Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan ...

13
Suprayoga Hadi, Pemikiran Perencanaan di Indonesia Berdasar Catatan Tahun 2004 129 Saut Sagala, et al., Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan Penanganannya 7 Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan Penanganannya Saut Sagala, 1 ,2 Pudja Handika, 2 M. Reza Arisandy 2 1 Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, ITB 2 Pusat Mitigasi Bencana, Institut Teknologi Bandung Email: [email protected] Abstrak Megakota menciptakan sebuah dinamika dan kompleksitas yang baru akibat dari perkembangan kota yang semakin tidak terkendali. Permasalahan yang dihadapi megakota di dunia memiliki karakteristik yang umum, seperti halnya Jakarta dengan permasalahan penduduk, kepadatan, sektor usaha formal, dan informal, kemiskinan, kriminalitas meningkat, serta potensi konflik sosial. Selain tantangan- tantangan tersebut, megakota seperti Jakarta dapat memiliki kerentanan (vulnerability) yang semakin tinggi terhadap bencana alam. Banjir besar yang melanda Jakarta pada tahun 1997 dan 2002 serta banjir-banjir pada tahun lainnya seakan-akan ingin menunjukkan bahwa inilah akibat dari perkembangan Jakarta sebagai megakota yang tidak terkendali. Tulisan singkat ini mengulas keberadaan Jakarta dan persoalan kebencanaan yang dihadapi. Dua megakota di dunia, Tokyo dan Seoul, diulas dalam tulisan ini sebagai perbandingan bagaimana mereka berhasil mengelola masalah kebencanaan dengan pembentukan institusi yang tangguh. Jakarta diharapkan dapat mengadopsi apa yang dilakukan oleh Tokyo dan Seoul di dalam penanganan persoalan kebencanaan. Kata kunci: megakota, Jakarta, bencana,pendekatanan,penanganan 7.1 PENGANTAR Megakota memiliki berbagai definisi yang berbeda. Beberapa penulis berargumen bahwa megakota adalah kota yang dicirikan memiliki populasi lebih dari 1 juta (Mitchell, 1998) 8 juta (Nicholls, 1995) dan 10 juta (Thouret, 1999). Dengan menggunakan definisi di atas, Jakarta dan wilayah di sekitarnya (Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi), atau yang biasa disebut Jabodetabek, termasuk di dalam kategori megakota.

Transcript of Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan ...

Page 1: Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan ...

Suprayoga Hadi, Pemikiran Perencanaan di Indonesia Berdasar Catatan Tahun 2004 129 Saut Sagala, et al., Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan Penanganannya

7Megakota Jakarta:Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan Penanganannya

Saut Sagala,1 ,2

Pudja Handika,2 M. Reza Arisandy

2

1Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, ITB 2Pusat Mitigasi Bencana, Institut Teknologi Bandung

Email: [email protected]

Abstrak

Megakota menciptakan sebuah dinamika dan kompleksitas yang baru akibat dari

perkembangan kota yang semakin tidak terkendali. Permasalahan yang dihadapi

megakota di dunia memiliki karakteristik yang umum, seperti halnya Jakarta

dengan permasalahan penduduk, kepadatan, sektor usaha formal, dan informal,

kemiskinan, kriminalitas meningkat, serta potensi konflik sosial. Selain tantangan-

tantangan tersebut, megakota seperti Jakarta dapat memiliki kerentanan

(vulnerability) yang semakin tinggi terhadap bencana alam. Banjir besar yang

melanda Jakarta pada tahun 1997 dan 2002 serta banjir-banjir pada tahun lainnya

seakan-akan ingin menunjukkan bahwa inilah akibat dari perkembangan Jakarta

sebagai megakota yang tidak terkendali. Tulisan singkat ini mengulas keberadaan

Jakarta dan persoalan kebencanaan yang dihadapi. Dua megakota di dunia, Tokyo

dan Seoul, diulas dalam tulisan ini sebagai perbandingan bagaimana mereka

berhasil mengelola masalah kebencanaan dengan pembentukan institusi yang

tangguh. Jakarta diharapkan dapat mengadopsi apa yang dilakukan oleh Tokyo dan

Seoul di dalam penanganan persoalan kebencanaan.

Kata kunci: megakota, Jakarta, bencana,pendekatanan,penanganan

7.1 PENGANTAR

Megakota memiliki berbagai definisi yang berbeda. Beberapa penulis berargumen

bahwa megakota adalah kota yang dicirikan memiliki populasi lebih dari 1 juta

(Mitchell, 1998) 8 juta (Nicholls, 1995) dan 10 juta (Thouret, 1999). Dengan

menggunakan definisi di atas, Jakarta dan wilayah di sekitarnya (Bogor, Depok,

Tangerang dan Bekasi), atau yang biasa disebut Jabodetabek, termasuk di dalam

kategori megakota.

Page 2: Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan ...

130 JudMena

50 TA

Megakota

dinamika

pertumbu

dan meng

degradasi

dapat me

pembangu

seperti ke

kelompok

sulit dala

konsekue

bencana b

besar siste

Tantangan

antaranya

formal da

potensi ko

sendiri at

bersatu

perubahan

pembangu

berperan

pergesera

Kecender

industri, d

Megakota

dengan b

semakin

kerentana

keterbatas

yaitu pola

tantangan

dul Bukuarik Pelajaran da

TAHUN PERJA

a lebih dari

dan kom

uhan ekonom

ghadapi teka

i lingkungan

eningkatkan

unan peruma

esenjangan s

k pendapatan

am pengelola

nsi yang san

besar gempa

em keuangan

n yang dihad

a permasalah

an informal,

onflik sosial

tau berupa d

seperti Jab

n struktur s

unan ekonom

sebagai fak

an dari pro

rungan ini ju

dan perdagan

Gambar 7.1

a menimbul

berbagai alas

luasnya dae

an semakin s

san untuk m

a jalan yang

n fisik terha

ari

ALANAN PER

i sekedar s

mpleksitas y

mi yang pesa

anan yang ku

n. Pemekaran

volume la

ahan yang tid

sosial yang t

n. Megakota

aannya. Sent

ngat tinggi k

bumi terjad

n seluruh dun

dapi megako

han pendudu

, merebakny

lainnya. Me

dua kota ata

odetabek. P

sosial, indus

mi merupaka

ktor utama d

oduksi prim

uga terkait d

ngan serta de

1. KepadatanSumber : O

lkan tantang

san. Pertam

erah kota m

sulit untuk di

melayani jum

rumit serta

dap sistem

RENCANAAN

sebuah kota

yang baru.

