MEMBINA ETOS MENGAJAR PROFESIONAL GURU...

12
Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram Halaman | 1 MEMBINA ETOS MENGAJAR PROFESIONAL GURU DENGAN SUPERVISI AKADEMIK Rudi Hariawan (Dosen Program Studi Administrasi Pendidikan FIP IKIP Mataram) Email: [email protected] ABSTRAK Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Membina etos mengajar profesional guru dengan supervisi pengajaran yang tepat. Kata Kunci: Etos Mengajar Profesionalisme Guru, Supervisi Akademik PENDAHULUAN Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar manusia untuk mengembangkan kepribadian di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Oleh karenanya agar pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu, maka pendidikan adalah tanggung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah. Dunia pendidikan dewasa ini sedang menghadapi tantangan yang sangat besar, dilihat dari dimensi global dimana persaingan kualitas menjadi kebutuhan utama diera globalisasi. Dalam konteks pembangunan sektor pendidikan, guru merupakan pemegang peran yang amat sentral dalam proses pendidikan. Karena itu, upaya meningkatkan profesionalisme adalah suatu keharusan. Guru profesional merupakan salah satu faktor terpenting dalam pendidikan. Apapun kurikulum yang berlaku dan seperti apapun sarana atau prasarana pendidikan yang ada, akhirnya gurulah yang menerapkan dan menggunakannya disekolah. Dikatakan oleh Samani (2010) bahwa kurikulum yang bagus yang ditangani guru yang tidak profesional tidak akan maksimal. Salah satu indikator rendahnya kulitas pendidikan di Indonesia adalah rendahnya kualitas guru. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, dan melakukan pengabdian. Dinyatakan dalam Undang- undang Nomor 14 Tahun 2004 tentang Guru dan Dosen disebutkan guru diakui sebagai profesi dan diharapkan guru dapat bekerja secara profesional. Lebih lanjut dalam Pada pasal 1 butir 1 menyebutkan bahawa guru merupakan pendidik profesional dengan tugas

Transcript of MEMBINA ETOS MENGAJAR PROFESIONAL GURU...

Jurnal Paedagogy

Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014

Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

Halaman | 1

MEMBINA ETOS MENGAJAR PROFESIONAL GURU

DENGAN SUPERVISI AKADEMIK

Rudi Hariawan

(Dosen Program Studi Administrasi Pendidikan FIP IKIP Mataram)

Email: [email protected]

ABSTRAK

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Membina etos mengajar profesional guru dengan

supervisi pengajaran yang tepat.

Kata Kunci: Etos Mengajar Profesionalisme Guru, Supervisi Akademik

PENDAHULUAN

Pendidikan pada hakekatnya

adalah usaha sadar manusia untuk

mengembangkan kepribadian di dalam

maupun di luar sekolah dan berlangsung

seumur hidup. Oleh karenanya agar

pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh

rakyat sesuai dengan kemampuan

masing-masing individu, maka

pendidikan adalah tanggung jawab

keluarga, masyarakat dan pemerintah.

Dunia pendidikan dewasa ini

sedang menghadapi tantangan yang

sangat besar, dilihat dari dimensi global

dimana persaingan kualitas menjadi

kebutuhan utama diera globalisasi.

Dalam konteks pembangunan sektor

pendidikan, guru merupakan pemegang

peran yang amat sentral dalam proses

pendidikan. Karena itu, upaya

meningkatkan profesionalisme adalah

suatu keharusan.

Guru profesional merupakan

salah satu faktor terpenting dalam

pendidikan. Apapun kurikulum yang

berlaku dan seperti apapun sarana atau

prasarana pendidikan yang ada, akhirnya

gurulah yang menerapkan dan

menggunakannya disekolah. Dikatakan

oleh Samani (2010) bahwa kurikulum

yang bagus yang ditangani guru yang

tidak profesional tidak akan maksimal.

