Materi SBM 1

19
Dasar-dasar Strategi Belajar-Mengajar 1. Konsep Dasar Strategi Belajar Mengajar Yang dimaksud dengan strategi secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu garis besar haluan bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Menurut Newman dan Logan, dalam bukunya yang berjudul Strategy Policy and Central Management(1971 : 8), strategi dasar dari setiap usaha akan mencakup keempat hal sbb : a. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil seperti apa yang harus dicapai dan menjadi sasaran usaha itu yang sesuai dengan aspirasi dan selera masyarakat. b. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama manakah yang dipandang paling efektif guna mencapai sasaran tersebut. c. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah apa saja yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut. d. Mempertimbangkan dan menetapkan kriteria dan patokan ukuran yang harus dipergunakan untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan usaha tersebut. 2. Menetapkan Sasaran Kegiatan Belajar-Mengajar dalam Rangka Mengidentifikasi Entering Behavior Siswa a. Sasaran-Sasaran Kegiatan Belajar-Mengajar Setiap kegiatan belajar mengajar pasti mempunyai tujuan tertentu. Tujuan tersebut bertahap dan berjenjang mulai dari sangat operasional dan konkret sampai yang bersifat universal. Tujuan itu pada akhirnya harus diterjemahkan dalam ciri-ciri / sifat-sifat wujud perilaku dan pribadi dari manusia yang dicita- citakan. Sistem pendidikan harus melahirkan para warga Negara yang memiliki empat kemampuan, kecakapan dan sifat utama, yaitu :

description

Strategi Belajar Mengajar Materi 1

Transcript of Materi SBM 1

Page 1: Materi SBM 1

Dasar-dasar Strategi Belajar-Mengajar

1. Konsep Dasar Strategi Belajar Mengajar

Yang dimaksud dengan strategi secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu

garis besar haluan bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

Menurut Newman dan Logan, dalam bukunya yang berjudul Strategy Policy and

Central Management(1971 : 8), strategi dasar dari setiap usaha akan mencakup

keempat hal sbb :

a. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil seperti apa yang

harus dicapai dan menjadi sasaran usaha itu yang sesuai dengan aspirasi dan

selera masyarakat.

b. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama manakah yang

dipandang paling efektif guna mencapai sasaran tersebut.

c. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah apa saja yang akan

ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut.

d. Mempertimbangkan dan menetapkan kriteria dan patokan ukuran yang harus

dipergunakan untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan usaha tersebut.

2. Menetapkan Sasaran Kegiatan Belajar-Mengajar dalam Rangka

Mengidentifikasi Entering Behavior Siswa

a. Sasaran-Sasaran Kegiatan Belajar-Mengajar

Setiap kegiatan belajar mengajar pasti mempunyai tujuan tertentu. Tujuan

tersebut bertahap dan berjenjang mulai dari sangat operasional dan konkret

sampai yang bersifat universal. Tujuan itu pada akhirnya harus diterjemahkan

dalam ciri-ciri / sifat-sifat wujud perilaku dan pribadi dari manusia yang dicita-

citakan. Sistem pendidikan harus melahirkan para warga Negara yang memiliki

empat kemampuan, kecakapan dan sifat utama, yaitu :

Page 2: Materi SBM 1

Self realization, maksudnya manusia harus mampu mewujudkan dan

mengembangkan bakat-bakatnya seoptimal mungkin.

Human relationship ( hubungan antarinsan )

Economic efficiency (efisiensi ekonomi

Civil responsibility, manusia harus memiliki tanggung jawab sebagai warga

Negara.

b. Entering Behavior Siswa

Meskipun terdapat keragaman dari berbagai paham dan teori tentang makna

perbuatan belajar, namun teori manapun pada akhirnya cenderung untuk sampai pada

konsensus bahwa hasil perbuatan belajar itu dimanifestasikan dalam perubahan

perilaku dan pribadi baik secara material-substansial, struktural-fungsional, maupun

secara behavioral. Tingkat dan jenis karakteristik perilaku siswa yang telah dimilikinya

pada saat akan memasuki kegiatan belajar mengajar inilah yang dimaksudkan dengan

Entering Behavior. Entering Behavior ini akan dapat kita identifikasikan dengan

berbagai cara, antara lain :

1. Secara tradisional, lazimnya para guru memulai dengan memberikan pertanyaan-

pertanyaan mengenai bahan-bahan yang pernah diberikan sebelum menyajikan

bahan baru.

2. secara inovatif, guru-guru sudah mulai mengembangkan instrumen pengukuran

prestasi belajar dengan cara melakukan pre-test sebelum memulai kegiatan belajar

mengajar.

