MEMPERKUAT “BARGAINING POWER” INDONESIA GUNA MENJAGA KEAMANAN KAWASAN ASEAN

6
Oleh : Letjen TNI Moeldoko 1. Latar Belakang. Secara geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak diantara dua benua dan dua samudera. Posisi geografis ini, menempatkan Indonesia pada posisi silang dunia yang berfungsi sebagai Sea Lanes of Communication/SLOC dan Sea Lanes of Oil Trade/SLOT antara dua kawasan tersebut. Fakta geografis lainnya, Indonesia memiliki luas wilayah yang menempati dua pertiga luas kawasan Asia Tenggara. Perairan merupakan fitur geografis yang mendominasi wilayah Indonesia maupun bagi wilayah regional Asia Tenggara. Diperkirakan hampir 50 persen dari seluruh perdagangan laut komersial dunia, dilakukan melalui perairan Indonesia dan perairan regional kawasan ini. Hampir dipastikan, bahwa negara – negara lain sebagai pengguna jalur strategis ini memiliki kepentingan yang besar terkait terjaminnya kelancaran distribusi barang dan energi bagi pembangunan ekonomi negaranya. Dengan demikian, kawasan perairan Indonesia maupun perairan Asia Tenggara memiliki arti yang sangat vital dan strategis bagi perdagangan internasional. Luas wilayah yang mendominasi kawasan, penduduk terbanyak dan sumber daya alam terkaya di kawasan Asia Tenggara, menempatkan Indonesia sebagai kekuatan utama dan kunci stabilisator keamanan kawasan. Bukan sesuatu yang berlebihan, bila Indonesia menjadi bagian yang penting bagi kepentingan maupun kemajuan perekonomian kawasan dan dunia. Konsekwensi logisnya, Indonesia harus mampu memainkan peranan pentingnya sebagai kunci stabilisator keamanan kawasan. Merupakan fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa di masa datang kawasan timur Asia (termasuk Asia Tenggara) akan tumbuh sebagai pusat gravitasi perekonomian global. Oleh karena itu, Indonesia yang terletak di jantung kawasan timur Asia harus mampu memanfaatkan competitve advantage yang mencakup posisi geografis, sumber daya manusia dan sumber kekayaan alam sebagai bargaining power dalam meningkatkan peran Indonesia dalam menjaga keamanan kawasan. 2. Tantangan (Challenge) dan Kesempatan (Opportunity). Aspek Ekonomi. Globalisasi ekonomi telah merubah karakter hegemoni dunia dari kekuatan berbasis hard power (security based approach) menjadi kekuatan berbasis soft power (economic based approach). R egionalisasi ekonomi dalam bentuk blok-blok perdagangan merupakan salah satu konsekuensi yang lahir dari perubahan tersebut. Di kawasan Eropa, negara – negara di Eropa membentuk Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), sementara negara – negara di kawasan Asia-Pasifik membentuk Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC). Sejak tahun 2003, negara – negara di kawasan Asia Tenggara telah bersepakat membentuk regionalisasi ekonomi yang diwujudkan dalam bentuk ASEAN Free Trade Area (AFTA). Dalam perkembangannya, walaupun operasionalisasinya masih belum efektif, regionalisasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara telah diperluas dan dikembangkan dengan mengikutsertakan Cina dalam wujud ACFTA (Asean China Free Trade Area) yang diberlakukan sejak tahun 2008. Trend tersebut menunjukkan bahwa untuk menghadapi era perubahan yang cepat, negara – negara di berbagai belahan dunia cenderung membangun suatu komunitas bersama dengan berlandaskan pada prinsip Strategic Alliance (Aliansi Strategis). Prinsip untuk melestarikan spirit go-it-alone’ sudah mulai ditinggalkan karena menurunkan daya saing suatu negara. Melalui pola aliansi, baik dalam lingkup global maupun regional, sumberdaya penting yang dibutuhkan suatu negara dalam mendukung upaya memenangkan atau bertahan dalam persaingan pasar global, akan diperoleh dari sumberdaya di luar negaranya (outsourcing). 1/6

