Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah...
-
Upload
vuongtuyen -
Category
Documents
-
view
237 -
download
0
Transcript of Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah...
Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen KrisisMenara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI
Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110
Pengarah : Nelson Tampubolon (KEPP)
Mulya E. Siregar (DKPP I)
Boedi Armanto (DKPP II)
Irwan Lubis (DKPP III)
Heru Kristiyana (DKPP IV)
Agus E. Siregar (Deputi Komisioner Pengawasan Terintegrasi)
Penanggung jawab : Dhani Gunawan Idat, Kepala DPMK
Bambang Mukti Riyadi, Direktur API dan PMK
Koordinator : Evi Alkaviati
Kontributor : DPMK Sutarti A. Yusuf KR 2 Dwinta Utari Sendy Renaldo Prima Ayu Yeriesca DPB 1 Yustianus Dapot T KR 3 Vincentia Grannita Ria Swandito
Bayu Ariawan
DPB 2 Muhammad Aminsyah Rahajeng A. Manggiasih Chrisanti Ayu Putri
KR 4 Heri Sunarto Rahmani Dwiastuti
DPB 3 Mulyadi KR 5 Masrayhani Hermansyah Arfi Fajar Ariawan
DPbS M. Munawar Dewanto Yuyu Rahyuati Taufik Miradz Tanya
KR 6 Ardyansah Andi Baiz Ikram
DPNP Onny Alpha S. KR 7 Dahnial Apriyadi Rafidha
Andrias Masil
DPIP Sitti Fajria Novari Puja Kristian Adiatma
KR 8 Henny Nofianti Kadek Suarjana
DPKP Akmal KR 9 Andika Prassetia Putri Anggraini
DKIP M.S. Artiningsih DPTI Avinda Ika Nadya Sari
Aleida Janita Wijayanti Chandra Shadiq Faritzi
GPUT Dewi Fadjarsarie H.Hira LarayaMarshella Eka Ramdhania
Nurita Adam NovriansyahKarina Githa Wardhani
KR 1
EPK
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
Halaman ini sengaja dikosongkan
Pengarah : Nelson Tampubolon (KEPP)
Mulya E. Siregar (DKPP I)
Boedi Armanto (DKPP II)
Irwan Lubis (DKPP III)
Heru Kristiyana (DKPP IV)
Agus E. Siregar (Deputi Komisioner Pengawasan Terintegrasi)
Penanggung jawab : Dhani Gunawan Idat, Kepala DPMK
Bambang Mukti Riyadi, Direktur API dan PMK
Koordinator : Evi Alkaviati
Kontributor : DPMK Sutarti A. Yusuf KR 2 Dwinta Utari Sendy Renaldo Prima Ayu Yeriesca DPB 1 Yustianus Dapot T KR 3 Vincentia Grannita Ria Swandito
Bayu Ariawan
DPB 2 Muhammad Aminsyah Rahajeng A. Manggiasih Chrisanti Ayu Putri
KR 4 Heri Sunarto Rahmani Dwiastuti
DPB 3 Mulyadi KR 5 Masrayhani Hermansyah Arfi Fajar Ariawan
DPbS M. Munawar Dewanto Yuyu Rahyuati Taufik Miradz Tanya
KR 6 Ardyansah Andi Baiz Ikram
DPNP Onny Alpha S. KR 7 Dahnial Apriyadi Rafidha
Andrias Masil
DPIP Sitti Fajria Novari Puja Kristian Adiatma
KR 8 Henny Nofianti Kadek Suarjana
DPKP Akmal KR 9 Andika Prassetia Putri Anggraini
DKIP M.S. Artiningsih DPTI Avinda Ika Nadya Sari
Aleida Janita Wijayanti Chandra Shadiq Faritzi
GPUT Dewi Fadjarsarie H.Hira LarayaMarshella Eka Ramdhania
Nurita Adam NovriansyahKarina Githa Wardhani
KR 1
EPK
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
1
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
2 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Kata Pengantar
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat
Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya laporan
triwulanan pelaksanaan tugas Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Secara umum laporan ini memuat berbagai
informasi tentang kinerja perbankan, profil
risiko perbankan, kebijakan dan pengaturan,
pengembangan pengawasan, serta
pengawasan terintegrasi perbankan selama
triwulan II-2016. Selain itu, laporan ini juga
memuat informasi mengenai kelembagaan
perbankan, penegakan hukum sektor
perbankan, kerjasama domestik dan
internasional yang telah dilakukan oleh OJK
pada sektor perbankan selama triwulan II-
2016. Dalam laporan ini juga ditampilkan
isu-isu internasional terkait dengan
operasional perbankan, seperti review atau
monitoring sistem keuangan Indonesia oleh
lembaga internasional, Foreign Account Tax
Compliant Act (FATCA), dan isu terkait Anti
Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme
(Anti Money Laundering and Countering
Financing Terrorism). Selanjutnya, disajikan
pula pelaksanaan kebijakan perlindungan
konsumen selama triwulan II- 2016.
Pada triwulan II-2016, seiring dengan
peningkatan pertumbuhan ekonomi, industri
perbankan nasional menunjukkan trend
pertumbuhan dan ketahanan perbankan
yang relatif kuat dengan risiko kredit,
likuiditas dan pasar yang cukup terjaga. Hal
ini tercermin dari rasio kecukupan modal
(CAR) Bank Umum (konvensional dan
syariah) yang masih jauh di atas threshold
8%, yaitu sebesar 22,29%, Non Performing
Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih
dibawah threshold 5%), Return On Asset
(ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban
Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO) sebesar 82,80%. Baik
Bank Umum Konvensional (BUK) maupun
Bank Umum Syariah (BUS), berhasil
meningkatkan peran intermediasinya
dengan baik tercermin dari meningkatnya
pertumbuhan aset, kredit, dan DPK bank
umum masing-masing sebesar 3,16% (qtq),
4,20% (qtq), dan 2,37% (qtq).
Kinerja keuangan industri BPR secara
nasional selama triwulan II-2016,
menunjukkan kinerja yang cukup baik. Hal
ini tercermin dari peningkatan total aset,
DPK, dan kredit pada BPR masing-masing
sebesar 2,21% (qtq), 1,28% (qtq), dan
4,66% (qtq). Permodalan BPR juga masih
memadai dengan CAR sebesar 22,15%
serta ROA sebesar 2,62%, meskipun
mengalami penurunan.
Dengan pertumbuhan dan kinerja sektor
perbankan yang cukup baik pada triwulan II-
2016 tersebut, diharapkan sektor perbankan
dapat lebih meningkatkan ketahanan dan
stabilitas bagi terciptanya sistem keuangan
yang lebih sehat, kokoh, dan efisien,
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
Halaman ini sengaja dikosongkan
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
2 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Kata Pengantar
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat
Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya laporan
triwulanan pelaksanaan tugas Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Secara umum laporan ini memuat berbagai
informasi tentang kinerja perbankan, profil
risiko perbankan, kebijakan dan pengaturan,
pengembangan pengawasan, serta
pengawasan terintegrasi perbankan selama
triwulan II-2016. Selain itu, laporan ini juga
memuat informasi mengenai kelembagaan
perbankan, penegakan hukum sektor
perbankan, kerjasama domestik dan
internasional yang telah dilakukan oleh OJK
pada sektor perbankan selama triwulan II-
2016. Dalam laporan ini juga ditampilkan
isu-isu internasional terkait dengan
operasional perbankan, seperti review atau
monitoring sistem keuangan Indonesia oleh
lembaga internasional, Foreign Account Tax
Compliant Act (FATCA), dan isu terkait Anti
Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme
(Anti Money Laundering and Countering
Financing Terrorism). Selanjutnya, disajikan
pula pelaksanaan kebijakan perlindungan
konsumen selama triwulan II- 2016.
Pada triwulan II-2016, seiring dengan
peningkatan pertumbuhan ekonomi, industri
perbankan nasional menunjukkan trend
pertumbuhan dan ketahanan perbankan
yang relatif kuat dengan risiko kredit,
likuiditas dan pasar yang cukup terjaga. Hal
ini tercermin dari rasio kecukupan modal
(CAR) Bank Umum (konvensional dan
syariah) yang masih jauh di atas threshold
8%, yaitu sebesar 22,29%, Non Performing
Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih
dibawah threshold 5%), Return On Asset
(ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban
Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO) sebesar 82,80%. Baik
Bank Umum Konvensional (BUK) maupun
Bank Umum Syariah (BUS), berhasil
meningkatkan peran intermediasinya
dengan baik tercermin dari meningkatnya
pertumbuhan aset, kredit, dan DPK bank
umum masing-masing sebesar 3,16% (qtq),
4,20% (qtq), dan 2,37% (qtq).
Kinerja keuangan industri BPR secara
nasional selama triwulan II-2016,
menunjukkan kinerja yang cukup baik. Hal
ini tercermin dari peningkatan total aset,
DPK, dan kredit pada BPR masing-masing
sebesar 2,21% (qtq), 1,28% (qtq), dan
4,66% (qtq). Permodalan BPR juga masih
memadai dengan CAR sebesar 22,15%
serta ROA sebesar 2,62%, meskipun
mengalami penurunan.
Dengan pertumbuhan dan kinerja sektor
perbankan yang cukup baik pada triwulan II-
2016 tersebut, diharapkan sektor perbankan
dapat lebih meningkatkan ketahanan dan
stabilitas bagi terciptanya sistem keuangan
yang lebih sehat, kokoh, dan efisien,
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
3
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
3 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
mempercepat fungsi intermediasi dalam
mendukung pembangunan, serta
meningkatkan akses masyarakat dalam
rangka peningkatan sektor keuangan yang
inklusif.
Sebagai penutup, kami berharap laporan ini
dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak.
Jakarta, September 2016
Nelson Tampubolon Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
4 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Daftar Isi
Kata Pengantar .............................................................................................................................. v Daftar Isi ....................................................................................................................................... viiDaftar Tabel .................................................................................................................................. ix Daftar Grafik .................................................................................................................................. xivA. Overview Profil Industri Perbankan Nasional ........................................................................... 17
1. Kinerja Bank Umum Konvensional ............................................................................ 191.1 Permodalan .................................................................................................. 201.2 Dana Pihak Ketiga (DPK).............................................................................. 221.3 Likuiditas ...................................................................................................... 231.4 Kredit ............................................................................................................ 231.5 Rentabilitas ................................................................................................... 24
1.5.1 Pendapatan Operasional..................................................................... 271.5.2 Beban Operasional.............................................................................. 29
2. Kinerja Bank Syariah ................................................................................................ 342.1 Permodalan .................................................................................................. 342.2 Dana Pihak Ketiga ....................................................................................... 342.3 Likuiditas ...................................................................................................... 352.4 Pembiayaan ................................................................................................. 352.5 Rentabilitas ................................................................................................... 38
3. Kinerja BPR .............................................................................................................. 393.1 Permodalan .................................................................................................. 393.2 Dana Pihak Ketiga ....................................................................................... 403.3 Kredit ............................................................................................................ 413.4 Likuiditas ...................................................................................................... 433.5 Rentabilitas .................................................................................................... 44
4. Kinerja BPRS ............................................................................................................ 444.1 Permodalan .................................................................................................. 444.2 Dana Pihak Ketiga ....................................................................................... 444.3 Pembiayaan ................................................................................................. 444.4 Rentabilitas .................................................................................................... 45
5. Corporate Governance .............................................................................................. 465.1 Bank Umum................................................................................................... 465.2 BPR ............................................................................................................... 47
6. Jaringan Kantor dan Kegiatan Perizinan Kelembagaan Perbankan......................... 496.1 Bank Umum Konvensional ........................................................................... 49
6.1.1 Perizinan ........................................................................................ 496.1.2 Jaringan Kantor .............................................................................. 506.1.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry).................................. 52
6.2 Bank Syariah ................................................................................................. 536.2.1 Perizinan ......................................................................................... 536.2.2 Jaringan Kantor............................................................................... 536.2.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry).................................. 54
6.3 BPR .............................................................................................................. 556.3.1 Perizinan ......................................................................................... 556.3.2 Jaringan Kantor............................................................................... 55
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
4
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
3 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
mempercepat fungsi intermediasi dalam
mendukung pembangunan, serta
meningkatkan akses masyarakat dalam
rangka peningkatan sektor keuangan yang
inklusif.
Sebagai penutup, kami berharap laporan ini
dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak.
Jakarta, September 2016
Nelson Tampubolon Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
4 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Daftar Isi
Kata Pengantar .............................................................................................................................. v Daftar Isi ....................................................................................................................................... viiDaftar Tabel .................................................................................................................................. ix Daftar Grafik .................................................................................................................................. xivA. Overview Profil Industri Perbankan Nasional ........................................................................... 17
1. Kinerja Bank Umum Konvensional ............................................................................ 191.1 Permodalan .................................................................................................. 201.2 Dana Pihak Ketiga (DPK).............................................................................. 221.3 Likuiditas ...................................................................................................... 231.4 Kredit ............................................................................................................ 231.5 Rentabilitas ................................................................................................... 24
1.5.1 Pendapatan Operasional..................................................................... 271.5.2 Beban Operasional.............................................................................. 29
2. Kinerja Bank Syariah ................................................................................................ 342.1 Permodalan .................................................................................................. 342.2 Dana Pihak Ketiga ....................................................................................... 342.3 Likuiditas ...................................................................................................... 352.4 Pembiayaan ................................................................................................. 352.5 Rentabilitas ................................................................................................... 38
3. Kinerja BPR .............................................................................................................. 393.1 Permodalan .................................................................................................. 393.2 Dana Pihak Ketiga ....................................................................................... 403.3 Kredit ............................................................................................................ 413.4 Likuiditas ...................................................................................................... 433.5 Rentabilitas .................................................................................................... 44
4. Kinerja BPRS ............................................................................................................ 444.1 Permodalan .................................................................................................. 444.2 Dana Pihak Ketiga ....................................................................................... 444.3 Pembiayaan ................................................................................................. 444.4 Rentabilitas .................................................................................................... 45
5. Corporate Governance .............................................................................................. 465.1 Bank Umum................................................................................................... 465.2 BPR ............................................................................................................... 47
6. Jaringan Kantor dan Kegiatan Perizinan Kelembagaan Perbankan......................... 496.1 Bank Umum Konvensional ........................................................................... 49
6.1.1 Perizinan ........................................................................................ 496.1.2 Jaringan Kantor .............................................................................. 506.1.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry).................................. 52
6.2 Bank Syariah ................................................................................................. 536.2.1 Perizinan ......................................................................................... 536.2.2 Jaringan Kantor............................................................................... 536.2.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry).................................. 54
6.3 BPR .............................................................................................................. 556.3.1 Perizinan ......................................................................................... 556.3.2 Jaringan Kantor............................................................................... 55
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
5
35912
6.3.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry).................................. 55Resume Kinerja Perbankan ............................................................................................. 56
B. Profil Risiko Perbankan Nasional .............................................................................................. 591. Risiko Kredit ............................................................................................................... 59
1.1. Kredit Perbankan Menurut Sektor Ekonomi ................................................. 591.2. Penyaluran Kredit UMKM.............................................................................. 621.3. Konsentrasi Kredit kepada Debitur Inti ......................................................... 671.4. Sumber Dana Pemberian Kredit ................................................................... 671.5. Kualitas Kredit ............................................................................................... 681.6. Kecukupan Pencadangan............................................................................. 71
2. Risiko Pasar ............................................................................................................... 722.1. Risiko Harga.................................................................................................. 742.2. Risiko Nilai Tukar .......................................................................................... 752.3. Risiko Suku Bunga........................................................................................ 762.4. Komposisi Derivatif ....................................................................................... 78
3. Risiko Likuiditas ......................................................................................................... 793.1. Likuiditas Di Sisi Aset.................................................................................... 793.2. Likuiditas Di Sisi Kewajiban .......................................................................... 823.3. Kemampuan Penghimpunan Dana Perbankan ............................................ 83
4. Risiko Operasional ..................................................................................................... 85C. Kebijakan, Kajian dan Pengembangan Pengawasan Perbankan Nasional ............................. 91
1. Bank Umum Konvensional ....................................................................................... 911.1 Kebijakan dan Pengaturan ........................................................................... 911.2 Pengembangan Pengawasan Bank Umum Konvensional .......................... 94
2. Bank Syariah.............................................................................................................. 962.1 Kebijakan dan Pengaturan............................................................................ 962.2 Kajian ............................................................................................................ 982.3 Pengembangan Pengawasan Perbankan Syariah ...................................... 1002.4 Kampanye Produk dan Edukasi Perbankan Syariah (iB Campaign) .......... 100
3. BPR ............................................................................................................................ 1013.1 Kebijakan dan Pengaturan ........................................................................... 1013.2 Pengembangan Pengawasan BPR ............................................................. 109
D. Kebijakan, Kajian dan Pengembangan Pengawasan Konglomerasi Keuangan...................... 1031. Pengembangan Pengawasan Bank Terintegrasi ....................................................... 1032. Implementasi Pengawasan Terintegrasi................................................................... 106
E. Pengawasan Bank Umum...................................................................................................... 1111. Pemeriksaan Umum dan Pemeriksaan Khusus...................................................... 1112. Supervisory College................................................................................................. 1133. Perizinan Produk dan Aktivitas Bank ...................................................................... 1144. Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai)
................................................................................................................................. 1155. Penegakan Kepatuhan Bank................................................................................... 117
5.1 Uji Kemampuan dan Kepatutan (Existing).................................................. 1175.2 Penanganan Dugaan Tindak Pidana Perbankan ....................................... 1175.3 Pemberian Keterangan Ahli atau Saksi…………………............................. 1195.4 Sosialisasi .................................................................................................. 120
F. Kerjasama Domestik dan Kerjasama Internasional ............................................................... 1231. Kerjasama Domestik ................................................................................................ 123
1.1 Kerjasama OJK dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ..................................................................................................................... 123
1.2 Kerjasama OJK dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) .................1231.3 Kerjasama OJK dengan Bank Indonesia (BI) ............................................1241.4 Kerjasama OJK dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) .....1251.5 Kerjasama OJK dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) .....................................................................................................1272. Kerjasama Internasional...........................................................................................129
G. Isu Internasional.....................................................................................................................1301. Review/Monitoring Sistem Keuangan Indonesia Oleh Lembaga Internasional .....130
1.1 Financial Sector Assessment Program (FSAP)...........................................1301.2 Regulatory Consistency Assessment Program (RCAP) ..............................1311.3 Mutual Evaluation.........................................................................................132
2. FATCA (Foreign Account Tax Compliant Act) ........................................................1343. Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (Anti Money Laundering and
Countering Financing Terrorism/AML/CFT) ............................................................135H. Sistem Perizinan dan Registrasi (e-Licensing) Terintegrasi ...................................................137I. Perlindungan Konsumen..........................................................................................................141
1. Pelaksanaan Kebijakan Perlindungan Konsumen ..................................................1411.1. Layanan Konsumen OJK............................................................................1411.2. Layanan Informasi.......................................................................................1431.3. Layanan Pertanyaan...................................................................................1431.4. Layanan Pengaduan...................................................................................144
2. Simpanan Pelajar (SimPel/SimPel iB) .....................................................................1453. Standar Internal Dispute Resolution (IDR)...............................................................145
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
6
6.3.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry).................................. 55Resume Kinerja Perbankan ............................................................................................. 56
B. Profil Risiko Perbankan Nasional .............................................................................................. 591. Risiko Kredit ............................................................................................................... 59
1.1. Kredit Perbankan Menurut Sektor Ekonomi ................................................. 591.2. Penyaluran Kredit UMKM.............................................................................. 621.3. Konsentrasi Kredit kepada Debitur Inti ......................................................... 671.4. Sumber Dana Pemberian Kredit ................................................................... 671.5. Kualitas Kredit ............................................................................................... 681.6. Kecukupan Pencadangan............................................................................. 71
2. Risiko Pasar ............................................................................................................... 722.1. Risiko Harga.................................................................................................. 742.2. Risiko Nilai Tukar .......................................................................................... 752.3. Risiko Suku Bunga........................................................................................ 762.4. Komposisi Derivatif ....................................................................................... 78
3. Risiko Likuiditas ......................................................................................................... 793.1. Likuiditas Di Sisi Aset.................................................................................... 793.2. Likuiditas Di Sisi Kewajiban .......................................................................... 823.3. Kemampuan Penghimpunan Dana Perbankan ............................................ 83
4. Risiko Operasional ..................................................................................................... 85C. Kebijakan, Kajian dan Pengembangan Pengawasan Perbankan Nasional ............................. 91
1. Bank Umum Konvensional ....................................................................................... 911.1 Kebijakan dan Pengaturan ........................................................................... 911.2 Pengembangan Pengawasan Bank Umum Konvensional .......................... 94
2. Bank Syariah.............................................................................................................. 962.1 Kebijakan dan Pengaturan............................................................................ 962.2 Kajian ............................................................................................................ 982.3 Pengembangan Pengawasan Perbankan Syariah ...................................... 1002.4 Kampanye Produk dan Edukasi Perbankan Syariah (iB Campaign) .......... 100
3. BPR ............................................................................................................................ 1013.1 Kebijakan dan Pengaturan ........................................................................... 1013.2 Pengembangan Pengawasan BPR ............................................................. 109
D. Kebijakan, Kajian dan Pengembangan Pengawasan Konglomerasi Keuangan...................... 1031. Pengembangan Pengawasan Bank Terintegrasi ....................................................... 1032. Implementasi Pengawasan Terintegrasi................................................................... 106
E. Pengawasan Bank Umum...................................................................................................... 1111. Pemeriksaan Umum dan Pemeriksaan Khusus...................................................... 1112. Supervisory College................................................................................................. 1133. Perizinan Produk dan Aktivitas Bank ...................................................................... 1144. Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai)
................................................................................................................................. 1155. Penegakan Kepatuhan Bank................................................................................... 117
5.1 Uji Kemampuan dan Kepatutan (Existing).................................................. 1175.2 Penanganan Dugaan Tindak Pidana Perbankan ....................................... 1175.3 Pemberian Keterangan Ahli atau Saksi…………………............................. 1195.4 Sosialisasi .................................................................................................. 120
F. Kerjasama Domestik dan Kerjasama Internasional ............................................................... 1231. Kerjasama Domestik ................................................................................................ 123
1.1 Kerjasama OJK dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ..................................................................................................................... 123
1.2 Kerjasama OJK dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) .................1231.3 Kerjasama OJK dengan Bank Indonesia (BI) ............................................1241.4 Kerjasama OJK dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) .....1251.5 Kerjasama OJK dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) .....................................................................................................1272. Kerjasama Internasional...........................................................................................129
G. Isu Internasional.....................................................................................................................1301. Review/Monitoring Sistem Keuangan Indonesia Oleh Lembaga Internasional .....130
1.1 Financial Sector Assessment Program (FSAP)...........................................1301.2 Regulatory Consistency Assessment Program (RCAP) ..............................1311.3 Mutual Evaluation.........................................................................................132
2. FATCA (Foreign Account Tax Compliant Act) ........................................................1343. Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (Anti Money Laundering and
Countering Financing Terrorism/AML/CFT) ............................................................135H. Sistem Perizinan dan Registrasi (e-Licensing) Terintegrasi ...................................................137I. Perlindungan Konsumen..........................................................................................................141
1. Pelaksanaan Kebijakan Perlindungan Konsumen ..................................................1411.1. Layanan Konsumen OJK............................................................................1411.2. Layanan Informasi.......................................................................................1431.3. Layanan Pertanyaan...................................................................................1431.4. Layanan Pengaduan...................................................................................144
2. Simpanan Pelajar (SimPel/SimPel iB) .....................................................................1453. Standar Internal Dispute Resolution (IDR)...............................................................145
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
7
Halaman ini sengaja dikosongkan
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
8
Halaman ini sengaja dikosongkan
Daftar Tabel
Tabel A.1 Kinerja Bank Umum............................................................................................ 14
Tabel A.2 Suku Bunga Deposito Rupiah ............................................................................ 15
Tabel A.1.1 Kondisi Umum Perbankan Konvensional .......................................................... 16
Tabel A.1.1.1 Rasio Permodalan Perbankan ........................................................................... 17
Tabel A.1.1.2 Rasio Permodalan Perbankan Berdasarkan Kepemilikan ................................. 18
Tabel A.1.5.1 Suku Bunga Dasar Kredit Berdasarkan Jenis Kredit ........................................ 21
Tabel A.1.5.2 Rentabilitas Perbankan (%) .............................................................................. 21
Tabel A.1.5.3 Rasio Rentabilitas Berdasarkan Kelompok Bank (%)..................................... .. 22
Tabel A.1.5.1.1 Proporsi Sumber Pendapatan Bunga Perbankan ............................................ 24
Tabel A.1.5.1.2 Komponen Pendapatan Bunga Lainnya (dalam Rp miliar) .............................. 24
Tabel A.1.5.1.3 Proporsi Sumber Pendapatan Operasional Perbankan .................................... 25
Tabel A.1.5.2.1 Komponen Beban Operasional Industri Perbankan (%) ................................... 27
Tabel A.1.5.2.2 Proporsi Komponen Beban Bunga Per Kepemilikan Bank................................ 28
Tabel A.1.5.2.3 Proporsi Beban Bunga DPK Terhadap Beban Bunga DPK Industri (%)*) ........ 29
Tabel A.1.5.2.4 Komponen Beban Bunga Kepemilikan Bank Terhadap Beban Bunga Industri 29
Tabel A.2.4.1 Pembiayaan Perbankan Syariah (BUS dan UUS) Berdasarkan Sektor Ekonomi
(dalam Rp miliar) ................................................................................................ 32
Tabel A.2.4.2 Pembiayaan BUS dan UUS Berdasarkan Penggunaan ..................................... 33
Tabel A.2.5.1 Indikator Umum Perbankan Syariah ................................................................... 34
Tabel A.3.1 Indikator Umum BPR .......................................................................................... 35
Tabel A.3.1.1 BPR dengan CAR Dibawah Threshold ............................................................... 35
Tabel A.3.2.1 Penyebaran DPK ................................................................................................. 36
Tabel A.3.3.1 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi .......................................................... 38
Tabel A.3.3.2 Kredit BPR Berdasarkan Lokasi Penyaluran ...................................................... 38
Tabel A.3.5.1 BPR dengan ROA Negatif .................................................................................. 40
Tabel A.4.4.1 Indikator Umum BPRS ....................................................................................... 41
Tabel A.5.1.1 Hasil Penilaian Corporate Governance Perbankan Juni 2016 .......................... .43
Tabel A.5.2.1 Ketentuan Corporate Governance Berdasarkan Modal Inti .............................. .43
Tabel A.6.1.1.1 Perizinan Perubahan Jaringan Kantor ................................................................ 46
Tabel A.6.1.2.1 Jaringan Kantor Bank Umum Konvensional ....................................................... 47
Tabel A.6.1.3.1 FPT Calon Pengurus dan Pemegang Saham Bank Umum .............................. 48
Tabel A.6.2.1.1 Perizinan Bank Umum Syariah .......................................................................... 49
Tabel A.6.2.2.1 Jaringan Kantor Bank Umum Syariah ................................................................ 50
Tabel A.6.3.1.1 Perizinan BPR .....................................................................................................51
Tabel A.6.3.3.1 Daftar Hasil Fit and Proper Test New Entry BPR ............................................... 51
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
9
Daftar Tabel
Tabel A.1 Kinerja Bank Umum............................................................................................ 14
Tabel A.2 Suku Bunga Deposito Rupiah ............................................................................ 15
Tabel A.1.1 Kondisi Umum Perbankan Konvensional .......................................................... 16
Tabel A.1.1.1 Rasio Permodalan Perbankan ........................................................................... 17
Tabel A.1.1.2 Rasio Permodalan Perbankan Berdasarkan Kepemilikan ................................. 18
Tabel A.1.5.1 Suku Bunga Dasar Kredit Berdasarkan Jenis Kredit ........................................ 21
Tabel A.1.5.2 Rentabilitas Perbankan (%) .............................................................................. 21
Tabel A.1.5.3 Rasio Rentabilitas Berdasarkan Kelompok Bank (%)..................................... .. 22
Tabel A.1.5.1.1 Proporsi Sumber Pendapatan Bunga Perbankan ............................................ 24
Tabel A.1.5.1.2 Komponen Pendapatan Bunga Lainnya (dalam Rp miliar) .............................. 24
Tabel A.1.5.1.3 Proporsi Sumber Pendapatan Operasional Perbankan .................................... 25
Tabel A.1.5.2.1 Komponen Beban Operasional Industri Perbankan (%) ................................... 27
Tabel A.1.5.2.2 Proporsi Komponen Beban Bunga Per Kepemilikan Bank................................ 28
Tabel A.1.5.2.3 Proporsi Beban Bunga DPK Terhadap Beban Bunga DPK Industri (%)*) ........ 29
Tabel A.1.5.2.4 Komponen Beban Bunga Kepemilikan Bank Terhadap Beban Bunga Industri 29
Tabel A.2.4.1 Pembiayaan Perbankan Syariah (BUS dan UUS) Berdasarkan Sektor Ekonomi
(dalam Rp miliar) ................................................................................................ 32
Tabel A.2.4.2 Pembiayaan BUS dan UUS Berdasarkan Penggunaan ..................................... 33
Tabel A.2.5.1 Indikator Umum Perbankan Syariah ................................................................... 34
Tabel A.3.1 Indikator Umum BPR .......................................................................................... 35
Tabel A.3.1.1 BPR dengan CAR Dibawah Threshold ............................................................... 35
Tabel A.3.2.1 Penyebaran DPK ................................................................................................. 36
Tabel A.3.3.1 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi .......................................................... 38
Tabel A.3.3.2 Kredit BPR Berdasarkan Lokasi Penyaluran ...................................................... 38
Tabel A.3.5.1 BPR dengan ROA Negatif .................................................................................. 40
Tabel A.4.4.1 Indikator Umum BPRS ....................................................................................... 41
Tabel A.5.1.1 Hasil Penilaian Corporate Governance Perbankan Juni 2016 .......................... .43
Tabel A.5.2.1 Ketentuan Corporate Governance Berdasarkan Modal Inti .............................. .43
Tabel A.6.1.1.1 Perizinan Perubahan Jaringan Kantor ................................................................ 46
Tabel A.6.1.2.1 Jaringan Kantor Bank Umum Konvensional ....................................................... 47
Tabel A.6.1.3.1 FPT Calon Pengurus dan Pemegang Saham Bank Umum .............................. 48
Tabel A.6.2.1.1 Perizinan Bank Umum Syariah .......................................................................... 49
Tabel A.6.2.2.1 Jaringan Kantor Bank Umum Syariah ................................................................ 50
Tabel A.6.3.1.1 Perizinan BPR .....................................................................................................51
Tabel A.6.3.3.1 Daftar Hasil Fit and Proper Test New Entry BPR ............................................... 51
181920212225252628282931323333
36373839404142424445474850515253545555
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
10
Tabel B.1.1.1 Konsentrasi dan Pertumbuhan Kredit Perbankan Menurut Sektor Ekonomi ..... 55
Tabel B.1.1.2 Konsentrasi Kredit Sektor Ekonomi Berdasarkan Kepemilikan Bank ................ 56
Tabel B.1.2.1 Konsentrasi Penyaluran UMKM .......................................................................... 57
Tabel B.1.2.2 Porsi UMKM berdasarkan Kelompok Bank (Rp Miliar) ...................................... 59
Tabel B.1.2.3 Skema KUR Tahun 2016 .................................................................................... 60
Tabel B.1.2.4 Bank Penyalur KUR 2016 ................................................................................... 61
Tabel B.1.2.5 Realisasi KUR Juni 2016 ................................................................................... 61
Tabel B.1.3.1 Konsentrasi Kredit kepada Debitur Inti ............................................................... 62
Tabel B.1.5.1 Rasio NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi ........................................................... 64
Tabel B.1.5.2 Jumlah NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi ........................................................ 65
Tabel B.1.6.1 Kecukupan Pencadangan ................................................................................... 67
Tabel B.2.1 Perkembangan Nilai Tukar USD/IDR ................................................................. 67
Tabel B.2.1.1 Komponen Asset Trading Triwulan II-2016 ........................................................ 70
Tabel B.2.2.1 Perkembangan Rasio PDN ................................................................................. 71
Tabel B.2.3.1 Komponen Suku Bunga Berdasarkan Industri dan Kelompok Bank .................. 72
Tabel B.2.3.2 Maturity Profile (Rp dan Valas) ........................................................................... 73
Tabel B.2.4.1 Komponen Risiko Pasar – Komposisi Derivatif Per Kelompok Bank ................. 74
Tabel B.3.1.1 Rasio Likuiditas Perbankan ................................................................................ 75
Tabel B.3.1.2 Pertumbuhan Kredit dan Undisbursed Loan ...................................................... 76
Tabel B.3.1.3 Rasio LDR Bank Berdasarkan Kepemilikan ....................................................... 76
Tabel B.3.2.1 Rasio Likuiditas Perbankan Berdasarkan Kepemilikan ...................................... 78
Tabel B.3.3.1 Proporsi DPK Berdasarkan Kepemilikan ............................................................ 79
Tabel B.3.3.2 Penyebaran DPK berdasarkan Pangsa Wilayah Terbesar ................................ 79
Tabel B.4.1 Risiko Operasional Bank Umum Posisi Juni 2016 ............................................. 81
Tabel B.4.2 Jenis dan Kerugian Akibat Fraud........................................................................ 81
Tabel B.4.3 Kriteria Sistem Elektronik yang dapat ditempatkan pada Data Center dan
Disaster Recovery Center di Luar Indonesia ...................................................... 83
Tabel D.1.1 Tugas Pokok Satuan Kerja Departemen Pengawasan Terintegrasi .................. 99
Tabel E.1.1 Pemeriksaan Bank Umum ................................................................................. 104
Tabel E.1.2 Pemeriksaan Khusus Bank ................................................................................ 105
Tabel E.3.1 Produk dan Aktivitas Baru Perbankan Triwulan II-2016 .................................... 107
Tabel E.4.1 Realisasi Laku Pandai Triwulan II-2016 ............................................................. 108
Tabel E.5.1.1 Jumlah Track Record ......................................................................................... 109
Tabel E.5.2.1 Statistik Penanganan Dugaan Tindak Pidana Perbankan ................................. 110
Tabel E.5.3.1 Pemberian Keterangan Ahli/Saksi ..................................................................... 112
Tabel F.1.4.1 Realisasi & NPL Pembiayaan Program Jaring .................................................. 118
Tabel F.1.4.2 NPL Kegiatan Usaha Kredit Maritim (%) ............................................................ 118
Tabel G.1.1.1 Penilaian Stabilitas dan Pengembangan Sistem Keuangan Dalam FSAP ....... 121
60616264656666676972737375767778798081818384848687
88105112113115116117118120127127130
Tabel G.1.3.1 Technical Compliance Rating ............................................................................ 123
Tabel G.1.3.2 Effectiveness Rating (ER) ................................................................................. 123
Tabel G.3.2.1 Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris s.d Triwulan I-2016 ................. 127
Tabel H.1 Tujuan E-Licensing ........................................................................................... 128
Tabel I.1.1 Total Layanan Per Sektor ................................................................................. 132
Tabel I.1.2 Layanan Konsumen OJK Untuk Sektor Perbankan ......................................... 133
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
11
Tabel B.1.1.1 Konsentrasi dan Pertumbuhan Kredit Perbankan Menurut Sektor Ekonomi ..... 55
Tabel B.1.1.2 Konsentrasi Kredit Sektor Ekonomi Berdasarkan Kepemilikan Bank ................ 56
Tabel B.1.2.1 Konsentrasi Penyaluran UMKM .......................................................................... 57
Tabel B.1.2.2 Porsi UMKM berdasarkan Kelompok Bank (Rp Miliar) ...................................... 59
Tabel B.1.2.3 Skema KUR Tahun 2016 .................................................................................... 60
Tabel B.1.2.4 Bank Penyalur KUR 2016 ................................................................................... 61
Tabel B.1.2.5 Realisasi KUR Juni 2016 ................................................................................... 61
Tabel B.1.3.1 Konsentrasi Kredit kepada Debitur Inti ............................................................... 62
Tabel B.1.5.1 Rasio NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi ........................................................... 64
Tabel B.1.5.2 Jumlah NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi ........................................................ 65
Tabel B.1.6.1 Kecukupan Pencadangan ................................................................................... 67
Tabel B.2.1 Perkembangan Nilai Tukar USD/IDR ................................................................. 67
Tabel B.2.1.1 Komponen Asset Trading Triwulan II-2016 ........................................................ 70
Tabel B.2.2.1 Perkembangan Rasio PDN ................................................................................. 71
Tabel B.2.3.1 Komponen Suku Bunga Berdasarkan Industri dan Kelompok Bank .................. 72
Tabel B.2.3.2 Maturity Profile (Rp dan Valas) ........................................................................... 73
Tabel B.2.4.1 Komponen Risiko Pasar – Komposisi Derivatif Per Kelompok Bank ................. 74
Tabel B.3.1.1 Rasio Likuiditas Perbankan ................................................................................ 75
Tabel B.3.1.2 Pertumbuhan Kredit dan Undisbursed Loan ...................................................... 76
Tabel B.3.1.3 Rasio LDR Bank Berdasarkan Kepemilikan ....................................................... 76
Tabel B.3.2.1 Rasio Likuiditas Perbankan Berdasarkan Kepemilikan ...................................... 78
Tabel B.3.3.1 Proporsi DPK Berdasarkan Kepemilikan ............................................................ 79
Tabel B.3.3.2 Penyebaran DPK berdasarkan Pangsa Wilayah Terbesar ................................ 79
Tabel B.4.1 Risiko Operasional Bank Umum Posisi Juni 2016 ............................................. 81
Tabel B.4.2 Jenis dan Kerugian Akibat Fraud........................................................................ 81
Tabel B.4.3 Kriteria Sistem Elektronik yang dapat ditempatkan pada Data Center dan
Disaster Recovery Center di Luar Indonesia ...................................................... 83
Tabel D.1.1 Tugas Pokok Satuan Kerja Departemen Pengawasan Terintegrasi .................. 99
Tabel E.1.1 Pemeriksaan Bank Umum ................................................................................. 104
Tabel E.1.2 Pemeriksaan Khusus Bank ................................................................................ 105
Tabel E.3.1 Produk dan Aktivitas Baru Perbankan Triwulan II-2016 .................................... 107
Tabel E.4.1 Realisasi Laku Pandai Triwulan II-2016 ............................................................. 108
Tabel E.5.1.1 Jumlah Track Record ......................................................................................... 109
Tabel E.5.2.1 Statistik Penanganan Dugaan Tindak Pidana Perbankan ................................. 110
Tabel E.5.3.1 Pemberian Keterangan Ahli/Saksi ..................................................................... 112
Tabel F.1.4.1 Realisasi & NPL Pembiayaan Program Jaring .................................................. 118
Tabel F.1.4.2 NPL Kegiatan Usaha Kredit Maritim (%) ............................................................ 118
Tabel G.1.1.1 Penilaian Stabilitas dan Pengembangan Sistem Keuangan Dalam FSAP ....... 121
Tabel G.1.3.1 Technical Compliance Rating ............................................................................ 123
Tabel G.1.3.2 Effectiveness Rating (ER) ................................................................................. 123
Tabel G.3.2.1 Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris s.d Triwulan I-2016 ................. 127
Tabel H.1 Tujuan E-Licensing ........................................................................................... 128
Tabel I.1.1 Total Layanan Per Sektor ................................................................................. 132
Tabel I.1.2 Layanan Konsumen OJK Untuk Sektor Perbankan ......................................... 133
132132136137142143
Grafik I.1.3.1 Pertanyaan Sektor Perbankan berdasarkan Jenis Produk .............................. 134
Grafik I.1.4.1 Layanan Pengaduan Triwulan II-2016 .............................................................. 135
Daftar Grafik
Grafik A.1.2.1 Proporsi DPK dalam Sumber Dana Perbankan (%) ........................................ 18
Grafik A.1.2.2 Perbandingan Suku Bunga DPK Industri (%) .................................................. 19
Grafik A.1.2.3 Struktur Pendanaan DPK Perbankan (%) ........................................................ 19
Grafik A.1.3.1 Perkembangan Likuiditas Perbankan............................................................... 19
Grafik A.1.4.1 Pertumbuhan Kredit (qtq) ................................................................................. 19
Grafik A.1.4.2 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan (qtq, %) ....................... 20
Grafik A.1.4.3 Pertumbuhan Kredit Tiga Sektor Ekonomi Terbesar ........................................ 20
Grafik A.1.5.1 Trend ROA dan NIM Perbankan ...................................................................... 21
Grafik A.1.5.2.1 Struktur BOPO Berdasarkan Kepemilikan Bank (%) ....................................... 26
Grafik A.1.5.2.2 Beban Bunga Berdasarkan Kepemilikan Bank ................................................ 27
Grafik A.2.3.1 Perkembangan Likuiditas Perbankan Syariah ................................................. 31
Grafik A.2.4.1 Pembiayaan Perbankan Syariah Berdasarkan Lokasi Bank Penyalur ............ 33
Grafik A.3.3.1 Kredit BPR Berdasarkan Penggunaan(dalam Rp. Miliar) .................................. 37
Grafik A.5.2.1 Jumlah BPR Berdasarkan Pemenuhan Komposisi Jumlah Anggota Direksi dan
Dewan Komisaris ................................................................................................ 45
Grafik A.6.1.2.1 Penyebaran Jaringan Kantor BUK di Lima Wilayah di Indonesia .................... 47
Grafik A.6.2.2.1 Penyebaran Jaringan Kantor BUS di Lima Wilayah di Indonesia .................... 50
Grafik A.6.3.2.1 Jaringan Kantor BPR ........................................................................................ 51
Grafik B.1.1.1 Konsentrasi Pemberian Kredit terhadap Tiga Sektor Terbesar ....................... 54
Grafik B.1.2.1 Penyebaran UMKM berdasarkan Wilayah ....................................................... 58
Grafik B.1.4.1 Sumber Dana Pemberian Kredit ...................................................................... 62
Grafik B.1.5.1 Trend NPL......................................................................................................... 63
Grafik B.1.5.2 Tiga Sektor Penyumbang NPL ......................................................................... 63
Grafik B.1.5.3 Perbandingan NPL Industri .............................................................................. 65
Grafik B.2.1 Perkembangan Nilai Tukar USD/IDR Selama Triwulan II-2016 ...................... 67
Grafik B.3.1.1 Perkembangan Kredit BUSND ........................................................................ 77
Grafik B.3.3.1 Komponen Dana Pihak Ketiga (DPK) .............................................................. 79
Grafik D.1.1 Jenis Konglomerasi dan Total Aset 98 Grup Konglomerasi ............................. 98
Grafik D.1.2 Tren Total Aset dan Perbandingan Konglomerasi Keuangan .......................... 98
Grafik E.4.1 Wilayah Penyebaran Agen Laku Pandai Triwulan II-2016............................. 108
Grafik E.5.2.1 Sebaran Jenis Dugaan Tipibank...................................................................... 110
Grafik E.5.2.2 Pelaku Fraud yang diduga Tipibank ................................................................ 111
Grafik F.1.4.1 Pembiayaan Program JARING ......................................................................... 117
Grafik I.1.1 Layanan Per Sektor .......................................................................................... 132
Grafik I.1.2.1 Layanan Informasi Sektor Perbankan berdasarkan Jenis Permasalahan ....... 133
22232323232424253031353841
49515455596367686870728284104104116118119126142143
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
12
Grafik I.1.3.1 Pertanyaan Sektor Perbankan berdasarkan Jenis Produk .............................. 134
Grafik I.1.4.1 Layanan Pengaduan Triwulan II-2016 .............................................................. 135
Daftar Grafik
Grafik A.1.2.1 Proporsi DPK dalam Sumber Dana Perbankan (%) ........................................ 18
Grafik A.1.2.2 Perbandingan Suku Bunga DPK Industri (%) .................................................. 19
Grafik A.1.2.3 Struktur Pendanaan DPK Perbankan (%) ........................................................ 19
Grafik A.1.3.1 Perkembangan Likuiditas Perbankan............................................................... 19
Grafik A.1.4.1 Pertumbuhan Kredit (qtq) ................................................................................. 19
Grafik A.1.4.2 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan (qtq, %) ....................... 20
Grafik A.1.4.3 Pertumbuhan Kredit Tiga Sektor Ekonomi Terbesar ........................................ 20
Grafik A.1.5.1 Trend ROA dan NIM Perbankan ...................................................................... 21
Grafik A.1.5.2.1 Struktur BOPO Berdasarkan Kepemilikan Bank (%) ....................................... 26
Grafik A.1.5.2.2 Beban Bunga Berdasarkan Kepemilikan Bank ................................................ 27
Grafik A.2.3.1 Perkembangan Likuiditas Perbankan Syariah ................................................. 31
Grafik A.2.4.1 Pembiayaan Perbankan Syariah Berdasarkan Lokasi Bank Penyalur ............ 33
Grafik A.3.3.1 Kredit BPR Berdasarkan Penggunaan(dalam Rp. Miliar) .................................. 37
Grafik A.5.2.1 Jumlah BPR Berdasarkan Pemenuhan Komposisi Jumlah Anggota Direksi dan
Dewan Komisaris ................................................................................................ 45
Grafik A.6.1.2.1 Penyebaran Jaringan Kantor BUK di Lima Wilayah di Indonesia .................... 47
Grafik A.6.2.2.1 Penyebaran Jaringan Kantor BUS di Lima Wilayah di Indonesia .................... 50
Grafik A.6.3.2.1 Jaringan Kantor BPR ........................................................................................ 51
Grafik B.1.1.1 Konsentrasi Pemberian Kredit terhadap Tiga Sektor Terbesar ....................... 54
Grafik B.1.2.1 Penyebaran UMKM berdasarkan Wilayah ....................................................... 58
Grafik B.1.4.1 Sumber Dana Pemberian Kredit ...................................................................... 62
Grafik B.1.5.1 Trend NPL......................................................................................................... 63
Grafik B.1.5.2 Tiga Sektor Penyumbang NPL ......................................................................... 63
Grafik B.1.5.3 Perbandingan NPL Industri .............................................................................. 65
Grafik B.2.1 Perkembangan Nilai Tukar USD/IDR Selama Triwulan II-2016 ...................... 67
Grafik B.3.1.1 Perkembangan Kredit BUSND ........................................................................ 77
Grafik B.3.3.1 Komponen Dana Pihak Ketiga (DPK) .............................................................. 79
Grafik D.1.1 Jenis Konglomerasi dan Total Aset 98 Grup Konglomerasi ............................. 98
Grafik D.1.2 Tren Total Aset dan Perbandingan Konglomerasi Keuangan .......................... 98
Grafik E.4.1 Wilayah Penyebaran Agen Laku Pandai Triwulan II-2016............................. 108
Grafik E.5.2.1 Sebaran Jenis Dugaan Tipibank...................................................................... 110
Grafik E.5.2.2 Pelaku Fraud yang diduga Tipibank ................................................................ 111
Grafik F.1.4.1 Pembiayaan Program JARING ......................................................................... 117
Grafik I.1.1 Layanan Per Sektor .......................................................................................... 132
Grafik I.1.2.1 Layanan Informasi Sektor Perbankan berdasarkan Jenis Permasalahan ....... 133
144145
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
13
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
12 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
[Pembatas]
A. Overview Profil Industri Perbankan1. Kinerja Bank Umum Konvensional
2. Kinerja Bank Syariah
3. Kinerja BPR
4. Kinerja BPRS
5. Corporate Governance
6. Jaringan Kantor dan Kegiatan Perizinan Kelembagaan Perbankan
Halaman ini sengaja dikosongkan
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
14
Halaman ini sengaja dikosongkan
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
12 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
[Pembatas]
A. Overview Profil Industri Perbankan1. Kinerja Bank Umum Konvensional
2. Kinerja Bank Syariah
3. Kinerja BPR
4. Kinerja BPRS
5. Corporate Governance
6. Jaringan Kantor dan Kegiatan Perizinan Kelembagaan Perbankan
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
15
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
13 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
A. Overview Profil Industri Perbankan Nasional
Pada triwulan II-2016, pemulihan
ekonomi global masih berlanjut meski
dengan laju yang relatif lambat dan tidak
merata. Dari sisi domestik, perekonomian
Indonesia pada triwulan II-2016 tumbuh
sebesar 5,18% (yoy)1, meningkat
dibandingkan pertumbuhan triwulan
sebelumnya sebesar 4,91% (yoy).
Peningkatan tersebut terutama didorong
oleh meningkatnya pertumbuhan
konsumsi rumah tangga dan konsumsi
pemerintah. Meningkatnya konsumsi
rumah tangga didorong oleh
membaiknya daya beli masyarakat,
seiring dengan terkendalinya inflasi, serta
meningkatnya konsumsi menjelang Hari
Raya Idul Fitri. Sementara itu,
meningkatnya konsumsi pemerintah
sejalan dengan akselerasi belanja yang
terus berlanjut hingga triwulan II-20162.
Sejalan dengan itu, perbankan nasional3
pada triwulan II-2016 mengalami
perbaikan dibandingkan triwulan
sebelumnya dengan aset, kredit, dan
DPK perbankan meningkat masing-
masing sebesar 3,16% (qtq), 4,20% (qtq)
dan 2,37% (qtq) (Tabel A.1).
Kondisi ketahanan Bank Umum masih
tetap solid, tercermin dari rasio
kecukupan modal atau Capital Adequacy 1 Berita Resmi Statistik, Biro Pusat Statistik (BPS)
2 Siaran Pers Bank Indonesia No. 18/63/Dkom, 5 Agustus 2016
3 Perbankan nasional yang dimaksudkan di sini meliputi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS), tidak termasuk BPR/BPRS.
Ratio (CAR) sebesar 22,29% meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 21,76%. Non Performing Loan
(NPL) gross dan NPL net juga masih
terjaga masing-masing sebesar 3,05%
dan 1,48% masih jauh di bawah
threshold 5%, Return On Asset (ROA)
sebesar 2,26% dan Net Interest Margin
(NIM)4 sebesar 5,44%.
Kondisi likuiditas perbankan secara
umum masih terjaga dengan baik
meskipun menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya, tercermin dari rasio
AL/NCD5 maupun rasio AL/DPK6
perbankan pada posisi 29 Juni 2016
yang berada di atas threshold, masing-
masing sebesar 76,43% dan 15,97%.
Kinerja Bank Umum Konvensional (BUK)
pada triwulan II-2016 juga masih
financially sound, tercermin dari CAR
yang relatif tinggi sebesar 22,56%,
meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 22%. Rasio tersebut
masih jauh di atas persyaratan Kewajiban 4 NIM (Net Interest Margin) merupakan indikator
rentabilitas bank yang didapat dari rasio Pendapatan Bunga Bersih terhadap rata-rata Total Aset Produktif (SE BI No. 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011).
5 AL/NCD merupakan indikator likuiditas yang membandingkan antara Alat Likuid terhadap Non Core Deposit. Likuiditas yang baik jika berada diatas threshold AL/NCD>50%. AL = Final Excess Reserve + Kas + Penempatan pada BI lainnya + Reserve Repo, sementara NCD = 30% Tabungan + 30% Giro + 10% Deposito.
6 AL/DPK merupakan indikator likuiditas yang membandingkan antara Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga. Likuiditas yang baik jika berada diatas threshold AL/DPK>10%. DPK = Tabungan + Giro + Deposito.
Halaman ini sengaja dikosongkan
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
16
Halaman ini sengaja dikosongkan
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
13 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
A. Overview Profil Industri Perbankan Nasional
Pada triwulan II-2016, pemulihan
ekonomi global masih berlanjut meski
dengan laju yang relatif lambat dan tidak
merata. Dari sisi domestik, perekonomian
Indonesia pada triwulan II-2016 tumbuh
sebesar 5,18% (yoy)1, meningkat
dibandingkan pertumbuhan triwulan
sebelumnya sebesar 4,91% (yoy).
Peningkatan tersebut terutama didorong
oleh meningkatnya pertumbuhan
konsumsi rumah tangga dan konsumsi
pemerintah. Meningkatnya konsumsi
rumah tangga didorong oleh
membaiknya daya beli masyarakat,
seiring dengan terkendalinya inflasi, serta
meningkatnya konsumsi menjelang Hari
Raya Idul Fitri. Sementara itu,
meningkatnya konsumsi pemerintah
sejalan dengan akselerasi belanja yang
terus berlanjut hingga triwulan II-20162.
Sejalan dengan itu, perbankan nasional3
pada triwulan II-2016 mengalami
perbaikan dibandingkan triwulan
sebelumnya dengan aset, kredit, dan
DPK perbankan meningkat masing-
masing sebesar 3,16% (qtq), 4,20% (qtq)
dan 2,37% (qtq) (Tabel A.1).
Kondisi ketahanan Bank Umum masih
tetap solid, tercermin dari rasio
kecukupan modal atau Capital Adequacy 1 Berita Resmi Statistik, Biro Pusat Statistik (BPS)
2 Siaran Pers Bank Indonesia No. 18/63/Dkom, 5 Agustus 2016
3 Perbankan nasional yang dimaksudkan di sini meliputi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS), tidak termasuk BPR/BPRS.
Ratio (CAR) sebesar 22,29% meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 21,76%. Non Performing Loan
(NPL) gross dan NPL net juga masih
terjaga masing-masing sebesar 3,05%
dan 1,48% masih jauh di bawah
threshold 5%, Return On Asset (ROA)
sebesar 2,26% dan Net Interest Margin
(NIM)4 sebesar 5,44%.
Kondisi likuiditas perbankan secara
umum masih terjaga dengan baik
meskipun menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya, tercermin dari rasio
AL/NCD5 maupun rasio AL/DPK6
perbankan pada posisi 29 Juni 2016
yang berada di atas threshold, masing-
masing sebesar 76,43% dan 15,97%.
Kinerja Bank Umum Konvensional (BUK)
pada triwulan II-2016 juga masih
financially sound, tercermin dari CAR
yang relatif tinggi sebesar 22,56%,
meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 22%. Rasio tersebut
masih jauh di atas persyaratan Kewajiban 4 NIM (Net Interest Margin) merupakan indikator
rentabilitas bank yang didapat dari rasio Pendapatan Bunga Bersih terhadap rata-rata Total Aset Produktif (SE BI No. 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011).
5 AL/NCD merupakan indikator likuiditas yang membandingkan antara Alat Likuid terhadap Non Core Deposit. Likuiditas yang baik jika berada diatas threshold AL/NCD>50%. AL = Final Excess Reserve + Kas + Penempatan pada BI lainnya + Reserve Repo, sementara NCD = 30% Tabungan + 30% Giro + 10% Deposito.
6 AL/DPK merupakan indikator likuiditas yang membandingkan antara Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga. Likuiditas yang baik jika berada diatas threshold AL/DPK>10%. DPK = Tabungan + Giro + Deposito.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
17
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
14 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Pemenuhan Modal Minimum (KPMM)
sebesar 8%. Selain itu, kinerja
rentabilitas juga masih memadai dengan
ROA dan NIM masing-masing sebesar
2,31% dan 5,59%.
Pertumbuhan kinerja BUK sejalan
dengan pertumbuhan bank umum
mengingat 96,60% aset perbankan
nasional didominasi oleh aset BUK.
Tabel A.1 Kinerja Bank Umum
TW I TW IIBank UmumTotal Aset (Rp milyar) 6.167.747 6.362.713 3,16%Kredit (Rp milyar) 4.000.448 4.168.308 4,20%Dana Pihak Ketiga (Rp milyar) 4.468.955 4.574.671 2,37%- Giro (Rp milyar) 1.041.838 1.072.274 2,92%- Tabungan (Rp milyar) 1.326.177 1.418.961 7,00%- Deposito (Rp milyar) 2.100.939 2.083.436 -0,83%
qtqRasio 2016
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016
Pertumbuhan aset, DPK, dan
pembiayaan perbankan syariah (BUS
dan UUS) pada triwulan II-2016
mengalami peningkatan dari triwulan
sebelumnya yaitu masing-masing
sebesar 2,84% (qtq), 3,73% (qtq), dan
4,07% (qtq). CAR BUS masih memadai
meskipun sedikit turun 18 bps menjadi
14,72%. Sementara itu, NPF gross Bank
Umum Syariah (BUS) naik 34 bps
menjadi 5,68%.
Pertumbuhan aset, DPK, dan kredit Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) pada triwulan
II-2016 meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yaitu masing-masing
sebesar 2,21%, 1,28%, dan 4,66%.
Demikian juga halnya dengan
permodalan BPR yang masih memadai,
tercermin dari rasio CAR yang mencapai
22,15%.
Peningkatan kredit BPR tidak diikuti
dengan peningkatan kualitas kredit,
tercermin dari meningkatnya NPL gross
dan NPL net BPR sebesar masing-
masing 3 bps dan 12 bps dari triwulan
sebelumnya yaitu menjadi 6,19% dan
4,51%.
Selain itu, Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS) juga menunjukkan
pertumbuhan yang cukup baik pada
triwulan II-2016, terlihat dari peningkatan
pada aset, DPK, dan pembiayaan BPRS
masing-masing sebesar 2,13% (qtq),
0,64% (qtq), dan 8,25% (qtq). Meskipun
mengalami penurunan, CAR dan ROA
BPRS juga masih terjaga masing-masing
sebesar 20,22% dan 2,18%.
Suku bunga deposito BUK secara umum
mengalami penurunan dibandingkan
triwulan II–2016. Hal ini sejalan dengan
menurunnya BI Rate sebesar 25 bps
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
15 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
menjadi 6,5% pada bulan Juni 2016 serta
dalam rangka penerapan kebijakan
single digit interest rate pada akhir tahun
2016.
Suku bunga deposito tenor 1, 3, 6, dan
lebih dari 12 bulan pada triwulan II-2016
masing-masing sebesar 6,75%; 7,20%;
7,82; dan 8,04%, menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya masing-masing
sebesar 7,10%; 7,83%; 8,37%; dan
8,32%.
Berdasarkan kelompok kepemilikan
bank, kelompok BUSND menawarkan
suku bunga deposito tertinggi untuk
semua tenor yaitu tenor 1, 3, 6, dan lebih
dari 12 bulan (Tabel A.2).
Tabel A.2 Suku Bunga Deposito Rupiah
TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16
Industri 7,10 6,75 7,83 7,20 8,37 7,82 8,32 8,04
BUMN 6,80 6,48 7,12 6,75 7,76 7,39 8,40 8,22
BUSD 7,17 6,80 8,21 7,44 8,58 7,93 8,08 7,62
BUSND 8,07 7,93 8,70 8,40 9,08 8,86 7,72 8,65
BPD 7,60 7,24 8,00 7,46 8,11 7,91 8,72 8,36
Campuran 7,23 6,76 8,27 7,42 8,84 8,12 8,59 8,18
KCBA 5,81 5,70 7,86 7,09 8,04 7,59 8,58 8,08
Suku Bunga Deposito Rupiah (%)
1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan ≥12 Bulan
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
1. Kinerja Bank Umum Konvensional
Secara umum kondisi BUK pada triwulan
II-2016 masih terjaga baik, sebagaimana
ditunjukkan oleh CAR yang relatif tinggi
sebesar 22,56%, serta aset, DPK, dan
kredit yang mengalami peningkatan
pertumbuhan masing-masing sebesar
3,22% (qtq), 4,23% (qtq), dan 2,41%
(qtq) (Tabel A.1.1).
Pencadangan yang dilakukan oleh
perbankan cukup memadai untuk
memitigasi peningkatan NPL yang terjadi
pada triwulan II-2016 dan masih dibawah
threshold. Peningkatan NPL gross dan
NPL net pada triwulan II-2016, masing-
masing meningkat sebesar 22 bps (dari
2,73% menjadi 2,95%) dan 11 bps (dari
1,28% menjadi 1,39%).
Dilihat dari sisi likuiditas, LDR BUK naik
159 bps (qtq) dari 89,60% menjadi
91,19%. Sementara dari sisi rentabilitas,
NIM meningkat 4 bps (qtq) menjadi
5,59% dan ROA menurun 13 bps (qtq)
menjadi 2,31%.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
18
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
14 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Pemenuhan Modal Minimum (KPMM)
sebesar 8%. Selain itu, kinerja
rentabilitas juga masih memadai dengan
ROA dan NIM masing-masing sebesar
2,31% dan 5,59%.
Pertumbuhan kinerja BUK sejalan
dengan pertumbuhan bank umum
mengingat 96,60% aset perbankan
nasional didominasi oleh aset BUK.
Tabel A.1 Kinerja Bank Umum
TW I TW IIBank UmumTotal Aset (Rp milyar) 6.167.747 6.362.713 3,16%Kredit (Rp milyar) 4.000.448 4.168.308 4,20%Dana Pihak Ketiga (Rp milyar) 4.468.955 4.574.671 2,37%- Giro (Rp milyar) 1.041.838 1.072.274 2,92%- Tabungan (Rp milyar) 1.326.177 1.418.961 7,00%- Deposito (Rp milyar) 2.100.939 2.083.436 -0,83%
qtqRasio 2016
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016
Pertumbuhan aset, DPK, dan
pembiayaan perbankan syariah (BUS
dan UUS) pada triwulan II-2016
mengalami peningkatan dari triwulan
sebelumnya yaitu masing-masing
sebesar 2,84% (qtq), 3,73% (qtq), dan
4,07% (qtq). CAR BUS masih memadai
meskipun sedikit turun 18 bps menjadi
14,72%. Sementara itu, NPF gross Bank
Umum Syariah (BUS) naik 34 bps
menjadi 5,68%.
Pertumbuhan aset, DPK, dan kredit Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) pada triwulan
II-2016 meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yaitu masing-masing
sebesar 2,21%, 1,28%, dan 4,66%.
Demikian juga halnya dengan
permodalan BPR yang masih memadai,
tercermin dari rasio CAR yang mencapai
22,15%.
Peningkatan kredit BPR tidak diikuti
dengan peningkatan kualitas kredit,
tercermin dari meningkatnya NPL gross
dan NPL net BPR sebesar masing-
masing 3 bps dan 12 bps dari triwulan
sebelumnya yaitu menjadi 6,19% dan
4,51%.
Selain itu, Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS) juga menunjukkan
pertumbuhan yang cukup baik pada
triwulan II-2016, terlihat dari peningkatan
pada aset, DPK, dan pembiayaan BPRS
masing-masing sebesar 2,13% (qtq),
0,64% (qtq), dan 8,25% (qtq). Meskipun
mengalami penurunan, CAR dan ROA
BPRS juga masih terjaga masing-masing
sebesar 20,22% dan 2,18%.
Suku bunga deposito BUK secara umum
mengalami penurunan dibandingkan
triwulan II–2016. Hal ini sejalan dengan
menurunnya BI Rate sebesar 25 bps
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
15 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
menjadi 6,5% pada bulan Juni 2016 serta
dalam rangka penerapan kebijakan
single digit interest rate pada akhir tahun
2016.
Suku bunga deposito tenor 1, 3, 6, dan
lebih dari 12 bulan pada triwulan II-2016
masing-masing sebesar 6,75%; 7,20%;
7,82; dan 8,04%, menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya masing-masing
sebesar 7,10%; 7,83%; 8,37%; dan
8,32%.
Berdasarkan kelompok kepemilikan
bank, kelompok BUSND menawarkan
suku bunga deposito tertinggi untuk
semua tenor yaitu tenor 1, 3, 6, dan lebih
dari 12 bulan (Tabel A.2).
Tabel A.2 Suku Bunga Deposito Rupiah
TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16
Industri 7,10 6,75 7,83 7,20 8,37 7,82 8,32 8,04
BUMN 6,80 6,48 7,12 6,75 7,76 7,39 8,40 8,22
BUSD 7,17 6,80 8,21 7,44 8,58 7,93 8,08 7,62
BUSND 8,07 7,93 8,70 8,40 9,08 8,86 7,72 8,65
BPD 7,60 7,24 8,00 7,46 8,11 7,91 8,72 8,36
Campuran 7,23 6,76 8,27 7,42 8,84 8,12 8,59 8,18
KCBA 5,81 5,70 7,86 7,09 8,04 7,59 8,58 8,08
Suku Bunga Deposito Rupiah (%)
1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan ≥12 Bulan
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
1. Kinerja Bank Umum Konvensional
Secara umum kondisi BUK pada triwulan
II-2016 masih terjaga baik, sebagaimana
ditunjukkan oleh CAR yang relatif tinggi
sebesar 22,56%, serta aset, DPK, dan
kredit yang mengalami peningkatan
pertumbuhan masing-masing sebesar
3,22% (qtq), 4,23% (qtq), dan 2,41%
(qtq) (Tabel A.1.1).
Pencadangan yang dilakukan oleh
perbankan cukup memadai untuk
memitigasi peningkatan NPL yang terjadi
pada triwulan II-2016 dan masih dibawah
threshold. Peningkatan NPL gross dan
NPL net pada triwulan II-2016, masing-
masing meningkat sebesar 22 bps (dari
2,73% menjadi 2,95%) dan 11 bps (dari
1,28% menjadi 1,39%).
Dilihat dari sisi likuiditas, LDR BUK naik
159 bps (qtq) dari 89,60% menjadi
91,19%. Sementara dari sisi rentabilitas,
NIM meningkat 4 bps (qtq) menjadi
5,59% dan ROA menurun 13 bps (qtq)
menjadi 2,31%.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
19
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
16 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.1.1Kondisi Umum Perbankan Konvensional
TW I TW IITotal Aset (Rp milyar) 5.954.688 6.146.676 3,22%Kredit (Rp milyar) 3.847.481 4.010.165 4,23%Dana Pihak Ketiga (Rp milyar) 4.294.176 4.397.620 2,41%- Giro (Rp milyar) 1.028.170 1.055.331 2,64%- Tabungan (Rp milyar) 1.274.070 1.366.924 7,29%- Deposito (Rp milyar) 1.991.936 1.975.364 -0,83%CAR (%) 22,00 22,56 0,56 ROA (%) 2,44 2,31 (0,13) NIM (%) 5,55 5,59 0,04 BOPO (%) 82,96 82,23 (0,73) NPL Gross (%) 2,73 2,95 0,22 NPL Net (%) 1,28 1,39 0,11 LDR (%) 89,60 91,19 1,59
qtqRasio
Ket: menunjukkan peningkatan
menunjukkan penurunan
2016
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia dan LHBU, Juni 2016
1.1 Permodalan
Kondisi permodalan BUK pada triwulan
II-2016 menunjukkan peningkatan,
tercermin dari kenaikan CAR sebesar 56
bps dibandingkan triwulan sebelumnya
yaitu dari 22% menjadi 22,56%.
Peningkatan CAR disebabkan adanya
peningkatan setoran modal dari
pemegang saham sehingga membuat
pertumbuhan modal yang lebih besar
dibandingkan pertumbuhan Aset
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
Komposisi modal secara umum masih
didominasi oleh modal inti7 yaitu 88,84%,
7 Komponen yang termasuk ke dalam modal inti
diantaranya modal inti utama (Common Equity Tier 1) dan modal inti tambahan (Additional Tier 1). Modal inti utama termasuk didalamnya modal disetor, cadangan tambahan modal, minority interest hasil konsolidasi, faktor pengurang CET 1, kekurangan modal, serta eksposur sekuritisasi. Sementara modal inti tambahan diantaranya saham preferen, surat berharga dan pinjaman subordinasi, dan
meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 88,26%.
Sementara itu, komposisi modal
pelengkap8 mengalami penurunan dari
triwulan sebelumnya sebesar 11,74%
menjadi 11,17% (Tabel A.1.1.1).
Rasio aktiva produktif bermasalah
terhadap modal sebesar 6,08%,
sehingga apabila dilakukan write-off
terhadap seluruh aktiva produktif
bermasalah, CAR masih memadai.
Kondisi tersebut mencerminkan bahwa
kualitas permodalan bank masih dapat
menyerap risiko-risiko potensial bank,
komponen lainnya (sesuai ketentuan BASEL III) (PBI No. 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum).
8 Komponen modal pelengkap hanya dapat diperhitungkan maksimal 100% dari modal inti, meliputi: saham preferen; surat berharga sobordiansi; mandatory convertible bond; dan komponen modal pelengkap lainnya (PBI No. 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
17 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
terutama risiko yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss).
Tabel A.1.1.1 Rasio Permodalan Perbankan
TW I TW II
I . Kecukupan Permodalan
1. Ras io KPMM (CAR) (%) 22,01 22,56
2. Ras io Modal Inti (Tier 1 Capita l Ratio) (%) 19,42 20,04
3. Ras io Leverage Modal Inti (Tier 1 Leverage Ratio) (%) 14,05 14,59
4. Ras io Kompos is i Modal Inti (%) 88,26 88,84
5. Ras io Kompos is i Modal Pelengkap (%) 11,74 11,17
6. Ras io AP Bermasalah terhadap Modal (%) 5,79 6,08
7. Aset KR - CKPN KR thdp Modal Inti + PPAP Umum (%) 27,30 25,96
8. Cri tized Assets terhadap Modal (%) 30,50 28,66
I I . Akses Permodalan
1. Ras io sa ldo laba terhadap modal/ROE (%) 50,58 45,91
2. Retention Rate (%) 43,66 40,14
Indikator2016
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI) dan Sistem Informasi Perbankan OJK, tanggal 1 Agustus 2016
Untuk kondisi permodalan berdasarkan
kelompok kepemilikan bank, CAR pada
kelompok KCBA mencapai 46,97%, jauh
di atas CAR Industri sebesar 22,56%
(Tabel A.1.1.2). Tingginya CAR pada
kelompok KCBA diikuti dengan tingginya
rasio modal inti dan rasio leverage
modal inti9 yaitu masing-masing sebesar
41,27% dan 18,29%. Kondisi dimaksud
sebagai dampak adanya kewajiban
pembentukan Capital Equivalency
Maintained Assets (CEMA)10 pada
9 Rasio Leverage Modal Inti diukur dengan
indikator rasio modal inti terhadap total aset, yaitu apabila total aset melebihi modal inti bank maka terjadi leverage atas modal inti bank. Peningkatan pada rasio leverage perlu dicermati karena terkait dengan profil risiko dan kualitas aset bank yang berimplikasi pada modal.
10 Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) adalah alokasi dana usaha kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang wajib ditempatkan pada aset keuangan dalam jumlah dan persyaratan tertentu, PBI No. 15/12/PBI/13 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.
kelompok KCBA, yang umumnya
ditanamkan pada SUN dengan bobot
risiko 0% pada ATMR-nya. Kondisi ini
sesuai dengan karakteristik KCBA yang
mendapat dukungan pendanaan dari
head office untuk memperkuat
operasional KCBA.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
20
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
16 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.1.1Kondisi Umum Perbankan Konvensional
TW I TW IITotal Aset (Rp milyar) 5.954.688 6.146.676 3,22%Kredit (Rp milyar) 3.847.481 4.010.165 4,23%Dana Pihak Ketiga (Rp milyar) 4.294.176 4.397.620 2,41%- Giro (Rp milyar) 1.028.170 1.055.331 2,64%- Tabungan (Rp milyar) 1.274.070 1.366.924 7,29%- Deposito (Rp milyar) 1.991.936 1.975.364 -0,83%CAR (%) 22,00 22,56 0,56 ROA (%) 2,44 2,31 (0,13) NIM (%) 5,55 5,59 0,04 BOPO (%) 82,96 82,23 (0,73) NPL Gross (%) 2,73 2,95 0,22 NPL Net (%) 1,28 1,39 0,11 LDR (%) 89,60 91,19 1,59
qtqRasio
Ket: menunjukkan peningkatan
menunjukkan penurunan
2016
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia dan LHBU, Juni 2016
1.1 Permodalan
Kondisi permodalan BUK pada triwulan
II-2016 menunjukkan peningkatan,
tercermin dari kenaikan CAR sebesar 56
bps dibandingkan triwulan sebelumnya
yaitu dari 22% menjadi 22,56%.
Peningkatan CAR disebabkan adanya
peningkatan setoran modal dari
pemegang saham sehingga membuat
pertumbuhan modal yang lebih besar
dibandingkan pertumbuhan Aset
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
Komposisi modal secara umum masih
didominasi oleh modal inti7 yaitu 88,84%,
7 Komponen yang termasuk ke dalam modal inti
diantaranya modal inti utama (Common Equity Tier 1) dan modal inti tambahan (Additional Tier 1). Modal inti utama termasuk didalamnya modal disetor, cadangan tambahan modal, minority interest hasil konsolidasi, faktor pengurang CET 1, kekurangan modal, serta eksposur sekuritisasi. Sementara modal inti tambahan diantaranya saham preferen, surat berharga dan pinjaman subordinasi, dan
meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 88,26%.
Sementara itu, komposisi modal
pelengkap8 mengalami penurunan dari
triwulan sebelumnya sebesar 11,74%
menjadi 11,17% (Tabel A.1.1.1).
Rasio aktiva produktif bermasalah
terhadap modal sebesar 6,08%,
sehingga apabila dilakukan write-off
terhadap seluruh aktiva produktif
bermasalah, CAR masih memadai.
Kondisi tersebut mencerminkan bahwa
kualitas permodalan bank masih dapat
menyerap risiko-risiko potensial bank,
komponen lainnya (sesuai ketentuan BASEL III) (PBI No. 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum).
8 Komponen modal pelengkap hanya dapat diperhitungkan maksimal 100% dari modal inti, meliputi: saham preferen; surat berharga sobordiansi; mandatory convertible bond; dan komponen modal pelengkap lainnya (PBI No. 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
17 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
terutama risiko yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss).
Tabel A.1.1.1 Rasio Permodalan Perbankan
TW I TW II
I . Kecukupan Permodalan
1. Ras io KPMM (CAR) (%) 22,01 22,56
2. Ras io Modal Inti (Tier 1 Capita l Ratio) (%) 19,42 20,04
3. Ras io Leverage Modal Inti (Tier 1 Leverage Ratio) (%) 14,05 14,59
4. Ras io Kompos is i Modal Inti (%) 88,26 88,84
5. Ras io Kompos is i Modal Pelengkap (%) 11,74 11,17
6. Ras io AP Bermasalah terhadap Modal (%) 5,79 6,08
7. Aset KR - CKPN KR thdp Modal Inti + PPAP Umum (%) 27,30 25,96
8. Cri tized Assets terhadap Modal (%) 30,50 28,66
I I . Akses Permodalan
1. Ras io sa ldo laba terhadap modal/ROE (%) 50,58 45,91
2. Retention Rate (%) 43,66 40,14
Indikator2016
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI) dan Sistem Informasi Perbankan OJK, tanggal 1 Agustus 2016
Untuk kondisi permodalan berdasarkan
kelompok kepemilikan bank, CAR pada
kelompok KCBA mencapai 46,97%, jauh
di atas CAR Industri sebesar 22,56%
(Tabel A.1.1.2). Tingginya CAR pada
kelompok KCBA diikuti dengan tingginya
rasio modal inti dan rasio leverage
modal inti9 yaitu masing-masing sebesar
41,27% dan 18,29%. Kondisi dimaksud
sebagai dampak adanya kewajiban
pembentukan Capital Equivalency
Maintained Assets (CEMA)10 pada
9 Rasio Leverage Modal Inti diukur dengan
indikator rasio modal inti terhadap total aset, yaitu apabila total aset melebihi modal inti bank maka terjadi leverage atas modal inti bank. Peningkatan pada rasio leverage perlu dicermati karena terkait dengan profil risiko dan kualitas aset bank yang berimplikasi pada modal.
10 Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) adalah alokasi dana usaha kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang wajib ditempatkan pada aset keuangan dalam jumlah dan persyaratan tertentu, PBI No. 15/12/PBI/13 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.
kelompok KCBA, yang umumnya
ditanamkan pada SUN dengan bobot
risiko 0% pada ATMR-nya. Kondisi ini
sesuai dengan karakteristik KCBA yang
mendapat dukungan pendanaan dari
head office untuk memperkuat
operasional KCBA.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
21
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
18 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.1.1.2 Rasio Permodalan Perbankan Berdasarkan Kepemilikan
I. Kecukupan Permodalan (%)
1. Rasio KPMM (CAR) (%) 21,20 19,73 22,64 19,67 21,27 46,97
2. Rasio Modal Inti (Tier 1 Capital Ratio) (%) 17,38 18,75 23,22 17,79 18,55 41,27
3. Rasio Leverage Modal Inti (Tier 1 Leverage Ratio) (%) 13,28 13,16 15,52 10,02 14,78 18,29
4. Rasio Komposisi Modal Inti (%) 86,38 94,32 97,13 90,27 89,37 98,02
5. Rasio Komposisi Modal Pelengkap (%) 13,62 5,68 2,88 9,73 10,63 1,98
6. Rasio AP Bermasalah terhadap Modal (%) 5,64 8,30 8,80 6,04 5,97 0,84
7. Aset KR - CKPN KR thdp Modal Inti + PPAP Umum 24,67 27,38 37,04 15,53 24,57 6,84
8. Critized Assets terhadap Modal 26,63 28,17 37,33 16,27 30,39 10,33
II. Akses Permodalan (%)
1. Rasio saldo laba terhadap modal/ROE 52,57 28,93 10,62 7,38 48,71 7,25
2. Retention Rate 46,29 26,12 9,98 1,19 33,20 5,41
Campuran KCBAIndikator BUMN BUSD BUSND BPD
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia dan Sistem Informasi Perbankan OJK, penarikan data pada 1 Agustus 2016
1.2 Dana Pihak Ketiga (DPK)
Jumlah DPK BUK pada triwulan II-2016
meningkat sebesar 2,41% dari triwulan
sebelumnya sebesar Rp4.294,2 triliun
menjadi sebesar Rp4.397,6 triliun.
Peningkatan pertumbuhan DPK tersebut
dipengaruhi oleh pertumbuhan giro dan
tabungan masing-masing sebesar
2,64% (qtq) dan 7,29% (qtq). Sementara
deposito mengalami penurunan sebesar
0,83% (qtq).
Dilihat dari sisi kewajiban bank pada
triwulan II-2016, DPK masih
mendominasi sumber dana perbankan
yaitu sebesar 89,66%, sedikit menurun
dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya sebesar 90,10%.
