak Tuhan
Pengantar dan
sapaan awal
Doa Pembukaan
Perkenalan dari
masing
Sharing
Ceramah
Teks doa,
Laptop,
LCD,
Speaker,
Power Point
Pengalaman
peserta selama
menjadi
prodiakon
30
menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
2 Nyabang
Sudaryanto
Sesion II
Hal – hal
dasar
katekese
umat
Agar para
prodiakon dapat
memahami
pengertian katekese
umat sehingga
dapat membedakan
pengertian katekese
umat dan ibadat.
Pengalaman
peserta
mengenai
kegiatan karya
katekese yang
telah dilakukan
Perbedaan
katekese dan
ibadat
Pengertian
katekese umat
menurut PKKI
II
Peserta, Tujuan
dan Unsur
Katekese Umat
Menurut PKKI
II
Informasi
Tanya
jawab
Sharing
pengalaman
Laptop
LCD
Handout
Rm. Marno,
Diktat PPL
PAK
Paroki.
Rm. Yosep
Lalu, Pr.
Katekese
Umat.
90
menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
3 Nyabang
Sudaryanto
Sesi V : Cara
Membuat
Persiapan
Katekese
Umat dengan
Model Biblis
- Peserta
memahami
pentingnya
membuat satuan
persiapan
pertemuan
- Mengetahui cara
persiapan
Katekese Model
Biblis sehingga
dapat membuat
persiapan
Katekese dengan
baik
Pentingnya
membuat
persiapan
katekese
Unsur-unsur
persiapan yang
baik
Menemukan
dan
menentukan
tema dalam
Kitab Suci
Tugas
membuat
persiapan
Katekese Biblis
- Ceramah
- Tanya Jawab
- Laptop
- Hand
Out
- Rm. Marno,
Diktat PPL
PAK Paroki.
- Rm. Yosep
Lalu, Pr.
Katekese
Umat.
120
menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
4 Nyabang
Sudaryanto
Session VI
Spiritualitas
Prodiakon
sebagai
pewarta
Menggali
pengalaman
peserta sejauh
mana mereka
berperan
sebagai
pewarta.
Melalui
spiritualitas
Kristiani para
bapak/ibu
prodiakon
menjadi
semakin
bersemangat
dalam tugas
pewartaan.
Pengertian
spiritualitas
Pewartaan
Kristiani
Tugas
Pewartaan
Kristiani
Film inspirasi
“Pohon
Tumbang”
Spiritualitas
Prodiakon
Sharing
Pengalama
n
Nonton
Informasi
Tanya
Jawab
Hout
out
Laptop
LCD
DCD
Film
Inspirasi
Menggali
Pengalaman
peserta
Diktat
“Spiritualita
s Kristiani”
(Romo
Darminta,
SJ)
“Kopendium
Tentang
Prodiakon”
Kitab Suci
90
menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
SATUAN PENDAMPINGAN I
A. IDENTITAS PERTEMUAN
1. Judul Pertemuan : Hal-hal Dasar Tentang Katekese Umat
2. Tujuan : Agar para prodiakon dapat memahami pengertian
katekese umat sehingga dapat membedakan
pengertian katekese umat dan ibadat.
3. Peserta : Prodiakon paroki St. Perawan Maria diangkat ke
Surga
4. Tempat : Aula Paroki St. Perawan Maria diangkat ke Surga
B. PEMIKIRAN DASAR
Surat Anjuran Apostolik “Evangelii Gaudium” yang diserukan oleh Paus
Fransiskus mengenai sukacita Injil, namun keprihatinan-keprihatinan yang
disampaikan mengenai keprihatinan kondisi hidup beriman dunia dan Gereja
masih selalu menjadi hal yang aktual dikarenakan sangat sesuai dengan keadaan
konkret yang terjadi saat ini. Bahaya-bahaya yang menghantui Gereja dapat
menyebabkan orang semakin bertindak menjauh dari apa yang diimani. Dengan
menyadari dan memahami keprihatinan-keprihatinan yang diungkapkan Paus
Fransiskus, membantu kita untuk menyadari adanya keprihatinan yang besar
terhadap iman yang terjadi sekarang.
Evangelisasi merupakan hakikat dan tugas Gereja. Perutusan Gereja untuk
senantiasa melaksanakan evangelisasi membuahkan pertobatan dan iman. Tugas
gereja selanjutnya dalah merawat, menjaga dan mendampingi agar semua umat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Kristiani bertumbuh dalam Kristus. Proses ini disebut formatio iman. Perlunya
formatio iman tidak terlapas dari anjuran apostolik Paus Fransiskus, yang mana
dalam salah satu artikelnya mengajak kita semua yang dipanggil untuk
mewartakan kesaksian eksplisit akan kasih Tuhan. Oleh karena itu seorang
pembawa warta kabar gembira (prodiakon) diperlukan pengetahuan hal-hal dasar
tentang Katekese umat, agar apa yang menjadi tujuan dalam pewartaan dapat
tercapai. Hebatnya seorang pembawa warta gembira (prodiakon) bukan terletak
pada pengetahuan yang dimiliki semata, namun kemampuan dan ketrampilannya
dalam mewartakan kabar gembira itu. Bahan yang sederhanapun bila disampaikan
dengan cara yang menarik akan membuahkan hasil yang baik pula sehingga umat
tidak akan merasakan kebosanan. Sebaliknya ketika kita membawakan materi
yang bagus, bila dalam penyampaiannya kurang menarik atau kurang mampu
membawa umat kepada pokok yang kita bawa, umat akan merasa bosan dan tidak
mendapat apa-apa dari pewartaan kita. Sebagai pembawa warta gembira, dalam
pelayanan ditengah umat prodiakon dituntut untuk kreatif dalam berfikir sehingga
mampu untuk menciptakan hal-hal baru, tetapi kenyataanya tidaklah demikian.
Di Paroki St. Perawan maria diangkat ke Surga, gaung formatio iman
cenderung kurang terdengar. Hidup beriman masih dihayati sebatas aktif dalam
ibadat dan dalam kegiatan katekese. Pengetahuan dan penghayatan umat
mengenai pokok-pokok iman masih minim. Ketika prodiakon memimpin
katekese,terkadang kesannya membosankan bahkan banyak umat yang kurang
terlibat karena katekese yang dibuat itu, kurang menarik simpati umat. Salah satu
penyebabnya karena kurang mampu untuk menciptakan hal-hal baru, dan kurang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
memahami perbedaan antara katekese dan ibadat, sementara itu disisi lain umat
sungguh mengharapkan adanya upaya pembaharuan dalam menghantar mereka
mengembangkan iman menuju kedewasaan rohani. Karena hidup beriman adalah
proses yang berkelanjutan sepanjang hidup ini, mulai dari bagaimana individu
menanggapi wahyu Tuhan, mengamininya hingga bertumbuh dalam iman.
Pertumbuhan dalam iman tidak dapat dipisahkan dari lingkungan umat beriman,
maka posisi seorang prodiakon sebagai pembawa warta gembira sangat strategis
dalam formatio iman.