Dengan mengetahui gambaran tentang entering behavior, siswa akan memberikan

banyak sekali bantuan kepada guru, antara lain :

Page 3: Materi SBM 1

1) Untuk mengetahui seberapa jauh kesamaan individual antarsiswa dalam taraf

kesiapannya, kematangannya, serta tingkat penguasaan dari pengetahuan dan

keterampilan dasar sebagai landasan bahan baru.

2) Dengan mengetahui disposisi perilaku siswa tersebut, guru akan dapat

mempertimbangkan dan memilih bahan, metode, teknik, dan alat bantu belajar

mengajar yang sesuai.

3) Dengan membandingkan nilai hasil pre-test dengan nilai hasil akhir, guru akan

memperoleh indikator yang menunjukkan seberapa banyak perubahan perilaku

yang terjadi pada siswa.

Mengingat hakikat perubahan perilaku itu dapat berupa penambahan, peningkatan

hal-hal baru terhadap hal lama yang telah dikuasai, atau bahkan berupa pengurangan

terhadap perilaku lama yang tidak diinginkan (merokok, mencontek, dsb) , maka

sekurang-kurangnya ada tiga dimensi dari entering behavior itu yang perlu diketahui

guru adalah :

a. Batas-batas cangkupan ruang lingkup materi pengetahuan yang telah dimiliki dan

dikuasai siswa.

b. Tingkatan dan urutan tahapan materi pengetahuan, terutama kawasan pola-pola

sambutan atau kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor yang telah dicapai dan

dikuasai siswa.

c. Kesiapan dan kematangan fungsi-fungsi psikomorik, proses-proses kognitif,

pengalaman, mengingat, berpikir, afektif, emosional, motivasi, dan kebiasaan.

Sebelum merencanakan dan melaksanakan kegiatan mengajar, guru harus dapat

menjawab pertanyaan :

a) Sejauh mana batas-batas materi pengetahuan yang telah dikuasai dan diketahui oleh

siswa yang akan diajar.

Page 4: Materi SBM 1

b) Tingkat dan tahap serta jenis kemamupuan manakah yang telah dicapai dan dikuasai

siswa yang bersangkutan.

c) Apakah siswa sudah cukup siap dan matang untuk menerima bahan dan pola-pola

perilaku yang akan diajarkan.

d) Seberapa jauh motivasi dan minat belajar yang dimiliki oleh siswa sebelum belajar

dimulai.

3. Pola-pola Belajar Siswa

a. Mengidentifikasi pola-pola belajar siswa

Gagne (Lefrancois 1975:114-120) mengkategorikan pola-pola belajar siswa ke

dalam 8 tipe dimana yang satu merupakan prasyarat bagi yang lainnya/yang lebih tinggi

hierarkinya. Kedelapan tipe belajar itu ialah:

Tipe I:Signal Learning (belajar signal atau tanda, isyarat)

Tipe belajar ini menduduki tahapan hierarki (yang paling dasar). Signal learning

dapat didefinisikan sebagai proses penguasaan pola dasar perilaku yang bersifat

involunter (tidak disengaja dan didasari tujuannya). Kondisi yang diperlukan bagi

berlangsungnya tipe belajar ini ialah diberikan stimulus secara serempak perangsang-

perangsang tertentu dengan berulang-ulang.

Tipe II:Stimulus-Respons Learning (belajar stimulus-respons, sambut rangsang)

Tipe belajar II ini termasuk ke dalam operant or instrumental condition (Kible,1961)

atau belajar dengan trial and error (Thorndike). Kondisi yang diperlukan untuk dapat

berlangsungnya tipe belajar ini ialah faktor reinforcement.

Tipe III:Chaining (mempertautkan) dan tipe IV:Verbal Association (asosiasi

verbal)

Page 5: Materi SBM 1

Kedua tipe belajar ini setaraf, ialah belajar menghubungkan satuan ikatan S-R yang

satu dengan yang lainnya. Tipe III berkenaan dengan aspek-aspek perilau psikomotorik

dan tipe IV berkenaan dengan aspek-aspek belajar verbal. Kondisi yang diperlukan bagi

berlangsungnya proses belajar ini antara lain secara internal terdapat pada diri siswa

harus sudah terkuasai sejumlah satuan-satuan pola S-R, baik psikomotorik maupun

verbal. Di samping itu, prinsip contiguity, repetition, dan reinforcement masih tetap

memegang peranan penting bagi berlangsungnya proses chaining dan association

tersebut.

