Mencegah Kekambuhan pada Skizofrenia

48
II. SKIZOFRENIA A. Definisi Skizofrenia Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003). Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi serta berperilaku dengan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial (Isaac, 2005).

description

Mencegah Kekambuhan pada Skizofrenia

Transcript of Mencegah Kekambuhan pada Skizofrenia

II. SKIZOFRENIA

A. Definisi SkizofreniaSkizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003). Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi serta berperilaku dengan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial (Isaac, 2005). Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar membingungkan dan menyimpan banyak tanda tanya (teka-teki). Kadangkala skizofrenia dapat berpikir dan berkomunikasi dengan jelas, memiliki pandangan yang tepat dan berfungsi secara baik dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada saat yang lain, pemikiran dan kata-kata terbalik, mereka kehilangan sentuhan dan mereka tidak mampu memelihara diri mereka sendiri (Hoeksema, 2004). Jadi, skizofrenia adalah gangguan jiwa berat dengan ciri khusus yang menunjukkan reaksi psikotik yang tak dapat diterima secara sosial, yang di tandai dengan kelainan persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Definisi skizofrenia menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) menjelaskan bahwa skizofrenia adalah suatu sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya skizofrenia ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual dan biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat dapat berkembang kemudian.

B. Epidemiologi SkizofreniaSekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu waktu dalam hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk atau sekitar dua sampai empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari sekitar satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap skizofrenia. Perkiraan angka ini disampaikan Dr LS Chandra, SpKJ dari Sanatorium Dharmawangsa Jakarta Selatan. Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16 sampai 25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan, skizofrenia biasanya mulai diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini cenderung menyebardi antara anggota keluarga sedarah.C. Etiologi SkizofreniaSkizofrenia ditinjau dari factor psikososial sangat dipengaruhi oleh factor keluarga dan stressor psikososial. Pasien yang keluarganya memiliki emosi ekspresi (EE) yang tinggi memiliki angka relaps lebih tinggi daripada pasien yang berasal dari keluarga berekspresi yang rendah. EE didefinisikan sebagai perilaku yang intrusive, terlihat berlebihan, kejam, dan kritis. Disamping itu stress psikologik dan lingkungan paling mungkin mencetuskan dekompensasi psikotik yang lebih terkontrol.Di Negara industry sejumlah pasien skizofrenia berada dalam kelompok sosioekonomi rendah. Pengamatan tersebut telah dijelaskan oleh hipotesis pergeseran ke bawah ( Downward drift hypothesis), yang menyatakan bahwa orang yang terkena bergeser ke kelompok sosioekonomi rendah karena penyakitnya. Suatu penjelasan alternative adalah hipotesis akibat sosial, yang menyatakan stress yang dialami oleh anggota kelompok sosioekonomi rendah berperan dalam perkembangan skizofrenia.Beberapa pendapat mengatakan bahwa penyebab sosial dari skizofenia di setiap kultur berbeda tergantung dari bagaimana penyakit mental diterima di dalam kultur, sifat peranan pasien, tersedianya sistem pendukung sosial dan keluarga, dan kompleksitas komunikasi sosial.a. Faktor GenetikaResiko seseorang menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat anggota keluarga lainnya yang juga menderita skizofren, apalagi jika hubungan keluarga dekat. Populasi PrevalensiPersen (%)

1. Populasi Umum1%

2. Saudara kandung dengan skizofrenia8%

3. Anak dengan salah satu orang tua skizofren12%

4. Kembar dua telur dari pasien skizofren12%

5. Anak dengan kedua orang tua skizofren40%

6. Kembar satu telur dari pasien skizofren47%

Tabel 1.1Prevalensi Skizofrenia pada populasi tertentu

b. Faktor Diatesis-StressModel ini berpendapat bahwa seseorang yang memiliki kerentanan (diatesis) jika dikenai stresor akan lebih mudah menjadi skizofrenia. Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (misal kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial , dan trauma.

c. Faktor BiologikKomplikasi kelahiran: bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan, hipoksia perinatal meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.

d. InfeksiPerubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah dilaporkan pada orang orang dengan skizofrenia. Terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia.e. Hipotesis DopaminDopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka gejala psikotik diredakan. Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik.

f. Hipotesis SerotoninGaddum, wooley dan show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid diethylamide (LSD) yaitu suatu zat yang bersifat campuran agonis/antagonis reseptor 5-HT. Temyata zatini menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang normal. Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia kembali mengemuka karena penetitian obat antipsikotik atipikal clozapine yang temyata mempunyai afinitas terhadap reseptor serotonin 5-HT~ lebih tinggi dibandingkan reseptordopamin D2.

g. Struktur OtakDaerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan ganglia basalis. Otak pada pendenta skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel teilihat melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area terjadi peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemenksaan inikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distnbusi sel otak yang timbul pada masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir.

