MEKANISMEPENYELESAIANKERUGIANNEGARA/DAERAH ... · bertanggung jawab.1 Akan tetapi dalam hal...

29
1 MEKANISME PENYELESAIAN KERUGIAN NEGARA/DAERAH TERHADAP BENDAHARA DAN PEGAWAI NEGERI BUKAN BENDAHARA ATAU PEJABAT LAIN Wordpress.com A. LATAR BELAKANG Keuangan negara memiliki peran penting dalam penyelenggaraan pemerintahan, sehingga perlu dikelola secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab. 1 Akan tetapi dalam hal pengelolaan keuangan negara 2 tersebutlah yang seringkali rentan diciderai dengan perbuatan yang mengakibatkan kerugian negara. Terkait pengertian dan dasar hukum kerugian negara/daerah, terdapat dalam Pasal 1 ayat (22) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, yang menyatakan bahwa kerugian negara adalah : 1 Indonesia, Undang-Undang Perbendaharaan Negara, UU No. 1 Tahun 2004, LN No. 5 Tahun 2004, TLN No. 4355, Penjelasan Umum 2 Pengelolaan keuangan negara yaitu keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban, lihat Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, UU No. 15 Tahun 2004.

Transcript of MEKANISMEPENYELESAIANKERUGIANNEGARA/DAERAH ... · bertanggung jawab.1 Akan tetapi dalam hal...

1

MEKANISME PENYELESAIAN KERUGIAN NEGARA/DAERAH

TERHADAP BENDAHARA DAN PEGAWAI NEGERI BUKAN

BENDAHARA ATAU PEJABAT LAIN

Wordpress.com

A. LATAR BELAKANG

Keuangan negara memiliki peran penting dalam penyelenggaraan

pemerintahan, sehingga perlu dikelola secara profesional, terbuka, dan

bertanggung jawab.1 Akan tetapi dalam hal pengelolaan keuangan negara2

tersebutlah yang seringkali rentan diciderai dengan perbuatan yang

mengakibatkan kerugian negara.

Terkait pengertian dan dasar hukum kerugian negara/daerah, terdapat

dalam Pasal 1 ayat (22) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara dan Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, yang menyatakan bahwa kerugian

negara adalah :

1 Indonesia, Undang-Undang Perbendaharaan Negara, UU No. 1 Tahun 2004, LN No. 5Tahun 2004, TLN No. 4355, Penjelasan Umum

2 Pengelolaan keuangan negara yaitu keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangannegara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,pengawasan, dan pertanggungjawaban, lihat Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang PemeriksaanPengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, UU No. 15 Tahun 2004.

2

Kekurangan uang, surat berharga dan barang, yang nyata dan pastijumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengajamaupun lalai

Tingginya angka kerugian negara dapat dilihat dari Hasil Pemantauan

Penyelesaian Ganti Kerugian Negara/Daerah Tahun 2005 sampai dengan 30 Juni

2018 yang termuat di dalam IHPS Semester I Tahun 2018 Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK), hasil pemantauan dengan status telah ditetapkan menunjukkan

kerugian negara/daerah yang telah ditetapkan senilai Rp.2,68 triliun. Kerugian

negara/daerah tersebut terjadi pada pemerintah pusat, pemda, BUMN dan BUMD.

Sedangkan tingkat penyelesaian yang terjadi pada periode 2005 sampai dengan 30

Juni 2018 tersebut menunjukkan terdapat angsuran senilai Rp.223,11 miliar (8%),

pelunasan senilai Rp.785,93 miliar (29%), dan penghapusan senilai Rp.77,03

miliar (3%). Dengan demikian, masih terdapat sisa kerugian senilai Rp.1,59

triliun(60%).3

Selanjutnya terkait pemantauan penanganan temuan yang disampaikan

kepada instansi yang berwenang, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 14

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2006, BPK telah menyampaikan temuan pemeriksan yang mengandung

indikasi pidana kepada instasi yang berwenang. Selama periode 2003 s.d. 30 Juni

2017, BPK telah menyampaikan temuan pemeriksaan yang mengandung indikasi

pidana kepada instansi yang berwenang, yaitu Kepolisian RI, Kejaksaan RI, dan

Komisi Pemberantasan Korupsi sebanyak 232 surat yang memuat 447 temuan

pemeriksaan mengandung indikasi pidana senilai Rp.33,52 triliun dan US$841,88

juta atau seluruhnya ekuivalen Rp.45,65 triliun. Dari temuan itu, instansi yang

berwenang telah menindaklanjuti 425 temuan (95%) senilai Rp33,05 triliun dan

US$763,50 juta atau seluruhnya ekuivalen Rp44,05 triliun.4 Dari angka-angka

tersebut, dapatlah diketahui bahwa nilai kerugian negara yang ditanggung oleh

negara ini sangatlah tinggi.

3 Badan Pemeriksa Keuangan, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2018 (Jakarta :Badan Pemeriksa Keuangan, 2018), hlm. v

4 Ibid., hlm vi

3

Kerugian negara/daerah dapat terjadi karena pelanggaran hukum atau

kelalaian pejabat negara atau pegawai negeri bukan bendahara dalam rangka

pelaksanaan kewenangan administratif atau oleh bendahara dalam rangka

pelaksanaan kewenangan kebendaharaan.5 akan tetapi perlu diketahui bahwa

dalam masalah kerugian negara harus dibedakan antara kerugian negara sebagai

akibat kesalahan dalam pengelolaan, dan kerugian negara sebagai akibat tindakan

kecurangan/penyalahgunaan kewenangan pejabat pengelola keuangan (financial

fraud). Serta pembedaan kerugian yang dapat dituntut dan tidak dapat dituntut.

