MDG's PNPM Perkotaan

8
MDGs seharusnya lebih dipandang sebagai tools atau sarana, bukan semata-mata target praktis. Tujuan-tujuan MDGs diharapkan mendorong diskusi, perhatian Cara Lain Membaca MDGs Maria Hartiningsih arget waktu tahun 2015 yang ditentukan untuk mencapai delapan Tujuan Pembangunan Millenium atau MDGs sudah separuh terlewati. Pemasyarakatan tentang MDGs kian gencar dilakukan, termasuk melalui iklan pelayanan masyarakat. Namun, pemahaman tentang MDGs masih terbatas pada pemahaman literal, dan tujuan-tujuannya dipahami hanya sebagai target riil. T Banyak ahli, termasuk Michael Clements dan Todd Moss dari Centre for Global Development, mengingatkan, MDGs seharusnya lebih dipandang sebagai tools atau sarana, bukan semata-mata target praktis. Tujuan-tujuan MDGs diharapkan mendorong diskusi, perhatian yang lebih terfokus, dan membantu mendorong akuntabilitas. Dengan demikian, tahun 2015 sebaiknya tidak dilihat sebagai angka mati, dan target-targetnya tak hanya dipahami sebagai angka. Hal itu mengandung banyak bahaya. Di antaranya seperti yang dikemukakan Wahyu Susilo dari Forum Internasional NGO mengenai Pembangunan Indonesia (Infid), "Kalau ini terjadi, maka MDGs dipandang tak lebih dari proyek." Komitmen negara maju membantu negara berkembang pun tak bisa dibaca sebagai ketulusan tanpa kepentingan. Pandangan Jeffrey Sachs dalam bukunya, The End of Poverty (2005), yang terkesan menimpakan penghapusan kemiskinan sebagai tanggung jawab negara maju, menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Chalid Muhammad, dapat dibaca sebaliknya, yakni melegitimasi mazhab pembangunanisme yang sudah bangkrut itu. Yang dibutuhkan oleh negara miskin dan warga yang terpinggirkan di berbagai negara, seperti dikemukakan Clements dan Todd (2004), bukanlah tindakan yang bersifat emosional dan moralistik, tetapi suatu tindakan yang lebih moderat dan berkelanjutan. Inovasi seperti Dana Kesehatan Global atau Millenium Challenge Account merupakan awal yang baik, tetapi dibutuhkan lebih banyak eksperimentasi dan evaluasi. Upaya untuk memperbaiki situasi kesejahteraan manusia di berbagai penjuru dunia sebenarnya jauh melintasi bantuan atau utang, melainkan sesuatu yang lebih substansial akan mengubah keadaan, seperti alih teknologi (untuk pembuatan vaksin, misalnya), mekanisme perdagangan yang lebih adil untuk negara berkembang dan miskin, serta pendekatan win-win untuk mobilitas tenaga kerja. Ini artinya, tujuan delapan MDGs sangat penting dan harus mendapat perhatian.

description

Strategi milleniun defelopment

Transcript of MDG's PNPM Perkotaan

Page 1: MDG's PNPM Perkotaan

MDGs seharusnya lebih dipandang sebagai tools atau sarana, bukan semata-mata target praktis. Tujuan-tujuan MDGs diharapkan mendorong diskusi, perhatian yang lebih terfokus, dan membantu

Cara Lain Membaca MDGs Maria Hartiningsih

arget waktu tahun 2015 yang ditentukan untuk mencapai delapan Tujuan Pembangunan Millenium atau MDGs sudah separuh terlewati. Pemasyarakatan tentang MDGs kian gencar dilakukan, termasuk melalui iklan pelayanan

masyarakat. Namun, pemahaman tentang MDGs masih terbatas pada pemahaman literal, dan tujuan-tujuannya dipahami hanya sebagai target riil.

TBanyak ahli, termasuk Michael Clements dan Todd Moss dari Centre for Global Development, mengingatkan, MDGs seharusnya lebih dipandang sebagai tools atau sarana, bukan semata-mata target praktis. Tujuan-tujuan MDGs diharapkan mendorong diskusi, perhatian yang lebih terfokus, dan membantu mendorong akuntabilitas.