Dengan demikian betapa pentingnya seorang calon pembawa warta gembira
mempunyai ketrampilan dan pengetahuan mengenai hal-hal dasar tentang
katekese umat agar sungguh-sungguh dapat membantu mengembangkan iman
umat yang dilayani. Dengan memiliki pemahaman yang cukup tentatang hal-hal
dasar dalam berkatekese akan membantu kita sebagai prodiakon pembawa warta
gembira kepada sesama, sehingga dapat membawa umat kepada iman akan Yesus
Kristus. Sebagai pembawa warta gembira secara khusus sebagai prodiakon dan
yang nantinya akan bergelut dengan pewartaan, kita perlu membekali diri dalam
banyak hal. Juga dalam hal pengetahuan akan hal-hal dasar tentang katekese umat.
Diharapkan dari pertemuan ini peserta memahami hal-hal dasar tentang katekese
umat sebagai bagian dari formation iman, sehingga termotivasi untuk ikut ambil
bagian dalam karya katekese.
C. MATERI
1. Pengalaman peserta mengenai kegiatan karya katekese yang telah
dilakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
2. Pengertian,sifat dan peranan formatio iman
3. Perbedaan katekese dan ibadat
4. Pengertian katekese umat menurut PKKI II
5. Peserta, Tujuan dan Unsur Katekese Umat Menurut PKKI II
D. SUMBER BAHAN.
1. Pengalaman hidup peserta
2. Dokumen penerangan KWI.2014. Evangelii Gaudium.Jakarta
3. Rm. Marno,Diktat PPL PAK Paroki.
E. METODE
1. Sharing
2. Ceramah
3. Tanya jawab
F. SARANA.
A. Laptop
B. LCD
C. Handout
G. PROSES PENDAMPINGAN
A. Pembuka
1. Pengantar
Bapak,ibu yang terkasih dalam Tuhan, pada sore hari ini kita diajak untuk
bersama-sama merenung serta menggali mengenai pengertian,sifat dan
peran formation iman yang berkaitan dengan hal-hal dasar tentang
Katekese Umat. Karena sebagai prodiakon pembawa warta gembira kita
selalu berhadapan dengan umat dan segala macam situasi yang mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
alami, maka dengan demikian kita diharapkan untuk menjadi pelaku
pembawa warta gembira terhadap semua orang yang kita jumpai.
Kehadiran kita sebagai pembawa warta gembira kepada sesama dan
menjadi pemandu dalam pendalaman iman atau katekese. Untuk menjadi
seorang prodiakon kita semestinya mengetahui dunia katekese teristimewa
hal-hal dasar Kateksese Umat,agar kita dapat memahami pengertian
Katekese umat sehingga kita mampu untuk membedakan pengertian
katekese umat dan ibadat, sehingga ketika kita menjadi pemandu katekese
dapat melaksanakannya dengan penuh kayakinan diri yang didasari cinta
kasih Tuhan.
2. Panduan pertanyaan untuk Sharing Pengalaman
Untuk membantu peserta masuk dalam pemahaman hal-hal dasar tentang
katekese umat. Peserta diajak untuk berbagi pengalaman tentang
keterlibatannya dalam mengikuti katekese di wilayah/lingkungan. Panduan
pertanyaannya sebagai berikut:
Kegiatan apa saja yang dilaksanakan untuk membantu umat di
paroki untuk memperdalam imannya? dan bagaimana kedudukan
katekese di paroki?
Apakah Katekese mendapat tempat yang baik di
wilayah/lingkungan dan kegiatan apa saja yang biasa dilakukan
dalam katekese? Dan bagaimana situasi yang terjadi saat katekese
itu berlansung?
3.Uraian Materi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
1. Pengertian dan sifat dan peranan Formatio Iman
a. Pengertian Formatio Iman
Evangelisasi sebagai tugas sekaligus jatidiri Gereja, membawa
seseorang pada pertobatan awal dan iman. Sedangkan tugas untuk
menjaga, merawat dan mendampingi agar semua umat Kristiani
bertumbuh dalam Kristus menjadi tugas Gereja selanjutnya. Segala
hal yang berkaitan dengan pelayanan iman, seperti liturgi, pewartaan,
pelayanan dan paguyuban yang diperuntukkan bagi orang-orang yang
sudah dibaptis dapat disebut formatio iman. Formatio iman dapat
disamakan dengan katekese. Katekese bertujuan agar orang Kristiani
semakin dewasa dalam iman. Dengan demikian terdapat unsur
pewartaan, pengajaran, pendidikan, pendalaman, pembinaan,
pengukuhan serta pendewasaan iman dalam formation iman.
b. Sifat Formatio Iman
Fundamental
Formatio merupakan tugas yang harus dilaksanakan Gereja, tugas
primer Gereja! Menjadi baru dalam Kristus merupakan proses yang
berlangsung sepanjang hidup. Tanpa usaha itu, benih iman dapat mati
atau tidak tumbuh.
Ekklesial
Selain tugas Gereja, formatio iman adalah tugas semua oran beriman
yang diarahkan untuk semua anggota Gereja. Anggota Gereja dapat
bertindak sebagai formandi (yang didampingi) sekaligus formator
(yang mendampingi) iman sesamanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Total
Formatio iman diarahkan kepada semua orang beriman, mulai dari
bayi (atau sejak orang menjadi Katolik) sampai lansia; dengan metode
yang mengikuti jenjang usia dan konteks hidup mereka. Sifat total juga
berarti kesungguhan dalam menjalankan, yaitu dalam cara-cara,
langkah dan semangatnya. Totalitas juga terjadi ketika seorang makin
kreatif dan inovatif dalam karya.
Integral
Formatio iman adalah tanggung jawab bersama. Keluarga, sekolah dan
paroki menjadi total community catechesis. Masing-masing komunitas
menjadi tempat subur bagi bertumbuh dan berkembangnya iman.
c. Peranan Formatio Iman
Peran Kerygmatis
Formatio iman menegaskan perutusan Gereja untuk selalu mewartakan
Injil. Bukan hanya Gereja yang menjalankan formatio, tetapi Allah
yang melalui Gereja memberikan Sabda dan hidup-Nya. Kitab Suci
menjadi media utama dalam formatio iman. Terhadap pewartaan, umat
beriman diajak untuk memberikan tanggapan dengan bebas berupa
penyerahan diri kepada Allah dan menerima sebagai kebenaran wahyu
yang diakruniakan oleh-Nya. (DV 5)
Peran Edukatif
Melalui formatio iman, umat semakin penuh pemahamannya terhadap
kebenaran yang diwahyukan. Formatio iman menjadi pendidikan iman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
sepanjang hidup manusia. Tugasnya meluas sampai pada pembentukan
sikap iman sebagai jawaban pribadi dan total atas rencana hidup
Kristen.
Peran kuratif
Memelihara iman umat agar bertumbuh dan berkembang dengan
menjalankan tugas Gereja yang meliputi pewartaan sabda,doa,
persekutuan,kesaksian,sharing,dan pelayanan serta keterlibatan yang
memberdayakan. Dalam kebersamaan,orang akan terpelihara dan
terjaga pertumbuhan imannya serta terbukti dayanya. Peran kuratif
inilah yang mendorong pentingnya katekese beradasrkan keadaan umat
yang kita lihat,di mana krisis dan bahaya iman sedang mengancam
dunia.
