Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

128
MEKANISME PERTAHANAN EGO TOKOH UTAMA NOVEL FRIDA KARYA BARBARA MUJICA (KAJIAN PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD) Oleh MOCH. HENDY BAYU PRATAMA NIM 022144017 UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

Transcript of Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Page 1: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

MEKANISME PERTAHANAN EGO TOKOH UTAMA

NOVEL FRIDA

KARYA BARBARA MUJICA

(KAJIAN PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD)

Oleh

MOCH. HENDY BAYU PRATAMA

NIM 022144017

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

2006

Page 2: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra tidak lahir dari situasi kosong. Sastra diciptakan pengarang dengan

merujuk pada kenyataan dan masyarakat (Pradopo, 2003:113). Di dalam suatu

karya sastra menceritakan tentang masalah manusia, dan juga kemanusiaan. Lebih

lanjut lagi, karya sastra, menurut Endraswara (2003:96), merupakan produk dari

suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar

(subconsious). Setelah jelas, baru dituangkan ke dalam bentuk secara sadar

(conscious). Antara kesadaran dan ketidaksadaran, selalu mewarnai dalam proses

imajinasi pengarang. Oleh karena itu, karya sastra tidak terlepas dari psikologi.

Endraswara (2003:97) menyatakan bahwa psikologi dan sastra memiliki

hubungan fungsional karena sama-sama untuk mempelajari keadaan kejiwaan

orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut nyata, sedangkan dalam sastra

bersifat imajinatif. Lebih lanjut lagi menurut Darma (2004:130), sastra langsung

atau tidak, merupakan kepanjangan psikologi. Hal ini disebabkan masing-masing

tokoh dalam sastra mempunyai kepentingan dan masalah. Adanya kepentingan

dan adanya masalah inilah mereka saling berinteraksi, dari interaksi inilah

pembaca (penikmat) dapat menyimak watak masing-masing tokoh. Apa yang

dilakukan masing-masing tokoh, dipercakapan, dan dipikirkan, tidak lain adalah

pencerminan jiwa masing-masing tokoh.

Seperti yang dikemukakan oleh Wellek dan Austin (1990:90) dan

Hardjana (1994:60) bahwa ada empat kajian sastra yang berhubungan dengan

psikologi, yaitu (1) kajian mengenai psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai

pribadi, (2) kajian tentang proses kreatif penciptaan sastra yang dilakukan

pengarang, (3) kajian tentang ajaran dan hukum-hukum yang diterapkan pada

karya sastra, dan (4) kajian tentang pengaruh atau dampak sastra pada pembaca.

Lebih lanjut lagi, menurut Hardjana (1994:66) untuk membahas sastra dari

sudut pandang psikologi, seorang peneliti dapat mengamati tingkah laku tokoh-

tokoh tersebut sesuai dengan apa yang diketahuinya tentang jiwa manusia, maka

Page 3: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

peneliti tersebut telah berhasil menggunakan teori-teori psikologi modern untuk

menjelaskan dan menafsirkan sebuah karya sastra.

Di Indonesia, kajian psikologi sastra perkembangannya lebih lambat

daripada sosiologi sastra atau ilmu-ilmu lain. Hal tersebut disebabkan oleh

beberapa faktor, antara lain (1) psikologi sastra seolah-olah hanya berkaitan

dengan manusia sebagai individu, kurang memberikan peranan terhadap subjek

transindividual, sehingga analisis dianggap sempit, (2) dikaitkan dengan tradisi

intelektual, teori-teori psikologi sangat terbatas, sehingga para sarjana sastra

kurang memiliki pemahaman terhadap bidang psikologi sastra, (3) relevansi

analisis psikologis kurang menarik minat khususnya di kalangan mahasiswa. Hal

itu dapat dibuktikan dengan sedikitnya skripsi dan karya tulis yang memanfaatkan

teori psikologi (Ratna, 2004:341).

Sebagai ilmu yang mempelajari semua tingkah laku manusia, kaidah

psikologi banyak diterapkan dalam karya sastra. Untuk itu, antara psikologi dan

karya sastra memiliki hubungan yang erat. Menurut Ratna (2004:343) Ada tiga

cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dengan

sastra, yaitu (1) memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, (2)

memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra, dan

(3) memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca.

Teori psikologi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah

psikoanalisis Sigmund Freud. Hubungan antara sastra dengan psikoanalisis ini

sangat erat. Milner (1992:31—33) menyatakan bahwa hubungan tersebut ada dua

jenis, yaitu: (1) kesamaan antara hasrat-hasrat yang tersembunyi pada setiap

manusia yang menyebabkan kahadiran karya sastra yang mampu menyentuh

perasaan kita, karena karya sastra itu memberikan jalan keluar terhadap hasrat; (2)

kesejajaran antara mimpi dan sastra, dalam hal ini ada hubungan antara elaborasi

karya sastra dengan proses elaborasi mimpi, yang oleh Freud disebut “pekerjaan

mimpi”. Baginya, mimpi seperti tulisan, yaitu sistem tanda yang menunjuk pada

sesuatu yang berbeda dengan tanda-tanda itu sendiri. keadaan orang yang

bermimpi adalah seperti penulis yang menyembunyikan pikiran-pikrannya.

Page 4: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Menurut Library Journal, novel Frida karya Barbara Mujica ini banyak

memuat aspek historis dan psikologis. Semula, novel ini adalah sebuah film. Judul

film tersebut sama dengan judul novel ini, yakni Frida. Film “Frida” tersebut,

dibintangi oleh Salma Hayek dan mendapatkan penghargaan dalam Academy

Award 2002 untuk kategori Best Score. Sosok Frida di dalam novel tersebut,

ditampilkan oleh pengarang sebagai sosok yang sedemikian kompleks, eksentrik,

dan dramatis.

Menurut Indarti (2004:265), dunia wanita tidak saja menarik untuk

diangkat dalam karya sastra, tetapi juga oleh ilmu-ilmu lain yang menggunakan

wanita sebagai objeknya. Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti menganalisis

tokoh utama, yakni Frida, sebagai objek penelitian. Frida Kahlo, di dalam novel

tersebut, adalah seorang wanita yang memiliki berbagai masalah kehidupan baik

fisik maupun psikis, seperti pada usia tujuh tahun dia menderita polio yang

membuat kaki kanannya pincang, dan pada usia dewasa dia mengalami

kecelakaan, sehingga tulang belakang dan kaki kanannya harus diamputasi.

Adapun derita psikis terbesar yang dialami oleh Frida KahIo ini ketika ia menikah

dengan Diego Rivera. Suami sekaligus mentornya ini mempunyai kebiasaan

buruk, yakni suka tidur dengan semua perempuan atau dengan kata lain, ia

termasuk Satyromania. Satyromania ialah keinginan seks yang tidak kunjung

puas, patologis, dan luar biasa besarnya pada seorang pria, biasanya disebut pula

sebagai hyperseksualitas pria (Kartono, 1989:243). Frida mengalami kehancuran

psikis pada puncaknya, ketika ia mengetahui suaminya berselingkuh dengan

adiknya sendiri, yakni Cristina. Hal ini yang membuat hampir semua lukisan

Frida mengambarkan derita fisik dan luka hatinya (Syafiq, 2004:12).

Bertolak dari fenomena kontribusi kajian psikologi dalam sastra, maka

peneliti mengkaji novel Frida karya Barbara Mujica, dengan menggunakan kajian

psikoanalisis, terutama dinamika kepribadian Sigmund Freud. Alasan dipilihnya

novel Frida karya Barbara Mujica sebagai bahan kajian, antara lain, (1) novel

Frida karya Barbara Mujica sebelumnya pernah difilmkan dan mendapat

penghargaan dalam Academy Award 2002 untuk kategori best score, (2) Kirkus,

seorang pengamat bahasa dan sastra, mengatakan bahwa novel ini adalah buku

Page 5: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

fiksi terbaik: kaya, menggetarkan, dan mampu menyelami suasana psikologis

tokoh-tokohnya, lebih lanjut lagi Library Journal menyatakan bahwa novel

tersebut disusun dengan sangat cerdas yang banyak memuat wawasan historis dan

psikologis. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, maka peneliti

menggunakan pendekatan psikologis untuk mengkaji novel tersebut, (3) sejauh

sepengetahuan peneliti, belum ada penelitian yang memakai psikoanalisis untuk

mengkaji novel Frida karya Barbara Mujica.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, pembahasan penelitian ini dibatasi

pada mekanisme pertahanan ego. Adapun alasan peneliti mengkaji mekanisme

pertahanan ego pada tokoh utama menjadi fokus penelitian, antara lain, (1)

mekanisme pertahanan ego pada tokoh utama tersebut muncul secara dominan

dalam novel Frida karya Barbara Mujica, (2) mekanisme pertahanan ego

termasuk salah satu sumbangan utama yang bersejarah dari teori dan praktek

psikoanalisis Sigmund Freud (Corey, 2003:13). Maka, secara rinci rumusan

masalah terpilah menjadi sembilan, antara lain:

(1) bagaimana mekanisme pertahanan ego represi tokoh utama dalam novel

Frida karya Barbara Mujica?

(2) bagaimana mekanisme pertahanan ego sublimasi tokoh utama dalam novel

Frida karya Barbara Mujica?

(3) bagaimana mekanisme pertahanan ego proyeksi tokoh utama dalam novel

Frida karya Barbara Mujica?

(4) bagaimana mekanisme pertahanan ego displacement tokoh utama dalam

novel Frida karya Barbara Mujica?

(5) bagaimana mekanisme pertahanan ego rasionalisasi tokoh utama dalam

novel Frida karya Barbara Mujica?

(6) bagaimana mekanisme pertahanan ego reaksi formasi tokoh utama dalam

novel Frida karya Barbara Mujica?

(7) bagaimana mekanisme pertahanan ego melakonkan tokoh utama dalam

novel Frida karya Barbara Mujica?

Page 6: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

(8) bagaimana mekanisme pertahanan ego nomadisme tokoh utama dalam

novel Frida karya Barbara Mujica?

(9) bagaimana mekanisme pertahanan ego simpatisme tokoh utama dalam

novel Frida karya Barbara Mujica?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dalam penelitian ini

sebagai berikut:

(1) mendeskripsikan mekanisme pertahanan ego represi tokoh utama dalam

novel Frida karya Barbara Mujica.

(2) mendeskripsikan mekanisme pertahanan ego sublimasi tokoh utama dalam

novel Frida karya Barbara Mujica.

(3) mendeskripsikan mekanisme pertahanan ego proyeksi tokoh utama dalam

novel Frida karya Barbara Mujica.

(4) mendeskripsikan mekanisme pertahanan ego displacement tokoh utama

dalam novel Frida karya Barbara Mujica.

(5) mendeskripsikan mekanisme pertahanan ego rasionalisasi tokoh utama

dalam novel Frida karya Barbara Mujica.

(6) mendeskripsikan mekanisme pertahanan ego reaksi formasi tokoh utama

dalam novel Frida karya Barbara Mujica.

(7) mendeskripsikan mekanisme pertahanan ego melakonkan tokoh utama

dalam novel Frida karya Barbara Mujica.

(8) mendeskripsikan mekanisme pertahanan ego nomadisme tokoh utama

dalam novel Frida karya Barbara Mujica.

(9) mendeskripsikan mekanisme pertahanan ego simpatisme tokoh utama

dalam novel Frida karya Barbara Mujica.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan teori sastra, khususnya teori psikologi yang dikembangkan oleh

Page 7: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Sigmund Freud, yakni psikoanalisis. Dalam hal ini, sumbangan pada psikoanalisis

dikhususkan pada konsep mekanisme pertahanan ego.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, manfaat dalam penelitian ini, antara lain. (1) Bagi guru

Bahasa dan Sastra Indonesia, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

sebagai acuan tambahan mengenai kajian sastra, khususnya psikologi sastra. (2)

Bagi peneliti sastra, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

bandingan. (3) Bagi mahasiswa pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, hasil

penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai literatur penambah wawasan

dalam bersastra.

Page 8: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian sebelumnya

Menurut sepengetahuan peneliti, pada tingkat fakultas, pengkajian

terhadap novel Frida karya Barbara Mujica ini belum ada. Namun, peneliti yang

menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud ada tujuh orang. Berikut

gambaran beberapa peneliti yang menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud

untuk mengkaji sebuah novel atau kumpulan cerpen:

No Peneliti Judul Tahun Kategori Inti Bahasan

1 Darwati

(98210031)

Mekanisme

Pertahanan Ego

Tokoh dalam

Kumpulan Cerpen

Enam Mimpi karya

Chiung Yao

(Kajian

Psikoanalisis).

2002 Skripsi Mendeskripsikan represi,

proyeksi, pembentukan

reaksi, proses fiksasi dan

regresi dalam kumpulan

cerpen Enam Mimpi karya

Chiung Yao.

2 Andik Satriya P.

(99210036)

Dinamika

Kepribadian Tokoh

Utama dalam

Novel Melanie

karya V. Lestari

(Tinjauan

Psikologis).

2003 Skripsi Mendeskripsikan naluri,

penyaluran dan

penggunaan energi psikis,

kecemasan, dan

mekanisme pertahanan

ego tokoh utama dalam

novel Melanie karya V.

Lestari.

3 Rahmani R. N.

(99210002)

Kecemasan Tokoh

Utama Firdaus

dalam Novel

Perempuan di Titik

Nol karya Nawal

El-Saadawi (Kajian

Psikoanasis)

2004 Skripsi Mendeskripsikan

kecemasan riel, neurotik,

dan moral pada tokoh

Firdaus dalam Novel

Perempuan di Titik Nol

karya Nawal El- Saadawi.

4 Irene Dwi

Mayasari

(012144213)

Tokoh Utama

Mandar dalam

Novel Cinta

2005 Skripsi Mendeskripsikan

kepribadian psikopat dan

dampak kepribadian

Page 9: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Seorang Psikopat

karya V. Lestari

(Kajian

Psikoanalisis)

psikopat pada tokoh

utama Mandar dalam

novel Cinta Seorang

Psikopat karya V. Lestari.

5 Tutik

Rahmawati.

(00216413)

Novel Imipramine

karya Nova Riyanti

Yusuf (Kajian

Psikoanalisis

Sigmund Freud)

2005 Skripsi Mendeskripsikan id, ego

dan super ego tokoh

utama dalam novel

Imipramine karya Nova

Riyanti Yusuf.

6 Ellysa Rubiyanti

(012144201)

Mimpi dan

Dampak Mimpi

bagi Tokoh Maya

Amanita dalam

Novel Cala Ibi

karya Nukila Amal

2005 Skripsi Mendeskripsikan pola

mimpi dan dampak mimp

tokoh Maya Amanita

dalam novel Cala Ibi

karya Nukila Amal

7 Anis Choirun

Niswah

(98210057)

Analisis Mimpi

dan Realita Tokoh

Aston dalam Novel

Pol karya Putu

Wijaya (Kajian

Psikoanalisis

Sigmund Freud)

2003 Skripsi Mendeskripsikan pola

mimpi, pola realita dari

mimpi dan hubungan kuat

dan realita tokoh Aston

dalam novel Pol karya

Putu WIjaya

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Darwati. Penelitian ini berbentuk

skripsi. Dalam penelitiannya, ia mengkaji kumpulan cerpen Enam Mimpi karya

Chiung Yao, dengan menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud, yakni

mekanisme pertahanan ego. Dalam penelitian tersebut, Darwati (2002:91—94)

menyimpulkan bahwa ego dalam tokoh yang ada pada kumpulan cerpen Enam

Mimpi karya Chiung Yao tidak dapat menanggulangi kecemasan dengan cara-cara

rasional. Sehingga dari hal tersebut akan kembali pada cara-cara yang realistik

yang diistilahkan sebagaimana mekanisme pertahanan ego. Berangkat dari

anggapan tersebut, peneliti menganalisis mekanisme pertahanan ego dalam

perkembangan kehidupan yang tercermin oleh tokoh-tokoh dalam kumpulan

cerpen Enam Mimpi karya Chiung Yao. Adapun mekanisme pertahanan ego yang

Page 10: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

digunakan adalah bentuk penekanan atau Represi, proyeksi, pembentukan reaksi,

fiksasi dan regresi.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Andik Satriya Penelitian ini

berbentuk skripsi. Dalam penelitiannya, ia mengkaji novel Melanie karya V.

Lestari, dengan menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud, yakni dinamika

kepribadian. Dalam penelitian tersebut, Satriya (2003:73—74) menyimpulkan

bahwa di dalam novel Melanie karya V. Lestari mengandung unsur-unsur

pskologi kepribadian yang diiktisarkan dalam rangka struktur, dinamika, dan

perkembangan kepribadian. Dinamika kepribadian tokoh utama dalam novel

Melanie karya V. Lestari, merupakan gerak atau kekuatan yang tercermin pada

sikap atau tingkah laku tokoh utama yang membedakan dengan tokoh lain.

Melalui dinamika kepribadian, memberikan ciri tersendiri bagi tokoh utama. Ciri

ini melekat pada tokoh utama. Ciri ini melekat pada tokoh utama yang berupa

sikap-sikap, sifat-sifat, dan nilai-nilai yang khas.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Rahmani Penelitian ini berbentuk

skripsi. Dalam penelitiannya, ia mengkaji novel Perempuan di Titik Nol karya

Nawal el-Saadawi, dengan menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud,

yakni kecemasan. Dalam penelitian tersebut, Rahmani (2004:74—75)

menyimpulkan bahwa bentuk kecemasan realitas Firdaus terlihat kebenciannya

pada kemiskinan. Proses kecemasan neurosis muncul karena ia tidak mampu

mereduksi keinginan-keinginan naluri-naluri yang ada pada dirinya, yakni

ekonominya. Adapun kecemasan moral pada tokoh Firdaus diperlihatkan secara

langsung. Rasa bersalah yang telah mengendap sekian lama diikuti dengan rasa

benci yang makin memuncak dan tak tertahankan, yang akhirnya terjadi

pembunuhan.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Irene Dwi Mayasari. Penelitian

ini berbentuk skripsi. Dalam penelitiannya, ia mengkaji novel Cinta Seorang

Psikopat karya V. Lestari, dengan menggunakan teori psikoanalisis Sigmund

Freud, yakni kepribadian seorang psikopat. Dalam penelitian tersebut, Mayasari

(2005:49—51) menyimpulkan bahwa kepribadian psikopat tokoh utama Mandar

dalam novel Cinta Seorang Psikopat karya V. Lestari dikarenakan adanya

Page 11: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

pengalaman masa lalu, dimana Mandar menganggap pengalaman tersebut

merupakan peristiwa yang patut ditiru. Kepribadian psikopat Mandar dicerminkan

dengan adanya tingkah laku dan relasi sosial yang selalu asosial, tanpa perasaan,

emosinya tidak matang, tidak bertanggung jawab, serta sering dicirikan dengan

penyimpangan seksualitas. Dampak kepribadian psikopat tokoh utama Mandar

berada pada kondisi dikucilkan masyarakat, karena Mandar dianggap manusia

jahat dan tidak waras.

Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Tutik Rahmawati. Penelitian ini

berbentuk skripsi. Dalam penelitiannya, ia mengkaji novel Imipramine karya

Nova Riyanti Yusuf dengan menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud,

yakni struktur kepribadian (id, ego, dan superego). Dalam penelitian tersebut,

Rahmawati (2005:48—49) menyimpulkan novel Imipramine karya Nova Riyanti

Yusuf ini menyuguhkan masalah yang sangat kompleks. Berbagai kemelut batin

dalam tiap-tiap tokohnya, yang disuguhkan pengarang Nova Riyanti Yusuf pada

novelnya, yaitu gejolak batin sampai pada titik sebuah konflik.

Keenam, penelitian yang dilakukan oleh Ellysa Rubiyanti. Penelitian ini

berbentuk skripsi. Dalam penelitiannya, ia mengkaji novel Cala Ibi karya Nukila

Amal dengan menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud, yakni analisis

mimpi. Dalam penelitian tersebut, Rubiyanti (2005:52) menyimpulkan dalam

analisisnya tentunya tidak bisa dilepaskan dari pola mimpi tokoh Maya Amanita

sendiri, yang didalamnya berkaitan dengan hubungan antara alam sadar dengan

mimpi tokoh Maya Amanita, keterkaitan simbol dan mimpi tokoh Maya Amanita,

dan keterkaitan mimpi tokoh Maya Amanita dengan id, ego, dan superego.

Namun, tentunya mimpi-mimpi yang dialami Maya Amanita tersebut berdampak

bagi dirinya.

Ketujuh, penelitian yang dilakukan oleh Anis Choirun Niswah. Penelitian

ini berbentuk skripsi. Dalam penelitiannya, ia mengkaji novel Pol karya Putu

Wijaya dengan menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud, yakni analisis

mimpi. Dalam penelitian tersebut, Niswah (2003:66—68) menyimpulkan bahwa

antara mimpi dan realita tokoh Aston dalam novel Pol karya Putu Wijaya,

mempuyai hubungan satu dengan yang lainnya. Dari hubungan mimpi dan realita

Page 12: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

tersebut, tercipta dampak psikis yang bukan hanya dialami oleh tokoh Aston dan

dirinya sendiri, tetapi juga oleh keluarga dan masyarakat sekelilingnya. Dampak

psikis tersebut terlihat dari rangkaian perjalanan yang melatarbelakangi dan

sedang dihadapi oleh tokoh Aston serta bagaimaan tokoh tersebut menyikapinya.