Kerugian yang dapat dituntut, yaitu kerugian yang terjadi sebagai akibat

perbuatan melawan hukum baik kesengajaan maupun kelalaian. Sedangkan

kerugian yang tidak dapat dituntut, adalah kerugian yang tidak dapat dimintakan

pertanggungjawaban, yang timbul karena di luar kemampuan manusia atau

keadaan terpaksa (force majeure). Terhadap kerugian yang tidak dapat dituntut,

tidak dapat dilakukan proses untuk menuntut seseorang agar mengganti kerugian

yang terjadi. Hal ini dapat dimaklumi, karena tidak mungkin meminta

pertanggungjawaban seseorang yang tidak melakukan suatu kesalahan untuk

menanggung akibat yang terjadi. Sebaliknya, seseorang yang karena kesalahan

atau kelalaiannya telah melakukan perbuatan yang mengakibatkan terjadinya

kerugian, maka wajib mengganti kerugian tersebut.6

Ketika negara mengalami kerugian akibat pengelolaan keuangan negara

yang tidak benar, negara wajib mengenakan tuntutan ganti kerugian kepada pihak

yang melakukannya. Pengenaan tuntutan ganti kerugian bertujuan untuk

memulihkan keuangan negara yang mengalami kekurangan dan dikembalikan

pada keadaan semula sehingga dapat digunakan kembali dalam mencapai tujuan

negara.7

5 Indonesia, Undang-Undang Perbendaharaan Negara, UU No. 1 Tahun 2004, LN No. 5Tahun 2004, TLN No. 4355, Penjelasan Pasal 59 ayat (1).

6 Badan Pemeriksa Keuangan, Prosedur Penyelesaian Ganti Kerugian Negara/Daerah(Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan, 2018), hlm. 10.

7 Saidi Muhammad Djafar, Hukum Keuangan Negara, Edisi 1(Jakarta : Rajawali Pers,2008), hlm.73.

4

Penyelesaian Kerugian Negara adalah untuk menghindari terjadinya

kerugian keuangan negara/daerah yang berlarut-larut, oleh karena itu dalam

Undang-Undang Perbendaharaan ditegaskan bahwa setiap kerugian negara/daerah

yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus

diganti oleh pihak yang bersalah. Sehingga dengan penyelesaian kerugian tersebut

keuangan negara/daerah dapat dipulihkan dari kerugian yang telah terjadi.

Pemulihan keuangan negara dari kerugian negara merupakan bentuk

perlindungan negara dari pelanggaran atau perbuatan melawan hukum berupa

penyalahgunaan keuangan negara yang menguntungkan pribadi atau golongan

oleh penyelenggara negara antara lain oleh pegawai negeri sipil baik bendahara

maupun bukan bendahara dan pejabat lain. Mahatma Gandhi sebagaimana dikutip

oleh Purwaning M. Yanuar mengemukakan bahwa merupakan bentuk

pelanggaran yang terburuk apabila kekayaan negara yang seharusnya digunakan

untuk kesejahteraan rakyat namun digunakan untuk kepentingan pribadi, untuk itu

perlu dilakukan proses penyelesaian atas pelanggaran tersebut karena

menciptakan ketidakadilan masyarakat.8

Kerugian negara dan tuntutan ganti kerugian merupakan substansi dalam

hukum keuangan negara yang melibatkan pihak pengelola keuangan negara

dengan pihak berwenang melakukan tuntutan ganti kerugian. Penuntutan ganti

rugi merupakan upaya negara dalam memulihkan kerugian negara sebagai bentuk

pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara dengan melakukan penuntutan

atas sejumlah uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang harus

dikembalikan kepada negara oleh seseorang atau badan yang telah melakukan

perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang Perbendaharaan.9

8 Purwaning M. Yanuar, Pengembalian Aset Hasil Korupsi, (Bandung : Alumni, 2007), hlm.51.

9 Ganti kerugian adalah sejumlah uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang yangharus dikembalikan kepada negara/daerah oleh seseorang atau badan yang telah melakukanperbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Lihat Pasal 1 ayat (16) Undang-UndangBadan Pemeriksa Keuangan, UU No 15 tahun 2006.

5

Selain itu tujuan dari diaturnya penyelesaian kerugian negara/daerah

dalam sistem pengelolaan keuangan negara adalah sebagai berikut.10

1) Untuk mengembalikan kekayaan negara yang hilang atau berkurang;

2) Penegakan disiplin dan tanggung jawab para pegawai negeri / pejabat

negara pada umumnya, dan para pengelola keuangan pada khususnya.

Dalam Undang-Undang Perbendaharaan, penyelesaian ganti kerugian

negara/daerah terdiri atas penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap

bendahara, dan penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai

negeri bukan bendahara atau pejabat lain. Penetapan ganti kerugian yang

dilakukan oleh bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sesuai

dengan ketentuan Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004.

Sehingga lebih lanjut tata cara penyelesaian ganti kerugian terhadap bendahara ini,

diatur secara tersendiri dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 3

Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara Terhadap

Bendahara.

Sedangkan pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai

negeri bukan bendahara diatur dalam Pasal 63 ayat (1) yang menyatakan bahwa

pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan

bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota,

dan ayat (2) menyatakan bahwa tata cara tuntutan ganti kerugian negara/daerah

diatur dengan peraturan pemerintah. Amanat Pasal 63 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2004 tersebut baru ditindaklanjuti oleh Pemerintah pada tahun

2016 yaitu dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016

tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Pegawai

Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain

Dikarenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku setiap kerugian negara/daerah yang terjadi harus segera diselesaikan

10 Indonesia, Undang-Undang Perbendaharaan Negara, UU No. 1 Tahun 2004, LN No. 5Tahun 2004, TLN No. 4355, Penjelasan Pasal 59 ayat (1).

