MEKANIS

12
A. PRINSIP TATALAKSANA KEGAWATDARURATAN Algoritma untuk penatalaksanaan awal pada penurunan kesadaran, apapun diagnosis atau penyebab koma, beberapa prinsip umum manajemen dapat diaplikasikan pada seluruh pasien dan harus diterapkan pada saat kita menjalankan pemeriksaan dan merencanakan terapi definitif : 1. Pastikan oksigenasi Pasien koma idealnya harus mempertahankan PaO2 lebih tinggi dari 100mmHg dan PaCO2 antara 35 dan 40mmHg. 2. Pertahankan sirkulasi Pertahankan tekanan darah arterial rerata (mean arterial pressure/MAP; 1/3 sistolik + 2/3 diastolik) antara 70 dan 80 mmHG dengan menggunakan obat-obatan hipertensif

description

KOKSO KEKESDFE

Transcript of MEKANIS

Page 1: MEKANIS

A. PRINSIP TATALAKSANA KEGAWATDARURATAN

Algoritma untuk penatalaksanaan awal pada penurunan kesadaran, apapun diagnosis

atau penyebab koma, beberapa prinsip umum manajemen dapat diaplikasikan pada

seluruh pasien dan harus diterapkan pada saat kita menjalankan pemeriksaan dan

merencanakan terapi definitif :

1. Pastikan oksigenasi

Pasien koma idealnya harus mempertahankan PaO2 lebih tinggi dari 100mmHg

dan PaCO2 antara 35 dan 40mmHg.

2. Pertahankan sirkulasi

Pertahankan tekanan darah arterial rerata (mean arterial pressure/MAP; 1/3

sistolik + 2/3 diastolik) antara 70 dan 80 mmHG dengan menggunakan obat-

obatan hipertensif dan atau hipotensif seperlunya. Secara umum, hipertensi tidak

boleh diterapi langsung kecuali tekanan diastolik di atas 120 mmHg. Pada pasien

lansia dengan riwayat hipertensi kronik, tekanan darah tidak boleh diturunkan

melebihi level dasar pasien tersebut, oleh karena hipotensi relatif dapat

menyebabkan hipoksia serebral. Pada pasien muda dan sebelumnya sehat, tekanan

Page 2: MEKANIS

sistolik di atas 70 atau 80 mmHg biasanya cukup, meskipun demikian apabila ada

peningkatan TIK maka MAP yang lebih tinggi harus di capai (misalnya di atas

65mmHg).

3. Kendalikan gula darah

Kadar glukosa harus dipertahankan secara ketat antara 80 dan 110mg/dL, bahkan

setelah episode hipoglikemia yang diterapi dengan glukosa prinsiip kehati-hatian

harus diterapkan untuk mencegah hipoglikemia ulangan. Infus glukosa dan air

(dekstrosa 5% atau 10%) sangat disarankan untuk diberikan sampai situasi stabil.

4. Turunkan tekanan intrakranial

Obat-obatan hiperosmolar harus diberikan untuk menurunkan kadar air otak

dengan menciptakan gradien osmolar antara sawar darah-otak yang utuh.

Mannitol biasa diberikan sebagai solusi 20% dengan dosis 1,5-2 g/kg secara

bolus. Mannitol juga menurunkan viskositas darah, meningkatkan perfusi serebral

dan juga dapat bertindak sebagai antioksidan. Baru-baru ini, salin hipertonik

mulai dipertimbangkan sebagai alternatif yang baik untuk mannitol. Salin

hipertonik diberikan dengan dosis 7 sampai 10g NaCl dengan konsentrasi antara

3% sampai 23,4% secara bolus,

Kortikosteroid juga diindikasikan pada pasien dengan suspek meningitis

bakterialis, dan harus diberikan bersamaan atau sebelum pemberian antibiotika

dengan dosis 10 mg setiap 6 jam.

Beberapa peneliti menyarankan penggunaan anestesi barbiturat untuk

menangani hipertensi intrakranial berat sebagai akibat dari trauma kapitis.

Pentobarbital dapat diberikan dengan dosis loading sebesar 10 mg/kg selama 30

menit diikuti dengan dosis 5mg/kg selama 60 menit untuk tiga dosis. Pasien

kemudian dipertahankan dengan dosis 1 sampai 3mg/kg untuk menjaga level

pentobarbital dalam darah antara 3 sampai 4mg/dL.

5. Hentikan kejang

Kejang berulang dengan etiologi apapun dapat menyebabkan kerusakan otak dan

harus dihentikan. Kejang umum dapat diterapi dengan lorazepam (sampai

0,1mg/kg) atau diazepam (0,1-0,3mg/kg) intravena.

Page 3: MEKANIS

6. Obati infeksi

Beragam infeksi dapat menyebabkan delirium atau koma, dan infeksi dapat

mengakserbasi coma dari sebab-sebab lainnya. Algoritme yang dapat digunakan

pada pasien koma dengan kecurigaan akibat infeksi (meningitis bakterialis).

