Melatihkan Literasi Sains

53
1 A. Judul Melatihkan Literasi Sains Siswa Melalui Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada Materi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Reaksi” B. Bidang Kajian Pendidikan Kimia C. Latar Belakang Masalah Berdasarkan lampiran peraturan menteri pendidikan nasional nomor 23 Tahun 2006 mengenai standar kompetensi lulusan kelompok mata pelajaran IPA (Kimia) pada kurikulum 2006, disebutkan bahwasanya siswa harus dapat menunjukkan kemampuannya dalam menganalisis gejala alam (Permendikbud, 2013). Pernyataan tersebut menunjukkan kepada kita bahwa IPA bukan hanya penguasaan pengetahuan yang berupa konsep- konsep, atau prinsip-prinsip saja, akan tetapi dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditunjukkan oleh kumpulan fakta saja, tetapi juga oleh timbulnya metode ilmiah. Literasi sains berarti mampu menerapkan konsep-konsep atau fakta yang didapatkan di sekolah dengan fenomena fenomena alam yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Pada taksonomi Bloom, literasi sains ini hampir sama dengan aplikasi konsep (C4) dalam kehidupan sehari-hari. Literasi sains menurut (PISA, 2000) adalah kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia.

Transcript of Melatihkan Literasi Sains

Page 1: Melatihkan Literasi Sains

1

A. Judul

“Melatihkan Literasi Sains Siswa Melalui Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada

Materi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Reaksi”

B. Bidang Kajian

Pendidikan Kimia

C. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan lampiran peraturan menteri pendidikan nasional nomor 23 Tahun

2006 mengenai standar kompetensi lulusan kelompok mata pelajaran IPA (Kimia) pada

kurikulum 2006, disebutkan bahwasanya siswa harus dapat menunjukkan kemampuannya

dalam menganalisis gejala alam (Permendikbud, 2013). Pernyataan tersebut menunjukkan

kepada kita bahwa IPA bukan hanya penguasaan pengetahuan yang berupa konsep-

konsep, atau prinsip-prinsip saja, akan tetapi dalam penggunaannya secara umum terbatas

pada gejala-gejala alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditunjukkan oleh kumpulan fakta

saja, tetapi juga oleh timbulnya metode ilmiah.

Literasi sains berarti mampu menerapkan konsep-konsep atau fakta yang

didapatkan di sekolah dengan fenomena fenomena alam yang terjadi di kehidupan sehari-

hari. Pada taksonomi Bloom, literasi sains ini hampir sama dengan aplikasi konsep (C4)

dalam kehidupan sehari-hari. Literasi sains menurut (PISA, 2000) adalah kemampuan

menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan

berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan

dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia.

PISA (Programme For International Student Assessment) adalah studi

internasional tentang prestasi literasi dan sains siswa. Studi ini dikoordinasikan oleh

OECD (Organisatiom for Economy Development) yang berkedudukan di Paris, Perancis.

PISA melakukan penilaian setiap tiga tahun sekali, dimulai pada tahun 2000 dan

dilanjutkan pada tahun 2003, 2006, 2009, dan seterusnya. Tujuan dari PISA adalah untuk

mengukur prestasi literasi dan literasi sains siswa negara-negara peserta (Balitbang, 2015).

Literasi sains dirasa penting karena dapat mengembangkan beberapa kemampuan

diri, salah satunya adalah mampu memberikan penjelasan mengenai fenomena yang terjadi

berdasarkan konsep yang telah dipahami, serta dapat menggunakan metode ilmiah dalam

memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Secara garis besar literasi sains

memiliki arti yang sama yaitu mampu mengaplikasikan konsep-konsep keilmuwan dalam

memecahkan masalah sehari-hari.

Page 2: Melatihkan Literasi Sains

2

PISA (2003) menetapkan tiga dimensi besar literasi sains, yaitu: konten

(pengetahuan sains), konteks (aplikasi sains) dan proses sains. Tiga kompetensi ilmiah

yang diukur dalam literasi sains yaitu: (1) mengidentifikasi isu-isu (masalah) ilmiah; (2)

menjelaskan fenomena ilmiah; (3) menggunakan bukti ilmiah.

Hasil studi PISA mengenai literasi sains menunjukkan bahwa, literasi sains siswa

Indonesia dari beberapa tahun berada dibawah rata-rata skor internasional (Balitbang,

2015). Rendahnya rata-rata skor literasi sains siswa di Indonesia ini menunjukkan bahwa

proses pembelajaran sains di sekolah masih mengabaikan pembentukan literasi sains

siswa. Kondisi ini menuntut adanya perbaikan proses pembelajaran sains yang dilakukan

di sekolah. Karena proses pembelajaran sains yang dilakukan di sekolah menjadi faktor

utama yang menentukan mutu hasil belajar sains siswa (Toharudin, 2011).

Hal ini didukung pula dari hasil pra-penelitian kami pada tanggal 9 Juni 2015 di

SMA Widya Dharma Surabaya, peneliti menyebarkan angket kepada 20 siswa dan dapat

disimpulkan bahwa 85% siswa menganggap bahwa mata pelajaran kimia dirasa sulit untuk

dipahami; 65% siswa mengatakan bahwa dalam belajar kimia tidak menghubungkan

materi dengan kehidupan sehari-hari, sehingga menyebabkan pembelajaran kimia menjadi

kurang bermakna dimata siswa; 65% siswa menganggap bahwa materi laju reaksi adalah

salah satu materi yang sulit dipahami. Hal ini diperkuat dengan hasil diskusi kami dengan

guru mata pelajaran kimia di SMA Widya Dharma Surabaya yang mengatakan bahwa

hanya 65% siswa yang mencapai nilai diatas KKM untuk materi ini. Hasil ini dianggap

kurang memuaskan karena sekolah hanya menetapkan nilai KKM untuk mata pelajaran

kimia adalah ≥ 70. Dari hasil penyebaran angket dan wawancara tersebut diperlukan suatu

upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi ini.

Perbaikan proses pembelajaran menjadi salah satu solusi untuk mengatasi

rendahnya literasi sains siswa Indonesia. Terdapat beberapa model yang bisa digunakan

dalam melatihkan kemampuan literasi sains. Menurut Oktarisa (2012) model

pembelajaran yang melatihkan kemampuan literasi sains adalah model pembelajaran

berbasis inkuiri. Salah satu strategi pembelajaran sains menurut Sanjaya (2009) adalah

strategi pembelajaran inkuiri terbimbing.

Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan pembelajaran yang berpusat pada

siswa. Pembelajaran ini dapat membantu siswa utuk menguasai konsep yang dipelajari.

Siswa bisa terlibat secara aktif dalam menemukan konsepnya sendiri dengan bantuan yang

diberikan oleh guru. Adanya pembelajaran ini membuat siswa bisa lebih mudah dalam

mengingat apa yang telah dipelajari karena konsep yang diperoleh berasal dari

Page 3: Melatihkan Literasi Sains

3

penemuannya sendiri. Dengan begitu, proses pembelajaran sains menjadi lebih bermakna

bagi siswa dan juga dapat meningkatkan literasi sains siswa (Toharudin, 2011).

Dengan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing diharapkan siswa dapat

meningkatkan kemampuan literasi sainsnya melalui observasi dan atau eksperimen untuk

mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah

(Zuriyani, 2011).

Pembelajaran yang berbasis literasi sains dapat diterapkan dalam konsep kimia,

karena kimia merupakan bagian dari sains. Dalam penelitian ini konsep kimia yang akan

disampaikan adalah konsep faktor faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Konsep faktor

faktor yang mempengaruhi laju reaksi dirasa memenuhi tiga prinsip dasar dalam

menentukan konten PISA yang dikemukakan oleh Hayat dan Yusuf (2010) yaitu: (1)

Konsep yang diujikan harus relevan dengan situasi kehidupan yang nyata. Konsep faktor-

faktor yang mempengaruhi laju reaksi dapat ditemukan dilingkungan atau kehidupan kita

sehari-hari, contoh aplikasi dari lemari es dan pematangan buah pisang menggunakan

karbit; (2) Konsep faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi diperkirakan masih akan

terus digunakan sekurang-kurangnya untuk satu dasawarsa ke depan; dan (3) Konsep

harus berkaitan dengan kompetensi proses yaitu: (1) Mengidentifikasi isu ilmiah; (2)

Menjelaskan fenomena ilmiah; dan (3) Menggunakan bukti ilmiah. Faktor-faktor yang

mempengaruhi laju reaksi adalah salah satu konsep kimia yang bersifat kontekstual,

artinya siswa dapat memahami makna materi yang dipelajarinya dengan mengkaitkan

materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari. Berdasarkan alasan tersebut

maka konsep laju reaksi dirasa cocok digunakan sebagai materi untuk melatihkan

kemampuan literasi sains siswa.

