MEDAN DIKLAT

62
Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 M / Jumadil ‘Ula 1435 H Media Informasi dan Komunikasi SDM Keagamaan ISSN 2086689-5 MEDAN DIKLAT Perbandingan Kadar Vitamin C Antara Tablet Vitacimin Dengan Tablet Ester-C Melalui Metode Titrasi Redoks Aplikasi Model Pembelajaran Dalam Persfektif Pendekatan Saintifik Lifelong Learning dan Peningkatan Kompetensi Guru Kompetensi Guru Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Kinerja dan Profesional Dalam Persfektif Teori Etika Kerukunan Dalam Harmonitas Upaya Membangun Kerjasama Umat Beragama Diklat dan Kemampuan Guru Dalam Melaksanakan Proses Pembelajaran Versi Kurikulum 2013

Transcript of MEDAN DIKLAT

Page 1: MEDAN DIKLAT

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 M / Jumadil ‘Ula 1435 H

Media Informasi dan Komunikasi SDM Keagamaan

ISSN 2086689-5

MEDAN DIKLAT

Perbandingan Kadar

Vitamin C Antara Tablet

Vitacimin Dengan Tablet

Ester-C Melalui Metode

Titrasi Redoks

Aplikasi Model

Pembelajaran Dalam

Persfektif Pendekatan

Saintifik

Lifelong Learning dan

Peningkatan Kompetensi

Guru

Kompetensi Guru Dalam

Meningkatkan Mutu

Pendidikan

Kinerja dan Profesional

Dalam Persfektif Teori

Etika Kerukunan Dalam HarmonitasUpaya Membangun Kerjasama Umat Beragama

Diklat dan Kemampuan

Guru Dalam Melaksanakan

Proses Pembelajaran Versi

Kurikulum 2013

Page 2: MEDAN DIKLAT

DAFTAR ISIBERITA BERGAMBAR

Kepala Kanwil Kemenag Provsu : Update Informasi baruUntuk Peningkatan Kompetensi GuruKepala BDK Medan, Serahkan Bantuan Kepada PengungsiSinabungMenteri Agama Lantik Pengurus AMTI Wilayah SumateraUtaraProf.Dr.Safarudin, M.Pd. Dorong Penggerak KerukunanUntuk Memperkuat Kondusivitas Kehidupan Anatar UmatBeragamaHingga Awal April Diklat Teknis Keagamaan (Reguler) BaruTerlaksana 20 PersenSerba-Serbi Kegiatan Diklat

ARTIKELDiklat dan Kemampuan Guru Melaksanakan ProsesPembelajaran Versi Kurikulum 2013

Aplikasi Model Pembelajaran Dalam Persfektif PendekatanSaintifikPerbandingan Kadar Vitamin C Antara Tablet VitaciminDengan Tablet Ester-C Melalui Metode Titrasi RedoksLifelong Learning dan Peningkatan Kompetensi GuruKompetensi Guru Dalam Meningkatkan Mutu PendidikanKinerja dan Profesional Dalam Persfektif TeoriEtika Kerukunan Dalam Harmonitas; Upaya MembangunKerjasama Umat BeragamaBahan Renungan

Edisi 2Vol 11

Redaksi menerima artikel hasil kajian, penelitian, ulasan, dan opini yang berkaitan dengan lingkuppendidikan dan pelatihan dalam bentuk . Naskah diketik satu spasi, maksimum limahalaman A4. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa merubah substansi. Tulisan yang dimuatmendapat imbalan yang pantas, yang tidak layak muat tidak dikembalikan. Tulisan dapatdikirimkan ke dalam bentuk msword dilampiri identitas diri danpasfoto digital penulisnya.***

soft copy

[email protected]

MEDAN DIKLATMAJALAH BDK MEDAN

PENANGGUNG JAWAB

Kepala Balai Diklat Keagamaan

Medan

Dr.H.Syaukani.M.Ed.Adm.

REDAKTUR

Drs. Bincar

EDITOR

M.Halomoan Lubis M.Pd.

Gunarno, M.Pd.

DESAIN GRAFIS & FOTO GRAFER

Tangor Hasibuan S.Sos

Aisyah Siregar SE

SEKRETARIAT

Muhammad Ridwan.MA.

Zaitun Nizar M.Pd.

Alamat Reedaksi /Sekretariat

Balai Diklat Keagamaan Medan

Jl.T.B. Simatupang No 122 Medan

Telp/fax 061.845256.

E-mail: [email protected]

Keterangan Gambar Cover Depan:

Abd.Rahim, M.Hum (tengah) didampingi Kepala BDK Medan Dr.H.Syaukani,

M.Ed.Adm dan Kasi Teknis Tenaga Keagamaan Drs.Parjuangan Hrp pada

acara Pembukaan Diklat Teknis Keagamaan di Kampus BDK Medan Senin,

3 Maret 2014

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara, Drs. H.

Page 3: MEDAN DIKLAT

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Kepala Kanwil Kemenag Provsu: UPDATE INFORMASI BARU UNTUK PENINGKATAN

KOMPETENSI GURU

Dalam mengawali kegiatannya, Balai Diklat Keagamaan (BDK) Medan, melaksanakan tiga jenis diklat yang secara langsung dibuka oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara, Drs.H.Abd.Rahim, M.Hum di Aula I Kampus BDK Medan, Jalan TB.Simatupang No 122 A Pinang Baris Medan, Senin 3 Maret 2014. Ketiga jenis diklat dimaksud adalah Diklat Teknis Fungsional Peningkatan Kompetensi Guru Al-Qur‟an Hadits Tingkat MTs, Diklat Teknis Fungsional Peningkatan Kompetensi Guru Matematika Tingkat MA, dan Diklat Teknis Fungsional Peningkatan Kompetensi Guru Ekonomi Tingkat MA Kementerian Agama se-Provinsi Sumatera Utara.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara Drs.H.Abd.Rahim, M.Hum, saat memberika pembekalan di hadapan peserta Diklat di Aula I Kampus BDK Medan, Senin 3 Maret 2014 (foto bhs)

Drs. H. Abd.Rahim M.Hum. dalam amanatnya menekankan kepada peserta betapa pentingnya diklat ini diikuti dengan baik dalam rangka peningkatann kualitas pendidikan agama khususnya pada madrasah. Menurutnya ada beberapa hal, kenapa diklat ini begitu penting ;

1. Ilmu pengetahuan terus berkembang dan dinamis, para guru harus terus meng-update untuk mendapatkan informasi terbaru guna peningkatan kompetensi dan profesionalismenya.

2. Berbagai kebijakan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan terlebih dalam membangun karakter dan akhlak anak bangsa, maka Kementerian Agama dipandang paling relevan memberikan kontribusi dalam pembinaan mental generasi yang ber-akhlakul karimah.

Page 4: MEDAN DIKLAT

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

3. Tahun 2014 Pendidikan Agama dan Keagamaan mendapat perhatian serius dari Pemerintah. Lebih dari 50 triliun khusus untuk anggaran dana pendidikan dan keagamaan yang berarti mendapat alokasi 90% , sedangkan 10% peruntukannya untuk bidang-bidang lain.

Karena itulah Abd.Rahim menegaskan dalam 12 hari ini, kembali mengingatkan peserta agar memanfaatkan waktu yang singkat untuk menggali dan mendapatkan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dari berbagai narasumber guna diaplikasikan di tempat tugas.

Akhirnya beliau mengharapkan agar diklat ini dapat meningkatkan kualitas para guru, apalagi tahun ini pemerintah telah menganggarkan dana untuk pembayaran sertifikasi guru. Dengan demikian tingkat kesejahteraan para guru akan bertambah, dan para guru tentu lebih fokus pada upaya peningkatan kualitas pendidikan sebagai tugas pokok dan profesinya.

Sebelumnya Kepala Balai Diklat Keagamaan Dr.H.Syaukani, M.Ed, Adm. menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan yang akan berlangsung selama 12 hari. Pembiayaannya dibebankan sepenuhnya kepada DIPA Balai Diklat Keagamaan Medan Tahun 2014. (bhs)

Foto Bersama. Peserta Diklat seusai mengikuti acara pembukaan melakukan foto bersama dengan Kakanwil Kemenag Provsu, Drs. H.Abd.Rahim, M.Hum. (paling kanan) dan Kepala BDK Medan Dr.H.Syaukani, M.Ed.Adm. (nomor dua paling kiri) di Aula II Kampus BDK Jalan TB Simatupang No 122 A Pinang Baris Medan, Senin 3 Maret 2014 .(foto bhs).

Page 5: MEDAN DIKLAT

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

BDK MEDAN SERAHKAN BANTUAN KEPADA PENGUNGSI SINABUNG

Kabanjahe/Mdn Diklat

Kepala Balai Diklat Keagamaan (BDK) Medan Dr. H.Syaukani, M.Ed.Adm. yang diwakili oleh Ka.Sub.Bagian Tata Usaha, Soni Sofian SE.M.Pd., menyalurkan bantuan dana tunai kepada pengungsi Sinabung sebesar Rp 15.350.000, Selasa 18 Pebruari 2014 di Posko Mesjid Amal Bakti Desa Rumah Kabanjahe Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo. Dana tersebut berasal dari sumbangan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, dan sejumlah BDK Keagamaan di Indonesia sebagai wujud kepedulian dan jalinan tali kasih atas bencana erupsi Gunung Sinabung yang mengakibatkan lebih dari 30 ribu jiwa berada di posko pengungsian.

Turut hadir bersama rombongan Kasi Teknis Tenaga Adminstrasi BDK Medan Dra.Yusra dan Drs. Bincar Hasibuan sebagai perwakilan Koordinatoriat Widyaiswara beserta yang lainnya. Soni Sofian mewakili Kepala BDK Medan yang mengantar langsung bantuan tersebut, menyatakan turut berduka atas musibah yang menimpa warga di tempat pengungsian. “Apa yang kami berikan” katanya “jangan dilihat dari jumlahnya tapi ini ikhlas dan wujud kepedulian kami yang turut perihatin atas bencana yang menimpa saudara kami di tempat pengungsian ini. Kiranya Allah memberikan kemudahan di balik kesulitan ini dan Bapak-Ibu secepatnya dapat kembali ke rumah melakukan aktivitas dan berusaha seperti biasa. Kita harus sabar dan tabah dalam menghadapi semua ini sembari kita berserah diri kepada-Nya”, demikian Soni Sofian mengakhiri sambutannya.

Kepala Sub. Bagian Tata Usaha Balai Diklat Keagamaan Medan, Soni Sofian, SE., M.Pd. seusai menyerahkan bantuan, langsung berjabat tangan dengan warga di Posko pengungsian halaman Mesjid Amal Bakti Desa Rumah Kabanjahe Selasa 18/2 (foto hsb)

Page 6: MEDAN DIKLAT

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Terkait bantuan tersebut langsung dibagikan kepada 84 kepala keluarga (KK) yang berada di dua tempat, (Desa Rumah Kabanjahe dan pengungsi di GBKP Simpang Enam), masing-masing kepala keluarga mendapat bantuan Rp 150.000. Selanjutnya untuk kegiatan operasional diberikan Rp 500.000 kepada kordinator lapangan (Kastria Sembiring) yang menangani posko pada Masjid Amal Bakti Desa Rumah Kabanjahe.

Sementara itu Pengurus BKM Masjid Al-Mukhlishin (Ali Muda Tarigan) Desa Naman Teran Kecamatan Naman Teran mendapat bantuan Rp 1.750.000 untuk perbaikan atap mesjid yang mengalami kebocoran setelah terkena erupsi Sinabung. Sedangkan selebihnya Rp 500.000 diberikan kepada pengurus MUI Kabupaten Kabanjahe mengingat mereka juga terkena erupsi dan ikut mengungsi. (bhs)

Kasi Teknis Tenaga Administrasi BDK Medan, (Dra. Yusra) saat berjabat tangan dengan warga di Posko Pengungsian halaman Mesjid Amal Bakti Desa Rumah Kabanjahe seusai menyerahkan bantuan sumbangan dari Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI dan Balai Diklat Keagamaan se-Indonesia, Selasa 18/2 (foto hsb)

Page 7: MEDAN DIKLAT

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

MENTERI AGAMA LANTIK PENGURUS AMTI WILAYAH SUMATERA UTARA

Menteri Agam H.Suryadharma Ali,M.Si. didampingi Kakanwil Kemenagsu,H.Abd.Rahim,M.Hum. (sebelah kiri pakai peci) sedang melantik Pengurus AMTI Wilayah Sumut di Asrama Haji Pangkalan Mashur, Medan 21/3/14. Foto MHL.

Menteri Agama (Menag) Republik Indonesia, H.Suryadharma Ali,M.Si. melantik Pengurus Asosiasi Majlis Taklim Indonesia (AMTI) Wilayah Provinsi Sumatera Utara Priode 2013-2016 di Gedung Madinatul Hujjaj Asrama Haji Pangkalan Mashur Medan, 21/3/14 lalu.

Dalam bimbingan dan arahannnya Menag mengamanatkan kepada pengurus baru agar dapat berkiprah bagi kepentingan negara dan agama. Momen pelantikan ini semoga menjadi awal bagi pengurus untuk melangkah melaksanakan amanah yang diemban, katanya.

Sebelumnya, Kepala Kantor Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara (Kakanwil Kemenag Sumut), H.Abd.Rahim,M.Hum. selaku ketua panitia dalam laporannya menjelaskan bahwa jajaran Pengurus AMTI yang dilantik ini berasal dari perwakilan berbagai Ormas Islam dan Majlis Taklim yang ada di Sumut. Antara lain berasal dari Muslimat Nahdlatul Ulama, Aisyiah Muhammadiyah, Muslimat Al-Washliyah, Muslimat Al Ittihadiyah, Pusat Studi Wanita Islam, dan Badan Koordinasi Majlis Taklim Sumut.

Acara pelantikan ini dihadiri kurang lebih 2000 undangan. Diantaranya hadir Prof.Dr.Hj.Tuti Alawiyah As, selaku ketua umum AMTI Pusat, H.Hasrul Azwar Anggota DPR RI dari PPP, Ketua MUI Sumut, Prof.Dr.H.Abdullah Syah,MA. Gubernur Sumut yang diwakili Asisten I, Plt. Wali Kota Medan, Kepala Balai Diklat Keagaman Medan, Dr.H.Syaukani,M.Ed.Adm., dan seluruh Kepala Kantor Kemenag se-Sumut.

Page 8: MEDAN DIKLAT

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Susunan Dewan Pengurus Wilayah yang dilantik oleh Menag sesuai dengan Surat Keputusan Dewan Pengurus Pusat AMTI adalah sebagai berikut: Dewan Pembina Wilayah: Ketua, Gubernur Sumut, Sekretaris Ka.Kanwil Kementerian Agama Sumut, anggota Ketua MUI Sumut, Rektor IAIN SU, Ketua DPRD Sumut, KAPOLDASU, Pangdam I/BB, Kesbang Linmas SU, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut, Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Pengadilan Tinggi Agama, Dan Lantamal I Belawan dan Pangkosek Hanudnas III.

Dewan Penasehat Wilayah: Ketua, Hj.Sutias Handayani, Sekretaris Hj.Dahniar Abdurrahim, Anggota Prof.Silvana Sinar, Prof.Dr.Darmayanti Lubis, Dr.Ir.Sabrina,M.Si., dr Fatni Sulani DTMH,M.Si., Dr. Nini Roro Suryanti,M.Kes., dan Dra.Hj.Pipih Sofiah.

Dewan Syariah Wilayah: Ketua, Drs. H.Jaharuddin,S.Pd.I.,,MA. Sekretaris, H.Fakhrurrozi Pulungan,SE., Anggota: Prof.Dr.H.Ramli Abd.Wahid,MA., Dra Hj.Yusnaini,MA., Nurhayati,M.Ag., Drs.Arifin Umar, Drs.H.Abd. Rosyid Siregar.

Dewan Pelaksana Wilayah: Ketua, Prof.Hj.Sri Sulistyawati,,M.Si,Ph.D. Wakil Ketua I, Hj.Alina Hanum Nasution,SH,Spn.(Muslimat NU SU), Wakil Ketua II, Dra.Hj.Nurliati Ahmad,MA (Muslimat Al-Washliyah SU), Wakil Ketua III, Hj.Radesnir (Aisyiyah SU), Wakil Ketua IV, Dra.Hj.Rosmawati Harahap (BKMT SU), Wakil Ketua V, Hj.Yusnidar (Muslimat Al Ittihadiyah SU). Sekretaris, Dra.Hj.Dahlia Lubis,M.Ag. (PSW IAIN SU), Wakil Sekretaris I, Drs.H.Romsil Harahap (Kanwil Kemenag SU), Wakil Sekretaris II, Suryana Kesuma,SE (Fokus Babinrohis SU), Wakil Sekretaris III, Yumas Daleni,S.Ag.,M.Si. (Pusbina IAIN SU). Bendahara, Hj.Lelawati,SY (Fokus Babinrohis SU). Wakil Bendahara I Hj.Nur

Balqis (Persatuan Wanita Islam SU). Bidang-bidang: Koordinator Bidang

Organisasi, Pendidikan dan Dakwah Dra.Hj.Rohani,M.AP. Koordinator Manajemen dan Diklat, Asriliani (Persatuan Wanita Islam SU), Koordinato Ekonomi dan Kooperasi, Hj.Emmy Mariati Nasution, Koordinator Humas dan Kerjasama Lembaga, Rahmadani Hidayatin,S.Psi.M.Kes. Koordinator Bidang Hukum, Kesehatan & Perlindungan Perempuan dan Anak, Drg.Iis Faizah Hanum.