Peran transformatif
Membarui hidup atas dasar iman. Tidak hanya pengajaran tetapi
mengubah. Perubahan itu meliputi unsur kognitif, afektif dan operatif
serta kreatif. Iman membantu orang menjadi kritis. Formatio iman
mendorong orang untuk bertindak benar dan membawa kebaikan
bersama.
Formatio iman, dalam ilmu kateketik dikenal dengan istilah
“katekese.” Katekese adalah karya Gereja yang mendasar.
Penyelenggaraan katekese oleh Gereja selalu disadari oleh tugas
perutusan dari Yesus sendiri kepada murid-Nya. Katekese selalu
berpusat pada Kristus. Sehubungan dengan peran kerygmatis, formatio
iman sebagai katekese dipandang sebagai pembinaan iman anak-anak,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
kaum muda, dan orang dewasa dalam iman, yang khususnya
mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan
secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para
pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen. Sedangkan peran
kuratif, dapat menjadi jawaban atas krisis yang melanda Gereja dan
dunia saat ini. Maka katekese (=formatio iman) penting untuk
dilaksanakan.
2. Hal-hal Dasar tentang Katekese Umat
1. Perbedaan Katekese dan Ibadat
1) Ibadat (secara umum)
Pemimpin aktif, umat pasif.
Bersifat satu arah (pemimpin ke umat)
Terdapat tata perayaan ibadat atau liturgi (urutannya pasti)
Terdapat kalender liturgi untuk menentukan bacaan Kitab
Sucinya atau bacaan Kitab Suci disesuaikan dengan tema
ibadatnya
Doa-doa yang disusun adalah doa “resmi” .
Nyanyian ibadat/liturgi disesuai dengan tema dan fungsinya.
Terdapat petugas-petugas yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan tugas tertentu.
Suasana khidmat
Tema perayaan sudah ada
Kitab suci diwartakan hanya lewat homili
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Waktu pelaksanaan : setiap minggu dan atau setiap hari
2) Katekese
Pemimpin dan umat sama-sama aktif (multi arah)
Acara dan urutannya bisa fleksibel
Tidak memiliki penanggalan khusus
Doa-doa disusun sangat variatif sesuai kebutuhan
Nyanyian katekese tidak terikat
Pemimpin katekese sebagai fasilitator,kedudukannya sama
dengan umat yang hadir
Suasana rileks,santai,bisa juga sambil lesehan
Tema katekese berdasarkan keadaan aktual
Kitab Suci : digali dan disharingkan
Waktu pelaksanaan : menyesuaikan dengan kebutuhan
2. Katekese Umat Sebagai Komunikasi Iman dalam PKKI II
PKKI II di Klender merumuskan arti dan makna Katekese Umat sebagai
berikut:
a. Katekese Umat diartikan sebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman
iman (penghayatan iman) antar anggota jemaat/kelompok. melalui kesaksian
para peserta saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman masing-
masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna. Dalam Katekese
Umat penekanannya terutama pada penghayatan iman, meskipun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
pengetahuan tidak dilupakan. Katekese Umat mengandaikan adanya
perencanaan.
b. Dalam Katekese Umat kita bersaksi tentang iman kita akan Yesus Kristus,
Pengantara Allah yang berbicara kepada kita dan Pengantara kita menanggapi
Sabda Allah. Yesus Kristus tampil sebagai pola hidup kita dalam Kitab
Suci,khususnya dalam Perjanjian Baru,yang mendasari penghayatan iman
Gereja sepanjang tradisinya.
3. Peserta Katekese Umat,Tujuan Katekese Umat dan Unsur-unsur
Katekese Umat menurut PKKI II
1) Peserta Katekese Umat
Menyangkut peserta Katekese Umat PKKI II mencatat :
a) Yang berkatekese ialah umat, artinya semua orang beriman, yang secara
pribadi memilih Kristus dan secara bebas berkumpul untuk lebih memahami
Kristus ; Kristus menjadi pola hidup pribadi juga menjadi pola kehidupan
kelompok ; jadi seluruh umat baik yang berkumpul dalam kelompok-
kelompok basis maupun di sekolah atau perguruan tinggi. Penekanan pada
seluruh umat ini justru merupakan salah satu unsur yang memberi arah pada
katekese sekarang. Penekanan peranan Umat pada katekese ini sesuai dengan
peranan Umat pada pengertian Gereja itu sendiri.
b) Katekese Umat merupakan komunikasi iman dari peserta sebagai sesama
dalm iman yang sederajat,yang saling bersaksi tentang iman mereka.Peserta
berdialog dalam suasana terbuka,ditandai sikap saling menghargai dan
saling mendengarkan. Proses terencana ini berjalan terus-menerus.
2) Tujuan Katekese Umat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Dalam hubungannya dengan Katekese Umat, PKKI II menegaskan;
Tujuan komunikasi iman itu ialah:
a) Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman-
pengalaman kita sehari-hari.
b) Dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari
kehadirannya dalam kenyataan hidup sehari-hari.
c) Dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan
cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup Kristiani kita.
d) Pula kita makin bersatu dalam Kristus, makin menjemaat, makin tegas
mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta.
e) Sehingga kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita
di tengah masyarakat.
3) Unsur-unsur dalam Katekese
Unsur dan proses menyadari pengalaman/praktek hidup
Unsur dan proses menyadari komunikasi pengalaman iman dalam terang
Kitab Suci.
Unsur dan proses menyadari komunikasi dengan tradisi kristiani.
Unsur dan proses menyadari arah keterlibatan baru.
Penutup
Bapak, ibu yang terkasih, kita telah sampai memahami tugas prodiakon
sebagai pembawa warta gembira. Tugas itu menjadi tugas kita bersama.
Semoga pertemuan ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya menyadarkan
kita semua akan pentingnya mengetahui formatio iman yang berkaitan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
dengan hal-hal dasar katekese. Dan menyadarkan kita penting menjadi
pembawa warta gembira bagi sesama.Sehingga Bapak/Ibu semakin
termotivasi untuk mencari cara menjaga dan menumbuhkembangkan iman
melalui pewartaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
SATUAN PENDAMPINGAN II
A. IDENTITAS
1. Judul Pertemuan : Membuat Persiapan Katekese Umat dengan Model
Biblis
2. Tujuan :
- peserta dapat memahami pentingnya membuat
satuan persiapan pertemuan
- peserta dapat mengetahui cara persiapan
Katekese Model Biblis sehingga dapat membuat
persiapan Katekese dengan baik
3. Peserta : Prodiakon Paroki St. Perawan Maria diangkat ke
Surga
4. Tempat : Aula Paroki St. Perawan Maria diangkat ke Surga
B. PEMIKIRAN DASAR
Peserta para prodiakon Paroki St. Perawan Maria diangkat ke
Surga kiranya masih ada yang kurang mengalami atau mengetahui bagaimana
berkatekese secara langsung dengan beberapa model terkhusus model katekese
biblis, langkah-langkah dalam katekese unsur-unsur apa saja yang terdapat
dalam satuan katekese, bagaimana dalam penggunaan sarana, apa saja yang
diperlukan selama proses katekese dan sebagainya. Dalam melaksanakan suatu
kegiatan terutama berkatekese terlebih dahulu membuat satuan pertemuan yang
bertujuan untuk mempersiapkan diri dalam berkatekese.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Menanggapi permasalahan dalam berkatekese dengan bahan
berkatekese yang banyak, sebagai pendamping katekese perlu memahami
langkah-langkah dalam membuat persiapan dalam berkatekese agar tidak
tergantung pada teks buku panduan. Perlu juga menyiapkan bahan dan materi
yang akan disampaikan untuk peserta melalui satuan pertemuan. Melalui
satuan pertemuan ini dapat membantu pemandu untuk menyiapkan materi
katekese yang menarik dan kontekstual. Oleh karena itu pemaparan mengenai
persiapan katekese dalam hal ini sangat diperlukan agar para peserta dapat
mengalami bagaimana proses katekese itu berlangsung dengan baik.