Beberapa penelitian terdahulu yang cukup relevan dengan pembelajaran inkuiri dan

juga literasi sains adalah diantaranya; penelitian oleh Islami (2013) yang menunjukkan

bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan literasi sains siswa pada

kategori sedang, namun secara statistik tidak berbeda signifikan antara rata-rata literasi

sains siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Penelitian Ngertini (2013) juga

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep dan literasi sains

antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri

terbimbing dibandingkan dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan

model pengajaran langsung (Direct Instruction).

Page 4: Melatihkan Literasi Sains

4

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka peneliti bermaksud untuk

melakukan penelitian dengan judul “Melatihkan Literasi Sains Siswa melalui Strategi

Pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada Materi Laju Reaksi”.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kemampuan literasi sains siswa dengan menerapkan strategi

pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi laju reaksi?

2. Bagaimanakah hasil belajar siswa setelah diterapkannya strategi pembelajaran

inkuiri terbimbing pada materi laju reaksi?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan secara umum penelitian ini adalah untuk melatihkan literasi sains siswa.

Adapun secara khusus tujuan penelitian ini adalah:

1. Memperoleh informasi mengenai kemampuan literasi sains siswa dengan

menerapkan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi laju reaksi.

2. Memperoleh informasi hasil belajar siswa setelah diterapkannya strategi strategi

pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi laju reaksi.

F. Manfaat Penelitian

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi atau masukan bagi

perkembangan ilmu pendidikan khususnya pendidikan kimia.

Secara empiris penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Bagi Siswa

a. Siswa dapat melatih kemampuan literasi sains dengan baik.

b. Siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran kimia.

c. Siswa lebih berminat dengan pelajaran kimia.

d. Siswa mendapatkan pengalaman belajar bermakna.

2. Bagi Guru

a. Model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat digunakan sebagai alternatif model

pembelajaran sehingga pembelajaran kimia lebih menarik.

b. Sebagai sumbangan pemikiran dalam meningkatkan kualitas pendidikan di

Indonesia.

Page 5: Melatihkan Literasi Sains

5

3. Bagi Peneliti

a. Dapat mengetahui kemampuan literasi sains siswa.

b. Dapat mengembangkan kemampuan melakukan penelitian.

c. Mendapatkan masukan mengenai keterlaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing.

4. Bagi Sekolah

a. Penelitian ini memberikan sumbangan positif dalam usaha meningkatkan mutu

pendidikan khususnya literasi sains siswa.

b. Penelitian ini memberikan wacana baru bagi sekolah untuk menerapkan

pembelajaran inkuiri terbimbing sebagai pembelajaran yang inovatif dan lebih

tepat untuk meningkatkan literasi sains siswa.

5. Bagi Dunia Pendidikan

Strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dapat digunakan sebagai alternatif dalam

pembelajaran inovatif.

G. Definisi Operasional, Asumsi dan Batasan Masalah

1. Definisi Operasional

Supaya tidak terjadi terjadi kesalahan dalam menafsirkan judul atau

permasalahan, maka peneliti perlu memberikan definisi sebagai berikut:

a. Literasi Sains

Literasi sains yaitu kemampuan seseorang dalam memahami serta

mengaplikasikan suatu konsep kimia dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan

yang dapat dikembangkan dalam literasi sains adalah siswa mampu memberikan

penjelasan mengenai fenomena yang terjadi berdasarkan konsep yang telah

dipahami, serta dapat menggunakan metode ilmiah dalam memecahkan masalah

dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengukuran literasi sains, PISA menetapkan

tiga dimensi besar literasi sains, yakni konten sains, konteks sains, dan proses

sains. Konten sains merujuk pada konsep-konsep ilmiah yang diperlukan untuk

memahami fenomena alam atau kejadian yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-

hari. Konteks aplikasi sains merujuk pada situasi dalam kehidupan sehari-hari.

Proses sains merujuk pada metode ilmiah yang digunakan siswa untuk menjawab

suatu pertanyaan atau dalam memecahkan masalah. Tiga kompetensi ilmiah yang

diukur dalam literasi sains yaitu: (1) mengidentifikasi isu-isu (masalah) ilmiah; (2)

menjelaskan fenomena ilmiah; (3) menggunakan bukti ilmiah. Literasi sains siswa

dikatakan baik jika nilai yang diperoleh siswa adalah 70 (Toharudin, 2011).

Page 6: Melatihkan Literasi Sains

6

b. Inkuiri Terbimbing

Inkuiri terbimbing merupakan pembelajaran berbasis inkuiri yang

menekankan keterlibatan aktif peserta didik dalam pembelajaran untuk

membangun pengertian dan pengetahuan yang baru. Metode inkuiri terbimbing

digunakan untuk siswa yang belum berpengalaman belajar dengan metode inkuiri,

untuk menemukan suatu konsep siswa memerlukan bimbingan bahkan

memerlukan pertolongan guru sedikit demi sedikit. Langkah-langkah dalam proses

pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri: 1) Orientasi; 2)

Merumuskan Masalah; 3) Mengajukan Hipotesis; 4) Mengumpulkan Data; 5)

Menguji Hipotesis dan 6) Merumuskan Kesimpulan (Sanjaya, 2009).

c. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah penilaian hasil yang sudah dicapai oleh setiap siswa

dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor yang diperoleh sebagai akibat usaha

kegiatan belajar dan dinilai dalam periode tertentu. Diantara ketiga ranah tersebut,

ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah, karena

berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai materi (Sudjana, 2006).

Hasil belajar dikatakan baik jika siswa memperoleh nilai 70.

d. Laju Reaksi

Laju reaksi merupakan materi kimia yang diajarkan di SMA Kelas XI

semester gasal. Kompetensi Dasar dalam materi ini adalah menganalisis faktor

faktor yang mempengaruhi laju reaksi melalui percobaan dan menjelaskan

pengaruh faktor faktor yang mempengaruhi laju reaksi terhadap laju reaksi.

Indikator yang harus dicapai oleh siswa adalah mengidentifikasi pertanyaan ilmiah;

Menjelaskan fenomena ilmiah dan menggunakan bukti ilmiah. Materi laju reaksi

erat kaitannya dengan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari atau yang ada di dalam

lingkungan sekitar kita, sehingga materi laju reaksi ini cocok digunakan untuk

melatihkan literasi sains siswa. Konsep faktor faktor yang mempengaruhi laju

reaksi dirasa memenuhi tiga prinsip dasar dalam menentukan konten PISA yang

dikemukakan oleh Hayat dan Yusuf (2010) yaitu: (1) Konsep yang diujikan harus

relevan dengan situasi kehidupan yang nyata. Konsep faktor-faktor yang

mempengaruhi laju reaksi dapat ditemukan dilingkungan atau kehidupan kita

sehari-hari, contoh aplikasi dari lemari es dan pematangan buah pisang

menggunakan karbit; (2) Konsep faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi

diperkirakan masih akan terus digunakan sekurang-kurangnya untuk satu

Page 7: Melatihkan Literasi Sains

7

dasawarsa ke depan; dan (3) Konsep harus berkaitan dengan kompetensi proses

yaitu: (1) Mengidentifikasi isu ilmiah; (2) Menjelaskan fenomena ilmiah; dan (3)

Menggunakan bukti ilmiah. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah

salah satu konsep kimia yang bersifat kontekstual, artinya siswa dapat memahami

makna materi yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan

konteks kehidupan mereka sehari-hari. Berdasarkan alasan tersebut maka konsep

laju reaksi dirasa cocok digunakan sebagai materi untuk melatihkan kemampuan

literasi sains siswa.

2. Asumsi

Dalam penelitian ini hal-hal yang diasumsikan adalah:

a. Siswa dalam menjawab soal bersikap objektif berdasarkan kemampuan yang

dimiliki.

b. Pengamat dalam melakukan pengamatan bersikap obyektif.