6

melalui mekanisme penyelesaian ganti kerugian negara yang telah ditetapkan,

maka diharapkan setiap pejabat yang terkait dengan perbendaharaan dan

pengelolaan keuangan negara/daerah harus memahami mekanisme penyelesaian

ganti kerugian negara.

B. PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan yang akan dibahas dalam

tulisan hukum ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana mekanisme penyelesaian ganti kerugian negara/daerah

terhadap bendahara berdasarkan Peraturan Badan Pemeriksa

Keuangan Nomor 3 Tahun 2007?

2. Bagaimana mekanisme penyelesaian ganti kerugian negara/daerah

terhadap pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lainnya

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016?

C. PEMBAHASAN

1. Mekanisme Penyelesaian Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap

Bendahara berdasarkan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan

Nomor 3 Tahun 2007

Menurut Undang-Undang Perbendaharaan, bendahara adalah setiap orang

atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima,

menyimpan, dan membayar/menyerahkan, uang atau surat berharga atau barang-

barang negara/daerah.11

Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara adalah suatu

tata cara perhitungan terhadap bendahara, jika dalam pengurusannya terdapat

kekurangan perbendaharaan, maka bendahara yang bersangkutan diharuskan

mengganti kerugian yang terjadi. Peraturan yang berlaku saat ini yang mengatur

11 Indonesia, Undang-Undang Perbendaharaan Negara, UU No. 1 Tahun 2004, LN No. 5Tahun 2004, TLN No. 4355, Pasal 1 ayat (14).

7

tentang penyelesaian kerugian negara terhadap bendahara adalah Peraturan BPK

No. 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara

terhadap Bendahara. Ruang lingkup Peraturan BPK tersebut mengatur tata cara

penyelesaian ganti kerugian negara terhadap bendahara di lingkungan instansi

pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah/lembaga negara dan

bendahara lainnya yang mengelola keuangan negara.

Adapun alur penyelesaian kerugian negara melalui tuntutan ganti kerugian

negara terhadap bendahara berdasarkan Peraturan BPK No. 3 Tahun 2007 dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Penanganan Informasi Awal

1.a Adanya Informasi Kerugian Negara/Daerah.

Proses penyelesaian ganti kerugian negara terhadap bendahara, dirunut

dan diawali dengan telah terjadinya kerugian keuangan negara/daerah akibat

perbuatan melawan hukum atau kelalaian kewajiban yang dibebankan kepada

bendahara. Berdasarkan Pasal 3 Peraturan BPK No. 3 Tahun 2007 bahwa

Informasi tentang kerugian negara dapat diketahui dari:

a) pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan;

b) pengawasan aparat pengawasan fungsional;

c) pengawasan dan/atau pemberitahuan atasan langsung bendahara atau

kepala kantor/satuan kerja;

d) perhitungan ex officio.

Berdasarkan sumber informasi yang diperoleh, maka sesuai dengan

ketentuan Pasal 7 ayat (1) Peraturan BPK No. 3 Tahun 2007, atasan langsung

bendahara atau kepala satuan kerja wajib melaporkan setiap kerugian negara

kepada pimpinan instansi dan memberitahukan kepada BPK selambat-lambatnya

7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian negara diketahui.

8

1.b Pembentukan Tim Penyelesaian Kerugian Negara (TPKN).

TPKN adalah tim yang menangani penyelesaian kerugian negara yang

diangkat oleh pimpinan instansi yang bersangkutan12 dan bertugas membantu

pimpinan instansi dalam memproses penyelesaian kerugian negara terhadap

bendahara yang pembebanannya akan ditetapkan oleh Badan Pemeriksa

Keuangan.13 Setelah menerima laporan dari atasan langsung atau kepala kantor,

Pimpinan instansi dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari menugaskan

TPKN untuk menindaklanjuti kasus tersebut.14

TPKN kemudian mengumpulkan dan melakukan verifikasi dokumen-

dokumen, antara lain:15

a. Surat keputusan pengangkatan sebagai bendahara atau sebagai pejabat

yang melaksanakan fungsi kebendaharaan;

b. Berita acara pemeriksaan kas/barang;

c. Register penutupan buku kas/barang;

d. Surat keterangan tentang sisa uang yang belum dipertanggungjawabkan

dari Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;

e. Surat keterangan bank tentang saldo kas di bank bersangkutan;

f. Fotokopi/rekaman buku kas umum bulan yang bersangkutan yang memuat

adanya kekurangan kas;

g. Surat tanda lapor dari kepolisian dalam hal kerugian negara mengandung

indikasi tindak pidana;

12 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 1 ayat (2).

13 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 6 ayat (1).

14 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 8.

15 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 9 ayat (1).

9

h. Berita acara pemeriksaan tempat kejadian perkara dari kepolisian dalam

hal kerugian negara terjadi karena pencurian atau perampokan;

i. surat keterangan ahli waris dari kelurahan atau pengadilan.

TPKN mencatat kerugian negara dalam daftar kerugian negara.16

Selanjutnya TPKN harus menyelesaikan verifikasi dalam waktu 30 (tiga puluh)

hari sejak memperoleh penugasan,17 dan melaporkan hasil verifikasi dalam

Laporan Hasil Verifikasi Kerugian Negara (LHVKN) dan menyampaikan kepada

Pimpinan Instansi. Selanjutnya Pimpinan Instansi menyampaikan LHVKN kepada

Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterima dari

TPKN dengan dilengkapi dokumen-dokumen yang telah diverifikasi.18

2. Pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan

Badan Pemeriksa Keuangan menindaklanjuti laporan hasil verifikasi

tersebut dengan melakukan pemeriksaan untuk menyimpulkan telah terjadi

kerugian negara yang meliputi:19

a. Nilai kerugian negara,

b. Perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, dan

c. Penanggung jawab.