Dengan demikian, tahun 2015 sebaiknya tidak dilihat sebagai angka mati, dan target-targetnya tak hanya dipahami sebagai angka. Hal itu mengandung banyak bahaya. Di antaranya seperti yang dikemukakan Wahyu Susilo dari Forum Internasional NGO mengenai Pembangunan Indonesia (Infid), "Kalau ini terjadi, maka MDGs dipandang tak lebih dari proyek."

Komitmen negara maju membantu negara berkembang pun tak bisa dibaca sebagai ketulusan tanpa kepentingan. Pandangan Jeffrey Sachs dalam bukunya, The End of Poverty (2005), yang terkesan menimpakan penghapusan kemiskinan sebagai tanggung jawab negara maju, menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Chalid Muhammad, dapat dibaca sebaliknya, yakni melegitimasi mazhab pembangunanisme yang sudah bangkrut itu.

Yang dibutuhkan oleh negara miskin dan warga yang terpinggirkan di berbagai negara, seperti dikemukakan Clements dan Todd (2004), bukanlah tindakan yang bersifat emosional dan moralistik, tetapi suatu tindakan yang lebih moderat dan berkelanjutan. Inovasi seperti Dana Kesehatan Global atau Millenium Challenge Account merupakan awal yang baik, tetapi dibutuhkan lebih banyak eksperimentasi dan evaluasi.

Upaya untuk memperbaiki situasi kesejahteraan manusia di berbagai penjuru dunia sebenarnya jauh melintasi bantuan atau utang, melainkan sesuatu yang lebih substansial akan mengubah keadaan, seperti alih teknologi (untuk pembuatan vaksin, misalnya), mekanisme perdagangan yang lebih adil untuk negara berkembang dan miskin, serta pendekatan win-win untuk mobilitas tenaga kerja. Ini artinya, tujuan delapan MDGs sangat penting dan harus mendapat perhatian.

Di luar itu adalah berbagai cara lain untuk mendukung negara miskin dan negara berkembang, termasuk kebijakan nasional dan lokal yang mendorong warga yang terpinggirkan di berbagai negara agar dapat memperbaiki nasibnya sendiri.

Chalid Muhammad menambahkan, "Belakangan ini istilah MDGs banyak dipandang sebagai obat mujarab untuk menjawab persoalan dunia yang kian ruwet sehingga seluruh rancangan tahun 2015 tidak disertai perombakan fundamental terhadap praktik-praktik ketidakadilan. Yang kuat tetap saja mendominasi yang lemah, dari tingkat internasional sampai ke yang paling lokal."

Page 2: MDG's PNPM Perkotaan

Ia mempertanyakan, bagaimana mungkin Indonesia terlepas dari kemiskinan kalau eksploitasi sumber daya alam yang terjadi sebelumnya terus berlangsung sampai sekarang. "Tidak ada upaya fundamental yang dilakukan untuk mengubah arah pembangunan," ujarnya.

Maka, laju perusakan hutan di Indonesia, yang ditengarai sebagai yang paling tinggi di dunia, tidak membutuhkan tanggapan pro atau kontra, tetapi membutuhkan tindakan untuk mengubahnya.

Tak ada yang baru

Pembangunan merupakan tindakan, tak hanya dalam spirit. Di negara demokrasi, salah satu cara untuk mengembangkan dukungan jangka panjang adalah menunjukkan hal-hal yang terbaik untuk kesejahteraan warga dalam arti luas, melintasi sekat-sekat yang dibuat untuk kepentingan politik sekelompok orang, seperti agama, ras, etnis, jender, golongan, dan lain-lain.

Tak kurang dari Wakil Sekretaris Jenderal PBB dan Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial untuk wilayah Asia Pasifik Kim Hak-su dan Duta Besar Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk MDGs di wilayah Asia-Pasifik Erna Witoelar mengingatkan, tidak ada yang baru dengan sasaran-sasaran MDGs.