Tipe V:Discrimination Learning (belajar mengadakan perbedaan)

Dalam tahap belajar ini, siswa mengadakan diskriminasi (seleksi dan pengujian)

di antara dua perangsang atau sejumlah stimulus yang diterimanya kemudian memilih

pola-pola sambutan yang dipandangnya paling sesuai. Kondisi yang utama untuk dapat

berlangsungnya proses belajar ini ialah siswa telah mempunyai kemahiran melakukan

chaining dan association serta memiliki kekayaan pengalaman (pola-pola satuan S-R)

Tipe VI:Concept Learning (belajar konsep, pengertian)

Berdasarkan pesamaan cirri-ciri adari sekumpulan stimulus dan juga objek-

objeknya ia membentuk suatu pengertian atau konsep-konsep. Kondisi utama yang

diperlukan bagi proses berlangsungnya belajar tipe ini ialah terkuasainya kemahiran

diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya.

Tipe VII:Rule Learning (belajar membuat generalisasi, hukum-hukum)

Pada tingkat ini siswa belajar mengadakan kombinasi dari berbagai konsep

(pengertian) dengan mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal sehingga siswa

dapat membuat konklusi tertentu.

Tipe VIII:Problem Solving (belajar memecahkan masalah)

Page 6: Materi SBM 1

Pada tingkat ini siswa belajar merumuskan dan memecahkan masalah

(memberikan respons terhadap rangsangan yang menggambarkan atau

membangkitkan situasi problematik) dengan menggunakan berbagai rule yang telah

dikuasainya. Menurut John Dewey (Loree,1970:438-439) dalam bukunya How We

Think, proses belajar pemecahan masalah itu berlangsung sebagai berikut:

Become aware of the problem (menyadari adanya masalah)

Clarifying and defining the problem (menegaskan dan merumuskan masalahnya)

Searching for facts and formulating hypotheses (mencari fakta pendukung dan

merumuskan hipotesis)

Evaluating proposed solution (mengevaluasi alternatif pemecahan yang

dikembangkan)

Experimental verification (mengadakan pengujian atau verifikasi secara

eksperimental, uji coba)

b. Memilih system belajar mengajar (pengajaran)

Dewasa ini, para ahli teori belajar telah mencoba mengambarkan cara

pendekatan atau system pengajaran atau proses belajar-mengajar. Diantara berbagai

system pengajaran yang banyak menarik perhatian orang akhir-akhir ini ialah:

Enquiry-Discovery Learning (belajar mencari dan menemukan sendiri)

Dalam system belajar-mengajar ini, guru menyajikan bahan pelajaran yang tidak

dalam bentuknya yang final. Siswalah yang diberikan kesempatan untuk mencari dan

menemukannnya sendiri dengan menggunakan teknik pendekatan pemecahan

masalah. Secara garis besar prosedurnya yaitu stimulasi-perumusan masalah-

pengumpulan data-analisis data-verifikasi-generalisasi.

Page 7: Materi SBM 1

System belajar-mengajar ini dikembangkan oleh Bruner (Lefrancois,1975:121-

126). Pendekatan belajar ini sangat cocok untuk materi pelajaran yang bersifat kognitif.

Kelemahannya, antara lain memakan waktu yang banyak dan kalau kurang terpimpin

dan terarah, dapat menjurus kepada kekaburan atau materi yang dipelajarinya.

Expository Learning

Dalam sistem ini, guru menyajikan bahan dalam bentuk yang telah

dipersiapkan secara rapi, sistematik, dan lengkap sehingg asiswa tingal menyimak dan

mencernanya secara teratur dan tertib. Secara garis besar prosedurnya ialah periapan-

petautan-penyajian-evaluasi. Ausubel berpendapat bahwa pada tingkat-tingkat belajar

yang lebih tinggi, siswa tidak selau harus mengalami sendiri. Siswa akan mampu dan

lebih efisien memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dalam tempo sesingkat-

singkatnya. Yang penting siswa dikembangkan penguasaannya atas kerangka konsep-

konsep dasar atau pla-pola pengertian dasar tentang sesuatu hal sehingga dapat

mengorganisasikan data, informasi, dan pengalaman yang bertalian dengan hal

tersebut.

Mastery learning (belajar tuntas)

Proses belajar yang berorientasi pada prinsip mastery learning ini harus dimulai

dengan penguasaan bagian terkecil untuk kemudian baru dapat melanjutkan ke dalam

satuan (modul) atau unit berikutnya. Atas dasar itu maka dewasa ini telah

dikembangkan system pengajaran berprogram dan juga system pengajaran modul,

bahkan Computer Assisted Instruction (CAI). Dengan tercapainya tingkat penguasaan

hasil pelajaran yang tinggi, maka akan menunjukkan sikap mental yang sehat pada

siswa yang bersangkutan.