Berdasarkan uraian-uraian singkat penelitian tentang kajian psikoanalisis,

hal tersebut sangat berguna bagi penulis, karena dengan adanya penelitian-

penelitian tersebut, peneliti dapat mengetahui lebih dalam seluk-beluk tentang

teori psikoanalisis Sigmund Freud.

2.2 Tokoh Utama

Dalam karya sastra, terdapat tokoh yang menjadi pusat cerita, tokoh inilah

yang disebut tokoh utama. Nurgiyantoro (1995:177) menyatakan bahwa tokoh

utama adalah tokoh yang paling banyak diceritakan sebagai pelaku kejadian

maupun dikenai kejadian. Adapun Aminudin (1990:80) menyatakan bahwa tokoh

utama adalah tokoh yang paling banyak diberi komentar, dan dibicarakan oleh

pengarangnya.

Adapun menurut Najid (2003:23), rumusan tokoh utama dapat ditinjau

melalui tiga segmen, antara lain: (1) frekuensi muncul, tokoh utama umumnya

sering atau bahkan selalu muncul dalam setiap episode, sedangkan tokoh

bawahan, sedikit sekali kemunculannya; (2) komentar pengarang, tokoh utama

adalah tokoh yang sering dikomentari dan dibicarakan oleh pengarang cerita,

sedangkan tokoh tambahan dikomentari atau dibicarakan hanya sekadarnya saja;

dan (3) judul cerita, tokoh utama biasanya dijadikan sebagai judul cerita.

Berdasarkan paparan diatas, mengenai tokoh utama, maka yang digunakan

sebagai acuan pada penelitian ini yaitu rumusan tokoh utama yang ditulis oleh

Najid. Alasan digunakannya tulisan Najid mengenai tokoh utama, yakni: paparan

mengenai tokoh utama yang diungkapkan oleh Najid lebih mengena, paparan

yang diungkapkan Najid mengenai tokoh utama lebih lengkap dibanding dengan

paparan mengenai tokoh utama yang diungkapkan oleh para praktisi sastra yang

lain.

Page 13: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

2.3 Teori Psikoanalisis Sigmund Freud

Teori psikologi yang paling banyak diacu dalam pendekatan psikologi atau

yang paling dominan dalam analisis karya sastra adalah teori Psikoanalisis

Sigmund Freud (Ratna, 2004:62 dan 344). Menurut Freud (2002:3), psikoanalisis

ialah sebuah metode perawatan medis bagi orang-orang yang menderita gangguan

syaraf. Psikoanalisis merupakan suatu jenis terapi yang bertujuan untuk

mengobati seseorang yang mengalami penyimpangan mental dan syaraf.

Lebih lanjut lagi, menurut Fudyartanta (2005:17) psikoanalisis merupakan

psikologi ketidak-sadaran, perhatian-perhatiannya tertuju ke arah bidang-bidang

motivasi, emosi, konflik, simpton-simpton neurotik, mimpi-mimpi, dan sifat-sifat

karakter. Psikoanalisis dikembangkan oleh Sigmund Freud ketika ia menangani

neurosis dan masalah mental lainnya.

Menurut Corey (2003:13), sumbangan-sumbangan utama yang bersejarah

dari teori dan praktek psikoanalitik mencakup:

(1) Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan pemahaman

terhadap sifat manusia bisa diterapkan pada peredaan penderitaan manusia.

(2) Tingkah laku diketahui sering ditentukan oleh faktor-faktor tak sadar.

(3) Perkembangan pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat

terhadap kepribadian di masa dewasa.

(4) Teori psikoanalitik menyediakan kerangka kerja yang berharga untuk

memahami cara-cara yang digunakan oleh individu dalam mengatasi

kecemasan dengan mengandaikan adanya mekanisme-mekanisme yang

bekerja untuk menghindari luapan kecemasan.

(5) Pendekatan psikoanalitik telah memberikan cara-cara mencari keterangan

dari ketaksadaran melalui analisis atas mimpi-mimpi, resistensi-resistensi,

dan transferensi-transferensi

Dalam teori psikoanalisis yang dipakainya, kepribadian dipandang sebagai

suatu struktur yang terdiri dari tiga unsur dan sistem, yakni Id (Das Es), Ego (Das

Ich), dan Superego (Das Uber Ich) (Koeswara, 1991:32; Poduska, 2000:78).

Ketiga sistem kepribadian ini satu sama lain saling berkaitan serta membentuk

totalitas dan tingkah laku manusia yang tak lain merupakan produk interaksi

Page 14: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

ketiganya. Id adalah komponen biologis, ego adalah komponen psikologis,

sedangkan superego merupakan komponen sosial (Corey, 2003:14). Berikut akan

dijelaskan lebih lanjut mengenai ketiga sistem kepribadian menurut teori

psikoanalisis Sigmund Freud.

2.3.1 Id

Id adalah sistem kepribadian yang asli atau sistem kepribadian yang paling

dasar, sistem yang di dalamnya terdapat naluri bawaan (Koeswara, 1991:32).

Adapun menurut Palmquist (2005:105), id ialah bagian bawah sadar psikis yang

berusaha memenuhi dorongan naluriah dasar. Lebih lanjut lagi menurut Corey

(2003:14), id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri. Id kurang

terorganisasi, buta, menuntut, mendesak, dan bersifat tidak sadar. Id hanya timbul

oleh kesenangan tanpa disadari oleh nilai, etika, dan akhlak. Dengan beroperasi

pada prinsip kesenangan ini, id merupakan sumber semua energi psikis, yakni

libido, dan pada dasarnya bersifat seksual.

Id adalah aspek biologis dan merupakan sistem original dalam kepribadian

dan dari aspek ini kedua aspek lain tumbuh. Id hanya memburu hawa nafsunya

saja tanpa menilai hal tersebut baik atau buruk. Ia merupakan bagian

ketidaksadaran yang primitif di dalam pikiran, yang terlahir bersama individu

(Berry, 2001:75).

Id bekerja sejalan dengan prinsip-prinsip kenikmatan, yang bisa dipahami

sebagai dorongan untuk selalu memenuhi kebutuhan dengan serta merta. Fungsi

satu-satunya id adalah untuk mengusahakan segera tersalurnya kumpulan-

kumpulan energi atau ketegangan yang dicurahkan dalam jasadnya oleh

rangsangan-rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar. Ia bertugas

menerjemahkan kebutuhan satu organisme menjadi daya-daya motivasional, yang

dengan kata lain disebut dengan insting atau nafsu. Freud juga menyebutnya

dengan kebutuhan. Penerjemahan dari kebutuhan menjadi keinginan ini disebut

dengan proses primer (Boeree, 2005:38).

Page 15: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

2.3.2 Ego

Ego berbeda dengan Id. Ego ialah sistem kepribadian yang bertindak

sebagai pengarah individu kepada objek dari kenyataan, dan menjalankan

fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan (Koeswara 1991:33—34). Adapun

menurut Ahmadi (1992:152), ego tampak sebagai pikiran dan pertimbangan. Ego

bertindak sebagai lawan dari Id. Ego timbul karena adanya kebutuhan-kebutuhan

organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan dunia kenyataan.

Ego memiliki kontak dengan dunia eksternal dari kenyataan. Ego adalah

eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur

(Corey, 2003:14). Ego merupakan tempat berasalnya kesadaran, biarpun tak

semua fungsinya bisa dibawa keluar dengan sadar (Berry, 2001:76).

Ego merupakan aspek psikologis yang timbul karena kebutuhan organisme

untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan. Ego dapat membedakan

sesuatu yang hanya ada di dalam dunia batin dan sesuatu yang ada di dunia luar.

Peran utama ego adalah menjadi jembatan antara kebutuhan insting dengan

keadaan lingkungan, demi kepentingan adanya organisme.

Menurut Bertens (2002:71) tugas ego adalah untuk mempertahankan

kepribadiannya sendiri dan menjamin penyesuaian dengan alam sekitar. Ego juga

mengontrol apa yang mau masuk kesadaran dan apa yang akan dikerjakannya.

Ego menghubungkan organisme dengan realitas dunia melalui alam sadar yang

dia tempati, dan dia mencari objek-objek untuk memuaskan keinginan dan nafsu

yang dimunculkan id untuk merepresentasikan apa yang dibutuhkan organisme.

Proses penyelesaian ini disebut dengan proses sekunder (Boeree, 2005:39).

2.3.3 Superego

Superego ialah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-

aturan yang sifatnya evaluatif (Koeswara, 1991:34—35). Ia bertindak sebagai

pengarah atau hakim bagi egonya. Menurut Kartono (1996:129) superego adalah

zat yang paling tinggi pada diri manusia, yang memberikan garis-garis pengarahan

ethis dan norma-norma yang harus dianut. Superego lebih merupakan

Page 16: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

kesempurnaan daripada kesenangan, karena itu dapat dianggap sebagai aspek

moral kepribadian.

Adapun superego menurut Palmquist (2004:103), adalah bagian dari jiwa

manusia yang dihasilkan dalam menanggapi pengaruh orangtua, guru, dan figur-

figur otoritas lainnya pada masa anak-anak. Inilah gudang psiki bagi semua

pandangan tentang yang benar dan yang salah.

Superego adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian. Superego

merepresentasikan hal yang ideal, dan mendorongnya bukan kepada kesenangan,

melainkan kepada kesempurnaan. Superego berkaitan dengan imbalan-imbalan

dan hukuman-hukuman. Imbalan-imbalannya adalah perasaan-perasaan bangga

dan mencintai diri, sedangkan hukuman-hukumannya adalah perasaan-perasaan

berdosa dan rendah diri (Corey, 2003:15).

Lebih lanjut lagi, Menurut Hall dan Gardner (1993:67—68) Fungsi utama

dari superego antara lain (1) sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-

impuls naluri id agar impuls-impuls tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk

yang dapat diterima oleh masyarakat; (2) mengarahkan ego pada tujuan-tujuan

yang sesuai dengan moral ketimbang dengan kenyataan; dan (3) mendorong

individu kepada kesempurnaan. Superego senantiasa memaksa ego untuk

menekan hasrat-hasrat yang berbeda ke alam bawah sadar. Superego, bersama

dengan id, berada di alam bawah sadar.

Jadi superego cenderung untuk menentang, baik ego maupun id, dan

membuat dunia menurut konsepsi yang ideal. Ketiga aspek tersebut meski

memiliki karakteristik sendiri dalam prakteknya, namun ketiganya selalu

berinteraksi secara dinamis.

2.4 Mekanisme Pertahanan Ego

Mekanisme pertahahan ego termasuk dalam teori psikoanalisis Sigmund

Freud. Timbulnya mekanisme pertahanan ego tersebut, karena adanya kecemasan-

kecemasan yang dirasakan individu. Maka, mekanisme pertahanan ego terkait

dengan kecemasan individu. Adapun definisi kecemasan ialah perasaan terjepit

Page 17: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

atau terancam, ketika terjadi konflik yang menguasai ego (Boeree, 2005:42).

Kecemasan-kecemasan ini ditimbulkan oleh ketegangan yang datang dari luar.

Sigmund Freud (dalam Koeswara, 1991:46) sendiri mengartikan

mekanisme pertahanan ego sebagai strategi yang digunakan individu untuk

mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-dorongan id maupun untuk

menghadapi tekanan superego atas ego, dengan tujuan agar kecemasan bisa

dikurangi atau diredakan.

Mekanisme-mekanisme pertahanan ego itu tidak selalu patologis, dan bisa

memiliki nilai penyesuaian jika tidak menjadi suatu gaya hidup untuk

menghindari kenyataan. Mekanisme-mekanisme pertahanan ego yang digunakan

oleh individu bergantung pada taraf perkembangan dan derajat kecemasan yang

dialaminya (Corey, 2003:18).

Lebih lanjut lagi, semua mekanisme pertahanan ego memiliki dua ciri

umum, yakni (1) mereka menyangkal, memalsukan atau mendistorsikan

kenyataan, dan (2) mereka bekerja secara tidak sadar sehingga orangnya tidak

tahu apa yang terjadi (Hall & Gardner, 1993:86).

Menurut Freud, sebenarnya ada bermacam bentuk mekanisme pertahanan

ego yang umum dijumpai, tetapi peneliti hanya mengambil sembilan macam saja,

yakni: (1) represi, (2) sublimasi, (3) proyeksi, (4) displacement, (5) rasionalisasi,

(6) pembentukan reaksi atau reaksi formasi, (7) melakonkan, (8) nomadisme, dan

(9) simpatisme. Alasan peneliti menggunakan sembilan macam bentuk

mekanisme pertahanan ego tersebut, karena kesembilan mekanisme pertahanan

ego itulah yang timbul pada tokoh utama dalam novel Frida karya Barbara

Mujica, Beberapa macam mekanisme pertahanan ego yang digunakan dalam

penelitian ini antara lain sebagai berikut.

2.4.1 Represi

Represi merupakan mekanisme pertahanan yang paling umum dan

merupakan dasar bagi banyak teori Freud (Berry, 2001:79; Hall & Gardner,

1993:87). Menurut Freud (2003:166), represi ialah sebentuk upaya pembuangan

setiap bentuk impuls, ingatan, atau pengalaman yang menyakitkan atau

memalukan dan menimbulkan kecemasan tingkat tinggi. Adapun menurut

Page 18: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Koeswara (1991:46), represi ialah mekanisme yang dilakukan oleh ego untuk

meredakan kecemasan dengan jalan menekan dorongan-dorongan atau keinginan-

keinginan yang menjadi penyebab kecemasan tersebut kedalam alam tak sadar.

Lebih lanjut lagi, menurut Poduska (2000:122), represi ialah suatu

pertahanan dengan mana anda secara otomatis mengubur pikiran-pikiran atau

keinginan yang tak dapat diterima dalam ketaksadaran anda. Kecemasan-

kecemasan tersebut dikubur ke alam bawah sadar seseorang. Sedangkan menurut

Corey (2003:19—20) represi merupakan isi kesadaran yang traumatis atau bisa

membangkitkan kecemasan, mendorong kenyataan yang tidak bisa diterima

kepada ketaksadaran, atau menjadi tidak menyadari hal-hal yang menyakitkan.

Mekanisme pertahanan ego ini sangat berbahaya. Apabila otak bawah sadar

mereka tidak mampu menampung lagi, maka kecemasan-kecemasan tersebut akan

timbul ke permukaan dalam bentuk reaksi emosi yang berlebihan.

2.4.2 Sublimasi

Menurut Freud (2003:166), sublimasi ialah suatu proses bawah sadar

dimana libido ditunjukkan atau diubah arahnya ke dalam bentuk penyaluran yang

lebih dapat diterima. Adapun menurut Koeswara (1991:46—47), sublimasi ialah

mekanisme pertahanan ego yang ditujukan untuk mencegah dan atau meredakan

kecemasan dengan cara mengubah dan menyesuaikan dorongan primitif Id yang

menjadi penyebab kecemasan ke dalam bentuk (tingkah laku) yang bisa diterima

oleh masyarakat.

Lebih lanjut lagi, menurut Corey (2003:19) sublimasi ialah suatu

mekanisme pertahanan ego yang menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau

yang secara sosial lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya. Sedangkan

menurut Poduska (2000:120) sublimasi suatu mekanisme pertahanan ego yang

melepaskan unek-unek perasaan, terutama yang bersifat seksual dalam suatu cara

yang tidak bersifat seksual. Sublimasi selalu mengubah berbagai rangsangan yang

tidak diterima, apakah itu dalam bentuk seks, kemarahan, ketakutan atau bentuk

lainnya, ke dalam bentuk-bentuk yang bisa diterima secara sosial (Boeree,

Page 19: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

2005:54). Mekanisme pertahanan ego seperti ini sangat bermanfaat, karena tidak

ada pihak yang merasa dirugikan, baik individu itu sendiri ataupun orang lain.

2.4.3 Proyeksi

Menurut Koeswara (1991:47), proyeksi ialah suatu mekanisme pertahanan

ego yang mengalihkan dorongan, sikap, atau tingkah laku yang menimbulkan

kecemasan kepada orang lain. Adapun menurut Berry (2001:80), proyeksi ialah

suatu mekanisme yang menimpakan kesalahan dan dorongan tabu kepada orang

lain.

Lebih lanjut lagi, menurut Poduska (2000:121) proyeksi ialah suatu

mekanisme pertahanan dengan mana anda mempertahankan diri dari pikiran-

pikiran dan keinginan-keinginan yang tak dapat diterima, dengan menyatakan hal

tersebut kepada orang lain. Mekanisme pertahanan ego proyeksi ini selalu

mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang

lain (Corey, 2003:18). Mekanisme pertahanan ego ini meliputi kecenderungan

untuk melihat hasrat anda yang tidak bisa diterima oleh orang lain.

Proyeksi sering kali melayani tujuan rangkap. Ia mereduksikan kecemasan

dengan cara menggantikan suatu bahaya besar dengan bahaya yang lebih ringan,

dan memungkinkan orang yang melakukan proyeksi mengungkapkan impuls-

impulsnya dengan berkedok mempertahankan diri dari musuh-musuhnya (Hall &

Gardner, 1993:88).

Mekanisme pertahanan ego ini merupakan kebalikan dari melawan diri

sendiri (Boeree, 2005:49). Individu yang secara tidak sadar melakukan

mekanisme pertahanan ego seperti ini, biasanya berbicara sebaliknya atau

pengkambinghitaman kepada orang atau kelompok lain.

2.4.4 Displacement

Menurut Koeswara (1991:47), displacement ialah pengungkapan dorongan

yang menimbulkan kecemasan kepada objek atau individu yang kurang berbahaya

atau kurang mengancam dibandingkan dengan objek atau individu yang semula.

Adapun menurut Corey (2003:19) displacement adalah suatu mekanisme

Page 20: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

pertahanan ego yang mengarahkan energi kepada objek atau orang lain apabila

objek asal atau orang yang sesungguhnya, tidak bisa dijangkau.

Lebih lanjut lagi, menurut Poduska (2000:119) displacement ialah

mekanisme pertahanan ego dengan mana anda melepaskan gerak-gerik emosi

yang asli, dan sumber pemindahan ini dianggap sebagai suatu target yang aman.

Mekanisme pertahanan ego ini, melimpahkan kecemasan yang menimpa

seseorang kepada orang lain yang lebih rendah kedudukannya.

2.4.5 Rasionalisasi

Menurut Poduska (2000:116) rasionalisasi ialah suatu mekanisme

pertahanan dengan mana anda berusaha untuk membenarkan tindakan-tindakan

anda terhadap anda sendiri ataupun orang lain. Adapun menurut Koeswara

(1991:47—48), rasionalisasi ialah menyelewengkan atau memutarbalikkan

kenyataan yang mengancam ego, melalui dalih atau alasan tertentu yang seakan-

akan masuk akal, sehingga kenyataan tersebut tidak lagi mengancam ego individu

yang bersangkutan.

Lebih lanjut lagi, menurut Berry (2001:82), rasionalisasi ialah mencari

pembenaran atau alasan bagi prilakunya, sehingga manjadi lebih bisa diterima

oleh ego daripada alasan yang sebenarnya. Sedangkan menurut Boeree (2005:53)

rasionalisasi ialah pendistorsian kognitif terhadap “kenyataan” dengan tujuan

kenyataan tersebut tidak lagi memberi kesan menakutkan.

Rasionalisasi selalu menciptakan alasan-alasan yang “baik” guna

menghindarkan ego dari cedera, atau memalsukan diri sehingga kenyataan yang

mengecewakan menjadi tidak begitu menyakitkan (Corey, 2003:19). Seseorang

yang melakukan mekanisme pertahanan ego seperti ini, akan membuat informasi-

informasi palsu atau dibuat-buat sendiri.

2.4.6 Pembentukan Reaksi atau Reaksi Formasi

Menurut Hall dan Gardner (1993:88) pembentukan reaksi atau reaksi

formasi ialah suatu mekanisme pertahanan ego yang mengantikan suatu impuls

atau perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan lawan atau kebalikannya

Page 21: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

dalam kesadarannya. Adapun menurut Koeswara (1991:48) ialah mekanisme

pertahanan ego yang mengendalikan dorongan-dorongan primitif agar tidak

muncul sambil secara sadar mengungkapkan tingkah laku sebaliknya.

Lebih lanjut lagi menurut Corey (2003:20) reaksi formasi ialah mekanisme

pertahanan ego yang melakukan tindakan berlawanan dengan hasrat-hasrat tak

sadar. Jika perasaan-perasaan yang awal dapat menimbulkan ancaman, maka

seseorang menampilkan tingkah laku yang berlawanan guna menyangkal

perasaan-perasaan yang bisa menimbulkan ancaman itu.

Reaksi formasi ini melakukan kebalikan dari ketaksadaran, pikiran, dan

keinginan-keinginan yang tidak dapat diterima (Poduska, 2000:121). Reaksi

formasi ini melakukan perbuatan yang sebaliknya, apabila perbuatan yang

pertama itu, bisa menimbulkan kecemasan yang mengancam dirinya.