Barangkali perlu diingatkan lagi kesepakatan-kesepakatan internasional pada waktu lalu. Pada tahun 1960-an, PBB menentukan target pendidikan dasar untuk semua pada tahun 1980. Pada tahun 1980, ada berbagai kesepakatan, di antaranya pertumbuhan ekonomi 6,5 persen di seluruh negara berkembang.

Antara tahun 1980-1990 dibuat kesepakatan untuk pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, meningkatkan jumlah anak di sekolah, dan banyak lagi target yang menyasar negara berkembang. Lebih jauh lagi, pada tahun 1992 ditandatangani Deklarasi Rio untuk Lingkungan dan Pembangunan dengan cetak biru Agenda-21 guna mencapai Pembangunan Berkelanjutan.

Di Cairo tahun 1994 ditandatangani Deklarasi Cairo untuk Kependudukan dan Pembangunan. Setahun kemudian dibuat komitmen Copenhagen untuk Pembangunan Sosial. Tahun yang sama ditandatangani Deklarasi Beijing dengan Beijing Platform for Action yang dihasilkan dalam Konferensi IV mengenai Perempuan dan Pembangunan.

Laporan dunia lima tahun setelah Rio menyatakan bahwa degradasi lingkungan justru kian parah. Dalam Konferensi Internasional mengenai Pembangunan Berkelanjutan (WSSD) di Johannesburg, Afrika Selatan, 10 tahun setelah Rio, situasinya justru memburuk.

Kenaikan temperatur akibat perubahan iklim yang disebabkan meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer bumi menyebabkan meruyaknya penyakit infeksi di dunia dan bencana alam di berbagai negara.

Gelombang pasang pada 17 dan 18 Mei 2007, misalnya, seperti dicatat Walhi, berdampak pada 38 kabupaten dan kota pesisir dari 11 provinsi di Indonesia, dengan korban langsung sekurangnya 203.623 kepala keluarga yang menggantungkan hidupnya pada kegiatan perikanan.

Berbagai kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia dan berbagai mekanisme internasional lainnya, seperti program-program yang diprakarsai oleh Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia dalam kurun waktu 10 tahun setelah Rio, justru memperburuk situasi lingkungan di banyak negara.

Page 3: MDG's PNPM Perkotaan

Peran PBB pun dipertanyakan karena lemahnya posisi organisasi itu di hadapan organisasi dan lembaga-lembaga internasional yang didominasi oleh kepentingan negara maju.

Sepuluh tahun setelah ICPD Cairo, kemiskinan dan konservatisme agama membuat pencapaian di bidang kependudukan pada akhir tahun 1990-an bergerak ke belakang. Sepuluh tahun setelah Konferensi Internasional mengenai Pembangunan Sosial di Copenhagen pada tahun 1995, situasi dunia kian karut-marut akibat perang, bencana alam, dan berbagai bencana lainnya.

Dana Militer

Dana militer untuk persenjataan yang pada tahun 1995 diharapkan dapat dikurangi dari 900 miliar dollar AS tidak terwujud. Pupus pula harapan menggunakan 125 miliar dollar AS untuk meningkatkan kesejahteraan di dunia. Malah dana persenjataan bertambah. Perang besar justru terjadi pada awal abad ke-21, khususnya setelah AS memberikan definisi sepihak tentang terorisme.

Berbagai organisasi pemerhati utang mencatat, utang dunia yang sekitar 1.800 miliar dollar AS 10-15 tahun lalu saat ini membengkak menjadi sekitar 2.200 miliar dollar, sekitar 90 persen merupakan utang negara berkembang dan negara miskin.

Pemenang Nobel Ekonomi tahun 2003, Joseph Stiglitz, mencatat, tidak ada program penghapusan kemiskinan yang sungguh-sungguh mampu menghapus utang.

Contoh di Afrika adalah yang paling jelas. Zambia, misalnya, setelah program "penghapusan kemiskinan" yang didukung oleh Bank Dunia dan IMF, angka kematian bayi yang 19 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1990 naik menjadi 90 pada tahun 2002. Di Senegal angka kemiskinan naik dari 60 persen menjadi 80 persen pada tahun 1994-2003.