description

BARGAINING POWER INDONESIA

Transcript of MEMPERKUAT “BARGAINING POWER” INDONESIA GUNA MENJAGA KEAMANAN KAWASAN ASEAN

  • Oleh : Letjen TNI Moeldoko

    1. Latar Belakang.

    Secara geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak diantara duabenua dan dua samudera. Posisi geografis ini, menempatkan Indonesia pada posisi silang dunia yangberfungsi sebagai Sea Lanes of Communication/SLOC dan Sea Lanes of Oil Trade/SLOT antara duakawasan tersebut. Fakta geografis lainnya, Indonesia memiliki luas wilayah yang menempati dua pertiga luaskawasan Asia Tenggara. Perairan merupakan fitur geografis yang mendominasi wilayah Indonesia maupunbagi wilayah regional Asia Tenggara.

    Diperkirakan hampir 50 persen dari seluruh perdagangan laut komersial dunia, dilakukan melalui perairanIndonesia dan perairan regional kawasan ini. Hampir dipastikan, bahwa negara negara lain sebagaipengguna jalur strategis ini memiliki kepentingan yang besar terkait terjaminnya kelancaran distribusi barangdan energi bagi pembangunan ekonomi negaranya. Dengan demikian, kawasan perairan Indonesia maupunperairan Asia Tenggara memiliki arti yang sangat vital dan strategis bagi perdagangan internasional.

    Luas wilayah yang mendominasi kawasan, penduduk terbanyak dan sumber daya alam terkaya di kawasanAsia Tenggara, menempatkan Indonesia sebagai kekuatan utama dan kunci stabilisator keamanan kawasan.Bukan sesuatu yang berlebihan, bila Indonesia menjadi bagian yang penting bagi kepentingan maupunkemajuan perekonomian kawasan dan dunia. Konsekwensi logisnya, Indonesia harus mampu memainkanperanan pentingnya sebagai kunci stabilisator keamanan kawasan.

    Merupakan fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa di masa datang kawasan timur Asia (termasuk AsiaTenggara) akan tumbuh sebagai pusat gravitasi perekonomian global. Oleh karena itu, Indonesia yangterletak di jantung kawasan timur Asia harus mampu memanfaatkan competitve advantage yang mencakupposisi geografis, sumber daya manusia dan sumber kekayaan alam sebagai bargaining power dalammeningkatkan peran Indonesia dalam menjaga keamanan kawasan.

    2. Tantangan (Challenge) dan Kesempatan (Opportunity).

    Aspek Ekonomi. Globalisasi ekonomi telah merubah karakter hegemoni dunia dari kekuatan berbasishard power (security based approach) menjadi kekuatan berbasis soft power (economic based approach). Regionalisasi ekonomi dalam bentuk blok-blok perdagangan merupakan salah satu konsekuensi yang lahirdari perubahan tersebut. Di kawasan Eropa, negara negara di Eropa membentuk Masyarakat EkonomiEropa (MEE), sementara negara negara di kawasan Asia-Pasifik membentuk Asia-Pacific EconomicCooperation (APEC).

    Sejak tahun 2003, negara negara di kawasan Asia Tenggara telah bersepakat membentuk regionalisasiekonomi yang diwujudkan dalam bentuk ASEAN Free Trade Area (AFTA). Dalam perkembangannya,walaupun operasionalisasinya masih belum efektif, regionalisasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara telahdiperluas dan dikembangkan dengan mengikutsertakan Cina dalam wujud ACFTA (Asean China Free TradeArea) yang diberlakukan sejak tahun 2008.