at sehingga m

uat untuk m

n dan perke

alu lintas, k

dak mencuku

tinggi antara

a dapat menj

tralitas politi

etika terjadi

i di Tokyo m

nia (Hadfield

ota di dunia m

uk dan kep

ya kemiskina

egakota dapa

au lebih yan

Perkembanga

strialisasi, d

an alasan terb

dalam proses

mer menjad

dengan perub

engan peruba

n Bangunan dObservasi, 20

gan khusus

ma, terdapat

menjadi sebu

ipantau. Sela

mlah pendud

interkonektiv

transportasi.

WILAYAH DA

besar, yan

Megakota

mempunyai

melakukan pe

embangan ko

konsentrasi

upi dan dalam

a masyarakat

jadi begitu k

ik dan ekono

bencana. Se

maka akan m

d, 1991; Uitt

memiliki kar

padatannya,

an, tingginya

at terdiri atas

ng semakin

an populas

dan faktor l

rbentuknya m

s yang lebih

di produksi

bahan keseim

ahan sosial, p

an Kendaraan011

untuk peng

kompleksita

uah megako

ain itu infrast

duk yang ad

vitas di wila

. Kedua, m

AN KOTA DI IN

ng skalanya

a seringkali

peluang yan

erubahan dise

ota yang tid

tinggi produ

m beberapa k

t yang berbe

kompleks seh

omi dapat m

ebagai contoh

menimbulkan

to dan Schne

rakteristik ya

penyebaran

a angka krim

s sebuah kot

lama semak

i nasional

lain yang te

megakota. M

h besar, yan

sekunder

mbangan ant

politik dan bu

n Kota Jakarta

gurangan re

as secara ge

ota membuat

truktur yang

da. Permasa

ayah megako

megakota yan

NDONESIA

menciptaka

i mengalam

ng lebih bes

ertai ancama

dak terkenda

uksi industr

kasus ekstrem

eda kelas ata

hingga sang

mengakibatka

h, jika sebua

dampak yan

ider, 1996).

ang umum, d

sektor usah

minalitas, da

a yang berdi

kin padat da

yang cepa

erkait denga

Migrasi ke ko

ng melibatka

dan tersie

tara pertanian

udaya.

a

esiko bencan

eografis, yait

t bahaya da

g ada memilik

alahan lainny

ota merupaka

ng terdiri da

an

mi

ar

an

ali

ri,

m

au

at

an

ah

ng

di

ha

an

iri

an

at,

an

ta

an

er.

n,

na

tu

an

ki

ya

an

ari

Page 3: Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan ...

SuprayogaSa

sejumlah

dalam kea

yang besa

dalam jum

limbah pa

Tulisan in

konteks J

megakota

Megakota

megakota

yang terd

7.2 JA

Jakarta y

kesebelas

perkemba

penduduk

pada tahu

mencapai

penduduk

ulang-alik

a Hadi, Pemikut Sagala, et a

kota denga

adaan darura

ar bagi meg

mlah yang b

anas dalam ju

ni melakuka

akarta. Pada

a. Kemudian

a Jakarta. S

a, tulisan ini

apat di Toky

AKARTA SE

yang menem

s terbesar

angan yang

k, menjadi 2,

un 1980, 9,1

i 9,6 juta j

k yang setiap

k (commuting

Gamb

kiran Perencanal., Megakota

an yurisdiks

at apabila ben

akota. Mega

besar sehingg

umlah yang b

an kajian lit

a bagian awal

tulisan ini m

Sebagai pen

i berargumen

yo dan Seoul

EBAGAI ME

mpati lahan

di dunia

sangat pesat

,7 juta jiwa

1 juta jiwa p

jiwa pendud

p hari datang

g).

bar 7.2. PosiSum

naan di IndoneJakarta: Pers

i masing-ma

ncana terjadi

akota memer

ga menimbul

besar pula.

teratur tentan

l, tulisan ini

mendiskusika

ndekatan pen

n perlunya s

.

EGAKOTA

seluas 662

(Gambar 6

t. Pada tahu

penduduk pa

penduduk pa

duk. Ini bel

g dari daerah

isi Jakarta diamber : The Brin

esia Berdasarsoalan Kebenc

asing memi

i. Ketiga, ter

rlukan konsu

lkan limbah

ng megakota

akan memba

an persoalan-

nanganan p

sebuah instit

kilometer

6.2). Pendud

un 1950 terd

ada tahun 19

ada tahun 19

lum termasu

h sekitar Jak

ntara Megakonkhoff, 2008

r Catatan Tahucanaan dan PePenan

liki tantanga

rdapat dampa

umsi energi,

padat, cair,

a yang ada

ahas posisi Ja

-persoalan ke

ersoalan keb

tusi yang tan

persegi me

duk Jakarta

dapat sekitar

960, 6 juta ji

995, dan pad

uk sekitar 2

karta untuk b

ota di Dunia

un 2004 13endekatan nganannya

an koordina

ak lingkunga

air, makana

dan gas ser

di dunia da

akarta sebag

ebencanaan

bencanaan d

ngguh, seper

erupakan ko

a mengalam

1,4 juta jiw

iwa pendudu

da tahun 201

2,5 juta jiw

bekerja secar

31

asi

an

an

rta

an

ai

di

di

rti

ta

mi

wa

uk

10

wa

ra

Page 4: Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan ...