Semua ini adalah catatan untuk mengingatkan betapa pentingnya jejak di belakang supaya kita tidak terjebak pada jargon dan target-target. (Kompas, 30 Mei 2007)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) : Mempertalikan Pembangunan Manusia & Pertumbuhan Ekonomi

Page 4: MDG's PNPM Perkotaan

Praya Arie Indrayana

ape Town, Afrika Selatan, 9 November 2006 : “Afrika semakin terpuruk ke titik terendah kehidupan. Sementara Norwegia, Eslandia, Australia, Irlandia dan Swedia menjadi 5 negara terbaik untuk dihuni. Akan halnya Indonesia, menempati urutan

108 dari 177 negara”. Itulah antara lain yang digambarkan dalam laporan tahunan Badan Perserikatan Bangsa Bangsa untuk Program Pembangunan Dunia Ketiga (United Nation Development Program – UNDP) mengenai Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

CDalam laporan yang bertajuk "Lebih dari Sekedar Kelangkaan: Kekuasaan, Kemiskinan dan Krisis Air di Tingkat Global“, menunjukkan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia tahun 2006 mencapai 0,711. Nilai ini merupakan hasil kalkulasi dari angka harapan hidup 67,2 tahun (indeks kesehatan 0,70), angka melek huruf 90,4%, gabungan rata-rata lama sekolah tingkat dasar dan lanjutan 68% (indeks pendidikan 0,83) dan GDP per kapita US$ 3.609 (indeks daya beli 0,60). Nilai IPM Indonesia 0,711 ini menunjukkan peningkatan dari 0,697 tahun 2005 (urutan 110 dari 177 negara). Nilai tersebut semakin mendekatkan Indonesia untuk masuk klasifikasi negara maju (batasan IPM negara maju adalah nilai di atas 0,800).

Bagi masyarakat awam, tidak mudah memahami angka-angka tersebut. Meski begitu, persoalan-persoalan mahalnya biaya pendidikan, kesehatan, sembako dan barang-barang kebutuhan pokok ataupun semakin besarnya pengeluaran dibanding gaji yang diperoleh terasa sangat dekat. Sesungguhnya, apa makna dari angka-angka IPM tersebut? Apa pengaruh penetapan IPM bagi orientasi Pembangunan?

Pembangunan berfokus manusiaWikipedia Indonesia menyebutkan bahwa IPM adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standard hidup untuk semua negara seluruh dunia. Indeks ini juga menunjukkan seberapa besar pengaruh kebijakan ekonomi yang diambil satu pemerintahan terhadap kualitas hidup warga negaranya.

IPM dikembangkan tahun 1990 oleh pemenang nobel India Amartya Sen dan Mahbub ul Haq, seorang ekonom pakistan, dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics. Melalui bukunya “Tirai Kemiskinan” Mahbub ul Haq menyampaikan kritiknya yang pedas akan kecenderungan para ahli dan politikus yang mengukur keberhasilan pembangunan satu negara menurut indikator rata-rata GNP (pendapatan nasional bruto) dan anak turunannya seperti tingkat inflasi, pengangguran, investasi, tingkat pembelanjaan pemerintah, tingkat konsumsi ataupun posisi neraca perdagangan. Kritik ini diperkuat oleh Amartya Sen dalam bukunya “Inequality Reexamined”. Sen menyebut indikator rata-rata GNP sebagai “pengukuran vulgar”. Menurut Sen, “rata-rata” mengandaikan bahwa semua orang sama, padahal faktanya kehidupan dan pendapatan warga manusia tidak sama atau tidak merata. Para tokoh ini menyodorkan alat ukur yang ‘lebih manusiawi’ dengan fokus utama pada tingkat kesejahteraan manusia.

Pandangan Sen mengilhami indikator kesejahteraan yang tiap tahun diumumkan UNDP: Indeks Pembangunan Manusia. Sejak tahun 1990, UNDP menerbitkan Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report). Salah satunya memuat indeks pembangunan manusia (human development index - HDI) yang mengartikan definisi kesejahteraan secara lebih luas dari sekedar pendapatan domestik bruto (PDB). Indeks ini mengurut kedudukan negara-negara sebagai negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang. Pengurutan itu membawa pesan penting Sen: pertumbuhan pendapatan tahunan tidaklah cukup. Masyarakat harus juga memprioritaskan tujuan-tujuan sosial, mendahulukan penduduknya yang paling menderita, dan membongkar bias gender yang berakar dalam agar ada investasi yang adil untuk anak-anak perempuan.