D. Patofisiologi SkizofreniaPerjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitufase prodromal, fase aktif dan fase residual.a. Fase prodromalbiasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan orang ini tidak seperti yang dulu. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya. b. Fase aktifgejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasidisertai gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan.c. Fase residualdimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah berkurang.

Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, pendenta skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial).4,8Perjalanan penyakit skizofrenia yang umum adalah memburuk dan remisi. Setelah sakit yang pertama kali, pasien mungkin dapat berfungsi normal untuk waktu lama (remisi), keadaan ini diusahakan dapat terus dipertahankan. Namun yang terjadi biasanya adalah pasien mengalami kekambuhan. Tiap kekambuhan yang terjadi membuat pasien mengalami deteriorasi sehingga ia tidak dapat kembali ke fungsi sebelum ia kambuh. Kadang, setelah episode psikotik lewat, pasien menjadi depresi, dan ini bisa berlangsung seumur hidup. Seiring dengan berjalannya waktu, simtom positif hilang, berkurang, atau tetap ada, sedangkan simtom negative relative sulit hilang bahkan bertambah parah.

E. Manifestasi Klinis Skizofrenia1. Gejala Primera. Gangguan proses pikiran ( bentuk, langkah dan isi pikiran)Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang terganggu terutama ialah asosiasi. Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain didalamnya yang berpikir, timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran atau pressure of thoughts. Bila suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya dinamakan preseverasi atau stereotipi pikiran.3,4Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi sering tidak ada hubungan antara emosi dan pikiran, pada pikiran melayang selalu ada efori. Pada inkoherensi biasanya jalan pikiran tidak dapat diikuti sama sekali, pada pikiran melayang ide timbul sangat cepat, tetapi masih dapat diikuti, masih bertujuan.

b. Gangguan afek dan emosi Kedangkalan afek dan emosi (emotional blunting), misalnya penderita menjadi acuh tak acuh terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarganya dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang. Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk melakukan hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu sering kita tidak dapat merasakan perasaan penderita.

c. Gangguan kemauanBanyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan., tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat,

d. Gejala psikomotorJuga dinamakan gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Oleh Bleuer, gejala ini dimasukkan dalam kelompok gejala sekunder karena didapati juga pada penyakit lain. Sebetulnya gejala katatonik mencerminkan gangguan kemauan. Gejala ini apabila ringan terlihat gerakan penderita terbatas, kaku. Apabila dalam keadaan stupor, penderita diam sama sekali.

2. Gejala Sekundera. Waham Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre. Tetapi penderita tidak mengetahui hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan.Mayer grossmembagi waham dalam dua kelompok yaitu waham primer yaitu waham yang timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar. Sedangkan waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan cara bagi penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain.Waham dinamakan menurut isinya : waham kebesaran atau ekspansif, waham nihilistik, waham kejaran, waham sindiran, waham dosa, dan sebagainya.b. HalusinasiPaling sering pada keadaan skizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau siulan. Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman (olfaktorik), halusinasi citrarasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan (taktil). Umpamanya penderita mencium kembang kemanapun ia pergi.

c. Gejala positif Yang terdiri dari delusi/waham, halusinasi, pikiran paranoid, inkoherensi, perilaku sangat kacaud. Gejala negatifYang terdiri dari motivasi rendah, menarik diri dari masyarakat, ekspresi afektif mendatar, alogia (kemiskinan pembicaraan), avolition (ketidakmampuan memulai dan mempertahankan aktivitas), anhedonia.e. Gejala kognitifMengalami problema dengan perhatian dan ingatan, tidak dapat konsentrasi, miskin perbendaraan kata dan proses berpikir yang lambat.

F. Klasifikasi SkizofreniaAda beberapa tipe skizofrenia; masing-masing memiliki kekhasan tersendiri dalam gejala-gejala yang diperlihatkan dan tampaknya memiliki penyakit yang berbeda-beda. Tipe-tipe skizoprenia (dalam Arif, 2006) yaitu:

1. Skizofrenia tipe paranoid Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah adanya waham yang mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afek yang relatif masih terjaga.Wahamnya biasanya adalah waham kejar atau waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain, misalnya (waham kecemburuan, keagamaan, atau somatisasi) mungkin juga muncul.Wahamnya biasa lebih dari satu, tetapi tersusun dengan rapi disekitar tema utama. Halusinasi juga biasanya berkaitan dengan tema wahamnya.Ciri lainnya meliputi ansietas, kemarahan, menjaga jarak, dan suka berargumentasi.Kriteria diagnostik untuk skizofrenia tipe paranoid yaitu suatu jenis skizofrenia yang memenuhi kriteria : Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau sering mengalami halusinasi auditorik. Tidak ada ciri berikut yang mencolok : bicara kacau, motorik kacau atau kata tonik, afek yang tak sesuai atau datar.