Apabila dari hasil pemeriksaan ternyata tidak terdapat perbuatan melawan

hukum, Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan surat kepada pimpinan

instansi agar kasus kerugian negara dihapuskan dan dikeluarkan dari daftar

16 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 9 ayat (2).

17 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 10 ayat (1).

18 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 11.

19 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 12 ayat (1)

10

kerugian negara. Namun apabila dari hasil pemeriksaan terbukti ada perbuatan

melawan hukum, Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan surat kepada

pimpinan instansi untuk memproses penyelesaian kerugian negara melalui

SKTJM.20

Namun apabila ternyata tidak terdapat perbuatan melawan hukum baik

sengaja maupun lalai, Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan surat kepada

pimpinan instansi agar kasus kerugian negara dihapuskan dan dikeluarkan dari

daftar kerugian negara yang dibuat dan dicatat oleh TPKN/D.21

3. Penyelesaian melalui Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak

(SKTJM)

Hakikat dari SKTJM ada dua, yakni:

a) Pengakuan bahwa bendahara mengakui telah bersalah atau lalai

melakukan PMH yang mengkibatkan terjadinya kerugian negara;

b) Kesanggupan untuk mengganti kerugian negara negara yang terjadi

dalam jangka waktu 40 hari sejak SKTJM ditandatangani.

Pimpinan instansi memerintahkan TPKN untuk mengupayakan agar

bendahara bersedia membuat dan menandatangani SKTJM paling lambat 7 (tujuh)

hari setelah menerima surat dari BPK.22

Terdapat dua kemungkinan terkait dengan penyelesaian kerugian melalui

SKTJM, yaitu:

20 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 12 ayat (2)

21 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 12 ayat (3)

22 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 13

11

a. Bendahara bersedia menandatangani SKTJM

Apabila bendahara bersedia memenandatangani SKTJM maka bendahara

wajib menyerahkan jaminan kepada TPKN, antara lain dalam bentuk dokumen-

dokumen sebagai berikut:23

1) Bukti kepemilikan barang dan/atau kekayaan lain atas nama

bendahara;

2) Surat kuasa menjual dan/atau mencairkan barang dan/atau kekayaan

lain dari bendahara.

Namun surat kuasa ini berlaku setelah BPK mengeluarkan surat keputusan

pembebanan.24

Harta kekayaan bendahara yang dijaminkan tersebut dapat dijual atau

dicairkan dalam rangka pelaksanaan SKTJM, setelah mendapat persetujuan dan

dibawah pengawasan TPKN.25 Penggantian kerugian negara dilakukan secara

tunai selambat-lambatnya 40 (empat puluh) hari kerja sejak SKTJM

ditandatangani. Apabila bendahara telah mengganti kerugian negara, TPKN

mengembalikan bukti kepemilikan barang dan surat kuasa menjual. Dalam rangka

pelaksanaan SKTJM, bendahara dapat menjual dan/atau mencairkan harta

kekayaan yang dijaminkan, setelah mendapat persetujuan dan di bawah

pengawasan TPKN. dan apabila bendahara telah mengganti kerugian negara

dimaksud, TPKN mengembalikan bukti kepemilikan barang dan surat kuasa

menjual dan/atau mencairkan barang dan/atau kekayaannya, dan BPK akan

23 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 14 ayat (1)

24 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 14 ayat (3)

25 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 16

12

mengeluarkan surat rekomendasi kepada pimpinan instansi agar kasus kerugian

negara dikeluarkan dari daftar kerugian negara.26

b. Bendahara tidak bersedia menandatangai SKTJM

Apabila bendahara tidak bersedia menandatangani SKTJM atau tidak

dapat menjamin pengembalian kerugian negara, pimpinan instansi mengeluarkan

surat keputusan pembebanan sementara dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak

bendahara tidak bersedia menandatangani SKTJM, dan pimpinan instansi yang

bersangkutan memberitahukan surat keputusan pembebanan sementara kepada

BPK.27

Yang dimaksud dengan Surat Keputusan Pembebanan Sementara menurut

Pasal 1 ayat (5) Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 adalah surat keputusan yang

dikeluarkan oleh menteri/ pimpinan lembaga/ kepala badan-badan lain/ gubernur/

bupati/ walikota tentang pembebanan penggantian sementara atas kerugian negara

sebagai dasar untuk melaksanakan sita jaminan.

Surat keputusan pembebanan sementara ini mempunyai kekuatan hukum

untuk melakukan sita jaminan. Pelaksanaan sita jaminan diajukan oleh instansi

yang bersangkutan kepada instansi yang berwenang melakukan penyitaan

selambat-lambatnya tujuh hari setelah diterbitkannya surat keputusan pembebanan

sementara, dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.28

26 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 18

27 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 20

28 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 21

13

4. Surat Keputusan Penetapan Batas Waktu (SKPBW)

Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan SKPBW apabila:29

a. Badan Pemeriksa Keuangan tidak menerima Laporan Hasil Verifikasi

Kerugian Negara dari pimpinan instansi padahal sebelumnya BPK

telah menerima laporan adanya kerugian negara;

b. Berdasarkan pemberitahuan pimpinan instansi tentang pelaksanaan

SKTJM, ternyata bendahara tidak mau menandatangani SKTJM.

SK PBW adalah surat keputusan yang dikeluarkan oleh BPK tentang

pemberian kesempatan kepada bendahara untuk mengajukan keberatan atau

pembelaan diri atas tuntutan penggantian kerugian negara.30 Bendahara dapat

mengajukan keberatan atas SKPBW kepada Badan Pemeriksa Keuangan dalam

waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah tanggal penerimaan SKPBW. Apabila

bendahara mengajukan keberatan dan keberatan tersebut diterima oleh Badan

Pemeriksa Keuangan, maka Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan Surat

Keputusan Pembebasan.