    Trend tersebut menunjukkan bahwa untuk menghadapi era perubahan yang cepat, negara negara diberbagai belahan dunia cenderung membangun suatu komunitas bersama dengan berlandaskan padaprinsip Strategic Alliance (Aliansi Strategis). Prinsip untuk melestarikan spirit go-it-alone sudah mulaiditinggalkan karena menurunkan daya saing suatu negara. Melalui pola aliansi, baik dalam lingkup globalmaupun regional, sumberdaya penting yang dibutuhkan suatu negara dalam mendukung upayamemenangkan atau bertahan dalam persaingan pasar global, akan diperoleh dari sumberdaya di luarnegaranya (outsourcing).

    1/6

  • Walaupun blok blok ekonomi tersebut terbentuk di berbagai belahan dunia, namun para ahli meyakinibahwa negara-negara Asia-lah yang akan menjadi pusat pertumbuhan dunia di masa datang. Biladianalogikan, kemajuan ekonomi di kawasan Asia seperti gelombang yang dibentuk dari lontaran batu.Gerakan ekonomi baru yang dilemparkan ketengah dunia, diserap oleh Asia dan dipancarkan kembaliberupa gelombang kemajuan ke segala arah. Hal ini diilustrasikan melalui gambar 1 di bawah ini :

    Gambar 1 : Asia merupakan pusat pertumbuhan ekonomi di abab 21 .

    Untuk membendung hegemoni Asia terutama Cina, Amerika membentuk Triangle Security - Indo Pacific,dimana Jepang menjadi kaki kanan, India kaki kiri dan Australia menjadi kaki belakang. Dalam segitiga ini,Indonesia berada di ditengah atau tepat pada porosnya. Sementara itu pada blok ACFTA Indonesia jugamemiliki posisi strategis. Dengan situasi ini, Indonesia berada diantara tantangan (challenge) dan peluang (opportunity). Dalam kondisi ini, jika Indonesia mampu merubah tantangan menjadi peluang, maka Indonesiaakan menjadi wild card dalam pengertian bahwa Indonesia berada pada posisi yang dibutuhkan oleh semuapihak. Sebaliknya, jika Indonesia tidak mampu membaca perkembangan geopolitik ini maka tantangan inijustru akan berubah menjadi ancaman (threat).

    Sebagai salah satu ujiannya adalah Maritime Domain Awareness, produk dari ASEAN Maritime Forum.Forum ini ditinjau dari satu pihak memang memiliki program yang sangat ideal karena berbicara mengenai;1) ASEAN Connectivity, 2) Safety Navigation, 3) SAR dan 4) Humanitarian protection. Bila hal ini tidakdisikapi dengan hati-hati, maka produk ini akan menjadi bumerang bagi Indonesia. Salah satu contohnyaadalah ASEAN Connectivity. Program ini akan memperkuat posisi ASEAN di Dunia. Namun disisi lain,konsep ini akan berbenturan dengan asas cabotage yang telah diperjuangkan dan diberlakukan sejak tahun2011. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman Maritime Domain Awareness yang mengedepankankepentingan nasional dari seluruh stakeholders terkait.

    Aspek Politik dan Keamanan.

    Dinamika perkembangan lingkungan strategis dalam lingkup global maupun regional Asia Pasifik telahmenimbulkan dampak positif dan negatif, baik dalam kawasan itu sendiri maupun kawasan global. Dampakpositif yang sangat menonjol adalah laju pertumbuhan ekonomi yang sangat signifikan di kawasan timurAsia. Berdasarkan tren jangka panjang (1970 2000), pertumbuhan ekonomi dunia mengalami penurunan,tren pertumbuhan ekonomi kawasan timur Asia menunjukkan peningkatan (Sumber : MP3EI). Dengan trenpertumbuhan yang sangat signifikan ini, kawasan timur Asia diprediksi akan menjadi pusat gravitasiperekonomian global.

    Disisi lain, dinamika lingkungan strategis global juga menimbulkan dampak negatif bagi kawasan AsiaPasifik. Sengketa maupun klaim teritorial dan wilayah yang melibatkan beberapa negara di kawasan AsiaPasifik terkait sengketa di Laut Cina Selatan, telah mengundang keterlibatan negara negara di luarkawasan. Kondisi ini semakin meningkatkan suhu stabilitas keamanan di kawasan Asia Pasifik.

