MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN DALAM · PDF filemobilitas unsur hara di dalam tanah...

17
MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN DALAM PENGEMBANGAN INOVASI BUDI DAYA SAYURAN BERKELANJUTAN 1) Suwandi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian DKI Jakarta Jalan Ragunan No. 30, Pasarminggu, Kotak Pos 7321/JKSPM, Jakarta 12520 Pengembangan Inovasi Pertanian 2(2), 2009: 131-147 1) Naskah disarikan dari bahan Orasi Profesor Riset yang disampaikan pada tanggal 6 Agustus 2009 di Bogor. PENDAHULUAN Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragam- an yang luas dan berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin, dan mineral yang bernilai ekonomi tinggi. Produksi sayuran di Indonesia meningkat setiap tahun dan konsumsinya tercatat 44 kg/kapita/tahun. Laju pertumbuhan produksi sayuran di Indonesia berkisar antara 7,7-24,2%/ta- hun. Peningkatan produksi lebih banyak terkait dengan peningkatan luas areal tanam. Beberapa jenis sayuran, seperti ba- wang merah, petsai, dan mentimum, pe- ningkatan produksinya merupakan dam- pak dari penerapan teknologi budi daya (Adiyoga 1999). Penerapan teknologi budi daya sayur- an introduksi atau sayuran dataran tinggi, seperti kentang, kubis, dan tomat sejak ta- hun 1980-an berkembang cepat dan tingkat adopsi tertinggi terjadi pada akhir tahun 1990-an. Sebaliknya, perkembangan tek- nologi budi daya sayuran tropis dataran rendah relatif tertinggal, meskipun jenis sayuran seperti mentimun dan kacang panjang merupakan sayuran indigenous yang beradaptasi luas dan banyak di- konsumsi masyarakat. Budi daya tanaman adalah manajemen dalam memadukan teknologi dan kemam- puan (skill) petani dalam memanfaatkan sumber daya, termasuk unsur hara yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan menghasilkan produk dengan efisien dan menguntungkan (Sanchez 1976). Dalam dua dasawarsa terakhir, aplikasi teknologi penggunaan pupuk kimia dan pestisida berkembang pesat dalam budi daya sayur- an dataran tinggi. Penggunaan input agro- kimia secara tidak terkendali menjadi pe- nyebab turunnya produktivitas, kualitas sumber daya, dan pencemaran lingkungan (Kruseman et al. 1993; Stringer 1998). Berdasarkan hal tersebut, pengembangan inovasi budi daya sayuran ke depan perlu memperhatikan penggunaan input sesuai kebutuhan tanaman atau “feed what the crop needs” tanpa menimbulkan dampak negatif bagi sumber daya dan lingkungan. Isu pertanian berkelanjutan (sustain- able agriculture) muncul setelah adanya kekeliruan pada era Revolusi Hijau (Sachs 1987), di mana penggunaan bahan agro- kimia cenderung berlebihan yang mence- mari lingkungan dan menurunkan kualitas

Transcript of MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN DALAM · PDF filemobilitas unsur hara di dalam tanah...

Page 1: MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN DALAM  · PDF filemobilitas unsur hara di dalam tanah di-pengaruhi pula oleh suhu tanah (Epstein 1978; Tisdale et al. 1985), yang berkore

Menakar kebutuhan hara tanaman ... 131

MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN DALAMPENGEMBANGAN INOVASI BUDI DAYA SAYURAN

BERKELANJUTAN1)

Suwandi

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian DKI JakartaJalan Ragunan No. 30, Pasarminggu, Kotak Pos 7321/JKSPM, Jakarta 12520

Pengembangan Inovasi Pertanian 2(2), 2009: 131-147

1) Naskah disarikan dari bahan Orasi ProfesorRiset yang disampaikan pada tanggal 6 Agustus2009 di Bogor.

PENDAHULUAN

Sayuran merupakan komoditas pentingdalam mendukung ketahanan pangannasional. Komoditas ini memiliki keragam-an yang luas dan berperan sebagai sumberkarbohidrat, protein nabati, vitamin, danmineral yang bernilai ekonomi tinggi.Produksi sayuran di Indonesia meningkatsetiap tahun dan konsumsinya tercatat 44kg/kapita/tahun.

Laju pertumbuhan produksi sayuran diIndonesia berkisar antara 7,7-24,2%/ta-hun. Peningkatan produksi lebih banyakterkait dengan peningkatan luas arealtanam. Beberapa jenis sayuran, seperti ba-wang merah, petsai, dan mentimum, pe-ningkatan produksinya merupakan dam-pak dari penerapan teknologi budi daya(Adiyoga 1999).

Penerapan teknologi budi daya sayur-an introduksi atau sayuran dataran tinggi,seperti kentang, kubis, dan tomat sejak ta-hun 1980-an berkembang cepat dan tingkatadopsi tertinggi terjadi pada akhir tahun1990-an. Sebaliknya, perkembangan tek-nologi budi daya sayuran tropis dataran

rendah relatif tertinggal, meskipun jenissayuran seperti mentimun dan kacangpanjang merupakan sayuran indigenousyang beradaptasi luas dan banyak di-konsumsi masyarakat.

Budi daya tanaman adalah manajemendalam memadukan teknologi dan kemam-puan (skill) petani dalam memanfaatkansumber daya, termasuk unsur hara yangdiperlukan tanaman untuk tumbuh danmenghasilkan produk dengan efisien danmenguntungkan (Sanchez 1976). Dalamdua dasawarsa terakhir, aplikasi teknologipenggunaan pupuk kimia dan pestisidaberkembang pesat dalam budi daya sayur-an dataran tinggi. Penggunaan input agro-kimia secara tidak terkendali menjadi pe-nyebab turunnya produktivitas, kualitassumber daya, dan pencemaran lingkungan(Kruseman et al. 1993; Stringer 1998).Berdasarkan hal tersebut, pengembanganinovasi budi daya sayuran ke depan perlumemperhatikan penggunaan input sesuaikebutuhan tanaman atau “feed what thecrop needs” tanpa menimbulkan dampaknegatif bagi sumber daya dan lingkungan.

Isu pertanian berkelanjutan (sustain-able agriculture) muncul setelah adanyakekeliruan pada era Revolusi Hijau (Sachs1987), di mana penggunaan bahan agro-kimia cenderung berlebihan yang mence-mari lingkungan dan menurunkan kualitas

Page 2: MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN DALAM  · PDF filemobilitas unsur hara di dalam tanah di-pengaruhi pula oleh suhu tanah (Epstein 1978; Tisdale et al. 1985), yang berkore

132 Suwandi

produk pertanian. Budi daya sayuran ber-kelanjutan mengaplikasikan teknologiyang bersifat efisien dan ramah lingkungan(Suwandi dan Asandhi 1995; Reijntjes etal. 1999). Input yang digunakan lebihmengutamakan bahan organik atau bahanalami sebagai sumber pupuk atau pestisida(Van Keulen 1995). Sistem pertanian ber-kelanjutan ini menjadi dasar kebijakandalam pembangunan pertanian di setiapnegara (Brown 1989; Stringer 1998).

DINAMIKA UNSUR HARADALAM TANAH

Untuk dapat tumbuh dan berproduksioptimal, tanaman sayuran membutuhkanhara esensial selain radiasi surya, air, danCO2. Unsur hara esensial (N, P, K, Ca, Mg,dan S) adalah nutrisi yang berperan pen-ting sebagai feed bagi tanaman. Keter-sediaan masing-masing unsur tersebut didalam tanah berbeda antartanaman.

Dinamika Unsur Hara dalamTanah Sebelum dan Sesudah

Pemupukan

Nitrogen adalah unsur hara yang palingdinamis di alam. Ketersediaannya di tanahdipengaruhi oleh keseimbangan antarainput dan output dalam sistem tanah.Unsur N mudah hilang dari tanah melaluivolatilisasi atau perkolasi air tanah, mudahberubah bentuk, dan mudah pula diseraptanaman (Shellp 1987; Mattason danSchjoerring 2002; Abdolzadeh et al. 2008).