Badan Pemeriksa Keuangan menerima atau menolak keberatan bendahara,

dalam kurun waktu waktu 6 (enam) bulan sejak surat keberatan dari bendahara

tersebut diterima oleh Badan Pemeriksa Keuangan.31

5. Penyelesaian melalui Surat Keputusan Pembebanan (SKP)

Selanjutnya, Berdasarkan Pasal 25 Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007,

BPK mengeluarkan surat keputusan pembebanan apabila:

29 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 22 ayat (1)

30 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 1 ayat (6)

31 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 24

14

a) Jangka waktu untuk mengajukan keberatan telah terlampaui dan bendahara

tidak mengajukan keberatan; atau

b) Bendahara mengajukan keberatan tapi ditolak; atau

c) Telah melampaui jangka waktu 40 (empatpuluh) hari sejak

ditandatanganinya SKTJM namun kerugian negara belum diganti

sepenuhnya.

Surat Keputusan Pembebanan ini disampaikan kepada bendahara melalui

atasan langsung bendahara atau kepala kantor/satuan kerja dengan tembusan

kepada pimpinan instansi dengan tanda terima dari bendahara. Surat keputusan

pembebanan ini mempunyai kekuatan hukum untuk pelaksanaan sita eksekusi.32

Berdasarkan surat keputusan pembebanan dari Badan Pemeriksa Keuangan,

bendahara wajib mengganti kerugian negara dengan cara menyetorkan secara

tunai ke kas negara/daerah dalam jangka waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari

setelah menerima surat keputusan pembebanan.33 Apabila dalam jangka waktu

tujuh hari terlampaui dan bendahara tidak mengganti kerugian negara secara tunai,

maka instansi yang bersangkutan mengajukan permintaan kepada instansi yang

berwenang untuk melakukan penyitaan dan penjualan lelang atas harta kekayaan

bendahara. Selama proses pelelangan dilaksanakan, dilakukan pemotongan

penghasilan yang diterima bendahara sebesar 50% setiap bulan sampai lunas.34

Apabila bendahara memasuki masa pensiun, maka dalam SKPP

dicantumkan bahwa yang bersangkutan masih mempunyai utang kepada negara

32 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 26

33 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 29

34 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 31

15

dan taspen yang menjadi hak bendahara dapat diperhitungkan untuk mengganti

kerugian negara.35

2. Mekanisme Penyelesaian Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap

Pegawai Negeri Bukan Bendahara Berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016

Pegawai Negeri bukan bendahara adalah Pegawai Aparatur Sipil Negara,

Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik

Indonesia yang bekerja/diserahi tugas selain tugas bendahara.36 Pejabat lain

adalah pejabat negara, tidak termasuk bendahara dan Pegawai Negeri Bukan

Bendahara.37

Mekanisme penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai

negeri bukan bendahara atau pejabat lain adalah suatu proses yang dilakukan serta

ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota dalam hal

penetapan pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada pegawai negeri yang

tugas dan tanggung jawabnya tidak sebagai bendahara, sebagaimana diatur pada

ketentuan Pasal 35 Ayat (1) UU No. 17 Tahun 2003 dan Pasal 59 Ayat (2) UU No.

1 Tahun 2004.38

35 Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentangTata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, Peraturan BPK No. 3Tahun 2007, Pasal 33 ayat (2)

36 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 1 ayat (3).

37 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 1 ayat (4).

38 Badan Pemeriksa Keuangan, Prosedur, hlm. 37.

16

Sesuai dengan amanat undang-undang, pengenaan ganti kerugian

negara/daerah terhadap pegawai negeri Bukan Bendahara merupakan kewenangan

menteri/ pimpinan lembaga/ gubernur/ bupati/ walikota dan tata cara pengenaan

tuntutan ganti kerugian tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38

Tahun 2016 tentang Tata Cara Tututan Ganti Kerugian Negara /Daerah Terhadap

Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain.

Adapun alur penyelesaian kerugian negara melalui tuntutan ganti kerugian

negara terhadap pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016 dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Penanganan Informasi Awal

1.a Adanya Informasi Kerugian Negara/Daerah.

Informasi mengenai terjadinya Kerugian Negara/Daerah bersumber dari:

a. Hasil pengawasan yang dilaksanakan oleh atasan langsung;

b. Aparat pengawasan internal Pemerintah;

c. Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan;

d. Laporan tertulis yang bersangkutan;

e. Informasi tertulis dari masyarakat secara bertanggung jawab;

f. Perhitungan ex-officio; dan/atau

g. Pelaporan secara tertulis.39

Dalam Pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016

menyatakan bahwa atasan langsung atau kepala satuan kerja dapat menunjuk

Pegawai Aparatur Sipil Negara/Anggota Tentara Nasional Indonesia/Anggota

Kepolisian Negara Republik Indonesia/Pejabat Lain untuk melakukan tugas

39 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 4

17

verifikasi terhadap informasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016.