2. Skizofrenia tipe disorganizedCiri utama Skizofrenia tipe ini adalah pembicaraan yang kacau, tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate.Pembicaraan yang kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak erat berkaitan dengan isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku (misalnya kurangnya orientasi pada tujuan) dapat membawa pada gangguan yang serius pada berbagai aktivitas hidup sehari - hari.Kriteria-kriteria berikut terpenuhi : Pembicaraan kacau Tingkah laku kacau Afek datar atau inappropriatedan tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik.

3. Skizoprenia tipe katatonikCiri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor yang dapt meliputi ketidakbergerakan motorik (motoric immobility), aktivitas motor yang berlebihan, negativism yang ekstrim, mutism (sama sekali tidak mau bicara dan berkomunikasi), gerakan-gerakan yang tidak terkendali, echolalia(mengulang ucapan orang lain) atau echopraxia (mengikuti tingkah laku orang lain). Motoric immobility dapat dimunculkan berupa catalepsy (waxy flexibility tubuh menjadi sangat fleksibel untuk digerakkan atau diposisikan dengan berbagai cara, sekalipun untuk orang biasa posisi tersebut akan sangat tidak nyaman).Kriteria diagnostik skizofrenia tipe katatonik adalah memiliki gambaran klinis didominasi oleh paling tidak dua dari yang berikut ini: Motoric immobility (ketidakbergerakan motorik) sebagaimana terbukti dengan adanya catalepsy (termasuk waxy flexibility) atau stupor (gemetar). Aktivitas motor yang berlebihan (yang tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal). Negativism yang ekstrim (tanpa motivasi yang jelas, bersikap sangat menolak pada segala instruksi atau mempertahankan postur yang kaku untuk menolak dipindahkan) atau mutism (sama sekali diam). Gerakan-gerakan yang khas dan tidak terkendali. Echolalia (menirukan kata-kata orang lain) atau Echopraxia (menirukan tingkah laku orang lain).

4. Skizofrenia tipe UndifferentiatedSejenis skizofrenia dimana gejala-gejala yang muncul sulit untuk digolongkan pada tipe skizofrenia tertentu. Kriteria diagnostik untuk skizofrenia tipe undifferentiated yaitu skizofrenia dimana gejala-gejala tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia tipe paranoid, disorganized ataupun katatonik.

5. Skizofrenia tipe ResidualDiagnosa skizofrenia tipe residual diberikan bilamana pernah ada paling tidak satu kalau episode skizofrenia, tetapi gambaran klinis saat ini tanpa gejala yang menonjol.Terdapat bukti bahwa gangguan masih ada sebagaimana ditandai oleh adanya negative gejala atau positif gejala yang lebih halus.Kriteria diagnostik untuk skizofrenia tipe residual yaitu sejenis skizofrenia dimana kriteria-kriteria berikut ini terpenuhi : Tidak ada yang menonjol dalam hal delusi, halusinasi, pembicaraan kacau, tingkah laku kacau atau tingkah laku katatonik. Terdapat bukti keberlanjutan gangguan ini, sebagaimana ditandai oleh adanya gejala-gejala negative atau dua atau lebih dalam bentuk yang lebih ringan.

G. Penatalaksanaan SkizofreniaPerawatan di Rumah Sakit, dengan indikasi:1. Untuk tujuan diagnostik.2. Menstabilkan medikasi.3. Keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh.4. Perilaku yang sangat kacau atau tidak sesuai.5. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.

Tujuan utama perawatan di rumah sakit adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat.Terapi SomatikAntipsikotikPemilihan obat Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan utama pada efek sekunder ( efek samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). Pemilihan jenis antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat diganti dengan obat antipsikosis lain (sebaiknya dan golongan yang tidak sama) dengan dosis ekivalennya. Terapi Somatik LainnyaElektrokonvulsif ( ECT ) dapat diindikasikan pada pasien katatonik dan bagi pasien yang karena suatu alasan tidak dapat menggunakan antipsikotik ( kurang efektif ). Pasien yang telah sakit selama kurang dari satu tahun adalah yang paling mungkin berespon.Terapi PsikososialTerapi PerilakuTeknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan social untuk meningkatkan kemampuan social, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal.Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan. Dengan demikian frekuensi perilaku mal adaptif atau menyimpang dapat diturunkan.Latihan Keterampilan Perilaku ( Behavioral Skills Trainning )Sering dinamakan terapi keterampilan sosial ( social skills therapy ). Terapi ini dapat secara langsung membantu dan berguna bagi pasien dan merupakan tambahan alami bagi terapi farmakologis. Latihan keterampilan ini melibatkan penggunaan kaset videon orang lain dan pasien permainan simulasi ( role playing ) dalam terapi, dan pekerjaan rumah tentang keterampilan yang telah dilakukan. Terapi Berorientasi KeluargaPusat dari terapi harus pada situasi segera dan harus termasuk mengidentifikasikan dan menghindari situasi yang kemungkinan menimbulkan kesulitan. Jika masalah memang timbul pada pasien di dalam keluarga, pusat terapi harus pada pemecahan masalah secara cepat.Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas dalam terapi keluarga adalah proses pemulihan khususnya lama dan kecepatannya.