Menag dengan pakaian kebesaran Melayu ketika memberikan sambutan pada acara silaturrahmi di Istana Maimun Medan, fotoMHL

Page 9: MEDAN DIKLAT

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Rangkaian Acara Menag di Medan Selepas acara pelantikan Pengurus Wilayah AMTI SU di Asrama Haji,

Menteri Agama beserta rombongan melaksanakan shalat Jum‟at di Mesjid Raya Al Maksum Jl.SM.Raja,Medan. Kemudian melakukan silaturrahmi dengan para alim ulama Sumut di Istana Maimun yang hanya berjarak puluhan meter dari mesjid Raya tersebut.

Dalam Acara silaturrahmi tersebut Menag mendapat gelar kehormatan dan pakaian kebesaran Adat Melayu Deli. Kita perlu memberikan kontribusi untuk kemajuan Umat Islam Indonesia, inti sambutan Menag pada acara tersebut.

Selesai silaturrahmi di Istana Maimun Menteri Agama langsung menuju Bandara Internasional Kuala Namu (KNIA), bertolak kembali ke Jakarta sore harinya.(MHL)

Undangan pelantikan Pengurus AMTI Wilayah Sumut, paling kiri tampak H.Hasrul Azwar, anggota DPR RI

TURUT BERDUKA CITA

KELUARGA BESAR BALAI DIKLAT KEAGAMAAN MEDAN TURUT BERDUKA CITA ATAS BERPULANGNYA KE RAHMATULLAH H. NAMA SUKATENDEL, SH., SABTU 5 APRIL 2014, MANTAN WIDYAISWARA UTAMA BALAI DIKLAT KEAGAMAN MEDAN.

SEMOGA AMAL IBADAHNYA DITERIMA ALLAH SWT, DAN KELUARGA YANG DITINGGALKAN TABAH MENERIMA MUSIBAH.

Kepala BDK Medan

Dr.H.Syaukani, M.Ed.Adm

Page 10: MEDAN DIKLAT

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Prof. Dr.H.Safaruddin M.Pd :

DORONG PENGGERAK KERUKUNAN UNTUK MEMPERKUAT KONDUSIVITAS KEHIDUPAN ANTAR

UMAT BERAGAMA

Prof. Dr. H. Safaruddin, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiah IAIN Sumatera Utara membuka tiga jenis diklat di Kampus Balai Diklat Keagamaan Medan,Jalan TB Simatupang Nomor 122 A Pinang Baris Medan Senin 24 Maret 2014. Ketiga diklat dimaksud adalah Diklat Teknis Substantif Peningkatan Kompetensi Guru Muda IPA Tingkat, MTs, Diklat Teknis Substantif Peningkatan Kompetensi Guru Kelas Tingkat, MI, dan Diklat Teknis Substantif Peningkatan Kompetensi Penggerak Kerukunan Antar Umat Beragama.

Dalam arahannya ketika memberikan pembekalan kepada peserta Safaruddin menekankan agar diklat ini diikuti dengan baik dan serius, sebab perkembangan dan perubahan yang begitu cepat harus senantiasa siap diantisipasi oleh peserta diklat khususnya aparatur di Kementerian Agama.

Prof. Dr.H. Safaruddin, M.Pd. (tengah) selaku Dekan Fakultas Tarbiah IAIN Sumatera Utara didampingi Kepala BDK Medan, Dr.H.Syaukani, M.Ed.,Adm. (paling kiri) , dan Kasubag Tata Usaha BDK Medan, Soni Sofian SE, M.Pd. pada acara pembukaan tiga jenis diklat di Kampus BDK Medan Senin, (23/3), foto GNR.

Lebih rinci beliau menjelaskan bahwa diklat adalah keniscayaan di era global, karena menyangkut peningkatan sumber daya manusia. Saat ini kita tidak bisa mengandalkan apa yang didapat selama ini baik dalam pendidikan maupun dalam kediklatan. Bagi seorang guru misalnya harus berpacu dan lebih kreatif dalam kegiatan pembelajaran, karena tuntutan pendidikan yang senantiasa berubah, saat ini bukan lagi model teacher centre tapi sudah berubah menjadi student centre yakni

Page 11: MEDAN DIKLAT

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa, sementara guru hanya sebagai fasilitator.

Lebih dari itu menurutnya diklat ini merupakan wahana pembinaan yang bertujuan membentuk kehidupan umat beragama yang memiliki budi pekerti dan iman yang berkualitas yang sanggup mengimbangi perubahan dan tantangan zaman. Di sinilah letak pentingnya peran penggerak kerukunan dalam mewujudkan kehidupan keagamaan yang kondusif.

“Sejalan dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Tahun 2006, FKUB sebagai penggerak kerukunan umat beragama harus membuat program-program yang memperkuat kerukunan umat beragama dan membangun komunikasi intensif, serta memberikan warna bagi kehidupan umat beragama di Indonesia pada umumnya dan Sumatera Utara pada khususnya” ujarnya.(GRN)

Prof.Dr.H.Safaruddin, M.Pd, tampak ketika menyematkan tanda peserta, kepada perwakilan dari tiga jenis diklat, didampingi Kepala BDK Medan Dr.H.Syaukani, M.Ed. Adm. Senin 23/3, foto GRN.

Page 12: MEDAN DIKLAT

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

HINGGA AWAL APRIL 2014 DIKLAT TEKNIS KEAGAMAAN (REGULER)

BARU TERLAKSANA 20 PERSEN Medan/Mdn Diklat

Sampai minggu pertama April 2014, Balai Diklat Keagamaan Medan baru dapat melaksnakan diklat teknis keagamaan secara reguler sekitar 20 persen. Hal ini disampaikan oleh Kasi Diklat Teknis Keagamaan Drs.H.Parjuangan Harahap di ruang kerjanya ketika Medan Diklat berhasil mewanwancarainya di sela kesibukanya yang begitu padat Senin 7/4-2014.

. Berdasarkan alokasi diklat yang telah di setujui pusat pada BDK Medan sebanyak 31 diklat teknis tenaga keagamaan dan 9 diklat teknis tenaga administrasi. Ini pun kalau tidak ada pengurangan tambahnya, sebab informasi terakhir yang diterima bisa saja ada pemotongan anggaran, dan kalau nanti kenyataan seperti itu, maka otomatis kegiatan diklat akan berkurang kata Parjuangan. Terkait diklat yang sudah dilaksanakan pada diklat

teknis keagamaan adalah sebagai berikut; (1) Diklat Teknis Fungsional Peningkatan Kompetensi Guru Muda Matematika Tingkat MA; (2) Diklat Teknis Fungsional Peningkatan Kompetensi Guru Muda

Al -Qur‟an-Hadits Tingkat MTs; (3) Diklat Teknis Fungsional Peningkatan Guru Kelas Tingkat MI, (4) Diklat Teknis Fungsional Peningkatan Kompetensi Guru Ekonomi Tingkat MA (5) Diklat Teknis Fungsional Peningkatan Kompetensi Guru IPA Tingkat MTs; dan (6) Diklat Teknis Substantif Peningkatan Kompetensi Penggerak Kerukunan Umat Beragama.

Sementera itu Kasi Diklat Teknis Tenaga Administrasi, Dra. Yusra, ketika Medan Diklat menghubungi melalui telepon selulernya, beliau mengatakan bahwa untuk diklat teknis administrasi (reguler) pelaksanaan diklat hampir mencapai 50 persen. Dari sembilan diklat teknis administrasi yang ada, sudah berhasil dilaksanakan empat jenis diklat. Diklat tersebut ialah, (1) Diklat SAKIP-LAKIP, (2) Diklat Administrasi Keuangan, (3) Diklat Tata Persuratan, dan (4) Diklat Kehumasan.

Selanjutnya untuk Diklat di Tempat Kerja (DDTK), masing-masing seksi belum satupun diklat yang terlaksana. Direncanakan minggu terakhir April pelaksanaan DDTK baru mulai berlangsung di beberapa daerah di Sumatera Utara.(bhs)

Kasi Diklat Teknis, Drs. H.Parjuangan Hrp Harahap

Page 13: MEDAN DIKLAT

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

SERBA-SERBI KEGIATAN DIKLAT Pantai Gudang Garam/Mdn Diklat Setelah sekian lama mengikuti diklat, terasa mulai melelahkan dan mengalami kejenuhan. Setidaknya itulah yang dirasakan oleh peserta diklat Administrasi dan SAKIP-LAKIP sepanjang mengikuti kegiatan diklat yang sudah dijalani selama sepuluh hari. Maka pada hari yang kesepuluh peserta diklat seusai melakukan Observasi Lapangan (OL) langsung dibawa panitia rekreasi ke Pantai Gudang Garam Kabupaten Serdang Bedagai.

Para peserta sesaat melupakan kesibukan rutinitas diklat, untuk kemudian saling bercanda menghilangkan rasa letih/penat, sesekali tawa dan riuh kedengaran begitu segar sepanjang perjalanan menuju lokasi rekreasi. Panitia dan peserta berbaur bersama, dan sesampai di lokasi rekreasi langsung mengembangkan tikar sewaan yang sudah disiapkan oleh penjaga gubuk pantai kemudian bersantap siang bersama.

Selepas makan siang bersama, masing-masing melakukan aktivitas dengan gayanya sendiri. Ada yang merebahkan diri di hamparan tikar seadanya sambil

Kelihatan suasana ceria peserta diklat dan panitia saat berada di dalam bus menjelang keberangkatan menuju lokasi rekreasi Pantai Gudang Garam, Kamis 3/4 (foto TGR)

Page 14: MEDAN DIKLAT

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

menikmati debur ombak yang menyapu bibir pantai dan hembusan angin Selat Malaka yang begitu ramah seakan menyapa. Tidak sedikit yang bernyanyi bersama (berkaraoke) di tempat yang tersedia. Sekelompok terus bercanda-ria sambil tertawa-riuh. Kelompok lainnya melaksanakan shalat zuhur secara bergantian, karena sarana ibadah yang ada tidak memungkinkan untuk berjamaah.

Peserta dan Panitia sedang menikmati santap siang berupa nasi kotak yang sudah disiapkan oleh panitia. (foto tgr)

Begitulah perjalanan wisata setengah hari yang dilalui tanpa terasa, hari pun sudah beranjak sore yang menunjukkan pukul 15.30. Peserta dan panitia kemudian bergegas menuju bus yang sudah siap menunggu dan mengantarkan pulang ke Kampus Balai Diklat Keagamaan Medan. Tersungging senyum kepuasan dari para peserta meski terasa waktunya amat singkat, namun begitu membekas dihati, dan menorehkan sebuah kenangan indah. Semoga dapat bertemu lagi di lain kesempatan, Amin. (bhs)

Page 15: MEDAN DIKLAT

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

KOPERASI BDK MEDAN CATAT KEUNTUNGAN SELAMA 2013

Pinang Baris,MD

Selama tahun 2013 Koperasi Balai Diklat Keagamaan (BDK) Medan berhasil meraup Sisa Hasil Usaha (SHU) 66,2 Juta Rupiah, atau 5,5 juta rupiah lebih per bulan. Hal itu terungkap dari Rapat Anggota Tahunan (RAT) Koperasi BDK Medan yang berlangsung di Aula Utama kantor tersebut 30/1/2014 lalu.

SHU tersebut merupakan laba bersih dari pendapatan Rp.120.951.731,- setelah dikeluarkan pembiayaan Rp.54.739.100, sebut pengurus pada saat laporan pertanggungjawaban yang disampaikan oleh Ketua Koperasi,Soni Sopian,SE,M.Pd. Ditambahkannya, total passiva koperasi per 31 Desember 2013 berjumlah Rp.494.460.731,- dengan jumlah anggota 75 orang. Bidang usaha yang dikelola Koperasi BDK Medan meliputi simpan pinjam, usaha toko dan foto kopi.

Dalam bimbingan dan arahannya Kepala BDK Medan, H.Syaukani sepakat dengan kepala Dinas Koperasi Kota Medan mengharapkan agar koperasi dapat lebih meningkatkan pendapatannya tahun depan dengan menambah jenis usaha yang bisa dikelola pengurus. Jika koperasi ini maju, anggota juga akan lebih sejahtera tambahnya.

Sementara itu, hasil pemeriksaan Pengawas Koperasi BDK Medan, yang dibacakan oleh ketua pengawas, Drs.Bincar unit-unit usaha koperasi ini harus mendapat perhatian serius. Ditemukan bahwa usaha toko dan foto kopi sepanjang

Kepala Dinas Koperasi Kota Medan, diwakili Darwin Peranginangin (berdiri) sedang memberikan arahan pada acara pembukaan RAT 2013 Koperasi BDK Medan Kamis 30/1/2014. Duduk dari kiri ke kanan, Soni Sofian,SE.M.Pd (ketua Koperasi BDK Medan), Kepala BDK Medan, Dr.H.Syaukani,M.Ed.Adm (Selaku pembina) dan peninjau dari Dinas Koperasi Kota Medan.foto MHL

Page 16: MEDAN DIKLAT

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

tahun 2013 nyaris tidak produktif, karena itu disarankan agar membuka hubungan yang lebih luas dengan pihak ketiga dan Pengurus diharapkan mampu mengembangkan pengelolaan pendapatan melalui simpan pinjam anggota, jasa catering, toko, fotocopy, kantin dan lainnya yang merupakan faktor pendukung perkoperasian. Tetapi menurut penilaian pengawas, pengurus harian telah menjalankan dengan baik administrasi pembukuan koperasi.

Dalam rapat kerja rencana anggaran pendapatan tahun 2014 yang dipimpin oleh salah seorang anggota, H.Suten Hasibuan dan Notulen Gunarno, anggota menyepakati percepatan pertambahan modal koperasi dengan cara menaikkan simpanan wajib anggota. terhitung sejak bulan Maret 2014 simpanan wajib anggota menjadi: Golongan IV Rp. 200.000,-perorang/bulan (sebelumnya 100 rb); Golongan III Rp. 100.000,- perorang/bulan (sebelumnya 50 rb); Golongan II dan I Rp. 60.000,- perorang/bulan dan tenaga Honorer Rp. 50.000,- perorang/bulan (sebelumnya 30 rb).

Pada RAT ini juga dilakukan pemilihan pengurus untuk priode 2014-2016. Setelah melalui mekanisme voting anggota menyepakati bahwa pengurus 2012 – 2014 diangkat kembali menjadi pengurus 2014 – 2016 dengan komposisi sebagai berikut: Pembina, kepala BDK Medan, ketua Soni Sopian SE,M.Pd., Ketua I, Nijar Hasan Siregar,S.HI, Ketua II, Lutfi Maulana Nst,M.Pd., Sekretaris, Ichwan Fachriza,S.Pd. Bendahara, Dandan Irawani lubis,M.Pd.). (MHL)

PROF. DR. H.SAFARUDDIN, M.Pd. :

JADWAL KERETA API BANDARA KUALA NAMU

Kuala Namu International Airport (KNIA) sebagai pengganti Polonia Medan adalah satu-

satunya bandara dalam negeri yang dilengkapi dengan fasilitas transportasi kereta api

dari bandara ke Kota Medan dan sebaliknya. Tetapi sering kali para penumpang tidak

tahu jadwal keberangkatan kereta api tersebut. Informasi berikut semoga bermanfaat

bagi para pembaca yang akan bepergian dari dan tiba di KNIA.

Page 17: MEDAN DIKLAT

15

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

DIKLAT DAN KEMAMPUAN GURU MELAKSANAKAN PROSES PEMBELAJARAN VERSI KURIKULUM 2013

Oleh: Muhammad Halomoan,M.Pd.*

Abstrak Keberhasilan penerapan kurikulum 2013 di sekolah-sekolah dan madrasah membutuhkan kesiapan dari pihak guru sebagai ujung tombak pelaksananya di ruang-ruang kelas. Untuk mewujudkan kesiapan guru tersebut berbagai Diklat dan Bimtek dilaksanakan untuk melatih mereka. Tulisan ini mengulas permasalahan kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran versi kurikulum 2013 yang diamati pada saat berlangsungnya peer-teaching. Ditemukan berbagai permasalahan guru dalam pelaksanaannya. Pertama, 13% guru menganggap peer-teaching kurang memberikan manfaat buat mereka. Kedua, kemampuan guru bermasalah dalam membedakan langkah mengamati pada tahap pendahuluan dengan kegiatan mengamati yang terdapat dalam langkah mencoba pada tahap kegiatan inti. Ketiga, penerapan langkah mengasosiasikan/menalar tidak terjadi pada saat guru tidak mempersiapkan lembar kerja peserta didik sebelum proses dimulai. Keempat, penerapan langkah mengkomunikasikan didominasi presentasi secara lisan dan tidak melibatkan semua anggota kelompok dalam presentasi. Kelima, penerapan penilain autentik yang menyarankan terjadinya penilaian proses dan hasil masih terabaikan. Keenam, dominasi guru dalam proses pengambilan kesimpulan pada tahap penutup masih terlihat. Disarankan dalam pelaksanaan Diklat dan Bimtek Kurikulum 2013 Widyaiswara dan fasilitator tidak memadakan pada tahap konsep, tetapi harus mencapai sesi peer-teaching dan pendampingan, sehingga dapat diberikan feed back bagi masing-masing guru.