Apabila hasil verifikasi terdapat indikasi kerugian negara/daerah maka

akan ditindaklanjuti dengan ketentuan sebagai berikut:40

a) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara

Umum Daerah:

1) melaporkan kepada Gubernur, Bupati, atau Walikota; dan

2) memberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan,

Untuk indikasi kerugian daerah yang terjadi di lingkunggan Satuan Kerja

Perangkat Daerah;

b) Atasan kepala satuan/kepala satuan kerja:

1) melaporkan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga;dan

2) memberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan,

untuk indikasi kerugian negara yang terjadi di lingkungan satuan kerjanya;

c) Gubernur, Bupati, atau Walikota memberitahukan kepada Badan

Pemeriksa Keuangan, untuk indikasi kerugian daerah yang dilakukan oleh

Kepala Sauan Kerja Pengelola Keuangan Daerah;

d) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara:

1) melaporkan kepada Presiden; dan

2) memberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan,

Untuk indikasi kerugian negara yang dilakukan oleh Menteri/Pimpinan

Lembaga; atau

e) Presiden memberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan, untuk

indikasi Kerugian Negara/Daerah yang dilakukan Menteri

Keuangan/Pimpinan Lembaga Negara/Gubernur, Bupati, atau Walikota.

40 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 5 ayat (3)

18

1.b Pembentukan Tim Penyelesaian Kerugian Negara/ Daerah

(TPKN/TPKD).

Dalam rangka kewenangannya, PPKN/D diberikan kewenangan untuk

membentuk Tim Penyelesaian Kerugian Negara dan Tim Penyelesaian Kerugian

Daerah, untuk selanjutnya disingkat dengan TPKN/TPKD.41 TPKN/TPKD

bertugas melakukan pemeriksaan Kerugian Negara/Daerah paling lambat 7 (tujuh)

hari kerja setelah dibentuk.42 Tugas dan wewenang TPKN/TPKD adalah sebagai

berikut:43

a. Menyusun kronologis terjadinya Kerugian Negara/Daerah;

b. Mengumpulkan bukti pendukung terjadinya Kerugian Negara/Daerah;

c. Menghitung jumlah Kerugian Negara/Daerah;

d. Menginventarisasi harta kekayaan milik Pegawai Negeri Bukan

Bendahara atau Pejabat Lain yang dapat dijadikan sebagai jaminan

penyelesaian Kerugian Negara/Daerah; dan

e. Melaporkan hasil pemeriksaan kepada pejabat yang membentuknya.

Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2016 mengatur bahwa

hasil pemeriksaan Kerugian Negara/Daerah yang dilakukan oleh TPKN/TPKD

disampaikan kepada orang yang diduga menyebabkan Kerugian Negara/Daerah

untuk dimintakan tanggapan. Tanggapan tersebut disampaikan kepada

TPKN/TPKD paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak surat hasil

pemeriksaan disampaikan.

Dalam hal TPKN/TPKD menerima dan menyetujui tanggapan tersebut,

TPKN/TPKD akan memperbaiki hasil pemeriksaan. Apabila TPKN/TPKD

41 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 9

42 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 10 ayat (1)

43 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 10 ayat (2)

19

menolak tanggapan tersebut maka TPKN/TPKD melampirkan tanggapan atau

klarifikasi tersebut dalam hasil pemeriksaan. Sedangkan apabila TPKN/TPKD

sama sekali tidak menerima tanggapan, maka akan dianggap tidak keberatan atas

hasil pemeriksaan. Atas hasil pemeriksaan akan disampaikan laporan hasil

pemeriksaan kepada pejabat yang membentuk. Laporan hasil pemeriksaan

TPKN/TPKD menyatakan bahwa:44

a. Kekurangan uang, surat berharga, dan/atau barang disebabkan

perbuatan melanggar hukum atau lalai Pegawai Negeri Bukan

Bendahara atau Pejabat Lain; atau

b. Kekurangan uang, surat berharga, dan/atau barang bukan disebabkan

perbuatan melanggar hukum atau lalai Pegwai Negeri Bukan

Bendahara atau Pejabat Lain

Atas laporan hasil pemeriksaan yang disampaikan oleh TPKN/TPKD,

PPKN/D atau pejabat yang diberikan kewenangan dapat memberikan pendapat

dengan menyetujui atau tidak menyetujui atas laporan hasil pemeriksaan

tersebut.45Apabila PPKN/D atau pejabat yang diberi kewenangan tidak

menyetujui atas laporan hasil pemeriksaan, diberi kewenangan segera

menugaskan TPKN/TPKD untuk melakukan pemeriksaan ulang terhadap materi

yang tidak disetujui.46

Sedangkan apabila PPKN/D atau pejabat yang diberi kewenangan

menyetujui laporan hasil pemeriksaan, maka PPKN/D segera menugaskan

44 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 14 ayat (1)

45 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 15 ayat (1)

46 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 15 ayat (2)

20

TPKN/TPKD untuk melakukan penuntutan penggantian Kerugian Negara/Daerah

kepada Pihak yang Merugikan.47

2. Penyelesaian melalui Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak

(SKTJM)

Dalam Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016 diatur juga

bahwa penuntutan penggantian Kerugian Negara/Daerah, TPKN/TPKD

mengupayakan surat pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan Pihak Yang

Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli Waris bahwa kerugian

tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti Kerugian

Negara/Daerah dalam bentuk Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak

(SKTJM). SKTJM adalah surat pernyataan dari Pegawai Negeri Bukan Bendahara

atau Pejabat Lain yang menyatakan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa

Kerugian Negara/Daerah menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti

Kerugian Negara/Daerah dimaksud.48

Pembayaran penggantian kerugian negara/daerah dibayarkan secara tunai

atau angsuran.49 Pembayaran tersebut terdapat perbedaan waktu sesuai dengan

sebab terjadinya kerugian negara/daerah yaitu:

a. Dalam hal kerugian negara.daerah sebagai akibat perbuatan melanggar

hukum, Pihak Yang Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh

47 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 16 ayat (1)

48 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 1 ayat (13)

49 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 17 ayat (1)