Tanaman menyerap unsur N dalam ben-tuk amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-).Keberadaan NH4+ sangat dinamis karenamudah berubah bentuk menjadi nitrat

nitrogen (NO3-) akibat proses nitrifikasioleh organisme tanah (Mattason danSchjoerring 2002; Setyorini dan Ladiyani2008). Kekurangan N mengakibatkanpertumbuhan tanaman terhambat dankerdil, daun kuning, serta mempengaruhipenyerapan P dan K dan pembentukanprotein (Shellp 1987; Delvian 2006).

Fosfor (P) adalah unsur hara yang tidakmudah bergerak (immobile) dalam tanah.Hara P di tanah tersedia dalam jumlah cu-kup bagi tanaman, tetapi karena sifatnyadinamis, bergantung pada reaksi tanah,sebagian terikat atau terfiksasi oleh oksidadan mineral liat membentuk Al, Fe, dan Ca-P atau oleh bahan organik (Tisdale et al.1985; Wien 1997). Kekurangan P menye-babkan pertumbuhan tanaman terhambatakibat terganggunya perkembangan seldan akar tanaman, metabolisme kar-bohidrat, dan transfer energi (Marshner1986; Delvian 2006).

Kalium (K) sebagai unsur hara esensialagak mobil seperti N. Cadangan K dalamtanah cukup banyak. Pada jerami padi,kandungan K mencapai 80% (Tandon danKimmo 1993; Makarim 2007). Meski hanyasebagian kecil K tersedia yang dapatdimanfaatkan oleh tanaman, hara K mudahbergerak, terlindi, dan terikat oleh per-mukaan koloid tanah. Kekurangan K mem-pengaruhi sistem perakaran, tunas, pem-bentukan pati, dan translokasi gula (Wien1997; Barker dan Pilbean 2006).

Hara Ca dan Mg merupakan unsurmakro sekunder yang sering terlupakanpengelolaannya dalam usaha tani. Unsurtersebut tersedia di tanah dan berkurangakibat intensifnya pengelolaan lahanuntuk produksi tanaman (Suwandi 1982,1984). Kekurangan Mg pada tanamanmengganggu unsur penyusun klorofil da-un, yang ditandai oleh warna kuning di

Page 3: MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN DALAM  · PDF filemobilitas unsur hara di dalam tanah di-pengaruhi pula oleh suhu tanah (Epstein 1978; Tisdale et al. 1985), yang berkore

Menakar kebutuhan hara tanaman ... 133

antara tulang-tulang daun yang menua(Tisdale et al. 1985; Tandon dan Kimmo1993; Wien 1997). Gejala tanaman yangkekurangan Ca yaitu terhambatnya per-tumbuhan pucuk (titik tumbuh), kemudi-an pertumbuhan tanaman kerdil dan mati(Marshner 1986; Baker dan Pilbean 2006).

Ketersediaan dan EfisiensiPenyerapan Unsur Hara oleh

Tanaman

Tingkat ketersediaan unsur hara bagi ta-naman bergantung pada banyak faktor,antara lain status hara dalam tanah dengankeragaman jenis dan sifatnya, ketersedia-an air (irigasi), jenis tanaman yang di-usahakan, dan pola pemupukan sebe-lumnya (Sanchez 1976; Tisdale et al. 1985).Alat diagnosis (kits) untuk mengiden-tifikasi gejala kekurangan hara bagi ta-naman sangat membantu dalam menetap-kan kebutuhan unsur hara bagi tanamantersebut.

Kekurangan unsur hara pada tanamansering termanifestasikan pada daun(Marshner 1986; Delvian 2006). Upayauntuk mengatasi kekurangan unsur haraadalah pemupukan dengan pupuk an-organik atau organik sesuai kebutuhantanaman. Masalah umum dalam pemu-pukan adalah rendahnya efisiensi serapanunsur hara oleh tanaman. Efisiensi pe-mupukan N dan K tergolong rendah, ber-kisar antara 30-40% (Setyorini dan Ladi-yani 2008). Efisiensi pemupukan P oleh ta-naman juga rendah, berkisar 15-20%(Suwandi 1988; Hilman dan Suwandi 1989).

Teknologi pemupukan N, P, dan K spe-sifik lokasi untuk meningkatkan efisiensi,produktivitas, dan mutu hasil sayurandataran tinggi (tomat dan kentang) diung-

kapkan oleh Hilman et al. (1992) sertaHilman dan Suwandi (1987a, 1987b, 1989).Teknologi pemupukan bawang merah dancabai di dataran rendah dilaporkan olehSuwandi dan Hilman (1992a, 1992b).

Penerapan teknologi penggunaan pu-puk yang tepat, baik jenis, takaran mau-pun aplikasinya, dapat meningkatkanefisiensi pemupukan N, P, dan K hingga40-50%. Untuk budi daya sayuran datarantinggi, takaran pupuk N berkisar antara100-200 kg/ha, P2O5 90-180 kg/ha, dan K2O60-150 kg/ha.

Dalam pemupukan N, tanaman sa-yuran umumnya menghendaki kombinasiurea dan ZA secara proporsional, sesuaijenis sayuran yang diusahakan (Hilmandan Suwandi 1987a, 1987b). Penggunaanpupuk P dapat ditingkatkan efisiensinyamelalui cara dan waktu aplikasi yang tepat.Demikian pula pupuk K, efisiensinya me-ningkat bila penggunaannya dikombina-sikan dengan urea dan ZA secara berim-bang (Suwandi dan Hilman 1992a, 1992b).

Upaya lain untuk meningkatkan efi-siensi pemupukan tanaman sayuran padabeberapa jenis tanah seperti Aluvial, An-dosol, dan Latosol adalah penggunaanpupuk organik atau pupuk kandang. Caraini dapat meningkatkan efisiensi penggu-naan pupuk NPK pada bawang merahhingga 50% di tanah Aluvial (Suwandi danHilman 1992a).

MENAKAR KEBUTUHAN HARATANAMAN

Dalam menakar kebutuhan hara tanamansayuran, terdapat dua hal yang perlu diper-hatikan, yaitu karakteristik fisiologis danekologis tanaman.

Page 4: MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN DALAM  · PDF filemobilitas unsur hara di dalam tanah di-pengaruhi pula oleh suhu tanah (Epstein 1978; Tisdale et al. 1985), yang berkore

134 Suwandi

Karakteristik Umum FisiologisTanaman Sayuran

Sayuran, terutama jenis introduksi, meru-pakan tanaman tipe C3 yang memiliki titikkompensasi cahaya yang rendah denganfaktor pembatas fotorespirasi yang tinggi(Fakultas Pertanian Universitas GadjahMada 2008). Kelompok tanaman C3 relatifkurang efisien dalam memanfaatkan radiasisurya, air, dan unsur hara dibandingkandengan tanaman C4 dan CAM. Khusustanaman kelompok C3/III yang sebagianbesar terdiri atas sayuran introduksi jugamempunyai titik kompensasi suhu udarayang rendah, sehingga cocok sebagaitanaman dataran tinggi.

Berdasarkan karakteristik fisiologistanaman sayuran, pertumbuhan dan per-kembangan tanaman yang terkait denganpraktek budi daya, sistem usaha tani sa-yuran dikelompokkan atas ekologinya,yaitu sayuran dataran tinggi (> 700 m dpl),dataran medium (350-700 m dpl), dandataran rendah (< 350 m dpl). Pengelom-pokan tersebut terkait dengan kebutuhanoptimum masing-masing jenis tanamanterhadap suhu. Jika suhu terlalu tinggi(panas), tanaman kubis-kubisan tidakmampu membentuk krop (head), stolonkentang tidak dapat membentuk umbi, dantanaman tomat tidak menghasilkan buah,bahkan pertumbuhan beberapa jenis sa-yuran tidak normal atau kerdil yang ke-mudian mati (Suwandi 1988).