Grafik A.1.2.1 Proporsi DPK dalam Sumber Dana
Perbankan (%)
Sumber: Diolah dari LHBU, Juni 2016
Komposisi DPK terbesar berada pada
deposito (44,92%), diikuti oleh tabungan
dan giro masing-masing sebesar
31,08% dan 24%. Porsi deposito yang
cukup tinggi merupakan akibat dari
tingginya suku bunga deposito apabila
dibandingkan dengan suku bunga
tabungan dan giro (Grafik A.1.2.2).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
19 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Grafik A.1.2.2 Perbandingan Suku Bunga DPK Industri (%)
Sumber: SPI, Juni 2016
Grafik A.1.2.3 Struktur Pendanaan DPK Perbankan (%)
Sumber: Diolah dari LHBU, Juni 2016
1.3 Likuiditas
Likuiditas perbankan yang dilihat dari
rasio AL/NCD dan AL/DPK pada posisi
29 Juni 2016 masing-masing sebesar
76,43% dan 15,97%, menurun
dibandingkan posisi 30 Maret 2016 yaitu
sebesar 94,37% dan 19,38%.
Grafik A.1.3.1
Sumber: OJK
1.4 Kredit
Seiring dengan membaiknya
perekonomian domestik pada triwulan II-
2016, pertumbuhan kredit juga
mengalami peningkatan. Pada triwulan
II-2016 kredit BUK naik 4,23% (qtq)
menjadi Rp4.010,2 triliun dari
sebelumnya Rp3.847,5 triliun.
Grafik A.1.4.1Pertumbuhan Kredit (qtq)
Sumber: Diolah dari LHBU, Juni 2016
Berdasarkan jenis penggunaan, tujuan
penggunaan kredit masih didominasi
oleh Kredit Modal Kerja (KMK) dengan
porsi 47,29%, diikuti dengan Kredit
Konsumsi (KK) dan Kredit Investasi (KI)
dengan porsi masing-masing sebesar
27,40% dan 25,31%. Pertumbuhan
penggunaan kredit pada triwulan II-2016
juga menunjukkan peningkatan, dengan
pertumbuhan tertinggi pada KMK
sebesar 6,18% (qtq), diikuti
pertumbuhan pada KK dan KI masing-
masing sebesar 2,76% (qtq) dan 2,40%
(qtq) (Grafik A.1.4.2).
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
22
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
18 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.1.1.2 Rasio Permodalan Perbankan Berdasarkan Kepemilikan
I. Kecukupan Permodalan (%)
1. Rasio KPMM (CAR) (%) 21,20 19,73 22,64 19,67 21,27 46,97
2. Rasio Modal Inti (Tier 1 Capital Ratio) (%) 17,38 18,75 23,22 17,79 18,55 41,27
3. Rasio Leverage Modal Inti (Tier 1 Leverage Ratio) (%) 13,28 13,16 15,52 10,02 14,78 18,29
4. Rasio Komposisi Modal Inti (%) 86,38 94,32 97,13 90,27 89,37 98,02
5. Rasio Komposisi Modal Pelengkap (%) 13,62 5,68 2,88 9,73 10,63 1,98
6. Rasio AP Bermasalah terhadap Modal (%) 5,64 8,30 8,80 6,04 5,97 0,84
7. Aset KR - CKPN KR thdp Modal Inti + PPAP Umum 24,67 27,38 37,04 15,53 24,57 6,84
8. Critized Assets terhadap Modal 26,63 28,17 37,33 16,27 30,39 10,33
II. Akses Permodalan (%)
1. Rasio saldo laba terhadap modal/ROE 52,57 28,93 10,62 7,38 48,71 7,25
2. Retention Rate 46,29 26,12 9,98 1,19 33,20 5,41
Campuran KCBAIndikator BUMN BUSD BUSND BPD
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia dan Sistem Informasi Perbankan OJK, penarikan data pada 1 Agustus 2016
1.2 Dana Pihak Ketiga (DPK)
Jumlah DPK BUK pada triwulan II-2016
meningkat sebesar 2,41% dari triwulan
sebelumnya sebesar Rp4.294,2 triliun
menjadi sebesar Rp4.397,6 triliun.
Peningkatan pertumbuhan DPK tersebut
dipengaruhi oleh pertumbuhan giro dan
tabungan masing-masing sebesar
2,64% (qtq) dan 7,29% (qtq). Sementara
deposito mengalami penurunan sebesar
0,83% (qtq).
Dilihat dari sisi kewajiban bank pada
triwulan II-2016, DPK masih
mendominasi sumber dana perbankan
yaitu sebesar 89,66%, sedikit menurun
dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya sebesar 90,10%.
Grafik A.1.2.1 Proporsi DPK dalam Sumber Dana
Perbankan (%)
Sumber: Diolah dari LHBU, Juni 2016
Komposisi DPK terbesar berada pada
deposito (44,92%), diikuti oleh tabungan
dan giro masing-masing sebesar
31,08% dan 24%. Porsi deposito yang
cukup tinggi merupakan akibat dari
tingginya suku bunga deposito apabila
dibandingkan dengan suku bunga
tabungan dan giro (Grafik A.1.2.2).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
19 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Grafik A.1.2.2 Perbandingan Suku Bunga DPK Industri (%)
Sumber: SPI, Juni 2016
Grafik A.1.2.3 Struktur Pendanaan DPK Perbankan (%)
Sumber: Diolah dari LHBU, Juni 2016
1.3 Likuiditas
Likuiditas perbankan yang dilihat dari
rasio AL/NCD dan AL/DPK pada posisi
29 Juni 2016 masing-masing sebesar
76,43% dan 15,97%, menurun
dibandingkan posisi 30 Maret 2016 yaitu
sebesar 94,37% dan 19,38%.
Grafik A.1.3.1
Sumber: OJK
1.4 Kredit
Seiring dengan membaiknya
perekonomian domestik pada triwulan II-
2016, pertumbuhan kredit juga
mengalami peningkatan. Pada triwulan
II-2016 kredit BUK naik 4,23% (qtq)
menjadi Rp4.010,2 triliun dari
sebelumnya Rp3.847,5 triliun.
Grafik A.1.4.1Pertumbuhan Kredit (qtq)
Sumber: Diolah dari LHBU, Juni 2016
Berdasarkan jenis penggunaan, tujuan
penggunaan kredit masih didominasi
oleh Kredit Modal Kerja (KMK) dengan
porsi 47,29%, diikuti dengan Kredit
Konsumsi (KK) dan Kredit Investasi (KI)
dengan porsi masing-masing sebesar
27,40% dan 25,31%. Pertumbuhan
penggunaan kredit pada triwulan II-2016
juga menunjukkan peningkatan, dengan
pertumbuhan tertinggi pada KMK
sebesar 6,18% (qtq), diikuti
pertumbuhan pada KK dan KI masing-
masing sebesar 2,76% (qtq) dan 2,40%
(qtq) (Grafik A.1.4.2).
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
23
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
20 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Grafik A.1.4.2Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis
Penggunaan (qtq, %)
Sumber: Diolah dari LHBU, Juni 2016
Dilihat dari sektor ekonomi berdasarkan
lapangan usaha, sektor perdagangan
besar dan eceran serta sektor industri
pengolahan merupakan sektor dengan
porsi pemberian kredit terbesar masing-
masing 19,84% dan 18,23%.
Pertumbuhan kredit kedua sektor
tersebut pada triwulan II-2016
meningkat masing-masing 5,09% (qtq)
dan 2,23% (qtq).
Pemberian kredit terbesar untuk sektor
ekonomi bukan lapangan usaha adalah
sektor rumah tangga, yaitu 22,35% dari
total kredit kepada pihak ketiga. Adapun
pertumbuhan kredit sektor tersebut
sebesar 2,51% (qtq).
Grafik A.1.4.3Pertumbuhan Kredit Tiga Sektor Ekonomi
Terbesar (qtq, %)
Sumber: Diolah dari LHBU, Juni 2016
1.5 Rentabilitas
Pada triwulan II-2016, kinerja rentabilitas
BUK masih tergolong baik, terlihat dari
NIM yang relatif stabil meskipun ROA
mengalami sedikit penurunan. ROA
turun 13 bps menjadi 2,31%, sementara
NIM sedikit meningkat 4 bps menjadi
5,59%.
Kecenderungan penurunan ROA
dipengaruhi oleh peningkatan NPL sejak
awal tahun 2015, yang mengharuskan
bank menaikkan biaya Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) serta
lambatnya pertumbuhan kredit baru.
Sementara peningkatan NIM terjadi
seiring dengan relatif meningkatnya
margin dalam komponen Suku Bunga
Dasar Kredit (SBDK)11 serta gap antara
suku bunga kredit dan suku bunga
deposito (Tabel A.1.5.1).
11 SBDK merupakan suku bunga terendah yang
mencerminkan kewajaran biaya yang dikeluarkan oleh Bank termasuk ekspektasi keuntungan yang akan diperoleh. Selanjutnya SBDK digunakan sebagai dasar bagi Bank dalam menetapkan suku bunga kredit yang akan dikenakan kepada nasabah. SBDK terdiri dari HPDK, biaya overhead (OHC), dan profit margin (SEBI No.15/1/DPNP).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
21 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Grafik A.1.5.1 Trend ROA dan NIM Perbankan
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI)
Tabel A.1.5.1 Suku Bunga Dasar Kredit Berdasarkan Jenis Kredit
TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16HPDK 6,75 6,35 6,94 6,51 6,94 6,61 6,88 6,49 6,96 6,55 OHC 2,58 2,76 3,10 3,26 4,13 4,17 2,76 2,94 3,38 3,59
Margin 2,00 2,03 2,17 2,18 3,57 3,54 2,11 2,11 2,49 2,50 SBDK 11,33 11,14 12,21 11,95 14,64 14,32 11,75 11,53 12,84 12,65
Non KPRKorporasi Ritel Mikro KPR
Sumber: OJK
Tabel A.1.5.2 Rentabilitas Perbankan (%)
TW I TW III. Kinerja Bank dalam menghasilkan Laba (Rentabilitas)
1. ROA (%) 2,44 2,31
2. NIM (%) 5,55 5,59
II. Sumber-sumber yang mendukung Rentabilitas
1.1 Pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata total aset (%) 5,34 5,37
1.2. Pendapatan bunga terhadap rata-rata total aset (%) 8,83 8,69
1.3. Beban bunga terhadap rata-rata total aset (%) 3,49 3,32
1.4. Pendapatan operasional terhadap rata-rata total aset (%) 5,28 4,10
1.5. Beban overhead terhadap rata-rata total aset (%) 3,21 3,28
1.6. Beban pencadangan terhadap rata-rata total aset (%) 1,24 1,33
2. BOPO (%) 82,96 82,23
3. Beban overhead terhadap pendapatan operasional (%) 22,75 25,68
4.1 Pendapatan bunga terhadap Rata-
Rata Total Earning Assets (%)
9,18 9,06
4.2 Beban bunga terhadap Rata-Rata Total Earning Assets (%) 3,63 3,47
5. Non core earnings bersih terhadap rata-rata total aset (%) 0,01 0,02
III. Komponen yang mendukung Rentabilitas
1. Core ROA (%) 1,74 1,65
2. Beban Overhead terhadap Primary Core Income (%) 51,81 52,42
2016INDIKATOR
Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK. Data penarikan pada 1 Agustus 2016.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
24
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
20 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Grafik A.1.4.2Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis
Penggunaan (qtq, %)
Sumber: Diolah dari LHBU, Juni 2016
Dilihat dari sektor ekonomi berdasarkan
lapangan usaha, sektor perdagangan
besar dan eceran serta sektor industri
pengolahan merupakan sektor dengan
porsi pemberian kredit terbesar masing-
masing 19,84% dan 18,23%.
Pertumbuhan kredit kedua sektor
tersebut pada triwulan II-2016
meningkat masing-masing 5,09% (qtq)
dan 2,23% (qtq).
Pemberian kredit terbesar untuk sektor
ekonomi bukan lapangan usaha adalah
sektor rumah tangga, yaitu 22,35% dari
total kredit kepada pihak ketiga. Adapun
pertumbuhan kredit sektor tersebut
sebesar 2,51% (qtq).
Grafik A.1.4.3Pertumbuhan Kredit Tiga Sektor Ekonomi
Terbesar (qtq, %)
Sumber: Diolah dari LHBU, Juni 2016
1.5 Rentabilitas
Pada triwulan II-2016, kinerja rentabilitas
BUK masih tergolong baik, terlihat dari
NIM yang relatif stabil meskipun ROA
mengalami sedikit penurunan. ROA
turun 13 bps menjadi 2,31%, sementara
NIM sedikit meningkat 4 bps menjadi
5,59%.
Kecenderungan penurunan ROA
dipengaruhi oleh peningkatan NPL sejak
awal tahun 2015, yang mengharuskan
bank menaikkan biaya Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) serta
lambatnya pertumbuhan kredit baru.
Sementara peningkatan NIM terjadi
seiring dengan relatif meningkatnya
margin dalam komponen Suku Bunga
Dasar Kredit (SBDK)11 serta gap antara
suku bunga kredit dan suku bunga
deposito (Tabel A.1.5.1).
11 SBDK merupakan suku bunga terendah yang
mencerminkan kewajaran biaya yang dikeluarkan oleh Bank termasuk ekspektasi keuntungan yang akan diperoleh. Selanjutnya SBDK digunakan sebagai dasar bagi Bank dalam menetapkan suku bunga kredit yang akan dikenakan kepada nasabah. SBDK terdiri dari HPDK, biaya overhead (OHC), dan profit margin (SEBI No.15/1/DPNP).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
21 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Grafik A.1.5.1 Trend ROA dan NIM Perbankan
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI)
Tabel A.1.5.1 Suku Bunga Dasar Kredit Berdasarkan Jenis Kredit
TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16HPDK 6,75 6,35 6,94 6,51 6,94 6,61 6,88 6,49 6,96 6,55 OHC 2,58 2,76 3,10 3,26 4,13 4,17 2,76 2,94 3,38 3,59
Margin 2,00 2,03 2,17 2,18 3,57 3,54 2,11 2,11 2,49 2,50 SBDK 11,33 11,14 12,21 11,95 14,64 14,32 11,75 11,53 12,84 12,65
Non KPRKorporasi Ritel Mikro KPR
Sumber: OJK
Tabel A.1.5.2 Rentabilitas Perbankan (%)
TW I TW III. Kinerja Bank dalam menghasilkan Laba (Rentabilitas)
1. ROA (%) 2,44 2,31
2. NIM (%) 5,55 5,59
II. Sumber-sumber yang mendukung Rentabilitas
1.1 Pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata total aset (%) 5,34 5,37
1.2. Pendapatan bunga terhadap rata-rata total aset (%) 8,83 8,69
1.3. Beban bunga terhadap rata-rata total aset (%) 3,49 3,32
1.4. Pendapatan operasional terhadap rata-rata total aset (%) 5,28 4,10
1.5. Beban overhead terhadap rata-rata total aset (%) 3,21 3,28
1.6. Beban pencadangan terhadap rata-rata total aset (%) 1,24 1,33
2. BOPO (%) 82,96 82,23
3. Beban overhead terhadap pendapatan operasional (%) 22,75 25,68
4.1 Pendapatan bunga terhadap Rata-
Rata Total Earning Assets (%)
9,18 9,06
4.2 Beban bunga terhadap Rata-Rata Total Earning Assets (%) 3,63 3,47
5. Non core earnings bersih terhadap rata-rata total aset (%) 0,01 0,02
III. Komponen yang mendukung Rentabilitas
1. Core ROA (%) 1,74 1,65
2. Beban Overhead terhadap Primary Core Income (%) 51,81 52,42
2016INDIKATOR
Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK. Data penarikan pada 1 Agustus 2016.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
25
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
22 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Dilihat dari kelompok bank, ROA tertinggi
berada pada kelompok KCBA sebesar
2,92%, sementara NIM tertinggi terdapat
pada kelompok BPD sebesar 7,04%.
Tingginya ROA pada kelompok KCBA
seiring dengan dominasi pendapatan
yang berasal dari keuntungan valas
(transaksi spot dan derivatif) serta
besarnya fee based income sehingga
mempengaruhi ROA meskipun NIM
tergolong rendah. Sementara, tingginya
NIM pada kelompok BPD sejalan dengan
masih mendominasinya kredit konsumsi
(70,95%) dibandingkan jenis kredit
lainnya (KMK dan KI masing-masing
sebesar 19,12% dan 9,93%), serta suku
bunga kredit konsumsi yang lebih tinggi
dibandingkan suku bunga jenis kredit
lainnya.
Selain itu, kelompok KCBA memiliki
pendapatan bunga terendah apabila
dibandingkan dengan kelompok bank
lainnya. Hal tersebut tercermin dari NIM
dan rasio pendapatan bunga bersih
terhadap total aset KCBA (masing-
masing sebesar 3,90% dan 3,55%) yang
juga relatif paling rendah dibandingkan
dengan kelompok bank lainnya (Tabel
A.1.5.3). Kondisi tersebut terjadi karena
komposisi nasabah kelompok KCBA
masih didominasi oleh nasabah
korporasi. Dengan demikian rata-rata
suku bunga yang diberikan kepada
nasabah KCBA cenderung lebih rendah
dibandingkan kelompok bank lainnya.
Tabel A.1.5.3Rasio Rentabilitas Berdasarkan Kelompok Bank (%)INDIKATOR BUMN BPD BUSND BUSD KCBA Campuran
I. Kinerja Bank dalam menghasilkan Laba (Rentabilitas)
1. ROA (%) 2,68 2,86 0,15 1,92 2,92 1,17
2. NIM (%) 6,28 7,04 3,58 5,30 3,90 3,59
II. Sumber-sumber yang mendukung Rentabilitas
1.1 Pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata total aset (%) 4,88 6,78 4,82 4,28 3,55 3,65
1.2. Pendapatan bunga terhadap rata-rata total aset (%) 8,54 10,44 10,82 9,06 4,57 7,66
1.3. Beban bunga terhadap rata-rata total aset (%) 2,95 3,67 6,24 4,83 1,16 2,98
1.4. Pendapatan operasional terhadap rata-rata total aset (%) 3,46 0,90 0,64 1,34 11,15 3,04
1.5. Beban overhead terhadap rata-rata total aset (%) 2,98 4,04 3,78 3,16 2,02 2,42
1.6. Beban pencadangan terhadap rata-rata total aset (%) 1,90 0,25 0,61 0,83 0,27 0,28
2. BOPO (%) 83,28 72,79 89,61 87,60 82,02 87,30
3. Beban overhead terhadap pendapatan operasional (%) 26,89 33,21 31,84 30,78 11,62 23,45
4.1 Pendapatan bunga terhadap Rata-
Rata Total Earning Assets (%)
8,90 10,84 11,76 9,46 4,65 7,91
4.2 Beban bunga terhadap Rata-Rata Total Earning Assets (%) 3,09 3,85 6,77 5,09 1,19 3,27
5. Non core earnings bersih terhadap rata-rata total aset (%) -0,01 0,00 -0,00 0,00 0,04 0,01
III. Komponen yang mendukung Rentabilitas
1. Core ROA (%) 1,41 2,63 0,63 0,83 1,25 1,07
2. Beban Overhead terhadap Primary Core Income (%) 46,27 55,68 77,22 64,72 53,43 48,57 Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK. Data penarikan pada 1 Agustus 2016.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
23 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
1.5.1 Pendapatan Operasional
Sumber utama pendapatan operasional
bank adalah pendapatan bunga yang
berasal dari penempatan di Bank
Indonesia, penempatan di bank lain,
surat berharga, kredit, dan lainnya12.
Pendapatan bunga masih merupakan
pendapatan operasional bank tertinggi
dibandingkan pendapatan lainnya, yaitu
sebesar 72,42%.
Proporsi pendapatan bunga terbesar
pada triwulan II-2016 berasal dari kredit
yang mencapai 69,57%, diikuti oleh
komponen lainnya (20,95%), surat
berharga (7,54%), penempatan di bank
lain (1,06%), dan penempatan di BI
(0,87%) (Tabel A.1.5.1.1).
12 Komponen pendapatan bunga Lainnya adalah
seluruh pendapatan bunga yang diterima dalam rupiah dan valuta asing atas penanaman dana, termasuk di dalamnya pendapatan bunga/diskonto yang diterima bank pelapor yang timbul dari pembelian surat berharga dengan janji dijual kembali (reverse repo).
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
26
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
22 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Dilihat dari kelompok bank, ROA tertinggi
berada pada kelompok KCBA sebesar
2,92%, sementara NIM tertinggi terdapat
pada kelompok BPD sebesar 7,04%.
Tingginya ROA pada kelompok KCBA
seiring dengan dominasi pendapatan
yang berasal dari keuntungan valas
(transaksi spot dan derivatif) serta
besarnya fee based income sehingga
mempengaruhi ROA meskipun NIM
tergolong rendah. Sementara, tingginya
NIM pada kelompok BPD sejalan dengan
masih mendominasinya kredit konsumsi
(70,95%) dibandingkan jenis kredit
lainnya (KMK dan KI masing-masing
sebesar 19,12% dan 9,93%), serta suku
bunga kredit konsumsi yang lebih tinggi
dibandingkan suku bunga jenis kredit
lainnya.
Selain itu, kelompok KCBA memiliki
pendapatan bunga terendah apabila
dibandingkan dengan kelompok bank
lainnya. Hal tersebut tercermin dari NIM
dan rasio pendapatan bunga bersih
terhadap total aset KCBA (masing-
masing sebesar 3,90% dan 3,55%) yang
juga relatif paling rendah dibandingkan
dengan kelompok bank lainnya (Tabel
A.1.5.3). Kondisi tersebut terjadi karena
komposisi nasabah kelompok KCBA
masih didominasi oleh nasabah
korporasi. Dengan demikian rata-rata
suku bunga yang diberikan kepada
nasabah KCBA cenderung lebih rendah
dibandingkan kelompok bank lainnya.
Tabel A.1.5.3Rasio Rentabilitas Berdasarkan Kelompok Bank (%)INDIKATOR BUMN BPD BUSND BUSD KCBA Campuran
I. Kinerja Bank dalam menghasilkan Laba (Rentabilitas)
1. ROA (%) 2,68 2,86 0,15 1,92 2,92 1,17
2. NIM (%) 6,28 7,04 3,58 5,30 3,90 3,59
II. Sumber-sumber yang mendukung Rentabilitas
1.1 Pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata total aset (%) 4,88 6,78 4,82 4,28 3,55 3,65
1.2. Pendapatan bunga terhadap rata-rata total aset (%) 8,54 10,44 10,82 9,06 4,57 7,66
1.3. Beban bunga terhadap rata-rata total aset (%) 2,95 3,67 6,24 4,83 1,16 2,98
1.4. Pendapatan operasional terhadap rata-rata total aset (%) 3,46 0,90 0,64 1,34 11,15 3,04
1.5. Beban overhead terhadap rata-rata total aset (%) 2,98 4,04 3,78 3,16 2,02 2,42
1.6. Beban pencadangan terhadap rata-rata total aset (%) 1,90 0,25 0,61 0,83 0,27 0,28
2. BOPO (%) 83,28 72,79 89,61 87,60 82,02 87,30
3. Beban overhead terhadap pendapatan operasional (%) 26,89 33,21 31,84 30,78 11,62 23,45
4.1 Pendapatan bunga terhadap Rata-
Rata Total Earning Assets (%)
8,90 10,84 11,76 9,46 4,65 7,91
4.2 Beban bunga terhadap Rata-Rata Total Earning Assets (%) 3,09 3,85 6,77 5,09 1,19 3,27
5. Non core earnings bersih terhadap rata-rata total aset (%) -0,01 0,00 -0,00 0,00 0,04 0,01
III. Komponen yang mendukung Rentabilitas
1. Core ROA (%) 1,41 2,63 0,63 0,83 1,25 1,07
2. Beban Overhead terhadap Primary Core Income (%) 46,27 55,68 77,22 64,72 53,43 48,57 Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK. Data penarikan pada 1 Agustus 2016.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
23 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
1.5.1 Pendapatan Operasional
Sumber utama pendapatan operasional
bank adalah pendapatan bunga yang
berasal dari penempatan di Bank
Indonesia, penempatan di bank lain,
surat berharga, kredit, dan lainnya12.
Pendapatan bunga masih merupakan
pendapatan operasional bank tertinggi
dibandingkan pendapatan lainnya, yaitu
sebesar 72,42%.
Proporsi pendapatan bunga terbesar
pada triwulan II-2016 berasal dari kredit
yang mencapai 69,57%, diikuti oleh
komponen lainnya (20,95%), surat
berharga (7,54%), penempatan di bank
lain (1,06%), dan penempatan di BI
(0,87%) (Tabel A.1.5.1.1).
12 Komponen pendapatan bunga Lainnya adalah
seluruh pendapatan bunga yang diterima dalam rupiah dan valuta asing atas penanaman dana, termasuk di dalamnya pendapatan bunga/diskonto yang diterima bank pelapor yang timbul dari pembelian surat berharga dengan janji dijual kembali (reverse repo).
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
27
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
24 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.1.5.1.1 Proporsi Sumber Pendapatan Bunga Perbankan
PENDAPATAN BUNGA BUMN BUSD BUSND BPD Campuran KCBA IndustriPenempatan di BI 0,47% 0,91% 1,79% 0,88% 1,45% 2,87% 0,87%Penempatan di bank lain 0,81% 0,46% 1,69% 3,54% 1,24% 2,62% 1,06%Surat berharga 8,69% 6,48% 4,66% 5,07% 6,80% 20,71% 7,54%Kredit 83,77% 61,55% 64,21% 61,54% 67,16% 71,48% 69,57%Lainnya 6,27% 30,60% 27,64% 28,97% 23,35% 2,32% 20,95%
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Besarnya komponen pendapatan bunga
“Lainnya” didominasi oleh reverse repo
dari kantor pusat/cabang di dalam negeri
yaitu 95,76% dari total pendapatan
bunga lainnya (Tabel A.1.5.1.2).
Tabel A.1.5.1.2 Komponen Pendapatan Bunga Lainnya
Nominal (Rp miliar)
Porsi (%)
- Dari Bank Indonesia 3.018 1,75
- Dari Bank Lain 497 0,29
- Dari pihak ketiga bukan bank 3.253 1,89
- Kantor Pusat/cabang sendiri di luar Indonesia 539 0,31
- Kantor Pusat/cabang sendiri di Indonesia 165.129 95,76
Komponen Pendapatan Bunga LainnyaTW II 2016
Sumber: OJK, Juni 2016
Dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, porsi pendapatan bunga
meningkat dari 67,48% menjadi 72,42%
seiring dengan meningkatnya
pertumbuhan kredit pada triwulan II-
2016. Dilihat dari proporsi komponen
pendapatan bunga, pendapatan bunga
dari kredit (69,57%) masih mendominasi
yang mencerminkan bahwa bank masih
konsisten dalam pengelolaan kredit dan
portofolio untuk optimalisasi keuntungan
bank, baik melalui pasar uang, surat
berharga, maupun melalui penempatan
di Bank Indonesia.
Berdasarkan kelompok kepemilikan
bank, proporsi pendapatan bunga
tertinggi terdapat pada kelompok BPD
yaitu sebesar 91,90%, sedangkan
pendapatan bunga terendah berada
pada kelompok KCBA sebesar 22,27%.
Proporsi pendapatan bunga yang berasal
dari kredit tertinggi terdapat pada
kelompok BUMN (83,77%) dan terendah
pada kelompok BPD (61,54%) dan
BUSD (61,55%). Tingginya pendapatan
bunga yang berasal dari kredit pada
kelompok BUMN seiring dengan
tingginya porsi kredit dalam aktiva
produktif.
Sementara itu, untuk pendapatan bunga
yang berasal dari surat berharga,
tertinggi terdapat pada kelompok KCBA
(20,71%) dan terendah pada kelompok
BUSND (4,66%). Tingginya pendapatan
bunga yang berasal dari surat berharga
pada kelompok KCBA sejalan dengan
peran KCBA sebagai primary dealer dan
untuk memenuhi ketentuan CEMA (Tabel
A.1.5.1.1).
Di sisi lain, komponen pendapatan non
bunga terdiri dari kenaikan nilai surat
berharga, kenaikan penjualan kredit yang
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
25 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
diberikan, kenaikan nilai aset keuangan
lainnya, keuntungan transaksi valas,
dividen/komisi/provisi/fee, dan lainnya.
Pendapatan non bunga tertinggi yang
berasal dari valas terdapat pada
kelompok KCBA (68,74%) dan terendah
pada kelompok BUSND (0,01%) (Tabel
A.1.5.1.3).
Tingginya pendapatan non bunga yang
berasal dari valas pada kelompok KCBA
sejalan dengan karakteristik KCBA yang
lebih aktif dalam perdagangan di pasar
valuta asing dibandingkan kelompok
bank lainnya. Sementara rendahnya
pendapatan non bunga-valas pada
kelompok BUSND sejalan dengan izin
usaha kelompok bank tersebut sebagai
bank non devisa.
Tabel A.1.5.1.3Proporsi Sumber Pendapatan Operasional Perbankan
Kenaikan Nilai Surat Berharga
Kenaikan Nilai Aset Keuangan
Lainnya
Keuntungan Transaksi
Valas
Deviden/ Komisi/
Provisi/Fee
Lainnya
BUMN 75,62% 0,63% 0,00% 4,30% 9,46% 9,99%BUSD 81,14% 0,84% 0,00% 5,97% 6,02% 6,03%
BUSND 87,04% 1,27% 0,00% 0,01% 2,31% 9,38%BPD 91,90% 0,90% 0,00% 0,35% 1,79% 5,05%
Campuran 58,71% 1,74% 0,03% 32,03% 5,78% 1,71%KCBA 22,27% 2,39% 0,16% 68,74% 5,13% 1,32%
Industri 72,42% 1,01% 0,02% 13,49% 6,55% 6,51%
Jenis BankPendapatan
Bunga
Pendapatan Non Bunga
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
1.5.2 Beban Operasional
Secara industri, Beban Operasional
terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO) pada triwulan II-2016 menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu
dari 82,96% menjadi sebesar 82,23%
(Grafik A.1.5.2.1). BOPO tertinggi
terdapat pada kelompok BUSND
(98,47%) diikuti oleh kelompok Bank
Campuran (91,96%). Sedangkan BOPO
terendah terdapat pada kelompok BPD
(75,61%) dan BUMN (78,86%).
Rendahnya BOPO pada kelompok
BUMN dan BPD dikarenakan nature
kedua kelompok bank tersebut yang
memiliki pangsa pasar yang besar selain
juga karena didukung oleh pendanaan
program pemerintah yang umumnya
ditempatkan di BUMN dan BPD.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
28
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
24 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.1.5.1.1 Proporsi Sumber Pendapatan Bunga Perbankan
PENDAPATAN BUNGA BUMN BUSD BUSND BPD Campuran KCBA IndustriPenempatan di BI 0,47% 0,91% 1,79% 0,88% 1,45% 2,87% 0,87%Penempatan di bank lain 0,81% 0,46% 1,69% 3,54% 1,24% 2,62% 1,06%Surat berharga 8,69% 6,48% 4,66% 5,07% 6,80% 20,71% 7,54%Kredit 83,77% 61,55% 64,21% 61,54% 67,16% 71,48% 69,57%Lainnya 6,27% 30,60% 27,64% 28,97% 23,35% 2,32% 20,95%
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Besarnya komponen pendapatan bunga
“Lainnya” didominasi oleh reverse repo
dari kantor pusat/cabang di dalam negeri
yaitu 95,76% dari total pendapatan
bunga lainnya (Tabel A.1.5.1.2).
Tabel A.1.5.1.2 Komponen Pendapatan Bunga Lainnya
Nominal (Rp miliar)
Porsi (%)
- Dari Bank Indonesia 3.018 1,75
- Dari Bank Lain 497 0,29
- Dari pihak ketiga bukan bank 3.253 1,89
- Kantor Pusat/cabang sendiri di luar Indonesia 539 0,31
- Kantor Pusat/cabang sendiri di Indonesia 165.129 95,76
Komponen Pendapatan Bunga LainnyaTW II 2016
Sumber: OJK, Juni 2016
Dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, porsi pendapatan bunga
meningkat dari 67,48% menjadi 72,42%
seiring dengan meningkatnya
pertumbuhan kredit pada triwulan II-
2016. Dilihat dari proporsi komponen
pendapatan bunga, pendapatan bunga
dari kredit (69,57%) masih mendominasi
yang mencerminkan bahwa bank masih
konsisten dalam pengelolaan kredit dan
portofolio untuk optimalisasi keuntungan
bank, baik melalui pasar uang, surat
berharga, maupun melalui penempatan
di Bank Indonesia.
Berdasarkan kelompok kepemilikan
bank, proporsi pendapatan bunga
tertinggi terdapat pada kelompok BPD
yaitu sebesar 91,90%, sedangkan
pendapatan bunga terendah berada
pada kelompok KCBA sebesar 22,27%.
Proporsi pendapatan bunga yang berasal
dari kredit tertinggi terdapat pada
kelompok BUMN (83,77%) dan terendah
pada kelompok BPD (61,54%) dan
BUSD (61,55%). Tingginya pendapatan
bunga yang berasal dari kredit pada
kelompok BUMN seiring dengan
tingginya porsi kredit dalam aktiva
produktif.
Sementara itu, untuk pendapatan bunga
yang berasal dari surat berharga,
tertinggi terdapat pada kelompok KCBA
(20,71%) dan terendah pada kelompok
BUSND (4,66%). Tingginya pendapatan
bunga yang berasal dari surat berharga
pada kelompok KCBA sejalan dengan
peran KCBA sebagai primary dealer dan
untuk memenuhi ketentuan CEMA (Tabel
A.1.5.1.1).
Di sisi lain, komponen pendapatan non
bunga terdiri dari kenaikan nilai surat
berharga, kenaikan penjualan kredit yang
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
25 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
diberikan, kenaikan nilai aset keuangan
lainnya, keuntungan transaksi valas,
dividen/komisi/provisi/fee, dan lainnya.
Pendapatan non bunga tertinggi yang
berasal dari valas terdapat pada
kelompok KCBA (68,74%) dan terendah
pada kelompok BUSND (0,01%) (Tabel
A.1.5.1.3).
Tingginya pendapatan non bunga yang
berasal dari valas pada kelompok KCBA
sejalan dengan karakteristik KCBA yang
lebih aktif dalam perdagangan di pasar
valuta asing dibandingkan kelompok
bank lainnya. Sementara rendahnya
pendapatan non bunga-valas pada
kelompok BUSND sejalan dengan izin
usaha kelompok bank tersebut sebagai
bank non devisa.
Tabel A.1.5.1.3Proporsi Sumber Pendapatan Operasional Perbankan
Kenaikan Nilai Surat Berharga
Kenaikan Nilai Aset Keuangan
Lainnya
Keuntungan Transaksi
Valas
Deviden/ Komisi/
Provisi/Fee
Lainnya
BUMN 75,62% 0,63% 0,00% 4,30% 9,46% 9,99%BUSD 81,14% 0,84% 0,00% 5,97% 6,02% 6,03%
BUSND 87,04% 1,27% 0,00% 0,01% 2,31% 9,38%BPD 91,90% 0,90% 0,00% 0,35% 1,79% 5,05%
Campuran 58,71% 1,74% 0,03% 32,03% 5,78% 1,71%KCBA 22,27% 2,39% 0,16% 68,74% 5,13% 1,32%
Industri 72,42% 1,01% 0,02% 13,49% 6,55% 6,51%
Jenis BankPendapatan
Bunga
Pendapatan Non Bunga
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
1.5.2 Beban Operasional
Secara industri, Beban Operasional
terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO) pada triwulan II-2016 menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu
dari 82,96% menjadi sebesar 82,23%
(Grafik A.1.5.2.1). BOPO tertinggi
terdapat pada kelompok BUSND
(98,47%) diikuti oleh kelompok Bank
Campuran (91,96%). Sedangkan BOPO
terendah terdapat pada kelompok BPD
(75,61%) dan BUMN (78,86%).
Rendahnya BOPO pada kelompok
BUMN dan BPD dikarenakan nature
kedua kelompok bank tersebut yang
memiliki pangsa pasar yang besar selain
juga karena didukung oleh pendanaan
program pemerintah yang umumnya
ditempatkan di BUMN dan BPD.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
29
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
26 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Grafik A.1.5.2.1Struktur BOPO Berdasarkan Kepemilikan Bank (%)
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Beban operasional bank berupa beban
bunga yang pangsanya cukup signifikan
diberikan kepada Bank Indonesia, bank
lain, pihak ketiga bukan bank (nasabah
penyimpan), dan beban bunga yang
terkait dengan surat berharga, pinjaman
yang diterima, koreksi atas pendapatan
bunga, dan lainnya. Beban bunga yang
diberikan kepada pihak ketiga bukan
bank mendominasi komposisi beban
bunga industri yaitu sebesar 51,79%.
Secara industri porsi beban bunga
terhadap beban operasional pada
triwulan II-2016 meningkat dari 40,46%
menjadi 43,18%. Peningkatan beban
bunga terutama disebabkan oleh
peningkatan beban bunga lainnya
sebesar 219 bps, yaitu dari 38,30%
menjadi 40,50%.
Sementara porsi beban non bunga
menurun menjadi 56,82% dari
sebelumnya 59,54%. Penurunan beban
non bunga dikarenakan adanya
penurunan kerugian transaksi spot dan
derivatif sebesar 481 bps dan penurunan
penyusutan/amortisasi sebesar 106 bps
(Tabel A.1.5.2.1).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
27 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.1.5.2.1Porsi Komponen Beban Operasional Industri Perbankan (%)
TW I TW IIBeban Bunga 40,46 43,18- Kepada Bank Indonesia 0,13 0,13- Kewajiban pada Bank Lain 2,08 2,07- Kepada Pihak Ketiga bukan Bank 52,46 51,79- Surat Berharga 2,22 2,22- Pinjaman yang diterima 1,75 1,99- Lainnya 38,30 40,50- Koreksi atas pendapatan bunga 3,06 1,30Beban Non Bunga 59,54 56,82- Penurunan Nilai/Kerugian Penjualan Surat Berharga 0,40 0,33- Penurunan Nilai/Kerugian Penjualan Kredit 0,02 0,03- Penurunan Nilai/Kerugian Penjualan Aset 0,01 0,01- Kerugian Transaksi Spot dan Derivatif 30,12 25,31- Penyusutan/Amortisasi 31,25 30,20- Kerugian Penyertaan Equity 0,68 0,70- Lainnya 37,52 43,43
TOTAL 100 100
Komponen Beban Operasional 2016
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Dilihat dari beban bunga berdasarkan
kelompok bank, beban bunga tertinggi
terdapat pada kelompok BUSD (53,74%),
sedangkan terendah pada kelompok
KCBA (1,90%) (Grafik A.1.5.2.2).
Tingginya beban bunga pada kelompok
BUSD sebagian besar disumbang oleh
beban bunga kepada pihak ketiga bukan
bank dan beban bunga lainnya yaitu
masing-masing sebesar 45,81% dan
50% (Tabel A.1.5.2.2). Hal tersebut
sejalan dengan proporsi beban bunga
DPK BUSD terhadap beban bunga DPK
industri sebesar 47,54% yang juga
tertinggi di antara kelompok bank
lainnya.
Grafik A.1.5.2.2Porsi Beban Bunga Berdasarkan Kepemilikan Bank
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
30
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
26 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Grafik A.1.5.2.1Struktur BOPO Berdasarkan Kepemilikan Bank (%)
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Beban operasional bank berupa beban
bunga yang pangsanya cukup signifikan
diberikan kepada Bank Indonesia, bank
lain, pihak ketiga bukan bank (nasabah
penyimpan), dan beban bunga yang
terkait dengan surat berharga, pinjaman
yang diterima, koreksi atas pendapatan
bunga, dan lainnya. Beban bunga yang
diberikan kepada pihak ketiga bukan
bank mendominasi komposisi beban
bunga industri yaitu sebesar 51,79%.
Secara industri porsi beban bunga
terhadap beban operasional pada
triwulan II-2016 meningkat dari 40,46%
menjadi 43,18%. Peningkatan beban
bunga terutama disebabkan oleh
peningkatan beban bunga lainnya
sebesar 219 bps, yaitu dari 38,30%
menjadi 40,50%.
Sementara porsi beban non bunga
menurun menjadi 56,82% dari
sebelumnya 59,54%. Penurunan beban
non bunga dikarenakan adanya
penurunan kerugian transaksi spot dan
derivatif sebesar 481 bps dan penurunan
penyusutan/amortisasi sebesar 106 bps
(Tabel A.1.5.2.1).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
27 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.1.5.2.1Porsi Komponen Beban Operasional Industri Perbankan (%)
TW I TW IIBeban Bunga 40,46 43,18- Kepada Bank Indonesia 0,13 0,13- Kewajiban pada Bank Lain 2,08 2,07- Kepada Pihak Ketiga bukan Bank 52,46 51,79- Surat Berharga 2,22 2,22- Pinjaman yang diterima 1,75 1,99- Lainnya 38,30 40,50- Koreksi atas pendapatan bunga 3,06 1,30Beban Non Bunga 59,54 56,82- Penurunan Nilai/Kerugian Penjualan Surat Berharga 0,40 0,33- Penurunan Nilai/Kerugian Penjualan Kredit 0,02 0,03- Penurunan Nilai/Kerugian Penjualan Aset 0,01 0,01- Kerugian Transaksi Spot dan Derivatif 30,12 25,31- Penyusutan/Amortisasi 31,25 30,20- Kerugian Penyertaan Equity 0,68 0,70- Lainnya 37,52 43,43
TOTAL 100 100
Komponen Beban Operasional 2016
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Dilihat dari beban bunga berdasarkan
kelompok bank, beban bunga tertinggi
terdapat pada kelompok BUSD (53,74%),
sedangkan terendah pada kelompok
KCBA (1,90%) (Grafik A.1.5.2.2).
Tingginya beban bunga pada kelompok
BUSD sebagian besar disumbang oleh
beban bunga kepada pihak ketiga bukan
bank dan beban bunga lainnya yaitu
masing-masing sebesar 45,81% dan
50% (Tabel A.1.5.2.2). Hal tersebut
sejalan dengan proporsi beban bunga
DPK BUSD terhadap beban bunga DPK
industri sebesar 47,54% yang juga
tertinggi di antara kelompok bank
lainnya.
Grafik A.1.5.2.2Porsi Beban Bunga Berdasarkan Kepemilikan Bank
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
31
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
28 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.1.5.2.2Proporsi Komponen Beban Bunga Per Kepemilikan Bank
TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16Kepada Bank Indonesia 0,5% 0,5% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,1% 0,1%Kewajiban pada Bank Lain 2,3% 2,7% 1,3% 1,2% 0,8% 1,9% 2,4% 2,1%Kepada Pihak Ketiga bukan Bank 64,5% 68,1% 50,4% 45,8% 41,3% 56,6% 42,1% 42,8%Surat Berharga 2,1% 2,3% 2,5% 2,3% 1,2% 1,0% 1,8% 1,8%
Pinjaman yang diterima 3,8% 5,1% 0,5% 0,6% 1,3% 0,1% 0,7% 0,6%
Lainnya 15,4% 16,3% 45,2% 50,0% 55,4% 40,3% 53,0% 52,7%Koreksi atas pendapatan bunga 11,5% 5,0% 0,0% 0,1% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0%
TOTAL 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16
Kepada Bank Indonesia 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,1% 0,1%
Kewajiban pada Bank Lain 3,9% 4,1% 15,3% 14,2% 2,1% 2,1%
Kepada Pihak Ketiga bukan Bank 44,5% 46,4% 66,7% 66,5% 52,5% 51,8%Surat Berharga 1,6% 1,7% 5,5% 6,2% 2,2% 2,2%Pinjaman yang diterima 6,9% 7,2% 0,3% 0,6% 1,7% 2,0%Lainnya 43,1% 40,6% 12,2% 12,6% 38,3% 40,5%Koreksi atas pendapatan bunga 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 3,1% 1,3%
TOTAL 100% 100% 100% 100% 100% 100%
BPD
Campuran KCBA IndustriKomponen Beban Bunga
BUSD BUSNDKomponen Beban Bunga
BUMN
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Dari 51,79% beban bunga kepada pihak
ketiga non bank, beban bunga tertinggi
disumbang oleh deposito. Berdasarkan
kelompok bank, beban bunga deposito
tertinggi terdapat pada kelompok BUSD
dan BUMN masing-masing sebesar
48,31% dan 32,17%. Kondisi ini
didukung dengan tingginya jumlah
nasabah dan luasnya jaringan kantor
pada kedua kelompok bank tersebut
dibandingkan kelompok bank lainnya.
Sementara, beban bunga deposito
terendah terdapat pada kelompok KCBA
sebesar 2,47% (Tabel A.1.5.2.3). Hal ini
dikarenakan rendahnya penempatan
dana nasabah KCBA dalam bentuk
deposito.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
29 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.1.5.2.3Proporsi Beban Bunga DPK terhadap Beban Bunga DPK Industri (%)*)
TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16DPK 32,57 32,99 45,25 47,54 6,38 3,35
- Giro 34,54 33,15 35,44 35,25 1,10 0,77
- Tabungan 39,77 37,93 48,65 51,10 1,93 1,10
- Deposito 31,18 32,17 45,70 48,31 7,66 4,00
Beban Bunga thd Industri 26,49 25,07 47,14 53,74 8,10 3,07
TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16DPK 9,41 9,96 3,85 3,72 2,54 2,44
- Giro 20,92 23,10 2,81 2,74 5,20 4,99
- Tabungan 8,24 8,37 0,97 0,98 0,45 0,52
- Deposito 8,42 8,78 4,43 4,27 2,61 2,47
Beban Bunga thd Industri 11,74 12,06 4,53 4,15 2,00 1,90
Komponen BPD Campuran KCBA
Komponen BUMN BUSD BUSND
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016 *)perhitungan data didapat dengan membandingkan jumlah komponen DPK masing-masing kelompok bank terhadap komponen DPK industri perbankan.
Komponen beban bunga berupa
kewajiban kepada Bank Indonesia,
kewajiban kepada bank lain, pinjaman
yang diterima, dan koreksi pendapatan
bunga, masih didominasi oleh kelompok
BUMN dengan porsi masing-masing
sebesar 91,59%, 32,95%, 64,21%, dan
96,19%. Sementara, untuk komponen
beban bunga kepada pihak ketiga bukan
bank, surat berharga, dan lainnya
terbesar disumbang oleh kelompok
BUSD dengan porsi masing-masing
sebesar 47,54%, 54,83%, dan 66,39%
(Tabel A.1.5.2.4).
Tabel A.1.5.2.4Komponen Beban Bunga Kepemilikan Bank Terhadap Beban Bunga Industri
TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16Jumlah dlm Rp miliar 115 229 1.800 3.567 45.352 89.311 1.915 3.834 1.509 3.440 33.112 69.839 2.647 2.237 Porsi Bank Berdasarkan Kepemilikan- BUMN 91,4% 91,6% 29,5% 33,0% 32,6% 33,0% 25,1% 25,7% 57,0% 64,2% 10,6% 10,1% 99,5% 96,2%- BUSD 2,9% 3,1% 30,5% 31,0% 45,3% 47,5% 52,9% 54,8% 14,1% 16,3% 55,7% 66,4% 0,5% 3,8%- BUSND 0,0% 0,0% 3,2% 2,8% 6,4% 3,4% 4,3% 1,4% 6,0% 0,2% 11,7% 3,1% 0,0% 0,0%- BPD 5,5% 5,2% 13,5% 12,0% 9,4% 10,0% 9,5% 9,7% 4,6% 3,8% 16,2% 15,7% 0,0% 0,0%- Campuran 0,0% 0,1% 8,6% 8,2% 3,8% 3,7% 3,2% 3,1% 18,0% 14,9% 5,1% 4,2% 0,0% 0,0%- KCBA 0,1% 0,1% 14,7% 13,1% 2,5% 2,4% 4,9% 5,3% 0,4% 0,5% 0,6% 0,6% 0,0% 0,0%
100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Komponen Beban Bunga
Kepada BIKewajiban pd Bank
LainKepada Pihak
Ketiga Bukan BankSurat Berharga
Pinjaman yg diterima
LainnyaKoreksi atas
Pendapatan Bunga
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
32
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
28 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.1.5.2.2Proporsi Komponen Beban Bunga Per Kepemilikan Bank
TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16Kepada Bank Indonesia 0,5% 0,5% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,1% 0,1%Kewajiban pada Bank Lain 2,3% 2,7% 1,3% 1,2% 0,8% 1,9% 2,4% 2,1%Kepada Pihak Ketiga bukan Bank 64,5% 68,1% 50,4% 45,8% 41,3% 56,6% 42,1% 42,8%Surat Berharga 2,1% 2,3% 2,5% 2,3% 1,2% 1,0% 1,8% 1,8%
Pinjaman yang diterima 3,8% 5,1% 0,5% 0,6% 1,3% 0,1% 0,7% 0,6%
Lainnya 15,4% 16,3% 45,2% 50,0% 55,4% 40,3% 53,0% 52,7%Koreksi atas pendapatan bunga 11,5% 5,0% 0,0% 0,1% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0%
TOTAL 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16
Kepada Bank Indonesia 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,1% 0,1%
Kewajiban pada Bank Lain 3,9% 4,1% 15,3% 14,2% 2,1% 2,1%
Kepada Pihak Ketiga bukan Bank 44,5% 46,4% 66,7% 66,5% 52,5% 51,8%Surat Berharga 1,6% 1,7% 5,5% 6,2% 2,2% 2,2%Pinjaman yang diterima 6,9% 7,2% 0,3% 0,6% 1,7% 2,0%Lainnya 43,1% 40,6% 12,2% 12,6% 38,3% 40,5%Koreksi atas pendapatan bunga 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 3,1% 1,3%
TOTAL 100% 100% 100% 100% 100% 100%
BPD
Campuran KCBA IndustriKomponen Beban Bunga
BUSD BUSNDKomponen Beban Bunga
BUMN
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Dari 51,79% beban bunga kepada pihak
ketiga non bank, beban bunga tertinggi
disumbang oleh deposito. Berdasarkan
kelompok bank, beban bunga deposito
tertinggi terdapat pada kelompok BUSD
dan BUMN masing-masing sebesar
48,31% dan 32,17%. Kondisi ini
didukung dengan tingginya jumlah
nasabah dan luasnya jaringan kantor
pada kedua kelompok bank tersebut
dibandingkan kelompok bank lainnya.
Sementara, beban bunga deposito
terendah terdapat pada kelompok KCBA
sebesar 2,47% (Tabel A.1.5.2.3). Hal ini
dikarenakan rendahnya penempatan
dana nasabah KCBA dalam bentuk
deposito.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
29 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.1.5.2.3Proporsi Beban Bunga DPK terhadap Beban Bunga DPK Industri (%)*)
TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16DPK 32,57 32,99 45,25 47,54 6,38 3,35
- Giro 34,54 33,15 35,44 35,25 1,10 0,77
- Tabungan 39,77 37,93 48,65 51,10 1,93 1,10
- Deposito 31,18 32,17 45,70 48,31 7,66 4,00
Beban Bunga thd Industri 26,49 25,07 47,14 53,74 8,10 3,07
TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16DPK 9,41 9,96 3,85 3,72 2,54 2,44
- Giro 20,92 23,10 2,81 2,74 5,20 4,99
- Tabungan 8,24 8,37 0,97 0,98 0,45 0,52
- Deposito 8,42 8,78 4,43 4,27 2,61 2,47
Beban Bunga thd Industri 11,74 12,06 4,53 4,15 2,00 1,90
Komponen BPD Campuran KCBA
Komponen BUMN BUSD BUSND
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016 *)perhitungan data didapat dengan membandingkan jumlah komponen DPK masing-masing kelompok bank terhadap komponen DPK industri perbankan.
Komponen beban bunga berupa
kewajiban kepada Bank Indonesia,
kewajiban kepada bank lain, pinjaman
yang diterima, dan koreksi pendapatan
bunga, masih didominasi oleh kelompok
BUMN dengan porsi masing-masing
sebesar 91,59%, 32,95%, 64,21%, dan
96,19%. Sementara, untuk komponen
beban bunga kepada pihak ketiga bukan
bank, surat berharga, dan lainnya
terbesar disumbang oleh kelompok
BUSD dengan porsi masing-masing
sebesar 47,54%, 54,83%, dan 66,39%
(Tabel A.1.5.2.4).
Tabel A.1.5.2.4Komponen Beban Bunga Kepemilikan Bank Terhadap Beban Bunga Industri
TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16Jumlah dlm Rp miliar 115 229 1.800 3.567 45.352 89.311 1.915 3.834 1.509 3.440 33.112 69.839 2.647 2.237 Porsi Bank Berdasarkan Kepemilikan- BUMN 91,4% 91,6% 29,5% 33,0% 32,6% 33,0% 25,1% 25,7% 57,0% 64,2% 10,6% 10,1% 99,5% 96,2%- BUSD 2,9% 3,1% 30,5% 31,0% 45,3% 47,5% 52,9% 54,8% 14,1% 16,3% 55,7% 66,4% 0,5% 3,8%- BUSND 0,0% 0,0% 3,2% 2,8% 6,4% 3,4% 4,3% 1,4% 6,0% 0,2% 11,7% 3,1% 0,0% 0,0%- BPD 5,5% 5,2% 13,5% 12,0% 9,4% 10,0% 9,5% 9,7% 4,6% 3,8% 16,2% 15,7% 0,0% 0,0%- Campuran 0,0% 0,1% 8,6% 8,2% 3,8% 3,7% 3,2% 3,1% 18,0% 14,9% 5,1% 4,2% 0,0% 0,0%- KCBA 0,1% 0,1% 14,7% 13,1% 2,5% 2,4% 4,9% 5,3% 0,4% 0,5% 0,6% 0,6% 0,0% 0,0%
100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Komponen Beban Bunga
Kepada BIKewajiban pd Bank
LainKepada Pihak
Ketiga Bukan BankSurat Berharga
Pinjaman yg diterima
LainnyaKoreksi atas
Pendapatan Bunga
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
33
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
30 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
2. Kinerja Bank Syariah13
Kinerja perbankan syariah pada triwulan
II-2016 mengalami penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya,
sebagai dampak dari belum pulihnya
kondisi perekonomian nasional serta
adanya tantangan perbaikan internal
yang masih dilakukan. Hal tersebut
tercermin dari meningkatnya NPF gross
dan BOPO, serta menurunnya CAR dan
ROA dibandingkan triwulan sebelumnya.
Namun demikian, secara umum jumlah
aset, pembiayaan, dan DPK perbankan
syariah (BUS dan UUS) pada triwulan II-
2016 tetap mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset
perbankan syariah meningkat 2,84%
(dari Rp297,77 triliun menjadi Rp306,22
triliun). Sementara itu, pembiayaan dan
DPK meningkat masing-masing 4,07%
(dari Rp213,48 triliun menjadi Rp222,17
triliun) dan 3,73% (dari Rp232,66 triliun
menjadi Rp241,34 triliun).
Peningkatan NPF gross terutama
dipengaruhi oleh (i) masih cukup
tingginya outstanding pembiayaan
kepada nasabah di sektor-sektor yang
mengalami penurunan (a.l.
pertambangan, energi, transportasi,
perumahan, perdagangan) disamping
pertumbuhan pembiayaan baru
(pipeline) yang belum signifikan, serta (ii)
run-off pembiayaan yang cukup besar
karena sebagian besar pembiayaan
bersifat installment.
13 Hanya mencakup BUS dan UUS.
Adanya peningkatan NPF tersebut
mengakibatkan beban perbankan
syariah untuk membentuk Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai (CKPN)
menjadi bertambah sehingga
menyebabkan terjadinya penurunan
pada permodalan, rentabilitas, dan
efisiensi perbankan syariah.
Sampai dengan triwulan II-2016, share
aset perbankan syariah (BUS, UUS, dan
BPRS) terhadap aset perbankan
nasional sebesar 4,85%, yang
didominasi oleh aset BUS dan UUS
(97,42%).
2.1 Permodalan
Upaya perbaikan juga terus dilakukan
oleh perbankan syariah untuk dapat
mencapai tingkat pertumbuhan yang
tinggi seperti pada tahun sebelumnya di
tengah perbaikan ekonomi pada tahun
2016. Meski demikian, terjadi penurunan
pada CAR BUS dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya, yaitu dari 14,90%
menjadi 14,72%.
Penurunan CAR pada BUS disebabkan
oleh peningkatan pembentukan CKPN
yang relatif signifikan akibat penurunan
performa debitur (terutama korporasi).
2.2 Dana Pihak Ketiga
Pada triwulan II-2016, pertumbuhan DPK
BUS dan UUS meningkat sebesar 3,73%
(qtq). Peningkatan tersebut dipengaruhi
oleh pertumbuhan pada semua komponen
DPK, diantaranya pertumbuhan giro
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
31 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
wadiah14 sebesar 20,94% (qtq), tabungan
mudharabah15 sebesar 3,20% (qtq), serta
deposito mudharabah sebesar 1,64%
(qtq).
Komposisi DPK BUS dan UUS pada
triwulan II-2016 masih didominasi oleh
deposito mudharabah dengan porsi
sebesar 61,02%, diikuti oleh tabungan
mudharabah dan giro wadiah masing-
masing sebesar 29,11% dan 9,88%.
2.3 Likuiditas
Likuiditas BUS pada triwulan II-2016 (29
Juni 2016) mengalami peningkatan
dibandingkan dengan triwulan I-2016 (30
Maret 2016). Hal tersebut terlihat dari
rasio AL/NCD BUS dan rasio AL/DPK
BUS masing-masing meningkat dari
99,24% menjadi 99,71% dan dari
17,41% menjadi 18,39%.
14 Wadiah adalah perjanjian penitipan dana antara
pemilik dana dengan pihak yang dipercaya untuk menjaga dana titipan tersebut (PBI No. 5/9/2003 tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah).
15 Mudharabah adalah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya (PBI No. 5/9/2003 tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah).
Grafik A.2.3.1
Sumber: OJK
2.4 Pembiayaan
Penyaluran pembiayaan BUS dan UUS
pada triwulan II-2016 meningkat
sebesar Rp8,7 triliun (4,07%, qtq) yaitu
dari Rp213,5 triliun menjadi Rp222,2
triliun.
Berdasarkan sektor ekonomi non
lapangan usaha, penyaluran
pembiayaan terbesar (36,76%)
disalurkan kepada sektor rumah tangga.
Sedangkan untuk sektor ekonomi
lapangan usaha, pembiayaan terbesar
disalurkan kepada sektor perdagangan
besar dan eceran (12,81%), diikuti
perantara keuangan (8,82%) dan industri
pengolahan (8,24%).
Pertumbuhan pembiayaan tertinggi
berada pada sektor akomodasi dan
penyediaan makanan dan minuman
(14,90%, qtq), jasa perorangan yang
melayani rumah tangga (12,90%, qtq),
dan real estate, usaha persewaan, dan
jasa perusahaan (11,09%, qtq).
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
34
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
30 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
2. Kinerja Bank Syariah13
Kinerja perbankan syariah pada triwulan
II-2016 mengalami penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya,
sebagai dampak dari belum pulihnya
kondisi perekonomian nasional serta
adanya tantangan perbaikan internal
yang masih dilakukan. Hal tersebut
tercermin dari meningkatnya NPF gross
dan BOPO, serta menurunnya CAR dan
ROA dibandingkan triwulan sebelumnya.
Namun demikian, secara umum jumlah
aset, pembiayaan, dan DPK perbankan
syariah (BUS dan UUS) pada triwulan II-
2016 tetap mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset
perbankan syariah meningkat 2,84%
(dari Rp297,77 triliun menjadi Rp306,22
triliun). Sementara itu, pembiayaan dan
DPK meningkat masing-masing 4,07%
(dari Rp213,48 triliun menjadi Rp222,17
triliun) dan 3,73% (dari Rp232,66 triliun
menjadi Rp241,34 triliun).
Peningkatan NPF gross terutama
dipengaruhi oleh (i) masih cukup
tingginya outstanding pembiayaan
kepada nasabah di sektor-sektor yang
mengalami penurunan (a.l.
pertambangan, energi, transportasi,
perumahan, perdagangan) disamping
pertumbuhan pembiayaan baru
(pipeline) yang belum signifikan, serta (ii)
run-off pembiayaan yang cukup besar
karena sebagian besar pembiayaan
bersifat installment.
13 Hanya mencakup BUS dan UUS.
Adanya peningkatan NPF tersebut
mengakibatkan beban perbankan
syariah untuk membentuk Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai (CKPN)
menjadi bertambah sehingga
menyebabkan terjadinya penurunan
pada permodalan, rentabilitas, dan
efisiensi perbankan syariah.
Sampai dengan triwulan II-2016, share
aset perbankan syariah (BUS, UUS, dan
BPRS) terhadap aset perbankan
nasional sebesar 4,85%, yang
didominasi oleh aset BUS dan UUS
(97,42%).
2.1 Permodalan
Upaya perbaikan juga terus dilakukan
oleh perbankan syariah untuk dapat
mencapai tingkat pertumbuhan yang
tinggi seperti pada tahun sebelumnya di
tengah perbaikan ekonomi pada tahun
2016. Meski demikian, terjadi penurunan
pada CAR BUS dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya, yaitu dari 14,90%
menjadi 14,72%.
Penurunan CAR pada BUS disebabkan
oleh peningkatan pembentukan CKPN
yang relatif signifikan akibat penurunan
performa debitur (terutama korporasi).
2.2 Dana Pihak Ketiga
Pada triwulan II-2016, pertumbuhan DPK
BUS dan UUS meningkat sebesar 3,73%
(qtq). Peningkatan tersebut dipengaruhi
oleh pertumbuhan pada semua komponen
DPK, diantaranya pertumbuhan giro
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
31 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
wadiah14 sebesar 20,94% (qtq), tabungan
mudharabah15 sebesar 3,20% (qtq), serta
deposito mudharabah sebesar 1,64%
(qtq).
Komposisi DPK BUS dan UUS pada
triwulan II-2016 masih didominasi oleh
deposito mudharabah dengan porsi
sebesar 61,02%, diikuti oleh tabungan
mudharabah dan giro wadiah masing-
masing sebesar 29,11% dan 9,88%.
2.3 Likuiditas
Likuiditas BUS pada triwulan II-2016 (29
Juni 2016) mengalami peningkatan
dibandingkan dengan triwulan I-2016 (30
Maret 2016). Hal tersebut terlihat dari
rasio AL/NCD BUS dan rasio AL/DPK
BUS masing-masing meningkat dari
99,24% menjadi 99,71% dan dari
17,41% menjadi 18,39%.
14 Wadiah adalah perjanjian penitipan dana antara
pemilik dana dengan pihak yang dipercaya untuk menjaga dana titipan tersebut (PBI No. 5/9/2003 tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah).
15 Mudharabah adalah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya (PBI No. 5/9/2003 tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah).
Grafik A.2.3.1
Sumber: OJK
2.4 Pembiayaan
Penyaluran pembiayaan BUS dan UUS
pada triwulan II-2016 meningkat
sebesar Rp8,7 triliun (4,07%, qtq) yaitu
dari Rp213,5 triliun menjadi Rp222,2
triliun.
Berdasarkan sektor ekonomi non
lapangan usaha, penyaluran
pembiayaan terbesar (36,76%)
disalurkan kepada sektor rumah tangga.
Sedangkan untuk sektor ekonomi
lapangan usaha, pembiayaan terbesar
disalurkan kepada sektor perdagangan
besar dan eceran (12,81%), diikuti
perantara keuangan (8,82%) dan industri
pengolahan (8,24%).
Pertumbuhan pembiayaan tertinggi
berada pada sektor akomodasi dan
penyediaan makanan dan minuman
(14,90%, qtq), jasa perorangan yang
melayani rumah tangga (12,90%, qtq),
dan real estate, usaha persewaan, dan
jasa perusahaan (11,09%, qtq).
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
35
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
32 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.2.4.1Pembiayaan Perbankan Syariah (BUS dan UUS)Berdasarkan Sektor Ekonomi (dalam Rp miliar)
TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16Pertanian, Perburuan, Kehutanan 7.803 7.830 3,66 3,52 0,35Perikanan 1.313 1.379 0,62 0,62 5,03Pertambangan dan Penggalian 6.195 6.301 2,90 2,84 1,72Industri Pengolahan 17.937 18.300 8,40 8,24 2,02Listrik, Gas dan Air 6.896 7.204 3,23 3,24 4,47Konstruksi 11.083 10.826 5,19 4,87 -2,33Perdagangan Besar dan Eceran 26.495 28.457 12,41 12,81 7,40Akomodasi dan PMM 2.409 2.768 1,13 1,25 14,90Transportasi, Pergudangan & Komunikasi 10.775 11.293 5,05 5,08 4,81Perantara Keuangan 18.407 19.596 8,62 8,82 6,46Real Estate, Usaha Persewaan, & Jasa Perusahaan 9.269 10.297 4,34 4,63 11,09Adm. Pmrnthn,Perthn&Jamsos 263 263 0,12 0,12 0,21Jasa Pendidikan 3.279 3.436 1,54 1,55 4,80Jasa Kesehatan & Kesos 2.554 2.723 1,20 1,23 6,62Kemasyarakatan, Sosbud & lainnya 4.178 4.613 1,96 2,08 10,41Jasa Perorangan yang melayani RT 300 338 0,14 0,15 12,90Badan Internasional & lainnya 1 1 0,00 0,00 -11,37Kegiatan yang belum jelas 1.710 1.537 0,80 0,69 -10,11Rumah Tangga 79.182 81.681 37,09 36,76 3,16Bukan lapangan usaha lainnya 3.433 3.330 1,61 1,50 -3,00
TOTAL 213.482 222.175 100 100 4,07
Sektor Ekonomi qtq (%)Porsi (%)Pembiayaan (Rp M)
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Porsi pembiayaan berdasarkan
penggunaan masih didominasi oleh
pembiayaan konsumsi sebesar 38,26%,
diikuti oleh pembiayaan modal kerja dan
investasi masing-masing sebesar
36,67% dan 25,07% (Tabel A.2.4.2).
Dari ketiga pembiayaan tersebut,
pembiayaan investasi mengalami
pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar
7,72% (qtq), diikuti oleh pertumbuhan
pembiayaan modal kerja dan konsumsi
masing-masing sebesar 2,91% (qtq) dan
2,90% (qtq).
Kondisi tersebut mencerminkan
terjadinya perbaikan pada penyaluran
pembiayaan perbankan syariah melalui
peningkatan penyaluran pembiayaan
investasi dan modal kerja.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
33 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.2.4.2Pembiayaan BUS dan UUS Berdasarkan Penggunaan
TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 Modal Kerja 79.160 81.467 37,08 36,67 2,91 Investasi 51.707 55.697 24,22 25,07 7,72 Konsumsi 82.615 85.011 38,70 38,26 2,90
Total 213.482 222.175 100 100 4,07
JENIS PENGGUNAAN qtq (%)Porsi (%)Nilai (Rp. Miliar)
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
NPF gross BUS pada triwulan II-2016
sebesar 5,68%, meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya (5,35%).
Peningkatan NPF BUS tersebut sebagai
dampak dari pertumbuhan pembiayaan
yang tinggi selama periode 2010 – 2014,
dimana sebagian besar BUS turut
menyalurkan pembiayaan ke sektor
usaha yang berisiko tinggi, namun tidak
diikuti dengan penerapan manajemen
risiko yang lebih ketat (antara lain
kualitas dan kecukupan jaminan serta
kesiapan infrastruktur pembiayaan).
Tingginya run-off pembiayaan
menyebabkan pertumbuhan pembiayaan
relatif rendah mengingat sebagian besar
risiko pembiayaan berasal dari
pembiayaan yang existing. Kondisi
tersebut antara lain disebabkan oleh
masih terbatasnya pangsa pasar
nasabah, nasabah BUS pada umumnya
bukan tergolong prime customer, serta
masih terkonsentrasinya produk
pembiayaan pada akad murabahah
/installment loan.
Upaya yang dilakukan oleh BUS untuk
mengantisipasi hal tersebut, yaitu melalui
penyempurnaan kerangka manajemen
risiko secara bertahap dan penyesuaian
risk appetite khususnya yang terkait
dengan segmentasi nasabah (antara lain
optimalisasi segmen retail, joint financing
dan SME).
Penyebaran pembiayaan BUS dan UUS
masih sama dengan triwulan sebelumnya
yaitu terkonsentrasi di wilayah Jawa
(70,40%) dan Sumatera Utara (3,91%),
atau mencapai 74,31% dari total
penyaluran pembiayaan di wilayah
Indonesia (Grafik A.2.4.1).
Penyebaran di wilayah Jawa terutama
didominasi oleh DKI Jakarta dengan
porsi sebesar 41,92%, diikuti oleh Jawa
Barat (12,73%), Jawa Timur (9,35%), dan
Jawa Tengah (6,40%). Terpusatnya
penyaluran pembiayaan di pulau Jawa
dipengaruhi oleh infrastruktur serta akses
keuangan yang masih belum merata di
wilayah lainnya terutama di wilayah
Indonesia bagian timur.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
36
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
32 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.2.4.1Pembiayaan Perbankan Syariah (BUS dan UUS)Berdasarkan Sektor Ekonomi (dalam Rp miliar)
TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16Pertanian, Perburuan, Kehutanan 7.803 7.830 3,66 3,52 0,35Perikanan 1.313 1.379 0,62 0,62 5,03Pertambangan dan Penggalian 6.195 6.301 2,90 2,84 1,72Industri Pengolahan 17.937 18.300 8,40 8,24 2,02Listrik, Gas dan Air 6.896 7.204 3,23 3,24 4,47Konstruksi 11.083 10.826 5,19 4,87 -2,33Perdagangan Besar dan Eceran 26.495 28.457 12,41 12,81 7,40Akomodasi dan PMM 2.409 2.768 1,13 1,25 14,90Transportasi, Pergudangan & Komunikasi 10.775 11.293 5,05 5,08 4,81Perantara Keuangan 18.407 19.596 8,62 8,82 6,46Real Estate, Usaha Persewaan, & Jasa Perusahaan 9.269 10.297 4,34 4,63 11,09Adm. Pmrnthn,Perthn&Jamsos 263 263 0,12 0,12 0,21Jasa Pendidikan 3.279 3.436 1,54 1,55 4,80Jasa Kesehatan & Kesos 2.554 2.723 1,20 1,23 6,62Kemasyarakatan, Sosbud & lainnya 4.178 4.613 1,96 2,08 10,41Jasa Perorangan yang melayani RT 300 338 0,14 0,15 12,90Badan Internasional & lainnya 1 1 0,00 0,00 -11,37Kegiatan yang belum jelas 1.710 1.537 0,80 0,69 -10,11Rumah Tangga 79.182 81.681 37,09 36,76 3,16Bukan lapangan usaha lainnya 3.433 3.330 1,61 1,50 -3,00
TOTAL 213.482 222.175 100 100 4,07
Sektor Ekonomi qtq (%)Porsi (%)Pembiayaan (Rp M)
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Porsi pembiayaan berdasarkan
penggunaan masih didominasi oleh
pembiayaan konsumsi sebesar 38,26%,
diikuti oleh pembiayaan modal kerja dan
investasi masing-masing sebesar
36,67% dan 25,07% (Tabel A.2.4.2).
Dari ketiga pembiayaan tersebut,
pembiayaan investasi mengalami
pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar
7,72% (qtq), diikuti oleh pertumbuhan
pembiayaan modal kerja dan konsumsi
masing-masing sebesar 2,91% (qtq) dan
2,90% (qtq).
Kondisi tersebut mencerminkan
terjadinya perbaikan pada penyaluran
pembiayaan perbankan syariah melalui
peningkatan penyaluran pembiayaan
investasi dan modal kerja.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
33 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.2.4.2Pembiayaan BUS dan UUS Berdasarkan Penggunaan
TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 Modal Kerja 79.160 81.467 37,08 36,67 2,91 Investasi 51.707 55.697 24,22 25,07 7,72 Konsumsi 82.615 85.011 38,70 38,26 2,90
Total 213.482 222.175 100 100 4,07
JENIS PENGGUNAAN qtq (%)Porsi (%)Nilai (Rp. Miliar)
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
NPF gross BUS pada triwulan II-2016
sebesar 5,68%, meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya (5,35%).
Peningkatan NPF BUS tersebut sebagai
dampak dari pertumbuhan pembiayaan
yang tinggi selama periode 2010 – 2014,
dimana sebagian besar BUS turut
menyalurkan pembiayaan ke sektor
usaha yang berisiko tinggi, namun tidak
diikuti dengan penerapan manajemen
risiko yang lebih ketat (antara lain
kualitas dan kecukupan jaminan serta
kesiapan infrastruktur pembiayaan).
Tingginya run-off pembiayaan
menyebabkan pertumbuhan pembiayaan
relatif rendah mengingat sebagian besar
risiko pembiayaan berasal dari
pembiayaan yang existing. Kondisi
tersebut antara lain disebabkan oleh
masih terbatasnya pangsa pasar
nasabah, nasabah BUS pada umumnya
bukan tergolong prime customer, serta
masih terkonsentrasinya produk
pembiayaan pada akad murabahah
/installment loan.
Upaya yang dilakukan oleh BUS untuk
mengantisipasi hal tersebut, yaitu melalui
penyempurnaan kerangka manajemen
risiko secara bertahap dan penyesuaian
risk appetite khususnya yang terkait
dengan segmentasi nasabah (antara lain
optimalisasi segmen retail, joint financing
dan SME).
Penyebaran pembiayaan BUS dan UUS
masih sama dengan triwulan sebelumnya
yaitu terkonsentrasi di wilayah Jawa
(70,40%) dan Sumatera Utara (3,91%),
atau mencapai 74,31% dari total
penyaluran pembiayaan di wilayah
Indonesia (Grafik A.2.4.1).
Penyebaran di wilayah Jawa terutama
didominasi oleh DKI Jakarta dengan
porsi sebesar 41,92%, diikuti oleh Jawa
Barat (12,73%), Jawa Timur (9,35%), dan
Jawa Tengah (6,40%). Terpusatnya
penyaluran pembiayaan di pulau Jawa
dipengaruhi oleh infrastruktur serta akses
keuangan yang masih belum merata di
wilayah lainnya terutama di wilayah
Indonesia bagian timur.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
37
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
34 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Grafik A.2.4.1Pembiayaan Perbankan Syariah
Berdasarkan Lokasi Bank Penyalur
Sumber: SPI, Juni 2016
2.5 Rentabilitas
Kinerja rentabilitas BUS pada triwulan II-
2016 menurun dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Hal tersebut
tercermin dari ROA dan NOM pada
triwulan II-2016 yang menurun masing-
masing sebesar 15 bps (dari 0,88%
menjadi 0,73%) dan 21 bps (dari 1%
menjadi 0,78%).
Penurunan rentabilitas BUS juga diiringi
dengan peningkatan BOPO sebesar
±122 bps dari triwulan sebelumnya (dari
94,40% menjadi 95,61%).
Tingkat efisiensi BUS masih belum
optimal antara lain karena masih
didominasinya struktur dana dengan
dana (deposito) mahal, rendahnya fee
based income akibat masih terbatasnya
produk, dan belum optimalnya jangkauan
jaringan kantor bank.
Berkaitan dengan kondisi diatas, dalam
rangka penyesuaian target komposisi
segmen nasabah, beberapa BUS mulai
membenahi layanan dan produk
perbankannya untuk mengoptimalkan fee
based income. Di samping itu, untuk
memperbaiki efisiensi yang berdampak
pada rentabilitas BUS, dilakukan
penutupan kantor secara bertahap
(network reprofiling) dan pengembangan
layanan tanpa kantor.
Tabel A.2.5.1Indikator Umum Perbankan Syariah
TW I TW IIBUS dan UUSTotal Aset (Rp milyar) 297.772 306.225 2,84%Pembiayaan (Rp milyar) 213.482 222.175 4,07%Dana Pihak Ketiga (Rp milyar) 232.657 241.336 3,73%- Giro Wadiah (Rp milyar) 19.711 23.839 20,94%- Tabungan Mudharabah (Rp milyar) 68.066 70.243 3,20%- Deposito Mudharabah (Rp milyar) 144.880 147.254 1,64%BUS CAR (%) 14,90 14,72 (0,18)ROA (%) 0,88 0,73 (0,15)NOM (%) 1,00 0,78 (0,21)BOPO (%) 94,40 95,61 1,22NPF (%) 5,35 5,68 0,34FDR (%) 87,52 89,32 1,80
Rasio
Ket: menunjukkan peningkatan
menunjukkan penurunan
qtq2016
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
35 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
3. Kinerja BPR
Perkembangan industri BPR secara
nasional pada triwulan II-2016
menunjukkan kinerja yang tergolong
masih cukup baik, terlihat dari
peningkatan total aset, DPK, dan kredit
BPR. Total aset BPR meningkat sebesar
2,21% (qtq) yaitu dari Rp103,6 triliun
menjadi Rp105,9 triliun. Sedangkan
untuk DPK dan kredit masing-masing
meningkat sebesar 1,28% (dari Rp69,35
triliun menjadi Rp70,24 triliun) dan
4,66% (dari Rp76,22 triliun menjadi
Rp79,76 triliun).
Meskipun demikian, dibandingkan
dengan kinerja triwulan sebelumnya
terdapat penurunan beberapa indikator.
Indikator permodalan (CAR) menurun
sebesar 149 bps (dari 23,64% menjadi
22,15%), indikator kualitas kredit (NPL)
menurun dengan meningkatnya NPL net
sebesar 12 bps (dari 4,39% menjadi
4,51%), namun masih dibawah threshold
5%. Selain itu, indikator rentabilitas
(ROA) juga menurun sebesar 25 bps
(dari 2,87% menjadi 2,62%), namun
masih diatas threshold 1,2%.
Tabel A.3.1 Indikator Umum BPR
TW I TW IITotal Aset (Rp milyar) 103.583 105.867 2,21%Kredit (Rp milyar) 76.216 79.764 4,66%Dana Pihak Ketiga (Rp milyar) 69.354 70.238 1,28%- Tabungan (Rp milyar) 20.910 20.723 -0,90%- Deposito (Rp milyar) 48.444 49.516 2,21%NPL Gross (%) 6,16 6,19 0,03 NPL Net (%) 4,39 4,51 0,12 ROA (%) 2,87 2,62 (0,25) LDR (%) 77,22 79,80 2,58 CR (%) 16,57 14,76 (1,81) KAP (%) 4,05 4,19 0,14 ROE (%) 25,93 23,29 (2,64) BOPO (%) 81,18 82,25 1,07 CAR (%) 23,64 22,15 (1,49) Ket: menunjukkan peningkatan
menunjukkan penurunan
qtqRasio 2016
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
3.1 Permodalan
Kondisi permodalan BPR masih terjaga
baik meskipun mengalami penurunan
dari triwulan sebelumnya, tercermin dari
menurunnya CAR sebesar 149 bps
menjadi sebesar 22,15%.