H. Prognosis SkizofreniaWalaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada, kebanyakan orang mempunyai gejala sisa dengan keparahan yang bervariasi. Secara umum 25% individu sembuh sempurna, 40% mengalami kekambuhan dan 35% mengalami perburukan. Secara umum prognosis skizofrenia tergantung pada:1. Usia pertama kali timbul ( onset): makin muda makin buruk.2. Mula timbulnya akut atau kronik: bila akut lebih baik.3. Tipe skizofrenia: episode skizofrenia akut dan katatonik lebih baik.4. Cepat, tepat serta teraturnya pengobatan yang didapat.5. Ada atau tidaknya faktor pencetusnya: jika ada lebih baik.6. Ada atau tidaknya faktor keturunan: jika ada lebih jelek.7. Kepribadian prepsikotik: jika skizoid, skizotim atau introvred lebih jelek.8. Keadaan sosial ekonomi: bila rendah lebih jelek.

III. KEKAMBUHAN SKIZOFRENIA

A. Definisi Kekambuhan atau Relaps SkizofreniaTidak ada kriteria umum yang dapat dianggap sebagai kriteria relaps. Secara umum, istilah relaps ditujukan untuk gejala perburukan atau rekurensi gejala positif daripada gejala negatif. Meskipun demikian, batasan istilah schizophrenic relapse belum begitu jelas. Pada kenyataannya, relaps merupakan suatu istilah relatif dan harus meliputi beberapa faktor berikut: kondisi pasien sebelum onset penyakit terakhir (sebelumnya); tingkat keberfungsian sebelum episode terbaru; keparahan dari relaps dalam terminologi keparahan simtom, durasi dan pengaruhnya terhadap fungsi personal; dan gambaran bentuk simtom atau perilaku yang baru.Menurut Johnstone, relaps dapat didefinisikan sebagai pemunculan kembali simtom-simtom skizofrenik pada pasien yang sudah mengalami bebas gejala selama episode sebelumnya (tipe I) dan eksaserbasi simtom positif secara persisten (tipe II). Tipe-tipe tersebut tidak selalu mudah untuk dibedakan.

Sehubungan dengan kesulitan dalam pengukuran skizofrenik secara simtomatologi, beberapa sumber mengusulkan tambahan beberapa penilaian dengan menggunakan penilaian secara (relatif) kasar terhadap beberapa perubahan, seperti misalnya perujukan untuk dirawat kembali. Meskipun demikian, dengan metode ini beberapa keadaan relaps mungkin membutuhkan rujukan sehubungan dengan perilaku bunuh diri atau kesulitan dalam hal sosial, tidak selalu berhubungan dengan simtom positif.

Menurut Campbell dalam Psychiatric Dictionary relaps didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana apabila seorang pasien yang sudah pulih atau mengalami perbaikan kembali menunjukkan gejala sebelumnya. Setiap relaps berpotensi membahayakan bagi pasien dan keluarganya. Dalam keadaan seperti ini pasien mungkin akan dirawat inap kembali dan membutuhkan biaya yang tinggi.

B. Angka Kekambuhan SkizofreniaMeskipun angka relaps tidak secara otomatis dapat dijadikan sebagai kriteria kesuksesan suatu pengobatan skizofrenik, bagaimanapun juga, parameter ini cukup signifikan dalam beberapa aspek. Setiap relaps berpotensi menimbulkan bahaya bagi pasien dan keluarganya; seringkali mengakibatkan rehospitalisasi dan membengkaknya biaya pengobatan.Lebih jauh lagi, pertanyaan apakah dan berapa lama pencegahan relaps dengan menggunakan neuroleptik dapat diandalkan. Di sisi lain, keuntungan dengan melanjutkan penggunaan neuroleptik dalam mencegah eksaserbasi klinis dari skizofrenia merupakan suatu penegasan, menunjukkan perbedaan yang besar secara signifikan dalam hal angka relaps antara pengobatan aktif dan plasebo.Pada saat ini angka relaps pada tahun pertama dapat diturunkan dari 75% menjadi 15% dengan pengobatan propilaktik dengan menggunakan neuroleptik. Artinya, tidak hanya membuat perbaikan yang sangat besar dalam kualitas hidup pasien, akan tetapi secara langsung atau tidak langsung telah menyelamatkan milyaran dolar uang negara.