    Dalam perkembangan terakhir, sengketa Laut Cina Selatan telah mempengaruhi perubahan kebijakanpertahanan Amerika Serikat secara global. Mengacu pada Sustaining US Global Leadership: Priorities for 21st Century Defense yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat Barack Obama pada 5 Januari 2012,

    prioritas utama pertahanan Amerika Serikat saat ini dan ke depan adalah di kawasan Pasifik. Sebagaiimplementasi kebijakan tersebut, Amerika Serikat mulai memusatkan kembali sumberdaya nasionalnya ke

    2/6

  • kawasan ini, misalnya dalam bentuk tidak adanya pemotongan anggaran pertahanan yang berkaitan dengankawasan Pasifik dan peningkatan kehadiran militer Amerika Serikat di Australia.

    Dari uraian singkat di atas, nampak jelas bahwa dinamika politik dan keamanan yang berkembang di LautCina Selatan telah menghadapkan kekuatan-kekuatan besar kawasan dengan kepentingan yang berbeda.Apabila tidak dikelola dengan baik, pertemuan kepentingan yang berbeda dan dominan dalam bentukkompetisi daripada kerjasama, berpotensi mengancam stabilitas keamanan kawasan. Munculnya instabilitaskeamanan kawasan Asia Pasifik sebagai dampak dari persaingan Amerika Serikat dan Cina di Laut CinaSelatan akan merugikan pula negara-negara lain di kawasan yang secara langsung maupun tidak langsungberkepentingan pula terhadap stabilitas keamanan di sana.

    Terkait dengan sengketa Laut Cina Selatan, Indonesia sejak awal 1990-an telah memprediksi bahwaperairan itu akan muncul menjadi flash point di kawasan. Hal itu mendorong Indonesia untuk aktif mencarisolusi dalam sengketa di Laut Cina Selatan. Salah satu bentuknya adalah prakarsa menggelar Workshop forManaging Potential Conflict in the South China Sea yang pertama kali berlangsung di Bali pada 1990. Diantara tujuan dari lokakarya adalah membangun confidence building measure (CBM) antar semua negarayang berkepentingan dengan perairan tersebut.

    Workshop for Managing Potential Conflict in the South China Sea yang digelar selama 1990-2002, kecualitahun 2000, diikuti oleh semua negara pengklaim. Kegiatan itu menghasilkan sejumlah kesepakatan yang diantaranya adalah pembentukan Technical Working Groups on marine scientific research, marineenvironmental protection, resource assessment, safety of navigation, shipping and communication dan legalmatters.

    Inisiatif lainnya yang digagas oleh Indonesia untuk mengendalikan eskalasi sengketa Laut Cina Selatanadalah The Declaration on the South China Sea oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN pada Juli 1992.Deklarasi itu menekankan pada solidaritas ASEAN pada pendekatan damai dan konstruktif untukmasalah-masalah Laut Cina Selatan. Deklarasi juga menghimbau resolusi damai pada isu kedaulatan danyurisdiksi tanpa penggunaan kekuatan, menahan diri, kerjasama yang mungkin pada keselamatan maritim,perlindungan lingkungan, pencarian dan penyelamatan (SAR) dan aksi terhadap pembajakan, perompakandi laut dan penyelundupan obat-obatan dan penerapan prinsip-prinsip Treaty of Amity and Cooperation(TAC) sebagai basis untuk code of conduct di Laut Cina Selatan.