132 Judul BukuMenarik Pelajaran dari

50 TAHUN PERJALANAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA DI INDONESIA

Jakarta juga menjadi magnet bagi para imigran yang mencari kondisi kehidupan

yang lebih baik. Pada tahun 2015, Jakarta diharapkan menjadi kota terbesar kelima

di dunia, dengan populasi sekitar 21,2 juta jiwa atau 15 kali lebih banyak

dibandingkan dengan penduduk pada tahun 1950. Laju tahunan pertumbuhan

penduduk mencapai 1,39 persen pada periode 2000-2010 dan kepadatan penduduk

mencapai lebih dari 1300 jiwa per kilometer persegi pada tahun 2010 (Badan Pusat

Statistik BPS, 2010) membuat Jakarta sebagai salah satu kota terpadat di dunia.

Jakarta telah menjadi pusat perdagangan sejak abad ke-16-an, ketika perusahaan

Hindia Belanda Timur mendirikan sebuah kota yang bernama Batavia yang berada

dekat dengan Teluk Jakarta. Perkembangan jumlah manusia yang pindah ke kota

merupakan awal dari bencana yang ditimbulkan oleh Megakota. Kondisi inilah yang

terjadi di Kota Jakarta yang saat ini tumbuh menjadi Megakota Jakarta.

Ketidakmampuan pemerintah untuk mengatasi persoalan-persoalan yang terkait

dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan kota berdampak terhadap

kerusakan lingkungan di kota ini. Salah satu yang juga menjadi tantangan utama

bagi Kota Jakarta adalah pengelolaan akan pelanggaran batas perkotaan ke daerah

pinggiran. Sejak tahun 1955, wilayah metropolitan telah meningkat lebih dari tiga

kali lipat (Firman dan Dharmapatni, 1994). Seperti halnya dengan kota-kota besar

lainnya, pinggiran kota Jakarta tumbuh lebih cepat dari kota itu (UNCHS, 1996).

7.3 BENCANA DI MEGAKOTA JAKARTA

Sejumlah bencana alam secara rutin telah terjadi di Jakarta yang berkaitan dengan

perkembangan kota dan kerusakan lingkungan. Bencana alam yang sering terjadi di

Jakarta adalah bencana banjir yang terjadi setiap tahunnya dan hampir terjadi di

seluruh kecamatan di kota ini. Banjir yang diakibatkan oleh naiknya permukaan air

laut juga sering terjadi khususnya di Jakarta bagian utara. Jakarta sebagai megakota

memiliki resiko yang sangat besar apabila terjadi bencana seperti halnya gempa

bumi.

Studi yang dilakukan oleh Yusuf dan Fransisco (2009) yang terkait dampak

perubahan iklim menunjukkan bahwa wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Utara

masing-masing menduduki peringkat pertama dan kedua sebagai wilayah yang

paling rentan terhadap bencana di Asia Tenggara. Jakarta Pusat merupakan wilayah

yang sangat rentan terhadap banjir dan Jakarta Utara juga rentan terhadap banjir,

akibat iklim yang menyebabkan naiknya permukaan air laut.

Dalam laporan “Global Earthquake Safety Initiative” PBB juga mempublikasikan

10 megakota yang berbahaya di dunia apabila terjadi bencana alam dan Jakarta

merupakan kota ketujuh. Perkembangan Jakarta menjadi megakota menyebabkan

kebutuhan akan air bersih meningkat sehingga eksploitasi terhadap air tanah

semakin tidak dapat terkendali dan menyebabkan penurunan permukaan tanah di

Jakarta secara perlahan-lahan (Brinkman dan Hartman, 2008). Tingkat ekstraksi air

tanah di Jakarta meningkat dari sekitar 17 juta m3 pada tahun 1998 menjadi 22,5

juta m3 pada tahun 2007 (Firman, 2010). Saat ini garam di dalam air tanah sudah

terdeteksi, hal ini diakibatkan pengaruh pasang surut yang terjadi di Teluk Jakarta

(Samsuhadi, 2010). Penurunan permukaan tanah di beberapa wilayah Jakarta terjadi

Page 5: Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan ...

Suprayoga Hadi, Pemikiran Perencanaan di Indonesia Berdasar Catatan Tahun 2004 133 Saut Sagala, et al., Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan Penanganannya

secara signifikan, mencapai 80 cm selama 1982-1991, 160 cm selama periode 1991-

1997, dan sekitar 20 cm selama periode 1997-1999 (Abidin et al., 2008).

Ada empat jenis penyebab turunnya permukaan tanah di Cekungan Jakarta, yaitu

penurunan air tanah (ekstraksi), beban konstruksi, konsolidasi alam, dan penurunan

akibat proses tektonik (Abidin et al., 2008). Menurut Ward et al.(2010), terdapat

indikasi kuat bahwa penurunan permukaan tanah di Jakarta akibat dari ekstraksi air

tanah dengan volume yang sangat tinggi yang berasal dari akuifer menengah dan

bawah. Berdasarkan data Dinas Industri dan Energi DKI Jakarta, terdapat 60 titik

tanah di Jakarta yang sudah diteliti penurunan permukaan tanahnya sejak 2002-

2010. Penurunan permukaan tanah yang paling mengkhawatirkan berada di Jakarta

Utara. Lokasinya antara lain di Mutiara Baru, Pantai Mutiara, Pantai Indah Kapuk,

dan Ancol. Penurunan permukaan tanah juga terjadi di daerah Jakarta Barat,

lokasinya antara lain di Cengkareng Barat, dengan penurunan sekitar 65 cm,

sedangkan di Jakarta Timur penurunan terjadi sekitar 47 cm. Jakarta Pusat

mengalami hal yang sama dengan penurunan sekitar 15 cm. Jakarta Selatan

termasuk daerah yang tidak mengalami penurunan permukaan tanah. Penurunan

permukaan tanah atau land subsidence di Jakarta akan tetap terjadi hingga 15 tahun