Humanistic Education

Teori belajar ini menitikberatkan pada upaya membantu siswa agar ia sanggup

mencapai perwujudan diri (self realization) sesuai dengan kemampuan dasar dan

keunikan yang dimilikinya. Karakteristik utama metode ini, antara lain bahwa guru

Page 8: Materi SBM 1

hendaknya tidak membuat jarak yang tidak terlalu tajam dengan siswa. Sasaran akhir

dari proses belajar mengajar menurut paham ini ialah self actualization yang seoptimal

mungkin dari setiap siswa.

c. Pengorganisasian satuan kelompok belajar siswa

Gage dan Barliner (1975:447-450), juga Norman MacKenzie dan rekan-rekannya

(UNESCO,1972:126) menyarankan pengorganisasian kelompok belajar siswa ke dalam

susunan sebagai berikut:

N=1. Pada situasi ekstrem, kelompok belajar mungkin hanya terdiri atas seorang

siswa atau seorang siswa bekerja individual saja.metode belajarnya bisa disebut

dengan tutorial, pengajaran berprogram, studi individual, atau independent study,

N=2-20. Kelompok belajar kecil, mungkin terdiri atas 2 sampai 20 siswa. Mtode belajar

seperti ini biasanya disebut dengan metode diskusi atau seminar.

N=2-40. Kelompok besar mungkin berkisar antar 20-40 siswa. Metode ini disebut

metode belajar mengajar kelas. Metodenya mungkin bervariasi, sesuai dengan

kesenangan dan kemampuan guru unuk mengelolanya.

N=40 lebih besar atau ukuran kelompok melebihi 40 orang. Metode belajar-mengajar

lazim disebut (ceramah) atau the lecture.

4. Beberapa metode dan Teknik Mengajar

Sejak ratusan tahun yang lalu, orang telah mengembangkan berbagai metode

dan teknik mengajar untuk dapat membantu siswa dalam proses menerima materi

pelajaran.

Menurut Joice dan Weil (Gage and Barliner, 1975:444-447) telah

mengelompokkan model-model belajar ke dalam empat orientasi, yaitu :

(1) information processing orientation

Page 9: Materi SBM 1

(2) social-interaction orientation

(3) person orientation

(4) behavior-modification orientation

Beberapa metode mengajar yang banyak digunakan oleh para guru antara lain:

(1) Metode Ceramah

Ceramah atau kuliah merupakan metode belajar tradisional dimana bahan disajikan

oleh guru secara monologue sehingga pembicaraan lebih bersifat satu arah. Peran guru

lebih banyak dalam hal keaktifannya untuk memberikan materi pelajaran, sementara

siswa mendengarkan dengan teliti serta mencatat yang pokok-pokok dari pernyataan

yang dikemukakan oleh guru.

(2) Metode Diskusi

Metode diskusi merupakan cara lain dalam belajar-mengajar dimana guru dan

siswa, bahkan antarsiswa terlibat dalam suatu proses interaksi secara aktif dan timbal

balik dari dua arah.

5. Menetapkan Strategi Evaluasi Belajar Mengajar

Tujuan akhir dari tindakan evaluasi, serta bagaimana mengembangkan dan

memilih instrumennya yang memenuhi syarat telah kita bahas dalam unit-unit terdahulu.

Yang menjadi persoalan sekarang, kapan pengukuran dan evaluasi itu dilakukan, serta

bagaimana menafsirkan hasilnya bagi pengambilan keputusan dan tindak lanjutnya.

a. Beberapa Model Desain Pelaksanaan Evaluasi Belajar

Berdasarkan maksud atau fungsinya, terdapat beberapa model desain

pelaksanaan evaluasi belajar-mengajar. Di antaranya ialah evaluasi; sumatif, formatif,

refleksi, dan kombinasi dari ketiganya.

Page 10: Materi SBM 1

Evaluasi sumatif ialah model pelaksanaan evaluasi yang dilakukan setelah

berakhirnya kegiatan belajar-mengajar, atau sering juga kita kenal dengan istilah lain,

yaitu post test. Pola evaluasi ini dilakukan kalau kita hanya bermaksud mengetahui

tahap perkembangan terakhir dari tingkat pengetahuan atau penguasaan belajar

(mastery learning) yang telah dicapai oleh siswa. Asumsi yang mendasarinya ialah

bahwa hasl belajar itu merupakan totalitas sejak awal sampai akhir, sehingga hasil akhir

itu dapat kita asumsikan dengan hasil. Hasil penilaian ini merupakan indikator

mengenai taraf keberhasilan proses belajar-mengajar tersebut. Atas dasar itu, kita

dapat menentukan apakah dapat dilanjutkan kepada program baru atau harus diadakan

pelajaran ulangan seperlunya.