3. Pembatasan Masalah

a. Penelitian ini akan dilakukan empat kali pertemuan. Dengan rincian agenda,

pertemuan pertama pemberian materi pengaruh Konsentrasi terhadap laju reaksi.

Pertemuan kedua diberikan materi pengaruh suhu terhadap laju reaksi. Pertemuan

ketiga diberikan materi pengaruh luas permukaan dan pertemuan keempat

diberikan materi pengaruh katalis terhadap laju reaksi.

b. Dimensi literasi sains yang diukur yaitu : konten (pengetahuan sains), konteks

(aplikasi sains) dan proses sains.

c. Hasil belajar yang diteliti hanya pada ranah kognitif

Page 8: Melatihkan Literasi Sains

8

H. Kajian Pustaka

1. Teori Konstruktivis

Teori belajar yang mendasari pembelajaran Inkuiri adalah teori belajar

kontruktivis. Teori belajar ini dikembangkan oleh Piaget. Menurut Piaget,

pengetahuan itu akan bermakna manakala dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa.

Sejak kecil, menurut Piaget, setiap individu berusaha dan mampu mengembangkan

pengetahuannya sendiri melalui skema yang ada dalam struktur kognitifnya. Skema

itu secara terus-menerus diperbarui dan diubah melalui proses asimilasi dan

akomodasi (Toharudin, 2011).

Menurut Arifin (2000) pandangan belajar menurut paham konstruktivisme

adalah:

a) Suatu proses dimana pengetahuan diperoleh dengan jalan mengkaitkan informasi

baru kepada pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya (Prior knowledge) secara

individual.

b) Pengetahuan baru memiliki beragam makna tergantung pada bagaimana

pengetahuan itu diperoleh.

c) Internalisasi dari suatu pengetahuan terjadi bila seorang menangkap informasi

baru, setelah dikaitkan dengan pengetahuan yang lama tidak cocok, terjadi

miskonsepsi dan kondisi disequilibrium.

d) Belajar merupakan konteks sosial yang menstimulasi untuk mendapatkan

kejelasan.

e) Berbahasa memberi dorongan orang untuk berpikir.

2. Teori Belajar Kognitivisme

Teori kognitivisme mementingkan proses belajar dibandingkan dengan hasil

belajar. Dalam teori ini lebih menekankan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh

persepsi serta pemahamnnya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan

belajarnya. Model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering

disebut sebagai model perseptual. Belajar merupakan perubahan persepsi dan

pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak. Teori

ini berpandangan bahwa belajar merupakan proses internal yang mencakup ingatan,

retensi pengolahan informasi, emosi dan aspek kejiwaan lainnya. Ada beberapa teori

belajar berbasis kognitivisme antara lain, teori kognitif Gestalt dan teori kognitif

Piaget. Gestalt memandang bahwa objek atau peristiwa tertentu akan dipandang

sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasi. Sedangkan Teori perkembangan Piaget,

Page 9: Melatihkan Literasi Sains

9

memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif

membangun sistem makna dan memahami realitas melalui pengalaman -pengalaman

dan interaksi – interaksi mereka.

3. Teori Belajar Bermakna dari Ausubel

Teori pembelajaran Ausubel merupakan salah satu dari sekian banyaknya teori

pembelajaran yang menjadi dasar dalam cooperative learning. David Ausubel adalah

seorang ahli psikologi pendidikan. Menurut Ausubel bahan subjek yang dipelajari

siswa mestilah “bermakna” (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu

proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam

struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan

generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. Pembelajaran

bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan

dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui

pembelajaran.

Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena

baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai

dengan keterampilan siswa dan mesti relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki

siswa. Oleh karena itu, subjek mesti dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah

dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap

olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-emosional siswa terlibat dalam kegiatan

pembelajaran (Sanjaya, 2011).

4. Strategi Pembelajaran Inkuiri

a) Pengertian Inkuiri

Inkuiri artinya mencari kebenaran, informasi, dan pengetahuan dengan

bertanya atau mencari tahu. Pada dasarnya rasa ingin tahu manusia ini sudah ada

sejak lahir. Proses pembelajaran menjadi kunci utama siswa untuk memperoleh

pengetahuan yang baru. Proses pembelajaran inkuiri adalah salah satu cara yang

melibatkan siswa secara aktif untuk membangun pengertian dan pengetahuan yang

baru. Pengetahuan tersebut, bagi siswa, dapat digunakan untuk menjawab

pertanyaan dan mengembangkan solusi atau mendukung pandangan tertentu

terhadap suatu masalah. Pembelajaran berbasis inkuiri dapat membantu siswa

untuk lebih kreatif dan berpikir luas (Toharudin, 2011).

Page 10: Melatihkan Literasi Sains

10

b) Strategi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Pembelajaran inkuiri bertujuan untuk mendorong siswa agar dapat

mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir dengan

memberikan pertanyaan-pertanyaan. Strategi pembelajaran inkuiri menekankan

kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran diberikan secara tidak

langsung. Peran siswa dalam strategi ini adalah mencari dan menemukan sendiri

materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing

siswa untuk belajar (Suyanti, 2010).

Metode inkuiri terbimbing biasanya digunakan bagi siswa-siswa yang

belum berpengalaman belajar dengan menggunakan metode inkuiri. Pada tahap

permulaan diberikan lebih banyak bimbingan, sedikit demi sedikit bimbingan itu

dikurangi seperti yang dikemukakan oleh Zuriyani (2011), bahwa dalam usaha

menemukan suatu konsep siswa memerlukan bimbingan bahkan memerlukan

pertolongan guru setapak demi setapak. Siswa memerlukan bantuan untuk

mengembangkan kemampuannya memahami pengetahuan baru. Walaupun siswa

harus berusaha mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi tetapi pertolongan

guru tetap diperlukan.

Ciri utama pembelajaran inkuiri menurut Sanjaya (2011) adalah:

1) Strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk

mencari dan menemukan, artinya siswa ditempatkan sebagai subjek belajar

sehingga mampu menemukan sendiri inti dari materi pelajaran.

2) Seluruh aktivitas dilakukan oleh siswa diarahkan untuk menemukan jawaban

dari suatu permasalahan yang dipertanyakan sehingga timbul rasa percaya diri.

Dalam hal ini guru adalah sebagai fasilitator atau motivator belajar bagi siswa.

3) Tujuan dari strategi pembelajaran inkuiri terbimbing adalah mengembangkan

kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis, atau mengembangkan

kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.

Pembelajaran berbasis inkuiri akan efektif apabila:

1) Seorang guru harus berusaha agar siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari

suatu permasalahan jadi proses belajar lebih penting daripada konten materi

pelajaran.

2) Bahan pembelajaran merupakan sebuah kesimpulan yang perlu dibuktikan.

3) Proses pembelajaran dimulai dari rasa ingin tahu siswa tehadap sesuatu.

Page 11: Melatihkan Literasi Sains

11

4) Siswa memiliki kemauan dan kemampuan berpikir

5) Agar mudah dikendalikan, maka jumlah siswa sebaiknya tidak terlalu banyak

6) Guru seharusnya memiliki waktu yang banyak untuk melakukan pendekatan

yang berpusat pada siswa (Sanjaya, 2011).

Prinsip-prinsip dalam penggunaan strategi pembelajaran inkuiri diantaranya:

1) Berorientasi pada pengembangan intelektual

Proses pembelajaran inkuiri memiliki tujuan utama dalam pengembangan

kemampuan berpikir dan berorientasi pada proses belajar.

2) Prinsip Interaksi

Interaksi siswa dengan guru yang berperan sebagai pengatur lingkungan dan

pengatur interaksi belajar merupakan proses pembelajaran. Dan guru harus

dapat mengarahkan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa.

3) Prinsip Bertanya

Guru diharapkan berperan sebagai penanya yang handal dengan pertanyaan-

pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk semakin banyak berpikir dan

bertanya dengan kritis.

4) Prinsip belajar untuk berpikir

Belajar untuk memikirkan sesuatu yang memaksimalkan seluruh potensi otak.

5) Prinsip Keterbukaan

Tugas guru sebagai fasilitator adalah dengan memberikan ruang untuk siswa

dalam mengemukaan pendapatnya juga analisisnya terhadap hipotesis yang

ingin dibuktikan kebenarannya (Sanjaya, 2011).