Penurunan CAR tersebut dikarenakan
peningkatan penyaluran kredit yang tidak
dibarengi dengan peningkatan modal.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
38
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
34 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Grafik A.2.4.1Pembiayaan Perbankan Syariah
Berdasarkan Lokasi Bank Penyalur
Sumber: SPI, Juni 2016
2.5 Rentabilitas
Kinerja rentabilitas BUS pada triwulan II-
2016 menurun dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Hal tersebut
tercermin dari ROA dan NOM pada
triwulan II-2016 yang menurun masing-
masing sebesar 15 bps (dari 0,88%
menjadi 0,73%) dan 21 bps (dari 1%
menjadi 0,78%).
Penurunan rentabilitas BUS juga diiringi
dengan peningkatan BOPO sebesar
±122 bps dari triwulan sebelumnya (dari
94,40% menjadi 95,61%).
Tingkat efisiensi BUS masih belum
optimal antara lain karena masih
didominasinya struktur dana dengan
dana (deposito) mahal, rendahnya fee
based income akibat masih terbatasnya
produk, dan belum optimalnya jangkauan
jaringan kantor bank.
Berkaitan dengan kondisi diatas, dalam
rangka penyesuaian target komposisi
segmen nasabah, beberapa BUS mulai
membenahi layanan dan produk
perbankannya untuk mengoptimalkan fee
based income. Di samping itu, untuk
memperbaiki efisiensi yang berdampak
pada rentabilitas BUS, dilakukan
penutupan kantor secara bertahap
(network reprofiling) dan pengembangan
layanan tanpa kantor.
Tabel A.2.5.1Indikator Umum Perbankan Syariah
TW I TW IIBUS dan UUSTotal Aset (Rp milyar) 297.772 306.225 2,84%Pembiayaan (Rp milyar) 213.482 222.175 4,07%Dana Pihak Ketiga (Rp milyar) 232.657 241.336 3,73%- Giro Wadiah (Rp milyar) 19.711 23.839 20,94%- Tabungan Mudharabah (Rp milyar) 68.066 70.243 3,20%- Deposito Mudharabah (Rp milyar) 144.880 147.254 1,64%BUS CAR (%) 14,90 14,72 (0,18)ROA (%) 0,88 0,73 (0,15)NOM (%) 1,00 0,78 (0,21)BOPO (%) 94,40 95,61 1,22NPF (%) 5,35 5,68 0,34FDR (%) 87,52 89,32 1,80
Rasio
Ket: menunjukkan peningkatan
menunjukkan penurunan
qtq2016
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
35 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
3. Kinerja BPR
Perkembangan industri BPR secara
nasional pada triwulan II-2016
menunjukkan kinerja yang tergolong
masih cukup baik, terlihat dari
peningkatan total aset, DPK, dan kredit
BPR. Total aset BPR meningkat sebesar
2,21% (qtq) yaitu dari Rp103,6 triliun
menjadi Rp105,9 triliun. Sedangkan
untuk DPK dan kredit masing-masing
meningkat sebesar 1,28% (dari Rp69,35
triliun menjadi Rp70,24 triliun) dan
4,66% (dari Rp76,22 triliun menjadi
Rp79,76 triliun).
Meskipun demikian, dibandingkan
dengan kinerja triwulan sebelumnya
terdapat penurunan beberapa indikator.
Indikator permodalan (CAR) menurun
sebesar 149 bps (dari 23,64% menjadi
22,15%), indikator kualitas kredit (NPL)
menurun dengan meningkatnya NPL net
sebesar 12 bps (dari 4,39% menjadi
4,51%), namun masih dibawah threshold
5%. Selain itu, indikator rentabilitas
(ROA) juga menurun sebesar 25 bps
(dari 2,87% menjadi 2,62%), namun
masih diatas threshold 1,2%.
Tabel A.3.1 Indikator Umum BPR
TW I TW IITotal Aset (Rp milyar) 103.583 105.867 2,21%Kredit (Rp milyar) 76.216 79.764 4,66%Dana Pihak Ketiga (Rp milyar) 69.354 70.238 1,28%- Tabungan (Rp milyar) 20.910 20.723 -0,90%- Deposito (Rp milyar) 48.444 49.516 2,21%NPL Gross (%) 6,16 6,19 0,03 NPL Net (%) 4,39 4,51 0,12 ROA (%) 2,87 2,62 (0,25) LDR (%) 77,22 79,80 2,58 CR (%) 16,57 14,76 (1,81) KAP (%) 4,05 4,19 0,14 ROE (%) 25,93 23,29 (2,64) BOPO (%) 81,18 82,25 1,07 CAR (%) 23,64 22,15 (1,49) Ket: menunjukkan peningkatan
menunjukkan penurunan
qtqRasio 2016
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
3.1 Permodalan
Kondisi permodalan BPR masih terjaga
baik meskipun mengalami penurunan
dari triwulan sebelumnya, tercermin dari
menurunnya CAR sebesar 149 bps
menjadi sebesar 22,15%.
Penurunan CAR tersebut dikarenakan
peningkatan penyaluran kredit yang tidak
dibarengi dengan peningkatan modal.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
39
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
36 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Sementara itu, jumlah BPR yang memiliki
CAR di bawah persyaratan minimum 8%
(CAR negatif) menurun, yaitu dari 14
BPR menjadi 12 BPR (Tabel A.3.1.1).
Penurunan tersebut antara lain karena
adanya peningkatan modal atau sebagai
akibat dilakukannya pencabutan izin
usaha terhadap BPR yang sebelumnya
memiliki CAR negatif.
Terjadinya CAR negatif pada BPR antara
lain dipicu oleh masih lemahnya
pengelolaan BPR terutama dari sisi tata
kelola (GCG).
Tabel A.3.1.1 BPR dengan CAR Dibawah Threshold
Jumlah Bank
CAR *) Jumlah Bank
CAR *) Jumlah CAR
14 -59,24 12 -107,38 -2 -48,14
qtqTW I TW II'16 - TW I'16TW II
2016
Sumber: SIMWAS BPR
3.2 Dana Pihak Ketiga
Pertumbuhan DPK yang merupakan
sumber dana utama BPR, pada triwulan
II-2016 secara umum mengalami
peningkatan sebesar 1,28% (qtq), yaitu
dari Rp69,3 triliun menjadi Rp70,2 triliun,
yang bersumber dari peningkatan
deposito sebesar 2,21% (qtq).
Sementara tabungan mengalami
penurunan sebesar 0,9% (qtq).
Komposisi sumber dana BPR didominasi
oleh DPK (80,55%), diikuti dengan
pinjaman yang diterima (15,31%) dan
antar bank passiva (4,15%). Dari total
DPK tersebut, sebesar 70,50% berasal
dari deposito dan 29,50% berasal dari
tabungan.
Penyebaran DPK masih terkonsentrasi di
pulau Jawa (60,13%), diikuti oleh pulau
Sumatera (19,20%), Bali-Nusa Tenggara
(12,49%), Sulawesi-Maluku-Papua
/Sulampua (5,74%), dan pulau
Kalimantan (2,44%). Di lihat dari
pertumbuhannya, secara umum DPK
meningkat di semua wilayah di Indonesia
dengan pertumbuhan DPK tertinggi
berada di Sulampua sebesar 5,34% (qtq)
(Tabel A.3.2.1).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
37 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.3.2.1 Penyebaran DPK
Total DPK Porsi (%) Total DPK Porsi (%) Nominal %Pulau Sumatera 13,243 19.09 13,485 19.20 242 1.83%Pulau Jawa 42,131 60.75 42,233 60.13 102 0.24%Pulau Kalimantan 1,653 2.38 1,712 2.44 59 3.59%Bali dan Nusa Tenggara 8,499 12.25 8,775 12.49 276 3.25%Sulawesi, Maluku dan Papua 3,828 5.52 4,032 5.74 204 5.34%
Jumlah 69,354 100.00 70,238 100.00 884 100.00*) Total DPK dalam juta rupiah
Triwulan I-2016 Triwulan II-2016 PerkembanganWilayah
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
3.3 Kredit
Fungsi intermediasi BPR selama triwulan
II-2016 berjalan cukup baik. Hal ini
tercermin dari kredit BPR yang
pertumbuhannya meningkat
dibandingkan pertumbuhan pada triwulan
sebelumnya yaitu dari 1,88% menjadi
4,66% (qtq). Porsi kredit terbesar
terdapat pada sektor perdagangan besar
dan eceran (26,07%) dan sektor bukan
lapangan usaha-lainnya (44,36%).
Tingginya porsi pada sektor bukan
lapangan usaha-lainnya disebabkan
karena kurang memadainya pengetahuan
dan kemampuan Sumber Daya Manusia
BPR untuk memastikan penggunaan
kredit pada saat melakukan analisis.
Berdasarkan jenis penggunaan kredit,
48,66% disalurkan pada KK, 44,71%
pada KMK, dan 6,63% pada KI.
Pertumbuhan jenis penggunaan kredit
tertinggi berada pada KMK sebesar
5,64% (dari Rp33,7 miliar menjadi
Rp35,6 miliar), diikuti oleh KI sebesar
4,30% (dari Rp5,0 miliar menjadi Rp5,2
miliar), dan KK sebesar 3,81% (dari
Rp37,3 miliar menjadi Rp38,8 miliar)
(Grafik A.3.3.1).
Grafik A.3.3.1Kredit BPR Berdasarkan Penggunaan (dalam Rp. Miliar)
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
40
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
36 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Sementara itu, jumlah BPR yang memiliki
CAR di bawah persyaratan minimum 8%
(CAR negatif) menurun, yaitu dari 14
BPR menjadi 12 BPR (Tabel A.3.1.1).
Penurunan tersebut antara lain karena
adanya peningkatan modal atau sebagai
akibat dilakukannya pencabutan izin
usaha terhadap BPR yang sebelumnya
memiliki CAR negatif.
Terjadinya CAR negatif pada BPR antara
lain dipicu oleh masih lemahnya
pengelolaan BPR terutama dari sisi tata
kelola (GCG).
Tabel A.3.1.1 BPR dengan CAR Dibawah Threshold
Jumlah Bank
CAR *) Jumlah Bank
CAR *) Jumlah CAR
14 -59,24 12 -107,38 -2 -48,14
qtqTW I TW II'16 - TW I'16TW II
2016
Sumber: SIMWAS BPR
3.2 Dana Pihak Ketiga
Pertumbuhan DPK yang merupakan
sumber dana utama BPR, pada triwulan
II-2016 secara umum mengalami
peningkatan sebesar 1,28% (qtq), yaitu
dari Rp69,3 triliun menjadi Rp70,2 triliun,
yang bersumber dari peningkatan
deposito sebesar 2,21% (qtq).
Sementara tabungan mengalami
penurunan sebesar 0,9% (qtq).
Komposisi sumber dana BPR didominasi
oleh DPK (80,55%), diikuti dengan
pinjaman yang diterima (15,31%) dan
antar bank passiva (4,15%). Dari total
DPK tersebut, sebesar 70,50% berasal
dari deposito dan 29,50% berasal dari
tabungan.
Penyebaran DPK masih terkonsentrasi di
pulau Jawa (60,13%), diikuti oleh pulau
Sumatera (19,20%), Bali-Nusa Tenggara
(12,49%), Sulawesi-Maluku-Papua
/Sulampua (5,74%), dan pulau
Kalimantan (2,44%). Di lihat dari
pertumbuhannya, secara umum DPK
meningkat di semua wilayah di Indonesia
dengan pertumbuhan DPK tertinggi
berada di Sulampua sebesar 5,34% (qtq)
(Tabel A.3.2.1).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
37 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.3.2.1 Penyebaran DPK
Total DPK Porsi (%) Total DPK Porsi (%) Nominal %Pulau Sumatera 13,243 19.09 13,485 19.20 242 1.83%Pulau Jawa 42,131 60.75 42,233 60.13 102 0.24%Pulau Kalimantan 1,653 2.38 1,712 2.44 59 3.59%Bali dan Nusa Tenggara 8,499 12.25 8,775 12.49 276 3.25%Sulawesi, Maluku dan Papua 3,828 5.52 4,032 5.74 204 5.34%
Jumlah 69,354 100.00 70,238 100.00 884 100.00*) Total DPK dalam juta rupiah
Triwulan I-2016 Triwulan II-2016 PerkembanganWilayah
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
3.3 Kredit
Fungsi intermediasi BPR selama triwulan
II-2016 berjalan cukup baik. Hal ini
tercermin dari kredit BPR yang
pertumbuhannya meningkat
dibandingkan pertumbuhan pada triwulan
sebelumnya yaitu dari 1,88% menjadi
4,66% (qtq). Porsi kredit terbesar
terdapat pada sektor perdagangan besar
dan eceran (26,07%) dan sektor bukan
lapangan usaha-lainnya (44,36%).
Tingginya porsi pada sektor bukan
lapangan usaha-lainnya disebabkan
karena kurang memadainya pengetahuan
dan kemampuan Sumber Daya Manusia
BPR untuk memastikan penggunaan
kredit pada saat melakukan analisis.
Berdasarkan jenis penggunaan kredit,
48,66% disalurkan pada KK, 44,71%
pada KMK, dan 6,63% pada KI.
Pertumbuhan jenis penggunaan kredit
tertinggi berada pada KMK sebesar
5,64% (dari Rp33,7 miliar menjadi
Rp35,6 miliar), diikuti oleh KI sebesar
4,30% (dari Rp5,0 miliar menjadi Rp5,2
miliar), dan KK sebesar 3,81% (dari
Rp37,3 miliar menjadi Rp38,8 miliar)
(Grafik A.3.3.1).
Grafik A.3.3.1Kredit BPR Berdasarkan Penggunaan (dalam Rp. Miliar)
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
41
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
38 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.3.3.1Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
TW I'16 TW II'16 TW IV'15 TW II'16Pertanian, Perburuhan, dan Kehutanan
4.731 5.020 6,21% 6,29% 6,11%
Perikanan 244 269 0,32% 0,34% 10,61%
Pertambangan dan Penggal ian 124 132 0,16% 0,17% 6,19%
Industri Pengolahan 942 1.012 1,24% 1,27% 7,49%
Listrik, Gas dan Ai r 62 73 0,08% 0,09% 17,45%
Konstruks i 1.803 1.990 2,37% 2,50% 10,38%
Perdagangan Besar dan Eceran 19.365 20.798 25,41% 26,07% 7,40%
Penyediaan Akomodas i dan Penyedian Makan Minum
612 651 0,80% 0,82% 6,25%
Transportas i , Pergudangan dan Komunikas i
1.489 1.560 1,95% 1,96% 4,72%
Perantara Keuangan 167 178 0,22% 0,22% 7,14%
Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan
1.867 1.884 2,45% 2,36% 0,92%
Adminis tras i Pemerintahan, Pertanahan Dan Jaminan Sos ia l Wajib
108 108 0,14% 0,14% -0,56%
Jasa Pendidikan 208 222 0,27% 0,28% 6,86%
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sos ia l 186 187 0,24% 0,23% 0,70%
Jasa Kemasyarakatan, Sos ia l Budaya, Hiburan dan Perorangan La innya
2.517 2.120 3,30% 2,66% -15,77%
Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga
944 977 1,24% 1,22% 3,49%
Kegiatan Usaha yang Belum Jelas Batasannya
3.460 3.770 4,54% 4,73% 8,98%
Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga
3.261 3.426 4,28% 4,30% 5,07%
Bukan Lapangan Usaha - La innya 34.126 35.386 44,78% 44,36% 3,69%
TOTAL 76.216 79.764 100% 100% 4,66%
Sektor EkonomiPorsiNilai
qtq
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Kredit BPR sebagian besar tersebar di
wilayah Jawa sebesar 56,94% dan
wilayah Sumatera sebesar 20,37%.
Dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, penyebaran kredit di
seluruh wilayah mengalami peningkatan.
Pertumbuhan kredit tertinggi terdapat di
Sulampua, yaitu sebesar 6,18% atau dari
Rp6,3 triliun menjadi Rp6,7 triliun (Tabel
A.3.3.2).
Tabel A.3.3.2Kredit BPR Berdasarkan Lokasi Penyaluran
Total Kredit Porsi (%) Total Kredit Porsi (%) Nominal %Pulau Sumatera 15.624 20,50 16.247 20,37 623 3,99%Pulau Jawa 43.157 56,63 45.417 56,94 2.260 5,24%Pulau Kalimantan 1.405 1,84 1.439 1,80 34 2,41%Bali dan Nusa Tenggara 9.673 12,69 9.913 12,43 240 2,48%Sulawesi, Maluku dan Papua 6.356 8,34 6.749 8,46 393 6,18%
Jumlah 76.215 100,00 79.764 100,00 3.549 4,66%*) Total Kredit dalam juta rupiah
Triwulan I-2016 Triwulan II-2016Wilayah Perkembangan
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
39 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Secara umum, kredit BPR pada triwulan
II-2016 meningkat, tercermin dari
peningkatan kredit yang diberikan
sebesar 4,66% (qtq). Namun,
peningkatan kredit tersebut tidak
diimbangi dengan peningkatan kualitas
kredit, tercermin dari sedikit
meningkatnya rasio NPL gross dari
triwulan sebelumnya (dari 6,16% menjadi
6,19%). Beberapa kondisi yang
menyebabkan masih relatif tingginya NPL
pada BPR, yaitu:
i. Karakteristik debitur BPR tergolong
unbankable sehingga aspek legal
dari pengikatan jaminan cenderung
lemah yang pada akhirnya
mendorong peningkatan kredit
macet.
ii. Usaha debitur yang dibiayai
merupakan usaha kecil dan
individual sehingga apabila terjadi
permasalahan individual pada
debitur tersebut akan mempengaruhi
kualitas kredit debitur yang
bersangkutan.
iii. Dari sisi internal bank, antara lain (a)
belum terpenuhinya komposisi
Direksi sesuai ketentuan mengenai
GCG sebagaimana diatur dalam
POJK No.4/POJK.03/2015 tentang
Penerapan Tata Kelola Bagi BPR
yang mulai berlaku sejak 31 Maret
2015 dengan masa peralihan
selama 2 tahun, (b) sistem
pengawasan debitur belum berjalan
dengan baik sebagai dampak dari
masih sederhananya teknologi IT
BPR yang mempengaruhi
keakuratan data monitoring, dan (c)
kompetensi SDM yang belum
memadai sehingga mempengaruhi
kedalaman hasil analisis kredit.
3.4 Likuiditas
Likuiditas BPR pada triwulan II-2016
menunjukkan kondisi yang cukup baik
tercermin dari Cash Ratio (CR)16 yang
masih jauh diatas threshold 4,05%. CR
dimaksud menurun sebesar 181 bps
apabila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya (dari 16,57% menjadi
14,76%.). Penurunan tersebut
disebabkan oleh peningkatan
penghimpunan dana pihak ketiga yang
langsung disalurkan dalam bentuk kredit
yang diberikan.
LDR17 meningkat sebesar 258 bps dari
triwulan sebelumnya, yaitu dari 77,22%
menjadi 79,80%. Peningkatan tersebut
didukung dengan pertumbuhan kredit
yang lebih besar dibandingkan
pertumbuhan DPK.
16 Cash Ratio adalah perbandingan antara alat
likuid terhadap hutang lancar sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Tatacara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat dan perubahannya (PBI No.3/5/PBI/2001 tentang Penetapan Status BPR dalam Pengawasan Khusus dan Pembekuan Kegiatan Usaha).
17 Kriteria score LDR sebagaimana diatur dalam ketentuan tentang Tingkat Kesehatan BPR adalah: Sehat <=94,75%; Cukup Sehat >94,75% - 98,50%; Kurang Sehat >98,50% - 102,25%; Tidak Sehat >102,25%.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
42
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
38 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.3.3.1Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
TW I'16 TW II'16 TW IV'15 TW II'16Pertanian, Perburuhan, dan Kehutanan
4.731 5.020 6,21% 6,29% 6,11%
Perikanan 244 269 0,32% 0,34% 10,61%
Pertambangan dan Penggal ian 124 132 0,16% 0,17% 6,19%
Industri Pengolahan 942 1.012 1,24% 1,27% 7,49%
Listrik, Gas dan Ai r 62 73 0,08% 0,09% 17,45%
Konstruks i 1.803 1.990 2,37% 2,50% 10,38%
Perdagangan Besar dan Eceran 19.365 20.798 25,41% 26,07% 7,40%
Penyediaan Akomodas i dan Penyedian Makan Minum
612 651 0,80% 0,82% 6,25%
Transportas i , Pergudangan dan Komunikas i
1.489 1.560 1,95% 1,96% 4,72%
Perantara Keuangan 167 178 0,22% 0,22% 7,14%
Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan
1.867 1.884 2,45% 2,36% 0,92%
Adminis tras i Pemerintahan, Pertanahan Dan Jaminan Sos ia l Wajib
108 108 0,14% 0,14% -0,56%
Jasa Pendidikan 208 222 0,27% 0,28% 6,86%
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sos ia l 186 187 0,24% 0,23% 0,70%
Jasa Kemasyarakatan, Sos ia l Budaya, Hiburan dan Perorangan La innya
2.517 2.120 3,30% 2,66% -15,77%
Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga
944 977 1,24% 1,22% 3,49%
Kegiatan Usaha yang Belum Jelas Batasannya
3.460 3.770 4,54% 4,73% 8,98%
Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga
3.261 3.426 4,28% 4,30% 5,07%
Bukan Lapangan Usaha - La innya 34.126 35.386 44,78% 44,36% 3,69%
TOTAL 76.216 79.764 100% 100% 4,66%
Sektor EkonomiPorsiNilai
qtq
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Kredit BPR sebagian besar tersebar di
wilayah Jawa sebesar 56,94% dan
wilayah Sumatera sebesar 20,37%.
Dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, penyebaran kredit di
seluruh wilayah mengalami peningkatan.
Pertumbuhan kredit tertinggi terdapat di
Sulampua, yaitu sebesar 6,18% atau dari
Rp6,3 triliun menjadi Rp6,7 triliun (Tabel
A.3.3.2).
Tabel A.3.3.2Kredit BPR Berdasarkan Lokasi Penyaluran
Total Kredit Porsi (%) Total Kredit Porsi (%) Nominal %Pulau Sumatera 15.624 20,50 16.247 20,37 623 3,99%Pulau Jawa 43.157 56,63 45.417 56,94 2.260 5,24%Pulau Kalimantan 1.405 1,84 1.439 1,80 34 2,41%Bali dan Nusa Tenggara 9.673 12,69 9.913 12,43 240 2,48%Sulawesi, Maluku dan Papua 6.356 8,34 6.749 8,46 393 6,18%
Jumlah 76.215 100,00 79.764 100,00 3.549 4,66%*) Total Kredit dalam juta rupiah
Triwulan I-2016 Triwulan II-2016Wilayah Perkembangan
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
39 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Secara umum, kredit BPR pada triwulan
II-2016 meningkat, tercermin dari
peningkatan kredit yang diberikan
sebesar 4,66% (qtq). Namun,
peningkatan kredit tersebut tidak
diimbangi dengan peningkatan kualitas
kredit, tercermin dari sedikit
meningkatnya rasio NPL gross dari
triwulan sebelumnya (dari 6,16% menjadi
6,19%). Beberapa kondisi yang
menyebabkan masih relatif tingginya NPL
pada BPR, yaitu:
i. Karakteristik debitur BPR tergolong
unbankable sehingga aspek legal
dari pengikatan jaminan cenderung
lemah yang pada akhirnya
mendorong peningkatan kredit
macet.
ii. Usaha debitur yang dibiayai
merupakan usaha kecil dan
individual sehingga apabila terjadi
permasalahan individual pada
debitur tersebut akan mempengaruhi
kualitas kredit debitur yang
bersangkutan.
iii. Dari sisi internal bank, antara lain (a)
belum terpenuhinya komposisi
Direksi sesuai ketentuan mengenai
GCG sebagaimana diatur dalam
POJK No.4/POJK.03/2015 tentang
Penerapan Tata Kelola Bagi BPR
yang mulai berlaku sejak 31 Maret
2015 dengan masa peralihan
selama 2 tahun, (b) sistem
pengawasan debitur belum berjalan
dengan baik sebagai dampak dari
masih sederhananya teknologi IT
BPR yang mempengaruhi
keakuratan data monitoring, dan (c)
kompetensi SDM yang belum
memadai sehingga mempengaruhi
kedalaman hasil analisis kredit.
3.4 Likuiditas
Likuiditas BPR pada triwulan II-2016
menunjukkan kondisi yang cukup baik
tercermin dari Cash Ratio (CR)16 yang
masih jauh diatas threshold 4,05%. CR
dimaksud menurun sebesar 181 bps
apabila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya (dari 16,57% menjadi
14,76%.). Penurunan tersebut
disebabkan oleh peningkatan
penghimpunan dana pihak ketiga yang
langsung disalurkan dalam bentuk kredit
yang diberikan.
LDR17 meningkat sebesar 258 bps dari
triwulan sebelumnya, yaitu dari 77,22%
menjadi 79,80%. Peningkatan tersebut
didukung dengan pertumbuhan kredit
yang lebih besar dibandingkan
pertumbuhan DPK.
16 Cash Ratio adalah perbandingan antara alat
likuid terhadap hutang lancar sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Tatacara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat dan perubahannya (PBI No.3/5/PBI/2001 tentang Penetapan Status BPR dalam Pengawasan Khusus dan Pembekuan Kegiatan Usaha).
17 Kriteria score LDR sebagaimana diatur dalam ketentuan tentang Tingkat Kesehatan BPR adalah: Sehat <=94,75%; Cukup Sehat >94,75% - 98,50%; Kurang Sehat >98,50% - 102,25%; Tidak Sehat >102,25%.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
43
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
40 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
3.5 Rentabilitas
ROA BPR selama triwulan II–2016
mengalami penurunan sebesar 25 bps,
yaitu dari 2,87% menjadi 2,62%.
Penurunan ini terjadi karena menurunnya
laba tahun berjalan per bulan, yang
dipengaruhi meningkatnya beban tenaga
kerja.
Pada triwulan II-2016 terdapat
penurunan jumlah BPR yang memiliki
ROA negatif, yaitu dari 295 BPR menjadi
270 BPR atau 16,5% dari 1.636 BPR
(Tabel A.3.5.1). Menurunnya jumlah BPR
dengan ROA negatif dipengaruhi oleh
adanya cabut izin usaha beberapa BPR,
serta perbaikan kinerja laba di BPR yang
awalnya mengalami kerugian.
Tabel A.3.5.1BPR dengan ROA Negatif
Jumlah Bank
ROA **) Jumlah Bank
ROA **) Jumlah ROA
295 -8,39 270 -8,77 -25 -0,38
TW II'16 - TW I'16TW I
qtq2016TW II
Sumber: OJK
4. Kinerja BPRS
Kinerja BPRS pada triwulan II-2016
masih cukup baik, terlihat dari
pertumbuhan aset, DPK, dan
pembiayaan meningkat masing-masing
sebesar 2,13% (dari Rp7,95 triliun
menjadi Rp8,12 triliun), 0,64% (dari
Rp4,97 triliun menjadi Rp5 triliun), dan
8,25% (dari Rp5,97 triliun menjadi
Rp6,46 triliun).
Selain itu, NPF gross dan BOPO BPRS
menurun masing-masing 26 bps (dari
9,44% menjadi 9,18%), dan 126 bps (dari
89,20% menjadi 87,94%).
4.1 Permodalan
CAR BPRS mengalami penurunan
sebesar 193 bps, yaitu dari 22,15%
menjadi 20,22%.
4.2 Dana Pihak Ketiga
DPK BPRS mengalami peningkatan
sebesar 0,64% (qtq), yang dipengaruhi
oleh peningkatan pada deposito iB sebesar
4,36% (qtq). Sementara tabungan iB
menurun 5,78% (qtq). DPK BPRS juga
didominasi oleh deposito iB dengan porsi
sebesar 65,62%.
4.3 Pembiayaan
Pembiayaan BPRS pada triwulan II-2016
tumbuh 8,25% (qtq). Mayoritas
pembiayaan BPRS disalurkan pada
sektor Perdagangan, Restoran dan Hotel
sebesar 27,44%, diikuti penyaluran ke
sektor Jasa Dunia Usaha sebesar
10,40%. Pertumbuhan pembiayaan
terbesar juga berada pada sektor Jasa
Dunia Usaha yaitu 15,36% (qtq).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
41 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Berdasarkan jenis penggunaannya,
pembiayaan BPRS mayoritas disalurkan
untuk pembiayaan konsumsi (42,59%),
diikuti pembiayaan untuk investasi
(37,94%) dan modal kerja (19,46%).
Sementara pertumbuhan tertinggi berada
pada pembiayaan investasi sebesar
9,67% (qtq), diikuti pembiayaan modal
kerja (8,60%, qtq) dan pembiayaan
konsumsi (6,87%, qtq).
Dilihat dari penyebarannya, mayoritas
pembiayaan BPRS disalurkan di Pulau
Jawa, dengan provinsi terbesar yaitu
Jawa Barat (31,93%), Jawa Timur
(16,89%), dan Jawa Tengah (10,32%).
4.4 Rentabilitas
Rentabilitas BPRS mengalami
penurunan sebesar 34 bps, tercermin
dari ROA BPRS yang menurun dari
2,52% menjadi 2,18%.
Tabel A.4.4.1Indikator Umum BPRS
TW I TW IITotal Aset (Rp Juta) 7.954.880 8.124.005 2,13%Pembiayaan (Rp Juta) 5.970.944 6.463.834 8,25%Dana Pihak Ketiga (Rp Juta) 4.965.547 4.997.238 0,64%- Tabungan iB (Rp Juta) 1.823.472 1.718.094 -5,78%- Deposito iB (Rp Juta) 3.142.076 3.279.145 4,36%NPL Gross (%) 9,44 9,18 9,18 CAR (%) 22,15 20,22 (1,93) ROA (%) 2,52 2,18 (0,34) ROE (%) 17,21 14,19 (3,02) NPF (%) 9,44 9,18 (0,26) FDR (%) 120,25 129,35 9,10 BOPO (%) 89,20 87,94 (1,26)
2016 qtqRasio
Ket: menunjukkan peningkatan
menunjukkan penurunan
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Tantangan BPRS
Faktor-faktor yang menjadi tantangan
pada BPRS antara lain (i) terbatasnya
permodalan yang berdampak pada
pengembangan usaha BPRS, (ii) relatif
rendahnya monitoring paska pembiayaan
yang berdampak pada rendahnya
kualitas pembiayaan, (iii) kurangnya
inovasi dan ragam produk BPRS, (iv)
masih terbatasnya SDM dan Teknologi
Informasi, (v) belum optimalnya tata
kelola/corporate governance dan
manajemen risiko, serta (vi) tingginya
biaya operasional BPRS yang belum
efisien.
Dalam menghadapi tantangan BPRS,
PSP dan/atau pengurus BPRS dihimbau
untuk meningkatkan permodalan,
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
44
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
40 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
3.5 Rentabilitas
ROA BPR selama triwulan II–2016
mengalami penurunan sebesar 25 bps,
yaitu dari 2,87% menjadi 2,62%.
Penurunan ini terjadi karena menurunnya
laba tahun berjalan per bulan, yang
dipengaruhi meningkatnya beban tenaga
kerja.
Pada triwulan II-2016 terdapat
penurunan jumlah BPR yang memiliki
ROA negatif, yaitu dari 295 BPR menjadi
270 BPR atau 16,5% dari 1.636 BPR
(Tabel A.3.5.1). Menurunnya jumlah BPR
dengan ROA negatif dipengaruhi oleh
adanya cabut izin usaha beberapa BPR,
serta perbaikan kinerja laba di BPR yang
awalnya mengalami kerugian.
Tabel A.3.5.1BPR dengan ROA Negatif
Jumlah Bank
ROA **) Jumlah Bank
ROA **) Jumlah ROA
295 -8,39 270 -8,77 -25 -0,38
TW II'16 - TW I'16TW I
qtq2016TW II
Sumber: OJK
4. Kinerja BPRS
Kinerja BPRS pada triwulan II-2016
masih cukup baik, terlihat dari
pertumbuhan aset, DPK, dan
pembiayaan meningkat masing-masing
sebesar 2,13% (dari Rp7,95 triliun
menjadi Rp8,12 triliun), 0,64% (dari
Rp4,97 triliun menjadi Rp5 triliun), dan
8,25% (dari Rp5,97 triliun menjadi
Rp6,46 triliun).
Selain itu, NPF gross dan BOPO BPRS
menurun masing-masing 26 bps (dari
9,44% menjadi 9,18%), dan 126 bps (dari
89,20% menjadi 87,94%).
4.1 Permodalan
CAR BPRS mengalami penurunan
sebesar 193 bps, yaitu dari 22,15%
menjadi 20,22%.
4.2 Dana Pihak Ketiga
DPK BPRS mengalami peningkatan
sebesar 0,64% (qtq), yang dipengaruhi
oleh peningkatan pada deposito iB sebesar
4,36% (qtq). Sementara tabungan iB
menurun 5,78% (qtq). DPK BPRS juga
didominasi oleh deposito iB dengan porsi
sebesar 65,62%.
4.3 Pembiayaan
Pembiayaan BPRS pada triwulan II-2016
tumbuh 8,25% (qtq). Mayoritas
pembiayaan BPRS disalurkan pada
sektor Perdagangan, Restoran dan Hotel
sebesar 27,44%, diikuti penyaluran ke
sektor Jasa Dunia Usaha sebesar
10,40%. Pertumbuhan pembiayaan
terbesar juga berada pada sektor Jasa
Dunia Usaha yaitu 15,36% (qtq).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
41 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Berdasarkan jenis penggunaannya,
pembiayaan BPRS mayoritas disalurkan
untuk pembiayaan konsumsi (42,59%),
diikuti pembiayaan untuk investasi
(37,94%) dan modal kerja (19,46%).
Sementara pertumbuhan tertinggi berada
pada pembiayaan investasi sebesar
9,67% (qtq), diikuti pembiayaan modal
kerja (8,60%, qtq) dan pembiayaan
konsumsi (6,87%, qtq).
Dilihat dari penyebarannya, mayoritas
pembiayaan BPRS disalurkan di Pulau
Jawa, dengan provinsi terbesar yaitu
Jawa Barat (31,93%), Jawa Timur
(16,89%), dan Jawa Tengah (10,32%).
4.4 Rentabilitas
Rentabilitas BPRS mengalami
penurunan sebesar 34 bps, tercermin
dari ROA BPRS yang menurun dari
2,52% menjadi 2,18%.
Tabel A.4.4.1Indikator Umum BPRS
TW I TW IITotal Aset (Rp Juta) 7.954.880 8.124.005 2,13%Pembiayaan (Rp Juta) 5.970.944 6.463.834 8,25%Dana Pihak Ketiga (Rp Juta) 4.965.547 4.997.238 0,64%- Tabungan iB (Rp Juta) 1.823.472 1.718.094 -5,78%- Deposito iB (Rp Juta) 3.142.076 3.279.145 4,36%NPL Gross (%) 9,44 9,18 9,18 CAR (%) 22,15 20,22 (1,93) ROA (%) 2,52 2,18 (0,34) ROE (%) 17,21 14,19 (3,02) NPF (%) 9,44 9,18 (0,26) FDR (%) 120,25 129,35 9,10 BOPO (%) 89,20 87,94 (1,26)
2016 qtqRasio
Ket: menunjukkan peningkatan
menunjukkan penurunan
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Tantangan BPRS
Faktor-faktor yang menjadi tantangan
pada BPRS antara lain (i) terbatasnya
permodalan yang berdampak pada
pengembangan usaha BPRS, (ii) relatif
rendahnya monitoring paska pembiayaan
yang berdampak pada rendahnya
kualitas pembiayaan, (iii) kurangnya
inovasi dan ragam produk BPRS, (iv)
masih terbatasnya SDM dan Teknologi
Informasi, (v) belum optimalnya tata
kelola/corporate governance dan
manajemen risiko, serta (vi) tingginya
biaya operasional BPRS yang belum
efisien.
Dalam menghadapi tantangan BPRS,
PSP dan/atau pengurus BPRS dihimbau
untuk meningkatkan permodalan,
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
45
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
42 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
menjaga pertumbuhan bisnis secara
proporsional terhadap kapasitas
permodalan yang ada, menyelesaikan
NPF dengan penagihan dan hapus buku,
dan secara bertahap meningkatkan
kualitas penerapan manajemen risiko,
terutama pada risiko kredit dan risiko
operasional.
5. Corporate Governance
Penerapan Good Corporate Governance
(GCG) bertujuan untuk meningkatkan
kinerja bank, melindungi kepentingan
stakeholders, dan meningkatkan
kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta
nilai-nilai etika yang berlaku umum pada
industri perbankan. Pelaksanaan GCG
pada perbankan harus senantiasa
berlandaskan pada 5 (lima) prinsip dasar
yaitu transparansi (transparency),
akuntabilitas (accountability),
pertanggungjawaban (responsibility),
independensi (independency) dan
kewajaran (fairness).
Penilaian terhadap pelaksanaan GCG
yang berlandaskan pada 5 (lima) prinsip
dasar tersebut dikelompokkan dalam
suatu governance system yang terdiri
dari 3 (tiga) aspek governance, yaitu
governance structure, governance
process, dan governance outcome.
5.1 Bank Umum
Penilaian terhadap manajemen bank
atas pelaksanaan prinsip-prinsip GCG
dilakukan secara berkala setiap semester
dan mencakup: (i) pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab Dewan Komisaris
dan Direksi; (ii) kelengkapan dan
pelaksanaan tugas komite-komite dan
satuan kerja yang menjalankan fungsi
pengendalian intern bank; (iii) penerapan
fungsi kepatuhan, auditor internal dan
auditor eksternal; (iv) penerapan
manajemen risiko, termasuk
pengendalian intern; (v) penyediaan
dana kepada pihak terkait dan
penyediaan dana besar; (vi) rencana
strategis bank; serta (vii) transparansi
kondisi keuangan dan non-keuangan
bank.
Pada semester I-2016 hasil penilaian
atas pelaksanaan GCG pada industri
perbankan dilakukan berdasarkan posisi
Juni 2016. Hal ini mengingat penilaian
pelaksanaan GCG sesuai ketentuan
yang berlaku dilakukan setiap semester.
Pada triwulan II-2016, hasil penilaian
atas pelaksanaan GCG pada industri
perbankan, sebanyak 68 bank dinilai
Baik, kemudian 23 bank dinilai Cukup
Baik, satu bank dinilai Sangat baik, dan
satu bank dinilai kurang baik (Tabel
A.5.1.1).
Penerapan corporate governance
tersebut apabila dibandingkan dengan
semester sebelumnya, relatif masih sama
tercermin dari prosentase jumlah bank
yang memperoleh nilai baik sebesar
73,1% sementara semester sebelumnya
sebesar 64,7%.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
43 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.5.1.1Hasil Penilaian Corporate Governance Perbankan Juni 2016
Tidak Baik
Persero - 6 0 - - 6BPD - 4 9 1 - 14Campuran - 6 1 - - 7BUSD 1 23 4 - - 28BUSND - 12 5 - - 17KCBA - 10 0 - - 10BUS - 7 4 0 - 11Total 1 68 23 1 - 93
Jenis BankHasil Penilaian
Jumlah Bank*)Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik
*)Belum mencakup jumlah bank secara keseluruhan karena masih terdapat beberapa bank yang masih dalam proses penilaian Sumber: Sistem Informasi Perbankan
5.2 BPR
Berdasarkan POJK No 4/POJK.03/2015
yang mulai berlaku sejak 31 Maret 2015,
BPR wajib melaksanakan prinsip-prinsip
tata kelola (GCG) dalam setiap kegiatan
usahanya pada seluruh tingkatan atau
jenjang organisasi. Penerapan prinsip-
prinsip GCG diwujudkan dalam:
a. pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Dewan Komisaris;
b. kelengkapan dan pelaksanaan
fungsi komite;
c. pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Direksi;
d. penanganan benturan kepentingan;
e. penerapan fungsi kepatuhan, audit
intern dan audit ekstern;
f. penerapan manajemen risiko,
termasuk sistem pengendalian
intern;
g. batas maksimum pemberian kredit;
h. rencana strategis BPR; dan
i. transparansi kondisi keuangan dan
non keuangan.
Penerapan GCG diperlukan mengingat
tata kelola yang lemah merupakan
penyebab utama BPR masuk dalam
status pengawasan khusus atau dicabut
izin usaha sehingga mempengaruhi
reputasi dan kepercayaan masyarakat
terhadap BPR. Penerapan tata kelola
yang baik dalam pengelolaan BPR
diharapkan dapat menjamin
kesinambungan operasional BPR dalam
jangka panjang yang tentunya menjamin
ketersediaan pelayanan jasa keuangan
kepada UMKM dan masyarakat di
pelosok daerah.
Mengingat kondisi BPR yang beragam,
maka terdapat penetapan threshold
strata BPR dalam rangka penerapan
corporate governance pada BPR. Hal ini
dengan mempertimbangkan bahwa
semakin meningkat modal inti dan total
aset, meningkat pula risiko BPR karena
bertambahnya dana pihak ketiga,
kemampuan pemberian kredit, jangkauan
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
46
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
42 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
menjaga pertumbuhan bisnis secara
proporsional terhadap kapasitas
permodalan yang ada, menyelesaikan
NPF dengan penagihan dan hapus buku,
dan secara bertahap meningkatkan
kualitas penerapan manajemen risiko,
terutama pada risiko kredit dan risiko
operasional.
5. Corporate Governance
Penerapan Good Corporate Governance
(GCG) bertujuan untuk meningkatkan
kinerja bank, melindungi kepentingan
stakeholders, dan meningkatkan
kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta
nilai-nilai etika yang berlaku umum pada
industri perbankan. Pelaksanaan GCG
pada perbankan harus senantiasa
berlandaskan pada 5 (lima) prinsip dasar
yaitu transparansi (transparency),
akuntabilitas (accountability),
pertanggungjawaban (responsibility),
independensi (independency) dan
kewajaran (fairness).
Penilaian terhadap pelaksanaan GCG
yang berlandaskan pada 5 (lima) prinsip
dasar tersebut dikelompokkan dalam
suatu governance system yang terdiri
dari 3 (tiga) aspek governance, yaitu
governance structure, governance
process, dan governance outcome.
5.1 Bank Umum
Penilaian terhadap manajemen bank
atas pelaksanaan prinsip-prinsip GCG
dilakukan secara berkala setiap semester
dan mencakup: (i) pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab Dewan Komisaris
dan Direksi; (ii) kelengkapan dan
pelaksanaan tugas komite-komite dan
satuan kerja yang menjalankan fungsi
pengendalian intern bank; (iii) penerapan
fungsi kepatuhan, auditor internal dan
auditor eksternal; (iv) penerapan
manajemen risiko, termasuk
pengendalian intern; (v) penyediaan
dana kepada pihak terkait dan
penyediaan dana besar; (vi) rencana
strategis bank; serta (vii) transparansi
kondisi keuangan dan non-keuangan
bank.
Pada semester I-2016 hasil penilaian
atas pelaksanaan GCG pada industri
perbankan dilakukan berdasarkan posisi
Juni 2016. Hal ini mengingat penilaian
pelaksanaan GCG sesuai ketentuan
yang berlaku dilakukan setiap semester.
Pada triwulan II-2016, hasil penilaian
atas pelaksanaan GCG pada industri
perbankan, sebanyak 68 bank dinilai
Baik, kemudian 23 bank dinilai Cukup
Baik, satu bank dinilai Sangat baik, dan
satu bank dinilai kurang baik (Tabel
A.5.1.1).
Penerapan corporate governance
tersebut apabila dibandingkan dengan
semester sebelumnya, relatif masih sama
tercermin dari prosentase jumlah bank
yang memperoleh nilai baik sebesar
73,1% sementara semester sebelumnya
sebesar 64,7%.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
43 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.5.1.1Hasil Penilaian Corporate Governance Perbankan Juni 2016
Tidak Baik
Persero - 6 0 - - 6BPD - 4 9 1 - 14Campuran - 6 1 - - 7BUSD 1 23 4 - - 28BUSND - 12 5 - - 17KCBA - 10 0 - - 10BUS - 7 4 0 - 11Total 1 68 23 1 - 93
Jenis BankHasil Penilaian
Jumlah Bank*)Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik
*)Belum mencakup jumlah bank secara keseluruhan karena masih terdapat beberapa bank yang masih dalam proses penilaian Sumber: Sistem Informasi Perbankan
5.2 BPR
Berdasarkan POJK No 4/POJK.03/2015
yang mulai berlaku sejak 31 Maret 2015,
BPR wajib melaksanakan prinsip-prinsip
tata kelola (GCG) dalam setiap kegiatan
usahanya pada seluruh tingkatan atau
jenjang organisasi. Penerapan prinsip-
prinsip GCG diwujudkan dalam:
a. pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Dewan Komisaris;
b. kelengkapan dan pelaksanaan
fungsi komite;
c. pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Direksi;
d. penanganan benturan kepentingan;
e. penerapan fungsi kepatuhan, audit
intern dan audit ekstern;
f. penerapan manajemen risiko,
termasuk sistem pengendalian
intern;
g. batas maksimum pemberian kredit;
h. rencana strategis BPR; dan
i. transparansi kondisi keuangan dan
non keuangan.
Penerapan GCG diperlukan mengingat
tata kelola yang lemah merupakan
penyebab utama BPR masuk dalam
status pengawasan khusus atau dicabut
izin usaha sehingga mempengaruhi
reputasi dan kepercayaan masyarakat
terhadap BPR. Penerapan tata kelola
yang baik dalam pengelolaan BPR
diharapkan dapat menjamin
kesinambungan operasional BPR dalam
jangka panjang yang tentunya menjamin
ketersediaan pelayanan jasa keuangan
kepada UMKM dan masyarakat di
pelosok daerah.
Mengingat kondisi BPR yang beragam,
maka terdapat penetapan threshold
strata BPR dalam rangka penerapan
corporate governance pada BPR. Hal ini
dengan mempertimbangkan bahwa
semakin meningkat modal inti dan total
aset, meningkat pula risiko BPR karena
bertambahnya dana pihak ketiga,
kemampuan pemberian kredit, jangkauan
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
47
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
44 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
operasional, rentang kendali, dan jumlah
nasabah. Hal tersebut berdampak
semakin dibutuhkannya pelaksanaan tata
kelola yang baik (good corporate
governance) dalam operasional BPR
untuk meminimalkan potensi terjadinya
risiko.
BPR dengan skala besar dan menengah
memiliki potensi risiko yang relatif tinggi
dan akan berpengaruh sangat signifikan
terhadap reputasi industri BPR apabila
terjadi permasalahan pada salah satu
BPR dimaksud. Oleh karena itu, perlu
diterapkan metode pengawasan yang
lebih ketat, termasuk terhadap tata kelola
pada BPR-BPR tersebut. Dengan
threshold strata BPR diharapkan akan
mendukung proses pengawasan BPR
yang saat ini tidak dibedakan
berdasarkan skala usaha BPR.
Adapun ketentuan corporate governance
yang mendasarkan pada jumlah modal
inti adalah:
Tabel A.5.2.1Ketentuan Corporate Governance Berdasarkan Modal Inti
Jumlah Modal Inti
Jumlah anggota DK
Komisaris Independen
Komite Audit dan Komite Pemantau
Risiko
Direksi Pengendalian Internal dan
Manajemen Risiko
Kurang dari Rp50 miliar
2 orang dan paling banyak sama dengan jumlah anggota Direksi
Salah satu anggota Komisaris dapat merupakan Komisaris Independen
- 2 orang dan 1 diantaranya ditunjuk untuk menjalankan fungsi kepatuhan.
Menunjuk pejabat yang akan melaksanakan fungsi Audit Intern, fungsi Manajemen Risiko; dan fungsi Kepatuhan
Lebih dari atau sama dengan Rp50 miliar
3 orang atau paling banyak sama dengan jumlah anggota Direksi
- - 3 orang dan 1 direktur kepatuhan
Membentuk: SKAI Satker Manajemen
Risiko dan Komite Manajemen Risiko
Satker Kepatuhan
Lebih dari atau sama dengan Rp50 miliar dan kurang dari Rp80 miliar
- Paling kurang satu anggota dewan Komisaris adalah Komisaris Independen
- - -
Lebih dari atau sama dengan Rp80 miliar
- Paling kurang 50% dari jumlah anggota dewan Komisaris
Paling kurang membenrtuk Komite Audit dan Komite Pemantau Risiko
- -
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
45 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Berdasarkan ketentuan diatas, sampai
dengan triwulan II-2016 terdapat 55%
BPR yang sudah memenuhi ketentuan
jumlah keanggotaan Direksi dan Dewan
Komisaris. Sedangkan 45% BPR belum
memenuhi jumlah keanggotaan Direksi
dan/atau Dewan Komisaris secara
lengkap (Grafik A.5.2.1). Masa peralihan
bagi BPR untuk memenuhi struktur
Dewan Komisaris dan kelengkapan
komite ditetapkan selama jangka waktu
dua tahun sejak berlakunya POJK
No.4/POJK.03/2005.
Kendala BPR dalam pemenuhan
ketentuan GCG antara lain karena
keterbatasan BPR untuk mendapatkan
atau membayar SDM yang berkualitas,
dan adanya kewajiban untuk memliki
sertifikasi bagi Komisaris.
Grafik A.5.2.1Jumlah BPR Berdasarkan Pemenuhan
Komposisi Jumlah Anggota Direksi dan Dewan Komisaris
Sumber: OJK
6. Jaringan Kantor dan Kegiatan Perizinan Kelembagaan Perbankan
6.1 Bank Umum Konvensional
6.1.1 Perizinan
Pada triwulan II-2016 telah diselesaikan
115 perizinan perubahan jaringan kantor
bank umum yang terdiri dari pembukaan,
penutupan, pemindahan alamat,
perubahan status, dan perubahan izin
bank devisa.
Perubahan izin menjadi bank devisa
terjadi pada PT Bank Multiarta Sentosa
sesuai dengan KEP No.KEP-
21/D.03/2016 tanggal 10 Juni 2016.
Sedangkan perubahan perizinan lainnya,
63,48% didominasi oleh pemindahan
alamat Kantor Cabang Pembantu/KCP
(24 perizinan), penutupan KCP (20
perizinan), peningkatan status KK
menjadi KCP (17 perizinan), dan
peningkatan status KCP menjadi KC (12
perizinan) (Tabel A.6.1.1.1).
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
48
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
44 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
operasional, rentang kendali, dan jumlah
nasabah. Hal tersebut berdampak
semakin dibutuhkannya pelaksanaan tata
kelola yang baik (good corporate
governance) dalam operasional BPR
untuk meminimalkan potensi terjadinya
risiko.
BPR dengan skala besar dan menengah
memiliki potensi risiko yang relatif tinggi
dan akan berpengaruh sangat signifikan
terhadap reputasi industri BPR apabila
terjadi permasalahan pada salah satu
BPR dimaksud. Oleh karena itu, perlu
diterapkan metode pengawasan yang
lebih ketat, termasuk terhadap tata kelola
pada BPR-BPR tersebut. Dengan
threshold strata BPR diharapkan akan
mendukung proses pengawasan BPR
yang saat ini tidak dibedakan
berdasarkan skala usaha BPR.
Adapun ketentuan corporate governance
yang mendasarkan pada jumlah modal
inti adalah:
Tabel A.5.2.1Ketentuan Corporate Governance Berdasarkan Modal Inti
Jumlah Modal Inti
Jumlah anggota DK
Komisaris Independen
Komite Audit dan Komite Pemantau
Risiko
Direksi Pengendalian Internal dan
Manajemen Risiko
Kurang dari Rp50 miliar
2 orang dan paling banyak sama dengan jumlah anggota Direksi
Salah satu anggota Komisaris dapat merupakan Komisaris Independen
- 2 orang dan 1 diantaranya ditunjuk untuk menjalankan fungsi kepatuhan.
Menunjuk pejabat yang akan melaksanakan fungsi Audit Intern, fungsi Manajemen Risiko; dan fungsi Kepatuhan
Lebih dari atau sama dengan Rp50 miliar
3 orang atau paling banyak sama dengan jumlah anggota Direksi
- - 3 orang dan 1 direktur kepatuhan
Membentuk: SKAI Satker Manajemen
Risiko dan Komite Manajemen Risiko
Satker Kepatuhan
Lebih dari atau sama dengan Rp50 miliar dan kurang dari Rp80 miliar
- Paling kurang satu anggota dewan Komisaris adalah Komisaris Independen
- - -
Lebih dari atau sama dengan Rp80 miliar
- Paling kurang 50% dari jumlah anggota dewan Komisaris
Paling kurang membenrtuk Komite Audit dan Komite Pemantau Risiko
- -
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
45 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Berdasarkan ketentuan diatas, sampai
dengan triwulan II-2016 terdapat 55%
BPR yang sudah memenuhi ketentuan
jumlah keanggotaan Direksi dan Dewan
Komisaris. Sedangkan 45% BPR belum
memenuhi jumlah keanggotaan Direksi
dan/atau Dewan Komisaris secara
lengkap (Grafik A.5.2.1). Masa peralihan
bagi BPR untuk memenuhi struktur
Dewan Komisaris dan kelengkapan
komite ditetapkan selama jangka waktu
dua tahun sejak berlakunya POJK
No.4/POJK.03/2005.
Kendala BPR dalam pemenuhan
ketentuan GCG antara lain karena
keterbatasan BPR untuk mendapatkan
atau membayar SDM yang berkualitas,
dan adanya kewajiban untuk memliki
sertifikasi bagi Komisaris.
Grafik A.5.2.1Jumlah BPR Berdasarkan Pemenuhan
Komposisi Jumlah Anggota Direksi dan Dewan Komisaris
Sumber: OJK
6. Jaringan Kantor dan Kegiatan Perizinan Kelembagaan Perbankan
6.1 Bank Umum Konvensional
6.1.1 Perizinan
Pada triwulan II-2016 telah diselesaikan
115 perizinan perubahan jaringan kantor
bank umum yang terdiri dari pembukaan,
penutupan, pemindahan alamat,
perubahan status, dan perubahan izin
bank devisa.
Perubahan izin menjadi bank devisa
terjadi pada PT Bank Multiarta Sentosa
sesuai dengan KEP No.KEP-
21/D.03/2016 tanggal 10 Juni 2016.
Sedangkan perubahan perizinan lainnya,
63,48% didominasi oleh pemindahan
alamat Kantor Cabang Pembantu/KCP
(24 perizinan), penutupan KCP (20
perizinan), peningkatan status KK
menjadi KCP (17 perizinan), dan
peningkatan status KCP menjadi KC (12
perizinan) (Tabel A.6.1.1.1).
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
49
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
46 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.6.1.1.1Perizinan Perubahan Jaringan Kantor*)
NO. TW I - 2016 TW II - 2016
1 Pembukaan Bank Umuma. Kantor Wilayah (Kanwil) 2 1 b. Kantor Cabang (KC) 5 6 c. Kantor Cabang Pembantu (KCP) 5 7 d. Kantor Fungsional (KF) - 3 e. Kantor Perwakilan Bank Umum Di Luar Negeri 1 -
2 Penutupan Bank Umuma. Izin Usaha - - b. Kantor Perwakilan - - c. Kantor Cabang (KC) 2 1 d. Kantor Cabang Pembantu (KCP) 38 20 e. Kantor Fungsional (KF) 11 6
3 Pemindahan Alamat Bank Umuma. Kantor Pusat (KP) 5 3 b. Kantor Wilayah (Kanwil) 1 1 c. Kantor Cabang (KC) 8 6 d. Kantor Cabang Pembantu (KCP) 21 24 e. Kantor Fungsional (KF) 1 3 f. Kantor Perwakilan Bank - -
4 Perubahan Status Bank Umuma. Peningkatan Status
- KCP menjadi KC 2 12 - KK menjadi KCP 7 17 - KF menjadi KCP - - - KK menjadi KC - -
b. Penurunan Status Bank Umum- KP menjadi KC - - - KC menjadi KCP 2 4 - KCP ke KF/KK - -
5 Perubahan Penggunaan izin usaha (Perubahan Nama) 1 - 6 Perubahan Badan Hukum - - 7 Merger bank Umum8 Izin Bank Devisa - 1 9 Pembukaan Kantor Perwakilan Bank Luar Negeri di Indonesia - -
Jumlah 112 115
JENIS KEGIATAN
Sumber: LKPBU, Juni 2016 *) Ket: Hanya mencakup perubahan perizinan jaringan kantor di wilayah Jabodetabek
6.1.2 Jaringan Kantor
Perkembangan jaringan kantor BUK pada
triwulan II-2016 dibandingkan triwulan
sebelumnya mengalami peningkatan
sebanyak 170 jaringan kantor yaitu dari
132.016 jaringan kantor menjadi 132.186
jaringan kantor.
Peningkatan terbesar terjadi pada
ATM/ADM sebanyak 271, yang diikuti
dengan peningkatan pada Kantor
Cabang Dalam Negeri (29), Kantor Kas
(15), Kas Keliling (14), Payment Point
(13), dan Kantor Wilayah Bank Umum
Konvensional dan Syariah (1).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
47 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Sedangkan untuk KCP dalam negeri
berkurang sebanyak 107 kantor, Kantor
Fungsional (konvensional dan syariah)
berkurang 65 kantor, dan Kantor Pusat
Operasional berkurang satu kantor (Tabel
A.6.1.2.1).
Tabel A.6.1.2.1Jaringan Kantor Bank Umum Konvensional
Perubahan∆
Kantor Pusat Operasional 54 53 (1)
Kantor Pusat Non Operasional 56 56 -
Kantor Cabang Bank Asing 10 10 -
Kantor Wilayah Bank Umum (konven+syariah) 156 157 1
Kantor Cabang (Dalam Negeri) 2.834 2.863 29
Kantor Cabang (Luar Negeri) - - -
Kantor Cabang Pembantu Bank Asing 32 32 -
Kantor Cabang Pembantu (Dalam Negeri) 17.148 17.041 (107)
Kantor Cabang Pembantu (Luar Negeri) - - -
Kantor Kas 10.637 10.652 15
Kantor Fungsional (konven+syariah) 1.764 1.699 (65)
Payment Point 1.652 1.665 13
Kas keliling/kas mobil/kas terapung 1.442 1.456 14
Kantor dibawah KCP KCBA yg tidak termasuk 11,12,13,14 *) 24 24 -
Kantor Perwakilan Bank Umum di Luar negeri 2 2 -
ATM/ADM 96.205 96.476 271
TOTAL 132.016 132.186 170
TW II 2016STATUS KANTOR TW I 2016
Sumber: LKPBU, Juni 2016
Berdasarkan pembagian wilayah,
sebaran jaringan kantor BUK sebagian
besar berada di pulau Jawa dengan
jumlah sebanyak 84.376 jaringan kantor
(63,83%), diikuti pulau Sumatera 22.060
(16,69%), Sulampua 10.656 (8,06%),
Kalimantan 8.343 (6,31%), dan Bali-NTB-
NTT 6.751 (5,11%).
Peningkatan jumlah jaringan kantor
terbesar pada triwulan II-2016
dibandingkan triwulan sebelumnya
berada di pulau Sumatera yaitu
bertambah 228 jaringan kantor, diikuti
pulau Jawa bertambah 37 jaringan
kantor. Sementara jaringan kantor di
Bali-NTB-NTT berkurang sebanyak 41
jaringan kantor, diikuti pulau Kalimantan
berkurang 28 jaringan kantor, dan
Sulampua berkurang 26 jaringan kantor.
Grafik A.6.1.2.1
Penyebaran Jaringan Kantor BUK di Lima Wilayah di Indonesia
Sumber: LKPBU, Juni 2016
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
50
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
46 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.6.1.1.1Perizinan Perubahan Jaringan Kantor*)
NO. TW I - 2016 TW II - 2016
1 Pembukaan Bank Umuma. Kantor Wilayah (Kanwil) 2 1 b. Kantor Cabang (KC) 5 6 c. Kantor Cabang Pembantu (KCP) 5 7 d. Kantor Fungsional (KF) - 3 e. Kantor Perwakilan Bank Umum Di Luar Negeri 1 -
2 Penutupan Bank Umuma. Izin Usaha - - b. Kantor Perwakilan - - c. Kantor Cabang (KC) 2 1 d. Kantor Cabang Pembantu (KCP) 38 20 e. Kantor Fungsional (KF) 11 6
3 Pemindahan Alamat Bank Umuma. Kantor Pusat (KP) 5 3 b. Kantor Wilayah (Kanwil) 1 1 c. Kantor Cabang (KC) 8 6 d. Kantor Cabang Pembantu (KCP) 21 24 e. Kantor Fungsional (KF) 1 3 f. Kantor Perwakilan Bank - -
4 Perubahan Status Bank Umuma. Peningkatan Status
- KCP menjadi KC 2 12 - KK menjadi KCP 7 17 - KF menjadi KCP - - - KK menjadi KC - -
b. Penurunan Status Bank Umum- KP menjadi KC - - - KC menjadi KCP 2 4 - KCP ke KF/KK - -
5 Perubahan Penggunaan izin usaha (Perubahan Nama) 1 - 6 Perubahan Badan Hukum - - 7 Merger bank Umum8 Izin Bank Devisa - 1 9 Pembukaan Kantor Perwakilan Bank Luar Negeri di Indonesia - -
Jumlah 112 115
JENIS KEGIATAN
Sumber: LKPBU, Juni 2016 *) Ket: Hanya mencakup perubahan perizinan jaringan kantor di wilayah Jabodetabek
6.1.2 Jaringan Kantor
Perkembangan jaringan kantor BUK pada
triwulan II-2016 dibandingkan triwulan
sebelumnya mengalami peningkatan
sebanyak 170 jaringan kantor yaitu dari
132.016 jaringan kantor menjadi 132.186
jaringan kantor.
Peningkatan terbesar terjadi pada
ATM/ADM sebanyak 271, yang diikuti
dengan peningkatan pada Kantor
Cabang Dalam Negeri (29), Kantor Kas
(15), Kas Keliling (14), Payment Point
(13), dan Kantor Wilayah Bank Umum
Konvensional dan Syariah (1).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
47 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Sedangkan untuk KCP dalam negeri
berkurang sebanyak 107 kantor, Kantor
Fungsional (konvensional dan syariah)
berkurang 65 kantor, dan Kantor Pusat
Operasional berkurang satu kantor (Tabel
A.6.1.2.1).
Tabel A.6.1.2.1Jaringan Kantor Bank Umum Konvensional
Perubahan∆
Kantor Pusat Operasional 54 53 (1)
Kantor Pusat Non Operasional 56 56 -
Kantor Cabang Bank Asing 10 10 -
Kantor Wilayah Bank Umum (konven+syariah) 156 157 1
Kantor Cabang (Dalam Negeri) 2.834 2.863 29
Kantor Cabang (Luar Negeri) - - -
Kantor Cabang Pembantu Bank Asing 32 32 -
Kantor Cabang Pembantu (Dalam Negeri) 17.148 17.041 (107)
Kantor Cabang Pembantu (Luar Negeri) - - -
Kantor Kas 10.637 10.652 15
Kantor Fungsional (konven+syariah) 1.764 1.699 (65)
Payment Point 1.652 1.665 13
Kas keliling/kas mobil/kas terapung 1.442 1.456 14
Kantor dibawah KCP KCBA yg tidak termasuk 11,12,13,14 *) 24 24 -
Kantor Perwakilan Bank Umum di Luar negeri 2 2 -
ATM/ADM 96.205 96.476 271
TOTAL 132.016 132.186 170
TW II 2016STATUS KANTOR TW I 2016
Sumber: LKPBU, Juni 2016
Berdasarkan pembagian wilayah,
sebaran jaringan kantor BUK sebagian
besar berada di pulau Jawa dengan
jumlah sebanyak 84.376 jaringan kantor
(63,83%), diikuti pulau Sumatera 22.060
(16,69%), Sulampua 10.656 (8,06%),
Kalimantan 8.343 (6,31%), dan Bali-NTB-
NTT 6.751 (5,11%).
Peningkatan jumlah jaringan kantor
terbesar pada triwulan II-2016
dibandingkan triwulan sebelumnya
berada di pulau Sumatera yaitu
bertambah 228 jaringan kantor, diikuti
pulau Jawa bertambah 37 jaringan
kantor. Sementara jaringan kantor di
Bali-NTB-NTT berkurang sebanyak 41
jaringan kantor, diikuti pulau Kalimantan
berkurang 28 jaringan kantor, dan
Sulampua berkurang 26 jaringan kantor.
Grafik A.6.1.2.1
Penyebaran Jaringan Kantor BUK di Lima Wilayah di Indonesia
Sumber: LKPBU, Juni 2016
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
51
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
48 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
6.1.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry)
Dalam rangka menciptakan sistem
perbankan yang sehat, selain ditempuh
dengan cara perbaikan kondisi keuangan
perbankan, juga ditempuh dengan cara
pemantapan sistem perbankan yang
mengarahkan perbankan kepada
praktek-praktek good corporate
governance serta pemenuhan prinsip
kehati-hatian.
Bank sebagai lembaga intermediasi
setiap saat harus mempertahankan dan
menjaga kepercayaan. Oleh karena itu,
lembaga perbankan perlu dimiliki dan
dikelola oleh pihak-pihak yang memenuhi
persyaratan kemampuan dan kepatutan,
yang selain memiliki integritas juga
memiliki komitmen dan kemampuan yang
tinggi dalam mendukung pengembangan
operasional bank yang sehat.
Selain itu, dalam pengelolaan bank
diperlukan sumber daya manusia yang
memiliki integritas yang tinggi, berkualitas
dan memiliki reputasi keuangan yang
baik. Sehubungan dengan hal tersebut
diperlukan proses uji kemampuan dan
kepatutan terhadap calon pemilik dan
calon pengelola bank melalui penelitian
administratif yang lebih efektif dan proses
wawancara yang lebih efisien, dengan
tetap memperhatikan pemenuhan
persyaratan yang ditetapkan (fit and
proper test-new entry).
Pada triwulan II-2016, terdapat 43
pemohon FPT New Entry yang lulus
mengikuti proses wawancara, terdiri dari
empat PSP/Pemegang Saham
Pengendali Terakhir (PSPT), 16 anggota
Dewan Komisaris dan 23 anggota
Direksi. Dari 43 yang lulus proses
wawancara tersebut, 44 peserta
mendapatkan Surat Keputusan Lulus
termasuk carry over dari triwulan
sebelumnya (Tabel A.6.1.3.1).
Tabel A.6.1.3.1 FPT Calon Pengurus dan Pemegang Saham Bank Umum
Lulus Tidak Lulus Lulus Tidak LulusPSP/PSPT 4 0 6 0 0 10
Dewan Komisaris 16 4 17 2 3 42Direksi 23 5 21 5 11 65Total 43 9 44 7 14 117
New EntryWawancara Surat Keputusan (SK)
FPTJumlah Tidak
ditindaklanjutiTW II - 2016
Sumber: OJK
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
49 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
6.2 Bank Syariah
6.2.1 Perizinan
Pada triwulan II-2016 terdapat 98
permohonan perizinan yang sebagian
besar terkait dengan pengembangan
jaringan kantor (77,6% atau 76
permohonan), terutama permohonan
penutupan kantor. Dari total 98
permohonan perizinan, sampai dengan
triwulan II-2016, terdapat 36 permohonan
yang masih dalam proses (Tabel
A.6.2.1.1).
Tabel A.6.2.1.1Perizinan Bank Umum Syariah
Sumber: OJK, Juni 2016
6.2.2 Jaringan Kantor
Perkembangan jaringan kantor BUS
pada triwulan II-2016 dibandingkan
triwulan sebelumnya mengalami
peningkatan sebanyak 449 jaringan
kantor, yaitu dari 9.474 jaringan kantor
menjadi 9.923 jaringan kantor.
Peningkatan terbesar terjadi pada
layanan syariah/office channeling
sebanyak 320 unit dan payment point
sebanyak 208 unit. Sedangkan untuk
KCP dalam negeri berkurang 100 kantor
dan KK syariah berkurang 16 kantor
(Tabel A.6.2.2.1).
Permohonan Perizinan Disetujui DitolakDihentikan/Tidak Memenuhi Syarat
Dalam ProsesTotal
Permohonan
Perizinan Produk Baru 1 - 1 1 3 Pengembangan Jaringan Kantor :1. Pembukaan Kantor Baru 10 3 1 2 16 2. Penutupan Kantor 25 - 3 6 34 3. Pemindahan Alamat Kantor 13 - 2 11 26 Perizinan Lainnya :1. Izin Prinsip - - - 2 2 2. Izin Usaha - - - 2 2 3. Izin Prinsip Disetujui namun belum mengajukan Izin Usaha - - - 1 1 4. Konversi - - 2 4 6 5. Pemisahan Spin off - - - - - 6. Kantor Bank Asing - - - - - 7. Merger & Akuisisi - - - 5 5 8. Konsolidasi - - - - - 9. Perubahan Nama - - - 2 2 10. Penutupan/Pencabutan Izin Usaha bank 1 - - - 1 11. Kegiatan usaha dalam valas - - - - - TOTAL 50 3 9 36 98
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
52
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
48 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
6.1.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry)
Dalam rangka menciptakan sistem
perbankan yang sehat, selain ditempuh
dengan cara perbaikan kondisi keuangan
perbankan, juga ditempuh dengan cara
pemantapan sistem perbankan yang
mengarahkan perbankan kepada
praktek-praktek good corporate
governance serta pemenuhan prinsip
kehati-hatian.
Bank sebagai lembaga intermediasi
setiap saat harus mempertahankan dan
menjaga kepercayaan. Oleh karena itu,
lembaga perbankan perlu dimiliki dan
dikelola oleh pihak-pihak yang memenuhi
persyaratan kemampuan dan kepatutan,
yang selain memiliki integritas juga
memiliki komitmen dan kemampuan yang
tinggi dalam mendukung pengembangan
operasional bank yang sehat.
Selain itu, dalam pengelolaan bank
diperlukan sumber daya manusia yang
memiliki integritas yang tinggi, berkualitas
dan memiliki reputasi keuangan yang
baik. Sehubungan dengan hal tersebut
diperlukan proses uji kemampuan dan
kepatutan terhadap calon pemilik dan
calon pengelola bank melalui penelitian
administratif yang lebih efektif dan proses
wawancara yang lebih efisien, dengan
tetap memperhatikan pemenuhan
persyaratan yang ditetapkan (fit and
proper test-new entry).
Pada triwulan II-2016, terdapat 43
pemohon FPT New Entry yang lulus
mengikuti proses wawancara, terdiri dari
empat PSP/Pemegang Saham
Pengendali Terakhir (PSPT), 16 anggota
Dewan Komisaris dan 23 anggota
Direksi. Dari 43 yang lulus proses
wawancara tersebut, 44 peserta
mendapatkan Surat Keputusan Lulus
termasuk carry over dari triwulan
sebelumnya (Tabel A.6.1.3.1).
Tabel A.6.1.3.1 FPT Calon Pengurus dan Pemegang Saham Bank Umum
Lulus Tidak Lulus Lulus Tidak LulusPSP/PSPT 4 0 6 0 0 10
Dewan Komisaris 16 4 17 2 3 42Direksi 23 5 21 5 11 65Total 43 9 44 7 14 117
New EntryWawancara Surat Keputusan (SK)
FPTJumlah Tidak
ditindaklanjutiTW II - 2016
Sumber: OJK
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
49 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
6.2 Bank Syariah
6.2.1 Perizinan
Pada triwulan II-2016 terdapat 98
permohonan perizinan yang sebagian
besar terkait dengan pengembangan
jaringan kantor (77,6% atau 76
permohonan), terutama permohonan
penutupan kantor. Dari total 98
permohonan perizinan, sampai dengan
triwulan II-2016, terdapat 36 permohonan
yang masih dalam proses (Tabel
A.6.2.1.1).
Tabel A.6.2.1.1Perizinan Bank Umum Syariah
Sumber: OJK, Juni 2016
6.2.2 Jaringan Kantor
Perkembangan jaringan kantor BUS
pada triwulan II-2016 dibandingkan
triwulan sebelumnya mengalami
peningkatan sebanyak 449 jaringan
kantor, yaitu dari 9.474 jaringan kantor
menjadi 9.923 jaringan kantor.
Peningkatan terbesar terjadi pada
layanan syariah/office channeling
sebanyak 320 unit dan payment point
sebanyak 208 unit. Sedangkan untuk
KCP dalam negeri berkurang 100 kantor
dan KK syariah berkurang 16 kantor
(Tabel A.6.2.2.1).
Permohonan Perizinan Disetujui DitolakDihentikan/Tidak Memenuhi Syarat
Dalam ProsesTotal
Permohonan
Perizinan Produk Baru 1 - 1 1 3 Pengembangan Jaringan Kantor :1. Pembukaan Kantor Baru 10 3 1 2 16 2. Penutupan Kantor 25 - 3 6 34 3. Pemindahan Alamat Kantor 13 - 2 11 26 Perizinan Lainnya :1. Izin Prinsip - - - 2 2 2. Izin Usaha - - - 2 2 3. Izin Prinsip Disetujui namun belum mengajukan Izin Usaha - - - 1 1 4. Konversi - - 2 4 6 5. Pemisahan Spin off - - - - - 6. Kantor Bank Asing - - - - - 7. Merger & Akuisisi - - - 5 5 8. Konsolidasi - - - - - 9. Perubahan Nama - - - 2 2 10. Penutupan/Pencabutan Izin Usaha bank 1 - - - 1 11. Kegiatan usaha dalam valas - - - - - TOTAL 50 3 9 36 98
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
53
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
50 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.6.2.2.1Jaringan Kantor Bank Umum Syariah
Kantor Pusat Bank Umum Syariah 12 12
Kantor Cabang (Dalam Negeri) Syariah 574 581
Kantor Cabang (Luar Negeri) - -
Kantor Cabang Pembantu (Dalam Negeri) Syariah 1407 1307
Kantor Cabang Pembantu (Luar Negeri) Syariah - -
Kantor Kas Syariah 244 228
Unit Usaha Syariah 22 22
Payment Point 1268 1476
Kas keliling/kas mobil/kas terapung Syariah 81 90
ATM/ADM Syariah 3712 3733
Layanan Syariah/Office Channeling (di KC/KCP Konvensional) 2154 2474
TOTAL 9.474 9.923
Sumber: Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU)
STATUS KANTOR TW II - 2016TW I - 2016
Penyebaran jaringan kantor BUS, 59%
berada di Jawa (5.856 jaringan kantor),
diikuti Sumatera (22%, 2.192 jaringan
kantor), Kalimantan (8%, 829 jaringan
kantor), Sulampua (8%, 783 jaringan
kantor), dan Bali-NTB-NTT (3%, 263
jaringan kantor).
Peningkatan jumlah jaringan kantor yang
terbesar berlokasi di pulau Jawa (349
jaringan kantor), diikuti Sumatera (46
jaringan kantor), Sulampua (28 jaringan
kantor), Kalimantan (24 jaringan kantor),
dan Bali-NTB-NTT (2 jaringan kantor)
(Tabel A.5.2.2.1 dan Grafik A.6.2.2.1).
Grafik A.6.2.2.1Penyebaran Jaringan Kantor BUS di Lima
Wilayah di Indonesia
Sumber: LKPBU, Juni 2016
6.2.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry)
Selama Triwulan II-2016, telah
dilaksanakan fit and proper test terhadap
47 calon Pengurus Bank Syariah, lima
calon Dewan Pengawas Syariah (DPS),
dan dua calon PSP. Dari 54 calon yang
mengikuti FPT, 33 calon masih dalam
proses. Selanjutnya dari 21 calon yang
telah mengikuti proses FPT, hanya 12
calon pengurus bank syariah dinyatakan
memenuhi syarat (Lulus). Sedangkan
sembilan calon lainnya belum memenuhi
persyaratan/ketentuan yang berlaku.
Tabel A.6.3.1.1 Perizinan BPR
Sumber: OJK, Juni 2016
No FPT New Entry Disetujui
Ditolak/Belum
memenuhi syarat
Dalam Proses
Total Permohonan
1Pemegang Saham Pengendali (PSP)
- - 2 2
2Pengurus Bank Syariah (Komisaris dan Direksi)
12 7 28 47
3 Dewan Pengawas Syariah - 2 3 5Total Permohonan Proses FPT 12 9 33 54
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
51 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
6.3 BPR 6.3.1 Perizinan Pada triwulan II-2016 terdapat 31
permohonan yang telah diproses, terdiri
dari enam proses pendirian, dua proses
merger BPR, 20 proses BPR dalam
pengawasan khusus, dan tiga proses
pencabutan izin usaha (Tabel A.6.3.1.1).
Tabel A.6.3.1.1 Perizinan BPR
Sumber: SIMWAS BPR, Juni 2016
6.3.2 Jaringan Kantor
Pada triwulan II-2016, jumlah BPR
bertambah satu dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yaitu menjadi 1.636
BPR. Sedangkan untuk jaringan kantor
bertambah 27 kantor dari triwulan
sebelumnya menjadi 6.051 kantor.
Penyebaran jaringan kantor pada lima
wilayah di Indonesia masih belum
merata, yaitu masih terpusat di pulau
Jawa (74,75% atau 4.523 kantor), diikuti
pulau Sumatera-Kepri-Babel (11,82%
atau 715 kantor), pulau Bali-NTB-NTT
(7,52% atau 455 kantor), pulau
Sulampua (3,88% atau 235 kantor), dan
pulau Kalimantan (2,03% atau 123
kantor).
Grafik A.6.3.2.1Jaringan Kantor BPR
Sumber: Laporan Kantor Pusat Bank Umum
(LKPBU), Juni 2016
6.3.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry)
Pada triwulan II-2016, telah dilakukan Fit
and Proper Test New Entry kepada 325
calon pengurus dan PSP BPR dengan
hasil terdapat 243 calon Pengurus/PSP
BPR yang mendapatkan persetujuan
untuk menjadi Direksi, Komisaris dan
PSP (Tabel A.6.3.3.1). Jumlah calon
pengurus dan PSP BPR yang mengikuti
FPT meningkat relatif signifikan bila
dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang hanya berjumlah 98
calon pengurus dan PSP BPR.
