Memikir Ulang Historiografi Indonesia

23
HISTORIOGRAFI INDONESIA: Historiografi Indonesia Moderen Dhanang Respati Puguh Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Transcript of Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Page 1: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

HISTORIOGRAFI INDONESIA:Historiografi Indonesia Moderen

Dhanang Respati PuguhJurusan Sejarah Fakultas Ilmu BudayaUniversitas Diponegoro

Page 2: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

MEMIKIR ULANG HISTORIOGRAFI

INDONESIA

Page 3: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Pendahuluan

Menulis sejarah, terutama sejarah nasional, bukan sekadar kegiatan intelektual, tetapi juga kegiatan yang bermakna politis.

• Sejarah sebagai dasar kesadaran sejarah yang berfungsi untuk memperkokoh identitas nasional.

• Bagaimana masa lalu ditampilkan dan fakta diciptakan menjadi perdebatan tanpa akhir.

Dua faktor pembentuk situasi:• Pembentukan pengetahuan sejarah tergantung pada

penguasaan terhadap sumber daya institutional yang memungkinkan rekonstruksi, produksi, dan sirkulasi pengetahuan tentang masa lalu.

• Tantangan terhadap narasi besar tentang masyarakat dan masa lalu juga merupakan bagian dari dinamika hubungan kekuasaan.

Page 4: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Pendahuluan

Historiografi yang reflektif tidak saja menguji secara kritis metodologi sejarah, tetapi juga menguji dan merumuskan kembali berbagai klaim kebenaran dan menyelidiki terbentuknya klaim kebenaran secara historis.

• Historicizing history (menempatkan sejarah dalam konteksnya).

• History from within merupakan jawaban bagi tulisan-tulisan mengenai sejarah Indonesia oleh sejarawan Belanda/asing.

• Persoalan peran sejarawan dalam penulisan sejarah?• Perbedaan (sejarawan) asing dan lokal dalam hal produksi

pengetahuan sejarah tidak dapat dipertahankan secara tajam.

• Metodologi merupakan persoalan penting dan interpretasi menjadi sangat penting.

Page 5: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Pendahuluan

Peranan negara dalam penulisan sejarah. • Sejarah versi Orde Baru telah membungkam suara dari

pihak-pihak yang dianggap mengganggu dan mengancam pemerintahan militer yang berkuasa.

• Setelah Orde Baru jatuh, muncul upaya untuk menulis ulang sejarah.

Tujuan buku adalah meninjau historiografi dengan mempertimbangkan hal-hal di atas.

• Pentingnya masa kini dalam mempelajari masa lalu.• Bagaimana narasi besar mempengaruhi cara orang

membangun kembali masa lalunya (dekolonisasi, desentralisasi, atau demokratisasi sejarah, ketika memikirkan cara-cara ‘baru’ melihat historiografi?)

Page 6: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Pendahuluan

Kegiatan-kegiatan itu oleh sejarawan konvensional cenderung dianggap sebagai bukan kegiatan ilmiah, tetapi lebih bertujuan politik.

• Mencoba menjelajahi arah-arah baru dalam penulisan sejarah Indonesia (belum ke paradigma dan teori), dalam hal topik/ tema, perspektif, sumber, genre penulisan yang selama ini diabaikan dalam konteks intelektual Indonesia.

• Menggunakan prosedur metodologi tertentu dan menguji secara kritis metodologi itu.

Page 7: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Sejarah Nasional, Sejarah Nasionalis, dan Sejarah Nation: Warisan KolonialSejarah nasional lahir pada abad XIX di Eropa ketika

pembentukan negara bangsa membutuhkan narasi yang dapat membujuk, mengubah subjek negara menjadi warga negara baru, memasukan mereka ke dalam nation yang baru dan meyakinkan mereka bahwa masa depan milik mereka bersama.

Penulisan sejarah kolonial merupakan format yang sama dalam versi yang beda dari penulisan sejarah nasional.

1930an Van Leur (1940) mempertanyakan gambaran monolitik dominasi Belanda.

Wertheim (1950an) meneruskan karya Van Leur, menawarkan ruang yang lebih besar bagi perubahan sejarah melalui sebuah artikulasi dinamis berbagai formasi sosiologis.