2.4.7 Melakonkan

Menurut Poduska (2000:122), melakonkan ialah suatu mekanisme

pertahanan ego yang untuk meredakan atau menghilangkan kecemasan tersebut,

dengan cara membiarkan ekspresinya keluar. Melakonkan merupakan kebalikan

dari represi yang menekan dorongan-dorongan atau keinginan-keinginan yang

menjadi penyebab kecemasan tersebut ke dalam alam tak sadar. Mekanisme

pertahanan ego ini membiarkan ekspresinya mengalir apa adanya. Tidak ada

bentuk penahanan atau penutupan atas kecemasan yang diterimanya.

2.4.8 Nomadisme

Menurut Poduska (2000:116), nomadisme ialah suatu mekanisme

pertahanan ego, yang untuk meredakan atau menghilangkan kecemasan tersebut,

dengan cara berusaha lepas dari kenyataan. Dalam menggunakan mekanisme

pertahanan ego seperti ini, dia berusaha mengurangi kecemasan dengan

memindahkan diri sendiri (secara fisik) dari ancaman. Dia berusaha sesering

mungkin atau tidak sama sekali berhadapan dengan individu atau objek yang akan

menimbulkan kecemasan.

Page 22: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

2.4.9 Simpatisme

Menurut Poduska (2000:117), simpatisme ialah suatu mekanisme

pertahanan ego, yang untuk meredakan atau menghilangkan kecemasan tersebut,

dengan cara mencari sokongan emosi atau nasihat dari orang lain. Seseorang yang

melakukan mekanisme pertahanan ego seperti ini akan mencari teman dekatnya

untuk membicarakan masalah-masalah atau kecemasan yang telah diterimanya.

Dia berusaha mendapatkan kata-kata yang bisa membangkitkan gairah untuk

menghadapinya.

Page 23: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Data dan Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah novel Frida karya Barbara Mujica.

Semula, novel ini dua tahun lalu difilmkan dengan judul sama yakni “Frida” dan

mendapatkan penghargaan dalam Academy Award 2002 untuk kategori Best

Score. Novel ini berukuran 17 x 11 Cm, terdiri atas 774 + xxviii halaman dan

merupakan cetakan pertama penerbit Bentang.

Pada sampul depan novel ini menampilkan sosok Salma Hayek yang

ketika itu berperan sebagai Frida. Pada bagian kiri atas novel tersebut tertulis

nama pengarang, Barbara Mujica. Dibawahnya terdapat nama judul novel

tersebut, yakni Frida. Pada bagian bawah sebelah kiri terdapat tanggapan

seseorang atas novel ini, yakni Kirkus.

Pada penelitian ini data yang digunakan berupa (1) kalimat, dan (2)

penggalan alinea yang terdapat dalam novel Frida karya Barbara Mujica.

3.2 Pendekatan Penelitian

Penelitian tentang mekanisme pertahanan ego pada tokoh utama dalam

novel Frida karya Barbara Mujica ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif ialah penelitian yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat

suatu individu, atau gejala yang terjadi atau yang nyata (Jabrohim, 2001:23).

Penelitian ini mendeskripsikan tingkah laku tokoh utama yang terdapat di dalam

novel Frida karya Barbara Mujica, di saat dia merasakan kecemasan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan ekstrinsik yang menggunakan

Propotional Knowledge. Menurut Satoto (1986:131), pendekatan ekstrinsik ini

lebih menitikberatkan pada konteksnya daripada teksnya. Konteks sastra ini

terdapat di luar teks sastranya. Dalam pendekatan ekstrinsik, Rene Wellek (dalam

Satoto, 1986:131—132) menghubungkan sastra dengan hal-hal di luar sastra,

seperti (1) sastra dan biografi, (2) sastra dan psikologi, (3) sastra dan sosial

(masyarakat), (4) sastra dan idea-idea, (5) sastra dan cabang-cabang seni yang

lain. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, maka pendekatan penelitian ini

Page 24: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

merupakan pendekatan ekstrinsik yang menghubungkan sastra dan psikologi,

terutama psikoanalisis Sigmund Freud.

Adapun Propotional Knowledge, ialah teori formal yang didasarkan dari

teori yang dipakai para ahli dan merupakan penelitian yang datang dari intuisi

(Djojosuroto, 2001:138). Propotional Knowledge membutuhkan suatu teori yang

digunakan sebagai acuan untuk melakukan sebuah penelitian. Teori-teori yang

digunakan untuk melakukan penelitian ini berasal dari para ahli di bidangnya.

Adapun teori yang dipakai di dalam penelitian ini adalah teori psikoanalisis

Sigmund Freud, terutama mekanisme pertahanan ego.

3.3 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode klasifikasi,

deskriptif, dan analisis. Analisis data yang ditinjau dari segi klasifikasi yakni data-

data yang telah diklasifikasikan tersebut, lalu dideskripsikan apa adanya tanpa

adanya penilaian, kemudian dilakukan penganalisisan. Analisis data merupakan

tahap inti dari penelitian penelitian kualitatif ini. Metode klasifikasi, deskriptif,

dan analisis dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan mekanisme

pertahanan ego tokoh utama yang terdapat di dalam novel Frida karya Barbara

Mujica.

3.4 Prosedur Penelitian Data

Pada tahap prosedur penelitian data ini, peneliti melakukan beberapa

tahap, yaitu:

(1) membaca dan memahami novel Frida karya Barbara Mujica.

(2) mengidentifikasikan peristiwa atau perilaku tokoh utama yang

berhubungan dengan teori psikoanalisis Sigmund Freud, terutama

mekanisme pertahanan ego.

(3) mengklasifikasikan hasil identifikasi sesuai dengan arah penelitian dan

menganalisisnya.

(4) mendeskripsikan hasil analisis berdasarkan rumusan masalah.

(5) menyimpulkan hasil penelitian.

Page 25: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

BAB IV

MEKANISME PERTAHANAN EGO TOKOH UTAMA

NOVEL FRIDA KARYA BARBARA MUJICA

Dalam bab keempat ini, peneliti menganalisis mekanisme pertahanan ego

yang terdapat dalam novel Frida karya Barbara Mujica. Mekanisme pertahanan

ego dalam penelitian ini difokuskan pada sembilan macam, yakni (1) represi, (2)

sublimasi, (3) proyeksi, (4) displacement, (5) rasionalisasi, (6) reaksi formasi, (7)

melakonkan, (8) nomadisme, (9) simpatisme.

4.1 Mekanisme Pertahanan Ego Represi

Pada novel Frida karya Barbara Mujica, Frida sebagai sosok tokoh utama,

secara tidak sadar melakukan mekanisme pertahanan ego represi. Pertama, hal ini

dibuktikan ketika dirinya mengalami keputusasaan dalam melukis. Frida tidak

menemukan paduan warna yang cocok untuk lukisannya.

Suatu hari ia tidak dapat menemukan paduan warna yang tepat untuk potret dirinya (Mujica, 2004:360).

Tatkala dirinya tidak menemukan paduan warna yang tepat, Frida menjadi

marah. Frida lalu menyalahkan dirinya sendiri dan mulai menggambar sesuatu di

kanvasnya, Frida melukis atau menggambar tanda X hitam di seluruh kanvas

miliknya.

“Sial! Sial! Sial! Aku tidak dapat melakukan apa-apa dengan baik!” tiba-tiba ia mengambil kuas dan mulai menggambar X hitam di seluruh kanvas (Mujica, 2004:361).

Upaya untuk meredakan kecemasan Frida melalui represi ini bukan tanpa

resiko. Dorongan-dorongan pada Frida yang direpres atau ditekan tersebut tetap

aktif di dalam alam tak sadar. Terbukti pada saat itu kecemasan yang direpres atau

disimpan ke dalam alam tak sadarnya, pada waktu kecil kembali muncul.

Tiba-tiba selintas bayangan masuk di kepalaku. Kelas Miss Caballero. Saat ketika guru itu berusaha mempermalukan Frida di depan murid-murid lain. Dan Frida yang meronta melepaskan diri dan menutupi dirinya dengan cat (Mujica, 2004:262—363).

Page 26: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Mekanisme pertahanan ego represi ini memerlukan energi psikis yang

besar untuk menjaganya agar tidak muncul ke alam sadar. Pengurasan energi

psikis oleh mekanisme represi ini bisa membawa akibat berupa tidak efektifnya

ego dalam memelihara dan menuntun tingkah laku individu. Adapun dampak dari

mekanisme pertahanan ego represi yang telah dilakukan oleh Frida itu di

antaranya dengan menggambar tanda X hitam di kanvasnya. Frida juga mulai

menulis-nulis secara kasar dan mencampurkan semua warna yang ada di dekatnya

sampai kanvasnya berubah menjadi hitam kecokelat-coklatan.

Frida terus melukis X lalu ia mengambil kuas dan mulai menulis-nulis dengan kasar, mencampurkan semua warna sampai mereka semua menjadi hitam-kecokelatan (Mujica, 2004:261).

Selain itu, Frida juga melakukan beberapa hal yang aneh, seperti memoles

seluruh badan dan benda yang terdapat di ruangannya, dengan campuran warna

tersebut. Hal itu semakin memperkuat mekanisme pertahanan ego yang telah

dilakukannya.

Ia menekankan tangannya ke kanvas basah, kemudian mengoleskan warna campuran menjijikkan itu ke seluruh matanya, rambutnya, mulutnya, dahinya (Mujica, 2004:261—262).

Lalu ia menancapkan tangannya pada cat diatas palet, cat merah, dan mulai memulaskan pipinya, di korsetnya, di kertas-kertasnya, di bantalnya, semuanya (Mujica, 2004:362).

Frida melakukan semua prilaku di atas, karena dirinya sudah tidak dapat

berbuat apa-apa dengan baik, termasuk melukis. Karena itu, Frida mengira karena

tidak dapat berbuat apa-apa dengan baik, tidak ada seorang yang akan

memperhatikannya. Menurut adiknya, Cristina, Frida lebih baik dibenci daripada

tidak diperhatikan. Ditambahkan lagi, Frida ingin menjadi pusat perhatian.

Ia adalah seorang perempuan dengan keinginan kuat, perempuan yang ingin menjadi pusat perhatian (Mujica, 2004:434).

Frida tidak ingin orang lain tidak mengakui keberadaannya. Hal tersebut

merupakan salah satu kecemasan terbesar Frida. Jadi, dirinya tidak ingin

mengalaminya. Hal itu yang menjadi salah satu penyebab Frida melakukan

perbuatan-perbuatan yang aneh tersebut. kecemasan-kecemasan yang dialami

Page 27: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Frida, pada waktu dirinya masih kecil, tidak tertampung lagi di dalam alam

ketidaksadarnya. Karena itu, kecemasan-kecemasan tersebut keluar ke alam

sadarnya dalam bentuk emosi atau prilaku-prilaku yang berlebihan, seperti

menggambar tanda X hitam, memoles badan dan seluruh benda-benda di dekatnya

dengan cat.

Kedua, mekanisme pertahanan ego represi ditampakkan juga oleh Frida,

setelah dirinya menerima berita duka, yakni papanya yang sangat disayanginya

meninggal dunia. Frida merasa sangat terpukul atas kejadian tersebut, karena

selama ini Frida selalu dimanja oleh papanya. Frida merasa sangat kehilangan

sosok yang didambakannya.

Berita kematian tersebut, menambah kecemasan yang sudah dialami Frida.

Sebelumnya Frida sudah kehilangan teman baiknya yakni Leon Trotsky. Hal ini

membuat kecemasan Frida semakin besar.

Aku tidak mau bersikap kasar. Ia anak kesayangan, dan kematian ayah menakutkannya. Dan jangan lupa, kami baru saja melewati cobaan yang berat, kehilangan karena terbunuhnya Leon (Mujica, 2004:688).

Setelah diterpa berbagai masalah seperti itu, prilaku Frida semakin tidak

wajar. Frida tidak dapat mengontrol dirinya lagi. Alam bawah sadar Frida tidak

dapat menampung lagi kecemasan-kecemasannya, karena baru saja dirinya

kehilangan salah satu kawan baiknya Leon Trotsky. Kadang tingkah laku Frida

normal seperti tidak terjadi apa-apa, tetapi di lain waktu prilaku Frida melewati

batas kewajaran.

Ia menjadi tak terduga sejak papa meninggal. Satu menit ia akan penuh kegembiraan dan tertawa. “Hey, manita, ayo belanja, membeli cincin untuk tiap jari atau barang loakan yang masih bagus dan cantik.” Tapi kemudian ia akan mulai minum lagi dan tidak satu orang pun yang bisa menghentikannya (Mujica, 2004:686).

Tidak hanya itu saja hal aneh yang dilakukan Frida. Frida juga merusak

seluruh boneka kesayangannya. Seluruh boneka yang sejak kecil di koleksinya.

Frida mematahkan bonekanya menjadi beberapa bagian.

Page 28: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Seluruh koleksinya pecah dan hancur berkeping-keping (Mujica, 2004:685).

Patung bayi bercat dengan senyum sempurna dan matanya yang tak bergerak, semuanya berkeping-keping (Mujica, 2004:685).

Prilaku yang secara tidak sengaja dilakukan oleh Frida itu adalah

mekanisme pertahanan ego represi. Represi dipandang Freud sebagai mekanisme

pertahanan ego yang paling utama karena represi merupakan basis bagi

mekanisme-mekanisme pertahanan ego yang lainnya, serta paling berkaitan

langsung dengan peredaan kecemasan. Namun, apabila kecemasan-kecemasan itu

berlebihan dengan taraf tegangan yang ditimbulkan relatif tinggi dan tidak dapat

ditampung lagi, maka kecemasan-kecemasan tersebut akan keluar dalam bentuk

prilaku yang tidak wajar.

Prilaku-prilaku Frida yang tidak wajar tersebut adalah suatu bentuk

sekumpulan kecemasan-kecemasan yang mengendap ke dalam otak bawah sadar

Frida. Mekanisme pertahanan ego tersebut sangat berbahaya, karena apabila otak

bawah sadar mereka tidak mampu menampung lagi, maka kecemasan-kecemasan

tersebut akan timbul ke permukaan dalam bentuk reaksi emosi yang berlebihan.

Reaksi yang berlebihan itu timbul karena jebolnya pertahanan atau

ketidakmampuan pengendalian terhadap pikiran yang ditekan itu, sehingga

melepaskan emosi-emosi yang tertekan dan tidak diekspresikan itu. Reaksi emosi

yang berlebihan itu ditunjukkan oleh Frida dengan menghancurkan boneka-

bonekanya.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa Frida, dalam novel Frida karya Barbara Mujica, melakukan mekanisme

pertahanan ego represi tersebut dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang

tidak normal atau tidak wajar. Frida melakukan mekanisme pertahanan ego represi

itu sebanyak dua kali. Hal tersebut bisa dilihat ketika dirinya menggambar tanda

X hitam di seluruh kanvas miliknya atau ketika dirinya merusak seluruh boneka

kesayangannya. Frida melakukan perbuatan-perbuatan seperti itu, karena alam

bawah sadarnya tidak bisa menahan kecemasan-kecemasan yang dialaminya.

Page 29: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Perbuatan-perbuatan seperti itu sebagai wujud luapan emosi dari kecemasan-

kecemasannya yang dulu pernah diterimanya.

Pada waktu Frida melakukan mekanisme pertahanan ego represi yang

pertama. Dirinya mengalami keputusasaan dalam melukis. Ketika itu Frida tidak

menemukan paduan warna yang serasi untuk lukisannya. Karena tidak bisa

menemukan paduan warna yang serasi, Frida mengira tidak dapat melakukan apa-

apa dengan baik. Dan karena tidak bisa melakukan apa-apa dengan baik, Frida

takut tidak akan ada seeorang yang memperhatikan lagi. Frida merasa bahagia

apabila dikelilingi oleh banyak orang. Frida harus menjadi pusat perhatian. Frida

lebih baik dibenci apabila tidak diperhatikan. Hal itulah yang menjadi penyebab

Frida melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak wajar, seperti menggambar

tanda X hitam di seluruh kanvas miliknya atau menulis secara kasar di kanvas

dengan mencampurkan semua warna yang ada di dekatnya.

Pada saat Frida melakukan mekanisme pertahanan ego represi yang kedua,

dirinya merasa kehilangan sosok yang sangat didambakannya yakni papanya.

Ditambah lagi, sebelumnya Frida sudah kehilangan salah satu teman baiknya,

yakni Leon Trotsky. Kedua hal itulah yang menjadi penyebab Frida melakukan

perbuatan-perbuatan yang tidak wajar, seperti minum-minuman keras dan

merusak seluruh boneka kesayangannya.

4.2 Mekanisme Pertahanan Ego Sublimasi

Pada novel Frida karya Barbara Mujica, Frida sebagai sosok utama, secara

tidak sadar melakukan mekanisme pertahanan ego sublimasi. Pertama, hal itu

dibuktikan ketika Frida mempermainkan Elias Galdos, seorang guru bahasa

Latinnya. Saat itu, Frida bersama cachuchas, geng yang dibentuk bersama

temannya ketika dirinya masuk sekolah, menjatuhkan sebuah botol dari jendela

lantai tiga tepat di depan Elias Galdos.

Aku ingat saat mereka menjatuhkan botol dari jendela di lantai tiga tepat di depan Elias Galdos, guru bahasa latin. Botol itu jatuh ke tanah seperti bom, meledak sekitar tiga kaki di depannya (Mujica, 2004:172).

Page 30: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Tetapi, perbuatan tersebut tidak mengakibatkan fatal. Pecahan kaca

tersebut tidak mengenai kepala atau mata dari Elias Galdos. Jika tidak, mungkin

mata Elias Galdos akan buta karena perbuatan mereka. Jika hal tersebut terjadi,

maka Frida bersama gengnya bisa dikeluarkan dari sekolah.

Hanya berkat kebesaran Tuhanlah, kepala Galdos tidak terkena pecahan kaca tersebut. ia bisa buta karenanya (Mujica, 2004:172).

Setelah kejadian tersebut, Frida pergi ke sebuah gereja. Secara tidak

sengaja, Frida mendengarkan sebuah ceramah yang membicarakan tentang

pembusukan tubuh. Setelah mendengar ceramah tersebut, Frida merasa ketakutan

dan menyesal karena telah mempermainkan guru bahasa latinnya, Elias Galdos.

Hal tersebut membuat Frida merasa cemas. Sebagai upaya untuk menghilangkan

atau meredakan kecemasannya, Frida pergi ke gereja dan menyalakan sebuah lilin

untuk Bunda Maria. Di sana, Frida mengakui dosanya kepada Elias Galdos, guru

bahasa Latinnya.

Sebagai bukti kesedihannya yang mendalam, ia pergi ke katedral dan menyalakan lilin untuk Bunda Maria. Ia mulai menjelaskan kepada Bunda Maria, betapa ia sangat menyesal, betapa ia merasa seperti kotoran di selokan (Mujica, 2004:174).

Kecemasan Frida yang dialihkan dengan cara pergi ke sebuah gereja untuk

mengakui dosanya, membuktikan bahwa ego tokoh utama mampu meredakan

kecemasan akibat perbuatannya yang telah dilakukan dahulu, sehingga lebih

bermanfaat bagi perkembangan kepribadiannya dan orang lain. Perbuatan yang

telah dilakukan oleh Frida ini tidak merugikan orang lain maupun dirinya sendiri,

melainkan memberikan dampak positif kepada dirinya karena lebih mendekatkan

Frida kepada Tuhan. Dulu, Frida adalah seorang perempuan yang tidak mengenal

Tuhan, tetapi semenjak kejadian tersebut, Frida semakin sering pergi ke gereja.

Kedua, mekanisme pertahanan ego sublimasi ditunjukan oleh Frida,

setelah ketika dirinya mengalami kecelakaan bus. Sepanjang perjalanan hidupnya,

dirinya mengalami dua kecemasan yang paling serius, yakni pertama,

hubungannya dengan Diego Rivera, kemudian yang kedua kecelakaan bus. Akibat

dari kecelakaan tersebut, pinggul Frida retak di tiga bagian, dan tulang

belakangnya patah. Kecelakaan ini membuat Frida tidak dapat bergerak atau

Page 31: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

berjalan kemana-mana. Hal itu membuat Frida mengalami kecemasan.

Kecemasan ini membuat dirinya, secara tidak sengaja, melakukan mekanisme

pertahanan ego sublimasi. Mekanisme pertahanan ego sublimasi ditunjukkan

Frida dengan cara melukis.

“Tapi aku harus memerhatikannya sekarang, karena sekarang aku merasa ingin melukis” (Mujica, 2004:357).

Perbuatan Frida ini juga didukung oleh ibunya, Matilde Calderon.

Menurut ibunya, Frida menjadi lebih tenang dan tidak bertingkah yang aneh-aneh

pada waktu melukis.

Menurut mami melukis akan menjadi model pengalihan yang baik baginya. Dan sesungguhnya, aku rasa setiap orang berbahagia dengan Frida yang patuh dan diam seperti itu (Mujica, 2004:359).