Saat ini telah tersedia berbagai varietassayuran dataran tinggi yang dapat dibu-didayakan di dataran rendah, seperti tomatvarietas Oval, buncis varietas Horti (1, 2,dan 3), kubis, dan petsai (Balai PenelitianTanaman Sayuran 2006). Budi daya ba-wang putih di dataran rendah memerlukan

naungan untuk mengurangi intensitascahaya sebesar 30% untuk dapat berpro-duksi optimal (Suwandi dan Nurtika 1993).Pergeseran wilayah penanaman sayuranini juga berimplikasi pada dinamika pe-ngelolaan hara tanaman.

Aspek fisiologis lain yang juga eratkaitannya dengan dinamika unsur haraadalah sistem perakaran tanaman sayuranyang relatif dangkal (Wien 1997). Efek-tivitas serapan haranya ditentukan olehketersediaan unsur hara di sekitar per-akaran dan dukungan mobilitas unsur ha-ra yang dibutuhkan tanaman. Tingkatmobilitas unsur hara di dalam tanah di-pengaruhi pula oleh suhu tanah (Epstein1978; Tisdale et al. 1985), yang berkore-lasi positif dengan ekologi budi daya sa-yuran dataran tinggi dan dataran rendah.Oleh karena itu, teknologi mulsa (penutuptanah) memegang peranan penting dalambudi daya tanaman sayuran (Suwandi1988; Sumarna dan Suwandi 1990a, 1990b).

Kebutuhan Unsur HaraBerdasarkan Umur Fisiologis

Tanaman dan IndikatorKecukupan Hara

Selain kesesuaian ekologi budi daya, ta-naman sayuran berbeda menurut periodetumbuh dan umur panen. Beberapa jenissayuran daun seperti kangkung, bayam,dan sawi dapat dipanen pada umur 20-40hari. Jenis sayuran mentimun, kacang pan-jang, petsai, dan bawang merah dipanensejak umur 50-60 hari. Kentang, tomat,kubis, kubis bunga, dan bawang putih didataran tinggi umumnya dipanen sejaktanaman berumur lebih dari 80 hari. Diantara jenis sayuran berumur panjang,

Page 5: MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN DALAM  · PDF filemobilitas unsur hara di dalam tanah di-pengaruhi pula oleh suhu tanah (Epstein 1978; Tisdale et al. 1985), yang berkore

Menakar kebutuhan hara tanaman ... 135

cabai dipanen sejak tanaman berumur lebihdari 100 hari setelah fase seedlings ataupersemaian (Suwandi 1984).

Berdasarkan keragaman umur fisio-logis tersebut maka akutansi keharaan(Sudaryono 2005) untuk tanaman sayur-an juga dapat diukur berdasarkan jangkawaktu pemanfaatan hara sampai tanamandipanen. Konsumsi hara oleh tanaman ju-ga berbeda, bergantung pada umur fisio-logis tanaman tersebut (Tisdale et al. 1985;Wien 1997). Kajian kebutuhan hara untukefisiensi penggunaan pupuk didekati me-lalui ketepatan jenis, takaran, cara, danwaktu aplikasi pupuk sesuai sifatnya(Sanchez 1976).

Penelitian pemupukan pada sayuranumumnya lebih tertuju pada penetapankebutuhan hara selama musim tanam atautotal kebutuhan pupuk untuk setiap ta-naman. Walaupun bervariasi, takaranpemupukan sayuran berumur > 2 bulanberkisar antara 100-200 kg N, 50-180 kgP2O5, dan 50-150 kg K2O/ha (Suwandi 1988).Berdasarkan analisis dinamika unsur ha-ra NPK dan umur fisiologis tanaman,aplikasi pupuk N untuk sayuran dimulaipada saat tanam hingga maksimum 2/3umur tanaman. Pupuk P dan K diaplikasi-kan sebelum tanam atau sebagian ditam-bahkan sebelum fase vegetatif maksimum(Suwandi 1988).

Untuk indikator kecukupan hara ta-naman yang sehat di lapangan didiag-nosis melalui pengamatan visual berda-sarkan minus hara tertentu atau omissionplot (Marshner 1986; Baker dan Pilbean2006). Secara praktis, penentuan kebu-tuhan hara N tanaman dapat mengguna-kan bagan warna daun (BWD) yang de-wasa ini telah digunakan oleh sebagianpetani pada tanaman padi sawah.

Menakar Kebutuhan Unsur HaraSesuai Kebutuhan Tanaman

Sayuran

Pada prinsipnya, feed what the crop needsadalah pemberian unsur hara secara aku-rat sesuai kebutuhan tanaman dan statushara dalam tanah untuk mencapai tujuanpeningkatan produktivitas, efisiensi, dankelestarian lingkungan serta keberlanjut-an usaha tani. Prinsip ini hampir samadengan konsep “pemupukan berimbang”yang sudah populer di kalangan petugaspertanian dan petani dalam arti yang se-benarnya, bukan pupuk berimbang yangsering kali disalahartikan sebagai “peng-gunaan pupuk majemuk”.

Pendekatan telah dikembangkan olehpakar pemupukan dalam menentukankebutuhan unsur hara atau pupuk sesuaidengan kebutuhan tanaman. Penggunaandata analisis tanah umumnya lebih populerdijadikan dasar dalam penetapan kebu-tuhan pupuk bagi suatu tanaman, sepertisistem pakar SIPAPUKDI dan SIPADIuntuk tanaman padi (Makarim 2007), ataupenggunaan Perangkat Uji Tanah Sawah,atau dengan BWD. Untuk tanaman pangan(arable crops) di Eropa digunakan metodeQuept Systems dalam menetapkan ke-butuhan pupuknya, sedangkan untuk ko-moditas perkebunan dikembangkan sistempakar berbasis data analisis tanaman(Walsh dan Beaton 1973).

Pendekatan pola pertanian perspektifatau sistem pakar dalam menakar kebu-tuhan hara tanaman sayuran ke depan di-harapkan dapat menggunakan modelharmoni, yaitu sistem pakar yang mampumenjadi enabler pencapaian tujuan ke-unggulan kompetitif usaha tani. Inovasi inimenggabungkan basis data analisis tanah

Page 6: MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN DALAM  · PDF filemobilitas unsur hara di dalam tanah di-pengaruhi pula oleh suhu tanah (Epstein 1978; Tisdale et al. 1985), yang berkore

136 Suwandi

dan analisis tanaman, termasuk aspekpengelolaan tanaman spesifik. Data hasilanalisis tanah menjadi dasar penetapankemampuan tanah menyediakan hara yangdapat segera dimanfaatkan tanaman (Co-rey 1973). Sementara data hasil analisistanaman, baik periodik maupun serapantotal hara tanaman (total uptake), dapatdijadikan alat penakar kebutuhan haratanaman untuk satuan produksi di lapang-an (Geraldson et al. 1973).

Besarnya serapan total hara untuk sa-tuan produksi yang diharapkan dikurangijumlah hara tanah tersedia menjadi kebu-tuhan riil unsur hara yang dibutuhkan.Pendekatan tersebut selain meningkatkanefisiensi pemupukan, juga mampu menjagakelestarian lingkungan bagi keberlanjutanusaha tani (Walsh dan Beaton 1973;Sanchez 1976).

Fakta lapangan menunjukkan bahwapupuk organik merupakan kebutuhan po-kok tanaman sayuran dataran tinggi. Untuktanaman kentang, misalnya, pupuk organikyang diperlukan dapat mencapai lebih dari40 ton kotoran sapi atau kotoran kuda perhektar per musim (Suwandi dan Asandhi1995). Untuk tanaman bawang merah dancabai di dataran rendah, pupuk organikjarang digunakan (Hidayat et al. 1990).

Penggunaan pupuk buatan dan pes-tisida kimia telah menjadi tumpuan bagipetani sayuran dalam meningkatkan pro-duksi. Di tingkat petani, takaran pupukbuatan (urea, ZA, TSP/SP36, KCl/K2SO4,atau NPK 15-15-15) pada sayuran datarantinggi berkisar antara 1,5-2,0 t/ha, se-mentara untuk tanaman cabai dataran ren-dah dapat mencapai lebih dari 3 t/ha/musim (Hidayat et al. 1990).