ke depan, meski pengambilan air tanah dihentikan. Menurut Konsorsium Jakarta

Coastal Defence Strategy (JCDS), dalam 'Workshop Draft Atlas' di Jakarta pada

tahun 2011, selama kurun waktu tersebut, permukaan tanah di Jakarta diprediksi

bakal turun hingga 6,6 meter pada 2030. Pada periode 1974-2010, JCDS

menemukan adanya penurunan permukaan tanah hingga 4,1 meter, di wilayah

Muara Baru, Cilincing, Jakarta Utara. Wilayah lain seperti Cengkareng Barat

mengalami penurunan 2,5 meter, Daan Mogot 1,97 meter, Ancol 1,88 meter (titik

pantau di area wisata Ancol), Cempaka Mas 1,5 meter, Cikini 0,80 meter, dan

Cibubur 0,25 meter. Selama kurun waktu 1974-1982, penurunan permukaan tanah

belum terjadi begitu signifikan seperti saat ini, karena ketika itu penggunaan air

tanah tidak setinggi sekarang dan bangunan juga masih relatif sedikit. Pada 1982-

1991, permukaan tanah Jakarta mulai mengalami penurunan, dan pada 1991-2010

kondisi itu makin meluas dan memburuk.

Permasalahan yang muncul akibat perkembangan Jakarta sebagai megakota secara

tidak langsung menyebabkan pemanfaatan air tanah yang melebihi batas dan tidak

dapat dikendalikan, dan juga karena banyaknya daerah resapan air yang dikonversi

menjadi perumahan mewah dan pembangunan lainnya. Faktor lokal yang mungkin

juga telah memengaruhi banjir adalah penurunan permukaan tanah dibeberapa

lokasi, kegagalan pengendalian penggunaan lahan dan pemeliharaan infrastruktur.

Akibat perkembangan kota bencana banjir terjadi di Jakarta. Banjir terburuk di

Jakarta terjadi pada tahun 2002 dan 2007 yang melumpuhkan beberapa bagian kota.

Pada tahun 2002, Jakarta terendam banjir dihampir 90 lokasi di kota yang luasnya

mencakup lebih dari 16 ribu hektar, atau hampir seperlima dari luas total Jakarta.

Bencana alam banjir telah terjadi setiap tahun di hampir semua kecamatan di

Jakarta. Sekitar 40 persen dari wilayah Jakarta terletak di bawah permukaan laut,

terutama di wilayah Jakarta Utara. Berikut jumlah kejadian bencana yang

diakibatkan oleh perkembangan Jakarta menjadi Megakota berdasarkan wilayah

administrasi di Jakarta;

Page 6: Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan ...

134 JudMena

50 TA

Tabel 7.1

Wilay

Kep Serib

Jakarta S

Jakarta T

Jakarta P

Jakarta B

Jakarta U

Total

Sumber: B

Perkemba

bencana

banjir yan

dengan ju

karena d

pertambah

hidup di

geografis

lingkunga

kian lama

Bencana y

kota yang

serta pen

perkemba

yang berl

karena be

digantikan

aspal atau

dul Bukuarik Pelajaran da

TAHUN PERJA

1. Jumlah Ben

yah(

bu

Selatan

Timur

Pusat

Barat

Utara

BPS, 2009

angan Jakar

alam. Rata-

ng saat ini t

umlah pendu

daya tarik k

han pendud

Jakarta yan

yang rend

an hidup ak

a kian rentan

G

yang terdapa

g tidak diiku

ngawasan da

angan empat

langsung pes

eralih fungs

n oleh rumah

u pelataran

ari

ALANAN PER

ncana Berdas

Banjir kejadian)

-

42

43

27

37

29

178

rta menjadi

-rata bencan

terjadi setiap

duk tertinggi

kota ini se

duk yang tin

ng semakin

dah dan dia

kibat tekanan

terhadap an

Gambar 7.3.

at di Jakarta

uti dengan p

alam pemba

dasawarsa t

sat telah men

si menjadi d

h dan bangun

parkir sehin

RENCANAAN

sarkan Wilayah

KenaikaPermukaan

(kejadia

4

-

-

-

-

3

7

megakota m

na alam yan

p tahunnya.

i di Indonesi

ebagai pusat

nggi ini men

lama sema

aliri oleh b

n pertumbuh

caman benca

Banjir di KotaSumber : Viv

merupakan

perkembang

angunan fisik

terakhir ini. P

nyebabkan k

daerah perm

nan, dan lah

ngga tidak m

WILAYAH DA

h Administras

anair laut

an)

An(

menyebabka

ng sering ter

Saat ini Jak

ia dan jumlah

t perekonom

nimbulkan t

akin berat. P

banyak sung

han pendudu

ana banjir.

a Jakarta vanews,2011

salah satu da

an infrastruk

k. Hal terse

Peningkatan

kawasan resa

mukiman dan

an yang ters

mampu meny

AN KOTA DI IN

i Jakarta, Tah

ngin Badai (kejadian)

3

-

1

-

-

1

5

an Jakarta s

rjadi merupa

arta juga me

h ini akan ter

mian Indon

tekanan pad

Perpaduan a

gai, serta k

uk, menyeba

ampak dari p

ktur yang m

ebut dapat

n jumlah pen

apan air berk

n industri. L

isa pun ditut

yerap air. A

NDONESIA

hun 2005-2008

Tanah longsor

(kejadian)

-

-

1

-

-

-

1

ering diland

akan bencan

erupakan ko

rus bertamba

esia. Tingk

da lingkunga

antara kondi

kian rusakny

abkan Jakar

perkembanga

mendukungny

dilihat dalam

duduk Jakar

kurang drast

Lahan terbuk

tupi oleh jala

ir hujan yan

8

da

na

ta

ah

kat

an

isi

ya

rta

an

ya

m

rta

tis

ka

an

ng

Page 7: Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan ...