Ibunya Frida sangat mendukung perbuatan Frida tersebut. Bahkan, karena

Frida tidak dapat duduk dengan lama, ibunya Frida meminta bantuan kepada

tukang kayu, untuk membuat sebuah penyangga khusus agar Frida dapat melukis

sambil berbaring.

Rasa sakit di punggung dan kakinya membuat Frida tidak mampu duduk lama. Lalu mami menyewa tukang kayu untuk membuat kayu penyangga khusus yang dipasangkan ke tempat tidur. Dengan begitu, Frida dapat melukis lagi sambil berbaring (Mujica, 2004:358—359).

Sublimasi sering dinyatakan melalui pelepasan perasaan-perasaan yang

membuat individu merasa cemas dengan cara-cara yang dianggap bisa diterima

umum atau sosial, seperti dalam seni. Hal itu ditunjukkan oleh Frida dengan

melukis. Melalui melukis, Frida bsa menjadi lebih tenang. Melalui melukis juga,

Frida dapat meredakan kecemasan yang telah saja dialaminya. Tidak heran

lukisannya menggambarkan kecemasan-kecemasan yang di alami Frida pada

waktu itu. Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Syafiq (2004:12), hampir

semua lukisannya menggambarkan luka hati dan derita fisiknya.

Ketiga, mekanisme pertahanan ego sublimasi ditampakkan oleh Frida,

ketika dirinya sudah menikah dengan Diego Rivera. Setelah menikah dengan

Page 32: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Diego Rivera, Frida berhenti melukis. Hari-harinya lebih banyak dihabiskan untuk

melihat suaminya, Diego Rivera bekerja.

Setelah menikah, Frida berhenti melukis untuk beberapa saat. Ia menghabiskan waktunya untuk melihat suaminya bekerja, memilih model-modelnya (Mujica, 2004:425).

Sikap tersebut tidak berlangsung lama. Rasa bosan dan jenuh mulai

menyerang Frida kembali. Frida tidak melakukan suatu pekerjaan pun selama di

Cuernavaca, selain menunggui suaminya, Diego Rivera, melukis dan

menemaninya untuk menghadiri acara-acara sosial. Hal tersebut membuat dirinya

merasa cemas dan melakukan mekanisme pertahanan ego sublimasi. Mekanisme

pertahanan ego ini dilakukan untuk mencegah atau meredakan kecemasan dengan

cara mengubah dan menyesuaikan dorongan primitif id yang menjadi penyebab

kecemasan ke dalam tingkah laku yang bisa diterima dan bahkan dihargai oleh

masyarakat. Adapun perbuatan Frida yang bertujuan untuk mencegah atau

meredakan kecemasannya ini adalah dengan melukis.

Tapi kemudian, Frida agak bosan di Cuernavaca. Tidak ada hal yang yang dilakukannya kecuali menunggui Diego dan menghadiri acara-acara sosial. Sehingga ia mulai melukis lagi sedikit untuk mengabiskan waktu (Mujica, 2004:425—426).

Frida melakukan mekanisme pertahanan ego ini, karena dirinya merasa

sangat bosan atau jenuh dengan segala rutinitas yang dijalaninya. Frida merasa

tidak suka dengan segala keteraturan yang telah mengikat dirinya. Rasa bosan

atau jenuh, merupakan hal yang paling dibenci dari sosok Frida, karena dirinya

sangat ketakutan apabila dirinya merasa kesepian. Frida harus berada di dalam

keramaian, dan harus menjadi pusat perhatian. Hal tersebut bisa menjadi

kecemasan bagi dirinya, karena bisa menghambat segala kreativitasnya. Karena

itu, dengan melukis, Frida bisa mengeluarkan sedikit-demi sedikit kreativitasnya,

dari dalam alam ketidaksadarnya, di atas kanvas.

Keempat, mekanisme pertahanan ego sublimasi dilakukan oleh Frida,

ketika dirinya sedang hamil. Pada waktu itu Frida sedang berada di kota Detroit

bersama suaminya. Kehamilan Frida ini ternyata tidak membuat suaminya, Diego

Page 33: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Rivera, merasa senang, malah sebaliknya. Diego marah kepada Frida. Kemarahan

suaminya ini ditampakkan dengan menyiksa Frida secara psikis.

Diego bekerja sepanjang hari dan tidak memerhatikan aku sama sekali. Dia masih marah karena aku mengandung lagi. Dan ia menghukumku dengan tak pernah pulang. dia tak hanya tidur dengan setiap model cantik dan murid di institut. Dia memamerkan perselingkuhannya, membuatku menjadi bahan tertawaan di Detroit (Mujica, 2004:475).

Tidak hanya itu saja yang dialami Frida. Ketika Frida membicarakan

tentang kehamilannya, Diego malah tambah marah. Kecemasan yang dialami

Frida makin besar karena keadaan ini. Berikut kutipan yang membuktikan

kemarahan Diego.

Setiap aku membahasnya, Diego mengamuk dan mulai membanting barang-barang. Kemarin, penyangga tongkat lampu dari kuningan hampir saja mengenai kepalaku (Mujica, 2004:475).

Frida yang sedang mengalami kecemasan seperti itu, berusaha meredakan

kecemasannya dengan cara melukis. Dengan melukis, Frida berharap bisa sejenak

melupakan masalah yang sedang dialaminya.

“Aku melukis agar aku bisa melupakannya” (Mujica, 2004:475).

Mekanisme pertahanan ego yang secara tidak sadar telah dilakukan Frida

tersebut adalah mekanisme pertahanan ego sublimasi. Sublimasi sering dinyatakan

melalui pelepasan perasaan-perasaan yang mengancam ego individu dengan cara-

cara yang dianggap bisa diterima oleh masyarakat. Adapun pelepasan perasaan-

perasaan yang dilakukan oleh Frida itu dialihkan dengan melukis. Dengan

melukis, membuktikan bahwa ego Frida mampu meredakan kecemasannya

sehingga lebih bermanfaat bagi perkembangan kepribadiannya dan orang lain.

Melalui melukis, Frida dapat menghibur dirinya sendiri dari masalah-masalah

yang sedang dihadapinya. Melalui melukis pulalah, Frida dapat meredakan

kecemasan yang sedang dialaminya, karena mengubah kecemasannya menjadi

sesuatu yang bisa diterima oleh masyarakat. Maka, tidak jarang tema-tema dalam

lukisan-lukisan Frida adalah mengambarkan perasaan hatinya pada saat itu.

Page 34: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Kelima, mekanisme pertahanan ego sublimasi ditampakkan juga oleh

Frida setelah dirinya bercerai dengan Diego Rivera. Pada saat itu, Frida

mengalami kecemasan yang amat besar, yakni Frida tidak bisa meninggalkan

Diego bersama wanita-wanita lain. Frida masih mencintai Diego.

Di luar perceraian itu, Frida masih terpaku pada Diego. Ia selalu meresahkannya. Sepanjang hari, ia mengatakan sesuatu seperti apakah Diego memerhatikan dietnya (Mujica, 2004:654).

Seluruh kecemasan-kecemasan tersebut mengendap ke dalam alam

ketidaksadarannya. Frida tidak bisa mengeluarkannya, karena bisa menimbulkan

kecemasan yang lebih besar. Frida yang memiliki ego yang tinggi, tidak ingin

dirinya dipandang sebagai sosok yang begitu mencintai Diego, tetapi Frida ingin

dilihat sebagai individu yang dicintai Diego. Jadi, Frida berusaha menutupi segala

kegundahan hatinya itu dengan bersikap seperti biasanya. Padahal dirinya

mengalami kecemasan.

Dari luar, ia tampak begitu bersemangat dan cerewet seperti biasanya. Tetapi tidak di dalam (Mujica, 2004: 655).

Ketika Frida keluar ke jalan, ia berkelakuan seperti seorang bintang film, seorang bintang film biasa, seperti Rita Haywprth. Ia akan melambai pada penggemarnya, iHola, cuate! iHola, mi amor!, Genit dan mengedip, menjilat bibirnya seperti sedang menjilati mangga yang ranum ketika ia melihat lelaki muda yang ganteng, atau perempuan, tetapi kemudian ia pulang ke rumah dan membanting botol, dan sebelum kau tahu, ia ambruk seperti cucian yang terkena muntahan noda anggur (Mujica, 2004:656).

Karena itu, untuk meredakan kecemasan yang dialami oleh Frida, dirinya

kembali melukis. Frida selalu melukis, ketika dirinya dilanda kecemasan, karena

hanya pada saat itulah, dirinya bisa tampil baik. Hal itu terbukti pada kutipan

berikut.

Satu-satunya saat ia tampak baik-baik saja adalah saat melukis (Mujica, 2004:656).

Mekanisme pertahanan ego yang telah dilakukan Frida termasuk dalam

mekanisme pertahanan ego sublimasi. Mekanisme pertahanan ego seperti ini

mengalihkan kecemasan ke dalam bentuk yang bisa diterima oleh masyarakat.

Page 35: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Dan itu dilakukan oleh Frida dengan melukis. Dengan melukis, Frida dapat

mengeluarkan emosi-emosi yang mengancam egonya ke dalam kanvasnya. Hal

yang telah dilakukan Frida tersebut, mencegah dirinya menimbun kecemasan-

kecemasan tersebut ke dalam otak ketidaksadarannya. Jika Frida menimbunnya,

maka akan berakibat fatal, dan bisa merusak reputasinya di mata masyarakat.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa Frida, dalam novel Frida karya Barbara Mujica, melakukan mekanisme

pertahanan ego sublimasi tersebut dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang

lebih diterima oleh masyarakat. Mekanisme pertahanan ego seperti ini tidak

merugikan diri sendiri maupun orang lain, melainkan memberi dampak positif

kepada dirinya sendiri. Frida melakukan mekanisme pertahanan ego sublimasi itu

sebanyak lima kali. Hal tersebut bisa dilihat ketika Frida pergi ke Gereja untuk

mengakui dosanya dan ketika Frida melukis. Frida melakukan perbuatan-

perbuatan seperti itu sebagai upaya untuk meredakan kecemasan yang sedang

dihadapinya.

Pada waktu Frida melakukan mekanisme pertahanan ego sublimasi yang

pertama, dirinya merasa berdosa atas perbuatan yang dilakukan dahulu. Ketika itu,

Frida melemparkan botol dari jendela lantai tiga sekolahnya tepat di depan Elias

Galdos, guru bahasa latinnya. Frida merasa menyesal atas perbuatannya itu.

Kemudian, Frida pergi ke gereja untuk mengaku dosanya.

Pada mekanisme pertahanan ego sublimasi yang kedua, Frida meredakan

kecemasannya dengan cara melukis. Ketika itu dirinya mengalami kecelakaan

yang cukup parah, sehingga dirinya tidak bisa kemana-mana. Karena tidak bisa

kemana-mana menyebabkan dirinya mengalami kebosanan. Hal ini yang membuat

Frida merasa cemas, karena dirinya sangat takut akan kebosanan. Maka dari itu

Frida melukis dengan tujuan untuk supaya dirinya tidak bosan sekaligus

meredakan kecemasannya.

Pada mekanisme pertahanan ego sublimasi yang ketiga, Frida juga

meredakan kecemasannya dengan melukis. Ketika itu, Frida sangat kesepian

karena ditinggal sendiri oleh suaminya yang bekerja. Karena Frida sangat senang

jika berada di dalam keramaian, Frida merasa cemas pada waktu itu. Untuk

Page 36: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

menghilangkan kecemasannya, Frida mengalihkan kecemasannya dengan

melukis. Frida berharap dengan melukis Frida tidak merasa lagi kesepian.

Pada mekanisme pertahanan ego sublimasi yang keempat, Frida kembali

meeduksikan kecemasannya dengan cara melukis. Ketika itu, Frida merasa

kecewa kepada suaminya. Frida kecewa, karena kehamilannya yang dirinya pikir

bisa membuat suaminya bahagia, malah membuatnya marah. Hal itulah yang

membuat dirinya merasa cemas. Frida sangat menginginkan bisa melihat

suaminya, yakni Diego Rivera, bahagia dengan kehadiran bayi yang dikandung

Frida. tetapi, hal ini tidak terwujud dengan baik. Di tengah-tengah kecemasan

yang sedang dirasakan Frida pada waktu itu, dirinya lalu menuangkannya di atas

kanvas miliknya. Tujuan Frida melakukan hal tersebut karena ingin melupakan

sejenak kecemasan yang sedang dialaminya.

Pada mekanisme pertahanan ego sublimasi yang kelima, Frida juga

melakukan perbuatan yang lebih diterima oleh masyarakat, sama seperti yang

dilakukan sebelumnya, yakni melukis. Pada waktu itu, Frida merasa gelisah,

karena dirinya merasa cemburu kepada suaminya. Suaminya lebih memilih

wanita-wanita lain daripada Frida. Karena merasa dikalahkan oleh wanita-wanita

pilihan suaminya tersebut, membuat Frida cemas. Karena itu, untuk

menghilangkan kecemasannya, Frida kembali melukis.

Semua kecemasan-kecemasan yang dirasakan Frida pada saat itu,

dialihkan dengan cara melukis, karena dengan cara itulah kecemasan-

kecemasannya bisa direduksi. Dengan melukis, Frida dapat mengeluarkan sedikit

demi sedikit emosinya yang kemudian dituangkan di atas kanvas. Dengan melukis

pulalah, Frida bisa melupakan kecemasan yang sedang dialaminya. Maka, tidak

heran jika hampir semua lukisannya menggambarkan luka hati dan derita fisiknya

pada waktu itu.

4.3 Mekanisme Pertahanan Ego Proyeksi

Pada novel Frida karya Barbara Mujica, Frida sebagai sosok utama, secara

tidak sadar melakukan mekanisme pertahanan ego proyeksi. Hal tersebut

ditampakkan ketika dirinya sedang berbicara dengan adiknya, Cristina. Saat itu,

Page 37: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Frida dinasihati oleh Cristina bahwa dirinya dengan gengnya, bisa dikeluarkan

dari sekolahnya, karena sering berbuat onar di sekolahnya, Preparatoria.

“Kau dan cachuchasmu dapat dikeluarkan dari Preparatoria.” (Mujica, 2004:263).

.Tidak hanya itu saja, Cristina juga mengetahui kalau selama di sekolah

Preparatoria, Frida hanya bermain-main saja dengan kelompoknya dan juga sering

tidak masuk kelas. Padahal uang yang harus dikeluarkan ayahnya untuk

membiayai Frida sekolah Preparatoria, tidak sedikit dan didapatnya dengan susah

payah. Jika hal tersebut diketahui oleh ayahnya, dirinya akan dimarahi habis-

habiskan, bahkan, lebih parah lagi, kemungkinan dirinya akan dibunuh.

“Papa akan membunuhmu kalau tahu betapa banyak kelas yang tidak kau ikuti.” Aku sedang berpikir untuk memberitahu papa. Kami mempunyai persoalan keuangan, dan Frida hanya bermain-main saja di sekolah. (Mujica, 2004:264).

Setelah dinasihati oleh adiknya, seperti itu, membuat Frida merasakan

kecemasan. Frida, secara tidak sadar, melakukan mekanisme pertahanan ego

proyeksi. Proyeksi seringkali melayani tujuan rangkap. Ia mereduksikan

kecemasan dengan cara menggantikan suatu bahaya besar dengan bahaya yang

lebih ringan, dan memungkinkan individu yang melakukan proyeksi

mengungkapkan impuls-impulsnya dengan berkedok mempertahankan diri dari

musuh-musuhnya. Frida mereduksikan kecemasannya mengalihkan kecemasan

yang menimpa dirinya kepada orang lain, yakni guru-guru di sekolahnya. Frida

mengatakan bahwa guru-guru yang ada di sekolah Preparatoria tidak pintar, dan

suasana di sana sangat membosankan.

“Mengapa harus pergi ke kelas yang diajar oleh guru-guru yang bodoh dan membosankan?” bentaknya (Mujica, 2001:264).

Pengubahan ini mudah dilakukan oleh Frida karena sumber asli baik

kecemasan neurotik maupun kecemasan moral adalah ketakutan terhadap

hukuman dari luar. Adapun hukuman dari luar yang membuat Frida menjadi takut

adalah dikeluarkan dari sekolah Preparatoria dan dimarahi oleh orang tuanya.

Frida berbuat mekanisme pertahanan ego tersebut hanyalah untuk menutupi

Page 38: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

kecemasan yang sedang melanda dirinya. Karena itu, Frida mencari-cari alasan

yang masuk akal, yakni mengkambinghitamkan gurunya. .

Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa Frida, dalam novel Frida karya Barbara Mujica, melakukan mekanisme

pertahanan ego proyeksi tersebut dengan cara melimpahkan kecemasannya atau

kesalahannya kepada orang lain. Frida melakukan mekanisme pertahanan ego

proyeksi itu sebanyak satu kali. Hal tersebut bisa dilihat ketika dirinya

mengkambinghitamkan guru-guru di tempat Frida sekolah. Alasan Frida

melakukan mekanisme pertahanan ego tersebut karena dirinya mengalami

kecemasan. Adapun kecemasan yang dialami Frida adalah akan dikeluarkan dari

sekolah Preparatoria, dan dimarahi oleh orang tuanya. Frida sangat takut

mengenai hal tersebut, sehingga dirinya melakukan mekanisme pertahanan ego

proyeksi seperti itu.

Menurut adiknya, Cristina, Frida berani melakukan apa saja untuk

menyembunyikan kekurangannya. Adapun kekurangan Frida adalah jarang masuk

kelas, sehingga para guru sepakat ingin mengeluarkannya dari sekolah. Menurut

Frida, daripada kekurangannya diketahui oleh orang tuanya kemudian

menimbulkan kecemasan bagi dirinya, lebih baik Frida melimpahkan kecemasan

tersebut kepada guru-guru yang mengajarnya. Jadi, Frida mengkambinghitamkan

gurunya atau berbicara sebalinya, yakni guru-guru di sekolah tersebut bodoh dan

membosankan.

4.4 Mekanisme Pertahanan Ego Dispacement

Pada novel Frida karya Barbara Mujica, Frida sebagai sosok utama, secara

tidak sadar melakukan mekanisme pertahanan ego displacement. Hal ini

dilakukan oleh Frida pada saat dirinya bercerai dengan suaminya, Diego Rivera.

Frida diceraikan Diego, karena dulu Frida pernah pernah melarikan diri ke

Amerika untuk berselingkuh dengan Nick.

Aku tahu bahwa kau akan mengatakan bahwa kesalahan Frida adalah karena ia telah mengkhianati Diego dengan memilih Nick (Mujica, 2004:644).

Page 39: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Tidak hanya itu saja alasan Diego untuk menceraikan Frida. selama Frida

berada di New York, Diego mempunyai kekasih baru lagi, yakni Paulette. Diego

memilih Paulette daripada Frida. Dan itu telah diakui juga oleh adik Frida,

Cristina. berikut kutipannya.

Paulette itu terlalu cantik, seksi dan berambut pirang. Aku pikir Frida merasa dirinya tidak sanggup untuk bersaing. Ia tidak dapat lagi merebut cinta Diego -untuk Nick dia bisa- dan ini bisa membunuh dirinya. (Mujica, 2004:645).

Setelah perceraiannya dengan Diego sudah diputuskan, Frida langsung

memotong rambutnya. Frida melakukan prilaku seperti itu, karena dulu Diego

suka dengan rambutnya. Frida ingin menghilangkan atau menghancurkan semua

barang-barang yang disukai Diego, termasuk rambutnya sendiri.

Ia memotong rambutnya. Ia selalu melakukan itu ketika ia memiliki masalah serius dengan Diego (Mujica, 2004:645).

Kau mungkin akan berkata bahwa itu adalah sejenis pukulan bagi Diego karena dia sangat suka dengan rambutnya (Mujica, 2004:645).

Tindakan Frida seperti pada kutipan di atas menunjukkan bahwa egonya

melampiaskan kecemasannya dengan cara yang kurang berbahaya bagi dirinya,

yaitu dengan memotong rambutnya. Mekanisme pertahanan ego yang telah

dilakukan Frida termasuk dalam mekanisme pertahanan ego displacement.

Mekanisme pertahanan ego seperti ini selalu melimpahkan kecemasan yang

menimpa dirinya kepada objek yang lebih rendah kedudukannya. Dan yang yang

menjadi objeknya adalah rambutnya sendiri. Begitu Frida mengalami kecemasan,

yakni bercerai dengan Diego, Frida langsung memotong rambutnya menjadi

pendek. Cara seperti itu adalah ungkapan ekspresi perasaan sakitnya kepada

Diego.

Frida mengalami tekanan kecemasan yang berlebih-lebihan sehingga ego

mengambil cara seperti pada kutipan di atas untuk menghilangkan atau

mereduksikan tegangan. Cara yang diambil ego Frida merupakan perbuatan yang

kurang berbahaya atau kurang mengancam dibandingkan dengan objek atau

individu semula.

Page 40: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa Frida, dalam novel Frida karya Barbara Mujica, melakukan mekanisme

pertahanan ego displacement tersebut dengan mengungkapkan dorongan yang

menimbulkan kecemasan kepada objek atau individu yang kurang berbahaya atau

kurang mengancam dibandingkan dengan objek atau individu semula. Frida

melakukan mekanisme pertahanan ego displacement itu sebanyak satu kali. Hal

tersebut bisa dilihat ketika Frida memotong rambutnya sendiri.