Pengelolaan hara tanaman selain masihterfokus pada NPK, perhatian terhadapsuplai hara sekunder seperti Ca, Mg, danS menjadi relevan dengan budi daya sayur-an yang intensif (Suwandi 1982). Gejalakekurangan hara Ca dan Mg pada beberapajenis sayuran sudah mulai muncul padatahun 1980-an. Bagi tanaman tomat, ken-tang, dan kacang-kacangan di sentra pro-duksi sayuran dataran tinggi, kekuranganhara Ca dan Mg dapat menurunkan hasil5-30% (Suwandi 1982). Pemberian hara Cadan Mg dari sumber dolomit dengantakaran 1,5 t/ha nyata meningkatkan hasilkomoditas sayuran tersebut, sekaligusmengatasi masalah kekurangan hara Cadan Mg pada tanah Andosol di datarantinggi (Suwandi 1982, 1988).

Upaya peningkatan produksi tanamansayuran ke depan masih dan akan terusbertumpu pada penggunaan input luar,termasuk pupuk organik dan pupuk kimia,yang diperlukan untuk memenuhi kebutuh-an hara tanaman, apalagi bagi varietasunggul yang responsif terhadap pupuk.Tingkat ketersediaan hara tanah bagitanaman umumnya bervariasi, bergantungpada jenis tanah dan kesuburannya. Per-bedaan kebutuhan hara tanaman disebab-kan oleh perbedaan kemampuan tanamanatau varietas menyerap hara dan perbe-daan pengelolaan input produksi (Hilmandan Suwandi 1989, 1992). Atas dasar itu,maka sistem pakar harmoni yang menggu-nakan basis data analisis tanah dan tanam-an dalam menakar kebutuhan unsur harabagi tanaman dan expertise judgementdalam pengelolaannya menjadi relevandikembangkan dalam usaha tani sayuranberkelanjutan.

Page 7: MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN DALAM  · PDF filemobilitas unsur hara di dalam tanah di-pengaruhi pula oleh suhu tanah (Epstein 1978; Tisdale et al. 1985), yang berkore

Menakar kebutuhan hara tanaman ... 137

TEKNOLOGI BUDI DAYA SAYURANBERBASIS KEBUTUHAN TANAMAN

Pertanian berkelanjutan didefinisikan se-bagai kegiatan usaha pertanian yangmantap secara ekologis, berlanjut secaraekonomis, adil dalam pemanfaatan sum-ber daya dan distribusinya, manusiawiuntuk semua aspek kehidupan, dan luwesterhadap perubahan lingkungan usahatani yang dinamis (Gips 1986). Tingkatkeberhasilannya lebih menekankan padaaspek keselarasan dan keterpaduan pe-ngelolaan sumber daya secara berkelan-jutan (TAC/CGIAR 1988; Stringer 1998).

Keragaan Ekologi danKebutuhan Tanaman

Seperti diuraikan sebelumnya, tanamansayuran digolongkan ke dalam dua kelom-pok utama. Pertama, sayuran dataran tinggiintroduksi dari daerah temperate, sepertikentang, kubis-kubisan, tomat, dan cabai.Kedua, sayuran dataran rendah yangumumnya didominasi oleh jenis asli lokalseperti kacang panjang, mentimun, pare,oyong, bawang merah, dan cabai yangmemiliki daya adaptasi luas.

Sayuran introduksi dari daerah tem-perate beradaptasi dengan baik di datarantinggi, lebih dari 700 m dpl, sementara jenissayuran dataran rendah berkembang de-ngan baik pada ketinggian tempat kurangdari 700 m dpl (Hidayat et al. 1990). Selainsuhu, kebutuhan ekologi yang mencolokdari sayuran dataran tinggi dan dataranrendah adalah panjang hari dan intensitascahaya (Tisdale et al. 1985; Wien 1997). DiIndonesia, panjang hari umumnya relatifsama, yang berbeda adalah intensitascahaya, berkisar antara 1-3 jam antara didataran tinggi dengan dataran rendah, ber-

gantung pada musim hujan atau kemarau(Oldeman 1983).

Dari aspek kesuburan tanah, secaraekologis terdapat perbedaan tingkat ke-suburan yang jelas antara tanah-tanah un-tuk produksi sayuran di dataran tinggidengan dataran rendah. Jenis tanah untukbudi daya sayuran di dataran tinggi umum-nya Inceptisol sampai Entisol (Latosolsampai Andosol) dengan tingkat kesubur-an rendah sampai sedang, sedangkan didataran rendah umumnya Vertisol, Latosol,dan Aluvial (Nurtika dan Suwandi 1992).

Secara alami, berbagai jenis tanahtersebut memiliki sifat dan ciri khusus,seperti perbedaan kemasaman dan tingkatkesuburan. Demikian pula tingkat ke-tersediaan hara (N, P, K, Ca, Mg, dan S)pada masing-masing jenis tanah. Dinamikahara pada ekosistem ini dipengaruh olehlingkungan ekologi, yaitu suhu tanah yangdalam batas tertentu mempengaruhi mo-bilitas unsur hara yang dapat dimanfa-atkan tanaman (Epstein 1978; Wien 1997).Karena itu, inovasi pengelolaan kesuburantanah spesifik sesuai ekologi budi dayasayuran memegang peranan penting.

Teknologi Budi Daya SpesifikEkologi dan Jenis Tanaman

Selintas terdapat perbedaan prinsip da-lam budi daya sayuran dataran tinggi dandataran rendah, bahkan lebih spesifikuntuk daerah-daerah tertentu, terkaitdengan perbedaan relatif iklim di suatutempat. Faktor cuaca yang dominan da-lam usaha tani tanaman sayuran di datar-an tinggi dan dataran rendah adalah su-hu udara yang terkait langsung dengankemampuan adaptasi sayuran introduk-si dan lokal (Tisdale et al. 1985; Wien1997).

Page 8: MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN DALAM  · PDF filemobilitas unsur hara di dalam tanah di-pengaruhi pula oleh suhu tanah (Epstein 1978; Tisdale et al. 1985), yang berkore

138 Suwandi

Informasi beberapa jenis atau varietasyang potensial dan prospektif dalam pe-ngembangan agribisnis sayuran di datarantinggi dan dataran rendah telah tersedia.Untuk ekologi dataran rendah, misalnya,telah dilepas tiga varietas tomat, tiga va-rietas cabai, dan dua varietas bawangmerah, sedangkan untuk ekologi datarantinggi telah dilepas pula tiga varietasbuncis dan dua varietas kentang (BalaiPenelitian Tanaman Sayuran 2006). Ino-vasi budi daya sayuran yang sesuai de-ngan ekologi tersebut juga tersedia dansiap digunakan secara parsial maupunterintegrasi dalam sistem produksinya.

Salah satu terobosan inovasi dalampeningkatan produktivitas sayuran da-taran rendah adalah teknologi peman-faatan mulsa (jerami dan plastik hitamperak) untuk mengatasi masalah ling-kungan. Pada budi daya tomat di dataranrendah, pengaturan suhu dengan pene-rapan teknologi mulsa mampu mening-katkan hasil hingga 15%, mengurangi ke-kompakan tanah, menekan pertumbuhangulma, dan mencegah perkembangan pe-nyakit tular tanah yang dapat menurun-kan kualitas buah (Gunadi dan Suwandi1988; Suwandi 1988). Perbaikan budi dayalainnya adalah pengurangan intensitascahaya sebesar 30% untuk bawang putihdataran rendah, interaksi kerapatan ta-naman kangkung darat dengan pemupuk-an NPK, sesuai dengan kebutuhan agro-ekologi tanaman yang diusahakan (Su-wandi dan Nurtika 1993).

