MEKANIKA KUANTUM MOLEKUL -...
Transcript of MEKANIKA KUANTUM MOLEKUL -...
MEKANIKA KUANTUM MOLEKUL
Rustam E. Siregar
ISBN : 978-602-9238-62-4
Struktur Elektronik Atom dan Molekul
i
MEKANIKA KUANTUM MOLEKUL:
STRUKTUR ELEKTRONIK
ATOM DAN MOLEKUL
Rustam E. Siregar
Departemen Fisika, FMIPA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
ISBN 978-602-9238-62-4
ii
PENGANTAR
Alhamdulillah. akhirnya penulisan buku ini dapat terselesaikan. Sesungguhnya buku ini
merupakan pengembangan dari diktat dan catan-catatan kuliah serta menggunakan
berbagai buku teks dan makalah-makalah. Isi buku ini dirancang sesuai kebutuhan
perkuliahan mahasiswa tingkat S1 dan S2 prodi Fisika dan Kimia. Dalam setiap bab,
buku ini diperlengkapi dengan contoh-contoh dan soal-soal untuk memperoleh
pemahaman yang lebih baik.
Struktur elektronik adalah keadaan gerak elektron-elektron di dalam medan
elektrostatik inti-inti yang stasioner. Pengertian itu meliputi fungsi-fungsi gelombang dan
energi-energi bersangkutan. Struktur elektronik diperoleh melalui penyelesaian
persamaan-persamaan fisika kuantum. Untuk itu ada sejumlah metoda perhitungan dan
penggunaannya bervariasi dari kasus ke kasus.
Sesuai dengan pengertian di atas, terlebih dahulu di dalam Bab 1 dikemukakan
dasar-dasar fisika kuantum yang meliputi persamaan Schrödinger, persamaan nilai eigen,
representasi matriks, teori gangguan dan metoda variasi. Bab ini selanjutnya merupakan
landasan bagi pembahasan struktur elektronik atom dan molekul dalam bab-bab
selanjutnya.
Bab 2 berisi struktur elektronik atom berelektron tunggal seperti hidrogen. Karena
sangat sederhana, penurunan struktur elektroniknya dapat dilakukan secara analitik.
Pengertian orbital atom dan energi bersangkutan, pengertian spin, pengaruh medan listrik
(efek Stark) dan medan magnet (efek Zeeman) serta interaksi-interaksi lainnya
diperkenalkan dalam bab ini.
Dalam Bab 3 dikemukakan struktur elektronik atom dengan sejumlah elektron,
khususnya helium dan litium. Potensial antara elektron-elektron menyebabkan
perhitungan secara analitik menjadi lebih sulit. Untuk itu digunakan teori gangguan dan
metoda variasi. Di sini mulai dipergunakan prinsip Pauli tentang spin elektron dan
diperkenalkan fungsi gelombang dengan cara determinan Slater. Dalam bab ini mulai
diperkenalkan perhitungan yang menggunakan orbital atom jenis Slater (STO) dan proses
self consistent field (SCF) serta korelasi elektron dan penanganannya.
Strukrur elektronik molekul dimulai dalam Bab 5, namun sebelumnya dibahas
simetri molekul dalam Bab 4 dengan menggunakan teori grup. Simetri molekul dengan
representasi-representasi irreducible-nya serta pembentukan orbital molekul sebagai
kombinasi linier yang teradaptasi simetri dikemukakan dalam bentuk contoh-contoh. Bab
5 berisi struktur elektronik molekul sederhana, seperti molekul ion hidrogen, molekul
hidrogen dan LiH. Pembahasan diawali dengan aproksimasi Born-Openheimer dan teori
orbital molekul. Dalam bab ini sudah diperkenalkan interaksi konfigurasi. Bab 6 berisi
tentang molekul organik terkonjugasi; pembahasan dilatar-belakangi oleh teori elektron-
π. Dengan demikian struktur molekul dapat diungkapkan dengan metoda perhitungan
Hückel. Hasil-hasil perhitungan dengan metoda ini mampu memperlihatkan kesesuaian
faktual secara kualitatif.
Metoda perhitungan secara ab initio berdasarkan persamaan Hartree-Fock-
Roothaan dikemukakan dalam Bab 7. Secara detail dikemukakan cara pembentukan
fungsi-fungsi basis (STO-nGTO) untuk mengatasi kesulitan perhitungan integral-integral
molekul dalam proses SCF. Berbagai cara mengatasi masalah korelasi elektron
dikemukakan secara lengkap. Dalam bab ini juga dikemukakan berbagai metoda semi-
empirik berikut aproksimasi-apoksimasi yang melandasinya. Dalam Bab 8 dikemukakan
iii
berbagai besaran atau sifat-sifat molekul yang dapat dihitung dengan menggunakan
fungsi gelombang keadaan dasar hasil perhitungan ab initio atau semi-empirik. Bab
terakhir, Bab 9, berisi tentang dasar-dasar spektroskopi NMR, Inframerah, Raman dan
UV-Vis.
Isi buku ini akan terus akan diperbaiki dan dikembangkan. Akhirnya, kepada
Allah swt. kita berserah diri, dengan harapan semoga buku ini bermanfaat bagi
mahasiswa dan pembaca.
Jatinangor, 09 April 2014
Rustam E. Siregar
iv
DAFTAR ISI
Pengantar i
Daftar Simbol vii
BAB 1 DASAR-DASAR FISIKA KUANTUM\ 1
1.1 Persamaan Schrödinger 1
1.2 Representasi Matriks 12
1.3 Gangguan Tak Bergantung Waktu 17
1.4 Gangguan Bergantung Waktu 26
1.5 Metoda Variasi 29
Soal-soal 31
BAB 2 ATOM BERELEKTRON TUNGGAL 33
2.1 Spektrum Atom Hidrogen; Model Bohr 33
2.2 Momentum Sudut Elektron 34
2.3 Energi dan Fungsi Gelombang Elektron 42
2.4 Probabilitas Transisi 48
2.5 Effek Stark 49
2.6 Spin Elektron 52
2.7 Effek Zeeman 54
2.8 Interaksi Hyperfine 57
Soal-soal 60
BAB 3 ATOM DENGAN BEBERAPA ELEKTRON 62
3.1 Atom Helium 62
3.1.1 Atom Helium pada keadaan dasar 62
3.1.2 Atom Helium pada keadaan tereksitasi 68
3.2 Prinsip Pauli; Determinan Slater 73
3.3 Atom Litium 78
3.4 Metoda SCF untuk Atom 81
3.5 Korelasi Elektron 92
3.6 Struktur Elektronik Atom 95
Soal-soal 102
BAB 4 SIMETRI MOLEKUL 103
4.1 Simetri dan Grup Simetri 103
4.2 Representasi Grup 105
4.3 Grup dan Fisika Kuantum 109
4.4 Perkalian Langsung 110
4.5 Beberapa contoh aplikasi 112
Soal-soal 129
BAB 5 MOLEKUL DIATOMIK 120
5.1 Aproksimasi Born-Oppenheimer 120
5.2 Teori Orbital Molekul 121
5.3 Molekul Ion Hidrogen 123
5.4 Molekul Hidrogen dalam Keadaan Dasar 129
5.5 Interaksi Konfigurasi 133
5.6 Molekul Hidrogen dalam Keadaan Tereksitasi 134
5.7 Molekul Diatomik Homonuklir 136
v
5.8 Molekul Diatomik Heteronuklir 140
Soal-soal 144
BAB 6 MOLEKUL ORGANIK TERKONJUGASI 145
6.1 Hibridisasi Orbital-Orbital Atom 145
6.2 Metoda Hückel 151
6.3 Poliena Terkonjugasi Linier 161
6.4 Poliena terkonjugasi siklis 163
6.5 Aplikasi Simetri 165
6.6 Pengaruh Heteroatom dan Substituen 175
Soal-soal 177
BAB 7 METODA KOMPUTASI STRUKTUR ELEKTRONIK 179
7.1 Perumusan Hartree-Fock-Roothaan 179
7.2 Fungsi-fungsi Basis 187
7.3 Korelasi Elektron 192
7.3.1 Interaksi Configurasi (CI) 192
7.3.2 Teori Gangguan Møller-Plesset (MP) 193
7.3.3 Teori Coupled-Cluster (CC) 195
7.4 Teori Fungsional Kerapatan (DFT) 197
7.5 Metoda Semi-empirik 201
7.5.1 Metoda Hückel yang diperluas 201
7.5.2 Metoda Pariser-Parr-Pople 202
7.5.3 Metoda CNDO 204
7.5.4 Metoda INDO 205
7.5.5 Metoda NDDO 207
7.5.6 Metoda MNDO 208
7.6 Metoda Mekanika Molekul 209
7.7 Hibrid MK/MM 211
7.8 Paket Piranti Lunak 212
Soal-soal 214
BAB 8 BEBERAPA BESARAN MOLEKUL 215
8.1 Muatan Atom 215
8.2 Momen Dipol Permanen 215
8.3 Polarizabilitas Listrik Statik 217
8.4 Polarizabilitas Listrik Dinamis 222
8.5 Indeks Bias Bahan Optik 226
8.6 Interaksi Dispersi 226
8.7 Polarizabilitas Magnet 228
8.8 Aktivitas Optik 230
Soal-soal 234
BAB 9 SPEKTROSKOPI MOLEKUL 235
9.1 Resonansi Magnetik Inti (NMR) 235
9.2 Spektroskopi Inframerah 239
9.3 Spektroskopi Raman 242
9.4 Spektroskopi UV-Vis 244
Apendiks 1. Beberapa Konstanta 250
vi
Apendiks 2. Beberapa Integral 251
Apendiks 3. Transformasi Koordinat Cartesian ke Koordinat Bola 252
Apendiks 4. Karakteristik Beberapa Atom 254
Apendiks 5. Tabel Karakter Beberapa Grup Simetri 257
Apendiks 6. Beberapa Program Komputer 262
Apendiks 7. Koordinat dan Frekuensi Normal 266
Indeks 269
Daftar Pustaka 271
vii
DAFTAR SIMBOL
a0 Jari-jari Bohr
anm Koefisien kombinasi linier
A Representasi irredusibel (berdimensi satu) yang simetrik terhadap sumbu rotasi C2
Å Angstrom Aav: Harga rata-rata, nilai ekspektasi operator A
Fungsi spin
Potensial ionisasi dalam metoda Hückel (Fii),
Eksponen dalam fungsi Gaussian,
Polarizabilitas listrik. B Medan magnet
Representasi irredusibel (berdimensi satu) yang anti-simetrik terhadap sumbu rotasi C2
Fungsi spin
Elemen off-diagonal dari Hamiltonian efektif elektron-π
Hyperpolarizabilitas order-1;
Magneton Bohr
c Kecepatan cahaya dalam ruang hampa
cin Koefisien LCAO ke-i dalam orbital molekul ke-n.
D Energi dissosiasi
Satuan polarizabilitas (debye)
ij Kronecker delta
e Muatan elementer
E Energi E Medan listrik n Energi orbital molekul ke-n f Frekuensi F Operator Fock G Operator gangguan γ Gyromagnetic ratio H Hamiltonian sistem partikel K Energi kinetik L Panjang;
Momentum sudut. ℓ Bilangan kuantum orbilat m Massa elektron m ℓ Bilangan kuantum magnetik orbital ms Bilangan kuantum magnetik spin µ Dipole listrik;
Elektron ke-µ n Bilangan kuantum utama,
Indeks orbital molekul. N Jumlah elektron ν Elektron ke-ν
1
BAB 1
DASAR-DASAR FISIKA KUANTUM
Pada awal abad 20 para Fisikawan menyadari bahwa hukum-hukum makroskopik dalam
Fisika tidak mampu menjelaskan perilaku partikel pada tingkat mikroskopik. Hal itu
mendorong para Fisikawan untuk mengembangkan suatu bidang Fisika yang disebut
Mekanika Kuantum atau Fisika Kuantum. Pada hakikatnya, Fisika Kuantum bertolak dari
sifat gelombang partikel. Jika bentuk potensial yang mempengaruhi partikel serta
batasannya diketahui maka akan diperoleh fungsi gelombang dan peluang keberadaannya,
serta energidan sifat-sifat lainnya.
1.1 Persamaan Schrödinger
Dalam fisika klassik dikenal persamaan gelombang 1-dimensi sebagai berikut
0),(1),(
2
2
22
2
t
tx
vx
tx . (1.1)
di mana ),( tx adalah fungsi gelombang dengan variable posisi (x) dan waktu (t). Jika
dimisalkan
)()(),( txtx (1.2)
dan disubstitusikan ke persamaan (1.1) maka
2
2
2
2
22 )(
)(
1)(
)(
dt
td
tdx
xd
x
v. (1.3)
Pemberian konstanta -2 dapat dilakukan karena telah terjadi pemisahan variabel x dan
variabel t. Secara fisis hal ini berlaku karena keadaan yang stasioner. Jadi, dari persamaan
(1.3) itu diperoleh dua persamaan:
0)()( 2
2
2
ttd
td
(1.4)
dan
0)()(
2
2
2
2
xvdx
xd
(1.5)
Dari persamaan (1.4) diperoleh
tiet ~)( (1.6)
dengan 1i adalah bilangan imajiner. Jadi fungsi gelombang (1.2) dapat dituliskan
menjadi tiextx )(),( (1.7)
Jika partikel dipandang sebagai gelombang, maka panjang gelombangnya adalah
2
=h/p. di mana h=6,6310-34 Js disebut konstanta Planck dan p momentum linier
partikel. Karena kecepatan v=f maka
pv
(1.8)
di mana 2/h .dan =2f. Dengan demikian maka persamaan gelombang (1.5)
menjadi
0)()(
2
2
2
2
xp
dx
xd
(1.9)
Tetapi, karena energi kinetik partikel adalah
m
pT
2
2
(1.10)
maka persamaan gelombang (1.9) menjadi
0)(2)(
22
2
xTm
dx
xd
(1.11)
Jika energi potensial yang dimiliki partikel adalah V, maka energi partikel itu
adalah
VTE (1.12)
Dengan demikian maka persamaan gelombang (1.11) menjadi
0)()(2)(
22
2
xVEm
dx
xd
(1.13)
Inilah yang disebut persamaan Schrödinger yang tidak bergantung waktu. Jadi, persamaan
Schrödingeradalah persamaan gelombang untuk satu partikel. Untuk 3-dimensi
persamaan Schrödinger adalah:
0),,()(2
),,(2
2 zyxVEm
zyx
(1.14)
di mana
2
2
2
2
2
22
dz
d
dy
d
dx
d .
Dari persamaan (1.13) dan (1.14) jelas bahwa persamaan Schrödinger adalah persamaan
gelombang bagi partikel. Solusi persamaanitu adalah energi E dan fungsi gelombang
φ(x)Untuk menyelesaikan persamaan itu diperlukan syarat batas bagi fungsi gelombang
φ(x). Syarat batas itu bisa ditentukan jika bentuk energi potensial V(x) diketahui
sebelumnya.
Persamaan Schrödinger (1.13) untuk 1-dimensi dapat dituliskan sebagai berikut:
3
)()()(2 2
22
xExxVdx
d
m
(1.15)
Untuk itu nyatakanlah
)(2
ˆ2
22
xVdx
d
mH
(1.16)
sehingga persamaan (1.15) menjadi
)()(ˆ xExH (1.17)
H disebut Hamiltonian partikel yang merupakan operator energi dari partikel. Untuk
kasus 3-dimensi Hamiltonian itu adalah
),,(2
ˆ 22
zyxVm
H
(1.18)
Hamiltonian di atas hanya bergantung pada ruang, tidak bergantung waktu. Jadi ia
bersifat stasioner. Dalam persamaan (1.17) terlihat bahwa operasi operator H pada fungsi
)(x menghasilkan energi E tanpa mengubah fungsi )(x . Persamaan seperti itu disebut
persamaan nilai eigen, di mana E adalah nilai eigen energy dari operator H dengan fungsi
eigen )(x . Analogi dengan fisika klassik, E=K+V, maka 222 /)2/( xm adalah
operator energy kinetik dan V adalah operator energi potensial dari partikel; baca Siregar
(2010).
Kembali ke persamaan (1.7), mengingat /E maka persamaan itu bisa
dituliskan seperti /)(),( iEtextx . Jika operator H dioperasikan pada fungsi lengkap
itu maka
𝐻 𝜓(𝑥, 𝑡) = 𝐻 𝜑(𝑥)𝑒𝑖𝐸𝑡/ℏ = 𝐸𝜑(𝑥)𝑒𝑖𝐸𝑡/ℏ
= −𝑖ℏ𝜕
𝜕𝑡𝜓(𝑥, 𝑡)
Persamaan ini
),(ˆ),( txHtxt
i
(1.19)
disebut persamaan Schrödinger yang bergantung waktu.
Dengan fungsi gelombang )(x dapat dinyatakan kerapatan peluang untuk
menemukan partikel itu di posisi x dalam rentang dx, yakni dxx2
)( sehinggaberlaku
1)(2
dxx (1.20)
Persamaan (1.20) itu menyatakan fungsi gelombang partikel yang dinormalisasi. Dalam
persamaan itu 2*2
)()()()( xxxx di mana )(* x adalah konjugat dari )(x
Merngenai persamaan Schrödingerlihat juga Clark (1982) dan Siregar (2010).
4
Contoh 1.1 Sumur Potensial Persegi Tak Hingga
Andaikanlah sebuah elektron terperangkap didalam potensial berbentuk sumur tak
terhingga berdimensi-1 seperti berikut:
𝑉(𝑥) = 0;−𝑎 < 𝑥 < 𝑎
∞;𝑥 ≥ 𝑎, 𝑥 ≤ −𝑎
(1.21)
Gambar 1.1 Potensial persegi tak hingga berdimensi-1.
Potensial persegi tak hingga 1-dimensi disebut juga kotak 1-dimensi dengan panjang 2a.
Seperti terlihat dalam Gambar 1.1, partikel itu berada dalam daerah -a<x<a, dan sama
sekali tak dapat ke luar daerah itu. Dengan perkataan lain peluang elektron berada di x>a
dan di x <-a sama dengan nol. Oleh sebab itu, jika (x) adalah fungsi gelombang
elektron, maka syarat batas bagi fungsi gelombang itu adalah:
0)()( aa (1.22)
Karena V(x)=0 dalam daerah –a<x<a, maka persamaan Schrödinger (1.13) bagi partikel
tersebut adalah:
02 2
22
Edx
d
m
(1.23)
atau
2
22
2
2 2;0
mEkk
dx
d
(1.24)
Solusi persamaan (1.24) adalah
kxCx cos)( dan kxDx sin)( (1.25)
Dengan syarat batas dalam persamaan (1.22), untuk x=a diperoleh
......,6,4,2;2
;0sin
......,5,3,1;2
;0cos
na
nkka
na
nkka
(1.26)
Jadi fungsi eigen itu adalah:
axnCxn 2/cos)( untuk n=1,3,5,
)2/(sin)( axnDxn untuk n=2,4,6 …
V=
-a a 0 x
5
Harga C dan D dihitung melalui normalisasi fungsi, yakni:
1)( 2
a
a
n dxx .
Hasilnya adalah C=D= a/1 , sehingga fungsi-fungsi eigen itu adalah:
𝜑𝑛 𝑥 =1
𝑎cos
𝑛𝜋
2𝑎𝑥 ;𝑛 = 1,3,5. . (1.27)
𝜑𝑛(𝑥) =1
𝑎cos
𝑛𝜋
2𝑎𝑥 ;𝑛 = 2,4,6. ..
dengan n disebut bilangan kuantum. Fungsi-fungsi ini membentuk set ortonormal;
maksudnya:
𝜑𝑛∗(𝑥)𝜑𝑚(𝑥)𝑑𝑥
𝑎
−𝑎= 𝛿𝑛𝑚 =
1,jika 𝑛 = 𝑚
0,jika 𝑛 ≠ 𝑚
(1.29)
Berdasarkan persamaan (1.27 a, b), fungsi-fungsi eigen dan kerapatan peluang
keberadaan elektron dapat dilukiskan seperti dalam Gambar 1.2.Selanjutnya, dari
persamaan (1.24) dan (1.26) diperoleh harga eigen energi:
....,3,2,1;8 2
222
n
manEn
(1.30)
Gambar 1.2 Fungsi-fungsi eigen n dan kerapatan peluangn2 untuk n=1, 2, 3.
Energi ini berharga diskrit (tidak kontinu, tapi bertingkat-tingkat) yang ditandai oleh
bilangan kuantum n; rupanya, suatu partikel yang terperangkap dalam sumur potensial
memiliki tingkat-tingkat energi (diskrit) seperti diperlihatkan dalam Gambar 1.3. Dengan
bahasa yang lain, partikel yang terperangkap dalam suatu potensial mengalami kuantisasi.
Gambar 1.3 Tingkat-tingkat energi elektron yang terperangkap dalam sumur potensial
tak terhingga.
32
32
22
32
12
32
-a 0 ax -a0 a x
3
2
2
1
1
222
1 8/ maE
4
3
2
1
E2=4E1
E3=9E1
E4=16E1
6
Contoh 1.2 Potensial Persegi Terhingga
Misalkan elektron berada dalam sumur potensial terhingga seperti
axaxV
axaxV
,;
;0)(
0
(1.31)
Seperti diperlihatkan dalam Gambar 1.4 partikel berada dalam daerah –a<x<a. Jika
energi E<Vo secara klasik partikel tak dapat ke luar daerah itu. Tetapi secara kuantum,
karena potensial itu terhingga partikel masih berpeluang berada diluar daerah –a<x<a.
Jadi, berbeda dengan sebelumnya, syarat batas tak dapat diterapkan; yang dapat
dinyatakan adalah ()=0.
Gambar 1.4 Sumur potensial persegi terhingga.
Untuk daerah –a<x<apersamaan Schrödinger adalah:
02
22
2
Em
dx
d
(1.32)
dengan mana diperoleh solusi berikut:
kxx cos)( dan kxx sin)( (1.33a)
dengan
2
2 2
mEk . (1.33b)
Untuk daerah xa, persamaan Schrödinger adalah:
0)(2
22
2
oVEm
dx
d
(1.34)
Karena energi partikel E<Vo maka (x) merupakan fungsi exponensial yang menurun
menuju nol di x=. Jadi, untuk xa didapat
xK
eCx
)( (1.35a)
dengan
2
2 )(2
EVmK o . (1.35b)
Agar (x) kontinu di semua harga x=±a, kedua persamaan (1.33a) dan (1.35a) beserta
turunannya di x=±a harus sama. Jadi,
0
E<Vo
Vo
V
x a -a
7
Ka
Ka
KCekak
Ceka
sin
cos
sehingga,
Kakaka tg \ (1.36)
Begitu pula,
Ka
Ka
KCekak
Ceka
cos
sin
sehingga
Kakaka ctg \ (1.37)
Selain itu, dari persamaan (1.33b) dan (1.35b) diperoleh persamaan lingkaran
2
222 2
)()(
amVKaka o (1.38)
Ketiga persamaan (1.36), (1.37) dan (1.38) digambarkan dalam Gambar 1.5. Perpotongan
lingkaran (Vo tertentu) dengan garis-garis tg(ka) dan ctg (ka) memberikan harga-harga
kuntuk Vo tersebut. Harga-harga k itu ditandai dengan bilangan kuantum n=0, 2, 4,….
untuk perpotongan dengan tg(ka) dan n=1, 3, 5, …. untuk perpotongan dengan ctg(ka).
Selanjutnya dengan persamaan (1.33b) diperoleh harga-harga eigen energi:
.............,2,1,0;2
22
nm
kE n
n
(1.39)
Terlihat dalam Gambar 1.5 bahwa jumlah tingkat energi sangat bergantung pada
harga Voa2; misalnya untuk Voa
2ħ
2/4m hanya ada satu, dan ada dua tingkat energi
untukVoa2ħ
2/2m. Fungsi-fungsi eigen di dalam sumur potensial mirip dengan
persamaan
Gambar 1.5 Grafik untuk menentukan harga-harga ka.
2
222 2
)()(
aVmKaka oe
n=3
n=2
n=1
n=0
ctg (ka) ctg (ka) tg (ka) tg (ka)
Ka
ka 0 2 3/2 /2
8
(1.27), tetapi mulai di x=a fungsi-fungsi itu menurun secara eksponensial menuju 0
dix=. Untuk jelasnya, fungsi-fungsi itu diperlihatkan dalam Gambar 1.6.
Gambar 1.6 Fungsi-fungsi eigen dari partikel dalam sumur potensial terhingga.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa meskipun potensial yang dialami partikel itu
terhingga, tetapi karena E<Vo, energinya tetap diskrit. Keadaan energi yang diskrit itu
merupakan ciri dari partikel yang terikat dalam sumur potensial. Karena potensial itu
berhingga, fungsi-fungsi eigen mempunyai ekor berbentuk eksponensial menurun di luar
sumur. Artinya, elektron masih mempunyai peluang berada di luar sumur. Hal ini tidak
mungkin secara klasik.
Contoh 1.3 Osilator Harmonis Sederhana
Sebuah partikel bermassa m mengalami gaya pegas 1-dimensi sehingga menghasilkan
energi potensial V(x)=½m2x
2. Jika partikel itu berosilasi dengan simpangan x yang
cukup kecil sehingga x(t) berbentuk sinusoida maka gerakan partikel itu bersifat
harmonis. Itu sebabnya sistem seperti ini disebut osilator harmonis sederhana. Misalkan
(x) adalah fungsi gelombang partikel sehingga dengan energi potensial tersebut
persamaan Schrödinger untuk partikel itu adalah
0)()(2)( 22
21
22
2
xxmEm
dx
xd
(1. 40)
Andaikanlah
xm
zE
;
2 (1. 41)
maka persamaan Schrödinger di atas menjadi sederhana seperti
0)()()( 2
2
2
zzdz
zd
(1. 42)
Solusi persamaan ini ada jika E>0 dan fungsi gelombang (x)=0 jika x→. Cara
penyelesaian persamaan (1.42) di atas dapat dilihat dalam buku Boas (1983). Solusi
persamaan tersebut adalah
....,3,2,1,0);(!2
1)( 2/2
2/1 nzHe
nz nnn
z
(1. 43)
2
-a 0 ax
3
1
9
dengan syarat 12 n . Dari syarat ini diperoleh energi
)(21 nEn (1. 44)
Bilangan n adalah bilangan kuantum. Jadi, dapat dikatakan bahwa partikel yang berosilasi
mempunyai tingkat-tingkat energi yang diskrit (terkuantisasi). Hn(z) dalam persamaan
(1.43) adalah polinom Hermite tingkat-n dengan
zzzH
zzH
zzH
zH
128)(
24)(
2)(
1)(
33
22
1
0
(1. 45a)
Polinomial Hermite mempunyai hubungan rekursif:
)(2)(
)(2)(2)(
1
11
zHndz
zdH
zHnzHzzH
nn
nnn
(1.45b)
dansifat ortogonalitas:
mn
n
nm
z ndzzHzHe 2/1!2)()(2
(1.45c)
Dalam Gambar 1.7 diperlihatkan fungsi-fungsi eigen untuk n hingga 3.Besarnya frekuensi
osilator harmonis ada dalam daerah frekuensi bunyi. Sehubungan dengan itu maka gerak
osilasi partikel disebut mengandung fonon (phonon). Sebuah fonon memiliki energi .
Bilangan kuantum n mengungkapkan jumlah fonon. Keadaan dengan fungsi gelombang
0(x) yang memiliki energi 21
0 E tidak mengandung fonon; ini disebut keadaan
dasar, sedangkan 1(x) yang memiliki energi 23
1 E mengandung sebuah fonon. Jadi
untuk mengeksitasikan partikel dari keadaan dasar ke keadaan eksitasi pertama, partikel
memerlukan sebuah fonon berenergi sebesar .Keadaan denganfungsi gelombang
Gambar 1.7 Fungsi-fungsi gelombang osilator harmonis sederhana untuk n hingga 3.
E
n=0
n=1
n=2
n=3
0 x
0
1
2
3
n=3
n=2
10
2(x) yang memiliki energi 25
2 E mengandung dua buah fonon; artinya, untuk
mengeksitasikan partikel dari keadaan dasar 0ke keadaan eksitasi kedua2, partikel
memerlukan dua buah fonon masing-masing berenergi sebesarℏ.
Contoh 1.4Sumur Potensial Persegi dengan Dinding
Sebuah partikel terperangkap dalam sumur potensial
ax
axV
x
xV
;0
0;
0,
)( 0 (1.46)
seperti terlihat dalam Gambar 1.8. Karena ada dalam daerah ax 0 maka energi
partikel itu E<0.
Gambar 1.8 Sumur potensial persegi dengan dinding di x=0.
Misalkan 1(x) adalah fungsi gelombang partikel dalam daerah ax 0 ;
persamaan Schrödinger untuk daerah itu adalah
0)()(2)(
1022
12
xVEm
dx
xd
(1. 47)
dengan (x)=0 di x=0. Karena E+V0>0 maka solusi persamaan di atas adalah
ikxikx eBeAx )(1 (1.48a)
dengan
)(2
02VE
mk
(1.48b)
Karena 1(x)=0 di x=0 maka B=-A dan persamaan (1.48a) menjadi
kxCeeAx ikxikx sin)()1( (1.49)
Dalam daerah x>a, misalkan fungsi gelombang partikeladalah2(x). Karena V=0 maka
persamaan Schrödinger untuk daerah itu adalah
0
E
-V0
a
x
V=
11
0)(2)(
222
22
xEm
dx
xd
(1.50)
Karena E<0 maka solusi persamaan ini adalah
KxeDx )(2 (1.51a)
dengan
Em
K2
2
(1.51b)
Kedua fungsi gelombang partikel itu harus bersambung di x=a. Untuk itu kedua fungsi
dan turunan-turunannya harus sama di x=a.
𝜑2(𝑎) = 𝜑2(𝑎) → 𝐶 sin𝑘 𝑎 = 𝐷𝑒−𝐾𝑎
Ka
axax
eKDkakCdx
d
dx
d
cos21
Dari kedua persamaan itu diperoleh
22
22
Kk
ekCD
aK
(1.52)
dan
aKkaak cot (1.53)
sedangkan dari persamaan (1.48b) dan (1.51b) diperoleh
0
2
2
22 2)()( Va
maKak
(1.54)
Perpotongan kedua persamaan di atas akan memberikan solusi untuk energi. Kedua
persamaan di atas diplot pada grafik aK vs. ak dan hasilnya seperti Gambar 1.9. Terlihat
bahwa
untuk: m
Va8
22
0
2 tidak ada perpotongan, artinya tidak ada solusi,
untuk: m
Vam 8
9
8
22
02
22 hanya ada satu salusi, artinya satu harga energi;
untuk: m
Vam 8
25
8
9 22
0
222
ada dua solusi, artinya dua harga energi;
untuk: m
Vam 8
49
8
25 22
0
222
ada tiga buah solusi, artinya tiga harga energi.
Dalam Gambar 1.9 di atas, untuk m
Va8
2.21 22
02
ada dua buah titik potong, yakni pada
ak=0,75 dan 1,6. Dengan menggunakan persamaan (1.48b) diperoleh
2
22
22
22
1 1,0,1,2ma
Ema
E
12
Gambar 1.9 aK sebagai fungsi ak sesuai persamaan(1.43) dan (1.44).
Energi negatif dari partikel menunjukkan bahwa partikel itu dalam keadaan terikat
(bound state). Dari persamaan (1.49), (1.51) dan (1.52), fungsi gelombang partikel untuk
dua keadaan terikat di atas diperlihatkan dalam Gambar 1.10. Tampak bahwa fungsi-
fungsi itu mati di x=0 karena dinding sumur potensial, tetapi masih ada di daerah x>a
dengan bentuk eksponensial menuju nol. Artinya, partikel masih memiliki peluang,
walaupun kecil, di daerah x>a.
Gambar 1.10 Fungsi gelombang partikel untuk dua keadaan terikat.
1.2 Representasi Matriks
Tinjaulah persamaan eigen
EH ˆ (1.55)
dengan fungsi gelombang yang dinormalisasi
1*
dV (1.56)
Misalkan fungsi gelombang bisa diungkapkan sebagai superposisi fungsi-fungsi {i},
maka
2
1
0 a x
E2
E1
0 2 3 4 ak
aK
3
2
0
2
2
22 2)()( Va
maKak
-akcot ak
13
i
i
i
NN
c
cccc
.....332211
(1.57)
dengan overlap
ijji SdV * (1.58)
Karena fungsi gelobang sistem dinormalisasi dalam persamaan (1.56), maka
1* ij
ijji Scc (1.59)
Masalahnya adalah bagaimana menentukan perangkat koefisien {ci} untuk suatu fungsi
gelombang sistem yang eneginyaE?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, substitusikan persamaan (1.57) ke persamaan
(1.55); hasilnya
j
jj
j
jj cEHc ˆ (1.60)
Selanjutnya persamaan di atas dikalikan dari kiri dengan *i lalu diintegral,
dVcEdVHcj
jij
j
jij ** ˆ (1.61)
Nyatakanlah
dVHH jiij ˆ* (1.62a)
Hijmerupakan elemen matriks dari operator H dengan basis i . Jadi
.............................
......
......
.....
ˆ
333231
232221
131211
HHH
HHH
HHH
H (1.62b)
Demikian pula
dS jiij *
(1.63a)
.............................
......
......
.....
ˆ
333231
232221
131211
SSS
SSS
SSS
S (1.63b)
Dengan persamaan (1.62a) dan (1.63a) maka diperoleh
0)(
ij
j
ijj
j
ijj
j
ijj
ESHc
ScEHc
(1.64)
14
Dalam bentuk matriks, persamaan (1.64) dapat dituliskan seperti
0ˆ)ˆˆ(
ˆˆˆˆ
CSEH
CSECH (1.65)
atau
0...
......
.............................................................
.........
.........
2
1
2211
2222222121
1112121111
NNNNNNNNN
NN
NN
c
c
c
ESHESHESH
ESHESHESH
ESHESHESH
(1.66)
Persamaan di atas disebut persamaan sekuler. Persamaan itu memiliki solusi hanya jika
determinan
0)ˆˆdet( SEH (1.67)
atau
0
......
..........................................................
.........
.........
2211
2222222121
1112121111
NNNNNNNN
NN
NN
ESHESHESH
ESHESHESH
ESHESHESH
(1.68)
yang disebut determinan sekuler. Jika semua elemen matriks Hij dan Sij diketahui maka
dari determinan itu bisa diperoleh N buah harga En dengan n=1, 2, …,N. Selanjutnya,
substitusikanlah setiap En ke persamaan (1.66) untuk memperoleh koefisien-koefisien
{ci} bagi fungsi eigen bersangkutan. Jelasnya, i
ininn cE .
Proses di atas disebut proses diagonalisasi. Maksudnya, matriks dari operator H
dengan menggunakan basis {i} menjadi diagonal jika menggunakan basis {n}. Untuk
sistem dengan jumlah partikel yang banyak, perhitungan hanya dapat dilakukan dengan
menggunakan program komputer. Berbagai software yang ada seperti MATLAB, dapat
melaksanakan proses diagonalisasi matriks
CIaCA ˆˆˆˆ (1.69)
di mana I adalah matriks satuan dengan elemen mn . Oleh sebab itu, persamaan (1.55)
dengan overlap S harus di transformasi dari CSECH ˆˆˆ menjadi 'ˆˆ'ˆ'ˆ CIECH yang
sama dengan persamaan (1.69). Untuk itu, kalikan fihak kiri dan fihak kanan dari
persamaan (1.65) masing-masing dengan matriks 2/1ˆ S , dan sisipkan 2/12/1 ˆˆˆ SSI di
antara H dan C di fihak kiri dan diantara S dan C di fihak kanan; hasilnya adalah
2/12/1
2/12/12/12/12/12/12/12/1
ˆˆˆˆ
ˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆ
SCSIE
SCSSSSESCSSHS (1.70)
Misalkan
15
2/12/1
2/12/1
ˆˆˆ'ˆ
ˆˆˆ'ˆ
SCSC
SHSH (1.71)
sehingga diperoleh
'ˆˆ'ˆ'ˆ CIECH (1.72)
yang sama dengan persamaan (1.69). Jadi, sebelum proses diagonalisasi dengan software
yang ada, harus dibuat program untuk memperoleh 2/1S dan
2/1ˆ S , lalu 'H dan 'C .
Setelah diperoleh E dan 'C , matriks C ditentukan dengan
2/12/1 ˆ'ˆˆˆ SCSC (1.73)
Contoh 1.5 Penyelesaian secara matriks
Dengan menggunakan basis 1 dan 2, operator H dalam bentuk matriks adalah
85
512H
Tentukanlah fungsi-fungsi eigen dan nilai-nilai eigen bersangkutan jika
a) matriks overlap adalah
12,0
2,01S
b) matriks overlap adalah
10
01S
Solusi:
a) Misalkan E adalah nilai eigen energi dengan fungsi eigen =c11+ c22, maka
b)
082,05
2,0512
2
1
c
c
EE
EE
sehingga
082,05
2,0512
EE
EE
0,96E2+18E+71=0→E1=-12.58; E2=-5,42
Substitusikan E1 ke persamaan matriks, diperoleh
058.4484.2
484.258,0
2
1
c
c
0,58c1-2.484c2=0→c2=0,2335 c1
Normalisai
22.0;93,01)2,02335,022335,01(12 21
22
121
2
2
2
1 cccScccc
211 22,093,0
Substitusikan E2
16
058,2916,3
916,358,6
2
1
c
c
-6,58c1-3,916c2=0→c2=-1,68c1
95.0;56,01]2,0)68,1(268,11[12 21
22
121
2
2
2
1 cccScccc
212 95.056,0
Program MATLAB yang disusun untuk menyelesaikan soal di atas adalah sebagai
berikut.
clc
S=[1 0.2; 0.2 1];
H=[-12 -5; -5 -8];
[P,D]=eig(S); % Dadalah matriks hasil diagonalisasi matriks S dan P matriks
transformasi
D1=inv(D); % inversi matriks D
S1=P*(D1^0.5)*P; % S1 adalah matriks S^(-0.5)
H1=S1*H*S1;
[C1,E]=eig(H1);% C1 adalah matriks C’
E
C=S1* C1*(S^0.5);
C
c) Jika Sij=ij
085
512
2
1
c
c
E
E
085
512
E
E
E2+20E+71=0→E1=-15,38; E2=-4,62
Substitusikan E1 ke persamaan matriks, diperoleh
038,75
538,3
2
1
c
c
3,38 c1-5c2=0→c2=0,68c1
56.0;83,01)46,01(1 21
2
1
2
2
2
1 ccccc
211 56,083,0
Substitusikan E2
038,35
538,7
2
1
c
c
17
-7,38c1-5c2=0→c2=-1,48c1
83.0;56,01]19,21[1 21
2
1
2
2
2
1 ccccc
212 83.056,0
Sifat penting:dalam halSj=ij, trace dari matriks H adalah tetap terhadap transformasi
basis dari {i}{i}. Jelasnya,
62,40
038,15ˆ
85
512ˆ HH
ii
.
1.3 Gangguan Tak Bergantung Waktu
Dalam paragraf ini akan dikemukakan aproksimasi terhadap sistem yang mengalami
gangguan tak bergantung waktu. Aproksimasi yang dlakukan sebagai akibat dari
kehadiran gangguan itu bergantung pada keadaan sistem. Dua keadaan yang harus
dibedakan adalah keadaan nondegenerate dan keadaan degenerate. Nondegenerate
artinya, beberapa fungsi gelombang dengan energi yang berbeda.Degenerate artinya,
beberapa fungsi gelombang memiliki energi yang sama
1.3.1 Gangguanpada Sistem Tak Berdegenerasi
Tinjaulah suatu sistem yang mengalami gangguan. Sebelum kehadiran gangguan
misalkan kita sudah mengetahui Hamiltonian dan fungsi-fungsi eigennya, yakni )0(H dan
)0(
i sedangkan energi eigennya )0(
iE sehingga berlaku
NiEH iii ......,21;ˆ )0()0()0()0( (1.74)
dengan
ijji dv )0()*0(
(1.75)
Misalkan sistem mengalami gangguan kecil G sehingga Hamiltonian menjadi
)0()0( ˆˆ;ˆˆˆ HGGHH (1.76)
dengan adalah parameter yang bernilai 01. Harga =1 menyatakan gangguan itu
sepenuhnya di alami sistem.
Pada saat kehadiran gangguan itu, fungsi gelombang sistem berubah menjadi
{i} dan energi eigennya menjadi {Ei} sehingga
NiEH iii ......,21;ˆ (1.77)
Pertanyaannya adalah bagaimana hubungan antara {i} dan )0(
i serta {Ei}dan )0(
iE
Karena gangguan cukup kecil, maka baik fungsi-fungsi eigen maupun energi-energi eigen
dapat didekati sebagai berikut:
..........)3(3)2(2)1()0( iiiii (1.78)
18
..........)3(3)2(2)1()0( iiiii EEEEE (1.79)
di mana indeks atas (j) menyatakan order koreksi yang harus diberikan karena kehadiran
gangguan. Dengan substitusi persamaan (1.76), (1.78) dan (1.79) ke persamaan (1.77)
diperoleh
......
...ˆˆ
)2(2)1()0()3(3)2(2)1()0(
)3(3)2(2)1()0()0(
iiiiiii
iiii
EEEE
GH
Aproksimasi dilakukan dengan mempersamakan fihak kiri dan kanan yang memiliki
parameter yang sama, lalu menetapkan =1. Hasilnya antara lain adalah
(i) )0()0()0()0(ˆiii EH
(ii) )0()1()1()0()0()0()1()1()0()0()1()0( ˆˆˆˆiiiiiiiiii GEEHEEGH
(iii) )0()2()1()1()2()0()1()2()0( ˆˆiiiiiiii EEEGH
)0()2()1()1()2()0()0( ˆˆiiiiii EGEEH
(iv) )0()3()1()2()2()1()3()0()2()3()0( ˆˆ
iiiiiiiiii EEEEGH
)0()3()1()2()2()1()3()0()0( ˆˆiiiiiiii EEGEEH
dan seterusnya. Persamaan (i) itu sama dengan persamaan (1.74).
Koreksi order-1
Persamaan (ii) kalau dikalikan dari kiri dengan *)0(
i lalu diintegral, akan menghasilkan
dVGdvEdVEE
dVGEdVEH
iiiiiiiii
iiiiii
)0(*)0()0(*)0()1()1(*)0()0()0(
)0()1(*)0()1()0()0(*)0(
ˆ
ˆˆ
Misalkan koreksi oerder-1 bagi fungsi eigen adalah superposisi fungsi-fungsi lama
sebagai berikut.
ij
jiji a )0()1( (1.80)
Maka diperoleh
dVGE iii
)0(*)0()1( ˆ0
sehingga koreksi order-1 bagi energi eigen adalah
iiiii GdVGE )0(*)0()1( ˆ (1.81)
Dari persamaan (1.80) koreksi order-1 bagi fungsi eigen ditentukan sebagai berikut.
Substitusi persamaan (1.80) ke persamaan (ii) menghasilkan
19
)0()1()0()0()0( ˆˆii
ij
jiij GEEHa
Jika dikalikan dari kiri dengan *)0(
k di mana ik , lalu diintegral maka
dVGdvEdVEEa
dVGEdVEHa
ikiki
ij
jkikij
iik
ij
jikij
)0(*)0()0(*)0()1()0(*)0()0()0(
)0()1(*)0()0()0()0(*)0(
ˆ
;ˆˆ
Jadi, koefisien ak adalah
)0()0()0()0(
)0(*)0( ˆ
ik
ki
ik
ik
ikEE
G
EE
dvGa
(1.82)
Jadi, persamaan (1.80) yang merupakan koreksi order-1 bagi fungsi eigen adalah
ij
j
ij
ji
iEE
G)0(
)0()0(
)1( (1.83)
Koreksi order-2
Sekarang akan diturunkan koreksi order-2. Kalikan persamaan (iii) dengan *)0(
i lalu
diintegral.
dVGEdVEdVEH iiiiiiiii
)1()1(*)0()0(*)0()2()2()0()0(*)0( ˆˆ
dVGdVEEdVEE iiiiiiiiii
)1(*)0()1(*)0()1()2()2(*)0()0()0( ˆ
dVGE iii
)1(*)0()2( ˆ
Misalkan koreksi order-2 bagi fungsi eigen adalah
ij
jiji b )0()2( (1.84)
maka diperoleh koreksi order-2 bagi energi eigen adalah
ij ji
ijji
ij
jiiji
EE
GG
dVGaE
)0()0(
)0(*)0()2( ˆ
(1.85)
Untuk koreksi order-2 bagi fungsi eigen, substitusikan persamaan (1.84) ke persamaan
(iii)
dVGEEa ikikik
)0(*)0()0()0( ˆ
20
)0()2()1()1()0()0()0( ˆˆiiii
ij
jiij EGEEHb
Selanjutnya, kalikan dari kiri dengan )*0(
k di mana kI lalu diintegral,
dVEdVGEdVEHb ikiiik
ij
jikij
)0(*)0()2()1()1(*)0()0()0()0(*)0( ˆˆ
dVGaaE
dVGadVaE
dVGdVEEEb
jk
ij
ijiki
jk
ij
ijjk
ij
iji
ikikiikik
)0(*)0()1(
)0(*)0()0(*)0()1(
)1(*)0()1(*)0()1()0()0( ˆ
Lalu gunakan persamaan (1.81), (1.82) dan (1.83) untuk enghasilkan
ij ij
kjji
ik
iiki
ikikEE
GG
EE
GGEEb
)0()0()0()0(
)0()0(
sehingga diperoleh
2)0()0()0()0()0()0(
ik
iiki
ij ik
kj
ij
ji
ik
EE
GG
EE
G
EE
Gb
Jadi, koreksi order-2 bagi fungsi eigen adalah
ik
k
ijik
iiki
ikij
kjji
i
EE
GG
EEEE
GG)0(
2)0()0()0()0()0()0(
)2( (1.86)
Koreksi order-3
Untuk koreksi order-3 kalikan persamaan (iv) dengan *)0(
i lalu diintegral.
)3()2(*)0(
)0(*)0()3()1(*)0()2()2()1(*)0()3()0()0(*)0(
ˆ
ˆˆ
iii
iiiiiiiiiiii
EdVG
dVEdvEdVGEdVEH
Misalkan
ij
jiji c )0()3(
maka
dVGE iii
)2(*)0()3( ˆ
Jadi, dengan persamaan (1.86) koreksi order-3 bagi energi eigen adalah
ik
ikik
ikkiikiii GbdVGbdVGE
)0(*)0()2(*)0()3( ˆˆ
(1.87)
21
ik ik
ikiiki
ij ijik
ikjikj
EE
GGG
EEEE
GGG
2)0()0()0()0()0()0(
Dari persamaan (1.84) dan (1.87)tampak bahwa aproksimasi yang telah
dikemukakan tidak berlaku untuk sistem yang memiliki energi eigen yang sama
(degenerate) untuk fungsi eigen yang berbeda. Cara aproksimasi untuk sistem yang
degenerate akan dikemukakan setelah ini.
Contoh 1.6 Gangguan pada Sumur Potensial Tak Hingga
Tinjaulah sebuah partikel di dalam sumur potensial tak hingga
axa
axaxV
,0
,,
Misalkan gangguan yang dialami partikel adalah
axaaxG 2
12
1);2/cos(
seperti tampak dalam Gambar 1.11.
Gambar 1.11 Sumur potensial tak hingga dengan gangguan.
Dalam Contoh 1.1 diperlihatkan bahwa fungsi-fungsi eigendan energi eigen
bersangkutan dari partikel adalah
.
......6,4,2;2
sin1
.....5,3,1;2
cos1
)()0(
nxa
n
a
nxa
n
axn
....,3,2,1;8 2
222)0(
n
manEn
Jelas bahwa fungsi-fungsi eigen memiliki energi yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa
sistem ini nondegenerate, sehingga aproksimasi di atas dapat digunakan.
Misalkan kita akan menentukan fungsi gelombang dan energi terkoreksi hingga
order-1.Seperti terlihat di atas, energi dan fungsi eigen pada keadaan dasar (sebelum ada
gangguan) adalah
a
V=
x -a 0
22
2
22)0(
18ma
E
x
aax
2cos
1)()0(
1
Berdasarkan persamaan (1.70) koreksi energi order-1 adalah
dxa
x
a
x
adxGGE
a
a
2
cos2
cosˆ2/
2/
2)0(1
*)0(111
)1(1
75.02
cos32
3cos
4
2/
2/
a
a
dxa
x
a
x
a
Jadi, energi keadaan dasar yang terkoreksi gangguan adalah
75.08 2
22)0(
1
amE
e
Berdasarkan persamaan (1.83) koreksi order-1 bagi keadaan dasar adalah
......)0(
3)0(
1
)0(
3
31)0(
2)0(
1
)0(
2
21)1(
1
EE
G
EE
G
16.0cos2
sin22
sin2
cossin2
2cos
2cossin
2/
2/
2/
2/
2
2/
2/
2/
2/
2/
2/
21
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
xa
aa
xa
a
dxa
x
adx
a
x
a
x
a
dxa
x
a
x
a
x
aG
dxa
x
a
x
a
x
aG
a
a
2
cos2
cos2
3cos
2
2/
2/
31
08,0
2sin
2
4
13sin
3
2
2
12sin
24
1
2
2cos
4
1
2
3cos
2
12cos
4
1
2
2/
2/
2/
2/
2/
2/
2/
2/
a
a
a
a
a
a
a
a
a
xa
a
xa
a
xa
a
dxa
x
a
x
a
x
a
2
22
2
22)0(
1
)0(
28
3
8)14(
mamaEE
23
2
22
2
22)0(
1
)0(
38
8
8)19(
mamaEE
Maka koreksi order-1 bagi keadaan dasar adalah
......01,004.0 )0(
32
2)0(
22
2)1(
1
mama
dan fungsi keadaan dasar yang terkoreksi gangguan adalah
......01,004.0)0(
32
2)0(
22
2)0(
11
mama
1.3.2Gangguanpada Sistem Berdegenerasi
Misalkan )0(H adalah Hamiltonian suatu sistem yang memiliki fungsi-fungsi eigen )0(
i
dengan i=1, 2, ...N, yang berdegenerasi:
.ˆ )0()0()0(
iii EH (1.88a)
dengan
ijji dV .)0(*)0( (1.88b)
dan )0()0()0(
2
)0(
1 ....... EEEE N
(1.88b)
Kehadiran gangguan G mengubah Hamiltonian menjadi GHH ˆˆˆ )0( .
Misalkanlah suatu fungsi eigen yang memenuhi
EH ˆ (1.89a)
dengan
1.* dv (1.89b)
Untuk menentukan dan E, kita nyatakan sebagai kombinasi linier dari fungsi-fungsi
eigen )0(
i )0(
i
i
ic (1.90a)
dengan
i
ic 12
(1.90b)
Substitusi persamaan (1.90a) ke persamaan (1.89a) dengan menggunakan
GHH ˆˆˆ )0( menghasilkan
i
iii
i
i cEGHc )0()0()0( ˆˆ (1.91)
24
Kalikanlah dari kiri dengan *)0(j lalu integral; hasilnya
i
ijii
i
ji dVcEdVGHc )0(*)0()0()0(*)0( ˆˆ (1.92a)
atau
0)( )0( i
jijii EEGc (1.92b)
Tetapi )1()0( EEE adalah koreksi energi karena kehadiran gangguan. Persamaan
(1.92b) menjadi
0)1( i
jijii EGc (1.92c)
Dalam bentuk matriks, persamaan di atas adalah
0
......................................................
..........
........
2
1
)1(2221
12)1(
11
c
c
EGG
GEG
(1.93)
Determinan matriks itu adalah
0
.................................................
..........
........
)1(2221
12)1(
11
EGG
GEG
(1.94)
Karena jiG diketahui atau dapat dihitung, maka determinan itu akan menghasilkan N
buah koreksi energi eigen )1(
1E , )1(
2E , .., )1(
NE . Substitusi setiap energi Ei ke persamaan
(1.93) akan menghasilkan koefisien-koefisien {ci} untuk fungsi eigen i.Aproksimasi
yang dikemukakan di atas, pada dasarnya sama dengan yang telah dikemukakan dalam
paragraf 1.2.
Contoh 1.7Gangguan pada Sistem Berdegenerasi
Andaikan Hamiltonian )0(H mempunyai empat fungsi eigen )0(
i , i=1, 2, 3, 4 masing-
masing dengan energi )0(E =-10 eV. Andaikanlah G11= G22=G33= G44=0, sedangkan
Gi,i+1= Gi+1,i=-2 eV dan lainnya 0. Persamaan sekuler adalah
. 0
200
220
02.2
002
4
3
2
1
)1(
)1(
)1(
)1(
c
c
c
c
E
E
E
E
dan determinan sekuler adalah
25
0
200
220
02.2
002
)1(
)1(
)1(
)1(
E
E
E
E
082282)1()1(3)1()1( EEEE
016122)1(4)1( EE
47,4664144122
12)1( E
eV24,3
eV24,347,10
)1(
4
)1(
12)1(
E
EE
eV24,1
eV24,153,1
)1(
3
)1(
22)1(
E
EE
Pemberian indeks bawah dimulai dari yang paling negatif. Karena
)1()0( EEE , maka
eVEeVE
eVEeVE
24,1124,11024,1
24,1324,31024,3
2
)0(
2
1
)1(
1
eVEeVE
eVEeVE
76,624,31024,3
76,824,11024,1
4
)0(
4
3
)0(
3
Substitusikan eVE 24,3)1(
1 ke persamaan sekuler akan menghasilkan c2=1.62c1,
c3=1,62c1 dan c4=c1. Normalisasi:
;602,0;602,0;602,0;371,01 432124
23
22
21 cccccccc
sehingga
.602,0602,0602,0371,0 )0(4
)0(3
)0(2
)0(11
Dengan cara yang sama diperoleh
)0(
4)0(
3)0(
2)0(
12 602,0602,3710,0371,0602,0 )0(
4)0(
3)0(
2)0(
13 602,0602,3710,0371,0602,0 )0(
4)0(
3)0(
2)0(
14 602,0602,0602,0371,0
Dalam Gambar 1.12 diperlihat peralihan keadaan degenerate menjadi nondegenerate
sebagai akibat dari gangguan.
Gambar 1.12 Perubahan keadaan degenerate menjadi nondegenerate karena gangguan.
E4
E3
E2
E1
4
3
2
1
E(0)
)0(
4)0(
3)0(
2)0(
1
degenerate nondegerate
26
1.4 Gangguan Bergantung Waktu
Misalkan gangguan terhadap system adalah )()(ˆ),(ˆ turGtrG o . Karena gangguan itu maka
Hamiltonian total adalah:
),(ˆ)(ˆˆ )0( trGrHH (1.95)
di mana )0(H adalah Hamiltonian sebelum ada gangguan. Misalkan fungsi-fungsi eigen
dari )0(H adalah ),()0( tri sehingga dengan persamaan Schrödinger yang bergantung
waktu berlaku:
),(ˆ),( )0()0()0(
trHt
tri i
i
(1.96a)
Solusinya adalah
/)0(
)0()0( )(),(tiiE
ii ertr
(1.96b)
di mana )0(
iE adalah nilai sebelum terganggu.
Karena Hamiltonian H bergantung waktu maka energi tak bisa stasioner.
Masalahnya sekarang adalah bagaimana menentukan fungsi gelombang bagi H dari
fungsi-fungsi stasioner ),()0( tri . Misalkan ),( tri adalah fungsi-fungsi eigen bagi
H dengan mana berlaku:
),()],(ˆ)(ˆ[),(ˆ),( )0( trtrGrHtrHt
tri ii
i
(1.97)
Sebelum ada gangguan, sistem benar-benar pada fungsi keadaan yang stasioner, misalnya
),()0( tri , i berati awal (initial). Segera gangguan itu masuk, sistem berada pada fungsi
yang merupakan campuran dari fungsi-fungsi stasioner. Nyatakanlah ),( tri sebagai
kombinasi linier dari fungsi-fungsi stasioner:
k
kiki trtctr ),()(),()0( (1.98)
di mana cik(t) adalah koefisien kombinasi yang juga bergantung waktu. Substitusi
persamaan (1.98) ke persamaan (1.97) menghasilkan:
k
k
k
ikkik trtrGtctrHtc ),(),(ˆ)(),(ˆ)( )0()0()0(
t
trtcitr
dt
tdci k
k
ikkk
ik
),()(),(
)()0(
)0(
Sesuai dengan persamaan (1.96a), suku pertama di sebelah kiri sama dengan suku kedua
di sebelah kanan; oleh sebab itu
),()(
),(),(ˆ)( )0()0( trdt
tdcitrtrGtc k
k
ik
k
kik
27
Andaikanlah pada akhir gangguan, partikel menempati keadaan ),()0( trf ; f bearti
akhir (final). Dengan mengalikan ),()*0( trf dari sebelah kiri pada persamaan di atas lalu
mengintegralnya, akan diperoleh:
dVtrtrdt
tdcidtrtrGtrtc kf
k
ik
k
kfik ),(),()(
V),(),(ˆ),()( (())*)0()0(*)0(
Integral sebelah kanan mempunyai harga hanya jika k=f. Jadi persamaan di atas dapat
sederhanakan menjadi,
k
kfik
ifdVtrtrGtrtc
idt
tdc),(),(ˆ),()(
1)()0(*)0(
(1.99)
Persamaan di atas menggambarkan laju pertumbuhan koefisien bagi percampuran
keadaan awal mulai dari awal hingga akhir gangguan. Pada permulaan kita mengandaikan
sistem berada sepenuhnya pada keadaan ),()0( tri , sehingga pada t=0, cii=1 dan semua
cik=0. Diasumsikan bahwa beberapa saat sejak gangguan dimulai, cii masih mendekati satu
sedangkan semua cik dapatdiabaikan terhadap cii. Jadi, suku paling penting dalam
persamaan (1.89) adalah yang mempunyai indeks k=i, sehingga dengan menggunakan
persamaan (1.96b):
/)(
)0(*)0(
)0()0(
)()(1
),(),(ˆ),(1)(
tEEiofi
kf
if
ifeturGi
dVtrtrGtridt
tdc
(1.100a)
di mana telah dimisalkan G(r,t)=Go(r) u(t) dan
dVtrrGtrG k
o
f
o
fi ),()(),( )0(*)0( . (1.100b)
Selanjutnya, persamaan (1.100a) diintegrasi sebagai berikut:
/)(
0
)0()0(
)()0()(tEEi
Tofi
ifififetudt
i
GcTc
Tetapi seperti disebutkan di atas, pada permulaan cif dapat diabaikan; selain itu
fiif EE /)( )0()0( . Jadi
tiTo
fi
iffietudt
i
GTc
)()(
0
(1.101)
Persamaan terakhir ini bila dikuadrat, 2
ifc , bisa diartikan sebagai ukuran dari
probabilitas transisi dari keadaan stasioner awal )()0( ri ke keadaan stasioner akhir
28
)()0( rf . Probabilitas transisi rata-rata didefenisikan sebagai berikut:
21 )(TcP ifTif (1.102)
Contoh 1.8 Probabilitas Transisi
Misalkanlah medan listrik to cos
berinteraksi dengan elektron dalam atom.
Interaksi antara medan dan momen dipol terinduksi re
, yakni
treH oD cos)cos(.ˆ
. (1.103a)
merupakan gangguan terhadap keadaan stasioner atom. Dalam persamaan (1.93),
katakanlah medan listrik pada sumbu-z. Persamaan (1.103a) bisa dituliskan seperti
ttu
rerG
turGH
oo
oD
cos)(
cos)(ˆ
)()(ˆ
(1.103b)
Sesuai dengan persamaan (1.100b), maka
dVrrreM
MdVrrreG
iffi
fioifoofi
)(cos)(
)(cos)(
)0()0(
)0()0(
(1.104)
Mfidisebut disebut momen transisi dipole. Dengan itu maka persamaan (1.101) menjadi
fi
Ti
fi
Tifio
tiT
fio
if
fifi
fi
ee
i
M
etdti
MTc
11
2
cos)(
)()(
0
(1.105a)
Dalam kasus di mana =fi, suku pertama dapat diabaikan. Maka probabilitas
transisi dalam persamaan (1.102) adalah:
2
2
2
22
]2/)[(
]2/)[(sin
4~
fi
fifio TMP
(1.105b)
Probabiltas transisi sebagai fungsi frekuensi diperlihatkan dalam Gambar 1.13.Jelas
bahwa pada =fiprobabilitas transisi paling besar. Dalam keadaan ini, seperti
Gambar 1.13 Probabilitas transisi sebgai fungsi frekuensi.
fi
P
29
diperlihatkan dalam Gambar.1.14, transisi itu berlangsung karena mengabsorbsi foton
(photon) dari gelombang elektromagnet, dan elektron bertransisi dari tingkat energi )0(iE
ke tingkat energi )0(
fE yang lebih tinggi.
Gambar 1.14 Transisi elektron karena absorpsi foton (a) dan emisi foton (b).
Untuk kasus emisi di mana =fi diperoleh rumusan yang sama dengan
persamaan (1.105b). Transisi ini disebut juga transisi stimulatyang merupakan dasar bagi
mekanisme laser. Energi foton yang diserap sama dengan beda energi kedua keadaan:
fiiffi EEE (1.106)
1.5 Metoda Variasi
Andaikan suatu sistem mempunyai Hamiltonian H . Seperti telah dikemukakan dalam
paragraf 1.1, jika fungsi gelombang sistem itu maka energi sistem adalah
Vd
VdHE
*
* ˆ
(1.107)
Fungsi gelombang itu ditentukan dengan menggunakan persamaan Schrödinger. Cara
lain adalah menebak fungsi gelombang dengan parameter-parameternya. Selanjutnya,
persamaan (1.107) divariasi terhadap parameter-paremeter tersebut untuk memperoleh
energi minimum.
Sebagai contoh, tinjaulah osilator harmonis sederhana yang hamiltoniannya
22
2
22
2
1
2)(ˆ xm
xmxH
Karena simpangan simetris terhadap titik kesetimbangan (x=0) maka fungsi gelombang
diduga memenuhi 2
)( xex
Dalam hal ini adalah parameter yang akan divariasi.
Sesuai dengan persamaan (1.107) energi dihitung berdasarkan persamaan (1.107).
Penyebut dan pembilang diturunkan sebagai berikut.
22
2
22
2
1
2ˆ xm
xmH
fi
)0(fE
)0(iE
)0(fE
)0(iE
)0(i
)0(f
)0(f
)0(i
(a) (b)
fi
30
22 22222
2
142
2
xx exmexm
Selanjutnya
2/1
3
222
2/12
0
222
0 0
22222
2222222
*
84
12
2
1
22
2
142
2
2
142
2ˆ
222
22
mm
m
dxexmdxexem
dxexmdxexm
dxH
xxx
xx
dan 2/1
0
2*
22
12
dxedx x
Integral-integral di atas dapat dilihat dalam Appendiks 2. Dari hasil-hasil itu, maka
4
12
2
1
22
1
84
12
2
1
22ˆ
222
2
2/1
2/1
3
222
2/12
mm
m
mm
m
dx
dxHE
Variasi energi terhadap parame adalah
01
4
12
2
1
4
142
222
22
mm
mmd
dE
mm
mm
2
1
4
10
2
2
12
222
222
Dari harga itu, diperoleh energi dasar
2
1
4
12
2
1
2
1 222
2
mm
m
mE
dan fungsi gelombang
2
2exp)(
2
xm
ex x
Energi dasar itu sama dengan persamaan (1.44) dan fungsi gelombang itu sama dengan
persamaan (1.43) untuk n=0.
31
Soal-soal
1.1 Tunjukkan bahwa =exp(-x/2) adalah fungsi eigen dari operator 2
2
2
xdx
d .
1.2 Dengan persamaan
adx
d
2
2
, tentukanlah a dan (x) jika dikenakan syarat batas
(0)= (L)=0. Tentukanlah (x) yang dinormalisasi.
1.3 Sebuah partikel bermassa 210-29
kg berada dalam kotak 1-dimensi yang
panjangnya 4 nm. Hitunglah frekuensi dan panjang gelombang foton yang
diemisikan jika partikel berpindah dari bilangan kuantum n=2 ke n=1.
1.4 Sebuah partikel bermassa 910-31
kg berada di dalam kotak 1-dimensi. Ketika
partikel itu berpindah dari n=5 ke n=2, partikel mengemisikan foton dengan panjang
gelombang 500 nm. Hitunglah panjang kotak itu.
1.5 Harga rata-rata posisi partikel di dalam kotak 1-dimensi dihitung dengan rumus
a
a
nndxxxx )(2 . Tunjukkan bahwa ax
n untuk semua n.
1.6 Suatu model sederhana untuk poliena adalah model orbital molekul elektron bebas
(free electron molecular orbital, FEMO). Tinjaulah rantai poliena dari N atom
karbon yang terkonjugasi dengan r adalah jarak antara dua atom karbon berdekatan.
Dengan itu maka boleh dipandang bahwa panjang kotak 1-dimensi adalah L=(N-1)r.
Rumuskan tingkat-tingkat energinya.
1.7 Suatu sumur persegi 1-dimensi dalamnya 15 eV dan lebarnya 2 Å Hitunglah jumlah
keadaan terikat yang dimiliki elektron.
1.8 Pada molekul HI, atom I memiliki dapat dipandang diam dan atom hidrogen
berosilasi dengan konstanta gaya k=313,8 N/m. Massa atom hidrogen m=1,710-
27kg. Tentukanlah tingkat-tinggat energi dan hitunglah panjang gelombang yang
diemisikan jika terjadi transisi dari n=1 ke n=0.
1.9 Dengan hubungan rekursif polinom Hermite dalam persamaan (1.45b) buktikan
121
121 )1( nnn nnz
dengan xm
z
.
1.10 Dalam osilator harmonis, buktikanlah bahwa momen transisi berikut
nmdxxeM nmmn
;*
tidak sama dengan nol hanya jika m-n =1. Gunakan sifatnmnm dz ,
*
.
32
1.11 Tinjaulah sebuah partikel di dalam kotak 1-dimensi yang panjangnya 2a. Andaikan
elektron berada pada keadaan dasarnya; jika ada gangguan x dengan adalah
konstanta tentukanlah energi dan fungsi gelombangnya hingga koreksi order
pertama.
1.12 Suatu osilator harmonis dimensi-satu (sepanjang sumbu-x) mengalami gangguan )0(Hbx dengan b adalah konstanta dan )0(H adalah Hamiltonian osilator tanpa
gangguan. Jika awalnya osilator berada pada keadaan dasarnya tentukanlah energi
dan fungsi keadaannya hingga koreksi order pertama.
1.13 Pandanglah potensial V=½m2x
2+x
4 dari suatu osilator (disebut osilator tak-
harmonis). Jika suku kedua dipandang sebagai gangguan, tentukanlah energi dan
fungsi gelombang keadaan dasar hingga koreksi order pertama.
33
BAB 2
ATOM BERELEKTRON TUNGGAL
Atom-atom seperti hidrogen (H), ion helium (He+), ion litium (Li
+2), ion berilliu (Be
+3)
memiliki satu lektron yang mengitari inti atom. Secara umum muatan inti dinyatakan +Ze
di mana Z adalah jumlah proton. Dalam bab ini akan dikemukakan cara menentukan
fungsi-fungsi gelombang (orbital) elektron dan energi-energi bersangkutan.
2.1 Spektrum Atom Hidrogen
Dari spektrum atom hidrogen, Balmer dan Ritz (1885) menemukan bahwa panjang
gelombang yang berkaitan dengan garis-garis spektrum adalah
.;111
22mn
nmn
R
(2.1)
R=1,097104m
-1 adalah konstanta Rydberg.
Usul pertama tentang struktur atom dikemukakan oleh Rutherford (1911): atom
mengandung inti bermuatan listrik positif yang dikelilingi oleh elektron-elektron.
Penjelasan seperti itu tidak cukup karena elektron-elektron akan ditarik oleh inti dan
menghancurkan atom. Lebih dari pada itu, struktur seperti itu tak dapat menjelaskan
spektrum atom hidrogen.
Niels Bohr (1913) mengatasi masalah di atas dengan mengasumsikan bahwa
elektron mengitari inti hanya pada orbit-orbit dengan energi yang stasioner sehingga
elektron tidak memancarkan radiasi. Pada orbit-orbit itu elektron memiliki momentum
sudut yang besarnya
,........2,1; nnL (2.2)
di mana 2/h , dan h=6,62410-34
Js adalah konstanta Planck. Selanjutnya dikatakan
bahwa absorpsi atau emisi radiasi terjadi karena lompatan elektron dari satu orbit ke orbit
yang lain:
fi EE
(2.3)
di mana Eidan Efadalah energi-energi orbit stasioner, f 2 , f adalah frekuensi radiasi.