C. Faktor yang mempengaruhi kekambuhan SkizofreniaSullinger (dalam Keliat, 1996) mengidentifikasi 4 faktor penyebab klien kambuh dan perlu dirawat di Rumah Sakit Jiwa, yaitu :a. KlienSecara umum bahwa klien yang minum obat secara tidak teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Hasil penelitian menunjukkan 25% sampai 50% klien yang pulang dari rumah sakit jiwa tidak memakan obat secara teratur (Appleton, dalam Keliat 1996). Klien kronis, khususnya skizofrenia sukar mengikuti aturan minum obat karena adanya gangguan realitas dan ketidakmampuan mengambil keputusan.Di rumah sakit perawat bertanggung jawab dalam pemberian atau pemantauan pemberian obat, di rumah tugasperawat digantikan oleh keluarga.b. Dokter (pemberi resep)Minum obat yang teratur dapat mengurangi kekambuhan, namun pemakaian obat neuroleptik yang lama dapat menimbulkan efek samping yang dapat mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol. Pemberian resep diharapkan tetap waspada mengidentifikasi dosis terapeutik yang dapat mencegah kekambuhan dan efek samping.c. Penanggung jawab klien (case manager)Setelah klien pulang ke rumah maka penanggung jawab kasus mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk bertemu dengan klien, sehingga dapat mengidentifikasi gejala dini dan segera mengambil tindakan.d. KeluargaEkspresi emosi yang tinggi dari keluarga diperkirakan menyebabkan kekambuhan yang tinggi pada klien. Hal lain adalah klien mudah dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan maupun yang menyedihkan.Keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam proses perawatan di rumah sakit jiwa, persiapan pulang dan perawatan di rumah agar adaptasi klien berjalan dengan baik. Kualitas dan efektifitas perilaku keluarga akanmembantu proses pemulihan kesehatan klien sehingga status klien meningkat. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab kambuh gangguan jiwa adalah perilaku keluarga yang tidak tahu cara menanganiklien Skizofrenia di rumah (Sullinger, dalam Keliat, 1996).

Suatu kesimpulan dari riset klinis yang didasarkan pada studi follow-up menyatakan bahwa beberapa faktor berikut berkontribusi dalam membentuk episode psikotik yang baru (mengakibatkan terjadinya relaps):1. ketidakpatuhan terhadap pengobatan;2. faktor-faktor farmakologik (dosis obat);3. faktor-faktor psikososial; dan4. penyalahgunaan alkohol dan obat.

D. Tahapan kekambuhan SkizofreniaMenurut Hertz Oit Stuart dan Sundeen ( 1999 ), kekambuhan dibagi menjadi 5 tahap, yaitu :1) OverextensionTahap ini menunjukkan ketegangan yang berlebihan. Pasien mengeluh perasaannya terbebani. Gejala dari cemas intensif dan energi yang besar digunakan untuk mengatasi hal ini .2) Restricted ConsciousnesTahap ini menunjukkan pada kesadaran yang terbatas. Gejala yang sebelumnya cemas, digantikan oleh depresi.3) DisinhibitionPenampilan pertama pada tahap ini adalah adanya hipomania dan biasanya meliputi munculnya halusinasi (halusinasi tahap I dan II) dan delusi, di mana pasien tidak lagi mengontrol defense mekanisme sebelumnya telah gagal disini. Hipomania awal ditandai dengan mood yang tinggi. Kegembiraan optimisme dan percaya diri. Gejala lain dari hipomania ini adalah rasa percaya diri yang berlebihan, waham kebesaran, mudah marah,senang bersukaria dan menghamburkan uang, euforia.4) Psikotic disorganizationPada saat ini gejala psikotik sangat jelas dilihat. Tahap ini diuraikan sebagai berikut:1) Pasien tak lagi mengenal lingkungan/ orang yang familiar dan mungkin menuduh anggota keluarga menjadi penipu. Agitasi yang ekstrim mungkin terjadi, fase ini dikenal sebagai penghancuran dari dunia luar.2) Pasien kehilangan identitas personal dan mungkin melihat dirinya sendiri sebagai orang ke-3. Fase ini menunjukkan kehancuran pada diri.3) Total fragmentation adalah kehilangan kemampuan untuk membedakan realitas dari psikosis dan kemungkinan dikenal sebagai loudly psychotic.5) Psychotic ResolutionTahap ini biasanya terjadi di rumah sakit. Pasien diobati dan masih mengalami psikosis tetapi gejalanya berhenti atau diam.