Lebih dari sekedar satu alat ukur, IPM utamanya mendorong orientasi pembangunan kepada tiga dimensi tentang pembangunan manusia yaitu:

Page 5: MDG's PNPM Perkotaan

1. panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari usia harapan hidup);2. pendidikan (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat

pendaftaran di sekolah dasar dan lanjutan); dan3. standar hidup yang layak (diukur dari paritas daya beli/penghasilan (PPP)).

Studi yang dilakukan oleh dan Soelistianingsih (1998) dan Wibisono (2001), hanya beberapa tahun setelah konsep pembangunan manusia diadaptasi, mengkonfirmasi bahwa modal manusia (human capital) dalam bentuk pendidikan maupun kesehatan mempunyai kontribusi penting dalam pertumbuhan ekonomi dan berarti juga berguna untuk mempercepat proses pemerataan pendapatan antardaerah. Dari estimasi-estimasi yang dilakukan Wibisono, diperoleh temuan bahwa variabel yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan adalah pendidikan, angka harapan hidup, dan tingkat kematian bayi. Sedangkan tingkat fertilitas dan laju inflasi memberikan efek negatif terhadap tingkat pertumbuhan pendapatan.

Meski telah menjadi parameter utama dalam pembangunan dunia, harus disadari bahwa indeks ini bukanlah satu ukuran yang menyeluruh untuk mengukur tingkat perkembangan pembangunan manusia. IPM, misalnya, tidak mencakup indikator penting lainnya seperti tingkat penegakan Hak Asasi Manusia, tingkat demokrasi ataupun ketidak adilan. Terdapat alat ukur – alat ukur alternatif lainnya, seperti “Human Poverty Index” yang lebih berfokus kepada kemiskinan, ataupun “Gender-related Development Index” yang merefleksikan ketidaksetaraan gender. Meski tidak mengukur aspek-aspek kebutuhan mendasar lainnya seperti perumahan, lingkungan, ataupun kualitas gizi, rendahnya pencapaian ketiga dimensi IPM menunjukkan betapa pembangunan manusia di satu wilayah masih jauh dari memadai.

Makna IPM bagi Manajemen Anggaran PemerintahBagi pemerintah (daerah), orientasi pembangunan - setuju tidak setuju - harus diletakkan dalam kerangka peningkatan IPM. Perubahan orientasi ini tidaklah mudah. Pembangunan infrastruktur fisik, yang menjadi mainstream selama ini, harus tarik menarik dengan alokasi anggaran sektor pembangunan sosial. Pembangunan infrastruktur dibutuhkan untuk mendorong invetasi, namun di sisi lain alokasi anggaran lebih besar harus diarahkan kepada (sekurang-kurangnya) pendidikan dan kesehatan.Meski begitu, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan terbukti bukanlah hubungan yang bertolak belakang atau saling menegasikan. Pembangunan manusia yang berhasil sebetulnya juga memberikan manfaat positif bagi pertumbuhan ekonomi melalui tersedianya tenaga kerja yang berkualitas. Dengan kata lain sesungguhnya terdapat hubungan dua arah antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia (Ramirez, Ranis, dan Stewart, 1998).

Kebutuhan akan peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah untuk bidang sosial menjadi kian terasa sejak Indonesia mengalami krisis ekonomi. Krisis tersebut bukan hanya menyebabkan melorotnya capaian pembangunan manusia tetapi juga membawa pengaruh buruk kepada tingkat kemiskinan (Booth, 1999; Fane, 2000). Selain pertumbuhan ekonomi, pembangunan manusia sangatlah penting dalam upaya mengurangi tingkat kemiskinan. Hal ini karena pendidikan dan kesehatan yang baik memungkinkan penduduk miskin untuk meningkatkan nilai aset mereka yang terpenting yaitu tenaga (Lanjouw, Pradhan, Saadah, Sayed, dan Sparrow, 2001). Sehubungan dengan itulah maka investasi pada pendidikan dan kesehatan sangat penting artinya bagi pengurangan kemiskinan.