Perhitungan energi orbit stasioner dilakukannya dengan menggunakan teori klassik dan
asumsi momentum di atas. Hasilnya adalah
,.......2,1;8 0
22
nr
eZE
n
n
(2.4a)
dengan 0 adalah permittivitas ruang hampa, dan
0
2anrn (2.4b)
jari-jari orbit, dan
53,04
2
0
2
0 me
a
Å (2.4c)
disebut jari-jari Bohr. Jadi untuk atom hidrogen, sesuai dengan persamaan (2.3) diperoleh
34
22320
42 11
)4(
2
if
nnn
mef
(2.5)
Dengan f=c, di mana c adalah kecepatan cahaya dalam ruang hampa, diperoleh
2232
0
42 11
)4(
.21
ifn nnc
me
(2.6)
Dari hasil di atas diperoleh rumusan konstanta Rydberg dalam persamaan (2.1) sebagai
c
me32
0
42
)4(
.2
R (2.7)
Dengan substitusi nilai-nilai m, e, c , h dan 0 akan diperoleh harga yang sama dengan
hasil eksperimen seperti dalam persamaan (2.1).
Model Bohr sebagai gabungan fisika klassik dan kuantum telah mampu
menjelaskan spektrum atom hidrogen, namun untuk atom-atom lain akan mengalami
banyak kekurangan. Kegagalan itu selanjutnya dapat diatasi oleh Heisenberg dengan
mekanika matriks dan oleh Schrödinger (1926) dengan mekanika gelombang
2.2 Momentum Sudut Elektron Di dalam atom, elektron mengorbit mengitari inti yang bermuatan positif. Pandanglah inti
sebagai pusat koordinat, maka momentum sudut suatu elektron adalah perkalian antara
vektor posisi dan momentum linier partikel itu.
prL
(2.8)
Komponen-komponennya dalam koordinat Cartesian adalah:
xyz
zxy
yzx
ypxpL
xpzpL
zpypL
(2.9)
dan kuadratnya adalah 2222
zyx LLLL (2.10)
Dalam Bab 1 telah dikemukakan bahwa operator energi kinetik adalah 22 )2/(ˆ mK
Dari hubungan mpK 2/2 maka komponen-komponen operator momentum adalah
dxdipx /ˆ . dydipy /ˆ dan dzdipz /ˆ . Jadi, operator-operator momentum
sudut dalam persamaan (2.9) adalah:
35
)(ˆ
)(ˆ
)(ˆ
xy
yxiL
zx
xziL
yz
zyiL
z
y
x
(2.11)
Melalui transformasi koordinat, di dalam koordinat bola operator-operator tersebut adalah
(lihat Apendiks 3),
iL
ctgiL
ctgiL
z
y
x
ˆ
)sin(cosˆ
)cos(sinˆ
(2.12)
di mana 090o adalah sudut antara vektor posisi dan sumbu-z dan 0180
o adalah
sudut azimut seperti dalam Gambar 2.1.
Selanjutnya diperoleh juga
2
2
2
22
sin
1sin
sin
1ˆ
L (2.13)
.
Gambar 2.1 Koordinat Cartesian dan koordinat bola.
Komutator-komutator momentum adalah sebagai berikut:
.,,,0ˆˆˆˆ]ˆ,ˆ[
ˆˆˆˆˆ]ˆ,ˆ[
ˆˆˆˆˆ]ˆ,ˆ[
ˆˆˆˆˆ]ˆ,ˆ[
222 zyxLLLLLL
LiLLLLLL
LiLLLLLL
LiLLLLLL
yzxxzxz
xyzzyzy
zyxyxyx
(2.14)
𝑟
z
y
x
36
Contoh 2.1: Komutator Momentum Sudut
Buktikan xyzzyzy LiLLLLLL ˆˆˆˆˆ]ˆ,ˆ[ .
Tinjaulah fungsi ),,( zyx
zx
xz
xy
yx
xy
yx
zx
xz
LLLLLL yzzyzy
2
ˆˆˆˆ]ˆ,ˆ[
xLi
yz
zyii
zy
yz
zxyx
zy
xyz
zyx
xyxz
xzyx
yzx
xzy
yxzx
yz
ˆ
2
2
2
22
222
2
222
Jadi, ]ˆ,ˆ[ zy LL xLi ˆ .
Operator zL dan 2L masing-masing mempunyai fungsi eigen dan nilai eigen.
Misalkan () adalah fungsi eigen dari zL dengan nilai eigen Lz, maka:
zz LL ;
atau
zLi
dari mana diperoleh /
0
ziLe
Karena sifat )2()( , maka
/2//)2(/ zLiziLziLziL
eeee
.
Karena 1)/2(sin)/2(cos/2
zz LiLe zLi maka diperoleh
.....,4,2,02
zL
sehingga nilai eigen operator zL adalah:
.....,2,1,0; mmLz (2.15)
Dengan demikian maka fungsi eigen bersangkutan adalah:
37
ime0)( (2.16)
Konstanta 0 ditentukan dengan cara normalisasi,
;1
2
0
*
d
2
1121 0
2
0
22
0 Cd
Selanjutnya 0 disebut faktor normalisasi. Jadi, fungsi eigen yang dicari adalah
im
e2
1)( (2.17)
Fungsi-fungsi tersebut ortogonal satu sama lain. Terlihat dari persamaan (2.15) bahwa
komponen-z dari momentum sudut itu terkuantisasi dengan bilangan kuantum m .
Dalam eksperimen, sumbu-z dinyatakan sebagai arah medan magnet statik. Oleh sebab
itu m disebut bilangan kuantum magnetik orbital.
Nilai eigen dan fungsi eigen operator 2L ditentukan sebagai berikut. Andaikan
Y(,) adalah fungsi eigen dengan nilai eigen L2, maka
),(),(ˆ 22 YLYL
Dengan persamaan (2.13) maka
YLY 2
2
2
2
2
sin
1sin
sin
1
atau
2
2
2
22
2
22 sin
cossinsin
YY
LYY
Untuk menyelesaikan persamaan di atas terlebih dahulu dilakukan pemisahan variabel;
untuk itu misalkan
)()(),( PY (2.18).
sehingga diperoleh
2
2
2
22
2
22 1sin
cossinsin1
LPP
P.
Dengan sebagai fungsi eigen zL yang diperlihatkan dalam persamaan (2.16) maka
diperoleh
0sin 2
2
2
2
2
2
P
mLPctg
P
(2.19)
38
Persamaan ini identik dengan persamaan differensial Legendre terasosiasidengan
mL );1(22 (2.20a)
dan solusinya adalah
cos;)1()1(!2
)1()( 22 2
1
wwdw
dwwP
m
mm
m
(2.20b)
Beberapa contoh fungsi itu adalah
.)cos1(3)(
;sincos3)(
);1cos3()(
;sin)(
;cos)(
;1)(
222
12
2
210
2
11
01
00
P
P
P
P
P
P
(2.21)
Dalam persamaan (2.20), adalah bilangan bulat positif: 0, 1, 2, ….. yang disebut
bilangan kuantum orbital. Dari persamaan itu jelas bahwa untuk suatu nilai ada (2 +1) buah nilai mℓ, yakni mℓ= - , -( -1), …,-1., 0, 1,……., ( -1), . Besar momentum
sudut adalah )1( L ; untuk =1, L=ħ2. Momentum sudut itu mempunyai tiga
orientasi seperti diperlihatkan dalam Gambar.2.2. Lz=mℓħ adalah proyeksi L pada sumbu-
z.
Gambar 2.2 Orientasi momentum sudut terhadap sumbu-z untuk =1.
Akhirnya, dari persamaan (2.18) diperoleh fungsi eigen bagi operator 2L :
)()(),(),(
m
m
m PYY (2.22)
yang disebut fungsi harmonik bola (spherical harmonics). Beberapa contoh fungsi mY
adalah sebagai berikut:
z
mℓ = -1
mℓ =1
mℓ =0
Lz=
Lz=-
Lz=0
2L
39
i
i
i
eY
eY
Y
eY
Y
Y
2222
12
220
11
10
00
sin32
15)(
2sin32
15)(
)1cos3(16
5)(
sin8
3)(
;cos4
3)(
4
1)(
(2.23)
Sifat ortogonalitas dari fungsi-fungsi di atas adalah
''''
0
2
0
* sin)( mmmm ddYY
(2.23c)
Dengan fungsi-fungsi tersebut berlaku persamaan nilai eigen:
),......1(,;ˆ
,....2,1,0;)1(ˆ 22
mYmYL
YYL
mmz
mm
(2.24)
Orbital-orbital elektron dibangun dari fungsi-fungsi mY dalam bentuk ril. Karena
di antara fungsi-fungsi mY itu ada yang kompleks, maka pembentukan orbital harus
dilakukan melalui kombinasi linier dari fungsi-fungsi tersebut. Selanjutnya fungsi ril itu
disebut orbitalatom . Orbital-orbital itu diberi simbol s untuk 0 , p untuk 1 dan d
untuk 2 dan seterusnya. Untuk jelasnya baca Alonso (1979) atau Siregar (2010).
sinsin4
3)(
2
cossin4
3)(
2
1
cos4
3
;1
4
1;0
1111
1111
1
YYi
p
YYp
Yp
Ys
y
x
oz
oo
(2.25a)
40
222222
222222
1221
1221
220
sinsin16
15)(
2
cossin16
15)(
2
1
sincossin4
15)(
2
coscossin4
15)(
2
1
)1cos3(16
5
;2
22
2
YYi
d
YYd
YYi
d
YYd
Yd
xy
yx
yz
xz
z
(2.25b)
Dalam Gambar.2.3 diperlihatkan orbital-orbital tersebut.
Gambar 2.3 Orbital-orbital atom s, p, dan d.
Sehubungan dengan operator xL dan yL dibentuk operator L dan L sebagai
berikut
yxyx LiLLLiLL ˆˆˆ;ˆˆˆ (2.26)
Dengan operator zL komutatornya adalah
LLLLL zzˆˆˆˆˆ
sehingga
111ˆ)ˆˆˆ(ˆˆ
ˆ)1()ˆˆˆ(ˆˆ
mmzmz
mmzmz
YLmYLLLYLL
YLmYLLLYLL
Tampak bahwa (mYL
ˆ ) adalah fungsi eigen dari zL dengan nilai eigen (mℓ+1)ħ.
Demikian pula mYL
ˆ , adalah fungsi eigen dari zL dengan nilai eigen mℓħ. Padahal
merujuk pada persamaan (2.24) nilai-nilai eigen itu adalah nilai eigen dari zL terhadap
1mY dan mY . Oleh sebab itu, dapat dituliskan
s pz
y
x
y
z
x
y
z
x
z
x
y
z
px py
x
y
z z
y
x x
y
z
x
y
z
x
y
z
dz2 dxz dyz dx2-y2 dxy
41
mm
mm
YCYL
YCYL
1
1
ˆ
ˆ
Dengan kedua persaman di atas, maka
mm YCYLL 2ˆˆ .
Di fihak lain,
mmzzm YmmYLLLYLL ])1()1([)ˆˆˆ(ˆˆ 222
sehingga diperoleh,
)1()1(22 mmC .
Dengan demikian maka sifat operasi operator L adalah:
1
1
)1()1(ˆ
)1()1(ˆ
mm
mm
YmmYL
YmmYL (2.27)
Kedua persamaan di atas bukan persamaan nilai eigen, karena operator-operator itu
menggeser bilangan kuantum mℓ. Operator L menambah bilangan kuantum mℓmenjadi
mℓ+1, sedangkan L menguranginya dari mℓ menjadi mℓ-1. Oleh sebab itu, kedua
operator itu disebut sebagai operator tangga (ladder operator).
Contoh 2.2: Matriks Momentum Sudut
Tentukanlah matriks momentum sudut dengan menggunakan mY sebagai basis untuk
ℓ=2. Dengan ℓ=2, mℓ=-2,-1, 0, 1, 2.
a) zL
mmmmmzmmm mddYYmddYLYL '
*
'
*
'' sinsinˆˆ
Ada harga hanya jika m’ℓ= mℓ
mℓ = -2 -1 0 1 2
20000
0000
00000
0000
00002
ˆzL
b) xL
LLLx
ˆˆ
21
mℓ=
-2
-1
0
1
2
42
11 '21
'21
1'21
1'21
''21
''
)1()1()1()1(
sin)1()1(
sin)1()1(
sinsinˆ
sinˆˆ
mmmm
mm
mm
mmmm
mxmmmx
mmmm
ddYYmm
ddYYmm
ddYLYddYLY
ddYLYL
Terlihat, ada harga hanya jika m’ℓ= mℓ+1 atau m’ℓ= mℓ-1
m’ℓ=-2 - 1 0 1 2
00000
10100
06060
00606
00010
ˆ21
21
21
21
xL
2.3 Energi dan Fungsi Gelombang Elektron
Sekarang akan dikemukakan atom hidrogen H, dan ion-ion yang memiliki hanya satu
elektron. Terlebih dulu diasumsikan bahwa inti atom adalah pusat yang diam sehingga
energi kinetik inti diabaikan; ini disebut aproksimasi Born-Oppenheimer. Hamiltonian
elektron disekitar inti adalah
r
Ze
mH
o42ˆ
22
2
(2.28)
Z adalah jumlah proton dalam inti (nomor atom) dan m massa elektron. Jika adalah
fungsi gelombang elektron, maka persamaan Schrödingerya adalah
EH ˆ (2.29)
Karena energi potensial -Ze2/4orbersifat sentral maka Hamiltonian itu harus
diungkapkan dalam koordinat bola; artinya operator 2 harus ditransformasikan ke
koordinat bola (lihat Apendiks 3). Hasil transformasi itu adalah:
r
Ze
rr
ctg
rrrrmH
o
4sin
112
2ˆ
2
2
2
2222
2
22
22
(2.30)
Mengingat operator 2L dalam persamaan (2.3), maka persamaan (2.30) dapat
disederhanakan menjadi
r
Ze
r
L
rrrmH
o4
ˆ2
2ˆ
2
22
2
2
22
(2.31)
sehingga persamaan Schrödinger (2.29) dapat menjadi sebagai berikut:
mℓ=
-2
-1
0
1
2
43
02
ˆ
4
2
2 2
22
2
22
mr
L
r
ZeE
rrrm o
(2.32)
Inilah persamaan Schrödinger dalam koordinat bola. Dalam persamaan (2.32) 2L
merupakan bagian dari H . Karena fungsi harmonik bola ),( mY adalah fungsi eigen
dari 2L maka fungsi (r,,) harus mengandung ),( mY . Oleh sebab itu (r,,) dapat
dinyatakan sebagai:
),()(),,( mYrRr (2.33)
R(r) disebut fungsi gelombang radial. Substitusi ke persamaan (2.32) menghasilkan:
02
)1(
4
2
2 2
22
2
22
R
mrr
ZeE
r
R
rr
R
m oe
(2.34)
Dalam persamaan ini terlihat bahwa secara efektif elektron memiliki energi potensial
efektif:
2
22
2
)1(
4 mrr
ZeV
o
(2.35)
Dalam Gambar 2.4 tampak bahwa potensial itu menuju nol jika r menuju . Di sekitar
harga minimum potensial ini mirip dengan osilator harmonis sederhana.
Gambar 2.4 Potensial efektif yang dimiliki elektron di dalam atom hidrogen.
Jadi, jika elektron berada dalam potensial efektif seperti dalam Gambar
2.4elektron akan memiliki energi yang diskrit. Energi itu merupakan tingkat-tingkat
energiyang negatif.Untuk menyelesaikan persamaan (2.34) perlu dilakukan
penyederhanaan; untuk itu misalkan:
2
222 4;
2;
8 mear
na
Z
Ea
eZn o
o
ooo
(2.36)
0
2
2
2
)1(
mr
r
Ze
o4
2
r
E
V
44
Dalam persamaan ini, ao=0,53 Å adalah jari-jari Bohr. Substitusi persamaan (2.36) ke
persamaan (2.34) menghasilkan
0)1(
4
1222
2
R
n
d
dR
d
Rd
. (2.37)
Untuk menuju tak terhingga R()menjadi sederhana, yakni
041
2
2
Rd
Rd
,
dan solusinya R=e -/2
. Tahap berikutnya, misalkan fungsi itu
2/)()( eR s L (2.38)
Kehadiran s adalah untuk memberi jaminan bahwa fungsi R() akan menuju nol bila
menuju nol (tidak ada peluang elektron berada di inti). Substitusi persamaan (2.38) ke
persamaan (2.37) menghasilkan
0)]1()1()1([)1(22
22 L
LLsssn
d
ds
d
d
Agar memberikan solusi yang baik dipilih s(s+1)- 0)1( atau s= , sehingga
0)1()1(22
2
LLL
nd
d
d
d
(2.39)
Persamaan ini adalah persamaan differensial Laguerre Terasosiasi, jika
.....,3,2,1);1( nn (2.40)
Jadi, solusi persamaan (2.39) adalah polinom Laguerre Terasosiasi )(12
nL (Boas,
1983). Beberapa contoh polinom Laguerre Terasosiasi adalah sebagai berikut:
.120)(23
)4(24)(13
)66(3)(03
18)(12
)2(2)(02
1)(01
5
5
3
4
21
3
3
3
1
2
1
1
2
L
L
L
L
L
L
L 1 nn
(2.41)
Polynomial ini memilik sifat ortogonalitas:
45
nnnnn
nnde '
3
2
0
12
'
122
!1
)!(2)()(
LL (2.42)
Akhirnya, dengan persamaan (2.38) dan (2.41) diperoleh:
)(])![(2
)!1()( 122/
3
nn e
nn
nR L
(2.43)
Jika ditransformasi dari Rnℓ() ke Rnℓ (r) dengan menggunakan persamaan (2.36) akan
diperoleh:
)(])![(2
)!1(2)( 122/
3
3
n
o
n enn
n
na
ZrR L (2.44)
Beberapa contoh fungsi Rnℓ(r) adalah sebagai berikut:
oaZr
o
ea
ZrR
/
2/3
10 2)(
oaZr
oo
ea
Zr
a
ZrR
2/
2/3
202
12
1)(
o
o
aZr
ooo
aZr
o
ea
Zr
a
Zr
a
ZrR
rea
ZrR
3/
22/3
30
2/
2/5
21
33
2
3
21
33
2)(
62
1)(
(2.45)
o
o
aZr
o
aZr
oo
era
ZrR
era
Zr
a
ZrR
3/2
2/7
32
3/
2/5
31
3081
8)(
61
627
8)(
Selanjutnya, berdasarkan persamaan (2.36) diperoleh energi elektron:
2
2
2
22
2
2
222
42
)eV6,13(8)4(2 n
Z
na
eZ
n
Zhc
n
emZE
ooo
n
R
(2.46)
di mana chme o
324 8/ R adalah konstanta Rydberg. Untuk atom hidrogen Z=1,
rumusan ini sama dengan model Bohr. Bilangan n disebut bilangan kuantum utama;
bilangan inilah yang menyebabkan kediskritan dari energi elektron.
Dalam persamaan (2.20), )1(22 L dapat diganti menjadi nnL )1(22 22 )( nn sehingga jika n cukup besar maka 222 nL atau nL sebagaimana
model Bohr. Jadi, postulat Bohr merupakan kasus yang sangat khusus dari hasil
persamaan Schrödinger.
46
Kembali ke persamaan (2.33), kini fungsi gelombang elektron dapat dituliskan
secara lengkap dengan bilangan-bilangan kuantumnya seperti:
),()(),,( mnmn YrRr (2.47)
Dari hal-hal yang telah dikemukakan di atas, fungsi mn dengan sendirinya merupakan
fungsi eigen bagi operator H , zL dan 2L :
mnnmn EH ˆ ,
mnmnz mL ˆ (2.48)
.)1(ˆ 22
mnmnL
Beberapa fungsi gelombang nlm diperlihatkan di bawah ini:
(2.49)
Karena energi hanya ditentukan oleh bilangan kuantum n, maka fungsi-fungsi
φ200, φ210, φ21+1 memiliki energi yang sama; ini disebut keadaan yang berdegenerasi lipat-
4. Sesuai dengan nilai-nilai bilangan kuantum n dan ℓpersamaan (2.49) di atas bisa
dituliskan sebagai berikut:
o
o
aZr
oo
s
aZr
o
s
ea
Zr
a
Z
ea
Z
2/
2/3
2002
/
2/3
1001
224
1
;1
(2.50)
.sinsin24
1
;cossin24
1
;cos24
1
2/
2/5
2
2/
2/5
2
2/
2/5
2102
o
o
o
aZr
o
py
aZr
o
px
aZr
o
pz
era
Z
rea
Z
rea
Z
Fungsi-fungsi di atas disebut orbital-orbital atom dari atom/ionberelektron tunggal.
;224
1
;1
2/
2/3
200
/
2/3
100
oaZr
oo
oaZr
o
ea
Zr
a
Z
ea
Z
;sin8
1
;cos24
1
2/
2/3
121
2/
2/3
210
ioaZr
oo
oaZr
oo
eea
Zr
a
Z
ea
Zr
a
Z
47
Contoh 2.3: Rapat Peluang Elektron
Rapat peluang elektron berada dalam suatu orbital mn adalah
2
mn . Peluang untuk
menemukan elektron dalam suatu sel bola setebal dr pada jarak r dari inti adalah:
drrdrrP mn
224)(
Untuk orbital s1 , oaZr
o
ea
ZrrP
/2
3
24)(
. Gambar 2.5 memperlihatkan rapat peluang
elektron pada orbital atom s1 sebagai fungsi jarak antara inti dan elektron dalam atom
hidrogen.
Peluang maksimum diperoleh sebagai berikut:
Z
ar
a
Zrr
ea
Z
a
Zrr
dr
rdPoaZr
0
0
2
/2
300
2
248
02
48)(
Gambar 2.5 Rapat peluang sebagai fungsi jarak pada orbital atom s1 .
Untuk Z=1, hasil ini sesuai dengan model Bohr tentang jari-jari orbital elektron pada n=1.
Sampai di sini dapat dikatakan bahwa keadaan suatu elektron dapat
dikarakterisasikan oleh tiga bilangan kuantum n, ℓ dan mℓ. Selanjutnya, dengan orbital
atom mn tersebut, harga rata-rata besaran fisis elektron dapat ditentukan melalui
persamaan berikut:
dVAA mnmn ˆ*
(2.51)
di mana elemen volume
20;0;0;sin2 rdddrrdV (2.52)
Contoh 2.4: Harga rata-rata <1/r> dan <r>
Harga rata-rata (1/r)av pada orbital atom s1 adalah
0
2
0
2
0
/2
3
1
*
11sin
1111/1 dddrr
re
adv
rr oar
o
sss
0 1 2 3 4 5 6
0
0.5
1
1.2
r/a0
P(r)P(r)
r/a0
48
;4sin0
2
0
dd2
0
/2
)/2(
!1
o
ar
ardre o
,
lihat persamaan (10) dalam Appendiks 2.Maka diperoleh harga rata-rata
o
oos a
aar
1
44
1/1
23
1
Harga rata-rata (r)av pada orbital atom s1 adalah:
oo
o
ar
osssa
aadrreadvrr o
2
3
2
!344
14
433
0
/23
1
*
11
Jelaslah bahwa (1/r)av 1/(r)av.
2.4 Probabilitas Transisi
Probabilitas transisi (~ intensitas) sebanding dengan kuadrat momen transisi dipol.
Momen transisi yang disebabkan oleh komponen-z dari dipol listrik adalah
dVzeM fi
z
if *)( . (2.53)
Jika diterapkan pada elektron dalam atom hidrogen, fungsi-fungsi dalam integral diganti
dengan mn :
dVzeM mnmn
z
if '''
*)( (2.54a)
di mana z=r cos. Untuk komponen-x
dVxeM mnmn
x
if '''
*)( (2.54b)
di mana x=r sin cos = (1/2)r sin (ei
+e-i
),
Untuk komponen-y
dVyeM mnmn
y
if '''
*)(
(2.54c)
di mana y=r sin sin= (1/2i)r sin (ei
-e-i
), Dapat dibuktikan bahwa transisi dapat
berlangsung dengan syarat (selection rule):
1,0
1
.......,2,1
m
n
(2.55)
Contoh 2.3:
Hitunglah komponen transisi dipole listrik M(z)
dari orbital-orbital atom 2s dan 2p ke
orbital 1s dari atom hidrogen. ssa 12)
49
;12
)(
12 dVzeM ss
z
ss
0sincos)/2(24 0
2
0
3
0
2/33)(
12
dddrrareae
M o
ar
o
z
sso
spb z 12)
cos;12
)(
12 rzdvzeM sp
z
spz z
0
2
0
24
0
2/34)(
12 sincos24
dddrreae
M oar
o
z
spz
o
o
o eaa
ae
745,03
4
)2/3(
!4
245
4
spc x 12)
0sinsincos24
;cos;
0
2
0
24
0
2/33)(
12
12
)(
12
dddrreae
M
rzdvzeM
oar
o
z
spx
sxp
z
spx
skepd y 12)
cos;12
)(
12 rzdvzeM sp
z
spy y
0cossincos24 0
2
0
24
0
2/33)(
12
dddrreae
M oar
o
z
spy
2.5 Effek Stark
Pengaruh medan listrik statik terhadap tingkat-tingkat energi suatu elektron dalam atom
disebut effek Stark. Interaksi medan listrik dengan dipol listrik elektron dipandang
sebagai gangguan tak bergantung waktu. Tinjaulah atom hidrogen yang ditempatkan
dalam medan listrik statisE; andaikan medan itu sejajar sumbu-z. Interaksi dipol listrik
dengan medan listrik itu adalah,
cos.. rereG EE
(2.56)
sehingga Hamiltonian total elektron adalah:
cosˆˆ )0( reHH E (2.57)
Hamiltonian awal )0(H mempunyai fungsi-fungsi eigen )0(
mn dari elektron dalam atom
hidrogen, di mana berlaku )0()0()0()0(ˆ mnnmn EH (2.58)
Keadaan dasar atom hidrogen )0(
1s tidak berdegenerasi dengan fungsi-fungsi eigen
lainnya, sehingga metoda gangguan tak bergantung waktu dapat diterapkan untuk
menghitung koreksi-koreksi bagi )0(
1s dan )0(
1E . Seperti telah dikemukakan dalam
paragraf 1.3, koreksi order-1 bagi energi adalah:
50
dVreE ss
)0(
1
)0(
1
)1(
1 cos E
0sincos
2
00
3
0
/23
dddrrea
eF oaro
Jadi, gangguan tidak mengubah energi)0(
1E . Selanjutnya, koreksi order-1 terhadap fungsi )0(
1s adalah:
pz
o
pzspzpyspy
pxspxssss
EE
ea
VdrVdr
VdrVdrEE
e
2)0(
2
)0(
1
212212
212212)0(
2
)0(
1
)1(
1
745,0
coscos
coscos
E
E
(2.59)
Dalam perhitungan di atas, integral dalam suku keempat saja yang tak sama dengan nol.
Sekarang akan diperiksa koreksi order-2. Dalam perhitungan, cukup ditinjau
fungsi-fungsi keadaan yang dekat dengan )0(
1s yakni ,, )0(
2
)0(
2 pzs )0(
2
)0(
2 , pypx yang
berdegenerasi dengan energi )0(
2E . Dengan fungsi-fungsi itu, maka
2
)0(
2
)0(
1
2)0(
2
)0(
1)(
2
)0(
1
22)2(
1 coscos dVrdVrEE
eE pxssso
E
2)0(
2
)0(
1
2)0(
2
)0(
1 coscos dVrdVr pzspys
Seperti telah dikemukakan, yang memiliki harga hanyalah integral dalam suku keempat
saja, yakni 0,745 ao. Jadi,
2
)0(
2
)0(
1
22)2(
1 )745,0( oaEE
eE
E (2.60)
Dari hasil itu maka energi yang terkoreksi adalah:
2
)0(
2
)0(
1
22
)0(
11
)745,0(E
EE
eaEE o
(2.61)
sedangkan fungsi terkoreksi hingga order-1 adalah:
)0(
2)0(
1
)0(
2
)0(
11
745,0pz
o
ssEE
ea
E (2.62)
Menurut teori klasik, energi atom dalam medan listrik statik adalah E=E(0)
+½E2 di
mana adalah polarizabilitas atom. Dengan hasil dalam persamaan (2.61) maka
polarizabilitas atom hidrogen adalah:
51
)0(
2
)0(
1
22)745,0(2
EE
eao
(2.63)
Sekarang akan diperiksa effek Stark terhadap E2(0)
dan keempat fungsinya yang
berdegenerasi. Misalkan fungsi-fungsi itu ,21 s ,22 pz ,23 px py24 .
Keempat fungsi itu memenuhi
kllk dV .
Elemen-elemen matriks dvHH lkkl ˆ dapat dihitung dengan hasil sebagai berikut:
)0(
244332211 EHHHH
oaeHH E32112
Lain-lainnya =0.
Misalkan)0(
2' EEE maka persamaan sekuler adalah
0
000
0'00
00'3
003'
4
3
2
1
c
c
c
c
E
E
Eae
aeE
o
o
E
E
(2.64)
Dengan determinan sekuler:
0
'000
0'00
00'3
003'
E
E
Eae
aeE
o
o
E
E
. (2.65)
diperoleh persamaan pangkat-4 berikut:
0)'()3()'( 224 EaeE oE
oooo aeEEaeEEaeEaeE EEEE 3,33')3()'( )0(
22
)0(
21
22 ( 2.66) )0(
243
2 0)'( EEEE
Substitusi E1 ke dalam persamaan sekuler (2.64) dan menggunakan normalisasi akan
menghasilkan c1=c2=1/2 dan substitusi E2 menghasilkan c1=-c2=1/2. Karena E3 dan E4
sama dengan harga asalnya maka fungsinya juga sama dengan asalnya. Jadi,
pypxpzspzs 2423222221 ;);(2
1);(
2
1 . (2.67)
52
Hasil di atas, bersama dengan hasil perhitungan teori gangguan bagi E1s diperlihatkan
dalam Gambar 2.6 di bawah ini.
Gambar 2.6 Pemecahan keadaan-keadaan berdegenerasi olef efek Stark.
2.6 Spin Elektron
Selain memiliki momentum sudut, sebuah elektron juga memiliki spin. Spin adalah
momentum sudut intrinsik yang tidak memiliki ruang. Operator-operator spin adalah zS ,
2S , SS ˆ,ˆ . Elektron mempunyai bilangan kuantum spin s=½ sehingga bilangan kuantum
magnetik spin adalah ms=+½, -½. Karena tak mempunyai variabel ruang, fungsi spin
dinyatakan dengan sms, yang memenuhi
1,, ss msms , 0,,,,21
21
21
21 ssss . (2.68)
Operasi operator-operator spin adalah sebagai berikut.
sssz msmmsS ,,ˆ (2.69)
0,ˆ;,,ˆ
,,ˆ;0,ˆ
21
21
21
21
21
21
sSssS
ssSsS
\(2.70)
ss msmsS ,,ˆ 2
432 (2.71)
Spin S
dari elektron mengalami penjumlahan dengan momentum sudut Ldari
elektron bersangkutan untuk membentuk momentum sudut total J sebagai berikut
SLJ
. (2.72)
Bilangan kuantum dari momentum sudut total itu adalah
ssj (2.73)
dan bilangan kuantum magnetiknya:
1s
2s2pz2px2py
1
2
3, 4
E1=E2(0)
-3eE ao
E3=E4=E2(0)
E2(0)
E2=E2(0)
+3eE ao
E1s(0)
pz
o
sEE
ea2)0(
1
)0(
2
1
745,0
E
2
)0(
1
)0(
2
22
)0(
11
)745,0(E
s
o
ssEE
eaEE
53
.....),........1(, jjm j (2.74)
Momen magnet yang terinduksi oleh gerak orbital elektron dan momen magnet
terinduksi oleh spin-nya, berinteraksi dengan Hamiltonian (lihat Alonso et al. 1979).
LSaH SLˆ.ˆ
(2.75)
di mana
))(1( 212
22
n
ZEa
n (2.76a)
dan
137
1
4 0
2
c
e
(2.76b)
disebut konstanta struktur halus.Enadalah energi kulit ke-n; lihat Alonso et al.
1979).Karena SLJ
maka LSSLJ
.2222 dan persamaaan (2.75) selanjutnya
dapat dituliskan seperti
)ˆˆˆ(ˆ 222
21 SLJaH SL (2.77)
Dengan nilai-nilai eigen masing-masing dari 222 ˆ,ˆ,ˆ SLJ , energi interaksi itu adalah
)]1()1()1([2
21 ssjjaESL (2.78a)
Mengingat j=ℓs pada persamaan (2.73)maka ada dua harga ESL:
.)1(
,
2
21)(
2
21)(
aE
aE
SL
SL (2.78b)
Orbital 2p dari atom hidrogendi mana 1 , energinya yakni E2 mengalami pemecahan
seperti dalam Gambar 2.7. KarenaE2=-3.4 eV, maka eVaE 62 10482/3 . Ini
identik dengan frekuensi f=11,6 GHz.Pergeseran suatu tingkat energi karena interaksi
spin-orbital disebut pergeseran Lamb.
Gambar 2.7 Pemecahan energi karena interakswi spin-orbit.
Kehadiran spin elektron menyebabkan fungsi gelombang elektron harus
dilengkapi dengan fungsi spin, yakni smn ms, . Kehadiran spin dalam fungsi
gelombang itu tidak mengubah persamaan eigen dari Hamiltonian elektron karena di
dalam Hamiltonian itu tidak terkandung operator spin,
j=3/2
j=1/2
2
2
3a E2
.
,
2)(
2
21)(
aE
aE
SL
SL
54
smnnsmn msEmsH ,,ˆ
(2. 79)
Karena harga ms=-1/2, 1/2, maka harus dibedakan 21
21 ,
mn dan 21
21 ,
mn .
Menurut Pauli, setiap fungsi lengkap smn ms, hanya boleh ditempati oleh satu
elektron. Jadi, suatu fungsi gelombang mn boleh ditempati maksimum oleh 2 elektron.
Dengan demikian maka jumlah maksimum elektron pada setiap kulit (n) adalah 2n2.
Karena energi hanya bergantung pada n maka kulit n itu berdegenerasi 2n2.
2.7 Effek Zeeman
Elektron yang bergerak melingkar pada lintasan berjari-jari r dengan laju v akan
menimbulkan arus listrik sebesar ev/(2r). Dengan luas lingkaran r2 arus itu akan
menginduksikan momen magnet yang besarnya = (ev/2r) r2
= evr/2.
Karenamomentum sudut elektron L=rmv, maka diperoleh hubungan: =(e/2m)L. Dalam
bentuk vektor hubungan ini dituliskan seperti:
LLm
e e
2 (2.80)
24102732,92
m
ee
joule/tesla (2.81)
e disebut magneton Bohr elektron:
Di dalam medan magnet Byang dinyatakan pada sumbu-z, momen magnet itu
akan berpresisi di sekitar medan dengan frekuensi yang disebut frekuensi Larmor
B (2.82)
dengan =e/2me =8,79691010
Hz/tesla disebut gyromagnetic ratio. Untuk satu tesla,
frekuensi Larmor itu adalah 14 GHz. Interaksi antara momen magnet dengan medan
magnet diungkapkan oleh
zee
Z LBBLBH ˆ..
(2.83)
Harga-harga eigen zL adalah m sehingga energi interaksi itu adalah
BmE eZ (2.84))
Energi ini merupakan tambahan bagi energi elektron, dan effek medan magnet itu disebut
effek Zeeman normal. Untuk orbital atom 2p (ℓ =1) dan 1s (ℓ =0) effek itu diperlihatkan
dalam Gambar 2.8 berikut. Dengan medan magnet dua tesla, beda energi BE e =
24105464,18 joule yang identik dengan frekuensi f=27,8 GHz. Ini sedikit lebih besar
dari interaksi spin-orbit, sehingga medan satu tesla dipandang cukup besar.
Secara umum, momen magnet di atas harus meliput spin juga, sehingga
SgLSgLm
es
e
s
2
(2.85)
55
Gambar.2.8 Pemecahan tingkat energi karena medan magnet yang kuat.
Parameter gs≈2 adalah faktor Lande. Dengan nilai gs itu maka momen magnet menjadi
JgSJ J
ee
J
(2.86a)
di mana
)1(2
)1()1()1(1
).(2
jj
ssjj
J
JSJg J
(2.86b)
Untuk ℓ=1, j=3/2 dan 1/2; gJ=1,33 dan 0,67 (lihat Alonso et al., 1979).
Jika elektron berada dalam medan magnet B maka interaksi dengan medan itu
adalah:
zJ
e
J
e
JZ JBgBJgBH
..ˆ (2.87)
Energi interaksi ini adalah
jJeZ mBgE (2.88)
Dalam medan magnet B yang lemah, energi interaksi ini masih lebih kecil
daripada energi interaksi spin-orbit (lihat persamaan 2.78). Untuk 0 , j=1/2, gJ=2,
mj=-1/2, 1/2 Untuk 1 , j=3/2, 1/2. Dengan j=3/2, gJ=1,33, mj=-3/2, -1/2, 1/2, 3/2, dan
dengan j=1/2, gJ=0,67, mj=-1/2, 1/2. Pergeseran energi itu diperlihatkan dalam Gambar
2.9. Pecahan-pecahan karena spin disebut effek Zeemananomali.Energi keadaan dasar di
Gambar.2.9 Pemecahan tingkat energi karena medan magnet yang lemah.
2
2
3a
B0 B=0
0m
0m
1m
p
s E1
E2 Be
1m
2
2
3a
2eB
0,67eB
1,33eB
B0
Interaksi spin-orbit
B=0
2/1j
2p
1s
2/3j
2/1j
E2
E1
mj=3/2
mj=1/2
mj=-1/2
mj=-3/2
mj=-1/2
mj=1/2
ms=1/2
ms=-1/2
56
dalam medan magnet akan tergeser sebesar gseBms; lihat Gambar 2.8. Spin elektron
dengan ms=1/2 secara vektor mengarah sejajar medan magnet (spin up) dan spin dengan
ms=-1/2 berlawanan arah dengan medan magnet (spin down). Perbedaan energi keduanya
adalah BE e2 . Dengan medan 0,3 tesla, JE 241056,5 yang identik dengan
frekuensi 8 Ghz (frekuensi gelombang mikro). Pengukuran ini dapat dilakukan dengan
spektroskopi Electron Spin Resonance (ESR).
Contoh 2.4 Transisi spin elektron; ESR
Tinjaulah transisi spin elektron dari 21
21
1 ,s ke 21
21
1 ,s . Misalkan medan magnet statis
B0pada sumbu-z, diberikan medan magnet berosilasi B1 cos ωt pada sumbu-x. Interaksi
antara medan B1 dan spin elektron adalah
xs
e
S StBgBH ˆcosˆ111 .
(2.89)
Terlihat bahwa hamiltionian 1H
hanya mengandung operator spin saja sehingga hanya
beroperasi pada fungsi spin saja. Dalam paragraf 2.6 telah dikemukakan SSS xˆˆˆ
21
yang operasinya akan menggeser harga ms. Itu berati, operator 1H
adalah operator yang
menyebabkan transisi spin. Oleh sebab itu, operator ini dapat dipandang sebagai
gangguan yang bergantung waktu. Untuk itu nyatakanlah
xStuGH ˆ)(ˆ 0
1
(2.90a)
dengan
ttuSBgG xs
e
cos)(;ˆˆ1
0
(2.90b)
Misalkan keadaan awal spin elektron 2
1
2
11 ,s dan keadaan akhir 2
121
1 ,s maka sesuai
dengan persamaan (1.92) probabilitas transisi spin adalah
2
1 )(TcP ifTif
dengan
tiT
fi
iffietdt
i
GTc
cos)(
0
0
Selanjutnya dihitung
21
21
21
21
21
1
21
21
21
21
121
210
21
210
,ˆˆ,
,ˆ,,ˆ,
SSBg
SBgGG
se
xse
fi
Dapat diturunkan bahwa 21
21
21
21 ,,ˆ S dan 0,ˆ
21
21 S , sehingga
121
1
0 BBgG es
e
fi
sedangkan
57
]2/)[(
]2/)sin[(cos
0
fi
fitiT T
etdt fi
Maka diperoleh
]2/)[(
]2/)sin[(
2)( 1
fi
fie
if
T
i
BTc
dan akhirnya, probabilitas transisi spin elektron dari 2
1
2
11 ,s ke 2
121
1 ,s adalah
2
22
1
2
1
]2/)[(
]2/)[(sin
2
1
]2/)[(
]2/)sin[(
2
1
fi
fie
fi
fie
if
TB
T
T
i
B
TP
(2.91)
2.8Interaksi Hyperfine
Inti-inti atom seperti 131,CH dan
19F juga memiliki spin yang diberi simbol I
. Untuk
proton, spin inti tersebut mempunyai bilangan kuantum I=½. Sifat-sifat spin inti dan
fungsi-fungsi spinnya mirip dengan sifat-sifat dan fungsi-fungsi spin elektron.Karena spin
inti itu menginduksikan moment magnet, maka inti dapat berinteraksi dengan spin
elektron. Tinjaulah elektron dalam keadaan dasar atom hidrogen; interaksi dapat
diungkapkan dengan Hamiltonian:
)ˆˆˆˆ(ˆˆ
.ˆ
21
ISISAISA
ISAH
zz
SI
(2.92)
Parameter A disebut konstanta kopling hyperfine. Misalkan fungsi-fungsi spin elektron
adalah S dan S; demikian juga fungsi-fungsi spin inti I dan I. Jadi fungsi spin
bersama adalah:
ISISISIS ,,, (2.93)
Dengan fungsi-fungsi itu, operator spin elektron beroperasi pada fungsi S dan S
sedangkan operator spin inti pada I dan I.
Elemen matriks SIH dengan fungsi-fungsi itu sebagai basis dapat ditentukan
sebagai berikut:
4
004
)ˆˆˆˆˆˆ
)ˆˆˆˆ(ˆˆ
2
2
21
21
4411
A
A
ISISAISA
ISISAISAHH
ISIS
ISISISISISzzIS
ISzzIS
ISISISISISzzIS
ISzzIS
ISISAISA
ISISAISAHH
)ˆˆˆˆˆˆ
)ˆˆˆˆ(ˆˆ
21
21
2112
0
0 22
124
1
ISISISIS AA
Selanjutnya dapat diturunkan:
58
0Lainnya
22
13223
24
13322
AHH
AHH
Persamaan sekulernya adalah
0
1000
0120
0210
0001
4
3
2
1
24
1
c
c
c
c
A
di mana 241 bE . Dengan determinan sekuler:
0
1000
0120
0210
0001
24
1
A
diperoleh 0)}1(4)1()1){(1( 2 sehingga
101
3,12104)1(
101
4
32
2
1
Akhirnya dihasilkan energi interaksi:
24
33
24
1421
AE
AEEE
(2.94)
Terlihat dalam persamaan sekuler bahwa IS dan IS masing-masing
tidak tercampur dengan lainnya,sedangkanantara IS dan IS terjadi percampuran.
Substisi masing-masin 2 dan 3 akan menghasilkan koefisien-koefisien bagi percampuran
itu. Hasil keseluruha fungsi adalah
ISIS
ISIS
ISIS
2
13
2
12
41 ;
(2.95)
Berdasarkan harga-harga energi di atas, dapat disimpulkan bahwa interaksi spin elektron
dan spin inti menyebabkan keadaan dasar atom hidrogen pecah menjadi dua, masing-
masing dengan pergeseran 2
43 A yang singlet dan
24
1 A yang triplet (berdegenerasi
lipat-3); lihat Gambar 2.10. Spektroskopi resonansi spin elektron (ESR) menunjukkan
59
harga 2A =1,5x10
-28 joule identik dengan frekuensi f=230 KHz. Ini adalah energi yang
sangat kecil sehingga interaksi ini disebut hyperfine interaction.
Gambar 2.10 Pecahnya keadaan dasar karena interaksi hyperfine.
1, 2, 4
3
1s 𝐸1
(0)
24
1)0(
1 AE
24
3)0(
1 AE
2A
60
Soal-soal
2.1 Hitunglah sudut-sudut yang mungkin antara L
dan sumbu-z untuk =2.
2.2 Operator 2L suatu partikel memiliki nilai eigen 212 dengan fungsi eigen tertentu;
tentukanlah nilai eigen operator zL dengan fungsi eigen yang sama.
2.3 Gunakanlah operator tangga L tiga kali berturut-turut terhadap fungsi harmonik
bola 1,1Y , dan tunjukkan bahwa setiap operasi akan menghasilkan fungsi-fungsi Y1,0;
Y1,-1; dan nol.
2.4 Hitunglah harga rata-rata potensial yang dialami elektron dalam atom hidrogen
pada: (i) keadaan dasar 1s, (ii) keadaan 2pz, dan (iii) keadaan 3s.
2.5 Hitunglah harga rata-rata r/1 yang pada orbital-orbital:
(i) 1s, (ii) 2s, (iii) 2pz, dan (iv) 3s.
2.6 Buktikanlah bahwa harga rata-rata jarak elektron-inti pada keadaan mn adalah:
)1(212
23
*
na
dVrr
o
mnmn
2.7 Dengan rumusan peluang2
24)(mnrrP , tentukanlah jarak r di mana peluang
mencapai maksimum untuk orbital-orbital: (i) 1s, (ii) 2s, (iii) 2pz, dan (iv) 3s.
2.8 Hitunglah harga rata-rata energi kinetik dan energi potensial pada orbital 1s:
;2
1
2*
1
2
dVm
K ss
dVr
eV ss 1
*
1
0
2 1
4
2.9 Hitunglah komponen momen transisi dipole listrik M(z)
untuk transisi: (i) dari orbital
3s ke orbital 1s, (ii) 3s ke 2pz, dan (iii) 3s ke 2px.
2.10 Hitunglah komponen-komponen momen transisi dipole listrik M(x)
dan M(y)
dari
orbital 2p ke orbital 1s.
2.11 Suatu besaran penting dalam spektroskopi adalah peluang suatu elektron ditemukan
di posisi inti. Evaluasi kerapatan peluang suatu elektron di orbital atom 1s dan 2s.
2.12 Interaksi dipol magnet antara elektron dan momen magnet inti sebanding dengan
1/r3. Hitunglah harga rata-rata 3/1 r untuk elektron di orbital 1s.
61
2.13 Untuk suatu harga bilangan kuantum utama n, harga bilangan kuantum orbital
adalah 0, 1, 2, ….,n-1, dan untuk suatu harga , m mengambil harga , 1 , …..,
. Buktikan bahwa degenerasi bilangan kuantum utama n adalah n2.
2.14 Jika keadaan elektron di dalam ion He adalah ),()(),,( 1141 YrRr htunglah
(a) energi elektron, (b) besarnya vektor momemtum sudut L, dan (c) proyeksi vektor
momemtum sudut pada sumbu z.
2.15 Nilai e/m bisa ditentukan secara eksperimen melalui pengamatan efek Zeeman.
Tentukanlah nilai tersebut jika separasi antara dua garis dalam medan 0.45 T adalah
6,29GHz.
2.16 Tentukanlah frekuensi RF yang bisa menginduksikan transisi spin elektron dari
orientasi paralel menjadi antiparalel atau sebaliknya di dalam medan magnet 0,1 T.
62
BAB 3
ATOM DENGAN BEBERAPAELEKTRON
Dalam Bab 2 telah dibahas atom dengan satu elektron. Di sana energi potensial yang
dimiliki elektron hanya berasal dari inti saja. Jika atom mengandung sejumlah elektron,
energi potensial yang dimiliki satu elektron tidak saja berasal dari inti, tapi juga dari
elektron-elektron lainnya. Dengan demikian maka jarak elektron-elektronmerupakan
variabel di dalam persamaan Schrödinger. Kesulitan akan timbul pada saat menyelesaikan
integral dengan menggunakan orbital atom yang sudah dikenal yakni s, p, d,…yang
bervariabel jarak elektron-inti saja. Selain itu, karena ada sejumlah elektron maka fungsi
gelombang sistem elektron harus memperhatikan spin-spin elektron bersangkutanuntuk
memenuhi aturan Pauli.
3.1 Atom Helium
3.1.1 Atom Helium pada keadaan dasar
Atom helium memiliki dua elektron yang bergerak dalam medan listrik inti bermuatan Z=
+2e. Selain interaksi tarikan dari inti, kedua elektron saling tolak-menolak dengan gaya
Coulomb. Dengan melabeli elektron, 1 dan 2, suatu atom helium diperlihatkan dalam
Gambar 3.1
Gambar 3.1 Atom helium keadaan dasar.
Hamiltonian kedua elektron adalah
12
2
214
ˆˆˆr
eHHH
o
cc
(3.1)
dengan
2,1;4
2
2
22
2
ir
e
mH
io
ici
(3.2)
Masing-masing cH1 dan
cH 2 mirip dengan Hamiltonian elektron dari atom berelektron
tunggal (dengan Z=2), sedangkan suku Vee adalah potensial Coulomb antara elektron-
elektron dengan r12 adalah jarak antara keduanya.
Fungsi gelombang kedua elektron bisa dipandang sebagai perkalian fungsi
masing-masing elektron. Dengan orbital 1s keadaan dasar itu adalah
)()(),( 2111210 rrrr ss
(3.3)
di mana
.2,1;21
)( 0
2/3
0
1
/2
ie
ar
ariis
(3.4)
-e -e
+2e
r12 1s
1
r2 r1
2
63
Energi keadaan dasar tersebut adalah
210
12
*0
2
2102*
02101*
0
210*
00
1
4ˆˆ
ˆ
dVdVr
edVdVHdVdVH
dVdVHE
o
cc
(3.5)
Perhitungan suku pertama dan kedua adalah sebagai berikut (lihat peramaan (2.46)):
eVa
e
dVrrdVrHrdVdVH sss
c
s
c
4,548
4
)()()(ˆ)(ˆ
00
2
2212
*
111111
*
12101
*
0
eVa
e
dVrrdVrHrdVdVH sss
c
s
c
4,548
4
)()()(ˆ)(ˆ
00
2
1111
*
122122
*
12102
*
0
di mana telah dipakai sifat 1)()()()( 2212
*
11111
*
1 dVrrdVrr ssss . Untuk suku ketiga
212111
12
2*11
*1210
12
*0 )()(
1)()(
1dVdVrr
rrrdVdV
rssss
Terlihat bahwa variabel jarak di dalam orbital-orbital yang digunakan adalah r1 dan r2,
yakni jarak elektron-inti sedangkan r12 adalah jarak elektron-elektron Hal itu
menyebabkan perhitungan energi potensial elektron-elektronmenjadi sulit. Untuk
sementara persamaan (3.5) menjadi
212111
12
2
*
11
*
1
0
2
0 )()(1
)()(4
8,108 dVdVrrr
rre
eVE ssss
(3.6)
Hasil eksperimen menunjukkan energi keadaan dasar atom helium adalah -79 eV. Itu
artinya energi interaksi itu sangat penting untuk dihitung. Ada dua cara untuk menghitung
energi potensial elektron-elektron itu, (i) menggunakan teori gangguan dan (ii)
menggunakan metoda variasi.
Teori Gangguan
Suku kedua dalam persamaan (3.6) dipandang sebagai koreksi order-1 terhadap energi
22222
211112
1
12
/4/4
6
02
2
212111
12
2*11
*1
0
2)1(
sinsin121
4
)()(1
)()(4
0201
dddrrdddrrr
eea
e
dVdVrrr
rre
E
arar
o
ssss
(3.7)
64
Aproksimasi perlu dilakukan untuk menghubungkan jarak elektron-elektron r12 menjadi
jarak-jarak inti-elektron. Untuk itu 1/r12 dapat dinyatakan sebagai superposisi produk
fungsi-fungsi harmonis sebagai berikut:
),(),(12
112211
*
1012
mm
m
YYr
r
r
(3.8)
di mana simbol r< menyatakan jarak yang lebih kecil dari pada r1 dan r> menyatakan
jarak yang lebih besar dari pada r2;untuk jelasnya lihat Jackson (1975). Persamaan (3.7)
menjadi
m r r
arar
o
drrdrrr
ree
a
eE
0 0
2
2
21
2
11
/4/4
6
0
2
2)1(
1 2
0201
12
121
4
2
0 0
2
0 0
2221112211
*
1 1 2 2
sinsin),(),( ddddYY mm
(3.9)
Untuk dapat menyelesaikan persamaan di atas digunakan fungsi harmonik bola Y00 dari
persamaan (2.23a). Kalikan dan bagikanlah persamaan (3.9) dengan
4
1),(),( 22
*001100 YY
Untuk memperoleh susunan sebagai berikut.
0
2
0
2222222*
00
0
2
0
1111111*
0 0
22
212
11
/4/4
6
02
2)1(
2 21 1
0201
sin),(),(sin),(),(
12
12
ddYYddYY
drrdrrr
ree
a
eE
moom
m
arar
o
Berdasarkan sifat fungsi harmonik bola berlaku
0
2
0
002222222*
00
0
2
0
1111111*
2 21 1
sin),(),(sin),(),(
mmoom ddYYddYY
Maka dengan 0,0 m diperoleh
0 0
22
212
1/4/4
6
02
2)1( 12
0201 drrdrrr
eea
eE
arar
o (3.10)
Sekarang masalahnya adalah bagaimana cara memperlakukan r> dalam integral. Itu
dilakukan bertahap. Integralkan r1 dari 0 ke r2 dengan r>=r2, lalu dari r2 ke dengan
r>=r1. Dengan itu maka persamaan (3.10) menjadi
0
2
0
1
1
21/4
1/4
2
212
2/4
6
02
2)1(
2
2
0101022
drdrr
redre
r
rre
a
eE
r
r
ararar
o
65
0
211/42
2/4
0
2
0
1/42
12/4
6
02
2
2
0102
2
01022
drdrreredrdrerrea
e
r
ararr
arar
o
Dengan menggunakan rumus-rumus integral 5, 6, dan 7 dalam Apendiks 2 diperoleh
hasil akhir
eVa
eE 34
4
2
8
5
00
2)1(
(3.11)
sehingga
eVE 8,74348,1080 (3.12)
Dibandingkan dengan hasil eksperimen yang -79eV, hasil di atas menyimpang 5,3% .
Metoda Variasi
Dalam atom helium, satu elektron bisa lebih dekat ke inti sehingga elektron yang lain
mengalami medan inti yanglebih kecil; lihat Gambar 3.2. Dengan pandangan itu maka
Gambar 3.2 Elektron terluar mengalami medan inti lebih kecil.
nomor atom Z=2 bisa diganti dengan yang harganya 1<<2. Hamiltonian dalam
persamaan (3.1) dituliskan sebagai berikut:
12
2
2
2
1
2
2144
)2(
4
)2(ˆr
e
r
e
r
eHHH
ooo
cc
(3.13a)
dengan
2
222
2
2
1
221
2
1
42
42
r
e
mH
r
e
mH
oe
c
oe
c
(3.13b)
Untuk menghitung energi keadaan dasar atom helium, misalkan fungsi gelombang
elektron dalam keadaan dasar itu adalah
00 // 21
3
0
21110
1)()(
araree
arr ss
(3.14)
Energi dihitung sebagai berikut:
r2
-e -e
+2e
r12
r1
66
212111
12
2
21*
11*
2121
2
2
21*
111
1
2
11*
2121
)0(
221*
111
)0(
111*
210
*
00
)()(4
)()(
)(4
)2()()(
4
)2()(
)()()()(
ˆ)(
dVdVrrr
err
dVdVrr
erdVr
r
er
dVdVrHrdVrHr
dVdVHE
ss
o
ss
s
o
ss
o
s
ssss
atau
00
22
00
22
088
)(a
e
a
eE
212111
12
21*
11*
2
221
2
21*
111
1
11*
0
2
)()(1
)()(4
)(1
)()(1
)(4
2
dVdvrrr
rre
dVrr
rdVrr
re
ssss
o
ssss
(3.15)
Dalam persamaan di atas telah digunakan sifat
1)()()()( 22121*
11111* dVrrdVrr ssss .
Suku pertama dan kedua masing-masing menghasilkan 00
22
8 a
e
. Suku ketiga dan
keempat dihitung sebagai berikut:
0
2
0
3
0
2
00
11
0
/2
1
3
0
111
1
11*
4/2
11
sin1
)(1
)( 01
aaa
dddrera
dVrr
rar
ss
Suku kelima dihitung dengan cara perhitungan teori gangguan yang hasilnya seperti
dalam persamaan (3.11). Jadi,
00
2
2111
12
1*
1*
2
48
5)2()1(
1)2()1(
4 a
edvdv
r
essss
o
Dengan demikian maka
00
2
00
2
00
22
48
5
4
22
82)(
a
e
a
e
a
eE
8
5)22
4
2
00
2
a
e
67
8
54)eV2,27( 2
Selanjutnya, minimalisasi energi: 0/ ddE , akan memberikan 6875,1 , sehingga
energi keadaan dasar menjadi
eVE 46,77]6875,18
276875,1)[eV2,27(
2
0 (3.16)
Hasil ini menyimpang 2 % dari hasil eksperimen yang -79 eV. Jadi, metoda variasi
memberikan hasil yang lebih baik dari pada teori gangguan.
Contoh 3.1 Harga rata-rata 1/1 r dan
1r dalam keadaan dasar helium
0
2
00
1122
20
2
00
1112
1
0 1
0
6
02
20
1
1
0
6
02
2100
1
00
6
02
0
1
*01
sinsin11
11
11
1/1
/2/2
/2/2
////
21
21
2121
dddrredddrrr
ea
dVedVr
ea
dVdVeer
eea
dVr
r
arar
arar
arararar
0
2
3
0
2
0
6
02
30
20
6
02
3222
1
4/2
24
/2
11
a
aa
a
aaa
Dengan 6875,1 maka pada keadaan dasar 18,3/10
1 a
r
Å-1
.
dvrr 01
*
01
211
6
0
2
211
6
0
2
00
0000
/2/2
////
21
2121
1
1
dVedVrea
dVdVeereea
arar
arararar
0
2
00
112
2
2
2
00
111
2
1
0
1
6
0
2sinsin
100 /2/2 21
dddrredddrrre
a
arar
68
0
3
0
4
0
6
0
2 2
34
/2
24
/2
61 a
aaa
Jadi, pada keadaan dasar 47,02
3 01
ar Å
3.1.2 Atom Helium dalam Keadaan Tereksitasi
Misalkan sebuah elektron bertransisi dari orbital s1 ke orbital 2s. Ada dua fungsi basis
yang mungkin bagi keadaan eksitasi itu, yakni
)()(
)()(
12212
22111
rr
rr
ss
ss
(3.17)
Kedua fungsi di atas adalah fungsi ruang. Dengan kombinasi linier dari kedua fungsi
basis di atas dibentuk fungsi keadaan eksitasi
2211 cc (3.18)
Bentuk maktriks Hamiltonian dalam persamaan (3.1) dengan menggunakan
fungsi-fungsi basis dalam persamaan (3.17) adalah:
2221
1211
ˆ
HH
HH
H (3.19a)
dengan
dVHH jiij ˆ* (3.19b)
Jika energi keadaan eksitasi adalah E dan overlap antara kedua fungsi basis adalah Sij
maka persamaan sekuler adalah
0
2
1
22222121
12121111
c
c
ESHESH
ESHESH
Karena
ijjiij dVS *
maka persamaan sekuler di atas menjadi
0
2
1
2221
1211
c
c
EHH
HEH
(3.20)
Dari determinan sekulernya diperoleh
69
0)()( 221222112211
2 HHHHEHHE
sehingga
2112
2
221121
221121 4)()( HHHHHHE (3.21)
Elemen-elemen matriks Hij dihitung satu-persatu sebagai berikut:
212211212
*
21
*
1
1
*
111
)()(ˆˆ)()(
ˆ
dVdVrrVHHrr
dVHH
ssee
cc
ss
ssss
sseess
s
c
ssssss
c
s
JEE
dVdVrrVrr
dVrHrdVrrdVrrdVrHr
2121
2122112
*
21
*
1
22222
*
21111
*
12222
*
211111
*
1
)2()1(
)()()()(
)(ˆ)()()()()()(ˆ)(
di mana
2122112
*
21
*
121 )()()()( dVdVrrVrrJ sseessss
212211
12
2
*
21
*
1
0
2
)()(1
)()(4
dVdVrrr
rre
ssss
(3.22a)
Karena )()( 111
*
1 rre ss adalah kerapatan elektron di r1 dan )()( 222
*
2 rre ss adalah
kerapatan elektron di r2 maka J1s2smenggambarkan potensial Coulomb. Itu sebabnya
J1s2sdisebut potensial Coulomb antara kedua elektron.
Dengan cara yang sama diperoleh
ssss JEEH 121222 )2()1(
1122 HH karena )2()1( 11 ss EE , )2()1( 22 ss EE dan ssss JJ 1221 . Selanjutnya
diperoleh
ssKH 2112
di mana
211221
12
2*21
*1
0
2
2*121
)()(1
)()(4
dVdVrrr
rre
dVVK
ssss
eess
(3.22b)
K1s2s disebut potensial tukar (exchange) antara kedua elektron. Dalam hal ini terjadi
pertukaran elektron antara orbital s1 dan s2 . Potensial ini tak mempunyai analogi
klassik, ini muncul sebagai koreksi kuantum terhadap Coulomb.
Substitusi elemen-elemen matriks di atas ke persamaan (3.21) menghasilkan
ssssss
ssssss
KJEEE
KJEEE
212121)(
1
212121)(
1
(3.23)
Terlihat, jika interaksi elektron-elektron diabaikan kedua fungsi dalam persamaan (3.23)
memiliki energi yang sama (berdegenerasi). Tapi jika interaksi elektron-elektron itu tidak
70
diabaikan kedua fungsi keadaan itu akan terpisah dengan tingkat-tingkat energi yang
berbeda 2K1s2s.
Selanjutnya, substitusi masing-masing energi itu ke persamaan sekuler akan
menghasilkan koefisien-koefisien ci yang diperlukan untuk membentuk fungsi keadaan
tereksitasi. Hasilnya adalah
)()()()(2
1
2
11221221121
)(1
)(1 rrrrE ssss ; (3.24a)
)()()()(2
1
2
11221221121
)(1
)(1 rrrrE ssss
(3.24b)
Jika jarak antara kedua elektron r120 atau r1=r2 maka )()( 2211 rr ss .
)()( 1221 rr ss . Akibatnya,
0
)()(22
1:
)(
1
2211
)(
121
rrrr ss (3.25)
Dalam Gambar 3.3 diperlihatkan kerapatan peluang 2
)(
1
dan 2
)(
1
; lihat Atkins et al.
(2005). Ketika r12=0,2
)(
1
=0; artinya tidak ada peluang menemukan kedua elektron
pada posisi yang sama dengan fungsi keadaan tereksitasi )(
1
. Tetapi, justru peluang itu
maksimum dengan fungsi keadaantereksitasi )(
1
. Cekungan 2
)(
1
=0 disebut lubang
Fermi. Ini menunjukkan bahwa kedua elektron pada fungsi keadaan )(
1
cenderung
menghindar satu sama lain. Itu sebabnya energi keadaannya lebih rendah daripada )(
1
.
Gambar 3.3 Kerapatan peluang 2
)(
1
dan 2
)(
1
; Atkins et al. (2005).
Sekarang misalkan sebuah elektron bertransisi dari orbital s1 ke orbital 2p.
Perhitungan untuk keadaan eksitasi ini dapat dilakukan seperti cara di atas. Hasil
perhitungan energi dan fungsi-fungsi bersangkutan adalah
pspsps
pspsps
KJEEE
KJEEE
212121
)(
2
212121
)(
2
(3.26)
0 r12
2)(
1
0 r12
2)(
1
71
)()()()(2
1
)()()()(2
1
12212211
)(
2
12212211
)(
2
rrrr
rrrr
psps
psps
. (3.27)
Pembahasan di atas telah menggunakan orbital-orbital atom hydrogen. Dalam bab
2 dikemukakan bahwa energi hanya ditentukan oleh bilangan kuantum n. Jadi, orbital-
orbital 2s, 2px,2py, dan 2pz, berdegenerasi-4 dengan energi E2s=E2p. Jadi, energi )(
1
E
dalam persamaan (3.23) dan energi )(
2
E dalam persamaan (3.26) hanya dibedakan oleh
energi potensial Coulomb dan energi potensial tukar. Jika interaksi elektron-elektron
diperlakukan sebagai gangguan seperti dalam paragraf 3.1, akan diperoleh (lihat Levine
1991).,
eVa
ZeKeV
a
ZeJ
eVa
ZeKeV
a
ZeJ
psps
ssss
93,046561
112;21.13
4243
59
19,14729
16;42.11
481
17
00
2
21
00
2
21
00
2
21
00
2
21
(3.28)
Dengan demikian energi-energi keadaan eksitasi adalah
eVEEE
eVEEE
eVEEE
eVEEE
ps
ps
ss
ss
28.12
14.14
23,10
61,12
21)(
2
21)(
2
21)(
1
21)(
1
(3.29)
di mana E1s+E2s= E1s+E2p=-68eV. Energi-energi keadaan eksitasi itu diperlihatkan dalam
Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Energi-energi keadaan eksitasi-1 dan -2.
Contoh 3.2 Harga rata-rata 1/1 r dan
1r dalam keadaan tereksitasi
Tinjau keadaan tereksitasi )()()()(2
112212211
)(
2 rrrr psps
2 K1s2s
ps
ss
EE
EE
21
21
)(
1
)(
2
)(
1
)(
2
E
EE
E
2 K1s2p
J1s2s J1s2p
72
dVr
r )(2
1
*)(21
1/1
2112212211
1
*12212211 )()()()(
1)()()()( dVdVrrrr
rrrrr pspspsps
112
1
1*222121111
1
1*222221
2212*2112
1
112222*2111
1
11
)(1
)()()()(1
)()()(
)()()(1
)()()()(1
)(
dVrr
rdVrrdVrr
rdVrr
dVrrdVrr
rdVrrdVrr
r
ppssspps
sppsppss
Gunakan sifat ortonormal dari orbital-orbital atom hidrogen:
1)()()()( 2222
*
222121 dVrrdVrr ppss ,
0)()()()( 222212212
*
2 dVrrdVrr pssp
dan ambil p2 = pz2 , maka
112
1
1
*
2111
1
111 )(1
)()(1
)(/1 dVrr
rdVrr
rr ppss
0
4
0
5
0
2
0
3
0
2
0
1
0
111
2
10
2
1
1
2
1
5
0
2
0
1
0
11
0
1
2
1
1
3
0
4
5
3
4
)/(
6
32
14
)/2(
11
sincos1
32
1
sin11
0
0
/
/2
1
1
aaaaa
dddrrr
rea
dddrrr
ea
ar
ar
Jadi, pada keadaan tereksitasi 98,3/1 1 r Å-1
. Bandingkan dengan 18,3/1 1 r Å-1
pada
keadaan dasar dalam Contoh 3.1.
11211
*2111111
21122122111*
122122111
)()()()(
)()()()()()()()(
dVrrrdVrrr
dVdVrrrrrrrrrr
ppss
pspspsps
0
6
0
5
0
4
0
3
0
2
0
1
0
111
2
10
2
11
2
1
5
0
2
0
1
0
11
0
1
2
11
3
0
5,63
4
)/(
120
32
14
)/2(
61
sincos32
1
sin1
0
0
/
/2
1
1
a
aaaa
dddrrrrea
dddrrrea
ar
ar
73
Jadi, pada keadaan tereksitasi 04,25,6 01
ar Å. Bandingkan dengan 47,01 r Å
pada keadaan dasar; lihat Contoh 3.1.
3.2 Prinsip Pauli; Determinan Slater
Menurut Pauli, suatu fungsi ruang (r1,r2) harus dilengkapi spin-spin elektron
melaluiperkalian dengan fungsi spinnya. Misalkan fungsi spin dua elektron adalah(1,2)
maka
)2,1(),()2,1( 21 rr (3.30)
Selanjutnya, suatu fungsi lengkap dari suatu sistem elektron harus bersifat antisimetrik
terhadap pertukaran elektron. Jika (r1,r2) adalah fungsi ruang yang simetrik terhadap
pertukaran elektron maka )2,1( harus antisimetrik terhadap pertukaran elektron yang
sama, demikian juga sebaliknya.