Frida melakukan perbuatan seperti itu, karena dirinya mengalami

kecemasan. Kecemasan yang dialami Frida pada waktu itu adalah bercerai dengan

Diego Rivera. Frida sangat terpukul dengan peristiwa itu. Menurut Syafiq

(2004:12), Frida mengalami dua kecelakaan terbesar yang membuatnya depresi,

yakni kecelakaan bus dan hubungannya dengan suaminya, Diego Rivera. Namun,

Frida tidak ingin berlarut-larut dalam kecemasannya. Frida ingin menyingkirkan

atau membuang semua benda-benda yang selama ini menjadi benda kesukaan

suaminya tersebut, termasuk rambut Frida sendiri. Frida tidak ingin melihat ada

suatu benda yang berhubungan dengan Diego Rivera. Karena jika Frida

melihatnya, Frida takut kenangan-kenangan bersama Diego Rivera akan muncul

kembali, dan akan membuat kecemasan yang dirasakan Frida semakin besar.

4.5 Mekanisme Pertahanan Ego Rasionalisasi

Pada novel Frida karya Barbara Mujica, Frida sebagai sosok utama, secara

tidak sadar melakukan mekanisme pertahanan ego rasionalisasi. Pertama, ketika

Frida terkena suatu penyakit. Menurut analisis dokter yang memeriksanya, Frida

positif terkena polio. Penyakit ini disebabkan oleh virus dan tidak bisa

disembuhkan dengan cepat.

“Anak perempuan anda menderita polio yang melumpuhkan,” lanjut dokter (Mujica, 2004:74).

Penyakit polio yang dialami Frida, membuat dirinya harus beristirahat di

tempat tidur selama sembilan bulan. Hal ini yang membuat Frida merasa cemas.

Frida merasa cemas bukan hanya disebabkan oleh rasa sakit pada kakinya, tetapi

Page 41: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

juga perubahan badannya yang semakin kurus, termasuk kaki kanannya berubah

menjadi tidak normal.

Frida tampak kurus dan pendiam. Kaki kanannya yang lemah bergantung di tubuhnya seperti ular mati (Mujica, 2004:79).

Selain itu, Frida takut apabila musuhnya, Estela, tahu mengenai hal ini,

dirinya akan diejek. Hal ini akan dijadikan senjata utamanya untuk mengejek

Frida. Frida akan malu apabila dia dipermalukan oleh Estela, didepan teman-

teman sekolahnya.

Di sisi lain, setiap kali aku berceloteh tentang sekolah, ia akan menjadi gusar. Ia tidak ingin mendengar mengenai olok-olok kejam Estela (Mujica, 2004:84).

Frida yang mengalami kecemasan seperti ini, membuat dirinya secara

tidak sadar, melakukan mekanisme pertahanan ego rasionalisasi. Seseorang yang

melakukan mekanisme pertahanan ego seperti ini, akan membuat informasi-

informas palsu yang dibuatnya sendiri. Frida berimajinasi bahwa putri

khayalannya, putri Zoraida, mempunyai kaki yang sama dengan dirinya. Frida

sering menceritakan putri Zoraida kepada adiknya, Cristina, supaya bisa

mengalihkan atau meredakan kecemasan yang menimpa dirinya. Berikut kutipan

yang menunjukkan bahwa Frida menceritakan putri Zoraida kepada Cristina.

“Kau tahu,” katanya kepadaku, “Princess Zoraida mempunyai kaki yang kisut juga.” “Bagaimana kau tahu?” tanyaku “Aku melihatnya. Ia muncul dari kabut dan datang menemuiku semalam.” Ia memejamkan mata, dan tampak sedang membayangkan sesuatu (Mujica, 2004:82—83).

Kutipan di atas menunjukkan bahwa adanya upaya Frida untuk

memutarbalikan kenyataan. Dalam hal ini kenyataan yang mengancam ego Frida

melalui dalih atau alasan seperti yang tertulis pada kutipan, sehingga seakan-akan

masuk akal. Prilaku Frida itulah yang disebut dengan mekanisme pertahanan ego

rasionalisasi. Frida melakukan mekanisme pertahanan ego tersebut supaya

perubahan bentuk fisik kaki kanannya, tidak menimbulkan kecemasan bagi

dirinya. Frida takut, jika Estela tahu hal itu, dirinya akan kembali diejek. Karena

Page 42: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

itu, Frida membuat pernyataan-pernyataan palsu, supaya bisa melupakan ejekan-

ejekan yang akan dilakukan oleh Estela.

Kedua, mekanisme pertahanan ego rasionalisasi ditampakkan juga oleh

Frida, ketika dirinya mengalami kecelakaan bus. Ia mengalami cedera berat ketika

bus yang ditumpanginya mengalami kecelakaan. Bus tersebut menabrak sebuah

kereta api yang melintas di depannya.

Kereta api bergerak pelan tapi mantap, seolah pengemudi trem menantang pengemudi bus untuk terus maju. Pengemudi bus untuk terus maju. Pengemudi bus memaksa maju. Dan terjadilah. Trem itu melindas bus, menabraknya tepat di bagian tengah dan mendorongnya sampai membentur tembok (Mujica, 2004:328—319).

Kecelakaan bus tersebut, membuat pinggul Frida retak di tiga bagian, dan

tulang belakangnya patah di beberapa tempat. hal ini juga membuat Frida merasa

cemas karena harus terbaring di tepat tidur, sampai pinggul dan tulang

belakangnya sembuh. Kecelakaan ini salah satu deritanya yang terbesar dalam

hidupnya. Sejalan dengan pernyataan di atas, menurut Syafiq (2004:12) Frida

mengalami kecelakaan terbesar dalam hidupnya yang membuatnya depresi, yakni

pertama hubungannya dengan suaminya, Diego, dan yang kedua kecelakaan bus

tersebut.

Kecemasan ini membuat Frida, secara tidak sadar, melakukan mekanisme

pertahanan ego rasionalisasi. Frida kembali membuat pernyataan-pernyataan

palsu. Frida berbicara kepada Maty, kakaknya yang menjaganya, bahwa dirinya

melihat kematian. Tidak hanya itu saja, Frida juga melihat kematian tersebut

mengelilingi dirinya dan berbicara kepadanya.

“Aku tidak hanya merasakannya,” katanya. “Aku melihatnya. Kematian berdansa di sekeliling ruangan. Kadang ia menaiki sepeda memutari tempat tidurku. Kadang ia mengambil gitar dan memainkan nada-nada ceria. Nada yang memikat, yang membuatmu ingin pergi ke arahnya dan memeluknya.” (Mujica. 2004:335).

Dalih-dalih bohong yang dikatakan oleh Frida ini untuk menghilangkan

kecemasan yang telah menimpa dirinya, yakni kecemasan akan kematian. Ketika

Frida masih kecil, dianggapnya kematian adalah sesuatu yang menakutkan.

Page 43: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Anggapan ini tersimpan di dalam alam ketidaksadarnya, dan membentuk suatu

pobia terhadap kematian.

Upaya Frida tersebut pada dasarnya bersumber pada sesuatu yang

menyebabkan kecemasan. Impuls-impuls kecemasan ini masih tetap aktif dalam

alam ketaksadarannya. Dapat dikatakan juga, Frida telah memperlihatkan

pengambilan langkah-langkah yang ekstrem. Dalam hal ini tujuan rasionalisasi

Frida berhasil memuaskan impuls asli yang dibelanya itu.

Ketiga, mekanisme pertahanan ego rasionalisasi ditunjukkan juga oleh

Frida, ketika dirinya sedang mencari-cari Alex di kafe-kafe dan toko-toko tempat

biasanya Alex berkunjung. Dalam pencariannya tersebut, secara tidak sengaja,

Frida bertemu dengan Agustina Reyna

Ia berjalan ke sekeliling Prepa. Ia mengintip di kafe-kafe dan toko-toko tempat Alex biasa berkunjung. Ia tidak menemukan Alex. Tetapi Agustina Reyna sedang membeli buku di Liberia La Mancha, dan kurasa tidak mungkin Frida berpura-pura tidak melihatnya (Mujica, 2004:349).

Agustina Reyna adalah saingan Frida karena dia adalah bekas pacar dari

Alex. Dia juga penyebab kecemasan yang dialami Frida. Frida merasa cemburu

terhadap Agustina Reyna. Frida juga tidak ingin tujuannya ke kota Prepa

diketahui oleh Agustina Reyna. Karena itu, ketika Agustina Reyna bertanya

kepada Frida, Frida berbohong.

“Apakah kau mencari Alex?” “Tidak....,” Frida tergagap. “Aku...., aku hanya ingin melhat siapa yang sedang ada disana.” (Mujica, 2004:351).

Frida mengatakan kepada Agustina Reyna, tujuannya ke Prepa adalah

hanya untuk melihat-lihat, bukan untuk mencari Alex. Perbuatan yang telah

dilakukan Frida ini disebut dengan mekanisme pertahanan ego rasionalisasi.

Sesungguhnya Frida adalah seorang wanita yang memiliki harga diri yang tinggi,

jadi berkata begitu supaya tujuan kedatangannya ke Prepa tidak diketahui oleh

Agustina Reyna. Frida tidak ingin Agustina Reyna, mengetahui bahwa sebenarnya

dirinyalah yang mengejar-ngejar Alex.

Page 44: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Dengan mengungkapkan kepada Agustina Reyna bahwa Frida datang ke

Prepa untuk berjalan-jalan bukan untuk mencari-cari Alex, maka hal tersebut

merupakan mekanisme pertahanan ego yang digunakan untuk mencegah

kemunculan terbuka dari dorongan-dorongan id maupun untuk menghadapi

tekanan superego atas ego. Kemunculan terbuka yang dicegah oleh Frida berupa

dorongan-dorongan untuk berkelahi dengan Agustina Reyna. Frida ingin berbuat

seperti itu karena dirinya merasa dikalahkan Agustina Reyna dalam

memperebutkan seorang pria yang bernama Alex.

Keempat, mekanisme pertahanan ego rasionalisasi dilakukan juga oleh

Frida, pada saat Frida mengalami kesakitan pada kakinya. Frida tidak tahan pada

rasa sakit tersebut, sehingga dirinya melontarkan pernyataan-pernyataan bohong

kepada adiknya yang menjaganya. Berikut kutipan yang menunjukkan bahwa

Frida membuat informasi palsu kepada Cristina.

Kakinya begitu menyiksanya. “Kaki setan!” begitu katanya. “Setan itu menyiksaku lagi, katanya. “kau tahu, ia memberiku kaki ini untuk menghukumku. Ia menyelinap ke tempat tidurku suatu malam dan menancapkannya di kaki yang kurus (Mujica, 2004:582).

Frida berbuat seperti itu, karena dirinya merasa cemas. Frida cemas

keadaannya sekarang bisa merusak impiannya. Impian Frida sejak dulu adalah

Frida selalu ingin jadi pusat perhatian dan melakukan apa saja untuk

menyembunyikan kekurangannya (Wardani, 2004:xviii). Frida ingin dirinya

adalah mahluk yang paling sempurna. Frida tidak ingin ada yang tahu penyebab

kecacatan pada kakinya tersebut. Karena itu, Frida melakukan mekanisme

pertahanan ego seperti itu. Dirinya tidak ingin penyebab kecacatan pada kakinya

itu berasal dari kecelakaan bus dahulu. Frida ingin semua orang tahu bahwa hanya

setan yang mampu berbuat seperti itu. Frida berkata seperti itu, supaya bisa

mendongkrak popularitasnya di mata masyarakat.

Perbuatan yang secara tidak sengaja dilakukan Frida di atas menunjukkan

bahwa adanya upaya dirinya untuk memutarbalikan kenyataan. Dalam hal ini

kenyataan yang mengancam ego Frida melalui dalih atau alasan-alasan seperti

pada kutipan di atas sehingga seakan-akan masuk akal.

Page 45: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Upaya Frida yang membuat informasi-informasi palsu tersebut pada

dasarnya bersumber pada sesuatu yang menyebabkan kecemasan. Impuls-impuls

kecemasan ini masih tetap aktif dalam alam ketidaksadarannya. Dapat dikatakan

juga, Frida telah memperlihatkan pengambilan langkah-langkah yang tidak wajar.

Dalam hal ini, tujuan mekanisme pertahanan ego rasionalisasi yang dilakukan

Frida berhasil memuaskan impuls asli yang dibelanya itu.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa Frida, dalam novel Frida karya Barbara Mujica, melakukan mekanisme

pertahanan ego rasionalisasi tersebut dengan memutarbalikan kenyataan yang

mengancam ego, melalui dalih atau alasan-alasan tertentu yang seakan-akan

masuk akal, sehingga kenyataan tersebut tidak lagi mengancam ego individu yang

bersangkutan. Frida melakukan mekanisme pertahanan ego rasionalisasi itu

sebanyak empat kali. Adapun mekanisme pertahanan ego rasionalisasi yang

dilakukan Frida adalah berkata bohong atau berkhayal tentang sebuah wujud

seseorang yang tidak nyata.

Hal tersebut dapat dilihat ketika pada mekanisme pertahanan ego

rasionalisasi yang pertama, Frida berimajinasi bahwa putri Zoraida mempunyai

kaki yang sama dengan dirinya. padahal putri Zoraida itu adalah tokoh

khayalannya saja. Tetapi, Frida berkata seakan-akan tokoh impiannya tersebut

ada. Sebenarnya Frida berkata bohong seperti itu, karena takut diejek oleh Estela,

dan akan menimbulkan kecemasan bagi dirinya. Frida membuat pernyataan-

pernyataan bohong atau palsu seperti itu, supaya dirinya sejenak tidak mengingat

Estela lagi.

Pada waktu Frida melakukan mekanisme pertahanan ego rasionalisasi

yang kedua, ketika itu dirinya mengalami kecelakaan bus. Kecelakaan ini

merupakan salah satu derita terbesar dalam hidupnya. Hal tersebut sesuai dengan

pernyataan Syafiq (2004:12), yakni Frida mengalami dua kecelakaan terbesar

yang membuatnya depresi, yakni pertama hubungannya dengan suaminya, Diego

Rivera, dan yang kedua adalah kecelakaan bus. Mengalami kecelakaan seperti itu,

dan secara otomatis menimbulkan kecemasan bagi dirinya, membuat Frida

melontarkan peryataan-pernyataan bohong, yakni berkata bahwa dirinya bisa

Page 46: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

melihat kematian. Frida melihat kematian itu sedang berada di dekatnya dan siap

untuk menjemputnya. Frida berkata demikian, karena Frida mengalami pobia

terhadap kematian. Sejak kecil, Frida sanghat takut akan kematian. Tujuan Frida

melakukan perbuatan seperti itu adalah untuk meredakan kecemasannya.

Pada mekanisme pertahanan ego rasionalisasi yang ketiga, Frida ingin

kedatangannya ke kota Prepa untuk mencari Alex tidak diketahui oleh Agustina

Reyna. Frida tidak ingin kelihatan sebagai sosok perempuan yang mengejar-

ngejar pria. Frida ingin terlihat sebagai sosok perempuan yang dikejar-kejar pria,

karena Frida memiliki harga diri yang sangat tinggi. Karena itu, jika alasan Frida

datang ke kota itu diketahui oleh Agustina Reyna, maka akan menimbulkan

kecemasan bagi dirinya. Ketika Frida ditanyai alasannya oleh Agustina Reyna,

Frida menjawab bahwa tujuannya ke kota Prepa itu adalah untuk melihat-lihat

saja.

Pada mekanisme pertahanan ego rasionalisasi yang keempat, Frida

kembali membuat pernyataan-pernyataan palsu. Ketika itu, Frida mengalami

kesakitan pada kakinya. Frida menuduh bahwa ada setan yang menancapkan kaki

kurus itu kepada dirinya. Frida berbuat seperti itu, karena dirinya ingin menjadi

mahkluk yang sempurna. Frida juga akan berbuat apa saja untuk menutupi

kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya. maka, tidak heran jika Frida

berbuat seperti itu.

4.6 Mekanisme Pertahanan Ego Reaksi Formasi

Pada novel Frida karya Barbara Mujica, Frida sebagai sosok utama, secara

tidak sadar melakukan mekanisme pertahanan ego reaksi formasi. Hal ini bisa

dilihat ketika dirinya didatangi oleh murid-muridnya. Murid-murid Frida tersebut

membawa beberapa hadiah. Diantaranya lukisan yang bertemakan ibu atau

kelahiran.

Salah seorang murid Frida tingkat satu memutuskan untuk memberi hadiah hari ibu kepadanya. Mereka mengumpulkan semua koleksi lukisan mereka (Mujica, 2004:724).

Page 47: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Mereka semua memberi hadiah kepada Frida, karena ingin merayakan hari

ibu bersama Frida. didatangi murid-muridnya secara mendadak tersebut, membuat

Frida menjadi kaget. Para muridnya juga ingin membuat pesta kecil-kecilan

bersama Frida, tetapi Frida tidak ingin merayakannya. Frida pun menolaknya

secara halus. Frida beralasan bahwa sekarang dirinya sedang tidak enak badan.

Pada kenyataannya, ia sangat berterima kasih kepada mereka dan berkata bahwa sekarang ia sedang sakit, dan mereka diharapkan datang di lain waktu (Mujica, 2004:726).

“Maafkan aku sayang,” bisiknya. “Maafkan aku, tetapi aku tidak bisa sekarang” (Mujica, 2004:726).

Prilaku sopan Frida hanya bertahan setelah murid-muridnya pergi. Setelah

muridnya pergi, Frida lalu marah-marah dengan menggunakan kata-kata kasar.

Hal itu sangat bertentangan dengan prilaku sebelumnya.

“Idiot!” teriaknya segera setelah mereka pergi.”Anak-anak bodoh itu! Apa yang mereka pikirkan dengan menganggap aku sebagai ibu mereka? (Mujica, 2004:726).

Tidak hanya itu saja yang dilakukan Frida. dirinya juga merusak semua

hadiah-hadiah yang diberikan muridnya kepada dirinya. Frida menghancurkannya

hingga menjadi hancur berantakan.

Ia mengambil pisau dan menancapkannya pada gambar ibu dan anak milik Fanny. Ia merobek setiap gambar, dan merusak buket bunga (Mujica, 2004:727).

Ia mengambil kelopak bunga yang halus, dan merenggut daun-daunnya, dan ia mengoyak tangkainya yang rapuh. Dengan gila ia mengoyak bunga itu dengan giginya, mengunyah sampai ke akar-akarnya, kemudian meludahkannya (Mujica, 2004:727).

Perilaku yang dilakukan Frida inilah yang disebut dengan mekanisme

pertahanan ego reaksi formasi. Mekanisme pertahanan ego ini melakukan

perbuatan yang sebaliknya, apabila perbuatan yang pertama itu bisa menimbulkan

kecemasan bagi dirinya. Frida menggantikan impuls atau perasaan yang

menimbulan kecemasan dengan cara menolak ajakan murid-muridnya secara

halus. Impuls atau perasaan yang asli masih tetap ada, tetapi ditutupi dengan

pembentukan tingkah laku sebaliknya.

Page 48: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Frida sebenarnya sangat menyukai anak-anak, apalagi kepada murid-

muridnya, tetapi ketika Frida melihat mereka datang dengan membawa hadiah,

dirinya sangat marah. Alasan Frida marah, karena dirinya tidak ingin dikasihani

oleh orang lain, apalagi oleh muridnya sendiri. hal ini bisa merendahkan

martabatnya di mata masyarakat. Tetapi Frida tidak bisa mengeluarkan

ekspresinya secara langsung kepada murid-muridnya, melainkan bersikap

sebaliknya. Hal ini karena Frida takut perbuatan itu bisa merusak hubungan

dirinya dengan mereka. Jika hal itu sampai terjadi, maka popularitas di mata

masyarakat yang selama ini Frida bangun, akan hancur berantakan. Frida tidak

ingin hal itu terjadi, karena dirinya selalu ingin menjadi pusat perhatian.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa Frida, dalam novel Frida karya Barbara Mujica, melakukan mekanisme

pertahanan ego reaksi formasi tersebut dengan melakukan tindakan yang

berlawanan dengan hasrat-hasratnya yang tidak sadar. Frida melakukan

mekanisme pertahanan ego reaksi formasi itu sebanyak satu kali. Adapun

mekanisme pertahanan ego reaksi formasi yang dilakukan Frida adalah berpura-

pura bersikap sayang kepada murid-muridnya. Padahal pada saat itu Frida sangat

marah. Frida marah karena merasa telah dikasihani oleh murid-muridnya yang

datang kepadanya dengan membawa sejumlah hadiah di hari Ibu. Padahal, Frida

sangat benci dengan hal tersebut. Adapun alasan Frida bersikap berpura-pura

seperti itu, karena jika Frida meluapkan atau mengeluarkan emosinya secara

langsung kepada murid-muridnya, dirinya takut masyarakat akan memandang

jelek. Jika hal tersebut terjadi, maka keinginan Frida yang ingin menjadi pusat

perhatian, tidak akan tercapai.