7. Kendalikan kelainan asam basa dan elektrolit

Pada keadaan asidosis atau alkalosis metabolik, kadar pH biasanya akan kembali

ke keadaan normal dengan memperbaiki penyebabnya sesegera mungkin karena

Page 4: MEKANIS

asidosis metabolik dapat menekan fungsi jantung dan alkalosis metabolik dapat

mengganggu fungsi pernapasan. Asidosis respiratorik mendahului kegagalan

napas, sehingga harus menjadi peringatan kepada klinisi bahwa bantuan ventilator

mekanis mungkin diperlukan. Peningkatan kadar CO2 juga dapat menaikkan

tekanan intrakranial, sehingga harus di jaga dalam kadar senormal mungkin.

Alkalosis respiratorik dapat menyebabkan aritmia jantung dan menghambat upaya

penyapihan dari dukungan ventilator.

8. Kendalikan suhu tubuh

Hipertemia merupakan keadaan yang berbahaya karena meningkatkan kebutuhan

metabolisme serebral, bahkan pada tingkat yang ekstrim dapat mendenaturasi

protein selular otak. Suhu tubuh di atas 38,5°C pada pasien hipertermia harus

diturunkan dengan menggunakan antipiretik dan bila diperlukan dapat digunakan

pendinginan fisik (eq. selimut pendingin). Hipotermia signifikan (di bawah 34°C)

dapat menyebabkan pneumonia, aritmia jantung, kelainan elektrolit, hipovolemia,

asidosis metabolik, gangguan koagulasi, trombositopenia dan leukopenia.

9. Berikan tiamin

Pada pasien stupor atau koma dengan riwayat alkoholisme kronik dan atau

malnutrisi. Pada pasien-pasien seperti di atas, loading glukosa dapat

mempresipitasikan ensefalopati wernicke akut, oleh karena itu disarankan untuk

memberikan 50 sampai 100mg tiamin pada saat atau setelah pemberian glukosa.

10. Berikat antidotum spesifik (flumazenil, nalokson dsb.)

Banyak pasien datang ke unit gawat darurat dalam keadaan koma yang

disebabkan oleh overdosis obat-obatan. Salah satu diantara sekian banyak obat-

obatan sedatif, alkohol, opioid, penenang, opioid dan halusinogen. Pada saat ada

kecurigaan kuat bahwa ada zat spesifik yang telah dikonsumsi, maka beberapa

antagonis yang secara spesifik membalikkan efek obat-obatan penyebab koma

dapat berguna seperti Nalokson, Flumazenill, Fisostigmin, Fomepizol, Glukagon,

Hidroksokobalamin, Okreotid.

11. Kendalikan agitasi

Obat-obatan dengan dosis sedatif harus dihindarkan sampai dapat diperoleh

diagnosis yang jelas dan pasti bahwa permasalahan yang terjadi adalah metabolik

bukan struktural. Dosis kecil Lorazepam (0,5-1,0 mg per oral) diberikan dengan

dosis tambahan setiap 4 jam digunakan untuk mengendalikan agitasi. Apabila

Page 5: MEKANIS

ternyata tidak mencukupi, maka dapat diberikan Haloperidol 0,5-1,0mg per oral

atau intramuskular dua kali sehari, dosis tambahan setiap 4 jam. Pada pasien yang

telah mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan sedatif secara rutin, dosis yang

lebih besar dapat diperlukan oleh karena adanya toleransi silang. Penelitian

terbaru menunjukkan Valproat, Benzodiazepine, dan atau antipsikotik dapat

meredakan agitasi pada saat obat-obatan primer telah gagal. Untuk sedasi jangka

waktu sangat pendek, seperti yang diperlukan untuk melakukan CT-scan, maka

sedasi intravena dengan menggunakan Propofol atau Midazolam dapat digunakan.

B. EPILEPSI YANG BERHUBUNGAN DENGAN MENSTRUASI?

kejang menstruasi adalah nyeri-nyeri di perut dan area-area pelvis yang dialami oleh

seorang wanita sebagai suatu akibat dari periode menstruasinya. 

Beberapa wanita dengan kondisi neurologis mengalami peningkatan aktivitas dari

kondisi mereka pada waktu yang sama selama setiap siklus menstruasi. Sebagai contoh,

tetes kadar estrogen telah dikenaluntuk memicu migrain (sindrom neurologis Migran ),

terutama ketika wanita yang menderita migrain juga mengambil pil KB. Banyak wanita

dengan epilepsi mengalami kejang lebih dalam pola yang terkait dengan siklus

menstruasi, ini disebut "epilepsi catamenial". Pola yang berbeda-beda tampaknya ada

(seperti kejang bertepatan dengan waktu menstruasi, atau bertepatan dengan waktu

ovulasi), dan frekuensi dengan mana mereka terjadi belum kokoh. Menggunakan satu

definisi tertentu, satu kelompok ilmuwan menemukan bahwa sekitar sepertiga dari

wanita dengan epilepsi parsial keras memiliki epilepsi catamenial. Sebuah efek hormon

telah diusulkan, di mana progesteron menurun dan meningkatkan estrogen akan memicu

kejang.  Baru-baru ini, penelitian telah menunjukkan bahwa dosis tinggi estrogen dapat

menyebabkan atau memperburuk kejang, sedangkan dosis tinggi progestrone dapat

bertindak sebagai obat anti epilepsi.