Tabel A.6.3.3.1
Daftar Hasil Fit and Proper Test New Entry BPR
Lulus Tidak Lulus TotalDireksi 107 47 154Komisaris 117 35 152PSP 19 0 19
Jumlah 243 82 325
New Entry2016TW II
Sumber: SIMWAS BPR
TW I TW IIPendirian BPR 3 6Merger BPR 3 2Konsolidasi BPR 0 0BPR dalam Pengawasan Khusus 17 20Pencabutan Izin Usaha 2 3
Total 25 31
Perijinan BPR 2016
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
54
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
50 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel A.6.2.2.1Jaringan Kantor Bank Umum Syariah
Kantor Pusat Bank Umum Syariah 12 12
Kantor Cabang (Dalam Negeri) Syariah 574 581
Kantor Cabang (Luar Negeri) - -
Kantor Cabang Pembantu (Dalam Negeri) Syariah 1407 1307
Kantor Cabang Pembantu (Luar Negeri) Syariah - -
Kantor Kas Syariah 244 228
Unit Usaha Syariah 22 22
Payment Point 1268 1476
Kas keliling/kas mobil/kas terapung Syariah 81 90
ATM/ADM Syariah 3712 3733
Layanan Syariah/Office Channeling (di KC/KCP Konvensional) 2154 2474
TOTAL 9.474 9.923
Sumber: Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU)
STATUS KANTOR TW II - 2016TW I - 2016
Penyebaran jaringan kantor BUS, 59%
berada di Jawa (5.856 jaringan kantor),
diikuti Sumatera (22%, 2.192 jaringan
kantor), Kalimantan (8%, 829 jaringan
kantor), Sulampua (8%, 783 jaringan
kantor), dan Bali-NTB-NTT (3%, 263
jaringan kantor).
Peningkatan jumlah jaringan kantor yang
terbesar berlokasi di pulau Jawa (349
jaringan kantor), diikuti Sumatera (46
jaringan kantor), Sulampua (28 jaringan
kantor), Kalimantan (24 jaringan kantor),
dan Bali-NTB-NTT (2 jaringan kantor)
(Tabel A.5.2.2.1 dan Grafik A.6.2.2.1).
Grafik A.6.2.2.1Penyebaran Jaringan Kantor BUS di Lima
Wilayah di Indonesia
Sumber: LKPBU, Juni 2016
6.2.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry)
Selama Triwulan II-2016, telah
dilaksanakan fit and proper test terhadap
47 calon Pengurus Bank Syariah, lima
calon Dewan Pengawas Syariah (DPS),
dan dua calon PSP. Dari 54 calon yang
mengikuti FPT, 33 calon masih dalam
proses. Selanjutnya dari 21 calon yang
telah mengikuti proses FPT, hanya 12
calon pengurus bank syariah dinyatakan
memenuhi syarat (Lulus). Sedangkan
sembilan calon lainnya belum memenuhi
persyaratan/ketentuan yang berlaku.
Tabel A.6.3.1.1 Perizinan BPR
Sumber: OJK, Juni 2016
No FPT New Entry Disetujui
Ditolak/Belum
memenuhi syarat
Dalam Proses
Total Permohonan
1Pemegang Saham Pengendali (PSP)
- - 2 2
2Pengurus Bank Syariah (Komisaris dan Direksi)
12 7 28 47
3 Dewan Pengawas Syariah - 2 3 5Total Permohonan Proses FPT 12 9 33 54
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
51 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
6.3 BPR 6.3.1 Perizinan Pada triwulan II-2016 terdapat 31
permohonan yang telah diproses, terdiri
dari enam proses pendirian, dua proses
merger BPR, 20 proses BPR dalam
pengawasan khusus, dan tiga proses
pencabutan izin usaha (Tabel A.6.3.1.1).
Tabel A.6.3.1.1 Perizinan BPR
Sumber: SIMWAS BPR, Juni 2016
6.3.2 Jaringan Kantor
Pada triwulan II-2016, jumlah BPR
bertambah satu dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yaitu menjadi 1.636
BPR. Sedangkan untuk jaringan kantor
bertambah 27 kantor dari triwulan
sebelumnya menjadi 6.051 kantor.
Penyebaran jaringan kantor pada lima
wilayah di Indonesia masih belum
merata, yaitu masih terpusat di pulau
Jawa (74,75% atau 4.523 kantor), diikuti
pulau Sumatera-Kepri-Babel (11,82%
atau 715 kantor), pulau Bali-NTB-NTT
(7,52% atau 455 kantor), pulau
Sulampua (3,88% atau 235 kantor), dan
pulau Kalimantan (2,03% atau 123
kantor).
Grafik A.6.3.2.1Jaringan Kantor BPR
Sumber: Laporan Kantor Pusat Bank Umum
(LKPBU), Juni 2016
6.3.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry)
Pada triwulan II-2016, telah dilakukan Fit
and Proper Test New Entry kepada 325
calon pengurus dan PSP BPR dengan
hasil terdapat 243 calon Pengurus/PSP
BPR yang mendapatkan persetujuan
untuk menjadi Direksi, Komisaris dan
PSP (Tabel A.6.3.3.1). Jumlah calon
pengurus dan PSP BPR yang mengikuti
FPT meningkat relatif signifikan bila
dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang hanya berjumlah 98
calon pengurus dan PSP BPR.
Tabel A.6.3.3.1
Daftar Hasil Fit and Proper Test New Entry BPR
Lulus Tidak Lulus TotalDireksi 107 47 154Komisaris 117 35 152PSP 19 0 19
Jumlah 243 82 325
New Entry2016TW II
Sumber: SIMWAS BPR
TW I TW IIPendirian BPR 3 6Merger BPR 3 2Konsolidasi BPR 0 0BPR dalam Pengawasan Khusus 17 20Pencabutan Izin Usaha 2 3
Total 25 31
Perijinan BPR 2016
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
55
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
52 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Resume Kinerja Perbankan
Perbandingan Kinerja Perbankan Triwulan II-2016
BUMN BUSD BUSND BPD Campuran KCBA
Aset (Rp T) 2.428 2.257 163 540 280 479 216 Kredit/Pembiayaan (Rp T) 1.621 1.495 108 345 192 249 158 DPK (Rp T) 1.786 1.710 125 429 147 200 177 CAR (%) 21,20 19,73 22,64 19,67 21,27 46,97 14,72ROA (%) 2,68 1,92 0,15 2,86 1,17 2,92 0,73NIM/NOM (%) 6,28 5,30 3,58 7,04 3,59 3,90 0,78LDR/LFR (%) 90,77 87,07 79,77 80,37 125,64 124,46 89,32NPL/NPF gross (%) 2,97 3,05 4,10 3,84 2,76 2,40 5,68NPL/NPF net (%) 1,30 1,60 1,25 1,53 1,34 0,61 3,73BOPO (%) 78,86 82,93 98,47 75,61 91,96 88,07 95,61
BUKBUSIndikator
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
53 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
[Pembatas]
B. Profil Risiko Perbankan Nasional 1. Risiko Kredit
2. Risiko Pasar
3. Risiko Likuiditas
4. Risiko Operasional
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
56
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
52 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Resume Kinerja Perbankan
Perbandingan Kinerja Perbankan Triwulan II-2016
BUMN BUSD BUSND BPD Campuran KCBA
Aset (Rp T) 2.428 2.257 163 540 280 479 216 Kredit/Pembiayaan (Rp T) 1.621 1.495 108 345 192 249 158 DPK (Rp T) 1.786 1.710 125 429 147 200 177 CAR (%) 21,20 19,73 22,64 19,67 21,27 46,97 14,72ROA (%) 2,68 1,92 0,15 2,86 1,17 2,92 0,73NIM/NOM (%) 6,28 5,30 3,58 7,04 3,59 3,90 0,78LDR/LFR (%) 90,77 87,07 79,77 80,37 125,64 124,46 89,32NPL/NPF gross (%) 2,97 3,05 4,10 3,84 2,76 2,40 5,68NPL/NPF net (%) 1,30 1,60 1,25 1,53 1,34 0,61 3,73BOPO (%) 78,86 82,93 98,47 75,61 91,96 88,07 95,61
BUKBUSIndikator
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
53 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
[Pembatas]
B. Profil Risiko Perbankan Nasional 1. Risiko Kredit
2. Risiko Pasar
3. Risiko Likuiditas
4. Risiko Operasional
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
57
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
54 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
B. Profil Risiko Bank Umum
1. Risiko Kredit
1.1 Kredit Perbankan Menurut Sektor Ekonomi
Pada triwulan II-2016, kredit perbankan
masih didominasi oleh dua sektor
ekonomi lapangan usaha (sektor
perdagangan besar dan eceran serta
sektor industri pengolahan), dan satu
sektor ekonomi bukan lapangan usaha
(sektor rumah tangga), yaitu masing-
masing sebesar 37,56% dan 22,65%.
Apabila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, porsi kredit pada sektor
rumah tangga mengalami penurunan
sebesar 41 bps dari 23,06% menjadi
22,65%. Porsi kredit industri pengolahan
juga mengalami penurunan sebesar 34
bps (dari 18,23% menjadi 17,89%).
Sementara sektor perdagangan besar
dan eceran mengalami peningkatan porsi
kredit sebesar 18 bps (Grafik B.1.1.1).
Grafik B.1.1.1Konsentrasi Pemberian Kredit terhadap 3 Sektor
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016
Meskipun terdapat penurunan porsi
kredit pada sektor rumah tangga dan
sektor industri pengolahan, pertumbuhan
kredit pada kedua sektor tersebut tetap
meningkat dan masih mendominasi
penyaluran kredit perbankan. Adapun
jumlah kredit sektor rumah tangga dan
sektor industri pengolahan masing-
masing sebesar Rp944 triliun dan Rp745
triliun (Tabel B.1.1.1).
Pertumbuhan kredit terjadi hampir pada
seluruh sektor ekonomi. Hal ini sejalan
dengan total penyaluran kredit
perbankan yang mengalami peningkatan
sebesar Rp167,9 triliun. Peningkatan
terbesar terjadi pada sektor perdagangan
besar dan eceran, serta sektor
konstruksi, masing-masing sebesar
Rp40,3 triliun dan Rp22,4 triliun (qtq).
Halaman ini sengaja dikosongkan
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
58
Halaman ini sengaja dikosongkan
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
54 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
B. Profil Risiko Bank Umum
1. Risiko Kredit
1.1 Kredit Perbankan Menurut Sektor Ekonomi
Pada triwulan II-2016, kredit perbankan
masih didominasi oleh dua sektor
ekonomi lapangan usaha (sektor
perdagangan besar dan eceran serta
sektor industri pengolahan), dan satu
sektor ekonomi bukan lapangan usaha
(sektor rumah tangga), yaitu masing-
masing sebesar 37,56% dan 22,65%.
Apabila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, porsi kredit pada sektor
rumah tangga mengalami penurunan
sebesar 41 bps dari 23,06% menjadi
22,65%. Porsi kredit industri pengolahan
juga mengalami penurunan sebesar 34
bps (dari 18,23% menjadi 17,89%).
Sementara sektor perdagangan besar
dan eceran mengalami peningkatan porsi
kredit sebesar 18 bps (Grafik B.1.1.1).
Grafik B.1.1.1Konsentrasi Pemberian Kredit terhadap 3 Sektor
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016
Meskipun terdapat penurunan porsi
kredit pada sektor rumah tangga dan
sektor industri pengolahan, pertumbuhan
kredit pada kedua sektor tersebut tetap
meningkat dan masih mendominasi
penyaluran kredit perbankan. Adapun
jumlah kredit sektor rumah tangga dan
sektor industri pengolahan masing-
masing sebesar Rp944 triliun dan Rp745
triliun (Tabel B.1.1.1).
Pertumbuhan kredit terjadi hampir pada
seluruh sektor ekonomi. Hal ini sejalan
dengan total penyaluran kredit
perbankan yang mengalami peningkatan
sebesar Rp167,9 triliun. Peningkatan
terbesar terjadi pada sektor perdagangan
besar dan eceran, serta sektor
konstruksi, masing-masing sebesar
Rp40,3 triliun dan Rp22,4 triliun (qtq).
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
59
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
55 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.1.1.1Konsentrasi dan Pertumbuhan Kredit Perbankan menurut Sektor Ekonomi
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016
Pertumbuhan kredit pada sektor
perdagangan besar dan eceran
dipengaruhi oleh meningkatnya
perdagangan eceran (kecuali mobil dan
sepeda motor) seperti komoditi makanan,
minuman, dan tembakau terutama
menjelang Hari Raya Idul Fitri pada Juli
2016. Sementara peningkatan kredit
pada sektor konstruksi dipengaruhi oleh
besarnya penyaluran kredit pada
konstruksi gedung dan perumahan dan
pada konstruksi bangunan sipil seperti
jalan tol, jalan raya, dan bangunan sipil
lainnya di triwulan II-201618.
Meskipun peningkatan kredit terjadi pada
hampir seluruh sektor ekonomi, namun
18 Berdasarkan data kredit subsektor Laporan
Bank Umum (LBU)
untuk sektor pertambangan dan
penggalian mengalami penurunan
secara quarter-to-quarter sebesar 0,67%
(dari Rp120,8 triliun menjadi Rp120
triliun) pada triwulan II-2016. Penurunan
kredit pada sektor dimaksud telah terjadi
sejak tahun 2015, sebagai dampak
belum membaiknya prospek usaha,
memburuknya kondisi ekspor
pertambangan, serta terjadinya kontraksi
ekspor bijih tembaga dan batubara19.
Berdasarkan kelompok kepemilikan
bank, penyaluran kredit pada kelompok
BUSD sebagian besar ditujukan untuk
sektor perdagangan besar dan eceran
(21,97%). Hal ini mengingat kelompok
19 Bank Indonesia - Tinjauan Kebijakan Moneter
Juli 2016
TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '161 Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 252.958 266.091 6,32 6,38 5,192 Perikanan 9.134 9.256 0,23 0,22 1,333 Pertambangan dan Penggalian 120.769 119.955 3,02 2,88 -0,674 Industri Pengolahan 729.416 745.523 18,23 17,89 2,215 Listrik, gas dan air 98.629 111.134 2,47 2,67 12,686 Konstruksi 170.304 192.656 4,26 4,62 13,127 Perdagangan Besar dan Eceran 779.600 819.926 19,49 19,67 5,178 Penyediaan akomodasi dan PMM 88.075 90.763 2,20 2,18 3,059 Transportasi, pergudangan, dan komunikasi 175.910 177.595 4,40 4,26 0,96
10 Perantara Keuangan 167.326 179.546 4,18 4,31 7,3011 Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan 184.036 198.244 4,60 4,76 7,7212 Adm. Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 13.524 13.694 0,34 0,33 1,2513 Jasa Pendidikan 8.104 8.432 0,20 0,20 4,0514 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 15.063 16.245 0,38 0,39 7,8415 Jasa Kemasyarakatan, Sosbud, Hiburan dan Perorangan lainnya 53.742 56.271 1,34 1,35 4,7016 Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 2.611 2.655 0,07 0,06 1,7117 Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya 85 189 0,00 0,00 122,8818 Kegiatan yang belum jelas batasannya 11.223 12.043 0,28 0,29 7,3119 Rumah Tangga 922.394 944.045 23,06 22,65 2,3520 Bukan Lapangan Usaha Lainnya 197.546 204.044 4,94 4,90 3,29
Total Kredit 4.000.448 4.168.307
∆ qtq (%)
No Sektor EkonomiKredit Porsi
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
56 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
BUSD masih menjadi pilihan bagi debitur
yang bergerak disektor perdagangan
besar dan eceran seperti penjualan
mobil, sepeda motor dan penjualan
eceran bahan bakar kendaraan.
Sementara itu, penyaluran kredit pada
kelompok bank Campuran dan KCBA
sebagian besar ditujukan untuk sektor
industri pengolahan masing-masing
sebesar 39,83% dan 38,26%. Hal ini
sesuai dengan nature kelompok bank
Campuran dan KCBA yang fokus
membiayai korporasi besar terutama
penanaman modal asing yang umumnya
bergerak pada sektor industri
pengolahan.
Adapun penyaluran kredit untuk
kelompok BUMN, BPD, dan BUSD
sebagian besar ditujukan untuk sektor
rumah tangga, masing-masing sebesar
25,55%, 38,73%, dan 21,91%. Hal ini
sejalan dengan masih mendominasinya
kredit konsumsi dibandingkan dengan
jenis penggunaan kredit lainnya pada
ketiga kelompok bank tersebut, yang
antara lain digunakan untuk kredit
kendaraan bermotor, pemilikan rumah,
dan peralatan rumah tangga.
Tabel B.1.1.2
Konsentrasi Kredit Sektor Ekonomi Berdasarkan Kepemilikan Bank
Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016
Dengan masih didominasinya kredit pada
sektor rumah tangga, perdagangan besar
dan eceran, dan industri pengolahan,
maka permasalahan yang terjadi pada
sektor-sektor tersebut dapat
mempengaruhi NPL perbankan secara
signifikan.
BUMN BUSD BUSND BPD Campuran KCBA1 Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 9.90 4.46 2.58 2.79 6.30 2.492 Perikanan 0.25 0.23 0.29 0.15 0.27 0.053 Pertambangan dan Penggalian 3.03 2.27 0.82 0.27 6.40 7.164 Industri Pengolahan 14.98 18.49 9.02 2.31 39.83 38.265 Listrik, gas dan air 3.97 1.81 0.34 1.17 1.43 3.686 Konstruksi 4.89 4.76 5.07 5.55 1.54 3.147 Perdagangan Besar dan Eceran 21.97 21.20 27.40 8.39 15.77 11.208 Penyediaan akomodasi dan PMM 1.45 3.40 4.72 1.47 0.20 0.629 Transportasi, pergudangan �dan komunikasi 3.83 4.85 4.45 0.79 4.96 7.30
10 Perantara Keuangan 1.84 4.89 12.98 2.01 8.66 13.7311 Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan 3.30 7.16 9.54 2.01 2.92 2.1112 Adm. Pemerintahan, Pertahanan �dan Jaminan Sosial Wajib 0.73 0.02 0.00 0.25 0.07 0.1813 Jasa Pendidikan 0.08 0.31 1.36 0.25 0.03 0.0214 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.31 0.52 1.13 0.49 0.07 0.0015 Jasa Kemasyarakatan, Sosbud, Hiburan dan Perorangan lainnya 1.36 1.62 2.43 1.10 0.37 0.3616 Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 0.12 0.02 0.30 0.04 0.00 0.0017 Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya 0.00 0.01 0.00 0.00 0.01 0.0018 Kegiatan yang belum jelas �batasannya 0.52 0.11 0.03 0.02 0.07 0.5819 Rumah Tangga 25.55 21.91 16.23 38.73 5.92 2.1820 Bukan Lapangan Usaha Lainnya 1.91 1.96 1.32 32.22 5.19 6.95
No Sektor EkonomiTriwulan II-2016
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
60
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
55 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.1.1.1Konsentrasi dan Pertumbuhan Kredit Perbankan menurut Sektor Ekonomi
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016
Pertumbuhan kredit pada sektor
perdagangan besar dan eceran
dipengaruhi oleh meningkatnya
perdagangan eceran (kecuali mobil dan
sepeda motor) seperti komoditi makanan,
minuman, dan tembakau terutama
menjelang Hari Raya Idul Fitri pada Juli
2016. Sementara peningkatan kredit
pada sektor konstruksi dipengaruhi oleh
besarnya penyaluran kredit pada
konstruksi gedung dan perumahan dan
pada konstruksi bangunan sipil seperti
jalan tol, jalan raya, dan bangunan sipil
lainnya di triwulan II-201618.
Meskipun peningkatan kredit terjadi pada
hampir seluruh sektor ekonomi, namun
18 Berdasarkan data kredit subsektor Laporan
Bank Umum (LBU)
untuk sektor pertambangan dan
penggalian mengalami penurunan
secara quarter-to-quarter sebesar 0,67%
(dari Rp120,8 triliun menjadi Rp120
triliun) pada triwulan II-2016. Penurunan
kredit pada sektor dimaksud telah terjadi
sejak tahun 2015, sebagai dampak
belum membaiknya prospek usaha,
memburuknya kondisi ekspor
pertambangan, serta terjadinya kontraksi
ekspor bijih tembaga dan batubara19.
Berdasarkan kelompok kepemilikan
bank, penyaluran kredit pada kelompok
BUSD sebagian besar ditujukan untuk
sektor perdagangan besar dan eceran
(21,97%). Hal ini mengingat kelompok
19 Bank Indonesia - Tinjauan Kebijakan Moneter
Juli 2016
TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '161 Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 252.958 266.091 6,32 6,38 5,192 Perikanan 9.134 9.256 0,23 0,22 1,333 Pertambangan dan Penggalian 120.769 119.955 3,02 2,88 -0,674 Industri Pengolahan 729.416 745.523 18,23 17,89 2,215 Listrik, gas dan air 98.629 111.134 2,47 2,67 12,686 Konstruksi 170.304 192.656 4,26 4,62 13,127 Perdagangan Besar dan Eceran 779.600 819.926 19,49 19,67 5,178 Penyediaan akomodasi dan PMM 88.075 90.763 2,20 2,18 3,059 Transportasi, pergudangan, dan komunikasi 175.910 177.595 4,40 4,26 0,96
10 Perantara Keuangan 167.326 179.546 4,18 4,31 7,3011 Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan 184.036 198.244 4,60 4,76 7,7212 Adm. Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 13.524 13.694 0,34 0,33 1,2513 Jasa Pendidikan 8.104 8.432 0,20 0,20 4,0514 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 15.063 16.245 0,38 0,39 7,8415 Jasa Kemasyarakatan, Sosbud, Hiburan dan Perorangan lainnya 53.742 56.271 1,34 1,35 4,7016 Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 2.611 2.655 0,07 0,06 1,7117 Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya 85 189 0,00 0,00 122,8818 Kegiatan yang belum jelas batasannya 11.223 12.043 0,28 0,29 7,3119 Rumah Tangga 922.394 944.045 23,06 22,65 2,3520 Bukan Lapangan Usaha Lainnya 197.546 204.044 4,94 4,90 3,29
Total Kredit 4.000.448 4.168.307
∆ qtq (%)
No Sektor EkonomiKredit Porsi
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
56 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
BUSD masih menjadi pilihan bagi debitur
yang bergerak disektor perdagangan
besar dan eceran seperti penjualan
mobil, sepeda motor dan penjualan
eceran bahan bakar kendaraan.
Sementara itu, penyaluran kredit pada
kelompok bank Campuran dan KCBA
sebagian besar ditujukan untuk sektor
industri pengolahan masing-masing
sebesar 39,83% dan 38,26%. Hal ini
sesuai dengan nature kelompok bank
Campuran dan KCBA yang fokus
membiayai korporasi besar terutama
penanaman modal asing yang umumnya
bergerak pada sektor industri
pengolahan.
Adapun penyaluran kredit untuk
kelompok BUMN, BPD, dan BUSD
sebagian besar ditujukan untuk sektor
rumah tangga, masing-masing sebesar
25,55%, 38,73%, dan 21,91%. Hal ini
sejalan dengan masih mendominasinya
kredit konsumsi dibandingkan dengan
jenis penggunaan kredit lainnya pada
ketiga kelompok bank tersebut, yang
antara lain digunakan untuk kredit
kendaraan bermotor, pemilikan rumah,
dan peralatan rumah tangga.
Tabel B.1.1.2
Konsentrasi Kredit Sektor Ekonomi Berdasarkan Kepemilikan Bank
Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016
Dengan masih didominasinya kredit pada
sektor rumah tangga, perdagangan besar
dan eceran, dan industri pengolahan,
maka permasalahan yang terjadi pada
sektor-sektor tersebut dapat
mempengaruhi NPL perbankan secara
signifikan.
BUMN BUSD BUSND BPD Campuran KCBA1 Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 9.90 4.46 2.58 2.79 6.30 2.492 Perikanan 0.25 0.23 0.29 0.15 0.27 0.053 Pertambangan dan Penggalian 3.03 2.27 0.82 0.27 6.40 7.164 Industri Pengolahan 14.98 18.49 9.02 2.31 39.83 38.265 Listrik, gas dan air 3.97 1.81 0.34 1.17 1.43 3.686 Konstruksi 4.89 4.76 5.07 5.55 1.54 3.147 Perdagangan Besar dan Eceran 21.97 21.20 27.40 8.39 15.77 11.208 Penyediaan akomodasi dan PMM 1.45 3.40 4.72 1.47 0.20 0.629 Transportasi, pergudangan �dan komunikasi 3.83 4.85 4.45 0.79 4.96 7.30
10 Perantara Keuangan 1.84 4.89 12.98 2.01 8.66 13.7311 Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan 3.30 7.16 9.54 2.01 2.92 2.1112 Adm. Pemerintahan, Pertahanan �dan Jaminan Sosial Wajib 0.73 0.02 0.00 0.25 0.07 0.1813 Jasa Pendidikan 0.08 0.31 1.36 0.25 0.03 0.0214 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.31 0.52 1.13 0.49 0.07 0.0015 Jasa Kemasyarakatan, Sosbud, Hiburan dan Perorangan lainnya 1.36 1.62 2.43 1.10 0.37 0.3616 Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 0.12 0.02 0.30 0.04 0.00 0.0017 Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya 0.00 0.01 0.00 0.00 0.01 0.0018 Kegiatan yang belum jelas �batasannya 0.52 0.11 0.03 0.02 0.07 0.5819 Rumah Tangga 25.55 21.91 16.23 38.73 5.92 2.1820 Bukan Lapangan Usaha Lainnya 1.91 1.96 1.32 32.22 5.19 6.95
No Sektor EkonomiTriwulan II-2016
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
61
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
57 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
1.2 Penyaluran Kredit UMKM
Berdasarkan alokasi kredit kepada
Korporasi dan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM), porsi kredit UMKM
pada triwulan II-2016 masih dibawah
threshold yang telah ditetapkan dalam
PBI No.14/22/PBI/2012 tentang
“Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh
Bank Umum dan Bantuan Teknis Dalam
Rangka Pengembangan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah” yang mewajibkan
bank mengucurkan kredit UMKM minimal
20% dari total kredit, yaitu sebesar
18,58%, menurun dibandingkan triwulan
I-2016 sebesar 18,45%.
Porsi penyaluran UMKM terpusat pada
sektor perdagangan besar dan eceran
sebesar 54,27%, diikuti oleh industri
pengolahan sebesar 10,18%, dan
pertanian, perburuan dan kehutanan
sebesar 8,28%.
Dilihat dari NPL UMKM, secara nominal
NPL UMKM tertinggi juga berada pada
sektor perdagangan besar dan eceran
yaitu sebesar Rp18 triliun (52,11%),
meningkat dari triwulan sebelumnya
sebesar Rp17 triliun. Penyebab tingginya
NPL tersebut antara lain kurang
didukung dengan analisa yang memadai,
lemahnya aspek legalitas, dan
rendahnya kompetensi SDM yang
menangani UMKM.
Tabel B.1.2.1Konsentrasi Penyaluran UMKM
TW I '16 Share TW II '16 SharePertanian, Perburuan dan Kehutanan Baki Debet 61,959 8.40% 62,620 8.28%NPL 2,730 8.33% 2,970 8.47%Industri pengolahanBaki Debet 76,232 10.33% 76,981 10.18%NPL 2,968 9.06% 3,318 9.47%Perdagangan besar dan eceranBaki Debet 399,019 54.07% 410,484 54.27%NPL 17,073 52.11% 18,260 52.11%Tot. Baki Debet 738,000 756,332Tot. NPL 32,765 35,044
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Mei 2016
Penyebaran penyaluran UMKM, 58,08%
terpusat di pulau Jawa (DKI Jakarta,
Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa
Tengah) dan Sumatera (Sumatera
Utara), meningkat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya (57,87%). Adapun
porsi dari masing-masing lima provinsi
tersebut adalah DKI Jakarta (15,18%),
Jawa Timur (13,36%), Jawa Barat
(12,47%), Jawa Tengah (10,94%), dan
Sumatera Utara (6,13%).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
58 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Penyebaran UMKM di Indonesia bagian
timur dan tengah (Kalimantan, Sulawesi,
Nusa Tenggara, Bali, Maluku, dan
Papua) hanya sebesar 22,46%, berbeda
cukup signifikan apabila dibandingkan
dengan penyebaran UMKM di Indonesia
bagian barat. Rendahnya penyaluran
kredit UMKM di wilayah Indonesia bagian
timur dan tengah antara lain disebabkan
kurang memadainya infrastruktur yang
tersedia di wilayah tersebut.
Grafik B.1.2.1Penyebaran UMKM berdasarkan Wilayah
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan
Indonesia (SPI), Mei 2016
Dilihat berdasarkan kelompok
kepemilikan bank, 54,10% disalurkan
oleh kelompok BUMN, diikuti oleh
kelompok BUSN (37,15%), kelompok
BPD (6,68%) serta kelompok KCBA dan
bank Campuran sebesar 2,08%21.
Dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, baki debet penyaluran
kredit UMKM pada kelompok BUMN dan
BPD mengalami peningkatan masing-
masing sebesar 46 bps dan 7 bps.
21 Penyaluran kredit UMKM pada kelompok KCBA
dan bank campuran umumnya disalurkan kepada kredit ekspor non migas (SE BI No.17/19/DPUM).
Sementara itu baki debet penyaluran
UMKM pada kelompok Bank Asing dan
BUSN mengalami penurunan masing-
masing sebesar 7 bps dan 45 bps (Tabel
B.1.2.2).
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
62
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
57 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
1.2 Penyaluran Kredit UMKM
Berdasarkan alokasi kredit kepada
Korporasi dan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM), porsi kredit UMKM
pada triwulan II-2016 masih dibawah
threshold yang telah ditetapkan dalam
PBI No.14/22/PBI/2012 tentang
“Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh
Bank Umum dan Bantuan Teknis Dalam
Rangka Pengembangan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah” yang mewajibkan
bank mengucurkan kredit UMKM minimal
20% dari total kredit, yaitu sebesar
18,58%, menurun dibandingkan triwulan
I-2016 sebesar 18,45%.
Porsi penyaluran UMKM terpusat pada
sektor perdagangan besar dan eceran
sebesar 54,27%, diikuti oleh industri
pengolahan sebesar 10,18%, dan
pertanian, perburuan dan kehutanan
sebesar 8,28%.
Dilihat dari NPL UMKM, secara nominal
NPL UMKM tertinggi juga berada pada
sektor perdagangan besar dan eceran
yaitu sebesar Rp18 triliun (52,11%),
meningkat dari triwulan sebelumnya
sebesar Rp17 triliun. Penyebab tingginya
NPL tersebut antara lain kurang
didukung dengan analisa yang memadai,
lemahnya aspek legalitas, dan
rendahnya kompetensi SDM yang
menangani UMKM.
Tabel B.1.2.1Konsentrasi Penyaluran UMKM
TW I '16 Share TW II '16 SharePertanian, Perburuan dan Kehutanan Baki Debet 61,959 8.40% 62,620 8.28%NPL 2,730 8.33% 2,970 8.47%Industri pengolahanBaki Debet 76,232 10.33% 76,981 10.18%NPL 2,968 9.06% 3,318 9.47%Perdagangan besar dan eceranBaki Debet 399,019 54.07% 410,484 54.27%NPL 17,073 52.11% 18,260 52.11%Tot. Baki Debet 738,000 756,332Tot. NPL 32,765 35,044
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Mei 2016
Penyebaran penyaluran UMKM, 58,08%
terpusat di pulau Jawa (DKI Jakarta,
Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa
Tengah) dan Sumatera (Sumatera
Utara), meningkat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya (57,87%). Adapun
porsi dari masing-masing lima provinsi
tersebut adalah DKI Jakarta (15,18%),
Jawa Timur (13,36%), Jawa Barat
(12,47%), Jawa Tengah (10,94%), dan
Sumatera Utara (6,13%).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
58 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Penyebaran UMKM di Indonesia bagian
timur dan tengah (Kalimantan, Sulawesi,
Nusa Tenggara, Bali, Maluku, dan
Papua) hanya sebesar 22,46%, berbeda
cukup signifikan apabila dibandingkan
dengan penyebaran UMKM di Indonesia
bagian barat. Rendahnya penyaluran
kredit UMKM di wilayah Indonesia bagian
timur dan tengah antara lain disebabkan
kurang memadainya infrastruktur yang
tersedia di wilayah tersebut.
Grafik B.1.2.1Penyebaran UMKM berdasarkan Wilayah
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan
Indonesia (SPI), Mei 2016
Dilihat berdasarkan kelompok
kepemilikan bank, 54,10% disalurkan
oleh kelompok BUMN, diikuti oleh
kelompok BUSN (37,15%), kelompok
BPD (6,68%) serta kelompok KCBA dan
bank Campuran sebesar 2,08%21.
Dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, baki debet penyaluran
kredit UMKM pada kelompok BUMN dan
BPD mengalami peningkatan masing-
masing sebesar 46 bps dan 7 bps.
21 Penyaluran kredit UMKM pada kelompok KCBA
dan bank campuran umumnya disalurkan kepada kredit ekspor non migas (SE BI No.17/19/DPUM).
Sementara itu baki debet penyaluran
UMKM pada kelompok Bank Asing dan
BUSN mengalami penurunan masing-
masing sebesar 7 bps dan 45 bps (Tabel
B.1.2.2).
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
63
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
59 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.1.2.2 Porsi UMKM berdasarkan Kelompok Bank (Rp Miliar)
Kel. Bank Mar '16 TW I '16 Mei '16 TW II '16BUMN 395,863 53.64% 409,149 54.10%BPD 48,811 6.61% 50,532 6.68%BUSN 277,460 37.60% 280,944 37.15%KCBA dan Campuran 15,867 2.15% 15,708 2.08%Total UMKM 738,000 100% 756,332 100%
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Mei 2016
Dalam rangka pemberdayaan Usaha
Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi
(UMKMK), penciptaan lapangan kerja,
dan penanggulangan kemiskinan,
Pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan
yang bertujuan meningkatkan Sektor Riil
dan memberdayakan UKMK. Kebijakan
pengembangan dan pemberdayaan
UMKMK mencakup:
a. Peningkatan akses pada sumber
pembiayaan;
b. Pengembangan kewirausahaan,
c. Peningkatan pasar produk UMKMK;
dan
d. Reformasi regulasi UMKMK.
Upaya peningkatan akses pada sumber
pembiayaan antara lain dilakukan
dengan memberikan penjaminan kredit
bagi UMKMK melalui Kredit Usaha
Rakyat (KUR)22. Pada tanggal 5
22 KUR adalah kredit/pembiayaan yang diberikan
oleh perbankan kepada UMKMK yang feasible tapi belum bankable atau usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan. UMKM dan Koperasi yang diharapkan dapat mengakses KUR adalah yang bergerak di sektor usaha produktif antara lain: pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutanan, dan jasa keuangan simpan pinjam. Penyaluran KUR dapat dilakukan langsung, maksudnya UMKM dan Koperasi dapat langsung mengakses KUR di Kantor Cabang atau Kantor Cabang Pembantu Bank Pelaksana. Untuk lebih mendekatkan pelayanan kepada usaha mikro,
November 2007, Presiden meluncurkan
Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan
fasilitas penjaminan kredit dari
Pemerintah melalui PT Askrindo dan
Perum Jamkrindo. Adapun Bank
Pelaksana yang menyalurkan KUR ini
adalah Bank BRI, Bank Mandiri, Bank
BNI, Bank BTN, Bank Syariah Mandiri,
dan Bank Bukopin.
Skema KUR untuk tahun 2016, masih
mengacu pada skema KUR tahun 2015
yang merupakan skema kredit
berpenjaminan dengan subsidi bunga,
termasuk didalamnya imbal jasa
penjaminan (Tabel B.1.2.3).
maka penyaluran KUR dapat juga dilakukan secara tidak langsung, maksudnya usaha mikro dapat mengakses KUR melalui Lembaga Keuangan Mikro dan KSP/USP Koperasi, atau melalui kegiatan linkage program lainnya yang bekerjasama dengan Bank Pelaksana.
60 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.1.2.3
Skema KUR Tahun 2016 Jenis KUR Suku Bunga
(%)Target Penerima
Mikro 12 UMKM di sek
Ritel 12
TKI 12
TKI P urna, keluarga pekerja (termasuk
terkena PHK
Untuk tahun 2016, OJK menetapkan 36
Lembaga Jasa Keuangan (LJK) penyalur
KUR. Dari 36 LJK tersebut, 31 LJK
berupa bank yang 4 diantaranya telah
ditetapkan tahun 2015, 18 bank
ditetapkan OJK pada tahun 2016, dan
sembilan bank yang merupakan eks-
penyalur Kredit Ketahanan Pangan dan
Energi (KKPE) berdasarkan usulan
pemerintah. Dengan demikian, untuk
tahun 2016 terdapat 31 bank umum
yang menjadi penyalur KUR tahun 2016.
Target penyaluran KUR dari 31 bank
tersebut sampai dengan akhir 2016
sebesar Rp107,41 triliun. Porsi target
penyaluran KUR didominasi oleh tiga
bank BUMN (89,45%) yaitu masing-
masing oleh BRI (66,64%), Bank Mandiri
(12,10%), dan BNI (10,71%).
Dari sisi alokasi, target KUR terbesar
terdapat pada jenis KUR Mikro yang
mencapai Rp68,12 triliun diikuti KUR
Ritel dan KUR TKI masing-masing Rp36
triliun dan Rp3 triliun.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
64
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
59 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.1.2.2 Porsi UMKM berdasarkan Kelompok Bank (Rp Miliar)
Kel. Bank Mar '16 TW I '16 Mei '16 TW II '16BUMN 395,863 53.64% 409,149 54.10%BPD 48,811 6.61% 50,532 6.68%BUSN 277,460 37.60% 280,944 37.15%KCBA dan Campuran 15,867 2.15% 15,708 2.08%Total UMKM 738,000 100% 756,332 100%
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Mei 2016
Dalam rangka pemberdayaan Usaha
Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi
(UMKMK), penciptaan lapangan kerja,
dan penanggulangan kemiskinan,
Pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan
yang bertujuan meningkatkan Sektor Riil
dan memberdayakan UKMK. Kebijakan
pengembangan dan pemberdayaan
UMKMK mencakup:
a. Peningkatan akses pada sumber
pembiayaan;
b. Pengembangan kewirausahaan,
c. Peningkatan pasar produk UMKMK;
dan
d. Reformasi regulasi UMKMK.
Upaya peningkatan akses pada sumber
pembiayaan antara lain dilakukan
dengan memberikan penjaminan kredit
bagi UMKMK melalui Kredit Usaha
Rakyat (KUR)22. Pada tanggal 5
22 KUR adalah kredit/pembiayaan yang diberikan
oleh perbankan kepada UMKMK yang feasible tapi belum bankable atau usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan. UMKM dan Koperasi yang diharapkan dapat mengakses KUR adalah yang bergerak di sektor usaha produktif antara lain: pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutanan, dan jasa keuangan simpan pinjam. Penyaluran KUR dapat dilakukan langsung, maksudnya UMKM dan Koperasi dapat langsung mengakses KUR di Kantor Cabang atau Kantor Cabang Pembantu Bank Pelaksana. Untuk lebih mendekatkan pelayanan kepada usaha mikro,
November 2007, Presiden meluncurkan
Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan
fasilitas penjaminan kredit dari
Pemerintah melalui PT Askrindo dan
Perum Jamkrindo. Adapun Bank
Pelaksana yang menyalurkan KUR ini
adalah Bank BRI, Bank Mandiri, Bank
BNI, Bank BTN, Bank Syariah Mandiri,
dan Bank Bukopin.
Skema KUR untuk tahun 2016, masih
mengacu pada skema KUR tahun 2015
yang merupakan skema kredit
berpenjaminan dengan subsidi bunga,
termasuk didalamnya imbal jasa
penjaminan (Tabel B.1.2.3).
maka penyaluran KUR dapat juga dilakukan secara tidak langsung, maksudnya usaha mikro dapat mengakses KUR melalui Lembaga Keuangan Mikro dan KSP/USP Koperasi, atau melalui kegiatan linkage program lainnya yang bekerjasama dengan Bank Pelaksana.
60 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.1.2.3
Skema KUR Tahun 2016 Jenis KUR Suku Bunga
(%)Target Penerima
Mikro 12 UMKM di sek
Ritel 12
TKI 12
TKI P urna, keluarga pekerja (termasuk
terkena PHK
Untuk tahun 2016, OJK menetapkan 36
Lembaga Jasa Keuangan (LJK) penyalur
KUR. Dari 36 LJK tersebut, 31 LJK
berupa bank yang 4 diantaranya telah
ditetapkan tahun 2015, 18 bank
ditetapkan OJK pada tahun 2016, dan
sembilan bank yang merupakan eks-
penyalur Kredit Ketahanan Pangan dan
Energi (KKPE) berdasarkan usulan
pemerintah. Dengan demikian, untuk
tahun 2016 terdapat 31 bank umum
yang menjadi penyalur KUR tahun 2016.
Target penyaluran KUR dari 31 bank
tersebut sampai dengan akhir 2016
sebesar Rp107,41 triliun. Porsi target
penyaluran KUR didominasi oleh tiga
bank BUMN (89,45%) yaitu masing-
masing oleh BRI (66,64%), Bank Mandiri
(12,10%), dan BNI (10,71%).
Dari sisi alokasi, target KUR terbesar
terdapat pada jenis KUR Mikro yang
mencapai Rp68,12 triliun diikuti KUR
Ritel dan KUR TKI masing-masing Rp36
triliun dan Rp3 triliun.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
65
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
61 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.1.2.4 Bank Penyalur KUR 2016
Sumber:OJK
Hingga triwulan II-2016, realisasi
penyaluran KUR mencapai Rp55,18
triliun (50,53% dari target KUR 2016).
Realisasi penyaluran KUR terbesar dari
31 penyalur KUR, 73,95% dilakukan oleh
BRI (Rp40,81 triliun dengan jumlah
debitur 2.253.648), diikuti oleh Bank
Mandiri yang mencapai 12,89% (Rp7,1
triliun), dan BNI mencapai 12,16%
(Rp6,7 triliun) (Tabel B.1.2.5).
Menurut jenisnya, realisasi penyaluran
KUR terbesar berada pada KUR Mikro
(52,61% atau Rp36,8 triliun, disalurkan
kepada 2.344.137 debitur), diikuti KUR
Retail (50,86% atau Rp18,3 triliun,
disalurkan kepada 130.418 debitur), dan
KUR TKI (1,53% atau Rp0,5 triliun,
disalurkan kepada 3.281 debitur).
Tabel B.1.2.5 Realisasi KUR Juni 2016
Sumber: OJK, diolah
1 BRI 12,000 59,080 500 71,580 20 BPD Sumatera Barat 75 25 - 100
2 Bank Mandiri 6,500 6,000 500 13,000 21BPD Sumatera Selatan dan Bangka Belitung
15 5 - 20
3 BNI 10,000 500 1,000 11,500 22 BPD Jawa Barat 700 300 - 10004 Bank Sinarmas 1,500 100 1,000 2,600 23 BPD Kalimantan Selatan 35 15 - 50 5 BPD Kalimantan Barat 75 75 - 150 24 BPD Riau Kepri 200 50 - 2506 BPD NTB 50 72 - 122 25 BPD NTB 32 8 - 40 7 Maybank Indonesia 240 20 40 300 26 BPD Jambi 12 8 - 208 BPD DIY 30 50 - 80 27 BPD Lampung - 5 - 5 9 BCA 1,500 500 - 2,000 28 BPD Papua 35 15 - 50
10 OCBC-NISP 1,000 - - 1,000 29 BPD Bengkulu 25 - - 25 11 BPD Sumatera Utara 200 - - 200 30 BPD Sulawesi Tenggara - 25 - 2512 Bank Permata 375 - 125 500 31 BRI Syariah - 500 - 500 13 Bank Artha Graha 200 250 50 500 TOTAL Bank 36,074 68,124 3,215 107,413 14 BPD Jawa tengah 350 150 - 500 15 BTPN 200 200 - 400 16 BPD Bali 295 10 - 305 17 Bank Bukopin 300 - - 300
18BPD Sulawesi Selatan dan Barat
30 70 - 100
19 BRI Agroniaga 100 91 - 191
Target Penyaluran (Rp M)Total
Target Penyaluran
(Rp M)Ritel Mikro TKI Ritel Mikro TKINo NAMA LJK
Target Penyaluran(Rp M)
Total Target
Penyaluran (Rp M)
No NAMA LJK
1 BRI 12.000 59.080 500 71.580 47.171 6.618,69 55,16% 0,54% 2.205.104 34.172,62 57,84% 0,02% 1.373 18,58 3,72% 0,11% 2.253.648 40.809,88 57,01% 0,10%2 Bank Mandiri 6.500 6.000 500 13.000 58.154 5.019,18 77,22% 0,00% 108.129 2.090,83 34,85% 0,00% 144 2,23 0,45% 0,00% 166.427 7.112,24 54,71% 0,00%3 BNI 10.000 500 1.000 11.500 24.817 6.678,07 66,78% 0,01% 1.120 22,10 4,42% 0,00% 660 10,86 1,09% 0,20% 26.597 6.711,04 58,36% 0,01%4 Bank Sinarmas 1.500 100 1.000 2.600 - - 0,00% 0,00% 29.190 493,09 493,09% 0,03% 1.104 17,47 1,75% 0,61% 30.294 510,57 19,64% 0,04%5 BPD* 125 147 - 272 276 31,35 25,08% 0,00% 594 9,42 6,41% 0,00% - - 0,00% 0,00% 870 40,77 14,99% 0,00%6 30 LJK Lainnya 5.949 4.097 215 10.261 - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00%
36.074 69.924 3.215 109.213 130.418 18.347,29 50,86% 0,20% 2.344.137 36.788,06 52,61% 0,02% 3.281,00 49,14 1,53% 0,29% 2.477.836 55.184,49 50,53% 0,08%*) BPD NTT dan BPD Kalbar
Total
Ritel Mikro TKIJml
Debitur
No Nama BankRitel
Realisasi NPL Realisasi (Rp M)
Target Penyaluran (Rp M) Total Target Penyaluran
(Rp M)
Total
NPLRealisasi (Rp M)
NPL
Mikro TKI
NPLRealisasi (Rp M)
Jml Debitur
Jml Debitur
Realisasi (Rp M)
Realisasi RealisasiRealisasiJml
Debitur
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
62 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Untuk KMK BPR terdapat dukungan
pendanaan dari Bank Umum melalui
linkage program23. Adapun jumlah BPR
yang terkait dengan linkage program,
sampai dengan triwulan II-2016,
berjumlah 334 BPR dengan total kredit
yang disalurkan sebesar Rp6.831 juta.
Linkage program juga disalurkan kepada
BPRS namun dengan menggunakan pola
executing24, sehingga dana tersebut
dapat disalurkan baik kepada UMKM
maupun non-UMKM.
1.3 Konsentrasi Kredit kepada Debitur Inti
Peranan debitur inti25 secara umum
cukup dominan dalam perbankan
Indonesia. Pada triwulan II-2016 terjadi
23 Linkage program adalah program yang
meneruspinjamkan KUR dari penyalur KUR kepada penerima KUR berdasarkan perjanjian kerjasama lembaga linkage yang meliputi koperasi sekunder, koperasi primer, BPR/BPRS, perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, lembaga keuangan bukan bank lainnya, dan kelompok usaha.
24 Executing adalah pinjaman yang diberikan dari BUK/S kepada BPR/S dalam rangka pembiayaan (untuk diteruspinjamkan) kepada nasabah mikro dan kecil. Pencatatan di bank umum sebagai pinjaman/pembiayaan ke BPR/S dan pencatatan di BPR/S sebagai pinjaman/pembiayaan ke UMK (Generic Model Linkage Program).
25 Debitur inti berdasarkan Lampiran SE No.8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 tentang PedomanLaporan Berkala Bank Umum adalah 10, 15, atau 25 debitur/grup (one obligor concept) diluar pihak terkait sesuai total aset bank yaitu sebagai berikut:
a. Bank dengan total aset sampai dengan 1 triliun, debitur inti = 10 debitur/grup
b. Bank dengan total aset antara 1 triliun s.d 10 triliun, debitur inti = 15 debitur/grup
c. Bank dengan total aset lebih besar dari 10 triliun, debitur inti = 25 debitur/grup
peningkatan pada rasio kredit debitur inti,
baik terhadap total kredit maupun
terhadap total modal, yaitu masing-
masing dari 24,02% menjadi 24,59% dan
dari 97,47% menjadi 97,71% (Tabel
B.1.3.1). Penurunan tersebut
menunjukkan hal yang positif mengingat
permasalahan yang terjadi pada kredit
debitur inti dapat mempengaruhi tingkat
kesehatan dan permodalan bank secara
signifikan.
Tabel B.1.3.1 Konsentrasi Kredit kepada Debitur Inti
Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016
1.4 Sumber Dana Pemberian Kredit
Pada triwulan II-2016, 89,66% dari
sumber dana pemberian kredit masih
didominasi oleh DPK dengan jumlah
mencapai Rp4.574 triliun (Grafik B.1.4.1).
Kondisi tersebut sejalan dengan fungsi
perbankan sebagai lembaga
intermediasi.
Grafik B.1.4.1 Sumber Dana Pemberian Kredit
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Terhadap Total Kredit 24.02 24.59
Terhadap Total Modal 97.47 97.71
% Kredit Kepada Debitur Inti
TW I '16 TW II '16
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
66
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
61 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.1.2.4 Bank Penyalur KUR 2016
Sumber:OJK
Hingga triwulan II-2016, realisasi
penyaluran KUR mencapai Rp55,18
triliun (50,53% dari target KUR 2016).
Realisasi penyaluran KUR terbesar dari
31 penyalur KUR, 73,95% dilakukan oleh
BRI (Rp40,81 triliun dengan jumlah
debitur 2.253.648), diikuti oleh Bank
Mandiri yang mencapai 12,89% (Rp7,1
triliun), dan BNI mencapai 12,16%
(Rp6,7 triliun) (Tabel B.1.2.5).
Menurut jenisnya, realisasi penyaluran
KUR terbesar berada pada KUR Mikro
(52,61% atau Rp36,8 triliun, disalurkan
kepada 2.344.137 debitur), diikuti KUR
Retail (50,86% atau Rp18,3 triliun,
disalurkan kepada 130.418 debitur), dan
KUR TKI (1,53% atau Rp0,5 triliun,
disalurkan kepada 3.281 debitur).
Tabel B.1.2.5 Realisasi KUR Juni 2016
Sumber: OJK, diolah
1 BRI 12,000 59,080 500 71,580 20 BPD Sumatera Barat 75 25 - 100
2 Bank Mandiri 6,500 6,000 500 13,000 21BPD Sumatera Selatan dan Bangka Belitung
15 5 - 20
3 BNI 10,000 500 1,000 11,500 22 BPD Jawa Barat 700 300 - 10004 Bank Sinarmas 1,500 100 1,000 2,600 23 BPD Kalimantan Selatan 35 15 - 50 5 BPD Kalimantan Barat 75 75 - 150 24 BPD Riau Kepri 200 50 - 2506 BPD NTB 50 72 - 122 25 BPD NTB 32 8 - 40 7 Maybank Indonesia 240 20 40 300 26 BPD Jambi 12 8 - 208 BPD DIY 30 50 - 80 27 BPD Lampung - 5 - 5 9 BCA 1,500 500 - 2,000 28 BPD Papua 35 15 - 50
10 OCBC-NISP 1,000 - - 1,000 29 BPD Bengkulu 25 - - 25 11 BPD Sumatera Utara 200 - - 200 30 BPD Sulawesi Tenggara - 25 - 2512 Bank Permata 375 - 125 500 31 BRI Syariah - 500 - 500 13 Bank Artha Graha 200 250 50 500 TOTAL Bank 36,074 68,124 3,215 107,413 14 BPD Jawa tengah 350 150 - 500 15 BTPN 200 200 - 400 16 BPD Bali 295 10 - 305 17 Bank Bukopin 300 - - 300
18BPD Sulawesi Selatan dan Barat
30 70 - 100
19 BRI Agroniaga 100 91 - 191
Target Penyaluran (Rp M)Total
Target Penyaluran
(Rp M)Ritel Mikro TKI Ritel Mikro TKINo NAMA LJK
Target Penyaluran(Rp M)
Total Target
Penyaluran (Rp M)
No NAMA LJK
1 BRI 12.000 59.080 500 71.580 47.171 6.618,69 55,16% 0,54% 2.205.104 34.172,62 57,84% 0,02% 1.373 18,58 3,72% 0,11% 2.253.648 40.809,88 57,01% 0,10%2 Bank Mandiri 6.500 6.000 500 13.000 58.154 5.019,18 77,22% 0,00% 108.129 2.090,83 34,85% 0,00% 144 2,23 0,45% 0,00% 166.427 7.112,24 54,71% 0,00%3 BNI 10.000 500 1.000 11.500 24.817 6.678,07 66,78% 0,01% 1.120 22,10 4,42% 0,00% 660 10,86 1,09% 0,20% 26.597 6.711,04 58,36% 0,01%4 Bank Sinarmas 1.500 100 1.000 2.600 - - 0,00% 0,00% 29.190 493,09 493,09% 0,03% 1.104 17,47 1,75% 0,61% 30.294 510,57 19,64% 0,04%5 BPD* 125 147 - 272 276 31,35 25,08% 0,00% 594 9,42 6,41% 0,00% - - 0,00% 0,00% 870 40,77 14,99% 0,00%6 30 LJK Lainnya 5.949 4.097 215 10.261 - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00%
36.074 69.924 3.215 109.213 130.418 18.347,29 50,86% 0,20% 2.344.137 36.788,06 52,61% 0,02% 3.281,00 49,14 1,53% 0,29% 2.477.836 55.184,49 50,53% 0,08%*) BPD NTT dan BPD Kalbar
Total
Ritel Mikro TKIJml
Debitur
No Nama BankRitel
Realisasi NPL Realisasi (Rp M)
Target Penyaluran (Rp M) Total Target Penyaluran
(Rp M)
Total
NPLRealisasi (Rp M)
NPL
Mikro TKI
NPLRealisasi (Rp M)
Jml Debitur
Jml Debitur
Realisasi (Rp M)
Realisasi RealisasiRealisasiJml
Debitur
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
62 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Untuk KMK BPR terdapat dukungan
pendanaan dari Bank Umum melalui
linkage program23. Adapun jumlah BPR
yang terkait dengan linkage program,
sampai dengan triwulan II-2016,
berjumlah 334 BPR dengan total kredit
yang disalurkan sebesar Rp6.831 juta.
Linkage program juga disalurkan kepada
BPRS namun dengan menggunakan pola
executing24, sehingga dana tersebut
dapat disalurkan baik kepada UMKM
maupun non-UMKM.
1.3 Konsentrasi Kredit kepada Debitur Inti
Peranan debitur inti25 secara umum
cukup dominan dalam perbankan
Indonesia. Pada triwulan II-2016 terjadi
23 Linkage program adalah program yang
meneruspinjamkan KUR dari penyalur KUR kepada penerima KUR berdasarkan perjanjian kerjasama lembaga linkage yang meliputi koperasi sekunder, koperasi primer, BPR/BPRS, perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, lembaga keuangan bukan bank lainnya, dan kelompok usaha.
24 Executing adalah pinjaman yang diberikan dari BUK/S kepada BPR/S dalam rangka pembiayaan (untuk diteruspinjamkan) kepada nasabah mikro dan kecil. Pencatatan di bank umum sebagai pinjaman/pembiayaan ke BPR/S dan pencatatan di BPR/S sebagai pinjaman/pembiayaan ke UMK (Generic Model Linkage Program).
25 Debitur inti berdasarkan Lampiran SE No.8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 tentang PedomanLaporan Berkala Bank Umum adalah 10, 15, atau 25 debitur/grup (one obligor concept) diluar pihak terkait sesuai total aset bank yaitu sebagai berikut:
a. Bank dengan total aset sampai dengan 1 triliun, debitur inti = 10 debitur/grup
b. Bank dengan total aset antara 1 triliun s.d 10 triliun, debitur inti = 15 debitur/grup
c. Bank dengan total aset lebih besar dari 10 triliun, debitur inti = 25 debitur/grup
peningkatan pada rasio kredit debitur inti,
baik terhadap total kredit maupun
terhadap total modal, yaitu masing-
masing dari 24,02% menjadi 24,59% dan
dari 97,47% menjadi 97,71% (Tabel
B.1.3.1). Penurunan tersebut
menunjukkan hal yang positif mengingat
permasalahan yang terjadi pada kredit
debitur inti dapat mempengaruhi tingkat
kesehatan dan permodalan bank secara
signifikan.
Tabel B.1.3.1 Konsentrasi Kredit kepada Debitur Inti
Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016
1.4 Sumber Dana Pemberian Kredit
Pada triwulan II-2016, 89,66% dari
sumber dana pemberian kredit masih
didominasi oleh DPK dengan jumlah
mencapai Rp4.574 triliun (Grafik B.1.4.1).
Kondisi tersebut sejalan dengan fungsi
perbankan sebagai lembaga
intermediasi.
Grafik B.1.4.1 Sumber Dana Pemberian Kredit
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Terhadap Total Kredit 24.02 24.59
Terhadap Total Modal 97.47 97.71
% Kredit Kepada Debitur Inti
TW I '16 TW II '16
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
67
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
63 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
1.5 Kualitas Kredit
Kredit bermasalah (NPL gross) pada
triwulan II-2016 belum menunjukkan
adanya perbaikan. Hal tersebut terlihat
dari meningkatnya NPL gross
dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu
dari 2,83% menjadi 3,05%. Kondisi NPL
tersebut merupakan kondisi yang
terburuk selama satu tahun terakhir
sebagai imbas dari belum adanya
peningkatan yang signifikan pada kondisi
ekonomi dunia usaha (Grafik B.1.5.1).
Grafik B.1.5.1Trend NPL
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016
Berdasarkan sektor ekonomi, sektor
perdagangan besar dan eceran
merupakan penyumbang NPL terbesar
(26,10%), diikuti oleh sektor industri
pengolahan, dan rumah tangga masing-
masing sebesar 22,55% dan 12,96%
(Tabel B.1.5.1 dan Grafik B.1.5.2).
Grafik B.1.5.2Tiga Sektor Penyumbang NPL
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan
Indonesia, Juni 2016
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
64 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.1.5.1 Rasio NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016
Dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, terdapat penurunan rasio
NPL gross terutama pada sektor
perdagangan besar dan eceran, jasa
pendidikan, dan badan internasional,
meskipun masih terdapat beberapa
sektor yang mengalami pemburukan rasio
NPL, terutama pada sektor
pertambangan dan penggalian, serta
transportasi (Tabel B.1.5.1).
Apabila dilihat berdasarkan nominal kredit
bermasalah, hampir semua sektor
ekonomi mengalami peningkatan kredit
bermasalah (Tabel B.1.5.2).
2015Jun Mar Jun qtq yoy
1 Pertanian-Perburuan-hutan 2.07 1.98 1.94 (4) (13)2 Perikanan 3.63 3.26 3.21 (5) (43)3 Pertambangan dan Penggalian 3.38 4.23 6.28 205 2904 Industri Pengolahan 2.26 2.98 3.85 86 1595 Kredit Listrik, Gas dan Air 1.59 1.78 1.66 (12) 66 Kredit Konstruksi 5.43 4.61 4.55 (6) (88)7 Perdagangan besar dan eceran 3.72 4.24 4.05 (19) 338 Akomodasi dan PMM 2.09 2.83 3.03 20 939 Transportasi, Pergudangan & Komunikasi 3.46 4.39 5.45 107 199
10 Perantara Keuangan 0.68 0.72 0.86 14 1811 Real Estate, usaha persewaan, & Jasa Perusahaan 2.63 2.88 2.74 (14) 1112 Adm. Pemerintahan, Pertahanan dan Jamsos 0.12 0.05 0.04 (2) (8)13 Jasa Pendidikan 1.32 1.99 1.79 (21) 4614 Jasa Kesehatan & Kesos 1.79 1.21 1.26 5 (53)15 Kemasyarakatan, Sosbud & lainnya 3.78 4.13 4.24 11 4616 Jasa Perorangan yang melayani RT 2.46 2.85 2.68 (17) 2117 Badan Internasional & lainnya 2.95 2.07 0.49 (158) (245)18 Kegiatan yang belum jelas 2.39 2.07 2.06 (1) (33)19 Rumah Tangga 1.75 1.72 1.75 2 (0)20 Bkn lapangan usaha lainnnya 1.36 1.38 1.34 (4) (2)
∆bpsNo Sektor Ekonomi
2016
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
68
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
63 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
1.5 Kualitas Kredit
Kredit bermasalah (NPL gross) pada
triwulan II-2016 belum menunjukkan
adanya perbaikan. Hal tersebut terlihat
dari meningkatnya NPL gross
dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu
dari 2,83% menjadi 3,05%. Kondisi NPL
tersebut merupakan kondisi yang
terburuk selama satu tahun terakhir
sebagai imbas dari belum adanya
peningkatan yang signifikan pada kondisi
ekonomi dunia usaha (Grafik B.1.5.1).
Grafik B.1.5.1Trend NPL
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016
Berdasarkan sektor ekonomi, sektor
perdagangan besar dan eceran
merupakan penyumbang NPL terbesar
(26,10%), diikuti oleh sektor industri
pengolahan, dan rumah tangga masing-
masing sebesar 22,55% dan 12,96%
(Tabel B.1.5.1 dan Grafik B.1.5.2).
Grafik B.1.5.2Tiga Sektor Penyumbang NPL
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan
Indonesia, Juni 2016
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
64 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.1.5.1 Rasio NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016
Dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, terdapat penurunan rasio
NPL gross terutama pada sektor
perdagangan besar dan eceran, jasa
pendidikan, dan badan internasional,
meskipun masih terdapat beberapa
sektor yang mengalami pemburukan rasio
NPL, terutama pada sektor
pertambangan dan penggalian, serta
transportasi (Tabel B.1.5.1).
Apabila dilihat berdasarkan nominal kredit
bermasalah, hampir semua sektor
ekonomi mengalami peningkatan kredit
bermasalah (Tabel B.1.5.2).
2015Jun Mar Jun qtq yoy
1 Pertanian-Perburuan-hutan 2.07 1.98 1.94 (4) (13)2 Perikanan 3.63 3.26 3.21 (5) (43)3 Pertambangan dan Penggalian 3.38 4.23 6.28 205 2904 Industri Pengolahan 2.26 2.98 3.85 86 1595 Kredit Listrik, Gas dan Air 1.59 1.78 1.66 (12) 66 Kredit Konstruksi 5.43 4.61 4.55 (6) (88)7 Perdagangan besar dan eceran 3.72 4.24 4.05 (19) 338 Akomodasi dan PMM 2.09 2.83 3.03 20 939 Transportasi, Pergudangan & Komunikasi 3.46 4.39 5.45 107 199
10 Perantara Keuangan 0.68 0.72 0.86 14 1811 Real Estate, usaha persewaan, & Jasa Perusahaan 2.63 2.88 2.74 (14) 1112 Adm. Pemerintahan, Pertahanan dan Jamsos 0.12 0.05 0.04 (2) (8)13 Jasa Pendidikan 1.32 1.99 1.79 (21) 4614 Jasa Kesehatan & Kesos 1.79 1.21 1.26 5 (53)15 Kemasyarakatan, Sosbud & lainnya 3.78 4.13 4.24 11 4616 Jasa Perorangan yang melayani RT 2.46 2.85 2.68 (17) 2117 Badan Internasional & lainnya 2.95 2.07 0.49 (158) (245)18 Kegiatan yang belum jelas 2.39 2.07 2.06 (1) (33)19 Rumah Tangga 1.75 1.72 1.75 2 (0)20 Bkn lapangan usaha lainnnya 1.36 1.38 1.34 (4) (2)
∆bpsNo Sektor Ekonomi
2016
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
69
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
65 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.1.5.2 Jumlah NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi
Sumber: OJK
Peningkatan jumlah NPL terbesar
terdapat pada sektor industri pengolahan
dengan peningkatan nominal kredit
bermasalah mencapai Rp6,9 triliun yang
diikuti oleh sektor pertambangan dan
penggalian dengan peningkatan nominal
kredit bermasalah mencapai Rp2,4 triliun.
Sesuai dengan program Nawacita yang
ditetapkan oleh Pemerintah, terdapat lima
sektor kredit yang menjadi prioritas
Pemerintah, yaitu sektor pertanian,
perburuan, dan kehutanan; sektor industri
pengolahan; sektor perikanan; sektor
pertambangan dan penggalian; dan
sektor konstruksi.
Dari kelima sektor prioritas tersebut,
kredit sektor pertambangan dan
penggalian, dan sektor konstruksi
memiliki rasio NPL yang tertinggi masing-
masing sebesar 6,20% dan 4,55%.
Sedangkan, rasio NPL gross sektor
pertanian, perburuan, dan kehutanan
(1,94%) berada dibawah NPL gross
industri yaitu sebesar 3,05% (Grafik
B.1.5.3).
Grafik B.1.5.3 Perbandingan NPL Sektor Prioritas
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan
Indonesia, Juni 2016
NPL gross sektor pertambangan pada
triwulan II-2016 relatif cukup tinggi, yang
∆TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 qtq (%)
1 Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 5.009 5.153 4,43 4,05 2,892 Perikanan 298 297 0,26 0,23 -0,323 Pertambangan dan Penggalian 5.104 7.534 4,51 5,93 47,624 Industri Pengolahan 21.756 28.679 19,24 22,55 31,825 Listrik, gas dan air 1.753 1.842 1,55 1,45 5,116 Konstruksi 7.851 8.765 6,94 6,89 11,657 Perdagangan Besar dan Eceran 33.075 33.192 29,25 26,10 0,358 Penyediaan akomodasi dan PMM 2.492 2.749 2,20 2,16 10,319 Transportasi, pergudangan, dan komunikasi 7.715 9.682 6,82 7,61 25,49
10 Perantara Keuangan 1.198 1.540 1,06 1,21 28,6011 Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan 5.309 5.437 4,70 4,28 2,4012 Adm. Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 7 5 0,01 0,00 -31,9313 Jasa Pendidikan 161 151 0,14 0,12 -6,7414 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 183 205 0,16 0,16 12,2515 Jasa Kemasyarakatan, Sosbud, Hiburan dan Perorangan 2.219 2.387 1,96 1,88 7,5716 Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 74 71 0,07 0,06 -4,3417 Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya 2 1 0,00 0,00 -46,8918 Kegiatan yang belum jelas batasannya 232 248 0,21 0,19 6,6319 Rumah Tangga 15.907 16.482 14,07 12,96 3,6220 Bukan Lapangan Usaha Lainnya 2.732 2.736 2,42 2,15 0,15
Total Kredit Bermasalah 113.077 127.156 12,45
PorsiNo Sektor Ekonomi
Nominal NPL
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
66 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
bersumber dari peningkatan jumlah NPL
pada subsektor pertambangan dan jasa
pertambangan minyak dan gas bumi
sebesar Rp1 triliun. Kondisi tersebut
dipengaruhi oleh harga minyak yang
masih berada pada level yang relatif
rendah seiring permintaan yang masih
lemah26.
Rendahnya kualitas kredit pada sektor
prioritas perlu menjadi perhatian khusus,
mengingat perbaikan kualitas kredit akan
mempengaruhi kelancaran pencapaian
tujuan program pemerintah.
1.6 Kecukupan Pencadangan
Sebagai upaya antisipasi terhadap
kerugian yang disebabkan karena tidak
tertagihnya aset berkualitas rendah,
perbankan membentuk Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan
Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA).
Rasio CKPN terhadap total
kredit bermasalah pada triwulan II-2016
sebesar 52,94%, relatif stabil
dibandingkan triwulan sebelumnya (53%)
(Tabel B.1.6.1).
26 Bank Indonesia. Tinjauan Kebijakan Moneter
Juli 2016
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
70
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
65 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.1.5.2 Jumlah NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi
Sumber: OJK
Peningkatan jumlah NPL terbesar
terdapat pada sektor industri pengolahan
dengan peningkatan nominal kredit
bermasalah mencapai Rp6,9 triliun yang
diikuti oleh sektor pertambangan dan
penggalian dengan peningkatan nominal
kredit bermasalah mencapai Rp2,4 triliun.
Sesuai dengan program Nawacita yang
ditetapkan oleh Pemerintah, terdapat lima
sektor kredit yang menjadi prioritas
Pemerintah, yaitu sektor pertanian,
perburuan, dan kehutanan; sektor industri
pengolahan; sektor perikanan; sektor
pertambangan dan penggalian; dan
sektor konstruksi.
Dari kelima sektor prioritas tersebut,
kredit sektor pertambangan dan
penggalian, dan sektor konstruksi
memiliki rasio NPL yang tertinggi masing-
masing sebesar 6,20% dan 4,55%.
Sedangkan, rasio NPL gross sektor
pertanian, perburuan, dan kehutanan
(1,94%) berada dibawah NPL gross
industri yaitu sebesar 3,05% (Grafik
B.1.5.3).
Grafik B.1.5.3 Perbandingan NPL Sektor Prioritas
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan
Indonesia, Juni 2016
NPL gross sektor pertambangan pada
triwulan II-2016 relatif cukup tinggi, yang
∆TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 qtq (%)
1 Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 5.009 5.153 4,43 4,05 2,892 Perikanan 298 297 0,26 0,23 -0,323 Pertambangan dan Penggalian 5.104 7.534 4,51 5,93 47,624 Industri Pengolahan 21.756 28.679 19,24 22,55 31,825 Listrik, gas dan air 1.753 1.842 1,55 1,45 5,116 Konstruksi 7.851 8.765 6,94 6,89 11,657 Perdagangan Besar dan Eceran 33.075 33.192 29,25 26,10 0,358 Penyediaan akomodasi dan PMM 2.492 2.749 2,20 2,16 10,319 Transportasi, pergudangan, dan komunikasi 7.715 9.682 6,82 7,61 25,49
10 Perantara Keuangan 1.198 1.540 1,06 1,21 28,6011 Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan 5.309 5.437 4,70 4,28 2,4012 Adm. Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 7 5 0,01 0,00 -31,9313 Jasa Pendidikan 161 151 0,14 0,12 -6,7414 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 183 205 0,16 0,16 12,2515 Jasa Kemasyarakatan, Sosbud, Hiburan dan Perorangan 2.219 2.387 1,96 1,88 7,5716 Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 74 71 0,07 0,06 -4,3417 Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya 2 1 0,00 0,00 -46,8918 Kegiatan yang belum jelas batasannya 232 248 0,21 0,19 6,6319 Rumah Tangga 15.907 16.482 14,07 12,96 3,6220 Bukan Lapangan Usaha Lainnya 2.732 2.736 2,42 2,15 0,15
Total Kredit Bermasalah 113.077 127.156 12,45
PorsiNo Sektor Ekonomi
Nominal NPL
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
66 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
bersumber dari peningkatan jumlah NPL
pada subsektor pertambangan dan jasa
pertambangan minyak dan gas bumi
sebesar Rp1 triliun. Kondisi tersebut
dipengaruhi oleh harga minyak yang
masih berada pada level yang relatif
rendah seiring permintaan yang masih
lemah26.
Rendahnya kualitas kredit pada sektor
prioritas perlu menjadi perhatian khusus,
mengingat perbaikan kualitas kredit akan
mempengaruhi kelancaran pencapaian
tujuan program pemerintah.
1.6 Kecukupan Pencadangan
Sebagai upaya antisipasi terhadap
kerugian yang disebabkan karena tidak
tertagihnya aset berkualitas rendah,
perbankan membentuk Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan
Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA).
Rasio CKPN terhadap total
kredit bermasalah pada triwulan II-2016
sebesar 52,94%, relatif stabil
dibandingkan triwulan sebelumnya (53%)
(Tabel B.1.6.1).
26 Bank Indonesia. Tinjauan Kebijakan Moneter
Juli 2016
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
71
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
67 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.1.6.1 Kecukupan Pencadangan
Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016
2. Risiko Pasar27
Kondisi risiko pasar pada BUK di triwulan
II-2016 tidak menunjukkan perubahan
signifikan dari triwulan sebelumnya. Hal
tersebut tercermin dari pergerakan nilai
tukar rupiah pada akhir triwulan II-2016
relatif sama dengan kondisi pada awal
triwulan II-2016, meskipun pada
pertengahan triwulan II sempat
mengalami fluktuasi (Grafik B.2.1).
27 Komponen risiko pasar dibedakan menjadi 3,
yakni: risiko harga, risiko nilai tukar, dan risiko suku bunga. Risiko harga terkait dengan potensi kerugian yang mungkin terjadi sebagai dampak dari penurunan harga asset sementara risiko nilai tukar terkait dengan potensi kerugian yang mungkin terjadi sebagai dampak dari perubahan nilai tukar terhadap posisi portofolio valas yang dimiliki. Selanjutnya, risiko suku bunga adalah potensi kerugian yang mungkin terjadi sebagai dampak perubahan suku bunga.
Grafik B.2.1 Perkembangan Nilai Tukar USD/IDR Selama
Triwulan II-2016
Sumber: Reuters
Nilai tukar rupiah sempat mengalami
depresiasi pada Mei 2016 yang mencapai
titik tertinggi sebesar Rp13.690/USD.
Kondisi tersebut disebabkan oleh
meningkatnya risiko pasar keuangan
global terkait rencana penyesuaian Fed
Fund Rate (FFR).
Pada awal Juni 2016, rupiah kembali
menguat dengan posisi rupiah pada akhir
Juni 2016 berada pada posisi
Rp13.213/USD. Dari sisi domestik,
penguatan rupiah didukung oleh persepsi
positif investor terhadap prospek
perekonomian domestik sejalan dengan
terjaganya stabilitas makroekonomi di
1Seluruh CKPN dan PPA yang telah dibentuk terhadap aset
dan TRA dengan kualitas rendah (%)27.90 28.75
2Seluruh CKPN Ddan PPA yang telah dibentuk terhadap AP
Neraca, AP TRA dan ANP dengan kualitas rendah (%)34.02 35.79
3CKPN dan PPA yang telah dibentuk untuk aset dan TRA
bermasalah terhadap aset dan TRA non performing (%)52.10 51.95
4CKPN atas kredit bermasalah terhadap kredit
bermasalah (%)53.00 52.94
Kecukupan Pencadangan TW I '16 TW II '16
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
68 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
samping implementasi UU Pengampunan
Pajak. Dari sisi eskternal, penguatan
rupiah didorong oleh meredanya risiko di
pasar keuangan global terkait dengan
terbatasnya dampak Brexit dan perkiraan
penundaan kenaikan FFR oleh The Fed.
Membaiknya kondisi domestik dan
eksternal tersebut turut mendorong
berlanjutnya aliran dana masuk (inflow)
ke pasar keuangan domestik, yang
selanjutnya mendorong penguatan
rupiah28.
Tabel B.2.1 Perkembangan Nilai Tukar USD/IDR
qtq yoyUSD/IDR 13,333 13,260 13,213 -0.35% -0.90%
∆TW II-2015 TW I-2016 TW II-2016
Sumber: Reuters
Untuk memitigasi eksposur risiko pasar
yang dihadapi bank akibat pelemahan
rupiah, bank menjaga rasio Posisi Devisa
Netto (PDN)29 tetap rendah sebesar
1,09% atau jauh dibawah threshold 20%.
28 Bank Indonesia, Laporan Kebijakan Moneter
Triwulan II 2016.
29 PDN dapat dibedakan menjadi 2, Long dan Short. Posisi long terjadi apabila nilai aktiva valas lebih besar dari passiva valas sementara Posisi short berarti aktiva valas lebih kecil dari passiva valas. Posisi long akan diuntungkan saat nilai tukar rupiah melemah (terdepresiasi) sementara posisi short akan diuntungkan saat nilai tukar rupiah menguat (apresiasi).
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
72
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
67 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.1.6.1 Kecukupan Pencadangan
Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016
2. Risiko Pasar27
Kondisi risiko pasar pada BUK di triwulan
II-2016 tidak menunjukkan perubahan
signifikan dari triwulan sebelumnya. Hal
tersebut tercermin dari pergerakan nilai
tukar rupiah pada akhir triwulan II-2016
relatif sama dengan kondisi pada awal
triwulan II-2016, meskipun pada
pertengahan triwulan II sempat
mengalami fluktuasi (Grafik B.2.1).
27 Komponen risiko pasar dibedakan menjadi 3,
yakni: risiko harga, risiko nilai tukar, dan risiko suku bunga. Risiko harga terkait dengan potensi kerugian yang mungkin terjadi sebagai dampak dari penurunan harga asset sementara risiko nilai tukar terkait dengan potensi kerugian yang mungkin terjadi sebagai dampak dari perubahan nilai tukar terhadap posisi portofolio valas yang dimiliki. Selanjutnya, risiko suku bunga adalah potensi kerugian yang mungkin terjadi sebagai dampak perubahan suku bunga.
Grafik B.2.1 Perkembangan Nilai Tukar USD/IDR Selama
Triwulan II-2016
Sumber: Reuters
Nilai tukar rupiah sempat mengalami
depresiasi pada Mei 2016 yang mencapai
titik tertinggi sebesar Rp13.690/USD.
Kondisi tersebut disebabkan oleh
meningkatnya risiko pasar keuangan
global terkait rencana penyesuaian Fed
Fund Rate (FFR).
Pada awal Juni 2016, rupiah kembali
menguat dengan posisi rupiah pada akhir
Juni 2016 berada pada posisi
Rp13.213/USD. Dari sisi domestik,
penguatan rupiah didukung oleh persepsi
positif investor terhadap prospek
perekonomian domestik sejalan dengan
terjaganya stabilitas makroekonomi di
1Seluruh CKPN dan PPA yang telah dibentuk terhadap aset
dan TRA dengan kualitas rendah (%)27.90 28.75
2Seluruh CKPN Ddan PPA yang telah dibentuk terhadap AP
Neraca, AP TRA dan ANP dengan kualitas rendah (%)34.02 35.79
3CKPN dan PPA yang telah dibentuk untuk aset dan TRA
bermasalah terhadap aset dan TRA non performing (%)52.10 51.95
4CKPN atas kredit bermasalah terhadap kredit
bermasalah (%)53.00 52.94
Kecukupan Pencadangan TW I '16 TW II '16
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
68 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
samping implementasi UU Pengampunan
Pajak. Dari sisi eskternal, penguatan
rupiah didorong oleh meredanya risiko di
pasar keuangan global terkait dengan
terbatasnya dampak Brexit dan perkiraan
penundaan kenaikan FFR oleh The Fed.