Salah satu indikator rendahnya

kulitas pendidikan di Indonesia adalah

rendahnya kualitas guru. Kebanyakan

guru belum memiliki profesionalisme

yang memadai untuk menjalankan

tugasnya sebagaimana disebut dalam

pasal 39 Undang-undang Nomor 20

Tahun 2003 tentang sistem pendidikan

nasional, yaitu merencanakan

pembelajaran, melaksanakan

pembelajaran, menilai hasil

pembelajaran, melakukan

pembimbingan, melakukan pelatihan,

dan melakukan pengabdian.

Dinyatakan dalam Undang-

undang Nomor 14 Tahun 2004 tentang

Guru dan Dosen disebutkan guru diakui

sebagai profesi dan diharapkan guru

dapat bekerja secara profesional. Lebih

lanjut dalam Pada pasal 1 butir 1

menyebutkan bahawa guru merupakan

pendidik profesional dengan tugas

Jurnal Paedagogy

Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014

Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

Halaman | 2

utama, mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih,

menilai dan mengevaluasi peserta didik

pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar,

dan pendidikan menengah (UUDG

No.14/2004).

Jadi sebagai profesional, guru

harus memiliki keahlian, kemahiran

kecakapan, sesuai dengan standar mutu

tertentu dan oleh karena itu mendapatkan

penghasilan sebagai sumber kehidupan.

Disamping itu Sebagai guru yang

profesional, guru yang mencintai

pekerjaanya sehingga bekerja dengan

sepenuh hati, selalu memunculkan

gagasan baru dan komitmen (Samani,

2010). Dengan kata lain guru profesional

harus memahami tujuan pendidikan,

memiliki keahlian untuk mewujudkan

melalui proses pembelajaran dan

mencintai pekerjaannya sebagai guru,

sehingga selalu bekerja dengan

komitmen sepenuh hati.

Profesionalisme seorang guru

tidak bersifat permanen akan tetapi terus

mengalami perubahan. Dengan kata lain,

profesionalisme tidak dapat ditentukan

oleh lembaran sertifikasi pada saat ini

saja, guru harus secara terus menerus

melaksanakan peran sebagai pendidik,

melakukan pengembangan untuk

meningkatkan kualitas mengajarnya, dan

melakuakan pengabdian atas ilmu

pengetahuan yang dimiliki kepada

masyarakat.

Memelihara profesionalitas

untuk dapat menumbuhkan semangat

kerja dan produktifitas yang tinggi

dalam mengajar bukan hanya tanggung

jawab individu guru yang bersangkutan

tetapi merupakan tanggungjawab

lembaga dalam hal ini kepala sekolah

harus melakukan tindakan nyata secara

terorganisir dan sistematis untuk

mencapai tujuan pendidikan.

Tujuan pendidikan yang

termaktub dalam Undang-Undang nomor

20 Tahun 2003 tentang Sistem

pendidikan nasional menyebutkan, yaitu

mengembangkan peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga

bangsa yang demokratis serta

bertanggung jawab.

Guru yang memiliki Etos

mengajar yang tinggi akan senantiasa

memberikan kesempatan kepada siswa

belajar dengan berbagai macam sumber

belajar dan membangun makna belajar

melalui interaksi sosial maupun personal

serta menginternalisasi dan

menerapakannya dalam kehidupan

sehari-hari (Hariawan, 2009). Etos

mengajar guru yang tinggi dapat ditandai

dengan terbentuknya profesionalisme

guru dalam mengajar, bersemangat,

penuh kenyakinan dan keberanian dalam

bekerja, serta akan senantiasa

menunjukan produktifitas mengajarnya

di kelas.

Terbinanya guru yang

profesional dengan etos kerja yang tinggi

merupakan perwujudan dari peran

supervisor dalam membina, melayani

Jurnal Paedagogy

Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014

Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

Halaman | 3

dan membantu memecahkan

permasalahan yang dihadapai guru dalam

melaksanakan proses pembelajaran.