IV. PENCEGAHAN KEKAMBUHAN SKIZOFRENIA

A. Faktor-Faktor Sehubungan Dengan PasienBeberapa karakteristik demografi telah dihubungkan dengan perilaku patuh. Usia masih merupakan masalah yang kontroversial dalam hubungannya dengan ketidakpatuhan. Tampaknya pasien-pasien yang berusia lanjut mempunyai permasalahan tentang kepatuhan terhadap rekomendasi yang diberikan. Di kalangan usia muda, terutama pria, cenderung mempunyai tingkat kepatuhan yang buruk terhadap pengobatan. Alasan untuk hal ini kemungkinan bahwa pada dewasa muda sehubungan dengan segala bentuk terapi atau dalam mengatur perjanjian, mereka menganggap dirinya istimewa dan berbeda dengan yang lain.Sedangkan pada orangtua, kemungkinan memiliki defisit memori sehingga dapat mempengaruhi kepatuhan. Selain itu, pada orangtua sering mendapat berbagai macam obat-obatan sehubungan dengan komorbiditas fisik. Wanita cenderung lebih patuh terhadap pengobatan dibandingkan pria, begitu juga wanita muda menunjukkan kepatuhan yang lebih baik dibandingkan yang tua.Keadaan penyakit pasien sendiri juga mempunyai pengaruh yang kuat dalam penerimaan terhadap pengobatan. Pasien yang merasa tersiksa atau khawatir akan diracuni, akan merasa enggan untuk menerima pengobatan.Permasalahan yang lain adalah model kepercayaan pasien tentang kesehatannya, dimana menggambarkan pikiran pasien tentang penyebab dan keparahan penyakit mereka. Banyak orang menilai bahwa skizofrenia adalah penyakit yang kurang penting dan tidak begitu serius dibandingkan penyakit-penyakit lain seperti diabetes, epilepsi dan kanker. Jadi jelas bahwa jika mereka mempercayai penyakitnya tidak begitu serius dan tidak penting untuk diterapi maka ketidakpatuhan dapat terjadi. Begitu juga persepsi sosial juga berpengaruh, jika persepsi sosial buruk maka pasien akan berusaha menghindari setiap hal tentang penyakitnya termasuk pengobatan.Sikap pasien terhadap pengobatan juga perlu diperhitungkan dalam pengaruhnya terhadap kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Sangatlah penting untuk mengamati, berdiskusi dan jika memungkinkan mencoba untuk merubah sikap pasien terhadap pengobatan. Pada pasien dengan skizofrenia sikap pasien terhadap pengobatan dengan antipsikotik bervariasi dari yang sangat negatif sampai sangat positif. Sikap negatif terhadap pengobatan berhubungan dengan simtom positif dan efek samping. Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa semakin lama pasienakan berubah sikapnya terhadap pengobatan.Terakhir adalah masalah keuangan. Masalah keuangan dapat juga mengganggu kepatuhan pasien. Beberapa pasien mungkin tidak mampu untuk membeli obat atau walaupun mampu jarak tempuh dan transportasi dapat menjadi penghalang.