Evaluasi formatif ialah model pelaksanaan evaluasi yang dilakukan selama masih

berjalannya proses kegiatan belajar-mengajar. Mungkin kita baru menyelesaikan

bagian-bagian atau unit-unit tertentu dari keseluruhan program atau bahan yang harus

diselesaikan. Tujuannya ialah apabila kita menghendaki umpan-balik yang secara

(immediate feedback), kelemahan-kelemahan dari proses belajar itu dapat segera

diperbaiki sebelum terlanjur dengan kegiatan lebih lanjut yang mungkin akan lebih

merugikan, baik bagi siswa maupun bagi guru sendiri. Bila dibiarkan kesalahan akan

berlarut-larut. Dengan kata lain, evaluasi formatif ini lebih bersifat diagnostik untuk

keperluan penyembuhan kesulitan-kesulitan atau kelemahan belajar-mengajar

(remedial teaching and learning), sedangkan reevaluasi sumatif (EBTA) biasanya lebih

berfungsi informatif bagi keperluan pengambilan keputusan, seperti penentuan nilai

(grading), dan kelulusan.

Evaluasi reflektif ialah model pelaksanaan evaluasi yang dilakukan sebelum proses

belajar-menagjar dilakukan atau sering kita kenal dengan sebutan pre-test. Sasaran

utama dari evaluasi reflektif ini ialah untuk mendapatkan indikator atau informasi awal

tentang kesiapan (readliness) siswa dan disposisi (keadaan taraf penguasaan) bahan

atau pola-pola perilaku siswa sebagai dasar penyusunan rencana kegiatan belajar-

menagjar dan peramalan tingkat keberhasilan yang mungkin dapat dicapainya setelah

menjalani proses belajar-menagjar nantinya. Jadi, evaluasi reflektif lebih bersifat

prediktif.

Page 11: Materi SBM 1

Pengguanaan teknik pelaksanaan evaluasi itu secara kombinasi dapat dan

sering juga dilakukan terutama antara reflektif dan sumatif atau model pre-post test

design. Tujuan penggunaan model dilaksanakan evaluasi ini ialah apabila kita ingin

mengetahui taraf keefektivan proses belajar-mengajar yang bersangkutan. Dengan cara

demikian, kita akan mungkin mendeteksi seberapa jauh konstribusi dari komponen-

komponen yang terlibat dalam proses belajar-mengajar tersebut. Sudah barang tentu

model ini pun lebih bersifat diagnostik, tetapi lebih komprehensif.

b. Beberapa Cara untuk Menginterprestasikan Hasil Penilaian

Untuk dapat menafsirkan hasil penilaian dari evaluasi yang dilaksanakan, kita

perlu patokan atau ukuran baku atau norma. Dalam evaluasi, kita mengenal dua norma

yang lazim dipergunakan untuk menumbang taraf keberhasilan belajar-menagjar, yaitu

apa yang disebut (1) criterion referenced dan (2) norm referenced, seperti telah

disinggung di atas.

Criterion referenced evaluation ( PAP = Penilaian Acuan Patokan ) merupakan

cara mempertimbangkan taraf keberhasilan siswa dengan memperbandingkan prestasi

yang dicapainya dengan kriteria yang telah ditetapkan lebih dahulu (preestabilished

criterion).

Norm referenced evaluation ( PAN = Penilaian Acua Norma) merupakan cara

memertimbangkan taraf keberhasilan belajar siswa, dengan jalan memperbandingkan

prestasi individual siswa dengan rata-rata prestasi temannya, lazimnya kelompoknya.

Atas dasar kedua norma itulah seseorang dinyatakan lulus atau tidak lulus, atau

berhasil atau tidak berhasil (pass-fail). Norma kelulusan itu biasanya disebut batas lulus

(passing grade).

Dalam criterion referenced evaluation ( PAP ) angka batas lulus itu lazimnya

dipergunakan angka nilai 6 dalam skala 10 atau 60 dalam skala 100, atau 2+ slaam

skala -4, atau C dalam skala A-E. adapaun filosofi yang melandasi sistem penilaian ini

ialah teory mastery learning, dimana seseorang dapat dianggap memenuhi syarat

Page 12: Materi SBM 1

kecakapannya (qualified) kalau menguasai minimal 60% dari hasil yang diharapkan.