Maka melalui sesi membuat persiapan katekese biblis ini
diharapkan para peserta merasa terbantu dalam melaksanakan tugasnya dalam
memandu suatu katekese di tempat atau di lingkungan masing-masing.
Akhirnya diharapkan nanti para peserta dapat menjalankan tugasnya tersebut
dengan sungguh-sungguh dan penuh keyakinan diri. Bahkan dengan adanya
pembahasan singkat, peserta akan semakin mendapatkan pengalaman yang
sangat berguna dalam hal berkatekese. Para peserta juga dapat belajar dari
proses pendampingan tersebut mana yang sudah baik dan mana yang masih
perlu diperhatikan sehingga pada akhirnya dapat memperbaikinya secara
bersama-sama.
C. MATERI
1. Pentingnya membuat persiapan katekese
2. Unsur-unsur persiapan yang baik
3. Menemukan dan menentukan tema dalam Kitab Suci
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
4. Tugas membuat persiapan Katekese Biblis
D. SUMBER BAHAN
1. Rm. Marno, Diktat PPL PAK Paroki.
2. Rm. Yosep Lalu, Pr. Katekese Umat.
E. METODE
1. Ceramah
2. Tanya jawab
F. SARANA
1. Hand out
2. LCD
3. Laptop
4. Power Point
5. Kitab Suci
G. PROSES PENDAMPINGAN
1. Pembukaan
Selamat Siang Menjelang Sore Bapak Ibu, Berkah Dalem. Hari ini kita
belajar mengenai cara membuat persiapan katekese biblis. Dalam sesi ini,
bersama-sama kita memahami bagaimana cara membuat satuan persiapan
dan pentingnya membuat satuan pertemuan sebelum berkatekese.
Diharapkan setelah sesi ini, sebagai pendamping katekese kita dapat
mengetahui mengapa harus membuat satuan pertemuan katekese sebelum
berkatekese bersama umat di lingkungan.
2. Sharing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Untuk membantu peserta masuk dalam pemahaman pentingnya membuat
satuan persiapan pertemuan, berikut panduan pertanyaan untuk sharing:
a. Apa yang dilakukan penari sebelum pentas ?
b. Apa yang biasanya Bapak/ibu lakukan sebelum pelaksanaan BKSN
atau memandu katekese? Mengapa memerlukan persiapan?
3. Penyampaian Materi
a. Pentingnya membuat persiapan katekese
1) Apabila tanpa membuat persiapan Katekese:
a) Tanpa persiapan tertulis ada bahaya pendampingan menjadi tak
terarah karena pikiran manusia mudah kemana-mana atau
meloncat-loncat. Pendampingan menjadi lebih apa adanya,
mengalir tanpa adanya tujuan yang jelas.
b) Tanpa persiapan tertulis pendampingan cenderung menjadi
pelaksana ide sesaat sehingga kesinambungan sulit terjadi.
Pendampingan hanya berdasarkan ide-ide yang terjadi pada saat
itu, dan cenderung pendampingan menjadi membosankan.
c) Tanpa ada persiapan tertulis, sulitlah bagi pengganti untuk
membantu bila pendamping yang biasanya melayani berhalangan.
2) Apabila membuat persiapan katekese
a) Dengan menggunakan persiapan tertulis pendamping dapat
melaksanakan katekese yang terarah dan tidak kemana-mana.
Pendamping dapat melaksanakan katekese secara beruntut dan
dapat mempermudah dalam pendampingan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
b) Pendamping dapat melaksanakan katekese dengan ide-ide yang
berkesinambungan. Sehingga mudah dipahami dan dapat
melaksanakan katekese yang dapat saling menyambung serta
berhubungan satu dengan yang lain.
c) Persiapan tertulis dapat membantu pendamping pengganti apabila
pendamping yang biasanya berhalangan hadir. Persiapan tertulis
yang demikian dapat memudahkan koordinasi maupun persiapan
pendampingan apabila pendamping yang melayani berhalangan
hadir.
d) Dalam persiapan mengolah buku panduan dengan kritis, tanpa
hanya membaca buku panduan yang telah disiapkan oleh tim KAS.
4. Unsur-unsur persiapan yang baik
Untuk semakin memahami unsur-unsur mempersiapkan katekese dengan
baik. Marilah kita mendalami unsur berikut:
1) Membuat identitas
Terdiri dari:
a) Tema
Tema menjadi satu kunci keberhasilan dari kegiatan yang akan
dilakasanakan. Syarat-syarat tema yang baik:
Jelas, maksudnya arah dari tema yang mau didalami tidak
berbelit-belit.
Memperhatikan kebutuhan dan situasi peserta. Tema
menggambarkan situasi yang aktual di tengah-tengah
masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Memperhatikan tradisi Gereja, yakni Kitab Suci dan refleksi
para teolog.
Memperhatikan tahun liturgi: Bacaan-bacaan hari Minggu,
atau bacaan dalam buku panduan BKSN.
Tema hendaknya dirumuskan secara terbatas, terarah dan
tidak terlalu luas
Bulat, dalam kesatuan arti yang tidak terpotong-potong.
Menarik dan menantang
b) Tujuan
Tujuan penting untuk menentukan arah yang akan dilakukan dan
menentukan bagaimana cara atau tahap-tahap yang akan
dilakukan dalam suatu kegiatan. Cara menentukan tujuan dengan
baik:
Sesuai dengan tema yang diangkat
Kesadaran bersama umat
Sikap Kristiani tertentu yang hendak diolah
Arahnya jelas dan operasional
Lebih pada pengalaman
c) Tempat
Dimana tempat katekese biblis akan dilaksanakan. Terutama
lingkungan mana yang akan dilaksanakan katekese
d) Pelaksanaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Berisi nama yang melaksanakan katekese biblis.
e) Hari/ Tanggal/ Waktu
2) Metode
Metode yang baik adalah metode yang dapat menggerakkan peserta
katekese Kitab Suci atau metode yang menarik. Misalnya: Sharing,
diskusi, Tanya jawab, refleksi, permainan, nonton film, menyusun
puzzle Kitab Suci dll.