Membaiknya kondisi domestik dan
eksternal tersebut turut mendorong
berlanjutnya aliran dana masuk (inflow)
ke pasar keuangan domestik, yang
selanjutnya mendorong penguatan
rupiah28.
Tabel B.2.1 Perkembangan Nilai Tukar USD/IDR
qtq yoyUSD/IDR 13,333 13,260 13,213 -0.35% -0.90%
∆TW II-2015 TW I-2016 TW II-2016
Sumber: Reuters
Untuk memitigasi eksposur risiko pasar
yang dihadapi bank akibat pelemahan
rupiah, bank menjaga rasio Posisi Devisa
Netto (PDN)29 tetap rendah sebesar
1,09% atau jauh dibawah threshold 20%.
28 Bank Indonesia, Laporan Kebijakan Moneter
Triwulan II 2016.
29 PDN dapat dibedakan menjadi 2, Long dan Short. Posisi long terjadi apabila nilai aktiva valas lebih besar dari passiva valas sementara Posisi short berarti aktiva valas lebih kecil dari passiva valas. Posisi long akan diuntungkan saat nilai tukar rupiah melemah (terdepresiasi) sementara posisi short akan diuntungkan saat nilai tukar rupiah menguat (apresiasi).
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
73
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
69 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
2.1 Risiko Harga
Rata-rata pangsa rasio Signifikansi Asset
Trading, Derivative, dan Fair Value Option
(FVO)30 pada triwulan II-2016 adalah
sebesar 1,71% dari total aset atau
menurun 12 bps dibandingkan rata-rata
pangsa pada triwulan sebelumnya
sebesar 1,83%. Hal tersebut disebabkan
menurunnya Signifikansi Asset Trading
pada triwulan II-2016 menjadi 1,09% dari
triwulan sebelumnya sebesar 1,19%.
Penurunan tersebut terutama bersumber
dari kelompok bank Campuran yang
menurun 82 bps (dari 2,27% menjadi
1,45%).
Sementara itu, rasio Signifikansi
Kewajiban Trading, Derivative dan FVO
mengalami sedikit peningkatan pada
triwulan II-2016, yaitu dari 2,84% menjadi
2,87%. Peningkatan tersebut terutama
bersumber dari kenaikan rasio
Signifikansi Kewajiban Trading dari 0,21%
menjadi 0,28% pada triwulan II-2016.
Masih tergolong rendahnya rasio
Signifikansi Aset Trading, Derivative dan
FVO dan rasio Signifikansi Kewajiban
Trading, Derivative dan FVO 30 Fair Value Option (FVO) merupakan instrumen
keuangan yang ditetapkan untuk diukur pada nilai wajar. Sesuai standar akuntansi yang berlaku, kategori FVO digunakan untuk menampung posisi instrumen keuangan yang pada saat pengakuan awal telah ditetapkan oleh bank untuk diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi. Bank dapat mengkategorikan instrumen keuangan sebagai FVO hanya apabila instrumen keuangan memiliki satu atau lebih derivatif melekat (embedded derivative) atau ketika melakukannya akan menghasilkan informasi yang lebih relevan (Handbook Penilaian Risiko Pasar, dalam lampiran SE BI No.13/36/INTERN/2011).
menyebabkan risiko harga pada
perbankan menjadi tidak terlalu signifikan
(Tabel B.2.1.1).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
70 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.2.1.1
Komponen Asset Trading Triwulan II-2016
TW-I '16 TW-II '16 TW-I '16 TW-II '16 TW-I '16 TW-II '16 TW-I '16 TW-II '16
Volume Risiko Harga
1. Signifikansi Aset Trading, Derivatif, Fair Value Option (FVO) (%) 0.43 0.50 0.52 0.70 0.51 0.65 0.21 0.17
2. Signifikansi Aset Trading (%) 0.25 0.30 0.42 0.49 0.44 0.48 0.17 0.14
3. Signifikansi Tagihan Spot dan Derivatif (%) 0.00 0.00 0.01 0.01 0.02 0.02 0.00 0.00
4. Signifikansi Aset FVO (%) 0.06 0.03 0.00 0.00 0.01 0.01 0.02 0.01
5. Signifikansi Kewajiban Trading, Derivatif, FVO (%) 1.07 0.80 0.31 0.53 0.14 0.17 1.45 1.55
6. Signifikansi Kewajiban Trading (%) 0.00 0.02 0.36 0.06 0.01 0.05 0.04 0.00
7. Signifikansi Kewajiban Derivatif (%) 0.00 0.00 0.01 0.00 0.01 0.01 0.00 0.00
8. Signifikansi Kewajiban FVO (%) 1.05 0.70 0.00 0.11 0.04 0.09 1.25 1.14
BUSNDNama Komponen
BPD BUMN BUSD
TW-I '16 TW-II '16 TW-I '16 TW-II '16 TW-I '16 TW-II '16
Volume Risiko Harga
1. Signifikansi Aset Trading, Derivatif, Fair Value Option (FVO) (%) 2.27 1.45 6.07 6.82 1.83 1.71
2. Signifikansi Aset Trading (%) 1.53 0.95 1.83 2.89 1.19 1.09
3. Signifikansi Tagihan Spot dan Derivatif (%) 0.27 0.24 1.23 1.07 0.37 0.34
4. Signifikansi Aset FVO (%) 0.00 0.00 0.75 0.72 0.27 0.28
5. Signifikansi Kewajiban Trading, Derivatif, FVO (%) 0.68 0.96 1.32 1.22 2.84 2.87
6. Signifikansi Kewajiban Trading (%) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.21 0.28
7. Signifikansi Kewajiban Derivatif (%) 0.60 0.54 1.32 1.22 0.38 0.33
8. Signifikansi Kewajiban FVO (%) 1.31 1.32 0.00 0.00 2.25 2.27
Nama KomponenCampuran KCBA Industri
Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016
2.2 Risiko Nilai Tukar
Risiko nilai tukar berasal dari pergerakan
nilai tukar aset dan kewajiban perbankan
dalam bentuk valuta asing. Risiko nilai
tukar pada triwulan II-2016 mengalami
penurunan dibandingkan triwulan
sebelumnya, tercermin dari menurunnya
rasio PDN yaitu dari 1,42% menjadi
1,09% (Tabel B.2.2.1).
Penurunan juga terjadi pada rasio PDN
valuta utama (USD), yaitu dari 0,82%
menjadi 0,50%. Rasio PDN tersebut
tergolong rendah karena jauh dibawah
threshold 20% dan mengindikasikan
bahwa pelaku pasar cenderung
mempertahankan posisinya ke arah
square31 dalam rangka memitigasi risiko
nilai tukar.
31 Kondisi square pada PDN merupakan kondisi
dimana valas yang berada di aktiva sama dengan valas yang berada di pasiva pada neraca, atau dengan kata lain valas yang berada pada tagihan dan kewajiban sama dengan valas yang berada pada rekening administratif.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
74
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
69 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
2.1 Risiko Harga
Rata-rata pangsa rasio Signifikansi Asset
Trading, Derivative, dan Fair Value Option
(FVO)30 pada triwulan II-2016 adalah
sebesar 1,71% dari total aset atau
menurun 12 bps dibandingkan rata-rata
pangsa pada triwulan sebelumnya
sebesar 1,83%. Hal tersebut disebabkan
menurunnya Signifikansi Asset Trading
pada triwulan II-2016 menjadi 1,09% dari
triwulan sebelumnya sebesar 1,19%.
Penurunan tersebut terutama bersumber
dari kelompok bank Campuran yang
menurun 82 bps (dari 2,27% menjadi
1,45%).
Sementara itu, rasio Signifikansi
Kewajiban Trading, Derivative dan FVO
mengalami sedikit peningkatan pada
triwulan II-2016, yaitu dari 2,84% menjadi
2,87%. Peningkatan tersebut terutama
bersumber dari kenaikan rasio
Signifikansi Kewajiban Trading dari 0,21%
menjadi 0,28% pada triwulan II-2016.
Masih tergolong rendahnya rasio
Signifikansi Aset Trading, Derivative dan
FVO dan rasio Signifikansi Kewajiban
Trading, Derivative dan FVO 30 Fair Value Option (FVO) merupakan instrumen
keuangan yang ditetapkan untuk diukur pada nilai wajar. Sesuai standar akuntansi yang berlaku, kategori FVO digunakan untuk menampung posisi instrumen keuangan yang pada saat pengakuan awal telah ditetapkan oleh bank untuk diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi. Bank dapat mengkategorikan instrumen keuangan sebagai FVO hanya apabila instrumen keuangan memiliki satu atau lebih derivatif melekat (embedded derivative) atau ketika melakukannya akan menghasilkan informasi yang lebih relevan (Handbook Penilaian Risiko Pasar, dalam lampiran SE BI No.13/36/INTERN/2011).
menyebabkan risiko harga pada
perbankan menjadi tidak terlalu signifikan
(Tabel B.2.1.1).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
70 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.2.1.1
Komponen Asset Trading Triwulan II-2016
TW-I '16 TW-II '16 TW-I '16 TW-II '16 TW-I '16 TW-II '16 TW-I '16 TW-II '16
Volume Risiko Harga
1. Signifikansi Aset Trading, Derivatif, Fair Value Option (FVO) (%) 0.43 0.50 0.52 0.70 0.51 0.65 0.21 0.17
2. Signifikansi Aset Trading (%) 0.25 0.30 0.42 0.49 0.44 0.48 0.17 0.14
3. Signifikansi Tagihan Spot dan Derivatif (%) 0.00 0.00 0.01 0.01 0.02 0.02 0.00 0.00
4. Signifikansi Aset FVO (%) 0.06 0.03 0.00 0.00 0.01 0.01 0.02 0.01
5. Signifikansi Kewajiban Trading, Derivatif, FVO (%) 1.07 0.80 0.31 0.53 0.14 0.17 1.45 1.55
6. Signifikansi Kewajiban Trading (%) 0.00 0.02 0.36 0.06 0.01 0.05 0.04 0.00
7. Signifikansi Kewajiban Derivatif (%) 0.00 0.00 0.01 0.00 0.01 0.01 0.00 0.00
8. Signifikansi Kewajiban FVO (%) 1.05 0.70 0.00 0.11 0.04 0.09 1.25 1.14
BUSNDNama Komponen
BPD BUMN BUSD
TW-I '16 TW-II '16 TW-I '16 TW-II '16 TW-I '16 TW-II '16
Volume Risiko Harga
1. Signifikansi Aset Trading, Derivatif, Fair Value Option (FVO) (%) 2.27 1.45 6.07 6.82 1.83 1.71
2. Signifikansi Aset Trading (%) 1.53 0.95 1.83 2.89 1.19 1.09
3. Signifikansi Tagihan Spot dan Derivatif (%) 0.27 0.24 1.23 1.07 0.37 0.34
4. Signifikansi Aset FVO (%) 0.00 0.00 0.75 0.72 0.27 0.28
5. Signifikansi Kewajiban Trading, Derivatif, FVO (%) 0.68 0.96 1.32 1.22 2.84 2.87
6. Signifikansi Kewajiban Trading (%) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.21 0.28
7. Signifikansi Kewajiban Derivatif (%) 0.60 0.54 1.32 1.22 0.38 0.33
8. Signifikansi Kewajiban FVO (%) 1.31 1.32 0.00 0.00 2.25 2.27
Nama KomponenCampuran KCBA Industri
Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016
2.2 Risiko Nilai Tukar
Risiko nilai tukar berasal dari pergerakan
nilai tukar aset dan kewajiban perbankan
dalam bentuk valuta asing. Risiko nilai
tukar pada triwulan II-2016 mengalami
penurunan dibandingkan triwulan
sebelumnya, tercermin dari menurunnya
rasio PDN yaitu dari 1,42% menjadi
1,09% (Tabel B.2.2.1).
Penurunan juga terjadi pada rasio PDN
valuta utama (USD), yaitu dari 0,82%
menjadi 0,50%. Rasio PDN tersebut
tergolong rendah karena jauh dibawah
threshold 20% dan mengindikasikan
bahwa pelaku pasar cenderung
mempertahankan posisinya ke arah
square31 dalam rangka memitigasi risiko
nilai tukar.
31 Kondisi square pada PDN merupakan kondisi
dimana valas yang berada di aktiva sama dengan valas yang berada di pasiva pada neraca, atau dengan kata lain valas yang berada pada tagihan dan kewajiban sama dengan valas yang berada pada rekening administratif.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
75
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
71 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.2.2.1 Perkembangan Rasio PDN
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
1. Rasio PDN (%) 0.17 0.13 1.76 1.66 0.43 0.35 0.00 0.00
2. Rasio PDN Valuta Utama (USD) (%) 0.17 0.09 0.77 0.21 0.33 0.26 0.00 0.00
BUSNDNama Komponen
BPD BUMN BUSD
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
1. Rasio PDN (%) 0.56 1.36 1.39 1.05 1.42 1.09
2. Rasio PDN Valuta Utama (USD) (%) 0.28 1.10 1.21 0.54 0.82 0.50
Nama KomponenCampuran KCBA Industri
Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016
Berdasarkan kelompok kepemilikan bank,
penurunan rasio PDN terbesar berasal
dari kelompok bank KCBA (34 bps) yaitu
dari 1,39% menjadi 1,05% pada triwulan
II-2016. Sedangkan untuk penurunan
rasio PDN valuta utama (USD) terbesar
terjadi pada kelompok bank KCBA (67
bps) yaitu dari 1,21% menjadi 0,54%.
Penurunan tersebut terjadi karena
penyaluran dan sumber dana pada
kelompok KCBA masih didominasi dalam
bentuk valas, sejalan dengan
membaiknya nilai tukar rupiah pada akhir
triwulan II-2016.
2.3 Risiko Suku Bunga
Risiko suku bunga adalah risiko kerugian
pada posisi keuangan (neraca dan
rekening administratif) sebagai akibat dari
perubahan suku bunga. Risiko suku
bunga dapat dinilai berdasarkan banking
book dan maturity profile.
Risiko suku bunga pada banking book
bersifat jangka pendek melalui dampak
pada rentabilitas, maupun jangka panjang
melalui dampak pada nilai ekonomis dari
ekuitas bank.
Pada triwulan II-2016, rasio Signifikansi
Aset Suku Bunga Tetap (fixed interest
rate) mengalami peningkatan dari triwulan
sebelumnya (dari 15,95% menjadi
16,12%). Peningkatan terbesar terdapat
pada kelompok BUSD, yaitu dari 8,82%
menjadi 12,20%. Selain itu, rasio
Komposisi Aset Dengan Nature Interest
Risk Rate (IRR)32 Yang Tinggi, secara
industri juga meningkat dari 7,02%
menjadi 7,11% (Tabel B.2.3.1).
Peningkatan kedua komponen tersebut,
terjadi seiring dengan relatif banyaknya
penempatan dana pada aset bank yang
memiliki suku bunga tetap, serta untuk
menjaga likuiditas bank dalam jangka
panjang.
Di sisi pasiva, Signifikansi Kewajiban
Suku Bunga Tetap juga meningkat
32 IRR adalah Interest Risk Rate on banking book
atau risiko suku bunga pada aset di banking book. Parameter ini menilai perbandingan antara aset keuangan pada banking book yang memiliki eksposur suku bunga yang tinggi.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
72 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
dibandingkan triwulan sebelumnya (dari
1,60% menjadi 1,76%).
Hal tersebut menunjukkan terdapat
mismatch antara pendanaan dan
penyaluran dana ber-suku bunga tetap,
yang tercermin dari lebih tingginya rasio
Signifikansi Aset Suku Bunga Tetap
industri (16,12%) dibandingkan dengan
rasio Signifikansi Kewajiban Suku Bunga
Tetap (1,76%). Gap terbesar terutama
terjadi pada kelompok bank BPD,
mengingat dominasi jenis penggunaan
kredit konsumsi pada kelompok BPD.
Pada triwulan II-2016, rasio Natural
Hedging Terhadap Perubahan Suku
Bunga berada di atas 100%. Kondisi
tersebut menunjukan bank telah
melakukan antara lain pengelolaan risiko
suku bunga atas aset dan kewajiban
secara optimal.
Tabel B.2.3.1 Komponen Suku Bunga Berdasarkan Industri dan Kelompok Bank
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
Risiko Suku Bunga pada Banking Book
1. Signifikansi aset suku bunga tetap (%) 46.32 46.26 8.29 10.08 8.82 12.20 7.57 8.85
2. Natural hedging terhadap perubahan suku bunga (%) 218.32 193.52 266.80 221.18 332.44 212.18 133.33 68.42
3. Signifikansi kewajiban dengan suku bunga tetap (%) 0.31 0.21 4.98 4.26 0.06 0.03 0.00 0.00
4. Komposisi Aset dengan Nature IRR yang tinggi (%) 30.80 30.18 5.11 5.76 3.23 3.41 3.59 3.22
Nama KomponenBPD BUMN BUSD BUSND
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
Risiko Suku Bunga pada Banking Book
1. Signifikansi aset suku bunga tetap (%) 3.09 5.00 2.45 2.37 15.95 16.12
2. Natural hedging terhadap perubahan suku bunga (%) 287.98 226.02 339.13 423.91 122.84 124.28
3. Signifikansi kewajiban dengan suku bunga tetap (%) 0.79 0.78 0.00 0.00 1.60 1.76
4. Komposisi Aset dengan Nature IRR yang tinggi (%) 0.83 0.42 0.41 0.23 7.02 7.11
Nama KomponenCampuran KCBA Industri
Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016
Risiko suku bunga juga dapat timbul dari
perubahan suku bunga di pasar yang
selanjutnya mempengaruhi jumlah aset
dan kewajiban33. Aset dan kewajiban
bank tersebut terbagi dalam waktu
tertentu (maturity bucket). Setiap
perbedaan maturity bucket pada aset dan
33 Pada umumnya jumlah aset dan kewajiban
neraca bank selalu berlawanan (mismatch).
kewajiban mengakibatkan terjadinya
mismatch yang dibagi menjadi dua posisi
yaitu short dan long34.
34 Posisi short terjadi apabila jumlah kewajiban
lebih besar daripada aset yang dimiliki bank. Sementara posisi long terjadi apabila jumlah aset lebih besar daripada kewajiban yang dimiliki bank.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
76
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
71 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.2.2.1 Perkembangan Rasio PDN
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
1. Rasio PDN (%) 0.17 0.13 1.76 1.66 0.43 0.35 0.00 0.00
2. Rasio PDN Valuta Utama (USD) (%) 0.17 0.09 0.77 0.21 0.33 0.26 0.00 0.00
BUSNDNama Komponen
BPD BUMN BUSD
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
1. Rasio PDN (%) 0.56 1.36 1.39 1.05 1.42 1.09
2. Rasio PDN Valuta Utama (USD) (%) 0.28 1.10 1.21 0.54 0.82 0.50
Nama KomponenCampuran KCBA Industri
Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016
Berdasarkan kelompok kepemilikan bank,
penurunan rasio PDN terbesar berasal
dari kelompok bank KCBA (34 bps) yaitu
dari 1,39% menjadi 1,05% pada triwulan
II-2016. Sedangkan untuk penurunan
rasio PDN valuta utama (USD) terbesar
terjadi pada kelompok bank KCBA (67
bps) yaitu dari 1,21% menjadi 0,54%.
Penurunan tersebut terjadi karena
penyaluran dan sumber dana pada
kelompok KCBA masih didominasi dalam
bentuk valas, sejalan dengan
membaiknya nilai tukar rupiah pada akhir
triwulan II-2016.
2.3 Risiko Suku Bunga
Risiko suku bunga adalah risiko kerugian
pada posisi keuangan (neraca dan
rekening administratif) sebagai akibat dari
perubahan suku bunga. Risiko suku
bunga dapat dinilai berdasarkan banking
book dan maturity profile.
Risiko suku bunga pada banking book
bersifat jangka pendek melalui dampak
pada rentabilitas, maupun jangka panjang
melalui dampak pada nilai ekonomis dari
ekuitas bank.
Pada triwulan II-2016, rasio Signifikansi
Aset Suku Bunga Tetap (fixed interest
rate) mengalami peningkatan dari triwulan
sebelumnya (dari 15,95% menjadi
16,12%). Peningkatan terbesar terdapat
pada kelompok BUSD, yaitu dari 8,82%
menjadi 12,20%. Selain itu, rasio
Komposisi Aset Dengan Nature Interest
Risk Rate (IRR)32 Yang Tinggi, secara
industri juga meningkat dari 7,02%
menjadi 7,11% (Tabel B.2.3.1).
Peningkatan kedua komponen tersebut,
terjadi seiring dengan relatif banyaknya
penempatan dana pada aset bank yang
memiliki suku bunga tetap, serta untuk
menjaga likuiditas bank dalam jangka
panjang.
Di sisi pasiva, Signifikansi Kewajiban
Suku Bunga Tetap juga meningkat
32 IRR adalah Interest Risk Rate on banking book
atau risiko suku bunga pada aset di banking book. Parameter ini menilai perbandingan antara aset keuangan pada banking book yang memiliki eksposur suku bunga yang tinggi.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
72 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
dibandingkan triwulan sebelumnya (dari
1,60% menjadi 1,76%).
Hal tersebut menunjukkan terdapat
mismatch antara pendanaan dan
penyaluran dana ber-suku bunga tetap,
yang tercermin dari lebih tingginya rasio
Signifikansi Aset Suku Bunga Tetap
industri (16,12%) dibandingkan dengan
rasio Signifikansi Kewajiban Suku Bunga
Tetap (1,76%). Gap terbesar terutama
terjadi pada kelompok bank BPD,
mengingat dominasi jenis penggunaan
kredit konsumsi pada kelompok BPD.
Pada triwulan II-2016, rasio Natural
Hedging Terhadap Perubahan Suku
Bunga berada di atas 100%. Kondisi
tersebut menunjukan bank telah
melakukan antara lain pengelolaan risiko
suku bunga atas aset dan kewajiban
secara optimal.
Tabel B.2.3.1 Komponen Suku Bunga Berdasarkan Industri dan Kelompok Bank
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
Risiko Suku Bunga pada Banking Book
1. Signifikansi aset suku bunga tetap (%) 46.32 46.26 8.29 10.08 8.82 12.20 7.57 8.85
2. Natural hedging terhadap perubahan suku bunga (%) 218.32 193.52 266.80 221.18 332.44 212.18 133.33 68.42
3. Signifikansi kewajiban dengan suku bunga tetap (%) 0.31 0.21 4.98 4.26 0.06 0.03 0.00 0.00
4. Komposisi Aset dengan Nature IRR yang tinggi (%) 30.80 30.18 5.11 5.76 3.23 3.41 3.59 3.22
Nama KomponenBPD BUMN BUSD BUSND
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
Risiko Suku Bunga pada Banking Book
1. Signifikansi aset suku bunga tetap (%) 3.09 5.00 2.45 2.37 15.95 16.12
2. Natural hedging terhadap perubahan suku bunga (%) 287.98 226.02 339.13 423.91 122.84 124.28
3. Signifikansi kewajiban dengan suku bunga tetap (%) 0.79 0.78 0.00 0.00 1.60 1.76
4. Komposisi Aset dengan Nature IRR yang tinggi (%) 0.83 0.42 0.41 0.23 7.02 7.11
Nama KomponenCampuran KCBA Industri
Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016
Risiko suku bunga juga dapat timbul dari
perubahan suku bunga di pasar yang
selanjutnya mempengaruhi jumlah aset
dan kewajiban33. Aset dan kewajiban
bank tersebut terbagi dalam waktu
tertentu (maturity bucket). Setiap
perbedaan maturity bucket pada aset dan
33 Pada umumnya jumlah aset dan kewajiban
neraca bank selalu berlawanan (mismatch).
kewajiban mengakibatkan terjadinya
mismatch yang dibagi menjadi dua posisi
yaitu short dan long34.
34 Posisi short terjadi apabila jumlah kewajiban
lebih besar daripada aset yang dimiliki bank. Sementara posisi long terjadi apabila jumlah aset lebih besar daripada kewajiban yang dimiliki bank.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
77
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
73 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.2.3.2
Maturity Profile (Rp dan Valas)
Sumber: diolah dari Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016 Ket: angka merah menunjukkan posisi short dan angka hitam menunjukkan posisi long
Pada triwulan II-2016, maturity profile
dalam rupiah secara industri berada pada
posisi short yaitu sebesar Rp707 triliun.
Sedangkan maturity profile dalam valas
berada pada posisi long, yaitu sebesar
Rp9 triliun (Tabel B.2.3.2).
Sementara itu, untuk maturity profile
dalam rupiah berdasarkan kepemilikan
bank, kelompok KCBA dan Campuran
berada pada posisi long. Sedangkan
untuk maturity profile dalam valas,
kelompok BUMN, Campuran, dan
BUSND berada pada posisi short.
Posisi short pada mata uang rupiah
terjadi apabila sebagian besar kewajiban
DPK jatuh tempo dalam waktu jangka
pendek (kurang dari 3 bulan).
Sedangkan, posisi long pada mata uang
rupiah terjadi apabila sebagian besar aset
dalam bentuk kredit jatuh tempo dalam
waktu jangka panjang (di atas 3 bulan).
2.4 Komposisi Derivatif
Transaksi derivatif yang dilakukan
perbankan pada umumnya didominasi
oleh transaksi forward dan transaksi
swap35. Transaksi swap dilakukan
terutama untuk kebutuhan hedging. Bila
dibandingkan dengan triwulan I-2016,
komposisi transaksi valas di perbankan
Indonesia pada triwulan II-2016 relatif
sama kecuali pada komposisi transaksi
spot dan swap.
Transaksi spot dan swap, menurun dari
triwulan sebelumnya yaitu masing-masing
dari 7,76% menjadi 5,74% dan dari
86,33% menjadi 85,16%. Penurunan
transaksi spot dan swap tersebut
disebabkan pengalihan ke transaksi
forward dan future, tercermin dari
peningkatan masing-masing transaksi
tersebut yaitu dari 13,10% menjadi
13,99% dan dari 0,34% menjadi 0,72%
(Tabel B.2.4.1).
35 Transaksi forward adalah transaksi jual/beli
antara valuta asing terhadap rupiah dengan penyerahan dana dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. Transaksi swap adalah transaksi pertukaran valuta asing terhadap rupiah melalui pembelian/penjualan tunai (spot) dengan penjualan/pembelian kembali secara berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan, dengan counterpart yang sama dan pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan (PBI No. 14/ 5 /PBI/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia).
<1 Bulan 1-3 Bulan 3-6 Bulan 6-12 Bulan TotalIndustri (1,102.27) (186.89) 162.20 419.00 (707.96)BUMN (661.86) (105.23) 59.44 190.43 (517.22)BUSD (279.91) (40.83) 97.94 202.74 (20.06)BUSND (48.19) (24.18) (0.71) 11.56 (61.51)BPD (94.09) (15.12) (8.59) (12.00) (129.80)KCBA (24.84) 4.30 10.52 17.67 7.64Campuran 6.62 (5.82) 3.59 8.60 12.99
Rupiah<1 Bulan 1-3 Bulan 3-6 Bulan 6-12 Bulan Total
Industri 3.70 2.10 0.95 2.61 9.36BUMN (4.63) (0.34) (1.03) 0.65 (5.35)BUSD (0.45) (0.60) 1.52 1.38 1.85BUSND 0.03 (0.10) (0.00) 0.00 (0.07)BPD 8.02 2.925 0.01 (0.00974) 10.94KCBA 0.87 0.22 0.53 0.89 2.51Campuran (0.13) (0.00) (0.09) (0.30) (0.52)
Valas
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
74 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.2.4.1 Komponen Risiko Pasar – Komposisi Derivatif Per Kelompok Bank
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
4. Komposisi derivatif
4.1 Forward Terhadap Total derivatif (%) 0.00 0.00 7.68 8.19 6.44 4.40 0.00 0.00
4.2 Future Terhadap Total derivatif (%) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.02 0.00 0.00
4.3 Swap Terhadap Total derivatif (%) 0.00 0.00 92.32 89.29 6.18 11.92 0.00 0.00
4.4 Option Terhadap Total derivatif (%) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00
4.5 Spot Terhadap Total Derivatif (%) 0.13 0.01 5.36 10.06 16.54 8.37 0.00 0.00
Nama KomponenBPD BUMN BUSD BUSND
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
4. Komposisi derivatif
4.1 Forward Terhadap Total derivatif (%) 7.03 9.32 6.49 8.67 13.10 13.99
4.2 Future Terhadap Total derivatif (%) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.34 0.72
4.3 Swap Terhadap Total derivatif (%) 91.06 88.22 84.71 82.90 86.33 85.16
4.4 Option Terhadap Total derivatif (%) 0.01 0.01 0.00 0.00 0.24 0.12
4.5 Spot Terhadap Total Derivatif (%) 16.01 14.97 9.18 6.95 7.76 5.74
Nama KomponenCampuran KCBA Industri
Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016
Dari kondisi diatas dapat disimpulkan
bahwa risiko nilai tukar bagi perbankan
pada triwulan II-2016 relatif rendah yang
tercermin dari (i) nilai transaksi derivatif
yang relatif kecil, (ii) PDN yang relatif
rendah dan ditempatkan pada mata uang
utama (USD), dan (iii) transaksi derivatif
yang sebagian besar dalam bentuk swap.
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa
transaksi perbankan lebih didominasi oleh
adanya permintaan nasabah daripada
untuk keperluan spekulatif. Hal tersebut
dilakukan dengan tujuan antara lain untuk
hedging atas permintaan nasabah,
pembayaran utang luar negeri,
pembayaran barang atas aktivitas
ekspor/impor dari nasabah, dan repatriasi
hasil penjualan SUN dan saham oleh
investor asing.
3 Risiko Likuiditas
3.1 Likuiditas Di Sisi Aset
Pada triwulan II-2016 rasio Aset Likuid36
terhadap Total Aset dan rasio Aset Likuid
terhadap Pendanaan Jangka Pendek
sedikit menurun dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yaitu masing-masing
dari 17,97% menjadi 17,72% dan dari
24,54% menjadi 24,39%.
36 Setiap bank harus memelihara sejumlah aset
likuid untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo. Aset likuid antara lain meliputi kas, penempatan pada BI, penempatan antar bank, tagihan reverse repo, surat berharga dll sementara pendanaan jangka pendek antara lain meliputi giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, kewajiban jangka pendek lainnya.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
78
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
73 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.2.3.2
Maturity Profile (Rp dan Valas)
Sumber: diolah dari Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016 Ket: angka merah menunjukkan posisi short dan angka hitam menunjukkan posisi long
Pada triwulan II-2016, maturity profile
dalam rupiah secara industri berada pada
posisi short yaitu sebesar Rp707 triliun.
Sedangkan maturity profile dalam valas
berada pada posisi long, yaitu sebesar
Rp9 triliun (Tabel B.2.3.2).
Sementara itu, untuk maturity profile
dalam rupiah berdasarkan kepemilikan
bank, kelompok KCBA dan Campuran
berada pada posisi long. Sedangkan
untuk maturity profile dalam valas,
kelompok BUMN, Campuran, dan
BUSND berada pada posisi short.
Posisi short pada mata uang rupiah
terjadi apabila sebagian besar kewajiban
DPK jatuh tempo dalam waktu jangka
pendek (kurang dari 3 bulan).
Sedangkan, posisi long pada mata uang
rupiah terjadi apabila sebagian besar aset
dalam bentuk kredit jatuh tempo dalam
waktu jangka panjang (di atas 3 bulan).
2.4 Komposisi Derivatif
Transaksi derivatif yang dilakukan
perbankan pada umumnya didominasi
oleh transaksi forward dan transaksi
swap35. Transaksi swap dilakukan
terutama untuk kebutuhan hedging. Bila
dibandingkan dengan triwulan I-2016,
komposisi transaksi valas di perbankan
Indonesia pada triwulan II-2016 relatif
sama kecuali pada komposisi transaksi
spot dan swap.
Transaksi spot dan swap, menurun dari
triwulan sebelumnya yaitu masing-masing
dari 7,76% menjadi 5,74% dan dari
86,33% menjadi 85,16%. Penurunan
transaksi spot dan swap tersebut
disebabkan pengalihan ke transaksi
forward dan future, tercermin dari
peningkatan masing-masing transaksi
tersebut yaitu dari 13,10% menjadi
13,99% dan dari 0,34% menjadi 0,72%
(Tabel B.2.4.1).
35 Transaksi forward adalah transaksi jual/beli
antara valuta asing terhadap rupiah dengan penyerahan dana dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. Transaksi swap adalah transaksi pertukaran valuta asing terhadap rupiah melalui pembelian/penjualan tunai (spot) dengan penjualan/pembelian kembali secara berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan, dengan counterpart yang sama dan pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan (PBI No. 14/ 5 /PBI/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia).
<1 Bulan 1-3 Bulan 3-6 Bulan 6-12 Bulan TotalIndustri (1,102.27) (186.89) 162.20 419.00 (707.96)BUMN (661.86) (105.23) 59.44 190.43 (517.22)BUSD (279.91) (40.83) 97.94 202.74 (20.06)BUSND (48.19) (24.18) (0.71) 11.56 (61.51)BPD (94.09) (15.12) (8.59) (12.00) (129.80)KCBA (24.84) 4.30 10.52 17.67 7.64Campuran 6.62 (5.82) 3.59 8.60 12.99
Rupiah<1 Bulan 1-3 Bulan 3-6 Bulan 6-12 Bulan Total
Industri 3.70 2.10 0.95 2.61 9.36BUMN (4.63) (0.34) (1.03) 0.65 (5.35)BUSD (0.45) (0.60) 1.52 1.38 1.85BUSND 0.03 (0.10) (0.00) 0.00 (0.07)BPD 8.02 2.925 0.01 (0.00974) 10.94KCBA 0.87 0.22 0.53 0.89 2.51Campuran (0.13) (0.00) (0.09) (0.30) (0.52)
Valas
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
74 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.2.4.1 Komponen Risiko Pasar – Komposisi Derivatif Per Kelompok Bank
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
4. Komposisi derivatif
4.1 Forward Terhadap Total derivatif (%) 0.00 0.00 7.68 8.19 6.44 4.40 0.00 0.00
4.2 Future Terhadap Total derivatif (%) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.02 0.00 0.00
4.3 Swap Terhadap Total derivatif (%) 0.00 0.00 92.32 89.29 6.18 11.92 0.00 0.00
4.4 Option Terhadap Total derivatif (%) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00
4.5 Spot Terhadap Total Derivatif (%) 0.13 0.01 5.36 10.06 16.54 8.37 0.00 0.00
Nama KomponenBPD BUMN BUSD BUSND
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
4. Komposisi derivatif
4.1 Forward Terhadap Total derivatif (%) 7.03 9.32 6.49 8.67 13.10 13.99
4.2 Future Terhadap Total derivatif (%) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.34 0.72
4.3 Swap Terhadap Total derivatif (%) 91.06 88.22 84.71 82.90 86.33 85.16
4.4 Option Terhadap Total derivatif (%) 0.01 0.01 0.00 0.00 0.24 0.12
4.5 Spot Terhadap Total Derivatif (%) 16.01 14.97 9.18 6.95 7.76 5.74
Nama KomponenCampuran KCBA Industri
Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016
Dari kondisi diatas dapat disimpulkan
bahwa risiko nilai tukar bagi perbankan
pada triwulan II-2016 relatif rendah yang
tercermin dari (i) nilai transaksi derivatif
yang relatif kecil, (ii) PDN yang relatif
rendah dan ditempatkan pada mata uang
utama (USD), dan (iii) transaksi derivatif
yang sebagian besar dalam bentuk swap.
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa
transaksi perbankan lebih didominasi oleh
adanya permintaan nasabah daripada
untuk keperluan spekulatif. Hal tersebut
dilakukan dengan tujuan antara lain untuk
hedging atas permintaan nasabah,
pembayaran utang luar negeri,
pembayaran barang atas aktivitas
ekspor/impor dari nasabah, dan repatriasi
hasil penjualan SUN dan saham oleh
investor asing.
3 Risiko Likuiditas
3.1 Likuiditas Di Sisi Aset
Pada triwulan II-2016 rasio Aset Likuid36
terhadap Total Aset dan rasio Aset Likuid
terhadap Pendanaan Jangka Pendek
sedikit menurun dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yaitu masing-masing
dari 17,97% menjadi 17,72% dan dari
24,54% menjadi 24,39%.
36 Setiap bank harus memelihara sejumlah aset
likuid untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo. Aset likuid antara lain meliputi kas, penempatan pada BI, penempatan antar bank, tagihan reverse repo, surat berharga dll sementara pendanaan jangka pendek antara lain meliputi giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, kewajiban jangka pendek lainnya.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
79
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
75 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.3.1.1 Rasio Likuiditas Perbankan
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
I. Likuiditas Aset
1. Rasio Aset Likuid thd Total aset (%) 27.71 25.04 17.20 15.25 17.41 17.40 19.60 16.52
2. Rasio Aset Likuid thd Pendanaan Jangka Pendek (%) 32.96 30.63 22.99 20.41 22.05 23.34 22.25 21.24
3. Rasio Aset Likuid thd Non Core Funding (%) 40.45 40.67 22.43 17.56 31.28 32.59 40.63 36.96
4. Rasio Aset Likuid Primer thd Pendanaan Jangka Pendek Non Core (%) 39.33 38.96 17.15 13.39 26.31 28.12 38.28 34.37
5. Rasio LDR (%) 73.93 75.95 87.53 89.34 85.96 87.77 88.76 91.97
6. Rasio Kredit thd Core Funding (%) 379.25 393.23 730.54 757.02 267.99 274.81 196.80 212.29
II. Likuiditas Kewajiban
1. Signifikansi Pendanaan Non Inti (%) 81.21 81.12 88.54 88.79 65.79 67.98 59.29 57.77
2. Ketergantungan pada pendanaan non inti (%) 58.13 54.69 70.29 70.44 45.76 45.56 35.89 35.73
3. Ketergantungan pada pendanaan non inti Jangka Pendek (%) 56.56 53.76 63.34 64.13 44.13 44.26 35.74 35.41
III. Trend & Pertumbuhan Likuiditas
7. Rasio Deposan Inti (%) 56.11 55.20 22.96 21.93 30.14 28.88 38.97 39.30
Nama KomponenBPD BUMN BUSD BUSND
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
I. Likuiditas Aset
1. Rasio Aset Likuid thd Total aset (%) 22.03 15.92 31.68 31.44 17.97 17.72
2. Rasio Aset Likuid thd Pendanaan Jangka Pendek (%) 32.69 25.25 85.54 85.12 24.54 24.39
3. Rasio Aset Likuid thd Non Core Funding (%) 33.90 25.81 76.84 74.29 30.17 29.92
4. Rasio Aset Likuid Primer thd Pendanaan Jangka Pendek Non Core (%) 27.83 20.60 51.57 48.20 23.35 23.13
5. Rasio LDR (%) 102.39 107.58 87.53 86.49 89.60 91.19
6. Rasio Kredit thd Core Funding (%) 1368.18 1796.09 1609.89 2124.53 322.91 323.42
II. Likuiditas Kewajiban
1. Signifikansi Pendanaan Non Inti (%) 83.81 83.16 95.49 91.39 74.85 74.60
2. Ketergantungan pada pendanaan non inti (%) 53.76 54.73 11.57 14.65 50.70 50.45
3. Ketergantungan pada pendanaan non inti Jangka Pendek (%) 49.89 51.81 8.81 12.22 38.65 38.70
III. Trend & Pertumbuhan Likuiditas
7. Rasio Deposan Inti (%) 46.78 47.49 77.02 68.83 27.45 26.29
Nama KomponenCampuran KCBA Industri
Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016
Pada periode yang sama, tercatat
peningkatan LDR dari 89,60% menjadi
91,19%. Peningkatan LDR tersebut
dipicu oleh meningkatnya penyaluran
kredit (termasuk undisbursed loan37)
37 Undisbursed loan merupakan fasilitas kredit
yang masih disediakan oleh bank pelapor bagi nasabah dan belum ditarik. Undisbursed loan terbagi dua, (1) committed yaitu kelonggaran tarik yang tidak dapat dibatalkan oleh bank karena bank memiliki komitmen untuk mencairkan fasilitas dimaksud kepada nasabah, dan (2) uncommitted yaitu pinjaman yang dapat dibatalkan sewaktu-waktu tanpa syarat oleh bank.
sebesar 4,20% di triwulan II-2016 (Tabel
B.3.1.2).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
76 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.3.1.2 Pertumbuhan Kredit dan Undisbursed Loan
Kredit
Kredit +
Undisb.
Loan
DPK
TW I '15 295,478 3,679,871 3,975,349 4,198,577
TW II '15 303,291 3,828,045 4,131,336 4,319,749 4.03% 3.92% 2.89%
TW III '15 296,483 3,956,483 4,252,965 4,464,083 3.36% 2.94% 3.34%
TW IV '15 275,413 4,057,904 4,333,317 4,413,056 2.56% 1.89% -1.14%
TW I '16 292,911 4,000,448 4,293,359 4,468,955 -1.42% -0.92% 1.27%
TW II '16 283,527 4,168,308 4,451,835 4,574,671 4.20% 3.69% 2.37%
qtq
Undisbursed
Loan (commited)Kredit
Total Kredit +
Undisbursed
Loan (comm.)
Total DPK
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Tabel B.3.1.3 Rasio LDR Bank Berdasarkan Kepemilikan
TW II TW III TW IV TW I TW II qtq yoy
BUMN 87.39 86.57 88.58 89.26 90.77 150 338
BUSD 84.90 86.11 87.55 86.15 87.07 92 218
BUSND 91.33 90.51 81.12 80.37 79.77 -60 -1156
BPD 68.33 68.67 92.19 75.89 80.37 448 1204
Campuran 132.89 129.56 132.77 122.74 125.64 291 -724
KCBA 133.60 131.35 131.49 122.12 124.46 234 -914
∆bps2015 2016
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016
Berdasarkan kepemilikan, rasio LDR
pada triwulan II-2016 untuk kelompok
KCBA dan kelompok Bank Campuran
berada di atas ketentuan GWM-LDR
(78%-92%) yaitu masing-masing sebesar
124,46% dan 125,64% (Tabel B.3.1.3).
Tingginya LDR tersebut disebabkan
antara lain karena besarnya pendanaan
dari parent, pinjaman luar negeri, dan
pinjaman subordinasi serta modal yang
tidak diperhitungkan sebagai komponen
DPK.
Dengan semakin tingginya persaingan
pasar bagi kelompok KCBA dan
kelompok bank Campuran dalam
mendapatkan DPK, maka semakin tinggi
pula pendanaan yang diberikan oleh head
office. Sebaliknya, apabila KCBA mampu
bersaing dengan kelompok bank lainnya
dalam mendapatkan DPK, maka
pendanaan dari parent/PSP juga akan
semakin kecil. Karakteristik tersebut
mengakibatkan kelompok KCBA dan
kelompok bank Campuran memiliki LDR
tertinggi dibandingkan kelompok bank
lainnya. Selain itu, risiko likuiditas kedua
kelompok bank tersebut juga relatif kecil
karena adanya dukungan dari parent/PSP
baik dalam bentuk pinjaman ataupun
modal.
Sementara, LDR kelompok BUSND
paling rendah dibanding kelompok bank
lainnya (79,77%), atau menurun 60 bps
dibandingkan dengan triwulan
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
80
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
75 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.3.1.1 Rasio Likuiditas Perbankan
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
I. Likuiditas Aset
1. Rasio Aset Likuid thd Total aset (%) 27.71 25.04 17.20 15.25 17.41 17.40 19.60 16.52
2. Rasio Aset Likuid thd Pendanaan Jangka Pendek (%) 32.96 30.63 22.99 20.41 22.05 23.34 22.25 21.24
3. Rasio Aset Likuid thd Non Core Funding (%) 40.45 40.67 22.43 17.56 31.28 32.59 40.63 36.96
4. Rasio Aset Likuid Primer thd Pendanaan Jangka Pendek Non Core (%) 39.33 38.96 17.15 13.39 26.31 28.12 38.28 34.37
5. Rasio LDR (%) 73.93 75.95 87.53 89.34 85.96 87.77 88.76 91.97
6. Rasio Kredit thd Core Funding (%) 379.25 393.23 730.54 757.02 267.99 274.81 196.80 212.29
II. Likuiditas Kewajiban
1. Signifikansi Pendanaan Non Inti (%) 81.21 81.12 88.54 88.79 65.79 67.98 59.29 57.77
2. Ketergantungan pada pendanaan non inti (%) 58.13 54.69 70.29 70.44 45.76 45.56 35.89 35.73
3. Ketergantungan pada pendanaan non inti Jangka Pendek (%) 56.56 53.76 63.34 64.13 44.13 44.26 35.74 35.41
III. Trend & Pertumbuhan Likuiditas
7. Rasio Deposan Inti (%) 56.11 55.20 22.96 21.93 30.14 28.88 38.97 39.30
Nama KomponenBPD BUMN BUSD BUSND
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
I. Likuiditas Aset
1. Rasio Aset Likuid thd Total aset (%) 22.03 15.92 31.68 31.44 17.97 17.72
2. Rasio Aset Likuid thd Pendanaan Jangka Pendek (%) 32.69 25.25 85.54 85.12 24.54 24.39
3. Rasio Aset Likuid thd Non Core Funding (%) 33.90 25.81 76.84 74.29 30.17 29.92
4. Rasio Aset Likuid Primer thd Pendanaan Jangka Pendek Non Core (%) 27.83 20.60 51.57 48.20 23.35 23.13
5. Rasio LDR (%) 102.39 107.58 87.53 86.49 89.60 91.19
6. Rasio Kredit thd Core Funding (%) 1368.18 1796.09 1609.89 2124.53 322.91 323.42
II. Likuiditas Kewajiban
1. Signifikansi Pendanaan Non Inti (%) 83.81 83.16 95.49 91.39 74.85 74.60
2. Ketergantungan pada pendanaan non inti (%) 53.76 54.73 11.57 14.65 50.70 50.45
3. Ketergantungan pada pendanaan non inti Jangka Pendek (%) 49.89 51.81 8.81 12.22 38.65 38.70
III. Trend & Pertumbuhan Likuiditas
7. Rasio Deposan Inti (%) 46.78 47.49 77.02 68.83 27.45 26.29
Nama KomponenCampuran KCBA Industri
Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016
Pada periode yang sama, tercatat
peningkatan LDR dari 89,60% menjadi
91,19%. Peningkatan LDR tersebut
dipicu oleh meningkatnya penyaluran
kredit (termasuk undisbursed loan37)
37 Undisbursed loan merupakan fasilitas kredit
yang masih disediakan oleh bank pelapor bagi nasabah dan belum ditarik. Undisbursed loan terbagi dua, (1) committed yaitu kelonggaran tarik yang tidak dapat dibatalkan oleh bank karena bank memiliki komitmen untuk mencairkan fasilitas dimaksud kepada nasabah, dan (2) uncommitted yaitu pinjaman yang dapat dibatalkan sewaktu-waktu tanpa syarat oleh bank.
sebesar 4,20% di triwulan II-2016 (Tabel
B.3.1.2).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
76 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.3.1.2 Pertumbuhan Kredit dan Undisbursed Loan
Kredit
Kredit +
Undisb.
Loan
DPK
TW I '15 295,478 3,679,871 3,975,349 4,198,577
TW II '15 303,291 3,828,045 4,131,336 4,319,749 4.03% 3.92% 2.89%
TW III '15 296,483 3,956,483 4,252,965 4,464,083 3.36% 2.94% 3.34%
TW IV '15 275,413 4,057,904 4,333,317 4,413,056 2.56% 1.89% -1.14%
TW I '16 292,911 4,000,448 4,293,359 4,468,955 -1.42% -0.92% 1.27%
TW II '16 283,527 4,168,308 4,451,835 4,574,671 4.20% 3.69% 2.37%
qtq
Undisbursed
Loan (commited)Kredit
Total Kredit +
Undisbursed
Loan (comm.)
Total DPK
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Tabel B.3.1.3 Rasio LDR Bank Berdasarkan Kepemilikan
TW II TW III TW IV TW I TW II qtq yoy
BUMN 87.39 86.57 88.58 89.26 90.77 150 338
BUSD 84.90 86.11 87.55 86.15 87.07 92 218
BUSND 91.33 90.51 81.12 80.37 79.77 -60 -1156
BPD 68.33 68.67 92.19 75.89 80.37 448 1204
Campuran 132.89 129.56 132.77 122.74 125.64 291 -724
KCBA 133.60 131.35 131.49 122.12 124.46 234 -914
∆bps2015 2016
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016
Berdasarkan kepemilikan, rasio LDR
pada triwulan II-2016 untuk kelompok
KCBA dan kelompok Bank Campuran
berada di atas ketentuan GWM-LDR
(78%-92%) yaitu masing-masing sebesar
124,46% dan 125,64% (Tabel B.3.1.3).
Tingginya LDR tersebut disebabkan
antara lain karena besarnya pendanaan
dari parent, pinjaman luar negeri, dan
pinjaman subordinasi serta modal yang
tidak diperhitungkan sebagai komponen
DPK.
Dengan semakin tingginya persaingan
pasar bagi kelompok KCBA dan
kelompok bank Campuran dalam
mendapatkan DPK, maka semakin tinggi
pula pendanaan yang diberikan oleh head
office. Sebaliknya, apabila KCBA mampu
bersaing dengan kelompok bank lainnya
dalam mendapatkan DPK, maka
pendanaan dari parent/PSP juga akan
semakin kecil. Karakteristik tersebut
mengakibatkan kelompok KCBA dan
kelompok bank Campuran memiliki LDR
tertinggi dibandingkan kelompok bank
lainnya. Selain itu, risiko likuiditas kedua
kelompok bank tersebut juga relatif kecil
karena adanya dukungan dari parent/PSP
baik dalam bentuk pinjaman ataupun
modal.
Sementara, LDR kelompok BUSND
paling rendah dibanding kelompok bank
lainnya (79,77%), atau menurun 60 bps
dibandingkan dengan triwulan
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
81
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
sebelumnya sebesar 80,37%. Penurunan
tersebut sebagai pengaruh dari
menurunnya penyaluran kredit pada
BUSND dibandingkan triwulan
sebelumnya, yaitu dari Rp130 triliun
menjadi Rp65 triliun (Grafik B.3.1.1).
Grafik B.3.1.1 Perkembangan Kredit BUSND
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016
3.2 Likuiditas Di Sisi Kewajiban
Rasio Signifikansi Pendanaan Non Inti38
pada triwulan II-2016 sedikit menurun
yaitu dari 74,85% menjadi sebesar
74,60% (Tabel B.3.1.1).
Rasio Signifikansi Pendanaan Non Inti
tertinggi berada pada kelompok KCBA
sebesar 91,39% (Tabel B.3.2.1).
Tingginya pendanaan non inti pada
kelompok KCBA didukung dengan
38 Pendanaan non inti adalah sumber pendanaan
bank yang dianggap tidak stabil (volatile) dan pada situasi kritis diasumsikan akan lebih dahulu ditarik dari bank, seperti deposito dalam jumlah yang tidak dijamin oleh LPS, deposito dalam jumlah dijamin oleh LPS tetapi memberikan suku bunga diatas suku bunga penjaminan, seluruh transaksi antar bank dan transaksi pasar uang, serta seluruh pinjaman tetapi tidak termasuk pinjaman/obligasi subordinasi yang merupakan komponen modal (SE BI No. 13/36/INTERN tanggal 25 Oktober 2011).
kebijakan KCBA yang lebih selektif
dalam penghimpunan dana serta strategi
bisnis yang lebih fokus pada nasabah
korporasi.
Disisi lain, rasio Ketergantungan Pada
Pendanaan Non Inti menurun dari
50,70% menjadi 50,45% sementara rasio
Ketergantungan Pada Pendanaan Non
Inti Jangka Pendek sedikit meningkat dari
38,65% menjadi 38,70% (Tabel B.3.1.1).
Berdasarkan kepemilikan bank, kelompok
BUMN memiliki rasio Ketergantungan
Pada Pendanaan Non Inti dan rasio
Ketergantungan Pada Pendanaan Non
Inti Jangka Pendek tertinggi. Kondisi
tersebut dipengaruhi antara lain oleh
status bank BUMN sebagai bank
persepsi39, sehingga jumlah dana yang
dimiliki umumnya berada diatas threshold
yang dijamin oleh LPS (diatas Rp2 miliar).
Sementara itu, rasio Deposan Inti pada
triwulan II-2016 mengalami penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu
dari 27,45% menjadi 26,29%. Penurunan
tertinggi sebesar 819 bps terjadi pada
kelompok KCBA, yaitu dari 77,02%
menjadi 68,83%. Meski demikian,
kelompok KCBA tetap memiliki rasio
Deposan Inti tertinggi dibandingkan
dengan kelompok bank lainnya. Hal ini
karena kelompok KCBA mengalami
kesulitan dalam mendapatkan nasabah
baru sehingga tingkat ketergantungan
39 Bank Persepsi adalah bank yang ditunjuk oleh
Pemerintah untuk membantu pencapaian program Pemerintah.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
78 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
terhadap nasabah yang ada sangat
tinggi.
Tabel B.3.2.1 Rasio Likuiditas Perbankan Berdasarkan Kepemilikan
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
I. Likuiditas Aset
1. Rasio Aset Likuid thd Total aset (%) 27.71 25.04 17.20 15.25 17.41 17.40 19.60 16.52
2. Rasio Aset Likuid thd Pendanaan Jangka Pendek (%) 32.96 30.63 22.99 20.41 22.05 23.34 22.25 21.24
3. Rasio Aset Likuid thd Non Core Funding (%) 40.45 40.67 22.43 17.56 31.28 32.59 40.63 36.96
4. Rasio Aset Likuid Primer thd Pendanaan Jangka Pendek Non Core (%) 39.33 38.96 17.15 13.39 26.31 28.12 38.28 34.37
5. Rasio LDR (%) 73.93 75.95 87.53 89.34 85.96 87.77 88.76 91.97
6. Rasio Kredit thd Core Funding (%) 379.25 393.23 730.54 757.02 267.99 274.81 196.80 212.29
II. Likuiditas Kewajiban
1. Signifikansi Pendanaan Non Inti (%) 81.21 81.12 88.54 88.79 65.79 67.98 59.29 57.77
2. Ketergantungan pada pendanaan non inti (%) 58.13 54.69 70.29 70.44 45.76 45.56 35.89 35.73
3. Ketergantungan pada pendanaan non inti Jangka Pendek (%) 56.56 53.76 63.34 64.13 44.13 44.26 35.74 35.41
III. Trend & Pertumbuhan Likuiditas
7. Rasio Deposan Inti (%) 56.11 55.20 22.96 21.93 30.14 28.88 38.97 39.30
Nama KomponenBPD BUMN BUSD BUSND
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
I. Likuiditas Aset
1. Rasio Aset Likuid thd Total aset (%) 22.03 15.92 31.68 31.44 17.97 17.72
2. Rasio Aset Likuid thd Pendanaan Jangka Pendek (%) 32.69 25.25 85.54 85.12 24.54 24.39
3. Rasio Aset Likuid thd Non Core Funding (%) 33.90 25.81 76.84 74.29 30.17 29.92
4. Rasio Aset Likuid Primer thd Pendanaan Jangka Pendek Non Core (%) 27.83 20.60 51.57 48.20 23.35 23.13
5. Rasio LDR (%) 102.39 107.58 87.53 86.49 89.60 91.19
6. Rasio Kredit thd Core Funding (%) 1368.18 1796.09 1609.89 2124.53 322.91 323.42
II. Likuiditas Kewajiban
1. Signifikansi Pendanaan Non Inti (%) 83.81 83.16 95.49 91.39 74.85 74.60
2. Ketergantungan pada pendanaan non inti (%) 53.76 54.73 11.57 14.65 50.70 50.45
3. Ketergantungan pada pendanaan non inti Jangka Pendek (%) 49.89 51.81 8.81 12.22 38.65 38.70
III. Trend & Pertumbuhan Likuiditas
7. Rasio Deposan Inti (%) 46.78 47.49 77.02 68.83 27.45 26.29
Nama KomponenCampuran KCBA Industri
Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016
3.3 Kemampuan Penghimpunan Dana Perbankan
Struktur pendanaan (DPK) perbankan
masih tetap dikuasai oleh kelompok
BUSD (41 bank) yaitu sebesar 42,92%,
diikuti oleh kelompok BUMN (39,03%).
Namun secara individual bank, kelompok
BUMN masih mendominasi DPK
perbankan mengingat jumlah kelompok
bank BUMN hanya empat bank tetapi
menguasai 39,03% struktur pendanaan
perbankan.
Sementara itu, proporsi kelompok
BUSND dalam penghimpunan dana
hanya sebesar 1,76%.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
78 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
terhadap nasabah yang ada sangat
tinggi.
Tabel B.3.2.1 Rasio Likuiditas Perbankan Berdasarkan Kepemilikan
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
I. Likuiditas Aset
1. Rasio Aset Likuid thd Total aset (%) 27.71 25.04 17.20 15.25 17.41 17.40 19.60 16.52
2. Rasio Aset Likuid thd Pendanaan Jangka Pendek (%) 32.96 30.63 22.99 20.41 22.05 23.34 22.25 21.24
3. Rasio Aset Likuid thd Non Core Funding (%) 40.45 40.67 22.43 17.56 31.28 32.59 40.63 36.96
4. Rasio Aset Likuid Primer thd Pendanaan Jangka Pendek Non Core (%) 39.33 38.96 17.15 13.39 26.31 28.12 38.28 34.37
5. Rasio LDR (%) 73.93 75.95 87.53 89.34 85.96 87.77 88.76 91.97
6. Rasio Kredit thd Core Funding (%) 379.25 393.23 730.54 757.02 267.99 274.81 196.80 212.29
II. Likuiditas Kewajiban
1. Signifikansi Pendanaan Non Inti (%) 81.21 81.12 88.54 88.79 65.79 67.98 59.29 57.77
2. Ketergantungan pada pendanaan non inti (%) 58.13 54.69 70.29 70.44 45.76 45.56 35.89 35.73
3. Ketergantungan pada pendanaan non inti Jangka Pendek (%) 56.56 53.76 63.34 64.13 44.13 44.26 35.74 35.41
III. Trend & Pertumbuhan Likuiditas
7. Rasio Deposan Inti (%) 56.11 55.20 22.96 21.93 30.14 28.88 38.97 39.30
Nama KomponenBPD BUMN BUSD BUSND
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
I. Likuiditas Aset
1. Rasio Aset Likuid thd Total aset (%) 22.03 15.92 31.68 31.44 17.97 17.72
2. Rasio Aset Likuid thd Pendanaan Jangka Pendek (%) 32.69 25.25 85.54 85.12 24.54 24.39
3. Rasio Aset Likuid thd Non Core Funding (%) 33.90 25.81 76.84 74.29 30.17 29.92
4. Rasio Aset Likuid Primer thd Pendanaan Jangka Pendek Non Core (%) 27.83 20.60 51.57 48.20 23.35 23.13
5. Rasio LDR (%) 102.39 107.58 87.53 86.49 89.60 91.19
6. Rasio Kredit thd Core Funding (%) 1368.18 1796.09 1609.89 2124.53 322.91 323.42
II. Likuiditas Kewajiban
1. Signifikansi Pendanaan Non Inti (%) 83.81 83.16 95.49 91.39 74.85 74.60
2. Ketergantungan pada pendanaan non inti (%) 53.76 54.73 11.57 14.65 50.70 50.45
3. Ketergantungan pada pendanaan non inti Jangka Pendek (%) 49.89 51.81 8.81 12.22 38.65 38.70
III. Trend & Pertumbuhan Likuiditas
7. Rasio Deposan Inti (%) 46.78 47.49 77.02 68.83 27.45 26.29
Nama KomponenCampuran KCBA Industri
Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016
3.3 Kemampuan Penghimpunan Dana Perbankan
Struktur pendanaan (DPK) perbankan
masih tetap dikuasai oleh kelompok
BUSD (41 bank) yaitu sebesar 42,92%,
diikuti oleh kelompok BUMN (39,03%).
Namun secara individual bank, kelompok
BUMN masih mendominasi DPK
perbankan mengingat jumlah kelompok
bank BUMN hanya empat bank tetapi
menguasai 39,03% struktur pendanaan
perbankan.
Sementara itu, proporsi kelompok
BUSND dalam penghimpunan dana
hanya sebesar 1,76%.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
82
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
sebelumnya sebesar 80,37%. Penurunan
tersebut sebagai pengaruh dari
menurunnya penyaluran kredit pada
BUSND dibandingkan triwulan
sebelumnya, yaitu dari Rp130 triliun
menjadi Rp65 triliun (Grafik B.3.1.1).
Grafik B.3.1.1 Perkembangan Kredit BUSND
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016
3.2 Likuiditas Di Sisi Kewajiban
Rasio Signifikansi Pendanaan Non Inti38
pada triwulan II-2016 sedikit menurun
yaitu dari 74,85% menjadi sebesar
74,60% (Tabel B.3.1.1).
Rasio Signifikansi Pendanaan Non Inti
tertinggi berada pada kelompok KCBA
sebesar 91,39% (Tabel B.3.2.1).
Tingginya pendanaan non inti pada
kelompok KCBA didukung dengan
38 Pendanaan non inti adalah sumber pendanaan
bank yang dianggap tidak stabil (volatile) dan pada situasi kritis diasumsikan akan lebih dahulu ditarik dari bank, seperti deposito dalam jumlah yang tidak dijamin oleh LPS, deposito dalam jumlah dijamin oleh LPS tetapi memberikan suku bunga diatas suku bunga penjaminan, seluruh transaksi antar bank dan transaksi pasar uang, serta seluruh pinjaman tetapi tidak termasuk pinjaman/obligasi subordinasi yang merupakan komponen modal (SE BI No. 13/36/INTERN tanggal 25 Oktober 2011).
kebijakan KCBA yang lebih selektif
dalam penghimpunan dana serta strategi
bisnis yang lebih fokus pada nasabah
korporasi.
Disisi lain, rasio Ketergantungan Pada
Pendanaan Non Inti menurun dari
50,70% menjadi 50,45% sementara rasio
Ketergantungan Pada Pendanaan Non
Inti Jangka Pendek sedikit meningkat dari
38,65% menjadi 38,70% (Tabel B.3.1.1).
Berdasarkan kepemilikan bank, kelompok
BUMN memiliki rasio Ketergantungan
Pada Pendanaan Non Inti dan rasio
Ketergantungan Pada Pendanaan Non
Inti Jangka Pendek tertinggi. Kondisi
tersebut dipengaruhi antara lain oleh
status bank BUMN sebagai bank
persepsi39, sehingga jumlah dana yang
dimiliki umumnya berada diatas threshold
yang dijamin oleh LPS (diatas Rp2 miliar).
Sementara itu, rasio Deposan Inti pada
triwulan II-2016 mengalami penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu
dari 27,45% menjadi 26,29%. Penurunan
tertinggi sebesar 819 bps terjadi pada
kelompok KCBA, yaitu dari 77,02%
menjadi 68,83%. Meski demikian,
kelompok KCBA tetap memiliki rasio
Deposan Inti tertinggi dibandingkan
dengan kelompok bank lainnya. Hal ini
karena kelompok KCBA mengalami
kesulitan dalam mendapatkan nasabah
baru sehingga tingkat ketergantungan
39 Bank Persepsi adalah bank yang ditunjuk oleh
Pemerintah untuk membantu pencapaian program Pemerintah.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
78 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
terhadap nasabah yang ada sangat
tinggi.
Tabel B.3.2.1 Rasio Likuiditas Perbankan Berdasarkan Kepemilikan
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
I. Likuiditas Aset
1. Rasio Aset Likuid thd Total aset (%) 27.71 25.04 17.20 15.25 17.41 17.40 19.60 16.52
2. Rasio Aset Likuid thd Pendanaan Jangka Pendek (%) 32.96 30.63 22.99 20.41 22.05 23.34 22.25 21.24
3. Rasio Aset Likuid thd Non Core Funding (%) 40.45 40.67 22.43 17.56 31.28 32.59 40.63 36.96
4. Rasio Aset Likuid Primer thd Pendanaan Jangka Pendek Non Core (%) 39.33 38.96 17.15 13.39 26.31 28.12 38.28 34.37
5. Rasio LDR (%) 73.93 75.95 87.53 89.34 85.96 87.77 88.76 91.97
6. Rasio Kredit thd Core Funding (%) 379.25 393.23 730.54 757.02 267.99 274.81 196.80 212.29
II. Likuiditas Kewajiban
1. Signifikansi Pendanaan Non Inti (%) 81.21 81.12 88.54 88.79 65.79 67.98 59.29 57.77
2. Ketergantungan pada pendanaan non inti (%) 58.13 54.69 70.29 70.44 45.76 45.56 35.89 35.73
3. Ketergantungan pada pendanaan non inti Jangka Pendek (%) 56.56 53.76 63.34 64.13 44.13 44.26 35.74 35.41
III. Trend & Pertumbuhan Likuiditas
7. Rasio Deposan Inti (%) 56.11 55.20 22.96 21.93 30.14 28.88 38.97 39.30
Nama KomponenBPD BUMN BUSD BUSND
TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16
I. Likuiditas Aset
1. Rasio Aset Likuid thd Total aset (%) 22.03 15.92 31.68 31.44 17.97 17.72
2. Rasio Aset Likuid thd Pendanaan Jangka Pendek (%) 32.69 25.25 85.54 85.12 24.54 24.39
3. Rasio Aset Likuid thd Non Core Funding (%) 33.90 25.81 76.84 74.29 30.17 29.92
4. Rasio Aset Likuid Primer thd Pendanaan Jangka Pendek Non Core (%) 27.83 20.60 51.57 48.20 23.35 23.13
5. Rasio LDR (%) 102.39 107.58 87.53 86.49 89.60 91.19
6. Rasio Kredit thd Core Funding (%) 1368.18 1796.09 1609.89 2124.53 322.91 323.42
II. Likuiditas Kewajiban
1. Signifikansi Pendanaan Non Inti (%) 83.81 83.16 95.49 91.39 74.85 74.60
2. Ketergantungan pada pendanaan non inti (%) 53.76 54.73 11.57 14.65 50.70 50.45
3. Ketergantungan pada pendanaan non inti Jangka Pendek (%) 49.89 51.81 8.81 12.22 38.65 38.70
III. Trend & Pertumbuhan Likuiditas
7. Rasio Deposan Inti (%) 46.78 47.49 77.02 68.83 27.45 26.29
Nama KomponenCampuran KCBA Industri
Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016
3.3 Kemampuan Penghimpunan Dana Perbankan
Struktur pendanaan (DPK) perbankan
masih tetap dikuasai oleh kelompok
BUSD (41 bank) yaitu sebesar 42,92%,
diikuti oleh kelompok BUMN (39,03%).
Namun secara individual bank, kelompok
BUMN masih mendominasi DPK
perbankan mengingat jumlah kelompok
bank BUMN hanya empat bank tetapi
menguasai 39,03% struktur pendanaan
perbankan.
Sementara itu, proporsi kelompok
BUSND dalam penghimpunan dana
hanya sebesar 1,76%.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
83
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
79 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Dari penguasaan struktur pendanaan,
terlihat adanya kesenjangan kemampuan
penghimpunan dana antara BUMN,
BUSD dan BUSND (Tabel B.3.3.1), yang
terjadi karena produk dan aktivitas BUMN
dan BUSD lebih kompetitif dibandingkan
pada BUSND.
Tabel B.3.3.1 Proporsi DPK Berdasarkan Kepemilikan
TW I Porsi (%) TW II Porsi (%)BUMN 1,704,548 38.14 1,785,720 39.03Swasta Devisa 1,818,740 41.21 1,918,266 42.92Swasta Non Devisa 151,030 3.42 78,840 1.76BPD 432,437 9.80 429,136 9.60Campuran 163,019 3.69 162,646 3.64KCBA 199,181 4.51 200,063 4.48
TOTAL 4,468,955 100.00 4,574,671 100.00
Kelompok Bank2016
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Komposisi komponen DPK masih
didominasi oleh deposito (45,54%),
diikuti oleh tabungan (31,02%), dan giro
(23,44%). Namun untuk porsi tabungan,
terjadi perbedaan signifikan
dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, dimana peningkatan porsi
tabungan mencapai 134 bps, sementara
porsi deposito menurun sebesar 147 bps.
Grafik B.3.3.1 Komponen Dana Pihak Ketiga (DPK)
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Pada triwulan II-2016, tingkat
penyebaran DPK di seluruh wilayah
Indonesia masih belum merata, tercermin
dari 78,78% penghimpunan dana
terpusat di lima propinsi (DKI Jakarta,
Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah
dan Sumatera Utara). Porsi tertinggi
berada di propinsi DKI Jakarta (51,06%)
yang menunjukkan masih terpusatnya
sirkulasi uang di DKI Jakarta sebagai
pusat pemerintahan dan kegiatan usaha.
Tabel B.3.3.2 Penyebaran DPK berdasarkan Pangsa Wilayah Terbesar
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Mei 2016
TW I '16 TW II '16
DKI Jakarta 2,257,794 2,281,885 51.06%
Jawa Timur 423,757 433,109 9.69%
Jawa Barat 372,845 385,656 8.63%
Jawa Tengah 217,923 225,024 5.04%
Sumatera Utara 186,270 194,915 4.36%
Total DPK 5 Kota 3,458,590 3,520,589 78.78%
Total DPK 4,468,955 4,468,955
Wilayah% Pangsa
terhadap total
DPK
DPK
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
80 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Upaya untuk mendorong pemerataan
penyebaran DPK di seluruh wilayah
Indonesia perlu dilakukan untuk
mendorong pemerataan penyaluran
kredit. Beberapa strategi yang dapat
dilakukan antara lain dengan
memberikan insentif agar terjadi relokasi
industri padat karya ke wilayah Indonesia
Timur, peningkatan infrastruktur dan
kemudahan akses keuangan di luar
pulau Jawa melalui program Laku
Pandai40.
4 Risiko Operasional
Penilaian risiko operasional bank
mencakup penilaian atas risiko inheren
dan kualitas penerapan manajemen risiko
operasional. Hasil penilaian risiko
operasional digunakan antara lain
sebagai dasar untuk menetapkan strategi
dan tindakan pengawasan terhadap risiko
operasional bank. Risiko inheren
operasional pada perbankan dievaluasi
atas dasar karakteristik dan kompleksitas
bisnis, sumber daya manusia, teknologi
informasi dan infrastruktur pendukung,
fraud, serta kejadian eksternal.
Pada triwulan II-2016, hasil penilaian atas
pelaksanaan risiko operasional pada
industri perbankan, hampir sebagian
besar bank umum (65,6%) tergolong
moderate (61 bank) dengan
40 Laku Pandai (Layanan Keuangan Tanpa Kantor)
adalah kegiatan menyediakan layanan perbankan dan/atau layanan keuangan lainnya yang dilakukan tidak melalui jaringan kantor, namun melalui kerjasama dengan pihak lain dan perlu didukung dengan penggunaan sarana teknologi informasi (Surat Edaran OJK No. 6/SEOJK.03/2015).
pertimbangan antara lain kompleksitas
bisnis yang dimiliki bank (variasi produk
kredit dan simpanan, jaringan kantor dan
jumlah SDM) serta kemungkinan kerugian
yang dihadapi bank dari risiko
operasional tergolong cukup tinggi di
masa mendatang; masih terdapat
ketidaksesuaian pelaksanaan dengan
ketentuan internal; terjadinya fraud pada
beberapa kantor cabang bank yang
disebabkan kelemahan dual control;
belum sepenuhnya mitigasi risiko
operasional dilakukan dengan baik;
pemenuhan kebutuhan SDM masih
dalam proses sehingga terdapat
perangkapan jabatan pada beberapa KC;
serta masih adanya permasalahan
teknologi dan informasi yang mendapat
perhatian khusus (Tabel B.4.1).
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
84
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
79 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Dari penguasaan struktur pendanaan,
terlihat adanya kesenjangan kemampuan
penghimpunan dana antara BUMN,
BUSD dan BUSND (Tabel B.3.3.1), yang
terjadi karena produk dan aktivitas BUMN
dan BUSD lebih kompetitif dibandingkan
pada BUSND.
Tabel B.3.3.1 Proporsi DPK Berdasarkan Kepemilikan
TW I Porsi (%) TW II Porsi (%)BUMN 1,704,548 38.14 1,785,720 39.03Swasta Devisa 1,818,740 41.21 1,918,266 42.92Swasta Non Devisa 151,030 3.42 78,840 1.76BPD 432,437 9.80 429,136 9.60Campuran 163,019 3.69 162,646 3.64KCBA 199,181 4.51 200,063 4.48
TOTAL 4,468,955 100.00 4,574,671 100.00
Kelompok Bank2016
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Komposisi komponen DPK masih
didominasi oleh deposito (45,54%),
diikuti oleh tabungan (31,02%), dan giro
(23,44%). Namun untuk porsi tabungan,
terjadi perbedaan signifikan
dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, dimana peningkatan porsi
tabungan mencapai 134 bps, sementara
porsi deposito menurun sebesar 147 bps.
Grafik B.3.3.1 Komponen Dana Pihak Ketiga (DPK)
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016
Pada triwulan II-2016, tingkat
penyebaran DPK di seluruh wilayah
Indonesia masih belum merata, tercermin
dari 78,78% penghimpunan dana
terpusat di lima propinsi (DKI Jakarta,
Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah
dan Sumatera Utara). Porsi tertinggi
berada di propinsi DKI Jakarta (51,06%)
yang menunjukkan masih terpusatnya
sirkulasi uang di DKI Jakarta sebagai
pusat pemerintahan dan kegiatan usaha.
Tabel B.3.3.2 Penyebaran DPK berdasarkan Pangsa Wilayah Terbesar
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Mei 2016
TW I '16 TW II '16
DKI Jakarta 2,257,794 2,281,885 51.06%
Jawa Timur 423,757 433,109 9.69%
Jawa Barat 372,845 385,656 8.63%
Jawa Tengah 217,923 225,024 5.04%
Sumatera Utara 186,270 194,915 4.36%
Total DPK 5 Kota 3,458,590 3,520,589 78.78%
Total DPK 4,468,955 4,468,955
Wilayah% Pangsa
terhadap total
DPK
DPK
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
80 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Upaya untuk mendorong pemerataan
penyebaran DPK di seluruh wilayah
Indonesia perlu dilakukan untuk
mendorong pemerataan penyaluran
kredit. Beberapa strategi yang dapat
dilakukan antara lain dengan
memberikan insentif agar terjadi relokasi
industri padat karya ke wilayah Indonesia
Timur, peningkatan infrastruktur dan
kemudahan akses keuangan di luar
pulau Jawa melalui program Laku
Pandai40.
4 Risiko Operasional
Penilaian risiko operasional bank
mencakup penilaian atas risiko inheren
dan kualitas penerapan manajemen risiko
operasional. Hasil penilaian risiko
operasional digunakan antara lain
sebagai dasar untuk menetapkan strategi
dan tindakan pengawasan terhadap risiko
operasional bank. Risiko inheren
operasional pada perbankan dievaluasi
atas dasar karakteristik dan kompleksitas
bisnis, sumber daya manusia, teknologi
informasi dan infrastruktur pendukung,
fraud, serta kejadian eksternal.
Pada triwulan II-2016, hasil penilaian atas
pelaksanaan risiko operasional pada
industri perbankan, hampir sebagian
besar bank umum (65,6%) tergolong
moderate (61 bank) dengan
40 Laku Pandai (Layanan Keuangan Tanpa Kantor)
adalah kegiatan menyediakan layanan perbankan dan/atau layanan keuangan lainnya yang dilakukan tidak melalui jaringan kantor, namun melalui kerjasama dengan pihak lain dan perlu didukung dengan penggunaan sarana teknologi informasi (Surat Edaran OJK No. 6/SEOJK.03/2015).
pertimbangan antara lain kompleksitas
bisnis yang dimiliki bank (variasi produk
kredit dan simpanan, jaringan kantor dan
jumlah SDM) serta kemungkinan kerugian
yang dihadapi bank dari risiko
operasional tergolong cukup tinggi di
masa mendatang; masih terdapat
ketidaksesuaian pelaksanaan dengan
ketentuan internal; terjadinya fraud pada
beberapa kantor cabang bank yang
disebabkan kelemahan dual control;
belum sepenuhnya mitigasi risiko
operasional dilakukan dengan baik;
pemenuhan kebutuhan SDM masih
dalam proses sehingga terdapat
perangkapan jabatan pada beberapa KC;
serta masih adanya permasalahan
teknologi dan informasi yang mendapat
perhatian khusus (Tabel B.4.1).
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
85
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
81 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.4.1Risiko Operasional Bank Umum Posisi Juni 2016
LowLow to
ModerateModerate
Moderate to High
High
Persero - 1 5 - - 6BPD - - 13 1 - 14Campuran - 4 3 - - 7BUSD - 9 19 - - 28BUSND - 7 10 - - 17KCBA - 6 4 - - 10BUS - 3 7 1 - 11Total - 30 61 2 - 93
Jenis Bank
Hasil PenilaianJumlah Bank*)
*)Belum mencakup jumlah bank secara keseluruhan karena masih terdapat beberapa bank yang masih dalam proses penilaian Sumber: Sistem Informasi Perbankan (SIP)
Dalam rangka menguatkan sistem
pengendalian internal, bank wajib
memiliki strategi anti fraud yang efektif
dan disampaikan kepada OJK setiap
semester41. Adapun berdasarkan laporan
strategi anti fraud yang disampaikan bank
terakhir pada semester I-2016, diketahui
bahwa terdapat perbuatan fraud baik
yang dilakukan oleh internal bank (antara
lain teller, Pejabat Eksekutif, pegawai
yang menangani kredit) maupun yang
dilakukan secara bersama-sama antara
internal dan eksternal (antara lain
petugas apraisal) dengan kerugian
mencapai Rp1.674,9 miliar. Jumlah kasus
yang hanya melibatkan pihak internal dan
eksternal bank masing-masing sebanyak
182 kasus dan 428 kasus. Sedangkan
yang melibatkan keduanya, baik pihak
internal maupun eksternal, sebanyak 90
kasus.
41 Kewajiban penyampaian laporan Strategi Anti
Fraud sebagaimana ditetapkan dalam SE BI No. 13/28/DPNP tentang Penerapan Strategi Anti Fraud Bagi Bank Umum.