Peningkatan prestasi belajar siswa merupakan keberhasilan guru dalam

mengajar dan secara tidak langsung merupakan keberhasilan dalam pelaksanaan

supervisi di sekolah, yang dapat digambarkan sebagai berikut;

Gambar 1. Bagan Proses Supervisi Pengajaran

PEMBAHASAN

SUPERVISI PENGAJARAN

Pendidikan melihat bahwa,

tidak ada siswa yang bodoh, melainkan

gurunya yang tidak bisa mengajar, tidak

ada guru yang tidak bisa mengajar

dengan baik, melainkan kepala sekolah

yang tidak dapat membina guru-gurunya.

Membangun etos mengajar guru yaitu

terbentukya semangat prefesional dan

produktifitas mengajar yang tinggi dari

seorang guru dalam peningkatan dan

perbaikan proses belajar mengajar yang

berpengaruh terhadap perubahan prilaku

dan prestasi belajar siswa.

Supervisi pengajaran adalah

bantuan yang diberikan kepada guru

untuk memperbaiki dan meningkatkan

proses belajar-mengajar yang bertujuan

untuk peningkatan tujuan pendidikan.

Menurut Mantja (2010) pembinaan guru

adalah rangkaian usaha pemberian

bantuan kepada guru, terutama wujud

bantuan pelayanan profesional, yang

dilakukan oleh kepala sekolah, penilik,

pengawas, dan pembina lainnya untuk

meningkatkan prosesnya belajar

mengajar. Supervisi atau pembinaan

profesional adalah bantuan atau layanan

yang diberikan kepada guru agar guru

belajar bagaimana mengembangkan

kemampuannya untuk menigkatkan

proses belajar-mengajar dikelas. Program

peningkatan profesionalisme guru

dilakuakan melalui pengembangan

kompetensi guru dan kualifikasi tenaga

guru. Kepala sekolah memfasilitasi guru

melakukan penelitian tindakan kelas

untuk memperbaiki pembelajaran.

Keterlibatan guru senior dalam supervisi

membantu guru memecahkan secara

terbuka (Sobri, 2009).

a. Pengertian Supervisi

Orang yang melakukan supervisi disebut

supervisor. Dalam lembaga pendidikan

disebut dengan supervisi pendidikan.

Pengertian supervisi pendidikan pada

umumnya mengacu kepada usaha

perbaikan situasi mengajar. Akan tetapi

nampaknya masih terdapat banyak

keragaman pendapat dalam menafsirkan

istilah tersebut. Hal tersebut akan

Jurnal Paedagogy

Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014

Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

Halaman | 4

membawa implikasi yang berbeda pula

dalam pelaksanaanya.

Para ahli dalam bidang administrasi

pendidikan memberikan kesepakatan

bahwa supervisi pendidikan merupakan

disiplin ilmu yang memfokuskan diri

pada pengkajian peningkatan situasi

belajar-mengajar, seperti yang

diungkapkan oleh (Gregorio, 1966,

Glickman Carl D, 1990, Sergiovanni,

1993 dan Gregg Miller, 2003, Mantja,

2010). Hal ini diungkapkan pula dalam

tulisan Asosiasi Supervisi dan

Pengembangan Kurikulum di Amerika

(Association for Supervision and

Curriculum Development, 1987:129)

yang menyebutkan sebagai berikut:

Almost all writers agree that the primary

focus in educational supervision is-and

should be-the improvement of teaching

and learning. The term instructional

supervision is widely used in the

literature of embody all effort to those

ends. Some writers use the term

instructional supervision synonymously

with general supervision.

Supervisi yang dilakukan oleh

pengawas satuan pendidikan, tentu

memiliki misi yang berbeda dengan

supervisi oleh kepala sekolah. Dalam hal

ini supervisi lebih ditujukan untuk

memberikan pelayanan kepada kepala

sekolah dalam melakukan pengelolaan

kelembagaan secara efektif dan efisien

serta mengembangkan mutu

kelembagaan pendidikan.