3) Sarana
Yang perlu diperhatikan adalah kelengkapan sarana yang digunakan
agar tidak menimbulkan ketidaknyamanan, atau pemborosan waktu
dalam menggunakan sarana. Sarana-sarana itu misalnya: berupa
simbol, cerita bergambar, video, kaset, film, laptop, dsb.
5. Menemukan dan menentukan tema dalam Kitab Suci
Alkitab adalah buku pengalaman (iman), maka setiap orang yang punya
pengalaman pasti akan mengerti Alkitab sesuai dengan kemampuan yang
diberikan kepadanya. Kita akui juga cukup banyak bagian Alkitab yang
sulit dimengerti. Berikut ini adalah beberapa cara menemukan dan
menentukan tema bacaan Kitab Suci:
1) Konteks dari peristiwa yang diceritakan dalam Kitab Suci
Orang akan lebih mengerti kotbah Yesus tentang kabar Gembira
Kerajaan Allah jika melihat situasi pada zaman itu.
2) Memperhatikan jenis sastra dalam Kitab Suci
Ada banyak jenis sastra yang ditemukan dalam Kitab Suci;
kisah/cerita, sejarah, perumpamaan, dsb.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
3) Mendalami maksud pengarang Kitab
Kita dapat menggunakan buku tafsir yang disesuaikan dengan
pengalaman serta konteks hidup umat zaman ini.
Pada intinya, pemilihan tema berdasarkan Kitab Suci hendaknya
memperhatikan pengalaman para peserta sehingga suatu teks berbicara
kepada situasi peserta. Kitab Suci sangat kaya dengan pengalaman iman
yang sangat analogik dengan pengalaman hidup peserta katekese umat.
6. Tugas membuat persiapan Katekese Biblis
Peserta dibentuk ke dalam kelompok (2-3 orang) kemudian membuat
persiapan bersama sesuai prosedur persiapan Katekese Biblis. Setelah
selesai semua maka peserta atau beberapa kelompok akan memplenokan
hasilnya dan dibahas bersama-sama.
7. Penutup
Bapa ibu yang terkasih dalam Kristus, setelah kita tadi bersama-sama
belajar mengenai pengertian, unsur-unsur dan langkah-langkah yang perlu
dipersiapkan sebelum berkatekese. Semua persiapan itu sangat penting
supaya proses katekese dapat berjalan dengan baik dan lancar, selain itu
peserta dapat memahami tentang materi serta proses dan hal-hal tekhnis
lainnya yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan katekese. Sekiranya itu
semua dapat diperhatikan sehingga kita mampu menjembatani umat agar
menemukan pokok iman dalam kitab suci sesuai pengalaman hidupnya
sehari – hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
SATUAN PENDAMPINGAN SESSION III
A. IDENTITAS
1. Judul Pertemuan : Spiritualitas Prodiakon Sebagai Pewarta
2. Tujuan : Agar Prodiakon semakin memahami dan sadar
bahwa mereka mempunyai semnagat yang berasal
dari kristus sendiri dalam menghayati dan
melaksanakan tugasnya sebagai pewarta kabar
gembira.
3. Peserta : Prodiakon Paroki St. Perawan Maria diangkat ke
Surga
4. Tempat : Aula Paroki St. Perawan Maria diangkat ke Surga
B. PEMIKIRAN DASAR
Para pelayan pastoral, secara khusus prodiakon,memiliki tanggung jawab
yang besar dalam membina dan menumbuhkan pengetahuan serta penghayatan
iman umat. Tentu saja Romo tidak mampu untuk melayani semua wilayah untuk
seluruh kegiatan peribadatan yang di diadakan umat di setiap wilayah/
lingkungan. Oleh karena itu Gereja membutuhkan prodiakon untuk membantu
meringankan tugas imam dalam pewartaan dan pelayanan. Untuk mewartakan dan
melanyani umat di wilayah/lingkungan-lingkungan. Tugas sebagai prodiakon
adalah tugas pengabdian yang membutuhkan semangat dan kegigihan untuk
senantiasa melayani umatnya. Mereka hadir di tengah umat,dan diyakni sebagai
orang yang mempunyai peranaan yang penting dalam membantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
memperkembangkan iman umat. Berdasarkan kenyataan ini,Gereja meletakan
tugas ini dalam dan melalui para prodiakon, dalam mengembangkan karya Gereja.
Sebagai seorang rasul awam (prodiakoan) dalam mengemban tugas
ini,mereka harus memiliki spiritualitas yang mendalam, mampu hidup dalam roh
Tuhan.Kesadaran akan tugas panggilan mereka sebagai prodiakon tidak terbatas
pada pelayanan komuni suci namun tugas perutusan yang lebih luas lagi dalam
bidang pewartaan. Oleh karena itu, spiritualitas mereka mencakup suatu motivasi
yang baru dan khusus, suatu panggilan kepada kesucian hidup. Berbagai harapan
dan cita-cita secara bersama yang disadari oleh umat tidaklah senantiasa terwujud
sesuai dengan kenyataan hidup konkrit umat. Kadang kala kurang bersemangat
dan mudah putus asa bila pelayanannya tidak atau kurang ditanggapi umat. Agar
semangat pelayanan tetap berkobar maka spiritualitas tetap dihidupi dari waktu
ke waktu. Teristimewa prodiakon baru, yang baru saja dilantik menjadi
prodiakon, melihat kenyataan ini, mereka membutuhkan spiritualitas pewarta
sabda agar mereka menjadi lebih bersemangat dan berkobar-kobar dalam tugas
pelayanannya di lingkungan-lingkungan mereka masing-masing.
Maka diharapkan dalam pendampingan session VI ini para bapak dan ibu
prodiakon menjadi bersemangat dalam tugas karya pewartaanya sebagai seorang
prodiakon. Dan Pertemuan ini diharapkan agar dapat membantu para prodiakon
dalam mendalami spiritualitasnya sebagai pelayan Allah.
C. TUJUAN PERTEMUAN
1. Menggali pengalaman peserta sejauh mana mereka berperan sebagai
pewarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
2. Melalui Spiritualitas kristiani para bapak ibu prodiakon menjadi semakin
bersemangat dalam tugas pewartaan.
D. MATERI
1. Pengertian Spiritualitas
2. Pewarta Kristiani
3. Tugas Pewarta Kristiani
4. Film Inspirasi „’Pohon Tumbang’’
E. SUMBER BAHAN
1. Menggali pengalaman peserta
2.Diktat “ Spiritualitas Kristiani” (Romo Darminta,SJ)
3.Kompedium Tentang prodiakon.
4.Kitab Suci
F. METODE
1. Shring pengalaman
2. Nonton
3. Informasi
4. Tanya jawab
G. SARANA
1. Hand out
2. LCD – Laptop
3. VCD Film inspirasi “Pohon Tumbang”
4. Gambar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
5. Teks lagu “ Jangan Lelah”
H. PROSES PENDAMPINGAN
1. Pengantar
Bapak ibu prodiakon yang terkasih dalam Tuhan selamat sore. Sejak
tadi kita bersama telah mendalami tentang model katekese biblis.