Kata kunci: Peer-teaching, kemampuan guru, Kurikulum 2013

PENDAHULUAN Upaya meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan real teaching di

tempat tugasnya adalah keniscayaan yang mestinya dilakukan secara berkesinambungan, bukan hanya karena perubahan kurikulum. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui berbagai cara, pada berbagai kesempatan dan melalui beragam bentuk kegiatan, untuk menyahuti perubahan-perubahan yang terus dan akan terus berlangsung di sekitar dunia pendidikan dan pembelajaran. Jangan sempat ada guru yang menganggap bahwa peserta didik yang dihadapinya masih sama saja dengan kondisi dirinya ketika menjadi siswa dahulu.

Materi ajar yang ditransfer guru bisa saja sama dengan masa sebelumnya, tetapi cara dan pendekatan yang ditempuh untuk memberhasilkan pembelajaran dan

Page 18: MEDAN DIKLAT

16

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

pendidikan bagi siswa sekarang mestilah berbeda, karena mereka lahir dan dibesarkan dalam suasana yang berbeda pula dengan masa kita dahulu ketika menjadi siswa. Baik menyangkut kebutuhan masa depannya, maupun lingkungan fisik dan psikisnya. Pada tataran inilah kita memandang guru perlu meng-up-grade cara-cara baru yang dianggap sesuai dengan kondisi kekinian peserta didik.

Kehadiran Kurikulum 2013 di satu sisi dapat dipandang sebagai salah satu upaya untuk menselaraskan cara-cara melaksanakan proses pembelajaran terhadap peserta didik masa kini, disamping perubahan dalam masalah standar isi, standar kompetensi lulusan dan standar penilaiannya.

Bagaimana kesiapan guru madrasah kita, khususnya di Sumatera Utara dalam melaksanakan proses pembelajaran sesuai kurikulum 2013, bagian mana saja dari proses itu yang perlu mendapat penanganan lebih lanjut? Inilah yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini.

Permasalahan

Ada tiga fokus permasalahan yang menjadi perhatian dalam pengamatan ini: Pertama, bagaimana persepsi guru terhadap peer teaching yang dilakukan. Kedua, bagaimana gambaran kemampuan guru peserta diklat (kelebihan dan kekurangannya) dalam melaksanakan proses pembelajaran versi kurikulum 2013. Ketiga, tindakan apa yang perlu dilakukan untuk memperbaikinya?.

Setting Pengamatan

Pengamatan dilakukan baik pada saat berlangsungnya Diklat di Balai Diklat Keagamaan (BDK) Medan, maupun pada saat Bimtek Kurikulum 2013 yang dilaksanakan menurut DIPA masing-masing di Kantor Kementerian Agama Kabupaten dan Kota di Sumut dan Aceh. Status guru peserta ada yang PNS dan non-PNS baik dari madrasah negeri maupun swasta. Dilihat dari jabatannya, guru peserta diklat ini adalah guru muda, rata-rata pengalaman mengajarnya antara empat sampai sembilan tahun.

Tiap guru yang melakukan peer teaching sesuai standar pelatihan pada kurikulum 2013 diberikan kesempatan selama 30 menit. Pengamatan dilakukan oleh fasilitator dan empat orang teman sejawat.

Fasilitator dalam melakukan pengamatan memfokuskan diri pada pengamatan ciri khas proses pembelajaran Kurikulum 2013 yaitu penerapan pendekatan saintific dan penilaian autentic. Pertama, pada penerapan Pendekatan Saintific meliputi langkah-langkah: mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Kedua, pada penerapan penilaian autentik dilihat apakah muncul penilaian proses dan hasil.

Format pengamatan yang digunakan teman sejawat untuk memotret kemampuan guru dalam kegiatan ini adalah format yang digunakan dalam pelatihan kurikulum 2013 yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ada 40 butir aspek yang diamati dalam format ini. Garis besarnya adalah sebagai berikut:

Pendahuluan : Apersepsi dan Motivasi

Page 19: MEDAN DIKLAT

17

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Penyampaian Kompetensi dan Rencana Kegiatan Kegiatan Inti : Penguasaan Materi Pelajaran Penerapan strategi pembelajaran yang mendidik Penerapan Pendekatan saintific Pemanfaatan sumber belajar/media dalam pembelajaran Pelibatan peserta didik dalam pembelajaran

Penggunaan bahasa yang benar dan tepat dalam pembelajaran

Kegiatan Penutup : Penutupan Pembelajaran

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persepsi guru terhadap pelaksanaan Peer Teaching. Sebanyak 87% guru memandang bahwa pelaksanaan peer teaching dalam Diklat dan Bimtek sangat memberikan manfaat kepada mereka. Selebihnya menganggap kurang dan tidak bermanfaat. Bagi yang persepsinya bermanfaat, mereka berpendapat bahwa peer teaching yang dilakukan dapat menjadi model atau patron bagi mereka dalam melaksanakan pembelajaran nantinya setelah pemberlakuan kurikulum ini di madrasah, tetapi 57% diantara mereka ini merasa khawatir terhadap penampilan mereka dalam peer teaching.

Rasa khawatir guru muncul diakibatkan tiga penyebab. Pertama, tidak terbiasa diamati rekan sejawat sewaktu melaksanakan pembelajaran. Kedua, pengalaman mereka sebelumnya, setelah selesai pengamatan tidak mendapatkan feed-back yang menggembirakan. Ketiga, belum nyata bagi mereka perbedaan antara pembelajaran versi kurikulum 2013 dengan versi kurikulum 2006.

Pengamatan pada bagian pendahuluan menunjukkan bahwa 40% guru yang melaksanakan peer teaching lupa menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengalami kesulitan dalam meberikan apersepsi. Masih dalam tahapan ini juga, menurut versi kurikulum 2013 guru harus mampu memancing dan meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik untuk mempelajari materi yang akan dibelajarkan, namun terlihat mereka langsung ke inti materi melalui tanya jawab. Seyogianya, guru dapat memberikan obyek pengamatan baik berupa gambar maupun obyek nyata yang faktual dan kontekstual dengan materi yang akan dibahas.

Pada bagian inti, penguasaan materi ajar oleh guru yang melaksanakan peer teaching tidak dapat dideskripsikan dengan baik, mana guru yang menguasai, kurang menguasai dan tidak menguasai materi belum dapat dipastikan. Keadaan ini terjadi karena tahapan elaborasi tidak dapat berkembang pada saat proses peer teaching berlangsung akibat waktu yang digunakan hanya 30 menit. Dengan kata lain kemunculan materi kelihatan tidak utuh. Kemunculann materi yang utuh memang tidak diharapkan dalam pengamatan ini, karena fokusnya bukan pada materi ajar, tetapi hanya bagaimana guru dapat memperlihatkan langkah-langkah pendekatan saintifik

Page 20: MEDAN DIKLAT

18

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

nyata terlihat dalam pembelajarannya, dan terlihat penerapan penilaian proses dan hasil meskipun hanya simulasinya.

Pengamatan terhadap langkah-langkah pendekatan saintifik memperlihatkan masih perlunya perbaikan pada berbagai hal. Pertama, guru masih sulit membedakan langkah mengamati dalam tahap pendahuluan dengan kegiatan mengamati dalam langkah mencoba. Dari segi tujuannya dapat dibedakan, mengamati pada tahap pendahuluan bertujuan untuk memicu keingintahuan siswa pada sesi berikutnya, sedangkan dalam tahap mencoba kegiatan mengamati biasanya dalam rangka penguasaan substansi materi ajar. Mengamati pada tahap pendahuluan tidak mesti langsung pada materi yang akan dipelajari. Misalnya, pada tahap pendahuluan guru dapat saja menyajikan satu slide gambar mengenai hutan atau taman-taman bunga atau matahari, padahal yang ingin dipelajari adalah fotosintesis. Sedangkan mengamati dalam mencobanya tentulah langsung menggunakan daun-daun, aluminium foil, alkohol, air dan Iodium.

Langkah menanya hampir tidak ditemukan masalah, tetapi pada langkah mengasosiasikan atau menalar sering tidak muncul disebabkan guru peer teaching tidak mempersiapkan lembar kerja siswa sebelumnya. Menalar akan muncul jika siswa mengerjakan tugas-tugas yang sesuai dari gurunya.

Langkah mengkomunikasikan atau menyajikan sebagai langkah terakhir dalam pendekatan saintifik terlihat sudah muncul dalam proses pembelajaran, tetapi sering sekali guru hanya menyuruh satu orang dari satu kelompok untuk mempresentasikan di depan kelas. Mempresentasikan perlu dilakukan untuk memotret pengetahuan yang telah diperoleh siswa pada tahap sebelumnya, selain itu juga dimaksudkan untuk membiasakan diri siswa percaya diri dan terampil berkomunikasi. Menyajikan dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan atau keduanya sekaligus. Kebanyakan guru memilih presentasi secara lisan.

Pada penampilan urutan pertama melaksanakan peer teaching, tampak masih belum nyata perbedaan pembelajaran lama dengan kurikulum 2013. Tiap kali guru selesai peer teaching fasilitator memberikan komentar dan masukan. Perbaikan pembelajaran baru nyata pada penampilan guru urutan ke-4.

Penerapan strategi pembelajaran untuk menanamkan sikap dan nilai-nilai belum terlihat muncul dalam proses. Dengan kata lain momen-momen tertetu dalam proses pembelajaran belum dimanfaatkan untuk mengintegrasikan dan menanamkan sikap dan nilai-nilai. Keadaan ini terjadi karena guru masih belum memahami secara jelas konsep pembelajaran langsung (direct learning) dan tak langsung (indirect learning) dalam kurikulum 2013. Menurut kurikulum 2013 kompetensi dasar (KD) yang berasal dari KI-1 (sikap spritual) dan KI-2 (sikap sosial) tidak diajarkan secara langsung, yang diajarkan secara langsung adalah KD yang berasal dari KI-3 (pengetahuan) menurut proses seperti yang ada di KI-4. Diperlukan tindakan untuk mengatasi keadaan ini. Salah satu alternatifnya ialah dengan menggunakan video pembelajaran yang

Page 21: MEDAN DIKLAT

19

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

didalamnya disimulasikan cara-cara pengintegrasian sikap dan nilai-nilai dalam pembelajaran.

Bagaimana dengan penerapan penilaian autentik? Pembelajaran versi kurikulum 2013 menyarankan adanya penilaian proses dan hasil. Sebanyak 60% guru yang tampil tidak tampak menerapkannya dalam peer teaching. Seyogianya, sewaktu terjadi kerja kelompok pada proses pembelajaran guru dapat menggunakan daftar pengamatan untuk menilai sikap dan prilaku peserta didik. Ini adalah contoh penilaian proses. Sedangkan pada akhir sesi guru dapat melakukan penilaian hasil dengan terlebih dahulu mempersiapkan soa-soal atau pertanyaan sebelum memasuki proses pembelajaran.

Keadaan seperti ini dapat terjadi disebabkan oleh pandangan guru yang salah terhadap pembelajaran dan penilaian. Guru menganggap bahwa pembelajaran terpisah dengan penilaian. Padahal sesungguhnya menurut kurikulum 2013 pembelajaran satu paket dengan penilaian. Penilaian adalah bagian tak terpisahkan dari pembelajaran. Untuk mengatasi keadaan ini diperlukan pendampingan lebih lanjut.

Rata-rata nilai perolehan peserta peer teaching yang diberikan oleh teman

sejawat berdasarkan format pengamatan adalah 64. Masih jauh dari yang diharapkan. Karena standarnya 86.

Pada tahap penutup sebanyak 60% guru peer teaching masih menyimpulkan secara sendiri tanpa melibatkan peserta didik. Keadaan ini masih menggambarkan dominasi guru. Kurikulum 2013 selain menyarankan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik, juga menyarankan penerapan model pembelajaran inquiry dan discovery, peserta didiklah seharusnya yang menemukan pengetahuan melalui tuntunan dan fasilitasi dari gurunya.

Pembelajaran

Penilaian

Pembelajaran

Penilaian

Gambar 1. Persepsi yang menganggap pembelajaran dan penilaian terpisah

Gambar 2. Persepsi yang menganggap pembelajaran dan penilaian satu paket

Page 22: MEDAN DIKLAT

20

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

PENUTUP Simpulan

Proses pembelajaran menurut kurikulum 2013 menuntut diterapkannya langkah-langkah pendekatan saintifik mulai dari mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan. Kurikulum ini juga mengamanatkan agar guru menerapkan pembelajaran satu paket dengan penilaiannya, tidak memandang pembelajaran terpisah dengan penilaian. Untuk memberhasilkan pembelajaran ini (versi kurikulum 2013) pada real teaching di tempat tugas, guru harus terlebih dahulu melakukan peer teaching agar dapat mengetahui titik kelemahan dan upaya memperbaikinya.

Saran

Disarankan kepada para widyaiswara atau fasilitator dalam mengajarkan kurikulum 2013 kepada guru-guru tidak hanya berhenti pada sebatas konsepnya, tetapi harus sampai kepada peer teaching dan pendampingannya.

Panitia pelaksana Diklat atau Bimtek di luar BDK disarankan agar tidak mengalokasikan waktu untuk Bimtek Kurikulum 2013 kurang dari 40 jam pelajaran. Sebab jika kurang dari 40 jam pelajaran peserta tidak memiliki waktu yang cukup untuk melaksanakan peer teaching.

* Widyaiswara Madya BDK Medan

DAFTAR PUSTAKA

Asmani, Jamal Ma‟ruf. 2011. Micro Teaching dan Team Teaching. Jogjakarta: PT. DIVA Press.

Cooper and Allen. 1971. Basic Teaching Skills. London: Oxford University Press. Hasibuan, J.J dan Mudiono. 1995. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda

Karya Iskandar. 2009. Keterampilan Dasar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Depdikbud.2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 tahun

2013 tentang Standar Isi Kurikulum 2013 --------------.2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 tahun

2013 Tentang Standar Proses Pembelajaran --------------.2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 tahun

2013 Tentang Standar Penilaian --------------.2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 67 tahun

2013 Tentang Struktur kurikulum SD/MI --------------.2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 tahun

2013 Tentang Struktur kurikulum SMP/MTs --------------.2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 tahun

2013 Tentang Struktur kurikulum SMA/MA

Page 23: MEDAN DIKLAT

21

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

APLIKASI MODEL PEMBELAJARAN DALAM PERSPEKTIF PENDEKATAN SAINTIFIK

Oleh: Dra. Khairiah Nasution, MM*

Abstrak Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Model pembelajaran selalu dikaitkan dengan langkah-langkah pembelajaran. Di dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses dinyatakan bahwa standar proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 menggunakan pembelajaran dengan pendekatan saintifik, tematik terpadu, dan tematik. Pendekatan saintifik dilakukan dengan lima langkah pembelajaran yaitu tahap mengamati, bertanya, mencoba, melakukan asosiasi, dan mengkomunikasikan. Kelima tahapan ini dipandang mampu menyampaikan peserta didik mencapai keterampilan berpikir, merasa, dan melakukan. Kata kunci: model pembelajaran, pendekatan saintifik

PENDAHULUAN Esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran merujuk pada pandangan bahwa

pembelajaran pada dasarnya merupakan proses ilmiah. Pendekatan ilmiah dipandang paling cocokdalam pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja ilmiah, para ilmuwan lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif dilakukan dengan mengamati fenomena umum untuk menarik kesimpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif dilakukan dengan mengamati fenomena atau situasi spesifik untuk menarik kesimpulan secara keseluruhan. Penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas.

Di dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses dinyatakan bahwa standar proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 menggunakan pembelajaran dengan pendekatansaintifik, tematik terpadu, dan tematik. Pemilihan pendekatan pembelajaran ini dipandang mampu mencapai tujuan pendidikan yaitu keseimbangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam diri peserta didik. Masalah yang muncul adalah masih banyak pendidik yang belum memahami bagaimana mengaplikasikan model pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik. Oleh sebab itu masalah dalam tulisan adalah: Apa dan bagaimana aplikasi model pembelajaran dengan pendekatan saintifik?