b. Fungsi dan Tujuan Supervisi

Gregorio (1966, Mantja, 2010)

mengemukakan bahwa ada lima fungsi

utama supervisi, yaitu: sebagai inspeksi,

penelitian, pelatihan, bimbingan dan

penilaian. Fungsi inspeksi antara lain

berperan dalam mempelajari keadaan

dan kondisi sekolah, dan pada lembaga

terkait, maka tugas seorang supevisor

antara lain berperan dalam melakukan

penelitian mengenai keadaan sekolah

secara keseluruhan baik pada guru,

siswa, kurikulum tujuan belajar maupun

metode mengajar, dan sasaran inspeksi

adalah menemukan permasalahan dengan

cara melakukan observasi, interview,

angket, pertemuan-pertemuan dan daftar

isian

Tujuan supervisi akademik

adalah membantu guru mengembangkan

kemampuannya mencapai tujuan

pembelajaran yang dicanangkan bagi

murid-muridnya (Glickman, 1981).

Melalui supervisi akademik diharapkan

kualitas akademik yang dilakukan oleh

guru semakin meningkat (Neagley,

1980). Pengembangan kemampuan

dalam konteks ini janganlah ditafsirkan

secara sempit, semata-mata ditekankan

pada peningkatan pengetahuan dan

keterampilan mengajar guru, melainkan

juga pada peningkatan komitmen

(commitmen) atau kemauan (willingness)

atau motivasi (motivation) guru, sebab

dengan meningkatkan kemampuan dan

motivasi kerja guru, kualitas

pembelajaran akan meningkat.

Sedangkang menurut Sergiovanni (1987)

ada tiga tujuan supervisi akademik

sebagaimana dapat dilihat pada gambar

dibawah ini.

Jurnal Paedagogy

Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014

Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

Halaman | 5

Gambar 2. Tiga Tujuan Supervisi

1. Supervisi akademik

diselenggarakan dengan maksud

membantu guru mengembangkan

kemampuannya profesionalnnya

dalam memahami akademik,

kehidupan kelas, mengembangkan

keterampilan mengajarnya dan

menggunakan kemampuannya

melalui teknik-teknik tertentu.

2. Supervisi akademik

diselenggarakan dengan maksud

untuk memonitor kegiatan belajar

mengajar di sekolah. Kegiatan

memonitor ini bisa dilakukan

melalui kunjungan kepala sekolah

ke kelas-kelas di saat guru sedang

mengajar, percakapan pribadi

dengan guru, teman sejawatnya,

maupun dengan sebagian murid-

muridnya.

3. Supervisi akademik

diselenggarakan untuk mendorong

guru menerapkan kemampuannya

dalam melaksanakan tugas-tugas

mengajarnya, mendorong guru

mengembangkan kemampuannya

sendiri, serta mendorong guru agar

ia memiliki perhatian yang

sungguh-sungguh (commitment)

terhadap tugas dan tanggung

jawabnya

Menurut Alfonso, Firth, dan

Neville (1981) Supervisi akademik

yang baik adalah supervisi akademik

yang mampu berfungsi mencapai

multitujuan tersebut di atas. Tidak ada

keberhasilan bagi supervisi akademik

jika hanya memerhatikan salah satu

tujuan tertentu dengan

mengesampingkan tujuan lainnya.

Hanya dengan merefleksi ketiga tujuan

inilah supervisi akademik akan

berfungsi mengubah perilaku mengajar

guru. Pada gilirannya nanti perubahan

perilaku guru ke arah yang lebih

berkualitas akan menimbulkan

perilaku belajar murid yang lebih baik.

Alfonso, Firth, dan Neville (1981)

menggambarkan sistem pengaruh

perilaku supervisi akademik

sebagaimana tergambar dibawah ini:

Gambar 3. Sistem Fungsi Supervisi

Akademik

Gambar tersebut memperjelas

kita dalam memahami sistem pengaruh

perilaku supervisi akademik. Perilaku

supervisi akademik secara langsung

berhubungan dan berpengaruh

terhadap perilaku guru. Ini berarti,

melalui supervisi akademik, supervisor

Jurnal Paedagogy

Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014

Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

Halaman | 6

mempengaruhi perilaku mengajar guru

sehingga perilakunya semakin baik

dalam mengelola proses belajar

mengajar. Selanjutnya perilaku

mengajar guru yang baik itu akan

mempengaruhi perilaku belajar murid.