Berdasarkan kelompok bank, sebagian
besar fraud terjadi di kelompok bank
BUSD yaitu sebanyak 28 bank, diikuti
dengan kelompok BUSND dan BPD
masing-masing sebanyak 25 bank,
kelompok KCBA sebanyak empat bank,
kelompok Campuran sebanyak tiga bank,
dan kelompok BUMN sebanyak satu bank
(Tabel B.4.2). Untuk meminimalisasi
terjadinya fraud, maka upaya yang
dilakukan bank hendaknya tidak hanya
ditujukan kepada upaya pencegahan
namun juga untuk mendeteksi,
melakukan investigasi serta memperbaiki
sistem sebagai bagian dari strategi yang
bersifat integral dalam mengendalikan
fraud.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
82 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.4.2Jenis dan Kerugian Akibat Fraud
Kecurangan 44.058.178.620 Manipulasi 5.783.186.883 Pemberian Bunga Deposito 158.148.444 BI Checking - Pelanggaran Terkait Kredit 111.764.517.045 Pemalsuan 1.438.250.801.225 Penyalaggunaan Kartu Kredit 2.315.376.324 Pemotongan atau Permintaan Uang Insentif Milik Staf Lain - Penarikan Tunai Melalui ATM Pada Jaringan MEPS - Master Card 510.000.000 Pencurian Informasi Melalui Hacking 2.145.543.238 Penyalahgunaan Dana Nasabah 30.499.727.925 Penyalahgunaan Kewenangan 8.873.059.483 Penggelapan 26.770.892.747 Penyalahgunaan ATM dan PIN 3.324.647.267 Tindak Pidana Perbankan 361.492.870 Kesalahan Input Transaksi 139.108.620 TOTAL KERUGIAN 1.674.954.680.691Rp
Jenis Fraud Jumlah Kerugian
Sumber: OJK, diolah
Perbuatan fraud yang dilakukan
didominasi terkait pemalsuan (86%).
Perbuatan fraud lainnya antara lain
seperti pelanggaran terkait kredit,
kecurangan, penyalahgunaan dana
nasabah, dan lainnya.
Berkaitan dengan penerapan PP Nomor
82 Tahun 2012 Tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik (PP PSTE), telah diterbitkan
Surat Pemberitahuan Penerapan
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2012 tentang Penyelenggaraan Sistem
dan Transaksi Elektronik (PP PSTE).
Latar belakang dari penerbitan surat
tersebut adalah:
a. Kewajiban bank untuk
menyesuaikan penempatan sistem
elektronik paling lambat tanggal 15
Oktober 2017 sebagaimana diatur
dalam Pasal 87 PP PSTE,
b. Sampai dengan triwulan II-2016,
masih terdapat sistem elektronik
untuk pelayanan publik yang
ditempatkan beberapa bank pada
DC dan DRC yang berada di luar
wilayah Indonesia.
Sehubungan dengan kondisi diatas, pada
triwulan II-2016 sedang disusun RPOJK
tentang Penerapan Manajemen Risiko
dalam Penggunaan Teknologi Informasi
oleh Bank Umum, yang didalamnya
terdapat ketentuan bahwa bank hanya
dapat menempatkan Sistem Elektronik
pada DC dan/atau DRC di luar negeri
sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan,
mendapat persetujuan OJK, memenuhi
persyaratan sebagaimana tercantum
pada Pasal 20 ayat (2) sampai (4)
RPOJK dimaksud, serta memenuhi
persyaratan tertentu mengenai kriteria
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
86
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
81 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.4.1Risiko Operasional Bank Umum Posisi Juni 2016
LowLow to
ModerateModerate
Moderate to High
High
Persero - 1 5 - - 6BPD - - 13 1 - 14Campuran - 4 3 - - 7BUSD - 9 19 - - 28BUSND - 7 10 - - 17KCBA - 6 4 - - 10BUS - 3 7 1 - 11Total - 30 61 2 - 93
Jenis Bank
Hasil PenilaianJumlah Bank*)
*)Belum mencakup jumlah bank secara keseluruhan karena masih terdapat beberapa bank yang masih dalam proses penilaian Sumber: Sistem Informasi Perbankan (SIP)
Dalam rangka menguatkan sistem
pengendalian internal, bank wajib
memiliki strategi anti fraud yang efektif
dan disampaikan kepada OJK setiap
semester41. Adapun berdasarkan laporan
strategi anti fraud yang disampaikan bank
terakhir pada semester I-2016, diketahui
bahwa terdapat perbuatan fraud baik
yang dilakukan oleh internal bank (antara
lain teller, Pejabat Eksekutif, pegawai
yang menangani kredit) maupun yang
dilakukan secara bersama-sama antara
internal dan eksternal (antara lain
petugas apraisal) dengan kerugian
mencapai Rp1.674,9 miliar. Jumlah kasus
yang hanya melibatkan pihak internal dan
eksternal bank masing-masing sebanyak
182 kasus dan 428 kasus. Sedangkan
yang melibatkan keduanya, baik pihak
internal maupun eksternal, sebanyak 90
kasus.
41 Kewajiban penyampaian laporan Strategi Anti
Fraud sebagaimana ditetapkan dalam SE BI No. 13/28/DPNP tentang Penerapan Strategi Anti Fraud Bagi Bank Umum.
Berdasarkan kelompok bank, sebagian
besar fraud terjadi di kelompok bank
BUSD yaitu sebanyak 28 bank, diikuti
dengan kelompok BUSND dan BPD
masing-masing sebanyak 25 bank,
kelompok KCBA sebanyak empat bank,
kelompok Campuran sebanyak tiga bank,
dan kelompok BUMN sebanyak satu bank
(Tabel B.4.2). Untuk meminimalisasi
terjadinya fraud, maka upaya yang
dilakukan bank hendaknya tidak hanya
ditujukan kepada upaya pencegahan
namun juga untuk mendeteksi,
melakukan investigasi serta memperbaiki
sistem sebagai bagian dari strategi yang
bersifat integral dalam mengendalikan
fraud.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
82 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel B.4.2Jenis dan Kerugian Akibat Fraud
Kecurangan 44.058.178.620 Manipulasi 5.783.186.883 Pemberian Bunga Deposito 158.148.444 BI Checking - Pelanggaran Terkait Kredit 111.764.517.045 Pemalsuan 1.438.250.801.225 Penyalaggunaan Kartu Kredit 2.315.376.324 Pemotongan atau Permintaan Uang Insentif Milik Staf Lain - Penarikan Tunai Melalui ATM Pada Jaringan MEPS - Master Card 510.000.000 Pencurian Informasi Melalui Hacking 2.145.543.238 Penyalahgunaan Dana Nasabah 30.499.727.925 Penyalahgunaan Kewenangan 8.873.059.483 Penggelapan 26.770.892.747 Penyalahgunaan ATM dan PIN 3.324.647.267 Tindak Pidana Perbankan 361.492.870 Kesalahan Input Transaksi 139.108.620 TOTAL KERUGIAN 1.674.954.680.691Rp
Jenis Fraud Jumlah Kerugian
Sumber: OJK, diolah
Perbuatan fraud yang dilakukan
didominasi terkait pemalsuan (86%).
Perbuatan fraud lainnya antara lain
seperti pelanggaran terkait kredit,
kecurangan, penyalahgunaan dana
nasabah, dan lainnya.
Berkaitan dengan penerapan PP Nomor
82 Tahun 2012 Tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik (PP PSTE), telah diterbitkan
Surat Pemberitahuan Penerapan
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2012 tentang Penyelenggaraan Sistem
dan Transaksi Elektronik (PP PSTE).
Latar belakang dari penerbitan surat
tersebut adalah:
a. Kewajiban bank untuk
menyesuaikan penempatan sistem
elektronik paling lambat tanggal 15
Oktober 2017 sebagaimana diatur
dalam Pasal 87 PP PSTE,
b. Sampai dengan triwulan II-2016,
masih terdapat sistem elektronik
untuk pelayanan publik yang
ditempatkan beberapa bank pada
DC dan DRC yang berada di luar
wilayah Indonesia.
Sehubungan dengan kondisi diatas, pada
triwulan II-2016 sedang disusun RPOJK
tentang Penerapan Manajemen Risiko
dalam Penggunaan Teknologi Informasi
oleh Bank Umum, yang didalamnya
terdapat ketentuan bahwa bank hanya
dapat menempatkan Sistem Elektronik
pada DC dan/atau DRC di luar negeri
sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan,
mendapat persetujuan OJK, memenuhi
persyaratan sebagaimana tercantum
pada Pasal 20 ayat (2) sampai (4)
RPOJK dimaksud, serta memenuhi
persyaratan tertentu mengenai kriteria
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
87
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
83 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
sistem elektronik yang dapat ditempatkan
di luar Indonesia (Tabel B.4.3).
Dalam implementasi on-shoring, bank
harus tetap menjaga agar sistem
elektronik yang dapat ditempatkan pada
DC dan DRC di luar negeri tidak
menyimpang dari tujuan PP PSTE yaitu
memenuhi kepentingan penegakan
hukum, perlindungan, dan penegakan
kedaulatan Negara terhadap data warga
negaranya.
Bank yang telah menggunakan pihak
penyedia jasa Teknologi Informasi di luar
negeri sebelum berlakunya RPOJK
dimaksud, wajib memindahkan DC
dan/atau DRC ke Indonesia paling lambat
tanggal 12 Oktober 2017.
Dalam rangka pemindahan lokasi DC
dan/atau DRC dari luar negeri ke
Indonesia maka Bank wajib
menyampaikan laporan rencana tindak
lanjut (action plan) kepada OJK paling
lambat tanggal 30 Desember 2016.
Tabel B.4.3Kriteria Sistem Elektronik yang dapat ditempatkan pada Data Center dan Disaster Recovery Center di
luar Indonesia
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
84 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
[Pembatas]
C. Kebijakan, Kajian dan Pengembangan Pengawasan Perbankan Nasional1. Bank Umum Konvensional
2. Bank Syariah
3. BPR
D. Kebijakan, Kajian, dan Pengembangan Pengawasan Konglomerasi Keuangan 1. Pengembangan Pengawasan Bank Terintegrasi
2. Implementasi Pengawasan Terintegrasi
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
88
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
83 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
sistem elektronik yang dapat ditempatkan
di luar Indonesia (Tabel B.4.3).
Dalam implementasi on-shoring, bank
harus tetap menjaga agar sistem
elektronik yang dapat ditempatkan pada
DC dan DRC di luar negeri tidak
menyimpang dari tujuan PP PSTE yaitu
memenuhi kepentingan penegakan
hukum, perlindungan, dan penegakan
kedaulatan Negara terhadap data warga
negaranya.
Bank yang telah menggunakan pihak
penyedia jasa Teknologi Informasi di luar
negeri sebelum berlakunya RPOJK
dimaksud, wajib memindahkan DC
dan/atau DRC ke Indonesia paling lambat
tanggal 12 Oktober 2017.
Dalam rangka pemindahan lokasi DC
dan/atau DRC dari luar negeri ke
Indonesia maka Bank wajib
menyampaikan laporan rencana tindak
lanjut (action plan) kepada OJK paling
lambat tanggal 30 Desember 2016.
Tabel B.4.3Kriteria Sistem Elektronik yang dapat ditempatkan pada Data Center dan Disaster Recovery Center di
luar Indonesia
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
84 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
[Pembatas]
C. Kebijakan, Kajian dan Pengembangan Pengawasan Perbankan Nasional1. Bank Umum Konvensional
2. Bank Syariah
3. BPR
D. Kebijakan, Kajian, dan Pengembangan Pengawasan Konglomerasi Keuangan 1. Pengembangan Pengawasan Bank Terintegrasi
2. Implementasi Pengawasan Terintegrasi
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
89
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
85 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
C. Kebijakan, Kajian dan Pengembangan Pengawasan Perbankan Nasional Penelitian dan pengaturan perbankan
pada tahun 2016 dilakukan untuk
mendukung terwujudnya industri
perbankan yang tangguh, kontributif,
dan inklusif dalam rangka menjaga
sistem keuangan yang stabil dan
berkelanjutan serta melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan dimaksud,
program kerja strategis penyusunan
penelitian dan pengaturan pada sektor
perbankan untuk tahun 2016 difokuskan
untuk mencapai sasaran strategis
berupa: i) peningkatan pengaturan Bank
Umum dan BPR yang selaras dan
terintegrasi; serta ii) pengembangan
Bank Umum dan BPR yang stabil dan
berdaya saing global.
1. Bank Umum Konvensional
1.1 Kebijakan dan Pengaturan
Pada triwulan II-2016 telah dikeluarkan
satu SEOJK yaitu SEOJK Nomor
20/SEOJK.03/2016 tanggal 21 Juni 2016
tentang Fitur Konversi menjadi Saham
Biasa atau Write Down terhadap
Instrumen Modal Inti Tambahan dan
Modal Pelengkap.
Latar belakangSEOJK ini merupakan peraturan
pelaksanaan dari POJK Nomor
11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum
dan POJK Nomor 21/POJK.03/2014
tentang Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum Bank Umum Syariah.
Dalam kedua POJK dimaksud diatur
bahwa salah satu persyaratan yang
harus dipenuhi oleh suatu instrumen agar
dapat diperhitungkan sebagai modal inti
tambahan (additional tier 1) atau modal
pelengkap (tier 2) antara lain wajib
memiliki fitur untuk dikonversi menjadi
saham biasa atau dilakukan write down
dalam hal Bank berpotensi terganggu
kelangsungan usahanya (point of non
viability).
Pokok-pokok pengaturan Dalam SEOJK ini diatur ketentuan yang
mencakup:
a) Kondisi yang menyebabkan (trigger
event) instrumen modal inti
tambahan (additional tier 1) dan/atau
modal pelengkap (tier 2) harus
dikonversi menjadi saham biasa atau
dilakukan write down,
b) Kondisi yang menyebabkan (trigger
event) instrumen modal inti
tambahan (additional tier 1) dan/atau
modal pelengkap (tier 2) harus
dikonversi menjadi saham biasa atau
dilakukan write down bagi
perusahaan anak yang merupakan
bagian dari suatu grup bank, dan
c) Mekanisme konversi menjadi saham
biasa atau write down.
Sementara itu, terdapat dua RPOJK dan
sepuluh RSEOJK yang masih dalam
Halaman ini sengaja dikosongkan
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
90
Halaman ini sengaja dikosongkan
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
85 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
C. Kebijakan, Kajian dan Pengembangan Pengawasan Perbankan Nasional Penelitian dan pengaturan perbankan
pada tahun 2016 dilakukan untuk
mendukung terwujudnya industri
perbankan yang tangguh, kontributif,
dan inklusif dalam rangka menjaga
sistem keuangan yang stabil dan
berkelanjutan serta melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan dimaksud,
program kerja strategis penyusunan
penelitian dan pengaturan pada sektor
perbankan untuk tahun 2016 difokuskan
untuk mencapai sasaran strategis
berupa: i) peningkatan pengaturan Bank
Umum dan BPR yang selaras dan
terintegrasi; serta ii) pengembangan
Bank Umum dan BPR yang stabil dan
berdaya saing global.
1. Bank Umum Konvensional
1.1 Kebijakan dan Pengaturan
Pada triwulan II-2016 telah dikeluarkan
satu SEOJK yaitu SEOJK Nomor
20/SEOJK.03/2016 tanggal 21 Juni 2016
tentang Fitur Konversi menjadi Saham
Biasa atau Write Down terhadap
Instrumen Modal Inti Tambahan dan
Modal Pelengkap.
Latar belakangSEOJK ini merupakan peraturan
pelaksanaan dari POJK Nomor
11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum
dan POJK Nomor 21/POJK.03/2014
tentang Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum Bank Umum Syariah.
Dalam kedua POJK dimaksud diatur
bahwa salah satu persyaratan yang
harus dipenuhi oleh suatu instrumen agar
dapat diperhitungkan sebagai modal inti
tambahan (additional tier 1) atau modal
pelengkap (tier 2) antara lain wajib
memiliki fitur untuk dikonversi menjadi
saham biasa atau dilakukan write down
dalam hal Bank berpotensi terganggu
kelangsungan usahanya (point of non
viability).
Pokok-pokok pengaturan Dalam SEOJK ini diatur ketentuan yang
mencakup:
a) Kondisi yang menyebabkan (trigger
event) instrumen modal inti
tambahan (additional tier 1) dan/atau
modal pelengkap (tier 2) harus
dikonversi menjadi saham biasa atau
dilakukan write down,
b) Kondisi yang menyebabkan (trigger
event) instrumen modal inti
tambahan (additional tier 1) dan/atau
modal pelengkap (tier 2) harus
dikonversi menjadi saham biasa atau
dilakukan write down bagi
perusahaan anak yang merupakan
bagian dari suatu grup bank, dan
c) Mekanisme konversi menjadi saham
biasa atau write down.
Sementara itu, terdapat dua RPOJK dan
sepuluh RSEOJK yang masih dalam
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
91
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
86 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
proses penyusunan pada triwulan II-
2016, diantaranya:
a. Dalam rangka konversi
1) SEBI Nomor 5/21/DPNP perihal
Penerapan Manajemen Risiko
Bagi Bank Umum.
2) SEBI Nomor 13/23/DPNP
perihal Perubahan Atas Surat
Edaran Nomor 5/21/DPNP
Perihal Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum.
3) SEBI Nomor 13/31/DPNP
perihal Lembaga Pemeringkat
dan Peringkat yang Diakui Bank
Indonesia.
4) SEBI Nomor 9/33/DPNP perihal
Pedoman Penggunaan Metode
Standar Dalam Perhitungan
Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum Bank Umum Dengan
Memperhitungkan Risiko Pasar.
5) SEBI Nomor 14/21/DPNP
perihal Perubahan Atas Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor
9/33/DPNP tanggal 18
Desember 2007 Perihal
Pedoman Penggunaan Metode
Standar Dalam Perhitungan
Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum Bank Umum Dengan
Memperhitungkan Risiko Pasar.
6) SEBI Nomor 11/3/DPNP perihal
Perhitungan Aset Tertimbang
Menurut Risiko (ATMR) untuk
Risiko Operasional dengan
Menggunakan Pendekatan
Indikator Dasar (PID).
7) SEBI Nomor 14/37/DPNP
perihal Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum sesuai Profil
Risiko dan Pemenuhan Capital
Equivalency Maintained Assets
(CEMA).
8) SEBI Nomor 15/6/DPNP perihal
Kegiatan Usaha Bank Umum
Berdasarkan Modal Inti.
9) SEBI Nomor 12/27/DPNP
perihal Rencana Bisnis Bank.
b. RPOJK tentang Penilaian
Kemampuan dan Kepatutan bagi
Pihak Utama Lembaga Jasa
Keuangan dan RSEOJK tentang
Penilaian Kemampuan dan Kepatutan
Bagi Calon Pemegang Saham
Pengendali, Calon Anggota Direksi,
dan Calon Anggota Dewan Komisaris
Bank Umum dan BPR.
Latar belakang dari ketentuan ini
adalah:
1) Harmonisasi terhadap ketentuan
dan Standard Operational
Procedure (SOP) Fit and Proper
Test (FPT) di sektor jasa
keuangan.
2) Penyederhanaan prosedur FPT
dengan memperhatikan
harmonisasi pada masing-masing
sektor jasa keuangan dalam
rangka perizinan prima.
Pokok-pokok pengaturan yang
diusulkan dalam peraturan ini antara
lain:
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
87 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
1) Pihak Utama pada LJK wajib
memperoleh persetujuan dari OJK
sebelum menjalankan tindakan,
tugas dan fungsinya.
2) Penilaian kemampuan dan
kepatutan dilakukan untuk
menilai: (i) persyaratan integritas
dan kelayakan keuangan dari calon
PSP; (ii) persyaratan integritas dan
reputasi keuangan dari calon
Pengendali Perusahaan Asuransi
yang bukan Pemegang Saham;
dan (iii) persyaratan integritas,
reputasi keuangan dan kompetensi
dari selain calon PSP atau calon
Pengendali Perusahaan Asuransi.
3) Permohonan untuk memperoleh
persetujuan calon Pihak Utama
dilengkapi dengan dokumen
persyaratan administratif. Untuk
LJK yang telah memperoleh izin
usaha, permohonan diajukan oleh
anggota Direksi LJK. Sedangkan
untuk izin pendirian LJK
permohonan diajukan oleh calon
pemilik, pendiri atau anggota
Direksi LJK.
4) OJK berwenang untuk
menghentikan penilaian
kemampuan dan kepatutan calon
Pihak Utama LJK apabila calon
tersebut menjalani proses hukum,
menjalani proses penilaian
kemampuan dan kepatutan,
dan/atau menjalani proses
penilaian kembali karena terdapat
indikasi permasalahan integritas,
kelayakan/reputasi keuangan
dan/atau kompetensi pada suatu
LJK. Penghentian tersebut
diberitahukan secara tertulis
kepada LJK.
5) OJK menetapkan hasil penilaian
kemampuan dan kepatutan
menjadi
c. RPOJK tentang Perubahan atas
POJK Nomor 6/POJK.03/2015
tentang Transparansi dan Publikasi
Laporan Bank.
Latar belakang dari ketentuan ini
adalah adanya gap antara ketentuan
existing dengan standar pengaturan
Basel khususnya Pillar 3 Basel II dan
Basel III dalam rangka pemenuhan
Regulatory Consistency Assessment
Program (RCAP), sehingga perlu
dilakukan penyempurnaan ketentuan,
termasuk ketentuan transparansi dan
publikasi laporan Bank.
Perubahan yang diatur dalam RPOJK
tersebut antara lain mengenai:
1) Informasi kuantitatif eksposur risiko
yang dihadapi Bank yang semula
hanya diumumkan pada Laporan
Publikasi Tahunan (LT) menjadi
diumumkan pula pada Laporan
Publikasi Triwulanan (LPT) posisi
Juni;
2) Penambahan pengungkapan
Liquidity Coverage Ratio (LCR)
pada LPT;
3) Penambahan pengungkapan
informasi dan/atau fakta material;
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
92
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
86 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
proses penyusunan pada triwulan II-
2016, diantaranya:
a. Dalam rangka konversi
1) SEBI Nomor 5/21/DPNP perihal
Penerapan Manajemen Risiko
Bagi Bank Umum.
2) SEBI Nomor 13/23/DPNP
perihal Perubahan Atas Surat
Edaran Nomor 5/21/DPNP
Perihal Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum.
3) SEBI Nomor 13/31/DPNP
perihal Lembaga Pemeringkat
dan Peringkat yang Diakui Bank
Indonesia.
4) SEBI Nomor 9/33/DPNP perihal
Pedoman Penggunaan Metode
Standar Dalam Perhitungan
Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum Bank Umum Dengan
Memperhitungkan Risiko Pasar.
5) SEBI Nomor 14/21/DPNP
perihal Perubahan Atas Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor
9/33/DPNP tanggal 18
Desember 2007 Perihal
Pedoman Penggunaan Metode
Standar Dalam Perhitungan
Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum Bank Umum Dengan
Memperhitungkan Risiko Pasar.
6) SEBI Nomor 11/3/DPNP perihal
Perhitungan Aset Tertimbang
Menurut Risiko (ATMR) untuk
Risiko Operasional dengan
Menggunakan Pendekatan
Indikator Dasar (PID).
7) SEBI Nomor 14/37/DPNP
perihal Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum sesuai Profil
Risiko dan Pemenuhan Capital
Equivalency Maintained Assets
(CEMA).
8) SEBI Nomor 15/6/DPNP perihal
Kegiatan Usaha Bank Umum
Berdasarkan Modal Inti.
9) SEBI Nomor 12/27/DPNP
perihal Rencana Bisnis Bank.
b. RPOJK tentang Penilaian
Kemampuan dan Kepatutan bagi
Pihak Utama Lembaga Jasa
Keuangan dan RSEOJK tentang
Penilaian Kemampuan dan Kepatutan
Bagi Calon Pemegang Saham
Pengendali, Calon Anggota Direksi,
dan Calon Anggota Dewan Komisaris
Bank Umum dan BPR.
Latar belakang dari ketentuan ini
adalah:
1) Harmonisasi terhadap ketentuan
dan Standard Operational
Procedure (SOP) Fit and Proper
Test (FPT) di sektor jasa
keuangan.
2) Penyederhanaan prosedur FPT
dengan memperhatikan
harmonisasi pada masing-masing
sektor jasa keuangan dalam
rangka perizinan prima.
Pokok-pokok pengaturan yang
diusulkan dalam peraturan ini antara
lain:
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
87 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
1) Pihak Utama pada LJK wajib
memperoleh persetujuan dari OJK
sebelum menjalankan tindakan,
tugas dan fungsinya.
2) Penilaian kemampuan dan
kepatutan dilakukan untuk
menilai: (i) persyaratan integritas
dan kelayakan keuangan dari calon
PSP; (ii) persyaratan integritas dan
reputasi keuangan dari calon
Pengendali Perusahaan Asuransi
yang bukan Pemegang Saham;
dan (iii) persyaratan integritas,
reputasi keuangan dan kompetensi
dari selain calon PSP atau calon
Pengendali Perusahaan Asuransi.
3) Permohonan untuk memperoleh
persetujuan calon Pihak Utama
dilengkapi dengan dokumen
persyaratan administratif. Untuk
LJK yang telah memperoleh izin
usaha, permohonan diajukan oleh
anggota Direksi LJK. Sedangkan
untuk izin pendirian LJK
permohonan diajukan oleh calon
pemilik, pendiri atau anggota
Direksi LJK.
4) OJK berwenang untuk
menghentikan penilaian
kemampuan dan kepatutan calon
Pihak Utama LJK apabila calon
tersebut menjalani proses hukum,
menjalani proses penilaian
kemampuan dan kepatutan,
dan/atau menjalani proses
penilaian kembali karena terdapat
indikasi permasalahan integritas,
kelayakan/reputasi keuangan
dan/atau kompetensi pada suatu
LJK. Penghentian tersebut
diberitahukan secara tertulis
kepada LJK.
5) OJK menetapkan hasil penilaian
kemampuan dan kepatutan
menjadi
c. RPOJK tentang Perubahan atas
POJK Nomor 6/POJK.03/2015
tentang Transparansi dan Publikasi
Laporan Bank.
Latar belakang dari ketentuan ini
adalah adanya gap antara ketentuan
existing dengan standar pengaturan
Basel khususnya Pillar 3 Basel II dan
Basel III dalam rangka pemenuhan
Regulatory Consistency Assessment
Program (RCAP), sehingga perlu
dilakukan penyempurnaan ketentuan,
termasuk ketentuan transparansi dan
publikasi laporan Bank.
Perubahan yang diatur dalam RPOJK
tersebut antara lain mengenai:
1) Informasi kuantitatif eksposur risiko
yang dihadapi Bank yang semula
hanya diumumkan pada Laporan
Publikasi Tahunan (LT) menjadi
diumumkan pula pada Laporan
Publikasi Triwulanan (LPT) posisi
Juni;
2) Penambahan pengungkapan
Liquidity Coverage Ratio (LCR)
pada LPT;
3) Penambahan pengungkapan
informasi dan/atau fakta material;
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
93
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
88 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
4) Pengungkapan mengenai
larangan/batasan dan/atau
hambatan signifikan lainnya untuk
melakukan transfer dana atau
dalam rangka pemenuhan modal
yang dipersyaratkan oleh Otoritas
(regulatory capital) antara Bank
dengan entitas lain dalam satu
kelompok usaha;
5) Pengungkapan eksposur risiko dan
hal-hal terkait lainnya secara
triwulanan dalam hal terdapat
perubahan informasi yang
cenderung bersifat cepat atau
mendadak (prone to rapid change).
d. RSEOJK tentang Transparansi dan
Publikasi Laporan Bank
RSEOJK ini akan mencabut SEOJK
No.11/SEOJK.03/2015 agar
memudahkan pembaca dalam
mengacu pedoman pengisian Laporan
Publikasi.
Penyesuaian yang dilakukan dalam
RSEOJK tersebut antara lain
mengenai:
1) Format laporan perhitungan
KPMM;
2) Penambahan format
pengungkapan LCR;
3) Penambahan pengungkapan
kualitatif Risiko Kredit pihak lawan
(Counterparty Credit Risk/CCR)
pada risiko kredit;
4) Penambahan Pengungkapan
Interest Rate Risk in Banking Book
(IRRBB) pada risiko pasar;
5) Penambahan pengungkapan daftar
nama perusahaan anak pada
pengungkapan permodalan sesuai
kerangka Basel III;
6) Penghapusan pengaturan
pengungkapan perhitungan Risiko
Pasar dengan menggunakan
model internal.
1.2 Pengembangan Pengawasan Bank Umum Konvensional
Pada triwulan II-2016, terdapat lima
pedoman pengawasan yang masih
dalam proses penyusunan yaitu:
a. RSE DK tentang Pedoman
Pemeriksaan Berdasarkan Risiko
Untuk Pemeriksaan Rentabilitas.
Penyusunan pedoman ini berkaitan
dengan Pemeriksaan Berdasarkan
Risiko (Risk Based Examination) dan
diperlukan untuk membantu tugas
pengawasan untuk mendeteksi risiko
rentabilitas yang signifikan secara
dini, sehingga Pengawas dapat
mengambil tindakan pengawasan
yang sesuai dan tepat waktu;
b. RSE DK tentang Pedoman
Pemeriksaan Berdasarkan Risiko
Untuk Pemeriksaan Permodalan.
Penyusunan pedoman ini berkaitan
dengan Pemeriksaan Berdasarkan
Risiko (Risk Based Examination) dan
diperlukan untuk membantu tugas
pengawasan untuk mendeteksi risiko
permodalan yang signifikan secara
dini, sehingga Pengawas dapat
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
89 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
mengambil tindakan pengawasan
yang sesuai dan tepat waktu;
c. RSE DK tentang Pedoman
Pemeriksaan Berdasarkan Risiko
Untuk Pemeriksaan Good Corporate
Governance (GCG). Penyusunan
pedoman ini berkaitan dengan
Pemeriksaan Berdasarkan Risiko
(Risk Based Examination) dan
diperlukan untuk membantu tugas
pengawasan untuk mendeteksi hal-hal
yang mengganggu efektifitas
pelaksanaan GCG secara dini,
sehingga Pengawas dapat mengambil
tindakan pengawasan yang sesuai
dan tepat waktu;
d. RSE DK tentang Pedoman
Pemeriksaan Berdasarkan Risiko
Untuk Pemeriksaan Anti Pencucian
Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme (APU dan PPT).
Penyusunan pedoman ini berkaitan
dengan Pemeriksaan Berdasarkan
Risiko (Risk Based Examination) dan
diperlukan untuk membantu tugas
pengawasan untuk mendeteksi risiko
APU PPT secara dini, sehingga
Pengawas dapat mengambil tindakan
pengawasan yang sesuai dan tepat
waktu; dan
e. Pedoman Perhitungan Pemenuhan
Liquidity Coverage Ratio (LCR).
Penyusunan pedoman ini berkaitan
dengan rasio LCR yang diberlakukan
sejak akhir tahun 2015 dan diperlukan
untuk membantu tugas pengawasan
dalam mengidentifikasi komponen-
komponen alat likuiditas yang
diperhitungkan dalam rasio LCR.
Selanjutnya, sejalan dengan pengalihan
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan
dan pengawasan kegiatan jasa
keuangan di sektor perbankan dari Bank
Indonesia ke OJK sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 55 ayat (2) UU OJK,
maka dipandang perlu untuk melakukan
konversi pedoman internal yang saat ini
masih berbentuk Peraturan Dewan
Gubernur (PDG) dan Surat Edaran Intern
Bank Indonesia menjadi Peraturan
Dewan Komisioner (PDK) dan Surat
Edaran Dewan Komisioner (SE DK) OJK.
Dengan dilakukannya konversi, dasar
hukum internal bagi pelaksanaan
kegiatan pengawasan perbankan di OJK
menjadi lebih memadai.
Pokok-pokok perubahan umum yang
akan dilakukan dalam konversi pedoman
internal, antara lain sebagai berikut:
a. Perubahan aturan acuan Surat
Edaran;
b. Perubahan frasa “Bank Indonesia”
menjadi “Otoritas Jasa Keuangan”,
dengan tetap memperhatikan
konteks substansi yang diatur;
c. Penyesuaian dan/atau penambahan
atas suatu definisi/istilah/aturan
dalam rangka harmonisasi dengan
ketentuan terkini atau standar
akuntansi keuangan (apabila
diperlukan); dan
d. Penyesuaian dan/atau penambahan
klausula pada bagian penutup untuk
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
94
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
88 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
4) Pengungkapan mengenai
larangan/batasan dan/atau
hambatan signifikan lainnya untuk
melakukan transfer dana atau
dalam rangka pemenuhan modal
yang dipersyaratkan oleh Otoritas
(regulatory capital) antara Bank
dengan entitas lain dalam satu
kelompok usaha;
5) Pengungkapan eksposur risiko dan
hal-hal terkait lainnya secara
triwulanan dalam hal terdapat
perubahan informasi yang
cenderung bersifat cepat atau
mendadak (prone to rapid change).
d. RSEOJK tentang Transparansi dan
Publikasi Laporan Bank
RSEOJK ini akan mencabut SEOJK
No.11/SEOJK.03/2015 agar
memudahkan pembaca dalam
mengacu pedoman pengisian Laporan
Publikasi.
Penyesuaian yang dilakukan dalam
RSEOJK tersebut antara lain
mengenai:
1) Format laporan perhitungan
KPMM;
2) Penambahan format
pengungkapan LCR;
3) Penambahan pengungkapan
kualitatif Risiko Kredit pihak lawan
(Counterparty Credit Risk/CCR)
pada risiko kredit;
4) Penambahan Pengungkapan
Interest Rate Risk in Banking Book
(IRRBB) pada risiko pasar;
5) Penambahan pengungkapan daftar
nama perusahaan anak pada
pengungkapan permodalan sesuai
kerangka Basel III;
6) Penghapusan pengaturan
pengungkapan perhitungan Risiko
Pasar dengan menggunakan
model internal.
1.2 Pengembangan Pengawasan Bank Umum Konvensional
Pada triwulan II-2016, terdapat lima
pedoman pengawasan yang masih
dalam proses penyusunan yaitu:
a. RSE DK tentang Pedoman
Pemeriksaan Berdasarkan Risiko
Untuk Pemeriksaan Rentabilitas.
Penyusunan pedoman ini berkaitan
dengan Pemeriksaan Berdasarkan
Risiko (Risk Based Examination) dan
diperlukan untuk membantu tugas
pengawasan untuk mendeteksi risiko
rentabilitas yang signifikan secara
dini, sehingga Pengawas dapat
mengambil tindakan pengawasan
yang sesuai dan tepat waktu;
b. RSE DK tentang Pedoman
Pemeriksaan Berdasarkan Risiko
Untuk Pemeriksaan Permodalan.
Penyusunan pedoman ini berkaitan
dengan Pemeriksaan Berdasarkan
Risiko (Risk Based Examination) dan
diperlukan untuk membantu tugas
pengawasan untuk mendeteksi risiko
permodalan yang signifikan secara
dini, sehingga Pengawas dapat
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
89 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
mengambil tindakan pengawasan
yang sesuai dan tepat waktu;
c. RSE DK tentang Pedoman
Pemeriksaan Berdasarkan Risiko
Untuk Pemeriksaan Good Corporate
Governance (GCG). Penyusunan
pedoman ini berkaitan dengan
Pemeriksaan Berdasarkan Risiko
(Risk Based Examination) dan
diperlukan untuk membantu tugas
pengawasan untuk mendeteksi hal-hal
yang mengganggu efektifitas
pelaksanaan GCG secara dini,
sehingga Pengawas dapat mengambil
tindakan pengawasan yang sesuai
dan tepat waktu;
d. RSE DK tentang Pedoman
Pemeriksaan Berdasarkan Risiko
Untuk Pemeriksaan Anti Pencucian
Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme (APU dan PPT).
Penyusunan pedoman ini berkaitan
dengan Pemeriksaan Berdasarkan
Risiko (Risk Based Examination) dan
diperlukan untuk membantu tugas
pengawasan untuk mendeteksi risiko
APU PPT secara dini, sehingga
Pengawas dapat mengambil tindakan
pengawasan yang sesuai dan tepat
waktu; dan
e. Pedoman Perhitungan Pemenuhan
Liquidity Coverage Ratio (LCR).
Penyusunan pedoman ini berkaitan
dengan rasio LCR yang diberlakukan
sejak akhir tahun 2015 dan diperlukan
untuk membantu tugas pengawasan
dalam mengidentifikasi komponen-
komponen alat likuiditas yang
diperhitungkan dalam rasio LCR.
Selanjutnya, sejalan dengan pengalihan
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan
dan pengawasan kegiatan jasa
keuangan di sektor perbankan dari Bank
Indonesia ke OJK sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 55 ayat (2) UU OJK,
maka dipandang perlu untuk melakukan
konversi pedoman internal yang saat ini
masih berbentuk Peraturan Dewan
Gubernur (PDG) dan Surat Edaran Intern
Bank Indonesia menjadi Peraturan
Dewan Komisioner (PDK) dan Surat
Edaran Dewan Komisioner (SE DK) OJK.
Dengan dilakukannya konversi, dasar
hukum internal bagi pelaksanaan
kegiatan pengawasan perbankan di OJK
menjadi lebih memadai.
Pokok-pokok perubahan umum yang
akan dilakukan dalam konversi pedoman
internal, antara lain sebagai berikut:
a. Perubahan aturan acuan Surat
Edaran;
b. Perubahan frasa “Bank Indonesia”
menjadi “Otoritas Jasa Keuangan”,
dengan tetap memperhatikan
konteks substansi yang diatur;
c. Penyesuaian dan/atau penambahan
atas suatu definisi/istilah/aturan
dalam rangka harmonisasi dengan
ketentuan terkini atau standar
akuntansi keuangan (apabila
diperlukan); dan
d. Penyesuaian dan/atau penambahan
klausula pada bagian penutup untuk
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
95
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
90 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
mencabut PDG dan SE BI Internal
yang dikonversi.
Pelaksanaan konversi ketentuan internal
BI menjadi ketentuan internal OJK akan
dilakukan secara bertahap. Untuk tahun
2016, konversi akan diprioritaskan
terhadap PDG terkait Pengawasan Bank
Berdasarkan Risiko dan beberapa
pedoman internal mengenai penyusunan
Audit Working Plan (AWP), Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP), Know Your Bank,
dan Supervisory Plan.
Dalam rangka memperkaya dan
menyempurnakan substansi pengaturan
yang akan disusun, maka pada setiap
penyusunan POJK dan SEOJK baik yang
telah diterbitkan maupun sedang dalam
proses penyusunan dilakukan rapat
dengar pendapat dengan industri dan
asosiasi perbankan untuk mendapatkan
masukan dan tanggapan yang
memperkuat substansi pengaturan.
Mengingat proses penyusunan ketentuan
yang akan diterbitkan pada tahun 2016
masih dalam proses awal, sehingga pada
triwulan II-2016 tidak terdapat rapat
dengar pendapat.
Terkait dengan pengembangan capacity
building Pengawas, pada triwulan II-2016
telah dilakukan tiga kali sosialisasi
kepada pengawas mengenai lima
pedoman pemeriksaan berdasarkan
risiko (pedoman pemeriksaan risiko
pasar, pedoman pemeriksaan risiko
stratejik, pedoman pemeriksaan risiko
kepatuhan, pedoman pemeriksaan risiko
reputasi dan pedoman pemeriksaan
risiko hukum).
2. Bank Syariah2.1 Kebijakan dan Pengaturan
Pada triwulan II-2016, terdapat satu
RPOJK dan dua RSEOJK yang sedang
dalam proses penyusunan, yaitu:
a. Dalam rangka konversi terhadap:
1) PBI Nomor 13/23/PBI/2011 tentang
Penerapan Manajemen Risiko bagi
Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah (MR Syariah)
2) PBI Nomor 11/15/PBI/2009 tentang
Perubahan Kegiatan Usaha Bank
Konvensional Menjadi Bank
Syariah
3) SEBI Nomor 11/24/DPbS perihal
Perubahan Kegiatan Usaha Bank
Umum Konvensional Menjadi Bank
Umum Syariah
4) SEBI Nomor 11/25/DPbS perihal
Perubahan Kegiatan Usaha Bank
Perkreditan Rakyat Menjadi Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah
b. RPOJK tentang Rencana Bisnis Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (RBB BPRS)
Latar belakang Untuk mengarahkan kegiatan
operasional BPRS agar sesuai dengan
visi misi BPRS melalui penetapan
sasaran strategis dan nilai-nilai yang
dijabarkan lebih lanjut dalam Rencana
Bisnis. Penyusunan ketentuan ini
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
91 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
merupakan penyempurnaan dari SKDIR
Nomor 31/60/KEPDIR tanggal 9 Juli
1998 tentang Rencana Kerja dan
Laporan Pelaksanaan Rencana Kerja
Bank Perkreditan Rakyat. Dengan
diterbitkannya ketentuan ini diharapkan
BPRS dapat memiliki perencanaan
kegiatan usaha yang lebih matang,
realistis, dan komprehensif. Selain itu
juga sebagai salah satu langkah dalam
menerapkan prinsip tata kelola yang baik
dan pada akhirnya dapat memberikan
layanan yang lebih baik kepada
masyarakat.
Pokok-pokok Pengaturan a) BPR dan BPRS wajib menyusun
Rencana Bisnis secara realistis setiap
tahun yang disusun oleh Direksi dan
disetujui oleh Dewan Komisaris.
Rencana Bisnis tersebut mencakup
rencana dalam jangka pendek,
jangka menengah, dan/atau rencana
strategis pengembangan jangka
panjang.
b) Rencana Bisnis paling sedikit
meliputi: ringkasan eksekutif; strategi
bisnis dan kebijakan; proyeksi laporan
keuangan; target rasio-rasio dan pos-
pos tertentu lainnya; rencana
penghimpunan dana; rencana
penyaluran dana; rencana
permodalan; rencana
pengembangan organisasi, teknologi
informasi dan sumber daya manusia
(SDM); rencana pelaksanaan kegiatan
usaha baru atau rencana penerbitan
produk dan pelaksanaan aktivitas
baru; rencana pengembangan
dan/atau perubahan jaringan kantor;
dan informasi lainnya.
c) BPR dan BPRS wajib menyampaikan
Rencana Bisnis paling lambat pada
akhir bulan November sebelum tahun
Rencana Bisnis dimulai.
c. RSEOJK tentang Rencana Bisnis Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (RBB BPRS)
Latar belakang RSEOJK ini merupakan peraturan
pelaksanaan dari RPOJK tentang
Rencana Bisnis Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (RBB BPRS).
Pokok-pokok pengaturan Dalam RSEOJK ini cakupan ketentuan
yang diusulkan:
a) Rencana Bisnis BPRS
b) Laporan Realisasi Rencana Bisnis
c) Laporan Pengawasan Rencana Bisnis
d) Bentuk dan susunan Rencana Bisnis,
Laporan Realisasi Rencana Bisnis,
dan Laporan Pengawasan Rencana
Bisnis
e) Tata cara penyampaian Rencana
Bisnis, penyesuaian Rencana Bisnis,
dan/atau Laporan Realisasi Rencana
Bisnis
f) Perhitungan jangka waktu
penyampaian laporan dan sanksi
kewajiban membayar
d. RSEOJK tentang Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Berdasarkan Modal Inti
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
96
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
90 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
mencabut PDG dan SE BI Internal
yang dikonversi.
Pelaksanaan konversi ketentuan internal
BI menjadi ketentuan internal OJK akan
dilakukan secara bertahap. Untuk tahun
2016, konversi akan diprioritaskan
terhadap PDG terkait Pengawasan Bank
Berdasarkan Risiko dan beberapa
pedoman internal mengenai penyusunan
Audit Working Plan (AWP), Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP), Know Your Bank,
dan Supervisory Plan.
Dalam rangka memperkaya dan
menyempurnakan substansi pengaturan
yang akan disusun, maka pada setiap
penyusunan POJK dan SEOJK baik yang
telah diterbitkan maupun sedang dalam
proses penyusunan dilakukan rapat
dengar pendapat dengan industri dan
asosiasi perbankan untuk mendapatkan
masukan dan tanggapan yang
memperkuat substansi pengaturan.
Mengingat proses penyusunan ketentuan
yang akan diterbitkan pada tahun 2016
masih dalam proses awal, sehingga pada
triwulan II-2016 tidak terdapat rapat
dengar pendapat.
Terkait dengan pengembangan capacity
building Pengawas, pada triwulan II-2016
telah dilakukan tiga kali sosialisasi
kepada pengawas mengenai lima
pedoman pemeriksaan berdasarkan
risiko (pedoman pemeriksaan risiko
pasar, pedoman pemeriksaan risiko
stratejik, pedoman pemeriksaan risiko
kepatuhan, pedoman pemeriksaan risiko
reputasi dan pedoman pemeriksaan
risiko hukum).
2. Bank Syariah2.1 Kebijakan dan Pengaturan
Pada triwulan II-2016, terdapat satu
RPOJK dan dua RSEOJK yang sedang
dalam proses penyusunan, yaitu:
a. Dalam rangka konversi terhadap:
1) PBI Nomor 13/23/PBI/2011 tentang
Penerapan Manajemen Risiko bagi
Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah (MR Syariah)
2) PBI Nomor 11/15/PBI/2009 tentang
Perubahan Kegiatan Usaha Bank
Konvensional Menjadi Bank
Syariah
3) SEBI Nomor 11/24/DPbS perihal
Perubahan Kegiatan Usaha Bank
Umum Konvensional Menjadi Bank
Umum Syariah
4) SEBI Nomor 11/25/DPbS perihal
Perubahan Kegiatan Usaha Bank
Perkreditan Rakyat Menjadi Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah
b. RPOJK tentang Rencana Bisnis Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (RBB BPRS)
Latar belakang Untuk mengarahkan kegiatan
operasional BPRS agar sesuai dengan
visi misi BPRS melalui penetapan
sasaran strategis dan nilai-nilai yang
dijabarkan lebih lanjut dalam Rencana
Bisnis. Penyusunan ketentuan ini
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
91 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
merupakan penyempurnaan dari SKDIR
Nomor 31/60/KEPDIR tanggal 9 Juli
1998 tentang Rencana Kerja dan
Laporan Pelaksanaan Rencana Kerja
Bank Perkreditan Rakyat. Dengan
diterbitkannya ketentuan ini diharapkan
BPRS dapat memiliki perencanaan
kegiatan usaha yang lebih matang,
realistis, dan komprehensif. Selain itu
juga sebagai salah satu langkah dalam
menerapkan prinsip tata kelola yang baik
dan pada akhirnya dapat memberikan
layanan yang lebih baik kepada
masyarakat.
Pokok-pokok Pengaturan a) BPR dan BPRS wajib menyusun
Rencana Bisnis secara realistis setiap
tahun yang disusun oleh Direksi dan
disetujui oleh Dewan Komisaris.
Rencana Bisnis tersebut mencakup
rencana dalam jangka pendek,
jangka menengah, dan/atau rencana
strategis pengembangan jangka
panjang.
b) Rencana Bisnis paling sedikit
meliputi: ringkasan eksekutif; strategi
bisnis dan kebijakan; proyeksi laporan
keuangan; target rasio-rasio dan pos-
pos tertentu lainnya; rencana
penghimpunan dana; rencana
penyaluran dana; rencana
permodalan; rencana
pengembangan organisasi, teknologi
informasi dan sumber daya manusia
(SDM); rencana pelaksanaan kegiatan
usaha baru atau rencana penerbitan
produk dan pelaksanaan aktivitas
baru; rencana pengembangan
dan/atau perubahan jaringan kantor;
dan informasi lainnya.
c) BPR dan BPRS wajib menyampaikan
Rencana Bisnis paling lambat pada
akhir bulan November sebelum tahun
Rencana Bisnis dimulai.
c. RSEOJK tentang Rencana Bisnis Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (RBB BPRS)
Latar belakang RSEOJK ini merupakan peraturan
pelaksanaan dari RPOJK tentang
Rencana Bisnis Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (RBB BPRS).
Pokok-pokok pengaturan Dalam RSEOJK ini cakupan ketentuan
yang diusulkan:
a) Rencana Bisnis BPRS
b) Laporan Realisasi Rencana Bisnis
c) Laporan Pengawasan Rencana Bisnis
d) Bentuk dan susunan Rencana Bisnis,
Laporan Realisasi Rencana Bisnis,
dan Laporan Pengawasan Rencana
Bisnis
e) Tata cara penyampaian Rencana
Bisnis, penyesuaian Rencana Bisnis,
dan/atau Laporan Realisasi Rencana
Bisnis
f) Perhitungan jangka waktu
penyampaian laporan dan sanksi
kewajiban membayar
d. RSEOJK tentang Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Berdasarkan Modal Inti
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
97
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
92 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Latar Belakang Penyusunan ketentuan ini dilakukan
dalam rangka penyempurnaan dari SEBI
Nomor 15/8/DPbS tanggal 27 Maret 2013
perihal Pembukaan Jaringan Kantor
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah Berdasarkan Modal Inti.
Diharapkan dengan dilakukan
penyempurnaan, bank dimudahkan
dalam pembukaan jaringan kantor.
Dengan demikian efisiensi dalam
pengelolaan bank, serta penyaluran
pembiayaan UMKM dapat ditingkatkan.
Pokok-pokok pengaturan
Adapun pokok-pokok pengaturan yang
diusulkan dalam ketentuan ini adalah:
a) Penetuan zona dan koeifisien
masing-masing zona;
b) Penetapan biaya investasi
pembukaan jaringan kantor bank;
c) Pertimbangan pencapaian tingkat
efisiensi dalam pembukaan
jaringan kantor;
d) Perhitungan alokasi modal inti
bank;
e) Perhitungan ketersediaan alokasi
modal inti bank;
f) Penetapan jumlah pembukaan
jaringan kantor bank; dan
g) Perimbangan penyebaran jaringan
kantor bank pada zona tertentu.
Dalam rangka memperkaya dan
menyempurnakan substansi pengaturan
yang akan disusun, maka pada setiap
penyusunan POJK dan SEOJK baik yang
telah diterbitkan maupun sedang dalam
proses penyusunan dilakukan dengar
pendapat dengan industri dan asosiasi
perbankan untuk mendapatkan masukan
dan tanggapan yang memperkuat
substansi pengaturan. Pada triwulan II-
2016, telah dilakukan dua kali rapat
dengar pendapat untuk kedua
penyusunan RPOJK dan RSEOJK
tersebut, masing-masing pada tanggal 27
April 2016 dan 19 Mei 2016.
2.2 Kajian Dalam rangka mendukung perumusan
kebijakan pengembangan perbankan
syariah (research-based policy making),
pada triwulan II-2016 terdapat dua
penelitian yang telah selesai dilakukan.
2.2.1 Kajian mengenai “Pola Pembiayaan Perbankan Syariah pada Sektor Pertanian Organik”
Dalam rangka meningkatkan
pembiayaan perbankan syariah di sektor
strategis terutama sektor pertanian
organik, serta melaksanakan Roadmap
Sustainable Finance 2015-2019 yang
antara lain memuat inisiatif untuk
mendorong keterlibatan sektor jasa
keuangan dalam mendukung sektor-
sektor usaha yang peduli lingkungan
hidup (eco-friendly).
Tujuan dari penyusunan kajian ini adalah
untuk mengidentifikasi faktor-faktor
viability dan feasibility perbankan syariah
yang tergolong dalam pembiayaan sektor
pertanian organik, serta membentuk
model pembiayaan perbankan syariah
terhadap sektor pertanian organik
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
93 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
subsektor tanaman pangan khususnya
padi.
Dalam rangka penyusunan kajian
tersebut, pada triwulan II-2016 telah
dilakukan:
a. Pertemuan dengan Badan Zakat
Nasional (BAZNAS) pada tanggal 5
April 2016. Informasi yang
didapatkan dari pertemuan tersebut
antara lain, BAZNAS, bekerja sama
dengan FATETA UGM, telah
memiliki beberapa desa binaan
untuk pertanian organik di
Yogyakarta. Selain itu, BAZNAS
menawarkan bantuan untuk
menyalurkan pembiayaan kepada
petani yang melakukan konversi dari
metode pertanian konvensional ke
pertanian organik.
b. Pertemuan tanggal 7 April 2016
untuk membentuk kelompok kerja,
menentukan konsep dan langkah-
langkah selanjutnya, serta hasil yang
diharapkan. Pertemuan selanjutnya
direncanakan untuk membahas
sumber dana pembiayaan, tim
peneliti untuk kajian penelitian, dan
finalisasi anggota kelompok kerja
beserta hak dan kewajiban.
c. Rapat koordinasi dengan Bank
Indonesia pada tanggal 15 April
2016, dalam rangka pertukaran
informasi dan sharing mengenai
program yang berkaitan dengan
pembiayaan pertanian organik.
d. Penyelenggaraan Kickoff Meeting
Kelompok Kerja (Pokja)
“Pemberdayaan Perbankan Syariah
dalam Pengembangan Pertanian
Organik di Indonesia” tanggal 2 Mei
2016, untuk membahas outline buku
panduan beserta penentuan PIC,
timetable Pokja dan tindak lanjut
berikutnya. Selanjutnya
direncanakan untuk mengunjungi
Imogiri, Yogyakarta.
e. Pertemuan dan On The Spot I
Kelompok Kerja “Pemberdayaan
Perbankan Syariah dalam
Pengembangan Pertanian Organik
di Indonesia” yang dilakukan di
Semarang (tanggal 30 Mei 2016)
dan Cikajang (tanggal 31 Mei 2016).
Kegiatan tersebut menghasilkan
tambahan data dan informasi untuk
penyusunan handbook dari pelaku
pertanian organik.
2.2.2 Kajian PenyempurnaanKewajiban Penyediaan ModalMinimum (KPMM) BPRS
Kajian terkait dengan ekspansi
perekonomian secara optimal dan
berkesinambungan, khususnya di
segmen UMKM, dengan tujuan untuk:
a. Memperkirakan jumlah modal inti
minimum yang diperlukan BPRS
existing untuk dapat bersaing dan
tumbuh berkelanjutan.
b. Mengevaluasi standar (komponen
dan parameter) KPMM yang
relevan bagi penguatan ketahanan
permodalan BPRS dalam
menyerap risiko aktivitas
operasionalnya.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
98
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
92 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Latar Belakang Penyusunan ketentuan ini dilakukan
dalam rangka penyempurnaan dari SEBI
Nomor 15/8/DPbS tanggal 27 Maret 2013
perihal Pembukaan Jaringan Kantor
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah Berdasarkan Modal Inti.
Diharapkan dengan dilakukan
penyempurnaan, bank dimudahkan
dalam pembukaan jaringan kantor.
Dengan demikian efisiensi dalam
pengelolaan bank, serta penyaluran
pembiayaan UMKM dapat ditingkatkan.
Pokok-pokok pengaturan
Adapun pokok-pokok pengaturan yang
diusulkan dalam ketentuan ini adalah:
a) Penetuan zona dan koeifisien
masing-masing zona;
b) Penetapan biaya investasi
pembukaan jaringan kantor bank;
c) Pertimbangan pencapaian tingkat
efisiensi dalam pembukaan
jaringan kantor;
d) Perhitungan alokasi modal inti
bank;
e) Perhitungan ketersediaan alokasi
modal inti bank;
f) Penetapan jumlah pembukaan
jaringan kantor bank; dan
g) Perimbangan penyebaran jaringan
kantor bank pada zona tertentu.
Dalam rangka memperkaya dan
menyempurnakan substansi pengaturan
yang akan disusun, maka pada setiap
penyusunan POJK dan SEOJK baik yang
telah diterbitkan maupun sedang dalam
proses penyusunan dilakukan dengar
pendapat dengan industri dan asosiasi
perbankan untuk mendapatkan masukan
dan tanggapan yang memperkuat
substansi pengaturan. Pada triwulan II-
2016, telah dilakukan dua kali rapat
dengar pendapat untuk kedua
penyusunan RPOJK dan RSEOJK
tersebut, masing-masing pada tanggal 27
April 2016 dan 19 Mei 2016.
2.2 Kajian Dalam rangka mendukung perumusan
kebijakan pengembangan perbankan
syariah (research-based policy making),
pada triwulan II-2016 terdapat dua
penelitian yang telah selesai dilakukan.
2.2.1 Kajian mengenai “Pola Pembiayaan Perbankan Syariah pada Sektor Pertanian Organik”
Dalam rangka meningkatkan
pembiayaan perbankan syariah di sektor
strategis terutama sektor pertanian
organik, serta melaksanakan Roadmap
Sustainable Finance 2015-2019 yang
antara lain memuat inisiatif untuk
mendorong keterlibatan sektor jasa
keuangan dalam mendukung sektor-
sektor usaha yang peduli lingkungan
hidup (eco-friendly).
Tujuan dari penyusunan kajian ini adalah
untuk mengidentifikasi faktor-faktor
viability dan feasibility perbankan syariah
yang tergolong dalam pembiayaan sektor
pertanian organik, serta membentuk
model pembiayaan perbankan syariah
terhadap sektor pertanian organik
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
93 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
subsektor tanaman pangan khususnya
padi.
Dalam rangka penyusunan kajian
tersebut, pada triwulan II-2016 telah
dilakukan:
a. Pertemuan dengan Badan Zakat
Nasional (BAZNAS) pada tanggal 5
April 2016. Informasi yang
didapatkan dari pertemuan tersebut
antara lain, BAZNAS, bekerja sama
dengan FATETA UGM, telah
memiliki beberapa desa binaan
untuk pertanian organik di
Yogyakarta. Selain itu, BAZNAS
menawarkan bantuan untuk
menyalurkan pembiayaan kepada
petani yang melakukan konversi dari
metode pertanian konvensional ke
pertanian organik.
b. Pertemuan tanggal 7 April 2016
untuk membentuk kelompok kerja,
menentukan konsep dan langkah-
langkah selanjutnya, serta hasil yang
diharapkan. Pertemuan selanjutnya
direncanakan untuk membahas
sumber dana pembiayaan, tim
peneliti untuk kajian penelitian, dan
finalisasi anggota kelompok kerja
beserta hak dan kewajiban.
c. Rapat koordinasi dengan Bank
Indonesia pada tanggal 15 April
2016, dalam rangka pertukaran
informasi dan sharing mengenai
program yang berkaitan dengan
pembiayaan pertanian organik.
d. Penyelenggaraan Kickoff Meeting
Kelompok Kerja (Pokja)
“Pemberdayaan Perbankan Syariah
dalam Pengembangan Pertanian
Organik di Indonesia” tanggal 2 Mei
2016, untuk membahas outline buku
panduan beserta penentuan PIC,
timetable Pokja dan tindak lanjut
berikutnya. Selanjutnya
direncanakan untuk mengunjungi
Imogiri, Yogyakarta.
e. Pertemuan dan On The Spot I
Kelompok Kerja “Pemberdayaan
Perbankan Syariah dalam
Pengembangan Pertanian Organik
di Indonesia” yang dilakukan di
Semarang (tanggal 30 Mei 2016)
dan Cikajang (tanggal 31 Mei 2016).
Kegiatan tersebut menghasilkan
tambahan data dan informasi untuk
penyusunan handbook dari pelaku
pertanian organik.
2.2.2 Kajian PenyempurnaanKewajiban Penyediaan ModalMinimum (KPMM) BPRS
Kajian terkait dengan ekspansi
perekonomian secara optimal dan
berkesinambungan, khususnya di
segmen UMKM, dengan tujuan untuk:
a. Memperkirakan jumlah modal inti
minimum yang diperlukan BPRS
existing untuk dapat bersaing dan
tumbuh berkelanjutan.
b. Mengevaluasi standar (komponen
dan parameter) KPMM yang
relevan bagi penguatan ketahanan
permodalan BPRS dalam
menyerap risiko aktivitas
operasionalnya.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
99
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
94 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Adapun ruang lingkup penelitian
difokuskan pada BPRS yang telah
beroperasi minimal dalam tiga tahun
terakhir, dengan pertimbangan
ketersediaan dan relevansi data dengan
kondisi terkini industri. Dalam konteks
KPMM, evaluasi difokuskan pada
kecukupan komponen permodalan dan
tidak menyentuh kelayakan parameter
atau bobot risiko dari aset BPRS.
Pendekatan atau tools analisis yang
digunakan adalah cluster analysis, yang
dilaksanakan melalui kolaborasi dengan
konsultan peneliti eksternal yang telah
ditunjuk.
2.3 Pengembangan Pengawasan Perbankan Syariah
Pada triwulan II-2016 telah dilakukan:
a. Pelatihan Pengawas BPRS Tingkat
Intermediate di Makassar pada
tanggal 12 - 22 April 2016.
b. Evaluasi LSMK data pelaporan
bulan Februari 2016 bersamaan
dengan Pemeriksaan Umum UUS
BPD Kalbar pada tanggal 25 - 29
April 2016.
c. Sosialisasi Teknik Pemeriksaan
menggunakan LSMK pada tanggal
13 Mei 2016.
d. Coaching Clinic kepada BPD Aceh
dalam rangka konversi menjadi
Bank Syariah pada tanggal 30 Mei
- 2 Juni 2016 di Aceh.
e. Focus Group Discussion (FGD)
terkait dengan ketentuan Tindak
Lanjut Penanganan Terhadap
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) Dalam Status Pengawasan
Khusus (Exit Policy BPRS).
2.4 Kampanye Produk dan Edukasi Perbankan Syariah (iB Campaign)
Dalam rangka meningkatkan awareness
dan pemahaman masyarakat terhadap
perbankan/keuangan syariah, selama
triwulan II-2016 telah dilakukan:
a. Kampanye Aku Cinta Keuangan
Syariah melalui:
i. “Keuangan Syariah Fair
(KSF)” Surabaya, tanggal 12
s.d. 15 Mei 2016 yang
diselenggarakan secara
terintegrasi bekerjasama
dengan industri keuangan
syariah (16 BUS/UUS/BPRS,
11 industri non-bank syariah
dan 11 industri pasar modal
syariah). Kegiatan dimaksud
antara lain bertujuan untuk
meningkatkan outreach
nasabah baru Sektor Jasa
Keuangan (SJK) Syariah.
ii. Expo iB Vaganza bekerjasama
dengan Working Group
Markom Perbankan di dua
kota, yaitu: (1) Bekasi tanggal
28 April–1 Mei 2016, diikuti
oleh 15 BUS/UUS dan 1
BPRS. Dari penyelenggaraan
ini diperoleh 19.041 rekening
DPK dengan nominal sebesar
Rp3 milyar dan realisasi
pembiayaan sebesar Rp10
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
95 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
milyar; (2) Padang tanggal 19-
22 Mei 2016, diikuti oleh 7
BUS/UUS, 1 IKNB Syariah
dan 1 Pasar Modal Syariah.
Dari penyelenggaan ini,
diperoleh 6.963 rekening DPK
dengan nominal sebesar Rp19
milyar dan realisasi
pembiayaan sebesar Rp25
milyar.
b. Pelaksanaan Sosialisasi dan
Edukasi Perbankan Syariah
kepada Komunitas Sosial Media
bekerjasama dengan Kompasiana,
melalui kegiatan Workshop iB
Blogger bersama “Kompasiana
Nangkring” di Padang yang diikuti
38 peserta (tanggal 21 Mei 2016)
dan Surabaya yang diikuti 56
peserta (tanggal 14 Mei 2016).
c. Olimpiade Perbankan Syariah level
SMA/sederajat tanggal 10-14 Mei
2016 di Surabaya dengan total
peserta 28 tim.
d. Kegiatan Training of Trainers
(TOT) keuangan syariah
terintegrasi dengan Universitas
Airlangga Surabaya tanggal 11-13
Mei 2016. Tujuan kegiatan untuk
memberikan pemahaman dan
pengetahuan kepada peserta,
sehingga dapat meningkatkan
kompetensi SDM pengajar/
akademisi di bidang ekonomi dan
perbankan syariah.
e. Penyusunan Standar Produk
berbasis Ijarah Muntahiya Bit
Tamlik dan Ijarah Multijasa terkait
pengembangan produk perbankan
syariah.
3. BPR
3.1 Kebijakan dan Pengaturan
Pada triwulan II-2016 telah diterbitkan
satu SEOJK yaitu SEOJK Nomor
19/SEOJK.03/2016 tanggal 10 Juni 2016
tentang Pemenuhan Ketentuan BPR dan
Transformasi BKD yang Diberikan Status
Sebagai BPR.
Latar Belakang SEOJK ini merupakan ketentuan
pelaksanaan dari POJK Nomor
10/POJK.03/2016 tentang Pemenuhan
Ketentuan BPR dan Transformasi BKD
yang Diberikan Status Sebagai BPR.
Tahapan dan proses Penyatuan BKD
ataupun Pengalihan BKD ini dilakukan
dalam rangka memenuhi ketentuan BPR
ataupun penggabungan BKD jika ingin
bertransformasi menjadi LKM.
Pokok-pokok Pengaturan Dalam SEOJK ini diatur ketentuan yang
mencakup rincian dari ketentuan BPR
yang wajib dipenuhi oleh BKD, antara
lain:
1) Pemenuhan Ketentuan BPR terkait
dengan kelembagaan, prinsip kehati-
hatian, pelaporan dan transparansi
keuangan, serta penerapan standar
akuntansi bagi BPR
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
100
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
94 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Adapun ruang lingkup penelitian
difokuskan pada BPRS yang telah
beroperasi minimal dalam tiga tahun
terakhir, dengan pertimbangan
ketersediaan dan relevansi data dengan
kondisi terkini industri. Dalam konteks
KPMM, evaluasi difokuskan pada
kecukupan komponen permodalan dan
tidak menyentuh kelayakan parameter
atau bobot risiko dari aset BPRS.
Pendekatan atau tools analisis yang
digunakan adalah cluster analysis, yang
dilaksanakan melalui kolaborasi dengan
konsultan peneliti eksternal yang telah
ditunjuk.
2.3 Pengembangan Pengawasan Perbankan Syariah
Pada triwulan II-2016 telah dilakukan:
a. Pelatihan Pengawas BPRS Tingkat
Intermediate di Makassar pada
tanggal 12 - 22 April 2016.
b. Evaluasi LSMK data pelaporan
bulan Februari 2016 bersamaan
dengan Pemeriksaan Umum UUS
BPD Kalbar pada tanggal 25 - 29
April 2016.
c. Sosialisasi Teknik Pemeriksaan
menggunakan LSMK pada tanggal
13 Mei 2016.
d. Coaching Clinic kepada BPD Aceh
dalam rangka konversi menjadi
Bank Syariah pada tanggal 30 Mei
- 2 Juni 2016 di Aceh.
e. Focus Group Discussion (FGD)
terkait dengan ketentuan Tindak
Lanjut Penanganan Terhadap
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) Dalam Status Pengawasan
Khusus (Exit Policy BPRS).
2.4 Kampanye Produk dan Edukasi Perbankan Syariah (iB Campaign)
Dalam rangka meningkatkan awareness
dan pemahaman masyarakat terhadap
perbankan/keuangan syariah, selama
triwulan II-2016 telah dilakukan:
a. Kampanye Aku Cinta Keuangan
Syariah melalui:
i. “Keuangan Syariah Fair
(KSF)” Surabaya, tanggal 12
s.d. 15 Mei 2016 yang
diselenggarakan secara
terintegrasi bekerjasama
dengan industri keuangan
syariah (16 BUS/UUS/BPRS,
11 industri non-bank syariah
dan 11 industri pasar modal
syariah). Kegiatan dimaksud
antara lain bertujuan untuk
meningkatkan outreach
nasabah baru Sektor Jasa
Keuangan (SJK) Syariah.
ii. Expo iB Vaganza bekerjasama
dengan Working Group
Markom Perbankan di dua
kota, yaitu: (1) Bekasi tanggal
28 April–1 Mei 2016, diikuti
oleh 15 BUS/UUS dan 1
BPRS. Dari penyelenggaraan
ini diperoleh 19.041 rekening
DPK dengan nominal sebesar
Rp3 milyar dan realisasi
pembiayaan sebesar Rp10
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
95 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
milyar; (2) Padang tanggal 19-
22 Mei 2016, diikuti oleh 7
BUS/UUS, 1 IKNB Syariah
dan 1 Pasar Modal Syariah.
Dari penyelenggaan ini,
diperoleh 6.963 rekening DPK
dengan nominal sebesar Rp19
milyar dan realisasi
pembiayaan sebesar Rp25
milyar.
b. Pelaksanaan Sosialisasi dan
Edukasi Perbankan Syariah
kepada Komunitas Sosial Media
bekerjasama dengan Kompasiana,
melalui kegiatan Workshop iB
Blogger bersama “Kompasiana
Nangkring” di Padang yang diikuti
38 peserta (tanggal 21 Mei 2016)
dan Surabaya yang diikuti 56
peserta (tanggal 14 Mei 2016).
c. Olimpiade Perbankan Syariah level
SMA/sederajat tanggal 10-14 Mei
2016 di Surabaya dengan total
peserta 28 tim.
d. Kegiatan Training of Trainers
(TOT) keuangan syariah
terintegrasi dengan Universitas
Airlangga Surabaya tanggal 11-13
Mei 2016. Tujuan kegiatan untuk
memberikan pemahaman dan
pengetahuan kepada peserta,
sehingga dapat meningkatkan
kompetensi SDM pengajar/
akademisi di bidang ekonomi dan
perbankan syariah.
e. Penyusunan Standar Produk
berbasis Ijarah Muntahiya Bit
Tamlik dan Ijarah Multijasa terkait
pengembangan produk perbankan
syariah.
3. BPR
3.1 Kebijakan dan Pengaturan
Pada triwulan II-2016 telah diterbitkan
satu SEOJK yaitu SEOJK Nomor
19/SEOJK.03/2016 tanggal 10 Juni 2016
tentang Pemenuhan Ketentuan BPR dan
Transformasi BKD yang Diberikan Status
Sebagai BPR.
Latar Belakang SEOJK ini merupakan ketentuan
pelaksanaan dari POJK Nomor
10/POJK.03/2016 tentang Pemenuhan
Ketentuan BPR dan Transformasi BKD
yang Diberikan Status Sebagai BPR.
Tahapan dan proses Penyatuan BKD
ataupun Pengalihan BKD ini dilakukan
dalam rangka memenuhi ketentuan BPR
ataupun penggabungan BKD jika ingin
bertransformasi menjadi LKM.
Pokok-pokok Pengaturan Dalam SEOJK ini diatur ketentuan yang
mencakup rincian dari ketentuan BPR
yang wajib dipenuhi oleh BKD, antara
lain:
1) Pemenuhan Ketentuan BPR terkait
dengan kelembagaan, prinsip kehati-
hatian, pelaporan dan transparansi
keuangan, serta penerapan standar
akuntansi bagi BPR
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
101
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
96 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
2) Penyatuan BKD dan pengalihan
BKD
3) Transformasi BKD
4) Pengaturan BKD dalam masa
transisi
5) Pencabutan izin usaha BKD sebagai
BPR
6) Pemberesan BKD yang dicabut izin
usahanya sebagai BPR
7) Pengawasan BKD.
3.2 Pengembangan Pengawasan BPR
Pada triwulan II-2016 sedang diproses
penyusunan satu RPDK dan dua
RSEDK, yaitu:
a. RPDK Pengawasan Bank Perkreditan
Rakyat Berdasarkan Risiko (Risk
Based Supervision-RBS)
RPDK ini merupakan pedoman bagi
Pengawas BPR dalam melaksanakan
fungsi pengawasannya.
b. RSE DK tentang Pemahaman
Terhadap BPR (Know Your
BPR/KYBPR)
RSEDK ini merupakan turunan dari
PDK Pengawasan BPR Berdasarkan
Risiko yang merupakan acuan
pengawas BPR dalam pelaksanaan
tugasnya. Dalam Pengawasan BPR
Berdasarkan Risiko terdapat siklus
pengawasan berdasarkan risiko yang
terdiri dari enam tahap. Tahap
pertama yaitu pemahaman terhadap
BPR (Know Your BPR/KYBPR),
dimana Pengawas BPR memahami
BPR yang diawasi secara mendalam
dari berbagai aspek seperti legalitas
badan usaha, kepemilikan, kondisi
keuangan, kegiatan usaha termasuk
kondisi keuangan BPR, rencana kerja,
dan lainnya.
c. RSE DK tentang Pedoman
Pengawasan Badan Kredit Desa
(BKD)
BKD adalah Bank Desa, Lumbung
Desa, atau Badan Kredit Desa yang
telah mendapat izin usaha dari
Menteri Keuangan dan telah diberikan
status sebagai BPR oleh Undang-
Undang No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10
tahun 1998. Sesuai dengan Undang-
Undang tersebut dan Undang-Undang
No. 21 Tahun 2011 tentang OJK,
maka semua jenis Lembaga Jasa
Keuangan (LJK) diawasi oleh OJK
sebagai satu-satunya institusi yang
melakukan fungsi pengaturan dan
pengawasan terhadap LJK termasuk
BKD sebagai bagian dari LJK.
Dalam rangka melaksanakan
pengawasan BKD dimaksud serta
sejalan dengan terbitnya POJK
No.10/POJK.03/2016 tanggal 27
Januari 2016 tentang Pemenuhan
Ketentuan Bank Perkreditan Rakyat
dan Transformasi Badan Kredit Desa
Yang Diberikan Status Sebagai Bank
Perkreditan Rakyat, disusun Pedoman
Pengawasan BKD sebagai acuan
pelaksanaan pengawasan pada masa
transisi sampai dengan akhir tahun
2019.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
97 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
D. Kebijakan, Kajian, dan Pengembangan Pengawasan Konglomerasi Keuangan
1. Pengembangan Pengawasan Bank Terintegrasi
Pada triwulan II–2016, terdapat dua
SEDK yang telah diterbitkan yaitu:
a. SEDK Nomor 4/SEDK.03/2016
tanggal 27 Juni 2016 mengenai
Permodalan Terintegrasi. SEDK ini
merupakan petunjuk teknis dari
ketentuan POJK Nomor
26/POJK.03/2015 tanggal 4
Desember 2015 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum
Terintegrasi Bagi Konglomerasi
Keuangan. Petunjuk teknis ini
merupakan acuan bagi Pengawas
terintegrasi dalam melakukan
penilaian dan/atau analisis
terhadap pemenuhan kewajiban
penyediaan modal minimum
terintegrasi bagi Konglomerasi
Keuangan. Pengawas dapat
menambahkan informasi lain yang
terkait dengan permodalan sebagai
bahan pertimbangan dalam menilai
pemenuhan kewajiban penyediaan
modal minimum terintegrasi bagi
Konglomerasi Keuangan sesuai
dengan karakteristik dan
kompleksitas Konglomerasi
Keuangan yang diawasi.
b. SEDK Nomor 4/SEDK.03/2016
tanggal 27 Juni 2016 mengenai
Sistem Informasi Pengawasan
Terintegrasi (SIPT). SIPT
merupakan piranti yang dapat
mengintegrasikan seluruh data dan
informasi pengawasan yang ada
pada masing-masing sektor jasa
keuangan (Perbankan, Pasar
Modal, dan IKNB). Pedoman SIPT
disusun sebagai panduan
pengambilan keputusan dalam
pelaksanaan tugas-tugas
pengawasan, penelitian,
pengaturan serta pengembangan
pengawasan terintegrasi terhadap
Konglomerasi Keuangan bagi
pengawas terintegrasi dan/atau
pihak-pihak pemangku
kepentingan.
Sampai dengan semester II-2015, total
grup konglomerasi keuangan adalah
sebanyak 98 grup. Dari 98 grup
Konglomerasi Keuangan tersebut
terdapat 36 grup yang memiliki jenis
Konglomerasi Keuangan vertikal, 48 grup
yang memiliki jenis Konglomerasi
Keuangan horizontal dan 14 grup yang
memiliki struktur campuran (mixed group)
(Grafik D.2.1).
Total aset dari 98 Grup Konglomerasi
Keuangan berdasarkan posisi Desember
2015 adalah sebesar Rp5.916 triliun.
Sedangkan total aset industri perbankan
dan industri jasa keuangan Indonesia
masing-masing adalah sebesar Rp6.234
triliun dan Rp 7.948 triliun. Dengan
demikian, total aset 98 grup
Konglomerasi Keuangan tersebut apabila
dibandingkan baik dengan total aset
industri perbankan maupun dengan total
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
102
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
96 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
2) Penyatuan BKD dan pengalihan
BKD
3) Transformasi BKD
4) Pengaturan BKD dalam masa
transisi
5) Pencabutan izin usaha BKD sebagai
BPR
6) Pemberesan BKD yang dicabut izin
usahanya sebagai BPR
7) Pengawasan BKD.
3.2 Pengembangan Pengawasan BPR
Pada triwulan II-2016 sedang diproses
penyusunan satu RPDK dan dua
RSEDK, yaitu:
a. RPDK Pengawasan Bank Perkreditan
Rakyat Berdasarkan Risiko (Risk
Based Supervision-RBS)
RPDK ini merupakan pedoman bagi
Pengawas BPR dalam melaksanakan
fungsi pengawasannya.
b. RSE DK tentang Pemahaman
Terhadap BPR (Know Your
BPR/KYBPR)
RSEDK ini merupakan turunan dari
PDK Pengawasan BPR Berdasarkan
Risiko yang merupakan acuan
pengawas BPR dalam pelaksanaan
tugasnya. Dalam Pengawasan BPR
Berdasarkan Risiko terdapat siklus
pengawasan berdasarkan risiko yang
terdiri dari enam tahap. Tahap
pertama yaitu pemahaman terhadap
BPR (Know Your BPR/KYBPR),
dimana Pengawas BPR memahami
BPR yang diawasi secara mendalam
dari berbagai aspek seperti legalitas
badan usaha, kepemilikan, kondisi
keuangan, kegiatan usaha termasuk
kondisi keuangan BPR, rencana kerja,
dan lainnya.
c. RSE DK tentang Pedoman
Pengawasan Badan Kredit Desa
(BKD)
BKD adalah Bank Desa, Lumbung
Desa, atau Badan Kredit Desa yang
telah mendapat izin usaha dari
Menteri Keuangan dan telah diberikan
status sebagai BPR oleh Undang-
Undang No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10
tahun 1998. Sesuai dengan Undang-
Undang tersebut dan Undang-Undang
No. 21 Tahun 2011 tentang OJK,
maka semua jenis Lembaga Jasa
Keuangan (LJK) diawasi oleh OJK
sebagai satu-satunya institusi yang
melakukan fungsi pengaturan dan
pengawasan terhadap LJK termasuk
BKD sebagai bagian dari LJK.