Page 24: MEDAN DIKLAT

22

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

PEMBAHASAN

Pengertian Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Bruce Joyce dan Marsha Weil menyatakan model pembelajaranadalah bentuk atau pola sebuah pembelajaran. Keduanya mengemukakan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (a) model interaksi sosial; (b) model pengolahan informasi;(c) model personal-humanistik; dan (d) model modifikasi tingkah laku. Mengutip pendapat Bruce Joyce dan Marsha Weil tersebut penggunaan istilah model pembelajaran kerap diidentikkan dengan strategi pembelajaran, sebab di dalam model yang mereka kemukakan ditemukan langkah-langkah penggunaan model yang mirip dengan langkah-langkah dalam strategi pembelajaran. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (a) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (b) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

Pendekatan saintifik merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach).Didalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik, peserta didik mengkonstruksi pengetahuan bagi dirinya. Bagi peserta didik, pengetahuan yang dimilikinya bersifat dinamis, berkembang dari sederhana menuju kompleks, dari ruang lingkup dirinya dan di sekitarnya menuju ruang lingkup yang lebih luas, dan dari yang bersifat konkrit menuju abstrak. Sebagai manusia yang sedang berkembang, peserta didik telah, sedang, dan/atau akan mengalami empat tahap perkembangan intelektual, yakni sensori motor, pra-operasional, operasional konkrit, dan operasional formal (Permendikbud nomor 81 A Tahun 2013). Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan menggunakan pendekatan saintifik. Proses pembelajaran saintifik menyentuh tiga ranah pembelajaran, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Proses pembelajaran yang melibatkan ketiga ranah tersebut digambar sebagai berikut:

Page 25: MEDAN DIKLAT

23

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, dan mengkomunikasikan untuk semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan ilmiah pembelajaran disajikan berikut ini.

a. Mengamati

Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran. Kegiatan mengamati sangat bermanfaat untuk memenuhi rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut ini: (1) menentukan objek apa yang akan diamati; (2) membuat pedoman pengamatan sesuai dengan lingkup objek yang akan diamati; (3) menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder; (4) menentukan di mana tempat objek pengamatan; (5) menentukan secara

Page 26: MEDAN DIKLAT

24

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

jelas bagaimana pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar; (6) menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil pengamatan, seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.

Kegiatan pengamatan dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan peserta didik secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk keterlibatan peserta didik dalam observasi tersebut.Praktik pengamatan dalam pembelajaran hanya akan efektif jika peserta didik dan guru melengkapi diri dengan dengan alat-alat pencatatan dan alat-alat lain, seperti: (1) tape recorder, untuk merekam pembicaraan; (2) kamera, untuk merekam objek atau kegiatan secara visual; (3) film atau video, untuk merekam kegiatan objek atau secara audio-visual; dan (4) alat-alat lain sesuai dengan keperluan.Instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi, dapat berupa daftar cek (checklist), skala rentang (rating scale), catatan anekdotal (anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical device).

Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta didik selama observasi pembelajaran disajikan berikut ini: (1) cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk kepentingan pembelajaran; (2) banyak atau sedikit serta homogenitas atau hiterogenitas subjek, objek, atau situasi yang diobservasi; (3) guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi.

b. Menanya

Langkah kedua dalam pembelajaran saintifik adalah bertanya. Bertanya di sini dapat pertanyaan dari guru atau dari murid. Di dalam pembelajaran kegiatan bertanya berfungsi: (1) membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran; (2) mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri; (3) mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya; (4) menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan; (5) membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar; (6) mendorong partisipasipeserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan; (7) membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok; (8) membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul; (9) melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.

Page 27: MEDAN DIKLAT

25

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Dengan memberi kesempatan siswa bertanya atau menjawab pertanyaan guru menumbuhkan suasana pembelajaran yang akrab dan menyenangkan. Dalam mengajukan pertanyaan diperhatikan kualitas pertanyaan. Pertanyaan yang berkualitas akan menghasilkan jawaban yang berkualitas.

c. Mencoba

Hasil belajar yang nyataakan diperoleh peserta didik dengan mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Misalnya, Pada mata pelajaran,peserta didik harus memahami konsep-konsep akidah akhlak dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.Aplikasi metode eksperimen dapat mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan;(3)mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya;(4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;(6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7)membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.

Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka guru harus melakukan: (1) merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan murid; (2) guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan; (3) perlu memperhitungkan tempat dan waktu; (4) guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid; (5) guru membicarakan masalah yang akan dijadikan eksperimen; (6) membagi kertas kerja kepada murid; (7) murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru; dan (8) guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.

d. Mengolah Informasi (Asosiasi)

Menurut teori asosiasi, proses pembelajaranakan berhasil secara efektif jika terjadi interaksi langsung antara pendidik dengan peserta didik. Pola interaksi itu dilakukan melalui stimulus dan respons (S-R). Teori ini dikembangan berdasarkan hasil eksperimen Thorndike, yang kemudian dikenal dengan teori asosiasi. Jadi, prinsip dasar proses pembelajaran yang dianut oleh Thorndike adalah asosiasi, yang juga dikenal dengan teori Stimulus-Respon (S-R). Menurut Thorndike, proses pembelajaran, lebih khusus lagi proses belajar peserta didik terjadi secara perlahan atau bertahap, bukan secara tiba-tiba. Thorndike mengemukakan berapa hukum dalam proses pembelajaran.

Bandura mengembangkan asosiasi dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui proses peniruan (imitation). Kemampuan peserta didik dalam meniru respons menjadi pengungkit utama aktivitas belajarnya. Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi

Page 28: MEDAN DIKLAT

26

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

landasan menanamkan sikap ilmiah dan motivasi pada peserta didik berkenaan dengan nilai-nilai instrinsik dari pembelajaran partisipatif. Dengan cara ini peserta didik akan melakukan peniruan terhadap apa yang nyata diobservasinya dari kinerja guru dan temannya di kelas.

Aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya asosiasi peserta didik dapat dilakukan dengan cara berikut ini: (1) guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum; (2) guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah; (3) bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi); (4) kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati; (5) setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki; (6) perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman; (7) evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik; (8) guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.

Seperti telah dijelaskan di atas, ada dua caramelakukan asosiasi, yaitu dengan logika induktif dan deduktif. Logika induktif merupakan cara menarik kesimpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Sedangkan logika deduktif merupakan cara menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Dengan pola ini siswa dapat mengolah informasi dengan logika induktif dari percobaan yang telah dilakukan sebelumnya, dan dengan menggunakan logika deduktif dengan membandingkan teori-teori yang telah ada dengan hasil percobaannya.

e. Mengkomunikasikan

Langkah pembelajaran yang kelima adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan hasil percobaan dan asosiasinya kepada siswa lain dan guru untuk mendapatkan tanggapan. Langkah ini memberikan keuntungan kepada siswa dalam meningkatkan rasa percaya diri dan kesungguhan dalam belajar.

Lebih dari 2400 tahun lalu Confucius menyatakan: apa yang saya dengar, saya lupa, apa yang saya lihat saya ingat, apa yang saya lakukan saya paham. Silberman telah memodifikasi penyataan tersebut menjadi: apa yang saya dengar saya lupa, apa yang saya dengar dan lihat saya ingat, apa yang saya dengar, lihat, dan diskusikan saya mulai paham, apa yang dengar, lihat, diskusikan, dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan, apa yang saya ajarkan kepada yang lain, saya pemiliknya (Silberman, 2002:1).Dengan mengkomunikasikan hasil percobaan dan asosiasi yang telah dilakukan peserta didik dalam pembelajaran akan memperkuat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah disajikan dalam pembelajaran.

Page 29: MEDAN DIKLAT

27

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

PENUTUP

Pembelajaran menuju tiga ranah tujuannya yaitu aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Model pembelajaran yang dipandang dapat mengantarkan peserta didik mencapai tujuan pembelajarannya adalah model pembelajaran berpusat pada siswa. Salah satu model pembelajaran berpusat pada siswa adalah pembelajaran yang menggunakan pendekatan ilmiah. Pembelajaran dengan pendekatan ilmiah disebut dengan pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik dilakukan dengan lima langkah pembelajaran yaitu tahap mengamati, bertanya, mencoba, melakukan asosiasi, dan mengkomunikasikan. Kelima tahapan ini dipandang mampu menyampaikan peserta didik mencapai keterampilan berpikir, merasa, dan melakukan.

*Penulis adalah Widyaiswara Madya BDK Medan

DAFTAR PUSTAKA

Barbara L. Martin dan Lislie J. Briggs, The Affective and Cognitive Domains: Integration for Instuction and Research, New Jersey: Englewood Cliffs, 1986, 1st ed.

M. David Merril dan David G. Twitchell, Instructional Design Theory,New Jersey: Englewood Cliffs, 1994

Masganti Sitorus, Perkembangan Peserta Didik,Medan: Perdana Publishing,2010, cet 1.

Mel Silberman, Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif, terj. Saljuli et.al, Yogyakarta: Yappendis, 2002, cet. 2

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses

Permendikbud nomor 81 A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum

W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, Jakarta: Grasindo, 1996, cet., 5

Page 30: MEDAN DIKLAT

28

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

PERBANDINGAN KADAR VITAMIN C ANTARA TABLET VITACIMIN DENGAN TABLET ESTER-C

MELALUI METODE TITRASI REDOKS

Oleh: Dra.Hj.Intan Pulungan, M.Pd*

Abstrak

Perbandingan Kadar Vitamin C antara Tablet Vitacimin dengan Tablet Ester-C Melalui Metode Titrasi Redoks. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar vitamin C yang terdapat dalam tablet vitamin C merk X (Vitacimin) dan merk Y (Ester C) dengan metode titrasi redoks. Sampel tablet vitamin C ditentukan kadar prosentasenya dengan menggunakan metode titrasi redoks dengan cara menghitung jumlah larutan Na2S2O3 baku yang diperlukan untuk mereduksi yodium menjadi ion Iodida yang ditunjukkan dengan perubahan warna biru menjadi kembali sesuai dengan warna larutan sampel semula. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa kadar vitamin C dalam tablet Y lebih tinggi daripada kadar vitamin C dalam tablet X dengan kadar vitamin C berturut-turut 29,520 % dan 21,160 %. Hasil ini signifikan dengan data kadar vitamin C pada kemasan berturut-turut 40 % dan 25 %. Penelitian ini memberikan kontribusi pemikiran bahwa jika benar kadar vitamin C total pada tablet Y yang dapat diserap tubuh lebih tinggi daripada kadar vitamin C dalam tablet X maka vitamin C dalam tablet Y sesungguhnya telah dapat diidentifikasi jumlahnya dengan baik melalui metode titrasi redoks. Agar diperoleh hasil yang menunjukkan kadar vitamin C yang mendekati kadar sesuai dengan informasi kemasan tablet Y maka disarankan pada penelitian lanjutan dilakukan penelitian menggunakan metode lain, seperti metode spektrofotometri. Kata Kunci : titrasi, vitamin C

PENDAHULUAN

Vitamin C atau asam askorbat merupakan zat pereduksi dan dapat ditetapkan

dengan Titrasi redoks yang menggunakan larutan Iod sebagai Titran. O O CH2OH-CHOH-CH-COH=COH-C=O+I2→CH2OH-CHOH-CH-C-C C=O+2H++2I-

Asam askorbat Asam dehidro askorbat Karena molekul itu kehilangan dua electron dalam titrasi ini, bobot ekivalennya adalah separuh berat molekulnya, atau 88,07 g/ek. Larutan Iod

Page 31: MEDAN DIKLAT

29

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Iod hanya sedikit dapat larut dalam air ( 0,00134 mol/liter pada 25oC ), namun sangat larut dalam larutan yang mengandung ion iodide. Iod membentuk kompleks triodida dengan iodide. I2 + H2O → I3

- Iod cenderung dihidrolisis dengan membentuk asam iodide dan hipoiodit I2 + H2O → HIO + H+ + I-

Kondisi yang meningkatkan derajat hidrolisis haruslah dihindari. Titrasi tak dapat dilakukan dalam larutan yang sangat basa, dan larutan standar iod harus lah disimpan dalam botol gelap untuk mencegah penguraian HIO oleh cahaya matahari. 2 HIO → 2H+ + 2I- + O2 (g) Asam hipoiodit dapat juga diubah menjadi iodat dalam larutan basa, 3 HIO + 3 OH- → 2I- + IO3

- + 3H2O

Standarisasi

Larutan iod standar dapat disiapkan dengan menimbang langsung iod murni dan melarutkannya serta mengecerkannya dalam sebuah labu volumetric. Iod itu dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan kedalam larutan KI pekat yang ditimbang dengan tepat sebelum maupun sesudah penambahan iod. Tetapi larutan itu biasanya distandarisasi dengan standar primer yaitu As2O3.

Indikator kanji

Warna larutan iod 0,1 N cukup tua sehingga iod dapat bertindak sebagai indikatornya sendiri. Iod juga memberikan suatu warna ungu atau lembayung pada pelarut seperti karbon tetra klorida atau kloroform, dan kadang-kadang digunakan dalam mendeteksi titik akhir titrasi. Tetapi lebih lazim digunakan suatu larutan kanji, karena biru tua kompleks pati-iod berperan sebagai ujik pekaan terhadap iod. Kepekaan itu lebih besar dalam larutan sedikit asam dari pada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida.

Larutan kanji mudah terurai oleh bakteri, suatu proses yang dapat dihambat dengan sterilisasi atau dengan penambahan suatu pengawet. Hasil uraiannya mengkonsumsi iod dan berubah kemerahan. Merkurium (II) iodide, asam borat atau asam furoat dapat digunakan sebagai pengawet. Kondisi yang menimbulkan hidrolisis atau koagulasi kanji hendaknya dihindari. Kepekaan indicator akan berkurang dengan naiknya temperetur dan oleh beberapa bahan organic seperti metil dan metal alkohol.Vitamin C (asam askorbat) sangat diperlukan tubuh manusia.

Page 32: MEDAN DIKLAT

30

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Gambar 1. Struktur kimia asam askorbat (C6H8O6)

Kekurangan vitamin C menyebabkan defisiensi vitamin yang ditunjukkan dengan ciri-ciri mudah lelah, mudah terinfeksi, dan sariawan pada gusi. Fungsi vitamin C di dalam tubuh manusia adalah sebagai sintesis kolagen, sintesis karnitin, noradrenalin, serotonin, absorbsi dan metabolisme besi, absorbsi kalsium, mencegah infeksi, serta mencegah kanker dan penyakit jantung. Kebutuhan vitamin C bagi setiap orang sangat esensial untuk selalu dapat dipenuhi dalam jumlah cukup.

Di pasaran terdapat berbagai merk tablet vitamin C. Yang menarik di antara tablet vitamin C terdapat merk yang menyatakan sebagai vitamin yang paling banyak terserap dalam darah dan dapat tersimpan lebih lama di dalam tubuh. Hal ini sangat menarik untuk dilakukan pengukuran terhadap kadar vitamin C dalam tablet jenis ini untuk meyakinkan bahwa kandungan vitamin C yang terdapat di dalamnya telah dapat diidentifikasi sebelum masuk ke tubuh atau setelah masuk ke tubuh manusia.

Telah banyak dilakukan penelitian tentang kadar vitamin C dengan menggunakan berbagai metode pada tablet dan minuman yang mengandung vitamin C. Telah dilakukan penelitian kadar vitamin C pada tablet vitacimin dengan metode iodometri dan diperoleh hasil 8,52%. Metode titrasi merupakan salah satu metode penentuan kadar vitamin C di samping metode spektrofotometri. Yang termasuk metode titrasi adalah metode titrasi iodometri, metode titrasi asam basa, dan metode titrasi redoks. Reaksi redoks dapat digunakan dalam analisis volumetri. Prinsip metode titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan standar oksidator dengan suatu reduktor atau sebaliknya. Penelitian yang akan dilakukan menggunakan natrium tiosulfat (Na2S2O3) sebagai oksidator untuk mereduksi yodium.

Metodologi Penelitian

Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah statif, klem, buret, corong,

kertas saring, gelas kimia 500 mL, erlenmeyer 250 mL, pengaduk kaca, neraca elektrik, mortir, dan alu. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini larutan Na2S2O3, padatan kalium KIO3, larutan KI 10%, larutan H2SO4 2 M, larutan kanji 0,2%, dan, tablet vitamin C merk X dan Y.

Page 33: MEDAN DIKLAT

31

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Pembakuan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)

Pembakuan larutan Na2S2O3 diawali dengan menempatkan 40 mL larutan Na2S2O3 dalam gelas kimia 500 mL, mengencerkannya hingga 200 mL, dan menyimpannya di dalam biuret. Selanjutnya menimbang 0,54 gram kalium iodat (KIO3) dan melarutkannya dalam labu ukur 250 mL hingga mencapai tanda batas. Sejumlah 25 mL larutan KIO3 diambil kemudian dimasukkan ke dalam labu titrasi dengan menambahkan ke dalamnya 10 mL larutan kalium iodida (KI) 10%, 5 mL larut asam sulfat (H2SO4) 2 M dan sedikit aqua dm, lalu menitrasinya dengan larutan Na2S2O3 sampai warna coklat berubah menjadi kuning pucat. Pada larutan yang dititrasi ini ditambahkan 2 mL larutan kanji (amilum) 0,2%, meneruskan titrasi sampai warna biru hilang. Langkah di atas dilakukan duplo. Berdasarkan data yang diperoleh dilakukan perhitungan konsentrasi larutan Na2S2O3.