4.7 Mekanisme Pertahanan Ego Melakonkan

Pada novel Frida karya Barbara Mujica, Frida sebagai sosok utama, secara

tidak sadar melakukan mekanisme pertahanan ego melakonkan. Pertama, Hal ini

bisa dilihat ketika Frida diejek oleh Estela, teman waktu sekolah SD, beserta

teman-temannya. Frida diejek karena dianggap Estela, dirinya adalah orang

Page 49: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

yahudi. Berikut kutipan yang menunjukkan pada waktu Frida diejek oleh Estela

beserta teman-temannya melalui nyanyian.

Frida, Frida Frida, Frida Fue servida Telah

dipersembahkan Al diablo Bagi setan

Por comida! Untuk makan malam Frida, Frida Frida, Frida Escupida Tapi bahkan setan pun

Tak menginginkannya De su boca Setan meludahinya Por judia Karena Frida seorang yahudi!

(Mujica, 2004:8)

Pada saat Frida diejek seperti itu, dia mengalami kecemasan. Frida

kemudian melakukan mekanisme pertahanan ego melakonkan. Mekanisme

pertahanan ego ini mengekspresikan emosi-emosi yang sudah lama tertekan

dengan membiarkan ekspresinya keluar. Adapun ekspresi yang dilakukan Frida

tersebut, berupa lontaran kata-kata pedas, sebagai jawaban atau pembalasan atas

nyanyian atau ejekan yang dilakukan Estela beserta teman-temannya.

“Lagu yang bodoh!” pekiknya. “Pasti lagu itu dibuat oleh seorang idiot!” (Mujica, 2004:9).

Frida selalu membalas perkataan-perkataan yang ditujukan kepada dirinya

dengan kata-kata pedas. Bahkan Estela juga mengejek ayahnya Frida, Guillermo

Kahlo, bahwa beliau adalah salah satu orang asing, yang dibawa masuk oleh

Porfirio Diaz. Ditambahkan lagi, Estela mengatakan bahwa orang asing tersebut

akan dibunuh, termasuk dirinya. Mendengar perkataan seperti itu, Frida lalu

berkata bahwa ibu dari Estela adalah seorang perempuan hina yang bodoh.

“Ibumu adalah pelacur bangsat yang bodoh!” (Mujica. 2004:13)

“Ibumu Bangsat! Ibumu begitu kotor sehingga ada laba-laba keluar dari vaginanya!” (Mujica. 2004:14).

Frida berbuat mekanisme pertahanan ego seperti ini, supaya kecemasan

yang melnda dirinya bisa reda atau hilang dengan cara menanggapi ejekan-ejekan

yang ditujukan kepada dirinya. Frida ditampilkan oleh Barbara Mujica sebagai

Page 50: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

seseorang yang ekspresif, eksplosif dan blak-blakan (Wardani, 2004:xii). Jadi,

dirinya selalu membalas ejekan yang dilontarkan Estela dan Teman-temannya.

Hal ini membuat teman-teman Frida, apalagi Estela tersontak kaget,

karena kata-kata yang diucapkan Frida hanya pantas diucapkan oleh orang-orang

rendahan. Bahkan kaum petani pun tidak boleh melakukannya, karena kaum

petani adalah orang yang masih bermatabat. Namun Frida mematahkan semua

aturan tersebut.

Kedua, mekanisme pertahanan ego melakonkan ditampakkan juga oleh

Frida, ketika Miss Caballero menerangkan pelajaran saint. Frida ngompol di

celananya. Peristiwa tersebut diketahui oleh musuh Frida, yakni Estela. Hal ini

memancing Estela untuk melawan Frida. Estela mengejek Frida, dan mengatakan

bahwa Frida sedang mengompol. Tidak hanya Estela saja yang mengejeknya,

tetapi seluruh teman-temannya ikut mengejeknya.

Begitu Estela mengetahui ada genangan air di bawah kursi Frida, ia mulai menyanyi: Frida ngompol! Frida ngompol! Dengan segera seluruh kelas ikut menyanyi: Frida ngompol! (Mujica, 2004:20—21).

Setelah Frida diejek oleh teman-teman sekelasnya, Miss Caballero

mencoba menyeretnya di depan kelas. Miss Caballero ingin mempermalukan

Frida di depan teman-temannya. Miss Caballero berbuat seperti itu, karena dirinya

selalu dibuat kesal oleh Frida. Frida berbuat seperti itu adalah sebagai bentuk

perlawanan kepada Miss Caballero, yang ingin mempermalukan dirinya. Namun,

Frida melawannya. Frida berteriak-teriak, lalu menjatuhkan ember yang penuh

dengan air, kemudian menjatuhkan papan tulis dan buku-buku gambar ke lantai.

Miss Caballero berusaha menahannya dengan menarik pita bajunya, tapi Frida meronta-ronta. Ia menyikut ember yang telah disiapkan untuk membersikannya (Mujica, 2004:21).

Tidak hanya itu saja, yang dilakukan oleh Frida. Dirinya juga

menumpahkan botol cat berwarna merah ke mana-mana. Perbuatan yang telah

dilakukan oleh Frida ini, membuat suasana kelas semakin kacau.

Botol cat merah pecah, menyemprotkan cairan serupa darah ke mana-mana (Mujica, 2004:21).

Page 51: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Perilaku yang dilakukan Frida inilah yang dinamakan dengan mekanisme

pertahanan ego melakonkan. Frida berbuat perbuatan seperti itu, karena dirinya

tidak ingin dipermalukan oleh Miss Caballero dan Estela. Bertolak dari pendapat

Wardani (2004:xii), bahwa Frida adalah sosok wanita yang ekspresif, eksplosif,

dan blak-blakan, dirinya lalu melawan Miss Caballero, dengan perbuatan-

perbuatan diatas. Frida tidak ingin menahan emosinya ke dalam alam

ketidaksadarannya. Frida membiarkan emosi-emosinya keluar apa adanya, tanpa

ada bentuk penahanan atau penutupan atas kecemasan yang diterimanya. Frida

tidak menghiraukan kata-kata yang diucapkan oleh Miss Caballero.

“Hentikan!” jerit Miss Caballero. Tapi Frida telah terlanjur menggosokkan cat ke bajunya, tangannya, wajahnya, bahkan dari kelopak matanya menetes cairan lengket kental berwarna merah (Mujica, 2004:22).

Ketiga, mekanisme pertahanan ego melakonkan ditunjukkan oleh Frida,

ketika dirinya kembali diolok-olok oleh Estela. Frida diejek oleh Estela beserta

teman-temannya, ketika sedang bermain di taman, bersama adiknya. Berikut kata-

kata ejekan yang dilakukan oleh Estela dengan sebuah nyanyian.

Frida Kahlo Ayo lihatlah Pata de palo! Si Frida yang pincang! Un pie bueno Satu kaki bagus El Otro Malo Dan satu lagi kakinya dari kayu

(Mujica, 2004:95).

Mendengar nyanyian seperti itu, membuat Frida marah. Frida, secara tidak

sadar, lalu melakukan mekanisme pertahanan ego melakonkan. Frida membalas

nyanyian yang ditujukan kepada dirinya dengan perkataan-perkataan kotor.

“Sundal!” teriaknya. “Aku jijik pada nyanyian bodohmu itu!” (Mujica, 2004:95).

“Pergi!” Teriaknya. “Dasar kau yang keluar dari pantat ibumu, bukan dari lubang diantara kaki-kakinya (Mujica, 2004:95).

Tidak hanya itu saja yang dilakukan oleh Frida. Dirinya juga melawan

Estela, beserta teman-temannya, secara fisik. Frida berkelahi dengan salah dua

Page 52: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

dari teman Estela, yakni Maria Del Carmen dan Ines. Dengan tanpa rasa takut,

Frida langsung memukul kedua teman dari Estela tersebut, hingga mereka jatuh di

atas kubangan lumpur.

Frida membalikkan tubuhnya dan berlari kencang, menghantam Maria Del Carmen dan Ines, yang langsung jatuh ke atas lumpur (Mujica, 2004:96).

Frida bisa berkata kasar, seperti sundal, karena dirinya meniru perkataan

ayahnya, Guillermo Kahlo, ketika sedang memarahi ibunya, Matilde Calderon.

Menurut Freud (dalam Corey, 2003:13), Perkembangan pada masa dini kanak-

kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepribadian di masa dewasa. Pada

masa itu, Frida suka meniru-niru perbuatan yang dilakukan oleh kedua orang

tuanya, baik dari tingkah laku maupun perkataannya. Jadi tingkah laku yang

dilakukan oleh kedua orang tuanya, terekam dan tersimpan di dalam alam

ketidaksadarnya. Inilah yang membentuk kepribadian Frida, ketika dirinya sudah

menjadi dewasa, yakni suka berbicara kasar.

Tidak lama setelah kejadian itu, ibunya meninggal dan ayahnya lantas menikah lagi dengan seorang perempuan yang selalu dikatakannya papa sebagai “anjing sundal” (Mujica, 2004:116).

Begini katanya kepada mama setiap kali mama lepas kontrol. “Jangan bertingkah laku seperti itu. Kau mengingatkanku pada anjing sundal itu.” (Mujica, 2004:116).

Keempat, mekanisme pertahanan ego melakonkan dilakukan oleh Frida,

ketika dirinya mendapat berita bahwa ibunya telah meninggal. Mendengar berita

duka seperti itu, Frida sangat sedih sekali, karena di mata Frida, ibunyalah yang

berperan penting dalam kehidupannya. Walaupun Frida sering dimarahi oleh

ibunya, tetapi Frida sangat sayang kepada dirinya. Frida banyak mengadopsi

prilaku-prilaku ibunya yang berani dan lantang.

Sesungguhnya, mami dan Frida mempunyai lebih banyak persamaan dari yang mereka akui (Mujica, 2004:123—124).

Jadi secara tidak sengaja, Frida sangat mengidolakan ibunya. Sampai-

sampai pada waktu pemakaman ibunya. Frida tidak bisa menahan kecemasan-

kecemasannya. Berikut kutipannya.

Page 53: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Saat pemakaman, Frida mengamuk (Mujica, 2004:485).

Frida tidak terjun ke makam mami, tapi ia menjerit dan terdengar seperti Maria Magdalena (Mujica, 2004:485).

Tidak hanya itu saja yang dilakukan Frida. Pada saat Cristina meminta

Frida supaya lebih tenang dan sabar menghadapi kenyataan seperti itu, Frida

malah memarahi Cristina.

“Kau pelacur berhati dingin,” ejeknya. “Kau tak tahu apa yang ku rasakan!” dia mulai menjerit, “Mamii! Mamii! Aku mencintaimu! Bawa aku bersamamu!” (Mujica. 2004:485).

Prilaku yang dilakukan Frida inilah yang dinamakan dengan mekanisme

pertahanan ego melakonkan. Frida tidak ingin kecemasannya mengendap ke

dalam alam ketidaksadarannya dan berlarut-larut membelenggu dirinya. Frida

membiarkan emosi-emosi itu keluar dengan sendirinya, tanpa disaring oleh

superegonya. Karena itulah, pada waktu pemakaman ibunya, Frida berteriak-

teriak tidak karuan. Frida sangat ketakutan apabila ditinggalkan. Apalagi yang

ditinggal oleh seseorang yang sangat disayanginya.

Ia sangat ketakutan akan ditinggalkan (Mujica, 2004:759).

Kelima, mekanisme pertahanan ego melakonkan ditampakkan juga oleh

Frida, pada saat dirinya mengetahui bahwa adiknya, Cristina, telah berselingkuh

dengan suaminya. Frida sangat marah, karena dirinya tidak rela, Diego melakukan

hubungan gelap dengan Cristina.

Frida sangat marah ketika melihat aku dan Diego kembali bersama (Mujica, 2004:531).

Ketika Frida mengetahui hubungan gelap tersebut, dirinya langsung

menghujat Cristina. Frida merasa adiknya adalah musuh dalam selimut. Frida juga

meledek adiknya seperti ular kecil. Berikut kutipannya.

“Kau menyakitiku Cristina! Bagaimana kau bisa lakukan ini padaku! Kau ular kecil!” (Mujica, 2004:531).

Frida merasa telah dibohongi oleh adiknya sendiri selama bertahun-tahun.

Adiknya yang telah dipercaya oleh Frida untuk membicarakan masalah-masalah

yang sedang dihadapinya, tega berbuat tindakan amoral dengan suaminya. Hal ini

Page 54: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

yang membuat Frida merasa cemas. Di satu sisi, Frida sangat sayang kepada

adiknya, tetapi di sisi lain Frida sangat membenci adiknya. Inilah yang membuat

gejolak batin yang amat besar dalam diri Frida. Berikut kata-kata Cristina yang

menjelaskan hubungan dirinya dengan Frida.

Aku adalah orang kepercayaan Frida. Aku sahabatnya. Tidak hanya saat itu, dalam sepanjang hidup kami, kapan pun ia mempunyai persoalan, kepadakulah ia akan berpaling. Aku adalah sahabat Frida, selalu dan selamanya (Mujica, 2004:170).

Frida membiarkan emosinya ini keluar apa adanya, tetapi masih dalam

tahap kewajaran, dibandingkan seperti dirinya mekanisme pertahanan ego

melakonkan kepada Estela ataupun Miss Caballero. Hal ini karena, Frida masih

sayang kepada adiknya.

Keenam, mekanisme pertahanan ego melakonkan ditunjukkan juga oleh

Frida, pada saat dirinya bersama adiknya dan Graciela didatangi oleh para polisi.

Mereka bertiga dituduh para polisi tersebut membunuh Leon Trotsky. Berikut

kutipannya.

“iPuta comunista!” gertak polisi lain, yang ini kurus dengan rambut keriting. “Komunis sundal! Kau ditangkap dengan tuduhan pembunuhan!” (Mujica, 2004:675).

Dituduh seperti itu, Frida tidak terima. Apalagi salah satu dari polisi

tersebut telah menyikut dan memukul Graciela. Frida lalu menantang para polisi

tersebut. Frida membela diri bahwa dirinya beserta adiknya dan Graciela tidak

bersalah dengan kata-kata sedikit kasar dan meledek.

“Pembunuhan!” Frida tertawa keras, “Kau kira siapa yang kami bunuh tolol? Kami! Tiga perempuan yang menghabiskan waktu dengan enchiladas dan chiles rellenos. Lihat baik-baik nak! Apakah kau melihat pembunuh?” (Mujica, 2004:675).

Frida melakukan perbuatan seperti itu, sebab dirinya tidak ingin

popularitasnya hancur karena insiden tersebut. Hal inilah yang membuat Frida

merasa cemas. Untuk meredakan kecemasan yang menimpa dirinya, Frida secara

tidak sengaja melakukan mekanisme pertahanan ego melakonkan. Mekanisme

pertahanan ego ini mengekspresikan emosi-emosi yang sudah lama tertekan

dengan membiarkan ekspresinya keluar. Adapun ekspresi yang dilakukan Frida

Page 55: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

tersebut, berupa ejekan-ejekan yang ditujukan kepada para polisi tersebut. Hal ini

sejalan dengan pernyataan Wardani (2004:xii) bahwa Frida adalah seseorang yang

ekspresif, eksplosif dan blak-blakan.

Frida bisa memaki para polisi tersebut, karena sewaktu masih kecil,

dirinya banyak bergaul dengan orang-orang liar yang berada di pusat kota. Frida

banyak belajar dari mereka, baik dari tingkah lakunya maupun gaya bicaranya.

Karena itu, Frida telah terbiasa dengan kata-kata kotor seperti itu. Hal ini terbukti

melalui kutipan berikut.

Ia senang bergaul dengan para tukang koran yang berada di alun-alun. ia meniru gaya bahasa mereka dan bahkan kadang menirukan gaya jalan mereka yang angkuh. Ia mempelajari aneka kata-kata makian dari mereka, seolah-olah mulutnya belum cukup kotor (Mujica, 2004:152).

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa Frida, dalam novel Frida karya Barbara Mujica, melakukan mekanisme

pertahanan ego melakonkan tersebut dengan membiarkan ekspresi-ekspresi yang

menimbulkan kecemasan ini keluar. Frida melakukan mekanisme pertahanan ego

melakonkan itu sebanyak enam kali. Adapun mekanisme pertahanan ego

melakonkan yang dilakukan Frida adalah berkata kotor dan perbuatan melawan

seseorang yang telah menimbulkan kecemasan bagi dirinya.

Hal tersebut dapat dilihat ketika pada mekanisme pertahanan ego

melakonkan yang pertama, Frida membalas ejekan yang dilontarkan Estela

kepada dirinya. pada waktu itu, Frida diejek Estela sebagai orang yahudi. Tidak

hanya itu saja yang dilakukan Estela. Estela juga mengejek ayah Frida, Guillermo

Kahlo, bahwa beliau adalah orang asing. Diejek seperti itu, Frida tidak tinggal

diam. Frida langsung membalas ejekan Estela dengan umpatan-umpatan kotor.

Frida bisa berbuat demikian, karena pada waktu Frida masih kecil, dirinya suka

meniru-niru perbuatan yang dilakukan orang tuanya, baik dari tingkah laku

maupun perkataannya, yang juga berbuat atau berbicara kasar. Hal ini sejalan

dengan pendapat Freud (dalam Corey, 2003:13), bahwa perkembangan pada masa

dini kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepribadian di masa

Page 56: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

dewasa. Karena itu, tidak heran jika kepribadian Frida sama dengan kepribadian

orang tuanya, yakni suka berbicara kasar.

Pada mekanisme pertahanan ego melakonan yang kedua, Frida berbuat

tindakan melawan kepada gurunya, Miss Caballero, yang ingin mempermalukan

dirinya. ketika itu, Frida mengompol di kelas. Merasa dipermalukan seperti itu,

Frida langsung melawan Miss Caballero dengan perbuatan yang tidak pantas.

Adapun perbuatan yang dilakukan Frida adalah berteriak-teriak di dalam kelas,

menjatuhkan ember yang penuh dengan air, menjatuhkan papan tulis dan buku

gambar ke lantai, dan menumpahkan botol cat berwarna merah ke mana-mana.

Frida berbuat demikian karena, dirinya tidak ingin menahan emosinya ke dalam

alam ketidaksadarnya. Frida juga berbuat seperti itu, karena dirinya tidak ingin

dikalahkan oleh Miss Caballero. Hal ini sesuai dengan pendapat Wardani

(2004:xii), bahwa Frida adalah sosok wanita yang ekspresif, eksplosif, dan blak-

blakan.

Pada mekanisme pertahanan ego melakonkan yang ketiga, Frida melawan

Estela beserta teman-temannya yang kembali mengejeknya. Ketika itu, Frida

diejek Estela beserta teman-temannya dengan sebuah nyanyian yang artinya

mengejek kaki Frida yang pincang karena polio. Ketika diejek seperti itu, Frida

langsung membalas nyanyian tersebut dengan umpatan-umpatan kotor. Tidak

hanya itu saja yang dilakukan Frida. Frida juga melawan Estela dan teman-

temannya secara fisik. Frida memukul kedua teman dari Estela tersebut, hingga

mereka jatuh diatas kubangan lumpur. Frida berbuat seperti itu karena tidak ingin

harga dirinya direndahkan oleh Estela, karena Frida sebenarnya memiliki harga

diri yang sangat tinggi.

Pada mekanisme pertahanan ego melakonkan yang keempat, Frida

berteriak-teriak tidak karuan pada waktu pemakaman ibunya. Frida berbuat

seperti itu, karena dirinya merasa terpukul atas peristiwa duka tersebut. Frida

sangat sayang kepada ibunya, karena beliaulah yang sangat berperan penting

dalam kehidupannya. Kepribadian Frida yang blak-blakkan, banyak diwarisi dari

ibunya. Dilanda peristiwa yang membuat dirinya merasa cemas tersebut, Frida

membiarkan emosi-emosi yang ada di dalam dirinya itu keluar, tanpa disaring

Page 57: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

oleh superegonya. Frida tidak ingin kecemasannya itu mengendap di dalam alam

tak sadarnya.

Pada mekanisme pertahanan ego melakonkan yang kelima, Frida

meluapkan emosinya kepada adiknya, Cristina, karena telah merebut suaminya.

Frida langsung menghujat adiknya dengan kata-kata kasar, seperti ular kecil.

Frida menganggap adiknya tersebut tidak lebih dari musuh dalam selimut. Karena

setiap Frida mempunyai masalah dengan suaminya, Diego Rivera, Frida selalu

membicarakannya kapada adiknya. Frida merasa telah dibohongi oleh adiknya

sendiri.

Pada mekanisme pertahanan ego melakonkan yang keenam, Frida

meluapkan emosinya secara langsung kepada para polisi yang ingn menahannya.

Ketika itu, Frida bersama adiknya dan Graciela dituduh membunuh seseorang

yang bernama Leon Trotsky. Merasa difitnah seperti itu, Frida tidak terima. Frida

lalu menantang para polisi tersebut dengan kata-kata kasar dan sedikit meledek.

Frida bisa dengan tenang memaki para polisi tersebut, karena pada waktu Frida

masih kecil, Frida banyak meniru tingkah laku sampai gaya bicara orang-orang

liar di pusat kota.