Dalam konteks sistem pendidikan di Indonesia persayaratan ini dikenakan terutama

terhadap mata pelajaran dasar yang penting yaitu PMP, agama, bahasa Indonesia dan

sebaginya, yang berarti bahwa sistem pendidikan di Indonesia sangat mengutamakan

pembinaan warga negara yang baik, beragama dan berdasarkan kebudayaan

bangsanya.

Dalam norm referenced evaluation ( PAN ), norma itu dapat dipergunakan dengan

berbagai cara, misalnya (1) ukuran rata-rata prestasi kelompoknya, (2) ukuran

penyebaran nilai prestasi kelasnya, dan (3) ukuran penyimpangan dari ukuran rata-rata

prestasi kelompoknya (mean,range, and standard deviation).

1) Beberapa model ukuran rata-rata prestasi kelompok

JADI JUTAWAN DENGAN LANGKAH

SEDERHANA

Bisnis Jadi Jutawan dgn Langkah Sederhana.

Terbukt

Bisnis SMS Dahsyat

1.MODAL AWAL 50b JADIKAN

INTERNET PENGHASIL UANG

Investasi Rp75ribu SOFTWARE

PENGUMPUL UANG OTOMATI

JUTAAN RUPIAH UANG MENGALIR

KEREKENING ANDA TERBUK

MAU Rp.200.000 PER HARI??(HANYA DI

SINI!)(Garansi)

Software Penghasil Uang

Otomatis.Bergaransi!

Hasilkan UANG dengan MUDAH HANYA

75.000

EMULA DAPAT min.Rp.400rb TIAP HARI

dengan MUDAH!

HANYA Rp.75rb!!.ATM BERTAMBAH

TERUS min.Rp.500rb/h

DAPAT UANG TERUS

min.500rb/hari!!.HANYA Rp.75rb.

Pemula Sukses & Kaya Bersama Sistem

Bisnis

Rahasia Dahsyat Imcome Melimpah Dari

Internet

Di jalankan dari hp/cara Khusus

Software penghasil uang .Cocok untuk

pemula,24 jam

BERKAT SMS saldo di ATM BERTAMBAH

TERUS-MENERUS

Tiap hari dapat TAMBAHAN saldo di ATM

minimal 300r

Modul Sakti Penghasil Income

TERBUKTI Berhasil 100% Hanya Rp130rb.

Dijamin!

CARA MUDAH & CEPAT PEMULA

HASILKAN 500Rb-2JT/Hr

Ingin PASSIVE INCOME Bertambah Terus -

Menerus?

Page 13: Materi SBM 1

Praktis,Cepat,Beroperasi 24 Jam Kini, Anda pun juga bisa menjadi

JUTAWAN, Dijamin

KumpulBlogger.com

a) Mean (ukuran rata-rata hitung), dapat dicari dengan jalan membagi jumlah nilai dari

seluruh anggota kelompok (∑ fxi) dengan jumlah anggota kelompok yang bersangkutan

(N). yang dinyatakan dengan formula ialah sebagai berikut :

Mean ( X ) = (∑ fxi)

N

Kalau dalam kurikulumnya diadakan sistem pembobotan (weighing) seperti dengan

menggunakan sistem kredit (SKS), sebelum dijumlahkan, setiap nilai henndaknya

dikaitkan dahulu dengan bobotnya (W).

Selanjutnya, maka formulanya menjadi :

X = ( ∑ fxi W )

N

b) Median ialah suatu titik yang membagi dua ( 50% di atas dan 50% di bawah) dari

keseluruhan jumlah anggota kelompok. Angka titik tengah ini dapat diperoleh dengan

jalan menambahkan angka 1 pada jumlah seluruh peserta (N), kemudian dibagi 2. Yang

mana dinyatakan :

Median (Mdn) = N + 1

Page 14: Materi SBM 1

2

Mdn = Nilai tertinggi + Nlai terendah

2

c) Mode ialah hasil suatu klarifikasi nilai yang sama yang paling banyak anggota yang

memperoleh nilai tersebut atau frekuensinya (f).

Dengan diketahuinya ukuran rata-rata ini, kita dapat membandingkan apakah nilai yang

dicapai oleh seseorang itu mendekati atau sangat jauh di bawah atau di atas nilai rata-

rata tersebut.