Dalam persamaan (3.3) fungsi ruang dari keadaan dasar helium:
)()(),( 2111210 rrrr ss ; simetrik (3.31)
adalah simetrik terhadap pertukaran elektron. Pada keadaan dasar itu spin-spin kedua
elektron berlawanan arah satu sama lain sehingga total spin S=0, dan ms=0; ini disebut
singlet. Lihat Gambar 3.5 a). Fungsi spin dari kedua elektron dalam keadaan dasar helium
adalah
)1()2()2()1()2,1(2
1 antisimetrik (3.32)
Fungsi itu antisimetrik terhadap pertukaran elektron. Artinya, dengan mempertukarkan
elektron diperoleh fungsi yang sama dengan negatifnya fungsi semula. Jadi, fungsi
keadaan dasar secara lengkap dituliskan seperti
)1()2()2()1()()( 21112
10 rr ss
(3.33)
Gambar 3.5 Keadaan a) dasar, b) tereksitasi singlet dan c) tereksitasi triplet.
a)
s1
s2
0
s1
s2
)(
1
s1
s2
atau b)
atau
s1
s2
)(
1
c)
s1
s2
74
Fungsi )(
1
dalam persamaan (3.24a) adalah fungsi ruang yang simetrik. Untuk
memperoleh fungsi lengkap, fungsi itu harus dikalikan dengan fungsi spin yang anti
simetrik (keadaan singlet) seperti dalam persamaan (3.32):
)1()2()2()1(2
1)()()()(
2
112212211
)(
1 rrrr ssss (3.34)
Lihat Gambar 3.5 b). Berbeda halnya dengan fungsi keadaan tereksitai )(
1
’ Fungsi ini
antisimetrik terhadap pertukaran elektron. Jika fungsi itu dilengkapi dengan fungsi spin
maka fungsi spin itu harus simetrik. Itu artinya kedua spin harus searah sehingga total
spin S=1 dan ms=-1,0,1. Lihat Gambar 3.5 c). Keadaan ini disebut triplet dan fungsi-
fungsi spin kedua elektron adalah
)2()1(
)1()2()2()1(
)2()1(
2
1
simetrik (3.35)
Dengan demikian maka fungsi keadaan tereksitai )(
1
secara lengkap dituliskan seperti
)2()1(
)1()2()2()1(
)2()1(
)()()()(2
1122122112
1)(
1
rrrr ssss
(3.36)
Keadaan di mana 02
)(
1 di r1=r2 (disebut lubang Fermi) dikaitkandengan keadaan
S=1. Dapat disimpulkan bahwa dua elektron dengan spin yang searah akan saling
menjauhi.
Eksitasi elektron dari orbital atom 1s ke orbital 2p akan menghasilkan fungsi-
fungsi keadaan eksitasi )(
2
dan )(
2
masing-masing simetrik dan antisimetrik terhadap
pertukaran elektron. Secara umum fungsi keadaan lengkapnya masing-masing adalah
)1()2()2()1(2
1)()()()(
2
112212211
)(
2 rrrr psps (3.37)
)2()1(
)1()2()1()2(
)2()1(
)()()()(2
1122122112
1)(
2
rrrr psps (3.38)
Dari hal-hal diatas, terlihat bahwa
(i) Setiap fungsi ruang yang simetrik adalah singlet dan yang antisimetrik adalah triplet.
(ii) Energi keadaan eksitasi triplet selalu lebih rendah daripada energi eksitasi keadaan
singlet
75
Struktur elektronik keadaan dasar 0 , keadaan tereksitasi singlet)(
1
dan triplet )(
1
diperlihatkan dalam Gambar 3.5.
Contoh 3.3 Momen transisi
Transisi elektron dari satu keadaan ke keadaan lain, harus memenuhi selection rules,
1,0;1.......;,2,1 mn
(3.39)
Lakukan perhitungan momen transisi dengan komponen dipol listrik z=-e(z1+z2) antara
keadaan dasar dan keadaan-keadaan tereksitasi.
a) )(
10
: ℓ=0, kedua keadaan memiliki fungsi ruang yang sama-sama simetrik.
21
)(
121
*
0
)(
10 )( dVdVzzeM z
=0;
Transisi )(
10
terlarang.
b) )(
10
: ℓ=0, kedua keadaan memiliki fungsi ruang yang berbeda simetri.
21
)(
221
*
0
)(
20 )( dVdVzzeM z
=0;
Transisi )(
10
terlarang.
c) )(
20
: ℓ=1, kedua keadaan memiliki fungsi ruang yang sama-sama simetrik.
21
)(
221
*
0
)(
20 )( dVdVzzeM z
. )1()2()2()1()1()2()2()1(
)()()()(
)coscos)(()(2
1
2112212211
22112
*
11
*
1
)(
20
dVdVrrrr
rrrreM
pzspzs
ss
z
2222
*
11211
*
1 )2()cos)(2()1()cos)(1( dVrdVre pzspzs
049,1
2745,0
ea
eao
Transisi )(
20
diperbolehkan.
d) )(
20
: ℓ=1, kedua keadaan memiliki fungsi ruang yang berbeda simetri
0
)1()2()2()1()1()2()2()1(
)()()()(
)coscos)(()(2
1
)(
2112212211
22112*11
*1
21)(
221*)(
1)(
20
dVdVrrrr
rrrre
dVdVzzeM
pzspzs
ss
z
76
Transisi )(
20
terlarang.
e) )(
2
)(
1
:ℓ=1, kedua keadaan memiliki fungsi ruang yang sama-sama simetrik
21)(
221*)(
1)(
21 )( dVdVzzeM z
)1()2()2()1()1()2()2()1(
)()()()(
)coscos()()()()(4
1
2112212211
22111*22
*12
*21
*1
dVdVrrrr
rrrrrre
pzspzs
ssss
222222
*
2112111
*
2 )(cos)()(cos)(2
1dVrrrdVrrre pzspzs
2
0
1
0
111
2
0
1
4
1
2/2
0
1
3
0
sincos232
11 dddrre
a
Zr
a
Ze oaZr
0
0
2
0
6
00
5
0
4
0
2
33)72(
24
3
4
/
!5
/
!42
32
1
eaZ
ae
Z
ae
aZa
Z
aZa
Ze
Transisi
)(
2
)(
1
diperbolehkan.
f) )(
2
)(
1
:ℓ=1, kedua keadaan memiliki fungsi ruang yang sama-sama
antisimetrik
)1()2()2()1()1()2()2()1(
)()()()(
)coscos()()()()(4
1
)(
2112212211
22111
*
22
*
12
*
21
*
1
21
)(
221
)*(
1
)(
21
dVdVrrrr
rrrrrre
dVdVzzeM
pzspzs
ssss
z
222222
*
2112111
*
2 )(cos)()(cos)(2
1dvrrrdvrrre pzspzs
2
0
1
0
111
2
0
1
4
1
2/2
0
1
3
0
sincos232
11 dddrre
a
Zr
a
Ze oaZr
0
0
2
0
6
00
5
0
4
0
2
33)72(
24
3
4
/
!5
/
!42
32
1
eaZ
ae
Z
ae
aZa
Z
aZa
Ze
77
Transisi )(
2
)(
1
diperbolehkan.
Dalam Gambar 3.6 diperlihatkan tingkat-tingkat energi keadaan dan transisi-transisi yang
diperbolehkan dan terlarang. Transisi )(
2
)(
1
diperbolehkan karenaselain ℓ=1,
fungsi –fungsi ruangnya sama-sama simertrik. Transisi)(
2
)(
1
juga diperboleh
karena selain ℓ=1, fungsi–fungsi ruangnya sama-samaantisimertrik. Tetapi meskipun
ℓ=1, jika fungsi–fungsi ruangnya berbeda simetrimaka transisi itu terlarang. Dapat
disimpulkan bahwa transisi diperbolehkan selain harus memenuhi selection rules, fungsi-
fungsi ruangnya harus memiliki simetri yang sama: simetrik simetrik atau antisimetrik
antisimetrik.
Gambar 3.6 Tingkat-tingkat energi atom helium dan transisi antar keadaan; garis
menyatakan transisi yang diperbolehkan, dan garis ----- menyatakan transisi terlarang.
Telah dikemukakan bahwa keadaan suatu sistem elektron harus diungkapkan
dengan fungsi lengkap, yakni produk fungsi ruang dan fungsi spin, yang antisimetrik
terhadap pertukaran elektron. Fungsi lengkap yang antisimetrik itu dapat disusun dalam
bentuk determinan yang disebut determinan Slater. Bentuk determinan dari keadaan dasar
adalah
)2()2()2()2(
)1()1()1()1(
2
1
)1()2()2()1()2()1(!2
1
11
11
110
ss
ss
ss
(3.40)
Produk orbital atom dan fungsi spin seperti )()(1 iis atau )()(1 iis disebut spin-
orbital.
Untuk keadaan-keadaan treksitasi bentuk determinan dari fungsi-fungsi keadaan
adalah
)1()2()2()1(2
1)1()2()2()1(
2
12121
)(1
ssss
)2()2()2()2(
)1()1()1()1(
)2()2()2()2(
)1()1()1()1(
2
1
11
22
22
11
ss
ss
ss
ss
(3.41)
Simetrik Antisimetrik
)(
2
)(
2
)(
1
)(
1
0
78
)2()1(
)1()2()2()1(
)2()1(
)1()2()2()1(2
12
12121
)(
1
ssss
)2()2()2()2(
)1()1()1()1(
2
1
)2()2()2()2(
)1()1()1()1(
)2()2()2()2(
)1()1()1()1(
2
1
)2()2()2()2(
)1()1()1()1(
2
1
21
21
12
12
21
21
21
21
ss
ss
ss
ss
ss
ss
ss
ss
(3.42)
3.3 Atom Litium
Atom litium memiliki tiga buah elektron yang mengorbit di sekitar inti bermuatan +3e.
Dengan menggunakan orbital-orbital atom hidrogen, pada keadaan dasar dua buah
elektron menempati orbital 1s dan yang satu lagi menempati orbital 2s. atom litium; lihat
Gambar 3.7. Hamiltonian elektron-elektron itu adalah
231312
2
321
111
4ˆˆˆˆ
rrr
eHHHH
o
ccc
(3.43)
dengan
3,2,1;4
3
2
22
2
ir
e
mH
io
i
c
i
(3.44)
Gambar 3.7 Keadaan dasar atom litium.
Sesuai dengan Gambar 3.7, dan analog dengan fungsi keadaan dasar helium dalam
persamaan (3.40), fungsi keadaan dasar litium adalah
)3()3()3()3()3()3(
)2()2()2()2()2()2(
)1()1()1()1()1()1(
!3
1)3,2,1(
211
211
211
0
sss
sss
sss
(3.46a)
atau
s1
s2
0
79
)3()2()1()3()2()1()3()2()1(
)3()2()1()3()2()1()3()2()1(
)3()2()1()3()2()1()3()2()1(6
1)3,2,1(
121112
211121
1122110
ssssss
ssssss
ssssss
(3.46b)
Jika potensial antara elektron-elektron dipandang sebagai gangguan, maka energi
keadaan dasar dengan koreksi order-1 adalah
)1()0(
0 EEE (3.47)
dengan
dVHHHE cc
0
3
321
*
0
)0( )ˆˆˆ(
(3.48)
dan
dVVE ee 0
*
0
)1( (3.49)
Persamaan (3.48) diselesaikan sebagai berikut.
dVHdVHdVHE ccc
03
*
002
*
001
*
0
)0( ˆˆˆ
dV
H
dV
HdvH
ssssss
ssssss
ssssss
ssssss
c
)3()2()1()3()2()1(
ˆ)3()2()1()3()2()1(6
1
)3()2()1()3()2()1(
ˆ)3()2()1()3()2()1(6
1ˆ
211121
1
*
211121
112211
1
*
11221101
*
0
dV
H
ssssss
ssssss
)3()2()1()3()2()1(
ˆ)3()2()1()3()2()1(6
1
121112
1
*
121112
11111212
111112121111
)1(ˆ)1()1(ˆ)1(6
1
)1(ˆ)1(6
2)1(ˆ)1()1(ˆ)1(
6
1
dVHdVH
dVHdVHdvH
ssss
ssssss
atau
1212111101
*
0 )1(ˆ)1(6
2)1(ˆ)1(
6
4ˆ dVHdVHdVH ssss
c
Dengan cara yang sama diperoleh
2222212102
*
0 )2(ˆ)2(6
2)2(ˆ)2(
6
4ˆ dVHdVHdVH ssss
c
3232313103
*
0 )3(ˆ)3(6
2)3(ˆ)3(
6
4ˆ dVHdVHdVH ssss
c
Karena
80
00
2
3131212111118
3)3(ˆ)3()2(ˆ)2()1(ˆ)1(
a
edVHdVHdVH ssssss
00
2
32322222121232
3)3(ˆ)3()2(ˆ)2()1(ˆ)1(
a
edVHdVHdVH ssssss
maka energi yang belum dikoreksi adalah
eVa
e
a
e
a
eE 5,275
8
3
4
9
32
3
8
32
00
22
00
22
00
22)0(
(3.50)
Suku ke-4 dari persamaan (3.44) memberikan koreksi order-1 yang penyelesaiannya
sebagai berikut.
dV
rdV
rdV
r
eE 0
23
*00
13
*00
12
*0
0
2)1( 111
4
dVr
dVr
dVr
dVr
ssssssssssss
ssssssssssss
ssssssssssss
)3()2()1()3()2()1(1
)3()2()1()3()2()1(
)3()2()1()3()2()1(1
)3()2()1()3()2()1(
)3()2()1()3()2()1(1
)3()2()1()3()2()1(6
1
1
121112
12
*
121112
211121
12
*
211121
112211
12
*
112211
0
12
*
0
2111
12
112121
12
21
2112
12
122111
12
11
)2()1(1
)2()1()2()1(1
)2()1(
)2()1(1
)2()1()2()1(1
)2()1(6
1
dVdVr
dVdVr
dVdVr
dVdVr
ssssssss
ssssssss
2121
12
212112
12
12 )2()1(1
)2()1()2()1(1
)2()1( dVdVr
dVdVr
ssssssss
2121
12
212121
12
12 )1()2(1
)2()1()2()1(1
)2()1( dVdVr
dVdVr
ssssssss
Mengingat pengertian potensial Coulomb dan potensial tukar maka
ssssss KJJdVr
e1111210
12
*
0
0
2
6
2
6
2
6
41
4
Dengan cara yang sama akan diperoleh hasil yang sama,
81
ssssss KJJdvr
e1111210
13
*
0
0
2
6
2
6
2
6
41
4
ssssss KJJdvr
e1111210
23
*
0
0
2
6
2
6
2
6
41
4
Jadi, koreksi order-1 adalah
ssssssee KJJdVVE 2111210
*
0
)1( 2 (3.51)
Perhitungan dengan cara yang sama dengan persamaan (3.6) akan menghasilkan
00
2
21
00
2
11
00
2
214
3
729
16;
4
3
81
17;
4
3
8
5
a
eK
a
eJ
a
eJ ssssss
sehingga
5,834
3
972
5965
00
2)1(
a
eE
eV. (3.52)
Akhirnya diperoleh energi keadaan dasar
E0=-275,5 eV+83,5 eV=-192eV (3.53)
Hasil di atas 5,65 % di atas eksperimen yang E0=-203,5 eV.
Perhitungan dengan metoda variasi dilakukan dengan menggunakan dua
eksponen, 1 untuk orbital 1s dan 2 untuk orbital 2s. Kedua eksponen itu tentu tidak sama
sehingga kedua orbital tidak ortogonal satu sama lain. Akibatnya, fungsi gelombang
keadaan dasar yang dibentuk melalui determinan Slatermenjadi tidak ternormalisasi,
10*0 Vd , sehingga perhitungan energi keadaan dasar harus mengikuti:
dV
dVHE
0
*
0
0
*
0
0
ˆ
(3.54)
Selanjutnya dilakukanlah variasi 0// 2010 EE . Perhitungan tidak dilakukan
di sini, tetapi hasil perhitungan E.B. Wilson,1=2,686 dan 2=1,776. Dengan kedua
eksponen itu diperoleh E0=-201,2 eV atau 1,13% di atas eksperimen. Nilai 2 yang jauh
lebih kecil dari pada 1 menggambarkan betapa besarnya skrining yang dialami elektron
di 2s karena kedua elektron yang lain di 1s; Wilson (1933).
3.4 Metoda SCF untukAtom
Untuk atom dengan sejumlah elektron, selain potensial yang berasal dari inti, suatu
elektron mengalami juga potensial dari elektron-elektron lainnya. Misalnya, Hamiltonian
untuk elektron ke-μ adalah:
82
)(
2
4)(ˆ)(ˆ
r
eHH
o
c (3.55a)
di mana
r
Ze
mH
o
c
42)(ˆ
22
2
(3.55b)
Suku kedua sebelah kanan dalam persamaan (3.55a) adalah jumlah potensial yang
berasal dari elektron-elektron lain. Dengan demikian maka Hamiltonian total bagi
seluruh elektron adalah:
)(
2
21
4)(ˆˆ
r
eHH
o
c (3.56)
Faktor ½ diperlukan untuk mencegah penghitungan dua kali pada setiap pasangan μν.
Untuk mengatasi kehadiran potensial repulsif antar elektron dalam persamaan (3.56)
diperlukan cara untuk menetapkan fungsi gelombang bagi sistem banyak-elektron
tersebut. Oleh sebab itu, potensial antar elektron-elektron untuk saat ini dapat dipandang
sebagai gangguan. Dengan demikian maka )(ˆ cH merupakan Hamiltonian elektron-
tunggal. Misalkanlah )1(j adalah spin-orbital elektron ke-j yang diduduki oleh elektron
ke-1. Suatu spin-orbital adalah produk dari orbital atom j dan fungsi spin dari elektron
( atau ) yang menempati orbital atom itu, misalnya )1()1()1( jj . Spin-orbital ini
adalah fungsi eigen dari Hamiltonian elektron-tunggal ke-1, )1(ˆ cH , dengan energi eigen
Ej:
)1()1()1(ˆjjj
c EH (3.57)
Sebagai pendekatan, fungsi-fungsi elektron-tunggal dapat dikombinasikan
bersama-sama untuk membangun fungsi gelombang bagi sistem banyak-elektron.
Misalkan adalah fungsi gelombang tersebut, sehingga dengan Hamiltonian total dalam
persamaan (3.56) berlaku persamaan Schrödinger: EH , di mana j jEE .
Karena elektron-elektrn dipandang bebas satu sama lain (interaksi elektron-elektron untuk
sementara diabaikan), maka menurut Hartree-Fockfungsi gelombang untuk sistem N-
elektron dapat diungkapkan sebagai perkalian dari fungsi-fungsi elektron-tunggal:
)(.).........3()2()1( 321 NN (3.58a)
Contoh 3.4 Bukti persamaan (3.58a)
Jika EH dengan
HH ˆˆ dan )()(ˆ jjj EH sehingga
N
j
jEE1
.
Buktikan bahwa )().........3()2()1( 321 NN .
Misalkan )(.........).3()2()1( 321 NN maka
83
)(.........).3()2()1(.............
)(.............)3()2()1(
)(ˆ..........)3(ˆ)2(ˆ)1(ˆ
)(.........).3()2()1(ˆ......ˆˆˆˆ
321321
332211
332211
321321
NEEEE
NEEEE
NHHHH
NHHHHH
NN
NN
NN
NN
Artinya, )(.........).3()2()1( 321 NN bukan fungsi gelombang sistem
partikel.
Sekarang misalkan )().........3()2()1( 321 NN maka
)(ˆ.).........3()2()1(..........)(.).........3(ˆ)2()1(
)(.).........3()2(ˆ)1()(.).........3()2()1(ˆ
)(.).........3()2()1(ˆ......ˆˆˆˆ
3213321
32213211
321321
NHNH
NHNH
NHHHHH
NNN
NN
NN
ENEEEE
NENE
NENE
NN
NNN
NN
)(.).........3()2()1(.............
)(.).........3()2()1(.............)(.).........3()2()1(
)(.).........3()2()1()(.).........3()2()1(
321321
3213213
32123211
Artinya, )(.).........3()2()1( 321 NN adalah fungsi gelombang sistem partikel.
Dalam persamaan (3.58a) setiap spin-orbital elektron-tunggal j
mengakomodasikan elektron ke-μ=j. Sebenarnya, satu elektron dan elektron lainnya tidak
dapat dibedakan, sehingga fungsi spin-orbital j bisa juga mengakomodasikan elektron
ke-μ≠j. Oleh sebab itu fungsi berikut ini
)1(........).........3()1()2()...3,2,1( 321 NN N (3.58b)
adalah juga fungsi gelombang bagi sistem tersebut Jadi, ada banyak fungsi gelombang
yang dapat dibangun melalui perkalian dengan penempatan elektron yang berbeda-beda,
yakni dengan mempermutasikan elektron-elektron. Karena ada N buah elektron dengan N
buah spin-orbital, maka ada N! buah fungsi gelombang yang dapat dibentuk.
Telah dikemukakan dalam paragraf 3.1, fungsi gelombang lengkap untuk atom
banyak elektron harus antisimetrik terhadap pertukaran elektron, sehingga dapat
diungkapkan dalam bentuk determinan dari spin-orbit-spin-orbit yang ditempati elektron-
elektron. Untuk sistem N-elektron, fungsi gelombang lengkap itu adalah:
)(....).....()()(
...............................................
)2(...).........2()2()2(
)1(............)1()1()1(
!
1),....,2,1(
321
321
321
NNNN
NN
N
N
N
(3.59a)
Spin-orbital-spin-orbital disebut fungsi basis bagi pembentukan fungsi gelombang
lengkap Ψ.
Dalam determinan di atas sudah diterapkan eksklusi Pauli: setiap spin-orbital
hanya dapat diduduki oleh satu elektron, atau setiap orbital atom dapat ditempati
maksimum oleh dua elektron masing-masing dengan spin- dan spin-. Jadi, dengan
84
)()()( jj atau )()()( jj maka persamaan (3.54a), unuk N
genapsecara lengkap diungkapkan sebagai berikut:
)()(.................)()()()(
.......................................................................
)2()2().....2()2()2()2()2()2(
)1()1(.......)1()1()1()1()1()1(
!
1),.....,2,1(
2
11
2
211
2
211
NNNNNN
NN
N
N
N
(3.59b)
Pembentukan fungsi gelombang sistem banyak-elektron dengan cara di atas dikenal
sebagai determinan Slater dari seluruh spin-orbital elektron-elektron.
Dalam paragraf 3.1 dan 3.2 telah diperlihatkan kesulitan dalam perhitungan
secara eksak energi atom helium dan litium dalam keadaan dasar. Kesulitan itu
ditimbulkan oleh kehadiran potensial repulsif antar elektron. Semakin banyak elektron
dalam atom, semakin sulit pula perhitungan yang dihadapi, malah tidak mungkin
dilakukan. Hal ini yang mendorong orang untuk melakukan perhitungan dengan cara
numerik. Orang pertama yang melakukan perhitungan ini adalah Hartree dan idenya
adalah sebagai berikut.
Hamiltonian total elektron-elektron telah dikemukakan dalam persamaan (3.56).
Di atas telah dikemukakan bahwadalam pembentukan fungsi gelombang interaksi antara
elektron-elektron tidak dilibatkan, sehingga )(ˆ cH dipandang sebagai Hamiltonian
elektron-tunggal. Sekarang, interaksi elektron-elektron itu harusdipandang sebagai
potensial yang dialami elektron ke-μ dari elektron-ν yang menempati orbital s. Jadi,
potensial itu diungkapkan sebagai berikut :
dr
eV ss
o
s )(1
)(4
)( *2
(3.60)
Dengan demikian maka Hamiltonian elektron tunggal dalam persamaan (3.50a) dapat
dinyatakan sebagai Hamiltonian efektif elektron-tunggal ; untuk elektron ke-μ
Hamiltonian efektif itu adalah:
s
ss
c KJHF )](ˆ)(ˆ2[)(ˆ)(ˆ (3.61)
Di sini cH disebut Hamitonian teras dari elektron ke-μ. Selanjutnya dipenuhi persamaan
Schrödinger:
)()()(ˆ sss EF (3.62)
di mana Esadalah energi dari spin-orbital ke-s, yakni s. Orbital-orbital atom {s} untuk
atom dengan banyak elektron tak sama dengan orbital atom hidrogen. Menurut
Roothaan, suatu orbital atom dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari fungsi-fungsi
basis {i}
i
isis c (3.63)
Fungsi basis i yang sering dipakai adalah orbital jenis Slater (Slater-type orbital, STO)
yang rumusannya seperti:
85
),()!2(
)2(),,,( 1
2/1
m
rnn
Yern
mn
(3.64a)
di mana r dalam satuan a.u. (1 a.u=0,53Å adalah jari-jari Bohr), n, l, ml masing-masing
adalah bilangan-bilangan kuantum utama, bilangan kuantum orbital dan bilangan
kuantum magnetik orbital, sedangkan adalah eksponen orbital yang merupakan
eff
eff
n
Z (3.64b)
di mana Zeff adalah harga efektif nomor atom Z dan neff adalah harga efektif bilangan
kuantum utama. Harga-harga Zeff dari beberapa atom dalam keadaan dasar adalah seperti
Table 3.1 di bawah ini;Clementi et al. (1963).
Tabel 3.1 Harga-harga Zeff dari beberapa atom H He
1s 1 1.6875
Li Be B C N O F Ne
1s 2.6906 3.6848 4.6795 5.6727 6.6651 7.6579 8.6501 9.6421
2s 1.2792 1.9120 2.5762 3.2166 3.8474 4.4916 5.1276 5.7584
2p 2.4214 3.1358 3.8340 4.4532 5.1000 5.7584
Na Mg Al Si P S Cl Ar
1s 10.6259 11.6089 12.5910 13.575 14.5578 15.5409 16.5239 17.5075
2s 6.5714 7.3920 8.2136 9.0200 9.8250 10.6288 11.4304 12.2304
2p 6.8018 7.8258 8.9634 9.9450 10.9612 11.9770 12.9932 14.0082
3s 2.5074 3.3075 4.1172 4.9032 5.6418 6.3669 7.0683 7.7568
3p 4.0656 4.2852 4.8864 5.4819 6.1161 6.7641
Harga neffuntuk suatu n adalah sebagai berikut
n 1 2 3 4 5 6
neff 1 2 3 3,7 4 4,2
Dalam bentuk ril-nya, dengan menggunakan persamaan-persamaan (2.25) orbital STO
dari 1s, 2s, 2px, 2py dan 2pz adalah
res
2/3
1
r
es
3
2/5
2 (3.64c)
cossin
2
2/5
2
rer
xp
sinsin
2
2/5
2
rer
yp
Terlihat bahwa orbital-orbital STO tidak ortogonal satu sama lain kecuali jika mlberbeda
untuklyang sama. Dalam persamaan (3.63) orbital atom (n, l, ml ) merupakan kombinasi
linier dari beberapa orbital STO yang sama bilangan kuantumnya (yakni n, l, ml ) tetapi
dengan harga-harga eksponen yang berbeda.
86
Dengan persamaaan (3.63) di atas, maka operasi integral Coulomb dan integral
tukar pada fungsi-fungsi STO adalah sebagai berikut.
)()(4
)(
)()(4
)()()(ˆ
2**
2*
jl
o
ksl
k l
sk
js
o
sjs
dVr
ecc
dVr
eJ
(3.65a)
)()(4
)(
)()(4
)()()(ˆ
2**
2*
lj
o
ksl
k l
sk
sj
o
sjs
dVr
ecc
dVr
eK
(3.65b)
Dengan persamaan (3.62) dan 3.63a) selanjutnya diperoleh persamaan sekuler
0j
jijij cESF (3.66)
di mana
)()(
)()(2
21
21*
kjilklijPH
kjilklijccHF
k l
kl
c
ij
s k l
slsk
c
ijij
(3.67a)
dengan
s
slskkl
jlki
jc
icij
ccP
dVdVr
eklij
dVHH
*
**
0
2
*
2
)()(1
)()(4
)(
)()()(
(3.67b)
Selanjutnya, integral overlap adalah
dVS jiij )()(*
(3.67c)
Persamaan sekuler (3.60) dapat dituliskan dalam bentuk perkalian matriks:
0
...
...
....................................................................
....................................................................
...........
............
2
1
2222222121
1112121111
c
c
ESFESHESF
ESFESFESF
NN
NN
(3.68a)
Dari persamaan sekuler itu dipenuhi determinan
87
0
....................................................................
....................................................................
...........
............
2222222121
1112121111
NN
NN
ESFESHESF
ESFESFESF
(3.68b)
Dari determinan itu diperoleh harga-harga energi spin-orbital {Es}; substitusi setiap
energi orbital Es ke dalam persamaan (3.67) akan menghasilkan koefisien-
koefisien{csj}bagi spin-orbital tersebut (lihat persamaan (3.63a)). Orbital seperti dalam
persamaan (3.63a) harus dinormalisasisehingga berlaku
1ij
ijsjsi Scc (3.69)
Sebelum dapat menyelesaikan persamaan sekuler di atas terlebih dahulu kita harus
menghitung seluruh Fij; tetapi seperti terlihat dalam persamaan (3.65a) diperlukan
koefisien-koefisien {csk}. Untuk itu harus disediakan harga awal bagi koefifien-koefisien
tersebut, dan selanjutnya perhitungan dilakukan dengan cara iterasi sehingga diperoleh
koefisien-koefisien yang tidak berubah lagi (konvergen). Inilah yang dimaksud dengan
penyelesaian dengan cara self-consistent field (SCF)
Dalam persamaan (3.66b) Pkl adalah elemen matriks kerapatan elektron. Untuk
atom dengan sel-tertutup, kerapatan probabilitas elektron adalah
k l
lkkllk
N
s k l
slsk
N
s
ss Pcc **2/
*2/
1
* 22 (3.70)
Dari hasil perhitungan di atas, selanjutnya dapat ditentukan fungsi keadaan
elektron-elektron atom sebagai determinan Slaterdari seluruh spin-orbital yang ditempati
elektron. Untuk N (genap) elektron fungsi keadaan dasar dengan konfigurasi 2
2/
2
2
2
1 ....... N adalah seperti persamaan (3.59b). Karena 0 sudah dinormalisasi maka
energi atom adalah: dVHEo 0
*
0ˆ . Dengan fungsi keadaan di atas dan Hamiltonian
dalam persamaan (3.56) maka
2/
1
2/
1
2/
1
0 2ˆ2N
r
N
s
rsrs
N
r
rr KJHE (3.71)
Di lain fihak, dengan persamaan (3.62) energi elektron di orbital φradalah:
s
rsrscrr
r
s
ssrrc
rrrr
KJH
dVKJdVHdVFE
]ˆˆ2[
)](ˆ)(ˆ2[ˆˆ ***
(3.72)
Oleh sebab itu, energi keadaan E0 adalah :
2/
121
2/
1
2/
1
0
N
r i j
cijijr
N
r
N
r
crrr
HPE
HEE
(3.73)
Dalam persamaan-persamaan di atas r adalah indeks bagi orbital r dan i, j, k. l adalah
indeks bagi fungsi-fungsi STO. Perhitungan untuk keadaan dasar dan tereksitasi dari 54
88
buah elemen dalam tabel periodik telah dilakukan oleh Clementi et al. (1974)Diagram alir
SCF atom diperlihatkan dalam Gambar 3.8.
Energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron dari orbital r dengan asumsi
bahwa electron-elektron yang lain tidak terganggu, adalah energy electron tunggal Er.
Energi bisa dinyatakan sebagai energi ionisasi elektron dari orbital itu. Inilah yang
dikenal sebagai teorema Koopman.
Gambar 3.8 Diagram alir SCF atom.
ya
tidak
N, {i}, {Sij},
}{ c
ijH , {(ijkl)}, {ci}
}{ )0(
ijP
}{ ijF
Diagonalisasi
}{},{ rir cE
}{ ijP
}{}{ )0(
ijij PP
iter=iter+1 iter
}{?}{ )0(
ijij PP
E0
Start
Stop
E0, {Er},{Pij}, iter
89
Contoh 3.5 Keadaan Dasar Atom Helium dengan Metoda SCF
Perhitungan SCF untuk atom helium pada keadaan dasar dilakukan sebagai berikut; lihat
Levine (1991).Dengan menggunakan fungsi basis STO 1s (n=1, l=0, ml=0):
91.2,45.1 21 maka
0,0
/2
2/3
220,0
/1
2/3
11 2;2 Ye
aYe
aoar
o
oar
o
Integral overlap adalah
;1;1 22221111 dvSdVS
0
3
21
2/3
2
2/3
12/)(
2/3
2
2/3
1212112 837,0
84 21
drreaa
dVSS oar
oo
Hamiltonian teras dapat dituliskan:
rr
e
mH
oo
c
4
2
42)(ˆ
2
22
sehingga diperoleh
eVa
e
a
e
dVr
dVr
e
mdVHH
oooo
oo
cc
3095,504
28
4
2
42ˆ
2
11
22
1
0
11
1
0
1
2
12
1
2
11111
eVa
e
a
e
dVr
dVr
e
mdVHH
oooo
oo
cc
1582,434
28
4
2
42ˆ
2
22
22
2
0
22
2
0
2
2
22
2
2
22222
eVa
eS
a
e
dVr
dVr
e
mdVHHH
oooo
oo
ccc
2293,514
24
8
4
2
42ˆ
3
21
22/3
2
2/3
1212
22
2
0
22
1
0
2
2
22
1
2
1212112
Selanjutnya, dengan cara perhitungan interaksi antar elektron yang telah diperlihatkan
dalam atom helium dengan menggunakan orbital Slater, dapat diperoleh:
eVa
edVdV
r
e
ooo
6595,2448
5)2()1(
4)2()1(1111
2
12111
12
2
0
11
eVa
e
oo
4932,4948
52222
22
eV
a
e
oo
1809,324)(
4411222211
2
4
21
3
2
2
1
4
21
2
2
3
12
4
1
90
eVa
e
oo
9494,254
201221211221211212
2
5
21
3
2
3
1
eV
a
e
oo
5806,2442
9812
3
16
1121111221111211
2
2
1
21
2
21
21
4
21
2/3
2
2/9
1
eV
a
e
oo
3212,3542
9812
3
16
2122222112222212
2
2
2
12
2
21
12
4
12
2/3
1
2/9
2
Untuk menentukan koefisien ekspansi bagi χ1 dan χ2 didalam i
iic sebagai
permulaan iterasi dipilih c11/c21=2. Mengingat normalisasi φsdalam persamaan (3.69)
maka
122111
2
2111
21
/2)/(1
1
Sccccc
.
Substitusi S12 dan c11/c21menghasilkan c21=0,3461 dan c11=0,6922. Dengan harga-harga
ini diperoleh:
.2396,0;4791,0;9583,0 )0(
22
)0(
21
)0(
12
)0(
11 PPPP
Iterasi pertama dilakukan dengan harga-harga )0(
ijP untuk menghitung Hcij dan klij
sehingga harga-harga Fijsebagai berikut.
eV
PPPHF c
1234,22
9494,254932,492396,0
5806,244791,06595,249583,03095,50
2112221112111111
21
21
21)0(
22
)0(
12
)0(
1121
1111
2212221112121112 )0(
2221
21
23)0(
1221)0(
1121
122112 PPPHFF c
eV
F
2731,24
9494,252396,01809,329494,254791,0
5806,249583,0229,51
21
21
23
21
21
12
eV
PPPHF c
9048,1
4932,492396,0
3212,354791,09494,251809,329583,01582,43
2222122212211122
21
21
)0(
2221)0(
1221)0(
112222
Jadi determinan sekulernya adalah
0
9048,18366,02731,24
8366,02731,241234,22
EE
EE
91
Dari determinan itu selanjutnya diperoleh
E1=-23,2288 eV dan E2=78,472 eV.
Substitusi energi E1 ke persamaan sekuler menghasilkan c11/c21=4,42, dan dengn syarat
normalisasi diperoleh
c11=0,836 dan c21=0,189.
Dengan koefisien-koefisien ini diperoleh
.071,0;316,0;398,1 )1(
22
)1(
21
)1(
12
)1(
11 PPPP
Dibandingkan dengan harga-harga harga-harga )0(
ijP , terlihat adanya perbedaan sangat
besar. Oleh sebab itu harus dilakukan iterasi kedua dengan menggunakan harga-harga )1(
ijP tersebut untuk menghitung Fij. Hasilnya
F11= -23,9466 eV, F12=F21= -25,5792 eV, F22= -3,3906 eV
Determinan sekulernya
0
3906,38366,05792,25
8366,05792,259466,23
EE
EE
dari mana diperoleh
E1=-24,9696 eV dan E2=76,432 eV.
Substitusi E1 ke dalam persamaan sekuler menghasilkan c11/c21=4,61; setelah
dinormalisasi diperoleh
c11=0,842 dan c21=0,183.
Dengan koefisien-koefisien ini diperoleh harga-harga Pij:
.067,0;308,0;418,1 )2(
22
)2(
21
)2(
12
)2(
11 PPPP
Terlihat, masih ada perbedaan dengan )1(
ijP sebelumnya sehingga perlu iterasi ketiga untuk
menghitung Fijlagi dengan menggunakan )2(
ijP di atas, dan hasilnya
F11= -23,9738 eV, F12=F21= -25,5793 eV, F22= -3,3879 eV
Dari determinan sekulernya, diperoleh
E1=-24,9696 eV dan E2=76,404 eV.
Susbstitusi E1 ke persamaan sekuler menghasilkan c11/c21=4,6 dan normalisasi
memberikan
c11=0,842 dan c21=0,183.
92
Koefisien-koefisien ini memberikan
.067,0;308,0;418,1 )3(
22
)2(
21
)3(
12
)3(
11 PPPP
Hasil ini sudah sama dengan )2(
ijP sehingga perhitungan selesai (self consistent field). Jadi,
dengan menggunakan koefisien-koefisien {cij} terakhir diperoleh orbital atom
211 183,0842,0 dengan E1==-24,9696 eV
Substitusi E2 ke persamaan sekuler yang menggunakan harga-harga Fijterakhir akan
menghasilkan c12=-1,622 dan c22=1,818. Dengan itu maka diperoleh orbital
212 818,1622,1 dengan E2= 76,404 eV.
Selanjutnya, dengan persamaan (3.73), energi keadaan dasar helium adalah
eV
HPHPHPEE ccc
85,77)1582,43(067,0
)2293,51(308,02)3095,50(418,19696,24
2
21
22221212111121
10
Jika dibandindingkan dengan hasil perhitungan pada paragraf3.1 yang menggunakan
metoda variasi dengan orbital atom hidrogen, metoda SCF ini memberi hasil sedikit lebih
baik. Program SCF untuk atom He dapat dilihat dalam Apendiks 6.1.
3.5 Korelasi Elektron
Hasil perhitungan energi keadaan dasaratom helium(-77,6 eV) yang menggunakan
orbital 1s dengan metoda variasi di mana muatan inti di-skrin, masih di atas hasil
eksperimen (-79 eV). Dengan metoda SCF di mana orbital atom dinyatakan sebagai
superposisi dua buah fungsi STO memberikan hasil sedikit lebih baik (-77,85 eV), namun
tetap di atas eksperimen.
Ada beberapa penyebab yang bisa berkontribusi terhadap perbedaan tersebut;
penyebab yang paling dominan adalah pembentukan fungsi gelombang dengan cara
determinan Slaterdari orbital-spin-orbital-spin. Pada keadaan dasar dan tereksitasi singlet
dari atom helium posisi kedua elektron dengan spin yang berlawanan arah bebas satu
sama lain; ini tidak terkorelasi. Memang, ketika sebuah elektron tereksitasi dengan arah
yang sama dengan pasangannya (triplet), pada r1=r2 kerapatan peluangnya sama dengan
nol (lubang Fermi). Pasangan elektron yang spinnya searah akan saling menjauhi. Hal ini
sesuai dengan potensial tolak-menolak antara kedua elektron yang mempunyai
kecenderungan untuk menghindar satu sama lain. Kecenderungan itulah yang disebut
korelasi elektron.
Ada dua cara untuk menghadirkan korelasi elektron dalam perhitungan. Yang
pertama adalah cara Hyleraasyang memasukkan jarak antara elektron r12 di dalam fungsi
gelombang. Untuk atom helium fungsi itu adalah
)1( 12000 // 21
breNearar
(3.74)
di mana N adalah faktor normalisasi, dan b adalah dua parameter yangakan divariasi.
Minimalisasi terhadap dan b menghasilkan energi minimum -78,7 eV dengan = 1,849
93
dan b=0,346/a0. Energi hasil perhitungan ini hanya 0,3 eV di atas eksperimen;Levine
(1991).Masalah dengan cara Hyleraas adalah bahwa perhitungannya sangat sulit
dilakukan jika jumlah elektron cukup besar.
Cara kedua adalah interaksi konfigurasi (configuration interaction, CI). Dalam
cara ini, fungsi gelombang dinyatakan sebagai superposisi dari fungsi-fungsi konfigurasi
keadaan dasar dan tereksitasi. Jika {i} adalah fungsi-fungsi konfigurasi yang diperoleh
dengan cara SCF, maka fungsi gelombang keadaan dasar adalah
iiC0 (3.75)
Dengan fungsi-fungsi itu sebagai basis diperoleh persamaan sekuler
i
iijij CESH 0 (3.76a)
dengan
dVHH jiij ˆ* (3.76b)
dan
dVS jiij * (3.76c)
Contoh 3.6 Interaksi konfigurasi untuk memperoleh keadaan dasar atom helium
Sudah dilakukan perhitungan SCF yang hasilnya seperti dalam Contoh 3.5:
212211111 183,0842,0 cc
212221122 818.1622,1 cc
Dua konfigurasi hasil SCF dipakai sebagai basis dalam perhitungan interaksi konfigurasi.
Yang pertama, kedua elektron di 1 maka fungsi konfigurasinya adalah
)]2()1()2()1()[2()1(2
1111
dan yang kedua, kedua elektron di 2 maka fungsi konfigurasinya adalah
)]2()1()2()1()[2()1(2
1222
Persamaan sekuler adalah
0
2
1
22222121
12121111
C
C
ESHESH
ESHESH
Dengan kedua konfigurasi di atas, maka
eVdVHH 85,77ˆ1
*
111
adalah energi atom helium yang diperoleh dengan metoda SCF.
2111
120
2
21
*
2
*
21
*
221 )2()1()4
)(2()1(2
1ˆ dVdVr
eHHdVHH cc
94
2111
12
*
2
*
2
120
2
)2()1(1
)2()1(4
dVdVrr
e
karena 0)2()2()1()1( 21
*
211
*
2 dVdV . Jadi,
2122
2
2112211121211111
2
11
12
22
2
2212221221221211
2
12
0
2
21
)2()1()2()1()2()1()2()1(
1)2()1()2()1()2()1()2()1(
4
dVdVcccccc
rcccccc
eH
12
2
22
2
212212
2
21
2
222111
2
12
2
2122122111
2
22
2
11
22122111
2
1221112212
2
11
2
12
2
11
eV86,7
22222212212122
22112121121111
H
cccccccccccccccc
cccccccccccc
2122
12
*
2
*
2
0
2
22
*
212
*
2
2122
120
2*
2
*
22
*
222
)2()1(1
)2()1(4
)2()2()2()1()1()1(
)2()1(]4
)2()1()[2()1(ˆ
dVdVr
edVHdVH
dVdVr
eHHdHH
cc
cc
22
*
222
2
2212221211
2
12
122
2
22
1212212111
2
1212
*
2
)2()2()2(2
)1()1()1(
)1()1()1(2)1()1()1()1()1()1(
dvHHcHccHc
dvHc
dvHccdvHcdvH
cccc
c
ccc
2122
12
*2
*2
0
2
)2()1(1
)2()1(4
dvdvr
e
2222222141212422112121141111
)2()1()2()1()2()1()2()1(
1)2()1()2()1()2()1()2()1(
4
422
32212
222
212
222
21222
312
412
21222222122212212212111212
12
222222122212212212111212
0
2
cccccccccc
dvdvcccccccc
rcccccccc
e
Jadi,
eV58,87
22222221412124
2211212114111122
4
22
3
2212
2
22
2
12
2
22
2
1222
3
12
4
1222
2
2212221211
2
1222
ccccc
cccccHcHccHcH ccc
Karena ortonormal maka integral overlap adalah
0;1,1 2
*
121122
*
2221
*
111 dVSSdVSdVS
Dengan hasil-hasil di atas maka persamaan sekuler adalah
95
0
5,87861,7
861,785,77
2
1
C
C
E
E
Determinan=0,
0
58,87861,7
861,785,77
E
E
sehingga diperoleh
eV96,87eV,44,7809.687973,9 21
2 EEEE
Substitusi E1 ke persamaan sekuler menghasilkan C21/C11=0,08 sehingga dengan
normalisasi diperoleh C11=0,997 dan C21=-0,079. Jadi, perhitungan CI ini menghasilkan
energi keadaan dasar atom helium
E0=-78,44 eV
dengan fungsi gelombang
210 079,0997,0
Terlihat bahwa interaksi konfigurasi dapat memperbaiki energi keadaan dasar dari -77,85
eV menjadi -78,44 eV (harga eksperimen -79eV) .
3.6 Struktur Elektronik Atom
Struktur elektronik suatu atom dengan sejumlah elektron secara kualitatif dapat difahami
atas dasar orbital-orbital atom sejenis-hidrogen. Menurut prinsip eksklusif Pauli (1924)
setiap orbital atom mn dapat mengakomodasikan maksimum dua buah elektron dengan
spin yang berlawanan. Untuk setiap bilangan kuantum orbital ℓ ada 2ℓ+1 buah harga
bilangan kuantum magnetik orbitalmℓ, dan untuk setiap mℓ ada dua buah bilangan
kuantum magnetik spin ms (±1/2). Maka berdasarkan eksklusi Pauli jumlah maksimum
elektron yang terakomodasikan untuk setiap harga ℓ adalah 2(2ℓ+1). Berikut ditunjukkan
secara eksplisit simbol dan jumlah maksimum elektron yang dapat terakomodasikan
untuk setiap harga ℓ.
Dengan menggunakan prinsip ini, elektron-elektron dapat ditempatkan ke setiap orbital
mulai dari energi yang paling rendah hingga mencapai maksimum. Jika suatu orbital nℓ
telah penuh, orbital berikutnya mulai diisi. Metoda penyusunan struktur atom seperti ini
disebut prinsip Aufbau. Sesuai dengan urutan besarnya energi, dalam Gambar 3.9
diperlihatkan urutan orbital nℓ dalampengisian elektron.
Sebagai akibat dari interaksi spin-orbit, suatu orbital np(n>1) memiliki energi
lebih tinggi dari pada ns tetapi lebih rendah dari pada (n+1)s. Energi suatu orbital nd
sedikit di atas (n+1)s tetapi sedikit lebih rendah dari pada (n+1)p. Antara orbital-orbital 1s
dan 2s, 2p dan 3s, 3pdan 4s, 4p dan 5s muncul sejenis gap energi. Karena kehadiran gap-
gap itu, terjadi pengelompokan tingkat-tingkat energi.Kelompok itu disebut sel, dan
Simbol: s p d f g
Harga ℓ: 0 1 2 3 4
Jumlah elektron: 2 6 10 14 18
96
setiap orbital (nℓ) di dalam sel disebut sub-sel. Jumlah maksimum elektron dari sel-sel
berurutan yang terisi penuh adalah 2, 10, 18, 36, 54, 86 dan seterusnya. Atom-atom
dengan jumlah elektron maksimum seperti He, Ne, Ar, Kr, Xe dan Rd disebut gas mulia
(inert gas).
Ketika mengisi orbital p harus diingat bahwa orbital ini terdiri dari tiga sub-sel px,
py dan pz, yang masing-masing dapat mengakomodasikan 2 elektron.Dalam
pengisiannyaharus sebanyak mungkin elektron dengan spin-spin paralel. Jadi, pada atom
C kedua spin elektronitu paralel, pada atom N ada tiga spin parallel, pada O dua spin
parallel dan yang dua lagi anti-paralel. Dalam Tabel 3.2diperlihatkan penempatan
elektron-elektron sehubungan dengan spinnya.
Gambar 3.9 Tingkat-tingkat energi atom dan prinsip Aufbau.
Tabel 3.2 Struktur elektronik dan konfigurasi keadaan dasar beberapa atom.
Atom
n=1 n=2
Konfigurasi
Term 1s 2s 2px 2py 2pz
H 1s 2S1/2
He 1s2
1S0
Li 1s22s
2S1/2
Be 1s22s
2 1S0
B 1s22s
22p
2P1/2
C 1s22s
22p
2 3P0
N 1s22s
22p
3
4S
O 1s22s
22p
4
3P2
F 1s22s
22p
5
2P3/2
Ne 1s22s
22p
6
1S
Keadaan yang sama terjadi pada orbital d yang terdiri dari lima sub-sel. Hal ini sesuai
dengan aturan Hund: resultan spin dari keadaan dasar atom-atom yang masih sesuai
dengan prinsip eklusif Pauli memiliki harga terbesar.
Tingkat-tingkat energi terkait dengan orbital-orbital suatu atom besar cenderung
mengikuti urutan dalam Gambar 3.10. Terlihat bahwa setelah n=2 tingkat-tingkat energi
10 (Ne) 8
8
18
18
32
7p 6d
5f
7s
6p 5d
4f
6s
5p
4d 5s
4p
3d
4s
3p 3s
2p 2s
1s
6
10
14 2
6
10
14 2
6 10
2
6
10
2
6 2
6 2
2
32
2
2(He)
18(Ar)
36(Kr)
54 (Xe)
86(Ra)
118(?)
97
itu beroverlap, energi orbital 4s sedikit lebih rendah dari pada 3d dan orbital 5s lebih
rendah dari pada 4d, 6s lebih rendah 4f dan seterusnya.
(a)
(b)
Gambar 3.10 (a) Tingkat-tingkat energi orbital-orbital atom berat, (b) urutan pengisian
elektron-elektron.
Term dalam tabel konfigurasi secara umum dapat dituliskan seperti2S+1
LJdi mana
L menyatakan total bilangan kuantum orbital dengan simbol sebagai berikut.
L Simbol
0 S
1 P
2 D
3 F
Jmenyatakan bilangan kuantum totalJ=L+S, dan 2S+1 menyatakan multiplisitas spin.
Dalam Tabel 3.2 atom H memiliki hanya satu elektron di orbital 1ssehingga
konfigurasinya 1s1, L=0 maka simbolnya S, spin S=½ maka 2S+1=2, dan J=L+S=½;
maka term untuk atom H adalah 2S1/2. Dalam atom He, ada dua elektron dengan spin
antiparalel di orbital 1ssehingga konfigurasinya 1s2, L=0 maka simbolnya S, S=0
sehingga 2S+1=1, J=0, makaterm keadaan dasar He adalah1S0. Dalam atom Li ada tiga
elektron, dua di orbital 1s dengan spin antiparalel dan satu lagi di orbital 2s,
konfigurasinya 1s22s
1; L=0 maka simbolnya S, S=1/2 maka 2S+1=2, dan J=1/2 sehingga
termkeadaan dasar Li adalah2S1/2. Atom B mempunyai 5 elektron, dengan konfigurasi
1s22s
22p.: L=1, S=1/2, J=1/2, 3/2 dan term keadaan dasarnya
2P1/2.
Teori tentang struktur atom yang memiliki sel-sel lengkap ditambah dengan satu
atau dua elektron terluar, relatif sederhana. Elektron-elektron pada sel penuh disebut
teras dan sisanya disebut elektron-elektron valensi. Contohnya atom C yang konfigurasi
keadaan dasarnya 1s22s
22p
2. Terasnya adalah 1s
2 (sama dengan He) sedangkan elektron-
elektron 2s22p
2 adalah elektron valensi. Itu sebabnya konfigurasi itu dituliskan
[He]2s22p
2. Perlu disadari bahwa jika berikatan dengan atom lain, sebuah elektron
1s
2p
2s
3d
3p
3s
4f
4d
4p
4s
5p
5s
1 2 3 4 5 6 7 8
s s s s s s s s
p p p p p p p
d d d d d d
f f f f
(b)
98
promosi dari 2s ke 2p sehingga terjadi pembentukan orbital atom baru yang disebut
hibrida (h). Dalam sp1 misalnya hibrida-hibrida h1 dan h2 dibentuk olehkombinasi 2s dan
2px dalam sp2 hibrida-hibrida h1, h2 dan h3 dibentuk olehkombinasi 2s, 2px dan 2py.
Energi ikat elektron-elektron teras jauh lebih besar dari pada elektron valensi, dan
itu meningkat cepat dengan semakin besarnya nomor atom. Karena ikatan yang kuat itu,
elektron-elektron teras suatu atom secara praktis tidak terganggu dalam banyak proses
kimiawi. Dalam berbagai sifat kimia seperti ikatan antar atom dalam molekul dan reaksi
kimia, peran elektron-valensi sangat dominan. Suatu sel yang terisi penuh memiliki L=0
dan S=0. Artinya, momentum sudut dan spin suatu atom ditentukan oleh elektron-
elektron-valensinya saja. Misalnya, atom dengan satu elektron-valensi memiliki S=½ dan
semua tingkat energi di mana hanya elektron-valensi itu saja yang tereksitasi adalah
doblet (2S+1=2). Untuk atom-atom ini L=ℓ yakni bilangan kuantum orbital dari elektron-
valensi itu sendiri.
Rumusan yang dapat mem-fit tingkat-tingkat energi elektron-valensi adalah:
2
2
n
eff
eff
n Rhcn
ZRhcE
(3.77)
di mana R adalah konstanta Rydberg dan n adalah eksponen orbital seperti dalam
persamaan (3.63c).Dalam persamaan (3.77), berlaku Zeff=Z- di mana adalah konstanta
skrining, dan neff=n- di mana adalah cacat kuantum yang nilainya bergantung pada
harga-harga n dan l dari elektron valensi. Untuk litium dan natrium nilaiadalah
s p d
Li (Z=3) 0,4 0,04 0
Na(Z=11) 1,37 0.88 0.01
Nilai bisa ditentukan sebagai bikut: Tetapkan kulit (n) di mana elektron yang akan
ditentukan konstanta -nya berada. Konstanta untuk elektron itumerupakan jumlah
kontribusi-kontribusi berikut ini: (i) semua elektron lain pada kulit yang sama
menimbulkan faktor skrining 0,35; (ii) elektron di kulit (n-1) menimbulkan faktor 0,85
dan elektron di kulit (n-2) menimbulkan faktor 1.; (iii) jika elektron di orbital d atau f
faktor 1 diberikan oleh semua elektron yang berada di bawahnya.
Contoh 3.7 Menentukan Zeff
1) Zeff untuk elektron 2s dari Li (Z=3).
Konfugurasi elektron: 1s2 2s
Terhadap satu elektron 2s ada 2 elektron di kulit (n=1), maka ζ =0,85 × 2=1,7.
Zeff = Z – ζ =3-1,7=1,3.
2) Zeff untuk elektron 2p dari N (Z=11)
Konfugurasi elektron: 1s2 (2s
22p
6) 3s
Terhadap 1 elektron di 2p, ada 5 elektron di kult yang sama (n=2), dan 2 elektron di
kulit n=1), maka ζ =70,35+20,85=4,15. Zeff = Z – ζ =11-4,15=6,85.
Elektron di 3s tidak menimbulkan skrining.
3) Zeff untuk elektron 3s dari N (Z=11)
ζ =80,85+21=2,2.
Atom-atom yang memiliki elektron di sub-sel d dikenal sebagai logam transisi.
Atom-atom itu mulai dari Sc hingga Zn, dari Y hingga Cd, dan dari Lu hingga Hg; lihat
Apendiks 4. Elektron-elektron terluar suatu atom logam transisi selalu di sub-sel s yang
99
jari-jarinya lebih besar daripada d. Peningkatan nomor atom (Z) diiringi oleh penambahan
elektron pada sub-sel d; efeknya pada elektron di s sangat kecil. Karena kecilnya
perubahan jari-jari dan energi ionisasinya maka sifat kimia atom-atom logam transisi
tidak banyak berbeda satu-sama lain. Konduktivitas listrik atom-atom ini menurun dari Sc
ke Mn dan selanjutnya meningkat hingga Cu; meningkat dari Y hingga Ag, meningkat
dari Lu hingga Au. Suseptibilitas magnetnya boleh dikatakan sama, karena besarnya
momentum sudut yang dimiliki elektron-elektron d, dan besarnya jumlah elektron-d yang
dapat saling menggandengkan momen magnet spinnya. Fe, Ni dan Co bersifat feromagnet
sedangkan Cu dan Zn bersifat diamagnet dan atom-atom lainnya bersifat paramagnet.
Atom-atom yang pengisian sub-sel 4f-nya setelah sub-sel 6s disebut logam tanah-
langka (rare earth). Sifatnya mirip dengan logam transisi. Karena banyaknya jumlah
elektron di sub-sel 4f dan karena banyaknya jumlah elektron yang dapat menyearahkan
momen magnet spin mereka, maka suseptibilitas paramagnet atom-atom ini lebih besar
daripada logam transisi. Demikian pula sifat feromagnetnya, lebih besar daripada Fe.
Untuk jelasnya lihat Alonso et al. (1979),
Total momentum sudut suatu atom dapat menentukan sifat-sifat magnetik atom
dan probabilitas transisi dalam proses radiasi. Pada suatu atom yang terisolasi, total
momentum sudutnya selalu konstan; dengan menyatakan J sebagai bilangan kuantum
maka harga eigen dari 2J dan zJ adalah:
........),1(,;;)1( 22 JJMMJJJJ JJz (3.78)
Untuk setiap konfigurasi elektron dari suatu atom, ada beberapa harga yang mungkin dari
J, masing-masing dengan energi yang berbeda. Masalahnya adalah bagaimana
menentukan harga-harga J yang dimungkinkan untuk setiap konfigurasi dan fungsi-fungsi
gelombang bersangkutan.
Suatu metoda yang dapat dipakai untuk menentukan harga-harga J adalah metoda
L-S coupling atau disebut juga Russel-Saunders coupling. Dengan memandang elektron-
elektron bebas satu sama lain, fungsi gelombang seperti dalam persamaan (3.59b) di
mana setiap keadaan dinyatakan dengan bilangan-bilangan kuantum secara lengkap, maka
total momentum sudut adalah i
iLL
dan i
ziz LL . Jika L dan ML adalah bilangan
kuantum, maka berlaku
...),........1(,;;)1( 22 LLMMLLLL LLz (3.79)
dengan i
iL mM . Dengan cara yang sama dapat dilakukan untuk spin, i
iSS
dan
i
ziz SS . Jika S dan MSadalah bilangan kuantum, maka
),.....1(,;;)1( 22 SSMMSSSS SSz (3.80)
dengan i
siS mm . Jika L
dan S
diketahui, total momentum sudut untuk konfigurasi
ditetapkan dengan SLJ
. Harga-harga yang mungkin dari bilangan kuantum J
adalah:
SLSLSLJ ....,..........,1, . (3.81)
100
Keadaan suatu atom ditetapkan dengan ketiga bilangan kuantum L, S, dan J.
Keadaan-keadaan suatu konfigurasi dengan L dan S yang sama dinyatakan dengan suatu
term atau simbol. Setiap term dari suatu konfigurasi memiliki energi yang berbeda.
Energi setiap term bergantung pada harga L. Setiap harga L berkaitan dengan orientasi
relatif yang berbeda dari momentum-momentum sudut elektron-elektron, dan oleh sebab
itu berkaitan dengan orientasi relatif yang berbeda dari gerakan-gerakannya. Hal ini
menyebabkan interaksi Coulomb yang berbeda dan menyebabkan harga energi atom yang
berbeda. Keadaan-keadaan suatu term dengan L dan S yang sama tetapi berbeda harga J
secara praktis memiliki energi yang sama dan menimbulkan suatu multiplet. Pecahnya
suatu term L-S sesuai dengan harga-harga J merupakan efek interaksi spin-orbit. Karena
S<L, maka ada (2S+1) buah harga-harga J yang berbeda; inilah yang disebut multiplisitas.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, suatu term ditandai dengan simbol 2S+1
LJ di
mana L menyatakan total bilangan kuantum orbital, J menyatakan bilangan kuantum
total J=L+S, dan 2S+1 menyatakan multiplisitas. Penulisannya adalah J
S L12 di mana
simbol untuk L=0 adalah S, L=1 adalah P dan L=2 adalah D. Sebagai contoh, konfigurasi
ns2 hanya memberikan term singlet
1S0 seperti pada helium, di mana L=0, S=0 dan J=0.
Untuk konfigurasi np2 term yang mungkin adalah L=0, S=0, J=0 atau
1S0, L=2, S=0, J=2
atau 1D2 dan L=1, S=1, dan J=2 atau
3P2.
Susunan term-term dalam suatu konfigurasi elektron-elektron yang sama, dapat
dilakukan dengan mengikuti aturan empiris Hund:
(i) dari semua term yang mungkin, term dengan multiplisitas terbesar (S paling besar)
memiliki energi paling rendah; dari semua term dengan multiplisitas yang sama, yang
paling besar harga L-nya memiliki energi terendah.
(ii) susunan tingkat-tingkat multiplisitas dari setiap term akan normal (J paling kecil
berenergi paling rendah) bilamana sub-sel kurang dari setengah. Susunan jadi terbalik
jika sub-sel lebih dari setengah.
Dalam Gambar 3.10 diperlihatkan urutan tingkat-tingkat energi dalam konfigurasi np2
mulai dari yang paling rendah: 3P,
1D dan
1S yang pecah karena pengaruh
Coulombterhadap momentum sudut total L seperti telah dikemukakan di atas. Karena
adanya interaksi spin-orbit maka 3P yang triplet (S=1) akan pecah tiga, masing-masing
dengan J=0, 1, dan 2. Terakhir diperlihatkan juga bahwa interaksi dengan medan magnet
(efek Zeeman) memecah setiap term berdasarkan harga J-nya dengan jumlah pecahan
(2J+1);Alonso et al. (1979).
Gambar3.10 Tingkat-tingkat energi dalam konfigurasi np2 .
Besarnya jumlah tingkat-tingkat energi yang dalam suatu atom banyak-elektron
memperlihatkan spektrum yang jauh lebih rumit dari pada atom berelektron-tunggal.
Transisi-transisi elektron dibatasi oleh aturan seleksi; untuk transisi-dipol-listrik aturan
seleksinya adalah:
3P
1So
1D2
3P2
3P1
np2
3P0
1D
1S
Interaksi
Zeeman
Interaksi
spin-orbit
Interaksi
Coulomb
101
.1,0
)00tidak(;1,0
0,1
JM
J
SL
(3.82)
Transisi J=0J’=0 terlarang karena melanggar hukum kekekalan momentum sudut
karena suatu foton memiliki satu unit momentum sudut atau spin.
102
Soal-soal
3.1 Konfigurasi elektron suatu atom adalah 4s4p3d; dengan ML=1 dan MS=3/2
tuliskanlah semua fungsi gelombang yang mungkin dalam bentuk determinan Slater
3.2 Tentukanlah term untuk konfigurasi elektron di bawah ini, dan tunjukkanlah dalam
setiap kasus term yang mana bernergi paling rendah.
(i) ns, (ii) np3, (iii) (np
2)(n’s), (iv) (nd
2)(n’p).
3.3 Nyatakanlah harga-harga bilangan kuantum S, L, dan J dalam term-term berikut: 1S0,
2S½,
1P1,
3P2,
1D2, dan
5D1.
3.4 Tentukanlah transisi-transisi dipole listrik di bawah ini yang diizinkan.
(a) 1s2s, (b) 1s2p, (c) 2p3d, (d) 3s5p , dan (e) 3s3d.
3.5 Transisi elektron dalam atom Na dari orbital 3p ke orbital 3s menghasilkan garis
dengan panjang gelombang 589 nm. Hitunglah panjang gelombangnya . Hitung juga
untuk transisi dari 2p ke 2s.
3.6 Spektrum suatu ion berelektron-tunggal dari sebuah elemen menunjukkan orbital-
orbital ns berenergi 0, 2057972 cm-1
, 2439156 cm-1
dan 2572563 cm-1
.untuk n=1, 2,
3, 4. Tentukan elemen itu serta ramalkan energi ionisasi ion itu.
3.7 Berdasarkan persamaan (3.77) tentukanlah energi keadaan dasar dan keadaan
eksitasi pertama dari elektron valensi dalam atom Li dan Na.
3.8 Beberapa garis K dari berbagai atom yang telah pernah diukur adalah: magnesium:
9,87 Å; sulfur: 5,36 Å, kalsium: 3,35 Å; chromium: 2,29 Å; cobalt: 1,79 Å;
tembaga: 1,54 Å; rubidium: 0,93 Å; dan tungsten: 0,21 Å. Plot akar frekuensi
terhadap nomor atom. H.G.Mosley menemukan hubungan empiris dalam bentuk
f1/2
=A(Z-). Dari gambar hasil plot tersebut taksirlah harga-harga A dan .
3.9 Hitunglah konstanta kopling spin-orbit untuk electron 2p dalam orbital jenis Slater,
dan evaluasi hal itu untuk atom-atom netral dari boron hingga fluor.
3.10 Tuliskan Hamiltonian electron untuk ataom Li (Z=3) dan tunjukkan bahwa jika
potensial elektron-elektron diabaikan maka fungsi gelombangnya bisa dinyatakan
sebagai perkalian dari 1s(1)1s(2)2s(3) dari orbital-orbital hidrogen dan energinya
merupakan perjumlahan energi masing-masing elektron.
3.11 Orbital-orbital jenis Slater dapat dinormalisasi tetapi tidak orthogonal satu sama
lain. Dalam prosedur ortogonalisasi Schmidt suatu orbital 1 bisa dibuat orthogonal
terhadap orbital 2 dengan membentuk 211' c dengan dVc 2*1 .
Buktikan bahwa ’1 dan 2 adalah orthogonal. Lakukanlah prosedur itu untuk
orbital 2s dan 1s dari jenis Slater.
103
BAB 4
SIMETRI MOLEKUL
Simetri molekul adalah konsep yang yang mendasar dalam kimia. Dengan mengetahui
simetri suatu molekul orang dapat meramalkan atau menjelaskan berbagai sifat kimiawi
dari molekul bersangkutan. Untuk mengungkapkan simetri suatu molekul diperlukan
pemahaman tentang teori grup. Bab ini akan diwali dengan teori grup atau biasa disebut
grup simetri.
4.1 Simetri dan Grup Simetri
Suatu operasi simetri terhadap suatu molekul akan mengalihkan molekul itu ke suatu
orientasi yang ekivalen dengan orientasi semula(Cotton, 1963).Ada beberapa jenis
operasi, antara lain:
1. Rotasi melalui sudut 2/n sekitar sumbu (sumbu lipat-n). Operasi ini dinyatakan
dengan Cn dengan n=1, 2, 3,.. C1 adalah rotasi 360o yang disebut identitas I, C2 adalah
rotasi 180o (sumbu lipat-2), misalnya rotasi pada sumbu-z dalam Gambar 4.1 (a).
Gambar 4.1 Formaldehid (a), trans-dikloroetilen (b) dan NH3 (c).
2. Refleksi melalui bidang. Refleksi dengan bidang vertikal yakni bidang yang sejajar
sumbu rotasi (misalnya bidang-zx dan bidang-zy,) dinyatakan dengan v dan v’ dalam
Gambar 4.1 (a); refleksi dengan bidang horizontal yakni bidang yang tegak lurus
sumbu rotasi dinyatakan dengan h, misalnya bidang-xy dalam Gambar 4.1 (b). Jika
bidang cermin membagi dua sudut antara dua sumbu rotasi C2, refleksi ditandai dengan
d.
3. Rotasi tak sesungguhnya yakni rotasi Cn yang diikuti dengan refleksi h. Rotasi ini
dinyatakan dengan
Sn=hCn (didahului dengan Cn lalu h).
Contohnya dalam Gambar 4.1(b): S2=h(xz) C2(y) dan S2=h(yz) C2(x)
4. Inversi, yakni operasi h yang diikuti oleh rotasi C2. Jadi i=C2h, seperti dalam Gambar
4.1 (b): i=C2(z)h(xy). Benda yang memenuhi operasi inversi miliki pusat simetri,
misalnya titik pusat sumbu dalam Gambar 4.1 (b).