B. Faktor-Faktor Sehubungan Dengan PengobatanPasien yang tidak mengalami efek samping terhadap pengobatan kemungkinan lebih mau melanjutkan pengobatan. Efek samping obat neuroleptik yang tidak menyenangkan sebaiknya diperhitungkan sebab dapat berperan dalam menurunkan kepatuhan. Efek samping yang umum dan penting adalah efek pada ekstrapiramidal, gangguan seksual dan penambahan berat badan. Namun, pada data ternyata tidak ada hubungan antara regimen terapi dan profil efek samping dengan kepatuhan terhadap pengobatan. Kenyataannya, pasien yang tidak patuh tidak berbeda dari pasien yang patuh dalam melaporkan efek samping obat neuroleptik. Penemuan ini adalah sama dengan penelitian lain yang menemukan bahwa efek samping obat bukanlah alasan yang sering dikatakan pasien dalam menolak pengobatan. Penderita skizofrenia yang menggunakan antipsikotik atipikal lebih mau meneruskan pengobatan dibandingkan penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional.Masalah tambahan dalam pengobatan skizofrenia adalah kebanyakan obat-obat antipsikotik kerja obatnya (onset of action) lambat, sehingga pasien tidak merasakan dengan segera efek positif dari antipsikotik. Malahan kadang-kadang pasien lebih dahulu merasakan efek samping sebelum efek obat terhadap penyakitnya tersebut. Begitu juga dengan pasien skizofrenia yang sudah dalam remisi biasanya relaps tidak langsung segera terjadi bila pengobatan dihentikan. Relaps dapat terjadi beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan setelah obat anti psikotik dihentikan, jadi penghentian pengobatan tidak terlalu berhubungan dengan memburuknya keadaan pasien. Sebagai akibatnya pasien yang sudah dalam remisi sempurna mempunyai permasalahan apakah remisi tersebut berhubungan dengan pengobatan yang dilakukannya. Pasien mungkin juga merasakan obat-obatan tersebut tidaklah seefektif seperti yang mereka harapkan atau bahkan berbahaya. Hal ini menjadi tanggung jawab dokter dalam melakukan pengobatan untuk melengkapi pasien dengan pandangan yang seimbang dan realistik mengenai profil keuntungan dan kerugian antipsikotik yang akan diberikan.Beragamnya obat yang diresepkan juga memiliki peran penting dalam kepatuhan. Pasien yang menerima regimen pengobatan yang kompleks, misalnya mengkonsumsi beberapa obat dengan waktu yang berbeda dalam satu hari atau mengkonsumsi 2 macam atau lebih obatobatan, mempunyai permasalahan dalam ketaatan terhadap obat yang diberikan dibanding pasien yang hanya mengkonsumsi 1 macam obat dengan dosis tunggal.Cara pemberian obat dapat juga mempengaruhi kepatuhan. Namun hasil ketidakpatuhan yang sama diperoleh pada pasien yang tidak patuh terhadap pemberian obat oral yang diganti dengan depot neuroleptik. Hal ini yang sering terjadi kesalahpahaman bahwa pemberian obat depot akan meningkatkan kepatuhan. Namun penggunaan antipsikotik kerja lama dapat mengatasi kepatuhan yang parsial sehingga dapat memperbaiki outcome penyakit.Dosis obat neuroleptik yang adekuat merupakan hal yang penting. Sayangnya, penelitian tentang obat seringkali berhenti sampai ditentukan apakah suatu antipsikotik bermanfaat dalam menurunkan simtom positif yang akut. Beberapa data telah tersedia tentang urutan tahapan pengobatan. Beberapa studi telah dilakukan apakah obat neuroleptik dosis rendah sama efektifnya dengan terapi jangka panjang. Hasil yang ditunjukkan adalah perbedaan dalam angka relaps dengan menggunakan dosis standar, berlawanan dengan fungsi sosial yang baik dengan obat dosis rendah, kemungkinan terhadap efek samping yang ringan. Studi ini membandingkan regimen yang konvensional dengan dosis rendah dan tidak menentukan dosis minimum yang efektif.Sementara itu, dosis minimum efektif yang telah direkomendasikan dalam suatu konsensus adalah sebagai berikut: Haloperidol 2,5 mg/hari. Fluphenazine Hydrochloride 2,5 mg/hari. Fluphenazine Decanoate 6,5 12,5 mg i.m tiap 2 minggu. Haloperidol Decanoate 50 60 mg i.m tiap 4 minggu.5Bila dosis di bawah (kurang dari) yang tersebut di atas, maka risiko relapsakan meningkat secara signifikan.

C. Faktor LingkunganDukungan dan bantuan merupakan variabel penting dalam kepatuhan terhadap pengobatan. Pasien yang tinggal sendirian secara umum mempunyai angka kepatuhan yang rendah dibandingkan mereka yang tinggal dalam lingkungan yang mendukung. Sebagai kemungkinan lain, sikap negatif dalam lingkungan sosial pasien terhadap pengobatan psikiatri atau terhadap pasien sendiri dapat mempengaruhi kepatuhan.Interaksi sosial yang penuh dengan stres dapat mengurangi kepatuhan yang biasanya terjadi bila pasien tinggal dengan orang lain. Sebagai contohnya adalah situasi emosional yang tinggi dan keluarga atau pihak lain yang tidak mau memperhatikan sikap positif pasien terhadap pengobatan.Tidak kalah penting faktor yang mempengaruhi perilaku pasien terhadap kepatuhan adalah pengaruh obat terhadap penyakitnya. Sangat penting untuk memberi dukungan untuk menambah sikap yang positif terhadap pengobatan pada pasien. Sebagai dokter kadang-kadang melupakan hal tersebut bahwa sikap positif tersebut perlu dibantu terus menerus.Lingkungan terapetik juga harus diperhitungkan. Dalam pasien rawat inap dimana teman sekamar pasien pernah mengalami pengalaman yang buruk terhadap satu jenis obat dan menceritakannya maka akan merubah sikap pasien terhadap obat yang sama.