2) Beberapa model ukuran penyebaran (distribusi angka nilai prestais kelompok)

a) Range ialah jarak rentangan antara score tertinggi (maksimum) dan nilai score

terendah (minimum).

Range diperoleh dengan formula :

Rentangan = nilai tertinggi – nilai terendah

Range = maximum score – minimum score

b) Centile ialah suatu titik yang menunjukkan berapa persen dari keseluruhan jumlah

anggota kelompok tersebut. Misalna, yang berada di bawah quartil pertama (Q1)

menunjukkan bahwa 25% dari keseluruhan anggota kelompok di bawah angka atau titik

tersebut. Biasanya sebagai patokan-patokan penyebaran digunakan Q1, Q2, Q3.

Berapa banyaknya anggota kelompok yang termasuk ke dalam quartil yang

bersangkutan, dapat dicari dengan formula :

Q1 = ( N + 1 )

4

Page 15: Materi SBM 1

Q2 = ( Q3 – Q1 )

2

Q3 = 3 ( N + 1 )

4

3) Beberapa model penyimpangan dari ukuran rata-rata hitung

a) Average Deviation ( AD ), deviasi rata-rata, diperoleh dengan formula :

AD = ∑ f1 X1 - X

N

b) Standard Deviation ( SD ), dapat diperoleh dengan mengoperasikan formula.

HAKIKAT STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

Konsep dan Prinsip Belajar dan Pembelajaran

Belajar memiliki tiga atribut pokok ialah:

1. Belajar merupakan proses mental dan emosional atau aktivitas pikiran dan

perasaan.

2. Hasil belajar berupa perubahan perilaku, baik yang menyangkut kognitif,

psikomotorik, maupun afektif.

3. Belajar berkat mengalami, baik mengalami secara langsung maupun mengalami

secara tidak langsung (melalui media). Dengan kata lain belajar terjadi di dalam

interaksi dengan lingkungan. (lingkungan fisik dan lingkungan sosial).

4. Supaya belajar terjadi secara efektif perlu diperhatikan beberapa prinsip antara

lain:

Page 16: Materi SBM 1

1. Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan kegiatan belajar, baik motivasi

intrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik dinilai lebih baik,

karena berkaitan langsung dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.

2. Perhatian atau pemusatan energi psikis terhadap pelajaran erat kaitannya

dengan motivasi. Untuk memusatkan perhatian siswa terhadap pelajaran

bisa didasarkan terhadap diri siswa itu sendiri dan atau terhadap situasi

pembelajarannya.

3. Aktivitas. Belajar itu sendiri adalah aktivitas. Bila fikiran dan perasaan

siswa tidak terlibat aktif dalam situasi pembelajaran, pada hakikatnya siswa

tersebut tidak belajar. Penggunaan metode dan media yang bervariasi dapat

merangsang siswa lebih aktif belajar.

4. Umpan balik di dalam belajar sangat penting, supaya siswa segera menge-

tahui benar tidaknya pekerjaan yang ia lakukan. Umpan balik dari guru

sebaiknya yang mampu menyadarkan siswa terhadap kesalahan mereka dan

meningkatkan pemahaman siswa akan pelajaran tersebut.

5. Perbedaan individual adalah individu tersendiri yang memiliki perbedaan

dari yang lain. Guru hendaknya mampu memperhatikan dan melayani siswa

sesuai dengan hakikat mereka masing-masing. Berkaitan dengan ini catatan

pribadi setiap siswa sangat diperlukan.

5. Pembelajaran merupakan suatu sistem lingkungan belajar yang terdiri dari unsur:

tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru.

Semua unsur atau komponen tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi; dan

semuanya berfungsi dengan berorientasi kepada tujuan

Variabel Strategi Belajar Mengajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan strategi belajar-mengajar ialah: tujuan,

bahan pelajaran, alat dan sumber, siswa, dan guru.

1. Gagne mengklasifikasikan hasil-hasil belajar yang membawa implikasi terhadap

penggunaan strategi belajar-mengajar, sebagai berikut:

1. Keterampilan intelektual dengan tahapan-tahapannya:

Page 17: Materi SBM 1

1. Diskriminasi (mengenal benda konkret).

2. Konsep konkret (mengenal sifat-sifat benda/objek konkret).

3. Konsep terdefinisi (kemampuan memahami konsep terdefinisi).

4. Aturan (kemampuan menggunakan aturan, rumus, hukum/dalil,

prinsip).

5. Masalah/aturan tingkat tinggi (kemampuan memecahkan masalah

dengan menggunakan berbagai aturan).

2. Strategi kognitif (kemampuan memilih dan mengubah cara-cara

memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berfikir).