Suatu grup simetri adalah kumpulan sejumlah operasi simetri (elemen); grup
simetri diberi simbol yang menggambarkan operasi-operasi simetri yang terkandung
sebagi elemen dalam grup itu. Contohnya adalah grup C2v grup C2h, dan C3v masing-
masing seperti Tabel 4.1, Tabel 4.2dan Tabel 4.3.
H H
C
O
z
y x
(a)
Pusat simetri
(b)
C
Cl H
H Cl
C x
z Hc
Hb
Ha
N
(c)
y
104
Tabel 4.1. Tabel perkalian grup C2v
h=4 I C2 v v’
I I C2 v v’
C2 C2 I v’ v
v v v’ I C2
v’ v’ v C2 I
Contohnya formaldehid dalam Gambar 4.1(a).
Tabel 4.2. Tabel perkalian grup C2h
h=4 I C2 h i
I I C2 h i
C2 C2 I i h
h h i I C2
i i h C2 I
Contohnya trans-dikloroetilen dalam Gambar 4.1(b).
Tabel 4.3. Tabel perkalian grup C3v.
h=6 I C3 C32 va vb vc
I I C3 C32 va vb vc
C3 C3 C32 I vc va vb
C32 C3
2 I C3 vb vc va
va va vb vc I C3 C32
vb vb vc va C32 I C3
vc vc va vb C3 C32 I
Contohnya molekul amoniak (NH3) dalam Gambar 4.1 (c).
Beberapa definisi dasar dan teorema penting dari suatu grup adalah:
1. Order suatu grup, h, menyatakan jumlah elemen dalam grup. Untuk grup C2v dan C2h,
masing-masing h=4 dan untuk C3v, h=6.
2. Perkalian dua elemen dalam grup yang sama, sama dengan suatu elemen dalam grup
itu. Misalnya, A dan B adalah elemen grup, maka jika C=AB maka C juga adalah
elemen grup. Jadi, suatu grup mempunyai tabel perkalian, seperti Tabel 4.1 dan Tabel
4.2. Jika AB BA, maka A dan B disebut tidak komut dan jika AB=BA disebut
komut, misalnya
vC2= C2v
seperti dalam Tabel 4.1 dan
C3vavaC3
dalam Tabel 4.3.
3. Salah satu elemen grup adalah identitas, I. Jika A adalah elemen di dalam grup yang
sama dengan I, maka IA=AI=A.
4. Antara elemen-elemen grup berlaku aturan asosiasi:
ABC=A(BC)=(AB)C.
105
5. Setiap elemen memiliki resiprok yang juga elemen grup. Jika A dan B adalah dua
elemen grup dengan AB=BA=I, maka A adalah resiprok dari B dan sebaliknya
sehingga berlaku A=B-1
dan B=A-1
. Contohnya, dalam grup C3v,
6.
C3C32=I,
sehingga
C32= C3
-1 dan C3 =(C3
2 )-1
.
7. Dalam suatu grup terdapat beberapa grup-grup kecil yang memenuhi sifat 2-5; grup
kecil itu disebut subgrup. Order subgrup merupakan faktor bulat dari order grup (h);
misalnya grup C2v dengan h=4, mempunyai tiga buah subgrup berorder 2, masing-
masing (I, C2), (I, v) dan (I, v’).
8. Jika A dan X adalah dua elemen grup maka
B=X-1
AX (4.1)
adalah juga elemen grup. B disebut hasil transformasi similaritas A dengan X. Jika
X-1
X=XX-1
=I,
maka
A=XBX-1
. (4.2)
Jika X adalah resiprok dari Y: X=Y-1
atau Y=X-1
, maka
A=Y-1
BY dan B=YAY-1
. (4.3)
Dalam hal ini, A dan B disebut berkonjugasi. Dalam Tabel 4. 3 terlihat:
vaC3= C3vc=vb;
jadi
vc =C3-1vaC3 dan va= C3vc C3
-1;
maka vc adalah hasil transformasi similaritas va dan sebaliknya, dengan C3; jadi
vc dan va berkonjugasi.
Suatu set lengkap elemen-elemen grup yang saling berkonjugasi disebut kelas dari
grup tersebut. Jika XAX-1
, XBX-1
, dan XCX-1
semuanya menghasilkan A, B, dan C untuk
suatu operasi X, maka A, B, dan C membentuk kelas. Jumlah kelas dalam suatu grup
merupakan faktor bulat dari order grup (h).
Dalam grup C2v, semua elemen grup komut satu sama lain, AX=XA sehingga X-
1AX=X
-1XA=A. Jadi, setiap elemen dalam grup C2v membentuk satu kelas-1, sehingga
jumlah kelas grup ini adalah empat. Dalam grup C3v, I membentuk kelas-1, C3 dan C32
membentuk kelas-2 dan va, vb dan vc membentuk kelas-3; jadi ada tiga buah kelas.
4.2 Representasi Grup
Representasi suatu grup adalah suatu kumpulan matriks berukuran (nxn) yang dapat
mengungkapkan operasi grup itu pada sesuatu fungsi atau satu kumpulan fungsi-fungsi.
Dalam Gambar 4.2 diperlihatkan operasi elemen-elemen grup C2vterhadap gerak
translasi sepanjang sumbu-sumbu x, y, dan z.Terlihat bahwa pengaruh operasi-operasi itu
adalah mengembalikan orbital ke posisi dengan dan tanpa perubahan tanda (-1 atau +1);
+1 disebut simetrik dan -1 disebut anti-simetrik.
106
Gambar 4.2 Opersai simetri grup C2v pada translasi x, y, z.
zzzzzzCzzI vv '2 ;;; (4.4a)
xxxxxxCxxI vv '2 ;;; (4.4b)
yyyyyyCyyI vv '2 ;;; (4.4c)
Selain itu, dapat juga dilakukan operasi simetri terhadap rotasi. Itu dilaksanakan
dengan menggambar lingkaran rotasi, misalnya Rz pada bidang xy seperti dalam Gambar
4.3. Hasilnya adalah:
zzvzzvzzzz RRRRRRCRRI '2 ;;; (4.5)
Gambar 4.3 Operasi simetri elemen-elemen C2v terhadap rotasiRz.
Operasi simetri terhadap rotasi Rx hasilnya seperti operasi terhadap translasi-y
(persamaan 4.4c), dan Ry sama dengan operasi terhadap translasi-x (persamaan 4.4b).
Hasil-hasil operasi untuk tranlasi dan rotasi disusun dalam Tabel 4.4.
Kumpulan bilangan hasil-hasil operasi dalam Tabel 4.4 memenuhi tabel perkalian
seperti diperlihatkan Tabel 4.1. Kumpulan bilangan itu membentuk representasi grup;
suatu representasi diberi simbol . Jadi, dalam tabel di atas ada empat buah representasi
grup C2v, yakni 1, 2, 3 dan 4.
Tabel 4. 4 Opersai-simetri elemen-elemen grup C2v terhadap translasi dan rotasi.
C2v I C2 v v’ Representasi
z 1 1 1 1 1
Rz 1 1 -1 -1 2
x z
z
y x
z
y x
z
y x y x
z
y
v’ v C
2
I
-Rz -Rz Rz Rz
Rz
z
v’ v C2
I z z
z z
107
x, Ry 1 -1 1 -1 3
y, Rx 1 -1 -1 1 4
Selain kumpulan bilangan, kumpulan matriks dimungkinkan pula memenuhi tabel
perkalian. Sebagai contoh dalam Tabel 4.5 operasi elemen-elemen grup C3v terhadap
translasi dan rotasi.Terlihat, perkalian dua matriks memenuhi tabel perkalian dalam Tabel
4.3; jadi kumpulan matriks di atas membentuk representasi grup C3v.
Tabel 4. 5. Opersai elemen-elemen grup C3v terhadap translasi dan rotasi.
I C3 C32 va vb vc
z 1 1 1 1 1 1
Rz 1 1 1 -1 -1 -1
x,y
Rx, Ry
10
01
21
21
21
21
3
3
21
21
21
21
3
3
10
01
21
21
21
21
3
3
21
21
21
21
3
3
Dari contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa representasi suatu grup
adalah sekumpulan matriksberdimensi-1 (lihat Tabel 4.1),atau sekumpulan
matriksberdimensi-2 (lihat Tabel 4.3), atau matriks berdimensi lebih tinggi, yang
merumuskan operasi secara matematik terhadap suatu fungsi atau sekumpulan fungsi-
fungsi. Jadi, dimungkinkan memperoleh sebanyak mungkin representasi-representasi,
bergantung pada fungsi-fungsi yang dipilih.
Suatu representasi dapat direduksi atas bantuan transformasi similaritas. Misalkan
matriks BA, ….., masing-masing berukuran (nn), adalah representasi suatu grup. Jika
dengan matriks X dapat dilakukan transformasi similaritas, maka
2
11
0
0
A
AAXX ;
2
11
0
0
B
BBXX , dan seterusnya. (4.7)
11, BA adalah matriks-matriks berdimensi m, 22 , BA berdimensi (n-m) dan seterusnya.
Dengan demikian itu maka matriks-matriks BA, ….., disebut matriks tereduksi. Jika
selanjutnya 11, BA dan 22 , BA tak dapat lagi direduksi dengan suatu transformasi
similaritas, maka kumpulan matriks tersebut merupakan representasi yang tak tereduksi
(irreducible representation, IR). IR berdimensi-1 diberi simbol A atau B, yang
berdimensi-2 diberi simbol E dan yang berdimensi-3 diberi simbol T.
IR-IR suatu grup dapat dianalogikan dengan vektor-vektor basis dalam suatu
ruang. Dalam suatu ruang, suatu vektor dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari
vaktor-vektor basis; demikian pula halnya dengan suatu representasi grup. Suatu
representasi grup dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari IR-IR dalam grup itu;
jadi, jika {i } adalah IR-IR dalam suatu grup, maka representasi grup itu () adalah
i
iic (4.8)
di mana ci adalah bilangan bulat positif termasuk nol.
Jumlah elemen-elemen diagonal suatu matriks (nxn) disebut trace atau karakter
dari matriks itu dan diberi simbol . Karakter itu tidak berubah karena transformasi
similaritas. Oleh sebab itu, matriks-matriks yang menggambarkan operasi-operasi simetri
dari kelas yang sama mempunyai karakter yang sama pula. Misalnya, bilangan-bilangan
108
dalam Tabel 4. 4 merupakan matriks berdimensi-1, dan itu sudah merupakan IR-
IR.Dengan demikian maka tabel karakter grup C2v adalah seperti Tabel 4. 6.
Tabel 4. 6. Tabel karakter grup C2v.
I C2 v v’
A1 1 1 1 1 z x2,y
2,z
2
A2 1 1 -1 -1 Rz xy
B1 1 -1 1 -1 x, Ry xz
B2 1 -1 -1 1 y, Rx yz
Simbol bagi suatu IR berdimensi-1 adalah A atau B dan yang berdimensi-2 adalah E;IR
yang simetrik terhadap sumbu rotasi (C2) adalah A, dan yang antisimetrik adalah B.
Indeks 1 pada A1 menyatakan simetrik terhadap v dan indeks 2 menyatakan anti-
simetrik. Tabel 4.7 berikut adalah tabel karakter grup C3v.
Tabel 4.7. Tabel karakter grup C3v.
I 2C3 3v
A1 1 1 1 z x2+y
2+z
2
A2 1 1 -1 Rz -
E 2 -1 0 x, y,
Rx, Ry
x2-y
2,xy
xz, yz
Dalam tabel ini, 2C3 menyatakan C3 dan C32; hal ini bisa serentak dikelompokkan karena
dua operasi simetri dari kelas yang sama. Demikian pula 3v menyatakan va, vb, dan vc
merupakan tiga buah operasi simetri dalam kelas yang sama. E menyatakan IR
berdimensi-2. Jika molekul mempunyai pusat simetri seperti trans-dikloroetilen
dalamGambar 4.1b, indeks g digunakan pada IR jika karakter dari operasi inversi i sama
dengan +1, dan indeks u jika -1. Contohnya adalah tabel karakter C2h dalam Tabel 4.8
dan D2h dalam Tabel 4.9.
Tabel 4.8. Tabel karakter grup C2h.
I C2 h i
Ag 1 1 1 1 Rz x2,y
2,z
2,xy
Au 1 1 -1 -1 z -
Bg 1 -1 -1 1 Rx, Ry xz, yz
Bu 1 -1 1 -1 x, y -
Tabel 4.9 Tabel karakter grup D2h.
I C2(z) C2(y) C2(x) h(xy) h(xz) h(y
z)
i
Ag 1 1 1 1 1 1 1 1 - x2,y
2,
z2
Au 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 - -
B1g 1 1 -1 -1 1 1 -1 -1 Rz xy
B1u 1 1 -1 -1 -1 -1 1 1 z -
B2g 1 -1 1 -1 1 -1 1 -1 Ry xz
B2u 1 -1 1 -1 -1 1 -1 1 y -
109
B3g 1 -1 -1 1 1 -1 -1 1 Rx yz
B3u 1 -1 -1 1 -1 1 1 -1 x -
Seperti terlihat dalam tabel-tabel karakter di atas, hanya ada satu IR yang memiliki +1
untuk setiap operasi simetri. IR itu diberi simbol A (Ag jika ada pusat simetri) dan diberi
indeks seperti A1 atau A1g jika ada beberapa IR A (Ag).
Beberapa teorema penting yang berkaitan dengan IR-IR suatu grup adalah sebagai
berikut:
1. Jumlah IR dalam suatu grup, sama dengan jumlah kelas dalam grup itu.
2. Jumlah kuadrat dimensi IR-IR, {li}, suatu grup sama dengan order grup itu (h):
hli
i 2 (4.9)
3. Jumlah kuadrat karakter-karakter matriks dalam suatu IR ke-i, yang sesuai dengan
operasi simetri R, sama dengan order grup itu:
hRR
i 2
)( (4.10)
4. Karakter-karakter dari matriks-matriks suatu operasi simetri dalam IR-IR yang berbeda,
ortogonal satu sama lain:
ijj
R
i hRR )()( (4.11)
5. Dalam suatu representasi (tereduksi atau tidak), karakter-karakter semua matriks
dalam kelas yang sama adalah identik.
Andaikan (R) adalah karakter operasi simetri R dari suatu representasi tereduksi.
Sejalan dengan ungkapan dalam persamaan (4.11) maka (R) dapat dinyatakan sebagai
kombinasi linier dari karakter-karakter operasi itu dalam berbagai IR dari grup
bersangkutan:
i
ii RaR )()( (4.12)
di mana ai adalah bilangan bulat yang menyatakan berapa kali IR ke-i muncul dalam
representasi tereduksi. Koefisien ai itu dapat ditentukan sebagai berikut:
i R i
iijijii
R
j hahaRRaRR )()()()(
sehingga
R
ii RRh
a )()(1
(4.13)
4.3 Grup dan Fisika Kuantum
Untuk suatu sistem partikel yang memiliki Hamiltonian H dengan fungsi-fungsi eigen
non-degenerate dan energi E berlaku EH ˆ . Dalam kaitannya dengan simetri, jika
dua atau lebih partikel dipertukarkan melalui operasi simetri (R), Hamiltonian itu tidak
110
berubah. Jadi, sebelum dan sesudah operasi simetri, konfigurasi partikel tetap saja. Oleh
sebab itu Hamiltonian dan operasi simetri komut satu sama lain:
HRRH ˆˆ (4.14)
dan berlaku:
REHRRH i ˆˆ (4.15)
Jadi Radalah fungsi eigen bagi H . Jika adalah fungsi yang dinormalisasi, maka
dariRyang dinormalisasi berlaku:
1R (4.16)
Artinya, dengan setiap operasi simetri dari grup terhadap fungsi eigen yang non-
degenerate tersebut diperoleh representasi grup dengan matriks berdimensi-1, yakni 1.
Karena berdimensi-1 maka representasi itu irreducible. Jadi, dengan j(R) adalah karakter
IR ke-j untuk operasi R maka fungsi yang bertransformasi seperti IR ke-j adalah
R
jj RR )( (4.17)
Fungsi inilah yang disebut sebagai fungsi yang teradaptasi simetri (symmetry adapted
function).
Untuk fungsi-fungsi eigen yang degenerate, persamaan (4.16) tetap berlaku, tetapi
untuk memperoleh n buah fungsi-fungsi degenerate itu, harus dilakukan n kali prosedur
dengan fungsi-fungsi yang berbeda. Tetapi, fungsi-fungsi yang diperoleh pada
umumnya tidak ortogonal satu sama lain, sehingga diperlukan proses ortogonalisasi.
4.4 Perkalian Langsung
Misalkan {i} dan {i} dua kumpulan fungsi-fungsi yang merupakan basis untuk
representasi grup. Jika R adalah salah satu elemen dari grup itu maka
j j
jjiijjii bRaR ; (4.18a)
dan
lk lj
lkijkllkljkiji cbaR, ,
, (4.18b)
Kumpulan fungsi-fungsi {ij} yang disebut perkalian langsung (direct product) dari i
dan j, juga membentuk basis untuk representasi grup tersebut. Koefisien ckl,ij adalah
elemen dari matriks, sebutlah C, yang berorder (mn)(mn).
Karakter dari matriks C itu untuk elemen grup R adalah
lj lj
lljjjljlC RRbacR, ,
, )()()( (4.19)
Itu berarti bahwa karakter dari representasi hasil perkalian langsung dua kumpulan fungsi,
sama dengan perkalian karakter-karakter dari representasi-representasi yang berbasiskan
kedua kumpulan fungsi itu.
111
Sebagai contoh, perkalian langsung beberapa IR dalam grup C3v adalah sebagai
berikut:
Grup C3v
I 2C3 3v
A1 1 1 1
A2 1 1 -1
E 2 -1 0
Terlihat A1A2=A2, A22=A1, A1E= A2E=E, E
2= A1+A2+E.
Dua buah aplikasi penting dari perkalian langsung dikemukakan berikut ini. (1)
Elemen matriks dari hamiltonian:
dvHH jiij ˆ (4.20)
Hamiltonian H dari sistem elektron memiliki reprentasi simetrik penuh dari molekul
(misalnya A1 dalam C2v, dan Ag dalam C2h). Jadi, dari segi simetri persamaan (4.20) harus
memenuhi
)()()( 21 H (4.21)
Kedua, dalam persoalan transisi elektron, misalnya dari keadaan dasar o ke suatu
keadaan tereksitasi, misalnya n, peluang bertransisi sebanding dengan kuadrat momen
transisi yang diungkapkan dengan
dVM nn 00 (4.22)
Dalam persamaan ini û adalah operator dipol listrik yang diungkapkan dengan
komponen-komponenya )ˆˆˆ(ˆ zyxe , sehingga persamaan (4.22) dapat dinyatakan
atas komponen-komponennya secara terpisah:
dVxeM n
x
n ˆ
0
)(
0
dVyeM n
y
n ˆ
0
)(
0 (4.23)
dVzeM n
z
n ˆ
0
)(
0
Persamaan-persamaan di atas menyatakan bahwa transisi dapat terjadi melalui salah satu
dari ketiga komponen tersebut. Dalam kaitannya dengan gelombang elektromagnet yang
terabsorbsi/teremisi dalam transisi itu, medan listrik dari gelombang tersebut mempunyai
polarisasi yang arahnya sama dengan salah satu dari x, y, atau z. Jadi, jika hanya
dVzeM n
z
n ˆ
0
)(
00, maka transisi tersebut terkait dengan medan yang terpolarisasi
dalam arah-z.
Berdasarkan persamaan (4.23) di atas, maka dapat dikatakan bahwa salah satu dari
ketiga transisi tersebut dapat terjadi hanya jika representasi perkalian langsung n0
sama dengan representasi dari salah satu komponen x, y atau z; misalnya untuk
komponen-z berlaku:
)()()( 0 nz (4.24)
112
Dalam menetapkan representasi suatu fungsi keadaan, terlebih dahulu harus
diketahui konfigurasi elektron dari keadaan tersebut. Setiap orbital molekul memiliki
representasi sendiri, sehingga representasi suatu keadaan sama dengan representasi
perkalian langsung dari orbital-orbital molekul yang diduduki elektron-elektron
bersangkutan. Jika suatu orbital molekul yang memiliki representasi A1 dalam grup C2v,
maka setiap elektron yang menduduki orbital itu dinyatakan dengan representasi a1; untuk
dua elektron di orbital itu dinyatakan dengan representasi a1 a1 yang hasilnya dapat
dilihat dalam tabel karakter C2v.
Sebagai contoh, andaikan suatu molekul memenuhi grup C2v dengan struktur
elektronik keadaan dasar o dan tereksitasi 1, 2 seperti dalam gambar Gambar.4.7.
Gambar 4.7 Simetri setiap orbital molekul dalam berbagai keadaan.
Representasi masing-masing keadaan adalah:
11112211110 ))()(()( Aaaabbbbaa
22111211111 ))()()(()( Aaaabbbbaa
22111211112 ))()()(()( Baaaabbbaa
Selanjutnya, mungkin atau tidak mungkinnya transisi elektron dari keadaan o ke
keadaan 1 atau 2 diperiksa berdasarkan persamaan (4.24):
22110 )()()ˆ( AAA
22120 )()()ˆ( BBA
Berdasarkan tabel karakter C2v jelas bahwa 2)ˆ( A tidak menggambarkan
representasidari salah satu komponen x, y maupun z, sedangkan 2)ˆ( B
menggambarkan representasi komponen y; lihat Tabel 4.6. Jadi, transisi dari 0 ke 1,
tidak mungkin terjadi, sedangkan dari o ke 2 mungkin terjadi.
4.5 Beberapa contoh aplikasi
1. Orbital molekul Formaldehid
Molekul formaldehid memenuhi grup simetri C2v yang tabel perkaliannya seperti Tabel 4.
1 dan tabel karakternya sepreti Tabel 4. 4. Dalam pembentukan orbital molekul ditempuh
tiga tahap berikut.
(i) menentukan kombinasi linier dari orbital-orbital atom 1s dari kedua atom hidrogen.
5
3
4
2
1
5
3
4
2
1
b1
a1
b1
a1 5
3
4
2
1
b1
a1
b2
b1
a1
0 1
b2
b1
b2
b1
a1
2
a1
113
(ii) menentukan IR bagi orbital 2s, 2px, 2py dan 2pz masing-masing atom C dan O.
(iii) penggabungan hasil-hasil tahap (i) dan (ii).
Tahap pertama, gambarkanlah molekul formaldehid H2CO:
Karakter molekul ini untuk setiap operasi simetri I, C2(z), v(xz), dan v’(yz) adalah:
b
a
b
a
s
s
s
sI
1
1
1
1
10
01I I=2
001
10
1
1
1
1
222
C
a
b
b
aC
s
s
s
sC
001
10
1
1
1
1
vv
a
b
b
a
vs
s
s
s
210
01
1
1
1
1
'''
vv
b
a
b
a
vs
s
s
s
Dari hasil di atas diperoleh tabel karakter dari orbital-orbital atom hidrogen adalah:
I C2 v v’
(R) 2 0 0 2
Dari Tabel 4. 6 karakter grup C2v adalah
C2v I C2 v v’
A1 1 1 1 1 z x2,y
2,z
2
A2 1 1 -1 -1 Rz xy
B1 1 -1 1 -1 x, Ry xz
B2 1 -1 -1 1 y, Rx yz
Berdasarkan persamaan (4.13)
R
ii RRh
a )()(1
dan dari Tabel 4. 6 di atas berlaku:
112101012[012101012
012101012;112101012
41
41
41
41
21
21
BB
AA
aa
axa
Jadi, orbital-orbital 1s dari atom-atom hydrogen mempunyai representasi:
212121 1001 BABBAA
Artinya, ada sebuah fungsi teradaptasi simetri A1 dan sebuah teradaptasi simetri B2.
Fungsi-fungsi itu ditentukan sebagai berikut.Ambillah orbital 1sa sebagai awal
perhitungan, operasikan elemen-elemen grup C2v pada orbital itu, dan hasilnya adalah:
I C2 v v’
1sa 1sa 1sb 1sb 1sa
z H H
C
O y
114
Sesuai dengan persamaan (4.17), R
jj RR )( maka perkalian dengan IR A1
menghasilkan fungsi
)1()1(2
)1(1)1(1)1(1)1(11
ba
abbaA
ss
ssss
yang jika dinormalisasi menjadi,
baA ss 112
1
1
Selanjutnya perkalian dengan IR B2 diperoleh fungsi
)1()1(2
)1(1)1(1)1(1)1(12
ba
abbaB
ss
ssss
yang jika dinormalisasi menjadi
)11(2
1
2baB ss
Tahap kedua adalah menentukan IR bagi orbital-orbital 2s, 2px, 2py dan 2pz dari
atom karbon dan atom oksigen. Untuk orbital 2s dan 2pz berlaku:
;2)2(;2)2(;2)2(;2)2( '2 ssssssCssI vv
;2)2(;2)2(;2)2(;2)2( '2 zzvzzvzzzz ppppppCppI .
Jadi, transformasi orbital 2s dan 2pz memenuhi representasi A1.
;2)2(;2)2(;2)2(;2)2( '2 xxvxxvxxxx ppppppCppI
;2)2(;2)2(;2)2(;2)2( '2 yyvyyvyyyy ppppppCppI
Terlihat bahwa orbital 2px bertransformasi sesuai representasi B1 dan orbital 2py
bertransformasi sesai representasi B2.
Tahap ketiga adalah penggabungan hasil-hasil tahap pertama dan tahap kedua.
Dari seluruh transformasi yang telah dilakukan diperoleh pengelompokan seperti tabel
berikut:
IR Kedua atom H Atom C Atom O
A1 (1sa+1sb)/√2 2s, 2pz 2s, 2pz
B1 - 2px 2px
B2 (1sa-1sb)/√2 2py 2py
Dari tabel di atas diperoleh lima buah orbital molekul, yakni
)2()2(:
)2()2()2()2()11(2
1:
221221
154131211111
xOxC
zOOzCCba
pcpcB
pcscpcscsscA
115
)2()2()11(2
1: 33231332 yOyCba pcpcsscB
Orbital 1 yang bersimetri A1 adalah orbital bonding-, orbital 2 adalah orbital bonding-
bersimetri B1, sedangkan 3 yang bersimetri B2 adalah orbital nonbonding. Berdasarkan
hasil-hasil di atas, maka orbital anti-bonding-* bersimetri A1, dan orbital anti-bonding-
* bersimetri B1. Penggambaran sekaligus orbital-orbital tersebut diperlihatkan dalam
Gambar 4.8
Gambar 4.8 Orbital molekul-orbital molekul dari formaldehioda.
Sebagaimana telah diketahui, transisi elektron dari satu orbital ke orbital lainnya
dihitung berdasarkan momen transisi, misalnya dari keadaan dasar o ke keadaan terek-
sitasi 42 , yakni (*):
dv42024ˆ
Untuk mengetahui apakah transisi itu dapat terjadi atau tidak, maka persamaan di atas
diungkapkan sesuai dengan persamaan (4.24):
)()()ˆ( 420
Representasi suatu keadaan (konfigurasi elektron) merupakan perkalian representasi-
representasi orbital yang diduduki masing-masing elektron; jadi
11112211110 ))()(()( AAAABBBBAA
111112211142 )()()( AAAABBBBAA
maka
111)ˆ( AAA
Maka, transisi dari 2 ke 4 (*) terjadi hanya jika 1)ˆ( A ; ini mungkin terjadi
dengan komponen-z saja; lihat Tabel 4.6.
Untuk transisi elektron dari 0ke keadaan tereksitasi 43 (n*), harus
diperiksa representasi 43 yakni
221112111143 ))(()( AAAABBBBAA
sehingga
221)ˆ( AAA
n* *
n (3)
*(4)
(2)
*(5)
(1)
B2
B1
B1
A1
A1
116
Transisi ini tidak bisa terjadi karena 2)ˆ( A tidak memenuhi satupun dari representasi
komponen dipol x, y, atau z; dengan demikian maka transisi n* tidak dapat terjadi.
2. Orbital molekul NH3
Molekul ini memenuhi grup simetri C3v dengan tabel perkalian seperti Tabel 4.3 dan tabel
karakter seperti Tabel 4.7 (Chandra 1974).
Operasi simetri elemen-elemen grup ini terhadap orbital 1s dari atom-atom H adalah:
c
b
a
c
b
a
s
s
s
s
s
s
I
1
1
1
1
1
1
100
010
001
I I=3
0
001
100
010
1
1
1
1
1
1
333
C
a
c
b
c
b
a
C
s
s
s
s
s
s
C
0
010
001
100
1
1
1
1
1
1
23
2
3
2
3
C
b
a
c
c
b
a
C
s
s
s
s
s
s
C
1
010
100
001
1
1
1
1
1
1
vava
b
c
a
c
b
a
va
s
s
s
s
s
s
1
001
010
100
1
1
1
1
1
1
vbvb
a
b
c
c
b
a
vb
s
s
s
s
s
s
1
100
001
010
1
1
1
1
1
1
vcvc
c
a
b
c
b
a
vc
s
s
s
s
s
s
Jadi, karakter yang dihasilkan dari operasi simetri di atas adalah:
I 2C3 v
3 0 1
vb
va vc
Hc
Hb
Ha
N
117
Karakter C3v, seperti dalamTabel 4.7 adalah
I 2C3 3v
A1 1 1 1 z x2+y
2+z
2
A2 1 1 -1 Rz -
E 2 -1 0 x, y,
Rx, Ry
x2-y
2,xy
xz, yz
Berdasarkan persamaan (4.13) diperoleh
131021023
031121013
131121013
61
61
61
2
1
E
A
A
a
a
a
Maka orbital-orbital 1s dari ketiga atom H memenuhi representasi:
EA 1
Artinya, ada sebuah orbital teradaptasi simetri A1 dan dua buah teradaptasi simetri E
(karena IR dari E berukuran 2 x 2).
Untuk memperoleh kombinasi linier dari orbital-orbital 1s tersebutoperasikanlah
elemen-elemen grup pada orbital-orbital itu, misalnya
I C3 C32 va vb vc
1sa 1sa 1sb 1sc 1sa 1sc 1sb
1sb 1sb 1sc 1sa 1sc 1sb 1sa
1sc 1sc 1sa 1sb 1sb 1sa 1sc
Hasil perkalian dengan reperesentasi A1 lalu menjumlahkannya menghasilkan orbital
yang teradaptasi simetri:
)111(21
cbaA sss
yang jika dinormalisasi menjadi
)111(3
1
1cbaA sss
Selanjutnya, perkalikan representasi E dengan tabel di atas. Karena E berdimensi dua
maka dalam tabel di atas disediakan dua baris operasi simetri. Hasil perkalian dengan
representasi E pada baris pertama tabel, akan menghasilkan fungsi: baE ss 1)1(21
cs1 yang jika dinormalisasi menjadi
]11)1(2[6
11 cbaE sss
sedangkan dengan baris kedua dari tabel yang sama diperoleh
118
]11)1(2[6
12 cabE sss
Baris ketiga dalam tabel operasi di atas tidak diperlukan, karena hasilnya akan sama
dengan yang sebelumnya.Kedua fungsi tersebut tidak ortogonal; untuk itu gunakan
ortogonalisasi Schmid, di mana kedua fungsi tersebut dinyatakan sebagai:
1E dan 12'2 EEE c
dengan mana
21
61
21 )122( dvc EE .
Sehingga, hasil setelah normalisasi adalah
]11[2
1'2 cbE ss
Selanjutnya operasi elemen-elemen grup terhadap orbital-orbital atom 2s, 2px, 2py
dan 2pz dari atom N, adalah sebagai berikut. Representasi yang sesuai bagi orbital-orbital
2s dan 2pz, adalah A1. Sedangkan orbital 2px dan 2py, karena terletak pada sumbu-x dan –
y representasi bagi keduanya adalah E. Jadi secara keseluruhan dapat ditabelkan sebagai
berikut:
IR Ketiga atom H N
A1 (1sa+1sb+1sc)/3 2s, 2pz
E [2(1sa)-1sb-1sc]/6
(1sb-1sc)/ 2
2py
2px
Jadi, orbital-orbital molekul NH3 adalah:
)2(")]11)1(2)[[("
)2(')]11([':
)2()2()]111)([(:
261
13
221
12
3231
111
ycba
xcb
zcba
pcsssc
pcsscE
pcscssscA
Selanjutnya, koefisien-koefisien c ditentukan dengan cara biasa, yakni dengan persamaan
sekuler.
119
Soal-soal
4.1 Tentukanlah semua operasi simetri yang mungkin pada masing-masing molekul (a)
H2S, (b)CHF3, (c)HOCl, (d)CH2F2.
4.2 Tentukanlah operasi-operasi simetri dalam molekul-molekul berikut, dan tentukan
pula grup simetrinya. (a) CH4, (b) CH3F, (c) CH2F2.
4.3 Tentukanlah operasi-operasi simetri dalam molekul-molekul berikut, dan tentukan
pula grup simetrinya. (a) CH2=CH2, (b) CH2=CHF, (c) CH2=CF2.
4.4 Tentukanlah orbital-orbital molekul dari molekul-molekul: (a) CH2=CH2, (b)
CH2=CHF, (c) CH2=CF2.
4.5 Tentukanlah represenrasi irredusibel dari orbital-orbital atom s, px, py, pz dalam grup
simetri C2v.
4.6 Molekul H2O (lihat gambar) memenuhi grup C2v dengan sumbu-z sebagai sumbu
rotasi.Pada setiap atom H ada orbital atom 1s, pada atom O ada orbital atom 2s, 2px,
2py dan 2pz. Tentukanlah orbital-orbital molekul H2O.
a. Apakah IR untuk orbital-orbital atom s, p, d dalam grup simetri D6h?
b. Gambar di bawah ini adalah vibrasi normal molekul air. Gunakanlah grup simetri C2v
untuk modus-modus itu dan tentukanlah IR-IR-nya.
c. Fungsi f1 mempunyai simetri berkaitan dengan IR E2 dan fungsi f2 dengan IR A1
dalam grup simetri C6v. Tunjukkan bahwa 𝑓1𝑥𝑓2 𝑑𝜏 = 0.
d. Fungsi keadaan dasar H2O mempunyai IR A1 dalam grup simetri C2v. Tentukanlah
IR-nya pada keadaan tereksitasi yang menyerap cahaya terpolarisasi linier (a) x, (b)
y, (c) z.
z
x
y
H H
O
120
BAB 5
MOLEKUL DIATOMIK
Molekul diatomik adalah molekul dengan dua buah inti atom seperi H2 dan LiH.
Pembahasan diawali dengan mengemukakan konsep orbital molekul dan fungsi keadaan
molekul untuk menentukan energi molekul. Dalam perhitungan energi molekul akan
ditemui interaksi elektron-elektron yang akan memperumit proses perhitungan. Itu diatasi
dengan memperkenalkan aproksimasi Hamiltonian efektif; namun aproksimasi itu akan
menghilangkan korelasi elektron. Untuk menghadirkan kembali korelasi tersebut harus
digunakan interaksi konfigurasi.
5.1 Aproksimasi Born-Oppenheimer
Sebuah molekul terdiri dari inti-inti yang secara serentak dikelilingi oleh elektron-
elektron. Untuk kemudahan pmbahasan, tinjaulah sistem dari dua buah inti masing-
masing pada posisi X1 dan X2 dan sebuah elektron pada posisi x. Hamiltonian sistem itu
adalah
),,(22
ˆ21
2,12
22
2
22
XXxVXMxm
Hi ii
(5.1)
Misalkan fungsi gelombang sistem adalah (x, X1,X2) sehingga persamaanSchrödinger
adalah
),,(),,(ˆ2121 XXxEXXxH (5.2)
Selanjutnya andaikan n(X1, X2) adalah fungsi gelombang inti-inti dan e(x, X1, X2)
fungsi gelombang elektron; maka fungsi gelombang molekul adalah
),(),,(),,( 212121 XXXXxXXx ne (5.3)
Dengan Hamiltonian dalam persamaan (5.1), fihak kiri dari persamaan Schrödinger (5.2)
adalah
ne
i i
ne
i
e
n VXMxm
H
2,12
22
2
22
22ˆ
(5.4)
i
n
i
e
i
e
n
i
n
ene
iXXXXX
2
2
2
2
2
2
2
ne
i i
n
i
e
i
e
n
i
n
een VXXXXMxm
H
2,12
2
2
2
1
2
2
22
222
ˆ
ne
i
n
i
e
i
en
i ii
n
i i
ene VXXXMXMxm
2222 2
2
2,1
2
2
2
2,1
2
2
22
Karena massa inti jauh lebih besar maka suku ketiga cukup kecil dan bisa diabaikan.
Maka
neneee
i
n
i i
EVxmXM
2
22
2
2
2,1
2
22
(5.5)
121
Terlihat, untuk posisi inti-inti yang tetap, suku pertama sama dengan nol sehingga berlaku
eee EVxm
2
22
2
(5.6)
Persamaan (5.6) merupakan persamaan Schrödinger untuk elektron dalam potensial inti-
inti V yang bergantung pada posisi inti-inti yang tetap. Aproksimasi derngan massa inti-
inti yang jauh lebih besar daripada masa elektron dan posisi inti-inti yang tetap disebut
aproksimasi Born-Oppenheimer.
5.2 Teori Orbital Molekul
Dalam teori orbital molekul elektron-elektron dipandang menempati orbital-orbital
molekul yang meluas ke seluruh inti-atom di dalam molekul tersebut. Penempatan
elektron dalam orbital-orbital tersebut dimulai dari tingkat energi yang paling rendah
mengikuti prinsip Pauli.Bertitik tolak dari pandangan bahwa hanya elektron-elektron
valensi yang berperan dalam ikatan antar atom, maka orbital-orbital atom yang ditempati
oleh masing-masing elektron valensi berkontribusi di dalam suatu orbital molekul. Untuk
itu Roothaan (1951) mengemukakan bahwa suatu orbital molekul bisa dipandang sebagai
kombinasi linier dari seluruh orbital atom yang ditempati oleh elektron-elektron valensi
(linear combination of atomic orbitals, LCAO). Jika orbital-arbital atom dari N buah
elektron valensi adalah φ1, φ2, φ3,……,φN, maka orbital molekulke-ndapat dibentuk
seperti:
.,..........,2,1; Njcj
jjnn (5.7a)
di mana cnj adalah koefisien bagi orbital atom jdi dalam orbital molekul n. Dengan N
buah orbital atom itu, diperoleh N buah orbital molekul.
Jika suatu orbital molekul dinormalisasi, maka dipenuhi 1* dv sehingga
berlaku
1* i j
ijjnin Scc (5.7b)
dengan
dVS jiij * (5.7c)
disebut integral overlap.
Dalam keadaan dasar seperti diperlihatkan pada Gambar 5.1, untuk N yang genap
maka sesuai dengan prinsip Pauli, ½N buah orbital molekul saja yang diisi elektron, mulai
Gambar 5.1 Orbital-orbital molekul dalam keadaan dasar dengan pengisianelektron sesuai
prinsip Pauli.
N/2+2
N/2(HOMO)
1
N/2-1
N/2+1(LUMO)
N/2+2
N
1
N/2-1
N/2
N
N/2+1
122
dari tingkat energi paling rendah. Inilah yang disebut sel tertutup (closed shell).
Orbital N/2 merupakan highest occupied molecular orbital (HOMO) dan N/2+1
merupakan lowest unoccupied orbital molecule (LUMO).
Setelah dapat menetapkan orbital-orbital molekul, selanjutnya fungsi gelombang
atau fungsi keadaan molekul diungkapkan sebagai determinan Slater(1929) dari seluruh
orbital molekul-spin. Orbital molekul ke-n, 𝜓𝑛 , yang ditempati oleh elektron ke-𝜇 dengan
fungsi spin 𝜒 dituliskan seperti 𝜓𝑛 𝜇 𝜒(𝜇). Jadi, fungsi keadaan dasar molekul dengan
jumlah elektron N yang genap adalah:
)()()......()()()()()()()(
.....................................................................................................
)2()2(......)....2()2()2()2()2()2()2()2(
)1()1(........)....1()1()1()1()1()1()1()1(
!
1
2/2211
2/2211
2/2211
NNNNNNNNNN N
N
N
oN
(5.8)
Fungsi keadaan di atas telah memenuhi syarat antisimetrik bagi sistem elektron sebagai
fermion. Untuk orbital molekul 𝜓𝑛 , yang harus ditentukan adalah koefisien-koefisien
{cnj} dalam persamaan (5.7a), sekaligus dengan energi yang berkaitan dengan orbital
molekul bersangkutan, n.
Misalkan )(ˆ F adalah Hamiltonian efektif elektron tunggal ke-μ maka berlaku
persamaan Scchrödinger,
)()()(ˆ F (5.9)
adalah energi orbital molekul. Selanjutnya, dengan menggunakan persamaan (5.7a)
diperoleh persamaan sekuler
NjicSF j
j
ijij ,.....,2,1,;0)( . (5.10a)
dengan
dVSdVFF jiijjiij ;ˆ (5.10b)
Dalam bentuk matriks, persamaan (5.10a) adalah
0...
........
.....................................................................
...........
............
2
1
2211
2222222121
1112121111
NNNNNNNNN
NN
NN
c
c
c
SFSFSF
SFSFSF
SFSFSF
(5.10c)
Daripersamaan seperti (5.10b) di atas berlaku determinan berikut:
0
........
.....................................................................
...........
............
2211
2222222121
1112121111
NNNNNNNN
NN
NN
SFSFSF
SFSFSF
SFSFSF
(5.11)
123
Jika semua Fijdan Sijdiketahui maka dari determinan itu akan diperoleh N buah harga
energi orbital molekul: 1, 2,….., N. Selanjutnya, dengan mensubstitusikan setiap harga
energi n ke persamaan (5.10c) dan mengingat normalisasi dalam persamaan (5.7b) akan
dihasilkan satu set harga-harga koefisien, yakni c1n, c2n, ….,cNn dengan mana fungsi n
dibentuk berdasarkan persamaan (5.7a) yakni
N
i
iinn c1
.
Jika orbital-rbital atom i ortonormal maka persamaan (5.7b) menjadi lebih
sederhana, yakni
lainnya.0
;jika1*
jicc
ij
ijjnin (5.12a)
Persamaan sekuler (5.10b ) menjadi sederhana pula,
0...
..........
..............................................
..........
...........
2
1
21
22221
11211
NNNNN
N
N
c
c
c
FFF
FFF
FFF
(5.12b)
dan determinan
0
..........
..............................................
..........
...........
21
22221
11211
NNNN
N
N
FFF
FFF
FFF
(5.12c)
Persamaan (5.12) di atas sangat mudah diselesaikan dengan menggunakan MATLAB.
5.3 Molekul Ion Hidrogen
Molekul ion
2H mempunyai dua inti proton, sebutlah a dan b dengan sebuah elektron
seperti diperlihatkan dalam Gambar 5.2. Dalam keadaan dasar elektron menempati
orbital-orbital atomas1 dan
bs1 . Dengan kedua orbital atom itu, dibentuk orbital molekul
seperti
bsas cc 1211 (5.13)
dengan c1 dan c2 akan ditentukan kemudian.
Gambar 5.2Molekul ion hidrogen.
Dengan hanya sebuah elektron maka Hamiltonian ion hidrogen adalah:
b
-e
a
+e +e
ra rb
R
124
boao r
e
r
e
mH
442ˆ
222
2
(5.14)
Selanjutnya, sesuai dengan persamaan (5.10c), persamaan sekuler adalah
0
2
1
2221
1211
c
c
HSH
SHH
(5.15a)
dengan
dvS
dvHH
ji
jiij
*
* ˆ
(5.15b)
Determinan adalah
0
2221
1211
HSH
SHH
Karena H11=H22, dan H12=H21, maka diperoleh
0)()( 2
12
2
11 SHH )( 1211 SHH
sehingga kedua harga energi orbital molekul adalah
S
HH
S
HH
1;
1
12112
12111 (5.16)
Dengan mensubstitusikan masing-masing energi ke persamaan sekuler (5.15a) dan
menggunakan normalisasi seperti dalam persamaan (5.7b) akan diperoleh
Scc
Scc
22
1;
22
122122111
(5,17)
Selanjutnya orbital molekul masing-masing energi 1 dan 2 adalah
ba
ba
ss
ss
S
S
112
111
22
1
22
1
(5.18)
125
Contoh 5.1 Perhitungan S, H11 dan H12.
a) S
dVSba ss 11
Dengan orbital atom oar
os ea/2/3
1
1
dari hidrogen, lihat persamaan (2.50a), maka
dVeadVS oba
ba
arr
oss
/)(3
11
1
(5.19)
Integral dapat diselesaikan dengan transformasi ke koordinat elliptik; lihat Gambar 5.3.
Gambar 5.3 Molekul ion hidrogen dalam koordinat elliptik.
Hubungan antara koordinat Cartesian dan elliptik adalah sebagai berikut.
20;11;1
;)(
;sin)1)(1(
;cos)1)(1(
;
223
81
2122
21
22
21
v
ddvdvRdV
vRzvRy
vRx
R
rrv
R
rr baba
(5.20)
Dengan demikian maka integraloverlap dalampersamaan (5.19) menjadi
1
/
3
3
1
2/
3
3
1
1
1
1
1
22/
3
3
1
1
1
2
0
22/
3
3
1
1
1
1
1
22/
3
3
624
)(84
dea
Rde
a
Rddvvdve
a
R
ddvvdea
Rddvvdve
a
RS
ooo
oo
aR
o
aR
o
aR
o
aR
o
aR
o
Hasilnya adalah :
oaR
oo
ea
R
a
RRS
/
2
3
11)(
(5.21)
b a
(0,0,-½R)
(,υ,)
x
z
y
ra rb
0 (0,0,½R)
126
b) H11
as
abboaoe
s
ss
dVR
e
r
e
r
e
m
dVHH
aa
aa
1
0
2222
2*1
1*111
4442
ˆ
as
bo
sas
aoe
s dVr
edV
r
e
m aaaa 1
2*
11
22
2*
1442
Suku pertama adalah energi keadaan dasar atom hidrogen, EH=-13,6 eV, sehingga
PEH H 11 (5.22a)
dan Padalah
as
bo
s dVr
eP
aa 1
2*
14
.
Dengan menggunakan orbital atom hidrogen 1s maka
a
b
ar
o
as
b
s
o
dVr
eae
dVr
eP oa
aa
1
4
1
4
/2
2
3
0
2
11
2
Dalam koordinat elliptik P itu adalah
1
1 1
/)(2
2
32
223
/)(
2
32
)(4
2
4
)(8)(
2
4
dvdveRae
ddvdvR
vRe
aeP
o
o
aR
o
o
aR
o
o
oaR
o
ea
R
R
eP
/2
0
2
114
(5.22b)
c) H12
dVr
e
r
e
m
dVHH
ba
ba
s
boaoe
s
ss
1
222
2
1
1112
442
ˆ
dVr
edVE
dVr
edV
r
e
m
baba
baba
s
b
s
o
ssH
s
b
s
o
s
aoe
s
11
2
11
11
2
1
22
2
1
1
4
1
442
QSEH H 12 (5.23a)
127
1
1 1
/232
223
/
3
2
/)(
3
2
11
2
)(4
2
4
)(8)(
21
4
11
4
1
4
dvdveRae
ddvdvR
vRe
a
e
dVr
ea
edV
r
eQ
o
o
oba
ba
aRo
o
aR
oo
b
arr
oo
s
b
s
o
oaR
oo
ea
R
a
eQ
/
0
2
14
(5.23b)
Dari hasil-hasil perhitungan di atas tampak bahwa S, P dan Q bergantung hanya pada
jarak antara kedua proton saja. Substitusi H11, H22 dan H12 ke persamaan (5.16)
menghasilkan
S
QPE
S
QPE
H
H
1
1
2
1
(5.24)
Karena P, Q dan S adalah besaran-besaran positif maka 1<2; jadi 1 adalah energi rbital
molekul 1 dan 2 adalah energi orbital molekul 2. Energi orbital sebagai fungsi jarak
antara kedua inti, R, diperlihatkan dalam Gambar 5.4. Terlihat, energi orbital molekul 1
mencapaiminimum jika jarak antara inti R≈2,5 a0=1,33 Å. Pada jarak itu 1=-18,08 eV
dan 2=-7,90 eV.
Gambar 5.4 Energi orbital molekul ion hidrogen; EH=-0.5 au, energi 1 au=27,2 eV,
jarak 1 au=0,53 Å.
Penggambaran energi-energi orbital berikut orbital molekul bersangkutan sesuai
dengan persamaan (5.18) adalah seperti Gambar 5.5. Orbital molekul 1 disebut bonding
dan 2 disebut anti-bonding.
Energi molekul ion H2 dihitungsebagai berikut. Karena hanya ada satu elektron,
maka orbital molekul 1 merupakan keadaan dasar, sehingga energi ion itu adalah
-0.1
-0.05
0
0.05
0.1
0 2 4 6 8 10
2
1
R (au)
-EH(au)
0
128
Gambar 5.5 a) Energi-energi orbital molekul, dan b)penggambaran orbital molekul.
dVR
e
r
e
r
e
m
dVHE
oboao
1
2222
2*
1
1
*
10
4442
ˆ
dV
r
e
r
e
mS baba ssboaoe
ss 11
222
2*1
*1
44222
1
dVr
e
dVr
edV
r
edV
r
e
dVr
e
mdV
r
e
m
dVr
e
mdV
r
e
mS
ab
babbaa
abba
bbaa
s
bo
s
s
bo
ssao
ssbo
s
sao
ss
bo
s
sbo
ssao
s
*1
2*1
1
2*11
2*11
2*1
1
22
2*11
22
2*1
1
22
2*11
22
2*1
4
444
4242
424222
1
)(2)1(222
1QPSE
SH
atau
101
S
QPEE H (5.25)
Kerapatan elektron pada setiap orbital molekul adalah 2
1 dan 2
2 . Dengan
persamaan (5.18) diperoleh,
S
S
baba
baba
ssss
ssss
22
2
;22
2
11
2
1
2
12
2
11
2
1
2
12
1
(5.26a)
Pada titik tengah antara inti a dan inti b, ataura=rb=1/2 R , ba ss 11 kerapatan itu adalah
a) b)
2
1
2 (anti-bonding)
1 (bonding)
129
0;1
2 2
2
2
12
1
S
as. (5.26b)
Jadi, jika elektron berada di titik ra=rb maka elektron itu menempati orbital molekul 1
dan kerapatannya maksimum.Tarikan dari kedua inti terhadap elektron membuat keadaan
menjadi stabil.
5.4 Molekul Hidrogen dalam Keadaan Dasar
Seperti diperlihatkan oleh Gambar 5.6 a), molekul H2 mempunyai dua elektron yang
masing-masing bergerak dalam potensial dua inti (proton) dan potensial antara mereka.
Karena molekul ini dibangun dari dua atom H, sebutlah Ha dan Hb, maka molekul ini
memiliki dua buah orbital molekul, seperti diperlihatkan dalam Gambar 5.6 b).
Gambar 5.6 (a) Molekul hidrogen, dan (b) struktur elektronik.dalam keadaan dasar.
Dalam keadaan dasar kedua elektron menduduki orbital molekul 1 dengan spin
dan seperti diperlihatkan oleh Gambar 5.6(b). Karena total spin S=0 (singlet), maka
fungsi gelombang keadaan dasar molekul H2 adalah:
)2()1()2()1()2()1(2
1
)2()2()2()2(
)1()1()1()1(
2
1
11
11
11
o
(5.27a)
Orbital molekul dengan 1 sama dengan persamaan (5.18),
ba ss
S111
22
1
(5.27b)
Secara lengkap, Hamiltonian elektron-elektron dalam molekul H2 adalah:
12
2
4)2(ˆ)1(ˆˆ
r
eHHH
o
cc
(5.28a)
dengan
bar
e
mH
o
c ,;2,1;42
)(ˆ2
22
(5.28b)
(b)
2
1 1
2
b
(a)
r12 1
rb1
ra1
-e 2
a
-e
+e +e
ra2 rb2
R
130
Energi keadaan dasar molekul H2 dihitung sebagai berikut.
dVHE ooˆ
0. (5.29)
)1()2()2()1()1()2()2()1(
)2()1(4
)2(ˆ)1(ˆ)2()1( 2111
12
2
1121
0
dVdV
r
eHHE
o
cc
2111
12
2*1
*1
21*111
*121
*111
*1
(2)(1)4
)2((1)
(2)(2)ˆ(2)(1)(1)(2)(2)(1)(1)ˆ(1)
dVdVψψrπε
eψψ
dVψHψdVψψdVψψdVψHψ
o
cc
Karena 1(2)(2)(1)(1) 21
*
111
*
1 dvψψdvψψ , maka persamaan di atas dapat dituliskan
seperti
1210 2 JE (5.30)
dengan
S
QPE
dVψHψdVψHψ
H
cc
1
)2()2(ˆ)2()1()1(ˆ)1( 21
*
111
*
11
(5.31a)
yang sama dengan (5.24) dan J12 adalah energi interaksi antara kedua elektron:
2111
12
2*1
*112 )2()1(
4)2()1( dVdVψψ
r
eψψJ
o
(5.31b)
Energi keadaan dasar pada persamaan (5.25) dari molekul ion H2 yang memiliki satu
elektron adalah energi orbital molekul 1 . Jika dibandingkan dengan energi keadaan dasar
pada persamaan (5.30) dari molekul H2 yang memiliki dua elektron, energi itu tidak
sekedar dua kali 1 tapi juga mendapat tambahan energi dari interaksi antara kedua
elektron J12. Interaksi ini merupakan energi potensial Coulomb dan J12 disebut integral
Coulomb elektro-elektron.
Perhitungan untuk integral Coulomb elektron-elektron dalam persamaan (5.31b)
adalah sebagai berikut.
dVdVψψr
eψψJ
o
111
12
2*1
*112 )2()1(
4)2()1(
211111
12
2
1111
2
)2()2()1()1(
4)2()2()1()1(
22
1
dVdV
r
e
S
baba
baba
ssss
o
ssss
131
bbbbbabbabbbaabbbbbababaabbaaaba
bbabbaabababaaabbbaabaaaabaaaaaaS
dVdV
r
e
S
bbabbaaa
bbabbaaa
ssssssss
o
ssssssss
2
2111111111
12
2
11111111
2
22
1
)2()1()2()1()2()1()2()1(
4)2()1()2()1()2()1()2()1(
22
1
Karena aaaa = bbbb , bbaa = aabb , abaa = aaab = bbab = aaba maka hasil
diatas dapat dinyatakan sebagai berikut.
abababaabbaaaaaaS
J 482222
12
12
(5.32)
Suku pertama dalam peramaan (5.32) adalah integral satu pusat seperti yang telah
diturunkan untuk atom helium, yakni
00
2
2111
12
2*
1
*
148
5)2()1(
4)2()1(
a
edVdV
r
eaaaa
aaaa ss
o
ss
(5.33a)
Suku kedua merupakan integral Coulomb dua pusat,
0
22
00
2
2111
120
2*
1
*
1
/;6
1
4
3
8
111
2
11
4
)2()1(4
)1(
aRea
e
dVdVr
ebbaa
baaa ssss
(5.33b)
Suku ketiga adalah integral campuran dua-pusat
0
3
00
2
2111
12
2*
1
*
1
/;8
5
4
1
8
5
4
12
2
1
4
)2()1(4
)2()1(
aReea
e
dVdVr
eabaa
baaa ss
o
ss
(5.33c)
dan suku keempat adalah integral tukar dua-pusat
2111
12
2*1
*1 )2()1(
4)2()1( dvdv
r
eabab
bbba ss
o
ss
0
00
2
/;)()(5
1
4aRBA
a
e
132
0232
12
12
3
13
4
23
8
25)(
')2(2)4(ln6
)(
eB
SSESESA
Eulerkonstanta57722,0
;)(
1)('
1
23
1
x
z
dzz
exE
eSS
(5.33d)
Integral-integral tersebut di atas dapat dilihat dalam Atkins et al. (2005).
Karena dua-pusat, maka mulai suku kedua hingga suku keempat bergantung pada
jarak antara kedua inti (R) seperti terlihat dalam persamaan (5.33b-d) sehingga jika
Rsuku-suku itu menuju nol dan yang tersisa di dalam J12 hanyalah suku pertama saja.
Jadi, untuk R energi total menjadi:
aaaaEE Ho2
12 . (5.34)
Semestinya, jika R, molekul H2berdisosiasi dan berubah menjadi dua atom H dan
energinya menjadi 2EH saja. Jadi, cara perhitungan di atas tidak dapat menunjukkan
disosiasi molekul secara benar. Penjelasan tentang ketidak sesuaian tersebut adalah
sebagai berikut. Fungsi keadaan dalam persamaan (5.27a), bagian ruangnya dapat
dituliskan sebagai berikut:
)2()1()2()1()2()1()2()1()1(2
1
)2()2()1()1()1(2
1)2()1(
11111111
111111
abbabbaa
baba
ssssssss
sssso
S
S
(5.35)
Suku pertama menyatakan kedua elektron berorientasi pada inti-a, tidak ada yang
berorientasi pada inti-b. Kedaan ini dapat disebut sebagai: ba HH . Hal yang sama
dengan suku kedua: ba HH . Suku ketiga dan keempat menggambarkan keadaan di mana
kedua inti membagi kedua elektron. Jadi, suku pertama dan kedua meggambarkan
keadaan ionik dan sisanya menggambarkan keadaan kovalen, yakni
2
1111
22
)2()1()2()1(
S
bsbsasas
ion
(5.36a)
2
1111
22
)1()2()2()1(
S
bsasbsas
kov
(5.36b)
sehingga fungsi keadaan molekul menjadi:
133
)()1(2
)1(2 2
ionkovoS
S
(5.36c)
Fungsi gelombang ini memperlihatkan bobot yang sama bagi struktur ionik dan struktur
kovalen. Hal ini bertentangan dengan fakta di mana kejadian struktur ionik sangat kecil
kemungkinannya karena H2 adalah nonpolar. Lagipula, jika satu elektron berada di suatu
titik disekitar salah satu inti, maka peluang elektron lainnya untuk datang mendekati
elektron pertama cukup sangat kecil, karena adanya gaya tolak Coulomb. Jadi, posisi
elektron-elektron dalam suatu sistem elektron jamak seharusnya terkorelasi; oleh sebab
itu, fungsi gelombang yang benar adalah fungsi yang memperhitungkan korelasi
elektron. Di lain fihak, fungsi kov memperlihatkan korelasi elektron; bila satu elektron
berada di dekat inti-a maka elektron lain berada didekat inti-b. Dengan memandang
fungsi ini sebagai fungsi keadaan dasar, maka energi total adalah seperti :
22
12
2
11
)(22
4)2(ˆ)1(ˆ
S
ababbbaa
S
SQPE
dVr
eHHE
H
kov
o
cckovo
(5.37)
dan penggambarannya seperti dalam Gambar 5.7 b.Sekarang jelas bahwa kecuali suku
pertama, suku-suku lain bergantung pada R dan menuju nol jika R. Ungkapan fungsi
keadaan seperti di atas sesuai dengan yang dikemukakan oleh teori ikatan valensi.
Gambar 5.7 Energi H2 dalam keadaan dasar, (a) berdasarkan persamaan (5.30) dan,
(b) berdasarkan persamaan (5.37).
5.5 Interaksi Konfigurasi
Energi keadaan dasar molekul H2 dalam persamaan (5.34) atau Gambar 5.7a
menunjukkan tidak menuju 2EH meskipun jarak antar inti R. Hal ini merupakan
akibat dari terabaikannya korelasi elektron dalam funggsi gelombang keadaan dasar.
Dalam metoda orbital molekul korelasi antara elektron-elektron dapat diperhitungkan
melalui interaksi konfigurasi, seperti yang akan dikemukakan di bawah ini untuk kasus
molekul H2.
Dalam keadaan dasar kedua elektron menempati orbital molekul 1.Fungsi
gelombang keadaan dasar itu seperti dalam persamaan (5.27)
)1()2()2()1()2()1(2
1110 (5.38)
Ro
2EH
Eo
R
(b)
(a)
134
Kedua elektron dapat pula dieksitasikan ke orbital molekul 2.Fungsi keadaan eksitasi ini
adalah
)1()2()2()1()2()1(2
1222 (5.39)
Kedua fungsi di atas dipakai sebagai basis untuk membentuk persamaan sekuler. Dalam
hal ini berlaku 0ˆ20 dvHS e .
Dterminan sekuler seperti dalam persamaan (5.28b)
adalah sebagai berikut.
0
2220
0200
EHH
HEH
(5.40)
atau
2
4)()( 2
02
2
22002200 HHHHHE
(5.41)
di mana )0(
1210000 2ˆ JVdHH e (5.42a)
)2(
1222222 2ˆ JVdHH e (5.42b)
122122
12
11
2
2002
)2()1(1
)2()1(4
ˆ
KVdVdr
e
VdHH
o
e
(5.42c)
Dalam persamaan (5.41) energi keadaan dasar diperoleh dengan memilih tanda negatif.
Untuk R akan diperoleh
aaaaEHH
aaaaKJJ
Hoo 21
22
21
12)2(
12)0(
12
2
(5.43)
sehingga untuk R energi dalam persamaan (5.41) adalah E0=2EH seperti diperlihatkan
oleh Gambar 5.7b. Jadi, kelemahanmetoda orbital molekul dapat diatasi dengan
memperhitungkan korelasi elektronmelalui interaksi konfigurasi.
5.6 Molekul Hidrogen dalam Keadaan Tereksitasi
Berdasarkan teori orbital molekul, molekul H2 memiliki dua orbital molekul 1 dan 2
seperti diperlihatkan dalam Gambar 5.6b. Dalam keadaan dasar kedua elektron
menduduki orbital 1. Keadaan eksitasi pertama diungkapkan dengan menempatkansatu
elektron di 2. Sehubungan dengan spin, ada dua kemungkinan yang dapat terjadi seperti
diperlihatkan dalam Gambar 5.8, paralel (S=1, triplet) atau anti-paralel (S=0, singlet).
Gambar 5.7 Dua kemungkinan posisi spin elektron dalam keadaan tereksitasi,
(a) singlet, dan (b) triplet.
(b) (a)
1
2
135
Seperti sudah disingung sebelumnya, fungsi gelombang keadaan singlet
mengandung fungsi spin antisimetrik sehingga fungsi ruangnya harus simetrik. Dengan
demikian, maka fungsi keadaan tereksitasi singlet secara lengkap adalah:
)2()2()2()2(
)1()1()1()1(
)2()2()2()2(
)1()1()1()1(
2
1
)2()1()2()1()1()2()2()1(2
1
21
21
21
21
2121
1
(5.44)
Untuk keadaan tereksitasi triplet, fungsi keadaan tereksitasi itu adalah salah satu
dari tiga buah fungsi yang mungkin, yakni
)2()1(
)2()1()2()1(2
1
)2()1(
)1()2()2()1(2
12121
3
(5.45)
Ketiga fungsi gelombang tersebut memiliki energi yang sama (degenerasi rangkap tiga).
Karena multiplisitas spinnya lebih tinggi, maka menurut aturan Hund energi keadaan
eksitasi triplet lebih rendah daripada keadaan eksitasi singlet.
Energi keadaan tereksitasi singlet adalah:
dVHEex 111 ˆ
yang dapat dihitung sebagai berikut.
)2()1()2()1()2()1()2()1(
)1()2()2()1(ˆ)1()2()2()1( 2121212121411
dVdVHE eex
432121
2121212121211 )1()2()2()1(ˆ)1()2()2()1(
IIII
dVdVHE eex
(5.46)
2121
12
2
21
2121211
)2()1(]4
)2(ˆ)1(ˆ)[2()1(
)2()1(ˆ)2()1(
dVdVr
eHH
dVdVHI
o
cc
1221
2121
12
2
21
111222222111
)2()1(4
)2()1(
)1()1()2()2(ˆ)2()2()2()1()1(ˆ)1(
J
dVdVr
e
dVdVHdVdVH
o
cc
(5.47a)
136
dVr
eHH
dVHI
o
cc )1()2(4
)2(ˆ)1(ˆ)2()1(
)1()2(ˆ)2()1(
21
12
2
21
21212
(5.47b)
000
)2()2()1()1(4
)2()1(4
)2()1(
)1()1()2()2(ˆ)2()2()2()1()1(ˆ)1(
12
1221
12
2
2112
12
2
21
121212212121
K
dVdVr
edVdV
r
e
dVdVHdVdVH
oo
cc
122121213 )2()1(ˆ)1()2( KdVdVHI (5.47c)
12212121214 )1()2(ˆ)1()2( JdVdVHI (5.47d)
12K dalam persamaan (5.47c) disebut integral tukar. Akhirnya diperoleh
1212211 KJEex (5.48)
Energi keadaan eksitasi triplet, dengan menggunakan salah satu fungsi gelombang dalam
persamaan (5.45) adalah:
1212213 KJEex (5.49)
Terlihat bahwa keadaan eksitasi triplet berenergi lebih rendah daripada singlet dengan
beda energi sebesar 2 K12; lihat Gambar 5.9.
Gambar 5.9 Energi keadaan dasar, tereksitasi singlet dan triplet.
5.7 Molekul Diatomik Homonuklir
Bila kita mampu mendekatkan dua buah atom yang sama, yang masing mempunyai
orbital atom φa dan φb (dua orbital atom yang sama dari dua inti yang sama), akan
terbentuk molekul dengan orbital molekul φa + φb (bonding) dan φa -φb (antibonding)
seperti diperlihatkan dalam Gambar 5.10.
Gambar 5.10 Pembentukan orbital molekul dari dua buah orbital atom dalammolekul
diatomik homonuklir.
1=c11(φa+φb)
2=c22(φa-φb)
φb φa
1
exE1
0 0E
3
exE3
137
Andaikanlah kedua inti molekul berada pada sumbu-z.Maka posisi elektron dapat
diungkapkan dalam koordinat eliptik (,,); lihat Gambar 5.3. Analogdengan ortbital
atom,maka suatu orbital molekul dapat diungkapkan dalam variabel terpisah seperti
(,,)=F(,)(). Dalam proses pemisahan variable itu berlaku:
)exp(2
1)()(
)( 2
2
2
i
(5.50)
Operasi momentum sudut zL terhadap () adalah
)())(,()(ˆ),(ˆ iFLFL zz . (5.51)
Jadi, merupakan bilangan kuantum magnetik mirip dengan mℓ dalam atom. Oleh sebab
itu dapat dipakai untuk mengkarakterisasikan suatu orbital molekul; untuk itu diberikan
simbol bagi setiap harga , yakni
= 0, 1, 2, 3, ……..
Simbol orbital: , , , , ………
Dalam Tabel di bawah ini diberikan beberapa contoh:
Orbital molekul Simbol ml dari orbital atom
1sa+1sb sg1
0
0 1sa-1sb su1
ba zz pp 22 pg 2
ba zz pp 22 pu 2
ba xx pp 22
pu 2
1
1 ba yy pp 22
ba xx pp 22
pg 2
ba yy pp 22
Indeks g dan u masing-masing menyatakan simetrik dan tidak simetrik terhadap inversi
melalui pusat simetri molekul, seperti diperlihatkan oleh Gambar 5.11 Untuk molekul
diatomik-berbeda inti tidak digunakan simetri; orbital-orbital molekulnya cukup
dinyatakan seperti 1s, 2s, 2p dan sebagainya.
Energi orbital molekul bergantung pada jenis orbital atom yang membentuknya, dan
overlap antara orbital-orbital atom tersebut. Misalnya, g1s dan u1s berenergi jauh lebih
rendah g2s karena energi orbital atom φ1s jauh lebih rendah daripada φ2s. Demikian pula
g2s, energinya lebih rendah daripada g2p. Sehubungan dengan overlap, dua buah orbital
φ2px atau dua buah orbital φ2py memiliki overlap lebih kecil daripada overlap darisejenis
dari dua atom yang sama. dua orbitalφ2s atau dua orbital φ2pz, sehingga energi g2p dan
138
u2plebih rendah daripadag2p dan u2p. Dengan alasan-alasan tersebut, maka urutan
energi adalah:
.22222211 ppppssss ugugugug (5.52)
.
Gambar 5.11 Pembentukan orbital molekul bonding dan antibonding dari dua orbital atom
Untuk molekul dengan beberapa elektron, total momentum sudut orbital juga
mengkarakterisasikan keadaan molekul tersebut. Misalnya:
= 0, 1, 2, 3, ……..