Secara umum langkah-langkah dalam strategi pembelajaran inkuiri terdiri

dari enam tahap sebagai berikut:

1) Orientasi

Langkah orientasi merupakan langkah pembinaan suasana belajar yang

kondusif dan responsif. Guru memberikan rangsangan dan mengajak siswa

untuk memecahkan sebuah permasalahan. Hal-hal yang dapat dilakukan dalam

tahapan orientasi adalah menjelaskan topik, tujuan pembelajaran dan hasil

belajar yang diharapkan dapat tercapai oleh siswa, menjelaskan kegiatan

pembelajaran yang dapat mencapai tujuan pembelajaran, menjelaskan

pentingnya topik yang akan dipelajari dan kegiatan belajar sebagai motivasi

bagi siswa.

Page 12: Melatihkan Literasi Sains

12

2) Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah yang membawa siswa pada

persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang diberikan adalah

persoalan yang menantang siswa untuk berpikir, teka-teki dalam inkuiri harus

merupakan konsep yang jelas dan pasti. Konsep-konsep dalam masalah adalah

konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa.

3) Merumuskan Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang

dikaji. Guru harus dapat memberikan pertanyaan yang membuat siswa

berhipotesis untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dan hipotesis tersebut harus

diuji kebenarannya.

4) Mengumpulkan Data

Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan

untuk menguji hipotesis yang diajukan. Proses pengumpulan data

membutuhkan motivasi yang kuat dalam belajar, ketekunan dan kemampuan

menggunakan potensi berpikirnya. Tugas guru dalam tahapan ini adalah

mengajukan pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk mencari informasi

yang dibutuhkan

5) Menguji Hipotesis

Menguji hipotesis merupakan proses menentukan jawaban yang dianggap

diterima sesuai dengan data sehingga guru dapat mengembangkan kemampuan

berpikir rasional siswa. Artinya, kebenaran jawaban bukan hanya berdasarkan

argumentasi tetapi didukung oleh data yang ditemukan dan dapat

dipertanggung jawabkan.

6) Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang

diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk memperoleh

kesimpulan (Suyanti, 2010 dan Sanjaya, 2011).

5. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Inkuiri

Menurut Suyanti (2010) pembelajaran inkuiri memiliki kelebihan dan

kelemahan disajikan dalam Tabel 2.1:

Page 13: Melatihkan Literasi Sains

13

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Inkuiri

No Kelebihan Kelemahan

1. Dianggap membantu siswa

dalam mengembangkan atau

memperbanyak persediaan dan

penguasaan keterampilan dan

proses kognitif siswa

Dipersyaratkan keharusan

adanya persiapan mental untuk

cara belajar ini

2. Strategi penemuan

membangkitkan gairah siswa

Metode ini kurang berhasil

untuk mengajar kelas besar

3. Memberi kesempatan pada

siswa untuk bergerak maju

sesuai dengan kemampuannya

Harapan yang dilimpahkan pada

strategi ini mungkin

mengecewakan guru dan siswa

yang sudah terbiasa dengan

perencanaan dan pengajaran

secara tradisional

4. Siswa dapat mengarahkan

sendiri cara belajarnya

Metode ini dianggap terlalu

mementingkan perolehan

pengertian dan kurang

diperhatikan diperolehnya sikap

dan keterampilan

5. Membantu memperkuat pribadi

siswa

Fasilitas untuk mencoba ide-ide

mungkin belum lengkap

6. Strategi berpusat pada anak Strategi pembelajaran inkuiri

sulit mengontrol kegiatan dan

keberhasilan siswa

7. Membantu perkembangan siswa

menuju skeptisisme yang sehat

dan menemukan kebenaran

akhir dan mutlak

Strategi pembelajaran inkuiri

akan sulit dilakukan jika

berbenturan dengan kebiasaan

belajar siswa

8. Strategi pembelajaran inkuiri

dianggap lebih bermakna.

Dalam pembelajaran inkuiri

menekankan kepada

pengembangan aspek kognitif,

Untuk menerapkan strategi

pembelajaran inkuiri

memerlukan waktu yang relatif

panjang.

Page 14: Melatihkan Literasi Sains

14

No Kelebihan Kelemahan

apektif dan psikomotorik secara

seimbang

9. Strategi pembelajaran inkuiri

memberikan ruang gerak kepada

siswa untuk belajar sesuai

dengan gaya belajar mereka

Jika yang diukur dalam

pembelajaran di kelas adalah

pengusaan materi pelajaran,

strategi pembelajaran inkuiri

akan sulit diimplementasikan

oleh guru

10. Strategi pembelajaran inkuiri

sesuai dengan perkembangan

psikologi belajar modern yang

menganggap belajar adalah

proses perubahan tingkah laku

karena adanya pengalaman.

11. Strategi pembelajaran inkuiri

dapat melayani kebutuhan siswa

yang memiliki kemampuan di

atas rata-rata.

12. Strategi inkuiri mengembangkan

berbagai macam kompetensi dan

pengetahuan yang dimiliki oleh

siswa

Berdasarkan pembahasan mengenai strategi pembelajaran inkuiri dapat diambil

kesimpulan bahwa strategi pembelajaran inkuiri berpusat pada siswa yang lebih

menekankan pada proses belajar di kelas daripada hasil belajar. Proses pembelajaran

inkuiri menekankan pada aktivitas siswa di kelas dengan mengikuti tahap orientasi,

penyajian masalah, perumusan hipotesis, pengumpulan data, pengujian hipotesis, dan

perumusan kesimpulan. Sedangkan pada pembelajaran inkuiri terbimbing, penyajian

masalah dapat diberikan oleh guru atau bersumber dari buku teks.

6. Literasi Sains

a) Pengertian Literasi Sains

Page 15: Melatihkan Literasi Sains

15

Literasi sains (science literacy, LS) berasal dari gabungan dua kata Latin

yaitu literatus yang artinya ditandai dengan huruf, melek huruf, atau berpendidikan,

dan scientia yang artinya memiliki pengetahuan. Menurut C.E de Boer (1991) dalam

Toharudin (2011), orang pertama yang menggunakan istilah literasi sains adalah

Paul de Hart Hurt dari Stanford University. Menurut Hurt, Science literacy berarti

tindakan memahami sains dan mengaplikasikannya bagi kebutuhan masyarakat

(Toharudin, 2011).

Literasi sains menurut (PISA, 2000) adalah kemampuan menggunakan

pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan

berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan

berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui

aktivitas manusia. Literasi sains berarti mampu menerapkan konsep-konsep atau

fakta yang didapatkan di sekolah dengan fenomena fenomena alam yang terjadi di

kehidupan sehari-hari. Aplikasi konsep dalam kehidupan sehari-hari akan

menciptakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu. Pada taksonomi Bloom,

literasi sains ini hampir sama dengan aplikasi konsep (C4) dalam kehidupan sehari-

hari.

Kemampuan yang dapat dikembangkan dalam literasi sains adalah salah

satunya mampu memberikan penjelasan mengenai fenomena yang terjadi

berdasarkan konsep yang telah dipahami, serta dapat menggunakan metode ilmiah

dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Secara garis besar literasi

sains memiliki arti yang sama yaitu mampu mengaplikasikan konsep-konsep

keilmuwan dalam memecahkan masalah sehari-hari.

Pada PISA 2009 definisi literasi sains tidak berbeda dengan PISA 2006,

hanya saja pada PISA 2009, domain sikap tidak dimasukan dalam tes item seperti

terlampir pada gambar 2.1 di bawah ini.

Page 16: Melatihkan Literasi Sains

16

Gambar 2.1 Tes Item PISA 2009

(PISA, 2010)

Berdasarkan pembahasan mengenai literasi sains dapat diambil sebuah

definisi mengenai literasi sains yaitu kemampuan seseorang dalam menguasai

konsep sains dan kemampuan seseorang untuk menggunakan konsep-konsep sains

tersebut dalam kesehariannya untuk mengambil sebuah keputusan dalam bertindak

maupun bersikap terhadap lingkungan sekitarnya.

b) Dimensi Literasi Sains

PISA 2000 dan 2003 menetapkan tiga dimensi besar literasi sains dalam

pengukurannya, yakni aspek konten sains, konteks sains, dan proses sains. PISA 2006

mengembangkan dimensi literasi sains menjadi empat dimensi, tambahannya yaitu

aspek sikap siswa akan sains (OECD, 2007).