Dalam rangka melaksanakan
pengawasan BKD dimaksud serta
sejalan dengan terbitnya POJK
No.10/POJK.03/2016 tanggal 27
Januari 2016 tentang Pemenuhan
Ketentuan Bank Perkreditan Rakyat
dan Transformasi Badan Kredit Desa
Yang Diberikan Status Sebagai Bank
Perkreditan Rakyat, disusun Pedoman
Pengawasan BKD sebagai acuan
pelaksanaan pengawasan pada masa
transisi sampai dengan akhir tahun
2019.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
97 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
D. Kebijakan, Kajian, dan Pengembangan Pengawasan Konglomerasi Keuangan
1. Pengembangan Pengawasan Bank Terintegrasi
Pada triwulan II–2016, terdapat dua
SEDK yang telah diterbitkan yaitu:
a. SEDK Nomor 4/SEDK.03/2016
tanggal 27 Juni 2016 mengenai
Permodalan Terintegrasi. SEDK ini
merupakan petunjuk teknis dari
ketentuan POJK Nomor
26/POJK.03/2015 tanggal 4
Desember 2015 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum
Terintegrasi Bagi Konglomerasi
Keuangan. Petunjuk teknis ini
merupakan acuan bagi Pengawas
terintegrasi dalam melakukan
penilaian dan/atau analisis
terhadap pemenuhan kewajiban
penyediaan modal minimum
terintegrasi bagi Konglomerasi
Keuangan. Pengawas dapat
menambahkan informasi lain yang
terkait dengan permodalan sebagai
bahan pertimbangan dalam menilai
pemenuhan kewajiban penyediaan
modal minimum terintegrasi bagi
Konglomerasi Keuangan sesuai
dengan karakteristik dan
kompleksitas Konglomerasi
Keuangan yang diawasi.
b. SEDK Nomor 4/SEDK.03/2016
tanggal 27 Juni 2016 mengenai
Sistem Informasi Pengawasan
Terintegrasi (SIPT). SIPT
merupakan piranti yang dapat
mengintegrasikan seluruh data dan
informasi pengawasan yang ada
pada masing-masing sektor jasa
keuangan (Perbankan, Pasar
Modal, dan IKNB). Pedoman SIPT
disusun sebagai panduan
pengambilan keputusan dalam
pelaksanaan tugas-tugas
pengawasan, penelitian,
pengaturan serta pengembangan
pengawasan terintegrasi terhadap
Konglomerasi Keuangan bagi
pengawas terintegrasi dan/atau
pihak-pihak pemangku
kepentingan.
Sampai dengan semester II-2015, total
grup konglomerasi keuangan adalah
sebanyak 98 grup. Dari 98 grup
Konglomerasi Keuangan tersebut
terdapat 36 grup yang memiliki jenis
Konglomerasi Keuangan vertikal, 48 grup
yang memiliki jenis Konglomerasi
Keuangan horizontal dan 14 grup yang
memiliki struktur campuran (mixed group)
(Grafik D.2.1).
Total aset dari 98 Grup Konglomerasi
Keuangan berdasarkan posisi Desember
2015 adalah sebesar Rp5.916 triliun.
Sedangkan total aset industri perbankan
dan industri jasa keuangan Indonesia
masing-masing adalah sebesar Rp6.234
triliun dan Rp 7.948 triliun. Dengan
demikian, total aset 98 grup
Konglomerasi Keuangan tersebut apabila
dibandingkan baik dengan total aset
industri perbankan maupun dengan total
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
103
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
98 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
aset industri jasa keuangan, cukup
signifikan yaitu masing-masing sebesar
94,89% dan 74,43% (Grafik D.2.2).
Grafik D.1.1Jenis Konglomerasi dan Total Aset 98 Grup Konglomerasi
Grafik D.1.2Tren Total Aset dan Perbandingan Konglomerasi Keuangan
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
99 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Selanjutnya, untuk mendukung
pelaksanaan Pengawasan Terintegrasi
Berdasarkan Risiko Terhadap
Konglomerasi Keuangan, maka dibentuk
fungsi, tugas, kewenangan, dan
perangkat organisasi yang salah satunya
adalah Unit Kerja Pengawasan
Terintegrasi (UKPT).
Pada triwulan II-2016, telah dibentuk
satuan kerja baru yang membidangi
pengawasan terintegrasi (Departemen
Pengawasan Terintegrasi), dan berlaku
efektif sejak tanggal 1 Mei 2016.
Tugas pokok dari satuan kerja
Departemen Pengawasan Terintegrasi
tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel D.1.1
Tugas Pokok Satuan Kerja Departemen Pengawasan Terintegrasi
DEPARTEMEN PENGAWASAN TERINTEGRASI
Tugas Pokok Produk Pokok
1. Melaksanakan pengawasan terintegrasi terhadap konglomerasi keuangan dengan pendekatan pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision), antara lain mencakup: a. Melaksanakan mekanisme koordinasi dan
komunikasi dengan Pengawas masing-masing LJK anggota Konglomerasi Keuangan dalam rangka pengawasan terintegrasi;
b. Mengumpulkan informasi dan melakukan analisis pemahaman terhadap konglomerasi keuangan;
c. Melakukan penilaian profil risiko dan tingkat kondisi konglomerasi keuangan;
d. Menyusun rencana pengawasan terintegrasi berdasarkan hasil penilaian profil risiko dan tingkat kondisi konglomerasi keuangan;
e. Melakukan koordinasi dalam rangka pemeriksaan dengan Pengawas masing-masing LJK anggota Konglomerasi Keuangan terhadap Konglomerasi Keuangan
f. Melakukan pengkinian pemahaman terhadap konglomerasi keuangan; profil risiko dan tingkat kondisi konglomerasi keuangan; rencana pengawasan terintegrasi; termasuk melaksanakan koordinasi dan komunikasi dalam rangka pengawasan terintegrasi.
g. Melakukan monitoring tindak lanjut pengawasan terintegrasi.
1. Hasil pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision), antara lain:
a. Risalah rapat hasil mekanisme koordinasi dan komunikasi pengawasan terintegrasi
b. Dokumen Know Your Financial Conglomerates (KYFC).
c. Hasil penilaian profil risiko dan tingkat kondisi konglomerasi keuangan (Integrated Risk Rating/IRR).
d. Perencanaan Pengawasan Terintegrasi (Integrated Supervisory Plan/SP).
e. Hasil koordinasi pemeriksaan f. Hasil pengkinian KYFC, IRR, dan SP g. Hasil monitoring tindak lanjut pengawasan
terintegrasi, antara lain tindak lanjut rekomendasi Forum Panel Terintegrasi dan arahan Komite Pengawasan Terintegrasi
h. Perkembangan pengawasan konglomerasi dan identifikasi risiko interkoneksitas (dilaporkan pada Market Update bulanan).
2. Melakukan analisis/review dan menindaklanjuti laporan berkala dan insidentil yang disampaikan Entitas Utama/LJK dalam Konglomerasi Keuangan secara on-line maupun off-line, antara lain: a. Laporan Berkala:
1) Laporan Profil Risiko Terintegrasi. 2) Laporan Tata Kelola Terintegrasi.
b. Laporan Insidentil: 1) Laporan Konglomerasi baru disertai
penunjukan Entitas Utama. 2) Laporan Perubahan Entitas Utama. 3) Laporan Perubahan anggota Konglomerasi
Keuangan.
2. Hasil analisis/review dan tindak lanjut: a. Laporan Berkala; dan b. Laporan Insidentil.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
104
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
98 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
aset industri jasa keuangan, cukup
signifikan yaitu masing-masing sebesar
94,89% dan 74,43% (Grafik D.2.2).
Grafik D.1.1Jenis Konglomerasi dan Total Aset 98 Grup Konglomerasi
Grafik D.1.2Tren Total Aset dan Perbandingan Konglomerasi Keuangan
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
99 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Selanjutnya, untuk mendukung
pelaksanaan Pengawasan Terintegrasi
Berdasarkan Risiko Terhadap
Konglomerasi Keuangan, maka dibentuk
fungsi, tugas, kewenangan, dan
perangkat organisasi yang salah satunya
adalah Unit Kerja Pengawasan
Terintegrasi (UKPT).
Pada triwulan II-2016, telah dibentuk
satuan kerja baru yang membidangi
pengawasan terintegrasi (Departemen
Pengawasan Terintegrasi), dan berlaku
efektif sejak tanggal 1 Mei 2016.
Tugas pokok dari satuan kerja
Departemen Pengawasan Terintegrasi
tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel D.1.1
Tugas Pokok Satuan Kerja Departemen Pengawasan Terintegrasi
DEPARTEMEN PENGAWASAN TERINTEGRASI
Tugas Pokok Produk Pokok
1. Melaksanakan pengawasan terintegrasi terhadap konglomerasi keuangan dengan pendekatan pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision), antara lain mencakup: a. Melaksanakan mekanisme koordinasi dan
komunikasi dengan Pengawas masing-masing LJK anggota Konglomerasi Keuangan dalam rangka pengawasan terintegrasi;
b. Mengumpulkan informasi dan melakukan analisis pemahaman terhadap konglomerasi keuangan;
c. Melakukan penilaian profil risiko dan tingkat kondisi konglomerasi keuangan;
d. Menyusun rencana pengawasan terintegrasi berdasarkan hasil penilaian profil risiko dan tingkat kondisi konglomerasi keuangan;
e. Melakukan koordinasi dalam rangka pemeriksaan dengan Pengawas masing-masing LJK anggota Konglomerasi Keuangan terhadap Konglomerasi Keuangan
f. Melakukan pengkinian pemahaman terhadap konglomerasi keuangan; profil risiko dan tingkat kondisi konglomerasi keuangan; rencana pengawasan terintegrasi; termasuk melaksanakan koordinasi dan komunikasi dalam rangka pengawasan terintegrasi.
g. Melakukan monitoring tindak lanjut pengawasan terintegrasi.
1. Hasil pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision), antara lain:
a. Risalah rapat hasil mekanisme koordinasi dan komunikasi pengawasan terintegrasi
b. Dokumen Know Your Financial Conglomerates (KYFC).
c. Hasil penilaian profil risiko dan tingkat kondisi konglomerasi keuangan (Integrated Risk Rating/IRR).
d. Perencanaan Pengawasan Terintegrasi (Integrated Supervisory Plan/SP).
e. Hasil koordinasi pemeriksaan f. Hasil pengkinian KYFC, IRR, dan SP g. Hasil monitoring tindak lanjut pengawasan
terintegrasi, antara lain tindak lanjut rekomendasi Forum Panel Terintegrasi dan arahan Komite Pengawasan Terintegrasi
h. Perkembangan pengawasan konglomerasi dan identifikasi risiko interkoneksitas (dilaporkan pada Market Update bulanan).
2. Melakukan analisis/review dan menindaklanjuti laporan berkala dan insidentil yang disampaikan Entitas Utama/LJK dalam Konglomerasi Keuangan secara on-line maupun off-line, antara lain: a. Laporan Berkala:
1) Laporan Profil Risiko Terintegrasi. 2) Laporan Tata Kelola Terintegrasi.
b. Laporan Insidentil: 1) Laporan Konglomerasi baru disertai
penunjukan Entitas Utama. 2) Laporan Perubahan Entitas Utama. 3) Laporan Perubahan anggota Konglomerasi
Keuangan.
2. Hasil analisis/review dan tindak lanjut: a. Laporan Berkala; dan b. Laporan Insidentil.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
105
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
100 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
DEPARTEMEN PENGAWASAN TERINTEGRASI
Tugas Pokok Produk Pokok
4) Laporan Pembubaran Konglomerasi Keuangan
5) Laporan lainnya. 3. Memberikan rekomendasi /pendapat/ masukan sesuai
dengan bidang keahliannya dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas-tugas pengawasan terintegrasi.
3. Rekomendasi/pendapat/masukan sesuai dengan bidang keahliannya antara lain transaksi intragrup, tata kelola, dan enterprise risk management.
4. Melakukan pengelolaan, penyediaan dan diseminasi publikasi data dan informasi Konglomerasi Keuangan bagi stakeholders termasuk untuk keperluan internal.
4. Data publikasi dan informasi keuangan dan non keuangan Konglomerasi Keuangan baik cetak maupun elektronik, bagi stakeholders termasuk untuk keperluan internal.
5. Mengelola administrasi, anggaran, pengadaan, event management, logistik, SDM dan kesekretariatan satuan kerja.
5. Terselenggaranya fungsi administrasi, anggaran, pengadaan, event management, logistik, SDM dan kesekretariatan secara akuntabel dan transparan.
2. Implementasi Pengawasan
Terintegrasi
a. Pengkinian Know Your Financial
Conglomerate (KYFC) hingga
triwulan II-2016 adalah sebanyak
11 Grup Konglomerasi Keuangan
(Grup Bukopin, Grup Mega, Grup
Astra Financial Services, Grup
Danamon, Grup CIMB Niaga, Grup
BNP Paribas, Grup Sinarmas,
Grup MNC, Grup HSBC, Grup
Panin, dan Grup Recapital).
b. Persetujuan Rapat Komite
Pengawasan Terintegrasi terhadap
Integrated Risk Rating (IRR) dan
Perencanaan Pengawasan
Terintegrasi (Integrated
Supervisory Plan) untuk empat
Grup Konglomerasi Keuangan
dengan Entitas Utama Bank BUKU
4 (Grup Mandiri, Grup BRI, Grup
BNI, Grup BCA).
c. Diskusi dengan Grup Citibank,
Grup Victoria, Grup Equity, Grup
Danareksa, Grup Mandiri, dan
Grup Bahana mengenai penetapan
cakupan struktur Konglomerasi
Keuangan, penerapan manajemen
risiko terintegrasi dan tata kelola
terintegrasi serta pelaksanaan
koordinasi pemeriksaan
terintegrasi.
d. Terkait dengan pembangunan
aplikasi SIPT tahap II
(enhancement), pada triwulan II-
2016 telah mulai dilakukan proses
penyempurnaan fitur-fitur Aplikasi
SIPT yang telah dibangun pada
tahun 2015 yang meliputi:
i. fitur Manajemen Konten
(Taksonomi Dokumen);
ii. penyempurnaan pada modul
data grup;
iii. penambahan modul asisten
pribadi untuk para
Pengawas; dan
iv. penyediaan akses Single
Sign On (SSO) antara
aplikasi SIPT dengan
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
101 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
aplikasi Pengawasan
Sektoral (SIP, SIRIBAS, dan
SIPM).
Proses pembangunan aplikasi
SIPT tahap II (enhancement)
tersebut diharapkan selesai pada
triwulan IV–2016.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
106
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
100 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
DEPARTEMEN PENGAWASAN TERINTEGRASI
Tugas Pokok Produk Pokok
4) Laporan Pembubaran Konglomerasi Keuangan
5) Laporan lainnya. 3. Memberikan rekomendasi /pendapat/ masukan sesuai
dengan bidang keahliannya dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas-tugas pengawasan terintegrasi.
3. Rekomendasi/pendapat/masukan sesuai dengan bidang keahliannya antara lain transaksi intragrup, tata kelola, dan enterprise risk management.
4. Melakukan pengelolaan, penyediaan dan diseminasi publikasi data dan informasi Konglomerasi Keuangan bagi stakeholders termasuk untuk keperluan internal.
4. Data publikasi dan informasi keuangan dan non keuangan Konglomerasi Keuangan baik cetak maupun elektronik, bagi stakeholders termasuk untuk keperluan internal.
5. Mengelola administrasi, anggaran, pengadaan, event management, logistik, SDM dan kesekretariatan satuan kerja.
5. Terselenggaranya fungsi administrasi, anggaran, pengadaan, event management, logistik, SDM dan kesekretariatan secara akuntabel dan transparan.
2. Implementasi Pengawasan
Terintegrasi
a. Pengkinian Know Your Financial
Conglomerate (KYFC) hingga
triwulan II-2016 adalah sebanyak
11 Grup Konglomerasi Keuangan
(Grup Bukopin, Grup Mega, Grup
Astra Financial Services, Grup
Danamon, Grup CIMB Niaga, Grup
BNP Paribas, Grup Sinarmas,
Grup MNC, Grup HSBC, Grup
Panin, dan Grup Recapital).
b. Persetujuan Rapat Komite
Pengawasan Terintegrasi terhadap
Integrated Risk Rating (IRR) dan
Perencanaan Pengawasan
Terintegrasi (Integrated
Supervisory Plan) untuk empat
Grup Konglomerasi Keuangan
dengan Entitas Utama Bank BUKU
4 (Grup Mandiri, Grup BRI, Grup
BNI, Grup BCA).
c. Diskusi dengan Grup Citibank,
Grup Victoria, Grup Equity, Grup
Danareksa, Grup Mandiri, dan
Grup Bahana mengenai penetapan
cakupan struktur Konglomerasi
Keuangan, penerapan manajemen
risiko terintegrasi dan tata kelola
terintegrasi serta pelaksanaan
koordinasi pemeriksaan
terintegrasi.
d. Terkait dengan pembangunan
aplikasi SIPT tahap II
(enhancement), pada triwulan II-
2016 telah mulai dilakukan proses
penyempurnaan fitur-fitur Aplikasi
SIPT yang telah dibangun pada
tahun 2015 yang meliputi:
i. fitur Manajemen Konten
(Taksonomi Dokumen);
ii. penyempurnaan pada modul
data grup;
iii. penambahan modul asisten
pribadi untuk para
Pengawas; dan
iv. penyediaan akses Single
Sign On (SSO) antara
aplikasi SIPT dengan
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
101 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
aplikasi Pengawasan
Sektoral (SIP, SIRIBAS, dan
SIPM).
Proses pembangunan aplikasi
SIPT tahap II (enhancement)
tersebut diharapkan selesai pada
triwulan IV–2016.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
107
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
102 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
[Pembatas]
E. Pengawasan Bank Umum1. Pemeriksaan Umum dan Pemeriksaan Khusus
2. Supervisory College
3. Perizinan Produk dan Aktivitas Bank
4. Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai)
5. Penegakan Kepatuhan Bank
Halaman ini sengaja dikosongkan
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
108
Halaman ini sengaja dikosongkan
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
102 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
[Pembatas]
E. Pengawasan Bank Umum1. Pemeriksaan Umum dan Pemeriksaan Khusus
2. Supervisory College
3. Perizinan Produk dan Aktivitas Bank
4. Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai)
5. Penegakan Kepatuhan Bank
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
109
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
103 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
E. Pengawasan Bank Umum
Proses pengawasan yang dilakukan oleh
OJK terdiri dari pengawasan tidak langsung
(off-site supervision) dan pengawasan
langsung (on-site supervision). Pengawasan
tidak langsung yaitu pengawasan melalui
alat pemantauan seperti laporan berkala
yang disampaikan bank, laporan hasil
pemeriksaan dan informasi lainnya.
Sementara pengawasan langsung terdiri
dari pemeriksaan umum dan pemeriksaan
khusus dengan tujuan untuk mendapatkan
gambaran keadaan keuangan bank dan
untuk memantau tingkat kepatuhan bank
terhadap peraturan yang berlaku serta untuk
mengetahui apakah terdapat praktik-praktik
tidak sehat yang membahayakan
kelangsungan usaha bank.
1. Pemeriksaan Umum dan Pemeriksaan Khusus Pemeriksaan umum adalah pemeriksaan
yang dilakukan secara berkala pada
individu bank minimum setahun sekali
sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku. Namun demikian, tidak
tertutup kemungkinan dilakukan
pemeriksaan umum setiap waktu apabila
diperlukan. Dalam melakukan
pemeriksaan umum maka terdapat dua
pendekatan yaitu:
a. Pemeriksaan secara menyeluruh
(full scope examination)
Pemeriksaan yang dilakukan
secara menyeluruh dalam rangka
menilai semua aspek kegiatan dan
kondisi usaha bank yang meliputi
keadaan keuangan bank secara
menyeluruh, pengelolaan kegiatan
usaha bank oleh manajemen,
kepatuhan bank terhadap
ketentuan yang berlaku, kebenaran
dan kewajaran laporan-laporan
yang telah disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan, dan risiko
yang dihadapi oleh bank. Dalam
hal ini faktor yang diperhatikan
meliputi namun tidak terbatas pada
profil risiko, penerapan GCG,
rentabilitas, dan permodalan bank.
Pemeriksaan ini ditujukan agar
mendapatkan gambaran secara
keseluruhan terhadap bank.
b. Pemeriksaan pada area tertentu
(multiple targeted examination)
Pemeriksaan yang difokuskan
pada risiko tertentu (risk focus
examination) atau area-area
tertentu dengan memperhatikan
dampak dari permasalahan yang
ada terhadap kondisi usaha bank
atau pada area yang menjadi fokus
Pengawasan, termasuk
pemeriksaan terhadap perusahaan
anak yang dikonsolidasikan
dan/atau bank yang merupakan
bagian dari suatu grup usaha.
Pemeriksaan ini ditujukan agar
dapat lebih terfokus pada
permasalahan yang dihadapi bank
sehingga pelaksanaan
pemeriksaan dapat berjalan secara
efektif dan efisien.
Halaman ini sengaja dikosongkan
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
110
Halaman ini sengaja dikosongkan
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
103 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
E. Pengawasan Bank Umum
Proses pengawasan yang dilakukan oleh
OJK terdiri dari pengawasan tidak langsung
(off-site supervision) dan pengawasan
langsung (on-site supervision). Pengawasan
tidak langsung yaitu pengawasan melalui
alat pemantauan seperti laporan berkala
yang disampaikan bank, laporan hasil
pemeriksaan dan informasi lainnya.
Sementara pengawasan langsung terdiri
dari pemeriksaan umum dan pemeriksaan
khusus dengan tujuan untuk mendapatkan
gambaran keadaan keuangan bank dan
untuk memantau tingkat kepatuhan bank
terhadap peraturan yang berlaku serta untuk
mengetahui apakah terdapat praktik-praktik
tidak sehat yang membahayakan
kelangsungan usaha bank.
1. Pemeriksaan Umum dan Pemeriksaan Khusus Pemeriksaan umum adalah pemeriksaan
yang dilakukan secara berkala pada
individu bank minimum setahun sekali
sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku. Namun demikian, tidak
tertutup kemungkinan dilakukan
pemeriksaan umum setiap waktu apabila
diperlukan. Dalam melakukan
pemeriksaan umum maka terdapat dua
pendekatan yaitu:
a. Pemeriksaan secara menyeluruh
(full scope examination)
Pemeriksaan yang dilakukan
secara menyeluruh dalam rangka
menilai semua aspek kegiatan dan
kondisi usaha bank yang meliputi
keadaan keuangan bank secara
menyeluruh, pengelolaan kegiatan
usaha bank oleh manajemen,
kepatuhan bank terhadap
ketentuan yang berlaku, kebenaran
dan kewajaran laporan-laporan
yang telah disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan, dan risiko
yang dihadapi oleh bank. Dalam
hal ini faktor yang diperhatikan
meliputi namun tidak terbatas pada
profil risiko, penerapan GCG,
rentabilitas, dan permodalan bank.
Pemeriksaan ini ditujukan agar
mendapatkan gambaran secara
keseluruhan terhadap bank.
b. Pemeriksaan pada area tertentu
(multiple targeted examination)
Pemeriksaan yang difokuskan
pada risiko tertentu (risk focus
examination) atau area-area
tertentu dengan memperhatikan
dampak dari permasalahan yang
ada terhadap kondisi usaha bank
atau pada area yang menjadi fokus
Pengawasan, termasuk
pemeriksaan terhadap perusahaan
anak yang dikonsolidasikan
dan/atau bank yang merupakan
bagian dari suatu grup usaha.
Pemeriksaan ini ditujukan agar
dapat lebih terfokus pada
permasalahan yang dihadapi bank
sehingga pelaksanaan
pemeriksaan dapat berjalan secara
efektif dan efisien.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
111
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
104 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Selama triwulan II-2016, telah
dilaksanakan pemeriksaan terhadap 548
bank yang mencakup 535 Kantor Pusat
(KP) dan 221 Kantor Cabang (KC). Dari
756 kantor bank tersebut, 532
diantaranya adalah kantor BPR dan
BPRS, sedangkan selebihnya 224
merupakan kantor bank umum. Realisasi
pemeriksaan pada triwulan II-2016
mencapai 83,35% dari target yang telah
direncanakan yaitu 907 kantor bank
(terdiri dari 627 KP dan 280 KC).
Untuk bank umum syariah, rencana
pengawasan untuk tahun 2016 tetap
fokus pada risiko utama bank yaitu risiko
pembiayaan, operasional dan stratejik
serta penerapan tata kelola yang baik
(GCG).
Sementara itu, untuk pengawasan off-
site dilakukan antara lain melalui
pemantauan perkembangan kualitas
pembiayaan dan langkah-langkah
perbaikan oleh bank melalui pelaksanaan
action plan yang memuat upaya
perbaikan atas peningkatan pembiayaan
bermasalah yang akan dilakukan antara
lain melalui penambahan modal disetor,
pemantauan progres realisasi tambahan
setoran modal pada beberapa BUS, dan
pemantauan pencapaian realisasi RBB
dengan memperhatikan business model
bank, sustainability dan prinsip kehati-
hatian.
Tabel E.1.1 Pemeriksaan Umum
KP KCJml.
Entitas KP KCJml.
EntitasBUK 57 201 60 46 160 54 BUS 5 9 5 4 9 4 UUS 2 4 2 1 4 2 BPR 503 54 508 436 43 439 BPRS 60 12 60 48 5 49 Total 627 280 635 535 221 548
Jenis BankTW II-2016Rencana Realisasi
TW II-2016
Sumber: OJK
Pengawas selain melakukan
pemeriksaan umum juga melaksanakan
pemeriksaan khusus. Pemeriksaan
khusus merupakan pemeriksaan yang
dilakukan secara insidentil dan berkaitan
dengan aspek tertentu dari bank seperti
produk bank, aktivitas atau kegiatan
usaha tertentu, indikasi penyimpangan
yang dilakukan oleh bank, ataupun hal-
hal lainnya yang dirasakan diperlukan
untuk didalami dan diperiksa lebih jauh.
Pelaksanaan pemeriksaan khusus ini
dapat berdiri sendiri/tersendiri ataupun
merupakan lanjutan dari pemeriksaan
umum yang dilakukan secara bersamaan
antara lain pemeriksaan khusus modal
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
105 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
disetor, fit and proper, pemeriksaan
dugaan tindak pidana, Anti Pencucian
Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme (APU PPT), suku bunga,
setoran modal, aktivitas operasional, IT
dan treasuri.
Pada triwulan II-2016 juga telah
dilakukan pemeriksaan khusus, yang
mencakup pemeriksaan setoran modal,
aktivitas operasional, aktivitas treasuri,
GCG, APU PPT, teknologi dan informasi,
fraud, penetapan pencabutan, dan
lainnya (Tabel E.1.2). Area pemeriksaan
khusus sebagian besar dilakukan untuk
APU dan PPT (542 pada BUK dan BPR,
serta 4 pada BUS dan UUS) karena
pelaksanaannya dilakukan bersamaan
dengan pemeriksaan umum.
Tabel E.1.2 Pemeriksaan Khusus Bank
BUK+BPR BUS+UUSAPU PPT 542 4 Suku Bunga - - Setoran Modal 57 1Aktivitas Operasional 37 - Teknologi & Informasi 7 1Aktivitas Treasuri 1 - Joint Audit - - GCG 2 - Fraud 3 - Penetapan Pencabutan 2 - Pemeriksaan Kesiapan Rencana Bank Devisa
- -
Lainnya 16 1Total 667 7
TW II-2016Subjek Pemeriksaan
Sumber: OJK
2. Supervisory CollegeSupervisory Colleges adalah kelompok
kerja Pengawas Bank dari berbagai
negara yang bertujuan untuk
meningkatkan efektifitas pengawasan
konsolidasi atas bank-bank yang
tergabung dalam kelompok Bank
Internasional. Supervisory Colleges
didorong oleh negara-negara yang
tergabung dalam G-20 setelah terjadinya
krisis keuangan.
Pada bulan Oktober 2010, Basel
Committee on Banking Supervision
(BCBS) mengeluarkan Consultative
Paper (CP) atau panduan dengan judul
“Good Practice Principle on Supervisory
Colleges” dan telah diperbaharui pada
bulan Juni 2014 dengan mengeluarkan
kembali CP dengan judul “Principle For
Effective Supervisory Colleges”.
Supervisory Colleges dimaksudkan untuk
meningkatkan pengawasan terhadap
Bank-Bank yang tergolong Global
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
112
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
104 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Selama triwulan II-2016, telah
dilaksanakan pemeriksaan terhadap 548
bank yang mencakup 535 Kantor Pusat
(KP) dan 221 Kantor Cabang (KC). Dari
756 kantor bank tersebut, 532
diantaranya adalah kantor BPR dan
BPRS, sedangkan selebihnya 224
merupakan kantor bank umum. Realisasi
pemeriksaan pada triwulan II-2016
mencapai 83,35% dari target yang telah
direncanakan yaitu 907 kantor bank
(terdiri dari 627 KP dan 280 KC).
Untuk bank umum syariah, rencana
pengawasan untuk tahun 2016 tetap
fokus pada risiko utama bank yaitu risiko
pembiayaan, operasional dan stratejik
serta penerapan tata kelola yang baik
(GCG).
Sementara itu, untuk pengawasan off-
site dilakukan antara lain melalui
pemantauan perkembangan kualitas
pembiayaan dan langkah-langkah
perbaikan oleh bank melalui pelaksanaan
action plan yang memuat upaya
perbaikan atas peningkatan pembiayaan
bermasalah yang akan dilakukan antara
lain melalui penambahan modal disetor,
pemantauan progres realisasi tambahan
setoran modal pada beberapa BUS, dan
pemantauan pencapaian realisasi RBB
dengan memperhatikan business model
bank, sustainability dan prinsip kehati-
hatian.
Tabel E.1.1 Pemeriksaan Umum
KP KCJml.
Entitas KP KCJml.
EntitasBUK 57 201 60 46 160 54 BUS 5 9 5 4 9 4 UUS 2 4 2 1 4 2 BPR 503 54 508 436 43 439 BPRS 60 12 60 48 5 49 Total 627 280 635 535 221 548
Jenis BankTW II-2016Rencana Realisasi
TW II-2016
Sumber: OJK
Pengawas selain melakukan
pemeriksaan umum juga melaksanakan
pemeriksaan khusus. Pemeriksaan
khusus merupakan pemeriksaan yang
dilakukan secara insidentil dan berkaitan
dengan aspek tertentu dari bank seperti
produk bank, aktivitas atau kegiatan
usaha tertentu, indikasi penyimpangan
yang dilakukan oleh bank, ataupun hal-
hal lainnya yang dirasakan diperlukan
untuk didalami dan diperiksa lebih jauh.
Pelaksanaan pemeriksaan khusus ini
dapat berdiri sendiri/tersendiri ataupun
merupakan lanjutan dari pemeriksaan
umum yang dilakukan secara bersamaan
antara lain pemeriksaan khusus modal
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
105 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
disetor, fit and proper, pemeriksaan
dugaan tindak pidana, Anti Pencucian
Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme (APU PPT), suku bunga,
setoran modal, aktivitas operasional, IT
dan treasuri.
Pada triwulan II-2016 juga telah
dilakukan pemeriksaan khusus, yang
mencakup pemeriksaan setoran modal,
aktivitas operasional, aktivitas treasuri,
GCG, APU PPT, teknologi dan informasi,
fraud, penetapan pencabutan, dan
lainnya (Tabel E.1.2). Area pemeriksaan
khusus sebagian besar dilakukan untuk
APU dan PPT (542 pada BUK dan BPR,
serta 4 pada BUS dan UUS) karena
pelaksanaannya dilakukan bersamaan
dengan pemeriksaan umum.
Tabel E.1.2 Pemeriksaan Khusus Bank
BUK+BPR BUS+UUSAPU PPT 542 4 Suku Bunga - - Setoran Modal 57 1Aktivitas Operasional 37 - Teknologi & Informasi 7 1Aktivitas Treasuri 1 - Joint Audit - - GCG 2 - Fraud 3 - Penetapan Pencabutan 2 - Pemeriksaan Kesiapan Rencana Bank Devisa
- -
Lainnya 16 1Total 667 7
TW II-2016Subjek Pemeriksaan
Sumber: OJK
2. Supervisory CollegeSupervisory Colleges adalah kelompok
kerja Pengawas Bank dari berbagai
negara yang bertujuan untuk
meningkatkan efektifitas pengawasan
konsolidasi atas bank-bank yang
tergabung dalam kelompok Bank
Internasional. Supervisory Colleges
didorong oleh negara-negara yang
tergabung dalam G-20 setelah terjadinya
krisis keuangan.
Pada bulan Oktober 2010, Basel
Committee on Banking Supervision
(BCBS) mengeluarkan Consultative
Paper (CP) atau panduan dengan judul
“Good Practice Principle on Supervisory
Colleges” dan telah diperbaharui pada
bulan Juni 2014 dengan mengeluarkan
kembali CP dengan judul “Principle For
Effective Supervisory Colleges”.
Supervisory Colleges dimaksudkan untuk
meningkatkan pengawasan terhadap
Bank-Bank yang tergolong Global
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
113
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
106 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Systemically Important Bank (G-SIBs).
Pengawas Bank dalam Supervisory
Colleges dapat meningkatkan pertukaran
informasi di antara pengawas bank di
seluruh dunia, meningkatkan
pengetahuan mengenai risiko secara
kelompok bisnis keuangan, serta
menyediakan sarana untuk
mengkomunikasikan terhadap isu-isu
pengawasan yang penting di antara
anggota Supervisory Colleges.
Pada triwulan II-2016 dilakukan
supervisory colleges dengan College of
Supervisors of Bangkok Bank Thailand
dan Kasikorn Bank dan College of
Supervisors of HSBC Hongkong.
Pertemuan tersebut antara lain
membahas profil risiko, isu pengawasan,
pertukaran informasi dan koordinasi
pengawasan terhadap bank umum
tergabung dalam kelompok bisnis
keuangan Internasional.
3. Perizinan Produk dan Aktivitas Bank Dalam rangka penerbitan produk42 dan
aktivitas baru43, perbankan wajib
42 Berdasarkan SE No.11/35/DPNP tentang
Pelaporan Produk dan Aktivitas Baru, produk bank adalah instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Bank. Produk Bank dimaksud adalah produk yang diciptakan, diterbitkan, dan/atau dikembangkan oleh Bank dalam rangka penghimpunan dan penyaluran dana, antara lain meliputi giro, tabungan, deposito, obligasi, kredit, medium term notes, produk derivatif, dan principally protected structured product.
43 Berdasarkan SE No.11/35/DPNP tentang Pelaporan Produk dan Aktivitas Baru, Aktivitas Bank adalah jasa yang disediakan oleh Bank kepada nasabah, antara lain adalah jasa keagenan dan/atau kustodian.
mematuhi ketentuan yang berlaku. Hal ini
mengingat produk dan aktivitas yang
ditawarkan perbankan khususnya terkait
dengan produk dan aktivitas baru,
berkembang menjadi semakin kompleks
dan bervariasi, sehingga eksposur risiko
yang ditanggung Bank dari penerbitan
produk dan pelaksanaan aktivitas
tersebut menjadi semakin tinggi.
Sehubungan dengan hal tersebut, bank
wajib menyampaikan laporan untuk
setiap penerbitan produk atau
pelaksanaan aktivitas baru apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Tidak pernah diterbitkan atau
dilakukan sebelumnya oleh Bank;
atau
b. Telah diterbitkan atau dilaksanakan
sebelumnya oleh Bank namun
dilakukan pengembangan yang
mengubah atau meningkatkan
eksposur Risiko tertentu pada Bank.
Pengembangan yang mengubah atau
meningkatkan eksposur Risiko
tertentu pada produk atau aktivitas
Bank, antara lain meliputi:
i. Pengembangan produk Bank yang
telah diterbitkan sebelumnya oleh
Bank, misalnya:
1) Penerbitan obligasi dengan
tingkat kupon dan/atau jangka
waktu yang berbeda dari
obligasi yang sudah diterbitkan
sebelumnya.
2) Penerbitan principally protected
structured product yang
berubah jangka waktunya
dan/atau underlying-nya dari
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
107 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
yang pernah diterbitkan
sebelumnya.
ii. Pengembangan aktivitas Bank
yang merupakan aktivitas
kerjasama dengan pihak lain, yang
dalam pengembangannya
memerlukan persetujuan dari atau
pelaporan kepada otoritas
pengawas yang berwenang,
misalnya penambahan atau
perubahan partner dalam
melakukan aktivitas pemindahan
dana (transfer).
Pada triwulan II-2016, variasi produk dan
aktivitas baru yang diterbitkan oleh bank
dan telah disetujui OJK cukup beragam.
Produk dan aktivitas baru yang telah
diterbitkan mencapai 101 produk yang
49,5% diantaranya terkait dengan
bancassurance (50 produk), diikuti
dengan reksadana sebanyak 17 produk.
Untuk produk dan aktivitas syariah (BUS
dan UUS), pada triwulan II-2016 telah
diterbitkan 7 pelaporan produk baru
yang sebagian besar terkait dengan
pembiayaan (4 produk) (Tabel E.3.1).
Tabel E.3.1Produk dan Aktivitas Baru Perbankan Triwulan II-2016
BUK+BPR BUS+UUSReksadana 17 1 Bancassurance 50 - E-Banking 7 - Perkreditan/Pembiayaan 4 4 Surat Berharga (Obligasi/MTN/Sukuk)
4 -
Pendanaan 6 - APMK 2 - Structured Product 2 - Bank Devisa 1 - Cash Management 1 1 Transaksi Futures 1 - Laku Pandai 1 - Negotiable Certificate Deposit Scriptless
1 -
Lainnya 4 1 Total 101 7
Produk/Aktivitas Baru TW II-2016
Sumber: OJK
4. Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai)Sesuai dengan Pasal 20 POJK No.
19/POJK.03/2014 calon Bank
penyelenggara Laku Pandai harus
mencantumkan rencana
penyelenggaraan Laku Pandai dalam
RBB tahun yang bersangkutan.
Sehubungan dengan hal tersebut,
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
114
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
106 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Systemically Important Bank (G-SIBs).
Pengawas Bank dalam Supervisory
Colleges dapat meningkatkan pertukaran
informasi di antara pengawas bank di
seluruh dunia, meningkatkan
pengetahuan mengenai risiko secara
kelompok bisnis keuangan, serta
menyediakan sarana untuk
mengkomunikasikan terhadap isu-isu
pengawasan yang penting di antara
anggota Supervisory Colleges.
Pada triwulan II-2016 dilakukan
supervisory colleges dengan College of
Supervisors of Bangkok Bank Thailand
dan Kasikorn Bank dan College of
Supervisors of HSBC Hongkong.
Pertemuan tersebut antara lain
membahas profil risiko, isu pengawasan,
pertukaran informasi dan koordinasi
pengawasan terhadap bank umum
tergabung dalam kelompok bisnis
keuangan Internasional.
3. Perizinan Produk dan Aktivitas Bank Dalam rangka penerbitan produk42 dan
aktivitas baru43, perbankan wajib
42 Berdasarkan SE No.11/35/DPNP tentang
Pelaporan Produk dan Aktivitas Baru, produk bank adalah instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Bank. Produk Bank dimaksud adalah produk yang diciptakan, diterbitkan, dan/atau dikembangkan oleh Bank dalam rangka penghimpunan dan penyaluran dana, antara lain meliputi giro, tabungan, deposito, obligasi, kredit, medium term notes, produk derivatif, dan principally protected structured product.
43 Berdasarkan SE No.11/35/DPNP tentang Pelaporan Produk dan Aktivitas Baru, Aktivitas Bank adalah jasa yang disediakan oleh Bank kepada nasabah, antara lain adalah jasa keagenan dan/atau kustodian.
mematuhi ketentuan yang berlaku. Hal ini
mengingat produk dan aktivitas yang
ditawarkan perbankan khususnya terkait
dengan produk dan aktivitas baru,
berkembang menjadi semakin kompleks
dan bervariasi, sehingga eksposur risiko
yang ditanggung Bank dari penerbitan
produk dan pelaksanaan aktivitas
tersebut menjadi semakin tinggi.
Sehubungan dengan hal tersebut, bank
wajib menyampaikan laporan untuk
setiap penerbitan produk atau
pelaksanaan aktivitas baru apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Tidak pernah diterbitkan atau
dilakukan sebelumnya oleh Bank;
atau
b. Telah diterbitkan atau dilaksanakan
sebelumnya oleh Bank namun
dilakukan pengembangan yang
mengubah atau meningkatkan
eksposur Risiko tertentu pada Bank.
Pengembangan yang mengubah atau
meningkatkan eksposur Risiko
tertentu pada produk atau aktivitas
Bank, antara lain meliputi:
i. Pengembangan produk Bank yang
telah diterbitkan sebelumnya oleh
Bank, misalnya:
1) Penerbitan obligasi dengan
tingkat kupon dan/atau jangka
waktu yang berbeda dari
obligasi yang sudah diterbitkan
sebelumnya.
2) Penerbitan principally protected
structured product yang
berubah jangka waktunya
dan/atau underlying-nya dari
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
107 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
yang pernah diterbitkan
sebelumnya.
ii. Pengembangan aktivitas Bank
yang merupakan aktivitas
kerjasama dengan pihak lain, yang
dalam pengembangannya
memerlukan persetujuan dari atau
pelaporan kepada otoritas
pengawas yang berwenang,
misalnya penambahan atau
perubahan partner dalam
melakukan aktivitas pemindahan
dana (transfer).
Pada triwulan II-2016, variasi produk dan
aktivitas baru yang diterbitkan oleh bank
dan telah disetujui OJK cukup beragam.
Produk dan aktivitas baru yang telah
diterbitkan mencapai 101 produk yang
49,5% diantaranya terkait dengan
bancassurance (50 produk), diikuti
dengan reksadana sebanyak 17 produk.
Untuk produk dan aktivitas syariah (BUS
dan UUS), pada triwulan II-2016 telah
diterbitkan 7 pelaporan produk baru
yang sebagian besar terkait dengan
pembiayaan (4 produk) (Tabel E.3.1).
Tabel E.3.1Produk dan Aktivitas Baru Perbankan Triwulan II-2016
BUK+BPR BUS+UUSReksadana 17 1 Bancassurance 50 - E-Banking 7 - Perkreditan/Pembiayaan 4 4 Surat Berharga (Obligasi/MTN/Sukuk)
4 -
Pendanaan 6 - APMK 2 - Structured Product 2 - Bank Devisa 1 - Cash Management 1 1 Transaksi Futures 1 - Laku Pandai 1 - Negotiable Certificate Deposit Scriptless
1 -
Lainnya 4 1 Total 101 7
Produk/Aktivitas Baru TW II-2016
Sumber: OJK
4. Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai)Sesuai dengan Pasal 20 POJK No.
19/POJK.03/2014 calon Bank
penyelenggara Laku Pandai harus
mencantumkan rencana
penyelenggaraan Laku Pandai dalam
RBB tahun yang bersangkutan.
Sehubungan dengan hal tersebut,
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
115
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
108 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
berdasarkan RBB tahun 2016 yang
disampaikan bank kepada OJK, diketahui
terdapat 28 BUK dan tiga BUS yang
merencanakan untuk menjadi
penyelenggara Laku Pandai di tahun
2016.
Jumlah agen Laku Pandai pada triwulan
II-2016 mencapai 104.705 agen (104.023
agen perorangan dan 682 outlet badan
hukum). Sementara itu, jumlah dana dan
nasabah yang berhasil dihimpun masing-
masing sebesar Rp63,72 miliar dan
1.618.758 nasabah. Dari 104.705 agen
Laku Pandai tersebut, sebesar 65.19%
tersebar di wilayah pulau Jawa, 17,87%
di pulau Sumatera, 6,41% di pulau
Sulawesi, 4,59% di pulau Kalimantan,
2,52% di pulau Maluku dan Papua, dan
sisanya 3,42% berada di pulau NTB-NTT-
Bali (Tabel E.4.1 dan Grafik E.4.1).
Tabel E.4.1Realisasi Laku Pandai Triwulan II-2016
Grafik E.4.1Wilayah Penyebaran Agen Laku Pandai
Triwulan II-2016 Agen Laku Pandai
Perorangan Badan Hukum 104.023 682
Nasabah Laku Pandai
Jumlah Rekening
Outstanding Tabungan BSA
1.618.758 Rp63,72 milyar Sumber: OJK
Cakupan layanan Agen terhadap
nasabah dan/atau calon nasabah sesuai
dengan yang tercantum dalam perjanjian
kerjasama dengan bank. Untuk tabungan
dengan karakteristik BSA, cakupan
layanan meliputi pembukaan rekening,
penyetoran dan penarikan tunai,
pemindahbukuan, pembayaran tagihan,
transfer dana, pengecekan saldo,
dan/atau penutupan rekening.
Untuk Agen dengan klasifikasi tertentu,
juga dapat melayani transaksi lain
seperti: pembelian (a.l. pulsa) dan
pembayaran tagihan.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
109 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
5. Penegakan Kepatuhan Bank 5.1 Uji Kemampuan dan Kepatutan
(Existing) Dalam rangka melindungi industri bank
dari pihak-pihak yang diindikasikan tidak
memenuhi persyaratan kemampuan dan
kepatutan, secara berkesinambungan
terhadap pihak–pihak yang telah
mendapat persetujuan untuk menjadi
Direksi, Komisaris, Pemegang Saham
Pengendali (PSP), dan Pejabat Eksekutif
dilakukan penilaian kembali atas
kemampuan dan kepatutannya sebagai
pemilik dan pengelola Bank (Fit and
Proper Existing). Penilaian kembali
dilakukan dalam hal terdapat indikasi
permasalahan integritas, reputasi
keuangan dan/atau kompetensi.
Pada triwulan II-2016, tidak terdapat
adanya tambahan pengurus/pengelola
dan pegawai bank yang telah menjalani
proses fit and proper existing. Sementara
itu, untuk database track record (TR),
sampai dengan triwulan II-2016 terdapat
penambahan 20 pelaku yang dilakukan
oleh Direksi, Komisaris, Pejabat
Eksekutif, dan pegawai Bank. Adapun
modus yang dilakukan sebagian besar
terkait dengan pelanggaran prinsip
kehati-hatian dan asas pemberian kredit
yang sehat, pelanggaran SOP, dan
penyalahgunaan wewenang (Tabel
E.5.1.1).
Tabel E.5.1.1Jumlah Track Record
Objek Track Record Jumlah Input TR Dewan Komisaris 1 Direksi 11
Pejabat Eksekutif 3
Non Pejabat Eksekutif 5
TOTAL 20 Sumber: OJK
5.2 Penanganan Dugaan Tindak Pidana
Perbankan Dalam triwulan II-2016, telah
ditindaklanjuti 28 Penyimpangan
Ketentuan Perbankan (PKP) yang
diduga fraud pada 12 kantor bank,
termasuk carry over triwulan
sebelumnya. Hasil tindak lanjut dari
28 PKP tersebut, telah dilakukan
investigasi pada tujuh PKP yang
terjadi di dua kantor BPR. Sementara
untuk 21 PKP yang terjadi di sepuluh
kantor BPR telah dikembalikan
kepada satuan kerja pengawasan
bank karena tidak ditemukan dugaan
tindak pidana perbankan, atau dapat
dilakukan tindak lanjut pengawasan
(supervisory action) (Tabel E.5.2.1).
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
116
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
108 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
berdasarkan RBB tahun 2016 yang
disampaikan bank kepada OJK, diketahui
terdapat 28 BUK dan tiga BUS yang
merencanakan untuk menjadi
penyelenggara Laku Pandai di tahun
2016.
Jumlah agen Laku Pandai pada triwulan
II-2016 mencapai 104.705 agen (104.023
agen perorangan dan 682 outlet badan
hukum). Sementara itu, jumlah dana dan
nasabah yang berhasil dihimpun masing-
masing sebesar Rp63,72 miliar dan
1.618.758 nasabah. Dari 104.705 agen
Laku Pandai tersebut, sebesar 65.19%
tersebar di wilayah pulau Jawa, 17,87%
di pulau Sumatera, 6,41% di pulau
Sulawesi, 4,59% di pulau Kalimantan,
2,52% di pulau Maluku dan Papua, dan
sisanya 3,42% berada di pulau NTB-NTT-
Bali (Tabel E.4.1 dan Grafik E.4.1).
Tabel E.4.1Realisasi Laku Pandai Triwulan II-2016
Grafik E.4.1Wilayah Penyebaran Agen Laku Pandai
Triwulan II-2016 Agen Laku Pandai
Perorangan Badan Hukum 104.023 682
Nasabah Laku Pandai
Jumlah Rekening
Outstanding Tabungan BSA
1.618.758 Rp63,72 milyar Sumber: OJK
Cakupan layanan Agen terhadap
nasabah dan/atau calon nasabah sesuai
dengan yang tercantum dalam perjanjian
kerjasama dengan bank. Untuk tabungan
dengan karakteristik BSA, cakupan
layanan meliputi pembukaan rekening,
penyetoran dan penarikan tunai,
pemindahbukuan, pembayaran tagihan,
transfer dana, pengecekan saldo,
dan/atau penutupan rekening.
Untuk Agen dengan klasifikasi tertentu,
juga dapat melayani transaksi lain
seperti: pembelian (a.l. pulsa) dan
pembayaran tagihan.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
109 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
5. Penegakan Kepatuhan Bank 5.1 Uji Kemampuan dan Kepatutan
(Existing) Dalam rangka melindungi industri bank
dari pihak-pihak yang diindikasikan tidak
memenuhi persyaratan kemampuan dan
kepatutan, secara berkesinambungan
terhadap pihak–pihak yang telah
mendapat persetujuan untuk menjadi
Direksi, Komisaris, Pemegang Saham
Pengendali (PSP), dan Pejabat Eksekutif
dilakukan penilaian kembali atas
kemampuan dan kepatutannya sebagai
pemilik dan pengelola Bank (Fit and
Proper Existing). Penilaian kembali
dilakukan dalam hal terdapat indikasi
permasalahan integritas, reputasi
keuangan dan/atau kompetensi.
Pada triwulan II-2016, tidak terdapat
adanya tambahan pengurus/pengelola
dan pegawai bank yang telah menjalani
proses fit and proper existing. Sementara
itu, untuk database track record (TR),
sampai dengan triwulan II-2016 terdapat
penambahan 20 pelaku yang dilakukan
oleh Direksi, Komisaris, Pejabat
Eksekutif, dan pegawai Bank. Adapun
modus yang dilakukan sebagian besar
terkait dengan pelanggaran prinsip
kehati-hatian dan asas pemberian kredit
yang sehat, pelanggaran SOP, dan
penyalahgunaan wewenang (Tabel
E.5.1.1).
Tabel E.5.1.1Jumlah Track Record
Objek Track Record Jumlah Input TR Dewan Komisaris 1 Direksi 11
Pejabat Eksekutif 3
Non Pejabat Eksekutif 5
TOTAL 20 Sumber: OJK
5.2 Penanganan Dugaan Tindak Pidana
Perbankan Dalam triwulan II-2016, telah
ditindaklanjuti 28 Penyimpangan
Ketentuan Perbankan (PKP) yang
diduga fraud pada 12 kantor bank,
termasuk carry over triwulan
sebelumnya. Hasil tindak lanjut dari
28 PKP tersebut, telah dilakukan
investigasi pada tujuh PKP yang
terjadi di dua kantor BPR. Sementara
untuk 21 PKP yang terjadi di sepuluh
kantor BPR telah dikembalikan
kepada satuan kerja pengawasan
bank karena tidak ditemukan dugaan
tindak pidana perbankan, atau dapat
dilakukan tindak lanjut pengawasan
(supervisory action) (Tabel E.5.2.1).
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
117
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
110 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel E.5.2.1Statistik Penanganan Dugaan Tindak Pidana Perbankan
Keterangan
Triwulan II*(Apr – Jun)
Kumulatif(Jan – Jun)
BU BPR Total BU BPR TotalKTR
BANKPKP
(Kasus)KTR
BANKPKP
(Kasus)KTR
BANKPKP
(Kasus)KTR
BANKPKP
(Kasus)KTR
BANKPKP
(Kasus)KTR
BANKPKP
(Kasus)
A. PKP Yang Diterima dari Hasil Pengawasan
2 2 10 20 12 22 4 7 20 44 24 51
1. Dalam Periode Berjalan 2 2 10 20 12 22 4 7 20 44 24 51
B. Tindak Lanjut 0 0 12 28 12 28 2 5 19 46 21 51
1. Telah dilakukan Investigasi
0 0 2 7 2 7 2 5 7 17 9 22
2. Dikembalikan Kepada Pengawasan
0 0 10 21 10 21 0 0 12 29 12 29
C. Dilimpahkan Kepada Penyidikan OJK
2 5 3 10 5 15 6 10 7 15 13 25
Sumber: OJK
*) Ket: data termasuk carry over dari triwulan sebelumnya
Dalam tahapan pra-investigasi dilakukan
pengumpulan informasi dan dokumen
serta analisis guna memperoleh
gambaran PKP yang diduga fraud.
Selanjutnya dilakukan pembahasan
dalam Forum Quality Assurance (QA)
yang bertujuan antara lain untuk menguji
hasil analisis, dan merekomendasikan
langkah-langkah yang perlu dilakukan
untuk penanganan lebih lanjut terhadap
PKP yang diduga fraud.
Pada triwulan II-2016, 53% area
penanganan dugaan tindak pidana
perbankan adalah terkait dengan
perkreditan, diikuti 40% terkait
penyalahgunaan dana, dan 7% terkait
window dressing (Grafik E.5.2.1). Adapun
jumlah pelaku yang diduga melakukan
Tipibank diantaranya dua Komisaris, lima
Direksi, dua Pejabat Eksekutif dan dua
karyawan (Grafik E.5.2.2).
Grafik E.5.2.1Sebaran Jenis Dugaan Tipibank Triwulan II-2016
Sumber: OJK
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
111 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Grafik E.5.2.2Pelaku Fraud yang diduga Tipibank Triwulan II-2016
Sumber: OJK
Dalam tahap pasca investigasi akan
dilaksanakan Forum Quality Assurance
(QA) serta pembahasan dengan satuan
kerja bidang hukum dan satuan kerja
penyidikan untuk mengevaluasi langkah-
langkah investigasi yang telah dilakukan
dan merekomendasikan tindak lanjut
dugaan tindak pidana perbankan.
Selanjutnya dalam rangka mendukung
penegakan hukum di bidang perbankan,
pada triwulan II-2016 telah dilimpahkan
15 PKP yang terjadi di lima kantor bank
kepada satuan kerja penyidikan.
Mengingat penyebab terjadinya PKP
yang diduga fraud adalah karena
kelemahan pengawasan internal,
kurangnya integritas pegawai, dan
kelemahan sistem di bank, maka untuk
meminimalkan terjadinya penyimpangan
ketentuan perbankan, bank perlu
meningkatkan pengawasan manajemen
melalui pelaksanaan independent review
oleh SKAI, kajian ulang kebijakan
internal, serta pengamanan teknologi
informasi dan infrastruktur pendukung.
5.3 Pemberian Keterangan Ahli atau Saksi
Dalam rangka memenuhi permintaan
aparat penegak hukum, sampai dengan
triwulan II-2016 terdapat 138 permintaan
pemberian keterangan ahli dan/atau
saksi kepada Kepolisian atau Kejaksaan
yang sedang menangani proses
penyelidikan, penyidikan, atau
penuntutan suatu perkara yang berkaitan
dengan tindak pidana perbankan. Dari
138 permintaan tersebut, telah dilakukan
116 pemberian keterangan kepada
kepolisian yang terdiri dari 8 keterangan
sebagai saksi dan 108 keterangan
sebagai ahli. Sementara 22 lainnya
masih dalam koordinasi dengan penyidik
atau satuan kerja terkait (Tabel E.5.3.1).
Pemberian keterangan ahli/saksi
dilakukan di Sulawesi Utara, Semarang,
Sumatera Barat, NTT, Sumatera Selatan,
Lampung, Maluku, Papua dan Papua
Barat, Muara Bulian, DI Yogyakarta,
Jombang, Jawa Timur, Riau, DKI Jakarta
dan Sumatera.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
118
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
110 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel E.5.2.1Statistik Penanganan Dugaan Tindak Pidana Perbankan
Keterangan
Triwulan II*(Apr – Jun)
Kumulatif(Jan – Jun)
BU BPR Total BU BPR TotalKTR
BANKPKP
(Kasus)KTR
BANKPKP
(Kasus)KTR
BANKPKP
(Kasus)KTR
BANKPKP
(Kasus)KTR
BANKPKP
(Kasus)KTR
BANKPKP
(Kasus)
A. PKP Yang Diterima dari Hasil Pengawasan
2 2 10 20 12 22 4 7 20 44 24 51
1. Dalam Periode Berjalan 2 2 10 20 12 22 4 7 20 44 24 51
B. Tindak Lanjut 0 0 12 28 12 28 2 5 19 46 21 51
1. Telah dilakukan Investigasi
0 0 2 7 2 7 2 5 7 17 9 22
2. Dikembalikan Kepada Pengawasan
0 0 10 21 10 21 0 0 12 29 12 29
C. Dilimpahkan Kepada Penyidikan OJK
2 5 3 10 5 15 6 10 7 15 13 25
Sumber: OJK
*) Ket: data termasuk carry over dari triwulan sebelumnya
Dalam tahapan pra-investigasi dilakukan
pengumpulan informasi dan dokumen
serta analisis guna memperoleh
gambaran PKP yang diduga fraud.
Selanjutnya dilakukan pembahasan
dalam Forum Quality Assurance (QA)
yang bertujuan antara lain untuk menguji
hasil analisis, dan merekomendasikan
langkah-langkah yang perlu dilakukan
untuk penanganan lebih lanjut terhadap
PKP yang diduga fraud.
Pada triwulan II-2016, 53% area
penanganan dugaan tindak pidana
perbankan adalah terkait dengan
perkreditan, diikuti 40% terkait
penyalahgunaan dana, dan 7% terkait
window dressing (Grafik E.5.2.1). Adapun
jumlah pelaku yang diduga melakukan
Tipibank diantaranya dua Komisaris, lima
Direksi, dua Pejabat Eksekutif dan dua
karyawan (Grafik E.5.2.2).
Grafik E.5.2.1Sebaran Jenis Dugaan Tipibank Triwulan II-2016
Sumber: OJK
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
111 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Grafik E.5.2.2Pelaku Fraud yang diduga Tipibank Triwulan II-2016
Sumber: OJK
Dalam tahap pasca investigasi akan
dilaksanakan Forum Quality Assurance
(QA) serta pembahasan dengan satuan
kerja bidang hukum dan satuan kerja
penyidikan untuk mengevaluasi langkah-
langkah investigasi yang telah dilakukan
dan merekomendasikan tindak lanjut
dugaan tindak pidana perbankan.
Selanjutnya dalam rangka mendukung
penegakan hukum di bidang perbankan,
pada triwulan II-2016 telah dilimpahkan
15 PKP yang terjadi di lima kantor bank
kepada satuan kerja penyidikan.
Mengingat penyebab terjadinya PKP
yang diduga fraud adalah karena
kelemahan pengawasan internal,
kurangnya integritas pegawai, dan
kelemahan sistem di bank, maka untuk
meminimalkan terjadinya penyimpangan
ketentuan perbankan, bank perlu
meningkatkan pengawasan manajemen
melalui pelaksanaan independent review
oleh SKAI, kajian ulang kebijakan
internal, serta pengamanan teknologi
informasi dan infrastruktur pendukung.
5.3 Pemberian Keterangan Ahli atau Saksi
Dalam rangka memenuhi permintaan
aparat penegak hukum, sampai dengan
triwulan II-2016 terdapat 138 permintaan
pemberian keterangan ahli dan/atau
saksi kepada Kepolisian atau Kejaksaan
yang sedang menangani proses
penyelidikan, penyidikan, atau
penuntutan suatu perkara yang berkaitan
dengan tindak pidana perbankan. Dari
138 permintaan tersebut, telah dilakukan
116 pemberian keterangan kepada
kepolisian yang terdiri dari 8 keterangan
sebagai saksi dan 108 keterangan
sebagai ahli. Sementara 22 lainnya
masih dalam koordinasi dengan penyidik
atau satuan kerja terkait (Tabel E.5.3.1).
Pemberian keterangan ahli/saksi
dilakukan di Sulawesi Utara, Semarang,
Sumatera Barat, NTT, Sumatera Selatan,
Lampung, Maluku, Papua dan Papua
Barat, Muara Bulian, DI Yogyakarta,
Jombang, Jawa Timur, Riau, DKI Jakarta
dan Sumatera.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
119
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
112 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel E.5.3.1Pemberian Keterangan Ahli/Saksi
No. Klasifikasi Permintaan
Total Saksi Ahli 1. Kepolisian 116 8 108
2. Kejaksaan 22 3 19
TOTAL 138 11 127
138 Sumber: OJK
Keterangan ahli yang diberikan baik
terhadap kasus-kasus yang pernah
ditangani OJK maupun terhadap kasus-
kasus yang dilaporkan oleh pihak bank
atau pihak lainnya kepada Kepolisian
atau Kejaksaan. Pemberian keterangan
ahli yang diberikan sesuai dengan
kompetensi dan pengalaman pegawai
dalam menangani kasus-kasus dugaan
tindak pidana perbankan, sehingga
penunjukan pegawai yang memberikan
keterangan ahli didasarkan pada
profesionalisme pegawai, dengan
pendampingan dari satuan kerja yang
menangani bidang hukum.
5.4 SosialisasiDalam rangka peningkatan pemahaman
terhadap penanganan Tipibank, telah
dilakukan sosialisasi kepada para
penegak hukum dan industri perbankan.
Sosialisasi dilaksanakan sebanyak tiga
kali di tiga kota, yaitu Padang, Ambon
dan Jambi. Selain itu, sehubungan
dengan adanya permintaan dari PUSDIK
POLRI kepada OJK terkait wisata karya,
telah disampaikan paparan kepada
peserta Dikbangpres Polri Bintara Idik TP
Perbankan tentang peran lembaga OJK
dalam pengawasan di bidang sektor
perbankan dengan materi “Implementasi
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan Terkait
Kedudukan Pengawasan Bank”.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
113 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
[Pembatas]
F. Kerjasama Domestik dan Kerjasama Internasional 1. Kerjasama Domestik
2. Kerjasama Internasional
G. Isu Internasional 1. Review/Monitoring Sistem Keuangan Indonesia oleh Lembaga Internasional
1.1 Financial Sector Assessment Program (FSAP)
1.2 Regulatory Consistency Assessment Program (RCAP)
1.3 Mutual Evaluation
2. FATCA (Foreign Account Tax Compliant Act)
3. Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (Anti Money Laundering and
Countering Financing Terrorism/AML/CFT)
H. E-Licensing
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
120
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
112 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel E.5.3.1Pemberian Keterangan Ahli/Saksi
No. Klasifikasi Permintaan
Total Saksi Ahli 1. Kepolisian 116 8 108
2. Kejaksaan 22 3 19
TOTAL 138 11 127
138 Sumber: OJK
Keterangan ahli yang diberikan baik
terhadap kasus-kasus yang pernah
ditangani OJK maupun terhadap kasus-
kasus yang dilaporkan oleh pihak bank
atau pihak lainnya kepada Kepolisian
atau Kejaksaan. Pemberian keterangan
ahli yang diberikan sesuai dengan
kompetensi dan pengalaman pegawai
dalam menangani kasus-kasus dugaan
tindak pidana perbankan, sehingga
penunjukan pegawai yang memberikan
keterangan ahli didasarkan pada
profesionalisme pegawai, dengan
pendampingan dari satuan kerja yang
menangani bidang hukum.
5.4 SosialisasiDalam rangka peningkatan pemahaman
terhadap penanganan Tipibank, telah
dilakukan sosialisasi kepada para
penegak hukum dan industri perbankan.
Sosialisasi dilaksanakan sebanyak tiga
kali di tiga kota, yaitu Padang, Ambon
dan Jambi. Selain itu, sehubungan
dengan adanya permintaan dari PUSDIK
POLRI kepada OJK terkait wisata karya,
telah disampaikan paparan kepada
peserta Dikbangpres Polri Bintara Idik TP
Perbankan tentang peran lembaga OJK
dalam pengawasan di bidang sektor
perbankan dengan materi “Implementasi
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan Terkait
Kedudukan Pengawasan Bank”.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
113 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
[Pembatas]
F. Kerjasama Domestik dan Kerjasama Internasional 1. Kerjasama Domestik
2. Kerjasama Internasional
G. Isu Internasional 1. Review/Monitoring Sistem Keuangan Indonesia oleh Lembaga Internasional
1.1 Financial Sector Assessment Program (FSAP)
1.2 Regulatory Consistency Assessment Program (RCAP)
1.3 Mutual Evaluation
2. FATCA (Foreign Account Tax Compliant Act)
3. Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (Anti Money Laundering and
Countering Financing Terrorism/AML/CFT)
H. E-Licensing
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
121
Sistem Perizinan dan Registrasi (e-Licensing) Terintegarasi
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
114 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
F. Kerjasama Domestik dan Kerjasama Internasional
1. Kerjasama Domestik1.1 Kerjasama OJK dengan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Pada 5 Desember 2014, OJK telah
mengeluarkan Roadmap Keuangan
Berkelanjutan periode 2015-2019.
Sebagai salah satu upaya mendorong
Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk
mendukung implementasi roadmap
tersebut, OJK menyelenggarakan
capacity building bagi pelaku jasa
keuangan serta pengawas LJK.
Adapun tujuan dari capacity building
ini adalah untuk meningkatkan
kompetensi SDM LJK dan pengawas
terkait keuangan berkelanjutan.
Dalam pelaksanaan capacity building
OJK bekerja sama dengan beberapa
pihak salah satunya adalah
Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) Direktorat Jendral
Energi Baru Terbarukan dan
Konservasi Energi (EBTKE) dengan
tema Pembiayaan Investasi Efisiensi
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
(empat batch), dan Training of Trainer
untuk Pembiayaan investasi Efisiensi
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
(satu batch).
Selain itu OJK juga bekerjasama
dengan Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, Kementerian
ESDM dan lembaga internasional
terkait untuk menyelenggarakan
capacity building tingkat dasar dengan
tema: (i) Penerapan Prinsip Dasar
Tata Kelola ASRI pada LJK (dua batch
untuk pembangkit listrik tenaga
minihydro, dua batch untuk
pembangkit listrik tenaga surya).
Untuk tahun 2016, capacity building
juga akan dilaksanakan untuk tingkat
intermediate.
Sampai dengan akhir triwulan II-2016
telah diselenggarakan lima batch
training tingkat dasar yaitu: (i) satu
batch pada Februari 2016 di Padang;
(ii) tiga batch pada April 2016 di
Semarang, Lampung dan Kupang;
dan (iii) satu batch pada Mei 2016 di
Medan serta dilaksanakan TOT pada
Maret 2016 di Bandung. Peserta yang
berpartisipasi dalam training meliputi
perwakilan industri perbankan dan
OJK.
1.2 Kerjasama OJK dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Kerjasama antara OJK dengan LPS
tertuang dalam Nota Kesepahaman
antara OJK dan LPS No: PRJ-30/
D.01/2014 jo. MoU-1/DK/VII/2014
tanggal 18 Juli 2014 tentang
Koordinasi dan Kerjasama Dalam
Rangka Keterkaitan Pelaksanaan
Fungsi dan Tugas OJK dengan LPS.
Halaman ini sengaja dikosongkan
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
122
Halaman ini sengaja dikosongkan
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
114 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
F. Kerjasama Domestik dan Kerjasama Internasional
1. Kerjasama Domestik1.1 Kerjasama OJK dengan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Pada 5 Desember 2014, OJK telah
mengeluarkan Roadmap Keuangan
Berkelanjutan periode 2015-2019.
Sebagai salah satu upaya mendorong
Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk
mendukung implementasi roadmap
tersebut, OJK menyelenggarakan
capacity building bagi pelaku jasa
keuangan serta pengawas LJK.
Adapun tujuan dari capacity building
ini adalah untuk meningkatkan
kompetensi SDM LJK dan pengawas
terkait keuangan berkelanjutan.
Dalam pelaksanaan capacity building
OJK bekerja sama dengan beberapa
pihak salah satunya adalah
Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) Direktorat Jendral
Energi Baru Terbarukan dan
Konservasi Energi (EBTKE) dengan
tema Pembiayaan Investasi Efisiensi
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
(empat batch), dan Training of Trainer
untuk Pembiayaan investasi Efisiensi
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
(satu batch).
Selain itu OJK juga bekerjasama
dengan Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, Kementerian
ESDM dan lembaga internasional
terkait untuk menyelenggarakan
capacity building tingkat dasar dengan
tema: (i) Penerapan Prinsip Dasar
Tata Kelola ASRI pada LJK (dua batch
untuk pembangkit listrik tenaga
minihydro, dua batch untuk
pembangkit listrik tenaga surya).
Untuk tahun 2016, capacity building
juga akan dilaksanakan untuk tingkat
intermediate.
Sampai dengan akhir triwulan II-2016
telah diselenggarakan lima batch
training tingkat dasar yaitu: (i) satu
batch pada Februari 2016 di Padang;
(ii) tiga batch pada April 2016 di
Semarang, Lampung dan Kupang;
dan (iii) satu batch pada Mei 2016 di
Medan serta dilaksanakan TOT pada
Maret 2016 di Bandung. Peserta yang
berpartisipasi dalam training meliputi
perwakilan industri perbankan dan
OJK.
1.2 Kerjasama OJK dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Kerjasama antara OJK dengan LPS
tertuang dalam Nota Kesepahaman
antara OJK dan LPS No: PRJ-30/
D.01/2014 jo. MoU-1/DK/VII/2014
tanggal 18 Juli 2014 tentang
Koordinasi dan Kerjasama Dalam
Rangka Keterkaitan Pelaksanaan
Fungsi dan Tugas OJK dengan LPS.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
123
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
115 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
1.3 Kerjasama OJK dengan Bank Indonesia (BI)
Dalam rangka pelaksanaan Surat
Keputusan Bersama (SKB) antara BI
dan OJK, pada triwulan II-2016 telah
dilakukan pembahasan kebijakan/
peraturan makroprudensial dan
mikroprudensial, yang terkait dengan:
a. Pengaturan PBI tentang
Pemrosesan Transaksi
Pembayaran;
b. Amandemen Peraturan BI
No.9/14/PBI/2007 tentang
Sistem Informasi Debitur (PBI
SID);
c. Penyempurnaan Buku
Pedoman LBU; dan
d. Evaluasi atas SKB terkait
Sistem Informasi Debitur.
Selain itu, pada triwulan II-2016 juga
telah dilakukan koordinasi terkait
dengan:
a. Penetapan SIB
b. Rencana pelaksanaan Granular
Stress Test oleh Bank Indonesia
c. Migrasi Jaringan Komunikasi
Data (JKD) Ekstranet VPN Dial
menjadi Wireless VPN BPR/S,
dan
d. Pertukaran BI-OJK melalui
SAPIT IEA (Sarana Pertukaran
Informasi Terintegrasi
Information Exchange
Application).
Dalam upaya harmonisasi ketentuan
perlindungan konsumen, juga telah
dilakukan beberapa kali pembahasan
bersama, mengingat Bank Indonesia
juga mengatur perlindungan
konsumen yang terkait dengan sistem
pembayaran, Kegiatan Usaha
Pengiriman Uang, dan Pedagang
Valuta Asing.
Selanjutnya, sehubungan dengan
telah berpindahnya pengelolaan
Laporan Bulanan Perusahaan
Pembiayaan (LBPP) kepada OJK
menjadi Sistem Informasi Perusahaan
Pembiayaan (SIPP), dibutuhkan
mekanisme perolehan data
Perusahaan Pembiayaan (PP) yang
dibutuhkan oleh BI. Berkaitan dengan
hal tersebut, BI akan membuat tools
yang dapat membantu untuk
mengolah data PP yang didapat dari
OJK melalui SAPIT atau akses
langsung.
Dalam rangka koordinasi terkait
pembuatan tools dimaksud antara lain
mengenai supporting data atau
dokumen SIPP yang berupa
taksonomi SIPP, template data SIPP,
spesifikasi konversi baik teknis
maupun bisnis serta struktur data
SIPP, pada triwulan II-2016 telah
dilakukan beberapa kali pembahasan.
Terkait dengan pengalihan
kredit/pembiayaan dan eksekusi
agunan kepada pihak lain, telah
dilakukan pembahasan bersama pada
triwulan II-2016.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
116 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
1.4 Kerjasama OJK dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
Pada 11 Mei 2015, OJK bekerjasama
dengan Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) untuk meluncurkan
program Jangkau, Sinergi, dan
Guideline (JARING). Program
tersebut bertujuan menjawab
kebutuhan stakeholders terhadap
informasi tentang database Kelautan
dan Perikanan, skim pembiayaan,
pemetaan risiko bisnis dan dukungan
regulasi dari otoritas terkait.
Ruang lingkup MoU antara OJK dan
Kementrian Kelautan dan Perikanan
meliputi koordinasi kebijakan dalam
rangka pengembangan usaha sektor
kelautan dan perikanan, penyediaan
layanan data dan/atau informasi,
penelitian dan pengembangan,
sosialisasi dan edukasi, serta
peningkatan kapasitas dan
kompetensi SDM.
Sasaran utama program JARING
adalah peningkatan pertumbuhan
pembiayaan di sektor Kelautan dan
Perikanan (KP) dengan target
pertumbuhan pembiayaan lebih tinggi
dibanding tahun sebelumnya. Target
pertumbuhan kredit ditetapkan
minimal 50% dari tahun sebelumnya.
Selain itu, diharapkan program
JARING dapat meningkatkan akses
masyarakat terhadap jasa keuangan
yang lebih luas, meningkatkan
pemahaman Sektor Jasa Keuangan
(SJK) terhadap bisnis sektor KP lebih
baik, memperbaiki tingkat
kesejahteraan nelayan dan pelaku
usaha mikro dan kecil (peningkatan
pendapatan per kapita), menambah
jumlah lapangan kerja serta
meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional.
Dalam mewujudkan sasaran JARING,
pada tahap awal terdapat delapan
bank pelopor pembiayaan pada sektor
KP yang merupakan Bank Partner
Program JARING dan Industri
Keuangan Non Bank (IKNB) melalui
Konsorsium Perusahaan Pembiayaan,
Asuransi Jiwa, Asuransi Umum dan
Penjaminan.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
124
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
115 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
1.3 Kerjasama OJK dengan Bank Indonesia (BI)
Dalam rangka pelaksanaan Surat
Keputusan Bersama (SKB) antara BI
dan OJK, pada triwulan II-2016 telah
dilakukan pembahasan kebijakan/
peraturan makroprudensial dan
mikroprudensial, yang terkait dengan:
a. Pengaturan PBI tentang
Pemrosesan Transaksi
Pembayaran;
b. Amandemen Peraturan BI
No.9/14/PBI/2007 tentang
Sistem Informasi Debitur (PBI
SID);
c. Penyempurnaan Buku
Pedoman LBU; dan
d. Evaluasi atas SKB terkait
Sistem Informasi Debitur.
Selain itu, pada triwulan II-2016 juga
telah dilakukan koordinasi terkait
dengan:
a. Penetapan SIB
b. Rencana pelaksanaan Granular
Stress Test oleh Bank Indonesia
c. Migrasi Jaringan Komunikasi
Data (JKD) Ekstranet VPN Dial
menjadi Wireless VPN BPR/S,
dan
d. Pertukaran BI-OJK melalui
SAPIT IEA (Sarana Pertukaran
Informasi Terintegrasi
Information Exchange
Application).
Dalam upaya harmonisasi ketentuan
perlindungan konsumen, juga telah
dilakukan beberapa kali pembahasan
bersama, mengingat Bank Indonesia
juga mengatur perlindungan
konsumen yang terkait dengan sistem
pembayaran, Kegiatan Usaha
Pengiriman Uang, dan Pedagang
Valuta Asing.
Selanjutnya, sehubungan dengan
telah berpindahnya pengelolaan
Laporan Bulanan Perusahaan
Pembiayaan (LBPP) kepada OJK
menjadi Sistem Informasi Perusahaan
Pembiayaan (SIPP), dibutuhkan
mekanisme perolehan data
Perusahaan Pembiayaan (PP) yang
dibutuhkan oleh BI. Berkaitan dengan
hal tersebut, BI akan membuat tools
yang dapat membantu untuk
mengolah data PP yang didapat dari
OJK melalui SAPIT atau akses
langsung.
Dalam rangka koordinasi terkait
pembuatan tools dimaksud antara lain
mengenai supporting data atau
dokumen SIPP yang berupa
taksonomi SIPP, template data SIPP,
spesifikasi konversi baik teknis
maupun bisnis serta struktur data
SIPP, pada triwulan II-2016 telah
dilakukan beberapa kali pembahasan.
Terkait dengan pengalihan
kredit/pembiayaan dan eksekusi
agunan kepada pihak lain, telah
dilakukan pembahasan bersama pada
triwulan II-2016.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
116 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
1.4 Kerjasama OJK dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
Pada 11 Mei 2015, OJK bekerjasama
dengan Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) untuk meluncurkan
program Jangkau, Sinergi, dan
Guideline (JARING). Program
tersebut bertujuan menjawab
kebutuhan stakeholders terhadap
informasi tentang database Kelautan
dan Perikanan, skim pembiayaan,
pemetaan risiko bisnis dan dukungan
regulasi dari otoritas terkait.
Ruang lingkup MoU antara OJK dan
Kementrian Kelautan dan Perikanan
meliputi koordinasi kebijakan dalam
rangka pengembangan usaha sektor
kelautan dan perikanan, penyediaan
layanan data dan/atau informasi,
penelitian dan pengembangan,
sosialisasi dan edukasi, serta
peningkatan kapasitas dan
kompetensi SDM.
Sasaran utama program JARING
adalah peningkatan pertumbuhan
pembiayaan di sektor Kelautan dan
Perikanan (KP) dengan target
pertumbuhan pembiayaan lebih tinggi
dibanding tahun sebelumnya. Target
pertumbuhan kredit ditetapkan
minimal 50% dari tahun sebelumnya.
Selain itu, diharapkan program
JARING dapat meningkatkan akses
masyarakat terhadap jasa keuangan
yang lebih luas, meningkatkan
pemahaman Sektor Jasa Keuangan
(SJK) terhadap bisnis sektor KP lebih
baik, memperbaiki tingkat
kesejahteraan nelayan dan pelaku
usaha mikro dan kecil (peningkatan
pendapatan per kapita), menambah
jumlah lapangan kerja serta
meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional.