Persoalan pentingnya investasi sektor publik untuk pembangunan sosial tersebut juga berlaku untuk pemerintah daerah, terlebih setelah berlakunya otonomi daerah. Selama ini pengeluaran pembangunan pemerintah provinsi masih terkonsentrasi pada bidang infrastruktur ekonomi dan belum memberikan perhatian yang memadai bagi bidang pembangunan manusia serta efisiensi investasi sektor publik tersebut pun masih rendah (Brata dan Arifin, 2003).

Page 6: MDG's PNPM Perkotaan

Beban berat pada pemerintah daerah ini juga harus disikapi obyektif dan rasional. Pemerintah daerah harus mampu memahami dinamika pembangunan berorientasi IPM. Untuk meningkatkan umur harapan hidup, yang paling mungkin dilakukan adalah meminimalkan resiko kematian terutama pada kelompok bayi dan ibu melahirkan. Tantangannya adalah angka kematian ibu melahirkan di Indonesia masih tertinggi di Asia Tengara, yakni 307 per 100.000 kelahiran hidup (BPS, 2006). Begitupun, kasus malnutrisi dan kematian bayi tak jarang kita dengar dari media massa.

Dalam hal pendidikan, suatu daerah yang telah mencapai angka melek huruf di atas 90% akan kian sulit diharapkan bisa memberi kontribusi besar terhadap peningkatan pendidikan. Sedangkan untuk mempertahankan anak tetap bersekolah, menghadapi tantangan dengan kecenderungan membesarnya biaya sekolah dan transportasi. Sedangkan untuk peningkatan daya beli, tantangan datang dari pertumbuhan ekonomi makro yang cenderung stagnan di kisaran 5-6 %, dengan distribusi pendapatan yang sangat timpang. Berdasarkan pendekatan pengeluaran, pengeluaran 20% penduduk ekonomi atas menurut indikator Bank Dunia tahun 2005 merupakan 40,43% dari total seluruh pengeluaran rumah tangga di Indonesia. Angka ini naik dari sebelumnya 38,98% tahun 2002. Sebaliknya, 40% penduduk terendah, pengeluarannya memburuk dari 22,83 persen tahun 2002 menjadi 21,84 persen tahun 2005 (BPS, 2005).

Secara ringkas, pembangunan berfokus manusia (IPM) merupakan rambu bahwa alokasi anggaran pemerintah untuk pelayanan publik, terutama pendidikan dan kesehatan, harus menjadi lebih besar. Sementara pengeluaran warga untuk kesehatan dan pendidikan harus menjadi lebih sedikit. Seyogianya, amanat Konstitusi untuk mengalokasikan 20% anggaran untuk pendidikan sudah tak boleh ditawar-tawar lagi pemenuhannya.

Referensi

1. Brata, A. G. dan Z. Arifin, Alokasi Investasi Sektor Publik dan Pengaruhnya Terhadap Konvergensi Ekonomi Regional di Indonesia, Media Ekonomi 13 (20), 2003.

2. Garcia, J.G. dan L. Soelistianingsih, Why Do Differences in Provincial Income Persist in Indonesia?, Bulletin of Indonesian Economic Studies 34 (1), 1998.

3. Human Development Report 2006, Beyond scarcity: Power, poverty and the global water crisis, UNDP.

4. Ramirez, A., G. Ranis, dan F. Stewart, Economic Growth and Human Capital, QEH Working Paper No. 18, 1998.

5. Ritonga, Razali, Indeks Pembangunan Manusia, Kompas, 20 Desember 2006.6. Wibisono, Y., Determinan Pertumbuhan Ekonomi Regional: Studi Empiris Antar

Propinsi di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol 1 No 2, 2001.7. Wahono, Francis, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia 2004, Siapa Takut?,

Kompas, 6 November 2004.