Suprayoga Hadi, Pemikiran Perencanaan di Indonesia Berdasar Catatan Tahun 2004 135 Saut Sagala, et al., Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan Penanganannya

tidak teresap berubah menjadi aliran permukaan yang mengalir ke sungai,

selanjutnya dialirkan ke sesuai dengan kapasitas sungai yang ada dalam

menampung air tersebut. Dalam jumlah besar, air hujan yang tidak tertampung akan

menjadi banjir. Terjadinya banjir akan tergantung pada tingginya curah hujan di

hulu dan di wilayah Jakarta sendiri, volume sampah yang membuat sungai-sungai

menjadi tersumbat dan dangkal, serta pasang surutnya air laut. Bila salah satu faktor

yang disebutkan ini sedang berada dalam keadaan tidak normal, terjadilah banjir

dan genangan air di beberapa kawasan yang rendah di ibukota. Bila semua faktor

berada dalam keadaan tidak normal, banjir besar akan menimpa Jakarta. Tabel

berikut ini menampilkan berbagai bencana di Jakarta berikut penyebab dan

kerugiannya;

Tabel 7.2. Kejadian Bencana di Jakarta

Tahun Jenis

Persoalan Penyebab Kerugian

September, 1989

Banjir Sungai Ciliwung dan Sungai Pesanggrahan meluap akibat tidak mampu menampung banjir kiriman dari hulu

4.400 KK harus mengungsi

November, 1997

Banjir kecilnya kapasitas tampung sungai dibanding limpasan (debit) air yang masuk ke Jakarta. Keterbatasan kapasitas sungai dan saluran makro ini disebabkan karena konversi badan air untuk perumahan, sedimentasi dan pembuangan sampah secara sembarangan.

menggenangi 4 Kelurahan, 745 rumah, serta mengakibatkan 2.640 orang harus mengungsi.

Februari, 1999

Banjir Meluapnya sungai Angke, Pesanggrahan, Ciliwung, Cipinang, Sunter,

Ribuan rumah terendam, 6 korban tewas, 30.000 jiwa mengungsi

Januari, 2002

Banjir Penggunaan lahan di perkotaan dengan banyak bangunan dan permukiman menyebabkan kemampuan tanah meresap air sangat rendah, dan penyempitan alur sungai daerah hilir

Jumlah pengungsi Banjir 2002 yang mencapai 100 ribu lebih. korban meninggal berjumlah 25org

Februari, 2007

Banjir Selain sistem drainase yang buruk, banjir berawal dari hujan lebat yang berlangsung sejak sore hari tanggal 1 Februari hingga keesokan harinya tanggal 2 Februari, ditambah banyaknya volume air 13 sungaiyang melintasi Jakarta yang berasal dari Bogor-Puncak-Cianjur, dan air laut yang sedang pasang, mengakibatkan hampir 60% wilayah DKI Jakarta terendam banjir dengan kedalaman mencapai hingga 5 meter di beberapa titik lokasi banjir.

48 orang tewas dan 210.404 orang mengungsi (Bakornas PB) , 1379 gardu induk terganggu, 420.000 pelanggan listrik terganggu

Page 8: Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan ...

136 Judul BukuMenarik Pelajaran dari

50 TAHUN PERJALANAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA DI INDONESIA

Tahun Jenis

Persoalan Penyebab Kerugian

Juni, 2008

Banjir di Tol Sedyatmo Km 26 (Tol Jakarta- Bandara Soekarno Hatta)

Tanggul penahan air laut yang berada di lokasi jalan tol tersebut jebol akibat tidak dapat menampung tekanan air laut yang semakin besar.

Keterlambatan beberapa maskapai penerbangan dalam keberangkatan pesawat

Maret, 2009

Situ Gintung(bendungan jebol)

Penyebab jebolnya tanggul Situ Gintung, Cireundeu, Tangerang, Banten dikarenakan tingginya curah Hujan, yang menyebabkan permukaan air situ naik dan melimpas tanggul. Penyebab tersebut dijelaskan Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung dan Cisadane Sutoyo Subandrio Pitoyo.

Berdasarkan data terakhir di posko utama UMJ, pengungsi korban Situ Gintung mencapai 525 jiwa, korban meninggal kurang lebih 100 jiwa

September, 2010

Longsor di kebagusan pasar minggu, Jakarta selatan

Hujan yang terus menerus. Tidak ada korban jiwa dalam musibah ini, 1 rumah rusak

September, 2010

BanjirKuningan dan casablanca

Drainase yang kurang optimal serta hujan yang terus menerus

Kemacetan selama (berapa jam)

September, 2010

Jalananamblas di REMartdinata

Intrusi air laut, air tanah terus disedot sama pengembang, ditambah air laut mulai masuk ke tanah, dan air laut lebih mempercepat proses erosi

Kondisi lalu lintas macet pada saat jalanan amblas karena tidak dapat dilewati kendaraan apapun

Sumber : Diolah dari berbagai sumber

Dari berbagai kejadian bencana yang terjadi di Jakarta seperti yang dijelaskan pada

tabel di atas, yang tergolong dalam bencana pada skala besar yaitu bencana banjir

yang terjadi pada tahun 1997, 2002, dan 2007. Banjir Jakarta pada tahun 1997

terjadi pada seluruh penjuru Kota Jakarta. Pada tahun 2002 dan 2007, banjir

kembali melanda Jakarta dan sekitarnya dengan dampak yang lebih luas dan besar.

Banjir yang terjadi pada tahun 2002 dan 2007 di Jakarta lebih buruk dibandingkan

dengan banjir yang terjadi pada tahun 1997, yaitu dengan penambahan luas

genangan banjir dan dampak keuangan yang lebih besar. Banjir besar tahun 2002

menggenangi Jakarta, Tangerang dan Bekasi. Sementara banjir pada tahun 2007

berdampak pada hampir 60% dari wilayah Jakarta terendam banjir, yang

menyebabkan Jakarta menggusur 210.000 jiwa untuk mengungsi. Dampak banjir

yang semakin memburuk tersebut disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal.