Page 8: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Historiografi Nasional Tahun 1950an

Model Van Leur tidak populer di kalangan generasi baru sejarawan Indonesia karena kategori sosiologis yang digunakan terlalu statis, bukan merupakan lahan yang subur untuk mengembangkan sejarah baru yang penuh dengan peristiwa dan kepahlawanan untuk mengerahkan rakyat dan membangkitkan semangat nasion baru.

Pembangunan nasion adalah salah satu tema utama tahun 1950an dan penulisan sejarah nasional adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses ini.

Para sejarawan baru Indonesia membangun sejarah nasional di atas basis kolonial.

Moh Yamin sebagai arsitek utama dari citra hierarkis berbasis Jawa mengenai masa silam Indonesia.

Pandangan Moh. Yamin ditentang beberapa kaum intelektual.

Akhir tahun 1950an niat untuk menulis sejarah nasional yang baru tidak terwujud.

Page 9: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Historiografi Nasional Tahun 1950an

Pramoedya Ananta Toer mengembangkan perspektifnya sendiri mengenai sejarah nasional.

• Sama nasionalisnya dengan pandangan Moh. Yamin.• Historiografi Indonesia juga harus membedakan diri dari

yang tidak sejalan dengan kepentingan ‘nasion Indonesia’.• Ada perbedaan konsepsi landasan nasion; nasion konsep

politik moderen, tidak memiliki akar yang dalam di tanah Indonesia.

Para wakil militer juga ikut serta menulis ulang sejarah nasional dan memasukkannya ke dalam mata pelajaran sejarah [Tahun 1950an Nasution telah garis besar magnum opusnya “Sekitar Perang Kemerdekaan” (11 jilid, 1977-1979), diteruskan oleh Nugroho Notosusanto pada 1970an dengan militerisasi sejarah Indonesia].

Page 10: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Historiografi pada Era Orde Baru

Pada era Orde Baru (1966-1998) diperkenalkan sebuah pendekatan pembangunan yang otoriter yang bertujuan mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat serempak dengan stabilitas politik.

Historiografi yang sentralistis dan eskatologis yang diilhami Soekarno dan diterapkan Sanusi Pane.

• Cahaya era keemasan prakolonial – yang sudah mengandung inti identitas nasional – diikuti oleh ‘kegelapan’ dari kekuasaan dan penindasan kolonial; perjuangan heroik yang mencapai puncaknya pada ‘kebangkitan’ nasional dan perjuangan revolusi yang menghasilkan kebebasan dan kemerdekaan. Nasion mengalami sengketa yang diselamatkan oleh Soeharto.

Setelah Konferensi Sejarah Nasional pada 1970, buku sejarah nasional yang harus membawa amanat, akhirnya terbit pada 1975.

Page 11: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Historiografi pada Era Orde Baru

Sejarah Nasional Indonesia enam jilid.• Dalam batas tertentu periodisasi mencerminkan

historiografi kolonial konvensional.• Tidak ada sejarah ekonomi.

1984, terbit edisi revisi Sejarah Nasional Indonesia.• Jilid VI diperluas, penggabungan bab, dan penambahan

tentang Orde Baru.• Nugroho berhasil menciptakan uraian sejarah yang cukup

hegemonis dengan militer sebagai pemegang peranan utama.

Sartono menulis Pengantar Sejarah Indonesia Baru (2 jilid).

Page 12: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Historiografi pada Era Orde Baru

Empat hal ciri Sejarah Nasional Indonesia versi Nugroho

Notosusanto (bukan khas Indonesia saja).• Sejarah nasional merupakan narasi ketika negara menjadi

sentral dan wakil-wakil negara merupakan aktor sejarah satu-satunya yang memiliki legitimasi.

• Pendekatan semacam itu memberikan tempat yang sangat kecil kepada orang biasa sebagai pelaku sejarah yang bermakna.

• Ada paradoks ironis dari sebuah ‘sejarah tanpa kekerasan’ yang didominasi militer.

• Hampir tidak ada analisis menyeluruh terhadap negara kolonial sebagai seperangkat lembaga represif dan terhadap warisan pascakolonialnya.

sejarah nasional menjadi basis buku pelajaran sejarah.