21

Hak/Ahli Waris wajib mengganti kerugian negara/daerah paling lama

90 (Sembilan puluh) hari kalender sejak SKTJM ditandatangani;50

b. Dalam hal kerugian negara/daerah sebagai akibat kelalaian, Pihak

Yang Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli Waris wajib

mengganti kerugian negara/daerah dalam waktu paling lama 24 (dua

puluh empat) bulan sejak SKTJM ditandatangani.51

3. Penyelesaian melalui Penerbitan Surat Keputusan Pembebanan

Penggantian Kerugian Sementara (SKP2KS)

Dalam hal SKTJM tidak diperoleh, TPKN/TPKD segera menyampaikan

laporan kepada PPKN/D.52 Selanjutnya paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah

menerima laporan dari TPKN/TPKD, PPKN/D menerbitkan Surat Keputusan

Pembebanan Penggantian Kerugian Sementara (SKP2KS).53 SKP2KS adalah

surat yang dibuat oleh Presiden/Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur, Bupati

atau Walikota/Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah / Kepala Satuan

kerja/Atasan Kepala Satuan Keruja dalam hal SKTJM tidak mungkin diperoleh.54

50 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 17 ayat (2)

51 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 17 ayat (3)

52 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 19 ayat (1)

53 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 19 ayat (2)

54 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 1 ayat (14)

22

SKP2KS mempunyai kekuatan hukum untuk pelaksanaan sita jaminan.55 Atas

SKP2KS yang disampaikan kepada Pihak Yang Merugikan/Pengampu/Yang

Memperoleh Hak/Ahli Waris, dapat diterima atau diajukan keberatan secara

tertulis kepada PPKN/D dengan disertai bukti.56

4. Penyelesaian melalui Majelis

PPKN/D melakukan penyelesaian Kerugian Negara/Daerah mengenai:

a. Kekurangan uang, surat berharga, dan/atau barang bukan disebabkan

perbuatan melanggar hukum atau lalai Pegawai Negeri Bukan

Bendahara atau Pejabat Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14

ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016;

b. Pihak Yang Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli Waris

dinyatakan wanprestasi atas penyelesaian Kerugian Negara/Daerah

secara damai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Peraturan

Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016; atau

c. Penerimaan atau keberatan Pihak Yang Merugikan/Pengampu/Yang

Memperoleh Hak/Ahli Waris atas peneribitan SKP2KS sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 38

Tahun 2016.57

Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016 mengatur bahwa

dalam rangka penyelesaian Kerugian Negara/Daerah maka dibentuk Majelis.

Jumlah anggota Majelis terdiri dari 3 atau 5 orang. Anggota majelis yang dibentuk

oleh Presiden dengan ditetapkan tersendiri oleh Presiden sesuai dengan

55 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 21 ayat (1)

56 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 22

57 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 23

23

kewenangannya. Sedangkan anggota Majelis yang dibentuk oleh Menteri

Keuangan selaku Bendahara Umum Negara ditetapkan tersendiri oleh Menteri

Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sesuai dengan kewenangannya.

Anggota Majelis yang dibentuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga terdiri

dari: 58

a. Pejabat/pegawai pada sekretariat jenderal/kesekretariatan badan lain;

b. Pejabat/pegawai pada inspektorat jenderal/satuan pengawasan internal;

dan

c. Pejabat/pegawai lain yang diperlukan sesuai dengan keahliannya.

Anggota Majelis yang dibentuk oleh Gubernur, Bupati, atau Walikota, terdiri

dari:59

a. Pejabat/pegawai pada sekretariat daerah provinsi/kabupaten/kota;

b. Pejabat/pegawai pada inspektorat provinsi/kabupaten/kota;dan

c. Pejabat/pegawai lain yang diperlukan sesuai dengan keahliannya

Majelis mempunyai tugas memeriksa dan memberikan pertimbangan

kepada PPKN/D atas:60

a. Penyelesaian atas kekurangan uang, surat berharga, dan/atau barang bukan

disebabkan perbuatan melanggar hukum atau lalai Pegawai Negeri Bukan

Bendahara atau Pejabat Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat

(1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016;

b. Penggantian Kerugian Negara/Daerah setelah Pihak Yang Merugikan/

Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli Waris dinyatakan wanprestasi

58 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 24 ayat (5)

59 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 24 ayat (6)

60 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 25

24

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 38

Tahun 2016; dan

c. Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah yang telah diterbitkan SKP2KS

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 38

Tahun 2016.

Dalam melaksanakan tugasnya Majelis melakukan sidang.61 Putusan

Majelis disampaikan kepada PPKN/D.62

5. Penentuan Nilai Kerugian Negara/Daerah

Dalam rangka penyelesaian Kerugian Negara/Daerah, dilakukan

penentuan nilai atas berkurangnya:63

a) Barang milik negara/daerah yang berada dalam penguasaan Pegawai

Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain; dan atau

b) Barang bukan milik negara/daerah yang berada dalam penguasaan

Pegawai Negeri Bukan Bendahara dalam penyelenggaraan tugas

pemerintahan.

Berdasarkan putusan sidang, majelis menyampaikan pertimbangan kepada

PPKN/D untuk menerbitkan Surat Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian

yang selanjutnya disebut SKP2K. SKP2K adalah surat keputusan yang ditetapkan

oleh Presiden/Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur, Bupati atau Walikota yang

61 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 26

62 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 30 ayat (2)

63 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 39 ayat (1)

25

mempunyai kekuatan hukum tetap tentang pembebanan penggantian Kerugian

Negara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain.64

Penentuan nilai didasarkan atas nilai buku atau nilai wajar barang yang

sejenis.Dalam hal nilai buku maupun nilai wajar dapat ditentukan, maka nilai

barang yang digunakan adalah nilai yang tertinggi diantara kedua nilai tersebut.65