    3. Kondisi Indonesia : Kekuatan dan Kelemahan.

    Secara geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan terletak pada posisi silangdunia yang sangat strategis. Dengan wilayah yang dua pertiganya merupakan wilayah laut, Indonesiamemiliki potensi dan keaneakragaman sumber kekayaan alam yang besar. Berdasarkan hasil survey BPStahun 2010, jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,6 juta orang dengan usia produktif yang terbesar.Dengan potensi ini dan fakta bahwa wilayah Indonesia mencakup dua pertiga wilayah Asia Tenggara, maka tidak dapat dipungkiri bahwa peran Indonesia sangat dominan di kawasan ASEAN. Namun pertanyaannyaadalah, apakah modalitas yang dimiliki bangsa Indonesia mampu mentransformasikan seluruh SDA yangkaya dan variatif itu menjadi sesuatu yang bernilai tambah? Demikian juga dengan posisi Indonesia yangberada pada pusat kemajuan dunia, mampukan kita memanfaatkan posisi ini menjadi driving forcekemajuan?

    Selain total penduduknya yang besar, Indonesia pun kini termasuk pada negara yang memilki bonusdemografi, karena jumlah penduduk yang berusia produktif lebih dominan dibandingkan dengan jumlahpenduduk berusia tidak produktif (bayi dan manula). Kondisi ini tidak setiap tahun dicapai dan tidak semuanegara memiliki struktur penduduk seperti itu. Maka sebenarnya Indonesia memiliki potensi untuk menjadi terbesar. Pertanyaannya adalah apakah SDM pada umur produktif ini memiliki kualitas yang memadai atautidak. Jika kualitasnya tidak memadai maka bonus demografi akan berubah menjadi Bencana Demografi.

    3/6

  • Berdasarkan hasil pengukuran tentang pembangunan manusia (Human Development Index/HDI) yang diukuroleh UNDP, ternyata Indonesia masih termasuk pada kategori negara yang tingkat HDI nya relatif rendah(0,6) dan menempati peringkat ke 108 dunia dari 168 negara yang diukur. Indeks ini menempatkan Indonesiapada kategori negara-negara yang masih Medium Human Development. Demikian juga bila dibandingkannegara negara di ASEAN, Indonesia berada pada posisi yang relatif rendah yaitu menempati urutan ke 7 dibawah Singapore, Brunei Darussalam, Malaysia, Sri Lanka, Thailand dan Philippina. Jika ditambahkan India,China dan Korea Selatan, tentunya peringkat Indonesia lebih menurun lagi.

    Selain kekuatan SDM, SDA kekuatan negara juga diukur dari struktur ekonominya. Saat ini Indonesiamendapat pujian dari berbagai pihak, karena pada masa kiris ekonomi yang melanda Amerika dan Eropa ini,Indonesia tidak terseret pada arus keterpurukan bahkan termasuk negara yang sangat kokoh fundamentalekonomi makronya bersama China dan India. Akan tetapi tingginya pertumbuhan ekonomi serta kuatnyamakro ekonomi tidak selaras dengan kondisi sektor riilnya. Kondisi inilah yang perlu mendapat perhatian dankewaspadaan. Kurang sinkronnya kekuatan ekonomi makro dan sektor riil, dapat menyebabkan Indonesiaberada pada konisi artifisial. Rapuhnya struktur ekonomi riil ini salah satunya dapat dilihat dari tingkat dayasaing global Indonesia. Menurut hasil pengukuran World Economic Forum pada tahun 2010, GlobalCompetitive Indeks Indonesia memiliki score 4,43 atau menempati ranking 54 dunia. Kalau dibandingkandengan negara-negara ASEAN, Indonesia berada pada rangking 5 setelah Thailand. Lemahnya tingkat dayasaing global juga tercermin dari ranking ketersediaan infra strukturnya yang masih menempati peringkat 82 didunia atau 6 di ASEAN China.

    4. Keamanan Nasional dan Memperkuat Bargaining Power Indonesia.

    Keamanan Nasional pada hakikatnya memiliki cakupan yang sangat luas, sebab mencakup aspek ideologi (value), politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan. Oleh karena itu, keamanan nasional tidak sebangundan sebanding dengan penegakan hukum, sebab penegakan hukum hanya satu bagian kecil dari bangunankeamanan nasional itu sendiri. Eksistensi keamanan nasional Indonesia adalah sebagai upaya untukmengamanatkan terjaganya kepentingan nasional bangsa sebagaimana diamanatkan oleh PembukaanUndang-undang Dasar 1945.