Penentuan Kadar Asam Askorbat

Langkah-langkah penentuan asam askorbat adalah menimbang sampel kemudian melarutkan dalam labu takar 250 mL hingga tanda batas lalu memipet 25 mL larutan sampel tersebut ke dalam labu titrasi. Ke dalam labu titrasi tersebut juga ditambahkan 25 mL larutan KIO3, 10 mL larutan KI 10%, 5 mL larutan H2SO4 2 M dan sedikit aqua dm. Selanjutnya campuran larutan tersebut dititrasi dengan larutan Na2S2O3 baku sampai warna coklat berubah menjadi warna kuning pucat. Kemudian menambahkan 2 mL larutan kanji (amilum) 0,2% dan melanjutkan titrasi hingga warna biru hilang. Mancatat jumlah larutan Na2S2O3. Langkah di atas dilakukan duplo. Menentukan kadar asam askorbat dalam sampel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Data penelitian yang dihasilkan berupa data yang diperlukan untuk pembakuan larutan Na2S2O3 dan perhitungan kadar vitamin C dalam tablet vitamin C. Pada pembakuan larutan Na2S2O3 diperoleh hasil pada Tabel 1 di bawah ini: Tabel 1. Volume Na2S2O3 yang diperlukan pada pembakuan larutan Na2S2O3 untuk mereduksi yodium menjadi ion iodida

Nomor Volume Na2S2O3 1 17,3 mL 2 17,3 mL

Selanjutnya ditampilkan data Na2S2O3 yang diperlukan yang diperlukan untuk

dapat mereduksi yodium menjadi ion iodida pada penentuan kadar vitamin C dalam tablet X dan tablet Y; dan dan massa sampel tablet vitamin C pada Tabel 2 di bawah ini:

Page 34: MEDAN DIKLAT

32

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Tabel 2. Volume Na2S2O3 yang diperlukan untuk menitrasi larutan vitamin C dengan metode titrasi redoks

No Massa tablet vitamin C Volume Na2S2O3

Rata-rata volume Na2S2O3

Merk X Merk Y Merk X Merk Y Merk X Merk Y 1 2,47 g 3,27 g 10,7 mL 4,5 mL 10,7 mL 4,65 mL 2 2,47 g 3,27 g 10,7 mL 4,8 mL

Berdasarkan data pada Tabel 1 diperoleh konsentrasi larutan Na2S2O3 sebesar

0,0867 M. Selanjutnya larutan Na2S2O3 ini digunakan untuk menitrasi vitamin C dalam suasana asam dan dihasilkan kadar vitamin C yang tercantum dalam Tabel 3 di bawah ini:

Tabel 3. Kadar vitamin C dalam tablet X dan tablet Y dengan metode titrasi redoks

Kadar vitamin C dalam tablet X = 21,160 % Y = 29,520%

Perhitungan di atas selengkapnya terdapat dalam Lampiran 1.

Pembahasan

Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa kadar vitamin C dalam tablet Y lebih tinggi daripada kadar vitamin C dalam tablet X. Hasil ini menunjukkan bahwa penentuan kadar vitamin C dengan metode titrasi redoks dapat menentukan kadar vitamin C dengan baik. Berdasarkan data kandungan vitamin C pada label kemasan untuk tablet vitamin C merk X adalah 500 mg/ 2 g atau 25 %; dan tablet vitamin Cmerk Y adalah 320 mg/800 mg atau 40 %. Informasi data kemasan label ini menunjukkan kandungan vitamin C dalam tablet Y lebih tinggi daripada kandungan vitamin C dalam tablet X.

Terdapat perbedaan kadar vitamin C dalam penelitian ini dengan kadar vitamin C dalam kemasan. Adapun kemungkinan penyebabnya adalah pada kemampuan peneliti menentukan titik akhir titrasi karena keterbatasan indera mata baik dalam mengamati perubahan warna maupun membaca skala buret. Hal lain yang dapat menyebabkan kekurangakuratan hasil adalah faktor karakter sampel dan prinsip metode analisis yang digunakan. Vitamin C sangat mudah tereduksi oleh panas yang menyebabkan terganggunya penentuan kadar vitamin C nya di samping adanya zat-zat pengganggu dalam tablet itu sendiri. Sedangkan metode titrasi redoks memiliki kelemahan bahwa yodium yang dihasilkan tidak semua berperan sebagai oksidator terhadap vitamin C.

Page 35: MEDAN DIKLAT

33

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

PENUTUP

Penelitian ini menyimpulkan bahwa kadar vitamin C dalam tablet Y (ESTER-C) lebih tinggi daripada kadar vitamin C dalam tablet X (Vitacimin) dengan menggunakan metode titrasi redoks. Hasil ini sesuai dengan informasi kadar yang terdapat pada kedua label kemasan yang menunjukkan bahwa kadar vitamin C dalam tablet Y lebih tinggi daripada kadar vitamin C dalam tablet X.

Data hasil penelitian ini telah menunjukkan hasil yang hampir mendekati sesuai dengan data pada kemasan label. Namun, untuk lebih meningkatkan akurasi penentuan pada penelitian yang akan datang disarankan untuk menggunakan metode spektrofotometri. *Penulis adalah Widyaiswara Madya Pada Balai Diklat Keagamaan Medan

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia. Wijanarko, Simon Bambang. 2002. Analisis Hasil Pertanian. Malang: Universitas

Brawijaya. Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Dasar. Yogyakarta: UGM Press.

Sumber Website:

Id.wikipedia.org/wiki/Asam_askorbat. Diakses tanggal 11 September 2013. http://nurulpajriah.blogspot.com/2013/01/penetuan-kadar-vitamin-c-dalam-

sampel.html.Diakses tanggal 11 September 2013. http://forum.upi.edu/index.php?topic=15631.0.Diakses tanggal 11 September 2013.

Jobsheet.”Penuntun Praktikum Kimia Terapan.” 2012. Palembang : Polsrihttp://www.bimatamacemerlang.com/images/product/Pipet%20Tetes.

Page 36: MEDAN DIKLAT

34

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

LIFELONG LEARNING DAN PENINGKATAN KOMPETENSI GURU

Oleh: Gunarno, S.Si., M.Pd.*

Abstrak True teachers andexemplary teachers are teachers who always loved learning activities in all his life. Facts on the field indicates that many teachers who have low interest to learning activities and reading, so the competence of teachers is very low. Education and training will not be beneficial to the improvement of teacher competence if teachers are not encouraged to try to become a man of lifelong learners. Education and training of teachers should be able to inculcate learning for teachers. A good teacher is a teacher who always wanted to give the best for their students and are fully aware of the importance of lifelong learning.

Keyword: teacher, training, lifelong learning.

PENDAHULUAN

Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 pasal 7 mengamanatkan bahwa, pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi. Disamping itu menurut pasal 20, dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 40 dinyatakan bahwa, pendidikan dan tenaga kependidikan berhak memperoleh, diantaranya: pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas; kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.

Beragam program pelatihan yang dilaksanakan tidak akan memiliki makna bagi pengembangan kompetensi guru jika guru tidak memiliki jiwa pembelajar. Guru adalah orang yang memiliki rasa ingin tahu (curiosity) yang besar terhadap segala informasi yang terkait dengan pembelajaran dan pendidikan. Guru harus gemar membaca di mana pun dan kapan pun ia berada. Guru sejati dan guru teladan adalah guru yang selalu mencintai kegiatan belajar dalam sepanjang hidupnya.

Page 37: MEDAN DIKLAT

35

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Fakta dilapangan menunjukkan bahwa banyak guru yang memiliki minat rendah terhadap kegiatan belajar dan membaca, sehingga kompetensi guru sangat rendah. Maka, mungkin benar bahwa tidak semua orang dapat menjadi guru. Kenyataan bahwa pendidikan guru yang rendah, ketrampilan menulis guru juga minim, dan kompetensi guru yang dibawah standar mencerminkan bahwa motivasi belajar guru sangat rendah. Bagi calon guru atau para guru, belajar sepanjang hayat merupakan sebuah keharusan.

Pendidikan dan pelatihan tidak akan bermanfaat bagi peningkatan kompetensi gurujika guru tidak berusaha menjadi manusia pembelajar sepanjang hayat. Guru biasanya mengikuti pendidikan dan pelatihan hanya sekali atau dua kali dalam setahun, maka guru haruslah orang yang benar-benar cinta ilmu dan gemar membaca, serta rajin dan tekun belajar. Sehingga pedidikan dan pelatihan hendaknya juga dapat menanamkan pentingnya belajar seumur hidup terhadap guru.

PEMBAHASAN

Menurut Hatton (1997:v) “Pendidikan seumur hidup adalah pembelajaran yang terjadi di dalam atau yang dihubungkan dengan institusi pendidikan formal ataupun pendidikan dan pelatihan, termasuk kerja yang terkait dengan pendidikan dan pelatihan di tempat kerja, seperti juga pembelajaran yang lebih luas di dalam masyarakat dan di dalam rumah.”

Ada yang membedakan konsep pendidikan seumur hidup dan pembelajaran seumur hidup. Seperti ditulis Yuen Pan (Hatton, 1997:37) berikut ini, “Lifelong education telah diartikan sebagai „penetapan pengukuran tentang organisasi, administrasi, metodologi, dan prosedur‟, sementara lifelong learning didefinisikan sebagai „kebiasaan belajar sepanjang hidup secara terus-menerus, cara bertingkah laku‟.”

Karakteritik sistem lifelong learning antara lain: (1) pembelajaran individu; (2) fleksibilitas program, sehingga pembelajaran dapat terjadi pada waktu dan tempat yang sesuai dengan pembelajar; (3) ketiadaan proses-proses pemilihan, membuka peluang para pelajar untuk berproses pada satu langkah dan arah yang sesuai dengan kebutuhan individu pembelajar; (4) penguasaan proses pembelajaran oleh setiap orang.

Pendidikan guru seharusnya mampu menanamkan jiwa pembelajar bagi para calon guru. Guru harus terbiasa membaca, untuk memperoleh informasi dan melakukan perubahan sesuai dengan perubahan masyarakat dan perkembangan zaman. Sekolah juga harus menjadi lembaga yang menjalankan sistem pendidikan seumur hidup. Artinya, sekolah mendukung setiap guru yang ingin belajar ke level yang lebih tinggi, atau mengikuti kursus singkat, seminar, workshop, dan pelatihan diluar program sekolah.

Page 38: MEDAN DIKLAT

36

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Guru harus selalu belajar sepanjang hidupnya, agar peserta didik dapat meneladaninya dan agar apa yang disampaikan guru di depan kelas bukan sesuatu yang sudah usangbagi peserta didik. Menurut Sukmadinata (2007:33), “Belajar merupakan modal bagi kemajuan, siapa yang banyak belajar dialah yang akan maju. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mampu menciptakan masyarakat belajar.”

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits riwayat Baehaqi:

“Jadilah kamu seorang guru atau siswa atau pendengar atau pencinta (ilmu), dan janganlah kamu menjadi yang kelima (orang bodoh), maka kamu akan hancur.”

Hadits riwayat Asakir dari Annas:

“Orang yang paling sedih pada hari kiamat adalah laki-laki yang punya kesempatan menuntut ilmu tetapi tidak diambilnya, dan laki-laki yang mengajarkan ilmu, dan orang yang mendengarnya memanfaatkannya, tetapi dia sendriri tidak”.

Seorang guru harus selalu belajar hingga ia menjadi ahli dalam bidangnya; terampil dalam menyampaikan pembelajaran; menjadi teladan bagi para siswa; mampu menyelesaikan persoalan hidupnya; objektif dan jujur dalam mengevaluasi/menilai hasil belajar siswa. Kesungguhan menuntut ilmu sepanjang hayat itu harus dikejar meski harus menempuh jarak yang jauh dari tanah kelahiran.

Guru yang selalu belajar tidak akan terbelenggu oleh pikiran, pengalaman, dan masa lalunya. Belajar memungkinkan guru memperoleh pencerahan pikiran dan perasaannya. Jiwa pembelajar akan menghidupkan ide-ide kreatif dan inovatif, sehingga guru akan selalu memberikan pembelajaran yang mencerdaskan dan memberdayakan. Kecintaan terhadap belajar dalam setiap kesempatan bahkan akan menimbulkan pemahaman terhadap jati diri manusia itu sendiri, dan akhirnya dapat membuat manusia yang bijaksana.

Guru bergelar sarjana pendidikan tidak menjamin mutu kompetensi yang bersangkutan, apalagi yang pendidikannya dibawah S-1. Karena itu, calon guru atau guru tidak dapat berharap terlalu banyak pada proses pendidikan di lembaga pendidikan pencetak para guru. Jika muncul beberapa guru teladan dan baik itu semata karena dalam diri mereka ada komitmen yang tinggi terhadap pentingnya belajar kapan pun dan di mana pun, serta belajar apa pun. Sebenarnya kegagalan lembaga pendidikan adalah bagaimana mengajarkan kepada para warga belajar untuk mencintai belajar.

Belum terlambat kiranya jika para guru mulai menyadari pentingnya meningkatkan mutu kompetensinya. Guru harus segera memotivasi diri mereka untuk mencapai standar kompetensi yang diharapkan. Karena itu, guru harus memperhatikan tiga hal berikut ini:

Page 39: MEDAN DIKLAT

37

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Pertama, guru harus segera meningkatkan jenjang pendidikannya, minimal S-1. Ada banyak peluang bagi guru untuk memperoleh beasiswa pendidikan S-1 dan S-2. Guru harus rajin meningkatkan kompetensinyua agar dapat meraih beasiswa tersebut. Menyiapkan mental untuk belajar merupakan hal lain yang harus dimiliki guru saat menempuh pendidikan.

Kedua, guru harus memiliki buku sebagi sumber belajar yang memadai. Guru yang baik memiliki perpustakaan pribadi dirumahnya. Di rumah, membaca buku merupakan aktivitas yang disukaiseorang guru selain membimbing anak-anaknya.

Ketiga, guru memiliki keterampilan menulis. Menulis merupakan pintu bagi guru untuk selalu membaca; atau sebaliknya, membaca adalah pintu bagi guru untuk dapat menulis. “Seorang penulis yang baik adalah pembaca yang baik.” Untuk mampu menjadi penulis, guru bisa belajar melalui berbagai buku maupun pelatihan. Menulis merupakan yang sangat relevan dengan profesi guru.

Memang tidak mudah bagi guru untuk melakukan ketiga hal tersebut, kerena masalah yang dihadapi para guru juga sangat banyak dan komplek. Tetapi dengan komitmen dan integritas seorang guru akan mampu menghadapi berbagai masalah yang dialaminya dengan baik. Guru teladan tidak akan menyerah kepada keadaan begitu saja, ia akan mencari solusi dari setiap masalah yang dihadapinya demi masa depan yang lebih baik. Bukan hanya untuk menaikkan derajat dirinya, tetapi juga untuk memberikan yang terbaik bagi siswa-siswanya, sehingga mereka kelak tumbuh lebih baik dari gurunya.

PENUTUP

Guru yang baik adalah guru yang selalu ingin memberikan yang terbaik bagi siswanya. Ia ingin menjadi spesial bagi siswanya. Oleh karena itu, pasti seorang guru ingin selalu belajar dan berusaha meningkatkan kualifikasi pendidikannya. Mereka juga ingin menuangkan ide-idenya melalui tulisan. Mereka tidak ingin ketinggalan pengetahuan dan keterampilan dari siswanya, yang bisa menjadi lebih punya fasilitas untuk mendukung perluasan wawasan dan keahliannya.

Guru yang baik memiliki keinginan yang kuat untuk mendapatkan banyak informasi melalui membaca. Guru teladan akan menjadikan rumahnya sebagai sumber pengetahuan, yaitu dengan memenuhinya dengan buku, majalah, jurnal, dan beragam kliping. Maka, guru bisa belajar atau membaca kapan saja dan di mana saja. Kerena mereka sadar sepenuhnya tentang arti pentingnya belajar sepanjang hayat.

*Penulis adalah Widyaiswara Muda Balai Diklat Keagamaan Medan

Page 40: MEDAN DIKLAT

38

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Al, N.Kh. (1990). Min Asâlîb Al-Rasûl Fî Al-Tarbiyah: Dirâsah Tahliliyah wa Bayân Mâ Yustafâdu Minhâ Fî Waqtinâ Al-Hâdhir. Kuwait: Maktabah Al-Busyra Al -Islamiyah.

Bek, A..H. (t.th.). Mukhtâr Al-Ahâdîts Al-Nabawiyyah wa Al-Hikam Al-Muhammadiyyah. Indonesia: Maktabah Dâr Ihyâ‟ Al-Kutub Al-„Arabiyyah. Cet. VI.

Boteach, S. (2006). 10 Conversations You Need To Have With Your Children. New York: Regan Books.

Darling-Hammond, L. dan Bransford, J. (Eds). (2005). Preparing Teacher for A Changing World: What Teacher Should Learn and Be Able To Do. San Francisco: Jossey-Bass.

Davies, K.I. (1971). The Management of Learning. London: Mc Graw- Hill Book Company.

Hatton, M.J. (Ed). (1997). Lifelong Learning; Policies, Practices, and Program. Canada: School of Media Studies/Humber College.