Upaya peningkatan efisiensi penggu-naan pupuk dapat ditempuh melalui prin-sip tepat jenis, tepat takaran, tepat cara,tepat waktu aplikasi, dan berimbang se-suai kebutuhan tanaman. Cara tersebutmemberikan dampak positif terhadappertumbuhan, hasil, dan mutu sayuran,termasuk kesuburan lahan yang diusa-

hakan secara intensif bagi tanaman sa-yuran berumur pendek, 2-4 bulan (Suwan-di 1982).

Pemberian pupuk organik dan kapurpertanian nyata meningkatkan efektivitasdan efisiensi penggunaan pupuk kimia,serta meningkatkan hasil sayuran di da-taran tinggi maupun dataran rendah (Su-wandi dan Himan 1988). Sistem penge-lolaan pupuk tersebut meningkatkan hasiltomat, kentang, bawang merah, dan cabaisebesar 15-30% (Hilman dan Suwandi1992).

INDIKATOR KEBERLANJUTANDALAM SISTEM PRODUKSI

SAYURAN

Keberlanjutan suatu pembangunan sa-ngat diperlukan agar pembangunan jang-ka pendek tidak mengorbankan kepen-tingan generasi yang akan datang dalammemenuhi kebutuhannya (Resource Ma-nagement Act 1991). Komponen utama darikeberlanjutan sistem produksi adalah pe-nentuan indikator kinerja terkait dengantujuan yang ingin dicapai. Sementara in-dikator kinerja juga merupakan peubahyang mampu menunjukkan suatu per-ubahan dalam hal biofisik, kimia, sosial,dan ekonomi (Chiew dan Shamsudin 2007).Adnyana (2008) mengungkapkan bebe-rapa indikator keberlanjutan sistem usahatani, yaitu produktivitas dan produksi, ta-nah dan air, input kimia, tenaga kerja, fi-nansial dan ekonomi, serta penerimaanproduk secara sosial.

Produktivitas dan Produksi

Produksi sayuran secara berkelanjutanadalah optimalisasi pengelolaan tanaman

Page 9: MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN DALAM  · PDF filemobilitas unsur hara di dalam tanah di-pengaruhi pula oleh suhu tanah (Epstein 1978; Tisdale et al. 1985), yang berkore

Menakar kebutuhan hara tanaman ... 139

yang diusahakan dalam jangka panjang.Beberapa alternatif indikator produksiyang dapat digunakan untuk mengukursistem produksi intensif yang berkelan-jutan adalah: (1) kuantitas dan kualitas hasilper satuan unit lahan (kg/ha); (2) hasil perunit total air irigasi (kg/m3); dan (3) hasilper unit tenaga kerja yang digunakan (kg/OH).

Tanah dan Air

Tanah dan air merupakan indikator sumberdaya biofisik yang vital dalam usaha taniintensif, khususnya untuk sayuran yangbernilai ekonomi tinggi. Intensitas peng-gunaan tanah dan air irigasi sangat mem-pengaruhi indikator produksi lainnya.

Indikator tanah dan air yang cukupmewakili untuk mengukur keberlanjutansistem produksi antara lain adalah: (1)kuantitas hasil tanaman per unit lahanyang digunakan (t/ha); (2) hasil tanamanper unit penggunaan input (unsur hara danair) per unit lahan (t/m3/ha); dan (3) kualitashasil (% hasil tanaman marketable).

Input Kimia

Penggunaan input kimia seperti pupukbuatan dan pestisida masing-masing ber-tujuan untuk meningkatkan ketersediaanunsur hara di tanah dan mengendalikanhama penyakit tanaman agar diperolehhasil yang optimal. Namun, upaya tersebutsering kali menimbulkan efek sampingyang tidak menguntungkan, seperti degra-dasi kesuburan lahan dan pencemaranlingkungan.

Berbagai alternatif indikator yang ter-kait dengan penggunaan input kimia ada-

lah: (1) jumlah input kimia yang digunakanper satuan luas lahan (kg/ha, l/ha); (2)tingkat residu bahan kimia pada tanaman;(3) konsentrasi unsur kimia pada air per-mukaan; (4) harga input kimia (Rp/kg, l/kg); dan (5) hasil per unit input kimia yangdigunakan (t/kg, t/l).

Tenaga Kerja

Dalam usaha tani sayuran intensif, tenagakerja merupakan faktor produksi yangsangat penting, terutama pada kegiatanpengelolaan tanah dan air pengairan,penggunaan sarana dan prasarana pro-duksi, dan pemeliharaan tanaman sampaipemasaran hasil. Komponen tenaga kerjaterbesar adalah untuk operasionalisasilapangan. Untuk mengidentifikasi keber-lanjutannya dapat dievaluasi dari indika-tor: (1) pemeliharaan tanaman; (2) ke-mungkinan adanya perubahan sistem pe-ngelolaan tanaman; dan (3) penambahanareal tanam yang diusahakan.

Finansial dan Ekonomi

Kelayakan ekonomi dan finansial usahatani sayuran merupakan faktor yangberperan penting dalam memotivasi petaniuntuk meningkatkan kinerja usaha taninya.Indikator ekonomi yang dapat digunakanuntuk mengukur pengaruh finansial danekonomi usaha tani sayuran meliputi: (1)keuntungan bersih, (2) nilai ekonomi aset,(3) biaya produksi, (4) biaya irigasi/pe-ngairan, (5) biaya energi, (6) harga produkyang berlaku, (7) skala ekonomi yang op-timal, dan (8) pengaruh iklim terhadapusaha tani sayuran.

Page 10: MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN DALAM  · PDF filemobilitas unsur hara di dalam tanah di-pengaruhi pula oleh suhu tanah (Epstein 1978; Tisdale et al. 1985), yang berkore

140 Suwandi

Penerimaan secara Sosial

Dampak sosial merupakan salah satu darimultifungsi pertanian dalam usaha taniintensif yang bersifat intangible. Pene-rimaan secara sosial dan nilai suatu produkpada dasarnya direfleksikan dalam hargayang ingin dibayar konsumen (willingnessto pay, WTP). Perhatian masyarakat danpemerintah, baik negatif maupun positif,juga dapat digunakan sebagai indikatorpenerimaan secara sosial.

Beberapa indikator yang dapat digu-nakan untuk mengukur tingkat penerimaansosialnya adalah: (1) kepedulian masya-rakat terhadap perlunya kelestarian sum-ber daya dan lingkungan, dan (2) keinginanuntuk menerima (willingness to accept,WTA) produsen terhadap program ataukegiatan yang terkait dengan pelestariansumber daya dan keberlanjutan sistemproduksi.

STRATEGI PENGEMBANGANSISTEM PRODUKSI SAYURAN

BERKELANJUTAN

Pengembangan sistem usaha tani berke-lanjutan bersifat dinamis, perlu memper-hatikan penerapan inovasi yang terdahuludan sekarang, juga perencanaan usahatani ke depan. Keberlanjutan sistem usahatani adalah proses penentu produksi yangbersifat kuantitatif (Stomph et al. 1994),seperti karakteristik tanah, pengelolaanpraktis sumber daya dan interaksinyadengan lingkungan (Meerman et al. 1992;Kruseman et al. 1993).

Reorientasi Sistem PengelolaanHara

Penerapan teknologi budi daya sayuranyang berorientasi pada input agrokimiatinggi merupakan tantangan yang seriusdalam mewujudkan sistem produksiberkelanjutan. Reorientasi usaha tani sa-yuran ke depan adalah upaya pemenuhantuntutan kebutuhan yang dilandasi olehpeningkatan efisiensi dan daya saing pro-duksi. Satu di antaranya adalah peren-canaan seksama dalam pengelolaan unsurhara (pupuk) untuk tanaman denganmempertimbangkan dukungan sumberdaya lahan dan aplikasi teknologi spesifiklokasi (Balai Besar Penelitian dan Pe-ngembangan Sumberdaya Lahan Perta-nian 2007)

Analisis biofisik lahan perlu dilakukandalam rangka mengelola kesuburan tanahyang dinamis untuk menjamin produk-tivitas optimal dan penyediaan hara tanahsesuai kebutuhan tanaman. Analisis ko-moditas diperlukan untuk menetapkandukungan teknologi budi daya spesifikdalam mencapai target yang ditetapkansecara menguntungkan (Kisworo 2001).Suatu inovasi teknologi harus mampumenekan ongkos produksi untuk men-dapatkan hasil yang lebih tinggi dengankualitas yang lebih baik (cost ant quality).