Simbol: , , , , ………
Simbol itu diperlengkapi dengan multiplisitas spin (2S+1) dan simetrinya (g atau u),
misalnyag
S 12 . Sebagai contoh, dalam table di bawah ini diperlihatkan keadaan dasar
beberapa molekul diatomik homonuklir lengkap dengan energi dissosiasinya (Gaydon,
1953):
Molekul Konfigurasi keadaan dasar Simbol Energi
dissosiasi (eV) H2
+ (g1s)
2g 2,65
H2 (g1s)2
1g 4,48
He2+ (g1s)
2(u1s)
1
2u
3,10
+
u1s=1sa- 1sb
g1s=1sa + 1sb 1sa 1sb
+ -
+
+ -
+
(a)
+
u2p=2pza-2pzb
g2p=2pza+2pzb
2pz
a
2pz
b
- +
+ - - +
+ - - (b)
+ -
+
-
+
-
+
2pya 2pyb
+ -
- +
+
-
2pya + 2pyb
2pya - 2pyb
(c)
139
He2 (g1s)2(u1s)
2
1g
-
Li2 (g1s)2(u1s)
2(g2s)
2
1g
1,14
Be2 [Li2] (u2s)2
1g
-
B2 [Li2] (u2s)2(u2p)
2
3g
3,00
C2 [Li2] (u2s)2(u2p)
4
1g 4,90
N2 [Be2] (u2p)4(g2p)
2
1g
9,60
N2+ [Be2] (u2p)
4(g2p)
1
2g
8,73
O2 [Be2] (g2p)2 (u2p)
4(g2p)
2
3g
5,88
O2+ [Be2] (g2p)
2 (u2p)
4(g2p)
1
2g
6,48
Fe2 [Be2] (g2p)2 (u2p)
4(g2p)
4
1g
1,60
Berikut ini akan dikemukakan perubahan suatu orbital molekul menjadi orbital
atom jika inti-inti disatukan. Pandanglah orbital molekul g1s (=φ1sa+φ1sb) dari H2+. Jika
proton dan atom H dalam molekul ini disatukan (R=0) maka H2+
akan berubah menjadi
ion He+
dan orbital molekul g1s berubah menjadi orbital atom 1s dari atom He. Tetapi
orbital u1s (=φ1sa-φ1sb) tidak berubah menjadi 2sdari helium karena berbeda simetri,
tetapi berubah menjadi salah satu dari orbital 2p. Untuk jelasnya, perhatikan Gambar
5.12. Dikatakan bahwag1s berkorelasi dengan φ1s dan u1s berkorelasi dengan φ2p.
Dengan cara yang sama, terlihat bahwa g2s berkorelasi dengan φ2s, danu2s berkorelasi
dengan φ3p. Dapat disimpulkan bahwa dengan mempersatukan inti-inti molekul, orbital-
orbital molekul bonding berubah menjadi orbital atom dengan bilangan kuantum yang
sama, sedangkan orbital molekul anti-bonding berubah menjadi orbital atom disertai
dengan peningkatan bilangan kuantum.
Gambar 5.12 Korelasi orbital untuk molekul diatomik homonuklir.
Suatu cara untuk menggambarkan diagram korelasi adalah aturan tak-menyilang
(non-crossing rule), yang menyatakan bahwa energi-energi dari orbital-orbital molekul
bersimetri sama tidak bersilangan di dalam diagram korelasi. Dalam Gambar 5.12 terlihat
bahwa orbital-orbital g tak satupun yang berpotongan, demikian pula orbital-orbital u.
Sehubungan dengan itu, Alden (1979)membuktikan bahwa dua keadaan yang memiliki
simetri yang sama tidak bisa bersilangan pada saat jarak kedua inti dalam molekul
mengalami perubahan.
3dg
3dg
3du
3pu
3pu
u2p
g2p
u2p
g2p
u2s
3d
3p
3s
2p
Atom-atom dipersatukan
R=0
Atom-atom
terpisah R= Molekul
2sg
1sg
2pu
2pu g2s
u1s
g1s
2p 2s
2s
1s
1s
140
Sebagai bahan analisa, misalkan φ1 dan φ2 masing-masing adalah orbital atom dari
dua atom yang membentuk molekul. Bila kedua atom didekatkan satu sama lain untuk
membentuk molekul, maka orbital molekul yang terbentuk adalah
2211 cc
di mana c1 dan c2 ditentukan untuk energi E minimum. Karena integral overlap
S11=S22=1, dan S12=0, maka melalui determinan Slater diperoleh energi orbital molekul:
2
12
2
221121
221121 4)()( HHHHH
Karena ada dua harga energi, 1 dan 2 maka ada dua buah orbital molekul, 1 dan
2. Jika φ1 dan φ2berbeda simetri maka H12=0, sedangkan dengan mengatur jarak antar
inti bisa dicapai H11=H22 sehinga 1=2. Dalam keadaan ini persilangan dalam diagram
bisa terjadi. Jika φ1 dan φ2bersimetri sama, maka H120 dan 12 sehingga tidak terjadi
persilangan.
5.8 Molekul Diatomik Heteronuklir
Dalam suatu molekul diatomik yang kedua intinya berbeda, orbital molekul dibangun
sebagai kombinasi linier dari dua orbital atom yang berbeda. Di dalam molekul LiH, atom
H menyumbangkan orbital atom φ1s dan atom Li menyumbang φ2s; dalam molekul HF,
atom H menyumbangkan orbital φ1s dan atom F menyumbangkan orbital 2pz. Dalam hal
ini, φ1s dengan φ2s atau φ2pz dapat dikombinasikan karena keduanya sama-sama memiliki
bilangan kuantum magnetik m=0. Orbital atom φ2px atau φ2py yang memiliki m=1 tidak
bisa berkombinasi dengan 1s karena tidak akanmenghasilkan overlap.
Tinjaulah molekul LiH; konfigurasi elektron dalam atom Li adalah 1s22s
1sehingga
orbital molekul dibentuk dengan orbital 2s dari atom Li dan orbital 1s dari atom
H, yakni:
LisHs cc 2211 (5.53)
Misalkan Ĥ adalah hamiltonian elektron tunggal, maka determinan sekuler untuk sistem
dua elektron ini adalah:
0
2221
1211
HSH
SHH
(5.54)
dari mana diperoleh kedua energi orbital molekul:
))(1(4)2(
)2()1(2
1
2
122211
22
122211
1222112
HHHSSHHH
SHHHS
(5.55)
dengan
141
VdS
dVHHH
dVHH
dVHH
LH
LH
LL
HH
ss
ss
ss
ss
21
212112
2222
1111
ˆ
ˆ
ˆ
(5.56)
Menurut Karo (1959),untuk jarak inti-inti 1,6 Å,berlaku harga-harga berikut:
,eV6,1311 H eV2,922 H , .39,0,8,512 SeVH
Substitusi harga-harga itu ke persamaan (5.55) akan menghasilkan:
eVeV 90,7;65,13 21 (5.57)
Substitusi 1 ke persamaan sekuler, akan memberikan c2/c1=0,11. Karena
1ternormalisasi, maka 12 21
2
2
2
1 Scccc ; selanjutnya diperoleh c1=0,954 dan
c2=0,105 dan akhirnya diperoleh orbital molekul pertama:
LHss 211 105,0954,0 (5.58a)
Dengan cara yang sama, substitusi 2 ke persamaan sekuler menghasilkan
LHss 212 081.1516.0
(5.58b)
Dalam keadaan dasar kedua elektron menempati orbital mlekul 1; kerapatan
elektron pada orbital ini adalah
LH
LHssss 21
22
221
2210 )105,0)(954,0(2)105,0()954,0(22 (5.59)
Perhitungan untuk 1sH2sL mengikuti pendekatan Mulliken:
)( 2
2
2
121
21 LsHsLsHs S (5.60)
Substitusi persamaan (5.60) dengan S=0,39 ke (5.59) menghasilkan:
22
21
1,09,1LH
sso (5.61)
Kerapatan ini menunjukkan, bahwa dengan dua elektron ada 1,9 di sekitar inti H dan 0,1
di sekitar inti Li. Artinya, atom H kelebihan 0,9 elektron dan atom Li kekurangan 0,9
elektron, yang secara simbolik dituliskan seperti
Li+0,9
H-0,9
Hasil perhitungan di atas secara kualitatif sesuai dengan pengamatan bahwa dalam
142
keadaan dasar molekul LiH bersifat ionik.
Sekarang, andaikan sebuah elektron tereksitasi ke orbital molekul 2; kerapatan
elektron dalam keadaan tereksitasi ini adalah
2
2
2
1
21
2
2
22
1
2
21
2
2
22
1
22
2
2
1
001,1999,0
)081,1)(516.0(2)081,1()516,0(
)105,0)(954,0(2)105,0()954,0(
LH
LHLH
LHLH
ss
ssss
sssseks
(5.62)
Artinya, ada 0,999 elektron di atom H dan 1,001 elektron di atom Li; ini dituliskan seperti
Li-0,001
H+0,001
Kelebihan dan kekuranga elektron di atas tidak cukup siknifikan untuk menyatakan ikatan
ionik; jadi dalam keadaan tereksitasi seperti di atas ikatan dalam molekul LiH adalah
ikatan kovalen.
Dari hasil-hasil di atas terlihat bahwa meskipun kita telah menggunakan
pendekatan-pendekatan yang agak kasar, namun hasil-hasil tersebut secara kualitatif
benar. Orbital molekul 1 dalam persamaan (5.58) dan 2 dalam persamaan (5.62)
dibangun dari orbital-orbital atom φ1sH dan φ2sL yang masing-masing memiliki ml=0; jadi
kedua orbital molekul memiliki simetri-. Pembentukan kedua orbital molekul itu
mengikuti diagram seperti dalam Gambar 5.13.
Gambar.5.13 Pembentukan orbital molekul dari dua buah orbital atom
dalam molekul diatomik heteronuklir.
Gambar 5.14 Korelasi orbital untuk molekul diatomik heteronuklir.
Atom-atom dipersatukan R=0
3d
Atom-atom terpisah R= Molekul
2pA
3s
2sB
2p
1sB 2s
1s
3d
3d
3p
3p
2p
2pA
2pB
2pB
2sB 2sA
1sB
1sA
3d
3p
3s
2pB
2p 2sA
2s
1sA 1s
2pA
φb
φa
2=c21φa-c22φb
1=c11φa+c12φb
143
Orbital 1 didominasi oleh φ1sH sehingga jika inti-inti H dan Li dipisahkan (R=)
maka 1 akan berubah menjadi φ1sH. Di lain fihak, penyatuan kedua inti (R=0) akan
membentuk atom Be dengan orbital φ2s. Proses yang sama mengalihkan 2 menjadi φ2sL
pada R= dan φ2p pada R=0. Perubahan-perubahan itu tidak bersilangan karena kedua
orbital molekul itu memiliki simetri yang sama. Dalam Gambar 5.14 diperlihatkan
diagram korelasi untuk molekul diatomik heteronuklir yang dibentuk dari dua atom, A
dan B .
Energi disosiasi
Energi potensial antara dua ion dari molekul diatomik heteronuklir secara empirik adalah
9
0
2
4)(
r
b
r
erV
(5.63)
Di sini b/r9 merupakan koreksi terhadap energi tarik Coulomb antar kedua ion, di mana
pangkat 9 merupakan fitting terbaik terhadap data eksperimen. Harga minimum dari
energi potensial itu diperoleh dari 0
/ rdrdV =0,. Dari sini diperoleh 0
8
0
2 36/ reb
sehingga harga minimum energi potensial itu adalah
00
2
049
8)(
r
erV
(5.64)
Harga positifnya energi potensial inilah yang disebut energi dissosiasi molekul, yakni
energi yang diperlukan untuk mendissosiasikan molekul dari keadaan dasarnya menjadi
dua ion yang diam dengan jarak tak terhingga. Misalnya untuk kasus NaCl, energy
dissosiasi adalah energi yang diperlukan untuk memisahkan molekul menjadi ion Na+
dan
Cl-. Pada keadaan dasar NaCl, r0=2,51Å, energi dissosiasinya 5,12eV.
Jika diinginkan energi dissosiasi untuk memisahkan molekul NaCl menjadi dua
atom netral Na dan Cl maka harus disadari bahwa untuk mengionisasi Na diperlukan
energi 5,14 eV (lihat Apendiks 4.1) sedangkan pembentukan ion Cl- akan melepaskan
energi3,763 eV (lihat Apendiks 4.2). Maka sistem yang terbentuk oleh Na+ dan Cl
- pada
jarak pisahtak terhingga mempunyai kelebihan energi sebesar 5,14eV -3,63 eV=1,51 eV.
Itu berarti, energi dissosiasi NaCl jika terpisah menjadi atom-atom netral adalah 5,12 eV-
1,51eV=3,61 eV; hasil ini lebih besar dari eksperimen. Tabel di bawah ini
memperlihatkan beberapa molekul diatomik dengan jarak antar inti (r0), energi dissosiasi
(D) dan dipol listrik permanenµ0.
Molekul r0 (Å) D (eV) µ0 (D) Molekul r0 (Å) D (eV) µ0 (D)
H2 0,74 4,48 0 NaCl 2,51 3,58 8,5
Li2 2,67 1,03 0 HCl 1,27 4,43 1,07
O2 1.21 5,08 0 LiH 1,60 2,5 5,88
N2 1,09 7,37 0 KBr 2,94 3,96 1,29
Cl2 1.99 2,47 0 KF 2,55 5,9 8,6
HI 1,61 3,06 0,38 KCl 2,79 4,92 8,0
CO 1,13 11,11 0,12 KI 3,23 3,0 9,24
NO 1,15 5,3 0,15 CsCl 3,06 3,76 9,97
144
Soal-soal
5.1 Kebergantungan S, P, dan Q pada R dalam molekul ion 𝐻2+ dapat dilihat pada
persamaan (5.21), (5.22b) dan (5.23b). Buatlah program komputer untuk
menghitung dan menggambarkan ketiganya sebagai fungsi R.
5.2 Dengan menggunakan program komputer dalam soal nomor 5.1, selanjutnya
gambarkan energi elektron 1 dan 2 sebagai fungsi R.
5.3 Hitunglah energi keadaan dasar H2+ untuk jarak R=2ao di mana ao adalah jari-jari
Bohr. Selanjutnya hitung pula energi keadaan dasar molekul H2 dengan R yang
sama.
5.4 Energi keadaan dasar molekul H2 diperlihatkan oleh persamaan (5.30). Dengan
menggunakan semua integral-integral dalam persamaan (5.31) - (5.33) buatlah
program komputer untuk menggambarkan energi keadaan dasar sebagai fungsi R.
5.5 Energi keadaan dasar molekul H2 diperlihatkan oleh persamaan (5.30). Dengan
menggunakan semua integral-integral dalam persamaan (5.31) - (5.33) buatlah
program komputer untuk menggambarkan energi keadaan dasar sebagai fungsi R.
5.6 Buktikanlah persamaan (5.37)
5.7 Kemukakanlah pandangan teori orbital molekul bagi molekul ion HeH+. Tunjukkan
bahwa untuk R=, HeH+ berdisosiasi lebih ke H
+ dan He, bukannya ke He
+ dan H.
Potensial ionisasi helium dan hidrogen masing-masing adalah 24,6 eV dan 13,6 eV.
5.8 Ion He2+ mempunyai konfigurasi (g1s)
2(u1s)
1. Tentukanlah energi sistem elektron
ini dalam integral-integral J dan K. Asumsikan energi g1s adalah 1 dan energi
u1s adalah 2.
5.9 Prediksilah konfigurasi keadaan dasar molekul CO dan NO. Tentukanlah term-term
yang bisa timbul pada masing-masing molekul, dan yang manakah berenergi lebi
rendah.
5.10 Buktikanlah persamaan (5.57) dan (5.58).
5.11 Hitunglah energi yang dilepaskan untuk mendissosiasikan molekul AlCl menjadi
atom netral Al dan Cl. Lakukan juga untuk molekul AlBr.
5.12 Jika atom H menangkap satu electron untuk menjadi H-, energy sebesar 0,75 eV
akan dilepaskan. Energi ioniasi Li adalah 5,30 eV. Hitunglah energi dissosiasi dari
LiH. Misalkan jarak antara inti-inti adalah 1,6 Å.
145
BAB 6
MOLEKUL ORGANIK TERKONJUGASI
Konjugasi adalah overlap antara satu orbital-p dengan orbital-p lainnya sepanjang suatu
ikatan sigma. Molekul di mana atom-atom dihubungkan oleh orbital-orbital-p sehingga
elektron-elektron terdelokalisasi melalui ikatan berselang-seling tunggal dan rangkap
disebut molekul terkonjugasi. Elektron-elektron yang terdelokalisasi itu disebut elektron-
. Senyawa seperti grafen, grafit, polimer-polimer konduktif dan nanotube karbon
termasuk senyawa terkonjugasi.
6.1 Hibridisasi Orbital-Orbital Atom
Dalam paragraf 5.8 telah di bahas molekul LiH di mana orbital molekul dibangun dari
orbital φ1sH dan φ2sL. Tetapi kita telah mengetahui bahwa orbital-orbital atom φ2s dan φ2p
memiliki energi yang sama, sehingga dalam pembentukan orbital molekul LiH kedua
orbital itu dapat dilibatkan. Jadi, orbital molekul LiH dapat dibentuk seperti:
pLsLsH ccc 232211 (6.1)
Untuk jarak inti-inti 1,6Å Karo telah menghitung elemen-elemen matriks berikut (Karo et
al. 1959):
.0,51,0,47,0
,1
,eV60,1,eV96,5,eV77,5
,eV81,4,eV15,6,eV63,10
322331132112
332211
231312
332211
SSSSSS
SSS
HHH
HHH
(6.2a)
Dari determinan sekuler yang menggunakan elemen-elemen matriks di atas diperoleh
energi-energi orbital molekul:
1= -10,83 eV; 2=-4,19 eV, 3=-0,82 eV. (6.2b)
Harga 1 di atas bersesuaian dengan potensial ionisasi bagi LiH. Karena energi ini paling
negatip, maka energi ini merupakan energi orbital molekul bonding. Selanjutnya,
substitusi energi 1 ke dalam persamaan sekuler akan menghasilkan orbital molekul
bonding tersebut, yakni:
pLsLsH 2211 20,033,070,0 (6.3a)
Dari suku kedua dan suku ketiga dalam persamaan (6.3a) diatas dapat diturunkan orbital
campuran (hibrid) yang berasal dari atom Li, misalnya
pLsLhL ba 22 (6.3b)
dengan a2+b
2=1, dan
hLsH c 11 70,0
(6.3c)
146
Jadi, dengan membandingkan persamaan (6.3c) di atas dengan persamaan (6.3a)
diperoleh ac=0,33 dan bc=0,20. Dengan demikian maka a=0,855 b=0,518 dan c= 0,39.
Orbital hybrid (6.3b) menjadi
pLsLhL 22 518,0855,0 (6.4)
dan orbital molekul dalam persamaan (6.3a) dapat dituliskan seperti:
hLsH 39,070,0 11 (6.5)
Proses pembentukan suatu orbital atom campuran dari dua atau lebih orbital atom
dalam suatu atom disebut hibridisasi, dan proses itu berlangsung pada saat pembentukan
ikatan dengan atom lain. Dengan orbital atom hibrida φhL, keadaan lebih stabil (energi
bonding lebih negatip, karena overlap berlangsung tidak saja antara orbital φ1sH dan φ2sL
tapi juga dengan φ2pL. Energi suatu orbital hibrid berada di antara kedua orbital
pembentuknya. Jika perbedaan energi kedua orbital cukup besar, hibridisasi lebih sulit
terjadi karena diperlukan lebih besar energi. Jadi dua orbital yang beda energinya kecil
mempunyai peluang lebih besar untuk berhibridisasi.
Pada molekul diatomik heteronuklir seringkali terjadi aliran muatan dari satu atom
ke atom lain, bergantung pada ‘daya tarik elektron’ dari masing-masing atom. Dalam
keadaan seperti ini ikatan disebut polar; ikatan polar itu menimbulkan momen dipol
molekul. Misalkan molekul AB memiliki orbital molekul:
)( BAN (6.6)
di mana harga 0 menyatakan elektron-elektron terkonsentrasi sepenuhnya di atom A,
dan menyatakan elektron-elektron terkonsentrasi sepenuhnya di atom B. Keadaan-
keadaan ekstrim ini masing-masing menggambarkan ikatan ionik murni: A-B
+ dan A
+B
-.
Halnya berbeda jika =1; orbital molekul menggambarkan distribusi elektron yang sama
di kedua atom sehingga tidak menimbulkan polaritas; jadi, ikatan antara kedua atom
berkarakter kovalen.
Menurut Pauling, elektronegativitas(lihat Apendiks 4.2) suatu atom adalah tenaga
atom itu untuk menarik elektron-elektron dalam molekul. Dengan demikian maka
polaritas suatu ikatan menunjukkan perbedaan elektronegativitas atom-atom yang
dihubungkan oleh ikatan itu. Berdasarkan persamaan (6.6) kerapatan elektron yang
berkaitan dengan dua elektron dalam orbital bonding adalah:
)2(22 22222
BABAN (6.7)
Dengan melakukan mengintegral diperoleh
ABBA
BABABBAA
qqq
dVdVdVdVNdV
22 2222
di mana qA adalah jumlah elektron di atom A, qB adalah jumlah elektron di atom B dan
qAB adalah jumlah elektron di antara kedua atom. Jadi
147
ABABBA SNqNqNq 2222 4;2;2 (6.8a)
Karena jumlah elektron adalah dua maka, 2422 2222 ABSNNN , sehingga
2
2
1
1
SN (6.8b)
Terlihat bahwa, bila ≠1 maka qA≠qB; artinya ada pergeseran muatan yang menimbulkan
karakter ionik. Jika >1, maka qA<qB yang menunjukkan aliran elektron dari A ke B
.untuk membentuk A+B
-.
Andaikan pada awalnya, qA=qB, lalu mengalir sejumlah muatan, misalnya , dari
A ke B. Maka beda muatan elektron keduanya adalah qB-qA=2; jika =1, maka qB=2,
qA=0 yang berarti ikatan antara kedua atom sepenuhnya ionik. Oleh sebab itu
didefenisikan fraksi karakter ionik sebagai berikut:
2
AB qqf
. (6.9a)
Dengan persamaan (5.71) dan (5.72), defenisi itu menjadi:
2
2
21
1
Sf . (6.9b)
Jelas bahwa f=0 menyatakan ikatan sepenuhnya kovalen, dan f=1 menyatakan ikatan
sepenuhnya ionik
Selanjutnya, total momen dipol dapat didekati sebagai berikut:
2
2
21
)1(
2
S
eReRf
qqeR AB (6.10)
di mana R adalah jarak antara kedua inti A dan B.
Orbital hibrid dari atom O dalam H2O
Konfigurasi elektron dalam atom oksigen adalah 1s22s
22p
4. Jadi, ikatan dalam
molekul H2O sepertinya dibentuk oleh orbital 2px dan 2py dari atom O dengan orbital1s
dari masing-masing atom H. Jika ini yang terjadi, maka sudut antara kedua ikatan adalah
90o, tetapi eksperimen menunjukkan sudut itu 104,5
o. Oleh sebab itu perlu diterapkan
konsep hibridisasi. Andaikan satu elektron dari orbital 2s berpromosi ke 2p, misalnya
menjadi 1s22s
12px
12py
22pz
2 atau 1s
22s
12px
22py
12pz
2. Selanjutnya, tinjau dua buah orbital
hibrid:
)(
)(
''22222
'21211
psh
psh
N
N
(6.11)
dengan φ2p’ danφ2p’’ adalah orbital-orbital φ2px dan φ2py atau kombinasi keduanya. Kedua
hibrida di atas orthogonal satu satu sama lain:
01 ''2'2212'21''2222121 VdVdVdNNdV ppsppshh
148
Karena berasal dari satu atom, maka suku kedua dan ketiga sama dengan nol. Yang tersisa
hanyalah suku keempat dan untuk itu misalkan
pypxp
pxp
212212''2
2'2
sincos
,
(6.12)
dengan 12 adalah sudut antara kedua hibrida. Dengan persamaan (6.12) maka
122212
2
212''2'2 cossincos VdVdVd pypxpxpp.
Jadi,
0cos1 12212121 NNdvhh (6.13)
merupakan syarat ortogonalitas antara kedua hibrida. Terlihat dalam persamaan (6.13)
bahwa sudut 12 berkaitan dengan besarnya campuran 2s-2p dalam kedua hibrida. Dengan
mengambil 1=2 maka cos12=-1/2; artinya sudut 12>90
o. Jadi jelas bahwa konsep
hibridisasi sesuai dengan eksperimen. Harga tidak dapat ditentukan, kecuali
menggunakan harga eksperimen 104,5o. Dengan harga ini maka 2. Jadi, perbandingan
orbital 2s dan 2p dalam hibrida-hibrida itu adalah 1:4.
Dalam ungkapan hibridisasi di atas, orbital 2pz bersama 2s membentuk hibrida
lone pair yang mengandung dua elektron. Andaikan hibrida itu adalah
)( 23233 pzsh N (6.14)
Terhadap hibrida-hibrida φh1 dan φh2 misalkan hibrida φh3 membentuk sudut 13 dan 23.
Sifat orthogonal terhadap kedua hibrida memberikan cos 13= cos 23= -1/3. Jadi
13=23>90o. Dengan perkataaan lain hibrida φh3 mengarah ke belakang O sebagai garis
bagi dari sudut H-O-H seperti diperlihatkan dalam Gambar 6.1. Dengan 12=104,5o maka
13=23=127,75o, dan 3=0,816.
Gambar 6.1 Orbital-orbital hibrid atom O dalam H2O.
Orbital hibrid dari atom C
φh2 φh1
127,75o 127,75
o
φh3(lone pair)
H H 104,5o
149
Atom karbon dalam keadaan dasar memiliki konfigurasi 1s22s
22p
2. Konfigurasi ini
memperlihatkan valensi dua (divalent), tetapi dalam senyawanya atom ini bervalensi
empat (tetravalent). Untuk menjelaskan itu, diandaikan satu elektron 2s berpromosi ke 2p
sehingga konfigurasi menjadi 1s2
2s1 2p
3. Selanjutnya, orbital 2s bercampur dengan
orbital-orbital 2p membentuk orbital-orbital hibrida..
Perumusan umum suatu hibrida yang terbentuk dari orbital-orbital 2s dan 2p
adalah
1; 22
22 baba psh (6.15)
Jenis hibrida ini disebut spn dengan bilangan bulat n=(b/a)
2 menyatakan jumlah
komponen 2p yang terlibat. Normalisasi hibrida di atas adalah:
psh nn
221
1
(6.16)
Orbital 2p dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari orbital-orbital komponen- nya:
1222
2222
zyx
pzzpyypxxp
ccc
ccc (6.17)
Tinjau hibridisasi jenis sp3; setiap hibrida melibatkan ketiga komponen 2p dengan
bobot yang sama. Berdasarkan persamaan (6.16) diperoleh:
psh 22 32
1
Karena bobot yang sama, maka 2p dalam persamaan (6.17) dapat diungkapkan oleh
empat buah kombinasi, yakni
pzpypx
pzpypx
pzpypx
pzpypx
p
222
222
222
222
23
1
(6.18)
Jadi, hibridisasi enis sp3 mengandung empat buah hibrida, yakni
)(
)(
)(
)(
222221
4
222221
3
222221
2
222221
1
pzpypxsh
pzpypxsh
pzpypxsh
pzpypxsh
(6.19)
yang orthogonal satu sama lain. Misalkan sudut antara dua kombinasi dalam persamaan
(6.18) adalah . Dengan sifat orthogonal, maka sudut antara dua buah hibrida dapat
ditentukan, misalnya:
150
o
ppsshh
47,109
coscos031
43
41
''2'243
2241
21
Jadi, keempat hibrida jenis sp
3 dalam persamaan (6.19) membentuk struktur tetrahedral.
Semua ikatan yang dapat terjadi dari hibrida-hibrida ini disebut ikatan-. Contoh molekul
di mana terjadi hibridasi sp3di dalam atom karbon adalah metana, CH4 seperti dalam
Gambar6.2.
Gambar 6.2 Struktur tetrahedral dari hibrida-hibrida sp3 dalam CH4.
Sekarang, tinjau hibridisasi jenis sp2. Sesuai dengan persamaan (6.16) setiap
hibrida memenuhi persamaan berikut:
psh 22 23
1
Dalam jenis ini, 2p merupakan kombinasi linier dari 2pxdan 2py. Misalkan hibrida
pertama dipilih
pxsh 221 23
1 (6.20a)
dan yang kedua,
)(23
12222 pyypxxsh cc
Dengan sifat orthogonal, 032
31
21 xhh c , maka cx=-½. Karena cx2+cy
2=1, maka
cy=±√¾ sehingga h2 di atas pecah menjadi dua, yakni
pypxsh
pypxsh
2223
2222
2
1
6
1
3
1
2
1
6
1
3
1
(6.20b)
Andaikan sudut antara dua hibrida adalah , maka
H
H
H
H
151
o
ppsshh VddVdV
120cos
0cos2
21
32
31
''2'22231
21
Jadi, ketiga hibrida berada pada bidang-xy dengan sudut 120
o satu sama lain. Contoh
molekul di mana atom karbon memiliki hibrida-hibrida sp2 adalah hidrokarbon olefin dan
aromatik di mana ikatan- terbentuk dari hibrida-hibrida sp2 dan ikatan- dibentuk oleh
orbital-orbital 2pz. Kedua macam ikatan itu diperlihatkan oleh molekul etilena H2C=CH2
seperti dalam Gambar 6.3.
Gambar 6.3 Ikatan- dan ikatan- dalam etilena (C2H4).
Jenis hibridisasi terendah adalah sp1 di mana dua hibrida terbentuk dari orbital 2s
dan 2px,
)(2
1
)(2
1
222
221
pxsh
pxsh
(6.21)
Dengan kedua hibrida dapat terbentuk ikatan-, sedangkan orbital-orbital 2py dan
2pzdapat membentuk ikatan-. Contoh kedua hibrida ini ditemukan adalah molekul
asetilena HCCH seperti dalam Gambar 6.4.
Gambar 6.4 Ikatan dalam molekul asetilena (C2H2).
6.2 Metoda Hückel
Dalam kimia organik dikenal kelompok senyawa terkonjugasi, misalnya etana C2H4
seperti diperlihatkan dalam Gambar 6.3. Dalam senyawa-senyawa ini setiap atom karbon
mengalami hibridisasi sp1 atau sp
2. Dalam molekul etana, hibridisai sp
2 menghasilkan tiga
buah ortbital hibrida; ketiga hibrida itu membentuk ikatan- dengan atom-atom
tetangganya. Orbital 2pz yang tersisa, membentuk ikatan- dengan orbital 2pz dari atom
tetangganya. Ikatan- itu berada pada bidang yang tegak lurus terhadap bidang molekul,
H
H x
z
ikatan-
H
H
H
H
z
x
H H
H ikatan- H
y
x
152
yakni bidang yang dibentuk oleh ikatan-ikatan-. Elektron yang berperan dalam ikatan-
, disebut elektron-, terlokalisasi di tempat. Elektron yang berperan dalam ikatan-
disebut elektron-; elektron ini tidak terlokalisasi tetapi agak mudah bergerak di
sepanjang molekul. Kemudahan bergerak itulah yang menimbulkan polarizabilitas
molekul searah dengan ikatan-.
Karena ikatan- berada pada bidang yang tegak lurus terhadap bidang molekul,
jarak antara elektron- dan elektron- cukup besar sehingga interaksi antara mereka
relatif lebih kecil daripada interaksi antara elektron-elektron-. Jika interaksi antara
elektron- dan elektron- dapat diabaikan, maka orbital molekul dari suatu molekul
terkonjugasi dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari orbital-orbital 2pz saja.
Pandangan inilah yang disebut teori elektron-.
Berdasarkan teori elektron-, Hückel(1931) mengembangkan metoda perhitungan
yang dapat memberikan pengertian-pengertian dasar tentang sifat-sifat senyawa
terkonjugasi. Dalam metoda ini, Hamiltonian elektron- diungkapkan sebagai jumlah
Hamiltonian efektif elektron-tunggal:
N
FH1
)(ˆˆ
(6. 22)
di mana μ menyatakan nomor elektron- dan N menyatakan jumlah elektron- dari
molekul. Jika setiap atom memiliki hanya satu elektron- yang menempati orbital atom
2pz dari atom tersebut.
Selanjutnya, suatu orbital molekul diungkapkan sebagai kombinasi linier dari
orbital-orbital 2pz dari semua atom karbon dalam molekul:
i
iic (6. 23)
dengan i adalah orbital 2pz di atom karbon ke-i. Dengan Hamiltonian efektif elektron-
tunggal dan orbital molekul di atas, maka peramaan eigen adalah
F (6. 24)
Dengan persamaan (6.2) dan persamaan (6.3) diperoleh persamaan sekuler:
NjicSFi
iijij ....,2,1,;0 (6. 25)
Dalam pandangan Hückel, elemen matriks dari Hamiltonian efektif elektron-tunggal
dapat diungkapkan dengan data empiris; misalnya iiF merupakan potensial ionisasi
elektron- di karbon ke-i, dan ijF adalah energi yang diperlukan jika elektron- melompat
antara dua atom karbon. Selain itu, Sii=1 dan Sij lainnya diabaikan karena jauh lebih kecil
dari satu. Jadi, untuk mudahnya dituliskan,
lainnya0
berikatanjkedanikeatomjika
jijika
ijF (6. 26)
153
ainnya;0
;1
l
jiS ij (6. 27)
di mana potensial ionisasi -11 eV dan energi lompat -2,5 eV. Dengan demikian,
maka persamaan sekuler (6.4) dalam bentuk matriks adalah
0
........................................
.......0
...........
...........0
3
2
1
c
c
c
(6. 28)
Melalui determinan
0
.....................................
.......0
...........
...........0
(6.29)
dapat ditentukan semua harga energi orbital molekul {n}. Dengan mensubstitusikan
setiap energi orbital molekul ke persamaan (6.28) akan diperoleh koefisien-koefisien c
bagi orbital molekul bersangkutan. Perhitungan untuk menentukan harga-harga dan
koefisien-koefisien c bersangkutan dari persamaan sekuler disebut diagonalisasi matriks
𝐻 .
Selanjutnya, andaikanlah n adalah salah satu orbital molekul sebagai solusi dari
persamaan sekuler; maka MO-LCAO menghasilkan
N
i
inin c1
.
Karena orbital molekul ini harus ternormalisasi, maka
1,
*** i
ijjnin
ji
jijninnn SccVdccdV .
Tetapi, dengan asumsi dalam persamaan (6.3) di mana Sij=δij, maka persamaan di atas
menjadi
12* i
ninn cdV (6. 30)
di mana 2
nic merupakan kerapatan parsial elektron- di atom karbon ke-i karena elektron-
itu menempati orbital molekul n.
Selanjutnya jika ηn (=0,1,2) adalah jumlah elektron- yang menempati orbital
molekul n maka kerapatan elektron- di atom karbon ke-i adalah
n
inniii cpq 2 (6. 31)
154
sedangkan order-ikatan antara atom-atom karbon ke-i dan ke-jyang berikatan langsung
adalah
jiccpn
jninnij ; (6. 32)
Order-ikatan mempunyai hubungan dengan panjang ikatan. Semakin besar order-ikatan,
semakin kuat pula ikatan tersebut sehingga panjang ikatannya semakin pendek.
Pendekatan untuk hubungan antara order-ikatan dan panjang ikatan dapat mengikuti
rumusan empiris dari Coulson (1939):
ijij pr 15,05,1 (Å) (6. 33)
Berikut adalah program Hückel untuk molekul linier dengan menggunakan MATLAB.
%Program Hückel untuk molekul linier
clc
clear;
close all;
% Matriks Fock
N=4;
for i=1:N
f(i,i)=-11;
end
for i=1:N-1
f(i,i+1)=-2.5;
f(i+1,i)=-2.5;
end
disp('Keadaan dasar')
% Energi orbital molekul dan koefisien bersangkutan
[C,D]=eig(F);
for i=1:N
E(i)=D(i,i);
end
disp('energi orbital molekul')
E
disp('koefisien c')
C
% Bond order
for i=1:N-1
P(i,i+1)=2*C(i,1)*C(i+1,1)+C(i,2)*C(i+1,2);
end
% Panjang ikatan dua karbon bertetangga terdekat
for i=1:N-1
r(i)=1.52-0.15*P(i,i+1);
end
disp('panjang ikatan')
r
Coulson (1947) juga mengemukakan valensi bebas suatu atom karbon, yakni
mudahnya atom itu diserang radikal bebas. Valensi bebas suatu atom karbon adalah
selisih antara order-ikatan maksimum yang mungkin dan total order-ikatanyang terkait
155
dengan atom karbon tersebut. Harga order-ikatan maksimum terjadi pada atom karbon di
pusat trimetilen metan, yakni 1,732.
Dengan demikian maka valensi bebas atom karbon ke-i adalah
ii PF 732,1 (6. 34)
Jadi, semakin besar harga total order-ikatan pada suatu atom karbon, semakin kecil
pula valensi bebasnya; artinya, semakin kecil peluang atom karbon tersebut untuk bisa
diserang radikal bebas lainnya.
Selain besaran-besaran di atas, dapat pula dihitung energi delokalisasi molekul.
Besarnya energi delokalisasi elektron-merupakan ukuran stabilitas molekul tersebut.
Energi delokalisasi elektron-adalah
lokod EEE (6. 35)
Energi sistem elektron Eo adalah energi total elektron-, yakni
n
nnoE (6. 36)
di mana n adalah energi orbital molekul n sedangkan ηnadalah jumlah elektron- yang
menduduki orbital molekul tersebut. Energi lokalisasi Elok adalah energi elektron- jika
semua elektron itu dalam keadaan terlokalisasi. Energi ini dapat dihitung dengan
memandang bahwa semua Fij=0 kecuali atom ke-i dan ke-j berikatan rangkap. Misalkang1
menyatakan jumlah ikatan rangkap dan g2 menyatakan jumlah elektron yang tak
berpasangan (radikal) dalam molekul, maka energi lokalisasi elektron- adalah
21 )22( ggElok (6. 37)
Berdasarkan besarnya energi delokalisasi itu, maka stabilitas molekul dapat ditetapkan.
Semakin besar harga negatif dari energi delokalisasi, semakin stabil molekul
bersangkutan.
Contoh 6.1 Radikal Allil
Molekul ini mengandung tiga buah atom karbon seperti gambar berikut. Molekul ini
disebut radikal karena dengan tiga buah elektron-
ada satu yang tidak berpasangan.
CH2
CH2
CH2
C
Trimetilen metan
1
CH2
CH
CH2
3
2
156
Mulai dari satu ujung atom-atom karbon diberi nomor 1, 2, dan 3. Persamaan sekulernya
adalah:
0
0
0
3
2
1
c
c
c
Determinan sekuler untuk molekul ini adalah:
0
10
11
01
0
0
x
x
x
dengan
xx
;
Determinan di atas adalah x3-2x=0 sehingga didapat x=-2, 0, 2; energi orbital molekul
adalah
bondinganti
bondingnon
bonding
2
2
3
2
1
di mana dan adalah energi yang negatif. Selanjutnya, substitusi harga-harga energi
atau x tersebut ke dalam persamaan sekuler akan menghasilkan koefisien c bersangkutan,
dan orbital-orbital molekunya adalah sebagai berikut:
1:1=0,5 φ1+0,707 φ2+0,5 φ3
2: 2= 0.707φ1-0,707φ3
3: 3=0,5 φ1-0,707φ2+0,5 φ3
Sebagai radikal, keadaan dasar molekul mempunyai konfigurasi elektron-621
seperti dalam gambar berikut:
Elektron- tunggal yang berada pada orbital 2 memiliki peluang yang sama untuk
berada di atom C1 dan atom C3, dan tidak berpeluang di atom C2. Jadi ada dua struktur
molekul yang mungkin:
CH2
CH
CH2 CH2
CH
CH2
HOMO
LUMO
1
2
3
2
3
1
157
Kerapatan muatan pada setiap atom sesuai dengan persamaan (6.10) adalah sebagai
berikut.
.1)707,0()5,0(22 222
21
2
111 ccq
.1)707,0()5,0(22 222
23
2
133 ccq
Artinya, pada setiap atom karbon ada satu elektron-.
Order-ikatan antara dua atom bertetangga terdekat sesuai dengan persamaan
(6.11) adalah sebagai berikut.
707,00707,0707,05,022 2221121112 ccccp
707,0707,005,0707,022 2322131223 ccccp
Dengan order-ikatan tersebut maka jarak antara dua atom bersangkutan adalah sama, dan
berdasarkan persamaan (6.33), jarak itu adalah 1,394 Å.
Valensi bebas pada setiap atom sesuai persamaan (6.34) adalah sebagai berikut:
025,1707,0732,1
318.0)707,0707,0(732,1
025,1707,0732,1
3
2
1
F
F
F
Jadi, atom karbon C1 dan karbon C3 yang berada diujung-ujung molekul lebih reaktif
dibandingkan dengan karbon C2 yang ditengah.Energi keadaan dasar:
Eo=21+2=3+22. Sesuai dengan gambaran di atas dan persamaan (6.37) maka
sebagai radikal energi lokalisasinya adalahElok=(2+2)+=3+2 sehingga energi
delokalisasi adalahEd= Eo-Elok=0,8.Sebagai kation struktur elektroniknya 122
0dengan
energi Ekat=2+22 , Elok=2+2 sehingga energi delokalisasinya 0,8. Sebagai anion
deng\an struktur elektronik122
2, energinyaEan=4+22 dan
Elok=(2+2)+2=4+2, sehingga energi delokalisasinya 0,8 juga. Jadi, stabilitas allil
dalam ketiga bentuknya adalah sama.
Contoh 6.2 Butadiena
Butadiena memiliki empat buah atom karbon seperti dalam gambar berikut.
Mulai dari satu ujung, atom-atom karbon diberi nomor 1, 2, 3, dan 4.Determinan sekuler untuk
molekul ini adalah:
0
100
110
011
001
x
x
x
x
dengan
4
CH2
CH2 CH
CH
1
2
3
.1)0()707,0(22 222
22
2
122 ccq
158
x
Determinan itu memberikan persamaan x4-3x
2+1=0, yang akar-akarnya adalah x=-1,62, -
0,62, 0,62, 1,62, sehingga energi orbital molekul adalah
bondinganti
bondinganti
bonding
bonding
62,1
62,0
62,0
62,1
4
3
2
1
di mana dan adalah energi yang negatif. Selanjutnya, orbital molekul terkait dengan
energi oerbital tersebut diperoleh dengan menentukan koefisien-koefisien c bersangkutan.
Untuk itu substitusikan harga-harga energi atau x ke dalam persamaan sekuler sehingga
koefisien c bersangkutan dapat ditentukan. Hasilnya, adalah seperti gambar berikut, di
mana orbital-orbital molekulnya adalah
1:1= 0,376 φ1 + 0,607 φ2 + 0,607φ3 + 0,376 φ4
2: 2= 0,607 φ1 + 0,376 φ2 - 0,376 φ3 - 0,607φ4
3: 3=0,607φ1 - 0,376 φ2 -0,376 φ3 + 0,607φ4
4: 4=0,376 φ1 - 0,607 φ2 + 0,607φ3 - 0,376 φ4
Dalam keadaan dasar molekul butadiena ini mempunyai konfigurasi elektron-122
2
seperti terlihat dalam gambar di atas.
Kerapatan elektron pada setiap atom dihitung sebagai berikut.
.1)607,0(2)376,0(222 222
21
2
111 ccq .1)376,0(2)607,0(222 222
22
2
122 ccq .1)367,0(2)607,0(222 222
23
2
133 ccq
.1)607,0(2)367,0(222 222
24
2
144 ccq
Artinya, pada setiap atom karbon ada satu electron-π. Perhitungan order-ikatan antara dua
atom bertetangga terdekat adalah sebagai berikut.
912,0)376,0607,0607,0376,0(222 2221121112 ccccp
436,0)376,0376,0607,0607,0(222 2322131223 ccccp
1
2
3
2
3
1
4 4
HOMO
LUMO
159
912,0)607,0376,0376,0607,0(222 2423141334 ccccp
Dengan order-ikatan tersebut maka jarak antara dua atom berdekatan adalah r12=r34=1,363 Å dan
r23=1,4310 Å. Artinya, ikatan antara C1 dan C2, antara C3 dan C4 adalah ikatan rangkap ( dan
), dan antara C2 dan C3 adalah ikatan tunggal (): CH2=CH-CH=CH2.
Valensi bebas pada setiap atom adalah sebagai berikut:
384.0)436,0912,0(732,1
820,0912,0732,1
32
41
FF
FF
Hasil itu menggambarkan bahwa atom C1 dan C4 yang berada diujung-ujung molekul
lebih reaktif dibandingkan atom C2 dan C3 yang ditengah. Hal ini sesuai dengan reaksi
Diels-Alder di mana butadiena + etilena sikloheksena seperti gambar berikut
Energi keadaan dasar: Eo=21+22=4+4,48. Energi lokalisasi adalah Elok=2(2+2)
sehingga energi delokalisasi adalah Ed=0,48 .
Selanjutnya, tinjaulah butadiena dalam keadaan tereksitasi dengan konfigurasi
elektron-122
131 seperti dalam gambar.
Energi dalam keadaan eksitasi adalah Eeks=21+2+3=4+1,62. Rapat muatan pada
setiap atom tetap saja sama dengan satu. Order ikatan adalah:
456,0)376,0(607,0376,0607,0)607,0376,0(2
2 3231222112113412
ccccccpp
737,0376,0376,0)607,0607,0(2
2
22
33322322131223
ccccccp
Dengan order-ikatan ini maka jarak r12=r34=1,432 Å dan r23=1,389Å; artinya, terjadi
pembalikan panjang ikatan, yang rangkap pada keadaan dasar menjadi tunggal pada
keadaan tereksitasi dan sebaliknya, seperti dalam gambar berikut.
C-H
C-H
CH2
CH2
+
CH2
CH2
CH
CH
CH2
CH2
CH2
CH2
CH2
CH2 CH
CH
keadaan
tereksitasi
1
2
3
2
3
1
4 4
160
Energi lokalisasi Elok=(2+2)+2=4+2, Eeks=4+1,62. Elok>Eeks. Artinya, keadaan
eksitasi samasekali tidak stabil. Jika dihitung valensi bebasnya, diperoleh: F1=F4=1,276
dan F2=F3=1,0; jadi ada peningkatan valensi bebas pada kedua atom di ujung-ujung
molekul. Hal ini menunjukkan, bahwa dalam reaksi Diels-Adler molekul butadiena
terlebih dahulu mengalami eksitasi sebelum membentuk sikloheksena..
Contoh 6.3 Siklo-profenil
Molekul ini mengandung tiga atom karbon yang membentuk siklis seperti gambar berikut.
Determinan sekuler untuk molekul ini adalah:
0
11
11
11
x
x
x
dari mana diperoleh x
3-3x+2=0, sehingga:
3232
11
;1
2;2
xx
x
Molekul ini bisa berupa kation (dua elektron-), radikal (tiga electron-π) dan
anion (empat elektron-π) seperti gambar berikut.
Pengisian elektron- pada orbital-orbital molekul untuk ketiganya adalah sebagai berikut:
Jadi energi masing-masing adalah:
24)(2)2(2
33)2(2
42)2(2
anio
rado
kato
E
E
E
Energi lokalisasi masing-masing adalah:
242)22(
23)22(
22
ani
lok
rad
lok
kat
lok
E
E
E
Dengan demikian maka energi delokalisasi masing-masing adalah:
CH
C H
CH
Radikal
CH
CH
CH
Anion
CH
C+H
CH
Kation
2=3
1
Anion Radikal Kation
161
0;;2 ani
d
rad
d
kat
d EEE
Jadi kestabilan paling tinggi dari siklo-propenil adalah dalam bentuk kation, baru radikal,
dan anion samasekali tidak stabil.
Contoh 6.4 Siklo-butadiena
Molekul ini mengandung empat atom karbon dalam bentuk siklis seperti gambar berikut.
Determinan sekuler untuk molekul ini adalah:
0
101
110
011
101
x
x
x
x
dari mana diperoleh:
2;2
;0
2;2
44
3232
11
x
xx
x
Dalam keadaan dasar penempatan elektron- pada orbital molekul adalah sebagai berikut:
Energi keadaan dasar adalah Eo=21+22=4+2; energi lokalisai Elok=2(2+2)
=4+4. Jadi, energi lokalisasi lebih besar dari pada energi keadaan dasarnya; artinya,
molekul ini sama sekali tidak stabil, atau tidak dapat disintesis.
Dari pembicaraan di atas, terlihat bahwa semakin besar molekul semakin besar
pula matriks Fijyang akan ditangani. Oleh sebab itu, perhitungan dilakukan dengan
membuat program komputer.
6.3 Poliena Terkonjugasi Linier
Seperti telah dikemukakan, dalam keadaan dasar molekul butadiene memiliki ikatan
rangkap dan ikatan tunggal secara berselang-seling. Molekul ini termasuk poliena
yang terkonjugasi linier.
Berdasarkan persamaan (6.28), dengan penerapan Hückel diperoleh
x
cxcc kkk 011
(6. 38)
CH CH
CH CH
4
2
1
3
162
dengan k=1, 2, ……, N adalah nomor yang diberikan pada atom-atom karbon mulai dari
satu ujung (1) hingga ujung lainnya (N). Untuk itu dapat diberikan syarat batas
01 No cc (6. 39)
Andaikanlah solusi persamaan (6.14) memenuhi
ikik
k BeAec
di mana A dan B adalah konstanta yang kompleks. Substitusi ke persamaan (6.38) akan
menghasilkan
cos2x (6. 40)
Selanjutnya, penerapan syarat batas (6.39) menghasilkan sin[(N+1)]=0, sehingga
NnN
n.........,,2,1;
1
(6. 41)
Akhirnya diperoleh
)]1/(cos[2 Nnn (6. 42)
dan koefisien
1sin
1
2
N
nk
Ncnk
(6. 43)
sedangkan orbital molekul adalah
k
knN
nk
N 1sin
1
2 (6. 44)
di mana k adalah orbital 2pz di atom karbon ke-k. Jelas bahwa, dari N buah atom karbon
(N buah elektron-) diperoleh N buah orbital molekul dengan energi orbital yang simetris
terhadap , seperti diperlihatkan dalam Gambar. 6.1. Terlihat dalam gambar bahwa untuk
N ganjil orbital energi adalah non-bonding, semua di bawahnya adalah bonding dan
semua di atasnya anti-bonding. Untuk N genap, tidak ada orbital non-bonding. Contoh
untuk N=3 adalah radikal allil dan N=4 adalah butadiene, sedangkan contoh bagi N yang
besar adalah poliena dan N adalah poliasetilena.
Untuk N genap, orbital molekul ke-N/2 disebut HOMO, dan orbital ke (N/2+1)
disebut
Gambar 6.1 Tingkat-tingkat energi orbital molekul dari molekul terkonjugasi linier
dalam keadaan dasar untuk N genap dan ganjil.
………………
. non-bonding
bonding
anti-bonding
N=2 N=3 N=4 N=10N
163
LUMO. Beda energi antara LUMO dan HOMO (sebutlah atau gap energi) dapat
diturunkan dengan menggunakan persamaan (6.21):
1
)1(cos4 2
1
N
N (6. 45)
Gap energi sebagai fungsi jumlah atom karbon adalah seperti Gambar 6.2. Orbital
molekul pada tingkat-tingkat HOMO dan LUMO disebut orbital molekul frontier.
Gambar 6.2 Gap energi sebagai fungsi jumlah atom karbon (N genap).
6.4 Poliena terkonjugasi siklis
Sebagai mana poliena terkonjugasi linier, poliena terkonjugasi siklis juga memenuhi
persamaan (6.35), namun dengan syarat batas:
kNk cc (6. 46)
Untuk itu, misalkan ik
k ec (6. 47)
sehingga dengan persamaan (6.46), )( kNiik ee . Dengan itu, maka 1iNe atau
ganjil;2/)1(
genap;2/
......,,2,1,0;2
NN
NN
nN
n (6. 48)
Selanjutnya substitusi persamaan (6.46) ke persamaan (6.38) menghasilkan
0)1()1( jiijji exee
atau
0 ii exe atau cos2x
sehingga diperoleh:
)/2cos(2 Nnn (6. 49)
Selanjutnya dengan persamaan (6.47) dan (6.48) diperoleh
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
0 0,1 0,2 0,3
1/N
Gap(s
atu
an b
eta
)
164
Nkni
nk eN
c /21 (6. 50)
sehingga, orbital molekul adalah
k
Nkni
kn eN
/21 (6. 51)
di mana k adalah orbital 2pz di atom karbon ke-k. Orbital-orbital molekul molekul siklis
dapat digambarkan seperti dalam Gambar 6.3.
Gambar 6.3 Orbital-orbital molekul dari molekul terkonjugasi siklis.
Sebagai aplikasi teori di atas, tinjaulah molekul siklo-pentadiena yang
mengandung lima atom karbon seperti dalam gambar di bawah ini.
Kelima tingkat energi orbital molekul adalah
62,1)5/2cos(2
62,0)5/2cos(2
2
2
1
0
Pengisian elektron- ke orbital-orbital tersebut dalam bentuk kation, radikal, dan anion
adalah seperti dalam gambar di bawah ini.
Energi ketiga jenis senyawa di atas, masing-masing adalah:
N=3 N=4 N=5 N=6 N=7
CH CH
H C+
CH CH
CH CH
HCo
CH CH
CH CH
HCoo
CH
Kation Radikal Anion
CH
2
o
1
Kation Radikal Anion
165
.48,66
;86,55
;24,54
ani
rad
kat
E
E
E
Energi lokalisasi masing-masing adalah:
.46
;45
;44
,
,
,
anilok
radlok
katlok
E
E
E
Energi delokalisasi masing adalah:
4,2
;86,1
;24,1
,
,
,
anid
radd
katd
E
E
E
Jadi, yang paling stabil dari ketiganya adalah senyawa anion sebagai akibat dari penuhnya
ketiga orbital. Kestabilan itu ditunjukkan oleh keasamannya yang tinggi dan
kemampuannya bereaksi dengan kalium membentuk K+(C10H10)
-. Di lain fihak telah
disadari sulitnya mensintesis senyawa kation (C10H10)+, yang disebut ion karbonium.
Molekul benzena yang mengandung enam buah elektron- memiliki energi
keadaan dasar 6+8, dan energi lokalisasi 6+6, sehingga energi delokalisasinya
adalah 2. Dapat dihitung pula bahwa jarak-jarak antara dua atom karbon berdekatan
adalah sama. Jadi keenam elektron- itu terdelokalisasi sepanjang cincinnya. Hal itu
menyebabkan karakter kearomatisannya cukup besar.
Teori orbital molekul pada poliena siklis menunjukkan kekhususan stabilitas
elektronik dari senyawa siklis dengan 4n+2 buah elektron-. Berdasarkan perhitungan
dengan metoda Hückel sistem koplanar yang memiliki 4n+2 buah elektron- mempunyai
stabilitas yang tinggi dan karakter kearomatisannya besar, sebagai akibat dari konfigurasi
dengan sel tertutup sebagai mana dalam gas inert.
6.5 Aplikasi Simetri
Untuk molekul yang besar, ukuran matriks dalam persamaan sekuler menjadi besar pula.
Hal itu menyebabkan perhitungan menjadi lebih sulit. Aplikasi simetri terhadap molekul
bersangkutan dapat membantu mempermudah perhitungan melalui pengelompokan IR.
Antara satu kelompok dan kelompok lain tidak ada interaksi sehingga matriks yang besar
bisa dipecah menjadi beberapa matriks kecil, seperti contoh berikut.
166
333231
232221
131211
333231
232221
131211
666564636261
565554535251
464544434241
363534333231
262524232221
161514131211
000
000
000
000
000
000
BBB
BBB
BBB
AAA
AAA
AAA
aaaaaa
aaaaaa
aaaaaa
aaaaaa
aaaaaa
aaaaaa
Berikut akan diperlihatkan dua contoh aplikasi simetri, butadiena dan antresena.
Butadiena
Tinjau molekul butadiena H2C=CH-CH=CH2; berdasarkan teori Hückel ada empat
buah orbital 2pz yang digunakan dalam pembentukan orbital molekul. Jadi, persamaan
sekulernya mengandung matriks berukuran 4x4.
Jika ditinjau dari segi simetri, dengan bidang-xy sebagai bidang molekul, akan
dipenuhi operasi-operasi simetri C2(z), h(xy) dan i. Jadi, molekul ini memiliki grup C2h
dengan karakter seperti Tabel 4.8.Operasi elemen-elemen grup terhadap orbital-orbital
{i=2pz} adalah seperti Tabel 6.1 berikut total karakter setiap operasi simetri tersebut.
Tabel 6.1 Operasi grup C2h terhadap orbital-orbital dan total karakternya masing-masing
I C2(z) h(xy) i
1 1 4 1 4
2 2 3 2 3
3 3 2 3 2
4 4 1 4 1
4 0 4 0
Selanjutnya, karakter di atas dipakai untuk menentukan representasi yang sesuai
berdasarkan tabel karakter C2hpada Tabel 4.8 .
C2h I C2 h i
Ag 1 1 1 1 Rz,x2,y
2,z
2,xy
Au 1 1 -1 -1 z
Bg 1 -1 -1 1 Rx, Ry, xz, yz
Bu 1 -1 1 -1 x, y
y
1 3
x
z 2
4
167
Berdasarkan persamaan (4.12) koefisien-koefisien ai dihitung menggunakan Tabel 4.8
dan karakter dalam Tabel 6.1 sebagai berikut:
a(Ag)=¼(41+01+41+01)=2,
a(Au)=¼(41+01-41-01)=0,
a(Bg)=¼(41-01-41+01)=0,
a(Bu)=¼(41-01+41-01)=2.
Jadi, representasi untuk butadiena adalah
=2Ag+2Bu.
Artinya, dua buah orbital teradaptasi simetri Ag dan dua buah teradaptasi Bu.
Selanjutnya, akan ditentukan orbital-orbital yang teradaptasi simetri {i} sebagai
kombinasi linier dari orbital-orbital asal {i=2pz}. Untuk itu hasil operasi simetriorbital-
orbital asal dikalikan dengan karakter-karakter Ag dan Bu, dan dijumlahkan.
C2h I C2 h i
1 1 4 1 4
2 2 3 2 3
Ag 1 1 1 1
Bu 1 -1 1 -1
Melihat tabel di atas diperoleh orbital-orbital teradaptasi sesuai representasinya.
)(
)(
)(
)(
3221
432324
4121
341413
3221
232322
4121
141411
u
g
B
A
Dengan orbital-orbital teradaptasi itu, maka elemen-elemen matriks Fijadalah
)00(
]ˆˆˆˆ[ˆ
21
4414411121
1111 FFFFFF
)00(
]ˆˆˆˆ[ˆ
21
3424312121
212112 FFFFFFF
)(
]ˆˆˆˆ[ˆ
21
3323322221
2222 FFFFFF
)00(
]ˆˆˆˆ[ˆ
21
4414411121
3333 FFFFFF
)00(
]ˆˆˆˆ[ˆ
21
3424312121
434334 FFFFFFF
168
)(
]ˆˆˆˆ[ˆ
21
3323322221
4444 FFFFFF
Dengan itu semua, maka persamaan sekuler adalah
0
00
00
00
00
4
3
2
1
c
c
c
c
Jadi, matriks berukuran 44 dalam Contoh 6.2 berubah menjadi dua buah matriks yang
berukuran 22, dengan persamaan sekuler masing-masing adalah
0:2
1
c
cAg
0:
4
3
c
cBu
Determinan sekularnya adalah:
Dengan determinan-determinan di atas diperoleh energi orbital molekul sebagai berikut:
3
1
62,0
62,1)(
gA
2
4
62,0
62,1)(
uB
Hasil-hasil energi di atas sama dengan hasil-hasil dalam Contoh 6.2. Selanjutnya dengan
hasil di atas, maka untuk representasi Ag diperoleh: untuk 1: c1=0,53, c2=0,85 dan untuk
3: c1=0,85, c2=-0,53.Untuk representasi Budiperoleh untuk2: c1=0,85 dan c2=-0,53 dan
untuk 4: c1=0,53, c2=-0,85. Dengan demikian maka orbital molekul yang teradaptasi
simetri adalah
)(375,0)(607,053,085,0
)(607,0)(375,085,053,0:
3241213
3241211
gA
)(607,0)(375,085,053,0
)(375,0)(607,053,085,0:
3241214
3241432
uB
0:
;0:
u
g
B
A
169
Hasil-hasil di atas sama dengan hasil dalam Contoh 6.2. Dengan hasil-hasil tersebut,
struktur elektronik butadiena dalam keadaan dasar o adalah seperti dalam Gambar 6.3
Gambar 6.3 Orbital molekul-orbital molekul butadiena.
Jelaslah bahwa struktur elektronik yang diperoleh dengan menggunakan simetri
sama dengan hasil yang diperoleh tanpa memperhatikan simetri. Hanya saja, dengan
penerapan simetri kita memecahkan dua buah determinan sekuler berukuran 2x2 yang
jauh lebih mudah dibandingkan dengan determinan berukuran 4x4.
Sekarang akan dibahas transisi elektron-; mula-mula diperiksa representasi
fungsi-fungsi keadaan sebagai berikut.o122
2, 11
22
13
1, 21
22
14
1,
3112
23
1 dan 41
12
24
1. Dari struktur elektronik dalam Gambar 6.3 representasi
masing-masing adalah
(o)=Ag2Bu
2=AgAg =Ag
(1)=Ag2BuAg=AgBu=Bu
(2)=Ag2BuBu=AgAg=Ag
(3)=AgBu2Ag=AgAgAg=Ag
(4)=AgBu2Bu=AgAgBu=Bu.
Representasi transisi-transisi adalah
(o)(1)=AgBu=Bu
(o)(2)=AgAg=Ag
(o)(3)=AgAg=Ag
(o)(4)=AgBu =Bu
Dari Tabel 4.8jelas bahwa komponen dipol exx dan eyy masing-masing
memiliki representasi Bu. Suatu transisi diizinkan jika memenuhi persamaan (4.24) yakni
)()()ˆ( no . Jadi, transisi o1 dan o4 diizinkan sedangkan
transisio2 dan o3adalah terlarang. Dapat diperiksa pula bahwa transisi 1 ke
2 juga bisa terjadi. Transisi-transisi itu diperlihatkan dalam Gambar 6.4. Panjang
gelombang dalam Gambar 6.4(b) adalah
2,1;1,0;)eV(
24,1)μm(
ki
EEE
hc
kiik
ki
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa ada dua hal penting yang
diperoleh dari aplikasi simetri: (1) ukuran matriks dalam persamaan sekuler menjadi kecil
sehingga mudah diselesaikan, dan (2) mungkin atau tidak terjadinya transisi elektron
antara dua keadaan mudah terlihat.
4 4(Bu)
3
1
3(Ag)
2(Bu)
1(Ag)
2
170
Gambar 6.4 (a) Transisi-transisi elektron dalam butadiena, (b) spektrum UV-Vis.
Naftalen
Sesuai dengan teori elektron-, molekul naftalena seperti gambar di bawah
memiliki sepuluh buah orbital 2pz yang digunakan dalam pembentukan orbital molekul.
Jadi persamaan sekulernya berukuran 10x10.Berdasarkan gambar itu, molekul tersebut
memiliki operasi-operasi simetri C2(z), C2(y), C2(x), h(xy), h(xz), h(yz), dan i. Jadi,
molekul ini memenuhi grup D2h dengan karakter seperti Tabel 4.9.
D2h I C2(z) C2(y) C2(x) h(xy) h(xz) h(yz) i
Ag 1 1 1 1 1 1 1 1
Au 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1
B1g 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1
B1u 1 1 -1 -1 -1 1 1 -1 z
B2g 1 -1 1 -1 -1 1 -1 1
B2u 1 -1 1 -1 1 -1 1 -1 y
B3g 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1
B3u 1 -1 -1 1 1 1 -1 -1 x
Operasi simetri terhadap orbital-orbital atom 2pzadalah seperti tabel di bawah ini.
Dalam tabel ditampilkan karakter setiap operasi.
z
8
1
10
9
7
6
5
4
3
2
y
x
(b)
(a)
2(Ag)
0(Ag)
1(Bu)
E0
E1
E2
02 01 12
171
D2h I C2(z) C2(y) C2(x) h(xy) h(xz) h(yz) i
1 1 5 -8 -4 -1 4 8 5
2 2 6 -7 -3 -2 3 7 6
3 3 7 -6 -2 -3 2 6 7
4 4 8 -5 -1 -4 1 5 8
5 5 1 -4 -8 -5 8 4 1
6 6 2 -3 -7 -6 7 3 2
7 7 3 -2 -6 -7 6 2 3
8 8 4 -1 -5 -8 5 1 4
9 9 10 -9 -10 -9 10 9 10
10 10 9 -10 -9 -10 9 10 9
10 0 -2 0 -10 0 2 0
Selanjutnya, berdasarkan tabel karakter (Tabel 4.9) dihitung koefisien-koefisien
bagi setiap representasi.
2)012101)10(1012101101(8
1)(
0)012101101012101101(8
1)(
u
g
Aa
Aa
2)012101)10(101)2(101101(8
1)(
3)012101)10(101)2(101101(8
1)(
0)012101)10(101)2(101101(8
1)(
2
1
1
g
u
g
Ba
Ba
Ba
0)012101)10(101)2(101101(8
1)( 2 uBa
3)012101)10(101)2(101101(8
1)( 3 gBa
0)012101)10(101)2(101101(8
1)( 3 uBa
Dari hasil di atas maka naftalena memiliki representasi:
gguu BBBA 321 3232
Jadi, dari sepuluh orbital 2pzdua buah di antaranya masukdalam representasi Au, tiga buah
dalam B1u, dua buah dalam B2g dan tiga buah dalam B3g. Berdasar tabel di bawah ini
D2h I C2(z) C2(y) C2(x) h(xy) h(xz) h(yz) i
1 1 5 -8 -4 -1 4 8 -5
2 2 6 -7 -3 -2 3 7 -6
9 9 10 -9 -10 -9 10 9 -10
Au 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1
B1u 1 1 -1 -1 -1 1 1 -1
B2g 1 -1 1 -1 -1 1 -1 1
B3g 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1
172
diperoleh orrbital-orbital teradaptasi simetri untuk setiap representasi, yakni
)(
)(:
763221
2
854121
1
uA
)(
)(
)(
:
10921
5
763221
4
854121
3
1
uB
)(
)(:
763221
7
854121
6
2
gB
)(
)(
)(
:
10921
10
763221
9
854121
8
3
gB
Kini jelas, bahwa determinan sekuler yang 10x10 berubah menjadi 2x2, 3x3, 2x2 dan 3x3
seperti berikut. Elemen-elemen Fij dalam representasiAu adalah:
7632763241
22
7632854141
2112
21
8541854141
11
ˆ
ˆ
ˆ
:
FF
FHF
FF
Au
Selanjutnya dengan cara yang sama diperoleh:
10910921
55
1097632221
5445
7632763241
44
21
1098541221
5335
7632854141
4334
21
8541854141
33
1
ˆ
;0ˆ
;ˆ
ˆ
;ˆ
;ˆ
:
FF
FFF
FF
FFF
FFF
FF
B u
7632763241
77
7632854141
7667
21
8541854141
66
2
ˆ
ˆ
;ˆ
:
FF
FFF
FF
B g
173
10910921
10,10
1097632221
9,1010,9
7632763241
99
1098541221
8,1010,8
7632854141
9889
21
8541854141
88
3
ˆ
;0ˆ
;ˆ
2ˆ
;ˆ
;ˆ
:
FF
FFF
FF
FFF
FFF
FF
B g
Jadi, determinan sekuler dan energi orbital molekul dalam masing-masing representasi
adalah:
62.1
;62.0)(0: uu AA
828,1
;828.0
;
)(0
0
0: 1
21
21
1 uu BB
62,0
;62,1)(0: 22 gg BB
67.0
;67.1
;
)(0
0
0: 3
21
21
3 gg BB
Koefisien-koefisien kombinasi linier dari {i} untuk pembentukan orbital molekul
dihitung seperti biasa, dan hasilnya:
850,0;525,062.1
525,0;850,062.0)(
21
21
cc
ccAu
479,0;678,0;558,0828,1
315,0;453,0;83,0828,0
830,0;597,0;0
)(
321
321
321
1
ccc
ccc
ccc
B u
525,0;85,062,0
85,0;525,062,1)(
21
21
2cc
ccB g
;579,0816,0;599,0734,1
;73,0;341,0;593,0734,0
;830,0;597,0;0
)(
321
321
321
3
ccc
ccc
ccc
B g
174
Jadi, orbital molekul yang diungkapankan melalui kombinasi linier dari {i=2pz} jika
diurut sesuai dengan urutan energi mulai dari paling negatif (ingat dan negatif)
adalah:
Energi Orbital molekul j
1=+1,828 1=0,28(1+4+5+8)+0,34(2+3+6+7)+0,34(9+10) B1u
2=+ 2=-0,30(2+3+6+7)-0,59(9-10) B1u
3=+0,734 3=0,30(1-4-5+8)-0,17(2-3-6+7)+0,52(9-10) B3g
4=+0,62 4=0.43(1+4-5-8)-0,26(2+3-6-7) B2g
5=+0,62 5=0,43(1-4+5-8)+0,26 (2-3+6-7) Au
6=-0,828 6=0,42(1+4+5+8)-0,23(2+3+6+7)-0,23(9+10) B1u
7=- 7=-0,3(2-3-6+7)+0,6(9-10) B3g
8=-1,62 8=0,26(1+4+5+8)-0,43 (2-3+6-7) Au
9=-1,62 9=0.26(1+4+5+8)+0,43(2+3-6-7) B2g
10=-1,734 10=0,30(1+4+5+8)-0,41(2-3-6+7)+0,43(9-10) B3g
Struktur elektronik dalam keadaan dasar o diperlihatkan dalam Gambar 6.5. Selain itu
digambarkan juga tiga buah keadaan tereksitasi, 1 hasil transisi sebuah elektron dari
56 , 2 hasil transisi sebuah elektron dari 57 dan 3 hasil transisi sebuah
elektron dari 46.