Dalam mewujudkan sasaran JARING,
pada tahap awal terdapat delapan
bank pelopor pembiayaan pada sektor
KP yang merupakan Bank Partner
Program JARING dan Industri
Keuangan Non Bank (IKNB) melalui
Konsorsium Perusahaan Pembiayaan,
Asuransi Jiwa, Asuransi Umum dan
Penjaminan.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
125
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
117 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Grafik F.1.4.1 Pembiayaan Program JARING
Sumber: Siaran Press OJK, 4 November 2015
Kualitas dari kredit yang disalurkan
untuk program JARING menurun dari
triwulan sebelumnya, terlihat dari NPL
kredit maritim yang meningkat yaitu
dari 6,47% menjadi 7,07% (Tabel
F.1.4.1). Penurunan kualitas kredit
tersebut sebagian besar disumbang
oleh besarnya NPL pada usaha
budidaya, jasa sarana produksi, dan
jasa pendukung lainnya, selain juga
karena terdapat penurunan kualitas
kredit pada industri pengolahan dan
pengawetan ikan dan biota perairan
lainnya. Sementara untuk kredit
kepada penangkapan, perdagangan,
dan budidaya mengalami peningkatan
kualitas kredit terutama pada
budidaya biota laut (Tabel F.1.4.2).
Pembiayaan Program JARING
Bank Partner
Bank Pelopor
BNI, BRI, Bank Mandiri, BTPN, Bank Danamon, Bank Permata, Bank Bukopin, BPD
Sulselbar
Bank Tambahan
BCA, Bank Maybank Indonesia, Bank CIMB
Niaga, Bank Sinarmas, BPD Jawa Timur, PT BPD Riau Kepri, PT BPD Suslawesi
Utara, PT BPD Jawa Tengah
IKNB
Konsorsium Perusahaan Pembiayaan, Asuransi Jiwa,
Asuransi Umum dan Penjaminan
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
118 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel F.1.4.1Realisasi & NPL Pembiayaan Program JARING
TW I TW IITot. Kredit Maritim (dlm Rp Miliar)
94.842 96.408
Tot. NPL (dlm Rp Miliar) 6.135 6.817 Rasio NPL (%) 6,47 7,07
2016JARING
Tabel F.1.4.2NPL Kegiatan Usaha Kredit Maritim (%)
Kegiatan Usaha TW I-2016 TW II-2016Penangkapan 2,76 2,55Budidaya 3,40 3,37Jasa sarana produksi 5,82 6,76Industri Pengolahan 0,34 1,59Perdagangan 2,07 2,03Pendukung 7,77 8,52
1.5 Kerjasama OJK dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
Mengingat upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana
pencucian uang dan pendanaan
terorisme memerlukan kerjasama
yang efektif antara OJK dan PPATK
sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan
masing-masing, pada tanggal 18 Juni
2013 telah dilakukan penandatangan
Nota Kesepahaman No. PRJ-03/D-
01/2013 tentang Kerjasama dalam
Rangka Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang dan Pendanaan
Terorisme. Kerjasama tersebut antara
lain dalam bentuk pertukaran
informasi, penyusunan ketentuan,
koordinasi pemeriksaan, dan
pendidikan dan pelatihan.
Untuk mendukung penguatan
pencegahan tindak pidana APU dan
PPT di sektor jasa Keuangan
(perbankan, pasar modal, dan IKNB),
pada bulan Juni 2016 telah
diselenggarakan Kick-off Meeting
Forum Koordinasi dan Kerjasama
Sektor Jasa Keuangan Pencegahan
TPPU-TPPT. Koordinasi dan
kerjasama yang akan dilakukan dapat
berbentuk pertukaran informasi,
penyusunan ketentuan hukum
dan/atau pedoman, edukasi dan/atau
sosialisasi, dan penelitian atau riset.
Selanjutnya, untuk pelaksanaan
kerjasama pendidikan dan pelatihan,
antara lain OJK telah melibatkan
PPATK sebagai narasumber dalam
kegiatan Training Capacity Building
Penguatan Pengawasan Program
APU PPT bagi Pengawas Sektor Jasa
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
126
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
117 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Grafik F.1.4.1 Pembiayaan Program JARING
Sumber: Siaran Press OJK, 4 November 2015
Kualitas dari kredit yang disalurkan
untuk program JARING menurun dari
triwulan sebelumnya, terlihat dari NPL
kredit maritim yang meningkat yaitu
dari 6,47% menjadi 7,07% (Tabel
F.1.4.1). Penurunan kualitas kredit
tersebut sebagian besar disumbang
oleh besarnya NPL pada usaha
budidaya, jasa sarana produksi, dan
jasa pendukung lainnya, selain juga
karena terdapat penurunan kualitas
kredit pada industri pengolahan dan
pengawetan ikan dan biota perairan
lainnya. Sementara untuk kredit
kepada penangkapan, perdagangan,
dan budidaya mengalami peningkatan
kualitas kredit terutama pada
budidaya biota laut (Tabel F.1.4.2).
Pembiayaan Program JARING
Bank Partner
Bank Pelopor
BNI, BRI, Bank Mandiri, BTPN, Bank Danamon, Bank Permata, Bank Bukopin, BPD
Sulselbar
Bank Tambahan
BCA, Bank Maybank Indonesia, Bank CIMB
Niaga, Bank Sinarmas, BPD Jawa Timur, PT BPD Riau Kepri, PT BPD Suslawesi
Utara, PT BPD Jawa Tengah
IKNB
Konsorsium Perusahaan Pembiayaan, Asuransi Jiwa,
Asuransi Umum dan Penjaminan
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
118 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel F.1.4.1Realisasi & NPL Pembiayaan Program JARING
TW I TW IITot. Kredit Maritim (dlm Rp Miliar)
94.842 96.408
Tot. NPL (dlm Rp Miliar) 6.135 6.817 Rasio NPL (%) 6,47 7,07
2016JARING
Tabel F.1.4.2NPL Kegiatan Usaha Kredit Maritim (%)
Kegiatan Usaha TW I-2016 TW II-2016Penangkapan 2,76 2,55Budidaya 3,40 3,37Jasa sarana produksi 5,82 6,76Industri Pengolahan 0,34 1,59Perdagangan 2,07 2,03Pendukung 7,77 8,52
1.5 Kerjasama OJK dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
Mengingat upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana
pencucian uang dan pendanaan
terorisme memerlukan kerjasama
yang efektif antara OJK dan PPATK
sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan
masing-masing, pada tanggal 18 Juni
2013 telah dilakukan penandatangan
Nota Kesepahaman No. PRJ-03/D-
01/2013 tentang Kerjasama dalam
Rangka Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang dan Pendanaan
Terorisme. Kerjasama tersebut antara
lain dalam bentuk pertukaran
informasi, penyusunan ketentuan,
koordinasi pemeriksaan, dan
pendidikan dan pelatihan.
Untuk mendukung penguatan
pencegahan tindak pidana APU dan
PPT di sektor jasa Keuangan
(perbankan, pasar modal, dan IKNB),
pada bulan Juni 2016 telah
diselenggarakan Kick-off Meeting
Forum Koordinasi dan Kerjasama
Sektor Jasa Keuangan Pencegahan
TPPU-TPPT. Koordinasi dan
kerjasama yang akan dilakukan dapat
berbentuk pertukaran informasi,
penyusunan ketentuan hukum
dan/atau pedoman, edukasi dan/atau
sosialisasi, dan penelitian atau riset.
Selanjutnya, untuk pelaksanaan
kerjasama pendidikan dan pelatihan,
antara lain OJK telah melibatkan
PPATK sebagai narasumber dalam
kegiatan Training Capacity Building
Penguatan Pengawasan Program
APU PPT bagi Pengawas Sektor Jasa
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
127
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
119 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Keuangan OJK yang diselenggarakan
OJK.
OJK juga terlibat sebagai narasumber
dalam kegiatan FGD yang
diselenggarakan PPATK, terkait
penerapan rekomendasi FATF
mengenai risk based approach, yaitu
National Risk Assessment
Enhancement dalam rangka
persiapan Indonesia Mutual
Evaluation 2017, finalisasi narasi
kuesioner survey indeks persepsi
publik terhadap TPPU dan TPPT,
Regional Risk and Threats
Assessment on Terrorism Financing
(TF RRA), dan hasil pilot dan uji
validitas – reliabilitas instrument
survey persepsi terhadap TPPU dan
TPPT tahun 2016.
Sementara itu, untuk pelaksanaan
kerjasama penyusunan ketentuan
baik ketentuan yang dikeluarkan oleh
OJK maupun yang akan dikeluarkan
oleh PPATK, OJK terlibat dalam
penyusunan peraturan bersama
tentang pencantuman identitas orang
atau korporasi dalam daftar
pendanaan proliferasi secara serta
merta atas dana milik orang atau
korporasi yang tercantum dalam
daftar pendanaan proliferasi senjata
pemusnah massal. Sedangkan terkait
dengan penyusunan Laporan Hasil
Pengawasan Program APU PPT yang
akan menjadi acuan bagi pengawas
OJK, PPATK juga turut memberikan
masukan.
Dalam upaya untuk mendorong
pelaksanaan Enhanced Due
Dilligence (EDD) yang lebih baik
terhadap calon nasabah atau nasabah
yang tergolong PEP dalam rangka
penerapan program APU dan PPT,
diperlukan adanya database PEP
yang dapat diakses oleh otoritas dan
industri keuangan. Berkaitan dengan
keperluan tersebut, pada awal
triwulan II-2016 telah diselenggarakan
pembahasan kebutuhan database
PEP dengan PPATK dan KPK.
Penyediaan Database PEP berskala
nasional dipandang perlu untuk
meningkatkan efektifitas pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang yang harta
kekayaannya berasal dari tindak
pidana korupsi. Mengingat cakupan
PEP cukup luas, sebagai database
awal dapat digunakan data LHKPN
yang dimiliki KPK untuk
mengidentifikasikan calon
nasabah/nasabah sebagai PEP.
Berkaitan dengan persiapan mutual
evaluation 2017, maka untuk
memperkuat peran Lembaga
Pengawas dan Pengatur (LPP), telah
diselenggarakan FGD terkait
preventive measure and supervision.
Dalam FGD tersebut, PPATK juga
terlibat sebagai narasumber
mengingat peran PPATK sebagai
focal point dalam penerapan regim
APU dan PPT serta sebagai
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
120 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
koordinator bagi Indonesia dalam
pelaksanaan mutual evaluation 2017.
2. Kerjasama Internasional
Kerjasama Internasional yang dilakukan
pada triwulan II-2016 berkaitan dengan
pengembangan perbankan syariah.
Kerjasama tersebut dilakukan OJK dalam
kapasitasnya sebagai wakil dari
Indonesia bersama dengan BI dalam
Islamic Financial Service Board (IFSB)44.
Salah satu kegiatan task force IFSB
adalah penyusunan Prudential and
Structural Indicators for Islamic Financial
Instutions (PSIFIs)45.
Setelah beralihnya fungsi pengaturan
dan pengawasan perbankan dari Bank
Indonesia (BI) ke OJK, keanggotaan
Indonesia di IFSB masih diwakili oleh BI.
Namun, OJK tetap berperan dalam
penyusunan PSIFIs yang telah
dilaksanakan sejak tahun 2006.
Dalam rangka menindaklanjuti hasil
pertemuan IFSB kelima di Manama, 44 IFSB merupakan organisasi internasional yang
menyusun standar bagi lembaga yang mengatur dan mengawasi sektor perbankan, pasar modal dan asuransi syariah dalam rangka meningkatkan stabilitas dan ketahanan industri jasa keuangan syariah. IFSB berkantor pusat di Kuala Lumpur, Malaysia.
45 PSIFIs adalah serangkaian indikator yang menggambarkan kondisi dan ketahanan sistem perbankan syariah di suatu negara yang dapat diperbandingkan dengan negara lainnya, antara lain ukuran, pertumbuhan dan struktur sistem perbankan syariah dan kondisi makroprudensial sistem perbankan syariah berdasarkan faktor permodalan, laba/earnings, likuiditas, dan eksposur risiko.
Januari 2016, pada triwulan II-2016 telah
disampaikan data perbankan syariah
melalui Bank Indonesia.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
128
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
119 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Keuangan OJK yang diselenggarakan
OJK.
OJK juga terlibat sebagai narasumber
dalam kegiatan FGD yang
diselenggarakan PPATK, terkait
penerapan rekomendasi FATF
mengenai risk based approach, yaitu
National Risk Assessment
Enhancement dalam rangka
persiapan Indonesia Mutual
Evaluation 2017, finalisasi narasi
kuesioner survey indeks persepsi
publik terhadap TPPU dan TPPT,
Regional Risk and Threats
Assessment on Terrorism Financing
(TF RRA), dan hasil pilot dan uji
validitas – reliabilitas instrument
survey persepsi terhadap TPPU dan
TPPT tahun 2016.
Sementara itu, untuk pelaksanaan
kerjasama penyusunan ketentuan
baik ketentuan yang dikeluarkan oleh
OJK maupun yang akan dikeluarkan
oleh PPATK, OJK terlibat dalam
penyusunan peraturan bersama
tentang pencantuman identitas orang
atau korporasi dalam daftar
pendanaan proliferasi secara serta
merta atas dana milik orang atau
korporasi yang tercantum dalam
daftar pendanaan proliferasi senjata
pemusnah massal. Sedangkan terkait
dengan penyusunan Laporan Hasil
Pengawasan Program APU PPT yang
akan menjadi acuan bagi pengawas
OJK, PPATK juga turut memberikan
masukan.
Dalam upaya untuk mendorong
pelaksanaan Enhanced Due
Dilligence (EDD) yang lebih baik
terhadap calon nasabah atau nasabah
yang tergolong PEP dalam rangka
penerapan program APU dan PPT,
diperlukan adanya database PEP
yang dapat diakses oleh otoritas dan
industri keuangan. Berkaitan dengan
keperluan tersebut, pada awal
triwulan II-2016 telah diselenggarakan
pembahasan kebutuhan database
PEP dengan PPATK dan KPK.
Penyediaan Database PEP berskala
nasional dipandang perlu untuk
meningkatkan efektifitas pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang yang harta
kekayaannya berasal dari tindak
pidana korupsi. Mengingat cakupan
PEP cukup luas, sebagai database
awal dapat digunakan data LHKPN
yang dimiliki KPK untuk
mengidentifikasikan calon
nasabah/nasabah sebagai PEP.
Berkaitan dengan persiapan mutual
evaluation 2017, maka untuk
memperkuat peran Lembaga
Pengawas dan Pengatur (LPP), telah
diselenggarakan FGD terkait
preventive measure and supervision.
Dalam FGD tersebut, PPATK juga
terlibat sebagai narasumber
mengingat peran PPATK sebagai
focal point dalam penerapan regim
APU dan PPT serta sebagai
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
120 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
koordinator bagi Indonesia dalam
pelaksanaan mutual evaluation 2017.
2. Kerjasama Internasional
Kerjasama Internasional yang dilakukan
pada triwulan II-2016 berkaitan dengan
pengembangan perbankan syariah.
Kerjasama tersebut dilakukan OJK dalam
kapasitasnya sebagai wakil dari
Indonesia bersama dengan BI dalam
Islamic Financial Service Board (IFSB)44.
Salah satu kegiatan task force IFSB
adalah penyusunan Prudential and
Structural Indicators for Islamic Financial
Instutions (PSIFIs)45.
Setelah beralihnya fungsi pengaturan
dan pengawasan perbankan dari Bank
Indonesia (BI) ke OJK, keanggotaan
Indonesia di IFSB masih diwakili oleh BI.
Namun, OJK tetap berperan dalam
penyusunan PSIFIs yang telah
dilaksanakan sejak tahun 2006.
Dalam rangka menindaklanjuti hasil
pertemuan IFSB kelima di Manama, 44 IFSB merupakan organisasi internasional yang
menyusun standar bagi lembaga yang mengatur dan mengawasi sektor perbankan, pasar modal dan asuransi syariah dalam rangka meningkatkan stabilitas dan ketahanan industri jasa keuangan syariah. IFSB berkantor pusat di Kuala Lumpur, Malaysia.
45 PSIFIs adalah serangkaian indikator yang menggambarkan kondisi dan ketahanan sistem perbankan syariah di suatu negara yang dapat diperbandingkan dengan negara lainnya, antara lain ukuran, pertumbuhan dan struktur sistem perbankan syariah dan kondisi makroprudensial sistem perbankan syariah berdasarkan faktor permodalan, laba/earnings, likuiditas, dan eksposur risiko.
Januari 2016, pada triwulan II-2016 telah
disampaikan data perbankan syariah
melalui Bank Indonesia.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
129
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
121 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
G. Isu Internasional1. Review/Monitoring Sistem Keuangan
Indonesia Oleh Lembaga Internasional Sebagai konsekuensi dari keanggotaan
Indonesia di beberapa fora internasional
(a.l. G-20, Financial Stability Board
(FSB), dan Basel Committee on Banking
Supervision (BCBS)), Indonesia terikat
komitmen untuk mengadopsi berbagai
rekomendasi reformasi sektor keuangan
global. Atas komitmen-komitmen
tersebut, FSB dan BCBS akan
melakukan review/monitoring secara
regular kepada seluruh negara anggota.
Hasil dari proses review/monitoring
tersebut adalah grading tingkat
kepatuhan kerangka pengaturan atas
rekomendasi reformasi sektor keuangan
global.
Beberapa proses review/monitoring yang
akan dihadapi oleh Indonesia dalam
waktu dekat adalah (i) Financial Sector
Assessment Program (FSAP), (ii)
Regulatory Consistency Assessment
Program (RCAP), dan (iii) Mutual
Evaluation.
1.1 Financial Sector Assessment Program (FSAP)
Financial Sector Assessment Program
(FSAP) merupakan joint program yang
dikembangkan oleh IMF dan World Bank
pada tahun 1990 sebagai suatu
mekanisme untuk menilai stabilitas dan
pengembangan sistem keuangan suatu
negara secara komprehensif dengan
fokus pada kepatuhan kerangka
peraturan di suatu negara terhadap
berbagai prinsip internasional, seperti
Basel Core Principles (BCP), IOSCO
Principles dan Insurance Core Principles
(ICPs). Berdasarkan hasil FSAP tersebut,
IMF-World Bank akan mengeluarkan
penilaian sebagai berikut:
Tabel G.1.1.1Penilaian Stabilitas dan Pengembangan Sistem Keuangan dalam FSAP
Sumber: OJK
FSAP pertama di Indonesia telah
dilakukan pada tahun 2009-2010.
Pelaksanaan FSAP dilakukan secara
periodik setiap lima tahun (FSAP
updates). FSAP updates Indonesia
berikutnya akan dilakukan pada tahun
2016.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
122 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Dalam rangka persiapan dan
pelaksanaan FSAP baik internal OJK
maupun nasional, telah dibentuk Task
Force (TF) Financial Sector Assessment
Program (FSAP) OJK maupun TF FSAP
nasional46. Task force FSAP OJK terdiri
dari Tim Pelaksana yang beranggotakan
Satuan Kerja terkait dari masing-masing
bidang Pengawasan Perbankan, Pasar
Modal, dan IKNB.
Selain itu, telah pula dilakukan sosialisasi
persiapan FSAP kepada seluruh industri
di sektor perbankan, pasar modal dan
IKNB. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan awareness industri atas
proses FSAP yang akan dihadapi di
semester II-2016 serta untuk
memperoleh dukungan dari industri
sehingga pelaksanaan FSAP dapat
berjalan dengan baik. Sosialisasi
ataupun diskusi dengan industri tersebut
akan terus dilakukan dengan
pembahasan yang lebih detail.
Timeline dan program kerja tim FSAP
khususnya yang terkait dengan
assessment Basel Core Principles (BCP)
Perbankan telah dimulai bertahap sejak
Maret 2015. Sampai dengan triwulan II-
2016, anggota task force BCP terus
menyempurnakan argumentasi self-
assessment untuk setiap Essential
Criteria (EC) dan Additional Criteria (AC)
dari seluruh Core Principle (CP),
46 TF FSAP nasional terdiri dari otoritas terkait
seperti OJK, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan lain-lain.
termasuk menambahkan beberapa
informasi terkait implementasi baik dari
sisi pengawas maupun dari sisi
perbankan. Hasil self-assessment
tersebut akan disampaikan kepada
assessor FSAP yang selanjutnya akan
digunakan sebagai salah satu bahan
assessor dalam melakukan penilaian
atas pelaksanaan prinsip-prinsip
pengawasan bank di Indonesia sesuai
dengan Basel Core Principles.
Sebagai bagian dari program FSAP,
pada tanggal 30 Mei s.d. 3 Juni 2016
telah dilakukan scoping mission FSAP.
Tujuan pelaksanaan scoping mission
adalah untuk membahas cakupan,
timeline (jadwal), cara dan metodologi,
logistik serta hal-hal detil lain yang terkait
dengan pelaksanaan FSAP.
1.2 Regulatory Consistency
Assessment Program (RCAP)
RCAP merupakan proses penilaian yang
dilakukan oleh BCBS dengan tujuan
untuk melihat konsistensi dari regulasi
yang dikeluarkan oleh Indonesia
terhadap kerangka Basel baik Basel II,
Basel 2.5 maupun Basel III, yang
dilakukan paragraf per paragraf. Seluruh
negara yang menjadi anggota BCBS
wajib menjalani RCAP.
Berdasarkan hasil RCAP tersebut, BCBS
akan mengeluarkan penilaian yang terdiri
atas compliant, largely compliant,
materially non-compliant dan non-
compliant.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
130
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
121 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
G. Isu Internasional1. Review/Monitoring Sistem Keuangan
Indonesia Oleh Lembaga Internasional Sebagai konsekuensi dari keanggotaan
Indonesia di beberapa fora internasional
(a.l. G-20, Financial Stability Board
(FSB), dan Basel Committee on Banking
Supervision (BCBS)), Indonesia terikat
komitmen untuk mengadopsi berbagai
rekomendasi reformasi sektor keuangan
global. Atas komitmen-komitmen
tersebut, FSB dan BCBS akan
melakukan review/monitoring secara
regular kepada seluruh negara anggota.
Hasil dari proses review/monitoring
tersebut adalah grading tingkat
kepatuhan kerangka pengaturan atas
rekomendasi reformasi sektor keuangan
global.
Beberapa proses review/monitoring yang
akan dihadapi oleh Indonesia dalam
waktu dekat adalah (i) Financial Sector
Assessment Program (FSAP), (ii)
Regulatory Consistency Assessment
Program (RCAP), dan (iii) Mutual
Evaluation.
1.1 Financial Sector Assessment Program (FSAP)
Financial Sector Assessment Program
(FSAP) merupakan joint program yang
dikembangkan oleh IMF dan World Bank
pada tahun 1990 sebagai suatu
mekanisme untuk menilai stabilitas dan
pengembangan sistem keuangan suatu
negara secara komprehensif dengan
fokus pada kepatuhan kerangka
peraturan di suatu negara terhadap
berbagai prinsip internasional, seperti
Basel Core Principles (BCP), IOSCO
Principles dan Insurance Core Principles
(ICPs). Berdasarkan hasil FSAP tersebut,
IMF-World Bank akan mengeluarkan
penilaian sebagai berikut:
Tabel G.1.1.1Penilaian Stabilitas dan Pengembangan Sistem Keuangan dalam FSAP
Sumber: OJK
FSAP pertama di Indonesia telah
dilakukan pada tahun 2009-2010.
Pelaksanaan FSAP dilakukan secara
periodik setiap lima tahun (FSAP
updates). FSAP updates Indonesia
berikutnya akan dilakukan pada tahun
2016.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
122 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Dalam rangka persiapan dan
pelaksanaan FSAP baik internal OJK
maupun nasional, telah dibentuk Task
Force (TF) Financial Sector Assessment
Program (FSAP) OJK maupun TF FSAP
nasional46. Task force FSAP OJK terdiri
dari Tim Pelaksana yang beranggotakan
Satuan Kerja terkait dari masing-masing
bidang Pengawasan Perbankan, Pasar
Modal, dan IKNB.
Selain itu, telah pula dilakukan sosialisasi
persiapan FSAP kepada seluruh industri
di sektor perbankan, pasar modal dan
IKNB. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan awareness industri atas
proses FSAP yang akan dihadapi di
semester II-2016 serta untuk
memperoleh dukungan dari industri
sehingga pelaksanaan FSAP dapat
berjalan dengan baik. Sosialisasi
ataupun diskusi dengan industri tersebut
akan terus dilakukan dengan
pembahasan yang lebih detail.
Timeline dan program kerja tim FSAP
khususnya yang terkait dengan
assessment Basel Core Principles (BCP)
Perbankan telah dimulai bertahap sejak
Maret 2015. Sampai dengan triwulan II-
2016, anggota task force BCP terus
menyempurnakan argumentasi self-
assessment untuk setiap Essential
Criteria (EC) dan Additional Criteria (AC)
dari seluruh Core Principle (CP),
46 TF FSAP nasional terdiri dari otoritas terkait
seperti OJK, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan lain-lain.
termasuk menambahkan beberapa
informasi terkait implementasi baik dari
sisi pengawas maupun dari sisi
perbankan. Hasil self-assessment
tersebut akan disampaikan kepada
assessor FSAP yang selanjutnya akan
digunakan sebagai salah satu bahan
assessor dalam melakukan penilaian
atas pelaksanaan prinsip-prinsip
pengawasan bank di Indonesia sesuai
dengan Basel Core Principles.
Sebagai bagian dari program FSAP,
pada tanggal 30 Mei s.d. 3 Juni 2016
telah dilakukan scoping mission FSAP.
Tujuan pelaksanaan scoping mission
adalah untuk membahas cakupan,
timeline (jadwal), cara dan metodologi,
logistik serta hal-hal detil lain yang terkait
dengan pelaksanaan FSAP.
1.2 Regulatory Consistency
Assessment Program (RCAP)
RCAP merupakan proses penilaian yang
dilakukan oleh BCBS dengan tujuan
untuk melihat konsistensi dari regulasi
yang dikeluarkan oleh Indonesia
terhadap kerangka Basel baik Basel II,
Basel 2.5 maupun Basel III, yang
dilakukan paragraf per paragraf. Seluruh
negara yang menjadi anggota BCBS
wajib menjalani RCAP.
Berdasarkan hasil RCAP tersebut, BCBS
akan mengeluarkan penilaian yang terdiri
atas compliant, largely compliant,
materially non-compliant dan non-
compliant.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
131
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
123 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Secara garis besar terdapat 2 kategori
RCAP yang dilakukan Indonesia yaitu
terkait dengan kerangka Permodalan dan
kerangka Likuiditas. Pelaksanaan RCAP
untuk Indonesia telah dimulai dengan
penyampaian hasil self-assessment
kepada BCBS yang telah dilakukan pada
Desember 2015.
Berdasarkan hasil self-assessment
tersebut, assessor akan melakukan
penilaian sejauh mana konsistensi
pengaturan perbankan di Indonesia
dibandingkan dengan kerangka Basel.
Selama proses assessment berlangsung,
telah dilakukan diskusi antara tim
assessor dan perwakilan OJK dan BI
maupun juga dengan perwakilan
beberapa bank maupun consulting firm.
Atas beberapa ketentuan yang dinilai
belum konsisten dengan kerangka Basel
akan ditindaklanjuti dengan
penyesuaian/revisi ketentuan. BCBS
akan mengumumkan hasil assessment
RCAP Indonesia pada sekitar bulan
November/Desember 2016.
1.3 Mutual Evaluation
Untuk mengetahui kepatuhan suatu
negara terhadap penerapan 40
rekomendasi FATF yang dikeluarkan oleh
FATF pada bulan Februari 2012, FATF
melakukan Mutual Evaluation (ME) pada
setiap negara anggota. Proses penilaian
ME saat ini menggunakan metodologi
yang dikeluarkan FATF pada bulan
Februari 2013, dimana penilaian
mencakup selain technical compliance
seperti halnya penilaian ME sebelumnya
juga mencakup penilaian efectiveness.
Untuk technical compliance rating,
penilaian sebagai berikut:
Tabel G.1.3.1 Technical Compliance Rating
Technical Compliance Rating / TCR*)
Compliant C Tidak terdapat kelemahan
Largely Compliant
LC Hanya terdapat kelemahan yang sangat kecil
Partially Compliant
PC Terdapat kelemahan yang bersifat moderat
Non Compliant
NC Terdapat kelemahan yang bersifat major
Not Aplicable
NA Persyaratan tidak berlaku karena pertimbangan struktural, hukum, dan keberadaan lembaga suatu negara.
*)TCR mencerminkan telah dipatuhinya ketentuan yang berlaku dan pemahaman terhadap suatu kewajiban.
Sedangkan untuk penilaian efectiveness,
penilaian adalah sebagai berikut:
Tabel G.1.3.2 Effectiveness Rating (ER)
Effectiveness Rating (ER)
Level of Efectiveness
Meaning
High The immediate outcome is achieved to a very large extent. Dibutuhkan perbaikan yang bersifat minor
Substantial The immediate outcome is achieved to a large extent. Dibutuhkan perbaikan yang bersifat minor
Moderate The immediate outcome is achieved to some extent.
Effectiveness Rating (ER)
Level of Efectiveness
Meaning
Dibutuhkan perbaikan yang bersifat major
Low The immediate outcome is not achieved or achieved to a negligible extent. Dibutuhkan perbaikan yang mendasar.
ER lebih mengutamakan pelaksanaan
daripada ketentuan. Dengan demikian
apabila suatu negara belum mengatur
suatu kewajiban dalam ketentuannya,
namun dalam pelaksanaan telah
dilakukan secara konsisten, maka negara
tersebut tetap dianggap efektif.
Selanjutnya, untuk membantu kelancaran
pelaksanaan penerapan Mutual
Evaluation tahun 2017, PPATK telah
membentuk SatGas Mutual Evaluation
dengan anggota SatGas dari seluruh
instansi terkait di Indonesia termasuk
OJK. Terdapat sembilan pegawai OJK
yang tercatat sebagai anggota SatGas
tersebut. Timeline dan program kerja
self-assessment FSAP untuk Perbankan
dimulai bertahap sejak Maret 2015
sampai dengan Februari 2016.
Persiapan OJK dalam menghadapi
Mutual Evaluation pada triwulan II-2016
antara lain dengan menyusun
argumentasi self-assesment dengan
berpedoman pada “Methodology for
Assesing Technical Compliance with the
FATF Recommendations and The
Effectiveness of AML/CFT Systems” dan
hasil identifikasi potensial gap yang telah
dilakukan ditriwulan sebelumnya.
Penyusunan argumen dilakukan tidak
hanya untuk pengawasan sektor
perbankan tetapi juga untuk seluruh
sektor Keuangan lainnya (OJK wide).
Selanjutnya, sejalan dengan fungsi,
tugas, dan wewenang OJK dan
komitmen dalam mendukung rezim
pencegahan dan pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan
Tindak Pidana Pendanaan Terorisme
(TPPT), menjaga integritas sistem
keuangan dan meningkatkan sinergi
seluruh stakeholder terhadap upaya
pencegahan dan pemberantasan TPPU
dan TPPT di Indonesia, maka dibentuk
Forum Koordinasi dan Kerjasama Sektor
Jasa Keuangan (FKKSJK).
Forum ini merupakan wadah koordinasi
dan kerjasama yang beranggotakan
perwakilan asosiasi sektor jasa
keuangan meliputi Forum Koordinasi
Direktur Kepatuhan Perbankan (FKDKP),
Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat
Indonesia (PERBARINDO), Asosiasi
Perusahaan Efek Indonesia (APEI),
Asosiasi Pengelola Reksadana Indonesia
(APRDI), Asosiasi Wali Amanat
Indonesia (AWAI), Asosiasi Asuransi
Umum Indonesia (AAUI), Asosiasi
Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), dan
Asosiasi Perusahaan Pembiayaan
Indonesia (APPI).
Program koordinasi dan kerjasama
FKKSJK meliputi perrtukaran informasi,
penyusunan ketentuan hukum dan/atau
pedoman, edukasi dan/atau sosialisasi
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
132
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
123 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Secara garis besar terdapat 2 kategori
RCAP yang dilakukan Indonesia yaitu
terkait dengan kerangka Permodalan dan
kerangka Likuiditas. Pelaksanaan RCAP
untuk Indonesia telah dimulai dengan
penyampaian hasil self-assessment
kepada BCBS yang telah dilakukan pada
Desember 2015.
Berdasarkan hasil self-assessment
tersebut, assessor akan melakukan
penilaian sejauh mana konsistensi
pengaturan perbankan di Indonesia
dibandingkan dengan kerangka Basel.
Selama proses assessment berlangsung,
telah dilakukan diskusi antara tim
assessor dan perwakilan OJK dan BI
maupun juga dengan perwakilan
beberapa bank maupun consulting firm.
Atas beberapa ketentuan yang dinilai
belum konsisten dengan kerangka Basel
akan ditindaklanjuti dengan
penyesuaian/revisi ketentuan. BCBS
akan mengumumkan hasil assessment
RCAP Indonesia pada sekitar bulan
November/Desember 2016.
1.3 Mutual Evaluation
Untuk mengetahui kepatuhan suatu
negara terhadap penerapan 40
rekomendasi FATF yang dikeluarkan oleh
FATF pada bulan Februari 2012, FATF
melakukan Mutual Evaluation (ME) pada
setiap negara anggota. Proses penilaian
ME saat ini menggunakan metodologi
yang dikeluarkan FATF pada bulan
Februari 2013, dimana penilaian
mencakup selain technical compliance
seperti halnya penilaian ME sebelumnya
juga mencakup penilaian efectiveness.
Untuk technical compliance rating,
penilaian sebagai berikut:
Tabel G.1.3.1 Technical Compliance Rating
Technical Compliance Rating / TCR*)
Compliant C Tidak terdapat kelemahan
Largely Compliant
LC Hanya terdapat kelemahan yang sangat kecil
Partially Compliant
PC Terdapat kelemahan yang bersifat moderat
Non Compliant
NC Terdapat kelemahan yang bersifat major
Not Aplicable
NA Persyaratan tidak berlaku karena pertimbangan struktural, hukum, dan keberadaan lembaga suatu negara.
*)TCR mencerminkan telah dipatuhinya ketentuan yang berlaku dan pemahaman terhadap suatu kewajiban.
Sedangkan untuk penilaian efectiveness,
penilaian adalah sebagai berikut:
Tabel G.1.3.2 Effectiveness Rating (ER)
Effectiveness Rating (ER)
Level of Efectiveness
Meaning
High The immediate outcome is achieved to a very large extent. Dibutuhkan perbaikan yang bersifat minor
Substantial The immediate outcome is achieved to a large extent. Dibutuhkan perbaikan yang bersifat minor
Moderate The immediate outcome is achieved to some extent.
Effectiveness Rating (ER)
Level of Efectiveness
Meaning
Dibutuhkan perbaikan yang bersifat major
Low The immediate outcome is not achieved or achieved to a negligible extent. Dibutuhkan perbaikan yang mendasar.
ER lebih mengutamakan pelaksanaan
daripada ketentuan. Dengan demikian
apabila suatu negara belum mengatur
suatu kewajiban dalam ketentuannya,
namun dalam pelaksanaan telah
dilakukan secara konsisten, maka negara
tersebut tetap dianggap efektif.
Selanjutnya, untuk membantu kelancaran
pelaksanaan penerapan Mutual
Evaluation tahun 2017, PPATK telah
membentuk SatGas Mutual Evaluation
dengan anggota SatGas dari seluruh
instansi terkait di Indonesia termasuk
OJK. Terdapat sembilan pegawai OJK
yang tercatat sebagai anggota SatGas
tersebut. Timeline dan program kerja
self-assessment FSAP untuk Perbankan
dimulai bertahap sejak Maret 2015
sampai dengan Februari 2016.
Persiapan OJK dalam menghadapi
Mutual Evaluation pada triwulan II-2016
antara lain dengan menyusun
argumentasi self-assesment dengan
berpedoman pada “Methodology for
Assesing Technical Compliance with the
FATF Recommendations and The
Effectiveness of AML/CFT Systems” dan
hasil identifikasi potensial gap yang telah
dilakukan ditriwulan sebelumnya.
Penyusunan argumen dilakukan tidak
hanya untuk pengawasan sektor
perbankan tetapi juga untuk seluruh
sektor Keuangan lainnya (OJK wide).
Selanjutnya, sejalan dengan fungsi,
tugas, dan wewenang OJK dan
komitmen dalam mendukung rezim
pencegahan dan pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan
Tindak Pidana Pendanaan Terorisme
(TPPT), menjaga integritas sistem
keuangan dan meningkatkan sinergi
seluruh stakeholder terhadap upaya
pencegahan dan pemberantasan TPPU
dan TPPT di Indonesia, maka dibentuk
Forum Koordinasi dan Kerjasama Sektor
Jasa Keuangan (FKKSJK).
Forum ini merupakan wadah koordinasi
dan kerjasama yang beranggotakan
perwakilan asosiasi sektor jasa
keuangan meliputi Forum Koordinasi
Direktur Kepatuhan Perbankan (FKDKP),
Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat
Indonesia (PERBARINDO), Asosiasi
Perusahaan Efek Indonesia (APEI),
Asosiasi Pengelola Reksadana Indonesia
(APRDI), Asosiasi Wali Amanat
Indonesia (AWAI), Asosiasi Asuransi
Umum Indonesia (AAUI), Asosiasi
Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), dan
Asosiasi Perusahaan Pembiayaan
Indonesia (APPI).
Program koordinasi dan kerjasama
FKKSJK meliputi perrtukaran informasi,
penyusunan ketentuan hukum dan/atau
pedoman, edukasi dan/atau sosialisasi
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
133
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
125 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
serta penelitian dan/atau riset. Adapun
tujuan jangka pendek dari forum ini
adalah mendukung kesiapan Indonesia,
melalui sektor jasa keuangan,
menghadapi penilaian Mutual Evaluation
Review Indonesia (MER) pada tahun
2017 terkait dengan penerapan 40
Rekomendasi FATF.
2. FATCA (Foreign Account Tax
Compliant Act)
Salah satu upaya Pemerintah Amerika
Serikat (AS) untuk meningkatkan
pendapatan negara melalui penerimaan
pajak adalah dengan menerbitkan FATCA
pada tanggal 18 Maret 2010 yang lalu.
Ketentuan ini dibuat oleh pemerintah AS
dengan tujuan untuk menanggulangi
penghindaran pajak (tax avoidance) oleh
warga negara AS yang melakukan direct
investment melalui lembaga keuangan di
luar negeri ataupun indirect investment
melalui kepemilikkan perusahaan di luar
negeri. Menurut US Internal Revenue
Service (IRS), saat ini hanya sekitar 7%
dari tujuh juta warga AS yang tinggal atau
bekerja di luar AS yang melakukan
pembayaran pajak kepada pemerintah
AS.
Melalui FATCA, Pemerintah AS
mengharuskan lembaga keuangan
non-AS (Foreign Financial Institution/FFI)
untuk mengidentifikasi rekening milik
wajib pajak AS (perorangan atau
perusahaan) termasuk rekening
perusahaan non-AS yang dimiliki oleh
warga negara AS (kepemilikan lebih dari
10%). Selanjutnya FFI harus melaporkan
informasi terkait perpajakan atas rekening
tersebut kepada otoritas pajak Amerika
Serikat (Internal Revenue Service/IRS).
Apabila FFI tidak berpartisipasi dalam
FATCA, IRS akan mengenakan 30%
withholding tax kepada FFI atas
penerimaan yang mereka peroleh dari
investasi di AS.
Dalam rangka memenuhi ketentuan
FATCA ini, pemerintah Indonesia
berencana untuk menempuh model
pelaporan dengan dasar perjanjian yang
ditandatangani antara pemerintah
Indonesia dengan pemerintah Amerika
Serikat (inter-governmental agreement/
IGA) berupa IGA 1B. Dalam perjanjian
tersebut Pemerintah Indonesia telah
berkomitmen kepada Pemerintah
Amerika Serikat untuk memberikan
informasi terkait perpajakan wajib pajak
AS. Dengan adanya perjanjian tersebut,
Lembaga Jasa Keuangan (LJK) di
Indonesia berkewajiban untuk
mengidentifikasi rekening milik wajib
pajak AS, melaporkan informasi terkait
perpajakan atas rekening milik wajib
pajak AS (perorangan atau perusahaan)
termasuk rekening perusahaan non-AS
yang dimiliki oleh warga negara AS
(kepemilikan lebih dari 10%) kepada IRS
melalui otoritas pajak Indonesia, yaitu
Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Dalam rangka mendukung program
pencegahan penghindaran pajak yang
pada akhirnya dapat mewujudkan sistem
keuangan yang tumbuh secara
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
126 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
berkelanjutan dan stabil serta mampu
melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat, pada akhir 2015 telah
diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 125/PMK.010/2015 tanggal 7 Juli
2015 dan POJK No.25/POJK.03/2015
tentang Penyampaian Informasi Nasabah
Asing Terkait Perpajakan Kepada Negara
Mitra atau Yurisdiksi Mitra (POJK Pajak).
Ketentuan ini menjadi landasan hukum
bagi LJK dalam rangka pelaporan
informasi terkait perpajakan
nasabahnya kepada otoritas pajak
negara mitra atau yurisdiksi mitra.
Selanjutnya, dalam proses pelaporan
FATCA, OJK telah menyatakan komitmen
kepada Pemerintah Indonesia (Badan
Koordinasi Fiskal/BKF) pada April 2014
untuk menyediakan sistem pelaporan
penyampaian informasi terkait
perpajakan nasabah asing dari LJK
kepada OJK dan kemudian meneruskan
laporan tersebut kepada DJP sebagai
otoritas yang berwenang di Indonesia.
Selanjutnya data tersebut akan
disampaikan oleh DJP kepada IRS
sebagai otoritas pajak Amerika Serikat.
Dalam rangka persiapan sistem
pelaporan FATCA yaitu Sistem
Penyampaian Informasi Nasabah Asing
(SiPINA), pada Triwulan II-2016 telah
dilakukan tahapan User Acceptance Test
(UAT) di internal OJK, kemudian diikuti
oleh tahapan Industrial Test yang
dilakukan oleh LJK pada Triwulan
III-2016.
3. Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (Anti MoneyLaundering and Countering Financing Terrorism/AML/CFT)
Untuk meningkatkan kerjasama financial
intelligence dengan otoritas di wilayah
Meksiko, Korea Selatan, Turki, dan
Australia, pada triwulan II-2016 OJK
menghadiri pertemuan MIKTA (Mexico,
Indonesia, Korea Selatan, Turkey, and
Australia) Experts on Anti Money
Laundering and Counter Terrorism
Financing pada tanggal 28 – 29 April
2016 di Melbourne, Australia. Pertemuan
tersebut membahas mekanisme tukar
menukar informasi, pandangan dan
keahlian antar negara anggota MIKTA
terkait penanggulangan pencucian uang
dan pendanaan terorisme. Pertemuan
tersebut selain dihadiri oleh perwakilan
Financial Intelligence Unit dari kelima
Negara anggota, juga dihadiri oleh
praktisi dan sektor Keuangan.
Selanjutnya, terkait dengan penerapan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 2013
tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana
Pendanaan Teroris, sampai dengan
triwulan II-2016, telah dikeluarkan 13
Daftar Terduga Teroris dan Organisasi
Teroris (DTTOT) dengan rincian sebagai
berikut:
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
134
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
125 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
serta penelitian dan/atau riset. Adapun
tujuan jangka pendek dari forum ini
adalah mendukung kesiapan Indonesia,
melalui sektor jasa keuangan,
menghadapi penilaian Mutual Evaluation
Review Indonesia (MER) pada tahun
2017 terkait dengan penerapan 40
Rekomendasi FATF.
2. FATCA (Foreign Account Tax
Compliant Act)
Salah satu upaya Pemerintah Amerika
Serikat (AS) untuk meningkatkan
pendapatan negara melalui penerimaan
pajak adalah dengan menerbitkan FATCA
pada tanggal 18 Maret 2010 yang lalu.
Ketentuan ini dibuat oleh pemerintah AS
dengan tujuan untuk menanggulangi
penghindaran pajak (tax avoidance) oleh
warga negara AS yang melakukan direct
investment melalui lembaga keuangan di
luar negeri ataupun indirect investment
melalui kepemilikkan perusahaan di luar
negeri. Menurut US Internal Revenue
Service (IRS), saat ini hanya sekitar 7%
dari tujuh juta warga AS yang tinggal atau
bekerja di luar AS yang melakukan
pembayaran pajak kepada pemerintah
AS.
Melalui FATCA, Pemerintah AS
mengharuskan lembaga keuangan
non-AS (Foreign Financial Institution/FFI)
untuk mengidentifikasi rekening milik
wajib pajak AS (perorangan atau
perusahaan) termasuk rekening
perusahaan non-AS yang dimiliki oleh
warga negara AS (kepemilikan lebih dari
10%). Selanjutnya FFI harus melaporkan
informasi terkait perpajakan atas rekening
tersebut kepada otoritas pajak Amerika
Serikat (Internal Revenue Service/IRS).
Apabila FFI tidak berpartisipasi dalam
FATCA, IRS akan mengenakan 30%
withholding tax kepada FFI atas
penerimaan yang mereka peroleh dari
investasi di AS.
Dalam rangka memenuhi ketentuan
FATCA ini, pemerintah Indonesia
berencana untuk menempuh model
pelaporan dengan dasar perjanjian yang
ditandatangani antara pemerintah
Indonesia dengan pemerintah Amerika
Serikat (inter-governmental agreement/
IGA) berupa IGA 1B. Dalam perjanjian
tersebut Pemerintah Indonesia telah
berkomitmen kepada Pemerintah
Amerika Serikat untuk memberikan
informasi terkait perpajakan wajib pajak
AS. Dengan adanya perjanjian tersebut,
Lembaga Jasa Keuangan (LJK) di
Indonesia berkewajiban untuk
mengidentifikasi rekening milik wajib
pajak AS, melaporkan informasi terkait
perpajakan atas rekening milik wajib
pajak AS (perorangan atau perusahaan)
termasuk rekening perusahaan non-AS
yang dimiliki oleh warga negara AS
(kepemilikan lebih dari 10%) kepada IRS
melalui otoritas pajak Indonesia, yaitu
Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Dalam rangka mendukung program
pencegahan penghindaran pajak yang
pada akhirnya dapat mewujudkan sistem
keuangan yang tumbuh secara
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
126 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
berkelanjutan dan stabil serta mampu
melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat, pada akhir 2015 telah
diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 125/PMK.010/2015 tanggal 7 Juli
2015 dan POJK No.25/POJK.03/2015
tentang Penyampaian Informasi Nasabah
Asing Terkait Perpajakan Kepada Negara
Mitra atau Yurisdiksi Mitra (POJK Pajak).
Ketentuan ini menjadi landasan hukum
bagi LJK dalam rangka pelaporan
informasi terkait perpajakan
nasabahnya kepada otoritas pajak
negara mitra atau yurisdiksi mitra.
Selanjutnya, dalam proses pelaporan
FATCA, OJK telah menyatakan komitmen
kepada Pemerintah Indonesia (Badan
Koordinasi Fiskal/BKF) pada April 2014
untuk menyediakan sistem pelaporan
penyampaian informasi terkait
perpajakan nasabah asing dari LJK
kepada OJK dan kemudian meneruskan
laporan tersebut kepada DJP sebagai
otoritas yang berwenang di Indonesia.
Selanjutnya data tersebut akan
disampaikan oleh DJP kepada IRS
sebagai otoritas pajak Amerika Serikat.
Dalam rangka persiapan sistem
pelaporan FATCA yaitu Sistem
Penyampaian Informasi Nasabah Asing
(SiPINA), pada Triwulan II-2016 telah
dilakukan tahapan User Acceptance Test
(UAT) di internal OJK, kemudian diikuti
oleh tahapan Industrial Test yang
dilakukan oleh LJK pada Triwulan
III-2016.
3. Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (Anti MoneyLaundering and Countering Financing Terrorism/AML/CFT)
Untuk meningkatkan kerjasama financial
intelligence dengan otoritas di wilayah
Meksiko, Korea Selatan, Turki, dan
Australia, pada triwulan II-2016 OJK
menghadiri pertemuan MIKTA (Mexico,
Indonesia, Korea Selatan, Turkey, and
Australia) Experts on Anti Money
Laundering and Counter Terrorism
Financing pada tanggal 28 – 29 April
2016 di Melbourne, Australia. Pertemuan
tersebut membahas mekanisme tukar
menukar informasi, pandangan dan
keahlian antar negara anggota MIKTA
terkait penanggulangan pencucian uang
dan pendanaan terorisme. Pertemuan
tersebut selain dihadiri oleh perwakilan
Financial Intelligence Unit dari kelima
Negara anggota, juga dihadiri oleh
praktisi dan sektor Keuangan.
Selanjutnya, terkait dengan penerapan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 2013
tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana
Pendanaan Teroris, sampai dengan
triwulan II-2016, telah dikeluarkan 13
Daftar Terduga Teroris dan Organisasi
Teroris (DTTOT) dengan rincian sebagai
berikut:
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
135
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
127 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel G.3.2.1 Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris s.d Triwulan II-2016
WNI WNA
(Individual + Entitas) (Individual + Entitas)
1 20-Nov-14 R/2723 0+1 201+0
2 24 Des 2014 R/2882 11+2 -
3 23-Feb-14 R/279 3 + 1 -
4 30 Maret 2015 R/638 3 + 1 -
5 15-Apr-15 R/748 - 1
6 13 Mei 2015 R/880 - 3 + 0
7 29 Mei 2015 R/984 1 + 0 -
8 25 Agt 2015 R/1322 21+4 344+70
9 30-Nov-15 R/2040 21 + 5 343 + 72
10 22 Des 2015 R/2170 0 + 1 22 + 1
11 22 Des 2015 R/2171 21 + 5 378 + 56
12 30 Maret 2016 R/356 21*) + 5 362 + 72
13 31 Mei 2016 R/3816 21*) + 5 359 + 72
*)1 diantaranya bersumber dari Pemerintah Indonesia
No. Tanggal Surat Kapolri
Nomor DTTOT
DTTOT
H. Sistem Perizinan dan Registrasi (e-Licensing) Terintegrasi
Dalam rangka peningkatan pelayanan
OJK kepada stakeholders, khususnya
terkait dengan proses perizinan, OJK
telah membangun aplikasi perizinan
online yang adaptif dengan fitur yang
komprehensif (end-to-end solution) dan
diproses melalui satu solusi teknologi
untuk seluruh sektor jasa keuangan
(single window). Aplikasi ini disebut
dengan Sistem Informasi Perizinan dan
Registrasi Terintegrasi (SPRINT).
Dengan aplikasi tersebut, diharapkan
proses perizinan menjadi lebih cepat,
transparan, teratur, adil, dan akuntabel
dibandingkan sebelumnya (Tabel H.1).
Tabel H.1Tujuan e-Licensing
Pembangunan aplikasi SPRINT dimulai
sejak bulan Desember 2015 dengan
cakupan masih terbatas pada perizinan
pasar modal. Pengembangan aplikasi
SPRINT masih terus dilakukan secara
bertahap, menyesuaikan dengan prioritas
dan kebutuhan pengguna. Implementasi
SPRINT direncanakan pada bulan
Desember 2016 dengan mencakup
seluruh perizinan di OJK, termasuk
perizinan terintegrasi seperti perizinan
bancasurance (terkait sektor perbankan
dan Industri Keuangan Non-Bank/IKNB).
Pada triwulan II-2016, tahapan
pengembangan aplikasi SPRINT 2016
dilanjutkan dengan tahapan desain dan
pembangunan aplikasi. Cakupan perizinan
online perbankan yang akan menjadi ruang
lingkup pengembangan aplikasi SPRINT
2016 adalah perizinan solo (perizinan
kelembagaan), dan uji kemampuan dan
kepatutan (Fit and Proper Test/FPT) untuk
Bank Umum Konvensional. Cakupan dalam
aplikasi SPRINT 2016 akan diperluas
menjadi termasuk perizinan pendaftaran
Akuntan Publik/ Kantor Akuntan Publik
(AP/KAP) Terintegrasi untuk seluruh
kompartemen di OJK. Untuk perizinan yang
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
136
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
127 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel G.3.2.1 Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris s.d Triwulan II-2016
WNI WNA
(Individual + Entitas) (Individual + Entitas)
1 20-Nov-14 R/2723 0+1 201+0
2 24 Des 2014 R/2882 11+2 -
3 23-Feb-14 R/279 3 + 1 -
4 30 Maret 2015 R/638 3 + 1 -
5 15-Apr-15 R/748 - 1
6 13 Mei 2015 R/880 - 3 + 0
7 29 Mei 2015 R/984 1 + 0 -
8 25 Agt 2015 R/1322 21+4 344+70
9 30-Nov-15 R/2040 21 + 5 343 + 72
10 22 Des 2015 R/2170 0 + 1 22 + 1
11 22 Des 2015 R/2171 21 + 5 378 + 56
12 30 Maret 2016 R/356 21*) + 5 362 + 72
13 31 Mei 2016 R/3816 21*) + 5 359 + 72
*)1 diantaranya bersumber dari Pemerintah Indonesia
No. Tanggal Surat Kapolri
Nomor DTTOT
DTTOT
H. Sistem Perizinan dan Registrasi (e-Licensing) Terintegrasi
Dalam rangka peningkatan pelayanan
OJK kepada stakeholders, khususnya
terkait dengan proses perizinan, OJK
telah membangun aplikasi perizinan
online yang adaptif dengan fitur yang
komprehensif (end-to-end solution) dan
diproses melalui satu solusi teknologi
untuk seluruh sektor jasa keuangan
(single window). Aplikasi ini disebut
dengan Sistem Informasi Perizinan dan
Registrasi Terintegrasi (SPRINT).
Dengan aplikasi tersebut, diharapkan
proses perizinan menjadi lebih cepat,
transparan, teratur, adil, dan akuntabel
dibandingkan sebelumnya (Tabel H.1).
Tabel H.1Tujuan e-Licensing
Pembangunan aplikasi SPRINT dimulai
sejak bulan Desember 2015 dengan
cakupan masih terbatas pada perizinan
pasar modal. Pengembangan aplikasi
SPRINT masih terus dilakukan secara
bertahap, menyesuaikan dengan prioritas
dan kebutuhan pengguna. Implementasi
SPRINT direncanakan pada bulan
Desember 2016 dengan mencakup
seluruh perizinan di OJK, termasuk
perizinan terintegrasi seperti perizinan
bancasurance (terkait sektor perbankan
dan Industri Keuangan Non-Bank/IKNB).
Pada triwulan II-2016, tahapan
pengembangan aplikasi SPRINT 2016
dilanjutkan dengan tahapan desain dan
pembangunan aplikasi. Cakupan perizinan
online perbankan yang akan menjadi ruang
lingkup pengembangan aplikasi SPRINT
2016 adalah perizinan solo (perizinan
kelembagaan), dan uji kemampuan dan
kepatutan (Fit and Proper Test/FPT) untuk
Bank Umum Konvensional. Cakupan dalam
aplikasi SPRINT 2016 akan diperluas
menjadi termasuk perizinan pendaftaran
Akuntan Publik/ Kantor Akuntan Publik
(AP/KAP) Terintegrasi untuk seluruh
kompartemen di OJK. Untuk perizinan yang
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
137
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
129 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
terdapat pada Perbankan Syariah dan
BPR/S akan dikembangkan pada tahun
berikutnya. Implementasi aplikasi SPRINT
untuk sektor perbankan direncanakan akan
dilakukan pada bulan Desember 2016.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
130 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
[Pembatas]
I. Perlindungan Konsumen1. Pelaksanaan Kebijakan Perlindungan Konsumen
2. Simpanan Pelajar (SimPel/SimPel iB)
3. Standar Internal Dispute Resolution (IDR)
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
138
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
129 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
terdapat pada Perbankan Syariah dan
BPR/S akan dikembangkan pada tahun
berikutnya. Implementasi aplikasi SPRINT
untuk sektor perbankan direncanakan akan
dilakukan pada bulan Desember 2016.
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
130 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
[Pembatas]
I. Perlindungan Konsumen1. Pelaksanaan Kebijakan Perlindungan Konsumen
2. Simpanan Pelajar (SimPel/SimPel iB)
3. Standar Internal Dispute Resolution (IDR)
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
139
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
131 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
I. Perlindungan Konsumen
Sebagaimana diamanahkan dalam Pasal
4 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan (UU OJK), salah satu
tujuan dibentuknya OJK adalah agar
keseluruhan kegiatan di dalam sektor
jasa keuangan mampu melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, melalui
Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal
31 UU OJK, OJK diberikan kewenangan
memberikan perlindungan bagi
konsumen.
Kewenangan OJK dalam melakukan
tindakan pencegahan kerugian
konsumen diantaranya adalah
melakukan edukasi dan informasi kepada
masyarakat dan meminta LJK untuk
menghentikan kegiatannya apabila
kegiatan tersebut berpotensi merugikan.
Pelayanan pengaduan Konsumen
diantaranya menyiapkan fasilitas
pelayanan pengaduan Konsumen yang
meliputi perangkat yang memadai untuk
pengaduan konsumen dan mekanisme
pengaduan konsumen ke OJK. Selain
melayani pengaduan konsumen, OJK
juga berwenang untuk melakukan
pembelaan hukum dalam rangka
penyelesaian sengketa antara konsumen
dengan LJK.
Agar terdapat standarisasi perlindungan
konsumen di seluruh sektor jasa
keuangan, menghindari arbritrase yang
merugikan konsumen, dan antisipasi
inovasi produk dan layanan di sektor jasa
keuangan, maka diperlukan adanya
POJK tentang Perlindungan Konsumen.
1. Pelaksanaan Kebijakan Perlindungan Konsumen
Berdasarkan amanah UU OJK dalam
Pasal 55 ayat (2), tugas dan wewenang
pengaturan dan pengawasan kegiatan
jasa keuangan di sektor perbankan
beralih dari Bank Indonesia kepada OJK
sejak tanggal 31 Desember 2013.
Demikian pula fungsi pelayanan
pengaduan konsumen yang
sebelumnnya ditangani oleh Bank
Indonesia turut beralih penanganannya
kepada OJK. Dalam menjalankan fungsi
tersebut, OJK memiliki Layanan
Konsumen OJK yang menyediakan 3
layanan utama yaitu Layanan Informasi
(laporan), Layanan Pertanyaan
(pertanyaan), dan Layanan Pengaduan.
1.1 Layanan Konsumen OJK
Pada triwulan II-2016, Layanan
Konsumen OJK menerima 4.657 layanan
yang terdiri dari 3.330 informasi, 1.293
pertanyaan dan 34 pengaduan. Jumlah
ini mengalami penurunan sebesar 11%
(577 layanan) dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Halaman ini sengaja dikosongkan
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
140
Halaman ini sengaja dikosongkan
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
131 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
I. Perlindungan Konsumen
Sebagaimana diamanahkan dalam Pasal
4 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan (UU OJK), salah satu
tujuan dibentuknya OJK adalah agar
keseluruhan kegiatan di dalam sektor
jasa keuangan mampu melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, melalui
Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal
31 UU OJK, OJK diberikan kewenangan
memberikan perlindungan bagi
konsumen.
Kewenangan OJK dalam melakukan
tindakan pencegahan kerugian
konsumen diantaranya adalah
melakukan edukasi dan informasi kepada
masyarakat dan meminta LJK untuk
menghentikan kegiatannya apabila
kegiatan tersebut berpotensi merugikan.
Pelayanan pengaduan Konsumen
diantaranya menyiapkan fasilitas
pelayanan pengaduan Konsumen yang
meliputi perangkat yang memadai untuk
pengaduan konsumen dan mekanisme
pengaduan konsumen ke OJK. Selain
melayani pengaduan konsumen, OJK
juga berwenang untuk melakukan
pembelaan hukum dalam rangka
penyelesaian sengketa antara konsumen
dengan LJK.
Agar terdapat standarisasi perlindungan
konsumen di seluruh sektor jasa
keuangan, menghindari arbritrase yang
merugikan konsumen, dan antisipasi
inovasi produk dan layanan di sektor jasa
keuangan, maka diperlukan adanya
POJK tentang Perlindungan Konsumen.
1. Pelaksanaan Kebijakan Perlindungan Konsumen
Berdasarkan amanah UU OJK dalam
Pasal 55 ayat (2), tugas dan wewenang
pengaturan dan pengawasan kegiatan
jasa keuangan di sektor perbankan
beralih dari Bank Indonesia kepada OJK
sejak tanggal 31 Desember 2013.
Demikian pula fungsi pelayanan
pengaduan konsumen yang
sebelumnnya ditangani oleh Bank
Indonesia turut beralih penanganannya
kepada OJK. Dalam menjalankan fungsi
tersebut, OJK memiliki Layanan
Konsumen OJK yang menyediakan 3
layanan utama yaitu Layanan Informasi
(laporan), Layanan Pertanyaan
(pertanyaan), dan Layanan Pengaduan.
1.1 Layanan Konsumen OJK
Pada triwulan II-2016, Layanan
Konsumen OJK menerima 4.657 layanan
yang terdiri dari 3.330 informasi, 1.293
pertanyaan dan 34 pengaduan. Jumlah
ini mengalami penurunan sebesar 11%
(577 layanan) dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
141
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
132 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Grafik I.1.1 Layanan Per Sektor
Sumber: Sistem Layanan Konsumen Terintegrasi-OJK, Posisi 30 Juni 2016
Dari total 4.657 layanan, sebesar 42%
(1.972 layanan) terkait dengan sektor
Perbankan. Dari 1.972 layanan tersebut,
72,46% (1.429 layanan) merupakan
informasi, 27,03% (533 layanan)
merupakan pertanyaan, dan 0,51% (10
layanan) merupakan pengaduan. Pada
triwulan II-2016, penerimaan seluruh
layanan pada sektor perbankan
menunjukkan peningkatan dari triwulan
sebelumnya dengan rata-rata
peningkatan sebesar 11% (198 layanan)
yaitu dari 1.774 layanan menjadi 1.972
layanan.
Tabel I.1.1Total Layanan Per Sektor
Sektor TW1 (2016) TW2 (2016) Peningkatan / Penurunan
%Peningkatan / Penurunan
IKNB - Asuransi 633 686 53 8% IKNB - Dana Pensiun 24 17 -7 -29% IKNB - Lainnya 57 21 -36 -63% IKNB - Lembaga Pembiayaan 383 425 42 11% N/A (Lain-lain) 2.116 1.237 -879 -42% Pasar Modal 247 299 52 21% Perbankan 1.774 1.972 198 11% Total 5.234 4.657 -577 -11%
Sumber : Sistem Layanan Konsumen Terintegrasi Posisi 30 Juni 2016
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
133 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel I.1.2 Layanan Konsumen OJK Untuk Sektor Perbankan
Layanan Perbankan TW1 (2016) TW2 (2016) Peningkatan / Penurunan
%Peningkatan / Penurunan
Pertanyaan 441 533 92 21% Informasi 1.319 1.429 110 8% Pengaduan 14 10 -4 -29% Total 1.774 1.972 198 11% Sumber : Sistem Layanan Konsumen Terintegrasi Posisi 30 Juni 2016
1.2 Layanan Informasi
Secara total, layanan informasi64 terkait
perbankan yang diterima oleh Layanan
OJK adalah sebesar 43% (1.429
layanan). Secara substansi, Layanan
Informasi yang paling banyak diterima
pada triwulan II-2016 adalah jenis
permasalahan terkait Restrukturisasi
Kredit/Pembiayaan 13% (184 Layanan)
dan terkait Peraturan Perbankan 9%
(126 Layanan) (Grafik I.1.2.1).
Pada triwulan II-2016 Layanan Informasi
pada jenis permasalahan Restrukturisasi
Kredit/Pembiayaan substansi terbanyak
adalah terkait permohonan restrukturisasi
Kredit/Pembiayaan dikarenakan
konsumen sudah tidak memiliki
kemampuan untuk membayar.
Sedangkan pada jenis permasalahan
Peraturan Perbankan, substansi
terbanyak adalah terkait konsultasi
terhadap peraturan-peraturan perbankan
64 Informasi adalah salah satu layanan yang
disediakan oleh OJK untuk menerima laporan dari Konsumen dan/atau masyarakat terkait karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya atau informasi lainnya (PDK No. 1/PDK.07/2015 tentang Sistem Layanan Konsumen Terintegarsi di Sektor Jasa Keuangan).
antara lain tentang perizinan pembukaan
bank, cara pembukaan rekening bagi
nasabah asing, batas kepemilikan
nasabah asing di bank umum, prosedur
take over kredit, dan bancassurance.
Grafik I.1.2.1Layanan Informasi Sektor Perbankan
berdasarkan Jenis Permasalahan
Sumber: Sistem Layanan Konsumen Terintegrasi, Posisi 30 Juni 2016
1.3 Layanan Pertanyaan
Pada triwulan II-2016, Layanan
Konsumen OJK menerima sebanyak 533
pertanyaan terkait sektor perbankan atau
sebesar 41% dari 1.293 total pertanyaan
yang diterima. Angka tersebut
mengalami peningkatan sebesar 21%
(92 layanan) dibandingkan penerimaan
pertanyaan pada triwulan I-2016.
Layanan Pertanyaan yang paling banyak
diterima pada triwulan II-2016 adalah
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
142
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
132 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Grafik I.1.1 Layanan Per Sektor
Sumber: Sistem Layanan Konsumen Terintegrasi-OJK, Posisi 30 Juni 2016
Dari total 4.657 layanan, sebesar 42%
(1.972 layanan) terkait dengan sektor
Perbankan. Dari 1.972 layanan tersebut,
72,46% (1.429 layanan) merupakan
informasi, 27,03% (533 layanan)
merupakan pertanyaan, dan 0,51% (10
layanan) merupakan pengaduan. Pada
triwulan II-2016, penerimaan seluruh
layanan pada sektor perbankan
menunjukkan peningkatan dari triwulan
sebelumnya dengan rata-rata
peningkatan sebesar 11% (198 layanan)
yaitu dari 1.774 layanan menjadi 1.972
layanan.
Tabel I.1.1Total Layanan Per Sektor
Sektor TW1 (2016) TW2 (2016) Peningkatan / Penurunan
%Peningkatan / Penurunan
IKNB - Asuransi 633 686 53 8% IKNB - Dana Pensiun 24 17 -7 -29% IKNB - Lainnya 57 21 -36 -63% IKNB - Lembaga Pembiayaan 383 425 42 11% N/A (Lain-lain) 2.116 1.237 -879 -42% Pasar Modal 247 299 52 21% Perbankan 1.774 1.972 198 11% Total 5.234 4.657 -577 -11%
Sumber : Sistem Layanan Konsumen Terintegrasi Posisi 30 Juni 2016
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
133 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Tabel I.1.2 Layanan Konsumen OJK Untuk Sektor Perbankan
Layanan Perbankan TW1 (2016) TW2 (2016) Peningkatan / Penurunan
%Peningkatan / Penurunan
Pertanyaan 441 533 92 21% Informasi 1.319 1.429 110 8% Pengaduan 14 10 -4 -29% Total 1.774 1.972 198 11% Sumber : Sistem Layanan Konsumen Terintegrasi Posisi 30 Juni 2016
1.2 Layanan Informasi
Secara total, layanan informasi64 terkait
perbankan yang diterima oleh Layanan
OJK adalah sebesar 43% (1.429
layanan). Secara substansi, Layanan
Informasi yang paling banyak diterima
pada triwulan II-2016 adalah jenis
permasalahan terkait Restrukturisasi
Kredit/Pembiayaan 13% (184 Layanan)
dan terkait Peraturan Perbankan 9%
(126 Layanan) (Grafik I.1.2.1).
Pada triwulan II-2016 Layanan Informasi
pada jenis permasalahan Restrukturisasi
Kredit/Pembiayaan substansi terbanyak
adalah terkait permohonan restrukturisasi
Kredit/Pembiayaan dikarenakan
konsumen sudah tidak memiliki
kemampuan untuk membayar.
Sedangkan pada jenis permasalahan
Peraturan Perbankan, substansi
terbanyak adalah terkait konsultasi
terhadap peraturan-peraturan perbankan
64 Informasi adalah salah satu layanan yang
disediakan oleh OJK untuk menerima laporan dari Konsumen dan/atau masyarakat terkait karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya atau informasi lainnya (PDK No. 1/PDK.07/2015 tentang Sistem Layanan Konsumen Terintegarsi di Sektor Jasa Keuangan).
antara lain tentang perizinan pembukaan
bank, cara pembukaan rekening bagi
nasabah asing, batas kepemilikan
nasabah asing di bank umum, prosedur
take over kredit, dan bancassurance.
Grafik I.1.2.1Layanan Informasi Sektor Perbankan
berdasarkan Jenis Permasalahan
Sumber: Sistem Layanan Konsumen Terintegrasi, Posisi 30 Juni 2016
1.3 Layanan Pertanyaan
Pada triwulan II-2016, Layanan
Konsumen OJK menerima sebanyak 533
pertanyaan terkait sektor perbankan atau
sebesar 41% dari 1.293 total pertanyaan
yang diterima. Angka tersebut
mengalami peningkatan sebesar 21%
(92 layanan) dibandingkan penerimaan
pertanyaan pada triwulan I-2016.
Layanan Pertanyaan yang paling banyak
diterima pada triwulan II-2016 adalah
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
143
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
134 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
terkait dengan penerapan peraturan
perbankan 30% (162 layanan) dan terkait
Permintaan Data Perbankan 13% (69
layanan). Untuk layanan pertanyaan
yang terkait dengan penerapan peraturan
perbankan terutama peraturan mengenai
perizinan pembukaan bank, cara
pembukaan rekening bagi nasabah dan
perusahaan asing, bank garansi, dan
bancassurance. Sedangkan layanan
pertanyaan yang terkait dengan
permintaan data perbankan, sebagian
besar data yang diminta adalah daftar
Bank Umum, BPR/S, statistik perbankan,
suku bunga kredit, dan direktori
perbankan Indonesia.
Grafik I.1.3.1 Layanan Pertanyaan Sektor Perbankan berdasarkan Jenis Permasalahan
Sumber: Sistem Layanan Konsumen Terintegrasi, Posisi 30 Juni 2016
1.4 Layanan Pengaduan
Sampai dengan triwulan II-2016, terdapat
2.041 pengaduan yang terkait sektor
perbankan (10 diantaranya diterima pada
triwulan II-2016). Dari total pengaduan
yang diterima tersebut, 92% (1.878
pengaduan) telah diselesaikan.
Sementara itu, pada triwulan II-2016 29%
dari seluruh pengaduan yang diterima
oleh Layanan Konsumen OJK terkait
dengan perbankan (10 pengaduan).
Penerimaan pengaduan sektor
perbankan pada periode ini mengalami
penurunan dibandingkan periode
sebelumnya, yaitu turun sebesar 29% (4
layanan). Penerimaaan pengaduan
tertinggi terkait dengan sektor lembaga
pembiayaan (47% dari total seluruh
pengaduan yang diterima OJK).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
135 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Grafik I.1.4.1Layanan Pengaduan Triwulan II-2016
Sumber: Sistem Layanan Konsumen
Terintegrasi, Posisi 30 Juni 2016
2. Simpanan Pelajar (SimPel/SimPel iB)
SimPel/SimPel iB adalah tabungan untuk
siswa yang diterbitkan secara nasional
oleh bank-bank di Indonesia dengan
persyaratan mudah dan sederhana serta
fitur yang menarik, dalam rangka edukasi
dan inklusi keuangan untuk mendorong
budaya menabung sejak dini.
SimPel/SimPel iB merupakan salah satu
bentuk implementasi program inisiatif
dari Strategi Nasional Lembaga
Keuangan Inklusif (SNLKI) yang
diluncurkan secara resmi oleh Presiden
Republik Indonesia pada 14 Juni 2015
dan dilanjutkan dengan aktivasi
SimPel/SimPel iB yang diinisiasi oleh
OJK bersama dengan industri perbankan
pada tanggal 8 September 2015.
Sejak dilakukannya aktivasi program
tabungan SimPel/SimPel iB tersebut,
terdapat 146 bank yang sudah menjadi
peserta, terdiri dari 45 BUK/BUS
(diantaranya 21 BPD, 4 BUMN, 14 BUSD
dan 6 BUSND), dan 79 BPR/S, serta dua UUS.
Jumlah rekening SimPel/SimPel iB
mencapai 1.606.355 rekening dengan
volume transaksi sebesar Rp692,09
miliar. Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang
sudah terjalin antara bank dan sekolah
sebanyak 9.847 perjanjian.
3. Standar Internal Dispute Resolution(IDR)
Untuk efektifitas pelaksanaan standar
IDR65 yang menjadi pedoman bagi PUJK
dalam penanganan pengaduan, telah
dilakukan penyempurnaan standar IDR
melalui penggabungan atas draft standar
IDR sebelumnya yang disusun oleh
working group (WG) IDR66.
Pada pertengahan triwulan II-2016, telah
diselenggarakan sosialisasi serta
permintaan komitmen penerapan standar
IDR yang dihadiri oleh PUJK dan
anggota WG IDR. Pada pertemuan
tersebut, seluruh PUJK dan anggota WG
IDR telah memberikan komitmen
terhadap penerapan standar IDR.
Dalam rangka sosialisasi penerapan
standar IDR, pada tanggal 28 Juni 2016
telah diselenggarakan FGD dengan
anggota WG IDR dan asosiasi dari
masing-masing sektor industri keuangan.
65 Internal Dispute Resolution (IDR) adalah
mekanisme penyelesaian Pengaduan yang dilakukan oleh Lembaga Jasa Keuangan.
66 Working Group IDR terdiri dari tiga sektor, yaitu perbankan, perasuransian, lembaga pembiayaan, dan asosiasi di masing-masing sektor.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
144
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
134 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
terkait dengan penerapan peraturan
perbankan 30% (162 layanan) dan terkait
Permintaan Data Perbankan 13% (69
layanan). Untuk layanan pertanyaan
yang terkait dengan penerapan peraturan
perbankan terutama peraturan mengenai
perizinan pembukaan bank, cara
pembukaan rekening bagi nasabah dan
perusahaan asing, bank garansi, dan
bancassurance. Sedangkan layanan
pertanyaan yang terkait dengan
permintaan data perbankan, sebagian
besar data yang diminta adalah daftar
Bank Umum, BPR/S, statistik perbankan,
suku bunga kredit, dan direktori
perbankan Indonesia.
Grafik I.1.3.1 Layanan Pertanyaan Sektor Perbankan berdasarkan Jenis Permasalahan
Sumber: Sistem Layanan Konsumen Terintegrasi, Posisi 30 Juni 2016
1.4 Layanan Pengaduan
Sampai dengan triwulan II-2016, terdapat
2.041 pengaduan yang terkait sektor
perbankan (10 diantaranya diterima pada
triwulan II-2016). Dari total pengaduan
yang diterima tersebut, 92% (1.878
pengaduan) telah diselesaikan.
Sementara itu, pada triwulan II-2016 29%
dari seluruh pengaduan yang diterima
oleh Layanan Konsumen OJK terkait
dengan perbankan (10 pengaduan).
Penerimaan pengaduan sektor
perbankan pada periode ini mengalami
penurunan dibandingkan periode
sebelumnya, yaitu turun sebesar 29% (4
layanan). Penerimaaan pengaduan
tertinggi terkait dengan sektor lembaga
pembiayaan (47% dari total seluruh
pengaduan yang diterima OJK).
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II
135 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan
Grafik I.1.4.1Layanan Pengaduan Triwulan II-2016
Sumber: Sistem Layanan Konsumen
Terintegrasi, Posisi 30 Juni 2016
2. Simpanan Pelajar (SimPel/SimPel iB)
SimPel/SimPel iB adalah tabungan untuk
siswa yang diterbitkan secara nasional
oleh bank-bank di Indonesia dengan
persyaratan mudah dan sederhana serta
fitur yang menarik, dalam rangka edukasi
dan inklusi keuangan untuk mendorong
budaya menabung sejak dini.
SimPel/SimPel iB merupakan salah satu
bentuk implementasi program inisiatif
dari Strategi Nasional Lembaga
Keuangan Inklusif (SNLKI) yang
diluncurkan secara resmi oleh Presiden
Republik Indonesia pada 14 Juni 2015
dan dilanjutkan dengan aktivasi
SimPel/SimPel iB yang diinisiasi oleh
OJK bersama dengan industri perbankan
pada tanggal 8 September 2015.
Sejak dilakukannya aktivasi program
tabungan SimPel/SimPel iB tersebut,
terdapat 146 bank yang sudah menjadi
peserta, terdiri dari 45 BUK/BUS
(diantaranya 21 BPD, 4 BUMN, 14 BUSD
dan 6 BUSND), dan 79 BPR/S, serta dua UUS.
Jumlah rekening SimPel/SimPel iB
mencapai 1.606.355 rekening dengan
volume transaksi sebesar Rp692,09
miliar. Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang
sudah terjalin antara bank dan sekolah
sebanyak 9.847 perjanjian.
3. Standar Internal Dispute Resolution(IDR)
Untuk efektifitas pelaksanaan standar
IDR65 yang menjadi pedoman bagi PUJK
dalam penanganan pengaduan, telah
dilakukan penyempurnaan standar IDR
melalui penggabungan atas draft standar
IDR sebelumnya yang disusun oleh
working group (WG) IDR66.
Pada pertengahan triwulan II-2016, telah
diselenggarakan sosialisasi serta
permintaan komitmen penerapan standar
IDR yang dihadiri oleh PUJK dan
anggota WG IDR. Pada pertemuan
tersebut, seluruh PUJK dan anggota WG
IDR telah memberikan komitmen
terhadap penerapan standar IDR.
Dalam rangka sosialisasi penerapan
standar IDR, pada tanggal 28 Juni 2016
telah diselenggarakan FGD dengan
anggota WG IDR dan asosiasi dari
masing-masing sektor industri keuangan.
65 Internal Dispute Resolution (IDR) adalah
mekanisme penyelesaian Pengaduan yang dilakukan oleh Lembaga Jasa Keuangan.
66 Working Group IDR terdiri dari tiga sektor, yaitu perbankan, perasuransian, lembaga pembiayaan, dan asosiasi di masing-masing sektor.
Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016
145
Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BIJl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110