Nahlawi, A.A. (2001 M./ 1422 H.). Mau’idzat Al-Qulûb: Durûs wa Mawâqif Tarbawiyyah Hayyat min Al-Qurân wa Al-Sunnah. Suriah: Dâr Al-Fikr.

Semiawan, C.R. dan Natawidjaja, R. “The Dynamics of an Education System of a Developing Country: The Case of Indonesia”, dalam Marzurek, K., Winzer M. A. dan Majorek, C. (2000). Educational In a Global Society: A Comparative Perspective. Boston: Allyn and Bacon.

Seyfarth, J.T. (2002). Human Resources; Management for Effective Schools. Boston: Allyn and Bacon. Third Edition.

Page 41: MEDAN DIKLAT

39

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

KOMPETENSI GURU DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

Mistar, S.Ag, MA*

Abstrak Peranan guru sangat menentukan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan formal. Untuk itu guru sebagai agen pembelajaran dituntut untuk mampu menyelenggarakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya, dalam kerangka pembangunan pendidikan. Guru mempunyai fungsi dan peran yang sangat strategis dalam pembangunan bidang pendidikan, dan oleh karena itu perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Tulisan ini menekankan peran guru sebagai agen pembelajaran yang berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, guru wajib untuk memiliki syarat tertentu, salah satu di antaranya adalah kompetensi.

Kata kunci: Kompetensi, Guru dan Mutu Pendidikan

PENDAHULUAN

Peningkatan kompetensi guru dalam meningkatkan mutu pendidikan dikaji adalah untuk memberikan masukan kebijakan kepada para pengambil keputusan kebijakan (decision makers) dan pengelola satuan pendidikan mengenai gambaran lapangan tentang penguasaan guru atas kompetensi pedagogik dan professional, serta kondisi yang mempengaruhi tercapai dan terlaksananya kompetensi tersebut. Masukan tersebut diharapkan dapat dipertimbangkan sebagai bahan untuk dikembangkan atau dimantapkan lebih lanjut. Kerangka berpikir yang digunakan adalah bahwa penjabaran kompetensi guru yang bertolak dari ketentuan perundangan yang ada (termasuk Keputusan Menteri Pendidikan Nasional yang relevan) perlu diperkaya dengan kajian konseptual dan empirik, mengingat bahwa mengenai mutu pendidikan merupakan kepedulian global. Kecuali itu dipegang prinsip bahwa kompetensi guru itu perlu dibuktikan dengan penerapannya di lapangan, sehingga pernyataan tentang telah atau belum dikuasainya kompetensi tertentu harus diuji dengan hasil pengamatan kegiatan guru dalam pembelajaran.

PEMBAHASAN

1. Mutu Pendidikan Dalam bidang pendidikan, yang dimaksud dengan mutu memiliki pengertian sesuai dengan makna yang terkandung dalam siklus pembelajaran. Secara ringkas dapat disebutkan beberapa kata kunci pengertian mutu, yaitu: sesuai standar (fitness to

Page 42: MEDAN DIKLAT

40

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

standard), sesuai penggunaan pasar/pelanggan (fitness to use), sesuai perkembangan kebutuhan (fitness to latent requirements), dan sesuai lingkungan global (fitness to global environmental requirements). (Ibrahim, 2000: 6) Adapun yang dimaksud mutu sesuai dengan standar, yaitu jika salah satu aspek dalam pengelolaan pendidikan itu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Garvin seperti dikutip Gaspersz mendefinisikan delapan dimensi yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik suatu mutu, yaitu: (1) kinerja (performance); (2) feature; (3) kehandalan (reliability); (4) konfirmasi (conformance); (5) durability; (6) kompetensi pelayanan (servitability); (7) estetika (aestetics); dan (8) kualitas yang dipersepsikan pelanggan yang bersifat subjektif. (Vincent, 1997: 35-36). Dalam pandangan masyarakat umum sering dijumpai bahwa mutu sekolah atau keunggulan sekolah dapat dilihat dari ukuran fisik sekolah, seperti gedung dan jumlah ekstra kurikuler yang disediakan. Ada pula masyarakat yang berpendapat bahwa kualitas sekolah dapat dilihat dari jumlah lulusan sekolah tersebut yang diterima di jenjang pendidikan selanjutnya. Untuk dapat memahami kualitas pendidikan formal di sekolah, perlu kiranya melihat pendidikan formal di sekolah sebagai suatu sistem. Selanjutnya mutu sistem tergantung pada mutu komponen yang membentuk sistem, serta proses yang berlangsung hingga membuahkan hasil. Perjalanan pembangunan pendidikan dasar di Indonesia tidak lepas dari keterlibatan pihak luar negeri baik secara bilateral maupun multilateral, termasuk dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Sejak tahun 1970-an, lembaga-lembaga donor mulai aktif berpartisipasi dalam pengembangan program-program pendidikan, khususnya yang terkait dengan peningkatan mutu pembelajaran, good governance, dan peningkatan-peningkatan kapasitas manajemen sekolah. Cukup banyak program inovatif yang mendapat bantuan atau dikembangkan oleh lembaga-lembaga donor seperti misalnya UNESCO, UNICEF, USAID, AUSAID, JICA dll. 2. Kompetensi Guru Kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku seseorang. Menurut Lefrancois (1995:5), kompetensi merupakan kapasitas untuk melakukan sesuatu, yang dihasilkan dari proses belajar. Selama proses belajar stimulus akan bergabung dengan isi memori dan menyebabkan terjadinya perubahan kapasitas untuk melakukan sesuatu. Apabila individu sukses mempelajari cara melakukan satu pekerjaaan yang kompleks dari sebelumnya, maka pada diri individu tersebut pasti sudah terjadi perubahan kompetensi. Perubahan kompetensi tidak akan tampak apabila selanjutnya tidak ada kepentingan atau kesempatan untuk melakukannya. Dengan demikian bisa diartikan bahwa kompetensi adalah berlangsung lama yang menyebabkan individu mampu melakukan kinerja tertentu. Kompetensi diartikan oleh Cowell (1988:95-99), sebagai suatu keterampilan/kemahiran yang bersifat aktif. Kompetensi dikategorikan mulai dari tingkat sederhana atau dasar hingga lebih sulit atau kompleks yang pada gilirannya akan berhubungan dengan proses penyusunan

Page 43: MEDAN DIKLAT

41

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

bahan atau pengalaman belajar, yang lazimnya terdiri dari: (1) penguasan minimal kompetensi dasar, (2) praktik kompetensi dasar, dan (3) penambahan penyempurnaan atau pengembangan terhadap kompetensi atau keterampilan. Ketiga proses tersebut dapat terus berlanjut selama masih ada kesempatan untuk melakukan penyempurnaan atau pengembangan kompetensinya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan satu kesatuan yang utuh yang menggambarkan potensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dinilai, yang terkait dengan profesi tertentu berkenaan dengan bagian-bagian yang dapat diaktualisasikan dan diujudkan dalam bentuk tindakan atau kinerja untuk menjalankan profesi tertentu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 28 dinyatakan bahwa: Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Pada tulisan ini hanya akan dikaji dua kompetensi guru, yaitu kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Kompetensi pedagogik seorang guru ditandai dengan kemampuannya menyelenggarakan proses pembelajaran yang bermutu, serta sikap dan tindakan yang dapat dijadikan teladan. Guru juga perlu memiliki kompetensi profesional yaitu selalu meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Guru pendidikan dasar perlu memiliki kemampuan memantau atas kemajuan belajar siswanya sebagai bagian dari kompetensi pedagogik dengan menggunakan berbagai teknik asesmen alternatif seperti pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara, potofolio, memajangkan karya siswanya.(Donald, 2006:279) Guru sebagai pedagok perlu meningkatkan kompetensinya melalui aktivitas kolaboratif dengan kolega, menjalin kerjasama dengan orang tua, memberdayakan sumber-sumber yang terdapat di masyarakat, melakukan penelitian sederhana. Diaz, Pelletier, dan Provenzo (2006:205) mengatakan bahwa guru harus senantiasa berusaha memperbaiki kinerjanya dan mengatasi masalah-masalah pembelajaran dan senantiasa mengikuti perubahan. Dalam membelajarkan siswa dan guru perlu menguasai pemanfaatan ICT untuk kebutuhan belajarnya. Kegiatan belajar dan pembelajaran perlu dikelola dengan baik. Pada proses pembelajaran interaktif, perlu diusahakan adanya hubungan timbal balik antara guru dan siswa dan antar siswa sendiri. Proses pembelajaran inspiratif yang diselenggarakan hendaknya dapat mendorong semangat untuk belajar dan timbulnya inspirasi pada

Page 44: MEDAN DIKLAT

42

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

peserta didik untuk memunculkan ide baru, mengembangkan inisiatif dan kreativitas. Proses pembelajaran juga diusahakan agar dapat mengarahkan siswa untuk mencari pemecahan masalah, mengembangkan semangat tidak mudah menyerah, melakukan percobaan untuk menjawab keingintahuannya. Proses pembelajaran harus dapat memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, guru perlu mendorong siswa untuk terlibat dalam setiap peristiwa belajar yang sedang dilakukan. Pembelajaran yang efektif terujud karena pembelajaran yang dilaksanakan dapat menumbuhkan daya kreatif bagi siswa sehingga dapat membekali siswa dengan berbagai kemampuan. Setelah proses pembelajaran berlangsung, kemampuan yang diperoleh siswa tidak hanya berupa pengetahuan yang bersifat verbalisme namun dharapkan berupa kemampuan yang lebih bermakna. Artinya pembelajaran dapat mengembangkan berbagai potensi yang ada dalam diri siswa sehingga menghasilkan kemampuan yang beragam. Belajar yang efektif dapat dicapai dengan tindakan nyata (learning by doing) dan untuk siswa kelas rendah SD dapat dikemas dengan bermain. Bermain dan bereksplorasi dapat membantu perkembangan otak, berbahasa, bernalar, dan bersosialisasi. Pembelajaran yang menyenangkan memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif yang tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa selama proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Berdasarkan uraian di atas dapat dideskripsikan bahwa dalam pembelajaran aktif, interaktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM), siswa terlibat dalam berbagai bentuk kegiatan pembelajaran yang dapat mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka melalui berbuat atau melakukan dan mencipta. Dalam pembelajaran tersebut, guru menggunakan berbagai sumber belajar dan berbagai metode, sehingga kegiatan pembelajaran yang tercipta dapat membangkitkan semangat siswa dan dapat mengembangkan berbagai potensi yang ada dalam diri siswa. Berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran, guru perlu memperhatikan bahwa siswa memiliki berbagai potensi dalam dirinya. Di antaranya rasa ingin tahu dan berimajinasi. Dua hal ini adalah potensi yang harus dikembangkan atau distimulasi melalui kegiatan pembelajaran. Karena kedua hal tersebut adalah modal dasar bagi berkembangnya sikap berpikir kritis dan kreatif. Sikap berpikir kritis dan kreatif adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa. Agar mampu berpikir kritis dan kreatif, sifat rasa ingin tahu dan berimajinasi yang sudah dimiliki siswa perlu dikembangkan. Untuk mengembangkan kedua sifat yang dimiliki siswa tersebut secara optimal perlu diciptakan suasana pembelajaran yang bermakna. Di lain pihak, perlu diperhatikan bahwa para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua siswa dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Siswa yang memiliki

Page 45: MEDAN DIKLAT

43

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan siswa, guru dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga siswa tersebut belajar secara optimal. Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam pembelajaran. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang diapajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Benda yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik dapat membantu guru dalam KBM karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah. Berdasarkan uraian tersebut kompetensi guru dalam meningkatkan mutu pendidikan yang dimaksud dalam pengkajian ini adalah seperangkat karakteristik umum dari kinerja seseorang guru dalam bentuk pelaksanaan prosedur pembelajaran dalam menyajikan bahan ajar yang bersifat mendasar dan umum. Indikator dari kompetensi mengelola pembelajaran tersebut meliputi kompetensi dalam mendemonstrasikan: (1) memulai pelajaran; (2) mengelola kegiatan belajar dan pembelajaran termasuk; (3) mengorganisasikan waktu, siswa dan fasilitas belajar; (4) melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar; serta (5) menutup pelajaran. Dari beberapa pendapat tentang kompetensi guru tersebut, pada tulisan ini baru meliputi kompetensi pedagogik dengan indikator-indikator: menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, penilaian hasil belajar dan pembelajaran siswa, serta pengawasan dan tindak lanjut hasil pembelajaran; serta kompetensi profesional guru, dengan indikator: guru komitmen terhadap belajar siswa, guru menguasai materi pembelajaran secara luas, guru bertanggung jawab mengatur dan memonitor belajar siswa, guru belajar reflektif dari apa yang dilakukan, serta guru adalah bagian dari warga belajar.

PENUTUP Hasil kajian ini menunjukkan bahwa kompetensi dipahami dan dilaksanakan oleh guru secara berbeda-beda. Perbedaan penafsiran atas makna kompetensi, serta kadar kompetensi nampaknya dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya: status sekolah seperti binaan proyek dan non-binaan, kebijakan Dinas Pendidikan setempat, kategori sekolah (unggulan dan non-unggulan), lingkungan sekolah, motivasi guru dan keterbatasan pengetahuan guru. Pemahamanataskompetensi pedagogik dan profesional guru ditanggapi secara berbeda oleh para guru, kepala sekolah dan pengawas.Perlu adanya usaha khusus untuk penguasaan atas kompetensi pedagogik dan profesional. Studi banding, pemagangan dan pelatihan terapan merupakan usaha yang sering terungkap. Untuk itu semua diperlukan adanya dedikasi dan komitmen untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dari para guru.

Page 46: MEDAN DIKLAT

44

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Terdapat kesenjangan mengenai pelaksanaan kompetensi guru antara proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas dengan rencana pembelajaran (RPP) yang disusun guru. Dan dalam penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) oleh guru rendah, dan kurangnya perhatian atas ketersediaan sarana dan prasarana TIK yang diperlukan. Hal ini belum sejalan dengan rencana pemerintah untuk dimanfaatkannya TIK dalam peningkatan mutu pendidikan. Kajian ini merupakan langkah awal yang bersifat deskriptif-analitis yang berkaitan dengan kompetensi pedagogik dan profesional guru. Kompetensi pribadi dan sosial tidak termasuk dalam kajian ini. Oleh karena itu direkomendasikan agar dipertimbangkan pengkajian lanjutan yang meliputi kompetensi kepribadian dan sosial guru dan dilakukannya uji kompetensi pada sekolah terpilih dengan mengambil contoh dari kasus yang dinilai telah berhasil dengan menggunakan instrumen penilaian. *Penulis adalah Widyaiswara Pada Balai Diklat Keagamaan Medan

DAFTAR PUSTAKA Banathy, Bella H..Systems Design of Education. A Journey to Create the Future.

Englewood Cliff,NJ: Educational Technology Publications,1991 Beeby, .C.E. Assessment of Indonesia Education. London: Oxford University Press

1979 Directorate General for Education and Culture. European Report on the Quality of

School Education. Europen Commission, 2000 Hoy, Charles, Colin Bayne-Jardin, and Margaret Wood. Improving Quality in

Education. London: Falmer Press,2000 Jenkins, Lee. Improving Student Learning. Applying Deming Quality Principles in

Education. Milwaukee,WI: ASOQ Pree,1996

Page 47: MEDAN DIKLAT

45

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

KINERJA DAN PROFESIONAL DALAM PERSFEKTIF TEORI

Oleh: Julianty Kasihati Hasibuan, M.Pd*

Abstrak

Kinerja memiliki posisi penting dalam manajemen dan organisasi. Karena, keberhasilan dalam melakukan pekerjaan sangat ditentukan oleh kinerja. Hal ini berarti, jika seseorang bekerja dalam organisasi, kinerjanya merupakan serangkaian perilaku dan kegiatan secara individual sesuai denga harapan atau tujuan organisasi. Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi/instansi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilain kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan/pegawai. Penilaian kinerja individu karyawan/pegawai semakin penting ketika perusahaan/instansi akan melakukan reposisi karyawan/pegawai. Kinerja dapat dilihat langsung dalam kehidupan sehari-hari sebagai kegiatan profesioanl. Dalam kaitan ini kinerja nyata yang diharapkan adalah kinerja yang menetapkan standar-standar tertinggi yang harus dicapai oleh seseorang, dan standar-standar yang ditetapkan melampaui apa yang diminta atau diharapkan orang lain.

Kata kunci :Kinerja, Profesional

PENDAHULUAN

Penilaian yang efektif terhadap pelaksanaankinerja,memerlukan suatu pengetahuan yang menyeluruh tentang standar pelaksanaan kinerja yang diperlukan dari masing-masing orang. Kunci bagi standar-standar yang berhasil adalah identifikasi kriteria yang tepat dan tersedianya informasi yang menggambarkan pelaksanaan kerja tersebut. manajemen harus memberikan suatu pemikiran yang cermat atas bagimana informasi tentang kinerja tersebut dihimpun. Seorang pegawai akan dapat berkinerja baik apabila ia memiliki peluang untuk mewujudkan kinerjanya. Pegawai yang memiliki motivasi tinggi, memiliki kemampuan, keterampilan, serta memiliki persepsi yang tepat mengenai suatu pekerjaan, tetapi ia tidak mendapatkan peluanguntuk melakukan pekerjaan tersebut, maka faktor lain yang telah ia miliki akan menjadi mubazir. Di samping itu pegawai juga memerlukan sumber daya untuk melakukan pekerjaan.