    Keamanan kawasan di Laut Cina Selatan memiliki keterkaitan erat dengan keamanan nasional Indonesia,baik pada aspek politik, ekonomi maupun pertahanan. Pada aspek politik, apabila Indonesia bersamanegara-negara ASEAN lainnya tidak mampu menata sengketa di perairan itu secara damai, akanberkontribusi negatif terhadap keamanan nasional Indonesia. Sengketa Laut Cina Selatan yangbertransformasi menjadi konflik akan menyerap sumberdaya nasional Indonesia yang tidak sedikit gunamengamankan kepentingan nasionalnya, termasuk menyangkut stabilitas kawasan pada ranah diplomatik.Sebab Indonesia berkepentingan untuk mengendalikan eskalasi konflik agar tidak menjadi lebih buruk lagi.

    Sedangkan pada aspek ekonomi, konflik di Laut Cina Selatan akan mempengaruhi secara langsung ekonomiIndonesia. Dalam era globalisasi saat ini dengan interdependensi ekonomi antar negara, ketidakmampuannegara-negara kawasan menata sengketa di Laut Cina Selatan akan memunculkan gelombang kejutterhadap ekonomi Indonesia. Paling tidak, selain mendorong naiknya harga minyak mentah dunia yang pastiakan berpengaruh terhadap APBN Indonesia, hal itu juga akan mengancam secara serius kelangsunganperdagangan Indonesia dengan raksasa-raksasa ekonomi di Asia Timur yang berdasarkan statistik,negara-negara itu merupakan salah satu mitra penting ekonomi Indonesia. Kondisi demikian dipastikan akanberpengaruh langsung terhadap ekonomi domestik Indonesia nantinya.

    Adapun menyangkut aspek pertahanan, kepentingan nasional Indonesia terkait dengan upaya menjagakeutuhan wilayah Indonesia yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan. Posisi perairan LautNatuna yang merupakan penghubung antara kawasan Samudera India dan Laut Cina Selatan menjadipilihan lintasan terpendek bagi kapal-kapal perang yang ingin menuju wilayah konflik di Laut Cina Selatandan kondisi demikian dapat menimbulkan komplikasi tersendiri terhadap Indonesia.

    4/6

  • Di samping itu, kekuatan pertahanan Indonesia dituntut untuk mampu mencegah spill over konflik Laut CinaSelatan menjalar ke Laut Natuna sekaligus mengamankan anjungan-anjungan minyak yang berada di ZEEIndonesia di Laut Cina Selatan. Pengamanan anjungan minyak itu penting sebab anjungan itu merupakansalah satu aset vital dalam menyumbangkan devisa negara, selain mencegah kemungkinan negara lain yangberperan mengamankan anjungan tersebut.

    Dari uraian singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki modalitas (Geografi, Demografi danSKA) yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi kekuatan di kawasan ASEAN dan bahkan dikawasan Asia Pasifik. Posisi geografis Indonesia yang terletak di posisi perlintasan perdagangan dunia,merupakan bargaining power yang harus dikelola secara cermat dan cerdas. Dengan total penduduk yangusia produktifnya sangat signifikan dan SKA yang berlimpah, Indonesia tidak dapat diabaikan peranstrategisnya dalam menciptakan keamanan kawasan ASEAN dan Asia Pasifik.

    Menyadari dirinya sebagai negara kepulauan, maka pemberdayaan modalitas bangsa harus senantiasamerujuk pada paradigma pembangunan Indonesia sebagai negara maritim. Konsekuensinya, MaritimeDomain Awareness (MDA) bangsa harus dikembangkan dan dijadikan sebagai salah satu pertimbanganstrategis dalam rangka penguatan peran Indonesia dalam menjaga keamanan kawasan ASEAN. Hal ini tidakterlepas dari kenyataan bahwa keamanan kawasan, baik di lingkungan ASEAN maupun Asia Pasifik, sangatdipengaruhi oleh perebutan pengaruh dan kepentingan di jalur SLOC dan SLOT yang membentang mulaidari Asia Tenggara hingga kawasan timur Asia.