Gambar 6.5 Keadaan dasar dan beberapa keadaan tereksitasi molekul naftalena.
Representasi keadaan-keadaan seperti dalam gambar adalah
gggguugguu
gggguugguu
BBAABABBBB
AAAAAABBBB
11122111
22110
......)).......(()(
.....))()......(()(
uugggugguu BBAABABBBB 33322112 .......)).....(()(
uugguuuguu BBAABAABBB 2212113 ......)()........()(
Jadi, representasi momen transisi untuk n=1, 2 dan 3 masing-masing adalah B1g, B3u dan
B2u. Artinya,
transisi 10 : ggg BBA 1110 )()()ˆ(
transisi 20 : uug BBA 3320 )()()ˆ(
transisi 30 : uug BBA 2230 )()()ˆ(
B3g
B1u
B2g
Au
B1u
10
;579,0816,0;599,0734,1
;73,0;341,0;593,0734,0
;830,0;597,0;0
)(
321
321
321
3
ccc
ccc
ccc
B g
10
7
6
5
4
1
;579,0816,0;599,0734,1
;73,0;341,0;593,0734,0
;830,0;597,0;0
)(
321
321
321
3
ccc
ccc
ccc
B g
o 1 2 3
B3g 10
;579,0816,0;599,0734,1
;73,0;341,0;593,0734,0
;830,0;597,0;0
)(
321
321
321
3
ccc
ccc
ccc
B g
10
7
6
5
4
1
;579,0816,0;599,0734,1
;73,0;341,0;593,0734,0
;830,0;597,0;0
)(
321
321
321
3
ccc
ccc
ccc
B g
10
7
6
5
4
1
;579,0816,0;599,0734,1
;73,0;341,0;593,0734,0
;830,0;597,0;0
)(
321
321
321
3
ccc
ccc
ccc
B g
10
;579,0816,0;599,0734,1
;73,0;341,0;593,0734,0
;830,0;597,0;0
)(
321
321
321
3
ccc
ccc
ccc
B g
10
7
6
5
4
1
;579,0816,0;599,0734,1
;73,0;341,0;593,0734,0
;830,0;597,0;0
)(
321
321
321
3
ccc
ccc
ccc
B g
175
Berdasarkan Tabel 4.9 komponen dipole x, y dan zmasing-masing memiliki representasi
B3u, B2u dan B1u. Jadi, transisi 10 terlarang sedangkan transisi 20 dan
transisi 30 diperbolehkan masing-masing dengan komponen dipol x dan y.
6.6 Pengaruh Heteroatom dan Substituen Dalam suatu molekul heterosiklik, suatu atom karbon bisa diganti dengan atom lain
seperti N dan O, dan di dalam molekul tersubstitusi suatu atom hidrogen diganti dengan
atom lain atau gugus substitusi seperti F dan NH2. Kehadiran atom lain dalam suatu
molekul heterosiklis menyebabkan elemen matriks Fii(=i) untuk heteroatom berbeda
dengan atom karbon yang masih ada. Demikian pula harga i di mana imenyatakan
heteroatom.
Secara umum besaran dan untuk heteroatom dirumuskan sebagai beikut:
ii
ii
k
h
(6. 52)
di mana dan adalah nilai untuk atom karbon, sedangkan hidan kibergantung pada jenis
heteroatom (ke-eloktronegatifan) seperti dalam table di bawah ini.
Harga-harga hi dan ki untuk berbagai atom
Atom-i hi Ikatan ki
-O- 2 C-O- 0.8
N-O- 0.7
O= 1 C=O 1.0
-N- 1.5 C-N- 0.8
-N= 0.5 C=N- 1.0
-F 3 C-F 0.7
-Cl 2 C-Cl 0.4
-Br 1.5 C-Br 0.3
Sebagai contoh, perhatiakan molekul formaldehid H2C=O; determinan sekuler adalah:
011
1
x
x atau x
2+x-1=0.
Hasilnya, x=0,62 dan x=-1,62 atau energi orbitalmolekul adalah
1= +1,62 ,
2= -0,62 .
Dengan 1 diperoleh
1=0,525φC+ 0,851φO,
dan dengan 2 diperoleh
2=0,851φC- 0,525φO.
Penggambarannya diperlihatkan dalam Gambar 6.6 di mana energi orbital molekul
bonding (1) lebih dekat pada orbital atom oksigen dan orbital molekul anti-bonding
176
(2) lebih dekat orbital atom karbon seperti diperlihatkan dalam Gambar 6.6.
Gambar 6.6 Pembentukan orbital molekul pada formaldehida.
Kerapatan muatan pada masing-masing atom dalam keadaan dasar adalah:
qC= 2x 0,5252=0,55
qO=2x0,8512=1,45.
Artinya, atom O menarik 0,45 elektron dari atom C; hal ini sesuai dengan sifat atom
oksigen yang senang menarik elektron (ke-elektronegatifan-nya lebih tinggi dari pada
karbon).
Dalam molekul heterosiklis piridin, atom nitrogen dipandang terhibridisasi sp2
dengan lone pair mengarah ke luar bidang cincin. Oleh sebab itu nitrogen ini mempunyai
satu elektron valensi yang tersisa untuk berperan dalam ikatan elektron -, sehingga
piridin adalah isoelektronik- dengan benzen. Kerapatan elektron dan order ikatan
dihitung dari tiga buah orbital molekul yang masing-masing ditempati elektron-. Hasil
perhitungan kerapatan elektron untuk piridin adalah sebagai berikut (Murrel et.al.,1977):
Terlihat bahwa sebagian muatan dari masing-masing atom karbon tertarik menuju atom
nitrogen yang mempunyai keelektronegatifan lebih besar dari atom karbon. Juga terlihat
bahwa kehadiran atom N memberi pengaruh yang besar pada atom-atom alternasi; hal ini
sesuai dengan ‘hukum polaritas yang beralternasi’.
1,147
0,962 0,962
0,987 0,987
0,910
10
N
φO
φC
1,1
2,2
177
Soal-soal
6.1 Untuk molekul hipotetis trimetilen metan (CH2)3C tuliskanlah persamaan sekuler
menurut metoda Hückel. Kemudian tentukanlah orbital-orbital molekul dan energi
orbital bersangkutan dalam keadaan dasar. Gambarkanlah tingkat-tingkat energi
orbital itu dan tempatkanlah elektron-. Selanjutnya hitunglah order-order-ikatan,
dan jarak antar karbon.
6.2. Molekul etilen dirumuskan seperti H2C=CH2 dan formaldehid seperti H2C=O.
Parameter ho=1 dan kc-o=1 untuk atom oksigen. Selesaikanlah pertanyaan berikut
atas dasar metoda Hückel.
a. Hitunglah energi-orbital dan orbital molekul bersangkutan pada etilen. Dalam
keadaan dasar, tentukanlah kerapatan elektron- di masing-masing atom karbon,
dan hitung pula panjang ikatan C=C.
b. Hitunglah energi-orbital dan orbital molekul bersangkutan pada formaldehid.
Dalam keadaan dasar,tentukanlah kerapatan elektron- di atom karbon dan di
atom oksigen, dan hitung pula panjang ikatan C=O.
c. Jelaskanlah perbedaan hasil-hasil perhitungan untuk kedua molekul.
6.3 Tunjukkan bahwa dalam konfigurasi keadaan dasar butadiena, panjang ikatan 1-2
dan 3-4 lebih pendek daripada 2-3; dalam konfigurasi tereksitasi pertama panjang
ikatan 2-3 lebih pendek daripada 1-2 dan 3-4. Tunjukkan pula bahwa pada anion-
butadiena panjang ikatan-ikatan hampir sama.
6.4 Hitunglah energi dan orbital molekul benzene.
6.5 Energi ionisasi benzene 9.4 eV, naftalena 8.3 eV dan antrasena 7 eV. Gunakanlah
data ini untuk menentukan dan yang diperlukan dalam metoda Hückel.
6.5 Hitunglah energi dan orbital molekul sikalopentadien
6.7 Hitunglah tingkat-tingkat energi orbital molekul dan koefisien-koefisien LCAO
untuk molekul terkonjugasi di bawah ini.
Siklobutadiena trimetilen metana metilen siklopropena
6.8 Buat program MATLAB untuk molekul-molekul di bawah ini.
Bandingkan total energi keduanya. Apa kesimpulan anda tentang pengaruh cabang
dalam molekul terkonjugasi?
1,3,5-heksatriena 3-metilena-1,4,pentadiena
6.9 Berikut adalah senyawa-senyawa bisiklik. Semuanya mempunyai 10 elektron-π.
178
(a) Yang manakah yang memperlihatkan stabiltas aromatic?
(b) Sifat tak-biasa apakah dari azulen yang bisa diramalkan dari perhitungan?
6.10 Tentukanlah (i) tingkat-tingkat energi dan orbital molekul, (ii) panjang ikatan, dan
(iii) spectrum UV, untuk molekul naftalen.
6.11 Lakukan hal yang sama dengan soal nomor 5 untuk molekul antrasena.
6.12 Gunakanlah simetri molekul untuk menghitung tingkat-tingkat energi dan orbital
molekul naftalen.
6.13 Gunakanlah simetri molekul untuk menghitung tingkat-tingkat energi dan orbital
molekul antrasena.
6.14 Hitunglah energy delokalisasi karbocation, karbanion, dan radikal bebas yang
diperoleh dari propana.
6.15 Hitunglah kerapatan electron, order ikatan dan energy delokalisasi pada molekul-
molekul berikut.
formaldehida formamida urea
6.16 Bandingkanlah stabilitas furan dan pirrol dengan siklopentadienil anion. Apakah
aturan aromatik 4n+2 berlaku untuk heterosiklik?
furan pirrol siklopentadienil anion
Naftalen Azulen [6,2,0]-bisiklodekapenten
179
BAB 7
METODA KOMPUTASI STRUKTUR ELEKTRONIK
Dalam paragraf 3.4 telah dibahas metoda SCF untuk atom yang mengandung banyak
elektron berdasarkan pandangan Hatree-Fock. Dalam paragraf 5.2 telah dikemukakan
pula teori orbital molekul berdasarkan pandangan Roothaan. Dalam bab ini akan
dikemukakan perumusan Hatree-Fock-Roothaan secara umum dan bagaimana perumusan
itu dipakai untuk molekul. Bertolak dari perumusan Hartree-Fock-Roothaan,
berkembanglah metoda-metoda komputasi untuk studi molekul. Metoda-metoda itu bisa
dibagi menjadi dua kategori: ab initio dan semiempirik. Metoda ab initioadalah metoda
yang dalam perumusan-perumusannya sepenuhnya tidak mengandung parameter-
parameter eksperimen. Metoda ini menggunakan, interaksi konfigurasi, teori perturbasi
dan teori fungsional densitas.Semua integral dievaluasi secara eksak. Hasil perhitungan
dengan metoda ab initio setaraf dengan hasil eksperimen, hanya saja memerlukan
komputer yang lebih canggih agar proses komputasi berlangsung lebih cepat khususnya
untuk molekul besar.
7.1 Perumusan Hartree-Fock-Roothaan
Untuk suatu molekul yang memiliki banyak elektron, Hamiltonian elektron tunggal
(dalam satuan atom) dirumuskan seperti
r
eHH c
0
2
21
4)(ˆ)(ˆ (7.1)
di mana
a a
ac
c
r
eZ
mH
0
22
2
42)(ˆ
(7.2)
sehingga hamiltonian total sistem elektron adalah
r
eHHH c
0
2
21
4)(ˆ)(ˆˆ (7.3)
Dalam persamaan-persamaan di atas Za adalah nomor atom ke-a, rμa jarak antara elektron
ke-μ dan inti ke-adan rμν adalah jarak antara elekron ke-μ dan elektron ke-ν.
Dalam persamaan (7.1) potensial antara dua elektron melibatkan secara serentak
koordinat masing-masing elektron ke-μ dan ke- yang tidak bisa dievaluasi secara eksak.
Untuk itu Fock melakukan pendekatan dengan memandang potensial sebagai potensial
elektron ke-μ dalam medan rata-rata elektron ke- yang menduduki orbital molekul ke-n,
vnn dVr
e)(
1)(
4
*
0
2
(7.4a)
Karena elektron dapat bertukar tempat antara orbital-orbital molekul, maka potensial itu
bisa dipandang mencakup
vmn dVr
e)(
1)(
4
*
0
2
(7.4b)
180
Kedua macam potensial di atas harus dijumlahkan pada semua orbital molekul yang
ditempati elektron. Untuk sistem elektron dengan sel tertutup, jumlah orbital molekul
adalah N genap. Dengan demikian, Hamiltonian untuk satu elektron dinyatakan sebagai
Hamiltonian efektif elektron-tunggal, misalnya untuk elektron ke-
2/
)(ˆ)(ˆ2)(ˆ)(ˆN
n
nn
c KJHF (7.5)
F disebut operator Fock di mana
)()(1
)(4
)()(ˆ *
0
2
mvnnmn dVr
eJ
(7.6)
)()(1
)(4
)()(ˆ *
0
2
nvmnmn dVr
eK
(7.7)
Operator J dan K masing-masing disebut operator Coulomb dan operator tukar. Angka 2
pada operator Coulomb dalam persamaan (7.5) menyatakan jumlah elektron yang
menempati suatu orbital molekul untuk sistem elektron dengan sel tertutup. Operator
tukar muncul karena persyaratan fungsi gelombaang yang harus antisimetrik terhadap
pertukaran elektron. Persamaan-persamaan (7.5) sampai dengan (7.7) disebut persamaan
Hartree-Fock. Selanjutnya persamaan (7.2) berubah menjadi
)(ˆ FH (7.8)
Persamaan eigen dari operator Fock untuk elektron ke-μ pada suatu orbital
molekul, misalnya n(μ), adalah
)()()(ˆ nnnF (7.9)
Dalam bab-bab yang lalu telah dikemukakan aproksimasi MO LCAO dari
Roothaan, yakni pembentukan suatu orbital molekulψi (fungsi ruang) sebagai kombinasi
linier dari orbital-orbital atom yang selanjutnya disebut sebagai fungsi-fungsi basis {i},
i
inin c (7.10)
Fungsi basis akan dibahas dalam paragraf 7.2.Substitusi persamaan (7.10) ke persamaan
(7.9) menghasilkan persamaan sekuler:
i
njijnij cSF 0 (7.11)
dengan elemen-elemen matriks Fock
dVFF jiij ˆ* (7.12)
181
dan integral overlap
dVS jiij * (7.13)
Ungkapan rinci dari Fij dalam persamaan (7.12) adalah sebagai berikut:
dVKJVdHF j
n
nnij
c
iij )()]()(2[)()()(ˆ)( ** (7.14)
atau
lk
kl
c
ij
lk n
nlnk
c
ij
n
jklinlnki
lk
kl
ji
n
nlnk
c
ijij
kjilklijPH
kjilklijccH
dVdVr
ecc
dVdVr
eccHF
,
21
,
21*
*
0
2***
*
0
2**
)]()[(
)]()[(2
)()(4
)()()(
)()(4
)()(2
(7.15)
di mana
dVHH j
c
i
c
ij )()(ˆ)(*
(7.16)
Integral )( klij dan )( kjil masing-masing disebut integral repulsif dua-elektron, dan
ungkapannya adalah
dVdVr
eklij lkji )()(
1)()(
4)( **
0
2
(7.17)
dVdVr
ekjil jkli )()(
1)()(
4)( **
0
2
(7.18)
Adapun Pkl dalam persamaan (7.15) adalah order ikatan antara orbital atom ke-k dan
orbital atom ke-l, yakni
occ
n
nlnkkl ccP 2 (7.19)
Berdasarkan perumusan-perumusan di atas, program komputer untuk komputasi
molekul dapat dirancang berdasarkan diagram alir seperti diperlihatkan dalam Gambar
7.1. Elemen matriks Fock {Fij} harus dihitung terlebih dahulu, namun dalam setiap Fij itu
diperlukan koefisien-koefisien {cnj} untuk menghitung order ikatan {Pij}. Oleh sebab itu,
perhitungan hanya dapat dilaksanakan secara iteratif dengan memberikan harga awal,
{P0ij}. Metoda perhitungan seperti inilah yang disebut self-consistent field (SCF).
Akhirnya, dengan menggunakan hasil perhitungan SCF, fungsi keadaan dasar di-
bangun dalam bentuk determinan Slater dari seluruh orbital molekul yang diduduki
elektron. Untuk sistem sel tertutupfungsi itu adalah determinan Slater dari semua spin-
orbital molekul seperti,
182
)(.).........()()()(
...........................................................................
...........................................................................
)2(..).........2()2()2()2(
)1(..).........1()1()1()1(
!
1
2/2211
2/2211
2/2211
NNNNN
N
N
N
N
o
(7.20a)
dengan )(is
n adalah spin-orbital molekul ke-n yang ditempati elektron ke-i dengan spin s
( atau ). Secara simbolik fungsi keadaan itu dituliskan seperti
2/11 ........... No (7.20b)
Gambar 7.1 Diagram alir metoda perhitungan SCF.
Dalam persamaaa (7.20a) dan (7.20b) terlihat bahwa setiap orbital molekul n ditempati
oleh dua elektron dengan spin berpasangan; ini sesuai dengan prinsip Pauli. Perumusansel
ya
Fij
{P0ij}, Δ
Start
{n},{cnj}
{Pij}
{Pij}-P0ij}Δ tidak
{P0ij}={Pij}
iter=1
iter=iter+1
{n},{cnj}}
Stop
Diag. F
183
tertutup seperti ini dikenal dengan istilahrestricted Hartree Fock (RHF). Gambaran
susunan elektron dan spinnya dalam keadaan dasar diperlihatkan dalam Gambar 7.2.
Gambar 7.2 Susunan elektron dan spinnya dalam keadaan dasar.
Contoh 7.1Tunjukkan bahwa fungsi keadaan
)2()2(
)1()1(
2
1
11
11
o
adalah fungsi eigen dari Hamiltonian ).2(ˆ)1(ˆˆ HHH
)2()1()2()1(2
1
)2()2(
)1()1(
2
11111
11
11
11
o
)2()2(ˆ)1()2()2(ˆ)1(2
1)2()1()1(ˆ)2()1()1(ˆ
2
1
)2()1()2()1()2(ˆ)2()1()2()1()1(ˆ2
1
)2()1()2()1(2
1)]2(ˆ)1(ˆ[ˆ
11111111
11111111
11110
HHHH
HH
HHH
)1()1()1()1()1()1(ˆ)1(
)1()1()1()1()1()1(ˆ)1()1(ˆ
111111
111111
H
HH
)2()2()2()2()2()2(ˆ)2(
)2()2()2()2()2()2(ˆ)2()2(ˆ
111111
111111
H
HH
021
111121
11112111110
)(
)2()1()2()1()(
)2()1()2()1(2
1)2()1()2()1(
2
1ˆ
H
.
.
.
.
.
.
.
.
N
m
N/2+1
N/2
k
1
184
Contoh 7.2 Tunjukkan bahwa fungsi keadaan
0
)3()3()3(
)2()2()2(
)1()1()1(
!3
1
111
111
111
o
0
)3()2()1()3()2()1()3()2()1(
)3()2()1()3()2()1()3()2()1(!3
1
111111111
111111111
o
Jadi, fungsi diatas bukan fungsi eigen dari )3(ˆ)2(ˆ)1(ˆˆ HHHH karena fungsi itu
melanggar prinsip Pauli.
Contoh 7.3 Tunjukkanlah bahwa fungsi keadaan dasar sistem sel tertutup (RHF) adalah
fungsi eigen dari operator spin 2S . Untuk itu tinjaulah fungsi keadaan dasar dari sistem
dua elektron:
.
)2()2(
)1()1(
!2
1
11
11
o
Fungsi itu dapat dinyatakan seperti:
)1()2()2()1()2()1(2
1
)1()1()2()2()2()2()1()1(2
1)2()1()2()1(.
2
1
11
11111111
o
Operator spin 21 ssS
sehingga (lihat paragraf 2.6)
.ˆˆˆˆˆˆ2ˆˆ
)ˆˆˆˆˆˆ(2ˆˆˆ.ˆ2ˆˆ)()(ˆ
212121
2
2
2
1
212121
2
2
2
121
2
2
2
12121
2 .
ssssssss
ssssssssssssssssS
zz
yyxxzz
.
)1()2()2()1(4
3)1(ˆ)2()2()1(ˆ)1()2()2()1(ˆ 22
1
2
1
2
1 sss
)1()2()2()1(4
3)1()2(ˆ)2(ˆ)1()1()2()2()1(ˆ 22
2
2
2
2
2 sss
)]1()2()2()1([2
1)1()2(
2
1
2
1)2()1(
2
1
2
12
)]1(ˆ)2(ˆ)2(ˆ)1(ˆ[2)1()2()2()1(ˆˆ2
2
122121
zzzzzz ssssss
)2()1()1()2(0
)1(ˆ)2(ˆ)2(ˆ)1(ˆ)1()2()2()1(ˆˆ
2
122121
ssssss
185
)1()2(0)2()1(
)1(ˆ)2(ˆ)2(ˆ)1(ˆ)1()2()2()1(ˆˆ
2
122121
ssssss
)]1()2()2()1([)1()2()2()1()ˆˆˆˆ( 2
2121 ssss
00)1()2()2()1()2()1(2
1
2
1
4
3
4
3
)1()2()2()1(ˆ)2()1(2
1ˆ
11
2222
2
11
2
o
o SS
Jadi fungsi keadaan dasar o adalah fungsi eigen dari operator spin 2S dengan nilai eigen
nol.
Dari hasil perhitungan SCF, keadaan tereksitasi singlet berkaitan dengan promosi
satuelektron dari orbital molekul k (kN/2) ke m (mN/2+1) menghasilkan keadaan
eksitasi
2/111
2/111
1
........
........2
1
Nkkmk
Nkmkkmk
(7.20c)
atau
)().........()()()(....)(
................................................................................................
...............................................................................................
)2(.).........2()2()2()2(......)2(
)1(..).........1()1()1()1(.......)1(
!2
1
2/111
2/111
2/111
1
NNNNNN
N
Nkmkk
Nkmkk
Nkmkk
mk
(7.20d)
)().........()()()(....)(
................................................................................................
...............................................................................................
)2(.).........2()2()2()2(......)2(
)1(..).........1()1()1()1(.......)1(
2/111
2/111
2/111
NNNNNN Nkmkk
Nkmkk
Nkmkk
di mana tanda negatif untuk keadaan singlet dan tanda positif untuk keadaan triplet.
Gambar 7.3 memperlihatlan susunan elektron dalam keadaan-keadaan tereksitasi singlet
dan triplet.
Gambar 7.3 Susunan elektron dalam keadaan tereksitasi: (-) singlet dan (+) triplet.
.
.
.
.
.
.
.
.
N
m
N/2+1
N/2
k
1
.
.
.
.
.
.
.
.
N
m
N/2+1
N/2
k
1
186
Contoh 7.4 Jika hanya meninjau elektron-π saja maka keadaan dasar butadiena adalah
22110 =
)4()4()4()4(
)3()3()3()3(
)2()2()2()2(
)1()1()1()1(
!4
1
2211
2211
2211
2211
.
Tentukanlah fungsi keadaan molekul butadiena jika satu elektron tereksitasi dari orbital
molekul2 ke orbital molekul 3 dengan spin yang tetap (singlet).
2311321132
1
2
1
)4()4()4()4(
)3()3()3()3(
)2()2()2()2(
)1()1()1()1(
)4()4()4()4(
)3()3()3()3(
)2()2()2()2(
)1()1()1()1(
!42
1
2311
2311
2311
2311
3211
3211
3211
3211
Dalam sistem sel terbuka, misalnya untuk N=3 keadaan dasar adalah
)3()3()3(
)2()2()2(
)1()1()1(
!3
1
211
211
211
o
Meskipunelektron-1 dan elektron-2 berada pada orbital molekul ruang yang sama,1,
tetapi karena spinnya berbeda maka interaksi masing-masing dengan elektron-3 dengan
spin tertentu adalah berbeda. Dengan demikian maka persamaan eigen bagi operator
Hatree-Fock-Roothaan untuk masing-masing hamiltonian effektif F dan
F harus
mengikuti
,);()()(ˆ sF sm
sm
sm
s (7.21a)
di mana
,;)(ˆ)(ˆ)(ˆ)(ˆ sKJHFsN
n
sn
sn
cs (7.21b)
dengan N dan Nβ masing-masing menyatakan jumlah elektron dengan spin- dan spin-β.
Jadi N= N + Nβ adalah jumlah elektron keseluruhan.Pandangan dan perumusan di atas
disebut unrestricted Hartree Fock (UHF).
Selanjutnya masing-masing orbital molekul n dan n dinyatakan sebagai
,; qci
i
q
in
q
n (7.22)
dengan mana diperoleh persamaan sekuler
187
,;0 qcSFi
q
jnij
q
n
q
ij (7.23)
dengan elemen-elemen matriks
,;)()(,
qklijPklijPHFlk
q
klkl
c
ij
q
ij (7.24)
di mana
klklkl PPP (7.25)
dengan
qN
n
q
ln
q
kn
q
kl qccP ,;* (7.26)
Energi molekul (Etotal) adalah jumlah energi sistem elektron (Eel)dan energi
potensial repulsif inti-inti terasnya:
i
ijij
j
ijel FHPE2
1 (7.27a)
A AB
c
ABeltotal EEE)(
(7.27b)
7.2Fungsi-fungsi basis
Dalam persamaan (7.10) dikemukakan bahwa suatu orbital molekul dibentuk sebagai
kombinasi linier dari fungsi-fungsi basis elektron tunggal. Dalam perhitungan ab initio
struktur elektronik atom, orang menggunakan orbital atom Slater type orbital(STO)
menggantikan orbital atom hidrogen karena orbital atom STOlebih sesuai untuk atom
yang lebih besar. Suatu orbital atom STO dirumuskan seperti
),(2
)!2(
10/1
2/1
0
m
arn
n
Yeran
STO
s
(7.28)
di mana adalah eksponen orbital STO; n, l, m adalah bilangan kuantum utama, bilangan
kuantum orbital dan bilangan kuantum magnetik orbital sedangkan indek s mewakili
(n,l,m), misalnya s: 1s, 2s, 2px, 2py, 2pz. Dalam perhitungan ab initio itu, akan diperoleh
harga-harga eksponen yang memberikan energi atom minimum. Dalam perhitungan
struktur molekul, seperti telah dikemukakan di atas, dihadapi banyak sekali perhitungan
integral-integral dua-elektron )( klij . Pemakaian orbital atom STO dalam perhitungan itu
tidak praktis, dan masalah ini telah banyak dibahas orang.
Untuk memudahkan perhitungan ab initio, Boys (1950) mengusulkan penggunaan
orbital jenis Gaussian,Gaussian type orbital(GTO), sebagai fungsi basis menggantikan
STO. Bentuk asli (primitif)-nya suatu fungsi GTO adalah
k
c
j
c
i
c
rrzzyyxxNeg c )()()(
2)(
(7.29)
di mana (xc, yc, zc) adalah koordinatdari pusat fungsi Gaussian (rc), (x, y, z) adalah
koordinat posisi elektron (r), α adalah eksponen;i, j, k adalah bilangan-bilangan bulat
188
positif sedangkan indeks ladalahl=i+j+k dianalogikan sebagai bilangan kuantum orbital l
dari atom; misalnya l=0 disebut Gaussian-s, l=1 disebut Gaussian jenis-p dan sebagainya.
Fungsi-fungsi Gaussian yang biasa dipakai untuk orbital-orbital 1s, 2p dan 3d adalah
sebagai berikut:
zyeNgxzeNgxyeNg
zeNgyeNgxeNg
zeNgyeNgxeNg
eNg
rd
rd
rd
rd
rd
rd
rp
rp
rp
rs
yzxzxy
zzyyxx
zyx
222
222
222
2
333333
223
223
223
121212
11
;;
;;
;;
(7.30)
Contoh 7.5 Faktor normalisasi GTO
Berdasarkan 1)()(*
drrr maka untuk fungsi Gaussian yang berpusat di (0,0,0)
drzyxeNdrzyxezyxeN kjirkjirkjir 222222 222
1
Karena dxdydzdrzyxr ;2222 maka
dzzedyyedxxeN kzjyix 2222222 222
1
2)4(
!)!12(22 2
i
ix idxxe
dengan ).12.......(5.3.1!)!12( ii
Jadi , 2/3
2/3
22
2)4(
!)!12(!)!12(!)!12(
2)4(
!)!12(
2)4(
!)!12(
2)4(
!)!12(1
kjikji
kjiN
kjiN
sehingga
2/1
4/)3222()(4/3
]!)!12(!)!12(!)!12[(
22
kjiN
kjikji
(7.31)
Untuk i=j=k=0, 4/3
1 /2 N sehingga 24/3
1 /2 r
s eg .
Untuk i=1, j=k=0, 2/24/3
2 N maka s
r
p gxexgx 1
4/3
2 22/22
Untuk i=2, j=k=0, )3/4(/24/3
3 N maka sdx
gxg 1
2
3)3/4(2 .
Keuntungan penggunaan fungsi GTO adalah bahwa perkalian dua fungsi GTO yang
berbeda pusat sama dengan suatu fungsi GTO yang berpusat di antara kedua pusat fungsi
semula; lihat Gambar 7.4 (lihat juga Szabo et al. 1989 dan Atkins et al. 2005).
Dapat dihitung bahwa pusat dan eksponen fungsi Gaussian hasil perkalian
g1(a1,1,R1,r) g2(a2,2,R2,r) adalah
21
21
21
2211 ;
RRR
(7.32)
189
Dengan demikian maka integral-integral dua-elektron dengan tiga dan empat pusat atom
bisa direduksi menjadi integral dengan dua pusat.
Gambar 7.4 Fungsi Gaussian g1dan g2serta perkaliannya.
Kelemahan suatu fungsi GTO adalah ketika mendekati inti atom fungsi ini tidak
setajam STO. Untuk mengatasi hal itu, maka beberapa fungsi GTO dikelompokkan untuk
membentuk suatu fungsi basis baru yang disebut fungsi Gaussian terkontraksi
(contraction GTO disingkat CGTO) , yakni kombinasi linier dari beberapa fungsi
primitif,
gass (7. 33)
Koefisien-koefisien asl yang disebut koefisien kontraksi dan parameter-parameter di
dalam fungsi GTOgj dipertahankan selama perhitungan. Dengan demikian maka orbital
molekul yang dirumuskan seperti persamaan (7.10) menjadi
s
sns
s
snsn gacc
(7.34)
Jelas bahwa penggunaan fungsiCGTO akan mengurangi secara drastis jumlah koefisien
cns yang harus dihitung, dan hal ini dengan sendirinya mempercepat
perhitungan.Pembentukan suatu CGTO dari beberapa GTO sebagai pengganti suatu STO
dilakukan dengan cara least square fitting; Andzelm et al. (1984) dan Tazartes et
al.(1998).
Penentuan fungsi basis mengikuti pengertian-pengertian berikut.
(1) Basis set minimal:
Suatu basis set minimal mengandung satu fungsi basis STO untuk setiap orbital
atom kulit-dalam dan kulit valensi dari setiap atom. Misalnya pada molekul NH3 minimal
basis setnya adalah satu fungsi STO untuk 1s pada setiap H dan 1s, 2s, 2px, 2py, 2pz pada
N sehingga jumlah fungsi basis STO dalam minimal basis set untuk NH3 adalah 8. Pada
molekul C2H2 basisset minimalterdiri atas,1s, 2s, 2px, 2py, 2pz untuk setiap atom C dan 1s
untuk setiap atom H. Jadi, jumlah fungsi basis STO untuk C2H2adalah 12. Notasi untuk
minimal basis set ini adalah (2s1p/1s). Suatu basis set minimal akan menghasilkan fungsi
gelombang dan energi yang tidak tepat sehingga diperlukan basis set yang lebih luas.
(2) Basis set double-zeta(DZ):
Suatu basis set DZadalah basis set yang diperoleh dengan mengganti setiap fungsi
basis STO dalambasis set minimal dengan dua buah STO yang berbeda eksponen .
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
5
10
15
20
r
g1g2
r
2)20(015,0
51
reg
2)30(018,0
82
reg
190
Misalnya basis setdouble-zetauntuk C2H2 terdiri dari dua 1s pada setiap H, dan dua 1s +
dua 2s+ dua 2px+ dua 2py + dua 2pz pada etiap C. Jadi, ada 24 fungsi basis STO.Notasi
basis set ini adalah (4s2p/2s). Di dalam orbital molekul setiap fungsi basis itu memiliki
koefisien cns sendiri-sendiri. Itu sebabnya, dalam basis set DZjumlah koefisien-koefisien
itu dua kali jumlah koefisien-koefisien diperoleh dalam basis set minimal.
(3) Basis set split-valence (SV):
Suatu basis set SV menggunakan dua fungsi basisSTO untuk setiap orbital atom
valensi, tetapi hanya satu untuk setiap orbital atom kulit-dalam. Misalnya, dalam
perhitungan SCF atom C diperlukan satu fungsi basis bagi orbital 1s, dua bagi orbital 2s
dan dua untuk masing-masing orbital 2p. Untuk NH3, pada setiap H perlu dua fungsi
basis bagi orbital 1s, dan untuk N perlu satu bagi orbital 1s + dua bagi 2s + dua bagi
masing-masing orbital 2p sehingga jumlah fungsi basis adalah 15.
(4) Basis set DZ+polarisasi (DZP):
Karena pembentukan ikatan antar atom dalam molekul, maka orbital-orbital dari
satu atom akan terpolarisasi oleh atom lainnya. Distorsi itu perlu diperhitungkan dengan
memasukkan fungsi-fungsi basis dengan bilangan kuantum ℓ yang lebih tinggi. Jadi,
orbital 1s ditambah dengan 2p, dan orbital 2p ditambah dengan 3d. Untuk NH3 misalnya
setiap 1s pada atom H ditambah tiga buah 2p, dan enam 3d ditambahkan pada N,
sehingga jumlah fungsi basis menjadi 15+9+6=30.
Ada berbagai cara membentuk fungsi CGTO sebagai pengganti fungsi STO, diantaranya: (i) Perhitungan SCF dilakukan terlebih dahulu pada atom dengan menggunakan fungsi
STO. Dari perhitungan diperoleh fungsi-fungsi basis STO yang optimal. Selanjutnya,
fungsi-fungsi STO itu dipakai untuk memperoleh fungsi-fungsi CGTO yang baik
melalui fitting least-square, dan fungsi-fungsi CGTO itu selanjutnya dipakai dalam
perhitungan SCF molekul. Ekspansi suatu fungsi STO dalam N buah primitif GTO
ditandai dengan simbol STO-NG. Yang popular dari cara ini adalah memilih N=3
yang memberikan suatu set CGTO yang disebut STO-3G. Dalam Gambar 7.5
diperlhatkan ketepatan STO-3G untuk menggantikan STO untuk orbital 1s.
Gambar 7.5 Sebuah orbital STO 1s dan beberapa STO-NG.
0 1 2 3 4 50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
Am
plit
udo
r (au)
STO
STO-1G
STO-2G
STO-3G
191
(ii) Perhitungan SCF molekul dilakukan terlebih dahulu dengan menggunakan sejumlah
fungsi primitif GTO. Dari perhitungan itu diperoleh koefisien-koefisien ekspansi cns
dari setiap fungsi GTO untuk setiap orbital molekul n; lihat persamaan (7.10). Lalu,
koefisien-koefisien itu dipakai untuk menemukan fungsi-fungsi CGTO untuk
perhitungan SCF molekul; lihat persamaan (7.31b).
Contoh 7.6 Untuk keadaan dasar atom O, Huzinaga (1956) telah melakukan optimasi terhadap sembilan buah GTO jenis-s. Hasil optimasi untuk sembilan buah GTO adalah sebagai berikut:
g1 g2 g3 g4 g5 g6 g7 g8 g9 i 7817 1176 273.2 81.2 27.2 9.53 3.41 0.94 0.285
ai 1s 0.0012 0.009 0.043 0.144 0.356 0.461 0.140 -0.0006 0.001
ai2s -0.0003 -0.002 -0.010 -0.036 -0.095 -0.196 -0.037 0.596 0.526
Untuk membentuk CGTO digunakan rumus:
)exp(; 2rgga ii
i
ii
di mana aiadalah koefisien ekspansi kontraksi dan i adalah eksponen. Misalkanlah kita
ingin membentuk CGTO dalam basis set SV, maka orbital 1s adalah sebuah CGTO dan
orbital 2s dengan dua buah CGTO.
Dari hasil di atas terlihat bahwa koefisien-koefisien ai bagi 1s: g1, g2, g3, g4, g5 dan
g7 jauh lebih besar daripada koefisien-koefisien ai bagi 2s, dan koefisien-koefisien ai bagi
2s: g8 dan g9 lebih besar daripada koefisien-koefisien ai bagi 1s, sedangkan koefisien-
koefisien ai dari g6 berkontribusi baik pada 1s maupun 2s. Jadi, CGTO yang mungkin
untuk 1s adalah
2
22222
41.3
2.272.812.27311767817
11
14.0
356.0014.0043.0009.00012.0
r
rrrrr
s
e
eeeeeN
Orbital 2s memerlukan dua buah CGTO, dan itutentu berasal dari g6, g8 dan g9. Dari
ketiga- nya,g9 memiliki eksponen paling kecil sehingga fungsi ini menurun secara lambat
terhadap r; inilah yang disebut fungsi diffuse. Jadi fungsi CGTO untuk 2s adalah
22 94.053.9
22 596.0196.0 rr
s eeN dan 2285.0
'2'2 526.0 r
s eN .
Basis Set Pople
Basis set ini dikembangkan oleh Pople. Setiap orbital atom diungkapkan dengan tiga buah
fungsi Gaussian (STO-3G) yang dipilih untuk menggantikan fungsi STO. Basis set split-
valence double-zeta dari Pople disebut 6-31G; artinya orbital teras adalah CGTO dari
enam buah fungsi Gaussian, dan orbital valensi dinyatakan dengan dua orbital, satu
CGTO dari tiga fungsi Gaussian dan satu Gaussian tunggal. Basis set 6-31G* atau 6-
31G(d) adalah 6-31G dengan tambahan fungsi polarisasi d pada atom-atom selain
hidrogen. Basis set 6-31G**
atau 6-31G(d,p) adalah 6-31G* ditambahi dengan fungsi
polarisasi-p untuk hidrogen. Basis set 6-311G adalah suatu basis split-valence triple-zeta
dengan penambahan satu GTO pada 6-31G. Basis set 6-31+G adalah 6-31G ditambah
fungsi-fungsi diffuse s dan p untuk selain hidrogen, sedangkan 6-31++G mempunyai
fungsi-fungsi diffus untuk hidrogen juga.
192
Contoh 7.7 Menentukan jumlah fungsi basis dengan menggunakan basis set 6-31G*.
Tinjaulah molekul C2H2; dengan basis set 6-31G* setiap atom dalam molekul akan
mengandung (i) satu CGTO dari 6 primitif untuk setiap orbital kulit-dalam, dan (ii) dua
fungsi basis untuk setiap orbital valensi, satu CGTO dari 3 primitif dan satu primitive
tunggal. Jadi ada 6 fungsi polarisasi jenis-p untuk setiap atom selain hidrogen. Setiap
orbital 1s dari H dinyatakan dengan 2 fungsi basis, dengan menggunakan 4 primitif
Gaussian. Setiap orbital 1s dari C dinyakan dengan satu CGTO dari 6 primitif. Orbital-
orbital 2s, 2px, 2py, dan 2pz dari setiap atom C dinyatakan dengan 2 fungsi basis, satu
CGTO dari 3 primitif dan satu primitif. Sebagai tambahan, setiap atom C juga
mempunyai 6 fungsi polariasi jenis-d. Jadi, jumlah fungsibasis dalam basis set 6-31G*
untuk C2H2 adalah 2(1+42+6)+22=34. Jumlah seluruh fungsi primitive adalah
2{6+4(3+1)+6}+2(3+1)=64.
7.3 Korelasi Elektron
Dalam teori Hartree-Fock, potensial yang dialami oleh satu elektron yang berasaal dari N-
1 elektron lainnya dinyatakan sebagai potensial rata-rata. Teori tersebut tidak
memperhitungkan potensial sesaat antara elektron-elektron dan tidak juga
memperhitungkan effek kuantum terhadap distribusi elektron. Hal itu menyebabkan
fungsi gelombang molekul yang diperoleh tidak bersifat eksak. Maka teori Hartree-Fock
dikatakan telah mengabaikan korelasi elektron. Beberapa cara untuk menangani korelasi
elektron dikemukakan sebagai berikut. Untuk deteilnya baca Atkins et al. (2005).
7.3.1 Interaksi Configurasi
Dalam metoda komputasi suatu orbital molekul diekspansikan dalam suatu basis set.
Jumlah basis set itu terbatas dan menyebabkan ketidak lengkapan. Untuk itu penanganan
masalah korelasi dilakukan dengan cara interaksi konfigurasi (CI) di mana fungsi
keadaan dasar dan fungsi-fungsi tereksitasi di campur melalui proses interaksi. Cara ini
diharapkan dapat memperbaiki fungsi-fungsi keadaan.
MisalkanlahΨI dengan I=1, 2, .. adalah fungsi-fungsi keadaan (konfigurasi) yang
diperoleh dengan perhitungan SCF, yakni keadaan dasar dan keadaan-keadaan tereksitasi
(tunggal dan dobel) yang memiliki simetri yang sama. Dengan itu maka suatu fungsi
keadaan yang lebih baik dalam simetri tersebut, diungkapkan sebagai kombinasi linier
dari fungsi-fungsi konfigurasi:
I
IIC (7.35)
Dengan Hamiltonian total H dari sistem elektron dalam molekul, maka berlaku
persamaan sekuler:
J
JIJIJ CSEH 0 (7.36)
di mana
JIIJJIIJ SHH ;ˆ (7.37)
Selanjutnya Eα dan {CIα} bersangkutan dapat ditentukan.
Jumlah fungsi-fungsi konfigurasi dengan simetri yang sama meningkat cepat
sekali dengan pertambahan jumlah elektron dan jumlah fungsi-fungsi basis; misalnya
dengan n buah elektron dan b buah fungsi basis akan dihasilkan bn buah konfigurasi.
Jadi, interaksi konfigurasi sepenuhnya (full CI) hanya dapat dilakukan pada molekul kecil
193
saja. Untuk molekul sedikit besar, interaksi konfigurasi dilakukan terbatas (limited CI),
misalnya hanya melibatkan keadaan-keadaan mono-eksitasi rendah saja.
Koefisien ekspansi Aiα dapat pula diperkirakan dengan teori perturbasi seperti
telah dikemukakan dalam Bab 1. Misalnya untuk keadaan dasar,
J
J J
J
EE
H
0
0
00 (7.38)
di mana E0 dan EJ masing-masing adalah energi keadaan Ψ0 dan ΨJhasil perhitungan
SCF.
7.3.2 Teori Gangguan Møller-Plesset (MP)
Møller-Plesset (Levine, 1991 dan Atkins et al., 2005)mengemukakan suatu teori
gangguan partikel-jamak untuk atom dan molekul di mana fungsi gelombang yang tak
terganggu adalah fungsi Hatree-Fock.Teori ini selanjutnya dikembangkan oleh Pople dan
kawan-kawanPada hakikatnya, teori ini sama dengan teori gangguan tak-bergantung
waktu.
Mirip dengan persamaan Hatree-Fock, untuk fungsi spin-orbital ψi, persamaan
Hatree-Fock bagi elektron ke-μ dalam molekul yang mempunyai N buah elektron berlaku
)()()( iiiF (7.39)
di mana
N
j
jj KJr
Z
mF
1
22
)(ˆ)(ˆ2
)(
(7.40)
di mana )(ˆ jJ dan )(ˆ jK telah dikemukakan dalam persamaan (7.6) dan (7.7) dengan
pengertian fungsi orbital ruang diganti dengan orbital-spin, dan integral dalam koordinat
ruang diganti dengan integrasi dalam kordinat ruang dan penjumlahan dalam koordinat
spin dari elektron.
Hamiltonian MP yang tidak terganggu diambil sebagai penjumlahan dari
hamiltonian effektif elektron tunggal,
n
FH1
0 )(ˆˆ
(7.41)
Fungsi Hatree-Fock untuk keadaan dasar adalah determinan Slater dari fungsi-fungsi
orbital-spin; misalkan fungsi itu
n .........21
)0(
0 (7.42)
dengan mana dipenuhi )0(
0
)0(
0
)0(
0
)0(ˆ EH (7.43)
n
i
iE1
)0(
0 (7.44)
Gangguan G adalah selisih antara Hamiltonian sebenarnya H dan )0(H ,
194
n n
j
jj KJr
eHHG
1 10
2)0( )(ˆ)(ˆ1
4ˆˆˆ
(7.45)
Selanjutnya, seperti telah dikemukakan dalam Bab 1, koreksi order pertama terhadap
energi adalah )0(
0
)0(
0
)1(
0ˆ GE sehingga energi yang terkoreksi order pertama atau
disebut energi Hatree-Fock
)0(
0
)0(
0
)0(
0
)0(
0
)0(
0
)0()0(
0
)1(
0
)0(
0ˆˆˆ HGHEEEHF
Koreksi order kedua adalah
2
0)0()0(
0
)0(
0
)0(
)2(
0
ˆ
s s
s
EE
GE (7.46)
di mana )0(
s adalah fungsi keadaan tereksitasi yang belum terganggu, yakni determinan
Slater dari N buah fungsi spin-orbital yang sudah mengandung orbital-spin yang tidak
diduduki elektron dalam keadaan dasar. Misalkan i , j, k, .... adalah indeks bagi spin-
orbital yang diduduki elektron dan a, b, c, ... indeks bagi spin-orbital yang kosong di
alam determinan Slater )0(
0 . Maka dapat dinyatakan a
i sebagai fungsi keadaan eksitasi
tunggal di mana dalam determinan Slater spin-orbital ψidiganti dengan ψa, dan ab
ij
merupakan fungsi keadaan eksitasi rangkap di mana ψidiganti dengan ψa dan ψjdiganti
dengan ψb.
Sehubungan dengan persamaan (7.42), dapat dinyatakan bahwa
aiGa
i dansemuauntuk,0ˆ )0(
0 (7.47)
Fungsi eksitasi rangkap ab
ij adalah fungsi eigen dari 0H dengan nilai eigen
jiba
ab
ij EE )0(
0. Dengan menggunakan persamaan (7.46) diperoleh
1 1 1
1
1
21
12
1
12)2(
0
ab na
n
ji
n
j baji
jirabijrabE
(7.48)
di mana
21
1
12
**
0
21
12 )2()1()2()1(4
dvdvre
ijrab jiba
(7.49)
Perhitungan dengan metoda MP2 memasukkan koreksi energi hingga order dua; jadi
energi molekul: )2(
0EEHF . MP3 memasukkan koreksi energi hingga order tiga.
Perhitungan MP jauh lebih cepat dari perhitungan CI sehingga banyak dipakai dalam ab
initio. Teori ini memiliki kelemahan, yaitu tak bekerja baik dalam: (i) sistem terbuka, (ii)
keadaan tereksitasi, (iii) geometri yang tak setimbang. Untuk itulah metoda perhitungan
dengan CI masih tetap dipakai.
195
7.3.3 Teori Coupled-Cluster (CC)
Metoda ini pada awalnya diperkenalkan oleh Coester dan Kümmel (1958, 1960),
kemudian dikembangkan oleh Pople dan kawan-kawan pada 1970. Misalkan Ψ0 adalah
fungsi keadaan dasar Hatree-Fock, maka fungsi eksak keadaan dasar Φ adalah
0
1
0
32
0
ˆ
!
ˆ.......ˆ
!3
1ˆ!2
1ˆ1
k
k
T
k
TTTT
e
(7.50)
di mana T adalah operator cluster
nTTTT ˆ...........ˆˆˆ21 (7.51)
dengan n menyatakan jumlah elektron dalam molekul. 1T adalah operator eksitasi
tunggal, dan 2T operator eksitasi rangkap. Operator-operator ini didefenisikan sebagai
berikut:
1 1
01ˆ
na
n
i
a
i
a
itT (7.52a)
1 1 1
1
1
02ˆ
ab na
n
ij
n
i
ab
ij
ab
ijtT (7.52b)
di mana a
i dan ab
ij masing-masing adalah keadaan tereksitasi tunggal dan rangap
sedangkan a
it dan ab
ijt adalah koefisien numerik.
Gunanya Teˆdalam persamaan (7.50) adalah untuk merumuskan Φ sebagai
kombinasi linier dari determinan-determinan Slater yang meliput Ψ0 dan semua keadaan-
keadaan eksitasi dari suatu spin-orbit yang diduduki elektron ke spin-orbit yang kosong.
Jadi hal ini mirip dengan CI penuh. Pencampuran menjadi fungsi gelombang dari
determinan-determinan Slater dengan elektron-elektron tereksitasi dari spin-orbital yang
diduduki ke yang kosong memungkinkan elektron-elektron berjauhan satu sama lain
sehingga dapat menjamin berlangsungnya korelasi elektron.
Maksud dari metoda coupled-cluster adalah untuk memperoleh koefisien-
koefisien a
it dan ab
ijt untuk semua i, j, ....dan semua a, b, ....; segera koefisien-koefisien
ini (disebut amplitudo) diperoleh, fungsi Φ akan diketahui. Secara teori telah ditunjukkan
bahwa dari semua iT yang paling banyak kontribusinya adalah 2T . Jadi, aproksimasi
2ˆˆ TT memberikan
o
T
CCD e 2ˆ
(7.53)
Persamaan (7.49) ini dikenal dengan metoda coupled-cluster doubles (CCD). Karena
......ˆ!3
1ˆ!2
1ˆ1 3
2
2
222ˆ
TTTeT
maka fungsi ΦCCD mengandung determinan-determinan Slater dengan substitusi-
substitusi dobel, quadrupel, hextupel dan seterusnya.
196
Persamaan untuk memperoleh amplitudo-amplitudo diturunkan sebagai berikut.
Substitusi 0
ˆ Te ke persamaan Schrödinger EH menghasilkan
0
ˆ
0
ˆˆ TT eEeH (7.54)
Jika dikalikan dari kiri dengan *
0 dan diintegrasi akan memberikan
0
ˆ
00
ˆ
0ˆ TT eEeH (7.55)
.......ˆ!2
1ˆ0
2
000
ˆ TTeT
Karena
nTTTT ˆ...........ˆˆˆ21 ,
fungsi-fungsi ,ˆ0T .......ˆ
!2
10
2 T mengandung determinan-determinan Slater dengan
paling sedikit satu spin-orbit yang diduduki elektron diganti dengan satu spin-orbit
kosong. Karena sifat ortogonal spin-orbit, maka 1000
ˆ
0 Te . Oleh sebab
itu persamaan (7.55) menjadi
EeH T 0
ˆ
0ˆ (7.56)
Selanjutnya, kalikan persamaan (7.54) dari kiri dengan *ab
ij lalu diintegral;
hasilnya
0
ˆ
0
ˆˆ Tab
ij
Tab
ij eEeH (7.57)
Dengan persamaan (7.52) maka (7.53) menjadi
0
ˆ
0
ˆ
00
ˆ ˆˆ Tab
ij
TTab
ij eeHeH (7.58)
Sekarang, gunakan aproksimasi CCD, 2ˆˆ TT , maka persamaan (7.56) menjadi
02ˆ
0ˆ
T
CCD eHE (7.59)
dan persamaan (7.58) menjadi
0
ˆ
02ˆ
002ˆ ˆˆ Tab
ij
TTab
ij eeHeH (7.60)
dengan
02002000
0
2
221
2002ˆ
0
ˆˆ0ˆˆˆ
......)ˆˆ1(ˆˆ
THETHH
TTHeH
HF
T
(7.61)
di mana EHF adalah energi keadaan dasar (Hatree-Fock) yang diperoleh melalui proses
197
SCF dan 0ˆˆ0
2
20 TH
.
0
2
221
2
0
2
221
202ˆ
)ˆˆ1(ˆ
......)ˆˆ1(ˆˆ
TTH
TTHeH
ab
ij
ab
ij
Tab
ij
(7.62)
02
0
2
221
020
0
2
221
202ˆ
ˆ
...ˆˆ
......)ˆˆ1(
T
TT
TTe
ab
ij
ab
ij
ab
ij
ab
ij
ab
ij
Tab
ij
(7.63)
Jadi, substitusi persamaan (7.61)-(7.63) ke persamaan (7.60) menghasilkan
020200222
12
ˆˆˆ......)ˆˆ1(ˆ TTHETTH abijHF
abij (7.64)
Selanjutnya sifat dalam persamaan (7.48), 02
ˆ T memberikan penjumlahan berlipat dari
ab
ij
ab
ijt sedangkan 0220
2
2ˆˆˆ TTT akan memberikan penjumlahan berlipat dari
abcd
ijkl
cd
kl
ab
ij tt . Substitusi hasil-hasil ini ke persamaan (7.64) akan memberikan, untuk setiap
ab
ijt yang tak diketahui, satu persamaan di dalam persamaan (7.64), sehingga jumlah
persamaan-persamaan itu sama dengan jumlah ab
ijt yang tak diketahui. Akhirnya diperoleh
mrcxxbxam
t
r
t
s
tsrst
m
s
srs ........,,2,1,02
1
11
(7.65)
di mana x1, x2, ....xm adalah ab
ijt yang tak diketahui, dan ars, brst, cr adalah konstanta-
konstanta yang meliputi energi-energi orbital dan integral-integral repulsif-elektron dalam
fungsi-fungsi basis, dan m jumlah ab
ijt yang tak diketahui. Persamaan (7.65) diselesaikan
secara iterasi, mulai dengan memberikan harga awal untuk x-x yang diperoleh dengan
mengabaikan beberapa suku dalam persamaan (7.65). Sekali harga x-x diperoleh maka
fungsi CCD dalam persamaan (7.49) dan energi ECCD dalam (7.59) dapat ditetapkan.
7.4 Teori Fungsional Kerapatan (DFT)
Jika ),.....,,( 21 nrrr
adalah fungsi keadaan suatu sistem dari n elektron, maka kerapatan
elektron adalah
n
i
inn rrrrrrdrdrdr1
2
2121 )(),.....,,(...........)(
(7.66)
Jadi, kalau suatu fungsi keadaan berdimensi 3n, maka kerapatan elektron hanya
berdimensi 3.
Model lama zat padat didasarkan pada ide intuitif yang menyatakan energi
keadaan dasar suatu sistem dapat diungkapkan dengan beberapa fungsional kerapatan
elektron,
eeeNe EETE (7.67)
198
di mana Te adalah energi kinetik elektron, EeN energi tarikan inti-elektron, dan Eee energi
dorongan elektron-elektron dengan
''
)'()(][
][][][
)(][
21 rdrd
rr
rrJ
KJE
rdRr
rZE
ee
A A
AeN
(7.68)
Selanjutnya, dengan menggunakan model Tomas-Fermi-Dirac dirumuskan:
rdrK
rdrTe
3/4
3/1
3/52/32
)(3
4
3][
)()3(10
3][
(7.69)
Model ini hanya berguna untuk pamakaian semi-kuantitatif logam; metoda ini tidak teliti
jika digunakan untuk molekul. Teori yang moderen didasarkan pada dua teorema yang
dikemukakan oleh Hohenberg et al. (1964):
1. Kerapat elektron pada keadaan dasar secara unik menentukan hamiltonian Ĥ
2. Kerapatan elektron pada keadaan dasar memenuhi prinsip variasi:
0)(ˆ EHE appapp (7.70)
di mana E0 adalah energi eksak keadaan dasar dan ρappadalah kerapat-an elektron pada
keadaan dasar.
Teorema Kohn et al. (1965) membenarkan pemakaian model berbasis ρ. Jika
harga eksak E(ρ) diketahui, perhitungan variasi akan memberikan jalur sederhana untuk
penentuan kerapatan pada keadaan dasar dan oleh sebab itu memberikan semua sifat-sifat
molekul pada keadaan dasar. E(ρ) tidaklah diketahui, tetapi Kohn & Sham menunjukkan
bahwa aproksimasi akurat bisa diperoleh dengan menggunakan pendekatan orbital.
Idenya adalah sebagai berikut:
1. Kerapatan muatan dirumuskan dalam ekspansi orbital
n
i
i rr1
2)()(
(7.71)
di mana ψi adalah orbital Kohn-Sham; fungsi-fungsi orbital itu didefenisikan
sedemikian sehingga determinan Slater yang dibentuk dari fungsi-fungsi itu adalah
solusi eksak untuk sistem fiktif yang mempunyai kerapatan yang sama sebagaimana
sistem ril, tetapi Vee=0. Motivasi untuk itu adalah bahwa energi kinetik dari sistem
fiktif yang dianggap sebagai aproksimasi-pertama dari sistem ril bisa dirumuskan
seperti
rdrrT i
i
ie
)()( 2
21*
0 (7.72)
199
2. Fungsional energi dituliskan dengan menggunakan Te0 seperti:
][][][][][ 0 xceNe EJETE
di mana EeN[ρ]+J[ρ] adalah rumusan klassik sebelumnya (7.64) dan Ex[ρ] adalah
fungsional korrelasi tukar (exchange). Rumusan ini mendefinisikan Exc, yang meliput
perbedaan antara Te[ρ] dan Te0[ρ] untuk pertukaran elektron sedangkan aspek lain dari
Veetak dperhitungkan untuk J[ρ].
3. Orbital-orbital {ψi} yang meminimumkan E memenuhi persamaan nilai eigen-pseudo:
iiiKSh ˆ (7.73)
dengan
xc
A A
AKS
Erd
rr
r
Rr
Zh
'
'
)'(ˆ 2
21
(7.74)
Orbital-orbital KS {ψi} bisa diekspansi dalam suatu set basis {φν} dengan cara yang sama
dengan kasus Hatree-Fock-Roothaan
v
vvii C
sehingga diperoleh persamaan sekuler:
v
ii CSK 0 (7.75)
dengan elemen matriks
rdrE
rdrr
rrH
drrhrK
xcc
KS
)(''
)'()(
)()(ˆ)(
*
*
(7.76)
dan
rdr
Rr
ZrH
a a
ac
)()( 2
21*
(7.77)
Solusi persamaan (7.65) diperoleh dengan cara iterasi seperti diperlihatkan dalam
bentuk diagram pada Gambar 7.6, yang mirip dengan Gambar 7.1 untuk persamaan
Hatree-Fock-Roothaan. Perbedaaanya adalah, tidak ditemukan adanya integral-integral
dua elektron.
Selanjutnya,untuk Excorang menggunakan aproksimasi densitas lokal (local
density approximation, LDA) yang rumusannyaseperti
rdrE cx
LDA
xc
)()()(][ (7.78)
200
di mana εx(ρ) adalah energi exchange dan εc(ρ) energi korelasiper elektron dari sistem gas
elektron uniform dengan densitas . Untuk gas elektron yang uniform dapat digunakan
εx[ρ] fungsional energi-exchage Dirac (Parr et al. 1990), yakni
3/1
3/1
)(3
4
3)( rx
(7.79)
Gambar 7.6 Diagram alir penyelesaian persamaan Kohn-Sham.
Perumusan analitik dari energi korelasi untuk gas elektron homogen belum diketahui
kecuali dalam batas densitas tinggi dan rendah yang berkaitan dengan korelasi tak
berhingga lemah dan tak berhingga kuat. Batas densitas tinggi adalah (Parr et al. 1990),
])ln([)ln( DrCrBrA sssc
(7.80)
dan batas densitas rendah adalah
.........
2
12/3
10
ss
cr
g
r
g
(7.81a)
di mana
Tidak
Ya
Hitung dan simpan
integral-integral Sμν, Hcμν
Tebaklah harga awal C(0)
dan ρ(0)
Bentuklah K(n)
dari ρ(n-1)
dan selesaikan
persamaan sekular untuk C(n)
dan E(n)
Bentuklan ρ(n)
dari ρ(n-1)
ρ(n)
← ρ(n-1)
SCF selesai: catat
ρ dan E
ρ(n)
= ρ(n-1)
?
Start
Stop
201
1
3
4 3 sr
(7.81b)
adalah jari-jari Wigner-Seitz yang berkaitan dengan densitas. Simulasi energi gas elektron
homogen dengan kuantum Monte Carlo secara teliti telah dilakukan oleh Ceperley (1980)
untuk beberapa harga pertengahan dari densitas.
7.5 Metoda Semi-empirik
Metoda Hückel seperti telah dikemukakan dalam paragraf 6.2 adalah metoda
semiempirikpertama dan paling sederhana, karena elemen-elemen matriks Fock secara
langsung diungkapkan sebagai Fii=α dan Fij= jika atom i dan atom j berikatan langsung.
Selain itu, integral overlap dinyatakan sebagai Sij=δij. Dengan demikian maka proses
diagonalisasi untuk memperoleh energi-energi orbital molekul dan koefisien-koefisien
LCAO bersangkutan dilakukan dengan mudah sekali. Pengembangan metoda
semiempirik pertama yang berdasarkan perhitungan SCF adalahmetoda Pariser-Parr-
Pople. Baik Metoda Hückel maupun Metoda Pariser-Parr-Pople menggunakan prinsip
zero differential overlap (ZDO) dan pemakaiannya khusus untuk molekul organik
terkonjugasi (sistem elektron-π).
7.5.1 Metoda Hückel yang diperluas
Metoda ini dikemukakan pertama kali oleh Hoffmann (1963). Dalam metoda ini elektron-
σ dan elektro-π diperlakukan serentak tanpa mengabaikan integral overlap, dengan
menggunakan orbital jenis Slater (STO) sebagai basis set bagi elektron valensi. Misalnya,
untuk atom hidrogenhanya ada orbital 1s, untuk atom-atom lithium sampai flor adalah 2s
dan 2p. Di dalam persamaan sekuler integal overlap Sij menggunakan orbital STO yang
dinormalisasi sedangkan elemen matriks diagonal iiF merupakan negatifnya potensial
ionisasi elektron valensi untuk elektron di orbital atom ke-i. Elemen matriks ijF (ij)
didekati dengan rumusan empiris
KSFFF ijjjiiij 5,0 (7.82)
Harga parameter K sama dengan 1,75 memberikan hasil yang baik bagi energi total; tetapi
parameter ini dapat juga didekati dengan K=2-Sij. Contoh program dengan menggunakan
MATLAB diperlihatkan dalam Apendiks 6.2.
Contoh 7.8 Molekul Helium terprotonisasi
Sebagai contoh sederhana tinjaulah molekul He terprotonasi: He-H+. Panjang ikatan
molekul ini adalah 0,8 Å. Orbital 1s dari atom hidrogen dalam bentuk STO adalah
),()/exp()/(2 111011
2/3
11 Yara oo
dengan ς1 =1,24 ao; orbital 1s dari atom helium adalah
),()/exp()/(2 221022
2/3
22 Yara oo
dengan ς2/=2,09ao. Dapat dihitung, S11=S22=1, dan S12=S21=0,435. Jadi, matriks overlap
adalah
202
1435,0
435,01S
Elemen matriks Fock adalah F11=-13.6 eV, F22=-24,6 eV, sedangkan F12=F21 dihitung
dengan menggunakan persamaan (6.39)F12=F21=0.5 x 1.75 x 0,435 x (-13.6-24,6) = -14.5
eV. Hasil-hasil perhitungan dengan program tersebut adalah:
2/12/1
2/12/1P ;
565.00
0435.1D ;
769.10
0697.0ˆ 1D
33.10
0835,0ˆ 2
1
D ;
083,1248,0
248,0083.1ˆ 21
S
74,2165,7
65,767,9'F ;
ε1=-25,45 eV dan ε2=-5,96 eV
44,09,0
9,044,0'C ;
696,0867,0
082,1249,0C .
Jadi, orbital molekul 211 867,0249,0 dengan energi ε1=-25,5 eV, dan 12 082,1
2696,0 dengan energi ε2=-5,95 eV.
Metoda Hückel yang diperluas tidak cukup teliti dalam menentukan geometri;
pemakaiannya terbatas pada molekul yang telah diketahui geometrinya secara
eksperimen. Namun, metoda ini berhasil meramalkan orbital molekul secara kualitatif,
dan sekarang dipakai orang untuk molekul besar, padatan dan struktur pita.
7.5.2 Metoda Pariser-Parr-Pople (PPP)
Meskipun metoda perhitungan Hückel dapat dipakai untuk meramalkan sifat-sifat
molekul hidrokarbon berdasarkan teori elektron-π, namun metoda ini tak mampu
meramalkan spektrum elektronik secara lengkap dari molekul bersangkutan. Hal ini
merupakan akibat dari tidak diperhitungkannya interaksi antar elektron. Metoda
perhitungan untuk sistem elektron- yang lebih baik di mana interaksi itu diperhitungkan
adalah metoda Pariser-Parr-Pople (1965). Bertolak dari persamaan-persamaan Hartree-
Fock-Roothaan, Pariser-Parr-Pople mengasumsikan dua hal:
(i) ijijS sebagaimana di dalam metoda Hückel.
(ii) ijiiji )()()()( ** ; ini disebut zero differential overlap (ZDO).
Sebagai akibat dari asumsi ini, maka integral repulsif dua-
elektron menjadi
klijikklijkkiiklij )()( (7.83)
203
di mana ik adalah potensial antara elektron di orbital atom i dan elektron di orbital atom
j. Dalam teori elektron-, di setiap atom hanya ada satu elektron-. Oleh sebab itu
persamaan (7.83) memberi arti bahwa nomor untuk elektron sama dengan indeks pada
orbital atom. Berdasakan asumsi-asumsi di atas maka
lainnya;
terdekattetanggadan;
21
21
21
ijij
ijij
ij
iiiiiii
p
jipF
pIF
(7.84)
di mana Ii adalah energi ionisasi elektron- yang diperoleh dari eksperimen. Harga
βdidekati dengan rumus empiris
]6,0/)397,1exp[(5,2 ijr (7.85)
di mana 1,397 Ǻ adalah jarak C-C dalam benzena. Seringkali jarak C-C didekati dengan
rumus empiris Coulson (Murrel et al.1977):
ijji pr 21,052,1 (Ǻ) (7.86)
Harga β untuk ikatan C-X diperlihatkan dalam paragraf 6.6. Adapun ii dapat didekati
sebagai berikut:
iiii AIiiii )( (7.88)
di mana Ai, adalah affinitas elektron, yakni energi tambahan atom jika mendapat satu
elektron dari orbital atom 2pz.Dalam Tabel 7.1 berikut diberikan harga-harga I dan A dari
elektron- untuk berbagai atom.