6. Penagihan dan Penyetoran

Penagihan dalam rangka penyelesaian Kerugian Negara/Daerah dilakukan

atas dasar SKTJM, SKP2KS, dan SKP2K. Penagihan dilakukan dengan surat

penagihan yang diterbitkan oleh PPKN/D paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak

SKTJM, SKP2KS, atau SKP2K ditetapkan.66

Pihak yang merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli Waris

yang telah melakukan penyetoran ganti Kerugian Negara/Daerah ke Kas

Negara/Daerah sesuai dengan jumlah dan jangka waktu yang tercantum dalam

SKTJM, SKP2KS, atau SKP2K, dinyatakan telah melakukan pelunasan dengan

surat keterangan tanda lunas.67

64 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 1 ayat (15)

65 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 39 ayat (2) dan (3)

66 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 40

67 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 42 ayat (1)

26

Surat keterangan tanda lunas ditandatangani oleh PPKN/D.68Surat

Keterangan tanda lunas disampaikan kepada:69

a. Badan Pemeriksa Keuangan;

b. Majelis;

c. Pihak Yang Merugikan/ Pengampu/ Yang Memperoleh Hak/ Ahli Waris

yang melakukan penyetoran ganti Kerugian Negara/Daerah; dan

d. Instansi yang berwenang melakukan sita atas harta kekayaan.

Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur, Bupati, atau Walikota melaporkan

penyelesaian Kerugian Negara/Daerah kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling

lambat 60 (enam puluh) hari setelah Tuntutan Ganti Kerugian dinyatakan

selesai.70

D. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Dalam Undang-Undang Perbendaharaan, penyelesaian ganti kerugian

negara/daerah terdiri atas penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap

bendahara, dan penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai

negeri bukan bendahara atau pejabat lain. Penetapan ganti kerugian yang

dilakukan oleh bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sesuai

dengan ketentuan Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004.

Sehingga lebih lanjut tata cara penyelesaian ganti kerugian terhadap

68 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 42 ayat (2)

69 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 42 ayat (6)

70 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti KerugianNegara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, PP No. 38 Tahun2016, Pasal 50

27

bendahara ini, diatur secara tersendiri dalam Peraturan Badan Pemeriksa

Keuangan Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti

Kerugian Negara Terhadap Bendahara. Adapun alur penyelesaian kerugian

negara melalui tuntutan ganti kerugian negara terhadap bendahara adalah

dimulai dari penanganan informasi awal, yakni bermula dari adanya

informasi kerugian negara/daerah kemudian dilanjutkan dengan pembentukan

Tim Penyelesaian Kerugian Negara (TPKN); selanjutnya Pemeriksaan oleh

Badan Pemeriksa Keuangan; Penyelesaian melalui Surat Keterangan

Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM); Penyelesaian melalui Surat Keputusan

Penetapan Batas Waktu (SKPBW); serta Penyelesaian melalui Surat

Keputusan Pembebanan (SKP).

2. Sedangkan pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri

bukan bendahara diatur dalam Pasal 63 ayat (1) yang menyatakan bahwa

pengenaan ganti kerugian negara/ daerah terhadap pegawai negeri bukan

bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/ bupati/

walikota, dan ayat (2) menyatakan bahwa tata cara tuntutan ganti kerugian

negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah. Amanat Pasal 63 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tersebut baru ditindaklanjuti oleh

Pemerintah pada tahun 2016 yaitu dengan ditetapkannya Peraturan

Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016 tentang Tata Cara Tuntutan Ganti

Kerugian Negara/Daerah Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau

Pejabat Lain. Adapun alur penyelesaian kerugian negara melalui tuntutan

ganti kerugian negara terhadap pegawai negeri bukan bendahara/pejabat lain

adalah dimulai dari penanganan informasi awal, yakni bermula dari adanya

informasi kerugian negara/daerah kemudian dilanjutkan dengan pembentukan

Tim Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah (TPKN/TPKD); selanjutnya

penyelesaian melalui Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM);

Penyelesaian melalui Penerbitan Surat Keputusan Pembebanan Penggantian

Kerugian Sementara (SKP2KS); Penyelesaian melalui Majelis; selanjutnya

Penentuan Nilai Kerugian Negara/Daerah, Penagihan dan Penyetoran.

28

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Badan Pemeriksa Keuangan. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2018.

Jakarta : Badan Pemeriksa Keuangan, 2018.

Badan Pemeriksa Keuangan. Prosedur Penyelesaian Ganti Kerugian

Negara/Daerah. Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan, 2018.

Djafar, Saidi Muhammad. Hukum Keuangan Negara, Edisi . Jakarta : Rajawali

Pers, 2008.

Yanuar, Purwaning M. Pengembalian Aset Hasil Korupsi. Bandung : Alumni,

2007.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia. Undang-Undang Keuangan Negara, UU No. 17 Tahun 2003, LN No.

47 Tahun 2003, TLN No. 4286.

Indonesia. Undang-Undang Perbendaharaan Negara, UU No. 1 Tahun 2004, LN

No. 5 Tahun 2004, TLN No. 4355.

Indonesia. Undang-Undang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Keuangan Negara, UU No. 15 Tahun 2004, LN No. 66 Tahun 2004, TLN

No. 4400.

Indonesia. Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan, UU No. 15 Tahun

2006, LN No. 85 Tahun 2006, TLN No. 4654.

29

Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian

Negara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat

Lain, PP No. 38 Tahun 2016.

Indonesia. Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan

tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap

Bendahara, Peraturan BPK No. 3 Tahun 2007.

Penulis:

Tim UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau, 2019.

Disclaimer:

Seluruh informasi yang disediakan dalam Tulisan Hukum adalah bersifat umum dan

disediakan untuk tujuan pemberian informasi hukum semata dan bukan merupakan

pendapat instansi.