Page 48: MEDAN DIKLAT

46

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Tersedianya sumber daya seperti peralatan kerja yang memadai akan memungkinkan pegawai dapat bekerja secara maksimal. Uraian ini menegaskan kepada pimpinan untuk memperhatikan faktor kesempatan penyediaan fasilitas kerja, agar pegawai dapat bekerja dengan baik. Sehingga memperoleh kinerja yang maksimal. Di samping itu pada dasarnya manusia memiliki perbedaan–perbedaan pada tingkat upaya, motivasi, persepsi, kemampuan, dan keterampilan yang mereka miliki. Oleh karena itu, kinerja di antara pegawai juga berbeda. Untuk memperoleh gambaran tentang kinerja atau hasil kerja seseorang atas tugas pekerjaan yang dibebankankepadanya, akan diuraikan apa itu kinerja dan apa itu profesional.

PEMBAHASAN

Kinerja

Dalam dunia profesi, seseorang bisa dikatakan pecundang jika tidak mempunyai keahlian, meski hanya standar dasar. Ada berbagai pendapat tentang hakikat kinerja yang dikemukakan para ahli. Defenisi kinerja yang dapat mengarah pada hasil kerja seorang pegawai dikemukakan oleh Wilson dan Rosenfeld, yang menyatakan bahwa kinerja sebagai hasil dari seorang pegawai. Defenisi yang hampir serupa juga dikemukakan oleh Cascio, yang menyatakan bahwa kinerja merujuk pada keberhasilan karyawan terhadap tugas-tugas yang diberikan. Sedangkan Robbins mendefenisikan kinerja sebagai ukuran dari hasil kerja yang dilakukan dengan menggunakan kriteria yang disetujui bersama. Pendapat – pendapat ini menjelaskan bahwa kinerja identik dengan hasil kerja seseorang.

Istilah kinerja terjemahan dari performance. Karena itu istilah kinerja juga sama dengan istilah perfomansi. Selanjutnya Simamora menyatakan, kinerja adalah keadaan atau tingkat perilaku seseorang yang harus dicapai dengan persyaratan tertentu. Selanjutnya, Suprihanto meyatakan kinerja dengan istilah prestasi kerja, yaitu hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target, atau kriteria yang telah ditentukan lebih dahulu dan telah disepakati bersama. Pandangan lain dikemukakan King, yang menjelaskan kinerja adalah aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas pokok yang dibebankan kepadanya. Mengacu dari pandangan ini, dapat diinterpretasikan bahwa kinerja seseorang dihubungkan dengan tugas-tugas rutin yang dikerjakannya. Ahli lain Galton dan Simon, memandang bahwa kinerja atau Performance merupakan hasil interaksi atau berfungsinya unsur-unsur motivasi (m), kemampuan (k), dan persepsi (p) pada diri seseorang. Sementara itu, ada pendapat lain yang menemukakan defenisi kinerja sebagai catatan yang diperoleh dari pelaksanaan fungsi pekerjaan atau kegiatan tetentu selama suatu periode waktu tertentu. Defenisi ini menjelaskan, untuk melihat kinerja seseorang, ada rentang waktu dan catatan yang terkait dengan kegiatan yang dilakukan. Dalam hal ini, pencatatan kinerja dapat berfungsi sebagai informasi dan dokumentasi

Page 49: MEDAN DIKLAT

47

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

untuk melakukan penilaian yang mengarah pada objektifitas. Sementara itu, rentang waktu yang dilakukan secara periodik dan dalam jangka waktu tertentu, dapat memberikan kesempatan kepada seseorang untuk melakukan perbaikan-perbaikan guna mewujudkan kinerja yang maksimal.

Berbagai pengertian kinerja yang dikemukakan di atas menunjukkan begitu beragamnya pengetian kinerja, hampir tidak ada defenisi yang disepakati secara umum. Semuanya mempunyai visi yang agak berbeda, tetapi secara prinsip mereka setuju bahwa kinerja mengarah pada suatu upaya dalam rangka mencapai prestasi kerja yang lebih baik. Oleh karena itu , agar pekerjaan yang dihasilkan atau kinerjanya bernilai tinggi, maka pegawai tersebut harus memiliki beberapa hal yang dapat mendukung pelaksanaan kerja tersebut.

Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak bediri sendiri, tapi berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan dan sifat-sifat individu. Oleh karena itu menurut model partner–lawyer (Donnelly, Gibson and Invancevich: 1994), kerja individu pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor-faktor: (a) harapan mengenai imbalan; (b) dorongan; (c) kemampuan, kebutuhan dan sifat; (d) persepsi terhadap tugas; (e) persepsi terhadap tingkat imabalan dan kepuasan kerja. Dengan demikian kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu: (1) kemampuan; (2) keinginan; dan (3) lingkungan. Oleh karena itu, agar mempunyai kinerja yang baik, seorang pegawai harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya. Dengan kata lain, kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan. Kinerja individu dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja itu sendiri adalah perasaan individu terhadap pekerjaannya, perasaan berupa suatu hasil penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya.

Profesional

Kata profesional berasal dari profesi yang artinya menurut H.A.R. Tilaar merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian yang khas dari para anggotanya. Keahlian yang khas tersebut tentunya tidak dimiliki oleh suatu anggota profesi lain, sebab keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh suatu profesi merupakan hasil pendidikan dan pelatihan. Oleh karena itu, maka profesi merupakan jabatan atau pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang disiapkan untuk pekerjaan tersebut,baik melalui pendidikan maupun pelatihan dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh orang yang memang tidak memperoleh pekerjaan lainnya. Sementara itu, Sahertian menyebutkan, profesi pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau janji terbuka yang menyatakan bahwa seseorang itu mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.

Page 50: MEDAN DIKLAT

48

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Profesional sering diartikan sebagai suatu keterampilan teknis yang dimilki seseorang. Padahal, profesional mengandung makna yang lebih luas dari hanya berkualitas tinggi dalam hal teknis. Dalam hal ini, profesional mempunyai makna ahli, tanggung jawab, baik tanggung jawab intelektual maupun tanggung jawab moral, serta memiliki rasa kesejawatan. Dengan kata lain, makna profesional dapat dipandang dari tiga dimensi, yaitu ahli, rasa tanggung jawab, dan rasa kesejawatan. Dengan demikian, seorang profesional dapat dimengerti sebagai orang yang melakukan pekerjaan untuk mendapatkan nafkah dengan menunjukkan tingkat kemahiran atau keterampilan yang tinggi. Orang–orang profesional adalah orang-orang yang diandalkan dan dipercaya karena mereka ahli, terampil, punya komitmen moral, tanggung jawab, tekun, penuh disiplin, dan serius dalam menjalankan tugas pekerjaannya. Semua itu membuat istilah profesional identik dengan mutu, komitmen, tanggung jawab, dan bayaran yang tinggi.

Disamping itu, hal terpenting yang harus disadari oleh seorang profesional bahwa profesional bukan label yang diberikan kepada diri sendiri , ini merupakan suatu deskripsi yang diharapkan akan diberikan oleh orang lain kepada seseorang. Mereka bekerja sebaik mungkin demi harga diri untuk mendapatkan respek dan kepercayaan dari orang lain. Perilaku ini mengarah pada pemenuhan kerja. Dengan demikian, profesionalisme sejati mengisyaratkan suatu kebanggaan pada pekerjaan, komitmen pada kualitas, dedikasi pada kepentingan klien, dan keinginan tulus untuk membantu.

Manusia profesional digerakkan, dimotivasi, dan dipandu oleh hati nurani. Dengan mengikuti suara hati nurani ini, maka manusia profesional menjadikan cinta, kesetiaan, dan tanggung jawab sebagai dasar, fondasi, dan landasan utama profesionalisme. Hal inilah yang menjadi inti dari jiwa profesional, cinta dan kebahagiaan, kesetiaan dan komitmen, serta tanggung jawab dan kepedulian terhadap pekerjaan.

PENUTUP

Profesionalisme adalah nyawa yang menghidupi aktivitas-aktivitas organisasi. Tanpa profesionalisme, sebuah institusi atau organisasi tidak akan sungguh-sungguh hidup. Dalam hal ini, masalah profesionalisme adalah soal jiwa, nyawa, roh, dan karakter. Seorang profesional merasa bangga dengan pekerjaannya dan menunjukkan komitmen personal terhadap kualitas, mempunyai tanggung jawab yang besar, ingin menyelesaikan pekerjaan dengan tuntas, berusaha terus meningkatkan kemampuan untuk melayani, terbuka terhadap kritik yang konstruktif, bukan sekedar menguasai kiat-kiat tertentu. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa ada tiga komponen atau karakter dasar yang selalu dapat dilihat dan melekat pada setiap profesional yang baik mengenai cara kerja mereka. Ketiga karakter tersebut adalah keinginan untuk menjunjung tinggi pekerjaan, menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan untuk memberikan pelayanan pada masyarakat melalui pekerjaan untuk karya profesionalnya.

Page 51: MEDAN DIKLAT

49

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Kalau dikaitkan dengan kinerja, maka ketiga komponen tersebut sangat berkaitan dan saling mendukung. Hal ini dapat kita simak dari penjelasan sebelumnya, yang menegaskan bahwa kinerja adalah serangkaian perilaku atau kegiatan kerja seseorang dalam menjalankan tugasnya dengan dasar pemahaman, kompetensi, keterampilan, penuh dedikasi, bergairah, dan motivasi tinggi untuk meraih prestasi, dan mencapai keberhasilan tujuan organisasi/instansi. Di dalamnya, mencakup posisi kerja, tata tertib di tempat kerja, tanggung jawab terhadap pekerjaan, dan kerja sama dengan orang lain. Kinerja profesional adalah aktivitas terhadap pekerjaan yang dilandasi keahlian, dorongan, pelayanan, tanggung jawab, dan dedikasi untuk memberikan kepuasan dan meningkatkan kinerja yang optimal dalam mencapai keberhasilan.

*Penulis adalah Widyaiswara Muda Balai Diklat Keagamaan Medan

DAFTAR PUSTAKA

Bernadin, H. Jhon dan Joyce E. A. Russell, dalam Faustino Cardoso Gomes, 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Andi Offset.

H. Maister, David. 1998. Profesionalisme sejati. Terj. Bern dkk. Hidayat.Jakarta: Gramedia.

Handoko, T. Hani. 1993. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: BPFE.

Hamzah. Uno, 2007. TeoriMotivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Harefa, Andrias. 1999. Membangkitkan Roh Profesionalisme. Jakarta: Gramedia.

Mitrani, Alain dkk. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia BerdasarkanKompetensi. Terj. Dadi Pakar. Jakarta: Grafiti.

B. Uno Hamzah, Lamatenggo Nina. 2012. Teori Kinerja dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara

Simamora, Henry. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YKPN.

Suprihanto, John. 1996. Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karyawan.Yogyakarta: BPFE.

Page 52: MEDAN DIKLAT

50

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

ETIKA KERUKUNAN DALAM HARMONITAS UPAYA MEMBANGUN KERJASAMA UMAT BERAGAMA

Oleh : Drs. Bincar*

Abstrak Sesungguhnya, potensi konflik keagamaan bisa saja muncul di mana saja dan kapan saja di bumi nusantara. Kemunculan konflik biasanya dipicu oleh rasa perbedaan dalam hal pemahaman agama, dan bahkan tumbuh rasa sikap permusuhan karena beda anutan agama. Dengan kata lain konflik keagamaan tidak hanya terjadi bagi mereka karena perbedaan agama, tetapi juga di antara mereka sesama pemeluk agama karena perbedaan pemahaman keagamaan.Keadaan seperti itu tentu tidak menguntungkan bagi persatuan dan kesatuan bangsa, sebab perpecahan bukan saja akan menghambat pembangunan, tetapi juga dapat menghancurkan fasilitas dan sarana keagamaan hasil pembangunan yang ada. Ini berarti ketahanan nasional di bidang agama akan menurun, yang dapat berakibat pada melemahnya persatuan dan kesatuan bangsa.Oleh karena itu upaya mewujudkan kerukunan umat beragama di semua level; baik di tingkat daerah, provinsi, bahkan pusat, merupakan kewajiban bersama seluruh warga negara dengan pemerintah. Adalah tanggung jawab bersama mewujudkan kerukunan,, menumbuh kembangkan keharmonisan saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama.

Kata kunci:kerukunan, etika, agree, disagreement

PENDAHULUAN

Menghadapi arus globalisasi yang dialami masyarakat dan bangsa Indonesia saat ini, maka agama-agama yang ada – tanpa kecuali – menurut Azis, sedang menghadapi dua persoalan besar. Pertama, sebagai sistem keyakinan dan sistem nilai, agama-agama berpacu dengan waktu untuk selalu mengadaptasi perubahan denganketahanan iman dan keyakinan agama yang ada.

Kedua, sistem kapitalisme global dengan segala dampaknya di berbagai bidang termasuk politik dan kebudayaan telah tumbuh menjadi sistem keyakinan dan sistem nilai baru yang teramat sulit untuk dikontrol oleh keyakinan agama. Karena itu konflik

Page 53: MEDAN DIKLAT

51

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

antar-agama yang sering muncul dalam masyarakat Indonesia (seperti perebutan anggota jemaah, pendirian rumah ibadah atau posisi politik), sudah saatnya dialihkan dari persoalan-persoalan yang bersifat formal dan artifisial, kepada usaha bersama menghadapi ancaman dan bahaya besar yang secara substansial sedang mengancam eksistensi agama-agama itu sendiri (Azis, 2006:105).

Membangun etika kerukunan dengan menghormati keberagaman dalam praktik keberagamaan masyarakat perlu dikembalikan kepada budaya leluhur anak bangsa yang sejatinya memang sangat menjunjung tinggi kerukunan. Kerukunan dalam keberagamaan menurut Azis (2006:145) dapat dibangun dengan mengantisipasi sekurang-kurangnya duaproblem kepemelukan agama sebagai berikut.

1. Umat beragama harus menyadari kelemahan semangat religiosentrisme yang ditemukan terutama pada agama-agama yang menekankan tugas penyelamatan (salvation) umat manusia. Religiosentrisme yang dimaksud adalah pandangan dan keyakinan bahwa hanya agama yang dianutnya sendirilah yang benar dan unggul dan pemeluk agama yang bersangkutan mempunyai kewajiban untuk mewartakan kebenaran dan keunggulan tersebut kepada orang lain yang tidak menganutnya. Problemnya terletak pada kemungkinan bahwa penganut agama yang berlainan juga memiliki kecenderungan religisentrik yang sama dan sepadan sehingga menjadi potensi konflik yang sangat laten.

2. Umat beragama harus menyadari rendahnya kesediaan untuk berdialog di antara penganut agama yang berbeda-beda berdasarkan kesamaan derajat, keselarasan, dan keberanian melakukan otokritik, serta menerima kritik dari mitra dialog.

Sejalan dengan pandangan di atas Prof.Dr. Syahrin dalam salah satu tulisannya (Teologi Kerukunan Menciptakan Kerjasama Umat Beragama) mengatakan sebagai berikut :

“ Hemat saya agama yang akan berperan di masa depan itu bukanlah agama yang dapat memenangkan perang antar agama, melainkan agama yang dapat mengembangkan teologi kerukunan, agama yang dianut oleh mereka yang mempunyai kesanggupan menggali titik temu agama-agama yang diajarkan kitab suci, bukan terhenti pada aspek luar berupa konsumsi emosi keagamaan apalagi mengklaim hal itu sebagai misi agama secara dangkal.”

Bertitik-tolak dari beberapa pandangan di atas, terasa betapa krusialnya bagi pemeluk-pemeleluk agama di Indonesia yang pluralis membangun kebersamaan dalam bingkai kerukunan. Kerukunan umat beragama adalah salah satu point yang sangat peting dalam kehidupan sosial, dan harus ada sinergi antar umat beragama dalam menjaga keutuhan bangsa melalui kerukunan. Menjaga trus/kepercayaan saling menghargai, toleransi dalam menjalankan ibadah tiap masing-masing agama. Tidak

Page 54: MEDAN DIKLAT

52

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

lagi ada muncul yang namanya diskriminasi, intimidasi, provokasi untuk menhancurkan keutuhan kerukunan umat beragama.