Penyebab banjir di Jakarta secara umum terjadi karena dua faktor utama yakni

faktor alam dan faktor manusia. Penyebab banjir dari faktor alam antara lain karena

lebih dari 40% kawasan di Jakarta berada di bawah muka air laut pasang sehingga

Jakarta Utara akan menjadi sangat rentan terhadap banjir saat ini. Selain itu secara

Page 9: Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan ...

SuprayogaSa

umum top

di dataran

lain (Abi

kawasan

irigasi pe

perumaha

kawasan c

Berdasark

2.000 – 4

sifat umu

selanjutny

tangkapan

Bogor, D

menamba

di kawas

kapasitas

ke Jakart

konversi

sembaran

juga mem

menyebab

Jakarta U

a Hadi, Pemikut Sagala, et a

pografi wilay

n banjir Kali

idin, 2008).

sekitarnya.

ertanian, dan

an dan laha

cekungan di

kan data kli

4.000 mm s

m kawasan t

ya akan men

n air (catchm

Depok dan

ah debit limp

san hilir sun

tampung su

ta. Kecilnya

badan air un

ngan. Air kir

mbuat kapa

bkan banjir.

Utara juga me

Gamba

kiran Perencanal., Megakota

yah Jakarta y

i Angke, Pes

Sungai–sun

Fungsi sun

saat ini lah

an komersil.

Jakarta Utar

imatografi d

etiap tahunn

tropis lembab

nciptakan lim

ment) di hul

Jakarta. Pem

pasan permu

ngai di Jaka

ungai yang sa

kapasitas s

ntuk perumah

riman yang

sitas sungai

Pengaruh pe

enyebabkan d

ar 7.3. KecamSumbe

naan di IndoneJakarta: Pers

yang relatif d

sanggrahan,

ngai tersebu

gai–sungai t

an pertanian

. Akibatnya

ra.

di kawasan J

nya dengan d

b serta damp

mpasan air y

lu. Daerah ta

mbangunan

ukaan yang ak

arta. Kondis

aat ini diban

sungai dan s

han, sedimen

datang dari

i di Jakarta

eningkatan p

daerah Jakart

matan yang Dilaer : Hasil analis

esia Berdasarsoalan Kebenc

datar, dan 40

Ciliwung, C

ut relatif ter

tersebut awa

n sebagian be

air secara

Jakarta, inte

durasi yang

pak pemanas

yang deras k

angkapan in

besar–besar

khirnya juga

si tersebut

nding limpas

saluran mak

ntasi, dan pe

daerah seki

a tidak dap

pasang air lau

ta Utara sem

anda Banjir disis, 2011

r Catatan Tahucanaan dan PePenan

0% wilayah J

Cipinang, Sun

rletak di at

alnya merup

esar telah di

a otomatis b

ensitas hujan

lama. Hal in

san global. C

ketika jatuh d

i juga menc

ran di kawa

a menambah

diperparah o

an (debit) ai

kro ini diseb

embuangan s

itar Jakarta

at menampu

ut dan penur

makin rentan b

i Jakarta

un 2004 13endekatan nganannya

Jakarta berad

nter, dan lain

as ketinggia

pakan salura

iubah menjad

berkumpul d

n tinggi yait

ni merupaka

Curah hujan in

di atas daera

cakup Cianju

asan ini jug

potensi banj

oleh kecilny

ir yang masu

babkan karen

sampah secar

seperti Bogo

ung sehingg

runan tanah

banjir.

37

da

n-

an

an

di

di

tu

an

ni

ah

ur,

ga

jir

ya

uk

na

ra

or

ga

di

Page 10: Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan ...

138 Judul BukuMenarik Pelajaran dari

50 TAHUN PERJALANAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA DI INDONESIA

Penyebab banjir dari sisi faktor manusia antara lain adalah tidak terintegrasinya tata

kota dan tata air di Jabodetabek, pembangunan yang melebihi kapasitas daya

dukung lingkungan (di antaranya kurangnya tempat parkir air dan sumber air

bersih) serta lemahnya implementasi tata ruang dan tata air di Jabodetabek

merupakan awal mula banjir atau bencana lainnya muncul di Jakarta. Kompetisi dan

penggunaan lahan di kawasan Jabodetabek yang sedemikian cepat juga membuat

konversi besar-besaran badan air dan daerah rawan banjir (sungai, rawa, situ serta

sempadannya) menjadi perumahan, kawasan industri, dan lain-lain. Selanjutnya hal

ini juga mengakibatkan sedimentasi sungai akibat lumpur, sampah organik, dan

anorganik yang disebabkan oleh pembukaan lahan tersebut. Ketidakjelasan

pembagian peran dan tugas Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, dan

masyarakat dalam pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur tata air juga

menyebabkan memburuknya kondisi banjir yang ada. Terakhir, faktor penyebab

manusiawi banjir Jakarta ialah pengambilan air tanah yang berlebihan. Hal ini

menyebabkan penurunan tanah semakin ekstrim terutama di Jakarta Utara.

Penyebab manusia seperti yang telah dijelaskan di atas merupakan dampak dari

perkembangan Jakarta sebagai megakota di Indonesia.

7.4 PENDEKATAN PENANGANAN BENCANA: INSTITUSI YANG TANGGUH

Terdapat beberapa megakota di dunia yang memiliki permasalahan yang kompleks

seperti Jakarta, tetapi lebih maju dalam hal penangangan kebencanaan. Dua

megakota di Asia yang dapat dijadikan contoh adalah Tokyo dan Seoul. Kedua kota

ini menunjukkan bahwa persoalan kebencanaan di megakota dapat ditangani dengan

membuat satu lembaga dengan rotoritas khusus, yang menangani berbagai

persoalan terkait kebencanaan dan lingkungan, baik bencana yang bersifat alami

maupun buatan.