4.8 Mekanisme Pertahanan Ego Nomadisme

Pada novel Frida karya Barbara Mujica, Frida sebagai sosok utama, secara

tidak sadar melakukan mekanisme pertahanan ego nomadisme. Hal ini dibuktikan

ketika Frida melakukan dengan Diego Rivera. Pada waktu acara pernikahan

tersebut, Diego Rivera bersikap tidak sopan atau berbuat onar. Dia menembaki

seluruh benda-benda yang ada di ruangan pernikahannya. Tidak hanya itu saja,

Diego juga menembak jari kelingking seorang wartawan yang berusaha

menghindari tembakannya. Diego Rivera juga menghancurkan keramik cina milik

Hanestrosa dan bercumbu dengan wanita-wanita lain. Hal ini dapat wajar terjadi,

karena waktu itu, Diego Rivera sedang mabuk.

Ia meninggalkan rumah Henestrosa penuh dengan lubang peluru dan bahkan tidak menawarkan uang perbaikan. Huco Leffert, wartawan entah dari mana, berusaha untuk menyingkirkan dari

Page 58: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

tembakannya, dan Diego menembak jari kelingkingnya! (Mujica, 2004:399).

Ia justru menembaki benda-benda dengan pistolnya, dan meraih perempuan-perempuan lain, berjalan ke dinding, dan menghancurkan keramik cina milik Henestrosa (Mujica, 2004:400).

Melihat calon suaminya berbuat tidak pantas, Frida mencoba untuk

menasehatinya, tetapi, dirinya malah dibentaknya. Padahal saat itu Frida ingin

mencoba menyelamatkan popularitas Diego, termasuk dirinya. Frida tidak ingin

citra suaminya menjadi buruk.

Diego marah. “Siapa anak yang berumur 21 tahun yang mengatakan apa yang harus dilakukan ini?” (Mujica, 2004:400).

Ditambahkan lagi, Diego Rivera malah mengusir Frida. Diego Rivera

merasa tidak pantas dinasehati oleh Frida, karena umur dari Frida jauh lebih

muda dibandingkan dirinya. Diego Rivera merasa harga dirinya turun apabila

dinasehati oleh seseorang yang berumur lebih muda dari dirinya.

Diego mengaum seperti singa terluka. “Pergi jauh-jauh dariku! Pergi jauh-jauh dari sini! (Mujica, 2004:400).

Mendapat perlakukan dari Diego Rivera tersebut, Frida melakukan

mekanisme pertahanan ego nomadisme. Dalam menggunakan mekanisme

pertahanan ego tersebut, Frida berusaha mengurangi kecemasan dengan

memindahkan dirinya sendiri secara fisik dari ancaman, yakni pergi meninggalkan

Diego Rivera, ke tempat tinggalnya dulu di Avenda Londres.

Saat itu tengah malam. Tetapi ia kembali ke Avenda Londres dan tidur di tempat tidur yang ditidurinya sejak kanak-kanak (Mujica, 2004:400).

Perbuatan Frida melakukan mekanisme pertahanan ego nomadisme,

semakin kuat. Hal itu dibuktikan ketika dirinya dijemput oleh adiknya, Cristina.

Frida berkata bahwa dia tidak akan kembali kepada Diego Rivera. Frida ingin

hidup bersama adiknya, cristina, dan bersedia merawat anak-anaknya, Isolda.

Page 59: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

“Aku tidak akan pernah kembali padanya!” tangisnya. “Tidak akan! Aku akan hidup denganmu dan membantumu merawat Isolda!” (Mujica, 2004:400).

Frida bersikap seperti itu supaya menghindari atau tidak bertemu dengan

kecemasan yang sedang dihadapinya. Kecemasan yang sedang dihadapi Frida

adalah rasa malu kepada tamu-tamu undangannya, akibat ulah dari calon

suaminya, Diego Rivera. Apalagi hari itu adalah hari pernikahannya. Kecemasan

yang dialami Frida tidak hanya itu saja. Dirinya juga merasa dilecehkan dan

merasa tidak dianggap sebagai calon istri dari Diego Rivera.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa Frida, dalam novel Frida karya Barbara Mujica, melakukan mekanisme

pertahanan ego nomadisme tersebut dengan memindahkan dirinya sendiri dari

ancaman yang menimbulkan kecemasan. Frida melakukan mekanisme pertahanan

ego nomadisme itu sebanyak satu kali. Hal tersebut bisa dilihat ketika Frida pergi

meninggalkan acara pernikahannya. Ketika itu Frida marah kepada suaminya,

karena suaminya tersebut telah berbuat onar di perta pernikahannya. Ditambah

lagi, ketika Frida mencoba untuk menasehati suaminya, Frida malah kena marah.

Hal itu yang membuat ego Frida merasa cemas, karena Frida meras sudah tidak

dihiraukan lagi keberadaannya sebagai calon istri Dego Rivera. Untuk

mengurangi kecemasannya, Frida pergi meninggalkan Diego Rivera ke tempat

tinggalnya dulu di Avenda Londres. Frida berbuat demikian karena dirinya tidak

ingin berjumpa lagi dengan Diego Rivera.

4.9 Mekanisme Pertahanan Ego Simpatisme

Pada novel Frida karya Barbara Mujica, Frida sebagai sosok utama, secara

tidak sadar menggunakan mekanisme pertahanan ego simpatisme. Pertama, hal ini

dibuktikan ketika Frida mengalami kecelakaan bus. Frida mengalami kebosanan

karena harus tidur selama beberapa hari di rumah sakit dan kematian yang terus-

menerus mendatanginya. Setelah mengalami beberapa kecemasan seperti itu,

Frida, hampir setiap hari, menulis surat kepada Alex dengan harapan Alex datang

untuk menemui dirinya.

Page 60: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Frida menulis surat kepada Alex hampir setiap hari-surat-surat panjang, penuh permohonan, tempat ia menuliskan secara detail segala penyakitnya dan memintanya untuk berkunjung dan menulis surat (Mujica, 2004:346).

Frida pada saat itu benar-benar ingin bertemu dengan Alex. Frida ingin

membicarakan masalah-masalah atau kecemasan yang dihadapinya kepada Alex,

karena Alex adalah pacar Frida pada waktu itu. Frida berusaha mendapatkan

nasihat dari Alex, supaya bisa meredakan kecemasan yang dihadapinya.

“Oh, kekasihku Alex, aku menghabiskan sepanjang malam dengan muntah-muntah! Datanglah kemari” atau yang lain, “Oh yang tersayang, Alex yang kucintai, perutku serasa terbakar sampai aku kesulitan kentut! Aku searat ingin berjumpa denganmu!” (Mujica. 2004:346).

Prilaku yang telah dilakukan Frida inilah disebut dengan mekanisme

pertahanan ego simpatisme. Seseorang yang melakukan mekanisme pertahanan

ego seperti ini, akan mencari teman dekatnya untuk membicarakan kecemasan

yang telah diterimanya. Hal ini juga dilakukan oleh Frida. Dirinya ingin sekali

dapat bertemu dengan Alex dan berbicara mengenai masalah-masalahnya. Frida

ingin mendapatkan kata-kata yang bisa mendorongnya supaya dirinya bisa

bertahan menghadapi kecemasan-kecemasannya.

Kedua, mekanisme pertahanan ego simpatisme ditampakkan juga oleh

Frida, ketika dirinya sedang hamil. Frida tidak merasa bahagia, tetapi mengalami

gelisah, karena ada berita buruk yang diterimanya. Menurut analisis dokter yang

telah memeriksa kandungannya, bayi di dalam perutnya tersebut, dalam posisi

salah. Ditambahkan lagi, bayi yang lahir dalam posisi ini, akan tumbuh secara

tidak normal.

Tetapi kemudian sesuatu yang buruk terjadi. Dokter memberitahu Frida bahwa bayinya sungsang, dalam posisi salah. Kepala di atas, kaki di bawah. Sangat mungkin bahwa bayi itu akan tumbuh dengan tidak normal (Mujica, 2004: 428).

Menurut dokter yang memeriksanya, hal itu bisa berakibat fatal.

Kemungkinan terburuk, Frida tidak dapat melahirkan. Jika bayi ini terus

Page 61: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

dipaksakan keluar, maka akan terjadi komplikasi, dan akan membahayakan

nyawanya sendiri.

Mungkin bayi itu akan tertahan disana dan Frida tidak mampu melahirkannya, jika dipaksakan, sangat mungkin akan terjadi komplikasi (Mujica, 2004:428).

Setelah mendengarkan penjelasan dari dokter tersebut, Frida merasa

cemas. Kecemasan ini membuat Frida melakukan mekanisme pertahanan ego

simpatisme. Frida berusaha mencari sokongan emosi atau nasehat dari orang lain,

yakni adiknya sendiri, Cristina.

Hati kami semua hancur. Frida menangis dan menangis. Begitu juga aku. Sungguh. “Apa yang harus aku lakukan, Cristi?” ia terus bertanya kepadaku (Mujica, 2004:428).

Frida melakukan perbuatan tersebut untuk meredakan kecemasan yang

dialaminya. Kecemasan yang dialami Frida adalah dirinya akan kehilangan bayi

yang dikandungnya. Frida sangat takut akan hal tersebut karena Frida sangat ingin

menjadi seorang ibu. Apalagi Frida pernah berkata bahwa dirinya ingin

mempunyai anak dari Diego Rivera. Maka dari itu, Frida merasa sangat kecewa

mendengar penjelasan dari dokter tersebut.

Di dalam rasa kekecewaan tersebut, Frida mencari adiknya, Cristina untuk

membicarakan tentang masalah-masalah yang telah diterimanya. Frida berusaha

mendapatkan nasihat-nasihat dari Cristina karena dirinya sering mengobrol

tentang kehidupannya kepada Cristina sejak dirinya masih kecil. Hal itu dilakukan

untuk menghilangkan kecemasan yang telah diterimanya.

Ketiga, mekanisme pertahanan ego simpatisme ditunjukkan juga oleh

Frida, ketika dirinya sedang berada di kota Detroit. Di kota tersebut, Frida merasa

sangat kesepian, karena suaminya sibuk menyelesaikan lukisan-lukisan

dindingnya. Apalagi kondisi kaki Frida yang cacat sangat mengganggunya. Dan

ditambah lagi, pada saat itu Frida sedang mengandung bayi.

Namun, jika kau berpikir bahwa Frida merasakan memiliki saat yang menyenangkan di Detroit, kau salah. Kakinya sangat menyiksanya, dan hal yang lebih buruk adalah dia hamil saat musim semi (Mujica, 2004:468—469).

Page 62: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Di negara asal Frida, Meksiko, seorang perempuan yang sedang hamil

sangat bergantung kepada ibunya atau saudara-saudara perempuannya. Karena itu,

ketika Frida mengetahui bahwa dirinya hamil, dia sangat ketakutan dan

mengalami kecemasan. Kecemasan yang dialami Frida adalah dirinya merasa

kesepian dan takut jika tidak ada yang akan merawatnya pada waktu dirinya

sedang hamil nanti.

Karena itu, upaya Frida untuk meredakan kecemasannya dengan cara

menulis surat kepada adiknya, Cristina. Di dalam surat ini, Frida menceritakan

kecemasan yang sedang dialaminya. Hal itu terbukti melalui kutipan berikut.

Aku mengharapkan seorang bayi. Harusnya aku senang, namun, oh, Cristi-ku sayang. Aku begitu menderita (Mujica, 2004:469).

Aku ingin pulang, tapi tak ada kesempatan, karena Diego akan menyelesaikan lukisan-lukisan dindingnya sebelum September. Bayinya akan lahir bulan Desember. Masalahnya adalah, aku ingin pulang sekarang. Tak seorang pun mengerti bagaimana mengurusku, dan Diego tidak menunjukkan ketertarikannya akan kondisiku (Mujica, 2004:470).

Mekanisme pertahanan ego yang dilakukan Frida adalah mekanisme

pertahanan ego simpatisme. Frida berharap dengan menulis surat seperti itu,

dirinya bisa berbagi kecemasan-kecemasan yang sedang dialaminya kepada

adiknya. Dengan menceritakan masalah-masalah yang sedang dialaminya, Frida

berharap kecemasan itu akan musnah. Pada saat itu, Frida butuh rasa kasih sayang

dari adiknya, Cristina, karena dirinya takut apabila kesepian. Frida mendapat

kekuatan lebih apabila dirinya berada di dalam keramaian. Karena itu Frida

berusaha mendapatkan nasehat dari adiknya ingin supaya dirinya tidak merasa

kesepian.

Keempat, mekanisme pertahanan ego simpatisme dilakukan juga oleh

Frida, ketika dirinya kembali dilanda kesepian. Frida merasa kurang bahagia jika

hanya mengirimkan surat kepada adiknya, Cristina. Frida butuh seseorang di

dekatnya untuk memberinya nasehat. Dan orang yang dipilih Frida untuk

membicarakan kecemasan-kecemasannya adalah asisten Diego Rivera, yakni,

Page 63: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Lucienne Bloch. Berikut ucapan Frida mengenai kecemasan yang dirasakan pada

waktu itu.

“Diego tak ingin punya anak, Lucienne, aku harus mampu menghadapinya, dia tak ingin punya anak dan ia tak mengizinkan aku untuk hamil lagi (Mucica, 2004:477).

Sayang, kau pasti tak membayangkan, melukis sepanjang hari, setiap hari, dengan kedua kakiku dan masih mengalami pendarahan (Mujica, 2004:478).

Frida senang berlarut-larut dengan ceritanya. Dirinya senang membuatnya

sangat dramatis untuk menarik hati dan perhatian orang-orang. Itulah yang

sekarang dilakukan kepada Lucienne Bloch. Frida banyak membicarakan tentang

masalah-masalah psikis yang sedang dirinya hadapi. Terutama tentang suaminya,

Diego. Frida bercerita tentang alasan Diego marah kepada dirinya itu bukan

karena dirinya hamil, melainkan karena Diego sedang menjalani proses diet.

Dia diet, itulah sebabnya dia begitu jengkel sepanjang waktu. Dia melemparkan benda-benda kepadaku, penghapus cat, rokok, asbak, senapan, tapi itu bukan dia, itu adalah dietnya. Dia tak sadar apa yang dia lakukan (Mujica, 2004:479).

Berdasarkan penjelasan di atas, Frida ingin mendapatkan perhatian oleh

seeorang karena dirinya sedang hamil. Budaya di negara Amerika sangat berbeda

dengan negara Meksiko, tempat berasal Frida. Di Meksiko, perempuan yang

sedang hamil biasanya dirawat oleh ibunya ataupun saudara-saudara

perempuannya. Tetapi, di kota Detroit, dirinya ingin dirawat oleh teman barunya,

Lucienne Bloch. Walaupun hanya sekadar mengobrol saja.

Tujuan Frida melakukan mekanisme pertahanan ego seperti itu adalah

untuk menghindarkan dirinya dari kesepian. Frida sangat suka dikelilingi oleh

setiap orang, baik itu suka maupun duka. Karena itu, Frida berusaha mendapat

simpati dari teman barunya, Lucienne Bloch. Apalagi Frida dapat dengan mudah

mengikat hati seseorang.

Kelima, mekanisme pertahanan ego simpatisme ditampakkan juga oleh

Frida ketika kesehatannya semakin memburuk. Menurut dokter yang telah

merawatnya, penyebabnya adalah paru-parunya mengalami masalah. Hal ini

Page 64: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

berhubungan juga dengan tulang belakang Frida yang patah akibat kecelakaan

yang dialami Frida dulu.

Setelah Diego pergi, kesehatan Frida memburuk. Bernapas saja menjadi sebuah tugas baginya. Dokter berpikir, tulang belakangnya yang terlilit telah merusak paru-parunya (Mujica, 2004:669—670).

Ketika berada dalam kondisi gelisah seperti itu, Frida secara tidak sengaja

melakukan mekanisme pertahanan ego simpatisme. Seseorang yang melakukan

mekanisme pertahanan ego seperti ini akan mencari teman dekatnya untuk

membicarakan masalah-masalah yang sedang dihadapinya. Frida pun memilih

suaminya, Diego, untuk membicarakan kecemasannya. Karena itu, Frida

mengirimkan surat kepada Diego perihal masalah kesehatan yang sedang

dialaminya. Frida butuh rasa kasih sayang dari Diego, dan berusaha untuk

mendapatkan kata-kata yang bisa membangkitkan gairah untuk menghadapinya.

Berikut kutipannya.

Musim panas tengah berlangsung. Siang terasa panjang dan nyaman, tetapi Frida berada dalam penderitaan abadinya. Ia menulis surat panjang, penuh dengan kata-kata manja, pada Diego, dan gambaran detail tentang alat yang menyakitkan yang ditemukan dokter khusus untuknya (Mujica, 2004:670).

Frida ingin dirinya diperhatikan oleh Diego. Walaupun pada saat itu Frida

telah diceraikan Diego, tetapi dirinya masih mencintai Diego. Tujuan Frida

menulis surat kepada Diego itu sebenarnya dirinya membutuhkan nasehat atau

sokongan emosi dari Diego. Walaupun jawaban surat dari Diego bukan

memberikan perhatian penuh pada kesehatan Frida, tetapi hal itu bisa sedikit

menghibur Frida dari kecemasan yang sedang dialaminya.

Diego telah menjawabnya. Tetapi bukannya memberi perhatian penuh keharuan, suratnya malah berceloteh tentang bagaimana proyek muralnya berjalan baik (Mujica, 2004:670—671).

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa Frida, dalam novel Frida karya Barbara Mujica, melakukan mekanisme

pertahanan ego simpatisme tersebut dengan berusaha mencari nasihat atau

sokongan emosi dari orang lain. Frida melakukan mekanisme pertahanan ego

Page 65: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

simpatisme itu sebanyak lima kali. Hal tersebut bisa dilihat ketika Frida

membutuhkan nasihat atau sokongan emosi dari Alex, Cristina, Lucienne Bloch,

dan Diego Rivera.

Pada mekanisme pertahanan ego simpatisme yang pertama Frida berusaha

mencari nasihat dari Alex. Ketika itu, Frida mengalami kecelakaan bus. Beberapa

tulangnya patah, sehingga Frida harus tidur di ranjangnya selama beberapa hari

dan tidak bisa kemana-mana. Karena harus diam di ranjangnya selama beberapa

hari, membuat Frida mengalami kebosanan. Hal itulah, yang membuat Frida

mencari teman dekatnya, yakni Alex, untuk membicarakan kecemasannya.

Hampir tiap hari, Frida menulis surat untuk Alex, dengan harapan Alex akan

datang untuk menemuinya.

Pada mekanisme pertahanan ego simpatisme yang kedua, Frida berusaha

mencari nasihat dari adiknya, Cristina. Ketika itu, Frida mengalami keguguran.

Frida sangat sedih sekali mendengar berita tersebut, karena Frida sangat ingin

menjadi seorang ibu. Hal inilah yang menjadi penyebab kecemasan bagi dirinya.

untuk mengurangi kecemasan yang ada di dalam diri Frida, dirinya lalu mencari

sokongan emosi dari adiknya Cristina. Frida berusaha mendapatkan nasihat dari

adiknya tersebut, karena Frida sering membicarakan tentang seputar

kehidupannya kepada Cristina sejak Frida masih kecil.

Pada mekanisme pertahanan ego simpatisme yang ketiga, Frida kembali

berusaha mencari nasihat dari adiknya. Ketika itu Frida sedang berada di kota

Detroit, Amerika, bersama suaminya. Di kota tersebut, Frida merasa sangat

kesepian. Apalagi lagi, kakinya yang cacat sangat mengganggunya. Ditambah

lagi, ketika itu Frida hamil kembali. hal inilah yang membuat Frida bertambah

cemas, karena Frida takut jika tidak ada yang merawatnya di kota tersebut. Frida

sangat takut apabila hidup sendirian atau kesepian. Karena itu, untuk meredakan

kecemasannya, Frida menulis surat kepada Cristina. Di dalam surat ini, Frida

banyak menceritakan tentang kecemasan-kecemasan yang sedang dialaminya

pada waktu itu.

Pada mekanisme pertahanan ego simpatisme yang keempat, Frida

membicarakan kecemasan-kecemasannya kepada asisten Diego Rivera, yakni

Page 66: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Lucienne Bloch. Frida banyak bercerita tentang masalah-masalah psikis yang

sedang dirinya hadapi, seperti tentang perbuatan suaminya yang tidak wajar

kepada dirinya. ketika itu Frida merasa kesepian di kota Detroit, Amerika. Frida

sangat benci dengan kesepian, dan sebisa mungkin untuk menghidarinya. Hal ini

yang membuat Frida semakin merasa cemas. Karena itu, untuk menghilangkan

kecemasannya, Frida banyak berbicara dengan Lucienne Bloch. Tujuan frida

berbuat seperti itu, karena untuk menghindarkan dirinya dari kesepian, sekaligus

meredakan kecemasannya.

Pada mekanisme pertahanan ego simpatisme yang kelima, Frida berusaha

mencari nasihat dari suaminya, yakni Diego Rivera. Ketika itu, Frida mengalami

masalah dengan kesehatannya. Ketika berada di dalam kondisi cemas seperti itu,

Frida butuh sokongan emosi dari Diego Rivera. Karena itu, Frida menulis surat

kepada Diego Rivera perihal masalah kesehatan yang sedang dialaminya. Frida

berharap dengan cara tersebut, dirinya bisa mendapatkan kata-kata yang bisa

membangkitkan gairahnya untuk menjalani hidupnya yang saat itu dalam berada

kondisi cemas.