PEMBAHASAN

Beberapa Pengertian Secara etimologi, kata kerukunan berasal dari bahasa arab yaitu“ruknun”yang

berarti tiang, dasar, sila. Jamak “ruknun” adalah “arkaan” artinya suatu bangunan sederhana yang terdiri dari berbagai unsur. Dari pengertian arkaan diperoleh bahwa kerukunan merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari berbagai unsur yang berlainan dan setiap unsur tersebut saling menguatkan. Kesatuan tidak dapat terwujud jika adadi antara unsur tersebut yang tidak berfungsi. (Munawar Kholil, :1988 )

Dalam pengertian sehari-hari, kata rukun dan kerukunan adalah damai dan perdamaian. Kerukunan hakiki adalah kerukunan yang didorong oleh kesadaran dan hasrat bersama demi kepentingan bersama. Jadi kerukunan hakiki adalah kerukunan murni, mempunyai nilai dan harga yang tinggi dan bebas dari segala pengaruh dan hipokrisis. Dalam hal ini, kerukunan antar umat beragama bukan berarti merelatifir agama-agama yang ada dengan melebur kepada satu totalitas (sinkretisme agama) dengan menjadikan agama-agama yang ada itu sebagai mahzab dari agama totalitas itu, melainkan sebagai cara atau sarana untuk mempertemukan, mengatur hubungan luar antar orang yang tidak seagama dalam setiap interaksi kehidupan sosial.

Kerukunan dapat dimaknai sebagai suasana dimana masing-masing anggota dari masyarakat menerapkan sikap saling menghargai dan saling menghormati. Konsep kerukunan ini merupakan acuan untuk meminimalisir terjadi konflik yang meretakkan sendi-sendi keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat, terlebih dalam kenyataan masyarakat yang plural.

Melacak sejarahnya, isu terminologi kerukunan pertama kali diangkat oleh H.Moh.Dachlan, Menteri Agama RI 1968-1971 karena menurutnya ini adalah kata kunci yang amat penting dalam konteks kemajemukan agama di Indonesia. Terminologi itu adalah bingkai dan kerangka yang di dalamnya agama-agama di Indonesia bisa bertemu, berinteraksi dan memberi kontribusi bagi masyarakat dan bangsanya. Kerukunan tidak boleh berhentihanya sebagai istilah, jargon dan atau diperkecil maknanya menjadi sesuatu yang artificial, sesuatu yang verbal dan tidak mewujud-nyata.

Kegigihan dan kerja keras Menteri Agama (H.Moh. Dachlan) memantapkan kerukunan antar-umat beragama di Indonesia dilanjutkan oleh Menteri Agama berikutnya H.Mukti Ali (1973-1977) untuk mengadakan restrukturisasi dan reorientasi kebijakan Orde Baru di Departemen Agama tersebut. “Pembaharuan Wacana”oleh Mukti Ali sebagai landasan bagi tumbuhnya minat dialogantar umat beragama di Indonesia. Kebijakan-kebijakan yang digulirkannya adalah untuk melakukan

Page 55: MEDAN DIKLAT

53

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

pembaharuan dan modernisasi dalam bidang politik dan keagamaan, dengan memajukan konsep agree in disagreement (setuju dalam perbedaan) yang secara lebih detail akan diuraikan pada pasal berikutnya.

Urgensi kerukunan adalah untuk mewujudkan kesatuan pandangan yang membutuhkan kesatuan sikap, guna melahirkan kesatuan perbuatan dan tindakan. Dengan kerukunan umat beragama, masyarakat menyadari bahwa negara adalah milik bersama dan menjadi tanggung jawab bersama umat beragama. Karena itu, kerukunan antar umat beragama bukanlah kerukunan sementara, bukan pula kerukunan politisi, tapi kerukunan hakiki yang dilandasi dan dijiwai oleh agama masing-masing.

Agama secara sosiologis memang sangat sensitif terhadap konflik. Hal ini karena adanya solidaritas dan ikatan emosional yang kuat sesama umat beragama. Merujuk pada teori Emile Durkheim (1912), bahwa dalam hubungan antar umat beragama dan emosi keagamaan, akan terbentuk ikatan dan solidaritas yang kuat. Hal ini terjadi mengingat emosi keagamaan merupakan dasar ikatan primer dalam komunitas masyarakat dan menjadi sumber dari sentimen kemasyarakatan, dimana kesadaran tentang hubungan tersebut menjadi ikatan paling kuat dan paling mudah disinggung dan dilukai. Inilah yang menyebabkan umat beragama mudah tersulut dan akhirnya menimbulkan konflik yang mengatasnamakan agama.

Dasar Kerukunan Teologis (Islam)

Kehadiran Agama Islam sejak awal, demikian juga agama-agama lain, telah mengisyaratkan bahwa satu agama untuk seluruh umat manusia adalah satu hal yang mustahil (Syahrin Harahap; Mengenal Aspek Eksoteris dan Esoteris Jalan Menuju Titik Temu Agama-Agama, 2000). Oleh karena itu Islam memberi petunjuk yan jelas menyangkut kehidupan yang pluralistik. Hal ini bisa dilihat dalam Al-Qur‟an Surat Yunus ayat 99 sebagai berikut :

Artinya ;

Jika Tuhanmu menhendaki, niscaya semua manusia yang ada di bumi beriman seluruhnya. Apakah hendak kau paksakan juga semua orang supaya beriman?

Selanjutnya dijelaskan pada Surat Al-Kahfi ayat 29 :

Page 56: MEDAN DIKLAT

54

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Dan katakanlah, kebenaran itu datang dari Tuhanmu, maka barang siapa yang ingin beriman, hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir.

Berikutnya penjelasan Al-Qur‟an pada Surat Al-Baqarah ayat 256 :

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam) , sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thogut, dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Menetahui.

Abdullah Yusuf Ali dalam bukunya (The Holy Qur’an: Tex, Translation and Commentary, USA: Amana Corporation 1989 hal .106) ketika mengomentari ayat tersebut mengatakan sebagai berikut :

Compulsion is incompatibeble with religion; because (1) religion defende upon faith and will, and these would be meaninless if induced by force, (2) Truth and Error have been so clearly... (3) Allah’s protection is continiuous, and his plan is always to lead us from the depths of dekness into clearest light. (Pemaksaan bertentangan dengan agama, sebab (1) agama tergantung kepada iman dan kemauan, dan semua ini tidak berarti bila dilakukan dengan jalan kekerasan, (2) kebenaran dan kesesatan sudah demikian jelas... (3) Perlindungan Tuhan berkesinambungan, dan kehendakNya selalu membimbing kita keluar dari lembah kegelapan kepada cahaya yang terang).

Komentar yang lebih mengesankan Abdullah Yusuf Ali, didapati ketika mengomentari Surat Yunus ayat 99: “Orang beriman tidak boleh marah jika berhadapan dengan orang yang tidak beriman, dan terutama sekali dari semua itu harus menahan diri dari godaan melakukan kekerasan, misalnya memaksakan iman kepada orang lain dengan paksaan fisik, atau denan paksaan lain seperti tekanan sosial, membujuk dengan harta dan kedudukan, atau mengambil manfaat cara lain yang dibuat-buat. Iman yang dipaksakan bukanlah iman. Mereka harus berusaha dengan jalan rohani dan biarlah Tuhan yang menentukan sesuai dengan kehendak-Nya. (Yusuf Ali :1989:510)

Begitulah, kitab suci ini sejak awal telah mengantisipasi terjadinya pemaksaan dalam hal agama dengan berbagai bentuknya, dan menyebutnya sebagai seuatu yang bertentangan dengan agama itu sendiri. Bertitik tolak dari petunjuk-petunjuk Tuhan dalam rentetan ayat tersebut, kemudian kepada manusia diajarkan kesatuanTuhan (Q.S

Page 57: MEDAN DIKLAT

55

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

al-Syura:13), kesatuan Nubuah (Q.S al-Baqarah: 136), dan kesatuan kemanusiaan (Q.S. al-Baqarah :113).

Konsep Agree in Disagreement

Keterikatan setiap penganut agama untuk melaksanakan aktivitas sesuai dengan keyakinannya adalah dipandang baik, sepanjang tidak terperangkap kepada sikap fanatisme yang kaku. Oleh karena itu setiap penganut agama hendaknya dapat menempatkan posisi otonomi agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk menciptakan kondisi yang stabil seperti itu di tengah masyarakat yang pluralistik bukanlah hal yang mudah. Untuk inilah nampaknya Mukti Ali (Mantan menteri Agama RI) merumuskan konsep agree in disagreement yang artinya “setuju dalam perbedaan”. Mengenai pengertian konsep ini beliau menguraikan sebagai berikut:

Bangsa Indonesia yang kini sedang membangun menuju manusia seutuhnya hidup dalam “Plural Society” masyarakat serba ganda, baik keyakinannya, agamanya, bahasa dan budayanya. Manusia Indonesia yang beragam ini dituntut supaya rukun dalam kehidupan agama. Kericuhan dalam kehidupan agama merupakan halangan bagi pembangunan. Pembangunan mustahil dilaksanakan dalam masyarakat yang kacau balau. Kerukunan hidup masyarakat merupakan pra kondisi bagi pembangunan. Rukun dalam kehidupan agama dapat tercipta apabila tiap-tiap orang itu, saling tenggang-menenggang rasa dan lapang dada /toleran. (H.Mukti Ali, tt, :105-106)

Konsep yang disampaikan oleh Mukti Ali di atas, dapat dipahami bahwa kerukunan hidup beragama dalam bangsa yang pluralistik mutlak diperlukan. Penekanan kepada prinsif kerjasama antar pemeluk agama bukan berarti memaksakan sesuatu ide dari salah satu pemeluk agama, tapi untuk mencari rumusan kesamaan pandangan tanpa merugikan pihak agama lain. Di sini lebih lanjut Mukti Ali menyatakan sebagai berikut:

“Dengan jalan agree in disagreement(setuju dalam perbedaan). Ia percaya bahwa agama yang ia peluk itulah yang paling baik, dan mempersilahkan orang lain untuk mempercayai bahwa agama yang yang dipeluknya adalah agama yang paling baik. Dan yakin bahwa antara satu agama dan yang lainnya, saling terdapat perbedaan, juga terdapat persamaan. Berdasarkan pengertian itulah saling menghargai antara pemeluk agama yang satu dan pemeluk agama yang lain”.

Atas dasar konsep agre in disagreement itu, merupakan prasyarat dalam memelihara terciptanya kestabilan nasional dan dapat berjalan lancar melalui kerukunan hidup agama. Orang yang beragama harus yakin bahwa agama yang ia peluk itulah agama yang paling benar, dan orang lain juga dipersilahkan, bahkan dihargai untuk percaya dan yakin bahwa agama yang dipeluknya adalah agama yang paling baik dan paling benar. Sebab apabila orang percaya bahwa agama yang ia peluk adalah agama yang paling benar, maka timbullah kegairahan untuk berusaha supaya prilakunya sesuai dengan ajaran agamanya.

Page 58: MEDAN DIKLAT

56

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Prof. Dr. Syahrin Harahap, dalam mengomentari konsep “agree in disagreement” menurutnya memiliki dua wawasan. Pertama disebutnya berwawasan ke-Ilahian. Hal ini menjamin masing-masing pemeluk agama untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinannya. Seterusnya kebebasan mengaktualisasikan ajaran agamanya masing-masing untuk kebaikan di tengah-tengah umat. Kedua berwawasan kemanusiaan, dalam hal ini saling menghormati, menghargai dan mengasihi di sepanjang batas-batas kemanusiaan, tanpa merugikan keyakinan agama lain.

Pandangan di atas menunjukkan pentingnya diperhatikan dua hal. Pertama setiap pemeluk agama harus berpegang teguh kepada etika penyiaran agama. Jangan sampai menyiarkan agama kepada orang yang jelas telah memeluk suatu agama, apalagi memaksanya. Begitu juga jangan sekali-kali menggunakan atau memanfaatkan kemiskinan seseorang untuk menyebarluaskan agamanya, dengan memberikan uang, bantuan dalam pendidikan, pertolongan mengenai obat-obatan dan sebagainya. (Abdurrahman tt.:108).

Kedua, pemeluk-pemeluk agama harus dapat menjembatani dan menutup gap atau kesenjangan antara indahnya ajaran dengan semangat menyebarluaskan. Dalam hal ini perlu memperhatikan aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana diatur dalam PBM Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 7 Tahun 2006 Tentang Tatacara Pendirian Rumah Ibadah.

Memang, kehidupan yang heterogen di sepanjang kehidupan manusia, serta keberagamaan yang pluralistik tidak dapat dihindarkan di bumi nusantara. Keragaman budaya, adat-istiadat serta keyakinan agama adalah sebuah kekuatan yang sangat potensial untuk dikelola secara baik dan terpadu. Namun bila masing-masing keragaman tadi tidak ditata dan dikelola dengan baik, dikhawatirkan akan menjadi ancaman besar terhadap munculnya konflik yang berakibat pada runtuhnya sendi-sendi keutuhan dan persatuan bangsa.

PENUTUP

Adalah suatu kenyataan bahwa Tuhan membiarkan umat manusia menganut agama yang berbeda-beda sesuai dengan keyakinannya. (Q.S.Yunus:99). Namun yang terpenting kemudian adalah bagaimana pemeluk agama itu dapat melaksanakan ajaran agamanya secara konsisten. Esensi agama adalah ketenangan dan kedamaian, dan berdasarkan keyakinannya itu setiap pemeluk agama merasa aman, tenang, tenteram dan ia dapat menjalankan ajaran agamanya denan khusuk, dan hidup rukun berdampingan dengan pemeluk agama lain tanpa merasa terusik.

Adalah suatu keniscayaan pula bahwa kehidupan sosial yang heterogen, serta keberagamaan masyarakat yang pluralistik tidak dapat dihindarkan. Keragaman budaya, adat-istiadat serta keyakinan agama adalah sangat potensial untuk dikelola secara baik dan terpadu. Namun bila masing-masing keragaman tadi, tidak ditata dan

Page 59: MEDAN DIKLAT

57

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

dikeloladengan baikakan menjadi ancaman besar terhadap timbulnya konflik yang berakibat pada runtuhnya sendi-sendi keutuhan dan persatuan bangsa.

Oleh karena itu membangun etika kerukunan dengan menghormati keberagaman dalam praktik keberagamaan masyarakat perludigali dan digalang secara bersama olehdan untuk antar pemeluk agama, sehingga tercipta kerukunan dan keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Wa-Allahu a’lamu bi-alshawab. *Penulis adalah Widyaiwara BDK Medan

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Yusuf Ali (The Holy Qur’an: Tex, Translation and Commentary, USA: Amana Corporation 1989

Aziz, Abdul, 2006, Esai-Esai Sosiolagi Agama. Jakarta: Diva Pustaka Jakarta Departemen Agama RI, Al -Qur’an dan Terjemahannya, History of al-Thabari :The Caliphate of Umar ibn al-Khathab, translation: Yohanan

Fiedmann, Albay, 1992

Khan, Hazrat Inayat. 2003. Kesatuan Ideal Agama-Agama. Yogyakarta: Putra Langit Munawar Kholil, Kamus Bahasa Arab Indonesia dan Kamus Umum Bahasa Indonesia

:1988 Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia dan Belanda, Seri INIS, Jld.14,

Jakarta 1992

Mukti Ali, Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia, tt.

Syahrin Harahap, Teologi Kerukunan Menciptakan Kerjasama Umat Beragama, 1999 (makalah)

Wahid, Abdurrhman, dkk. 1998. Agama dan Kekerasan: Dari Anarkhisme Politik ke Teologi Kekerasan. Jakarta: PP-IPNU.

Yusuf, Moh Asror(ed)..Agama sebagai Kritik Sosial: di Tengah Arus Kapitalisme Global. Yogyakarta :2006.

Page 60: MEDAN DIKLAT

58

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 / Jumadil ‘Ula 1435 H

Suatu hari Plato bertanya pada Sang Guru, “Guru! Apa itu cinta? Bagaimanasaya bisa menemukannya?

SangGuru menjawab,”Ada ladang gandum yang luas di depan sana. Berjalanlah kamu tanpa boleh mundur kembali. Ambillah satu ranting saja yang lebih menarik hatimu. Itulah cinta”

Sesaat Plato berpikir “Aku hanya boleh memetik satu saja dan saat berjalan tidak boleh mundur (berbalik).

Kemudian Plato melapor kepada Sang guru, “Sebenarnya aku telah menemukan yang menarik hatiku. Tapi aku tak tahu apakah masih ada yang lebih menarik lagi. Saat kuberjalan lebih jauh, baru kusadari bahwa ranting-ranting yang kutemukan tidak seindah yang tadi. Jadi tak satu pun pada akhirnya ranting yang kuambil.

Sang Guru mendengarkan sambil manggut-manggut kemudian berkata, “Jadi ya..itulah cinta” (bhs, sumber : Sriwati Bukit)

Bahan Renungan….

Page 61: MEDAN DIKLAT

Peserta Diklat Penggerak Kerukunan Terlihat serius dan santai ketika mengikuti upacara penutupan Diklat di Aula KampusBalai Diklat Keagamaan Medan .Rabu 2 April 2014.(foto bhs)

Page 62: MEDAN DIKLAT

Tidak diperjualbelikan

Edisi 2 Vol. 22 Maret 2014 M/ Jumadil ‘Ula 1435 H

Doa Bersama pada acara pentupan ;perwakilan Islam, Katholik, Protestan, Hindu ,dan Konghucu) melakukan doa bersama, pada acara penutupan Diklat KerukunanUmat Beragama, Rabu 2 April 2014 (foto bhs)