3. Informasi verbal (kemampuan menyimpan nama/label, fakta, pengetahuan

di dalam ingatan).

4. Keterampilan motorik (kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan fisik).

5. Sikap (kemampuan menampilkan perilaku yang bermuatan nilai-nilai).

2. Yang perlu dipertimbangkan dari faktor siswa di dalam menggunakan strategi

belajar-mengajar, antara lain:

1. Siswa sebagai pribadi tersendiri memiliki perbedaan-perbedaan dari siswa

lain.

2. Jumlah siswa yang mengikuti pelajaran.

3. Dari faktor alat dan sumber yang perlu dipertimbangkan ialah:

1. Jumlah dan karakteristik alat pelajaran dan alat peraga.

2. Jumlah dan karakteristik sumber pelajaran (bahan cetakan dan lingkungan

sekitar).

4. Dari faktor guru yang akan mempengaruhi penggunaan strategi belajar-mengajar

ialah kemampuan menguasai bahan pelajaran dan kemampuan membelajarkan

siswa.

Berbagai Jenis Strategi Belajar Mengajar

Berbagai jenis strategi Belajar Mengajar dapat dikelompokkan berdasarkan berbagai

pertimbangan.

1. Atas dasar pertimbangan proses pengolahan pesan.

Page 18: Materi SBM 1

1. Strategi Deduktif. Dengan Strategi Deduktif materi atau bahan pelajaran

diolah dari mulai yang umum, generalisasi atau rumusan, ke yang bersifat

khusus atau bagian-bagian. Bagian itu dapat berupa sifat, atribut atau ciri-

ciri. Strategi

Deduktif dapat digunakan dalam mengajarkan konsep, baik konsep

konkret maupun konsep terdefinisi.

2. Strategi Induktif. Dengan Strategi Induktif materi atau bahan pelajaran

diolah mulai dari yang khusus (sifat, ciri atau atribut) ke yang umum,

generalisasi atau rumusan. Strategi Induktif dapat digunakan dalam

mengajarkan konsep, baik konsep konkret maupun konsep terdefinisi.

2. Atas dasar pertimbangan pihak pengolah pesan.

1. Strategi Ekspositorik. Dengan Strategi Ekspositorik bahan atau materi

pelajaran diolah oleh guru. Siswa tinggal “terima jadi” dari guru. Dengan

Strategi Ekspositorik guru yang mencari dan mengolah bahan pelajaran,

yang kemudian menyampaikannya kepada siswa. Strategi Ekspositorik

dapat digunakan di dalam mengajarkan berbagai materi pelajaran, kecuali

yang sifatnya pemecahan masalah.

2. Strategi Heuristik. Dengan Strategi Heuristik bahan atau materi pelajaran

diolah oleh siswa. Siswa yang aktif mencari dan mengolah bahan pelajaran.

Guru sebagai fasilitator memberikan dorongan, arahan, dan bimbingan.

Strategi Heuristik dapat digunakan untuk mengajarkan berbagai materi

pelajaran termasuk pemecahan masalah. Dengan Strategi Heuristik

diharapkan siswa bukan hanya paham dan mampu melakukan suatu

pekerjaan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, akan

tetapi juga akan terbentuk sikap-sikap positif, seperti: kritis, kreatif,

inovatif, mandiri, terbuka. Strategi Heuristik terbagai atas Diskoperi dan

Inkuiri.

3. Atas Dasar Pertimbangan Pengaturan Guru

1. Strategi Seorang Guru. Seorang guru mengajar kepada sejumlah siswa.

2. Strategi Pengajaran Beregu (Team Teaching). Dengan Pengajaran Beregu,

dua orang atau lebih guru mengajar sejumlah siswa.

Page 19: Materi SBM 1

Pengajaran Beregu dapat digunakan di dalam mengajarkan salah satu

mata pelajaran atau sejumlah mata pelajaran yang terpusat kepada suatu

topik tertentu.

4. Atas Dasar Pertimbangan Jumlah Siswa

1. Strategi Klasikal

2. Strategi Kelompok Kecil

3. Strategi Individual.

5. Atas Dasar Pertimbangan Interaksi Guru dengan Siswa.

1. Strategi Tatap Muka. Akan lebih baik dengan menggunakan alat peraga.

2. Strategi Pengajaran Melalui Media. Guru tidak langsung kontak dengan

siswa, akan tetapi guru “mewakilkan” kepada media. Siswa berinteraksi

dengan media.

Sumber Strategi Belajar Mengajar karya Udin S. Winataputra