Dengan demikian, bisa disimpulkan

bahwa tujuan akhir supervisi akademik

adalah terbinanya perilaku belajar

murid yang lebih baik.

Ada empat kompetensi guru

yang harus dikembangkan melalui

supervisi akademik, yaitu yaitu

kompetensi-kompetensi kepribadian,

pedagogik, professional, dan sosial.

Aspek substansi pertama dan kedua

merepresentasikan nilai, keyakinan,

dan teori yang dipegang oleh guru

tentang hakikat pengetahuan,

bagaimana murid-murid belajar,

penciptaan hubungan guru dan murid,

dan faktor lainnya. Aspek ketiga

berkaitan dengan seberapa luas

pengetahuan guru tentang materi atau

bahan pelajaran pada bidang studi

yang diajarkannya.

Kedua, apa yang disebut

dengan professional development

competency areas (yang selanjutnya

akan disebut dengan aspek

kompetensi). Aspek ini menunjuk pada

luasnya setiap aspek substansi. Guru

tidak berbeda dengan kasus

profesional lainnya. Ia harus

mengetahui bagaimana mengerjakan

(know how to do) tugas-tugasnya. Ia

harus memiliki pengetahuan tentang

bagaimana merumuskan tujuan

akademik, murid-muridnya, materi

pelajaran, dan teknik akademik.

Tetapi, mengetahui dan memahami

keempat aspek substansi ini belumlah

cukup. Seorang guru harus mampu

menerapkan pengetahuan dan

pemahamannya. Dengan kata lain, ia

harus bisa mengerjakan (can do).

Selanjutnya, seorang guru harus mau

mengerjakan (will do) tugas-tugas

berdasarkan kemampuan yang

dimilikinya. Percumalah pengetahuan

dan keterampilan yang dimiliki oleh

seorang guru, apabila ia tidak mau

mengerjakan tugas-tugasnya dengan

sebaik-baiknya. Akhirnya seorang

guru harus mau mengembangkan (will

grow) kemampuan dirinya sendiri.

Sedangkan bilamana merujuk

kepada Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen,

ada empat kompetensi yang harus

dimiliki oleh seorang guru dan harus

dijadikan perhatian pengawas dalam

melakukan supervisi akademik, yaitu

kompetensi-kompetensi kepribadian,

pedagogik, professional, dan sosial.

Supervisi akademik yang baik adalah

supervisi yang mampu menghantarkan

guru-guru menjadi semakin kompeten.

ETOS MENGAJAR

Sumber daya manusia yang

mempunyai etos kerja yang tinggi,

terlatih dan terampil dalam sebuah

organisasi dapat melakukan pelatihan

dan bimbingan bagi sumberdaya

manusianya (Tampubolon, 2008).

Jurnal Paedagogy

Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014

Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

Halaman | 7

Hanya saja untuk menghasilkan

kinerja dan prestasi kerja yang tinggi

seorang karyawan tidak hanya perlu

memiliki keterampilan, tetapi juga

harus memiliki keinginan dan

kegairahan untuk berprestasi tinggi

karena berkembang tidaknya suatu

organiasi sangat ditentukan oleh

anggota personil dari organiasi itu

sendiri.

Memahami tugas dan

tanggung jawab kepala sekolah

sebagai supervisor akan

mempengaruhi prilakunya dalam

membimbing guru menuju kearah

profesional yaitu terbentuknya etos

mengajar guru dalam rangka

memperbaiki dan meningkatkan proses

pembelajaran. Hubungan tersebut

dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 4. Proses Membangun Etos Mengajar

Profesional Guru

Guru yang memiliki etos

mengajar yang tinggi, profesional,

bersemangat, penuh keyakinan dan

keberanian dalam bekerja akan

senantiasa menyelenggarakan proses

belajar mengajar dengan baik,

sehingga prestasi belajar yang

diperoleh siswa semakin meningkat.