7.4.1 Tokyo

Selama abad ke duapuluh Tokyo mengalami ekspansi perkotaan yang sangat

signifikan akibat dari pertumbuhan penduduk yang cepat. Penduduk Tokyo

meningkat dari 7,5 juta pada tahun 1920 menjadi hampir 35 juta pada tahun 2007.

Masalah perencanaan utama bagi Tokyo pada abad keduapuluh adalah untuk

memperluas dan mengintensifkan daerah perkotaan dalam rangka mengakomodasi

pertumbuhan yang cepat. Pada tahun 1860-an, ketika reformis menggulingkan

sistem feodal dalam upaya untuk memodernisasi masyarakat Jepang, Edo diganti

namanya menjadi Tokyo (Modal Timur-Kota), dan direnovasi menjadi kota modern

dengan pengenalan kereta api, trem, dan jaringan jalan, penyediaan air modern, dan

taman modern sampai 1910-an. Pada pertengahan tahun 1920-an, kawasan

perkotaan Tokyo mulai tumbuh melewati pinggiran kota bekas daerah perkotaan

Edo, pabrik industri berat yang berlokasi di daerah pinggiran Tokyo mulai tumbuh

dengan pesat.

Tokyo telah mengalami berbagai masalah lingkungan perkotaan karena pesatnya

pertumbuhan dan konsentrasi penduduk dan industri. Masalah tersebut termasuk

Page 11: Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan ...

Suprayoga Hadi, Pemikiran Perencanaan di Indonesia Berdasar Catatan Tahun 2004 139 Saut Sagala, et al., Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan Penanganannya

pencemaran lingkungan seperti polusi udara, pencemaran air dan penurunan

permukaan tanah, keterlambatan dalam menyediakan sistem pembuangan limbah

dan keterbatasan tempat pembuangan sampah.

Tokyo saat ini merupakan megakota terbesar di dunia dengan penduduk sebesar 35

juta jiwa penduduk. Bencana yang terjadi di Tokyo umumnya adalah bencana

gempa bumi dan banjir. Tahun 1923 terjadi gempa bumi yang sangat besar di

Tokyo, yang dikenal dengan Gempa Kanto, yang menelan korban jiwa paling

sedikit 105.385 jiwa, 37.000 jiwa yang diperkirakan tewas. Gempa sendiri

merupakan salah satu fenomena yang sering sekali terjadi di Tokyo akibat dari letak

Jepang yang berada pada patahan dari lempeng-lempeng benua, yaitu Lempeng

Eurasia, Pasifik, dan Laut Filipina.

Untuk menghasilkan sistem manajemen bencana yang siap terhadap bencana,

Tokyo memiliki Pusat Pencegahan Bencana, yaitu Tokyo Metropolitan Disaster

Prevention Center (TMDPC). Pusat Pencegahan Bencana Metropolitan Tokyo

merupakan pusat fasilitas yang bertindak sebagai penghubung antara organisasi

manajemen bencana di bawah jaringan Tokyo Metropolitan Government. Lembaga

ini memiliki fungsi menganalisis informasi, menimbang, menentukan, dan

mengeluarkan petunjuk langkah-langkah anti bencana dengan tujuan melindungi

kehidupan dan aset warga Tokyo dari berbagai jenis bencana baik alam ataupun

buatan, seperti gempa bumi, badai, banjir, serangan teror, kecelakaan, dan bencana

lainnya. Sebagai tulang punggung (backbone) lembaga ini, dibuat sistem informasi

darurat yang menampilkan data dan fungsi-fungsi grafis komunikasi berdasarkan

jaringan nirkabel darurat. (Okata, Junichiro, dan Murayama, 2011)

7.4.2 Seoul

Seoul Metropolitan Region (SMR) meliputi kota Seoul dan Incheon dan Provinsi

Gyonggi. Incheon adalah sebuah kota mandiri di barat Seoul dengan jumlah

penduduk lebih dari dua juta orang. SMR telah melewati masa pertumbuhan yang

cepat selama 50 tahun terakhir, mengalami peningkatan populasi dari 3,2 juta pada

tahun 1960, 11,9 juta pada tahun 1980 dan 23,8 juta pada tahun 2005, atau 48,3%

dari populasi nasional. Kota Seoul sendiri telah tumbuh dari 2,4 juta pada tahun

1960 menjadi 10.3 juta pada tahun 2005, dan merupakan salah satu dari 25 kota-

kota besar dunia dengan lebih dari sepuluh juta penduduk. Ledakan pertumbuhan

SMR terjadi secepat pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi di tingkat nasional.

The National Emergency Management Agency (NEMA) Korea berada di bawah

Departemen Administrasi Pemerintahan dan Dalam Negeri dan bertanggung jawab

atas semua bencana alam. Ketika bencana terjadi, Markas Besar Pusat

Penanggulangan Bencana dan Keselamatan (The Central Disaster and Safety

Countermeasures Headquarters, CDSCH) mempunyai tugas untuk mengontrol

pelaksanaan pencegahan termasuk status sumber daya apabila terjadi bencana alam,

serta perencanaan pemulihan, dan melaksanakan tindakan yang diperlukan

sehubungan dengan bencana tersebut (Keun Namkoong, 1995).

Pada tahun 1990-an, Pemerintah Korea mulai melakukan perbaikan dalam

manajemen bencana alam dan bencana buatan manusia, dan memperbaiki program

Page 12: Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan ...

140 Judul BukuMenarik Pelajaran dari

50 TAHUN PERJALANAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA DI INDONESIA

yang terkait seperti sistem informasi manajemen bencana dan program asuransi

banjir. Kegiatan tersebut dipimpin oleh Markas Besar Pusat Penanggulangan

Bencana dan Keselamatan dan berada di bawah Departemen Pemerintah

Administrasi dan Dalam Negeri, yang mengelola dan mengoperasikan dilakukan

oleh Dewan Pusat Pertahanan Sipil dan Komite Penanggulangan Bencana. Dua

puluh satu instansi pemerintah dan enam belas pemerintah daerah juga terlibat

dalam manajemen bencana dan pencegahan bencana.