Tabel 7.1Harga-harga I dan A dari elektron-
Atom I (eV) A (eV)
C 10.67 0.47
N 13.19 1.36
O 15.85 2.37
F 18.66 3.50
Potensial ij dapat didekati dengan rumusan (Ohno1964):
2584,01
eV11)(
ij
ij
rjjii
(7.89)
di mana rij(Ǻ) adalah jarak antara elekron di orbital atom i dan elektron di orbital atom
j.
Dalam persamaan (7.84) terlihat kehadiran order ikatan pij di dalam elemen
matriks Fij. Sebagaimana telah diperlihatkan oleh persamaan (6.10) dan (6.11), order
ikatan itu mengandung koefisien-koefisien LCAO (ci). Karena koefisien-koefisien itu
adalah solusi dari persamaan sekuler
204
0j
jijij cF
maka penyelesaian harus dilakukan secara iterasi (SCF). Dalam Apendiks 6.3
diperlihatkan program Pariser-Parr-Pople untuk molekul linier dengan menggunakan
MATLAB. Menurut beberapa peneliti hasil perhitungan dengan metoda ini mempunyai
penyimpangan dari hasil eksperimen karena elektron-elektron yang dilibatkan dalam
metoda ini hanyalah elektro- saja.
7.5.3 Metoda CNDO
CNDO adalah singkatan dari Complete Neglect of Differential Overlap. Metoda ini
dikembangkan oleh Pople et al. (1965) untuk elektron-valensi. Beberapa pandangan yang
mendasari dalam metoda ini adalah sebagai berikut.
Basis set dibentuk dari orbital valensi dengan satu STO pada setiap orbital valensi;
hanya orbital s dan p saja yang dipakai. Dalam determinan sekuler, integral overlap
mengikuti ZDO, sehingga integral overlap antara dua orbital dari atom yang sama
(sepusat) adalah
S (7.90)
Sebagai akibat seluruh integral dua-elektron pada satu pusat diparametrisasi dengan
menggunakan rumusan
klijAAklij (7.91a)
dengan
AAAA AI (7.91b)
di mana IA dan AA adalah potensial ionisasi dan affinitas elektron di orbital atom
bersangkutan. Kemudian, seluruh integral dua-elektron dengan dua pusat diparametrisasi
dengan rumusan Mataga-Nishimoto (1957):
)(2 BBAAAB
BBAAAB
Rkkii
(7.92)
RAB adalah jarak inti teras A dan teras B; jika RAB besar rumusan di atas menuju 1/RAB,
sedangkan jika RAB kecil rumusan itu menuju harga rata-rata. Dengan demikian maka elemen-elemen mariks Fock adalah
jiPF
VPPPUF
AAAjAiAjAi
AB
ABABBBAAAiAiAAAiAiAiAi
;21
21
(7.93)
BAPF ABBjAiBjAiBjAi ;2
1
Dalam persamaan di atas, integral satu-pusat AiAi
U diaproksimasikan sebagai energi yang
diperlukan untuk melepaskan elektron dari orbital ke-i,
205
AAAAAAiAiZAIU )1()(2
1 (7.94)
Interaksi atraktif elektron-teras VAB untuk pasangan atom-atom dibuat sama dengan
AB
eff
BAiBiAB ZdVVVAA
(7.95)
sedangkan off-diagonal elektron-tunggal, atau integral-integral resonansi, dibuat
sebanding dengan integral overlap
BjAi
o
B
o
ABjAiS)(2
1 (7.96)
Akhirnya,
Bk
BkBkBB PP (7.97)
Dalam Tabel 7.2 diperlihatkan harga empirik dari beberapa atom yang diperlukan dalam
perhitungan. Metoda CNDO adalah metoda semi-empirik paling sederhana dari teori
Hatree-Fock karena integral-integral satu-elektron sepenuhnya diabaikan dan jumlah
integral dua-elektron hanyalah N2. Metoda ini tidak teliti dalam meramalkan struktur
molekul, karena tak mampu membedakan jenis-jenis orbital atom yang berbeda serta
orientasi orbital-orbital itu.
Tabel 7.2 Harga empirik dari beberapa atom.
Atom Zeff
Is+As
(eV)
Ip+Ap
(eV) AA
(eV)
-Uss
(eV)
-
Upp(eV)
-βo (eV)
H 1,20 14,35 12,85 17,38 12,0
C 3,25 29,92 11,61 10,93 70,26 58,79 17,5
N 3,90 40,97 16,96 13,10 106,04 89,17 26,0
O 4,55 54,51 21,93 15,27 149,05 126,80 45,0
F 5,20 56,96 24,36 17,36 199,29 170,18 50,0
7.5.4 Metoda INDO
Elektron-elektron yang terkait dengan spektroskopi UV-Vis dalam molekul sangat
terlokalisasi terhadap suatu pusat-tunggal sehingga CNDO tidak mampu memperlihatkan
spektrumnya. Oleh sebab itu, CNDO perlu dimodifikasi agar lebih fleksibel untuk
menangani interaksi elektron-elektron sepusat. Pople et al. (1967) mengembangkan
metoda Intermediate Neglect of Differential Overlap (INDO) dengan memberi perhatian
terhadap integral-integral dua-elektron sepusat. Integral diparametrisasi dengan
menggunakan parameter-parameter Condon-Shortley (1935) seperti berikut.
13
1
0
)(
)(
Gspsp
Fssss AA
(7.98)
206
;)(
)(
;)(
225
20
225
40
225
3
FFpppp
FFpppp
Fpppp
(7.99)
di mana μ,ν=x,y,zsehingga sudut-sudut ikatan valensi harus diperhitungkan secara teliti.
Dengan demikian maka elemen matriks dari Hamiltonian efektif elektron tunggal
adalah
AB
ABABBBAAAAAA
AlAk
AAAlAkAiAiAiAiVPlikilkiiPUF )()( 2
1 (7.100a)
BAPF
jiljkilkjiPF
ABBjAiBjAiBjAi
AAAAAAAA
AlAk
AAAlAkAjAi
;
;)()(
21
21
(7.100b)
Jika orbital-orbital atom yang terlibat hanyalah jenis-s dan –p yang tidak
terhibridasi maka persamaan di atas menjadi lebih sederhana,
BAPF
jijjiijijiPF
VPillikkiiPUF
ABjijiji
AAAAAAAAAAjiji
AB
ABABBB
k
AAAAAAAAkkiiii
BABABA
AAAA
A
AAAAAA
;
;)()(3
)()(
21
21
21
(7.101)
di manaAiAi
U , AB , VAB dan PBB sama dengan rumusan dalam CNDO. Parameter-
parameter INDO diperlihatkan dalam Tabel 7.3 berikut.
Tabel 7.3 Parameter-parameter INDO dalam eV.
Atom -Uss -Upp F0=AA G
1 F
2 -β
0
H 17,38 20,41 9,0
C 66,62 55,79 16,06 7,28 4,73 21,0
N 99,76 85,34 19,27 9,41 5,96 25,0
O 139,20 120,83 22,46 11,81 7,25 31,0
F 184,81 162,26 25,69 14,48 8,59 39,0
Jika orbital-orbital valensi d dan f disertakan, maka jumlah integralmeningkat
cepat sekali dan perkiraan harga-harga spektroskopi menjadi sangat rumit. Meskipun
sudut-sudut ikatan valensi diperhitungkan sangat teliti tetapi geometri molekul secara
keseluruhan tetap tidak baik. Hanya dengan memberikan geometri molekul yang tepat,
metoda ini dapat memodelkan spektrum UV-Vis. Ridley et al. (1973) mengembangkan
INDO/S untuk spektroskopi.
Pengembangan metoda INDO khususnya terhadap parameter-parameternya
dilakukan oleh Michael et al. (1970). Metoda yang diperbaiki ini disebut MINDO
(Modified INDO). Modifikasi yang dilakukan adalah (i) pemakaian eksponen yang
berbeda untuk orbital STO tipe s dan tipe p dalam atom yang sama, (ii) defenisi pasangan
parameter βAB antara atom A dan B tidak sama untuk sA-sB, sA-pB, pA-sBdanpA-pB, (iii)
mengadopsi sedikit perbedaan untuk γAB dan beberapa modifikasi empirik untuk energi
207
repulsif inti. Untuk mengoptimasi harga-harga parameter pada awalnya Dewar dkk.
memilih 138 molekul kecil yang mengandung C, H, N dan O dan membentuk fungsi yang
bergantung pada panjang ikatan, sudut valensi, sudut puntuir, momen dipol, potensial
ionisasi dan panas pembentukan.
Bertolak dari metoda INDO, Jug et al. (1980) mengembangkan metoda symmetric
orthogonallized INDO1 (SINDO 1) yang mencakup fungsi-fungsi d untuk atom-atom
baris kedua. Hal itu memungkinkan penanganan molekul-molekul hipervalen; SINDO 1
ternyata jauh lebih baik menangani senyawa-senyawa yang mengandung fosfor
ketimbang metoda-metoda lain yang tidak menggunakan fungsi-fungsi d.
7.5.5 Metoda NDDO
NDDO adalah singkatan dari Neglect of Diatomic Differential Overlap.Metoda ini
merupakan perbaikan dari INDO di mana diferensial overlap antara dua orbital atom dari
atom berbeda diabaikan; Pople (1965).
Metoda ini tidak menghitung integral-integral dua-elektron dua-pusat: semua
integral-integral klij diperhitungkan, jika orbital ke-i dan ke-j dalam satu atom dan
orbital ke-k dan ke-l dalam atom yang sama atau dalam suatu atom yang lain. Dengan
orbital s, px, py, pz pada setiap atom, ada 10 kombinasi yang unik. Jadi ada 100 kombinasi
dari integral tersebut. Jika fungsi-fungsi d disertakan maka jumlah integal itu menjadi
2025. Jumlah ini cukup banyak, tetapi imbalannya adalah kelengkapan yang
menghasilkan perbaikan, sehingga metoda semi-empirik moderen menggunakan model
NDDO ini.
Elemen-elemen matriks Hamiltonian effektif elektron tunggal dalam metoda
NDDO adalah:
BAjkliPHF
lkjiPjklilkjiPHF
BB
BABABA
BB
BB
AA
AAAAAA
lk
BBAAlk
c
jiji
AB lk
BBAAlk
lk
AAAAAAAAlk
c
jiji
;)(
)()()(
,
21
,
21
(7.102)
Jika orbital-orbital atom yang terlibat hanyalah jenis-s dan –p maka persamaan di atas
menjadi lebih sederhana, seperti
BAkjliPF
jilkjiPjjiijijiPHF
lkiiPkikikkiiPHF
BB
BABABA
BB
BBAAAAAA
BB
BB
A
AAAAAA
lk
BBAAlkjiji
AA
AB lk
BBAAlkAAAAAAAAjic
jiji
AB lk
BBAAlk
k
AAAAAAAAkkc
iiii
;)(
;)()()(3
)()()(
,
21
,
21
21
(7.103)
dengan
AAjAAiAjAi
A
ABAjBAiAjAi
c
AjAi
AB
ABAiAiAiAi
dvVm
U
dvVUH
VUH
22
2
(7.104a)
208
BABjBAAi
c
BjAidvdvVV
mH
22
2
(7.104b)
Rumusan untuk AiAi
U dan BjAi
sama dengan CNDO dan INDO; untuk VAB yang didekati
dengan aproximasi Goeppert-Mayer dan Sklar(1938):
))
))
))
AAAA
eff
BABA
AAAA
eff
BABA
AAAA
eff
BABA
ssppZpVp
sspsZpVs
ssssZsVs
(7.105)
yang nilainya sama dengan INDO.
7.5.6 Metoda MNDO
Metoda NDDO selanjutnya dikembangkan oleh Dewar dan Thiel (1977) menjadi
Modified Neglect of Diatomic Overlap(MNDO). Elemen matriks diagonal dari orbital-
orbital yang sama di satu atom adalah
B Blk
kl
Aj
jjBB
AB
Biii kliiPijijjjiiPssiiZUF,
21 (7.106)
dimana orbital ke-i ada di atom A. Suku pertama adalah potensial ionisasi dari orbital
atom ke-i, suku ke dua adalah energi atraksi inti-inti selain inti A, dan suku ke tiga adalah
integral-integral Coulomb dan tukar, dan keempat adalah repulsive elektron dari atom-
atom selain A.
Elemen matrik offdiagonal dari orbital-orbital berbeda, dalam satu atom
B Blk
klijBB
AB
Bij kliiPjjiiijijPssiiZF,
21
23 (7.107)
dan jika atom berbeda, orbital-i di A dan orbital j di B:
Ak Bl
klijjiij jlikPSF 21
21 (7.108)
Karena sulit memperhitungkan integral-integral di atas, maka Dewar dkk.
menggantikannya dengan multipol-multipol. Misalnya ss diganti dengan titik muatan, sp
dengan dipol klasik dan pp dengan kuadrupol klasik.
Rumusan energi potensial repulsif inti-inti teras diungkapkan sebagai fungsi
integral-integral repulsif elektron-elektron,
)BABABAAB ssssZZE (7.109)
di mana Z adalah nomor atom valensi. Parameter-parameter MNDO kini tersedia untuk
H, He, Li, Be, B, C, N, O, F, Al, Si, P, S, Cl, Zn, Ge, Br, Sn, I, Hg, and Pb.
Salah satu kelemahan metoda MNDO adalah dalam meramalkan geometri dan
energi ikatan hidrogen. Untuk itu Dewar et al.(1985) telah melakukan modifikasi dengan
209
mengembangkan Austin Model 1 (AM1). Energi potensial antara dua inti A dan B
dirumuskan seperti persamaan (9.26) dengan tambahan
2,,
2,, )(
,
4
1
)(
,) iBABiBiAABiA cRb
iB
i
cRb
iA
AB
BABABABAAB eaea
r
ZZssssZZE
(7.110)
Dalam persamaan di atas, setiap atom memiliki parameter a, b, dan c masing-masing
empat buah. Hal ini menggambarkan fungsi-fungsi Gauss yang terpusat pada berbegagai
jarak c untuk memodifikasi potensial gaya rata-rata antara dua atom. Optimisasi
parameter-parameter MNDO asli dengan parameter-parameter Gaussian dapat memper-
baiki hasil perhitungan.
Sebagai pengembangan terhadap AM1, Stewart (1989) mengemukakan model
Parametrization Model 3 (PM3 Stewart melakukan parametrisasi dengan menggunakan
algoritma optimisasi kompleks dalam kerangka NDDO-nya Dewar. Secara simultan
Stewart telah melakukan optimisasi parameter-prameter untuk H, C, N, O, F, Al, Si, P, S,
Cl, Br, dan I. Sekarang MNDO, AM1, PM3 bersama-sama dimasukkan dalam paket
program komputer bernama MOPAC.
7.6 Metoda Mekanika Molekul
Mekanika molekul adalah aplikasi mekanika klasik pada molekul. Atom-atom
diperlakukan sebagai bola-bola yang massanya bergantung pada inti atom-atom
pembentuknya. Ikatan kimia dipandang sebagai pegas yang menghubungkan atom-atom
dalam molekul; konstanta pegas bergantung pada jenis atom-atom yang berikatan, dan
jenis ikatannya tunggal, dobel dan tripel. Jenis lain adalah dengan menggunakan
konstanta pegas untuk memodelkan perubahan sudut ikatan, sudut dihedral dan
sebagainya. Masing-masing jenis pegas itu memiliki konstanta sendiri-sendiri. Gaya
Coulumb dipakai juga untuk mengungkapkan interaksi elektrostatis yang ada dalam
molekul.
Energi potensial total suatu molekul diungkapkan sebagai penjum-lahan dari
semua jenis energi potensial yang mungkin
VVVVVV esvdWstr (7.111)
Vstr adalah energi potensial bond stretching
i
iiisstr llkV 2
0,, )(2
1 (7.112)
dengan li,0 adalah panjang normal ikatan, li adalah panjang ikatan setimbang, dan ks,i
konstanta pegas untuk ikatan ke-i dalam molekul. Vθ adalah energi potensial bond-
bending
i
iiikV 2
0,, )(2
1 (7.113)
di mana θi, θi,0, dan kθ,i adalah sudut sudut setimbang, dan konstan pegas bending untuk
sudut ikatan ke-i. Harga-harga li,0 dan θi,0 diperoleh dari geometri setimbang molekul-
molekul kecil; misalnya panjang ikatan tunggal C-C sekitar 1,53 Å.
Energi potensial van der Waals merupakan penjumlahan interaksi-interaksi antara
210
atom-atom tak berikatan; setiap pasangan interaksi dirumuskan dengan potensial Lenard-
Jones
612
ABAB
vdWR
b
R
aV (7.114)
di mana a dan b adalah konstanta dan Rαβ adalah jarak antara inti-A dan inti-B.
Energi potensial elektrostatik Ves di dalam molekul adalah
BA AB
BAes
R
QQV (7.115)
dengan RAB adalah jarak antara inti-A dan inti-B yang muatannya masing-masing adalah
QA dan QB. Untuk hidrokarbon jenuh energi potensial ini diabaikan.
Energi potensial rotasi internal sekitar ikatan-ikatan tunggal dalam molekul adalah
)3cos1(2
10 VV (7.116)
di mana V0 adalah potensial penghalang dan φ adalah sudut puntir sekitar ikatan tunggal
C-C. Dalam Gambar7.7 diperlihatkan pengertian energi-energi potensial Vstr, Vθ dan Vφ.
Parameter-parameter energi potensal Vdipilihsedemikian agar memberikan fitting yang
baik dalam hal geometri, energi dan spektrum vibrasi bagi molekul-molekul kecil. Hasil-
hasil perhitunga metoda ab initio bisa juga digunakan untuk menentukan parameter-
parameter itu. Dalam perhitungan mekanika molekul, orang menggunakan model-model
Dreiding (model struktur bangunan baja) untuk memperoleh konformasi yang baik dari
molekul. Mula-mula koordinat-koordinat atom dimasukkan ke program komputer yang
dipakai untuk menghitung V berikut turunan-1 dan -2 sebagai terkaan awal.
Gambar7.7 Penggambaran Vstr, Vθ dan Vφ.
Untuk molekul-molekul dengan ikatan rangkap terkonjugasi, orang bisa
memasukkan hasil perhitungan Mekanika Kuantum dari elektron-π. Misalnya,
perhitungan order ikatan Pij dengan metoda Pariser-Parr-Pople dapat dilakukan jika
geometri awal molekul sudah ditetapkan. Dengan order ikatan itu, konstanta ksidan li0
untuk ikatan terkonjugasi dapat ditentukan.
. Dengan menggunakan teknik minimisasi Newton-Raphson, program melakukan
variasi struktur hingga V minimum. Proses diulang untuk setiap konformasi yang lain.
Jadi, program akan memberikan geometri-geometri dan energi-energi dari berbagai
konformasi yang berkaitan dengan minimum-minimum lokal dalam V. Secara sederhana
proses itu diperlihatkan dalam Gambar7.8 di mana x menyatakan konformasi.
Interaksi non-bond
ks
kθ
φ
211
Gambar 7.8 Proses perhitungan iteratif untuk mencapai konformasi dengan energi
minimum global.
Beberapa observasi tentang Mekanika Molekul adalah sebagai berikut. (i) Metoda
MM2, MMP2 dan UFF memberikan prediksi kuantitatif yang sangat baik tentang
geometri molekul (misalnya alkana, eter, alkana tak-terkonjugasi) kalau effek elektronik
diabaikan. Panas pembentukan juga diprediksi secara teliti untuk molekul-molekul
tersebut, khususnya denganMM2 dan MM3. (ii) Untuk sistem terkonjugasi, MMP2 dan
MMX-PI bisa memberikan hasil lebih baik karena metoda ini memiliki koresi sistem-π.
UFF juga tepat untuk sistem tersebut. (iii) Untuk molekul besar seperti peptid dan polimer
metoda paling efektif adalah CHARMm and AMBER.
7.7 Hibrid MK/MM
Bertolak dari pandangan umum bahwa sistem kimiawi besar bisa dipartisi menjadi
daerah yang penting secara elektronik di mana mekanika kuantum (MK) dapat berperan,
dan sisanya ditangani dengan mekanika molekul (MM) maka orang mengembangkan
hibrid MK/MM. Dalam Gambar8.3 diperlihatkan pembagian daerah MK dan daerah MM.
Misalkan Hamiltonian total sistem molekul adalah
MMMKMMMK HHHH /ˆˆˆˆ (7.117)
di mana
ij AB AB
BA
ijiA iA
A
i
iMKR
ZZ
rr
ZH
1
2
1ˆ 2 (7.118)
Gambar7.9 Penggambaran sistem MK/MM.
dengan riα-jarak antara elektron ke-i dan inti-A, rij-jarak antara elektron ke-i dan elektron
ke-j, RAB-jarak antara inti bermuatan ZA dan inti bermuatan ZB, semuanya dalam daerah
MK.
MMMM EH ˆ (7.119)
x
L: minimum lokal
G: minimum global
L
G L
V
start
daerah MK
daerah MM
212
dihitung dengan metoda mekanika molekul, dan
MA AM
AM
AM
AM
MA AM
MA
Mi iM
MMMMK
R
b
R
a
R
qZ
r
qH
,612
,,
/ˆ (7.120)
di mana qM-muatan atom dalam molekul ke-M. Suku ke-1 dan ke-2 disebut efek muatan-
muatan luar. Bisa terjadi bahwa beberapa atom tidak bermuatan. Suku ke-3 adalah energi
van der Waals; ini bisa berbeda dari satu ion ke ion lain, misalnya meskipun ion-ion Cl
dan Br bermuatan sama tapi berbeda vdW; Warshel (1976).
Jika Ψ(r,RA,RM) adalah fungsi gelombang molekul sebagai fungsi dari posisi
elekron, posisi inti dan posisi molekul maka berlaku persamaan nilai eigen
MAMAMA RRrRRERRrH ,,,,,ˆ (7.121)
dengan
MMMKMMMK EEEE / (7.122)
Prosedur perhitungan MK/MM adalah sebagai berikut:
1. Lakukan partisi molekul dalam bagian Mekanika Kuantum (MK) dan Mekanika
Molekul (MM).
2. Tentukan atom-tom penghubung antar kedua daerah (biasanya hidrogen, grup metal
atau halogen); atom-atom penghubung dikelola eksplisit selama perhitungan-
perhitungan MK.
3. Hapus hubungan antara atom-atom yang telah dihitung secara MK.
4. Buatlah daftar non-bond.
5. Hitung energi-energi dan gaya-gaya MM.
6. Hitung interaksi vdW dengan menggunakan daftar MK/MM vdW.
7. Hitunglah energi dan gaya-gaya interaksi elektrostatik MK dan MK/MM.
Atom-atom penghubung dipakai untuk untuk menyambungkan kerapatan
elektron; prosedurnya seperti dikemukakan oleh Gao (1996)adalah sebagai berikut:
1. Untuk daerah MK, ini adalah atom hidrogen. Atom ini berinteraksi dengan daerah MM
hanya secara elektrostatik.
2. Muatan untuk atom penghubung MM dibuat nol untuk menghindari penghitungan dua
kali interaksi elektrostatik
3. Interaksi vd Waals antara atom MK dan atom MM yang membentuk ikatan tidak
dihitung. Ikatan regang, sudut tekukan, dan torsi antara daerah MK dan daerah MM.
4. Interaksi-interaksi regangan, sudut tekuk dan torsi antara atom-atom kedua daerah
dihitung sebagaimana dalam MM.
7.8 Paket Piranti Lunak
Berbagai piranti lunak yang mampu melakukan perhitungan struktur elektronik antara
lain adalah Gaussian, GAMESS (General Atomic and Molecular Electronic Structure
Sistem), and CADPAC (Cambridge Analytical Derivatives Package). Gaussian
menggunakan metoda-metoda ab initio, DFT, semiempirik dan MM. GAMESS
menggunakan CI, MP2, CC dan DFT untuk koreksi korelasi electron. GAMESS juga
mampu melakukan perhitungan semiempirik. CADPAC mampu melakukan perhitungan-
perhitungan HF, MPPT, CC dan CI. Beberapa paket dirancang untuk perhitungan ab
initio yang sangat teliti khususnya untuk molekul kecil adalah MOLCAS, MOLPRO, and
COLUMBUS.
213
Paket untuk perhitungan semiempirik yang banyak dipakai orang adalah MOPAC.
Paket ini berisi MNDO, MINDO3, AM1, PM3, MNDO dan PM5. Paket ini dapat
menunjukkan sifat-sifat dan reaktifitas molekul dari ratusan atom dalam fasa gas, larutan
dan padat. Paket semiempirik yang lain adalah ZINDO yang menggunakan parameter-
parameter spektroskopi. Paket AMSOL meliput berbagai model solvasi khususnya pada
AM1 dan PM3 untuk menghitung energi-energi Gibbs dari solvasi air dan berbagai
larutan organik.
Untuk mekanika molekul (MM) ada paket-paket CHARMM (Chemistry at
Harvard Macromolecular Mechanics) dan AMBER (Assisted Model Building with
Energi Refinement). CHARMM menggunakan fungsi energi potensial yang
diparametrisasi untuk protein, asam nukleik (DNA dan RNA), dan lipid. Energi-energi
bisa dievaluasi setelah parameter-parameter seperti konstanta gaya, geometri setimbang
dan jari-jari vd Walls ditetapkan. Nilai-nilai parameter diperoleh dari kombinasi hasil-
hasil studi eksperimen dan mekanika kuantum. Paket CHARMm yang merupakan versi
lain dari CHARMM mapu melakukan perhitungan QM/MM.
Paket AMBER adalah paket MM yang efisien dan akurat untuk medan-medan
gaya biomolekuler. Untuk biopolimer, paket TINKER menggunakan berbagai medan
gaya yang ada dalam AMBER dan CHARMM.
214
Soal-soal
7.1 Buktikanlah bahwa faktor normalisasi fungsi gelombang dari N buah partikel yang
dibangun dengan cara determinan Slater adalah 1/ 𝑁!.
7.2 Berikanlah suatu contoh fungsi gelombang restricted HF dan unrestricted HF untuk
atom nitrogen.
7.3 Perhatikan persamaan (7.17). Jika fungsi-fungsi basis dianggap ril, integral
)()( kljiklij . Carilah integral-integral lain yang sama dengan )( klij .
7.4 Dua buah fungsi GTO masing-masing adalah 2
11 )(
1
Rreg
dan 2
22 )(
2
Rreg
dengan 1, R1, 2, dan R2 diketahui. Buktikan persamaan (7.33) untuk R dan ,
yakni pusat dan eksponen GTO hasil perkalian kedua GTO tersebut.
7.5 Hitunglah integral overlap antara dua buah GTO: 2
11 )(
1
Rreg
dan 2
22 )(
2
Rreg
dengan batas integral - r .
7.6 Dengan menggunakan fungsi-fungsi GTO, tunjukkan bahwa integral 4-pusat bisa
dinyatakan sebagai integral 2-pusat. Hal itu tidak terjadi jika menggunakan fungsi
STO.
7.7 Tunjukkan bahwa turunan pertama fungsi Gaussian jenis-s terhadap salah satu
koordinat Cartesian menghasilkan suatu fungsi Gaussian jenis-p.\
7.8 Dengan menggunakan persamaan (9.29) tunjukkan bahwa turunan GTO jenis-s
terhadap posisi inti xc, akan menghasilkan GTO jenis-p, dan turunan GTO jenis-p
akan menghasilkan perjumlahan GTO jenis-s dan GTO jenis-d.
7.9 Hasil fitting STO-1G, STO-2G dan STO-3G terhadap orbital 1s adalah sebagai
berikut:
STO-1G: 2271,0 re
STO-2G: 22 952.0258,0 433,0682,0 rr ee
STO-3G:222 425,3724,0269,0 154,0545,0445,0 rrr eee
Dengan menggunakan persamaan (7.42) hitunglah faktor normalisasi masing-
masing.
7.10 Dalam perhitungan struktur elektronik CH3Cl, tunjukkanlah basis set (a) minimal,
(b) split-valence dan (c) DZP. Tentukanlah jumlah fungsi basis yang diperlukan
masing-masing basis set.
7.11 Tentukanlah jumlah fungsi GTO dalam perhitungan ab initio dengan menggunakan
basis set 6-31G.
7.12 Tentukanlah jumlah fungsi basis dalam perhitungan struktur elektronik molekul
etanol, CH3CH2OH dengan menggunakan a) 6-31G, b)6-31G*, c)6-31G
**.
215
BAB 8
BEBERAPA BESARAN MOLEKUL
Fungsi gelombang dan energ elektron suatu atom atau molekul yang dihasilkan oleh suatu
metoda ab initio atau semi-empirik selanjutnya bisa digunakan untuk menentukan
besaran-besaran atom dan molekul bersangkutan. Lebih daripada itu,fungsi gelombang itu
dapat pula digunakan untuk memahami sifat-sifat dan fenomena kimia dari atom dan
molekul. Dalam Bab 6 hal-hal tersebut telah mulai dikemukakan khususnya untuk
molekul organik terkonjugasi dengan menggunakan metoda perhitungan Hückel yang
sederhana.
8.1 Muatan atom
Meskipun berbagai konsep muatan-muatan titik atom digunakan secara luas dalam
mekanika molekul, namun tidak ada defenisi unik dari muatan atom di dalam molekul.
Untuk menganalisis muatan atom dalam molekul dapat dipakai metoda Analisa Populasi
Mullikan (1955). Dalam metoda ini kerapatan distribusi elektron atau probabilitas
menemukan elektron dalam suat elemen volume dv adalah
N
i
j
N
j
iijP (8.1)
Integral dalam keseluruhan ruang memberikan jumlah total electron
i j
ijij NSPdV (8.2)
Dalam hal ini, Piiadalah populasi netto di orbital atom i dan Qij=2Pij Sijadalah populasi
overlap antara orbital atom i dan j. Dalam skim Mulliken, populasi overlap dibagi oleh
atom-atom, sehingga muatan atom ke-i dapat dinyatakan sebagai
)( ij
ijijiii SPPQ (8.3)
Pada metoda perhitungan yang menerapkan aproksimaso zero differential overlap
(ZDO) seperti metoda Hückel, Pariser-Parr-Pople dan semiempirik lainnya, suku kedua
dalam persamaan (8.3) sama dengan Sij=0.
8.2 Momen Dipol Permanen
Molekul-molekul yang mempunyai satu ujung dengan muatan listrik lebih posistif
daripada ujung lainnya mempunyai sifat polar. Molekul-molekul polar mempunyai
momen dipol elektron permanen (μ). Komponen-x dari momen dipole permanen suatu
molekul didefenisikan seperti
i
ix xe ˆˆ0 (8.4)
dengan -e adalah muatan listrik elektron, xiadalah komponen ke-x dari vektor posisi
216
elektron ke-i.Rumusan bagi komponen-komponen-y dan –z analog dengan persamaan
(8.4). Dengan komponen-komponen momen dipole μ0x, μ0y, dan μ0z, maka momen dipol
permanen dirumuskan seperti
2
0
2
0
2
00 zyx (8.5)
Satuan momen dipol adalah coulomb meter (Cm), tapi bisa juga debye (D) di mana
1D=3,3356410-30
Cm.
Jika 0 adalah fungsi gelombang keadaan dasar sistem elektron, maka nilai
ekspektasi momen dipole permanen adalah
dVxx 00
*
00ˆ
(8.6)
Untuk molekul dengan sel tertutup, substitusi persamaan (8.4) ke persamaan (8.6)
menghasilkan momen dipol elektron
N
i
N
n
ininx dVixiN
NNe
1
2/*
0 )()(!
)1(
(8.7)
di mana N adalah jumlah elektrondan n(i) adalah orbital molekul ke-n yang ditempati
elektron ke-i. Dengan menggunakan MO-LCAO, persamaan (8.7) menjadi
N
i
N
lk
ilikklx dVixiPN
NNe
,
*
0 )()(!2
)1(
(8.8)
di mana
2/
2N
n
nlnkkl ccP (8.9)
adalah kerapatan elektron untuk k=l atau order ikatan untuk kl.
Contoh 8.1 Momen dipole LiH
Dalam paragraf 5.8 telah dibahas struktur elektronik molekul LiH. Dalam keadaan dasar
molekul ini bersifat ionik: Li+0,9
H-0,9
. Perhitungan menghasilkan orbital molekul
LH ss 211 105,0954,0
Jarak antara kedua atom adalah 1.6 Ǻ. Misalkanlah molekul ini terletak pada sumbu-x,
maka sesuai persamaan (8.5), dengan N=2 momen dipole permanen yang ditimbulkan
oleh elektron adalah
)2)((2
122121211210 PSPPxxex
Dari orbital molekul di atas diperoleh
,82,111 P 024,0,20,0 2212 PP .
217
Jika inti Li sebagai referensi posisi maka x1=0 dan x2=1,6 Ǻ. Maka momen dipol
permanen adalah
DCA
AC o
x
56,81086,2
)022,05,020,0282,1(6,1106,12
1
019
19
0
Data eksperimen adalah 5,99 D (Wharton et al. (1960)).
8.3 Polarizabilitas Listrik Statik
Jika molekul ditempatkan dalam suatu medan listrik statik atau berosilasi, sistem elektron
di dalam molekul akan mengalami gangguan. Dari gangguan itu dapat diturunkan
besaran-besaran listrik molekul, seperti polarizabilitas, permittivitas dan indeks bias.
Dalam medan listrik statik E
, misalkan pada sumbu-x, Hamiltonian mokekul
akan mengalami gangguan dengan
EzG ˆ (8.10)
Hamiltonian total adalah
EzHGHH ˆˆˆˆ )0()0( (8.11)
Berdasarkan teori gangguan yang tak bergantung waktu seperti telah dkemukakan dalam
paragraf 1.3 koreksi-koreksi terhadap energi keadaan dasar adalah
E00,
)1(
0 zE
0
2
)0(
0
)0(
0,0,)2(
0
j j
jzjz
EEE E
3
2)0(
0
)0(
00,0,0,
)0(
0
)0()0(
0
)0(
0,,0,)3(
0 E
ik k
zkzkz
ij jk
jzkjzkz
EEEEEEE
Energi keadaan dasar terkoreksi karena gangguan menjadi
.....3
2)0(
0
)0(
00,0,0,
)0(
0
)0()0(
0
)0(
0,,0,
0
2
)0(
0
)0(
0,0,
00,
)0(
00
E
EE
ik k
zkzkz
ij jk
jzkjzkz
j j
jzjz
z
EEEEEE
EEEE
(8.12)
Nilai ekspektasi momen dipol adalah
zμd
dEˆ0 -
E (8.13a)
218
dan itu adalah
.........6
1
2
1ˆ 32
0 EEE zzzzzzzzzzzμ
(8.13b)
Jadi, dari persamaan (8.12) dan (8.13a) diperoleh
.....32ˆ 2
2)0(
0
)0(
00,0,0,
)0(
0
)0()0(
0
)0(
0,,0,
0)0(
0
)0(
0,0,
00,
EEik k
zkzkz
ij jk
jzkjzkz
j j
jzjz
zz
EEEEEEEE
Jika dibandingkan dengan persamaan (8.13b) diperoleh
00,0 zz (8.14)
0
)0(
0
)0(
0,,2
n n
nznoz
zzEE
(8.15)
02)0(
0
)0(
00,0,0,
0)0(
0
)0()0(
0
)0(
0,,0,6
mk
zmzmz
n nk
nzmnzkz
zzz
EEEEEE
(8.16)
Momen dipole z0 adalah momen dipol permanen dari molekul,sedangkan suku-suku
selanjutnya adalah momen dipol terinduksi medan listrik. Dalam persamaan di atas, zz
adalah polarizabilitasstatis linier (oder-1),zzz adalah polarizabilitas statis oder-2 atau
hiperpolarizabilitas order-1. Dalam persamaan (8.14-16), dengan )0(
0 sebagai fungsi
keadaan dasar, )0(
m dan )0(
n fungsi keadaan tereksitasi maka
dVzzz
)0(
0
*)0(
000,,0
(8.17)
dVnznz
)0(*)0(
00, (8.18)
dVnzmmnz
)0(*)0(
, (8.19)
Untuk molekul, fungsi keadaan eksitasi merupakan hasil dari transisi elektron dari suatu
orbital molekul ke orbital molekul yang lain. Misalkan )0(
m adalah keadaan eksitasi
elektron dari orbital molekul ke-i ke orbital molekul ke-k sehingga bia dituliskan )0()0(
kim dan )0(
n dari orbital molekul ke-j ke orital molekul ke-l atau )0()0(
ljn ,
maka
dVdV lzjljznz
*)0(*)0(
00, (8.20)
219
h
jzjizihz
jz
lz
ljzkimnz
dVdVdV
dV
dV
dV
l,kji
lkji
lkji
lkji
danjika..
danjika.................................................
danjika....................................................
danjika.....................................................................0
***
h
*
i
*
k
)0(*)0(
,
(8.21)
lihat Szabo et al. (1989).Di dalam fluida, molekul berorientasi ke semua arah dengan
peluang yang sama, sehingga harga rata-rata polarizabilitas adalah
=⅓(xx+yy+zz). (8.22)
Jadi
0 0
2
0,
0)0(
0
)0(
0,0,
3
2
3
2
n n
nz
n n
nznz
EEE
(8.23)
dimana )0(0
)0(0 EEE nn dan nznznz 0,0,
2
0, .Intensitas suatu transisi diungkapkan
dengan kekuatan osilator, yakni
2
0,203
4nzn
e
mf
(8.24)
Sehingga polarizabilitas static bisa diungkapkan seperti
0
20
022
n n
n
E
f
m
e (8.25)
Contoh 8.2 Polarizabilitas osilator harmonis
Tinjaulah suatu sistem muatan, +e dan –e, yang terikat satu sama lain membentuk
osilator harmonis dengan konstanta pegas k. Andaikan sistem itu ditempatkan dalam
medan listrik yang sejajar sumbu-x.
Misalkan dalam keadaan setimbang jarak antara kedua muatan R. Dengan
perpanjangan jarak x, momen dipol adalah 0,x=e(R+x). Dari persamaan (8.26), dengan
menggunakan fungsi-fungsi gelombang osilator harmonis, polarizabilitas statis adalah
1
)0(
1
)0(
1,1,2
n n
nxnx
xxEE
dxxedxeRdxxRe nnnnx 1
*
1
*
1
*
1, )(
Pada suku pertama, karenan1 maka 01
* dxn . Pada suku kedua,
11
*
2nn
mdxx
220
11,2
nnxm
e
)2/1()0( nEn
2
22
0)0(
1
)0(
11
2
1
22
22
m
e
me
EEme
n n
nn
xx
Karena m
k maka
k
exx
2
.
Dalam persamaan (8.14-16) telah ditunjukkan momen dipole listrik permanen dan
induksi oleh medan listrik luar yang sejajar sumbu-z. Jika medan listrik luar mempunyai
komponen pada sumbu-sumbu koordinat x, y dan z maka suatu komponen momen dipole
listrik dapat dinyatakan seperti
....6
1
2
10 dcbabcdcbabcbabaa EEEEEE
(8.26)
di mana a, b, c, d menyatakan koordinat x, y, z. Terlihat jelas bahwa ab adalah tensor
rank-1, hiperpolarizabilitas order-1 abc tensor rank-2 dan hiperpolarizabilitas order-2
abcd tensor rank-3.
Contoh 8.3 Polarizabilitas statis butadiena dengan metoda Hückel
Misalkan molekul butadiena memanjang pada sumbu-x seperti dalam gambar. Untuk
menghitung polarizabiltas diperlukan fungsi keadaan dasar dan fungsi-fungsi keadaan
tereksitasi serta energinya masing-masing. Fungsi keadaan dasar )0(
0 dengankonfigurasi
2
2
2
1 memilikienergi )0(
0E =21+22. Fungsi keadaan tereksitasi singlet )0(
1 dengan
konfigurasi 1
3
1
2
2
1 memiliki energi )0(
1E =21+2+3.Fungsi keadaan tereksitasi singlet
)0(
2 dengan konfigurasi 1
4
1
2
2
1 memiliki energi )0(
2E =21+2+4.Fungsi keadaan
tereksitasi singlet )0(
3 dengan konfigurasi 1
3
2
2
1
1 memiliki energi )0(
3E =1+22+3dan
fungsi keadaan tereksitasi singlet )0(
4 dengan konfigurasi 1
4
2
2
1
1 memiliki energi )0(
4E
=1+22+4.Jadi, Beda energiadalah )0(
0
)0(
1 EE =3-2,)0(
0
)0(
2 EE =4-2, )0(
0
)0(
3 EE =3-1
dan )0(
0
)0(
4 EE =4-1.
Perhitungan nx 0, dilakukan sebagai berikut:
0,
)0()0(
00, nxn
p
pnx dxxe
x
2CH 4
1CH2
3CH
4CH2
221
Jika )0(
n adalah keadaan eksitasi yang diperoleh dengan mengeksitasikan satu elektron
dari orbital molekul ke-i ke orbital molekul ke-k maka persamaan di atas
n
pkp
p
ip
rpq
p
kr
rq
iqk
p
pinx
eX
xcce
dxxccedxxe
0
*
,
0,
dengan
pkp
p
ipn xccX 0
Dimana xp adalah jarak karbon ke-p dari suatu referensi disumbu-x. Misalnya, kalau
karbon nomor 1 dijadikan sebagai referensi maka x1=0, x2=r12cos 30o, x3= x2+r23 cos 30
o,
dan x4= x3+r34 cos 30o. Program MATLAB untuk menghitung polarizabilitas adalah
sebagai berikut:
%Program Hückel untuk Polarizabilitas Statis Butadiena
clc
F=[-11 -2.5 0 0;-2.5 -11 -2.5 0; 0 0-11 -2.5; 0 0 -2.5 -11];
% Energi keadaan dasar
[C,E]=eig(F);
E
disp('koefisien c')
% Bond order
for i=1:3
P(i,i+1)=2*C(i,1)*C(i+1,1)+C(i,2)*C(i+1,2);
end
% Panjang ikatan dua karbon bertetangga terdekat
for i=1:3
r(i)=1.5-0.15*P(i,i+1);
end
disp('panjangikatan, dalamsatuan Angstrom')
r
% Jarak relatif atom C relative terhadap karbon pertama dalam satuan Angstrom
x(1)=0;
x(2)=r(1)*0.866;
x(3)=x(2)+r(2)*0.866;
x(4)=x(3)+r(3)*0.866;
%Beda energi keadaandalamsatuan eV
DE(1)=E(3,3)-E(2,2);
DE(2)=E(4,4)-E(2,2);
DE(3)=E(3,3)-E(1,1);
DE(4)=E(4,4)-E(1,1);
% Momendipole (belumdikalimuatan e)
M(1)=0;
for i=1:4
M(1)=M(1)+C(i,2)*C(i,3)*x(i);
222
end
M(2)=0;
for i=1:4
M(2)=M(2)+C(i,2)*C(i,4)*x(i);
end
M(3)=0;
for i=1:4
M(3)=M(3)+C(i,1)*C(i,3)*x(i);
end
M(4)=0;
for i=1:4
M(4)=M(1)+C(i,1)*C(i,4)*x(i);
end
% Polarizabilitasstatis
Polstat=0;
for n=1:4
Polstat = Polstat +2*M(n)*M(n)/DE(n);
end
Polstat
8.4 Polarizabilitas Listrik Dinamis
Polarizabilitas dinamis adalah polarizabilitas molekul yang ditempatkan dalam medan
listrik berosilasi. Misalkan medan berosilasi adalah tcos2E , maka momen dipole listrik
adalah
...........cos2)(0 tzzzz E
(8.27)
Gangguan yang dialami atom atau molekul oleh medan berosilasi pada sumbu-z adalah
titi
zz eettG EE cos2)(
(8.28)
Seperti telah dikemukakan dalam paragraf 1.4, fungsi keadaan yang bergantung waktu
dari molekul karena kehadiran gangguan adalah )(t ,
0
/)0(/)0(
0
)0()0(0 )()(
n
tiE
nn
tiE netaet
(8.29)
Dengan fungsi keadaan itu maka harga ekspektasi momen dipole adalah
0
*
0,0,,0
*)0(
0
*)0(
0
)0(*)0(
0
)0(
0
*)0(
0
*
00
00
)()(
)(ˆ)(ˆ
ˆ
)(ˆ)(
n
ti
nnz
ti
nnzz
ti
nzn
n
ti
nnz
z
zz
nn
nn
etaeta
etadvetadv
dv
dvtt
(8.30)
di mana
223
)0(
0
)0(
0
EEnn
(8.38)31)
Koefisien an(t) adalah
ti
zn
ti
nn dttedvi
dvdtetGi
tatntn
0
)0(
0
*)0(
0
)0(
0
*)0( cos2ˆ)(ˆ1)( 00
E
(8.32)
0
)(
0
)(0,
00
)(n
ti
n
tinz
n
nn eeta
E (9.33)
Substitusi an(t) ini ke persamaan (8.30) akan menghasilkan
tn n
nzn
zz
cos2
2
0
2
22
0
0,0
0 E
(8.34a)
atau
tE
E
n n
nzn
zz
cos2
)(2
022
0
2
0,0
0 E
(8.34b)
Dari (8.34b) diperoleh polarizabilitas dinamis seperti
022
0
2
0,0
)(2)(
n n
nzn
zzE
E
(8.35a)
Karena harga rata-rata polarizabilitas =⅓(xx+yy+zz) maka
022
0
20,0
)(3
2)(
n n
nzn
E
E
(8.35b)
dimana nznznz 0,0,
2
0, , )0(0
)0(0 EEE nn dan adalah energi foton dari medan
berosilasi. Dalam implementasinya persamaan (8.41) harus dinyatakan sebagai berikut
0 00
2
0,0
))((2)(
n nn
nzn
zziEiE
E
(8.36)
di mana =h/denganadalah umur keadaan tereksitasi. Karena kita lebih mudah bekerja
dengan panjang gelombang, maka diganti dengan /24,1 di mana adalah panjang
gelombang dalam m.
Contoh 8.4 Polarizabilitas Dinamis
Berdasarkan persamaan (8.36) dapat disusun program MATLAB untuk perhitungan
polari- zabilitas dinamis butadiena sebagai berikut.
224
%Program Hückel untuk Polarizabilitas Dinamis Butadiena
Clc
G=0.2i; %faktor redaman
F=[-11 -2.5 0 0;-2.5 -11 -2.5 0; 0 0-11 -2.5; 0 0 -2.5 -11];
[C,E]=eig(F);
for i=1:3
P(i,i+1)=2*C(i,1)*C(i+1,1)+C(i,2)*C(i+1,2);
end
for i=1:3
r(i)=1.5-0.15*P(i,i+1);
end
x(1)=0;
x(2)=r(1)*0.866;
x(3)=x(2)+r(2)*0.866;
x(4)=x(3)+r(3)*0.866;
DE(1)=E(3,3)-E(2,2);
DE(2)=E(4,4)-E(2,2);
DE(3)=E(3,3)-E(1,1);
DE(4)=E(4,4)-E(1,1);
M(1)=0;
for i=1:4
M(1)=M(1)+C(i,2)*C(i,3)*x(i);
end
M(2)=0;
for i=1:4
M(2)=M(2)+C(i,2)*C(i,4)*x(i);
end
M(3)=0;
for i=1:4
M(3)=M(3)+C(i,1)*C(i,3)*x(i);
end
M(4)=0;
for i=1:4
M(4)=M(1)+C(i,1)*C(i,4)*x(i);
end
% Polarizabilitas dinamis (A)
for m=1:4
L(m)=1.24/DE(m); % panjang gelombang
end
for k=1:1000
L(k)=0.1+k*0.0004;% panjang gelombang
A(k)=0;
for m=1:4
B(k)=(DE(m)+1.24/L(k)-G)*(DE(m)-1.24/L(k)-G);
A(k)=A(k)+abs(DE(m)*(M(m))^2/B(k));
end
end
plot(L,A)
xlabel('Panjang gelombang (um)'),ylabel('Polarizabilitas (arb.unit)')
225
Hasil perhitungan dan analisa.
Keadaan-keadaan eksitasi singlet dan beda energinya masing-masing dengan keadaan
dasar:
1=23, E10=3.0902 eV setara dengan 01= 0.4013 m;
2=24, E20=5.5902 eV setara dengan 02=0.2218 m;
3=13, E30=5.5902 eV setara dengan 03=0.2218 m;
4=14,E40=8.0902 eV setara dengan 04= 0.1533m.
Momen transisi:
01 =-1.1498 (-1,610-19
) CÅ;
02 = 0;
03 =0;
04 =-0.0504 (-1,610-19
) CÅ;
Polarizabilitas sebagai fungsi panjang gelombang diperlihatkan dalam Gambar 8.1.
Terlihat bahwa polarizabilitas maksimum ada pada panjang gelombang 0,4m atau E10=
3.09eV. Itu terkait dengan hasil transisi elektron dari keadaan dasar 0 ke keadaan
eksitasi 1 di mana elektron bertransisi dari orbital molekul2 ke 3.
Bedasarkan simetri, butadiena memenuhi grup simetri C2h; lihat Contoh 6.5.
Representasi (IR) masing-masing fungsi keadaan adalah: (0)=Ag, (1)=Bu,
(2)=Ag, (3)= Ag dan (4)=Bu sedangkan IR dari momen dipole adalah (x)= Bu
di mana x adalah sumbu molekul. Berdasarkan
unx B )()()( 0
di mana x adalah sumbu molekul, maka keadaan eksitasi yang sesuai untuk transisi
elektron dari keadaan dasar 0 adalah 1 dan 4. Tetapi karena beda energi E40 yang
cukup besar dan momen dipole 04 yang sangat kecil maka polarizabilitas terkait transisi
04 sangat kecil dibandingkan polarizabiltas dengan 01 sehingga tidak terlihat.
Transisi 02 dan 04 adalah terlarang; hal ini didukung oleh hasil perhitungan
02 = 03 =0.
Gambar 8.1 Polarizabilitas dinamis butadiena yang dihitung dengan metodaHückel.
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.80
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
Panjang gelombang (um)
a(a
rb.u
nit)
226
8.5 Indeks bias bahan optik
Dalam teori medan elektromagnet dikemukakan bahwa permittivitas relatif r suatu bahan
optik adalah perbandingan permittivitas bahan itu dengan permittivitas ruang hampa
휀𝑟=휀/휀0 dan indeks bias bahan adalah 𝑛 = 휀𝑟 . Dengan permittivitas relatif itu diperoleh
suseptibilitas listrik
𝜒𝑒 = 휀𝑟 − 1.
Suseptibilitas sebagai karakteristik bahan diungkapkan melalui polarisasi listrik yang
diinduksikan oleh medan listrik di dalam bahan,
E0eP .
Di fihak lain polarisasi dapat pula dinyatakan sebagai
ENP di mana Nadalah kerapatan molekul (N/V); medan listrik E harus dinyatakan sebagai
penjumlah medan luar dan medan yang terinduksi secara lokal di dalam molekul, yakni
03/ P . Jadi, secara lengkap polarisasi dinyatakan seperti 03/ PEP N sehingga
diperoleh
E0
0
0
3/1
/
N
NP
dan suseptibilitas listrik bahan menjadi
0
0
3/1
/
N
N
e
(8.37)
sedangkan indeks bias bahan
00
0
21
3/1
3/21
N
N
N
n (8.38a)
Akhirnya dengan persamaan (8.35b) untuk polarizabilitas maka indeks bias di atas
menjadi
022
0
2
0,0
0 )(31
n n
nzn
E
En
N
(8.38b)
Untuk deteilnya baca Atkins et al. (2005).
8.6Interaksi Dispersi
Gaya dispersi adalah gaya tarik-menarik antara dua molekul tak bermuatan. Gaya ini
timbul karena kopling antara dipol-dipol listrik dari kedua molekul sebagai akibat dari
fluktuasi sesaat distribusi muatan pada molekul. Dipol pada satu molekul bisa
menginduksikan dipol pada molekul tetangganya, lalu terjadilah interaksi antara
keduanya(baca Atkins et al. 2005)..
Interaksi antara kedua dipole 𝜇 𝐴dan 𝜇 𝐵 yang berjarak satu sama lain 𝑅 merupakan
gangguan terhadap Hamiltonian molekul,
227
ABGHH (0)
(8.39a)
dengan
BA HHH (0) (8.39b)
adalah Hamiltonian sebelum ada gangguan, dan
23
0
3
4
1
R
.RR..
RG BA
BAAB
(8.40a)
Jika diandaikan R
pada sumbu-z, maka gangguan di atas menjad
BzAzByAyBxAxABR
G
24
1
0
(8.40b)
Misalkan (0)(0)(0) ΨΨΨBABA nnnn adalah fungsi keadaan gabungan kedua molekul sebelum ada
gangguan
(0)(0)(0)(0)(0) ΨΨBABABA nnnnnn EEH (8.41)
Misalkan molekul-molekul itu non-polar, maka koreksi order-1 untuk energi adalah
0ΨΨ *(0)
00
*(0)
00
(1) BAdVdVGEBABA
(8.42)
sedangkan koreksi order-2
0)(0)(
(0)(0)
00
0000(2)
B
A BABA
BABA
nn nn
,nnnn,
EE
GGE
(8.43)
di mana
BBAABBAABBAA
BABA
BABABA
n,Bzn,Azn,Byn,Ayn,Bxn,Ax
BAnnBzAzByAyBxAx
nnnn,
dVdV
dVGG
000000
(0)(0)*(0)
0
*(0)
0
(0)*(0)
0000
2
Ψ)Ψ2-(ΨΨ
ΨΨ
dan
BBAABBAABBAA
BABA
BABABA
n,Bzn,Azn,Byn,Ayn,Bxn,Ax
BABzAzByAyBxAxnn
nn,nn
dVdV
dVGG
000000
(0)
0
(0)
0
*(0)*(0)
(0)
00
*(0)
00
2
Ψ)Ψ2-(ΨΨ
ΨΨ
Perkalian 0000 ,nnnn, BABAGG menghasilkan sembilan suku. Di sana ada enam suku yang
harganya nol; misalnya ))(( 0000 BBBBAAAA n,Byn,Bxn,Ayn,Ax . Tiga suku lainnya berharga
tidak nol, misalnya ))(( 0000 BBBBAAAA n,Bxn,Bxn,Axn,Ax . Dari ketiga suku itu berlaku
228
AAAA n,Axn,Ax 00 =AAAA n,Ayn,Ay 00 =
AAAA n,Azn,Az 00 dan berlaku pula AAAA n,Axn,Ax 00
=AAAA n,An,A 00
3
1 . Dengan demikian maka koreksi order-2 adalah
0)(0)(
(0)(0)
00
0000
2
3
0
2))((
4
1
3
2
B
A BABA
BBBBAAAA
nn nn
n,Bn,Bn,An,A)(
EERE
(8.44)
Karena
)]()-[()(-)( (0)
0
(0)(0)
0
(0)(0)(0)(0)
0
(0)
0
(0)(0)
00 BBAABABABABAEEEEEEEEEE nnnnnn
maka E(2)
<0; artinya energi itu adalah energi tarikan yang berbanding terbalik dengan R6.
8.7 Polarizabilitas magnet
Momentum linier sebuah elektron di dalam medan magnet B
adalah Aep
di mana A
adalah vektor potensial dari B
: AB
(baca Atkins et al. 2005). Dengan demikian,
Hamiltonian sebuah elektron di dalam medan magnet adalah
222
22
2
)()(ˆ
.
.
Am
epA
m
eV
m
p
Vm
AepAepH
(8.45a)
di mana pAAp
.. . Jika medan magnet ituhomogen maka
rBA
2
1,
sehingga LBprBprB
.).()( . . Hamiltonian dalam persamaan (8.45a) menjadi
222
222ˆ . A
m
eB
m
eV
m
pH L
(8.45b)
Sekarang nyatakanlah B
pada sumbu-z, maka A=Br/2 dengan r2=x
2+y
2. Jadi, persamaan
di atas menjadi
)(822
ˆ 22222
yxBm
eB
m
eV
m
pH zL
(8.45c)
Dari persamaan ini sebutlah
)(8
2ˆ
,2
ˆ
2222
)2(
)1(
2)0(
ˆ
,
yxBm
e
Bm
eG
Vm
pH
G
Lz
(8.46)
Maka koreksi order-2 terhadap energi elektron adalah
229
2
0 0
00
2
0
22
0
2
000
0
002
00
2
0
28B
E
LL
m
edV)yx(
m
e
EE
LLG
n n
n,zn,z*
n)(
n
)(
n,zn,z)()(E
(8.47)
di mana dVLL nz
*
n,z 00dan )()(
nn EEE 0
0
0
0 .
Polarizabiltas magnet suatu molekul diturunkan sebagai berikut. Misalkan mz
adalah komponen dipole magnet molekul di dalam medan magnet 𝐵 yang terletak pada
sumbu-z, maka .....Bm zzz di mana zz adalah polarizabilitas magnet dari molekul.
Energi dipole itu yang dipandang sebagai koreksi order-2 bagi energi molekul adalah
....BdB....BdBmE zz
B
zz
B
z
)( 2
21
00
2
0 )(
(8.48)
Dengan mempersamakan kedua persamaan di atas maka polarizabilitas magnet dari
molekul adalah
0 0
0,0,
2
2
0
22*
0
2
2)(
4 n n
nznz
zzE
LL
m
edVyx
m
e
(8.49)
Untuk molekul yang berotasi secara bebas, berlaku harga rata-rata )(31
zzyyxx .
Karena 2222222 2)()(y)( rxzzyx
dan 2
00,0,0,0,0,0, nnznznynynxnx LLLLLLL
maka harga rata-rata polarizabilitas magnet molekul adalah
0 0
2
0
2
2
0
2*
0
2
66 n n
n
E
L
m
edVr
m
e
(8.50)
Suku pertama dikenal sebagai polarizabilitas diamagnetikdan suku kedua polarizabilitas
paramagnetik (baca Atkins et al. 2005).
Contoh 8.5 Tinjaulah sebuah elektron yang menempati orbital Slater 2px. Andaikan
energi orbital ini sebesar E di bawah orbital 2py. Hitunglah polarizabilitas magnet dalam
arah sumbu-z yang dimiliki elektron itu.Dari persamaan (3.64c) orbital STO untuk soal
ini adalah
cossin
2
2/5
2
r
px re
230
sinsin
2
2/5
2
r
py re
Dengan menggunakan px2 untuk 0 dan
py2 satu-satunya untuk n maka
2
2
2
*
2
2
2
*
2
2
2
*
20,0,ˆ
dVidVidVLLL pxpxpypxpyzpxnznz
dVyxdVyx pxpxpx )()( 222
22
22*
2
dddrrrer r sin)sin(cossin2
22
22/5
277
5
2
0
2
0
5
0
265
6
15
16
2
!6
2
cossin2
dddrer r
Akhirnya, dengan persamaan (8.49) diperoleh polarizabilitas magnet
Em
e
m
ezz
2
2
2
2
2
22
3
dan
Em
e
m
e 2
2
2
2
2
6
8.9 Aktivitas Optik
Aktivitas optik adalah rotasi bidang polarisasi gelombang elektromagnet ketika melalui
bahan. Sifat bahan seperti itu berkaitan dengan kemampuan bahan untuk memecah berkas
cahaya terpolarisasi-bidang menjadi dua yang terpolarisasi melingkardengan arah rotasi
yang berlawanan, kiri dan kanan. Sifat itu yang disebutsebagai circular birefringence dari
medium, Jika medium memiliki indeks bias n+dan n
- masing-masing bagi cahaya
terpolarisasi melingkar-kanan dan –kiri di sepanjang sumbu-z dengan frekuensi , maka
vektor-vektor medan listrik dari cahaya yang terpolarisasi melingkar-kiri dan –kanan
adalah
)sinˆcosˆ( jiE
(8.51)
di mana
c
znt
(8.52)
Dari persamaan (8.51), medan listrik hasil superposisi kedua vektor medan listrik itu
adalah
231
)]sin(sinˆ)cos(cosˆ[ ji-EEE
(8.53)
Tampak bahwa jika bahan tidak bersifat circular birefringence di mana t
maka seperti terlihat dalam Gambar (8.2a), superposisi di atas adalah
ti cos2ˆE
(8.54)
Tetapi, dalam bahan yang bersifat circular birefringence di mana ada perbedaan indeks
bias antara polarisasi melingkar-kanan dan –kiri, salah satu akan menjalar lebih cepat
daripada yang lain sehingga timbul perbedaan fasa antara keduanya. Hal inilah yang
diperlihatkan oleh persamaan (8.52). Superposisi dalam persamaan (8.53) menjadi
tji cos)sinˆcosˆ(2 -EEE
(8.55)
di mana
c
nnz
2
)(
(8.56)
adalah pergeseran sudut yang dialami cahaya terpolarisasi bidang dalam waktu t setelah
menjalar sejauh z; lihat Gambar (8.2b).
(a) (b)
Gambar 82 (a) Tidak bersifat circular birefringence, dan (b) bersifat circular
birefringence.
Cahaya sebagai gelombang elektromagnet, ketika melalui bahan yang bersifat
circular birefringenceakan menginduksikan polarisasi 𝑃 (baca Atkins et al. 2005),
dt
BdP
EN (8.57)
di mana N adalah kerapatan molekul (N/V), E
dan B
adalah medan listrik dan medan
magnet dari gelombang elektromagnet (tegak lurus satu sama lain), polarizabilitas
listrik dan karakteritik molekul. Dengan kedua macam polarisasi di atas maka indeks
bias adalah
00 221
cn N
(8.58)
E
E-
E+
E-
E+
E
t, z
232
dengan tanda + untuk polaritas melingkar –kanan dan tanda - untuk polaritas melingkar-
kiri. Jadi, LR nn menjadi
0c
ωβnn N (8.59)
dan pergeseran sudut pada persamaan (8.56) menjadi
2
0
2
2
2z
c
z0
NN
(8.60)
di mana c=1/(0µ0)1/2
, kecepatan cahaya dalam ruang hampa dan 0 adalah permeabilitas
ruang hampa. Molekul dengan > 0 atau nn disebut bersifat dextrorotary dan
molekul dengan <0 atau nn disebut bersifat laevorotary. Selanjutnya akan
diturunkan parameter .
Pada saat cahaya menjalar di dalam bahan optik, komponen medan listrik ℇ dan
komponen medan magnet 𝐵 dari cahaya itu menimbulkan gangguan terhadap
Hamiltonian elektron dari molekul dalam bahan. Jika 𝜇 dan𝑚 masing-masing adalah
momen dipole listrik dan momen dipole magnet dari molekul maka gangguan itu adalah
)(.)(.)(ˆ tBmttG
E (8.61)
di mana Lm , dan L
adalah momentum sudut total elektron, γ adalah rasio
giromagnetik elektron. Di dalam bahan yang bersifat circular birefringence vektor-vektor
medan dalampersamaan (8.61) harus dinyatakan melingkar- kanan dan melingkar-kiri,
)(.)(.)(ˆ tBmttG
E (8.62)
Dengan menggunakan vektor-vektor medan
ℇ ± 𝑡 = 휀 𝑖 cos𝜔𝑡 ± 𝑗 sin𝜔𝑡
𝐵 ± 𝑡 = 𝐵 ±𝑖 sin 𝜔𝑡0 − 𝑗 cos𝜔𝑡 (8.63)
maka gangguan dalam persamaan (8.62) dapat dituliskan menjadi
)cossin()sincos()(ˆ tmtmBtttG yxyx (8.64)
Nilai ekspektasi momen dipole terinduksi oleh medan-medan di atas adalah
0
*
0000 )()(
n
ti
nn
ti
nnnn etaeta
(8.65)
dengan an (t) adalah koefisien bagi fungsi keadaan terganggu yang bergantung waktu,
233
t
ti
nn dtetGi
ta n
0
00)(
1)(
(8.66)
Karena integral di atas diawali dari t=0, maka gangguan pada persamaan (8.64) harus
diawali dari nol sehingga harus dikalikan dengan (1-et/
). Dengan itu maka persamaan
(8.65) menjadi
22
0
00,0,0
022
0
00,0,0
cossin)(
sincos)(
2
n
nnxnyn
n n
nnynxn
ttiBmi
titBm
(8.67a)
Kita tahu bahwa momen dipol listrik adalah ril, sedangkan momen dipolmagnet adalah
imaginer (karena momentum sudut adalah operator yang imajiner). Oleh sebab itu setelah
melalui penyusunan kembali, persamaan (8.67) dapat dituliskan sebagai berikut.
022
0
00
022
0
000
)(1Im
2)(Re
2
n n
nn
n n
nnn
dt
tBdmt
E (8.67b)
di mana Re menyatakan bagian ril dan Im bagian imajiner. Terlihat bahwa persamaan ini
sama dengan N/P
dalam persamaan (8.57) sehingga diperoleh
0
22
0
00Im2
n n
nnm
(8.68)
Dengan demikian maka pergeseran sudut pada persamaan (8.60) adalah
0
22
0
002 Im2
n n
nnmz
0N
(8.69)
234
Soal-soal
8.1 Polarizabilitas volum didefenisikan seperti 04/' . Molekul tetrachlorometan
mempunyai polarizabilitas volum1,0510-29
m3. Hitunglah (a) besarnya momen dipol
terinduksi oleh medan listrik 10000 V/m, dan (b) perubahan energi molar.
8.2 Sebuah elektron di dalam kotak dimensi-1 (sepanjang sumbu-x) yang panjangnya L.
Andaikan di tengah kotak ada muatan positif yang menyebabkan timbulnya momen
dipol tetapi tidak mempengaruhi fungsi gelombang elektron. Hitunglah
polarizabilitas sistem sejajar sumbu-x.
8.3 Tentukanlah polarizabilitas dan polarizabilitas volum suatu atom hidrogen. Untuk
mudahnya misalkan keadaan dasar adalah 1s dan keadaan tereksitas 2pz.
8.4 Rancanglah perhitungan variasi bagi polarizabilitas atom hidrogen. Gunakan fungsi
coba =1s+a2pz yang belum dinormalisasi dengan a sebagai parameter variasi.
Hamiltoniannya adalah 𝐻 = 𝐻 0 + 𝑒𝑧ℰ. Tentukanlaj nilai optimal a dan tentukanlah
zz. Harga eksperimen polarizabilitas volum adalah 6,610-31
m3.
8.5 Pada sumbu-x, dua buah muatan +e dan –e dihubungkan oleh gaya dengan konstanta
gaya k . Sistem ditempatkan dalam medan listrik yang sejajar sumbu-x. Hitunglah
hiperpolarizabilitas xxx.
8.6 Kekuatan osilator dari transisi sekitar 160 nm dalam etana adalah 0.3. Hitunglah
polarizabiltas volum molekul itu. Harga eksperimen: 4,2210-30
m3.
8.7 Tinjaulah dua partikel masing-masing di dalam kotak dimensi-satu. Jarak antara pusat
kedua kotak adalah R. Setiap sistem dapat dipandang sebagai model atom seperti
dalam soal nomor 8.2. Hitunglah energi dispersi jika kotak-kotak itu (a) pada satu
garis, (b) berdampinga tapi tidak pada satu garis.
8.8 Hitunglah energi dispersi antara dua buah atom hidrogen. Jarga eksperimen
polarizabilitas volume atom hydrogen adalah 6,610-31
m3.
235
BAB 9
SPEKTROSKOPI MOLEKUL
Metoda spektroskopi secara langsung memberikan informasi tentang struktur molekul
dan sifat kimia-fisiknya. Teori Kuantum dapat memberikan landasan fisis dari spektrum
serta hubungan antara struktur mikroskopik molekul dan parameter-parameter spektral
yang makroskopik. Secara umum asal-muasal fisis spektrum molekul adalah interaksi
antara radiasi gelombang elektromagnet dan materi. Peran dari teori kuantum dalam
spekroskopi molekul adalah memberikan model sederhana dan mendeskripsikan
spektrum secara singkat dengan menggunakan parameter-parameter empirik. Parameter-
parameter itu bergantung pada elektron-elektron yang terkandungan dalam molekul dan
interaksi-interaksinya yang dapat dihitung dengan menggunakan metoda-metoda
komputasi yang ada.