Page 67: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Setelah membaca, memahami, dan menganalisis aspek psikologi

kepribadian tokoh utama dalam novel Frida karya Barbara Mujica, maka, peneliti

dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

(1) Represi atau penekanan sebagai mekanisme pertahanan ego tampak nyata

pada Frida dalam novel Frida karya Barbara Mujica. Pertama, ketika Frida

menggambar tanda X hitam di seluruh lukisannya, memoles seluruh

badannya dan seluruh benda-benda yang ada di sekitarnya, dengan

campuran warna yang telah dibuatnya. Kedua, pada saat menerima berita

duka, yakni papanya yang sangat disayanginya meninggal dunia. Frida

merasa sangat terpukul atas kejadian tersebut, karena selama ini Frida

selalu dimanja oleh papanya.

(2) Sublimasi sebagai mekanisme pertahanan ego tampak nyata pada Frida

dalam novel Frida karya Barbara Mujica. Pertama, ketika Frida pergi ke

gereja untuk meminta maaf atas perbuatannya kepada Elias Galdos.

Kedua, pada saat Frida melukis karena tidak bisa kemana-mana akibat

kecelakaan. Ketiga, ketika Frida melukis untuk mengusir rasa bosan akibat

terus-menerus menunggui suaminya bekerja. Keempat, pada saat Frida

sedang hamil. Pada waktu itu Frida sedang berada di kota Detroit bersama

suaminya. Dan kelima, ketika Frida kembali melukis setelah dirinya

bercerai dengan Diego Rivera.

(3) Proyeksi sebagai mekanisme pertahanan ego tampak nyata pada Frida

dalam novel Frida karya Barbara Mujica, ketika Frida menuduh gurunya

yang tidak pintar dan gaya mengajarnya membosankan. Frida berbuat

begitu karena tidak ingin dikeluarkan dari sekolahnya.

(4) Displacement sebagai mekanisme pertahanan ego tampak nyata pada Frida

dalam novel Frida karya Barbara Mujica, ketika Frida memotong

rambutnya setelah dirinya bercerai dengan suaminya, Diego Rivera.

Page 68: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

(5) Rasionalisasi sebagai mekanisme pertahanan ego tampak nyata pada Frida

dalam novel Frida karya Barbara Mujica. Pertama, ketika Frida terkena

penyakit polio, dirinya berimajinasi bahwa putri khayalannya, putri

Zoraida, mempunyai kaki yang sama dengan dirinya. Kedua, berbicara

mengenai kematian yang datang kepadanya. Ketiga berbicara bohong

ketika ditanyai Agustina Reyna. Dan keempat, pada saat Frida mengalami

kesakitan pada kakinya. Frida tidak tahan pada rasa sakit tersebut,

sehingga dirinya melontarkan pernyataan-pernyataan bohong kepada

adiknya yang menjaganya.

(6) Reaksi formasi sebagai mekanisme pertahanan ego tampak nyata pada

Frida dalam novel Frida karya Barbara Mujica, ketika Frida didatangi oleh

murid-muridnya. Para muridnya tersebut ingin membuat pesta kecil-

kecilan bersama Frida, tetapi Frida tidak ingin merayakannya karena

merasa dihina. Jadi, Frida menolaknya secara halus.

(7) Melakonkan sebagai mekanisme pertahanan ego tampak nyata pada Frida

dalam novel Frida karya Barbara Mujica. Pertama, ketika Frida berbicara

kasar sewaktu diejek oleh Estela. Kedua, pada saat Frida berbuat onar

sewaktu Miss Caballero ingin mempermalukannya. Ketiga, ketika Frida

berkelahi dengan teman dari Estela. Keempat, pada saat Frida mendapat

berita bahwa ibunya telah meninggal. Kelima, ketika Frida mengetahui

bahwa adiknya, Cristina, telah berselingkuh dengan suaminya. Dan

keenam, pada saat Frida bersama adiknya dan Graciela didatangi oleh para

polisi. Mereka bertiga dituduh para polisi tersebut membunuh Leon

Trotsky.

(8) Nomadisme sebagai mekanisme pertahanan ego tampak nyata pada Frida

dalam novel Frida karya Barbara Mujica, ketika Frida pergi dari acara

pernikahannya karena malu atas perbuatan suaminya, Diego Rivera.

Ketika itu Diego Rivera mabuk berat dan menembak seluruh benda pada

saat pernikahannya.

(9) Simpatisme sebagai mekanisme pertahanan ego tampak nyata pada Frida

dalam novel Frida karya Barbara Mujica. Pertama, ketika Frida ingin

Page 69: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

mendapatkan nasihat dari kekasihnya, ketika dirinya kecelakaan. Kedua,

pada saat Frida mengetahui bahwa bayi yang dikandungnya itu dalam

posisi salah, dirinya berusaha mencari nasehat dari adiknya, Cristina.

Ketiga, ketika Frida merasa kesepian di kota Detroit. Frida lalu menulis

surat kepada adiknya, Cristina. Di dalam surat ini, Frida menceritakan

kecemasan yang sedang dialaminya. Keempat, pada saat Frida

membicarakan kecemasan-kecemasannya kepada asisten Diego, Bloch

Lucienne. Kelima, ketika kesehatannya semakin memburuk. Frida

mengirimkan surat kepada Diego perihal masalah kesehatan yang sedang

dialaminya.

5.2 Saran

Berkaitan dengan hal itu, saran yang disampaikan dalam penelitian ini

ditujukan kepada para sastrawan, para peneliti, dan pecinta sastra serta para

pendidik khususnya guru bahasa dan sastra indonesia. Adapun saran-sarannya

adalah sebagai berikut.

(1) Bagi sastrawan, mempelajari psikologi secara mendalam sangat penting.

Hal ini berguna untuk menajamkan pengamatan terhadap gejala-gejala

psikologi yang terjadi di kehidupan masyarakat. Hal ini berguna bagi

penulisan karya sastra.

(2) Bagi peneliti dan pemerhati sastra, perlu juga memperluas wawasan

psikologi. Hal ini bermanfaat untuk menajamkan analisis agar diperoleh

hasil yang lebih baik.

(3) Bagi pendidik, hasil penelitian yang dijadikan masukan bagi pengajaran

apresiasi sastra, terutama mengenai cara menganalisis suatu karya sastra,

khususnya aspek-aspek psikologisnya.

(4) Bagi orang yang mambaca sastra. Dengan mambaca karya sastra

diharapkan dapat memperkaya makna kehidupannya dan makna

kejiwaannya.

(5) Bagi perpus Unesa. Diharapkan untuk melengkapi buku-buku atau

literatur.

Page 70: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Peneliti sadar bahwa penulisan ini adalah langkah awal dalam kegiatan

analisis terhadap unsur-unsur psikologis, terutama Psikoanalisis Sigmund Freud,

tokoh utama novel Frida karya Barbara Mujica. Karena itu, diharapkan peneliti

selanjutnya bisa mengkaji novel ini dari cabang ilmu dari psikoanalisis atau biasa

disebut neo-Freudian. Adapun tokoh-tokohnya adalah Carl Gustav Jung, Alfred

Adler, Erik H. Erikson, Harry Stack Sullivan, Erich Fromm, Karen Horney, dan

Otto Rank.

Atau jika tidak, diharapkan peneliti selanjutnya mengkaji dari cabang ilmu

dari psikologi yang lainnya, seperti behaviorisme B. F. Skinner, atau humanistik

Abraham Maslow. Dengan demikian, kajian psikologi di indonesia, khususnya di

Unesa bisa semakin berkembang dan meluas.

Page 71: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan M. Umar. 1992. Psikologi Umum. Surabaya: PT Bina Ilmu.

Aminudin.1990. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung: Algesindo.

Berry, Ruth.

2001. Seri Siapa Dia? FREUD, (penerjemah: Frans Kowa). Jakarta: Erlangga.

Bertens, K.2002. Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Boeree, C. George.2005. Personality Theories, (penerjemah: Inyiak R). Yogyakarta: Prisma.

Corey, Gerald.2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (penerjemah: E.

Koeswara). Bandung: PT Refika Aditama.

Darma, Budi. 2004. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pusat bahasa.

Darwati.2002. “Mekanisme Pertahanan Ego Tokoh dalam Kumpulan Cerpen

Enam Mimpi karya Chiung Yao (Kajian Psikoanalisis)”. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: JBSA, Universitas Negeri Surabaya.

Djojosuroto, Kinati dan M. L. A. Sunaryati2001. Penelitian Bahasa dan Sastra. Jakarta: Cendekia

Endraswara, Suwandi. 2003. Metodologi Penelititan Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan

Aplikasi. Yogyakarta: Widyatama.

Freud, Sigmund.2002. Psikoanalisis, (penerjemah: Ira Puspitarini). Yogyakarta: Ikon.2003. Teori Seks, (penerjemah: Apri Danarto). Yogyakarta: Jendela.

Fudyartanta, RBS.2005. Psikologi Kepribadian Neo Freudianisme. Yogyakarta: Zenith

Publisher.

Page 72: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Hall, Calvin S., dan Gardner Lindzey.1993. Teori-teori Psikodinamik (Klinis), (penerjemah: A. Supratiknya).

Yogyakarta: Kanisius.

Hardjana, Andre. 1994. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.

Indarti, Titik.2004. “Sikap Perempuan Bali terhadap Tradisi, Adat, Agam, dan

Dominasi Laki-laki dalam novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini” dalam Prasasti Vol 54, Bulan Agustus 2004. Surabaya: Unesa Press

Jabrohim, Dkk.2000. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita

Kartono, Kartini.1989. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung: Mandar

Maju.1996. Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju.

Koeswara, E. 1991. Teori Teori Kepribadian. Bandung: PT Eresco.

Mayasari, Irene Dwi.2005. “Tokoh Utama Mandar dalam Novel Cinta Seorang Psikopat karya

V. Lestari (Kajian Psikoanalisis)”. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: JBSI, Universitas Negeri Surabaya.

Milner, Max.

1992. Freud dan Interpretasi Sastra, (penerjemah: Sri Widaningsih dan Laksmi). Jakarta: Intermasa.

Mujica, Barbara. 2004. Frida, (penerjemah: Nuraini Juliastuti). Bandung: Bentang

Nadjid, Moh.2003. Apresiasi Prosa Fiksi. Surabaya: Unesa Press.

Niswah, Anis Choirun.2003. “Analisis Mimpi dan Realita Tokoh Aston dalam Novel Pol karya

Putu Wijaya (Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud)”. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: JBSA, Universitas Negeri Surabaya.

Nurgiyantoro, Burhan.1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: UGM Press.

Page 73: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Palmquist, Stephen.2005. Fondasi Psikologi Perkembangan, menyelami mimpi, mencapai

kematangan diri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pradopo, Rachmat Djoko.2003. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Poduska, Benard. 2000. Empat Teori Kepribadian. Jakarta: Restu Agung.

Rahmani.2004. “Kecemasan Tokoh Firdaus dalam Novel Perempuan di Titik Nol

karya Nawal el-Saadawi (Kajian Psikoanalisis)”. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: JBSA, Universitas Negeri Surabaya.

Rahmawati, Tutik.2005. “Novel Imipramine karya Nova Riyanti Yusuf (Kajian

Psikoanalisis Sigmund Freud)”. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: JBSA, Universitas Negeri Surabaya.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Rubiyanti, Ellysa.2005. “Mimpi dan Dampak Mimpi bagi Tokoh Maya Amanita dalam

Novel Cala Ibi karya Nukila Amal. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: JBSA, Universitas Negeri Surabaya.

Satoto, Soediro.1986. Metode Penelitan Sastra. Surakarta: Sebelas Maret University

Press.

Satriya, Andik.2003. “Dinamika Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Melanie karya

V. Lestari (Tinjauan Psikologis)”. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: JBSA, Universitas Negeri Surabaya.

Syafiq, Muhammad.

2004. “Menggapai Pesona Frida Kahlo”. Artikel di harian Jawa Pos, Tanggal 28 November 2004.

Wardani, Farah.

Page 74: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

2004. “Membaca Frida: Sang Wanita dan Wanita Lain di Belakangnya”. dalam Barbara Mujica. 2004. Frida. Yogyakarta: Bentang.

Wellek, Rene & Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan, (Penerjemah: Melani Budianta). Jakarta: PT

Gramedia.

Page 75: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

KORPUS DATA

MEKANISME PERTAHANAN EGO TOKOH UTAMA

NOVEL FRIDA KARYA BARBARA MUJICA

MEKANISME

PERTAHANAN EGO

DATA (KUTIPAN) HALAMAN

REPRESI

“Sial! Sial! Sial! Aku tidak dapat melakukan

apa-apa dengan baik!” tiba-tiba ia mengambil

kuas dan mulai menggambar X hitam di

seluruh kanvas.

Tiba-tiba selintas bayangan masuk di

kepalaku. Kelas Miss Caballero. Saat ketika

guru itu berusaha mempermalukan Frida di

depan murid-murid lain. Dan Frida yang

meronta melepaskan diri dan menutupi dirinya

dengan cat.

Frida terus melukis X lalu ia mengambil kuas

dan mulai menulis-nulis dengan kasar,

mencampurkan semua warna sampai mereka

semua menjadi hitam-kecokelatan.

Ia menekankan tangannya ke kanvas basah,

kemudian mengoleskan warna campuran

menjijikkan itu ke seluruh matanya,

rambutnya, mulutnya, dahinya.

Lalu ia menancapkan tangannya pada cat

diatas palet, cat merah, dan mulai memulaskan

pipinya, di korsetnya, di kertas-kertasnya, di

bantalnya, semuanya.

Ia menjadi tak terduga sejak papa meninggal.

361

362—363

261

261—262

362

Page 76: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Satu menit ia akan penuh kegembiraan dan

tertawa. “Hey, manita, ayo belanja, membeli

cincin untuk tiap jari atau barang loakan yang

masih bagus dan cantik.” Tapi kemudian ia

akan mulai minum lagi dan tidak satu orang

pun yang bisa menghentikannya.

Seluruh koleksinya pecah dan hancur

berkeping-keping.

Patung bayi bercat dengan senyum sempurna

dan matanya yang tak bergerak, semuanya

berkeping-keping.

686

685

685

SUBLIMASI

Sebagai bukti kesedihannya yang mendalam,

ia pergi ke katedral dan menyalakan lilin untuk

Bunda Maria. Ia mulai menjelaskan kepada

Bunda Maria, betapa ia sangat menyesal,

betapa ia merasa seperti kotoran di selokan.

“Tapi aku harus memerhatikannya sekarang,

karena sekarang aku merasa ingin melukis.”

Menurut mami melukis akan menjadi model

pengalihan yang baik baginya. Dan

sesungguhnya, aku rasa setiap orang

berbahagia dengan Frida yang patuh dan diam

seperti itu.

Tapi kemudian, Frida agak bosan di

Cuernavaca. Tidak ada hal yang yang

dilakukannya kecuali menunggui Diego dan

menghadiri acara-acara sosial. Sehingga ia

mulai melukis lagi sedikit untuk mengabiskan

waktu.

“Aku melukis agar aku bisa melupakannya.”

174

357

359

425—426

475

Page 77: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Satu-satunya saat ia tampak baik-baik saja

adalah saat melukis. 656

PROYEKSI

“Mengapa harus pergi ke kelas yang diajar

oleh guru-guru yang bodoh dan

membosankan?” bentaknya.

264

DISPLACEMENT

Ia memotong rambutnya. Ia selalu melakukan

itu ketika ia memiliki masalah serius dengan

Diego.

645

RASIONALISASI

“Kau tahu,” katanya kepadaku,

“Princess Zoraida mempunyai kaki yang kisut

juga.”

“Bagaimana kau tahu?” tanyaku

“Aku melihatnya. Ia muncul dari kabut dan

datang menemuiku semalam.” Ia memejamkan

mata, dan tampak sedang membayangkan

sesuatu.

“Aku tidak hanya

merasakannya,” katanya.

“Aku melihatnya. Kematian berdansa di

sekeliling ruangan. Kadang ia menaiki sepeda

memutari tempat tidurku. Kadang ia

mengambil gitar dan memainkan nada-nada

ceria. Nada yang memikat, yang membuatmu

ingin pergi ke arahnya dan memeluknya.”

“Apakah kau mencari

Alex?”“Tidak....,” Frida tergagap. “Aku....,

aku hanya ingin melhat siapa yang sedang ada

disana.”

Kakinya begitu menyiksanya.

“Kaki setan!” begitu katanya. “Setan itu

82—83

335

351

582

Page 78: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

menyiksaku lagi, katanya. “kau tahu, ia

memberiku kaki ini untuk menghukumku. Ia

menyelinap ke tempat tidurku suatu malam

dan menancapkannya di kaki yang kurus.

REAKSI FORMASI

“Idiot!” teriaknya segera setelah

mereka pergi.”Anak-anak bodoh itu! Apa yang

mereka pikirkan dengan menganggap aku

sebagai ibu mereka?

Ia mengambil pisau dan

menancapkannya pada gambar ibu dan anak

milik Fanny. Ia merobek setiap gambar, dan

merusak buket bunga.

Ia mengambil kelopak bunga

yang halus, dan merenggut daun-daunnya, dan

ia mengoyak tangkainya yang rapuh. Dengan

gila ia mengoyak bunga itu dengan giginya,

mengunyah sampai ke akar-akarnya, kemudian

meludahkannya.

726

727

727

MELAKONKAN

“Lagu yang bodoh!” pekiknya.

“Pasti lagu itu dibuat oleh seorang idiot!”

“Ibumu adalah pelacur bangsat

yang bodoh!”

“Ibumu Bangsat! Ibumu begitu

kotor sehingga ada laba-laba keluar dari

vaginanya!”

Miss Caballero berusaha

menahannya dengan menarik pita bajunya, tapi

Frida meronta-ronta. Ia menyikut ember yang

telah disiapkan untuk membersikannya.

“Hentikan!” jerit Miss

9

13

14

21

22

Page 79: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Caballero. Tapi Frida telah terlanjur

menggosokkan cat ke bajunya, tangannya,

wajahnya, bahkan dari kelopak matanya

menetes cairan lengket kental berwarna merah.

“Sundal!” teriaknya. “Aku jijik

pada nyanyian bodohmu itu!”.

“Pergi!” Teriaknya.

“Dasar kau yang keluar dari pantat ibumu,

bukan dari lubang diantara kaki-kakinya.

Frida membalikkan tubuhnya dan

berlari kencang, menghantam Maria Del

Carmen dan Ines, yang langsung jatuh ke atas

lumpur.

“Kau pelacur berhati dingin,”

ejeknya. “Kau tak tahu apa yang kau rasakan!”

dia mulai menjerit, “Mamii! Mamii! Aku

mencintaimu! Bawa aku bersamamu!”

“Kau menyakitiku Cristina!

Bagaimana kau bisa lakukan ini padaku! Kau

ular kecil!”

“Pembunuhan!” Frida tertawa

keras, “Kau kira siapa yang kami bunuh tolol?

Kami! Tiga perempuan yang menghabiskan

waktu dengan enchiladas dan chiles rellenos.

Lihat baik-baik nak! Apakah kau melihat

pembunuh?”

95

95

96

485

531

675

NOMADISME

“Aku tidak akan pernah kembali padanya!”

tangisnya. “Tidak akan! Aku akan hidup

denganmu dan membantumu merawat Isolda!”

400

Page 80: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

SIMPATISME

Frida menulis surat kepada Alex hampir setiap

hari-surat-surat panjang, penuh permohonan,

tempat ia menuliskan secara detail segala

penyakitnya dan memintanya untuk

berkunjung dan menulis surat.

Hati kami semua hancur. Frida menangis dan

menangis. Begitu juga aku. Sungguh.

“Apa yang harus aku lakukan, Cristi?” ia terus

bertanya kepadaku.

Aku mengharapkan seorang bayi. Harusnya

aku senang, namun, oh, Cristi-ku sayang. Aku

begitu menderita.

Aku ingin pulang, tapi tak ada kesempatan,

karena Diego akan menyelesaikan lukisan-

lukisan dindingnya sebelum September.

Bayinya akan lahir bulan Desember.

Masalahnya adalah, aku ingin pulang

sekarang. Tak seorang pun mengerti

bagaimana mengurusku, dan Diego tidak

menunjukkan ketertarikannya akan kondisiku.

“Diego tak ingin punya anak, Lucienne, aku

harus mampu menghadapinya, dia tak ingin

punya anak dan ia tak mengizinkan aku untuk

hamil lagi.

Sayang, kau pasti tak membayangkan, melukis

sepanjang hari, setiap hari, dengan kedua

kakiku dan masih mengalami pendarahan.

Musim panas tengah berlangsung. Siang terasa

panjang dan nyaman, tetapi Frida berada

dalam penderitaan abadinya. Ia menulis surat

panjang, penuh dengan kata-kata manja, pada

346

428

469

470

477

478

670

Page 81: Mekanisme an Ego Novel Frida Karya Barbara Mujica

Diego, dan gambaran detail tentang alat yang

menyakitkan yang ditemukan dokter khusus

untuknya.