Pergeseran model pengelolaan pupukdari orientasi respons tanaman terhadappenggunaan model atau sistem pakar, se-lain mampu mengeliminasi pemborosaninput yang tidak tepat juga dapat mening-katkan efisiensi penggunaan input denganhasil yang realistis. Aspek keberlanjutan

Page 11: MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN DALAM  · PDF filemobilitas unsur hara di dalam tanah di-pengaruhi pula oleh suhu tanah (Epstein 1978; Tisdale et al. 1985), yang berkore

Menakar kebutuhan hara tanaman ... 141

usaha tani sayuran dapat lebih terjagakarena adanya orientasi pemakaian inputyang disesuaikan dengan kebutuhan dankeseimbangan suplai hara internal maupuneksternal (Geraldson et al. 1973; Sanchez1976; Stringer 1998).

Implikasi sinergis dari penerapan ino-vasi budi daya adalah manifestasi responstanaman terhadap lingkungan biofisik danmanajemen produksi yang diharapkan.Tingkat keselarasan inovasi yang relevandi lapangan akan banyak ditentukan olehkemampuan sumber daya manusia (SDM)dalam memanfaatkan dan/atau meng-adopsi teknologi secara harmonis (dele-niation and priority setting).

Sinergi dan HarmonisasiInovasi Budi Daya

Keberhasilan sistem produksi untuk men-capai target kuantitas dan kualitas produkstandar berkaitan erat dengan penye-larasan implementasi teknologi budi daya(pengelolaan hara dan tanaman), teknikhandling maupun penanganan pasca-panennya. Inovasi teknologi sayuran ter-sedia cukup beragam ditinjau dari per-untukannya, mulai dari jenis atau kulti-varnya maupun ekosistem budi daya didataran rendah atau dataran tinggi. Ke-ragaman tersebut tentu saja menuntutharmonisasi inovasi teknologi di tingkatlapangan (timing know-how).

Feed what the crops need juga dapatdisetarakan dengan sistem pemupukanberimbang terpadu spesifik lokasi yangberorientasi Good Agriculture Practices(GAP), yaitu standar praktek budi dayasayuran yang baik dan benar dalam prosesproduksi, panen, dan pascapanen. Salahsatu aspek penting yang menjadi standardalam penerapan GAP adalah pengelolaan

unsur hara (pemupukan) yang efisien danramah lingkungan. Penerapan GAP ber-tujuan untuk menghindari atau memi-nimalkan risiko, seperti bahaya keamananpangan, kerusakan lingkungan, kesehatan,keselamatan dan kesejahteraan pekerja,serta untuk meningkatkan daya saingproduk sayuran.

Peta jalan sistem produksi sayurandibuat dengan menggunakan rancangbangun pengelolaan faktor-faktor pro-duksi secara dinamis. Analisis pada setiapsegmen budi daya (on-farm) dilakukansecara terukur melalui introduksi inovasitepat guna, sesuai kajian kepakaran(assessment expertise) dan pengalamanlapangan. Berkaitan dengan penerapanmodel harmoni atau sistem pakar pe-mupukan berimbang terpadu spesifik lo-kasi, beberapa aspek penting yang diper-lukan adalah: (1) identifikasi dan delineasistatus lahan/kawasan sentra produksi danwilayah pengembangan sayuran; (2) pe-ngembangan teknologi pemupukan orga-nik dan anorganik sesuai kebutuhan ta-naman spesifik; dan (3) pengembanganalat bantu berupa kits untuk uji tanah danuji tanaman secara cepat (Balai BesarPenelitian dan Pengembangan Sumber-daya Lahan Pertanian 2007).

Pengembangan usaha tani diversi-fikasi, baik horizontal maupun vertikal,perlu memperhatikan aspek sinergismeantartanaman yang akan diusahakan(Suwandi et al. 2003; Suwandi dan Ros-liani 2004). Sinergisme antartanamansayuran nyata mempengaruhi produk-tivitas dan keseimbangan pengelolaanhara (pupuk), serta harmonisasi pengen-dalian organisme pengganggu tanaman(OPT) di lapangan. Pola tumpang saritanaman antara bawang merah dan cabaidi dataran rendah, cabai dan tomat atautomat dengan tanaman kubis/petsai di

Page 12: MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN DALAM  · PDF filemobilitas unsur hara di dalam tanah di-pengaruhi pula oleh suhu tanah (Epstein 1978; Tisdale et al. 1985), yang berkore

142 Suwandi

dataran tinggi, selain dapat meningkatkannilai kesetaraan lahan (NKL) juga meng-untungkan petani (Suwandi dan Asandhi1995). Kombinasi tanaman yang sinergisdalam sistem tumpang sari merupakanorientasi usaha yang prospektif dalammengelola dinamika dan keseimbanganinput/hara serta mengatasi risiko usahatani (Adiyoga et al. 2000; Suwandi et al.2003).

Kerja Sama KemitraanUsaha Tani Sayuran

Luas usaha tani sayuran di tingkat petani,baik di dataran tinggi maupun dataranrendah, rata-rata 0,2-0,3 ha (Adiyoga et al.2000). Selain kepemilikan atau lahangarapan yang sempit, biaya usaha tanisayuran juga relatif mahal. Akibatnya,usaha tani sayuran secara individu petaniselalu dalam posisi tawar yang lemah.Petani menjadi penerima harga yang selaluditetapkan oleh tengkulak, menanggungsegala risiko kegagalan usaha tani, danmodal mereka sangat terbatas denganskala usaha tani sangat kecil (Adiyoga etal. 2000; Adyana 2008).

Berkaitan dengan hal tersebut, petanisayuran perlu antisipatif dalam hal:1. Konsolidasi manajemen usaha tani

dengan membentuk kelompok usahaagribisnis dari dan sebesar-besarnyauntuk keuntungan petani atau kelom-poknya.

2. Kelompok usaha tersebut hendaknyaberbadan hukum agar memiliki akseske sumber permodalan formal, sepertibank atau lembaga perkreditan.

3. Mencari atau mengembangkan polakemitraan dengan nota kesepakatanyang saling menguntungkan, salingketergantungan, dan saling berbagi

risiko (supply chains management).4. Lembaga atau kelompok usaha agri-

bisnis yang potensial dalam bentukkoperasi, korporasi, dan kelompokusaha atau himpunan kegiatan usaha(asosiasi).

Pendekatan semacam itu sudah mulaidilaksanakan oleh Kelompok AgribisnisSayuran di Cipanas, Jawa Barat. Petanisayuran tersebut mampu mengembangkanusaha taninya secara lebih profesional,mandiri, mendapatkan keuntungan yanglebih layak dan berkelanjutan.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASIKEBIJAKAN

Kesimpulan

1. Teknologi pemupukan sesuai kebu-tuhan tanaman atau “feed what thecrop needs” siap dikembangkan se-bagai upaya perbaikan inovasi budidaya sayuran sesuai kebutuhan tanam-an untuk mencapai target produksiyang diharapkan.

2. Model harmoni adalah analisis sistempakar budi daya tanaman yang mampumenjadi enabler pencapaian keung-gulan kompetitif usaha tani sayuran.Aplikasi model ini memerlukan peman-duan atau pendampingan di lapangan.

3. Pengelolaan pupuk pada tanaman sa-yuran tidak berdiri sendiri. Pemupukanorganik dan anorganik yang efisienperlu dibarengi pemberian hara se-kunder Ca, Mg, dan S untuk mening-katkan produktivitas dan kualitas hasilsayuran.