C. ASSESMENT KEJANG DAN JENIS-JENIS KEJANG?

Klasifikasi kejang

The International League Against Epilepsy (ILAE) membuat klasifikasi kejang epileptik

yang membagi kejang menjadi dua kelompok besar yaitu Kejang Parsial (fokal atau

lokal) dan Kejang Generalisata.

Page 6: MEKANIS

1. Kejang Parsial (Partial-onset Seizure)

Kejang Parsial bermula dari area fokus tertentu korteks serebri.

a. Kejang fokal sederhana

b. Kejang parsial kompleks

c. Kejang parsial yang menjadi umum

2. Kejang Generalisata (Generalized-onset Seizure)

Kejang Generalisata berawal dari kedua hemisfer serebri. Bisa bermula dari

talamus dan struktur subkortikal lainnya. Pada EEG ditemukan kelainan secara

serentak pada kedua hemisfer. Kejang generalisata memberikan manifetasi bilateral

pada tubuh dan ada gejala penurunan kesadaran. Kejang generalisata dapat

diklaifikasikan menjadi atonik, tonik, klonik, tonik klonik atau absence seizure.

Beberapa penyakit yang memberikan gambaran kejang generalisata antara lain :

Benign Neonatal Convulsion, Benign Myoclonic Epilepsy, Childhood Absence

Epilepsy, Juvenille Absence Epilepsy, Juvenille Myoclonic Epilepsy.

Kejang tonik adalah kekakuan kontraktur pada otot-otot, termasuk otot pernafasan.

Kejang klonik berupa gemetar yang bersifat lebih lama. Jika keduanya muncul

secara bersamaan maka disebut kejang tonik klonik (kejang Grand Mal).

3. Sebagian kejang yang lain sulit dikelompokkan pada salah satunya dimasukkan

sebagai kejang tidak terklasifikasi (Unclassified Seizure).

Penatalaksanaan Kejang

0 - 5 menit:

Yakinkan bahwa aliran udara pernafasan baik

Monitoring tanda vital, pertahankan perfusi oksigen ke jaringan, berikan oksigen

Bila keadaan pasien stabil, lakukan anamnesis terarah, pemeriksaan umum dan

neurologi secara cepat

Cari tanda-tanda trauma, kelumpuhan fokal dan tanda-tanda infeksi

5 – 10 menit:

Pemasangan akses intarvena

Pengambilan darah untuk pemeriksaan: darah rutin, glukosa, elektrolit

Pemberian diazepam 0,2 – 0,5 mg/kgbb secara intravena, atau diazepam rektal

0,5 mg/kgbb (berat badan < 10 kg = 5 mg; berat badan > 10 kg = 10 mg).

Page 7: MEKANIS

Dosis diazepam intravena atau rektal dapat diulang satu – dua kali setelah 5-10

menit..

Jika didapatkan hipoglikemia, berikan glukosa 25% 2ml/kgbb.

10 – 15 menit

Cenderung menjadi status konvulsivus

Berikan fenitoin 15 – 20 mg/kgbb intravena diencerkan dengan NaCl 0,9%

Dapat diberikan dosis ulangan fenitoin 5 – 10 mg/kgbb sampai maksimum dosis

30 mg/kgbb.

30 Menit

Berikan fenobarbital 10 mg/kgbb, dapat diberikan dosis tambahan 5-10 mg/kg

dengan interval 10 – 15 menit.

Pemeriksaan laboratorium sesuai kebutuhan, seperti analisis gas darah, elektrolit,

gula darah. Lakukan koreksi sesuai kelainan yang ada. Awasi tanda-tanda depresi

pernafasan.

Bila kejang masih berlangsung siapkan intubasi dan kirim ke unit perawatan

intensif

Alur penanganan pada kejang

Page 8: MEKANIS

D. ASSESMENT PENURUNAN KESADARAN MUNURUT VITAMINE

Penyebab Metabolik atau Toksik pada Kasus Penurunan Kesadaran

No Penyebabmetabolikatausistemik Keterangan

1 Elektrolitimbalans Hipo- atauhipernatremia, hiperkalsemia,

gagalginjaldangagalhati.

2 Endokrin Hipoglikemia, ketoasidosisdiabetik

3 Vaskular Ensefalopatihipertensif

4 Toksik Overdosisobat, gas karbonmonoksida

(CO)

5 Nutrisi Defisiensi vitamin B12

6 Gangguanmetabolik Asidosislaktat

7 Gagal organ Uremia, hipoksemia, ensefalopatihepatik

Penyebab Struktural pada Kasus Penurunan Kesadaran

No Penyebabstruktural Keterangan

1 Vaskular Perdarahan subarakhnoid, infark batang

kortikal bilateral

2 Infeksi Abses, ensefalitis, meningitis

3 Neoplasma Primer atau metastasis

4 Trauma Hematoma, edema, kontusi hemoragik

5 Herniasi Herniasisentral, herniasi unkus, herniasi

singuli

6 Peningkatan tekanan

intrakranial

Proses desakruang