Page 13: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Historiografi pada Era Orde Baru

Sejarah rakyat jelata tidak ada.Sebagian besar sejarawan selama Orde Baru

berhasil menghindarkan diri dari fokus kepada negara sebagai penindas dan peranannya dalam penulisan sejarah nasional dan lokal.

Tidak ada perhatian pada sejarah gerakan sosial pada masa Orde Baru.

Tidak ada sejarah kehidupan orang biasa, teknologi dan psikologi kehidupan sehari-hari, dan pada dimensi sosialnya.

Page 14: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Historiografi Pasca-Orde Baru

Sejarah nasional menurut versi Soeharto tidak dipercaya, tetapi sejarah alternatif belum muncul.

• Muncul sejumlah perdebatan sejarah tentang Soeharto (Serangan Umum 1949, peristiwa seputar G 30 S, Supersemar, peranan militer dalam sejarah nasional khususnya dalam kaitan dengan pemberontakan daerah 1950-an).

Kredibilitas buku pelajaran sejarah dipertanyakan.• Muncul tokoh Hamengkubuwana IX dalam Serangnan

Umum 1949.• Supersemar dipertanyakan.• Persoalan G 30 S dan peranan militer tidak diubah.• Korban 1965-1966 masih dibungkam.

Page 15: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Historiografi Pasca-Orde BaruRevisi buku pelajaran setelah 1999 memang mengubah

penyajian periode Orde Baru.• Kehampaan periode 1966-1997 menyiratkan “penguapan”

Orde Baru dalam sejarah.

Narasi yang optimis mengenai reformasi yang dimulai dengan krisis 1997 diakhiri pemerintahan Abdurrachman Wahid dan Megawati 1999.

• Pembangunan ekonomi dan perkembangan teknologi tidak mengalami perubahan, tetapi tidak berakar pada Orde Baru.

• Tampak seperti berada di luar sejarah Indonesia; tidak dikaitkan dengan pelaku, politik, dan waktu tertentu.

2004, muncul buku pelajaran baru yang memberikan tempat lebih besar pada sejarah daerah, tetapi tidak berusia lama.

• Penggunaan istilah G 30 S bukan G 30 S/PKI• Kembali ke Kurikulum 1994

Page 16: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Historiografi Pasca-Orde Baru Pertemuan MSI (Agustus 2002 di Bogor) membahas edisi baru

buku sejarah nasional.• Tidak ada minat melakukan pembaruan teori, dan tidak ada

peluang menyisipkan subjek-subjek baru.• Ruang lebih banyak diberikan untuk sejarah daerah; tidak ada

diskusi.• Butuh waktu lebih lama sebelum ada kajian ulang yang

mendalam mengenai karakter pascakolonial historiografi resmi.

Otonomi sejarah lokal dan otonomi historiografi sebagai prioritas.

• Desentralisasi dan demiliterisasi sejarah Indonesia; menekankan pentingnya keanekaragaman daerah. Menginginkan kembalinya “kebenaran” narasi sejarah.

Setelah Mei 1998 banyak kisah masa lalu versi Orde Baru dipertanyakan. (sejak 1998 ada 1600 judul baru tentang sejarah).

Page 17: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Waktu, Peristiwa, dan Pelaku Sejarah Periodisasi yang terdapat dalam berbagai versi buku

sejarah nasional sangat penting untuk membuat batas waktu dalam perkembangan sejarah.

• Periodisasi merupakan sendi analisis sejarah; menyangkut simplifikasi dalam derajat tertentu, dan bukan kejadian lain yang dipandang sebagai ciri utama periode tertentu.

• Periodisasi dapat diperdebatkan.

Banyak sejarawan yang memusatkan perhatian pada penulisan sejarah berdasarkan peristiwa.

• Peristiwa dianggap sebagai hal penting bagi transformasi masyarakat yang menandakan era baru dan memisahkan diri dari masa lalu.

• Dari sisi metodologi, penekanan pada peristiwa besar menimbulkan masalah baru.

Page 18: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Historiografi Pasca-Orde Baru Seperti waktu sejarah, pelaku sejarah tidak

memberikan makna kepada sejarah. Makna melekat pada pelaku sejarah melalui waktu (Contoh: cara Tan Malaka dinilai oleh pemerintah dan masyarakat, tergantung pada iklim politik berbagai periode dalam sejarah).