4. Indikator penentu keberlanjutan usahatani sayuran intensif meliputi pa-rameter produksi dan kualitas hasil per

Page 13: MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN DALAM  · PDF filemobilitas unsur hara di dalam tanah di-pengaruhi pula oleh suhu tanah (Epstein 1978; Tisdale et al. 1985), yang berkore

Menakar kebutuhan hara tanaman ... 143

satuan unit lahan, input bahan, tenagakerja atau biaya yang mampu me-nunjukkan suatu perubahan positifterhadap aspek biofisik, kimia, eko-nomi, dan sosial.

5. Strategi pengembangan budi dayasayuran berkelanjutan ke depan adalahmelakukan reorientasi sistem penge-lolaan hara, sinergi dan harmonisasiinovasi budi daya, serta mengembang-kan kerja sama kemitraan usaha tanisayuran.

Implikasi Kebijakan

1. Secara nasional, peningkatan produk-tivitas dan kualitas hasil sayuran me-merlukan dukungan subsidi saranaproduksi (pupuk) bagi petani. Untukmeningkatkan efisiensi penggunaanpupuk diperlukan pedoman sistemPemupukan Berimbang Terpadu Spe-sifik (PBTS) pada usaha tani sayuranyang sejalan dengan Permentan no. 47/2007 tentang Pedoman Umum Budi-daya Pertanian pada Lahan Pegunung-an.

2. Penyediaan input produksi sekunderberupa kapur pertanian, dolomit, ba-tuan fosfat, dan pupuk organik untukkomoditas sayuran perlu mendapatperhatian khusus dalam rangka me-ningkatkan daya saing dan keber-lanjutan usaha tani sayuran di kawas-an sentra produksi.

3. Pengembangan teknologi dalam di-namika unsur hara dan fisiologi ta-naman hendaknya mendapat perhatiandan prioritas penelitian. Penelitiansemacam ini sangat dibutuhkan untukmenjawab masalah inefisiensi peng-gunaan input (unsur hara) dan mana-jemen arsitektur tanaman.

PENUTUP

Sebelum mengakhiri orasi ini, izinkanlahsaya membacakan terjemahan Al Quransurat Al Baqarah (2): 61 sebagai berikut:

“Dan (ingatlah), ketika kamu ber-kata: Hai Musa, kami tidak bisa sabar(tahan) dengan satu macam makanansaja. Sebab itu mohonkanlah untuk kamikepada Tuhanmu, agar Dia mengeluar-kan bagi kami dari apa yang ditum-buhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya,ketimunnya, bawang putihnya, kacangadasnya, dan bawang merahnya”.

Implikasi ayat tersebut adalah, ko-moditas sayuran perlu terus dikembangkanmelalui penerapan inovasi budi daya pros-pektif berbasis kebutuhan tanaman ataufeed what the crop needs. Pendekatan inimenjadi sangat relevan bagi pembangunanhortikultura di Indonesia, karena kema-juan hortikultura suatu negara seringmenjadi indikator kemajuan bangsanya.Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Abdolzadeh, A., K. Shima, H. Lambers, andK. Chiba. 2008. Change in uptake,transport and accumulation of ions inNerium oleander (rosbebay) as affec-ted by different nitrogen sources andsalinity. Ann. Bot. 102(5): 735-746.

Adiyoga, W. 1999. Pola pertumbuhan pro-duksi beberapa jenis sayuran di Indo-nesia. J. Hort. 9(2): 258-265.

Adiyoga, W., M. Ameriana, R. Suherman,T.A. Soetiarso, B.K. Udiarto, dan I.Sulastrini. 2000. Sistem produksibeberapa jenis sayuran di Indonesia.J. Hor. 9(2): 258-265.

Adnyana, M.O. 2008. Development ofsustainable indicators of intensive rice

Page 14: MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN DALAM  · PDF filemobilitas unsur hara di dalam tanah di-pengaruhi pula oleh suhu tanah (Epstein 1978; Tisdale et al. 1985), yang berkore

144 Suwandi

production system in Indonesia. Re-search Collaboration between Inter-national Rice Research Institute andIndonesian Center for Food CropsResearch and Development (mimeo-graph).

Balai Besar Penelitian dan PengembanganSumberdaya Lahan Pertanian. 2007.Teknologi Pengelolaan Sumber DayaLahan Pertanian Mendukung PrimaTani. Badan Penelitian dan Pengem-bangan Pertanian, Jakarta.

Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 2006.Ketersediaan inovasi teknologi sayur-an mendukung Prima Tani. Balai Pe-nelitian Tanaman Sayuran, Lembang.

Baker, A.V. and D.J. Pilbean. 2006. Hungersign in crops. In Handbook of PlantsNutrition 117. CRC Press.

Brown, L.R. 1989. State of the world 1989.A worldwatch institute report onprogress toward a sustainable society.Norton, New York.

Chiew, F.C. and M.N. Shamsudin. 2007.Education for sustainable develop-ment: An overview of Malaysia’sexperiences in sustainable agriculturaldevelopment and environmental con-servation. Obihiro Univ. for Agricultureand Veterinary Medicine. p. 53-70.

Corey, R.B. 1973. Factors affecting theavailability of nutrient to plants. In SoilTesting and Plant Analysis. SoilScience Society of America, Inc.Madison, Wisconsin, USA. p. 23-34.

Delvian. 2006. Faktor penting bagi per-tumbuhan pohon dalam pengem-bangan hutan tanaman industri. Ju-rusan Kehutanan, Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara. 21 hlm.

Epstein, E. 1978. Mineral Nutrition ofPlants: Principles and perspectives.Dept. Soil and Plant Nutrition. Univ. ofCalifornia Davis. Wiley Eastern Ltd.,

New Delhi, Bangalore, Bombay. 412pp.

Fakultas Pertanian Universitas GadjahMada. 2008. Hubungan Cahaya danTanaman. Laboratorium Ilmu Tanaman,Fakultas Pertanian, Universitas GadjahMada, 20 Januari 2009. www.faperta.ugm.id/lab/kuliah/fistan6.

Gunadi, N. and Suwandi. 1988. Effects ofmulching and plant spacing on growthand yield of tomato var. Berlian. BuletinPenelitian Hortikultura 16(2): 61-66.

Geraldson, C.M., G.R. Klacan, and O.A.Lorenz. 1973. Plant analysis as an aidin fertilizing vegetables crops. p. 365-380. In soil Testing and Plant Analysis.Soil Science Society of America, Inc.Madison, Wisconsin, USA.

Gips, T. 1986. What is sustainableagriculture? In P. Allen and D. vanDusen (Eds). Global Perspectives onAgroecology and Sustainable Agri-culture Systems. Proc. the 6th Inter-national Scientific Conference of theInternational Federation of OrganicAgriculture Movements 1: 63-74.

Hidayat, A., Y. Hilman, N. Nurtika, andSuwandi. 1990. Results of lowlandvegetable research. p. 55-68. Proc. theNational Vegetable Workshop. Lem-bang Research Institute for Horti-culture.

Hilman, Y. dan Suwandi 1987a. Pengaruhpupuk nitrogen dan fosfor terhadapkentang. I. Pertumbuhan dan hasilkentang. Buletin Penelitian Hortikul-tura 15(2): 206-212.

Hilman, Y. dan Suwandi. 1987b. Pengaruhpenggunaan pupuk N dan fosforterhadap mutu umbi kentang. BuletinPenelitian Hortikultura 15(1): 72-78.

Hilman, Y. dan Suwandi. 1989. PenetapanP tersedia pada tanah Andosol. BuletinPenelitian Hortikultura 18(2): 91-97.

Page 15: MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN DALAM  · PDF filemobilitas unsur hara di dalam tanah di-pengaruhi pula oleh suhu tanah (Epstein 1978; Tisdale et al. 1985), yang berkore

Menakar kebutuhan hara tanaman ... 145

Hilman, Y. dan Suwandi. 1992. Pengaruhtakaran P, N, dan K terhadap pertum-buhan, hasil, perubahan ciri kimiatanah dan serapan hara tanaman cabai.Buletin Penelitian Hortikultura 18(1):107-116.