D. Faktor-Faktor Sehubungan Dengan DokterHubungan terapetik yang dibangun dokter dengan pasien merupakan suatu landasan atau dasar dari kepatuhan terhadap pengobatan. Bagaimana menunjukkan bahwa dokter memiliki perhatian kepada pasien dan dokter mau meluangkan waktu untuk mendengar keluhan-keluhan pasien adalah penting. Terciptanya suatu hubungan yang baik merupakan prasyarat untuk masuk ke dalam ikatan terapetik dan memberikan informasi adalah hal yang penting dalam hubungan ini.Informasi dapat diberikan pada pasien ataupun keluarga baik dalam jadwal konsultasi ataupun dalam kelompok psikoedukasi. Pasien dan keluarga diberi informasi tentang penyakitnya dan rencana pengobatan yang akan dilakukan. Psikoedukasi telah menunjukkan dalam meningkatkan kepatuhan dan secara signifikan mengurangi angka relaps. Melengkapi informasi juga termasuk mendiskusikan perencanaan pengobatan baik kepada pasien atau kepada keluarga dimana pasien dan keluarga dilibatkan dalam proses perencanaan pengobatan penyakitnya.Adanya efek samping dapat memunculkan ketidakpatuhan dan sering menimbulkan kesalahpahaman. Penting juga bagi dokter agar dapat menepati jadwal pertemuan selanjutnya. Pasien yang sudah menerima jadwal pertemuan berikutnya dan dokter akan menepati dan untuk tidak menjadwal ulang walaupun sangat sibuk. Dokter juga dapat melakukan perubahan dalam berkomunikasi dengan pasien baik itu dengan gaya atau bahasa yang dapat dimengerti pasien sehingga dapat tercipta hubungan terapetik yang baik yang nantinya dapat meningkatkan kepatuhan. Klinisi juga harus mengikuti pedoman terapi yang direkomendasikan. Dengan mengikuti pedoman yang telah ditentukan maka pengobatan akan menjadi berguna, rasional dan gampang dimengerti oleh pasien dan mereka tidak menjadi bingung bila mereka mencoba mencari pendapat dokter lain.

E. Faktor PsikososialBerbagai macam stresor lingkungan kemungkinan berhubungan dengan relapsnya skizofrenia. Yang dimaksud dengan stresor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang yang memaksa orang tersebut untuk beradaptasi atau menanggulangi. Biasanya stresor psikososial terjadi dalam kurun waktu satu tahun sebelum gangguan jiwa saat ini. Yang termasuk stresor psikososial adalah sebagai berikut:- Problem dengan kelompok pendukung utama (primary support group).- Problem yang berkaitan dengan lingkungan sosial.- Problem pendidikan.- Problem pekerjaan.- Problem perumahan.- Problem ekonomi.- Problem dengan akses pelayanan kesehatan.- Problem yang berkaitan dengan interaksi sistem hukum/kriminal.- Problem psikososial dan masalah lingkungan lainnya.Brown dan Birley menyatakan bahwa banyaknya peristiwa dalam kehidupan dalam beberapa minggu sebelum relaps secara signifikan lebih besar pada kasus relaps akut daripada kontrol normal. Begitupun juga, tinjauan-tinjauan tersebut menimbulkan keraguan tentang validitas dari apa yang disebut dengan hipotesis triggering ini. Penelitian retrospektif terbaru tidak mampu mendukung temuan tersebut.Perhatian utama ditujukan bagi emosi yang diekspresikan (expressed emotion) dan risiko terjadinya relaps pada skizofrenia. Sebagai salah satu faktor, apa yang dimaksud dengan expressed emotion dalam hal ini, berupa kebiasaan mempertontonkan kritikan atau emosi yang berlebihan oleh orangtua terhadap anak-anaknya. Selain faktor transaksional keluarga lainnya, studi-studi terbaru menunjukkan ketertarikannya terhadap gaya afektif negatif (negative affective style), yang terdiri dari: kritisisme, sikap menyalahkan, gangguan-gangguan, dandukungan yang tidak adekuat. Pasien-pasien skizofrenia yang tinggal dalam lingkungan keluarga dengan expressed emotion yang kuat (highly expressed emotion) atau gaya afektif negatif secara signifikan lebih sering mengalami relaps dibandingkan dengan yang tinggal dalam lingkungan keluarga dengan expressed emotion yang rendah (low expressed emotion), atau gaya afektif yang normal. Studi-studi keluarga (family studies) menunjukkan bahwa pasien skizofrenik yang kembali ke lingkungan rumah dimana sering terjadi keadaan kritis, kekerasan atauemosi yang diekspresikan cenderung akan meningkatkan relaps. Studi WHO menunjukkan outcome yang lebih baik pada pasien skizofrenik secara tradisional, di negara-negara non-Barat, dimana keluarga lebih toleran. Intervensi keluarga terhadap terapi mungkin dapat menurunkan atau paling tidak akan memperlambat relaps pada pasien. Intervensi yang dapat dilakukan keluarga adalah lebih dapat menerima bentuk manajemen, yang pada kebanyakan pasien tidak dapat menerimanya.Selain itu, percobaan intervensi sosial pada keluarga penderita skizofrenik dengan pengobatan ternyata menghasilkan angka relaps yang rendah dibandingkan dengan hanya menggunakan pengobatan.Sehubungan dengan skizofrenia, Leff dan Vaughn melaporkan bahwa bentuk empati merupakan bagian dari sekumpulan sikap dengan pengekspresian emosi yang rendah. Sikap dari keluarga merupakan salah satu prediktor yang kuat terhadap relaps pada skizofrenia.