Untuk lebih mendalaminya lagi saya mengajak kita sekali lagi untuk
menggali bersama tema “Spiritualitas Prodiakon Sebagai
Pewarta”.Dalam menjalankan tugas sebagai seorang pemimpin yang
diperlukan bukan hanya mengandalkan kemauan dan juga tenaga
melainkan diperlukan kemampuan dalam hal berpikir dan mengambil
keputusan yang tepat. Spiritualitas ini sebagai penggerak dan
pendorong serta penyemangat bagi kita dalam hal melaksanakan tugas
pewartaan.Bagaimana hal itu dapat menjadi milik kita. Semoga sesi ini
bermanfaat bagi kita semua dan marilah kita bersama membuka
pertemuan ini dengan menyanyikan lagu dan gerak ” Jangan Lelah”
Jangan lelah, bekerja di ladang-NYA Tuhan
Roh Kudus yang bri‟ kekuatan
Yang mengejar dan menopang
Tiada lelah, bekerja bersama-Mu Tuhan
Yang selalu mencukupkan… akan segalanya
Ratakan tanah yang berlubang
Menjadi siap dibangun di atas dasar iman 2X
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
2. Panduan pertanyaan untuk Sharing Pengalaman
Untuk membantu peserta masuk dalam pemahaman dan pengertian
spiritualitas prodiakon sebagai pewarta, tiga orang diajak untuk berbagi
pengalaman tentang keputusannya untuk menjadi prodiakon paroki serta
pengalaman mereka dalam menjalankan tugas sebagai prodiakon.
Panduan pertanyaannya sebagai berikut:
Apa yang mendorong bapak / ibu menjadi prodiakon?
Apa yang membuat bapa/ibu bisa bertahan menjadi prodiakon?
Apa yang menyemangati bapa/ibu untuk menjadi prodiakon?
3. Uraian Materi
a. Pengertian Spiritualitas
Spiritualitas berasal dari bahasa Latin:“Spirits” yang berarti “Roh”.
Kata Roh dalam bahasa Indonesia: jiwa, badan, halus, semangat jiwa
sesuatu yang hidup yang berakal dan berperasaan, namun tidak berbadan
jasmani, misalnya: malaikat, roh halus. Kata “Spiritualitas”. Spirit atau
Roh tetap berhubugan dengan “semangat jiwa dipengaruhi oleh Roh
Allah”untuk orang-orang kristiani, kata Spirit/Roh dapat ditemukan dalam
Kitab Suci, misalnya dalam KSPL, “Roh”sering muncul sebagai
“RUAKH”, yang berarti semua yang mendorong. Jadi kata Spiritualitas
adalah Roh Allah yang mampu memotovasi dan menyemangati,
memberikan kekuatan dan membimbing, menjiwai serta meneguhkan
seseorang agar tidak mudah putus asa dalam melaksanakan setiap tugas
dan tanggungjawabnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Sebagai pemimpin pada intinya adalah tugas pengabdian. Dia ada
bukan demi dirinya sendiri,melainkan demi orang lain. Dia dipanggil
bukan untuk memuaskan hobi pribadi,melainkan demi tercapainya tujuan
dan cita-cita bersama. Pemimpin adalah orang yang tahu apa yang mau
dicapai,mengerti jalan menuju ke sana,dapat menunjukkan tujuan dan jalan
yang harus ditempuh,itu kepada orang lain dan bersedia menempuh jalan
itu bersama mereka yang dipimpinnya.
Untuk semua ini maka seorang pemimpin perlu dalam dirinya
memiliki spiritualitas atau semangat sebagai seorang pemimpin Kristiani.
Semangat atau spiritualitas sebagai seorang pemimpin kristiani adalah
berani berkorban,dedikasi,merangkul,melindungi, mengenal dan dikenal
oleh orang yang dipimpinnya.Semangat ini kita timba dari Yesus sebagai
Gembala Yang Baik. Hal ini termuat dalam Kitab Suci yang dapat kita
renungkan.
b. Spiritualitas menurut Evangelii Gaudium
Evangelisasi sebagai satu cara untuk menyentuh hati manusia
menyadarkan kita akan makna Gereja sebagai seorang ibu yang senantiasa
membuka hatinya kepada setiap orang. Evangelisasi berbicara tentang
semangat yang menjiwai pewarta, yang bersumber pada perjumpaan
dengan relasi pribadi yang intim dengan Yesus. Inti dari misi pewartaan
Gereja adalah membawa terang, berkat, penyembuhan, kebangkitan,
kebebasan, dan bahkan kehidupan bagi orang lain, kendati dalam
kenyataannya kegiatan evangelisasi terkadang justeru membuat kecewa,
membosankan, melelahkan, dan putus asa, yang apabila tidak disikapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
dengan tepat dapat melumpuhkan usaha-usaha misi dalam Gereja.
Pertumbuhan hidup rohani dan pengalaman iman pribadi perlu mendapat
perhatian serius.
Selain itu, Paus Fransiskus juga menekankan bahwa
mempraktekkan cinta kasih dan keadilan yang konkrit lebih berpengaruh
daripada berkhotbah, rahmat lebih kuat daripada hukum, Kristus lebih
kuasa daripada Gereja, dan Sabda Tuhan harus lebih banyak dibicarakan
ketimbang tentang Paus. Karena itu, dalam evangelisasi, kita harus lebih
berbicara tentang cinta kasih dan keadilan, tentang rahmat, tentang Kristus,
dan Sabda Tuhan, karena semua itu jauh lebih meyentuh sampai ke dalam
lubuk hati/nubari manusia ketimbang segala ajaran dan khotbah tetang
hukum, Gereja, dan Paus.
Paus Fransiskus menginginkan penampilan Gereja sebagai
kehadiran cinta kasih yang membawa sukacita, pembebasan, pengharapan
dan kehidupan bagi kaum miskin dan terbuang. Beliau mengajurkan kita
untuk membawa perubahan dan pembaharuan bagi dunia lewat kesaksian
hidup kita. Dalam mengembangkan semangat evangelisasi, hendak
menampilkan sebuah Gereja yang akan membuat anda, saya dan kita
semua berkata “ Adalah baik bahwa kita berada di sini.” Lewat kata-kata,
sikap, tindakan, himbauan, nasehat dan hidupnya, Paus Fransiskus hendak
mengajak kita kaum beriman untuk bersatu dan berpikir bersama Gereja,
merasakan dan berprihatin bersama Gereja, mencintai Gereja-Nya sambil
berbagi kasih, damai dan sukacita penebusan dan penyelamatan Tuhan
yang telah kita terima kepada sesama dan seluruh dunia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
c. Spiritualitas pemandu KU
Spiritualitas pada umumnya dimaksudkan sebagai hubungan
pribadi seorang beriman dengan Allahnya dan aneka perwujudannya
dalam sikap dan perbuatan. Spiritualitas tidak tumbuh begitu saja,
melainkan memerlukan waktu dan pergumulan untuk mencapai bentuk dan
cara yang sempurna. Dasar spiritualitas seorang Pembina KU adalah
spiritualitas umum. Dapat disebut mengikuti jejak Kristus. Spiritualitas
kemuridan Yesus, yaitu keterlibatan pada dunia demi membangun
kerajaan Allah. Hidup Yesus terobsesi pada kerajaan Allah, terobsesi pada
pengabdian pada Allah dan kepada manusia. Semangat dan roh
pengabdian kepada Allah dan sesama diwariskan Yesus kepada murid-
murid dan pengikut-pengikutnya (Gereja). Roh Kristus ini masih terus
berhembus dalam Gereja sepanjang masa.