Hilman, Y., Suwandi, dan N. Nurtika. 1992.Pengaruh kombinasi bahan organik danfosfat terhadap pertumbuhan dan hasilbuah tomat tanah Latosol di dataranrendah. Buletin Penelitian Hortikultura17(4): 5-15.

Kisworo. M.W. 2001. Transformasi kor-porasi untuk peningkatan keunggulankompetitif berbasis teknologi infor-masi. Jurnal Universitas Paramadina1(1): 13 hlm.

Kruseman, G., H. Hengsdijk, and R. Ruben.1993. Disentangling the concept ofsustainability. Conceptual definitions,analytical framework and operationtechniques in sustainable land use. DLVReport No. 2, CABO-DLO, Wage-ningen, the Netherlands.

Makarim, A.K. 2007. Aplikasi Ekofisiologidalam Sistem Produksi Padi Berke-lanjutan. Orasi Pengukuhan ProfesorRiset Bidang Fisiologi Tanaman. BadanPenelitian dan Pengembangan Perta-nian, Jakarta. 74 hlm.

Marshner, H. 1986. Mineral Nutrition inHigher Plants. Academic Press Inc.,London. p.195-265 & 391-407.

Mattason, M. and J.K. Schjoerring. 2002.Dynamic and steady-atate responsesof inorganic nitrogen pools and NH3

exchange in root nitrogen supply. PlantPhysiol. 128(2): 742-750.

Meerman, F., G.W.J. van de Ven, H. vanKeulen, and O.M.B. de Ponti. 1992. Sus-tainable crop production and protec-tion. Discussion paper, Ministry ofAgriculture, Nature Management and

Fisheries, Dept. OSL, Hague, theNetherlands.

Nurtika, N. dan Suwandi. 1992. Pengaruhpemberian kapur dan sumber pupuknitrogen terhadap pertumbuhan danhasil tomat. Buletin Penelitian Horti-kultura 17(4):16-21.

Oldeman, R.L. 1983. An agroclimatic mapof Java and Madura. Contributions ofthe Central Research Institute for Agri-culture. Bogor, Indonesia.

Reijntjes, C.B. Haverkort, dan A. Water-Bayer. 1999. Pertanian Masa Depan.Pengantar untuk pertanian berke-lanjutan dengan input luar rendah.ILEIA. Edisi Indonesia. Kanisius,Yogyakarta.

Resource Management Act. 1991. Indi-cator of Sustainable Irrigated Agri-culture. http://www. Maf.Govt.nz/mafnet/rural-nz.

Sachs, I. 1987. Towards a second greenrevolution. p.193-198. In B. Glaeser(Ed.). The Green Revolution Revisited.Allen & Win, London.

Sanchez, P.A. 1976. Properties andmanagement of soils in the tropics.Department of Soil Science, NorthCarolina State University. A. Wiley-Interscience Publication. John Wileyand Sons, New York, London, Sydney,Toronto.

Setyorini, D. dan R.W. Ladiyani. 2008. Caracepat menguji status hara dan kema-saman tanah. www. litbang.deptan.go.id. (akses 8 Januari 2009).

Shellp, B.J. 1987. Plant characteristics andnutrient composition and mobility ofbrocoli supplied with NH4+, NP3 orNH4NO3. J. Exp. Bot. http://jxb.oxfordjournals.org/cgi/content/abstract/38/10/1603.

Page 16: MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN DALAM  · PDF filemobilitas unsur hara di dalam tanah di-pengaruhi pula oleh suhu tanah (Epstein 1978; Tisdale et al. 1985), yang berkore

146 Suwandi

Stomph, T.J., L.O. Fresco, and H. vanKeulen. 1994. Land use system eva-luation: Concepts and methodology.Agric. Syst. 44: 234-255.

Stringer, R. 1998. Environmental policy andAustralia’s horticulture sector. CIESPolicy Discussion Paper. Univ. Ade-laide, Australia. http://papers.ssrn.com.sol3/papers.cfm? abstract_id=86708.

Sudaryono. 2005. Kontribusi Ilmu Tanahdalam Mendorong PengembanganAgribisnis Kacang Tanah di Indonesia.Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti UtamaBidang Ilmu Tanah. Badan Penelitiandan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Sumarna, A. dan Suwandi. 1990a. Pengaruhcara tanam dan mulsa terhadap per-tumbuhan dan hasil tomat. BuletinPenelitian Hortikultura (Edisi Khusus)18(2): 43-47.

Sumarna, A. dan Suwandi. 1990b. Pengaruhpenggunaan turus dan mulsa terhadappertumbuhan dan hasil tomat. BuletinPenelitian Hortikultura (Edisi Khusus)18(1): 74-86.

Suwandi. 1982. Effects of dolomite appli-cation on tomato, potato and beangrown in highland areas of Lembang.Buletin Penelitian Hortikultura 9(4):7-16.

Suwandi. 1984. Pengaruh sisa pemupukanmagnesium pada tanaman tomat, ken-tang, dan kacang jogo. Buletin Pene-litian Hortikultura 11(2): 17-26.

Suwandi. 1988. Effect of mulching andplanting distance of Talaut variety ofchinnese cabbage. Buletin PenelitianHortikultura 16(2): 26-33.

Suwandi and Y. Hilman. 1988. Effect ofliming and NP fertilizer application onSangihe varieties of chinnese cabbage.Buletin Penelitian Hortikultura 17(1):37-40.

Suwandi dan Y. Hilman. 1992a. Penggu-naan pupuk nitrogen dan triple superphosphate pada bawang merah. Bule-tin Penelitian Hortikultura 22(4): 28-40.

Suwandi dan Y. Hilman. 1992b. Kombinasipenggunaan pupuk urea, ZA, dan TSPpada tanaman cabai. Buletin PenelitianHortikultura 24(2): 118-128.

Suwandi dan N. Nurtika. 1993. Pengaruhnaungan terhadap pertumbuhan danhasil bawang putih dataran rendah.Buletin Penelitian Hortikultura 25(2):121-129.

Suwandi dan A.A. Asandhi. 1995. Polausaha tani berbasis sayuran denganberwawasan lingkungan untuk mening-katkan pendapatan petani. hlm 13-28.Prosiding Seminar Ilmiah NasionalKomoditas Sayuran. Lembang.

Suwandi, R. Rosliani, N. Sumarni, dan W.Setiawati. 2003. Interaksi tanaman padasistem tumpang sari tomat dan cabai didataran tinggi. J. Hort. 13(4): 244-250.

Suwandi dan R. Rosliani. 2004. Pengaruhkompos, pupuk nitrogen, dan kaliumpada cabai yang ditanam tumpang gilirdengan bawang merah. J. Hort. 14(1):41-48.

TAC/CGIAR. 1988. Sustainable Agricul-ture Production: Implications forinternational agricultural research.FAO, Rome.

Tandon, H.L.S. and I.J. Kimmo. 1993.Balanced Fertilizers Use. Its practicalimportance and guidelines for agri-culture in the Asia-Pacific Region.United Nation, New York. 49 pp.

Tisdale, S.L., W.L. Nelson, and J.D. Beaton.1985. Soil Fertility and Fertilizers. FourthEd. Macmillan Publ. Co., New York. 754pp.

Van Keulen, H. 1995. Sustainability andlong-term dynamic of soil organicmatter and nutrient under alternative

Page 17: MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN DALAM  · PDF filemobilitas unsur hara di dalam tanah di-pengaruhi pula oleh suhu tanah (Epstein 1978; Tisdale et al. 1985), yang berkore

Menakar kebutuhan hara tanaman ... 147

management strategies. p.353-375. InJ. Bouma et al. (Eds.). EcoregionalApproach for Sustainable Land Useand Food Production.

Walsh, l.M. and J.D. Beaton. 1973. SoilTesting and Plant Analysis. Revised Ed.Soil Sci. Soc. Amer. Inc., Madison,Wisconsin, USA. p. 491.

Wien, H.C. 1997. The Physiology of Vege-table Crops. Department of Fruit andVegetables Science, Cornell Universityof Thaca, New York. CAB Internati-onal.