Sebaliknya guru yang memiliki etos

kerja yang rendah, kurang

bersemangat, lemah, cepat mengeluh,

dan kurang mempunyai kemampuan

dan tidak menguasai keterampilan

mengajar akan mengakibatkan prestasi

belajar yang diraih siswa akan

mengalami penurunan.

a. Pengertian Etos

Istilah Inggris ethos diartikan sebagai

watak atau semangat fundamental

suatu budaya, berbagai ungkapan yang

menunjukan kepercayaan, kebiasaan,

atau prilaku suatu kelompok

masyarakat (Ndraha.1997:91).

Pendapat lain menyatakan bahwa Etos

adalah pandangan hidup yang khas

dari suatu golongan sosial. Sedangkan

etos kerja adalah semangat kerja yang

menjadi ciri khas dan kenyakinan

seseorang atau suatu kelompok dalam

kehidupannya (Khasanah,2004;8).

Sedanggkan dalam kamus besar

bahasa Indonesia “Etos” berarti

pandangan hidup yang khas dari suatu

golongan sosial, sedangkan “etos

kerja” diartikan sebagai semangat

kerja yang menjadi ciri khas dan

keyakinan seseorang atau suatu

kelompok.

b. Fungsi dan tujuan

Etos Mengajar guru bertujuan agar

guru berusaha dan mampu

menciptakan situasi belajar-mengajar

dikelas yang lebih kondusif dan

menyenangkan sebagai wujud dari

guru yang profesional, dengan sistuasi

tersebut, maka siswa akan lebih

Jurnal Paedagogy

Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014

Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

Halaman | 8

bersemangat mengikuti proses

pembelajaran yang kemudian akan

berdampak positif pada perubahan

prilaku dan prestasi belajar siswa.

c. Ciri-ciri Etos Mengajar

Sesorang yang memiliki etos kerja

yang tinggi, apabila menunjukkan

tanda-tanda sebagai berikut:

a. Mempunyai penilaian yang sangat

positif terhadap hasil kerja manusia

b. Menempatkan pandangan tentang

kerja sebagai suatu hal yang amat

luhur bagi eksistensi manusia

c. Kerja dirasakan sebagai aktivitas

yang bermakna bagi kehidupan

manusia

d. Kerja dihayati sebagai suatu proses

yang membutuhkan ketekunan dan

sekaligus sarana yang paling

penting dalam mewujudkan cita-

cita

e. Kerja dilakukan sebagai bentuk

ibadah.

Etsos kerja yang dimiliki oleh seorang

guru atau keleompok masyarakat akan

menjadi sumber motivasi bagi

perbuatannya, sehingga menjadikan

dirinya sebagai orang selalu menjaga

profesionalitasnya. Dari hasil

penelitian menunjukan tentang faktor

etos kerja pegawai memberikan

kontribusi yang signifikan terhadap

kinerja pegawai (Tampubolon, 2008)

PENGEMBANGAN

PROFESIONAL GURU DENGAN

SUPERVISI AKADEMIK

Kompetensi supervisor merupakan

seperangkat pengetahuan,

keterampilan dan prilaku yang harus

dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh

seorang supervisor. Kompetensi yang

harus dimiliki oleh seorang supervisor

yang melaksanakan tugas dan

tanggung jawabnya di sekolah.

Proses belajar mengajar yang

dilaksanakan oleh guru sebagai sentral

dari segala aktivitas sekolah.

Supervisor (kepala sekolah) hendaknya

melakuakan pembinaan, bantuan,

layanan, dan perbaikan cara mengajar

guru secara terus menerus.

Masalah yang dihadapi oleh

para guru berbeda-beda satu diantara

lainnya, karenanya Gulickman (1981)

membagi guru kedalam 4 (empat)

kelompok sesuai dengan tingkat

abstraksi dan tingkat komitmenya,

yang dapat digambarkan sebagai

berikut.

Jurnal Paedagogy

Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014

Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

Halaman | 9

Gambar 5. Kuadran Pengembangan Guru (Gulickman, 1981)

Kuadaran I guru yang dropout

(Teacher Dropout) merupakan guru

yang mempunyai tingkat komitmen

dan tingkat abstraksi yang rendah. Ia

dapat dikategorikan sebagai guru yang

kurang bermutu (dropout). Ciri-

cirinya, anatara lain (1) dalam

menjalankan tugas hanya berusaha

sampai batas minimal; (2) memiliki

sedikit sekali motivasi untuk

meningkatkan kompetensinya; (3) ia

tidak dapat memikirkan perbaikan apa

yang harus dilakukan; dan (4) puas

dengan melakukan tugas rutin yang

dilaksanakan dari hari kehari. Maka

prilaku seorang supervisor harus

melakukan supervisi dengan

pendekatan direktif.

Kuadran II pekerja yang tidak

terfokus, guru yang semacam ini

memiliki tingkat komitmen yang tinggi

tetapi kemampuan abstraksinya

rendah. Ciri-cirinya, antara lain:

memiliki antusias yang tinggi, energik

dan penuh kemauan, ia juga pekerja

keras dan biasanya meninggalkan

sekolah dengan membawa pekerjaan-

pekerjaan yang telah diatur untuk

dikerjakan dirumah. Tetapi tujuan

yang baik tersebut terhalang oleh

kemampuan guru untuk menyelesaikan

persoalan dan jarang sekali

melaksanakan sesuatu secara realitas.

Pendektan supervisi yang sesuai yang

harus dilakukan oleh supervisor adalah

pendekatan kolaboratif-direktif

(collaboratitive –direction).

Kuadaran III pengamat yang

analitik (analitical Observer) adalah

guru yang memiliki tingkat komitmen

yang rendah tetapi kemampuan

berfikir abstraksinya tinggi. Ciri-

cirinya antara lain: mempunyai

inteligensi yang tinggi, mampu

memberikan gagasan yang baik

tentang apa yang dapat dilakukan di

kelasnya bahkan sekolah sebagai suatu

keseluruhan. Ia dapat membahas isu-

isu dan dapat memikirkan langkah

demi langkag terhadap apa yang

membuat kesuksesan bagi pelaksana

ide-idenya itu, akan tetapi sering tidak

sampai terlaksna karena meskipun ia

tahu apa yang perlu dikerjakan namun

Jurnal Paedagogy

Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014

Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

Halaman | 10

tidak mau menyediakan waktu, tenaga,

dan perhatian yang diperlukan untuk

melaksnakan rencanya-rencanya itu.

Prilaku seorang supervisor dapat

menggunakan orientasi pendekatan

kolaboratif-Negosiasi (collaborative-

negosiation).

Kuadaran IV Guru yang

profesional (Professional), guru

memiliki tingkat komitmen dan

abstraksi yang tinggi. Ia benar-benar

profesional, bersedia secara terus

menerus meningkatkan dirinya sendiri,

murid-muridnya maupun teman guru

lainnya. Orintasi supervisi yang tepat

untuk guru tersebut adalah pendekatan

nondirektif (non-directive).

Empat kuadran

pengembangan guru berdasarkan

komitemen dan abstraksinya dan

menentukan pendekatan supervisi yang

sesuai atau tepat. Pendekatan direktif,

kolaboratif dan non-direktif bertujuan

untuk mengantarkan guru kearah

profesional. Namun demikian sorang

guru tidak selamnya berada pada satu

kuadran saja, melainkan akan

mengalami perubahan, karenanya

seorang supervisor harus lebih cermat

melihat permasalahan guru

disekolahnya, sehingga dapat

menentukan orientasi pendekatan

supervisi yang sesuai.

KESIMPULAN

Guru profesional merupakan

salah satu faktor terpenting dalam

pendidikan, karena apapun kurikulum

yang berlaku dan seperti apapun sarana

atau prasarana pendidikan yang ada,

akhirnya gurulah yang menerapkan

dan menggunakannya disekolah.

Tetapi perlu diingat bahwa

profesionalisme guru tidak bersifat

permanen akan tetapi terus mengalami

perubahan. Untuk dapat dapat

memelihara profesionalisme harus

melakukan tindakan nyata secara

terorganisir dan sistematis dalam

mencapai tujuan pendidikan.

Terbinanya guru yang profesional

dengan etos kerja yang tinggi

merupakan perwujudan dari peran

supervisor dalam membina, melayani

dan membantu memecahkan

permasalahan yang dihadapai guru

dalam melaksanakan proses

pembelajaran.

Etos mengajar

profesionalisme guru diharapkan

mampu menerapkan pendidikan

berbasis karakter dengan semangat

yang tinggi penuh keyakinan dan

keberanian dalam menyelenggarakan

proses belajar mengajar dengan baik

untuk menanamkan nilai-nilai

karakter, sehingga para siswa

mengalami perubahan prilaku yang

sesuai dengan tujuan pendidikan

nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Alfonso, RJ., Firth, G.R., dan Neville,

R.F.1981. Instructional

Supervision, A Behavior

Jurnal Paedagogy

Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014

Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

Halaman | 11

System, Boston: Allyn and

Bacon, Inc.

Baswardono, Dono. 2010. Conference

Proceding: Pendidikan

Karakter Di Rumah.

Universitas Negeri Malang

Gulickman, C. D. 1981.

Developmental Supervision:

Alternatif pratice for helping

Teachers improve Instruction.

Virginia: ASD

Khasanah, U. 2004. Etos Kerja

:Sarana Menuju Puncak

Prestasi. Yogyakarta:

Harapan Utama.

Mantja, W. 2000. Bahan Ajar: Model

Pembinaan/Supervisi

Pengajaran. (Bagi S2

Manajemen Pendidikan PPs

UM). Program Pasca Sarjana

Universitas Negeri Malang.

Mantja, W. 2010. Profesionalisasi

Tenaga Kependidikan:

Manajemen Pendidikan dan

Supervisi Pengajaran.

Malang: Elang Emas.

Megawangi, Ratna & Wahyu Farrah

Dina, M.Sc. 2010. Conference

Proceding: Pengmbangan

Pendidikan Karakter di

Sekolah Untuk Mencegah

berkembangnya Prilaku

Kekerasan, Perusakan Diri

dan Lingkungan dan Korupsi.

Universitas Negeri Malang

Muslim, Sri Banun. 2009. Supervisi

Pendidikan Meningkatkan

Kualitas Prefesionalisme

Guru. Bandung : Alfabeta

Hariawan, Rudi. 2009. Korelasi

Antara Etos Mengajar Guru

Dengan Prestasi Belajar

Siswa Bidang Studi Bahasa

Indonesia di SMP Negeri se-

Kota Mataram Tahun

Pelajaran 2008/2009. Skripsi

yang tidak dipublikasikan.

IKIP Mataram

Samani, Mukhlas. 2010. Isi dan

Format Ilmiah. Makalah yang

disampaikan dalam seminar

merekonstruksi sistem

pendidikan Kholistik berbasis

Keindonesian: Mencari Sosok

Guru profesional. Majalah

Cerdas edisi 05/Maret-April

2010

Sergiovanni, T.J. 1987. The

Principalship, A Reflective

Practice Perspective. Boston:

Allyn and Bacon

Sobri, Ahmad Yusuf. 2009. Isi dan

format jurnal ilmiah. Peran

kepala sekolah dalam

meningkatkan kualitas

pembelajaran. Journal

Manajemen Pendidikan,

volume 23, Nomor 1, Maret

2009. AP FIP Universitas

Negeri Malang.

TIM Dosen Administrasi Pendidikan

Univesitas Pendidikan

Indonesia. (2009).

Manajemen Pendidikan.

Bandung : Alfabeta

Jurnal Paedagogy

Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014

Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

Halaman | 12

Tampubolon, B. D. 2008. Isi dan

format jurnal ilmiah. Analisis

faktor Gaya Kepemimpinan

dan faktor etos kerja terhadap

kinerja pegawai pada

organiasi yang telah

menerapkan SNI 19-9001-

2001, Puslitbang BSN

Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Bandung : Fokus

Media.

Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 14 Tahun 2005

Tentang Guru dan Dosen

Usman, Husaini. 2009. Manajemen:

Teori, Praktik, dan Riset

Pendidikan. Jakarta: PT Bumi

Aksara.