Seorang pemandu memiliki spiritualitas yang bersumber pada
spiritualitas kemuridan Yesus, yang terobsesi pada pengembangan
kerajaan Allah. Atau dengan kata lain, spiritualitas pemandu adalah
kedekatan dan keterlibatan kepada Allah dan keselamatan manusia.
Lokakarya pembinaan Pembina katekese umat yang berlangsung di Wisma
Kinasih, tanggal 16 februari sampai dengan 21 februari 1998 merumuskan
spiritualitas pemandu sebagai Roh (semangat) membantu sesama (peserta
katekese) melalui pewartaan iman yang komunikatif, agar bersama-sama
mampu mewujudkan kerajaan Allah, karena kepedulian terhadap Allah
dan sesama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Spiritualitas seorang pemandu bersumber pada katekis ulung dan
sejati kita yakni Yesus Kristus. Dialah Guru sejati, sang gembala agung
yang mengajar dengan sempurna baik perkataan dan perbuatan kepada
umat-Nya:
Kesetiaan terhadap Sabda Allah
Supaya pelayanan Sabda sungguh kena sasaran, katekis hendaknya
menyadari konteks kehidupan umat dan kesaksian hidupnya.
Kesadaran mutlak perlunya bertumpu pada Sabda Allah dan tetap
setia terhadap Sabda Allah, tradisi Gereja, untuk menjadi murid-
murid Kristus yang sejati dan mengenal kebenaran (bdk. Yoh.
8:31-32).
Sabda dan kehidupan
Kesadaran akan misinya sendiri untuk mewartakan Injil selalu
harus diungkapkan secara konkret dalam hidup berpastoral bagi
seorang katekis. Para katekis hendaknya tahu bagaimana
memanfaatkan seluruh sarana dan media komunikasi untuk
mewartakan Sabda Allah.
Guru dan Pembina Iman
Sebagai guru dan pembina iman, Imam dan katekis/guru agama
hendaknya menjamin agar katekismus, khususnya berkenan
dengan sakramen-sakramen, merupakan bagian utama pendidikan
Kristiani di kekuarga dan pelajaran agama.
Seperti Air dan Api
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Air : Air itu dingin, yang berarti memberikan kesejukan bagi
semua. Dengan kesejukan itu semua orang merasa nyaman.
Dengan demikian terciptalah sikap krasan bagi peserta. Api: Api
mempunyai sifat panas, ini berarti sebagai seorang katekis kita
diharuskan mampu untuk memberikan sikap hangat kepada umat.
Dengan sifat api yang panas tersebut maka umat akan mewarisi
pancaran panas yang dipancarkan kepada umat. Pancaran tersebut
tidak lain adalah semangat cinta kasih Yesus Kristus.
Pendengar dan Pelaksana Sabda
Berdasarkan surat Yakobus 1:17-27, umat beriman didorong untuk
tidak sekedar menjadi penikmat sabda, namun mampu
melaksanakan apa yang dibaca. Hal ini sesuai dengan amanat Paus
Fransiskus dalam Evangelii Gaudium, bahwa sukacita yang dibawa
oleh Injil yang diwartakan mendorong setiap orang untuk “keluar”
dan ikut bersemangat berbuat kasih.
d. Spiritualitas Pewarta Krisstiani
Karya pewartaan dan pelayanan demi pembangunan iman umat
dalam hidup menggereja dan bermasyarakat, bersumber pada
Yesus dalam membentuk spiritualitas pewarta, khususnya sebagai
pendamping Katekese Umat, sebagai pelayanNya. Seorang
pemandu KU harus menghidupi spiritualitas, dasar spiritualitas
berhubungan seorang pribadi dengan Tuhannya. Seorang pemandu
KU juga harus bersumber pada spiritualitas kemuridan Yesus
(Gereja) yang terobsesi pada pengembangan Kerajaan Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Dengan kata lain bahwa spiritualitas yang harus dimiliki oleh
seorang pemandu Katekese Umat adalah:
- Mengandalkan seluruh hidupnya pada Tuhan
- Dijiwai oleh Roh Kudus dan mengandalkan karya Roh
Kudus
- Bersemangat melayani dan menghargai sesama
- Memilki kepekaan terhadap keprihatinan masyarakat
- Memiliki semangat untuk mengembangkan orang lain
- Mengutamakan orang miskin
- Memilki kerelaan berkorban (mau rugi demi orang lain)
- Memiliki ketekunan dalam menghadapi tantangan
- Bersemangat pembaharuan terus menerus
e. Spiritualitas Prodiakon:
Tetap hidup sebagai awam dan anggota keluarga Kristiani
Seorang prodiakon bukan diakon tertahbis,seorang prodiakon tetap
awam dan diharapkan tetap hidup tetap awam. Gereja mengajarkan
bahwa awam bukanlah warga Gereja kelas dua. Baik awam
maupun klerus sama mengambil bagian dalam satu-satunya
imamat Yesus Kristus meski dengan cara yang berbeda (bdk. LG
10). Itulah sebabnya seorang prodiakon tidak perlu mengubah
sikap, pola dan gaya hidupnya sebagai awam. Ia tidak perlu
berupaya memangun ritmus kehidupan seperti imam atau
kelompok religius.Tidak perlu berpenampilan seperti romo atau
imam,ia harus tetap seorang bapak atau ibu dalam keluarga.Ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
mencintai pasangan hidupnya dan anak-anak yang dianugerahkan
oleh Tuhan kepadanya.Demikianlah prodiakon diharapkan sanggup
membangun keluarga kristiani yang dapat menjadi teladan bagi
keluarga kristiani yang lain.
Semangat pelayanan dan kerajasama
Seorang prodiakon diangkat dan ditugaskan resmi oleh uskup
melalui pastor paroki.Maka seorang prodiakon paroki, perlu
memiliki semangat pelayanan dan kerja sama dengan hirarki,
terutama imam atau pastor parokinya.
Memiliki kualitas kerohanian yang mendalam dan liturgis
Prodiakon memiliki tugas utama sebagai pembantu imam dalam
menerimakan komuni baik di dalam maupun di luar Perayaan Ekaristi
seperti liturgi sabda, mengirim komuni pada orang sakit dan di penjara,
dan dalam mengirim ibadat non sakramental. Adapun yang menjadi
dasar spiritualitas terdalam para awam dan prodiakon yakni hidup
dalam kesatuan dan penyerahan diri kepada Allah melalui Kristus
dengan cara setia pada pimpinan Roh Kudus. karena berkaitan dengan
pelayanan doa dan hal-hal suci, para prodiakon harus akrab dengan
Tuhan. Ia harus seorang pendoa yaitu orang yang suka berdoa, bukan
hanya suka berbicara tentang doa dan hidup dari doa, terutama doa
tersebut diungkapkan melalui Perayaan Ekaristi.Selain itu seorang
prodiakon harus rajin menerima Sakramen Pengampunan Dosa,rajin
membaca Kitab Suci, mempersiapkan diri sebaik mungkin dalam
tugas, bukan hanya siap dalam segi fisik, keterampilan dan penguasaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
tugas tetapi terutama hati yang suci dan murni melalui doa persiapan
yang cukup.