Empat dimesi besar literasi sains tersebut adalah:

1) Aspek Konten Sains

Aspek konten sains merujuk pada konsep-konsep yang diperlukan untuk

memahami fenomena alam. PISA tidak membatasi konten sains hanya pada

pengetahuan yang menjadi materi kurikulum sains di sekolah, tapi juga termasuk

pengetahuan yang dapat diperoleh dari sumber lain. Dalam hal ini konten sains

yang dinilai adalah merupakan pokok bahasan dari materi laju reaksi pada sub

materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.

2) Aspek Konteks Sains

Aspek konteks sains menurut PISA, lebih menekankan pada aplikasi

konsep-konsep sains pada kehidupan sehari-hari. Konteks sains yang digunakan

pada PISA (2000) terdiri dari kesehatan, sumber daya alam, lingkungan, bahaya,

sains dan teknologi. Dalam hal ini konteks sains yang dinilai adalah aplikasi dari

materi laju reaksi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

3) Aspek Proses

Proses sains didefinisikan sebagai aktivitas yang berpusat pada

kemampuan untuk memperoleh, menafsirkan dan bertindak atas bukti. Lima

proses dalam OECD/PISA adalah:

a. Mengenali pertanyaan ilmiah

b. Mengidentifikasi bukti

c. Menarik kesimpulan

d. Mengkomunikasikan kesimpulan

Page 17: Melatihkan Literasi Sains

17

e. Menunjukkan pemahaman konsep ilmiah

c) Kompetensi Literasi Sains

Ada tiga kompetensi ilmiah yang diukur dalam literasi sains.

1. Pertama, mengidentifikasi isu-isu (masalah) ilmiah: mengenali masalah yang

mungkin untuk penyelidikan ilmiah, mengidentifikasi kata kunci untuk mencari

informasi ilmiah, Indikator literasi sainsnya yaitu mengenali fitur kunci dari

penyelidikan ilmiah. Indikator pencapaian yang dinilai pada kompetensi ini adalah

ketepatan dalam menuliskan hasil pengamatan pada percobaan. Kompetensi ini

melatih kemampuan siswa untuk mengidentifikasi fakta berdasarkan hasil dari

percobaan, sehingga siswa mengetahui hasil dari suatu reaksi kimia.

2. Kedua, menjelaskan fenomena ilmiah: menerapkan ilmu pengetahuan dalam situasi

tertentu, menggambarkan atau menafsirkan fenomena ilmiah dan memprediksi

perubahan, mengidentifikasi deskripsi yang tepat, memberikan penjelasan, dan

prediksi. Indikator pencapaian yang dinilai pada kompetensi ini adalah pemahaman

siswa terhadap materi, untuk mengukur sejauh mana siswa memahami suatu

konsep sehingga dapat menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki untuk

mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

3. Ketiga, menggunakan bukti ilmiah: menafsirkan bukti lmiah dan membuat

kesimpulan dan mengkomunikasikan, mengidentifikasi asumsi, bukti, dan alasan di

balik kesimpulan, berkaca pada implikasi sosial dari ilmu pengetahuan dan

perkembangan teknologi (Toharudin, 2011). Indikator pencapaian yang dinilai

dalam kompetensi ini adalah ketepatan siswa dalam menuliskan kesimpulan.

d) Literasi Sains dalam Kimia

Menurut standar kompetensi lulusan yang terdapat pada Kurikulum (2006),

terdapat dua tujuan mata pelajaran kimia di sekolah yang sejlan dengan literasi sains,

yaitu:

1) Kemampuan untuk dapat mengembangkan pengalaman agar dapat merumuskan

masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, menentukan

variabel, merancang dan merakit instrumen, mengumpulkan, mengolah dan

menafsirkan data, menarik kesimpulan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan

secara lisan dan tertulis.

2) Mengembangkan kemampuan bernalar untuk memahami hukum dasar serta

menggunakan konsep kimia untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan

menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari

Page 18: Melatihkan Literasi Sains

18

Dengan dua tujuan dari pelajaran kimia diatas, diharapkan sekolah sebagai

lembaga pendidikan formal dapat menciptakan lingkungan pembelajaran demi

tercapainya tujuan pelajaran kimia tersebut. Untuk itu sebagai seorang guru tentu kita

harus memiliki wawasan pembelajaran seperti apa yang bisa diaplikasikan agar

kemampuan literasi sains siswa dapat meningkat. Komponen-komponen pembelajaran

mulai dari perencanaan, proses dan evaluasi harus dikuasai oleh guru agar tujuan yang

diinginkan dapat tercapai.

e) Prinsip-prinsip penting dalam pembelajaran untuk melatihkan literasi sains

Menurut Oktarisa (2012) prinsip-prinsip penting yang harus ada dalam sebuah

pembelajaran yang bertujuan untuk melatihkan kemampuan literasi sains pada siswa

antara lain:

1) Membuat pembelajaran lebih konseptual, sehingga siswa mampu mengintegrasikan

konsep dengan kehidupan sehari-hari. Setelah siswa memahami konsep, siswa

dituntun agar dapat melihat aplikasi dari konsep yang telah dipelajari dalam

kehidupan sehari-hari.

2) Agar siswa lebih termotivasi dalam belajar, maka guru harus dapat menyediakan

pembelajaran yang interaktif.

3) Buat pembelajaran lebih konseptual, siswa selalu terpapar dengan informasi dan

peristiwa terbaru yang terjadi yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari.

4) Buat topik yang dipelajari ada kaitannya dengan isu sosial yang sedang hangat

dibicarakan.

5) Siswa diajak untuk memahami topk-topik secara lebih mendalam sehingga siswa

benar-benar mengerti mulai dari konsep sampai aplikasi mengenai topik tersebut

dalam kehidupan sehari-hari.

Kelima prinsip diatas adalah hal-hal minimal yang harus ada dalam sebuah

pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan literasi sains.

7. Laju Reaksi

Kecepatan suatu laju reaksi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pada

penelitian ini materi yang digunakan yaitu faktor luas permukaan dan faktor suhu.

a) Faktor Luas Permukaan terhadap Laju Reaksi

Pengaruh faktor luas permukaan berlaku untuk reaksi yang melibatkan zat

padat dan gas, zat padat dan zat cair, dan termasuk kasus dimana zat padat berlaku

sebagai katalis. Semakin zat padat terbagi menjadi bagian kecil-kecil, semakin

Page 19: Melatihkan Literasi Sains

19

cepat reaksi berlangsung. Peluang zat-zat untuk saling berinteraksi adalah semakin

besar ketika permukaan-permukaan yang saling berinteraksi/bersentuhan semakin

besar, walaupun tidak semua sentuhan menyebabkan terjadinya reaksi. Dengan

demikian, laju reaksi akan semakin cepat jika luas bidang sentuh semakin besar.

Padatan berbentuk serbuk halus menghasilkan reaksi yang lebih cepat

dibandingkan bongkahan zat padat walaupun dengan massa yang sama. Hal ini

dikarenakan padatan berbentuk serbuk memiliki luas permukaan bidang sentuh

yang lebih besar daripada padatan berbentuk lempeng ayau butiran. Untuk lebih

jelasnya perhatikan gambar berikut:

Gambar 2.1 Semakin kecil ukuran zat, luas permukaan semakin besar

(Justiana, 2009)

Sesuai dengan Gambar 2.1 dapat diketahui jika ukuran partikel suatu benda

semakin kecil, maka akan semakin banyak jumlah total permukaan benda tersebut.

Oleh karena itu, luas permukaan semakin banyak maka kemungkinan terjadinya

tumbukan antarpermukaan partikel semakin sering dan kemungkinan terjadinya

sutu reaksi semakin besar. Sehingga dapat diketahui bahwa laju reaksi berbanding

lurus dengan luas permukaan reaktan (Sugiharto, 2007).

b) Faktor Suhu terhadap Laju Reaksi

Suatu partikel dikatakan dapat bereaksi apabila ketika antar partikel itu

bertumbukan. Jika dilakukan pemanasan suatu zat, maka partikel-partikelnya akan

bergerak lebih cepat sehingga frekuensi tumbukan akan semakin besar.

Page 20: Melatihkan Literasi Sains

20

Gambar 2.2 : Tumbukan Antar Partikel pada (a) Suhu Rendah dan (b) Suhu Tinggi

(Justiana, 2009)

Tumbukan – tumbukan akan menghasilkan reaksi jika partikel-partikel

bertumbukan dengan energi yang cukup untuk memulai suatu reaksi energi

minimum yang diperlukan disebut dengan energi aktivasi (Ea).