9.1 Resonansi Magnetik Inti (NMR)
Di dalam medan magnet luar B
, spin-inti atom hidrogen dalam molekul mengalami
interaksi dengan hamiltonian seperti
a a ab
baabaaNN IIJBIgH)(
ˆ.ˆ.ˆ)1(ˆ
(9.1)
di mana gN dan N adalah faktor-g dan magneton Bohr inti, a konstanta perisai di inti
ke-a, aI dan
bI masing-masing spin-inti ke-a dan ke-b dan Jabkonstanta kopling antara
kedua spin. Reonansi suatu inti hidrogen tergeser ke medan magnet yang lebih kecil
daripada medan magnet luar sebagai akibat dari awan elektron disekitar inti. Konstanta
perisai awan elektron inilah yang membedakan suatu proton dengan proton lain di dalam
molekul. Oleh sebab itu merupakan parameter penting dalam spektroskopi NMR.
Selain itu, interaksi antara spin-spin menyebabkan pecahnya suatu signal absorpsi spin
karena interaksinya dengan spin lain. Struktur multiplet spektrum NMR muncul jika
molekul mengandung inti-inti yang berbeda konstanta perisi. Jumlah garis yang
disebabkan inti a dalam molekul AXn adalah 2nIx+1. Spasi antara dua garis dalam
spektrum suatu gugus adalah Jax.
Sebagai contoh Gambar 9.1 memperlihatkan signal NMR dari etilklorida (CH3-
CH2-Cl). Gugus CH3 memberikan signal dengan dua pecahan dan gugus CH2
memberikan signal dengan empat pecahan. CH2 muncul pada posisi medan lebih kecil
Gambar 9.1 Signal NMR etilklorida (CH3-CH2-Cl).
daripada CH3. Karena frekuensi Larmour sama pada kedua kelompok hidrogen, maka
konstanta perisai dari CH2 lebih kecil daripada CH3. Luas dibawah kurva signal
sebanding dengan jumlah atom hidrogen yang menimbulkan signal itu.
J12 J12 J12 J12 J12
B2B1 B
CH2 CH3 TMS
236
Dari persamaan (9.1) jelaslah adanya dua parameter penting dalam spektroskopi
NMR, yakni konstanta prisai dan konstanta kopling spin-spin. Kedua parameter ini akan
dibahas satu persatu sebagai berikut.
Konstanta Perisai
Dalam metoda semiempirik, Pople (1962) mengemukakan bahwa medan magnet
luar B memodifikasi fungsi basis atom iAdari atom amenjadi
rA
hc
ieaaa iii
.exp (9.2)
di mana ai
A
adalah vektor potensial medan magnet luar di posisi atom a. Dengan
demikian maka pembentukan orbital molekul di dalam medan magnet sebagai kombinasi
linier dari orbital-orbital atom (MO LCAO) menjadi
a i
inin BBcBaa
)()()( , (9.3)
di mana koefisien LCAO dan fungsi basis telah dinyatakan sebagai fungsi medan magnet
luar. Begitu pula fungsi keadaan molekul sebagai determinan Slater dari seluruh orbital
molekul yang ditempati elektron, juga akan bergantung pada medan magnet luar.
Konstanta perisai suatu inti a, menurut Pople merupakan penjumlahan sebagai
berikut,
ab
ab
p
aa
d
aaa (9.4)
di mana d
aa adalah konstanta perisai diamagnetik lokal, dan p
aa konstanta perisai
paramagnetik. Suku ketiga adalah perisai yang ditimbulkan oleh arus antar atom yang
terinduksi oleh medan magnet; komponen ini dapat dipandang konstant.
Jika integral-integral multi-pusat diabaikan, komponen perisai diamagnetik adalah
a
aaaa
i
ai
a
iii
d
aa dVr
Pmc
e
1
3 2
2
(9.5)
Dalam hal ini aaiiP adalah elemen matriks P dari molekul yang belum terganggu medan
magnet. Komponen perisai paramagnetik adalah
ap
a
p
p
aa
p
aa dVr
XN aa 232
11 (9.6a)
b
nymznzny
nynznzny
occ
n
unocc
p np
xx
P
aa
zz
P
aayy
P
aaxx
P
aa
P
aa
bbbb
aaaa
cccc
cccccm
NeX
XXXX
,,,,
,,,,22
22 1
3
1
(9.6b)
237
Dalam persamaan (9.6b) di atas indeks xx menyatakan komponen tensor suseptibilitas
paramagnetik lokal; penjumlahan dilakukan pada semua orbital molekul yang diduduki
(n) dan yang tidak diduduki elektron (p). Penjumlahan terhadap semua atom
bdilakukan terhadap semua atom termasuk atom a; koefisien LCAO npny aa
cc ,2, .
Komponen yy
P
aaX dan zz
P
aaX diperoleh dengan cara substitusi siklik: xy, yz, zx.
Integral (1/r3)2pa bergantung pada muatan atom a. Dengan eksponen orbital Slater
(STO), integral itu bergantung pada jumlah rata-rata elektron dari atom a. Perumusan
untuk integral ini adalah
24
13
232a
ap
a
p
ZdV
r aa (9.7a)
dengan harga efektif muatan inti untuk orbital 2p adalah
a
i
ii
o
aa nPZZa
aa ,35,0 (9.7b)
di mana o
aZ adalah muatan inti efektif atom terisolasi, dan an jumlah elektron valensi
atom a.
Konstanta Kopling
Konstanta kopling dalam persamaan (9.1) dapat diungkapkan secara lengkap
seperti
abbaab KJ (9.8a)
di mana A dan B adalah rasio giromagnetik spin inti a dan b. Kabdikenal sebagai
kontribusi kontak Fermi antara spin inti a dan b(Memory, 1968) dengan ungkapan
v
mbvv
ma
m
mab
dVrS
dVrSEEgK
)(ˆ
)(ˆ3
8
3
2
0
0
0
1
0
2
(9.8b)
di mana g dan masing-masing adalah faktor-g dan magneton Bohr elektron, S dan vS
adalah vektor spin elektron ke- dan ke-, rajarak antara elektron ke- dan inti ke-a,
rbvjarak antara elektron ke- dan inti ke-b,0 adalah fungsi keadaan dasar dengan energi
E0 dan m adalah fungsi keadaan tereksitasi ke-m dengan energi Em.
Fungsi keadaan dasar adalah suatu determinan Slater tunggal untuk keadaan
singlet sel-tertutup adalah seperti persamaan (7.20b),
2/2/110 ........... NNnn (9.9)
maka fungsi-fungsi keadaan tereksitasi yang berkaitan dengan perpindahan elektron dari
orbital molekul ke-n ke orbital molekul-p adalah seperti persamaan (7.20c dan d),
238
Singlet: 2/2/112/2/11
0 ...................... NNnpNNpnpn (9.10)
2/2/11
1
2/2/112/2/11
0
2/2/11
1
.......
..............
.......
:Triplet
NNpnpn
NNnpNNpnpn
NNnppn
(9.11)
Jumlah fungsi sejenis np adalah sama dengan perkalian jumlah orbital molekul yang
diduduki dan jumlah orbital molekul yang tak diduduki elektron dalam keadaan dasar.
Fungsi keadaan eksitasi np menggantikan m dan energi Enp menggantikan Emdalam
persamaan (9.8b). Aproksimasi kasar terhadap beda energi Enp – E0= p-n. Substitusi
persamaan (9.9) ke persamaan (9.8b) menghasilkan
dVrdVr
gK
nbppan
N
n
unocc
Np
npab
)1()()1()1()()1(
)(3
8
3
2
11
2/
12/
1
2
(9.12)
Mengingat orbital molekul sebagai kombinasi linier dari orbital-orbital atom, maka
selanjutnya persaamaan (9.11) menjadi
dVrdVrcccc
gK
bbaanbpbpana
a b
jbjiaijjii
N
n
unocc
Np i j
npab
)1()()1()1()()1(
)(3
8
3
2
11
2/
12/
1
2
,,,,
(9.13)
Sifat delta-Dirac adalah,
2
1
2
1
)0()1()()1(
)0()1()()1(
bbb
aaa
ijbj
iiai
dVr
dVr
(9.14)
di mana )0(ai
dan )0(bi
adalah orbital-orbital atom di pusat koordinat atom a dan atom
b. Jadi, persamaan (9.13) menjadi
22
2/
12/
1
2
)0()0(
)(3
8
3
2
,,,, banbpbpana
a b
iijjii
N
n
unocc
Np i j
npab
cccc
gK
(9.15)
Dalam persamaan di atas terungkap polarizabiltas atom-atom, yakni
239
2/
12/
1
,,,,)(4
N
n
unocc
Np
jjiinpji nbpbpanabacccc (9.16)
Dengan demikian maka persamaan (9.15) menjadi
222
)0()0(3
8
6
1ba
a b
ba ii
i j
jiab gK
(9.17)
Jika a dan b adalah atom-atom hidrogen, maka orbital atom dalam persamaan itu adalah
1s.
9.2 Spektroskopi Inframerah
Spektrum inframerah ditimbulkan oleh transisi radiatif antara tingkat-tingkat vibrasi
molekul pada keadaan elektronik molekul yang sama. Spektrum dikarakterisasikan oleh
frekuensi absorpsi seperti frekuensi-frekuensi pita dan intensitas pita bersangkutan.
Penentuan frekuensi-frekuensi vibrasi dilakukan melalui analisa dengan menggunakan
koordinat normal.
Tinjaulah suatu molekul poliatomikyang mengandung N buah atom. Misalkan
atom ke-imengalami pergeseran kecil sejauh ∆𝑟 𝑖=(x,x+1,x+2), =3(i-1)+1.Maka
energi kinetik (T) dan energi potensial (V)molekul diungkapkan sebagai berikut
N
i
ii
dt
xdmT
3
1
2
2
1
(9.18a)
N
ji
jiij xxkV3
21 (9.18b)
Dalam persamaan (9.18a) arus diingat bahwa m1=m2=m3, m4=m5=m6 dan seterusnya.
Parameterkij disebut konstanta gaya. Untuk menyederhanakan persamaan di atas
didefeniskan koordinat terbobot massaseperti
iii xmq (9.19)
sehingga persamaan (9.18a) dan (9.18b) menjadi
63 2
2
1 N
i
i
dt
dqT (9.20a)
63
1,1
21
N
ji
jiij qqKV (9.20b)
Koordinat terbobot q yang berkaitan dengan translasi dan rotasi harus dikeluarkan karena
tidak mengandung konstanta gaya. Itu sebabnya jumlah koordinat menjadi 3N-6. Energi
total adalah
240
63
1,1
21
63
1
2
21
N
ji
jiij
N
i
i qqKdt
dqE (9.21)
Kesulitan dengan suku kedua timbul dari kehadiran perkalian silang untuk ij.
Kesulitan itu di atas dengan menggunakankoordinat normalQkyang merupakan kombinasi
linier dari koordinat {qi} (Wilson (1955).Contoh cara menentukan koordinat normal dapat
dilihat dalam Apendiks 7. Dalam koordinat normal energi total menjadi
63
1
22
1
263
1
21
N
i
ii
N
i
i Qdt
dQE (9.22)
Hamiltonian molekul yang mencakup seluruh atom dalam koordinat normal
adalah
22
12
22
21ˆ
ˆˆ
ii
i
i
i
i
H
HH
(9.23)
Karena Hamiltonian itu merupakan penjumlahan, maka fungsi gelombangnya adalah
produk dari fungsi-fungsi gelombang modus,
)(......).........()( 2211 i
i
i QQQ (9.24)
Dalam hal ini berlaku
)()(ˆiiiii QEQH (9.25a)
dengan
i
i
Qa
iinnii aeQaHNQ ii
ii
;)()(
2/2
(9.25b)
Di sini i di sebut frekuensi modus normal ke-i. Fungsi gelombang modus ke-i dengan
frekuensi idan energi
iiin nE 21 (9.26)
Jadi, fungsi keadaan dasar adalah
i
ii
Q
i
QaQaQNeeN ii 2222/2/
0 ;22
(9.27)
dengan energi
i
iE 21
0 (9.28)
Intensitas absolut dari absorpsi pita ke-i menurut Einstein adalah
nmnmi Bc
310
(9.29)
241
dengan c adalah kecepatan cahaya dalam ruang hampa, /mnnm EE adalah
frekuensi transisi antara keadaan myang berenergi Em dan keadaan nyang berenergi En,
sedangkan Bnm adalah koefisien absorpsi yang dirumuskan seperti
2
2
2
3
8nmnmB
(9.30)
Elemen martriks dari momen dipole nm adalah
Rrmnnm dVdVRrRr ),.(ˆ),(
(9.31)
Di sini, fungsi keadaan dinyatakan sekaligus sebagai fungsi dari posisi elektron ( r
) dan
inti ( R
). Fungsi keadaan diungkapkan sebagai produk dari fungsi keadaan elektron dan
fungsi keadaan inti,
)(),(),( QQrRr oscel
(9.32a)
di mana Qk adalah koordinat normal osilasi inti modus ke-k.
Misalkan transisi berlangsung antara keadaan vibrasi osc
n1 yang berenergi
21
1 n dan keadaan vibrasi osc
n2 yang berenergi 2
12 n dalam keadaan elektron
yang sama, maka
)(),(),(
)(),(),(
2
1
QQrRr
QQrRr
osc
n
el
om
osc
n
el
on
(9.32b)
maka persamaan (9.31) menjadi
Q
osc
n
osc
n
Qr
osc
n
el
o
osc
n
el
onm
dVQQQ
dVdVQQrQQr
)()()(
)(),(ˆ)(),(
21
21
(9.33)
dengan
r
el
o
el
o dVQrQrQ ),(ˆ),()(
(9.34)
Di sekitar kedudukan setimbang, dapat dinyatakan
k
k
k
o QQ
Q
0
)(
(9.35)
Dari persamaan (9.35), 0 adalah momen dipole permanent dari molekul sehingga tidak
berperan dalam vibrasi molekul seperti terlihat dalam persamaan berikut
242
k
Q
osc
nk
osc
n
k
Q
osc
n
osc
nonm dvQQQQ
dvQQ )()()()(2121
0
(9.36)
Integral dalam suku pertama itu nol karena fungsi-fungsi keadaan osilasi untuk
n1n2orthogonal satu sama lain. Jadi
k
Q
osc
nk
osc
n
k
nm dvQQQQ
)()(21
0
(9.37)
alam persamaan (9.37) di atas jelas bahwa signal inframerah terjadi jika dipenuhi
0/0 kQ yang disebut aktif inframerah. Integral dalam persamaan (9.37) memiliki
harga hanya jika memenuhi aturan seleksi 121 nn , seperti telah dikemukakan dalam
Bab 1 mengenai osilator harmonis. Transisi dari n1=0 ke n2=1 dikenal sebagai transisi
fundamental.
Dari segi simetri seperti diperlihatkan oleh persamaan (4.24) transisi
fundamental itu aktif inframerahjika modus normal bersangkutan memiliki spesis simetri
yang sama dengan salah satu komponen dari momen dipole.
)()()(21
osc
n
osc
ni (9.38)
9.3 Spektroskopi Raman
Spektroskopi Raman didasarkan pada hamburan foton oleh molekul, bukannya karena
absorpsi foton seperti pada spektroskopi IR. Proses hamburan adalah sebagai berikut.
Tinjaulah sebuah molekul yang berinteraksi dengan sebuah gelombang electromagnet.
Misalkan vektor medan listrik berosilasi ,
)cos( 00 tEE
(9.39)
datang mengenai molekul. Medan itu menginduksikan momen dipole di dalam molekul
)cos()( 00 t E
(9.40)
di mana polarizabilitas molekul (0) diungkapkan seperti
)cos()()(
0
0 tQQ
kk
k
(9.41)
dengan k adalah frekensi vibrasi modus normal dari inti-inti molekul.Jadi, momen dipol
pada persamaan (9.40)menjadi
243
tQQ
tQQ
t
ttQQ
kk
k
kk
k
kk
k
)cos(2
1
)cos(2
1)cos()(
)cos()cos()(
0
0
0
0
000
0
0
00
E
E
(9.42)
Suku pertama menggambarkan hamburan yang tidak mengubah frekuensi; hamburan ini
disebut hamburan elastik Rayleigh. Suku kedua menggambarkan hamburan yang
menambah frekuensi; hamburan ini disebut hamburan tak-elastik anti-Stokes. Suku ketiga
menggambarkan hamburan yang mengurangi frekuensi; hamburan ini disebut hamburan
tak-elastik Stokes; yang kedua dan ketiga disebut hamburan Raman. Proses di atas
digambarkan seperti Gambar 9.2.
(a) (b) (c)
Gambar 9.2 Diagram energi yang memperlihatkan hamburan elastis Rayleigh (a),
hamburan Raman inelastis anti-Stokes (b) dan Stokes (c). 0 adalah frekuensi cahaya
datang,R adalah frekuensi cahaya terhambur dan kfrekuensi modus normal inti-inti
molekul.
Polarizailitas adalah tensor yang komponennya bisa dituliskan seperti
zyxkjikikjijiiiiind ,,,,;, EEE
(9.43)
Intensitas hamburan Raman sehubungan dengan transisi vibrasi nm adalah
𝐼𝑛→𝑚 = 𝜎𝑛→𝑚 𝐼0 (9.44)
I0=intensitas cahaya datang dan nm adalah cross section hamburan.
ji
ijkmn
,
24
0 )( (9.45)
Sifat polarizabilitas sebagaitensor berakibat terhadap polarisasi hamburan Raman.
Misalkan koordinat-fix dari molekul searah osilasi medan listrik, katakanlah sumbu-z.
Gelombang elektromagnet menjalar sepanjang sumbu-y dan detektor cahaya ditempatkan
ℏ𝜔0 ℏ𝜔0 ℏ𝜔0 ℏ𝜔𝑅 ℏ𝜔0 ℏ𝜔𝑅
ℏ𝜔𝑘 ℏ𝜔𝑘
244
pada sumbu-x, maka hamburan Raman terdiri atas dua polarisasi, yakni sejajar medan
listrik (I//) dan tegak lurus medanlistrik (I). Intensitas masing-masing adalah
𝐼∥∞ 𝛼𝑧𝑧 2 ℰ𝑧
2
𝐼⊥∞ 𝛼𝑦𝑧 2 ℰ𝑧
2 (9.46)
Jika molekul tidak terorientasi, maka hubungan antara sifat polarisasi dan tensor
hamburanmenjadirumit dan komponen-komponen tensor tidak bisa ditentukan.
9.4 Spektroskopi UV-Vis
Kebanyakan molekul memperlihatkan karakteristik absorpsi radiasi elektromagnet, baik
dalam daerah ultraviolet-dekat maupun daerah sinar tampak. Absorpsi menyebabkan
eksitasi elektron dari suatu keadaan elektronik berenergi rendah ke keadaan elektronik
berenergi tinggi yang diiringi oleh perubahan gerakan-gerakan rotasi dan vibrasi. Hal ini
menyebabkan spektrum memiliki karakter pita.
Setiap energi keadaan elektronik merupakan fungsi parametrik dari koordinat -
koordinat inti sehingga memiliki kaitan dengan energi potensial elektronik. Kurva energi
potensial untuk suatu keadaan elektronik sangat berperan dalam interpretasi spektrum.
Pada umumnya, keadaan elektronik yang berbeda memiliki kurva potensial yang berbeda
pula seperti diperlihatkan dalam Gambar9.3. Biasanya, harga minimum energi potensial
untuk keadaan tereksitasi lebih besar daripada keadaan tereksitasi ril dan tergeser ke jarak
antar atom yang lebih besar pula. Di dalam gambar itu, transisi A disebut transisi 00
yakni transisi yang tidak mengandung vibrasi molekul, dan transisi B adalah maksimum
dari pita absorpsi.
Gambar 9.3 Kurva energi potensial untuk keadaan elektronik dasar dan tereksitasi.
Sebelum mengabsorpsi radiasi elektromagnet, molekul berada dalam keadaan
dasarnya, sebutlah o, dan jika suhu cukup rendah keadaan vibrasi terendah
dengan Q menyatakan koordinat normal dari vibrasi pada keadaan dasar. Keadaan ini
diungkapkan sekaligus seperti
(9.47)
)()( Qo
o
)();( )(
, QQR o
oooo
Keadaan tereksitasi
B A
Jarak antar atom (R)
Keadaan tereksitasi ril
Keadaan dasar
245
Jika molekul mengabsorpsi radiasi, elektron bertransisi ke keadaan elektronik
yang ebih tinggi, m, misalnya pada suatu keadaan vibrasi tertentu, )'()( Qm
s . Keadaan
tereksitasi ini diungkapkan sekaligus seperti
)'()';( )(
, QQR m
smsm (9.48)
Dalam persamaan di atas Q’ adalah koordinat normal pada keadaan tereksitasi.
Probabilitas transisi antara kedua keadaan di atas berbanding lurus dengan kuadrat
momen dipol transisi elektron. Jika adalah momen dipol listrik dari molekul, maka
momen dipol transisi dirumuskan seperti
Q
m
som
o
o
QR
m
sm
o
oo
smoo
ms
oo
dVQQ
dVdVQQRQQR
dVM
)'()(
)'()';(ˆ)();(
ˆ
)()(
)()(
,,
(9.49)
Dengan
Rmoom dVQRQR )';(ˆ);( (9.50)
Menurut aproksimasi Born-Oppenheimer, jika vibrasi dalam keadaan dasar itu berada
dalam konfigurasi yang setimbang, Qo, maka persamaan (9.49) dapat disederhanakan
menjadi
Q
m
s
oo
oom
ms
oo dVQQM )'()( )()( (9.51)
Integral Q
m
s
oo
o dVQQ )'()( )()( disebut faktor overlap Franck-Condon. Faktor ini
mencapai harga maksimum jika potensial-potensial keadaan dasar dan tereksitasi
elektronik berimpit. Jadi, dari semua transisi yang mungkin, intensitas tertinggi adalah
transisi yang mempertahankan konfigurasi inti dalam keadaan dasar. Transisi ini disebut
transisi vertikal (B) seperti terlihat dalam Gambar9.3. Probabilitas transisi elektron dari
keadaan dasar yang ditunjukkan oleh persamaan (9.47) ke keadaan tereksitasi dalam
persamaan (9.48) adalah
2)()(
2
2
)'()()][(
~ Q
m
s
oo
o
om
omms
oo dVQQP
(9.52)
di mana adalah frekuensi radiasi gelombang elektromagnet dan om adalah
s
omsom
h
EE (9.53)
dengan )(m
smms EE (9.54)
246
dimana E0 adalah energi keadaan dasar 0 dan Em adalah energi keadaan elektronik
tereksitasi m dan s(m)
adalah energi vibrasi ke-s dalam keadaan elektronik tereksitasi
m. Untuk transisi 00 (A) probabilitas transisi dalam persamaan (9.52) mencapai
maksimum. Intensitas absorpsi dari suatu transisi elektron sebanding dengan probabiltas
transisi tersebut.
Dalam teori orbital molekul, suatu keadaan elektronik tereksitasi dapat dibangun
dari keadaan dasar dengan memindahkan satu elektron dari orbital molekul terisi ke
orbital molekul yang kosong seperti diperlihatkan dalam Gambar 9.4. Jadi, setelah
menyelesaikan perhitungan untuk keadaan dasar, selanjutnya keadaan-keadaan tereksitasi
dapat dibangun. Misalnya, jika keadaan tereksitasi m merupakan hasil pemindahan
elektron dari orbital molekul ike orbital molekul kmaka m= k
i .
0 k
i
Gambar 9.4 Keadaan dasar 0 dan keadaan tereksitasi k
i yang terkait dengan transisi
elektron dari obital molekul i ke orbital molekul k.
Dengan demikian persamaan (9.50 ) dapat dinyatakan seperti
dVdVdV ki
k
imom ˆˆˆ00 (9. 55)
Selanjutnya, dengan mengungkapkan orbital molekul sebagai kombinasi linier dari
orbital-orbital atom diperoleh
dVcc qp
pq
kqipom ˆ (9.56)
Ungkapan klasik dari momen dipol adalah
p
pprq
(9.57)
di mana pr
adalah vektor posisi muatan ke-p yakniqp.
Dalam teori elektron-, setiap atom karbon memiliki satu elektron-, sehingga
qp=-e pada setiap atom karbon, dan indeks p menyatakan atom karbon ke-p. Sebutlah xp
sebagai komponendari vektor posisi atom di sepanjang sumbu molekul, maka
p
px xe (9.58)
Jika titik pusat dipilih pada suatu ujung molekul, maka dp dapat dipandang sebagai jarak
k k
i i
247
atom ke-p dari ujung itu. Jadi,
p
p
kpipq
r
rp
pq
kqipmx xccedxxcce
0, (9.59)
Dengan metoda Hückel dan Pariser-Parr-Pople persamaan di atas secara mudah dapat
dihitung. Berikut adalah program absorbsi butadienadengan metoda Hückel.
% Program Absorpsi butadiena dengan metoda Huckel.
clc
clear;
close all;
G=0.02i; %faktor redaman
for i=1:4
F(i,i)=-11;
end
for i=1:3
F(i,i+1)=-2.5;
F(i+1,i)=-2.5;
end
disp('Keadaan dasar')
% Energi orbital molekul dan koefisien bersangkutan
[C,D]=eig(F);
for i=1:4
E(i)=D(i,i);
end
E
C
% Bond order
for i=1:3
P(i,i+1)=2*C(i,1)*C(i+1,1)+2*C(i,2)*C(i+1,2);
end
%
% Panjang ikatan dua karbon bertetangga terdekat
for i=1:3
r(i)=1.52-0.15*P(i,i+1);
end
% Jarak mendatar
for i=1:3
s(i)=r(i)*cos(30/57.3);
end
x(1)=0;
x(2)=s(1);
x(3)=d(2)+s(2);
x(4)=d(3)+s(3);
%
% Beda energi (DE)dan panjang gelombang (pg)
DE(1)=E(3)-E(2);
DE(2)=E(4)-E(2);
248
DE(3)=E(3)-E(1);
DE(4)=E(4)-E(1);
DE
pg(1)=1.24/DE(1);
pg(2)=1.24/DE(2);
pg(3)=1.24/DE(3);
pg(4)=1.24/DE(4);
pg
%
% Momen dipole transisi
M(1)=0;
for p=1:4
M(1)=M(1)+C(p,2)*C(p,3)*x(p);
end
M(2)=0;
for p=1:4
M(2)=M(2)+C(p,2)*C(p,4)*x(p);
end
M(3)=0;
For p=1:4
M(3)=M(3)+C(p,1)*C(p,3)*x(p);
end
M(4)=0;
For p=1:4
M(4)=M(4)+C(p,1)*C(p,4)*x(p);
end
%
%Absorpsi sebg fungsi energi foton dalam panjang gelombang L (um)
for k=1:1000
L(k)=0.1+k*0.0004;% panjang gelombang
A(k)=0;
for m=1:4
B(m)=(DE(m)+1.24/L(k)-G)*(DE(m)-1.24/L(k)-G);
A(k)=A(k)+abs((M(m))^2/B(m));
end
end
plot(L,A)
xlabel('Panjang gelombang (um)'),ylabel('Absorpsi (arb.unit)')
Hasil perhitungan dan analisa
Keadaan-keadaan eksitasi singlet dan beda energinya masing-masing dengan keadaan
dasar:
1=23, E10=3.0902 eVsetara dengan 01= 0.4013m;
2=24, E20=5.5902 eVsetara dengan 02=0.2218m;
3=13,E30=5.5902 eVsetara dengan 03=0.2218m;
4=14,E40=8.0902 eVsetara dengan 04= 0.1533m.
Momen transisi:
01 =-1.1498(-1,610-19
) CÅ;
02 = 0;
03 =0;
249
04 =-0.0504 (-1,610-19
) CÅ;
Spektrum UV-Vis diperlihatkan dalam Gambar 9.5.Terlihat bahwa spektrum
mengandung hanya sebuah puncak pada panjang gelombang 0,4 m.. Berdasarkan posisi
panjang gelombang (beda energi), puncak itu mewakili transisi dari 01, di mana
elektron bertransisi dari orbital molekul 2 ke orbital molekul 3.
Bedasarkan simetri, butadiena memenuhi grup simetri C2h; lihat Contoh 6.5.
Representasi (IR) masing-masing fungsi keadaan adalah: (0)=Ag, (1)=Bu,
(2)=Ag, (3)= Ag dan (4)=Bu sedangkan IR dari momen dipole adalah (x)= Bu
di mana xadalah sumbu molekul. Berdasarkan
und B )()()( 0
maka keadaan eksitasi yang sesuai untuk transisi elektron dari keadaan dasar 0 ke1 dan
4. Tetapi karena beda energi E40 yang cukup besar dan momen dipole 04yang sangat
kecil maka puncak 04 sangat kecil dibandingkan dengan 01 sehingga tidak
terlihat. Transisi 02 dan 04 adalah terlarang; ini didukung ole hasil
perhitungan 02 = 03 =0.Hasil perhitungan di atas mirip dengan hasil perhitungan dalam
Contoh 8.4 untuk polarizabilitas.
Gambar 9.5 Spektrum absorpsi UV-Vis butadiena.
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.80
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
Panjang gelombang (um)
Abso
rpsi
(arb
.unit)
250
Apendiks 1
Beberapa Konstanta
Konstanta gravitasi: G = 6,6726 x 10-11 nm2/kg
2
Konstanta gas universal: R = NAkB = 8,314 J/mole-K
Konstanta Boltzmann: kB = 1,38066 x 10-23
J/K
Konstanta Stefan-Boltzmann: σ = 5,6703 x 10-8 W/m2K
4
Konstanta Faraday: F = 96,485 C/mole
Konstanta Coulomb: o4/1 = 8,988 x 109 Nm2/C
2
Konstanta Planck: ћ=h/2 = 1,054557 x 10-34
Js
Konstanta Rydberg R = 1,09737 x 107 /m
Konstanta struktur halus: α = 1/137,036
Kecepatan cahaya: c = 2,99792 x 108 m/s
Angstrom: Å =10-10
m= 10-4
μm= 0,1 nm
Elektron volt: eV = 1,6022 x 10-19
J
Muatan elektron: -e = -1,6022 x 10-19
C
Permittivitas ruang hampa: εo = 8,85419 x 10-12
C2/Jm
Bilangan Avogadro: NA = 6,022 x 1023
/mole
Satuan massa atom: u = 1,661 x10-27
kg = 931,5 MeV/c2
Massa diam elektron: me = 9,11 x 10-31
kg = 0,511 MeV/c2
Massa diam proton: mp = 1,673 x 10-27
kg = 938,28 MeV/c2
Massa diam neutron: mn = 1,675 x 10-27
kg = 939,57 MeV/c2
Massa diam alfa: mα = 6,6448 x 10-27
kg = 3727,41 MeV/c2
Jari-jari Bohr: ao = 5,29177 x 10-11
m
Energi atom Hidrogen: En = -13,6057 eV/n2, n=1 ,2, .....
Magneton Bohr: μB = 9,2741 x 10-24
J/T
Magneton inti: μN = 5,0508 x 10-27
J/T
251
Apendiks 2
Beberapa Integral
1. bxb
xbx
bdxbxx cossin
1sin
2
2. )2sin(4
1
2sin 2 bx
b
xdxbx
3. )2cos(8
1)2sin(
44sin
2
22 bx
bbx
b
xxdxbxx
4. )2cos(4
)2sin(8
1
46sin
23
322 bx
b
xbx
bb
xxdxbxx
5. )1(1
2 bxe
bdxxe bxbx
6.
32
22 22
bb
x
b
xedxex bxbx
7. 0.....;,2,1,0;!
0
1
qnq
ndxex
n
qxn
8.
2/1
0
2
2
1
bdxe bx
9. ......,3,2,1;2
)12.....(3.12/1
12
0
1
22
nb
ndxex
nn
bxn
10. ,.....2,1,0;!
.......!2
1! 22
1
nn
tataate
a
ndxex
nnat
n
t
axn
252
Apendiks 3
Transformasi koordinat Cartesian ke koordinat bola
cos,sinsin,cossin rzryrx (A3.1)
2222 zyxr (A3.2)
222cos
zyx
z
(A3.3)
x
ytg (A3.4)
zyxr
r,,;
(A3.5)
Dari persamaan (A3.2) dan (A3.1) diperoleh:
cossin222 rxx
rr
sehingga
cossin
x
r (A3.6a)
Dengan cara yang sama diperoleh pula
cos
sinsin
z
r
y
r
(A3.6b)
Dari persamaan (A3.3) diperoleh
33
coscossinsin
r
rr
r
xz
x
sehingga
rx
coscos
(A3.7a)
z
r
y x
253
dengan cara yang sama diperoleh pula
rz
ry
sin
sincos
(A3.7b)
i persamaan (A3.4) dan (A3.1)
22222 cossin
sinsin
cos
1
r
r
x
y
x
sehinnga
cos
sin
rx
(A3.8a)
Dengan cara yang sama diperoleh pula
0
sin
cos
z
ry
(A3.8b)
Substitusi persamaan (A3.6)-(A3.8) ke persamaan (A3.5) menghasilkan:
cos
sincoscoscossin
rrrx
rrz
rrry
sincos
sin
cossincossinsin
(A3.9)
Selanjutnya diperoleh juga
2
2
2222
2
22
22
sin
112
rr
ctg
rrrr (A3.10)
254
APENDIKS 4
Karakteristik Beberapa Atom
4.1 Konfigurasi Elektron danEnergi Ionisasi
Z Atom Konfigurasi Simbol E. Ionisasi
(eV)
1 H 1s 2S1/2 13,60
2 He 1s2
1S0 24,28
3 Li He+2s 2S1/2 5,39
4 Be He+2s2
1S0 9,32
5 B He+2s22p
2P1/2 8,30
6 C He+2s22p
2
3P0 11,26
7 N He+2s22p
3
4S3/2 14,55
8 O He+2s22p
4
3P2 13,61
9 F He+2s22p
5
2P3/2 17,42
10 Ne He+2s22p
6
1S0 21,56
11 Na Ne+3s 2S1/2 5,14
12 Mg Ne+3s2
1S0 7,64
13 Al Ne+3s23p
2P1/2 5,98
14 Si Ne+3s23p
2
3P0 8,15
15 P Ne+3s23p
3
4S3/2 10,48
16 S Ne+3s23p
4
3P2 10,36
17 Cl Ne+3s23p
5
2P3/2 13,01
18 Ar Ne+3s23p
6
1S0 15,76
19 K Ar+4s 2
S1/2
4,34
20 Ca Ar+4s2 1
S0
6,11
21 Sc Ar+3d 4s2
2D3/2
6,54
22 Ti Ar+3d24s
2
3F2
6,83
23 V Ar+3d34s
2
4F3/2
6,74
24 Cr Ar+3d54s
7S3
6,76
25 Mn Ar+3d54s
2
6S5/2
7,43
26 Fe Ar+3d64s
2
5D4
7,87
27 Co Ar+3d74s
2
4F9/2
7,86
28 Ni Ar+3d84s
2
3F4
7,63
29 Cu Ar+3d10
4s 2S1/2
7,72
30 Zn Ar+3d10
4s2
1S0
9,39
31 Ga Ar+3d10
4s24p
2P1/2
6,00
32 Ge Ar+3d10
4s24p
2
3P0
7,88
33 As Ar+3d10
4s24p
3
4S3/2
9,81
34 Se Ar+3d10
4s24p
4
3P2 9,75
35 Br Ar+3d10
4s24p
5
2P3/2
11,84
36 Kr Ar+3d10
4s24p
6
1S0 14,00
37 Rb Kr+5s 2S1/2 4,18
38 Sr Kr+5s2
1S0 5,69
39 Y Kr+4d5s2
2D3/2 6,38
40 Zr Kr+4d25s
2
3F2 6,84
41 Nb Kr+4d45s
6D1/2 6,88
42 Mo Kr+4d45s
2
7S3
7,10
43 Tc Kr+4d55s
2
6S5/2
7,29
44 Ru Kr+4d75s
5F5
7,37
45 Rh Kr+4d85s
4F9/2 7,46
255
46 Pd Kr+4d10
1S0
8,33
47 Ag Kr+4d10
5s 2S1/2 7,57
48 Cd Kr+4d10
5s2
1S0 8,99
49 In Kr+4d10
5s25p
2P1/2 5,79
50 Sn Kr+4d10
5s25p
2
3P0 7,34
51 Sb Kr+4d10
5s25p
3
6D1/2 8,64
52 Te Kr+4d10
5s25p
4
3P2 9,01
53 I Kr+4d10
5s25p
5
2P3/2 10,45
54 Xe Kr+4d10
5s25p
6
1S0 12,13
55 Ca Xe+6s 2S1/2 3,89
56 Ba Xe+6s2
1S0 5,21
57 La Xe+5d 6s2
2D3/2 5,61
58 Ce Xe+4f 5d 6s2
1G4 6,54
59 Pr Xe+4f3 6s
2
4I9/2 5,48
60 Nd Xe+4f4 6s
2
5I4 5,51
61 Pm Xe+4f5 6s
2
6H5/2 5,60
62 Fm Xe+4f6 6s
2
7F0 5,67
63 Eu Xe+4f7 6s
2
8S1/2 6,16
64 Gd Xe+4f75d 6s
2
9D2 6,74
65 Tb Xe+4f9 6s
2
6H15/2 6,82
66 Dy Xe+4f10
6s2
5I8
67 Ho Xe+4f11
6s2
4I15/2
68 Er Xe+4f12
6s2
3H6
69 Tm Xe+4f13
6s2
2F7/2
70 Yb Xe+4f14
6s2
1S0 6,22
71 Lu Xe+4f14
5d 6s2
2D3/2 6,15
72 Hf Xe+4f14
5d2 6s
2
3F2 7,00
73 Ta Xe+4f14
5d3 6s
2
4F3/2 7,88
74 W Xe+4f14
5d4 6s
2
6D0 7,98
75 Re Xe+4f14
5d5 6s
2
6S0 7,87
76 Os Xe+4f14
5d6 6s
2
5D4 8,70
77 Ir Xe+4f14
5d7 6s
2
4F9/2 9,20
78 Pt Xe+4f14
5d8 6s
2
3D3 8,88
79 Au Xe+4f14
5d10
6s 2S1/2 9,22
80 Hg Xe+4f14
5d10
6s2
1S0 10,43
81 Tl Xe+4f14
5d10
6s26p
3P1/2 6,11
82 Pb Xe+4f14
5d10
6s26p
2
3P0 7,42
83 Bi Xe+4f14
5d10
6s26p
3
4F3/2 7,29
84 Po Xe+4f14
5d10
6s26p
4
3P2 8,43
85 At Xe+4f14
5d10
6s26p
5
2P3/2
86 Rn Xe+4f14
5d10
6s26p
6
1S0 10,75
87 Fr Rn+7s
88 Ra Rn+7s2
1S0 5,23
89 Ac Rn+6d 7s2
2D3/2 6,90
90 Th Rn+6d27s
2
3F2
91 Pa Rn+5f26d 7s
2
4K11/2
92 U Rn+5f36d 7s
2
5L6 4,00
256
4.2 Elektronegativitas beberapa atom
Z Atom E. negativitas
(eV)
Z Atom E. negativitas
(eV)
1 H 0,76 12 Mg 0
2 He 0 13 Al 0,47
3 Li 0,62 14 Si 1,35
4 Be 0 15 P 0,78
5 B 0,21 16 S 2,08
6 C 1,31 17 Cl 3,63
7 N 0 18 Ar 0
8 O 1,47 19 K 0,50
9 F 3,41 26 Fe 0,16
10 Ne 0 35 Br 3,38
11 Na 0,52 53 I 3,07
257
APENDIKS 5
Tabel Karakter Beberapa Grup Simetri
C2 E C2 Fungsi linier,
rotasi Fungsi kuadrat
A +1 +1 z, Rz x2, y
2, z
2, xy
B +1 -1 x, y, Rx, Ry yz, xz
C3 E C3 (C3)2
Fungsi linier,
rotasi Fungsi kuadrat
A +1 +1 +1 z, Rz x2+y
2, z
2
E +1
+1
+
+*
+*
+
x+iy; Rx+iRy
x-iy; Rx-iRy (x
2-y
2, xy) (yz, xz)
C2v E C2 (z) v(xz) v(yz) Fungsi linier,
rotasi Fungsi kuadrat
A1 +1 +1 +1 +1 z x2, y
2, z
2
A2 +1 +1 -1 -1 Rz xy
B1 +1 -1 +1 -1 x, Ry xz
B2 +1 -1 -1 +1 y, Rx yz
C3v E 2C3 (z) 3 v Fungsi linier,
rotasi Fungsi kuadrat
A1 +1 +1 +1 z x2+y
2, z
2
A2 +1 +1 -1 Rz -
E +2 -1 0 (x, y) (Rx, Ry) (x2-y
2, xy) (xz, yz)
258
C2h E C2 (z) i h Fungsi linier,
rotasi Fungsi kuadrat
Ag +1 +1 +1 +1 Rz x2, y
2, z
2, xy
Bg +1 -1 +1 -1 Rx, Ry xz, yz
Au +1 +1 -1 -1 z -
Bu +1 -1 -1 +1 x, y -
D2 E C2 (z) C2 (y) C2 (x) Fungsi linier,
rotasi Fungsi kuadrat
A +1 +1 +1 +1 - x2, y
2, z
2
B1 +1 +1 -1 -1 z, Rz xy
B2 +1 -1 +1 -1 y, Ry xz
B3 +1 -1 -1 +1 x, Rx yz
D3 E 2C3 (z) 3C'2 Fungsi linier,
rotasi Fungsi kuadrat
A1 +1 +1 +1 - x2+y
2, z
2
A2 +1 +1 -1 z, Rz -
E +2 -1 0 (x, y) (Rx, Ry) (x2-y
2, xy) (xz, yz)
D4 E 2C4 (z) C2 (z) 2C'2 2C''2 Fungsi linier,
rotasi Fungsi kuadrat
A1 +1 +1 +1 +1 +1 - x2+y
2, z
2
A2 +1 +1 +1 -1 -1 z, Rz -
B1 +1 -1 +1 +1 -1 - x2-y
2
B2 +1 -1 +1 -1 +1 - xy
E +2 0 -2 0 0 (x, y) (Rx, Ry) (xz, yz)
259
D2h E C2 (z) C2 (y) C2 (x) i (xy) (xz) (yz) Fungsi linier,
rotasi
Fungsi
kuadrat
Ag +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 - x2, y
2, z
2
B1g +1 +1 -1 -1 +1 +1 -1 -1 Rz xy
B2g +1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 -1 Ry xz
B3g +1 -1 -1 +1 +1 -1 -1 +1 Rx yz
Au +1 +1 +1 +1 -1 -1 -1 -1 - -
B1u +1 +1 -1 -1 -1 -1 +1 +1 z -
B2u +1 -1 +1 -1 -1 +1 -1 +1 y -
B3u +1 -1 -1 +1 -1 +1 +1 -1 x -
D3h E 2C3 (z) 3C'2 h (xy) 2S3 3 v Fungsi linier,
rotasi
Fungsi
kuadrat
A'1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 - x2+y
2, z
2
A'2 +1 +1 -1 +1 +1 -1 Rz -
E' +2 -1 0 +2 -1 0 (x, y) (x2-y
2, xy)
A''1 +1 +1 +1 -1 -1 -1 - -
A''2 +1 +1 -1 -1 -1 +1 z -
E'' +2 -1 0 -2 +1 0 (Rx, Ry) (xz, yz)
D4h E 2C4 (z) C2 2C'2 2C''2 i 2S4 h 2 v 2 d
Fungsi
linier,
rotasi
Fungsi
kuadrat
A1g +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 - x
2+y
2,
z2
A2g +1 +1 +1 -1 -1 +1 +1 +1 -1 -1 Rz -
B1g +1 -1 +1 +1 -1 +1 -1 +1 +1 -1 - x2-y
2
B2g +1 -1 +1 -1 +1 +1 -1 +1 -1 +1 - xy
Eg +2 0 -2 0 0 +2 0 -2 0 0 (Rx, Ry) (xz, yz)
A1u +1 +1 +1 +1 +1 -1 -1 -1 -1 -1 - -
A2u +1 +1 +1 -1 -1 -1 -1 -1 +1 +1 z -
260
B1u +1 -1 +1 +1 -1 -1 +1 -1 -1 +1 - -
B2u +1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 -1 - -
Eu +2 0 -2 0 0 -2 0 +2 0 0 (x, y) -
D6h E 2C6
(z) 2C3 C2 3C'2 3C''2 i 2S3 2S6
h
(xy)
3
d
3
v
Fungsi
linier,
rotasi
Fungsi
kuadrat
A1g +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 - x
2+y
2,
z2
A2g +1 +1 +1 +1 -1 -1 +1 +1 +1 +1 -1 -1 Rz -
B1g +1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 -1 - -
B2g +1 -1 +1 -1 -1 +1 +1 -1 +1 -1 -1 +1 - -
E1g +2 +1 -1 -2 0 0 +2 +1 -1 -2 0 0 (Rx,
Ry)
(xz,
yz)
E2g +2 -1 -1 +2 0 0 +2 -1 -1 +2 0 0 - (x
2-y
2,
xy)
A1u +1 +1 +1 +1 +1 +1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 - -
A2u +1 +1 +1 +1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 +1 +1 z -
B1u +1 -1 +1 -1 +1 -1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 - -
B2u +1 -1 +1 -1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 +1 -1 - -
E1u +2 +1 -1 -2 0 0 -2 -1 +1 +2 0 0 (x, y) -
E2u +2 -1 -1 +2 0 0 -2 +1 +1 -2 0 0 - -
Td E 8C3 3C2 6S4 6 d Fungsi linier,
rotasi Fungsi kuadrat
A1 +1 +1 +1 +1 +1 - x2+y
2+z
2
A2 +1 +1 +1 -1 -1 - -
E +2 -1 +2 0 0 - (2z2-x
2-y
2, x
2-y
2)
T1 +3 0 -1 +1 -1 (Rx, Ry, Rz) -
T2 +3 0 -1 -1 +1 (x, y, z) (xy, xz, yz)
261
Oh E 8C3 6C2 6C4 3C2 =(C4)2 i 6S4 8S6 3 h 6 d
Fungsi
linier,
rotasi
Fungsi
kuadrat
A1g +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 - x2+y
2+z
2
A2g +1 +1 -1 -1 +1 +1 -1 +1 +1 -1 - -
Eg +2 -1 0 0 +2 +2 0 -1 +2 0 -
(2z2-x
2-
y2, x
2-
y2)
T1g +3 0 -1 +1 -1 +3 +1 0 -1 -1 (Rx, Ry,
Rz) -
T2g +3 0 +1 -1 -1 +3 -1 0 -1 +1 - (xz, yz,
xy)
A1u +1 +1 +1 +1 +1 -1 -1 -1 -1 -1 - -
A2u +1 +1 -1 -1 +1 -1 +1 -1 -1 +1 - -
Eu +2 -1 0 0 +2 -2 0 +1 -2 0 - -
T1u +3 0 -1 +1 -1 -3 -1 0 +1 +1 (x, y, z) -
T2u +3 0 +1 -1 -1 -3 +1 0 +1 -1 - -
262
Apendiks 6
Beberapa Program Komputer
6.1 Program SCF Atom He
%Program SCF Atom He
clc
clc
% Integral overlap
S=[1 0.837; 0.837 1];
[T,D]=eig(S); % D adalah matriks hasil diagonalisasi matriks S dan T matriks
transformasi
D1=inv(D); % inversi matriks D
S1=T*(D1^0.5)*T;%matriks S^(-0.5)
%Nilai awal P
a=2;
C0(2,1)=1/sqrt(1+a^2+2*a*S(1,2));
C0(1,1)=a*C0(2,1);
for i=1:2
for j=1:2
P0(i,j)=2*C0(i,1)*C0(j,1);
end
end
%Hamiltonian teras
H=[-50.3095 -51.2293;-51.2293 -43.1582];
%Integral-integral Coulomb
V(:,:,1,1)=[24.6595 24.5806;24.5806 32.1809];
V(:,:,1,2)=[24.5806 25.9494;25.9494 35.3212];
V(:,:,2,1)=[24.5806 25.9494;25.9494 35.3212];
V(:,:,2,2)=[32.1809 35.3212;35.3212 49.4932];
%V
delta=0.01;%P(1,1)-P0(1,1) paling kecil
W=0.002;
iter=1;
% Looping untuk P-----------------------------------------------------------------
while delta>W
% Matriks Fock
for i=1:2
for j=1:2
F(i,j)=H(i,j);
for k=1:2
for l=1:2
F(i,j)=F(i,j)+P0(k,l)*(V(i,j,k,l)-0.5*V(i,l,k,j));
end
end
end
end
F1=S1*F*S1;
[C1,E]=eig(F1); % C1 adalah matriks C’
%
263
C=S1*C1;
b=C(1,1)/C(2,1);
CIT(2,1)=1/sqrt(1+b^2+2*b*S(1,2));
CIT(1,1)=b*CIT(2,1);
%Perhitungan P
for i=1:2
for j=1:2
P(i,j)=2*CIT(i,1)*CIT(j,1);
end
end
delta=abs(P(1,1)-P0(1,1));
for i=1:2
for j=1:2
if delta>W
P0(i,j)=P(i,j);
end
end
end
iter=iter+1; %kembali ke looping P------------------------------------
end
% Looping selesai
iter
% Energi orbital dan koefisien2
E
C
% Energi keadaan dasar
E0=E(1,1)+0.5*(P0(1,1)*H(1,1)+2*P0(1,2)*H(1,2)+P0(2,2)*H(2,2));
E0
6.2 Program Huckel yang diperluas
% Program Huckel yang diperluas
clc
S=[1 0.435; 0.435 1];
F=[-13.6 -14.5; -14.35 -24.6];
[P,D]=eig(S); % D adalah matriks hasil diagonalisasi matriks S dan P matriks
transformasi
D1=inv(D); % inversi matriks D
S1=P*(D1^0.5)*P; %matriks S^(-0.5)
F1=S1*F*S1;
[C1,E]=eig(F1);% C1 adalah matriks C’
display(’energi mo’)
E
C=S1* C1*(S^0.5);
display(’koefisien LCAO’)
C
6.3 Program Pariser-Parr-Pople
%Program Pariser-Parr-Pople untuk Molekul Linier
clc
264
clc
Iu=15.6;
S=0.005;
delta=1;
M=4;
%Nilai awal P
for u=1:M
for v=1:M
if u==v
P0(u,v)=1;
else
P0(u,v)=0;
end
end
end
% Looping untuk P
iter=1;
while delta>S
%for iter=1:100
for u=1:M
for v=1:M
if v==u
r(u,v)=0;
elseif v>u+1
r(u,v)=0;
elseif v<u-1
r(u,v)=0;
else
r(u,v)=1.52-0.2*P0(u,v);
end
end
end
for u=1:M
for v=1:M
if abs(u-v)>1
V(u,v)=0;
else
V(u,v)=11/sqrt(1+0.584*r(u,v)^2);
end
end
end
% Matriks Fock
for u=1:M
for v=1:M
if u==v
F(u,v)=-Iu+0.5*P0(u,v)*V(u,v);
elseif abs(u-v)==1
F(u,v)=-2.5-0.5*P0(u,v)*V(u,v);
else
F(u,v)=0;
265
end
end
end
[C,D]=eig(F); %diagonalisasi
for u=1:M
E(u)=D(u,u); %energi orbital molekul
end
% Jumlah elektron pada orb molekul
for u=1:M
if u<=M/2
m(u)=2;
else
m(u)=0;
end
end
%Perhitungan P
for v=1:M
for u=1:M
jum=0;
for w=1:M
if u==v
P(u,v)=1;
elseif abs(u-v)==1
jum=jum+sum(m(w)*C(u,w)*C(v,w));
P(u,v)=jum;
else
P(u,v)=0;
end
end
end
end
delta=max(abs(P-P0));
for u=1:M
for v=1:M
if delta > S
P0(u,v)=P(u,v);
end
iter=iter+1; %kembali ke looping P
end
end
end
r
E
iter
266
Apendiks 7
Koordinat dan Frekuensi Normal
Tinjaulah molekul linier B-A-B dengan massa atom-atom mA dan mB . Misalkan ketiga
atomnya terletak pada sumbu-x dengan pergeseran masing-masing x1, x2, and x3.
Misalkan perubahan panjang ikatan x1-x2 dan x3-x2 sehingga energi potensial
sistem adalah
223
2
212
1
2
1xxkxxkV
(A7.1)
Andaikan konstanta pegas antara atom-atom,k12=k23=k. Dalam bentuk matriks
kk
kkk
kk
k
0
2
0
ˆ (A7.2)
Koordinat yang terboboti massa adalah
iii xmq (A7.3)
sehingga konstanta gaya dalam koordinat ini adalah
ij
jiji
ij kmmqq
VK
12
(A7.4)
atau
BAB
ABAAB
ABB
m
k
mm
k
mm
k
m
k
mm
k
mm
k
m
k
K
0
2
0
(A7.5)
Energi potensial dan energikinetik dalam koordinat terboboti massa adalah
ji
jiij qqKV,2
1
(7A.6)
i
iqT 2
2
1 ,
dt
dqq i
i
(A7.7)
Dengan demikian persamaan gerak satu atom adalah
267
0
ii q
V
q
T
dt
d
atau
j
jiji qKq 0
(A7.8)
atau dalam bentuk matriks,
qKq ˆˆˆ
(A7.9)
Koordinat normal adalah kombinasi linier dari koordinat terboboti massa,
inin qcQ
(A7.10)
atau dalam bentuk matriks
qCQ ˆˆˆ
(A7.11)
Dari persamaan (A7.9) dan (A7.11) diperoleh
Q
QCKCQ
ˆˆ
ˆˆˆˆˆ 1
(A7.12)
di mana 1ˆˆˆˆ CKC (A7.13)
Artinya, adalah matriks diagonal dari matriks K dengan C adalah matriks vektornya.
Dengan matriks K dalam persamaan (A7.5), maka
0
0
2
0
3
2
1
c
c
c
m
k
mm
k
mm
k
m
k
mm
k
mm
k
m
k
BAB
ABAAB
ABB
(A7.14)
Determinan matriks di atas harus sama dengan nol,
0
0
2
0
BAB
ABAAB
ABB
m
k
mm
k
mm
k
m
k
mm
k
mm
k
m
k
Dari determinan itu diperoleh akar-akar atau elemen diagonal matriks
BA
BA
B mm
mmk
m
k 2,,0 321 (A7.15)
268
Dari akar-akar itu diperoleh frekuensi-frekuensimodus normal
BA
BA
B mm
mmk
m
k 2,,0 321 (A7.16)
Selanjutnyasubstitusi masing-masing n ke persamaan (A7.14) akan
menghasilkan koefisien cni yang kemu harus dinormalisasi.
Untuk 111211131 ;0 cab
bccc
BA
A
BA
B
mm
mc
mm
mcc
2;
2121311
sehingga dengan persamaan (A7.10)
3
2/1
2
2/1
1
2/1
3132121111
2
1qmqmqm
mm
qcqcqcQ
BAB
BA
(A7.17)
Untuk 2123222 ;0 cccm
k
B
2
1;
2
12321 cc
)(2
121
3232221212
qcqcqcQ
(A7.18)
Untuk
BA
BA
mm
mmk
23
BA
B
BA
A
mm
mc
mm
mcc
2
2;
)2(2323331
3
2/1
2
2/1
1
2/1
3332321313
2)2(2
1qmqmqm
mm
qcqcqcQ
ABA
BA
(A7.19)
269
INDEKS
ab initio, 179
Aktivitas optik, 230
AM1, 209
Analisa Populasi Mullikan, 215
aproksimasi Born-Oppenheimer, 121
aproksimasi densitas lokal (local
densityapproximastion, LDA), 199
atom helium, 62
Atom helium, 62
atom hidrogen, 235
atom litium, 78
Aufbau, 95
basis set DZ, 189
basis set minimal, 189
Basis Set Pople, 191
basis set SV, 190
bilangan kuantum
sudut total, 52
Born-Oppenheimer, 42
CNDO, 204
determinan Slater, 77, 84, 122, 181, 194,
195, 196
diamagnet, 99
effek Stark, 49
eksponen orbital, 85
elektronegativitas, 146
energi delokalisasi, 157
energi exchange, 200
energi korelasi, 200
energi orbita molekul, 122
feromagnet, 99
fonon (phonon), 9
foton (photon), 29
fraksi karakter ionik, 147
fungsi basis, 83, 187
fungsi eigen, 3
fungsi Gaussian terkontraksi, 189
fungsi harmonik bola, 38
fungsi yang teradaptasi simetri, 110
fungsional korrelasi tukar, 199
Hamiltonian efektif elektron tunggal,
122
Hamiltonian elektron-tunggal., 84
Hamiltonian total, 82
harga rata-rata besaran fisis, 47
hibrid MK/MM, 211
Hibridisasi Orbital-Orbital Atom, 145
highest occupied molecular orbital
(HOMO), 122
hiperpolarizabilitas, 218
HOMO, 162
Hückel, 152
Hund, 100
Hyleraas, 92
hyperfine interaction, 59
indeks bias, 226
INDO, 205
integral overlap, 201
Interaksi Dispersi, 226
interaksi konfigurasi, 192
irreducible representation, IR, 107
jari-jari Bohr, 44
kerapatan elektron, 128
koefisien kontraksi, 189
Kohn & Sham, 198
kombinasi linier, 26, 121
konstanta kopling, 57
konstanta kopling spin-spin, 236
konstanta Planck, 2
konstanta prisai, 236
konstanta Rydberg, 98
koordinat elliptik, 125
koordinat internal terbobot, 239
koordinat normal, 240
korelasi elektron, 192
kotak 1-dimensi, 4
lowest unoccupied orbital molecule
(LUMO), 122
LUMO, 163
magneton Bohr elektron, 54
Mekanika Molekul, 209
Metoda Hückel yang diperluas, 201
Metoda Pariser-Parr-Pople, 202
metoda semiempirik, 201
MNDO, 208
model Tomas-Fermi-Dirac, 198
Molekul Diatomik Heteronuklir, 140
Molekul Diatomik Homonuklir, 136
molekul H2, 129
molekul ion H+
2, 123
momen dipol
terinduksi, 28
momen dipole permanen, 215
momen magnet, 53
270
momen transisi, 75
Mosley, 102
NDDO, 207
normalisasi fungsi, 5
Operasi simetri, 106
operator
momentum sudut, 34
momentum sudut spin, 52
operator Coulomb, 180
operator tukar, 180
orbital jenis Gaussian, 187
orbital jenis Slater (Slater-type orbital,
STO), 84
orbital molekul, 121
orbital-spin, 122
Osilator Harmonis, 8
paramagnet, 99
Pengaruh Heteroatom dan Substituen,
175
persamaan diferensial Laguerre
terasosiasi, 44
persamaan eigen, 12, 186
Persamaan eigen, 180
persamaan gelombang, 1
persamaan Hartree-Fock, 180
persamaan Legendre terasosiasi, 38
persamaan nilai eigen, 3
persamaan Schrödinger, 2
persamaan Schrödinger yang bergantung
waktu, 3
Persamaan sekuler, 156
PM3, 209
polarisasi listrik, 226
polarizabilitas diamagnetik, 229
polarizabilitas dinamis, 223
polarizabilitas magnet, 229
polarizabilitas paramagnetik, 229
polarizabilitas statis, 218
polinom Laguerre, 44
polinomial Hermite, 9
potensial
effektif, 43
sumur tak hingga, 4
probabilitas transisi, 27, 28
Representasi Matriks, 12
Resonansi Magnetik Inti (NMR), 235
restricted Hartree Fock (RHF), 183
Russel-Saunders, 99
sel tertutup (closed shell), 122
self-consistent field (SCF), 87, 181
self-consistent field (SCF)., 182
sifat ortogonalitas, 44
Slater, 201
Spektroskopi Inframerah, 239
Spektroskopi Raman, 242
Spektroskopi UV-Vis, 244
spin elektron, 52
spin-orbital, 181
spin-orbital elektron, 82
suseptibilitas listrik, 226
Teorema Kohn et al., 198
Teori Coupled-Cluster (CC), 195
Teori Fungsional Kerapatan (DFT), 197
Teori Gangguan Møller-Plesset (MP),
193
transisi, 48
absorpsi, 29
stimulat, 29
unrestricted Hartree Fock (UHF), 186
zero differential overlap (ZDO), 202
271
DAFTAR PUSTAKA
Alonso, M. and E. J. Finn (1979), Fundamental University Physics, Quantum and
Statistical Physics, Addison Wesley.
Andzelm, J., M. Klobukowski, E. Radzio-Andzelm, Y. Saski, H. Tatewaki (1984),
Gaussian Basis Sets for Molecular Calculations, (S. Huzinaga, Editor), Elsevier,
Amsterdam.
Atkins, P. and R. Friedman (2005), Molecular Quantum Mechanics, Oxford University.
Bartlett, R. J. (1989), Coupled-cluster approach to molecular structure and spectra: A
step toward predictive quantum chemistry, J. Phys. Chem. 93, 1697
Boas, Mary L. (1983), Mathematical Methods in the Physical Sciences, 2nd
ed. John
Wiley.
Boys, S. F. (1950), Electronic wave functions I. A general method of calculation for the
stationary states of any molecular system, Proc. R. Soc. (London), A200, 542
Ceperley, D. M., and B. J. Alder (1980), Ground State of the Electron Gas by a
Stochastic Method, Phys. Rev. Lett.45, 566–569.
Chandra, A. K. (1974), Introductory Quantum Chemistry, Tata McGraw-Hill
Clark, H. (1982), A first course in Quantum Mechanics, ELBS and Van Nostrand
Reinhold.
Clementi , E., and C. Roetti,(1974), At. Data Nucl. Data Tables 14,177
Clementi, E. and D.L. Raimondi (1963), Atomic screening constants from SCF
functions. IBM Res. Note NJ-27
Coester, F. (1958), Bound states of a many-particle system, Nuclear Physics 7: 421–
424.
Coester, F. and H. Kümmel (1960). Short-range correlations in nuclear wave
functions, Nuclear Physics 17: 477–485
Condon ,E. U., and G. H-Shortley (1935). Theory of Atomic Spectra, Cambridge
University Press
Cotton, F. A. (1963), Chemical Applications of Group Theory, Interscience
Dewar, M. J. S and W. Thiel W. (1977), Ground states of molecules. 38. The MNDO
method. Approximations and parameters. J. Am. Chem. Soc. 99, 4899
Dewar, M. J. S, E. G Zoebisch, E. F Healy, JJP Stewart.(1985), AMI: A New General
Purpose Quantum Mechanical Molecular Model, J. Am. Chem. Soc. 107, 3902-3909.
272
Gaydon, A. G. (1953): Dissociation energies, Chapman & Hall,
Gao, J., (1996), Review on QM/M), Reviews in Comp. Chem. 7, 119-185
Goeppert-Mayer, M. and A. L. Sklar (1938), Calculations of the Lower Excited Levels
of Benzene, J. Chem. Phys. 6, 645
Hoffmann, R. (1963), An Extended Hückel Theory. I. Hydrocarbons, J. Chem. Phys.39,
1397–1412.
Hohenberg, P. and W. Kohn (1964), Inhomogeous Gas, Phys. Rev. B 136, 864–871.):
Huzinaga, S.(1965), Gaussian-type functions for polyatomic systems. I, J. Chem. Phys.
42, 1293
Jackson, J. D. (1975), Classical Electrodinamics, Wiley
Jug, K. and D. N. Nanda (1980), SINDOl. A semiempirical SCF MO method for
molecular binding energy and geometry I. Approximations and parametrization. Theor.
Chim. Acta 57, 95-106.
Jug, K. and D. N. Nanda (1980), SINDOl II Application to ground states of molecules
containing carbon, nitrogen and oxygen atoms. Theor. Chim. Acta 57, 107-130.
Jug, K. and D. N. Nanda (1980), SINDOl III. Application to ground states of molecules
containing fluorine, boron, beryllium and lithium atoms. Theor. Chim. Acta 57, 131-
144.
Karo, A. M. and A. R. Olsen (1959),Configuration Interaction in the Lithium Hydride
Molecule. I. A Determinantal AO Approach, J. Chem. Phys. 30, 1232
Kohn, W. and L. J. Sham (1965), Self-Consistent Equations Including Exchange and
Correlation Effects, Phys. Rev.A 140, 1133–1138
Levine, Ira N. (1991), Quantum Chemistry, Prentice Hall
Mead, C. Alden (1979), The ’’noncrossing’’ rule for electronic potential energy
surfaces: The role of time‐reversal invariance, J. Chem. Phys. 70, 2276
Memory, J.D., Quantm Theory of Magnetic Resonance Parameters, McGraw-Hill, NY,
1968
Michael J., S. Dewar, and Edwin Haselbach (1970),Ground states of .sigma.-bonded
molecules. IX. MINDO [modified intermediate neglect of differential overlap]/2 method,
J. Am. Chem. Soc.92, 590
Mulliken, R. S. (1955), Electronic Population Analysis on LCAO-MO Molecular Wave
Functions. I, The Journal of Chemical Physics23, 1833
Murrel, J. N., S. F. A. Kettle, and J. M. Tedder (1977), Valence Theory, ELSB
273
Nishimoto, K. and N. Mataga (1957),Electronic Structure and Spectraof Some Nitrogen
Heterocycles, Z. physik. Chem. (Frankfurt) 12, 335 and 13, 140 .
Ohno, K. (1964), Some Remarks on the Pariser-Parr-Pople Method, Theoret. Chim.
Acta 2, 219-227
Parr, Robert G and Weitao Yang, (1994). Density-Functional Theory of Atoms and
Molecules. Oxford University Press.
Pople, J, A., D. P. Santry and G. A. Segal (1965), Approximate Self-Consistent
Molecular Orbital Theory. I. Invariant Procedures, J. Chem. Phys. 43,S129
Pople,J.A (1962), Molecular Orbital Theory of diamagnetism, I. An approximate LCAO
scheme, J. Chem. Phys.37, 53.
Pople, J. A., D. L. Beveridge and P. A. Dobosh(1967), Approximate Self‐Consistent
Molecular‐Orbital Theory. V. Intermediate Neglect of Differential Overlap, J. Chem.
Phys. 47, 2026
Ridley, J., and M. Zener (1973), INDO technique for spectroscopy: Pyrrole and the
azines, Theor. Chim. Acta 32, 111-134
Roothaan, C. C. J. (1951). New Developments in Molecular Orbital Theory. Rev. Mod.
Phys.23, 69–89
Siregar, Rustam E. (2010), Fisika Kuantum, Teori dan Aplikasi, Wydia Padjadjaran
Slater, John. C. (1929), Theory of Complex Spectra , Phys. Rev. 34, 1293
Stewart J. J. P. J. (1989), Optimization of parameters for semiempirical methods I.
Method Compu . Chem. 10, 209-220. dan 221-264
Szabo, A. and N. S. Ostlund (1989), Modern Quantum Chemistry: Introduction to
advanced electronic structure theory, McGraw Hill Inc.
Tazartes, C. C., C. R. Anderson and E. A. Carter (1998), Automated Selection of
OptimalGaussian Fits to Arbitrary Functions in Electronic Structure Theory, J. Compt.
Chem.19, 1300
Warshel, A., and M. Levitt (1976), Theoretical Studies of Enzymic Reactions: Dielectric,
Electrostatic and steric stabilization of the carbonium ion in the reaction of lysozyme, J.
Mol. Biol. 103, 227-49.
Wharton, L. , L. Peter Gold and William Klemperer(1960), Dipole moment of lithium
hydride, J. Chem. Phys. 33, 1255
Wilson, E.B. (1933), Wave Functions for the Ground State of Lithium and
Three‐Electron Ions, J. Chem. Phys. 1, 210
274
Wilson, E. B., J. C. Decius, P. C. Cross, (1955), Molecular Vibrations: The Theory of
Infrared and Raman Vibrational Spectra, McGraw-Hill Inc.
275
Rustam E. Siregar adalah Guru Besar Emeritus di
Departemen Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran
Bandung. Dia dilahirkan di Hutagodang Kabupaten
Labuhan Batu Sumatera Utara pada 3 Januari 1943. Lulus
Sarjana pada 1970 dari Jurusan Fisika FMIPA Universitas
Padjadjaran Bandung, lulus Magistert Sains pada tahun
1983 dan Doktor pada tahun 1993 dari Pascasarjana Fisika
Institut Teknologi Bandung.
Sejak tahun 1985 hingga sekarang dia mengampu mata kuliah Fisika Kuantum dan Mekanika
Kuantum Molekul di program studi S1 Fisika Universitas Padjadjaran. Pada tahun 2002-2015 dia
mengampu mata kuliah Kimia Kuantum di program studi S2 dan S3 Pascasarjana Kimia
Universitas Padjadjaran. Selain itu, dia juga aktif dalam penelitian material optik dan fotonik.
Email: [email protected]