Tanggap terhadap kebutuhan umat sesuai tuntutan zaman
Seorang prodiakon harus selalu peka terhadap kebutuhan umat
beriman sesuai dengan tuntutan zaman terutama segala kejadian yang
menuntut spontanitas pelayanan.Kepekaan yang dimaksud adalah
adanya keterbukaan untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan
tantangan umat menurut situasi dan kondisi.Maka diharapkan sikap
fleksibel dan luwes dalam menjalankan tugas pelayanannya.
Semangat keterbukaan dan rendah hati
Prodiakon perlu memiliki semangat keterbukaan diri dan kerendahan
hati. Semangat keterbukaan menunjuk kepada kesediaan diri untuk
dibentuk, diarahkan dan dipimpin serta belajar terus menerus. Sebab
godaan terbesar bagi para petugas adalah sikap berpuas diri sehingga
tidak mau belajar lagi.Padahal,liturgi dan pewartaan yang menjadi
tugasnya selalu berkembang dan terus memperbaharui diri.
Kerendahan hati untuk belajar dan menerima kritik orang lain
merupakan keutamaan penting bagi kemajuan pelayanan prodiakon
yang berkualitas.
f. Kita menyaksikan sebuah Video “ Pohon Tumbang”
Intisari Film:
Dari film Pohon Tumbang adalah sebuah cerita yang mengisahkan
tentang sebuah pohon yang tumbang merintangi jalan raya. Akibatnya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
kendaraan macet dan pengguna jalan emosi. Pengguna jalan hanya
melihat dan tidak bertindak untuk mengatasi situasi. Yang mereka
lakukan hanya memaki dan membunyikan klakson. Seorang anak kecil
melihat pohon itu dan berinisiatif untuk menyingkirkannya. Dia
perlahan-lahan mendorong pohon, namun tidak sanggup. Apa yang
diperbuatnya meski tidak berhasil, namun menginspirasi orang lain
untuk ikut menyingkirkan pohon tersebut. Beramai-ramai orang-orang
mendorong pohon dan akhirnya berhasil
Cerita didalami dengan pertanyaan sebagai berikut:
- Bagaimana kesan bapak ibu setelah menyaksikan film tadi?
- Manfaat apa yang diperoleh setelah menyaksikan film tadi?
Pendamping merangkum jawaban peserta
Dalam film tadi kita melihat bagaimana usaha seseorang untuk mencapai
tujuan yang diharapkan. Berbagai cara dan usaha ditempuh apapun
resikonya agar sesuatu yang dicita-citakan dapat terwujud. Melalui film
kita diajak untuk melihat bahwa segala sesuatu yang diharapkan dapat
tercapai karena bukan hanya mengandalkan kekuatan jasmani melainkan
mengerahkan seluruh pikiran dan tidak mudah menyerah terhadap
tantangan dan godaan yang dijumpai serta setia kepada komitmen awal.
Demikian halnya bagi kita sebagai pemandu, hendaknya semangat dan
perjuangan yang dimiliki anak kecil tadi juga menjadi milik kita
bersama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
g. Penutup
Peneguhan
Bapak/ibu yang terkasih dalam Kristus, demikianlah beberapa hal yang
perlu kita ketahui sehubungan dengan pelayanan kita sebagai pembawa
warta gembira di tengah masyarakat, dalam tugas dan pelayanan kita
sebagai seorang prodiakon yang mana nantinya bapak/ibu akan
menjalankan tugas sebagai pewarta. Dalam sesi ini tadi kita telah belajar
dan melihat bersama apa dan bagaimana spirirtualitas kepemimpinan
Kristiani hendaknya kita miliki. Kita menyadari bahwa untuk menjadi
seorang pemimpin Kristiani yang sejati tidak mudah, untuk itu diperlukan
ketekunan dan kesetiaan dalam berproses. Sebagai seorang prodiakon kita
terpanggil untuk melayani umat, oleh karena itu hendaknya kita
menghidupi gaya kepemimpinan model kepemimpinan Kristus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian pustaka, dapat disimpulkan bahwa buku "6 Tempayan
Air Pokok-Pokok Pembangunan Jemaat" karya Rob Van Kessel ini adalah sebuah
sebuah buku yang memang ditujukan dan diperuntukan bagi para pemerhati dan
pembangun jemaat dilapangan. Karena isi dari buku ini mengaju pada
pemnbangunan jemaat, selain itu juga berisi pokok-pokok yang menjadi inti sari
dari pembangunan jemaat.
Buku ini mau mengajarkan banyak hal yang oleh pembangun
jemaat terkadang belum terpikirkan. ada banyak proses yang mau mengajarkan
kita untuk menjadi paham bagaimana menjadi pembangun jemaat di tengah-
tengah tantangan masa kini yang sangat besar. Rob Van Kessel ingin mengajak
kita untuk bertolak dari teologi modern dan makin lama mengkhususkan diri pada
Pembangunan Jemaat. Beliau mencoba membangun kader serta memberikan
perspektif teologis normatif bagi Pembangunan Jemaat dalam konteks masyarakat
masa kini.
B. Saran
Berdasarkan saran di atas maka penulis memberikan beberapa saran yang
diharapkan dapat berguna dalam meningkatkan kepekaan dari para pembangun
jemaat dilapangan, agar kehidupan mengereja dan karya penyelamatan semakin
dapat berkembang dan bertumbuh. beberapa saran dari penulis sebagai berikut:
1. Bagi para mahasiswa ada baiknya buku ini menjadi salah satu buku pegangan
pokok dalam perkuliahan dan dalam penerapan dilapangan. Karena di dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
buku ini sebenarnya sudah tersedia dengan sangat lengkap apa yang bisa
menanggulangi kesenjangan dalam pembangunan jemaat di masa depan.
2. Ada baiknya apabila buku ini bahasanya lebih disederhanakan lagi dan di cetak
dam versi kedua yang lebih sederhana, karena penulis yakin apabila bahasa
buku ini diosederhanakan lagi makan akan sangat banyak orang yang ingin
membacanya, karena mereka bisa memahami isi dari buku ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
DAFTAR PUSTAKA
Van Kessel, Rob. (1997). 6 Tempayan Air: Pokok-pokok Pembangunan Jemaat.
Yogyakarta. Kanisius
Sumarno Ds., M. (2006). Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama
Katolik Paroki. Diktat Mata Kuliah PPL PAK Paroki IPAAK, USD.
Lalu, Yosef. (2005). Katekese Umat. Komisi Kateketik KWI. Jakarta: KWI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI