Membela Kebebasan Beragama Percakapan...

34
a 0 b Membela Kebebasan Beragama 424 Faqihuddin Abdul Kodir Faqihuddin Abdul Kodir Faqihuddin Abdul Kodir Faqihuddin Abdul Kodir Faqihuddin Abdul Kodir, staf pengajar STAIN Cirebon dan Sekretaris Jenderal Fahmina Institute Cirebon. Menyelesaikan S1 pada Fakultas Syariah Universitas Damaskus, Syiria, dan program Magister bidang Fikih dan Ushul Fikih dari Fakultas Ilmu Wahyu Universitas Islam Internasional Kuala Lumpur, Malaysia. Percakapan dengan Faqihuddin Abdul Kodir

Transcript of Membela Kebebasan Beragama Percakapan...

Page 1: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �0 b

Membela Kebebasan Beragama

424

Faqihuddin Abdul KodirFaqihuddin Abdul KodirFaqihuddin Abdul KodirFaqihuddin Abdul KodirFaqihuddin Abdul Kodir, staf pengajar STAIN Cirebon dan Sekretaris Jenderal FahminaInstitute Cirebon. Menyelesaikan S1 pada Fakultas Syariah Universitas Damaskus, Syiria, dan

program Magister bidang Fikih dan Ushul Fikih dari Fakultas Ilmu Wahyu UniversitasIslam Internasional Kuala Lumpur, Malaysia.

Percakapan dengan

Faqihuddin Abdul Kodir

Page 2: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a � b

Faqihuddin Abdul Qodir

425

Untuk meruntuhkan kuatnya intervensi pemerintah terhadapkehidupan beragama warganya dan untuk mengatasi pelbagaisalah paham masyarakat ataupun aktivis pro-demokrasi terhadapfenomena perda syariah adalah membuka seluas-luasnya ruanguntuk mendialogkan nilai-nilai yang bersifat publik-kemanusiaan.Sehingga warga terbebas dari kungkungan sistem yang zalim.Maka jangan sampai menyakralkan suatu nilai agama ke dalamranah politik. Bagaimanapun al-Quran bukan monopoli seseorangatau kelompok tertentu untuk membuat klaim kebenaran absolutseraya menutup pelbagai nilai dan opini yang berbeda. Pun padadasarnya fikih adalah filsafat hukum Islam yang rasional dan masukakal (ma‘qûliyat al-ma’nâ) yang mendorong ijtihad dan prinsipperbedaan pendapat.

Page 3: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a � b

Membela Kebebasan Beragama

426

Sekularisme memiliki citra sangat buruk di Indonesia. Sebagian kalanganmemaknainya sebagai paham antiagama. Menurut Anda, apakah seku-larisme harus diposisikan sebagai term yang datang dari Barat dan karenanyatidak tepat untuk Indonesia, atau sebenarnya Islam sendiri punya nilai-nilai tertentu yang afirmatif dengan sekularisme?

Menurut saya, istilah apapun, tidak hanya sekularisme, ketika di-munculkan ke publik menjadi milik semua orang dan memiliki maknaberbeda-beda. Tergantung pada siapa yang memaknai. Tidak ada maknayang tunggal. Problemnya, terkadang kita memaksakan pemaknaan kitaterhadap sesuatu kepada orang lain. Inilah yang terjadi dengan sekularisme.Sekularisme yang dipahami Majelis Ulama Indonesia (MUI) berusahadigeneralisir sehingga seolah-olah semua orang memahami sekularismeseperti itu. Atas dasar pemahaman tersebut, MUI mengharamkan se-kularisme. Celakanya, lalu banyak orang mempercayai makna tunggalsekularisme yang diharamkan ini. Padahal, nyatanya, makna sekularismesebenarnya mengalami berbagai perubahan sesuai dengan karakter masing-masing individu atau bangsa yang memahami dan mempraktikannya.Saya yakin para intelektual pun memiliki pemahaman yang berbedatentang sekularisme. Meski demikian, secara pribadi, saya bisa memahamimengapa MUI mengharamkan sekularisme.

Tantangan terhadap sekularisme sebenarnya telah diungkapkan KarenAmstrong dalam dua bukunya: Sejarah Tuhan dan Perang Demi Tuhan.Dia memprediksi akan terjadi kilas balik penyerangan terhadapsekularisme. Hal ini terjadi karena para pelopor sekularisme cenderungtidak ramah terhadap agama. Beberapa pegiat sekularisme memerangiagama dengan penuh kebencian, tanpa apresiasi sedikit pun. Modelsekularisme seperti inilah yang memunculkan serangan balik dari agama(tokoh-tokoh pembela agama). Meskipun ada model sekularisme lain,yang ramah terhadap agama dan bertujuan kemanusiaan, ia tetap sulitditerima umat Islam. Hal itu di antaranya lebih karena adanya propagandadari orang-orang yang tidak paham dengan sekularisme.

Beberapa kebijakan politik negara utara terhadap negara Islam, padasisi yang lain, juga ikut memperburuk citra sekularisme. Terutama ke-bijakan Amerika Serikat terhadap Afghanistan, Irak, Iran, dan Palestina.Karena itu, banyak kritik yang disuarakan beberapa aktivis di negara-

Page 4: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a � b

Faqihuddin Abdul Qodir

427

negara Eropa terhadap kebijakan pemerintah Amerika Serikat. Katamereka, kebijakan seperti itulah yang justru akan menghancurkandemokrasi dan sekularisme itu sendiri. Sekali lagi, dari sisi ini juga, sayabisa memahami mengapa MUI mengharamkan sekularisme, sekalipunsaya tidak setuju.

Fatwa MUI sendiri, menururt saya, sebenarnya tidak perlu ditanggapisecara serius. Ia cukup ditanggapi dengan fatwa lain, atau pandangan darikyai lain, seperti pendapat KH Mustofa Bisri atau lainnya. Tetapi, sebagaipendidikan publik, kita harus mendiskusikannya secara publik. Kita biarkanpublik mengetahui lebih banyak dan secara dewasa memilihnya sendiri.Dari sisi inilah saya tidak setuju dengan fatwa MUI, karena telah menung-galkan definisi ‘sekularisme’ yangsesungguhnya tidak tunggal. Se-hingga publik, lewat fatwa MUI,tidak memperoleh pemahamanyang cukup mengenai sekularisasiatau sekularisme dari pihak-pihaklain. Akibatnya mereka takut be-lajar dan memahami pluralisme,karena sudah diharamkan MUI.

Sisi lain, saya tidak setuju de-ngan fatwa MUI karena memilikitendensi politis untuk memper-oleh dukungan publik di hadapanpemerintah. Dulu, posisi MUIsecara kultural dan struktural sangat lemah, kini ia sedang mencari posisidan berkembang mencari kekuatan. MUI ingin menguasai emosi publikuntuk bargaining di hadapan pemerintah. Tentu saja ini hanya kecurigaansaya.

Pada awalnya MUI tidak memiliki kekuatan kultural dan politikseperti NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah. Sekarang, merekasedang membangun kekuasaan kultural untuk menggantikan kekuatanNU dan Muhammadiyah. MUI sedang membangun label sebagai‘pembela Islam dan umat Islam.’ Membela umat Islam, artinya MUIdiasumsikan oleh ulama tertentu sekarang ini sebagai lembaga pembelaumat Islam. Berbeda dengan zaman Orde Baru, di mana MUI dianggap

Saya tidak setuju dengan fatwa MUI,

karena telah menunggalkan definisi

‘sekularisme’ yang sesungguhnya tidak

tunggal. Sehingga publik, lewat fatwa

MUI, tidak memperoleh pemahaman

yang cukup mengenai sekularisasi atau

sekularisme dari pihak-pihak lain.

Akibatnya mereka takut belajar dan

memahami pluralisme, karena

sudah diharamkan MUI.

Page 5: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a � b

Membela Kebebasan Beragama

428

membela pemerintah, karena MUI hanya dijadikan lembaga pemberifatwa yang mendukung kebijakan pemerintah. MUI sekarang tidak secaralangsung mengamini fatwa pemerintah. Sebelum mengeluarkan fatwa, iaterlebih dahulu melihat perkembangan yang terjadi di dalam umat IslamIndoensia.

Menurut Anda adakah preseden sekularisme di dalam Islam?

Dengan makna sekularisme yang saya pahami, menurut saya, itu ada.Bagi saya, sekularisme adalah pembedaan antara Tuhan dan hamba. Dalamtauhid kita mengenal kalimat “lâ ilâha illâ ’l-Lâh.” Tidak ada Tuhan selainAllah. Kalimat itu merupakan ungkapan sekularisme. Artinya, kitamembedakan mana yang sakral dan tidak sakral, mana Tuhan yang harusdisembah dan disucikan dan mana yang bukan Tuhan dan tidak bolehminta disucikan atau diagung-agungkan. Pembedaan yang hampir miripdengan ini, kita temui pada kitab-kitab ushûl al-fiqh, termasuk pada kitabfirqah: al-Milal wa al-Nihal karya al-Syahrastani. Dalam kitab itu, diamembedakan mana yang disebut ibadah dan bukan ibadah. Ibadah pundibedakan: ibadah mahdlah dan ghayru mahdlah.

Ketika kita membedakan Tuhan dan hamba berarti membedakanhal-hal yang bersifat ‘ibâdî (kehambaan) dari ilâhî (ketuhanan). Sekalipunsesungguhnya, tidak ada nilai ketuhanan yang lepas dari kemanusiaan.Tetapi pembagian seperti ini harus dimaknai untuk kemanusiaan.Pembagian ini juga untuk mempertegas: selain Tuhan itu sendiri, adalahmanusia yang bisa berijtihad; melakukan kontrol dan dikontrol; bisamelakukan perdebatan dan saling mengkritisi satu sama lain. Kontroldan kritik untuk penyempurnaan dan penemuan kebaikan.

Lepas dari perbedaan maknanya, saya kira, makna sekularisme akanmengikuti perubahan peradaban. Tapi saya ingin menegaskan bahwa sejakawal sudah ada upaya untuk membedakan mana wilayah Tuhan dan manawilayah manusia. Wilayah manusia tidak bisa disakralkan dan dianggapseperti Tuhan, yang tidak bisa dikritik, dikontrol dan dimodifikasi untukperbaikan.

Banyak kalangan menganggap Islam merupakan kesatuan bentuk antaraal-dîn dan al-dawlah. Pendapat Anda sendiri bagaimana?

Page 6: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a � b

Faqihuddin Abdul Qodir

429

Menurut saya, sebenarnya secara akademis sulit untuk mencari literaturIslam yang membedakan antara al-dîn dan al-dawlah. Misalnya, ketikamembicarakan al-dîn, orang langsung mengasumsikannya dengan agama.Kemudian ada juga pembedaan antara ilmu agama dan bukan agama.Contohnya Imam Al-Ghazali. Dia membedakan ‘ulûm al-syar‘îyah danghayr al-syar‘îyah. Ini dilematis. Apakah betul al-dawlah dalam Islam lepasdari al-dîn? Dan al-dîn dalam Islam lepas dari al-dawlah? Secara akademisitu sulit dibedakan. Dari segi definisi, menurut saya, juga masih dilematis.Karena saya sangat yakin kalau Islam juga memuat berbagai prinsip-prinsippengelolaan negara. Nabi juga menggunakan dan mempraktikkan hukum-hukum tertentu kepada penduduk Madinah. Sementara hukum sendiriadalah salah satu pilar dari negara.

Tetapi, saya setuju, agar urus-an-urusan yang bersifat publikdikelola dengan nilai-nilai yangbersifat publik-kemanusiaan.Tidak disakralkan. Publik-ke-manusiaan artinya adalah orangtidak bisa mengatakan bahwasesuatu adalah urusan Tuhan, yangtidak bisa didialogkan di antaraanggota masyarakat, atau tidakbisa hanya diserahkan kepada ke-lompok manusia yang mengatas-namakan Tuhan. Karena, padapraktiknya, itu merupakan urus-an publik yang harus dikelola secara publik. Dalam konteks ini, biasanyayang mengatakan “Ini adalah urusan Tuhan” adalah ulama.

Misalnya konsep ahl al-halli wa al-‘aqdi yang terdapat di dalam fikih.Menurut saya, konsep itu sudah tidak bisa diaplikasikan untuk zamansekarang. Itu merupakan model demokrasi dengan perwakilan rakyat olehanggota elite yang sangat sedikit. Ini tidak bisa lagi menjadi rujukan dalamperumusan kebijakan di masa sekarang. Sayang, mereka yang meng-inginkan khilâfah, menganggap ahl al-halli wa al-‘aqdi merupakan konsepdari Tuhan. Ia suci, sakral dan tidak bisa ditafsirkan atau disesuaikan dengankebutuah zaman. Padahal, itu merupakan konsep fikih. Ketika khalifah

Dalam tauhid kita mengenal kalimat “lâ

ilâha illâ ’l-Lâh”. Tidak ada Tuhan selain

Allah. Kalimat itu merupakan

ungkapan sekularisme. Artinya, kita

membedakan mana yang sakral dan

tidak sakral, mana Tuhan yang harus

disembah dan disucikan dan mana

yang bukan Tuhan dan tidak boleh

minta disucikan atau diagung-

agungkan.”

Page 7: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a � b

Membela Kebebasan Beragama

430

sudah tidak bisa mengelola sendirian, lalu muncullah ahl al-halli wa al-‘aqdi. Pada perkembangan berikutnya, ahl al-halli wa al-‘aqdi juga tidakcukup untuk mengelola berbagai urusan yang ada, dengan anggota yangsangat terbatas. Konsep ini tidak bisa lagi diaplikasikan sekarang, karenapersoalan kebangsaan dan kemanusiaan terus bergulir dan memerlukanpendekatan dari berbagai ilmu pengetahuan. Karena itu perlu lebih banyakorang. Dan perlu berbagai model yang lebih menjamin kepentingan publikagar tidak dibajak oleh kelompok elite tertentu.

Karena itu, menurut saya, orang yang membawa sakralitas agama,apapun agamanya, ke dalam konteks politik patut dicurigai. Mereka sendirimelakukan itu, biasanya, lebih disebabkan oleh kurangnya modal untukmembicarakan urusan publik secara lebih teratur, terukur, transparan danbisa dikontrol secara bersama. Sebab, ketika agama masuk, atau tepatnyaketika membawa nama Allah, ada asumsi bahwa tidak boleh ada oranglain yang mengkritiknya.

Tetapi, sekali lagi, secara akademis sulit untuk memisahkan antaraagama dan negara. Sekalipun saya setuju dengan pemikiran Ali AbdulRaziq, tapi terma tersebut masih dilematis. Karena definisi al-dîn jugasesungguhnya bukan hanya urusan ibadah. Al-Dîn juga secara bahasa bisaberarti tanggungan hutang. Dalam literatur Islam, urusan politik pundisebut urusan al-dîn. Pada saat yang sama, urusan salat (ibadah) pun adaaspek ‘siasat’nya. Karena itu, ada al-siyâsah al-syar‘îyah, politik syariah,baik untuk hal-hal ibadah atau yang lain. Dan politik syariah mencakupurusan ibadah juga.

Problem akan muncul jika ibadah juga diatur oleh pemerintah. Secarapribadi saya tidak setuju jika ibadah diatur pemerintah. Pemerintah tidakberhak menentukan mana ibadah yang sah dan mana yang tidak. Jika inidilakukan, akan banyak ijtihad-ijtihad ulama yang dibatalkan pemerintah,hanya karena ada usulan dari satu orang ulama atau sekelompok orang.Imam Malik pernah menolak hal ini, ketika kitab al-Muwaththa’ akandijadikan undang-undang oleh Khalifah al-Mansur. Kata Imam Malik,“biarkanlah setiap kota memiliki imamnya masing-masing, jangan dipaksauntuk mengikuti pandangan saya dalam kitab al-Muwaththa’.” Kitab itusendiri hanya berisi ayat al-Quran dan Hadits.

Di samping itu, kalau pemerintah mengatur masalah-masalah ibadah,ia pasti akan lalai terhadap urusan-urusan publik. Tidak cukup waktu

Page 8: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a � b

Faqihuddin Abdul Qodir

431

untuk melayani kebutuhan-kebutuhan warga negara. Ibadah juga terkaitdengan urusan perasaan atau kedekatan seseorang kepada Allah. Kalauurusan perasaan diatur oleh pemerintah, maka sulit akan memperolehkedekatan dengan Allah sebagai esensi dari ibadah. Sebab, pendekatankepada Allah merupakan pengalaman yang sangat pribadi.

Apakah sekularisme memang sulit dipraktikkan di dalam Islam?

Yang sulit bukan Islamnya, tapi umat Islamnya. Pengalaman politikumat Islam cenderung ditentukan oleh kelompok ulama, jika kelompokbukan ulama yang berkuasa tidakmampu memberikan kebutuhan-kebutuah publik. Jika umat se-dang galau dengan urusan kema-nusiaan yang tidak bisa diselesai-kan dengan aturan-aturan kema-nusiaan, biasanya cenderung men-dekat ke agama. Kalau kondisinyaseperti itu, mempraktikkan seku-larisme di dunia Islam akan sulit.Karena, di tengah kondisi demi-kian, semua orang sedang me-mimpikan simbol-simbol agamasebagai jawaban dari sekularismeyang gagal memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Terlebih ti-dak sedikit praktik sekularismeyang memusuhi identitas ke-agamaan.

Sebaliknya, ketika seseorang bosan dengan peraturan ulama, sekula-risme dalam pengertian pemisahan antara agama dan negara akan munculdan diterima umat dengan baik. Ini yang pernah terjadi pada akhir abadke-19 dan awal abad ke-20. Ulama-ulama seperti Syekh Jamaluddin al-Afghani dan Syekh al-Azhar Muhammad Abduh, ulama tafsir SyekhRasyid Ridla, justru mengampanyekan nasionalisme dan hak-hak publik,yang semua itu menjadi pilar sekularisme.

Urusan-urusan yang bersifat publik

dikelola dengan nilai-nilai yang bersifat

publik-kemanusiaan. Tidak disakralkan.

Publik-kemanusiaan artinya adalah

orang tidak bisa mengatakan bahwa

sesuatu adalah urusan Tuhan, yang

tidak bisa didialogkan di antara

anggota masyarakat, atau tidak bisa

hanya diserahkan kepada kelompok

manusia yang mengatasnamakan

Tuhan. Karena, pada praktiknya, itu

merupakan urusan publik yang harus

dikelola secara publik.

Page 9: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a � b

Membela Kebebasan Beragama

432

Kepemimpinan ulama, dalam sejarah, juga pernah dirindukan padamasa Dinasti Umayyah. Karena itu muncul khalifah Abdul Malik ibnMarwan . Dia adalah salah satu dari tujuh ulama ahli fikih di Madinah.Sejak kecil, dia selalu berkompetisi dengan cucu Rasulullah, Zainal Abidin.Ia muncul di tengah kegalauan masyarakat terhadap kepemimpinansekular dan merindukan kepemimpinan ulama. Pada saat itu, para politisisekular yang tidak mempunyai kapasitas untuk berijtihad dan tidak banyakpaham agama, banyak melakukan kesewenang-wenangan terhadap masya-rakat. Sehingga umat berpikir untuk mencari pengganti mereka dari figurulama. Karena itu, Abdul Malik ibn Marwan dipilih. Padahal dia bukananak khalifah yang ketika itu menjabat. Dia hanya anak paman dari khalifahsebelumnya. Tapi dia dipilih untuk menyelamatkan Dinasti Umayyah.Sebab, kalau yang memimpin bukan ulama, pemberontakan akan terjadidi mana-mana. Di Madinah ketika itu sudah terjadi pemberontakan yangdipimpin oleh Abdullah ibn Zubair. Demikian juga di Mesir. DipilihnyaAbdul Malik ibn Marwan sebagai khalifah rupanya mampu meredamamarah publik. Sekalipun tetap ada beberapa pemberontakan.

Tetapi, ternyata selain seorang ulama, Abdul Malik ibn Marwan jugaseorang politisi. Dia justru menjadi orang yang paling kejam. Sehinggapada saat itu banyak Sahabat Nabi yang dibunuh. Dan dia punya daliluntuk menjustifikasi tindakannya. Dia bisa memainkan istilah bughâtdan lainnya. Karena demikian kejamnya, kemudian orang berbalik lagimenjadi tidak suka dengan kepemimpinan ulama.

Saya bisa menyimpulkan bahwa masa depan sekularisme sangat ter-gantung pada konteks sosial politiknya. Sekarang kenapa sulit? Karena, me-nurut saya, publik global, terutama yang dimotori Amerika yang dipimpinBush, sedang tidak ramah terhadap umat Islam. Mereka menyerangAfghanistan, Irak, mungkin juga nanti Iran, dengan alasan-alasan yang sulitditerima publik global, apalagi dunia Islam. Padahal, pada saat yang sama,publik juga tahu, seperti kata Noam Chomsky (intelektual Yahudi Amerika),bahwa semua negara, dengan pimpinan Amerika, telah berbuat tidak adildan melakukan kejahatan terhadap bangsa Palestina, dengan membiarkannyadijajah Israel terus-menerus. Padahal seluruh publik dunia sudah menyatakankomitmen pada kemerdekaan, kebebasan dan Hak Asasi Manusia.

Umat Islam juga bosan dengan jargon-jargon demokrasi yang tidakmensejahterakan dan tidak memberikan keadilan. Bahkan mereka menjadi

Page 10: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a � b

Faqihuddin Abdul Qodir

433

korban kekerasan atas nama demokrasi. Karena itu, menurut saya, seku-larisme pasti akan mengalami resistensi di dunia Islam, sampai benar-benar nyata bisa menghadirkan kehidupan yang baik dan adil. Atau sampaimereka sadar bahwa kepemimpinan dari elite agama justru akan memper-sulit kehidupan mereka sehari-hari.

Dalam kasus lain, kehadiran fikih justru akan membatasi kehidupan yangsekular. Apakah memang fikih tidak bisa sekular?

Sebenarnya kerinduan orang bukan kepada fikih, tapi pada sosokulamanya. Seperti pernah disinggung Fareed Zakaria, ini merupakanantitesa dari kegagalan demokrasi yang dipegang pemimpin-pemimpindunia Islam yang otoriter dan zalim. Dia menyarankan untuk memberikesempatan kepada kepemimpinan ulama, jika dipercaya publik melaluidemokrasi. Biar masyarakat memiliki pengalaman, karena sesungguhnyaulama juga akan menemui kesulitan untuk bisa mensejahterakan danmengurus urusan publik. Yang problem menurut Zakaria adalah standarganda Amerika ketika menggunakan demokrasi untuk mengatur duniaIslam. Ketika terpilih pemimpin dari pihak ulama secara demokratisternyata tetap tidak direstui Amerika. Amerika malah melakukan intervensiuntuk menaikkan pemerintah otoriter, tidak demokratis, asal mau bekerjasama dengan mereka. Inilah yang terjadi di Tunisia, Aljazair, Turki danMesir. Amerika malah bekerja sama dengan Saudi Arabia yang patuhterhadapnya, sekalipun memiliki pemerintahan yang didasarkan padaagama, otoriter dan tidak demokratis.

Inilah yang memperbesar kebencian orang terhadap sekularisme dandemokrasi. Pada saat yang sama, meningkatkan kerinduan orang terhadapkepemimpinan Islam dan ulama.

Hal itu wajar, karena banyak masyarakat dunia – termasuk umat Islam– merasa terancam oleh promosi demokrasi dan sekularisme dunia Barat.Sistem demokrasi, sayangnya, disuarakan oleh orang-orang yang berstandarganda seperti pemerintah Amerika saat ini. Sehingga publik tidak nyaman.Mereka melihat politik global memposisikan mereka dalam kehidupanyang penuh dengan ketakutan dan intimidasi global. Mereka kerap di-tuduh teroris, jahat, dan stigma-stigma buruk lainnya. Sehingga saya yakin

Page 11: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �0 b

Membela Kebebasan Beragama

434

banyak orang, bukan hanya orang Islam, yang merasa terancam identitasnya.Mereka kemudian merindukan orang lain, selain dari orang yangmenyuarakan sekularisme dan demokrasi, yaitu ulama. Sedangkan ulamayang lebih menonjol adalah ulama fikih.

Munculnya perda syariah di Indonesia juga karena mengagungkan fikih,walaupun hanya berkutat pada simbol-simbol, seperti jilbab, baca al-Qurandan sebagainya. Itu merupakan pendulum balik dari arus sekularisme atausekularisasi yang digulirkan di Indonesia dalam rangka mendukungkonsolidasi demokrasi. Bagaimana komentar Anda?

Secara pribadi, saya kurang sepakat dengan beberapa aktivis demokrasiyang membicarakan perda syariah. Kita bicara fikih saja dahulu. Fikih,menurut saya, sangat kaya akan pandangan dan literatur. Kekayaan itulahyang akhirnya menjadi sumber bagi siapa pun untuk memaknai Islam,baik yang ekstrem kanan maupun yang kiri. Yang menjadi masalah adalahketika fikih dibicarakan lepas dari konteksnya. Sehingga tidak lagi mem-bawa pesan-pesan dasar atau maqâshid al-syarî‘ah-nya. Lalu fikih dipahamisebagai tujuan, bukan sebagai media. Hal itu bermasalah, sebab sesuatuyang mestinya menjadi alat dijadikan tujuan.

Perda syariah sendiri sebenarnya lebih merupakan persoalan identitasdan perebutan kekuasaan politik lokal. Sementara kita, aktivis demokrasi,menyerangnya sebagai perda syariah. Menurut saya serangan itu salahalamat. Kalau yang kita serang syariahnya, maka banyak umat Islam yangakan marah. Sekalipun kebanyakan mereka sesungguhnya tidak pahamdengan syariah. Inilah problemnya.

Secara strategis, ketika kita mengatakan perda syariah sebetulnya kitatelah salah besar. Mereka sendiri tidak mengatakannya sebagai perda syariah.Kita-lah yang membangunkan kesadaran publik mengenai adanya ancamanterhadap syariah. Saya tidak tahu mengapa kita menjadi demikian shariaphobia? Padahal itu hanyalah permainan politik lokal yang dilakukan olehorang-orang yang takut kehabisan jabatan dan untuk menutupi korupsi.Mereka mencari orang-orang yang baru muncul menjadi ulama untukdikaitkan dan membentengi kepentingannya.

Di berbagai daerah, rupanya, yang membuat perda syariah adalahbeberapa partai yang dulunya dianggap bergelimang masalah dan dosa,

Page 12: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �� b

Faqihuddin Abdul Qodir

435

seperti Partai Golkar. Karena itu saya kurang sepakat dengan para aktivisdemokrasi yang kurang jeli bagaimana mendudukkan problem semacamini.

Isu perda syariah, saat ini, masih merupakan isu pengalihan dari per-soalan yang dihadapai pemerintah daerah, yang sulit mereka pecahkan.Mulai ketidakefektifan birokrasi, korupsi para aparat dan ketidakmampuanmemberikan pelayanan kepada publik. Perda syariah menjadi tiket murahuntuk meraih dukungan publik. Atau minimal dukungan sekelompokorang yang bersedia berbicara ke publik. Kendati begitu, masyarakat pastiakan bangun, ketika pada akhirnya perda-perda itu tidak memberikanmanfaat dalam kehidupan nyata mereka.

Anda sering ke Aceh, bagaimana Anda melihat penerapan syariat Islam disana? Apakah antara tuntutan dan pelaksanaannya sesuai? Apa yang meng-untungkan dari pelaksanaan syariat Islam dan apa juga sisi yangmerugikannya?

Secara budaya, yang mengun-tungkan dari syariat Islam di Acehadalah dapat membentengi masya-rakat Aceh dari pengaruh berbagainilai luar atau asing. Pasca terjadi-nya tsunami, sebagaimana kitaketahui, banyak sekali bantuanyang masuk, baik dari NGOdalam negeri maupun luar negeri.Mereka masuk secara mendadak dan dalam jumlah yang sangat banyakdengan beragam agenda. Masing-masing pasti memiliki nilai-nilai yangberbeda dengan yang lain. Di tengah terpaan nilai-nilai asing itu, menurutsaya, syariat Islam sedikit banyak dapat menjadi upaya terakhir yangmembentengi masyarakat Aceh untuk berpikir sejenak guna memahamisecara lebih seksama terhadap nilai-nilai baru yang masuk. Untuk sementaramereka hanya bisa menolak. Sekalipun penolakannya juga tidak jelas, yahanya sekadar menolak. Setidaknya mereka punya jeda untuk berpikirterlebih dahulu, untuk menyerap lebih baik terhadap nilai-nilai yangdianggapnya asing.

Pemerintah tidak berhak menentukan

mana ibadah yang sah dan mana yang

tidak. Jika ini dilakukan, akan banyak

ijtihad-ijtihad ulama yang dibatalkan

pemerintah, hanya karena ada usulan

dari satu orang ulama atau

sekelompok orang.

Page 13: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �� b

Membela Kebebasan Beragama

436

Dalam pantauan saya, sebenarnya banyak orang Aceh yang menguasaikhazanah fikih. Tapi pembacaan fikih mereka tidak muncul di diskusipublik ketika membicarakan syariat Islam. Karena, di mana-mana, yangberkuasa secara riil dan yang bersuara justru orang-orang yang kurangpaham syariat Islam. Di lapangan, seperti diceritakan berbagai media,banyak anggota masyarakat biasa yang dengan mudah melakukan kekerasandengan dalih syariah.

Di lapangan, banyak masyarakat yang memanfaatkan istilah ‘syariah’untuk sesuatu yang memuaskan emosi sesaat mereka. Akibatnya tindakantersebut terkadang bertentangan dengan tujuan syariah itu sendiri, sepertimenggunting rambut dan jilbab perempuan, menelanjangi orang yangketahuan berbuat salah, memukul, mengusir atau tindak kekerasan yanglain. Masyarakat Aceh sering menggunakan dua kata ampuh untukmenolak suara-surara atau pandangan yang lain, yaitu ‘damai’ dan ‘syariah.’Jika merasa ada ancaman terhadap kebudayaan Aceh, atau dengan kepen-tingan dia sendiri, seseorang akan melawannya dengan ungkapan “inimengancam perdamaian” atau “ini akan menghancurkan syariat Islam.”Kata-kata itu memungkinkan seseorang untuk menolak pihak-pihak yangmembawa sesuatu yang berbeda. Sayangnya, dua kata itu juga menjadikata mujarab yang digunakan oleh orang yang punya power untuk selalumemperoleh bargaining. Kepemimpinan perempuan, misalnya, ditolakbeberapa kalangan dengan alasan syariat Islam. Padahal, Aceh pada masakerajaan yang didasarkan pada Islam, telah memiliki sejarah kepemimpinanperempuan yang cukup lama dan diakui ulama.

Di sinilah kelamnya persoalan penerapan syariat Islam. Dengan gegapgempita syariat Islam, hal-hal yang mestinya menjadi perhatian malahterbengkalai. Semuanya beralih ke simbol-simbol yang sebenarnya tidakmemiliki kaitan dengan kebutuhan masyarakat. Ini merugikan merekasendiri. Dan ini sebenarnya disadari oleh banyak pihak, termasuk KepalaDinas Syariah sendiri, Bapak Aliyasa Abu Bakar. Syariat Islam pada akhirnyamenjadi semacam bola liar yang tidak bisa dikendalikan, bahkan olehulamanya sendiri.

Walaupun kemasygulan seperti itu tidak disuarakan di publik, tapidapat dirasakan oleh semua orang. Karena syariat Islam pada praktiknya,yang melakukan eksekusi adalah masyarakat yang tidak paham.

Page 14: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �� b

Faqihuddin Abdul Qodir

437

Ada banyak hal yang menjadi perhatian para pemerhati sosial di Aceh,misalnya salah seorang kawan saya, Tengku Danial, ulama dari Lhokseumawe,menunjukkan bahwa sebenarnyamasyarakat Aceh sedang dalamposisi kalah dan terjepit. Kalahkarena konflik, dan terjepit karenadatangnya orang-orang luar.Padahal, dia merasa, dulu dirinyajaya dan pintar. Dan Aceh adalahSerambi Mekah. Sekarang, se-mua itu tidak mereka dapatkanlagi secara sosial. Karena itu, me-reka ingin menunjukkan kehe-batannya dengan kata ‘damai’ atau‘syariah.’ Jadi, semacam penun-jukan identitas. Itu tidak murniagama. Dan itu tidak hanya di-katakan oleh orang atas, masya-rakat pun melakukannya. Mereka ingin menunjukkan bahwa “kami punyaidentitas, kamu yang dari luar, jangan macam-macam memasukkan agendake dalam Aceh.”

Konstitusi Indonesia tidak bersumber dari agama. Tetapi, konstitusi kitadibentuk jauh sebelum Kovenan HAM diratifikasi. Meski begitu, beberapakalangan meyakini bahwa konstitusi kita adalah sekular, meskipun masihmenyebut kata dan kalimat perihal ketuhanan. Benarkah demikian, ataujustru konstitusi kita tidak tegas memisahkan antara urusan agama dannegara?

Konstitusi kita sudah cukup baik. Ia justru terinspirasi dari ajaran-ajaran agama. Saya tidak setuju dengan istilah bahwa agama tidak bolehikut campur. Saya lebih setuju bahwa agama sebagai sumber inspirasi,sebagaimana dinyatakan Gus Dur dan Kang Said Agil Siradj. Islam meng-inspirasi dalam banyak hal, termasuk memisahkan institusi agama daninstitusi negara. Yang problem adalah ketika pemerintah menguruskeberagamaan masyarakatnya.

Orang yang membawa sakralitas

agama, apapun agamanya, ke dalam

konteks politik patut dicurigai. Mereka

sendiri melakukan itu, biasanya, lebih

disebabkan oleh kurangnya modal

untuk membicarakan urusan publik

secara lebih teratur, terukur,

transparan dan bisa dikontrol secara

bersama. Sebab, ketika agama masuk,

atau tepatnya ketika membawa nama

Allah, ada asumsi bahwa tidak boleh

ada orang lain yang mengkritiknya.

Page 15: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �� b

Membela Kebebasan Beragama

438

Konstitusinya sudah cukup baik dan tidak perlu diubah. Yang kitakhawatirkan adalah penafsiran konstitusi pada tataran praktik, yang bisajadi bertentangan dengan semangat konsititusi itu sendiri. Sepertisekarang, pengusiran kelompok Ahmadiyah, dianggap tidak bermasalahdari sisi konstitusi. Negara pun sepertinya diam saja, tidak melakukanpembelaan terhadap warga Ahmadiyah dari segala ancaman kekerasandan pengusiran.

Sebab, pada dasarnya perdebatan apakah konstitusi kita sekular atauberdasarkan agama, juga soal perebutan makna. Artinya, perlu strategiuntuk mengamankan konstitusi.

Tapi jangan sampai konstitusi bersumber hanya dari agama?

Menurut saya konstitusi kita masih bersumber dari agama, tapidalam makna menginspirasi, bukan dalam makna menerapkan agama.Dalam hal ini saya setuju dengan kata-kata dari Imam Kasani dalamkitab Badai’ Shana’i, yang menjelaskan tujuh makna negara Islam dannegara kafir. Di antaranya dia mengatakan bahwa dâr al-Islâm adalahnegara yang menjamin keamanan, makanya disebut dâr al-amn ataudâr al-aman. Sementara dâr al-kufr adalah negara yang tidak aman.Dengan definisi ini, maka Indonesia bisa dikatakan sebagai negara Islam.Ada pula yang mengatakan negara Islam adalah negara yang pemimpinnyaMuslim, sekalipun mayoritas penduduknya kafir. Dari sisi ini, Indonesiajuga berarti negara Islam. Demikianpun ada yang mengatakan bahwanegara Islam adalah negara yang mayoritas penduduknya Muslimsekalipun pemimpinnya bukan orang Islam, selama umat Islammendapat jaminan mengamalkan ritual ibadahnya. Ada yang mengatakannegara Islam adalah negara yang pemimpinnya membiarkan masyarakatmelaksanakan praktik-praktik agama yang fundamental seperti salat,sekalipun pemimpinnya tidak melakukan itu, asal dia tidak menun-jukkan ke publik dan dia tidak melakukan maksiat besar seperti berzina.Dari definisi-definisi itu, Indonesia masih dapat dikategorikan sebagainegara Islam.

Definisi-definsi di atas menunjukkan bahwa definisi fikih tentangnegara Islam masih sangat longgar, dan tidak ada fikih yang mengatakanbahwa negara Islam adalah negara yang melaksanakan seluruh syariat Islam.

Page 16: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �� b

Faqihuddin Abdul Qodir

439

Karena, dalam sejarahnya, baik di Khalifah Umayyah maupun Abbasiyahjuga tidak seperti itu. Oleh karena itu, kalau merujuk ke fikih, Indonesiadapat disebut sebagai negara Islam. Sebagaimana sudah diputuskan olehNU.

Liberalisme juga dinilai sangat pejoratif, bahkan salah satu pintu kebebasanberijtihad dalam Islam pun berusaha ditutup oleh orang Islam sendiri. MenurutAnda, harus dipahami seperti apakah liberlisme itu?

Secara terma, sama dengan lainnya, liberalisme bisa dimaknai secaraberagam oleh masing-masing pihak. Dia bisa bermasalah, bisa juga tidak.Kalau liberalisme juga memasukkan liberalisme ekonomi, saya ikutmenentang liberalisme. Tetapi kalau liberalisme yang dipahami oleh AsgharAli Engineer yaitu libertarian, saya sangat sepakat.

Lantas apa dan bagaimana memaknainya? Kalau MUI memaknainyake arah kebebasan tanpa batas, saya tidak sepakat dengan pemaknaan ini.Sebab para pemikir liberal pun saya kira tidak ada yang berpikir sepertiitu. Artinya MUI bermain dengan simbol, politik, dan bukan denganfenomena sesungguhnya. Kalau dia mau membicarakan liberalismemestinya dia mengundang pakar liberal, mendiskusikan secara matang,baru kemudian dapat memutuskan. Tetapi kenyataannya tidak sepertiitu. MUI malah sengaja memunculkan, kemudian mencoba mencarikeuntungan sebagai pembela Islam dan umat Islam. Padahal yang dibela,tentu saja, diri mereka sendiri.

Kini, di mana-mana, para mubaligh dalam ceramahnya mengancamorang-orang yang dianggap liberal. Siapapun yang dianggap menyuarakanpemikiran yang berbeda atau baru, dianggap liberal. Fatwa MUI digunakanuntuk mengancam setiap upaya pembaruan dan perbaikan. Merekamembangun stigma bahwa orang yang liberal adalah salah dan tempatnyaadalah di neraka. Sementara mereka dan MUI adalah yang benar danberhak mendapatkan tiket masuk ke surga. Padahal belum tentu orangyang dianggap baik benar-benar berkelakuan baik. Kita lihat, MUI sendirilaporan keuangannya tidak pernah diaudit. Dan sekarang selalu memintaanggaran untuk memberangus orang-orang yang dianggap menyimpang.

Saya sendiri sebenarnya tidak sepenuhnya sepakat dengan JIL dalammemahami liberalisme. Saya mempunyai makna sendiri tentang

Page 17: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �� b

Membela Kebebasan Beragama

440

liberalisme. Bagi saya, yang penting dari liberalisme adalah isinya. Istilahnyabisa menggunakan yang lainnya. Karena itu, orang sering mengatakanbahwa sebenarnya yang pantas disebut liberal itu Hizbut Tahrir Indonesia(HTI), karena artinya Partai Liberal Indonesia. Secara bahasa merekaliberal, tapi maknanya bisa berbeda-beda. Hizbut Tahrir (HT) sendirisulit diterima di negara-negara Arab. Dulu pernah ada di Yordania tapikemudian diusir. Dan lucunya, orang-orang HT yang aktif di pergerakanTimur Tengah, hidupnya malah di Eropa. HT besar di London danAustralia. Banyak kelompok garis keras Islam yang sulit hidup di negara-negara Islam, justru mereka hidup nyaman dan memperoleh dukunganuntuk eksis di negara-negara Barat. Justru mereka memanfaatkandemokrasi dan liberalisme untuk kepentingan mereka sendiri.

Secara umum, saya memaknai liberalisme sebagai pembebasan se-seorang dari kungkungan sistem yang zalim, tidak adil dan memaksa,tanpa memberikan ruang kepada individu-individu untuk bisa berpikirsecara rasional, sadar akan masa depan dan bertanggung jawab pada apayang dilakukannya.

Dalam konteks itukah lembaga Anda, Fahmina, menempatkan danmengembangkan fikih sebagai yang membebaskan. Fikih yang coba lari darikungkungan formal pemahaman konservatif Islam. Lantas, bagaimanaAnda melihat model fikih perempuan yang sering disalahpahami dan apayang bisa ditawarkan?

Sebenarnya, dalam memaknai syariah yang bersumber pada al-Qurandan Hadits, seringkali orang merasa bebas nilai, sehingga kebenarannyaadalah murni. Padahal dia membawa nilainya sendiri, yaitu konstruksisosial budaya yang melingkupinya. Sementara konstruksi sosial budayaseringkali lebih memperkokoh orang yang secara struktur sudah kuat.Ketika bicara laki-laki dan perempuan, maka di situ akan terlihat laki-laki diposisikan lebih kuat dari perempuan. Padahal itu konstruk sosialbudaya dari sebagian besar masyarakat. Pada saat itulah maka pemahamankeagamaan akan memungkinkan adanya kelompok yang dirugikan, dalamhal itu perempuan.

Jadi ketika memaknai teks, di situlah selalu terjadi persoalan. Contoh-nya bisa banyak, salah satunya: kita tahu Aisyah merupakan istri Nabi

Page 18: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �� b

Faqihuddin Abdul Qodir

441

yang banyak disebut lantang berbicara. Dia sempat mengkritik Nabi,sempat menyalahkan Nabi, dan sempat mendiamkan Nabi selama hampirdua bulan, karena nafkahnya kurang. Lalu turunlah surat al-Tahrîm yangmenceritakan tawaran Nabi kepada para istri, untuk hidup bersama dengankesederhanaan atau berpisah dan akan diberikan harta.

Penglihatan orang terhadap kasus di atas berbeda-beda. Yang struktursosialnya melihat perempuan sebagai mahluk lemah, emosional dansebagainya, akan melahirkan pandangan yang tidak adil kepada perempuan.Mereka menyalahkan Aisyah, yang emosional, bawel dan suka menuntut,sebagaimana biasanya perempuan. Tapi, Nabi justru banyak memujiAisyah, menganggapnya sebagai separuh sumber agama Islam. BahkanNabi tidak pernah memarahi dengan kata-kata kasar, sekalipun Aisyahpernah melawan. Begitu besarpenghormatan Nabi kepadaperempuan. Padahal, kalau oranglain, Sahabat misalnya, pasti sudahmelakukan kekerasan danmenampar istrinya yang banyakmenuntut.

Ketika Nabi memuji Khadijah,Aisyah marah, dia bilang, “Untukapa mengingat perempuan yangsudah tua, sementara di samping-mu ada wanita yang muda dancantik?” Kata-kata seperti itu un-tuk konteks sekarang, bisa jadidianggap lancang terhadap Nabi.Tetapi Nabi tidak marah. Kemudian, ketika Nabi diperkenankan untukkawin lagi, Aisyah mengatakan, “Kayaknya Allah itu mengikuti hawanafsumu saja.” Kata-kata tersebut kalau diucapkan pada zaman sekarangmungkin akan memunculkan demonstrasi besar-besaran untuk meng-hancurkan Aisyah. Tetapi, lagi-lagi, Nabi tidak pernah marah. Sampaiakhirnya Abu Bakar, orang tuanya Aisyah, memegangnya dan maumenempeleng Aisyah, karena dianggap tidak sopan. Tapi, Nabi memegangtangan Abu Bakar dan mengatakan, “Walaupun dia anak kamu, tapi diaadalah istri saya, saya lebih berhak untuk memperlakukan dia dengan baik.”

“Yang kita khawatirkan adalah

penafsiran konstitusi pada tataran

praktik, yang bisa jadi bertentangan

dengan semangat konsititusi itu

sendiri. Seperti sekarang, pengusiran

kelompok Ahmadiyah, dianggap tidak

bermasalah dari sisi konstitusi. Negara

pun sepertinya diam saja, tidak

melakukan pembelaan terhadap

warga Ahmadiyah dari segala ancaman

kekerasan dan pengusiran.”

Page 19: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �� b

Membela Kebebasan Beragama

442

Hal yang sama terjadi juga pada Umar ibn Khattab. Dia bermaksudmenempeleng Hafsah anaknya, karena sering mengikuti Aisyah yang sukaprotes pada Nabi. Ummu Salamah justru menasihati Umar denganmengatakan, “Kamu aneh sekali, selalu mau ikut campur urusan-urusankami. Nabi sendiri mendengarkan ketika kita berbicara. Nabi sendiri diamketika kita mengkritik. Nabi justru memilih untuk berkata baik ketikakita kasar. Kok kamu marah-marah, dan menempelang?” Lalu Umar berkata,“Jadi begitu cara Nabi, kalau begitu saya akan meniru.” Dulu, sebagaimanadiceritakan Umar sendiri, sepanjang hidupnya tidak pernah membiarkanistrinya berbicara di hadapannya, apalagi memintanya berbicara ataumengajak berbicara. Ketika mendengar fakta itu, Umar baru berpikir akanmengajak bicara dengan istrinya. Itu Haditsnya sahih, dalam Bukhari.

Jadi terdapat problem konstruksi sosial yang melatari seseorang dalammelihat teks dan melihat sejarah masa lalu. Orang yang mempunyaikonstruk sosial yang tidak ramah pada perempuan, akan menilai: begitulahperempuan (Aisyah, Hafsah, dan Ummu Salamah), bawel, rewel, banyakmenuntut dan sebagainya. Tetapi Nabi sendiri tidak berkata seperti itu.Kenapa itu terjadi? Inilah yang justru baru saya temukan pada KarenAmstrong dalam buku Sejarah Muhammad. Pada buku itu dia berkata,“Di sinilah letak keberhasilan Nabi mendidik perempuan.” Artinyaperempuan yang dulu tidak berani berbicara menjadi berani bicara dantampil, kemudian mempengaruhi para Sahabat, di antaranya Umar yangkemudian jadi mau berbicara dengan istrinya. Para perempuan punkemudian, ketika mengalami tindak kekerasan, jadi berani mengadukannyake Nabi. Jadi, ketika pada waktu itu perempuan dipukul oleh suaminya,seperti kasus Zaid ibn Tsabit dan banyak lainnya, mereka mengadu keNabi. Dengan demikian, fenomena ihwal perempuan menuntut,melapor, meminta jatah, dan sebagainya, sudah terjadi sejak zaman Nabi,dan Nabi mendengar dan memberikan haknya. Inilah kebebasan yangdiperoleh perempuan pada masa Nabi.

Semangat inilah yang harus dimiliki ketika membaca danmemformulasikan fikih pada konteks sekarang. Misalnya kita mem-bicarakan surat al-Mujâdalah tentang perempuan yang protes kepada Nabi,karena sudah tua, sudah punya anak, kemudian di-zhihâr oleh suaminya.Zhihâr sendiri sebenarnya kultur Arab, bukan kultur Islam. Zhihârdilakukan suami untuk membiarkan istri tanpa nafkah, tetapi statusnya

Page 20: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �� b

Faqihuddin Abdul Qodir

443

tidak dicerai, karena sudah dianggap seperti ibunya. Ketika seorangperempuan di-zhihâr dia dianggap bukan sebagai istri lagi, karena itu tidakdiberi nafkah oleh suaminya. Tetapi pada saat yang sama dia tidak bisakawin lagi dengan orang lain, karena statusnya masih istri, sehingga diaakan terkatung-katung sampai meninggal.

Itulah kultur Arab pada saat itu. Sehingga, perempuan tadi menuntutke Rasulullah, lantaran praktik seperti itu masih ada di dalam Islam.Sementara ia tahu bahwa Islam telah membebaskanya dari kultur yangmenzalimi. “Ketika muda, saya dinikahi oleh suami saya, tapi ketikakepemudaan saya sudah hilang, dia men-zhihâr saya, saya sudah tidakbisa bekerja dan tidak laku lagi”. Lalu Nabi berkata, “Tunggu wahyuturun.” Wahyu pun kemudian turun dan mengatakan bahwa zhihâr tidakboleh dilakukan lebih dari empat bulan. Artinya empat bulan itu menjadibatas di mana orang disuruh memilih, membiarkan sebagai istrinya ataucerai. Kalau suami men-zhihâr dan tidak kembali ke istrinya, maka akandiputus cerai oleh pengadilan setelah empat bulan 10 hari. Sehingga sangistri bisa kawin dengan siapa saja. Di samping ia juga punya hak muth‘ahdemikianpun nafkah atas perceraian, untuk menutupi kebutuhan pasca-perceraian. Ini merupakan penyelesaian situasi sosial yang terjadi pada saatitu. Semangatnya adalah pembebasan.

Tetapi, ketika zhihâr dibawa ke masyarakat Indonesia menjadi sulit,sebab mereka tidak paham makna zhihâr. Ketika seorang suamimengatakan, “Kamu seperti ibu saya,” dia bukan sedang menyakiti istrinya,tapi justru sedang memuji. Itu konteks Indonesia. Sebaliknya dalamkonteks Arab, kalimat semacam itu adalah makian buat sang istri (zhihâr).

Jadi, praktik dalam kultur Arab tidak bisa diterapkan begitu saja.Sebab hal itu memiliki perbedaan makna yang signifikan antara di Arabdengan di Indonesia.

Contoh lainnya tentang mahram. Dalam fikih terdapat sebuahdoktrin, perempuan yang keluar rumah harus disertai muhrim. MUIpernah membuat aturan yang mewajibkan itu untuk orang haji dan TKI.Tetapi kemudian MUI mencabut larangan bagi perempuan yang hendakhaji dan mengadu nasib menjadi TKW tanpa disertai muhrimnya.Namun, beberapa perda justru kembali menyebutkan itu: perempuantidak boleh bepergian di malam hari tanpa muhrim. Saya melihat Haditsmahram itu sesungguhnya adalah konsep perlindungan, bukan

Page 21: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �0 b

Membela Kebebasan Beragama

444

pembatasan. Kenapa perlu dilindungi, karena pada saat itu di Arab yangpadang pasir sering terjadi perang besar-besaran. Siapa pun, terlebihperempuan, jika situasinya tidak aman, kalau pergi harus ditemani. Haditsini muncul ketika ada Sahabat yang bertanya kepada Rasulullah, “YaRasulullah kita semua mau pergi perang, istri saya mau berangkat ke Mekahsendirian.” Lalu Rasulullah mengatakan, “Tidak dihalalkan bagiperempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk bepergianselama tiga hari kecuali ditemani oleh muhrim.” Kalau mahram artinyapelarangan, maka Rasulullah akan mengatakan jemput istrimu, suruh diapulang, tetapi Rasul tidak demikian. Rasulullah mengatakan “Temui istrimudan temani dia sampai memenuhi keperluannya.” Itu jelas sekali Haditsnya.

Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fath al-Bârî, mengutip salah seorangulama Syafiiyah, al-Royani, yang mengatakan bahwa seorang perempuanboleh pergi sendirian ke mana pun jika kondisinya aman. Perlunya muhrimadalah jika kondisinya memang tidak aman. Sayangnya kebanyakan ulamatidak memahami penekanan ini. Karena ini sesungguhnya bukan persoalanfikih, melainkan konstruksi sosial yang melatari pemahaman ulama. Dalamkonteks sekarang, muhrim, atau tepatnya ‘mahram’, adalah tanggung jawabnegara. Bisa berbentuk undang-undang, keamanan, jalan harus terang, danlainnya. Ketika kondisinya terancam, siapa pun tidak boleh keluar tanpadidampingi orang lain, atau keluarga dekat. Terutama bagi mereka yangrentan, seperti anak-anak dan perempuan.

Yang jadi masalah adalah fikih seringkali dipahami untuk mengekangperempuan, sehingga perempuan tidak memperoleh hak-haknya. Menurutsaya, pemahaman ini lebih dipengaruhi oleh konteks sosial politik yangada di daerah tersebut dibanding oleh literatur. Sekalipun saya setujukesadaran gender sebagai kesadaran sosial baru, yang dulu tidak ada, namunsebagai kesadaran bahwa setiap manusia mempunyai hak yang sama itusudah ada. Karena itu, kalau kita membaca fikih, akan menemukan adasatu dua orang yang berpikir berbeda dengan mainstream. Bahkan adamainstream yang berpikir berbeda dengan mainstream lainnya.

Kalau dulu ada perbudakan, kini Anda sering menyebut fenomena per-dagangan manusia (human traficking) juga sebagai perbudakan modern.Kira-kira semangat apa yang harus ditumbuhkan untuk menghilangkanperbudakan ini?

Page 22: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �� b

Faqihuddin Abdul Qodir

445

Saya kira hampir semua ulama mengharamkan human traficking.Karena taktik, cara dan lainnya itu melanggar Islam. Yang problem adalahulama tidak tergerak untuk membela mereka. Kenapa? Karena merekamengasumsikan perdagangan perempuan terjadi karena kesalahan dariperempuan itu sendiri. Karena itu, yang harus ditumbuhkan adalah carapandang untuk tidak menyalahkan korban, yaitu perempuan. Hal ituterjadi karena negara yang tidak melindungi masyarakatnya. Buktinya,negara lain seperti Thailand atau Filipina punya bargaining untuk melin-dungi buruh migran mereka. Kita tidak punya bargaining. Sebaliknya,MUI malah menyalahkan perempuan. Parahnya lagi, bukan hanya MUI,tapi sebagian besar ulama masih punya pemikiran yang cenderungmenyalahkan perempuan. Sikap yang sama juga ketika sebagian ulamalebih menyudutkan perempuan ketika terjadi kekerasan dalam rumahtangga (KDRT). Pada kasus itu,tak pelak, kebanyakan orangmenyalahkan perempuan.

Artinya, perempuan beradapada relasi yang timpang denganlaki-laki. Perempuan selalu di-anggap lemah, cerewet dan sebagai-nya. Ini juga terjadi karena relasisosial kita yang selalu mengun-tungkan yang kuat. Karena itu, perlu terus menumbuhkan kesadarangender di tengah masyarakat. Tetapi, kita juga tidak bisa hanya me-nyalahkan ulama, atau MUI. Perlu kesadaran semua orang untukmeluruskan relasi yang timpang ini. Karena biasanya laki-laki yang diberikekuasaan lebih ketimbang perempuan. Pada konteks seperti inilah,perempuan selalu disalahkan, dan untuk memudahkannya, tak jarang orangmenggunakan agama. Karena masyarakat kita cenderung tidak akan proteskalau dikatakan berdasar agama.

Di Indonesia kita memang telah memiliki UU Pemberantasan TindakPidana Perdagangan Orang (PTPPO). Tapi problemnya, seperti UUlainnya, kesadaran terhadap UU itu sendiri belum tumbuh. Karena UUmemerlukan tiga hal: konten, kultur dan aparatus. Kontennya mungkinbaik, tapi kalau kultur dan aparaturnya tidak baik, maka akan percuma.UU KDRT sudah lama disahkan, sejak 2004, tapi sampai sekarang orang

Tidak ada fikih yang mengatakan

bahwa negara Islam adalah negara

yang melaksanakan seluruh syariat

Islam. Karena, dalam sejarahnya, baik di

Khalifah Umayah maupun Abbasiyah

tidak seperti itu.

Page 23: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �� b

Membela Kebebasan Beragama

446

masih berpikir tidak apa-apa memukul perempuan. Polisinya sendirimungkin masih berpikir jangan-jangan istrinya yang salah. Jadi, ini jelasmemerlukan waktu yang cukup panjang. Tetapi, minimal dengan adanyaUU, orang jadi membahasnya. Minimal, kalau pemerintah tidak ber-tanggung jawab terhadap masalah traficking, publik yang mempunyaikesadaran dapat melakukan clash action. Tapi, sekali lagi, UU PTPPOmerupakan capaian yang sangat maju bagi Indonesia dibandingkan denganMalaysia dan lainnya. Saya yakin semua ulama sepakat mengatakan bahwaperdagangan orang adalah haram, termasuk ulama Arab Saudi. Tetapi,karena dia tidak mau disalahkan, sehingga tidak mau memberlakukanUU PTPPO.

Tapi bukan hanya Arab Saudi, kemarin saya baru menemukanbahwa ternyata Amerika termasuk negara yang belum meratifikasiCEDAW, Konvensi internasional mengenai penghapusan segala bentukkekerasan terhadap perempuan. Ini sangat ironis. Padahal kita mengenalAmerika sebagai kampiun demokrasi. CEDAW selalu dibahas di KongresAmerika, tapi juga selalu ditolak. Dan, lagi-lagi, ini mungkin disebabkanoleh poblem kekuasaan. Orang akan merasa rendah diri jika harusmengikuti Undang-Undang orang lain. Mungkin, tetapi persisnya sayatidak tahu. Padahal, Arab Saudi saja sudah meratifikasi CEDAW padatahun 2005. Karena itu, Arab Saudi selalu mempertanggungjawabkanpraktik CEDAW-nya di PBB. Artinya, betapa timpangnya dunia ini.Wajar kalau umat Islam kerap menganggap Amerika hanya membohongimereka. Meski memang dalam setiap pembahasan konvensi intenasionalselalu ada keinginan negara-negara tertentu untuk mendominasi negaralain.

Kita kembali pada istilah liberalisme sebagai pembebasan dari segalabentuk ketidakadilan. Karena itu, kita tidak bisa menempatkan manusiasebagai objek manusia lain, sehingga menjadi korban ketidakadilan. Itulahmisi pembebasan yang saya kira Islami. Dan semangat inilah yang harusditumbuhkan pada persoalan kejahatan perdagangan manusia. Sehinggasuami tidak menjadi lagi zalim kepada istri, orang tua kepada anak, ma-jikan kepada buruh, negara kepada rakyat. Misi penghormatan kemanu-siaan dalam Islam seharusnya menjadi kesadaran semua orang untukmelihat orang lain secara terhormat. Jika ini terjadi, tidak akan ada orangyang menjadi korban kejahatan traficking.

Page 24: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �� b

Faqihuddin Abdul Qodir

447

Semangat seperti ini yang sering hilang dalam pembicaraan mengenaifikih atau syariat Islam. Secara pribadi, saya sebenarnya tidak memper-soalkan tuntutan syariat Islam. Asalkan misinya menjadi kebutuhanpublik, selama bisa didiskusikan secara publik, bukan menjadi monopoliorang tertentu yang merasa berhak mendefinisikan syariah. Hal yang samajuga saya pakai untuk demokrasi. Kalau demokrasi hanya dimonopoliorang-orang tertentu, maka tidak ada gunanya sama sekali. Ruang publiklalu tidak ada, hanya akan ada orang-orang tertentu yang merasa palinghebat dalam hal ‘demokrasi’ dan tidak bisa dikontrol. Orang yangmengatasnamakan syariah dan membawa-bawa Allah, seringkali merasabenar sendiri, seraya menutup dialog publik. Itu yang menjadi problem.

Tetapi kalau syariat Islam su-dah dimanusiakan, maka sifatnyaseperti fikih. Fikih itu rendahhati. Dalam kitab-kitab fikihselalu ditutup dengan kalimatwallâhu a‘lam bi al-shawâb.Fikih, seperti kata Imam Syafii,berpegang pada prinsip: sayabenar, tapi bukan berarti oranglain salah. Saya mungkin jugasalah dan orang lainlah yang benar.Sepanjang peradaban fikih, tidak ada ulama fikih yang menghendakipandangan fikihnya dijadikan undang-undang pada sebuah negara. Fikihhanya pernah jadi mazhab. Dan mazhab tidak bisa diwajibkan kepadasemua orang. Dia hanya dipraktikkan secara konsekuen oleh orang-orangyang mengikutinya.

UU sebenarnya melindungi hak perempuan. Artinya Indonesia tidak perlulagi aturan lebih khusus. Konstitusi kita sudah menjamin dan melindungihak-hak dan kebebasan setiap warga negara. Oleh karena itu pula, tidakperlu muncul perda syariah.

Ya, saya pikir demikian. Tetapi perda itu, menururt saya, lebih meru-pakan politik lokal atau bisa jadi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhanlokal semata. Terkadang perda dikeluarkan untuk mengatur moral

Saya memaknai liberalisme sebagai

pembebasan seseorang dari

kungkungan sistem yang zalim, tidak

adil dan memaksa, tanpa memberikan

ruang kepada individu-individu untuk

bisa berpikir secara rasional, sadar akan

masa depan dan bertanggung jawab

pada apa yang dilakukannya.

Page 25: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �� b

Membela Kebebasan Beragama

448

masyarakat, padahal tidak ada kejelasan mengenai moral masyarakat. Yangkita perlukan adalah kejelasan definisi moral.

Tapi perda syariah merupakan bagian dari pengaturan kehidupan beragama?

Saya kira tidak sepenuhnya demikian. Perda hanya mengatur kehi-dupan publik saja, menurut latar lokal masing-masing. Sama seperti peng-aturan seragam, waktu masuk kantor, atau yang lainnya. Problemnya,dulu tidak sensitif nilai budaya atau agama tertentu, sekarang menjadisensitif.

Tetapi mereka yang merumuskan perda syariah mengklaim berdasarkanal-Quran?

Bisa jadi. Tapi, sebenarnya tidak sepenuhnya tepat. Karena kitab sucibisa dimaknai oleh siapapun. Pendapat yang dilontarkan seseorang bisasaja mengklaim berasal dari kitab suci, karena agama memang milik semuaorang. Problemnya adalah bagaimana agar klaim itu tidak menutup opiniyang berbeda dari orang lain. Karena itu, buka perdebatan ke publik,apakah betul secara fikih orang boleh menangkap perempuan yang keluarmalam? Seharusnya dibicarakan terlebih dahulu dengan banyak orangsebelum memutuskan. Perda itu sama seperti UU yang lain, bisa dianulirdan bisa dibatalkan.

Mereka mencantumkan dasar al-Quran dan Hadits dalam setiap perdayang kita sebut perda syariah itu. Meski tanpa kejelasan ayat dan teksHadits yang mana, juga tanpa kejelasan penafsiran. Tidak seperti keputusanbahts al-masâ’il NU atau tarjîh Muhammadiyah, yang menjelaskanargumentasi pemikiran sebelum membuat keputusan hukum. Ini yangperlu dibuka dan diperdebatkan ke publik. Sehingga tidak ada yang merasapaling qurani. Dan ketika kita mengkritik perda, yang katanya berdasarpada al-Quran itu, kita tidak sedang menyalahkan al-Quran. Tetapi sedangmendiskusikan perda yang dibuat oleh keputusan politik.

Dalam konteks otonomi daerah, urusan agama menjadi kewenangan pusat,bukan pemerintah daerah. Lantas bagaimana Anda menjelaskan posisi perdasyariah?

Page 26: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �� b

Faqihuddin Abdul Qodir

449

Undang-undang menyatakan bahwa urusan agama menjadi hak pusat,tanpa memberi penjelasan lebih lanjut apa yang dimaksud agama. Ternyata,kalau dari pagu anggaran, yang dimaksud agama adalah urusan-urusanDepartemen Agama. Artinya urusan birokrasi, seperti haji dan wakaf. Itulahproblem bangsa ini yang tidak tegas untuk memisahkan agama dan negara.Konstitusi itu dimaknai oleh semua orang. Kalau NU yang berkuasa,konstitusi dimaknai secara NU. Dan kalau Muhammadiyah yangberkuasa, konstitusi dimaknai secara Muhammadiyah. Di sinilah perlukearifan untuk memunculkan karakter kebangsaan untuk semua.

Apakah perda syariah kontra-produktif bagi semangat dasar otonomi daerah?

Saya melihat problem otonomi daerah adalah problem sosial politik.Perda yang bermasalah bukan hanya perda syariah, tapi banyak sekali.Jumlahnya sekitar 460-an perda.Kebanyakan adalah persoalankeuangan dan birokrasi. Tapi, kitatidak ada yang mengkritisi hal itu.Padahal sama saja bermasalah.Menurut saya, justru perda syariahdimunculkan untuk melupakanmasalah itu. Sehingga kita sibukmengurusi perda-perda syariahdan melupakan problem perdayang lainnya. Akhirnya, kita danmereka pun sama saja, sama-samamelupakan orang-orang yang terpinggirkan. Membiarkan rakyat menjadikorban ketimpangan sistem birokrasi, politik dan sosial yang ada. Secarapolitik dan kebijakan, sebenarnya perda-perda itu bisa dianulir. Tapi jangandilakukan sepotong-sepotong. Ini problem otonomi daerah, ketika orang-orang berpikir memperoleh dukungan publik dengan cara murah.

Menurut saya, kita terlalu membesarkan perda syariah sebagai sesuatuyang mengancam Indonesia. Sementara, yang betul-betul menghancurkan,tidak kita bicarakan. Kita bilang itu bukan bagian dari kita, itu bagianorang lain. Akhirnya kita terjebak pada pemahaman agama itu sendiri.Itu kerena nafsu. Pertanyaannya, siapakah yang memperoleh manfaat dari

Kitab suci bisa dimaknai oleh siapapun.

Pendapat yang dilontarkan seseorang

bisa saja mengklaim berasal dari kitab

suci, karena agama memang milik

semua orang. Problemnya adalah

bagaimana agar klaim itu tidak

menutup opini yang berbeda

dari orang lain.

Page 27: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �� b

Membela Kebebasan Beragama

450

otonomi daerah itu? Setiap orang ingin mewujudkan identitasnya masing-masing. Inilah yang kemudian menutupi persoalan yang sedang dihadapi,seperti kekerasan, kemiskinan dan korupsi, yang kemudian bukan dianggapoleh pemerintah sebagai fakta, melainkan aib. Sehingga semua persoalantersebut harus ditutupi, bukan diselesaikan. Sementara, cara orangmenutupi aibnya sendiri berbeda-beda. Ada yang dengan nonton filmAyat-Ayat Cinta, lalu menangis di situ, sementara soal lumpur Lapindodibiarkan saja. Sementara ada juga yang dengan menggulirkan tuntutanmembuat perda-perda syariah.

Di Indramayu, contohnya, korupsi terjadi besar-besaran tetapi tidakada yang berani mengusut. Seluruh masyarakat diam karena ditutupi olehsyariah Islam. Jadi, problem sebenarnya terkadang tidak kita ketahui lebihdetil, kemudian buru-buru menyalahkan syariah Islam. Akhirnya, banyakyang marah karena itu. Orang kemudian justru membela Bupati, karenadia tetap menggunakan simbol-simbol agama. Dia menghajikan danmengumrohkan ulama. Itu terjadi di mana-mana. Kita pun terjebakdengan melihatnya sebagai momok. Padahal, bukan itu persoalannya. Sayasendiri tidak tahu, jangan-jangan mereka juga punya pakar untuk men-setting kondisi seperti itu.

Kalau melihat praktiknya, benarkah agama Islam tampak anti-pluralisme?

Saya merujuk pada pengalaman umat Islam. Problem pluralisme,menurut saya, sama dengan problem demokrasi, yaitu problem komunitas.Problem mayoritas dan minoritas. Orang yang hanya punya agama, akanmenggunakan agamanya. Dan yang memiliki suku, akan menggunakankesukuannya. Belakangan, bahkan di negara kampiun pluralisme, Belanda,ternyata muncul sosok Geert Wilders yang membuat film antipluralisme.Di Belanda, kini, telah banyak orang-orang yang antipluralisme, mungkinsampai 30%. Ini merupakan problem sosial. Jadi, kita malah mencarijustifikasinya masing-masing. Tetapi, pada masa pemerintahan Islam, diSpanyol, semua orang dari tiga kelompok agama besar (Islam, Kristendan Yahudi), hidup rukun.

Dalam pandangan saya, fikih juga menyediakan banyak literaturtentang pluralisme atau anti-pluralisme. Tergantung bagaimana membaca-

Page 28: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �� b

Faqihuddin Abdul Qodir

451

nya. Yang menentukan sekarang adalah sikap kita. Saya, secara pribadi,sangat setuju dengan ulama NU yang mengatakan bahwa negara Indonsiaadalah final. Konstitusi Indonesia merupakan satu-satunya rujukankehidupan sosial. Kalau konstitusi menjadi rujukan, kita tidak bolehmelakukan kekerasan pada siapapun yang berbeda. Perbedaan harusdihargai, dan orang-orangnya memperoleh jaminan hidup di negara ini.Itulah keputusan ulama Islam Indonesia mengenai pluralisme.

Hampir di setiap negara Islam terdapat pengalaman menyerang danmemasung pemikiran berbeda. Demikianpun yang belakangan terjadi diIndonesia dengan munculnya fatwa haram untuk pemikiran dan alirantertentu yang berbeda.

Saya lebih setuju kalau kita menyebutnya umat Islam, bukan Islamnya.Karena kalau umat Islam artinya pengalaman sejarah peradaban Islam.Dan pengalaman itu beragam.Misalnya, kalau kita membacaMusyawarah Buku karya KhaledAbou El-Fadl, akan tahu bahwasepanjang peradaban Islam ba-nyak ulama yang berpendapatterbuka sekaligus mengamalkannilai-nilai pluralisme, walaupunbaru sebatas tingkat tertentudalam toleransi. Meski definisipluralisme sendiri berbeda-beda,fenomena dan ulama yang ber-wawasan dan bersikap terbukasangat mungkin sudah ada. Misalnya, dalam sejarah tercatat umat non-Muslim bisa masuk masjid, bahkan bisa ikut berperang. Sementara secarateologis gagasan pluralisme sangat rumit dan panjang.

Sebaliknya, juga terjadi dalam sejarah peradaban umat Islam di manafatwa haram, sesat, bahkan tindak kekerasan dan pembunuhan cukupsengit mengiringi. Perseturuan paling panjang yang kerap memper-tontonkan sikap anti-pluralisme dalam sejarah adalah konflik Syi’ah danSuni. Tetapi semuanya tetap diakui sebagai Islam, meski dengan argu-

Fikih telah menggariskan prinsip-

prinsip perbedaan pendapat, prinsip

ijtihad dan pertautan dengan nilai-nail

lain yang berkembang. Fikih itu penuh

filsafat hukum. Ini yang harus

dikembangkan. Fikih sendiri

dikembangkan dengan penerimaan

bahwa ajaran Islam rasional dan bisa

dipahami akal (ma‘qûliyyat al-ma‘nâ).

Page 29: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �� b

Membela Kebebasan Beragama

452

mentasi keislaman masing-masing. Di dalam Suni sendiri perseturuanseperti itu pernah terjadi antara Hambali dan Hanafi. Jadi, masih antar-mereka yang mengatasnamakan Islam. Misalnya kasus al-Hallaj yang punyapengikut sangat banyak. Walaupun orang mengatakan dia melakukanbidah, ia tetap punya umat. Di Kristen, perseturuan antara gereja dansekular juga begitu keras, sampai terjadi pergantian kepemimpinan darigereja ke sekular.

Sementara Islam tidak memiliki demarkasi yang jelas antara peme-rintahan Islam dan sekular. Sehingga, pertikain dalam Islam tidak sesadisdalam pengalaman Kristen. Kalau dalam sejarah peradaban Barat, konflikagama dan sekular tersebut terjadi sangat panjang.

Namun demikian, yang menguntungkan buat Barat dan gereja, konfliktersebut menghasilkan sintesa yang jelas. Sebab, dalam Islam konfliknyamasih abu-abu. Sehingga sintesanya juga abu-abu. Misalnya, seorang DinSyamsuddin yang dulunya pluralis, ketika masuk MUI malah menjadiantipluralis. Dengan model-model demikian, tampaknya kita masih sulitmemunculkan sebuah sintesa menuju yang sekular-plural.

Kesulitan tersebut nyata dalam kasus Ahmadiyah. Kita punya konsti-tusi, undang-undang, yang secara tegas menolak kekerasan. Kalau darisisi mayoritas Muslim menyalahkan, menyesatkan, dan mengkafirkan,saya kira bukan hanya di Indonesia saja. Di mana-mana, hal yang samajuga terjadi. Menyalahkan yang lain sebenarnya tidaklah bermasalah,selama tidak menggunakan kekerasan. Yang problem adalah ketikapertikaian tersebut muncul sebagai ancaman, seperti ungkapan akanmembunuh warga Ahmadiyah dan sebagainya. Celakanya, pemerintahdiam saja, karena lemah. Saya sendiri tidak tahu arah pemerintahan kita.Saya juga tidak tahu siapa yang membuat skenario politik pluralismebangsa ini hendak dibawa ke mana. Padahal, kalau negara kuat danmelindungi warga negara, sebanyak apapun fatwa haram yang dibuatMUI, tidak akan menimbulkan kekerasan. Yang salah di sini adalahnegara. Saya melihatnya pada problem pemerintahan kita sekarang yangtidak punya ketegasan.

Bagaimana keterlibatan Fahmina Institute dalam advokasi wargaAhmadiyah di Manis Lor, Kuningan?

Page 30: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �� b

Faqihuddin Abdul Qodir

453

Kami terlibat, tapi tidak menggunakan bendera Fahmina. Kamiberpartisipasi lebih pada kemanusiaan, bukan kelembagaan. Kamimenghimpun data dan memfasilitasi mereka untuk bertemu denganbeberapa pihak. Kita sangat dekat dengan masyarakat. Dan, sejauh ini,kita bisa menjaga kedekatan tersebut. Saya berpandangan demikian jugakarena saya punya pengalaman di masyarakat lokal yang berhubunganerat dengan masyarakat. Seberapa bagusnya sebuah ide, kalau tidakmenggunakan strategi yang jelas, maka, terkadang, tidak bisa diterimamasyakat.

Sebagai lembaga yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, apa yangingin disuarakan Fahmina terkait tiga isu besar sekularisme, liberalismedan pluralisme?

Ada dua pembicaraan yang sampai sekarang masih menjadi masalahaktual di kalangan aktivis. Apakah kita harus ikut mengurusi negara atauhanya memberdayakan masya-rakat. Dulu, kebanyakan orangmengatakan kita tidak perlumengurus negara. Tapi ternyatasekarang negara yang bermain,atau dipermainkan pihak lain.Makanya, banyak juga yangberpikir kalau kita harus masukmengurusi negara. Terkait dengantiga isu: sekularisme, liberalisme dan pluralisme, saya lebih cenderungbagaimana menggunakan isu ini untuk memberikan pendidikan kepadamasyarakat agar memahami hak-haknya sebagai warga negara. Merekaharus bisa menyadari haknya untuk mendapatkan kebutuhan,meningkatkan kemampuan mereka dalam bernegosiasi dan menyuarakanaspirasi.

Kita tidak bisa menjelaskan ketiga isu itu ke tengah masyarakatdengan teori. Apalagi setelah diterbitkannya fatwa MUI yang mengha-ramkannya. Kita akan ditolak. Tetapi, kalau kita membicarakannyadengan contoh-contoh praktis, mereka mungkin akan menerimanya.Kami membicarakan ketiga konsep itu dalam ruang tertutup. Sementara

Kalau negara kuat dan melindungi

warga negara, maka MUI mau

membuat fatwa haram sebanyak

apapun, tidak akan terjadi kekerasan.

Yang salah di sini negara, bukan MUI.”

Page 31: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �0 b

Membela Kebebasan Beragama

454

ketika di tingkat lokal, kita membicarakan hak-hak perempuan, hakhidup warga, hak-hak Ahmadiyah dan sebagainya. Tentu saja, kalau kitabicara hal itu, kita tidak ingin bermain-main dengan literatur yang tidakdipahami oleh publik.

Anda dikenal sebagai pakar fikih. Bagaimana Anda merespon anggapanbahwa fikih merupakan sumber masalah? Lantas apa yang disuarakan olehfikih?

Perubahan sosial di masyarakat tidak mungkin lepas dari potensi sosialyang ada. Oleh karena itu, kita harus bisa membaca potensi ini. MasyarakatMuslim Indonesia kebanyakan hanya memahami fikih. Sedikit saja yangmemahami teologi dan filsafat. Mungkin ada juga yang memahamitasawuf. Karena itu, potensi tersebut, harus diberdayakan untuk melakukanperubahan sosial. Perubahan sosial, akan menghadapi kesulitan jikaberhadap-hadapan dengan fikih atau syariat Islam. Di mana-mana, per-ubahan akan sulit dicapai tanpa menggunakan potensi-potensi yang ada.Problemnya adalah bagaimana kita menggunakan potensi itu. Kitab fikihyang kita baca mestinya harus mulai dipahami sebagai bukan fikih yangsebagaimana adanya. Kita harus memahaminya dengan semangatpembebasan. Bisa jadi, ini dianggap eklektik. Tapi, percayalah, tidak adaorang yang hidup di dunia ini tanpa laku eklektik, tanpa mengkombi-nasikan berbagai pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya. Semuapandangan, pada akhirnya, adalah sintesa eklektis dari pandangan-pandangan yang sudah ada atau sedang berkembang.

Faktanya, fikih yang Anda kembangkan mendapatkan tentangan dari oranglain yang mengklaim pandangannya berdasar fikih juga. Bagaiamana Andamengomentarinya?

Ya, saya paham. Dan itu terjadi tidak hanya di dalam fikih. Misalnya,kita mengklaim bahwa pluralisme, liberalisme dan sekularisme adalahmilik Barat. Tapi ada juga yang berpandangan sebaliknya. Misalnya sajaTariq Ali yang menyerang demokrasi Barat dari sisi Hak Asasi Manusia,begitu juga Noam Chomsky. Artinya, fikih juga bisa dimaknai banyakpihak. Bahkan ada yang berpikir bahwa fikih sudah mandeg, sebagai-

Page 32: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �� b

Faqihuddin Abdul Qodir

455

mana pada zaman awal. Namun juga tetap banyak yang berpikir bahwafikih itu bisa dan selalu progresif, memandang masalah untuk masadepan.

Artinya, ada sesuatu yang harus diluruskan dari perkembangan pemikiranfikih di Indonesia atau di dunia Islam secara umum?

Kita harus memahami bahwa hidup itu berjalan ke depan, bukan kebelakang. Kalau kita berpikir ke depan, berarti berpikir untuk kemajuanperadaban ke depan. Bukan kebelakang atau membiarkan hidupkita ditarik-tarik ke romantismemasa lalu. Kalangan yang me-mandegkan fikih bermimpiseolah sedang berada di fikih masalalu. Padahal yang dihadapi adalahmasa kini. Kesadaran hidup kedepan memungkinkan kita untukmembaca semua hal pada kon-teks kekinian dan ke depan, bu-kan pada konteks ke belakang.Saya yakin, yang mengatakanbahwa pencuri harus dipotongtangannya, akan sulit diterjemah-kan ke dalam Undang-undang.Itu pikiran semu, yang pasti akan menemukan konflik dengan pikiranorang lain.

Fikih telah menggariskan prinsip-prinsip perbedaan pendapat, prinsipijtihad dan pertautan dengan nilai-nail lain yang berkembang. Fikih itu penuhfilsafat hukum. Ini yang harus dikembangkan. Fikih sendiri dikembangkandengan penerimaan bahwa ajaran Islam rasional dan bisa dipahami akal(ma‘qûliyat al-ma‘nâ). Akal manusia harus banyak bekerja untuk fikih.Pada awalnya, kerja akal ini memunculkan metode qiyâs, istihsân,mashlahah mursalah. Pada perkembangannya kemudian muncul konsepmaqâshid al-syarî‘ah. Ini adalah perkembangan yang sangat menakjubkan.Sayang ini kurang dikembangkan oleh umat Islam. Termasuk pada masa

Fatwa MUI tidak akan dipedulikan

masyarakat, kalau kondisi ekonomi

membaik dan negara bersikap tegas.

Karena, sesungguhnya masyarakat

tidak mengetahui makna sekularisme,

liberalisme, dan pluralisme. Yang

menyebabkan terjadinya kekerasan di

masyarakat, sebenarnya lebih dipicu

oleh keinginan seseorang atau

kelompok untuk menguasai

orang lain.

Page 33: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �� b

Membela Kebebasan Beragama

456

sekarang. Umat Islam masih kerap dicekoki paham bahwa ajaran Islamitu tidak memakai akal. “Kalau memakai akal tidak mungkin mengusapsepatu, ketika wudlu, di bagian atas kaki, padahal yang kotor di bagianbawah sepatu. Ini pembodohan,” demikian kata mereka. Padahal banyaksekali ayat yang mengajak berpikir, merenung dan menyimpulkan. Iniyang perlu dikembangkan dalam kajian Islam.

Melalui persentuhannya dengan masyarakat, apa yang Anda tangkap daripemahaman masyarakat terhadap fatwa MUI yang mengharamkansekularisme, liberalisme dan pluralisme? Apakah Anda melihat kondisi massayang mengarah pada sikap politik inteloran? Lantas, bagaimana masa depanpluralisme di Indonesia?

Menurut saya, fatwa MUI tidak akan dipedulikan masyarakat, kalaukondisi ekonomi membaik dan negara bersikap tegas. Karena masyarakatsesungguhnya tidak mengetahui makna dari sekularisme, liberalisme danpluralisme. Mereka bahkan tidak pernah tahu soal fatwa itu. Kekerasandi masyarakat sendiri sebenarnya lebih dipicu oleh keinginan seseorangatau kelompok untuk menguasai orang lain. Masyarakat sendiri bingungharus mendasarkan tindakannya pada alasan apa. Jika menggunakanhukum, tingkat legitimasinya lemah. Sebab tidak sakral. Maka, cara yangpaling aman adalah menggunakan fatwa MUI, sehingga dia punya alasanlebih kuat.

Jadi, banyak faktor yang mendorong masyarakat untuk melakukantindakan kekerasan, diantaranya: kemiskinan, psikologi, tidak bekerja,kecemburan dan lain sebagainya. Hanya saja mereka kebingungan untukmencari alasan bertindak anarkis, sehingga menggunakan fatwa MUI.Dengan basis argumentasi fatwa MUI, seolah mereka terbebas dari polisi,karena merasa sebagai pembela agama.

Sebagai pendidikan publik, kita harus menghadirkan fatwa lain selainMUI. Atau menghadirkan pandangan dan kajian-kajian yang lebih baikmengenai pluralisme atau yang lain, agar masyarakat juga memperoleh hakpengetahuan dan informasi yang cukup mengenai hal-hal itu. Selebihnya,kita biarkan mereka memahami secara dewasa, tidak dipaksa, memban-dingkan dan menerima secara bertanggung jawab. Pada titik inilah diperlu-kan adanya ruang sosial dan ruang politik yang mendidik semua orang.

Page 34: Membela Kebebasan Beragama Percakapan dengannurcholishmadjid.org/assets/pdf/pengaruh/Percakapan-dengan-Faqih… · Membela Kebebasan Beragama 426 Sekularisme memiliki citra sangat

a �� b

Farid Wajidi

457

Untuk konteks Indonesia, ruang seperti ini memang agak sulit ketikakebutuhan kebanyakan orang masih pada hal-hal dasar seperti makan,papan dan sandang. Kejernihan memahami dan menerima persoalanmenjadi agak sedikit sulit, jika kebutuhan-kebutuhan dasar itu tidakterpenuhi. Ini menjadi tugas kita semua.

Dan kita sebenarnya punya potensi besar untuk sukses sebagai bangsabesar. Dari dulu, kita sudah terdiri dari berbagai ragam etnik, golongan,agama dan kepercayaan. Kita bisa mengelola itu dan kita telah melampauiitu semua. Ke depan, kita pasti bisa. Yang terjadi sekarang ini, hanyalahriak-riak kecil akibat dari perbenturan yang sesungguhnya terjadi diseberang sana, namun masuk ke Indonesia. Mudah-mudahan dengan cepatbadai ini bisa berlalu.

Wawancara dilakukan di Fahmina, Jumat, 11 April 2008

Faqihuddin Abdul Qodir

455

mana pada zaman awal. Namun juga tetap banyak yang berpikir bahwafikih itu bisa dan selalu progresif, memandang masalah untuk masadepan.

Artinya, ada sesuatu yang harus diluruskan dari perkembangan pemikiranfikih di Indonesia atau di dunia Islam secara umum?

Kita harus memahami bahwa hidup itu berjalan ke depan, bukan kebelakang. Kalau kita berpikir ke depan, berarti berpikir untuk kemajuanperadaban ke depan. Bukan kebelakang atau membiarkan hidupkita ditarik-tarik ke romantismemasa lalu. Kalangan yang me-mandegkan fikih bermimpiseolah sedang berada di fikih masalalu. Padahal yang dihadapi adalahmasa kini. Kesadaran hidup kedepan memungkinkan kita untukmembaca semua hal pada kon-teks kekinian dan ke depan, bu-kan pada konteks ke belakang.Saya yakin, yang mengatakanbahwa pencuri harus dipotongtangannya, akan sulit diterjemah-kan ke dalam Undang-undang.Itu pikiran semu, yang pasti akan menemukan konflik dengan pikiranorang lain.

Fikih telah menggariskan prinsip-prinsip perbedaan pendapat, prinsipijtihad dan pertautan dengan nilai-nail lain yang berkembang. Fikih itu penuhfilsafat hukum. Ini yang harus dikembangkan. Fikih sendiri dikembangkandengan penerimaan bahwa ajaran Islam rasional dan bisa dipahami akal(ma‘qûliyat al-ma‘nâ). Akal manusia harus banyak bekerja untuk fikih.Pada awalnya, kerja akal ini memunculkan metode qiyâs, istihsân,mashlahah mursalah. Pada perkembangannya kemudian muncul konsepmaqâshid al-syarî‘ah. Ini adalah perkembangan yang sangat menakjubkan.Sayang ini kurang dikembangkan oleh umat Islam. Termasuk pada masa

Fatwa MUI tidak akan dipedulikan

masyarakat, kalau kondisi ekonomi

membaik dan negara bersikap tegas.

Karena, sesungguhnya masyarakat

tidak mengetahui makna sekularisme,

liberalisme, dan pluralisme. Yang

menyebabkan terjadinya kekerasan di

masyarakat, sebenarnya lebih dipicu

oleh keinginan seseorang atau

kelompok untuk menguasai

orang lain.