Gambar 2.3 : Energi Partikel dan Suhu(Glencoe science, 2009)

Pada gambar 2.3 hanya partikel aksiran yang akan bereaksi ketika partikel-

partikel itu bertumbukan. Sebagian besar dari partikel tidak memiliki energi yang

cukup dan tidak menghasilkan reaksi. Untuk memperbesar laju reaksi, harus

meningkatkan jumlah partikel-partikel energik, yaitu partikel- yang memiliki

energi yang sama atau lebih besar dari energi aktivasi.

Dengan menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-molekul zat yang

bereaksi akan bertambah dan semakin cepat gerakannya maka akan semakin besar

energi kinetiknya. Ketika molekul-molekul bertumbukan, sebagian dari energi

kinetiknya diubah menjadi energi vibrasi. Jika energi kinetik awalnya besar,

molekul yang bertumbukan akan bergetar kuat sehingga memutuskan beberapa

ikatan kimianya. Putusnya ikatan merupakan langkah pertama pembentukan

produk. Jika energi kinetik awalnya kecil, molekul hanya akan terpental tetapi

masih utuh. Dari segi energi, ada semacam energi tumbukan minimum yang harus

tercapai agar reaksi terjadi. Untuk bereaksi, molekul yang bertumbukan harus

memiliki energi kinetik total sama dengan atau lebih besar dari pada energi

aktivasi (activation energy) (Ea), yaitu jumlah minimum energi yang diperlukan

untuk mengawali reaksi kimia.Apabila energinya lebih kecil dari pada energi

Page 21: Melatihkan Literasi Sains

21

aktivasi, molekul tetap utuh dan tidak ada perubahan akibat tumbukan. Spesi yang

terbentuk sementara oleh molekul reaktan sebagai akibat tumbukan sebelum

membentuk produk dinamakan kompleks teraktifkan (activated complex) atau

juga dinamakan keadaan transisi. Ketika energinya kinetik yang dimiliki besar

akan lebih banyak molekul yang memiliki energi sama atau lebih besar dari

energy aktivasi (Ea). Dengan demikian, lebih banyak molekul yang dapat

mencapai keadaan transisi atau dengan kata lain laju reaksi menjadi lebih besar

(Chang, Raymond: 2005).

Banyak reaksi berlangsung dua kali lebih cepat jika suhu dinaikkan 100C.

Hal itu menunjukkan bahwa jumlah molekul pereaksi yang mencapai energi

pengaktifan menjadi dua kali lebih banyak pada kenaikan suhu 100C. Dengan

demikian, apabila laju reaksi awalnya diketahui, kita dapat memperkirakan

besarnya laju reaksi berdasarkan kenaikan suhunya.

c) Faktor Katalis terhadap Laju Reaksi

Katalis adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan tujuan

untuk memperbesar laju reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi

tidak mengalami perubahan kimiawi yang tetap (permanen). Dengan kata lain pada

akhir reaksi katalis umumnya akan dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah

yang sama seperti sebelum reaksi.

Tumbukan akan menghasilkan reaksi jika partikel-partikel bertumbukan

dengan energi yang cukup untuk memulai suatu reaksi. Energi minimum yang

diperlukan disebut dengan energi aktivasi (Ea). Bagaimana hubungan antara katalis

dengan laju reaksi? Telah dipahami bahwa untuk meningkatkan laju reaksi harus

ditingkatkan jumlah tumbukan-tumbukan yang berhasil. Salah satu alternatif cara

untuk mewujudkan upaya itu adalah dengan menurunkan energi aktivasi.

Gambar 2.5: Energi aktivasi reaksi berkatalis dan tanpa katalis

Page 22: Melatihkan Literasi Sains

22

(Glencoe science, 2009)

Penambahan katalis kepada suatu reaksi memberikan perubahan yang

berarti pada energi aktivasi. Katalis menyediakan suatu tahap atau rute alternatif

bagi suatu reaksi. Rute alternatif ini memiliki energi aktivasi rendah. Adanya

katalis meyebabkan jumlah tahap reaksi bertambah, karena katalis ikut serta di

dalam suatu tahap dan terbentuk kembali dalam salah satu tahap berikutnya.

Tanpa Katalis: A + B AB + C

Dengan Katalis: K + BC KB + C

KB + A AB + K

A+ BC AB + C

Dengan adanya katalis laju reaksi diperbesar dengan jalan memperkecil

energi pengaktifan suatu reaksi. Dengan menurunnya energi pengaktifan maka

pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung lebih cepat dan umumnya terjadi

karena adanya tahap-tahap reaksi yang baru. Kehadiran katalis dapat merubah laju

reaksi dengan kelipatan 10 kali (Sugiarto, 2007).

8. Penelitian yang Relevan

a. Penelitian Islami (2013) menunjukkan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing yang

berorientasi pada literasi sains dapat meningkatkan literasi sains siswa pada kategori

sedang.

b. Penelitian Ngertini (2013) menunjukkan bahwa pemahaman konsep dan literasi sains

siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing

lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang belajar dengan model

pengajaran langsung (Direct Instruction).

c. Penelitian Haristy (2011) menunjukkan bahwa siswa yang diajar dengan pembelajaran

berbasis literasi sains mengalami peningkatan hasil belajar dibandingkan dengan

pembelajaran konvensional.

d. Penelitian Fitriani menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model inkuiri dapat

melatihkan kemampuan literasi sains siswa.

e. Gormally et al. (2009) melakukan penelitian mengenai pengaruh pembelajaran

berbasis inkuiri terhadap literasi sains dan kepercayaan diri mahasiswa biologi. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis inkuiri dapat lebih

meningkatkan literasi sains mahasiswa dan kepercayaan diri mahasiswa secara

Page 23: Melatihkan Literasi Sains

23

signifikan, walaupun kelas konvensional mengalami peningkatan kepercayaan diri

yang lebih baik dari kelas eksperimen. Dengan demikian, strategi pembelajaran

inkuiri terbimbing dapat digunakan untuk meningkatkan literasi sains.

f. Hasil penelitian Holbrook (2009) menunjukkan bahwa literasi sains adalah cara

terbaik untuk mengajarkan ilmu pengetahuan.

Page 24: Melatihkan Literasi Sains

24

9. Kerangka konseptual

Fakta1.Penyampaian materi didominasi

Teacher-Centered yang berpusat pada guru, sehingga siswa tidak dapat membangun konsepnya sendiri.

2.65% siswa belajar kimia tanpa menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari, sehingga menyebabkan pembelajaran kimia menjadi kurang bermakna dimata siswa

3. Hasil studi PISA menunjukkan literasi sains siswa Indonesia berada dibawah skor rata-rata

4. Literasi Sains masih belum dilatihkan kepada siswa

Harapan1.Dengan model pembelajaran inkuiri

diharapkan siswa dapat menemukan sendiri konsep dalam pembelajaran kimia, sehingga konsep tersebut dapat masuk ke memori jangka panjangnya, sehingga pembelajaran dikatakan bermakna

2. Siswa dapat menerapkan materi yang telah dipelajari disekolah dalam kehidupan sehari-hari

3. Literasi Sains dapat dilatihkan kepada siswa.

Identifikasi Masalah1. Guru masih menekankan perannya sebagai penyampai materi, sehingga pembelajaran

menjadi kurang bermakna dimata siswa, karena siswa tidak dilibatkan secara langsung dalam pembelajaran.

2. Pembelajan kimia belum melatihkan kemampuan literasi sains siswa dengan baik

SolusiMenerapkan model pembelajaran inkuiri yang dapat melatihkan

kemampuan literasi sains dan hasil belajar siswa pada materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi

Teori1. Teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa

pengetahuan itu akan bermakna manakala dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa (Toharudin, 2011).

2. Teori kognitivisme menekankan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamnnya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.

Penelitian yang sesuai1. Penelitian Islami (2013) menunjukkan

bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing yang berorientasi pada literasi sains dapat meningkatkan literasi sains siswa pada kategori sedang.

2. Penelitian Ngertini (2013) menunjukkan bahwa pemahaman konsep dan literasi sains siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang belajar dengan model pengajaran langsung (Direct Instruction).

3. Penelitian Haristy (2011) menunjukkan bahwa siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis literasi sains mengalami peningkatan hasil belajar dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

Page 25: Melatihkan Literasi Sains

25

I. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pre-experimental. Penelitian ini

hanya menggunakan satu kelas saja tanpa adanya kelas pembanding.

J. Sasaran Penelitian

Sasaran dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Widya Dharma tahun

pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 19 orang.

K. Desain Penelitian

Desain rancangan penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah One Shot Case

Study. Dimana tes dilakukan sebanyak satu kali di akhir pertemuan dan penelitian ini

dilakukan selama empat kali pertemuan. Secara sederhana, desain ini dapat digambarkan

sebagai berikut:

(Sugiyono, 2013)

Keterangan :

X = Perlakuan yang diberikan

O = Kemampuan literasi sains, hasil belajar siswa

L. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA Widya Dharma pada semester ganjil

tahun ajaran 2015/2016.

M. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Silabus

Silabus adalah garis besar bahan pengajaran atau program pengajaran yang

sifatnya umum. Silabus berisi tentang kegiatan pembelajaran, pengelolaan kelas dan

penilaian hasil belajar. Komponen yang ada didalam silabus adalah standar

kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan

sumber belajar (PP No.19 th 2005 Pasal 20).

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang selanjutnya disingkat dengan RPP

adalah perangkat pembelajaran yang dibuat guru untuk bahan acuan pada saat

melaksanakan proses pembelajaran. Komponen RPP terdiri dari: satuan pendidikan,

deskripsi mata pelajaran, kelas/semester, materi pokok, alokasi waktu, kompetensi

inti, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran,

X O

Page 26: Melatihkan Literasi Sains

26

ringkasan materi pembelajaran, model pembelajaran, sumber belajar, media

pembelajaran, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, penilaian.

3. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar Kerja Siswa atau yang selanjutnya disingkat dengan LKS adalah

perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pegangan siswa pada saat kegiatan

praktikum atau penyelidikan konsep. LKS berisi materi faktor-faktor yang

mempengaruhi laju reaksi yaitu: konsentrasi, suhu, dan luas permukaan. Komponen

LKS terdiri dari: Kompetensi Inti, Kompetensi dasar, indikator, fenomena, dan

metode ilmiah.

N. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Soal Tes Literasi Sains

Tes literasi sains digunakan untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa

ditinjau dari aspek konten sains, konteks sains, dan proses sains. Tes literasi sains

berupa tes pilihan ganda dengan materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.

Selanjutnya untuk mengukur aspek proses sains. Berbeda dengan soal-soal yang biasa

kita jumpai dalam buku-buku teks. Soal-soal literasi sains memiliki beberapa

karakteristik tertentu. Pertama, soal-soal yang mengandung konsep tidak langsung

terkait dengan konsep-konsep dalam kurikulum manapun, tetapi lebih diperluas.

Kedua, soal-soal literasi sains menyediakan sejumlah informasi atau data dalam

berbagai bentuk penyajian untuk diolah oleh siswa yang akan menjawabnya. Ketiga,

soal-soal literasi sains meminta siswa menghubungkan informasi dalam soal.

Keempat, soal-soal literrasi sains mencakup konteks aplikasi yang dapat dihubungkan

dengan kehidupan sehari-hari (Rustaman, 2006b). Dalam penelitian ini tes literasi

sains dilakukan sebanyak empat kali pertemuan pada tiap akhir proses pembelajaran.

2. Soal Tes Hasil belajar Siswa

Lembar tes hasil belajar digunakan untuk mengetahui ranah kognitif siswa

pada materi pokok faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi setelah diterapkannya

strategi pembelajaran inkuiri terbimbing.

3. Lembar Pengamatan Keterlaksanaan Sintaks Pembelajaran

Lembar pengamatan keterlaksanaan sintaks pembelajaran ini digunakan untuk

mengetahui keterlaksanaan dan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan dikelas

saat proses pembelajaran berlangsung sesuai dengan RPP yang telah dibuat. Lembar

Page 27: Melatihkan Literasi Sains

27

pengamatan keterlaksanaan sintaks pembelajaran ini didesain sesuai dengan strategi

pembelajaran yang digunakan saat penelitian yaitu strategi pembelajaran inkuiri

terbimbing pada materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.

4. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa

Lembar pengamatan aktivitas siswa ini digunakan untuk mengetahui keaktifan

siswa saat proses pembelajaran. Ini perlu dilakukan karena didalam strategi

pembelajaran inkuiri siswa adalah tokoh utama yang harus berperan didalam proses

pembelajaran (student center). Aktivitas siswa yang dinilai oleh pengamat antara lain:

mendengarkan penjelasan guru, membaca (mencari informasi), bertanya kepada guru,

bertanya kepada siswa lain, menyampaikan ide/pendapat.

O. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini melalui beberapa tahapan

sebagai berikut:

1. Perencanaan

a. Melakukan pra penelitian ke sekolah untuk mengetahui gambaran mengenai

pembelajaran yang sering dilakukan dikelas dengan cara wawancara dengan guru

kimia, dan menyebar angket pra penelitian kepada siswa.

b. Membuat kesepakatan dengan guru kimia mengenai waktu yang digunakan untuk

melakukan penelitian, serta menyiapkan peralatan dan bahan yang digunakan

dalam proses pembelajaran.

c. Menyusun perangkat pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran

yang terdiri dari:

1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

2) Lembar Kerja Siswa

d. Menyusun instrumen penelitian yang digunakan dalam proses penelitian yang

terdiri dari:

1) Tes Literasi Sains

2) Hasil belajar siswa

3) Lembar pengamatan aktivitas siswa

4) Lembar pengamatan keterlaksanaan sintaks pembelajaran

3. Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, proses pembelajaran dilakukan dengan menggunakan

strategi pembelajaran inkuiri terbimbing. Siswa diberi materi faktor-faktor yang

mempengaruhi laju reaksi dalam empat kali pertemuan. Pada pertemuan pertama

Page 28: Melatihkan Literasi Sains

28

siswa diberikan materi pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi. Pertemuan kedua

diberikan materi pengaruh suhu terhadap laju reaksi. Pertemuan ketiga diberikan

materi pengaruh luas permukaan dan pertemuan keempat diberikan materi pengaruh

katalis terhadap laju reaksi. Pada saat pembelajaran berlangsung, pengamat

mengamati aktivitas siswa melalui lembar pengamatan aktivitas siswa dan

keterlaksanaan sintaks pembelajaran. Setelah dilakukan proses pembelajaran

menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing, dilakukan tes literasi sains

untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa. Pada akhir pembelajaran diberikan

tes hasil belajar, tes ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah

diterapkannya strategi pembelajaran inkuiri terbimbing.

4. Analisis Data

Setelah data yang diperoleh pada tahap pelaksanaan terkumpul, langkah yang

selanjutnya adalah dilakukan analisis untuk mengetahui hasil penelitian yang

dilakukan yakni meliputi: kemampuan literasi sains siswa, hasil belajar siswa,

keterlaksanaan sintaks pembelajaran, dan juga aktivitas siswa

P. Metode Pengumpulan Data

1. Metode Tes Literasi Sains

Metode tes literasi sains bertujuan untuk mengumpulkan data berupa hasil tes

literasi sains untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa ditinjau dari aspek

konten dan konteks sains, dan aspek proses sains pada materi faktor-faktor yang

mempengaruhi laju reaksi melalui strategi pembelajaran inkuiri terbimbing. Tes

literasi sains ini dilakukan dengan pemberian soal dua tahap. Tahap pertama tes

digunakan untuk mengukur aspek konten dan konteks sains, dan tahap yang

selanjutnya untuk mengukur aspek proses sains. Tes literasi sains dilakukan pada

akhir proses pembelajaran sesudah diterapkannya strategi pembelajaran inkuiri

terbimbing.

2. Metode Pengamatan

Metode pengamatan digunakan untuk mengumpulkan data selama proses

pembelajaran berlangsung. Pengamatan yang dilakukan terdiri dari: pengamatan

keterlaksanaan sintaks pembelajaran dengan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing

pada materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dan pengamatan aktivitas

siswa.

Page 29: Melatihkan Literasi Sains

29

Q. Teknik Analisis Data

1. Analisis Data Tes Literasi Sains

Analisis tes literasi sains siswa dilakukan dengan melihat hasil skor yang

diperoleh dalam mengerjakan soal tes literasi sains yang ditinjau dari aspek konten

sains, konteks sains, dan proses sains. Selanjutnya, skor yang diperoleh siswa tersebut

dikonversikan dalam bentuk nilai literasi sains yang ditinjau dari aspek konten sains,

konteks sains, dan juga proses sains yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

Nilai yang diperoleh = skor yang diperole h siswa

skor maksimal

(Riduwan, 2013)

Setelah diperoleh nilai literasi sains siswa kemudian nilai tersebut di

kategorikan dengan kriteria penguasaan literasi sains siswa sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kriteria Penguasaan Literasi Sains Siswa

Nilai Kategori

81-100 Sangat Baik

61-80 Baik

41-80 Cukup

21-40 Kurang

1-20 Sangat Kurang

(Riduwan, 2013)

Pada penelitian ini, literasi sains siswa dikatakan baik jika siswa mendapatkan

nilai 70 atau pada kriteria baik.

2. Analisis Tes Hasil Belajar Siswa

Analisis hasil belajar siswa dapat dilihat dari hasil perhitungan tes hasil belajar

siswa pada materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. perhitungan

dilakukan dengan mencari persentase hasil belajar siswa baik secara individu maupun

secara klasikal. Seorang siswa dikatakan hasil belajarnya baik apabila nilai yang yang

diperoleh 70 atau pada kriteria baik.. Perhitungan hasil belajar siswa dapat

diperoleh dengan memasukkan kedalam rumus berikut ini:

Nilai siswa = skor yang diperole h siswa

total skor maksimum

Hasil perhitungan yang didapatkan dapat dikategorikan kedalam interval nilai

dan predikat dibawah ini:

Page 30: Melatihkan Literasi Sains

30

Tabel 3.2 Interval Nilai Hasil Belajar

Nilai Kategori

81-100 Sangat Baik

61-80 Baik

41-80 Cukup

21-40 Kurang

1-20 Sangat Kurang

(Riduwan, 2013)

3. Analisis Keterlaksanaan Sintaks Pembelajaran

Data keterlaksanaan sintaks pembelajaran ini digunakan sebagai data

pendukung dalam penelitian ini. Keterlaksanaan sintaks pembelajaran di kelas diamati

melalui lembar observasi kemampuan guru dalam mengelola kelas dan menjalankan

pembelajaran berdasarkan RPP yang telah dibuat. Pengamatan dilakukan oleh dua

orang pengamat dengan mengisi lembar observasi yang telah disiapkan. Adapun

kriteria penilaian untuk keterlaksanaan pembelajaran diadaptasi dari riduwan 2011

dan disajikan dalam tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3 Rubrik Penilaian Pengelolaan

Pembelajaran oleh Guru

Skor Kriteria

4 Sangat baik

3 Baik

2 Cukup

1 Kurang baik

0 Tidak dilakukan

(Riduwan, 2011)

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan mencari rata-rata penilaian dari

masing-masing aspek yang diamati. Selanjutnya, hasil tersebut dianalisis

menggunakan konversi skor keterlaksanaan sintaks pembelajaran.

Skor Keterlaksanaan = Ʃ skor yangdiperole h

Ʃ total skor aspek penilaian x 100%

Page 31: Melatihkan Literasi Sains

31

Selanjutnya skor keterlaksaan tersebut kemudian dimasukkan kedalam kriteria

keterlaksanaan sintaks pembelajaran dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.4 Kriteria Keterlaksanaan Sintaks Pembelajaran

No Batasan Kriteria

1 0% < x 25% Kurang

2 25% < x 50% Sedang

3 50% < x 75% Cukup

4 75% < x 100% Baik

(Adaptasi Sudjana, 2006)

Sintaks pembelajaran dikatakan efektif apabila kemampuan guru dalam

mengelola pembelajaran berada pada kriteria cukup dan baik.

4. Analisis Data Aktivitas Siswa

Data aktivitas siswa ini digunakan sebagai data pendukung dalam penelitian

ini. Analisis data aktivitas siswa dapat dilihat dari lembar pengamatan aktivitas siswa

yang dinilai oleh pengamat pada saat proses pembelajaran. Data yang diperoleh

dianalisis dan diubah kedalam bentuk persentase dengan persamaan sebagai berikut:

NP = Σ frekuensi yangdidapat siswa

Skor kr iterium X 100%

(Riduwan, 2011)

Keterangan:

NP = Nilai Persentase

Page 32: Melatihkan Literasi Sains

32

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M (2000). Strategi Belajar Mengajar Kimia. Bandung:

Aunurrahman (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Balitbang. (2015). Survei Internasional PISA. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan kebudayaan (online). http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pisa (diakses tanggal 4 Januari 2015)

Bandura, A. (1997). Self Efficacy: The Exercise of Control. W. H. Freeman and Company, New York

Bybee, R. W. (2009). PISA’S 2006 Measurement of Scientific Literacy: An Insider’s Perspective for the U.S. A Presentation for the NCES PISA Research Conference. Washington: Science Forum and Science Expert Group

Gormally, et al. (2009). Effects of Inquiry-based learning on students’ science literacy skills and confidence”. Journal for the scholarship of teaching and learning. 3, (2), 1931-4744

Hayat, B. Dan Yusuf S. (2010). Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Islami. (2013). Pembelajaran Inkuiri terbimbing Untuk Meningkatkan Literasi Sains dan Kepercayaan Diri Siswa pada Konsep Larutan Asam Basa. UPI Bandung: tidak diterbitkan

Justiana, S. (2009). Kimia 2 Sesuai Standar Isi 2006 KTSP. Jakarta: Yudhistira

Permendiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republika Indonesia Nomor 23 Tahu 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Unuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: Menteri Pendidikan Nasioal

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. (2015). Pedoman Penelitian Mahasiswa EDISI 01. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya

Ngertini, W. (2013). Pengaruh Implementasi Model Pembelajaran Inkuri Terbimbing terhadap Kemampuan Pemahamaan Konsep dan Literasi Sains Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Amlapura. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha

OECD. (2000). Measuring Student Knowledge and Skills: The PISA 2000 Assessment of Reading, Mathematical and Scientific Literacy. tidak diterbitkan

Page 33: Melatihkan Literasi Sains

33

OECD. (2007). Executive Summary PISA 2006: Sceince Competencies for Tomorrow’s

World: tidak diterbitkan

OECD. (2015). Draft Science Framework. tidak diterbitkan

Oktarisa, Yuvita. (2012). Makalah Literasi Sains. (Online) https://vivitmuzaki.wordpress.com/2012/07/09/literasi-sains/, diakses 11 Oktober 2015.

Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang. (2015). Survei Internasional PISA. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Riduwan. (2013). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta

Rustaman, N. Y. (2006b). Literasi Sains Anak Indonesia 2000 dan 2003. Seminar Sehari Hasil Studi Internasional Prestasi Peserta Didik Indonesia dalam Bidang Matematika, Sains, Dan Membaca. Jakarta: Puspendik

Sanjaya, Wina. (2009). Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

Jakarta: Prenada Media Grup

Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia

Sudjana, Nana. (2006). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Sugiharto, Bambang dkk.2007. Kimia Dasar I. Surabaya: Unesa University Press

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta

Suyanti, R. D. (2010). Strategi Pembelajaran Kimia. Yogyakarta: Graha Ilmu (online). https://ppmplp.files.wordpress.com/2010/10/strategi-pembelajaran-kimia.pdf (diakses tanggal 29 Mei 2015)

Suyono dan Hariyono. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rodakarya

Toharudin, U. dkk. (2011). Membangun Literasi Sains Pesserta Didik. Bandung : humaniora

Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. GramediaWidiasarana Indonesia

Page 34: Melatihkan Literasi Sains

34

Wenning, J Carl. (2007). “Assessing Inquiry Skills As A Component of Scientific Lietracy”. Journal of Physics Teacher Education. (Online)

Zuriyani, Elsy. (2011). Strategi pembelajaran inkuiri pada Mata Pelajaran IPA. Palembang: Widiyaiswara BDK Palembang (online).

http://sumsel.kemenag.go.id/file/file/TULISAN/umvt1331613361.pdf (diakses tanggal 29 Mei 2015)

Zuriyani, Elsy. (2011). Literasi Sains dan Pendidikan. Palembang: Widiyaiswara BDK Palembang (online).http://sumsel.kemenag.go.id/file/file/TULISAN/wagj1343099486.pdf (diakses tanggal 22 Februari 2015)