Pemerintah pusat dan daerah telah menempatkan teknik perencanaan penggunaan

lahan jangka panjang untuk mempromosikan mitigasi bencana banjir. Tujuannya

adalah untuk membentuk rencana kesiapan terhadap bencana nasional dan prosedur

pemulihan bencana bagi warga negaranya. Pemerintah Korea Selatan sedang

mengembangkan program asuransi banjir nasional akibat peningkatan jumlah

kerusakan harta benda masyarakat yang disebabkan oleh banjir.

7.5 KESIMPULAN

Tulisan ini telah mengulas persoalan kebencanaan di Megakota Jakarta. Persoalan

ini akan cenderung semakin meningkat. Tanpa sebuah pendekatan yang sistematis

dan terencana, persoalan kebencanaan dan lingkungan ini akan semakin kompleks

dan tidak tertangani. Belum lagi persoalan lain yang dihadapi oleh megakota,

seperti persoalan pembangunan ekonomi, persoalan transportasi dan infrastruktur.

Bagi Megakota Jakarta, ada kebutuhan untuk memperkuat kelembagaan yang dapat

merencanakan, mengkoordinasikan dan melaksanakan program pembangunan untuk

menjamin keberlanjutan megakota dalam masa depan, terutama dalam menangani

persoalan kebencanaan Jabodetabek. Hal tersebut dapat dilakukan dengan

meningkatkan dan memberdayakan sumberdaya yang ada seperti adanya sebuah

badan yang khusus menangani persoalan kebencanaan Jabodetabek. UU No 24

tahun 2007 tentang manajemen kebencanaan pada intinya mengamanatkan

pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sebagai institusi di

tingkat propinsi dan kota/kabupaten yang mengkoordinasi manajemen kebencanaan.

Tantangannya adalah, bagaimana agar BPBD yang dimaksud dapat tangguh seperti

institusi yang terdapat di Tokyo dan Seoul yang diuraikan di atas.

REFERENSI

Abidin, H. Z., Andreas, H., Djaja, R., Darmawan, D., & Gamal, D. (2008). Land subsidence

characteristics of Jakarta between 1997 and 2005. GPS Solutions, 12(1), pp: 23-32.

Badan Pusat Statistik. (2009). Environment statistics of Indonesia 2009. Jakarta : Badan

Pusat Statistik.

Brinkman, J. J., & Hartman, M. (2008). Jakarta flood hazard mapping framework. World

Bank report, Jakarta.

Firman, T. (2010). Impact of climate change on Jakarta. The Jakarta Post. daily, 9 October.

Firman, T. et al. (2010). Potential climate-change related vulnerabilities in Jakarta:

Challenges and current status, Habitat International.

Firman, T dan Dharmapatni, I .(1994). The Challenges to Sustainable Development in

Jakarta Metropolitan Region. Habitat International, Vol. 18, No. 3.

Page 13: Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan ...

Suprayoga Hadi, Pemikiran Perencanaan di Indonesia Berdasar Catatan Tahun 2004 141 Saut Sagala, et al., Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan Penanganannya

Hadfield, P. (1991). The Coming Tokyo Earthquake: Sixty Seconds that Will Change the

World. Charles E. Tuttle, Boston, MA. dari buku (The geography of disaster

vulnerability in megacities: J. I. Uitto)

Keun Namkoong. (1995). How to Advance Risk Mitigation and Risk Management in Local

Governance: Adaptation of Seoul Earthquake Management System After the 1995

Kobe Earthquake, Seoul National University of Technology, Seoul, Korea

Mitchell, J.K. (1998b). Urban metabolism and disaster vulnerability in an era. In:

Schellnhuber, H.-J., Wenzel, V. (Eds.), Earth System Analysis: Integrating Science

for Sustainability. Springer, Berlin, pp. 359–377. Dari J.A. Cross Megacities and

small towns: different perspectives on hazard Vulnerability

Nicholls, R.J. (1995). Coastal megacities and climate change. GeoJournal. 37 (3), pp: 369–

379. Dari J.A. Cross Megacities and small towns: different perspectives on hazard

Vulnerability

Okata, Junichiro dan Akito Murayama. 2011. Tokyo’s Urban Growth, Urban Form

and Sustainability, di dalam: Editor Sorensen, A. 2011. Megacities, Urban Form,

Governance, and Suistainability.

Samsuhadi, S. (2010). Ground water utilization in the Jakarta basin. A powerpoint presented

to the discussion on Concepts and Strategy of Sustainability Future of Jakarta.

Tarumanagara University. Oktober, Jakarta.

Sorensen, A dan Okata. (2011). Megacities Urban Form, Governance, and Sustainability.

Tokyo

Thouret, J.C. (1999). Urban hazards and risks: consequences of earthquakes and volcanic

eruptions: an introduction. GeoJournal 49 (2), 131–135. Dari J.A. Cross Megacities

and small towns: different perspectives on hazard Vulnerability

United Nations Centre for Human Settlements (UNCHS). (1996). An Urbanizing World:

Global Report on Human Settlements 1996.

Uitto, J. I. and Schneider, J. (1996). Preparing for the Big One in Tokyo: Urban Earthquake

Risk Management. The United Nations University and INCEDE, Tokyo. Dari buku

(The geography of disaster vulnerability in megacities: J. I. Uitto)

Ward, P. J. et al. (2010). Coastal inundation and damage exposure estimation: a case study

for Jakarta. Natural Hazard, Agustus.

Yusuf, A. A., & Fransisco, H. (2009). Climate Change Vulnerability Mapping for Southeast

Asia. Singapore: Economy and Environment Programfor Southeast Asia (EEPSEA).