Periode ketika orang meneliti pelaku sejarah, jelas sangat penting bagi pemahaman bagaimana pelaku tersebut dilihat, termasuk sumber yang digunakan untuk meneliti pelaku.

Bukan kebenaran kisah-kisah yang menjadi tujuan utama ketika kita membaca biografi, tetapi pemahaman mengenai bingkai budaya dan cara menyajikan yang memungkinkan kita mengerti konteks lokal dan konteks yang lebih besar pada periode yang bersangkutan.

Page 19: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Narasi, Ingatan, dan Identitas Sosial Sejarah Historiografi nasional selalu dilihat oleh pemerintah

sebagai sebuah kunci yang penting untuk membangun kesadaran sejarah.

• Walaupun negara membangun pemandangan sejarah yang lebih besar, tetapi tidak berarti pemandangan sejarah itu membentuk ingatan secara seragam.

• Ada perbedaan antara narasi resmi dengan narasi populer.

• Contoh, narasi peristiwa G 30 S 1965, setelah Soeharto jatuh.

Orang-orang yang mengalami kejadian traumatis tidak pasti berminat menggali masa lalu

• Ada proses yang rumit ari ingatan kolektif.

Page 20: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Narasi, Ingatan, dan Identitas Sosial Sejarah

Ingatan tidak hanya dilihat sebagai landasan bagi penulisan sejarah, tetapi juga sebagai landasan dari diri sendiri dan masyarakat.

• ‘menggali’ ingatan maupun penafsirannya – adalah proses yang dibebani dinamika politik.

• Seberapa jauh ingatan individu mencerminkan kelompok atau masyarakat.

• Dalam narasi perorangan selalu dapat ditemukan kepingan-kepingan dari narasi yang lebih besar.

Dalam wawancara sejarah lisan diperlukan empati dan solidaritas, tetapi sejarah tetap harus menjaga jarak kritis.

Page 21: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Sejarah Populer dan Kehidupan Sehari-hari

Historiografi yang sebagian besarnya dikendalikan negara tidak memiliki kemampuan meletakkan fokus pada partisipasi rakyat dalam sejarah nasional.

Rakyat tidak boleh disebut dalam sejarah resmi (Orde Baru).Narasi tandingan juga sering cenderung menekankan

peranan otoriter negara, ketika narasi itu menyoroti kejadian masa lalu.

Sejarah orang biasa merupakan sebuah reaksi terhadap narasi-narasi besar dan pola-pola struktur yang mengabaikan perjalanan kehidupan individu dan orang biasa.

Sejarah populer dan kehidupan sehari-hari sebagai alternatif.

Bagaimana mengaitkan kehidupan sehari-hari dengan kejadian yang lebih besar?

Page 22: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Sumber-sumber Sejarah

Pengunggulan pada validitas sumber tertulis (pendekatan konvensional pada historiografi).

Sumber lisan dianggap memiliki validitas yang rendah sehingga perlu diperiksa lebih kritis dari sisi metodologi.

Semua sumber perlu penafsiran kritis, termasuk sumber tertulis.

Ada lebih dari satu cara untuk menulis sejarah.Ada keanekaragaman sejarah yang menyanggah

“kebenaran tunggal” yang dihasilkan oleh para sejarawan nasional.

Beberapa sejarawan telah mencoba untuk memberikan alternatif cara memanfaatkan sumber-sumber nonkonvensional.

Page 23: Memikir Ulang Historiografi Indonesia

Konteks yang Lebih Luas

Penggalian sumber, subjek, dan tema baru untuk penulisan sejarah kritis dengan fokus pada sejarah kehidupan sehari-hari.

Sejarah Indonesia tidak berkembang dalam ruang hampa; sejarah Indonesia harus dilihat dalam konteks yang lebih luas:

• pembingkaian dengan masa lalu,• Jaringan lebih luas dengan bagian-bagian dunia lain,• Perbandingan dengan bagian-bagian dunia lain,• Sisi partisipasi dalam perdebatan yang berlangsung di

perguruan tinggi.Perdebatan mengenai dekolonisasi historiografi.