    Terkait dengan hal tersebut, dalam rangka memperkuat bargaining power Indonesia di mata ASEAN danDunia, maka Indonesia harus mampu melakukan langkah langkah strategis yang mencakup : Pertama,penguatan INTERNAL FAKTOR yang mencakup Gatra Statis (Geografi, Demografi, dan SKA) serta gatraDinamisnya (Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Hankam). Kedua, Penguatan Kebijakan Publik dibidang ekonomi yang bertujuan memperkokoh struktur ekonomi Indonesia. Ketiga, revitalisasi mesinekonominya yang rapuh, karena jumlah SDA yang besar belum ditunjang oleh kualitas SDM yang memadai.Keempat, Penguatan kebijakan kebijakan yang mendahulukan kepentingan nasional. Kelima, Memperkuatsistim pertahanan keamanan serta Keenam, Merekat kembali kohesi sosial yang sempat tercerai beraikarena Pancasila mengalami proses alienasi.

    Langkah langkah tersebut diatas, tentu harus merujuk kepada konsep Wawasan Nusantara yangmerupakan pandangan Geopolitik dan konsepsi Ketahanan Nasional yang merupakan pandanganGeostrategi Indonesia. Dengan demikian, pemberdayaan modalitas bangsa harus memperhatikankeserasian, keselarasan dan keseimbangan antara aspek kesejahteraan dan keamanan yang mampumenyentuh seluruh wilayah Indonesia, termasuk wilayah terpencil dan utamanya wilayah wilayahperbatasan. Oleh karena itu, pembangunan konektivitas antara pulau pulau maupun pusat pusat kegiatanekonomi seperti tertuang dalam program MP3EI, merupakan back bone pembangunan ekonomi yang harusdapat diwujudkan.

    Disamping pembangunan struktur ekonomi, pembangunan kekuatan pertahanan Indonesia yang modernperlu mendapat prioritas dan perhatian secara proporsional. Dalam konteks keamanan nasional maupunkeamanan regional, kekuatan pertahanan yang modern pada dasarnya merupakan bargaining power danalat diplomasi yang efektif. Stabilitas keamanan nasional maupun regional tidak dapat diwujudkan apabilakekuatan pertahanan yang dimiliki berada pada kondisi yang kurang memadai dan memprihatinkan. Dengankekuatan pertahanan yang memadai, diharapkan Indonesia akan semakin diperhitungkan sebagai kekuatanterbesar di kawasan Asia Tenggara.

    5. Penutup

    Indonesia memiliki modalitas yang memiliki potensi besar untuk memperkuat peran Indonesia sebagaikekuatan terbesar di kawasan Asia Tenggara. Pemberdayaan modalitas bangsa tersebut memerlukanlangkah langkah strategis yang bertumpu pada pembangunan kebijakan dan struktur ekonomi bangsa yang

    5/6

  • kokoh. Terkait dengan masalah keamanan nasional yang dibutuhkan bagi penguatan peran Indonesia dikawasan Asia Tenggara, terdapat benang merah antara keamanan kawasan di Laut Cina Selatan dengankeamanan nasional Indonesia. Untuk dapat menciptakan kondisi keamanan nasional Indonesia yang stabil,harus didukung oleh kondisi keamanan kawasan regional. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi Indonesiasebagai primus inter pares di Asia Tenggara, yaitu bagaimana mengelola sengketa kawasan regional agardapat diselesaikan secara damai dan menghindarkan eskalasi sengketa menjadi konflik.

    *) Esai ini pernah isampaikan dalam acara Focus Group Discussion Komite Ekonomi Nasional : KajianGeopolitik sebagai Aset Nasional pada tanggal 21 Maret 2012 di Jakarta.

    **)Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia.

    6/6